WARTA Edisi Februari 2013

16
1 EDISI EDISI EDISI EDISI EDISI FEBRUARI FEBRUARI FEBRUARI FEBRUARI FEBRUARI 2013 2013 2013 2013 2013 ISSN 1410-8550

description

Wirausaha Kehutanan Masyarakat semakin tumbuh di beberapa daerah. Majalah Warta kali ini mengangkat laporan dan kisah inspiratif di balik geliat wirausaha kehutanan masyarakat.

Transcript of WARTA Edisi Februari 2013

Page 1: WARTA Edisi Februari 2013

11111EDISI EDISI EDISI EDISI EDISI FEBRUARIFEBRUARIFEBRUARIFEBRUARIFEBRUARI 2013 2013 2013 2013 2013

ISSN

141

0-85

50

Page 2: WARTA Edisi Februari 2013

22222 EDISI EDISI EDISI EDISI EDISI FEBRUARIFEBRUARIFEBRUARIFEBRUARIFEBRUARI 2013 2013 2013 2013 2013

DARI REDAKSI

ALAMAT REDAKSIGedung Kusnoto Lt 1

Jl. Ir. H. Juanda No. 18 Bogor 16002Telp/Fax: 0251.8310396

Email: [email protected]: www.fkkm.org

diterbitkan oleh:

DAFTAR ISI

Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera tidak bisa diwujudkan dengan hanyamembalikkan telapak tangan, sekedar memberikan ruang kebijakan, tetapidibutuhkan kerja keras dan semangat pantang menyerah.

Dalam WARTA FKKM kali ini, Redaksi mengajak para penggiat KM berbagi kisahbagaimana kerja keras dan semangat pantang menyerah itu coba dilakukan. Kongres PertamaAWKMI di Semarang 20-23 Juni 2012 menjadi tonggak perjuangan para penggiat KMmelakukan konsolidasi dalam mewujudkan Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera. Kisah-kisahsukses Borneo Chic, APIKRI, Madu Hutan Sumbawa, Masyarakat Mitra RAPP,dan MebelJepara, diharapkan dapat memicu para penggiat KM lain untuk berwirausaha berbekal sumberdayahutan mereka. Tips dari Jokowi dan pembelajaran dari sebuah training di Thailand jugadiharapkan dapat memberi inspirasi para penggiat KM, para pengusaha hutan skala kecil.

Cerita dari training yang dilakukan FKKM bersama RECOFTC & BALANG yangdilakukan di Bantaeng-Sulsel 5-10 Januari 2013 juga turut dibagikan sebagai upaya FKKMmendorong wirausaha kehutanan masyarakat. Sebuah kisah tentang Sujarni Alloy yangdituturkan Rufinus, salah satu DPN FKKM, menjadi kenangan untuk mengenangnya,semoga menjadi pemicu kita untuk terus memperjuangkan kehutanan masyarakat.

Redaksi berharap kisah-kisah ini dapat memberi harapan akan pengusahaan hutan olehrakyat, di sela-sela carut marutnya kebijakan dan berbagai konflik sumberdaya hutan yang ada.

Salam Kehutanan Masyarakat,

REDAKSI WARTA

DEWAN REDAKSIChristine Wulandari, Udiansyah, Emi Roslinda,

Nurul Qomar, Syamsu Alam, Fadrizal Labay, Hesti Sagiri,Dian Novarina, CP. Munoz, IBW Putra,

Bambang Widyantoro, Berdy Steven, Wisma Wardana,Rakhmat Hidayat, Rustanto, Muhammad Adib,

Subhan, Anwar Ibrahim, Didik Suharjito, Moira Moeliono,Arif Aliadi, Aulia LP. Aurian

PENANGGUNG JAWABAndri Santosa

REDAKTUR PELAKSANASamiaji Bintang, Hasantoha Adnan, Andhika VP.

REPORTER & KONTRIBUTORJulmansyah, Awaluddin, Andika Wiguna,

Benediktus Krisna, Rufinus Daeng

PHOTOGRAPHERAwaluddin, Benediktus Krisna,

TATA LETAKmuem art studio

DISTRIBUSITitik Wahyuningsih, Redi

Wirausahawan Kehutanan,Masyarakat Bersatulah...

Menembus Pasar InternasionalLewat Kerajinan Non-Kayu

Saat Petani Madu HutanSumbawa Dipinang Amway

Pentingnya Memahami Pasar,Sebuah Pelajaran dariBan Huay Sapan Samakee

Mereka yang MengubahHaluan

3

5

6

7

8

Joko Widodo:Harus BisaPasarkanProduk

9

Imam Samekto:Kami IkutMendampingiHingga ke Lapangan

Dorong Si KecilWujudkan Mimpi

Kisah Mebel JeparaMengukir Sejarah

Sujarni Alloy:Hidup Itu Sejarah

11

12

13

14

FKKM

Page 3: WARTA Edisi Februari 2013

33333EDISI EDISI EDISI EDISI EDISI FEBRUARIFEBRUARIFEBRUARIFEBRUARIFEBRUARI 2013 2013 2013 2013 2013

“SAYA sangat merasakan susahnya membangun usaha kecil,” kataGusti Putu Armada. Semula lelaki kelahiran Singaraja, Bali, itu bekerja sebagaiauditor pemerintah pada kantor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan(BPKP). Pada awal 2000, status pegawai negeri itu ia tinggalkan. Ia berniatmemulai usaha kecil di bidang produksi kayu, khususnya untuk interior daneksterior rumah, seperti kusen, pintu, jendela, mebel, dan sebagainya.

Tapi langkah menjadi wirausaha tak semudah mengedipkan mata. Armadatak punya modal. Dan yang lebih mengganggu, ia dihantui sederet keraguan.Sebagai pemula, ia tak yakin mampu membuat produk yang berkualitas. Ia jugaragu, apakah kelak produk yang ia buat bisa laku dijual dan diterima konsumen.

Keraguan itu mulai pupus ketika Armada mulai membangun komunikasi,berkumpul dengan wirausahawan UKM di Buleleng, Bali. Ia membangun jaringandan menimba ilmu dari sesama wirausahawan. Usahanya mulai berkembang.Lewat perusahaan Tia Mandiri, ia menerima pesanan produk-produk kayu.

“Saya memandang bahwa teman pengrajin lainnya adalah partner dari kita, bukankompetitor. Apabila saya mendapatkan jumlah order yang cukup banyak yang tidaksemuanya saya bisa kerjakan, saya bagikan kepada teman-teman lainnya,” kata Armada.

Model bisnis yang ia bangun memberi aneka keuntungan, terutama baginyadan komunitas usaha kecil. Lewat model jaringan antar pengrajin, misal, waktupengerjaan pesanan bisa lebih diatur sehingga konsumen bisa menerima barangtepat waktu. Paralel dengan itu, kepercayaan konsumen makin meningkat. Manfaatberikutnya, para pengrajin mendapat kepastian pekerjaan dan pembayaran. “Denganmodel ini, kita memiliki kesempatan untuk bisa mengerjakan order-order lainyang masuk ke perusahaan,” tambahnya.

Kini omset usaha mebel yang digelutinya rata-rata berkisar Rp 350 jutahingga Rp 450 juta per tahun. Sejak 2009, Armada menambah aktivitas usahanya,penanaman kayu. Jenis kayu yang ia tanam antara lain Jati Gmelina, Albasia,Mahoni, dan sebagainya.

Namun keberhasilan usaha bersama sesama wirausahawan di Bali tak membuatArmada tak puas. Untuk menjadi besar, meningkatkan jangkauan pasar atau menambahmodal, wirausahawan kecil sepertinya masih kerap menemui “tembok”. Ia danrekan-rekannya tak jarang mengalami perlakuan yang tidak menyenangkan. Itupernah ia alami ketika berniat meminjam modal kerja dari sebuah bank pemerintah.Pihak bank menolak permohonan pinjamannya tanpa alasan yang jelas.

“Ini juga membuat saya jengah dan bertekad bahwa saya tidak pantas ditolak,”katanya. Ia meyakini, hambatan-hambatan itu juga dialami pengusaha-pengusahakecil lain, terutama yang bergerak di bidang kehutanan. “Karena itu kami terusberjuang. Kami harus berkomunitas,” ujar Armada.

***

JUNI 2012. Armada sengaja datang dari Buleleng ke Semarang, JawaTengah. Ia menghadiri Kongres I Asosiasi Wirausaha Kehutanan MasyarakatIndonesia (AWKMI) yang digelar di gedung Rimba Graha pada 20-23 Juni2012. Ia bersama-sama beberapa rekannya di kawasan utara Bali bergabungdalam Asosiasi Pengusaha Industri Kecil (APIK). Organisasi ini dibentukuntuk menghimpun sesama pengusaha industri kecil yang tersebar di kawasanutara dan selatan Pulau Dewata. Sebab, secara geografis, jarak antara wilayahutara Bali dengan dan wilayah selatan cukup jauh. Perhimpunan ini punyamimpi besar, tak sekedar mampu bertahan di tengah dinamika ekonomi yangberubah dan kerap tak memberi peluang bagi pengusaha kecil berbasis kehutananseperti Armada dan beberapa pengusaha kecil lain di Bali.

Siang itu duduk bersebelahan dengan mantan Menteri Kehutanan MarzukiUsman, Direktur Utama Perum Perhutani Bambang Sukmananto, Staf KhususMenteri Kehutanan bidang Pemberdayaan Masyarakat San Afri Awang, DirekturBP2H Dirjen BUK Kementerian Kehutanan Dwi Sudarto, dan Direktur EksekutifKehati M.S. Sembiring.

Armada menjadi salah seorang pembicara dalam talkshow yang digelarsebelum kongres. Ia mewakili pengusaha-pengusaha kecil lain. Saat itu takkurang 350 pelaku Wirausaha Kehutanan Masyarakat mengikuti kongres pertamapara pelaku usaha Kehutanan Masyarakat. Mereka berasal dari Pulau Sumatera,Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Papua.

“Kami mendengar AWKMI, kami senang, dengan harapan bisamempersatukan semua pengusaha dari Sabang sampai Merauke,” kata Armadapenuh harap.

Peserta kongres di Semarang itu memiliki impian besar: lahirnya asosiasiyang dapat mendorong lebih keras upaya pencapaian kesejahteraan masyarakatberbasis potensi sumberdaya alam, kehutanan. Sebab, Kehutanan Masyarakat(KM) menjadi keharusan ketika pengelolaan hutan yang tidak melibatkanmasyarakat terbukti gagal dalam upaya pencapaian kesejahteraan masyarakatdan kelestarian lingkungan.

Sebelumnya, Direktur Multistakeholder Forestry Program (MFP) DiahRaharjo dalam sambutannya menyatakan ada empat hal persoalan yang sampaisaat ini mereka hadapi. Pertama, minimnya mengakses modal. Kedua,terbatasnya informasi kebutuhan pasar. Ketiga, rendahnya kemampuanpengelolaan usaha. Terakhir, rendahnya upaya menjaga kontinuitas dari hasil-hasil usaha masyarakat. Apabila empat hal ini tidak dilakukan, penggiat pelakuusaha Kehutanan Masyarakat tidak bisa menjadi pelaku utama dalam pengelolaanyang berkelanjutan.

Sejumlah pengusahakecil kehutanan berhimpun

di Semarang. Merekaberharap asosiasi dapat

membantu mengatasiproblem dalam berbisnis.

Naskah: Samiaji BN,Andhika Vega P

33333EDISI EDISI EDISI EDISI EDISI FEBRUARIFEBRUARIFEBRUARIFEBRUARIFEBRUARI 2013 2013 2013 2013 2013

Page 4: WARTA Edisi Februari 2013

44444 EDISI EDISI EDISI EDISI EDISI FEBRUARIFEBRUARIFEBRUARIFEBRUARIFEBRUARI 2013 2013 2013 2013 2013

“Itu sebabnya hari ini kita semua berkumpulmelakukan sebuah kongres. Ini merupakan suatuupaya ke depan kawan-kawan pelaku usaha untukbisa memastikan bahwa mereka juga dapat berkiprahdan juga memberikan sumbangan yang besar dalamekonomi nasional,” kata Diah yang disambut tepuktangan ratusan peserta kongres.

***

MENURUT Andri Santosa, Ketua PanitiaPelaksana Kongres I AWKMI, semangat ‘HutanUntuk Rakyat’ seharusnya tidak menjadi slogansemata tetapi diwujudkan dalam program nyata yangmenempatkan masyarakat sebagai pelaku utama.Penguatan kapasitas masyarakat harus dilakukankepada masyarakat pelaku untuk menghadapitantangan zaman yang semakin keras. Asosiasi inidiharapkan dapat memfasilitasi dan membantusejumlah kalangan pelaku usaha kehutanan disejumlah daerah yang mengalami pelbagai kesulitan.

Dalam lima tahun terakhir, menurut AndriSantosa yang menjadi ketua panitia pelaksanaKongres I Asosiasi Kehutanan Masyarakat Indonesia(AWKMI), Kehutanan Masyarakat telah mengalamiperkembangan yang cukup berarti. Kebijakanpemberdayaan masyarakat hutan melalui HutanKemasyarakatan, Hutan Desa, Hutan TanamanRakyat, Kemitraan, PHBM, Hutan Adat, HutanRakyat, dan berbagai skema lain telah menempatkanmasyarakat sebagai aktor pengelola hutan diIndonesia.

Dalam pengembangan usaha kehutanan,dibutuhkan perubahan pola pikir dan paradigma.Menurut Marzuki Usman, akses informasi menjadimodal besar dalam mengembangkan usaha. Iamendukung Armada bersama wirausaha KehutananMasyarakat lain di sejumlah daerah untuk berhimpundan membangun jaringan. “Kita harus punyajaringan, dan Jaringan kita harus kuat,” ujar mantanMenteri Kehutanan ini.

Sementara, Bambang Sukmananto menilai,negara memiliki tugas dan tanggung jawab dalammembina dan mengembangkan Hutan Rakyat danuntuk memberdayakan masyarakat. Terlebih lagi,menurut direktur utama Perum Perhutani ini, dalambeberapa tahun ke depan produk kayu Indonesia akanmenghadapi tantangan dan memiliki beberapa pesaingdari negara tetangga, seperti Myanmar.

“Kayu jati akan dapat saingan dari kayu jatiMyanmar. Kayu dari Myanmar merupakan jati alamyang belum ada sertifikatnya. Ini peluang bagi kita,”ujar Bambang.

“Dengan adanya asosiasi akan ada seleksi. Yangpunya kemauan keras akan berkembang,” imbuhBambang yang menyatakan bersedia menjadi “bapakangkat” AWKMI.

Sedangkan Staf Khusus Menteri Kehutananbidang Pemberdayaan Masyarakat San Afri Awangmemandang, tantangan terbesar asosiasi wirausahakehutanan adalah ikut serta dan mendukungpembenahan tata perdagangan produk kayu dan hasilhutan yang selama ini timpang.

Saat ini, marjin keuntungan yang diperoleh parapengelola Hutan Rakyat hanya sekitar 10 persen.Sedangkan keuntungan yang didapat para pedagangmencapai 47 persen. Dalam catatannya, saat inipersentase jumlah pengusaha dalam kategori usahakecil menengah (UKM) di seluruh Indonesia

mencapai 99,8 persen. Sisanya pengusaha besar.“Itu sebenarnya yang harus dibenahi. Jika

AWKMI tidak bisa memperjuangkan, tidak perludibentuk. Yang rugi selalu petani,” komentar Awang.

***

WIRAUSAHA Hutan Masyarakat, termasuk didalamnya para petani hutan yang tersebar di kawasanhutan rakyat, hutan tanaman rakyat dan kawasanhutan lain. Pengelolaan kawasan hutan tersebut,sepenuhnya bergantung kepada rakyat. Hutan,sejatinya bisa berfungsi sebagai kawasan rehabilitasi,serta manfaat ekonomi yang bisa dikuatkan, sebagaihasil kelola tanaman hutan. Namun, para petanitersebut seringkali dihadapkan persoalan keuangan.Tak jarang mereka mengijon tanaman hutannya.

Untuk mengatasi kesulitan para petani hutan,Kementerian Kehutanan siap memberi bantuan modalusaha. Kesempatan akses permodalan akan lebihmudah bila dijabarkan dalam bentuk proposal.Melalui Badan Layanan Umum, Pusat PembiayaanPembangunan Hutan (P2H), Kemenhut membantupembiayaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan(RHL), dapat diterapkan untuk pembangunan danpemeliharaan Hutan Tanaman Rakyat (HTR), HutanRakyat (HR), Hutan Desa (HD), dan HutanKemasyarakatan (HKm) hasil Hutan Bukan Kayu(HHBK) dan restorasi ekosistem. Saat ini yang barumelayani HTR dan Hutan Rakyat, sedangkan HutanDesa, HKm, HHBK, dan Restorasi Ekosistem masihdalam tahap perencanaan. Walau demikian, ke depankeempatnya akan dilayani P2H.

Tahun 2013, P2H Kemenhut menargetkanpenyaluran pinjaman Hutan Tanaman Industri (HTI)tahun 2013 sebesar Rp 336 miliar atau setara dengan21.000 Ha. Sedangkan HTR sebesar Rp42.659.500.000 atau seluas 5.000 Ha. Untuk HutanRakyat seluas 24.000 Ha dengan nilai Rp492.000.000.000 dan HTI sebesar Rp 336 miliar.Agus Isnantio Rahmadi, Kepala Pusat PembiayaanPembangunan Hutan, Kemenhut, kepada Oktobertahun lalu menyatakan, total rasionalisasi itu mencapaiRp. 870.659.500.000 dengan luas 50.000 Ha.

Pengelolaan dana bergulir ini memperhatikanaspek ekonomi, sosial dan ekologi. Tujuannya, untukmendukung pemberdayaan ekonomi, pengentasankemiskinan, perluasan kesempatan kerja, sertaperbaikan mutu lingkungan melalui kegiatan RHL.Syarat keterjangkauan dan kehati-hatian dalampenyaluran, tetap menjadi perhatian BLU.

Mendengar beragam saran dan penjelasan,sebagai pelaku usaha kehutanan Armada mengaku

mendapat inspirasi. Keinginannya untuk berhimpundalam asosiasi bersama wirausahawan kehutanan yanglain kian besar. “Kami perlu banyak belajar,” ujar Armada.Peserta kongres di Semarang kala itu, yang terdiri daripengusaha kecil dan petani hutan, mendaulat Armadasebagai Ketua AWKMI hingga 2015 mendatang.

***

PASCA kongres I AWKMI di Semarang,Armada mulai menyambangi anggota dan pengusaha-pengusaha kecil yang bergerak di bidang kehutanan.Daerah-daerah yang dikunjungi antara lain Jawa,Bali, Lampung, Jambi, Sumatera Utara, Lombok,Sumbawa, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara.

Saat ini ia bersama rekan-rekannya tengahmelakukan pemetaan potensi dan kebutuhan anggota dibeberapa daerah. Selain menyerap aspirasi, ia dan rekan-rekannya berbagi ilmu tentang wirausaha. Menurutnya,modal utama dalam usaha tidak semata-mata berbentukuang, tetapi kemauan dan kerja keras. Ini membuatpengusaha-pengusaha kecil dapat memperolehkepercayaan dalam pergaulan usaha itu sendiri.

Tak cuma itu, ia juga menyadari manfaat danpentingnya membangun jaringan dan kerjasama dengansesama pengusaha-pengusaha kecil lainnya. “Kadang,tanpa sadar kita egois tidak mau membagi order kepadaorang lain dan memaksakan diri mengerjakan sebuahorder tanpa memperhatikan kapasitas yang dimiliki.Sehingga pada akhirnya kita tidak bisa mendapatkepercayaan akibat kualitas kurang baik, waktu yanglewat, dan sebagainya,” ungkap Armada.

Rencananya, selama Januari 2013 ini ia danrekan-rekannya akan ke Kalimantan Tengah danJayapura. “Kami mungkin tidak bisa datang ke setiapanggota AWKMI yang ada, tetapi paling tidak darisetiap daerah yang dikunjungi bisa diambil gambarantentang potensi dan harapan yang dimiliki olehanggota di daerah tersebut,” ujarnya.

Syarat Pengajuan Bantuan Dana BergulirBLU Pusat Pembiayaan Pem-bangunan Hutan*

Surat permohonan pinjaman dari pemegangIUPHHK-HTR,Pernyataan keinginan meminjam dari anggota,Surat rekomendasi Dinas Kehutan-an kabupatensetempat,Fotokopi KTP anggota,SK Pendamping.

*) Seluruh persyaratan dapat dikirim melalui pos.

LAPORAN UTAMA

Page 5: WARTA Edisi Februari 2013

55555EDISI EDISI EDISI EDISI EDISI FEBRUARIFEBRUARIFEBRUARIFEBRUARIFEBRUARI 2013 2013 2013 2013 2013

LAPORAN UTAMA

BORNEO Chic. Bagi yang terbiasaberbelanja, merek itu terdengar sepertimerek sebuah produk impor. Atau produk

dari sebuah butik ternama di luar negeri. Jika Andamengunjungi galeri produk yang dipampang padahalaman situsnya (www.borneochic.com), di sanadijajakan aneka jenis tas, perhiasan, hingga aksesorisdengan desain dan mutu yang prima. Desain produk-produk unggulannya yang menggoda, tak berbedadengan dengan barang-barang branded alias bermerekterkenal.

Tapi siapa sangka, barang-barang itu 100 persenproduk Indonesia. Tepatnya, produk kerajinan non-kayu berbasis kehutanan masyarakat yang ada diPulau Kalimantan. Produk ini digagas olehmasyarakat lokal di tiga provinsi dan enam wilayahmasyarakat adat Dayak, antara lain di Sanggau,Sintang, Danau Sentarum, Kapuas, Kedang Pahudan Bentian.

Salah satu fasiltator sekaligus motor BorneoChic adalah Maria Cristina S. Guerrero yang akrabdipanggil Crissy. Borneo Chic merupakan salah satuprogram yang dilakukan jaringan lembaga Non-timberForest Products Exchange Programme for South andSoutheast Asia (NTFP-EP), sebuah lembaga yangberfokus pada pengelolaan dan kelestarian hutan-hutan di Asia Tenggara dan Selatan lewat pemanfaatanHasil Hutan Bukan Kayu (HHBK).

Di sela Kongres I Asosiasi Wirausaha KehutananMasyarakat Indonesia (AWKMI), di Semarang, Juni2012, Chrissy memaparkan pengalamannya dalamacara temu pasar HHBK. Sejak 2008 ia bersamarekan-rekannya mulai merancang dan membuatproduk Borneo Chic melalui jaringan pendampinganmasyarakat. Lewat jaringan itu, ia mendorongpeningkatan kualitas produk, untuk mendapat hargapremium.

Borneo Chic mengusung mekanisme sertifikasipartisipatif untuk produknya yang memanen hasilhutan bukan kayu secara lestari. Selain itu, bahanbaku produk yang digunakan Borneo Chicmemanfaatkan beragam bahan alami sebagai pewarna,semacam kunyit, mengkudu, dan symplucus sebagaipengikat warnanya.

Namun produk-produk dari bahan yangberkualitas hanya satu aspek dalam rantai perdaganganBorneo Chic. “Paling penting setelah produk adalahkemasan dan brand (merek),” ujar Chrissy.

Tak heran, persoalan merek hingga desain produkdigarap serius oleh Crissy dan kawan-kawan. Dalamproses perancangan, misalnya, Chrissy harusmelakukan riset terlebih dulu, terutama mengenaigaya hidup masyarakat dan kaum urban. Iamenambahkan, setiap tahun Borneo Chic mengadakan

pertemuan dengan konsumen agar lebih memahamikeinginan dan selera para pembeli. Untukmenjangkau beragam pasar, wanita asal Filipina inibersama kelompoknya bekerja sama dengan berbagaikomunitas dan perancang busana. Hasilnya, BorneoChic selalu memiliki desain-desain baru yang selalueksklusif untuk pembeli produk yang umumnyakalangan menengah ke atas.

Lantas, bagaimana Borneo Chic memasarkanproduknya? Menurut Chrissy, ia dan kawan-kawanmemasarkan produk mereka lewat beragam media.Termasuk memanfaatkan teknologi informasi sepertipenggunaan website dan jejaring sosial (social media),seperti Facebook dan Twitter. Ini dilakukan untukmenembus pasar internasional.

Guna mendongkrak keuntungan, Borneo Chicbahkan tak segan mengeluarkan dana yang taksedikit. Termasuk dana untuk membuka geraipenjualan yang menarik dan representatif. Crissy dankawan-kawan bahkan berani membuka gerai dikawasan yang banyak dihuni para ekspatriat, orangasing yang tinggal di Jakarta.

“Dengan begitu, pasar yang memiliki daya belidapat lebih mudah diraih,” katanya.

Berbeda dengan Borneo Chic, AsosiasiPengembangan Industri dan Kerajinan RakyatIndonesia (APIKRI) justru meluaskan pemasarannyadengan ekspor. Menurut Atikah, perempuan asalKlaten yang bergiat di APIKRI, lembaga ini bertujuanmenjembatani kepentingan pasar dan pengrajin,mencari sumber-sumber pendapatan secara mandiriserta membantu meningkatkan standar kualitasproduk.

Sejak berdiri tahun 1987, APIKRI terusmelakukan pendampingan kepada pengrajin.Pendampingan dilakukan untuk sisi ketepatan waktuproduksi serta teknis pemenuhan spesifikasi produk,agar sesuai pesanan pembeli.

Untuk strategi pemasaran produk dilakukanbertahap. Pertama, ia mendampingi pengrajin agarbisa memenuhi kriteria pasar serta meningkatkankualitas produknya. Kedua, ia mempertemukan parapengrajin langsung dengan calon pembeli potensial.Terakhir, APIKRI akan membantu proses ekspor daripengrajin hingga sampai ke tangan pembeli dibelahan dunia lain.

Sejak tahun 2000, APIKRI telah memilikianggota 296 kelompok pengrajin. Semula legalitasbadan usaha tidak menjadi perhatian Atikah dankawan-kawan. Namun seiring perkembangan,APIKRI berubah dan berbadan hukum, menjadikoperasi. Sehingga memudahkan proses perdaganganantar negara. Disamping badan usaha, standardisasidan sertifikasi produk-produk kerajinan dari anggotaAPIKRI menjadi poin penting untuk menembus pasarinternasional. Untuk itu APIKRI terus mendoronganggotanya untuk menggunakan kayu-kayu legal.

Berbagai forum perdagangan nasional maupun

internasional kerap diikuti APIKRI sebagai salahsatu cara pemasaran produk-produk kerajinan. Selainitu, kata Atikah, agar tetap berjejaring dan mengikutitren pasar, lembaga ini selalu terlibat untuk isuperdagangan yang seimbang, adil (fair trade).

Atikah dan kawan-kawannya juga turut memutusmata rantai tengkulak dalam perdagangan kerajinan.Mereka kini mengikat kerjasama dalam bentukkontrak, langsung dengan pembelinya. Denganbegitu, ia bisa lebih meyakinkan para pengrajin.APIKRI bahkan memiliki staf khusus pengendalikualitas dan pemasar, di dalam maupun luar negeri.

“Aturan main produksi dan pemasaran memangharus digarap serius,” imbuh Atikah.

Dari APIKRI, pelajaran berharga tentang kontrakresmi antara pembeli dengan pengrajin, pentingdiperhatikan. Jejaring dalam berbagai forumperdagangan, terbukti berhasil membangun hubunganerat dengan pembeli. Bahkan hubungan itu berlanjutke soal kemanusiaan. APIKRI bahkan sempatmengelola bantuan dari para pembelinya ketikabencana gempa Jogja melanda tahun 2006 silam.

Dari pengalaman Borneo Chic dan APIKRI,tampaknya Indonesia tak akan pernah menjadi negaramiskin. Terlebih jika sumberdaya alam yang adadikelola dengan baik. HHBK masih menyimpan dayajualnya untuk dipoles menjadi cantik, sebelumdiperkenalkan ke mancanegara, untuk dipinangpembelinya.

Keberagaman hasil hutan di Indonesia,khususnya HHBK memiliki berjuta potensi untukdiolah dan dipasarkan. Namun, perlu upaya khususyang serius menanganinya. Lemahnya kemampuanuntuk mengolah bahan menjadi barang bernilai jualtinggi seringkali menjadi persoalan. Belum lagikendala memasarkan dan menjangkau pembeli yangtepat. Peningkatan kapasitas produksi; dari sisikonsistensi produk, ketepatan waktu, hingga kualitasyang sesuai adalah salah satu kata kunci di sisi hulu.

“Mengingat target pasar produk kerajinan yangcukup dinamis, saya menekankan kepada pengrajinagar memiliki motivasi belajar dan berkembang yangkuat agar bisa maju,” tandas Chrissy. ***

Kisah sukses Borneo Chic dan APIKRI memasarkan kerajinan unggulannon kayu dari hutan kemasyarakatan di Kalimantan dan Jawa.

Menembus Pasar InternasionalLewat Kerajinan Non-Kayu

Naskah: Andhika Vega

Page 6: WARTA Edisi Februari 2013

66666 EDISI EDISI EDISI EDISI EDISI FEBRUARIFEBRUARIFEBRUARIFEBRUARIFEBRUARI 2013 2013 2013 2013 2013

LAPORAN UTAMA

Tahun 2007 menjadi tonggak bagi parapetani madu di Sumbawa. Saat ituterbentuk Jaringan Madu Hutan

Sumbawa (JMHS) yang terdiri dari tiga koperasidan sembilan kelompok tani. Sejak terbentuk,lembaga ini menginisiasi perubahan pola panen madu,dari panen peras tangan menjadi sistem tiris. Selainmemperkenalkan pola panen, JMHS menjadipenjamin harga madu petani, khususnya anggotaJMHS yang telah mengadopsi sistem panen lestaridan proses tiris yang menghasilkan produk maduhigienis.

JMHS mengikat para anggota denganmenyepakati harga setiap musim panen, terlepasbarang melimpah atau langka. Seperti hukumpermintaan dan penawaran, harga madu jugadipengaruhi oleh hukum pasar ini. Kesepakatan hargaini menjadi perangsang bagi petani untuk bergabungdi jaringan. Pola ini ikut merangsang kenaikan hargamadu. Dalam lima tahun sejak terbentuknya jaringanini, tahun 2012, harga madu petani segera melonjak,dari Rp 12.000 menjadi Rp 60.000 per botol.

Dipinang AmwayTahun 2008, madu Sumbawa yang diproduksi

JMHS diterima oleh Amway, perusahaan multilevelmarketing melalui PD. Dian Niaga Jakarta sebagaisayap bisnis dari Jaringan Madu Hutan Indonesia(JMHI). Proses menembus pasar ini memakan waktusatu tahun sejak 2007. “Pinangan” Amway ini tidakmudah. Ada sederet syarat, seperti jaminan mutu(quality control) yang ketat karena produk inimerupakan produk pangan.

Selama tiga tahun terakhir ini, madu JMHSmendominasi pasokan madu hutan ke Amway. Pada11 November 2012, berlokasi di Sumbawa Besar,Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan berkenan melepassecara resmi satu ton madu hutan Sumbawa yangmerupakan bagian dari total kontrak empat ton antaraJMHS dengan Dian Niaga Jakarta. Total volumepengiriman madu hutan dari tahun 2008 – 2012telah mencapai hingga 15 ton.

Selain Amway, JMHS dengan sejumlahanggotanya telah memiliki pasar lokal dan regionalyang margin keuntungannya cukup membuat parapegiat JMHS bergairah. Bahkan sekarang JMHS telahsecara bertahap menerapkan pemasaran online melaluiblog www.jaringanmaduhutansumbawa.blogspot.com.

Hingga sekarang posisi JMHS di pemasaran

madu hutan di pasar nasional cukup kuat seiringdengan menurun produksi madu hutan dari DanauSentarum yang dikelola oleh Asosiasi Periau DanauSentarum (APDS) di Kalimantan Barat.

Pengembangan jaringan danstrategi pasar

Nama madu Sumbawa tak jarang juga digunakansebagai merek dagang oleh banyak pedagang madudi berbagai tempat. Tentu ini merugikan Sumbawasebagai lokus geografis daerah penghasil madu. Untukitu JMHS telah mendaftarkan Hak Atas KekayaanIntelektual (HAKI) Indikasi Geografis (geographicindication) Madu Sumbawa kepada KementerianHukum dan HAM. Pada Desember 2011, JMHSresmi sebagai pemegang sertifikat HAKI MaduSumbawa. Ini sebagai antisipasi dini perlindunganproduk-produk yang dihasilkan oleh masyarakat takdisalahgunakan oleh perusahaan produsen madu lain.

Ketika berbagai tamu yang berkunjung keSumbawa, khususnya Kabupaten Sumbawa,pertanyaan pertama yang diajukan adalah dimanabeli madu Sumbawa yang asli. Sejak Kab. Sumbawaada, relatif tidak ada tempat atau outlet yang diyakinitempat penjualan madu Sumbawa yang kualitas baik.Untuk itu, JMHS menangkap peluang ini denganmendirikan outlet resmi madu Sumbawa dengan namaRumah Madu Sumbawa. Rumah Madu Sumbawatelah dibuka secara resmi oleh Bupati Sumbawa Drs.H. Jamaluddin Malik pada bulan Juli 2012. Dimanabangunan Rumah Madu ini merupakan milikpemerintah daerah yang diberikan pengelolaan kepadaJMHS. Rumah Madu Sumbawa ini juga menjadiujung tombak pemasaran madu di tingkat lokalmengingat arus wisatawan, tamu daerah yang kerapmenjadikan madu Sumbawa sebagai oleh-oleh.

Saat Petani Madu Hutan SumbawaDipinang Amway

Disamping itu Rumah Madu sekaligus workshopbagi JMHS dan pusat informasi madu hutanSumbawa.

Untuk memperkuat kerja jaringan selama ini,JMHS menetapkan di Desa Batudulang Kec.Batulanteh sebagai desa pusat pembelajaran maduhutan. Di desa ini JMHS telah memulai membangunPusdiklat mini untuk tempat berbagi pengetahuanantar petani madu di Sumbawa. Beberapa pelatihandilaksanakan di desa ini. Inisiatif ini sekaligus upayauntuk mengintegrasikan perlindungan DASSumbawa terpadu dengan inisiatif pengelolaan hutan.Dimana Desa Batudulang merupakan desa hulu DASyang menjadi sumber air bagi 11 ribu pelangganPDAM kota Sumbawa Besar. Untuk itu JMHSbersama KPH Model KPHP Batulanteh telahmenggagas adanya model perlindungan DAS terpaduberbasis pengelolaan madu hutan di Sumbawa.

Sisi lain dari keberadaan madu hutan yangbanyak dilupakan yakni kemampuan lebah sebagaipeneyerbuk tanaman hutan (pollinators). Kita mestiberterima kasih pada lebah hutan (apis dorsata)karena atas jasa lebah-lah (pollinator services) kitamasih bisa menyaksikan permudaan alami tanamanhutan di berbagai kawasan. Mengingat sebagian besar(85%) penyerbukan tanaman oleh insekta, dan lebahhutan mendominasi sebagai penyerbuk tanaman hutan.Inilah nilai lebah yang belum bisa dikuantifikasikansebagai jasa lingkungan (environtmental services).Bahkan inisiatif pengelolaan madu hutan dalam satuunit kawasan hutan berpotensi juga bagi penyediacarbon untuk dapat naik kelas menjadi perdagangancarbon (carbon trading).

*) Inisiator dan fasilitator Jaringan MaduHutan Sumbawa/JMHS,

[email protected]

Oleh Julmansyah*)

Naskah: Julmansyah*)

Page 7: WARTA Edisi Februari 2013

77777EDISI EDISI EDISI EDISI EDISI FEBRUARIFEBRUARIFEBRUARIFEBRUARIFEBRUARI 2013 2013 2013 2013 2013

WAWANCARA

Sosoknya makin dikenal publik ketikamencalonkan diri dan berambisi menjadiorang nomor satu di Jakarta dalam

Pemilihan Kepala Daerah pada September 2012 lalu.Kini ambisi Joko Widodo, akrab disapa Jokowi,telah tercapai. Ia menjadi Gubernur DKI Jakarta yangke-16 setelah melewati pemilihan dua putaran.

Sebagai orang nomor satu di ibukota negeri ini,beban Jokowi menggunung. PR-nya adalahmembenahi problem di Jakarta yang diwariskan daripejabat sebelumnya. Untuk “mempercantik” Jakarta,ia dihadapkan pada problem kemacetan, permukimanmurah, transportasi publik, tata ruang, pendidikanyang terjangkau semua kalangan, kesehatan danpelayanan publik cuma-cuma hingga masalah banjiryang mendera Jakarta hampir setiap tahun.

Agenda Jokowi super-padat. Dari rapat ataupunterjun ke tengah-tengah masyarakat, melihat langsungke lapangan. Saat Warta FKKM meminta kesediaannyauntuk diwawancara secara khusus di awal November2012, ia nyaris tak punya waktu. Staf Humas diBalaikota menyatakan, jadwal wawancara Jokowi padathingga akhir tahun. Namun itu tak membuat reporterWarta FKKM, Benediktus Krisna Yogatama menyerah. Pertengahan November itu tengah menunggu diluar Balaikota, upaya Krisna berbuah. Wawancara itupun dilakukan di atas mobil dinasnya selama perjalananmenuju Rumah Sakit Koja, Jakarta Barat. Jokowimenjawab sederet pertanyaan berkaitan dengan rencanadan program prioritasnya selama menjabat sebagaigubernur. Tak hanya itu, ia juga memberi tips dalamberwirausaha. Khususnya usaha yang memanfaatkan hasilhutan sekaligus mengelola kelestariannya. Sekedarinformasi, Jokowi adalah rimbawan jebolan FakultasKehutanan Universitas Gajah Mada tahun 1985. Iamemiliki usaha yang bergerak di bidang permebelan.Produksi mebelnya sudah menjangkau pasarinternasional. Untuk memenuhi pasar ekspor, kayu jatiyang menjadi bahan baku industri mebelnya telahmemenuhi standardisasi dan sertifikasi.

Berikut ini hasil wawancara reporter Warta FKKM,Krisna, dengan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo.

Memasuki musim hujan ini apa rencanabapak untuk mengatasi banjir di Jakarta?

Banjir itu masalah besar. Macet itu masalahbesar. Jadi jangan... apa, jangan... tanya atau jangameminta langsung balik tangan selesai. Artinya adaproses, tahapan-tahapan, pendek, tengah dan panjang.Tapi yang paling penting tiap tahun itu ada progress-nya, kelihatan progress-nya, berkurang-berkurangdan nanti bisa sama sekali hilang.

Lalu upayanya apa? Apakah denganmengajak pemda Bogor, Depok, dan sekitarnya?

Iya sudah, kita (pemda) sudah dengan gubernurJawa Barat, Banten, untuk ikut bersama-samamenanggulangi banjir itu. Juga dengan kementerianPU (Pekerjaan Umum) juga. Karena apa, terutama untuk

kali-kali besar butuh pengerjaannya dilakukan olehkementerian PU dan juga, ya progress-nya nanti kelihatan.

Waktu di Solo, Anda menggunakan pompaair untuk menanggulangi banjir. Apa Anda akanmenggunakan strategi itu lagi di Jakarta?

Ada yang pakai pompa, ada yang pakainormalisasi sungai. Itu macem-macem. Yang banyakitu normalisasi sungai, tapi di beberapa titik harusada yang pakai pompa.

Rencana itu kapan realisasinya?Ya itu rencananya tahun depan. Mulai tahun

depan dikerjakan, dikerjakan, dikerjakan.Soal Tata Ruang DKI Jakarta, sejauh mana

perkembangannya? Apakah ada evaluasi dan realisasiRencana Detail Tata Ruang (RDTR) DKI Jakarta?

Inikan Perda-nya dalam pengerjaan, mungkinsebulan dua bulan ini selesai. Tetapi yang paling pentingkan bukan masalah detailnya, tapi dalam pelaksanaanitu, yang namanya tata ruang itu jangan bisa dibeligitu. Kalau itu untuk hijauan, ya untuk hijauan. Kalauuntuk tangkapan air, ya tangkapan air. Kalau untukembung(?) ya untuk embung. Jangan hijauan dijadikanmal, tangkapan air jadi apartemen, itu yang ga boleh.Percuma kita punya RDTR, Rencana Detail Tata Ruang,tapi pelaksanaannya tidak ada konsistensi.

Apakah Anda akan melibatkan warga Jakartauntuk evaluasi tata ruang DKI Jakarta?

Dari RT/RW, Lurah, semua dilibatkan, ikutsemua.

Saat kampanye Bapak berjanji untukmenambah Ruang Terbuka Hijau (RTH)menjadi30% RTH Jakarta. Langkah-langkah apa yangakan Bapak lakukan?

Beli lahan sebanyak-banyaknya, setiap tahun.Untuk dijadikan ruang terbuka hijau, jadikan taman,ruang publik.

Apakah hal itu bisa dicapai, kan 20 persenitu sekitar 120 kilometer persegi ...?

Bisa, bisa. Itu kan 10 persen privat, 20 persenkita (pemda) kan untuk ruang publiknya. Bisa, yangpaling penting niat, komitmen. Itu saja sudah.

Apa upaya Anda untuk melindungi kawasankonservasi seperti gedung bersejarah Jakarta daripembangunan jalan dan pusat perbelanjaan?

Sudah ada perdanya. Tidak bisa diutak-atik. Denganalasan apapun. Karena itu adalah masalah proteksi dankonservasi, benda-benda cagar budaya. Heritage.

Omong-omong soal kewirausahaan. Selamadi Solo, anda dikenal sebagai sahabat pedagangkaki lima. Di Jakarta yang telah dikepung mal,waralaba, bagaimana anda bisa melindungi danmendorong ekonomi pedagang kecil ini?

Sama. Diproteksi, diberi ruang, diberikesempatan. Dibuatkan pasar, sentra PKL, dibuatkangerobak, sehingga secara penampilan, secarapelayanan mereka mempunyai peningkatan.Sehingga tidak kalah bersaing dengan mal dansupermarket-supermarket. Harus riil, ya,harus riil.

Sebagai wirausahawan kehutanan yangmengelola hasil olah dari pohon, bagaimanaAnda menghadapi kesulitan-kesulitan birokrasi,pembiayaan, produksi, hingga pemasaran?

Kalau sekarang ini bukan masalah problemproduksinya. Problem-nya itu problem pasar. Kalauproduknya bisa diterima pasar ya, mereka akan terusberproduksi, tidak masalah. Urusan dengan birokrasihanya pada saat-saat tertentu saja tidak harianlah.

Bila kalangan-kalangan petani berniat sejahteradan maju seperti Anda, bagaimana caranya?

Ya... selain menanam, ya kan? Harus bisamemproduksi, harus bisa memasarkan. Orientasinyaharus orientasi pasar, lihat pasar dulu baruberproduksi, baru menanamnya. Jadi dibalik, janganmenanam dulu, berproduksi dulu, baru cari pasar.Nanti bingung cari pasarnya, gak bisa jual.

Kenapa bapak harus sampai repot-repotmembawa kasur kayu jati dari Solo, apakeistimewaannya?

Keistimewaannya ya kalau dipakai tidur bisapulas. Karena sudah dipakai lama, dipakai tidur pulas.Jawabannya, ya itu.

BIOGRAFI

Karir:Pendiri Koperasi Pengembangan Industri KecilSolo (1990)Ketua Bidang Pertambangan & Energi KamarDagang dan Industri Surakarta (1992-1996)Ketua Asosiasi Permebelan dan IndustriKerajinan Indonesia Surakarta (2002-2007)

Penghargaan Individu:10 Tokoh di Tahun 2008 oleh Majalah TempoUniversitas Negeri Sebelas Maret SurakartaAwardBung Hatta Anticorruption Award (2010)Charta Politica Award (2011)Wali Kota teladan dari Kementerian DalamNegeri (2011)

Beberapa penghargaan saat menjabat Walikota Solo:Kota dengan Tata Ruang Terbaik ke-2 diIndonesiaPiala dan Piagam Citra Bhakti Abdi Negara dariPresiden Republik Indonesia (2009), untuk kinerjakota dalam penyediaan sarana Pelayanan Publik,Kebijakan Deregulasi, Penegakan Disiplin danPengembangan Manajemen PelayananPenghargaan dari Departemen Keuangan berupadana hibah sebesar 19,2 miliar untuk pelaksanaanpengelolaan keuangan yang baik (2009)Penghargaan Kota Solo sebagai inkubator bisnisdan teknologi (2010) dari Asosiasi InkubatorBisnis Indonesia (AIBI)Pemerintah Kota Solo meraih penghargaan kota/kabupaten pengembang UMKM terbaik versiUniversitas Negeri Sebelas Maret alias UNSSME’s Awards 2012Penghargaan Langit Biru 2011 dari KementerianLingkungan Hidup untuk kategori Kota dengankualitas udara terbersih.Penghargaan dari Presiden dalam bidang PeloporInovasi Pelayanan Prima (2010).

JokJokJokJokJoko Wo Wo Wo Wo Widodo:idodo:idodo:idodo:idodo:

Harus Bisa Pasarkan Produk

Page 8: WARTA Edisi Februari 2013
Page 9: WARTA Edisi Februari 2013
Page 10: WARTA Edisi Februari 2013
Page 11: WARTA Edisi Februari 2013
Page 12: WARTA Edisi Februari 2013

88888 EDISI EDISI EDISI EDISI EDISI FEBRUARIFEBRUARIFEBRUARIFEBRUARIFEBRUARI 2013 2013 2013 2013 2013

KOMUNITAS

HUTAN tropis menjadi sumberkehidupan bagi masyarakat yangberada di dalam dan sekitarnya. Ia

menyediakan pelbagai kebutuhan masyarakat ini,seperti sumber pangan, energi, air, bahan bangunandan sebagainya. Untuk menambah pendapatan merekamemanfaatkan dan menjual hasil-hasil hutan nonkayu. Namun tidak sedikit dari masyarakat ini yangterbelenggu dalam kemiskinan.

Ada sejumlah faktor yang memicu kemiskinanini. Mulai dari persoalan regulasi hingga minimnyapemahaman tentang bagaimana meningkatkankesejahteraan melalui pasar dan produk-produk hutan.

Di sini saya tak akan bicara masalah regulasi,tapi tentang pasar. Khususnya, dari apa yang sayapelajari baru-baru ini di Bangkok, Thailand.

Selama 1 hingga 5 Oktober tahun lalu, sayamengikuti pelatihan yang diadakan The Center forPeople and Forest (RECOFTC). Kegiatan ini diikutioleh 17 peserta dari negara ASEAN dan Sri Langka.Tema kegiatan ini pelatihan ini “CommunityLivelihoods and Markets; Improving Market Accessin the Context of Climate Change.” Dari Indonesiaada empat peserta yang berkesempatan mengikutipelatihan ini, yakni utusan dari KementerianKehutanan RI, Sekretariat ASEAN-Jakarta, dan dariForum Komunikasi Kehutanan Masyarakat (FKKM)yang terdiri dari 2 orang.

Saya sendiri mewakili FKKM – Sulawesi Selatandan Sulawesi Community Foundation (SCF). Disana saya berkesempatan bertemu, bertukar pikirandan pengalaman dengan seluruh peserta dari berbagainegara ASEAN + Sri Langka tentang bagimanasebuah masyarakat yang berada di dalam dan sekitarhutan (community forest) dapat memahami kontekssumber pendapatan atau mata pencarian dalam sebuahsistem perdagangan yang berbasis pasar. Juga, tentangrantai nilai (value chain) dan nilai tambah (valueadded) dari produk-produk hasil hutan atas produkyang mereka hasilkan.

Pemahaman terhadap rantai nilai dan identifikasinilai tambah produk-produk hasil hutan ini menurutsaya amat penting. Karena keduanya berkaitan eratdengan upaya masyarakat melakukan adaptasi danmitigasi terhadap perubahan iklim. Sehinggakeberlanjutnan (sustainability) sumber pendapatanmasyarakat dapat terus berlangsung.

Ada tiga kerangka obyektif yang ingin dicapaimelalui pelatihan ini. Pertama, bagaimana para pesertamemahami potensi pasar sebagai sebuah sistem yangdapat berkontribusi terhadap kehidupan masyarakat.Kedua, bagaimana kita memanfaatkan danmenggunakan rantai nilai sebagai sebuah pendekatanuntuk mengakses sistem berbasis pasar. Dan ketiga,melakukan pemetaan terhadap setiap rantai nilaiuntuk menentukan intervensi seperti apa danbagaimana yang dapat kita lakukan untukmemperkuat kehidupan masyarakat sebagai responterhadap perubahan iklim.

Pendekatan dan metode yang digunakan selama

pelatihan sangat partisipatif. Saya dan para pesertalainnya diberikan ruang untuk berpartisipasi dalamsetiap sesi maupun topik yang dibicarakan Suasanapelatihan menjadi sangat dinamis dan konstruktif.Tidak ada sesi pembahasan tanpa diskusi kelompokmaupun presentasi untuk mendalami masalah yangada, baik itu contoh kasus yang ada di negara masing-masing maupun beberapa contoh fakta yangdisampaikan oleh para trainer dan fasilitator.

Di hari pertama hingga hari ketiga pelatihan,para trainer dan fasilitator menjejali kami denganbeberapa konsep dan teori dasar tentang apa yangdimaksud dengan “community livelihood” danbagaimana perubahan iklim “climate change”berdampak terhadap kehidupan kita. Di sini kamibelajar memahami konsep sumber pendapatan atau“livelihood” yang diterjemahkan dalam lima elemen(asset) penting. Elemen pertama, sumberdayamanusia. Kedua adalah sumberdaya alam. Elemenketiga adalah infrastruktur. Keempat adalah dukungankeuangan, finansial. Elemen terakhir adalah apa yangdisebut sebagai modal sosial. Kelima elemen inimempengharuhi setiap keputusan atas intervensiseperti apa yang akan kita lakukan.

Konsep tentang rantai nilai menjadi sebuahkonsep yang rumit untuk dipahami. Sebab, kita harusmemahami betul setiap mata rantai untuk pasar darisebuah produk yang dihasilkan oleh komunitas danbagaimana kita mengidentifikasi setiap mata rantaitersebut.

Untuk lebih memahami konteks, hari keempatpelatihan diagendakan untuk mengunjungi salah satu“community forest” di sebelah utara Kota Bangkok.Namanya Ban Huay Sapan Samakee. Masyarakat initinggal di subdistrik Nong Rong, ProvinsiKanchanaburi, Thailand. Mereka mengelola potensihutan seluas kurang lebih 161.28 hektar.

Salah satu aturan prinsipil yang mereka tetapkanbahwa setiap anggota komunitas dilarang untukmenebang pohon yang sudah ditanam di kawaasan

hutan tersebut. Anggota komunitas hanya dapatmemanfaatkan potensi komoditas selain kayu (non-timber forest product) untuk dimanfaatkan sebagaiproduk yang dapat bernilai ekonomis.

Beberapa produk yang mereka hasilkan darimemanfaatkan kawasan hutan tersebut dapatdigolongkan dalam empat kategori produk utamayaitu jamur (mushroom), sayur-sayuran yang tumbuhliar (wild vegetables), tanaman herbal (herbs) kuranglebih 200 jenis dan beberapa jenis hewan “Animals”.Dari semua produk non-kayu ini, setidaknya daripengamatan yang saya lakukan telah mampuberkonstribusi terhadap peningkatan kesejahteraananggota komunitasnya.

Karena memiliki kemampuan dalam mengelolakawasan hutan ini masyarakat Ban Huay SapanSamakee menjadi tempat “belajar” bagi banyak orangyang ingin mengetahui lebih jauh tentang pengelolaankawasan hutan oleh komunitas. Terutama, belajartentang manfaat secara ekonomis yang dapat diambildari menjaga kawasan hutan. Bahkan ke depan merekatelah merencanakan pembangunan gedung pelatihantraining center sebagai pusat pembelajaran,mengingat banyaknya orang yang datang untukbelajar.

Di akhir pelatihan, saya dan para peserta laindiminta untuk menunjukkan komitmen pribadi(personal commitment), tentang apa yang telahdidapatkan melalui pelatihan ini dapat berkonstribusiterhadap pembangunan “community forest” melaluiprogram nyata yang dapat dilakukan di daerah saya.

Saya sendiri berkomitmen untuk melaksanakankegiatan pengembangan potensi lokal masyarakat diMuna Sulawesi Tenggara yang sudah terlembagakanmelalui Koperasi Jati dalam bentuk pelatihanpengembangan produk kerajinan (handicraft)berbahan baku limbah Jati dan sumber daya hutanlainnya yang ada di lahan mereka sendiri.

*) FKKM Sulawesi Selatan

Pentingnya Memahami Pasar,Sebuah Pelajaran dari Ban Huay Sapan Samakee

Naskah: Awaluddin*

Masyarakat Ban Huay Sapan Samakkee di Provinsi Kanchanaburi, Thailand

Page 13: WARTA Edisi Februari 2013

1 31 31 31 31 3EDISI EDISI EDISI EDISI EDISI FEBRUARIFEBRUARIFEBRUARIFEBRUARIFEBRUARI 2013 2013 2013 2013 2013

Naskah: Hasantoha Adnan

1. Menunggang badai: Untaiankehidupan, tradisi dan kreasi aktormebel Jepara; Penyunting: HerryPurnomo, Rika Harini Irawati danMelati, CIFOR-Bogor, 2010.

2. Pelangi di Tanah Kartini: Kisah aktor mebel Jepara bertahan dan melangkah ke depan; Penyunting: Rika Harini Irawati dan Herry Purnomo, CIFOR-Bogor, 2012.

PERDAGANGAN mebel dunia berkembang sangat pesat. Tahun 2010,nilai perdagangan komoditi ini mencapai hampir 1,4 milyar dolar AS.

Mebel dari kayu jati dan mahoni paling diminati di dunia karena alasan kekuatan danestetika. Indonesia sebagai salah satu pemasok terbesar dunia, sangat berkepentingandengan keberlanjutan industri mebel. Pasalnya, industri ini menyerap tenaga kerjayang besar, teknologi yang relatif dikuasai, dan bernilai ekonomi tinggi.

Salah satu daerah penghasil mebel adalah Jepara, Jawa Tengah. Berdasarkan datadari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jepara tahun 2010, daerah ini menyumbangsekitar 10 persen dari total ekspor mebel Indonesia. Sebagai daerah yang terkenaldengan kerajinan ukir dan pusat industri mebel baik di Indonesia maupun dunia, Jeparaterus mengembangkan potensinya untuk kembali mencerahkan permebelan Indonesia.

Gambaran tentang industri permebelan Jepara, perjuangan dan prestasi yangberhasil ditorehkan para pelakunya diuraikan dalam dua buku yang diterbitkanCenter for International Forestry Research (CIFOR), Bogor, baru-baru ini. Bukupertama berjudul “Menunggang badai: Untaian kehidupan, tradisi dan kreasiaktor mebel Jepara.” Kedua, berjudul “Pelangi di Tanah Kartini: Kisah aktormebel Jepara bertahan dan melangkah ke depan.” Keduanya merupakan hasilpenelitian kaji-tindak yang dilakukan oleh CIFOR yang didukung oleh AustralianCentre for International Agricultural Research (ACIAR). Riset ini dilaksanakansejak tahun 2008, dan akan berakhir hingga 2013.

Bertahan di pusaran pasar mebel duniaBuku “Menunggang Badai...” memaparkan persaingan yang ketat di antara

para aktor untuk bertahan dan sukses dalam bisnis permebelan dunia. Keadaanini dialami oleh Jepara sebagai pusat industri mebel dengan budaya ukir yangtinggi. Pengrajin, pengusaha besar, birokrat dan budayawan berkisah tentangrealitas, tantangan dan usaha yang mereka lakukan untuk bertahan. Merekaadalah gambaran dari ribuan orang yang mencoba untuk bertahan dan mencerahkanmebel Jepara khususnya dan Indonesia pada umumnya.

Ada Margono, seorang pengrajin mebel skala kecil. Di sini ia mengungkapkanpengalamannya bekerja di industri mebel, susah-senang dalam mengembangkan

usaha, dan harapanya agar lembaga-lembaga, seperti CIFOR, dapat memfasilitasipengembangan sumber daya manusia dan pendirian warung kayu, mempermudahakses keuangan dan pasar, serta memberdayakan asosiasi pengrajin kecil.

Cerita lain diungkapkan kelompok pengrajin kecil yang dipimpin oleh EdyTurmanto dan Muhtadi, yang menceritakan jatuh-bangunnya mebel Jepara,terjadinya penebangan liar, penurunan kualitas mebel, munculnya kelompok dankoperasi, perpecahan kelompok, dan upaya mempertahankan kelompok.

Kisah Bambang Kartono Kurniawan, Ketua Pusat Pengembangan Desain MebelJepara (Jepara Furniture Design Centre atau JFDC) lain lagi. Ia berusaha memahamimotivasi generasi muda dalam pelestarian budaya ukir Jepara, serta dampak degradasihutan yang disebabkan oleh permintaan kayu yang berlebihan tanpa disertai denganpengelolaan hutan yang baik dan kebijakan pemerintah yang dibutuhkan untukmendukung kewirausahaan. Peran pendidikan dan pelatihan mengukir, sertakepemimpinan dan keterlibatan Suhud, pelaku ukir lokal juga diungkap di dalamnya.

Buku ini juga memperlihatkan peran Salembayong, seorang pejabatpemerintah Jepara yang memprakarsai pembangunan gedung Jepara Trade andTourism Centre (JTTC) untuk mengembangkan dan memberi nilai tambahindustri mebel melalui pengembangan desain produk; perlindungan dan sertifikasidesain produk; mengembangkan pasar yang luas untuk produsen Jepara danperdagangan alternatif seperti pelelangan, peningkatan sumber daya manusia;dan teknologi informasi berbasis promosi, bisnis dan informasi; serta mendorongmunculnya pengusaha muda untuk merevitalisasi Asmindo.

Kisah inspiratif para pelaku usahaSementara, buku “Pelangi di Tanah Kartini...” mengisahkan keragaman

pelaku industri mebel yang saling melengkapi seperti sebuah pelangi yang indah.Terdapat kisah pengrajin kecil, perjuangan perempuan pelaku industri mebel danukir, sekelompok petani hutan, penggiat seni ukir relief serta dari kalangan birokrat.Harapannya, kisah mereka dapat menginspirasi dan menjadi pelajaran berhargabagi kelangsungan industri mebel di Indonesia, khususnya di Jepara. Dalam risetaksi ini, peran para aktor lokal sangat penting. Mereka sudah sekian lama berkutatdalam dinamika industri mebel dan berusaha bertahan serta sukses dalammengembangkan industrinya. Mengambil cara penulisan yang relatif sama denganbuku sebelumnya, buku ini mengungkapkan beberapa pengalaman pribadi parapelaku industri mebel yang ditulis langsung oleh pelakunya.

Para pelaku ini terdiri dari pengrajin pria dan wanita, petani hutan dan pengambilkebijakan. Cerita-cerita ini memberikan perspektif nyata mengenai mebel Jepara daripara aktor industri di lapangan, baik pria maupun wanita. Seperti kisah Sutrisno,seorang pengukir relief Jepara. Putra asli Jepara yang juga lulusan Insitut Seni Indonesia(ISI) Yogyakarta (1996) meyakini bahwa seni relief kayu Jepara punya keunggulan unikyang berbasis budaya Jepara sehingga harus dilestarikan dan dikembangkan. Pemahamandan keterampilan yang mendalam tentang relief menjadikannya sebagai seorang yangdisegani di kalangan seniman Jepara. Sutrisno juga seorang penggiat koperasi yangberhasil menumbuhkembangkan koperasi di lingkungannya.

Sedang sosok Intiyah yang diceritakan dalam buku ini menggambarkanperjuangan perempuan dalam industri mebel jati di Jepara. Ia adalah perempuanpengrajin ukir lokal di Desa Menganti, Jepara. Ia belajar mengukir dari pemahamantentang ornamen dan ukiran, motif ukiran, serta peralatan. Selain itu Intiyah jugamenjadi kader desa yang aktif berkiprah di Koalisi Perempuan Indonesia danmencoba mengurai tantangan perempuan dalam dunia permebelan.

Cerita Sudiharto agak berbeda. Ia adalah anggota sebuah kelompok tani diJepara. Sudiharto menceritakan tentang hutan rakyat dan hutan yang dikelola Perhutani,beserta perhatiannya terhadap kerusakan hutan karena pembalakan liar dan kegiatantambang. Ia juga menyoroti kegiatan Pemda Jepara dan kelompoknya dalammenghijaukan Jepara demi perbaikan lingkungan dan pasokan bahan baku mebel.

Tak hanya pengrajin dan pengusaha, buku ini juga mengangkat sosok birokratyang bergelut di bidang permebelan. Di sini diceritakan tentang Sujarot, sosokbirokrat yang telah malang melintang di dunia kebijakan kehutanan dan permebelandi Jepara. Dari pengalaman itu, ia mempunyai pemikiran yang unik tentang efisiensibahan baku, high-end product, eksplorasi sumber bahan baku kayu jati, permodalan,standardisasi harga, kemitraan, dan strategi untuk menembus pasar mebel. Kontribusipemikirannya sangat penting bagi pengembangan industri mebel pada masa mendatang.

Dari cerita-cerita tersebut diharapkan kita dapat mengambil pelajaran untukmeningkatkan keberlangsungan industri mebel di Jepara. Ini dilakukan tidak hanyakarena alasan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat tetapi juga karena alasan budayadan kegigihan masyarakat mempertahankan karya dan peradaban mereka. Ceritakeinginan masyarakat dalam meningkatkan nilai tambah dari produk asli mereka inibisa menjadi inspirasi bagi siapa saja yang menekuni wirausaha berbasis hutan.

RESENSI BUKU

Kisah Mebel JeparaMengukir Sejarah

Page 14: WARTA Edisi Februari 2013

1 41 41 41 41 4 EDISI EDISI EDISI EDISI EDISI FEBRUARIFEBRUARIFEBRUARIFEBRUARIFEBRUARI 2013 2013 2013 2013 2013

OKTOBER 2004. Institut Dayakologi, sebuah lembaga yangberfokus dalam penelitian, advokasi kebudayaan Dayak, mendorongpeningkatan kesadaran perempuan, dan ekonomi kerakyatan

masyarakat Dayak mengadakan seminar dan lokakarya tentang adat budaya. Disini saya mulai mengenal sosok Sujarni Alloy yang bekerja di Institut Dayakologi.

Selain menggelar semiloka, saat itu ia sedangmelakukan penelitian terhadap wilayah masyarakatDayak. Dari situ saya mengetahui, ia menyukaiKampung Sanjan. Ia senang karena hutan adat dikampung ini masih terjaga. Masyarakat di kampungini menjunjung tinggi adat istiadat.

Semiloka ini melahirkan sebuah lembaga yangakan berperan menguatkan kelembagaan Adat danmerevitalisasi budaya tradisi lisan, yaituPerkumpulan Tapakng Olupm Macatn Sangi yangdi singkat TOMAS.

Persahabatan kami semakin erat setelah sayaterpilih sebagai ketua TOMAS, sedang ia menjadimanajer program yang mendampingi TOMASdalam melaksanakan kerjasama dengan InstitutDayakologi sesuai dengan nota kesepakatan. Selamasatu tahun, ia bolak balik antara Pontianak-Sanggau.Setiap tiga bulan ia datang ke Sanjan.

Ia adalah sosok sahabat dan guru yang baik.Saat mendampingi, banyak hal yang dapat dipelajari.Sosok santun disukai para orang tua, sikapnyaramah serta bicara sopan. Ia juga memiliki karakterkepemimpinannya tidak dipunyai para pemimpinlainnya.

Kecendikiawanannya tentang masyarakat Dayaksudah diakui luas lewat hasil-hasil penelitiannya.Seorang peneliti yang telah menjejakkan kaki diseluruh kampung dan kota di Kalimantan Barat.Hampir tak seorangpun yang pernah melakukan halserupa termasuk pejabat daerah seperti bupati ataugubernur. Hasil penelitiannya dituangkan dalamsebuah buku berjudul Keberagaman Suku danBahasa Dayak di Kalimantan Barat diterbitkan oleh Institut Dayakologi.

Ini penelitian yang lengkap dan menjadi referensi utama bagi peneliti lainyang melakukan penelitian terhadap masyarakat Dayak.

Di balik kecendikiawanannya, saya lebih mengenalnya sebagai sosok yangbersahaja dan sederhana. Di Sanggau, ia sering menginap di rumah saya. Iniyang membuat saya paham minuman kesukaannya: kopi pahit tanpa gula.Sebaliknya, bila saya pergi ke Pontianak, saya menginap di rumahnya. Kamikerap berdiskusi tentang banyak hal. Dan, saya banyak menimba ilmu darinya.

“Hidup itu sejarah,” katanya suatu kali kepada saya. “Hanya apakah kitaakan tercatat dalam sejarah atau kita hilang dari sejarah.”

Bagi saya, ia merupakan sosok seorang pejuang bagi masyarakat Dayak. Iaterlibat aktif dalam sejumlah organisasi. Lewat Aliansi Masyarakat Adat Nusantara(AMAN) di Kalimantan Barat, ia mendorong pemberdayaan dan kemandirianmasyarakat Dayak. Ia selalu mengajak saya dalam kegiatan besar AMAN di

Sanggau untuk jadi ketua panitia lokal. Dari sini saya paham betul karakterseorang pemimpin: memberi kepercayaan kepada orang lain untuk membantunya.

Saya masih ingat beberapa pernyataan sederhana yang sangat berarti bagisaya. Termasuk yang selalu ia sampaikan kepada masyarakat Adat. “Bila kamumenyepelekan budayamu, maka hilanglah identitasmu,” kata-kata itu begitumembekas dalam ingatan saya.

Apa yang rasakan tampaknya juga diungkapkan Sekjen AMAN AbdonNababan pada saat misa requiem di Gereja St.Agustinus. Di sana ia mengatakan, “Bapak SujarniAlloy tidak saja bekerja sesuai dengan manajemenorganisasi, tapi ia bekerja dengan ketulusan hati.Panggilan jiwa sebagai aktivis sejati membuatnyabekerja ekstra. Kasus-kasus masyarakat adat denganperkebunan kelapa sawit, tambang dan hutan Adatselalu jadi perhatian.

Saya masih ingat beberapa kasus-kasus yangmenyedot perhatiannya. Perjuangan membebaskanKepala Desa Semunying Jaya dari Tahanan PolresBengkayang, karena mempertahankan hutan adat.Kasus lainnya, ia berjuang membebaskan Andidan Japin masyarakat Adat Tanjung KabupatenKetapang dikriminalisasi oleh perusahaan sawit.Pekerjaan ini dilakukan bersama beberapa lembagayang ada di Pontianak, terutama gerakan PancurKasih. Ia ikut memperjuangkan legalitas HutanAdat yang diaspirasikan oleh masyarakat adatSungai Utik, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Iamemperjuangkan pemetaan Hutan Adat SanjanSebiau dan pengakuan Pemerintah KabupatenSanggau bersama Perkumpulan TOMAS.

Di tengah pelbagai kesibukan danperjuangannya untuk masyarakat adat, iamengingatkan saya akan mulianya perjuanganseorang aktivis. Suatu kali ia bilang, “Sadarilahbahwa kita lahir bukan hanya untuk diri sendiri,tetapi kita dibutuhkan oleh banyak orang”. Yangpaling berkesan dan selalu diingat adalah padasaat kami dari Pengurus TOMAS menyelesaikansatu pekerjaan dan mendesak harus diselesaikan.

Semalaman ia tidak tidur, sementara kami bertiga bergantian tidur, satu diantarakami menemani beliau.

Kecintaan Sujarni Alloy terhadap lingkungan, terutama untuk keadilan ataukeseimbangan lingkungan menjadi hal mendasar yang penting dan harusdiperjuangkan. Baginya tanah, hutan dan air merupakan satu kesatuan yang takterpisahkan. Tanah melambangkan kehidupan, hutan adalah nafas hidup, dan airadalah darah yang mengalir.

Pengelolaan hutan berkelanjutan dan memperhatikan aspek lingkunganmerupakan hal terpenting dalam pembangunan. Hentikan pembabatan hutanAdat untuk perkebunan skala besar, hutan tanaman Industri dan tambang. Baginyamasyarakat Adat yang berdaulat adalah masyarakat Adat yang mengelola tanahdan hutannya sendiri untuk kesejahteraan dan diwariskan kepada anak cucu. Iniadalah perjuangan yang harus dilanjutkan oleh para generasi muda dan temanaktivis lainnya

Sujarni Alloy

Hidup Itu SejarHidup Itu SejarHidup Itu SejarHidup Itu SejarHidup Itu SejarahahahahahNaskah: Rufinus Daeng

IN MEMORIAM

Page 15: WARTA Edisi Februari 2013

1 51 51 51 51 5EDISI EDISI EDISI EDISI EDISI FEBRUARIFEBRUARIFEBRUARIFEBRUARIFEBRUARI 2013 2013 2013 2013 2013

KABAR FKKM

FKKM bersama RECOFTC danLSM BALANG menggelar Lokalatih KehutananMasyarakat, Kewirausahaan dan Perubahan Iklimyang dilakukan di Balai Desa Labbo, Kab. Bantaeng,Sulawesi Selatan. Acara ini digelar pada 5-10 Januari2013. Selain staf dinas Kehutanan dan LSMpendamping, lokalatih diikuti oleh 28 peserta yangmerupakan pengelola beraneka ragam kehutananmasyarakat: hutan desa, hutan kemasyarakatan(Hkm), hutan kemitraan maupun hutan rakyat yangtersebar di kabupaten Sinjai, Bulukumba, Bantaeng,Jeneponto, dan Maros.

Lokalatih ini merupakan bagian dari upayamengembangkan kapasitas kelompok pengelolakehutanan masyarakat dalam kewirausahaan berbasissumberdaya alam dalam kerangka perubahan iklim.Tujuannya, memberi pemahaman terkini tentang isuperubahan iklim dan kaitannya dengan peranpemangku kepentingan dalam pengelolaan hutan;mengembangkan kewirausahaan dalam pengelolaanhutan yang lestari dalam kerangka adaptasi danmitigasi perubahan iklim; mengembangkan strategidan mekanisme perencanaan pengelolaan sumberdayahutan yang kolaboratif dalam kerangka perubahaniklim; dan Memberikan keterampilan kepada parapemangku kepentingan pengelola hutan untukmengelola hutan secara lestari dalam kerangkaperubahan iklim.

Dalam lokalatih ini, peserta diajak untukmengenali dampak dan petanda Perubahan Iklim yangdipandu oleh Hasantoha Adnan. Selain itu, pesertajuga diajak untuk merefleksikan model pengelolaankehutanan masyarakat yang berkelanjutan sertapeluang kewirausahaannya yang dipandu dandisampaikan oleh Prof. Dr. Ir. Samsu Alam, KepalaDinas Pertanian Bantaeng dan juga anggota DewanPengurus Nasional FKKM.

Materi berikutnya berkenaan denganmengembangkan Kewirausahaan KehutananMasyarakat: Strategi dan Tahapan Pengembangan,yang dipandu oleh Awaluddin dari SCF. Dalam materitersebut, peserta diperkenalkan dengan 3 tahapandalam penilaian dan pengembangan wirausahaberbasis sumberdaya alam.

Tahap pertama adalah upaya untuk menilai kondisisaat ini. Peserta diminta untuk mengidentifikasi modelpengelolaan kehutanan masyarakat, potensi sumberdayaalamnya terutama yang bernilai ekonomi dan menyusunprioritas produk berdasarkan 4 kriteria seleksi: pasar,pengelolaan sumberdaya alam, kelembagaan dankebijakan, serta teknologi dan pengetahuan.

Tahap kedua adalah mengidentifikasi produk, pasardan cara pemasarannya. Disini peserta selainmengidentifikasi hambatan utama dari system pasaryang ada, mengidentifikasi pelaku pasar dan rantai pasar.

Tahap ketiga berupa merancang strategipengembangan usaha dengan menggunakan alatkanvas model bisnis serta menyusun monitoringevaluasi. Di tahapan ketiga ini kemudian pesertadiminta untuk merancang strategi bisnisnya masing-masing. Strategi bisnis ini nantinya akan dievaluasidalam 3 bulan ke depan.

Peserta juga berkesempatan melihat secaralangsung pengelolaan air desa yang mengaliri lebihdari 400 rumahtangga di desa Labbo, Bantaeng.

Akhirnya, kegiatan ditutup oleh sambutan dariSekretraris DInas Kehutanan dan PerkebunanBantaeng.

Memperkuat kapasitas wirausahapengelola kehutanan masyarakatdalam kerangka perubahan iklim

Kunjungan lapangan_KABAR FKKM

Lokakarya CC dan KM Bantaeng

Penutupan Lokakarya WU_KM dan CC di Bantaeng

Page 16: WARTA Edisi Februari 2013

1 61 61 61 61 6 EDISI EDISI EDISI EDISI EDISI FEBRUARIFEBRUARIFEBRUARIFEBRUARIFEBRUARI 2013 2013 2013 2013 2013