WAKTU PAPARAN LISTRIK DALAM MEDIA BERSALINITAS 3 PPT...
Transcript of WAKTU PAPARAN LISTRIK DALAM MEDIA BERSALINITAS 3 PPT...
WAKTU PAPARAN LISTRIK DALAM MEDIABERSALINITAS 3 PPT DAN KELANGSUNGAN HIDUP
SERTA PERTUMBUHAN BENIH IKAN MASKOKI MUTIARACarassius auratus PADA SISTEM RESIRKULASI
RIZKY ARMANSYAH
SKRIPSI
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:
WAKTU PAPARAN LISTRIK DALAM MEDIA BERSALINITAS 3 PPT
TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH
IKAN MASKOKI MUTIARA Carassius auratus PADA SISTEM
RESIRKULASI
adalah benar merupakan karya sendiri dan belum digunakan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalan Daftar Pustaka dibagian akhir
skripsi ini.
Bogor, Februari 2010
RIZKY ARMANSYAH
C14051746
RINGKASAN
RIZKY ARMANSYAH. C14051746. Waktu paparan listrik dalam mediabersalinitas 3 ppt dan kelangsungan hidup serta pertumbuhan ikan MaskokiMutiara Carassius auratus pada sistem resirkulasi. Dibimbing oleh KUKUHNIRMALA dan AGUS PRIYADI.
Beberapa kendala dalam usaha budidaya ikan hias maskoki mutiaradiantranya adalah pertumbuhannya yang relatif lambat dan keterbatasan air bersih.Salah satu strateginya ialah dengan melalui pendekatan lingkungan yaitu denganmemanfaatkan media pemeliharaan bersalinitas dan paparan medan listrik dalamsistem resirkulasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lamawaktu pemaparan medan listrik 0, 2, 4, dan 6 menit dengan voltase 10 voltterhadap tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih ikan Maskokimutiara ukuran S (2-4 cm) yang dipelihara pada media bersalinitas 3 ppt denganmenggunakan sistem resirkulasi.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga September 2009 dihanggar 2, Balai Riset Budidaya Ikan Hias, Depok. Ikan dipelihara dalamakuarium berukuran 20 x 30 x 20 cm3 dengan volume air 6 liter dan ketinggian airaktif 10 cm dengan kepadatan 2 ekor/ liter. Ikan uji yang digunakan adalah ikanmaskoki mutiara dengan ukuran panjang rata-rata 4,11±0,05 cm dan bobot rata-rata 2.89±0,05 gram/ekor. Sebelum diberi perlakuan ikan diadaptasikan terlebihdahulu dengan salinitas 3 ppt selama tujuh hari. Pemberian paparan medan listrikdilakukan selama 0, 2, 4, dan 6 menit sebelum ikan diberi pakan dilakukan setiaphari sebanyak 3 kali yaitu pukul 08.00, 12.00, dan 16.00 WIB. Rancangan yangdigunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4perlakuan, yaitu Kontrol (tanpa paparan medan listrik atau 0 menit), P (paparanselama 2 menit), Q (paparan selama 4 menit), R (paparan selama 6 menit) danmasing-masing 3 kali ulangan. Sampling atau pengamatan dilakukan sepuluh harisekali. Parameter yang diamati diantaranya tingkat kelangsungan hidup,pertumbuahan bobot harian, pertumbuhan bobot, pertumbuhan panjang mutlak,rasio PU/PT, efisiensi pakan, kualitas air dan kualitas warna ikan. Pada perlakuan4 menit dengan paparan medan listrik 10 volt diperoleh data kelangsungan hidup,laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan bobot, pertumbuhan panjangmutlak, rasio PU/PT, dan efisiensi pakan yang tertinggi, yaitu: 100±0%;1,3±0,12%; 4,83±0,36 gram/ekor; 1,3±0,1 cm; 2,72±0,61; dan 37,9±4,2%. Mediapemeliharaan benih ikan maskoki bersalinitas 3 ppt yang diberi pemaparan aruslistrik 10 volt selama 0, 2, 4, dan 6 menit dengan menggunakan sistem resirkulasisebelum pemberian pakan, tidak memberikan pengaruh yang nyata padakelangsungan hidup. Akan tetapi memberikan pengaruh nyata dalam kinerjapertumbuhan ikan maskoki ukuran S (2-4 cm). Kinerja pertumbuhan terbaikdiperoleh pada perlakuan 4 menit. Dalam hal ini pertumbuhan panjang mutlaksebesar 1,3±0,1 cm dan laju pertumbuhan bobot harian sebesar 1,3±0,12%.
WAKTU PAPARAN LISTRIK DALAM MEDIABERSALINITAS 3 PPT DAN KELANGSUNGAN HIDUP
SERTA PERTUMBUHAN BENIH IKAN MASKOKI MUTIARACarassius auratus PADA SISTEM RESIRKULASI
RIZKY ARMANSYAH
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan padaFakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR2010
Judul : Waktu Paparan Listrik dalam Media Bersalinitas 3 ppt
dan Kelangsungan Hidup serta Pertumbuhan Ikan
Maskoki Mutiara Carassius auratus pada Sistem
Resirkulasi
Nama : Rizky Armansyah
NIM : C14051746
Disetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
DR. Kukuh Nirmala Drs.Agus Priyadi
NIP: 19610625 198703 1.001 NIP: 19590316 198603 1.002
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir Indra Jaya, M.Sc.NIP: 19610410 198601 1.002
Tanggal Pengesahan: ...........................
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur Penulis panjatkan kehadirat
Allah Swt karena berkat rahmat, hidayah dan karunia –Nya Skripsi yang berjudul
“Waktu Paparan Listrik dalam Media Bersalinitas 3 ppt dan Kelangsungan Hidup
serta Pertumbuhan Ikan Maskoki Mutiara Carassius auratus pada Sistem
Resirkulasi” ini dapat Penulis selesaikan. Penulisan skripsi ini merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Bapak Dr. M. Agus Suprayudi, M.sc selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama studi.
2. Bapak Dr. Kukuh Nirmala selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
memberikan bimbingan dan masukkan dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Drs. Agus Priyadi selaku Pembimbing Lapang yang telah
memberikan dukungan, fasilitas tempat, dan masukkan dalam
menyelesaikan penelitian selama berada di Balai Riset Budidaya Ikan
Hias, Depok.
4. Ibu Dr. Munti Yuhana Selaku Dosen Penguji Tamu yang telah banyak
memberikan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Drs. I Wayan Subamia M.Si selaku kepala Balai Riset Budidaya Ikan Hias
(BRBIH), yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di balai
riset yang beliau pimpin.
6. Alm. Ayahanda Izwar Arsyad, Ibunda R. Netty Nuniati, adikku Renny
Fitriyanti atas kasih sayang, do’a dan dukungan semangat baik moril dan
materi.
7. Pak Asep, Pak Sunar, Mba Santy, Mas Angga, Mas Hasan, Mas Danio,
Ibu Susi dan Staf Laboratorium Kualitas Air (BRBIH), Rinal, Pak Jajang,
Kang Abe, Pak Marijanta, Mba Yuli, Marsandre Jatilaksono dan Khaefah
atas bantuan dan dukungan yang diberikan.
8. Ozy, Faisal, Firman, dan Yundha dari Universitas Brawijaya atas
kebersamaan dan dukungannya.
9. Teman-teman BDP 42, kakak kelas BDP 41 dan BDP 40, adik kelas BDP
43 dan BDP 44, serta teman-teman dari Diploma IPB angkatan 44 dan 45
atas persahabatan dan bantuan yang telah diberikan selama ini.
Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat khusunya bagi penulis dan juga
bagi semua pihak yang memerlukan informasi yang berkaitan dengan tulisan ini.
Amiin.
Bogor, Februari 2010
Penulis
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, 11 November 1987, adalah anak pertama
dari dua bersaudara dari ayah bernama Alm. Izwar Arsyad dan ibu R. Netty
Nuniati. Pendidikan formal yang di lalui penulis yaitu TK. Ananda Jakarta, SDN
Sukmajaya I Depok, SLTPN 4 Depok, SMUN 2 Depok. Pada Tahun 2005,
Penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan tinggi ke Institut
Pertanian Bogor di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada Program Studi
Teknologi dan Manajemen Akuakultur melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru).
Selama kuliah Penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan yaitu
Himpunan Mahasiswa Akuakultur sebagai staf dari divisi kewirausahaan (2006-
2008). Selain itu Penulis juga pernah menjadi Asisten Mata Kuliah Dasar-dasar
Mikrobiologi (2007/2008), dan Fisika Kimia Perairan (2008/2009). Dalam usaha
menambah wawasan tentang akuakultur Penulis melakukan Praktek Kerja Lapang
Pembenihan Ikan hias Botia di Balai Riset Budidaya Ikan Hias (BRBIH), Depok,
Jawa Barat pada bulan Juli – Agustus 2008. Tugas akhir di perguruan tinggi
Penulis selesaikan dengan menulis Skripsi yang berjudul “Waktu Paparan
Listrik dalam Media Bersalinitas 3 ppt dan Kelangsungan Hidup serta
Pertumbuhan Ikan Maskoki Mutiara Carassius auratus pada Sistem
Resirkulasi”.
DAFTAR ISI
HalamanDAFTAR TABEL xiDAFTAR GAMBAR xiiDAFTAR LAMPIRAN xiii
I. PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang 11.2 Tujuan 3
II. TINJAUAN PUSTAKA2.1 Biologi Ikan Maskoki 42.2 Respon Ikan Terhadap Medan Listrik 42.3 Elektroreseptor Pada Ikan 52.4 Sifat Listrik dalam Air 52.5 Efek medan Listrik terhadap Jaringan Hidup 72.6 Salinitas dan Osmoregulasi 82.7 Pencernaan 92.8 Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup 102.9 Kualitas Air 11
2.9.1 Suhu 112.9.2 pH 112.9.3 Oksigen Terlarut 122.9.4 Daya Hantar Listrik 122.9.5 Alkalinitas 132.9.6 Kesadahan 132.9.7 Amonia 142.9.8 Nitrit 15
2.10 Sistem Resirkulasi 152.10.1 Filter Mekanik 162.10.2 Filter Biologi 16
III. BAHAN DAN METODE3.1 Waktu dan Tempat 183.2 Rancangan Percobaan 183.3 Alat dan Bahan Penelitian 183.4 Prosedur Penelitian 19
3.4.1 Persiapan wadah 193.4.2 Media Pemeliharaan Ikan 193.4.3 Pengadaptasian dan Pemeliharaan Ikan Uji 203.4.4 Pemberian Perlakuan 20
3.5 Parameter yang Diamati 213.5.1 Parameter Biologi 213.5.2 Parameter Kualitas Air 23
3.6 Analisa Data 25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Hasil 26
4.1.1 Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) 264.1.2 Pertumbuhan Bobot 274.1.3 Laju Pertumbuhan Bobot Harian (SGR) 284.1.4 Pertumbuhan Panjang 294.1.5 Pertumbuhan Panjang Mutlak 304.1.6 Rasio Panjang Usus Terhadap Panjang Total Tubuh
(PU/PT) 314.1.7 Efisiensi Pemberian Pakan 324.1.8 Kualitas Air 33
4.2 Pembahasan 34
V. KESIMPULAN DAN SARAN5.1 Kesimpulan 415.2 Saran 41
DAFTAR PUSTAKA 42LAMPIRAN 46
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Klasifikasi Perairan Berdasarkan Nilai Kesadahan 14
2. Parameter Uji yang Diamati Pada Setiap Perlakuan Hingga Akhir
Pemeliharaan Ikan Maskoki Mutiara Carrasius auratus 33
3. Kisaran Parameter Kualitas Air Media Pemeliharaan benih Ikan
Maskoki Mutiara Carrasius auratus Pada Setiap Perlakuan
Selama Pemeliharaan 33
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Denah Susunan Akuarium Percobaan 18
2. Skema Susunan Alat Percobaan 21
3. Histogram Tingkat Kelangsungan (%) Benih Ikan Maskoki Mutiara
Pada Setiap Perlakuan Selama Pemeliharaan . 26
4. Grafik pertumbuhan Bobot (gram) Benih Ikan Maskoki Mutiara
Pada Setiap Perlakuan Selama Pemeliharaan 27
5. Histogram Laju Pertumbuhan Bobot Harian (%) Benih Ikan Maskoki
Mutiara Pada Setiap Perlakuan Selama Pemeliharaan 28
6. Histogram Pertumbuhan Panjang (cm) Benih Ikan Maskoki Mutiara
Pada Setiap Perlakuan Selama Pemeliharaan 29
7. Histogram Pertumbuhan Panjang Mutlak (cm) Benih Ikan Maskoki
Mutiara Pada Setiap Perlakuan Selama Pemeliharaan 30
8. Histogram Rasio (PU/PT) Benih Ikan Maskoki Mutiara Pada Setiap
Perlakuan Selama Pemeliharaan 31
9. Histogram Efisiensi Pemberian Pakan Benih Ikan Maskoki Mutiara
Pada Setiap Perlakuan Selama Pemeliharaan . 32
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) 47
2. Laju Pertumbuhan Bobot Harian (SGR) 47
3. Pertumbuhan Bobot 48
4. Pertumbuhan Panjang Mutlak (PM) 49
5. Data Rasio Panjang Usus Terhadap Panjang Tubuh (PU/PT) 51
6. Efisiensi Pemberian Pakan 51
7. Kualitas Air 52
8. Total Penerimaan 55
9. Kualitas Warna 56
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan Maskoki Mutiara merupakan jenis ikan Mas yang mempunyai tubuh
bulat dengan kepala kecil dan ekor lebar. Ikan ini berasal dari daratan Cina,
namun di Indonesia, sudah lama dapat dibudidayakan. Ikan maskoki paling
digemari pemelihara ikan hias karena tingkahnya yang sangat mengemaskan dan
warnanya yang ceria. Namun dibalik semua kelebihan itu, sebenarnya masih ada
satu faktor lain yang sangat khusus melekat pada ikan Maskoki. Ikan Maskoki
dipercaya memberikan keberuntungan, kesejahteraan, kemakmuran, kerukunan,
dan bahkan menghindari pemiliknya dari segala macam bahaya (Anonim, 2007).
Berdasarkan hasil wawancara pribadi, harga benih Maskoki Mutiara ukuran M (5-
7 cm) bisa mencapai harga Rp 2.000 – 5.000/ekor bila dijual ke pengumpul,
sedangkan induk yang sudah matang gonad harganya dapat mencapai Rp
250.000,-/ sepasang dan untuk indukan yang belum matang gonad harganya dapat
mencapai Rp 75.000, /sepasang. Pemasaran ikan ini selain di dalam negeri juga
merupakan jenis ikan yang di eksport dan harganya pun cukup tinggi. Dengan
cara pemeliharaan yang tepat disertai ketekunan diharapkan bisa mendapat
penghasilan yang lumayan [http://www.aagos.ristek.go.id 20juli 2009].
Hal inilah yang membuat para pembudidaya selalu berusaha meningkatkan
kualitas dan kuantitas benih. Namun, dalam pemeliharaan ikan Maskoki masih
banyak ditemui masalah, salah satunya adalah pertumbuhannya yang relatif
lambat karena untuk mencapai ukuran M, ML dan L masih memerlukan waktu
selama 3 bulan dengan kepadatan yang rendah (wawancara pribadi).
Pendekatan-pendekatan yang biasa digunakan untuk meningkatkan
pertumbuhan diantaranya adalah pendekatan nutrisi, fisiologi dan lingkungan.
Pendekatan dengan nutrisi dan fisiologi telah banyak dilakukan. Namun,
pendekatan lingkungan dengan memanfaatkan medan listrik pada media
pemeliharaan yang menggunakan sistem resirkulasi belum pernah dilakukan.
Menurut Itegin dan Gunay (1993) dalam Sitio (2008), medan listrik dapat
menimbulkan efek pada jaringan hidup. Mekanisme interaksi medan listrik
dengan benda hidup berupa induksi arus listrik pada jaringan biologi. Induksi
pada benda hidup disebabkan adanya muatan - muatan listrik bebas yang terdapat
pada ion kaya cairan seperti darah, getah bening, syaraf dan otot yang dapat
terpengaruh gaya yang dihasilkan oleh aliran arus listrik (Nair, 1989 dalam Sitio,
2008). Ikan dapat merespon arus listrik karena memiliki organ electroreceptor.
Hoar dan Randal (1971) menulis bahwa elektroreseptor pada ikan merupakan
modifikasi dari bagian horizontal skeletogenous septum (lateral line). Hara (1982)
dalam Sitio (2008) menjelaskan bahwa lateral line dalam merespon arus listrik
dari lingkungan kedalam tubuh dibantu oleh organ neuromas dan sel rambut
menuju otak kemudian disampaikan keseluruh bagian tubuh. Kemampuan ikan
dalam merespon arus listrik juga ditentukan oleh konduktivitas tubuh ikan dan air
(Suharyanto, 2003). Konduktivitas air bersalinitas akan lebih tinggi dibandingkan
air tawar. Dua sifat yang sangat ditentukan oleh jumlah garam di air adalah daya
hantar listrik (konduktivitas) dan tekanan osmosis.
Parameter kualitas air yang berpengaruh secara langsung terhadap
metabolisme ikan terutama proses osmoregulasi adalah salinitas. Salah satu aspek
fisiologi ikan yang dipengaruhi oleh salinitas adalah tekanan osmotik dan
konsentrasi cairan tubuh (Holiday, 1969 dalam Sitio, 2008).
Keterbatasan air bersih juga merupakan faktor kendala yang harus
dihadapi. Selain itu, teknik pemeliharaan secara intensif untuk memacu
pertumbuhan ikan terutama perbaikan manajemen kualitas air, sudah harus
diterapkan mulai dari tahap pemijahan, pemeliharaan larva, pendederan dan
pembesaran (Anonim, 1996). Salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk
mengurangi permasalahan tersebut adalah dengan mengaplikasikan sistem
resirkulasi akuakultur dengan teknolgi biofiltrasi. Penggunaan sistem ini, secara
umum memiliki beberapa kelebihan yaitu, penggunaan air per satuan waktu relatif
rendah, fleksibilitas aplikasi budidaya, budidaya yang terkontrol dan lebih
higienis, kebutuhan akan ruang/lahan relatif kecil, kemudahan dalam
mengendalikan, memelihara, dan mempertahankan suhu serta kualitas air
(Anonim, 1996).
Terkait dengan hal tersebut perlu dilakukan penelitian dengan kombinasi
media bersalinitas dan pemberian medan listrik pada media pemeliharaan yang
menggunakan sistem resirkulasi khususnya pada budidaya ikan Maskoki Mutiara.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama waktu
pemaparan medan listrik 0, 2, 4, dan 6 menit dengan voltase 10 volt terhadap
tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih ikan Maskoki Mutiara ukuran
S (2-4 cm) yang dipelihara pada media bersalinitas 3 ppt dengan menggunakan
sistem resirkulasi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biologi Ikan Maskoki
Ikan Maskoki seperti yang dikutip dari situs
http://www.wikipedia.org/wiki/Goldfish (19 Juli 2009) dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Cypriniformes
Famili : Cyprinidae
Genus : Carassius
Spesies : Carassius auratus
Ikan Maskoki (Carassius auratus) yang mempunyai nama dagang gold
fish berasal dari Cina. Ikan ini sudah digunakan sebagai ikan hias sejak abad ke-7.
Ikan yang bersifat omnivora ini hidup baik pada suhu 19-28oC dengan suhu
optimal 24-28oC, kisaran pH yang diinginkan antara 7,0-7,5 (Lesmana, 2001).
Berdasarkan kromosomnya, secara genetik ikan Maskoki berhubungan
dekat dengan karper Crucian yang tersebar luas di Jepang dan Cina (Kafuku dan
Ikenoue, 1983 dalam Arista, 2001). Namun demikian, secara fenotip keduanya
dapat dibedakan karena ikan Maskoki memiliki sisik yang lebih sedikit (29-30)
dibandingkan dengan ikan Crucian (32-33) (Huet, 1994 dalam Arista, 2001). Ikan
Maskoki mutiara ini bentuk badannya bulat seperti bola sisiknya menyerupai biji
jagung (Anonim, 2007).
Gerakan ikan Maskoki sangat lambat. Sifat yang menonjol adalah
kebiasaannya yang suka mengaduk-ngaduk dasar akuarium untuk mencari
makanan sehingga air menjadi keruh dan tumbuhan air kadang tercabut.
Perilakunya itu dikenal dengan bottom feeder (Daelami, 2001).
2.2 Respon Ikan Terhadap Medan Listrik
Menurut Suharyanto (2003), otot dan cairan tubuh ikan adalah media yang
dapat dialiri arus listrik sehingga ikan bersifat konduktor listrik. Perbedaan daya
hantar listrik atau konduktivitas di antara tubuh ikan (yf) dan air (yw) sangat
menentukan biota air tersebut mudah atau sukar dalam merespon medan listrik.
Jika yf lebih kecil atau sama dengan yw maka biota air sulit merespon medan
listrik, sebaliknya yf lebih besar daripada yw maka ikan akan lebih mudah
merespon medan listrik. Nilai konduktivitas yf dan yw mempengaruhi body
voltage (antara kepala dan ekor). Pada air dengan konduktivitas yang rendah maka
ikan akan lebih mudah merespon medan listrik yang ada disekitarnya, selama ini
konduktivitas biota lebih rendah dari konduktivitas air (Holzer, 1957 dalam
Suharyanto, 2003)
2.3 Elektroreseptor Pada Ikan
Ikan dapat merespon arus listrik karena memiliki organ electroreceptor.
Secara umum, electroreceptor merupakan pengembangan dan modifikasi gurat
sisi atau Lateral line (Hoar dan Randall, 1971). Menurut Albert dan Crampton
(2006), Electroreceptor merupakan sensor. Pada indera pendengaran, informasi
dari elektrosensori diatur menggunakan waktu dan frekuensi isyarat. Pada indera
penglihatan, informasi dari elektrosensori ditransmisikan hampir secara langsung.
Pada indera penciuman, rasa, dan pendengaran intensitas yang dirasakan dari
rangsangan elektrik meningkat dengan semakin dekatnya jarak dengan sumber
rangsangan. Sedangkan pada indera peraba, input dari elektrosensori
menyampaikan informasi tentang bentuk dan tekstur elektrik dari objek pada
lingkungan sekitar.
Electroreceptor dikelompokkan kedalam dua jenis: tonic receptor dan
phasic receptor. Tonic receptor aktif bekerja dan terus-menerus membentuk ritme
tertentu, memberikan respon terhadap frekuensi rendah, dan memiliki saluran
yang jelas menuju permukaan kulit. Phasic receptor hanya bekerja dalam waktu
singkat secara spontan sebagai respon terhadap lingkungan yang tidak normal,
sensitif terhadap frekuensi yang relatif tinggi, dan tidak memiliki saluran yang
jelas menuju permukaan kulit (Hoar dan Randall, 1971).
2.4 Sifat Listrik dalam Air
Medan listrik alami terdapat pada banyak lingkungan perairan berasal dari
faktor abiotik dan biotik. Medan listrik alami yang berasal dari faktor abiotik,
sebagian besar merupakan Direct Current (DC) atau dalam frekuensi yang rendah
jenis Alternating Current (AC), dalam selang kurang dari satu atau beberapa
putaran per sekon (Hz). Medan listrik yang terbentuk, berasal dari proses-proses
geochemical dan aliran air menuju medan magnet bumi. Medan listrik alami yang
berasal dari faktor biotik berada dalam Direct Current (DC) berasal dari
kumpulan oscillator, dimana semua sel-sel mengalami kebocoran atau kehilangan
ion-ion dan itulah yang menjadi sumber dari arus DC. Hal yang menjadi sumber
paling penting secara ekologi dari kutub medan oscilasi adalah diproduksi oleh
ritme dari kontraksi otot sepanjang ventilasi insang dan pergerakan undulatori.
Lebih dari 60 spesies hewan, 9 filum yang telah diketahui memiliki frekuensi
rendah dari medan listrik di seluruh permukaan tubuhnya (Albert dan Crampton,
2006).
Menurut Suharyanto (2003), bila elektroda logam dicelupkan ke dalam air,
maka voltase maupun arus listrik akan menyebar dengan pola garis-garis
lengkung yang menghubungkan katoda dan anoda. Sedangkan garis-garis
equiptential digambarkan memotong garis-garis arus secara tegak lurus sehingga
membentuk garis berpola melingkar dan bertitik pusat pada kedua elektroda.
Pada air yang bersalinitas lebih tinggi memiliki konduktivitas yang lebih
tinggi pula, sehingga garis-garis equiptential cenderung lebih melebar. Hal ini
disebabkan air yang bersalinitas mengandung garam-garam elektrolit yang
bermuatan negatif lebih tinggi sehingga daya hantar listriknya meningkat.
Sebaliknya pada air yang bersalinitas rendah, garis-garis ini cenderung lebih
mengumpul (Nyabakken, 1988 dalam Rasmawan, 2009).
Di dalam air, semakin jauh jarak antar elektroda antara elektroda akan
menyebabkan arus listrik semakin lemah dan gradient voltase semakin rendah.
Berdasarkan kekuatan arus dan gradien tersebut, terbentuklah zona atau area
efektif dan area berbahaya (Cowx dan Lamarque, 1990 dalam Suharyanto, 2003).
Bagi ikan-ikan yang berada disekitar elektroda dalam air akan
mendapatkan area berbahaya (danger zone) yang terletak dekat pusat elektroda
dan area efektif yang terletak disebelah luar area berbahaya. Artinya pada area
berbahaya ikan akan mengalami kekejangan (tetanus) dan pada area efektif akan
mengalami hilangnya keseimbangan (Suharyanto, 2003) Semua garis potensial di
air tawar didistorsi dengan arah mengumpul pada tubuh ikan sehingga ikan
terpengaruh dengan baik oleh medan listrik (Halsband, 1959 dalam Aryana,
1980).
2.5 Efek medan Listrik terhadap Jaringan Hidup
Menurut Fathony (2004), medan dan arus listrik pada frekuensi rendah
apabila berinteraksi dengan jaringan biologik dapat menyebabkan efek fisiologik
maupun psikologik. Menurut Nair (1989) dalam Rasmawan (2009), mekanisme
interaksi medan listrik dengan benda hidup berupa induksi medan dan juga arus
listrik pada jaringan biologi. Induksi pada benda hidup disebabkan adanya
muatan-muatan listrik bebas yang terdapat pada ion kaya cairan seperti darah,
getah bening, syaraf, dan otot yang dapat terpengaruh gaya yang dihasilkan oleh
muatan-muatan dan aliran arus listrik. Jika tubuh menyerap intensitas medan
listrik dan magnetik yang relatif cukup, maka hal ini akan merangsang sistem
syaraf dan otot-otot dalam tubuh. Bahkan pada intensitas yang rendah pun, akan
berpengaruh pada aktivitas modulasi di dalam otak maupun sifat syaraf (Fathony,
2004).
Pemberian medan listrik memberikan pengaruh pada amplitude dan
frekuensi kontraksi otot polos pada usus halus kelinci (Nurhandayani, 2005). Otot
polos pada usus halus merupakan unit tunggal dimana sekelompok otot polos
saling berhubungan melalui gap junction (Hill dan Wyse,1989 dalam Rasmawan,
2009) ketika sejumlah kecil otot polos terstimulasi secara elektrik, kontraksi
menyebar ke sel-sel tetangga melalui gap junction, memungkinkan sel yang
berbatasan untuk berkomunikasi dan mengkoordinasi aktivitasnya (Schmidt dan
Nielsen, 1997 dalam Rasmawan, 2009). Salah satu perubahan fisis selama terjadi
kontraksi pada usus adalah perubahan tegangan dan panjang (Goenarso, 2003
dalam Suarga, 2006).
2.6 Salinitas dan Osmoregulasi
Menurut Boyd (1989) dalam Aini (2008), Salinitas didefinisikan sebagai
konsentrasi total dari ion-ion yang terlarut dalam air. Salinitas digambarkan dalam
miligram per liter (mg/L), tapi dalam akuakultur, salinitas biasa digambarkan
dalam satuan part per thousand (ppt atau ‰). Tujuh ion utama yang
berkontribusi terhadap salinitas sodium, pottasium, kalsium, magnesium, chloride,
sulphate, dan bicarbonate. Air biasanya hanya mengandung sedikit unsur
phosphorus, inorganik nitrogen, besi, mangan, zinc, copper, boron, dan unsur lain.
Pada daerah estuari, salinitas air diestimasi berdasarkan konsentrasi chloride
(Swingel, 1969 dalam Boyd, 1982).
Hewan-hewan vertebrata air, di dalam mengandung konsentrasi garam
yang berbeda dari media lingkungannya (Stickney, 1979). Proses fisiologis dalam
tubuh akan berjalan normal apabila keseimbangan konsentrasi garam cairan tubuh
dengan lingkungannya dapat dipelihara dan dijaga. Untuk mempertahankan
keseimbangan tersebut, maka ikan melakukan proses pengaturan tekanan osmotik
cairan tubuh yang layak dan disebut dengan sistem osmoregulasi (Rahardjo, 1980
dalam Rasmawan, 2009).
Menurut Watanabe (1988) dalam Aini (2008), secara signifikan, sejumlah
mineral dapat diabsorbsi dari air secara langsung. Lebih jauh lagi, sebagian besar
vertebrata hanya mampu mengekskresikan regulasi minimal dari mineral yang
terabsorbsi melalui makanan. Walaupun demikian, sebagian besar spesies dapat
melakukan regulasi apabila konsentrasi ion-ion dalam cairan tubuhnya demikian
dijaga, agar lingkungan internalnya tetap konstan. Hal ini dicapai oleh ikan
melalui pengaturan ion dan osmotik pada ginjal dan insang.
Salinitas berhubungan erat dengan tekanan osmotik air. Semakin tinggi
salinitas, semakin tinggi tekanan osmotik air (Boyd, 1982). Tekanan osmotik air
akan semakin meningkat dengan meningkatnya salinitas. Darah ikan air tawar
memiliki tekanan osmotik sekitar 6 atm atau setara dengan 7000 mg/l sodium
klorida (NaCl) (Mackee dan Wolf, 1963 dalam Boyd, 1982). Ikan air tawar dapat
hidup baik pada air laut dengan level salinitas tersebut. Menurut Stickney (1979),
salah satu cara penyesuaian ikan terhadap lingkungan ialah pengaturan
keseimbangan air dan garam dalam jaringan tubuhnya, karena sebagian hewan
vertebrata air mengandung garam dengan konsentrasi yang berbeda dari media
lingkungannya. Ikan harus mengatur tekanan osmotiknya untuk memelihara
keseimbangan cairan tubuhnya setiap waktu. Salinitas juga meningkatkan status
kesehatan ikan dan meningkatkan daya tahan ikan terhadap penyakit maupun stres
akibat kondisi lingkungan (Wedemeyer, 1996). Hal ini didukung oleh Parjito
(1998) yang menunjukkan bahwa peningkatan salinitas sebesar 3 ppt dapat
meningkatkan kelangsungan hidup ikan nilem Osteochillus hasselti. Salinitas juga
dapat digunakan sebagai kontrol penyakit saat toleransi ikan yang dibudidayakan
lebih tinggi daripada parasit (Watanabe, 2000). Misalnya pada budidaya ikan
channel catfish yang diberi garam 2 ppt dapat menurunkan parasit
Ichthyophthirius multifilis (Johnson, 1976 dalam Arista, 2001).
2.7 Pencernaan
Saluran pencernaan ikan terdiri dari segmen mulut, rongga mulut, faring,
esofagus, lambung, piloric cecae, usus, rektum, dan anus. Proses pencernaan
melibatkan komponen: bahan yang dicerna (pakan); struktur alat/saluran
pencernaan (usus) sebagai tempat pencernaan dan penyerapan nutrien; cairan
digestif yang diskeresikan oleh kelenjar pencernaan (hati dan pankreas) serta
dinding usus (Yandes, 2003).
Usus sebagai salah satu segmen saluran pencernaan ikan yang berfungsi
sebagai tempat terjadinya pencernaan dan penyerapan makanan. Menurut
Opuszynki dan Shireman (1995) dalam Aini (2008), rasio panjang usus terhadap
panjang tubuh (PU/PT ) ikan herbivora adalah 3.7-6, ikan omnivora 1.3-4.2 dan
ikan karnivora adalah 0.5-2,4. Menurut Affandi (1993), rasio PU/PT pada jenis
ikan air tawar lainnya seperti ikan gurame berbeda tiap ukuran, rasio PU/PT pada
panjang tubuh 3.8-5 cm sebesar 0.62-1.02, rasio PU/PT pada panjang tubuh 8.9-
11.9 cm sebesar 1.11-1.64 dan rasio PU/PT pada panjang tubuh 13.5-15 cm
sebesar 1.31-2.31. Oleh karena itu, semakin panjang usus benih ikan, semakin
lama pula pakan berada didalam usus. Sehingga proses pencernaan dan
penyerapan zat-zat yang terkandung dalam pakan akan semakin baik (Natsir, 2002
dalam Aini, 2008). Sama halnya dengan ikan Maskoki yang hanya mengandalkan
usus sebagai alat untuk menyerap makanan. Hal ini dikarenakan ikan Maskoki
tidak memiliki lambung seperti hewan lain, melainkan langsung melalui usus
untuk menyerap gizi yang diperlukan, maka ditilik dengan teliti, dapat ditemukan
bahwa ikan Maskoki sering makan sambil membuang kotoran juga (Anonim,
2007).
2.8 Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup
Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai perubahan ukuran panjang, berat
dan volume dalam jangka waktu tertentu (Effendi, 1979). Menurut Watanabe
(1988) dalam Aini (2008), pertumbuhan pada hewan didefinisikan sebagai
korelasi antara pertambahan bobot tubuh pada waktu tertentu, bergantung pada
spesies. Pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor internal seperti spesies, genetic
strain, jenis kelamin dan faktor eksternal seperti kualitas pakan, serta lingkungan
yaitu suhu, ketersediaan oksigen, zat-zat terlarut, dan faktor lingkungan lainnya.
Laju pertumbuhan adalah karakteristik setiap spesies dan termasuk kedalam tahap
perkembangan.
Mortalitas menunjukkan banyak ikan yang mati atau hilang selama
percobaan, biasanya besarnya mortalitas dinyatakan dalam persen (Winberg et al.
dalam Edmonson dan Winberg, 1971). Mortalitas yang terjadi dapat digunakan
sebagai parameter bagi kelangsungan hidup suatu organisme dalam hubungannya
dengan ketahanan terhadap lingkungan, penyakit, dan daya adaptasi. Jika keadaan
lingkungan ada pada tingkat di luar batas tertentu terhadap daya tahan, maka
pertumbuhan akan terhambat dan bahkan dapat menyebabkan kematian secara
perlahan -lahan atau kematian mendadak.
Kelangsungan hidup secara langsung dipengaruhi oleh lingkungan
perairan (Dewi, 2006). Salinitas merupakan faktor penting untuk kelangsungan
hidup dan metabolisme ikan, Selain itu pada konsentrasi tertentu, garam juga
berfungsi mematikan bakteri air tawar, parasit, dan jamur ikan tertentu.
Kelangsungan hidup ikan air tawar di dalam lingkungan bergantung pada:
jaringan insang, laju konsentrasi oksigen, daya tahan atau toleransi jaringan
terhadap garam-garam, dan kontrol permeabilitas.
2.9 Kualitas Air
Air merupakan media yang berfungsi sebagai tempat hidup organisme
perairan yang harus mampu memenuhi persyaratan secara kualitas dan kuantitas
sehingga dapat mendukung pertumbuhan dan kelangsungan hidup organisme
tersebut. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan ikan
antra lain suhu, pH, oksigen terlarut, amonia dan nitrit (Weatherley, 1972 dalam
Sitio, 2008).
2.9.1 Suhu
Suhu merupakan faktor fisik yang sangat penting di air. Kenaikan suhu
pada air akan menimbulkan menurunnya jumlah oksigen terlarut dalam air,
meningkatkan reaksi kimia, dan bersifat mematikan jika nilainya melebihi batas
toleransi ikan. Suhu normal air adalah suhu air yang memungkinkan makhluk
hidup dapat melakuakan metabolisme dan berkembang biak (Hardjodjo, 2005
dalam Aini, 2008). Ikan yang bersifat omnivora ini hidup baik pada suhu 19-28oC
dengan suhu optimal 24-28oC (Lesmana, 2001).
2.9.2 pH
Nilai pH didefinisikan sebagai log negative dari konsentrasi ion hydrogen
(Boyd, 1990). Nilai pH perairan 5-9 tidak bersifat toksik akut bagi kebanyakan
spesies ikan, walaupun beberapa kontaminan air seperti logam berat dapat
merubah kualitas air pada selang pH ini (Alabaster dan Iloyd, 1980 dalam Aini,
2008). Nilai pH juga berkaitan dengan karbondioksida (CO2) dan alkalinitas
(Mackereth et al, 1989 dalam Sitio, 2008). Semakin tinggi nilai pH, semakin
tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah nilai kadar karbondioksida bebas.
Nilai pH juga mempengaruhi suatu senyawa kimia. Senyawa amonium yang dapat
terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki pH rendah. Amonium
tidak bersifat toksik, namun pada suasana pH yang tinggi, lebih banyak ditemukan
ammonia yang tidak terionisasi dan bersifat toksik.
Nilai pH merupakan parameter lingkungan yang bersifat mengontrol laju
metabolisme melalui control terhadap aktivitas enzim (Aini, 2008). Swingel
(1969) dalam Boyd (1982) menjelaskan pengaruh pH terhadap pertumbuhan ikan,
pada pH 4-6,5 dan pH 9-11 pertumbuhan ikan lambat, pada pH 6,5-9
pertumbuhan ikan optimum, sedangkan pada pH<4 dan pH>11 akan
menyebabkan kematian pada ikan. Kisaran pH yang diinginkan ikan maskoki
antara 7,0-7,5 (Lesmana, 2001).
2.9.3 Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut merupakan faktor kritis pada kegiatan budidaya intensif.
Kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh suhu. Kelarutan oksigen dalam air
terbaik pada suhu 0oC dan semakin menurun kelarutannya seiring dengan
peningkatan suhu. Kelarutan oksigen menurun dengan menigkatnya kadar
salinitas air. Kelarutan oksigen di air juga digambarkan sebagai tekanan oksigen.
Pada lamela-lamela insang tekanan oksigen lebih tinggi dibandingkan di dalam air
dan dibandingkan di dalam darah, sehingga oksigen bisa terikat oleh haemoglobin
(oxyhaemoglobin) (Boyd, 1982).
Konsentrasi oksigen yang terlalu rendah dapat menimbulkan anoreksia,
stress dan kematian pada ikan. Jumlah oksigen maksimum yang terlarut dalam air
tergantung pada suhu, salinitas dan altitude (Goddard, 1996; Wedemeyer, 1996).
Konsentrasi oksigen yang dapat mendukung kehidupan organisme akuatik adalah
mendekati atau diatas 3 ppm (Pescod, 1973 dalam Sitio, 2008).
2.9.4 Daya Hantar Listrik
Daya hantar listrik (DHL) adalah gambaran kemampuan air dalam
menghantarkan listrik (Effendi, 2000). Kemampuan air dipengaruhi oleh ion-ion
terlarut yang terkandung didalam suatu perairan. Menurut Boyd (1982), nilai daya
hantar listrik mengindikasikan derajat relatif dari salinitas. Air tawar lebih
bervariasi dalam hal proporsi ion-ion utamanya, sehingga nilai konduktivitas
biasanya tidak berbanding lurus dengan nilai salinitasnya. Nilai konduktivitas
digunakan untuk mengestimasi nilai kadar salinitas pada air tawar (Swingel, 1969
dalam Boyd, 1982). Faktor yang mempengaruhi daya hantar listrk air tawar
adalah suhu, partikel-partikel tersuspensi dan terlarut (Sternin et al., 1972 dalam
Sitio, 2008).
Satuan dari konduktivias adalah µmhos/cm atau µSiemens/cm. Kedua
satuan tersebut setara (Mackereth et al., 1989 dalam Effendi, 2000). Nilai DHL
air suling sekitar 1 µmhos/cm, sedangkan nilai DHL perairan alami sekitar 20-
1500 µmhos/cm (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2000). Perairan laut memiliki nilai
DHL yang sangat tinggi karena banyaknya garam-garam terlarut didalamnya.
(APHA, 1976 dalam Effendi, 2000). APHA (1976); Mackereth et al. (1989)
dalam Effendi (2000), menyebutkan bahwa reaktivitas, bilangan valensi, dan
konsentrasi ion-ion terlarut sangat berpengaruh terhadap nilai DHL. Asam, basa,
dan garam merupakan penghantar listrik atau konduktor yang baik.
2.9.5 Alkalinitas
Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan asam, atau dikenal
dengan sebutan acid-neutralizing capacity (ANC) atau kuantitas kation hidrogen
(Sitio, 2008). Menurut Wedemeyer (1996) alkalinitas adalah jumlah total dari
konsentrasi bahan yang bersifat alkali (basa) yang larut dalam air.
Alkalinitas total menunjukkan total konsentrasi basa dalam air yang
digambarkan sebagai miligram per liter kalsium karbonat (Boyd, 1982). Kadar
alamiah air mengandung 40 mg/L CaCO3 atau lebih total alkalinitas yang
dianggap produktif dibandingkan air yang mengandung nilai alkalinitas yang
lebih rendah (Moyle, 1945; Mairs, 1966 dalam Boyd, 1982). Menurut Stickney
(1979), alkalinitas perairan dalam budidaya diupayakan berada pada kisaran 30-
200 mg/L walaupun pada perairan dengan alkalinitas yang lebih tinggi atau lebih
rendah masih sering digunakan untuk budidaya.
2.9.6 Kesadahan
Kesadahan total adalah konsentrasi logam berion divalen dalam air (Boyd,
1982). Kesadahan yang tinggi dapat menghambat sifat toksik dari logam berat
karena kation-kation penyusun kesadahan (kalsium dan magnesium) membentuk
senyawa kompleks dengan logam berat tersebut.
Kesadahan yang baik untuk perikanan adalah lebih besar dari 20 mg/L
CaCO3 (Boyd, 1982), dan Stickney (1979) memberikan kisaran antara 20-150
mg/L CaCO3, sedangkan untuk keperluan budidaya intensif sebaiknya kesadahan
ada pada kisaran 50-200 mg/L CaCO3 (Wedemeyer, 1996). Menurut Peavy et al.
(1985) dalam Effendi (2003), klasifikasi perairan berdasarkan nilai kesadahan
ditunjukkan dalam tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi Perairan Berdasarkan Nilai Kesadahan
Kesadahan (mg/l CaCO3) Klasifikasi Perairan
<5050 – 150
150 – 300>300
lunak (soft)menengah (moderately hard)
sadah (hard)sangat sadah (very hard)
Air dengan kesadahan yang rendah mengandung sedikit kalsium dan
mineral yang dibutuhkan utuk kesehatan ikan. Air yang lebih sadah akan lebih
baik bagi kesehatan ikan karena dapat menyediakan kalsium dan mengurangi
kerja osmotik yang dibutuhkan untuk mengganti elektrolit darah yang terus keluar
melalui urin yang diproduksi ikan air tawar. Selain itu, ion sodium, magnesium,
dan kalsium yang ditambah ke air akan meningkatkan daya tahan tubuh ikan air
tawar terhadap suhu yang tinggi (Wedemeyer, 1996).
2.7.7 Amonia
Amonia merupakan zat yang bersifat toksik bagi ikan. Amonia dalam air
berasal dari buangan metabolit ikan, pemupukan, dan busukan hasil aktivitas
bakteri pengurai komponen nitrogen (Boyd, 1982). Amonia di perairan ada dalam
dua bentuk, yaitu bentuk ion yang tidak bersifat toksik (NH4+) dan bentuk gas
(non ionik) yang bersifat toksik (NH3). Amonia dalam air mengalami hidrolisis
dan membentuk kesetimbangan:
NH3 + H2O NH4 + OH-
Reaksi tersebut tergantung pada pH. Bila pH perairan tinggi maka reaksi
akan begeser ke kiri (Poernomo, 1989 dalam Sitio, 2008). Konsentrasi perairan
tergantung pH, suhu air, salinitas, konsentrasi oksigen, konsetrasi natrium dan
kesadahan (Wedemeyer, 1996). Menurut Sawyer dan Mc Carty (1978) dalam
Effendi (2000) kadar NH3 diperairan tawar sebaiknya tidak melebihi 0,02 mg/L.
2.9.8 Nitrit
Nitrit merupakan jumlah kadar nitrogen yang telah teroksidasi. Nitrogen
ini berasal dari sisa metabolisme ikan dan dekomposisi dari feses dan pakan yang
tidak termakan oleh ikan. Nitrit merupakan bentuk peralihan (intermediet) antara
ammonia dan nitrat (nitrifikasi), dan antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi)
yang berlangsung pada kondisi anaerob (Effendi, 2000).
Nitrit bersifat toksik terhadap organisme karena mengoksidasi Fe+ dalam
haemoglobin yang menyebabkan kemampuan darah dalam mengikat oksigen
menurun dan menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan tubuh (Boyd, 1990).
Nitrit dalam darah mengoksidasi haemoglobin menjadi methemoglobin sehingga
darah tidak dapat mengikat oksigen (Boyd, 1990). Konsentrasi methemoglobin
yang normal dalam darah menurut Wedemeyer (1996) adalah 1-3 %. Apabila
konsentrasi methemoglobin dalam darah mencapai 50 %, ikan akan mengalami
hypoxia yang dapat menyebabkan kematian terutama apabila konsentrasi oksigen
terlalu rendah. Sawyer dan McCarty (1978) dalam Effendi (2003) menyatakan
bahwa diperairan, kadar nitrit jarang melebihi 1 mg/l.
2.10 Sistem Resirkulasi
Sistem resirkulasi adalah suatu wadah pemeliharaan ikan yang
menggunakan sistem perputaran air, yaitu air dialirkan dari wadah pemeliharaan
ikan ke wadah filter, lalu dialirkan lagi ke wadah pemeliharaan (Timmons dan
Losordo, 1994 dalam Gemawaty, 2006). Secara umum sistem resirkulasi
mempunyai dua komponen utama, yaitu wadah pemeliharaan ikan dan filter.
Filter merupakan suatu alat yang berfungsi untuk menyaring material tertentu
yang dikehendaki (amonia, bahan padatan, residu organik dan bahan kimia
lainnya) dan meloloskan material lain yang dikendaki. Filter yang digunakan juga
ada 2 komponen utama yaitu filter fisik dan filter biologis. Dengan kedua filter
ini, air resirkulasi akan terhindar dari kekeruhan dan zat racun yang larut yang
berasal dari sisa pakan, urine, dan kotoran ikan. Sistem resirkulasi membutuhkan
prosedur khusus pada saat pertama kali diterapkan guna mempersiapkan filter
biologis dalam keadaan baik, Filter biologis dapat menjernihkan sisa amoniak dan
nitrogen hanya setelah berkembangnya nitro-bakteri (Nitrosomonas sp. dan
Nitrobacter sp.). Proses ini memerlukan waktu sekitar 10-15 hari setelah sistem
diisi dengan air dan mulai beroperasi (Slembrouck et al, 2005). Pemanfaatan
sistem resirkulasi cukup terbatas karena biaya yang dikeluarkan relatif tinggi
(Stickney, 1979).
2.10.1 Filter Mekanik
Filter mekanik yaitu suatu alat untuk memisahkan padatan air secara fisika
dengan cara menangkap atau menyaring sehingga kandungan bahan tersebut
menjadi berkurang (Anonim, 2002 dalam Gemawaty, 2006). Fungsi filter
mekanik pada system resirkulasi adalah untuk mengurangi turbiditas air,
menurunkan kadar bahan organik yang berbentuk koloid dan membuang detritus
dari filter biologi (Spote, 1970 dalam Gemawaty, 2006).
Filter mekanik dapat disusun dari beberapa material tertentu, seperti
kerikil, pasir, batu zeolit ataupun batu koral. Penggunaan media yang terlalu rapat
(misalnya: kerikil dan pasir) pada filter mekanik akan menyebabkan penyumbatan
aliran air sehingga akan menimbulkan kondisi anaerobik dan hal ini berbahaya
bagi ikan. Meskipun filter mekanik dapat memisahkan kotoran berupa partikel-
partikel secara efisien, namun tidak efektif untuk memisahkan partikel-partikel
yang terlarut. Untuk itu dibutuhkan filter biologi/ biofilter (Stickney, 1979).
2.10.2 Filter Biologi
Filter biologi berfungsi mengubah amoniak menjadi nitrat (proses
nitrifikasi). Proses tersebut bekerja dengan bantuan bakteri aerob dari golongan
pengurai amoniak (Nitrosomonas sp. dan Nitrobacter sp.) (Anonim, 2002 dalam
Solehudin, 2006). Nitrosomonas sp. berguna dalam pengubahan amoniak menjadi
nitrit sedangkan Nitrobacter sp. mengoksidasi nitrit menjadi nitrat. Kemudian
bakteri tertentu mengubah nitrat menjadi nitrogen (N2). Reaksi tersebut dapat
ditemukan dalam biofilter yang berfungsi untuk menjaga konsentrasi amoniak
agar tetap berada dalam ambang batas untuk budidaya ikan (Meade, 1976 dalam
Solehudin, 2006).
Agar kerja filter biologi efektif dalam mereduksi buangan metabolit yang
berasal dari hasil ekskresi organisme perairan, maka kondisi aerobic harus
dipertahankan, karena proses nitrifikasi melibatkan bakteri aerob. Jika filter
biologi menjadi anerobik, maka amoniak akan tinggi sehingga air menjadi
beracun bagi ikan. Kadar oksigen yang diperlukan untuk proses nitrifikasi adalah
sebesar 2 mg/l. kondisi aerobik dalam filter dapat dilakukan dengan cara aerasi
(Stickney, 1979).
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga September 2009 di
hanggar 2, Balai Riset Budidaya Ikan Hias (BRBIH), Depok.
3.2 Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan acak lengkap, dengan empat perlakuan dan empat ulangan, yaitu:
K = tanpa pemberian medan listrik (kontrol)
P = pemberian medan listrik dengan lama waktu 2 menit
Q= pemberian medan listrik dengan lama waktu 4 menit
R= pemberian medan listrik dengan lama waktu 6 menit
Dimana masing-masing perlakuan terdiri dari tiga kali ulangan. Model rancangan
yang digunakan ialah: yij = µ + βi + έij
Keterangan : yij = ulangan ke- j akibat perlakuan ke-i
µ = nilai tengah
βi = pengaruh perlakuan ke-i
έij = galat
(Steel dan Torrie, 1982)
Gambar 1. Denah Susunan Akuarium Percobaan
3.3 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam kegiatan pemeliharaan ikan terdiri dari 16 unit
akuarium berdimensi 20 x 30 x 20 cm3 dengan volume akuarium yang digunakan
sebanyak 6 liter dan ketinggian air 10 cm, instalasi aerasi, dan satu set sistem
resirkulasi. Sistem resirkulasi yang digunakan terdiri dari wadah filter yang
berdimensi 100 x 50 x 40 cm3 dan berisi pompa, bio ball, serta batu koral, lalu
drum filter yang diisi bio ball. Sistem resirkulasi ini menggunakan rangka besi
K2
K4 K3
Q1
Q4
R1
R4
Q2
Q3
P2
P3
R2
R3
K1 P1
P4
Filter danpompa
yang berdimensi 250 x 50 x 50 cm, lalu pipa pvc yang digunakan berukuran ¾
inch dan 1 ½ inch dengan panjang total pipa yang digunakan berturut-turut adalah
750 cm dan 70 cm, pompa yang digunakan adalah pompa yang bermerk Wasser
dengan debit maksimal 40 liter/menit, panjang lintasan air sebesar 290 cm. Alat
yang digunakan untuk meghasilkan medan listrik terdiri dari satu unit
transformator DC 5 A, 4 unit diode, 1 unit kapasitor, 1 unit socket penyalur
tegangan 10 volt dan 32 lempeng alumunium berdimensi 18 x 15 cm. Sedangkan
alat yang digunakan dalam kegiatan sampling dan pengukuran kualitas air terdiri
dari milimeter block, tinbangan digital dengan ketelitian 0,01 gram, alat tulis,
spektrofotometer, multimeter (conductivitymeter dan salinometer), termometer,
DO meter, buret, erlenmeyer, dan pipet. Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah benih ikan Maskoki dengan ukuran panjang rata-rata 4,11±0,05 cm dan
bobot rata-rata 2.89±0,05 gram/ ekor, pakan ikan (Bloodworm) berkadar protein
73.92%, reagent pengukuran kualitas air (larutan hestler, pereaksi A, pereaksi B,
Methyl orange, HCL, dan pH indikator), air laut yang bersalinitas 33 ppt dan
media pemeliharaan berupa air bersalinitas 3 ppt.
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Persiapan wadah
Sebelum digunakan akuarium di cuci terlebih dahulu menggunakan sabun
dan dimasukkan larutan Methylen Blue, setelah itu dibilas dengan menggunakan
air bersih dan dibiarkan hingga kering. Wadah dan bahan filter mekanik dicuci
bersih dan direndam dengan larutan Methylen Blue, demikian pula dengan wadah
dan bahan fliter biologi. Pipa saluran resirkulasi, dan pompa air disetting
sedemikian rupa agar sistem dapat berjalan dengan baik. Seluruh alat selain sistem
resirkulasi yang akan digunakan dalam penelitian di rendam dengan larutan klorin
3 mg/liter selama satu hari. Selanjutnya, alat-alat tersebut dibilas dengan air
bersih.
3.4.2 Media Pemeliharaan Ikan
Media pemeliharaan ikan maskoki adalah air bersalinitas 3 ppt yang
diperoleh dari hasil pencampuran air laut dengan kisaran salinitas sekitar 30-33
ppt dan air tawar yang bersalinitas 0,1 ppt sehingga kadar garam dalam air laut
dapat diturunkan karena terjadi proses pengenceran yang dilakukan oleh air tawar.
Proses pencampuran ini dilakukan di bak, setelah mendapatkan salinitas yang
diinginkan maka air tersebut langsung dialirkan ke akuarium dan sistem
resirkulasi.
3.4.3 Pengadaptasian dan Pemeliharaan Ikan Uji
Benih ikan uji yang akan digunakan dalam perlakuan, terlebih dahulu
diaklimatisasi dengan media bersalinitas 3 ppt secara gradual dan dilakukan
pemeliharaan selama 7 hari di akuarium tanpa menggunakan sistem resirkulasi
(stagnan water). Setelah itu, setiap akuarium yang menggunakan sistem
resirkulasi, dimasukkan ikan uji dengan kepadatan 2 ekor/liter dan dipelihara
selama 40 hari. Pakan yang digunakan adalah pakan alami (blood worm). Metode
pemberian pakan dilakukan secara at satiation setiap 3 kali sehari, yaitu pukul
08.00, 12.00, dan 16.00 WIB. Tingkat pemberian pakannya (Feeding Rate)
menggunakan metode at satiation. Penyiponan dilakukan seperlunya karena
dengan menggunakan sistem resirkulasi, diharapkan kualitas air akan tetap terjaga
dengan baik.
3.4.4 Pemberian Perlakuan
Media pemeliharaan diberi medan listrik dengan waktu yang berbeda yaitu
0, 2, 4 ,dan 6 menit. Pemaparan ini dilakukan setiap 3 kali sehari sebelum ikan
diberi pakan. Input listrik berasal dari listrik arus bolak-balik AC yang dialirkan
pada trasformator untuk diproses menjadi arus listrik arus searah DC. Selanjutnya
listrik tersebut dialirkan ke media pemeliharaan bersalinitas 3 ppt melalui kabel
tembaga yang pada bagian ujungnya telah dihubungkan dengan lempeng
alumumium berdimensi 18 x 15 cm. Lempeng alumunium ini di letakkan di kedua
sisi akuarium secara berhadapan. Pengaktifan transformator ini dilakukan setiap
kali media pemeliharaan ikan akan diberi perlakuan medan listrik.
Gambar 2. Skema Susunan Alat Percobaan
3.5 Parameter yang Diamati
3.5.1 Parameter Biologi
Parameter biologi yang diamati adalah tingkat kelangsungan hidup, laju
pertumbuhan, rasio panjang usus terhadap panjang tubuh dan efisiensi pemberian
pakan.
a. Tingkat Kelangsungan Hidup
Tingkat kelangsungan hidup atau Survival Rate (SR) di ukur dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut:
SR = %100No
Nt
Keterangan : SR = Derajat kelangsungan hidup (%)
Nt = Jumlah ikan yang hidup pada akhir pemeliharaan (ekor)
No = Jumlah ikan pada awal pemeliharaan (ekor)
(Effendie, 1979)
Laju Pertumbuhan
b. Pertumbuhan Bobot
Menggambarkan pertumbuhan bobot rata-rata benih ikan maskoki yang
dipelihara selama perlakuan. Pengukuran ini menggunakan timbangan digital
yang dilakukan tiap 10 hari sekali.
c. Laju Pertumbuhan Bobot Harian
Laju pertumbuhan harian atau Spesific Growth Rate (SGR) di ukur dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut:
α = %1001
t
Wo
Wt
Keterangan : α = Laju pertumbuhan harian (%)
Wt = Bobot rata-rata ikan pada saat akhir (gram)
Wo = Bobot rata-rata ikan pada saat awal (gram)
t = Lama pemeliharaan (hari)
(Huisman, 1987)
d. Pertumbuhan Panjang
Menggambarkan pertumbuhan panjang rata-rata benih ikan maskoki yang
dipelihara selama perlakuan. Pengukuran ini menggunakan millimeter blok yang
dilakukan setiap 10 hari sekali.
e. Pertumbuhan Panjang Mutlak
Pertumbuhan panjang mutlak dihitung dengan menggunakan persamaan
berikut:
Pm = Lt – L0
Keterangan : Pm = Pertumbuhan panjang mutlak
Lt = Panjang rata-rata akhir
L0 = Panjang rata-rata awal
(Effendie, 1979)
f. Rasio Panjang Usus Terhadap Panjang Total Tubuh (PU/PT)
Pengukuran rasio panjang usus dan panjang total tubuh (PU/PT) dilakukan
pada awal dan akhir pemeliharaan, dengan persamaan sebagai berikut:
Rasio Panjang Usus/ Panjang Total = PU/PT
Keterangan : PU = Panjang Usus (cm)
PT = Panjang Tubuh (cm)
(Effendie, 1979)
g. Efisiensi Pemberian Pakan
Pada penelitian ini perhitungan efisiensi pakan menggunakan rumus
sebagai berikut:
EP =
%100
F
WoWdWt
Keterangan : EP = Efisiensi pakan (%)
Wt = Biomassa ikan akhir (gram)
W0 = Biomassa ikan awal (gram)
Wd = Biomassa ikan mati ( gram)
F = Jumlah pakan yang diberikan
(Zonneveld et al., 1991)
3.5.2 Parameter Kualitas Air
a. Suhu
Pengukuran suhu pada media pemeliharaan menggunakan termometer air
raksa (Hg) dengan satuan oC.
b. Oksigen Terlarut
Pengukuran DO dilakukan dengan metode instrumentasi menggunakan
alat DO-meter.
c. pH
Pengukuran pH dilakukan dengan metode instrumentasi menggunakan alat
pH meter.
d. Daya Hantar Listrik
Daya Hantar Listrik diukur dengan menggunakan conductivitymeter
dengan menggunakan membran elektro. Satuan yang digunakan adalah mS/cm.
e. Alkalinitas
Pengukuran alkalinitas menggunakan metode acidimetric dan dinyatakan
dalam persamaan berikut:
Alkalinitas Total (mg CaCO3/liter) = sampelVolume
titranNtitranVolume 10002/100
f. Kesadahan
Kesadahan diukur dengan menggunakan metode titrasi dengan Na-EDTA,
persamaan yang digunakan dalam mengukur kesadahan adalah:
Kesadahan Total (mg CaCO3/liter) = sampelVolume
titranNtitranVolume 10001,100
g. Total Amonia – Nitrogen (TAN)
Pengukuran total ammonia – nitrogen dilakukan dengan metode phenat.
Kadar ammonia yang terukur pada metode ini adalah ammonia total yang terdiri
dari NH3 dan NH4+, karena pada larutan bersuasana basa kuat semua ammonia
berada dalam bentuk NH3. Ini berarti, ammonia yang terukur adalah ammonia
yang secara alami ada dalam air ditambah NH3 yang berasal dari reduksi
ammonium (NH4+). Perhitungan konsentrasi NH3-N total (TAN) dilakukan
dengan persamaan berikut:
[TAN] mg/L sebagai N = ppm NH3= Ast
AsCst
Keterangan : Cst = konsentrasi larutan standar (mg/L)
Ast = nilai absorban larutan standar
As = nilai absorban sampel
Konsentrasi amonia tidak terionisasi yang dinyatakan dalam miligram NH3
per liter dipengaruhi oleh nilai pH dan suhu (Boyd, 1988)
h. Nitrit – Nitrogen
Nitirt – nitrogen diukur dengan menggunakan metode sulfanilamide
(APHA, 1989). Konsentrasi (mg/l) NO2-N yang terukur pada metode ini
merupakan kadar nitrogen yang terdapat dalam nitrit dalam satuan mgN/liter.
Untuk mengetahui kadar nitrit dalam mg NO2/L digunakan persamaan sebagai
berikut :
Mg NO2/ L = ppm NO2-N x NBA
NOBM 2= ppm NO2-N x 3,28
Keteranagan : BM = Berat Molekul
BA = Berat Atom
3.6 Analisa Data
Semua data yang telah diperoleh kemudian ditabulasi dan dianalisis
menggunakan Excell Ms. Office 2007, untuk uji Analisis Ragam (ANOVA)
dengan uji F pada selang kepercayaan 95%. Sedangkan program SPSS versi 16
digunakan untuk menetukan apakah perlakuan berpengaruh nyata terhadap derajat
kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Apabila berpengaruh nyata, untuk melihat
perbedaan antar perlakuan akan di uji lanjut dengan uji Beda Nyata Jujur/Tukey.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Tingkat Kelangsungan Hidup
Tingkat kelangsungan hidup benih ikan Maskoki Mutiara yang dipelihara
selama 40 hari berkisar antara 95,84-100% (Gambar 4). Nilai tertinggi dicapai
pada kontrol dan perlakuan 4 menit sebesar 100±0% dan nilai terendah pada
perlakuan 2 menit sebesar 95,84±4,81%. Dari hasil analisa data (ANOVA) pada
selang kepercayaan 95% (p<0,05), diperoleh hasil bahwa kontrol (0 menit) dan
perlakuan (2, 4, dan 6 menit) yang diberi paparan listrik 10 volt tidak
menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup benih
ikan Maskoki Mutiara.
100.00 95.84 100.00 97.92
0
20
40
60
80
100
120
0 menit 2 menit 4 menit 6 menit
SR (
%)
aa a a
Gambar 3. Histogram Tingkat Kelangsungan (%) Benih Ikan MaskokiMutiara Pada Setiap Perlakuan Selama Pemeliharaan
Keterangan: huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05)
4.1.2 Pertumbuhan Bobot
Data pertumbuhan bobot diperoleh dari bobot ikan Maskoki Mutiara pada
saat pengambilan sampel yang dilakukan setiap 10 hari sekali seperti tercantum
dalam Lampiran 3.
Pertumbuhan bobot benih ikan Maskoki Mutiara yang dipelihara selama
40 hari pada hari ke- 20 sampai hari ke- 30 sedikit mengalami penurunan akan
tetapi kembali terjadi peningkatan sampai hari ke-40.
Gambar 4. Grafik pertumbuhan Bobot (gram) Benih Ikan Maskoki MutiaraPada Setiap Perlakuan Selama Pemeliharaan
Gambar tersebut menunjukkan kenaikkan bobot rata-rata ikan pada setiap
perlakukan selama penelitian. Dari hasil tersebut diperoleh nilai tertinggi dari
perlakuan lama waktu pemaparan 4 menit sebesar 4,83±0,36 gram/ekor.
Sedangkan nilai terendah diperoleh dari kontrol (tidak diberi paparan medan
listrik) sebesar 3,75±0,2 gram/ekor.
4.1.3 Laju Pertumbuhan Bobot Harian (SGR)
Laju pertumbuhan bobot harian benih ikan Maskoki Mutiara yang
dipelihara selama 40 hari berkisar antara 0,82-1,3% (Gambar 5). Nilai tertinggi
dicapai pada perlakuan 4 menit sebesar 1,3±0,12% dan nilai terendah pada
perlakuan 0 menit (kontrol) sebesar 0,73±0,14% dari hasil analisa data (ANOVA)
pada selang kepercayaan 95% (p<0,05), diperoleh hasil bahwa kontrol dan
perlakuan berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan bobot harian ikan
Maskoki Mutiara.
0.73
1.25 1.301.13
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
0 menit 2 menit 4 menit 6 menit
SGR
(%)
a
ab a
b
Gambar 5. Histogram Laju Pertumbuhan Bobot Harian (%) Benih IkanMaskoki Mutiara Pada Setiap Perlakuan Selama Pemeliharaan
Keterangan: huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05)
Dari hasil uji lanjut Tuckey atau beda nyata jujur pada selang kepercayaan
95% (p<0,05), diperoleh hasil yang berbeda nyata antara kontrol 0 menit dengan
perlakuan 4 menit, namun kontrol 0 menit dan perlakuan 4 menit tidak berbeda
nyata terhadap perlakuan 2 dan 6 menit.
4.1.4 Pertumbuhan Panjang
Data pertumbuhan panjang mutlak diperoleh dari pengukuran panjang
total tubuh ikan Maskoki Mutiara pada saat pengambilan sampel yang dilakukan
10 hari sekali seperti terantum pada Lampiran 4.
Gambar 6. Grafik Pertumbuhan Panjang (cm) Benih Ikan Maskoki MutiaraPada Setiap Perlakuan Selama Pemeliharaan
Pertumbuhan panjang ikan Maskoki Mutiara mengalami peningkatan.
Panjang rata-rata tertinggi diperoleh pada perlakuan 4 menit yaitu sebesar
5,46±0,09 cm, sedangkan nilai yang terendah diperoleh pada perlakuan 0 menit
(kontrol) yaitu sebesar 4,83±0,18 cm.
4.1.5 Pertumbuhan Panjang Mutlak
Laju pertumbuhan panjang mutlak benih ikan Maskoki Mutiara yang
dipelihara selama 40 hari berkisar antara 0,82-1,3% (Gambar 6). Nilai tertinggi
dicapai pada perlakuan 4 menit sebesar 1,3±0,10% dan nilai terendah pada
perlakuan 0 menit (kontrol) sebesar 0,73±0,12% dari hasil analisa data (ANOVA)
pada selang kepercayaan 95% (p<0,05), diperoleh hasil bahwa kontrol dan
perlakuan berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan bobot harian ikan
Maskoki Mutiara.
0.73
1.041.30
1.02
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
0 menit 2 menit 4 menit 6 menit
Per
tum
buha
n P
anja
ng M
utla
k(c
m)
a
b
ab ab
Gambar 7. Grafik Pertumbuhan Panjang Mutlak (cm) Benih Ikan MaskokiMutiara Pada Setiap Perlakuan Selama Pemeliharaan
Keterangan: huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05)
Dari analisa data (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% (p<0,05)
diketahui bahwa kontrol dan perlakuan berpengaruh nyata terhadap laju
pertumbuhan panjang mutlak ikan maskoki mutiara. Dari hasil uji lanjut Tuckey
atau beda nyata jujur pada selang kepercayaan 95% (p<0,05), diperoleh hasil yang
berbeda nyata antara kontrol 0 menit dengan perlakuan 4 menit, namun kontrol 0
menit dan perlakuan 4 menit tidak berbeda nyata terhadap perlakuan 2 dan 6
menit.
4.1.6 Rasio Panjang Usus Terhadap Panjang Tubuh (PU/PT)
Rasio panjang usus terhadap panjang total tubuh (PU/PT) benih ikan
Maskoki Mutiara pada awal pemeliharaan sebesar 1,98. Setelah 40 hari
pemeliharaan rasio PU/PT benih ikan Maskoki Mutiara menjadi 2,07 – 2,72
(Gambar 8). Nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan 4 menit sebesar 2,72 ± 0,3
dan nilai yang terendah diperoleh pada kontrol 0 menit sebesar 2,07 ± 0,35. Dari
hasil analisa data (ANOVA) diperoleh hasil bahwa kontrol (0 menit) dan
perlakuan (2, 4, dan 6 menit) yang diberi paparan listrik 10 volt tidak berbeda
nyata terhadap rasio PU/PT benih ikan Maskoki Mutiara.
1.98 1.98 1.98 1.982.072.39
2.722.19
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
0 menit 2 menit 4 menit 6 menit
Awal
Akhiraa a a
Ras
io P
U/P
T
Gambar 8. Histogram Rasio (PU/PT) Benih Ikan Maskoki Mutiara PadaSetiap Perlakuan Selama Pemeliharaan
Keterangan: huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05)
Dari hasil uji lanjut Tuckey atau beda nyata jujur pada selang kepercayaan
95% (p<0,05), diperoleh hasil yang berbeda nyata antara kontrol 0 menit dengan
perlakuan 4 menit, namun kontrol 0 menit dan perlakuan 4 menit tidak berbeda
nyata terhadap perlakuan 2 dan 6 menit.
4.1.7 Efisiensi Pemberian Pakan
Efisiensi pemberian pakan menunjukkan seberapa banyak pakan yang
dimanfaatkan oleh ikan dari total pakan yang diberikan. Efisiensi pakan ikan
Maskoki Mutiara selama 40 hari pemeliharaan berkisar antara 26,13 – 37,90%.
Nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan 4 menit sebesar 37,90%, sedangkan nilai
terendah pada kontrol (0 menit) sebesar 26,13%. dari hasil analisa data (ANOVA)
pada selang kepercayaan 95% (p<0,05), diperoleh hasil bahwa kontrol dan
perlakuan berpengaruh nyata terhadap efisiensi pakan ikan Maskoki Mutiara
26.1336.21 37.90 35.76
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0 menit 2 menit 4 menit 6 menit
EPP
(%)
aab b ab
Gambar 9. Histogram Efisiensi Pemberian Pakan Benih Ikan MaskokiMutiara Pada Setiap Perlakuan Selama Pemeliharaan
Keterangan: huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05)
Dari hasil uji lanjut Tuckey atau beda nyata jujur pada selang kepercayaan
95% (p<0,05), diperoleh hasil yang berbeda nyata antara kontrol 0 menit dengan
perlakuan 4 menit, namun kontrol 0 menit dan perlakuan 4 menit tidak berbeda
nyata terhadap perlakuan 2 dan 6 menit.
Parameter uji yang diamati adalah tingkat kelangsungan hidup,
pertumbuhan bobot, laju pertumbuhan harian, laju pertumbuhan panjang mutlak,
rasio PU/PT dan efisiensi pakan. Nilai dari parameter uji tersebut dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Parameter Uji yang Diamati Pada Setiap Perlakuan Hingga Akhirpemeliharaan Ikan Maskoki Mutiara Carrasius auratus
No. ParameterPerlakuan
0 menit 2 menit 4 menit 6 menit
1Tingkat Kelangsungan Hidup(%) 100±0a 95,84±4,81a 100±0a 97,92±4,17a
2 Pertumbuhan Bobot (gram) 3,75±0,2a 4,83±0,36ab 4,86±0,3b 4,54±0,34ab
3Laju Pertumbuhan Bobot Harian(%) 0,73±0,14a 1,25±0,09ab 1,30±0,12b 1,13±0,23ab
4 Laju Pertumbuhan Harian (%) 0,82±0,17a 1,25±0,09ab 1,30±0,12b 1,13±0,23ab
5Laju Pertumbuhan PanjangMutlak (cm) 0,80±0,12a 1,04±0,27ab 1,30±0,10b 1,02±0,09ab
6 Rasio PU/PT 2,07±0,35a 2,4±0,38a 2,72±0,3a 2,19±0,45a
7 Efisiensi Pakan (%) 26,12±5,17a 36,20±1,81ab 37,9±4,2b 35,75±6,75ab
4.1.8 Kualitas Air
Kualitas air merupakan faktor kimia yang dapat mempengaruhi
lingkungan media pemeliharaan selama masa pemeliharaan dan tidak secara
langsung mempengaruhi hasil dari perlakuan yang diberikan. Kisaran kualitas air
pada media pemeliharaan ikan maskoki mutiara selama 40 hari dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Kisaran Parameter Kualitas Air Media Pemeliharaan benih IkanMaskoki Mutiara Carrasius auratus Pada Setiap Perlakuan SelamaPemeliharaan
ParameterKisaran Nilai Parameter Kualitas Air Pada Wadah Perlakuan
0 menit 2 menit 4 menit 6 menit
Suhu (°C) 27,2 - 28,4 27,2 - 28,4 27,2 - 28,4 27,2 - 28,4
DO (mg/l O2) 7,35 - 7,54 7,17 - 7,46 7,26 - 7,38 7,09 - 7,46
pH 7,5 - 8 7,5 – 8 7,5 - 8 7,5 - 8
DHL (mS) 6,35 - 7,53 6,38 - 7,35 6,37 - 7,27 6,36 - 7,38Amonia (ppm) 0,007 - 0,022 0,007 - 0,022 0,006 - 0,022 0,006 - 0,026
Nitrit (ppm) 0,012 - 0,024 0,015 - 0,022 0,01 - 0,024 0,014 - 0,026Alkalinitas (ppmCaCO3) 22,66 - 45,31 22,66 - 45,31 22,66 - 45,31 22,66 - 45,31
Kesadahan (ppm) 598,29 - 699,3 606,06 - 660,45 551,67 - 637,14 435,12 - 652,68
4.2 Pembahasan
Data hasil penelitian pengaruh lama waktu paparan listrik sebsar 10 volt
pada media bersalinitas 3 ppt yang dilakukan selama 40 hari pemeliharaan ikan
Maskoki Mutiara terhadap pertumbuhan panjang, pertumbuhan bobot, dan
efisiensi pakan menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada perlakuan 4 menit
terhadap kontrol (0 menit). Namun tidak memberikan hasil yang berbeda nyata
pada parameter kelangsungan hidup dan rasio panjang usus terhadap panjang total
tubuh.
Ikan dapat merespon arus listrik karena memiliki organ electroreceptor.
Secara umum, electroreceptor merupakan pengembangan dan modifikasi gurat
sisi atau Lateral line. Menurut Albert dan Crampton (2006), Electroreceptor
merupakan sensor. Pada indera pendengaran, informasi dari elektrosensori diatur
menggunakan waktu dan frekuensi isyarat. Pada indera penglihatan, informasi
dari elektrosensori ditransmisikan hampir secara langsung. Pada indera
penciuman, rasa, dan pendengaran intensitas yang dirasakan dari rangsangan
elektrik meningkat dengan semakin dekatnya jarak dengan sumber rangsangan.
Sedangkan pada indera peraba, input dari elektrosensori menyampaikan informasi
tentang bentuk dan tekstur elektrik dari objek pada lingkungan sekitar.
Menurut Fathony (2004), medan dan arus listrik pada frekuensi rendah
apabila berinteraksi dengan jaringan biologik dapat menyebabkan efek fisiologik
maupun psikologik. Menurut Nair (1989) dalam Rasmawan (2009), mekanisme
interaksi medan listrik dengan benda hidup berupa induksi medan dan juga arus
listrik pada jaringan biologi. Induksi pada benda hidup disebabkan adanya
muatan-muatan listrik bebas yang terdapat pada ion kaya cairan seperti darah,
getah bening, syaraf, dan otot yang dapat terpengaruh gaya yang dihasilkan oleh
muatan-muatan dan aliran arus listrik. Jika tubuh menyerap intensitas medan
listrik dan magnetik yang relatif cukup, maka hal ini akan merangsang sistem
syaraf dan otot-otot dalam tubuh. Hal inilah yang menyebabkan kinerja dari
sistem pertumbuhan ikan Maskoki dapat meningkat lebih cepat bila dibandingkan
dengan pemeliharaan biasa. Namun, ikan juga dapat mengalami stress jika
pengunaan arus listriknya berlebihan karena Fathony (2004) menyatakan arus
listrik pada intensitas yang rendah pun, akan berpengaruh pada aktivitas modulasi
di dalam otak maupun sifat syaraf.
Laju pertumbuhan dapat dilihat dari dua parameter yaitu laju pertumbuhan
harian dan panjang mutlak. Analisa data (ANOVA) pada selang kepercayaan 95%
(p<0,05) data laju pertumbuhan harian dan panjang mutlak memberikan hasil
yang berbeda nyata. Uji Tuckey menunjukkan bahwa antara perlakuan 4 menit
yang nilainya masing-masing sebesar 1,30±0,12 dan 1,30±0,10 memberikan hasil
yang berbeda nyata pada kontrol (0 menit) yang nilainya masing-masing sebesar
0,73±0,14 dan 0,73±0,17. Namun, perlakuan 4 menit dan kontrol tidak
memberikan hasil yang berbeda nyata pada perlakuan 2 menit dan perlakuan 6
menit. Nilai pada perlakuan 2 menit masing-masing sebesar 1,25±0,09 dan
1,04±0,27, pada perlakuan 6 menit masing-masing sebesar 1,13±0,23 dan
1,02±0,09.
Berdasarkan penelitian Rasmawan (2009), media bersalinitas 3 ppt diduga
merupakan media yang isoosmotik bagi ikan gurame yang merupakan ikan yang
hidup di air tawar. Hal ini didukung dengan penelitian Arista (2001) yang
menggunakan ikan uji Maskoki jenis Tosa dan dengan media bersalinitas 3 ppt,
menduga bahwa penambahan salinitas pada media pemeliharaan dapat
mengurangi energi yang dibutuhkan untuk melakukan osmoregulasi, sehingga
ikan dapat dengan mudah beradaptasi dengan lingkungannya. Oleh karena itu,
penggunaan media bersalinitas 3 ppt pada ikan maskoki mutiara dan beranggapan
bahwa media ini juga merupakan media yang isoosmotik bagi ikan Maskoki
Mutiara, bisa dikatakan masih relevan. Pada keadaan non-isoosmotik, energi yang
berasal dari makanan akan digunakan untuk proses osmoregulasi, setelah itu baru
akan digunakan untuk pertumbuhan dan reproduksi. Sedangkan bila keadaannya
isoosmotik, energi yang digunakan untuk osmoregulasi akan digunakan untuk
pertumbuhan, karena kondisi konsentrasi cairan dan garam dalam tubuh seimbang
dengan media. Hal ini berdampak pada pertumbuhan ikan maskoki yang cukup
meningkat.
Efisiensi pemberian pakan menunjukkan jumlah pakan yang dapat
dimanfaatkan oleh ikan dari total pakan yang diberikan. Nilai efisiensi pakan
benih ikan maskoki mutiara yang dipelihara selama 40 hari berkisar antara
26,12±5,17-37,9±4,2%. Dari analisa data (ANOVA) pada selang kepercayaan
95% (p<0,05), menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar perlakuan. Dari hasil
uji lanjut Tuckey atau beda nyata jujur pada selang kepercayaan 95%
(p<0,05),dapat dilihat bahwa perlakuan 4 menit berbeda nyata dengan kontrol 0
menit, namun kontrol dan perlakuan 4 menit tidak berbeda nyata terhadap
perlakuan 2 dan 6 menit terhadap nilai efisiensi pemberian pakan benih ikan
maskoki mutiara. Dari hasil penelitian menunjukkan, nilai efisiensi pemberian
pakan tertinggi diperoleh dari perlakuan 4 menit sebesar 37,9±4,2% dan nilai
terendah pada kontrol (0 menit) sebesar 26,12±5,17%. Nilai efisiensi pemberian
pakan yang masih relatif rendah ini diduga bahwa pemberian arus listrik sebelum
pemberian pakan dapat membuat usus berkontraksi dan memberikan efek untuk
menambah nafsu makan sehingga ikan menjadi cepat lapar karena setelah diberi
aliran listrik ikan menjadi agresif dan terus-menerus bergerak keatas sambil
menghadapkan mulutnya kepermukaan air seakan-akan sedang meminta
makanan. Namun, karena nafsu makannya bertambah, ikan malah terus-menerus
makan dan berakibat ikan lebih cepat mengeluarkan kotoran. Diduga kotoran yang
keluar ini sari-sari makanannya belum sempat terserap sempurna namun sudah
terlanjur keluar karena banyaknya makanan yang masuk. Hal ini dikarenakan ikan
maskoki tidak memiliki lambung seperti hewan lain, melainkan langsung melalui
usus untuk menyerap gizi yang diperlukan, maka ditilik dengan teliti, dapat
ditemukan bahwa ikan Maskoki sering makan sambil membuang kotoran juga
(Anonim, 2007). Pemberian pakan dihentikan setelah ikan tenang dan kembali ke
dasar akuarium.
Analisa data (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% (p<0,05) data rasio
PU/PT tidak memberikan hasil yang berbeda nyata. Dari hasil penelitian pada
ikan maskoki mutiara yang bersifat omnivora diperoleh data rasio PU/PT yang
berkisar antara 1,98-2,72 dimana angka 1,98 diperoleh dari sampling awal dan
nilai rasio panjang usus terhadap terhadap panjang total tubuh (PU/PT) di akhir
pemeliharaan pada perlakuan 4 menit cenderung lebih tinggi daripada PU/PT pada
kontrol dan perlakuan 2 dan 6 menit yaitu sebesar 2,72±0,3. Pada perlakuan 2
menit besar rasionya adalah 2,4±0,38, pada perlakuan 6 menit rasionya sebesar
2,19±0,45 sedangkan yang terendah ada pada kontrol yaitu sebesar 2,07±0,35. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Opuszynki dan Shireman (1995) dalam Aini (2008)
yang menyatakan, rasio panjang usus terhadap panjang tubuh (PU/PT ) ikan
omnivora 1,3-4,2.
Pemberian medan listrik memberikan pengaruh pada amplitude dan
frekuensi kontraksi otot polos pada usus halus kelinci (Nurhandayani, 2005). Otot
polos pada usus halus merupakan unit tunggal dimana sekelompok otot polos
saling berhubungan melalui gap junction (Hill dan Wyse,1989 dalam Rasmawan,
2009) ketika sejumlah kecil otot polos terstimulasi secara elektrik, kontraksi
menyebar ke sel-sel tetangga melalui gap junction, memungkinkan sel yang
berbatasan untuk berkomunikasi dan mengkoordinasi aktivitasnya (Schmidt dan
Nielsen, 1997 dalam Rasmawan, 2009). Salah satu perubahan fisis selama terjadi
kontraksi pada usus adalah perubahan tegangan dan panjang (Goenarso, 2003
dalam Suarga, 2006).
Tingkat kelangsungan hidup benih ikan Maskoki Mutiara yang dipelihara
selama 40 hari berkisar antara 95,84±4,81-100±0%. Dari analisa data (ANOVA)
pada selang kepercayaan 95% (p<0,05), diperoleh hasil bahwa kontrol (0 menit)
dan perlakuan (2, 4, dan 6 menit) tidak berbeda nyata terhadap tingkat
kelangsungan hidup benih ikan Maskoki Mutiara. Dari histogram tingkat
kelangsungan hidup ikan maskoki mutiara, nilai tertinggi diperoleh kontrol (0
menit) dan perlakuan 4 menit sebesar 100±0%. Hal ini diduga selain dari media
yang isotonik arus listrik yang diberikan tidak terlalu meningkatkan keagresifan
dari ikan maskoki dalam penyerangan terhadap ikan lain namun hanya pada nafsu
makannya saja.
Ikan Maskoki Mutiara merupakan ikan yang bersifat lebih senang
mengumpul dalam kawanannya (Schooling) dan tingkat keagresifannya tidak
terlalu tinggi. Oleh karena itu, walaupun arus listrik dapat meningkatkan
keagresifan ikan namun hal ini tidak terlalu mempengaruhi terhadap tingkat
kelangsungan hidup ikan Maskoki Mutiara yang memang bersifat schooling.
Selain itu, salinitas juga meningkatkan status kesehatan ikan dan meningkatkan
daya tahan ikan terhadap penyakit maupun stres akibat kondisi lingkungan
(Wedemeyer, 1996). Hal ini didukung oleh Parjito (1998) yang menunjukkan
bahwa peningkatan salinitas sebesar 3 ppt dapat meningkatkan kelangsungan
hidup ikan Nilem Osteochillus hasselti.
Salinitas juga dapat digunakan sebagai kontrol penyakit saat toleransi ikan
yang dibudidayakan lebih tinggi daripada parasit (Watanabe, 2000). Misalnya
pada budidaya ikan channel catfish yang diberi garam 2 ppt dapat menurunkan
parasit Ichthyophthirius multifilis (Johnson, 1976 dalam Arista, 2001). Hal ini,
dapat dilihat dari ikan hasil penelitian sama sekali tidak menunjukkan gejala sakit
yang disebabkan oleh parasit. Berbeda dengan budidaya tradisional yang rawan
parasit. Parasit yang ditemukkan pada saat pengematan adalah argulus.
Dari hasil pengukuran kualitas air pada pemeliharaan ikan Maskoki
Mutiara selama penelitian (Tabel 3). Suhu pada media pemeliharaan sebesar 27,2
- 28,4oC. Kisaran suhu ini dapat dikatakan optimal bagi ikan Maskoki Mutiara.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Lesmana (2001), Ikan yang bersifat
omnivora ini hidup baik pada suhu 19-28oC dengan suhu optimal 24-28oC.
Sedangkan nilai pH pada media pemeliharan berkisar antara 7,5-8, nilai pH 8 ini
hanya diperoleh pada awal pemeliharaan setelah itu nilai ini menurun dan tetap
pada angka 7,5. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lesmana (2001), kisaran pH
yang diinginkan untuk ikan maskoki antara 7,0-7,5.
Dari hasil pengukuran NH3 pada media pemeliharan berkisar antara 0,006-
0,026 ppm. Nilai suhu dan pH mempengaruhi kosentrasi amonia tidak terionisasi.
Nilai ini masih dapat ditoleransi oleh ikan karena menurut Sawyer dan Mc Carty
(1978) dalam Effendi (2000) kadar NH3 diperairan tawar sebaiknya tidak
melebihi 0,02 mg/L.
Kadar oksigen terlarut (DO) pada media pemeliharaan berkisar antara
7,09-7,54 mg/l O2. Konsentrasi oksigen yang dapat mendukung kehidupan
organisme akuatik adalah mendekati atau diatas 3 ppm (Pescod, 1973 dalam Sitio,
2008). Berdasarkan literatur diatas nilai kisaran DO ini masih sangat layak
sehingga tingkat kelangsungan hidup ikan masih dapat terjaga.
Sawyer dan McCarty (1978) dalam Effendi (2003) menyatakan bahwa
diperairan, kadar nitrit jarang melebihi 1 mg/l. Hasil pengukuran nitrit pada media
pemeliharaan berkisar 0,012-0,026 ppm. Kadar ini masih sangat rendah sehingga
tidak membahayakan ikan yang dipelihara selama penelitian.
Daya hantar listrik (DHL) adalah gambaran kemampuan air dalam
menghantarkan listrik (Effendi, 2003). Kemampuan air dipengaruhi oleh ion-ion
terlarut yang terkandung didalam suatu perairan. Menurut Boyd (1982), nilai daya
hantar listrik mengindikasikan derajat relatif dari salinitas. Air tawar lebih
bervariasi dalam hal proporsi ion-ion utamanya, sehingga nilai konduktivitas
biasanya tidak berbanding lurus dengan nilai salinitasnya. Nilai konduktivitas
digunakan untuk mengestimasi nilai kadar salinitas pada air tawar (Swingel, 1969
dalam Boyd, 1982). Faktor yang mempengaruhi daya hantar listrk air tawar
adalah suhu, partikel-partikel tersuspensi dan terlarut (Sternin et al., 1972 dalam
Sitio, 2008). Perairan laut memiliki nilai DHL yang sangat tinggi karena
banyaknya garam-garam terlarut didalamnya. (APHA, 1976 dalam Effendi,
2003). APHA (1976); Mackereth et al. (1989) dalam Effendi (2003),
menyebutkan bahwa reaktivitas, bilangan valensi, dan konsentrasi ion-ion terlarut
sangat berpengaruh terhadap nilai DHL. Asam, basa, dan garam merupakan
penghantar listrik atau konduktor yang baik. Oleh karena itu, nilai-nilai
konduktivitas yang terukur merefleksikan konsentrasi ion yang terlarut dalam air.
Menurut Wedemeyer (1996) alkalinitas adalah jumlah total dari
konsentrasi bahan yang bersifat alkali (basa) yang larut dalam air. Menurut
Stickney (1979), alkalinitas perairan dalam budidaya diupayakan berada pada
kisaran 30-200 mg/l walaupun pada perairan dengan alkalinitas yang lebih tinggi
atau lebih rendah masih sering digunakan untuk budidaya. Dari hasil pengukuran
alkalinitas pada media pemeliharaan berkisar antara 22,66-45,31 ppm CaCO3.
Nilai tersebut masih ada yang dibawah 30 ppm CaCO3. Namun, menurut Stickney
(1979), walaupun pada perairan dengan alkalinitas yang lebih tinggi atau lebih
rendah masih sering digunakan untuk budidaya. Oleh karena itu, nilai alkalinitas
yang demikian masih dapat digunakan untuk budidaya.
Kesadahan total adalah konsentrasi logam berion divalen dalam air (Boyd,
1982). Kesadahan yang baik untuk perikanan adalah lebih besar dari 20 mg/L
CaCO3 (Boyd, 1982), dan Stickney (1979) memberikan kisaran antara 20-150
mg/L CaCO3, sedangkan untuk keperluan budidaya intensif sebaiknya kesadahan
ada pada kisaran 50-200 mg/L CaCO3 (Wedemeyer, 1996). Dari hasil pengukuran
kesadahan pada media pemeliharaan berkisar antara 435,12-699,3 ppm CaCO3.
Nilai ini >300 mg/l CaCO3 termasuk dalam kategori yang sangat sadah.
Pada penelitian ini, ikan dipelihara dari ukuran S (2-4 cm) hingga
mencapai ukuran M (5-7 cm). Berdasarkan ukuran pasar, ikan yang dipanen
terdiri dari dua ukuran. Ukuran S (2-4 cm) dengan harga Rp. 1000,-/ekor dan
ukuran M (5-7) dengan harga Rp. 2000,-/ekor. Berdasarkan hasil analisis
penerimaan (Lampiran 8), menunjukkan nilai penerimaan yang lebih banyak pada
perlakuan 4 menit yaitu sebesar Rp. 88.000,- dan yang paling sedikit adalah
kontrol (0 menit) yaitu sebesar Rp. 69.000,-. Harga ikan yang dijual merupakan
harga yang terendah yang ditawarkan oleh pasar, hal ini dikarenakan warna dari
ikan Maskoki hasil penelitian ini terlihat lebih pudar bila dibandingkan dengan
ikan Maskoki yang dibudidayakan dengan cara tradisional (Lampiran 9).
Perbandingan ini dilakukan karena antara kontrol dan perlakuan tidak memiliki
perbedaan dalam hal warna sehingga untuk mengetahui apakah ikan hasil
penelitian memiliki kualitas warna yang baik atau tidak, maka dilakukan
perbandingan dengan ikan hasil budidaya tradisional. Penurunan kualitas warna
ini disebabkan oleh kurangnya intensitas cahaya pada tempat penelitian. Tempat
penelitian berada diruang tertutup yang minim cahaya, lampu yang ada hanya
digunakan pada saat memberi makan dan perlakuan, dan selebihnya dimatikan.
Sedangkan menurut hasil wawancara pribadi, ikan Maskoki ini sangat
membutuhkan cahaya untuk membentuk pigmentasi warna yang baik.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisa data perlakuan ini, tidak memberikan pengaruh yang
nyata pada kelangsungan hidup. Namun, masih memberikan efek baik pada
kelangsungan hidup ikan maskoki.
Perlakuan ini memberikan pengaruh nyata pada kinerja pertumbuhan.
Pertumbuhan terbaik diperoleh pada perlakuan 4 menit. Dalam hal ini
pertumbuhan panjang mutlak dan laju pertumbuhan bobot harian yaitu masing-
masing sebesar 1,3±0,1 cm dan 1,3±0,12%.
5.2 Saran
1. Penelitian ini dapat diterapkan pada ikan-ikan yang bersifat nocturnal
(aktif pada malam hari atau dalam keadaan gelap), mempunyai sifat
schooling dan tingkat agresifitasnya rendah.
2. Untuk ikan hias yang menggunakan cahaya untuk membentuk pigmentasi
warna seperti ikan Maskoki, disarankan untuk menggunakan pencahayaan
yang optimal sehingga warna yang ditimbulkan pun menjadi lebih baik.
3. Penelitian ini masih dapat dilanjutkan dengan penentuan persentase pakan
yang optimal dan efisien serta pemberian arus listrik pada saat sebelum
dan sesudah pemberian pakan yang dimaksudkan untuk menambah nafsu
makan pada awal dan mengefektifkan penyerapan sari-sari makanan
setelah pakan dikonsumsi dengan menggunakan media bersalinitas 3 ppt
dan paparan medan listrik 10 volt selama 4 menit pada sistem resirkulasi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1996. Budidaya Ikan Gurami. Jakarta: Direktorat Bina Produksi,Direktorat Jendral Perikanan. Bagian Proyek Diversisifikasi dan Gizi SubSektor Perikanan TA. Departemen Kelautan dan Perikanan.
Anonim. 2005. Budidaya Ikan Maskoki. http://www.aagos.ristek.go.id (20juli2009)
Anomim. 2007. Menjaring Hoki Melalui Maskoki. d’fishes Majalah Ikan HiasIndonesia Edisi IV. Jakarta.
Anonim. 2008. Ikan Maskoki Mutiara. http://en.wikipedia.org/wiki/Goldfish (19Juli 2009)
Affandi, R. 1993. Studi Kebiasaan Makanan Ikan Gurame Osphronemusgouramy. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia Jilid 1 Volume2.
Aini, Y. 2008. Kinerja Pertumbuhan Ikan Gurame Pada Media Bersalinitas 3 pptDengan Paparan Medan Listrik. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan.Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Albert, J. S. and W. G. R. Crampton. 2006. Electroreception and Electrogenesis.In: Evans, H and J. B. Claiborne. The Physiology of Fishes Third Edition.CRC Taylor and Francais. Boca Raton. London. New York..
Arista, F. 2001. Pengaruh Salinitas 3 ppt dan Kesadahan Moderat terhadapProduksi Ikan Hias Maskoki Carrasius auratus Lin. di dalam SistemResirkulasi. Program Studi Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan Dan IlmuKelautan. Institut Pertanian Bogor.
Aryana, I. N. 1980. Studi Electrical Fishing dan KemungkinanPengembangannya. Bogor: Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan.Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Boyd, C. E. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture ElsevierScience Publishshing Company Inc., New York.
Boyd, C. E. 1990. Water Quality in Pond Aquaculture. Birmingham PublishingCo, Alabama.
Daelami, D. A. S. 2001. Usaha Pembenihan Ikan Hias Air Tawar. Jakarta:Penebar Swadaya.
Dewi, E. S. 2006. Pengaruh Salinitas 0, 3, 6, 9, dan 12 ppt Terhadap Pertumbuhandan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Gurame Ukuran 3-6 cm. Skripsi.Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan.Institut Pertanian Bogor.
Edmonson, W, T. and G. G. Winberg. 1971. A Manual on Methods for TheAssesment of Secondary Productivy and Fresh Water.
Effendie, M. I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.
Effendie, H. 2000. Telaah Kualitas Air bagi Pengolahan Sumberdaya danLingkungan Perairan. Bogor. Jurusan Sumberdaya Perairan, FakultasPerikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Fathony, M. 2004. Radiasi Elektromagnetik dari Alat Elektronik dan Efeknyabagi Kesehatan. Http://www.tempo.co.id./medika/arsip/092001/pus-3.htm.(5 Februari 2010).
Gemawaty, N. 2006. Produksi Ikan Neon Tetra Paracheirodon innesi Ukuran LPada Padat Tebar 20, 40, dan 60 Ekor/Liter dalam Sistem Resirkulasi.Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur. Fakultas PerikananDan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Huisman, E. A. 1987. Principles of Fish Production. Departemen of Fish Cultureand Wageningen Agricultural University, Wageningen. Netherlands.
Hoar, W. S and D. J Randall. 1971. Fish Physiology Volume V Sensory Systemand Electric Organ. New York. Academy Press. London.
Lesmana, D. S. dan Iwan D. 2001. Budidaya Ikan Hias Air Tawar Populer.Jakarta: Penebar Swadaya.
Nurhandayani, E. 2005. Perubahan Kontraksi Otot Longitudinal Usus HalusKelinci Akibat Paparan Medan Listrik dan Magnet Secara in vitro. Skripsi.Departemen Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.Institut Pertanian Bogor.
Parjito. 1998. Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Benih Ikan NilemOsteochillus hasselti dalam Salinitas yang berbeda. Skripsi. JurusanBudidaya Perairan. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. InstitutPertanian Bogor.
Rahmadani, D. 2007. Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan GurameOsphronemus gouramy, Lac. Ukuran 3,14 cm Yang Dipelihara Dalam PadatPenebaran yang Berbeda dalm Akuarium Sistem Resirkulasi. Skripsi.Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan.Institut Pertanian Bogor.
Rasmawan. 2009. Kinerja Pertumbuhan Ikan Gurame Osphronemus gouramyLac. Yang Dipelihara Pada Media Bersalinitas 0, 3, 6, dan 9 ppt DenganPaparan Medan Listrik. Skripsi. Program Studi Teknologi dan ManajemenAkuakultur. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut PertanianBogor.
Ratih, T. D. 2006. Pengaruh Padat Penebaran Terhadap Pertumbuhan DanKelangsungan Hidup Benih Ikan Balashark Balantiocheilus melanopterus,BLKR. Di Dalam Sistem Resirkulasi. Skripsi. Program Studi TeknologiDan Manajemen Akuakultur. Departemen Budidaya Perairan. FakultasPerikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Sitio, S. 2008. Pengaruh Medan Listrik pada Media Pemeliharaan Bersalinitas 3ppt Terhadap Tingkat Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Ikan GurameOsphronemus gouramy Lac. Skripsi. Program Studi Teknologi danManajemen Akuakultur. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. InstitutPertanian Bogor.
Slembrouck, J. O. Komarudin, Maskur dan M. Legendre. 2005. Petunjuk TeknisPembenihan Ikan Patin Indonesia, Pangasius djambal. IRD-PRPB. Jakarta.
Solehudin, M. A. 2006. Produksi Ikan Neon Tetra Paracheirodon innesi UkuranM Dengan Padat Tebar 25, 50, 75, Dan 100 Ekor/Liter Dalam SistemResirkulasi. Skripsi. Program Studi Teknologi Dan Manajemen Akuakultur.Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan.Institut Pertanian Bogor.
Steel RGD and Torrie JH. 1982. Principle and Procedures of Statistics ABiometrical Approach Second Edition. CRC press, Boca Ratio, Florida.
Stickney, R. R. 1979. Principle of Warmwater Aquaculture. Jhon Willy and SonsInc. New York.
Suarga, C. 2006. Efek Medan Magnet Terhadap Kontraksi Usus Halus KelinciSecara in vitro. Skripsi. Departemen Fisika. Fakultas Matematika dan IlmuPengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor.
Suharyanto. 2003. Kajian Respon Udang Galah Terhadap Kejutan Listrik ArusBolak-balik Dalam Tanki Percobaan Skala Laboratorium. Tesis. ProgramPascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Watanabe, W. D. 2000. Salinity Dalam R. R. Stickney. Encyclopedia ofAquaculture. John Wiley & Sons, Inc. New York.
Wedemeyer, G. A. 1996. Physiology of Fish Intensive Culture System.International Thompson Publishing. Chapman and Hall. New York.
Yandes, Z. 2003. Pengaruh Lanjut Pemberian Pakan Berselulosa Tinggi TerhadapEfisiensi Pemanfaatan Pakan dan Pertumbuhan Benih Ikan GurameOsphronemus gouramy, Lac. Tesis. Program Pasca Sarjana. InstitutPertanian Bogor.
Zonneveld, N., E. A. Huisman, and J. H. Boon.1991. Prinsip-prinsip BudidayaIkan. PT Gramedia Utama. Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tingkat Kelangsungan Hidup (SR)Data SR Setiap Perlakuan Selama Pemeliharaan
UlanganPerlakuan
0 menit 2 menit 4 menit 6 menit
1 100 91,67 100 100
2 100 100 100 91,67
3 100 91,67 100 100
4 100 100 100 100
Rata-Rata 100±0 95,84±4,81 100±0 97,92±4,17
Tabel Sidik RagamSumber Keragaman JK DB KT F hitung P F tabel
Perlakuan 47,70487 3 15,90162 1,5714286 0,24757 3,490295Sisa 121,4306 12 10,11921
Total 169,1354 15Hipotesis
H0 : tidak ada perlakuan yang member pengaruh berbedaH1 : minimal ada satu perlakuan yang member pengaruh berbeda
KeputusanF hit < F tab ; gagal tolak H0Tidak ada perlakuan yang memberi pengaruh berbeda nyata pada SK 95%
Lampiran 2. Laju Pertumbuhan Bobot Harian (SGR)Data SGR setiap Perlakuan Selama Pemeliharaan
UlanganLaju Pertumbuhan Bobot
0 menit 2 menit 4 menit 6 menit0 menit 0,88 1,15 1,21 1,032 menit 1,03 1,28 1,37 0,884 menit 0,63 1,21 1,19 1,166 menit 0,76 1,35 1,43 1,43
Rata-Rata 0,73±0,14 1,25±0,09 1,30±0,12 1,13±0,23
Tabel Sidik RagamSumber Keragaman JK DB KT F hitung P F tabel
Perlakuan 0,542976 3 0,180992 6,88379 0,005978 3,490295Sisa 0,31551 12 0,026293
Total 0,858486 15Hipotesis
H0 : tidak ada perlakuan yang member pengaruh berbedaH1 : minimal ada satu perlakuan yang member pengaruh berbeda
KeputusanF hit > F tab ; tolak H0Minimal ada satu perlakuan yang memberi pengaruh berbeda pada SK
95%Uji Lanjut Tukey(I) Perlakuan (J)
PerlakuanBedaNilaiTengah(I-J)
KesalahanBaku
P Selang Kepercayaan95%
BatasBawah
Batasatas
0 menit 2 menit -0,4175 0,146095 0,060534 -0,85124 0,0162424 menit -0,6425* 0,004164 -1,07624 -0,208766 menit -0,3 0,146095 0,222863 -0,73374 0,133742
2 menit 0 menit 0,4175 0,146095 0,060534 -0,01624 0,8512424 menit -0,225 0,146095 0,445676 -0,65874 0,2087426 menit 0,1175 0,146095 0,851185 -0,31624 0,551242
4 menit 0 menit 0,6425* 0,146095 0,004164 0,208758 1,0762422 menit 0,225 0,146095 0,445676 -0,20874 0,6587426 menit 0,3425 0,146095 0,142146 -0,09124 0,776242
6 menit 0 menit 0,3 0,146095 0,222863 -0,13374 0,7337422 menit -0,1175 0,146095 0,851185 -0,55124 0,3162424 menit -0,3425 0,146095 0,142146 -0,77624 0,091242
*Nilai berbeda nyata (p<0,05)
Lampiran 3. Pertumbuhan BobotData Bobot rata-rata setiap Perlakuan Selama Pemeliharaan
Perlakuan UlanganBobot rata-rata(g) sampling ke-
0 1 2 3 4
0 menit
1 2,73 3,23 3,60 3,45 3,88
2 2,50 2,56 2,98 3,60 3,77
3 2,68 2,93 2,95 3,27 3,45
4 2,87 3,32 3,89 3,68 3,88
Rata-rata 2,69±0,15 3,02±0,34 3,36±0,47 3,5±0,18 3,75±0,2
2 menit
1 2,78 3,37 3,77 4,03 4,38
2 3,14 4,13 4,87 4,98 5,23
3 2,95 4,03 4,57 4,42 4,77
4 2,90 4,07 4,77 4,85 4,95
Rata-rata 2,94±0,15 3,9±0,36 4,49±0,49 4,57±0,43 4,83±0,36
4 menit
1 2,78 3,72 4,22 4,15 4,51
2 2,85 3,55 4,47 4,47 4,92
3 2,98 3,43 4,10 4,25 4,78
4 2,97 4,54 4,75 4,78 5,23
Rata-rata 2,89±0,09 3,81±0,5 4,38±0,29 4,41±0,28 4,86±0,3
6 menit
1 2,78 3,42 3,70 3,83 4,20
2 3,10 3,43 3,78 4,03 4,40
3 2,87 3,37 4,25 4,33 4,55
4 2,83 3,25 3,70 4,22 5,00
Rata-rata 2,89±0,14 3,36±0,08 3,86±0,26 4,1±0,22 4,54±0,34
Lampiran 4. Pertumbuhan Panjang Mutlak (PM)Data panjang rata-rata selama pemeliharaan
Perlakuan UlanganPanjang rata-rata(cm) sampling ke-
0 1 2 3 4
0 menit
1 4,18 4,47 4,59 4,60 4,93
2 4,06 4,28 4,36 4,48 5,00
3 3,90 4,02 4,08 4,15 4,58
4 3,98 4,18 4,34 4,51 4,82
Rata-rata 4,02±0,12 4,23±0,18 4,34±0,21 4,43±0,19 4,83±0,18
2 menit
1 4,19 4,52 4,67 4,65 4,90
2 4,13 4,55 4,57 4,71 5,12
3 4,02 4,45 4,72 4,90 5,35
4 4,19 4,56 4,87 4,63 5,34
Rata-rata 4,13±0,08 4,51±0,04 4,7±0,13 4,72±0,12 5,18±0,22
4 menit
1 4,18 4,77 4,69 4,77 5,58
2 4,18 4,68 4,93 5,04 5,35
3 4,14 4,85 4,92 4,95 5,48
4 4,12 4,82 4,95 5,08 5,42
Rata-rata 4,15±0,03 4,77±0,08 4,87±0,12 4,96±0,14 5,46±0,09
6 menit
1 4,19 4,53 4,56 4,63 5,08
2 4,14 4,68 4,75 4,77 5,25
3 4,15 4,48 4,75 4,88 5,18
4 4,05 4,16 4,47 4,76 5,13
Rata-rata 4,13±0,06 4,46±0,22 4,63±0,14 4,76±0,09 5,16±0,07
Data PM setiap Perlakuan
UlanganLaju Pertumbuhan Panjang Mutlak
0 menit 2 menit 4 menit 6 menit1 0,75 0,71 1,41 0,892 0,94 0,98 1,17 1,103 0,67 1,34 1,34 1,034 0,84 1,15 1,30 1,08
Rata-rata 0,73±0,17 1,04±0,27 1,30±0,10 1,02±0,09
Tabel Sidik RagamSumber Keragaman JK DB KT F hitung P F tabel
Perlakuan 0,506466 3 0,168822 6,503068 0,007339 3,490295Sisa 0,311524 12 0,02596
Total 0,81799 15Hipotesis
H0 : tidak ada perlakuan yang member pengaruh berbedaH1 : minimal ada satu perlakuan yang member pengaruh berbeda
KeputusanF hit > F tab ; tolak H0Minimal ada satu perlakuan yang memberi pengaruh berbeda pada SK
95%
Uji Lanjut Tukey(I) Perlakuan (J)
PerlakuanBedaNilaiTengah(I-J)
KesalahanBaku
P Selang Kepercayaan95%
BatasBawah
Batasatas
0 menit 2 menit -0,24 0,1142001 0,207366 -0,57905 0,099049
4 menit -0,5* 0,004306 -0,83905 -0,16095
6 menit -0,22 0,1142001 0,268191 -0,55905 0,119049
2 menit 0 menit 0,24 0,1142001 0,207366 -0,09905 0,579049
4 menit -0,26 0,1142001 0,158259 -0,59905 0,079049
6 menit 0,02 0,1142001 0,997982 -0,31905 0,359049
4 menit 0 menit 0,5* 0,1142001 0,004306 0,160951 0,839049
2 menit 0,26 0,1142001 0,158259 -0,07905 0,599049
6 menit 0,28 0,1142001 0,119505 -0,05905 0,619049
6 menit 0 menit 0,22 0,1142001 0,268191 -0,11905 0,559049
2 menit -0,02 0,1142001 0,997982 -0,35905 0,319049
4 menit -0,28 0,1142001 0,119505 -0,61905 0,059049
*Nilai berbeda nyata (p<0,05)
Lampiran 5. Data Rasio Panjang Usus Terhadap Panjang Tubuh (PU/PT)Ulangan 0 menit 2 menit 4 menit 6 menit
1 2,37 2,37 2,99 1,882 1,78 2,76 2,32 2,123 1,73 1,88 2,91 1,894 2,38 2,58 2,67 2,86
Rata-rata 2,07±0,35 2,4±0,38 2,72±0,3 2,19±0,45
Tabel Sidik RagamSumber Keragaman JK DB KT F hitung P F tabel
Perlakuan 1,002191 3 0,334064 2,321873 0,126867 3,490295Sisa 1,726521 12 0,143877
Total 2,728712 15Hipotesis
H0 : tidak ada perlakuan yang member pengaruh berbedaH1 : minimal ada satu perlakuan yang member pengaruh berbeda
KeputusanF hit < F tab ; gagal tolak H0Tidak ada perlakuan yang memberi pengaruh berbeda nyata pada SK 95%
Lampiran 6. Efisiensi Pemberian PakanData EPP setiap Perlakuan Selama Pemeliharaan
UlanganPerlakuan
0 menit 2 menit 4 menit 6 menit1 27,05 36,55 34,47 31,162 32,68 34,23 41,34 30,93 20,33 38,52 34,05 35,64 24,42 35,52 41,74 45,35
Rata-Rata 26,12±5,17 36,20±1,81 37,9±4,2 35,75±6,75
Tabel Sidik Ragam
Sumber Keragaman JK DB KT F hitung P F tabel
Perlakuan 340,95022 3 113,6501 4,868971971 0,019312 3,490295Sisa 280,10038 12 23,3417
Total 621,05059 15Hipotesis
H0 : tidak ada perlakuan yang member pengaruh berbedaH1 : minimal ada satu perlakuan yang member pengaruh berbeda
KeputusanF hit > F tab ; tolak H0Minimal ada satu perlakuan yang memberi pengaruh berbeda pada SK
95%
Uji Lanjut Tukey(I) Perlakuan (J) Perlakuan Beda Nilai
Tengah(I-J)
KesalahanBaku
P Selang Kepercayaan95%
BatasBawah
Batasatas
0 menit 2 menit -10,085 3,4162624 0,051475 -20,2275 0,057545
4 menit -11,78* 0,021676 -21,9225 -1,63745
6 menit -9,6325 3,4162624 0,064612 -19,775 0,510045
2 menit 0 menit 10,085 3,4162624 0,051475 -0,05755 20,22755
4 menit -1,695 3,4162624 0,958425 -11,8375 8,447545
6 menit 0,4525 3,4162624 0,999122 -9,69005 10,59505
4 menit 0 menit 11,78* 3,4162624 0,021676 1,637455 21,92255
2 menit 1,695 3,4162624 0,958425 -8,44755 11,83755
6 menit 2,1475 3,4162624 0,920852 -7,99505 12,29005
6 menit 0 menit 9,6325 3,4162624 0,064612 -0,51005 19,77505
2 menit -0,4525 3,4162624 0,999122 -10,595 9,690045
4 menit -2,1475 3,4162624 0,920852 -12,29 7,995045
*Nilai berbeda nyata (p<0,05)
Lampiran 7. Kualitas Air
a. Suhu
26.5
27
27.5
28
28.5
0 2 4 6
0 hari
10 hari
20 hari
30 hari
40 hari
Suhu
b. Oksigen Terlarut (DO)
6.2
6.4
6.6
6.8
7
7.2
7.4
7.6
7.8
0 2 4 6
0 hari
10 hari
20 hari
30 hari
40 hariD
O
c. pH
77.17.27.37.47.57.67.77.87.9
8
0 2 4 6
0 hari
10 hari
20 hari
30 hari
40 hari
pH
d. Daya Hantar Listrik (DHL)
2
3
4
5
6
7
8
0 2 4 6
0 hari
10 hari
20 hari
30 hari
40 hari
DH
L
e. Alkalinitas
0
10
20
30
40
50
60
0 2 4 6
0 hari
10 hari
20 hari
30 hari
40 hariA
lkal
inita
s
f. Kesadahan
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
0 2 4 6
0 hari
10 hari
20 hari
30 hari
40 hari
Kes
adah
an
g. Amonia
0
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
0.03
0 2 4 6
0 hari
10 hari
20 hari
30 hari
40 hari
Am
onia
h. Nitrit
0
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
0.03
0 2 4 6
0 hari
10 hari
20 hari
30 hari
40 hariN
itri
t
Lampiran 8. Total Penerimaan
Perlakuan SR (%)Ukuran Jumlah Harga Penerimaan Total
(Cm) (Ekor) Satuan (Rp) Penerimaan
(Rp) (Rp)
0 menit 100±02 - 4 cm 27 1000 27000
690005 - 7 cm 21 2000 42000
2 menit 95,84±4,81 2 - 4 cm 22 1000 22000 700005 - 7 cm 24 2000 48000
4 menit 100±02 - 4 cm 8 1000 8000
880005 - 7 cm 40 2000 80000
6 menit 97,92±4,172 - 4 cm 24 1000 24000
700005 - 7 cm 23 2000 46000
Lampiran 9. Kualitas Warna
Ikan Maskoki Mutiara Hasil Penelitian
Ikan Maskoki Mutiara Hasil Budidaya Tradisional