Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

149

Transcript of Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Page 1: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628
Page 2: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628
Page 3: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

KAJIAN PROMOSI PADA KEMAMPUAN LAYANAN PEMASARAN

TERHADAP INTENSI BELI KONSUMEN PADA PT. GHI JAKARTA Boyke Hatman

(1-12)

PENGARUH MOTIVASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN

BRI INSURANCE (BRINS) CABANG SEMANGGI Wakhyudin & Muhammad Faiz

(13-25)

ULASAN KRITIS ATAS PENDEKATAN MANAJEMEN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

Sasli Rais (26-47)

PENGARUH KOMPETENSI AUDITOR, INDEPENDENSI, DAN PENGALAMAN AUDIT TERHADAP

PROFESIONALISME AUDITOR DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KUALITAS AUDIT INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN RI

Pandoyo (48-69)

PENGARUH DISIPLIN TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA DISTRIK NAVIGASI KELAS 1

TANJUNG PRIOK JAKARTA

Endro Praponco & Rahmatia (70-84)

MANAJEMEN KEUANGAN PERAN DAN FUNGSINYA

DALAM PERUSAHAAN Djano Lastro

(85-92)

SELUK BELUK BERBISNIS DI DUNIA MAYA (Penjelajahan E-Bisnis dan E-Commerce)

Windarko (93-98)

PENGARUH UTANG PEMERINTAH, DANA INFRASTRUKTUR,

ROA DAN DER TERHADAP RETURN SAHAM PERUSAHAAN SUBSEKTOR KONSTRUKSI

DAN BANGUNAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA Ferstmawaty Tondang

(99-112)

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA

KARYAWAN PT. AMANDHA CIPTA WISATA Jatenangan Manalu

(113-128)

PENGARUH DISIPLIN TERHADAP PRESTASI KERJA KARYAWAN PT. OLX INDONESIA

Badrian (129-145)

PERAN KOPERASI PADA ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0

Nazori Effendy (146-155)

Page 4: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 1

KAJIAN PROMOSI PADA KEMAMPUAN LAYANAN

PEMASARAN TERHADAP INTENSI BELI KONSUMEN PADA

PT. GHI JAKARTA

Boyke Hatman,

Manajemen, STIE Pengembangan Bisnis dan Manajemen

e-mail : [email protected]

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh strategi promosi dengan

layanan yang harus dilakukan oleh PT. GHI, Jakarta untuk meningkatkan intensi beli

konsumen. melalui perencanaan, implementasi dan pengendalian komunikasi dari suatu

organisasi kepada para konsumen dan sasaran lainnya. Fungsi dari promosi dalam bauran

adalah untuk mencapai berbagai tujuan komunikasi dengan setiap konsumen. Metode

penelitian yang digunakan adalah metode diskriptif, ini dilakukan pada PT. GHI, Sampel

diambil secara acak. Data skor layanan pemberian pembiayaan dan peningkatan

kepercayaan masyarakat diperoleh dari angket dan hasil test sebagai variabel terikat

adalah strategi promosi dan variabel bebasnya adalah mutu layanan. Hipotesis di uji

dengan analisis korelasi untuk menghitung korelasi digunakan rumus Person Product

Moment. Uji persyaratan Analisis yang dipergunakan adalah Uji Lelliefors untuk

normalitas dari hasil perhitungan diperoleh model regresi ŷ = 1,36214 + 1,614 x dan

setelah diuji dengan α = 0,05, ternyata koefisien korelasi antara variabel strategi promosi

terhadap mutu layanan pembiayaan di Jakarta adalah kuat sebesar 0,7. Kontribusi

variabel bebas terhadap variabel terikat pada penelitian ini diperoleh dari koefisien

determinasi (r2) sebesar 0,7 sehingga kontribusi sebesar 49 %. Dengan demikian dapat

disimpulkan terdapat pengaruh yang lemah dari strategi promosi dalam peningkatan

layanan konsumen. Atas dasar perhitungan tersebut, maka terdapat pengaruh biaya

promosi terhadap mutu layanan, dalam hal ini analisa strategi promosi terhadap

peningkatan mutu layanan pembiayaan .

Kata Kunci : Promosi, Layanan, Intensi Beli

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perusahaan dalam memberikan

pelayanan pembiayaan menerapkan

sistem desentralisasi, tujuannya adalah

untuk mempercepat proses pengambilan

keputusan pembiayaan serta mengurangi

birokrasi yang ada, sehingga pelayanan

kepada customer akan berjalan dengan

efektif dan efisien.

Pelayanan kepada konsumen dalam

kegiatan pemasaran pada suatu bidang

usaha sangat penting dalam memper-

tahankan konsumen yang ada. Disamping

itu dengan penulisan ini penulis dapat

memberikan gambaran yang nyata

tentang pelaksanaan kegiatan yang

dilakukan oleh perusahaan pembiayaan

Page 5: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 2

PT. GHI, Jakarta yang sekiranya dapat

memberikan manfaat bagi yang

memerlukannya.

Masalah-masalah yang mungkin

dapat terjadi pada permasalahan pem-

biayaan adalah (1) Jaminan (Collateral)

yang diberikan apakah cukup memadai

bagi perusahaan (2) Kemampuan

Membayar (Capability) apakah sudah

diperhitungkan (3) Modal (Capital)

apakah cukup dimiliki untuk menjamin

kelancaran pembayaran (4) Kondisi

Ekonomi (Condition) apakah cukup

kondusif untuk menjamin tidak terjadinya

inflasi yang tinggi dan (5) Kapasitas

(Capacity) apakah sudah diperhitungkan,

sehingga konsumen relatif pantas sebagai

debitur.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang dan

untuk memudahkan dalam pembahasan

maka dibuatlah perumusan masalah

sebagai berikut :

1. Bagaimana strategi promosi dengan

layanan yang harus dilakukan oleh

PT. GHI, Jakarta untuk meningkatkan

intensi beli konsumen ?

2. Sejauh mana pengaruh dari layanan

pemasaran terhadap peningkatan

kualitas pelayanan yang dilakukan

oleh PT. GHI, Jakarta terhadap intensi

beli konsumen ?

II. LANDASAN TEORI

A. Pengertian Pemasaran

Pemasaran merupakan suatu proses

perencanaan dan menjalankan konsep

harga, promosi, dan distribusi sejumlah

ide, barang dan jasa untuk menciptakan

pertukaran yang mampu memuaskan

tujuan individu dan organisasi.

Pemasaran memiliki dua hal.

Pertama, pemasaran merupakan filosofi,

sikap, perspektif/ orientasi manajemen

yang menekankan pada kepuasan

konsumen. Kedua, Pemasaran adalah

sekumpulan aktivitas yang digunakan

untuk mengimplementasikan filosofi ini.

Menurut American Marketing Society

dalam buku Kotler dan Keller (2016:27)

Menyatakan bahwa Marketing mana-

gement as the art and science of choosing

target markets and getting, keeping, and

growing customers through creating

delivering, and communicating superior

customer value. Definisi tersebut

menyatakan bahwa. Manajemen

pemasaran sebagai seni dan ilmu dalam

memilih target pasar dan mendapatkan,

menjaga, dan menumbuhkan pelanggan

melalui menciptakan pengiriman, dan

mengkomunikasikan nilai pelanggan

yang unggul

Menurut Kotler dan Armstrong

(2014:27) menyatakan The process by

which companies create value for

customers and build strong customer

relationships in order to capture value

from customers in return. Definisi

tersebut mengartikan bahwa Proses

dimana perusahaan menciptakan nilai

bagi pelanggan dan membangun

hubungan pelanggan yang kuat untuk

mendapatkan nilai dari pelanggan sebagai

imbalannya

Gambar 1 : Marketing Mix

Sumber : Kotler and Keller (2016:47)

Page 6: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 3

B. Pengertian Strategi Promosi

Menurut Travens (2005:76), Strategi

promosi adalah perencanaan, implemen-

tasi dan pengendalian komunikasi dari

suatu organisasi kepada para konsumen

dan sasaran lainnya. Fungsi dari promosi

dalam bauran adalah untuk mencapai

berbagai tujuan komunikasi dengan

setiap konsumen.

Konsep strategi dapat didefinisikan

berdasarkan dua perspektif yang berbeda,

yaitu (1) dari perspektif apa yang suatu

organisasi ingin lakukan (intends to do),

dan (2) dari perspektif apa yang

organisasi akhirnya lakukan (eventually

does).

Berdasarkan perspektif yang

pertama, strategi dapat didefinisikan

sebagai program untuk menentukan dan

mencapai tujuan perusahaan dan

mengimplementasikan misinya. Makna

yang terkandung dari strategi ini adalah

bahwa para manajer memainkan peranan

yang aktif, sadar dan rasional dalam

merumuskan strategi organisasi. Dalam

lingkungan yang turbulen dan selalu

mengalami perubahan, pandangan ini

lebih banyak diterapkan.

Berdasarkan perspektif kedua,

strategi didefinisikan sebagai pola

tanggapan atau respon organisasi

terhadap lingkungannya sepanjang

waktu. Dalam suatu perusahaan terdapat

satu pengertian level strategi yang sangat

penting, menurut Stoner, Freeman dan

Gilbert, Jr (2005:224). Strategi Level

Korporasi dirumuskan oleh manajemen

puncak yang mengatur kegiatan dan

operasi yang memiliki lini atau unit

bisnis lebih dari satu. Pertanyaan-

pertanyaan pokok yang muncul pada

level korporasi adalah bisnis apa yang

seharusnya digeluti perusahaan? Apa

sasaran dan harapan atas masing-masing

bisnis? Bagaimana mengalokasikan

sumber daya yang ada untuk mencapai

sasaran-sasaran tersebut? Dalam

mengembangkan sasaran level korporasi,

setiap perusahaan perlu menentukan

salah satu dari beberapa alternatif tentang

kedudukan dalam pasar, inovasi,

produktivitas, sumberdaya fisik dan

finansial, profitabilitas, prestasi dan

pengembangan manajerial, prestasi dan

sikap karyawan, tanggung jawab sosial.

Strategi promosi berkaitan dengan

masalah-masalah perencanaan, pelaksa-

naan, dan pengendalian komunikasi

persuasif dengan pelanggan. Strategi

promosi ini biasanya untuk menentukan

proporsi personal selling, dan promosi

penjualan. Ada dua strategi pokok dalam

strategi promosi, yaitu :

a. Strategi pengeluaran Promosi

Praktisi membuat rule-of-thumb

yang terbukti dapat digunakan dalam

penentuan besarnya pengeluaran untuk

promosi dengan Marginal approach,

Breakdown method, Built-up method

(Objective-and-task method).

b. Strategi Bauran Promosi

Faktor-faktor yang menentukan

bauran promosi (faktor produk, faktor

pasar, faktor pelanggan, faktor anggaran,

faktor bauran pemasaran) Menurut Kotler

(2007:152) mengemukakan ada empat

unsur yaitu : Periklanan, Promosi

penjualan, Hubungan masyarakat,

Penjualan pribadi atau tatap muka,

Publisitas (Publicity), Adalah suatu

komunikasi promosional tentang

perusahaan atau produk yang dihasilkan

perusahaan, yang disajikan melalui

media, akan tetapi tidak dibayar oleh

sponsor atau perusahaan.

Page 7: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 4

C. Faktor yang Mempengaruhi

Perilaku Konsumen

Tindakan konsumen untuk membeli

sangat dipengaruhi oleh karakteristik

budaya, sosial, pribadi dan psikologis.

Dan seorang pemasar yang baik, harus

dapat mengendalikan faktor - faktor

tersebut. Menurut Kotler (2007:204),

faktor-faktor yang mempengaruhi

perilaku pembelian konsumen, antara

lain :

1. Faktor Budaya

Budaya Budaya adalah kumpulan

nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan, dan

tingkah laku yang dipelajari oleh

seseorang anggota masyarakat dari

keluarga dan lembaga penting lainnya.

Terdiri dari nasionalitas, agama,

kelompok ras, dan wilayah geografis.

Kelas Sosial, Kelas sosial adalah divisi

masyarakat yang relatif permanen dan

teratur dengan para anggota penganut

nilai-nilai, minat dan tingkah laku yang

serupa.

2. Faktor sosial

Kelompok berfungsi sebagai titik

perbandingan atau acuan langsung (tatap

muka) atau tidak langsung dalam

membentuk sikap atau tingkah laku

seseorang. Kelompok acuan mengha-

dapkan seseorang pada tingkah laku dan

gaya hidup baru, mempengaruhi sikap

dan konsep diri seseorang, serta

menciptakan tekanan untuk menye-

suaikan diri, dapat mempengaruhi

pemilihan produk dan merk dari orang

itu.

3. Faktor Pribadi

Pada usia dan tahap siklus Hidup

Orang mengubah barang dan jasa yang

mereka beli selama masa hidupnya.

Selera akan makanan, pakaian, perabot

dan rekreasi sering berhubungan dengan

usia. Membeli juga dibentuk oleh tahap

daur hidup keluarga, tahap-tahap yang

mungkin dilalui oleh keluarga sesuai

dengan kedewasaannya. Gaya hidup

adalah pola kehidupan seseorang yang

diwujudkan dalam aktivitas (pekerjaan,

hobi, berbelanja, olah raga, kegiatan

sosial), minat (makanan, mode, keluarga,

rekreasi), dan opini (mengenai diri

mereka sendiri, isu sosial, bisnis,

produk).

4. Faktor Psikologis

Motivasi adalah kebutuhan yang

cukup menekan untuk mengarahkan

seseorang mencari cara agar kebutuhan

terpuaskan. Persepsi merupakan proses

yang dilalui orang dalam memilih,

interpretasi, interpretasikan informasi

guna membentuk gambaran yang berarti.

Perubahan dalam tingkah laku individual

yang muncul dari pengalaman.

Keyakinan merupakan pemikiran yang

deskriptif yang dimiliki seseorang

mengenai sesuatu dan sikap adalah

evaluasi, perasaan dan kecenderungan

dari seseorang terhadap obyek atau ide

yang relatif konsisten.

Tahapan keputusan pembelian suatu

produk oleh konsumen akan melalui

tahapan proses sebagai berikut, yaitu :

1. Pengenalan masalah

Pada situasi ini seseorang menyadari

betul bahwa ia mempunyai suatu masalah

atau suatu kebutuhan. Ia merasakan

adanya perbedaan yang signifikan antara

keadaan yang sesungguhnya dengan

keadaan yang diinginkannya.

2. Pencarian Informasi

Untuk mengatasi masalah diatas, ia

mencari informasi lebih banyak misalnya

Page 8: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 5

lewat majalah, surat kabar dan lain-lain.

Banyaknya informasi yang dicari akan

tergantung pada kuatnya dorongan akan

kebutuhan tersebut Semakin banyak

informasi, semakin meningkat pula

pengenalan dan pengetahuan calon

pembeli akan suatu produk, misalnya

merek dan karakteristik lain yang ingin

dibeli.

3. Evaluasi Alternatif

Pada tahap ini, calon pembeli

menggunakan informasi untuk meng-

evaluasi pilihan-pilihan produk yang

tersedia di pasar.

4. Keputusan Pembelian

Pada tahap ini sesungguhnya

melakukan tindakan pembelian terhadap

suatu produk. Faktor yang muncul antara

niat pembelian dengan keputusan

pembelian. Yang pertama adalah sikap

calon pembeli dan yang kedua adalah

faktor situasional yang tidak diharapkan.

Jadi niat pembelian belum tentu berakhir

pada suatu pembelian yang sesung-

guhnya.

D. Komponen-komponen Strategi

Promosi

a) Iklan

Iklan adalah setiap bentuk presentasi

dan promosi ide, barang atau jasa oleh

sponsor tertentu. Keuntungan -

keuntungan penggunaan iklan untuk

berkomunikasi dengan para pembeli

diantara adalah biaya yang rendah

permasangan, keragaman media

b) Penjualan Langsung

Penjualan langsung adalah

presentasi langsung dalam suatu

percakapan dengan satu atau lebih calon

pembeli, dengan maksud untuk

mendapatkan penjualan.

c) Promosi Penjualan

Promosi penjualan terdiri dari

berbagai kegiatan produksi, antara lain

peragaan penjualan, kontes, pemberian

sample, displai titik pembelian,

pemberian insentif dan kupon.

d) Publisitas

Publisitas adalah suatu cara

merangsang timbulnya permintaan yang

bersifat impersonal terhadap suatu

produk, jasa atau ide dengan cara

memasang berita komersial di mass

media dan tidak dibayar langsung oleh

suatu sponsor.

E. Pengembangan Strategi Promosi

Pasar sasaran dan strategi penentuan

posisi menuntun keputusan - keputusan

promosi. Strategi promosi mencakup

penentuan : (1) tujuan Komunikasi, (2)

peranan komponen - komponen

pembentuk bauran promosi, (3) anggaran

promosi, dan (4) strategi setiap

komponen bauran. Dan setiap strategi -

strategi dipilih untuk iklan, penjualan

perorangan, promosi penjualan dan

hubungan masyarakat.

Pasar pasaran, produk, distribusi dan

penetapan harga menuntun:

(1) penentuan peranan strategi promosi

dalam seluruh program pemasaran dan

(2) pengidentifikasian tugas - tugas

komunikasi spesifik kegiatan - kegiatan

promosi. Salah satu masalah penting

adalah penentuan peranan yang akan

dimainkan promosi dalam strategi

pemasaran. Iklan, penjualan perorangan

atau kombinasi keduanya seringkali

merupakan bagian penting strategi

pemasaran perusahaan.

Page 9: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 6

Tujuan Komunikasi

Tujuan komponen - komponen

bauran promosi saling terkait. Ilustrasi

berikut menunjukan bagaimana tujuan -

tujuan ini saling terkait secara erat.

Tujuan komunikasinya bahwa enak

dipakai dan efektif. Tujuan iklannya

adalah mengkomunikasikan pesan ini

kepada segmen sasaran melalui media

yang tepat. Tujuan komunikasi

membantu menentukan bagaimana Man,

penjualan perorangan dan promosi

penjualan digunakan dalam pemasaran.

F. Faktor Yang Mempengaruhi

Strategi Promosi Dengan Layanan

Pemasaran Terhadap Peningkatan

Kualitas Pelayanan Terhadap

Intensi Beli Konsumen

Terdapat perbedaan cara promosi

antara pasar barang konsumsi dan pasar

barang industri. Untuk pasar barang

konsumsi, lebih mengutamakan perikla-

nan, promosi penjualan, penjualan tatap

muka dan hubungan masyarakat.

Sedangkan untuk pasar barang-barang

industri, lebih mengutamakan penjualan

tatap muka, promosi penjualan,

periklanan dan hubungan masyarakat.

Penggunaan penjualan tatap muka untuk

barang industri pada umumnya berharga

mahal dan banyak resiko. Akan tetapi,

pada kenyataannya perusahaan lebih

cenderung membaurkan dengan

periklanan.

1. Fungsi penting periklanan adalah

untuk menciptakan kesadaran,

menciptakan pengertian, pengingat

yang efisien, pembuka jalan dan

pengesahan

2. Fungsi penting penjualan tatap muka

dilakukan dengan meningkatkan

posisi persediaan barang, menciptakan

kegairahan pedagang terhadap produk

baru, dan mendapatkan lebih banyak

pedagang yang mengambil produk.

G. Pengertian Pembelian

Bahwa setiap orang atau suatu

badan usaha mengadakan pembelian

karena orang / badan tersebut

membutuhkan barang atau jasa, jadi

pembelian terjadi untuk memenuhi

kebutuhan. Pemenuhan kebutuhan ada

dua macam, yaitu untuk dikonsumsi dan

untuk dijual kembali.

Dengan demikian jelas ada dua

macam pembelian yaitu pembelian untuk

dikonsumsi dan pembelian untuk dijual

kembali yang dilakukan oleh pedagang

kecil dan pedagang besar. Sedangkan

pembelian untuk dikonsumsi dilakukan

oleh perusahaan industri, rumah tangga

konsumsi dan para konsumen terakhir

seperti ibu rumah tangga.

H. Tahapan Akibat Promosi

Minat konsumen potensial atas suatu

produk yang ditawarkan di pasar, pada

dasarnya terbagi atas tiga tahapan, yaitu

tahap mengetahui, terpengaruh, dan

bertindak untuk melakukan pembelian.

Salah satu model yang pada umumnya di

pakai untuk tahapan ini adalah AIDA ,

yaitu : (1.) Attention,

Pada tahap ini promosi yang

dilakukan harus dapat menarik perhatian

khalayak sasarannya. (2) Interest, Jika

perhatian khalayak sasaran berhasil

direbut, promosi yang dilakukan hendak-

nya dapat membuat seseorang berminat

untuk mengetahui lebih lanjut mengenai

produk yang diproduksi. (3) Desire,

Promosi harus dapat mengge-rakkan

keinginan seseorang untuk memiliki atau

menikmati produk tersebut, kebutuhan

atau keinginan mereka untuk memiliki,

memakai, atau melakukan sesuatu

Page 10: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 7

sebagai kelanjutan tahap interest. (4)

Action, Pada tahap ini hendaknya calon

pembeli sudah dapat mengambil

keputusan, membeli atau tidak, tetapi

belum sungguh-sungguh berusaha untuk

membeli. Menuntun calon pembeli untuk

mengambil langkah akhir berupa

tindakan pembelian.

Menurut Lamb. Hair. Mc Daniel

(2007:127), Pemasaran adalah suatu

proses perencanaan dan menjalankan

konsep harga, promosi, dan distribusi

sejumlah ide, barang dan jasa untuk

menciptakan pertukaran yang mampu

memuaskan tujuan individu dan

organisasi.

Pemasaran memiliki dua hal. Pertama,

pemasaran merupakan filosofi, sikap,

perspektif / orientasi manajemen yang

menekankan pada kepuasan konsumen.

Kedua, Pemasaran adalah sekumpulan

aktivitas yang digunakan untuk meng-

implementasikan filosofi ini. Definisi dari

American Marketing Association, menca-

kup dua perspektif itu. Pemasaran

merupakan suatu proses perencanaan dan

menjalankan konsep, harga, promosi dan

distribusi sejumlah ide, barang dan jasa

untuk menciptakan pertukaran yang

mampu memuaskan tujuan individu dan

organisasi".

Menurut Philip Kotler bahwa :

Konsep pemasaran merupakan kunci

unuk mencapai tujuan-tujuan organisasi

terdiri dari penentuan kebutuhan dan

keinginan pasar sasaran dan penyerahan

produk memuaskan secara lebih efektif

dan lebih efisien.

Sedang Basu Swasta memberikan

definisi terhadap konsep pemasaran

sebagai berikut : konsep pemasaran

adalah sebuah falsafah bisnis yang

menyatakan bahwa kepuasan kebutuhan

konsumen merupakan syarat ekonomi

dan sosial bagi kelangsungan hidup

perusahaan.

Didalam konsep pemasaran sebagai

suatu kegiatan pemasaran terpadu yang

menekankan pada orientasi pemenuhan

kebutuhan dan kegiatan konsumsen

hingga mencapai kepuasan konsumen,

terdapat empat unsur pokok yang

terkandung didalamnya, yaitu : (1)

Orientasi pada konsumen. (2) Kegiastan

pemasaran terpadu. (3) Kepuasan

konsumen/pelangan (4) Tujuan dari

perusahaan jangka panjang.

Adapun empat unsur pokok pada konsep

pemasaran menurut Basu Swasta yaitu:

(1) Kebutuhan dan keinginan konsumen

(2) Kegiatan pemasaran terpadu (3)

Kepuasan konsumen (4) Tujuan jangka

panjang perusahaan

Konsep pemasaran merupakan suatu

konsep yang menekankan orientasi

pemenuhan dan keinginan konsumen

dengan melakukan kegiatan pemasaran

secara terpadu untuk memberikan

pelayanan untuk mencapai kepuasan

konsumen.

I. Pengertian dari Peningkatan

Kualitas Pelayanan

Kualitas adalah keadaan dinamik

yang diasosiasikan dengan produk, jasa,

orang, proses dan lingkungan yang

mencapai atau melebihi harapan.

Menurut Stephen Uselac, "Ada

kesepakatan kecil tentang apa yang

menentukan kualitas . Dalam arti yang

paling luas, kualitas adalah satu atribut

dari suatu produk atau jasa yang dapat

ditingkatkan. Publik mengkaitkan

kualitas dengan sebuah produk atau jasa.

Kualitas itu tidak hanya produk dan jasa

melainkan juga mencakup proses,

lingkungan dan orang.Kualitas total atau

kualitas pelayanan adalah suatu

Page 11: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 8

pendekatan untuk menjalankan bisnis

yang berusaha untuk memaksimatkan

persaingan sebuah organisasi melalui

perbaikan yang terus menerus atas

kualitas produk, jasa, orang, proses dan

lingkungannya.

Kualitas total atau kualitas

pelayanan dapat dicapai, tapi sebelum

untuk dapat mencapai kualitas total atau

kualitas pelayanan tersebut harus mela-

kukan pendekatan terlebih dahulu. Dan

pendekatan tersebut memiliki ciri - ciri

sebagai berikut : (1) Didasarkan pada

strategi, (2) Berfokus pada pelanggan, (3)

Obsesi pada kualitas, (4) Pendekatan

kualitas ilmiah terhadap pengambilan

keputusan dan pemecahan masalah (5)

Komitmen yang panjang (6)Kerja

kelompok, (7) Perbaikan sistem terus

menerus , (8) Pendidikan dan pelatihan,

(9) Kebebasan melalui kontrol, (10)

Kesatuan tujuan, (11) Pelibatan dan

pemberian wewenang kepada karyawan

Peningkatan kualitas pelayanan

sebagai bagian sistem manajemen

strategik dan integratif, serta meng-

gunakan metode kualitatif dan kuantitatif

untuk memperbaiki secara berkesinam-

bungan proses - proses organisasi, agar

dapat memenuhi dan melebihi kebutuhan,

keinginan dan harapan pelanggan.

Peningkatan Kualitas Pelayanan

berfokus pada tiga bidang, yaitu :

1. Fokus pada pelanggan (Customer

Focus) Identifikasi pelanggan (Internal,

eksternal dan / atau perantara) meru-

pakan prioritas utama.

2. Keterlibatan total mengandung arti

komitmen total.

3. Dalam hal ini, kebutuhan pokoknya

adalah menyusun ukuran - ukuran

dasar baik internal dan eksternal bagi

organisasi dan pelanggan. Implemen-

tasi konsep peningkatan kualitas

pelayanan atau Total Quality Service

(TQS) dapat memberikan manfaat

utama, yaitu : Meningkatnya indeks

kepuasan kualitas (Quality

Satisfaction index).

J. Peningkatkan Mutu Pelayanan

Pembiayaan yang dilakukan di

Jakarta.

a. Fokus pada pelanggan

Identifikasi pelanggan (Internal,

eksternal dan / atau perantara) merupakan

prioritas utama. Apabila ini sudah

dilakukan maka langkah selanjutnya

adalah mengidentifikasi kebutuhan,

keinginan dan harapan mereka.

b. Keterlibatan Total

Keterlibatan total mengandung arti

komitmen total. Manajemen harus

memberikan peluang perbaikan kualitas.

c. Pengukuran

Dalam hal ini, kebutuhan pokoknya

adalah menyusun ukuran - ukuran dasar

baik internal dan eksternal bagi

konsumen dan pelanggan. Konsep

peningkatan mutu pelayanan dapat

memberikan manfaat utama, yaitu (1)

Indeks kepuasan kualitas yang diukur

dengan ukuran apapun, (2) Ukuran

produktivitas dan efisiensi (3) Perubahan

laba (4) Peningkatan pangsa pasar (5)

Moral dan semangat karyawan (6)

Kepuasan pelanggan

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Objek Penelitian

Objek penelitian sangat perlu guna

mendapatkan hasil yang maksimal. Objek

dari penelitian ini adalah strategi promosi

Page 12: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 9

dengan layanan pemasaran yang

dilakukan oleh PT. GHI, Jakarta terhadap

intensi beli konsumen .

B. Data yang Dikumpulkan

Data - data yang dikumpulkan

penulis`terdiri atas data kuantitatif dan

data kualitatif. Data-data yang

dikumpulkan antara lain data

perkembangan pasar produk di DKI

Jakarta, pola promosi, biaya promosi,

jumlah penjualan produk dan kualitas

dari pelayaanan kepada konsumen maupu

pelanggan.

C. Sumber dan Teknik Pengambilan

Data

Sumber data primer penelitian ini

penulis dapatkan dari data internal PT.

GHI, Jakarta melalui pengambilan data-

data dari Bagian Pemasaran PT. GHI,

Jakarta. Sedangkan sumber data sekunder

penelitian ini berasal dari studi literatur

dan hasil wawancara.

D. Metode Analisis Data Penulis menggunakan analisis

korelasi dua variabel yaitu variabel

Strategi Promosi dan Mutu Pelayanan.

Analisis lanjutan terhadap kedua variabel

tersebut akan menggunakan analisis

regresi sederhana. Rumusan analisis-

analisis tersebut adalah sebagai berikut:

1. Uji Lelliefors

D = Berdasarkan Rumus dibawah

a1 = Koefisien test shaphiro Wilk

Xn-1+1 = Angka – 1 + 1 pada data

X1 = Angka i pada Data

Xi = Angka i dari data

X = Rata – rata data

G = bn + CR + ln (T- dn/1-T)

G = Identik nilai Z distribusi normal

T = Berdasarkan rumus diatas

bn ,CR ,dn = Konvensi Shaphiro Wilk

2. Analisis korelasi.

n (Σ XY) – (Σ X) (Σ Y)

n (Σ X2)

– (Σ X)

2 . n (Σ Y

2) – (Σ Y)

2

Pada hakekatnya, nilai r dapat bervariasi

dari -1 melalui 0 hingga 1 atau dapat

dituliskan sebagai -1 < r < 1.

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 - 0,199 Sangat Rendah

0,20 - 0,399 Rendah

0,40 - 0,599 Sedang

0,60 - 0,799 Kuat

0,80 - 1,000 Sangat Kuat

Koefisien Determinasi dirumuskan

sebagai = r 2

Untuk dapat memberi interpretasi

terhadap kuatnya hubungan itu, Sugiyono

(2011: 183) memberikan pedoman

sebagai berikut:

3. Analisis regresi

Y = a + bX

Dimana:

Y‟ = subyek dalam variabel dependen

yang diprediksikan

Page 13: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 10

a = nilai Y bila X = 0 (nilai konstan)

b = koefisien regresi, independen.

X = subyek pada variabel independen

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil analisa yang dilakukan

untuk mengetahui pengaruh strategi

promosi terhadap pelayanan pembiayaan

guna meningkatkan intensi beli

konsumen di Jakarta dengan menggu-

nakan analisa korelasi didapat bahwa

nilai r = 0,700. hal tersebut dapat

dikatakan r = + 1 atau mendekati 1, maka

hubungan antara variabel x dan variabel y

dikatakan kuat serta searah atau positif.

Untuk mengetahui besarnya pengaruh

strategi promosi dengan layanan yang

dilakukan oleh PT. GHI, Jakarta untuk

meningkatkan intensi beli konsumen

dapat diketahui dengan melihat koefisien

determinasi (r) yaitu : r = 0,700 r2 = 0,49

Besarnya kontribusi atau sumbangan dari

strategi promosi terhadap kenaikan mutu

pelayanan kepada konsumen dapat

diketahui dari hasil mengkuadratkan r

sehingga hasilnya adalah r2 = 0,49 .

Dengan demikian besarnya strategi

promosi dengan layanan yang dilakukan

oleh PT. GHI, Jakarta untuk meningkat-

kan intensi beli konsumen 49%

sedangkan sisanya sebesar adalah 51%

dipengaruhi oleh faktor lain. Untuk

memprediksi serta menghitung regresi

linier sederhana atas mutu pelayanan

pembiayaan dapat dihitung dengan rumus

regeresi linier. Dimana : X = strategi

promosi, Y = mutu pelayanan, Sehingga

dapat diketahui bahwa dari hasil rumus

analisa regresi linier sederhana diperoleh

nilai a = 1,36214 ini dapat disamakan

dengan nilai Y karena a = 0 maka nilai a

= y (sudah ketapan/konstan), maka dapat

diperoleh persamaan regresi liner sebagai

berikut :

Y = 1,36214 + 1,614(X)

Dari persamaan tersebut diatas dapat

diketahui setiap kenaikan biaya promosi

sebesar satu (1) maka mutu pelayanan

meningkat sebesar 1,614.

BAB V. KESIMPULAN

Setelah dilakukan penelitian

terhadap konsumen di Jakarta dan dari

hasil uraian analisis serta pembahasan

pada bab-bab sebelumnya, maka dapat

ditarik kesimpulan bahwa strategi

promosi dengan layanan pemasaran yang

dilakukan oleh PT. GHI, Jakarta terhadap

intensi beli konsumen yang harus

dilakukan di pasar Jakarta adalah dengan

meningkatkan mutu pelayanan sehingga

diharapkan konsumen puas dengan

pelayanan yang telah diberikan selama

ini.

Kriteria yang harus dilakukan untuk

meningkatkan mutu pelayanan

pembiayaan adalah dengan cara

meningkatkan volume penjualan dari

produk yang dipasarkan, memberikan

nilai akhir yang baik/bagus dari hasil

pelayanan yang diberikan kepada

konsumen dalam hal ini adalah kepuasan

konsumen dan apa yang diinginkan oleh

konsumen dapat terpenuhi.

Pengaruh strategi promosi terhadap

peningkatan mutu pelayanan pembiayaan

yang dilakukan di Jakarta terhadap

intensi beli konsumen dapat ditentukan

dengan cara mengkuadratkan nilai r2 =

0,49, yang berarti naik turunnya jumlah

pengaruh strategi promosi dengan

layanan yang dilakukan oleh PT. GHI,

Jakarta untuk meningkatkan intensi beli

konsumen disebabkan oleh kegiatan mutu

pelayanan untuk intensi beli konsumen

Page 14: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 11

sebesar 49% sedangkan sisanya sebesar

51% dipengaruhi oleh faktor lain. Antara

strategi promosi dengan layanan dengan

mutu pelayanan kepada konsumen

mempunyai hubungan yang sangat positif

dan kuat sekali. Strategi promosi yang

dilancarkan terjadi secara bersama-sama

dengan kenaikan mutu pelayanan yang

diberikan ke konsumen, dan mutu

pelayanan yang diberikan ke konsumen

mempunyai pengaruh yang sangat kuat

terhadap kenaikan strategi promosi dari

kemampuan pelayanan pemasaran

terhadap daya beli dari konsumen.

Page 15: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 12

DAFTAR PUSTAKA

Aaker, David A. (2013) Manajemen

Pemasaran Strategis (Strategic Market

Management), E8. Jakarta : Salemba

Empat

Ekman, Anders, Brent Cosgrove

(2019) 25 Amazing Statistics On How

Consumers Shop For Cars, Matawan,

Nj :V12

Gasperz, Vincent, (2017), Manajemen

Kualitas : Penerapan Konsep-konsep

Kualitas Dalam Manajemen Bisnis

Total, terjemahan Agus Puswanta,

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Goetsch, (2007). Total Quality Service,

Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Griffin Jill, (2015). Marketing Research.

Fourth Edition. Mc Grow Hill Book

Company

Kirom, Bahrul. (2014). Mengukur

Kinerja Pelayanan dan Kepuasan

Konsumen: Service Performance and

Customer Satisfaction Measurement.

Tanggerang: Pustaka Reka Cipta.

Kotler, Philip dan Amstrong, Gary,

(2014), Principles of Marketing, 12th

Ed, Jakarta : Erlangga

Kotler, P., Keller, K. L., & (2016).

Marketing Management Edition 15.

USA: Pearson.

Kotler, (2007). Strategi Promosi, Jilid 1,

Edisi Keenam, Jakarta : Erlangga.

Laja., Peep. (2019) Know About

Influencing Customers, Austin, TX :

CXL Institute

Lamb. Hair. Mc Daniel, (2007). Strategi

Pemasaran, Edisi Ketiga, Jakarta :

Erlangga.

Leiss, W.Kline, S. and Jhally S Eds

(2006) . Social Communication in

Advertising : Person, Product and

Image of Well being, New York :

Routledge

Parasurahman A, Valerie A Zeithaml,

and Leonard L Berry, A, (2000).

Conceptual Model of Service Quality

and Implication for Future Research,

Journal of Marketing.

Peterson, RA and WR. Wilson, (1992).

Measuring Customer Satisfaction :

Fact and Artifact. Academic of

Marketing Science. NY.

Spenner, Patrick, Karen Freeman (2012)

To Keep Your Customers, Keep It

Simple, Boston, MA : HBR

Stoner, Freeman, Gilbert, Jr, (2005).

Strategi Promosi, Jakarta : PT.

Gramedia

Sugiono, (2011). Metode Penelitian

Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.

Bandung: Penerbit Alfabet

Swasta, Basu. (2014). Manajemen

Pemasaran. Tangerang Selatan : UT

Tijptono, Fandy, (2018) Pemasaran

Strategik, Yogyakarta : Andi Publish

Travens, (2005), Strategi Promosi,

Jakarta : Erlangga.

Page 16: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 13

PENGARUH MOTIVASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN

BRI INSURANCE (BRINS) CABANG SEMANGGI

Wakhyudin

Manajemen, STIE Pengembangan Bisnis dan Manajemen

E-mail : [email protected]

Muhammad Faiz

Manajemen, STIE Pengembangan Bisnis dan Manajemen

E-mail : [email protected]

Abstrak

Motivasi kerja karyawan memegang peranan yang penting bagi perusahaan dalam

pencapaian kinerja karyawannya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh

Motivasi terhadap Kinerja Karyawan BRI INSURANCE (BRINS) Cabang Semanggi.

Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan BRINS Cabang Semanggi sebanyak 30

orang dan keseluruhannya dijadikan sampel (sampel jenuh). Metode yang digunakan

adalah analisis regresi linier sederhana, koefisien korelasi, koefisien determinasi serta uji

signifikasi ( uji-t). Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi berpengaruh signifikan

terhadap Kinerja Karyawan BRINS Cabang Semanggi. Hal tersebut diperoleh dari

persamaan regresi Y=8,079 + 0,785 X + e. artinya setiap perubahan motivasi sebesar 1

satuan, maka akan meningkatkan kinerja karyawan sebesar 0,785 tingkat. Nilai konstanta

8,079 artinya apabila tidak ada motivasi maka nilai dari kinerja karyawan adalah

8,079. Hasil uji signifikasi (uji t) menunjukkan bahwa t hitung > t tabel (9,241>2,048).

artinya terdapat pengaruh signifikan motivasiterhadap kinerja karyawan.

Kata Kunci : Motivasi, Kinerja

PENDAHULUAN

Di era persaingan global saat ini

agar dapat memenangkan persaingan

bisnis, perusahaan harus mempunyai

keunggulan disbanding pesainga lainnya.

Salah satunya adalah memiliki karyawan

yang termotivasi untuk bekerja secara

produktif. Karena dengan memiliki

karyawan yang memiliki motivasi yang

tinggi, maka perusahaan dapat menga-

lahkan pesaingnya. Agar karyawan

memiliki motivasi kerja yang tinggi hanya

perusahaan dituntut untuk menerapan

konsep dan teknik manajemen sumber

daya manusia yang tepat.

Motivasi kerja merupakan

kondisi atau energi yang menggerakkan

diri karyawan yang terarah atau tertuju

untuk mencapai tujuan organisasi

perusahaan (Mangkunegara, 2005)”.

Sedangkan Amstrong (1994) mengata-

kan bahwa “motivasi adalah sesuatu

yang membuat orang bertindak atau

berperilaku dalam cara-cara tertentu”.

Dengan kata lain motivasi adalah sesuatu

yang menggerakkan orang. Melihat arti

motivasi, maka orang tanpa mempunyai

Page 17: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 14

motivasi, tidak mempunyai hasil kerja

yang tinggi. Pada umumnya setiap

perusahaan mempunyai harapan yang

besar agar karyawannya dapat mening-

katkan kinerja yang lebih baik dan efektif

dalam melakukan tanggung jawab

terhadap pekerjaannya. Perusahaan dapat

memberikan penghargaan untuk karyawan

yang telah melakukan kinerja yang terbaik

terhadap perusahaannya.

Kinerja pada umumnya diartikan

sebagai kesuksesan seseorang didalam

melaksanakan suatu pekerjaan. Kinerja

karyawan merupakan hasil kerja yang

dicapai seseorang dalam melaksanakan

tugas-tugas yang dibebankan kepadanya.

Kinerja karyawan meliputi kualitas dan

kuantitas output serta keandalan dalam

bekerja. Kinerja merupakan hasil atau

tingkat keberhasilan seseorang secara

keseluruhan selama periode tertentu di

dalam melaksanakan tugas dibandingkan

dengan berbagai kemungkinan, seperti

standar hasil kerja, target atau sasaran atau

kriteria yang telah ditentukan terlebih

dahulu dan telah disepakati bersama

(Rivai dan Basri, 2005).

Menurut pengamatan penulis

kinerja karyawan BRI INSURANCE

(BRINS) Kantor Cabang Semanggi masih

rendah, diduga karena ada beberapa faktor

yang mempengaruhi hal tersebut

dikarenakan misalnya. Kinerja karyawan

di kantor BRI INSURANCE (BRINS)

Kantor Cabang Semanggi masih rendah

karena masih adanya karyawan yang

menyimpang pada jobdesk nya sendiri

misalnya keluar sebelum jam istirahat dan

izin untuk merokok dengan jangka waktu

yang berlebihan. Rendahnya motivasi

kerja dikarenakan adanya karyawan yang

tidak bisa ikut dalam bekerja sama dengan

anggota tim lainnya dikarenakan

perbedaan umur yang menyebabkan

kurangnya kinerja seseorang karena dia

merasa tidak diperlukan dalam tim dan

inilah yang terjadi pada karyawan BRI

INSURANCE (BRINS) Kantor Cabang

Semanggi.

Bersarkan uraian di atas penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

Motivasi terhadap Kinerja Karyawan BRI

INSURANCE (BRINS) Cabang Semanggi.

KAJIAN PUSTAKA

Motivasi Motivasi kerja merupakan kondisi

atau energi yang menggerakkan diri

karyawan yang terarah atau tertuju untuk

mencapai tujuan organisasi perusahaan

Mangkunegara, 2005). Sedangkan

menurut Amstrong (1994) motivasi

adalah sesuatu yang membuat orang

bertindak atau berperilaku dalam cara-

cara tertentu. Kemudian Gibson (1995)

motivasi merupakan kekuatan yang

mendorong seseorang karyawan yang

menimbulkan dan mengarahkan

perilaku. Berdasarkan pengertian

tersebut diatas maka dapat disimpulkan

bahwa motivasi adalah sesuatu yang

timbul dari dalam diri sebagai sebuah

kekuatan seseorang secara sadar untuk

melakukan aktifitas yang dapat

menghasilkan suatu perubahan secara

nyata untuk membantu dirinya sendiri

dan juga orang lain dalam menangani

suatu permasalahn yang dihadapinya

sehingga dapat memberikan kepuasna

bagi dirinya dan juga bagi masyarakat.

Teori Motivasi Maslow

Kebutuhan dapat didefinisikan

sebagai suatu kesenjangan atau

pertentangan yang dialami antara satu

kenyataan dengan dorongan yang ada

dalam diri. Apabila karyawan kebutu-

hannya tidak terpenuhi maka karyawan

Page 18: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 15

tersebut akan menunjukkan perilaku

kecewa. Sebaliknya, jika kebutuhannya

terpenuhi amak karyawan tersebut

akan memperlihatkan perilaku yang

gembira sebagai manifestasi dari rasa

puasnya. Kebutuhan merupakan

fundamen yang mendasari perilaku

karyawan. Karena tidak mungkin

memahami perilaku tanpa mengerti

kebutuhannya, Abraham Maslow

(Mangkunegara, 2005) mengemukakan

bahwa hierarki kebutuhan manusia

adalah sebagai berikut :

1. Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan

untuk makan, minum, perlindungan

fisik, bernapas, seksual. Kebutuhan

ini merupakan kebutuhan tingkat

terendah atau disebut pula sebagai

kebutuhan yang paling dasar

2. Kebutuhan rasa aman, yaitu

kebutuhan akan perlindungan diri

dari ancaman, bahaya, pertentangan,

dan lingkungan hidup

3. Kebutuhan untuk rasa memiliki

(sosial), yaitu kebutuhan untuk

diterima oleh kelompok, berafiliasi,

berinteraksi, dan kebutuhan untuk

mencintai serta dicintai

4. Kebutuhan akan harga diri, yaitu

kebutuhan untuk dihormati dan

dihargaioleh orang lain

5. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan

diri, yaitu kebutuhan untuk menggu-

nakan kemampuan, skill dan potensi.

Kebutuhan untuk berpendapat dengan

mengemukakan ide-ide, gagasan dan

kritik terhadap sesuatu

Teori X dan Y

Pada tahun 1960 Douglas MC

Gregor mengidentifikasikan dua sudut

pandang tentang manajemen, yang

dianut dalam tingkatan manajemen. Dua

sudut pand`ng itu, disebut dengan Teori

X dan juga Teori Y.

Teori X memandang manusia

sebagai pemalas, yang lebih suka diberi

arahan secara detail tentang apa yang

harus dilakukan, menghindari tanggung

jawab serta memilki sedikit ambisi.

Teori ini mengungkapkan bahwa

manusia menginginkan rasa aman

(security) dan mengharapkan imbalan

serta balas jasa yang tinggi. Dari sini

bisa disimpulkan pada Teori X “bahwa

manusia bekerja untuk memenuhi

kebutuhan tingkat rendahnya (fisik dan

keamanan)”. Manajer yang memandang

karyawannya seperti itu berkeyakinan

bahwa, supaya pekerjaan bisa tuntas,

karyawan harus dikontrol, dipaksa,

diancam dengan disiplin dan dihukum.

Teori ini berkembang dari pendekatan “

Scientific Management”, yang dikem-

bangkan oleh Frederick Taylor. Menurut

Taylor (1974), sebagian besar orang

menganggap kerja pada dasarnya tidak

menyenangkan. Oleh karena itu,uang

yang akan mereka peroleh adalah

motivasi utama karyawan berkenan

menghabiskan waktunya berjam-jam

untuk bekerja.

Sedangkan Teori Y memandang

karyawan dari sudut pandang yang

berbeda. Teori ini beranggapan bahwa

upaya fisik dan mental sebagai bagian

yang penting dan alamiah (natural) dari

aktivitas manusia. Teori Y memandang,

orang akan melakukan control diri (self

control) dan mengarahkan dirinya

sendiri (self direction), jika mereka

berkomitmen pada tujuan–tujuan

pekerjaan mereka. Bagi para pimpinan

ataupun manajer yang menerima Teori

Y, pengembangan dan pemeliharaan

lingkungan kerja yang memuaskan

adalah sangat penting untuk meraih

Page 19: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 16

kinerja karyawan yang maksimal. Teori

Y muncul dengan di latar belakangi

karya Elton Mayo, dkk (1953) yang

sering disebut dengan “ Pendekatan

Hubungan Manusia” (Human Relation

Approach). Pendekatan ini menekankan

akan pentingnya peran proses social

di tempat kerja. Beliau berpendapat

bahwa karyawan ingin merasa berguna

dan penting serta menjadi bagian dari

sebuah kelompok sosial. Selain itu

imbalan yang bersifat non finansial

sering lebih penting daripada uang dalam

memotivasi karyawan untuk jangka

panjang. Dari semua ini bisa

disimpulkan bahwa pada Teori Y

“bahwa manusia bekerja untuk

memenuhi kebutuhan tingkat tingginya

(harga diri dan aktualiasasi diri).

Teori dua Faktor Herzberg

Teori ini dikemukakan oleh

Frederick Herzberg dengan asumsi

bahwa hubungan seorang individu

dengan pekerjaan adalah mendasar

dan bahwa sikap individu terhadap

pekerjaan bisa sangat baik menentukan

keberhasilan atau kegagalan. (Robbins,

2007).

Hygiene factors (faktor

kesehatan) adalah faktor pekerjaan

yang penting untuk adanya motivasi di

tempat kerja. Faktor ini tidak mengarah

pada kepuasan positif untuk jangka

panjang. Tetapi jika faktor-faktor ini

tidak hadir, maka muncul ketidakpuasan.

Faktor ini adalah faktor ekstrinsik untuk

bekerja. Faktor higienis juga disebut

sebagai dissatisfiers atau faktor

pemeliharaan yang diperlukan untuk

menghindari ketidakpuasan. Hygiene

factors (faktor kesehatan) adalah

gambaran kebutuhan fisiologis individu

yang diharapkan untuk dipenuhi.

Hygiene factors (faktor kesehatan)

meliputi gaji, kehidupanpribadi,

kualitas supervisi, kondisi kerja,

jaminan kerja, hubungan antar

pribadi, kebijaksanaan dan administrasi

perusahaan.

Motivation Factors. Menurut

Herzberg, hygiene factors (faktor

kesehatan) tidak dapat dianggap sebagai

motivator. Faktor motivasi harus

menghasilkan kepuasan positif. Faktor-

faktor yang melekat dalam pekerjaan dan

memotivasi karyawan untuk sebuah

kinerja yang unggul disebut sebagai

faktor pemuas. Karyawan hanya

menemukan faktor-faktor intrinsik

yang berharga pada motivation factors

(faktor pemuas). Para motivator

melambangkan kebutuhan psikologis

yang dirasakan sebagai manfaat

tambahan. Faktor motivasi dikaitkan

dengan isi pekerjaan mencakup

keberhasilan, pengakuan, pekerjaan yang

menantang, peningkatan dan

pertumbuhan dalam pekerjaan.

Teori Kebutuhan McClelland

Teori kebutuhan Mc Clelland

dikemukakan oleh David Mc Clelland

dan kawan-kawannya. Teori ini

berfokus pada tiga kebutuhan, yaitu

(Robbins, 2007) :

1. Kebutuhan pencapaian (need for

achievement) : Dorongan untuk

berprestasi dan mengungguli, men-

capai standar-standar, dan berusaha

keras untuk berhasil.

2. Kebutuhan akan kekuatan (need for

pewer) : kebutuhan untuk membuat

orang lain berperilaku sedemikian

rupa sehingga mereka tidak akan

berperilaku sebaliknya.

3. Kebutuhan hubungan (need for

affiliation) : Hasrat untuk

Page 20: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 17

hubungan antar pribadi yang ramah

dan akrab.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Motivasi

Faktor-Faktor yang mempe-

ngaruhi Motivasi terdiri dari beberapa

macam. Motivasi yang ada dalam diri

seseorang bukan merupakan indikator

yang berdiri sendiri. Motivasi itu sendiri

muncul sebagai akibat dari interaksi

yang terjadi di dalam individu.

Ada beberapa faktor yang mempe-

ngaruhi motivasi, yaitu sebagai berikut:

1. Gaya kepemimpinan administrator.

Kepemimpinan dengan gaya otoriter

membuat pekerja menjadi tertekan

dan acuh tak acuh dalam bekerja.

2. Sikap individu. Ada individu yang

statis dan ada pula yang dinamis.

Demikian juga ada individu yang

bermotivasi kerja tinggi dan ada

pula yang bermotivasi kerja rendah.

Situasi dan kondisi di luar dari

individu memberi pengaruh terhadap

motivasi. Akan tetapi yang paling

menentukan adalah individu itu

sendiri.

3. Situasi kerja, lingkungan kerja,

jarak tempuh dan fasilitas yang

tersedia membangkitkan motivasi,

jika persyaratan terpenuhi. Akan

tetapi jika persyaratan tersebut tidak

diperhatikan dapat menekan

motivasi. Orang dapat bekerja

dengan baik jika faktor pendu-

kungnya terpenuhi. Sebaliknya,

pekerja dapat menjadi frustasi jika

faktor pendukung yang dia kehendaki

tidak tersedia.

Sedangkan menurut Porter &

Miles dalam Danim (2004) menge-

mukakan bahwa terdapat 3 (tiga)

variabel yang mempengaruhi motivasi

seseorang dalam bekerja, yai tu:

1. Sifat-sifat individual. Ini meliputi

kepentingan setiap individu, sikap,

kebutuhan atau harapan yang berbeda

pada setiap individu. Perbedaan-

perbedaan tersebut membuat derajat

motivasi di dalam diri pekerja

menjadi bervariasi satu dengan

lainnya. Seorang pekerja yang

menginginkan prestasi kerja yang

tinggi, misalnya cenderung akan

terdorong untuk melakukan pekerjaan

yang dapat meningkatkan taraf

hidupnya. Sebaliknya, seseorang yang

dimotivasi oleh uang akan cenderung

memilih pekerjaan yang imbalannya

besar.

2. Sifat-sifat pekerjaan. Ini meliputi

tugas-tugas yang harus dilaksanakan,

termasuk tanggung jawab yang harus

diemban dan kepuasan yang muncul

kemudian. Pekerjaan yang banyak

membutuhkan tanggungjawab, misal-

nya akan mendatangkan kepuasan

tertentu dan dapat meningkatkan

derajat motivasi.

3. Lingkungan kerja dan situasi kerja

karyawan. Seorang individu betah

pada lingkungan kerjannya akan

senantiasa berinteraksi baik sesama

rekan sekerja maupun atasan. Disini,

seorang karyawan dapat dimotivasi

oleh rekan sekerjanya atau oleh

atasannya. Penghargaan yang

diberikan oleh atasan baik dalam

bentuk materi maupun non materi

akan meningkatkan motivasi kerja

karyawan.

Indikator Motivasi

Parrek (2005) mengemukakan

6 (enam) indikator yang lazim di-

Page 21: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 18

gunakan untuk mengukur motivasi kerja,

yaitu:

1. Prestasi kerja, yaitu sesuatu yang

ingin dicapai oleh seorang manajer

dibawah lingkungan kerja yang sulit

sekalipun. Misalnya dalam

menyelesaikan tugas yang dibatasi

oleh jadwal waktu (deadline) yang

ketat yang harus dipenuhi, seseorang

pekerja dapat menyelesaikan

tugasnya dengan hasil yang

memuaskan.

2. Pengaruh, yaitu upaya yang

dilakukan untuk mempertahankan

gagasan atau argumentasi sebagai

bentuk dari kuatnya pengaruh

yang inginditanamkan kepada orang

lain. Saran – saran atau gagasan yang

diterima sebagai bentuk partisipasi

dari seseorang pekerja akan

menumbuhkan motivasi, apalagi jika

gagasan atau pemikiran tersebut dapat

diikuti oleh orang lain yang dapat

dipakai sebagai metode kerja baru

dan ternyata hasilnya positif dan

dirasakan lebih baik.

3. Pengendalian, yaitu tingkat

pengawasan yang dilakukan oleh

atasan terhadap bawahannya. Untuk

menumbuhkan motivasi dan sikap

tanggung jawab yang besar dari

bawahan, seorang atasan dapat

memberikan kesempatan kepada

bawahannya untuk bekerja sendiri

sepanjang pekerjaan itu

memungkinkan dan menumbuhkan

partisipasi.

4. Ketergantungan, yaitu kebutuhan

dari bawahan terhadap orang –

orang yang berada dilingkungan

kerjaannya, baik terhadap sesama

pekerja maupun terhadap atasan.

Adanya saran, gagasan ataupun ide

dari atasan kepada bawahan yang

dapat membantunya memahami suatu

masalah atau cara penyelesaian

masalah akan menjadi motivasi yang

positif.

5. Pengembangan, yaitu upaya yang

dilakukan oleh organisasi terhadap

pekerja atau oleh atasan terhadap

bawahannya untuk memberikan

kesempatan guna meningkatkan

potensi dirinya melalui pendidikan

ataupun pelatihan. Pengembangan ini

dapat menjadi motivator yang kuat

bagi karyawan. Disamping

pengembangan yang menyangkut

kepastian karir pekerja. Pengertian

pengembangan yang dimaksudkan

disini juga menyangkut metode kerja

yang dipakai. Adanya perubahan

metode kerjayang dirasakan lebih

baik karena membantu penyelesaian

tugas juga menjadi motivasi bagi

pekerja.

Ada beberapa Indikator Motivasi

Kerja. Kekuatan motivasi tenaga kerja

untuk bekerja/berkinerja secara langsung

tercermin sebagai upayanya seberapa jauh

ia bekerja keras. Upaya ini mungkin

menghasilkan kinerja yang baik atau

sebaliknya, karena ada 2 faktor yang

harus benar jika upaya itu akan diubah

menjadi kinerja. Pertama, tenaga kerja

harus memiliki kemampuan yang

diperlukan untuk mengerjakan tugasnya

dengan baik. Tanpa kemampuan dan

upaya yang tinggi, tidak mungkin

menghasilkan kinerja yang baik. Kedua

adalah persepsi tenaga kerja yang

bersangkutan tentang bagaimana

upayanya dapat diubah sebaik-baiknya

menjadi kinerja, diasumsikan bahwa

persepsi tersebut dipelajari dari

pengalaman sebelumnya pada situasi yang

sama.

Page 22: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 19

Kinerja

Kinerja merupakan hasil kerja

secara kualitas dan kuantitas yang dapat

dicapai oleh seorang karyawan dalam

melaksanakan tugas sesuai dengan

tanggung jawab yang diberikan

kepadanya. Menurut Bambang Kusriyanto

dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara

(2005) kinerja adalah perbandingan hasil

yang dicapai dengan peran serta tenaga

kerja per satuan waktu (lazimnya per

jam). Selanjutnya A.A. Anwar Prabu

Mangkunegara (2005) mendefinisikan

kinerja karyawan (prestasi kerja)

sebagai hasil kerja secara kualitas dan

kuantitas yang dicapai oleh seseorang

karyawan dalam melaksanakan tugasnya

sesuai dengan tanggung jawab yang

diberikan kepadanya. Oleh karena itu

dapat disimpulkan bahwa kinerja SDM

adalah prestasi kerja, atau hasil kerja

(output) baik kualitas maupun kuantitas

yang dicapai SDM per satuan periode

waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya

sesuai dengan tanggung jawab yang

diberikan kepadanya.

Menentukan potensi karyawan

yang berhak memperoleh promosi, dan

kalau berdasarkan hasil diskusi antara

karyawan dengan pimpinan itu untuk

menyusun suatu proposal mengenai sistem

bijak (merit system) dan sistem promosi

lainnya, seperti imbalan (yaitu reward

system recommendation). Sedangkan T.

Hani Handoko (2001), penilaian

hendaknya memberikan gambaran akurat

mengenai prestasi kerja karyawan

sehingga untuk mencapai tujuan ini sistem

penilaian harus mempunyai hubungan

dengan pekerjaan (jon related), praktis,

mempunyai standar-standar dan

menggunakan berbagai ukuran yang dapat

diandalkan. Job related berarti bahwa

sistem menilai perilaku-perilaku kritis

yang mewujudkan keberhasilan perusa-

haan. Sedangkan suatu sistem disebut

praktis bila dipahami atau dimengerti

oleh para penilai dan karyawan. Di

samping harus job related dan praktis,

evaluasi prestasi kerja memerlukan

standar- standar pelaksanaan kerja

(performance standard) dengan mana

prestasi kerja diukur. Agar efektif, standar

hendaknya berhubungan dengan hasil-

hasil yang diinginkan pada setiap

pekerjaan. Lebih lanjut, evaluasi juga

memerlukan ukuran-ukuran prestasi kerja

yang dapat diandalkan (performance

measures). Berbagai ukuran ini, agar

berguna, harus mudah digunakan, reliabel

dan melaporkan perilaku-perilaku kritis

yang menentukan prestasi-prestasi kerja.

Menurut B. Siswanto Sastro

hadiwiryo (2005), penilaian kinerja

(prestasi kerja) merupakan proses

subjektif yang menyangkut penilaian

manusia. Dikatakan penilaian kinerja

subyektif, karena kebanyakan pekerjaan

benar-benar tidak mungkin diukur secara

obyektif, hal ini disebabkan beberapa

alasan, termasuk alasan kerumitan dalam

tugas pengukuran, lingkaran yang

berubah-ubah, dan kesulitan dalam

merumuskan tugas dan pekerjaan

individual tenaga kerja secara rinci.

Dengan demikian, penilaian

kinerja sangat mungkin keliru dan sangat

mudah dipengaruhi oleh sumber yang

tidak aktual. Tidak sedikit sumber tersebut

mempengaruhi proses penilaian

sehingga harus diperhitungkan dan

dipertimbangkan dengan wajar. Penilaian

kinerja dianggap memenuhi sasaran

apabila memiliki dampak yang baik pada

tenaga kerja yang baru dinilai

kinerja/keragaannya. Menurut Henry

Simamora (2004), meskipun mustahil

mengidentifikasi setiap kriteria kinerja

Page 23: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 20

yang universal yang dapat diterapkan pada

semua pekerjaan, adalah mungkin

menentukan beberapa karakteristik yang

harus dimiliki oleh kriteria apabila

kriteria itu diharapkan bermanfaat bagi

penilaian kinerja.

Karakteristiknya adalah : Kriteria

yang baik harus mampu diukur dengan

cara-cara yang dapat dipercaya. Konsep

keandalan pengukuran mempunyai dua

komponen: stabilitas dan konsistensi.

Stabilitas menyiratkan bahwa

pengukuran kriteria yang dilaksanakan

pada waktu yang berbeda haruslah

mencapai hasil yang kira-kira serupa.

Konsistensi menunjukkan bahwa

pengukuran kriteria yang dilakukan

dengan metode yang berbeda atau orang

yang berbeda harus mencapai hasil yang

kira-kira sama. Kriteria yang baik harus

mampu membedakan individu-individu

sesuai dengan kinerja mereka. Salah satu

tujuan penilaian kinerja adalah evaluasi

kinerja anggota organisasi. Jikalau

kriteria semcam itu memberikan skor

yang identik kepada semua orang, maka

kriteria tersebut tidak berguna untuk

mendistribusikan kompensasi atas kinerja,

merekomendasikan kandidat untuk

promosi, ataupun menilai kebutuhan-

kebutuhan pelatihan dan pengembangan.

Kriteria yang baik haruslah

sensitif terhadap masukan dan tindakan

pemegang jabatan. Karena tujuan

penilaian kinerja adalah untuk menilai

efektivitas individu anggota organisasi,

kriteria efektivitas yang dipakai dalam

sistem itu haruslah terutama di bawah

kebijakan pengendalian orang yang

sedang dinilai. Kriteria yang baik harus

dapat diterima oleh individu yang

mengetahui kinerjanya sedang dinilai.

Adalah penting agar orang-orang yang

kinerjanya sedang diukur merasa bahwa

kinerja yang sedang digunakan

memberikan petunjuk yang adil dan benar

tentang kinerja mereka.

Menurut B. Siswanto Sastro

hadiwiryo (2005), belum adanya

kesamaan antara perusahaan yang satu

dengan perusahaan lainnya dalam

menentukan unsur yang harus dinilai

dalam proses penilaian kinerja yang

dilakukan manajemen/penyelia penilai

disebabkan selain terdapat perbedaan

yang diharapkan dari masing-masing

perusahaan, juga karena belum terdapat

standar baku tentang unsur-unsur yang

perlu diadakan penilaian. Pada umumnya

unsur-unsur yang perlu diadakan

penilaian dalam proses penilaian kinerja

adalah kesetiaan, prestasi kerja, tanggung

jawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama,

prakarsa, dan kepemimpinan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi

pencapaian kinerja Faktor yang mempengaruhi

pencapaian kinerja adalah faktor

kemampuan (ability) dan faktor motivasi

(motivation). Hal ini sesuai dengan

pendapat Keith Davis (1985) yang dikutip

oleh Mangkunegara (2010) merumuskan

bahwa:

1. Faktor kemampuan (Ability)

Secara psikologis, kemampuan

(ability) terdiri dari kemampuan potensi

(IQ) dan kemampuan reality (knowledge

+ Skill). Artinya, pemimpin dan

karyawan yang memiliki IQ di atas rata-

rata (IQ 110–120)apalagi IQ superior,

very superior, gifted dan genius dengan

pendidikan yang memadai untuk

jabatannya dan terampil dalam

mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka

akan lebih mudah mencapai kinerja

maksimal.

Page 24: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 21

2. Faktor Motivasi

Motivasi diartikan suatu sikap

(attitude) pimpinan dan karyawan

terhadap situasi kerja di lingkungan

organisasinya. Mereka yang bersikap

positif (pro) terhadap situas kerjanya

akan menunjukan motivasi kerja tinggi

dan sebaliknya jika mereka bersikap

negatif (kontra) terhadap situasi

kerjanya akan memunjukan motivasi

kerja yang rendah. Situasi kerja yang

dimaksud mencakup antara lain hubungan

kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan

pemimpin, pola kepemimpinan kerja dan

kondisi kerja.

Menurut A. Dale Timpe (1992)

yang dikutip oleh Mangkunegara (2010),

faktor-faktor kinerja terdiri dari

faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal yaitu faktor yang

dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang.

Misalnya, kinerja seseorang baik

disebabkan karena mempunyai kemam-

puan tinggi dan seseorang itu tipe pekerja

keras, sedangkan seseorang mempunyai

kinerja jelek disebabkan orang tersebut

mempunyai kemampuan rendah dan orang

tersebut tidak memiliki upaya- upaya

untuk memperbaiki kemampuannya.

Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja seseorang yang

berasal dari lingkungan. Seperti

prilaku, sikap, dantindakan-tindakan

rekan kerja, bawahan atau pimpinan,

fasilitas kerja, dan iklim organisasi. Faktor

internal dan faktor eksternal ini

merupakan jenis- jenis atribusi yang

mempengaruhi kinerja seseorang. Jenis-

jenis atribusi yang dibuat para karyawan

memiliki sejumlah akibat psikologis dan

berdasarkan kepada tindakan. Seseorang

karyawan yang menganggap kinerjanya

baik berasal dari faktor-faktor internal

seperti kemampuan atau upaya, diduga

orang tersebut akan mengalami lebih

banyak perasaan positif tentang

kinerjanya dibanding dengan jika ia

menghubungkan kinerjanya yang baik

dengan faktor eksternal.

Kerangka Pemikiran Motivasi adalah dorongan dalam

mengarahkan individu yang merangsang

tingkah laku individu serta organisasi

untuk melakukan tindakan dalam

mencapai tujuan yang di harapkan.

Kinerja merupakan suatu fungsi dari

motivasi dan kemampuan untuk

menyelesaikan tugas atau pekerjaan.

Seseorang sepatutnya memiliki derajat

kesediaan dan tingkat kemampuan

tertentu. Kesediaan dan keterampilan

seseorang tidaklah cukup efektif untuk

mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman

yang jelas tentang apa yang akan

dikerjakan dan bagaimana menger-

jakan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan

penelitian explanatory yang menjelaskan

hubungan antara variable bebas dan

terikat. Data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data primer yang

diperoleh dari pengumpulan kuesioner.

Populasi dalam penelitian ini adalah

karyawan di kantor BRINS KC

Semanggi sebanyak 30 orang sekaligus

sebagai sampel (sampel jenuh). Analisis

data yang digunakan yaityu regresi

sederhana, korelasi, determinasi dan uji

signifikasi (uji t).

Analisis korelasi sederhana

(bivariate correlation) digunakan untuk

mengetahui keeratan hubungan antara dua

variabel dan untuk mengetahui arah

hubungan yang terjadi (Sugiyono, 2007).

Sedangkan analisis determinasi

Page 25: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 22

digunakan untuk mengetahui prosentase

sumbangan pengaruh variable bebas

terhadap variable terikat. Koofisien ini

menunjukkan seberapa besar prosentase

variable bebas yang digunakan dalam

model penelitian mampu menjelaskan

variasi variable terikat. Sedangkan

analisis regresi ini digunakan untuk

mengetahui pengaruh variabel bebas X

(motivasi) terhadap variable terikat Y

(kinerja) Untuk membuktikan pengaruh

signifikan atau tidak digunakan Uji

Hipotesis (uji t), Drs. Syahri Alhusin MS,

2003). Dari hasil perbandingan t-hitung

dengan t-table dapat disimpulkan :

- Jika t-hitung < t-table (Terima Ho,

Tolak Ha)

- Jika t-hitung > t-table (Tolak Ho,

Terima Ha)

Dimana hipotesa yang dirumuskan, jika :

Ho : Tidak terdapat pengaruh secara

signifikan motivasi terhadap kinerja

karyawan pada kantor BRINS KC

Semanggi. Ha : Terdapat pengaruh

secara signifikan motivasi terhadap

kinerja karyawan pada kantor BRINS KC

Semanggi.

Keputusan yang diambil dengan

jalan membandingkan nilai t-hitung

dengan t-tabel. Jika t-hitung lebih

kecil (t-hitung < t-tabel) maka

keputusan menolak hipotesa bahwa

antara variable yang diteliti tidak

mempunyai hubungan positif, sebaliknya

apabila t-hitung kebih besar dari t- tabel

(t-hitung > t-tabel) maka keputusannya

adalah menerima hipotesa yang

menyatakan terdapat hubungan yang

positif antara variable lain.

HASIL PENELITIAN

Hasil nilai koefisien korelasi (r)

antara variabel bebas yaitu motivasi (X)

dengan variabel terikat kinerja karyawan

(Y) pada BRINS KC Semanggi sebesar

0,868. Artinya, terdapat hubungan positif

yang sangat kuat antara motivasi dengan

kinerja karyawan pada BRINS KC

Semanggi. Jika motivasi meningkat

maka akan meningkatkan kinerja dan

sebaliknya.

Berdasarkan perhitungan di atas

nilai KP = 75,3% artinya bahwa pengaruh

motivasi terhadap kinerja sebesar 75,3%

sedangkan sisanya sebesar 24,7% adalah

faktor-faktor lain yang tidak diteliti oleh

penulis, seperti gaji lingkungan kerja,

program pengembangan karir, insentif,

kepuasan kerja dan lain sebagainya.

Berdasarkan hasil perhitungan

diatas, dapat dirumuskan persamaan

regresi : Ŷ = 8,079 + 0,785 X + e.

Persamaan regresi tersebut, dapat

diintresprestasikan sebagai berikut : Nilai

b = 0,785 artinya setiap perubahan

(penambahan/pengurangan) motivasi

sebesar satu tingkat akan

mengakibatkan perubahan (kenaikan/

penurunan) kinerja karyawan sebanyak

0,785 tingkat,sedangkan dengan nilai a =

8,079 artinya apabila tidak ada motivasi

(motivasi = 0) maka nilai kinerja

karyawan sebesar 8,079 tingkat.

Untuk mengetahui apakah

terdapat pengaruh signifikan X terhadap

Y, maka nilai t-hitung dibandingkan

dengan nlai t-tabel berikut : Dengan taraf

untuk menetukan nilai t-tabel (a= 5%),

df= n-k (df= 30–2 = 28), maka diperoleh

nilai t-tabel = 2,048. Berdasarkan

perhitungan uji t, dengan tingkat

signifikan 5% diperoleh nilai t- hitung

> t-tabel (9,241>2,048) artinya Ho ditolak

dan Ha diterima, maka terdapat pengaruh

yang signifikan terhadap kinerja karyawan

BRINS KC Semanggi.

Page 26: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 23

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan 1. Berdasarkan nilai koefisien korelasi,

diperoleh nilai r sebesar = 0,868

yang berarti bahwa terdapat hubungan

sangat kuat antara motivasi dengan

kinerja. Sedangkan dalam uji hipotesis

(uji t) diperoleh t hitung 9,241 > t tabel

2,048 yang berarti menolak Ho dan

menerima Ha, mengindikasikan adanya

hubungan yang signifikan antara

variabel X dan Y;

2. Berdasarkan perhitungan di atas nilai

KD = 75,3% artinya bahwa pengaruh

motivasi terhadap kinerja sebesar 75,3%

sedangkan sisanya sebesar 24,7%

adalah faktor-faktor lain yang tidak

diteliti oleh penulis, seperti gaji

lingkungan kerja, program

pengembangan karir, insentif, kepuasan

kerja dan lain sebagainya;

3. Diperoleh persamaan regresi Y =

8,079 + 0,785X+ e. Nilai koefisien

regresi b sebesar 0.785 berarti setiap

perubahan (penambahan/pengurangan)

X (motivasi) akan mempengaruhi

perubahan (kenaikan/ penurunan)

terhadap nilai Y (kinerja karyawan)

sebanyak 0,785 satuan. Sedangkan

dengan nilai konstanta a sebesar

8,079 artinya apabila tidak ada

motivasi maka nilai kinerja karyawan

sebesar 8,079.

Saran 1. Dengan melihat hasil analisis

kolerasi, penulis ingin menyaran-

kan agar motivasi yang diberikan

kepada karyawan supaya

ditingkatkan, sehingga kinerja

karyawan meningkat dan semakin

baik;

2. Agar BRINS KC Semanggi harus

pula memperhatikan bentuk-bentuk

motivasi yang diberikan pada

karyawannya seperti: penghargaan

terhadap prestasi kerja, kesempatan

untuk promosi, sarana dan prasarana

kantor, dll sehingga akan

meningkatkan kinerja karyawan

yang pada akhirnya akan berdampak pada tercapainya tujuan

perusahaan.

Page 27: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 24

DAFTAR PUSTAKA

Alhusin, Syahri. (2003). Aplikasi Statistik

dengan SPSS.10 for Windows.

Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.

Armstrong, Michael. (1994). Manajemen

Sumber Daya Manusia: A

Handbook Of Human Resource

Management. Jakarta : PT, Elex

Mediakomputindo

Dale, Timpe. (1992). Kinerja. Jakarta : PT

Gramedia.

Davis, Keith. (1985). Perilaku Dalam

Organisasi. Jakarta : Erlangga.

Gibson, James L, Ivancevich, Donelly, Jr.

(1995). Organisasi: Perilaku,

Struktur, Proses. Edisi 1. Jakarta :

Bina Rupa Askar

Gomes, Faustino Cardoso. (2003). A :

Manajemen Sumber Daya

Manusia. Jakarta : Andi Offset

Hamalik, Oemar. (1993). Psychologi

Manajemen. Tri Gendakarya :

Bandung.

Henry, Simamora. (2004). Manajemen

Sumber Daya Manusia. Edisi

Ketiga. Yogyakarta : STIE

YPKN.

Handoko. T. Hani. (2001). Manajemen

Personalia dan Sumber Daya

Manusia. Yogyakarta : BPFE

Yogyakarta.

------------------------ (2003). Manajemen

Personalia dan Sumber Daya

Manusia. Liberty : Yogyakarta.

Hariandja, Marihot T. (2002). Manajemen

Sumber Daya Manusia. Jakarta :

Grasindo.

Hasibuan, Malayu. (2007). Manajemen

Sumber Daya Manusia. Cetakan

Kesembilan. Jakarta : PT. Bumi

Aksara.

Mangkunegara, Anwar Prabu. (2005).

Evaluasi Kinerja. Bandung :

Refika Aditama.

---------------------------------- (2010).

Manajemen Sumber Daya

Manusia Perusahaan.

Bandung : PT Remaja

Rosdakarya.

Mathis, R.L. & J.H. Jackson. (2006).

Human Resource Management:

Manajemen Sumber Daya

Manusia. Terjemahan Dian

Angelia. Jakarta: Salemba Empat.

Parrek, Udai. (2005). Motivational

Analysis of Organizational

Behavior. University Associate, Inc,

MOA-B.

Rivai, Veitzal. (2003). Manajemen

Sumber Daya Manusia untuk

Perusahaan: Dari Teori ke Praktik.

Jakarta : PT Rajagrafindo Persada.

Rivai, Veithzal dan Basri. (2005).

Performance Appraisal: Sistem

yang tepat untuk menilai kinerja

karyawan dan meningkatkan daya

saing perusahaan. Jakarta :

Rajagrafindo Persada.

Page 28: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 25

Robbins, Stepehen P., dan Judge Timothy

A. (2007). Organization Behavior.

Pearson Prentice Hall.

Sugiyono., Prof., Dr. (1999). Metode

Penelitian Bisnis. Cetakan ke-6.

Bandung : CV Alfabeta

------------. (2017). Metode Penelitian

Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D.

Bandung : Alfabeta.

Sarwoto, (1991). Dasar-dasar Organisasi

dan Manajemen. Jakarta : Ghalia

Indonesia.

Sastrohadiwiryo, Siswanto B. 2005.

Manajemen Tenaga Kerja

Indonesia Pendekatan

Administrasi dan Operasional.

Jakarta : PT Bumi Aksara

Taylor, Frederick Winslow. 1974.

Scientific Management. New

York : Harper Umi, Narimawati.

2007. Riset Manajemen Sumber

Daya Manusia. Jakarta : Agung

Media.

Page 29: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 26

ULASAN KRITIS ATAS PENDEKATAN MANAJEMEN

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

Sasli Rais

Manajemen, STIE Pengembangan Bisnis dan Manajemen,

E-mail : [email protected]

Abstrack

Public policy performance is often not good, often being part of the problem rather

than solving the problem. Hence the thought developed, that wisdom to reduce regulation

and deregulation. Therefore the country's administrative reform is needed, namely planned

efforts to improve the functions of the public sector. Policies that address short-term

problems are intended to simultaneously address long-term problems and developments.

The policy includes the formulation of a clear direction in the direction of development,

formulating a mechanism for implementing the policy up to the institution, and detailed

procedures so that the policy becomes effective. Then, it must still be developed so that it is

accepted and implemented, controlled for improvements and adjustments needed, both

formulation and implementation of the policy is difficult to implement because it must

resolve differences and interests and trade offs. In implementing policies, functions and

institutions are abolished, but some are formed. The implementation is still controlled

because of the symptoms of opposing the change and blurring of the translation by the

bureaucracy itself.

Changes related to administrative procedures, especially governance, have not

shown better results. Governance order as a decisive component in carrying out the

functions of regulation, service, and empowerment is also still experiencing problems, so

that the road seems in place and has not been directed. The indicator is the still high level

of public complaints against various policies that are represented by the behavior of

government bureaucracies, which are less responsive or policies that tend to overlap,

resulting in low public trust in the government. Then there is a lot of misunderstanding

because basically wisdom is included in the regulatory function, so there is a strong

tendency to regulate everything. It is precisely this over-regulation that causes the

bureaucracy to be an obstacle to the enthusiasm of the community to build. The setting

function will be meaningful if economic and commercial law is distorted. Wisdom, besides

being a basic tool that regulates the existence of guidelines and direction of community

activities, also becomes a correction tool.

Key words : Approach, policy management

I. Pendahuluan

Pembangunan sebagai perubahan

kemasyarakatan besar dari suatu negara

kebangsaan menjadi negara yang lebih

bernilai dan menjadikan hidup yang lebih

baik bagi seluruh masyarakat. Perubahan

sebagai hasil dari sejarah masa lalu dan

pengalaman negara saat ini, yang secara

Page 30: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 27

bergiliran membangun dasar perubahan

masa depan. Hal ini mencakup perubahan

yang kompleks dalam politik, ekonomi

dan sosial yang saling terkait. Meskipun

perubahan ekonomi terkadang tampak

lebih nyata dan umumnya lebih siap untuk

dikuantifikasi, tetapi hanya merupakan

satu aspek dari keseluruhan proses.

Karenanya komitmen „perubahan positif‟

tersebut memerlukan aksi efektif yang

diarahkan ke arah tujuan-tujuan pemba-

ngunan yang diinginkan. Maka di sinilah

diperlukan adanya perencanaan pemba-

ngunan yang baik dan terarah.

Perencanaan pembangunan adalah

proses yang melibatkan arahan rasional

dan percepatan perubahan kemasyarakatan

menuju sasaran yang ditetapkan. Hal ini

mencakup baik perumusan seperangkat

keputusan maupun upaya pelaksanaannya.

Upaya ini akan menghasilkan umpan balik

berupa informasi baru, yang meng-

ungkapkan kesalahan estimasi, kejadian

tak terduga, dan kemungkinan baru.

Umpan balik ini memerlukan perubahan

keputusan awal. Karena keputusan saling

terkait, informasi perlu dianalisis dan

keseluruhan perangkat keputusan terda-

hulu diformulasi ulang. Upaya baru dalam

pelaksanaan akan dilakukan dengan

umpan balik informasi baru selanjutnya,

dan lain-lain. Aksi pembangunan dengan

demikian merupakan bagian mendasar

dari perencanaan pembangunan, yang di

sini dilihat sebagai „sebuah proses‟.

Konsep aksi pembangunan sebagai

proses rasional ini memperjelas tiga

masalah penciptaan bingkai analitis yang

berhubungan secara normatif dengan aksi

pembangunan.

1. Aksi pembangunan bersifat purposif.

Ini berkaitan dengan pencapaian

tujuan yang dipilih secara sadar.

Inilah tujuan yang menyediakan

dasar, stimulus, dan panduan aksi.

Aksi pembangunan berkaitan dengan

apa yang ada dan apa yang yang

seharusnya sehingga memerlukan

panduan normatif untuk mencapai

nya. Karenanya, bingkai analitis aksi

pembangunan harus menyediakan

sesuatu yang bersifat purposiveness,

2. Aksi pembangunan berkaitan dengan

sejumlah hal kompleks yang saling

bergantung. Perubahan kemasyara-

katan mencakup elemen ekonomi,

politik, dan sosial yang saling

bergantung secara kompleks. Aksi

dirancang untuk mengubah beberapa

elemen tersebut yang secara tak

terelakkan melibatkan aksi terkait

untuk mengubah yang lain.

Karenanya, bingkai analitis aksi

pembangunan harus memberikan cara

memperlakukan saling ketergan-

tungan perubahan masyarakat yang

amat banyak dan kompleks tersebut,

3. Aksi pembangunan sebagai sebuah

proses, berlangsung sepanjang waktu.

Tujuan akhir pembangunan biasanya

ditujukan untuk pencapaian beragam

poin di masa depan dan untuk

mewujudkan tujuan akhir itui harus

dilakukan dengan membedakan

periode waktu. Di samping itu, aksi

ini berlangsung dalam suasana

perubahan, dengan dinamika dan

ketidakpastiannya sendiri yang

mendampingi. Karenanya, bingkai

analitis aksi pembangunan harus

memperhitungkan dinamika peruba-

han sebagai sebuah proses sepanjang

waktu.

Skema konseptual dan metodologi

analitis yang didesain untuk tujuan lain,

seperti dalam ilmu sosial tradisional, tidak

secara mendasar berurusan dengan dasar

Page 31: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 28

hubungan pada aksi pembangunan; yang

nyatanya, skema dan metodologi tersebut

dapat menyesatkan.

Disiplin ilmu sosial tradisional

umumnya hanya menolak aspek-aspek

tertentu dari perilaku manusia dan

cenderung mengelompokkan sekitar

penentangan asumsi-asumsi rasionalitas.

Segmentasi ini sangat terkenal dan telah

menjadi pokok perhatian para ilmuwan

sosial untuk waktu yang lama, namun

studi pembangunan berurusan dengan

pertanyaan-pertanyaan inti tentang batas-

batas disiplin seperti, apakah motivasi

organisasi dan individu yang diperlukan

untuk mempercepat pembentukan modal.

Oleh karena itu, untuk mencapai

tujuan aksi pembangunan itu diperlukan

adanya pendekatan yang intergral.

Kebutuhan akan pendekatan yang

„berorientasi aksi dan interdisipliner‟

terhadap dinamika perubahan

kemasyarakatan menjadi semakin dikenali

oleh para ilmuwan sosial. David Easton

telah mengidentifikasi empat level

pendekatan untuk mengintegrasikan

disiplin ilmu sosial.

1. Mengumpulkan bersama data dari

berbagai disiplin ilmu untuk

berhubungan dengan masalah tertentu

secara sementara,

2. Mengembangkan program diklat

yang berfokus pada masalah sosial,

tidak pada disiplin ilmu, dan

kemungkinan besar menggunakan

metode analitis dari wilayah

pengetahuan yang relevan,

3. Melatih orang dari dua atau tiga

disiplin ilmu yang terkait dengan

harapan agar pendekatan inter-

disipliner akan berlangsung dalam

pikiran mereka,

4. Mengenali bahwa perilaku manusia

dapat diabstraksi ke dalam unit

analisis mendasar seperti gagasan

Parsonian tentang „aksi‟ „psikolog

sosial' dan ekonom, „keputusan‟, dan

antropolog „fungsi‟, dan, yang lebih

terbaru, „sistem‟.

Pengelompokan tersebut berperan

terhadap „studi interdisipliner‟, dimana,

tiga yang pertama, tidak benar-benar

interdisipliner dalam pengertian

mengintegrasikan disiplin ilmu secara

konseptual, melainkan bersifat

multidisipliner, membawa bersama dan

menyediakan pertukaran pengetahuan dari

sejumlah disiplin ilmu. Hanya level

keempat, yang tampak memberikan dasar

konseptualisasi tentang perilaku manusia

dalam pengertian purposif, dinamis, dan

saling ketergantungan.

II. Landasan Teori

2.1. Bingkai Sistem Administrasi

Pembangunan

Administrasi pembangunan adalah

nama yang kerap diberikan pada cara aksi

pemerintah untuk memenuhi peranannya

dalam proses mencapai pembangunan. Hal

ini mencakup prosedur teknis dan

penyusunan organisasi di mana pemerintah

mencapai pergerakan menuju tujuan-

tujuan pembangunan. Pendekatan sistem

memberikan bingkai yang berguna untuk

memperlakukan masalah administrasi

pembangunan.

Pemerintah di banyak negara

berkembang, khususnya pihak eksekutif,

berperan dominan dalam mencapai aksi

pembangunan untuk alasan teknis,

ideologis, dan persyaratan input. Secara

teknis, pemerintah sebagai agen yang

mampu mengaktifkan banyak perubahan

ekonomi, sosial, dan politik yang terlibat

dalam pembangunan dengan cara yang

Page 32: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 29

koheren. Pemerintah sebagai agen

perubahan besar yang dapat diterima

berdasarkan alasan ideologis dalam

kelompok berpengaruh di sebuah negara.

Yang sama penting, dibutuhkan

persyaratan input yang massif untuk

menciptakan fasilitas transportasi,

komunikasi, pembangkitan tenaga listrik,

produksi, distribusi, dan sebagainya yang

dapat dimobilisasi dan dialokasikan

dengan sangat baik oleh pemerintah.

Terkadang, pemerintah adalah satunya

organisasi dalam sebuah negara yang

mampu melakukan itu.

Administrasi pembangunan secara

umum sama dengan „administrasi publik

tradisional‟ dalam kaitannya dengan

„bagaimana pemerintah menerapkan

aturan, kebijakan dan normanya‟.

Perbedaannya:

1. Pada tujuan, ruang lingkup, dan

kompleksitas. Administrasi pemba-

ngunan bersifat „inovatif‟ karena

berkaitan dengan perubahan

kemasyarakatan yang terlibat dalam

pencapaian sasaran pembangunan.

Pemerintah berurusan dengan ruang

lingkup aktivitas yang luas untuk

tujuan perubahan yang diinginkan.

Pemerintah tidak lagi berperan sebatas

pada pemeliharaan hukum dan

ketertiban, penyediaan beberapa

layanan publik yang terbatas, dan

pengumpulan pajak. Namun, terlibat

juga memobilisasi sumber daya dan

alokasinya sehingga beragam aktivitas

pembangunan dalam skala besar.

Diferensiasi penyebaran fungsi dan

struktur pemerintah yang luas dan

penampakan banyak aktivitas yang

sangat spesifik saling bergantung

memerlukan tingkat koordinasi yang

tinggi.

Hal ini merupakan ikutan dari yang

sebelumnya bahwa fungsi keputusan,

spesifikasi, komunikasi, dan kendali

administrasi dapat mengambil bentuk

yang berbeda dalam administrasi

pembangunan jika dibandingkan

administrasi publik tradisional.

2. J. J. Benelisha mengajukan pemikiran

bahwa administrasi pembangunan

memiliki ciri „kontrol loop tertutup‟

yang mengatur dirinya sendiri, yang

merupakan sirkuit yang jelas dan kuat,

sedangkan administrasi pemerintah

tradisional sebagai „variasi loop

terbuka‟ yang lemah, karenanya aksi

pembangunan yang bertujuan sulit

dicapai.

Perbedaan antara administrasi publik

dan administrasi pembangunan yang

diajukan di atas tergantung pada „ketidak

sepakatan‟ yang sama. Inilah yang

diklaim sejumlah orang bahwa

administrasi publik modern memiliki

tujuan dan karakteristik yang ada pada

administrasi pembangunan.

Pandangan administrasi untuk

pembangunan pendekatan sistem untuk

menghadapinya ini membawa kembali

pada tiga masalah aksi pemerintah.

Masalah itu, yakni:

1. Bagaimana cara memandu aksi

pemerintah menuju sasaran pemba-

ngunan,

2. Bagaimana sebetulnya memperhitung-

kan kompleksnya saling ketergan-

tungan perubahan kemasyarakatan,

3. Bagaimana memastikan bahwa

administrasi pemerintahan bersifat

dinamis dan inovatif.

Aksi pembangunan melibatkan baik

mobilisasi SDM, uang dan fasilitas, dan

tingkat perilaku dan alokasinya dalam

kombinasi yang wajar untuk memenuhi

kebutuhan teknis pencapaian sasaran

Page 33: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 30

pembangunan yang spesifik. Kebutuhan

ini bersifat teknis dalam pengertian bahwa

pengetahuan ilmiah dan profesional

menentukan prosedur pelaksanaan

aktivitas itu secara rinci untuk

pemenuhannya. Karenanya, aksi pemba-

ngunan dipandang sebagai sistem

„menyediakan kebutuhan‟ itu. Seperti

dicatat sebelumnya, sistem tersebut akan

memiliki output, input, komponen, dan

kendala.

Output sistem akan menjadi input

atau aksi yang memenuhi kebutuhan

pembangunan teknis. Pandangan tentang

input apa yang diperlukan secara teknis

untuk pembangunan cenderung bervariasi

dengan latarbelakang profesional dan

pengalaman teknisi. Tinjauan atas teori

dan praktek pembangunan nasional

merekomendasikan enam kelompok input

yang dibutuhkan: tenaga kerja yang

terampil; keuangan; logistik (fasilitas

untuk aliran fisik barang dan jasa);

informasi (fasilitas untuk transmisi data

fisik); partisipasi (individu dan

kelompok); dan kekuasaan yang memiliki

legitimasi (untuk memberlakukan

keputusan).

Bentuk pengetahuan dan pengalaman

administrasi publik tradisional meng-

identifikasi kebtuhan teknis serupa untuk

keberlangsungan dan berjalannya

pemerintah, meskipun tidak selalu dalam

istilah yang sama. Empat dari kebutuhan

teknis yang ada memiliki nama yang

sama: tenaga kerja digunakan untuk

penyusunan staf; keuangan untuk

penyusunan anggaran; persiapan logistik,

untuk pengadaan dan distribusi suplai; dan

fasilitas informasi, untuk penyampaian

perintah, laporan; dan statistik. Dua

kebutuhan teknis yang tersisa, dinyatakan

dalam istilah berbeda, yaitui keterlibatan

dan komitmen (partisipasi) untuk

mendukung aksi pemerintah diperoleh

dari karyawan, klien, dan publik melalui

beragam perencanaan; dan prosedur

pemberlakuan keputusan pemerintah

(kekuasaan yang memiliki legitimasi)

melalui pendidikan, persuasi, dan

penggunaan insentif dan sanksi, termasuk

kekuatan fisik.

Enam input ini secara bersama

merupakan muatan aksi pembangunan.

Namun, setiap input tersebut dengan

sendirinya merupakan output dari sebuah

sistem hubungan aksi. Tabel 1 merang-

kum output masing sistem yang

diperlukan sebagai input pembangunan

nasional. Kebijakan dan program yang

dirumuskan dalam perencanaan pemba-

ngunan nasional merupakan dasar untuk

menspesifikasi kebutuhan teknis output

sistem. Kebijakan dan program ini

memberikan target bagi kebutuhan

tersebut, contohnya tipe, kualitas, jumlah

dan penentuan waktu insinyur yang mesti

dilatih, direkrut dan dialokasikan sebagai

bagian dari aksi pembangunan. Dari target

tersebut, dapat dideduksikan prosedur dan

fasilitas yang membentuk sistem dan

subsistem secara teknis yang dibutuhkan

untuk memenuhi target.

Page 34: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 31

Tabel 1.

Sistem Keluaran Diperlukan sebagai Input untuk Pembangunan

Sistem Keluaran

1. Manpower Jumlah yang tepat dari orang-orang yang terlatih dan trampil ketika

dibutuhkan.

2. Finance Aliran keuangan dari jenis-jenis, dalam jumlah, dan pada saat

dibutuhkan.

3. Logistics Cara fisik barang dan jasa di mana dan kapan dibutuhkan.

4. Information Pengiriman informasi secara fisik dari sumbernya atau pengirimnya

ke tujuan atau penerimanya.

5. Participation Jumlah dan tingkat keterlibatan dan komitmen individu dan

kelompok dalam merumuskan dan melaksanakan keputusan

pembangunan.

6. Legitimate

Power

Hak dan kapasitas yang disetujui untuk membuat dan menegakkan

keputusan pembangunan dengan kekuatan oposisi.

Sumber: Katz, 1983: 123.

Entitas yang cirinya saling berkaitan

adalah organisasi atau bagian organisasi.

Input dalam seluruh kesatuan sistem

adalah output dari sistem yang lain. Yakni

bahwa bahwa input tersebut: tenaga kerja,

keuangan, logistik, informasi, partisipasi,

dan kekuasaan yang sah yang membentuk

output. Hal ini dapat dipandang sebagai

matriks input-output bujur sangkar, yang

mewakili aliran sumber daya dari sistem

ke sistem, yang terkait dengan target

rencana dalam dimensi output dan pada

input nonsistem dalam dimensi input.

Komponen, atau subsistem secara

umum dikombinasikan dalam sistem yang

menghasilkan output tersebut. Contohnya,

sistem yang menyediakan tenaga kerja

terampil mencakup sistem pendidikan

formal sebagai salah satu subsistemnya,

yang mencakup juga subsistem pelatihan

kejuruan dan magang, untuk pelatihan

pelayanan pemerintahan, pekerjaan dan

rekrutmen, pelayanan masyarakat, dan

sebagainya. Setiap output yang lain seperti

keuangan, logistik, informasi, partisipasi,

dan kekuasaan yang sah memerlukan

sistemnya sendiri, termasuk beragam

jumlah subsistem. Sistem dan subsistem

yang menghasilkan output yang berbeda

memiliki rentang pengetahuan dan

keahlian teknis sendiri yang luas.

Unit analisis adalah unit output

tertentu, seperti jumlah orang yang terlatih

dan terampil dalam jenis tertentu, atau

jumlah tipe keuangan tertentu. Hubungan-

nya adalah aliran unit tertentu tersebut

dalam atau antara subsistem dan sistem,

yakni aliran keuangan, partisipasi, atau

informasi. Kendala teknis pada sistem

adalah ciri sistem tertentu. Contohnya, hal

ini secara teknis memerlukan panjang

waktu tertentu untuk melatih seseorang

untuk tingkat keterampilan tertentu atau

untuk mendapatkan jumlah pendidikan

tertentu sebelum measuki pelatihan

universitas. Kendala sosialnya sebagai

cerminan lingkungan sosial, termasuk

struktur yang dikenal sebagai organisasi.

Page 35: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 32

Fokus aksi untuk menyediakan

kebutuhan teknis pembangunan dalam

sebagian besar kasus organisasi.

Hubungan antara organisasi meliputi

tenaga kerja, keuangan, komoditas, sikap

dan aliran lain yang merupakan sistem.

Hal yakni bahwa bahwa unit-unit

komponen sistem aksi teknis adalah ciri

atau kualitas organisasi dan hubungan ciri

tersebut yang membentuk sistem.

Lingkungan sosial organisasi tersebut

adalah internal dan eksternal. Organisasi

dapat digambarkan sebagai hubungan

sosial yang terpola stabil melalui sejumlah

besar orang yang berupaya menyelesaikan

tugas yang disepakati. Organisasi harus

beroperasi dalam sebuah lingkungan

keyakinan, motivasi, kebiasaan, dan

keterbatasan masyarakat yang

membentuknya dan lingkungan yang sama

dalam masyarakat yang lebih besar di

mana mereka merupakan bagian darinya.

1. Secara internal, orang yang

mengembangkan hubungan yang stabil

cenderung membangun sistem

sosialnya sendiri yang berukuran kecil,

yang memiliki dinamikanya sendiri.

2. Secara eksternal, hubungan yang

terpola itui harus memiliki tingkat

konsistensi nilai, sikap, dan lembaga

sosial dari sebuah masyarakat yang

lebih besar.

Organisasi pemerintah khususnya

penting dalam menyediakan kebutuhan

teknis pembangunan dengan mempertim-

bangkan peran dominannya dalam

pencapaian pembangunan. Persiapan

menyediakan kebutuhan itu meliputi,

pembagian tenaga kerja, koordinasi, dan

tingkat stabilitas. Oleh karena itu,

pemerintah harus membentuk, meng-

arahkan, dan memelihara organisasi,

hubungan individu dan kelompok yang

terpola stabil untuk memenuhi persyaratan

tersebut. Hal ini menjelaskan bahwa

administrasi sistem harus sering dilakukan

oleh organisasi pemerintah.

2.2. Pendekatan Sistem dalam

Pembangunan Organisasi

Organisasi merupakan wahana dan

entitas unit aksi pembangunan. Organisasi,

bersama dengan hubungan lingkungannya

disebut „institusi‟. Jika bingkai sistem

pembangunan dilihat sebagai pendekatan

makro, maka institusi sebagai kesatuan atau

pendekatan mikro terhadap studi aksi

pembangunan. Kini dapat mengeksplorasi

pendekatan sistem terhadap studi

pembangunan yang terkait dengan institusi

dan, berdasarkan sudut pandang pada aksi

pembangunan, cara membangunnya.

Minat yang sadar pada pembangunan

institusi cukup baru dan berkembang.

Institusi dalam pengertian ini, merujuk pada

kombinasi organisasi purposif dan

hubungan lingkungannya, definisi berasal

dari Philip Selznick:

Organisasi adalah instrumen teknis,

yang didesain sebagai sarana pada -

tujuan yang ditetapkan. Organisasi

dinilai dalam premis rekayasa;

organisasi dapat habis. Institusi, baik

dipahami sebagai kelompok atau

praktek, dapat sebagian direkayasa

dalam hal interaksi dan adaptasi;

dan menjadi wadah idealisme

kelompok; yang kurang siap untuk

habis.

Institusi merupakan organisasi yang

dimasuki nilai individu didalamnya dan

untuk lingkungan sosialnya. Institusi juga

harus berkaitan dengan sasaran

pembangunan. Institusi disini untuk

merujuk pada „organisasi yang

membentuk, mendorong dan melindungi

hubungan normatif dan pola aksi dan

Page 36: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 33

melaksanakan fungsi dan layanan yang

dinilai dalam lingkungan‟.

Tumbuhnya minat dalam

pembangunan institusi terkait dengan

pembangunan. Istilah „pembangunan

institusi‟ dipopulerkan oleh Harlan

Cleveland. Istilah ini lebih sering tampil

dalam lingkaran pemerintah, bisnis, dan

akademisi. Pembangunan institusi

didefinisikan sebagai seluruh perenca-

naan, struktur, dan panduan organisasi

yang baru atau dibentuk ulang dengan

antara lain: 1) membentuk, mendorong

dan melindungi hubungan normatif dan

pola aktif, 2) melaksanakan fungsi dan

pelayanan yang dinilai dalam lingkungan,

dan 3) memfasilitasi asimilasi teknologi

fisik dan sosial.

Sejumlah konsep penelitian pemandu

yang diusulkan Program Penelitian

Antaruniversitas dalam Pembangunan

Institusi. Program itu secara tentatif

mengajukan tiga kategori analitis dasar:

1. Variabel institusi atau variabel yang

menggambarkan perilaku institusi,

mencakup subkategori seperti:

kepemimpinan, doktrin, program,

sumber daya, dan struktur internal,

2. Transaksi, atau pertukaran barang, jasa

dan pengaruh, mencakup subkategori

seperti: mendapatkan dukungan dan

mengatasi resistensi, bertukar sumber

daya, membuat struktur lingkungan,

dan mentransfer norma dan nilai,

3. Kategori analitis atas kaitan

kelembagaan yang merujuk pada saling

ketergantungan antara institusi dan

pihak relevan dalam masyarakat,

mencakup subkategori memudahkan,

fungsional, normatif, dan kaitan yang

tersebar luas.

Sebuah organisasi yang memiliki ciri

kelembagaan. Menurut pandangan ini, jika

dapat memenuhi tiga ujian yaitu: 1)

mampu bertahan hidup, 2) organisasi

dipandang dengan lingkungannya sebagai

mempunyai nilai intrinsik, dan 3) pola

perilaku yang terwujud dalam organisasi

telah menjadi hal yang normatif untuk

unit sosial lainnya. Tentu saja, hal itu

bukan kondisi mutlak, hanya dapat

dijadikan indikator kelembagaan.

Institusi yang terkait pembangunan

dapat dilihat sebagai sebuah sistem.

Dengan sendirinya, institusi dapat

disimpulkan dalam pengertian empat

dimensi pola sistem yang ditekankan pada

output, input, komponen, dan kendala.

Output sistem ini memiliki dua aspek.

1. Output teknis, inovasi produk yang

diinginkan, fisik dan sosial, yang

akan diperkenalkan, didirikan, dan

didukung, mencakup teknologi

tertentu dan norma dan nilai yang

berkaitan,

2. Institusionalitas sistem, mencakup:

a. Keberlangsungan sistem institusi

dengan cara yang sesuai dengan

fungsi inovatifnya,

b. Penempatan nilai intrinsik dalam

institusi oleh anggota dan

lingkungannya, seperti yang

diungkapkan oleh otonomi dan

pengaruh institusi,

c. Keberhasilan institusi dalam

menyebarkan pola aksi terhadap

unit sosial lainnya. Paduan output

ini (citra) biasanya di masa depan,

yang menyediakan maksud,

tujuan, atau output sistem. Hal ini

dapat dibangun sekitar output

komoditas atau jasa sederhana,

tetapi mencakup nilai, norma, dan

sikap serta kondisi lainnya.

Input sistem institusi pembangunan

adalah sumber daya fisik, keuangan, dan

perilaku manusia yang secara teknis

diperlukan untuk menghasilkan output

Page 37: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 34

yang ditetapkan. Enam input yang dibahas

di atas, beberapa secara insidentil

merupakan bagian teknis dari output.

Enam input ini tenaga kerja yang terampil,

keuangan, logistik, informasi, partisipasi,

dan kekuasaan yang sah.

Komponen sistem adalah subsistem

hubungan dalam sistem. Unit hubungan

ini sebagai aliran output akhir dan

menengah dan aliran enam input-aksi

yang dibahas sebelumnya. Hubungan

pengertian empat fungsi administrasi,

yakni pembuatan keputusan, spesifikasi,

komunikasi, dan kendali. Hubungan ini

merupakan kualitas atau ciri entities

komponen, bukan entitas itu sendiri.

Entitas adalah individu dan kelompok

yang saling berkaitan membentuk

subsistem institusi, mencakup subsistem

administrasi terutama berorientasi pada

pembuatan keputusan, spesifikasi,

komunikasi, dan kendali.

Kendala dalam sistem institusi

pembangunan adalah kendala yang

dibebankan oleh lingkungan berupa

parameter, elemen yang nilai atau

kondisinya ditentukan terutama di luar

sistem. Namun, organisasi adalah institusi

yang hubungan dengan lingkungannya

sebagai suatu nilai pada masyarakat dan

memudahkannya melaksanakan aktivitas

pembangunan inovatifnya. Pertimbangan

hubungan lingkungan menimbulkan

pertanyaan tentang di mana menarik

batasan seputar sistem, yakni menentukan

pada titik apa, atau berdasarkan kriteria

apa membedakan antara sistem dan

lingkungannya.

Dalam Konsep Panduan, institusi

terbatas pada lima variabel (kepemim-

pinan, doktrin, program, sumber daya, dan

struktur internal); seluruh hubungan yang

lain dianggap bersifat eksternal. Dari

sudut sistem, dua arah ditentukan dapat

menarik batas-batasL

1. Memasukkan seluruh unsur relevan

secara langsung sebagai bagian

komponen organisasi subjek. Hal ini

mungkin kabur dan membingungkan

analisis dengan memasukkan bagian

dari banyak organisasi dalam sistem

kita,

2. Mengantarkan bersama elemen

masalah yang saling terkait untuk

analisis, jika dapat diidentifikasi.

3. Pendekatan, menggunakan organisasi

formal sebagai sistem kesatuan, tetapi

untuk memeriksa hubungannya

dengan lingkungannya secara

intensif; atau hubungan atau kaitan

lingkungan dapat dengan mudah

dikelompokkan dalam pengertian

dimensi sistem yang baru saja

didiskusikan.

Kaitan output melibatkan hubungan

sistem dengan individu dan kelompok

yang menggunakan output sistem atau

menghasilkan output pelengkap,

penambah, atau yang kompetitif, juga

mencakup hubungan yang melibatkan

nilai dan norma yang kompatibel atau

kompetitif yang berkaitan dengan output

kelembagaan. Kaitan tersebut

mempertimbangkan aliran output dan

nilai-nilai yang terkait dengan output yang

mengkondisikan keinginan dan

akseptabilitasnya.

Kaitan input berhubungan dengan

aliran sumber daya antara institusi dan

lingkungan, yang meliputi enam tipe input

yang dicatat sebelumnya.

Kaitan internal atau komponen

berhubungan dengan konsistensi hubu-

ngan antara dan dalam komponen sistem

dengan nilai, norma, kebiasaan, dan sikap

individu dan kelompok yang menjalin

hubungan, mencakup dukungan dan

Page 38: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 35

mengatasi resistensi terhadap nilai, tujuan,

dan hubungan di dalam institusi itu

sendiri.

Pembangunan institusi melibatkan

pembentukan institusi baru atau

transformasi institusi lama untuk

mencapai output yang berkaitan dengan

pembangunan yang diinginkan. Citra

output yang diinginkan berbeda dari citra

yang dihasilkan oleh aspek kelembagaan

yang ada. Kepedulian dengan

pembangunan institusi dengan sendirinya

terfokus pada aspek kelembagaan.

Dalam Konsep Panduan, ada tiga uji

coba institusionalitas organisasi yang

terkait dengan pembangunan yang

inovatif: persistensi, nilai berdasarkan

masyarakat, dan dampak mengenai norma

lingkungan. Ciri ini dapat

dipertimbangkan dalam sistem.

1. Persistensi institusi yang inovatif ini

dimiliki pada setidaknya dua aspek,

yaitu:

a. Organisasi perlu dibentuk untuk

persisten dalam lingkungan yang

ada, yang. Mencakup kemam-

puan bertahan,

b. Sanggup persisten dalam

menghadapi perubahan lingku-

ngan, meskipun dalam bentuk

yang berbeda. Menjamin persis-

tensi tujuan sistem perlu

dibedakan dari menjaga sistem

itu sendiri, meskipun keduanya

kerap berkaitan erat. Persistensi

tujuan yang inovatif dalam situasi

tertentu dapat berarti mengem-

bangkan dan membentuk institusi

baru. Contohnya, inovasi dalam

distribusi komoditas, institusi

dapat berdasarkan atas pemben-

tukan harga pasar, tetapi ketika

terjadi krisis, diperlukan institusi

baru untuk membentuk prioritas

yang lain sebagai dasar inovasi

metode distribusi, contohnya

sistem penjatahan. Pemeliharaan

sistem kelemba-gaan asli yang

secara substansial tidak berubah

dalam menghadapi perubahan

lingkungan yang besar dapat jadi

tidak berfungsi menghasilkan

inovasi-inovasi.

2. Pemompaan nilai masyarakat ke

dalam institusi dapat dilihat dalam

pengertian kaitan lingkungan atas

institusi, yakni, kaitan output, yang

mencakup norma dan nilai; kaitan

input, menentukan ketersediaan input

dari lingkungan; dan komponen, atau

kaitan internal, yang menandakan

apakah partisipan sistem memandang

institusi sebagai memiliki nilai-nilai

positif dalam pola budaya mereka

sendiri.

3. Institusionalitas dicerminkan dalam

tingkatan di mana institusi

berpengaruh dalam mempengaruhi

nilai dan norma dalam unit sosial

lingkungan yang lain, tercermin

dalam kondisi dan tingkatan kaitan

output, khususnya kaitan yang

melibatkan nilai. Pertanyaan tentang

bagaimana mencapai institusionalitas,

yakni untuk mengatakan, bagaimana

membangun institusi, adalah jauh

lebih sulit untuk dikomentari.

2.3. Pendekatan Manajemen Kebijakan

Pembangunan Masa Depan

Kebutuhan akan aksi pembangunan

yang meningkat di negara berkembang

dan merekomendasikan bahwa pendekatan

sistem mungkin berguna. Pertanyaan yang

kini mengemuka adalah apakah potensi

pendekatan sistem membantu memahami

dan meningkatkan aksi pembangunan dan

Page 39: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 36

bagaimana kegunaan bingkai sistem untuk

administrasi pembangunan.

Kombinasi sistem aksi teknis,

hubungan sistem-sistem dengan lingku-

ngan sosialnya, ditambah empat fungsi

administrasi yang didiskusikan di atas

menyediakan bingkai studi yang berguna

dan peningkatan aksi pembangunan.

Bingkai yang diusulkan berguna untuk

studi normatif administrasi pembangunan

1. Bingkai ini menyediakan metode untuk

memperlakukan sejumlah besar

variabel penting yang berhubungan

saling ketergantungan kompleks dalam

perubahan kemasyarakatan sebagai

sebuah sistem yang saling terkait,

2. Elemen sistem dalam pengertian tujuan

sistem sesuai dengan kondisi purposif

aksi pembangunan,

3. Dengan memilih elemen sistem dalam

pengertian tujuan atau sasaran,

membantu mengabstraksi variabel

strategis dan hubungannya dari

kumpulan detil dalam realitas empiris,

4. Sistem dapat diletakkan dalam

pengertian dinamis sehingga berguna

dalam kaitan dengan horizon waktu

perubahan kemasyarakatan,

5. Definisi sistem yang tidak ambigu

dapat membantu memperjelas ham-

batan terhadap aksi yang efektif dan

mengusulkan bagaimana meningkatkan

operasi sistem.

6. Potensi kekuatan dalam penggunaan

bingkai sistem terletak pada

kemungkinan kuantifikasi variabel dan

hubungannya, yang dengan demikian

menjadikannya terbuka terhadap alat-

alat yang ampuh dan perlakuan

matematis.

Bingkai sistem untuk administrasi

pembangunan menyediakan cara yang

bermakna dalam menyusun keseluruhan

aktivitas yang berkaitan dengan

pembangunan yang rumit. Karenanya

berguna sebagai dasar mengevaluasi dan

meningkatkan kemampuan pemerintah

untuk mewujudkan pembangunan dan titik

awal untuk evaluasi normatif atas aksi

pembangunan dan dapat membantu dalam

menarik pengetahuan dan pengalaman

yang tersedia guna mencapai aksi menuju

pembangunan.

Bingkai kerja berguna juga dalam

mengklarifikasi dan merekomendasikan

cara berhubungan dengan masalah utama

administrasi pembangunan karenanya

mobilisasi administrasi umum dan

perlakuan atas dilemma, baik untuk

mereorganisasi organisasi pemerintah

maupun mengaktifkan badan yang baru

dan modern sangat penting. Bingkai kerja

menunjuk kesalahan logika berpikir

dengan mengasumsikan kebutuhan atau

kebijakan tentang administrasi pemba-

ngunan yang sangat terpusat mengenai

banyak dan kompleksnya elemen yang

saling terkait diperlukan dan merekomen-

dasikan metode alternatif untuk

membangun koordinasi. Bingkai kerja

sistem menyediakan panduan yang

berguna dalam memelihara fleksibilitas

administrasi yang diperlukan untuk

berurusan dengan beragam masalah

pembangunan. Bingkai kerja dapat juga

membantu memberikan panduan membuat

strategi peningkatan administrasi hingga

mencapai aksi pembangunan yang lebih

baik. Hal ini menyoroti masalah,

mengusulkan prioritas relatif, dan

menyediakan panduan bekerja secara

dinamis.

Bingkai kerja digunakan untuk

memunculkan serangkaian pertanyaan

sistematis tentang kebutuhan teknis dan

organisasi pembangunan, mengusulkan

untuk berurusan dengan hal tersebut, dan

mempertimbangkan beberapa implikasi

Page 40: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 37

untuk membuat strategi modernisasi

administrasi.

Tentu saja terdapat banyak masalah

dalam menggunakan pendekatan sistem

untuk berhubungan dengan aksi

pembangunan. Di antaranya, ada tiga

masalah yang mengemuka.

1. Masalah Batasan. Hal ini berarti

mampu membedakan antara sistem dan

konteksnya, meskipun melibatkan

banyak kesulitan. Salah satunya adalah

menentukan kriteria apa yang harus

digunakan untuk membuat perbedaan.

Kriteria utama untuk menentukan

sebuah sistem berhubungan dengan

tujuannya. Seringkali sulit mende-

finisikan aksi pembangunan karena

tujuan yang ada tidak terpenuhi atau

diperkirakan tidak terpenuhi di masa

depan berdasarkan observasi kondisi

sesuatu yang lain. Seperti di negara

berkembang. Masalahnya kemampuan

mendefinisikan citra tujuan secara

memadai untuk mampu memban-

dingkan tingkat pencapaian atau

kekurangan pencapaian tujuan dan

kemudian citra ini berfungsi sebagai

dasar yang secara bermakna mengikat

sistem.

2. Masalah Abstraksi.

Mengabstraksi variabel seperangkat

saling ketergantungan merupakan

sebuah masalah besar dalam

pendekatan sistem karena kesulitan

menghubungkan seluruh variabel

dalam situasi nyata. Masalah yang

kompleks harus disederhanakan

dengan memilih variabel utama dan

mengujinya untuk meyakinkan bahwa

itulah yang terpenting. Mengiden-

tifikasi dan memilih variabel utama

terkait dengan pengetahuan tentang

subjek tertentu dalam studi. Analisis

sistem membantu pertimbangan atas

seluruh elemen masalah yang terbuka,

eksplisit, dan dapat diverifikasi. Jika

tidak, perlu dilabeli. Namun, masih ada

masalah dalam mengidentifikasi,

menyeleksi, mendefinisikan, dan

mengukur dalam sejumlah variabel dan

paramter yang relevan dalam situasi

saling ketergantungan yang kompleks

itu.

3. Masalah Konflik dan Ketidakpastian

Sistem aksi pembangunan berhu-

bungan dengan masalah pencapaian

perubahan. Hal ini berarti konflik dan

ketidakpastian. Dengan perubahan

sebagai sasaran, terdapat batas konflik

yang berkembang antara sebagian aksi

dalam situasi yang ada. Bagaimana dan

atas dasar apa konflik ditangani akan

sangat mempengaruhi hasil. Hal ini

secara umum diperparah dengan

informasi yang tidak memadai, tidak

akurat, dan seringkali tidak tepat.

Karenanya perubahan dapat terjadi

dalam berbagai cara, contohnya

bagaimana konflik akan diatasi, dan

tidak diketahui bagaimana perubahan

akan berlangsung sampai setelah

adanya fakta.

Kompleksitas masalah dalam

menciptakan dasar normatif evaluasi dan

peningkatan administrasi perencanaan

pembangunan memerlukan metodologi

baru untuk mengumpulkan dan meng-

analisis data, yang memerlukan dua jalur

penelitian, yaitu deduktif dan induktif yang

saling berkaitan dan melengkapi.

Keduanya mencakup mobilisasi penge-

tahuan yang sama, perangkat masalah

yang sama, dan panduan aksi dalam dua

cara yang berbeda yaitu diperlukan

sebagai dasar peningkatan dan

modernisasi kapasitas administrasi dalam

suatu negara dan dilakukan bersamaan

Page 41: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 38

karena masing-masing menyumbang

kepada yang lain.

Jalur deduktif adalah metodologi

umum yang dikembangkan untuk

menganalisis masalah perencanaan

pembangunan, termasuk perumusan dan

pelaksanaan, kemudian mendeduksikan

prinsip umum. Jalur ini berkaitan dengan

pengembangan model dan teknik analitis

dan pengujiannya, mencakup studi dan

modifikasi atas beragam metode analisis

sistem yang diterapkan pada masalah

pembangunan nasional. Perhatian khusus

perlu diberikan terhadap penggunaan

teknik matematis dan statistik.

Belakangan sejumlah teknik

dikembangkan dan didesain untuk

berurusan dengan sistem variabel besar

yang kompleks, di antaranya input-output,

pemrograman linier, pemrograman

kuadrat dan dinamis, simulasi dan analisis

jaringan. Jika teknik matematika dapat

digunakan untuk menggambarkan dan

mengungkapkan hubungan antara elemen

yang berbeda dalam sebuah sistem dengan

akurasi yang memadai, dapat memprediksi

hasil dalam situasi yang berbeda dan

diolah dengan beragam cara sampai

ditemukan solusi yang diinginkan. Sistem

yang sebenarnya kemudian dapat

dimodifikasi dengan gangguan minimal.

Potensialitas pendekatan sistem juga

dapat dieksplorasi dengan mengakumulasi

studi tentang komponen subsistem dalam

sistem aksi pembangunan. Sebagian besar

sistem yang bekerja hingga saat ini adalah

sistem yang terbatas dan unit mikro.

Mengumpulkan dan mengembangkan

studi tersebut akan membantu menyarikan

metodologi dan memberikan dasar yang

lebih baik dalam mendefinisikan sistem.

Penelitian deduktif ini akan membantu

dalam mendefinisikan variabel dan

metodologi yang digunakan dalam

pendekatan induktif.

Jalur induktif mencoba menarik

prinsip umum dari studi kasus tertentu,

meliputi studi masalah pengelolaan

perencanaan pembangunan nasional di

suatu negara.

Analisis dan konseptualisasi prinsip

umum harus mencakup realitas, masalah,

dan kemampuan negara. Akibatnya,

persiapan studi kasus harus dilakukan

secara simultan dengan analisis deduktif

sehingga dapat berkontribusi pada

konseptualisasi. Sebaliknya, persiapan

analisis suatu negara tergantung pada

bingkai kerja umum atas analisis. Dengan

demikian, pandangan yang didapat dari

masing jalur dapat tersedia untuk

pekerjaan di tempat yang lain.

Dalam analisis akhir, pembangunan

harus berlangsung di suatu negara. Hal ini

memerlukan pengetahuan yang memadai

atas kekuatan dan kelemahan perencanaan

suatu negara untuk mengizinkan

penyerapan rencana pembangunan yang

layak dan memberikan dasar program

peningkatan kemampuan.

Studi, penelitian, dan presentasi

pengetahuan yang relevan tentang

administrasi aksi pembangunan harus

dipertimbangkan sebagai rangkaian

perkiraan atau tahapan. Tahapan

melibatkan pengumpulan dan analisis

pengetahuan yang siap tersedia sebagai

dasar tindakan segera dan definisi

pengetahuan jika diperlukan studi dan

penelitian lebih lanjut. Karena tersedianya

pengetahuan dan pemahaman yang

meningkat, pengetahuan tersebut

dimasukkan dalam perkiraan berikutnya.

Pendekatan sistem diperlukan dengan

alasan:

Page 42: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 39

1. Sejumlah kemajuan langsung dalam

aksi pembangunan merupakan hal

esensial di banyak negara,

2. Cara terbaik untuk mengidentifikasi

batas pengetahuan perencanaan

pembangunan saat ini adalah

meninjau dan merakit pengetahuan

yang ada,

3. Merencanakan penelitian tambahan,

jangka pendek dan jangka panjang,

keduanya mengalir dari definisi

masalah dan kebutuhan, dan dari

pengoperasian pengalaman dengan

pengetahuan yang ada.

Pendekatan sistem, menawarkan antara

lain:

1. Potensialitas membantu studi dan

peningkatan aksi pembangunan,

2. Cara menjembatani kesenjangan

antara beragam teori displin ilmu

pembangunan dan operasi empiris,

3. Memberikan bingkai kerja

konseptual yang sama bermakna,

baik pada level makro maupun

mikro,

4. Bukti kegunaan yang langsung.

Namun, jelas bahwa perlu dilakukan

lebih banyak lagi penelitian dan uji

coba.

III. Metodologi

Metode penulisan ini dengan

menggunakan penelitian desk study

melalui telaah dari berbagai sumber data

sekunder dari berbagai referensi dokumen

yang berkaitan dengan kebijakan

manajemen pembangunan dan dilakukan

deskriptif analisis.

IV. Hasil dan Pembahasan

4.1 Kritik Arah Manajemen

Kebijakan Pembangunan

Dalam perkembangannya, alur

pemikiran administrasi pembangunan

tidak berjalan tanpa kritik. Namun kritik

lebih bersifat pada arah perhatian

administrasi pembangunan yang oleh para

pemikir kritik dirasakan belum mendapat

penelaahan yang memadai. Bahkan

dasarnya kritik itu memperkuat alasan

administrasi pembangunan.

Ada empat kritik yang akan dibahas

di sini. Pertama, dari B.B Schaffer (1969),

pernah mengajukan pertanyaan, apakah

yang dilakukan development adminis-

tration tidak sama dengan public

adminstration. Namun demikian akhirnya

ia sendiri menunjukkan perbedaannya.

“Kegagalan dalam pelaksanaan

program-program pembangunan ber-

langsung, dan yang kedua bahwa

perhatian terhadap reformasi dalam

administrasi internal saja – dengan

pengembangan adaministrasi –

tidaklah memadai. Itulah jantung dan

inti gerakan administrasi pembangu-

nan; kesulitan perubahan dan

ketidakmemadaian dalam peningkatan

administrasi.”

Kemudian ditemukan deadlock,

karena kenyataannya administrasi

pembangunan banyak yang tidak berjalan,

contoh di bidang bantuan teknik dan

community development. Kalau pemba-

ngunan berjalan pun, disebabkan karena

dukungan atau bekerjanya variabel lain

yang bukan administrasi, misalnya melalui

community organization.

Tetapi alasan bagi administrasi

pembangunan tetap ada, walaupun ia

kemukakan „pelajaran yang sesungguhnya

adalah bahwa administrasi pembangunan

hanya bekerja dalam kaitannya dengan

faktor perubahan lainnya‟. Ini

memperkuat pendekatan multidisiplin

administrasi pembangunan. Memang

benar, demikianlah seharusnya.

Page 43: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 40

Kedua, Betram Gross (1972),

melihat administrasi pembangunan

sebagai bagian dari rangkaian perenca-

naan pembangunan –administrasi-

implementasi. Namun, disinilah kritik

Gross, bahwa perencanaan pembangunan

adalah perencanaan ekonomi saja,

perencanaan pembangunan merupakan

kegiatan ekonomi sehingga perencanaan

pembangunan banyak mengalami

kegagalan. Misalnya orientasi GNP (gross

natinal product) tidak memecahkan

masalah pembangunan, seperti kesenja-

ngan sosial, kemiskinan, pengangguran

yang malah bertambah, dan masalah

lingkungan.

Gross menunjukkan kekakuan

perencanaan dari atas, termasuk birokrasi

pelaksananya karenanya mengajukan arah

perhatian pertimbangan adminstrasi

pembangunan, melalui:

1. perencanaan dan adminstrasi yang

partisipatoris,

2. pengembangan kelembagaan

masyarakat, maksudnya penggu-

naan kelembagaan perubahan.

Bukan menggunakan birokrasi yang

formal, tetapi organisasi pemba-

ngunan,

3. mengurangi tinggi piramida

birokrasi, yakni pendekatan akses

kebijakan dengan rakyat yang

dilayani.

4. perlu upaya ‟removing the causes of

corruption’ sebagai ‟development

adminstration as social learning

dengan menolak kekakuan lembaga,

terus disempurnakan sambil

dilaksanakan.

Pada dasarnya administrasi pembangunan

menerima dimensi yang lebih luas dari

‟economics’ untuk diperhatikan. Dewasa

ini banyak diantara kritik Gross tersebut

yang sudah ditampung dalam

perkembangan alur pemikiran administrasi

pembangunan yang lebih akhir.

Ketiga, David Fashole Luke (1986), kritik

diarahkan antara lain pada:

1. Beberapa tema pokok yang ditelaah

oleh komunitas administrasi

pembangunan dengan memusatkan

perhatian pada masalah masyarakat.

Administrasi pembangunan di negara

pasca-kolonial mewarisi birokrasinya

itu yang lebih menyediakan

pemerintahan yang baik melalui

struktur administrasi terinci rasional

yang dilaksanakan masyarakat

peralihan yang memiliki ciri terkait

dengan patrimonialisme. Hal ini masih

diwarisi pada masa setelah negara

tersebut merdeka. Salah satu masalah

utama administrasi pembangunan

adalah kesulitan dalam mengusahakan

perubahan.

2. Kemampuan untuk menciptakan

kondisi masyarakat agar turut

melibatkan diri dalam proses

perubahan itu, bukan dilibatkan.

Mungkin istilah sekarang bukan

mobilisasi, tetapi partisipasi. Untuk ini,

membangun kapasitas administratif

sebagai bagian dari proses

pembangunan. Sistem administrasi

pembangunan yang dibangun, kurang

peka dan dapat dipertanggung-

jawabkan pada masyarakat. Sistem

perencanaan dari atas dan proliferasi

struktur administrasi yang terpusat

dikritiknya. Oleh karena itu, agar

sistem administrasi responsif dan dapat

dipertanggungjawabkan. Salah satu

medianya adalah desentralisasi, bukan

hanya kepada unit administrasi pada

tingkat lokal, tetapi juga kepada lsm

(lembaga swadaya masyarakat).

3. Kritiknya terhadap administrasi

pembangunan adalah agar administrasi

Page 44: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 41

pembangunan lebih memihak pada

keadilan. Salah satu pernyataannya

dapat mencerminkan orientasi yang

dikehendakinya dalam administrasi

pembangunan yaitu suatu kecende-

rungan yang dapat diidentifikasikan

administrasi pembangunan memuncul-

kan berbagai implikasi yang sangat

nyata bagi pengelolaan pembangunan

dalam keadaan pasca-kolonial –yaitu

pemahaman bahwa proses perubahan

yang mandiri dan sinambung

diperlukan melalui keterlibatan

kelompok sasaran dalam pelaksaan

program yang diarahkan untuk

menangani kemiskinan.

Kritik keempat, lebih sebagai

perkembangan pemikiran yang

dikemukakan oleh David Korten (1983),

Moelyarto dan Sofian Efendi (1986).

Pemikiran itu kurang lebih sebagai

berikut: administrasi pembangunan

sebagai administrasi negara –yang

melakukan peran sebagai pendorong

proses perubahan- mungkin akan lebih

menekankan pada aspek mendorong

(inducing), yakni menggerakkan proses

perubahan dalam masyarakat. Teknologi

kebijakan yang dipakai sering dapat

counter productive, dalam arti tidak

menimbulkan inisiatif tetapi malah

ketergantungan. Di sinilah makna dari

uraian Korten tentang „orientasi kepada

masyarakat‟. Pada pokoknya kebijakan

membangun kemampuan keswadayaan

dan keswakaryaan masyarakat.

Ada juga suatu penilaian

perkembangan terhadap administrasi

pembangunan secara kritis yang diberikan

oleh Kenneth Davey (1986), mengulas

kembali tentang partisipasi, perencanaan

dan penganggaran, koordinasi dan peranan

pemerintahan lokal sebagai fungsi

administrasi pembangunan.

Davey mengemukakan tiga kritik

terhadap administrasi pembangunan,

antara lain:

1. Apakah ada dikotomi antara adminis-

trasi tertib hukum dengan administrasi

pembangunan. Akhir-akhir ini

administrasi tertib hukum dirasa

penting di negara berkembang. Bahkan

pada umumnya apa yang dilaksanakan

administrasi pembangunan bersifat

menata dan mengatur. Bahkan

pembangunan tersebut tidak akan

berjalan tanpa masyarakat yang tertib

hukum. Dapat diinterpretasikan bahwa

administrasi tertib hukum termasuk

menjaga stabilitas upaya

pembangunan. Memang tidaklah dapat

dilakukan pemisahan yang tajam,

misalnya pemeliharaan pun merupakan

bagian dari upaya pembangunan.

Apabila administrasi negara sudah

diarahkan untuk mendorong hukum

masuk dalam bagian upaya

administrasi pembangunan perubahan,

maka administrasi tertib,

2. Kritik dari kiri yaitu kritik tertuju pada

konsep pembangunannya, dimana

modernisasi yang dituju administrasi

pembangunan. Tujuan administrasi

negara for what dipertanyakan menjadi

for whom. Hal ini disebabkan

perubahan tampaknya mengaksentuasi

tatanan, kelas dan perbedaan

kesejahteraan. Kecenderungan kedua

yang yang dirasakan adalah

ketergantungan negara-negara miskin

terhadap negara-negara kaya,

diperlancar dengan bantuan dan

investasi resmi oleh perusahaan-

perusahaan multinasional, seperti

ditunjukkan dengan tumbuhnya hutang

di kebanyakan negara berkembang.

Analisa ini kurang lebih sama dengan

yang dipakai oleh andre g. Frank

Page 45: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 42

(1986). Sebab, dasar pemikiran

kritiknya adalah bahwa birokrat itu

tidak netral,

3. Kritik dari kanan, yaitu pelaksanaan

administrasi pembangunan, dimana

pengaruh pemerintah tidak memajukan

pembangunan, justru menghambat

karena banyaknya intervensi dan

pengeluaran negara. Hal tersebut

terjadi karena administrasi negara yang

ingin dikontrol dan tertib secara

berlebihan sehingga justru belum

berorientasi pembangunan. Disini

diperlukan debirokratisasi dan regulasi.

Bagaimana pun, apa yang

dikemukakan Davey dalam penilaiannya

mengenai perkembangan administrasi

pembangunan patut menjadi perhatian

bersama.

Berbagai pandangan kritik tersebut

perlu untuk diperhatikan. Namun sekali

lagi, penelaahan dan praktek manajemen

administrasi pembangunan perlu dianalisa

benar dalam konteks sosial masyarakat

negara tersebut, bahkan pada kondisi

lokal.

4.2 Administrasi Pembangunan sebagai

Manajemen Kebijakan

Dengan mengikuti alur pemikiran

dalam ilmu administrasi negara yang

berorientasikan untuk lebih memahami

transformasi sosial dan mendukung

pembangunan, kemudian secara sepintas

melihat perkembangan alur pemikiran

administrasi pembangunan di Indonesia,

maka bagaimana administrasi

pembangunan lebih dilihat dari konteks

Indonesia.

Dalam alur pemikiran, dilihat

administrasi pembangunan sebagai

manajemen kebijakan (program dan

kegaitan) pembangunan nasional, baik

manajemen analisa dan perumusan,

pelaksanaan, pengendaliannya maupun

pengawasan dan accountability nya.

Disini, diusahakan suatu konstruksi

pemikiran konteks pembangunan nasional

Indonesia.

Untuk membahas administrasi

pembangunan sebagai manajemen

kebijakan di Indonesia, ada beberapa

dasar pemikiran yang harus dipegang

yaitu:

1. Penegasan masyarakat bangsa sejak

tahun 1983, yaitu bahwa pembangunan

nasional merupakan pengamalan

Pancasila. Landasan dan tujuan-tujuan

bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara sudah dirumuskan bersama.

Landasannya adalah Pancasila dan

UUD 1945, sedangkan tujuannya

adalah perwujudan cita-cita nasional

seperti tercantum dalam Pembukaan

UUD 1945.

2. Penyelenggaraan bernegara, berpeme-

rintahan berpegang pada UUD 1945,

yaitu sistem pemerintahan negara

dengan tujuh kunci pokoknya.

Namun berdasarkan dua pegangan

tadi, masih luas wilayah permasalahan

manajemen kebijakan dalam pemba-

ngunan masyarakat bangsa Indonesia yang

sedang melaksanakan pembangunan

nasional. Kondisi, potensi, dan

permasalahannya maupun alternatif

pemecahannya terbuka luas bagi berbagai

pemikiran, baik didasari keprihatinan

maupun kepentingan. Pusat kekuasaan,

pengaruh, dan pengambil kebijakan tidak

serupa dengan pusat kewenangan formal.

Disinilah, wilayah peranan manajemen

kebijakan itu.

Pada hakikatnya upaya pembangunan

nasional dapat dilihat dari dua sisi, yaitu

sebagai upaya melakukan perubahan

struktural yang mendasar dalam jangka

panjang dan sebagai upaya menang-

Page 46: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 43

gulangi gejolak sosial ekonomi jangka

pendek.

Mengenai perubahan struktural

jangka panjang, misalnya perubahan

struktural ekonomi yang lebih seimbang

antara sektor pertanian dan sektor industri,

upaya mengurangi kesenjangan sosial

antara yang kaya dan yang miskin,

terutama dengan mengangkat tingkat

kehidupan mereka yang berada dalam

kemiskinan mutlak: usaha meningkatkan

kualitas SDM (sumber daya manusia),

mengatasi masalah kecemburuan sosial

dan mengembangkan keserasian sosial,

terutama dengan adanya urbanisasi yang

meningkat. Kemudian, baik usaha

perubahan, struktural jangka panjang,

tetapi juga sekaligus dalam rangka upaya

menanggulangi gejolak jangka pendek

adalah mengurangi ketergantungan pada

sumber dana dari minyak bumi dan

meningkatkan ekspor non migas.

Sedangkan, mengenai upaya menang-

gulangi gejolak jangka pendek misalnya

meningkatnya debt burden pada suatu

ketika, atau serangan hama padi yang

dapat mengganggu tingkat produksi. Ini

hanya sekedar contoh. Dengan

meningkatnya pelaksanaan pembangunan

nasional. Meningkat pula keluasan dan

kerumitan masalah pembangunan yang

memerlukan penanganan kebijakan,

bahkan banyak yang terjadi sebagai akibat

dari hasil pembangunan itu sendiri.

Kebijakan yang dirumuskan dan

dilaksanakan itu ada yang dapat

dituangkan dalam rencana ataupun

kebijakan lain yang seharusnya konsisten

satu sama lain. Oleh karena itu,

sebenarnya apa yang dijadikan kriteria

dasar dan frame of reference bagi

kebijakan itu dalam administrasi

pembangunan sebagi manajemen

kebijakan pembangunan di Indonesia,

maka pemerataan pembangunan dan hasil-

hasilnya menuju terwujudnya keadilan

sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,

pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi,

dan stabilitas nasional yang sehat dan

dinamis yang menjadi tujuannya.

Banyak kritik dilontarkan pada

administrasi pembangunan, yang

mempertanyakan mengapa bukan

„keadilan sosial‟ yang jadi kriteria. Dalam

hal ini, „keadilan sosial‟ memang sangat

penting, tetapi tidak hanya itu, sebab

negara seperti Indonesia jelas masih perlu

juga peningkatan kapasitas membangun.

Dalam masa pembangunan, Indonesia

berusaha menciptakan landasan yang kuat

untuk dapat tumbuh dan berkembang atas

kekuatan sendiri menuju terwujudnya

masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Pancasila, membangun kemampuan,

membangun yang berkeadilan karena

pembangunan merupakan suatu trans-

formasi sosial, hal itu tentu berjalan tidak

tanpa gejolak. Apabila tidak hati-hati

bahkan dapat menghilangkan hasil

pembangunan sebelumnya.

Dengan demikian, administrasi

pembangunan sebagai peranan adminis-

trasi negara sebagai agen pembangunan,

berusaha melakukan perubahan yang

bersifat capacity building, transfer

teknologi, transformasi nilai yang

kondusif untuk pembangunan, serta

mendorong dan merangsang kegairahan

swadaya membangun masyarakat dengan

kriteria dasar tujuan pembangunan..

Manajemen kebijakan pembangunan

dapat dibagi dalam tiga bidang, yaitu:

1. Manajemen analisa dan perumusan

kebijakan pembangunan,

2. Manajemen pelaksanaan dan pengen-

dalian kebijakan pembangunan,

3. Manajemen pengawasan kebijakan

pembangunan.

Page 47: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 44

Suatu format formal, di mana

administrasi pembangunan berfungsi

sebagai manajemen kebijakan yang

dilaksanakan di Indonesia. Format formal

ini tetap penting untuk memahami konteks

politik. Matra sentral yang membedakan

kebijakan publik, bahwa kebijakan publik

itu merespons dan mengekspresikan

sistem politik yang bekerja di dalam

masyarakat (Margulies, 1974). Tentu saja

sistem politik bukan hanya yang formal,

namun juga memahami perilaku dan

budaya politik yang ada.

Kerangka dan format formal

administrasi pembangunan sebagai

manajemen kebijakan di Indonesia

sebagaimana yang terdapat dalam bagan

berikut ini.

Tabel 2.

Administrasi Pembangunan sebagai Manajemen Kebijakan

1. Kelembagaan

1. Proses pendataan dan

statistik. Monografi pusat-

pusat data dan statistik.

2. Proses kajian dalam

lembaga kajian, pusat

studi strategik, pusat

kajian kebijakan atau di

lembaga perencanaan;

3. Proses perencanaan dalam

lembaga perencanaan dan

koordinasinya;

1. Dalam rencana

atau kebijakan

pendukung

rencana, contoh:

APBN atau

kebijakan

devaluasi;

2. Dalam fungsi

pengaturan yang

lain. Contoh: UU

perindustrian atau

kebijakan proteksi

melalui tarif (bea

masuk) atau non

tarif barriers

(pengimpor

tunggal, kuota).

Disini, tampak

bahwa kebijakan

perindustrian

sangat erat

kaitannya dengan

kebijakan

perdagangan

(industrial and

trade policy).

Kebijakan

Pembangunan

2. Kepegawaian

4. Proses penyusunan fungsi

pengaturan yang lain.

Umumnya koordinasi oleh

lembaga yang paling

fungsional membidangi

substansi pengaturan,

5. Pengambilan keputusan

kebijakan dalam decision

centres,

6. Proses perencanaan dan

pengendalian kebijakan

oleh lembaga-lembaga

yang operasional sesuai

fungsinya;

3. Ketatalaksanaan

7. Proses pengawasan dan

pertanggungjawaban

kebijakan dalam sistem

konstitusional, hukum dan

pengawasan fungsional.

Sumber: Bintoro, 1986: 1974.

Page 48: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 45

Namun kenyataannya, manajemen

kebijakan lebih rumit dan lebih sulit.

Setiap permasalahan dan kebijakan dalam

pembangunan mempunyai anatominya

masing-masing, baik dalam jaringan peran

perumusan dan pengendalian keputusan

maupun dalam pelaksanaannya. Kecuali

itu, alur administrasi pembangunan

sebagai manajemen kebijakan diperlukan

pemahaman terhadap konteks substan-

tifnya agar lebih baik dalam melakukan

deskripsi, prediksi, dan preskripsinya

(Bintoro, 1986: 75).

Ambillah contoh masalah struktural

jangka panjang. Indonesia pernah jauh

dari kemampuan produksi beras untuk

memenuhi kebutuhannya, bahkan waktu

itu merupakan negara pengimpor beras

terbesar di dunia. Dari sudut landasan

ekonomi yang kuat, baik dari segi

keswadayaan maupun pengeluaran devisa

dapat dihemat untuk keperluan

pembangunan, semuanya menunjukkan

keharusan untuk menanggulanginya.

Maka secara logis diambillah kebijakan

untuk meningkatkan produksi beras.

Namun kebijakan itu harus pula bertumpu

pada paradigma dasar pembangunan,

Peningkatan produksi bukan hanya dalam

rangka menunjang laju pertumbuhan

ekonomi saja, namun juga dalam rangka

pemerataan, dimana kebijakan dimaksud

harus sekaligus meningkatkan mutu hidup

petani secara layak dan keswadayaannya.

Kebijakan stabilitas diupayakan melalui

sisten cadangan, harga dasar, dan operasi

pasar sekaligus sebagai sistem perang-

sang. Kebijakan tersebut didukung dengan

berbagai program dan kegiatan pemba-

ngunan.

Administrasi pembangunan -sebagai

manajemen kebijakan- mengendalikan,

mengadakan evaluasi, dan revaluasi

pelaksanaan kebijakan. Demikian pula

melalui pengawasan pembangunan,

dilakukan perbaikan kebijakan dan sistem

program. Melalui peranan pemerintah

sebagai agent of change, diusahakan

peningkatan kemampuan, transfer

teknologi, transformasi nilai (cara

ekonomi dan teknik budidaya) partisipasi

kearah keswadayaan dan keswakaryaan

masyarakat petani sendiri.

Kebijakan perlu diambil untuk

mengatasinya. Dalam hal ini, kebijakan

untuk memecahkan masalahnya dapat

dibagi dalam tiga kelompok yang saling

berkaitan, yaitu:

1. Penanggulangan masalah neraca

pembayaran dan anggaran belanja,

2. Menciptakan iklim usaha dan investasi

yang baik di dalam negeri termasuk

mobilisasi dana dalm negeri,

3. Penyerasian kebijakan industri-

perdagangan ke arah efisiensi

produksi, keunggulan biaya kompa-

ratif, daya saing serta upaya lain untuk

mendorong ekspor non migas dan

pariwisata.

V. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari atas ulasan

kritis terhadap pendekatan manajemen

kebijakan pembangunan ini maka terdapat

pokok-pokok hal yang menjadi

kesimpulan, antara lain:

1. Kebijakan yang sifatnya mengatasi

ketegangan jangka pendek dimaksud-

kan sekaligus untuk menanggulangi

masalah dan perkembangan jangka

panjang. Kebijakan itu meliputi

perumusan arah tujuan yang jelas

dalam wawasan pembangunan yang

luas, merumuskan mekanisme

pelaksanaan kebijakannya sampai pada

kelembagaan, dan prosedur rincinya

agar kebijakan tersebut menjadi

efektif. Kemudian masih harus

Page 49: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 46

dikembangkan agar diterima dan

dilaksanakan, dikendalikan untuk

penyempurnaan dan penyesuaian yang

diperlukan. Baik perumusan maupun

pelaksanaan kebijakan sulit dilaksana-

kan karena harus resolve hubungan

perbedaan keprihatinan dan kepenti-

ngan maupun adanya trade offs. Dalam

pelaksanaan kebijakan, fungsi dan

lembaga ada yang dihapuskan, namun

ada pula dibentuk. Pelaksanaan tetap

dikendalikan karena adanya gejala

menentang perubahan dan pengaburan

penjabaran oleh birokrasi sendiri.

2. Perubahan yang terkait dengan tata

administrasi negara, khususnya tata

penyelenggaraan pemerintahan negara

belum menunjukkan hasil yang lebih

baik. Keteraturan tata pemerintahan

sebagai komponen penentu dalam

menjalankan fungsi regulasi, pelayanan,

dan empowering juga masih menga-

lami kendala, sehingga terkesan jalan

di tempat dan belum terarah.

Indikatornya adalah masih tingginya

tingkat keluhan masyarakat terhadap

berbagai kebijakan yang direpresen-

tasikan oleh perilaku birokrasi

pemerintahan, yang kurang responsif

atau kebijakan yang cenderung

tumpang tindih yang mengakibatkan

rendahnya kepercayaan masyarakat

pada pemerintah. Kemudian terdapat

banyak salah pengertian karena pada

dasarnya kebijakan masuk dalam

fungsi pengaturan, maka ada

kecenderungan kuat untuk mengatur

segala sesuatu. Justru pengaturan yang

lebih ini menyebabkan birokrasi

menjadi penghambat bagi kegairahan

masyarakat untuk membangun. Fungsi

pengaturan akan bermakna apabila

hukum ekonomi dan niaga mengalami

imperfeksi atau distorsi. Kebijakan, di

samping sebagai alat dasar yang

mengatur agar ada pedoman dan arah

kegiatan bermasyarakat, juga menjadi

alat koreksi.

3. Kinerja kebijakan publik acapkali

kurang baik, seringkali menjadi bagian

dari masalah daripada memecahkan

masalahnya karenanya berkembang

pemikiran, bahwa kebijakan untuk

mengurangi pengaturan atau debiro-

kratisasi dan deregulasi. Disinilah

diperlukan reformasi administrasi

negara itu, melalui upaya terencana

untuk meningkatkan fungsi-fungsi

sektor publik reinventing government

atau pun government renewall.

Page 50: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 47

Referensi

Caiden, Gerald & Bun Woong Kim,

(1991), A Dragon’s Progress:

Development Administration in

Korea, Connecticut, Kumarian Press,

West Hartford.

Davey, Kenneth J., Development

Administration Revisited, An

Inaugural Lecture, DAC Occasional

Paper, Regency House, Norwich:

1983.

Effendi, Sofian, et.al, (1986), Pelayanan

Publik, Pemerataan, dan Administrasi

Negara Baru, Pusat Penelitian dan

Pengembangan Pedesaan dan

Wilayah, UGM, Yogyakarta.

Frank, Andre Gunder, (1972), Crisis in

the Third Word, Holmes and Meier

Pulisher, New York: 1986.

Luke, David Fashole, (1986), Trend in

Development Administration: The

Continuing Challenge to the Efficacy

of the Post-Colonial State in Third

World, Public Administration dan

Development.

Margulies, Samuel L. (1974), Policy

Science and Development

Administration: A Bibliographical

Critique, APDC.

Nawawi, Hadari dan Hadari, M. Martini,

(1994), Ilmu Administrasi, Ghalia

Indonesia, Jakarta.

Osborn, Davide, & Gaebler, Ted, (1993),

Reinventing Government: How the

Entrepreneurial Spirit is

Transforming the Public Sector,

Plume, New York.

Riggs, Fred W. (Ed), (1971), Frontiers of

Development Administration, Duke

University Press, Boston.

Simon, Herbert A. (1990), Administrative

Behavior: A Study of Decision

Making Processes in Administrative

Organization, New York.

Schaffer, B. B. (1969), The Deadlock in

Development Administration, dalam

Colin Leys (Ed), Politics and Change

in Developing Countries, Cambridge

Universityi Press, London.

Siagian, Sondang S. (2003), Administrasi

Pembangunan: Konsep, Dimensi, dan

Strateginya, Bumi Aksara, Cetakan

ke-3, Jakarta.

Tjokroamidjojo, Bintoro, dan A.R.,

Mustopardidjaya, (1992),

Kebijaksanaan dan Administrasi

Pembangunan: Perkembangan Teori

dan Penerapan, LP3ES, Cetakan ke-2,

Jakarta.

Sofian, et.al, (1986), Pelayanan Publik,

Pemerataan, dan Administrasi Negara

Baru, Pusat Penelitian dan

Pengembangan Pedesaan dan

Wilayah, UGM, Yogyakarta.

Zauhar, Soesilo, (2002), Reformasi

Administrasi: Konsep, Dimensi, dan

Strategi, Bumi Aksara, Cetakan ke-2,

Jakarta.

Page 51: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 48

PENGARUH KOMPETENSI AUDITOR, INDEPENDENSI, DAN

PENGALAMAN AUDIT TERHADAP PROFESIONALISME AUDITOR

DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KUALITAS AUDIT INSPEKTORAT

JENDERAL KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN RI

Pandoyo

Akuntansi, STIE Pengembangan Bisnis dan Manajemen

E-mail : [email protected]

Abstract

This research aims to analyze and explain (1) Effect of auditor competence, auditor

independence, and audit experience directly to auditor professionalism. (2) Effect of

auditor competence, auditor independence, and audit experience directly or indirectly to

audit quality and (3) The direct effect of auditor professionalism on audit quality.

The research method used explorative method by conducting inspection at Inspectorate

General of Ministry of Marine Affairs and Fishery of the Republic of Indonesia. The

analysis used is Structural Equation Modeling (SEM) method with Smart-PLS software, the

sample used in this research is 111 respondents.

The results showed auditor professionalism directly and significantly by auditor

competence variable 49.8%, oauditor independence 15.0%, and audit experience 36.2%.

Audit quality is only direct and significant by the audit experience variable of 22.0%.

Direct auditor professionalism of 60.8% on audit quality. The theoretical implications of

competence and independence should affect the quality of the audit directly.

Keywords : Internal Auditor, Auditor Competence, Auditor Independence, Audit

Experience, Auditor Professionalism, Audit Quality.

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menjelaskan (1) pengaruh

kompetensi auditor, independensi auditor, dan pengalaman audit secara langsung terhadap

profesionalisme auditor. (2) pengaruh kompetensi auditor, independensi auditor, dan

pengalaman audit secara langsung maupun tidak langsung terhadap kualitas audit. Dan (3)

pengaruh langsung profesionalisme auditor terhadap kualitas audit.

Metode penelitian menggunakan metode exploratif dengan melakukan survei pada

Inspektorat Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. Analisis yang digunakan

adalah Structural Equation Modelling (SEM) dengan software Smart-PLS, sampel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 111 responden.

Hasil penelitian menunjukkan profesionalisme auditor dipengaruhi secara

langsung dan signifikan oleh variabel kompetensi auditor sebesar 49,8%, independensi

auditor 15,0%, dan pengalaman audit 36,2%. Kualitas audit hanya dipengaruhi secara

langsung dan signifikan oleh variabel pengalaman audit sebesar 22,0%. Profesionalisme

auditor berpengaruh langsung sebesar 60,8% terhadap kualitas audit. Implikasi teoritis

seharusnya kompetensi dan independensi dapat mempengaruhi kualitas audit secara

langsung.

Page 52: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 49

Kata Kunci: Auditor Internal, Kompetensi Auditor, Independensi Auditor, Pengalaman

Audit, Profesionalisme Auditor, Kualitas Audit.

Pendahuluan

Auditor internal pemerintah

mempunyai peran penting dalam

pencegahan dan pemberantasan korupsi,

hal ini merupakan tuntutan akuntabilitas

atas penggunaan anggaran Negara, dan

terwujudnya tata kelola pemerintahan

yang baik (good governance), Mardiasmo

(2005) ada tiga aspek untuk pemerintahan

yang baik yaitu: pengawasan, pengen-

dalian dan pemeriksaan.

Pengawasan Internal Pemerintah

mempunyai tugas melaksanakan pengawa-

san keuangan Negara, Ari Soelendro

dalam Ulun (2008) peranan Pengawasan

Internal Pemerintah dapat mengoptimal-

kan perannya sebagai pelaksanaan good

governance adalah pemberian konseling

kepada auditan. Peran pengawasan dimak-

sudkan untuk memberikan keyakinan yang

memadai, sekaligus memberikan peringa-

tan dini (early warning) terhadap potensi

penyimpangan dan kecurangan. Pengawa-

san intenal dalam melaksanakan pemerik-

saan menghadapi masalah, yaitu kualitas

audit dan profesionalisme auditor,

sehingga capaian hasil audit masih belum

sesuai dengan standar audit, dan belum

ekonomis, efektif dan efisien.

Tujuan pemeriksaan penggunaan

anggaran negara untuk menilai efisiensi,

efektivitas, ekonomis dan kepatuhan

terhadap peraturan perundang-undangan

yang berlaku, serta kecukupan pengung-

kapan, dan ternyata belum berhasil. Hasil

pemeriksaan seharusnya bisa memberikan

umpan balik untuk pencegahan penyim-

pangan penggunaan anggaran dan mening-

katkan kinerja Kementerian Kelautan dan

Perikanan RI.

Berdasarkan undang-undang 17

tahun 2003 tentang keuangan negara,

undang-undang nomor 1 tahun 2004

tentang perbendaharaan negara dan

undang-undang nomor 15 tahun 2004

tentang pemeriksaan pengelolaan dan

tanggung jawab keuangan negara, Internal

Audit mempunyai kewajiban peningkatan

pelaksanaan akuntabilitas dan terwujudnya

good governance. Tuntutan masyarakat

yang semakin besar terhadap pelaksanaan

anggaran pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah, masih terdapat

anggaran yang belum tepat sasaran, profe-

sionalisme, transparan, dan akuntabel serta

value for morney masih lemah.

Pelaksanaan pemeriksaan ternyata

kompetensi auditor terjadi perbedaan,

independensi auditor belum terlaksana

dengan sebenarnya, pengalaman audit para

auditor berbeda-beda dan semuanya

berpengaruh terhadap kualitas audit,

pelaksanaan audit belum optimal, laporan

hasil audit belum didukung dengan kertas

kerja audit, profesionalisme belum

memadai, dan kualitas hasil audit belum

sesuai standar mutu yang di tetapkan.

Pemeriksaan penggunaan angga-

ran perlu adanya pertanggungjawaban

yang sesuai ketentuan dan perundang-

undangan yang berlaku, serta efisien,

efektif dan ekonomis. Audit kinerja

seharusnya didukung profesionalisme

auditornya sehingga menghasil kualitas

audit yang diharapkan. Untuk menghasil

kualitas audit, auditor mempunyai

kompetensi, independensi, pengalaman

audit, didukung budaya organisasi,

kepemimpinan serta profesionalisme

auditor.

Page 53: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 50

Aparat Pengawasan Internal

Pemerintah mempunyai kewajiban mendu-

kung pelaksanaan penyelenggaraan

pemerintahan melalui pengawasan yang

efektif, efisien, transparan, akuntabel serta

bersih dan bebas dari praktik korupsi,

kolusi dan nepotisme, maka pelaksanaan

pengawasan interen dibutuhkan kemam-

puan profesionalisme, kompentensi para

auditor yang erat kaitannya dengan

kuantitas hasil audit.

Berdasarkan hal tersebut di atas,

maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis dan menjelaskan penga-

ruh Kompetensi Auditor, Indepen-

densi Auditor, dan Pengalaman Audit

secara langsung terhadap Profesiona-

lisme Auditor.

2. Menganalisis dan menjelaskan penga-

ruh Kompetensi Auditor, Indepen-

densi Auditor, dan Pengalaman Audit

secara langsung maupun tidak

langsung terhadap Kualitas Audit.

3. Menganalisis dan menjelaskan

pengaruh langsung Profesionalisme

Auditor terhadap Kualitas Audit.

Auditing

Auditing menurut “Alvin a. Arens

dan kawan” (2010:1) dalam bukunya

“auditing pendekatan terpadu, yang dialih

bahasakan oleh “Amir Abadi Jusuf” yaitu

sebagai berikut “auditing adalah proses

pengumpulan dan pengevaluasian bahan

bukti tentang informasi yang dapat diukur

mengenai suatu entitas ekonomi yang

dilakukan oleh seorang yang kompeten

dan independen untuk dapat menentukan

dan melaporkan kesesuaian informasi

dimaksud dengan kriteria-kriteria yang

telah ditetapkan. Auditing seharusnya

dilakukan oleh seorang independen dan

kompeten.

Menurut agoes (2012:2) auditing

memberikan nilai tambah bagi laporan

keuangan perusahaan, karena akuntan

publik sebagai fihak yang ahli dan

independen pada akhir pemeriksaannnya

akan memberikan pendapat mengenai

kewajaran posisi keuangan, hasil usaha,

perubahan ekuitas dan laporan arus kas.

Auditing merupakan salah bentuk atestasi,

yaitu merupakan komunikasi dari seorang

expert mengenai kesimpulan tentang

realibilitas dari pernyataan seseorang.

Pengertian auditing adalah suatu

pemeriksaan yang dilakukan secara kritis

dan sistematis oleh fihak independen,

terhadap laporan keuangan yang telah

disusun oleh manajemen, beserta catatan-

catatan pembukuan dan bukti-bukti

pendukung, dengan tujuan untuk dapat

memberikan pendapat mengenai

kewajaran laporan keuangan tersebut.

Kompetensi Auditor

Kompetensi auditor adalah

kualifikasi yang dibutuhkan oleh auditor

untuk melaksanakan audit dengan benar

(Rai, 2008). Dalam melakukan audit,

seorang auditor harus memiliki mutu

personal yang baik, pengetahuan yang

memadai, serta keahlian khusus di

bidangnya. Kompetensi berkaitan dengan

keahlian profesional yang dimiliki oleh

auditor sebagai hasil dari pendidikan

formal, ujian profesional maupun keikut-

sertaan dalam pelatihan, seminar, dan

simposium (Suraida, 2005).

Independensi Auditor

Independensi auditor berhubu-

ngan dengan perilaku etis auditor, artinya

auditor yang lebih independen akan

cenderung berperilaku etis bersumber dari

penelitian purnamasari (2006). Putri

(2011) menyatakan aturan etika dan

Page 54: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 51

independensi berpengaruh terhadap

kepuasan kerja internal auditor dengan

profesionalisme sebagai variabel interve-

ning, dan lubis (2009) menyatakan

kepatuhan pada kode etik berpengaruh

terhadap kualitas auditor. Sedangkan

sukriah dkk. (2009) pengaruh pengalaman

kerja, independensi, obyektifitas, integri-

tas dan kompetensi terhadap kualitas hasil

pemeriksaan.

Pengalaman Auditor

Pengalaman audit adalah pengala-

man auditor dalam melakukan audit

laporan keuangan baik dari segi lamanya

waktu maupun banyaknya penugasan

yang pernah ditangani (Ida Suraida,

2005.249). Pengalaman audit diperoleh

auditor selama mereka mengerjakan

penugasan auditnya. Pengalaman akan

diperoleh jika prosedur penugasan dan

supervisi berjalan dengan baik. Prosedur

penugasan adalah prosedur yang

menjamin terjadinya keseimbangan antara

kebutuhan, keahlian profesional, pengem-

bangan, dan pemanfaatan personil dalam

pelakasanaan kegiatan profesional

(profesional: 2001).

Pengalam audit dalam penelitian

ini ditentukan tiga pertanyaan yaitu

pengalaman audit yang dimiliki, dengan

banyaknya penugasan audit, dan jenis

audit yang pernah dilakukan. Pertanyaan

tentang lama waktu bekerja selama

menjadi auditor dan jumlah penugasan

yang telah diselesaikan oleh auditor

adalah sesuai dengan penelitian Ida

Suraida (2003) dan penelitian Siti

Maryawardayati (2006). Dalam penelitian

ditunjukkan bahwa yang mempengaruhi

skeptisisme profesional auditor adalah

pengalaman (Ida Suraida, 2005: 264).

Profesionalisme Auditor

Komitmen profesional diartikan

sebagai intensitas identifikasi dan

keterlibatan individu dengan profesinya.

Identifikasi ini membutuhkan beberapa

tingkat kesepakatan antara individu

dengan tujuan dan nilai-nilai yang ada

dalam profesi termasuk nilai moral dan

etika secara nasional dalam segi

profesinya auditor internal telah memiliki

kode etik tersendiri, yang ditetapkan oleh

konsorsium organisasi profesi auditor

internal pada tahun 2004.

Kualitas Audit

Kualitas hasil pemeriksaan adalah

probabilitas dimana seorang auditor

menemukan dan melaporkan tentang

adanya suatu pelanggaran dalam sistem

akuntansi kliennya. Kantor akuntan publik

(KAP) yang besar akan berusaha untuk

menyajikan kualitas audit yang lebih besar

dibandingkan dengan kap yang kecil (De

Angelo, 1981, dalam Alim dkk (2007).

Kualitas audit ditentukan oleh

paling tidak dimensi kualitas teknis,

kualitas jasa, hubungan auditor dengan

auditan dan unsur objektivitas. Dalam

dimensi ini auditor yang memiliki reputasi

yang baik akan memberikan audit yang

berkualitas. Auditor yang baik yang

memiliki pengetahuan teknis objek yang

diperiksa juga akan memberikan audit

yang berkualitas. Dalam hal ini kualitas

teknis para auditor akan lebih baik karena

adalnya rasa percaya diri dalam

melakukan audit. Kualitas teknis audit

ditentukan juga oleh seberapa besar rasa

simpati auditor terhadap auditan serta

kemampuan auditor dalam menjawab dan

mendiskusikan pertanyaan auditan.

Kualitas audit juga ditentukan oleh

seberapa baik hubungan auditor dengan

auditan.

Page 55: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 52

Kerangka Pemikiran

Gambar 1: Paradigma Penelitian

Desain Penelitian

Sesuai dengan konsep dan definisi

yang terdapat dalam Cooper and Schindler

(2003:34) dan Sekaran (2009:118),

penelitian ini akan merancang desain

penelitian yang menjelaskan serangkaian

aktivitas dan rencana berdasarkan waktu,

pertanyaan-pertanyaan penelitian, sumber

dan tipe informasi yang akan digali, acuan

analisis atas studi hubungan antar variabel

dan prosedur atas setiap penelitian serta

dalam rencana tersebut struktur desain

yang diserahkan pada proses dan hasil

desain yang diharapkan valid, obyektif,

efisien, dan efektif. Penelitian ini

tergolong cross sectional studies,

maksudnya dalam studi ini dilakukan

dengan pengumpulan data cukup hanya

satu kali saja, dalam hal ini dengan

mengambil periode Juni sampai dengan

Desember 2014.

Model dalam penelitian ini

diformulasikan menggunakan konsep-

konsep teoritis atau konstruk-konstruk

Independensi

Dalam Fakta

Komponen

Pengetahuan

Ciri-ciri

Psikologi

Independensi

Dalam

Pelaporan

Independensi

Dalam

Penyajian

Kualifikasi

Teknis

Berpengalam

an dalam

instansi yang

di audit

Komponen

Pengetahuan

Komponen

Pengetahuan

Komponen

Pengetahuan

Komponen

Pengetahuan

Komponen

Pengetahuan

Komponen

Pengetahuan

Kejujuran,

obyektifitas

dan

kesanggupan Kompetensi

Auditor

Kualitas

Audit

Profesionali

sme Auditor

Independen

si Auditor

Pengalaman

Audit

Page 56: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 53

(construct) yang tidak dapat diukur atau

diamati secara langsung. Menurut

Joreskog dan Sorborm (1989) dalam

Wijanto (2008:1) kondisi ini

menimbulkan dua permasalahan dasar

yaitu (1) masalah pengukuran, dan (2)

masalah hubungan kausal antar variabel.

Permasalahan ini dapat diatasi melalui

model persamaan struktural.

Data dikumpulkan melalui media

kuesioner, kuesioner dalam penelitian ini

terdiri dari 43 pernyataan positif, sedang

penyebaran kuesioner dilakukan dengan

langsung mendatangi responden. Mengi-

ngat pengumpulan data dilakukan dengan

menggunakan kuesioner, kesungguhan

responden dalam menjawab pernyataan -

pernyataan merupakan hal yang sangat

penting dalam penelitian ini.

Sasaran populasi dalam penelitian

ini adalah para auditor internal yang telah

mempunyai jabatan fungsional auditor dan

bekerja pada Inspektorat Jenderal

Kementerian Kelautan dan Perikanan RI

di Jakarta.

Hasil Penelitian Dan Pembahasan

Gambar 2: Output Path Diagram dengan Smart-PLS

Page 57: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 54

Tabel 1. Ringkasan Hasil Uji-t, Pengaruh Variabel Eksogen terhadap Variabel

Endogen Secara Langsung, tak langsung dan Total

No Pengaruh Antar Variabel t-

Statistics

Pengaruh

Langsung

Pengaruh

Tak

Langsung

Pengaruh

Total

1 Kompetensi Auditor -> Profesionalisme Auditor 5.519 0.498 - 0.498

2 Independensi Auditor -> Profesionalisme Auditor 2.803 0.150 - 0.150

3 Pengalaman Audit -> Profesionalisme Auditor 3.615 0.362 - 0.362

4 Kompetensi Auditor -> Kualitas Audit 0.853 0.074 0.302 0.376

5 Independensi Auditor -> Kualitas Audit 1.336 0.078 0.091 0.169

6 Pengalaman Audit -> Kualitas Audit 2.610 0.220 0.220 0.440

7 Profesionalisme Auditor -> Kualitas Audit 6.394 0.608 - 0.608

Pengaruh Kompetensi Auditor,

Independensi Auditor, dan Pengalaman

Audit secara Langsung Terhadap

Profesionalisme Auditor.

Pengaruh kompetensi auditor,

independensi auditor, pengalaman audit,

budaya organisasi, dan kepemimpinan

secara langsung terhadap profesionalisme

auditor. Hasil penelitian mengindikasikan

bahwa seluruh variabel eksogen memiliki

pengaruh langsung terhadap profesiona-

lisme auditor.

Persamaan yang diperoleh dari

model profesionalisme auditor adalah

profesionalisme auditor = 0.498 *

kompetensi + 0,150 * independensi +

0.362 * pengalaman, r² = 0.807.

Koefisien determinasi sebesar 0.807

mengindikasikan bahwa variasi profesio-

nalisme auditor mampu dijelaskan oleh

kompetensi auditor, independensi auditor,

dan pengalaman audit sebesar 80,70%.

Untuk melakukan perbandingan mana

variabel yang paling dominan, digunakan

nilai koefisien standard. Nilai koefisien

standard merupakan nilai yang direko-

mendasikan khususnya jika peneliti ingin

membandingkan kontribusi dominan antar

variabel penjelas pada sebuah model

(Ghozali dan Fuad, 2008). Di antara

ketiga variable eksogen, variabel

kompetensi auditor memiliki pengaruh

dominan sebesar 49,8 persen,

pengalaman audit sebesar 36,2 persen,

dan independensi auditor sebesar 15,0

persen.

Secara bersama-sama variabel

kompetensi auditor, independensi auditor,

dan pengalaman audit berdampak kepada

peningkatan standar profesi audit sebesar

92,5 persen, pendidikan berkelanjutan

sebesar 91,2 persen, kejujuran,

obyektivitas, dan kesanggupan sebesar

90,1 persen, dan peningkatan loyalitas

sebesar 89,5 persen.

Secara parsial pengaruh variabel

komptensi auditor, independensi auditor,

dan pengalaman audit secara langsung

terhadap profesionalisme auditor adalah

sebagai berikut:

1. Pengaruh Kompetensi Auditor

Terhadap Profesionalisme Auditor Kompetensi auditor berpenga-

ruh secara langsung dan signifikan (t-

hitung 5.519 > t-statistic 1.96)

terhadap profesionalisme auditor

sebesar 49,8 persen. Hal ini

Page 58: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 55

mengindikasikan bahwa secara positif

kompetensi auditor mampu mempe-

ngaruhi variasi profesionalisme

auditor, atau semakin tinggi kom-

petensi seorang auditor maka semakin

tinggi pula profesionalismenya.

Implikasi temuan ini adalah

untuk meningkatkan profesionalisme

auditor maka peningkatan ciri-ciri

psikologi dan komponen pengetahuan

dapat dijadikan perhatian utama.

Hasil penelitian ini mem-

berikan beberapa wawasan ke dalam

variabel yang terkait dengan

profesionalisme auditor. Dari aspek

manajemen, profesionalisme auditor

tersebut dapat ditingkatkan melalui

pelatihan dan pembinaan secara

berjenjang dalam meningkatkan

kompetensi, terutama pada ciri-ciri

psikologi (93,0 persen) dan komponen

pengetahun (91,6 persen), Upaya

perbaikan tersebut dapat mening-

katkan sikap auditor internal terhadap

profesi mereka mengarah ke pening-

katan komitmen dan partisipasi dalam

kegiatan profesional.

2. Pengaruh Independensi Auditor

Terhadap Profesionalisme Independensi auditor berpe-

ngaruh secara langsung dan signifikan

(t-hitung 2.803 > t-statistic 1.96)

terhadap profesionalisme auditor

sebesar 15,0 persen. Hal ini

mengindikasikan bahwa secara positif

independensi auditor mampu mempe-

ngaruhi variasi profesionalisme

auditor, atau semakin tinggi indepen-

densi maka semakin tinggi pula

profesionalisme auditor.

Implikasi temuan ini adalah

untuk meningkatkan profesionalisme

auditor maka peningkatan dalam

independensi dalam penyajian,

independensi dalam fakta, dan

independensi dalam pelaporan

dijadikan perhatian utama.

3. Pengaruh Pengalaman Audit

Terhadap Profesionalisme Auditor

Pengalaman audit berpenga-

ruh secara langsung dan signifikan

(t-hitung 3.615 > t-statistic 1.96)

terhadap profesionalisme auditor

sebesar 36,2 persen. Hal ini

mengindikasikan bahwa secara

positif pengalaman audit mampu

mempengaruhi variasi profesiona-

lisme auditor, atau semakin tinggi

pengalaman maka semakin tinggi

pula profesionalisme auditor.

Sejalan dengan temuan ini,

haynes (1999) meneliti interaksi

antara pengalaman auditor dan

kredibilitas sumber bukti. Dalam

studinya, kelompok pengalaman-

tinggi itu terdiri dari auditor

pemerintah dengan rata-rata lebih

dari tujuh tahun pengalaman audit

sedangkan kelompok rendah

pengalaman itu terdiri dari maha-

siswa mba tanpa pengalaman audit.

Haynes (1999) dimanipulasi kredi-

bilitas manajemen dengan mengu-

bah probabilitas bahwa manajemen

jujur akan melaporkan informasi

tertentu. Temuan menunjukkan

bahwa persuasi dari informasi yang

diperoleh dari manajemen dipenga-

ruhi oleh pengalaman auditor dan

kredibilitas sumber. Kredibilitas

manajemen memiliki pengaruh kuat

pada penilaian kelompok high-

experience dibandingkan dengan

penilaian dari kelompok low-

experience. Kaplan, dkk (2008)

dalam penelitian yang lebih baru

Page 59: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 56

juga menemukan bahwa penga-

laman auditor memegang peran

penting dalam kaitannya dengan

profesionalisme auditor dalam

memberikan penilaian ketika pihak

manajemen melakukan upaya

perbaikan.

Implikasi temuan ini adalah

profesionalisme auditor dapat

ditingkatkan melalui peningkatan

pengalaman audit. Berpengalaman

dalam instansi yang di audit, dan

kualifikasi teknis perlu mendapat

perhatian

Pengaruh Kompetensi Auditor,

Independensi Auditor, dan Pengalaman

Audit, Baik Secara Langsung Maupun

Tidak Langsung Terhadap Kualitas

Audit.

Pengaruh kompetensi auditor,

independensi auditor, dan pengalaman

audit secara langsung dan tidak langsung

terhadap kualitas audit. Persaamaaan

yang diperoleh dari model kualitas audit

adalah kualitas audit = 0,608 *

profesionalisme + 0,074*kompetensi+

0,078 * independensi + 0,220 *

pengalaman, r² = 0,834. Koefisien

determinasi sebesar 0,834 mengindikasi-

kan bahwa variasi kualitas audit mampu

dijelaskan oleh kompetensi auditor,

independensi auditor, pengalaman audit

dan profesionalisme auditor sebesar 83,4

persen.

Secara bersama-sama variabel

kompetensi auditor, independensi auditor,

pengalaman audit, dan profesionalisme

auditor berdampak kepada peningkatan

kualitas teknis sebesar 91,2 persen,

hubungan dengan auditan sebesar 89,4

persen, dan obyektivitas sebesar 74,2

persen.

Secara parsial pengaruh variabel

komptensi auditor, independensi auditor,

pengalaman audit, dan profesionalime

auditor secara total terhadap kualitas

audit adalah sebagai berikut:

1. Pengaruh Kompetensi Auditor

Terhadap Kualitas Audit Kompetensi auditor berpengaruh

secara langsung secara langsung dan tak

langsung namun tidak signifikan (t-hitung

0.853 < t-statistic 1.96) terhadap kualias

audit. Pengaruh secara langsung sebesar

0,074, pengaruh tak langsung sebesar

0,302 persen, sehingga pengaruh total

kompetensi auditor terhadap kualitas

audit sebesar 0,440. Hal ini mengindi-

kasikan bahwa secara positif kompetensi

auditor mampu mempengaruhi variasi

kualitas audit sebesar 44,0 persen, atau

semakin tinggi kompetensi maka semakin

tinggi pula kualitas audit.

Kualitas hasil pemeriksaan adalah

probabilitas dimana seorang auditor

menemukan dan melaporkan tentang

adanya suatu pelanggaran dalam sistem

akuntansi kliennya. Penelitian ini sejalan

dengan temuan Alim dkk (2007)

menyatakan bahwa kualitas audit dapat

dicapai jika auditor memiliki kompetensi

yang baik dan hasil penelitiannya

menemukan bahwa kompetensi berpe-

ngaruh terhadap kualitas audit. Auditor

sebagai ujung tombak pelaksanaan tugas

audit harus senantiasa meningkatkan

pengetahuan yang telah dimiliki agar

penerapan penge- tahuan dapat maksimal

dalam praktiknya. Kualitas pemeriksaan

dipengaruhi oleh kompetensi dan

independensi menurut Christiawan (2002)

dan Alim, Hapsari dan Purwanti (2007).

Kompetensi berkaitan dengan pendidikan

dan pengalaman memadai yang dimiliki

akuntan publik dalam bidang auditing dan

Page 60: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 57

akuntansi.

Pengaruh tak langsung sebesar

30,2 persen menunjukkan bahwa

kompetensi seorang auditor hanya

mempengaruhi kualitas audit secara tak

langsung dan tidak terbukti berpengaruh

secara tak langsung melalui profesiona-

lisme. Temuan ini memberikan implikasi

teoritis bahwa pengaruh kompetensi

terhadap kualitas audit adalah pengaruh

tidak langsung melalui variabel

perantaranya yaitu profesionalisme.

2. Pengaruh Independensi Auditor

Terhadap Kualitas Audit Independensi auditor berpengaruh

secara langsung dan tak langsung namun

tidak signifikan (t-hitung 1.336 < t-

statistic 1.96) terhadap kualitas audit.

Pengaruh langsung sebesar 0.078 persen,

pengaruh tak langsung sebesar 0.091,

sehingga pengaruh total independensi

auditor terhadap kualitas audit sebesar

0.169. Hal ini mengindikasikan bahwa

secara positif independensi auditor

mampu mempengaruhi variasi kualitas

audit sebesar 16,9, atau semakin tinggi

independensi maka semakin tinggi pula

kualitas audit.

Penelitian ini mendukung temuan

Mayangsari (2003) menguji pengaruh

independensi dan kualitas audit terhadap

integritas laporan keuangan. Hasil

penelitian ini mendukung hipotesa bahwa

spesialisasi auditor berpengaruh positif

terhadap integritas laporan keuangan,

serta independensi berpengaruh negatif

terhadap integritas laporan keuangan.

Selain itu, mekanisme corporate

governance berpengaruh secara statistis

signifikan terhadap integritas laporan

keuangan meskipun tidak sesuai dengan

tanda yang diajukan dalam hipotesa.

Pengaruh tidak langsung adalah

sebesar 0,091 persen menunjukkan bahwa

independensi hanya mempengaruhi

kualitas audit secara tak langsung melalui

profesionalisme. Temuan ini memberikan

implikasi teoritis bahwa pengaruh

independensi terhadap kualitas audit

adalah pengaruh tak langsung melalui

profesionalisme.

Independensi berarti kemampuan

seseorang untuk bertindak dengan

integritas, objektif dan skeptisisme

profesional. Oleh karena itu, independensi

sangat penting untuk mempromosikan

perilaku etis dan pelaporan keuangan

yang dapat diandalkan. Sejalan dengan

itu, Sunarto (2003) menyatakan bahwa

integritas dapat menerima kesalahan yang

tidak disengaja dan perbedaan pendapat

yang jujur, tetapi tidak dapat menerima

kecurangan prinsip. Dengan integritas

yang tinggi, maka auditor dapat

meningkatkan kualitas hasil pemerik-

saannya (Pusdiklatwas BPKP, 2005).

Independensi auditor dapat

dinyatakan juga sebagai adanya

pertimbangan konflik kepentingan yang

dihasilkan ketika kepentingan pribadi

seorang auditor mempengaruhi hasil

audit. Implikasi temuan ini adalah dalam

upaya meningkatkan kualitas hasil audit,

unsur-unsur penting yang harus

ditingkatkan yaitu bebas dari konflik

kepentingan, bebas dari campur tangan

untuk menentukan dan mengeliminasi

bagian-bagian tertentu yang diperiksa,

bebas dalam menentukan bahan bukti

yang diperlukan maupun obyek yang

diperiksa, dan bebas mengumpulkan

bukti-bukti audit yang dibutuhkan.

Page 61: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 58

3. Pengaruh Pengalaman Audit Ter-

hadap Kualitas Audit Pengalaman audit berpengaruh

secara langsung dan tak langsung secara

signifikan (t-hitung 5.519 > t-statistic

1.96) terhadap kualitas. Pengaruh

langsung sebesar 0,220, pengaruh tak

langsung sebesar 0,220, sehingga

pengaruh total pengalaman audit terhadap

kualitas audit sebesar 0,440. Hal ini

mengindikasikan bahwa secara positif

pengalaman audit mampu mempengaruhi

variasi kualitas audit sebesar 44,0 persen,

atau semakin tinggi pengalaman maka

semakin baik pula kualitas audit yang

dihasilkan.

Penelitian ini mendukung temuan

Makni, dkk (2012) yang menemukan

ukuran perusahaan audit, reputasi

perusahaan, pengalaman dalam audit,

spesialisasi industri, dan sejauh mana

teknologi informasi dan komunikasi

(TIK) dapat mempengaruhi kualitas audit.

Sebuah perusahaan akuntan publik yang

memiliki beberapa klien di industri yang

sama membawa pemahaman yang lebih

mendalam mengenai risiko audit yang ada

pada industri tertentu.

Penelitian menunjukkan bahwa

spesialisasi dalam industri tertentu adalah

tren yang berkembang, dan para peneliti

telah menemukan bahwa perusahaan

dengan spesialisasi memiliki kualitas

yang lebih baik (Wooten, 2003).

Pengaruh tidak langsung adalah

sebesar 22,0 persen menunjukkan bahwa

pengalaman mampu mempengaruhi

kualitas audit, baik secara langsung dan

maupun tidak langsung. Temuan ini

memberikan implikasi teoritis bahwa

pengaruh pengalaman audit terhadap

kualitas audit adalah pengaruh langsung

dan tidak langsung melalui variabel

perantaranya yaitu profesionalisme.

Seorang auditor yang memiliki

pengalaman dan jam terbang tinggi akan

memiliki kualitas audit yang lebih tinggi.

Implikasi temuan ini adalah kualitas audit

dapat ditingkatkan melalui peningkatan

pengalaman audit. Memilih auditor

dengan pengalaman dan kompetensi yang

sesuai sangat penting sebagai penunjang

tercapainya hasil audit yang berkualitas.

Pengalaman dengan klien tertentu

menyebabkan audit berkualitas tinggi.

Staf audit memiliki pengalaman berulang

lebih mungkin untuk mendapatkan

pemahaman yang lebih baik tentang

bagaimana proses bisnis klien bekerja dan

kekuatan tertentu dan kelemahan dalam

sistem akuntansi klien. Mereka dapat

lebih mudah mengidentifikasi item-item

yang memiliki risiko dan kesalahan dari

tahun sebelumnya dan kemudian

mencurahkan waktu tambahan untuk

memeriksa item tersebut.

Meski demikian, masa kerja yang

terlalu lama dengan klien tertentu juga

dapat menyebabkan rendahnya kualitas

audit. Hubungan yang terlalu lama

memiliki potensi prosedur audit yang

kurang ketat, dan terlalu banyak keter-

gantungan pada representasi manajemen.

Auditor dapat menjadi terlalu nyaman

dengan klien dan tidak menyesuaikan

prosedur audit, kurang skeptis dan kurang

rajin mengumpulkan bukti (Wooten,

2003).

4. Pengaruh Secara Langsung

Profesionalisme Auditor Terhadap

Kualitas Audit. Profesionalisme auditor berpenga-

ruh secara langsung dan signifikan (t-

hitung 6.394 > t-statistic 1.96) terhadap

kualitas audit sebesar 60,8 persen. Hal ini

mengindikasikan bahwa secara positif

profesionalisme mampu mempengaruhi

Page 62: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 59

variasi kualitas audit, atau semakin tinggi

profesionalisme maka semakin tinggi pula

kualitas audit yang dihasilkan.

Berdasarkan model struktural,

profesionalisme juga terbukti sebagai

variabel yang dominan mempengaruhi

kualitas audit dibandingkan variabel laten

lainnya. Dengan demikian, upaya mening-

katkan kualitas audit dapat diprioritaskan

pada peningkatan profesionalisme teru-

tama pada aspek standar profesi audit,

loyalitas organisasi, sanggup dalam

melaksanakan tugas, fakta-fakta audit,

kerugian profesi, dan informasi rahasia

yang merupakan indikator yang paling

representative dari variabel profesiona-

lisme.

Simpulan

1. Kompentensi auditor, indenpendensi

auditor, dan pengalaman audit berpe-

ngaruh terhadap profesionalisme

auditor. Hal ini disebabkan profesio-

nalisme yang merupakan variabel

untuk menentukan kualitas audit,

dengan kemampuan profesionalisme

yang semakin tinggi akan mempunyai

pengaruh pada hasil auditnya.

Profesionalisme auditor dipengaruhi

secara langsung dan signifikan oleh

kompentensi auditor sebesar 49,8

persen, independensi auditor sebesar

15,0 persen, dan pengalaman audit

sebesar 36,2 persen. Secara

keseluruhan pengaruh kompetensi

auditor, independensi auditor, dan

pengalaman audit terhadap profesio-

nalisme auditor sebesar 80,7 persen,

sisanya sebesar 19,3 persen

dipengaruh oleh variabel lain di luar

penelitian ini.

2. Kompentensi auditor, independensi

auditor, dan pengalaman audit

berpengaruh terhadap kualitas audit.

Hal ini disebabkan kualitas audit yang

merupakan variabel untuk hasil dari

pemeriksaan, dengan kualitas hasil

audit yang semakin tinggi akan

mempunyai kinerja auditan. Kualitas

audit dipengaruhi secara langsung dan

signifikan oleh pengalaman audit

sebesar 22,0 persen, sedangkan

kompetensi auditor dan independensi

auditor berpengaruh secara langsung

namun tidak signifikan sebesar 7,4

persen dan 7,8 persen.

Secara keseluruhan pengaruh kom-

pentensi auditor, indenpendensi

auditor, pengalaman audit, dan

profesionalisme auditor terhadap

kualitas audit adalah sebesar 83,4

persen, sisanya sebesar 16,6 persen

dipengaruh oleh variabel lain diluar

penelitian ini.

3. Profesionalisme auditor berpengaruh

secara langsung dan signifikan

terhadap kualitas audit sebesar 60,8

persen. Hal ini mengindikasikan

bahwa secara positif profesionalisme

mampu mempengaruhi variasi

kualitas audit, atau semakin tinggi

profesionalisme maka semakin tinggi

pula kualitas audit yang dihasilkan.

Saran-saran

1. Bagi Pengembangan Ilmu

Akademik

a. Penelitian ini berhasil membu-

ktikan teori-teori yang menjelas-

kan adanya pengaruh kompetensi

auditor, independensi auditor, dan

pengalaman audit terhadap

profesionalisme auditor serta

implikasinya terhadap kualitas

audit.

b. Temuan penelitian memberikan

sumber informasi yang berguna,

khususnya di sektor pemerintahan

Page 63: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 60

sehingga dapat memberikan

sumbangan pengetahuan dan

literatur tentang profesionalisme

dan kualitas audit.

2. Bagi Penelitian Berikutnya a. Penelitian ini tidak berhasil

membuktikan adanya pengaruh

langsung kompetensi auditor dan

independensi auditor terhadap

kualitas audit, namun pengaruh

tidak langsung kompetesi auditor

terhadap kualitas audit melalui

profesionalisme terbukti signifi-

kan. Penelitian selanjutnya

disarankan untuk melakukan

pengujian ulang pada hubungan

antara kepemimpinan dengan

kualitas audit.

b. Dalam rangka pengembangan

sebuah research building block,

peneliti berikutnya dapat

melakukan penelitian lanjutan

dengan memilih variabel lain

yang dapat diteliti, diantaranya

adalah: variabel religiusitas,

variabel pendidikan, kode etik

profesi, variable waktu penuga-

san, variabel emotional quotient,

variabel lingkungan keluarga,

variabel pengalaman hidup,

variabel kepatuhan hukum,

maupun variabel lain yang diduga

dapat mempengaruhi penerapan

profesionalisme dan kualitas

audit.

3. Saran operasional bagi auditor a. Upaya untuk meningkatkan

kualitas audit, auditor internal

perlu memprioritaskan pada aspek

kompetensi dan independensi.

Saran praktis berdasarkan temuan

ini adalah perlu dilakukan melalui

perencanaan program pengemba-

ngan kompetensi auditor yang

dapat didorong melalui manaje-

men pengawasan, serta perilaku

pimpinan yang dapat memberikan

contoh (dalam kaitannya dengan

contoh audit yang benar), adanya

peluang untuk berinovasi,

mengembangkan cara inovatif,

memberikan motivasi auditor

melalui visi dan misi, menye-

diakan sarana untuk penyaluran

ide, dan tujuan pengembangan

profesionalisme auditor.

b. Profesionalisme merupakan aspek

dominan yang mempengaruhi

kualitas audit. Upaya mening-

katkan kualitas audit dapat

diprioritaskan pada peningkatan

profesionalisme terutama standar

profesi audit, pendidikan berke-

lanjutan, kejujuran, obyektivitas

dan kesanggupan, serta loyalitas.

c. Pengalaman audit terbukti

memiliki pengaruh signifikan

terhadap profesionalisme dan

kualitas audit. Berdasarkan hasil

penelitian, direkomendasikan

peningkatan pengalaman dapat

diprioritaskan pengalaman dalam

instansi yang di audit dan

kualifikasi teknis. Pengalaman

melakukan audit tertentu menye-

babkan audit berkualitas tinggi.

Auditor memiliki pengalaman

berulang lebih mungkin untuk

mendapatkan pemahaman yang

lebih baik tentang bagaimana

proses kegiatan auditan. Saran

praktis dari temuan ini adalah

perlu meningkatkan pengalaman

audit terutama pada perencanaan

pekerjaan, pemberian kesempatan

untuk menggunakan kemahiran

Page 64: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 61

profesional, meningkatkan sikap

mental auditor melalui pelatihan,

dan kebebasan untuk memberikan

pendapat atas termuan hasil audit.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Agoes, Sukrisno, 2013. Auditing

(Pemeriksaan A Kuntan), Jilid

Dua, Edisi Keempat, Penerbit

Salemba Empat, Jakarta.

Arens, Alvin A., Randal J. Elder & Marks.

Beasley. 2010. Auditing &

Assurance Services and Integrated

Approach. 13th Edition. Pearson

Prentice Hall. Argyris, Chris.

1973. Intervention Theory and

Method. Massachusetts: Addison-

Wesley Publishing Company.

Avolio, B.J., & Bass, B.M. 2002.

Developing Potential Across a

Full Range of Leadership.

London: Lawrence Erlbaum

Associates, Inc.

CPA Fraud Handbook - Great Resource

Date: December 18, 2012

Gibson Jl, Ivancevich Jm, Donnelly Jh Jr,

2006. Organizations (8 Ed). New

York: Richard Dirwin, Inc.

Gujarati, Damodar. 1995. Basic

Econometric, 3rd Edition,

Mcgrawhill International Edition.

Hair, J.F, Wc Black, Bj. Babin, Re.

Anderson, And R.L Tathan. 2006.

Multivariate Data Analysis, 5th

Edition. Prentice Hall.

Halim, Abdul, 2008. Auditing (Dasar-

Dasar Audit Laporan Keuangan),

Jilid Satu, Edisi Keempat, Unit

Penerbit Dan Percetakan STIE

YPKN, Yogyakarta.

Harhinto, Teguh. (2004). Pengaruh

Keahlian Dan Independensi

Terhadap Kualitas Audit Studi

Empiris Pada Kap Di Jawa

Timur. Tesis Maksi: Universitas

Diponegoro Semarang;

Ikhsan Lubis, Arfan. 2010. Akuntansi

Keprilakuan. Edisi 2. Penerbit

Salemba Empat, Jakarta.

Indra Bastian, 2014. Audit Sektor Publik

(Pemeriksaan Pertanggung

Jawaban), Edisi 3, Penerbit

Salemba Empat, Jakarta.

Jones, Gareth R. & George, Jennifer M.

(2008). Contemporary

Management (Fifth Edition).

USA: Mcgrawhill-International

Konrath., Larry F. 2002. Auditing A Risk

Analysis Approach. 5th Ed. Ohio.

South Westrern Publishing Co;

Kusnendi. 2008. Model-Model Persamaan

Struktural (Satu Dan Multigroup

Sampel Dengan Lisrel). Bandung:

Alfabeta.

Mc Shane, Steven L. & Von Glinow,

Mary Ann. 2008. Organizational

Behavior 4th Edition. USA:

McGraw Hill-International.

Page 65: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 62

Mulyadi, 2002. Auditing, Buku Dua, Edisi

Ke Enam, Salemba Empat,

Jakarta.

-----------, 2003. Activity-Based Cost

System, Edisi 6, UPP AMP,

Yogyakarta. North use, P.G.

(2001). Leadership Theory and

Practice Second Edition.

Thousand Oaks, Ca: Sage

Publication, Inc.

Rai, Agung. 2008. Audit Kinerja Pada

Sektor Publik. Penerbit Salemba

Empat.

Robbins, Stephen P. 2007. Organizational

Behavior 12th. Prentice Hall

International.

Sawyer Rai Lawrence Mortimer, James.

2005. Sawyer’s Internal Auditing

Edisi 5. Penerbit Salemba Empat

Jakarta.

Simamora, Henry.2002. Auditing.

Yogyakarta: UPP AMP YKPN

Ulum, Ihyaul., M.D, 2008. Audit Sektor

Publik Suatu Pengantar, PT.

Bumi Aksara, Jakarta.

Widagdo. 2002. Pengaruh Atribut-Atribut

Kualitas Auditor Terhadap

Kepuasaan Klien Pada Kantor

Akuntan Publik.Tesis. Universitas

Diponegoro.

Wijanto, Setyo Hari. 2008. Structural

Equation Modeling Dengan Lisrel

8.8. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Zhang, Z. 2008. Dissertation: In the Eyes

of The Follower: Cognitive and

Affective Antecedents of

Transformational Leadership

Perception and Individual

Outcomes. Minnesota: Faculty of

The Graduate School of The

University of Minnesota.

Jurnal, Tesis, dan Disertasi

Alim, Nizarul, Dkk. 2007. Pengaruh

Kompetensi Dan Independensi

Terhadap Kualitas Audit Dengan

Etika Auditor Sebagai Variabel

Moderasi. Simposium Nasional

Akuntansi X. Makassar.

Agus, Sukrisno, 2003. Pengaruh

Penerapan Standar Auditing,

Penerapan Standar Pengendalian

Mutu Dan Kualitas Jasa Audit

Terhadap Tingkat Kepecayaan

Pengguna Laporan Akuntan

Publik (Survey Pada KAP

Anggota FAPM di Indonesia)

Synopsis Disertasi Program Studi

Ilmu Ekonomi Universitas

Padjadjaran Bandung.

Amilin, 2010. Analisis Dampak

Karakteristik Personal,

Pengalaman Audit, Dan

Independensi Akuntan Publik

Terhadap Penerapan Etika

Akuntan Publik Dan Implikasinya

Terhadap Kualitas Audit,

Disertasi Program Pascasarjana

Universitas Padjadjaran Bandung.

Ashton, F. M. Dan F. J. Monaco, 1991,

Weed Science: Principle and

Practice John Willey And Sons.

Inc N. Y. Pp. 419.

Page 66: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 63

Asih, D. A. T. 2006. Pengaruh

Pengalaman Terhadap

Peningkatan Keahlian a Uditor

Dalam Bidang Auditing. Skripsi.

Fakultas Ekonomi Universitas

Islam Indonesia. Yogyakarta.

Budi, Sasongko. Basuki Dan

Hendaryatno. 2004. Internal

Auditor Dan Dilemma Etika. SNA

VII.

Berger, Bruce A; Butler, Stephen L;

Duncan-Hewitt, Wendy; Felkey,

Bill G; Et Al. 2004. Changing the

Culture: An Institution-Wide

Approach to Instilling

Professional Values. American

Journal of Pharmaceutical

Education, Suppl. AACP

Supplement Included68.1-5: F1-

F9.

Binberg, G. Jacob, Dan Jeffrey F. Shields.

1989. "Three Decades of

Behavioral Accounting Research:

A Search for Order, "Behavioral

Research in Accounting, Vol. 1,

Hal. 23-74.

Bonner, S.E. 1990. Experience Effect in

Auditing: The Role of Task

Specific Knowledge. The

Accounting Review. Januari. P.

72-92.

Bonner, S.R. Libby, And M.W.

Nelson.1996. Using Decision Aids

to Improve Auditors’ Conditional

Probability Judgments. The

Accounting Review.

Cardno, Carol. 2005. Leadership and

Professional Development: The

Quiet Revolution. The

International Journal of

Educational Management19.4/5:

292-306.

Carmeli, A., Meitar, R., Weisberg J. 2006.

Self-Leadership Skills and

Innovative Behavior at Work.

International Journal of

Manpower,27(1),75-90.

Christiawan, Y.J. 2002. Kompetensi Dan

Independensi, Akuntan Publik:

Refleksi Hasil Penelitian Empiris.

Journal Directory: Kumpulan

Jurnal Akuntansi Keuangan Unika

Petra.Vol. 4 / No. 2.

Davis, S. M. And D. Hollie. 2008. The

Impact of Non-Audit Service Fee

Levels on Investors’ Perception of

Auditor Independence. Behavioral

Research in Accounting 20 (1):

31-44.

Deangelo, L. 1981. A Uditor Size and

Audit Quality. Journal of

Accounting and Economics,

113−127.

----------------------------. Auditor

Independence, Low Balling, And

Disclosure Regulation. Journal of

Accounting and Economics, 113−

127.

Deis, D.R. And Giroux, G.A. 1992.

Determinants of Audit Quality in

The Publicsector, The Accounting

Review, Vol. 67, Pp. 462-79.

Donaldson. Lex, Davis James H, 1991,

Stewardship Theory or Agency

Theory: Ceo Covernance And

Page 67: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 64

Shareholders Return. Australian

Journal of Management. Vol.16

Iss. 1.

Dye, R. 1993. Auditing Standards, Legal

Liability and Auditor Wealth,

Journal of Political Economy,

Vol. 101, Pp. 887-914.

De Jong, J.P.J. 2007. Individual

Innovation: The Connection

Between Leadership and

Employee’s Innovative Work

Behavior. Amsterdam: University

of Amsterdam.

De Jong, J., & Den Hartog, D. 2007. How

Leaders Influence Employee's

Innovative Behavior. European

Journal of Innovation

Management. Vol. 10, No. 1, 41-

64.

Jeffrey, Cynthiaa, Nancy Weatherholt,

1996. Ethical Development,

Professional Commitment and

Rule Observance Attitudes: A

Study of Cpas And Corpo- Rate

Accountants. Behavioral Research

in Accounting, Vol. 8. P-8-31.

Faisal, Nardiyah, M. Rizal Yahya .2012.

Pengaruh Kompetensi,

Independensi Dan

Profesionalisme Terhadap

Kualitas Audit Dengan

Kecerdasan Emosional Sebagai

Variabel Moderasi (Survei Pada

Kantor Akuntan Publik di

Indonesia). Jurnal Akutansi

Pascasarjana Universitas Syiah

Kuala Volume 1, Tahun I, No. 1,

Agustus 2012 Pp. 1- 21

Francis, J. R., And M. D. Yu. 2009. Big 4

Office Size and Audit Quality,

The Accounting Review 84 (5):

1521-1552.

Hall, Matthew; Smith, David; Langfield-

Smith, Kim. 2005. Accountants'

Commitment to Their Profession:

Multiple Dimensions of

Professional Commitment and

Opportunities for Future

Research. Behavioral Research in

Accounting17: 89-109.

Haynes, C. 1999. Auditors' Evaluation of

Evidence Obtained Through

Management Inquiry: A Cascaded

Inference Approach. Auditing: A

Journal of Practice & Theory 18

(Fall): 87-104.

Herliansyah, Y. dan M. Ilyas. 2006.

Pengaruh Pengalaman Auditor

Terhadap Penggunaan Bukti

Tidak Relevan Dalam Auditor

Judgment. SNA IX. Padang.

Http://Itjen.Depkes.Go.Id/Public/Upload/

Unit/Pusat/Files/Peraturan%20me

nteri/ Permenpan%20no_%20per-

05-M_Pan-03-2008-

%20standar%20audit%20apip.Pdf

Http://Primaconsultinggroup.Blogspot.Co

m/2007/05/Standar-Profesi-Audit-

Internal.Html

Http://Pusdiklatwas.Bpkp.Go.Id/Berita/L2

0130114385021.Html

Hidayat, Mt. 2011. Pengaruh Faktor-

Faktor Akuntabilitas Auditor Dan

Profesionalisme Auditor

Terhadap Kualitas Auditor (Studi

Page 68: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 65

Empiris Pada Kantor Akuntan

Publik di Semarang). Universitas

Diponegoro. Semarang.

Ida Suraida .2005. Pengaruh Etika,

Kompetensi, Pengalaman Audit

Dan Risiko Audit Terhadap

Skeptisisme Profesional Auditor

Dan Ketepatan Pemberian Opini

Akuntan Publik. Sosiohumaniora,

Vol. 7, No. 3, November 2005:

186 – 202. Fakultas Ekonomi

Universitas Padjadjaran, Bandung

Imran, R., & Ul Haque, M.A. 2011.

Mediating Effect Os

Organizational Climate Between

Transformational Leadership and

Innovative Work Behavior.

Pakistan Journal of Psychological

Research. Vol. 26, No. 2, 183-

199.

Januar Dwi Widya Rahmawati .2013.

Pengaruh Kompetensi Dan

Independensi Terhadap Kualitas

Audit. Jurnal Ilmiah Mahasiswa

Feb. Vol 1, No 1 Semester Ganjil

2012/2013. Universitas

Brawijaya, Malang

Jensen, M., And Meckling, W. 1976.

Theory of The Firm: Managerial

Behaviour, Agency Costs, And

Ownership Structure. Journal of

Financial Economics,3:305-360.

Kaplan, S., E. O'donnell, And B. Arel.

2008. The Influence of Auditor

Experience on The Persuasiveness

of Information Provided by

Management. Auditing: A Journal

of Practice and Theory 27.1

(May): 67-83.

Karacaer, Semra; Gohar, Raheel; Aygün,

Mehmet; Sayin, Cem. 2009.

Effects of Personal Values on

Auditor's Ethical Decisions: A

Comparison of Pakistani And

Turkish Professional Auditors.

Journal of Business Ethics88.1:

53-64.

Kinney, W. R. 1999. Auditor

Independence: A Burdensome

Constraint or Core Value.

Accounting Horizons 13 (March):

69-75.

Kartika Widhi, Frianty. 2006. Pengaruh

Faktor-Faktor Keahlian Dan

Independensi- Auditor Terhadap

Kualitas Audit (Studi Empiris:

KAP Di Jakarta). Skripsi Tidak

Dipublikasikan, Universitas

Diponegoro.

Kusharyanti. 2002. Temuan Penelitian

Mengenai Kualitas Audit Dan

Kemungkinan Topik Penelitian Di

Masa Datang. Akuntansi

Manajemen (Desember). Vol. 9

No. 1 Hal. 25-60

Kleysen, R.F & Street, C.T. 2001. Toward

A Multi-Dimension Measure of

Individual Innovative Behavior.

Journal of Intellectual Capital.

Vol. 2, No. 3.

Konsorsium Organisasi Profesi Audit

Internal, (2004), Standar Profess

Audit Internal, Jakarta.

Komang Asri Pratiwi, I.B. Putra Astika,

I.D.G. Dharma Suputra. 2013.

Pengaruh Independensi Dan

Kompetensi Auditor Pada

Page 69: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 66

Kualitas Audit Dengan Due

Professional Care Sebagai

Variabel Intervening di Kantor

Akuntan Publik (Kap) Se-Provinsi

Bali. Jurnal Ekonomi. Fakultas

Ekonomi Universitas Udayana

(Unud), Bali, Indonesia.

Kwon, Ikwhan G; Banks, Doyle W. 2004.

Factors Related to The

Organizational and Professional

Commitment of Internal Auditors.

Managerial Auditing Journal 19.5:

606-622.

Lasmahadi, Arbono. 2002. Sistem

Manajemen SDM Berbasiskan

Kompetensi, Http://Www.E-

Psikologi.Com/Epsi/Industri_Deta

il.Asp?Id=131

Lavin, D. 1976. Perception of The

Independence of The Auditor. The

Accounting Review. Januari. P.

41-50.

Libby, Robert And David M. Frederick.

Journal of Accounting Research

Vol. 28, No.2 (Autumn, 1990),

Pp. 348-367

Lennox, C.S. 1999. Audit Quality and

Auditor Switching. Working

Paper, University of Bristol.

Lubes, Haslinda, 2009, Pengaruh

Keahlian, Independensi,

Kecakapan Propesional Dan

Kepatuhan Kode Etik Terhadap

Kualitas Auditor Pada Inspektorat

Sumatera Utara. Skripsi, Usu,

Medan.

Makni, Ikbel; Kolsi, Mohamed Chakib;

Affes, Habib. 2012. The Impact of

Corporate Governance

Mechanisms on Audit Quality:

Evidence from Tunisia. I up

Journal of Corporate

Governance11.3 (Jul): 48-70.

Marcelo Haendchen Dutra; Alberton,

Luiz; Rita De Cássia Correa

Pepinelli Camargo; Raphael

Vinicius Weigert Camargo. 2013.

Auditor's Competences: An

Empirical Study on The

Perception of Auditees of

Companies Registered on The

Cvm. Enfoque32.3 (Sep/Dec): 37-

55.

Mayangsari, Sekar. 2003. Analisis

Pengaruh Independensi, Kualitas

Audit, Serta Mekanisme

Corporate Governance Terhadap

Integritas Laporan Keuangan.

Simposium Nasional Akuntansi

VI, Hal. 1255-1267.

Meixner, W., And R. Welker, Judgment

Consensus and Auditor

Experience. The Accounting

Review, Vol. 63, No. 3, July, Pp.

505-513, 1988.

Muh. Taufiq Efendy. 2010. Pengaruh

Kompetensi, Independensi, Dan

Motivasi Terhadap Kualitas Audit

Aparat Inspektorat Dalam

Pengawasan Keuangan Daerah

(Studi Empiris Pada Pemerintah

Kota Gorontalo). Tesis.

Universitas Diponegoro:

Semarang.

Page 70: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 67

Murtanto Dan Gudono. 1999. Identifikasi

Karakteristik -Karakteristik

Keahlian Audit: Profesi Akuntan

Publik di Indonesia. Jurnal Riset

Akuntansi Indonesia. Vol.2. No.

1. Januari. P. 37-52.

Nawaiseh, Mohammad Ebrahim; Sarareh,

Suhayb Yunis; Hamdallah,

Madher. 2013. How Important Is

the Experience of The External

Auditor in The Audit of Electronic

Commerce (A Case of Jordan).

Journal of Applied Finance and

Banking 3.5: 93-106.

Nur Samsi, Akhmad Riduwan, Dan

Bambang Suryono .2013.

Pengaruh Pengalaman Kerja,

Independensi, Dan Kompetensi

Terhadap Kualitas Audit: Etika

Auditor Sebagai Variabel

Pemoderasi. Jurnal Ilmu Dan

Riset Akuntansi Volume 1 Nomor

2, Maret 2013. Sekolah Tinggi

Ilmu Ekonomi Indonesia (Stiesia)

Surabaya

Oktavia, Reni. 2006. Pengaruh

Pengalaman Audit Dan Self -

Efficacy Terhadap Keputusan

Auditor. Jurnal Universitas

Lampung. Lampung.

Pany And Reckers, 1980, The Effects of

Gifts, Discounts and Client Size

on Perceived Auditor

Independence. The Accounting

Review, Vol. Lv No.1 Pp. 50-61.

Patricia Casey Douglas; Davidson, Ronald

A; Schwartz, Bill N. 2001. The

Effect of Organizational Culture

and Ethical Orientation on

Accountants' Ethical Judgements.

Journal of Business Ethics 34.2

(Nov): 101-121.

Pflugrath, Gary, Nm Bennie, And L.

Chen. 2007. The Impact of Codes

of Ethics and Experience on

Auditor Judgments. Managerial

Auditing Journal, Vol. 22 No. 6,

Pp. 566-589.

Podrug, N. 2011, T He Strategicrrole of

Managerial Stewardship

Behaviour for Achieving

Corporate citizenship. Economic

Pregled, Vol. 62 (7-8).

Purnamasari, Dian Indri, 2006. Pengaruh

Pengalaman Kerja Terhadap

Hubungan Partisipatif Dengan

Efektifitas Sistem Informasi.

Jurnal Riset Akuntansi Keuangan.

Purnomo, Adi, 2007. Persepsi Auditor

Tentang Pengaruh Faktor-Faktor

Keahlian Dan Independensi

Terhadap Kualitas Audit. Jurnal.

Universitas Diponegoro.

Putri. 2011. Pengaruh Pendidikan,

Pengalaman, Pelatihan Dan

Independensi Terhadap Persepsi

Tentang Kualitas Audit Oleh

Auditor Yang Bekerja Pada

Kantor Akuntan Publik (KAP) Di

Jakarta Barat. Binus University.

Jakarta.

Rakichevikj, Gabriela, Phd; Strezoska,

Jagoda, Phd; Najdeska, Katerina,

Phd. 2010. Faculty of Tourism

and Hospitality Management in

Opatija. Biennial International

Congress. Professional Ethics -

Page 71: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 68

Basic Component of

Organizational Culture. Tourism

& Hospitality Industry: 1168-

1177.

Rank, J., Nelson, N.E., Allen, T.D., & Xu,

X. 2008. Leadership Predictors of

Innovation and Task

Performance: Subordinate's Self-

Esteem and Self-Presentation as

Moderators. Journal of

Occupational and Organizational

Psychology. Vol. 81.

Reuvers, M., Van Engen, M.L.,

Vinkenburg, C.J., & Wilson-

Evered, E. 2005.

Transformational Leadership and

Inoovative Work Behavior:

Exploring the Relevance of

Gender Differences. Creativity

and Innovation Management.

Vol.14, No. 2, 129-141.

Romero, Silvia. 2010. Auditor

Independence: Third Party Hiring

and Paying Auditors. Euromed

Journal of Business5.3: 298-314.

Shockley, R.A. 1981. Perceptions of

Auditor’s Independennce; An

Empirical Analysis. The

Accounting Reviews, 56, Pp. 785-

800.

Smith, David; Hall, Matthew. 2008. An

Empirical Examination of a

Three- Component Model of

Professional Commitment Among

Public Accountants. Behavioral

Research in Accounting20.1: 75-

92.

Sukriah, Ika, Dkk. 2009. Pengaruh

Pengalaman Kerja, Independensi,

Obyektivitas, Integritas Dan

Kompetensi Terhadap Kualitas

Hasil Pemeriksaan. Simposium

Nasional Akuntansi Xii.

Palembang.

Sularso, S. Dan A. Naim. 1999. A Nalisis

Pengaruh Pengalaman Akuntan

Pada Pengetahuan Dan

Penggunaan Institusi Dalam

Mendeteksi Kekeliruan. Jurnal

Riset Akuntansi Indonesia 2 (2):

154–172.

Susiana, Arleen Hera Wati 2007. Analisis

Pengaruh Independensi,

Mekanisme Corporate

Governance Dan Kualitas Audit

Terhadap Integritas Laporan

Keuangan. Simposium Nasional

Akuntansi 2007 Makasar.

Svanberg, Jan; Öhman, Peter. 2013.

Auditors' Time Pressure: Does

Ethical Culture Support Audit

Quality. Managerial Auditing

Journal28.7: 572-591.

Taylor, Mark H; Dezoort, F Todd; Munn,

Edward; Martha Wetterhall

Thomas. 2003. A Proposed

Framework Emphasizing Auditor

Reliability Over Auditor

Independence. Accounting

Horizons 17.3: 257-266.

Trisnaningsih. 2007. Indepedensi Auditor

Dan Komitmen Oeganisasi

Sebagai Mediasi Pengaruh

Pemahaman Good Governance,

Gaya Kepemimpinan, Budaya

Organisasi Terhadap Kinerja

Page 72: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 69

Auditor. Universitas Pembangu-

nan Nasional (UPN) Jawa Timur.

Watkins, Ann. L, William Hillison And

Susan E. Morecroft. 2004. Audit

Quality: A Synthesis of Theory

and Empirical Evidence. Journal

of Accounting Literature, Vol.23,

(No.4): 153-19

Windsor, C.A. Dan N.M. Ashkanasy.

1995. The Effect of Client

Management Bargaining Power,

Moral Reasoning Development,

and Belief in A Just World on

Auditor Independence,

Accounting, Organizations and

Society

Wooten, Thomas C. 2003. Research

About Audit Quality. The CPA

Journal73.1: 48-50.

Page 73: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 70

PENGARUH DISIPLIN TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA DISTRIK

NAVIGASI KELAS 1 TANJUNG PRIOK JAKARTA

Endro Praponco

Manajemen, STIE Pengembangan Bisnis & Manajemen

e-mail: [email protected]

Rahmatia

Manajemen, STIE Pengembangan Bisnis & Manajemen

e-mail: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini membahas tentang Pengaruh Disiplin terhadap kinerja karyawan

Pada Distrik Navigasi Kelas 1 Tanjung Priok Jakarta. Tujuan Penelitian ini adalah Untuk

mengetahui seberapa besar Pengaruh Disiplin terhadap kinerja karyawan Pada Distrik

Navigasi Kelas 1 Tanjung Priok Jakarta.

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan bahan pertimbangan

bagi Distrik Navigasi dalam mengelola sumber daya manusia, referensi bagi peneliti lain

yang berniat melakukan penelitian dibidang ini, dan sebagai sarana penerapan disiplin

ilmu yang diperoleh penulis

Data penelitian diperoleh dari data primer dan data sekunder. Populasi adalah pegawai

Distrik Navigasi Kelas 1 Tanjung Priok Jakarta sebanyak 279 orang pegawai dan sampel

sebanyak 74 orang pegawai. Pengambilan data primer dilakukan dengan wawancara

langsung kepada pihak Kantor manajemen dan penyebaran kuisioner kepada responden

sebanyak 74 sampel.

Data yang didapat diolah dengan bantuan Program SPSS versi 17.0. Metode

analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah koefisien korelasi, koefisien

determinanasi dan regresi. Hasil analisa yang ditemukan bahwa terbukti terdapat

pengaruh yang positif dan signifikan antara variabel Disiplin terhadap Kinerja. Koefisien

korelasi (r) sebesar 0,465 artinya yang berarti variabel Disiplin mempunyai hubungan

yang positif dan sedang terhadap kinerja. Besarnya nilai R2 variabel Disiplin terhadap

kinerja = 0,216 atau 21,6 %,artinya variabel motivasi mampu menerangkan variasi

variabel kinerja sebesar 21,6 %,, dan sisanya 78,4 % dipengaruhi oleh faktor lain di luar

penelitian dan nilai t hitung = 4,460 lebih tinggi dari t tabel = 1,993 maka variabel

Disiplin mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel kinerja, Persamaan

regresi yang bisa dibentuk dari pengaruh antara variabel Disiplin terhadap Kinerja

sebagai berikut : Ŷ = 12,588 + 0,681 X Jika tidak ada Disiplin maka Kinerja adalah

12,588. Angka koefisien regresi 0,681 menyatakan bahwa setiap penambahan satu nilai

variabel Disiplin (X) akan meningkatkan kinerja (nilai Y) sebesar 0,681 kali.

Kata Kunci: Disiplin kerja, Kinerja Pegawai

Page 74: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 71

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Suatu organisasi yang

mampu bekerja efektif dan efisien

tidak hanya tergantung pada modal

finansial yang besar, peralatan

teknologi yang canggih, fasilitas

yang lengkap maupun ketersedian

bahan baku yang baik, tetapi perlu

mendapat dukungan sumber daya

manusia yang bermutu dan cukup

jumlahnya. Upaya tersebut akan

berhasil baik apabila didukung oleh

sumber daya manusia yang bermutu

tinggi, berpengetahuan luas,

terampil dan bersikap mental/

berperilaku yang dapat dihandalkan.

Pengelolaan sumber daya

manusia dalam suatu organisasi

adalah penting, manusialah yang

membuat sumber daya lainnya

seperti finansial, fisik dan teknologi

dalam organisasi tersebut berman-

faat atau tidak. Agar teknologi

dalam organisasi tersebut berman-

faat maka organisasi harus

didukung oleh sumber daya

manusia yang berkualitas, jika tidak

cita-cita ataupun tujuan organisasi

yang telah dirumuskan dengan baik

hanya tetap akan menjadi impian

indah yang tidak pernah terwujud.

Upaya meningkatkan sumber

daya manusia kini semakin terasa

dibutuhkan di setiap bidang

pembangunan. Hal ini sesuai

dengan tujuan dari pembangunan

untuk mewujudkan masyarakat adil

dan makmur yang merata material

dan spiritual berdasarkan Pancasila.

Kekuatan setiap organisasi

adalah orang-orang yang ada di

dalamnya, apabila orang-orang itu

atau sumber daya manusia

diperhatikan secara tepat dengan

menghargai bakat-bakat yang

mereka miliki, mengembangkan

kemampuan mereka dan menggu-

nakan secara tepat, maka dapat

dipastikan organisasi tersebut akan

menjadi dinamis dan berkembang

pesat.

Sumber daya manusia yang

berkualitas dan profesional merupa-

kan sumber investasi yang besar

bagi sebuah organisasi/perusahaan

untuk meningkatkan produktivitas

dan kemampuannya untuk bisa

memenangkan persaingan ataupun

tuntutan yang dibutuhkan suatu

organisasi/perusahaan agar semua

tujuan yang direncanakan dapat

terealisasikan dengan baik, bahkan

dimungkinkan dapat melampaui

target yang di inginkan. Untuk itu

dibutuhkan ketentuan-ketentuan

yang mengatur seorang pegawai

agar terkendali dan terwujud team

work yang handal dan disiplin

tinggi.

Oleh sebab itu setiap

organisasi yang berminat mengem-

bangkan kemampuan para

pegawainya harus mengerti sifat

dan kemampuan yang diperlukan

untuk menyelenggarakan fungsi-

fungsi yang berbeda untuk

mengembangkan kemampuan yang

dimiliki oleh seorang pegawai,

maka orang atau pegawai itu sendiri

harus berminat untuk mengembang-

kan kemampuannya, misalnya

dengan cara memimpin, meningkat-

kan disiplin dan kinerja.

Disiplin merupakan modal

utama yang amat menentukan

terhadap tingkat kinerja pegawai.

Page 75: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 72

Pegawai yang tingkat pegawainya

baik, maka kinerja akan baik,

sedangkan pegawai yang tingkat

disiplinnya rendah, tingkat kinerja

akan rendah pula.

Kedisiplinan merupakan

salah satu bagian dari penciptaan

pegawai yang profesional dan

bahkan bukan hanya itu saja karena

pegawai harus menjadi teladan bagi

masyarakat, maka organisasi harus

membudayakan disiplin yang tinggi

di tempat kerja masing-masing.

Bahwa perbuatan/tindakan

dengan dalih dan bentuk apapun

yang dilakukan seorang pegawai

baik secara perorangan maupun

kelompok yang melanggar

ketentuan-ketentuan hukum, norma-

norma lainnya yang berlaku dalam

kehidupan sehari-hari atau berten-

tangan dengan peraturan organisasi/

perusahaan dan disiplin dilingku-

ngan organisasi/ perusahaan, pada

hakekatnya merupakan perbuatan/

tindakan yang merusak wibawa,

martabat dan nama baik pegawai

dilingkungan organisasi/perusahaan

dimana dia bekerja yang apabila

perbuatan tersebut dibiarkan terus

menerus, dapat menimbulkan

suasana yang kurang kondusif dan

merusak tujuan dari suatu organisasi/

perusahaan. Harapan pemerintah

ingin menjadikan pegawai diling-

kungan organisasi/perusahaan

sebagai stabilisator dan dinamisator

pembangunan.

Untuk mencegah mening-

katnya pelanggaran-pelanggaran

hukum dan disiplin, baik dalam

kualitas maupun kuantitasnya

dalam lingkungan Organisasi/

Perusahaan, maka perlu adanya

usaha peningkatan penega-kan

hukum dan disiplin yang

dilaksanakan secara menyeluruh

dan terus menerus dalam bentuk

pengawasan langsung atau tindakan

administrasi berupa sanksi bagi

yang melanggar, agar semua

ketentuan yang sudah dituangkan

dalam peraturan organisasi/perusa-

haan dilingkungan dimana dia

bekerja, dapat disosialisasikan dan

diimplementasikan dengan baik.

Salah satu indikator yang

sangat penting dalam disiplin

dilingkungan organisasi/perusahaan

adalah kemandirian dan kerja keras,

yang mana kegiatan ini merupakan

kewajiban bagi seluruh pegawai

dalam meningkatkan kualitas

pegawai yang profesional.

Kemandirian yang dimaksudkan

adalah sebagai upaya pember-

dayaan disiplin pegawai yang

sangat efektif dalam meningkatkan

kemampuan seorang pegawai, baik

ketrampilan maupun kehadiran

pegawai, selain itu menjadi sarana

efektif untuk meningkatkan sains of

belonging dan responsibility

diantara para pegawai dilingkungan

organisasi/perusahaan memiliki

standar kesejahteraan yang berbeda

satu sama lainnya. Dimana hal ini

memungkinkan seorang pegawai

untuk meningkatkan kemampuan

dan keahliannnya dalam

melaksanakan pekerjaannya.

Dengan demikian kesejahteraan

yang diterimanya merupakan hal

yang sangat penting bagi seorang

pegawai. Dengan demikian, apabila

organisasi/perusahaan menerapkan

disiplin, kesejahteraan dan motivasi

Page 76: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 73

kerja dengan baik maka kinerja

pegawai akan naik.

Distrik Navigasi Kelas I

Tanjung Priok merupakan Unit

Pelaksana Teknis dibidang Kenavi-

gasian dilingkungan Direktorat

Jenderal Perhubungan Laut,

Kementerian Perhubungan yang

berada dan bertanggung jawab

kepada Direktur Jenderal Perhu-

bungan Laut. Dimana tugas Distrik

Navigasi Kelas I Tanjung Priok

melaksanakan perencanaan, pengo-

perasian, pengadaan, dan pengawa-

san sarana bantu navigasi pelayaran,

telekomunikasi pelayaran, serta

kegiatan pengamatan laut, survey

hidrografi, pemantauan alur dan

perlintasan dengan menggunakan

sarana instalasi untuk kepentingan

keselamatan pelayaran. Distrik

Navigasi Kelas I Tanjung Priok

memiliki 279 pegawai, memiliki

jumlah pegawai yang tergolong

banyak dapat dijadikan salah satu

pendorong peningkatan kualitas

pelayanan masyarakat dengan

menghasilkan pegawai yang

berkualitas. Memiliki pegawai yang

berkualitas belum dapat menjamin

seseorang mempunyai kinerja yang

baik ataupun sebaliknya, seperti

pada kantor Distrik Navigasi Kelas

I Tanjung Priok.

Berdasarkan indikasi-indi-

kasi dan uraian tersebut di atas,

penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Pengaruh

Disiplin Terhadap Kinerja Pegawai

Pada Kantor Distrik Navigasi Kelas

I Tanjung Priok”

B. Tujuan

Sesuai dengan permasalahan

penelitihan di atas, maka pada

dasarnya penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pengaruh disiplin terhadap

kinerja Pegawai pada kantor Distrik

Navigasi Kelas I Tanjung Priok.

STUDI PUSTAKA

A. Pengertian Disiplin.

Dalam kaitannya dengan

pekerjaan, J. Ravianto (1985:107)

mengemukakan pendapat bahwa

disiplin tenaga kerja adalah

“Ketaatan melaksanakan aturan-

aturan yang diwajibkan atau

diharapkan oleh perusahaan agar

setiap tenaga kerja dapat melak-

sanakan pekerjaannya secara tertib

dan lancar”.

Secara sederhana Suprapto

(1996:3) mengartikan disiplin sebagai

”Tingkah laku atau sikap yang

menggambarkan kepatuhan pada

suatu aturan atau ketentuan”.

Lebih lanjut A.A. Prabu

Mangkunegara (2001:129) menjelas-

kan bahwa didalam organisasi

terdapat dua jenis disiplin yaitu :

1. Disiplin preventif, adalah suatu

upaya untuk menggerakkan

pegawai agar mengikuti dan

mematuhi pedoman kerja, aturan-

aturan yang telah digariskan oleh

perusahaan/organisasi. Tujuan

dasarnya adalah untuk mengge-

rakkan pegawai untuk berdisiplin

diri. Dengan cara ini pegawai

dapat memelihara dirinya terhadap

peraturan- peraturan perusahaan.

Page 77: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 74

2. Disiplin korektif, adalah suatu

upaya menggerakkan pegawai

dalam menyatukan suatu peratu-

ran dan mengarahkan untuk tetap

mematuhi peraturan sesuai dengan

pedoman yang berlaku dalam

organisasi. Pada disiplin korektif,

karyawan yang melanggar disiplin

perlu diberikan sanksi sesuai

dengan peraturan yang berlaku.

Tujuan pemberian sanksi adalah

untuk memperbaiki pegawai yang

melakukan pelanggaran, memeli-

hara peraturan yang berlaku dan

mendidik karyawan.

Disiplin tidak semata-mata untuk

menerapkan aturan kaku yang

ditetapkan dan disepakati, tetapi

adalah suatu yang diperlukan guna

mendukung keteraturan organisasi

untuk mencapai tujuan. Dalam hal ini

Anwar (2000 : 131) menyebutkan

disiplin yang ditetapkan bertujuan

untuk :

1. Disiplin kerja harus dapat diterima

dan dipahami oleh semua

pegawai.

2. Disiplin bukanlah suatu hukuman,

tetapi merupakan pembentukan

perilaku.

3. Disiplin ditujukan untuk

perubahan perilaku yang lebih

baik.

4. Disiplin pegawai bertujuan agar

pegawai bertanggung jawab

terhadap perbuatannya.

Dalam konsep disiplin ini,

Siagian (1994 : 102) mengemukakan

bahwa mematuhi disiplin organisasi,

merupakan salah satu persyaratan

yang mutlak ditaati oleh semua

pegawai. Kepatuhan pada disiplin

organisasi menyangkut berbagai segi

seperti kehadiran tepat waktu

ditempat tugas, tidak menolak

perintah yang diberikan, bekerja

keras dalam dalam menyelesaikan

pekerjaan, berjiwa loyalitas kepada

atasan, dan penyelesaian tugas.

Sedangkan Winardi (1998:194)

menyebutkan bahwa “disiplin

terkandung dalam penerimaan

ketentuan-ketentuan tentang kelakuan

tersebut secara sukarela, dalam hal

mentaati standar-standar serta

peraturan-peraturan yang ditetapkan

untuk kepentingan semua pihak”.

Dengan demikian, disiplin itu

adalah suatu bentuk ketaatan kepada

aturan-aturan baik aturan tertulis

maupun yang tidak tertulis.

Sehubungan dengan kepentingan

penelitian ini maka yang menjadi

indikator kedisiplinan adalah (1)

tepat waktu, (2) ketaatan dan patuh

terhadap instruksi/perintah atasan, (3)

bekerja berdasarkan aturan yang

berlaku.

Berdasarkan pengertian diatas

penulis berpendapat bahwa disiplin

adalah kerelaan/ketaatan untuk

mematuhi dan mentaati segala

norma-norma peraturan yang berlaku.

Arti disiplin kalau dilihat dikamus,

akan ditemukan banyak definisi.

Pengertian ekstrem tentang disiplin

berarti memaksa orang lain untuk

patuh, hal ini yang biasa dipahami

orang kata ini menimbulkan

gambaran yang amat keras, bayangan

tentang hukuman, pembalasan dan

bahkan kesakitan. Pada sisi lain

disiplin mengacu pada usaha

membantu orang melalui pengajaran

dan pelatihan. Peran kepemimpinan

dalam penegakkan disiplin,

pemimpin mempunyai peran dalam

Page 78: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 75

penegakkan disiplin karena pimpinan

sebagai orang yang berpengaruh

dalam organisasi tentunya akan

banyak diteladani oleh pegawainya.

Keteladanan pimpinan maksudnya

bahwa dalam lingkungan perusahaan,

semua karyawan/pegawai akan selalu

memperhatikan, bagaimana pimpinan

dapat menegakkan disiplin dirinya

dan bagaimana ia dapat mengend-

alikan dirinya dari ucapan, perbuatan

dan sikap yang merugikan aturan

disiplin yang sudah ditetapkan.

Peran keteladanan pimpinan

amat besar dalam organisasi/

perusahaan bahkan sangat dominan

dibandingkan dengan semua faktor

yang mempengaruhi tegaknya

disiplin dalam perusahaan itu karena

pimpinan dalam suatu organisasi/

perusahaan masih menjadi panutan

para karyawan/pegawai, terlebih

budaya kita yang bersifat melihat

kepada pimpinan yang diatas, oleh

sebab itu bila seorang pimpinan

menginginkan tegaknya disiplin

dalam organisasi/perusahaan maka ia

harus lebih dahulu mempraktek-

kannya dan mempeloporinya, untuk

diikuti oleh bawahannya.

Disiplin dapat ditegakkan, bila

disamping aturan tertulis juga ada

sanksi. Sanksi ini tidak hanya tertulis

diatas kertas tapi juga benar-benar

dilaksanakan. Bila seorang karyawan/

pegawai melanggar disiplin maka

perlu keberanian pimpinan untuk

mengambil tindakan yang sesuai

dengan tingkat pelanggaran yang

dibuatnya. Dengan adanya tindakan

terhadap pelanggaran disiplin sesuai

dengan sanksi yang ada, maka semua

karyawan akan merasa terlindungi

dan tidak sembrono dalam bertingkah

laku.

Namun bila pimpinan tidak

berani mengambil tindakan,

walaupun sudah jelas bahwa

karyawan/pegawai tersebut

melanggar disiplin tetapi tidak

ditegur/dihukum, maka akan

berpengaruh pada suasana kerja

dalam perusahaan/organisasi,

karyawan lain akan mengikuti

melakukan tindakan pelanggaran,

untuk apa berdisiplin sedang orang

yang melanggar disiplin saja tidak

pernah dikenakan sanksi. Hal ini

akan menimbulkan kemerosotan

disiplin dalam perusahaan/organisasi,

orang yang sudah berdisiplin akan

tergiur pula untuk tidak berdisiplin,

suasana kerja tidak bergairah dan

bersemangat, produktivitas merosot

tidak terciptanya rasa solidaritas

diantara para karyawan/pegawai dan

wibawa pemimpin akan merosot

dimata karyawan/pegawai.

Ketidakberanian pimpinan

mengambil tindakan terhadap

karyawan yang melakukan

pelanggaran disiplin dikarenakan

pimpinan tidak dapat memberikan

teladan dalam menegakkan disiplin,

pimpinan tidak mempunyai wibawa

dimata bawahan, pimpinan merasa

takut/tidak percaya diri, pilih

kasih/tidak obyektif dan pimpinan

tidak mengerti apa akibat kelemahan

dalam mengambil tindakan.

Dalam setiap kegiatan yang

dilakukan oleh perusahaan/organisasi

perlu ada pengawasan yang akan

mengarahkan para karyawan/pegawai

agar dapat melaksanakan pekerjaan

tepat sesuai dengan apa yang

ditetapkan, namun hal ini harus ada

Page 79: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 76

aturan yang mengikat para

karyawan/pegawai, karena para

karyawan/pegawai cenderung ingin

bebas dari segala aturan, maka perlu

adanya pengawasan dalam artian

pengawasan yang berfungsi sebagai

pendidik dan mengarah terhadap

proses pelaksanaan. Dengan adanya

hal tersebut maka para karyawan/

pegawai akan terbiasa melakukan

disiplin kerja.

Orang yang paling tepat untuk

melakukan pengawasan terhadap

disiplin tentulah atasan langsung para

karyawan/pegawai yang bersangkutan.

Pengawasan yang dilaksanakan

atasan langsung ini sering disebut

dengan (waskat) pengawasan melekat

yaitu pengawasan yang melekat

dengan tugas dan jabatan atasan itu

sendiri.

Pada dasarnya disiplin itu

dapat diterapkan didalam organisasi,

sesungguhnya bermuara pada sisi

mentalitas bagaimana tanggung

jawab atau jiwa kepemimpinan dalam

diri pegawai sendiri, bukan karena

atasan, sanksi atau manajemen dan

kelembagaan.

Dari pendapat para ahli seperti

dikemukakan diatas dapat disimpul-

kan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi disiplin dapat

dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Faktor dari dalam diri individu itu

sendiri yang berisi moral atau

semangat kerja para pegawai dan

kesadaran pegawai akan penting-

nya disiplin.

2. Faktor dari luar yaitu kepemim-

pinan, peraturan yang ada dan

lingkungan kerja.

Disiplin yang dilakukan

secara benar tidak hanya memper-

baiki perilaku pegawai tetapi juga

meminimalisir tindak disiplin dimasa

yang akan datang melalui hubungan

yang positif antara atasan dan

bawahan. Apabila disiplin yang

diberlakukan secara tidak tepat dapat

mengundang beragam masalah

seperti moral kerja rendah, kemara-

han dan kemauan buruk diantara

atasan dan bawahan. Dalam kondisi

seperti ini, setiap perbaikan perilaku

pegawai hanya akan berlangsung

singkat dan atasan harus dapat

mendisiplinkan kembali pegawai

dalam kurun waktu yang tidak begitu

lama. Pegawai yang disiplin berarti

pegawai yang mampu mematuhi

semua peraturan yang berlaku

dikantor atau perusahaannya dalam

bentuk ketaatan dan tanggung jawab.

Pendapat-pendapat tersebut

diatas dapatlah dinyatakan bahwa

disiplin merupakan faktor pengikut

dan integrasi, yaitu suatu kesadaran

mental yang mengikat semua anggota

organisasi untuk bekerja dan bersikap

sesuai peraturan yang telah

ditetapkan terlebih dahulu,

didalamnya juga terkandung sanksi

apabila terjadi pelanggaran terhadap

peraturan-peraturan tersebut.

Disiplin merupakan suatu

usaha yang harus dilakukan oleh

manajemen tenaga kerja pada semua

tingkatan organisasi untuk menjaga

kontinuitas atau kelangsungan

organisasi.

Disiplin kerja adalah

kemampuan untuk menguasai diri

dan melaksanakan norma-norma

yang berlaku dalam kehidupan

bersama didalam sebuah organisasi.

Page 80: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 77

Disiplin kerja yang terus menerus

dilakukan oleh manajemen pada

suatu saat diharapkan para tenaga

kerja/pegawai tersebut tidak melaku-

kan pelanggaran disiplin semata

hanya karena adanya sanksi yang

merupakan ganjaran atas tindakan

tersebut, tetapi diharapkan para

pegawai berdisiplin karena adanya

kesadaran dari diri sendiri.

Dari berbagai pendapat

tersebut di atas dapat penulis

simpulkan bahwa disiplin adalah

upaya menjaga keseimbangan dan

kelangsungan organisasi dengan

menjalankan peraturan-peraturan

disiplin yang mengikat semua

pegawai serta menumbuhkan

kebiasaan/budaya disiplin dalam

kehidupan berorganisasi.

Atas dasar penelitian

tersebut diatas, ada beberapa indi-

kator disiplin Pegawai, diantaranya :

1. Tepat Waktu

Yaitu kelangsungan suatu

proses maksudnya adalah

waktu sama dengan ruang

kesempatan. Tepat waktu yang

berhubungan dengan aktifitas

kita sehari-hari : Tepat waktu

apel pagi, tepat waktu istirahat,

tepat waktu pulang kerja.

2. Tidak Menolak Perintah

Didalam Organisasi Pegawai

diwajiban mentaati peraturan

yang sudah ditetapkan

oeh Pimpinan.

3. Bekerja Keras

Suatu sikap yang penuh

dengan motivasi untuk menda-

patkan apa yang di cita-

citakan. Dengan bekerja keras

manusia telah melakukan suatu

kewajiban.

4. Loyalitas

Kesetiaan terhadap sesuatu

dengan rasa cinta sehingga

dengan loyalitas yang tinggi

seseorang merasa tidak perlu

mendapatkan imbalan dalam

melakukan sesuatu untuk

orang lain atau Perusahaan.

5. Penyelesain Tugas

Pekerjaan yang telah

dibebankan pada kita dalam

keadaan apapun harus segera

di selesaikan.

Kualitas kerja suatu organisasi

banyak ditentukan oleh kualitas

sumber daya manusia yang berada di

dalam organisasi tersebut. Organisasi

dengan tingkat produktivitas tinggi

didukung oleh sumber-sumber daya

yang baik yaitu antara lain manusia,

uang, material (bahan), metode,

mesin dan market yang juga disebut

sebagai alat-alat manajerial Manullang

(1992:17).

B. Kinerja

1. Pengertian Kinerja

Berbagai pengertian tentang

kinerja atau prestasi kerja diantaranya

adalah menurut Kamus The New

Webster Dictionary, menjabarkan

pengertian kinerja yang diterje-

mahkan dengan 3 (tiga) arti yaitu :

“Prestasi“, “Pertunjukan “, dan

“Pelaksanaan Tugas“

Mohamad As‟ad ( 1991:47 )

dalam bukunya diantaranya adalah

menurut Porter dan Lawler, menyata-

kan bahwa kinerja adalah “successful

role achievement“ yang diperoleh

seseorang dari perbuatannya. Kinerja

atau “performance“ diterjemahkan

sebagai suatu prestasi kerja,

pencapaian kerja atau hasil kerja yang

Page 81: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 78

merupakan hasil yang dicapai oleh

seseorang menurut ukuran yang

berlaku untuk pekerjaan yang

bersangkutan.

Mangkunegara (2000:67) menya-

takan kinerja adalah hasil kerja secara

kuantitas dan kualitas yang dicapai

oleh seorang pegawai dalam melaksa-

nakan tugasnya sesuai dengan

tanggung jawab yang diberikan

kepadanya.

Kinerja pada dasarnya berhubu-

ngan erat dengan pemenuhan sasaran

individu dan akan memberikan

sumbangan kepada sasaran organisasi,

karena itu menjadi tugas penting bagi

pihak manajemen untuk merumuskan

unjuk terlebih dahulu., yaitu dengan

menentukan hasil apa yang diharapkan

dari perilaku pegawai yang diarahkan

untuk mencapai tujuan dan sasaran

organisasi.

Hubungan perilaku prestasi kerja

meliputi berbagai tindakan seperti

pengidentifikasian masalah peren-

canaan, pengorganisasian dan

pengendalian pekerjaan pegawai serta

menciptakan iklim motivasi bagi

pegawai. Dan pihak manajemen harus

memusatkan perhatian pada perilaku

yang berhubungan dengan unjuk kerja

dan berusaha mencari cara untuk

mencapai prestasi yang optimal.

Kinerja pergawai tergantung pada

kemampuan usaha kerja dan prestasi

optimal yang tergantung pada

kemampuan, usaha kerja dan

kesempatan kerja yang dapat dinilai

dari outputnya. Perhatian terhadap

masalah kinerja adalah berkaitan

dengan hal-hal mengenai :

a. Keahlian dan ketrampilan yang

dimiliki pegawai untuk melaksa-

nakan pekerjaan.

b. Sumber-sumber yang dibutuhkan

pegawai untuk melaksanakan

pekerjaan.

c. Kesadaran para pegawai akan

masalah prestasi.

d. Kapan masalah prestasi akan

terjadi.

e. Reaksi pegawai atas masalah

prestasi

f. Tindakan yang diperlukan untuk

menanggulangi masalah prestasi

2. Faktor-faktor yang mempenga-

ruhi kinerja

Menurut T.R Mitchell seperti

dikutip oleh Sedarmayanti (2001:83)

disampaikan bahwa faktor yang

mempengaruhi kinerja adalah motivasi

(Motivation) dan kemampuan (Ability)

yang keduanya tidak dapat dipisahkan

dan saling mempengaruhi, karena

motivasi tanpa kemampuan sudah tentu

tidak akan menghasilkan produk yang

berkualitas tinggi. Demikian pula

sebaliknya kemampuan tanpa motivasi

maka yang bersangkutan tidak akan

menghasilkan produk. Dengan

demikian, maka upaya untuk mening-

katkan kinerja perlu melakukan

kegiatan sumber daya manusia yang

terkait dalam peningkatan dan

kemampuan pegawai.

Menurut Mangkunegara

(2000:67), mengemukakan bahwa

terdapat 2 (dua) faktor yang

mempengaruhi kinerja yaitu :

kemampuan (Ability) dan motivasi

(Motivasion). Faktor kemampuan

terdiri dari kemampuan potensi ( IQ )

dan kemampuan riil (Knowledge and

skill), artinya seseorang yang memiliki

IQ tinggi dan kemampuan pendidikan

yang memadai serta ketrampilan dalam

melaksanakan tugasnya, maka ia akan

Page 82: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 79

lebih mudah mencapai hasil kerja yang

diharapkan.

Menurut Prawirosentono (1999:2),

mengemukakan bahwa “Kinerja adalah

hasil kerja yang diciptakan oleh

seseorang atau kelompok orang dalam

suatu perusahaan, sesuai dengan

wewenang dan tanggungjawabnya

masing-masing dalam rangka upaya

mencapai tujuan perusahaan/organisasi

yang bersangkutan secara legal, tidak

melanggar hokum dan sesuai dengan

moral dan etika“.

Sesuai dengan uraian diatas, dapat

diambil suatu kesimpulan dimana

kinerja adalah hasil kerja yang dicapai

oleh seseorang dalam melaksanakan

tugas atau pekerjaannya yang terukur

atau perbandingan antara output yang

dapat dilihat dari hasil dan

produktifnya. Kinerja pegawai adalah

hasil yang diciptakan pegawai untuk

organisasi berdasarkan pengetahuan

dan kemampuan yang dimiliki sesuai

dengan wewenang dan tanggungjawab

serta motivasi kerja yang dimiliki.

Ukuran dimensi kinerja

merupakan sudut pandang atau cara

pandang seseorang terhadap penilaian

pekerjaan, sehingga tolak ukur dalam

penilaian kinerja akan berorientasi

pada aspek-aspek tersebut karena

dianggap sebagai unsur-unsur yang

dominan dalam kinerja.

Menurut T.R. Mitchell seperti

yang dikutip oleh Sedarmayanti

(2001:51), penilaian kinerja seseorang

akan dilihat dan dinilai dari berbagai

aspek yang meliputi :

a) Kualitas kerja (Quality of work),

merupakan suatu ukuran pekerjaan

yang menyangkut mutu atau nilai

dari hasil akhir suatu pekerjaan

yang dicapai.

b) Ketangkasan (Promptness) atau

ketanggap segeraan merupakan

suatu ukuran bagaimana seseorang

melakukan pekerjaan tersebut.

c) Prakarsa (Initiative), merupakan

ukuran kreatifitas dan

pengembangan lanjut dari

seseorang dalam melaksanakan

pekerjaannya.

d) Kemampuan (Capability),

merupakan ukuran kecakapan,

pengetahuan dan keahlian

seseorang dalam melakukan

pekerjaan.

e) Komunikasi (Communication),

merupakan ukuran seseorang dalam

bekerjasama dengan unsure yang

terkait dengan penyelesaian

pekerjaannya.

Sistem penilaian kinerja menjadi pusat

perhatian dalam pengelolaan sumber

daya manusia dan tidak dapat

dihindarkan lagi kepentingannya,

karena banyak memberikan manfaat

bagi pihak perusahaan/organisasi

maupun pegawai, antara lain :

1) Menjadi umpan balik tentang

prestasi kerja, yang berguna bagi

pegawai untuk mengetahui

kekuatan dan kelemahannya

dengan tujuan pengembangan diri

lebih lanjut.

2) Sebagai dasar pengambilan

keputusan bagi

perusahaan/organisasi tentang

promosi, mutasi, program

training, PHK dan sebagainya.

Menurut T.R Mitchell seperti dikutip

oleh Sedarmayanti (2001:83)

disampaikan bahwa faktor yang

mempengaruhi kinerja adalah motivasi

(Motivation) dan kemampuan (Ability)

yang keduanya tidak dapat dipisahkan

Page 83: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 80

dan saling mempengaruhi, karena

motivasi tanpa kemampuan sudah tentu

tidak akan menghasilkan produk yang

berkualitas tinggi. Demikian pula

sebaliknya kemampuan tanpa motivasi

maka yang bersangkutan tidak akan

menghasilkan produk. Dengan

demikian, maka upaya untuk

meningkatkan kinerja perlu melakukan

kegiatan sumber daya manusia yang

terkait dalam peningkatan dan

kemampuan pegawai

III. METODE PENELITIAN

A. Lokasi

Tempat penelitian atau

lokasi yang penulis lakukan

yaitu pada Kantor Distrik

Navigasi Kelas I Tanjung Priok

Jakarta Utara.

B. Teknik Penentuan Sampel.

Dalam penelitian ini yang

menjadi populasi adalah semua

Pegawai Distrik Navigasi Kelas I

Tanjung Priok dengan jumlah

populasi sebanyak 279 Pegawai.

Sampel penelitian ini

menggunakan teknik acak

sederhana yang proporsional

(Proportionate Stratified Random

Sampling) dimana sample yang

diambil telah ditentukan

sebelumnya secara proporsional.

Untuk mencari sample digunakan

rumus Slovin dan dari hasil

perhitungan didapat sample

sebanyak 74 orang dari 279

Pegawai Distrik Navigasi Kelas I

Tanjung Priok.

C. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini yang

menjadi sumber data dalam

penelitian ini adalah Pegawai

Distrik Navigasi Kelas I Tanjung

Priok yang merupakan sumber

primer. Dimana sumber primer

adalah sumber yang langsung

memberikan data kepada penulis

(pengumpul data), teknik

pengumpulan data yang diguna-

kan adalah dengan menjawab

kuesioner yang diajukan peneliti.

Kuesioner merupakan teknik

pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara memberi seperangkat

pertanyaan atau pernyataan

tertulis kepada responden untuk

dijawab. Data yang diperoleh dari

informasi-informasi yang disedia-

kan oleh unit atau lembaga-

lembaga yang ada.

D. Teknik Pengolahan dan Analisis

Data

Untuk memudahkan penilaian

peneliti terhadap data yang

terkumpul, maka penulis

menggunakan metode pengolahan

data secara kuantitatif, dari

kondisi setiap gejala yang diamati.

Untuk mengetahui keterkaitan

antara Disiplin Kerja dan

implikasinya terhadap kinerja

Pegawai Distrik Navigasi Kelas I

Tanjung Priok, maka diperlukan

teknik analisis data. Teknik

analisis data yang digunakan

adalah koefisien korelasi, yaitu

untuk mengetahui sejauh mana

pengaruh disiplin dan

implikasinya terhadap kinerja

Pegawai Distrik Navigasi Kelas I

Tanjung Priok, dan regresi

Page 84: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 81

sederhana untuk mengetahui

seberapa jauh nilai variabel

dependen bila nilai independen

dirubah. Melalui pendekatan

kuantitatif dengan menggunakan

rumus koefisien korelasi dan

regresi sederhana dalam

menganalisis data, maka dapat

diuraikan masalah dalam

penelitian berdasarkan data dan

fakta yang sesuai dengan

kecenderungan responden sebagai

sumber informasi. Setelah

diketahui nilai r dan nilai regresi

maka dihitung Koefisien Penentu

(KP) untuk mengetahui besarnya

variabel x terhadap variabel y

Dari hasil perhitungan

koefisien korelasi ini selanjutnya

dilakukan pengujian hipotesis

dengan menggunakan uji t dengan

derajat bebas n-2 pada taraf nyata

sebesar 5%.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Analisi Korelasi dan Regresi

1. Uji Korelasi

Berdasarkan hasil perhitungan

analisis kuantitatif dengan

bantuan komputer melalui

program SPSSversi 17 dapat

dilihat dalam tabel berikut ini :

Tabel 1. Korelasi Variabel Disiplin (X)

secara Parsial Terhadap Variabel Kinerja (Y)

Kinerja Disiplin

Kinerja

Pearson Correlation 1 ,465**

Sig. (2-tailed) ,000

N 74 74

Disiplin

Pearson Correlation ,465**

1

Sig. (2-tailed) ,000

N 74 74

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Sumber : Hasil pengolahan SPSS

Analisis pada tingkat

kesalahan 5%, menunjukkan

koefisien korelasi (R) = 0,465

yang berarti Disiplin mempu-

nyai hubungan yang positif dan

sedang terhadap kinerja.

Signifikansi antara variabel

Disiplin terhadap kinerja

sebesar 0,000 menunjukkan

probabilitas lebih kecil dari 0,05.

Dengan demikian terbukti

bahwa Disiplin mempunyai

hubungan yang positif dan

sedang terhadap kinerja.

2. Uji Regresi

1) Koefisien determinasi

Berdasarkan hasil perhitu-

ngan analisis kuantitatif dengan

bantuan komputer melalui

program SPSSversi 17 dapat

dilihat dalam tabel berikut ini :

Page 85: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 82

Tabel 2. Koefisien Determinasi Variabel Disiplin (X)

terhadap Variabel Kinerja (Y)

Model Summary

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

1 ,465a ,216 ,206 2,38386

a. Predictors: (Constant), Disiplin

Dalam uji regresi ini

untuk mengetahui besarnya

kemampuan variabel bebas

dalam menerangkan variasi

variabel tidak bebasnya, dapat

dilihat dari nilai koefisien

determinasi/R2. Besarnya nilai

R2

variabel Disiplin terhadap

kinerja = 0,216 atau 21,6 %,

artinya variabel Disiplin mampu

menerangkan variasi variabel

kinerja sebesar 21,6 %, % dan

sisanya 78,4 % dipengaruhi oleh

faktor lain di luar model.

2) Persamaan Regresi dan Uji

Hipotesis.

Berdasarkan hasil perhitu-

ngan analisis kuantitatif dengan

bantuan komputer melalui

program SPSSversi 17 dapat

dilihat dalam tabel berikut ini :

Tabel 3. t hitung dan Signifikansi Variabel Disiplin (X)

dengan Variabel Kinerja (Y)

ANOVAa

Model Sum of

Squares

df Mean Square F Sig.

1

Regression 113,057 1 113,057 19,895 ,000b

Residual 409,160 72 5,683

Total 522,216 73

a. Dependent Variable: Kinerja

b. Predictors: (Constant), Disiplin

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 12,586 6,897 1,825 ,072

Disiplin ,681 ,153 ,465 4,460 ,000

a. Dependent Variable: Kinerja

Page 86: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 83

Persamaan regresi yang bisa

dibentuk dari pengaruh antara

variabel Disiplin secara analistis

terhadap variabel kinerja adalah

sebagai berikut :

Ŷ = 12,588 + 0,681 X Angka koefisien regresi 0,681

menyatakan bahwa setiap

penambahan satu nilai variabel

Disiplin (X) akan meningkatkan

kinerja (nilai Y) sebesar 0,681

kali.

Melalui Uji-t, yaitu untuk

menguji besarnya pengaruh variabel

bebas, yaitu variabel Disiplin

terhadap variabel terikat yaitu

kinerja. Pengujian ini dilakukan

dengan membandingkan antara α

(alpha) pada tingkat signifikan

untuk tes dua sisi 5%. Uji t

menghasilkan t hitung = 4,460 lebih

besar dari ttable = 1,993 yang berarti

bahwa variabel Disiplin berpenga-

ruh signifikan terhadap variabel

kinerja.

KESIMPULAN

Terbukti terdapat pengaruh variabel

Disiplin terhadap Kinerja sebesar 0,653

artinya memberikan pengaruh terhadap

kinerja sebesar 21,6 %, artinya variabel

Disiplin mampu menerangkan variasi

variabel kinerja sebesar 21,6 %, dan

sisanya 78,4 % dipengaruhi oleh faktor

lain di luar penelitian dan nilai t hitung =

4,460 lebih tinggi dari t tabel = 1,993

maka variabel Disiplin mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap

variabel kinerja. Sedangkan hasil analisis

koefisien korelasi mengenai hubungan

variabel Disiplin terhadap kinerja

diperoleh nilai 0,465 dengan taraf

signifikan 0,000 yang berarti variabel

Disiplin mempunyai hubungan yang

positif dan sedang terhadap kinerja.

Persamaan regresi yang bisa dibentuk dari

pengaruh antara variabel Disiplin sebagai

berikut :Ŷ = 12,588 + 0,681 X . Angka

koefisien regresi 0,681 menyatakan

bahwa setiap penambahan satu nilai

variabel Disiplin (X) akan meningkatkan

kinerja (nilai Y) sebesar 0,681 kali.

.

Page 87: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 84

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rahmat Fathoni, (2006),

Manajemen Sumber Daya

Manusia, Cetakan I, Rineka Cipta,

Jakarta

Buchari Zaitun (2001), Manajemen

Sumber Daya Manusia, Jakarta,

Toko Gunung Agung.

Burhan Nurgiantoro, Gunawan dan

Marzuki, (2002) Statistik Terapan

Untuk Penelitian Ilmu-Ilmu

Sosial, Gajah Mada, Univercity

Press, Cetakan Kedua (Revisi).

Dessler Garry, (2004) Manajemen Sumber

Daya Manusia, edisi kesembilan,

Jilid I, PT Index, Kelompok

Gramedia.

Gouzali Saydam, (1997), Kamus Istilah

Kepegawaian, Pustaka Sinar

Harapan, Jakarta

Gouzali Saydam (2000), Manajemen

Sumber Daya Manusia, Jakarta,

Toko Gunung Agung.

Hadari Nawawi (1995) Metode Penelitian

Bidang Sosial, Yokya, UGM

Press.

J. Ravianto (1985), Produktivitas dan

Manusia Indonesia, Jakarta,

Lembaga Sarana Informasi Usaha

dan Produktivitas.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996),

Jakarta, Balai Pustaka.

Liang Gie, The (1981), Efiesiensi Kerja

Bagi Pembangunan Negara,

Jogyakarta UGM Press.

Mangku Nagara, AA. Anwar Prabu

(2001), MSDM Perusahaan,

Bandung PT. Remaja Rosda

Karya Offset.

Manulang (1992), Dasar-dasar

Manajemen Sumber Daya

Manusia, Jakarta, PT. Gunung

Agung.

Manulang (2004), Dasar-dasar

Manajemen, Jakarta, Ghali

Indonesia.

Prabu Mangkuneraga Anwar, (2000)

Manajemen SDM Perusahaan,

Remaja Rosdakarya, Bandung.

Putti, Joseph M (1989), Memahami

Produktivitas, Jakarta, Bina Rupa

Aksara.

Simamora Herry, (2004) Manajemen

Sumber Daya Manusia, edisi III,

STIE YKPN, Yogyakarta.

Sugiyono, (2007). Metode Penelitian

Administrasi, Bandung, Alfabeta.

Suharsini Arikunto (1996), Prosedur

Penelitian, Jakarta, Rineka Cipta.

Suprapto (1996), Disiplin Nasional dan

Etos Kerja di Indonesia, Jakarta,

PT. Cipta Luhur Tata Mandiri.

Page 88: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 85

MANAJEMEN KEUANGAN PERAN DAN FUNGSINYA

DALAM PERUSAHAAN

Djano Lastro

Manajemen, STIE Pengembangan Bisnis dan Manajemen

E-mail : [email protected]

Abstrak

Kehidupan dan kesuksesan perjalanan sebuah perusahaan sangat ditentukan oleh

kemampuan manajemen dalam mengelola dan memanfaatkan keuangan yang dimiliki.

Manajemen keuangan merupakan manajemen terhadap fungsi-fungsi keuangan. Fungsi-

fungsi keuangan tersebut meliputi begaimana memperoleh dana (raising of fund) dan

bagaimana menggunakan dana tersebut (allocation of fund) secara efektif dan efisien.

Manajer keuangan berkepentingan dengan penentuan jumlah aktiva yang layak dari

investasi pada berbagai aktiva dan dalam memilih sumber-sumber dana untuk

membelanjai aktiva tersebut.

Keberhasilan manajer keuangan daam menjalankan tugasnya diantaranya terlihat pada

semakin bertambahnya nilai jual perusahaan terutama di pasar modal, kondisi keuangan

perusahaan semakin likuid, dan dapat mensejahterakan semua pihak yang berkepentingan

dengan tujuan didirikannya perusahaan tersebut.

Kata Kunci : Manajemen Keuangan, Perusahaan.

PENDAHULUAN

Kehidupan dan kesuksesan

perjalanan sebuah perusahaan sangat

ditentukan oleh kemampuan manajemen

dalam mengelola dan memanfaatkan

keuangan yang dimiliki. Manajemen

keuangan merupakan manajemen terhadap

fungsi-fungsi keuangan. Fungsi-fungsi

keuangan tersebut meliputi begaimana

memperoleh dana (raising of fund) dan

bagaimana menggunakan dana tersebut

(allocation of fund) secara efektif dan

efisien. Manajer keuangan berkepentingan

dengan penentuan jumlah aktiva yang

layak dari investasi pada berbagai aktiva

dan memilih sumber-sumber dana untuk

membelanjai aktiva tersebut.

Untuk membelanjai kebutuhan

dana tersebut, manajer keuangan dapat

memenuhinya dari sumber yang berasal

dari luar perusahaan dan dapat juga yang

berasal dari dalam perusahaan. Sumber

dari luar perusahaan berasal misalnya dari

pasar modal, yaitu pertemuan antara pihak

membutuhkan dana dan pihak yang dapat

menyediakan dana. Dana yang berasal

dari pasar modal ini dapat berbentuk

hutang (obligasi).Sumber dari dalam

perusahaan berasal dari penyisihan laba

perusahaan (laba ditahan), cadangan,

maupun depresiasi.

Setelah dana diperoleh, dana

tersebut harus digunakan untuk

membelanjai operasional perusahaan.

Dana akan tertanam pada berbagai

kekayaan riil perusahaan.

Page 89: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 86

Perkembangan manajemen

keuangan sangat dipengaruhi oleh

berbagai faktor antara lain kebijakan

moneter, kebijakan pajak, kondisi

ekonomi, kondisi sosial, dan kondisi

politik. Kebijakan moneter berhubungan

dengan tingkat suku bunga dan inflasi.

Khususnya inflasi mempunyai dampak

langsung terhadap manajemen keuangan

antara lain;

1. Masalah akuntasi

2. Kesulitan perencanan

3. Permintaan terhadap modal

4. Suku bunga

5. Harga obligasi menurun.

Kondisi ekonomi juga mempu-

nyai dampak langsung terhadap

manajemen keuangan antara lain masalah:

1. Persaingan internasional

2. Keuangan internasional

3. Kurs pertukaran yang berfluktuasi

4. Merger, pengambilalihan, dan

restrukturisasi

5. Inovasi keuangan dan rekayasa

keuangan.

Manajemen keuangan berhubungan

dengan tiga aktivitas (fungsi) utama:

a. Allocation of funds (aktivitas

penggunaan dana) yaitu aktivitas

untuk menginvestasikan dana pada

berbagai aktiva. Alokasi dana

berbentuk:

- Financial assets (aktiva finansial)

yaitu selembar kertas berharga

yang mempunyai nilai pasar

karena mempunyai hak mempe-

roleh penghasilan, misalnya:

saham, sertifikat deposito, atau

obligasi.

- Real assets (aktiva riil) yaitu

aktiva nyata: tanah, bangunan,

peralatan.

b. Raising of funds (aktivitas perolehan

dana) yaitu aktivitas untuk

mendapatkan sumber dana baik dari

sumber internal perusahaan maupun

sumber eksternal perusahaan,

termasuk juga politik dividen.

c. Manajemen assets (aktivitas

pengelolaan aktiva) yaitu setelah dana

diperoleh dan dialokasikan dalam

bentuk aktiva-aktiva harus dikelola se-

efisien mungkin.

TINJAUAN TEORITIS:

A. Pengertian Manajemen Keuangan

Manajemen keuangan secara umum

menurut para ahli sebagai berikut:

a. Liefman : usaha untuk menyedia-

kan uang dan menggunakan uang

untuk mendapat atau memperoleh

aktiva.

b. Suad Husnan : manajemen

terhadap fungsi-fungsi keuangan.

c. Grestenberg : how business are

organized to acquire funds, how

they acquire funds, how the use

them and how the prof to business

are distributed.

d. James Van Horne : segala

aktivitas yang berhubungan

dengan perolehan, pendanaan dan

pengelolaan aktiva dengan tujuan

menyeluruh.

e. Bambang Riyanto : keseluruhan

aktivitas perusahaan yang berhu-

bungan dengan usaha mendapat-

kan dana yang diperlukan dengan

biaya yang minimal dan syarat-

syarat yang paling menguntung-

kan beserta usaha untuk

menggunakan dana tersebut se-

efisien mungkin.

Page 90: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 87

Dalam arti yang lebih luas;

- Manajemen Keuangan adalah

aktivitas pemilik dan manajemen

perusahaan untuk memperoleh sumber

modal yang semurah-murahnya dan

menggunakannya se-efektif, se-

efisien, seproduktif mungkin untuk

menghasilkan laba.

- Manajemen keuangan dapat didefi-

nisikan dari tugas dan tanggung jawab

manajer keuangan. Meskipun tugas

dan tanggung jawabnya berlainan di

setiap perusahaan, tugas pokok

manajemen keuangan antara lain

meliputi: keputusan tentang investasi,

pembiayaan kegiatan usaha dan

pembagian dividen suatu perusahaan

(Weston dan Copeland, 1992:2)

- Manajemen Keuangan adalah suatu

kegiatan perencanaan, penganggaran,

pemeriksaan, pengelolaan, pengen-

dalian, pencarian dan penyimpanan

dana yang dimiliki oleh organisasi

atau perusahaan.

B. Fungsi Manajemen Keuangan

1. Perencanaan Keuangan

Membuat rencana pemasukan dan

pengeluaraan serta kegiatan-

kegiatan lainnya untuk periode

tertentu.

2. Penganggaran Keuangan

Tindak lanjut dari perencanaan

keuangan dengan membuat detail

pengeluaran dan pemasukan.

3. Pengelolaan Keuangan

Menggunakan dana perusahaan

untuk memaksimalkan dana yang

ada dengan berbagai cara.

4. Pencarian Keuangan

Mencari dan mengeksploitasi

sumber dana yang ada untuk

operasional kegiatan perusahaan.

5. Penyimpanan Keuangan

Mengumpulkan dana perusahaan

serta menyimpan dana tersebut

dengan aman.

6. Pengendalian Keuangan

Melakukan evaluasi serta perbai-

kan atas keuangan dan sistem

keuangan pada perusahaan.

7. Pemeriksaan Keuangan

Melakukan audit internal atas

keuangan perusahaan yang ada

agar tidak terjadi penyimpangan.

PERAN DAN FUNGSI MANAJEMEN

KEUANGAN DALAM PERUSAHAAN

A. Peran Manajemen Keuangan Kesuksesan suatu perusahaan

dipengaruhi oleh kemampuan

Manajer Keuangan untuk beradaptasi

terhadap perubahan, meningkatkan

dana perusahaan sehingga kebutuhan

perusahaan dapat terpenuhi, investasi

dalam aset-aset perusahaan dan

kemampuan mengelolanya secara

bijaksana. Apabila perusahaannya

dapat dikembangkan dengan baik

oleh manajer keuangan, maka pada

gilirannya kondisi perekonomian

secara keseluruhan juga menjadi

lebih baik.Jika dana-dana dapat

dialokasikan secara tepat, maka

pertumbuhan ekonomi akan menjadi

baik.

Dalam suatu perekonomian,

efisiensi alokasi sumber-sumber daya

adalah sangat penting untuk

pertumbuhan ekonomi secara

optimal.Hal ini juga penting untuk

menjamin bahwa individu-individu

dapat mencapai kepuasan tertinggi

bagi kebutuhan-kebutuhan pribadi

mereka.Jadi, melalui investasi,

Page 91: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 88

pembelanjaan dan pengelolaan aset-

aset secara efisien, Manajer

Keuangan memberi sumbangan

terhadap pertumbuhan kekayaan

perusahaan dan pertumbuhan eko-

nomi secara menyeluruh.

Aktivitas perusahaan ditinjau

dari sudut manajemen keuangan

menjadi tugas manajer keuangan.

Tugasnya antara lain adalah sebagai

berikut :

1. Perolehan dana dengan biaya

murah

2. Penggunaan dana secara efektif

dan efisien

3. Analisis laporan keuangan

4. Analisis lingkungan internal dan

eksternal yang berhubungan

dengan keputusan rutin dan

khusus.

Kegiatan penting lain yang harus

dilakukan manajer keuangan

menyangkut lima (5) aspek yaitu:

1. Peramalan dan perencanaan

Mengkoordinasi proses perenca-

naan yang akan membentuk

masa depan perusahaan.

2. Keputusan-keputusan investasi

dan pendanaan

Membantu menentukan tingkat

penjualan perusahaan yang opti-

mal, memutuskan aset spesifik

yang harus diperoleh, dan

memilih cara terbaik untuk

mendanai asset.

3. Koordinasi dan kontrol

Berinteraksi dengan karyawan-

karyawan lain untuk memastikan

bahwa perusahaan telah berope-

rasi seefisien mungkin.

4. Berinteraksi dengan pasar

keuangan

Berinteraksi untuk mendapatkan

atau menanamkan dana perusa-

haan.

5. Manajemen risiko

Bertanggung jawab untuk

program manajemen risiko

secara keseluruhan termasuk

mengidentifiksi risiko dan

kemudian mengelolanya secara

efisien.

Dari kelima aspek tersebut dapat

disimpulkan bahwa tugas pokok

manajer keuangan berkaitan dengan

keputusan investasi dan pembiayaan-

nya. Dalam menjalankan fungsinya,

tugas manajer keuangan berkaitan

langsung dengan keputusan pokok

perusahaan dan berpengaruh

terhadap nilai perusahaan.

C. Tanggung Jawab Manajer Keuangan

Tanggung jawab manajer

keuangan pada prinsipnya identik

dengan peran dan fungsi manajemen

keuangan itu sendiri. Dalam konteks

ini manajer keuangan mempunyai

tanggung jawab yang besar terhadap

apa yang telah dilakukannya. Adapun

keputusan keuangan yang menjadi

tanggung jawab manajer keuangan

dikelompokkan ke dalam tiga jenis:

1. Mengambil keputusan investasi /

pembelanjaan aktif (investment

decision)

Menyangkut masalah pemili-

han investasi yang diinginkan dari

beberapa kesempatan yang ada,

memilih satu atau lebih alternatif

investasi yang dinilai paling

menguntungkan.

· Implementasi dari allocation of

funds (aktivitas penggunaan

dana).

Page 92: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 89

· Allocation of funds bisa dalam

jangka pendek dalam bentuk

working capital, berupa aktiva

lancar atau jangka panjang

dalam bentuk capital invest-

ment, berupa aktiva tetap.

· Tercermin di sisi aktiva (kiri)

sebuah neraca. Komposisi

aktiva harus ditetapkan

misalnya berapa aktiva total

yang dialokasikan untuk kas

atau persediaan, aktiva yang

secara ekonomis tidak dapat

dipertahankan harus dikurangi,

dihilangkan atau diganti.

2. Mengambil keputusan pendanaan/

pembelanjaan pasif (financing

decision)

Menyangkut masalah pemilihan

berbagai bentuk sumber dana yang

tersedia untuk melakukan investasi,

memilih satu atau lebih alternatif

pembelanjaan yang menimbulkan

biaya paling murah.

· Implementasi dari raising of funds

(aktivitas perolehan dana),

meliputi besarnya dana, jangka

waktu penggunaan, asalnya dana

serta, persyaratan-persyaratan

yang timbul karena penarikan

dana tersebut.

· Hasil financing dicision tercermin

di sebelah kanan dari neraca.

· Raising of funds bisa diperoleh

dari internal (modal sendiri)

meliputi: saham preferen, saham

biasa, laba ditahan dan cadangan,

maupun eksternal (modal asing)

jangka pendek maupun jangka

panjang. Sumber dana jangka

pendek, misalnya utang dagang

(trade payable atau open account),

utang wesel (notes payable), utang

gaji, utang pajak. Sumber dana

jangka panjang misalnya, utang

bank, dan obligasi.

3. Mengambil keputusan dividen

(dividend decision)

Menyangkut masalah penentuan

besarnya prosentase dari laba yang

akan dibayarkan sebagai dividen

tunai kepada para pemegang saham,

stabilitas pembayaran dividen,

pembagian saham dividen dan

pembelian kembali saham-saham.

· Berhubungan dengan penentuan

prosentase dari keuntungan bersih

yang akan dibayarkan sebagai

cash dividend.

· Penentuan stock dividen dan

pembelian kembali saham.

Keputusan-keputusan tersebut

harus diambil dalam kerangka tujuan

yang seharusnya dipergunakan oleh

perusahaan yaitu memaksimalkan

nilai perusahaan. Nilai perusahaan

adalah harga yang terbentuk

seandainya perusahaan dijual.

Apabila perusahaan “go public”

maka nilai perusahaan ini akan

dicerminkan oleh harga saham

perusahaan tersebut. Dengan

meningkatnya nilai perusahaan,

maka pemilik perusahaan menjadi

lebih makmur sehingga mereka

menjadi lebih senang.

Kegiatan mencari alternatif

sumber dana menimbulkan adanya

arus kas masuk, sementara kegiatan

mengalokasikan dana dan pembaya-

ran dividen menimbulkan arus kas

keluar, dalam konteks ini maka

manajemen keuangan sering disebut

manajemen aliran (arus) kas.

Page 93: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 90

Prinsip-prinsip Manajemen

Keuangan Manajemen keuangan bukan

hanya berkutat seputar pencatatan

akuntansi. Akan tetapi merupakan

bagian penting dari manajemen

program dan tidak boleh dipandang

sebagai suatu aktivitas tersendiri

yang menjadi bagian pekerjaan orang

keuangan.Manajemen keuangan

lebih merupakan pemeliharaan suatu

kendaraan. Apabila kita tidak

memberinya bahan bakar dan oli

yang bagus serta service yang teratur,

maka kendaraan tersebut tidak akan

berfungsi secara baik dan efisien.

Lebih parah lagi, kendaraan tersebut

dapat rusak ditengah jalan dan gagal

untuk mencapai tujuan yang

ditetapkan.

Dalam prakteknya, Manajemen

Keuangan adalah tindakan yang

diambil dalam rangka menjaga

kesehatan keuangan organisasi.Untuk

itu, dalam membangun sistem

manajemen keuangan yang baik

perlulah kita untuk mengidentifikasi

prinsip-prinsip manajemen keuangan

yang baik.Ada beberapa prinsip dari

manajemen keuangan yang harus

diperhatikan.

1. Konsistensi (Consistency)

Sistem dan kebijakan keuangan dari

organisasi harus konsisten dari waktu

ke waktu.Ini tidak berarti bahwa

sistem keuangan tidak boleh

disesuaikan apabila terjadi perubahan

di organisasi.Pendekatan yang tidak

konsisten terhadap manajemen

keuangan merupakan suatu tanda

bahwa terdapat manipulasidi

pengelolaan keuangan.

2. Akuntabilitas (Accountability)

Akuntabilitas adalah kewajiban

moral atau hukum, yang melekat

pada individu, kelompok atau

organisasi untuk menjelaskan

bagaimana dana, peralatan atau

kewenangan yang diberikan pihak

ketiga telah digunakan. Manajer

keuangan mempunyai kewajiban

secara operasional, moral dan hukum

untuk menjelaskan semua keputusan

dan tindakan yang telah diambil.

Organisasi harus dapat menjelaskan

bagaimana menggunakan sumber-

dayanya dan apa yang telah dicapai

sebagai pertanggungjawaban kepada

pemangku kepentingan dan penerima

manfaat. Semua pemangku kepen-

tingan berhak untuk mengetahui

bagaimana dana dan kewenangan

digunakan.

3. Transparansi (Transparancy)

Organisasi harus terbuka berkenaan

dengan pekerjaannya, menyediakan

informasi berkaitan dengan rencana

dan aktivitasnya kepada para

pemangku kepentingan.Termasuk

didalamnya, menyiapkan laporan

keuangan yang akurat, lengkap dan

tepat waktu serta dapat dengan

mudah diakses oleh pemangku

kepentingan dan penerima

manfaat.Apabila organisasi tidak

transparan, hal ini mengindikasikan

ada sesuatu hal yang disembunyikan.

4. Kelangsungan Hidup (Viability)

Agar keuangan terjaga, pengeluaran

organisasi di tingkat stratejik maupun

operasional harus sejalan/disesuaikan

dengan dana yang diterima.

Kelangsungan hidup (viability)

merupakan suatu ukuran tingkat

Page 94: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 91

keamanan dan keberlanjutan keuangan

organisasi. Manager keuangan harus

menyiapkan sebuah rencana keuangan

yang menunjukan bagaimana organi-

sasi dapat melaksanakan rencana

stratejiknya dan memenuhi kebutu-

han keuangannya.

5. Integritas (Integrity)

Dalam melaksanakan kegiatan opera-

sionalnya, individu yang terlibat

harus mempunyai integritas yang

baik. Selain itu, laporan dan catatan

keuangan juga harus dijaga

integritasnya melalui kelengkapan

dan keakuratan pencatatan keuangan.

6. Pengelolaan (Stewardship)

Organisasi harus dapat mengelola

dengan baik dana yang telah

diperoleh dan menjamin bahwa dana

tersebut digunakan untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan. Secara

praktek, organisasi dapat melakukan

pengelolaan keuangan dengan baik

melalui; berhati-hati dalam perenca-

naan stratejik, identifikasi resiko-

resiko keuangan dan membuat sistem

pengendalian dan sistem keuangan

yang sesuai dengan organisasi/

perusahaan.

7. Standar Akuntansi (Accounting

Standards)

Sistem akuntansi dan keuangan yang

digunakan organisasi harus sesuai

dengan prinsip dan standar akuntansi

yang berlaku umum.Hal ini berarti

bahwa setiap akuntan di seluruh

dunia dapat mengerti sistem yang

digunakan organisasi/perusahaan.

KESIMPULAN

Manajemen Keuangan adalah

aktivitas manajemen perusahaan untuk

memperoleh sumber modal yang semurah-

murahnya dan menggunakannya se-

efektif, se-efisien, mungkin untuk meng-

hasilkan laba.

Aktivitas perusahaan ditinjau dari

sudut manajemen keuangan menjadi tugas

manajer keuangan. Tugasnya antara lain:

1. Perolehan dana dengan biaya murah

2. Penggunaan dana efektif dan efisien

3. Analisis laporan keuangan

4. Analisis lingkungan internal dan

eksternal yang berhubungan dengan

keputusan rutin.

Berdasarkan tugas tersebut, manajemen

keuangan memiliki peran dan fungsi

antara lain:

1. Memaksimalkan nilai perusahaan

2. Membina relasi dengan pasar modal

dan pasar uang

3. Mensejahterakan semuapihak dalam

perusahaan.

Tujuan perusahaan adalah

mencari laba dan mempertahankan

kelangsungan hidupnya. Dalam kegiatan-

nya mencari laba, pemilik memberi

wewenang kepada manajemen untuk

melaksanakannya. Dalam usahanya

memperoleh laba, manajemen harus

berperilaku:

1. Memaksimumkan nilai perusahaan,

artinya manajemen harus meng-

hasilkan laba lebih besar dari biaya

modal yang digunakannya.

2. Tanggung jawab sosial, artinya dalam

mencari laba, manajemen tidak boleh

merusak lingkungan alam, sosial, dan

budaya.

Page 95: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 92

3. Etika, artinya manajemen dalam

mengusahakan laba harus tunduk pada

norma-norma sosial di lingkungan

mereka bekerja dan menjaga

hubungan baik dengan konsumen.

Dengan demikian tujuan pendirian

perusahaan akan dapat dicapai dengan

sebaik-baiknya.

DAFTAR PUSTAKA

Bambang Riyanto, Dasar-dasar

Pembelanjaan Perusahaan,

Yayasan Badan Penerbitan

Gadjah Mada, Yogyakarta, 2015.

Lukman Syamsuddin, Manajemen

Keuangan Perusahaan, Edisi Baru,

PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta, 2017.

Weston, J. Fred, Financial Analysis,

Planning and Control, Financial

Executive, 2010.

http://blasterlog.blogspot.com/2009/07/7-

prinsip-manajemen-

keuangan.html

http://aindua.wordpress.com/2010/11/17/

manajemen-keuangan-

perusahaan/

http://fachrurrozyezy740.blogspot.com/20

10/11/manajemen-keuangan-

perusahaan.html

http://organisasi.org/definisi-pengertian-

manajemen-keuangan-tugas-

pokok-dan-tujuan-manajer-

keuangan-perusahaan.

Page 96: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 93

SELUK BELUK BERBISNIS DI DUNIA MAYA

(Penjelajahan E-Bisnis dan E-Commerce)

Windarko

Manajemen, STIE Pengembangan Bisnis & Manajemen

Email: [email protected]

Abstrak

Kecanggihan Teknologi saat ini memungkinkan anda, saya, dan kita semua untuk

mendapatkan segala kemudahan. Tentu dalam hal ini aladalah kemudahan di dalam

menerapkan salah satu cabang ilmu dari Ilmu Ekonomi, yaitu Bisnis. Bisnis saat ini tidak

lagi dilakukan secara Konvensional secara tatap muka langsung. Namun bisnis bisa

dilakukan secara (online) atau bertemu di Dunia Maya tanpa harus bertatap muka secara

langsung. Kecanggihan ini didukung oleh Sistem Informasi canggih bernama E-Commerce.

Hasil dari perdagangan atau bisnis yang memanfaatkan E-Commerce ini bisa menembus

Rp. 224 Triliun.

Kata Kunci : Bisnis, E-Bisnis, E-Commerce, Internet

BISNIS

Sejatinya definisi dari bisnis ialah

adanya kegiatan yang meliputi pembelian

dan penjualan baik berupa barang atau

jasa. Yang kita kenal aktifitas ini lebih

akrab disebut dengan berdagang.

Perdagangan dilakukan dengan cara yang

sederhana. Pedagang menawrkan barang

dagangannya, pembeli memiliki

ketertarikan dan kebutuhan dengan barang

tersebut, jika harga barang tersebut telah

disepakati maka transaksi jual beli

(perdagangan) terjadi.

Di era yang sudah sangat maju ini,

kegiatan jual beli atau berbisnis tidak lagi

mengandalkan transaksi secara langsung

bertemu. Tentu Dunia Maya solusinya.

Banyak cara yang dilakukan bisa dengan

Media Sosial, Tempat Berjualan(Market

Place), atau E-Commerce.

Fenomena Berbisnis di Dunia

Maya ini sungguh membahayakan dan

menguntungkan dibeberapa sisi. Bagi

pembisnis yang mengikuti perkem-bangan

jaman ini, mereka mampu meraup

keuntungan yang jauh lebih besar dari

pembisnis yang tidak mengandalkan dunia

maya ini.

Keuntungan yang diraup pun

tidak tanggung-tanggung. Rasio perbe-

daan keuntungan tersebut bisa tanpa batas.

Sebagai ilustrasi, ada pedagang

Topi disekitar Pasar. Dia mampu menjual

Topinya dalam satu hari sebanyak 10

buah. Namun dilain sisi ada pedagang lain

yang berusaha memasarkan produk

dagangannya melalui media sosial, dan

mampu menjual lima puluh topi dalam

sehari. Bahkan bisa saja melebihi dari

lima puluh topi.

Page 97: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 94

E-BISNIS

Tidak ada perbedaan yang banyak

antara E-Bisnis dengan Bisnis

Konvensional pada umumnya. Hanya saja

E-Bisnis ini memanfaatkan Internet

sebagai media utamanya. Internet ini

digunakan untuk terhubung dengan Media

Sosial, Tempat Berjualan (Market Place),

atau E-Commerce.

Seperti yang diungkapkan

sebelumnhya bahwa E-Bisnis dengan

Bisnis Konvensional memiliki kesamaan.

Dimana keduanya tetap melaksanakan

proses pengadaan produk secara manual

(konvensional). Semisal topi tersebut tetap

dilakukan pengadaan dengan cara bisnis

konvensional.

KEMAJUAN E-BISNIS

Media elektronik yang menjadi

alasan dibalik pesatnya pertumbuhan E-

Bisnis ini. Pasalnya, penggunaan Media

Elektrpnik yang memiliki fasilitas

internetlah yang saat ini paling populer

digunakan oleh banyak orang, selain

merupakan hal yang bisa dikategorikan

sebagai hal yang sedang „booming‟. Perlu

digarisbawahi, dengan adanya perkem-

bangan teknologi di masa mendatang,

terbuka kemungkinan adanya penggunaan

media jaringan lain selain internet dalam

e-commerce.

Jadi pemikiran kita jangan hanya

terpaku pada penggunaan media internet

belaka. Penggunaan internet dipilih oleh

kebanyakan orang sekarang ini karena

kemudahan-kemudahan yang dimiliki oleh

jaringan internet, yaitu:

1. Internet sebagai jaringan publik yang

sangat besar (huge/ widespread

network), layaknya yang dimiliki

suatu jaringan publik elektronik, yaitu

murah, cepat dan kemudahan akses.

2. Menggunakan electronic data sebagai

media penyampaian pesan/data

sehingga dapat dilakukan pengiriman

dan penerimaan informasi secara

mudah dan ringkas, baik dalam bentuk

data elektronik analog maupun digital.

Sebagai informasi besarnya

transaksi yang berhasil dilakukan dengan

kegiatan berbisnis menggunakan internet

ini diprediksi mampu menembus angka

US$ 16 Miliar atau setara dengan Rp. 224

Triliun (kurs Juli 2019 + Rp. 14.000/

US$1).

Sumber:https://databoks.katadata.co.id/dat

apublish/2018/02/12/2022-penjualan-e-

commerce-indonesia-mencapai-rp-16-

miliar.

Bahkan dengan adanya metode

promosi Flash Sale atau berbelanja

dengan jangka waktu tertentu dan relative

singkat namun pembeli mendapatkan

diskon yang sangat besar hingga mencapai

90%. Kita ambil contoh sebuah Market

Place yang bernama alibaba.com. Alibaba

Group pada 11 November 2017 menggelar

acara tahunan 11.11 Global Shoping

Festival. Dalam acara Alibaba Singles

Day tersebut mampu meraih Gross

Merchandise Volume (GMV) senilai US$

25,4 miliar setara Rp 343 triliun. Angka

ini naik dari penyelenggaraan tahun

sebelumnya.

Page 98: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 95

Sumber:https://databoks.katadata.co.id/dat

apublish/2017/11/14/sehari-festival-

belanja-alibaba-catat-transaksi-rp-343-

triliun

Penjualan ritel e-commerce

Indonesia diperkirakan mencapai US$

8,59 miliar atau sekitar Rp 117,7 triliun

pada 2018. Jumlah tersebut, menurut data

Statista bakal meningkat menjadi US$

16,5 miliar pada 2022 atau naik hampir

dua kali lipat dari tahun ini. Sementara

pembeli digital Indonesia diperkirakan

mencapai 31,6 juta pembeli pada 2018,

dengan penetrasi sekitar 11,8% dari total

populasi. Jumlah tersebut diproyeksikan

akan meningkat menjadi 43,9 juta pembeli

pada 2022 dengan penetrasi 15,7% dari

jumlah penduduk Indonesia.Penjualan

ritel e-commerce Indonesia merupakan

yang terbesar di kawasan Asia Tenggara.

Berdasarkan proyeksi Statistika,

penjualan ritel perdagangan digital

Indonesia mencapai US$ 5,29 miliar.

Angka tersebut merupakan yang tertinggi

dibanding penjualan ritel e-commerce

negara ASEAN lainnya seperti Thailand

sebesar US$ 2,89 miliar, Singapura (US$

2,13 miliar), Malaysia (US$ 1,97 miliar),

dan Vietnam (US$ 1,71 miliar).

Sumber:https://databoks.katadata.co.id/dat

apublish/2018/03/27/berapa-pembeli-

digital-indonesia

Kehebatan transaksi ini tentu saja

ditopang dengan infrastruktur rantai

perdagangan yang baik. Dimana laju

pengiriman barang bisa sampai pada

konsumen dengan waktu yang relatif

akurat dengan perkiraan pengiriman

barang.

Strategi Pengiriman Logistik E-

Commerce

Pengiriman logistic e-commerce

memerlukan strategi kolaborasi antar

pengusaha agar pelayanan menjadi lebih

baik terutama untuk Indonesia yang

merupakan negara kepulauan. Berdasar-

kan hasil penelitian Ernst & Young dalam

studi Roadmap E-commerce Indonesia

yang dikases di ekonomi.bisnis.com,

bisnis e-commerce diperkirakan mening-

kat 10 kali lipat dari tahun 2015 hingga

2020 dan mencapai angka Rp1.800 triliun.

Bagi pengusaha jasa pengiriman barang.

Hal tersebut dapat menjadi potensi besar

apabila disertai dengan sistem yang kuat.

Selain itu, bisnis e-commerce

perlu memiliki strategi pemasaran yang

komprehensif. Strategi ini bertujuan untuk

pertumbuhan dari bisnis e-commerce itu

sendiri agar mampu bersaing. Hal tersebut

menjadi perhatian besar bagi pelaku usaha

Page 99: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 96

e-commerce di Indonesia untuk

mengidentifikasi tujuan, visi dan misi,

mengindentifikasi target pelanggan,

rencana promosi multi-channel, dan lain

sebagainya. Multi-channel marketing

merupakan strategi yang efektif untuk

menarik audience yang lebih besar.

Potensi Penggunaan Teknologi GPS

Perkembangan teknologi saat ini

memberikan dampak hampir di semua

sektor, di mana pelaku usaha logistik pun

menggunakan teknologi terkini sebagai

penunjang kinerja. Di antaranya dengan

menggunakan jaringan satelit atau Global

Positioning System (GPS) untuk melacak

barang yang akan dikirim. Selain itu,

dengan menggunakan GPS pelaku usaha

dapat menekan pengeluaran karena dapat

mengontrol kondisi barang secara

langsung.

Keberadaan satelit GPS dapat

membantu meningkatkan keamanan secara

optimal dan mengurangi risiko, terutama

saat proses pengiriman logistik dalam

jumlah besar. Penggunaan GPS dapat

melacak secara real-time dimanapun dan

kapanpun.

E-COMMERCE

Sejak awal tulisan ini dibuat kita

sudah melihat betapa pentingnya E-

Commerce ini. Sekarang saatnya kita

bahas apa itu E-Commerce secara umum.

Electronic Commerce (Perniagaan

Elektronik), sebagai Alat dari Electronic

Business (bisnis yang dilakukan dengan

menggunakan electronic transmission),

oleh para ahli dan pelaku bisnis dicoba

dirumuskan definisinya. Secara umum e-

commerce dapat didefinisikan sebagai

segala bentuk transaksi perdagangan/

perniagaan barang atau jasa (trade of

goods and service) dengan menggunakan

media elektronik. Jelas, selain dari yang

telah disebutkan di atas, bahwa kegiatan

perniagaan tersebut merupakan bagian

dari kegiatan bisnis. Kesimpulannya, "e-

commerce is a part of e-business".

E-commerce adalah kegiatan-

kegiatan bisnis yang menyangkut

konsumen (consumers), manufaktur

(manufactures), service providers dan

pedagang perantara (intermediaries)

dengan menggunakan jaringan-jaringan

komputer (komputer networks) yaitu

internet. Julian Ding dalam bukunya E-

commerce: Law & Practice,

mengemukakan bahwa e-commerce

sebagai suatu konsep yang tidak dapat

didefinisikan. E-commerce memiliki arti

yang berbeda bagi orang yang berbeda.

Sedangkan Onno W. Purbo dan Aang

Wahyudi yang mengutip pendapatnya

David Baum,

menyebutkan bahwa: “e-

commerce is a dynamic set of

technologies, aplications, and business

procces that link enterprises, consumers,

and communities through electronic

transaction and the electronic exchange of

goods, services, and information”. Bahwa

e-commerce merupakan suatu set dinamis

teknologi, aplikasi dan proses bisnis yang

menghubungkan perusahaan, konsumen

dan komunitas melalui transaksi

elektronik dan perdagangan barang,

pelayanan dan informasi yang dilakukan

secara elektronik.

E-commerce digunakan sebagai

transaksi bisnis antara perusahaan yang

satu dengan perusahaan yang lain, antara

perusahaan dengan pelanggan (customer),

atau antara perusahaan dengan institusi

yang bergerak dalam pelayanan public.

Jika diklasifikasikan, sistem e-commerce

terbagi menjadi tiga tipe aplikasi, yaitu:

Page 100: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 97

Electronic Markets (EMs). EMs adalah

sebuah sarana yang menggunakan

teknologi informasi dan komunikasi untuk

melakukan/menyajikan penawaran dalam

sebuah segmen pasar, sehingga pembeli

dapat membandingkan berbagai macam

harga yang ditawarkan. Dalam pengertian

lain, EMs adalah sebuah sistem informasi

antar organisasi yang menyediakan

fasilitas-fasilitas bagi para penjual dan

pembeli untuk bertukar informasi tentang

harga dan produk yang ditawarkan.

Keuntungan fasilitas EMs bagi pelanggan

adalah terlihat lebih nyata dan efisien

dalam hal waktu. Sedangkan bagi penjual,

ia dapat mendistribusikan informasi

mengenai produk dan service yang

ditawarkan dengan lebih cepat sehingga

dapat menarik pelanggan lebih banyak.

Electronic Data Interchange (EDI). EDI

adalah sarana untuk mengefisienkan

pertukaran data transaksi-transaksi reguler

yang berulang dalam jumlah besar antara

organisasi-organisasi komersial. Secara

formal EDI didefinisikan oleh

International Data Exchange Association

(IDEA) sebagai “transfer data terstruktur

dengan format standard yang telah

disetujui yang dilakukan dari satu sistem

komputer ke sistem komputer yang lain

dengan menggunakan media elektronik”.

EDI sangat luas penggunaannya, biasanya

digunakan oleh kelompok retail yang

besar ketika melakukan bisnis dagang

dengan para supplier mereka. EDI

memiliki standarisasi pengkodean

transaksi perdagangan, sehingga

organisasi komersial tersebut dapat

berkomunikasi secara langsung dari satu

sistem komputer yang satu ke sistem

komputer yang lain tanpa memerlukan

hardcopy, faktur, serta terhindar dari

penundaan, kesalahan yang tidak

disengaja dalam penanganan berkas dan

intervensi dari manusia. Keuntungan

dalam menggunakan EDI adalah waktu

pemesanan yang singkat, mengurangi

biaya, mengurangi kesalahan, memperoleh

respon yang cepat, pengiriman faktur yang

cepat dan akurat serta pembayaran dapat

dilakukan secara elektronik.

Internet Commerce. Internet commerce

adalah penggunaan internet yang berbasis

teknologi informasi dan komunikasi untuk

perdagangan. Kegiatan komersial ini

seperti iklan dalam penjualan produk dan

jasa. Transaksi yang dapat dilakukan di

internet antara lain pemesanan/pembelian

barang dimana barang akan dikirim

melalui pos atau sarana lain setelah uang

ditransfer ke rekening penjual.

Penggunaan internet sebagai media

pemasaran dan saluran penjualan terbukti

mempunyai keuntungan antara lain untuk

beberapa produk tertentu lebih sesuai

ditawarkan melalui internet; harga lebih

murah mengingat membuat situs di

internet lebih murah biayanya

dibandingkan dengan membuka outlet

retail di berbagai tempat; internet

merupakan media promosi perusahaan dan

produk yang paling tepat dengan harga

yang relatif lebih murah; serta pembelian

melalui internet akan diikuti dengan

layanan pengantaran barang sampai di

tempat pemesan.

Page 101: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 98

PENUTUP

E-Bisnis memiliki kisah sendiri di

dalam kemajuannya. Tentu E-Bisnis ini

bisa membunuh Bisnis yang tidak

memanfaatkan jaringan internet tersebut.

Sudah terbukti banyak Merek-merek

Kenamaan dipaksa mundur dari Pasar.

Padahal dahulu mereka menjadi salah satu

tempat utama masyarakat Indonesia

khususnya untuk memenuhi kebutuhan

berbelanja.

Kemajuan teknologi memaksa

para Pedagang serta Pembisnis harus

berubah dan mengikuti pola perilaku

konsumen. Tidak lagi hanya

mengandalkan Pasar Fisik (Offline)

namun diperkuat dengan Pasar Digital

(Online). Pasar Digital ini membuat

pembisnis bisa untung begitu besar,

disbanding Pasar Fisik.

DAFTAR PUSTAKA

Purbo, Onno W., 2000, Mengenal E-

Commerce, PT Elex Media

Komputindo, Jakarta, hlm. 2.

Nuryani, 2001, E-Commerce, dalam

Berita Pajak No. 1438/Tahun

XXXIII/1 Maret 2001, hlm. 30.

https://databoks.katadata.co.id/datapublish

/2017/11/14/sehari-festival-

belanja-alibaba-catat-transaksi-rp-

343-triliun.

https://databoks.katadata.co.id/datapublish

/2018/02/12/2022-penjualan-e-

commerce-indonesia-mencapai-

rp-16-miliar

http://supplychainindonesia.com/new/pera

n-logistik-dalam-kemajuan-e-

commerce-indonesia/

https://databoks.katadata.co.id/datapublish

/2018/03/27/berapa-pembeli-

digital-indonesia

Page 102: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 99

PENGARUH UTANG PEMERINTAH, DANA INFRASTRUKTUR,

ROA DAN DER TERHADAP RETURN SAHAM PERUSAHAAN

SUBSEKTOR KONSTRUKSI DAN BANGUNAN YANG

TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

Ferstmawaty Tondang

Manajemen, STIE Pengembangan Bisnis & Manajemen

e-mail: [email protected]

Abstract

This research aims to know the influence of government loans,infrastructure funds,ROA

,DER to stock return of sub sector of construction and building companies which listed in

Indonesia Stock Exchange, partially and simultaneously. Quantitative approach has been

used to test the hypothesis of this research and to answer its problems.

The sample of this research is 6sub sector of construction and building companies listed in

Indonesia Stock Exchange which have active stocks in 2010-2017. Documentation has been

done to gain data. The method of analysis used is multiple linear regressions. Analysis

result indicates that the government loans, infrastructure funds, ROA and DER

simultaneously have significant influence to stock return of sub sector of construction and

building companies listed in Indonesia Stock Exchange. Partially, DER significantly

influence to stock return sub sector of construction and building companiesbutgovernment

loans,infrastruktur funds and ROA insignificantly influence to stock return of the sample

companies.

Keywords : Government loans, stock return, infrastructure funds, ROA, DER, sub sector

of construction and building companies

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Dari tahun 2013 sampai tahun

2017 pembangunan infrastruktur di

Indonesia dilakukan begitu gencarnya.

Dana untuk pembangunan infrastruktur ini

juga dari tahun ke tahun semakin naik

secara signifikan.

Rasio utang pemerintah terhadap

PDB, cenderung semakin besar. Semakin

besar rasio ini menggambarkan semakin

besar resiko berinvestasi, hal ini dapat

membuat investor mengurangi investasi-

nya di pasar modal sehingga membuat

harga saham perusahaan turun yang

mengakibatkan return saham turun.

Rasio dana infrastruktur terhadap

APBN semakin tahun semakin naik ,hal

ini akan berpengaruh signifikan terhadap

return saham perusahaan subsector

kontruksi dan bangunan.

ROA mencerminkan kinerja

perusahaan dalam suatu periode.Suatu

perusahaan yang memiliki ROA yang

tinggi membuat minat investor untuk

membeli saham perusahaan itu semakin

Page 103: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 100

besar. Hal tersebut mengakibatkan harga

saham perusahaan naik sehingga return

saham perusahaan semakin besar.

DER yang terlalu tinggi

mempunyai dampak buruk terhadap

kinerja perusahaan, karena tingkat hutang

yang semakin tinggi berarti beban bunga

perusahaan akan semakin besar dan akan

mengurangi keuntungan, dengan demikian

penggunaan hutang dapat memberikan

pengaruh yang negatif terhadap return

saham.

Dari penjelasan di atas maka

penelitian ini mengambil judul, “Pengaruh

utang pemerintah,dana infrastruktur,

ROA, dan DER Terhadap Return Saham

Perusahaan Subsektor Konstruksi dan

Bangunan yang Terdaftar di BEI ”

B. Identifikasi dan Pembatasan

Masalah.

1. Identifikasi Masalah

a. Pergerakan rasio utang pemerin-

tah terhadap PDB tahun 2014-

tahun 2018 yang cenderung naik

dan akhirnya berpengaruh kepada

return saham.

b. Pergerakan rasio jumlah dana

infrastruktur terhadap APBN

tahun 2014-2018 semakin besar

yang akhirnya berpengaruh kepada

return saham.

c. Pergerakan rata-rata ROA subsektor

konstruksi dan bangunan dari

tahun 2014-tahun 2018 cenderung

berfluktuasi yang akhirnya berpe-

ngaruh kepada return saham.

d. Pergerakan rata-rata DER sub

sektor konstruksi dan bangunan

dari tahun 2014-tahun 2018

cenderung berfluktuasi yang

akhirnya berpengaruh kepada

return saham.

2. Pembatasan Masalah

Ruang lingkup penelitian ini

dibatasi agar penelitian lebih terarah dan

mudah dipahami:

a. Perusahaan yang diteliti adalah

perusahaan subsektor konstruksi dan

bangunan yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia.

b. Data yang digunakan untuk penelitian

adalah data tahun 2013-2017.

c. Variabel independen yang digunakan

adalah rasio utang pemerintah terha-

dap PDB,rasio dana infrastruktur

terhadap APBN, ROA, dan DER.

C. Rumusan Masalah

1. Apakah rasio utang pemerintah

terhadap PDB,rasio dana infra-

struktur terhadap APBN, ROA,

dan DER. secara simultan

berpengaruh signifikan terhadap

return saham perusahaan sub

sektor konstruksi dan bangunan?

2. Apakah utang pemerintah terha-

dap PDB mempunyai pengaruh

yang signifikan terhadap return

saham perusahaan sub sektor

konstruksi dan bangunan?

3. Apakah jumlah dana infrastruktur

mempunyai pengaruh siknifikan

terhadap return saham perusa-

haan?

4. Apakah ROA mempunyai penga-

ruh yang signifikan terhadap

return saham perusahaan sub

sektor konstruksi dan bangunan?

5. Apakah DER mempunyai penga-

ruh yang signifikan terhadap

return saham perusahaan sub

sektor konstruksi dan bangunan?

Page 104: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 101

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang

diajukan dalam penelitian ini, maka

tujuan penelitian dapat dijabarkan

sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui apakah rasio

utang pemerintah terhadap PDB,

rasio dana infrastruktur terhadap

APBN, ROA, dan DER. secara

simultan berpengaruh signifikan

terhadap return saham perusahaan

subsektor konstruksi dan bangunan.

b. Untuk mengetahui apakah rasio

utang pemerintah terhadap PDB

mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap return saham

perusahaan subsektor konstruksi

dan bangunan.

c. Untuk mengetahui apakah rasio

dana infrastruktur terhadap APBN

mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap return saham

perusahaan subsektor konstruksi

dan bangunan.

d. Untuk mengetahui apakah ROA

mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap return saham

perusahaan subsektor konstruksi

dan bangunan.

e. Untuk mengetahui apakah DER

mempunyai pengaruh yang signi-

fikan terhadap return saham

perusahaan subsektor konstruksi

dan bangunan.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini antara lain:

a. Investor dan calon investor

Hasil penelitian ini dimanfaatkan

untuk memberikan gambaran bila

akan memasuki pasar modal serta

sebagai bahan pertimbangan dan

pemikiran dalam melakukan

investasi di pasar modal.

b. Bagi ilmu pengetahuan dan

penelitian selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan

dapat menambah informasi dan

wawasan di bidang investasi dan

pasar modal, dan sebagai salah satu

referensi bagi penelitian selanjut-

nya.

c. Bagi penulis

Penelitian ini diharapkan berguna

untuk menambah wawasan, penge-

tahuan mengenai pasar modal,

investasi saham, return saham.

Pengaruh rasio utang pemerintah terhadap

PDB

Semakin besar rasio utang pemerintah

terhadap PDB, maka semakin besar resiko

yang dihadapi, hal ini cenderung membuat

investor mengurangi investasinya,

sehingga harga saham perusahaan

semakin turun yang mengakibatkan return

saham perusahaan semakin turun.

H1 : Diduga rasio utang pemerintah

terhadap PDB mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap

return saham perusahaan subsektor

konstruksi dan bangunan.

Pengaruh rasio dana infrastruktur

terhadap APBN

Semakin besar dana untuk

pembangunan infrastruktur maka

diharapkan akan meningkatkan pereko-

nomian suatu negara ,hal ini dapat

tergambar dalam return saham perusa-

haan.

H2 : Diduga rasio dana infrastruktur

terhadap APBN mempunyai

pengaruh signifikan terhadap return

saham perusahaan subsektor

kontruksi dan bangunan.

Page 105: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 102

Pengaruh Return On Asset (ROA)

Semakin besar kemampuan

perusahaan menaikkan laba bersih dari

total asset yang digunakan maka investor

cenderung semakin tertarik untuk

membeli saham perusahaan tersebut

sehingga return saham perusahaan

semakin besar.

H3 : Diduga ROA mempunyai pengaruh

yang signifikan terhadap return

saham perusahaan subsektor

konstruksi dan bangunan.

Pengaruh debt equity ratio terhadap

return saham.

Semakin besar utang yang

digunakan di dalam operasional

perusahaan berarti semakin besar beban

bunga yang harus dibayarkan dan akan

memperbesar resiko tidak terbayarnya

utang kepada kreditur. Bila beban bunga

naik maka laba bersih perusahaan akan

turun, hal ini dapat mengakibatkan minat

investor membeli saham perusahaan itu

semakin turun sehingga dapat mengaki-

batkan harga saham perusahaan turun dan

akhirnya return saham perusahaan turun.

H4 : Diduga DER mempunyai pengaruh

yang signifikan terhadap return

saham perusahaan subsektor

konstruksi dan bangunan.

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam metode penelitian ini

digambarkan bagaimana proses penelitian

dilaksanakan serta langkah-langkah yang

ditempuh di dalam pengumpulan dan

pengolahan data.

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Bursa Efek

Indonesia.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Mei

2019 sampai Juli 2019.

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data sekunder yang

diperoleh dari laporan keuangan

perusahaan subsektor konstruksi dan

bangunan yang tercatatdi Bursa Efek

Indonesia (BEI).

Data yang digunakan berasal dari laporan-

laporan sebagai berikut:

1. Neraca perusahaan tahun 2013-2017

2. Laporan laba rugi perusahaan tahun

2013-2017

3. Harga saham masing-masing

perusahaan tahun 2013 sampai tahun

2017

4. Jumlah utang pemerintah tahun 2013-

2017

5. Jumlah dana infrastruktur tahun 2013-

2017.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini

adalah saham-saham perusahaan

subsektor konstruksi dan bangunan

yang tercatat di Bursa Efek Jakarta

(BEJ) selama periode 2013 hingga

2017.Jumlah sampel adalah sebanyak

6 perusahaan.

2. Sampel Penelitian

Pemilihan sampel dalam

penelitian ini dilakukan secara

purpose sampling dengan tujuan

untuk mendapatkan sampel yang

representatif sesuai dengan kriteria

yang ditentukan.

Page 106: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 103

D. Identifikasi dan Definisi Operasional

Variabel

1. Identifikasi Variabel

Untuk menjawab permasalahan

dan menguji hipotesis, maka variabel-

variabel yang akan dianalisis dapat

dikelompokkan sebagai berikut :

a. Variabel dependen yaitu return saham

perusahaan sampel (Y)

b. Variabel independen yaitu:

X1 = rasio utang pemerintah terhadap

PDB periode tahun 2013-2017

X2 = rasio dana infrastruktur terhadap

APBN tahun 2013-2017

X3 = ROA masing masing perusahaan

periode tahun 2013-2017

X4 = DER masing-masing perusahaan

periode tahun 2013-2017

2. Definisi Operasional

Berdasarkan identifikasi variabel

maka dapat diperoleh definisi operasional

dari variabel-variabel yang digunakan

yaitu :

Y = Return saham, dalam hal ini return

yang diperhitungkan adalah capital

gain. Dividen tidak diperhitungkan

karena tidak semua sampel

membagikan perusahaan.

Ri = Pt – Pt-1

Pt-1

X1 = Rasio utang pemerintah terhadap

PDB

Rumus rasio utang pemerintah

terhadap PDB = utang pemerintah

PDB

X2 = Rasio dana infrastruktur terhadap

APBN

Rumus = dana infrastruktur

APBN

X3 = ROA

Rumus ROA = laba bersih

total aset

X4 = DER adalah perbandingan jumlah

hutang perusahaan dengan modal

sendiri.

Rumus DER = total utang

jumlah modal sendiri

Hutang yang digunakan adalah hutang

jangka pendek dan hutang jangka panjang

tiap-tiap tahun periode tahun 2013-2017.

Modal sendiri yang digunakan adalah

modal sendiri tiap-tiap tahun periode

tahun 2013-2017.

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah

studi dokumentasi yang dilakukan dengan

mengumpulkan data-data yang berkaitan

dengan variabel penelitian

F. Metode Analisa Data

1. Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif

bertujuan untuk mengetahui gambaran

umum dari semua variabel yang

digunakan dalam penelitian ini, dengan

melihat tabel statistik deskriptif yang

menunjukkan hasil pengukuran mean,

nilai minimal dan maksimal serta standar

deviasi semua variabel tersebut.

2. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R²)

digunakan untuk mengukur seberapa jauh

kemampuan sebuah model dalam

menerangkan variasi variabel dependen.

Page 107: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 104

Nilai koefisien determinasi adalah antara 0

- 1.Nilai yang semakin mendekati 1 berarti

variabel independen memberikan hampir

semua informasi yang dibutuhkan untuk

memprediksi variabel dependen.

Koefisien determinasi bias terhadap

jumlah variabel independen dalam model

regresi, sehingga banyak peneliti

menganjurkan menggunakan adjusted R²

pada saat mengevaluasi mana model

regresi terbaik

3. Regresi Linier Berganda

Persamaan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah :

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e

Dimana :

Y = Return saham

a = Konstanta

b = Koefisien regresi

X1 = rasio utang pemerintah terhadap

PDB

X2 = rasio dana infrastruktur terhadap

APBN

X3 = ROA

X4 = DER

e = error

4. Uji Kualitas Data

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk

menguji apakah dalam model regresi,

variabel pengganggu atau residual

memiliki distribusi normal.

b. Uji Asumsi Klasik

Ada tiga penyimpangan asumsi

klasik yang dapat terjadi dalam penggu-

naan model regresi linier berganda, yaitu

multikoliniearitas, heteroskedastisitas dan

autokorelasi tidak bersifat BLUE (Best

Linier Unbiased Estimation), karenanya

perlu dideteksi terlebih dahulu kemung-

kinan terjadinya penyimpangan tersebut

dengan menggu-nakan:

1. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinieritas dapat dilakukan

dengan cara meregresikan model analisis

dan melakukan uji korelasi antar variabel

independen dengan menggunakan

tolerance value atau variance inflation

factor (VIF). Batas untuk tolerance value

adalah 0,1 dan batas untuk nilai VIF harus

kurang dari 10. Jadi dapat disimpulkan :

tolerance value <0,1 atau VIF > 10 maka

ada multikolinieritas. tolerance value >0,1

atau VIF < 10 maka tidak ada

multikolinieritas.

2. Uji Autokorelasi

Bertujuan untuk menguji apakah

dalam suatu model regresi linier berganda

terdapat korelasi antara residual pada

periode t dengan residual periode t-1

(sebelumnya).Model regresi yang baik

adalah regresi yang bebas dari auto-

korelasi. Metode uji yang dilakukan

adalah Run Test.

Kriteria penerimaan/penolakan:

Assymp sig > 5% →H0 diterima (tidak

terjadi autokorelasi)

Assymp sig < 5% →H0 ditolak (terjadi

autokorelasi)

3. Uji Heterokedastisitas

Salah satu cara menguji heteros-

kedastisitas adalah dengan menggunakan

grafik scatterplot pada program SPSS.

Jika titik membentuk suatu pola tertentu,

maka terjadi heteroskedastisitas.Jika tidak

ada pola yang jelas, dimana titik

menyebar, maka tidak terjadi heteros-

kedastisitas.

Uji Hipotesis

Page 108: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 105

a. Uji Simultan (F Test)

Uji F digunakan untuk menguji

pengaruh variabel independen terhadap

variabel dependen secara bersama-sama.

Langkah-langkah :

1. Menentukan hipotesis

2. Membandingkan probabilitas F-hitung

dengan alpha = 5 %

3. Kriteria penerimaan dan penolakan

hipotesis :

Ho ditolak jika p < 0,05

Ho diterima jika p > 0,05

b. Uji Parsial (t test)

Bertujuan untuk mengetahui

pengaruh variabel independen terhadap

variabel dependen secara parsial.

Prosedur pengujian hipotesis dengan uji-t:

a. Menentukan hipotesis

b. Membandingkan probabilitas t-hitung

dengan alpha = 5 %

c. Kriteria penerimaan dan penolakan

hipotesis :

Ho ditolak jika p < 0,05

Ho diterima jika p > 0,05

Hasil Penelitian dan Pembahasan

A. Analisis Ordinary Least Square dan

Uji Hipotesis

a.1. Analisis Ordinary Least Square

1. Analisis Regresi Berganda

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 1.045 2.284 .458 .651

RASIO UTANG/PDB -6.151 9.982 -.267 -.616 .543

RASIO DANA

INFRASTRUKTUR/ APBN -1.781 4.253 -.180 -.419 .679

ROA .251 .649 .058 .387 .702

DER 1.447 .504 .435 2.872 .008

a. Dependent Variable: RETURN SAHAM

Dari table di atas dapat disusun persamaan

regresi linear berganda sebagai berikut:

Y= 1,045 – 6,151 X1 – 1,781 X2 + 0,251

X3 + 1,447 X4

Dari persamaan regresi linear berganda

tersebut dapat diartikan sebagai berikut

Konstanta sebesar 1,045 mempunyai

arti apabila return pasar, rasio utang

pemerintah terhadap PDB, ROA, dan

DER = 0 maka return saham bernilai

positif 1,045 satuan.

Koefisien regresi rasio utang

pemerintah terhadap PDB -6,151

artinya setiap kenaikan rasio utang

pemerintah terhadap PDB sebesar satu

satuan maka return saham akan turun

sebesar 6,151 satuan.

Koefisien regresi rasio dana

infrastruktur terhadap APBN sebesar -

1,781 artinya setiap kenaikan dana

infrastruktur satu satuan akan

mengakibatkan penurunan return

saham sebesar 1,781 satuan.

Page 109: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 106

Koefisien regresi ROA sebesar +0,251

artinya setiap kenaikan satu satuan

ROA akan mengakibatkan kenaikan

return saham sebesar 0,251 satuan.

Koefisien regresi DER sebesar 1,447

artinya setiap kenaikan satu satuan

DER akan mengakibatkan kenaikan

return saham sebesar 1,447 satuan.

2. Koefisien Determinasi (R2)

Model Summary

Model R R Square Adjusted R

Square Std. Error of the Estimate

1 .672

a .451 .364

.320147814988787

a. Predictors: (Constant), DER, ROA, RASIO DANA INFRASTRUKTUR/ APBN, RASIO UTANG/PDB

Dari table di atas diketahui nilai R2

sebesar 0,451 ini berarti sebsar 45,1%

return saham bisa dijelaskan oleh

variabel-variabel independen, sisanya

sebesar 54,9% dijelaskan oleh

variabel lain yang tidak turut dalam

penelitian.

a.2. Uji hipotesis

1. Uji Simultan (F TEST)

ANOVA

a

Model Sum of

Squares df Mean

Square F Sig.

1 Regression 2.108 4 .527 5.142 .004b

Residual 2.562 25 .102

Total 4.670 29

a. Dependent Variable: RETURN SAHAM b. Predictors: (Constant), DER, ROA, RASIO DANA INFRASTRUKTUR/ APBN, RASIO UTANG/PDB

Dari table di atas diketahui nilai

probabilitas sebesar 0,003 dimana

nilai ini lebih kecil dari 0,05 jadi

secara simultan variabel bebas return

pasar, rasio utang pemerintah terhadap

PDB, ROA, dan DER berpengaruh

signifikan terhadap return saham

perusahaan.

Page 110: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 107

2. Uji Parsial (Uji t) Coefficients

a

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 1.045 2.284 .458 .651

RASIO UTANG/PDB -6.151 9.982 -.267 -.616 .543

RASIO DANA INFRASTRUKTUR/ APBN

-1.781 4.253 -.180 -.419 .679

ROA .251 .649 .058 .387 .702

DER 1.447 .504 .435 2.872 .008

a. Dependent Variable: RETURN SAHAM

Dari table di atasa diketahui sebagai

berikut:

Rasio utang pemerintah terhadap

PDB mempunyai nilai probabi-

litas sebesar 0,651 lebih besar

dari 0,05, berarti H1 ditolak jadi

secara parsial rasio utang

pemerintah terhadap PDB tidak

berpengaruh secara signifikan

terhadap return saham.

Rasio dana infrastruktur terhadap

APBN mempunyai nilai probabi-

litas sebesar 0,679 lebih besar

dari 0,005 berarti H2 ditolak ,jadi

secara parsial rasio dana infra-

struktur terhadap APBN tidak

berpengaruh secara signifikan

terhadap return saham perusa-

haan

ROA mempunyai nilai probabi-

litas sebesar 0,702 lebih besar

dari 0,005, berarti H3 ditolak,

jadi secara parsial ROA tidak

berpengaruh signifikan terhadap

return saham.

DER mempunyai nilai probabi-

litas sebsar 0,008lebih kecil dari

0,05, berarti H4 diterima, jadi

secara parsial DER berpengaruh

signifikan terhadap return saham.

3. Analisa Statistik Deskriptif Variabel

Descriptive Statistics Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

RASIO UTANG/PDB 30 .2468 .2898 .267910 .0174243 RASIO DANA INFRASTRUKTUR/ APBN

30 .0712 .1866 .119898 .0406043

ROA 30 -.2322 .4089 .061750 .0921319 DER 30 .4598 .8431 .651193 .1206252 RETURN SAHAM

30 -.3947577442

414615 1.0719740 609477628

.141582050 398659

.401304465 162134

Valid N (listwise) 30

Page 111: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 108

Dari tabel diatas dapat diketahui:

a. Jumlah sampel (N) adalah 30

b. Return saham perusahaan

minimum tidak terhingga dan

maksimum sebesar 1,072. Mean

atau rata-rata return saham

sebesar 0,1416 (14,16%), menun-

jukkan bahwa secara rata-rata

perusahaan subsektor konstruksi

dan bangunan masih memperoleh

keuntungan sebesar 14,16%.

c. Rasio utang pemerintah terhadap

PDB maksimum sebesar 28,98%

dan minimum 24,68% dengan

mean atau rata-rata sebesar

26,79%

d. Rasio dana infrastruktur terhadap

APBN maksimum sebesar

18,66% dan minimum sebesar

7,12% dengan mean atau rata-rata

sebesar 11,99%

e. ROA perusahaan maksimum

0,4089 (40,89%) dan minimum -

0,2322 (-23,22%) dan mean atau

rata-rata 0,0617 (6,17%). Jadi

secara rata-rata perusahaan masih

memperoleh laba bersih sebesar

6,17% dari asset perusahaan.

f. DER perusahaan maksimum

sebesar 0,8431 (84,31%) dan

minum sebsar 0,4598 (45,98%)

dengan mean atau rata-rata 0,6512

(65,12%). Jadi secara rata-rata

utang perusahaan lebih besar dari

modal sendirinya.

4. Uji Normalitas (Kolmogorov-Smirnov)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardize

d Residual

N 30 Normal Parameters

a,b Mean .0000000

Std. Deviation .29724978 Most Extreme Differences

Absolute .151 Positive .151 Negative -.085

Test Statistic .151 Asymp. Sig. (2-tailed) .079

c

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. c. Lilliefors Significance Correction.

Uji Kolmogorov-Smirnov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Berdasarkan hasil pada tabel di

atas, menunjukkan bahwa data terdistri-

busi normal. Hal ini ditunjukkan dengan

nilai Kolmogorov-Smirnov adalah 0,155

dan signifikansi pada 0,064 yang lebih

besar dari 0,05. Hal ini berarti data

residual terdistribusi secara normal,

karena nilai signifikansinya lebih dari

0,05.

Page 112: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 109

5. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Multikolinearitas

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 1.045 2.284 .458 .651

RASIO UTANG/ PDB

-6.151 9.982 -.267 -.616 .543 .117 8.559

RASIO DANA INFRASTRUKTUR / APBN

-1.781 4.253 -.180 -.419 .679 .118 8.439

ROA .251 .649 .058 .387 .702 .989 1.011

DER 1.447 .504 .435 2.872 .008 .956 1.046

a. Dependent Variable: RETURN SAHAM

Dari table di atas diketahui bahwa

nilai tolerance mendekati 1, hal ini

menunjukkan bahwa tidak terdapat gejala

multikolinearitas.

b. Uji Autokorelasi

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R

Square Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 .672

a .451 .364

.320147814988787

2.160

a. Predictors: (Constant), DER, ROA, RASIO DANA INFRASTRUKTUR/ APBN, RASIO UTANG/PDB b. Dependent Variable: RETURN SAHAM

Dari hasil konstanta Durbin-Watson

diperoleh angka 2,160 dimana kriteria

praktis bila dw sekitar 2 maka pada model

regresi tersebut tidak terjadi autokorelasi.

Page 113: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 110

c. Uji Heterokedastisitas

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 2.445 1.238 1.975 .059

RASIO UTANG/PDB

-8.900 5.413 -.892 -1.644 .113

RASIO DANA INFRASTRUKTUR/ APBN

2.663 2.306 .622 1.155 .259

ROA -.020 .352 -.011 -.057 .955

DER -.218 .273 -.151 -.798 .433

a. Dependent Variable: ABSRes

Dari table di atas diketahui semua

variabel bebas tidak ada yang signifikan

terhadap absolut dari unstandardized

residual dimana tidak ada satupun

signifikansi variabel yang di bawah 0,05,

artinya semua variabel bebas lulus uji

heterokedastisitas.

Pembahasan

1. Pengaruh rasio utang pemerintah

terhadap PDB terhadap return saham

Berdasarkan hasil perhitungan

dengan menggunakan program SPSS

diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,451

berarti lebih besar dari 0,05. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa secara

parsial rasio utang pemerintah terhadap

PDB tidak berpengaruh signifikan

terhadap return saham.

2. Pengaruh rasio dana infrastruktur

terhadap APBN terhadap return saham

perusahaan

nilai signifikansi sebesar 0,679berarti

lebih 0,05.Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa secara parsial rasio

dana infrastruktur terhadap APBN tidak

berpengaruh signifikan terhadap return

saham perusahaan.

3. Pengaruh ROA terhadap return saham

nilai signifikansi sebesar 0,702 berarti

lebih besar dari 0,05. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa secara

parsial ROA tidak berpengaruh

signifikan terhadap return saham.

4. Pengaruh DER terhadap return saham

Berdasarkan hasil perhitungan

diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,008

berarti lebih kecil dari 0,05. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa secara

parsial DER berpengaruh signifikan

terhadap return saham.

Page 114: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 111

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan

pembahasan terhadap hasil penelitian

maka dapat diambil beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

1. Variabel bebas rasio utang

terhadap PDB,rasio dana

infrastruktur terhadap APBN,

ROA, dan DER secara simultan

berpengaruh signifikan terhadap

return saham. Kesimpulan ini

ditunjukkan oleh sig 0,004 (uji F)

yang lebih kecil dari 0,05.

2. Besarnya kontribusi variabel

bebas terhadap variabel tidak

bebas adalah sebesar 45,1% dan

sisanya sebesar 54,9% dijelaskan

oleh variabel bebas lainnya.

3. Variabel bebas rasio utang

terhadap PDB secara parsial nilai

signifikansi sebesar 0,541 lebih

besar dari 0,05 dapat disimpulkan

secara parsial rasio utang terhadap

PDB tidak berpengaruh signifikan

terhadap return saham.

4. Variabel bebas ROA secara

parsial nilai signifikansi sebesar

0,702 lebih besar dari 0,05 dapat

disimpulkan secara parsial ROA

tidak berpengaruh signifikan

terhadap return saham.

5. Variabel bebas DER secara

parsial nilai signifikansi sebesar

0,008 lebih kecil dari 0,05 dapat

disimpulkan secara parsial DER

berpengaruh signifikan terhadap

return saham.

B. Saran

1. Bagi investor yang ingin

berinvestasi pada perusahaan

subsektor konstruksi dan

bangunan sebaiknya mempertim-

bangkan factor DER perusahaan.

Karena faktorDER berpengaruh

signifikan terhadap return saham.

Page 115: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 112

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Halim, Analisis Investasi. Penerbit

Salemba Empat. Jakarta.2002.

Agus Harjito dan Martono, Manajemen

Keuangan, Edisi Kedua, Penerbit

Ekonisia, Yogyakarta,2011.

Enny Pudyastuti, Analisis Pengaruh

Return Pasar, Tingkat Inflasi,

Tingkat Suku Bunga Deposito

terhadap Return Saham Individu

pada Industri Dasar & Kimia yang

Terdaftar di BEJ Periode 1997-

1999. Tahun 2000.

Imam Ghozali, Aplikasi Analisis

Multivariate Dengan Program

SPSS.Penerbit Universitas Diponegoro.

Semarang,2006.

Irham Fahmi, Manajemen Investasi,

Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2011.

_______ Pengantar Pasar Modal, edisi 1,

Alfabeta, Bandung, 2012.

Jogiyanto H.M. 2003.“Teori Portofolio

dan Analisis Investasi”. Edisi

Ketiga BPFE,Yogyakarta.

Kamaruddin Akhmad, Dasar-dasar

Manajemen Investasi, Penerbit

Rineka Cipta, Jakarta,2000.

Manurung, Adler Haynes, Berani

Bermain Saham, Penerbit Buku Kompas,

Jakarta,2013.

Mohamad Samsul, Pasar Modal &

Manajemen Portofolio, Penerbit

Erlangga,Jakarta,2006.

Robert Ang, Buku Pintar Pasar Modal

Indonesia, Mediasoft Indonesia, 2001.

Siregar, Sofyan, Metode Penelitian

Kuantitatif, Penerbit Kencana,

Jakarta,2012.

Suad Husnan, Dasar-dasar Teori

Portofolio dan Analisis Sekuritas,

Edisi Ketiga, Penerbit UPP

AMP, YKPN, Yogyakarta,2000.

,_______Dasar-Dasar Manajemen

Keuangan, Penerbit UPP, AMP, YKPN,

Yogyakarta,2006.

Sunariyah, Pengantar Pengetahuan Pasar

Modal, Penerbit UPP, AMP, YKPN,

Yogyakarta,2006.

Sunjoyo dkk, Aplikasi SPSS untuk Smart

Riset, Penerbit Alfabeta,

Bandung,2012.

_______Pasar Modal di

Indonesia:Pendekatan Tanya Jawab,

Edisi pertama. Salemba Empat.

Jakarta,2001.

www.idx.co.id

www.financeyahoo.com

www.kemenkeu.go.id

Page 116: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 113

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI TERHADAP

KINERJA KARYAWAN PT. AMANDHA CIPTA WISATA

Jatenangan Manalu

Manajemen, STIE Pengembangan Bisnis dan Manajemen

E-mail : [email protected]

Abstrak

PT. Amandha Cipta Wisata memiliki pasar yang cukup banyak baik di Instansi

Negara maupun perusahaan swasta, Namanya banyak dikenal karena loyalitas kinerja

karyawannya. Perusahaan ini mempunyai anggapan bahwa Sumber daya manusia yang

dimiliki harus dapat menjadi Sumber daya manusia yang unggul dan kompetitif. Tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh secara simultan maupun secara parsial

gaya kepemimpinan dan motivasi terhadap Kinerja karyawan PT. Amandha Cipta Wisata.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan gaya kepemimpinan dan

motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan sebesar 69,6 persen. Sisanya

sebesar 30,4 persen dipengaruhi oleh variabel lain diluar model yang diteliti seperti

lingkungan kerja dan kompetensi. Secara parsial variabel gaya kepemimpinan

berpengaruh terhadap kinerja karyawan sebesar 67,7 persen dan variabel motivasi kerja

berpengaruh terhadap kinerja karyawan sebesar 69,1 persen.

Kata Kunci : Gaya Kepemimpinan, Motivasi, Kinerja Karyawan

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Sumber daya manusia merupakan

tokoh sentral dalam organisasi maupun

perusahaan. Agar aktivitas manajemen

berjalan dengan baik, perusahaan harus

memiliki karyawan yang berpengetahuan

dan berketrampilan tinggi serta usaha

untuk mengelola perusahaan seoptimal

mungkin sehingga kinerja karyawan

meningkat. Kinerja yang baik adalah

kinerja yang optimal, yaitu kinerja yang

sesuai standar organisasi dan mendukung

tercapainya tujuan organisasi. Organisasi

yang baik adalah organisasi yang

berusaha meningkatkan kemampuan

sumber daya manusianya, karena hal

tersebut merupakan faktor kunci untuk

meningkatkan kinerja karyawan. Pening-

katan kinerja karyawan akan membawa

kemajuan bagi perusahaan untuk dapat

bertahan dalam suatu persaingan

lingkungan bisnis yang tidak stabil. Oleh

karena itu upaya-upaya untuk mening-

katkan kinerja karyawan merupakan

tantangan manajemen yang paling serius

karena keberhasilan untuk mencapai

tujuan dan kelangsungan hidup perusa-

haan tergantung pada kualitas kinerja

sumber daya manusia yang ada

didalamnya. Kinerja karyawan yang

tinggi sangatlah diharapkan oleh perusa-

haan terserbut. Semakin banyak

karyawan yang mempunyai kinerja tinggi,

maka produktivitas perusahaan secara

keseluruhan akan meningkat sehingga

Page 117: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 114

perusahaan akan dapat bertahan dalam

persaingan global. Karyawan dituntut

untuk mampu menyelesaikan tugas dan

tanggung jawabnya secara efektif dan

efisien. Keberhasilan karyawan dapat

diukur melalui kepuasan konsumen,

berkurangnya jumlah keluhan dan

tercapainya target yang optimal.

Kinerja karyawan PT Amandha

Cipta Wisata juga dapat diukur melalui

penyelesaian tugasnya secara efektif dan

efsien serta melakukan peran dan

fungsinya dan itu semua berhubungan

linear dan berhubungan positif bagi

keberhasilan suatu perusahaan. Faktor-

faktor yang dapat digunakan untuk

meningkatkan kinerja diantaranya adalah

gaya kepemimpinan dan motivasi.

Sebagian besar karyawan PT. Amandha

Cipta Wisata ini merasakan gaji yang

mereka dapatkan setiap bulannya tidak

sesuai dengan ketentuan yang ada, mereka

berkerja sesuai porsinya bahkan lebih

namun gaji yang mereka terima kurang

dan tidak sesuai dengan kinerja yang

sudah mereka lakukan, ada beberapa

karyawan yang masa kerjanya sudah

cukup lama gaji yang diterima lebih kecil

dengan karyawan baru. Karyawan juga

mengeluh akan rutinitas yang mungkin

mereka lakukan setiap hari, ketika

kebosanan itu datang membuat kinerja

mereka menjadi terganggu dan hasil yang

mereka kerjakan menjadi buruk. Maka

dari itu perusahaan ini mengupayakan

untuk diadakannya refreshing minimal

satu tahun sekali keluar kantor untuk

membuat suasana kantor menjadi lebih

baik lagi. Pemimpin mendengar ide-ide

dari para bawahan sebelum mengambil

keputusan. Gaya kepemimpinan yang

tepat akan menimbulkan motivasi

seseorang untuk berprestasi. Sukses

tidaknya karyawan dalam prestasi kerja

dapat dipengaruhi oleh gaya kepemim-

pinan atasannya (Hardini, 2001 dalam

Suranta, 2002:117). Gaya kepemimpinan

merupakan norma perilaku yang

digunakan oleh seseorang pada saat orang

tersebut mencoba mempengaruhi perilaku

orang lain (Suranta, 2002:116). Gaya

kepemimpinan cocok apabila tujuan

perusahaan telah dikomunikasikan dan

bawahan telah menerimanya. Seorang

pemimpin harus menerapkan gaya

kepemimpinan untuk mengelola

bawahannya, karena seorang pemimpin

akan sangat mempengaruhi keberhasilan

organisasi dalam mencapai tujuannya.

Perusahaan menggunakan penghargaan

atau hadiah dan ketertiban sebagai alat

untuk memotivasi karyawan.

Berdasarkan uraian diatas maka

penelitian ini diberi judul: “Pengaruh

Gaya Kepemimpinan dan Motivasi

terhadap Kinerja Karyawan PT

Amandha Cipta Wisata”

B. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui pengaruh Gaya

Kepemimpinan dan Motivasi secara

simultan terhadap Kinerja karyawan

PT Amandha Cipta Wisata.

2. Untuk mengetahui pengaruh Gaya

Kepemimpinan dan Motivasi secara

parsial terhadap Kinerja karyawan PT

Amandha Cipta Wisata.

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA

PEMIKIRAN

A. Kinerja Karyawan

1. Pengertian Kinerja Karyawan Menurut Sulistiyani (2003:223),

kinerja seseorang merupakan kombinasi

dari kemampuan, usaha, dan kesempatan

yang dapat dinilai dari hasil kerjanya.

Sedangkan menurut Bernardin dan Russel

dalam Sulistiyani (2003,223-224) menya-

Page 118: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 115

takan bahwa kinerja merupakan catatan

outcome yang dihasilkan dari fungsi

pegawai tertentu atau kegiatan yang

dilakukan selama periode waktu tertentu.

Simamora (2006:93) mengemukakan

bahwa kinerja karyawan adalah tingkatan

dimana para karyawan mencapai

persyaratan-persyaratan pekerjaan. Kinerja

mengacu pada prestasi karyawan yang

diukur berdasarkan standar atau kriteria

yang ditetapkan perusahan. Pengertian

kinerja atau prestasi kerja diberi batasan

oleh Maier dalam As‟ad (2006:86) sebagai

kesuksesan seseorang di dalam

melaksanakan suatu pekerjaan.

Guritno dan Waridin (2005:67)

kinerja merupakan perbandingan hasil

kerja yang dicapai oleh karyawan dengan

standar yang telah ditentukan. kinerja

sebagai hasil kerja yang dicapai oleh

individu yang disesuaikan dengan peran

atau tugas individu tersebut dalam suatu

perusahaan pada suatu periode waktu

tertentu, yang dihubungkan dengan suatu

ukuran nilai atau standar tertentu dari

perusahaan dimana individu tersebut

bekerja. Kinerja merupakan perbandingan

hasil kerja yang dicapai oleh karyawan

dengan standar yang telah ditentukan.

2. Metode Penilaian Kinerja Adapun penilaian kinerja menurut

Mathis dan Jackson (2006; 393-399)

yaitu :

a. Metode Penelitian Kategori Metode yang paling sederhana dalam

menilai kinerja adalah metode penelitian

kategori. Metode yang paling umum

adalah :

1) Skala penelitian grafis : skala yang

memungkinkan penilai untuk

menandai kinerja karyawan pada

rangkaian kesatuan.

2) Checklist : alat penilai kinerja yang

menggunakan daftar pernyataan atau

kata-kata yang diberi tanda oleh

penilai.

b. Metode Komparatif

Metode komparatif memerlukan para

manajer untuk membandingkan secara

langsung kinerja karyawan mereka

terhadap satu sama lain. Metode

komparatif terdiri dari :

1) Peningkatan peringkat : menentukan

daftar semua karyawan dari yang

terting sampai yang terendah dalam

kinerja.

2) Distribusi paksa : metode penilaian

kinerja dimana penilaian dari kinerja

karyawan didistribusikan sepanjang

kurva berbentuk lonceng.

c. Metode Naratif

Dokumentasi dan diskripsi adalah

inti dari metode kejadian penting, esai,

dan tinjauan lapangan. Metode ini

menguraikan tindakan karyawan dan juga

dapat menidentifikasi penilaian actual.

Metode Naratif terdiri dari:

1) Metode kejadian penting, dalam

metode ini manajer menyimpan catatan

tertulis mengenai tindakan dalam

kinerja karyawan baik yang mengun-

tungkan maupun yang merugikan

selama periode penilaian.

2) Esai, atau metode penilaian “bentuk

bebas”, mengharuskan seorang

manajer untuk menulis esai pendek

yang menguraikan kinerja setiap

selama periode penilaian.

3) Tinjauan lapangan, tinjauan lapangan

lebih berfokus pada siapa yang

melakukan evaluasi dalam penggu-

naan metode ini. Batasan utama dari

tinjauan lapangan adalah sejauh mana

Page 119: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 116

tingkat kendali pihak luar dalam

melakukan proses penilaian ini.

d. Metode Perilaku / Tujuan

1) Pendekatan penilaian perilaku :

menilai lebih pada perilaku

karyawan dibandingkan karakte-

ristik lainya.

2) Manajemen berdasarkan tujuan :

menentukan tujuan-tujuan kinerja

yang di sepakati oleh seorang

karyawan dan manjernya untuk

dicapai dalam jangka waktu

tertentu.

3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Kinerja

Adapun tujuan penilaian kinerja

menurut (Dharma, 2001:150) adalah

sebagai berikut :

a. Pertanggungjawaban

Apabila standard dan sasaran

digunakan sebagai alat pengukur

pertanggungjawaban, maka dasar untuk

pengambilan keputusan kenaikan gaji atau

upah, promosi, penugasan khusus, dan

sebagainya adalah kualitas hasil pekerjaan

karyawan yang bersangkutan.

b. Pengembangan Jika standard dan sasaran digunakan

sebagai alat untuk keperluan pengem-

bangan, hal itu mengacu pada dukungan

yang diperlukan karyawan dalam melak-

sanakan pekerjaan mereka. Dukungan itu

dapat berupa pelatihan, bimbingan, atau

bantuan lainnya.

Penilaian kinerja digunakan untuk

mengetahui kinerja seorang karyawan.

Menurut (Rivai, 2005;55 ) manfaat

penilaian kinerja adalah :

a. Manfaat bagi karyawan yang dinilai

antara lain : 1) Meningkatkan motivasi

2) Meningkatkan kepuasaan kerja

3) Adanya kejelasan standar hasil yang

diharapkan

4) Adanya kesempatan berkomunikasi

ke atas

5) Peningkatan pengertian tentang

nilai pribadi

b. Manfaat bagi penilai : 1) Meningkatkan kepuasan kerja

2) Untuk mengukur dan mengidentifi-

kasikan kecenderungan kinerja

karyawan

3) Meningkatkan kepuasan kerja baik

dari para manajer ataupun karyawan

4) Sebagai sarana meningkatkan

motivasi karyawan

5) Bisa mengidentifikasikan kesempa-

tan untuk rotasi karyawan

c. Manfaat bagi perusahaan : 1) Memperbaiki seluruh simpul unit-unit

yang ada dalam perusahaan.

2) Meningkatkan kualitas komunikasi.

3) Meningkatkan motivasi karyawan

secara keseluruhan.

4) Meningkatkan pandangan secara luas

menyangkut tugas yang dilakukan

untuk masing-masing karyawan.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Kinerja Faktor yang dapat mempengaruhi

pencapaian kinerja adalah Faktor

kemampuan (ability) dan Faktor motivasi

(motivation). (Mangkunegara 2007:67)

a. Faktor Kemampuan Secara Psikologis, kemampuan terdiri

dari kemampuan potensi (IQ) dan

kemampuan realita, artinya karyawan

yang memiliki IQ yang rata-rata (IQ 110-

Page 120: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 117

120) dengan memadai untuk jabatannya

dan terampil dalam mengerjakan

pekerjaannya sehari-hari, maka ia akan

lebih mudah mencapai kinerja yang

diharapkan oleh karena itu karyawan perlu

ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai

dengan keahliannya.

b. Faktor Motivasi

Motivasi terbentuk dari sikap

(Attitude) seorang karyawan dalam

menghadapi situasi kerja. Motivasi

merupakan kondisi yang menggerakan diri

karyawan yang terarah untuk mencapai

tujuan organisasi (tujuan kerja).

Sikap mental merupakan kondisi

mental yang mendorong diri pegawai

untuk berusaha mencapai prestasi kerja

secara maksimal. (Sikap mental yang siap

secara psikofik) artinya, seorang karyawan

harus siap mental, mampu secara fisik,

memahami tujuan utama dan target kerja

yang akan dicapai, mampu memanfaatkan

dalam mencapai situasi kerja.

5. Indikator Kinerja Karyawan Robbins (2002:155) mengatakan

hampir semua cara pengukuran kinerja

mempertimbangkan hal-hal sebagai

berikut :

a. Kuantitas, yaitu jumlah yang harus

diselesaikan atau dicapai.

b. Kualitas, yaitu mutu yang harus

dihasilkan (baik tidaknya).

c. Ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya

dengan waktu yang direncanakan.

B. Gaya Kepemimpinan

1. Pengertian Gaya Kepemimpinan Menurut Tjiptono (2006;161) Gaya

Kepemimpinan adalah suatu cara yang

digunakan pemimpin dalam berinteraksi

dengan bawahannya. Sementara itu,

pendapat lain menyebutkan bahwa gaya

kepemimpinan adalah pola tingkah laku

(kata-kata atau tindakan) dari seorang

pemimpin yang dirasakan oleh orang lain

(Hersey, 2004;29).

Menurut Nawawi (2003;115) Gaya

Kepemimpinan adalah suatu cara yang

dipilih dan dipergunakan pemimpin dalam

mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap

dan perilaku para anggota organisasi

bawahannya.

Menurut Thoha (2003;303), gaya

kepemimpinan merupakan norma perilaku

yang digunakan seseorang pada saat orang

tersebut mencoba mempengaruhi orang

lain seperti yang ia lihat.

2. Model gaya kepemimpinan

Menurut Ronald Lippit dan Ralph K

White dalam Winardi (2000:79) ada 3

Gaya Kepemimpinan yaitu :

a. Authoritarian(otoriter)

Gaya kepemimpinan otoriter ini

pemimpin memberikan instruksi secara

pasti, menurut kerelaan, menekankan

pelaksanaan tugas, melakukan penga-

wasan tertutup, ijin sangat sedikit atau

tidak ada bawahan yang memhu-

bungani keputusan, tidak ada saran

datang dari bawahan, memakai

paksaan, ancaman kekuasaan untuk

melaksanakan disiplin serta menjamin

pelaksanaannya.

Kepemimpinan gaya otoriter memiliki

ciri :

1) Wewenang mutlak berpusat pada

pimpinan

2) Keputusan dan kebijaksanaan selalu

dibuat oleh pimpinan

3) Komunikasi berlangsung satu arah

dari pimpinan kepada bawahan

4) Pengawasan terhadap sikap, tingkah

laku, perbuatan, atau kegiatan para

bawahannyadilakukan secara ketat

Page 121: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 118

5) Prakarsa harus selalu datang dari

pimpinan

6) Tiada kesempatan bagi bawahan

untuk memberikan saran, pertim-

bangan, atau pendapat

7) Tugas-tugas bagi bawahan

diberikan secar instruktif

8) Lebih banyak kritik daripada

pujian

9) Pimpinan menurut kesetiaan

mutlak tanpa syarat

10) Cenderung adanya paksaan,

ancaman, dan hukuman

11) Kasar dalam bertindak

12) Kaku dalam bersikap

13) Tanggung jawab keberhasilan

organisasi hanya dipikul oleh

pimpinan

Penerapan gaya kepemimpinan otoriter

memiliki keuntungan antara lain berupa

kecepatan serta ketegasan dalam

pembuatan keputusan dan bertindak

sehingga untuk sementara mungkin

produktivitas dapat naik. Kerugian dari

penerapan gaya kepemimpinan ini adalah

berupa suasana kaku, tegang, mencekam,

menakutkan sehingga berakibat lebih

lanjut timbulnya ketidakpuasan.

b. autocratic (otokratis)

Kepemimpinan gaya demokratis

adalah kemampuan mempengaruhi orang

lain agar bersedia bekerja sama untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan

dengan cara berbagai kegiatan yang akan

dilakukan ditentukan bersama antara

pimpinan atau bawahan.

Kepemimpinan gaya demokratis

memiliki ciri :

1) Wewenang pimpinan tidak mutlak.

2) Pimpinan bersedia melimpahkan

sebagian wewenang kepada bawahan.

3) Keputusan dibuat bersama antara

pimpinan dan bawahan.

4) Kebijaksanaan dibuat antara

pimpinan dan bawahan.

5) Komunikasi langsung timbal balik,

baik yang terjadi antara pimpinan dan

bawaham maupun antar sesama

bawahan.

6) Pengawasan terhadap sikap, tingkah

laku, perbuatan atau kegiatan para

bawahan dilakukan secara wajar.

7) Prakarsa dapat datang dari pimpinan

maupun bawaham.

8) Banyak kesempatan bagi bawahan

untuk menyampaikan saran,

pertimbangan, atau pendapat.

9) Tugas-tugas kepada bawahan

diberikan dengan lebih bersifat

permintaan dari pada instruktif.

10) Pujian dan kritik seimbang.

11) Pimpinan mendorong prestasi

sempurna para bawahan dalam batas

kemampuan masing-masing.

12) Pimpinan meminta kesetiaan para

bawahan secara wajar.

13) Pimpinan memperhatikan perasaan

dalam bersikap dan bertindak.

14) Terdapat suasana saling percaya,

saling hormat menghormati, dan

saling menghargai.

15) Tanggungjawab keberhasilann

organisasi dipikul bersama pimpinan

dan bawahan.

Penerapan gaya kepemimpinan

demokratis mendatangkan keuntungan

berupa keputusan serta tindakan yang

lebih objektif, tumbuhnya rasa ikut

memiliki, serta terbinanya moral yang

tinggi. Sedangkan kelemahan dari saya

kepemimpinan ini adalah keputusan serta

tindakan kadang-kadang lamban, rasa

tanggung jawab kurang, keputusan yang

dibuat bukan merupakan keputusan

terbaik.

Page 122: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 119

c. liberatarian (kebebasan)

Gaya kepemimpinan liberal adalah

kemampuan mempengaruhi orang lain

agar bersedia bekerja sama untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan

dengan cara berbagai kegiatan yang akan

dilakukan lebih banyak diserahkan kepada

bawahan.

Kepemimpinan gaya liberal memiliki

ciri :

1) Pimpinan melimpahkan wewenang

sepenuhnya kepada bawahan

2) Keputusan lebih banyak dibuat oleh

para bawahan

3) Kebijaksanaan lebih banyak dibuat

oleh para bawahan

4) Pimpinan hanya berkomunikasi

apabila diperlukan oleh bawahannya

5) Hampir tiada pengawasan terhadap

sikap, tingkah laku, perbuatan, atau

kegiatan yang dilakukan bawahan

6) Prakarsa selalu datang dari bawahan

7) Hampir tiada pengarahan dari

pimpinan

8) Peranan pimpinan sangat sedikit

dalam kegiatan kelompok

9) Kepentingan pribadi lebih utama dari

pada kepentingan kelompok

10) Tanggungjawab keberhasilan organi-

sasi dipikul oleh orang per orang.

Penerapan pemimpin gaya liberal

dapat mendatangkan keuntungan antara

lain para anggota atau bawahan akan

dapat mengembangkan kemampuan

dirinya. Tetapi kepemimpinan jenis ini

membawa kerugian bagi organisasi antara

lain berupa kekacauan karena tiap pejabat

bekerja menurut selera masing-masing.

3. Indikator Gaya Kepemimpinan

Dari uraian diatas maka dapat

disimpulkan hal yang bisa dijadikan

Indikator Gaya Kepemimpinan seorang

karyawan adalah

a. Tingkat komunikasi pimpinan dan

bawahan.

b. Tingkat kesediaan atasan untuk

mendorong bawahan dalam menge-

luarkan ide dan saran.

c. Tingkat otoritas pimpinan dalam

memberikan kebebasan untuk menger-

jakan tugas.

d. Tingkat perhatian pimpinan atas

prestasi kerja karyawan.

C. Motivasi Kerja

1. Pengertian motivasi

Menurut Rivai (2005;455), menga-

takan bahwa pengertian motivasi kerja

adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai

yang mempengaruhi individu untuk

mencapai hal yang spesifik sesuai dengan

tujuan individu. Motivasi adalah Faktor-

faktor yang mengarahkan dan mendorong

perilaku atau keinginan seseorang untuk

melakukan sesuatu kegiatan yang

dinyatakan dalam bentuk usaha yang

keras.

Menurut Mathis (2001:89), mengata-

kan bahwa pengertian motivasi kerja

merupakan hasrat di dalam seseorang

yang menyebabkan orang tersebut

melakukan tindakan.

2. Jenis-Jenis Motivasi Kerja

Suwatno (2001;146), mengatakan

bahwa jenis-jenis motivasi adalah sebagai

berikut:

a. Motivasi Positif

Motivasi positif yaitu motivasi yang

diberikan manajer untuk memotivasi

atau merangsang karyawan bawahan

dengan memberikan hadiah kepada

yang berprestasi, sehingga mening-

katkan semangat untuk bekerja.

b. Motivasi Negatif

Motivasi negatif yaitu motivasi yang

diberikan manajer kepada karyawan

Page 123: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 120

bawahan agar mau bekerja dengan

sungguh-sungguh dengan memberikan

hukuman. Hal ini dalam jangka waktu

pendek akan meningkatkan semangat

kerja karena karyawan takut mendapat

hukuman. Namun dalam jangka waktu

panjang hal tersebut akan

menimbulkan dampak kurang baik.

3. Tujuan Motivasi Kerja Ada beberapa tujuan daripada

motivasi yang dikemukakan oleh Suwatno

(2001:147) yaitu :

a. Meningkatkan moral dan kepuasan

kerja karyawan.

b. Meningkatkan produktivitas kerja

karyawan.

c. Mempertahankan kestabilan karyawan

perusahaan.

d. Meningkatkan kedisiplinan karyawan.

e. Mengefektifakan pengadaan karyawan.

f. Menciptakan suasana dan hubungan

kerja karyawan.

g. Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan

partisipasi karyawan.

h. Meningkatkan tingkat kesejahteraan

karyawan.

i. Mempertinggi rasa tanggung jawab

karyawan terhadap tugasnya.

j. Meningkatkan efisiensi penggunaan

alat-alat dan bahan baku.

4. Faktor-faktor Motivasi Kerja

Menurut Maslow yang dikutip

Hasibuan (2008:154) faktor-faktor yang

mempengaruhi motivasi kerja yaitu :

a. Kebutuhan fisiologis (Physiological

Needs)

Kebutuhan untuk mempertahankan

hidup, yang termasuk dalam kebutu-

han ini adalah makan, minum,

perumahan, udara, dan sebagainya.

Keinginan untuk memenuhi kebutuhan

ini merangsang seseorang berprilaku

dan giat bekerja.

b. Kebutuhan akan rasa aman (Safety

and Security Needs)

Kebutuhan akan kebebasan dari

ancaman yakni rasa aman dari

ancaman kecelakaan dan keselamatan

dalam melaksanakan pekerjaan.

Kebutuhan ini mengarah kepada dua

bentuk yakni kebutuhan akan

keamanan jiwa terutama keamanan

jiwa di tempat bekerja pada saat

mengerjakan pekerjaan dan kebutuhan

akan keamanan harta di tempat

pekerjaan pada waktu bekerja.

c. Kebutuhan sosial, atau afiliasi

(affiliation or acceptance Needs)

Kebutuhan sosial, teman afiliasi,

interaksi, dicintai dan mencintai, serta

diterima dalam pergaulan kelompok

pekerja dan masyarakat lingkungan-

nya. Pada dasarnya manusia normal

tidak mau hidup menyendiri seorang

diri di tempat terpencil, ia selalu

membutuhkan kehidupan

berkelompok.

d. Kebutuhan yang mencerminkan

harga diri (Esteem or Status Needs)

Kebutuhan akan penghargaan diri dan

pengakuan serta penghargaan prestise

dari karyawan dan masyarakat lingku-

ngannya. Idealnya prestise timbul

karena adanya prestasi, tetapi tidak

selamanya demikian. Akan tetapi perlu

juga diperhatikan oleh pimpinan

bahwa semakin tinggi kedudukan

seseorang dalam masyarakat atau

posisi seseorang dalam organisasi

semakin tinggi pula prestisenya.

Page 124: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 121

Prestise dan status dimanifestasikan

oleh banyak hal yang digunakan

sebagai simbol status itu.

e. Kebutuhan aktualisasi diri (Self

Actualization)

Kebutuhan akan aktualisasi diri

dengan menggunakan kemampuan,

keterampilan dan potensi optimal

untuk mencapai prestasi kerja yang

sangat memuaskan. Kebutuhan ini

merupakan realisasi lengkap potensi

seseorang secara penuh. Keinginan

seseorang untuk mencapai kebutuhan

sepenuhnya dapat berbeda satu dengan

yang lainnya, pemenuhan kebutuhan

dapat dilakukan pimpinan perusahan

dengan menyelenggarakan pendidikan

dan pelatihan.

5. Indikator Motivasi Kerja

Adapun indikator mengenai motivasi

kerja menurut Rivai (2005;456), adalah

sebagai berikut :

a. Rasa aman dalam bekerja.

b. Mendapatkan gaji yang adil.

c. Lingkungan kerja yang menyenangkan.

d. Penghargaan atas prestasi kerja.

METODE PENELITIAN

A. Metode Pengumpulan data

Nazir (1999;145) mendefinisikan

pengumpulan data sebagai prosedur yang

sistematik dan standar untuk memperoleh

data yang diperlukan. Metode

pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah :

1. Studi pustaka, yaitu metode

pengumpulan data yang dilakukan

dengan membaca buku-buku, litera-

tur, jurnal-jurnal, referensi yang

berkaitan dengan penelitian ini dan

penelitian terdahulu yang berkaitan

dengan penelitian yang sedang

dilakukan.

2. Kuseioner, yaitu metode pengum-

pulan data yang dilakukan dengan

cara memberikan pertanyaan-

pertanyaan kepada responden dengan

panduan kuesioner. Kuesioner dalam

penelitian ini menggunakan perta-

nyaan tertutup yang diberikan kepada

karyawan PT. Amandha Cipta Wisata

yang telah ditetapkan sebagai sampel

dalam penelitian ini.

3. Observasi dan wawancara, yaitu

teknik pengumpulan data dengan

pencarian data informasi perusahaan

yang didapat dari bagian terkait untuk

mendapatkan data yang relevan

dengan penelitian ini.

B. Populasi dan Sampel

Populasi adalah objek atau subjek

yang berada pada suatu wilayah dan

memenuhi syarat-syarat tertentu yang

berkaitan dengan masalah penelitian

(Riduwan 2003;8). Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh karyawan PT.

Amandha Cipta Wisata, dimana jumlah

karyawannya sebanyak 30 Orang. Dalam

menetapkan jumlah sampel menurut

Sugiono (2010) sampel adalah sebagian

dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut. Pada penelitian ini

pengambilan sampel adalah sejumlah

populasi dari karyawan PT. Amandha

Cipta Wisata yaitu 30 orang. Pengambilan

sampel ini disebut sampel jenuh, menurut

Sugiono (2010:40) Sampling jenuh adalah

Teknik sampling bila semua anggota

populasi Digunakan sebagai sempel, hal

ini sering di lakukan apabila jumlah

populasi kecil atau penelitian yang ingin

membuat generalisasi dengan kesalahan

Page 125: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 122

yang sangat kecil dan di sebut dengan

istilah lain adalah sensus, dimana semua

anggota populasi dijadikan sampel.

C. Variabel Penelitian dan Definisi

Operasional

Adapun variabel yang digunakan

dalam penelitian ini adalah variabel bebas

dan varibael terikat.

1. Variabel bebas(independent variable).

Variabel bebas yaitu merupakan

variabel yang dapat diukur,

dimanipulasi atau dipilih oleh peneliti

untuk menentukan hubungannya

dengan suatu gejala yang diobservasi.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa

variabel bebas (independent variable)

merupakan suatu variabel yang bebas

dimana keberadaanya tidak dipenga-

ruhi oleh variable yang lain, bahkan

variabel ini merupakan suatu variabel

yang dapat mempengaruhi variabel

lain. Didalam penelitian ini yang

menjadi variabel bebas adalah : Gaya

Kepemimpinan (X1) dan Motivasi

Kerja (X2).

2. Variabel Terikat (Dependent Variabel)

Variabel terikat yang diasumsikan

terpengaruh variabel lain. Dalam

penelitian ini variabel dependennya

adalah yang diberi simbol Y yaitu

kinerja karyawan.

D. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses

dimana data yang telah ada

disederhanakan ke dalam bentuk yang

lebih mudah lagi untuk dibaca dan

diinterpretasikan finalis data dengan

interpretasi data merupakan upaya untuk

memperoleh arti dan makna yang lebih

mendalam dan luas terhadap hasil

penelitian yang akan dilakukan.

Pembahasan hasil penelitian dilakukan

dengan cara meninjau hasil penelitian

secara kritis dengan teori yang relevan dan

informasi yang diperoleh dari penelitian.

Teknik analisa data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Regresi linier sederhana dan linier

berganda

2. Koefisien determinasi

3. Uji t

4. Uji f

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Hasil penelitian

Analisis regresi digunakan untuk

mengetahui seberapa besar pengaruh

variabel bebas yaitu: gaya kepemimpinan

(X1), dan motivasi kerja (X2) terhadap

variabel terikatnya yaitu kinerja karyawan

(Y).

Model Summary memberikan

gambaran besarnya pengaruh variabel

gaya kepemimpinan dan motivasi kerja

secara bersama-sama terhadap kinerja

karyawan. Nilainya dilihat dari besarnya

R Square sebagai dasar untuk

menunjukkan besarnya pengaruh total

kedua variabel bebas terhadap variabel

tidak bebas.

Tabel 4.2

Hasil Uji Koefisien Determinasi

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

dimension0 1 ,834a ,696 ,674 ,30355

a. Predictors: (Constant), Motivasi, Gaya Kepemimpinan

Page 126: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 123

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

dimension0 1 ,834a ,696 ,674 ,30355

a. Predictors: (Constant), Motivasi, Gaya Kepemimpinan b. Dependent Variable: Kinerja

Pada tampilan Model Summary

diperoleh gambaran besarnya pengaruh

variabel gaya kepemimpinan dan motivasi

kerja secara bersama-sama terhadap

kinerja karyawan yaitu sebesar 0.696.

Nilai ini menunjukkan bahwa variasi total

pengaruh seluruh variabel bebas terhadap

kinerja karyawan sebesar 69,6 persen.

Sisanya sebesar 30,4 persen dipengaruhi

oleh variabel lain diluar model yang

diteliti seperti lingkungan kerja dan

kompetensi.

1. Pengaruh Secara Parsial Gaya

Kepemimpinan (X1) Terhadap

Kinerja Karyawan (Y)

Output Tabel Coefficient digunakan

untuk melihat pengaruh secara secara

parsial Gaya Kepemimpinan (X1)

Terhadap Kinerja Karyawan (Y). Suatu

variabel bebas dikatakan mempunyai

pengaruh terhadap variabel tidak bebas

dalam tabel Coefficient ini dapat dilihat

dari nilai t yang dihasilkan dari program

SPSS. Kriteria menerima atau menolaknya

ditentukan oleh nilai signifikansi (Sign.).

Tabel 4.2

Hasil Uji Pengaruh Parsial Gaya Kepemimpinan (X1) Terhadap Kinerja Karyawan

(Y)

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 1,082 ,335 3,225 ,003

Gaya Kepemimpinan ,677 ,119 ,733 5,701 ,000

a. Dependent Variable: Kinerja

Berdasarkan tabel Coefficients di atas,

dapat ditulis persamaan regresi sebagai

berikut: Y=1,082+0,677X1

Untuk mengetahui keberartian

masing-masing koefisien regresi dilakukan

uji parsial (Uji t) sebagai berikut:

a) Nilai signifikansi pada konstanta pada

tabel diatas adalah nyata karena nilai

signifikansinya sebesar 0,003. Ini

berarti dengan tingkat keyakinan 95

persen (0,003 < 0,05) konstanta adalah

nyata. Nilai koefisien regresi konstanta

sebesar 1,082, yang berarti bahwa jika

tidak ada pengaruh variabel gaya

kepemimpinan, maka nilai kinerja

karyawan adalah sebesar 1,082 satuan.

b) Pengaruh variabel gaya kepemimpinan

adalah nyata karena nilai signifikan-

sinya adalah sebesar 0.000. ini berarti

dengan tingkat keyakinan 99 persen

(0,000 < 0,01) kita yakin bahwa benar

secara parsial variabel gaya kepemim-

Page 127: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 124

pinan berpengaruh signifikan terhadap

kinerja karyawan. Besarnya pengaruh

variabel gaya kepemimpinan terhadap

kinerja karyawan dapat ditunjukkan

oleh nilai koefisien regresinya sebesar

0,677. Ini berarti jika variabel gaya

kepemimpinan naik satu satuan maka

kinerja karyawan akan meningkat

sebesar 0,677 satuan.

2. Pengaruh Secara Parsial Motivasi

Kerja (X2) Terhadap Kinerja

Karyawan (Y)

Output Tabel Coefficient digunakan

untuk melihat pengaruh secara parsial

Motivasi Kerja (X2) Terhadap Kinerja

Karyawan (Y). Suatu variabel bebas

dikatakan mempunyai pengaruh terhadap

variabel tidak bebas dalam tabel

Coefficient ini dapat dilihat dari nilai t

yang dihasilkan dari program SPSS.

Kriteria menerima atau menolaknya

ditentukan oleh nilai signifikansi (Sign.).

Tabel 4.3

Hasil Uji Pengaruh Parsial Motivasi (X2) Terhadap Kinerja Karyawan (Y)

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 1,152 ,286 4,035 ,000

Motivasi ,691 ,107 ,774 6,473 ,000

a. Dependent Variable: Kinerja

Berdasarkan tabel Coefficients di

atas, dapat ditulis persamaan regresi

sebagai berikut: Y=1,152+0,691X2

Untuk mengetahui keberartian

masing-masing koefisien regresi dilaku-

kan uji parsial (Uji t) sebagai berikut:

a) Nilai signifikansi pada konstanta

pada tabel diatas adalah nyata karena

nilai signifikansinya sebesar 0,000.

Ini berarti dengan tingkat keyakinan

99 persen (0,000 < 0,01) konstanta

adalah nyata. Nilai koefisien regresi

konstanta sebesar 1,152, yang berarti

bahwa jika tidak ada pengaruh

variabel motivasi kerja, maka nilai

kinerja karyawan adalah sebesar

1,152 satuan

b) Pengaruh variabel motivasi kerja

adalah nyata karena nilai

signifikansinya adalah sebesar 0.000.

ini berarti dengan tingkat keyakinan

99 persen (0,000 < 0,01) kita yakin

bahwa benar secara parsial variabel

lingkungan kerja berpengaruh

signifikan terhadap kinerja karyawan.

Besarnya pengaruh variabel motivasi

kerja terhadap kinerja karyawan

dapat ditunjukkan oleh nilai koefisien

regresinya sebesar 0,691. Ini berarti

jika variabel motivasi kerja naik satu

satuan maka kinerja karyawan akan

meningkat sebesar 0,691 satuan.

3. Pengaruh Secara Simultan Gaya

Kepemimpinan (X1) dan Motivasi

Kerja (X2) Terhadap Kinerja

Karyawan (Y)

Page 128: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 125

Output Tabel Coefficient digunakan

untuk melihat pengaruh secara parsial

setiap variabel bebas terhadap variabel

tidak bebas. Suatu variabel bebas

dikatakan mempunyai pengaruh terhadap

variabel tidak bebas dalam tabel

Coefficient ini dapat dilihat dari nilai t

yang dihasilkan dari program SPSS.

Kriteria menerima atau menolaknya

ditentukan oleh nilai signifikansi (Sign.).

Hipotesis statistiknya adalah sebagai

berikut:

Tabel 4.4

Hasil Uji-t Gaya Kepemimpinan (X1) dan Motivasi Kerja (X2)

Terhadap Kinerja Karyawan (Y)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) ,719 ,293 2,454 ,021

Gaya Kepemimpinan ,373 ,127 ,403 2,932 ,007

Motivasi ,462 ,123 ,517 3,758 ,001

a. Dependent Variable: Kinerja

Berdasarkan tabel Coefficients di

atas, dapat ditulis persamaan regresi

sebagai berikut: Y = 0,719 + 0,373X1 +

0,462X2

Untuk mengetahui keberartian

masing-masing koefisien regresi dilaku-

kan uji parsial (Uji t) sebagai berikut:

1) Nilai signifikansi pada konstanta pada

tabel diatas adalah nyata karena nilai

signifikansinya sebesar 0,021. Ini

berarti dengan tingkat keyakinan 95

persen (0,021 < 0,05) konstanta

adalah nyata. Nilai koefisien regresi

konstanta sebesar 0,719., yang berarti

bahwa jika tidak ada pengaruh

variabel gaya kepemimpinan dan

motivasi kerja nilai kinerja karyawan

adalah sebesar 0,719 satuan.

2) Pengaruh variabel gaya kepemim-

pinan adalah nyata karena nilai

signifikansinya adalah sebesar 0.007.

ini berarti dengan tingkat keyakinan

95 persen (0,007 < 0,05) kita yakin

bahwa benar secara parsial variabel

gaya kepemimpinan berpengaruh

signifikan terhadap kinerja karyawan.

Besarnya pengaruh variabel gaya

kepemimpinan terhadap kinerja

karyawan dapat ditunjukkan oleh nilai

koefisien regresinya sebesar 0,373. Ini

berarti jika variabel gaya

kepemimpinan naik satu satuan maka

kinerja karyawan akan meningkat

sebesar 0,373 satuan, dengan syarat

variabel motivasi kerja adalah konstan

(Ceteris Paribus).

3) Pengaruh variabel motivasi kerja

adalah nyata karena nilai signifi-

kansinya adalah sebesar 0.001. ini

berarti dengan tingkat keyakinan 95

persen (0,001 < 0,05) kita yakin

bahwa benar secara parsial variabel

lingkungan kerja berpengaruh

signifikan terhadap kinerja karyawan.

Besarnya pengaruh variabel motivasi

kerja terhadap kinerja karyawan dapat

ditunjukkan oleh nilai koefisien

regresinya sebesar 0,462. Ini berarti

Page 129: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 126

jika variabel motivasi kerja naik satu

satuan maka kinerja karyawan akan

meningkat sebesar 0,462 satuan,

dengan syarat variabel gaya kepemim-

pinan adalah konstan (Ceteris

Paribus).

4) Untuk menguji keberartian model

dengan Output Analysis of Variance

(ANOVA) untuk menunjukkan ada

atau tidaknya pengaruh kedua variabel

bebas secara bersama-sama terhadap

kinerja karyawan. Nilai yang

digunakan untuk melihat pengaruhnya

adalah nilai F yang dihasilkan oleh

program SPSS. Penentuan ada

tidaknya pengaruh variabel bebas

terhadap variabel tidak bebas dalam

skripsi ini menggunakan nilai

signifikansi (Sign.). Hipotesis

pengujian secara statistik adalah :

H0 : β1 = β2 = 0 (Model regresi adalah

tidak nyata)

Ha : paling sedikit salah satu nilai βp ≠ 0

(Model regresi adalah nyata)

Kriteria menerima atau menolaknya

ditentukan oleh seberapa besar nilai

signifikansinya.

1) Suatu model dikatakan signifikan

pada tingkat keyakinan 99 persen

terhadap variabel tidak bebas jika nilai

signifikansinya 0,01.

2) Suatu model dikatakan signifikan

pada tingkat keyakinan 95 persen

terhadap variabel tidak bebas jika nilai

signifikansinya 0,05.

3) Suatu model dikatakan signifikan

pada tingkat keyakinan 90 persen

terhadap variabel tidak bebas jika nilai

signifikansinya 0,10.

Tabel 4.5

Hasil Uji-f

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square f Sig.

1 Regression 5,700 2 2,850 30,928 ,000a

Residual 2,488 27 ,092

Total 8,188 29

a. Predictors: (Constant), Motivasi, Gaya Kepemimpinan b. Dependent Variable: Kinerja

Hasil menunjukkan bahwa model

adalah nyata karena diperoleh Signifikansi

sebesar 0,000 (< 0,05). Ini berarti bahwa

seluruh variabel bebas mempunyai

pengaruh terhadap variabel tidak

bebasnya.

B. Pembahasan

1. Pengaruh Gaya Kepemimpinan

Terhadap Kinerja Karyawan

Gaya kepem impinan merupakan

salah satu faktor penting dalam

meningkatkan kinerja karyawan, karena

gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh

langsung terhadap karyawan didalam

menyelesaikan pekerjaan yang pada

akhirnya akan meningkatkan kinerja

perusahaan.

Page 130: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 127

Kepemimpinan pemimpin yang

diperlihatkan dan diterapkan kedalam

suatu gaya kepemimpinan merupakan

salah satu faktor kedalam suatu gaya

kepemimpinan merupakan salah satu

faktor dalam peningkatan kinerja pegawai,

karena pada dasarnya sebagai tulang

punggung pengembangan organisasi

dalam mendorong dan mempengaruhi

semangat kerja yang baik kepada bawahan

untuk itu pemimpin perlu memikirkan dan

memperlihatkan gaya kepemimpinan yang

tepat dalam penerapannya.

Hasil pengujian hipotesis membuk-

tikan bahwa gaya kepemimpinan

memiliki pengaruh positif terhadap

kinerja karyawan. Besarnya pengaruh

gaya kepemimpinan terhadap kinerja

karyawan adalah sebesar 67,7 persen.

2. Pengaruh Motivasi Kerja

Terhadap Kinerja Karyawan Motivasi merupakan kegiatan yang

mengakibatkan, menyalurkan, memelihara

dan mendorong perilaku manusia.

Pemimpin perlu memahami orang-orang

berperilaku tertentu agar dapat mempe-

ngaruhinya dalam bekerja sesuai dengan

keinginan organisasi, serta berupaya guna

memberikan manfaat bagi orang lain

menunjukkan tingkat dimana perilaku

para karyawan berhasil di dalam

memberikan kontribusi tujuan-tujuan

organisasi

Hasil pengujian hipotesis membuk-

tikan bahwa motivasi kerja memiliki

pengaruh positif terhadap kinerja

karyawan. Besarnya pengaruh lmotivasi

kerja terhadap kinerja karyawan adalah

sebesar 69,1 persen.

KESIMPULAN

Berdasarkan pada hasil penelitian dan

pembahasan, kesimpulan dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut

1. Secara simultan gaya kepemimpinan

dan motivasi kerja berpengaruh

terhadap kinerja karyawan, besaran

pengaruh kedua variabel bebas

ditunjukkan dengan nilai koefisien

determinasi sebesar 0,696. Nilai ini

menunjukkan pengaruh secara simul-

tan gaya kepemimpinan dan motivasi

kerja berpengaruh terhadap kinerja

karyawan sebesar 69,6 persen. Sisanya

sebesar 30,4 persen dipengaruhi oleh

variabel lain diluar model yang diteliti

seperti lingkungan kerja dan

kompetensi.

2. Secara parsial variabel gaya kepemim-

pinan berpengaruh terhadap kinerja

karyawan. Hal ini ditunjukkan dengan

persamaan regresi Y=1,082+0,677X1.

Besarnya pengaruh variabel gaya

kepemimpinan terhadap kinerja karya-

wan dapat ditunjukkan oleh nilai

koefisien regresinya sebesar 0,677. Ini

berarti jika variabel gaya kepemim-

pinan naik satu satuan maka kinerja

karyawan akan meningkat sebesar

67,7 persen.

3. Secara parsial variabel motivasi kerja

berpengaruh terhadap kinerja karya-

wan. Hal ini ditunjukkan dengan

persamaan regresi Y=1,152+0,691X2.

Besarnya pengaruh variabel motivasi

kerja terhadap kinerja karyawan dapat

ditunjukkan oleh nilai koefisien

regresinya sebesar 0,691. Ini berarti

jika variabel motivasi kerja naik satu

satuan maka kinerja karyawan akan

meningkat sebesar 69,1 persen.

Page 131: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 128

DAFTAR PUSTAKA

As'ad, Moh. 2006. Psikologi Industri, Seri

Ilmu Sumber Daya Manusia,

Liberty, Jakarta.

Fandy Tjiptono. 2006. Manajemen

Pelayanan Jasa, Penerbit Andi,

Yogyakarta.

Hasibuan, Malayu SP. 2008. Manajemen

Sumber Daya Manusia. PT. Bumi

Aksara, Jakarta

Hersey, P dan Blanchard, P. 2004.

Management of Organizational

Behavior Untilizing Human

Resources. 12th Edition. London

: Prentice-Hall International

Editions.

Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu, 2007,

Manajemen Sumber Daya

Manusia Perusahaan, Remaja

Rosda Karya, Bandung.

Malthis, R.L dan Jackson. 2006.

Manajemen Sumber Daya

Manusia. Salemba Empat.

Jakarta.

Nazir, Moch. 1999. Methode Penelitian.

Ghalia Indonesia, Jakarta

Nawawi, Hadari. 2003. Manajemen

Strategik Organisasi Non Profit

Bidang Pemerintahan, Gajah

Mada University Press,

Yogyakarta.

Robbins, Stephen. P. 2002. Perilaku

organisasi. Edisi Bahasa

Indonesia. PT Indeks Kelompok

GRAMEDIA. Jakarta.

Riduwan. 2003. Dasar-Dasar Statistik.

Alfabeta, Bandung

Rivai, Veithzal. 2004. Manajemen

Sumber Daya Manusia Untuk

Perusahaan. PT Rajagrafindo

Persada. Jakarta

Rivai, Veithzal dan Basri. 2005.

Performance Appraisal: Sistem

Yang Tepat Untuk Menilai

Kinerja Karyawan Dan

Meningkatkan Daya Saing

Perusahaan. PT Rajagrafindo

Persada. Jakarta.

Sugiyono, 2010. Metodologi Penelitian

Bisnis, Alfabeta, Bandung.

Sulistiyani, Ambar Teguh dan Rosidah,

2003, Manajemen Sumber Daya

Manusia, Graha Ilmu,

Yogyakarta.

Suwatno. 2001. Asas-asas Manajemen

Sumber Daya Manusia. Suci

Press, Bandung

Simamora. 2006. Pengaruh Seleksi dan

Pengembangan Karyawan

Terhadap Prestasi Kerja

Karyawan di PT Umum PKU

Yogyakarta. Skripsi. STIE IEU

Yogyakarta.

Suranta, Sri. 2002. Dampak Motivasi

Karyawan Pada Hubungan

Antara Gaya Kepemimpinan

Dengan Kinerja Karyawan

Perusahaan Bisnis. Empirika.Vol

15. No 2. Hal: 116-138.

Thoha, Miftah. 2003. Perilaku

Organisasi, Konsep Dasar dan

Aplikasinya, Raja Grafindo

Persada, Jakarta.

Wibowo. 2010. Manajemen Kinerja. PT.

Rajawali Press, Jakarta

Page 132: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 129

PENGARUH DISIPLIN TERHADAP PRESTASI KERJA

KARYAWAN PT. OLX INDONESIA

Badrian

Manajemen, STIE PBM Pengembangan Bisnis dan Manajemen

E-mail : [email protected]

Abstract

The purpose of the research is to observe the influence of discipline toward job

performance. The object of the research is PT. OLX Indonesia.

Samples were taken as much as 50 respondents from the total 104 number of

population. Data was collected through instrument which given to the respondents wherein

descriptive and inferential statistics analysis was applied through SPSS program..

The method used in this research is Simple Linear Regression with two study’s

variables which in correlation each other, dependent variable (Y) is Job Performance and

independent variable (X) is Discipline. The regression equation can be illustrated as Y =

1.927 + 0.569 X + e

The correlation between variable will be examined by using correlation analyzes of

Product Moment. Between both variables there is a positive correlation of 0,847 and its

correlation is in very strong level. The calculation result of determinant coefficient is 0,717

which means job performance at PT. OLX Indonesia is determined by discipline for

71,7% where as 28,3% is decided by other factors

Based on the result, it can be concluded that job performance at PT. OLX

Indonesia proved significantly influenced by dicipline.

Keywords : Dicipline, Job Performance.

I. PENDAHULUAN.

A. Latar Belakang Masalah.

Dalam era globalisasi saat ini, di

mana perubahan terjadi begitu cepat, suatu

organisasi dituntut untuk melakukan

penyesuaian dalam semua segi yang ada

pada organisasi tersebut. Potensi sumber

daya manusia hakekatnya merupakan

salah satu modal dan memegang peran

yang penting dalam tercapainya tujuan

organisasi. Oleh karena itu perusahaan

perlu mengelola sumber daya manusia

sebaik mungkin, karena kunci kesuksesan

suatu perusahaan tidak hanya pada

keunggulan teknologi dan tersedianya

dana, namun faktor manusia merupakan

faktor terpenting pula.

PT. OLX Indonesia adalah sebuah

situs web iklan baris di Indonesia yang

difokuskan untuk membeli dan menjual

produk serta jasa secara daring. PT. OLX

Indonesia adalah tempat untuk mencari

barang baru atau bekas berkualitas seperti

produk elektronik, otomotif, rumah,

peralatan rumah tangga, aneka jasa, dan

juga lowongan kerja. Merupakan pusat

jual beli online terbesar di Indonesia yang

Page 133: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 130

dikunjungi oleh lebih dari 1.000.000

pengunjung setiap harinya. Jasa pasang

iklan gratis adalah salah satu layanan yang

disediakan oleh PT. OLX Indonesia untuk

para penjual. Dalam melakukan transaksi

di PT. OLX Indonesia, baik jual ataupun

beli, juga tidak dikenakan biaya. Tidak

hanya itu, PT. OLX Indonesia juga dapat

menjadi search engine yang friendly

karena bukan hanya pengunjung situs

yang dapat menemukan iklan yang

dipublikasikan, tetapi juga orang-orang

yang mencari produk dan jasa melalui

search engine seperti Google juga akan

menemukan iklan tersebut. PT. OLX

Indonesia memiliki slogan "Cara Tepat

Jual Cepat".

Meningkatkan prestasi kerja

karyawan adalah hal yang mutlak dan

harus dilakukan, karena hal tersebut

merupakan faktor kunci kesuksesan

perusahaan. Bagi PT. OLX Indonesia,

prestasi kerja karyawan sangatlah penting,

karena sangat terkait erat dengan output

yang akan didapat dan kelangsungan

hidup perusahaan. Sangat sulit bagi

perusahaan untuk mendapatkan

keuntungan besar, jika tingkat prestasi

kerja karyawan rendah. Namun Prestasi

kerja yang dimiliki oleh karyawan PT.

OLX belumlah sesuai dengan harapan

perusahaan. Prestasi kerja yang rendah ini

menjadi suatu permasalahan bagi

organisasi.

Prestasi kerja karyawan merupakan

aspek yang sangat penting bagi PT. OLX.

Karena aspek inilah yang akan

menentukan maju atau mundurnya

organisasi tersebut. Apabila para

karyawan berkinerja buruk maka yang

terjadi adalah kemerosotan pada

perusahaan. Hal ini juga akan berlaku

sebaliknya, apabila karyawan perusahaan

merupakan karyawan yang memiliki

prestasi kerja yang baik, maka yang terjadi

adalah kemajuan yang positif bagi

perusahaan.

Terdapat banyak faktor yang diduga

menyebakan rendahnya prestasi kerja

yang dimiliki oleh karyawan PT. OLX

Indonesia, salah satunya adalah

lingkungan kerja. Saat ini lingkungan

kerja yang kondusif belum tercipta secara

maksimal dalam perusahaan. Sebagian

karyawan mengeluhkan tentang hubungan

kerja mereka yang kurang optimal dengan

rekan kerja mereka. Kondisi lingkungan

kerja yang belum optimal pada PT. OLX

Indonesia diduga akan membuat tingkat

prestasi kerja karyawan akan merosot dan

tidak terelakan orang-orang yang terbaik

akan pergi, karena wajar bagi karyawan

yang berprestasi baik akan pergi ke

organisasi yang memberikan lingkungan

kerja yang lebih baik.

Faktor kedua, yang diduga menjadi

penyebab rendahnya prestasi kerja

karyawan PT. OLX Indonesia adalah

tingkat kedisiplinan karyawan. Sebagian

karyawan PT. OLX Indonesia

mengeluhkan tentang kurangnya tingkat

disiplin beberapa karyawan lainnya.

Beberapa kasus menunjukkan masih

terdapat beberapa karyawan yang kurang

mematuhi SOP yang diberlakukan oleh

perusahaan.

Pendidikan dan pelatihan yang

lazim disebut diklat merupakan wahana

untuk mengembangkan bakat dan

pengetahuan karyawan. PT. OLX

Indonesia telah memiliki bagian khusus

yang mengkoordinasi dan mempunyai

kepedulian terhadap pendidikan dan

pelatihan bagi karyawan, namun sebagian

karyawan tidak mengoptimalkan kesem-

patan yang diberikan oleh perusahaan.

Mereka kadangkala mengeluhkan kebera-

tannya untuk mengikuti pendidikan dan

Page 134: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 131

pelatihan tersebut dengan berbagai alasan,

sehingga hal ini diduga merupakan

kendala tercapainya prestasi kerja yang

optimal. Pendidikan dan pelatihan adalah

hak karyawan yang harus diberikan oleh

perusahaan, karyawan yang terdidik dan

terlatih sesuai dengan bidangnya akan

bekerja lebih cerdas dan baik.

Budaya organisasi merupakan

landasan untuk membangun Knowledge

Enterprise. Pengembangan budaya organi-

sasi menjadi titik kritis dalam mencipta-

kan prestasi kerja karyawan yang optimal

guna tercapainya organisasi yang unggul.

Saat ini PT. OLX Indonesia masih

berupaya dalam membentuk suatu budaya

organisasi yang kuat. Dari sudut pandang

budaya, organisasi dapat dibedakan

menjadi dua jenis, yaitu organisasi dengan

budaya lemah (weak culture organization)

dan organisasi yang memiliki budaya kuat

(strong culture organization). Idealnya

adalah organisasi yang berhasil memben-

tuk budaya organisasi yang kuat karena di

dalamnya terdapat individu-individu yang

memiliki shared value yang konsisten dan

memiliki tujuan dan perilaku yang sama

dan efektif. Namun strong culture organi-

zation tidak terjadi dengan sendirinya,

melainkan perlu proses untuk dikembang-

kan.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian bertujuan

untuk mengetahui pengaruh disiplin

terhadap prestasi kerja karyawan pada

PT. OLX Indonesia.

II. LANDASAN TEORI

A. Disiplin

1. Definisi Disiplin

Heidjrachman dan Husnan

(2002:15) mengungkapkan

“Disiplin adalah setiap setiap

perseorangan dan juga kelompok

yang menjamin adanya

kepatuhan terhadap perintah dan

berinisiatif untuk melakukan

suatu tindakan yang diperlukan

seandainya tidak ada perintah”.

Disiplin kerja yang

diterapkan merupakan alat

komunikasi pimpinan seperti

dikemukakan oleh Rivai

(2004:44) yang menyebutkan

bahwa : “Disiplin kerja adalah

suatu alat yang digunakan para

manajer untuk mengubah suatu

prilaku serta sebagai suatu upaya

untuk meingkatkan kesadaran

dan kesediaan seseorang

mentaati semua peraturan

perusahaan dan norma-norma

sosial yang berlaku”.

Menurut Singodimedjo

(2002:64) pengertian disiplin

adalah sikap kesediaan dan

kerelaan seseorang untuk

mematuhi dan mentaati norma-

norma peraturan yang berlaku

disekitarnya, disiplin yang baik

akan mempercepat tujuan

perusaan sedangkan disiplin

yang merosot akan menjadi

penghalang dan memperlambat

pencapaian tujuan perusahaan.

Pratt (2004:76) memberi

pengertian disiplin sebagai

kemampuan individu untuk

mengarahkan prilakunya sendiri

sesuai dengan kebutuhan diri

sendiri dan dengan standard

etika.

Hal ini sesuai dengan

pendapat dari Merriam

(2002:36) yang menyatakan

disiplin adalah ketertiban pola

perilaku serta pengendalian diri

Page 135: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 132

terhadap aturan atau sistem

aturan yang berlaku.

Menurut Drever (2005:67)

disiplin adalah kemampuan

mengendalikan perilaku yang

berasal dari dalam diri seseorang

sesuai dengan hal-hal yang telah

diatur dari luar atau norma yang

sudah ada.

2. Indikator Disiplin Kerja

Karyawan

Menurut Soejono (2000:67),

indikator dari disiplin kerja

yaitu:

a. Ketepatan waktu.

Ketepatan waktu dapat

tercermin dengan datang ke

kantor tepat waktu, tertib dan

teratur.

b. Menggunakan peralatan

kantor dengan baik.

Sikap hati-hati dalam

menggunakan peralatan

kantor, sehingga peralatan

kantor dapat terhindar dari

kerusakan dapat

mengidentifikasikan bahwa

seorang karyawan memiliki

disiplin kerja yang baik.

c. Tanggung jawab yang tinggi.

Karyawan yang senantiasa

menyelesaikan tugas yang

dibebankan kepadanya sesuai

dengan prosedur serta

bertanggung jawab atas hasil

kerjanya, dapat dikatakan

bahwa karyawan tersebut

memiliki disiplin kerja yang

baik.

d. Ketaatan terhadap aturan

kantor.

Karyawan memakai seragam

kantor, menggunakan identitas,

membuat ijin bila tidak

masuk kantor, juga

merupakan cerminan dari

tingkat kedisiplinan yang

tinggi.

3. Fungsi Disiplin Kerja

Disiplin kerja sangat

dibutuhkan oleh setiap

karyawan. Disiplin menjadi

persyaratan bagi pembentukan

sikap, perilaku, dan tata

kehidupan. Tingkat kedisipli-

nan yang tinggiakan mencipta-

kan suasana kerja yang

kondusif dan mendukung

usaha pencapaian tujuan peru-

sahaan. Pernyataan tersebut

dipertegas oleh perdapat Tulus

Tu‟u (2004:38) yang menge-

mukakan beberapa fungsi

disiplin, antara lain :

a. Menata kehidupan

bersama

Disiplin berfungsi menga-

tur kehidupan bersama,

dalam suatu kelompok

tertentu atau dalam

masyarakat, dengan begitu

hubungan yang terjalin

antara individu satu

dengan individu lain

menjadi lebih baik dan

lancar.

b. Membangun kepribadian

Disiplin juga dapat mem-

bangun kepribadian seorang

karyawan. Lingkungan

yang memiliki disiplin

yang baik, sangat berpe-

ngaruh kepribadian sese-

orang. Lingkungan orga-

nisasi yang memiliki

keadaan yang tenang,

Page 136: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 133

tertib dan tentram sangat

berperan dalam memba-

ngun kepribadian yang

baik.

c. Melatih kepribadian

Disiplin merupakan sarana

untuk melatih kepribadian

karyawan agar senantiasa

menunjukkan kinerja yang

baik sikap, perilaku dan

pola kehidupan yang baik.

Salah satu proses untuk

membentuk kepribadian

tersebut dilakukan melaui

proses latihan. Latihan

tersebut dilaksanakan ber-

sama antar karyawan,

pimpinan dan seluruh

personil yang ada dalam

organisasi tersebut.

d. Pemaksaan

Disiplin berfungsi sebagai

pemaksaan kepada sese-

orang untuk mengikuti

peraturan-peraturan yang

berlaku di lingkungan

tersebut dengan pemaksaan

dan pembiasaan. Pada

awalnya mungkin disiplin

itu penting karena suatu

pemaksaan namun karena

adanya pembiasaan dan

proses latihan yang terus-

menerus maka disiplin

dilakukan atas kesadaran

dalam diri sendiri dan

dirasakan sebagai kebutu-

han dan kebiasaan.

Dikemudian hari, disiplin

ini meningkat menjadi

kebiasaan berfikir baik,

positif bermakna dan

memandang jauh ke

depan. Disiplin bukan

hanya soal mengikuti dan

mentaati peraturan, melain-

kan sudah meningkat

menjadi disiplin berfikir

yang mengatur dan

mempengaruhi seluruh

aspek kehidupannya.

e. Hukuman

Disiplin yang disertai

ancaman sanksi atau

hukuman sangat penting

karena dapat memberikan

dorongan dan kekuatan

untuk mentaati dan

mematuhi sebuah aturan.

Tanpa ancaman, sanksi

atau hukuman, dorongan

ketaatan dan kepatuhan

dapat menjadi lemah serta

motivasi untuk mengikuti

aturan yang berlaku

menjadi kurang.

f. Pembentuk sikap dan

perilaku

Fungsi disiplin kerja

adalah sebagai pemben-

tukan sikap, perilaku dan

tata kehidupan di dalam

lingkungan tempat sese-

orang itu berada, termasuk

lingkungan kerja sehingga

tercipta suasana tertib dan

teratur dalam pelaksanaan

pekerjaan.

4. Macam-macam Disiplin

Kerja

Singodimedjo (2002:64)

menyatakan terdapat lima

macam kedisiplinan, yaitu :

1. Disiplin Diri

Adalah disiplin yang

dikembangkan atau dikon-

trol oleh diri sendiri. Hal ini

Page 137: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 134

merupakan manifestasi atau

aktualisasi dari tanggung

jawab pribadi yang berarti

mengakui dan menerima

nilai-nilai yang ada di luar

dirinya. Melalui disiplin diri

karyawan merasa bertang-

gung jawab dan dapat

mengatur dirinya sendiri

untuk kepentingan organi-

sasi. Penanaman nilai-nilai

disiplin dapat berkembang

apabila didukung oleh

situasi lingkungan yang

kondusif yaitu situasi yang

diwarnai perlakuan yang

konsisten dari karyawan

dan pimpinan. Disiplin diri

sangat besar peranannya

dalam mencapai tujuan

organisasi. Melalui disiplin

diri seorang karyawan

selain menghargai dirinya

sendiri juga menghargai

orang lain. Misalnya jika

karyawan mengerjakan

tugas dan wewenang tanpa

pengawasan atasan, pada

dasarnya karyawan telah

sadar melaksanakan tanggung

jawab yang telah dipikul-

nya. Hal itu berarti karya-

wan mampu melaksa-nakan

tugasnya. Pada dasarnya ia

menghargai potensi dan

kemampuannya. Di sisi

lain, bagi rekan sejawat,

dengan diterapkan disiplin

diri akan memperlancar

kegiatan yang bersifat

kelompok, apalagi jika tugas

kelompok tersebut terkait

dalam dimensi waktu,

dimana suatu proses kerja

yang dipengaruhi urutan

waktu pengerjaannya. Keti-

dakdisiplinan dalam suatu

bidang kerja akan meng-

hambat bidang kerja lain.

2. Disiplin Kelompok

Kegiatan organisasi bukan-

lah kegiatan yang bersifat

individu, sehingga selain

disiplin diri masih diper-

lukan disiplin kelompok.

Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa disiplin

kelompok adalah patut, taat

dan tunduknya kelompok

terhadap peraturan, perintah

dan ketentuan yang berlaku

serta mampu mengenda-

likan diri dari dorongan

kepentingan dalam upaya

pencapaian cita-cita dan

tujuan tertentu serta

memelihara stabilitas orga-

nisasi dan menjalankan

standar-standar

organisasional. Disiplin

kelompok akan tercapai jika

disiplin diri telah tumbuh

dalam diri karyawan.

Artinya kelompok akan

menghasilkan pekerjaan

yang optimal jika masing-

masing anggota kelompok

akan memberikan andil

sesuai hak dan tanggung

jawabnya. Selain itu

disiplin kelompok juga

memberikan andil bagi

pengembangan disiplin diri

bagi pengembangan disiplin

diri. Misalnya, jika budaya

atau iklim dalam organisasi

tersebut merupakan disiplin

Page 138: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 135

kerja yang tinggi, maka

mau tidak mau karyawan

akan membiasakan dirinya

mengikuti irama kerja

kayawan lainnya. Karya-

wan dibiasakan bertindak

dengan cara berdisiplin.

Kebiasaan bertindak disiplin

ini merupakan awal

terbentuknya kesadaran.

Kaitan antara disiplin diri

dan disiplin kelompok

seperti dua sisi dari satu

mata uang. Kedua mata

uang, keduanya saling

melengkapi dan manunjang,

dan bersifat komplementer.

Disiplin diri tidak dapat

dikembangkan secara

optimal tanpa dukungan

disiplin kelompok, sebalik-

nya disiplin kelompok tidak

dapat ditegakkan tanpa

adanya dukungan disiplin

pribadi.

3. Disiplin Preventif

Disiplin preventif adalah

disiplin yang ditujukan

untuk mendorong karyawan

agar berdisplin diri dengan

mentaati dan mengikuti

berbagai standar dan

peraturan yang telah

ditetapkan. Disiplin preven-

tif adalah kegiatan yang

dilakukan untuk mendorong

para karyawan agar mengi-

kuti berbagai standard dan

aturan, sehingga penye-

lewengan- penyelewengan

dapat dicegah. Dengan

demikian disiplin preventif

merupakan suatu upaya

yang dilakukan oleh

organisasi untuk mencip-

takan suatu sikap dan iklim

organisasi dimana semua

anggota organisasi dapat

menjalankan dan mematuhi

peraturan yang telah

ditetapkan atas kemauan

sendiri. Adapun fungsi dari

disiplin preventif adalah

untuk mendorong disiplin

diri para karyawan sehingga

mereka dapat menjaga

sikap disiplin mereka bukan

karena paksaan.

4. Disiplin Korektif

Disiplin korektif merupakan

disiplin yang dimaksudkan

untuk menangani pelang-

garan terhadap aturan-

aturan yang berlaku dan

memperbaikinya untuk

masa yang akan datang. Hal

ini sejalan dengan yang

dikemukakan oleh Prabu

Mangkunegara bahwa

disiplin korektif adalah

suatu upaya untuk mengge-

rakan karyawan dalam

menyatukan suatu peraturan

dan mengarahkan untuk

tetap mematuhi peraturan

sesuai dengan pedoman

yang berlaku dalam

perusahaan. Berdasarkan

pernyataan di atas maka

dapat disimpulkan bahwa

disiplin korektif merupakan

suatu upaya untuk

memperbaiki dan menindak

karyawan yang melakukan

pelanggaran terhadap aturan

yang berlaku. Dengan kata

Page 139: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 136

lain sasaran disiplin

korektif adalah para

karyawan yang melanggar

aturan dan diberi sanksi

yang sesuai dengan aturan

yang berlaku. Disiplin

korektif ini dilakukan untuk

memperbaiki pelanggaran

dan mencegah karyawan

yang lain melakukan

perbuatan yang serupa dan

mencegah tidak adanya

lagi pelanggaran dikemu-

dian hari.

5. Disiplin Progresif

Disiplin progresif merupa-

kan pemberian hukuman

yang lebih berat terhadap

pelanggaran yang berulang.

Tujuannya adalah memberi-

kan kesempatan kepada

karyawan untuk mengambil

tindakan korektif sebelum

hukuman-hukuman yang

lebih serius. Dilaksanakan

disiplin progresif ini akan

memungkinkan manajemen

untuk membantu karyawan

memperbaiki kesalahan.

Disiplin progresif dirancang

untuk memotivasi karya-

wan agar mengoreksi keke-

liruannya secara sukarela.

Contoh dari disiplin

progresif adalah teguran

secara lisan oleh atasan,

skorsing pekerjaan, diturun-

kan pangkat atau dipecat.

A. Prestasi Kerja

1. Definisi Prestasi Kerja

Menurut Moryoto

(2000:91) prestasi kerja adalah

hasil kerja selama periode

tertentu dibandingkan dengan

berbagai kemungkinan, misal-

nya stándar, terget atau kinerja

yang telah disepakati bersama.

Sherman dan Ghomes

dalam Soelaimen (2007:279)

mendifinisikan prestasi kerja

sebagai sesuatu yang dikerja-

kan dan dihasilkan dalam

bentuk produk maupun jasa

dalam suatu periode tertentu

dan ukuran tertentu oleh

seseorang atau sekelompok

orang melalui kecakapan,

kemampuan, pengetahuan dan

pengalamannya. Hasibuan

(2008:94), menjelaskan, pres-

tasi kerja adalah suatu hasil

kerja yang dicapai seseorang

dalam melaksanakan tugas-

tugas yang dibebankan

kepadanya yang didasarkan

atas kecakapan dan kesung-

guhan serta waktu. Handoko

(2007:135) menyatakan sebagai

berikut : “Prestasi kerja adalah

suatu hasil kerja yang dicapai

organisasi mengevaluasi atau

menilai karyawannya”

Mangkunegara

(2009:67) menjelaskan bahwa :

“Prestasi kerja adalah hasil

kerja secara kualitas dan

kuantitas yang dicapai oleh

seseorang karyawan dalam

melaksanakan tugasnya sesuai

dengan tanggung jawab yang

diberikan kepadanya.”

Page 140: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 137

Sentono (2009:2) pres-

tasi kerja adalah hasil kerja

yang dapat dicapai seseorang

dalam organisasi, sesuai dengan

wewenang dan tanggung jawab

masing-masing dalam upaya

mencapai tujuan organisasi

yang bersangkutan secara

legal, tidak melanggar hukum

dan sesuai dengan moral

maupun etika”.

2. Faktor Yang Mempengaruhi

Prestasi Kerja

Tinggi rendahnya prestasi

kerja sangat dipengaruhi oleh

berbagai faktor penting.

Faktor-faktor tersebut dapat

berasal dari dalam sendiri

maupun dari luar. Dalam

kaitannya dengan upaya

meningkatkan prestasi kerja

karyawan, perusahaan harus

memperhatikan faktor-faktor

yang memilki potensi untuk

meningkatkan prestasi kerja.

Sunyoto (2012:198)

menyatakan, terdapat tujuh

faktor yang diidentifikansi

berpengaruh terhadap prestasi

kerja seorang karyawan

a. Faktor internal

1. Disiplin

Disiplin adalah taat

kepada hukum dan

peraturan yang

berlaku. Jadi, disiplin

bagi seorang karyawan

adalah kegiatan karya-

wan yang bersangku-

tan dalam menghor-

mati perjanjian kerja

dengan organisasi

dimana dia bekerja.

Karyawan yang

memiliki tingkat

kedisiplinan kerja yang

tinggi akan bertang-

gung jawab terhadap

tugas-tugas yang diberi-

kan kepadanya. Hal

ini akan mendorong

gairah kerja, semangat

kerja dan akan mendu-

kung terwujudnya

tujuan perusahaan.

Kedisiplinan adalah

kunci keberhasilan suatu

perusahaan dalam

mencapai tujuannya

sehingga prestasi kerja

karyawan pun akan

meningkat.

2. Motivasi

Motivasi adalah doro-

ngan yang kuat untuk

melaksanakan peker-

jaan sebaik mungkin.

Motivasi sering diarti-

kan sebagai semangat

kerja yang tinggi.

Pekerjaan yang dilaku-

kan dengan motivasi

yang tinggi akan terasa

lebih ringan dan jauh

dari stress. Hasilnya

pun jauh lebih baik

secara kualitas maupun

kuantitas.

3. Kecerdasan

Karyawan yang cerdas

akan dengan mudah

memahami SOP tugas

yang diberikan kepa-

danya. Hal tersebut

akan meminimalisir

error atau kesalahan

dalam pekerjaan,

Page 141: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 138

sehingga pekerjaan

dapat diselesaikan

dengan baik sesuai

dengan standar yang

ditetapkan perusahaan.

4. Tanggung jawab

Tanggung jawab

adalah salah satu sifat

yang harus dimiliki

oleh seorang karya-

wan. Karyawan yang

bertanggung jawab

akan berusaha menger-

jakan setiap tugas yang

diserahkan kepadanya

dengan baik dan tepat

waktu.

b. Faktor Eksternal

1. Kondisi keluarga

Kondisi keluarga dapat

mempengaruhi suasana

hati dan psikologis

karyawan, yang secara

tidak langsung akan

berpengaruh terhadap

motivasi dan kedisip-

linan kerja. Kondisi

rumah yang tidak

tenang, banyak perma-

salahan akan menu-

runkan motivasi kerja

dan akhirnya berdam-

pak pada kedisiplinan

dan prestasi kerja. Hal

ini otomatis akan

menurunkan prestasi

kerja. Sebaliknya kon-

disi rumah yang

tenang, bahagia akan

memberikan motivasi

kerja yang tinggi, jauh

dari stress. Hal ini

tentu akan berpengaruh

positif terhadap pres-

tasi kerja karyawan.

2. Lingkungan kerja

Lingkungan kerja

sangat berpengaruh

terhadap prestasi kerja

karyawan.

Lingkungan kerja yang

nyaman, rekan kerja

yang bersahabat dan

saling mendukung

serta pimpinan yang

perduli akan memberi

motivasi positif dalam

bekerja. Karyawan

akan bahu membahu

bekerja dengan penuh

keceriaan. Persaingan

sehat antar karyawan

pun akan mewarnai

keseharian dalam

perusahaan.

Sebaliknya lingkungan

kerja yang tidak

nyaman, rekan kerja

yang tidak bersahabat,

pimpinan yang kurang

menghargai karyawan

akan menurunkan

prestasi kerja.

3. Pendidikan dan pelati-

han

Pendidikan dan pela-

tihan adalah hak

karyawan yang harus

diberikan oleh perusa-

haan. Karyawan yang

terdidik dan terlatih

sesuai dengan bidang-

nya akan bekerja lebih

cerdas dan baik. Sudah

seharusnya setiap peru-

Page 142: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 139

sahaan mengalokasi-

kan dana untuk

meningkatkan penge-

tahuan dan keterampi-

lan karyawan secara

berkala. Harapannya

prestasi kerja karya-

wan akan terus

meningkat, seiring

dengan meningkatnya

pengetahuan dan kete-

rampilan mereka.

3. Indikator Prestasi Kerja

Menurut Supardi (2008:69)

indikator-indikator penilaian

prestasi kerja adalah

1. Kualitas Kerja

Meliputi akurasi,

ketelitian, kerapian yang

dimiliki oleh karyawan

dalam melaksanakan

pekerjaan yang diberikan,

mempergunakan dan

memelihara alat-alat serta

keterampilan dan

kecakapan dalam bekerja.

2. Kuantitas Kerja

Meliputi keluaran

(output) dan target kerja

dalam kuantitas kerja.

3. Hubungan kerja

Merupakan penilaian

prestasi kerja berdasarkan

pada sikap dan kerjasama

karyawan terhadap

pimpinan, terhadap pihak

manajemen perusahaan

dan kesediaan dalam

menerima perubahan

kerja.

4. Penyesuaian pekerjaan

Merupakan penilaian

prestasi kerja yang

ditinjau dari kemampuan

dalam melaksanakan

tugasnya di luar pekerjaan

maupun adanya tugas

baru, kecepatan berfikir

dan bertindak dalam

bekerja

5. Ketangguhan

Merupakan pengukuran

dari segi kemampuan atau

keandalan karyawan dalam

melaksanakan tugas

6. Keselamatan kerja

Yaitu penilaian tentang

bagaimana perhatian

karyawan terhadap

keselamatan kerjanya.

C. Kerangka Berpikir

Berdasarkan teori yang

telah disajikan di atas, kerangka

berfikir pada penelitian ini

dapat digambarkan sebagai

berikut :

Gambar 1

Kerangka Berfikir

Keterangan :

X = Disiplin.

Y = Prestasi Kerja Karyawan.

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian.

Penelitian ini dilaksanakan PT.

OLX Indonesia yang berlamat pada

Menara Sentraya, lantai 19, jalan

Disiplin (X)

Prestasi Kerja

(Y)

Page 143: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 140

Iskandarsyah, Melawai, Jakarta

Selatan.

Penelitian dilaksanakan kurang lebih

3 bulan yaitu dari bulan Maret 2019

sampai dengan Mei 2019.

B. Teknik Pengumpulan Data

1. Kuesioner.

Merupakan seperangkat

pernyataan yang disusun untuk

diajukan kepada responden.

Kuesioner ini dimaksudkan untuk

memperoleh informasi tertulis dari

responden berkaitan dengan

variabel penelitian. Tujuan utama

dari pembuatan kuesioner ini

adalah untuk memperoleh

informasi yang relevan,

memperoleh informasi dengan

reliabilitas dan validitas setinggi

mungkin (Singarimbun, 1995).

2. Wawancara.

Merupakan proses

memperoleh keterangan untuk

tujuan penelitian dengan cara

Tanya jawab sambil bertatap

muka antara peneliti dengan

pihak-pihak yang dapat membantu

peneliti dalam mengumpulkan

data pendukung penelitian.

C. Populasi dan Teknik Pengambilan

Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan

keseluruhan objek yang dijadikan

bahan penelitian sedangkan

sample adalah sebagian dari

polulasi yang hendak dilakukan

penelitian (Sunyoto, 2012:177).

Penelitian ini menggunakan

sampel yang diambil dari populasi

dan kesimpulannya akan

diberlakukan (digeneralisasi)

untuk populasi.

Dalam penelitian ini

populasi yang dimaksud adalah

karyawan PT. OXL Indonesia

yang berjumlah kurang lebih 104

orang.

2. Teknik Pengambilan Sampel.

Sedangkan besarnya sampel

yang diambil sebanyak 50 orang

dan jumlah tersebut diambil

dengan tehnik acak sederhana

(Simple Random Sampling).

Metode yang digunakan untuk

menentukan jumlah sample dalam

penelitian ini adalah rumus

Slovin.

N

n =

N.e2 + 1

Dimana :

n = Jumlah sampel

N = Jumlah Populasi

e = Batas toleransi kesalahan

(10%)

Berdasarkan rumus tersebut

diperoleh jumlah sampel (n) yang

diambil dari jumlah karyawan PT.

OXL Indonesia sebagai berikut :

N 104

n = =

N.e2 + 1 104 (0,1)

2 +1

104

n = = 50,98

2,35

Dengan demikian jumlah sampel

yang diambil dalam penelitian ini

adalah sebesar 50 responden.

Page 144: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 141

D. Variabel Penelitian dan Devinisi

Operasional Variable

1. Variable Penelitian

Variable yang digunakan dalam

penelitian ini terdiri dari satu

variabel terikat (Y) atau

dependent variable dan satu

variabel bebas (X) atau

independent variable.

a. Variabel bebas (X)

Variable bebas dalam

penelitian ini adalah disiplin.

Variabel bebas merupakan

variable yang mempengaruhi

variable lain yang sifatnya

berdiri sendiri.

b. Variabel terikat (Y)

Variable terikat dalam

penelitian ini adalah prestasi

kerja. Variabel terikat

merupakan variable yang

dipengaruhi variable lain yang

sifatnya tidak dapat berdiri

sendiri.

2. Definisi Operasional Variable

a. Prestasi Kerja Karyawan

Indikator yang diukur dalam

variable prestasi kerja

karyawan pada PT. OLX

Indonesia adalah sebagai

berikut :

1) Kualitas Kerja

2) Kuantitas Kerja

3) Hubungan Kerja

4) Penyelesaian Pekerjaan

5) Ketangguhan

6) Keselamatan Kerja

b. Disiplin

Indikator yang diukur dalam

variable disiplin pada PT. OLX

Indonesia adalah sebagai

berikut :

1) Ketepatan Waktu

2) Menggunakan Peralatan Kantor

Dengan Baik

3) Tanggung Jawab yang TInggi

4) Ketaatan Terhadap Aturan Kantor

E. Teknik Analisis Data

1. Analisis Korelasi Sederhana

Koefisien korelasi diberi

yang symbol r, koefisien ini

menunjukkan seberapa besar

hubungan yang terjadi antara

variable independen (X)

terhadap variabel dependen (Y)

serta untuk mengetahui arah

pengaruh yang terjadi.

2. Koefisien Determinasi

Koofisien Determinasi

(KD) digunakan untuk

mengetahui prosentase sumba-

ngan pengaruh variable bebas

terhadap variable terikat.

3. Analisa Regresi Linier

Sederhana

Analisis ini bertujuan untuk

untuk mengetahui arah

hubungan antara variable bebas

dengan variable terikat apakah

berhubungan positif atau negatif.

Analisis regresi linier sederhana

adalah hubungan secara linier

antara variable independen

dengan variable dependen.

Persamaan regresi linier

sederhana adalah Y = a + bX +

e

Keterangan :

Y = Variable terikat

X = Variable bebas

a = Konstanta (Nilai Y apabila

X = 0)

Page 145: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 142

b = Koofisien regresi (nilai

peningkatan ataupun

penurunan)

4. Uji t

Uji yang digunakan untuk

mengetahui apakah variabel

independen (X) berpengaruh

secara signifikan (berarti penga-

ruh yang terjadi dapat berlaku

untuk populasi/dapat digenera-

lisasi) terhadap variabel depen-

den (Y), yaitu dengan uji-t.

IV. HASIL PENELITIAN DAN

INTERPRETASI

A. Analisis Korelasi Sederhana

Tabel 4.1 Correlations

Prestasi

Kerja Disiplin

Prestasi

Kerja

Pearson

Correlation 1 .847**

Sig. (2-tailed) .000

N 50 50

Disiplin Pearson

Correlation .847** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 50 50

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-

tailed).

Dari output di atas didapat

koefisien korelasi sebesar 0,847.

Karena nilai lebih mendekati 1, maka

hubungan antara disiplin dengan

prestasi kerja karyawan adalah sangat

erat. Nilai koefisien bertanda positif

yang berarti terjadi hubungan positif,

artinya jika tingkat disiplin yang

dimiliki oleh karyawan PT. OLX

adalah baik maka prestasi kerja

karyawan akan meningkat.

.

B. Koefisien Determinasi Tabel 4.2

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

1 .847a .717 .512 .26017

a. Predictors: (Constant), Disiplin Kerja

Berdasarkan output diperoleh

angka koofisien determinasi (r2)

sebesar 0.717. Nilai ini menunjukkan

bahwa persentase sumbangan pengaruh

variabel disiplin (X) terhadap variabel

prestasi kerja (Y) adalah sebesar 71,7%

sedangkan sisanya sebesar 28.3% di

pengaruhi atau dijelaskan oleh

variable atau faktor lain yaitu:

motivasi, kecerdasan, tanggung jawab,

kondisi keluarga, lingkungan kerja,

pendidikan dan pelatihan.

C. Analisis Regresi Sederhana

Tabel 4.3

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B

Std.

Error Beta

1 (Constant) 1.927 .308 6.264 .000

Disiplin Kerja .569 .079 .847 7.306 .000

a. Dependent Variable: Prestasi Kerja

Berdasarkan hasil output

bentuk persamaan regresi kedua

variable tersebut dapat digambarkan

dengan persamaan Y = 1.927 + 0.569

X + e. Arti persamaan ini adalah :

Page 146: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 143

1. Konstanta (a) sebesar 1.927

artinya apabila variable disiplin

(X) nilainya adalah 0 (Karyawan

tidak memiliki tingkat disiplin

sama sekali), maka variable

prestasi kerja mereka (Y) nilainya

sebesar 1.927.

2. Koefisien regresi (b) variable

disiplin sebesar 0.569 artinya

apabila nilai variable disiplin (X)

mengalami kenaikan 1 satuan

maka nilai variable prestasi kerja

(Y) akan mengalami kenaikan

sebesar 0.569 unit.

D. Uji t

Uji t digunakan untuk mengetahui

pengaruh variable independen terhadap

variabel dependen, apakah

pengaruhnya signifikan atau tidak.

Adapun langkah-langkah pengujian

adalah sebagai berikut :

1. Pengambilan Keputusan

Ho ditolak dan Ha diterima jika

signifikansi < 0,05 atau nilai t hitung

> t tabel

Ho diterima dan Ha ditolak jika

signifikansi > 0,05 atau nilai t hitung

< t tabel

2. Kesimpulan

Terlihat bahwa nilai t hitung lebih

besar dari t tabel (7,306 > 1,677),

maka Ho ditolak dan Ha diterima

yang artinya disiplin (X)

berpengaruh secara signifikan

terhadap prestasi kerja karyawan

(Y).

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Dari hasil koefisien korelasi

sederhana didapatkan hasil r =

0,847 ini berarti terdapat

hubungan yang sangat erat

disiplin dengan prestasi kerja

karyawan pada PT. OLX

Indonesia. Nilai koefisien

bertanda positif yang berarti

terjadi hubungan positif,

artinya jika tingkat disiplin

yang dimiliki oleh karyawan

PT. OLX adalah baik maka

prestasi kerja karyawan akan

meningkat.

2. Dari hasil Koefisien

Diterminasi = 71,7 % artinya

Persentase sumbangan penga-

ruh variabel disiplin terhadap

variabel prestasi kerja karya-

wan adalah sebesar 71,7%,

sedangkan sisanya sebesar

28,3% dipengaruhi oleh

variable lain, yaitu : motivasi,

kecerdasan, tanggung jawab,

kondisi keluarga, lingkungan

kerja, pendidikan dan pelati-

han.

3. Berdasarkan hasil Koefsien

regresi sederhana didapatkan

persamaan Y = 1.927 + 0.569

X + e. Arti persamaan ini

adalah :

a. Konstanta (a) sebesar 1.927

artinya apabila variable

disiplin (X) nilainya adalah

0 (Karyawan tidak

memiliki tingkat disiplin

sama sekali), maka variable

prestasi kerja mereka (Y)

nilainya sebesar 1.927.

b. Koefisien regresi (b)

variable disiplin sebesar

Page 147: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 144

0.569 artinya apabila nilai

variable disiplin (X)

mengalami kenaikan 1

satuan maka nilai variable

prestasi kerja (Y) akan

mengalami kenaikan

sebesar 0.569 unit.

4. Dari hasil uji didapatkan hasil

nilai t hitung lebih besar dari t

tabel (7,306 > 1,677), maka Ho

ditolak dan Ha diterima yang

artinya disiplin (X)

berpengaruh secara signifikan

terhadap prestasi kerja

karyawan (Y).

B. Saran

1. Upaya menciptakan prestasi

kerja karyawan melalui tupaya

metingkatkan kedisiplinan karya-

wan telah banyak dilakukan oleh

PT. OLX Indonesia. Upaya ini

perlu dipertahankan dan

ditingkatkan demi tercapainya

kinerja karyawan yang maksimal.

2. Perusahaan dapat mencoba untuk

memperbaiki dan menindak

karyawan yang melakukan

pelanggaran terhadap aturan yang

berlaku. Para karyawan yang

melanggar aturan dan diberi

sanksi yang sesuai dengan aturan

yang berlaku. Hal dapat ini

dilakukan untuk meminimize

pelanggaran dan mencegah

karyawan yang lain melakukan

perbuatan yang serupa serta

menghindari terjadinya

pelanggaran dikemudian hari

sehingga tercapai prestasi kerja

secara maksimal dapat tercapai.

Page 148: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 145

DAFTAR PUSTAKA

Danang Sunyoto, 2012, Manajemen

Sumber Daya Manusia, Yogyakarta,

CAPS

Handoko, T hani, 2007, Manajemen

Personalia dan Sumber Daya

Manusia, BPFE, Yogyakarta

Hasibuan, Malayu S,P, 2000, Manajemen

Sumber Daya Manusia, Bumi

Aksara, Jakarta

Hasibuan, Malayu S. P. 2008. Manajemen

Sumber Daya Manusia. Jakarta;

PT. Bumi Aksara

Moenir, H.A.S. 2005. Pendekatan

Manusia dan Organisasi Terhadap

Pembinaan Kepegawaian. Jakarta:

Bumi Aksara

Mangkunegara, A A Anwar Prabu (2009),

Manajemen Sumber Daya

Manusia, Jakarta, Aditama

Prawiro Sentono, 2009, Manajemen

Sumber Daya Manusia Kebijakan

Kinerja Karyawan, Yogyakarta,

BPFE.

Panggabean dalam Sutrisno, Edy, 2010,

Manajemen Sumber Daya

Manusia, Jakarta, Kencana

Prenada Media Group

Sugiyono, 2011, Statistika Untuk

Penelitian, Bandung, Alfabeta

Sirait, Justine T, 2006, Memahami Aspek-

aspek Pengelolaan Sumber Daya

Manusia dalam Organisasi,

Jakarta, Grasindo

Sedarmayanti, 2008, Sumber Daya

Manusia dan Produktivitas Kerja,

CV Mandar Maju, Bandung

Singodimedjo, Markum, 2002,

Manajemen Sumber Daya

Manusia, Surabaya

Soejono Soekanto, 2000, sosiologi suatu

pengantar, Jakarta, Raja Grafindo

Persada

Tulus Tu‟u, 2004, Peran Disiplin pada

Perilaku dan Prestasi Belajar,

Jakarta, Grasindo

Veithzal Rivai, 2004, Manajemen Sumber

Daya Manusia untuk Perusahaan

dari Teori ke Praktek, PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta

Page 149: Vol. XIX No. 34, April 2019 ISSN-1412-7628

Jurnal PBM Vol. XIX No. 34, April 2019 146