Waralaba Ayam Bakar

22
65 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERJANJIAN WARALABA (FRANCHISE) RUMAH MAKAN AYAM BAKAR WONG SOLO SEMARANG A. Analisis Pelaksanaan Perjanjian Waralaba Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo Dalam Perpektif Hukum Positif Indonesia Sebelum membahas lebih lanjut mengenai perjanjian (akad) waralaba Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo, ada baiknya penulis mengungkap kembali tentang duduk permasalahan yang akan dianalisis dan menjadi bahan kajian dalam skripsi ini. Selain itu, pengetahuan tentang waralaba juga akan diungkap kembali sebagai tolok ukur atau parameter pembahasan tersebut demi mendapatkan pemahaman yang utuh. Terdapat persoalan mendasar mengapa masalah waralaba harus ditilik terlebih dahulu dari sudut pandang hukum positif yaitu karena waralaba sendiri tidak terdapat dalam istilah atau literatur agama (Islam) secara eksplisit. Namun secara implisit, semua bentuk kerjasama (bisnis) mempunyai persamaan dengan konsep muamalah Islam yaitu bentuk syirkah. Perlu diketahui bahwa di dalam waralaba Wong Solo terdapat dua cara sistem waralaba yaitu, waralaba lepas dan waralaba murni. 1 1 Buletin Wong Solo, Poligami dan Bisnis: Pengalaman Bisnis Puspo Wardoyo, Edisi 02, Mei, 2005, hlm. 13.

Transcript of Waralaba Ayam Bakar

Page 1: Waralaba Ayam Bakar

65

BAB IV

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERJANJIAN WARALABA (FRANCHISE) RUMAH MAKAN AYAM BAKAR WONG SOLO

SEMARANG

A. Analisis Pelaksanaan Perjanjian Waralaba Rumah Makan Ayam Bakar

Wong Solo Dalam Perpektif Hukum Positif Indonesia

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai perjanjian (akad) waralaba Rumah

Makan Ayam Bakar Wong Solo, ada baiknya penulis mengungkap kembali tentang

duduk permasalahan yang akan dianalisis dan menjadi bahan kajian dalam skripsi ini.

Selain itu, pengetahuan tentang waralaba juga akan diungkap kembali sebagai tolok

ukur atau parameter pembahasan tersebut demi mendapatkan pemahaman yang utuh.

Terdapat persoalan mendasar mengapa masalah waralaba harus ditilik terlebih

dahulu dari sudut pandang hukum positif yaitu karena waralaba sendiri tidak terdapat

dalam istilah atau literatur agama (Islam) secara eksplisit. Namun secara implisit,

semua bentuk kerjasama (bisnis) mempunyai persamaan dengan konsep muamalah

Islam yaitu bentuk syirkah.

Perlu diketahui bahwa di dalam waralaba Wong Solo terdapat dua cara sistem

waralaba yaitu, waralaba lepas dan waralaba murni.1

1 Buletin Wong Solo, Poligami dan Bisnis: Pengalaman Bisnis Puspo Wardoyo, Edisi 02, Mei,

2005, hlm. 13.

Page 2: Waralaba Ayam Bakar

66

Waralaba lepas adalah sistem kerja sama di mana investor atau pihak franchisee

tidak perlu memiliki bakat dan ketrampilan dalam bidang kerumahmakanan, maka

semua pekerjaan dari awal sampai pengoperasionalan diserahkan sepenuhnya kepada

pihak franchisor dan cara ini cocok bagi orang yang memiliki modal tetapi tidak

mempunyai ketrampilan dan tidak punya waktu untuk menjalankan rumah makan.2

waralaba murni, yaitu seorang penerima waralaba atau yang ditunjuk adalah sekaligus

seorang pemilik atau pengelola yang berhak mengoperasikan suatu outlet tertentu,

untuk kurun waktu tertentu. Hak waralaba tersebut mencakup penggunaan merek

dagang Wong Solo, desain dan dekorasi rumah makan, merek dan peralatan serta

pola penempatannya, resep dan jenis makanan, penggunaan dan metode operasional

Wong Solo, sistem inventory control, pembukuan, akuntansi dan pemasaran serta hak

untuk menempati dan mengisi ruangan rumah makan.3

Di sisi lain, waralaba dalam bentuknya sebagai bisnis memiliki dua jenis

kegiatan, yaitu, pertama, waralaba produk dan merek dagang, dan kedua, waralaba

format bisnis.4 Ada juga yang membaginya menjadi waralaba distribusi dan waralaba

format,5 akan tetapi kedua pembagian waralaba tersebut pada dasarnya sama tetapi

hanya soal penamaannya atau istilahnya saja yang berbeda. Waralaba produk dan

merek dagang adalah bentuk waralaba yang paling sederhana. Dalam waralaba

2 Ibid. 3 Ibid. 4 Gunawam widjaja, Waralaba, Jakarta: PT Grafindo Persada, cet. Ke- 2, 2003, hlm. 13. 5 Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelelektual, Jakarta: PT. Grafindo Persada, Cet. Ke-4,

2004, hhlm. 516.

Page 3: Waralaba Ayam Bakar

67

bentuk ini, pemberi waralaba memberikan hak kepada penerima waralaba untuk

menjual produk yang dikembangkan oleh pemberi waralaba yang disertai dengan

pemberian izin untuk menggunakan merek dagang milik pemberi waralaba.6 Istilah

ini sama dengan pengerian waralaba distribusi. Sedangkan waralaba format bisnis

telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, dengan menyebutkan beberapa pengertian

waralaba menurut para pakar. Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 16 Tahun 1997,

waralaba diartikan sebagai perikatan di mana salah satu pihak diberikan hak untuk

memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelelktual atau penemuan

atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan

persyaratan dan atau penjualan barang dan atau jasa.7

Melalui lisensi, pihak yang tidak memiliki hak atas kekayaan intelektual

dimungkinkan dapat melakukan satu atau serangkaian tindakan atau perbuatan,

melalui hak atau wewenang yang diberikan oleh pemilik atau pemegang hak atas

kekayan intelektual sebagai pihak yang berwenang, dalam bentuk perizinan. Tanpa

adanya izin tersebut, maka tindakan atau perbuatan tersebut merupakan suatu

tindakan yang terlarang dan tidak sah, yang merupakan tindakan melawan hukum.

Dengan lisensi, pengusaha memberikan izin kepada suatu pihak untuk membuat,

memasarkan, menjual atau mendistribusikan produk yang akan dijual tersebut. Izin

semacam ini bukan diberikan secara cuma-cuma, namun sebagai imbalannnya, pihak

6 Guawan Widjaja, loc. Cit. 7 Ibid.

Page 4: Waralaba Ayam Bakar

68

pengusaha yang memberikan izin mendapat pembayaran yang disebut royalty.8

Selanjutnya, dengan suatu sistem atau aturan tertentu, pemberi lisensi akan menerima

pembayaran royalty dari penerima lisensi guna kesinambungan diakuinya sebagai

penerima lisensi dan memiliki hak untuk menggunakan ciptaan dan atau temuan

pemberi lisensi serta mendistribusikannya sesuai dengan hak yang dimilikinya dalam

jangka waktu yang telah disepakati dalam isi perjanjian.

Sebagaimana pemberian lisensi, waralaba inipun sesungguhnya mengandalkan

pada kemampuan mitra usaha dalam mengembangkan dan menjalankan kegiatan

usaha waralabanya melalui tata cara, proses serta suatu code of conduct dan sistem

yang telah ditentukan oleh pengusaha pemberi waralaba. Dapat dikatakan sebagai

bagian dari kepatuhan mitra usaha terhadap aturan main yang diberikan, mitra usaha

diberi hak untuk memanfaatkan hak atas kekayaan intelektual dan sistem kegiatan

dari pengusaha pemberi waralaba, baik dalam bentuk penggunaan merek dagang,

merek jasa, hak cipta atas logo, desain industri, paten berupa tekhnologi, maupun

rahasia gadang. Pengusaha pemberi waralaba selanjutnya memperoleh imbalan

royalty atas penggunaan hak atas kekayaan intelektual dan sistem kegiatan

operasional mereka oleh penerima waralaba.

Keberadaan Wong Solo sebagai salah satu lembaga bisnis yang menerapkan

sistem waralaba menjadikan satu persoalan yang menarik untuk dikaji. Apalagi Wong

Solo telah mengklaim dirinya berusaha mengguanakan dasar filosofi hukum Islam

8 Ibid., hlm. 3.

Page 5: Waralaba Ayam Bakar

69

dalam kegiatannya Seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya adalah bahwa kasus

yang muncul adalah adanya ketidaksingkronan pernyataan Wong Solo ini dengan

kenyataan di lapangan. Yang dimaksud penulis di sini adalah konsep hukum Islam

khusus mengenai akad waralabanya, karena memang fokus pemabahasan dalam

skripsi ini adalah tentang akad itu. Jadi pernyataan penulis ini tidak bermaksud untuk

menggeneralisir masalah yang ada, akan tetapi hanya menilik pada permasalahan

yang dikaji.

Kesuksesan Puspo Wardoyo dalam mengembangkan bisnis rumah makannya, dan

untuk bersaing dengan rumah makan yang lain, Puspo mengambil strategi dengan

mewaralabakan hasil ramuannya berupa resep masakan khas dan trade-mark

bisnisnya berupa Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo. Jadi di sini diketahui

bahwa semua rumah makan Wong Solo dikelola dan dijalankan dengan sistem

waralaba (franchise). Hal serupa juga terjadi dengan outlet (rumah makan cabang)

Wong Solo yang berada di kota Semarang. Namun setelah mengadakan beberapa

riset dengan melakukan penelitian dokumentasi serta wawancara dengan salah satu

penerima waralaba Wong Solo, yaitu bapak Dicky Margono Budi, ternyata ada

perlakuan dan penerapan yang berbeda dalam pemberian lisensi Wong Solo di salah

satu outlet, yaitu Semarang. Dicky yang kebetulan teman akrab Puspo Wardoyo,

menerima lisensi waralaba di beberapa outlet Wong Solo- seperti di Semarang (2

Outlet), Bali, Sragen, Pekalongan, dan Cirebon. Semua itu adalah merupakan

kerjasama antara Puspo, Dicky dan satu atau beberapa orang yang menerima

Page 6: Waralaba Ayam Bakar

70

waralaba, hal ini telah dijelaskan pada bab III. Namun tidak demikian halnya dengan

satu outlet yang berada di Semarang. Di outlet yang berlokasi di jalan Imam Bonjol

Semarang merupakan kerjasama yang terjadi antara Puspo dan Dicky. Perlakuan atas

aturan waralabanya-pun berbeda. Apabila di semua outlet walabara Wong Solo dapat

kita temukan surat akad tertulis dan resmi yang dibuat oleh para pihak yang kemudian

didaftarkan ke notaris setempat atau ke pihak yang berkompeten atasnya, namun di

outlet ini tidak kita temukan adanya surat akad yang merupakan syarat adanya

perjanjian yang sah. Perjanjian yang ada tidak didaftarkan ke hadapan notaris, akan

tetapi dibuat secara intern meskipun tetap mengacu pada akad waralaba yang berlaku

pada perjanjian waralaba Wong Solo pusat. Kasus semacam ini sepanjang penulis

ketahui hanya terjadi pada rumah makan cabang Semarang dengan pembeli lisensi

satu-satunya yaitu Dicky. Terjadinya pembedaan ini bukan hanya menimbulkan tanda

tanya besar atas perilaku manajemen Wong Solo yang membeda-bedakan mitra

bisnisnnya, akan tetapi juga menimbulkan perspektif hukum yang berbeda dan

cenderung menyalahi hukum yang berlaku.

Tidak adanya perjanjian yang dibuat secara tertulis membuat status hukum

perjanjian tersebut kurang bisa dipertanggung jawabkan secara hukum. Di samping

itu juga menimbulkan ketidaktransparanan manajemen Wong Solo dalam memilih

mitra bisnisnya dengan membeda-beda aturan main. Tentu ini akan membawa

konsekuensi yang sangat berbahaya bagi hubungan Wong Solo dengan para

investornya. Hal lain yang mungkin perlu diperhatikan tentang kasus ini adalah tidak

Page 7: Waralaba Ayam Bakar

71

jelasnya bagaimana aturan main dari bentuk kerjasama semacam ini. Bagaimana

tentang pembagian hak dan kewajiban antara pihak pemberi waralaba dan penerima

waralaba beserta semua hal yang merupakan konsekuensi dari adanya hak dan

kewajiban dalam bisnis, seperti pembagian keuntungan, pembayaran royalti,

pengaturan laba-rugi, penyelesaian konflik dan lain sebagainya, semua itu menjadi

tidak jelas dan tidak bisa dipertanggungjawabkan di hadapan hukum. Andaikata bisa,

kekuatan hukumnyapun menjadi sangat kecil, karena tidak adanya bukti yang commit

to paper yang menjadi rujukan atau pijakan atas tindakan hukum tertentu. Tindakan

yang terjadi –manakala tidak ada pijakan yang kongkrit berupa perjanjian tertulis –

menjadi kabur dan tidak jelas. Bagaimana tidak, banyak kita temukan para pebisnis

yang mengkhianati mitra bisnisnya padahal sudah terdapat aturan dan kesepakatan

yang jelas antara para itu, itupun masih juga bisa berkelit dengan melakukan hal-hal

yang menyimpang dari kesepakatan dengan cara mencari celah agar tidak disalahkan

secara hukum. Hal ini jelas, akan sangat berbahaya bagi para pihak apabila terdapat

suatu kerjasama bisnis tanpa dibuat perjanjian yang jelas dan kongkrit. Apabila

waralaba yang jelas-jelas sudah ada aturan mainnya, maka pelanggaran atas tidak

melaksanakan aturan ini akan dapat diproses di hadapan hukum dengan melihat dan

mempertimbangkan perjanjian yang sudah disepakati. Jadi alasan dan pembuktian

atas pelanggaran suatu perjanjian tertentu atas tindakan tertentu yang melanggar akan

mudah dinilai.

Page 8: Waralaba Ayam Bakar

72

Ketika penulis melakukan konfirmasi lebih lanjut kepada pengelola Wong Solo,

dalam hal ini adalah Puspo Wardoyo dan penerima waralaba Dicky Margono,

ternyata penulis mendapatkan informasi bahwa Wong Solo menerapkan sistem

waralaba ganda, yaitu waralaba murni dan waralaba lepas.9 Yang dimaksud dengan

waralaba murni menurut versi mereka adalah seorang penerima waralaba atau yang

ditunjuk adalah sekaligus seorang pemilik atau pengelola yang berhak

mengoperasikan suatu outlet tertentu, untuk kurun waktu tertentu. Hak waralaba

tersebut mencakup penggunaan merek dagang Wong Solo, desain dan dekorasi rumah

makan, merek dan peralatan serta pola penempatannya, resep dan jenis makanan,

penggunaan dan metode operasional Wong Solo, sistem inventori control,

pembukuan, akuntansi dan pemasaran serta hak untuk menempati dan mengisi

ruangan rumah makan. Sedangkan waralaba lepas adalah system kerja sama di mana

investor atau pihak franchisee tidak perlu memiliki bakat dan ketrampilan dalam

bidang kerumahmakanan, maka semua pekerjaan dari awal sampai pengoperasionalan

diserahkan sepenuhnya kepada pihak franchisor. Adapun perjanjian yang terjadi

antara Puspo dan Dicky adalah perjanjian waralaba murni, sehingga Dicky bukan

hanya sebagai pembeli waralaba tetapi ia juga ikut serta memiliki lisensi Wong Solo

dan berhak menggunakan merk Wong Solo dan lain sebagainya dan berhak

mendistribusikan produk Wong Solo melalui rumah makan Ayam Bakar Wong Solo.

Akan tetapi perbedaannya adalah bahwa khusus cabang rumah makan Wong Solo

9 Diambil dari Buletin Wong Solo yang berjudul Kiat Sukses Membangun Bisnis Waralaba, yang

merupakan panduan praktis melihat sekilas pengalaman keluarga dan pengalaman bisnis Puspo Wardoyo. Lihat, Buletin Wong Solo, loc. Cit..

Page 9: Waralaba Ayam Bakar

73

yang berada di Semarang tidak dibuat surat perjanjian tertulis. Hal ini sesuai dengan

jawaban Dicky ketika diwanwancarai oleh penulis, bahwa kerhasama yang ia lakukan

dengan Puspo adalah kerjasama langsung tanpa perjanjian tertulis seperti halnya

waralaba Wong Solo di outlet lain, akan tetapi aturan-aturannya tetap sama, andaikata

ada yang beda misalnya masalah pembayaran royalty atau sistem bagi bagi hasilnya

itu merupakan kesepakatan antara keduanya.10 Hal ini terjadi karena adanya

hubungan batin antara Puspo dan Dicky sejak kecil yang merupakan sahabat sejak

kecil dan karena adanya fanatik daerah yang kebetulan mereka berdua berasal dari

kampung yang sama. Selain itu, Dicky juga telah membeli beberapa lisensi Wong

Solo dengan perjanjian tertulis, namun memang melibatkan orang lain dalam

perjanjian waralaba itu, artinya waralaba Wong Solo yang Dicky miliki adalah hasil

dari patungannya dengan orang lain. Oleh sebab itu, Puspo merasa yakin dan percaya

kepada Dicky dan begitu sebaliknya, sehingga surat perjanjian tertulis bagi mereka

untuk waralaba rumah makan cabang Semarang tidak perlu dibuat. Rasa percaya

mereka dan hubungan batin di antara mereka merupakan kekuatan yang lebih kuat

daripada kekuatan perjanjian tertulis, meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa hal ini

hanya menekankan pada satu sisi, yaitu sisi kepercayaan, padahal bisnis tidak hanya

soal kepercayaan, tetapi soal pembagian job, hak dan kewajiban dan lain sebagainya,

tentu ini merupakan hal lain yang sudah pasti dibahas. Untuk hal ini, meskipun tidak

10 Data ini diperoleh dari hasil wawancara penulis dengan pembeli waralaba Wong solo Semarang

Dicky Margono Budi di sela-sela waktu santai beliau di rumah, ketika penulis bersilaturrahmi ke sana.

Page 10: Waralaba Ayam Bakar

74

terdapat perjanjian tertulis, tetapi tetap berlaku aturan-aturan waralaba yang berlaku

umum pada waralaba Wong Solo.

Menurut pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 16 Tahun 1997,

diterangkan bahwa, ayat 1: Waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis

antara pemberi waralaba dan penerima waralaba, dan ayat 2: Perjanjian waralaba

dibuat dalam bahasa Indonesia dan terhadapnya berlaku hukum Indonesia. Kemudian

dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 259/MPP/Kep/1997

pasal 1 ayat 6 dan 7, dan pasal 2 ayat 1 dan 2 dijelaskan bahwa, pasal 1ayat 6:

Perjanjian waralaba adalah perjanjian tertulis antara pemberi waralaba dan penerima

waralaba, pasal 1 ayat 7: Perjanjian waralaba lanjutan adalah perjanjian tertulis

antara pemberi waralaba utama dan penerima waralaba lanjutan. Kemudian pasal 2

ayat 1 : Waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara pemberi

waralaba dan penerima waralaba, pasal 2 ayat 2: Perjanjian waralaba dibuat dalam

bahasa Indonesia dan terhadapnya berlaku hukum Indonesia.11 Berdasarkan kedua

peraturan di atas maka perjanjian waralaba Wong Solo di outlet Semarang tidak dapat

dikatakan sah karena tidak adanya perjanjian tertulis antara para pihak yang

dikehendaki oleh peraturan tentang waralaba di atas, yaitu pihak pemberi waralaba

dan pihak penerima waralaba. Secara terang peraturan di atas menyebutkan bahwa

perjanjian waralaba adalah ”perjanjian tertulis” antara para pihak dengan tanpa

kecuali. Dengan demikian secara kasat mata saja perjanjian waralaba yang terjadi

11 Gunawan widjaja, op. cit., hlm.158 dan 167.

Page 11: Waralaba Ayam Bakar

75

antara Puspo dan Dicky tidak dapat dikategorikan sebagai perjanjian waralaba, karena

menyalahi aturan yang berlaku dengan tidak dibuatnya perjanjian tertulis.

Menurut ketentuan Undang-undang tentang waralaba di atas tidak dijelaskan

secara mendetail tentang pengecualian tentang adanya pihak yang melakukan

transaksi waralaba dengan jelas. Dan juga tidak dibedakan perlakuan antara apakah

para pihak yang melakukan transaksi itu memiliki hubungan apapun sebelumnya

sehingga adanya surat perjanjian itu menjadi tidak wajib, dalam arti tetap sah saja

perjanjian waralaba seseorang meskipun tanpa dibuat surat perjanjian. Di sini perlu

dicermati lebih lanjut, bahwa perjanjian bisnis waralaba di mana seseorang membuka

usaha harus didaftarkan lewat pihak yang berwenang, sehingga menjadi jelas siapa

pemiliknya, siapa yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak dan lain

sebagainya. Sehingga yang menjadi wajib adalah pendaftaran usaha kepada pihak

yang berwenang, bukan perjanjian tertulis antara para pihak yang melakukan

kerjasama. Apabila para pihak tidak menganggap perlu sebuah perjanjian tertulis

dikarenakan oleh suatu sebab, maka perjanjian tertulis itu tidak perlu dibuat.

Mungkin karena para pihak telah saling percaya satu sama lain, atau mereka adalah

berasal dari satu anggota keluarga, sanak saudara atau dengan alasan apapun sehingga

mereka tidak perlu membuat perjanjian tertulis. Yang terjadi antara Puspo dan Dicky

adalah demikian. Karena mereka adalah berasal dari wilayah yang sama, dan

merupakan teman yang sangat akrab, di samping itu Dicky juga telah memiliki

beberapa lisensi Wong Solo, maka menurut mereka tidak perlu diadakan surat

Page 12: Waralaba Ayam Bakar

76

perjanjian resmi lagi untuk didaftarkan ke notaris. Akan tetapi sekali lagi, bahwa

Undang-Undang memandang segala sesuatu menurut umumnya permasalahan, bukan

perkecualiannya atau pengkhususannya, sehingga menurut Undang-Undang ini,

perjanjian yang dilakukan oleh Puspo dan Dicky bisa dianggap tidak diakui, atau

perjanjian yang dapat dibatalkan karena tidak terpenuhinya unsur subyektif menurut

hukum, yaitu tidak adanya “akad tertulis” yang menunjukkan maksud para pihak

yang melakukan kerjasama. Yang terjadi adalah bahwa maksud para pihak yang

melakukan kerja sama hanya tertuang dalam bentuk lisan dan perjanjian hukum yang

sudah biasa berlaku pada perjanjian waralaba Wong Solo secara umum.

Dalam kaca mata yang beda, apabila kita telurusi dan kaji kembali tentang isi

Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 1997 pasal 2 ayat 112 dan Keputusan Menteri

Perindustrian dan Perdagangan Nomor 259/MPP/Kep/1997 pasal 1 ayat 6 13, maka

dapat kita lihat bahwa di sana tidak ada kata “mengharuskan” atau “mewajibkan”

menulis setiap perjanjian waralaba yang dilakukan antara franchisor dan franchisee,

yang ada adalah berupa kalimat pernyatan bukan perintah. Jadi, bisa saja apa yang

dinyatakan kedua peraturan di atas adalah pilihan atau sekedar anjuran. Manakala

perjanjian itu perlu dibuat dalam bentuk tulisan, maka perjanjian itu ditulis. Akan

tetapi manakala para pihak (franchisor dan franchisee) menganggap bahwa hal ini

tidak perlu karena suatu sebab tertentu, maka diberi kebebasan kepada mereka untuk

12 Waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara pemberi waralaba dan

penerima waralaba. 13 Perjanjian waralaba adalah perjanjian tertulis antara pemberi waralaba dan penerima waralaba.

Page 13: Waralaba Ayam Bakar

77

memilih jalan mereka. Namun, sekali lagi, memang umumnya perjanjian waralaba itu

ditulis dan didaftarkan kepada pihak yang berkompeten atasnya (baca notaris).

Berdasarkan pasal 2 Peraturan pemerintah dan Keputusan Menteri Perindustrian

Dan Perdagangan pasal 1 di atas, mungkin dapat kita ambil kesimpulan seperti di

atas. Namun selanjutnya, apabila kita menilik pada pasal 7 Keputusan Pemerintah14

dan Keputusan Menteri Perindustrin dan Perdagangan pasal 11 terutama ayat 115

akan didapati data yang berbeda. Perjanjian waralaba yang telah dibuat oleh para

pihak beserta data kelengkapan lain yang dimaksud oleh Pemerintah harus

didaftarkan kepada departemen perindustrian dan perdagangan. Dengan tidak adanya

bukti perjanjian tertulis, maka jelas tidak ada yang bisa didaftarkan. Di sinilah

terdapat kelemahan dan cacat hukum atas perjanjian waralaba Wong Solo Semarang.

Namun seperti telah dijelaskan pada bab III di atas, bahwa Wong Solo Semarang

tetap didaftarkan ke Departemen Perdagangan dan Pariwisata akan tetapi bukan atas

nama kerjasama antara Puspo dan Dicky, namun Wong Solo Semarang hanya

didaftarkan atas nama Dicky saja. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa, secara

hukum Wong Solo Semarang tetap mentaati hukum Nasional, namun secara bentuk

perjanjian, tidak bisa dikatakan sebagai perjanjian waralaba, sehingga status

14 Ayat 1: perjanjian waralaba beserta keterangan tertulis sebagaimana dimaksud pada pasal 3 ayat

(1) didaftarkan di Dep. Perindustrian dan Perdagangan oleh penerima waralaba paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berlakunya perjanjian waralaba, dan ayat 2: pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan dengan rangka dan untuk kepentingan pembinaan usaha dengan cara waralaba. Baca selengkapnya dalam lampiran, Gunawan Widjaja, Waralaba, Op. Cit., hlm.159.

15 Setiap penerima waralaba/penerima waralaba lanjutan wajib mendaftarkan perjanjian waralabanya beserta keterangan tertulis sebagaimana dimaksud pada pasal 5 keputusan in pada Departemen perindustrian dan Perdagangan cq. Pejabat yang berwenang menerbitkan STPUW untuk memperoleh STPUW. Ibid, hlm. 170.

Page 14: Waralaba Ayam Bakar

78

hukumnya adalah tidak diakui sebagai perjanjian waralaba menurut Peraturan

Pemerintah dan keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan di atas, namun

hanya dianggap sebagai bisnis rumah makan biasa.

B. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktek Waralaba (Franchising) Rumah

Makan Ayam Bakar Wong Solo di Outlet Semarang

Islam mengajarkan kepada pemeluknya agar bertindak sebaik mungkin dalam

setiap amal perbuatan, dan hendaknya kita menjadi manusia yang dapat berguna bagi

orang lain, karena sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya bagi

manusia lain. Dan hendaknya kita menghindarkan diri dari sesuatu yang dapat

menimbulkan kemadlaratan seperti, jual beli gharar, memakan harta orang lain

dengan cara yang tidak benar, dan lain sebagainya. Allah berfirman dalam surat al-

Nisa’ ayat 29:

يب الكموأكلوا أموا ال تنآم ا الذينها أياطل إال أنيبالب كمكوننن تة عارتج

تقتلوا أنفسكم إن الله كان بكم رحيماتراض منكم والArtinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta

sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu(al-Nisa’ :29).16

16 Departemen Agama, Al Qur’an dan terjemahannya ,Semarang: PT. Toha Putra, 1997, hlm.

122.

Page 15: Waralaba Ayam Bakar

79

Agama Islam mengatur sedemikian rupa terhadap tatanan hidup pemeluknya,

bahkan tidak hanya itu, sebagai agama yang rahmatal lil ‘alamin, Islam memberi

penerangan kepada semua manusia tanpa pandang bulu, apakah ia tua ataupun muda,

dari penjuru dunia manapun, bahkan ia dilahirkan dalam komunitas yang menolak

Islam sekalipun, Islam tetap sebagai agama yang memberi rahmat kepada sekalian

alam. Namun, hanya orang yang mau beriman dan berserah diri kepada-Nyalah yang

akan selamat kelak di hari akhir.

Di dunia ini, Islam memberikan ruang gerak yang sama dalam hal muamalah dan

tidak memaksakan kepada siapapun untuk mengadopsi hukum Islam, artinya dalam

bermuamalah orang bebas memilih cara apa saja asal tidak melanggar hak orang lain,

akan tetapi umat Islam harus bisa membedakan dan mengadopsi tatanan hukum yang

bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadis. Karena pada hakekakatnya, hanya orang yang

bersih hatinya dan mau melakukan refleksi diri (muhasabah) bisa menerima Islam

dengan utuh, meski ia tidak mau masuk Islam.

Dalam hal muamalah, Islam memberikan anjuran bahkan perintah untuk berbuat

adil dan memenuhi janji (aqd) kepada siapapun termasuk kepada non Muslim,

sepanjang janji itu tidak melanggar ketentuan agama. Allah berfirman dalam al-

Qur’an, surat al-Maidah ayat 1

يا أيها الذين آمنوا أوفوا بالعقود.……

Page 16: Waralaba Ayam Bakar

80

Artinya: Hai orang –orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu…..(QS. al-Maidah: 1).17

Ayat al-Qur’an di atas menyuruh kita untuk memenuhi akad –dalam arti perjanjian

yang mencakup janji prasetia hamba kepada Allah dan perjanjian yang dibuat oleh

manusia dalam pergaulan sesamanya –bukan saja orang yang seiman saja, akan tetapi

kepada siapa saja yang kita pernah melakukan akad kepadanya termasuk janji kepada

non muslim, selama janji itu tidak melanggar ketentuan agama.

Allah juga menyuruh kita untuk berbuat adil kepada sesama manusia, dengan

firman-Nya dalam surat al-Mumtahanah ayat 8:

ا ينهاكم الله عن الذين لم يقاتلوكم في الدين ولم يخرجوكم من دياركم أن لقسطنيالم حبي إن الله همقسطوا إليتو موهربت

Artinya: Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap

orang-orang yag tidak memerangi kamu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.(QS Al-Mumtahanah: 8).18

Tujuan dari perintah berbuat adil ini adalah untuk menciptakan hubungan yang

harmonis, saling memerikan manfaat, mengambil manfaat dan menguatkan tali

silaturrahmi di antara manusia.19

Allah juga memerintahkan kepada kita untuk mencatat setiap transaksi yang kita buat.

Hal ini sesuai dengan firman-Nya dalam al-Qur’an:

17 Ibid, hlm. 156. 18 Ibid, hlm. 924 19 Al-Sayid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Beirut: Dar al-Fikr, cet. Ke-4, Jilid 3, 1983, hlm. 13.

Page 17: Waralaba Ayam Bakar

81

كمنيب بكتليو وهبى فاكتمسل من إلى أجيم بدنتايدوا إذا تنآم ا الذينها أييكاتب بالعدل وال يأب كاتب أن يكتب كما علمه الله فليكتب وليملل

تليو قه الحليه الذي عليئا فإن كان الذي عيش همن سخبال يو هبر ق اللهالحق سفيها أو ضعيفا أو ال يستطيع أن يمل هو فليملل وليه بالعدل

ليجا ركوني فإن لم الكمجن من ريهيدوا شهدشتاسن وان ممأترامل وجن فر أبال يى ورا األخماهدإح ذكرا فتماهدضل إحاء أن تدهالش ن منوضرت له ذلكمغريا أو كبريا إلى أجص هوبكتا أن توأمسال توا وعا داء إذا مدهالش

عند الله وأقوم للشهادة وأدنى أال ترتابوا إال أن تكون تجارة حاضرة أقسطتديرونها بينكم فليس عليكم جناح أال تكتبوها وأشهدوا إذا تبايعتم وال

ن تفعلوا فإنه فسوق بكم واتقوا الله ويعلمكم الله يضآر كاتب وال شهيد وإ والله بكل شيء عليم

Artinya:Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara

tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian

Page 18: Waralaba Ayam Bakar

82

itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu (al-Baqarah: 282).)

Ayat di atas memberi pelajaran yang sangat berharga bagi kita khususnya dalam

bidang muamalah. Tujuan dari perintah Allah di atas adalah jelas, bahwa apabila kita

melakukan transaksi dengan orang lain termasuk utang piutang, hendaknya kita tulis

dan kalau perlu dipersaksikan kepada saksi yang ditunjuk supaya tidak menimbulkan

sesuatu perselisihan di waktu yang akan datang. Karena manusia mempunyai potensi

untuk berkhianat, dan Allah-lah yang tidak akan pernah berkhianat kepada hamba-

Nya, sehingga dengan menulis setiap transaksi yang kita lakukan secara tepat dan

proporsional –artinya yang pantas ditulis dan apalagi sudah ada aturan untuk

menuliskannya –maka itu adalah perbuatan hati-hati kita dan termasuk perbuatan

yang memicu kepada keadilan.

Lain halnya dengan apa yang terjadi dengan perjanjian waralaba yang dilakukan

oleh Puspo dan Dicky khususnya di Outlet Semarang. Tidak adanya surat perjanjian

tertulis antara keduanya menimbulkan konsekuensi hukum yang sangat prinsipil,

yaitu melanggar ketentuan peraturan waralaba nasional yang harusnya antara para

pihak (franchisor dan franchisee) harus membuat perjanjian yang tertulis.

Page 19: Waralaba Ayam Bakar

83

Meskipun secara hukum, kerjasama bisnis yang dilakukan adalah bisnis yang

dibolehkan, akan tetapi dalam prakateknya syarat-syarat yang harus dipenuhi tidak

terpenuhi dengan semuanya. Dalam hal ini adalah masih menyangkut syarat yang

diajukan atau yang disyaratkan oleh hulum nasional.

Berbeda halnya ketika hukum Islam memandang masalah ini. Dalam term Islam –

seperti telah dibahas dalam bab II –bahwa kerjasama waralaba dikenal dengan nama

syirkah mudlarabah, yang kebetulan juga digunakan oleh Wong Solo dalam

menyebut akad waralabanya. Maka dalam hal ini, penulis menggunakan kaca mata

hukum Islam (syirkah mudlarabah) dalam memandang dan menilai kasus ini.

Menurut rukun yang ada dalam akad syirkah mudlarabah, tidak disebutkan

bahwa akad harus berupa perjanjian yang tertulis, bahkan dalam ijab dan qabul yang

merupakan bagian dari akad itu sendiri tidak harus menggunakan lafadz tertentu,

tetapi boleh menggunakan akad yang menunjukkan maksud akad mudlarabah, karena

apa yang terpenting bukan lafadz itu, akan tetapi maksud dan makna yang terkandung

di dalamnya.20

Pada kasus yang lain, apabila terjadi pengkhianatan terhadap isi perjanjian, maka

Allah dalam sebuah hadis Qudsi telah menyebutkan bahwa Allah akan bersama

dengan orang yang berserikat manakala mereka tidak mengkhianati satu sama lain.

20 Al-Sayid Sabiq, Op. cit., hlm. 213.

Page 20: Waralaba Ayam Bakar

84

Apabila ada yang berkhianat, maka Allah akan keluar dari mereka (mencabut barokah

dari bisnis mereka).

Apabila kasus tidak ditulisnya perjanjian mudlarabah disnisbatkan kepada ayat

al-Qur’an tentang perintah menulis setiap transaksi dalam hal utang-piutang di atas,

maka menurut hemat penulis, hal ini sah-sah saja, akan tetapi akan berbeda kadar

hukumnya, yaitu menjadi anjuran menulis bagi oran yang melakukan transaksi bisnis

bagi yang membutuhkan, bukan sebagai perintah menulis. Akan tetapi apabila kasus

tidak ditulisnya perjanjian waralaba antara Puspo dan Dicky dinisbatkan kepada

perintah untuk mentaati pemerintah (ulil amri), maka perjanjian yang dibuat oleh

mereka adalah perjanjian yang tidak taat kepada aturan pemerintah, karena pada

hakekatnya apa yang ditetapkan oleh pemerintah tentang perintah penulisan

perjanjian waralaba adalaha baik, artinya untuk menjaga hal-hal yang tidak

diinginkan apabila terjadi perselisihan. Dan bukan hanya itu saja persoalannya, akan

tetapi untuk menjaga tertib adminisrtrasi kepemerintahan perihal izin perdagangan.

Allah berfirman dalam al-Qur’an:

يا أيها الذين آمنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأولي األمر منكم فإن تنازعتم في شيء فردوه إلى الله والرسول إن كنتم تؤمنون بالله واليوم اآلخر

سأحو ريخ أويالذلكت ن

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan

ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari

Page 21: Waralaba Ayam Bakar

85

kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya (QS. al-Nisa’: 59).

Maka jelaslah bahwa perjanjian waralaba yang dilakukan oleh Puspo dan Dicky

dengan tidak menulisnya dan tidak mendaftarkanya kepada Notaris merupakan

bentuk ketidaktaatan kepada pemerintah, dan konsekuensi dari ketidaktaatan ini bisa

diancam tidak diakuinya Wong Solo Semarang sebagai perjanjian waralaba.

Di sisi lain, Wong Solo sendiri sebetulnya menerapkan sistem atau cara membuat

perjanjian tertulis dan resmi antara pihak Wong Solo (Puspo Wardoyo) dengan

pemegang saham sebagai penerima lisensi, namun khusus pada Wong Solo Semarang

terdapat kasus tertentu yang menyebabkan tidak ditulisnya perjanjian waralaba Wong

Solo (seperti telah dijelaskan di atas). Alasan mengapa tidak ditulisnya perjanjian

waralaba ini adalah seperti sudah disebutkan di muka, bahwa mereka tidak perlu

menulis dan melaporkannya kepada notaris, karena pada hakekatnya hal itu dilakukan

karena untuk mencegah adanya sifat berkhianat antara pihak yang berserikat. Apabila

kekhawatiran itu telah hilang, maka tidak perlu menulisnya lagi. Di samping itu, telah

ada surat perjanjian resmi lainya yang bisa dijadikan parameter untuk mengukur

tingkat keabsahan perjanjian itu. Yang terpenting adalah bahwa telah ada sikap saling

ridho tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Dalam hukum Islam sendiri juga tidak

mewajibkan adanya penulisan dalam kerjasama syirkah mudlarabah, akan tetapi

hanya menganjurkan, demi terciptanya ketertiban, kehati-hatian dalam bermuamalah.

Perintah wajib menulis seperti yang telah dijelaskan al-Qur’an di atas adalah

Page 22: Waralaba Ayam Bakar

86

mengenai hal utang-piutang. Apabila diqiyaskan kepada konsep kerjasama dalam

muamalah lainnya tentunya hal ini menjadi wajib untuk menunlis setiap transaksi

apapun demi terciptanya kemaslahatan antar para pihak. Dari sini, kita dapat melihat

bahwa menurut Islam, kerjasama antara Dicky dan Puspo adalah sah karena

dilakukan dengan saling percaya dan ridlo serta tidak ada paksaan dari pihak

manapun. Hal ini dengan mengecualikan apakah status kerjasamanya adalah

kerjasama waralaba atau bukan, karena memang perajanjian ini tidak ada dalam

hukum Islam, dan pengaturannya secara spesifik tentu tidak ada, kecuali diatur dalam

hukum nasional. sehingga status hukum perjanjian waralaba Wong Solo Semarang

adalah seperti telah dijelaskan di atas.