WAWASAN KEBANGSAAN SEBAGAI PENCERMINAN NILAI – …

10
Jurnal Ilmiah WIDYA NonEksakta Volume 1 Nomor 1 September 2018 46 ISSN 23379480 WAWASAN KEBANGSAAN SEBAGAI PENCERMINAN NILAI – NILAI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA Luh Suryatni Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma Jakarta Email: [email protected] PENDAHULUAN Latar belakang penulisan ini adalah bahwa suatu bangsa yang besar untuk mampu mencapai kejayaan dalam pergaulan antara bangsa di dunia, pertama tama harus dapat mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsanya dengan kokoh dalam wadah satu negara dan bangsa tersebut. Persatuan dan kesatuan bangsa bukan sesuatu yang take it for granted, tetapi harus diperjuangkan dan dibina secara terus menerus. Proses tersebut di Indonesia diawali dengan terbentuknya Kesatuan Sriwijaya pada abad VII, kemudian Kerajaan Majapahit pada abad XIV. Surutnya kekuasaan Sriwijaya dan Majapahit, mengakibatkan tidak terbinanya konsepsi untuk menyatukan seluruh wilayah Nusantara secara berlanjut, sehingga berbagai upaya yang dirintis sebelumnya mengalami kemunduran, terlebih pada masa penjajahan Belanda. Kepahitan penjajahan telah menimbulkan hikmah bagi penduduk Nusantara, yaitu timbulnya semangat senasib dan sepenanggungan menghadapi perlakuan penjajah Belanda. Benih semangat senasib dan sepenanggungan yang telah timbul, menjadi tekad untuk memerdekakan diri merupakan awal dari semangat kebangsaan. Semangat inilah yang merupakan modal dari konsepsi atau cara pandang kebangsaan atau Wawasan Kebangsaan Indonesia. Wawasan Kebangsaan ini belum sempurna, karena penduduk Nusantara yang menamakan dirinya bangsa Indonesia belum bernegara dan belum menganut falsafah tertentu. Baru ketika Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945) yang melandasi NKRI mempertegas bahwa falsafah Pancasila merupakan dasar negara dan UUD NRI 1945 merupakan hukum dasar (konstitusi). Sejak disahkan secara konstitusional pada 18 Agustus 1945, Pancasila dapat dikatakan sebagai dasar (falsafah) negara, pandangan hidup, ideologi nasional, dan pemersatu dalam perikehidupan kebangsaan dan kenegaraan Indonesia. Masalah wawasan kebangsaan yang dapat mencerminkan nilai–nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan ABSTRAK: Wawasan kebangsaan Indonesia yang berdasarkan kepada Pancasila dan UUD 1945 merujuk pada diri dan lingkungannya untuk kelangsungan hidup dan mencerminkan jati dirinya. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk membahas wawasan kebangsaan Indonesia dalam mencerminkan nilainilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah telaah pustaka. Dapat disimpulkan bahwa pengamalan nilainilai Pancasila berdasarkan wawasan kebangsaan tidak sekedar pada kewajiban hukum saja, melainkan didasarkan pula pada kewajiban moral. Hal ini bermakna bahwa hati nurani masyarakat Indonesia sendiri yang berkewajiban untuk selalu berorientasi kepada nilai Pancasila yaitu: (1) bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) memandang setiap manusia sebagai mahkluk yang sama harkat dan derajatnya, (3) mendahulukan persatuan dan kesatuan bangsa, dan (4) segala sesuatu dimusyawarahkan demi tercapainya keadilan dimana masingmasing dapat memiliki apa yang memang menjadi haknya. Kata kunci: wawasan kebangsaan, nilainilai pancasila, kehidupan berbangsa dan bernegara ABSTRACT : National insight of Indonesia which based on Pancasila and the 1945 Constitution refer on self and its environment for the nation’s survival and the national identity. The purpose of this paper is to discuss the national insight of Indonesia in reflecting the values of Pancasila in the life of nation and state. Descriptive method used within this research. Technique for data collection is literature review. The result of the discussion shows that the implementation of Pancasila values based on national insight is not only on legal obligation but also based on moral obligation. This means that Indonesians own conscience is obliged to always be oriented towards the value of Pancasila that is: (1) cautious to God Almighty, (2) looking at every human being as a creature of equal dignity and degree, (3) prioritizing the unity of the nation, and (4) deliberating everything for the sake of justice where everyone can get what they are entitled to. Keyword: national insight, pancasila values, the life of nation and state

Transcript of WAWASAN KEBANGSAAN SEBAGAI PENCERMINAN NILAI – …

Page 1: WAWASAN KEBANGSAAN SEBAGAI PENCERMINAN NILAI – …

Jurnal Ilmiah WIDYA Non­Eksakta Volume 1 Nomor 1 September 201846

ISSN 2337­9480

WAWASAN KEBANGSAAN SEBAGAI PENCERMINAN NILAI –NILAI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN

BERNEGARA

Luh SuryatniUniversitas Dirgantara Marsekal Suryadarma Jakarta

E­mail: [email protected]

PENDAHULUANLatar belakang penulisan ini adalah bahwa suatu

bangsa yang besar untuk mampu mencapai kejayaandalam pergaulan antara bangsa di dunia, pertama­tama harus dapat mewujudkan persatuan dankesatuan bangsanya dengan kokoh dalam wadah satunegara dan bangsa tersebut. Persatuan dan kesatuanbangsa bukan sesuatu yang take it for granted, tetapiharus diperjuangkan dan dibina secara terus menerus.Proses tersebut di Indonesia diawali denganterbentuknya Kesatuan Sriwijaya pada abad VII,kemudian Kerajaan Majapahit pada abad XIV.Surutnya kekuasaan Sriwijaya dan Majapahit,mengakibatkan tidak terbinanya konsepsi untukmenyatukan seluruh wilayah Nusantara secaraberlanjut, sehingga berbagai upaya yang dirintissebelumnya mengalami kemunduran, terlebih padamasa penjajahan Belanda.

Kepahitan penjajahan telah menimbulkanhikmah bagi penduduk Nusantara, yaitu timbulnyasemangat senasib dan sepenanggungan menghadapi

perlakuan penjajah Belanda. Benih semangat senasibdan sepenanggungan yang telah timbul, menjaditekad untuk memerdekakan diri merupakan awal darisemangat kebangsaan. Semangat inilah yangmerupakan modal dari konsepsi atau cara pandangkebangsaan atau Wawasan Kebangsaan Indonesia.Wawasan Kebangsaan ini belum sempurna, karenapenduduk Nusantara yang menamakan dirinya bangsaIndonesia belum bernegara dan belum menganutfalsafah tertentu. Baru ketika Undang–Undang DasarNegara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945)yang melandasi NKRI mempertegas bahwa falsafahPancasila merupakan dasar negara dan UUD NRI1945 merupakan hukum dasar (konstitusi).

Sejak disahkan secara konstitusional pada 18Agustus 1945, Pancasila dapat dikatakan sebagaidasar (falsafah) negara, pandangan hidup, ideologinasional, dan pemersatu dalam perikehidupankebangsaan dan kenegaraan Indonesia. Masalahwawasan kebangsaan yang dapat mencerminkannilai–nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan

ABSTRAK: Wawasan kebangsaan Indonesia yang berdasarkan kepada Pancasila dan UUD 1945 merujuk pada diri danlingkungannya untuk kelangsungan hidup dan mencerminkan jati dirinya. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk membahaswawasan kebangsaan Indonesia dalam mencerminkan nilai­nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalampenelitian ini digunakan metode deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah telaah pustaka. Dapat disimpulkanbahwa pengamalan nilai­nilai Pancasila berdasarkan wawasan kebangsaan tidak sekedar pada kewajiban hukum saja, melainkandidasarkan pula pada kewajiban moral. Hal ini bermakna bahwa hati nurani masyarakat Indonesia sendiri yang berkewajiban untukselalu berorientasi kepada nilai Pancasila yaitu: (1) bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) memandang setiap manusia sebagaimahkluk yang sama harkat dan derajatnya, (3) mendahulukan persatuan dan kesatuan bangsa, dan (4) segala sesuatudimusyawarahkan demi tercapainya keadilan dimana masing­masing dapat memiliki apa yang memang menjadi haknya.

Kata kunci: wawasan kebangsaan, nilai­nilai pancasila, kehidupan berbangsa dan bernegara

ABSTRACT: National insight of Indonesia which based on Pancasila and the 1945 Constitution refer on self and its environment forthe nation’s survival and the national identity. The purpose of this paper is to discuss the national insight of Indonesia in reflectingthe values of Pancasila in the life of nation and state. Descriptive method used within this research. Technique for data collection isliterature review. The result of the discussion shows that the implementation of Pancasila values based on national insight is not onlyon legal obligation but also based on moral obligation. This means that Indonesians own conscience is obliged to always be orientedtowards the value of Pancasila that is: (1) cautious to God Almighty, (2) looking at every human being as a creature of equal dignityand degree, (3) prioritizing the unity of the nation, and (4) deliberating everything for the sake of justice where everyone can getwhat they are entitled to.

Keyword: national insight, pancasila values, the life of nation and state

Page 2: WAWASAN KEBANGSAAN SEBAGAI PENCERMINAN NILAI – …

Luh Suryatni,46 ­ 55

Wawasan Kebangsaan Sebagai PencerminanNilai­NIlai Pancasila dalam Kehidupan

Berbangsa dan Bernegara

Jurnal Ilmiah WIDYA Non­Eksakta Volume 1 Nomor 1 September 201847

bernegara, sampai saat ini sangat diperlukan untukmenangkal arus globalisasi dengan kemajuanteknologi dan informasi yang dapat mengancamkelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Tujuanpenulisan ini adalah untuk membahas wawasankebangsaan Indonesia yang mencerminkan nilai–nilaiPancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

METODOLOGI PENELITIANDalam penelitian ini digunakan metode

deskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukandengan telaah pustaka.

PEMBAHASAN

Wawasan NusantaraPersatuan dan kesatuan bangsa sesuatu harus

diperjuangkan dan dibina secara terus menerus.Beberapa contoh seperti: bangsa Amerika Serikatmasih mengalami perang saudara yang dahsyatsetelah kurang lebih 100 tahun merdeka. Demikianpula dengan bangsa Jepang dipersatukan melaluipeperangan antar kerajaan­kerajaan kecil yangberlangsung puluhan tahun.

Bertolak dari persatuan dan kesatuan bangsakokoh tersebut, dan dengan memanfaatkan segenappotensi dan peluang yang ada, bangsa yang telahbernegara berupaya dengan gigih, secara terpadumencapai tujuan nasionalnya. Bangsa yang memilikipersatuan dan kesatuan dengan kokoh dan berjuangsecara kompak, terpadu, serta pandai memanfaatkansegenap potensi dan peluang, mampu mengatasikendala, dapat menjadi bangsa yang maju danberwibawa dalam pergaulan antar bangsa. Sebaliknyabangsa yang tidak dapat mempertahankan persatuandan kesatuannya, kehidupan nasionalnya akandiwarnai dengan berbagai konflik, dan bentrokanfisik yang berkepanjangan serta dapat mengakibatkanpenderitaan dan kesengsaraan rakyat, seperti yangterjadi di beberapa negara di Afrika dan TimurTengah.

Proses Pembentukan Wawasan KebangsaanIndonesia

Bagi penduduk Nusantara bernama bangsaIndonesia, falsafah bangsa yang merupakan landasanbagi cara pandangnya, terwujud melalui prosessejarah perjuangan bangsa dan perkembangan budaya

dalam kurun waktu yang sangat panjang. Prosestersebut diawali terbentuknya dengan KesatuanSriwijaya pada abad ke VII kemudian KerajaanMajapahit pada abad ke XIV, melalui perkembanganarmada niaga dan perluasan perdagangan, pertukarankebudayaan dan hubungan keagamaan. KesatuanSriwijaya telah mampu memperluas pengaruhnya,yang meliputi wilayah perairan dan daratan Nusantarayang luas, ke arah persatuan dan kesatuan dalamaspek ekonomi dan sosial budaya. Upaya menyatukanwilayah Nusantara ke arah persatuan dan kesatuandalam aspek Politik, diungkapkan dalam tekadMajapahit yang dinyatakan sebagai Sumpah PalapaBagi penduduk Nusantara bernama bangsa Indonesia,falsafah bangsa yang merupakan landasan bagi carapandangnya, terwujud melalui proses sejarahperjuangan bangsa dan perkembangan budaya dalamkurun waktu yang sangat panjang. Proses tersebutdiawali terbentuknya dengan Kesatuan Sriwijayapada abad ke VII kemudian Kerajaan Majapahit padaabad ke XIV, melalui perkembangan armada niagadan perluasan perdagangan, pertukaran kebudayaandan hubungan keagamaan. Kesatuan Sriwijaya telahmampu memperluas pengaruhnya, yang meliputiwilayah perairan dan daratan Nusantara yang luas, kearah persatuan dan kesatuan dalam aspek ekonomidan sosial budaya. Upaya menyatukan wilayahNusantara ke arah persatuan dan kesatuan dalamaspek Politik, diungkapkan dalam tekad Majapahityang dinyatakan sebagai Sumpah Palapa yangdikemukakan oleh Mahapatih Gajah Mada.Kemudian setelah Majapahit berhasil menyatukandaerah­daerah di luar Jawa Dwipa menjadi PatihDwipantara atau Nusantara. Pada zamannyamerupakan visi globalisasi Majapahit, yaitu meskipunpusat Kerajaan berada di Pulau Jawa (Jawa Dwipa),namun Gajah Mada bertekad menyatukan seluruhwilayah Nusantara (pulau­pulau yang berada di luarpulau Jawa) dalam satu kesatuan, satu kehendak dansatu jiwa sebagaimana dalam kutipan berikut:

“Sumpah Palapa adalah pernyataan sumpah yangdiucapkan Gajah Mada pada upacara pengangkatannyamenjadi Patih Amangkubhumi Majapahit, tahun 1258 Saka(1336 M). Sumpah Palapa ini ditemukan pada teks JawaPertengahan Pararaton yang berbunyi: Sira Gajah MadaPatih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira GajahMada: “Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa,lamun kalah ring Gurun, ring Serang, Tanjung Pura, ringHaru, ring Pahang Dompo, ring Bali, Sunda, PalembangTumasik, samana isun amukti palapa”. Gajah Mada Patih

Page 3: WAWASAN KEBANGSAAN SEBAGAI PENCERMINAN NILAI – …

Luh Suryatni,46 ­ 55

Wawasan Kebangsaan Sebagai PencerminanNilai­NIlai Pancasila dalam Kehidupan

Berbangsa dan Bernegara

Jurnal Ilmiah WIDYA Non­Eksakta Volume 1 Nomor 1 September 201848

Amangkubumi Kerajaan Majapahit tidak akan melepaskanpuasa. Gajah Mada berucap: “Jika telah mengalahkanNusantara, [baru] saya akan melepaskan puasa (tidak lagiberpuasa). Jika telah mengalahkan Gurun, Seram, TanjungPura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang,Tumasik, [baru] saya akan melepaskan puasa). Dari naskahini dapat diketahui bahwa ketika Gajah Mada diangkatsebagai Mahapatih Majapahit, sebagian wilayah Nusantarayang disebutkan di dalam sumpahnya belum dikuasaiMajapahit. Wilayah tersebut yaitu: Gurun (Nusa Penida),Seran (Seram), Tanjung Pura (Kerajaan Tanjungpura,Ketapang, Kalimantan Barat), Haru (Sumatera Utara,kemungkinan merujuk kepada Kerajaan Karo), Pahang(Pahang di Semenanjung Melayu), Dompo (sebuah daerahdi pulau Sumbawa), Bali (Kerajaan Bali), Sunda (KerajaanSunda), Palembang (Kerajaan Sriwijaya), dan Tumasik(Singapura).” (Sekretariat Jendral MPR RI, 2012 : 151)

Pada saat itu belum timbul rasa kebangsaan,yang ada adalah semangat bernegara, padakenyataannya terdiri dari beberapa kerajaan kecil.Rumusan falsafah negara belum jelas, konsepsi carapandang belum ada, yang ada berupa slogan­sloganseperti yang ditulis oleh Mpu Tantular BhinekaTunggal Ika. Bunyi lengkap dari ungkapan BhinnekaTunggal Ika dapat ditemukan dalam Kitab Sutasomaditulis oleh Mpu Tantular pada abad XIV di masaKerajaan Majapahit. Dalam kitab tersebut MpuTantular menulis:

“Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa,Bhinniki rakwa ring apan kena parwanosen, Mangkang Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal, Bhinnekatunggal ika tan hana dharma mangrwa” (Bahwaagama Buddha dan Siwa (Hindu) merupakan zat yangberbeda, tetapi nilai­nilai kebenaran Jina (Buddha)dan Siwa adalah tunggal. Terpecah belah, tetapi satujua, artinya tak ada dharma yang mendua (SekretariatJendral MPR RI,2012: 181).

Sumpah Palapa kemudian mengilhami parafounding fathers kita untuk menggali kembali,menggunakan dan memelihara visi Nusantara,bersatu dalam Wawasan Nusantara dengan sesantiBhinneka Tunggal Ika yang mengandung artiberagam, tetapi sejatinya satu, seharusnya beradadalam satu wadah. Kemudian tulisan Mpu Tantulartersebut oleh para pendiri bangsa diberikanpenafsiran baru karena dinilai relevan dengankeperluan strategis bangunan Indonesia merdekayang terdiri dari beragam agama, kepercayaan,ideologi politik, etnis, bahasa, dan budaya. Dasarpemikiran tersebut yang menjadikan semboyankeramat ini terpampang melengkung dalam

cengkeraman kedua kaki Burung Garuda. BurungGaruda dalam mitologi Hindu adalah kendaraanDewa Wisnu yang sekarang telah diangkat olehbangsa Indonesia sebagai sesanti dalampenyelenggaraan kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara.

Surutnya kekuasaan Sriwijaya dan Majapahit,mengakibatkan tidak terbinanya konsepsi untukmenyatukan seluruh wilayah Nusantara secaraberlanjut, sehingga berbagai upaya yang dirintissebelumnya mengalami kemunduran. Rapuhnyapusat­pusat budaya tersebut, diikuti oleh munculnyapusat­pusat budaya barat yang telah menyerap ilmupengetahuan dan teknologi, serta falsafah Timurmelalui proses sejarah disebut Renaissance.Meningkatnya kekuatan Barat dan kemunduranbudaya Timur, telah menyebabkan timbulnyakeinginan kolonialis dan imperalis Barat. KejayaanKolonialis Belanda telah mempercepat proseskemerosotan budaya Nusantara, menyebabkankerajaan­kerajaan Nusantara berada di bawahbelenggu penjajahan Belanda selama tiga setengahabad. Pada sisi lain kepahitan penjajahan telahmenimbulkan hikmah bagi penduduk Nusantara,yaitu timbulnya semangat senasib dansepenanggungan menghadapi perlakuan penjajahBelanda. Benih semangat senasib dansepenanggungan itu telah timbul dan menjadi tekaduntuk memerdekakan diri merupakan awal darisemangat kebangsaan, benih semangat ini telahdipupuk dalam persemaian sistem pendidikanBelanda, melalui pelajar dan mahasiswa/cendikiawanpribumi pada saat itu Semangat Kebangsaanpenduduk Nusantara telah mencuat menjadi semangatkemerdekaan pada tanggal 20 Mei tahun 1908 dalamwadah Organisasi Boedi Oetomo, yang sekarangdisebut Kebangkitan Nasional.

Semangat inilah yang merupakan modal darikonsepsi atau cara pandang kebangsaan atauWawasan Kebangsaan Indonesia yang dicetuskandalam Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktobertahun 1928, “Satu nusa, satu bangsa, dan menjunjungtinggi bahasa nasional Indonesia,” di manadikumandangkan lagu kebangsaan Indonesia Raya,serta dikibarkan bendera nasional Sang Saka MerahPutih. Wawasan Kebangsaan belum sempurna, karenapenduduk Nusantara yang menamakan dirinya bangsaIndonesia belum bernegara dan belum menganut

Page 4: WAWASAN KEBANGSAAN SEBAGAI PENCERMINAN NILAI – …

Luh Suryatni,46 ­ 55

Wawasan Kebangsaan Sebagai PencerminanNilai­NIlai Pancasila dalam Kehidupan

Berbangsa dan Bernegara

Jurnal Ilmiah WIDYA Non­Eksakta Volume 1 Nomor 1 September 201849

falsafah tertentu. Namun demikian WawasanKebangsaan ini yang tidak mendasarkan padakesamaan, etnis (suku bangsa), tetapi mendasarkanpada satu tekad untuk menjadi bangsa yang merdekadan berdaulat dalam rangka mencapai cita­citabersama telah terwujud melalui proses sejarah danbudaya, merupakan modal dasar bagi terwujudnyaNegara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melaluiProklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945.Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia(UUD NRI) 1945 yang dirumuskan dan disyahkanmelandasi NKRI pada tanggal 18 Agustus tahun 1945telah mempertegas bahwa falsafah Pancasilamerupakan dasar negara dan UUD NRI 1945merupakan hukum dasar (Konstitusi).

Sejak disahkan secara konstitusional pada 18Agustus 1945, Pancasila dapat dikatakan sebagaidasar (falsafah) negara, pandangan hidup, ideologinasional, dan pemersatu dalam perikehidupankebangsaan dan kenegaraan Indonesia. Secararingkas, Pancasila adalah dasar statis yangmempersatukan sekaligus Bintang Penuntun(Leitstar) yang dinamis, mengarahkan bangsa dalammencapai tujuannya. Dalam posisinya seperti itu,Pancasila merupakan sumber jati diri, kepribadian,moralitas, dan haluan keselamatan bangsa. Dengandemikian, Negara Indonesia memiliki landasanmoralitas dan haluan kebangsaan yang jelas danvisioner sebagai suatu pangkaltolak dan tujuanpengharapan yang penting bagi keberlangsungan dankejayaan bangsa. Soekarno dalam pidatonya diPerserikatan Bangsa–Bangsa (PBB), pada 30September 1960, yang memperkenalkan Pancasilakepada dunia, dan mengingatkan pentingnyakonsepsi serta cita­cita bagi keberlangsungan bangsa:

“Arus sejarah memperlihatkan dengan nyata bahwa semuabangsa memerlukan suatu konsepsi dan cita­cita. Jikamereka tidak memilikinya atau jika konsepsi dan cita­citaitu menjadi kabur dan usang, maka bangsa itu adalahdalam bahaya”, (Soekarno, 1989: 64) yang dikutip olehYudi Latif (2015:42).

Wawasan Kebangsaan Sebagai PencerminanNilai–Nilai Pancasila

Kesadaran kebangsaan yang mengkristal yanglahir dari rasa senasib dan sepenanggungan, akibatpenjajahan, telah berhasil membentuk wawasankebangsaan Indonesia seperti yang tertuang dalamSumpah Pemuda pada tahun 1928, yaitu tekad

bertanah air satu, berbangsa satu, dan menjunjungbahasa persatuan, yaitu Indonesia. Tekad bersatu inikemudian dinyatakan secara politik sebagai bangsayang merdeka dan berdaulat dalam Proklamasi 17Agustus 1945. Kemudian keesokan harinya tepatnyapada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia PersiapanKemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidang,antara lain mengesahkan Pancasila sebagai dasarnegara dan UUD NRI 1945 sebagai landasan dasar(konstitusi).

“Dalam sejarah perjalanan negara Indonesia telah terjadipergolakan dan pemberontakan sebagai akibat dariketidaksiapan masyarakat dalam menghormati perbedaanpendapat dan menerima kemajemukan, penyalahgunaankekuasaan serta tidak terselesaikannya perbedaan pendapatdi antara pemimpin bangsa. Hal tersebut telah melahirkanketidakadilan, konflik vertikal antara pusat dan daerahmaupun konflik horizontal antar berbagai unsurmasyarakat, pertentangan ideologi dan agama, kemiskinanstruktural, kesenjangan sosial­ dan lain­lain.” (SekretariatJendral MPR RI, 2012:126 ­ 127)

NKRI dalam proses berikutnya telah mengalamipasang surut, bahkan mengalami saat­saat yang kritisseperti perang kemerdekaan I dan II (1945­1949)menghadapi agresi militer Belanda, pemberontakanPartai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun tahun1948, Pemberontakan DI/TII tahun 1949­1965 pem­berontakan separatis/kedaerahan seperti RepublikMaluku Selatan (RMS) tahun 1950, PemerintahanRevolusioner Republik Indonesia (PRRI) dan Per­juangan Rakyat Semesta (PERMESTA) tahun 1958­1960 dan terakhir adalah pemberontakan G.30 S/PKIpada tahun 1965. Dalam aspek politikpun bangsaIndonesia telah mengalami saat kritis, terutama dalamperiode liberal antara tahun 1950­1959 yang telahmenyebabkan terkotak­kotaknya bangsa Indonesiadalam sistem multi partai (36 Parpol) yang salingcakar­mencakar satu sama lain. Kemudian dalamperiode Demokrasi Terpimpin antara tahun 1956­1959 telah terjadi proses disintegrasi bangsa yangsangat membahayakan eksistensi bangsa dan NKRI.Pembangunan nasional hampir sama sekali tidakberjalan sebagaimana mestinya, sehingga dapatmengancam stabilitas negara.

Keadaan tersebut merupakan suatu bukti bahwarambu­rambu kehidupan bangsa Indonesia dalambermasyarakat, berbangsa dan bernegara berupaPancasila, UUD NRI 1945 dan “WawasanKebangsaan” yang bersifat sederhana itu belumlah

Page 5: WAWASAN KEBANGSAAN SEBAGAI PENCERMINAN NILAI – …

Luh Suryatni,46 ­ 55

Wawasan Kebangsaan Sebagai PencerminanNilai­NIlai Pancasila dalam Kehidupan

Berbangsa dan Bernegara

Jurnal Ilmiah WIDYA Non­Eksakta Volume 1 Nomor 1 September 201850

cukup. Belajar dari pengalaman sejarah bangsaIndonesia maupun sejarah perjuangan bangsa lain,dalam rangka memperkokoh persatuan dan kesatuanbangsa, serta perlunya kesatuan pola pikir, pola sikapdan pola tindak bangsa dalam rangka mencapaitujuan nasionalnya, maka diperlukan adanyaWawasan Nasional Indonesia yang tidak hanyamenyangkut aspek kesadaran berbangsa saja. Tetapijuga kesadaran bernegara yang meliputi seluruhaspek kehidupan nasional, yang terdiri dari: Ideologi,Politik, Ekonomi, Sosial­Budaya, Pertahanan, danKeamanan (IPOLEKSOSBUD HANKAM) baik ituwawasan kebangsaan, Wawasan Pemerintahanmaupun Wawasan Kewilayahan. Ketiga wawasan iniyang menjiwai Wawasan Nusantara.

Wawasan Nusantara sebagai Wawasan NasionalRepublik Indonesia atau konsepsi cara pandangbangsa dan negara Indonesia tentang diri danlingkungannya yang dijadikan doktrin dasarnasional, berdasarkan falsafah Pancasila dan UUDNRI 1945 (berisi cita­cita dan tujuan nasionalIndonesia) yaitu ideologi bangsa Indonesia, denganlatar belakang sejarah, budaya, geografis dan.harapan masa depan, melahirkan kepentingan­kepentingan nasional dengan eksistensinya,pemekaran dan ekspresi di tengah­tengah lingkungan­nya berdasarkan asas kesatuan dibidang kewilayahandan asas kesatuan dibidang kehidupan berbangsa danbernegara. Dalam pengimplementasian WawasanNusantara sangat ditentukan oleh kepribadian bangsa,di mana sekelompok manusia yang bermukim dalamsuatu wlayah tertentu membentuk peradaban tertentu.Proses kehidupan dalam peradaban itu mengembang­kan kelompok manusia tersebut menjadi satu bangsa,terus tumbuh dan berjaya. Kekuatan dan ke­langsungan hidup bangsa itu sangat ditentukan olehkekokohan tali pengikatnya, yaitu nilai­nilai luhuryang menjadikan kelompok itu satu bangsa atauWawasan Kebangsaan yang dihayati oleh rakyatbangsa tersebut. Wawasan Kebangsaan membentukorientasi, persepsi, sikap dan perilaku yang dihayatibersama oleh seluruh rakyat bangsa itu. “WawasanKebangsaan memiliki tiga dimensi harus dihayatiseluruhnya agar tumbuh kesadaran berbangsa yangbulat. Ketiga dimensi kebangsaan itu adalah rasakebangsaan, paham kebangsaan dan semangatkebangsaan.” (LB Moerdani, 1998:10)

Wawasan Kebangsaan berakar pada rasakebangsaan yang tumbuh karena kebersamaan dalamproses sejarah, cita­cita dan perjuangan. Rasakebangsaan yang emosional itu kemudiandikembangkan secara rasional sebagai satu pahamkebangsaan tertentu, disesuaikan dengan ruangwilayah tempatnya bermukim dan lingkunganhidupnya, sehingga mempunyai arti geopolitis danantropologis kultural. Rasa kebangsaan dan pahamkebangsaan akan melahirkan semangat kebangsaan,yaitu motivasi dan dorongan jiwa untuk berjuangmencapai cita­cita dan menghadapi tantangan dengankekuatan bangsa sendiri.

“Paham kebangsaan saja tidak cukup untuk mewujudkansemangat kebangsaan, maka perlu dilandasi oleh rasakebangsaan, pada abad XIII mengembangkan wawasanuntuk mempersatukan seluruh pulau­pulau Indonesia dibawah satu kekuasaan pemerintah. Dalam sejarah wawasanitu dikenal sebagai Cakrawala Mandala Dwipantara”(Marwati Djoened Poesponegoro,1990:50).

Satu abad kemudian gagasan itu secara fisikdiwujudkan oleh Kerajaan Majapahit di bawahpemerintahan Hayam Wuruk, yang menjadikanMajapahit satu Negara Nusantara. Namun demikian,karena konsepsi kebangsaannnya belum jelas, makaakhirnya runtuh karena tidak mampu menghadapitantangan dari luar.

Pada tanggal 28 Oktober 1928 para pemudaIndonesia dapat menyepakati konsepsikebangsaannya, yaitu kebangsaan yang didukungoleh satu bahasa dan satu tanah air. Konsepsikebangsaan tahun 1928 itu setelah melaluiperjuangan kemerdekaan dan pahit getirnyamempertahankan kemerdekaan, persatuan dankesatuan bangsa, melahirkan Wawasan Kebangsaanlebih konkrit, yang tertuang dalam Garis­Garis BesarHaluan Negara (GBHN) tahun 1973 dikenal sebagaiWawasan Nusantara, yaitu satu bangsa, satu bahasadan satu tanah air, dalam satu kesatuan politik,ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.

Sejarah bangsa Indonesia adalah sebuahperjuangan panjang. Dalam perjalanan sejarahpanjang itu bangsa Indonesia telah menampilkanbanyak perjuangan yang secara bertahap menuntunbangsa Indonesia mencapai cita­citanya. Darimewujudkan kenegaraan Nusantara, melahirkankebangsaan Indonesia merdeka, bersatu dan berdaulatatas seluruh Kepulauan Indonesia berdasarkan

Page 6: WAWASAN KEBANGSAAN SEBAGAI PENCERMINAN NILAI – …

Luh Suryatni,46 ­ 55

Wawasan Kebangsaan Sebagai PencerminanNilai­NIlai Pancasila dalam Kehidupan

Berbangsa dan Bernegara

Jurnal Ilmiah WIDYA Non­Eksakta Volume 1 Nomor 1 September 201851

pancasila dan UUD NRI 1945. Untuk mewujudkanmasyarakat yang adil dan makmur dari kondisinegara yang porak­poranda karena penjajahan yangpanjang dan perang kemerdekaan yang bersifatsemesta, memerlukan waktu dua sampai tiga generasiuntuk meletakkan landasan kuat. Satu generasi untuktumbuh atas kekuatan sendiri, dan satu generasi untukberkembang sebagai kekuatan berdaya tahan tinggi.

Perjalanan panjang itu memerlukankesinambungan tekad dan cita­cita perjuangan, agartidak berhenti di tengah jalan atau dibelokkan ke arahlain yang menyebabkan cita­cita perjuangan itu tidakdapat diwujudkan. Untuk itu diperlukan perjuangan­perjuangan yang setia kepada cita­cita perjuanganbangsa. Dalam hal ini diperlukan penghayatanWawasan Kejuangan sebagaimana diteladankan olehPanglima Besar Sudirman selama PerangKemerdekaan. Agar dapat ditumbuhkan kader­kaderbangsa yang setia kepada Pancasila dan cita­citaperjuangan bangsa, akan membelanya tanpa kenalmenyerah. Kesetiaan terhadap Pancasila dan cita­citaperjuangan bangsa akan dapat dijamin dan terusdigelorakan apabila kader­kader bangsa itumenghayati budaya bangsa sampai ke akar­akarnya.“Kelangsungan hidup suatu bangsa sangat ditentukanoleh kelestarian sikap dasar budaya atau kepribadianbudaya bangsa itu, juga sering disebut sebagaicultural identity. Local genius dan substratumkultural orginal” (A.M.W Pranarka,1985: 40).

Sikap dasar budaya adalah sikap asli yangberkembang dalam kebudayan dari peradaban suatubangsa menjadi ciri hakiki bangsa tersebut. Bagibangsa Indonesia, sikap dasar budaya yang dapatditelusuri dalam sejarah bangsa Indonesia sejakjaman kuno adalah sikap kritis didukung oleh dayasintesa dan daya akulturasi yang kuat. Dengankekuatan sikap dasar budaya itu, bangsa Indonesiayang wilayahnya berada di jalan silang lalu lintasdunia paling ramai, sejak berabad­abad lalu dapattetap tegar mempertahankan jatidirinya meskipunpengaruh­pengaruh asing datang silih berganti.Dengan demikian bangsa Indonesia selalu dapatmemanfaatkan yang baik dan membuang yang tidaksesuai, sehingga dapat menjadi lebih kuat dan majukarena nilai–nilai pancasila sebagai filterisasi(penyaring) terhadap globalisasi.

Pencerminan Nilai–Nilai Pancasila

Pada hakikatnya aktualisasi sikap dasar budayabangsa Indonesia itu dalam kehidupan sehari­hariadalah sikap yang menjunjung tinggi persatuan,keterpaduan, keseimbangan dan keserasian dalamkehidupan insani, masyarakat, bangsa dan negara,dan dalam hubungannya dengan Sang Pencipta sertaalam lingkungannya. Dalam hubungan dengan nilai­nilai yang terkandung di dalam Pancasila, pembukaanUUD NRI 1945 dan dalam pribadi bangsa Indonesia,yang perlu diperhatikan ialah nilai­nilai yang telahdisepakati oleh bangsa Indonesia sehinggamempunyai kekuatan mengikat lebih tinggi dan nilai­nilai yang sedang hidup berkembang dalam ma­syarakat yang masih memerlukan kristalisasi.Meskipun di lihat dari kekuatan mengikatnya, norma­norma hukum mempunyai kekuatan lebih tinggi dansanksi yang lebih kuat (dapat memaksakanpelaksanaannya) dan jika dilihat dari segikemanfaatan, norma hukum dan bukan norma hukummempunyai pengaruh timbal­balik yang salingmengisi. Oleh sebab itu pengamalan Pancasilasebagai pandangan hidup bangsa berartimelaksanakan Pancasila dalam hidup sehari­hari. Halyang tidak boleh bertentangan dengan pengamalankehidupan kenegaraan dan hidup kemasyarakatandalam negara. Jadi harus serasi dan harmonis, karenacorak dan ragam dalam kehidupan sehari­hari yangbersifat jamak (pluralistis), bermacam ragam makasukar dibuat peraturan­peraturan secara terperinci danmenyeluruh sebagaimana peraturan perundangannegara. Oleh sebab itu pengamalannya diserahkankepada kesadaran dari masyarakat itu sendiri terhadapPancasila, asal tidak bertentangan dengan norma­norma yang berlaku (norma hukum, norma agama,norma kesusilaan, norma kesopanan dan adatkebiasaan yang ada).

Pengamalan Pancasila sebagai dasar negaradisebut pengamalan Pancasila secara objektif.Pengamalan Pancasila sebagai pandangan hidupbangsa disebut pengamalan secara subyektif yangmeliputi bidang yang luas (ekonomi, politik, sosialbudaya, hankam, agama dan kepercayaan terhadapTuhan Yang Maha Esa) dan meliputi juga lingkunganhidup pribadi, hidup keluarga dan hidupkemasyarakatan. Kesemuanya harus di pertanggungjawabkan secara objektif, filosofis, sosiologis dansecara moral dan etis sesuai dengan keadaan dankapan dilaksanakan, ditentukan waktu dan tempat,

Page 7: WAWASAN KEBANGSAAN SEBAGAI PENCERMINAN NILAI – …

Luh Suryatni,46 ­ 55

Wawasan Kebangsaan Sebagai PencerminanNilai­NIlai Pancasila dalam Kehidupan

Berbangsa dan Bernegara

Jurnal Ilmiah WIDYA Non­Eksakta Volume 1 Nomor 1 September 201852

baik sendiri maupun bersama­sama. Pengamalansecara subyektif inilah yang pertama (primer), bahkanyang menentukan. artinya pengamalan obyektifhanya dapat berlangsung dengan baik apabila terlebihdahulu pengamalan subyektif Pancasila sudah dapatterlaksana dengan baik. Untuk terwujudnyapengamalan subyektif yang baik, maka secarabertahap sebaiknya ditempuh melalui pendidikan.Sebab melalui pendidikan ini, kepada para subyek(manusia­manusianya) akan dapat diberikanpengertian dan pengetahuan yang tepat mengenai artidan makna nilai­nilai Pancasila. Sehingga denganpengetahuannya yang tepat atau yang baik, dapatdiharapkan tumbuh kesadaran. Kemudian dari rasakesadaran diharapkan adanya rasa ketaatan dankemampuan untuk mengamalkan nilai­nilai Pancasiladalam kenyataan hidup sehari­hari.

“Sebagai dasar negara dan sebagai pandangan hidup,pancasila mengandung nilai–nilai luhur yang harus dihayati dan di pahami oleh seluruh warga negara Indonesiadalam hidup dan kehidupan berbangsa, bernegara.”(Purwito Adi, 2016 : 39)

Pandangan tentang perlunya penghayatan sikapdasar budaya bangsa sendiri, serta mendekati seluruhmasalah kebangsaan dan kenegaraan dari pandangankebudayaan disebut Wawasan Kebudayaan. DenganWawasan Kebudayaan cakrawala pandang menjadiluas dan menyeluruh, jangkauan pandang menjadijauh menembus masa depan dan berakar jauh dalamsejarah, serta sasaran pandang menjadi terarah padahakikatnya dan konteks masalah yang sesungguhnya.

Sikap hidup yang ber­Wawasan Kebudayaan iniadalah ajaran Ki Hajar Dewantara, pendiri TamanSiswa, yang mempunyai sumbangan besar bagipenyiapan kader­kader bangsa dalam pengerakanperjuangan kebangsaan dan kemerdekaan bangsaIndonesia. Para pendiri negara (the founding fathers)menyadari bahwa negara Indonesia yang hendakdidirikan haruslah mampu berada di atas semuakelompok dan golongan yang beragam. Hal inidisebabkan Indonesia sebagai negara bekas jajahanBelanda merupakan negara yang terdiri dari berbagaisuku bangsa, berbagai ras dengan wilayah yangtersebar di nusantara. Negara Indonesia merdekayang akan didirikan hendaknya negara yang dapatmengayomi seluruh rakyat tanpa memandang suku,agama, ras, bahasa, daerah, dan golongan­golongantertentu. Hal yang diharapkan adalah keinginan hidup

bersatu sebagai satu keluarga bangsa karena adanyapersamaan nasib, cita­cita, dan karena berasal dalamikatan wilayah atau wilayah yang sama. Kesadarandemikian melahirkan paham nasionalisme, pahamkebangsaan.

“Paham kebangsaan melahirkan semangat untuk keluarmelepaskan diri dari belenggu penjajahan yang telahmenciptakan nasib sebagai bangsa yang terjajah, teraniayadan hidup dalam kemiskinan. Selanjutnya nasionalismememunculkan semangat untuk mendirikan negara bangsadalam merealisasikan cita­cita, yaitu merdeka dantercapainya masyarakat yang adil dan makmur (DwiWinarno, 2006, 41). Selanjutnya Wawasan Kebangsaanadalah cara pandang atau tanggapan indrawi suatu bangsayang merasa kehidupan senasib dan seperjuangan dalamsuatu wilayah atau negara tertentu yang berlandaskankepada sejarah perkembangan kelahiran danpertumbuhannya, dengan meyakini bersama bahwa merekamelandaskan kehidupannya kepada dasar­dasarfundamental yang secara bersama dijadikan sebagai dasar­dasar utama dalam menjalani kehidupan yang merdeka,berdaulat dan bermartabat dalam kehidupan sertapergaulan dengan bangsa­bangsa lain.” (Wirman Burhan,2016:44).

Jadi wawasan kebangsaan adalah cara bangsaIndonesia terhadap diri dan lingkungannya untukkelangsungan hidup bangsa, yang mencerminkan jatidiri bangsa berdasarkan pada Pancasila dan UUDNRI 1945. Dengan demikian Wawasan Nusantara danWawasan Kebangsaan pada hakekatnya mengandungcita­cita yang sama yaitu tujuan untuk mewujudkankelangsungan hidup bangsa dalam rangka menjagakeutuhan NKRI. Wawasan kebangsaan Indonesiatidak boleh menurun, karena negara negara Indonesiahidup di tengah­tengah masyarakat dunia yaknimasyarakat bangsa­bangsa. Pembukaan UUD NRI1945 memberi amanat untuk ikut melaksanakanketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,perdamaian abadi dan Keadilan Sosial. Di lain pihakWawasan Kebangsaan tidak terpengaruh dalamperubahan dunia, karena tanpa Wawasan KebangsaanIndonesia akan kehilangan jati diri. Akibat kemajuan­kemajuan yang dicapai umat manusia dalam IlmuPengetahuan, Teknologi, dan Seni (IPTEKSEN)khususnya di bidang komunikasi dan informasi, duniaterasa makin kecil dan sempit, semua bangsa salingmembutuhkan dan masalah­masalah apapun makinerat jalinannya yang satu dengan yang lain. Sehinggaapa pun yang dilakukan dan diusahakan sebagaibangsa, semua itu hendaknya selalu dalam kerangkaWawasan Kebangsaan Indonesia.

Page 8: WAWASAN KEBANGSAAN SEBAGAI PENCERMINAN NILAI – …

Luh Suryatni,46 ­ 55

Wawasan Kebangsaan Sebagai PencerminanNilai­NIlai Pancasila dalam Kehidupan

Berbangsa dan Bernegara

Jurnal Ilmiah WIDYA Non­Eksakta Volume 1 Nomor 1 September 201853

Situasi ideal dalam pengamalan Pancasila yangdapat dicapai adalah bagaimana tidak hanya sekedardidasarkan pada kewajiban hukum saja, melainkanjuga didasarkan pada kewajiban moral atau etis yangmengandung makna bahwa hati nuranilah yangmewajibkan diri kita masing­masing untuk selaluberorientasi kepada nilai­nilai Pancasila, yaitubertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa menurutagama/kepercayaan masing­masing, memandangsesama manusia sebagai makhluk yang sama harkatdan derajatnya, mendahulukan persatuan dankesatuan masyarakat/bangsa, segala sesuatudimusyawarahkan demi tercapainya keadilan di manamasing­masing dapat memiliki apa yang memangmenjadi haknya.

"Sebagai indentitas dan kepribadian bangsa Indonesia,Pancasila adalah sumber metodologi, inspirasi, pedomanberperilaku sekaligus standar pembangunan.” (Ambiro PujiAsmaroini, 2016:447).

Pada realita kehidupan ketatanegaraan yangselalu menjadi masalah adalah pengamalan nilai–nilaiPancasila secara subjektif, oleh karena berbagaipermasalahan bangsa yang dihadapi saat ini harusdiselesaikan dengan tuntas melalui proses rekonsiliasiagar tercipta persatuan dan kesatuan nasional yangmantap.

Dalam hal ini, diperlukan kondisi sebagaiberikut:

1. Terwujudnya nilai­nilai agama dan nilai­nilaibudaya bangsa sebagai sumber etika dan moral untukberbuat baik dan menghindari perbuatan tercela, sertaperbuatan yang bertentangan dengan hukum dan hakasasi manusia. Nilai­nilai agama dan nilai­nilaibudaya bangsa selalu berpihak kepada kebenaran danmenganjurkan untuk memberi maaf kepada orangyang telah bertobat dari kesalahannya.2. Terwujudnya sila Persatuan Indonesia yangmerupakan sila ketiga dari Pancasila sebagai landasanuntuk mem­persatukan bangsa.3. Terwujudnya penyelenggaraan negara yang mampumemahami dan mengelola kemajemukan bangsasecara baik dan adil sehingga dapat terwujudtoleransi, kerukunan sosial, kebersamaan, dankesetaraan berbangsa.4. Tegaknya sistem hukum yang didasarkan pada nilaifilosofis yang berorientasi pada kebenaran dankeadilan, nilai sosial yang berorientasi pada tata nilai

yang berlaku dan bermanfaat bagi masyarakat, sertanilai yuridis yang bertumpu pada ketentuanperundang­undangan yang menjamin ketertiban dankepastian hukum. Hal itu disertai dengan adanyakemauan dan kemampuan untuk mengungkapkankebenaran tentang kejadian masa lampau, sesuaidengan ketentuan hukum dan perundang­undanganyang berlaku, dan pengakuan terhadap sikap danperilaku saling memaafkan dalam rangka rekonsiliasinasional.5. Membaiknya perekonomian nasional, terutamaperekonomian rakyat, sehingga beban ekonomirakyat dan pengangguran dapat dikurangi, yangkemudian mendorong rasa optimis dan kegairahandalam perekonomian.6. Terwujudnya sistem politik yang demokratis yangdapat melahirkan penyelesaian pemimpin yangdipercaya oleh masyarakat.7. Terwujudnya proses peralihan kekuasaan secarademokrasi, tertib, dan damai.8. Terwujudnya demokrasi yang menjamin hak dankewajiban masyarakat untuk terlibat dalam prosespengambilan keputusan politik secara bebas danbertanggung jawab sehingga menumbuhkankesadaran untuk memantapkan persatuan bangsa.9. Terselenggaranya otonomi daerah secara adil, yangmemberikan kewenangan kepada daerah untukmergelola daerahnya sendiri, dengan tetapberwawasan pada persatuan dan kesatuan nasional.10. Pulihnya kepercayaan masyarakat kepadapenyelengara negara dan antara sesama masyarakatsehingga dapat menjadi landasan untuk kerukunandalam hidup bernegara.11. Peningkatan profesionalisme dan pulihnyakembali: Tentara Nasional Indonesia dan KepolisianNegara Republik Indonesia demi terciptanya rasaaman dan tertib di masyarakat.12. Terbentuknya sumber daya manusia Indonesiayang berkualitas dan mampu bekerja sama sertaberdaya saing untuk memperoleh manfaat positif dariglobalisasi (Subandi Al Marsudi, 2006:241­242).Pernyataan ini dipertegas lagi dalam empat pilarkehidupan berbangsa, dan bernegara (SekretariatJendral MPR RI, 2012 :104­106)

Sebagai upaya untuk menangkal ideologikelompok radikal dan reaksioner maka yang harusdilakukan adalah tidak memberikan kesempatan(window of opportunity) terhadap munculnyatindakan radikal. Keinginan ini akan tercapai jika

Page 9: WAWASAN KEBANGSAAN SEBAGAI PENCERMINAN NILAI – …

Luh Suryatni,46 ­ 55

Wawasan Kebangsaan Sebagai PencerminanNilai­NIlai Pancasila dalam Kehidupan

Berbangsa dan Bernegara

Jurnal Ilmiah WIDYA Non­Eksakta Volume 1 Nomor 1 September 201854

faktor­faktor yang menjadi pemicu radikalisme dapatdiminimalkan seperti ketidakadilan sosial, ekonomi,hukum, politik, dan kepentingan elit.

“Dalam kaitan ini penanganan kasus korupsi, terutamayang menjadi perhatian publik, harus segera diselesaikanoleh aparat penegak hukum dengan tetap menjunjungtinggi asas keadilan. Sebab, jika ini tidak dilakukan makapersoalan ketidakadilan dalam penanganan korupsi jugasangat berpotensi untuk memicu aksi kelompok radikal.”(Biyanto,2013:152)

Hal ini penting dijadikan acuan pemerintah danelit politik agar bahaya laten radikalisme danterorisme dapat dicegah, di sisi lain mahasiswasebagai bagian dari kekuatan civil society yang telahterbukti kiprahnya dalam sejarah perjalanan bangsajelas memiliki posisi yang sangat penting. Mahasiswadapat menjadi kekuatan moral untuk mendesakpemerintah agar bersungguh­sungguh untukmewujudkan tata pemerintahan yang baik (goodgovernance). Kegagalan pemerintah dan elit politikdalam mewujudkan cita­cita luhur bangsa ini sangatberpotensi melahirkan militansi di kalangan pelakuradikalisme. Di samping itu, mahasiswa juga dapatmengambil peran dengan terus mewacanakan tema­tema yang berkaitan dengan nilai­nilaikewarganegaraan seputar demokrasi, pluralisme, danmultikulturalisme. Demokrasi tidak sebatas dipahamisecara prosedural. Sebab, yang jauh lebih pentingadalah nilai­nilai substantif yang terkandung dalamajaran demokrasi itu sendiri.

“Jika hati nurani itu kuat, maka unsur–unsur pengontroldalam diri mereka penuh dengan sifat–sifat puji baiksecara vertikal maupun secara horizontal. Dengandemikian akibat yang lebih jauh, mereka tidak akan mudahterperosok kepada perbuatan yang melanggar hukum,sosial, susila dan agama.” (Dwi Yanto, 2016:39)

Multikulturalisme harus diartikan sebagai bentukpengakuan terhadap pluralitas budaya yangmenumbuhkan kepedulian untuk mengupayakan agarkelompok minoritas terintegrasi dalam masyarakatdan kelompok mayoritas mau mengakomodasiperbedaan kelompok minoritas agar kekhasanidentitas mereka tetap diakui. Arah multikulturalismeadalah untuk menciptakan, menjamin, danmendorong ruang publik sehingga memungkinkanberagam komunitas dapat tumbuh dan berkembangsesuai dengan kekhasan masing­masing. Kebangsaanmultikultural hanya dapat dipertahankan oleh suatu

budaya politik jika kewargaan demokratis(democratic citizenship) dapat menjamin bukan sajahak­hak sipil dan politik setiap individu (individualrights), tetapi juga hak­hak sosial­budaya kelompokmasyarakat (communitarian rights). “Warga harusdapat mengalami nilai keadilan dari hak­haknya jugadalam bentuk keamanan sosial dan pengakuan secaratimbal balik di antara berbagai bentuk budaya yangberbeda dari kehidupan” (Habermas, 1999:119).

Jika dipahami dengan baik, multikulturalismedapat menjadi solusi dari gejala radikalisme berlatarbelakang perbedaan etnis, budaya, dan agama. Olehkarena itu wawasan kebangsaan yang mencerminkannilai–nilai Pancasila menjadi sangat penting dalamkehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,sebagai perwujudan rasa keadilan bagi seluruh rakyatIndonesia.

PENUTUP

KesimpulanDapat disimpulkan bahwa pengamalan nilai­nilai

Pancasila berdasarkan wawasan kebangsaan tidaksekedar pada kewajiban hukum saja, melainkandidasarkan pula pada kewajiban moral. Hal ini berartibahwa hati nurani masyarakat Indonesia sendiri yangberkewajiban untuk selalu berorientasi kepada nilaiPancasila yaitu: (1) bertakwa kepada Tuhan YangMaha Esa, (2) memandang setiap manusia sebagaimahkluk yang sama harkat dan derajatnya, (3)mendahulukan persatuan dan kesatuan bangsa, dan(4) segala sesuatu dimusyawarahkan demitercapainya keadilan dimana masing­masing dapatmemiliki apa yang memang menjadi haknya.

Saran­SaranWawasan kebangsaan Indonesia adalah dasar

dalam mencerminkan nilai­nilai Pancasila melaluiproses pendidikan baik pendidikan informal, formal,dan nonformal. Melalui proses pendidikan tersebut,diharapkan semua masyarakat Indonesia dapatmemberikan teladan sebagai bangsa yang beradab.

DAFTAR PUSTAKAAmbrio Puji Asmaroini. Implementasi Nilai – Nilai Pancasila

bagi Siswa di Era Globalisasi. Citizenship: Jurnal Pancasiladan Kewarganegaraan. Vol.4 No.2, Jakarta. April 2016

Biyanto. Menumbuhkan Civic Value di Kalangan MahasiswaIkhtiar Menangkal Radikalisme. Jurnal Pertahanan,Volume 3, No. (1). 2013.

Page 10: WAWASAN KEBANGSAAN SEBAGAI PENCERMINAN NILAI – …

Luh Suryatni,46 ­ 55

Wawasan Kebangsaan Sebagai PencerminanNilai­NIlai Pancasila dalam Kehidupan

Berbangsa dan Bernegara

Jurnal Ilmiah WIDYA Non­Eksakta Volume 1 Nomor 1 September 201855

Dwi Winarno. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan.Bumi Aksara. Jakarta. 2006.

Dwi Yanto. Pengamalan Nilai – Nilai Pancasila sebagaiPandangan Hidup dalam Kehidupan Sehari–Hari. JurnalKopertis Wilayah XI. Volume 14 No.25. Kalimantan. April2016.

Habermas, J. The Inclusion of The order : Studies in PoliticalTheory. The MIT Press. Cabridge. 1999.

Marwati Djoeret Poesponegoro. Sejarah Nasional Indonesia.Balai Pustaka. 1990.

Moerdani,L,B. Wawasan Kebangsaan Indonesia MenjawabTantangan Masa Depan. Amanat pada peringatan HariKebangkitan Nasional tanggal 20 Mei di Yogyakarta. 1998.

Sekjen MPR RI. Undang Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945. Jakarta. 2012.

________ . Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Benegara.Jakarta. 2012.

Subandi Al Marsudi. Pancasila dan UUD 1945 dalam ParadigmaReformasi. Raja Grafindo Persero. Jakarta. 2006.

TAP MPR RI No. V/MPR/ 2000, Pemantapan Persatuan danKesatuan Nasional. 2012.

Pranaka,A,M,W. Sejarah Pemikiran Tentang Pancasila CenterFor Strategic and Internasional Studies. Jakarta. 1985.

Purwito Adi. Pembudayaan Nilai – Nilai Pancasila bagiMasyarakat sebagai Modal Dasar Pertahanan Negara.Jurnal Moral Kemasyarakatan. Vol.1. No. 1, Juni 2016.

Wirman Burhan. Pendidikan Kewarganegaraan Pancasila danUUD 1945. STMT Triksakti. Jakarta. 2016.

Yudi Latif. Negara Paripurna : Historisitas, Rasionalitas, danAktualitas Pancasila. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.2015.