wawasan kebangsaan

27
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak kalangan yang melihat perkembangan politik, sosial, ekonomi dan budaya di Indonesia sudah sangat memprihatinkan. Bahkan, kekuatiran itu menjadi semakin nyata ketika menjelajah pada apa yang dialami oleh setiap warganegara, yakni memudarnya wawasan kebangsaan. Apa yang lebih menyedihkan lagi adalah bilamana kita kehilangan wawasan tentang makna hakekat bangsa dan kebangsaan yang akan mendorong terjadinya disorientasi dan perpecahan. Pandangan di atas sungguh wajar dan tidak mengada-ada. Krisis yang dialami oleh Indonesia ini menjadi sangat multidimensional yang saling mengait. Krisis ekonomi yang tidak kunjung henti berdampak pada krisis sosial dan politik, yang pada perkembangannya justru menyulitkan upaya pemulihan ekonomi. Konflik horizontal dan vertikal yang terjadi dalam kehidupan sosial merupakan salah satu akibat dari semua krisis yang terjadi, yang tentu akan melahirkan ancaman disintegrasi bangsa. Apalagi bila melihat bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang plural seperti beragamnya suku, budaya daerah, agama, dan berbagai aspek politik lainnya, serta kondisi geografis negara kepulauan yang tersebar. Semua ini mengandung potensi konflik (latent sosial conflict) yang dapat merugikan dan mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa (Hadi, 2002). Dewasa ini, dampak krisis multidimensional ini telah memperlihatkan tanda-tanda awal munculnya krisis kepercayaan diri (self-confidence) dan rasa hormat diri (self-esteem) sebagai bangsa. Krisis kepercayaan sebagai bangsa dapat berupa keraguan terhadap kemampuan diri sebagai bangsa untuk mengatasi persoalan-persoalan mendasar yang terus-menerus datang, seolah-olah tidak ada habis-habisnya mendera Indonesia. Aspirasi politik untuk merdeka

description

wawasan

Transcript of wawasan kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Banyak kalangan yang melihat perkembangan politik, sosial, ekonomi dan budaya

di Indonesia sudah sangat memprihatinkan. Bahkan, kekuatiran itu menjadi semakin nyata

ketika menjelajah pada apa yang dialami oleh setiap warganegara, yakni memudarnya

wawasan kebangsaan. Apa yang lebih menyedihkan lagi adalah bilamana kita kehilangan

wawasan tentang makna hakekat bangsa dan kebangsaan yang akan mendorong

terjadinya disorientasi dan perpecahan.

Pandangan di atas sungguh wajar dan tidak mengada-ada. Krisis yang dialami oleh

Indonesia ini menjadi sangat multidimensional yang saling mengait. Krisis ekonomi yang

tidak kunjung henti berdampak pada krisis sosial dan politik, yang pada

perkembangannya justru menyulitkan upaya pemulihan ekonomi. Konflik horizontal dan

vertikal yang terjadi dalam kehidupan sosial merupakan salah satu akibat dari semua krisis

yang terjadi, yang tentu akan melahirkan ancaman disintegrasi bangsa. Apalagi bila

melihat bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang plural seperti beragamnya

suku, budaya daerah, agama, dan berbagai aspek politik lainnya, serta kondisi geografis

negara kepulauan yang tersebar. Semua ini mengandung potensi konflik (latent sosial conflict)

yang dapat merugikan dan mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa (Hadi, 2002).

Dewasa ini, dampak krisis multidimensional ini telah memperlihatkan tanda-tanda

awal munculnya krisis kepercayaan diri (self-confidence) dan rasa hormat diri (self-

esteem) sebagai bangsa. Krisis kepercayaan sebagai bangsa dapat berupa keraguan

terhadap kemampuan diri sebagai bangsa untuk mengatasi persoalan-persoalan mendasar

yang terus-menerus datang, seolah-olah tidak ada habis-habisnya mendera Indonesia.

Aspirasi politik untuk merdeka di berbagai daerah, misalnya, adalah salah satu

manifestasi wujud krisis kepercayaan diri sebagai satu bangsa.

Tantangan bagi setiap negara dalam era globalisasi dimana hampir tidak ada

batasan dan tidak ada kendala dalam hal akses teknologi dan informasi menyebabkan

bergesernya nilai-nilai yang dianut oleh suatu bangsa. Unrestricted

information menyebabkan suatu perubahan hampir dalam segala aspek kehidupan sosial

dan bernegara, baik politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, dan sendi-sendi kehidupan

yang lainnya.

Pergeseran nilai yang dianut suatu bangsa akan menciptakan suatu perubahan,

dan perubahan menjadi mutlak diperlukan atau merupakan suatu keniscayaan bagi

setiap bangsa. Yang membedakan suatu bangsa menjadi bangsa yang maju dan bangsa

yang tertinggal/terbelakang adalah bagaimana respon atau sikap bangsa tersebut

menghadapi perubahan. Indonesia sebagai bangsa yang besar juga tidak luput menghadapi

tantangan serupa. Pergeseran nilai-nilai di kehidupan masyarakat bisa dilihat

misalnya pada awal-awal tahun 1998 dimana kebangkitan reformasi dimulai,

terlihat, penyampaian aspirasi sering dilakukan di jalanan, anggota dewan yang

merupakan representasi rakyat ketika harus bersidang tidak lagi menjadi “yes

man” dalam pengambilan keputusan. Perubahan juga terlihat dalam pemilihan umum,

baik pemilihan presiden/wakil presiden atau pemilu kepala daerah. Disinilah pentingnya

bagi setiap orang untuk melakukan review kembali arti pentingnya wawasan

kebangsaan.

B. Perumusan Masalah

Bagaimana cara mengaktualisasikan wawasan kebangsaan kedalam sendi

kehidupan bernegara, sehingga menjadi bangsa yang mandiri dengan semua potensi yang

ada. Apabila krisis yang melanda sampai pada tataran dimana berpotensi untuk

menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang miskin, terjajah, dan terbelakang

akibat krisis yang berkelanjutan dan menghilangkan kepercayaan diri, maka eksistensi

Indonesia sebagai bangsa (nation) sedang dipertaruhkan. Boleh jadi persoalan-persoalan

yang kita hadapi saat ini berawal dari kesalahan dalam menghayati dan menerapkan

konsep awal “kebangsaan” yang menjadi fondasi ke-Indonesia-an. Kesalahan inilah yang

dapat menjerumuskan Indonesia, seperti yang ditakutkan Sukarno, “menjadi bangsa kuli

dan kuli di antara bangsa-bangsa.”Bahkan lebih buruk lagi dari kekuatiran Sukarno,

“menjadi bangsa pengemis dan pengemis di antara bangsa-bangsa” (Basari dan Dahm,

1987).

 

C. Tujuan

Perubahan-perubahan yang terjadi di dunia mempengaruhi semua negara, bahkan

pengaruhnya terjadi dalam semua sendi kehidupan baik bernegara atau secara pribadi,

seperti dikatakan Darmono (2010) :

Globalisasi yang terjadi berpengaruh terhadap aktualisasai wawasan kebangsaan, dibidang ekonomi terbentuknya perdagangan bebas, di bidang politik adanya demokratisasi dan HAM serta dibidang Informasi terbentuknya jejaring sosial (social network) yang menafikan batas negara. Sehingga terbentuk new life style dalam kehidupan masyarakat, yang secara perlahan akan mendorong perubahan paradigma ‘faham negara mengatasi faham perseorangan’ mengarah pada ‘faham perseorangan harus eksis dalam faham negara’.

Perubahan-perubahan yang terjadi bila tidak disikapi dengan arif akan menimbulkan konflik. Dan penanganan konflik yang terjadi membutuhkan manajemen yang baik pula. Seperti dikatakan oleh Yudhoyono (2004) bahwa:

Perubahan merupakan suatu keniscayaan bagi setiap bangsa. Namun bagaimana bangsa tersebut menghadapi perubahan, di sanalah letak perbedaan bangsa yang maju dengan bangsa yang terus tertinggal dan terbelakang. Suatu bangsa akan lebih mudah menghadapi dan mengelola perubahan apabila telah ada pengertian dan pemahaman yang benar dalam wawasan kebangsaannya.

Tujuan dari tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan sumbangan pemikiran tentang wawasan kebangsaan yang sangat penting bagi perjalanan hidup bangsa Indonesia ke masa depan.

D. Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini, antara lain:

1.    Sarana saling berbagi ilmu dan penguatan idealisme terhadap sesama peserta Diklat

Prajabatan Golongan III dalam upaya membangun wawasan kebangsaan.

2.    Sarana membekali peserta Diklat Prajabatan Golongan III dengan pemahaman yang

bermakna untuk ikut serta membina dan memelihara persatuan dan kesatuan berbangsa

dan bernegara dalam era globalisasi.

 ===========================================================

BAB II GAMBARAN KEADAAN

A. Konsep Wawasan Kebangsaan

1. Pengertian

Pengertian atau istilah dari wawasan kebangsaan bila dilihat dari bentukan katanya

terdiri dari dua kata yaitu “wawasan” dan “kebangsaan”. Secara etimologi istilah wawasan

dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) dalam berarti hasil mewawas, tinjauan,

pandangan dan dapat juga berarti konsepsi cara pandang. Kebangsaan menurut Utomo

dkk (2010: 35) berasal dari bangsa dapat mengandung arti ciri-ciri yang menandai

golongan bangsa tertentu dan dapat pula mengandung arti kesadaran diri sebagai warga

negara. Dengan kata lain, kebangsaan menunjukkan pengertian kesadaran dan sikap

yang memandang dirinya sebagai suatu kelompok bangsa yang sama dengan

keterikatan sosio-kultural yang disepakati bersama. Keterikatan ini menjadi titik tolak

untuk menyepakati tindakan yang akan dilakukan dalam upaya mewujudkan cita-cita

bersama.

Wawasan kebangsaan sangat identik dengan wawasan Nusantara yaitu cara

pandang bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan nasional yang mencakup perwujudan

kepulauan nusantara sebagai kesatuan politik, sosial budaya, ekonomi dan pertahanan

keamanan, serta mengenai diri dan lingkungan berdasarkan ide nasional yang dilandasi

Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, sebagai aspirasi suatu bangsa yang

merdeka, berdaulat, dan bermartabat serta dijiwai tata hidup dan tindak

kebijaksanaan dalam mencapai tujuan nasional sehingga kesejahteraan dapat

diwujudkan bagi bangsa Indonesia dan bisa ikut dalam setiap kegiatan ketertiban dunia.

Beberapa ahli telah memberikan definisi tentang wawasan kebangsaan, seperti

berikut.

Hargo (2010) mengemukakan bahwa wawasan kebangsaan adalah usaha dalam

rangka meningkatkan nasionalisme dan rasa kebangsaan warga negara sebagai suatu

bangsa, yang bersatu dan berdaulat dalam suatu wilayah negara kesatuan Indonesia,

melalui pengembangan kebudayaan dan peradaban yang sesuai dengan kepribadian

nasional dalam rangka ikut berperanserta mewujudkan perdamaian yang abadi bagi

dunia dan kemanusiaan.

Wawasan kebangsaan merupakan perspektif, horizon, pemahaman, persepsi,

pandangan, cara pandang warga negara, bangsa terhadap eksistensi dan hal-hal yang

terkait dengan bangsa dan negaranya. Dalam dinamika kehidupan berbangsa aktualisasi

wawasan kebangsaan akan berwujud pengetahuan warga negara serta rasa cinta, rasa

hormat, rasa memiliki, ingin memajukan, ingin menjaga, ingin memartabatkan bangsa

dan negaranya (Darmono, 2010).

Wawasan kebangsaan adalah usaha meningkatkan nasionalisme dan rasa

kebangsaan suatu bangsa, yang bersatu dan berdaulat dalam suatu wilayah negara

kesatuan Indonesia, melalui pengembangan kebudayaan dan peradaban yang sesuai

dengan kepribadian nasional dalam rangka ikut berperanserta mewujudkan perdamaian

yang abadi bagi dunia dan kemanusiaan.

Menurut Muladi dan Suyatno (2009), wawasan kebangsaan adalah cara pandang

bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya, mengutamakan kesatuan dan

persatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara. Kesatuan atau integrasi nasional bersifat kultural dan tidak hanya

bernuansa struktural mengandung satu kesatuan ideologi, kesatuan politik, kesatuan

sosial budaya, kesatuan ekonomi dan kesatuan pertahanan dan keamanan.

Berbagai penafsiran terhadap wawasan kebangsaan, pada hakikatnya adalah sama,

yaitu tentang kesamaan cara pandang ke dalam (inward looking) dan cara pandang ke

luar (outward looking) sebuah bangsa terhadap berbagai permasalahannya. Hal ini sejalan

dengan yang dikemukakan Utomo, dkk (2010: 34), bahwa wawasan kebangsaan adalah

cara seseorang atau sekelompok orang melihat keberadaan dirinya yang dikaitkan

dengan nilai-nilai dan spirit kebangsaan dalam suatu negara. Permasalahan

tersebut terutama dalam di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, ideologi, dan

pertahanan-keamanan.

Sejarah telah membuktikan, bahwa jatuh dan bangunnya sebuah bangsa sangat

tergantung kepada konsep wawasan kebangsaan yang mereka anut serta ideologi yang

mendukungnya. Semua itu berkaitan dengan konsep sebuah bangsa dalam

mensejahterakan rakyatnya, dan tergantung kepada kemampuannya dalam

menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan yang selalu terjadi.

2. Nilai Dasar Wawasan Kebangsaan

Nilai-nilai dasar wawasan kebangsaan yang terwujud dalam persatuan dan kesatuan

bangsa menurut Utomo dkk (2010: 37-39) memiliki enam dimensi manusia yang

mendasar, sebagai berikut.

a.    Penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan

Yang Maha Esa.

b.    Tekad bersama untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas, merdeka, dan bersatu.

c.    Cinta akan tanah air dan bangsa.

d.    Demokrasi atau kedaulatan rakyat.

e.    Kesetiakawanan sosial.

f.     Cita-cita mewujudkan masyarakat adil dan makmur.

Berdasarkan nilai-nilai dasar itu, wahana kehidupan religius diwujudkan dengan

memeluk agama dan menganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang

dilindungi oleh negara dan sewajarnya mewarnai hidup kebangsaan. Wawasan

kebangsaan membentuk manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya

sebagai obyek dan subyek pembangunan nasional menuju masyarakat adil dan makmur

berdasarkan falsafah hidup Pancasila.

Penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia menunjukkan bahwa

wawasan kebangsaan menempatkan manusia pada pusat hidup bangsa. Hal ini berarti

bahwa dalam persatuan dan kesatuan bangsa masing-masing pribadi harus dihormati.

Bahkan lebih dari itu, wawasan kebangsaan menegaskan bahwa manusia seutuhnya adalah

pribadi atau subyek dari semua usaha pembangunan bangsa. Semua usaha pembangunan

dalam segala bidang kehidupan berbangsa bertujuan agar masing-masing pribadi

bangsa dapat menjalankan hidupnya secara bertanggung jawab demi persatuan dan

kesatuan bangsa.

Tekad bersama untuk berkehidupan kebangsaan yang merdeka, maju, dan mandiri

akan berhasil dengan persatuan dan kesatuan bangsa yang kukuh dan berjaya. Tanpa

itu, bangsa Indonesia dengan gampang terpecah-belah dan tidak akan mampu bertahan

dan beradaptasi dengan berhasil dalam zaman yang berubah dengan cepat.

Cinta akan tanah air dan bangsa menegaskan nilai sosial yang mendasar.

Wawasan kebangsaan menempatkan penghargaan tinggi atas nilai-nilai kebersamaan

yang melindungi setiap warga dan menyediakan tempat untuk berkembang sesuai

dengan potensi masing-masing. Hal ini juga sekaligus mengungkapkan hormat terhadap

solidaritas manusia yang mengakui hak dan kewajiban asasi tanpa diskriminasi atas

dasar apapun.

Paham kebangsaan dapat bersifat luas dan dapat pula bersifat sempit. Fasisme,

Nazisme, atau berbagai bentuk kepicikan pikiran sebagai nasionalisme yang sempit jelas

ditolak bangsa Indonesia. Dengan demikian, esensi nasionalisme adalah suatu tekad

bersama yang tumbuh dari bawah untuk bersedia hidup sebagai suatu bangsa dalam

negara merdeka. Dengan kata lain, kebangsaan/nasionalisme adalah paham

kebersamaan, persatuan, dan kesatuan.

Nasionalisme atau kebangsaan selalu berkaitan erat dengan demokrasi, karena tanpa

demokrasi, kebangsaan akan mati bahkan merosot menjadi fasisme/nazisme atau

berbagai bentuk isme berpikiran sempit. Hal ini bukan saja berbahaya bagi kalangan

minoritas dalam bangsa yang bersangkutan, tetapi juga berbahaya bagi bangsa lain dan

kemanusiaan umumnya.

Kesetiakawanan sosial sebagai nilai-nilai merupakan rumusan lain dari keadilan

sosial bagi seluruh rakyat. Wawasan kebangsaan menegaskan bahwakesejahteraan rakyat

lebih utama ketimbang kesejahteraan perorangan atau sekelompok orang, sekalipun yang

belakangan ini juga dimungkinkan. Kesejahteraan sosial boleh disebut kesejahteraan

umum yang mencakup keseluruhan lembaga dan usaha dalam kehidupan sosial. Dalam

konsep ini tersedia peluang yang cukup bagi setiap orang, keluarga, dan kelompok-

kelompok sosial untuk berkiprah memenuhi kebutuhan secara adil.

Salah satu ciri khas negara demokratis yang membedakannya dari negara yang

totaliter adalah toleransi. Wawasan kebangsaan Indonesia menegaskan bahwa

demokrasi tidak sama dengan soal menang atau kalah, mayoritas atau minoritas. Dalam

demokrasi kita segala sesuatu dapat diputuskan dengan cara musyawarah dan tidak

mengutamakan pengambilan keputusan dengan suara terbanyak. Hal yang sama

nampak dalam kerukunan hidup beragama dan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang

Maha Esa.

3. Unsur Wawasan Kebangsaan

        Dalam membicarakan wawasan kebangsaan, terdapat tiga unsur yang penting dan

perlu dipahami, yaitu rasa kebangsaan, paham kebangsaan, dan semangat kebangsaan.

Setiap orang tentu memiliki rasa kebangsaan dan memiliki wawasan kebangsaan

dalam perasaan atau pikiran, paling tidak di dalam hati nuraninya. Dalam realitas, rasa

kebangsaan itu seperti sesuatu yang dapat dirasakan tetapi sulit dipahami. Namun ada

getaran atau resonansi dan pikiran ketika rasa kebangsaan tersentuh. Rasa kebangsaan

bisa timbul dan terpendam secara berbeda dari orang per orang dengan naluri

kejuangannya masing-masing, tetapi bisa juga timbul dalam kelompok yang berpotensi

dasyat luar biasa kekuatannya.

Menurut Utomo dkk (2010: 39), rasa kebangsaan adalah suatu perasaan seluruh

komponen bangsa terhadap kondisi bangsa Indonesia dalam perjalananmenuju masyarakat

adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Rasa kebangsaan sebenarnya merupakan sublimasi dari Sumpah Pemuda yang

menyatukan tekad menjadi bangsa yang kuat, dihormati, dan disegani diantara bangsa-

bangsa di dunia. Kita tidak akan pernah menjadi bangsa yang kuat atau besar, manakala

kita secara individu maupun kolektif tidak merasa memiliki bangsanya. Rasa kebangsaan

adalah suatu perasaan rakyat, masyarakat dan bangsa terhadap kondisi bangsa

Indonesia dalam perjalanan hidupnya menuju cita-cita bangsa yaitu masyarakat adil dan

makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Sedangkan menurut Hadi (2010), rasa kebangsaan adalah kesadaran berbangsa,

yakni rasa yang lahir secara alamiah karena adanya kebersamaan sosial yang tumbuh

dari kebudayaan, sejarah, dan aspirasi perjuangan masa lampau, serta kebersamaan dalam

menghadapi tantangan sejarah masa kini. Dinamisasi rasa kebangsaan ini dalam mencapai

cita-cita bangsa berkembang menjadi wawasan kebangsaan, yakni pikiran-pikiran yang

bersifat nasional dimana suatu bangsa memiliki cita-cita kehidupan dan tujuan nasional

yang jelas. Berdasarkan rasa dan paham kebangsaan itu, timbul semangat kebangsaan

atau semangat patriotisme.

Wawasan kebangsaan mengandung pula tuntutan suatu bangsa untuk mewujudkan

jati diri, serta mengembangkan perilaku sebagai bangsa yang meyakini nilai-nilai

budayanya, yang lahir dan tumbuh sebagai penjelmaan kepribadiannya.

Rasa kebangsaan bukan monopoli suatu bangsa, tetapi ia merupakan perekat yang

mempersatukan dan memberi dasar keberadaan (raison d’entre) bangsa-bangsa di

dunia. Dengan demikian rasa kebangsaan bukanlah sesuatu yang unik yang hanya ada

dalam diri bangsa kita karena hal yang sama juga dialami bangsa-bangsa lain (Hadi,

2010).

Menurut Kartasasmita (1994), bagaimana pun konsep kebangsaan itu dinamis

adanya. Dalam kedinamisannya, antar-pandangan kebangsaan dari suatu bangsa

dengan bangsa lainnya saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Dengan benturan

budaya dan kemudian bermetamorfosa dalam campuran budaya dan sintesanya, maka

derajat kebangsaan suatu bangsa menjadi dinamis dan tumbuh kuat dan kemudian

terkristalisasi dalam paham kebangsaan.

Barangkali masih belum banyak diantara kita yang mengerti tentang “paham

kebangsaan”. Substansi dari paham kebangsaan adalah pengertian tentang bangsa,

meliputi apa bangsa itu dan bagaimana mewujudkan masa depannya. Paham

kebangsaan merupakan pemahaman rakyat dan masyarakat terhadap bangsa dan

negara Indonesia yang diploklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.

Pemahaman tersebut harus sama pada setiap anak bangsa meskipun berbeda dalam latar

belakang pendidikan, pengalaman serta jabatan. Uraian rinci tentang paham

kebangsaan Indonesia, sebagai berikut :

Pertama, Atas “Rahmat Allah Yang Maha Kuasa” pada tanggal 17 Agustus 1945,

bersamaan dengan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia lahirlah sebuah bangsa

yaitu “bangsa Indonesia”, yang terdiri dari bermacam-macam suku, budaya, etnis dan

agama. Bangsa ini lahir dari buah persatuan bangsa yang solid dan kesediaan saling

berkorban dalam waktu yang panjang dari para pendahulu kita. Bangsa Indonesia lahir

tidak didasarkan sentimen atau semangat primordialisme agama, maupun etnis,

melainkan didasarkan pada persamaan nasib untuk menjadi suatu bangsa yang besar,

kuat dan terhormat.

Setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama dihadapan hukum dan

pemerintah. Warga negara Indonesia bukan saja orang-orang bangsa Indonesia asli,

melainkan termasuk bangsa lain seperti keturunan Tionghoa, keturunan Belanda dan

keturunan Arab yang bertempat tinggal di Indonesia dan mengaku Indonesia sebagai

tanah airnya serta bersikap setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang telah

disahkan sesuai dengan undang-undang. Dengan demikian setiap warga negara

mempunyai hak dan kewajiban yang sama dan tidak ada diskriminasi diantara warga

masyarakat, termasuk upaya pembelaan negara. Apabila setiap warga negara konsisten

dengan kesepakatan bersama yang dihasilkan oleh para pendahulu kita itu, kiranya

bentrokan-bentrokan antar anak bangsa tidak perlu terjadi, hanya karena perbedaan

suku, agama, etnis maupun golongan.

Kedua, bagaimana mewujudkan masa depan bangsa ? Pembukaan Undang-Undang

Dasar 1945 telah mengamanatkan bahwa perjuangan bangsa Indonesia telah

mengantarkan rakyat Indonesia menuju suatu negara yang merdeka, bersatu, berdaulat,

adil dan makmur. Uraian tersebut adalah tujuan akhir bangsa Indonesia yaitu mewujudkan

sebuah masyarakat yang adil dan makmur.

Untuk mewujudkan masa depan bangsa Indonesia menuju ke masyarakat yang adil dan

makmur, pemerintah telah melakukan upaya-upaya melalui program pembangunan

nasional baik fisik maupun non fisik. Sasaran pembangunan yang bersifat fisik ditujukan

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan yang bersifat nonfisik diarahkan

kepada pembangunan watak dan karakter bangsa yang mengarah kepada warga negara

yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha esa dengan mengedepankan sifat kejujuran,

kebenaran dan keadilan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.

Keberhasilan pembangunan nasional tidak semata-mata tidak menjadi tanggung jawab

pemerintah saja, tetapi partisipasi semua komponen bangsa. Pada umumnya keberhasilan

suatu negara dalammencapai tujuannya ditentukan lima komponen bangsa, antara lain:

agamawan, cendekiawan, pemerintah, ekonom (pengusaha) dan angkatan bersenjata.

Lebih jauh Utomo dkk (2010: 40) menekankan bahwa substansi paham kebangsaan

adalah pengertian tentang bangsa dan cara mewujudkan masa depannya. Paham

kebangsaan merupakan pemahaman rakyat dan masyarakat terhadap bangsa dan

negara Indonesia. Paham kebangsaan berkembang dari waktu ke waktu, dan berbeda

dalam satu lingkungan masyarakat dengan lingkungan lainnya. Dalam sejarah bangsa-

bangsa terlihat banyak paham yang melandaskan diri pada kebangsaan.

Semangat kebangsaan atau yang biasa disebut dengan nasionalisme merupakan

perpaduan atau sinergi dari rasa kebangsaan dan paham kebangsaan yang terpancar dari

kualitas dan ketangguhan bangsa tersebut dalam menghadapi berbagai ancaman. Dari

semangat kebangsaan akan mengalir rasa kesetiakawanan sosial, semangat rela

berkorban, dan menumbuhkan jiwa patriotisme.

Berbicara semangat kebangsaan, kita tidak boleh lepas dari sejarah bangsa, antara

lain Peristiwa 10 Nopember 1945 di Surabaya dan Peristiwa 15 Desember 1945 di

Ambarawa, dimana semangat kebangsaan diwujudkan dalam semboyan “Merdeka atau

Mati”. Semangat kebangsaan merupakan motivasi untuk mempertahankan Negara

Kesatuan Republik Indonesia dan Pancasila sebagai dasar negaranya.

Motivasi tersebut bagi rakyat Indonesia harus dibentuk, dipelihara, dan

dimantapkan sehingga memiliki semangat rela berkorban bagi NKRI. Kita sadar betul

bahwa kondisi bangsa yang pluralisme atau kebhinekaan memerlukan suatu pengelolaan

yang baik, sehingga tidak menjadi ancaman bagi keutuhan dan kesatuan bangsa.

Semangat kebangsaan diharapkan mampu ditransformasikan kepada masyarakat

sebagai perekat kesatuan. Dengan semangat kebangsaan yang tinggi, kekhawatiran

akan terjadinya ancaman terhadap keutuhan dan kesatuan bangsa akan dapat

dielakkan. Dari semangat kebangsaan akan mengalir rasa kesetiakawanan sosial,

semangat rela berkorban dan dapat menumbuhkan jiwa patriotisme. Ketiga hal tersebut

satu sama lain berkaitan dan saling mempengaruhi.

Pertama, rasa kesetiakawanan sosial akan mempertebal semangat kebangsaan

suatu bangsa. Kesetiakawanan sosial, mengandung makna adanya rasa satu nasib dan

sepenanggungan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hadirnya rasa kepedulian

terhadap sesama anak bangsa bagi mereka yang mengalami kesulitan akan mewujudkan

suatu rasa kebersamaan sesama bangsa.

Kedua, semangat rela berkorban, kesediaan untuk berkorban demi kepentingan

yang lebih besar atau demi negara dan bangsa telah mengantarkan bangsa Indonesia untuk

merdeka, lepas dari penjajahan. Sudah banyak korban para Kusuma Bangsa dalam

memperjuangkan kemerdekaan tersebut. Sebagai bangsa besar sepatutnya kita semua

wajib menghormati para pahlawan pejuang kemerdekaan. Kita semua sepakat bahwa

semangat rela berkorban tersebut, bukan hanya pada saat perjuangan kemerdekaan

saja, tetapi sekarang juga kita masih mendambakan adanya kerelaan berkorban untuk

kepentingan bangsa dalam pembangunan. Secara jujur kita akui bahwa pada saat

sekarang kondisi jiwa semangat berkorban bangsa Indonesia sudah mengalami erosi.

Yang ada sekarang adalah rela mengorbankan orang banyak demi terwujudnya

kepentingan pribadi, kelompok maupun golongannya.

Ketiga, jiwa patriotik. Bagi bangsa yang ingin maju dalam mencapai tujuannya,

disamping memiliki semangat rela berkorban, juga harus di dukung dengan jiwa patriotik

yang tinggi. Jiwa patriotik akan melekat pada diri seseorang, manakala orang tersebut

tahu untuk apa mereka berkorban.

B. Kondisi Saat Ini

Salah satu efek buruk dari borderless world di era keterbukaan dan globalisasi

dimana tidak ada batasan jelas dalam interaksi sosial dan kehidupan bernegara, yaitu

adanya fenomena yang secara jelas mengindikasikan sebagai bentuk kemerosotan moral,

penghayatan dan degradasi aktualisasi wawasan kebangsaan. Meningkatnya semangat

sempit primordialisme, termasuk menebalnya ego kedaerahan seiring penerapan

otonomi daerah serta meningkatnya ancaman separatisme, merupakan contoh nyata

yang perlu diangkat. Penurunan rasa nasionalisme dan patriotisme disinyalir Letkol. Inf.

Dwi Wahyu W., yang merupakan Dandim 0714 Salatiga dalam acara sosialisasi wawasan

kebangsaan pada 15 Juli 2008 sebagai “Kondisi bangsa secara keseluruhan saat ini

terdapat penurunan nasionalisme dan rasa memiliki bangsa. Indikasi itu nampak dengan

mementingkan kelompok, dengan mengesampingkan kepentingan negara”.

Bukti nyata yang sudah terjadi adalah lepasnya Timor Timur dari pangkuan ibu

pertiwi dan klaim pulau Sipadan dan Ligitan ke tangan Malaysia, sedangkan bukti sejarah

jelas-jelas menyatakan bahwa pulau Sipadan dan pulau Ligitan adalah bagian dari

wilayah Nusantara dan merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Bulungan di Kalimantan

Timur. Masih ada kemungkinan ancaman lain dari luar yang dapat merugikan Indonesia

dalam upaya mempertahankan keutuhan wilayah NKRI, kondisi faktual diantaranya klaim

Malaysia terhadap blok Ambalat di Kalimantan Timur, klaim batas wilayah laut oleh

Singapura dan batas-batas negara Indonesia di daratan pulau Kalimantan, pulau Irian

Jaya dan pulau Timor. Sedangkan di dalam negeri sendiri masih ada isu disintegrasi bangsa

yang dilakukan oleh kelompoktertentu seperti diwilayah propinsi Irian jaya (Papua) yang

mengarah kepada konflik vertikal dan kerusuhan sosial yang terjadi di beberapa daerah

yang mengarah kepada konflik horizontal apabila dibiarkan terus berkembang maka

dapat mengancam kemungkinan terjadinya disintegrasi bangsa.

Selain hal tersebut di atas, kondisi keterpurukan akibat krisis multi dimensi yang

belum sepenuhnya pulih, serta semakin maraknya praktek-praktek Kolusi-Korupsi-

Nepotisme, gelombang besar globalisasi, menghempas Bangsa Indonesia pada jurang

ketidakberdayaan, dan kehilangan kepercayaan diri serta makin pudarnya jati diri Bangsa.

Nusa Tenggara Timur berada di posisi gerbang Selatan kawasan Asia Pasifik dan secara

teritori berdekatan dengan negara Timor Leste dan negara Australia bagian Utara.

C.   Kondisi yang Diharapkan

Dari kondisi saat ini seperti yang sudah digambarkan di atas, sudah waktunya

dilakukan suatu rekonstruksi seperti apa wajah Negara Kesatuan Republik Indonesia masa

depan. Kehidupan berbangsa merupakan kehidupan yang dinamis dimana terjadi interaksi

yang kompleks antar warga negara atau interaksi bernegara dengan negara lain.

Tatakrama dan bersikap didunia internasional tentulah sangat berpengaruh terhadap

kehidupan bernegara. Globalisasi tidak perlu kita takuti, dan kita tidak perlu antipati

dengan tatanan global yang begitu dinamis.

Wawasan kebangsaan bukanlah sesuatu yang bersifat statis dan tak berubah dari

waktu ke waktu, sebaliknya ia bersifat dinamis. Namun bukan berarti juga wawasan

kebangsaan tersebut dapat diubah-ubah sekehendaknya. Seperti halnya membangun

suatu rumah tangga, ada bagian yang tidak mudah untuk diubah dan ada bagian yang

relatif mudah berubah (Yudhoyono, 2004).

Artinya bahwa secara prinsip, Indonesia berlandaskan pada Pancasila sebagai

Negara Kesatuan. Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila semestinya tetap

dilestarikan, sedangkan keanekaragaman ras, suku, agama dan bahasa daerah merupakan

khasanah budaya merupakan unsur pemersatu bangsa yang sangat dinamis.

Dengan demikian apa yang sudah dirintis oleh nenek moyang bangsa Indonesia dari masa

kejayaan Kerajaan Majapahit perlu dipertahankan dan dilestarikan oleh seluruh rakyat

Indonesia dalam kerangka NKRI dengan sesanti Bhineka Tunggal Ika.

Dengan jiwa dan rasa kebangsaan kita yang kuat dan jati diri kita yang kita

pegang teguh niscaya Indonesia masa depan adalah Indonesia yang cemerlang. Tetapi

untuk mencapai tujuan yang demikian itu diperlukan kerja keras dan pemahaman yang

benar tentang wawasan kebangsaan, seperti dikatakan oleh Yudhoyono (2004) bahwa:

Pemahaman wawasan kebangsaan yang benar merupakan syarat keharusan untuk dapat mengelola perubahan agar mampu menghasilkan bangunbangsa dan negara seperti yang kita cita-citakan bersama. Perubahan lingkungan internal dan eksternal yang dihadapi suatu bangsa senantiasamemiliki aspek positif maupun negatif. Ada pihak yang diuntungkan dan ada pihak yang dirugikan oleh adanya perubahan itu. Tanpa adanyapemahaman wawasan kebangsaan yang benar, perubahan lingkungan tersebut akan sulit dikelola dan dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi kemajuan bangsa dan negara.

Upaya meningkatkan wawasan kebangsaan dapat dilakukan melalui pendidikan

yang berkelanjutan (Santoso, 2008). Wawasan kebangsaan masyarakat yang tinggi

sangat diperlukan oleh bangsa Indonesia apabila berkaca pada negara-negara maju

seperti Amerika, Inggris, Korea, Singapura maupun Jepang. Hal ini dapat dilihat

bagaimana cara bekerja mereka yang sangat tinggi kinerjanya dibandingkan dengan

bangsa Indonesia.

Apabila pendidikan kebangsaan dilakukan secara teratur dan berlanjut maka akan

nampak hasilnya beberapa tahun mendatang dengan indikasi kinerja bangsa Indonesia

yang sejajar dengan bangsa lain seperti adanya transparansi, tidak adanya kolusi,

korupsi dan nepotisme. Seperti yang sekarang terjadi masih dapat dilihat di media cetak

dan elektronik yang mengemuka dengan adanya kasus-kasus korupsi, kekerasan

masyarakat dan berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat. Apabila

wawasan kebangsaan sudah tinggi maka hal ini akan tidak terjadi karena adanya rasa

nasionalisme yang tinggi, budaya malu, rasa harga diri yang tinggi, dedikasi yang tinggi

serta semangat kerja yang tinggi.

Pendidikan wawasan kebangsaan tidak boleh terputus karena akan tidak

berlanjutnya kelangsungan sistem, metode dan doktrin yang telah disusun dalam bentuk

kurikulum pendidikan mulai dari tingkat taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah

menengah, sekolah lanjutan, sampai perguruan tinggi. Kemudian dilanjutkan di tempat

kerja maupun di lingkungan pemukiman. Apabila hal ini dilakukan maka tidak ada celah-celah

kekosongan dalam pendidikan wawasan kebangsaan sehingga pendidikan wawasan

kebangsaan selalu dilakukan secara terencana, bertahap dan berlanjut secara otomatis.

Mengingat wawasan kebangsaan masyarakat saat ini rendah dengan berbagai

indikasi maka perlu upaya peningkatan wawasan kebangsaan masyarakat melalui

pendidikan kebangsaan. Apabila hal ini dilakukan maka akan meningkatkan kualitas

kebangsaan masyarakat yang tercermin dengan berbagai hal seperti etos kerja,

semangat kerja, tidak adanya pelanggran hukum, tidak ada korupsi, kolusi, dan

nepotisme.

Pemerintah merupakan subyek yang dominan dalam menyelenggarakan pendidikan

kebangsaan guna meningkatkan wawasan kebangsaan masyarakat, baik pemerintah pusat

maupun pemerintah daerah dengan melaksanakan perencanaan pendidikan,

pengorganisasian dalam pendidikan kebangsaan, mengatur kegiatan dalam pendidikan

kebangsaan serta mengawasi jalannya pendidikan kebangsaan masyarakat.

Masyarakat sebagai obyek perlu menyiapkan diri dan tidak perlu resistensi

terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintah karena ini adalah untuk kepentingan

masyarakat dan bangsa Indonesia mendatang dalam rangka membentuk nasionalisme

dan pembangunan karakter bangsa Indonesia. Hal ini sangat penting agar supaya

dipahami oleh bangsa Indonesia.

Metode yang digunakan adalah metode pendidikan, penataran dan pelatihan di

masyarakat baik di lingkungan pendidikan, di lingkungan kerja, maupun lingkungan

pemukiman. Dengan metode ini maka diharapkan masyarakat akan mempunyai

wawasan kebangsaan yang tinggi sehingga timbul kesadaran untuk berbangsa dan

bernegara yang lebih baik dari sekarang. Metode ini perlu pula didukung oleh sarana dan

prasarasana yang memadai.

 ===========================================================

BAB III ANALISIS SWOT

A.  Analisis Internal

1.   Strenght (Kekuatan)

a.   Letak geografis Indonesia yang strategis.

b.   Perjalanan panjang Indonesia dalam meraih kemerdekaan membentuk karakter bangsa

yang tangguh dalam menghadapi dinamika peradaban dunia.

c.    Visi Bangsa Indonesia adalah masyarakat yang adil dan makmur, seperti termaktup

dalam Pembukaan UUD 1945.

d.   Pancasila sebagai dasar negara memiliki nilai-nilai filosofis yang sangat tinggi dan

mendalam yang merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur dalam bermasyarakat dan

bernegara.

e.   Modalitas sumber daya alam, sumber daya manusia yang sangat melimpah.

f.    Jaminan adanya pemenuhan hak azasi manusia.

2.   Weakness (Kelemahan)

a.     Pendidikan, kesejahteraan, dan pembangunan belum merata di wilayah Indonesia.

b.     Pengelolaan dan manajemen sumber daya alam, sumber daya manusia belum optimal.

c.      Penegakan hukum belum optimal.

d.     Perilaku korup yang sudah mengakar (membudaya).

B.   Analisis Eksternal

1.   Opportunity (Peluang)

a.   Perjalanan panjang Indonesia dalam meraih kemerdekaan memberikan inspirasi dan

semangat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara untuk tidak lagi menjadi bangsa

yang terjajah.

b.   UUD 1945 merupakan kompas dalam menentukan arah Indonesia di masa depan.

c.    Pancasila sebagai dasar negara merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur bagi terpeliharanya

bangsa yang besar, bangsa yang saling menghargai, menghormati dan bekerjasama serta

merupakan ‘mesin’ untuk mensinergikan segala sumberdaya yang ada dalam rangka

menuju Indonesia masa depan.

d.   Modalitas sumber daya alam, sumber daya manusia yang sangat melimpah memberikan

peluang lebih besar bila dikelola dengan baik.

e.   Jaminan adanya pemenuhan hak azasi manusia, diantaranya adalah Kebebasan untuk

berserikat, berkumpul, mendapatkan pendidikan, dan berpendapat serta beragama

merupakan modal yang sangat luar biasa dalam membangun sendi berbagnsa dan

bernegara.

2.   Treat (Ancaman)

a.     Pendidikan, kesejahteraan, dan pembangunan yang belum merata di wilayah Indonesia

sering kali menjadikan alasan/pemicu terjadinya disintegrasi bangsa.

b.     Pengelolaan dan manajemen sumber daya alam, sumber daya manusia belum optimal

sehingga kesejahteraan rakyat juga belum merata dapat menimbulkan rasa iri antar

daerah, antar suku, antar etnis, dan lain-lain.

c.      Penegakan hukum yang belum optimal dapat menjadikan nilai-nilai kebangsaan luntur,

yaitu dengan adanya praktik-praktik korupsi, kolusi, nepotisme dan berkembangnya ‘aji

mumpung’.

===========================================================

BAB IV PEMBAHASAN

Sejarah perjalanan panjang bangsa Indonesia dalam upaya meraih kemerdekaan

memberikan inspirasi dan semangat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara supaya

tidak lagi kembali menjadi bangsa yang terjajah dalam arti yang lebih luas. Wujud

penjajahan yang mungkin biasa terjadi adalah penjajahan budaya, ekonomi, dan

ideologi, yang semuanya itu dapat membahayakan integritas bangsa yang besar ini.

Undang Undang Dasar 1945 merupakan kompas yang menjadi acuan dalam

menentukan arah Indonesia di masa depan. Arah pembangunan Indonesia ini adalah

pembangunan manusia Indonesia yang madani. Sebuah kondisi yang mencerminkan

kemandirian bangsa dalam aspek yang sangat luas. Pencapaian ini diyakini sebagai

sebuah upaya segenap elemen bangsa secara bersama-sama berupaya mewujudkan

cita-cita Indonesia madani tersebut.

Jaminan adanya pemenuhan hak azasi manusia, diantaranya adalah kebebasan

untuk berserikat, berkumpul, mendapatkan pendidikan, dan berpendapat serta

beragama merupakan modal yang sangat luar biasa dalam membangun sendi kehidupan

berbangsa dan bernegara.

Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara Indonesia merupakan kristalisasi nilai-

nilai luhur bangsa yang terpelihara dan telah teruji kesaktiannya sebagai wujud

ketahanan bangsa yang besar, bangsa yang saling menghargai, menghormati dan

bekerjasama serta merupakan ‘mesin’ untuk mensinergikan segala sumberdaya yang

ada dalam rangka menuju cita Indonesia madani.

Modal bangsa yang sangat potensial dan melimpah berupa sumber daya alam dan

sumber daya manusia yang memiliki latar belakang beraneka ragam memberikan

peluang cukup besar bila dikelola dengan baik dalam rangka mengembalikan integritas

bangsa yang mulai terkikis.

Menjaga eksistensi wawasan kebangsaan sebagai cara pandang bangsa Indonesia

terhadap rakyat, bangsa dan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui jalur

formal dalam lingkungan sekolah dan perguruan tinggi. Pendidikan Pendahuluan Bela

Negara (PPBN) dan rasa cinta tanah air harus dikenalkan secara dini kepada anak-anak

Indonesia melalui pendidikan sekolah dan perguruan tinggi sesuai dengan strata

pendidikannya secara merata dan diwadahi melalui kurikulum pendidikan, misalnya

dengan mengenalkan lagu-lagu nasional atau lagu kebangsaan, pengenalan Pancasila

sebagai dasar negara dan UUD 1945 sebagai Dasar Hukum Negara.

Menjamin mutu pendidikan, kesejahteraan, dan pembangunan dengan menambah

anggaran, melakukan program pertukaran pelajar antar daerah, dalam hal kesejahteraan

dapat dilakukan dengan program padat karya (jangka pendek) seperti Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), dan memberikan pelatihan enterpreunership untuk

masyarakat bekerjasama dengan organisasi pengusaha atau LSM atau organisasi nirlaba

lainnya.

  Melakukan upaya-upaya intensif dan langkah-langkah yang strategis untuk

menanamkan rasa nasionalisme dan menumbuhkan semangat patriotisme melalui

kegiatan-kegiatan sosialisasi dan menciptakan berbagai simulasi yang bersifat persuasif

dan edukatif terhadap masyarakat umum melalui forum/lembaga kemasyarakatan yang

ada. Memberikan pembekalan atau penanaman jiwa dan semangat kebangsaan sesuai

nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945. Selain itu, kegiatan ini juga

bertujuan untuk memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa.

Melakukan kerjasama dengan pihak asing yang lebih maju dalam hal teknologi

dalam rangka transfer ilmu pengetahuan dan teknologi tanpa mengesampingkan rasa

nasionalisme dan menjaga supaya tidak terjebak dalam paradigma sesaat, namun lebih

kepada menjalin kerjasama antarbangsa yang saling menguntungkan dalam rangka turut

menjamin ketertiban dunia.

Melakukan reformasi bidang hukum dan lebih intensif dalam kerjasama penegakan

hukum antarlembaga pemerintahan seperti Kementerian Hukum Dan HAM, Kejaksaan,

Kepolisian, dan lain-lain. Reformasi dilakukan dalam rangka menjamin kepastian hukum.

Hukum menjadi panglima yang menjadi payung yang melindungi kepentingan segenap

lapisan bangsa tanpa memperhatikan kedudukan sosial, ekonomi, suku, politik dan

kepentingan individu atau golongan tertentu.

Seluruh komponen bangsa ikut bertanggung jawab untuk menjaga dan

mempertahankan kondisi geografis NKRI dalam ikatan ke-Bhineka Tunggal Ika-an guna

menjaga integritas NKRI. Untuk mencapai kondisi tersebut dilakukan melalui upaya

pengarahan dan penyuluhan tentang pentingnya letak geografi Indonesia guna

meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kepentingan pertahanan negara, membuat

proyek percontohan tentang pemanfaatan lahan pertanian dan budi daya laut serta

pelaksanaan kegiatan dan pencapaian hasil dimaksud agar mencapai hasil serta

keuntungan yang diinginkan melalui penerapan sistem ekonomi pasar sosial.

Perlu senantiasa diupayakan adanya program yang konsisten dan berkelanjutan

dalam rangka menghindari disintegrasi untuk meningkatkan derajat kepatuhan dan

kesetiaan segenap elemen bangsa secara vertikal, antara lain :

1.    Masyarakat terhadap pemimpinan non-formal, terhadap elite politik dan terhadap

pemerintah NKRI;

2.    Masyarakat terhadap hukum yang berlaku di wilayah NKRI;

3.    Pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat;

4.    Internal masyarakat yang saling menghargai dalam berbagai keaneka ragaman yang

ada terhadap pimpinan di daerahnya;

Dalam rangka menghindari disintegrasi harus ada program untuk meningkatkan

derajat kepatuhan dan kesetiaan secara Horizontal:

1.    Kelompok masyarakat terhadap kelompok masyarakat lainnya

2.    Masyarakat terhadap kebudayaan (norma dan tata nilai);

3.    Pemerintah daerah terhadap pemerintah daerah lainnya.

Melalui upaya pembinaan yang diharapkan maka perilaku yang bertentangan

dengan karakter masyarakat daerah konflik dapat ditangkal karena masyarakat

senantiasa mengutamakan kemaslahatan umat dengan memerangi segala macam

bentuk kemaksiatan dan kezaliman dengan lebih mengemukakan kebijakan. Pembinaan

yang dilaksanakan selama ini kepada penduduk di daerah konflik adalah meningkatkan

sumber daya manusia masyarkat melalui jalur formal dan non formal serta

menanamkan rasa kebangsaan sebagai bagian dari bangsa ini agar terhindar dari

pengaruh dan propaganda pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,selanjutnya akan

tertanam rasa nasionalisme yang tinggi guna meningkatkan ketahanan nasional di daerah

konflik

Menanamkan nilai-nilai bela negara dari tataran pendidikan terendah (anak-anak

TK atau SD) sampai dengan mahasiswa dan masyarakat dalam porsi yang sesuai dengan

kapasitasnya masing-masing disamping tentu saja TNI sebagai garda terdepan dalam

bela negara.

Membuka akses pendidikan yang merata bagi peserta didik dan mahasiswa serta

penerapan beasiswa yang tepat sasaran serta menempatkan tenaga terdidik dan terlatih

yang memiliki kompetensi dari berbagai disiplin ilmu ke seluruh wilayah pelosok

Indonesia akan menjembatani pemahaman kehidupan berbangsa dan bernegara serta

memperkokoh ikatan persaudaraan antar ras, suku bangsa, etnis, ragam budaya yang

ada di Indonesia

Pemberdayaan masyarakat untuk dapat mengenali dan melakukan identifikasi

keunggulan dan potensi daerahnya sehingga memicu percepatanpembangunan dan

peningkatan derajat kesejahteraan dengan jalan penerapan teknologi yang tepat guna.

Kegiatan yang konsisten dan berkelanjutan dalam rangka melakukan upaya

penegakan hukum melalui program-program “Masyarakat Sadar Hukum”, peningkatan

akses informasi dan pengaduan masyarakat misalnya program dari kepolisian dengan

“Halo Polisi”, “Kotak Pos 5000” dan lain-lain pada tingkat pusat sampai ke daerah-

daerah.

 ===========================================================

BAB V P E N U T U P

Paham kebangsaan berkembang dari waktu ke waktu, dan berbeda dalam satu

lingkungan masyarakat dengan lingkungan lainnya. Dalam sejarah bangsa-bangsa

terlihat betapa banyak paham yang melandaskan diri pada kebangsaan. Ada pendekatan

ras atau etnik seperti Nasional-sosialisme (Nazisme) di Jerman, atas dasar agama seperti

dipecahnya India dengan Pakistan, atas dasar ras dan agama seperti Israel-Yahudi, dan

konsep Melayu-Islam di Malaysia, atas dasar ideologi atau atas dasar geografi atau

paham geopolitik.

Akan tetapi pengertian atau istilah dari wawasan kebangsaan bila dilihat dari

bentukan katanya terdiri dari dua kata yaitu “wawasan” dan “kebangsaan”. Secara

etimologi istilah wawasan berarti hasil mewawas, tinjauan, pandangan dan dapat juga

berarti konsepsi cara pandang. Wawasan kebangsaan sangat identik dengan wawasan

nusantara yaitu cara pandang bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan nasional yang

mencakup perwujudan kepulauan nusantara sebagaikesatuan politik, sosial budaya,

ekonomi dan pertahanan keamanan, serta mengenai diri dan lingkungan berdasarkan

ide nasional yang dilandasi Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, sebagai aspirasi

suatu bangsa yang merdeka, berdaulat, dan bermartabat serta dijiwai tata hidup dan

tindak kebijaksanaan dalam mencapai tujuan nasional sehingga kesejahteraan dapat

diwujudkan bagi bangsa Indonesia dan bisa ikut dalam setiap kegiatan ketertiban dunia.

Revitalisasi pemahaman wawasan kebangsaan bukanlah suatu pekerjaan mudah,

akan tetapi membutuhkan kerja keras dan energi yang tidak sedikit supaya mewujudkan

hasil yang optimal. Karena keberhasilan yang diinginkan dipengaruhi oleh banyak aspek

kehidupan, misalnya penegakan HAM, proses demokrasi, globalisasi, keamanan,

kepentingan nasional, dan lain-lain.

Pemahaman wawasan kebangsaan yang benar merupakan syarat keharusan

untuk dapat mengelola perubahan agar mampu menghasilkan bangun bangsa dan

negara seperti yang kita cita-citakan bersama. Perubahan lingkungan internal dan

eksternal yang dihadapi suatu bangsa senantiasa memiliki aspek positif maupun negatif.

Ada pihak yang diuntungkan dan ada pihak yang dirugikan oleh adanya perubahan itu.

Tanpa adanya pemahaman wawasan kebangsaan yang benar, perubahan lingkungan

tersebut akan sulit dikelola dan dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi kemajuan bangsa dan

negara. Perubahan merupakan suatu keniscayaan bagi setiap bangsa. Namun

bagaimana bangsa tersebut menghadapi perubahan, di sanalah letak perbedaan bangsa

yang maju dengan bangsa yang terus tertinggal dan terbelakang.

Untuk itu mari kita rapatkan barisan, bergandengan tangan menyongsong masa

depan Indonesia yang lebih baik. Mari kita ciptakan sejarah baru yang lebih cemerlang

untuk Indonesia tercinta dengan segala modalitas yang kita miliki dan dengan segala

keterbatasan yang ada. Kita bangun Indonesia yang mandiri, maju, modern dengan tetap

memegang teguh nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam Pancasila.===========================================================

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Basari, Hasan dan Dahm, Bernhard. 1987. Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan. Jakarta : LP3ES.

Darmono, Bambang. 2010. Pembekalan kepada Perwira Siswa Sesko Ketiga Angkatan. Graha Widya Dirgantara Seskoau Lembang Bandung Barat. Juni 2010.

Hargo, Dody Usodo. 2010. 198 “Pemahaman Wawasan Nusantara sebagai Wawasan Kebangsaan Indonesia dalam Rangka Membangun Ketahanan Nasional.” Materi Kuliah Umum. Universitas Nusa Cendana Kupang. Tanggal 30 Januari 2010.

Kartasasmita, Ginandjar. 1994. “Pembangunan Nasional dan Wawasan Kebangsaan”. Makalah. Jakarta: Sarasehan Nasional Wawasan Kebangsaan tanggal 9 Mei 1994.

Muladi dan Sujatno, Adi. 2009. Kepemimpinan Nasional. Jakarta: Wahana Semesta Intermedia.

Rahmadhany, R. 2007. Wawasan Kebangsaan Perekat Persatuan Pemuda Kepri. Di situs Gerbang Informasi Kota Batam. Selasa, 27 Pebruari 2007.

Santoso, Bibit. 2008. Upaya Meningkatkan Wawasan Kebangsaan melalui Pendidikan. http://www.madina-sk.com/index2.php?option=com_ content&do_pdf=1&id=5175. Diakses tanggal 24 Agustus 2010.

Syam, Mohammad Noor. 2008. “Wawasan Kebangsaan dan Politik (Dalam Bidang Kependidikan Nasional)”. Makalah. Disajikan dalam Training Kader Trainer HMI Cabang Malang, 16 – 20 Januari 2008.

Yudhoyono, Susilo Bambang. 2004. Menuju Negara Kebangsaan Modern. Wawasan Kebangsaan dan Indonesia Masa Depan. Jakarta: Brighten Press.

Wahyu, Dwi W. 2008. Wawasan Kebangsaan Menurun. http://www.wawasandigital.com/index.php?option=com_content&task=view&id=24444&Itemid=48. Diakses tanggal 24 Agustus 2010.