Vol. V, Edisi 06, April 2020 Tantangan Penguatan Program BLT...

16
Vol. V, Edisi 06, April 2020 Perkembangan Proyek Jaringan Gas Kota p. 8 ISO 9001:2015 Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685 Evaluasi Restitusi Pajak dan Tantangan Restitusi Pajak Dipercepat p. 12 Tantangan Penguatan Program BLT (Dana Desa) di Masa Pandemi Covid-19 p. 3

Transcript of Vol. V, Edisi 06, April 2020 Tantangan Penguatan Program BLT...

  • Vol. V, Edisi 06, April 2020

    Perkembangan Proyek Jaringan Gas Kota

    p. 8

    ISO 9001:2015Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685

    Evaluasi Restitusi Pajak dan Tantangan Restitusi Pajak

    Dipercepatp. 12

    Tantangan Penguatan Program BLT (Dana Desa) di

    Masa Pandemi Covid-19p. 3

  • 2 Buletin APBN Vol. V. Ed. 06, April 2020Terbitan ini dapat diunduh di halaman website www.puskajianggaran.dpr.go.id

    Proyek jaringan gas (jargas) kota yang dinilai murah, aman, dan ramah lingkungan ini mulai diinisiasi sejak 2009 sebagai komplementer program konversi minyak tanah ke LPG. Hal ini bertujuan untuk menekan tingginya impor LPG. evaluasi proyek jargas terkendala oleh inkonsistensi data, namun secara garis besar, pencapaian jargas masih belum mencapai target. Adapun kendala yang dihadapi antara lain: nilai keekonomian yang masih belum tercapai, tuntutan pemeliharaan infrastruktur, serta rawan konflik sosial.

    PenerimAAn pajak di bawah targetnya (shortfall) kembali terjadi di tahun anggaran 2019. Pemerintah menyebutkan bahwa gejolak perekonomian global dan peningkatan pembayaran restitusi pajak menjadi faktor penyebabnya. Pada dasarnya, peningkatan restitusi seharusnya identik dengan pertumbuhan penerimaan pajak. namun kenyataannya, pertumbuhan restitusi Pajak Pertambahan nilai (PPn) yang paling dominan tidak diikuti dengan pertumbuhan penerimaan PPn tahun 2019. Dalam pelaksanaannya, masih ditemukan berbagai kendala yang menghambat seperti sistem dan aturan restitusi yang belum kuat sehingga berimbas pada keterlambatan pembayaran dan beban bunga.

    Kritik/Saran

    http://puskajianggaran.dpr.go.id/kontak

    Dewan RedaksiRedaktur

    Dwi Resti PratiwiRatna Christianingrum

    Martha CarolinaAdhi Prasetio SW.

    EditorAde Nurul Aida

    Marihot Nasution

    DenGAn konsekuensi ekonomi yang semakin terpuruk akibat dari pandemi Covid-19, pemerintah telah banyak mengeluarkan kebijakan sebagai bentuk dukungan pendapatan, salah satunya program BLT yang digulirkan melalui Dana Desa. Pengalaman penerapan BLT sebelumnya membuktikan bahwa dalam jangka pendek BLT dinilai mampu menjaga masyarakat dari guncangan ekonomi. meskipun begitu, pemerintah tetap harus memerhatikan kendala yang akan terjadi agar pelaksanaan program dapat berjalan efektif dan sesuai dengan harapan.

    Penanggung JawabDr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E.,

    M.Si.Pemimpin Redaksi

    Slamet Widodo

    Tantangan Penguatan Program BLT (Dana Desa) di Masa Pandemi Covid-19 p.3

    Perkembangan Proyek Jaringan Gas Kotap.8

    Evaluasi Restitusi Pajak dan Tantangan Restitusi Pajak Dipercepat p.12

  • 3Buletin APBN Vol. V. Ed. 06, April 2020

    Tantangan Penguatan Program BLT (Dana Desa) di Masa Pandemi Covid-19

    oleh Ade Nurul Aida*)

    Sebagai akibat dari adanya pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), pemerintah tidak hanya menghadapi tantangan dalam hal penanganan kesehatan, namun pada saat yang sama juga harus mengatasi dampak ekonomi yang ditimbulkan. Dalam upaya tersebut, pemerintah menambah anggaran belanja dan pembiayaan tahun 2020 untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp405,1 triliun. Sementara berkenaan dengan kebijakan Transfer ke Daerah dan Dana Desa, pemerintah juga melakukan penyesuaian anggaran dan realokasi penggunaan Dana Desa, dimana atas realokasi Dana Desa dapat digunakan dalam penanganan dan pencegahan Covid-19 serta bantuan langsung tunai kepada masyarakat miskin di desa. Hal ini sebagaimana tercantum dalam penjelasan Pasal 2 ayat 1 huruf (i) Peraturan Pemerintah

    Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan. Berkenaan dengan alokasi penggunaan dana yang digunakan untuk BLT, dalam kajian ini akan dibahas terkait kebermanfaatan Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang pernah dijalankan Indonesia, mekanisme serta tantangan penerapan BLT yang akan diterapkan saat ini.

    Penduduk Desa Berpotensi Rentan Terkena Dampak EkonomiPandemi Covid-19 tentunya akan terasa berdampak khususnya bagi pekerja informal, karena metode social distancing yang diterapkan oleh Indonesia hanya efektif bagi pekerja formal yang tidak memerlukan interaksi langsung. Menurut data BPS tahun 2019, 57 persen usia produktif atau sekitar 74 juta jiwa merupakan pekerja informal yang berpotensi kehilangan pendapatan. Hal ini tentunya juga berlaku bagi pekerja informal yang tinggal di desa. Padahal persentase jumlah penduduk miskin di desa lebih tinggi dan penurunannya jauh lebih lambat dari perkotaan (Gambar 1). Tentu saja hal ini akan berpotensi menambah beban ekonomi di perdesaan.

    Mengingat adanya konsekuensi ekonomi akibat pandemi Covid-19, pemerintah telah menerapkan langkah-

    AbstrakDengan konsekuensi ekonomi yang semakin terpuruk akibat dari pandemi

    Covid-19, pemerintah telah banyak mengeluarkan kebijakan sebagai bentuk dukungan pendapatan, salah satunya program BLT yang digulirkan melalui Dana Desa. Pengalaman penerapan BLT sebelumnya membuktikan bahwa dalam jangka pendek BLT dinilai mampu menjaga masyarakat dari guncangan ekonomi. meskipun begitu, pemerintah tetap harus memerhatikan kendala yang akan terjadi agar pelaksanaan program dapat berjalan efektif dan sesuai dengan harapan.

    *) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]

    belanja transfer ke daerah

    Gambar 1. Persentase Penduduk Miskin Berdasarkan Wilayah (Persen)

    Sumber: BPS, 2020

  • 4 Buletin APBN Vol. V. Ed. 06, April 2020

    langkah untuk memberikan dukungan pendapatan kepada masyarakat melalui bantuan sosial atau manfaat lainnya, salah satunya melalui BLT yang digulirkan melalui Dana Desa sebesar Rp21,3 triliun bagi sekitar 10 juta penerima manfaat.

    Mekanisme Pemberian BLT melalui Dana DesaSebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Desa PDTT (Permendesa PDTT)No. 6/2020 tentang Perubahan atas Permendesa PDTT No.11/2019 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020, bahwa khusus untuk BLT, Kemendes PDTT telah menerapkan mekanisme alokasi dan penyalurannya. Sasaran penerima BLT adalah keluarga miskin non Program Keluarga Harapan (PKH)/Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dengan kriteria seperti pekerja yang kehilangan mata pencaharian, belum terdata, mempunyai anggota keluarga yang rentan sakit menahun/kritis, dengan dana yang disalurkan sebesar Rp600.000/Keluarga Penerima Manfaat(KPM)/bulan, selama 3 bulan sejak April 2020 dengan metode non tunai (cashless) setiap bulan.

    Pendataan penerima manfaat dilakukan oleh relawan desa lawan Covid-19. Kemudian, hasil pendataan dilakukan musyawarah desa khusus/musyawarah insidentil dilaksanakan dengan agenda tunggal, yaitu validasi dan finalisasi data, serta legalitas dokumen hasil pendataan ditandatangani oleh kepala desa (kades). Dokumen hasil pendataan diverifikasi desa, dan oleh kades dilaporkan kepada bupati/walikota melalui camat.

    Metode perhitungan penetapan jumlah penerima manfaat BLT Dana Desa mengikuti rumus: a) desa penerima Dana Desa kurang dari Rp800 juta mengalokasikan BLT-Dana Desa maksimal sebesar 25 persen dari jumlah Dana Desa; b) desa penerima Dana Desa Rp800 juta sampai dengan Rp 1.200 juta mengalokasikan BLT-Dana Desa maksimal sebesar 30 persen dari

    jumlah Dana Desa; c) desa penerima Dana Desa lebih dari Rp1.200 miliar mengalokasikan BLT-Dana Desa maksimal sebesar 35 persen dari jumlah Dana Desa; dan d) khusus desa yang jumlah keluarga miskin lebih besar dari anggaran yang dialokasikan dapat menambah alokasi setelah mendapat persetujuan pemerintah kabupaten/kota. Penanggungjawab penyaluran BLT adalah kades yang di-monitoring dan dievaluasi oleh Badan Permusyawaratan Desa, camat, dan inspektorat kabupaten/kota.

    Kebermanfaatan Program BLT yang Pernah DijalankanBLT merupakan program yang pernah dijalankan pada tahun 2005 dan berlanjut pada tahun 2008, dan di tahun 2013 juga dijalankan program yang sama dengan sebutan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Program ini merupakan bentuk kompensasi pemerintah terhadap naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang ditetapkan oleh pemerintah pada saat itu, bertujuan menjaga agar tingkat konsumsi Keluarga Penerima Manfaat (KPM) tidak menurun pada saat terjadi kenaikan harga BBM dalam negeri. KPM dalam program ini adalah rumah tangga yang tergolong sangat miskin, miskin, dan rentan miskin.

    BLT merupakan bentuk transfer kas di Indonesia yang paling berhasil. BLT memiliki efek positif pada kesejahteraan rumah tangga seperti adanya peningkatan pengeluaran, pemanfaatan layanan kesehatan, pekerjaan orang dewasa, serta penurunan pekerja anak (World Bank, 2012). Jika tidak ada bantuan tersebut jumlah tingkat kemiskinan akan tetap sama bahkan berpotensi meningkat, dan setidaknya dalam jangka pendek penggunaan bantuan ini mampu melindungi daya beli rumah tangga miskin dan rentan, bahkan program ini juga membantu merangsang peningkatan pengeluaran pada rumah tangga yang bukan penerima BLT (World Bank, 2017).

  • 5Buletin APBN Vol. V. Ed. 06, April 2020

    nilai indeks persentase rumah tangga di Indonesia yang menguasai komputer hanya bernilai 2 dari skala 0 – 10. Hasil survei dan IP-TIK BPS ini dapat dijadikan parameter yang menunjukkan bahwa melek internet dan teknologi di pedesaan masih relatif rendah. Di sisi lain, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan penyaluran secara tunai, dengan catatan jika cashless memang tidak memungkinkan untuk dilakukan. Namun, berkaca dari program BLT sebelumnya, penyerahan secara tunai menciptakan adanya peluang korupsi dengan pemotongan dana bantuan yang seharusnya diberikan kepada penerima manfaat.

    Rawan Terjadinya Konflik MasyarakatProgram BLT ini dinilai memicu kecemburuan dan terjadi konfilk bagi masyarakat, hal ini juga menjadi kekhawatiran di daerah, dan menyebabkan sejumlah kades enggan menyalurkan dana tersebut (Kompas, 2020). Berdasarkan pengalaman BLT yang pernah dilakukan Indonesia, konflik masyarakat kerap terjadi pada program BLT, meskipun intensitasnya lebih rendah dibandingkan pertama kali diterapkan. Konflik tersebut bersumber dari kecemburuan sosial dan tidak transparannya proses verifikasi penerima program.

    Tantangan Penerapan BLT (Dana Desa): Keterbatasan Pemahaman Teknologi bagi Masyarakat Penerima Manfaat BLTBantuan dana BLT yang disalurkan kepada penerima manfaat saat ini melalui cashless setiap bulannya, namun karena penyaluran metode cashless berbasis pada sistem elektronik dan teknologi, penerima manfaat tentunya perlu memiliki pemahaman mengenai teknologi dan pemakaiannya. Sistem cashless menuntut penggunanya untuk dapat berinteraksi dan menggunaan perangkat elektronik baik berupa mesin ATM, EDC, maupun smartphone. Hal ini tentunya dapat menjadi kendala masyarakat desa khususnya kades sebagai penanggungjawab penyaluran dan masyarakat desa sebagai penerima manfaat dari program BLT tersebut. Seperti diketahui, bahwa di desa-desa masih terdapat aparat dan masyarakat desa yang belum melek internet dan teknologi. Penetrasi pengguna internet tahun 2017 berdasarkan kota/kabupaten, terkonsentrasi di area rural sebesar 48,25 persen (APJII, 2017). Sementara berdasarkan data BPS dalam Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK), Untuk penguasaan komputer, bahwa

    Gambar 2. Target Cakupan dan Pengeluaran BLT/BLSM

    Sumber: Kementerian Keuangan & Bappenas dalam World Bank 2017

  • 6 Buletin APBN Vol. V. Ed. 06, April 2020

    Ketidaktepatan Sasaran Ketepatan sasaran merupakan salah satu masalah dalam program BLT yang pernah berjalan. Perbaikan pendataan harus dilakukan dalam program BLT yang tengah dijalankan ini, terlebih bantuan ini diberikan kepada keluarga miskin non PKH/BPNT, sehingga duplikasi penerima bantuan tidak akan terjadi. Dari pengalaman BLT yang pernah diterapkan sebelumnya, selain ketidakjelasan kriteria pemilihan RTS, penyebab terjadinya ketidaktepatan adalah mekanisme pencacahan yang tidak menyeluruh dan tidak sesuai dengan ketentuan. Pendataan hanya dilakukan terhadap orang miskin tertentu berdasarkan data awal yang tersedia atau informasi dari orang yang dianggap memahami kondisi suatu desa. Pencacah tidak selalu datang ke rumah setiap keluarga miskin. Selain itu, penggunaan data yang tidak mutakhir dan validitasnya juga masih meragukan, ditambah proses verifikasi yang juga tidak valid dan cenderung diwarnai oleh subjektivitas aparat RT/RW atau aparat desa/kelurahan yang menyebabkan terjadinya ketidaktepatan sasaran.

    Terhambatnya Penggunaan Dana Desa untuk BLT dan Potensi SILPA yang Menumpuk Sampai dengan akhir Februari, realisasi dana desa sebesar Rp1.660 miliar atau sebesar 2,3 persen dari APBN 2020. Realisasi tersebut mengalami penurunan pada periode yang sama tahun lalu dimana realisasi mencapai Rp4.995,1 miliar atau sebesar 7,1 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak semua desa mencairkan dan menerima Dana Desa tahap pertama. Sehingga dengan masih adanya desa yang belum memperoleh dana tersebut, akan berpotensi menghambat penggunaan Dana Desa khususnya yang ditujukan untuk program BLT. Selain itu bagi desa yang telah memperoleh Dana Desa, juga dimungkinkan terjadinya SILPA yang menumpuk di desa dari persentase alokasi Dana Desa untuk BLT yaitu

    kisaran 25 persen, 30 persen dan 35 persen yang tidak terserap khususnya pada BLT Tahap I karena menunggu pendataan dan verifikasi data warga miskin yang belum rampung (Tri, 2020), padahal kebutuhan akan dana tersebut cukup mendesak terlebih di tengah kondisi pandemi Covid-19 saat ini.

    Gambar 3. Konflik Masyarakat Selama Penyaluran BLT 2005-2013

    Sumber: World Bank 2017

    RekomendasiDalam jangka pendek, kehadiran BLT memang dinilai cukup tepat dalam meminimalkan guncangan ekonomi yang timbul akibat pandemi. Namun penerapan atas program ini juga perlu diperhatikan oleh pemerintah, antara lain: pertama, meningkatkan dan memperluas sosialisasi terkait maksud dan tujuan, mekanisme, kriteria KPM secara jelas serta penyaluran dengan cashless dan penggunaannya. Meskipun terdapat opsi penyaluran secara tunai, pengaturan mekanisme penyaluran tunai juga perlu diatur secara jelas, tentunya dengan didukung pengawasan yang lebih ketat. Kedua, mengembangkan database terpadu masyarakat miskin dan hampir miskin untuk mencegah terjadinya duplikasi penerima bantuan. Selain itu, proses pendataan juga harus sesuai dengan ketentuan dan hasil pendataan KPM perlu diverifikasi

  • 7Buletin APBN Vol. V. Ed. 06, April 2020

    dengan melibatkan semua pemangku kepentingan untuk meminimalisir kesalahan penargetan sasaran dan risiko konflik yang terjadi di masyarakat. Ketiga, memastikan dan mendorong pemerintah daerah untuk menyampaikan laporan tepat waktu sebagai syarat penyaluran dan pertanggungjawaban. Keempat, pengawasan dan evaluasi secara sistematis serta melibatkan masyarakat di samping penguatan koordinasi antar pihak terkait dalam setiap proses pelaksanaannya agar program dapat berjalan efektif dan sesuai dengan apa yang diharapkan.

    Daftar PustakaAsosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. 2017. Survei Penetrasi dan Perilaku Pengguna Internet Indonesia 2017

    Badan Pusat Statistik. 2018. Berita resmi Statistik: Perkembangan Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK)

    Hatuti, dkk, 2013. Pemantauan Cepat Pelaksanaan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) 2013. Diakses dari https://smeru.or.id/sites/default/files/publication/blsm_ind_2.pdf, 21 April 2020

    Kemenkeu RI. 2020. Realisasi APBN Tahun 2020 Tanggal 1 Januari s.d 29 Februari 2020. Diakses dari https://djpb.kemenkeu.go.id/portal/id/berita/lainnya/pengumuman/153-apbn/3193-realisasi-apbn-per-29-februari-2020-ok.html

    Kompas. 2020. Sejumlah Kades Tidak Mau Jadi Penyalur. Diakses dari https://regional.kompas.com/read/2020/04/17/18270791/sejumlah-kades-tidak-mau-jadi-penyalur-bantuan-tunai-ini-alasannya, 21 April 2020

    Republika. 2020. Skema Penggunaan Dana Desa untuk Menekan Dampak Covid-19. Diakses dari https://republika.co.id/berita/q8eq1h328/

    skema-penggunaan-dana-desa-untuk-menekan-dampak-covid19, 8 April 2020

    _______. 2020. Mendes Tegaskan BLT Dana Desa dalam Bentuk Uang. Diakses dari https://republika.co.id/berita/q8yu5d383/mendes-tegaskan-blt-dana-desa-dalam-bentuk-uang, 21 April 2020

    Rosfadhilla, Meutia, dkk. 2013. Kajian Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) 2008 dan Evaluasi Penerima Program BLT 2005 di Indonesia. Jakarta: Lembaga Penelitian Smeru

    Tri, Bambang. 2020. Komite I DPD RI Gelar RDPU Melalui Vidcon Dengan Pakar Bahas Dana Desa Untuk Menekan Dampak Covid19. Diakses dari https://telusur.co.id/detail/komite-i-dpd-ri-gelar-rdpu-melalui-vidcon-dengan-pakar-bahas-dana-desa-untuk-menekan-dampak-covid19, 21 April 2020

    World Bank. 2012. BLT Temporary Unconditional Cash Transfer: Social Assistance Program And Public Expenditure Review 2

    __________. 2017. Indonesia Social Assistance Public Expenditure Review Update: Towards A Comprehensive, Integrated, And Effective Social Assistance System In Indonesia

  • 8 Buletin APBN Vol. V. Ed. 06, April 2020

    Dalam Perpres RI No. 22/2017 Tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), pemerintah telah menargetkan diversifikasi energi pada sumber energi non-minyak bumi pada 2025. Data 2015 menunjukkan pangsa minyak bumi masih mendominasi bauran energi nasional dengan angka 47 persen, sementara pangsa gas bumi masih sebesar 21 persen. Di tahun 2025, ditargetkan pangsa minyak bumi akan menurun hingga kurang dari 25 persen, sementara pangsa gas bumi diharapkan dapat meningkat minimal 22 persen. Sebagai salah satu upaya konkret diversifikasi energi, pemerintah menginisiasi proyek jargas untuk rumah tangga atau dengan nama lain jargas kota, yaitu upaya mengalirkan gas bumi melalui jaringan pipa hingga pada level rumah tangga. Menyadari bahwa kemampuan pendanaan Anggarab Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terbatas, proyek ini dilaksanakan dalam bentuk penugasan kepada BUMN terkait, yaitu Pertamina dan PT. PGN. Selain untuk mewujudkan diversifikasi energi, proyek ini juga bertujuan untuk menekan impor Liquefied Petroleum Gas (LPG). Sejak diinisiasi pada 2007, program konversi minyak tanah ke LPG telah meningkatkan konsumsi LPG nasional secara signifikan. Data 2018 menunjukkan konsumsi LPG nasional mencapai 7,5 juta metrik ton (MT),

    meningkat cukup signifikan apabila dibandingkan data 2017 yaitu sebesar 7,1 juta MT. Besarnya kebutuhan nasional akan LPG tidak mampu dicukupi oleh produksi dalam negeri. Hasil kilang dalam negeri hanya mampu menutup kebutuhan sekitar 25 persen, dibuktikan dengan data produksi LPG selama 5 tahun terakhir cenderung menunjukkan penurunan, pada kisaran level 2 juta MT. Sementara, 75 persen di antara kebutuhan nasional dipenuhi melalui impor. Tren peningkatan konsumsi LPG nasional dari tahun ke tahun turut mendorong tren peningkatan impor LPG. Data 2018 menunjukkan impor LPG mencapai 5,6 juta MT dan pada 2019 diperkirakan mencapai lebih dari 5,7 juta MT. Selain diversifikasi energi dan menekan impor LPG, proyek ini juga menjadi opsi energi yang dinilai lebih murah. Tabel 1 menunjukkan perbandingan tingkat keekonomian LPG dan gas bumi yang dihadapi oleh rumah tangga. Menurut simulasi dari ESDM (2013), apabila rumah tangga beralih dari penggunaan LPG ke gas bumi, maka biaya yang dikeluarkan rumah tangga per Million British Thermal Unit (MMBTU) akan turun sekitar 30,6 persen. Ketika simulasi disesuaikan dengan data terbaru, serta diasumsikan rumah tangga adalah golongan konsumen RT(1), maka biaya per MMBTU akan turun sekitar 10,1-27,6 persen (untuk peralihan dari

    Perkembangan Proyek Jaringan Gas Kotaoleh

    Robby Alexander Sirait*)Nadya Ahda**)

    AbstrakProyek jaringan gas (jargas) kota yang dinilai murah, aman, dan ramah

    lingkungan ini mulai diinisiasi sejak 2009 sebagai komplementer program konversi minyak tanah ke LPG. Hal ini bertujuan untuk menekan tingginya impor LPG. evaluasi proyek jargas terkendala oleh inkonsistensi data, namun secara garis besar, pencapaian jargas masih belum mencapai target. Adapun kendala yang dihadapi antara lain nilai keekonomian yang masih belum tercapai, tuntutan pemeliharaan infrastruktur, serta rawan konflik sosial. Oleh karena itu, pemerintah harus melakukan kajian yang diperlukan secara mendetail, selektif terhadap badan usaha, serta koordinasi dan sosialisasi yang efektif.

    *) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]**) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]

    makroekonomi

  • 9Buletin APBN Vol. V. Ed. 06, April 2020

    LPG 3 kg). Selain itu, jargas juga dinilai lebih aman karena jargas memiliki banyak sistem pengaman dan berat jenis gas bumi lebih ringan daripada LPG, sehingga akan mengurangi potensi ledakan/kebakaran. Tidak hanya itu, jargas juga dinilai lebih ramah lingkungan. Konversi dari LPG ke jargas mampu mengurangi emisi CO2 sebesar 0,218 kg per penggunaan 1 m3 gas bumi (ESDM, 2013).Perkembangan Implementasi Jargas KotaHingga akhir 2019, proyek jargas kota sudah menjangkau hingga 538.000 Sambungan Rumah (SR)1. Apabila dilihat kinerja per tahunnya (Tabel 2), evaluasi program dinilai agak sulit dilakukan karena adanya beberapa perbedaan dan kerancuan data yang signifikan antar dokumen pemerintah. Kerancuan ini diduga disebabkan

    karena data yang dirilis berbeda antara jumlah SR yang didanai oleh APBN ataupun APBN bersama BUMN. Apabila diasumsikan bahwa data yang benar adalah data yang terverifikasi sama di 2 atau lebih dokumen pemerintah, maka data realisasi tahun 2010-2015 diduga realisasi jumlah SR yang didanai oleh APBN saja, sementara data realisasi 2016-2019 merupakan realisasi jumlah SR dari APBN bersama BUMN. Secara umum, realisasi masih berada di bawah target yang telah ditetapkan. Meskipun demikian, data seperti ini harus diverifikasi kembali, dan hal ini tentu menjadi satu kritik tersendiri bagi pemerintah.Telah berjalan selama lebih dari 10 tahun, proyek jargas kota dinilai belum efektif menekan impor LPG dan konsumsi LPG nasional. Melihat data impor LPG dari tahun ke tahun, cenderung menunjukkan tren

    1) Diperoleh dari bahan paparan Kementerian ESDM pada RDP Komisi VII DPR RII 27 Januari 2020. Angka ini merupakan total pembangunan dari pendanaan APBN+BUMN.

    Tabel 1. Simulasi Perbandingan Tingkat Keekonomian LPG dan Gas Bumi

    Tabel 1. Simulasi Perbandingan Tingkat Keekonomian LPG dan Gas Bumi

  • 10 Buletin APBN Vol. V. Ed. 06, April 2020

    peningkatan dari 1,6 juta MT pada 2010 menjadi lebih dari 5,7 juta MT pada 2019, dan tren ini sejalan dengan tren kenaikan konsumsi LPG nasional. Tentu saja peningkatan impor dan konsumsi LPG ini tidak serta-merta diartikan sebagai kegagalan proyek jargas kota dalam menekan impor LPG, karena sejak awal perintisan, proyek ini sudah disebut sebagai program pelengkap dari program konversi minyak tanah ke LPG. Oleh karena itu, peningkatan signifikan pada impor dan konsumsi LPG 2010-2019 lebih tepat diartikan sebagai keberhasilan konversi minyak tanah ke LPG. Perlu menjadi catatan bahwa selain bertujuan untuk menekan impor LPG, proyek ini juga dinilai dapat menekan beban subsidi pada LPG 3 kg. Melihat ilustrasi di atas, kemungkinan besar proyek ini lebih banyak berpengaruh signifikan pada pengurangan subsidi LPG 3 kg yang tidak dikaji dalam artikel kali ini. Meskipun begitu, secara sederhana dapat disimulasikan berapa tabung LPG penghematan yang sudah dicapai dengan pembangunan jargas selama 10 tahun ini. Apabila rata-rata rumah tangga mengonsumsi 3 tabung LPG 3 kg dalam 1 bulan, maka negara sudah menghemat lebih dari 1,6 juta tabung LPG 3 kg per bulan2. Tantangan Implementasi Jargas KotaUntuk tahun 2020, pemerintah menargetkan tambahan 316.070 rumah tangga ikut terkoneksi dengan jargas. Secara akumulatif jangka menengah, pemerintah menargetkan sekitar 4 juta rumah tangga tersambung jargas pada 2024. Untuk itu, pemerintah perlu memetakan tantangan yang dihadapi, antara lain: pertama, proyek jargas kota merupakan proyek padat modal. Menurut perhitungan Kementerian ESDM, investasi yang dibutuhkan mencapai Rp10 juta per rumah tangga. Oleh karena itu, pemerintah kemudian memberi penugasan kepada BUMN terkait untuk kemudian mengadakan tender pengadaan dengan badan usaha yang tertarik. Namun hingga saat ini, badan usaha swasta relatif masih kurang tertarik dengan proyek ini karena belum “cocok” dengan nilai keekonomiannya

    dan berisiko tinggi. Diakui oleh Kementerian ESDM bahwa biaya pengembangan per rumah tangga tinggi karena level konsumsi gas per rumah tangga relatif rendah, sehingga skala ekonomi sulit dicapai. Selain itu, payback period dari proyek jargas sangat bergantung dengan keberlangsungan pasokan gas yang relatif tidak pasti dalam jangka panjang.Kedua, dibutuhkan komitmen yang tinggi untuk pemeliharaan infrastruktur jargas oleh badan usaha. Mengutip dari sebuah contoh kasus, pada tahun 2019, masih terjadi kebocoran hingga 10 persen di beberapa wilayah yang disebabkan oleh belum optimalnya kualitas pipa jargas. Di sisi lain, kebocoran ideal (ideal losses) sebesar maksimal 2 persen.Ketiga, sebagai proyek dengan mobilitas tinggi, proyek ini dinilai rawan menimbulkan konflik sosial. Permasalahan perizinan dan pembebasan lahan menjadi permasalahan yang terus berlangsung. Hal ini salah satunya disebabkan oleh pembangunan pipa jargas yang melintasi utilitas instansi lain. Tidak hanya itu, pengadaan pipa yang melibatkan pembongkaran fasilitas eksisting dan penggalian juga membuat beberapa rumah tangga merasa enggan untuk disambungkan jargas. Tantangan ini juga dapat dipandang sebagai suatu hambatan dari sudut pandang konsumen rumah tangga.

    RekomendasiSecara umum, pelaksanaan proyek jargas kota masih dapat dioptimalkan dengan mempertimbangkan antara lain: pertama, melakukan kajian mendetail mengenai nilai keekonomian proyek jargas dengan memperhitungkan seluruh variabel yang dinilai penting. Kajian ini harus didasarkan dengan ketersediaan dan konsistensi data yang lebih baik. Selain itu, kajian mengenai skema KPBU mendetail beserta kerangka regulasi yang jelas juga

    2) Diasumsikan seluruh rumah tangga yang tersambung jargas melakukan konversi ke jargas dari penggunaan LPG.

  • 11Buletin APBN Vol. V. Ed. 06, April 2020

    harus dipertimbangkan. Pemerintah juga dapat mempertimbangkan opsi insentif yang dapat meringankan biaya investasi jargas. Kedua, meskipun pemerintah tengah mendorong peran swasta, pemerintah tetap harus selektif memilih badan usaha yang memang kompeten dan berkomitmen terhadap kualitas pengadaan jargas3. Sebagai tambahan, pemerintah juga dapat mulai meningkatkan awareness pada wilayah tersambung jargas yang rawan bencana dan dapat berpotensi merusak infrastruktur jaringan gas. Ketiga, diperlukan koordinasi dan sosialisasi yang efektif dengan pihak-pihak yang terdisrupsi oleh pembangunan jargas, seperti pemerintah daerah dan swasta masyarakat.

    Daftar PustakaBPH Migas. 2019. [Konferensi Pers] Wujudkan Energi Berkeadilan, BPH Migas Menetapkan Harga Jual Gas Pada Jaringan Gas untuk Rumah Tangga -1 dan Pelanggan Kecil -1 Lebih Murah daripada Harga Gas LPG 3 Kg di Pasar. BPH Migas. Diakses dari https://www.bphmigas.go.id/berita/wujudkan-energi-berkeadilan-bph-migas-menetapkan-harga-jual-gas-pada-jaringan-gas-untuk-rumah-tangga-1-dan-pelanggan-kecil-1-lebih-murah-daripada--harga-gas-lpg-3-kg-di-pasar/Issetiabudi, David Eka. 2019. Kebocoran di Proyek Jaringan Gas Mencapai 10 Persen. Bisnis.com. https://ekonomi.bisnis.com/read/20190910/44/1146557/kebocoran-di-proyek-jaringan-gas-mencapai-10-persenKementerian ESDM. 2013. Pembangunan Jaringan Gas Bumi Untuk Rumah Tangga. Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi.

    Kementerian ESDM. 2014. Laporan Kinerja Kementerian ESDM 2014-2019.Kementerian ESDM. 2015. Rencana Strategis Kementerian ESDM 2015-2019.Kementerian ESDM. 2017. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kementerian ESDM 2010-2017.Kementerian ESDM. 2019. Laporan Tahunan Capaian Pembangunan 2018. Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi.Kementerian ESDM. 2020. Bahan Kementerian ESDM Pada Rapat Kerja Bersama Komisi VII DPR RI. Kementerian Keuangan. 2020. Nota Keuangan dan APBN/APBNP 2010-2020. Kementerian PPN/Bappenas. 2020. Rencana Kerja Pemerintah 2010-2020. Peraturan Presiden RI Nomor 22 Tahun 2017. Rencana Umum Energi Nasional. 2 Maret 2017.

    3) Penyediaan jargas oleh BUMN/badan usaha telah diatur dalam Perpres No. 6 Tahun 2019.

  • 12 Buletin APBN Vol. V. Ed. 06, April 2020

    Gambar 1. Realisasi Restitusi dan Restitusi Dipercepat (dalam triliun rupiah)

    Sumber: Kementerian Keuangan, diolah*) Sampai dengan Februari 2020

    Realisasi penerimaan pajak tahun 2019 tidak mampu mencapai target penerimaan pajak dengan angka shortfall sebesar Rp245 triliun, atau hanya tumbuh sebesar 1,4 persen. Selain disebabkan oleh gejolak ekonomi dunia, pemerintah berdalih peningkatan pembayaran restitusi turut menjadi penyebab angka shortfall di tahun 2019. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak (DJP), realisasi restitusi pajak pada tahun 2019 tercatat naik sekitar 21 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Jika dilihat berdasarkan jenisnya, restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tercatat mencapai Rp100 triliun dan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar Rp43,97 triliun. Dari jumlah tersebut, hasil pemanfaatan fasilitas restitusi dipercepat mencapai Rp32 triliun atau naik 42,76 persen, yang diberikan kepada sekitar 18 ribu pengajuan permohonan atau meningkat hampir 2 (dua) kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan jenis pajaknya, realisasi jenis pajak PPh sebesar Rp550 miliar sedangkan hampir 98 persen restitusi dipercepat didominasi oleh jenis pajak PPN dengan realisasi sebesar Rp31,04 triliun (Gambar 1).Namun demikian, melonjaknya angka realisasi restitusi PPN tidak sejalan dengan penerimaan PPN yang

    cenderung melambat. Penerimaan PPN Dalam Negeri (DN) tercatat meningkat sebesar Rp346,31 triliun atau tumbuh 3,7 persen (yoy). Secara bruto, penerimaan PPN DN sesungguhnya tumbuh 6,6 persen (yoy). DJP mengakui bahwa pertumbuhan realisasi PPN kenyataannya tidak sebanding dengan pertumbuhan PPN DN sehingga kedepannya perlu dilakukan post audit untuk mengurangi penyalahgunaan pemberian kemudahan percepatan restitusi. Sepanjang Januari-Februari 2020, realisasi restitusi pajak sebesar Rp42,17 triliun, atau tumbuh 14,73

    AbstrakPenerimaan pajak di bawah targetnya (shortfall) kembali terjadi di tahun

    anggaran 2019. Pemerintah menyebutkan bahwa gejolak perekonomian global dan peningkatan pembayaran restitusi pajak menjadi faktor penyebabnya. Pada dasarnya, peningkatan restitusi seharusnya identik dengan pertumbuhan penerimaan pajak. namun kenyataannya, pertumbuhan restitusi Pajak Pertambahan nilai (PPn) yang paling dominan tidak diikuti dengan pertumbuhan penerimaan PPn tahun 2019. Dalam pelaksanaannya, masih ditemukan berbagai kendala yang menghambat seperti sistem dan aturan restitusi yang belum kuat sehingga berimbas pada keterlambatan pembayaran dan beban bunga.

    Evaluasi Restitusi Pajak dan Tantangan Restitusi Pajak Dipercepat

    oleh Martha Carolina*)

    Deasy Dwi Ramiayu**)

    *) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]**) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]

    pendapatan & pembiayaan

  • 13Buletin APBN Vol. V. Ed. 06, April 2020

    persen dibanding pencapaian saat periode yang sama, namun masih lebih rendah dibanding periode 2018-2019 yang tumbuh 39,85 persen. Adapun restitusi dipercepat Rp10,99 triliun atau tumbuh 17,59 persen (yoy) (Kompas, 2020). Tingginya pertumbuhan restitusi ini menandakan fasilitas restitusi kini telah dimanfaatkan oleh Wajib Pajak (WP), walaupun belum bisa mencerminkan kinerja pelaksanaannya. Pasalnya, masih ditemukan banyak kendala seperti keterlambatan proses pemeriksaan dan penelitian, kurangnya implementasi penerapan aturan, dan hal sebagainya yang justru menimbulkan pembayaran bunga kepada WP. Jika restitusi merupakan faktor penyebab shortfall pajak tahun 2019, maka sudah sepatutnya pelaksanaan restitusi pajak ini diperbaiki, sehingga dapat memberikan manfaat bagi WP maupun perekonomian. Ketentuan Restitusi DipercepatRestitusi dipercepat merupakan kebijakan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang dilakukan tanpa melalui pemeriksaan terlebih dahulu seperti yang dilakukan pada prosedur normal. Kebijakan restitusi dipercepat mulai diberlakukan pada 12 April 2018 melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 39/ PMK.03/2018. Peraturan ini kemudian diubah dengan PMK Nomor 117/PMK.03/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan No.39/PMK.03/2018. Salah satu tujuan dari kebijakan ini antara lain memberikan kenyamanan bagi pelaku usaha sehingga dapat berpengaruh pada daya saing dan keputusan ekspansi bisnis. Dalam publikasi ease of Doing Business (EoDB) terakhirnya, Bank Dunia mencatat bahwa diperlukan 48 minggu untuk mendapatkan restitusi PPN di Indonesia. Indikator tersebut tergolong tinggi jika dibandingkan dengan waktu yang diperlukan untuk mendapatkan restitusi pada negara tetangga seperti Thailand yang hanya mencapai 33 minggu. Untuk itu, dengan berlakunya kebijakan restitusi dipercepat, diharapkan indikator waktu yang dibutuhkan untuk restitusi, khususnya PPN, akan membaik. Fasilitas restitusi dipercepat hanya dapat diajukan oleh WP dengan riwayat

    kepatuhan yang baik (WP kriteria tertentu), WP dengan nilai restitusi kecil (WP persyaratan tertentu), dan Pengusaha Kena Pajak (PKP) berisiko rendah. Untuk jenis PPh, WP kriteria tertentu mendapatkan pengembalian pendahuluan dalam 3 bulan untuk WP Badan dan 15 hari untuk WP Orang Pribadi (OP). Untuk jenis PPN, WP kriteria tertentu dan PKP berisiko rendah dalam 1 bulan. Bagi WP OP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, jumlah lebih bayar yang bisa diberikan restitusi pendahuluan sebesar Rp100 juta. Selanjutnya, pemerintah menaikkan batas jumlah pajak yang dapat diberikan restitusi dipercepat untuk kelebihan PPN dan PPh Badan atau PKP berisiko rendah menjadi Rp1 miliar, meningkat dari sebelumnya sebesar Rp100 juta (APBN KiTa). Produk hukum yang diterbitkan oleh otoritas pajak berupa Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP), sedangkan dalam proses pengembalian kelebihan pembayaran pajak berupa Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).Di tengah pelaksanaan restitusi dipercepat, pemerintah mempercepat pengembalian pendahuluan untuk meningkatkan likuiditas perusahaan terdampak oleh Covid-19, yaitu yang tergolong dalam 102 klasifikasi lapangan usaha dan telah ditetapkan yang dapat memanfaatkan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor(KITE). Hal ini dituangkan dalam PMK No. 23/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk WP Terdampak Wabah Virus Corona dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1/2020 terkait kebijakan penanganan Covid-19. Untuk PKP berisiko rendah, batasan jumlah lebih bayar dinaikkan menjadi maksimal Rp5 miliar. Selain itu, dalam Perppu No. 1/2020 Pasal 8 disebutkan bahwa jatuh tempo pengajuan keberatan diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan dan jatuh tempo pengembalian tersebut diperpanjang maksimal 1 (satu) bulan. Evaluasi Pelaksanaan Restitusi PajakJika mengacu pada kinerja pelaksanaan restitusi sebelumnya, adanya peningkatan jumlah pengajuan restitusi

  • 14 Buletin APBN Vol. V. Ed. 06, April 2020

    pada tahun 2019 yang mencapai dua kali lipat, menunjukkan bahwa fasilitas ini sangat menarik untuk dimanfaatkan bagi WP. Namun demikian, adanya peningkatan pembayaran pendahuluan tidak sesuai dengan pertumbuhan penerimaan PPN DN sehingga diperlukan post audit untuk mengurangi penyalahgunaan pemberian kemudahan percepatan restitusi. Hingga saat ini, informasi resmi terkait kendala pelaksanaan restitusi belum disampaikan, kecuali yang tercantum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern (LHP SPI) Kementerian Keuangan. Padahal, restitusi berhubungan erat dengan penerimaan pajak sehingga diperlukan informasi yang lebih transparan kepada publik.Selain itu, dalam pelaksanaan restitusi ditemukan keterlambatan proses pembayaran. Berdasarkan temuan dalam LHP SPI Kementerian Keuangan tahun 2018, DJP tidak segera menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP) setelah diterbitkannya Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP). Dalam LHP SPI tersebut, BPK menemukan bahwa sepanjang Januari hingga November 2018 pihak DJP telah menerbitkan SKPKPP sebanyak 1.247 kohir atau surat/daftar penetapan pajak pada 33 Kanwil DJP senilai Rp12,56 triliun. Namun, atas SKPKPP tersebut belum diterbitkan SPMKP sehingga pada akhir 2018 terdapat utang kelebihan pembayaran pajak yang belum dilunasi dan masih tercatat sebagai penerimaan negara. Selain mengakibatkan pengembalian pembayaran pajak kepada WP dapat melebihi satu bulan sebagaimana yang diatur dalam UU dan PMK, DJP juga berpotensi membayar imbalan bunga kepada WP akibat keterlambatan penerbitan SKPKPP senilai Rp163,7 juta dan imbalan bunga akibat belum terbitnya SKPKPP senilai Rp13,29 miliar. Masalah ini timbul karena saat itu belum terdapat aturan yang tegas mengenai jangka waktu penerbitan SKPKPP ke SPMKP dan sistem pemantauan atas penerbitan SJPJPP hingga terbitnya Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) (Bisnis.com, 2019). Permasalahan

    ini menunjukkan bahwa pelaksanaan sangat bergantung pada peraturan dan sistem penelitian/pemeriksaaan yang kuat, sehingga pemerintah perlu segera membangun sistem yang lebih matang untuk mengurangi risiko keterlambatan dan pembayaran bunga.Tantangan Penerapan Restitusi DipercepatDi tengah gejolak fenomena Covid-19 yang mulai berimbas di beberapa sektor, pemerintah memberikan insentif PPN berupa peningkatan batasan jumlah lebih bayar menjadi maksimal Rp5 miliar guna meminimalisir kerugian yang ditanggung perusahaan. Prosedur pelaksanaan restitusi dipercepat masih mengacu pada ketentuan yang sama sehingga pengembalian lebih bayar dilakukan terlebih dahulu sebelum audit untuk eksportir dan non-eksportir. Hal ini dikhawatirkan dapat berisiko pada kesalahan perhitungan yang justru menjadi tidak efisien dan akan semakin menggerus penerimaan negara. Selain itu, terdapat kemungkinan oknum-oknum yang memanfaatkan fasilitas ini sehingga manfaat yang disalurkan menjadi kurang tepat sasaran. Oleh karena itu, pada tahap penelitian, harus dilakukan pemeriksaan cashflow perusahaan antara sebelum dan berlangsungnya wabah Covid-19 serta besaran ekspornya agar kebijakan lebih tepat sasaran (Kontan, 2020). Jika merujuk pada temuan terkait prosedur pelaksanaan yang belum tepat waktu, maka sistem dan prosedur seharusnya disesuaikan dengan peraturan terkait sehingga tidak terjadi keterlambatan pembayaran ataupun kesalahan perhitungan. Dalam kebijakan ini terdapat sanksi administrasi berupa denda 100 persen dari dasar pengenaan pajak bagi WP yang apabila pada saat pemeriksaan ditemukan adanya tunggakan pajak. Tunggakan pajak yang dilaporkan nihil ini kadangkala dianggap sebagai bentuk kecurangan WP sehingga pengaju restitusi harus menanggung konsekuensi sesuai hukum yang berlaku (Investor.id, 2018). Padahal, bukan tidak mungkin hal tersebut disebabkan oleh kurangnya informasi yang didapatkan WP selama ini. Jika mengukur pertumbuhan

  • 15Buletin APBN Vol. V. Ed. 06, April 2020

    RekomendasiTujuan utama kebijakan percepatan restitusi yaitu memberikan pelayanan berupa prosedur yang lebih cepat dan tepat waktu pada kenyatannya belum efektif. Untuk itu, penulis merekomendasikan beberapa hal antara lain: pertama, memberikan pendampingan kepada WP terkait pengetahuan sistem, tata cara, dan aturan hukum yang seringkali berubah sehingga menciptakan kesepahaman yang sama antara WP dengan otoritas pajak untuk mengurangi kesalahan perhitungan ataupun keterlambatan pembayaran. Kedua, pemerintah perlu membangun sistem pelaksanaan yang jelas di tiap prosedur dan pengimplementasian aturan-aturan perpajakan, baik yang terkait dengan proses pemeriksaan sehingga pembayaran restitusi sesuai dengan target waktu. Ketiga, perlunya membangun sistem informasi WP yang terintegrasi dan peraturan yang matang sehingga pelaksanaan insentif PPN untuk perusahaan terdampak Covid-19 dapat dilakukan tepat waktu. Keempat, perlunya mempertimbangkan penerima fasilitas restitusi dipercepat di sektor-sektor lain yang turut terdampak seperti sektor pariwisata, perdagangan, serta transportasi dan pergudangan. Kinerja sektor perdagangan telah terkontraksi akibat adanya tekanan produksi manufaktur, kinerja ekspor-impor, dan penurunan daya beli masyarakat yang turut berimbas pada penurunan kinerja sektor transportasi dan pergudangan. Dengan diberikannya fasilitas ini, pemerintah dapat menjaga likuiditas perusahaan dan mereduksi dampak ekonomi akibat fenomena ini.

    kepada seluruh WP sehingga risiko kesalahan yang dilakukan WP ataupun pemeriksa dapat diminimalkan. Dengan demikian, fasilitas restitusi dipercepat ini dapat lebih bermanfaat.

    pengajuan restitusi terutama restitusi dipercepat, maka seharusnya efisiensi sumber daya tidak seluruhnya dialihkan untuk pemeriksaan WP berisiko tinggi, tetapi mendampingi dan memberikan informasi yang sama dan sistematis

    Diakses dari: https://money.kompas.com/read/2020/03/22/180400026/virus-corona-buat-restitusi-pajak-melambung, pada 17 April 2020.Kontan.co.id. 2020. Stimulus Restitusi PPN Dipercepat, Begini Kata CITA. Diakses dari: https://nasional.kontan.co.id/news/stimulus-restitusi-ppn-dipercepat-begini-kata-cita?page=all, pada 18 April 2020.Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Diseases 2019 (Covid-19) Dan/Atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilitas Sistem Keuangan

    Daftar PustakaBadan Pemeriksa Keuangan. 2019. Laporan Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern Tahun 2018.Bisnis.com. 2020. Menanti Solusi Restitusi Pajak. Diakses dari: https://ekonomi.bisnis.com/read/20200304/259/1208641/menanti-solusi-restitusi-pajak, pada 17 April 2020.Investor.id. 2018. Menyoal Arti Kompensasi PPN dan Sanksi Kenaikan 100 Persen. Diakses dari: https://investor.id/opinion/menyoal-arti-kompensasi-ppn-dan-sanksi-kenaikan-100, pada 18 April 2020.Kementerian Keuangan. APBN KiTa Edisi Maret 2020.Kompas.com. 2020. Virus Corona Buat Restitusi Pajak Melambung.

  • “Siap Memberikan Dukungan Fungsi Anggaran Secara Profesional”

    Buletin APBNPusat Kajian AnggaranBadan Keahlian DPR RI

    www.puskajianggaran.dpr.go.idTelp. 021-5715635, Fax. 021-5715635