Volume 4, Nomor 3, September - Desember 2016 DAMPAK...

13
14 14 Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X Volume 4, Nomor 3, September - Desember 2016 DAMPAK IMPLEMENTASI PROGRAM MINAPOLITAN TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KECAMATAN MUNCAR KABUPATEN BANYUWANGI Adi Wiratama Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga Abstract Banyuwangi is one of the areas which has a large fishery assets. Fishery assets in Banyuwangi mostly from fishing effort in the sea. in addition, to fishing in Banyuwangi need to be optimized to improve the welfare of fishermen. The imbalance in public income in Banyuwangi, showed that construction activity in Banyuwangi still not able to run optimally. Featured program that can be used to boost revenue in Banyuwangi is minapolitan. Associated with the program minapolitan in Banyuwangi, the results of the evaluation of policies conducted may be used as consideration in assessing the impact of the minapolitan on the welfare of society. Accordingly, this study aims to determine the impact of the implementation of minapolitan in community welfare in the District Muncar Banyuwangi. This study used a qualitative research approach. This research is a qualitative descriptive type. This research method in this study using case studies or case study. Data collection techniques in this study using in-depth interviews, observation, and documentation The results of this research indicate that (1) Implementation of the program in the District Muncar Minapolitan less overall Banyuwangi can involve local communities. (2) Implementation of the program in the District Muncar Minapolitan has also achieved some objectives evenly though not maximum, the concept of development of marine and fisheries sector, there are still some targets have not been achieved, such as the rehabilitation of the sea. (3) With the program in the district Minapolitan Muncar also played a role in encouraging other program related to the area to get into the District Minapolitan Muncar. Keywords: Welfare society, Minapolitan PENDAHULUAN Kabupaten Banyuwangi merupakan wilayah yang terletak di ujung Timur Pulau Jawa dan memiliki luas wilayah sekitar 5.782,50 km dengan panjang garis pantai sekitar 175,8 km serta jumlah pulau sebanyak 10 pulau. Kabupaten Banyuwangi memiliki wilayah perairan yang merupakan salah satu daerah perikanan utama di Jawa Timur karena dibatasi oleh Selat Bali di sebelah Timur dan Samudera Indonesia di sebelah Selatan. Selat Bali memiliki potensi penangkapan maksimum lestari untuk ikan pelagis dengan hasil ikan yang dominan yaitu Lemuru (Sardinella Lemuru) sebesar 46.400 ton, sedangkan Samudera Indonesia yang luasnya ± 2.000 mil 2 memiliki potensi lestari sebesar 212.500 ton per tahun yang terdiri dari ikan demersal sebesar 103.000 ton per tahun dan ikan permukaan sebesar 109.500 ton per tahun. Berdasarkan kondisi tersebut, Kabupaten Banyuwangi dianggap memiliki aset perikanan yang besar. Produksi perikanan laut di Kabupaten Banyuwangi terdiri dari enam cabang usaha, yaitu: penangkapan, budidaya tambak, kolam, mina padi, karamba dan perairan umum. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut( Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi 2013): Tabel I.1 Produksi Perikanan Laut di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009-2010 No Cabang Usaha 2009 2010 Kg Kg 1 Penangkapan 51.371.036 29.264.334 2 Budidaya tambak 6.000.700 7.094.410 3 Kolam 408.300 1.517.850 4 Mina padi 7.800 38.080 5 Karamba 16.700 49.760 6 Perairan umum 72.600 100.490 Jumlah 57.877.136 38.064.924 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi Tabel I.1 tersebut menunjukkan bahwa dalam periode tahun 2010, sebagian besar produksi perikanan laut berasal dari usaha penangkapan di laut yaitu 76,88% dari produksi secara keseluruhan. Kondisi tersebut juga menunjukkan bahwa aset perikanan di Kabupaten Banyuwangi sebagian besar berasal dari usaha penangkapan di laut. Produksi pengangkapan ikan di laut pada Kabupaten Banyuwangi tersebar dalam 11 Kecamatan. Data produksi penangkapan ikan laut di 11 kecmatan tersebut menunjukkan bahwa terjadi

Transcript of Volume 4, Nomor 3, September - Desember 2016 DAMPAK...

1414

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 4, Nomor 3, September - Desember 2016

DAMPAK IMPLEMENTASI PROGRAM MINAPOLITAN TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KECAMATAN MUNCAR

KABUPATEN BANYUWANGI

Adi WiratamaMahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga

Abstract

Banyuwangi is one of the areas which has a large fishery assets. Fishery assets in Banyuwangi mostly from fishing effort in the sea. in addition, to fishing in Banyuwangi need to be optimized to improve the welfare of fishermen. The imbalance in public income in Banyuwangi, showed that construction activity in Banyuwangi still not able to run optimally. Featured program that can be used to boost revenue in Banyuwangi is minapolitan. Associated with the program minapolitan in Banyuwangi, the results of the evaluation of policies conducted may be used as consideration in assessing the impact of the minapolitan on the welfare of society. Accordingly, this study aims to determine the impact of the implementation of minapolitan in community welfare in the District Muncar Banyuwangi. This study used a qualitative research approach. This research is a qualitative descriptive type. This research method in this study using case studies or case study. Data collection techniques in this study using in-depth interviews, observation, and documentation

The results of this research indicate that (1) Implementation of the program in the District Muncar Minapolitan less overall Banyuwangi can involve local communities. (2) Implementation of the program in the District Muncar Minapolitan has also achieved some objectives evenly though not maximum, the concept of development of marine and fisheries sector, there are still some targets have not been achieved, such as the rehabilitation of the sea. (3) With the program in the district Minapolitan Muncar also played a role in encouraging other program related to the area to get into the District Minapolitan Muncar.

Keywords: Welfare society, Minapolitan

PENDAHULUANKabupaten Banyuwangi merupakan

wilayah yang terletak di ujung Timur Pulau Jawa dan memiliki luas wilayah sekitar 5.782,50 km dengan panjang garis pantai sekitar 175,8 km serta jumlah pulau sebanyak 10 pulau. Kabupaten Banyuwangi memiliki wilayah perairan yang merupakan salah satu daerah perikanan utama di Jawa Timur karena dibatasi oleh Selat Bali di sebelah Timur dan Samudera Indonesia di sebelah Selatan.

Selat Bali memiliki potensi penangkapan maksimum lestari untuk ikan pelagis dengan hasil ikan yang dominan yaitu Lemuru (Sardinella Lemuru) sebesar 46.400 ton, sedangkan Samudera Indonesia yang luasnya ± 2.000 mil2 memiliki potensi lestari sebesar 212.500 ton per tahun yang terdiri dari ikan demersal sebesar 103.000 ton per tahun dan ikan permukaan sebesar 109.500 ton per tahun. Berdasarkan kondisi tersebut, Kabupaten Banyuwangi dianggap memiliki aset perikanan yang besar. Produksi perikanan laut di Kabupaten Banyuwangi terdiri dari enam cabang usaha, yaitu: penangkapan, budidaya tambak, kolam, mina padi, karamba dan perairan umum. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut( Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi 2013):

Tabel I.1 Produksi Perikanan Laut di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009-2010

No Cabang Usaha2009 2010Kg Kg

1 Penangkapan 51.371.036 29.264.3342 Budidaya tambak 6.000.700 7.094.4103 Kolam 408.300 1.517.8504 Mina padi 7.800 38.0805 Karamba 16.700 49.7606 Perairan umum 72.600 100.490

Jumlah 57.877.136 38.064.924Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi

Tabel I.1 tersebut menunjukkan bahwa dalam periode tahun 2010, sebagian besar produksi perikanan laut berasal dari usaha penangkapan di laut yaitu 76,88% dari produksi secara keseluruhan. Kondisi tersebut juga menunjukkan bahwa aset perikanan di Kabupaten Banyuwangi sebagian besar berasal dari usaha penangkapan di laut. Produksi pengangkapan ikan di laut pada Kabupaten Banyuwangi tersebar dalam 11 Kecamatan.

Data produksi penangkapan ikan laut di 11 kecmatan tersebut menunjukkan bahwa terjadi

1414

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 4, Nomor 3, September - Desember 2016

kondisi fluktuatif karena sempat terjadi penurunan produksi penangkapan ikan di laut yaitu pada tahun 2009 ke 2010, meskipun pada tahun-tahun berikutnya terjadi peningkatan jumlah produksi namun hasil yang diperoleh tidak sebanyak tahun 2009. Data tersebut juga menunjukkan bahwa usaha perikanan tangkap di Kabupaten Banyuwangi masih perlu untuk dioptimalkan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan.

Tingginya perolehan atau produksi penangkapan ikan di laut tampaknya dapat meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat Kabupaten Banyuwangi sebagaimana yang ditunjukkan pada tabel I.2 berikut yang menyajikan pendapatan per kapita Kabupaten Banyuwangi tahun 2009 – 2013.

Tabel 1.2 Pendapatan Per Kapita Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009 – 2013 (dalam rupiah)

Tahun Pendapatan Per Kapita (Rp)2009 12.930.8862010 14.479.8532011 16.582.2372012 19.277.4212013 21.859.156

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten BanyuwangiTabel I.2 menyajikan angka pendapatan

per kapita masyarakat Kabupaten Banyuwangi yang memiliki tren meningkat tiap tahun dalam periode 2009 – 2013. Pada tahun 2013 pendapatan per kapita masyarakat Kabupaten Banyuwangi sebesar Rp 21.859.156 yang mengandung maksud bahwa dari sejumlah penduduk Kabupaten Banyuwangi diperkirakan mempunyai pendapatan rata-rata dalam setahunnya sebesar Rp 21.859.156. Angka pendapatan per kapita tahun 2013 naik sekitar 13,39 persen bila dibandingkan dengan pendapatan per kapita pada tahun 2012 yang menunjukkan angka Rp 19.277.421. Hal ini menunjukkan apabila tingkat kesejahteraan masyarakat Banyuwangi tahun 2013 naik sebesar 13,39 persen dibandingkan tahun 2012.

Kesejahteraan masyarakat diartikan sebagai sistem terorganisir dari institusi dan pelayanan sosial yang dirancang untuk membantu individu atau kelompok agar dapat mencapai hidup dan kesehatan yang lebih baik(Adi Fahrudin 2012:9). Pada dasarnya, kesejahteraan masyarakat mencakup konsepsi yang terdiri dari kondisi kehidupan atau keadaan sejahtera, yaitu terpenuhinya segala kebutuhan jasmani, rohani dan sosial. Kesejahteraan masyarakat menggambarkan tentang kondisi masyarakat di mana seluruh kebutuhan hidup masyarakat telah terpenuhi, seperti: makanan, pakaian, perumahan, pendidikan dan kesehatan.

Kesejahteraan masyarakat dianggap sebagai tujuan dari suatu kegiatan pembangunan. Tidak meratanya atau adanya ketimpangan pendapatan masyarakat di Kabupaten Banyuwangi, menunjukkan bahwa kegiatan pembangunan di Kabupaten Banyuwangi masih belum dapat berjalan

secara maksimal. Diperlukan suatu program unggulan yang dapat mendongkrak perolehan pendapatan Kabupaten Banyuwangi, mengingat Kabupaten Banyuwangi adalah daerah yang mampu meningkatkan jumlah produksi penangkapan di laut tiap tahunnya. Program unggulan yang dapat dimanfaatkan untuk mendongkrak perolehan pendapatan di Kabupaten Banyuwangi adalah minapolitan.

Minapolitan adalah konsep pembangunan kelautan dan perikanan berbasis manajemen ekonomi kawasan dengan motor penggerak sektor kelautan dan perikanan dalam rangka meningkatkan pendapatan rakyat (Sjarief Widjaja 2013:10). Penggerak utama ekonomi di kawasan minapolitan dapat berupa sentra produksi dan perdagangan perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengolahan ikan atau kombinasi ketiga hal tersebut. Tujuan dari program minapolitan adalah untuk meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat skala mikro dan kecil, meningkatkan jumlah dan kualitas usaha skala menengah ke atas sehingga memiliki daya saing tinggi, dan untuk meningkatkan sektor kelautan dan perikanan menjadi penggerak ekonomi regional dan nasional ( Akbar Khamarullah 2014 Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol2, No. 4:591-596).

Sebagai suatu program, minapolitan perlu diimplementasikan agar tujuan dari program tersebut dapat dicapai. Program minapolitan merupakan sebuah kebijakan pemerintah untuk mengambil inisiatif dalam menetapkan sebuah prioritas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, implementasi perlu dilakukan agar kebijakan yang dibuat dapat dipahami tentang apa yang seharusnya terjadi setelah program minapolitan tersebut berlaku atau dirumuskan (James E. Anderson 2003). Apabila telah diperoleh hasil atau outcomes dari implementasi kebijakan, akan dilakukan evaluasi sebagai tahapan akhir dari proses suatu kebijakan.

Evaluasi kebijakan dilakukan dengan mencakup empat aspek yaitu input, proses, output dan outcomes. Terkait dengan program minapolitan, evaluasi kebijakan dilakukan dengan menganalisis input, proses, output dan outcomes yang ada. Apabila evaluasi kebijakan program minapolitan dilakukan dengan jujur dan tidak dilakukan manipulasi, maka temuan yang ada bersifat positif dalam arti akan memberikan manfaat yang besar kepada perumus kebijakan, pembuat kebijakan dan masyarakat. Terkait dengan program minapolitan di Kabupaten Banyuwangi, hasil dari evaluasi kebijakan yang dilakukan dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam menilai tentang dampak minapolitan tersebut terhadap kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan pemaparan tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui tentang sejauh mana dampak yang dihasilkan dari program minapolitan terhadap kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi.

1414

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 4, Nomor 3, September - Desember 2016

Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang yang telah

diuraikan di atas, permasalahan penelitian yang akan dikaji adalah: Bagaimana dampak implementasi minapolitan terhadap kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi?

Tujuan PenelitianBerdasarkan permasalahan penelitian yang

telah dipaparkan, tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak implementasi program minapolitan terhadap kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi.

Tinjauan Pustaka

Implementasi Kebijakan PublikImplementasi kebijakan adalah aktivitas

yang tampak setelah dikeluarkan suatu pengarahan yang sah dari suatu kebijakan yang terdiri dari upaya untuk mengelola input sehingga diperoleh output atau outcomes bagi masyarakat. Implementasi kebijakan publik terdiri dari beberapa tahapan. Berikut tahapan dari implementasi kebijakan publik (Rachmat Hidayat, Adam Idris, Masjaya. 2014):

1. Tahapan impelementasi kebijakan dilakukan dengan menempatkan kebijakan dalam pengaruh berbagai faktor dalam rangka melaksanakan kebijakan itu sendiri. Pada tahap ini terdapat hal yang harus dipahami, yaitu:

a) Tentang bagaimana kinerja dari suatu kebijakan

b) Tentang bagaimana isi yang berinteraksi dengan kelompok sasaran

2. Tentang bagaimana sejumlah faktor yang berasal dari lingkungan, meliputi lingkungan politik dan sosial yang berpengaruh pada pelaksanaan kebijakan.

3. Tahapan menganalisis berbagai faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan. Hal tersebut penting untuk dilakukan untuk memberikan gambaran dalam bentuk bagan terhadap determinan kinerja dari implementasi kebijakan. Faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan terdiri dari isi kebijakan, political will, karakteristik kelompok sasaran dan dukungan lingkungan. Pada sisi lain, terdapat empat faktor penting lain yang dianggap sangat menentukan keberhasilan implementasi kebijakan. Berikut empat faktor yang dimaksud (Iskandar, DB. Paranoan, Achmad Djumlani. 2013 : 525-537):

a) Komunikasi kebijakan.b) Sumberdaya

c) Disposisid) Struktur Birokasi

Evaluasi Kebijakan PublikEvaluasi kebijakan adalah suatu proses

untuk melakukan penilaian tentang seberapa jauh suatu kebijakan publik dapat memberikan hasil dengan cara melakukan perbandingan antara hasil yang diperoleh dengan tujuan kebijakan publik yang telah ditentukan (Ratih Anggraeni, Soesilo Zauhar, Siswidiyanto 2012). Evaluasi kebijakan dianggap sebagai suatu kegiatan fungsional adalah suatu kebijakan itu sendiri. Pengambil kebijakan dan administrator senantiasa membuat penilaian terhadap keberhasilan atau terhadap dampak dari kebijakan khusus, program-program dan proyek-proyek yang dilaksanakan itu (Kridawati Sadhana. 2012). Evaluasi kebijakan publik adalah tahap akhir dari proses suatu kebijakan, tetapi kegiatannya terjadi pada seluruh aktivitas dalam proses kebijakan. Evaluasi dilakukan dengan mencakup empat aspek, yaitu (Hanif Nurcholis 2007 : 277):

1. Input2. Proses3. Output4. Outcomes

Evaluasi kebijakan memiliki peran penting untuk perkembangan dan kemajuan suatu organisasi. Adanya evaluasi membuat suatu program dapat diketahui kelemahan dan kekurangannya sejak direncanakan sampai pada pelaksanaan untuk mencapai tujuan yaitu memenuhi kepentingan masyarakat. Tujuan dari evaluasi kebijakan pada dasarnya adalah untuk memperoleh hasil atau outcomes yang sebaik-baiknya dengan jalan dan cara yang efisien dalam perkembangan masyarakat. Evaluasi terdiri dari tiga jenis, yaitu (Rochyati Wahyuni Triana. 2011 : 271):

1. Evaluasi prosesEvaluasi proses dilakukan pada saat

kebijakan dibuat atau sebelum dilaksanakan suatu kebijakan. Pada tahap evaluasi proses, terdapat dua hal yang perlu dilakukan, yaitu: evaluasi desain kebijakan dan evaluasi legitimasi kebijakan2. Evaluasi formatif

Evaluasi formatif merupakan evaluasi yang dilakukan pada saat proses implementasi kebijakan sedang berlangsung. Tujuan utama dilakukan evaluasi formatif adalah untuk mengetahui tentang seberapa jauh sebuah program diimplementasikan dan kondisi-kondisi apa yang dapat diupayakan untuk dapat meningkatkan keberhasilan program tersebut. Pada istilah manajemen, evaluasi formatif adalah merupakan kegiatan monitoring pada aplikasi kebijakan. Evaluasi formatif

1414

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 4, Nomor 3, September - Desember 2016

menggunakan ukuran-ukuran kuantitatif sebagai sebuah pengukuran kinerja implementasi. Evaluasi formatif digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program yang memiliki ciri-ciri yang terdiri dari:

a. Merupakan evaluasi terhadap proses.b. Menilai tingkat kepatuhan pelaksana

terhadap standar aturan.c. Menggunakan model-model pada

implementasi.d. Bersifat kuantitatif.e. Melihat dampak jangka pendek dari

pelaksanaan kebijakan atau program.f. Evaluasi formatif terdiri dari beberapa

jenis, yaitu:1) Evaluasi administratif.2) Evaluasi yudisial.3) Evaluasi politik.

Aspek-aspek kinerja implementasi dalam evaluasi formatif terdiri dari:

a) Effort evaluation.b) Performance evaluation.c) Effectiveness evaluation.d) Effeciency evaluation.e) Process evaluation.

3. Evaluasi sumatif Evaluasi sumatif merupakan evaluasi

yang dilakukan pada saat kebijakan telah diimplementasikan dan memberikan dampak. Evaluasi sumatif dilakukan dengan tujuan utama untuk mengukur bagaimana efektivitas sebuah program atau kebijakan tersebut dapat memberikan dampak yang nyata pada problem yang ditangani. Evaluasi sumatif bertujuan untuk:

a. Menilai apakah program telah membawa dampak yang diinginkan terhadap individu, rumah tangga dan lembaga.

b. Menilai apakah dampak tersebut berkaitan dengan intervensi program.

c. Mengeksplor apakah terdapat akibat yang tidak diperkirakan baik yang positif maupun yang negatif.

d. Mengkaji tentang bagaimana program mempengaruhi kelompok sasaran dan apakah perbaikan kondisi kelompok sasaran benar-benar disebabkan oleh adanya program tersebut atau karena disebabkan oleh faktor lain.

Evaluasi sumatif memiliki dimensi dampak yang harus dikaji dan terdiri dari:

a. Dampak pada masalah publik pada kelompok sasaran yang diharapkan atau tidak.

b. Dampak pada kelompok di luar sasaran.c. Dampak sekarang dan dampak yang akan

datang.d. Dampak biaya langsung yang dikeluarkan

untuk membiayai program dan dampak biaya tidak langsung yang dikeluarkan oleh publik sebagai akibat dari suatu kebijakan. Berdasarkan jenis-jenis evaluasi kebijakan

yang telah diuraikan tersebut, evaluasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah evaluasi sumatif karena penelitian ini dilakukan untuk mengetahuai dampak program minapolitan terhadap kesejahteraan masyarakat. Evaluasi kebijakan yang digunakan untuk menganalisa seluruh proses kebijakan memiliki fungsi tersendiri dalam sebuah kebijakan. Terdapat empat fungsi dari evaluasi kebijakan publik, yaitu (Riant Nugroho Dwidjowijoto 2008 : 541):

a. Eksplanasi. b. Kepatuhan.c. Audit.d. Akunting.

Adanya kegiatan evaluasi terhadap suatu kebijakan publik, membuat ditemukannya sebuah fakta tentang pelaksanaan kebijakan publik. Temuan tersebut dapat bersifat positif atau negatif. Sebuah evaluasi yang profesional akan menghasilkan temuan yang objektif, yaitu temuan apa adanya berupa data, analisis dan kesimpulan yang tidak dimanipulasi. Sedangkan temuan yang tidak profesional akan menghasilkan temuan yang sesuai sponsor karena data, analisis dan kesimpulan yang ada dimanipulasi. Hasil evaluasi yang objektif akan memberikan manfaat yang besar kepada perumus kebijakan, pembuat kebijakan dan masyarakat. Selanjutnya, hasil evaluasi yang objektif dapat dipakai untuk mempertimbangkan beberapa hal, yaitu (Hanif Nurcholis 2007 : 279):

a. Apakah kebijakan tersebut tetap dipertahankan sesuai dengan kondisi saat itu atau harus diganti dengan kebijakan baru?

b. Apakah kebijakan tersebut perlu diperluas cakupannya karena berhasil dilaksanakan dengan baik?

c. Apakah kebijakan tersebut dihentikan sama sekali karena tidak mencapai target yang diinginkan?

Program Minapolitan Minapolitan adalah kota perikanan yang

tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha perikanan serta mampu melayani dan mendorong kegiatan pembangunan perikanan di wilayah sekitarnya dengan ciri utama kegiatan perikanan dan pengolahan hasil perikanan. Minapolitan merupakan konsep pembangunan kelautan dan perikanan berbasis manajemen ekonomi kawasan dengan motor penggerak sektor kelautan dan perikanan dalam rangka meningkatkan pendapatan rakyat. Program minapolitan dalam

1414

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 4, Nomor 3, September - Desember 2016

pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan dikembangkan melalui peningkaan efisiensi dan optimalisasi keunggulan komparatif dan kompetitif daerah sesuai dengan eksistensi kegiatan pra produksi, produksi, pengolahan dan/atau pemasaran serta jasa pendukung lain yang dilakukan secara terpadu, holistik dan berkelanjutan (Sjarief Widjaja 2013 : 10).

Menurut Peraturan Menteri No 12 Tahun 2010 tentang Minapolitan, minapolitan didefinisikan sebagai konsepsi pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis kawanan berdasarkan prinsip-prinsip terintegrasi, efisiensi, berkualitas dan percepatan.

Kesejahteraan Masyarakat

Kesejahteraan merupakan rasa tentram yang dirasakan oleh masyarakat karena hajat hidup lahir batin rakyat telah terpenuhi. Kesejahteraan lahir didasarkan pada standar universal yang menyangkut tentang kesehatan, sandang, papan dan pangan. Kesejahteraan batin menyangkut tentang persepsi yang bersifat intelektual, emosional maupun spiritual yaitu rasa terlindungi dan terpenuhinya hak-hak intelektual, emosional dan spiritual masyarakat (Garda Maeswara 2009 : 246).

Kesejahteraan masyarakat juga dianggap sebagai kesejahteraan sosial, di mana permasalahan yang terkait dengan kesejahteraan sosial muncul dari kondisi-kondisi sosial tertentu yang berhubungan dengan masalah papan, pangan, penanggungan terhadap orang yang tidak dapat bekerja karena sakit, usia lanjut dan kematian, pemeliharaan terhadap anak-anak dan janda, menganggur dan meninggal.

Kesejahteraan masyarakat diartikan sebagai sistem terorganisir dari institusi dan pelayanan sosial yang dirancang untuk membantu individu atau kelompok agar dapat mencapai hidup dan kesehatan yang lebih baik (Adi Fahrudin 2012 : 9). Kesejahteraan masyarakat terdiri dari cakupan usaha untuk meningkatkan taraf hidup manusia baik di bidang fisik, mental, emosional, sosial, ekonomi dan spiritual (Heri Risal Bungkaes 2013).

Menurut Badan Pusat Statistik, indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat terdiri dari delapan hal, yaitu: pendapatan, konsumsi atau pengeluaran, keluarga, keadaan tempat tinggal, fasilitas tempat tinggal, kesehatan anggota keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan masuk pada jenjang pendidikan dan kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi.

Definisi Konsep dan Definisi Operasional Definisi konsep adalah pernyataan yang

mengartikan atau memberikan makna suatu konsep tentang istilah tertentu. Definisi konseptual merupakan penggambaran secara umum dan menyeluruh tentang isyarat maksud dan konsep atau

istilah yang bersifat konstitutif, formal dan memiliki pengertian yang abstrak.

Definisi operasional adalah batasan pengertian yang dijadikan pedoman untuk melakukan suatu penelitian. Definisi operasional juga diartikan sebagai suatu definisi ketika variabel-variabel penelitian bersifat operasional. Definisi operasional menjadikan konsep yang awalnya masih bersifat abstrak menjadi profesional sehingga memudahkan dalam hal pengukuran terhadap variabel tersebut. Definisi operasional dalam penelitian ini mengacu pada tujuan dari program minapolitan.

Metode PenelitianMetode penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang menganut paham fenomenologis dengan studi kasus yang menggali suatu fenomena tertentu atau kasus tertentu dalam suatu waktu dan kegiatan serta mengumpulkan informasi secara rinci dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data selama suatu periode tertentu dan dianalisa dengan perbandingan sebelum dan sesudah (before-after) program Minapolitan dilaksanakan. Metode penelitian studi kasus atau case study dipilih dalam penelitian ini karena peneliti akan menggali fenomena tentang dampak program Minapolitan terhadap kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Muncar Banyuwangi. Sedangkan pengumpulan dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan seperti yang diterangkan oleh Rochyati Wahyuni Triana (2011 : 291) yang terdiri dari:

1. Sebelum pelaksanaan2. Persiapan sebelum menguji program3. Memenuhi kriteria yang harus dipenuhi

dalam melakukan evaluasiSelanjutnya, teknik pengumpulan data dalam

penelitian ini dilakukan melalaui beberapa alat yaitu wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Setelah mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penelitian, langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah melakukan analisis terhadap data yang telah terkumpul. Analisis data merupakan proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategorisasi dan satuan uraian dasar. Analisis data dilakukan untuk mengkaji dan mengolah data yang telah terkumpul agar memperoleh simpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis deskriptif. Tahapan-tahapan model analisis deskriptif dalam penelitian ini terdiri dari (Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman 2007 : 18):

1. Reduksi data.2. Penyajian data.3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi.

Pembahasan

1414

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 4, Nomor 3, September - Desember 2016

Program MinapolitanMenurut Peraturan Menteri No 12 Tahun

2010 tentang Minapolitan, Minapolitan didefinisikan sebagai konsepsi pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis kawanan berdasarkan prinsip-prinsip terintegrasi, efisiensi, berkualitas dan percepatan. Tujuan dari program Minapolitan adalah untuk meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat skala mikro dan kecil, meningkatkan jumlah dan kualitas usaha skala menengah ke atas sehingga memiliki daya saing tinggi, dan untuk meningkatkan sektor kelautan dan perikanan menjadi penggerak ekonomi regional dan nasional (Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP.18/MEN/2011).

Konsep pembangunan Minapolitan adalah pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis wilayah dengan pendekatan dan sistem manajemen kawasan berdasarkan prinsip-prinsip: 1) integrasi; 2) efisiensi; 3) kualitas, dan 4) akselerasi tinggi. Beberapa ciri yang terdapat dalam kawasan Minapolitan adalah:

1. Kawasan ekonomi berbasis kelautan dan perikanan yang terdiri dari snetra-sentra produksi, perdagangan, jasa, perumahan, dan kegiatan lainnya yang saling terkait.

2.Penggerak utama ekonomi di kawasan Minapolitan dapat berupa kegiatan produksi dan perdagangan perikanan tangkap, perikanan budaya, pengolahan ikan, atau kombinasi.

3.Kegiatan produksi dan perdagangan perikanan berupa hamparan lahan budidaya produktif untuk komoditas tertentu dalam suatu desa atau kecamatan beserta kegiatan lainnya yang terkait.

4.Kegiatan produksi pengolahan ikan utamanya kluster pengolahan ikan di pelabuhan perikanan atau lokasi lainnya.

Salah satu wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan Minapolitan adalah Muncar. Hal ini tidak terlepas dari potensi perikanan Muncar yang memiliki 66.000 ton/tahun untuk wilayah selat bali dan 212.000 ton/tahun untuk wilayah Samudera Indonesia dengan jumlah nelayan yang ada di kecamatan Muncar sebanyak 18.039 jiwa. Kawasan Muncar memiliki beberapa fasilitas yang dapat mendukung program Minapolitan

Meskipun memiliki potensi perikanan yang besar namun produksi penangkapan ikan di Kabupaten Muncar cenderung fluktuatif dari tahun 2009 – 2013 sebagaimana yang disajikan pada tabel berikut.

Tabel III.1 Total Produksi Penangkapan Ikan di Kecamatan Muncar Tahun 2009-2013Tahun Total Produksi Penangkapan Ikan

(dalam kg)2009 48.304.3702010 27.746.419

2011 38.328.9942012 28.313.7882013 21.466.872Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi

Berdasarkan tabel III.1 dapat diketahui tahun 2009 total produksi penangkapan ikan di Kecamatan Muncar mencapai 48.304.370 kg, kemudian di tahun 2010 terjadi penurunan total produksi penangkapan ikan. Tahun 2011 kembali terjadi kenaikan produksi penangkapan ikan, meskipun hasil yang didapat tidak sebesar tahun 2009. Tabel III.1 menjelaskan bahwa total produksi penangkapan ikan di kecamatan Muncar dalam periode 2009 – 2013 cenderung mengalami penurunan seperti yang ditunjukkan pada grafik berikut:

Gambar III.1 Produksi Penangkapan Ikan di Kecamatan Muncar

Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi

Berdasarkan gambar III.1 dapat diketahui dalam periode tahun 2012 – 2013 produksi penangkapan ikan di kecamatan Muncar cenderung turun padahal Program Minopolitan telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi tahun 2010 dan 2011.

Pelaksanaan program Minapolitan merupakan menggunakan tiga sumber pendanaan, yaitu APBD Kabupaten, APBD Provinsi, dan APBN. Hal ini menunjukkan program Minapolitan merupakan sinergi dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten.

Adanya program Minapolitan di Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi telah mencapai beberapa tujuan secara merata sebagaimana yang direncanakan meskipun belum tercapai sepenuhnya dengan maksimal. Berdasarkan hasil wawancara telah membuktikan bahwa adanya sarana penyediaan bahan bakar yang awalnya hanya tersedia 1 dan direncanakan memiliki 3. Saat ini sarana tersebut sudah ada 2, selain itu adanya peningkatan pelabuhan, pendalaman kolam labuh yang dilaksanakan masyarakat, hadirnya pihak lain dengan munculnya kesehatan yang dikhususkan untuk masyarakat di kawasan Minapolitan MMC (Minapolitan Medical Center). Serta bertambahnya perbankan, hal ini berarti semakin berkembangnya UKM pengelolaan. Hal ini menunjukkan ada perbaikan sarana dan prasarana setelah dilaksanakannya program Minapolitan.

1414

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 4, Nomor 3, September - Desember 2016

Pada keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 18 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Minapolitan, Minapolitan memiliki dua unsur utama yaitu: a) Minapolitan sebagai konsep pembangunan sektor kelautan dan perikanan berbasis wilayah; dan b) Minapolitan sebagai kawasan ekonomi unggulan dengan komoditas utama produk kelautan dan perikanan.

Pada konsep pembangunan sektor kelautan dan perikanan, masih terdapat beberapa target yang belum tercapai, seperti rehabilitas laut. Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) tahun 2003 tentang kawasan perlindungan di kayu aking, terdapat zona konserfasi kawasan perlindungan yang pada dasarnya berfungsi untuk menjaga stock ikan yang ada di Muncar. Kendati demikian, terkadang masyarakat sendiri masih menjaring seluas 290H. Zona yang aman justru yang dilindungi langsung oleh Peraturan Desa (Perdes), hal tersebut dikarenakan pada zona yang diatur oleh Perda petugasnya juga kurang.

Sementara itu, pada konsep Minapolitan sebagai kawasan ekonomi unggulan dengan komoditas utama produk kelautan dan perikanan sudah mulai dibentuk. Hal tersebut berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan Bapak Widiarto selaku Ketua Bidang Minapolitan, yakni mengungkapkan bahwa untuk peningkatan keterampilan nelayan dilaksanakan dengan menjalin mitra bersama dengan balai. Jadi para nelayan memiliki sertifikat keahlian nautika dan mesin. Selain itu, juga ada nelayan yang memiliki kemampuan tinggi terkait konservasi, sehingga para nelayan tersebut bisa melatih anak-anak usia dini untuk lebih mengenal laut.

Minapolitan memiliki tiga asas yang menjadi landasan perumusan kebijakan dan kegiatan pembangunan sektor kelautan dan perikanan agar pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan benar-benar untuk kesejahteraan rakyat dan menempatkan daerah pada posisi sentral dalam pembangunan.

Tiga asas Minapolitan tersebut terdiri dari (Rukmono Marham dan Dewi Sawitri Tjokropandojo. 2014):

1. Demokratisasi ekonomi kelautan dan perikanan pro rakyat.

Program Minapolitan yang ada di Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi pada awal penyelenggaraan dilakukan hanya dengan mengundang beberapa orang saja, tepatnya dilakukan pada tahun 2011. Setelah itu diadakan pertemuan kembali di Surabaya sebagai tindak lanjut dengan mengundang stakeholder yang ada di Muncar. Selanjutnya, untuk amdal menggunakan truck pengangkut.

Kendati demikian untuk keberlanjutan program, pihak masyarakat tidak diajak untuk berkomunikasi kembali, dan sepengetahuan masyarakat yang mana di sini berkedudukan

sebagai KUD fasilitas lain untuk menunjang keberlangsungan program masih belum jelas. Selain itu, terkait dengan kepentingan lembaga dan nelayan juga belum jelas. Misalnya bengkel yang awalnya dilakukan renovasi, akan tetapi disewakan ke pihak swasta. Padahal pihak KUD sudah mengirim surat untuk pengajuan pengelolaan.

Keadaan seperti itu seharusnya tidak terjadi pada program Minapolitan, karena program ini dalam pembangunannya harus melibatkan semua pihak, baik itu lembaga maupun nelayan sebagai pemangku kepentingan langsung. Selain itu, penataan di pelabuhan dapat dikatakan amburadul, yakni dinasnya berdiri sendiri, terdapat ego sektoral tingkat I dan tingkat II.

2. Keberpihakan pemerintah kepada rakyat kecil melalui pemberdayaan masyarakat.

Program Minapolitan pada dasarnya belum jalan, adapun pihak-pihak yang dilibatkan mayoritas adalah tenaga-tenaga yang membutuhkan keahlian yakni orang dari luar bukan masyarakat sekitar. Terlebih lagi pihak masyarakat sekitar tidak diberikan peranan apapun. Selain itu pembangunannya juga kurang maksimal, sampai sekarang pun belum selesai. Pada awalnya pihak nelayan tidak mengetahui apa itu Minapolitan dan hanya mengetahui adanya pembangunan dermaga baru, dan kemudian dengan sendirinya para nelayan tersebut mengetahui dari mulut ke mulut.

Bukti lain bahwa pihak masyarakat tidak diikutsertakan dalam keterlibatan program Minapolitan adalah adanya program dari Dinas Perikanan akan tetapi tidak melibatkan pihak masyarakat yang dijembatani oleh KUD. Hal tersebut berdasarkan hasil wawancara yang mengungkapkan bahwa salah satu contohnya adalah pembangunan di brak dengan perencanaan pembangunan seperti kios-kios penjual ikan, hal tersebut masyarakat mengetahuinya setelah pembangunan dilakukan.

Selain itu, pada saat komplek akan membangun industri dengan rencana tata bangunan yang ada di pemukiman masyarakat. Hal ini juga menjadi persengketaan, karena terdapat perbedaan pendapat antara masyarakat dan pemerintah. Pada dasarnya masyarakat menjadi korban dari adanya ego sektoral dari pemerintah. Hal tersebut disebabkan karena biasanya masyarakat melakukan koordinasi dengan Dinas Kelautan dan perikanan Jawa Timur, sedangkan Dinas Propinsi merasa mempunyai kewenangan di pelabuhan tingkat II sebagai tuan rumah. Pelabuhan tersebut menjalin kemitraan dengan masyarakat

1414

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 4, Nomor 3, September - Desember 2016

melalui KUD, sehingga terkadang terjadi benturan.

3. Penguatan peran ekonomi daerah dengan prinsip daerah kuat, bangsa dan negara kuat.

Adanya pendapatan ikan yang menurun secara otomatis juga menyebabkan pendapatan menurun. Maka cara yang dilakukan oleh para nelayan untuk menutupi biaya operasional tersebut adalah dengan memakai modal pribadi bagi yang memiliki. Sementara itu, bagi yang tidak memiliki modal, maka menggunakan sistim Pujon (bisa pinjam perorangan bisa pinjam ke bank bisa pinjam ke pihak pabrik). Kendati demikian, dengan dilakukannya sistim tersebut jarang bisa menutupi, namun hanya terdapat satu atau dua perahu saja yang bisa menghasilkan.

Pendapatan dari hasil ikan tersebut dinilai tidak mensejahterakan bagi para nelayan. Kendati demikian, tidak ada pekerjaan lain selain melaut. Maka dari itu, para nelayan mengharapkan kepada pemerintah untuk memberikan program sebagai pengganti pekerjaan di waktu senggang, misalnya dengan rencana dan budidaya lainnya. Selain itu, para masyarakat juga mengharapkan adanya realisasi dari program yang telah direncanakan. Jadi bukan hanya diajak rapat atau sosialisasi aja, akan tetapi tidak ada keberlanjutan.

Pengembangan budidaya yang diharapkan adalah bisa membantu kesejahteraan masyarakat secara informasi atau dengan mengadakan semacam wisata keberlanjutan teluk biru atau teluk pang-pang, kerambah apung, rumput laut, maupun budidaya kerang. Padahal teluk biru itu merupakan swakelola yang belum ada perhatian dari pemerintah.

Kesejahteraan MasyarakatKesejahteraan masyarakat juga dianggap

sebagai kesejahteraan sosial, di mana permasalahan yang terkait dengan kesejahteraan sosial muncul dari kondisi-kondisi sosial tertentu yang berhubungan dengan masalah papan, pangan, penanggungan terhadap orang yang tidak dapat bekerja karena sakit, usia lanjut dan kematian, pemeliharaan terhadap anak-anak dan janda, menganggur dan meninggal. Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 poin 1 pada Undang-undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan, menjelaskan bahwa kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial warga Negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya (Undang-undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2009).

Adanya Minapolitan sepertinya memberikan kemenangan, hal tersebut terlihat dari banyaknya program yang dibawa kementerian untuk mendukung suatu daerah kawasan Minapolitan. Kendati demikian, beberapa hal yang disayangkan adalah adanya beberapa aktifitas yang stagnan dari dulu sampai sekarang. Perbaikan yang dilakukan pada tahun ini adalah dengan melakukan pembangunan kosway di daerah Grajagan. Adanya pembangunan tersebut diharapkan mampu menjadi poros maritim dengan mendorong pelabuhan-pelabuhan perikanan yang dulu masih PPI sekarang menjadi P3, sehingga keluar masuknya kapal bisa dihitung.

Kesejahteraan masyarakat terdiri dari cakupan usaha untuk meningkatkan taraf hidup manusia baik di bidang fisik, mental, emosional, sosial, ekonomi dan spiritual (Heri Risal Bungkaes 2013). Pada dasarnya, kesejahteraan masyarakat mencakup konsepsi yang terdiri dari kondisi kehidupan atau keadaan sejahtera, yaitu terpenuhinya segala kebutuhan jasmani, rohani dan sosial. Kesejahteraan masyarakat menggambarkan tentang kondisi masyarakat di mana seluruh kebutuhan hidup masyarakat telah terpenuhi, seperti: makanan, pakaian, perumahan, pendidikan dan kesehatan. Kesejahteraan masyarakat juga dianggap sebagai tujuan dari suatu kegiatan pembangunan.

Pendidikan yang ada di masyarakat kawasan Minapolitan mayoritas hanya sampai pada tingkat Sekolah Dasar (SD), Banyak anak-anak di kecamatan Muncar yang putus sekolah karena tidak memiliki dana untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Keadaan tersebut membuat mereka berfikir bahwa pendidikan itu tidak penting, lebih baik langsung kerja secara turun temurun dan menghasilkan uang.

Gambar III.2 Jumlah Sekolah di Kecamatan Muncar Tahun 2010 - 2014

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyuwangi, 2015

Gambar III.2 menunjukkan ada penurunan jumlah gedung sekolah, murid, dan guru yang ada di kecamatan Muncar periode 2013 – 2014. Minat masyarakat terhadap pendidikan yang rendah menyebabkan rendahnya intensiutas pembangunan

1414

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 4, Nomor 3, September - Desember 2016

gedung sekolah, dan hal ini berdampak pula pada menurunnya jumlah guru yang mengajar di kecamatan Muncar. Untuk itu perlu adanya peningkatan dalam bidang pendidikan. Rendahnya pendidikan disebabkan karena kebanyakan masyarakat berpikir bahwa lebih baik langsung bekerja, karena dari segi ekonomi juga rendah.

Bagi masyarakat desa sekolah merupakan tempat untuk memperoleh ilmu pengetahuan terutama untuk menulis, membaca, dan berhitung, yang tidak membutuhkan jenjang pendidikan yang tinggi untuk mendapatkan pengetahuan tersebut. Bagi masyarakat desa yang penting seorang anak mempunyai kemampuan untuk bertani atau bersawah, dan berkebun. Kecenderungan untuk berpikiran bahwa tidak perlu sekolah di jenjang yang tinggi karena selain kekurangan biaya, sekolah merupakan hal yang mewah dan tidak banyak menolong perekonomian sehingga lebih baik bekerja mengurus kebun atau membantu orang tua di sawah(Zulvita, Eva, Nurbaiti Harun, Fetriatman S. H., Soimun, dan Sukiyah 1993).

Keberadaan program Minapolitan menjadikan banyak jurusan pendidikan SMK yang mendukung kegiatan kelautan, sehingga siswa tidak hanya mendapatkan pengetahuan dasar namun juga pengetahuan mengenai kegiatan kelautan yang dapat mendukung pekerjaan sebagai nelayan. Adanya beberapa jurusan tersebut membuka peluang bagi para generasi untuk menjadikan dunia kelautan dan perikanan lebih baik. Selain itu juga para lulusan SMK yang terjun ke lapangan perikanan akan menjadikan kehidupan serta perekonomian lebih meningkat, sehingga nelayan bukan lagi menjadi pilihan terakhir. Kendati demikian, kegiatan nelayan akan dikemas menjadi profesi yang tidak lagi dipandang sebelah mata oleh masyarakat.

Kesejahteraan masyarakat dari segi kesehatan masih dikatakan belum memiliki pelayanan yang baik yakni puskesmas yang dimiliki juga terbatas. K esehatan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. Oleh karena itu ketersediaan sarana dan prasarana penunjang kesehatan sangatlah penting. Di Kecamatan Muncar, tersedia berbagai fasilitas kesehatan lain seperti Rumah sakit, puskesmas, posyandu, Pustu, Polindes dan lainnya telah tersedia.

Gambar III.3 Jumlah Fasilitas Kesehatan di Kecamatan Muncar

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyuwangi, 2015

Gambar III.3 menjelaskan jumlah fasilitas kesehatan di kecamatan Muncar tahun 2014 mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2013 terutama pada Puskesmas, Pustu (Puskesmas Pembantu), dan Posyandu. Penambahan fasilitas kesehatan di desa begitu penting karena persepsi sakit bagi orang desa berbeda dengan persepsi sakit orang kota. Bagi masyarakat kota, layanan pengobatan modern merupakan layanan pengobatan yang paling tepat, sedangkan bagi masyarakat desa pengobatan alternatif tanpa pemeriksaan oleh tenaga ahli merupakan pilihan dalam mendapatkan layanan kesehatan (Momon Sudarmo 2008). Adanya program Minapolitan akan terjadi penambahan fasilitas kesehatan, sehingga diharapkan masyarakat lebih mudah mendapatkan akses layanan kesehatan serta mendapatkan penanganan dari tenaga ahli, karena akan memperbesar tingkat kesembuhan terhadap penyakit.

Kesejahteraan yang lain yakni pada pembangunan, awalnya di sepanjang jalan terdapat sampah dan perbaikan jalan. Semenjak ada program Minapolitan, di kecamatan Muncar tidak terlihat lagi perbaikan jalan. Secara umum minapolitan berbasis perikanan di Kecamatan Muncar bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Muncar, namun dalam implementasinya masih belum maksimal karena masyarakat setempat tiudak dilibatkan dalam implementasi program. Sosialisasi mengenai program Minapolitan masih belum dilakukan secara intensif. Hal ini tentu bertolak belakang dengan pendapat Hidayat yang menyatakan dalam implementasi kebijakan publik maka informasi tidak hanya disampaikan kepada pelaksana kebijakan, tetapi kebijakan publik juga disampaikan kepada kelompok sasaran kebijakan (Rachmat Hidayat, Adam Idris, Masjaya. 2014).

Evaluasi kebijakan memiliki peran penting untuk perkembangan dan kemajuan suatu organisasi. Adanya evaluasi membuat suatu program dapat diketahui kelemahan dan kekurangannya sejak direncanakan sampai pada pelaksanaan untuk mencapai tujuan yaitu memenuhi kepentingan masyarakat. Tujuan dari evaluasi kebijakan pada dasarnya adalah untuk memperoleh hasil atau outcomes yang sebaik-baiknya dengan jalan dan cara yang efisien dalam perkembangan masyarakat. Salah

1414

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 4, Nomor 3, September - Desember 2016

satu bentuk evaluasi adalah evaluasi sumatif merupakan evaluasi yang dilakukan pada saat kebijakan telah diimplementasikan dan memberikan dampak. Evaluasi sumatif dilakukan dengan tujuan utama untuk mengukur bagaimana efektivitas sebuah program atau kebijakan tersebut dapat memberikan dampak yang nyata pada problem yang ditangani. Dampak terhadap kesejahteraan dari adanya program Minapolitan akan dilihat dari pendapatan masyarakat.

Berdasarkan gambar III.4 menunjukkan angka pendapatan per kapita masyarakat Banyuwangi periode 2009 – 2013 menunjukkan tren yang cenderung naik setiap tahun. Di tahun 2013 mengalami kenaikan sebesar 13,39 persen dibandingkan tahun 2012 dari Rp 19.277.421 naik menjadi Rp 21.859.156. Hal ini menunjukkan program Minapolitan memiliki dampak terhadap meningkatnya kesejahteraan masyarakat.

Gambar III.4 Pendapatan Per Kapita Masyarakat Banyuwangi Periode 2009 - 2013

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyuwangi, 2014

InterpretasiAdapun Tujuan diadakannya program

Minapolitan adalah untuk (Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP.18/MEN/2011):

1. Meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat skala mikro dan kecil, berupa:

a. Penghapusan dan/atau pengurangan beban biaya produksi, pengeluaran rumah tangga dan pungutan liar.

b. Pengembangan sistem produksi kelautan dan perikanan efisien untuk usaha mikro dan kecil.

c. Penyediaan dan distribusi sarana produksi tepat guna dan murah bagi masyarakat.

d. Pemberian bantuan teknis dan permodalan.

e. Pembangunana prasarana untuk mendukung sistem

produksi, pengolahan, dan/atau pemasaran produk kelautan dan perikanan.

2. Meningkatkan jumlah dan kualitas usaha skala menengah ke atas sehingga memiliki daya saing tinggi, berupa:

a. Deregulasi usaha kelautan dan perikanan.

b. Pemberian jaminan keamanan dan keberkanjutan usaha dan investasi.

c. Penyelesaian hambatan usaha dan perdagangan (tarif dan non-tarif barriers).

d. Pengembangan prasarana untuk mendukung sistem produksi, pengolahan dan/atau pemasaran.

e. Pengembangan sistem insentif dan disinsentif ekspor-impor produk kelautan dan perikanan.

3. Meningkatkan sektor kelautan dan perikanan menjadi penggerak ekonomi regional dan nasional.

a. Pengembangan sistem ekonomi kelautan dan perikanan berbasis wilayah.

b. Pengembangan kawasan ekonomi kelautan dan perikanan di daerah sebagai pusat pertumbuhan ekonomi lokal.

c. Revitalisasi sentra produksi, pengolahan dan/atau pemasaran sebagai penggerak ekonomi masyarakat.

d. Pemberdayaan kelompok usaha kelautan dan perikanan di sentra produksi,

e. pengolahan dan/atau pemasaran.

Adapun hasil dari penelitian ini bertolak belakang dengan tujuan sebenarnya dari adanya Minapolitan. Perbedaan yang terlihat mencolok adalah tidak adanya koordinasi yang baik antara pemerintah dengan masyarakat sekitar. Pada awal penyelenggaraan program Minapolitan di Kecamatan Muncar, Banyuwangi, pihak masyarakat ikut dilibatkan dalam penyelenggaraan program Minapolitan. Namun sejalan dengan proses, pemerintah melanjutkan program Minapolitan di Kecamatan Muncar secara terpisah, dalam artian masyarakat tidak diajak untuk berkomunikasi

1414

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 4, Nomor 3, September - Desember 2016

mengenai program Minapolitan di Kecamatan Muncar. Banyak masyarakat Kecamatan Muncar yang tidak mengetahui adanya pembangunan dalam program Minapolitan yang dilakukan oleh pemerintah, seperti adanya pembangunan pelabuhan. Masyarakat beranggapan bahwa terdapat pembangunan pelabuhan namun tidak mengetahui bahwa pembangunan pelabuhan tersebut dalam rangka menjalankan program Minapolitan di Kecamatan Muncar.

Selain itu terdapat pula ketidakjelasan fasilitas yang telah dibangun oleh pemerintah untuk kemajuan Kecamatan Muncar. Seperti kasus adanya bengkel yang telah dibangun dan dikelola secara bersama oleh masyarakat Muncar dengan tujuan untuk mendukung kinerja nelayan di Kecamatan Muncar, namun disewakan ke pihak swasta. Selain itu program Minapolitan untuk Kecamatan Muncar sendiri belum terencana dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan salah satu bentuk realisasi program Minapolitan yang kurang baik, seperti pembangunan pelabuhan di Kecamatan Muncar. Hal ini dikarenakan masih adanya benturan kepentingan antar pemerintah tingkat I dengan tingkat II.

Berdasarkan dengan realita yang terjadi, dapat dijelaskan bahwa aspek komunikasi dalam implementasi kebijakan publik merupakan salah satu aspek yang perlu menjadi perhatian bagi pemerintah selaku pihak yang memiliki rencana kebijakan dan masyarakat wilayah setempat yang menjadi pelaksana dalam implementasi kebijakan publik tersebut. Hal ini dijelaskan pula oleh Ulum, Haryono & Rozikin, bahwa kejelasan dalam aspek komunikasi akan berpengaruh positif terhadap pemberian dukungan baik secara politis maupun sosial dari masyarakat untuk memahami peranannya sebagai aktor pembangunan dalam rangka menjalankan kebijakan Minapolitan (Saiful Ulum, Bambang Santoso Haryono, Mochamad Rozikin. 2013).

Lebih lanjut, pada implementasi program Minapolitan di Kecamatan Muncar, terdapat beberapa faktor pendukung dan penghambat selain aspek komunikasi, yakni:

Pada faktor pendukung: (1) Kecamatan Muncar memiliki potensi lahan yang dapat dikembangkan untuk usaha budidaya perikanan, selain itu (2) adanya peluang diversifikasi usaha melalui pengolahan hasil perikanan yang dapat meningkatkan nilai jual produk dari Kecamatan Muncar.

Pada faktor penghambat: (1) permasalahan yang dialami dalam implementasi program Minapolitan ialah terbatasnya akses terhadap sumber pemodalan, (2) kemudian lemahnya koordinasi antar kelompok nelayan dan perwakilan pemerintah (Akbar Khamarullah. 2014 : 591-596).

Pada sisi kesejahteraan, adanya program Minapolitan di Kecamatan Muncar juga belum menjamin kesejahteraan masyarakat secara utuh.

Berdasarkan data yang telah disajikan pada bagian sebelumnya diketahui bahwa masyarakat kawasan Minapolitan memiliki pendidikan yang rendah, padahal mereka memiliki potensi yang tinggi. Dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa mayoritas pendidikan masyarakat Kecamatan Muncar ialah sampai tingkat Sekolah Dasar. Hal ini disebabkan karena kurangnya fasilitas sekolah dan tenaga didik yang tersedia di Kecamatan Muncar. Disamping itu, dengan adanya program Minapolitan di Kecamatan Muncar, beberapa sekolah menengah kejuruan ikut mendukung program tersebut dengan menyediakan jurusan pendidikan kelautan. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki pandangan masyarakat Kecamatan Muncar bahwa profesi sebagai nelayan dapat dikemas menjadi profesi yang dapat menunjang kesejahteraan.

Pendapat ini didukung dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Khamarullah, bahwa perekonomian masyarakat Kecamatan Muncar mengalami peningkatan setelah adanya implementasi program Minapolitan. Dijelaskan lebih lanjut bahwa nelayan di Kecamatan Muncar yang juga merangkap menjadi pembudidaya berhasil mengembangkan usahanya. Usaha yang dibangun oleh nelayan merupakan mikro, kecil dan menengah. Usaha budidaya yang dibangun oleh masyarakat Muncar dijelaskan oleh Khamarullah memiliki dampak pada peningkatan pendapatan rata-rata pembudidaya. Dimana sebelumnya pendapatan rata-rata pembudidaya dari pendapatan sebesar Rp 250.000 – Rp 450.000 dengan hasil produksi sebesar 80-100 kg menjadi Rp 2.200.000 – Rp 2.600.000 dengan hasil produksi sebesar 1000-1300kg (Akbar Khamarullah. 2014).

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa adanya implementasi program Minapolitan di Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi membawa dampak bagi kesejahteraan masyarakat setempat. Dampak positif yang dirasakan dengan adanya implementasi program Minapolitan ialah terciptanya perkembangan pada sisi usaha yang dibangun oleh para nelayan dan pembudidaya ikan di Kecamatan Muncar. Sehingga kondisi perekonomian mengalami peningkatan yang ditunjukkan dengan peningkatan pendapatan rata-rata.

Selain itu, adanya implementasi program Minapolitan di Kecamatan Muncar juga berdampak pada berkembangnya jurusan pendidikan kelautan yang terdapat di Sekolah Menengah Kejuruan yang ada. Dengan berkembangnya jurusan pendidikan kelautan tersebut membantu penduduk usia sekolah untuk mengetahui lebih dalam dan spesifik mengenai ilmu kelautan yang nantinya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan potensi laut yang ada di Kecamatan Muncar dan mendukung percepatan implementasi program Minapolitan. Dilihat dari fasilitas kesehatan menunjukkan terjadi penambahan fasilitas kesehatan di kecamatan

1414

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 4, Nomor 3, September - Desember 2016

Muncar tahun 2014 dibandingkan tahun 2013 terutama pada Puskesmas, Pustu (Puskesmas Pembantu), dan Posyandu.

Namun selain adanya dampak positif dari implementasi program Minapolitan di Kecamatan Muncar, terdapat pula beberapa proses pembangunan yang cenderung tidak berdampak. Seperti dengan adanya implementasi program Minapolitan tidak berdampak pada penambahan jumlah sekolah dan cenderung mengalami penurunan jumlah sekolah yang terdapat di Kecamatan Muncar pada tahun 2014. Hal ini kemudian berdampak penurunan jumlah penduduk yang termasuk usia sekolah untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah, yang kemudian berujung pada dukungan orang tua yang cenderung mendorong anaknya untuk membantu bekerja.

KesimpulanBerdasarkan penyajian data dan hasil

analisa yang dilakukan dalam penelitian dengan judul studi deskriptif tentang Dampak Program Minapolitan terhadap Kesejahteraan Masyarakat di Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi, kesimpulan yang dapat diperoleh adalah:

Implementasi program Minapolitan di Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi secara keseluruhan kurang dapat melibatkan masyarakat lokal. Hal ini dikarenakan kurangnya sosialisasi mengenai implementasi dan tujuan dari program Minapolitan di Kecamatan Muncar. Selain itu, kondisi sumber daya manusia yang memiliki tingkat pendidikan yang kurang juga menjadi salah satu faktor, sehingga pemerintah menggunakan tenaga dari luar masyarakat yang telah memiliki keahlian untuk mendukung program Minapolitan di Kecamatan Muncar.

Implementasi program Minapolitan di Kecamatan Muncar juga telah mencapai beberapa tujuan secara merata meskipun belum maksimal, pada konsep pembangunan sektor kelautan dan perikanan, masih terdapat beberapa target yang belum tercapai, seperti rehabilitas laut. Sementara itu, pada konsep minapolitan sebagai kawasan ekonomi unggulan dengan komoditas utama produk kelautan dan perikanan juga sudah mulai dibentuk. Pada sisi kesejahteraan, dari hasil ikan tersebut dinilai belum mampu mensejahterakan para nelayan. Walaupun telah mengalami peningkatan, namun peningkatan pendapatan tersebut masih belum cukup memenuhi kebutuhan.

Dengan adnaya program Minapolitan di Kecamatan Muncar juga ikut berperan dalam mendorong program-program lain yang terkait dengan kawasan Minapolitan untuk masuk ke Kecamatan Muncar. Kendati demikian, terdapat beberapa hal yang disayangkan, yakni adanya beberapa aktivitas yang mengalami stagnan. Pendidikan yang ada di masyarakat kawasan

Minapolitan mayoritas hanya sampai pada tingkat Sekolah Dasar (SD), walaupun sebenarnya dari sisi pemerintah sebenarnya adanya minapolitan menjadikan banyak jurusan pendidikan SMK yang mendukung kegiatan kelautan.

SaranBerdasarkan hasil penelitian yang telah

dijelaskan, diketahui bahwa adanya implementasi program minapolitan di Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi belum memberikan dampak yang begitu signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat yang ada di sekitar. Seharusnya adanya program minapolitan ini justru memberikan dampak yang positif dan mampu menjunjung keberlangsungan hidup masyarakat di Kecamatan Muncar, karena program ini merupakan program pemerintah. Oleh karena itu, terdapat beberapa saran yang dapat diajukan, diantaranya adalah sebagai berikut:

1.Kepada Pemerintah Kabupaten Banyuwangi

a. Pemerintah kabupaten Banyuwangi hendaknya dapat menggandeng masyarakat lokal untuk bergabung membangun Kecamatan Muncar sesuai dengan tujuan Kawasan Minapolitan. Salah satu langkah yang dapat diambil ialah konsisten dengan memberikan sosialisasi mengenai kawasan Minapolitan dan keuntungannya setelah menjadi kawasan Minapolitan. Kemudian pemerintah juga dapat bekerja sama dengan dinas terkait untuk dapat mengembangkan potensi SDM yang ada di Kecamatan Muncar dengan mendirikan fasilitas pendidikan dan kesehatan yang mengalami penurunan. Hal ini bertujuan agar penduduk lokal dapat ikut mengembangkan Kecamatan Muncar menjadi kawasan Minapolitan yang dapat menjadi contoh bagi daerah lain yang juga termasuk dalam kawasan Minapolitan.

b. Program Minapolitan belum mampu meningkatkan produksi penangkapan ikan di Kecamatan Muncar, oleh karena itu diharapkan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dapat membantu nelayan di Kecamatan Muncar untuk meningkatkan tangkapan ikannya dengan cara memberikan bantuan berupa kapal yang dapat membantu nelayan dalam memperluas wilayah tangkapan ikannya sehingga produksi penangkapan ikan dapat meningkat.

1414

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 4, Nomor 3, September - Desember 2016

2.Kepada masyarakat kecamatan Muncar Dengan adanya implementasi program

Minapolitan di Kecamatan Muncar, pihak masyarakat lokal dapat ikut berpartisipasi secara aktif untuk membantu kelancaran implementasi program Minapolitan. Bentuk parsipasi aktif yang dapat dilakukan ialah dengan memberikan sumbangsih mengenai potensi alam dan sumber daya manusia serta fasilitas penunjang lain kepada pihak pemerintah untuk dapat bekerja sama membangun Kecamatan Muncar menjadi salah satu kawasan Minapolitan yang berkembang.

DAFTAR PUSTAKAAkbar Khamarullah, A. J. (n.d.) Strategi dan

dampak pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah berbasis Minapolitan Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No 4, 591-596.

Anderson, J. E. 2003. Public Policy Making: An Introduction. Boston: Houghton Mifflin

Anggraeni, Ratih, Soesilo Zauhar, Siswidiyanto, Evaluasi Kebijakan Publik. Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol 1, No. 1,

Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Daerah Kecamatan Muncar 2015. Banyuwangi: BPS Kabupaten Banyuwangi

Bungkaes, H. R., Posumah, J. H., & Kiyai, B. 2013. Hubungan Efektivitas Pengelolaan Raskin dengan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat di Desa Mamahan Kecamatan Gemeh Kabupaten Kepulauan Talaud. eJournal Unsrat Vol. 2, No. 2, (2013).

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi. 2013. Laporan Tahunan 2013. Banyuwangi.

Dwidjowijoto, R. N. 2006. Kebijakan Publik untuk Negara-Negara Berkembang. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Fahrudin, A. 2012. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung: PT Refika Aditama.

Iskandar, Paranoan, DB. Djumlani, Achmad, 2013, Implementasi Kebijakan Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Di Kabupaten Bulungan Kalimantan Timur.

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP.18/MEN/2011 tentang Pedoman Umum Minapolitan.

Khamarullah, A., Juli, A., & Riyanto.2014. Strategi dan Dampak Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Berbasis Minapolitan (Studi pada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi). Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No. 4, Hal. 591-596, 591-596.

Maeswara, G. 2009. Biografi Politik Susilo Bambang Yudhoyono. Yogyakarta: Narasi.

Marham, R., & Tjokropandojo, D. S. 2014. Potensi Pengembangan Kawasan Minapolitan di Kecamatan Berbah Kabupaten Sleman. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V4N1.

Miles, Mattew B dan A. Michael Huberman. 2007. Analisis Data Kualitatif, Buku sumber tentang metode-metode baru. Jakarta: Universitas Indonesia Press

Nugroho, R. 2008. Kebijakan Publik Untuk Negara-Negara Berkembang, Model-model Perumusan, Implementasi dan Evaluasi. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Nurcholis, H. 2007. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah Edisi Revisi. Jakarta: Grasindo

Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor PER.12/MEN/2010 Tahun 2010 tentang Minapolitan

Sadhana, Kridawati. 2012. Realitas Kebijakan Publik (Cetakan Pertama). Malang: Universitas Negeri Malang (Um Press).

Triana, Rochyati Wahyuni. 2011. Implementasi & Evaluasi Kebijakan Publik. Surabaya: Departemen Ilmu Administrasi FISIP Universitas Airlangga.

Ulum, S. 2013. Analisis Peran Multi Aktor dalam Implementasi Kebijakan Minapolitan Berbasis Sustainable Development (Studi pada Pilot Project Minapolitan Desa Srowo Kecamatan Sidayu Gresik). Jurnal of Public Administration Research, 1(1).

Undang-undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2009. Jakarta: Departemen Sosial.

Widjaja, S. 2013. Pengembangan Kawasan Minapolitan. Jakarta: Sekretariat Jenderal Kementrian Kelautan dan Perikanan.