Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

52
Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 Anugerah Komponis Indonesia Perpusnas Expo 2018 Bedah Buku 'Sarinah' pengukuhan pustakawan utama pengukuhan pustakawan utama

Transcript of Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

Page 1: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

Volume XXIII No. 2 Tahun 2018

Anugerah Komponis Indonesia

Perpusnas Expo 2018

Bedah Buku 'Sarinah'

pengukuhan pustakawan utamapengukuhan pustakawan utama

Page 2: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

Salam RedaksiDiterbitkan oleh: SUBBAGIAN HUMAS PERPUSTAKAAN NASIONAL RI

STT No. 1995/SK/Ditjen/ PPG/225/1994 tanggal 22 Februari 1994

Selamat Membaca.

Info Redaksi

Peringkat minat baca di Indonesia seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Most Literate of the World pada 2016 berada pada posisi 60 dari 61 negara. Temuan ini yang sering dipakai dalam berbagai kesempatan diskusi di berbagai tempat dan daerah.

Menanggapi temuan tersebut, Perpustakaan Nasional berusaha melokalisir stigma tersebut agar tidak meluas. Faktanya, setiap kali Perpusnas berkunjung ke daerah, banyak dijumpai dimana perpustakaan, termasuk perpustakaan bergerak, justru dinantikan dan disenangi bermacam lapisan masyarakat. Fakta sebenarnya yang terjadi adalah kurangnya pasokan bahan bacaan karena minim akses transportasi dan sulitnya geografi.

Antusias yang terjadi memang realita. Mereka senang dengan kehadiran bahan bacaan. Yang diperlukan sekarang adalah bagaimana memaksimalkan kandungan yang ada dalam bahan becaan menjadi tepat guna dan bermanfaat. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan memberi peran lebih luas bagi pustakawan untuk melaksanakan mobilisasi pengetahuan (knowledge mobilization).

Makanya tepat slogan “Pustakawan Bergerak” yang diusung Perpustakaan Nasional di tahun 2018. Pustakawan diminta turun langsung ke masyarakat menyebarkan ilmu pengetahuan terutama ilmu terapan (life skill) yang dibutuhkan dan berdampak luas terhadap perbaikan taraf ekonomi serta kesejahteraan masyarakat.

Redaksi WARTA menerima kiriman tulisan artikel populer bertemakan perpustakaan atau pembudayaan kegemaran membaca. Jumlah tulisan 1500 – 3000 karakter. Kirimkan tulisan anda ditujukan kepada redaksi WARTA melalui email [email protected] dan [email protected]. Setiap naskah yang masuk akan diseleksi sesuai kebutuhan redaksi.

Senam bersama dalam rangkaHUT Perpustakaan Nasional ke-38

Page 3: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

DAFTAR ISI WARTA Volume XXIII No. 2 Tahun 2018

warta utama gramedia writers and readers forum di Perpusnas

Daftar IsiSidang Pengukuhan Pustakawan Utama 1

Anugerah Komponis Indonesia 3

FGD Penyusunan RPJMN 2020-2024 Bidang Perpustakaan 5

Gramedia Writers and Readers Forum 7

Kunker Bupati Lampung Barat 9

Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) 11

Roadshow Perpusnas di Blitar 13

Perpusnas Expo 2018 15

Bedah Buku 'Indonesia Merdeka' 17

Bedah Buku 'Sarinah' 19

Perpustakaan SMAN 1 Suboh 21

Stock Opname Bahan Perpustakaan 25

Lika-liku Anak-anak Marjinal Demi Mendapatkan Pendidikan 29

Urgensi Literasi untuk Negeri sebagai Sebuah Transformasi Budaya 33

5 Ide Dekorasi Perpustakaan Kekinian di Rumah 37

Renungan 39

Enam Tips Membaca Buku Agar Lebih Asyik 37

Renungan 39

Peristiwa 41

Page 4: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

1

w a r t au t a am

Tantangan pustakawandi Era Disrupsi

Sidang Pengukuhan Pustakawan Ahli Utama

Medan Merdeka Selatan, Jakarta - Perpustakan saat ini menghadapi sebuah era yang penuh ketidakpastian. Kondisi ini mengharuskan perpustakaan berani berinovasi. Inovasi yang menuntut perubahan yang terjadi harus luar biasa. Perubahan yang bukan hanya dalam interaksi manusia dengan sesama tapi juga interaksi manusia dengan teknologi dan lembaga-lembaga lainnya. Salah satu interaksi yang banyak mengalami perubahan adalah hubungan pemustaka dengan perpustakaan dan pustakawan yaang mengalami transformasi menjadi ruang publik yang bersifat kompleks. Artinya, baik perpustakaan maupun pustakawan harus bersifat adaptif terhadap perubahan agar tidak terjadi disrupsi.

Volume XXIIINo. 2 2018

Page 5: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

2

Era disrupsi merupakan era yang penuh ketidakpastian. Dalam dunia perpustakaan, era disrupsi ditandai adanya

perubahan interaksi antara perpustakaan dengan pemustaka. Hal tersebut disampaikan Dedi Junaedi dalam Sidang Pengukuhan Pustakawan Ahli Utama yang mengambil tema "Tantangan Kepustakawanan di Era Disrupsi" yang diselenggarakan di Perpusnas di Jalan Medan Merdeka Selatan, Senin (30/4).

Era disrupsi memunculkan fenomena ketidakpastian dengan perubahan yang sangat cepat. Salah satu diantaranya adalah perkembangan infrastuktur teknologi informasi dan komunikasi yang tidak linear, melainkan eksponensial dan mengalami proses perubahan yang semakin adaptif terhadap kehidupan manusia. "Perkembangan ini membawa perubahan yang cepat dalam organisasi termasuk perpustakaan, saat ini hampir semua perpustakaan mampu memiliki perangkat TIK sendiri dan terus mengembangkannya," ujar Dedi.

Perubahan gaya hidup di era disrupsi membuat pemustaka cenderung lebih senang membaca informasi yang dapat mudah dibawa atau disimpan dalam ponsel. Pun tidak suka membawa beban yang berat termasuk buku cetak tebal dan berat. Pustakawan di era disrupsi telah membuat status eksistensi pustakawan dipertanyakan bahkan

sempat masuk daftar profesi yang hilang di masa yang akan datang. "Pustakawan di era disrupsi harus mampu mengembangkan kompetensi yang dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan dengan melakukan terobosan,. Perpustakaan pun harus berani merespon dan berkreasi perubahan yang muncul pascadisrupsi," imbuh Dedi.

Perpustakaan, lanjut Dedi, dapat memaksimalkan perannya di era disrupsi dengan melakukan beberapa hal, antara lain (1) layanan perpustakaan harus bertransformasi dengan basis inklusi sosial sehingga perpustakaan dapat berfungsi sebagai tempat pembelajaran seumur hidup, (2) perpustakaan harus dapat berfungsi sebagai katalisator perubahan budaya mengingat setiap perubahan perilaku pada masyarakat pada hakekatnya adalah perubahan budaya masyarakat, (3) perpustakaan harus dapat berfungsi sebagai agen perubahan sosial. idealnya, perpustakan adalah ruang dimana segala lapisan masyarakat, pola pemikiran, dan artikulasi kepentingan bisa beretemu dan berdialog tanpa dibatasi sekat apapun, (4) perpustakaan harus dapat membangun ekosistem pengetahuan dan literasi masyarakat. Perpustakaan berfungsi sebagai jembatan komunikasi dan informasi antara masyarakat, pemerintah, swasta, lembaga pendidikan, lembaga riset, penerbit, peneliti, usaha rekaman, museum, pengarsipan, dan media massa, serta (5) perpustakaan harus

mampu melakukan mobilisasi pengetahuan melalui berbagai cara termasuk kemas ulang informasi. Mobilisasi pengetahuan dapat memberikan masukan-masukan berharga kepada para pengambil keputusan sebagai masukan dari masyarakat.

Sidang Pengukuhan Pustakaawan Ahli Utama diketuai langsung oleh Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando. Dalam pesannya, Kepala Perpusnas menerangkan saat ini pustakawan harus bekerja untuk meningkatkan perpustakaan dan mendistribusikan informasi supaya dapat dimanfaatkan masyarakat. Tidak ada satupun perpustakaan di dunia yang perannya berkurang ketika teknologi informasi hadir. “Seluruh pustakawan dapat menjadi motor penggerak dalam mengembangkan kepustakawanan,” ucapnya.

Kehidupan manusia telah banyak berubah. Perpustakaan adalah dunia yang sangat dinamis. Perpustakaan akan terus tumbuh dan berkreasi mengantisipasi berbagai perubahan yang terjadi dan yang akan terjadi. Paradigma perpustakaan telah berubah. Tidak lagi sekedar penyimpanan buku maupun penyimpan pengetahuan melainkan sudah dapat menjadi rujukan pembangunan manusia dan peradaban.

*Reportase : Arwan Subakti dan Hartoyo Darmawan

Volume XXIIINo. 2 2018

Page 6: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

3

w a r t au t a am

Ubun R. Kubarsah, Sang Pelestari Tembang Sunda Cianjuran

Anugerah Komponis Indonesia

Medan Merdeka Selatan, Jakarta—Cianjuran, salah satu budaya asli Tanah Sunda yang pertama kali dikenalkan oleh R.A.A. Kusumaningrat, seorang Bupati Cianjur pada periode 1834-1862. Semasa hidupnya, R.A.A Kusumaningrat dikenal juga dengan sebutan Dalem Pancaniti. Sebutan Pancaniti

diberikan karena seringnya ia bertafakur mencari ilham di salah satu ruangan (pendopo).

Tembang Sunda Cianjuran merupakan jenis kesenian yang hingga saat ini menjadi salah satu ikon seni musik di tatar

sunda. Tidak banyak seniman Cianjuran yang tetap eksis di tengah gempuran jaman, salah satunya yang terkenal adalah Ubun R. Kubarsah yang telah menekuni seni sunda Cianjuran sejak 1980.

Karya seni Sunda yang dihasilkan Ubun, lelaki kelahiran Bandung 1953, tidak terbatas pada tradisi Cianjuran saja, melainkan juga pada seni sastra dan karya tulis, seperti buku, novel, dan sajak. Tradisi Cianjuran yang dikembangkan Ubun telah mendunia. Ia bahkan pernah diminta unjuk gigi oleh Badan Internasional PBB untuk kebudayaan, UNESCO. Kegigihan

Ubun berkarir dan memodernisasi seni Cianjuran agar tetap bertahan di tengah era musik elektronik (digital) mendapatkan hasil yang setimpal. Ubun R. Kubarsah dianugerahi penghargaan Komponis Indonesia 2018 dari Perpustakaan Nasional, Senin, (14/5).

Anugerah Komponis Indonesia 2018

Volume XXIIINo. 2 2018

Page 7: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

4

adalah ajang yang rutin diselenggarakan Perpusnas setiap tahunnya yang dimulai sejak 2017. Pada 2017 lalu, Anugerah Komponis Indonesia diberikan kepada salah satu maestro musik Tanah Air, yakni Ismail Marzuki. Dan pada tahun 2018, anugerah tersebut diberikan kepada pelestari kesenian tradisional dari Jawa Barat, Ubun R. Kubarsah. "Perpusnas melihat, Ubun R. Kubarsah dinilai produktif, dan masih eksis hingga dengan karya-karyanya yang mendunia," ujar Direktur Deposit Bahan Pustaka Perpusnas Lucya Dhamayanti mengomentari kriteria Anugerah Komponis Indonesia.

Ubun R. Kubarsah dikenal sebagai salah satu komposer dan kreator musik Sunda. Hingga kini, sudah lebih dari 300 lagu ia gubah. Dari tangan dan ide-idenya banyak lahir karya-karya monumental dan konsep yang mampu memberikan pembaruan dan pencerahan bagi masyarakat Sunda.

Tidak sekedar beraktifitas di bidang seni Cianjuran, Ubun juga aktif menjalin kerja sama dengan beberapa lembaga, terutama dalam upaya pengembangan materi seni budaya yang bisa digunakan untuk kepentingan dunia pendidikan. Salah satunya pemikiran Ubun yang revolusioner adalah melahirkan seni Bandungan sebagai genre baru dalam

musik seni Sunda, serta materi Sekar Anyar yang merupakan pengembangan baru dari materi Cianjuran.

"Seni Cianjuran dilatarbelakangi seni papantunan (pantun). Cianjuran terbentuk dari pantun Sunda. Seperti bernostalgia dengan kebesaran Padjadjaran. Ada empat pantun populer yang digunakan dalam Cianjuran, diantaranya Sangkuriang dan Lutung Kasarung," imbuh Yus Wiradiredja, sejarawan Sunda saat menjadi narasumber talkshow Tembang Sunda bertemakan, " Tembang dan Kawih Sunda Dilihat dari Perspektif Kehidupan Sosial Masyarakat Sunda".

Ubun mengakui bahwa yang dilakukannya adalah usaha yang penuh tantangan. Mengangkat nilai kearifan lokal namun disisi lain, era globalisasi sudah menjadi keniscayaan. Keniscayaan tersebut memaksa dirinya menggunakan perkembangan teknologi untuk tetap berkarya. "Kehidupan tembang Sunda tidak hanya dilestarikan tapi juga harus terus berkembang dengan titik-titik inovasi yang diperlukan sewaktu-waktu," pesan Ubun.

Anugerah Komponis Indonesia merupakan salah satu bentuk promosi dan sosialisasi yang dilakukan Perpusnas dalam upaya menghimpun seluruh karya anak bangsa sesuai

amanah Undang-undang No. 40 tahun 1990 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (KCKR). Karya tradisional adalah satu bentuk karya anak bangsa yang banyak tersebar namun belum terhimpun dengan baik.

Perpusnas hingga saat ini baru berhasil menghimpun 100 karya musik dalam bentuk partitur dari beberapa musisi/pencipta lagu, seperti Titiek Puspa, Ibu Sud dan Harry Sabar. Demi memaksimalkan upaya tersebut, Perpusnas mencoba menggandeng sejumlah pihak seperti institut seni maupun asosiasi-asosiasi musik agar karya anak bangsa yang dihimpun tidak berhenti di angka 100.

"Yang utama dari upaya tersebut adalah kesadaran,"ungkap Lucya.

Khusus di bidang musik, Perpusnas adalah satu-satunya lembaga yang berhak untuk memberikan identifikasi dalam bentuk International Standard Music Number (ISMN). ISMN bukan sebuah copyright tapi adalah alat untuk melacak sebuah karya seni musik berupa partitur maupun notasi serta menjamin tersimpan dengan baik, secara fisik maupun identitas sehingga tidak dimungkinkan terjadi plagiarisme dalam bentuk apapun.

Reportase : Hartoyo Darmawan

Volume XXIIINo. 2 2018

Page 8: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

5

w a r t au t a am

Bandung, Jawa Barat—Salah satu kecakapan di abad 21 adalah kecakapan literasi. Kecakapan literasi adalah kecakapan yang meliputi aspek berbahasa berkomunikasi, membaca dan menulis. Literasi merupakan alat (tools) yang digunakan untuk pengembangan karakter dan kompetensi setiap manusia. Kecakapan literasi membutuhkan kecerdasan yang terintegrasi antara spiritual, intelektual, emosi dan fisik.

literasi sebagaifokus pembangunan

FGD Penyusunan RPJMN 2020-2024 Bidang Perpustakaan

Kecakapan literasi dapat berkembang baik jika dalam proses pembelajaran melibatkan

ke empat elemen diatas. Artinya, agar mampu berbahasa dengan baik, seseorang harus memiliki wawasan yang luas. Wawasan luas hanya diperoleh melalui aktivitas baca yang baik, baik dari sisi kualitas bacaan maupun kuantitas bahan bacaan. Dan

sekolah menjadi salah satu faktor yang disorot dalam pengembangan literasi siswa.

Pengelola perpustakaan sekolah harus memiliki literasi, kemampuan membaca dan menulis dengan baik. Tapi, sayangnya jumlah pustakawan di sekolah masih sangat minim. Padahal mereka ini diharapkan bisa

memberikan penjelasan terhadap siswa di sekolahnya akan pentingnya literasi, karena hal itu menjadi salah satu kecakapan di abad 21.

Demikian terungkap dalam focus group discussion (FGD) Background Study Penyusunan RPJMN 2020-2024 di Bidang Perpustakaan yang diselenggarakan Kementerian

Volume XXIIINo. 2 2018

Page 9: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

6

Perencanaan Pembangunan Nasional / Bappenas di Bandung, Rabu, (18/4).

Di era digital ini, informasi sangat mudah dibuat, didapat, disebarkan, dan ditelusur. Akibatnya ruang-ruang virtual sarat dipenuhi luapan informasi. Meski ada yang bermanfaat bagi tumbuh kembang para siswa maupun yang berimplikasi negatif bagi mereka.

“Dalam suatu hasil survei minat baca, kaum remaja menjadi lebih baik dalam membaca ketika dirinya termotivasi. Yang penting adalah mengkondisikan lingkungan fisik. Ada yang mampu membaca, bertutur dan menulis tapi tidak bisa menuangkan ide. Ada yang mampu membaca tapi tidak mampu bertutur. Namun ada juga yang mampu membaca tapi tidak bisa menulis,“ ujar Richie Cynthia Johan dari Univeristas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.

Sementara itu, munculnya komunitas baca banyak diprakarsai oleh masyarakat untuk turut serta dalam mengembangkan budaya baca. Pengelola taman baca masyarakat (dibaca; library supporter) secara alami bergerak, bahu membahu saling merekomendasikan, mendukung dan berkomitmen melakukan peningkatan kualitas hidup masyarakat.

“Perpustakaan harus bertransformasi peran dengan banyak melibatkan kegiatan pelibatan masyarakat. Apalagi teknologi informasi dan komunikasi jejaring sangat mudah dilakukan dengan dukungan multi pihak,” imbuh pegiat literasi Agus Munawar.

Lalu, dimana peran stake holder? Agus menjelaskan bahwa peran stake holder adalah memberi ruang pada komunitas untuk berkegiatan di perpustakaan, melakukan pemetaan terhadap apa yang menjadi potensi komnitas, memberikan apresiasi dan dukungan, mendorong perpustakaan menjadi pusat berkegiatan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan. “Komunitas seperti

taman baca adalah modal sosial dalam masyarakat. Jadi, kalau ada bantuan buku kalau bisa berbasis kebutuhan agar kena sasaran,” tambah Agus

Di provinsi Jawa Barat berdiri lebih dari 500 TBM dan mayoritas tidak berbadan hukum sehingga kesulitan ketika akan mengajukan bantuan karena mensyaratkan lampiran akta notaris. “Jadi kalau mau minta bantuan koleksi harus ada akte,” tambah Agus. Padahal TBM telah banyak melahirkan inovasi dan kreatifitas. TBM juga adalah komunitas yang paling dekat dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Tapi, TBM juga memerlukan dana untuk keperluan operasional.

Namun, dibalik tumbuh pesatnya TBM di Jawa Barat, 1 juta penduduknya masih buta aksara dari total penduduk yang masih mengalami buta aksara nasional, yakni sebanyak 8 juta. Makanya, peningkatan literasi menjadi bermanfaat dalam menyongsong Revolusi Industri 4.0. Penguatan literasi untuk kesejahteraan masyarakat harus melibatkan semua bidang ilmu dan multi pihak.

Perwakilan dari Direktorat PAUD dan Pendidikan Masyarakat Kemendikbud mengatakan saat ini gerakan penguatan membaca untuk menurunkan angka buta aksara melalui penguatan TBM terus dilakukan, salah satunya dengan meluncurkan program Kampung Literasi. Konsep kampung literasi

tumbuh dari masyarakat karena mereka lah subjek sekaligus objek dengan mendirikan sarana pendukung di setiap desa sesuai dengan kreatifitas yang dipunyai. Kampung literasi merupakan bagian dari komponen smart city dan Gerakan Indonesia Membaca yang sudah banyak diterapkan di beberapa daerah. Peningkatan literasi dapat bermanfaat dalam menyongsong Revolusi Industri 4.0.

Di masa mendatang menurut Kemendikbud bantuan Dana Alokasi Khusus (DAK) akan membesar, dan alokasi pendidikan akan mengecil sehingga desa akan berperan besar dalam penguatan literasi yang dimulai dari pinggiran. Namun, yang mesti diingatkan, buku-buku disebar diharapkan sesuai kebutuhan masyarakat. Sekali lagi, kondisi riil yang terjadi adalah bukan kendala minat baca yang rendah tapi ketersediaan bahan baca yang kurang.

Kegiatan ataupun aktivitas yang ada di perpustakaan ataupun di taman baca masyarakat bisa disinergikan dengan perguruan tinggi negeri maupun swasta. Pustakawan pun juga diikutsertakan sebagai pendamping sehingga penguatan literasi di desa tetap berkesinambungan. “Jangan sampai jumlah pustakawan kalah banyak dengan jumlah TBM,” pesan Agus Munawar.

Reportase : Hartoyo Darmawan

Volume XXIIINo. 2 2018

Page 10: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

7

Medan Merdeka Selatan, Jakarta—Sebuah riset disampaikan Direktur Gramedia Soewandi S Brata bahwa tren penulis baru mulai bermunculan. Indikatornya, Soewandi mencatat pada tahun 2015

telah terbit 44 ribu judul buku baru. Di tahun 2016 malah terdata 57 judul baru dari 64 ribu judul yang terdaftar melalui International Standard Book Number (ISBN). Padahal, biasanya tren

terbitan buku baru per tahun di Indonesia hanya berkisar 30-35 ribu saja.

Ajang Gali Bakat dan temu Penulis Kenamaan

Gramedia Writers and Readers Forum

s o r o t a n

Volume XXIIINo. 2 2018

Page 11: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

8

“Trennya sudah bagus tapi dirasa belumlah cukup,” imbuh Soewandi Brata saat membuka Gramedia Writers and Readers Forum (GWRF) di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Sabtu, (7/4). GWRF 2018 adalah gagasan mempertemukan penulis, pembaca, editor dan penerbit. Bisa dikatakan ajang tersebut semacam kopi darat (sharing) antara penulis dan pembaca. Untuk pertama kalinya GWRF berlangsung di Gedung Layanan Perpustakaan Nasional selama dua hari (7 dan 8 April).

Sebanyak 25 penulis kenamaan Indonesia berbagi ilmu dan pengalaman kepada para penggemar dan masyarakat. Penulis-penulis itu, antara lain Sapardi Djoko Damono, Joko Pinurbo, Tere Liye, Eka Kurniawan, Leila S Chudori, Bernard Batubara, dan Maman Suherman. Mereka disebar ke dalam 17 kelas pada interval pagi, siang, dan sore, dengan total peserta mencapai 2.800 orang. "Di sini para pembaca bisa mendapatkan wawasan bagaimana sebuah karya diproses, ditulis dan juga bagaimana kita menikmatinya dengan baik," jelas Soewandi Brata.

Selain menggelar kelas sharing, GWRF juga mengadakan kelas Editor Clinic. Editor Clinic adalah forum temu penulis dan penerbit. Di sini para penulis pemula diberikan masukan maupun tips-tips bagaimana menciptakan suatu karya tulis agar diterima penerbit dan dicintai pembaca dan publik. Pihak penyelenggara GWRF 2018 mengklaim sedikitnya 1.000 naskah telah terkumpul untuk dibedah oleh penerbit lewat forum Editor Clinic.

Penerbit Gramedia melihat akhir-

akhir ini masyarakat jadi semakin sensitif, mudah tersulut emosi saat membaca sebuah informasi. Riset tentang Civil Society menyebutkan bahwa bangsa yang maju sangat menyukai aktivitas membaca. Kesuksesan yang didalamnya ada etos kerja keras, semangat dan etika yang bagus. Sebaliknya, pada negara-negara yang tidak maju, perilaku masyarakatnya cenderung ke arah hal-hal mistis ketika ditimpa masalah. Sehingga peran literasi amat dibutuhkan karena dampaknya yang luar biasa kepada peradaban suatu bangsa.

Kemampuian literasi yang baik sanggup menghindarkan masyarakat dari perilaku yang merusak, sikap emosional dan tidak mudah menerima segala bentuk informasi yang belum diketahui kebenaran ataupun kevalidan sumbernya.

Paradigma perpustakaan di era teknologi dan keterbukaan salah satunya membantu masyarakat untuk berpikir cerdas lewat membaca. Keterbukaan informasi bagi masyarakat dapat diperoleh jika perpustakaan mampu menyediakan akses yang seluas-seluasnya.

“Di ibaratkan, satu peluru hanya mampu menembus satu kepala tapi sejatinya telah membunuh kemanusiaan. Sedangkan satu buku mampu menembus jutaan kepala jika didigitalkan dan sejatinya mampu menciptakan miliaran peradaban baru,” terang Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando. kala menyampaikan apresiasinya terhadap event yang diadakan Gramedia.

Gramedia Writers and Forum

merupakan salah satu upaya mengajak masyarakat mencintai perpustakaan. Secara khusus, lanjut Kepala Perpusnas, perpustakaan adalah rumahnya para penulis dan penerbit. Tidak lahir seorang penulis jika dia bukanlah pembaca yang baik. Siklus ini akan terus bertumbuh.

Kepala Perpusnas juga mengajak masyarakat mematahkan sebuah anggapan bahwa di masa depan perpustakaan akan musnah (hilang) seiring kecanggihan teknologi informasi. “Itu tidak akan terjadi karena di negara-negara maju yang terjadi buku yang tercetak justru melebihi pertumbuhan media visual”.

Yang terjadi di Indonesia bukanlah persoalan minat bacanya yang rendah melainkan keterbatasan bahan bacaan yang mau dibaca sehingga menurunkan daya baca. Oleh karena itu, Perpusnas mengharapkan para penulis dan penerbit untuk mau memperhatikan kebutuhan informasi yang diharapkan atau sesuai dengan kondisi dimana masyarakat tinggal.

“Buku yang terbit diupayakan sesuai kebutuhan mayarakat. Masyarakat saat ini lebih memerlukan buku-buku ilmu terapan, seperti membuat pakan ternak, budi daya hasil pertanian, perternakan, dan sebagainya atau buku-buku teknologi tepat guna maupun keterampilan-keterampilan yang bermanfaat dan bisa diaplikasikan sebagai pengembangan keahlian,” beber Kepala Perpusnas.

Reportase : Hartoyo Darmawan

Volume XXIIINo. 2 2018

Page 12: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

9

s o r o t a n

Salemba, Jakarta—Pentingnya literasi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat sudah banyak disadari oleh para pemimpin daerah. Banyak daerah kini berlomba-lomba menggelontorkan aneka program dukungan terhadap perpustakaan maupun penguatan literasi. Salah satunya seperti yang dilakukan Kabupaten Lampung Barat, yakni dengan mencanangkan Lampung Barat sebagai Kabupaten Literasi

Benahi SDM Masyarakat Dengan Peningkatan Literasi

Kunker Bupati Lampung Barat

sumber foto: http://www.pojokkiri.net

Volume XXIIINo. 2 2018

Page 13: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

10

Hal ini disampaikan Bupati Lampung Barat Parosil Mabsus saat melakukan kunjungan kerja ke Perpustakaan Nasional dan diterima langsung oleh Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando di Jakarta, Kamis, (25/4). Pada kesempatan tersebut Bupati Parosil turut meminta kesediaan Kepala Perpusnas untuk menghadiri pencanangan Lampung Barat sebagai Kabupatan Literasi pada tanggal 2 Mei.

Keseriusan Pemkab Lampung Barat sebagai Kabupaten Literasi dibuktikan dengan menggiatkan pendirian pojok baca di 131 desa di Lampung Barat. Pojok baca yang didirikan berupa gardu yang berfungsi sebagai sarana minat baca masyarakat desa. “Program kerja ini sudah kami laksanakan secara bertahap sejak 2017,” terang Parosil. Selain pembangunan gardu baca, pihaknya, diakui Bupati juga telah membenahi sarana dan prasarana

bangunan perpustakaan di sekitar kabupaten agar representatif.

Menanggapi jerih payah yang dilakukan Pemkab Lampung Barat, Kepala Perpusnas mengapresiasi niat dan upaya Kabupaten Lampung Barat mencanangkan daerahnya sebagai Kabupaten Literasi. Muhammad Syarif mengatakan bahwa semangat menaikkan kualitas literasi dapat sejalan dengan perbaikan

kesejahteraan masyarakat. “Masyarakat tidak lagi diajari membaca tapi juga dilatih untuk memahami setiap pesan maupun informasi yang terkandung pada bahan bacaan,” ujar Muhammad Syarif.

Seiring jaman, Kepala Perpusnas juga menerangkan bahwa paradigma perpustakaan sudah berubah. Bukan lagi sekedar tumpukan buku yang diterima, diolah, diklasifikasikan, dikatalogisasi hingga akhirnya berdebu dan usang tapi nihil manfaat bagi masyarakat. Tidak hanya perpustakaannya saja yang mesti merubah paradigma, pustakawan pun sebagai salah satu penggerak roda perpustakaan juga mesti mengubah mind-set nya (cara berpikir).

“Pustakawan harus mampu menjadi jembatan pengetahuan dari semua koleksi yang tersedia. Memastikan semua pengunjung mendapatkan

pengetahuan yang diinginkan. Kami menyebutnya sebagai proses knowledge mobilization,” ujar Muhammad Syarif.

Pemerintah Kabupaten Lampung Barat menurut Kepala Perpusnas juga harus menyadari bahwa tuntutan jaman tidak lagi mengharuskan masyarakat dijejali dengan buku-buku teks tapi juga harus disediakan berbagai macam buku-buku yang

berisi ilmu terapan, keterampilan, seperti budi daya ternak lele, olahan kerajinan hasil perkebunan atau kreasi tangan yang bisa dijadikan sebagai sumber pendapatan baru masyarakat.

Kabupaten Lampung Barat memiliki 15 kecamatan dengan 131 desa dan 5 kelurahan. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu daerah pemekaran yang masih memerlukan keseriusan pembangunan. Topografi alam Kabupaten Lampung Barat berupa pertanian dan daerah perhutanan, diantaranya adalah hutan lindung nasional. Mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani kopi yang masih tradisional (perorangan).

Pemkab Lampung Barat menginginkan sumber daya masyarakatnya meningkat. Alokasi Dana Desa (ADD) yang diterima oleh pemerintah pusat bisa dimanfaatkan Pemkab untuk mendirikan gardu-

gardu baca di setiap desa agar masyarakat dapat terus mendapatkan informasi maupun ilmu pengetahuan yang berkualitas yang berujung pada meningkatnya kesejahteraan dan taraf hidupnya.

Reportase : Hartoyo Darmawan

Volume XXIIINo. 2 2018

Page 14: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

11

Salemba, Jakarta—Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menjadi dasar penerapan Sistem Pengendalian Intern

Pemerintah (SPIP). SPIP adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai

untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan,

pengamanan aset negara dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Perpusnas Targetkan Naik ke Level 3 di Akhir 2018

Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)

Volume XXIIINo. 2 2018

s o r o t a n

Page 15: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

12

digunakan dalam rangka meningkatkan kinerja,

transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Pengendalian SPIP dibebankan kepada seluruh penyelenggara pemerintahan, mulai dari Presiden, menteri, gubernur, bupati dan wali kota.

Unsur SPIP menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008 meliputi pemantauan, kegiatan pengendalian, penilaian resiko dan lingkungan pengendalian. “Semuanya berisikan informasi dan komunikasi,” ujar Direktur Pengawasan Lembaga Pemerintah Bidang Pertahanan dan Keamanan Badan Pengawasan dan Keuangan Pembangunan (BPKP) Doddy Setiadi saat menjadi narasumber Maturitas Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Selasa, (10/4).

Maturitas (maturity) artinya dikembangkan penuh (optimal). Konsep maturitas dalam suatu organisasi bertujuan mengarahkan organisasi dalam kondisi yang optimal untuk mencapai tujuannya. Tingkat maturitas penyelenggara SPIP adalah tingkat kematangan atau kesempurnaan penyelenggaraan SPIP dalam mencapai tujuan pengendalian intern sesuai dengan PP No. 60 Tahun 2008.

Maturitas SPIP memiliki karakteristik dari level 0 (belum ada)

hingga level 5 (optimum). “Model maturitas menggambarkan tahapan proses yang diyakini akan mengarahkan pada output dan outcome yang lebih baik,” tambah Doddy.

Perpustakaan Nasional secara khusus diakui Sekretaris Utama Dedi Junaedi saat ini berada pada level 2 (berkembang). “Tahun 2017 kita berada pada level 2. Mudah-mudahan di tahun 2018, Perpustakaan Nasional bisa mencapai level 3 atau terdefinisi. Artinya praktik pengendalian yang sudah terdokumentasi dengan baik,” ujarnya.

Penilaian maturitas SPIP dilakukan oleh sejumlah tim yang terbagi ke dalam beberapa peran, yakni peran asesor, power asesor, counter part dan responden survai persepsi. Sampel yang diperlukan untuk penilaian maturitas SPIP minimal berjumlah 40 orang. Responden tersebut bisa pejabat struktural dan pegawai non struktural yang mewakili tiap unit kerja di eselon III.

Pengisian kuesioner dijamin kerahasiaannya. Semua responden bebas menyatakan persepsinya. Asesor pun tidak dapat melihat jawaban dari tiap responden. Hanya memantau apakah responden telah menyelesaikan pengisian atau belum. Hasil penilaian mandiri dalam aplikasi merupakan nilai maturitas SPIP yang diperoleh setiap kementerian/lembaga dan masing-

masing unit kerja.

Peningkatan komitmen implementasi dan dokumentasi SPIP sistem (level 3) meliputi kemampuan:

1. Melaksanakan kebijakan dan SOP secara konsisten di semua tingkatan organisasi setelah terlebih dahulu mensosialisasikannya

2. Mendokumentasikan pengendalian intern secara rapi, terstruktur, rutin, dan konsisten

3. Mengalokasikan sumber daya yang memadai untuk penyelenggaraan SPIP, serta mengalokasikan anggaran untuk pelatihan dan alat (tools) pengendalian intern

4. Melakukan pelatihan SPIP untuk mengembangkan keahlian/pengetahuan pegawai

5. Memberikan kesempatan kepada staf untuk mengikuti kursus, konferensi, seminar, lokakarya, terkait dengan SPIP

6. Meningkatkan kesadaran manajeman di semua tingkatan tentang perlunya pengendalian intern sebagai bagian integral dari pelaksanaan kegiatan

7. Mendorong manajemen untuk melakukan evaluasi atas efektifitas pengendalian secara periodik

Reportase : Hartoyo Darmawan

Volume XXIIINo. 2 2018

SPIP

Page 16: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

13

Roadshow Perpusnas di Blitar

Blitar, Jawa Timur – Yah, kebiasan membaca memang harus dimulai sejak dini. Penegasan ini berulang kali disampaikan Pustakawan Utama Perpustakaan Nasional Dedi Junaedi saat menjadi narasumber talk show di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perpustakaan Proklamator Bung Karno di Blitar, Kamis, (19/4).

s o r o t a n

sumber foto : http://www.globalsumut.com/

http://disperpusip.sumutprov.go.id/

masyarakat dan pustakawan perlu belajar dari Bung Karno

Volume XXIIINo. 2 2018

Page 17: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

14

Talk show yang bertemakan 'Mewujudkan Indonesia Cerdas Melalui Peningkatan Budaya Baca dan Indeks Literasi

Masyarakat' menghadirkan narasumber, antara lain Wakil Wali Kota Blitar Santoso, Kepala Dinas Pendidikan Kota Blitar Mokhamad Sidik, Kepala UPT Perpustakaan Proklamator Bung Karno Suyatno, dan novelis Eka Kurniawan.

“Namun, untuk membiasakan anak mau membaca perlu motivasi dan keteladanan dari para orang tua agar kebiasaan tersebut terus terjaga,” ujar Dedi Junaedi. Hal yang sama juga mesti dilakukan oleh satuan pendidikan dengan melibatkan perpustakaan pada tugas-tugas yang diberikan sekolah. Sedangkan, pada tataran bermasyarakat bisa dilakukan dengan memperbanyak taman baca masyarakat.

Masyarakat perlu meniru kebisaan dari salah satu founding father Indonesia, Soekarno, yang punya semangat baca yang tinggi. Wakil Wali Kota Blitar Santoso mengatakan masyarakat dan pustakawan perlu belajar dari Bung Karno. “Banyak pemikiran Bung Karno yang mengilhami tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara,” ujarnya.

Khusus kepada UPT Perpustakaan Proklamator Bung Karno, Santoso meminta segala jenis koleksi Bung Karno dapat diakses kapan saja, oleh siapa saja, dan dimana saja. Teknologi

sudah memudahkan itu semua. "Saya yakin kalau masyarakat mengkaji pemikiran Bung Karno, pembangunan dan kehidupan sosial di Kota Blitar menjadi lebih baik lagi," imbuh Santoso.

UPT Perpustakaan Proklamator Bung Karno menurut Suyatno saat ini telah melakukan sosialisasi hingga ke-20 daerah di seluruh Indonesia untuk mengenalkan Perpustakaan Proklamator Bung Karno serta menguatkan rasa nasionalisme melalui ketokohan Bung Karno.

Tidak hanya perpustakaan yang diminta untuk berperan dalam peningkatan literasi. Dinas pendidikan pun diminta untuk lebih aktif menggalakkan program penguatan literasi masyarakat. Kepala Dinas Pendidikan Kota Blitar Mokhamad Sidik menyampaikan bahwa salah upaya yang dilakukannya untuk meningkatkan literasi di masyarakat, yakni melibatkan orang tua dalam membaca dongeng untuk anak-anaknya. "Kami juga ajak para guru dan peserta didik mengunjungi Perpustakaan Bung Karno untuk melihat dan mempelajari koleksi yang ada," ujar Sidik.

Literasi bukan sekedar mampu baca-tulis saja tapi juga mampu untuk memahami segala maksud yang tersurat maupun yang tersirat dalam suatu informasi atau ilmu pengetahuan.

Hal yang sama diutarakan novelis Eka Kurniawan terkait literasi. Menurut Eka, literasi bisa tumbuh jika seseorang konsisten beraktivitas baca dan tulis. Memang tidak semua orang memiliki kemampuan menulis meski ia adalah seorang pembaca. "Tapi, syarat mutlak untuk bisa menjadi penulis yang baik, ya dengan sering membaca," imbuh Eka.

Eka adalah alumnus Filsafat Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Pada tahun 2015, Eka mendapatkan penghargaan Global Thinker dari Jurnal Foreign Policy. Novel pertamanya yang berjudul 'Cantik itu Luka' meraih banyak perhatian dari pemerhati sastra di Indonesia dan telah dialihbahasakan ke dalam beberapa bahasa internasional. Novel keduanya yang berjudul 'Lelaki Harimau' terpilih menjadi salah satu nominasi "The Man Booker International Prize" pada tahun 2016.

Roadshow merupakan salah satu bentuk sosialisasi yang amat penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa perpustakaan adalah salah satu komponen dalam membentuk peradaban suatu bangsa. Esensi pembudayaan kegemaran membaca adalah untuk meningkatkan kompetensi masyarakat demi mencapai kesejahteraan.

Reportase : Arwan Subakti

Volume XXIIINo. 2 2018

Page 18: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

15

Medan Merdeka Selatan, Jakarta—Tabuhan gendang oleh Pelaksana Tugas (Plt). Sekretaris Utama Perpustakaan Nasional Ofy Sofiana didampingi Deputi

Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Woro Titi Haryanti dan Kepala Pusat Jasa dan Informasi Titik Kismiyati menandai dibukanya pameran HUT ke-38

Perpustakaan Nasional, Perpusnas Expo 2018, di Gedung Layanan Perpustakaan Nasional Jalan Merdeka Selatan No.11, Jakarta Pusat, Senin, (7/5).

Pustakawan Bergerak Tebar Virus Literasi

sumber foto : http://www.harnas.co/

Perpusnas Expo 2018

Volume XXIIINo. 2 2018

w a r t ak h u s u s

Page 19: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

16

Pada sambutan pembukaan, Plt. Sekretaris Utama Ofy Sofiana mengatakan di usia yang ke-38 tahun, perpustakaan jika

diibaratkan sebagai manusia sudah tumbuh menjadi lebih dewasa dan matang. Tidak lagi berkutat melayani pada pelayanan yang konvensional tapi juga harus ditambah dengan kompetensi di bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

“Ketergantungan pemustaka kepada layanan perpustakaan berbasis teknologi informasi sudah menjadi fenomena karena mereka cenderung lebih senang membaca informasi yang dapat mudah dibawa atau disimpan dalam ponsel,” imbuh Ofy Sofiana.

Perkembangan dan peradaban jaman yang berubah secara cepat menuntut seorang pustakawan juga harus bergerak beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. 'Pustakawan Bergerak' harus dimaknai sebagai kedinamisan, tidak diam, dan giat dalam bidang perpustakaan dan kepustakawanan.

“Mindset pustakawan harus berubah. Harus berpikir keras lagi bagaimana membangun cara-cara baru dalam

mengembangkan kompetensinya dengan berbagai terobosan sehingga pelayanan perpustakaan dapat terus berlangsung dan berkembang,” tambah Ofy Sofiana yang juga menjabat sebagai Deputi Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi.

Mengambil tema “Pustakawan Bergerak Menebar Virus Literasi”, penyelenggaraan Perpusnas Expo 2018 merupakan salah satu cara perpustakaan untuk mendekatkan diri dengan masyarakat. Literasi dibutuhkan agar masyarakat tidak mudah terhasut dengan informasi yang menyesatkan (hoax). Jika masyarakat memiliki literasi informasi, maka sejatinya masyarakat telah mengerti, menyadari, memahami, dan menggunakan bacaan dan sumber informasi secara tepat.

Perpusnas Expo 2018 disemarakkan ragam kegiatan edutainment, seperti peluncuran buku, dialog/bedah buku, pemutaran film-film nasional, story telling, workshop dan diskusi film, library tour, bimbingan pemustaka, lomba mewarnai dan menggambar, pelatihan blog klub buku, pengenalan dunia tata surya (mobile planetarium),

pertunjukkan resital piano bersama pianis tuna netra Ade Irawan, pertunjukkan musik tradisional, diskusi musik, pameran perpustakaan, bazaar buku, kuliner, serta hiburan musik.

Perpusnas Expo 2018 diramaikan tidak kurang dari 70 stand perpustakaan dari MPR-RI, DPR-RI, Sekretariat Negara, Bank Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan, Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhannas), Mahmakah Agung, Badan Ekonomi Kreatif, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kesehatan, Dinas Perpustakaan Kabupaten Waropen, Kota Makassar, Kabupaten Toli-Toli, Kota Pangkalpinang, Kota Yogyakarta, DKI Jakarta, penerbit Gramedia, Erlangga, Tiga Serangkai, Diva Press, batik, serta aneka kuliner nusantara.

Perpusnas Expo 2018 berlangsung selama sepekan, dari tanggal 7 - 14 Mei dan bertempat di Gedung Layanan Perpustakaan Nasional di Jalan Merdeka Selatan No.11 Jakarta Pusat.

Reportase : Hartoyo Darmawan

Volume XXIIINo. 2 2018

Page 20: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

17

Medan Merdeka Selatan, Jakarta – Kota Den Haag di tahun 1928 menjadi saksi sejarah penting dalam kehidupan Sang Proklamator Mohammad Hatta. Kala itu, Mohammad Hatta dituduh melakukan tindakan subversif terhadap pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Pengadilan internasional di Den Haag, Belanda, menjadi saksi atas pembelaan (pledoi) dari Mohammad Hatta. Semua momen yang terungkap pada masa itu ditulis jelas oleh Sang Dwi Tunggal dalam bukunya 'Indonesia Merdeka' atau Indonesie Vrij.

Kisah Hatta BerpolitikMelawan Kolonial

Bedah Buku 'Indonesia Merdeka'

Volume XXIIINo. 2 2018

w a r t ak h u s u s

Page 21: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

182818

Meutia Hatta, putri sang proklamator, mengatakan, bagaimana ayahnya memiliki prinsip keberanian,

teguh, dan jujur. “Karakter seorang Hatta yang dominan terlihat,” imbuhnya saat menjadi salah satu narasumber bedah buku 'Indonesie Vrij' karya Mohammad Hatta di ruang Teater Perpustakaan Nasional di Jalan Medan Merdeka Selatan No. 11, Selasa, (8/5).

Ketika itu, Mohammad Hatta yang masih berstatus mahasiswa bersama rekan-rekan seperjuangan ditangkap dan diadili karena melakukan aktifitas politik. Mohammad Hatta melihat perlakuan pemerintahan kolonial Hindia Belanda tidak adil. Banyak rakyat yang ternista dan menderita. Ketidakadilan yang dilihat dan dirasakan Hatta tampak ketika anak-anak Belanda dengan mudah menerima pekerjaan setelah selesai dari pendidikannya, tapi tidak berlaku sama terhadap rakyat Indonesia.

“Membaca kembali 'Indonesia Merdeka' memberikan manfaat dalam merefleksikan diri tentang bagaimana keadaan kita saat ini sebagai bangsa dan negara,” ungkap Meutia Hatta.

Senada dengan yang disampaikan Meutia Hatta, sejarawan dari Universitas Negeri Padang Mestika Zed mengatakan bahwa pemerintah saat ini harus kembali kepada akar sejarah negara Indonesia didirikan, yakni untuk untuk melindungi rakyat dan bukan membiarkannya. Negara hadir untuk mensejahterakan rakyat dan bukan mengambil dari rakyat. Negara ada untuk mencerdaskan kehidupan rakyat dan bukan membodohi rakyat, serta ikut bertanggung jawab terhadap urusan internasional.

Buku Indonesia Merdeka penting untuk dibaca, diketahui dan dimaknai kandungannya sebagai kompas (arah) kemana tujuan Indonesia didirikan. Mestika Zed berpendapat saat ini mayoritas pemimpin tidak lagi memikirkan urusan merdeka atau tidak merdeka.

“Yang penting cari selamat sendiri-sendiri,” ujar Mestika.

Mestika Zed menanyakan apakah pemimpin bangsa saat ini telah menjalankan amanah konstitusi seperti yang diperjuangkan oleh para pendiri bangsa? Zed menyerahkan rakyat yang menjadi saksi sejarah saat ini. Zed menambahkan apabila masyarakat Indonesia sadar dan paham akar sejarahnya maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang

berdaulat yang bebas dari belenggu kolonialisme modern.

Bedah buku 'Indonesia Merdeka' merupakan bagian dari rangkaian acara Perpusnas Expo yang diselenggarakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perpustakaan Proklamator Bung Hatta dalam memeriahkan HUT ke-38 Perpustakaan Nasional.

Reportase : Hartoyo Darmawan

Volume XXIIINo. 2 2018

Page 22: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

19

Cerita Kekaguman Bung Karno Pada Sang PengasuhMedan Merdeka Selatan, Jakarta – Sarinah, dikenal sejarah sebagai nama seorang wanita yang mengasuh dan membesarkan Soekarno. Sarinah adalah sosok perempuan paruh baya yang mengisi hidup Soekarno di masa kecil. Ia menjadi bagian dari keluarga Soekarno. Sarinah tinggal dan bekerja di rumah keluarga Bung Karno. Sarinah pula yang mengajarkan Sukarno menjadi manusia yang mengerti arti penting rakyat. Kekaguman Sang Proklamator terhadap sang pengasuhnya dengan segala momen kebersamaannya dalam sebuah buku dengan judul yang sama, Sarinah.

Bedah Buku 'Sarinah'

Buku “Sarinah” karya Bung Karno memiliki makna mendalam tentang pemikiran Sang Putra Fajar terhadap

peran besar kaum wanita. Pemberian judul “Sarinah” bukan hanya sekadar bentuk ucapan terima kasih Bung

Karno kepada pengasuhnya di kala kecil melainkan juga sebagai penghormatan tinggi Bung Karno kepada sosok Sarinah yang diakuinya sebagai pribadi yang mengajarkan sang proklamator untuk mencintai kaum kecil.

Sarinah mengajari Soekarno kecil untuk selalu mencintai ibunda. Setelah itu, cintailah rakyat jelata. Soekarno diajari untuk mencintai manusia pada umumnya. Kalimat itu sering dilontarkan Sarinah setiap pagi sembari menyuapkan makanan

Volume XXIIINo. 2 2018

w a r t ak h u s u s

Page 23: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

20

“Melalui buku ini, masyarakat dapat memahami jalan pikiran Bung Karno yang dialektis dan progresif radikal revolusioner. Buku 'Sarinah' adalah hasil perenungan Soekarno dalam melawan kolonialisme serta pemikirannya dalam perspektif filsafat ilmu,” ujar dosen pascasarjana Universitas Indonesia Hardjono pada bedah buku “Sarinah” yang diselenggarakan UPT Perpustaaan Proklamator Bung Karno di Ruang Teater Perpustakaan Nasional di Jalan Medan Merdeka Selatan No. 11, Jakarta, Rabu (9/5). Bedah buku 'Sarinah' merupakan salah satu kegiatan dalam rangka HUT ke-38 Perpustakaan Nasional yang jatuh pada setiap tanggal 17 Mei

Menurut Hardjono, untuk dapat memahami buku 'Sarinah' diperlukan tiga hal. “Tiga syarat ini harus dipenuhi untuk mendapatkan pemahaman substansi materil yang

tertuang dalam buku tersebut,” jelasnya.

Dalam buku 'Sarinah', Bung Karno menggambarkan peranan wanita secara luas dalam masa perjuangan kemerdekaan Indonesia yang tidak bisa dikesampingkan. “Soekarno berkeyakinan bahwa peran wanita sangat dibutuhkan untuk berdampingan dengan kaum pria, membagi peran antara pekerjaan di rumah tangga dan aktivitas kemasyarakatan dalam bingkai gerakan revolusi. Bung Karno mengatakan bahwa revolusi akan gagal tanpa keterlibatan kaum wanita yang revolusioner,” urai Hardjono.

Sementara itu, pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Al-Kamal, Jakarta, KGPH Soeryo Soedibyo Mangkoehadiningrat mengatakan melalui buku 'Sarinah', tergambar jelas bahwa Bung Karno sudah melihat kontribusi wanita dalam berjuang meraih kemerdekaan. “Jauh-jauh hari sebelum proklamasi kemerdekaan diucapkan, Bung Karno sudah menyadari bahwa peranan wanita dalam perjuangan tersebut tidak bisa dikesampingkan,” jelasnya.

Menurut Soeryo, buku 'Sarinah' memiliki dimensi luas karena mampu

membaca situasi kondisi bangsa saat ini. Dalam buku tersebut, Bung Karno menuliskan agar tidak ada lagi eksploitasi manusia oleh manusia maupun negara, terutama terhadap wanita.

Republik Indonesia harus kita anggap sebagai modal untuk meneruskan perjuangan bersama yang belum usai. Mengejar cita-cita kebangsaan, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia. “Bung Karno menyampaikan curahan isi hatinya dalam buku tersebut, peliharalah modal ini, belalah modal ini, dan pertahankanlah modal ini,” jelasnya.

Dalam sambutannya, Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando mengapresiasi bedah buku mengenai Sarinah yang dilakukan di perpustakaan. Menurutnya, perpustakan berfungsi menjadi tempat untuk memperdalam ilmu pengetahuan berdiskusi, dan menghasilkan karya ilmiah. “Kita berharap dengan bedah buku ini semakin menguatkan jati diri perempuan dan eksistensi Perpustakaan Nasional. Dan menggali potensi setiap individu,” pungkasnya.

Reportase : Hanna Meinita

Volume XXIIINo. 2 2018

Page 24: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

21

Berbagai survei minat baca dan tingkat literasi atas masyarakat Indonesia menemukan bahwa Indonesia berada pada tingkat yang rendah dan termasuk pada urutan bawah jika dibandingkan dengan negara lain. Misalnya, survei yang dilakukan Organisation for

Economic Co-operation and Development (OECD) melalui Programme for International Students Assessment (PISA) pada tahun 2015 menyebutkan kemampuan membaca pelajar Indonesia yang berumur 15 tahun berada pada posisi 61 dari 69 negara. Survei lain dilakukan Central Connecticut State University melalui The World's Most Literate Nations (WMLN) menyebutkan capaian dan perilaku literasi bangsa Indonesia berada pada posisi 60 dari 61 negara.

Hasil survei tersebut terjadi bukan karena sepenuhnya budaya baca masyarakat Indonesia yang rendah. Hal ini dinyatakan Kepala Perpustakaan Nasional, M. Syarif Bando, berulangkali dalam berbagai kesempatan. Hasil survei tersebut terjadi lebih karena jurang yang sangat lebar antara ketersediaan perpustakaan dengan jumlah masyarakat Indonesia. Tingkat ketersediaan perpustakaan hanya berjumlah 20%. Hasil survei tersebut terjadi lebih karena jurang yang juga sangat lebar antara ketersediaan buku yang ada di perpustakaan dengan jumlah masyarakat Indonesia. Misalnya, rasio koleksi untuk perpustakaan sekolah menengah di Indonesia hanya sebesar 31,63%.

Perpustakaan SMAN 1 Suboh, Situbondo, Jawa Timur mempunyai asumsi bahwa siswa SMAN 1 Suboh sebenarnya mempunyai minat baca yang tinggi. Hanya saja keadaan lingkungan di sekitar siswa SMAN 1 Suboh yang mempunyai kekurangan dalam hal ketersediaan perpustakaan dan rasio

Pandangan Pertama di Perpustakaan SMAN 1 Suboh,

Situbondo, Jawa Timur

po i n ipo i n i

Oleh: Qonita Fitra Yuni , Arief Wicaksono1 2

E-mail: [email protected], [email protected]

Kepala Perpustakaan SMAN 1 Suboh, Jawa Timur1

Pustakawan Ahli Muda Perpustakaan Nasional RI2

Volume XXIIINo. 2 2018

Page 25: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

22

koleksi yang kecil maka siswa SMAN 1 Suboh terlihat tidak membaca. Atas dasar itu, maka Perpustakaan SMAN 1 Suboh mengadakan kegiatan yang mungkin terlihat sepele, namun diyakini akan menghasilkan sesuatu yang besar, yaitu kegiatan Display Buku Fiksi.

Buku Fiksi = Buku Favorit

Perpustakaan sekolah adalah perpustakaan yang berada pada lembaga pendidikan dasar dan menegah yang merupakan bagian integral dari sekolah sebagai pusat sumber belajar mengajar untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan sekolah (Hartono, 2016). Dalam rangka sebagai sumber belajar mengajar, perpustakaan sekolah perlu mengembangkan koleksi. Hartono (2016) menyebutkan salah satu koleksi perpustakaan sekolah adalah buku bacaan berupa buku fiksi. Buku fiksi adalah buku yang ditulis berdasarkan khayalan dan rekaan pengarang dalam bentuk cerita. Buku bacaan fiksi dapat memberikan nilai pendidikan dan hiburan.

Penjajaran koleksi perpustakaan perlu diperhatikan. Buku yang menjadi unggulan, termasuk buku baru yang menarik untuk dibaca dapat ditempatkan pada rak display khusus. Rak display khusus tersebut akan memudahkan pemustaka menemukan buku tersebut. Buku fiksi di perpustakaan sekolah umumnya menjadi buku yang sering dimanfaatkan oleh siswa. Keberadaan buku fiksi umumnya juga meningkatkan kunjungan siswa ke perpustakaan sekolah. Kedua hal ini ditemukan dalam berbagai penelitian.

Nita (2014) menyatakan buku fiksi merupakan jenis buku yang sering dipinjam siswa. Siswa SMAN 1 Kalasan ditemukan sebesar 44,6% peminjaman adalah buku fiksi. Shimabait (2014) menemukan pengaruh yang sifnifikan antara ketersediaan koleksi buku fiksi terhadap pemanfaatan perpustakaan. Tempat penelitian Shimabait tersebut di SMP Negeri 5 Yogyakarta. Penelitian lain dilakukan Hastoro dan Rumani (2016). Ditemukan ada pengaruh yang signfikan antara ketersediaan koleksi fiksi terhadap minat kunjung siswa di SMK Muhammadiyah Gamping. Minat kunjung siswa dipengaruhi oleh ketersediaan koleksi fiksi sebesar 41,5%.

Meskipun banyak penelitian yang menemukan keterpakaian koleksi buku fiksi yang tinggi di perpustakaan, namun ada perpustakaan yang justru sebaliknya. Ditemukan satu penelitian yang dilakukan Isnaini (2014), keterpakaian koleksi fiksi buruk karena pengguna masih kurang memaksimalkan koleksi fiksi yang ada di perpustakaan. Tempat penelitian Isnaini adalah Perpustakaan SMP Khadijah Surabaya. Meskipun kurang maksimal penggunaannya, ditemukan keterpakaian koleksi fiksi secara signifikan berpengaruh terhadap motivasi kunjungan siswa di perpustakaan SMP Khadijah. Isnaini tidak menyebutkan kenapa fenomena ini bisa terjadi.

Berdasarkan beberapa penelitian di atas, terlihat koleksi buku fiksi menjadi buku favorit yang dimanfaatkan oleh siswa, meskipun ditemukan adanya penelitian yang menemukan kurang maksimal penggunaan koleksi buku fiksi yang ada di perpustakaan. Penelitian yang dilakukan saat ini dapat mengisi ruang antara keterpakaian koleksi

buku fiksi dengan faktor letak koleksi buku fiksi.

Profil Perpustakaan Mardlatillah SMAN 1 Suboh

1. Sejarah Perpustakaan

Perpustakaan Mardlatillah SMA Negeri 1 Suboh (SMANIS) berkembang menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan, pengetahuan, dan teknologi informasi. Perpustakaan SMANIS pada mulanya hanya satu ruangan yang berisi koleksi buku dan kurang terpelihara dengan baik, meskipun dapat digunakan oleh murid dan guru. Bimbingan dari Dinas Perpustakaan dan Arsip Kabupaten Situbondo menjadikan perpustakaan SMANIS tidak hanya sebuah ruang yang penuh dengan buku akan tetapi menjadi pusat media, pusat belajar, pusat sumber pendidikan, maupun pusat informasi yang disertai dengan manajemen perpustakaan.

Perpustakaan Mardlatillah berdiri sejak SMAN 1 Suboh didirikan, yakni pada tahun 1983. Awalnya perpustakaan ini adalah sebuah ruangan kelas, namun seiring kemajuan pembangunan SMANIS, Perpustakaan Mardlatillah mempunyai ruangan tersendiri, yaitu ruang khusus untuk perpustakaan. SK pendirian Perpustakaan Mardlatillah tersebut ditandatangani oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Situbondo saat itu, Fathorrachman, pada tahun 2011 dengan nomor 422/6479/43/212.3/2011.

Pembangunan gedung SMANIS berasal dari dana Block Grant Bansos tahun 2011 tanggal 31 Oktober 2011. Dengan berdirinya Perpustakaan SMAN 1 Suboh, maka kepengurusan pun dibentuk kembali. Pada tahun 2013, Perpustakaan Mardlatillah membentuk beberapa komunitas baca sebagai hasil dari aktivitas membaca di perpustakaan sekolah.

2. Visi dan Misi Perpustakaan

Bagi pengelola perpustakaan yang terdiri dari guru dan pustakawan, kegiatan manajemen merupakan peran serta perpustakaan dalam pendidikan di sekolah. Perpustakaan harus mampu mendukung kurikulum dan program sekolah. Oleh karena itu, Perpustakaan SMANIS mulai menyelaraskan kinerjanya dengan visi sekolah, yaitu SMANIS SALING BERTAQTIKDAYA. Berdasarkan visi sekolah tersebut dibuat visi Perpustakaan Mardlatillah, yaitu mewujudkan sekolah sebagai sumber belajar yang menyenangkan bagi siswa dan warga sekolah. Misi Perpustakaan Mardlatillah adalah (1) menumbuhkembangkan minat baca warga sekolah, (2) meningkatkan kunjungan warga sekolah ke perpustakaan sekolah, (3) mengupayakan penambahan koleksi perpustakaan, (4) memfasilitasi siswa akan literatur yang berwawasan nasional, (5) menyediakan akses informasi melalui teknologi ruang audio visual internet (IT).

Perpustakaan Mardlatillah telah memiliki struktur organisasi dan deskripsi tugas. Setiap pegawai perpustakaan mempunyai tugas masing-masing yang tertulis pada pembagian tugas harian. Pembagian tugas harian didasarkan pada SK Kepala Sekolah SMAN 1 Suboh tentang Tugas Tambahan Guru dan Petugas Perpustakaan. Seluruh hasil tugas dilaporkan kepada kepala perpustakaan

Volume XXIIINo. 2 2018

Page 26: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

23

dalam sebuah laporan kegiatan bulanan yang tersusun rapi. Program kerja perpustakaan Mardlatillah bersifat tahunan dan umumnya mempunyai 11 kegiatan. Kegiatan tersebut adalah checking, pengolahan koleksi perpustakaan yang terdiri dari pengadaan buku, inventarisasi, pengatalogan, pembuatan kartu, pelayanan yang bersifat terbuka dan tertutup, penyiangan, book fair, pembinaan dan pengembangan perpustakaan, lomba resensi, penyusunan RAPBS perpustakaan, dan pelatihan perpustakaan.

3. Ruang dan Koleksi Perpustakaan

Luas ruang Perpustakaan Mardlatillah adalah 16 x 9 m persegi. Luas tanah perpustakaan Mardlatillah 20 x 12 m persegi. Gedung Perpustakaan Mardlatillah terletak di pusat pembelajaran dan berkapasitas tidak kurang dari 10.000 eksemplar buku. Ruang Perpustakaan Mardlatillah terdiri atas ruang baca, ruang kepala perpustakaan, ruang sirkulasi, ruang administrasi, ruang audio visual, ruang/area display buku baru, ruang penyimpanan tas, gudang, dan dua kamar mandi. Unsur 5K (kebersihan, kerapihan, kesegaran, ketenangan, dan keamanan) terpenuhi sehingga kegiatan peserta didik di dalamnya terasa nyaman. Kegiatan peserta didik yang menonjol adalah kegiatan pembelajaran bersama guru, menonton video atau film, dan membaca buku di perpustakaan.

Jumlah keseluruhan koleksi yang dimiliki adalah 1430 judul terdiri dari 19.743 eksemplar. Prosentase koleksi nonfiksi dari keseluruhan adalan 20%. Jumlah majalah yang dilanggan adalah dua judul, Alkisah dan Hidayatullah berjumlah dua eksemplar/tahun. Jumlah surat kabar yang dianggan adalah Jawa Pos. Peta yang dimiliki adalah lima judul, dua peta dunia, peta Indonesia, peta Jawa Timur, dan peta Kab. Situbondo, serta satu globe. Koleksi audio visual yang dimiliki adalah 20 judul kaset (40 eksemplar), 30 judul CD Room (60 eksemplar), 40 judul film (40 eksemplar).

Koleksi rujukan yang dimiiki adalah 150 judul (350 eksemplar), buku daerah 10 judul (25 eksemplar), lukisan 4 judul (4 eksemplar), kliping 95 judul (95 eksemplar). Penambahan koleksi tahun 2011 adalah judul (210 eksemplar), tahun 2012 berjumlah 90 judul (270 eksemplar), tahun 2013 120 judul (360 eksemplar), dan tahun 2014 berjumlah 180 judul (8174 eksemplar). Alat seleksi bahan pustaka yang digunakan adalah katalog penerbit. Pengolahan bahan pustaka secara manual dan terotomasi. Perpustakaan melakukan kegiatan perbaikan jika dirasa perlu namun perpustakaan tidak melakukan kegiatan alih media (reproduksi) bahan pustaka. Adapun sumber koleksi didapatkan dari pembelian, hadiah, dan titipan.

4. Sumber Daya Manusia Perpustakaan Mardlatillah

Jumlah keseluruhan Sumber Daya Manusia (SDM) perpustakaan Mardlatillah berjumlah empat orang. Ada yang berijazah diploma, sarjana, dan magister.

Demi menambah kebutuhan SDM, perpustakaan mengadakan kegiatan Duta Pustaka. Kegiatan ini adalah kegiatan yang pelaksanaannya melibatkan tiga siswa pilihan

yang siap mensukseskan budaya membaca. Duta Pustaka beranggotakan tiga siswa pilihan memiliki kriteria ketekunan dan keuletan mengajak teman-temannya untuk menyukai perpustakaan sebagai tempat meminjam dan membaca buku. Duta Pustaka bertujuan agar para siswa memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap apresiatif terhadap perpustakaan sekolah.

Gagasan ini terinspirasi dari beberapa sekolah dimana siswa ikut membantu pelayanan peminjaman dan pengembalian buku yang dikerjakan oleh siswa dengan model piket terjadwal. Lewat inspirasi tersebut dikembangkan fungsi dari petugas piket menjadi identitas baru dengan sebutan yang lebih akrab, yaitu Duta Pustaka. Duta Pustaka dapat dikembangkan secara lebih luas daya guna dan fungsinya serta memberikan efek kebanggaan serta citra unggulan untuk promosi siswa yang lain untuk minat baca. Duta Pustaka berfungsi menjadi simbol inspirator bagi siswa lain agar melirik perpustakaan hingga menjadikan perpustakaan tempat alternatif yang nyaman untuk mengembangkan literasi.

5. Layanan Perpustakaan

Layanan operasioanl Perpustakaan Mardlatillah buka dari jam 07.00 - 15.30 WIB. Sistem peminjaman dilakukan secara manual dan terotomasi. Otomasi perpustakaan yang digunakan adalah InlisLite yang dikembangkan Perpustakaan Nasional. Rata-rata jumlah buku yang dipinjam perbulan adalah 629 judul (910 eksemplar). Jumlah peminjam buku tiga bulan terakhir adalah 1.887 orang. Jumlah pengunjung tiga bulan terakhir adalah 2.829 orang (1354 laki-laki, dan 1475 perempuan). Sedangkan jumlah anggota perpustakaan sekolah 3 bulan terakhir adalah 777 orang dan jumlah anggota permintaan informasi yang dilayani oleh bagian referensi/informasi di tiga bulan terakhir adalah 25 permintaan.

Pandangan Pertama di Perpustakaan

Perpustakaan Mardlatillah menciptakan strategi yang diharapkan menarik minat kunjung dan baca di perpustakaan. Selain menarik minat kunjung dan baca, display buku fiksi baru diharapkan mampu mengefektifkan layanan perpustakaan, menarik banyak pengunjung yang bertanya tentang koleksi baru.

Melalui display buku fiksi baru diharapkan pengunjung memperoleh informasi tentang buku fiksi yang baru pada pandangan pertama. Rak display buku fiksi baru diletakkan di depan pintu perpustakaan, di samping komputer absensi kunjungan ke perpustakaan. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pengunjung melihat buku atau koleksi fiksi baru yang dimiliki perpustakaan. Hadirnya rak display buku baru diharapkan mampu memaksimalkan penggunaan serta pemanfaatan koleksi perpustakaan sekolah khususnya koleksi fiksi baru. Selain itu, pengunjung diharapkan terpancing untuk bertanya tentang koleksi baru kepada pegawai perpustakaan.

Volume XXIIINo. 2 2018

Page 27: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

24

Survei dilakukan dalam rangka mengetahui pendapat siswa dan guru atas kegiatan display buku fiksi baru. Ditemukan bahwa sebagian besar siswa (90%) dan sebagian guru (67%) mengetahui keberadaan rak display buku fiksi baru. Seluruh siswa dan guru yang menyatakan mengetahui keberadaan rak display buku fiksi baru mengaku telah menggunakan rak display buku fiksi baru ketika berkunjung ke perpustakaan.

Mereka berpendapat bahwa dengan adanya rak display buku fiksi baru sangat membantu mereka menemukan buku fiksi baru di perpustakaan. Sebelum ada rak display tersebut, mereka menggunakan katalog online perpustakaan untuk menemukan buku fiksi. Rak display buku fiksi tersebut mempercepat informasi koleksi buku fiksi baru sampai di mata siswa dan guru untuk menemukan buku fiksi baru. Bahkan display buku fiksi baru mendorong siswa dan guru untuk menanyakan lebih lanjut kepada perpustakaan tentang buku fiksi baru lainnya.

Data bahwa buku fiksi laris manis dilahap oleh para siswa maupun guru dapat menjadi penguat pendapat bahwa tingkat literasi masyarakat Indonesia yang rendah disebabkan bukan karena minat baca yang rendah, namun karena tingkat ketersediaan buku di perpustakaan yang sangat jauh dengan jumlah masyarakat yang dilayani perpustakaan tersebut. Display buku fiksi menjadi faktor yang mendorong pemanfaatan buku fiksi dan kunjungan di perpustakaan.

Penutup

Pandangan pertama menjadi awal ketertarikan seseorang atas sesuatu. Rak display buku fiksi baru menjadi pandangan

pertama yang akan membuat siswa dan guru berkunjung ke perpustakaan dan memanfaatkan buku fiksi di perpustakaan. Berbagai buku manajemen perpustakaan menyebutkan perlunya display atas buku baru untuk mengundang pemanfaatan terhadap buku yang didisplay. Tulisan ini kembali menguatkan atas “kesepakatan” tersebut. Perpustakaan sudah seharusnya memberikan pandangan pertama yang mengesankan. Selanjutnya? Harus lebih mengesankan.

Daftar Pustaka

Central Connecticut State University. 2016. World's Most Literate Nations Ranked. Diunduh tanggal 12 Maret 2018 dari https://webcapp.ccsu.edu/?news=1767&data.

Hartono. 2016. Manajemen Perpustakaan Sekolah: Menuju Perpustakaan Modern & Profesional. Yogyakarta: Ar Ruzz Media.

Hastoro, B.W. & Rumani, S. 2016. Pengaruh Ketersediaan Koleksi Buku Fiksi terhadap Minat Kunjung Siswa di Perpustakaan SMK Muhammadiyah Gamping Yogyakarta. Berkala Ilmu Perpustakaan dan Informasi, XII (1): 16-24.

Isnaini, N.A. 2014. Keterpakaian Koleksi Fiksi dan Motivasi Kunjungan Siswa di Perpustakaan SMP Khadijah Surabaya. Libri-Net, 3(3).

Nita, H.C. 2014. Pemanfaatan Koleksi Buku Perpustakaan Sekolah oleh Siswa di SMA Negeri 1 Kalasan Kecamatan Kalasan. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta. Diunduh tanggal 12 Maret 2018 dari http://eprints.uny.ac.id/16642/1/Hesti%20Chandra%20Nita.pdf.

Organisation for Economic Co-operation and Development. 2016. Indonesia: Country Note Result from PISA 2015. Diunduh tanggal 12 Maret 2018 dari https://www.oecd.org/pisa/PISA-2015-Indonesia.pdf.

Perpustakaan Nasional RI. 2017. Paparan Kepala Perpustakaan Nasional pada Pertemuan dengan Bappenas, Senin, 23 Januari 2017. Diunduh tanggal 12 Maret 2018 dari http://kelembagaan.perpusnas.go.id/Digital_Docs/pdf/about_us/official_archives/public/normal/Paparan%20Kaperpusnas%20pada%20pertemuan%20dengan%20Bappenas.pdf.

Rahmawati, A.N. 2014. Minat Baca dalam Pemanfaatan Bahan Pustaka di Perpustakaan SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta. Shimabait, H. 2014. Pengaruh Ketersediaan Koleksi Fiksi terhadap Pemanfaatan Perpustakaan oleh Siswa di SMP Negeri 5 Yogyakarta. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.

Volume XXIIINo. 2 2018

Page 28: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

25

po i n ipo i n i

STOCK OPNAME BAHAN PERPUSTAKAAN

DI PERPUSTAKAANOleh : Emyati Tangke Lembang(Pustakawan Madya di Bidang Akuisisi Perpustakaan Nasional RI)

eradaban manusia berjalan amat cepat sehingga

Pmemerlukan informasi agar tidak tertinggal. Perpustakaan sebagai penyedia informasi harus dapat memberikan layanan yang dapat memudahkan

pemustaka mengakses informasi secara cepat, tepat, dan akurat.

Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan

pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi pemustaka.

Pengembangan koleksi perpustakaan harus didasarkan kepada profil koleksi dan kebutuhan pemustaka. Profil koleksi perpustakaan bisa diperoleh melalui pengumpulan data maupun jumlah koleksi bahan perpustakaan menurut subjek yang sesuai cakupan perpustakaan. Lalu, Apakah koleksi masih sesuai dengan catatan yang dimiliki perpustakaan.

Volume XXIIINo. 2 2018

Page 29: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

26

Pengertian Stock Opname

Menurut Sulistyo Basuki (1991:235), stock opname adalah pemeriksaan fisik terhadap buku yang tercatat milik perpustakaan. Sebelum melakukan kegiatan ini perlu dipertimbangkan terlebih dahulu pelayanan apa yang dibutukan dan kapan waktu yang tepat untuk melakukan kegiatan stock opname agar tidak menganggu pelayanan perpustakaan kepada pemustaka.

Stock opname merupakan bentuk kegiatan untuk melakukan penghitungan ulang koleksi perpustakaan yang bertujuan untuk mengetahui jumlah riil koleksi perpustakaan. Dengan demikian, setelah stock opname akan diketahui jumlah koleksi, baik yang masih tersimpan atau yang sudah tidak diketahui fisiknya. Sasaran stock opname ditentukan dua hal, yaitu menyeluruh atau sebagian. Secara pengertian sederhana, stock opname bahan perpustakaan adalah aktivitas penghitungan kembali koleksi dokumen yang dimiliki perpustakaan secara keseluruhan. Stock opname dilakukan dua sampai tiga tahun sekali.

Tujuan stock Opname menurut Yulia Yuyu (2010) adalah:

1. Mengetahui keadaan koleksi bahan perpustakaan yang ada di perpustakaan

2. Mengetahui jumlah buku (judul/eksemplar) koleksi bahan perpustakaan menurut golongan klasifikasi dengan tepat

3. Menyediakan jajaran katalog yang tersusun rapi yang menandakan kondisi koleksi bahan perpustakaan

4. Untuk mengetahui dengan tepat bahan pustaka yang tidak ada katalognya

5. Untuk mengetahui bahan perpustakaan yang dinyatakan hilang

6. Untuk mengetahui dengan tepat kondisi bahan perpustakaan, apakah dalam keadaan rusak atau tidak lengkap.

Keuntungan stock opname:

1. Dapat disusun dari daftar bahan perpustakaan yang disiangi karena sudah tidak sesuai dengan subjek, tahun, kondisi bahan perpustakaan dan susunan bahan perpustakaan yang mutakhir

2. Mengetahui bahan perpustakaan yang banyak diminati pemustaka

3. Mengetahui tingkat hilangnya bahan perpustakaan di perpustakaan

4. Dapat diperoleh susunan bahan perpustakaan yang rapi dan baik

5. Mudah membersihkan bahan perpustakaan dari debu dan kotoran lain.

Kerugian stock opname :

1. Mengurangi kenyamanan pemustaka karena saat kegiatan stock opname semua buku yang dipinjam harus dikembalikan

2. Selama stock opname, biasanya perpustakaan tutup atau tidak melayani bentuk layanan apapun

3. Stock opname memerlukan biaya yang relatif mahal.

Cara Melakukan Stock Opname

Stock opname memiliki beberapa prosedur dan metode antara lain:

1. Daftar pengadaan (accession list)

Daftar pengadaan dicocokkan langsung dengan buku dalam rak. Diperlukan dua orang petugas, dimana seorang memeriksa buku satu persatu kemudian menyebutkan nomor induknya, dan petugas lainnya memeriksa dan memberi tanda pada daftar pengadaan

2. Buku invetaris melalui daftar register bahan pustaka.

Memberi tanda pada register untuk buku-buku yang sedang dipinjam, diperbaiki atau yang tak diketahui

3. Menghitung bahan pustaka.

Buku-buku dalam rak langsung dihitung dan ditambahkan dengan buku yang sedang dipinjam, dijilid, dan diperbaiki. Kemudian dikurangi dengan jumlah koleksi yang didasarkan pada buku induk. Selisih dari kedua angka merupakan jumlah buku yang diketahui atau hilang.

4. Jajaran katalog disusun berdasarkan nomor kelas (self list)

5. Kartu uji (check card)

Kartu uji ini menggunakan kartu katalog dimana tiap rak berisi buku yang diberi nomor atau simbol. Kemudian tiap buku dibuatkan satu kartu uji yang berisi nomor induk atau simbol lokasi. Kartu ini dibuat untuk buku-buku yang dipinjam, dijilid atau diperbaiki.

6. Bantuan Komputer

Metode ini membandingkan nomor-nomor induk yang ada di buku dalam jejeran rak dengan nomor induk buku yang terdaftar dalam buku induk. Perbandingan nomor induk dilakukan dengan bantuan computer, yaitu dengan lebih dulu memasukkan data-data nomor induk buku yang ada.

7. Stock opname berdasarkan contoh atau sampel

Volume XXIIINo. 2 2018

Page 30: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

27

Dengan menggunakan contoh atau sampel akan didapat angka laju kehilangan buku pertahun berdasarkan perhitungan rata-rata.

Menurut Sulistyo Basuki, stock opname juga dapat dilakukan melalui OPAC (Online Public Access Catalog ) yaitu sebagai berikut.

1. Mencetak daftar buku dari pangkalan data buku

2. Mencetak daftar buku-buku yang sedang dipinjam

3. Memeriksa koleksi yang sedang dipinjam, dijilid, diperbaiki, dan diberi tanda pada daftar buku

4. Memeriksa dan merapikan susunan buku di rak berdasarkan nomor kelas

5. Menentukan jatah pemeriksaan untuk tiap petugas

6. Membagi daftar buku sesuai jatah yang ditetapkan

7. Membawa daftar buku ke rak lalu mencocokkan daftar dengan koleksi di rak

8. Memberi tanda pada kolom yang ada untuk koleksi: tidak ditemukan, hilang, rusak atau tidak lengkap

9. Melengkapi daftar dengan buku yang belum tercatat dalam daftar

10. Menghitung jumlah buku untuk setiap golongan, baik judul maupun eksemplar.

Langkah-langkah stock opname

1. Membuat kerangka acuan kerja

Kerangka acuan kerja perpustakaan adalah acuan kegiatan. Perencanaan jangka waktu, SDM, dana, dan bahan yang diperlukan

2. Pelaksanaan

Cara yang paling mudah adalah dengan mencocokan shel flist dengan daftar koleksi yang tersimpan dirak. Hasil temuan dirak kemudian dilaporkan dalam bentuk laporan jumlah buku yang :

1. Tersedia

2. Hilang

3. Rusak

4. Eksemplar per Judul

5. Dipinjam

Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas maka disimpulkan bahwa stock opname merupakan rangkaian kegiatan pengembangan koleksi yang harus dilakukan dengan aturan baku agar diperoleh kebijakan yang sesuai asas yang berlaku.

Stock opname dilakukan menurut dasar pengembangan koleksi perpustakaan yang meliputi kerelevanan, berorientasi kepada kebutuhan pemustaka, kelengkapan, kemutakhiran, dan berdaya guna.

Stock opname juga merupakan bentuk kegiatan evaluasi bahan perpustakaan karena kegiatan ini menghitung kembali koleksi dokumen maupun buku yang dimiliki oleh perpustakaan sehingga diketahui dengan tepat jumlah keseluruhan koleksi di perpustakaan.

Adanya stock opname juga dapat diketahui jumlah buku yang hilang, buku yang rusak dan memerlukan perbaikan, serta mengetahui dengan tepat koleksi yang sudah tidak layak disediakan perpustakaan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sulistyo –Basuki 1991. Pengantar Ilmu Perpustakaan .Jakarta: Gramedia

2. Yulia Yuyu 2010. Pengembangan Koleksi. Jakarta: Universitas Terbuka

3. _________.2015 . Stock opname. Diakses melalui http://ragilherini.wor press.com Stock Opname Bahan Perpustakaan di Perpustakaan pada tanggal 25 Juni 2016. Pukul 12.30 WIB

4. http://istri-soleha.blogspot.co.id/2010/06/stock-opname.htmlStock opame 25 juni 2016 Pukul 12.345 WIB

5. https://alumnipip.wordpress.com/2011/07/20/stock-opname-dan-weeding/Stock Opname dan Weeding. 25 Juni 2016 pukul 13.00 WIB

6. 2016. Stock Opname Jakarta : Perpustakaan Nasional RI

Volume XXIIINo. 2 2018

Page 31: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

28

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

RUANG BACA KOLEKSI DEPOSIT

LAYANAN KOLEKSI BUKU LANGKA

LAYANAN KOLEKSI REFERENS

AIPI

AIPI

LAYANAN MULTIMEDIA

LOBBY HALL & DISPLAY

LAYANAN KEANGGOTAAN & PENELUSURAN INFORMASI

ZONA PROMOSI BUDAYA GEMAR MEMBACA

AREA PAMERAN & KANTIN

PERKANTORAN

DATA CENTER, MUSHOLLA

LAYANAN KOLEKSI ANAK, LANSIA DAN DISABILITAS

LAYANAN KOLEKSI AUDIO VISUAL

LAYANAN KOLEKSI NASKAH NUSANTARA

PENYIMPANAN KOLEKSI DEPOSIT

PENYIMPANAN KOLEKSI MONOGRAF TERTUTUP

RUANG BACA KOLEKSI MONOGRAF TERTUTUP

LAYANAN KOLEKSI FOTO, PETA DAN LUKISAN

LAYANAN BERKALA MUTAKHIR DAN ILMU PERPUSTAKAAN

KOLEKSI MONOGRAF TERBUKA (KLAS 000-499)

KOLEKSI MONOGRAF TERBUKA (KLAS 500-999)

KOLEKSI MANCANEGARA DAN MAJALAH TERJILID

KOLEKSI BUDAYA NUSANTARA & EKSEKUTIF LOUNGE

FASILITAS LAYANANPERPUSTAKAAN NASIONAL RIJl. Medan Merdeka Selatan Nomor 11, Jakarta

Volume XXIIINo. 2 2018

Page 32: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

29

Lika Liku Anak-Anak Marjinal Demi Mendapatkan Pendidikan

Pendahuluan

Dalam banyak kasus, anak jalanan ini mulanya tidak terjun begitu saja ke jalanan. Umumnya mereka lari dari rumah, bahkan sampai seminggu baru pulang. Lalu kabur lagi selama berbulan-bulan hingga tidak lagi kembali. Intimidasi adalah keseharian peristiwa yang dialami para anak jalanan. Meski dalam beberapa kasus, dengan mekanisme sendiri mereka mampu menghindari intimidasi dan ancaman kekerasan. Namun, yang sering terjadi adalah sikap pasrah terhadap ancaman kekerasan yang dialaminya.

Anak-anak jalanan adalah kelompok masyarakat yang mengalami penderitaan ganda. Bukan saja menjadi obyek kekerasan, tapi juga akses mereka untuk berkembang semakin tertutup seiring penderitaan yang dialami orang tua mereka. Anak jalanan bukanlah pelaku kriminal yang harus diburu. Mereka hanya “objek” kekerasan dan kemiskinan keluarga yang perlu ditangani.

Sosok anak jalanan dicap sebagai manusia yang menempati kedudukan rendah di lingkungan sosial masyarakat. Penampilannya yang jorok, kumal, lingkungan tinggal yang berada di daerah kumuh, perangainya yang liar, dan kerap

melakukan kejahatan atau kenakalan.

Mengacu pada data resmi pemerintah, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai sekitar 30,02 juta jiwa (12,49 persen) dari total penduduk Indonesia. Lalu, bagaimana proses pendidikan bagi kaum miskin itu berlangsung? Di wilayah perkotaan, penduduk miskin kerap disebut sebagai kaum marjinal. Padahal mereka juga menjadi saksi mata terhadap laju perkembangan sosial-ekonomi dalam arus modernisasi. Tragisnya mereka tidak turut serta menikmati manfaat modernisasi.

Permasalahan

Dalam mengatasi masalah anak-anak marjinal, pemerintah mengembangkan pola pembinaan dan kesejahteraan anak yang menjamin pertumbuhan dan perkembangan, baik secara jasmani, rohani maupun sosialnya, di antaranya :

1. Anak-anak Pencari Suaka

Rencana strategis (Renstra) pemerintah Indonesia telah menyadari masalah yang dihadapi dalam penanganan pengungsi/pencari suaka di Indonesia, baik pengungsi

Sumber Foto: tawamereka.blogspot.com

Volume XXIIINo. 2 2018

po i n i

Oleh : Fadjria Ningsih Darwis (Pustakawan Madya di Perpustakaan Nasional RI)

Page 33: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

182830

akibat konflik di beberapa wilayah di Indonesia maupun pencari suaka dari luar negeri. Pemerintah Indonesia memberikan informasi mengenai lokasi pusat penahanan Imigrasi (Rumah Detensi Imigrasi = Rudenim) yang didirikan oleh Pemerintah Indonesia untuk imigrap gelap atau mereka yang mencari suaka ke negara lain tapi terdampar di wilayah Indonesia.

2. Pekerja Anak

Meratifikasi konvensi ILO (International Labor Organization) tentang batasan usia minimum untuk perekrutan pekerja ke negara manapun. Langkah ini menghapus secara efektif para pekerja anak untuk masuk ke dalam pekerjaan atau bekerja dengan pengembangan fisik dan mental yang sepenuhnya diisi dari orang-orang muda.

3. Perkawinan Usia Anak

Survei Sosial Ekonomi Nasional Indonesia (Susenas) pada tahun 2015 – 2016 , dan sensus penduduk tahun 2017 menyebutkan bahwa faktor terbesar dalam praktik perkawinan usia anak di Indonesia adalah kemiskinan struktural. Banyak orang tua harus bermigrasi ke luar daerah sehingga anak-anak dibiarkan putus sekolah dan tidak terlindungi. Anak-anak lalu menjadi yatim piatu secara sosial.

Kondisi ini menyebabkan anak-anak tidak punya pilihan selain 'dipaksa' oleh situasi untuk menikah. Praktik perkawinan usia anak juga terjadi karena dipaksa oleh para orang tua yang takut/khawatir jika anak-anak perempuan mereka hamil diluar nikah. Hal ini mereka lakukan demi menjaga nama baik keluarga.

Maraknya isu perkawinan usia anak di Indonesia memantik penelitian yang dilakukan oleh Pusat Studi Gender dan Seksualitas Universitas Indonesia pada 2017, menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat kedua setelah negara Kamboja dalam aspek perkawinan di bawah umur di kawasan ASEAN. Ini menandakan bahwa satu dari tiga anak perempuan di Indonesia sudah menikah di bawah usia 18 tahun.

4. Perlindungan Anak

Pelanggaran HAM tentang masalah anak, tidak jauh dari persoalan kenakalan anak, penelantaran anak hingga menjadikan mereka sebagai pekerja seks komersial. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PP dan PA) secara khusus memberikan perlindungan hak-anak ke dalam lima jenis, yaitu 1. Hak-hak sipil dan kebebasan anak-anak, 2. Lingkungan keluarga, 3. Pengasuhan alternatif untuk anak-anak, 4. Pendidikan dan kesehatan anak, dan 5. Perlindungan khusus untuk anak-anak.

Bagi anak-anak marjinal, pendidikan sudah menjadi barang mewah. Baik mereka tinggal di negara kaya ataupun di

negara miskin. Terlebih, mereka cenderung mengalami kombinasi ketidakadilan, antara kemiskinan dan diskriminasi.

5. Anak – anak Disabilitas

Jumlah anak-anak Indonesia yang berkebutuhan khusus mencapai 6,2 juta jiwa (4,2 %) dari total penduduk Indonesia sebanyak 265 juta jiwa. Secara hukum sosial, anak- anak penyandang cacat (disabilitas) telah menyinggung ketidakmampuan pemerintah dalam mengatasi mereka yang tidak menikmati sekolah secara layak. Pemerintah harus bersinergi untuk memecahkan masalah tersebut.

6. Masalah Pendidikan

Dalam sejumlah artikel singkat ada beberapa alasan untuk berinvestasi dalam pendidikan, mengingat data UNESCO Institute for Statistic (UIS) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan secara massif angka anak-anak dan remaja yang tidak sekolah. Sejumlah rencana pun disusun dengan harapan dapat mengurangi angka anak-anak yang putus sekolah, antara lain bahwa :

a. Pengentasan kemiskinan tidak bisa diatasi tanpa melibatkan sektor pendidikan

b. Program Global Partnership for Education (GPE) menjangkau anak-anak yang sangat membutuhkan terutama bagi yang tinggal di daerah maupun yang terkena dampak akibat konflik

c. Program GPE membantu kebutuhan pendidikan langsung dari negara-negara pendonor, seperti Inggris

d. Program GPE memobilisasi sumber daya negara berkembang terhadap sistem pendidikan mereka sendiri

e. Program GPE memberikan langkah-langkah inovatif untuk meningkatkan kinerja

f. Dukungan global untuk pendidikan dasar menurun dratis

g. Permintaan dukungan terhadap program GPE dari sejumlah negara berkembang sedang meningkat

7. Hak-hak Asasi Manusia

Catatan tahunan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyebutkan bahwa kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan yang ditangani oleh lembaga-lembaga penyedia layanan sejak tahun 2015 hingga 2017 mengalami peningkatan sekitar 32 persen.

Catatan ini berdasarkan laporan yang diterima oleh berbagai lembaga masyarakat maupun institusi pemerintah yang tersebar di hampir semua provinsi. Di tambah pengaduan langsung yang diterima oleh Komnas Perempuan

Volume XXIIINo. 2 2018

Page 34: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

31

Sumber Foto: The History Blog

melalui Unit Pengaduan Rujukan (UPR), dan juga melalui email Komnas Perempuan, dalam kurun waktu setahun terakhir.

Tahun 2017, Komnas Perempuan mengirimkan 751 lembar formulir kepada lembaga mitra Komnas Perempuan di seluruh Indonesia, dengan tingkat respon pengembalian mencapai 237 lembar formulir atau 32 persen.

Pada tahun 2017, jumlah kasus yang dilaporkan meningkat sebesar 74 persen dari tahun sebelumnya, yakni sebanyal 348.446 kasus. Jumlah ini melompat jauh dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebanyak 259.150 kasus. Angka kasus tersebut bersumber dari kasus atau perkara yang ditangani oleh Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, lembaga layanan mitra Komnas Perempuan, unit pelayanan dan rujukan (UPR), dan divisi pemantauan yang masuk melalui surat elektronik (email).

8. Komunitas Adat Terpencil

Suku Kajang merupakan salah satu suku yang masih memegang teguh kebiasaan adat termasuk dalam soal ritual. Suku terpencil ini terletak di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Meskipun sekarang banyak suku telah meninggalkan ritual adatnya, Suku Kajang termasuk suku yang tidak bisa menerima kemajuan, bahkan untuk perubahan yang sederhana sekalipun. Mereka menganggap perubahan itu melanggar hukum adat yang dibuat oleh para leluhur (nenek moyang).

Meskipun sudah 73 tahun Indonesia merdeka, namun masyarakat adat belum merasakan kemerdekaan sesungguhnya. Hingga saat ini pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat belum jelas. Bahkan, setelah kemerdekaan diraih pada tahun 1945, hak-hak masyarakat adat semakin terkikis.

Kesimpulan

Data resmi BPS yang dirilis hingga September 2017 angka kemiskinan mencapai 26,58 juta orang. Angka tersebut turun dibanding periode sama pada tahun 2016 yang mencapai 27,77 juta orang. Namun, data berdasarkan standar Bank Dunia malah bertolak belakang. Bank Dunia mengklaim angka orang miskin di Indonesia diperkirakan lebih banyak daripada yang dirilis BPS. Pasalnya, dalam menghitung angka kemiskinan, BPS memakai kategori miskin di ambang pendapatan sebesar Rp 387.160 per bulan. Golongan yang rentan miskin di Indonesia tercatat sekitar 40 juta-an orang. Lalu, bagaimana proses pendidikan bagi kaum miskin dan marjinal dilaksanakan?

Di wilayah perkotaan, kaum miskin lebih tepat disebut sebagai kaum marjinal. Bedanya dengan kaum miskin di pedesaan, kaum miskin di perkotaan menatap dinamika dan gebyar modernisasi. Kaum miskin kota turut menjadi saksi mata terhadap derap perkembangan sosial-ekonomi dalam konteks modernisasi. Kaum marjirnal adalah saksi mata

modernisasi perkotaan, tapi tragisnya tidak ikut menikmati manfaat modernisasi.

Keluarga adalah media pendidikan moral bagi anak yang amat penting. Orang tua harus menjadi teladan dalam sikap dan perilaku yang dapat dicontoh anak. Dalam pendidikan budi pekerti, fungsi keluarga yang kuat harus dikedepankan sebagai pendidikan mula karena tidak ada lembaga pendidikan yang menyerupainya.

Pemberian penyuluhan dan pendidikan kepada anak-anak jalanan sangat berguna karena keseharian mereka yang lahir dan besar di jalan sehingga harus ada revolusi dengan menyadarkan pola pikir anak-anak jalanan dan marjinal bahwa mereka pun punya hak bermain dan belajar (pendidikan). Pendidikan moral, karakter dan ilmu adalah penting bagi setiap manusia, terutama anak-anak adalah generasi penerus bangsa karena membangun bangsa bisa dimulai dengan membangun anak-anak.

Daftar Pustaka

Bappenas, 2008, Progarm Nasional Bagi Anak Indonesia (PNBAI), 2015

Buku III perlindungan Anak, Through http//bappenas.go.id/index, 18 September, 2015

Badan Pusat Statistik

Liputan 6, 30 tahun imigrasi gelap menetap di Rudenim RI, Liputan 6, 21 Juli 2016

ILO-CO, ILO-BPS Keluarkan Data Nasional Mengenai Pekerja Anak di Indonesia, Jakarta 2010

BPS-UNICEF, Kemajuan Yang Tertunda Analisis Data Perkawinan Usia Anak di Indonesia, Jakarta : BPS, 2015

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP-PA) - BPS, Profil Anak Indonesia, KPPPA – BPS, Jakarta 2015

Pelita, 1,2 juta Anak Indonesia Berkebutuhan Khusus, Pelita, 21 Juli, 2016

UNESCO-UNICEF, Global initiative on out-of-school children : South Asia regional study.( All children in school pada tahun 2015 ).Nepal : UNICEF, 2014

Kompas, 2015, Masyarakat Adat Belum Rasakan Kemerdekaan, Trough htttp/print.kompas.com/baca/2015/11/09/Masyarakat-Adat-Belum-Rasakan “ On 27 July, 2016.

BPS, Jumlah Penduduk di Indonesia, BPS 1 September 2017.

Komnas Perempuan, Catatan Tahunan 1 Januari 2016.

Volume XXIIINo. 2 2018

Page 35: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

32Volume XXII No. 2 2017

melalui Unit Pengaduan Rujukan (UPR), dan juga melalui email Komnas Perempuan, dalam kurun waktu setahun terakhir.

Tahun 2017, Komnas Perempuan mengirimkan 751 lembar formulir kepada lembaga mitra Komnas Perempuan di seluruh Indonesia, dengan tingkat respon pengembalian mencapai 237 lembar formulir atau 32 persen.

Pada tahun 2017, jumlah kasus yang dilaporkan meningkat sebesar 74 persen dari tahun sebelumnya, yakni sebanyal 348.446 kasus. Jumlah ini melompat jauh dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebanyak 259.150 kasus. Angka kasus tersebut bersumber dari kasus atau perkara yang ditangani oleh Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, lembaga layanan mitra Komnas Perempuan, unit pelayanan dan rujukan (UPR), dan divisi pemantauan yang masuk melalui surat elektronik (email).

8. Komunitas Adat Terpencil

Suku Kajang merupakan salah satu suku yang masih memegang teguh kebiasaan adat termasuk dalam soal ritual. Suku terpencil ini terletak di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Meskipun sekarang banyak suku telah meninggalkan ritual adatnya, Suku Kajang termasuk suku yang tidak bisa menerima kemajuan, bahkan untuk perubahan yang sederhana sekalipun. Mereka menganggap perubahan itu melanggar hukum adat yang dibuat oleh para leluhur (nenek moyang).

Meskipun sudah 73 tahun Indonesia merdeka, namun masyarakat adat belum merasakan kemerdekaan sesungguhnya. Hingga saat ini pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat belum jelas. Bahkan, setelah kemerdekaan diraih pada tahun 1945, hak-hak masyarakat adat semakin terkikis.

Kesimpulan

Data resmi BPS yang dirilis hingga September 2017 angka kemiskinan mencapai 26,58 juta orang. Angka tersebut turun dibanding periode sama pada tahun 2016 yang mencapai 27,77 juta orang. Namun, data berdasarkan standar Bank Dunia malah bertolak belakang. Bank Dunia mengklaim angka orang miskin di Indonesia diperkirakan lebih banyak daripada yang dirilis BPS. Pasalnya, dalam menghitung angka kemiskinan, BPS memakai kategori miskin di ambang pendapatan sebesar Rp 387.160 per bulan. Golongan yang rentan miskin di Indonesia tercatat sekitar 40 juta-an orang. Lalu, bagaimana proses pendidikan bagi kaum miskin dan marjinal dilaksanakan?

Di wilayah perkotaan, kaum miskin lebih tepat disebut sebagai kaum marjinal. Bedanya dengan kaum miskin di pedesaan, kaum miskin di perkotaan menatap dinamika dan gebyar modernisasi. Kaum miskin kota turut menjadi saksi mata terhadap derap perkembangan sosial-ekonomi dalam konteks modernisasi. Kaum marjirnal adalah saksi mata modernisasi perkotaan, tapi tragisnya tidak ikut menikmati manfaat modernisasi.

Keluarga adalah media pendidikan moral bagi anak yang amat penting. Orang tua harus menjadi teladan dalam sikap dan perilaku yang dapat dicontoh anak. Dalam pendidikan budi pekerti, fungsi keluarga yang kuat harus dikedepankan sebagai pendidikan mula karena tidak ada lembaga pendidikan yang menyerupainya.

Pemberian penyuluhan dan pendidikan kepada anak-anak jalanan sangat berguna karena keseharian mereka yang lahir dan besar di jalan sehingga harus ada revolusi dengan menyadarkan pola pikir anak-anak jalanan dan marjinal bahwa mereka pun punya hak bermain dan belajar (pendidikan). Pendidikan moral, karakter dan ilmu adalah penting bagi setiap manusia, terutama anak-anak adalah generasi penerus bangsa karena membangun bangsa bisa dimulai dengan membangun anak-anak.

Daftar Pustaka

Bappenas, 2008, Progarm Nasional Bagi Anak Indonesia (PNBAI), 2015

Buku III perlindungan Anak, Through http//bappenas.go.id/index, 18 September, 2015

Badan Pusat Statistik

Liputan 6, 30 tahun imigrasi gelap menetap di Rudenim RI, Liputan 6, 21 Juli 2016

ILO-CO, ILO-BPS Keluarkan Data Nasional Mengenai Pekerja Anak di Indonesia, Jakarta 2010

BPS-UNICEF, Kemajuan Yang Tertunda Analisis Data Perkawinan Usia Anak di Indonesia, Jakarta : BPS, 2015

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP-PA) - BPS, Profil Anak Indonesia, KPPPA – BPS, Jakarta

Page 36: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

33

Seringkali dalam pembicaraan ringan atau diskusi bahwa budaya tutur mendominasi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok. Hal ini

dapat terlihat di berbagai tempat, seperti di stasiun, halte atau di ruang tunggu. Bahkan, ketika dalam penerbangan atau perjalanan masih sedikit yang memanfaatkan waktu

luangnya untuk membaca. Umumnya, mereka main video game atau nonton film (hasil pengamatan penulis). Budaya tulis belum menjadi salah satu bagian penting dalam

kehidupan masyarakat. Padahal, sejak awal berdirinya bangsa ini, Presiden Soekarno pun sampai turun untuk usaha pemberantasan buta huruf.

URGENSI LITERASI UNTUK NEGERISEBAGAI SEBUAH TRANFORMASI BUDAYA

Seringkali dalam pembicaraan ringan atau diskusi bahwa budaya tutur mendominasi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok. Hal ini dapat terlihat di berbagai tempat, seperti di stasiun, halte atau di ruang tunggu. Bahkan, ketika dalam penerbangan atau perjalanan masih sedikit yang memanfaatkan waktu luangnya untuk membaca. Umumnya, mereka main video game atau nonton film (hasil pengamatan penulis). Budaya tulis belum menjadi salah satu bagian penting dalam kehidupan masyarakat. Padahal, sejak awal berdirinya bangsa ini, Presiden Soekarno pun sampai turun untuk usaha pemberantasan buta huruf.Budaya tutur ini bukan tidak penting namun diperlukan keselarasan dan keharmonisan peradaban yang berkembang. Kemajuan suatu bangsa terletak pada tingkat peradabannya yang tinggi. Dari perspektif perpustakaan, peradaban ini dapat dilihat melalui karya intelektual yang telah dicapai atau diciptakan oleh suatu bangsa dan tersimpan di perpustakaan untuk dilestarikan, didayagunakan dan dilayankan untuk kepentingan manusia. Jumlah karya intelektual yang ada di perpustakaan berbanding lurus dengan kualitas bangsa. Peradaban sangat erat kaitannya dengan kualitas manusia yang diperoleh melalui pendidikan formal dan informal.

Bila dibandingkan sekilas dalam kancah internasional, Indonesia masih jauh tertingal. Beberapa indikator sosial ekonomi menunjukkan bahwa posisi Indonesia saat ini kian tertinggal. Dalam hal literasi, The World's Most Literate Nations (WMLN) merilis daftar peringkat negara-negara dengan tingkat literasi paling tinggi di dunia. Penelitian yang dilakukan oleh Jhon W. Miller, Presiden Central Connecticut State University, dilakukan terhadap lebih dari 60 negara di dunia mengungkapkan bahwa ternyata negara-negara Nordic seperti Finlandia, Islandia, Denmark, Swedia and Norwegia menempati daftar teratas dalam peringkat ini. Sedangkan negara-negara maju di dunia seperti Amerika Serikat menempati peringkat ke-7,

Kanada ke-11, Perancis ke-12, dan United Kingdom (Inggris) menempati urutan ke-17.

Dalam penelitiannya, WMLN menggunakan dua variabel penelitian. Variabel pertama adalah hal-hal yang terkait dengan pencapaian literasi yang tengah diuji, sedangkan variabel kedua dengan mengambil sampel dari orang-orang yang dianggap memiliki kebiasaan literasi. Kemudian variabel-variabel tadi dikelompokkan ke dalam beberapa kategori, yaitu : perpustakaan, koran, sistem pendidikan (input), sistem pendidikan (output), serta yang terakhir adalah ketersediaan komputer bagi populasi yang ada di negara tersebut.

Hasilnya adalah sebagai berikut ini

Volume XXIIINo. 2 2018

po i n i

Oleh: Drs. Renus Siboro, M.Si.(Pustakawan Ahli Madya di Perpustakaan Nasional)

Page 37: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

34

Indonesia peringkat ke-60 dari 61 nagara yang dirilis. Bahkan di antara negara-negara tetangga, masih berada di bawah Thailand (59), Malaysia (53), dan Singapura (36) sebagai negara dengan peringkat literasi tertinggi di Asia Tenggara. Tentu saja ini menjadi PR besar bersama. Apalagi sebagai seorang pustakawan, manager informasi dan pengelola ilmu pengetahuan, mau tidak mau harus bersama dengan seluruh elemen masyarakat menggerakkan budaya literasi di negara ini.

Ambil contoh, pemantik/pemicu yang sangat bagus telah dilakukan oleh Perpustakaan Nasional melalui program Duta Baca Indonesia sejak beberapa tahun lalu. Untuk periode kali ini, Perpusnas mengangkat Najwa Shihab sebagai Duta Baca Indonesia periode 2016-2021.

Beberapa saat yang lalu, Menteri Pendidikan Nasional meluncurkan gerakan literasi sekolah. Sedangkan untuk tataran daerah, muncul banyak gerakan peningkatan minat baca di masyarakat, seperti salah satunya GPMB (Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca) yang di Yogyakarta telah dibentuk dan dilantik kepengurusannya.

Selain itu, tumbuh pula gerakan swadaya masyaratak dengan membentuk TBM (Taman Baca Masyarakat) dan juga perpustakaan desa dan perpustakaan keliling di berbagai daerah, seperti TBM Kerai dari Ngemplak, Sleman, dan kehadiran Motor Pustaka di Lampung.

Sementara itu, jumlah peneliti di Indonesia masih sedikit dan kualitas para peneliti masih rendah. Perbandingannya hanya 89 orang per 1 juta pendudu. Jika dibandingkan dengan Korea Selatan dimana terdapat 6.899 peneliti per 1 juta penduduk. Bahkan, UNESCO melansir di kawasan ASEAN pun Indonesia juga jauh tertinggal. Bandingkan dengan perisetdi Singapura yang mempunyai 6.658 peneliti per 1 juta penduduk (Kompas. 20 Sept 2016).

Dengan rentetan predikat yang dialami, maka salah satu kebijakan yang diambil untuk mewujudkan amanat UUD 1945 dan meningkatkan IPM adalah membangun sistem nasional pendidikan yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan nasional dan masyarakat. Dalam melaksanakan sistem pendidikan nasional, tidak mungkin dikerjakan sendiri oleh satuan pendidikan. Kerjasama dan peran semua pihak yang terkait dengan pencerdasan kehidupan masyarakat harus dibangun, dibina dan didayagunakan.

Perpustakaan merupakan faktor penting dalam mendukung suksesnya sistem pendidikan nasional dan literasi, bahkan bisa dikatakan sebagai sarana belajar sepanjang hayat yang termurah, demokratis dan terbuka. Dunia pendidikan dan kebudayaan juga sangat berharap banyak dari Perpustakaan Nasional untuk mendukung proses berlajar (21st century learning) karena masa depan dapat dibentuk dan diubah oleh perpustakaan.

Defenisi Literasi

Salam literasi seringkali diucapkan dimana-mana. Namun ,sejauh ini masih ada silang pendapat terkait makna literasi

itu sendiri. Sebagian masyarakat memaknai literasi dengan aktivitas membaca, sebagian lagi memaknainya adalah sebagai kemampuan dan sebagainya.

Akan menjadi masalah jika masih ada silang pendapat antarpelaku literasi dan masyarakat tentang makna literasi sehingga berdampak pada tujuan akhir dan sasaran yang dicapai. Perbedaan pendapat tidak salah, tergantung pola sikap dan cara memandang literasi dari para pegiat literasi.

Dalam bahasa Indonesia, literasi adalah melek huruf. Pandangan orang awam biasanya seputar dapat membaca dan menulis. Demikian juga pengertian literasi dalam glosarium (2007) adalah kemelekan huruf. Padahal, pengertian literasi jauh lebih dalam dan luas sesuai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yaitu kemampuan menulis dan membaca, budaya literasi dimaksudkan untuk melakukan kebiasaan berfikir yang diikuti oleh sebuah proses membaca dan menulis yang pada akhirnya dilakukan dalam sebuah proses sehingga akan menciptakan karya.

Istilah “information literacy” pertama kali dikemukakan oleh Paul Zurkowski yang mengatakan orang yang literat informasi adalah orang-orang yang terlatih dalan aplikasi sumber daya dalam pekerjaannya (Behrens, 1994). Setelah itu keluar definisi literasi informasi oleh ANZIL (Australian and New Zealand Information Literacy Framework) kesepakatan definisi literasi baru tercapai tahun 2005, saat IFLA, UNESCO dan National Forum for Information Literacy (NFIL) mengadakan pertemuan tingkat tinggi di Bibliotheca Alexandriana di Alexandria, Mesir. Sebagai hasil pertemuan muncullah definisi literasi informasi, sebagai berikut information literacy encompasses knowledge of one's.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) yang istilahnya hampir sama dengan literasi adalah kata literer, yaitu berhubungan dengan tradisi menulis atau kebiasaan menulis sehingga dapat dimaknai bahwa literasi merupakan kegiatan membaca dan menulis.

Istilah literasi informasi dimulai di AS sekitar tahun 1970-an, namun pengertian dan landasan dasar literasi informasi tidak sepenuhnya memenuhi kesepakatan di kalangan ilmuwan informasi. Shapiro dan Hughes (1996) mengatakan literasi informasi merupakan konsep yang sering digunakan namun memiliki sifat ambiguitas.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi literasi sudah semakin luas, bahkan sebagian ahli ada yang menyebutkan literasi informasi, literasi digital, literasi komputer, literasi perpustakaan dan lain sebagainya. Sehingga pemahaman literasi tidak sebatas melek huruf namun sudah melebar ke berbagai disiplin ilmu.

Senada dinyatakan oleh Snavely dan Cooper (1997) yang mengatakan untuk dapat diterima oleh pemakai non pustakawan dan akademisi, pustakawan perlu menjelaskan definisi literasi informasi serta membedakannya dari instruksi bibliografis serta perbedaannya dari pendidikan

Volume XXIIINo. 2 2018

Page 38: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

35

dan pembelajaran pada umumnya. Owusu-Ansah (2003, 2005) mengatakan bahwa adanya banyak definisi dan konsep literasi informasi tidak mencerminkan perbedaan atau ketidaksepakatan yang besar, Basuki. Sulystio (2015).

Pemahaman literasi sebagaimana digambarkan diatas, akan mengalami perubahan sesuai kemajuan Iptek. Literasi telah berdiaspora, masuk dalam setiap disiplin ilmu dengan pengertian kemampuan pengetahuan seseorang untuk dapat mengembangkan ilmu tertentu dalam identifikasi, evaluasi, mengorganisir, mengkomunikasikan dan mensintesakannya.

Konsep Literasi

Upaya sungguh-sungguh harus dikerahkan dalam membangun sebuah konsep yang bersifat luas dan bermanfaat bagi masyarakat, dan mengarahkan semau sumber daya yang dimiliki. Tahapan awal membangun literasi, adalah perumusan konsep literasi baik jangka panjang maupun pendek perlu dilakukan secara berkelanjutan dan komprehensif dengan melibatkan semua pakar dari berbagai disiplin. Hal ini dilakukan demi menghindari kemungkinan terjadi degenerasi, sehingga landasan yang digunakan bagi literasi harus bersifat totalitas dan terpadu. Keterlibatan dan intervensi negara memiliki legalitas untuk mengembangkan masyarakat literasi.

Percepatan isu-isu strategis yang memengaruhi lingkungan sehingga diperlukan partisipasi di dalam penyusunan konsep berbasis literasi pada berbagai tingkatan baik, regional, maupun nasional haruslah dibuka luas. Minimal pendapat berbagai lembaga pemikir think tank harus didengar, bahkan diundang. Dialog-dialog terbuka sering harus dilakukan demi proses belajar (learning process) dalam merumuskan konsep literasi nasional yang bersifat mendasar.

Wijaya, YB. Mangun (1987) mengatakan bahwa tak mungkin hanya diberikan kepada satu konseptor saja, baik dalam wujud pakar, individu maupun dalam lembaga pemikir. Perubahan makin bersifat global, spasial, serta menjangkau semua dimensi kehidupan, yang rentangannya mulai dari dimensi moral, dan etika sampai pada dimensi genetika. Berlangsung ketika referensi ideologi modern mulai memudar sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, juga dihadapkan gejolak lingkungan (environmental turbulance) dan tatanan kehidupan manusia saat ini dan di masa mendatang.

Sebagian konsep yang ada masih terasa inward looking dan dangkal karena kelemahan dalam perinciannya tidak dinamis. Ketika, konsep berbasis literasi dibahas di lingkungan pendidik dan pustakawan, rupanya tidak mampu memasok lebih banyak gagasan yang terperinci dan meyakinkan pada tingkatan operasional. Hal ini akibat masih minimnya para pendidik dan pustakawan mendiskusikan atau menterjemahkan literasi sebagai sebuah dasar konsep pembangunan masyarakat

berpengetahuan

Belum adanya konsep yang mapan akan membawa pada situasi bahwa tidak ada pilihan prioritas, menetapkan strategi, dan merumuskan langkah-langkah operasional yang realistik dan lebih dari sekedar pragmatis. Tanpa konsep akan sulit memelihara upaya pembangunan berkelenjutan, dan masyarakat akan mudah dikejutkan oleh perubahan-perubahan cepat pada berbagai tingkatan.

Kuntjoro-Jakti, Dorodjatun, (2003) mengatakan bahwa tidak bisa dibayangkan bahwa sebuah negara yang besar dengan luas wilayah dan jumlah penduduk yang besar, serta memiliki pantai tropis terpanjang di dunia. Dengan posisi geografis yang strategis namun belum memiliki konsep terkini yang mampu membawa ke generasi emas Indonesia pada 100 tahun merdeka dengan peradaban literasi.

Di perlukan pemikiran yang bersifat kosmopolitan dan mendasar ke arah perumusan pemikiran–pemikiran bertaraf universal dan diterima oleh semua kalangan. Dalam pemikiran tersebut, maka keterlibatan sejumlah pakar dari berbagai disiplin ilmu, harus diikutsertakan dalam pembahasan substansi dan esensi literasi sebagai basis pendidikan dan peningkatan kualitas masyarakat. Sehingga konsep pembangunan berbasis literasi yang mampu membawa masyarakat pada kehidupan masa akan datang, dalam sikap yang khas Indonesia dapat diwujudkan.

Untuk mewujudkan masyarakat literasi tidak sekedar ketersediaan fasilitas saja tapi harus ada cara bagaimana menjalin hubungan antar manusia sehingga hubungan tersebut memengaruhi bagaimana suatu kelompok masyarakat bisa menerima dengan baik yang akan menjadi tujuan melakukan gerakan literasi. Di perlukan wacana dan makna literasi agar masyarakat memahami dan mau mendukung program tersebut.

Strategi perlu dilakukan dalam pengembangan budaya literasi melalui pendekatan kultural bagi masyarakat pendidik dan pustakawan yang merupakan garis terdepan dalam perjuangan pencerdasan masyarakat. Namun, ada beberapa hal yang perlu jadi perhatian dalam mengenali budaya atau tradisi atau muatan lokal dengan melibatkan masyarakat, dan ketersediaan fasilitas.

Pemahaman ini dimaksudkan agar program literasi dalam masyarakat tertentu dimana memerlukan kemampuan khusus tatkala terjadi sosialisasi wacana dan memaknai literasi. Strategi tersebut dapat dijadikan sebagai landasan dasar. Bila sudah terbiasa membaca maka menulis juga akan menjadi lebih mudah, begitu juga menulis akan menjadi mudah jika dibekali oleh kebiasaan membaca. Membiasakan membaca perlu digalakkan mulai dari usia dini.

Sementara tantangan yang dihadapi dalam merumuskan konsep literasi adalah menginterpretasi wacana type multi authoring (satu topik ditulis oleh berbagai penulis dengan perspektif berbeda) dan menganalisa ide dari setiap

Volume XXIIINo. 2 2018

Page 39: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

36

penulis. Literasi ditujukan untuk mengembangkan reading comprehension (memahami wacana), logical thinking (berpikir logis), dan critical thinking (berpikir kritis).

Urgensi Literasi

Urgensitas dalam menghadapi tantangan zaman pada masa kini dan masa depan demi peningkatan daya saing bangsa menempati posisi utama mengingat ada ketimpangan antara laju persaingan di tingkat global dengan masih rendahnya minat baca masyakat.

Sumber daya manusia memerlukan proses tranformasi literasi yang berkelanjutan dan bertahap secara konsisten serta komitmen dari semua pihak. Transformasi literasi kini lebih dari sekedar upaya pengembangan lembaga karena literasi merupakan sebuah lompatan perubahan dari budaya tutur menjadi budaya tradisi membaca dan menulis. Literasi harus menjadi pilar utama bagi pendidikan dalam rangka mewujudkan masyarakat berbasis keilmuan.

Tujuan transformasi literasi adalah untuk dapat mewujudkan tradisi berbasis keilmuan melalui membaca dan menulis dan keunggulan secara inklusif (inclusive excellence), yang memungkinkan segenap potensi terbaik masyarakat memperoleh akses dan kesempatan pendidikan formal maupun informal. Hal ini dapat dilakukan jika program literasi dapat dilaksanakan sesuai dengan pendekatan budaya dan komitmen bersama semua lini pemerintah dan masyarakat. Pengembangan literasi hanya bisa berlangsung jika masyarakat dapat mengembangkan dirinya dengan ketersediaan informasi lewat buku murah, dan kemudahan akses mendapatkan bahan bacaan, dan ilmu pengetahuan yang bernilai tinggi sehingga bermanfaat secara sosial.

Oleh karena itu, dalam proses literasi diperlukan rekontruksi paradigma, restrukturisasi, reposisi dan revitalisasi berbagai unsur kelembagaan serta mindset. Keberhasilan literasi ini memerlukan komitmen dan konsistensi dari segenap stakeholders untuk dapat bekerja sama melakukan perubahan yang diperlukan berdasarkan pendekatan budaya yang dianut oleh masyarakat.

Saat ini sudah banyak program literasi yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat namun masih bersifat parsial, belum terpadu dan dan belum ada konsep membangun yang menasionalisasi literasi untuk negeri. Arus euforia gerakan minat baca atau literasi diberbagai daerah di Nusantara sudah mulai tumbuh dan merambat dalam konteks sekolah, keluarga dan masyarakat. Literasi perlu disosialisasikan dan diajarkan sebagai bagian dari proses rangkaian dan praktek penguatan keterampilan individu/kelompok.

Peristiwa literasi ialah kegiatan menggunakan teks yang terjadi dalam konteks yang terjadi sosiokultural yang unik, sedangkan praktek literasi ialah himpunan peristiwa literasi yang terjadi secara berpola atau berulang (Sofie-Pratiwi: 2017), Kemampuan literasi adalah salah satu contoh kapital budaya yang bisa menjadi alat untuk mengimprovisasi habitus.

Kesimpulan

Membaca bagi sebagian masyarakat memiliki berbagai kendala. Kendala yang perlu ditangani bersama, Jika tidak, maka kekuatan pribadi tidak akan mampu menjebol tembok pertahanan arus informasi yang mengglobal saat ini. Pemerintah, swasta, masyarakat, sekolah, aparat, dan kelompok jika bersama sama maka akan menjadi kekuatan besar untuk sama sama menyadari pentingnya literasi bagi kemajuan dan kecerdasan masyarakat menuju generasi emas “seratus tahun Indonesia merdeka”

Literasi merupakan proses penciptaan nilai value creation secara melembaga dan bertahap. Oleh karena itu, proses literasi memerlukan : restrukturisasi, reposisi dan revitalisasi berbagai unsur kelembagaan pemeritah pusat dan daerah agar mampu mengikuti perubahan dan perkembangan dan realitas masyarakat serta kemajuan peradaban manusia.

Untuk inplementasi literasi, seluruh komponen bangsa diharapkan berperan aktif sebagai pelaku (actor), bukan sebagai penonton (spectator) apalagi menjadi penghambat (inhibitor). Oleh karena itu, peningkatan kapasitas literasi sumber daya manusia dapat mendorong peningkatan produktifitas dan kualitas sehingga pada akhirnya dapat menghasilkan peningkatan daya saing bangsa baik secara regional maupun internasional.

DAFTAR BACAAN

Basuki, Sulystio (2015) Literasi Informasi dan Literasi Digital: Vol.6. Jakarta. Warta Pustaka.

Kuntjoro-Jakti, Dorodjatun, (2003) Mau kemana Pembangunan ekonomi Indonesia, Prisma pemikiran. Jakarta

Menpan (2014) Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, Jakarta 2014

Oetomo, Andi (2004) Konsep dan Tehnik Perencanaan Pembangunan Daerah : Penyusunan Program Pembangunan Daerah dan Aspeknya. Bandung: ITB.

Perpustakaan Nasional, (2007) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan, Jakarta Perpusnas.

Perpustakaan Nasional (1990) Undang-undang Nomor 04 Tahun 1990 tentang Serah simpan karya Cetak dan Karya Rekam, Jakarta Perpusnas.

Perpustakaan Nasional (2013) Bahan Pidato Kenegaraan Presiden Di Depan Sidang Dewan Perwakilan Rakyat Dan Dewan Perwakilan DaerahRepublik Indonesia PadaTanggal 16 Agustus 2013 Bidang Perpustakaan Perpustakaan Nasional RI, Jakarta 2013

Wijaya, YB. Mangun (1987) Teknologi dan dampak Kebudayaannya, Vol I. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia.

Volume XXIIINo. 2 2018

Page 40: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

37

t i p s

5 Ide Dekorasi Perpustakaan Kekinian di Rumah

Bagi pecinta buku, memiliki perpustakaan mini pribadi di rumah adalah sebuah impian. Namun, sayangnya banyak orang yang menganggap membuat perpustakaan membutuhkan

banyak ruang dan biaya. Padahal, hanya dengan memaksimalkan ruangan yang ada di rumah, Anda dapat membuat perpustakaan pribadi yang indah dan nyaman. Jika Anda bingung, coba

beberapa ide berikut ini,

Jika ingin menerapkan konsep open space di rumah, membagi antara satu ruang dengan ruang lainnya dapat dilakukan dengan menggunakan rak buku. Dengan begitu Anda dapat membagi ruang antara ruang keluarga dengan ruang tamu, atau dengan ruang makan dengan mudah, dan tanpa biaya mahal.

1. Pembatas Ruangan

Jika Anda memiliki ruang kosong terdapat lorong, jangan bingung cara mendekorasi lorong tersebut. Cukup gunakan rak atau kabinet di sepanjang lorong tersebut, dan susun rapi buku-buku koleksi Anda. Dengan begitu koleksi buku tersebut akan menyatu dengan dekorasi rumah.

2. Manfaatkan Lorong

Volume XXIIINo. 2 2018

Page 41: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

38

Bentuk rak dinding tidak hanya berbentuk lingkaran, atau persegi saja. Namun beragam model rak lainnya seperti segitiga, persegi lima, dan masih banyak lagi. Rak dinding dengan berbagai bentuk dapat Anda maksimalkan bukan hanya sebagai tempat menyimpan koleksi buku, namun sebagai bagian dekorasi interior

4. Posisi MiringJika Anda merasa bosan dengan model rak buku yang biasa-biasa saja, Anda dapat mencoba mendekorasi rak buku dengan posisi miring. Caranya gunakan sebuah rak yang diposisikan satu sisi lebih tinggi dibandingkan sisi lainnya, kemudian letakan koleksi buku-buku Anda.

3. Gunakan Rak Sebagai Bentuk

5. Manfaatkan Dinding Tangga

Satu ruang yang sering dilupakan oleh pemilik rumah, yakni bagian dinding tangga. Bagian dinding tangga sering dibairkan kosong begitu saja, karenanya kenapa tidak dimanfaatkan menjadi perpustakaan mini dirumah Anda? Cukup gunakan beberapa rak di sisi dinding tangga, dan atur dengan rapi koleksi buku-buku Anda.

https://www.viva.co.id/gaya-hidup/hunian/1016438-5-ide-dekorasi-perpustakaan-kekinian-di-rumah

Volume XXIIINo. 2 2018

Page 42: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

39

o

Tak Ada Pilihan Lain Kecuali Memilih

or e n u n g a n

Suatu siang, Amirul Mukminin Umar bin Khattab ra berjalan mengelilingi Kota Madinah ditemani sahabat, Ma'la bin Al Jarud. Tiba-tiba, mereka berpapasan dengan seorang wanita tua. Wanita kemudian berdiri

di depan mereka. “Wahai Umar, dahulu kami mengenalmu sebagai Umair (singa kecil), lalu menjadi Umar dan kemudian menjadi Amirul Mukminin. Takutlah pada Allah wahai Ibnul Khattab. Perhatikanlah keadaan manusia di sekitarmu. Siapa yang takut pada allah, maka perjalanan hidup yang jauh itu akan terasa dekat. Dan orang yang takut pada kematian, ia akan khawatir bila kesempatan hidupnya telah lewat.”

Umar RA, sosok sahabat Rasul yang terkenal pemberani dan amat disegani itu menangis. Ibnu Al Jarud terkejut melihat kondisi Umar yang disebabkan perkataan wanita itu. Ia meminta agar wanita itu berhenti berkata keras pada Amirul Mukminin.

Tapi, belum apa-apa, Umar menyergahnya dan mengatakan, “Biarkan dia wahai Jarud. Tahukah engkau wanita ini? Dia adalah Khaulah binti Hakim. Wanita yang didengar perkataannya oleh Rasulullah SAW. Karena itu, Umar lebih layak mendengarkan perkataannya dan mengikutinya.”

Khaulah mengingatkan Amirul Mukminin tentang perjalanan hidup seseorang yang selalu berubah. Umar bin Khattab dahulunya seorang anak kceil yang tidak tahu apapun dan tak bisa apa-apa. Kemudian melewati masa jahiliyah lalu cahaya Allah menerpanya. Ia pun memilih jalan hidupnya untuk menjadi seorang muslim, menjadi seorang khalifah.

Tangis Umar adalah tangis seseorang yang terngiang kembali bagaimana ia mengambil pilihan-pilihan penting dalam hidupnya. Sebuah keputusan yang tidak ringan. Meninggalkan sebuah ideologi yang sudah mandarah daging dan mengambil ideologi baru. Dahulu, ia seorang jahiliyah yang memilih jalan hidup berseberangan dengan Islam. Hingga Allah membuka pintu hidayah, sepenuh hati dan tanggung jawab.

Apapun yang kita pilih ujungnya adalah tanggung jawab. Memikul tanggung jawab apapun pasti melelahkan. Tidak ada yang hidup tidak melelahkan. Yang membedakan hanya bagaimana seseorang memahami dan menghargai hidupnya dengan kebaikan. Hanya itu yang membedakan.

Hidup hanyalah kesempatan untuk membuat pilihan-pilihan. Segalanya digulirkan dan digilirkan. Setiap manusia lahir, hidup, lalu mati. Muncul kesenangan terkadang berganti kesedihan. Sehat dan sakit. Semua fana. Semua pasti selalu berubah, bergerak, dan berjalan. Tapi, semuanya akan berhenti dan berakhir. Ketika itulah kehidupan di dunia akan beganti pada kehidupan di akherat. Ketika itulah semua dinamika dan gerak hidup seseorang berakhir. “Rasulullah SAW bersabda, “orang yang cerdas itu adalah orang mengendalikan dirinya dan mempersiapkan hidup setelah mati.”

Coba kita bertanya pada diri sendiri, apa yang kita cari dalam hidup ini? Jawablah pertanyaan itu dari sudut pandang manapun yang kita mau. Dari sudut kekayaan, harta benda, materi, dan keduniaan. Dari sudut popularitas, jabatan, kehormatan, penghargaan, dan kemuliaan. Dari sisi aktualisasi diri, prestasi dan karya cipta. Atau dari sudut manapun yang kita mau.

Tanyakan lagi, tentang kematian yang merupakan fase pasti setelah kehidupan. Jika kita berorientasi pada kekayaan, harta benda, materi, dan keduniaan. Tanyakan apa dampak itu semua fase kehidupan setelah kematian? Jika kita menginginkan kehidupan dari sisi popularitas, jabatan, penghormatan, penghargaan orang lain, apakah itu semua berguna bagi alam akhirat yang sudah pasti?

Kehidupan memang sebuah bentangan jalan yang akan berakhir. Kematian pasti terjadi pada siapapun. Sebesar apapun kuasa dan jabatan kita. Seluas apapun milik dan sekuat apapun perlindungan kita. Begitu mahalnya nilai hidup. Karena itu, setiap orang harus memberi pilihan yang tepat untuk mengisi hidup.pilihan dalam hiduplah yang akan menentukan siapa kita. Pilihan dalam hidup juga yang akan menentukan ke mana kita nantinya. Pilihan hidup juga yang akan menetapkan seluruh akibatnya yang harus kita jalani nantinya.

Hari ini, ketika kita membaca uraian ini, kumpulan hari, bulan, dan tahun berputar tanpa pernah kembali lagi. Setiap hari umur bertambah, usia berkurang. Hal itu berbarti kematian kita kian dekat. Tidak ada pilihan lain, kecuali kita harus memilih jalan hidup yang benar.

Sumber : Hidup Tak Mengenal Siaran Tunda

“Hidup hanyalah kesempatan membuat pilihan.

Segalanya bergulir dan bergilir”

Volume XXIIINo. 2 2018

Page 43: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

40Volume XX No. 3 2015

Page 44: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

41

p e r t nw si oai

Peris tiwa

Bupati Bengkulu Selatan: Perpustakaan adalah Investasi

Medan Merdeka Selatan, Jakarta—Perpustakaan merupakan investasi untuk membangun masyarakat yang cerdas dan sejahtera. Demikian disampaikan Bupati Bengkulu Selatan Dirwan Mahmud saat bertemu Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando, Kamis, (5/4). Dirwan mengakui minat baca di kabupatennya masih rendah. Oleh karena itu, ia ingin perubahan untuk meningkatkan angka minat baca dan kunjungan ke perpustakaan. “Setiap masuk ke desa, saya instruksikan kepala desa agar ada perpustakaan di setiap desa. Begitu juga di kecamatan, rumah sakit, polres, kodim, semuanya”, ujar Dirwan. Kepala Perpusnas mengapresiasi kepedulian Dirwan terhadap perpustakaan. Muhammad Syarif meminta Bupati agar memberikan ruang untuk buku-buku yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, seperti buku ilmu terapan agar masyarakat tergerak untuk melakukan usaha. “Jangan pernah mengharapkan sumber daya alam sebagai modal, tapi harusnya sumber daya manusia,” pungkas Muhammad Syarif. (Hanna M)

Rayakan 500 Tahun Penerbitan di Belarus, Dubes Belarus Hibahkan Buku Francysk Skaryna Untuk Perpusnas

Medan Merdeka Selatan, Jakarta--Duta Besar Belarus untuk Indonesia menyerahkan buku Francysk Skaryna ke Perpusnas. Pemberian buku dilakukan secara simbolis oleh Duta Besar Belarus untuk Indonesia H.E. Valery Kolesnik kepada Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando, Kamis, (5/4). Francysk Skaryna merupakan salah satu penulis bersejarah di Belarus. Sebanyak 23 eks buku Francysk Skaryna diserahkan Perpusnas Belarus kepada Perpusnas RI. Buku Francysk Skaryna dicetak ke dalam tiga bahasa, yakni Rusia, Belarus, dan Inggris. Buku edisi khusus Francysk diedarkan bertepatan Perayaan 500 Tahun Penerbitan Belarus pada 2018. Kepala Perpusnas berjanji akan mengenalkan sosok Francysk lewat seminar, diskusi, dan pameran. Dubes Belarus mengakui perpustakaan merupakan tempat yang sangat penting karena berperan dalam kehidupan sosial. “Di Belarus, perpustakaan merupakan pusat kebudayaan dan memiliki perhatian khusus pada kegiatan bersejarah,” pungkas Muhammad Syarif. (Hanna M)

Volume XXIIINo. 2 2018

Page 45: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

42

Kepala Perpusnas Kukuhkan Dedi Junaedi Sebagai Pustakawan Ahli Utama

Medan Merdeka Selatan, Jakarta - Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando melantik Dedi Junaedi sebagai Pustakawan Ahli Utama, Rabu, (11/4), sesuai dengan Keppres No. 7 Tahun 2018. Sebelumnya, Dedi Junaedi menjabat sebagai Sekretaris Utama Perpusnas. Pengukuhan Dedi Junaedi menambah jajaran pustakawan ahli utama di Perpusnas, sehingga berjumlah tujuh orang. Dedi selanjutnya mendapat tugas khusus untuk melakukan pengembangan prototip perpustakaan yang dipatenkan, membangun jejaring perpustakaan nasional, serta mengidentifikasi potensi wilayah untuk penyuluhan pengembangan perpustakaan. Usai dilantik, Dedi Junaedi berharap bisa terus berkiprah menjalankan tugasnya sebagai Pustakawan Ahli Utama selama lima tahun ke depan. “Tuntutan perpustakaan dan pustakawan di era globalisasi ini harus lebih cepat, lebih mandiri. Kepala Perpusnas selalu mengatakan target percepatan untuk menjadi sepuluh perpustakaan terbaik dunia. “Nah, ini harus diwujudkan bersama bahwa pustakawan harus hebat, pustakawan harus bergerak,” ujar Dedi. (Hanna M)

Pustakawan Diminta Berperan Aktif Tangkal Isu HoaxJakarta, DKI Jakarta—Literasi menjadi salah satu kunci dalam meningkatkan kualitas pendidikan anak-anak. Guna mencapai harapan tersebut, MoneyGram Foundation dan Yayasan Pengembangan Perpustakaan Indonesia (YPPI) meresmikan Mobil Pustaka Pintar di Jakarta. Mobil pustaka ini sanggup memuat 1.000 buku, komputer, dan koneksi Wi-Fi. MoneyGram dan YPPI memiliki tujuan yang sama, yakni untuk meningkatkan pemahaman masyrakat terhadap literasi Pendidikan. Mobil Pustaka Pintar ini merupakan terobosan terbaru dan lanjutan kemitraan dengan YPPI. Pemberhentian pertama Mobil Pustaka Pintar ini berlokasi Tulungagung, Jawa Timur, daerah dimana banyak pekerja migran dengan tingkat pendidikan yang rendah. MoneyGram Foundation adalah lembag nirlaba yang berkomitmen untuk memberdayakan anak-anak melalui Pendidikan. (Republika)

Semarak Wiken di Perpusnas Bersama Festival Dongeng Kerajaan Nusantara Medan Merdeka Selatan, Jakarta—Hari Sabtu di Perpusnas menjadi hari yang penuh warna. Komunitas Ayo Dongeng Indonesia (Ayodi) berkolaborasi dengan komunitas Langkah Kecil Hajar dan Perpusnas mengadakan Festival Dongeng Kerajaan Nusantara 2018 di Ruang Layanan Anak Perpusnas, Sabtu, (20/5). Sesekali anak-anak diajak menirukan suara, berteriak, bernyanyi, dan bergerak seperti dalam cerita. Festival Dongeng Kerajaan Nusantara merupakan kali pertama diselenggarakan di Perpusnas menyusul kesuksesan Festival Dongeng Internasional Indonesia pada 2017. Selain dari Komunitas Ayodi dan Komunitas Langkah Kecil Hajar, kegiatan edukasi ini juga mengajak sejumlah komunitas lain seperti Komunitas Indoreadgram, Komunitas Buku Berbagi NTT, dan Komunitas Dongeng Pelangi. Tidak ketinggalan pula penampilan puisi dari Komunitas Jendela, hiburan dari Charity Children Education, dan Summer Cloud Band, dan serta pertunjukkan sulap. (Hartoyo D)

Volume XXIIINo. 2 2018

Page 46: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

43

Perpusnas Raih Penghargaan dari ANRI Atas Penyelamatan Arsip Bernilai Guna Kupang, NTT—Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando menyerahkan secara simbolis arsip statis kepada Kepala Arsip Nasional RI Mustari Irawan pada Peringatan Hari Kearsipan ke-47 yang dilaksanakan di Kupang, NTT, Selasa, (15/5). Pada kesempatan tersebut, Kepala ANRI juga memberikan piagam penghargaan kepada Perpusnas bersama Kemendagri dan KemenPAN-RB atas peran sertanya menyelamatkan arsip yang bernilai guna sebagai pertanggungjawaban nasional. Rapat Rakornas Kearsipan diselenggarakan guna menindaklanjuti Gerakan Nasional Sadar Arsip yang dicanangkan Menteri PAN-RB Asman Abnur, 17 Agustus 2016 lalu. Di era informasi saat ini, siapa yang menguasai informasi dialah yang dapat menguasai dunia," imbuh Mustari. Menurut Kepala ANRI, arsip yang dikelola yang baik dengan penggunaan data dan informasi yang otentik, akurat, dan terpercaya adalah arsip yang berasal dari kegiatan pemerintahan. (Arwan S)

Perpusnas Ikut Sukseskan Gerakan Nasional Sadar dan Tertib Arsip Salemba, Jakarta—Mengelola informasi dan dokumentasi secara efektif membuat pekerjaan menjadi lebih mudah dan cepat. Namun, untuk memulai ke arah sana perlu komitmen sadar dan tertib arsip. Menyadari pentingnya hal tersebut, Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando bersama jajaran di lingkungan kedeputian dan eselon dua melakukan penandatanganan pengelolaan sadar dan tertib arsip. Penandatanganan disaksikan langsung Kepala ANRI Mustari Irawan, Kamis, (17/5). Komitmen tersebut merupakan tindak lanjut dari penyerahan arsip statis yang diberikan Perpusnas kepada ANRI di Kupang, NTT, (15/5). “Setelah sebelumnya dilakukan audit arsip yang ada di Perpustakaan Nasional. Perpustakaan Nasional langsung melakukan perbaikan dari sisi pengelolaan dan pelestarian arsip. Dan kini Perpusnas secara aktif juga ikut menyukseskan Gerakan Nasional Sadar Tertib Arsip (GNSTA) yang dicanangkan ANRI dan KemenPAN-RB,” ucap Kepala ANRI Mustari Irawan saat memberikan sambutan. (Hartoyo D)

Workshop e-LHKPN: Cara Cegah Penyelenggara Negara Korupsi

Salemba, Jakarta—Laporan Harta Kekayaan Negara secara elektronik (e-LHKPN) adalah sistem pelaporan harta kekayaan secara elektronik yang dilakukan oleh setiap penyelenggara negara kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Perpusnas sebagai salah satu penyelenggara juga tidak luput dari pelaksanaan e-LHKPN. Sebanyak 63 pejabat dan penyelenggara negara di lingkungan Perpusnas mengikuti workshop penyampaian LHKPN melalui elektronik oleh KPK, Kamis, (31/5). “Dari LHKPN publik pun bisa mengetahui berapa harta yang diperoleh selama seseorang menjabat. Tidak ada keragu-raguan ataupun prasangka yang timbul yang berujung fitnah,” Deni Setianto dari Kedeputian Bidang Pencegahan Direktorat PP LHKPN KPK. Deni menambahkan saat ini KPK sedang giat melakukan sejumlah terobosan untuk mencegah terjadinya korupsi. Pola korupsi seiring jaman kian canggih. Beragam cara dilakukan sejumlah oknum,

bahkan bekerja sama untuk mengelabui agar praktek haram tersebut tidak terlihat aparat hukum. (Hartoyo D)

Volume XXIIINo. 2 2018

Page 47: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

44

BPK Resmikan Perpustakaan Riset Tata Kelola dan Akuntabilitas Negara

Pejompongan, Jakarta—Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) membuat terobosan untuk mendorong peran aktif publik dalam melakukan riset tata kelola dan akuntabilitas keuangan negara, yaitu dengan meresmikan Perpustakaan Riset Tata Kelola dan Akuntabilitas Keuangan Negara. Peresmian dilakukan oleh Wakil Ketua BPK Bahrullah Akbar didampingi Wakil Menkeu Mardiasmo dan Sekjen Kemenristek Dikti Ainun Na'im, Kamis, (28/6). “Perpustakaan ini mungkin satu-satunya perpustakaan khusus yang spesifik tentang riset tata kelola dan akuntabilitas keuangan yang menyediakan data, informasi dan pengetahuan mengenai keuangan sektor publik,” terang Akbar. Perpustakaan BPK memiliki koleksi sebanyak 17.410 judul dengan 21.852 eksemplar. Perpustakaan ini juga dilengkapi dengan koleksi e-book dan e-journal. Perpustakaan BPK berada di lantai dasar. Perpustakaan BPK juga bekerja sama dengan Pusat Informasi dan Komunikasi BPK untuk membuka akses publik terhadap hasil laporan hasi pemeriksaan BPK sebagai bahan riset. “Jadi, keberadaan perpustakaan adalah untuk mendukung tugas pemerintah,” tambah Akbar. (Hartoyo D)

Perpusnas Pertahankan Predikat WTP dari BPK

Pejompongan, Jakarta—Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi menyerahkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) tahun 2017 atas Perpustakaan Nasional yang diterima langsung oleh Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando di kantor BPK, (5/6). Perpusnas menurut LHP meraih predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). WTP yang diraih Perpusnas adalah kali kedua berturut-turut setelah ditahun 2017 juga mendapatkan predikat serupa atas LHP tahun 2016. Menindaklanjuti LHP, Achsanul menjelaskan sesuai UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, pada pasal 20 ayat 1 bahwa pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan. Dan di ayat berikutnya pejabat wajib memberikan jawaban kepada BPK tentang tindak lanjut atas rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan. Jawaban yang disampaikan kepada BPK selambat-lambatnya 60 hari setelah LHP diterima. "Kami tidak ingin auditor BPK datang dengan mindset mencari salah. BPK hanya mengkonfirmasi apakah sudah tepat atau tidak. Lalu, dilakukan uji kebenaran. Jika salah akan beritahu dimana kesalahannya," tegas Achsanul. (Hartoyo D)

Koleksi Budaya Lokal Harus Masuk Dalam Perda Perpustakaan

Medan Merdeka Selatan, Jakarta—Paradigma perpustakaan bukan lagi sekedar deretan buku berdebu, tapi bagaimana mengubah kehidupan masyarakat dengan memperhatikan pendidikan dan teknologi ilmu terapan. "Banyak negara-negara maju yang mempunyai budaya baca tinggi dan dapat diterapkan di masyarakat. Kab. Enrekang, seperti daerah-daerah lain juga memerlukan buku-buku ilmu terapan yang akan memandu masyarakat," ujar Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando saat menerima anggota DPRD Kab. Enrekang, (4/6). Kepala Perpusnas menjelaskan perbedaan bangsa maju dan tidak maju, parameternya adalah budaya baca. Wakil Ketua DPRD Kab. Enrekang Arfan Renggong mengatakan bahwa pihaknya saat ini sedang menyusun Perda tentang Perpustakaan dan Kearsipan. Senada dengan Arfan, Anggota DPRD Kab. Enrekang Saipul Akbar berharap perpustakaan dapat mendorong masyarakat Enrekang untuk maju melalui buku bacaan mengenai

Volume XXIIINo. 2 2018

Page 48: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

L e n s a

W a r t a

Salemba, 15-19 Mei 2017Rangkaian Acara Perpusnas Expo 2017Rangkaian Acara Perpusnas Expo 2017Rangkaian Acara Peringatan HUT Perpustakaan Nasional RI yang Jatuh pada Tanggal 17 Mei 2018

11 Mei 2018, Perpustakaan Nasional Jl. Salemba Raya 28A Jakarta Pusat

Page 49: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas
Page 50: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

L e n s a

W a r t a

Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Perpusnas Mendapatkan Opini Wajar Tanpa Pengecualian

5 Juni 2018, Auditorium BPK RI Jakarta

Page 51: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas

Perpustakaan Nasional

@perpusnas1

[email protected]

www.perpusnas.go.id

perpusnas.go.id

Perpustakaan Nasional RI

Page 52: Volume XXIII No. 2 Tahun 2018 - Perpusnas