Volume 249.pdf

2
IPB P a r i w a r a PARIWARA IPB/ Agustus 2015/ Volume 249 Penanggung Jawab : Yatri Indah Kusumastuti Pimpinan Redaksi: Siti Nuryati Redaktur Pelaksana: Ahsan S Reporter : Siti Zulaedah, Dedeh H, Awaludin, Waluya S, Nabila Rizki A Layout : Devi Fotografer: Cecep AW, Bambang A, Sirkulasi: Agus Budi P, Endih M, Untung Alamat Redaksi: Humas IPB Gd. Andi Hakim Nasoetion, Rektorat Lt. 1, Kampus IPB Darmaga Telp. : (0251) 8425635, Email: [email protected] Terbit Setiap Senin-Rabu-Jum’at Sebanyak 417 peserta IPB Goes to Field (IGTF) 2015 dilepas oleh Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof.Dr Yonny Koesmaryono, Sabtu (1/8) di Gedung Auditorium Toyib Hadiwijaya Fakultas Pertanian (Faperta) Kampus IPB Dramaga Bogor. Peserta IGTF ini terdiri dari 377 mahasiswa IPB, 10 mahasiswa Universitas Paramadina, dan 30 mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya. Dalam sambutannya, Prof Yonny mengatakan, mahasiswa peserta IGTF harus mau belajar di lapangan, belajar di masyarakat, dan yang utama harus meningkatkan kemampuan dalam mengatasi permasalahan pembangunan di masyarakat. “Harapannya mahasiswa IGTF bisa memberikan solusi atau pemecahan masalah yang ada di tengah‐tengah masyarakat, khususnya masalah pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan, kesejahteraan masyarakat, dan penataan lingkungan. Yang terpenting nikmati kegiatan IGTF dengan nyaman, harus bisa berbagi bersama masyarakat. Semua mahasiswa IGTF harus bisa membawa almamater dengan baik, jadikan kegiatan ini sebagai modal dan bekal untuk menata ke depan dengan baik,” papar Prof Yonny. Koordinator IGTF 2015, Dr I Wayan Astika menjelaskan, kegiatan IGTF ini sudah yang ke‐8 kali sejak pertama kali dilaksanakan tahun 2009. IGTF dikoordinir oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB , dan pelaksanaan di lapangan berkoordinasi dengan mitra/Pemerintah Daerah setempat. Setiap program dibimbing oleh seorang koordinator program yang merupakan seorang dosen tetap IPB. IGTF 2015 ini menempati 19 lokasi dengan program yang ada di masing‐masing Kabupaten/Provinsi di Indonesia, yaitu budidaya sapi di Pasuruan, teknologi pakan ternak di Malang, budidaya Porang di Mojokerto, budidaya padi di Madiun, budidaya padi dan bawang merah di Nganjuk, budidaya padi organik di Ngawi, budidaya padi di Klaten, budidaya durian di Kulonprogo, usaha tani cabai di Magelang, agrowisata durian di Banjarnegara, budidaya pepaya Kalina di Kebumen, mekanisasi budidaya padi di Ciamis, budidaya ternak di Pekalongan, budidaya jeruk Kintamani di Bangli, pembebasan penyakit Brucellosis di Banten, serta Sekolah Peternakan Rakyat di Barito Koala, Sumbawa, Bojonegoro, dan Tasikmalaya. Deputi Rektor Bidang Akademik Riset dan Kemahasiswaan Universitas Paramadina, Totok Amin Soefijanto, Ed.D mengatakan, “Mahasiswa IGTF harus bisa membuka wawasan dan membagi pengalaman di lapangan melalui media sosial, sehingga bisa bermanfaat bagi semua orang”.(Awl) Sebanyak 818 peserta mengikuti ujian seleksi masuk alih jenis yang diselenggarakan oleh Institut Pertanian Bogor (IPB), Sabtu (1/8). Ujian yang diselenggarakan bagi lulusan D3 yang ingin melanjutkan studi S1 ini dilaksanakan di kampus IPB Dramaga, Bogor. Program alih jenis pendidikan merupakan program pendidikan sarjana yang diperuntukkan bagi lulusan D3 yang memenuhi syarat yang telah ditetapkan. Istilah alih jenis sendiri digunakan untuk menggambarkan perpindahan bidang pendidikan dari pendidikan program vokasi ke pendidikan program akademik. Salah satu tujuan penyelenggaraan ujian adalah untuk mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan akses pendidikan untuk semua (education for all). Dari 818 peserta ujian tersebut akan memperebutkan kursi kuliah dengan kuota penerimaan sebanyak 335. Untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas nantinya, penerimaan mahasiswa alih jenis ini dilaksanakan melalui seleksi yang ketat. “Ada kuota, namun bila tidak memenuhi syarat kita juga tidak akan menerima. Dari kuota tersebut juga sangat tergantung pada kualitas mahasiswanya,” jelas Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan IPB, Prof.Dr Yonny Koesmaryono. Saat ini IPB memiliki 8 Program Studi yang menawarkan program alih jenis. Program Studi tersebut adalah Agronomi dan Hortikultura, Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Teknologi Produksi Ternak, Kimia, Ilmu Komputer, Manajemen, Agribisnis serta Ilmu Gizi. Hasil ujian seleksi masuk alih jenis ini akan diumumkan pada tanggal 8 Agustus 2015.(AS) Ratusan Mahasiswa IPB, Universitas Paramadina dan UIN Surabaya Ikuti IPB Goes to Field IPB Selenggarakan Ujian Seleksi Masuk Alih Jenis Pagelaran Seni Agriaswara Tempat : Balai Kota Tanggal : 8 Agustus 2015 Pukul : 19.00 WIB ‐ selesai Konsolidasi Pakar Bencana IPB Tempat : IICC Tanggal : 10 Agustus 2015 Pukul : 08.00 ‐ 13.00 WIB Registrasi Mahasiswa Baru Jalur SBMPTN, UTM, BUD, PIN dan Pertemuan Orang Tua Mahasiswa Baru. Tempat : GWW Tanggal : 10 dan 11 Agustus 2015

Transcript of Volume 249.pdf

Page 1: Volume 249.pdf

IPBP a

r i

w a

r a

PARIWARA IPB/ Agustus 2015/ Volume 249

Penanggung Jawab : Yatri Indah Kusumastuti Pimpinan Redaksi: Siti Nuryati Redaktur Pelaksana: Ahsan S

Reporter : Siti Zulaedah, Dedeh H, Awaludin, Waluya S, Nabila Rizki A Layout : Devi Fotografer: Cecep AW,

Bambang A, Sirkulasi: Agus Budi P, Endih M, Untung Alamat Redaksi: Humas IPB Gd. Andi Hakim Nasoetion, Rektorat

Lt. 1, Kampus IPB Darmaga Telp. : (0251) 8425635, Email: [email protected]

Terbit Setiap Senin-Rabu-Jum’at

Sebanyak 417 peserta IPB Goes to Field (IGTF) 2015 dilepas oleh Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof.Dr Yonny Koesmaryono, Sabtu (1/8) di Gedung Auditorium Toyib Hadiwijaya Fakultas Pertanian (Faperta) Kampus IPB Dramaga Bogor. Peserta IGTF ini terdiri dari 377 mahasiswa IPB, 10 mahasiswa Universitas Paramadina, dan 30 mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya. Dalam sambutannya, Prof Yonny mengatakan, mahasiswa peserta IGTF harus mau belajar di lapangan, belajar di masyarakat, dan yang utama harus meningkatkan kemampuan dalam mengatasi permasalahan pembangunan di masyarakat. “Harapannya mahasiswa IGTF bisa memberikan solusi atau pemecahan masalah yang ada di tengah‐tengah masyarakat, khususnya masalah pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan, kesejahteraan masyarakat, dan penataan lingkungan. Yang terpenting nikmati kegiatan IGTF dengan nyaman, harus bisa berbagi bersama masyarakat. Semua mahasiswa IGTF harus bisa membawa almamater dengan baik, jadikan kegiatan ini sebagai modal dan bekal untuk menata ke depan dengan baik,” papar Prof Yonny.

Koordinator IGTF 2015, Dr I Wayan Astika menjelaskan, kegiatan IGTF ini sudah yang ke‐8 kali sejak pertama kali dilaksanakan tahun 2009. IGTF dikoordinir oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB, dan pelaksanaan di lapangan berkoordinasi dengan mitra/Pemerintah Daerah setempat. Setiap program dibimbing oleh seorang koordinator program yang merupakan seorang dosen tetap IPB.

IGTF 2015 ini menempati 19 lokasi dengan program yang ada di masing‐masing Kabupaten/Provinsi di Indonesia, yaitu budidaya sapi di Pasuruan, teknologi pakan ternak di Malang, budidaya Porang di Mojokerto, budidaya padi di Madiun, budidaya padi dan bawang merah di Nganjuk, budidaya padi organik di Ngawi, budidaya padi di Klaten, budidaya durian di Kulonprogo, usaha tani cabai di Magelang, agrowisata durian di Banjarnegara, budidaya pepaya Kalina di Kebumen, mekanisasi budidaya padi di Ciamis, budidaya ternak di Pekalongan, budidaya jeruk Kintamani di Bangli, pembebasan penyakit Brucellosis di Banten, serta Sekolah Peternakan Rakyat di Barito Koala, Sumbawa, Bojonegoro, dan Tasikmalaya. Deputi Rektor Bidang Akademik Riset dan Kemahasiswaan Universitas Paramadina, Totok Amin Soefijanto, Ed.D mengatakan, “Mahasiswa IGTF harus bisa membuka wawasan dan membagi pengalaman di lapangan melalui media sosial, sehingga bisa bermanfaat bagi semua orang”.(Awl)

Sebanyak 818 peserta mengikuti ujian seleksi masuk alih jenis yang diselenggarakan oleh Institut Pertanian Bogor (IPB), Sabtu (1/8). Ujian yang diselenggarakan bagi lulusan D3 yang ingin melanjutkan studi S1 ini dilaksanakan di kampus IPB Dramaga, Bogor.

Program alih jenis pendidikan merupakan program pendidikan sarjana yang diperuntukkan bagi lulusan D3 yang memenuhi syarat yang telah ditetapkan. Istilah alih jenis sendir i d igunakan untuk menggambarkan perpindahan bidang pendidikan dari pendidikan program vokasi ke pendidikan program akademik. Salah satu tujuan penyelenggaraan ujian adalah untuk mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan akses pendidikan untuk semua (education for all).

Dari 818 peserta ujian tersebut akan memperebutkan kursi kuliah dengan kuota penerimaan sebanyak 335. Untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas nantinya, penerimaan mahasiswa alih jenis ini dilaksanakan melalui seleksi yang ketat. “Ada kuota, namun bila tidak memenuhi syarat kita juga tidak akan menerima. Dari kuota tersebut juga sangat tergantung pada kualitas mahasiswanya,” jelas Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan IPB, Prof.Dr Yonny Koesmaryono.

Saat ini IPB memiliki 8 Program Studi yang menawarkan program alih jenis. Program Studi tersebut adalah Agronomi dan Hortikultura, Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Teknologi Produksi Ternak, Kimia, Ilmu Komputer, Manajemen, Agribisnis serta Ilmu Gizi. Hasil ujian seleksi masuk alih jenis ini akan diumumkan pada tanggal 8 Agustus 2015.(AS)

Ratusan Mahasiswa IPB, Universitas Paramadina dan UIN Surabaya Ikuti IPB Goes to Field IPB Selenggarakan Ujian Seleksi Masuk Alih Jenis

Pagelaran Seni AgriaswaraTempat : Balai KotaTanggal : 8 Agustus 2015Pukul : 19.00 WIB ‐ selesai

Konsolidasi Pakar Bencana IPBTempat : IICCTanggal : 10 Agustus 2015Pukul : 08.00 ‐ 13.00 WIB

Registrasi Mahasiswa Baru Jalur SBMPTN, UTM, BUD, PIN dan Pertemuan Orang Tua Mahasiswa Baru.Tempat : GWWTanggal : 10 dan 11 Agustus 2015

Page 2: Volume 249.pdf

G u r u B e s a r Kedokteran Hewan Institut Pertanian B o g o r ( I P B ) , Prof.Dr.drh. Tuty L a s w a r d i m e n g a t a k a n teknologi Inseminasi Buatan (IB) sudah dikenal di Indonesia sejak tahun 1954

dan mulai diaplikasikan secara massal pada ternak sapi setelah didirikan Balai Inseminasi Buatan (BIB) dan BIB Daerah (BIBD) untuk memproduksi dan mendistribusikan semen beku ke seluruh wilayah Indonesia.

Masalah peternakan di Indonesia sangat kompleks sehingga mempengaruhi keberhasilan program I B dalam mendukung program swasembada daging nasional yang belum te rc a p a i . O l e h ka re n a nya , P ro f. Tu t y, menawarkan strategi pengembangan teknologi IB sehingga aplikasinya dapat dicapai secara optimal.

“Ada tujuh strategi yang saya miliki yakni perbaikan aspek teknis, sarana dan prasarana, akreditasi BIB dan sertifikasi produk benih, manajemen pakan, kesehatan dan sistem perkandangan, pengujian kualitas semen, standardisasi sumberdaya manusia di BIB, standar pe laksanaan I B d i lapang dan pengembangan lahan rumput,” ujarnya.

Saat ini Indonesia telah memiliki 2 BIB, yakni BIB Lembang dan BIB Singosari, serta 13 BIBD. Sistem kontrol dan evaluasi terhadap berbagai aspek teknologi IB secara menyeluruh di Indonesia diperlukan peranan pemerintah pusat, pemerintah daerah, para pakar yang berasal dari perguruan tinggi/lembaga penelitian serta pihak terkait untuk melakukan manajemen IB. Kajian yang dilakukan oleh perguruan tinggi dan lembaga penelitian dapat menjadi salah satu solusi dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan protein hewani asal ternak serta m e m p e r c e p a t p e n g e m b a n g a n s e k t o r peternakan.

“Saat ini di Indonesia sedang berjalan program penanganan gangguan reproduksi (Gangrep) serta gertak berahi dan inseminasi buatan (GBIB) pada sapi dan kerbau secara nasional. Sapi dan kerbau yang mengalami gangguan fertilitas akan ditangani terlebih dahulu dan setelah normal akan di IB. Sapi‐sapi betina yang bersiklus berahi normal akan disinkronisasi berahinya dan diinseminasi. Diharapkan program ini dapat dilakukan secara serius, terarah dan dapat memberi masukan kepada instansi terkait untuk dapat meningkatkan populasi sapi dan kerbau dalam waktu yang relatif cepat sehingga impian kita untuk swasembada daging dapat tercapai,” terangnya.(zul)

Wi layah pertemuan antara sungai dan laut s e c a r a u m u m d inamakan estuar i . Point penting estuari adalah lokasi tempat bertemunya air laut dan air tawar. Lokasi estuari penting karena dari d a r a t a n m e m b a w a

sumber hara yang baik untuk laut, tetapi bisa juga membawa sumber pencemaran. Fluktuasi parameter lingkungan estuari terutama salinitas dan musim menjadi faktor penentu distribusi ikan di wilayah tersebut. Setiap musim berganti, komposisi, ukuran dan jumlah ikan yang mendiami wilayah tersebut juga berganti. Pada musim tertentu dijumpai benih/ikan ukuran besar (ikan sudat, ikan lundu, ikan kakap, ikan belanak dll) dan pada saat yang lain benih/ikan ukuran besar tersebut berkurang atau bahkan tidak ada. Oleh karena itu lingkungan dan perairan estuari patut diperhatikan secara serius.

Dari hasil risetnya yang dilakukan selama 15 tahun (sejak tahun 2000), Prof. Sulistiono mengatakan estuari bisa dibilang rumah sakit bagi ikan. Biasanya ikan laut melakukan pemijahan di estuari. Prof. Sulis meneliti wilayah estuari di Jawa dan Papua. Berdasarkan hasil penelitian secara umum, suhu, kekeruhan, pola pasang surut, nitrat, dan oksigen menunjukkan nilai yang masih ditoleransi. Ada beberapa yang tercemar logam berat cukup tinggi. “Ternyata estuari mengandung kandungan ikan yang banyak, sekira 130 spesies dimana 53 jenis memiliki nilai ekonomi yang penting dan 12 jenis prospektif dikembangkan di Indonesia karena mengandung taurin (untuk industri obat),” ujarnya.

Prof. Sulis mencontohkan beberapa manfaat ikan estuari yang ditemukannya yakni ikan belodok (belum dimanfaatkan dengan baik sebagai sumber aprodisiak), ikan janjan berisik (kandungan gizi sangat besar), ikan diadromous (hanya hidup di estuari), ikan kresek, ikan tembang, ikan belanak, ikan betok, dll. “Ikan rejum, komoditas penting di Jepang sebagai bahan dasar menu hoka bento atau tempura, 1 kilogram harganya 450 ribu rupiah,” tuturnya. Menurutnya, pemerintah belum banyak menyentuh wilayah estuari. Padahal kalau tercemar maka laut akan tercemar, anak‐anak ikan yang menetas di estuari akan mati dan tidak bisa kembali ke laut. Selain itu banyaknya bendungan yang dibangun di Indonesia juga diyakini akan mempengaruhi.

Prof. Sulis menawarkan pengelolaan alternatif yang dinamakan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berbasis Masyarakat dan Ekosistem yang Berkelanjutan yang terdiri dari lima pilar: 1, Pemanfaatan Potensi Perikanan Skala Kecil; 2. Pengelolaan Perikanan Berbasis Ekosistem; 3. Pe m a n ta u a n S u m b e rd aya Pe r i ka n a n ; 4 . Pengembangan Ekonomi Nelayan dan Penguatan Kelembagaan; 5. Domestikasi dan Pengembangan Budidaya. “Saran saya, pembangunan apapun dampaknya harus diperhatikan,” tandasnya.(zul)

Menurut Prof.Dr.Ir. E.K.S. Harini Muntasib, Guru Besar Ekowisata I n st i t u t Pe r ta n i a n Bogor ( I P B ) , pada tahun 90 an, Indonesia merasa optimis karena mempunyai begitu banyak objek wisata s a t w a l i a r n a m u n ternyata hal itu tidak

menjadi kenyataan. Kenapa kita kalah dengan berbagai negara lain yang sukses mengembangkan ekowisatanya?. Berdasarkan hasil diskusi dengan berbagai pihak yang secara langsung maupun tidak langsung ikut aktif dalam kegiatan ekowisata satwa, maka permasalahannya adalah belum ada kesamaan persepsi tentang ekowisata satwa liar.

“Masing‐masing pihak selalu saling menyalahkan satu sama lain. Masing‐masing kementerian mempunyai kebijakan, strategi, renstra masing‐masing dan belum tersosialisasi atau baru terjadi sedikit sinergi. Untuk merangkai hubungan para pihak itu maka diperlukan tata kelola ekowisata satwa liar,” ujar Prof. Harini. Ekowisata satwa liar adalah suatu kegiatan untuk menikmati satwa liar sebagai obyek dan daya tarik ekowisata. Sebagai obyek, maka satwa liar itu sebenarnya hanya akan dapat menjadi atraksi bila tahu persis kapan bisa melihat satwa itu di alam.

Misal akan melihat banteng di padang penggembalaan, maka harus mempelajari kapan banteng itu merumput dengan nyaman di padang penggembalaan, yaitu sekitar jam 6‐8 pagi dan sore jam 16‐18. Melihat Badak Jawa yang mudah adalah saat badak baru berkubang, dan harus ditentukan sebelumnya, dimana lokasi kubangan permanen badak, sehingga dapat dicari tempat mengamati badak yang tidak mengganggu badak saat berkubang.

Indonesia memiliki potensi ekowisata satwa liar yang sangat besar, namun belum banyak dimanfaatkan ekowisata. Penyebab utamanya adalah satwa Indonesia bersifat kriptik (tersamar dengan lingkungannya) dan pemalu (menyingkir jika bertemu manusia), satwa berdiam pada habitat yang sulit dijangkau, dan pasar domestik masih rendah.

Melihat besarnya potensi yang dimiliki, Prof. Harini memaparkan konsep tata kelola ekowisata satwa liar yang diusulkannya. Menurutnya, tata kelola ekowisata satwa liar bukan membangun suatu k e l e m b a g a a n b a r u , n a m u n l e b i h u n t u k menggerakkan mekanisme diantara para pihak dalam pengelolaan satwa liar di suatu kawasan. Untuk dapat melakukan kolaborasi dalam tata kelola ekowisata ini, maka prinsip yang dipegang oleh para pihak yang akan melakukan kolaborasi adalah kemanfaatan, keadilan dan legalitas.

Komitmen para pihak dilandasi dengan penataan hak, pendampingan, benefit sharing, diikuti adanya kebijakan kabupaten, propinsi dan nasional untuk menyusun “Sistem Insentif”. “Peran pemerintah sebagai fasilitator, maupun conductor sekaligus pelaksana regulasi yang seimbang dalam memikirkan suatu reward and punishment dalam suatu sistem insentif and dis insentif,” terangnya. (zul)

Guru Besar IPB Tawarkan Strategi Pengembangan Inseminasi Buatan

Guru Besar IPB: Selamatkan Habitat Ikan di Wilayah Estuari

Guru Besar IPB: Beda Persepsi Pengelolaan

Ekowisata Satwa Liar Indonesia

Pada 1 Agustus 2015, IPB menggelar Orasi Ilmiah tiga Guru Besar. kegiatan yang difasilitasi oleh Direktorat Administrasi Pendidikan ini bertempat di Auditorium Andi Hakim Nasoetion. Berikut ringkasan orasi ilmiah tersebut :

ORASI ILMIAH GURU BESAR