Vulnus Morsum Fix

download Vulnus Morsum Fix

of 34

Transcript of Vulnus Morsum Fix

  • 7/27/2019 Vulnus Morsum Fix

    1/34

    STATUS PASIEN

    Tanggal masuk rumah sakit : 14 Oktober 2013 Pukul 13.10 WIB

    Tanggal pemeriksaan : 16 Oktober 2013 Pukul 14.20 WIB

    ANAMNESIS

    Identitas Pasien

    Nama : R.S

    Usia : 10 tahun

    Pekerjaan : Pelajar

    Alamat : Jati Agung Lampung Selatan

    Jenis Kelamin : Laki-laki

    Suku : Jawa

    Agama : Islam

    No. MR : 324207

    ANAMNESIS (auto-alloanamnnesis), 16 Oktober 2013

    Keluhan Utama: Digigit ular pada punggung kaki kanan dekat jari kelingking

    Keluhan Tambahan : mual, muntah dan demam

    Riwayat Perjalanan Penyakit :

    Pasien datang dengan keluhan digigit ular pada punggung kaki kanan dekat jari

    kelingking 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Peristiwa ini terjadi saat pasien sedang duduk

    di atas terpal sambil menonton televisi di rumahnya, pasien tidak mengetahui bahwa di bawah

    terpal tersebut terdapat ular. Ketika itu pasien langsung terkejut dan merasakan kesakitan pada

    punggung telapak kaki dan melihat tanda berupa dua titik bekas gigitan ular, bengkak dan

    kemerahan. Pasien juga merasa lemas, mata berkuang-kunang dan mual. Keluhan rasa keram

  • 7/27/2019 Vulnus Morsum Fix

    2/34

    pada seluruh tubuh, berkeringat, menggigil ataupun mengeluarkan air ludah yang banyak tidak

    ada. Keluarga pasien melihat jenis ular tersebut yaitu jenis ular yang kepalanya menyerupai

    sendok. Sebelum dibawa kerumah sakit pasien diberi pertolongan dengan cara menghisap bisa

    ular menggunakan mulut dari anggota keluarga yang lain.

    Riwayat Penyakit dalam Keluarga

    Keluarga pasien tidak memiliki riwayat penyakit keturunan tertentu seperti sakit

    jantung, darah tinggi, sakit maag, kencing manis, alergi ataupun asam urat.

    Kesan: tidak memiliki riwayat penakit keturunan tertentu

    STATUS PRESENT

    A. STATUS UMUMKeadaan umum : tampak sakit sedang

    Kesadaran : compos mentis

    Kulit : sawo matang

    B. PEMERIKSAAN FISIKTanda vital

    Tekanan darah : 120/70 mmHgFrekuensi nadi : 127 x/menit, teratur, isi dan tegangan cukup

    Pernapasan : 25x/menit, teratur, kedalaman cukup, retraksi (-)

    Suhu : 38,2 C (per axiler)

  • 7/27/2019 Vulnus Morsum Fix

    3/34

    Pemeriksaan fisik per sistem

    Sistem Deskripsi

    Kulit Tidak di dapatkan pucat, sianosis, ikterus, perdarahan maupun oedem umum.

    Turgor kulit baik, lemak sub kutan cukup

    Kepala Normocephal

    Rambut Hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata

    Mata Konjungtiva anaemis, mata cekung (-), tidak ada edema palpebra, sklera

    ikterik (-), pupil isokor (2mm/2mm), reflek cahaya (+/+)

    Hidung Tidak ada napas cuping hidung, tidak ditemukan sekre dan tidak didapatkan

    deviasi septum

    Telinga Bentuk normal, simetris, liang lapang dan tidak terdapat sekret

    Mulut Bibir kering

    Leher Kaku kuduk tidak ada, bentuk simetris, tidak didapatkan deviasi trakea,

    pembesaran KGB (-) dan JVP tidak meningkat

    Dada Simetris pada keadaan statis maupun dinamis.

    Paru - Inspeksi : Hemithoraks sinistra = dextra pada keadaan statis maupundinamis.

    - Palpasi : Fremitus vokal sinistra = dextra, fremitus taktil sinistra =dextra

    - Perkusi : Sonor- Auskultasi : Suara napas dasar vesikuler (+)/(+), suara napas

    tambahan (-)/(-)

    Jantung Bunyi jantung I dan II normal, tidak terdengar bising (murmur) ataupun irama

    derap (gallop).

    Abdomen - Inspeksi : Datar- Palpasi : Lemas, hepar tak teraba membesar, limpa tak teraba

    membesar, tidak teraba massa, nyeri tekan epigastrium (+)

    - Perkusi : Timpani- Auskultasi : Bising usus 6x/menit

  • 7/27/2019 Vulnus Morsum Fix

    4/34

    Genitalia Tidak diperiksa (tidak ada indikasi)

    Ekstremitas - Ekstremitas atas : Pucat (-), eritema palmaris (-), nyeri otot dan sendi (-), edema (-)- Ekstremitas bawah : Tampak bekas gigitan ular pada jari kelingking kaki kanan,

    pucat (-),eritema palmaris (-), edema (+), nyeri tekan (+)

  • 7/27/2019 Vulnus Morsum Fix

    5/34

    C.PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan 14-10-2013

    Hematologi Kimia Darah

    Hb (g/dL) 14,7

    Leukosit (/L) 22.000

    Hitung jenis (%)* 0/0/0/75/17/8

    LED (mm/jam) 4

    Natrium (mmol/l)

    Kalium (mmol/l)

    Kalsium (mmol/l)

    Chlorida (mmol/l)

    139

    3,7

    9,2

    109

    Masa perdarahan

    (menit)

    2

    Masa pembekuan

    (menit)

    10

    SGPT 33

    SGOT 17

    *basofil/eosinofil/b

    aang/sesegmen/lim

    sit/monosit

  • 7/27/2019 Vulnus Morsum Fix

    6/34

    Resume

    Pasien laki-laki usia 10 tahun datang dengan keluhan digigit ular pada punggung

    kaki kanan dekat jari kelingking 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Peristiwa ini terjadi

    saat pasien sedang duduk di atas terpal sambil menonton televisi di rumahnya, pasien tidak

    mengetahui bahwa di bawah terpal tersebut terdapat ular. Ketika itu pasien langsung terkejut dan

    merasakan kesakitan pada punggung telapak kaki dan melihat dua tanda bekas gigitan ular,

    bengkak dan kemerahan. Pasien juga merasa lemas, mata berkuang-kunang dan mual. Keluhan

    rasa keram pada seluruh tubuh, berkeringat, menggigil ataupun mengeluarkan air ludah yang

    banyak tidak ada. Keluarga pasien melihat jenis ular tersebut yaitu jenis ular yang kepalanya

    menyerupai sendok. Sebelum dibawa kerumah sakit pasien diberi pertolongan dengan cara

    menghisap bisa ular menggunakan mulut dari anggota keluarga yang lain

    Tanda vital

    Keadaan umum : tampak sakit sedang

    Kesadaran : compos mentis

    Tekanan darah : 120/70 mmHg

    Frekuensi nadi : 127 x/menit, teratur, isi dan tegangan cukup

    Pernapasan : 25x/menit, teratur, kedalaman cukup, tidak tampak retraksi

    Suhu : 38,2 C (per axiler)

    Pemeriksaan fisik

    Pada ekstremitas bawah tampak bekas gigitan ular pada jari kelingking kaki kanan, pucat (-),

    eritema palmaris (-), edema (+), nyeri tekan (+)

    Diagnosis kerja

    Vulnus morsum ular

  • 7/27/2019 Vulnus Morsum Fix

    7/34

    Penatalaksanaan

    IVFD RL gtt X Anti bisa ular 2 vial @ 5ml intravena dalam 500 ml NaCl 0,9% 40-80

    tetes/menit

    Ceftriaxon 2 x 750mg Ranitidin 3 x 50mg Ketorolac 1 x 15mg Paracetamol 3 x 250mg ATS 750 IU intra muskular

    Pemantauan selama perawatan (14 Oktober 2013 17 Oktober 2013)

    Senin, 14 Oktober 2013

    S Demam (+), mual (+), bengkak pada kaki kanan (+)

    O Keadaan Umum

    Kesadaran : kompos mentis

    Keadaan : tampak sakit sedang

    Laju nadi: 110 kali per menit, teratur, isi cukup

    Laju napas: 23 kali per menit tanpa retraksi atau napas cuping hidung

    Suhu tubuh: 38,3 oC

    Keadaan Spesifik

    - Thorax: pergerakan simetris, perkusi sonor, suara napas dasara vesikuler(+)/(+), suara napas tambahan (-)/(-)

    - Abdomen: datar, hepar tak teraba membesar, limpa tak teraba membesar,tidak teraba massa, bising usus normal

    -

    Ekstremitas bawah : tampak bekas gigitan ular pada jari kelingking kaki kanan,

  • 7/27/2019 Vulnus Morsum Fix

    8/34

    pucat (-),eritema palmaris (-), edema (+), nyeri tekan (+)

    A Vulnus morsum ular

    P IVFD RL gtt X Anti bisa ular 1 x 1gr Ceftriaxon 2 x 750mg Ranitidin 3 x 50mg Ketorolac 1 x 15mg Paracetamol 3 x 250mg

  • 7/27/2019 Vulnus Morsum Fix

    9/34

    Rabu, 16 Oktober 2013

    S Demam (+), mual (+), bengkak pada kaki kanan (+)

    O Keadaan Umum

    Kesadaran : kompos mentis

    Keadaan : tampak sakit sedang

    Laju nadi: 128 kali per menit, teratur, isi cukup

    Laju napas: 25 kali per menit tanpa retraksi atau napas cuping hidung

    Suhu tubuh: 38,2 oC

    Keadaan Spesifik

    - Thorax: pergerakan simetris, perkusi sonor, suara napas dasara vesikuler(+)/(+), suara napas tambahan (-)/(-)

    - Abdomen: datar, hepar tak teraba membesar, limpa tak teraba membesar,tidak teraba massa, bising usus normal

    - Ekstremitas bawah : tampak bekas gigitan ular pada jari kelingking kaki kanan,pucat (-),eritema palmaris (-), edema (+), nyeri tekan (+)

    Pasien disarankan konsul ke spesialis bedah

    A Vulnus morsum ular

    P IVFD RL gtt X Anti bisa ular 1 x 1gr Ceftriaxon 2 x 750mg Ranitidin 3 x 50mg Ketorolac 1 x 15mg Paracetamol 3 x 250mg

  • 7/27/2019 Vulnus Morsum Fix

    10/34

  • 7/27/2019 Vulnus Morsum Fix

    11/34

    ANALISA KASUS

    1.AnamnesisAnamnesis dapat dilakukan autoanamnesis maupun alloanamnesis

    kepada orang yang melihat kejadian. Anamnesis pada kasus gigitan ular dapat

    diperoleh riwayat terjadinya peristiwa (lokasi gigitan, berapa jumlah gigitan),

    waktu dan tempat kejadian (dihubungkan dengan insidensi ular yang hidup di

    area tersebut), jenis dan ukuran ular (dapat lebih digali mengenai kenampakan

    ular, bentuk, pupil atau mata ular, apakah terdapat garis-garis, pola kulit atau

    suara berderak yang khas, serta panjang ular), luka pada bekas gigitan ular.1,2,3

    Selain itu juga perlu ditanyakan gejala-gejala yang muncul dalam 30 menit

    sampai 24 jam setelah kejadian. Apakah terdapat gejala lokal seperti bengkak

    dan nyeri pada luka. Apakah terdapat gejala sistemik seperti lemas, otot lemah,

    berkeringat, menggigil, hipotensi, mual, hipersalivasi, rasa metalik di mulut,

    muntah, nyeri kepala, dan pandangan kabur, perdarahan dan berkemih.1,2,3,4

    Pada pasien dengan gigitan ular, ditanyakan pula riwayat penyakit sebelumnya

    (terutama riwayat alergi terhadap serum anti bisa ular) dan riwayat pengobatan

    yang telah didapat.1,5

    Pada pasien ini didapatkan gejala sistemik berupa merasa lemas, mata berkuang-kunang dan

    mual. Sedangkan keluhan rasa keram pada seluruh tubuh, berkeringat, menggigil ataupun

    mengeluarkan air ludah yang banyak tidak ada. Keluarga pasien melihat jenis ular tersebut

    yaitu jenis ular yang kepalanya menyerupai sendok.

    2.Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik yang pertama kali dilakukan pada kasus snake bite

    atau gigitan ular adalah pemeriksaan kesadaran. Bisa ular yang bersifat

    neurotoksin dapat menyebabkan penurunan kesadaran sampai koma.

    Neurotoksin dapat menimbulkan gejala berupa ptosis, diplopia, disartria,

    kelumpuhan, distres pernapasan.3,4,5

  • 7/27/2019 Vulnus Morsum Fix

    12/34

    Pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan tanda vital. Pemeriksaan

    ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat gejala sistemik atau tidak.

    Daya toksik dari bisa ular yang masuk ke dalam tubuh dapat menyebar melalui

    peredaran darah sehingga terjadi gangguan pada sistem neurologis,

    kardiovaskuler, serta pernafasan. Gangguan sistem neurologis dapat terjadi

    karena bisa ular mengenai saraf yang berhubungan dengan sistem pernafasan

    sehingga terjadi oedem pada saluran pernafasan sehingga pasien akan sulit

    bernafas. Toksik yang masuk ke pembuluh darah juga dapat menyebabkan

    gangguan pada sistem kardiovaskuler yaitu hipotensi.6,7,8

    Pemeriksaan tanda vital meliputi :

    a. Tekanan darahb. Nadic. Respiration Rated. Suhu

    Pemeriksaan suhu digunakan untuk menilai kondisi metabolisme di dalam

    tubuh. Salah satu penyebab produksi panas dalam tubuh adalah proses

    infeksi.6,7

    Gambaran klinis atau gejala lokal yang timbul pada tempat gigitan dapat dinilai

    dengan inspeksi maupun palpasi. Gejala lokal tersebut antara lain adalah :

    - bekas taring atau gigitan- nyeri dan pendarahan lokal- ekimosis- inflamasi (bengkak, kemerahan, panas)-

    bula- infeksi lokal- nekrosis- limfangitis- pembesaran limfonodi10,13,14

    Pemeriksaan mengenai fungsi pembekuan juga perlu dilakukan dengan

    cara menilai perdarahan dari bekas gigitan. Efek snake biteadalah kerusakan

    otot. Jadi untuk pemeriksaannya perlu dinilai, kelenturan otot, nyeri, ROM,

  • 7/27/2019 Vulnus Morsum Fix

    13/34

    kelemahan, urine berwarna coklat atau merah yang mengindikasikan

    myogobinuria. Periksa juga tanda gejala sistemik dan gejala khusus yang

    muncul padasnake bite 7,15

    Pada saat pasien dibawa ke UGD RSAM, pasien tampak dalam keadaan sakit

    sedang dan dalam kesadaran yang compos mentis.

    Tekanan darah : 120/70 mmHg

    Frekuensi nadi : 127 x/menit, teratur, isi dan tegangan cukup

    Pernapasan : 25x/menit, teratur, kedalaman cukup, tidak tampak retraksi

    Suhu : 38,2 C (per axiler)

    Dan didapatkan gejala lokal berupa bengkak dan kemerahan pada punggung telapak kaki dan

    melihat tanda berupa dua titik bekas gigitan ular

  • 7/27/2019 Vulnus Morsum Fix

    14/34

    3.Diagnosis Dan Differential DiagnosisDiagnosis snake bite ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis serta

    pemeriksaan fisik. Diagnosis gigitan ular berbisa tergantung pada keadaan

    bekas gigitan atau luka yang terjadi dan memberikan gejala lokal dan sistemik

    sebagai berikut :

    a. Gejala lokal : nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (dalam 30 menit24jam), ditemukan fang marks, perdarahan lokal, memar, pembesaran

    limfonodi, tanda inflamasi (edema, kemerahan, panas), terdapat bulla, atau

    bisa ditemukan nekrosis.

    b. Gejala sistemik : hipotensi, kelemahan otot, berkeringat, mengigil, mual,hipersalivasi, muntah, nyeri kepala, abdominal pain, dan pandangan

    kabur29

    c. Gejala khusus gigitan ular berbisa14,15: Hematotoksik: perdarahan di tempat gigitan, paru, jantung, ginjal,

    peritoneum, otak, gusi, hematemesis dan melena, perdarahan kulit

    (petekie, ekimosis), hemoptoe, hematuri, koagulasi intravaskular

    diseminata (KID)

    Neurotoksik: hipertonik, fasikulasi, paresis, paralisis pernapasan,ptosis oftalmoplegi, paralisis otot laring, reflek abdominal, kejang

    dan koma28

  • 7/27/2019 Vulnus Morsum Fix

    15/34

    Kardiotoksik: hipotensi, henti jantung, koma, syok, aritmia, oedempulmo, gangguan vaskular

    Sindrom kompartemen: edema tungkai dengan tanda tanda 5P(pain, palor, paresthesia, paralysis, pulselesness).8,13

    Diagnosis banding untuksnake biteantara lain :

    Gigitan laba-laba atau sengatan kalajengkingPada gigitan laba-laba, ditemukan riwayat kontak dengan laba-laba pada

    anamnesis. Pada regio yang tergigit, ditemukan pembengkakan dengan

    onset lambat dan menyebabkan kekakuan otot. Gejala ini tidak ditemukan

    pada gigitan ular yang pembengkakannya terjadi progresif.8,11,12

    Scorpion sting Tusukan duri

    Pada tusukan duri tidak ditemukan gejala lokal berupa oedem dan gejala

    sistemik yang progresif seperti pada kasussnake bite.16

    4.Pemeriksaan Penunjang Dan Penilaian Hasil Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan laboratorium darahyang diperlukan pada adalah Hb, leukosit,

    trombosit, kreatinin, elektrolit, waktu perdarahan, waktu pembekuan, waktu

    protrombin, fibrinogen, APTT, uji faal hepar, dan golongan darah.13,17

    Angka rujukan normal untuk hasil pemeriksaan di atas adalah:

    Hb : 12-15 g/dL Natrium : 135-145 mEq/L

    AE : 4,2-6,2. 10

    3

    /L Kalium : 3,1-4,3 mEq/LAL : 4-11.103/L Klorida : 95-105 mEq/L

    AT : 150-350.103/L Kreatinin : 0,5-1,5 mg/dL

    Hct : 38-51% GDS : < 200 mg/dL

    PT : 11-14 detik Albumin : 3-5,5 g/dL

    APTT : 20-40 detik

    Gigitan ular dari spesies tertentu dapat menyebabkan perdarahan pada organ

    internal seperti organ-organ abdomen. Selain itu, dapat terjadi perdarahan pada

  • 7/27/2019 Vulnus Morsum Fix

    16/34

    tempat gigitan atau perdarahan spontan dari mulut atau luka yang lama.

    Perdarahan yang tidak terkontrol dapat menyebabkan syok. Adanya perdarahan

    massif ditunjukkan pada penurunan hemoglobin. Pemeriksaan trombosit, waktu

    perdarahan, waktu pembekuan darah, waktu protrombin juga perlu dilakukan.

    Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat gangguan faktor

    pembekuan darah yang menyebabkan perdarahan terus menerus maupun

    gangguan koagulopati. Pemeriksaan Analisis Gas Darah dan pH juga

    diperlukan pada pasien dengan gejala neurotoksis (gangguan sistem

    respirasi).13,15,18

    Selain pemeriksaan darah, dapat juga dilakukakan pemeriksaan urine rutin

    untuk mengetahui apakah terdapat hematuria, haemoglobinuria, maupun

    proteiunria (mioglobinuria). Adanya hematuria, hemoglobinuria, maupun

    mioglobinuria menunjukkan bahwa gigitan ular sudah sampai menyerang organ

    ginjal.13,18,19

    Pemeriksaan EKGdapat membantu menegakkan diagnosis. Pada gigitan ular

    family Viperidae dapat terjadi gangguan kardiovaskuler seperti aritmia.13,17

    Pada pasien ini hasil pemeriksaan penunjang yang dilakukan baik itu

    pemeriksaan hematologi ataupun kimia darah masih dalam batas normal.

    Namun belum dilakukan pemeriksaan penunjang yang lainnya seperti

    pemeriksaan analisis gas darah, urin rutin ataupun EKG.

    5.Rencana PenatalaksanaanPada pasien ini pertolongan pertama yang diberikan kepada pasien oleh

    keluarga adalah menghisap racun dari bekas gigitan dengan mulut anggota

    keluarga pasien. Berikut adalah langkah-langkah yang dilakukan dalam

    menangani gigitan ular :7,19,20,21

    a. Pertolongan pertamaTujuan pertolongan pertama adalah:

    memperlambat absorpsi sistemik dari racun mencegah komplikasi sebelum pasien dibawa ke RS

  • 7/27/2019 Vulnus Morsum Fix

    17/34

    mengawasi gejala keracunan awal yang berbahaya mengatur pengiriman pasien secara cepat dan tepat ke RS yang

    mampu menangani dengan maksimal

    Pertolongan pertama yang dapat diberikan diantaranya adalah

    menenangkan korban, imobilisasi ekstremitas yang tergigit dengan balutan

    atau bidai. Setiap gerakan atau kontraksi otot akan meningkatkan absorpsi

    racun ke pembuluh darah maupun limfe. Pada pertolongan pertama,

    hindari intervensi apapun pada bekas gigitan karena dapat menyebabkan

    infeksi , meningkatkan absorbs racun, serta meningkatkan perdarahan.

    Penderita juga diistirahatkan dalam posisi horizontal. Jika timbul gejala

    sistemik yang cepat sebelum pemberian antibisa, daerah proksimal dan

    distal dari gigitan diikat (tourniquet). Pemasangan tourniquet ini bertujuan

    untuk menahan aliran limfe. Pemasangan tourniquet kurang berguna jika

    dilakukan lebih dari 30 menit pasca gigitan.

    Pengawasan gejala keracunan awal yang berbahaya dapat dilakukan

    dengan observasi:

    Oedem yang bertambah dengan cepat pada tempat gigitan Pembesaran limfonodi lokal, yang menunjukkan bahwa racun telah

    menyebar melalui saluran limfe

    Gejala sistemik seperti syok, mual, muntah, nyeri kepala hebat,mudah mengantuk ataupun ptosis

    Urin yang berwarna coklat gelap

    b. Segera kirim ke RS

    c. Resusitasi dan penanganan klinis segera, meliputi: Penatalaksanaan jalan nafas Penatalaksanaan fungsi pernafasan Penatalaksanaan fungsi sirkulasi dengan pemberian infus cairan

    kristaloid

  • 7/27/2019 Vulnus Morsum Fix

    18/34

    Pada luka gigitan dapat diberikan verband ketat dan luas diatasluka serta imobilisasi dengan menggunakan bidai.

    d. Penanganan klinis yang lebih mendalam dan diagnosis spesies ular

    e. Pemberian SABU (serum anti bisa ular)Serum anti bisa ular harus diberikan secepatnya setelah gejala dan tanda

    local maupun sistemik ditemukan. Serum anti bisa ular akan menetralkan

    efek bisa ular walaupun gigitan ular sudah terjadi beberapa hari yang lalu.

    Atau pada kasus kelainan hemostatik, anti bisa ular masih dapat diberikan

    walaupun sudah terjadi lebih dari 2 minggu. Tetapi beberapa bukti klinis

    menyebutkan bahwa anti bisa ular efektif dalam beberapa jam setelah

    digigit ular.

    Teknik pemberian: 2 vial @ 5ml intravena dalam 500 ml NaCl 0,9% atau

    Dextrose 5% dengan kecapatan 40-80 tetes/menit. Maksimal 100 ml (20

    vial). Kemudian diulang setiap 6 jam. Apabila diperlukan (misalnya

    gejala-gejala tidak berkurang atau bertambah) anti serum dapat terus

    diberikan setiap 24 jam sampai maksimum (80 - 100 ml). Anti serum yang

    tidak diencerkan dapat diberikan langsung sebagai suntikan intravena

    dengan sangat perlahan-lahan.

    f. Observasi respon serum bisa ularPedoman terapi serum anti bisa ular menurut Luck :

    Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit

    Ulangi pemeriksaan darah pada 3 jam setelah pemberianantivenom

    Jika koagulopati tidak membaik (fibrinogen tidak meningkat,waktu pembekuan darah tetap memanjang), ulangi pemberian

    serum anti bisa ular. Ulangi pemeriksaan darah pada 1 dan 3 jam

    berikutnya. Gangguan koagulopati berat berikan antivenin spesifik,

    plasma fresh-frozen, cryoprecipitate (fibrinogen,faktorVIII),fresh

    whole blood.

  • 7/27/2019 Vulnus Morsum Fix

    19/34

    Jika koagulopati membaik (fibrinogen meningkat, waktupembekuan menurun) maka monitor ketat kerusakan dan ulangi

    pemeriksaan darah untuk memonitor perbaikannya. Monitor

    dilanjutkan 2x24 jam untuk mendeteksi kemungkinan koagulopati

    berulang.

    g. Pemberian terapi suportif dan profilaksis Gangguan koagulopati berat: beri plasma fresh-frozen (dan

    antivenin)

    Perdarahan: beri tranfusi darah segar atau komponen darah,fibrinogen, vitamin K, tranfusi trombosit

    Hipotensi: beri infus cairan kristaloid Monitor pembengkakan local dengan lilitan lengan atau anggota

    badan

    Gangguan neurologik: beri Neostigmin (asetilkolinesterase),diawali dengan sulfas atropin

    Beri tetanus profilaksis bila dibutuhkan. Pada pasien ini diberikanAnti Tetanus Serum 750 IU intra muskular

    Untuk mengurangi rasa nyeri berikan aspirin atau kodein, hindaripenggunaan obatobatan narkotik depresan. Pada pasien ini

    diberikan Ketorolac 1 x 15 mg

    Pemberian antibiotika spektrum luas. Kaman terbanyak yangdijumpai adalah P.aerugenosa, Proteus,sp, Clostridium sp,

    B.fragilis. pada pasien ini diberikan Ceftriaxon 2 x 750 mg.

    Pemberian anti piretik untuk menurunkan demam pada pasienakibat dari reaksi inflamasi. Pada pasien ini diberikan Paracetamol

    3 x 250 mg.

    h. RehabilitasiPemulihan fungsi normal di bagian digigit harus diawasi. Fisioterapi

    konvensional dapat mempercepat proses ini.9,12,22,23,26

  • 7/27/2019 Vulnus Morsum Fix

    20/34

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Definisi

    Gigitan ular merupakan suatu keadaan gawat darurat yang apabila tidak

    segera ditangani dapat menyebabkan kematian. Resiko infeksi gigitan lebih besar

    dari luka biasa karena toksik/ racun mengakibatkan infeksi yang lebih parah.

    Tidak semua ular berbisa tetapi karena hidup pasien tergantung ketepatan

    diagnosa maka pada keadaan yang meragukan ambil sikap menganggap semua

    gigitan ular berbisa. Pada kasus gigitan ular 11 % kemungkinan meninggal karena

    racun ular bersifat hematotoksik, neurotoksik, dan hitaminik.

    B. Komposisi, Sifat dan Mekanisme Kerja Bisa ular

    Bisa ular (venom) terdiri dari 20 atau lebih komponen sehingga

    pengaruhnya tidak dapat diinterpretasikan sebagai akibat dari satu jenis toksin

    saja. Venom yang sebagian besar (90%) adalah protein, terdiri dari berbagaimacam enzim, polipeptida non-enzimatik dan protein non-toksik. Berbagai logam

    seperti zink berhubungan dengan beberapa enzim seperti ecarin (suatu enzim

    prokoagulan dari E.carinatus venom yang mengaktivasi protombin). Karbohidrat

    dalam bentuk glikoprotein seperti serine protease ancord merupakan prokoagulan

    dari C.rhodostoma venom (menekan fibrinopeptida-A dari fibrinogen dan dipakai

    untuk mengobati kelainan trombosis). Amin biogenik seperti histamin dan 5-

    hidroksitriptamin, yang ditemukan dalam jumlah dan variasi yang besar pada

    Viperidae, mungkin bertanggungjawab terhadap timbulnya rasa nyeri pada gigitan

    ular. Sebagian besar bisa ular mengandung fosfolipase A yang bertanggung jawab

    pada aktivitas neurotoksik presinaptik, rabdomiolisis dan kerusakan endotel

    vaskular.

    Enzim venom lain seperti fosfoesterase, hialuronidase, ATP-ase, 5-

    nuklotidase, kolinesterase, protease, RNA-ase, dan DNA-ase perannya belum

    jelas. (Sudoyo,2006).

  • 7/27/2019 Vulnus Morsum Fix

    21/34

    Bisa ular terdiri dari beberapa polipeptida yaitu fosfolipase A,

    hialuronidase, ATP-ase, 5 nukleotidase, kolin esterase, protease,

    fosfomonoesterase, RNA-ase, DNA-ase. Enzim ini menyebabkan destruksi

    jaringan lokal, bersifat toksik terhadap saraf, menyebabkan hemolisis atau

    pelepasan histamin sehingga timbul reaksi anafilaksis. Hialuronidase merusak

    bahan dasar sel sehingga memudahkan penyebaran racun (de Jong, 1998).

    Bisa ular dapat pula dikelompokkan berdasarkan sifat dan dampak yang

    ditimbul kannya seperti neurotoksik, hemoragik, trombogenik, hemolitik,

    sitotoksik, antifibrin, antikoagulan, kardiotoksik dan gangguan vaskular (merusak

    tunika intima). Selain itu ular juga merangsang jaringan untuk menghasikan zat

    zat peradangan lain seperti kinin, histamin dan substansi cepat lambat (Sudoyo,

    2006).

    C. Jenisjenis ular berbisa

    Di seluruh dunia dikenal lebih dari 2000 spesies ular, namun jenis yang

    berbisa hanya sekitar 250 spesies. Berdasarkan morfologi gigi taringnya, ular

    dapat diklasifikasikan ke dalam 4 familli utama yaitu:

    Famili Elapidae misalnya ular weling, ular welang, ular sendok, ularanang dan ular cabai.

    Familli Crotalidae/ Viperidae, misalnya ular tanah, ular hijau dan ularbandotan puspo.

    Familli Hydrophidae, misalnya ular laut. Familli Colubridae, misalnya ular pohon.

  • 7/27/2019 Vulnus Morsum Fix

    22/34

    Untuk menduga jenis ular yang mengigit adalah ular berbisa atau tidak

    dapat dipakai ramburambu bertolak dari bentuk kepala ular dan luka bekas

    gigitan sebagai berikut:

    Ciriciri ular tidak berbisa:

    Bentuk kepala segi empat panjang. Gigi taring kecil. Bekas gigitan, luka halus berbentuk lengkung.

    Ciriciri ular berbisa:

    Kepala segi tiga. Dua gigi taring besar di rahang atas. Dua luka gigitan utama akibat gigi taring.

    Jenis ular berbisa berdasarkan dampak yang ditimbulkannya yang banyak

    dijumpai di Indonesia adalah jenis ular :

    Hematotoksik, seperti Trimeresurus albolais (ular hijau),Ankistrodon rhodostoma (ular tanah), aktivitas hemoragik pada

    bisa ular Viperidae menyebabkan perdarahan spontan dan

    kerusakan endotel (racun prokoagulan memicu kaskade

    pembekuan).

    Neurotoksik, Bungarusfasciatus (ular welang), Naya Sputatrix (ularsendok), ular kobra, ular laut. Neurotoksin pascasinaps seperti -

    bungarotoxin dan cobrotoxin terikat pada reseptor asetilkolin pada

    motor end-plate sedangkan neurotoxin prasinaps seperti -

    bungarotoxin, crotoxin, taipoxin dan notexin merupakan

    fosfolipase-A2 yang mencegah pelepasan asetilkolin pada

    neuromuscular junction.

    Beberapa spesies Viperidae, hydrophiidae memproduksi

    rabdomiolisin sistemik sementara spesies yang lain menimbulkan

    mionekrosis pada tempat gigitan.

  • 7/27/2019 Vulnus Morsum Fix

    23/34

    D. Patofisiologi

    Racun/bisa diproduksi dan disimpan pada sepasang kelenjar di bawah

    mata. Racun ini disimpan di bawah gigi taring pada rahang atas. Rahang dapatbertambah sampai 20 mm pada ular berbisa yang besar. Dosis racun pergigitan

    bergantung pada waktu yang yang terlewati setelah gigitan yang terakhir, derajat

    ancaman dan ukuran mangsa. Respon lubang hidung untuk pancaran panas dari

    mangsa memungkinkan ular untuk mengubah ubah jumlah racun yang

    dikeluarkan.

    Racun kebanyakan berupa air. Protein enzim pada racun mempunyai sifat

    merusak. Protease, colagenase dan hidrolase ester arginin telah teridentifikasi

    pada racun ular berbisa. Neurotoksin terdapat pada sebagian besar racun ular

    berbisa. Diketahui beberapa enzim diantaranya adalah (1) hialuronidase, bagian

    dari racun diamana merusak jaringan subcutan dengan menghancurkan

    mukopolisakarida; (2) fosfolipase A2 memainkan peran penting pada hemolisis

    sekunder untuk efek eritrolisis pada membran sel darah merah dan menyebabkan

    nekrosis otot; dan (3)enzim trobogenik menyebabkan pembentukan clot fibrin,

    yang akan mengaktivasi plasmin dan menghasilkan koagulopati yang merupakan

    konsekuensi hemoragik (Warrell,2005).

    E. Gejala klinis

    Racun yang merusak jaringan menyebabkan nekrosis jaringan yang luas

    dan hemolisis. Gejala dan tanda yang menonjol berupa nyeri hebat dan tidak

    sebanding sebasar luka, udem, eritem, petekia, ekimosis, bula dan tanda nekrosis

    jaringan. Dapat terjadi perdarahan di peritoneum atau perikardium, udem paru,

    dan syok berat karena efek racun langsung pada otot jantung. Ular berbisa yang

    terkenal adalah ular tanah, bandotan puspa, ular hijau dan ular laut. Ular berbisa

    lain adalah ular kobra dan ular welang yang biasanya bersifat neurotoksik. Gejala

    dan tanda yang timbul karena bisa jenis ini adalah rasa kesemutan, lemas, mual,

    salivasi, dan muntah. Pada pemeriksaan ditemukan ptosis, refleks abnormal, dan

    sesak napas sampai akhirnya terjadi henti nafas akibat kelumpuhan otot

  • 7/27/2019 Vulnus Morsum Fix

    24/34

    pernafasan. Ular kobra dapat juga menyemprotkan bisanya yang kalau mengenai

    mata dapat menyebabkan kebutaan sementara. (de Jong, 1998).

    F. Diagnosis

    Diagnosis gigitan ular berbisa tergantung pada keadaan bekas gigitan atau

    luka yang terjadi dan memberikan gejala lokal dan sistemik sebagai berikut:

    Gejala lokal : edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (dalam 30menit24 jam).

    Gejala sistemik : hipotensi, kelemahan otot, berkeringat, mengigil,mual, hipersalivasi, muntah, nyeri kepala, dan pandangan kabur.

    Gejala khusus gigitan ular berbisa :- Hematotoksik: perdarahan di tempat gigitan, paru, jantung, ginjal,

    peritoneum, otak, gusi, hematemesis dan melena, perdarahan kulit

    (petekie, ekimosis), hemoptoe, hematuri, koagulasi intravaskular

    diseminata (KID)

    - Neurotoksik: hipertonik, fasikulasi, paresis, paralisis pernapasan,ptosis oftalmoplegi, paralisis otot laring, reflek abdominal, kejang

    dan koma

    - Kardiotoksik: hipotensi, henti jantung, koma- Sindrom kompartemen: edema tungkai dengan tanda tanda 5P

    (pain, pallor, paresthesia, paralysis pulselesness), (Sudoyo, 2006).

  • 7/27/2019 Vulnus Morsum Fix

    25/34

    Menurut Schwartz (Depkes,2001) gigitan ular dapat di klasifikasikan sebagai

    berikut:

    1.

    Gigitan Elapidae. Efek lokal (kraits, mambas, coral snake dan beberapakobra) timbul berupa sakit ringan, sedikit atau tanpa pembengkakkan atau

    kerusakan kulit dekat gigitan. Gigitan ular dari Afrika dan beberapa kobra

    Asia memberikan gambaran sakit yang berat, melepuh dan kulit yang

    rusak dekat gigitan melebar. Semburan kobra pada mata dapat

    menimbulkan rasa sakit yang berdenyut, kaku pada kelopak mata,

    bengkak di sekitar mulut dan kerusakan pada lapisan luar mata.

    Efek sistemik muncul 15 menit setelah digigit ular atau 10 jam kemudian

    dalam bentuk paralisis dari urat urat di wajah, bibir, lidah dan

    tenggorokan sehingga menyebabkan sukar bicara, kelopak mata menurun,

    susah menelan, otot lemas, sakit kepala, kulit dingin, muntah, pandangan

    kabur dn mati rasa di sekitar mulut. Selanjutnya dapat terjadi paralis otot

    pernapasan sehingga lambat dan sukar bernapas, tekanan darah menurun,

    denyut nadi lambat dan tidak sadarkan diri. Nyeri abdomen seringkali

    terjadi dan berlangsung hebat. Pada keracunan berat dalam waktu satu jam

    dapat timbul gejalagejala neurotoksik. Kematian dapat terjadi dalam 24

    jam.

    2. Gigitan Viperidae. Efek lokal timbul dalam 15 menit atau setelah beberapajam berupa bengkak dekat gigitan untuk selanjutnya cepat menyebar ke

    seluruh anggota badan, rasa sakit dekat gigitan.

    Efek sistemik muncul dalam 5 menit atau setelah beberapa jam berupa

    muntah, berkeringat, kolik, diare, perdarahan pada bekas gigitann (lubang

    dan luka yang dibuat taring ular), hidung berdarah, darah dalam muntah,

    urin dan tinja. Perdarahan terjadi akibat kegagalan faal pembekuan darah.

    Beberapa hari berikutnya akan timbul memar, melepuh, dan kerusakan

    jaringan, kerusakan ginjal, edema paru, kadang kadang tekanan darah

    rendah dan nadi cepat. Keracunan berat ditandai dengan pembengkakkan

  • 7/27/2019 Vulnus Morsum Fix

    26/34

    di atas siku dan lutut dalam waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan

    hebat.

    3. Gigitan Hidropiidae. Gejala yang muncul berupa sakit kepala, lidah tersatebal, berkeringat dan muntah. Setelah 30 menit sampai beberapa jam

    biasanya timbul kaku dan nyeri menyeluruh, spasme pada otot rahang,

    paralisis otot, kelemahan otot ekstraokular, dilatasi pupil, dan ptosis,

    mioglobulinuria yang ditandai dengan urin warna coklat gelap (gejala ini

    penting untuk diagnostik), ginjal rusak, henti jantung.

    4. Gigitan Rattlesnake dan Crotalidae. Efek lokal berupa tanda gigitan taring,pembengkakan, ekimosis dan nyeri pada daerah gigitan merupakan

    indikasi minimal ang perlu dipertimbangkan untuk memberian poli valen

    crotalidae antivenin. Anemia, hipotensi dan trobositopenia merupakan

    tanda penting

    5. Gigitan Coral Snake. Jika terdapat toksisitas neurologis dan koagulasi,diberikan antivenin (Micrurus fulvius antivenin) (Sudoyo, 2006).

    Tanda dan gejala lokal berupa tanda gigi taring, nyeri lokal, pendarahan

    lokal, bruising, lymphangitis, bengkak, merah, panas, melepuh dan

    terdapat necrosis

    G. Pemeriksaan Penunjang

    Pemeriksaan darah: Hb, Leukosit, trombosit, kreatinin, urea N, elektrolit,waktu perdarahan, waktu pembekuan, waktu protobin, fibrinogen, APTT,

    D-dimer, uji faal hepar, golongan darah dan uji cocok silang

    Pemeriksaan urin: hematuria, glikosuria, proteinuria (mioglobulinuria) EKG

  • 7/27/2019 Vulnus Morsum Fix

    27/34

    H. Diagnosis Banding

    Gigitan laba-laba atau sengatan kalajengkingPada gigitan laba-laba, ditemukan riwayat kontak dengan laba-laba padaanamnesis. Pada regio yang tergigit, ditemukan pembengkakan dengan

    onset lambat dan menyebabkan kekakuan otot. Gejala ini tidak ditemukan

    pada gigitan ular yang pembengkakannya terjadi progresif.8,11,12

    Scorpion sting Tusukan duri

    Pada tusukan duri tidak ditemukan gejala lokal berupa oedem dan gejala

    sistemik yang progresif seperti pada kasussnake bite.

    16

    I. Penatalaksanaan

    Tujuan penatalaksanaan pada kasus gigitan ular berbisa adalah

    menghalangi/ memperlambat absorbsi bisa ular, menetralkan bisa ular yang sudah

    masuk ke dalam sirkulasi darah dan mengatasi efek lokal dan sistemik (Sudoyo,

    2006).

    Usahakan membuang bisa sebanyak mungkin dengan menoreh lubang

    bekas masuknya taring ular sepanjang dan sedalam cm, kemudian dilakukan

    pengisapan mekanis. Bila tidak tersedia alatnya, darah dapat diisap dengan mulut

    asal mukosa mulut utuh tak ada luka. Bisa yang tertelan akan dinetralkan oleh

    cairan pencernaan. Selain itu dapat juga dilakukan eksisi jaringan berbentuk elips

    karena ada dua bekas tusukan gigi taring, dengan jarak cm dari lubang gigitan,

    sampai kedalaman fasia otot.

    Usaha menghambat absorbsi dapat dilakukan dengan memasang tourniket

    beberapa centimeter di proksimal gigitan atau di proksimal pembengkakan yang

    terlihat, dengan tekanan yang cukup untuk menghambat aliran vena tapi lebih

    rendah dari tekanan arteri. Tekanan dipertahankan dua jam. Penderita

    diistirahatkan supaya aliran darah terpacu. Dalam 12 jam pertama masih ada

    pengaruh bila bagian yang tergigit direndam dalam air es atau didinginkan dengan

  • 7/27/2019 Vulnus Morsum Fix

    28/34

    es. Untuk menetralisir bisa ular dilakukan penyuntikan serum bisa ular intravena

    atau intra arteri yang memvaskularisasi daerah yang bersangkutan. Serum

    polivalen ini dibuat dari darah kuda yang disuntik dengan sedikit bisa ular yang

    hidup di daerah setempat. Dalam keadaan darurat tidak perlu dilakukan uji

    sensitivitas lebih dahulu karena bahanya bisa lebih besar dari pada bahaya syok

    anafilaksis. Pengobatan suportif terdiri dari infus NaCl, plasma atau darah dan

    pemberian vasopresor untuk menanggulangi syok. Mungkin perlu diberikan

    fibrinogen untuk memperbaiki kerusakan sistem pembekuan. Dianjurkan juga

    pemberian kortikosteroid.

    Bila terjadi kelumpuhan pernapasan dilakukan intubasi, dilanjutkan

    dengan memasang respirator untuk ventilasi. Diberikan juga antibiotik spektrum

    luas dan vaksinasi tetanus. Bila terjadi pembengkakan hebat, biasanya perlu

    dilakukan fasiotomi untuk mencegah sindrom kompartemen. Bila perlu, dilakukan

    upaya untuk mengatasi faal ginjal. Nekrotomi dikerjakan bila telah tampak jelas

    batas kematian jaringan, kemudian dilanjutkan dengan cangkok kulit.

    Tindakan Pelaksanaan

    1. Sebelum penderita dibawa ke pusat pengobatan, beberapa hal yang perludiperhatikan adalah

    Penderita diistirahatkan dalam posisi horizontal terhadap lukagigitan

    Penderita dilarang berjalan dan dilarang minum minuman yang

    mengandung alkohol.

    Apabila gejala timbul secara cepat sementara belum tersediaantibisa, ikat daerah proksimal dan distal dari gigitan. Kegiatan

    mengikat ini kurang berguna jika dilakukan lebih dari 30 menit

    pasca gigitan. Tujuan ikatan adalah untuk menahan aliran limfe,

    bukan menahan aliran vena atau ateri.

  • 7/27/2019 Vulnus Morsum Fix

    29/34

    2. Setelah penderita tiba di pusat pengobatan diberikan terapi suportif sebagaiberikut:

    Penatalaksanaan jalan napas Penatalaksanaan fungsi pernapasan Penatalaksanaan sirkulasi: beri infus cairan kristaloid Beri pertolongan pertama pada luka gigitan: verban ketat dan luas

    diatas luka, imobilisasi (dengan bidai)

    Ambil 5 10 ml darah untuk pemeriksaan: waktu trotombin,APTT, D-dimer, fibrinogen dan Hb, leukosit, trombosit, kreatinin,

    urea N, elektrolit (terutama K), CK. Periksa waktu pembekuan, jika

    >10 menit, menunjukkan kemungkinan adanya koagulopati

    Apus tempat gigitan dengan dengan venom detection Beri SABU (Serum Anti Bisa Ular, serum kuda yang dilemahan),

    polivalen 1 ml berisi:

    10-50 LD50 bisa Ankystrodon

    25-50 LD50 bisa Bungarus

    25-50 LD50 bisa Naya Sputarix

    Fenol 0.25%

    Teknik pemberian: 2 vial @5ml intravena dalam 500 ml NaCl 0,9% atau

    Dextrose 5% dengan kecapatan 40-80 tetes/menit. Maksimal 100 ml (20 vial).

    Infiltrasi lokal pada luka tidak dianjurkan.

    Indikasi SABU adalah adanya gejala venerasi sistemik dan edema hebat pada

    bagian luka. Pedoman terapi SABU mengacu pada Schwartz dan Way

    (Depkes, 2001).

    Pedoman terapi SABU menurut Luck:

    Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit Ulangi pemeriksaan darah pada 3 jam setelah pemberiann antivenom Jika koagulopati tidak membak (fibrinogen tidak meningkat, waktu

    pembekuan darah tetap memanjang), ulangi pemberian SABU. Ulangi

    pemeriksaan darah pada 1 dan 3 jam berikutnya, dst.

  • 7/27/2019 Vulnus Morsum Fix

    30/34

    Jika koagulopati membaik (fibrinogen meningkat, waktu pembekuanmenurun) maka monitor ketat kerusakan dan ulangi pemeriksaan darah

    untuk memonitor perbaikkannya. Monitor dilanjutkan 2x24 jam untuk

    mendeteksi kemungkinan koagulopati berulang. Perhatian untuk

    penderita dengan gigitan Viperidae untuk tidak menjalani operasi

    minimal 2 minggu setelah gigitan

    3. Terapi suportif lainnya pada keadaan : Gangguan koagulopati berat: beri plasma fresh-frozen (dan antivenin) Perdarahan: beri tranfusi darah segar atau komponen darah, fibrinogen,

    vitamin K, tranfusi trombosit

    Hipotensi: beri infus cairan kristaloid Rabdomiolisis: beri cairan dan natrium bikarbonat Monitor pembengkakan local dengan lilitan lengan atau anggota badan Sindrom kompartemen: lakukan fasiotomi Gangguan neurologik: beri Neostigmin (asetilkolinesterase), diawali

    dengan sulfas atropin

    Untuk mengurangi rasa nyeri berikan aspirin atau kodein, hindaripenggunaan obatobatan narkotik depresan

    4. Terapi profilaksis Pemberian antibiotika spektrum luas. Kaman terbanyak yang dijumpai

    adalah P.aerugenosa, Proteus,sp, Clostridium sp, B.fragilis

    Beri toksoid tetanus

    Pemberian serum anti tetanus sesuai indikasi (Sudoyo, 2006)

    J. Petunjuk Praktis Pencegahan Terhadap Gigitan Ular

    Penduduk di daerah di mana ditemuakan banyak ular berbisa dianjurkanuntuk memakai sepatu dan celana berkulit sampai sebatas paha sebab lebih

    dari 50% kasus gigitan ular terjadi pada daerah paha bagian bawah sampai

    kaki.

  • 7/27/2019 Vulnus Morsum Fix

    31/34

    Ketersedian SABU untuk daerah di mana sering terjadi kasus gigitan ular Hindari berjalan pada malam hari terutama di daerah berumput dan

    bersemaksemak.

    Apabila mendaki tebing berbatu harus mengamati sekitar dengan teliti.Jangan membunuh ular bila tidak terpaksa sebab banyak penderita yang

    tergigit akibat kejadian semacam itu. (Sudoyo, 2006).

    K. Edukasi, Penyuluhan, Dan Pencegahan Sekunder

    Pembekalan kepada dokter dan tenaga kesehatan oleh menteri kesehatandalam menanggulangi kasus-kasussnake bite. Meliputi identifikasi spesies

    jenis ular melalui klinis pasien, penegakan diagnosis, dan penggunaan

    terapi anti venom dengan benar

    Hendaknya pasien tidak menunda pengiriman pasien ke pusat kesehatanuntuk mendapatkan penanganan. Selama ini pasien dan keluarga masih

    percaya kepada pengobatantradisonal/herbal. Semakin lama pengiriman

    pasien, semakin berat risiko yang akan dihadapi.

    Dengan mengenali habitat dari ular, kita dapat mengetahui pencegahan apasaja untuk menghindari terjadinya gigitan ular

    Di dalam rumah : ular mungkin masuk ke dalam rumah untuk mencarimakanan atau mencari tempat bersembunyi untuk beberapa waktu. Simpan

    ayam atau makanan hewani lainnya ke dalam kontainer tertutup. Jangan

    tidur di lantai.24,25

    Di hutan : perhatikan langkah saat berjalan, gunakan sepatu boot dancelana panjang terutama saat berjalan di dalam gelap. Jangan memasukkan

    tangan sembarangan ke dalam lubang di tanah, karena dicurigai sebagai

    sarang ular.

    Di air : jika melihat ular laut, hindarilah. Dan apabila seorang nelayanmenemukan ular laut di jala hendaknya jangan menyentuhnya.

    Ketersedian serum anti bisa ular untuk daerah di mana sering terjadi kasusgigitan ular.

  • 7/27/2019 Vulnus Morsum Fix

    32/34

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Harrison RA, et al. 2009. Snake envenoming: a disease of poverty. . PlosNeglected Tropical Disease. 3 (12): 1-6.

    2. Addo V, Kokroe FA, Reindorf RL. 2009. Broad Ligament HaematomaFollowing Snake Bite. Ghana Medical Journal. 43 (4): 1-2.

    3. Gilbert G, DSouza P, Pletz B. 2009. Snake Bite. San Mateo County EMSAgency; Adult Treatment Protocols of Snake Bite.

    http://www.smchealth.org/sites/default/files/docs/

    250977396Snakebite_.pdf

    4. Alirol E, et al. 2010. Snake bite in South Asia: a review. Plos NeglectedTropical Disease. 4 (1): 1-9.

    5. White J. 2006. Snake bite and spider bite: management guidelines.Departement of Health Government of South Australia. Adelaide:

    Department of Health. pp:19-77.

    6. Blaylock RS. 2005. The identification and syndromic management ofsnakebite in South Africa. SA Fam Pract. 47 (9): 48-53.

    7. Mora J, et al. 2008. Effect of bothrops asper snake venom on lymphaticvessels: insight into a hidden aspect of envenomation. Plos Neglected

    Tropical Disease. 2(10): 1-10.

    8. Theakston RGD, Warrel DA, Griffiths E. 2002. Report of WHO workshopon the standardization and control of antivenoms. Toxicon. 41 (2003): 541-

    557.

    9.

    Warrel DA. 2005. Treatment of bites by adders and exotic venomoussnake.British Medical Journal. 331 : 1244-1247.

    10.Evers LH, Bartscher T, Lange T, Mailander P. 2010. Adder bite : anuncommon cause of compartment syndrome in northern hemisphere.

    Scandinavian Journal of Trauma, Resuscitation and Emergency Medicine.

    18 (50): 1-5.

    11.Mohapatra B, et al. 2011. Snakebite mortality in India: a nationalyrepresentative.Plos Neglected Tropical Disease. 5(4): 1-8.

    http://www.smchealth.org/sites/default/files/docs/http://www.smchealth.org/sites/default/files/docs/
  • 7/27/2019 Vulnus Morsum Fix

    33/34

    12.Agarwal R, et al. 2005. Low dose of snake antivenom is as effective ashigh dose in patients with severe neurotoxic snake envenoming. Emerg

    Med Journal. 22: 397-399.

    13.Kim JS, et al. 2008. Coagulopathy in patients who experience snakebite.The Korean Journal of Internal Medicine. 23 : 94-99.

    14.Sharma N, Chauhan S, Faruqi S, Bhat P, Varma S. 2005. Snakeenvenomation in a north Indian hospital. Emerg Med Journal. 22: 118-

    120.

    15. WHO. 2005. Guidelines for the Clinical Management of Snake Bite inSouth-East Asia Region.New Delhi: WHO. 2: 13-47.

    16.Baylock RS. 2005. The identification and syndromic management ofsnake bite in South Africa. SA Fam Pract. 47 (9): 48-53

    17.Rahman R, et al. 2010. Annual incidence of snake bite in ruralBangladesh.Plos Neglected Tropical Disease. 4(10): 1-6.

    18.Kasturiratne A, et al. 2008. The global burden of snakebite: a literatureanalysis and modelling based on regional. Plos Neglected Tropical

    Disease. 5 (11): 1-14.

    19.Lavonas EJ, et al. 2011. Unified treatment algorithm for the managementof crotaline snakebite in the United States: results of an evidence-informed

    consensus workshop.BMC Emergency Medicine. 11 (2): 1-15.

    20.Liu PY, et al. 2012. Shewanella infection of snake bites: a twelve-yearretrospective study. Clinics. 67 (5): 431-435.

    21.Malhotra P, Sharma N, Awasthi A, Vasistha RK. 2005. Fatal acutedisseminated encephalomyelitis following treated snake bite in India.

    Emerg Med Journal. 22: 308-309.22.Guetierrez JM, Theakston RDG, Warrel DA. 2006. Confronting the

    neglected problem of snake bite envenoming: the need for a global

    partnership.Plos Neglected Tropical Disease. 3(6): 727-731.

    23.Arshad A, et al. 2011. Snake bite on scrotum a case report .Pan AfricanMedical Journal. 10 (25): 1-5.

    24.Vir D, et al. 2010. Neurological manifestations in speech after snake bite:a rare case.Pan African Medical Journal. 4 (13): 1-4.

  • 7/27/2019 Vulnus Morsum Fix

    34/34

    25.Warrell DA. 2010. Guidelines for the Management of Snake Bites.WHO.pp:1-7

    26.Nanton I. 2010. Primary medical care of snake bites. CPD Africa Health.7(2010):30-32.

    27.Fita DS, Neto EMC, Schiavetti A. 2010. Offensive snakes: culturalbeliefs and practices related to snake bites in a Brazilian rural settlement.

    Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine.(2010) 6:13

    28.John J, Gane B D, Plakkal A, Aghoram R, Sampath S. 2008. Snake bitemimicjing brain death. Cases Journal 2008,I:16.

    29.Ahn JH, Yoo DG, Choi SJ, Lee JH, Park MS, Kwak JH, Jung SM, RyuDS. 2007. Hemoperitoneum caused by hepatic necrosis and rupture

    following a snake bite : a case report with rare CT findings and successful

    embolization.Korean J Radiol 2007. 8:556-560.

    30.Warrel DA. 2010. Snake bite.Lancert 2010.375:77-88.