Wan PreStasi

download Wan PreStasi

of 49

Transcript of Wan PreStasi

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    1/49

    TINJAUAN UMUM ATAS WANPRESTASI

    A. Pengertian Wanprestasi

    1. Prestasi

    Prestasi merupakan hal yang harus dilaksanakan dalam suatu perikatan.

    Pemenuhan prestasi merupakan hakikat dari suatu perikatan. Kewajiban memenuhi

    prestasi dari debitur selalui disertai dengan tanggung jawab (liability), artinya debitur

    mempertaruhkan harta kekayaannya sebagai jaminan pemenuhan hutangnya kepada

    kreditur. Menurut ketentuan Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata, semua harta

    kekayaan debitur baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun

    yang akan ada menjadi jaminan pemenuhan hutangnya terhadap kreditur, jaminan

    semacam ini disebut jaminan umum.

    Pada prakteknya tanggung jawab berupa jaminan harta kekayaan ini dapat

    dibatasi sampai jumlah yang menjadi kewajiban debitur untuk memenuhinya yang

    disebutkan secara khusus dan tertentu dalam perjanjian, ataupun hakim dapat

    menetapkan batas-batas yang layak atau patut dalam keputusannya. Jaminan harta

    kekayaan yang dibatasi ini disebut jaminan khusus. Artinya jaminan khusus itu

    hanya mengenai benda tertentu saja yang nilainya sepadan dengan nilai hutang

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    2/49

    debitur, misalnya rumah,kendaraan bermotor. Bila debitur tidak dapat memenuhi

    prestasinya maka benda yang menjadi jaminan khusus inilah yang dapat diuangkan

    untuk memenuhi hutang debitur.

    Prestasi merupakan sebuah esensi daripada suatu perikatan. Apabila esensi

    ini tercapai dalam arti dipenuhi oleh debitur maka perikatan itu berakhir. Agar esensi

    itu dapat tercapai yang artinya kewajiban tersebut dipenuhi oleh debitur maka harus

    diketahui sifat-sifat dari prestasi tersebut ,yakni :

    i. Harus sudah tertentu atau dapat ditentukan

    ii. Harus mungkin

    iii. Harus diperbolehkan (halal)

    iv. Harus ada manfaatnya bagi kreditur

    v. Bisa terdiri dari suatu perbuatan atau serentetan perbuatan

    2. Wanprestasi

    Semua subjek hukum baik manusia atau badan hukum dapat membuat suatu

    persetujuan yang menimbulkan prikatan diantara pihak-pihak yang membuat

    persetujuan tersebut. Persetujuan ini mempunyai kekuatan yang mengikat bagi para

    pihak yang melakukan perjanjian tersebut sebagai mana yang diatur di dalam pasal

    1338 KUH Perdata.

    Di dalam perjanjian selalu ada dua subjek yaitu pihak yang berkewajiban untuk

    melaksanakan suatu prestasi dan pihak yang berhak atas suatu prestasi

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    3/49

    Didalam pemenuhan suatu prestasi atas perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak

    tidak jarang pula debitur (nsabah) lalai melaksanakan kewajibannya atau tidak

    melaksanakan kewajibannya atau tidak melaksanakan seluruh prestasinya, hal ini

    disebut wanprestasi.

    Wanprestasi berasal dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda

    wanprestatie yang artinya tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban yang telah

    ditetapkan terhadap pihak-pihak tertentu di dalam suatu perikatan, baik perikatan

    yang dilahirkan dari suatu perjanjian ataupun perikatan yang timbul karena undang-

    undang.

    Pengertian mengenai wanprestasi belum mendapat keseragaman, masih

    terdapat bermacam-macam istilah yang dipakai untuk wanprestasi, sehingga tidak

    terdapat kata sepakat untuk menentukan istilah mana yang hendak dipergunakan.

    Istilah mengenai wanprestasi ini terdaspat di berabgai istilah yaitu: ingkar janji,

    cidera janji, melanggar janji, dan lain sebagainya.

    Dengan adanya bermacam-macaam istilah mengenai wanprestsi ini, telah

    menimbulkan kesimpang siuran dengan maksud aslinya yaitu wanprestsi. Ada

    beberapa sarjana yang tetap menggunakan istilah wanprestasi dan memberi

    pendapat tentang pengertian mengenai wanprestsi tersebut.

    Dr. Wirjono Prodjodikoro SH, mengatakan bahwa wanprestasi adalah

    ketiadaan suatu prestasi didalam hukum perjanjian, berarti suatu hal yang harus

    dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian. Barangkali daslam bahasa Indonesia

    dapat dipakai istilah pelaksanaan janji untuk prestasi dan ketiadaan pelaksanaannya

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    4/49

    janji untuk wanprestasi.

    Prof. R. Subekti, SH, mengemukakan bahwa wanprestsi itu asalah kelalaian

    atau kealpaan yang dapat berupa 4 macam yaitu:

    1. Tidak melakukan apa yang telah disanggupi akan dilakukannya.

    2. Melaksanakan apa yang telah diperjanjikannya, tetapi tidak sebagai mana

    yang diperjanjikan.

    3. Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi terlambat,

    4. Selakukan suatu perbuatan yang menurut perjanjian tidak dapat

    dilakukan.

    H. Mariam Darus Badrulzaman SH, mengatakan bahwa apabila debitur

    karena kesalahannya tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, maka debitur itu

    wanprestasi atau cidera janji. Kata karena salahnya sangat penting, oleh karena

    dabitur tidak melaksanakan prestasi yang diperjanjikan sama sekali bukan karena

    salahnya.

    Menurut M.Yahya Harahap bahwa wanprestasi dapat dimaksudkan juga

    sebagai pelaksanaan kewajuban yang tidak tepat pada waktunya atau dilaksankan

    tidask selayaknya.

    Hal ini mengakibatkan apabila salah satu pihak tidak memnuhi atau tidak

    melaksanakan isi perjanjian yang telah mereka sepakati atau yang telah mereka buat

    maka yang telah melanggar isi perjajiab tersebut telah melakukan perbuatan

    wanprestasi.

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    5/49

    Dari uraian tersebut di atas kita dapat mengetahui maksud dari wanprestasi

    itu, yaitu pengertian yang mengatakan bahwa seorang diakatakan melakukan

    wanprestasi bilamana : tidak memberikan prestasi sama sekali, telamabat

    memberikan prestasi, melakukan prestsi tidak menurut ketentuan yang telah

    ditetapkan dalam pejanjian.

    Faktor waktu dalam suatu perjanjian adalah sangat penting, karena dapat

    dikatakan bahwa pada umumnya dalam suatu perjanjian kedua belah pihak

    menginginkan agar ketentuan perjanjian itu dapat terlaksana secepat mungkin, karena

    penentuan waktu pelaksanaan perjanjian itu sangat penting untuk mengetahui tibanya

    waktu yang berkewajiban untuk menepati janjinya atau melaksanakan suatu

    perjanjian yang telah disepakati.

    Dengan demikian bahwa dalam setiap perjanjian prestasi merupakan suatu

    yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap perjanjian. Prestasis merupakan isi

    dari suatu perjanjian, pabila debitur tidak memenuhi prestasi sebagaimana yang

    telah ditentukan dalam perjanjian maka dikatakan wanprestasi.

    Wanprestasi memberikan akibat hukum terhadap pihak yang melakukannya

    dan membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk

    menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi, sehingga

    oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena

    wanprestasi tersebut.

    B. Macam-Macam Prestasi dan Wanprestasi

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    6/49

    Menurut ketentuan Pasal 1234 KUHPerdata, tiap-tiap perikatan adalah untuk

    memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.

    Maka dari itu wujud prestasi itu berupa :

    1. Memberikan Sesuatu

    Dalam pasal 1235 dinyatakan :Dalam tiap-tiap perikatan untuk memberikan

    sesuatu adalah termaktub kewajiban si berutang untuk menyerahkan kebendaan yang

    bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai seorang bapak rumah yang baik, sampai

    pada saat penyerahannya.

    Kewajiban yang terakhir ini adalah kurang atau lebih luas terhadap

    perjanjian-perjanjian tertentu, yang akibat-akibatnya mengenai hal ini ditunjuk dalam

    bab-bab yang bersangkutan

    Pasal ini menerangkan tentang perjanjian yang bersifat konsensual (yang

    lahir pada saat tercapainya kesepakatan) yang objeknya adalah barang, dimana sejak

    saat tercapainya kesepakatan tersebut, orang yang seharusnya menyerahkan barang

    itu harus tetap merawat dengan baik barang tersebut sebagaimana layaknya

    memelihara barang kepunyaan sendiri sama halnya dengan merawat barang miliknya

    yang lain,yang tidak akan diserahkan kepada orang lain.Kewajiban merawat

    dengan baik berlangsung sampai barang tersebut diserahkan kepada orang yang harus

    menerimanya. Penyerahan dalam pasal ini dapat berupa penyerahan nyata maupun

    penyerahan yuridis.

    2. Berbuat Sesuatu

    Berbuat sesuatu dalam suatu perikatan yakni berarti melakukan perbuatan

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    7/49

    seperti yang telah ditetapkan dalam perikatan. Jadi wujud prestasi disini adalah

    melakukan perbuatan tertentu. Dalam melaksanakan prestasi ini debitur harus

    mematuhi apa yang telah ditentukan dalam perikatan. Debitur bertanggung jawab atas

    perbuatannya yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diperjanjikan oleh para pihak.

    Namun bila ketentuan tersebut tidak diperjanjikan, maka disini berlaku ukuran

    kelayakan atau kepatutan yang diakui dan berlaku dalam masyarakat. Artinya

    sepatutnya berbuat sebagai seorang pekerja yang baik.

    3. Tidak Berbuat Sesuatu

    Tidak berbuat sesuatu dalam suatu perikatan yakni berarti tidak melakukan

    suatu perbuatan seperti yang telah diperjanjikan. Jadi wujud prestasi di sini adalah

    tidak melakukan perbuatan. Di sini kewajiban prestasinya bukan sesuatu yang bersifat

    aktif, tetapi justru sebaliknya yaitu bersifat pasif yang dapat berupa tidak berbuat

    sesuatu atau membiarkan sesuatu berlangsung. Disini bila ada pihak yang berbuat

    tidak sesuai dengan perikatan ini maka ia bertanggung jawab atas akibatnya.

    4. Wujud wanprestasi

    Untuk menetapkan apakah seorang debitur itu telah melakukan wanprestasi

    dapat diketahui melalui 3 keadaan berikut :

    1. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali

    Artinya debitur tidak memenuhi kewajiban yang telah disanggupinya untuk

    dipenuhi dalam suatu perjanjian atau tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan

    undang-undang dalam perikatan yang timbul karena undang-undang.

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    8/49

    2. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru

    Artinya debitur melaksanakan atau memenuhi apa yang diperjanjikan atau

    apa yang ditentukan oleh undang-undang, tetapi tidak sebagaimana mestinya menurut

    kualitas yang ditentukan dalam perjanjian atau menurut kualitas yang ditetapkan oleh

    undang-undang.

    3. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat pada waktunya

    Artinya debitur memenuhi prestasi tetapi terlambat, waktu yang ditetapkan

    dalam perjanjian tidak dipenuhi.

    Prof. Subekti menambah lagi keadaan tersebut di atas dengan melakukan

    sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

    C. Sebab Terjadinya Wanprestasi

    Dalam pelaksanaan isi perjanjian sebagaimana yang telah ditentukan dalam

    suatu perjanjian yang sah, tidak jarang terjadi wanprestasi oleh pihak yang dibebani

    kewajiban (debitur) tersebut. Tidak dipenuhinya suatu prestasi atau kewajiban

    (wanprestasi) ini dapat dikarenakan oleh dua kemungkinan alasan. Dua kemungkinan

    alasan tersebut antara lain yakni :

    1. Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan ataupun kelalaiannya.

    Kesalahan di sini adalah kesalahan yang menimbulkan kerugian. Dikatakan

    orang mempunyai kesalahan dalam peristiwa tertentu kalau ia sebenarnya dapat

    menghindari terjadinya peristiwa yang merugikan itu baik dengan tidak berbuat atau

    berbuat lain dan timbulnya kerugian itu dapat dipersalahkan kepadanya. Dimana tentu

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    9/49

    kesemuanya dengan memperhitungan keadaan dan suasana pada saat peristiwa itu

    terjadi.

    Kerugian itu dapat dipersalahkan kepadanya (debitur) jika ada unsur

    kesengajaan atau kelalaian dalam peristiwa yang merugikan itu pada diri debitur yang

    dapat dipertanggungjawabkan kepadanya. Kita katakan debitur sengaja kalau

    kerugian itu memang diniati dan dikehendaki oleh debitur, sedangkan kelalaian

    adalah peristiwa dimana seorang debitur seharusnya tahu atau patut menduga, bahwa

    dengan perbuatan atau sikap yang diambil olehnya akan timbul kerugian. Disini

    debitur belum tahu pasti apakah kerugian akan muncul atau tidak, tetapi sebagai

    orang yang normal seharusnya tahu atau bisa menduga akan kemungkinan munculnya

    kerugian tersebut. Dengan demikian kesalahan disini berkaitan dengan masalah

    dapat menghindari (dapat berbuat atau bersikap lain) dan dapat menduga (akan

    timbulnya kerugian).

    2. Karena keadaan memaksa (overmacht / force majure) , diluar kemampuan

    debitur,debitur tidak bersalah.

    Keadaan memaksa ialah keadaan tidak dapat dipenuhinya prestasi oleh pihak

    debitur karena terjadi suatu peristiwa bukan karena kesalahannya, peristiwa mana

    tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga akan terjadi pada waktu membuat

    perikatan. Vollmar menyatakan bahwa overmacht itu hanya dapat timbul dari

    kenyataan-kenyataan dan keadaan-keadaan tidak dapat diduga lebih dahulu. Dalam

    hukum anglo saxon (Inggris) keadaan memaksa ini dilukiskan dengan istilah

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    10/49

    frustration yang berarti halangan, yaitu suatu keadaan atau peristiwa yang terjadi

    diluar tanggung jawab pihak-pihak yang membuat perikatan (perjanjian) itu tidak

    dapat dilaksanakan sama sekali.

    Dalam keadaan memaksa ini debitur tidak dapat dipersalahkan karena

    keadaan memaksa tersebut timbul diluar kemauan dan kemampuan debitur.

    Wanprestasi yang diakibatkan oleh keadaan memaksa bisa terjadi karena benda yang

    menjadi objek perikatan itu binasa atau lenyap, bisa juga terjadi karena perbuatan

    debitur untuk berprestasi itu terhalang seperti yang telah diuraikan diatas. Keadaan

    memaksa yang menimpa benda objek perikatan bisa menimbulkan kerugian sebagian

    dan dapat juga menimbulkan kerugian total. Sedangkan keadaan memaksa yang

    menghalangi perbuatan debitur memenuhi prestasi itu bisa bersifat sementara maupun

    bersifat tetap.

    Unsur unsur yang terdapat dalam keadaan memaksa itu ialah :

    a) Tidak dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang membinasakan benda

    yang menjadi objek perikatan, ini selalu bersifat tetapb) Tidak dapat dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang menghalangi

    perbuatan debitur untuk berprestasi, ini dapat bersifat tetap atausementara.

    c) Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu

    membuat perikatan baik oleh debitur maupun oleh kreditur. Jadi bukan

    karena kesalahan pihak-pihak, khususnya debitur.

    Ajaran tentang Keadaan Memaksa (overmacht)

    Mengenai keadaan memaksa yang menjadi salah satu sebab timbulnya

    wanprestasi dalam pelaksaanaan perjanjian. Dikenal dua macam ajaran mengenai

    keadaan memaksa tersebut dalam ilmu hukum, yaitu ajaran memaksa yang bersifat

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    11/49

    objektif dan subjektif. Yang mana ajaran mengenai keadaan memaksa

    (overmachtsleer) ini sudah dikenal dalam Hukum Romawi, yang berkembang dari

    janji (beding) pada perikatan untuk memberikan suatu benda tertentu. Dalam hal

    benda tersebut karena adanya keadaan yang memaksa musnah maka tidak hanya

    kewajibannya untuk menyerahkan tetapi seluruh perikatan menjadi hapus, tetapi

    prestasinya harus benar-benar tidak mungkin lagi. Pada awalnya dahulu hanya

    dikenal ajaran mengenai keadaan memaksa yang bersifat objektif. Lalu dalam

    perkembangannya, kemudian muncul ajaran mengenai keadaan memaksa yang

    bersifat subjektif.

    1. Keadaan memaksa yang bersifat objektif

    Objektif artinya benda yang menjadi objek perikatan tidak mungkin

    dapat dipenuhi oleh siapapun. Menurut ajaran ini debitur baru bisa

    mengemukakan adanya keadaan memaksa (overmacht) kalau setiap orang

    dalam kedudukan debitur tidak mungkin untuk berprestasi (sebagaimana

    mestinya). Jadi keadaan memaksa tersebut ada jika setiap orang sama

    sekali tidak mungkin memenuhi prestasi yang berupa benda objek perikatan

    itu. Oleh karena itu ukurannya orang (pada umumnya) tidak bisa

    berprestasi bukan debitur tidak bisa berprestasi, sehingga kepribadiannya,

    kecakapan, keadaannya, kemampuan finansialnya tidak dipakai sebagai

    ukuran, yang menjadi ukuran adalah orang pada umumnya dan karenanya

    dikatakan memakai ukuran objektif. Dasar ajaran ini adalah

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    12/49

    ketidakmungkinan. Vollmarr menyebutkan keadaan memaksa ini dengan

    istilah absolute overmacht apabila benda objek perikatan itu musnah diluar

    kesalahan debitur.

    Marsch and soulsby juga menyatakan bahwa suatu

    perjanjian tidak mungkin dilaksanakan apabila setelah perjanjian dibuat

    terjadi perubahan dalam hukum yang mengakibatkan bahwa perjanjian yang

    telah dibuat itu menjadi melawan hukum jika dilaksanakan. Dalam keadaan

    yang seperti ini secara otomatis keadaan memaksa tersebut mengakhiri

    perikatan karena tidak mungkin dapat dipenuhi. Dengan kata lain perikatan

    menjadi batal, keadaan memaksa disini bersifat tetap.

    2. Keadaan Memaksa yang Bersifat Subjektif

    Dikatakan subjektif dikarenakan menyangkut perbuatan debitur itu

    sendiri, menyangkut kemampuan debitur sendiri, jadi terbatas pada

    perbuatan atau kemampuan debitur. Salah seorang sarjana yang terkenal

    mengembangkan teori tentang keadaan memaksa adalah houwing. Menurut

    pendapatnya keadaan memaksa ada kalau debitur telah melakukan segala

    upaya yang menurut ukuran yang berlaku dalam masyarakat yang

    bersangkutan patut untuk dilakukan,sesuai dengan perjanjian tersebut.

    Yang dimaksud dengan debitur oleh houwing adalah debitur yang

    bersangkutan. Disini tidak dipakai ukuran debitur pada

    umumnya(objektif), tetapi debitur tertentu, jadi subjektif. Oleh karena yang

    dipakai sebagai ukuran adalah subjek debitur tertentu, maka kita tidak bisa

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    13/49

    melepaskan diri dari pertimbangan debitur yang bersangkutan dengan

    semua ciri-cirinya atau dengan perkataan lain kecakapan, tingkat sosial,

    kemampuan ekonomis debitur yang bersangkutan turut diperhitungkan.

    Dasar ajaran ini adalah kesulitan-kesulitan. Menurut ajaran ini debitur

    itu masih mungkin memenuhi prestasi walaupun mengalami kesulitan atau

    menghadapi bahaya. Vollmar menyebutnya dengan istilah relatieve

    overmacht. Keadaan memaksa dalam hal ini bersifat sementara. Oleh

    karenanya perikatan tidak otomatis batal melainkan hanya terjadi penundaan

    pelaksanaan prestasi oleh debitur. Jika kesulitan yang menjadi hambatan

    pelaksanaan prestasi tersebut sudah tidak ada lagi maka pemenuhan prestasi

    diteruskan.

    Timbulnya ajaran mengenai keadaan memaksa seperti yang telah diuraikan

    di atas dikarenakan keadaan memaksa tidak mendapatkan pengaturan

    secara umum dalam undang-undang. Karena itu hakim berwenang menilai

    fakta yang terjadi (wanprestasi) bahwa debitur sedang dalam keadaan

    memaksa (overmacht) atau tidak, sehingga diketahui apakah debitur dapat

    dibebani kewajiban atas resiko atau tidak atas wanprestasi tersebut.

    D. Akibat Hukum Dari Wanprestasi

    1. Akibat Hukum dari Wanprestasi karena Kesalahan Debitur

    Sejak kapan debitur dapat dikatakan dalam keadaan sengaja atau lalai tidak

    memenuhi prestasi, hal ini sangat perlu dipersoalkan, karena wanprestasi tersebut

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    14/49

    memiliki konsekuensi atau akibat hukum bagi debitur. Untuk mengetahui sejak kapan

    debitur itu dalam keadaan wanprestasi maka perlu diperhatikan apakah di dalam

    perikatan yang disepakati tersebut ditentukan atau tidak tenggang pelaksanaan

    pemenuhan prestasi.

    Dalam perjanjian untuk memberikan sesuatu atau untuk melakukan sesuatu pihak-pihakmenentukan dan dapat juga tidak menentukan tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan

    prestasi oleh debitur. Dalam hal tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi

    tidak ditentukan maka dipandang perlu untuk memperingatkan debitur guna memenuhiprestasinya tersebut dan dalam hal tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi

    ditentukan maka menurut ketentuan pasal

    1238 KUHPerdata debitur dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.

    Pasal 1238 KUHPerdata :

    Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan

    sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri,

    ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan

    lewatnya waktu yang ditentukan.

    Pasal ini menerangkan bahwa wanprestasi itu dapat diketahui dengan 2 cara,

    yaitu sebagai berikut :

    1. Pemberitahuan atau somasi, yaitu apabila perjanjian tidak menentukan

    waktu tertentu kapan seseorang dinyatakan wanprestasi atau perjanjian

    tidak menentukan batas waktu tertentu yang dijadikan patokan tentang

    wanprestasi debitur, harus ada pemberitahuan dulu kepada debitur tersebut

    tentang kelalaiannya atau wanprestasinya. Jadi pada intinya ada

    pemberitahuan, walaupun dalam pasal ini dikatakan surat perintah atau

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    15/49

    akta sejenis.Namun, yang paling penting ada peringatan atau

    pemberitahuan kepada debitur agar dirinya mengetahui bahwa dirinya

    dalam keadaan wanprestasi.

    2. Sesuai dengan perjanjian, yaitu jika dalam perjanjian itu ditentukan jangka

    waktu pemenuhan perjanjian dan debitur tidak memenuhi pada waktu

    tersebut, dia telah wanprestasi.

    Ketentuan pasal 1238 KUHPerdata ini hanya mengatur tentang perikatan

    untuk memberikan sesuatu, sedangkan perikatan untuk berbuat sesuatu tidak ada

    ketentuan spesifik semacam pasal ini. Namun ketentuan pasal ini dapat juga diikuti

    oleh perikatan untuk berbuat sesuatu. Sebaiknya ketentuan pasal 1238 KUHPerdata

    ini dapat diperluas juga meliputi perikatan untuk berbuat sesuatu. Jadi dalam

    penyusunan hukum perikatan nasional nanti ketentuan semacam pasal ini dapat ditiru

    dan meliputi perikatan untuk memberikan sesuatu dan perikatan untuk berbuat

    sesuatu.

    Dalam perikatan untuk tidak berbuat sesuatu, prestasinya adalah tidak

    berbuat sesuatu yang telah ditetapkan dalam perjanjian. Dalam hal ini tidak perlu

    dipersoalkan apakah ditentukan jangka waktu atau tidak. Karena sejak perikatan itu

    berlaku dan selama perikatan tersebut berlaku, kemudian debitur melakukan

    perbuatan itu maka ia dinyatakan telah lalai (wanprestasi).

    Adapun akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi, adalah

    hukuman atau sanksi sebagai berikut :

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    16/49

    a) Debitur diharuskan membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh

    kreditur

    Ketentuan ini berlaku untuk semua perikatan. Apakah yang dimaksud

    dengan ganti rugi , kapan ganti kerugian itu timbul, dan apa yang menjadi ukuran

    ganti kerugian tersebut, dan bagaimana pengaturannya dalam undang-undang.

    Pasal 1243 KUHPerdata :

    penggantian biaya, rugi, dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan,

    barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi

    perikatannya, tetap melalaikannya atau jika sesuatu yang harus diberikan atau

    dibuatnya, hanya dapat diberikan dan dibuat dalam tenggang waktu yang telah

    dilampaukannya.

    Berdasarkan pasal ini, ada dua cara penentuan titik awal penghitungan ganti

    kerugian, yaitu sebagai berikut :

    a. Jika dalam perjanjian itu tidak ditentukan jangka waktu, pembayaran

    ganti kerugian mulai dihitung sejak pihak tersebut telah dinyatakan

    lalai, tetapi tetap melalaikannya.

    b. Jika dalam perjanjian tersebut telah ditentukan jangka waktu tertentu,

    pembayaran ganti kerugian mulai dihitung sejak terlampauinya jangka

    waktu yang telah ditentukan tersebut.

    Yang dimaksud dengan ganti kerugian itu ialah ganti kerugian yang timbul

    karena debitur melakukan wanprestasi karena lalai. Ganti kerugian itu haruslah

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    17/49

    dihitung berdasarkan nilai uang, jadi harus berupa uang bukan berupa barang.

    Berdasarkan pasal 1246 KUHPerdata ganti kerugian terdiri dari 3 (tiga) unsur, yakni :

    (1) Ongkos-ongkos atau biaya yang telah dikeluarkan (cost), misalnya

    ongkos cetak, biaya materai, biaya iklan.

    (2) Kerugian karena kerusakan, kehilangan atas barang kepunyaan

    kreditur akibat kelalaian debitur (damages). Kerugian disini adalah

    sungguh-sungguh diderita, misalnya busuknya buah buahan karena

    kelambatan penyerahan, ambruknya sebuah rumah karena salah

    konstruksi sehingga merusak perabot rumah tangga, lenyapnya

    barang karena terbakar.

    (3) Bunga atau keuntungan yang diharapkan (interest). Karena debitur

    lalai, kreditur kehilangan keuntungan yang diharapkannya.

    Dalam ganti kerugian itu tidak senantiasa ketiga unsur itu harus ada. Minimal

    ganti kerugian itu adalah kerugian yang sesungguhnya diderita oleh kreditur (unsur

    2). Meskipun debitur telah melakukan wanprestasi dan diharuskan membayar

    sejumlah ganti kerugian, undang-undang masih memberikan pembatasan-pembatasan

    yaitu : dalam hal ganti kerugian yang sebagaimana seharusnya dibayar oleh debitur

    atas tuntutan kreditur. Pembatasan-pembatasan itu diberikan undang-undang sebagai

    bentuk perlindungan terhadap debitur dari perbuatan kesewenang-wenangan kreditur.

    Pembatasan-pembatasan tersebut dapat kita liat pada pasal 1247 dan 1248

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    18/49

    KUHPerdata.

    Pasal 1247 KUHPerdata :

    Si berutang hanya diwajibkan mengganti biaya, rugi, dan bunga yang nyata telah,

    atau sedianya harus dapat diduganya sewaktu perikatan dilahirkan, kecuali jika hal

    tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan sesuatu tipu daya yang dilakukan

    olehnya.

    Pasal ini sebagai penegasan tentang pembatasan ganti kerugian yang dapat

    dituntut dari debitur, yaitu kerugian yang nyata nyata telah dapat diperhitungkan

    pada saat perjanjian tersebut dibuat oleh para pihak.

    Pasal 1248 KUHPerdata :

    Bahkan jika hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan tipu daya si

    berutang, penggantian biaya, rugi, dan bunga sekedar mengenai kerugian yang

    dideritanya oleh si berpiutang dan keuntungan yang terhilang baginya, hanyalah

    terdiri atas apa yang merupakan akibat langsung dari tak dipenuhinya perikatan.

    Pasal ini sebenarnya memberikan juga perlindungan kepada debitur yang walaupun

    melakukan tipu daya terhadap kreditur, ganti kerugian yang harus dibayarnya hanya

    meliputi kerugian langsung sebagai akibat wanprestasinya debitur.

    Dari ketentuan dua pasal ini dapat diketahui bahwa ada dua pembatasan

    kerugian :

    a. Kerugian yang dapat diduga ketika membuat perikatan.

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    19/49

    b. Kerugian sebagai akibat langsung dari wanprestasi (lalai).

    Selain pembatasan seperti yang telah diuraikan di atas, masih ada lagi

    pembatasan pembayaran ganti rugi itu, yaitu dalam perjanjian yang prestasinya

    berupa pembayaran sejumlah uang. Hal ini dapat kita lihat pada ketentuan pasal 1250

    KUHPerdata.

    Pasal 1250 ayat 1 KUHPerdata :

    Dalam tiap-tiap perikatan yang semata-mata berhubungan dengan pembayaran

    sejumlah uang, penggantian biaya, rugi dan bunga sekadar disebabkan terlambatnya

    pelaksanaan, hanya terdiri atas bunga yang ditentukan oleh undang-undang, dan tidak

    mengurangi peraturan-peraturan undang-undang khusus.

    Penggantian biaya, rugi, dan bunga tersebut wajib dibayar, dengan tidak

    usah dibuktikannya sesuatu kerugian oleh si berpiutang. Penggantian biaya, rugi dan

    bunga itu hanya harus dibayar terhitung mulai dari ia diminta di muka Pengadilan,

    kecuali dalam hal-hal dimana undang-undang menetapkan bahwa ia berlaku demi

    hukum.

    Maksud pasal ini adalah bahwa setiap tagihan yang berupa uang, yang

    pembayarannya terlambat dilakukan oleh pihak debitur, maka tuntutan ganti kerugian

    tidak boleh melebihi ketentuan bunga moratorium (bunga menurut undang-undang).

    Bunga yang harus dibayar karena lalai ini disebut moratoir interest,

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    20/49

    sebagai hukuman bagi debitur. Moratoir berasal dari kata mora bahasa Latin yang

    berarti lalai. Pembayaran ganti kerugian sebesar bunga moratorium tersebut semata-

    mata digantungkan pada keterlambatan pembayaran tersebut sehingga kreditur tidak

    perlu dibebani untuk membuktikan dasar penuntutan ganti kerugian tersebut.

    Penghitungan besarnya ganti kerugian tersebut terhitung bukan pada saat utang

    tersebut tidak dibayar atau lalainya debitur, melainkan mulai dihitung sejak

    tuntutan tersebut diajukan ke pengadilan, kecuali jika dalam keadaan tertentuundang- undang memberikan kemungkinan bahwa penghitungan bunga tersebut

    berlaku demi hukum (mulai saat terjadinya wanprestasi).

    b) Dalam perjanjian timbal balik (bilateral), wanprestasi dari satu pihak

    memberikan hak kepada pihak lainnya untuk membatalkan atau

    memutuskan perjanjian lewat hakim

    Pasal 1266 KUHPerdata :

    Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan persetujuan yang

    bertimbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.

    Dalam hal yang demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi

    pembatalan harus dimintakan kepada hakim. Permintaan ini juga harus dilakukan,

    meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan di dalam

    perjanjian. Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan, Hakim adalah leluasa

    untuk, menurut keadaan, atas permintaan si tergugat, memberikan suatu jangka waktu

    untuk masih juga memenuhi kewajibannya, jangka waktu mana namun itu tidak boleh

    lebih dari satu bulan.

    Pasal ini menerangkan bahwa secara hukum wanprestasi selalu dianggap

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    21/49

    sebagai syarat batal dalam suatu perjanjian sehingga pihak yang merasa dirugikan

    karena pihak lain wanprestasi, dapat menuntut pembatalan perjanjian melalui

    pengadilan, baik karena wanprestasi itu dicantumkan sebagai syarat batal dalam

    perjanjian maupun tidak dicantumkan dalam perjanjian, jika syarat batal itu tidak

    dicantumkan dalam perjanjian, hakim dapat memberi kesempatan kepada pihak yang

    wanprestasi untuk tetap memenuhi perjanjian dengan memberikan tenggang waktu

    yang tidak lebih dari satu bulan.

    c) Resiko beralih kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi (pasal 1237

    ayat 2 KUHPerdata).

    Ketentuan ini hanya berlaku bagi perikatan untuk memberikan sesuatu.

    Pasal 1237 KUHPerdata :

    Dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu kebendaan tertentu, kebendaan

    itu semenjak perikatan dilahirkan, adalah atas tanggungan si berpiutang.

    Jika si berutang lalai akan menyerahkannya, maka semenjak saat

    kelalaiannya, kebendaan adalah atas tanggungannya. Berdasarkan pasal ini dapat kita

    lihat bahwa kelalaian debitur dalam menyerahkan kebendaan mengalihkan resiko

    menjadi atas tanggungannya.

    d) Membayar biaya perkara apabila diperkarakan di muka hakim (pasal 181

    ayat 1 HIR).

    Debitur yang terbukti melakukan wanprestasi tentu dikalahkan dalam perkara.Ketentuan ini berlaku untuk semua perikatan.

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    22/49

    e) Memenuhi perjanjian jika masih dapat dilakukan, atau pembatalan

    perjanjian disertai dengan pembayaran ganti kerugian (pasal 1267

    KUHPerdata).

    Ini berlaku untuk semua perikatan.

    Pasal 1267 KUHPerdata :

    Pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia,

    jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak yang lain untuk memenuhi

    perjanjian, ataukah ia akan menuntut pembatalan perjanjian, disertai penggantian

    biaya kerugian dan bunga

    Pasal ini memberikan pilihan kepada pihak yang tidak menerima prestasi

    dari pihak lain untuk memilih dua kemungkinan agar tidak dirugikan, yaitu :

    a. Menuntut agar perjanjian tersebut dilaksanakan (agar prestasi tersebut

    dipenuhi), jika hal itu masih memungkinkan; atau

    b. Menuntut pembatalan perjanjian.

    Pilihan tersebut dapat disertai ganti kerugian (biaya, rugi dan bunga) kalau

    ada alasan untuk itu, artinya pihak yang menuntut ini tidak harus menuntut ganti

    kerugian, walaupun hal itu dimungkinkan berdasarkan pasal 1267 ini. Berdasarkan

    pasal inilah sehingga banyak sarjana menguraikan pilihan tuntutan kreditur tersebut

    menjadi lima kemungkinan tuntutan, yaitu :

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    23/49

    a. Pemenuhan perjanjian;

    b. Pemenuhan perjanjian disertai ganti kerugian;

    c. Ganti kerugian saja;

    d. Pembatalan perjanjian;

    e. Pembatalan perjanjian disertai ganti kerugian.

    Kemungkinan tersebut di atas, sebenarnya terdapat kekeliruan karena

    seharusnya tidak ada tuntutan ganti kerugian yang dapat berdiri sendiri, karena ganti

    kerugian itu hanya dapat menyertai dua pilihan utama yaitu melaksanakan perjanjian

    atau membatalkan perjanjian sehingga hanya ada empat kemungkinan, yaitu :

    a. Pemenuhan perjanjian;

    b. Pemenuhan perjanjian disertai ganti kerugian;

    c. Pembatalan perjanjian;

    d. Pembatalan perjanjian disertai ganti kerugian

    Akibat Hukum dari Wanprestasi karena keadaan memaksa

    Keadaan memaksa yang bersifat objektif dan bersifat tetap secara otomatis

    mengakhiri perikatan, dalam arti kata perikatan itu batal.Jadi perikatan ini dianggap

    tidak pernah ada (seolah-olah tak pernah dibuat). Jika suatu pihak telah melakukan

    pembayaran terhadap harga barang yang menjadi objek perikatan, pembayaran

    tersebut harus dikembalikan kepadanya. Bila pembayaran belum dilakukan,

    pelunasannya tidak perlu dilaksanakan (dihentikan).

    Dalam keadaan memaksa yang bersifat subjektif dan sementara keadaan ini

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    24/49

    memberi akibat menangguhkan prestasi (mempunyai daya menangguhkan) dan bila

    keadaan memaksa sudah berakhir maka kewajiban berprestasi hidup kembali. Bila

    prestasi tersebut sudah tidak mempunyai arti lagi untuk kreditur maka perikatan

    menjadi gugur, dan pihak yang satu tidak dapat menuntut pada pihak lain. Istilah

    batal dan gugur di atas mempunyai arti yang berbeda.

    Istilah batal menunjuk kepada tidak dipenuhinya salah satu sifat prestasi

    yaitu harus mungkin dilaksanakan. Jika prestasi tidak mungkin dilaksanakan, maka

    perikatan itu tidak akan mencapai tujuan, jadi batal demi hukum. Sedangkan istilah

    gugur, prestasi memungkinkan untuk mencapai tujuan perikatan, tetapi berhubung

    keadaan memaksa, tujuan perikatan menjadi tidak tercapai karena terhalang oleh

    keadaan memaksa, yang mengakibatkan prestasi menjadi tidak berarti. Pada perikatan

    yang gugur pihak yang satu tidak dapat menuntut kepada pihak yang lainnya.

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    25/49

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    26/49

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    27/49

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    28/49

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    29/49

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    30/49

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    31/49

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    32/49

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    33/49

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    34/49

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    35/49

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    36/49

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    37/49

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    38/49

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    39/49

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    40/49

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    41/49

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    42/49

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    43/49

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    44/49

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    45/49

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    46/49

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    47/49

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    48/49

  • 7/30/2019 Wan PreStasi

    49/49