Wantilan
-
Upload
yoddy-agung -
Category
Documents
-
view
124 -
download
22
description
Transcript of Wantilan
1. Pendahuluan
1.1. Latar belakang
Bale banjar merupakan bangunan ruang umum bagi masyarakat Bali. Banyak
filosofi dan fungsi yang dikandungnya. Satu contoh bale banjar yang cukup dikenal di
Bali adalah bale banjar Gerenceng.
Seperti bale banjar lainnya, bale banjar Gerenceng memiliki wantilan dan
bangunan lainnya yang melengkapi sebuah bale banjar. Bentuk wantilan dari bale
banjar ini memiliki keunikan tersendiri, yaitu adanya jineng diatas kantor kepala banjar.
Sekiranya hal itulah yang menjadi alasan kami untuk mengangkat bale banjar ini
sebagai objek penelitian kami.
1.2. Rumusan masalah
1.2.1 Bagaimana sejarah Bale Banjar Gerenceng?
1.2.2 Bagaimana penerapan konsep-konsep bali pada Bale Banjar Gerenceng ?
1.2.3 Sebagai Bale banjar yang telah lama berdiri, bale Banjar Gerenceng tentu saja
mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Apa saja perubahan yang telah dibuat
pada bale Banjar tersebut baik fungsi maupun bentuknya?
1.3. Metode penelitian
Pada penyusunan makalah ini, penulis menggunakan beberapa metode sebagai
sumber penulisan. Diantaranya yaitu metode studi pustaka melalui media cetak seperti
buku maupun media elektronik seperti internet, juga metode survey langsung ke lokasi
bersangkutan. Selain itu penulis juga mengambil sumber dari hasil wawancara langsung
kepada arsitek bale banjar Gerenceng yaitu Arsitek Yoka Sara.
1.4. Tujuan penelitian
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.4.1.Mengetahui sejarah Bale banjar Gerenceng.
1.4.2.Mengetahui penerapan konsep-konsep Bali pada Bale Banjar Gerenceng
1.4.3.Mengetahui perubahan fungsi maupun bentuk dari Bale banjar Gerenceng.
1.5. Manfaat penelitian
1.5.1.Sebagai sumber referensi maupun kontemplasi mengenai bangunan dengan
konsep Bali.
1.5.2.Menjadi dokumentasi tentang arsitektur tradisional Bali pada umumnya dan bale
banjar Gerenceng pada umumnya.
2. Dasar Teori
2.1. Pengertian Fungsi dan Sejarah Bale Banjar
Bale banjar, merupakan satu bangunan khas masyarakat bali yang menjadi bagian dari
kehidupan masyarakat bali, terutama dalam lingkup banjar. Berikut ini uraian mengenai bale
banjar:
2.1.1. Pengertian dan fungsi wantilan
Bangunan dengan dimensi yang cukup luas yang mengatapi suatu kegiatan
ataupun upacara yang dilaksanakan di ruang terbuka. Memiliki atap bertingkat
dan menggunakan gegulak sebagai perhitungan dimensi bangunan.
Selain itu wantilan merupakan bangunan yang memiliki banyak fungsi
antara lain adalah sebagai tempat rapat warga desa, tempat untuk mementaskan
seni tari, tempat upacara agama, bahkan juga dapat digunakan sebagai tempat
berjualan. Hal ini tidak terlepas dari makna wantilan yang memiliki makna
publik, makna komunikasi, makna ritual, dan makna magis.
2.1. Filosofi dasar dalam bangunan tradisional Bali
Pada subbab ini akan dibahas mengenai teori arsitektur tradisional Bali. Berikut
penjabarannya:
A. Tri Hita Karana
Menurut Dwijendra (2008 : 2) Tri Hita Karana berasal dari kata Tri yaitu
tiga. Hita yang berarti kemakmuran, baik, gembira, senang, dan lestari. Karana
yaitu sebab, sumber, atau penyebab. Jadi Tri Hita Karan berarti tiga unsur
penyebab kebaikan yang meliputi :
a. Atma (roh atau jiwa).
b. Prana (tenaga).
c. Angga (jasad atau fisik).
Konsepsi Tri Hita Karana dipakai dalam pola ruang dan pola perumahan
tradisional bali yang diidentifikasi sebagai berikut:
a. Parahyangan, dalam arsitektur tradisional bali berupa tempat suci.
Representasi hubungan manusia dengan Tuhan (Atma).
b. Pawongan, dalam arsitektur tradisional bali berupa manusia.
Representasi hubungan manusia dengan manusia sesamanya yang
harus senantiasa harmonis (Angga).
c. Palemahan, dalam arsitektur tradisional bali berupa pekarangan.
Merepresentasikan hubungan manusia dengan alam sekitarnya (Prana).
B. Tri Angga dan Tri Loka
Menurut Dwijendra (2008 : 4) Tri Angga berasal dari kata Tri yang berarti
tiga dan Angga yang berarti badan. Tri Angga terbagi menjadi :
a. Utama Angga (kepala).
b. Madya Angga (badan).
c. Nista Angga (kaki).
Tri Angga dalam bhuana agung (alam semesta) sering disebut dengan tri
loka atau tri mandala. Dalam kaitannya dengan arsitektur tradisional bali maka :
a. Utama Angga merupakan bagian atap.
b. Madya Angga merupakan bagian dinding.
c. Nista Angga merupakan bagian bebaturan.
C. Orientasi
Menurut Dwijendra (2008 : 6) dalam tata nilai arsitektur tradisional bali
untuk mencapai keselarasan antara bhuana agung dan bhuana alit berdasarkan
pada tata nilai hulu-teben. Konsep ini memiliki orientasi-orientasi sebagai
berikut:
a. Orientasi dengan konsep sumbu ritual kangin-kauh.
- Kangin (matahari terbit) - luan, nilai utama.
- Kauh (matahari terbenam) - teba, nilai nista.
b. Orientasi dengan konsep sumbu bumi atau natural kaja-kelod.
- Kaja (kearah gunung) - luan, nilai utama.
- Kelod (kearah laut) - teba, nilai nista.
c. Orientasi dengan konsep akasa-pertiwi, atas-bawah.
- Alam atas - Akasa, purusa.
-Alam bawah - Pertiwi, pradana.
Konsep akasa-pertiwi yang diterapkan dalam pola ruang kosong dalam
perumahan atau lingkungan bali dikenal dengan natah.
D. Sanga Mandala
Konsep tata ruang sanga mandala juga merupakan konsep yang lahir dari
sembilan manifestasi Tuhan yaitu dewata nawa sanga yang menyebar di delapan
arah mata angin ditambah satu ditengah untuk menjaga keseimbangan alma
semesta.
Konsep sanga mandala digunakan sebagai acuan untuk melakukan zonasi
kegiatan dan tata letak bangunan tradisional bali. Berikut ini penjelasan konsep
Sanga Mandala secara ilustratif:
Kemudian, berikut ini pembagian zonanya dalam bangunan:
Utamaning
Nista
(III)
Utamaning
Madya
(II)
Utamaning
utama
(I)
Madyaning
nista
(VI)
Madyaning
mady
a
(V)
Madyaning
Utama
(IV)
Nistaning
Nista
(IX)
Nistaning
mady
a
(VIII)
Nistaning
Utama
(VII)
I : mrajan, sumur
II : mrajan, sumur, meten
III : mrajan, sumur, penunggun karang
IV : bale dangin
V : natah, pengijeng
VI : bale dauh, penunggung karang
VII : kebun
VIII : bale delod, dapur, jineng
IX : bada, dapur, jineng, sumur
3. Pembahasan
Bale banjar Gerenceng, terletak di Jl. Sutomo, Denpasar. Berikut ini posisinya terhadap
desa-desa pakraman lainnya di Kota Denpasar:
3.1. Sejarah Bale Banjar Gerenceng
Gambar: Sumber: Suryada (2011)
Bale Banjar Gerenceng yang sekarang berdiri merupakan karya dari arsitek Bali yang
terkenal, yaitu A.A. Yoka Sara. Sejarah pembangunan bale Banjar Gerenceng ini sendiri
memiliki cerita yang sangat menarik. Bale banjar gerenceng tersebut pertama kali dirancang
oleh kakek Yoka Sara.
Dalam
perkembangannya, bale
banjar tersebut
mengalami beberapa kali
renovasi. Pertama kali
mengalami renovasi
tahun 1924. Gambar di
samping merupakan
sketsa kasar dari Yoka
Sara mengenai Sejarah
Perubahan bentuk dari
bale banjar Gerenceng.
Pada tahun 1930-1940
terjadi perubahan yaitu: adanya penambahan luas dari bale banjar pada sisi utara bale banjar
yang sebelumnya, juga adanya pembuatan 2 buah bangunan baru yaitu 2 buah bale lantang
pada bagian utara bale banjar sebelumnya dan juga muncul 2 buah bangunan baru lagi yaitu
dapur dan bale pewaregan di seberang barat jalan.
Penambahan bangunan ini dimaksudkan untuk memuat
aktivitas dari krama banjar itu sendiri.
Pada tahun 1950 terjadi penambahan 2 masa bangunan
terjadi perubahan posisi dari bale kukul. 2 masa banguna
tersebut adalah wantilan dan kantor, sedangkan untuk
bangunan bale lantang dihilangkan. Menurut keterangan dari
narasumber yaitu Yoka Sara 4 pilar yang ada pada wantilan
merupakan perlambangan dari 4 tempekan yang ada pada bale banjar grenceng. Posisi dari
bale kukul dipindahkan ke sisi barat jalan, menurut arsitek Yoka Sara peletakan bale kukul
ini dirancang oleh sang kakek. Peletakan bale kukul sengaja di buat menutup gang, agar
pertemuan antara jalan dan gang tidak langsung terlihat seperti perempatan.
Pada tahun 2005 terjadi 3 cara dalam pengembangan bale banjar grenceng. Pada tahun
pengembangan bale banjar grenceng dipimpin langsung oleh arsitek Yoka Sara.
1. Konservasi
Konservasi dilakukan untuk mempertahankan bangunan yang ada pura
penyarikan. Untuk mempertahankan bangunan yang ada pada pura penyarikan
dilakukan pemindahan bangunan dengan cara di angkat memakai alat berat. Pura
penyarikan dipindahkan ke sisi timur dari bale banjar selain itu bangunan bale gede
juga dipindahkan ke sisi utara dari bale banjar.
2. Restorasi
Banguan bale gede yang sudah berumur lebih dari 90 tahun, mengalami
kerusakan pada beberapa komponen konstruksi. Untuk memperbaiki itu dilakukan
penggantian pada beberapa bagian yang rusak. Menurut arsitek Yoka Sara, beberapa
tiang mengalami depormasi karena menahan gaya horizontal yang diterima oleh
bangunan bale gede tersebut.
3. New Development
Pada tahun ini terdapat penambahan bangunan baru yaitu candi bentar yang
terdapat pada sisi barat bale banjar. Candi bentar didesain langsung oleh arsitek Yoka
Sara yang terinspirasi dari candi bentar yang ada di pura Maospait.Pada tahun 2006
wantilannya diperbaharui dan bangunan jineng di bangun kembali dengan tujuan
mengembalikan Dewi Sri.
3.2. Konsep Awal Perancangan Wantilan Bale Banjar Grenceng
Konsep perancangan awal bale
banjar grenceng kami dapatkan melalui
proses wawancara dengan arsiteknya, yaitu
Yoka Sara. Berikut rangkuman hasil
wawancara kami.
Posisi wantilan ditentukan melalui
kajian letak dan tata nilai. Posisi balebanjar
merupakan poros dari wantilan.
Pembuatan desain dari wantilan bale
banjar ini diawali dengan mendesain atapnya. Pada bagian atas dari atap diletakan sebuah
menur, menur ini sebagai perlambangan pencahayaan dari surga, di bawah menur adanya
penutup atap yang terbuat dari kaca sehingga sinar matahari dapat langsung masuk. Secara
filosofi cahaya yang masuk merupakan cahaya dari surga yang langsung masuk dan
menerangi masyarakat yang ada di banjar grenceng. Pada bagian bawah atap tertadap
susunan kaca yang membentuk segidelapan yang merupakan simbol dari dewata nawasanga
yang pusatnya terletak pada menur yang ada pada bagian atas atap. Selain itu, empat pilar
yang ada pada wantilan tersebut merupakan simbol dari empat tempekan yang ada pada bale
banjar tersebut.
3.3. Penerapan Konsep
1. Konsep Tri angga
Bangunan – bangunan yang
terdapat pada bale banjar
grenceng melihatkan pembagian
triangga dengan jelas. Seperti
kebanyakan bangunan tradisional
bali, pembagian kepala, badan
dan kaki bangunan dapat
dibedakan walaupun hanya
dengan melihatnya secara
sepintas. Komposisi kepala badan
dan kaki bangunan akan membangun nilai estetika pada sebuah bangunan,
perbandingan atap (kepala), tiang atau dinding (badan) dan bataran (kaki) pada
bangunan – bangunan yang terdapat pada bale banjar grenceng sudah memiliki
perbandingan yang terlihat bagus.
Wantilan pada bagunan bale banjar grenceng
memiliki nilai estetika tinggi, hal ini terlihat dari
bentuk atap (kepala) yang tidak biasa terlihat pada
sebuah bale banjar. Bentuk kap yang d ekspose
pada bangunan ini dibuat dengan desain yang
sangat menarik, arsitek dari bangunan ini ingin
memberikan nilai lebih pada kapnya. Bentuk atap,
tiang dan bataran pada bangunan wantilan terlihat
sangat padu. Tiang pada bangunan ini di desain
spesial hanya untuk wantilan bale banjar grenceng
saja, bentuk tiang yang seperti ini menjadi hal baru dalam bangunan bale banjar.
Arsitek mendesain langsung dan mempertimbangkan saran – saran yang diberikan oleh
orang yang ahli dalam pemasangan batu bata.
Pada bangunan bale gede, bentuk atap, tiang, dinding dan bataran terlihat seperti
bangunan bale yang biasa terlihat pada bangunan bale yang terdapat di tempat lain.
Bentuknya terlihat biasa, hanya dilengkapi dengan sedikit ornamen tetapi memilki
komposisi yang baik sehingga terlihat bagus walaupun sederhana.
2. Tri hita karana
Bale banjar ini memiliki
pembagian wilayah yang memakai
konsep trihita karana. Pembagian ini
berdasarkan fungsi dari areal
tersebut. areal parhyangan
ditempatkan bangunan – bangunan
yang memiliki fungsi
persembahyangan yaitu pura
penyarikan dan bagunan bale gede.
Areal parhyangan terletak pada bagian utara bale banjar. Untuk areal pawongan
terdapat bangunan wantilan, yaitu bangunan yang memiliki fungsi tempat bersosialisasi
antara masyarakat yang ada di sekitar areal banjar. Sedangkan untuk areal palemahan
terletak pada bagian selatan dan barat dari bale banjar, areal ini dipisahkan oleh jalan
dan sebuah gang. Pada areal ini terdapat bale kukul dan bale pewaregan.
3. Sanga mandala
Pembagian wilayah menurut konsep sanga
mandala pada bangunan ini tidak terlihat jelas,
hanya terlihat jelas pada bagian utama, pada bagian
utamaning utama terdapat bangunan suci, pada
bagian madyaning utama terdapat bangunan bale
gede. Pada bagian madya terdapat bangunan
wantilan yang berorientasi ke barat dan sebuah bale
pewaregan. Dan pada bagian nista terdapat bangunan bale kukul dan kantor
administrasi dari banjar ini.
4. Panca Maha Bhuta
Pertiwi (tanah) : adanya lapangan upacara yang terbuka
Apah ( air ) : adanya saluran saluran air, yang memadai, seperti got dan instalasi pipa
Teja ( api ) : pemanfaatan cahaya matahari sebagai sumber energi utama dunia, telah
dapat di laksanakan dengan baik. Pemanfaat api pada Paon juga dimanfaatkan
dengan baik, digunakan sebagai warung makan.
Bayu ( angin ) : sirkulasi udara baik di dalam maupun luar ruangan terjadi dengan baik
– Akasa ( ruang kosong ) : Terdapat ruang kosang pada bangunan utama
bangunan banjar tersebut yaitu dibawah Menur yang melambangkan Hyang
Parama Wises.
5. Asta Dik Pala
o Utara yang dijaga
oleh dewa kuwera
terdapat bale
Gede yang
berfungsi sebagai
tempat untuk
mempersiapkan
keperluan
Upacara
o Timur laut yang
dijaga dewa isana
untuk perletakan
padmasana,
o Timur yang dijaga dewa indra terdapat panggung untuk pertunjukan warga
banjar, serta di lantai 2 terdapat tempat penyimpanan Gong dan alat music
tradional warga banjar tersebut. Peletakan Gong yang merupakan kekayaan
B
r
a
h
m
a
B
r
a
h
m
a
B
a
y
u
B
a
y
u
N
i
r
t
h
i
N
i
r
t
h
i
S
i
w
a
S
i
w
a
A
g
n
i
A
g
n
i
Y
a
m
a
Y
a
m
a
B
a
r
u
n
a
B
a
r
u
n
a
I
n
d
r
a
I
n
d
r
a
K
u
w
e
r
a
K
u
w
e
r
a
banjar tersebut akan lebih baik jika diletakkan di sebelah Utara karena pada
sebelah utara dijaga oleh dewa Kuwera yang melambangkan kekayaan.
o Tenggara yang dijaga dewa agni, tidak terdapat bangunan balai banjar.
o Selatan yang dijaga dewa yama yaitu difungsikan sebagai Jineng pada lantai 2
dan Kantor/ Ruang Kepala Banjar pada lantai satu.
Kantor akan lebih tepat jika diletakkan di sebelah Timur sebagai pusat
pemerintahan yang dijaga oleh dewa Indra
o Barat daya yang dijaga neriti untuk perletakan bale kulkul dan paon yang
digunakan sebagai tempat berjualan makanan.
o tempat makan
o Barat laut yang dijaga dewa bayu tidak terdapat bangunan banjar
3.4. Pengalihan Fungsi Bangunan
Dalam perkembangannya
menghadapi zaman yang makin
modern ini, Bale Banjar Gerenceng
menjadi bangunan multifungsi.
Adapun maksud dari multifungsi itu
adalah bale banjar tersebut sekarang
sudah mengalami banyak perubahan
fungsi. Diantaranya yaitu kini bale
banjar tersebut digunakan sebagai tempat berniaga bagi masyarakat sekitar. Di sisi
barat banjar (seberang jalan) yang merupakan bale pawaragan dari banjar digunakan
sebagai tempat berdagang babi guling. Sedangkan sisi selatan dari wantilan digunakan
pula sebagai tempat berdagang rujak.
4. Penutup
4.1. Kesimpulan
Bale banjar Gerenceng secara keseluruhan telah mengadopsi dan mengaplikasikan
konsep tradisional Bali dalam bangunannya (Bale Gede, Pura Penyarikan, Kantor & Jineng
dan Wantilan). Konsep dipadupadankan dengan gaya modern, menghasilkan bangunan
berbeda yang menjadi ciri khas bale banjar Gerenceng.
4.2. Saran
Perlu lebih banyak lagi para perancang bangunan yang memiliki kesadaran tinggi akan
budaya warisan leluhur seperti arsitek perancang wantilan bale banjar Gerenceng, agar
budaya tradisi negeri kita dapat terus terjaga.