wanet
-
Upload
ardiawan-satya-pratama -
Category
Documents
-
view
127 -
download
0
Transcript of wanet
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca, demi sempurnanya karya tulis ilmiah ini.
Semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya
dan para pembaca umumnya.
suhan kebidanan dengan presentasi bokong (presbo)
| di 4:44 PM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Letak sunggang terdiri dalam 3-4% dari persalinan yang ada. Terjadinya
letak sunggang berkurang dengan bertambahnya umur kehamilan. Letak sungsang
terjadi pada 25% dari persalinan terjadi sebelum umur kehamilan 28 minggu,
terjadi pada 7% persalinan yang terjadi pada minggu ke 32 terjadi pada 1-3%
persalinan yang terjadi pada kehamilan aterm (Yatinem, 2009).
Kejadian presentasi bokong ditemukan sekitar 3-4% dari seluruh
persalinan tunggal. Presentasi bokong adalah suatu keadaan pada letak janin
memanjang dimana prsentasi bokong dengan atau tanpa kaki merupakan bagian
terendahnya.
Beberapa peneliti lain seperti greenhill melaporkan sebesar kejadian
persalinan presentasi bokong sebanyak 4-4,5%. Sedangkan di RSUP Dr.
Mohammad husen palembang sendiri pada taun 2003 sampai 2007 didapatkan
persalinan presentasi bokong 8,63%. Angka morfdibitas dan mortalitas perinatal
pada presentasi bokong masih cukup tinggi. Angka kematian neonatal dini
berkisar 9-25%, lebih tinggi dibandingakan pada presentasi kepala yang hanya
2,6% atau 3-5 kali dibandingkan janin presentasi kepala cukup bulan.
Dengan meningkatknya morbiditas dan mortalitas, baik pada ibu maupun
bayi dengan kehamilan presentasi bokong, maka diupayakan beberapa usaha
untuk menghindari terjadinya persalinan dengan bayi presentasi bokong, salah
satu diantaranya adalah dengan knee-chest posotion.
Insidens presentasi bokong meningkat pada kehamilan ganda 25 % pada
gemeli janin pertama, dan 50 % pada janin kedua. Kehamilan muda juga
berhubungan dengan meningkatnya kasus ini, 35 % pada kehamilan kurang dari
28 minggu, 25 % pada kehamilan 28 – 32 minggu, 20 % pada kehamilan 32 – 34
minggu, 8 % pada kehamilan 34 – 35 minggu, dan 2 – 3 % setelah kehamilan 36
minggu.
Adanya kehamilan presentasi bokong sering dihubungkan dengan
meningkatnya kejadian beberapa komplikasi sebagai berikut : kesulitan yang
meningkat dalam persalinan akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas
perinatal, mengakibatkan persalinan prematur, sehingga kejadian berat badan lahir
rendah (BBLR) meningkat, pertumbuhan janin terhambat (PJT), tali pusat pusat
menumbung, plasenta previa, anomali janin (mioma uteri), kehamilan ganda,
panggul sempit (contracted pelvis ), multiparitas, hidramnion atau
oligohidramnion, presentasi bokong sebelumnya.
B. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari persalinan sungsang
2. Mengetahui klasifikasi persalinan sungsang
3. Mengetahui diagnosis persalinan sungsang
4. Mengetahui etiologi persalinan sungsang
5. Mengetahui mekanisme persalinan sungsang
6. Mengetahui prognosis persalinan sungsang
7. Mengetahui penanganan persalinan sungsang
C. Manfaat
1. Diharapkan mahasiswa tahu lebih dalam tentang persalinan sungsang dan
cara menolong persalinan dengan letak sungsang.
2. Diharapkan tenaga kesehatan mampu mendeteksi secara dini adanya
kelainan letak dalam kehamilan.
3. Diharapkan tenaga kesehatan mampu menolong persalinan letak sungsang
dengan tepat sesuai teknik yang digunakan agar AKI dan AKB dapat
diturunkan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri.
Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi
bokong kaki sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi
kaki. pada presentasi bokong akibat ekstensi kedua sendi lutut, kedua kaki
terangkat ke atas sehingga ujungnya setinggi bahu atau kepala janin. Dengan
demikian pada pemeriksan dalam hanya dapat diraba bokong. Pada presentasi
bokong kaki sempurna disamping bokong dapat diraba kedua kaki. pada
presentasi bokong kaki tidak sempurna hanya terdapat satu kaki disamping
bokong sedangkan kaki yang lain terangkat keatas (Sarwono, 2007).
B. Klasifikasi
1. Letak bokong
Pada presentasi bokong akibat ekstensi kedua sendi lutut, kedua kaki
terangkat keatas sehingga ujungnya terdapat setinggi bahu atau kepala janin.
Dengan demikian pada pemeriksaan dalam hanya dapat diraba bokong. Frekunsi
50-70 % (Sarwono, 2007).
2. Letak sungsang sempurna
Yaitu letak bokong dimana kedua kaki ada disamping bokong (letak
bokong kaki sempurna atau lipat kejang), frekunsinya 75%.
3. Letak sungsang tidak sempurna
Presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (inkomplit or
footling) (10-30%). Pada presentasi bokong kaki tidak sempurna hanya terdapat
satu kaki disamping bokong, sedangkan kaki yang lain terangkat keatas. Pada
presentasi kaki bagian paling rendah adalah satu atau dua kaki. Selain bokong
bagian terendah juga kaki dan lutut, terdiri dari:
a. Kedua kaki: letak kaki sempurna.
b. Satu kaki : letak kaki tidak sempurna, frekunsi 24%.
c. Kedua lutut: letak lutut sempurna
d. Satu lutut :letak lutut tidak sempurna, frekuensi 1%
Posisi bokong ditentukan oleh 4 sakrum, ada 4 posisi yaitu:
a) Sakrum kiri depan.
b) Sakrum kanan depan.
c) Sakrum kiri belakang
d) Sakrum kanan belakang.
C. Diagnosis
Diagnosis letak sungsang pada umumnya tidak sulit. Pada pemeriksaan
luar, dibagian bawah uterus tidak dapat diraba bagian yang keras dan bulat, yakni
kepala, dan kepala teraba difundus uteri. Kadang – kadang bokong janin teraba
bulat dan seolah – olah memberikan kesan kepala, tetapi bokong tidak dapat
digerakan semudah kepala. Seringkali wanita tersebut menyatakan bahwa
kehamilanya terasa lain daripada kehamilan terdahulu, karena terasa penuh
dibagian atas dan gerakan terasa lebih banyak dibagian bawah. Denyut jantung
janin pada umumnya ditemukan setinggi atau sedikit lebih tinggi daripada
umbilikus.
Apabila diagnosis letak sungsang dengan pemeriksaan luar tidak dapat
dibuat, karena misalnya dinding perut tebal, uterus mudah berkontraksi atau
banyaknya air ketuban, maka diagnosis ditegakan berdasarkan pemeriksaan
dalam. Apabila masih ada keraguan, harus dipertimbangkan untuk melakukan
pemeriksaan ultrasonografi atau MRI ( Magnetik Resonance Imaging). Setelah
ketuban pecah, dapat diraba lebih jelas adanya bokong yang ditandai dengan
adanya sacrum, kedua tuber ossis iskii, dan anus. Bila dapat diraba kaki, maka
harus dibedakan dengan tangan. Pada kaki terdapat tumit, sedangkan pada tangan
ditemukan ibu jari yang letaknya tidak sejajar dengan jari – jari lain dan panjang
jari kurang kurang lebih sama dengan panjang telapak tangan. Pada persalinan
lama, bokong janin mengalami edema, sehingga kadang – kadang sulit untuk
membedakan bokong dengan muka. Pemeriksaan yang teliti dapat membedakan
antara bokong dengan muka karena jari yang akan dimasukan kedalam anus
mengalami rintangan otot, sedangkan jari yang dimasukan kedalam mulut akan
meraba tulang rahang dan alveola tanpa ada hambatan. Pada presentasi bokong
kaki sempurna, kedua kaki dapat diraba disamping bokong, sedangkan pada
presentasi bokong kaki tidak sempurna, hanya teraba satu kaki disamping bokong.
D. Etiologi
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap
ruangan dalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu, jumlah air
ketuban relatif lebih banyak, sehingga memungkinkan janin bergerak dengan
leluasa. Dengan demikian janin dapat menempatkan diri dalam presentasi kepala,
letak sungsang atau letak lintang. Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh
dengan cepat dan jumlah air ketuban relatif berkurang. Karena bokong dengan
dua tungkai yang terlipat lebih besar dari pada kepala, maka bokong dipaksa
untuk menempati ruang yang lebih luas di fundus uteri, sedangkan kepala diruang
yang lebih kecil di segmen bawah uterus. Dengan demikian dapat dimengerti
mengapa pada kehamilan cukup bulan, janin sebagian besar ditemukan dalam
presentasi kepala.
Faktor – faktor lain yang memegang peranan penting dalam terjadinya
letak sungsang diantaranya adalah multiparitas, hamil kembar, hidramnion,
hidrosefalus, plasenta previa, dan panggul sempit. Kadang – kadang letak
sungsang disebabkan oleh kelainan uterus dan kelainan bentuk uterus. Plasenta
yang terletak di daerah kornu fundus uteri dapat pula menyebabkan letak
sungsang, karena plasenta mengurangi luas ruangan didaerah fundus.
E. Mekanisme Persalinan
Bokong masuk kedalam rongga panggul dengan garis pangkal paha
melintang atau miring. Setelah menyentuh dasar panggul terjadi putaran paksi
dalam, sehingga di pintu bawah panggul garis panggul paha menempati diameter
anteroposterior dan trokhanter depan berada dibawah symphisis. Kemudian terjadi
fleksi lateral pada badan janin, sehingga trokhanter belakang melewati perineum
dan lahirlah seluruh bokong diikuti oleh kedua kaki. setelah bokong lahir terjadi
putaran paksi luar dengan perut janin berada di posterior yang memungkinkan
bahu melewati pintu atas panggul dengan garis terbesar bahu melintang atau
miring. Terjadi putaran paksi dalam bahu, sehingga bahu depan berada di bawah
simfisis dan bahu belakang melewati perineum. Pada saat tersebut kepala masuk
kedalam rongga panggul dengan sutura sagitalis melintang dan miring. Didalam
rongga panggul terjadi putaran paksi dalam kepala, sehingga muka memutar
kearah posterior dan oksiput kearah symphisis. Dengan sub oksiput sebagai
hipomoklion, maka dagu, mulut, hidung, dahi dan seluruh kepala lahir berturut-
turut melewati perineum.
Ada perbedaan nyata antara kelahiran janin dalam presentasi kepala dan
kelahiran janin dalam letak sungsang. Pada presentasi kepala yang lahir lebih
dahulu ialah bagian janin yang terbesar, sehingga bila kepala telah lahir, kelahiran
badan tidak memberi kesulitan. Sebaliknya pada letak sungsang, berturut – turut
lahir bagian – bagian yang makin lama makin besar, dimulai dengan lahirnya
bokong, bahu dan kemudian kepala. Dengan demikian meskipun bokong dan bahu
telah lahir, hal tersebut belum menjamin bahwa kelahiran kepala juga berlangsung
dengan lancar.
F. Prognosis
Angka kematian bayi pada persalinan letak sungsang lebih tiggi bila
dibandingkan dengan letak kepala. Di Rumah Sakit Karjadi Magelang, Rumah
Sakit Umum Dr.Pirngadi Medan dan Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung
didapatkan angka kematian perinatal masing – masing 38,5 %, 29,4 5, dan 16,8
%. Sebab kematian perinatal yang terpenting ialah prematuritas dan penanganan
persalinan yang kurang sempurna, dengan akibat hipoksia atau perdarahan
didalam tenggkorak. Sedangkan hipoksia terjadi akibat terjepitnya tali pusat
antara kepala dan panggul pada waktu kepala memasuki rongga panggul serta
akibat retraksi uterus yang dapat menyebabkan lepasnya plasenta sebelum kepala
lahir. Kelahiran kepala janin yang lebih lamadari 8 menit setelah umbilikus
dilahirkan, akan membahayakan kehidupan janin. Selain itu bila janin bernafas
sebelum hidung dan mulut lahir dapat membahayakan karena mukus yang
terhisap dapat menyumbat jalan nafas. Bahaya asfiksia janin juga terjadi akibat
tali pusat yang menumbun, hal ini sering dijumpai pada presentasi bokong kaki
sempurna atau bokong kaki tidak sempurna, tetapi jarang dijumpai pada presentasi
bokong.
Perlakuan pada kepala janin terjadi karena kepala harus melewati panggul
dalam waktu yang lebih singkat daripada persalinan presentasi kepala, sehingga
tidak ada waktu bagi kepala untuk menyesuaikan diri dengan besar dan bentuk
panggul. Kompresi dan dekompresi kepala terjadi dengan cepat, sehingga mudah
menimbulkan luka pada kepala dan perdarahan dalam tengkorak.
Bila didapatkan disporposi sefalo pelvic, meskipun ringan, persalinan
dalam letak sungsang sangat berbahaya. Adanya kesempitan panggul sudah harus
diduga waktu pemeriksaan antenatal, khususnya pada seorang primigravida
dengan letak sungsang. Untuk itu harus dilakukan pemeriksaan lebih teliti,
termasuk pemeriksaan panggul roentgenologik atau MRI untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya kesempitan.multiparitas dengan riwayat obstetrik yang baik,
tidak selalu menjamin persalinan dalam letak sungsang akan berlangsung lancar,
sebab janin yang besar dapat menyebabkan disporposi meskipun ukuran panggul
normal.
G. Penanganan
1. Dalam kehamilan
Mengingat bahaya – bahayanya, sebaiknya persalinan dalam letak
sungsang harus dihindari. Untuk itu bila pada waktu pemeriksaan antenatal
dijumpai letak sungsang, terutama pada primigravida, hendaknya diusahakan
melakukan versi luar menjadi presentasi kepala. Versi luar sebaiknya dilakukan
pada kehamilan antara 34 dan 38 minggu. Pada umumnya versi luar sebelum
minggu ke 34 belum perlu dilakukan, karena kemungkinan besar janin masih
dapat memutar sendiri, sedangkan setelah minggu ke 38 versi luar sulit untuk
berhasil karena janin sudah besar dan jumlah air ketuban relatif berkurang.
2. Dalam persalinan
Menolong persalinan letak sungsang diperlukan lebih banyak ketekunan
dan kesabaran dibandingkan dengan pertolongan persalinan kepala. Selama terjadi
kemajuan pada persalinan dan tidak ada tanda-tanda bahaya yang mengancam
kehidupan janin, maka penolong tidak perlu melakukan tindakan yang bertujuan
untuk mempercepat kelahiran janin. Pertama-tama hendaknya ditentukan apakah
tidak ada kelainan lain yang merupakan indikasi untuk melakukan sectio caesaria,
seperti misalnya kesempitan panggul, plasenta prefia atau adanya tumor dalam
rongga panggul. Apabila tidak didapatkan kelainan dan persalinan diperkirakan
dapat berlangsung pervaginam, hendaknya dilakukan pengawasan kemajuan
persalinan dengan seksama, terutama kemajuan pembukaan servik dan penurunan
bokong. Setelah bokong lahir, tidak boleh melakukan tarikan pada bokong
maupun mengadakan dorongan menurut Kristeler, karena kedua tindakan tersebut
dapat mengakibatkan kedua lengan menjungkit keatas dan kepalaterdorong turun
diantara lengan sehingga menyulitkan kelahiran lengan dan bahu.
Pada saat kepala masuk dalam rongga panggul tali pusat tertekan antara
kepala janin dan panggul ibu. Dengan demikian lahirnya bahu dan kepala tidak
boleh memakan waktu terlampau lama dan harus diusahakan supaya bayi sudah
lahir seluruhnya dalam waktu 8 menit setelah umbilikus lahir. Setelah umbilikus
lahir, tali pusat ditarik sedikit sehingga kendor untuk mencegah teregangnya tali
pusat dan tali pusat terjepit antara kawat dan panggul.
Untuk melahirkan bahu dan kepala dapat dipilih beberapa tindakan. Pada
prasat brach bokong dan pangkal paha janin yang telah lahir dipegang dengan dua
tangan, kemudian dilakukan hiperlodosiskan tubuh janin kearah perut ibu,
sehingga lambat laun badan bagian atas, bahu, lengan dan kepala janin dapat
dilahirkan. Pada prasat brach ini penolong sama sekali tidak melakukan tarikan,
dan hanya membantu melakukan proses persalinan sesuai dengan mekanisme
persalinan letak sungsang. Tetapi perlu diingat bahwa dengan prasat brach tidak
selalu bahu dan kepala berhasil dilahirkan, sehingga untuk mempercepat kelahiran
bahu dan kepala dilakukan manual aid. Untuk melahirkan lengan dan bahu dapat
dilakukan prasat secara klasik, secara mueller atau cara Loevset. Pengeluaran
lengan dengan cara klasik dilakukan sebagai berikut. Pada dasarnya, lengan kiri
janin dilahirkan dengan tangan kiri penolong, sedangkan lengan kanan janin
dilahirkan dengan tangan kanan penolong, kedua lengan dilahirkan sebagai lengan
belakang. Bokong dan pangkal paha yang telah lahir dipegang dengan dua tangan,
badan ditarik kebawah sampai ujung bawah skapula depan kelihatan dibawah
simpisis. Kedua kaki janin dipegang dengan tangan yang bertentangan dengan
lengan yang akan dilahirkan, tubuh janin ditarik ke atas, sehingga perut janin ke
arah perut ibu, tangan penolong yang satu dimasukan kedalam jalan lahir dengan
menelusuri punggung janin menuju kelengan belakang sampai Fossa cubitti. Dua
jari tangan tersebut ditempatkan sejajar dengan humerus dan lengan belakang
janin dikeluarkan dengan bimbingan jari-jari tersebut.
Untuk melahirkan lengan depan dada dan punggung janin dipegang dengan kedua
tangan, tubuh janin diputar untuk mengubah lengan depan supaya berada
dibelakang dengan arah putaran demikianrupa sehingga punggung melewati
simpisis, kemudian lengan yang sudah berada dibelakang tersebut dilahirkan
dengan cara yang sama. Cara klasik tersebut terutama dilakukan apabila lengan
depan menjungkit keatas atau berada dibelakang leher janin. Karena memutar
tubuh dapat membahayakan janin, maka bila lengan depan letaknya normal, cara
klasik dapat dilakukan tanpa memutar tubuh janin, sehingga lengan kedua tetap
dilahirkan sebagai lengan depan. Kedua kaki dipegang dengan tangan yang
bertentangan dengan lengan depan untuk menarik tubuh janin kebawah sehinggga
punggung janin mengarah kebokong ibu. Tangan yang lain menulusuri punggung
janin menuju kelengan depan sampai fosa cubiti dan lengan depan dikeluarkan
dengan dua jari yang sejajar dengan humerus. Lengan dapat juga dikeluarkan
dengan cara muler. Dengan kedua tangan pada bokong dan pangkal paha, tubuh
janin ditarik kebawah sampai bahu depan berada dibawah simpisis, kemudian
lengan depan dikelurkan dengan cara yang kurang lebih sama dengan cara yang
telah diuraikan didepan, sesudah itu baru lengan belakang dilahirkan.
Untuk melahirkan kedua bahu dapat pula dilakukan dengan cara loevset.
Dasar pemikiran cara loevset ialah: bahu belakang janin selalu berada lebih
rendah dari pada bahu depan karena lengkungan jalan lahir, sehingga bila bahu
belakang diputar kedepan dengan sendirinya akan lahir di bawah simpisis. Setelah
sumbu bahu janin terletak dalam ukuran muka belakang, dengan kedua tangan
pada bokong, tubuh janin ditarik kebawah sampai ujung bawah skapula depan
terlihat dibawah simpisis. Kemudian tubuh janin diputar dengan cara memegang
dada dan punggung oleh kedua tangan sampai bahu belakang terdapat di depan
dan tampak dibawah simpisis, dengan demikian lengan depan dapat di keluarkan
dengan mudah. Bahu yang lain yang sekarang menjadi bahu belakang dilahirkan
dengan memutar kembali tubuh janin kearah yang berlawanan, sehingga bahu
belakang menjadi bahu depan dan lengan dapat dilahirkan dengan mudah.
Kepala janin dapat dilahirkan dengan cara mauricau. Badan janin dengan perut kebawah diletakkan pada lengan kiri penolong. Jari tengah dimasukan kedalam mulut janin sedangkan jari telunjuk dan jari manis pada maksila, untuk mempertahankan supaya kepala janin tetap dalam keadaan fleksi, tangan kanan memegang bahu janin dari belakang dengan jari telunjuk dan jari tengah berada disebelah kiri dan kanan leher. Janin ditarik kebawah dengan tangan kanan sampai suboksiput atau batas rambut dibawah simpisis. Kemudian tubuh janin digerakan keatas, sedangkan tangan kiri tetap mempertahankan. Kemudian tubuh janin digerakan keatas, sedangkan tangan kiri tetap mempertahankan fleksi kepala. Sehingga muka lahir melewati perineum, disusul oleh bagian kepala yang lain.
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang(7)
Kejadian presentasi bokong di temukan sekitar 3-4 % dari seluruh persalinan
tunggal. Presentasi bokong adalah suatu keadaan pada letak janin memanjang
di mana presentasi bokong dengan atau tanpa kaki merupakan bagian
terendahnya. Angka kejadiannya adalah 3-4 % dari seluruh
kehamilan.Beberapa peneliti lain seperti Greenhill melaporkan kejadian
persalinan presentasi bokong sebanyak 4-4,5 %.1 sedangkan di RSUP
dr.muhammad Hoesin Palembang sendiri pada tahun 2003-2007 di dapatkan
persalinan presentasi bokong sebesar 8,63%.
Angka morbiditas dan mortalitas perinatal pada presentasi bokong masih
cukup tinggi. Angka kematian neonatal dini berkisar 9-25% lebih tinggi di
bandingkan pada presentasi kepala yang hanya 2,6%, atau tiga sampai lima
kali di bandingkan janin presentasi kepala cukup bulan.
Dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas, baik pada ibu maupun bayi
dengan kehamilan presentasi bokong, maka di upayakan beberapa usaha
untuk menghindari terjadinya persalinan dengan bayi presentasi bokong,
salah satu di antaranya adalah dengan cara knee-chest position.
Insedens presentasi bokong meningkat pada kehamilan ganda; 25% pada
gemelli janin pertama, dan 50% pada janin kedua. Kehamilan muda juga
berhubungan dengan meningkatnya kasus ini,35% pada kehamilan kurang
dari 28 minggu, 25% pada kehamilan 28-32 minggu, 20% pada kehamilan
32-34 minggu, 8% pada kehamilan 34-35 minggu, dan 2-3% setelah
kehamilan 36 minggu.
Adanya kehamilan presentasi bokong sering di hubungkan dengan
meningkatnya kejadian beberapa komplikasi sebagai berikut: kesulitan yang
meningkat dalam persalinan akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas
perinatal;mengakibatkan persalinan premature, sehingga kejadian berat badan
lahir rendah (BBLR) meningkat; pertumbuhan janin terhambat (PJT); tali
pusat menumbung; plasenta previa;anomaly janin (hidrosefalus,
anensefalus);anomali uterus ataupun tumor uterus (mioma uteri); kehamilan
ganda ; panggul sempit ( contractecd pelvis); multiparitas; hidramnion atau
oligohidramnion; presentasi bokong sebelumnya.
2. Tujuan Umum
Agar setiap mahasiswa akademi kebidanan Kelas Reguler Tingkat III
melaksanakan asuhan kebidanan pada kasus kebidanan pada kasus patologi
ante partum manajemen kebidanan.
3. Tujuan Khusus
Agar setiap mahasiswa dapat :
1. Menerapkan proses pikir dan bertindak sesuai dengan langkah-langkah
manajemen kebidanan untuk membantu pengambilan keputusan klinis
pada kasus patologi ante partum yang meliputi.
2. Pengumpulan data dasar melalui anamnese dan pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan laboraturium atau tes diagnostic lainnya.
3. Melakukan analisis dan interpretasi data untuk mengidentifikasi diagnosa/
masalah.
4. Mengantisipasi terjadinya masalah potensial dan mengembangkan rencana
asuhan komprehensif.
5. Mengevalusai perlunya tindakan segera, oleh bidan atau tindakan dokter,
atau konsultasi/ kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya.
6. Mengembangkan rencana asuhan secara komprensif untuk memenuhi
kebutuhan ibu dan keluarga.
7. Melaksanakan asuhan langsung kepada klien secara aman dan efektif.
8. Menilai efektivitas asuhan yang telah dilaksanakan.
9. Mendokumentasikan seluruh temuan dan hasil asuhan dalam catatan
perkembngan.
10. Melakukan seminar tentang manajemen asuhan kebidanan patologi ante
partum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Defenisi(1.2.3.7)
1. Kehamilan bokong adalah kehamilan dengan presentasi bokong dimana
bayi letaknya sesuai dengan sumbu badan ibu, kepala berada pada fundus
uteri sedangkan bokong merupakan bagian terendah (di daerah pintu atas
panggul/simpisis).
2. Letak sungsang adalah letak janin yang memanjang dengan kepala terletak
pada fundus uteri dan bokong menempati bagian bawah kavum uteri.
3. Letak sungsang adalah janin yang letaknya memanjang ( membujur)
dalam rahim, kepala berada di fundus dan bokong di bawah
4. Persalinan sungsang adalah persalinan untuk melahhirkan janin yang
membujur dalam uterus dengan bokong atau kaki pada bagian bawah
dimana bokong atau kaki akan dilahirkan terlebih dahulu dari pada
anggota badan lainnya.
2. Klasifikasi
1. Letak Bokong Murni (Frank Breech)
1. Teraba bokong
2. Kedua kaki menjungkit ke atas sampai kepala bayi
3. Kedua kaki bertindak sebagai spalk
2. Letak bokong kaki sempurna (Complete Breech)
1. Teraba bokong
2. Kedua kaki berada di samping bokong
3. Bokong tidak lengkap (incomplete breech atau footling breech)
1. Satu atau kedua pinggul dan kedua lutut lurus (ekstensi)
2. Muncul satu atau kedua kaki
3. Etiologi(3.4.7)
1. Faktor ibu
1. Plasenta previa
Adanya plasenta yang menutupi jalan lahir dapat mengurangi luas
ruangan dalam rahim. Akibatnya, janin berusaha mencari tempat yang
lebih luas yakni di bagian atas rahim.
2. Panggul sempit
Sempitnya ruang panggul mendorong janin mengubah posisinya
menjadi sungsang.
3. Kelainan uterus seperti uterus arkuatus, bikornis, mioma uteri
4. Multiparitas
Ibu telah melahirkan banyak anak sehingga rahimnya sudah sangat
elastis dan membuat janin berpeluang besar untuk berputar hingga
minggu ke-37 dan seterusnya.
2. Faktor janin
1. Hidrosefalus atau anensefalus
Besarnya ukuran kepala akibat kelebihan cairan (hidrosefalus) membuat
janin mencari tempat yang lebih luas, yakni di bagian atas rahim.
2. Tali pusat pendek atau lilitan tali pusat
3. Gemelli
Pada kasus bayi kembar, kemungkinan sungsang menjadi lebih besar
sebab janin yang kepalanya berputar ke arah bawah lebih dulu akan
membuat rongga panggul ibu susah dilalui janin kembarannya. Maka,
pada bayi kembar, posisi salah satu janinnya sungsang.
4. Prematuritas
5. Hidramnion atau oligohidramnion
6. Janin sudah lama mati
7. Terdapat tumor menghalangi jalan lahir dan perputaran ke posisi kepala.
8. Kelainan bawaan
Jika bagian bawah rahim lebih besar daripada bagian atasnya, maka
janin cenderung mengubah posisinya menjadi sungsang.
4. Patofisiologi(7)
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap
ruang dalam uterus. Pada kehamilan sampai ±32 minggu, jumlah air ketuban
relative lebih banyak sehingga memungkinkan janin bergerak dengan leluasa.
Dengan demikian janin dapat menempatkan diri dalam presentasi kepala,
letak sungsang atau letak lintang. Pada kehamilann trimester terakhir janin
tumbuh dengan cepat dan jumlah air ketuban relative berkurang. Karena
bokong dengan kedua tungkai terlipat lebih besar dari pada kepala, maka
bokong dipaksa menempati ruang yang lebih luas di fundus uteri, sedangkan
kepala berada diruang yang lebih kecil di segmen bawah uterus. Dengan
demikian dapat dimengerti mengapa pada kehamilan belum cukup bulan
frekwensi letak sungsang lebih tinggi dibandingkan pada kehamilan cukup
bulan.
5. Diagnosis(3.4)
1. Anamnese
Dalam anamneses mungkin dikemukakan bahwa terasa sesak pada
abdomen bagian atas akibat sering didorongnya kepala karena gerakan
kaki janin. Pasien akan merasakan pergerakan janin di perut bagian
pergerakan kaki janin.
2. Palpasi
1. Pada primigravida, palpasi agak sulit karena otot perut tegang
2. Letak memanjang
3. Palpasi Leopold, akan teraba bagian keras, bundar, dan melenting pada
fundus uteri. Punggung anak dapat dirabab pada salah satu sisi perut dan
bagian-bagian kecil pada pihak yang berlawanan. Di atas simfisis teraba
bagian yang kurang bundar dan lunak
3. Auskultasi : DJJ umumnya terdengar setinggi pusat atau sedikit lebih
tinggi dari pusat
4. USG : Terlihat kepala di fundus.
5. Radiologi : Bayangan kepala di fundus
6. Prognosis(1.3.4.7)
1. Bagi ibu : Kemungkinan robekan pada ibu lebih besar, juga karena
dilakukan tindakan. Selain itu ketuban lebih cepat pecah dan partus lebih
lama jadi mudah terkena infeksi.
2. Bagi anak : Prognosa tidak begitu baik Karena adanya gangguan peredaran
darah plasenta setelah bokong lahir dan juga setelah perut lahir, tali pusat
terjepit antara kepala dan panggul, anak bisa menderita asfiksia.
7. Penanganan (7)
Karena kita tahu bahwa prognosa bagi anak tidak begitu baik, maka
usahakan merubah letak janin dengan versi luar. Tujuannya adalah untuk
merubah letak menjadi letak kepala hal ini dilakukan pada primi dengan
kehamilan 34 minggu, mulai dengan usia kehamilan 36 minggu dan tidak
ada panggul sempit, gamelli atau plasenta previa.
Teknik :
Lebih dahulu bokong dilepaskan dari PAP
dan ibu berada dalam posisi Trendelm Burg
Tangan kiri letakkan dikepala dan tangan
kanan pada bokong
Putar ke arah muka atau perut janin
Lalu putar tangan kiri diletakkan dibokong
dan tangan kanan dikepal
Setelah berhasil pasang gurita, observasi
TTV, DDJ serta keluhan
BAB III
KONSEP MANAJEMEN KEBIDANAN
1. Pengertian Manajemen Kebidanan.
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan
oleh bidan serta merupakan metode yang terorganisir melalui tindakan yang
logika yang memberi keuntungan kepada pasien dalam memberikan pelayanan
(2).
Asuhan kebidanan adalah penerapan fungsi dan kegiatan yang menjadi
tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai
kebutuhan atau masalah dalam bidang kesehatan ibu hamil, masa persalinan,
nifas, bayi setelah lahir serta keluarga. (2)
2. Manajemen Kebidanan Terdiri Dari 7 Step /
Langkah yaitu :
LANGKAH I : IDENTIFIKASI DATA DASAR
A. Identifikasi klien / suami
B. Tinjauan kartu ANC
C. Riwayat persalinan sekarang
D. Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu
E. Riwayat kesehatan yang lalu
F. Riwayat KB
G. Data psikososial,spiritual,dan ekonomi
H. Pemeriksaan fisik
LANGKAH II : INTERPRETASI DATA
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau
masalah berasarkan interpretasi yang benar atas data – data yang telah
dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosis dan
masalah yang spesifik.
LANGKAH III : IDENTIFIKASI DIAGNOSA ATAU MASALAH
POTENSIAL
Merupakan langkah ketika bidan melakukann identifikasi diagnosa
atau masalah potensial dan mengidentifikasi penanganannya, Pada langkah ini
kita mengidentifikasi masalah potensial atau dignosa potensial berdasarkan
diagnosa / masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan
antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan.Bidan diharapkan
waspada dan bersiap-siap mencegah diagnosa / masalah potensial ini menjadi
benar-benar terjadi.
LANGKAH IV : PENETAPAN KEBUTUHAN TINDAKAN SEGERA
Pada langkah ini bidan menetapkan kebutuhan terhadap tindakan
segera, melakukan konsultasi, kolaborasin dengan tenaga kesehatan lain
berdasarkan kondisi klien. Pada langkah ini, mengidentifikasi perlunya
tindakan segera oleh bidan atau dokter dan untuk dikonsultasikan atau
ditangani bersama dengan tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi
klien.
LANGKAH V : PENYUSUNAN RENCANA ASUHAN MENYELURUH
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh yang
ditentukan.Berdasarkan langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan
kelanjutan manajemen terhadap masalah atau diagnosa yang telah
didentifikasi.
LANGKAH VI : PELAKSANAAN ASUHAN
Pada langkah ini dilakukan pelaksanaan asuhan langsung secara efisien
dan aman.Pada langkah ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah
diuraikan pada Langkah V dilaksanakan secara efisien dan aman.Perencanaan
ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagai lagi oleh klien, atau
anggota tim kesehatan lainnya walau bidan tidak melakukannya sendiri, ia
tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya (misalnya
memastikan langkah tersebut benar-benar terlaksana).
LANGKAH VII : EVALUASI
Pada langkah VII ini dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang
sudah diberikan.Hal yang dievaluasi meliputi apakah kebutuhan telah
terpenuhi dan mengatasi diagnosa dan masalah yang telah diidentifikasi.
Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam
pelaksanaannya.
3. Dokumentasi Asuhan Kebidanan
Pengertian dokumentasi menurut Ellen Thomas (1994) adalah catatan
tentang interaksi antara tenaga kesehatan, klien, keluarga klien, dan tim
kesehatan yang mencatat tentang hasil pemeriksaan prosedur, pengobatan
pada klien dan pendidikan kepada klien, serta respon klien terhadap semua
kegiatan yang telah dilakukan.
Ada lima metode pendokumentasian dan format pencatatan pelaporan yaitu :
a. pencatatan perkembangan secara narasi
b. pencatatan berorientasi pada masalah, Problem Oriented Medical Record
(POMR)
c. Problem, intervensi, dan evaluasi (PEM)
d. Format pencatatan berdasarkan fokus permasalahan.
e. Pencatatan berdasarkan masalah / abnormalitas.
D. Pendokumentasian Manajemen Kebidanan
Manajemen kebidanan merupakan suatu metode etau bentuk pendekatan
digunakan oleh bidan dalam memberi asuhan kebidanan. Lankah-langkah
dalam manajemen kebidanan menggambarkan alur pola berpikir dan bertindak
bidan dalam pengembilan keputusan klinis untuk mengatasi masalah.
Asuhan yang telah dilakukan harus dicatat secara benar, jelas, singkat,
logis dalam suatu metode pendokumentasian. Pendokumentasian yang benar
adalah pendokumentasian yang dapat mengkomunikasikan kepada orang lain
mengenai asuhan yang telah dilakukan yang akan dilakukan pada seorang
klien, yang didalamnya tersirat proses berfiki yang sistematis seorang klien
sesuai langkah-langkah dalam proses manajemen kebidanan.
Menurut Helen Varnei, alur berfikir bidan saat menghadapi klien meliputi
7 langkah. Untuk mengetahui apa yang telah dilakukan oleh seorang bidan
melalui proses berfikir sistematis, didokumentasikan dalam bentuk SOAP,
yaitu :
S. ( subjektif ), menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data
klien melalui anamnese sebagai langkah 1 Varnei.
O. ( objektif ), menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik
klien, hasil laboratorium dan uji diagnostik lain yang rumuskan dalam
data fokus untuk mendukung asuhan sebagai langkah 1 Varnei.
A. ( Assesment ), menggambarkan pendokumentasian hasil analisis dan
interpretasi data subjektif dalam suatu identifikasi :
a. Diagnosa / masalah
b. Antisipasi diagnosa / masalah potensial.
c. Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultasi /
kolaborasi dan atau rujukan sebagai langkah 2, 3, dan 4 Varnei.
P. (Planning) menggambarkan pendokumentasian, tindakan dan evaluasi
perencanaan berdasarkan assesment sebagai langkah 5, 6, dan 7 Varney.
Beberapa alasan penggunaan SOAP dalam pendokumentasian :
a. Pembuatan grafik metode SOAP merupakan perkembangan informasi yang
sistematis yang mengorganisasi penemuan dan konkluksi anda menjadi
suatu rencana asuhan.
b. Metode ini merupakan intisari dari proses pelaksanaan kebidanan untuk
tujuan mengadakan pendokumentasian asuhan.
c. SOAP merupakan urutan yang dapat membantu bidan
dalam ,mengorganisasi pikiran dan memberi asuhan yang menyeluruh.
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
1. Kehamilan bokong adalah kehamilan dengan presentasi bokong dimana
bayi letaknya sesuai dengan sumbu badan ibu, kepala berada pada fundus
uteri sedangkan bokong merupakan bagian terendah (di daerah pintu atas
panggul/simpisis
2. Diagnose : kehamilan letak sunggsang dengan masalah actual
3. Pada kehamilan dengan letak sungsang ditemukan hasil palpasi
Leopold I : Pertengahan pusat px
Leopold II : Punggung kanan
Leopold III : Presentase bokong
Leopold IV : Bergerak atas panggul
2. Saran
1. Saran bagi bidan
1. Prinsip pencegahan infeksi
Bidan hendaknya selalu memperhatikan masalah pencegahan infeksi
bagi bidan sebagai proteksi untuk diri sendiri dan untuk klien,
sehingga dapat mencegah terjadinya infeksi silang/nosokomial.
2. Dari aspek psikologis
Bidan dalam melakukan suatu asuhan kebidanan perlu memperhatikan
keadaan psikis klien dan keluarga diharapkan dapat memberikan
dorongan moril kepada klien dalam proses pemulihan.
3. Mendokumentasikan semua yang telah dilakukan dalam
memberikan tindakan kepada klien.
2. Saran bagi institusi
1. Agar dapat memberikan bimbingan kepada
mahasiswa tentang tata cara memberikan
asuhan kebidanan berkualitas, diperlukan
dosen yang cukup jumlah dan kualitasnya.
2. Agar penerapan manajemen kebidanan
dalam pemecaham masalah lebih
ditingkatkan dan dikembangkan karena
sangat bermanfaat dalam membina tenaga
bidan guna terciptanya sumber daya manusia
yang berpotensi dan professional.
3. Puskesmas Kassi-Kassi
Dalam memberikan pelayanan klien sebaiknya menggunakan proses
asuhan kebidanan secara komprehensif untuk meningkatkan kualitas
pelayanan di Puskesmas Kassi-Kassi.
Untuk meningkatkan mutu pelayanan dalam asuhan kebidanan makanya
sekiranya setiap bulan perlu mendapatkan pelatihan secara berkala atau
seminar-seminar dan peningkatan pendidikan bidan dengan jenjang yang
lebih tinggi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Persalinan Letak Sungsang
2.1.1 Pengertian Persalinan Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin memanjang dengan
kepala di fundus uteri dan bokong berada dibagian bawah kavum uteri. Dikenal
beberapa jenis letak sungsang yakni : presentasi bokong, presentasi bokong kaki
sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki
(Wiknjosastro, 2007).
Letak Sungsang adalah janin yang letaknya membujur dalam rahim, kepala
berada difundus dan bokong berada dibawah (Mochtar, 1998). Letak sungsang
adalah keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri
dan bokong berada dibagian bawah kavum uteri (Sarwono, 2007).
Persalinan letak sungsang adalah persalinan untuk melahirkan janin yang
membujur dalam uterus dengan bokong atau kaki pada bagian bawah dimana
bokong atau kaki akan dilahirkan terlebih dahulu daripada anggota badan lainnya
(Manuaba, 2007).
Letak sungsang terjadi pada 3-4% dari seluruh persalinan. Kejadian letak
sungsang berkurang dengan bertambahnya usia kehamilan. Letak sungsang pada
usia kehamilan kurang dari 28 minggu, pada kehamilan 32 minggu dan pada
kehamilan aterm (Mochtar, 1998).
Klasifikasi letak sungsang terdiri dari:
1. Presentasi bokongAkibat ekstensi kedua sendi lutut, kedua kaki terangkat ke atas sehingga ujungnya
terdapat setinggi bahu atau kepala janin. Dengan demikian pada pemeriksaan
dalam hanya dapat diraba bokong.
2. Presentasi bokong kaki sempurna
Pada presentasi bokong kaki sempurna di samping bokong dapat diraba kedua
kaki.
3. Presentasi bokong kaki tidak sempurna
Pada presentasi bokong tidak sempurna hanya terdapat satu kaki di samping
bokong sedangkan kaki yang lain terangkat diatas (Wiknjosastro, 2005).
2.1.2 Etiologi
Ada beberapa penyebab yang memegang peranan dalam terjadinya letak
sungsang diantaranya adalah :
1. Prematuritas
2. Hidramnion atau oligohidramnion
3. Kehamilan kembar
4. Tali pusat pendek atau lilitan tali pusat
5. Plasenta previa Panggul sempit
6. Kelainan bentuk kepala: hydrocephalus, anencephalus
(Manuaba, 2007)
Faktor lain yang menjadi predisposisi terjadinya letak sungsang selain
umur kehamilan termasuk diantaranya relaksasi uterus berkaitan dengan
multiparitas, multi fetus, persalinan sungsang sebelumnya, kelainan uterus dan
tumor pelvis. Plasenta yang terletak di daerah kornu fundus uteri dapat pula
menyebabakan letak sungsang, karena plasenta mengurangi luas ruangan di
daerah fundus (Wiknjosastro, 2007).
Frekuensi terjadinya letak sungsang juga meningkat dengan adanya
plasenta previa, tetapi hanya sejumlah kecil letak sungsang yang berhubungan
dengan plasenta previa. Tidak ada hubungan yang kuat antara letak sungsang
dengan panggul sempit (Wiknjosastro, 2007).
Diagnosis letak sungsang pada umumnya tidak sulit. Pada pemeriksaan
luar, di bagian bawah uterus tidak dapat diraba bagian yang keras dan bulat, yakni
kepala, dan kepala teraba di fundus uteri. Kadang-kadang bokong janin teraba
bulat dan dapat memberi kesan seolah-olah kepala, tetapi bokong tidak dapat
digerakkan semudah kepala. Seringkali wanita tersebut menyatakan bahwa
kehamilannya terasa lain daripada kehamilannya terdahulu, karena terasa penuh di
bagian atas dan gerakan terasa lebih banyak dibagian bawah. Denyut jantung janin
pada umumnya ditemukan setinggi atau sedikit lebih tinggi daripada umbilikus
(Wiknjosastro, 2007).
Apabila diagnosis letak sungsang dengan pemeriksaan luar tidak dapat
dibuat, karena misalnya dinding perut tebal, uterus mudah berkontraksi atau
banyaknya air ketuban, maka diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
dalam. Apabila masih ada keragu-raguan harus dipertimbangkan untuk melakukan
pemeriksaan ultrasonografik atau M.R.I. (Magnetic Resonance Imaging).
Setelah ketuban pecah, dapat diraba lebih jelas adanya bokong yang
ditandai dengan adanya sacrum, kedua tuber ossis iskii, dan anus. Bila dapat
diraba kaki, maka arus dibedakan dengan tangan. Pada kaki terdapat tumit,
sedangkan pada tangan ditemukan ibu jari yang letaknya tidak sejajar dengan jari-
jari lain dan panjang jari kurang lebih sama dengan panjang telapak tangan. Pada
persalinan lama, bokong janin mengalami edema, sehingga kadang-kadang sulit
untuk membedakan bokong dengan muka (Wiknjosastro, 2007).
Pemeriksaan yang teliti dapat membedakan bokong dengan muka karena
jari yang akan dimasukkan ke dalam anus mengalami rintangan otot, sedangkan
jari yang dimasukkan ke dalam mulut akan meraba tulang rahang dan alveola
tanpa ada hambatan. Pada presentasi bokong kaki sempurna, kedua kaki dapat
diraba disamping bokong, sedangkan pada presentasi bokong kaki tidak
sempurna, hanya teraba satu kaki di samping bokong (Wiknjosastro, 2007).
2.1.3 Penatalaksanaan
2.1.3.1 Dalam Kehamilan
Asuhan yang diberikan pada ibu hamil tentang letak sungsang oleh bidan
adalah dengan menyuruh ibu menungging tiap pagi. Mengingat bahaya-
bahayanya, sebaiknya persalinan dalam letak sungsang dihindarkan. Untuk itu bila
pada waktu pemeriksaan antenatal dijumpai letak sungsang, terutama pada
primigravida, hendaknya diusahakan melakukan versi luar menjadi presentasi
kepala (Wiknjosastro, 2007).
Versi atau pemutaran, merupaka tindakan untuk mengubah presentasi
janin secra artifisial, baik melalui penggantian kutub yang satu dengan yang
lainnya pada letak longitudinal, atau konversi letak oblik atau letak lintang
menjadi longitudinal. Versi luar sebaiknya dilakukan pada kehamilan antara 34
dan 38 minggu. Pada umumnya versi luar sebelum minggu ke-34 belum perlu
dilakukan, karena kemungkinan besar janin masih dapat memutar sendiri,
sedangkan setelah minggu ke-38 versi luar sulit untuk berhasil karena janin sudah
besar dan jumlah air ketuban relatif berkurang (Wiknjosastro, 2007).
Sebelum melakukan versi luar, diagnosis letak janin harus pasti.,
sedangkan denyut jantung janin harus baik. Apabila bokong sudah turun, bokong
harus dikeluarkan lebih dahulu dari rongga panggul, tindakan ini dilakukan
dengan meletakkan jari-jari kedua tangan penolong pada perut ibu bagian bawah
untuk mengangkat bokong janin. Kalau bokong tidak dapat dikeluarkan dari
panggul, usaha untuk melakukan versi luar tidak ada gunanya. Setelah bokong
keluar dari panggul, bokong ditahan dengan satu tangan, sedang tangan yang lain
mendorong kepala ke bawah sedemikian rupa, sehingga fleksi tubuh bertambah
(Wiknjosastro, 2007).
Selanjutnya kedua tangan bekerjasama untuk melaksanakan putaran janin
untuk menjadi presentasi kepala. Selama versi dilakukan dan setelah versi berhasil
denyut jantung janin harus selalu diawasi. Sesudah janin berada keadaan
presentasi kepala, kepala didorong masuk ke rongga panggul. Versi luar
hendaknya dilakukan dengan kekuatan yang ringan tanpa mengadakan paksaan.
Versi luar tidak ada gunanya dicoba bila air ketuban terlalu sedikit, karena usaha
tersebut tidak akan berhasil (Wiknjosastro, 2007).
Kontraindikasi lain untuk melakukan versi luar ialah: panggul sempit,
perdarahan antepartum, hipertensi, hamil kembar, plasenta previa. Pada panggul
sempit tidak ada gunanya melakukan versi luar, karena meskipu berhasil menjadi
presentsi kepala, akhirnya perlu dilakukan seksio sesarea. Tetapi bila kesempitan
panggul hanya ringan , versi luar harus diusahakan karena kalau berhasil akan
memungkinkan dilakukan partus percobaan. Versi luar pada perdarahan
antepartum tidak boleh dilakukan, karena dapat menambah perdarahan akibat
lepasnya plasenta. Pada penderita hipertensi, usaha versi luar dapat menyebabkan
solusio plasenta; sedangkan pada kehamilan kembar, selain janin yang lain dapat
menghalangi usaha versu luar tersebut, yang lebih berbahaya ialah bila janin
berada dalam satu kantong amni (Wiknjosastro, 2007).
Versi dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu antara lain :
a. Versi sefalik luar
Tujuan prosedur ini adalah untuk mengubah presentasi yang kurang
menguntungkan menjadi presentasi verteks atau presentasi belakang kepala
Indikasi melakakukan versi sefalik luar yaitu jika presentasi bokong atau
bahu (letak lintang) di diagnosis pada minggu-minggu terakhir kehamilan,
pengubahannya menjadi presentasi verteks dapat dicoba lewat maneuver luar
asalkan tidak terda[papat disproporsi nyata antara besar janin dan besar panggul.
Versi sefalik dianggap oleh sebagian dokter kebidanan sebagai teknik yang
berhasil baik dengan morbiditas kecil, sehingga harus dicoba untuk menghindari
angka morbidityas yang menyertai persalinan sungsang. Jika letak janin
melintang, perubahan presentasi tersebut merupakan satu-satunya alternatif bagi
tindakan seksio sesarea, kecuali bila janin itu berukuran sangat kecil (Saifuddin,
2002).
Versi sefalik luar lebih besar kemungkinannya untuk berhasil jika: bagian
presentasi beluim turun ke dalam panggul, cairan ketuban masih terdapat dalam
jumlah yang normal, posisi punggung bayi tidak menghadap ke belakang, pasien
tidak gemuk (Wiknjosastro, 2007).
Denyut jantung janin harus dimonitor terus menerus, sehingga dokter bias
mendengar suara denyut jantung tersebut selama melakukan tindakan. Kalau ada
alat sonografi akan bermanfaat. Jangan menggunakan anastesi, karena akan
mengakibatkan pemakaian tenaga yang tidak semestinya (Wiknjosastro, 2007).
Dalam stadium awal persalinan, sebelum ketuban pecah, berlaku indikasi
yang sama. Indikasi tersebut kemudian bisa diperluas sampai pada letak bayi yang
tidak stabil biasanya masih bisa berubah secara spontan menjadi letak longitudinal
ketika proses persalinan berlangsung. Akan tetapi versi sefalik luar jarang berhasil
kalau serviks sudah mengadakan dilatasi penuh atau kalau ketuban sudah pecah
(Wiknjosastro, 2007).
b. Versi podalik dalam
Perasat ini terdiri daeri pemutaran janin oleh dokter kebidanan yang
memasukkan tangannya ke dalam rongga rahim, menangkap salah atu atau kedua
kaki janin, dsan menariknya keluar lewat serviks, smentara bagian atas bedan
janin didorong kearah yang berlawanan secara trans abdomen. Tindakan ini
kemudian di ikuti oleh ekstraksi bokong (Wiknjosastro, 2007).
Indikasi melakukan versi podalik dalam yaitu kecuali pada persalinan bayi
kedua dalam kehamilan kembar, hanya ada beberapa indikasi untuk dilakukannya
versi podalik dalam. Terkadang prosedur ini bias dibenarkan kalau serviks sudah
berdilatasi penuh, ketuban masih utuh dan janin yang berada dalam letak lintang
yang serius pada janin dan ibu pada waktu dilakukan versi dalam dari suatu
presentasi kepala (Wiknjosastro, 2007).
2.1.3.2 Dalam Persalinan
Menolong persalinan letak sungsang diperlukan lebih banyak ketekunan
dan kesabaran dibandingkan dengan persalinan letak kepala. Pertama-tama
hendaknya ditentukan apakah tidak ada kelainan lain yang menjadi indikasi
seksio, seperti kesempitan panggul, plasenta previa, atau adanya tumor dalam
rongga panggul. Bila versi luar gagal atau janin tetap letak sungsang, maka
penatalaksanaan persalinan lebih waspada. Persalinan letak sungsang dapat
dilakukan pervaginam atau perabdominal (seksio sesarea). Pervaginam dilakukan
jika tidak ada hambatan pada pembukaan dan penurunan bokong.
Prinsip Dasar Persalinan Sungsang
1. Persalinan pervaginam
Berdasarkan tenaga yang dipakai dalam melahirkan janin pervaginam,
pertsalinan pervaginam dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Persalinan spontan (spontan breech). Janin dilahirkan dengan kekuatan dan
tenaga ibu sendiri. Cara ini lazim disebut cara Bracht.
b. Manual aid (partial breech axraction: assisted breech delivery). Janin dilahirkan
sebagian tenaga dan kekuatan ibu dsan sebagian lagi tenaga penolong.
c. Ekstraksi sungsang ( total breech extraction). Janin dilahirkan seluruhnya dengan
tenaga penolong (Wiknjosastro, 2007).
a) Prosedur persalinan sungsang secara spontan
1. Tahap pertama: fase lambat, mulai lahirnya bokong sampai pusat (skapula depan)
merupakan fase yang tidak berbahaya.
2. Tahap kedua: fase cepat, mulai dari lahirnya pusat sampai mulut, pada fase ini
kepala janin masuk PAP, sehingga kemungkinan tali pusat terjepit.
3. Tahap ketiga: fase lama, mulai lahirnya mulut sampai seluruh bagian kepala,
kepala keluar dari ruangan yang bertekanan tinggi (uterus) ke dunia luar yang
tekanannya lebih rendah sehingga kepala harus dilahirkan perlahan-lahan untuk
menghindari pendarahan intrakranial (adanya tentorium cerebellum).
Teknik persalinan:
a. Sebelum melakukan pimpinan persalinan penolong harus memperhatikan
persiapan ibu, janin, maupun penolong. Pada persiapan kelahiran, janin harus
selalu disediakan cunam piper.
b. Ibu tidur dalam posisi litotomi, penolong berdiri di depan vulva. Ketika timbul his
ibu disurh mengejan dan merangkul kedua pangkal paha. Pada saat bokong mulai
membuka vulva, disuntikkan 2-5 unit oksitosin intramuskulus.
c. Episiotomi dilakukan saat bokong membuka vbulva. Segera setelah bokong lahir,
bokong dicengkram secara Bracht, yaitu kedua ibu jari penolong sejajar sumbu
panjang paha, sedangkan jari-jari lain memegang panggul.
d. Pada setiap his, ibu disuruh mengejan. Saat tali pusat lahir dan tampak teregang,
tali pusat dikendorkan terlebih dahulu. Pada waktu tali pusat lahir dan tampak
teregang, tali pusat dikendorkan terlebih dahulu.
e. Penolong melakukan hiperlordosis badan janin untuk menutupi gerakan rotasi
anterior, yaitu punggung janin didekatkan ke perut ibu, gerakan ini disesuaikan
dengan gaya berat badan janin. Bersamaan dengan hiperlordosis, seorang asisten
melakukan ekspresi kristeller. Maksudnya agar tenaga mengejan lebih kuat
sehingga fase cepat dapat diselesaikan. Menjaga kepala janin tetap dalam posisi
fleksi, dan menghindari ruang kosong antara fundus uterus dan kepala janin,
sehingga tidak teradi lengan menjungkit.
f. Dengan gerakan hiperlordosis, berturut-turut lahir pusar, perut, bahu, lengan,
dagu, mulut dan akhirnya seluruh kepala.
g. Janin yang baru lahir diletakkan diperut ibu
Keuntungan :
a. Tangan penolong tidak masuk ke dalam jalan lahir sehingga mengurangi infeksi.
b. Mendekati persalinan fisiologik, sehingga mengurangi trauma pada janin.
Kerugian : terjadi kegagalan sebanyak 5-10% jika panggul sempit, janin besar,
jalan lahir kaki, misalnya primigravida lengan menjungkit atau menunjuk.
b) Prosedur manual aid (partial breech extraction)
Indikasi : jika persalinan secara bracht mengalami kegagalan misalnya terjadi
kemacetan saat melahirkan bahu atau kepala.
Tahapan :
a. Lahirnya bokong sampai pusar yang dilahirkan dengan tenaga ibu sendiri.
b. Lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga penolong dengan cara klasik
(Deventer), Mueller, Louvset, Bickenbach.
c. Lahirnya kepala dengan cara Mauriceau (Veit Smellie), Wajouk, Wid and Martin
Winctel, Prague Terbalik, Cunan Piper.
1) Cara klasik
a. Prinsip-prinsip melahirkan lengan belakang lebih dahulu karena lengan belakang
berada di ruangan yang lebih besar (sacrum), baru kemudian melahirkan lengan
depan di bawah simpisis tetapi jika lengan depan sulit dilahirkan maka lengan
depan diputar menjadi lengan belakang, yaitu dengan memutar gelang bahu ke
arah belakang dan kemudian lengan belakang dilahirkan.
b. Kedua kaki janin dilahirkan dan tangan kanan menolong pada pergelangan
kakinya dan dielevasi ke atau sejauh mungkin sehingga perut janin mendekati
perut ibu.
c. Bersamaan dengan itu tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam jalan lahir dan
dengan jari tengah dan telunjuk menelusuri bahu janin sampai fossa cubiti
kemudian lengan bawah dilahirkan dengan gerakan seolah-olah lengan bawah
mengusap muka janin.
d. Untuk melahirkan lengan depan, pegangan pada pergelangan kaki janin diganti
dengan tangan kanan penolong dan ditarik curam ke bawah sehingga punggung
janin mendekati punggung ibu.
e. Dengan cara yang sama lengan depan dilahirkan.
f. Jika lengan depan sukar dilahirkan, maka harus diputar menjadi lengan belakang.
Gelang bahu dan lengan yang sudah lahir dicengkram dengan kedua tangan
penolong sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari tangan penolong terletak di
punggung dan sejajar dengan sumbu badan janin sedang jari-jari lain
mencengkram dada. Putaran diarahkan ke perut dan dada janin sehingga lengan
depan terletak di belakang kemudian lengan dilahirkan dengan cara yang sama.
2) Cara Mueller
a. Prinsipnya : melahirkan bahu dan lengan depan lebih dahulu dengan ekstraksi,
baru kemudian melahirkan bahu dan lengan belakang.
b. Bokong janin dipegang secara femuro-pelviks, yaitu kedua ibu jari penolong
diletakkan sejajar spina sacralis media dan jari telunjuk pada crista illiaca dan
jari-jari lain mencengkram paha bagian depan. Badan janin ditarik curam ke
bawah sejauh mungkin sampai bahu depan tampak dibawah simpisis, dan lengan
depan dilahirkan dengan mengait lengan di bawahnya.
c. Setelah bahu depan dan lengan depan lahir, maka badan janin yang masih
dipegang secara femuro-pelviks ditarik ke atas sampai bahu ke belakang lahir.
Bila bahu belakang tak lahir dengan sendirinya, maka lengan belakang dilahirkan
dengan mengait lengan bawah dengan kedua jari penolong.
Keuntungan: tangan penolong tidak masuk jauh ke dalam jalan lahir sehingga
bahaya infeksi minimal.
3) Cara Louvset
a. Prinsipnya : memutar badan janin dalam setengah lingkaran bolak-balik sambil
dilakukan traksi awam ke bawah sehingga bahu yang sebelumnya berada
dibelakang akhirnya lahir dibawah simpisis.
b. Badan janin dipegang secara femuro-pelviks dan sambil dilakukan traksi curam
ke bawah, badan janin diputar setengah lingkaran, sehingga bahu belakang
menjadi bahu depan. Kemudian sambil dilakukan traksi, badan janin diputar lagi
ke arah yang berlawanan setengah lingkaran. Demikian seterusnya bolak-balik
sehingga bahu belakang tampak di bawah simpisis dan lengan dapat dilahirkan.
4) Cara Mauriceau (Veit-Smellie) :
a. Tangan penolong yang sesuai dengan muka janin dimasukkan ke dalam jalan
lahir. Jari tengah dimasukkan ke dalam mulut dan jari telunjuk dan jari ke 4
mencengkram fossa kanina, sedangkan jari lain mencengkeram leher. Badan anak
diletakkan di atas lengan bawah penolong, seolah-olah janin menunggang kuda.
Jari telunjuk dan jari ke 3 penolong yang lain mencengkeram leher janin dari arah
punggung.
b. Kedua tangan penolong menarik kepala janin curam ke bawah sambil seorang
asisten melakukan ekspresi kristeller. Tenaga tarikan terutama dilakukan oleh
tangan penolong yang mencengkeram leher janin dari arah punggung. Jika
suboksiput tampak di bawah simpisis, kepala janin diekspasi ke atas dengan
suboksiput sebagai hipomoklion sehingga berturut-turut lahir dagu, mulut, hidung,
mata, dahi, ubun-ubun besar dan akhirnya lahir seluruh kepala janin.
5) Cara cunam piper :
Pemasangan cunam pada after coming head tekniknya sama dengan
pemasangan lengan pada letak belakang kepala. Hanya pada kasus ini, cunam
dimasukkan pada arah bawah, yaitu sejajar pelipatan paha belakang. Hanya pada
kasus ini cunam dimasukkan dari arah bawah, yaitu sejajar pelipatan paha
belakang. Setelah suboksiput tampak dibawah simpisis, maka cunam dielevasi ke
atas dan dengan suboksiput sebagai hipomoklion berturut-turut lahir dagu, mulut,
muka, dahi dan akhirnya seluruh kepala lahir.
2. Persalinan perabdominal
a. Persalinan letak sungsang dengan seksio sesarea sudah tentu merupakan cara
yang terbaik ditinjau dari janin. Banyak ahli melaporkan bahwa persalinan letak
sungsang pervaginam, emberi trauma yang sangat berarti bagi janin, yang gejala-
gejalanya akan tampak baik pada waktu persalinan maupun baru di kemudian
hari.
b. Namun hal ini tidak berarti bahwa semua letak sungsang harus dilahirkan per
abdominal. Untuk melakukan penilaian apakah letak sungsang dapat melahirkan
pervaginam atau harus per abdominam kadang-kadang sukar.
c. Beberapa kriteria yang dapat dipakai pegangan bahwa letak sungsang harus
dilahirkan per abdominal, misalnya:
1. Primigravida tua
2. Nilai sosial janin tinggi (high social value baby)
3. Riwayat persalinan yang buruk (bad obstetric history)
4. Janin besar, lebih 3,5-4 kg
5. Dicurigai adanya kesempitan panggul
6. Prematuritas
2.1.4 Komplikasi
Pada letak sungsang yang persisten, meningkatnya komplkikasi berikut
harus diantisipasi:
a. Morbiditas dan mortalitas perinatal dari persalinan yang sulit
b. Berat badan lahir yang rendah pada persalinan preterm, hambatan pertumbuhan,
atau keduanya.
c. Prolaps tali pusat
d. Plasenta previa
e. Kelainan fetus, neonates, dan bayi
f. Anomali uterus dan tumor
g. Multipel fetus
h. Intervensi operatif, khususnya seksio sesarea
2.1.5 Prognosis
Baik ibu maupun janin dengan letak sungsang memiliki risiko yang lebih
besar dibandingkan dengan letak kepala. Pada persalinan sungsang yang sulit
terdapat peningkatan risiko maternal. Manipulasi secara manual dalam jalan lahir
akan memperbesar risiko infeksi pada ibu. Berbagai perasat intra uteri, khususnya
dengan segmen bawah uterus yang sudah tipis, atau persalinan after coming head
lewat serviks yang belum berdilatasi lengkap, dapat mengakibatkan ruptur uteri,
laserasi serviks ataupun keduanya. Tindakan manipulasi tersebut dapat pula
menyebabkan pelebaran luka episiotomi dan robekan perineum yang dalam
(Wiknjosastro, 2007).
Secara umum prognosis bagi ibu yang bayinya dilahirkan dengan ektraksi
bokong bagaimanapun juga lebih baik bila dibandingkan pada tindakan seksio
sesarea. Bagi janin prognosisnya, kurang menguntungkan dan akan semakin
tingginya bagian presentasi pada awal dilakukannya ekstraksi bokong (Manuaba,
2007). Disamping peningkatan risiko terjadinya rupture tentorium dan perdarahan
intraserebral, yang menyertai persalinan sungsang, angka mortalitas perinatal juga
meningkat akibat semakin besarnya kemungkinan terjadinya trauma lain pada saat
dilakukan ekstraksi. Lebih lanjut, prolapsus funikuli pada presentasi bokong tak
lengkap jauh lebih sering dijumpai bila dibandingkan pada presentasi verteks, dan
komplikasi ini selanjutnya akan memperburuk prognosis bagi bayi (Saifuddin,
2002).
2.2 Oligohidramnion
Oligohidramnion mengacu pada defisiensi besar volume cairan amnion.
Oligohidramnion adalah berkurangnya volume cairan amnion yang dapat
memungkinkan janin tidak bergerak dengan leluasa sehingga janin dapat
menempatkan diri dalam letak kepala, lintang maupun letak sungsang.
Berkurangnya volume cairan amnion dapat menimbulkan hipoksia janin
sebagai akibat dari kompresi tali pusat karena gerakan janin atau kontraksi rahim.
Selain itu, lintasan mekonium janin ke dalam volume cairan amnion yang
tereduksi menghasilakan suatu suspensi tebal dan penuh pertikel yang dapat
menyebabkan ganguan pernapasan janin.
Ada beberapa definisi oligohidramnion yang dipakai diantaranya:
a. Berkurangnya volume air ketuban (VAK)
b. Volumenya kurang dari 500 cc saat usia 32-36 minggu
c. Ukuran satu kantong (kuadran) < 2 cm
d. Amniotic fluid index (AFI) < 5 cm atau < presentil kelima
Volume air ketuban tergantung dari usia kehamilan, sehingga definisi terbaik
adalah < presentil kelima. Volume air ketuban meningkat secara stabil saat
kehamilan, volumenya sekitar 30 cc pada 10 minggu dan mencapai puncaknya 1
liter pada 34-36 minggu, yang selanjutnya berkurang. Rata-rata sekitar 800 cc
pada 40 minggu. Pengurangan volume maksimal bisa mencapai 150 cc/minggu
pada usia hamil 38-43 minggu.
Tiga hal utama yang berperan adalah volume air ketuban adalah (1) regulasi
normal aliran air ketuban dari janin, (2) pergerakan air dan bahan2 yang larut
didalamnya serta menembus membran (3) Efek ibu pada pergerakan cairan
menembus plasenta.
Sumber ketuban yang berperanan adalah pipis bayi yang merupakan sumber
utama air ketuban dalam timester II. Sumber lain adalah cairan yan berasal dari
paru janin serta rongga hidung janin.
Oligohidramnion diakibatkan oleh banyaknya cairan yang hilang ataupun
kurangnya produksi urin janin. Secara umum oligohidramnion berhubungan
dengan salah satu kondisi dibawah ini:
a. Pecahnya selaput ketuban.
b. Kelainan bawaan pada saluran ginjal dan atau saluran kemih janin.
c. Produksi pipis janin yang kurang secara kronis.
d. Hamil lewat waktu (Postterm)
Oligohidramnion lebih sering ditemukan pada kehamilan yang sudah cukup
bulan karena volume air ketuban biasanya menurun saat hamil sudah cukup bulan.
Ditemukan pada sekitar 12 % kehamilan yang mencapai 41 minggu.
Diagnosa dibuat dengan pemeriksaan USG yaitu dengan mengukur indeks
cairan ketuban (Amniotic Fluid Index= AFI). Tetapi secara klinis (dengan
pemeriksaan fisik) bisa diduga dengan : pengukuran tinggi rahim dari luar serta
bagian bayi yang mudah diraba dari luar (didinding perut ibu). Namun hal ini
hanya berupa asumsi/dugaan saja, tetap harus dikonfirmasi dengan USG.
Oligohidramnion didefinisikan sebagai amniotic fluid index yang kurang dari
5 cm. Karena volume air ketuban tergantung pada usia kehamilan maka definisi
yang lebih tepat adalah amniotic fluid index yang kurang dari presentil 5 ( lebih
kurang amniotic fluid index yang <6.8 cm saat hamil cukup bulan).
Oligohidramnion perlu digolongkan sesuai dengan etiologinya.
Oligohidramnion berhubungan dengan keterbelakangan pertumbuhan dalam
rahim dan pada 60 persen kasus. Bila dihubungkan dengan bukti ultrasonik
keterbelakangan pertumbuhan asimetrik, gangguan janin sangat mungkin terjadi,
kasus-kasus itu yang diakibatkan oleh ruptura membaran janin yang spontan
mungkin tidak berhubungan dengan gangguan janin sebelumnya.
Oligohidramnion mungkin terjadi sebagai akibat tekanan janin intrautero, sekresi
hormone penekan janin (katekolamin, vasopressin) dapat menghambat resopsi
cairan paru-paru lewat penelanan oleh janin. Akhirnya, terdapat kasus yang
berhubungan dengan berbagai Janis cacat janin, misalnya sindroma Potter
(agenesis ginjal), yang butuh pemeriksaan ultarsonik dan genetic secara rinci.
Kejadian oligohidramnion lebih dini berakibat lebih berat terhadap janin.
Adhesi antara amnion dan janin menyebabkan pertumbuhan janin terjadi dan
abnormalitas cukup serius. Bila diketahui pada kehamilan muda, efek terhadap
janin lebih disebabkan akibat efek penekanan seperti deformitas janin dan
amputasi ekstremitas. Berhubungan dengan adanya abnormalitas traktus
genitourinaria, seperti agenesis ginjal, obstruksi traktus urinarius. Insufisiensi
plasenta dapat merupakan faktor predisposisi. Dapat menyebabkan hipoplasi
pulmoner, karena kompresi akibat tidak ada cairan, terjadi inhalasi cairan yang
menghambat pertumbuhan paru-paru dan terjadi defek paru intrinsik. Sering
ditemukan janin dengan presentasi bokong, dengan posisi fleksi ekstrim dan rapat.
Sering menyebabkan persalinan prematur.
Diagnosis Ultrasonografi : Oligohidramnion berat bila indeks cairan amnion
< 5 cm. Jika tanpa kelainan kongenital mayor dapat dicoba amnio infusi. Pada
umumnya persalinan tidak berbeda bila janin dalam keadaan normal. Seksio
sesarea atas indikasi obstetri atau deselerasi berulang setelah amnioinfusi.
Resusitasi jantung pulmoner untuk kemungkinan hipoplasia paru, bila terdapat
kelainan kongenital upayakan lahir pervaginam. Hal ini baik ibu dan buruk untuk
bayi.
Sindroma Potter dan Fenotip Potter adalah suatu keadaan kompleks yang
berhubungan dengan gagal ginjal bawaan dan berhubungan dengan
oligohidramnion (cairan ketuban yang sedikit). Fenotip Potter digambarkan
sebagai suatu keadaan khas pada bayi baru lahir, dimana cairan ketubannya sangat
sedikit atau tidak ada. Oligohidramnion menyebabkan bayi tidak memiliki
bantalan terhadap dinding rahim. Tekanan dari dinding rahim menyebabkan
gambaran wajah yang khas (wajah Potter). Selain itu, karena ruang di dalam
rahim sempit, maka anggota gerak tubuh menjadi abnormal atau mengalami
kontraktur dan terpaku pada posisi abnormal. Oligohidramnion juga menyebabkan
terhentinya perkembangan paru-paru (paru-paru hipoplastik), sehingga pada saat
lahir, paru-paru tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Pada sindroma Potter,
kelainan yang utama adalah gagal ginjal bawaan, baik karena kegagalan
pembentukan ginjal (agenesis ginjal bilateral) maupun karena penyakit lain pada
ginjal yang menyebabkan ginjal gagal berfungsi.
2.3 Kerangka Konsep
PersalinanLetak Sungsang
Oligohidramnion
Keterangan :
Variabel independent : Oligohidramnion
Variabel dependent : Persalinan Letak Sungsang
2.4 Hipotesis Penelitian
Hο : Tidak ada hubungan antara oligohidramnion dengan persalinan letak sungsang
Ha : Ada hubungan antara oligohidramnion dengan persalinan letak sungsang