Vol_ 01 No_01 Maret 2010

54
1 PENDAHULUAN Nutrisi tumbuhan telah dipelajari sejak lama dan temuan penting yang didapat dari kajian ini adalah unsur hara esensial terlibat dalam biosintesis molekul baik struktural maupun PENILAIAN STATUS UNSUR HARA PADA TUMBUHAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN BIOSINTESIS SUKROSA I Gede Ketut Adiputra Program Studi Biologi FMIPA Universitas Hindu Indonesia, Jl. Sangalangit, Tembau, Penatih, Denpasar. fungsional. Konsentrasi unsur hara esensial ini berpengaruh langsung terhadap laju fotosintesis. Salah satu unsur hara yang banyak digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman adalah fosfor. Unsur ini dianggap ABSTRAK Pertumbuhan tanaman tergantung pada laju fotosintesis dan biosintesis ini selanjutnya tergantung pada ketersediaan unsur hara. Didalam tanah, ketersediaan unsur hara sangat bervariasi demikian juga jenis tumbuhan yang dibudidayakan. Oleh karena itu, untuk kepentingan pertanian berkelanjutan dan pemeliharaan kelestarian lingkungan, penilaian terhadap pemberian unsur hara tambahan menjadi sangat penting. Metode yang telah dikembangkan untuk tujuan ini adalah batas kritis unsur hara. Akan tetapi, metode ini lebih mementingkan hubungan antara konsentrasi unsur dan produksi tanaman dari pada jumlah pupuk yang perlu ditambahkan. Untuk mencapai konsentrasi unsur yang cukup, berapa jumlah pupuk yang masih diperlukan tanaman masih belum jelas terutama karena mekanisme penyediaan unsur hara didalam tanah sangat kompleks dan vegetasi yang sangat heterogen. Pemberian pupuk yang tepat, bagi tanaman yang tumbuh pada lahan tersebut, memerlukan metode yang mampu mengukur respon tanaman secara langsung pada jumlah pupuk yang diberikan. Respon ini selanjutnya digunakan sebagai indikator apakah pupuk yang diberikan sesuai dengan keperluan tanaman. Penelitian yang dilaporkan ini mengkaji perubahan biosintesis sukrosa, sebagai respon tanaman, setelah tanaman panili diberi pupuk Urea, TSP dan KCl. Penelitian ini menemukan bahwa kadar sukrosa berhubungan dengan pertumbuhan kuncup lateral dan dosis pupuk mempengaruhi biosintesis sukrosa. Kata kunci : fosfor, nitrogen, potasium, sukrosa, pertumbuhan. ABTSTRACT Plant growth is depended on photosynthetic rate and this biosynthesis is subsequently depended on nutrient available. In soil, nutrient is greatly varied as well as species grown. Therefore, in the interest of sustainable farming and ecology, identification of proper nutrient supplement is becoming critical. One most resent methods that have been developed for this identification was critical nutrient level. However, the amount of fertilizer still require by plants is remain unclear particularly because the mechanism of nutrient made available in soil is extremely complex. In order to identify the proper amount of fertilizer, methods employed should allow a direct measurement of plant respond to the standard amount of fertilizer added. This respond then can be used as indicator for the amount of fertilizer to be applied. In this paper, sucrose concentration in Panili plants was monitored after addition of Urea, TSP and KCl. This experiment found that sucrose content affected the growth of lateral buds and the amount of fertilizer added affected sucrose content. Key words: Phosphorus, nitrogen, potassium, sucrose, growth

description

MAKALAH

Transcript of Vol_ 01 No_01 Maret 2010

Page 1: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

1

PENDAHULUANNutrisi tumbuhan telah dipelajari sejak lama

dan temuan penting yang didapat dari kajian iniadalah unsur hara esensial terlibat dalambiosintesis molekul baik struktural maupun

PENILAIAN STATUS UNSUR HARA PADA TUMBUHANMENGGUNAKAN PENDEKATAN BIOSINTESIS SUKROSA

I Gede Ketut AdiputraProgram Studi Biologi FMIPA Universitas Hindu Indonesia, Jl. Sangalangit, Tembau, Penatih, Denpasar.

fungsional. Konsentrasi unsur hara esensial iniberpengaruh langsung terhadap laju fotosintesis.Salah satu unsur hara yang banyak digunakanuntuk meningkatkan pertumbuhan dan produksitanaman adalah fosfor. Unsur ini dianggap

ABSTRAKPertumbuhan tanaman tergantung pada laju fotosintesis dan biosintesis ini selanjutnya

tergantung pada ketersediaan unsur hara. Didalam tanah, ketersediaan unsur hara sangatbervariasi demikian juga jenis tumbuhan yang dibudidayakan. Oleh karena itu, untukkepentingan pertanian berkelanjutan dan pemeliharaan kelestarian lingkungan, penilaianterhadap pemberian unsur hara tambahan menjadi sangat penting. Metode yang telahdikembangkan untuk tujuan ini adalah batas kritis unsur hara. Akan tetapi, metode ini lebihmementingkan hubungan antara konsentrasi unsur dan produksi tanaman dari pada jumlahpupuk yang perlu ditambahkan. Untuk mencapai konsentrasi unsur yang cukup, berapa jumlahpupuk yang masih diperlukan tanaman masih belum jelas terutama karena mekanismepenyediaan unsur hara didalam tanah sangat kompleks dan vegetasi yang sangat heterogen.Pemberian pupuk yang tepat, bagi tanaman yang tumbuh pada lahan tersebut, memerlukanmetode yang mampu mengukur respon tanaman secara langsung pada jumlah pupuk yangdiberikan. Respon ini selanjutnya digunakan sebagai indikator apakah pupuk yang diberikansesuai dengan keperluan tanaman. Penelitian yang dilaporkan ini mengkaji perubahan biosintesissukrosa, sebagai respon tanaman, setelah tanaman panili diberi pupuk Urea, TSP dan KCl.Penelitian ini menemukan bahwa kadar sukrosa berhubungan dengan pertumbuhan kuncuplateral dan dosis pupuk mempengaruhi biosintesis sukrosa.Kata kunci : fosfor, nitrogen, potasium, sukrosa, pertumbuhan.

ABTSTRACTPlant growth is depended on photosynthetic rate and this biosynthesis is subsequentlydepended on nutrient available. In soil, nutrient is greatly varied as well as speciesgrown. Therefore, in the interest of sustainable farming and ecology, identification ofproper nutrient supplement is becoming critical. One most resent methods that havebeen developed for this identification was critical nutrient level. However, the amountof fertilizer still require by plants is remain unclear particularly because the mechanismof nutrient made available in soil is extremely complex. In order to identify the properamount of fertilizer, methods employed should allow a direct measurement of plantrespond to the standard amount of fertilizer added. This respond then can be used asindicator for the amount of fertilizer to be applied. In this paper, sucrose concentrationin Panili plants was monitored after addition of Urea, TSP and KCl. This experimentfound that sucrose content affected the growth of lateral buds and the amount offertilizer added affected sucrose content.Key words: Phosphorus, nitrogen, potassium, sucrose, growth

Page 2: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

2

merupakan unsur hara yang tidak dapatdiperbaharui, mempengaruhi produksi panenanlebih dari 30 % (Vance et al., 2003). Padakacang buncis (Phaseolus vulgaris),penghentian pemberian fosfor mengakibatkanterhambatnya pertumbuhan daun dan apabilafosfor kemudian ditambahkan pada tanamantersebut, maka aktivitas fotosintesis mengalamikenaikan dalam waktu 3-48 jam (Sawada et al.,1982). Pada penelitian lain, laju fiksasi CO2pada fotosintesis ditemukan menurun sampaisepertiga dari kontrol setelah pemberian fosfordihentikan (Terry dan Ulrich 1973). Sementaraitu, Wang dan Nobel (1998) menemukan bahwajenis gula yang terdapat pada klorenkim daundidominasi oleh sukrosa. Mereka menyimpulkanbahwa pertumbuhan tanaman tergantung padapenyediaan hasil fotosintesis melalui floem padaorgan yang sedang tumbuh. Hal ini memperkuatpendapat Ziegler (1975) bahwa sukrosamerupakan bentuk utama hasil fotosintesis yangdisalurkan melalui floem. Pentingnya unsur harafosfor dalam produksi panenan mengakibatkanunsur hara ini digunakan secara besar-besaran(Bates and Lynch 2000).

Unsur hara yang juga digunakan dalamjumlah besar adalah nitrogen. Berbeda denganfosfor, nitrogen dianggap merupakan sumberalam yang dapat diperbaharui. Unsur ini sebagianbesar diambil oleh tanaman melalui akar sebagainitrat atau ammonium (Gastal dan Lemaire2002). Didalam tanah, nitrogen ini dapat tersediabagi pertumbuhan tanaman melalui mineralisasiresidu legume (Nakhone dan Tabatabai 2008)atau melalui aktivitas bakteri simbiotik yangmemungkinkan nitrogen atmosfer tersedia bagitanaman (Albert et al. 1983). Namun demikian,pada pertanian yang intensif, laju fiksasi nitrogenoleh bakteri simbiotik tidak mampu mengimbangikehilangan nitrogen karena pemanenan. Apabilakemudian terjadi kekurangan ketersediaannitrogen pada lahan, unsur ini biasanya ditarikdari jaringan vegetatif tanaman (Barneix et al.,1992) dan mengakibatkan produksi panenan

menurun drastis. Pada kentang dan gandum,apabila terjadi kenaikan keterbatasan nitrogenmaka berat kering panenan akan menurun secaralinier (Delden, 2001). Sebaliknya, pada kondisiketersediaan nitrogen yang sangat tinggi,akumulasi panenan yang mengandung nitrogenberkaitan erat dengan panenan dan akumulasibiomassa (Gastal dan Lemaire 2002). Olehkarena keterbatasan penyediaan nitrogen secaraalami, terutama dalam pertanian yang intensif,pemakaian pupuk nitrogen sintetik hampir tidakbisa dihindarkan.

Makronutrien lain, yang juga banyakdigunakan dalam pertanian, adalah potassium.Walaupun peran utama unsur ini adalahmembantu mekanisme transport (Hong-Yan Liuet al. 2006), unsur ini juga memiliki pengaruhpenting dalam proses biosintesis sukrosa.Seperti dilaporkan oleh Kanai et al. (2007), lajufotosintesis pada tanaman tomat mengalamipenurunan jika tanaman ini ditumbuhkan padakondisi kekurangan potasium.

Untuk memelihara produksi panenan yangoptimal, pemakaian pupuk sintetis terutama NPKdilakukan secara besar-besaran. Akan tetapipupuk sintetis ini kemudian menimbulkankekhawatiran, baik untuk pertanian berkelanjutanmaupun untuk kelestarian ekosistem, terutamakarena pemakaiannya yang tidak effisien (Batesand Lynch 2000). Beberapa penelitimengemukakan bahwa pemakaian pupuk secaratidak tepat dapat mengakibatkan ketidakseimbangan mineral, kehilangan mikroba tanah,kontaminasi air dan naiknya beaya produksi(Suprapta 2007, Sudana et al., 2007). Olehkarena itu, perbaikan penilaian tentangpemakaian dan penyediaan unsur hara bagitanaman menjadi sangat penting untuk keperluanekonomi, kemanusiaan dan lingkungan (Vanceet al., 2003).

Upaya meningkatkan efisiensi pemakaianpupuk kimia selanjutnya memerlukan metodeyang dapat menilai secara tepat penyediaan unsurhara bagi tanaman yang mengalami kekurangan

Jurnal Widya Biologi Vol. 01 No. 01 Maret 2010 ISSN : 2086 - 5783

Page 3: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

3

unsur. Salah satu metode yang telahdikembangkan untuk penilaian kekurangan unsuradalah nilai batas kritis (Critical Nutrient level,CNL) yang menunjukkan konsentrasi unsur harapada tanaman yang mengakibatkan produksipanenan menurun menjadi lebih dari 10 %(Lakitan 1993). Metode ini didasarkan padaprinsip bahwa tanaman yang sehat mengandungunsur hara esensial pada konsentrasi yang dapatdiramalkan (Campbell and Plank,http:www.ncagr.com). Metode ini mampumenilai secara tepat konsentrasi unsur haraesensial pada tanaman yang berada pada tingkatkekurangan atau defisiensi. Akan tetapi jumlahpupuk yang perlu ditambahkan untuk mengatasikekurangan tersebut masih belum jelas. Hal initerutama disebabkan oleh kompleksitas prosespenyediaan unsur hara yang terjadi didalam tanahdisamping tingginya jenis dan fase pertumbuhantanaman. Misalnya, penyerapan nitrogen olehtanaman yang dibudidayakan diatur tidak hanyaoleh ketersediaan unsur N dalam tanah tetapi jugaoleh fase pertumbuhan tanaman (Gastal danLemaire 2002).

Penelitian ini menguraikan tentang hubunganantara jumlah pupuk yang ditambahkan dengansukrosa yang diproduksi dan pertumbuhantanaman.

BAHAN DAN METODEPenelitian dilakukan terhadap tanaman panili

(Vanilla planifolia, L) yang telah berumur lebihdari lima tahun dan ditumbuhkan secaramultikultur di perkebunan dekat kawasan hutanlindung Batukaru, Tabanan, Bali. Lokasi inimemiliki kelembaban yang cukup tinggi karenaterletak di daerah pegunungan.

1. Pemberian pupuk dan pemanenan stekUntuk mengetahui pertumbuhan sebagai

respon tanaman setelah pemberian pupuk makadilakukan pemanenan dan transplantasi steksetelah pemupukan. Pohon panili diberikanpupuk TSP sebanyak 500 g/pohon pada tahun

2007. Pupuk ini ditebarkan diatas lahanmelingkari pohon panili dengan diameter sekitar1 m. Setelah 9 hari, stek panili kemudian dipanendari pohon tersebut sepanjang 1 meter dari ujungbatang (Eksp.1). Stek panili ini kemudiandijadikan stek pendek-pendek yang memilikihanya 2 nodus. Stek pendek ini selanjutnyaditransplantasi ke polybag yang berisi mediatanah sebanyak 0.5 liter. Media tanah inimerupakan top soil dari lahan yang memilikibanyak pohon lamtoro. Untuk menghindariterjadinya penyinaran langsung, stek panili yangtelah ditransplantasi kemudian ditempatkandibawah atap dari telonet. Stek panili ini disirami,bila perlu, dengan metode tetes. Stek panili yangdigunakan sebagai kontrol diberi perlakuan yangsama kecuali bahwa stek tersebut dipanen daripohon panili yang tidak diberi pupuk. Percobaanini dilakukan dengan menggunakan 12 replikat,yaitu 12 replikat untuk stek yang berasal daritanaman yang diberi TSP dan 12 replikat untukstek yang didapat dari tanaman yang tidak diberipupuk (kontrol). Penelitian kedua sebagaiulangan (Eksp.2) dilakukan dengan cara yangsama, kecuali stek panili dipanen 8 hari setelahpemberian TSP. Kedua percobaan ini dilakukanpada bulan Juni Tahun 2007.

Percobaan berikutnya dilakukan untukmenguji respon tanaman setelah pemberian 3jenis pupuk yaitu Urea, TSP dan KCl.Percobaan ini dilakukan sebanyak 2 kali yaitueksp. 3 dan eksp. 4. Pada percobaan 3, jumlahpupuk yang diberikan adalah pada dosisstandard, 9.25 g Urea, 1.1 g TSP atau 4.6 gKCl setiap pohon. Pupuk ini diberikan pada 3kelompok tanaman panili yang masing-masingterdiri dari 4 pohon. Ketiga pupuk ini diberikandalam bentuk larutan, dituangkan pada pangkalpohon tanaman yang digunakan sebagai stum.Pada bagian ini ditemukan banyak akar paniliyang merambat dari atas pada pohon stumtersebut. Disamping pemberian pupuk padaketiga kelompok tanaman, sebuah kelompoktanaman juga dijadikan subjek penelitian yaitu

Penilaian Status Unsur Hara pada Tumbuhan Menggunakan Pendekatan Biosintesis Sukrosa (Adiputra)

Page 4: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

4

sebagai tanaman kontrol dengan tidakmemberikan pupuk. Percobaan ulangan (Eksp.4) dilakukan dengan cara yang sama kecualidilakukan peningkatan dosis pupuk sebanyak 2xsehingga masing-masing menjadi 18.5 g Urea,2.2 g TSP atau 9.2 g KCl setiap pohon.Percobaan 3 dan 4 ini dilakukan pada bulan JuliTahun 2008.

2. Ekstraksi sukrosaUntuk mengetahui produksi sukrosa sebagai

respon tanaman setelah pemberian pupuk, makadilakukan sampling terhadap tanaman panili yangdigunakan sebagai subjek penelitian. Waktupengambilan sampel untuk percobaan 1 dan 2masing-masing dilakukan 73 dan 80 hari setelahpemberian pupuk. Untuk percobaan 3,pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 kaliyaitu beberapa jam setelah pemberian pupuk(T0), 10 hari setelah pemberian pupuk (T1) dan20 hari setelah pemberian pupuk (T2). Untukpercobaant 4, pengambilan sampel jugadilakukan sebanyak 3 kali yaitu beberapa jamsetelah pemberian pupuk (T0), 11 hari setelahpemberian pupuk (T1) dan 24 hari setelahpemberian pupuk (T2). Sampel tersebut adalahberupa stek panili sepanjang 7 nodus dari apeksdan sampel ini kemuadian diekstrakmenggunakan modifikasi metode yangsebelumnya digunakan untuk ekstraksi sukrosaoleh Foley et al. (1992).

Pada dasarnya ekstraksi sukrosa daritanaman panili dilakukan dengan cara sebagaiberikut: Setelah sampel dipisahkan menjadi daundan batang, sampel kemudian ditimbang untukmengetahui berat basah. Sebanyak 100 g darisampel ini kemudian digerus dalam mortarsebelum diinkubasi dalam alkohol 70 %sebanyak 100 ml selama 24 jam. Setelahinkubasi, sampel kemudian digerus kembalidalam mortar dan diinkubasi kembali selama 24jam. Homogenat kemudian disaringmenggunakan kapas dan filtratnya dikumpulkandalam gelas beker. Alkohol dalam filtrat

kemudian diuapkan menggunakan kompor listrik.Hasil penguapaan ini, berupa residu yang larutdalam air, kemudian ditambahkan aquadessecukupnya sampai dihasilkan konsentrasiekstrak sebesar 1 g FW/ml.

3. Identifikasi kualitatif kadar sukrosaAnalisis kualitatif terhadap kadar sukrosa

pada ekstrak panili dilakukan menggunakanmodifikasi metode menurut Yazid dan Nursanti(2006). Sebanyak 5 ml ekstrak panili dipipetkedalam tabung reaksi yang telah diberi tandasebelum ditambahkan 5 tetes HCl untukmenghidrolisa sukrosa yang terdapat padaekstrak. Tabung reaksi ini kemudian ditempatkanpada air mendidih selama 30 menit. Setelahdidinginkan pada temperatur kamar, HCl yangmasih tersisa dalam larutan kemudian dinetralkanmenggunakan larutan NaOH 2 %. Kenetralanlarutan kemudian diuji menggunakan kertaslakmus. Sebanyak 5 tetes dari ekstrak yang telahdihidrolisa ini kemudian dipipet ke tabung reaksi,ditambahkan pereaksi Bennedict sebanyak 15tetes sebelum ditempatkan pada air mendidihselama 5 menit. Untuk mengetahui kadar sukrosapada ekstrak, maka perubahan warna yangterjadi pada ekstrak ini kemudian dibandingkandengan perubahan warna yang terjadi padalarutan sukrosa autentik yang diberi perlakuansama dengan ekstrak dan konsentrasinya telahdiketahui.

4. Identifikasi kuantitatif kadar sukrosaUntuk percobaan 1 dan 2, uji kuantitatif

terhadap kadar sukrosa pada ekstrak panilidilakukan di Laboratorium Rumah SakitHarapan Bunda Denpasar, sedangkan untukpercobaan 3 dan 4 dilakukan di LaboratoriumMIPA-Ayurweda, Universitas Hindu Indonesia,menggunakan metode Nelson-Somogyi.Sebanyak 1 ml ekstrak yang telah dihidrolisadipipet kedalam tabung reaksi, yang telah diberitanda, sebelum ditambahkan campuran NelsonA dan Nelson B 1 ml. Tabung reaksi ini kemudian

Jurnal Widya Biologi Vol. 01 No. 01 Maret 2010 ISSN : 2086 - 5783

Page 5: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

5

ditempatkan dalam air mendidih selama 20 menit,didinginkan dengan air ledeng yang ditempatkandalam gelas beker sampai suhu mencapai 25oC.Sebanyak 1 ml larutan arsenomolibdat kemudianditambahkan kedalam tabung reaksi tersebut,dikocok dengan Vortex mixer sampai semuakomponen terlarut. Sebanyak 7 ml aquadeskemudian ditambahkan, dikocok dengan Vortexmixer sampai larutan homogen. Absorban daricampuran ini kemudian diukur menggunakanspectrophotometer (Apel PD303) pada panjanggelombang 540 nm. Konsentrasi sukrosa dalamekstrak kemudian dihitung menggunakanpersamaan regressi linier least-square denganpersamaan: X=aY + b, dimana a dan b adalahkonstanta yang dihitung menggunakan 5 larutanstandard sukrosa autentik. Konsentrasi larutansukrosa standard ini adalah 0.25; 0.5; 0.75 dan1%. Dengan pengukuran absorban (Y) padaekstrak panili, maka konsentrasi sukrosa (X)kemudian dapat dihitung.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL1. Pertumbuhan kuncup lateral

Pemberian TSP sebanyak 500 g/pohon padatanaman panili, yang ditumbuhkan secaramultikultur, tidak meningkatkan pertumbuhankuncup lateral pada stek. Jumlah stek yangmenunjukkan pertumbuhan kuncup lateral jauhlebih rendah dibandingkan dengan stek yangdidapat dari tanaman kontrol. Pada akhirpengamatan yang dilakukan 71 hari setelahtransplantasi, kurang dari 50 % stek tanamanmenunjukkan pertumbuhan kuncup. Sebaliknya,stek panili yang diambil dari tanaman kontrol telahmenunjukkan pertumbuhan lebih dari 80 %(Gambar 1).

Penilaian Status Unsur Hara pada Tumbuhan Menggunakan Pendekatan Biosintesis Sukrosa (Adiputra)

Pertumbuhan serupa juga ditemukan padapercobaan 2. Pada percobaan ini stek yangdiambil dari tanaman yang diberi TSPmenunjukkan pertumbuhan kurang dari 50 %,sedangkan stek yang diambil dari tanamankontrol telah menunjukkan pertumbuhan kuncuplateral sebanyak lebih dari 70 % (Gambar 2).

2. Kadar sukrosaPengujian kadar sukrosa, berdasarkan gula

terhidrolisa, menemukan bahwa tanaman yangdipupuk dengan TSP dosis tinggi menghasilkansangat sedikit sukrosa dibandingkan dengankontrol. Pada percobaan 1, kadar sukrosa padabatang tanaman yang diberi TSP adalah hanya

Page 6: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

6

sebanyak 36 % dibandingkan kontrol. Hasil yanghampir sama ditemukan pada percobaan 2,dimana batang tanaman panili yang didapat daripohon yang diberi TSP dosis tinggi hanya sebesar38 % dibandingkan kontrol (Tabel 1). Data inimenunjukkan bahwa pemberian TSP dosis tinggimenghambat biosintesis dan translokasi sukrosayang selanjutnya menghambat pertumbuhankuncup lateral pada stek.

Berbeda dengan percobaan 1 dan 2, padapercobaan 3 dan 4 tanaman panili diberi TSPpada dosis yang jauh lebih rendah. Pada

percobaan 3, tanaman panili diberikan hanyasebanyak 1.1 g TSP per pohon. Pemberian TSPpada dosis yang sangat rendah ini tidakditemukan dapat meningkatkan biosintesissukrosa. Pada percobaan ini, kadar sukrosakualitatif pada tanaman yang diberi TSP adalahsama atau lebih rendah dibanding dengan kontrolhampir pada semua waktu sampling (Tabel 2).Data kualitatif ini dikuatkan oleh data kuantitatif(Tabel 3) yang menunjukkan bahwa tidak adanyapeningkatan kadar sukrosa setelah pemberianTSP pada dosis sangat rendah.

Setelah dosis TSP dinaikkan menjadi 2.2 g/

Jurnal Widya Biologi Vol. 01 No. 01 Maret 2010 ISSN : 2086 - 5783

Page 7: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

7

pohon pada percobaan 4, dibandingkan dengankadar yang ditemukan pada T0, kadar sukrosakuantitatif ditemukan naik menjadi 4.9 kali setelah24 hari pemberian pupuk (Tabel 4). Pemberian4.6 g KCl/pohon tidak meningkatkan konsentrasisukrosa secara berarti (Tabel 3), tetapi ketikadosis dinaikkan menjadi 9.2 g/pohon, kadarsukrosa meningkat menjadi 2 kali lipat setelah24 hari pemberian pupuk (Tabel 4). Pemberiannitrogen berupa pupuk urea sebanyak 18.5 g/

pohon meningkatkan kadar sukrosa sebanyak2.5 kali setelah 24 hari pemberian pupuk (Tabel4). Namun demikian perlu juga dilaporkanbahwa pada percobaan 4 ini data kualitatif (Tabel5) tidak konsisten dengan data kuantitatif (Tabel4). Dari semua data kuantitatif yangdikumpulkan, hampir 85 % data memperlihatkanbahwa kadar sukrosa internode lebih tinggi darikadar sukrosa yang ditemukan pada daun (Tabel3 dan 4).

B. PEMBAHASANBerdasarkan jumlah sukrosa yang ditemukan

pada ekstrak panili (Tabel 1), laju biosintesissukrosa ditemukan berhubungan erat denganpertumbuhan kuncup lateral (Gambar 1 dan 2).Data ini sesuai dengan pendapat Wang danNobel (1998) yang mengatakan bahwa

pertumbuhan tergantung pada laju biosintesissukrosa. Adanya ketergantungan pertumbuhanpada biosintesis sukrosa ini kemungkinandisebabkan oleh karena sukrosa disampingdigunakan sebagai substrat biosintesis molekulstruktural dan fungsional juga berfungsi sebagairegulator (Hammond and White 2008). Akan

Penilaian Status Unsur Hara pada Tumbuhan Menggunakan Pendekatan Biosintesis Sukrosa (Adiputra)

Page 8: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

8

tetapi mekanisme hambatan biosintesis sukrosaakibat pemberian pupuk TSP dosis tinggi masihbelum jelas. Diduga bahwa dosis tersebut adalahterlalu tinggi sehingga mengganggu stabilitas pHyang terdapat pada sistem pemanenan energisinar matahari. Rendahnya energi yang difiksasimengakibatkan rendahnya kemampuan sistemuntuk mereduksi CO2 menjadi gula yangselanjutnya menurunkan jumlah sukrosa yangdapat ditranslokasikan melalui floem. Untukmengetahui jumlah pupuk yang harus diberikansesuai keperluan tanaman maka pemberian

pupuk kemudian divariasi dalam dosis yangrendah. Pemberian TSP dengan dosis 1.1 g TSP/pohon tidak meningkatkan produksi sukrosa(Gambar 3), tetapi setelah dosis dinaikkanmenjadi 2.2 g /pohon produksi ditemukan naiksebanyak 4.9 kali (Gambar 4).

Hal yang sama juga ditemukan pada KClmaupun Urea. Oleh karena itu, seperti metodebatas kritis unsur hara, CNL (Lakitan 1993,Campbell and Plank, http:www.ncagr.com), hasilpenelitian ini juga dapat menunjukkan hubunganantara unsur yang tersedia dengan pertumbuhan.

Jurnal Widya Biologi Vol. 01 No. 01 Maret 2010 ISSN : 2086 - 5783

Page 9: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

9

Perbedaannya adalah pada metode CNLhubungan tersebut terletak pada konsentrasiunsur dan produksi tanaman sedangkan padapenelitian yang dilaporkan ini hubungannyaadalah antara jumlah dan jenis pupuk yangdiberikan dan sukrosa yang diproduksi tanaman.Kadar sukrosa ini ditemukan berhubungandengan pertumbuhan. Hubungan antara jumlahatau jenis pupuk dan produksi sukrosa inimenjadi cukup penting karena perhitungan bataskritis CNL masih sulit digunakan untukmengetahui berapa jumlah pupuk yangdiperlukan oleh tanaman pada kondisi lahan danvegetasi yang sangat beragam. Oleh karena itu,untuk meningkatkan effisiensi penggunaan pupukuntuk tujuan ekonomi, kelestarian lingkungan danpertanian berkelanjutan maka metode penilaianunsur hara perlu disesuaikan antara lain denganmenggunakan pendekatan biosintesis sukrosa.

KESIMPULAN DAN SARANPenelitian ini menemukan bahwa

pertumbuhan kuncup lateral berhubungan denganproduksi sukrosa dan pupuk yang diberikan.Penambahan 500 g TSP per pohonmengakibatkan penurunan kadar sukrosainternode sampai lebih dari 50 % dan penurunanpertumbuhan sampai 40 %. Penambahan 2.2 gTSP, 18.5 g Urea atau 9.2 g KCl mengakibatkanterjadinya kenaikan konsentrasi sukrosa sampai4.9, 2.5 dan 2.1 kali lipat. Akan tetapi pemberianNPK sebanyak separo dari dosis tersebut tidakditemukan meningkatkan biosintesis sukrosa.Oleh karena sukrosa dapat berfungsi sebagairegulator terhadap respon tanaman makadisimpulkan bahwa biosintesis sukrosa dapatdigunakan sebagai metode untuk menilai efisiensipemakaian pupuk sintetis.

Penilaian terhadap jumlah pupuk yangdiperlukan tanaman sangat bermanfaat untukmencegah pemakaian pupuk yang tidak efisien.Penilaian ini dapat dilakukan dengan mengukurproduksi sukrosa setelah pemberian pupuk padasuatu dosis. Jumlah pupuk yang mengakibatkanproduksi sukrosa menurun adalah dosis yang

terlalu tinggi, sedangkan dosis pupuk yang dapatmeningkatkan produksi sukrosa adalah dosissesuai keperluan. Saran yang dapat diberikanterutama untuk memelihara kelestarian lingkungandan sekaligus pemeliharaan produksi optimaladalah melakukan penilaian status nutrisi tanamanpada suatu lahan secara periodik.

Ucapan Terima KasihPeneliti mengucapkan terima kasih kepada

dosen dan karyawan di lingkungan UniversitasHindu Indonesia yang telah memberi bantuanpada penelitian ini. Penelitian ini merupakanbagian dari penelitian hibah bersaing yangdibiayai oleh Direktorat Penelitian danPengabdian Masyarakat DP2M, Depdiknasmelalui kontrak No.: 215/SP2H/PP/ DP2M/III/2007, 29 Maret 2007 dan No.266/SP2H/PP/DP2M/III/ 2008, 6 Maret 2008, untuk itu penulismengucapkan terima kasih kepada Dirjen Diktidan seluruh jajarannya.

DAFTAR PUSTAKA

Albert B, Bray D, Lewis L, Raff M, RobertK, Watson JD l983. Molecular Biologyof the cell. Garland Publishing, Inc. NewYork and London.

Barneix AJ, Arnozis PA,Guitman, MR. 1992.The regulation of nitrogen accumulation inthe grain of wheat plants (Triticumaestivum). Physiol. Plant .86:609-615.

Bates TR, Lynch JP. 2000. Plant growth andphosphorus accumulation of wild type andtwo root hair mutants of Arabidopsisthaliana (Brassicaceae). AmericanJournal of Botany 87: 958-963.

Delden, Av. 2001. Cropping sistem. Yield andgrowth components of potato and wheatunder organic nitrogen management.Agronomy Journal 93:1370-1385.

Estien Yazid dan Lisda Nursanti 2006. PenuntunPraktikum Biokimia untuk mahasiswaanalis. Penerbit ANDI, Yogyakarta.

Penilaian Status Unsur Hara pada Tumbuhan Menggunakan Pendekatan Biosintesis Sukrosa (Adiputra)

Page 10: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

10

Foley ME, Bancal MO, and Nichols MB. 1992.Carbohydrate status in dormant andafterrippened excised wild oat embryos.Physiol. Plant. 85: 461-466.

Gastal F and Lemaire G. 2002. N uptake anddistribution in crops: an agronomical andecophysiological perspective. Journal ofExperimental Botany 53(370): 789-799.

Hong-Yan Liu, Wen-Ning-Sun, Wei-Ai Su,Zang-Cheng Tang 2006. Co-regulationof water channel and potassium channelin rice. Physiol. Plant. 128:58-69.

Hammond, JP and White, JP 2008. Sucrosetransport in the phloem: integrating rootresponses to phosphorus starvation.Journal of Experimental Botany, Vol 59,No. 1, pp.93-109.

Kanai S, Ohkura K, Adu-Gyamfi J J,Mohapatra, P K, Nguyen N T, SaneokaH and Fujita K. 2007. Depression of sinkactivity precedes the inhibition of biomassproduction in tomato plants subjected topotassium deficiency stress. Journal ofExperimental Botany 58(11):2917-2928

Lakitan B. 1993. Dasar-dasar fisiologitumbuhan. Divisi Buku Perguruan Tinggi,PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Nakhone LN, Tabatabai MA. 2008. Nitrogenmineralization of leguminous crops in soils.Journal of plant nutrition and soilscience Vol. 171: 231-241

Sawada S, Igarashi T, Miyachi S. 1982. Effectof nutritional level of phosphate on

photosynthesis and growth studied withsingle, rooted leaf of dwarf bean. Plantand Cell Physiology Vol 23 No.1: 27-33.

Sudana M, Suprapta DN, Rai Maya Temaja G.2007. Organic vegetable cultivationexperiment in Bali. Faculty of Agriculture,Udayana University, Bali.

Suprapta DN. 2007. Biopesticides to kontrolPlant Pest in Organic Farming Sistem.International Symposium “Utilization ofbioagents to develop organic farmingsistem”. School for Post graduates Studies,Udayana University. Jl. PB. Sudirman,Denpasar.

Terry N and Ulrich A. 1973. Effect ofphosphorus deficiency on thephotosynthesis and respiration of leavesof sugar beet. Plant physiol 51: 43-47.

Vance CP, Uhde-Stone C, Allan DL. 2003.Phosphorus acquisition and use: criticaladaptations by plants for securing anonrenewable resource. New Phytologist157(3):423-447.

Wang N and Nobel PS. 1998. Phloem transportof fructans in the Crassulacean AcidMetabolism species Agave deserti. PlantPhysiol.: 116(2):709-714

Ziegler H. 1975. Nature of transportedsubstances. –In Transport in plants. I.Phloem transport. Encyclopedia of PlantsPhysiology, New series (M.H. Zimmermanand J.A. Milburn, eds), Vol. 1, pp. 59-100. Springer-Verlag, New York, NY.

Jurnal Widya Biologi Vol. 01 No. 01 Maret 2010 ISSN : 2086 - 5783

Page 11: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

11

UJI KONSENTRASI Fe-Total dan S-Total JARINGAN TANAMAN AKIBATLAMA PENGERINGAN DAN KEDALAMAN MUKA AIR TANAH

E. DEWI YULIANAProgram Studi Biologi FMIPA Universitas Hindu Indonesia, Jl. Sangalangit, Tembau, Denpasar Timur.

ABSTRAKPenelitian ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi Fe-Total dan S-Total jaringan tanamanakibat lama pengeringan dan kedalaman muka air tanah. Percobaan dilakukan di greenhouse dirancang dengan menggunakan Rancangan Faktorial dan sebagai rancangan dasardigunakan Rancangan Acak Lengkap dengan tiga ulangan. Percobaan ini menggunakan duakombinasi faktor yaitu (1) kedalaman muka air tanah dengan dua level yaitu 20 dan 40 cmdari permukaan lapisan pyrite, (2) lama pengeringan yang terdiri dari empat level yaitu 2; 4;6 dan 8 minggu. Kontrol dibuat sebagai pembanding.Hasil penelitian menunjukkan bahwaperlakuan berpengaruh nyata terhadap konsentrasi Fe-Total jaringan tanaman. Kadar Fe-Total jaringan tanaman berkisar antara 42.40 ppm hingga 79.16 ppm, kadar Fe-Total jaringantanaman ini tergolong sangat rendah hingga sedang. Semakin lama tanah dikeringkan dansemakin dalam kedalaman muka air tanah maka semakin rendah kadar Fe-Total jaringantanaman, namun tidak sampai tanah kahat akan hara Fe.Perlakuan berpengaruh nyata terhadapkadar S-Total jaringan tanaman. Kadar S-Total jaringan tanaman berkisar antara 8.2 ppm –16.8 ppm, kadar S-Total jaringan tanaman ini tergolong rendah. Semakin lama tanahdikeringkan dan semakin dalam kedalaman muka air tanah, maka semakin meningkat kadarS-Total jaringan tanaman, namun tidak sampai meracuni tanaman.

Kata Kunci : kedalaman muka air tanah, lama pengeringan, Fe-Total dan S-Totaljaringan tanaman.

ABSTRACTThis Research was conducted to investigate the effect of draining period and deepnessof ground water table on the concentration of Fe and of S-Total in crop tissues.Experiments were performed in green house using Factorial design which was baseon complete randomized design with 3 replications. Deepness of grown water tablewas 20 and 40 cm under the pyrite surface, whereas draining period was 2, 4, 6 and8 weeks. These treatments were then compared with control. This research found thatthe treatment was significantly affected the content of Fe total in plant tissues. Thecontent of Fe in the tissues was in a range of 42.40 ppm. and 79.16 ppm. which iscategorized as very low until moderates. This Fe-total is negatively correlated withdraining period and water table, i.e. Fe-total in plant tissue was decreasing in a longerdraining period or deeper water table. Treatment was also found significantly affectedSulphur content in plant tissue. The Sulphur content was in range of 8.2 – 16.8 ppmwhich is categorized as low. Unlike Fe content, sulphur content was found positively,correlated with the treatments, i.e. sulphur content was increasing in a longer drainingperiod or deeper water table. This increase however was not resulted in toxicity.

Keywords: Deepness of ground water table, draining period, Fe and S-Total of planttissue.

Page 12: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

12

PENDAHULUANPengembangan lahan rawa pasang surut

untuk areal pertanian telah dilakukan sejalandengan meningkatnya kebutuhan pangan akibatbertambahnya penduduk. Sementara itu akibatperluasan pemukiman dan industri, areal pertanianproduktif terus berkurang. Karena itu, untukmempertahankan swasembada pangan makaprogram ekstensifikasi pertanian terusdikembangkan, disamping mutu intensifikasipertanian terus ditingkatkan.

Salah satu dari tipologi lahan rawa pasangsurut adalah tipologi lahan sulfat masam baik yangpotensial maupun yang aktual (Badan LitbangPertanian, 1993). Sementara Driessen danSoepraptohardjo (1974) menyatakan bahwa,tanah sulfat masam adalah tanah yangmengandung senyawa-senyawa sulfida bilaberada dalam keadaan reduktif, dan jika tanahtersebut teroksidasi maka akan menghasilkansulfat dalam jumlah yang dapat membahayakanpertumbuhan tanaman.

Senyawa sulfida utama pada tanah sulfatmasam potensial adalah pirit (FeS2). Stabilitaspirit di dalam sedimen marine merupakan fungsiEh dan pH. Pirit stabil pada kisaran pH yanglebar (pH 0 – pH 12), tetapi terbatas hanya padakondisi reduktif pada tanah. Dalam keadaanstabil pirit tidak membahayakan tetapi jikakeadaan menjadi aerob maka pirit akanteroksidasi dan berubah menjadi sulfat masam(Van Breemen, 1976).

Menurut Ismangun dan Driessen (1974), disamping mengandung senyawa-senyawa sulfidayang cukup tinggi, tanah sulfat masam umumnyajuga mempunyai kadar Al, Fe, dan Mn yang tinggidalam tanah sehingga bersifat racun bagi tanaman,tetapi bahaya keracunan Mn lebih jarang terjadidibandingkan dengan keracunan Al dan Fe.Selanjutnya Subiksa, dkk. (1995) menyatakankeracunan Fe pada tanah sulfat masam dapatterjadi akibat reklamasi lahan sulfat masamdengan pembuatan saluran drainase, sehinggamenyebabkan penurunan muka air tanah danmengubah suasana anaerob menjadi aerob.

Kalau penurunan permukaan air tanah melewatilapisan pirit, maka terjadi oksidasi pirit yang akanmenghasilkan ion H+, Fe3+, dan gugus asam sulfatmenyebabkan reaksi tanah sangat masam.

Mengingat ada beberapa kendala yangdihadapai oleh tanah sulfat masam terutamadalam produksi asam sulfat dan Fe, maka perludilakukan pengkajian ulang mengenai layaktidaknya lahan sulfat yang merupakan bagian darilahan rawa pasang surut dikembangkan untukareal pertanian. Bertolak dari permasalahantersebut maka perlu dilakukan penelitian tentangUji Konsentrasi Fe-Total dan S-Total JaringanTanaman Akibat Lama Pengeringan danKedalaman Muka Air Tanah. Penelitian dilakukanuntuk mengetahui konsentrasi Fe-Total dan S-Total jaringan tanaman akibat lama pengeringandan kedalaman muka air tanah.

BAHAN DAN METODEPenelitian ini dilaksanakan di lokasi Proyek

Penelitian pengembangan Pertanian RawaTerpadu (ISDP) di daerah Karang Agung UluSumatera Selatan. Analisis tanah dilakukan diLaboratorium Kimia dan Fisika, Jurusan Tanah,Fakultas Pertanian IPB, dan LaboratoriumPuslittanak, Bogor.

Percobaan ini dirancang denganmempergunakan Rancangan Faktorial dengandua faktor, faktor pertama adalah kedalamanmuka air tanah (K) dan faktor kedua adalah lamapengeringan (P). Faktor pertama terdiri atas duataraf, yaitu; Kedalaman muka air tanah 20 cm dibawah lapisan pirit (K1), dan Kedalaman mukaair tanah 40 cm di bawah lapisan pirit (K2).Faktor kedua terdiri atas empat taraf yaitu; 2minggu pengeringan (P1), 4 minggu pengeringan(P2), 6 minggu pengeringan (P3), dan 8 minggupengeringan (P2). Sebagai pembanding (kontrol)adalah tanah tergenang dan tidak pernahdikeringkan. Dari perlakuan tersebut diperolehdelapan kombinasi perlakuan dengan satukontrol, masing-masing kombinasi perlakuandiulang tiga kali, sehingga total percobaan adalah27 satuan percobaan. Sedangkan rancangan

Jurnal Widya Biologi Vol. 01 No. 01 Maret 2010 ISSN : 2086 - 5783

Page 13: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

13

dasar yang dipergunakan pada percobaan iniadalah menggunakan Rancangan Acak Lengkap.Pamareter yang diamati meliputi konsentrasi Fe-Total dan S-Total jaringan tanaman. Data yangdiperoleh kemudian dianalisis dengan analisisvarian dan jika terdapat perbedaan nyatadilanjutkan dengan uji DMTR.

HASIL DAN PEMBAHASAN1. Fe-Total Jaringan Tanaman

Dari hasil analisis Fe-Total jaringan tanamandi dapatkan konsentrasi Fe-Total jaringantanaman berkisar antara 42.40 ppm hingga 79.16ppm. Hasil analisis tersebut disajikan pada Tabel1.

Berdasarkan hasil analisis seperti yangterlihat dari Tabel 1, maka dapat dikatakan bahwakadar Fe-Total jaringan tanaman yang berkisarantara 42.40 ppm hingga 79.16 ppm, tergolongsangat rendah hingga sedang. Menurut Jones,dkk. (1991), kadar Fe-Total jaringan tanamanberkisar antara 70 ppm – 74 ppm tergolongrendah, 75 ppm – 200 ppm tergolong sedangdan lebih dari 200 ppm tergolong tinggi.

Hasil analisis ragam menunjukkan, perlakuanberpengaruh nyata terhadap kandungan Fe-Totaljaringan tanaman. Perbedaan itu munculdiakibatkan oleh perlakuan lama pengeringan.Perlakuan lama pengeringan kurang dari 1 bulan(P1 dan P2) berbeda dengan perlakuan lamapengeringan lebih dari 1 bulan (P3 dan P4), pada

perlakuan lainnya tidak menimbulkan adanyaperbedaan.

Dari perlakuan yang dicobakan, ternyatakontrol memberikan respon Fe-Total jaringantanaman pada kategori sedang. Perlakuanlainnya memberikan respon Fe-Total padakategori rendah. Dengan demikian kontrol adalahperlakuan terbaik, jika dilihat dari respon Fe-Total jaringan tanaman. Namun dari hasilpengujian statistik terlihat bahwa, perlakuan-perlakuan yang tidak berbeda nyata dengankontrol adalah perlakuan K1P1, K1P4, K2P1,dan K2P4 (Tabel 2). Dengan demikian perlakuankontrol dapat digantikan perannya olehperlakuan-perlakuan tersebut.

Tingginya kadar Fe-Total jaringan tanamanpada kontrol dibandingkan perlakuan lainnya,disebabkan pada kontrol kadar Fe2+ tanahterlarut sangat tinggi. Akibat penggenangan secaraterus menerus selama dua bulan (kontrol),menyebabkan kadar besi ferro (Fe2+) meningkat.Keadaan ini disebabkan terciptanya suasanareduktif pada tanah sehingga proses reduksiberlangsung, berlangsungnya proses reduksimenyebabkan berubahnya bentuk besi ferrimenjadi bentuk besi ferro. Ikatan senyawa besiyang terbentuk selama proses oksidasi menjadilemah, sehingga kadar besi ferro terlarutmeningkat. Peningkatan kadar besi ferro erathubungannya dengan kandungan bahan organikdi tanah sebagai penyumbang elektron. Karbon

Tabel 1. Konsentrasi Fe-Total (ppm) Jaringan Tanaman Akibat Lama Pengeringan dan Kedalaman Muka Air Tanah

Perlakuan Ulangan I Ulangan II Ulangan III K1P1 73.13 56.14 71.36 K1P2 62.12 62.80 57.08 K1P3 59.22 56.44 56.64 K1P4 58.86 52.64 55.82 K2P1 63.46 51.32 73.13 K2P2 51.08 62.43 63.50 K2P3 42.40 63.50 50.28 K2P4 40.42 60.06 50.41 Pembanding (Kontrol)

73.13 79.16 73.43

Uji Konsentrasi Fe-Total dan S-Total Jaringan Tanaman Akibat Lama Pengeringan dan Kedalaman ... (E.Dewi Yuliana)

Page 14: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

14

dari bahan organik dalam proses reduksi,menghasilkan elektron (e-). Komponen tanahyang teroksidasi (Fe3+) berfungsi sebagaipenangkap elektron. Selanjutnya Fe3+ tereduksimembentuk Fe2+, sehingga besi ferro pada tanahdalam keadaan tergenang kadarnya meningkatsehingga serapan oleh tanaman juga meningkat,hal ini menyebabkan Fe-Total jaringan tanamanjuga tinggi.

Pada perlakuan yang lain adanya perubahanpengeringan dan penggenangan yang dilakukan,menyebabkan terjadinya perubahan bentuk besidi dalam tanah. Perubahan bentuk besi ini akanmempengaruhi kadarnya di dalam tanah, padaakhirnya terjadi juga perubahan terhadapserapannya di dalam jaringan tanaman. Hal inisesuai dengan pendapat Ulrich (dalam Sutejo,

1992), bahwa apa yang terdapat dalam tubuhtanaman sangat berhubungan erat denganpertumbuhannya di tanah, dengan hara yangdikandunnya. Ini berarti pertumbuhan tanamanakan tetap berlangsung dengan baik apabilakadar hara yang terkandung dalam tanah tempattumbuhnya masih baik. Laju pertumbuhantanaman akan menurun dengan menurunnyakadar hara yang terkandung dalam tanah, yangdiperlukan oleh tanaman tersebut.2. S-Total Jaringan Tanaman

Hasil analisis S-Total jaringan tanamanakibat lama pengeringan dan kedalaman mukaair tanah disajikan pada Tabel 3 berikut ini.

Berdasarkan hasil analisis seperti terlihatpada Tabel 3 di atas didapatkan kadar S-Total

Tabel 2. Uji Lanjut Konsentrasi Fe-Total Jaringan Tanaman Akibat Lama Pengeringan dan Kedalaman Muka Air Tanah

Perlakuan Rataan Nilai Fe-Total (ppm) K1P1 66.98 abc K1P2 60.66 cd K1P3 57.43 bcd K1P4 65.77 abc K2P1 62.64 abcd K2P2 58.99 bcd K2P3 52.06 d K2P4 50.29 ab Kontrol 75.24 a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf berbeda menunjukkan berbeda nyata pada

taraf 5 % DMRT.

Tabel 3. Konsentrasi Fe-Total (ppm) Jaringan Tanaman Akibat Lama Pengeringan dan Kedalaman Muka Air Tanah.

Perlakuan Ulangan I Ulangan II Ulangan III K1P1 10.35 10.40 11.24 K1P2 10.40 10.35 11.42 K1P3 11.28 10.40 11.24 K1P4 13.72 16.88 13.48 K2P1 9.24 8.23 9.28 K2P2 10.40 10.35 11.42 K2P3 10.24 11.28 11.24 K2P4 11.48 12.70 11.54 Pembanding (Kontrol) 12.49 14.58 12.53

Jurnal Widya Biologi Vol. 01 No. 01 Maret 2010 ISSN : 2086 - 5783

Page 15: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

15

jaringan tanaman berkisar antara 8.2 ppm – 16.8ppm. Menurut Jones, dkk. (1991), kandungansulfur di dalam jaringan tanaman berkisar antara15 ppm - 50 ppm. Lebih lanjut Chapman (1973)menyatakan batas kritis tanaman padi terhadapsulfur berkisar antara 10 ppm – 18 ppm,sedangkan Cate dan Nelson (1965) mematoknilai yang lebih tegas, bahwa batas kritis tanamanpadi 11.5 ppm. Hal ini berarti bila kadar S kurangdari 11.5 ppm maka tanaman akan kekurangansulfur dan bila kadar sulfur lebih dari 11.5 ppmmaka tanaman mempunyai kadar sulfur dalamjumlah relatif tinggi.

Hasil analisis ragam menunjukkan, perlakuanberpengaruh nyata terhadap kadar S-Totaljaringan tanaman. Perbedaan itu munculdiakibatkan adanya perbedaan antar perlakuanlama pengeringan. Perlakuan lama pengeringankurang dari satu bulan (P1 dan P2) berbedadengan perlakuan lama pengeringan lebih darisatu bulan (P3 dan P4). Kemudian antara lama

pengeringan 2 minggu (P1) berbeda dengan lamapengeringan 4 minggu (P2). Demikian pula antaraperlakuan lama pengeringan 6 minggu (P3)berbeda dengan lama pengeringan 8 minggu (P4),dalam mempengaruhi kadar S-Total jaringantanaman.

Berdasarkan kombinasi perlakuan lamapengeringan dengan kedalaman muka air tanah,kadar S-Total jaringan tanaman pada perlakuanK1P1 (10.66 ppm), K1P2 (10.72 ppm), danK2P2 (10.72 ppm). Batasan kadar S-Totalperlakuan tersebut, berada dalam kriteria bataskritis S-Total seperti dikemukakan olehChapman (1973). Sedangkan kadar S-Totaljaringan tanaman pada perlakuan K1P4, K2P4,dan kontrol, berada di atas kisaran batas kritis.Hal yang sama pula pada kadar S-Total padaperlakuan K1P3, K2P1, dan K2P3 tergolongrendah karena berada di bawah kisaran bataskritis. Dari hasil pengujian statistika (Tabel 4)ternyata ketiga perlakuan K1P1, K1P2, danK2P2 tidak berbeda nyata baik denganperlakuan K2P4 dan K1P3.

Uji Konsentrasi Fe-Total dan S-Total Jaringan Tanaman Akibat Lama Pengeringan dan Kedalaman ... (E.Dewi Yuliana)

Tingginya kadar S-Total jaringan tanamanpada keadaan tergenang (kontrol) maupun padakondisi tanah yang dikeringkan selama dua bulansebelum pertanaman dimulai (P4), disebabkanoleh tingginya cadanya sulfur tanah baik dalambentuk bahan mineral maupun bahan organik.Pada kondisi tanah dikeringkan selama dua

bulan, perombakan bahan organik sangat intensif.Intensitas perombakan bahan organik sejalandengan kondisi oksidatif di dalam tanah. Padaumumnya pelapukan bahan organik merupakanproses pembakaran yang melibatkan oksigen,sehingga pelapukan berjalan dengan cepat.Sejalan dengan itu maka serapan tanaman

Page 16: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

16

terhadap sulfat sebagai hasil dekomposisi adalahtinggi, sehingga menyebabkan kadar S-Totaljaringan tanaman juga tinggi. Selanjutnya Patrickdan Mahapatra (dalam Sanchez, 1976)menyatakan, pada keadaan tergenang bahanorganik seperti jerami tidak cocok untukpemineralan pada keadaan aerob. Bahan-bahanini termineralkan dalam keadaan tergenang,sehingga S-Total juga meningkat. Berdasarkanhasil pengamatan lapang, tanah yang dipakai padapercobaan ini ditumbuhi alang-alang dan bekasdiusahakan tanaman padi.

Tingginya kadar sulfat di samping dipengaruhioleh air laut juga berasal dari bahan organik.Dalam keadaan reduktif, mikroorganismepereduksi sulfat (Desulfovibrio danDesulfotomaculum) menjadi aktif danmengambil energi dari proses reduksi sulfatmenjadi sulfida, sedangkan bahan organikberfungsi sebagai donor electron. Oksidasisenyawa sulfida pada tanah sulfat masam terdiridari beberapa tahap, yang menyangkut proseskimia dan mikrobiologi. Mula-mula oksidasiberlangsung pada monosulfida amorf, walaupunkadar senyawa ini dalam tanah sulfat masamsedikit, namun oksidasi senyawa ini dapatmenurunkan pH tanah di bawah 4. Selanjutnyabelerang dioksidasi oleh oksigen dengan lambat,tetapi dibantu bakteri autotrofik (Thiobacillusthiooxidans) pada pH mendekati netral.Kemasaman maksimum akan dihasilkan bilasemua besi dioksidasikan dan dihidrolisa menjadiferrisulfat.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULANBerdasarkan hasil pembahasan, maka dapat

ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.

1. Perlakuan berpengaruh nyata terhadapkonsentrasi Fe-Total jaringan tanaman.Kadar Fe-Total jaringan tanaman berkisarantara 42.40 ppm hingga 79.16 ppm, kadarFe-Total jaringan tanaman ini tergolong

sangat rendah hingga sedang. Perbedaan itumuncul diakibatkan oleh perlakuan lamapengeringan, perlakuan lama pengeringankurang dari satu bulan berbeda denganperlakuan lama pengeringan lebih dari satubulan. Semakin lama tanah dikeringkan dansemakin dalam kedalaman muka air tanahmaka semakin rendah kadar Fe-Totaljaringan tanaman, namun tidak sampai tanahkahat akan hara Fe.

2. Perlakuan berpengaruh nyata terhadapkadar S-Total jaringan tanaman. Kadar S-Total jaringan tanaman berkisar antara 8.2ppm – 16.8 ppm, kadar S-Total jaringantanaman ini tergolong rendah. Perbedaan itumuncul diakibatkan adanya perbedaan antarperlakuan lama pengeringan. Perlakuan lamapengeringan kurang dari satu bulan berbedadengan perlakuan lama pengeringan lebihdari satu bulan. Semakin lama tanahdikeringkan dan semakin dalam kedalamanmuka air tanah, maka semakin tinggi kadarS-Total jaringan tanaman, namun tidaksampai meracuni tanaman.

3. SARANBerdasarkan atas hasil pembahasan dan

kesimpulan, maka dapat disarankan bahwa untuktanah-tanah sulfat masam masih aman dibiarkantanpa ditanami (sistem bera) selama musimkemarau, dengan lama pengeringan selama 2bulan dan kedalaman muka air tanah 40 cm daripermukaan tanah. Selain itu tanah sulfat masammasih layak dikembangkan untuk areal pertanianasalkan memenuhi kriteria di atas dalamhubungannya dengan serapan Fe-Total dan S-Total jaringan tanaman.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.1993. Sewindu Penelitian di Lahan Rawa.Proyek Penelitian Pertanian Lahan RawaPasang Surut dan Rawa. DepartemenPertanian.

Jurnal Widya Biologi Vol. 01 No. 01 Maret 2010 ISSN : 2086 - 5783

Page 17: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

17

Cate, R. B. and L. A. Nelson. 1965. RapidMethod for Correlation of Soil and TestAnalysis with Plant Respon Data.Technical Bull. No. 1.

Chapman, H. D. (ed). 1973. DiagnosticCriteria for Plants and Soils. Dept ofSoil and Plants Nutrient. University ofCalifornia. Citrus Research Center andAgric. Expt. Station, Riverside.

Driessen, P.M. and M. Soepraptohardjo. 1974.Soil for Agricultural Expansion inIndonesia. Bull. 1. Soil Res. Inst.Bogor.

Ismangun, M. dan P. M. Driessen. 1974. TheAcid Sulphate Soil of Indonesia. Soil Res.Inst. Bogor.

Jones, J.B., Jr.Benyamin Wolf and H.a.Mills.1991. Plant Analysis Hand Book, apractical sampling, preparation,analysis, and interpretation guide.Georgia 30607 USA.

Sanchez, P. A. 1976. Properties andManagement of Soil in The Tropics. JohnWiluy and Sons. New York.

Subiksa, I. G. M., Supardi, S., Irawan dan IP.G. Widjaya-Adhi. 1995. Prospek danKendala Penerapan TeknologiPengelolaan Tanah dan Air Petak Tersierpada Lahan Sulfat Masam, Studi Kasusdi Kalimantan Selatan, dalam MakalahKongres Nasional HITI VI di SerpongJakarta. Pusat Penelitian Tanah danAgroklimat Badan Penelitian danPengembangan Pertanian. DepartemenPertanian.

Sutedjo, M. M. 1992. Analisis Tanah, Air, danJaringan Tanaman. Rineksa Cipta.Jakarta.

Van Breemen, N. 1976. Genesis and SolutionChemestry of Acid Sulfat Soil inThailand. Center for Agricultural Publ.and Documentation. Wageningen.

Uji Konsentrasi Fe-Total dan S-Total Jaringan Tanaman Akibat Lama Pengeringan dan Kedalaman ... (E.Dewi Yuliana)

Page 18: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

18

STRUKTUR POPULASI KEPITING Uca triangularisDI PANTAI SERANGAN, BALI

I Nyoman ArsanaProgram Studi Biologi FMIPA UNHI, Jl Sangalangit, Tembau, Denpasar, e-mail:

[email protected]

ABSTRAK

Struktur populasi kepiting Uca triangularis, diduga dipengaruhi oleh berbagai fenomenaseperti variasi spasial dan temporal faktor lingkungan. Penelitian ini bertujuan untukmempelajari struktur populasi kepiting Uca triangularis di Pantai Serangan Bali. Sampelkepiting diambil di zona intertidal pada saat air surut terendah. Pengambilan sampel dilakukansetiap 15 hari sekali yakni pada waktu bulan purnama (full moon) dan bulan tilem (newmoon) selama 3 bulan. Sampel diambil menggunakan kuadrat seluas 0,25 m2 (0,5 x 0,5 m)dan diulang 4 kali. Data yang diukur meliputi kerapatan, rasio kelamin, distribusi frequensiukuran karapak (CW), dan stadia telur. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa rata-rata kerapatan kepiting Uca triangularis di Pantai Serangan berkisar antara 12,75 – 18, 5individu / 0.25 m2. Kepiting betina berkisar antara 14,71 - 28,33 % , sedangan jantan antara71,67 - 72, 13 %. Ukuran karapak (carapace width) kepiting jantan berkisar antara 5 - 19mm, sedangkan kepiting betina berkisar antara 6 - 17 mm. Sementara itu ukuran karapakkepiting betina yang sedang bertelur berkisar antar 8 - 17 mm. Serta dapat dikatakan bahwatidak ada keterkaitan yang jelas antara pola lunar dengan pola reproduksi kepiting, tetapitampaknya di daerah tropis kepiting akan cenderung bertelur sepanjang tahun.Kata Kunci : Struktur populasi, Uca triangularis, Serangan.

ABSTRACT

It is suspected that the population structure of crab, Uca triangularis, is affected byvarious phenomena such as spatial and temporal variation of environment factor. Thisstudy is aim to understand more about the structure of crab population, Uca triangularis,in Serangan Bay, Bali.Sample Crab was taken in intertidal zone during lowest tide.The sampling was performed every fifteen days, i.e. full moon and new moon for threemonths. The sample was taken using 0.25 m2 of quadrate (0.5 x 0.5 m) and was repeatedfour times. Measurement was conducted for density, sex ratio, the frequency of carapacewidth (CW), and egg stadia. This report concluded that density of crab, Ucatriangluraris, in Serangan Bay was 12.75 to 18.5 / 0.25 m2. Female was about 14.71to 28.33 %, whereas male was about 71.67 to 72.13 %. Carapace width of male wasabout 5 - 19 mm, whereas female was about 6 - 17 mm. Carapace width for ovigerousfemale was 8 - 17 mm. It is propose that, there is no clear relation between lunarpattern and reproduce pattern in crab, but crab in tropic area apparently tend tospawning during the year.Key words: Population structure, Uca triangularis, Serangan Bay.

Page 19: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

19

PENDAHULUANKawasan serangan terletak pada posisi

8°43' lintang selatan dan 115°13' bujur timur, dansecara administratif termasuk wilayahKecamatan Denpasar Selatan, Kodya Denpasar.Sejak tahun 1990 kawasan serangandikembangkan menjadi kawasan pariwisatadengan diawali aktivitas reklamasi pantai secarabesar-besaran. Reklamasi diduga akanberdampak terhadap ekosistem pantai karenaakan mengubah pola arus air laut. Bersamaandengan perubahan pola arus maka akan diikutidengan adanya sedimentasi pada daerah pantaiyang berarus tenang.

Sedimentasi diperkirakan mempunyaidampak negatif terhadap ekosistem pantai,karena sedimentasi dapat menahan pertukarangas dan nutrien melalui permukaan lumpur (Lugo& Snedakar, 1974). Sedimentasi juga dapatmengarah pada pembentukan lahan baru karenadaerah pantai dan muara sungai mempunyai sifatyang dinamis yaitu mudah mengalami perubahan-perubahan oleh proses-proses geomorfologi.Melalui proses invasi, mangrove dapat merintispembentukan komunitas baru pada lahan yangbaru terbentuk itu, seperti yang terjadi dikawasan Segara Anakan Cilacap (Pudjoarinto,1982). Kondisi ini tentunya akan diringi olehperubahan populasi fauna, termasuk kepiting,yang ada dikawasan itu.

Secara umum, kepiting dapat ditemukan disemua tipe habitat yaitu air tawar, air laut, estuari,dan juga di daerah teresterial (Barnes, 1980).Sementara itu kepiting Uca dapat ditemukan didaerah estuari di wilayah tropis, subtropis sertawilayah temperate yang hangat di seluruh dunia,biasanya menggali liang pada zona intertidalsampai supratidal (Crane, 1975). Kehadirankepiting Uca sangat terkait dengan kondisipasang surut, substrat, salinitas, temperatur,makanan, dan juga kehadiran organisme lainterutama predator (Macintosh, 1979, 1982;Aksornkoae, 1993 ). Kepiting Uca triangularisbanyak dijumpai pada zona intertidal PantaiSerangan. Mereka aktif mencari makan setelahair surut di siang hari.

Sementara itu, faktor lingkungan zonaintertidal seringkali menunjukan adanya variasidalam skala kecil. Hal ini akibat adanyaperubahan secara spasial dan temporal darifaktor fisik seperti tekstur substrat, pasang-surut,salinitas, temperatur, ataupun faktor biologisseperti vegetasi, adanya predasi serta kompetisi.Mikrohabitat ini dapat mempengaruhi banyakaspek biologi organisme intertidal sepertikeanekaragaman jenis, struktur populasi, ataupundistribusi dan kemelimpahannya (Chapman,1994).

Banyak hasil penelitian juga mengungkapkanbahwa pelepasan larva kepiting erat kaitannyadengan kondisi lingkungan seperti temperatur,salinitas dan pasang-surut. Seperti hasil penelitianChristy (1978), DeCoursey (1981), Saigusa(1982), Greenspan (1982), Forward, Jr etal.(1982), Christy (1982), dan Morgan & Christy(1994), semuanya mengungkapkan bahwapelepasan larva berkaitan dengan kondisilingkungan terutama pasang-surut. Sementarahasil penelitian Hasek & Rabalais (2001)mengungkapkan bahwa setelmen megalopakepiting juga berkaitan dengan faktor lingkunganseperti pasang-surut, temperatur dan salinitas.Dengan demikian maka pola reproduksi dalamkaitan dengan pola lingkungan didugamempengaruhi struktur populasi kepiting.

Dengan adanya berbagai fenomena tersebutdiatas maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjutuntuk mempelajari struktur populasi kepiting Ucatriangularis di Pantai Serangan, Bali.

BAHAN DAN METODEPenelitian dilaksanakan di Kawasan Pantai

Serangan, Bali. Sampel kepiting diambil di zonaintertidal pada saat air surut terendah.Pengambilan sampel dilakukan setiap 15 harisekali yakni pada waktu bulan purnama (fullmoon) dan bulan tilem (new moon) selama 3bulan, dengan demikian ada sebanyak 6 kalipengambilan sampel di lapangan. Pada penelitianini pengambilan sampel dimulai dari bulan tilem(1 Agustus 2008) dan berakhir pada bulan

Struktur Populasi Kepiting Uca Triangularis di Pantai Serangan, Bali (I Nyoman Arsana)

Page 20: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

20

purnama (15 Oktober 2008). Sampel diambilmenggunakan kuadrat seluas 0,25 m2 (0,5 x 0,5m) dengan cara menggali substratnya kemudiandiayak di air dengan ayakan 1 mm sehinggamudah dipisahkan antara substratnya dengankepiting, kemudian diulang sebanyak 4 kali.Sampel kepiting yang didapat ditempatkan dalamtermos berisi es untuk mencegah agar alatgeraknya tidak lepas. Setelah sampai dilaboratorium, telur pada kepiting betina(Ovigerous female) dipisahkan denganmenggunakan kuas halus kemudian ditentukanstadianya dengan menggunakan mikroskup.Sampel kepiting kemudian diawetkan denganalkohol 70 %. Sampel kepiting ditentukan jeniskelaminnya, diukur lebar karapak (Carapacewidth, CW) dengan menggunakan caliper.

Data yang diperoleh kemudian dianalisisuntuk menentukan; kerapatan, rasio kelamin,distribusi frequensi ukuran karapak (CW), Stadiatelur ditentukan menurut Henmi (1989) yaitu :a. Stadia I : Telur tampak baru

ditempatkan di abdomendan penuh dengan yolk.

b. Stadia II : Sebagian daerah tanpa yolk,tetapi tanpa bintik mata.

c. Stadia III : Yolk lebih dari 50 %, tanpakbintik mata berwarna merahatau coklat.

d. Stadia IV : Tampak mata berwarnahitam, yolk kurang dari 50 %dan belum terbagi.

e. Stadia V : Embrio tanpa warna denganabdomen dan kaki yangberkembang baik, yolkterbagi ke dalam 2 bagian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASILDari hasil penelitian diketahui bahwa

populasi kepiting Uca triangularis menunjukanadanya fluktuasi dari waktu ke waktu. KerapatanU. triangularis paling tinggi terjadi pada bulantilem (new moon) tanggal 31 Agustus yaitu

sebesar 18,5 individu / 0,25 m2, sedangkankerapatan terendah terlihat pada bulan purnama(full moon) tanggal 16 Agustus yaitu sebesar12,75 individu / 0,25 m2. Rata-rata kerapatankepiting disajikan pada Gambar 1. Sementararasio kelamin kepiting U. tringaluris terlihatbahwa selama penelitian, kepiting jantan jauhlebih banyak dari pada kepiting betina, dimanakepiting betina hanya berkisar antara 14,71 %sampai 28,33 %, sedangkan jantan berkisarantara 71,67 % sampai 72,13 %. Rasio kelaminkepiting U. triangularis ditampilkan padaGambar 2.

Prosentase kepiting U. triangularis betinayang bertelur paling banyak terjadi pada bulanpurnama (full moon) tanggal 16 Agustus yaitusebesar 66,67 % dan terendah juga pada bulanpurnama (full moon) berikutnya, 16 September,yakni sebesar 10 %. Prosentase kepiting betinayang sedang membawa telur (Ovigeruosfemale) disajikan pada Gambar 3. Sementaraitu stadia perkembangan telur U.triangularistampak bahwa stadia II, III dan V sangat jarang

Gambar 2. Rasio kelamin kepiting U.triangularis

Tgl Sampling (Th 2008)

Gambar 1. Rata-rata kerapatan kepitingU. triangularis.

020406080

100

1 Ag. 16 Ag. 31 Ag. 16 Sep.29 Sep. 15 Ok.

Tgl Sampling (Th.2008)

Prosen

tase

Jantan Betina

Tgl Sampling (Th 2008)

Jurnal Widya Biologi Vol. 01 No. 01 Maret 2010 ISSN : 2086 - 5783

Page 21: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

21

Gambar 3. Prosentase kepiting betina yangbertelur

Gambar 4. Stadia perkembangan telur

0

20

40

60

80

100

1 Ag. 16 Ag. 31 Ag. 16 Sep. 29 Sep. 15 Okt.

Tgl. Sampling

Pros

entas

e

Non OvigerousOvigerous

0

2

4

6

8

1 Ag. 16 Ag. 31 Ag. 16 Sep. 29 Sep. 15 Okt.

Tgl. sampling

Jum

lah

I II III IV V

9 10 11 12 13

Carapace Width (mm)

0

1

2

3

4

Jumlah

16 Agust .

8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Carapace Width (mm)

0

1

2

3

4

5

6

7

Jumlah

31 Agust.

9 10 11 12

Carapace Width (mm)

0

1

2

3

4

5Jum

lah16 Sept.

6 7 8 9 10 11 12 13 14

Carapace Width (mm)

0

1

2

3

4

5

Jumlah

29 Sept.

8 9 10 11 12 13 14 15

Carapace width (mm)

0

1

2

3

4

5

6

7

8

Jumlah

15 Okt.

Gambar 5. Distribusi ukuran karapak U. triangularis betina. Bagian

histogram gelap menunjukkan ovigerous female.

6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Carapace Width (mm)

0

1

2

3

4

5

6

Jumlah

1 Agust.

Struktur Populasi Kepiting Uca Triangularis di Pantai Serangan, Bali (I Nyoman Arsana)

Page 22: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

22

7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

Carapace Witdh

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Jumlah

1 Agust.

7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Carapce Width

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Jumlah

16 Agust .

5 7 9 11 13 15 17 19

Carapace Width (mm)

0

2

4

6

8

10

12

Jumlah

31 Agust.

6 8 10 12 14 16 18

Carapace Width (mm)

0

2

4

6

8

10

12

Jumlah

16 Sept.

5 7 9 11 13 15 17 19

Carapce Width (mm)

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Jumlah

29 Sept.

8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Carapce Wdth (mm)

0

2

4

6

8

10

12

14

Jumlah

15 Okt.

Gambar 6. Distribusi Ukuran karapak U. triangularis Jantan

dijumpai selama penelitian, sedangkan stadia Ipaling banyak dijumpai. Stadia perkembangantelur U. triangularis disajikan pada Gambar 4.

Ukuran karapak (carapace width)U.triangularis betina yang dapat dijumpaiselama penelitian berkisar antara 6 - 17 mm.Modusnya bervariasi antara 9 - 11 mm. Kepitingbetina yang sedang bertelur (ovigerous female)mempunyai ukuran karapak berkisar antara 8 –

17 mm. Distribusi ukuran karapak (carapacewidth) kepiting U. trianglaris betina disajikanpada Gambar 5. Sedangkan ukuran karapak(carapace width) U.triangularis jantan yangdapat dijumpai selama penelitian berkisar antara5 - 19 mm. Modusnya bervariasi antara 9 – 15mm. Distribusi ukuran karapak (carapace width)U.triangularis jantan disajikan pada Gambar6.

Jurnal Widya Biologi Vol. 01 No. 01 Maret 2010 ISSN : 2086 - 5783

Page 23: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

23

B. PEMBAHASANKehadiran dan kesuksesan organisme

tergantung kepada ketersedian faktor-faktorsecara lengkap. Sebaliknya ketiadaan ataukegagalan organisme dapat dikendalikan olehkekurangan atau kelebihan salah satu ataubeberapa faktor yang mungkin mendekati batas-batas toleransi organisme tersebut (Odum,1971). Itu berarti bahwa organisme dengankisaran toleransi yang luas untuk semua faktorakan memiliki distribusi yang luas. Tampaknyabahwa U. triangularis merupakan jenis kepitingyang sangat sukses, dimana kerapatannyamencapai rata-rata 12,75 - 18,5 individu / 0,25m2. Hasil penelitian Arsana (2003) di TelukLembar juga mengungkap bahwa U.triangularis merupakan jenis kepiting yangsangat sukses baik dari aspek kerapatan ataukehadiran. Sementara Crane (1975)mengungkapkan bahwa subgenus Cellula, yangtermasuk Uca triangularis, merupakansubgenus yang lebih maju diantara subgenus dariOcypodidae lainya dan lebih bersifat teresterial.

Hasil penelitian menunjukan bahwa rasioantara jantan dan betina ternyata kepiting jantanlebih banyak dari pada betina. Ada indikasibahwa cara pengambilan sampel denganmenggali sedalam 30 cm tidak cukup dalamsehingga tidak menemukan kepiting betina yangsedang menginkubasi telurnya, karena Ucatringularis betina yang sedang menginkubasitelurnya tetap berada di dalam liangnya. PadaU. vocan rasio antara jantan dan betina tidakberbeda jauh, dimana kepiting betina berkisarantara 34,21 % sampai 55,55 %, sedangkanjantan antara 45,45 % sampai 65,79 % (Arsana,tidak dipublikasikan). U.vocan tidakmenginkubasi telurnya di dalam liang tetapi tetapaktif mencari makan di permukaan. Fenomenayang serupa juga ditemukan oleh Shober &Christy (1993 cit. Trott, 1998), pada jenisOcypode cordimana ditemukan lebih sedikitbetina karena sampling tidak cukup untukmendapatkan betina yang sedang menginkubasitelurnya di dalam liang. Sementara itu pada jenis

Ocypode gaudichaudii ditemukan rasio antarajantan dan betina 1 : 1 (Trott, 1998).

Perilaku kepiting dalam menginkubasitelurnya diduga berpengaruh besar terhadapstruktur populasinya. Selama menginkubasitelurnya, kepiting betina akan tetap beradadidalam liangnya serta menutup liang sampai telursiap menetas. Selama itu pula kepiting betina tidakmakan. Perilaku seperti ini dapat dijumpai padaUca pugilator ( Christy, 1982), Scopimieraglobosa, Ilyoplax pusillus (Henmi, 1989; Henmi& Kaneto, 1989; Wada, 1983). Sementara padaMacrophthalmus akan tetap aktif dipermukaan,juga pada Uca vocan (Henmi, 1989 ; Henmidan Kaneto, 1989). Apabila kepiting yang sedangmenginkubasi telurnya tetap aktif mencari makanmaka akan memiliki mortalitas telur yang lebihtinggi dibanding kepiting yang menginkubasitelurnya di dalam liang (Henmi, 1989). Dari hasilpenelitian diketahui bahwa kepiting Ucatringularis betina yang sedang menginkubasitelurnya tetap berada di dalam liangnya.

Hasil penelitian Isnansetyo danWidaningroem (1994) pada kepiting bakau(Scylla serrata), menemukan jumlah kepitingjantan jauh lebih banyak dari pada kepitingjantan. Tetapi secara biologis diketahui bahwapada kepiting betina (kepiting bakau) dapatmenggunakan sperma yang disimpan pada bagianabdomen untuk membuahi telurnya. Apabilakualitas dan kuantitas sperma masih memadaimaka dalam pembuahan tidak selalu diawalidengan perkawinan. Dengan demikian makarasio antara jantan dan betina tidak menjadipermasalahan mendasar dalam menentukanstruktur populasi.

Dari hasil penelitian tampak tidak ada polaketerkaitan yang jelas antara pola lunar denganpola reproduksi kepiting. Hal ini bisa terlihat darijumlah kepiting betina yang sedang bertelur palingbanyak dijumpai pada bulan purnama (fullmoon) tanggal 16 Agustus dan terendah jugapada bulan purnama (full moon) berikutnya (16September) (Gambar 3). Serta dari stadiaperkembangan telur dimana stadia I terus

Struktur Populasi Kepiting Uca Triangularis di Pantai Serangan, Bali (I Nyoman Arsana)

Page 24: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

24

menerus dijumpai dalam jumlah yang terbesar(Gambar 4). Tetapi hasil penelitian Costa etal.(2006) pada kepiting Uca thayeri di daerahiklim sedang secara jelas mengungkapkan bahwapuncak reproduksi terjadi dari bulan Januarisampai Maret, ketika ketersedian sumbermakanan yang melimpah pada saat bulan-bulanhangat ini, kemudian berhenti mulai April sampaiAgustus. Sehingga tampaknya di daerah tropiskepiting betina bertelur sepanjang musim.sementara di daerah iklim sedang, polareproduksi kepiting tampaknya berkaitan denganpola lunar dimana kepiting akan menunjukanaktivitas perkawinan pada pasang rendah (neaptide) kemudian akan melepaskan telurnyabersamaan dengan pasang rendah (neap tide)berikutnya (Christy, J.H. 1978; 1982).

Disamping itu pola reproduksi tampaknyajuga dipengaruhi oleh ukuran karapak, selaindisebabkan oleh kondisi lingkungan, terutamaketersedian pakan dan aktivitas serta siklus hidupkepiting itu sendiri. Pada kepiting betina tampakbahwa U.triangularis mulai matang gonaddengan ukuran karapak 8 mm (Gambar 5).Sedangkan pada kepiting jantan untukmengetahui tingkat kepatangan gonadnya perludilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahuifase-fase perkembangan sperma di dalamgonadnya (Gambar 6). Karena kondisilingkungan akan mempengaruhi siklus molting.Pada saat molting kepiting akan mengalami sikluspengisian daging sehingga akan cenderung lebihgemuk dan menjadi kurus secara periodiktergantung ketersedian pakan. Dengan demikianmaka semakin sering kepiting itu mengalamisiklus molting maka akan semakin cepat kepitingtersebut besar dan itu berarti matang gonad.

KESIMPULANDari hasil penelitian dapat disimpulkan

bahwa rata-rata kerapatan kepiting Ucatriangularis di Pantai Serangan berkisar antara12,75 – 18, 5 individu / 0.25 m2. Jenis kelaminbetina berkisar antara 14,71 - 28,33 % ,sedangan jantan antara 71,67 - 72, 13 %.

Ukuran karapak kepiting betina yang sedangbertelur berkisar antar 8 - 17 mm. Serta dapatdikatakan bahwa tidak ada keterkaitan yang jelasantara pola lunar dengan pola reproduksikepiting, tetapi tampaknya di daerah tropiskepiting akan cenderung bertelur sepanjangtahun.

DAFTAR PUSTAKAArsana, I.N. 2003. Kesesuaian Habitat

komunitas Kepiting (Brachyura :Ocypodidae dan Sesarmidae) di KawasanTeluk Lembar, Lombok Barat. ProsidingSeminar Nasional Limnologi,Perhimpunan Biologi Indonesia.Jogjakarta. 133- 138.

Aksornkoae, S. 1993. Ecology and Managementof Mangrove. IUCN. Thailand.

Barnes, R.D. 1980. Invertebrate Zoology.4th.ed. Saunder Collage. Philadelphia.pp.746-760.

Chapman, M.G. 1994. Small-Scale Pattern ofDistribution and Size-Structure ofIntertidal Littorinid Littorina unifasciata(Gastropoda : Littorinidae) in New SouthWales. Aust. J. Mar. Freshwater. Res. 45: 635-652

Christy, J.H. 1978. Adaptive Significance ofreproductive Cycles in The Fiddler CrabUca pugilator: A Hypothesis. Science. 199: 453 – 455.

———————. 1982. Burrow Structure andUse in The Sand Fiddler Crab, UcaPugilator (Bosc). Animal Behaviour 30 :687 – 694.

Costa, T.M., S.M.J. Silva dan M.L. Negreiros-Fransoza. 2006. Reproductive patternsomparison of Uca theyeri Ruthbun, 1900and U. Uruguayensis Nabili, 1901(Crustacea, Decapoda, Ocypodidae).Brazilian Archives of Biology andTechnology. 49 : 117 - 123.

Crane, J. 1975. Fiddler Crabs of The World:Ocypodidae: Genus Uca. PrincetonUniversity Press.

Jurnal Widya Biologi Vol. 01 No. 01 Maret 2010 ISSN : 2086 - 5783

Page 25: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

25

DeCoursey, P.J. 1981. Cylcic Reproduction ofFiddler Crabs, Uca : A Model forEstuarine Adaptation. Estuaries. 4 : 261 –264.

Forward Jr., R.B., K. Lohmann dan T.W. Cronin.1982. Rhythms in larval Release by AnEstuarine Crab (Rhithropanopeus harrisii).Biol. Bull. 163 : 287-300.

Greenspan, B.N.1982. Semi-MonthlyReproductive Cycles In Male and FemaleFiddler Crabs, Uca pugnax. Anim. Behav.30 : 1084 -1092.

Hasek, B.E. dan N. Rabalais. 2001. SettlementPatterns of Brachyura Megalopae in aLouisiana Estuary. Estuaries. 24: 796 –807.

Henmi, Y. 1989. Reprodutive Ecology of ThreeOcypodid Crabs II. Incubation Sites andEgg Mortality. Ecological Reseach. 4 ; 261– 269.

Henmi, Y. dan M. Kaneto. 1989. ReprodutiveEcology of Three Ocypodid Crabs I. TheInfluence of Activity Differences onreproductive Traits. Ecological Reseach.4 : 17 – 29.

Isnansetyo,A. dan Widaningroem. 1994.Hubungan antara panjang dan lebarkarapase dengan berat tubuh kepitingbakau (Scylla serrata). LaporanPenelitian. Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta.

Lugo, A.E. dan S.C. Snedakar. 1974. TheEcology of Mangrove. Annual Review of

Ecology and Systematics 5 : 39 – 64.Macintosh, D.J. 1979. Predation of Fiddler

Crabs (Uca spp) in Estuarine mangrove.Biotrop Special Publication 10: 101 –110.

Macintosh, D.J. 1982. Ecological Comparisonof Mangrove Swamp and salt MarshFiddler Crabs. Nation Institute of Ecologyand International Scientific Publication.Kuala lumpur. 243 –257 pp.

Morgan, S.G. dan J.H. Christy. 1994. Plasticity,Constraint, and Optimality in ReproductiveTiming. Ecology. 75 : 2185 – 2203.

Odum, E.P. 1971. Fundamental Ecology. 3th.ed.Saunders Collage Publishing.

Pudjoarinto, A. 1982. The Invasion of NewlyFormed Land in The Segara Anakan AreaBy Mangrove Species. Proceeding of TheWorkshop on Coastal resourcesmanagement in The Cilacap Region.Jakarta. 114 – 131.h

Saigusa, M. 1982. Larval Release RhythmCoinciding With Solar Day and TidalCylces in The terrestrial Crab SesarmaHarmony With The Semilunar Timing andIts Adaptive Significance. Biol.Bull. 162 :371 – 386.

Trott, T.J. 1998. On The Sex Ratio The PaintedGhost Crabs Ocypode gaudichaudii H.Milne Edwards & Lucas,1843(Brachyura, Ocypodidae).Crustaceana.71: 47 – 56.

Wada, K. 1983. Movement of Burrow Locationin Scopimera globosa and Ilyplax pusilus(Decapoda : Ocypodidae). Physiol. Ecol.Japan. 20 : 1- 21.

Struktur Populasi Kepiting Uca Triangularis di Pantai Serangan, Bali (I Nyoman Arsana)

Page 26: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

26

STUDI KUALITAS PERAIRAN PANTAI SANUR DAN SERANGANDITINJAU DARI SIFAT FISIK, KIMIA DAN MIKROBIOLOGI

I Putu SudiartawanProgram Studi Biologi FMIPA UNHI, Jl. Sangalangit, Tembau, Penatih, Denpasar.

ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas perairan Pantai Sanur dan Serangan.Penelitian dilaksanakan pada tiga stasiun yaitu Pantai Sanur, Semawang dan Seranganpada bulan Juli 2009. Stasiun pengambilan sampel ditentukan dengan metode PurposiveSampling. Pada masing-masing stasiun penelitian ditentukan tiga titik pengambilan sampelkemudian dikompositkan. Untuk parameter kualitas air yang tidak bisa diawetkan langsungdiukur dilapangan (in situ), sedangkan parameter kualitas air yang dapat diawetkandianalisis di laboratorium. Hasil perhitungan dengan metode Delphi diperoleh nilai IMLP diPantai Sanur, Semawang dan Serangan tergolong baik, dengan rata-rata 72,68. Hal iniberarti bahwa mutu lingkungan perairan pada ketiga pantai tersebut masih tergolong baikdan layak dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata. Tetapi hasil analisis laboratoriummenunjukan, dari 21 parameter kualitas air laut yang diteliti ternyata kandungan amoniak(NH3), Sulfida (H2S), nitrat (NO3) phosfat (PO4), BOD5 dan diterjen telah melampui nilaiambang batas maksimum yang ditetapkan menurut Peraturan Gubernur Bali No. 8 Tahun2007 tentang Baku Mutu Kualitas Air Laut untuk Wisata Bahari.Kata Kunci : Kualitas perairan pantai, Wisata bahari, Sanur.

ABSTRACTThis research is aim to know the quality of water in the Coast of Sanur and Serangan.Water was observed in three stations i.e. Sanur, Semawang and Serangan in July2009. Station was determined by Purposive Sampling method. Three point samplinglocation was determined at each station before was composited. Water qualityparameter which could not be stored was measured directly in situ, whereasparameters that can be conserved were analyzed in a laboratory. Calculation thatwas made using Delphi method found that the average of IMLP value was 72.688.This value indicates that Sanur, Semawang and Serangan is categorized has a goodwater quality and the environment is still potential for tourism development. However,laboratories analysis found alarming results. After comparing with standard qualityof sea water for marine tourism according to regulation made by Government ofBali, the content of ammonia (NH3), Sulfide ( H2S), nitrate (NO3) phosphate (PO4),BOD5 and detergent was exceeded the maximum levels.Keywords : Quality of water, marine tourism, Sanur.

Page 27: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

27

PENDAHULUANSecara alami ekosistem perairan termasuk

perairan pantai memiliki daya dukung (Carryingcapacity) untuk memurnikan diri (selfpuripication) dari segala macam gangguan yangmasuk ke badan perairan tersebut. Tetapipembuangan berbagai macam limbah maupunsampah yang mengandung beraneka ragambahan pencemar, baik yang dapat terurai maupunyang tidak dapat terurai seperti plastik, logamberat, akan menyebabkan beban yang diterimaoleh perairan tersebut semakin berat. Jika bebanyang diterima tersebut melampui ambang batasyang ditetapkan berdasarkan baku mutu, makaperiaran tersebut dikatan tercemar, baik secarafisik (warna, bau, rasa, suhu, lapisan minyak,sampah), kimia (pH, NO3, NO2, PO4, DO,BOD, COD, jenis logam dan semi logam) danmikrobiologi baik yang bersifat patogen (Fecalcoli atau Eschericia coli) maupun non patogen(bakteri Coliform). Hal tersebut akan sangatberpengaruh terhadap kehidupan biotadidalamnya, juga terhadap estetika yaitumenimbulkan bau dan kotor, serta juga sangatberpengaruh pada masyarakat yangmemanfaatkan perairan pantai untuk keperluanpariwisata maupun keperluan lainnya.

Sebagai daerah destinasi wisata dunia,jumlah penduduk di Bali terus mengalamipeningkatan, baik yang bersifat tetap maupunpenduduk tidak tetap, dan pada gilirannya akandiikuti oleh peningkatan aktivitas manusia dalammemanfaatkan perairan untuk kegiatan rumahtangga, industri, maupun pariwisata. Sumberperairan tersebut disamping dimanfaatkan untukmemenuhi kebutuhan sehari-hari, jugadimanfaatkan oleh masyarakat Bali yangmayoritas beragama Hindu untuk kepentinganadat (budaya) maupun upacara keagamaanseperti Melasti (Dewa Yadnya), NganyudSekah (Pitra Yadnya) dan sebagainya. Aktivitaspariwisata disepanjang Pantai Sanur danSerangan seperti adanya hotel, restaurant, kafedan sarana penunjangnya seperti perahu motordan speed boat, serta aktivitas lainnya

merupakan aktivitas yang berpeluang besarmenimbulkan terjadinya pencemaran pantai.

Untuk mengantisipasi tercemarnya perairanpantai maka perlu dilakukan pemantauan secaraberkala dan berkelanjutan, sehingga dapatdiketahui lebih awal apakah perairan tersebuttelah tercemar atau tidak. Apabila sudahmengalami pencemaran, maka diperlukan upayalebih lanjut dan terencana untuk mengetahuisumber-sumber pencemarnya, titik-titik rawan(lokasi) sumber pencemar (point resurce) sertabagaimana cara menanggulanginya. Untukmenanggulangi pencemaran tersebut harusdidukung oleh data-data yang akurat yaitu berupadata primer, terutama data terbaru mengenaikualitas air. Untuk mendapatkan data-datatersebut, maka perlu diadakan studi mengenaianalisis kualitas air. Penelitian ini bertujuan untukmenganalisis kualitas perairan Pantai Sanur danSerangan.

BAHAN DAN METODEPenelitian ini dilaksanakan pada tiga stasiun

yaitu Pantai Sanur (S1), Semawang (S2) danSerangan (S3), Bali, pada bulan Juli 2009.Metode penentuan stasiun pengambilan sampelair laut dilakukan dengan cara PurposiveSampling, yaitu memperhatikan berbagaipertimbangan kondisi daerah yang didugaberpengaruh terhadap kualitas perairan pantai.Pada masing-masing stasiun penelitian ditentukantiga titik pengambilan sampel kemudiandikompositkan. Untuk parameter kualitas air yangtidak bisa diawetkan langsung diukur dilapangan(in situ), dengan alat-alat yang telah disediakan.Parameter tersebut diantaranya; pH, suhu, bau,rasa, dan salinitas. Sedangkan terhadapparameter kualitas air yang dapat diawetkan,sampel air segera dimasukan ke dalam jerigen,botol gelap dan botol steril kemudian segeradibawa ke laboratorium untuk dianalisis sifat-sifatfisik, kimia maupun mikrobiologi. Untukparameter seperti kekeruhan, DO, BOD, COD,zat padat terlarut, nitrat, nitrit, ammonia, klorida,fosfat dan berbagai jenis logam, pengukuran

Studi Kualitas Perairan Pantai Sanur dan Serangan Ditinjau dari Sifat Fisik, Kimia dan Mikrobiologi (I Putu Sudiartawan)

Page 28: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

28

dilakukan di di Laboratorium Analitik UniversitasUdayana, sedangkan untuk pameter mikrobiologi(Coliform dan Fecal coli atau Escherichia coli),analisisnya dilakukan di LaboratoriumMikrobiologi, Fakultas MIPA UniversitasUdayana.

Sebagai data penunjang maka dikumpulkandata dari berbagai instansi yang terkait, meliputi;jumlah sarana pariwisata (hotel, pondok wisata,penginapan), jenis-jenis kegiatan/usaha(restaurant, rumah makan, kafe, dan industri) danjenis-jenis limbah yang dihasilkan.

Data yang diperoleh kemudian ditabulasikanselanjutnya dianalisis secara deskriptifkomparatif, mengacu pada Keputusan GubernurBali No.8 Tahun 2007 tentang Baku Mutu AirLaut untuk Wisata Bahari. Untuk menentukantingkat kualitas/mutu air laut ditentukan dengan

Indeks Kualitas Air (Ott, 1978). Indeks ini secaraumum di tentukan dengan metode Delphi, yangdidasarkan atas bobot (Wi) dan Sub Indeks (Ii)dari sembilan parameter kualitas air yaitu DO,BOD, E. coli, suhu, fosfat, nitrat, kekeruhan danpadatan terlarut, yang dinyatakan dengan rumus :

nIndeks Kualitas Air = ∑ ( Wi x Ii )

i = 1

Keterangan :Wi = Bobot parameter ke-i, skala 0 – 1,0.I = Nilai Sub IndeksIi = Nilai dari kurva ke-i, pada skala 0 – 100.

Hasil yang diperoleh dari perhitungan IndeksKualitas Air Laut, kemudian dibandingkandengan kreteria kualitas air menurut NSF-WQI(Ott, 1978) seperti tercantum pada Tabel 1dan 2.

Tabel 1. Kriteria Kualitas Air (NSF-WQI) No IMLP 2 Kriteria

1 0,0 – 25 Sangat buruk 2 25,1 – 50 Buruk 3 50,1 – 70 Sedang 4 70,1 – 90 Baik 5 90,1 – 100 Sangat baik Keterangan :

IMLP : Indeks Mutu Lingkungan Perairan NSF : National Sanitation Foundation WQI : Water Quality Indeks

Tabel 2. Nilai Bobot Parameter Kualitas Air Pada Sistem Indeks Kualitas Air –

NSF.

No Parameter Bobot Wi 1 Oksigen terlarut (DO) 0.17 2 Fecal coli 0,15 3 pH 0,12 4 BOD 0,10 5 Nitrat (NO3) 0,10 6 Posfat (PO4) 0,10 7 Suhu 0,10 8 Kekeruhan 0,08 9 Padatan terlarut 0,08 n

∑ Wi i = 1

1,00

Jurnal Widya Biologi Vol. 01 No. 01 Maret 2010 ISSN : 2086 - 5783

Page 29: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

29

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASILHasil analisis kualitas air laut pada tiga stasiunyakni Pantai Sanur (S1), Semawang (S2), dan

Serangan (S3) dicantumkan pada Tabel 3.Sedangkan tingkat kualitas / mutu perairan airlaut tercantum pada Tabel 4.

Tabel 3. Hasil Analisis Air Pantai Sanur (S1), Semawang (S2) dan Serangan (S3). Hasil Analisis No Parameter Satuan

S1 S2 S3

PerGub. Bali No. 8 TH. 2007. Baku Mutu Air Laut

A. FISIK 1 Suhu °C 28,5 28 28 Alami 2 Bau - Tdk berbau Tdk berbau Tdk berbau Tak. Berbau 3 Warna Unit Pt.Co 18,61 9,12 13,10 30 4 Kekeruhan NTU 1,10 0,30 0,30 5 5 TDS ppm 14,800 13,100 15,400 20 6 Benda Terapung - Nihil Nihil Nihil Nihil B. KIMIA 7 pH - 7,8 7,8 8,0 Alami 8 Salinitas ‰ 27,7 27,3 20,1 Alami 9 Sulfida (H2S) ppm <0,01* <0,01* <0,01* Nihil 10 Amoniak (NH3) ppm 0,99* 0,96* 0,94* Nihil 11 Nitrat (NO3) ppm 0,31* 0,33* 0,71* 0,008 12 Nitrit (NO2) ppm 0,017 0,016 0,019 - 13 Phosfat (PO4) ppm 2,7* 2,5* 2,3* 0,015 14 DO ppm 5,9 6,0 6,1 > 5,0 15 BOD5 ppm 16,12* 15,59* 17,0* 10 16 COD ppm 329 245 351 - 17 Deterjen ppm 0,1* 0,0 0,0 0,001 18 Minyak & Lemak ppm 0,0 0,0 0,0 1 19 Timbal (Pb) ppm ttd ttd ttd 0,002 C. MIKROBIOLOGI 20 Fecal coli/E. coli MPN/100

ml 0 0 0 200

21 Coliform MPN/100 ml

350 0 0 1000

Keterangan : S1 : Pantai Sanur . S2 : Pantai Semawang. S3 : Pantai Serangan

* : Kualitas air laut yang melampui Baku Mutu Untuk Wisata Bahari ttd : Tidak terdeteksi karena kandungan senyawa/unsur terlalu kecil

Tabel 4. Indeks Kualitas Air Laut Pantai Sanur (S1), Semawang (S2) dan Serangan (S3). Stasiun Pengambilan Sampel

No Parameter S1 S2 S3 Rata-Rata

1 DO 12.75 12.92 13.26 12.98

2 BOD 1.3 1.55 1.25 1.37

3 pH 10.8 10.8 10.32 10.64

4 E.coli 14.7 14.7 14.7 14.7

5 Nitrat 8.5 8.55 8.35 8.47

6 Fosfat 2.1 2.25 2.4 2.25

7 Suhu 7.8 7.95 7.95 7.9

8 Kekeruhan 7.76 7.87 7.87 7.83

9 Padatan Terlarut 6.56 6.44 6.64 6.55

Jumlah 72.27 73.03 72.74 72.68 (Klasifikasi) (Baik) (Baik) (Baik) (Baik)

Studi Kualitas Perairan Pantai Sanur dan Serangan Ditinjau dari Sifat Fisik, Kimia dan Mikrobiologi (I Putu Sudiartawan)

Page 30: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

30

B. PEMBAHASANDari 21 parameter kualitas air laut yang

diteliti pada masing-masing stasiun baik padaPantai Sanur, Semawang dan Seranganmenunjukkan bahwa kandungan amoniak(NH3), Sulfida (H2S), nitrat (NO3) phosfat (PO4),BOD5 dan diterjen telah melampui nilai ambangbatas maksimum yang ditetapkan menurutPeraturan Gubernur Bali No. 8 Tahun 2007tentang Baku Mutu Kualitas Air Laut untukWisata Bahari.

Di Stasiun Pantai Sanur (S1), dari hasilanalisis laboratorium terdapat 6 parameter yakniAmmoniak, Sulfida, Nitrat, Phosfat, KebutuhanOksigen Biologi dan Deterjen yang telahmelampui nilai ambang batas baku mutu air lautuntuk wisata bahari sesuai Peraturan GubernurBali No. 8 TH. 2007 (Tabel 3).

Amoniak dalam air laut di Pantai Sanurmencapai 0,99 ppm. Tingginya kandunganamoniak (NH3) diduga berasal dari sistemdrainase yang kurang baik sehinggamenyebabkan terjadinya limpasan air limbah danair kotor lainnya yang mengandung bahan organiktinggi dan terakumulasi ke perairan disekitarnya.Limbah tersebut terutama berasal daripemukiman, restaurant dan rumah makan sertahotel-hotel yang banyak tersebar di sepanjangPantai Sanur. Dekomposisi bahan-bahan organiktersebut akan dapat meningkatkan nilai NH3 danH2S di dalam perairan. Hal ini juga didukung olehtingginya nilai Sulfida (H2S) dalam perairantersebut (Tabel 3).

Adanya Sulfida (H2S) pada parairan PantaiSanur (<0,01 ppm) mengindikasikan bahwapada lokasi penelitian masih banyak terdapatpenguraian bahan organik yang cenderung akanmenimbulkan bau. Adanya sulfida pada perairanini juga berkorelasi dengan adanya senyawaammoniak dalam perairan Pantai Sanur.

Kandungan Nitrat (NO3) yang telahmelampui nilai ambang batas baku mutu, didugadisebabkan oleh tingginya bahan-bahan organikdi dalam perairan pantai. Hal ini terbukti dengantingginya nilai NH3 dan Sulfida di perairan Pantai

Sanur. Juga diakibatkan karena padatnyaaktivitas kepariwisataan seperti hotel, restaurantdan pemukiman sehingga memungkinkantingginya bahan organik dari limbah domestikaktivitas tersebut.

Posfat (PO4) merupakan senyawa organikpembentuk protein, pertumbuhan algae danpertumbuhan organisme lainnya. ParameterPosfat pada perairan Pantai Sanur telah melampuinilai ambang batas baku mutu air laut untuk wisatabahari. Tingginya nilai posfat disebabkan olehadanya limbah organik yang masuk ke perairanpantai. Tingginya nilai Posfat juga diikuti olehtingginya nilai nitrat, amoniak, sulfida, dan bakteriColiform, dimana parameter-parameter tersebutmenunjukkan adanya bahan-bahan terlarut danbahan organik pada perairan pantai, yangdiakibatkan oleh adanya limbah rumah tangga danaktivitas penunjang pariwisata seperti restoran,cafe dan hotel.

Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD5)merupakan salah satu indikator baik buruknyakualitas peraiaran. Dari hasil analisis laboratoriummenunjukkan bahwa kandungan BOD5 padaPantai Sanur adalah 16,12 ppm. Hal inimenunjukkan bahwa dalam perairan tersebuttelah terjadi penguraian bahan organik cukuptinggi dan terbukti dengan tingginya parameterkualitas air yang lain seperti ammonia, sulfida,nitrat dan posfat.

Ditergen pada perairan Pantai Sanur jugatelah melampuai nilai ambang batas yaitu 0,1 ppm,sedangkan nilai maksimum Baku Mutu Air Lautuntuk Wisata Bahari adalah 0,001 ppm.Tingginya nilai detergen pada perairan pantai inidimungkinkan oleh adanya aktivitas masyarakatyang bermukim disekitar pantai serta aktivitaspariwasata. Adanya detergen pada parairandisebabkan oleh limpasan air bekas mandi,mencuci pakaian, mencuci peralatan rumahtangga yang mempergunakan sabun atauditergen. Disamping itu pula adanya ditergen jugadimungkinkan oleh aktivitas laundrydisekitarnya. Air bekas kegiatan tersebut jikatidak terkelola dengan baik akan dapat meresap

Jurnal Widya Biologi Vol. 01 No. 01 Maret 2010 ISSN : 2086 - 5783

Page 31: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

31

kedalam tanah dan merembes ke perairanterdekat sehingga meningkatkan nilai fosfat danditerjen dalam perairan tersebut.

Di stasiun pantai Semawang, hasil analisiskualitas air laut menunjukkan ada 5parameter yang telah melampui ambang batasmaksimum baku mutu berdasarkan PeraturanGubernur Bali Nomor 8 tahun 2007 tentang bakumutu air laut untuk Wisata Bahari. Parameter-parameter tersebut adalah; amoniak (NH3),Sulfida (H2S), nitrat (NO3), Phosfat (PO4), danKebutuhan Oksigen Biologi (BOD5).

Amoniak (NH3) di perairan PantaiSemawang sebesar 0,99 ppm (Tabel 3).Tingginya kandungan NH3 di sekitar perairanPantai Serangan dimungkinkan oleh adanyarembesan air hasil pembusukan sampah danaktivitas penunjang pariwisata yang ada disekitarnya. Hal ini dimungkinkan karena wilayahperairan Pantai Semawang berdekatan dengantempat pembuangan akhir sampah (TPASuwung) dan adanya tempat wc dan pemandianumum bagi pengunjung/wisatawan sehabismelakukan aktivitas mandi dan canoeing,sehingga air rembesan sampah dan air kotor dariwc atau pemandian tersebut akan merembesmasuk kedalam tanah dan masuk kedalamperairan Pantai Semawang. Hal ini jugadimungkinkan karena wilayah Pantai Semawangmempunyai karakteristik tanah berpasir sehinggaakan bersifat porous dan mempunyai kemampuanuntuk meresapkan air cukup tinggi.

Adanya senyawa Sulfida (H2S) padaparairan Pantai Semawang juga telah melampauinilai ambang batas. Hal ini mengindikasikanbahwa pada lokasi penelitian masih banyakterdapat penguraian bahan organik yangcenderung akan menimbulkan bau. Adanyasulfida pada perairan ini juga berkorelasi denganadanya senyawa ammoniak dalam perairan PantaiSemawang.

Nitrat (NO3) juga telah melampui nilaiambang batas maksimum yang ditetapkan.Tingginya nilai NO3 juga diakibatkan olehtingginya bahan organik yang terkandung dalam

perairan tersebut. Hal ini terbukti dengantingginya nilai ammonia pada perairan PantaiSemawang akibat dari proses pembusukansampah yang mengandung bahan-bahan organikdengan kandungan nitrogen yang tinggi.

Posfat pada perairan Pantai Semawang telahmelampui nilai ambang batas. Posfat dalamperairan diakibatkan oleh adanya limbah organikdan sabun yang masuk ke perairan pantai.Tingginya senyawa posfat pada PantaiSemawang dimungkinkan oleh adanya tempatwc dan pemandian umum bagi pengunjung /wisatawan sehabis melakukan aktivitas mandidan canoeing, sehingga air rembesan dari wcatau pemandian tersebut akan merembes masukkedalam tanah dan masuk kedalam perairanPantai Semawang.

Dari hasil analisis laboratorium menunjukkanbahwa kandungan BOD5 pada PantaiSemawang adalah 15,59 ppm. Hal inimenunjukkan bahwa perairan tersebut telahterjadi penguraian bahan organik cukup tinggi danterbukti dengan tingginya parameter kualitas airyang lain seperti ammonia, sulfida, nitrat danposfat.

Hasil analisis kualitas air laut pada stasiunpantai Serangan (S3) menunjukkan ada 5parameter kualitas air laut yang telah melampuiambang batas maksimum baku mutuberdasarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 8tahun 2007 tentang baku mutu air laut untukWisata Bahari. Parameter-parameter tersebutadalah; amoniak (NH3), Sulfida (H2S), nitrat(NO3), Phosfat (PO4), dan Kebutuhan OksigenBiologi (BOD5) (Tabel 3).

Amoniak (NH3) perairan Pantai Serangansebesar 0,94 ppm. Tingginya kandungan NH3di sekitar perairan Pantai Serangan dimungkinkanoleh adanya rembesan air hasil pembusukansampah yang ada di sekitarnya. Hal inidimungkinkan karena wilayah perairan PantaiSerangan berdekatan dengan tempatpembuangan sampah (TPA Suwung). Sumberutama ammonia adalah adanya bahan organikhasil penguraian sampah oleh bakteri yang tidak

Studi Kualitas Perairan Pantai Sanur dan Serangan Ditinjau dari Sifat Fisik, Kimia dan Mikrobiologi (I Putu Sudiartawan)

Page 32: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

32

dapat teroksidasi menjadi nitrit dan nitrat,bersama air hujan senyawa tersebut akanterangkut dan meresap kedalam tanah danselanjutnya akan dapat merembes masukkedalam perairan pantai (Sundra, 1997). Hal iniditunjang oleh topografi wilayah Serangan yanglandai ditambah karakteristik tanahnya berpasirsehingga memudahkan air kotor untuk merembesmasuk kedalam perairan pantai.

Kandungan Sulfida (H2S) pada parairanPantai Serangan juga telah melampaui nilaiambang batas. Hal ini mengindikasikan bahwapada lokasi penelitian masih banyak terdapatpenguraian bahan organik yang cenderung akanmenimbulkan bau. Adanya sulfida pada perairanini juga berkorelasi dengan adanya senyawaammoniak dalam perairan Pantai Serangan.

Nitrat (NO3) juga telah melampui nilaiambang batas maksimum yang ditetapkan.Tingginya nilai NO3 juga diakibatkan olehtingginya bahan organik yang terkandung dalamperairan tersebut. Hal ini terbukti dengantingginya nilai ammonia pada perairan PantaiSerangan akibat dari proses pembusukan sampahyang mengandung bahan-bahan organik dengankandungan nitrogen yang tinggi. Nitrit di alamakan terakumulasi dalam air juga dapat berasaldari oksidasi amonia oleh bakteri Nitrosomonasdalam keadaan anaerob. Efek terhadapkesehatan akibat dari tingginya kandungan nitritdalam air adalah terganggunya sistem sirkulasioksigen dalam tubuh.

Kandungan Posfat pada perairan PantaiSerangan telah melampui nilai ambang batas.Posfat dalam perairan diakibatkan oleh adanyalimbah organik yang masuk ke perairan pantai,hal ini dimungkinkan karena lokasi pantaiserangan berdekatan dengan hutan mangrove danTPA Suwung, sehingga hasil degradasi sampahyang banyak mengandung bahan-bahan organikbersama-sama air hujan dapat merembes masukke dalam perairan pantai. Hal ini didukung jugaoleh karakteristik tananya yang berpasir (porous)sehingga dapat dengan mudah meresapkan airke dalam perairan yang ada disekitarnya.

Dari hasil analisis laboratorium menunjukkanbahwa kandungan BOD5 pada Pantai Serangansebesar 17 ppm. Hal ini menunjukkan bahwaperairan tersebut telah terjadi penguraian bahanorganik yang cukup tinggi dan terbukti dengantingginya parameter kualitas air yang lain sepertiammonia, sulfida, nitrat dan posfat.

Dari hasil perhitungan dengan metode Delphidiperoleh nilai Indeks Mutu Lingkungan Perairan(IMLP) di Pantai Sanur, Semawang danSerangan tergolong baik, dengan rata-rata 72,68(Tabel 4). Hal ini menunjukan bahwa kebersihanlingkungan perairan pantai perlu mendapatkanperhatian yang lebih baik lagi. Kesadaranmasyarakat khususnya masyarakat yangbermukim dan beraktivitas di sepanjang pantaiperlu ditingkatkan, karena rendahnya mutulingkungan perairan pantai banyak dipengaruhioleh prilaku masyarakat yang kurang peduliterhadap lingkungan.

KESIMPULANDari hasil analisis kualitas air perairan pantai

pada 3 stasiun penelitian (Sanur, Semawang danSerangan) dapat disimpulkan :1. Parameter kualitas air laut yang telah

melampui nilai ambang batas maksimumbaku mutu air laut untuk Wisata Bahariberdasarkan Peraturan Gubernur Bali No.8 tahun 2007, pada Pantai Sanur, Semawangdan Serangan adalah; amoniak (NH3),Sulfida (H2S), nitrat (NO3) phosfat (PO4),BOD5 dan diterjen.

2. Indeks kualitas air laut Pantai Sanur danSerangan masih tergolong dalam katagoribaik.

SARANKualitas air Pantai Sanur, Semawang dan

Serangan masih tergolong baik tetapi adakecendrungan menurun, sehingga semua pihakperlu lebih peduli terhadap upaya-upaya dalammencegah dan menanggulangi dampakpencemaran. Beberapa solusi yang dapatditawarkan diantaranya:

Jurnal Widya Biologi Vol. 01 No. 01 Maret 2010 ISSN : 2086 - 5783

Page 33: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

33

1. Bagi pemerintah terkait (BLH Provinsi Balidan BLH Kota Denpasar) perlu memikirkantentang pusat pengolahan limbah, baik cairmaupun padat, sehingga biaya dapat ditekan.Pada saat ini para pengusaha melakukanpengolahan limbah secara sendiri-sendiriyang kemungkinan pelaksanaanya belumbegitu benar, bahkan sering tidakdilaksanakan untuk menekan biayaproduksi. Selain itu banyak pengusaha yangtidak memiliki unit pengolahan limbah tetapilangsung membuang limbahnya kelingkungan. Sehingga perlu ada sanksi tegasbagi para pengusaha tersebut..

2. Memberikan pengertian bagi parapengusaha dan masyarakat disekitar PantaiSanur, Semawang dan Serangan bahwapencemaran pantai akibat limbah, dapatberakibat menurunkan minat wisatawanuntuk berkunjung.

3. Pemerintah yang berkompeten bersamapihak swasta sudah saatnya menyediakantempat sampah yang lebih banyak di pantai-pantai sehingga sampah tidak dibuangsembarangan dan tidak mencemarilingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2007. Peraturan Gubernur Bali Nomor8 Tahun 2007 Tentang Standar Baku MutuLingkungan Hidup dan Kriteria BakuKerusakan Lingkungan Hidup. Denpasar

Alaert, G. Dan S.S. Santika. 1984. MetodePenelitian Air. Usaha Nasional, Surabaya.

Dahuri, R. dan A. Damar, 1994. Metode DanTeknik Analisis Kualitas Air. FakultasPerikanan IPB. Bogor.

Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. PTKanisius. Yogyakarta

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air BagiPengelolaan Sumberdaya dan LingkunganPerairan. Kanisius. Yogyakarta

Saeni, M.S. 1989. Kimia Lingkungan.Depdikbud, Ditjen Pendidikan Tinggi.PAU. Ilmu Hayat. IPB. Bogor

Slamet, J.S. 1994. Kesehatan Lingkungan.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta

Sundra, K. 1997. Pengaruh Penglolaan SampahTerhadap Kualitas Air Sumur Gali DiSekitar TPA Suwung. Program PascaSarjana. IPB. Bogor

Sutrisno, 2002. Teknologi Penyediaan Air Bersih.PT Rineka Cipta. Jakarta

Studi Kualitas Perairan Pantai Sanur dan Serangan Ditinjau dari Sifat Fisik, Kimia dan Mikrobiologi (I Putu Sudiartawan)

Page 34: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

34

KUALITAS AIR BAWAH TANAHDI WILAYAH PESISIR KABUPATEN BADUNG.

I Ketut SundraJurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Udayana Denpasar, Kampus Bukit Jimbaran.

ABSTRAKPenelitian ini dilakukan untuk menganalisis kualitas air bawah tanah di wilayah pesisirKabupaten Badung pada Bulan Pebruari dan Mei 2009, pada 6 lokasi penelitian yaitu airtanah Tanjung Benoa, Nusa Dua, Kuta, Legian, Canggu dan Peti tenget, dengan metodepurposive sampling. Hasil analisis secara in situ dan Laboratorium untuk 6 stasiun penelitianpada musim hujan dan kemarau menunjukan bahwa dari 20 parameter yang diteliti ternyataada 6 parameter yakni TDS, nitrit, kesadahan, fosfat, BOD dan COD telah melampauibaku mutu air kelas 1 sesuai Kepmen LH No.82 Tahun 2001. Berdasarkan status bakumutu air dapat ditetapkan bahwa air tanah Tanjung Benoa, Nusa Dua, dan Legian termasuktercemar berat, sedangkan air tanah Kuta, Canggu dan Peti Tenget termasuk tercemarsedang. Hasil Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa secara umum kualitas air tanah pada6 wilayah pesisir Kabupaten Badung kurang layak dimanfaatkan sebagai bahan baku airminum.Kata kunci : Air tanah, limbah, kualitas air, status mutu air

ABSTRACTThis research was conducted for ground water analysis in beach area in BadungRegency in Pebruary and May, 2009 at 6 experiment location i.e. ground water inTanjung Benoa, Nusa Dua, Kuta, Legian, Canggu, and Peti Tenget with purposivesampling method. Data of those site which were collected in situ as well as output ofthe laboratories for 6 experiment place during the rainy and dry season showed that6 (TDS, nitrite, hardness, phosphate, BOD and COD) out of 20 parameters in thosesites exceeded the standards for first grade of water (Kepmen LH No.82 tahun 2001).Based on water quality status, Tanjung Benoa, Nusa Dua and Legian ground watershow that bad dirty water. While Kuta, Canggu, and Peti Tenget ground water showthat medium dirty water. It can be concluded that water quality on these groundwater, in six ground waters in coastal area in Badung Regency, has not met the bestwater quality for drinking water.Key word: ground water, waste, water quality, water quality status.

PENDAHULUANKabupaten Badung dengan luas wilayah

418,52 km2, memiliki penduduk sebanyak327.206 jiwa, merupakan wilayah di Bali yangmemiliki penduduk terpadat kedua setelahDenpasar yaitu dengan kepadatan 781,82 jiwa/km2. Sebelum terjadi pemekaran, Kabupaten

Badung terdiri dari 4 wilayah kecamatan, dansetelah terjadi pengembangan kini terdiri dari 6kecamatan yaitu: Kecamatan Petang,Abiansemal, Mengwi, Kuta Utara, Kuta danKuta Selatan. Dari keenam kecamatan tersebutternyata Kecamatan Kuta memiliki tingkatkepadatan penduduk tertinggi yaitu 1846,86 jiwa/

Page 35: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

35

km2 dan kedua Kuta Utara yaitu 1273,12 jiwa/km2.

Sebagian besar penduduk KabupatenBadung adalah masyarakat urban danpenduduknya cenderung meningkat sepanjangtahun. Aktivitasnya cukup beragam baik dibidang industri, jasa, niaga, pariwisata dansebagainya. Dengan kepadatan penduduk yangterus meningkat sementara luas wilayah tetap,maka akan cenderung memberikan dampak yangbesar terhadap perubahan kualitas lingkungan,khususnya lingkungan perairan, baik air tanah,air permukaan maupun perairan laut.

Dengan peningkatan jumlah penduduk sertakemajuan teknologi secara pesat terutamadibidang industri dan pariwisata akan menuntutkebutuhan air yang semakin meningkat pula.Adapun sumber air yang dipergunakan olehpenduduk untuk keperluan sehari-hari (mandi,cuci, kakus) dan keperluan industri bersumberdari air tanah dan air PDAM, dengan rincianyaitu 38,0 % berasal dari air tanah dalam (darisumur bor dengan kedalaman > 20 m ), 33,31% air tanah dangkal (sumur gali, dengankedalaman 5-20 m) dan 28,79 % air PDAM(Budiana, 1997). Menurut penelitian Sedana(1994) kebutuhan air untuk kawasan Nusa Duadan Kuta sebanyak 300 l/dt untuk tahun 1995dan untuk tahun 2000 diestimasi meningkatmenjadi 500 l/dt. Sedangkan ketersediaan airdari PDAM hanya mampu mensuplai 272 l/dt.Dengan demikian kekurangan lagi 228 l/dt akandipenuhi dari air tanah dalam yang disedot melaluisumur bor.

Tanah-tanah daerah wisata seperti Nusa Dua,Kuta, Sanur dan daerah-daerah Bali Selatanumumnya tersusun atas satuan batuan yangbersifat porous dan tidak dilindungi oleh lapisanimpermiabel, sehingga aquifer sangat mudahmengalami intrusi, baik intrusi air laut maupunperesapan air limbah yang berasal dari limbah-limbah garmen, hotel, rumah tangga, pasar, yangterbuang secara tidak terkontrol melalui airpermukaan (sungai, selokan) serta dari leachate(lindi) hasil pembusukan sampah organik yang

terbuang ke saluran air (Hadiwidjojo, 1971).Dengan demikian maka, air tanah dangkal

pada sumur gali yang bertekstur tanah porousakan berpeluang lebih besar untuk mengadopsipolutan. Polutan-polutan tersebut disampingberasal dari perembesan air bawah tanah,sebagian besar berasal dari rembesan airpermukaan (air hujan) yang mengalami infiltrasidan perkolasi dan akhirnya terakumulasi denganair sumur (Sundra, 1997). Untuk daerah-daerahpadat penduduk (kumuh) juga memberikankontribusi lebih besar untuk menimbulkanpencemaran air tanah, khususnya air tanahdangkal akibat kurang tersedianya lahan untukpembuatan septic tank, mengakibatkan polutanakan mengalir bersama-sama air hujan masuk kebadan-badan perairan.

Terakumulasinya polutan-polutan ke airtanah baik secara langsung maupun tak langsungakan menurunkan kualitas air tanah baik secarafisik, kimia maupun mikrobiologi. Sementara itu,secara alami air tanah memiliki daya dukung(carying capacity) untuk memurnikan sendiri(self furification), terutama air tanah dalam yaitumelalui filtrasi pori tanah maupun akar-akartanaman. Akan tetapi jika polutan dalam volumebanyak atau dosis tinggi seperti limbah B-3(bahan berbahaya beracun) maka akanmelampaui daya dukung yang dimiliki perairantersebut. Jika penurunan kualitas air tersebutmelampaui ambang batas (baku mutu) yangditetapkan sesuai dengan peruntukkannya, makaair tersebut dikatakan tercemar.

Untuk mengantisipasi tingkat pencemaran airtanah, upaya yang seharusnya dilakukan adalahmelakukan pemantauan secara berkala danberkelanjutan, sehingga dapat diketahui lebihawal apakah air tanah tersebut sudah tercemaratau belum. Kalau air sudah tercemar makaupaya selanjutnya perlu mengetahui sumber,lokasi dan upaya penanggulangan pencemarantersebut. Akan tetapi untuk menanggulangipencemaran air harus didukung oleh data yangdapat dipercaya terutama mengenai data kualitasair tersebut. Untuk mendapatkan data fisik, kimia

Kualitas Air Bawah Tanah di Wilayah Pesisir Kabupaten Badung (I Ketut Sundra)

Page 36: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

36

maupun mikrobiologi air secara akurat, makaperlu dilakukan penelitian mengenai kualitas airtanah baik secara langsung di lapangan (in-situ)maupun cara laboratorium (ex-situ).

Kepadatan penduduk yang tinggi diKabupaten Badung khususnya wilayah pesisirBadung Selatan (Kecamatan Kuta, Kuta Utaradan Kuta Selatan) serta beranekaragam aktivitasseperti; industri rumah tangga, garmen, sablon,restoran, hotel, rumah makan, dan sebagainya,cukup berpotensi memberikan kontribusiterhadap pencemaran air tanah. Sementara itumasih banyak penduduk yang memanfaatkan airtanah sebagai air minum, MCK dan keperluansehari-hari lainnya. Dengan demikian air tanahuntuk keperluan penduduk sehari-hariketersediannya harus memenuhi standar bakumutu untuk air minum. Untuk itu maka perludipantau secara terus menerus.

BAHAN DAN METODE1. Lokasi dan waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan terhadap air bawahtanah dangkal dan dalam dari tiga kecamatan diwilayah pesisir Kabupaten Badung yaitu;Kecamatan Kuta, Kuta Selatan dan Kuta Utarapada Bulan Pebruari dan Mei 2009, yangmewakili musim hujan dan kemarau. Metodepenentuan stasiun pengambilan sampel dilakukandengan cara purposive sampling yaitu denganmemperhatikan dan mempertimbangkanberbagai kondisi serta keadaan daerah penelitian.Kondisi yang dominan pada lokasi penelitianadalah yang diduga dapat memberikankontribusi terhadap kualitas air tanah. Dengancara tersebut dapat ditentukan enam stasiunpengambilan sampel air tanah (AT) atau air bawahtanah (ABT) dangkal yang mewakili ketigakecamatan tersebut yaitu (1) Air tanah TanjungBenoa ( ATTB), (2) Air tanah Nusa Dua(ATND), (3) Air tanah Kuta (ATK), (4) air tanahLegian (ATL), (5) Air tanah Canggu (ATC) dan(6) Air tanah Peti Tenget (ATPT).

2. Pengambilan Sampel dan Pengumpulan Data

Pengambilan sampel dilakukan dalam 2periode musim yaitu pada musim kemarau danpada musim hujan sehingga total sampelsebanyak 12. Sampel air diambil dari sumur galidilakukan dengan menggunakan timba, dansebelum timba dinaikkan terlebih dahuludilakukan pengadukan air sumur supaya terjadipercampuran secara merata, sedangkan untukair tanah dalam dilakukan secara langsung melaluipompa bor yang ada. Sampel air yang telahterambil masing-masing dimasukkan dalamjerigen (untuk analisis sifat kimia), botol steril (analisis mikrobia) dan botol gelap (analisis DOdan BOD). Sebagai data sekunder makadikumpulkan pula data tentang pemanfaatan airbawah tanah serta data sosial ekonomimasyarakat yang memanfaatkan air tanah untukkeperluan sehari-hari. Disamping itupuladilakukan pengumpulkan data iklim berupa curahhujan, suhu, kelembaban dan sebagainya, yangakan berpengaruh terhadap debit air tanah sertapengaruhnya terhadap perubahan kualitas fisikmaupun kimia air tersebut.

Sampel air kemudian dianlisis secara insituterhadap parameter kualitas air yang sifatnyacepat berubah, antara lain pH, suhu, salinitas,kecerahan, bau, rasa, dan warna, dengan alat-alat yang telah disediakan (Dahuri, 1993).Sedangkan parameter kualitas air yang bisadiawetkan langsung dimasukkan kedalam jerigen,botol gelap dan botol steril kemudian segeradibawa ke Laboratorium Analitik UniversitasUdayana untuk analisis sifat fisik dan kimia, danke Laboratorium Mikrobiologi Fakultas MIPAUniversitas Udayana Denpasar untuk di analisissifat mikrobiologinya (Rand, et al, 1975).Parameter pengukuran secara in situ danlaboratorium ditentukan sesuai pada Tabel 1

Jurnal Widya Biologi Vol. 01 No. 01 Maret 2010 ISSN : 2086 - 5783

Page 37: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

37

3. Analisis DataHasil uji kualitas air bawah tanah (ABT) baik

secara in-situ (langsung di lapangan) maupun ujidi laboratorium yang pemanfaatannya lebihbanyak dipergunakan oleh penduduk untukkeperluan air minum, dan kegiatan rumah tanggalainnya (mandi, cuci).

Berdasarkan pemanfaatan air bawah tanah(ABT) oleh penduduk di wilayah penelitian yaituuntuk keperluan air minum, dan kegiatan rumahtangga lainnya (mandi, cuci), maka tingkatkelayakannya ditentukan sesuai dengan BakuMutu Air Kelas I (air yang peruntukkannyadigunakan sebagai air baku air minum) yangditetapkan berdasarkan Peraturan PemerintahRepublik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001tentang Pengelolaan Kualitas Air danPengendalian Pencemaran Air. Ketetapan inisemua mengacu pada kadar maksimum kualitasair yang diperbolehkan.

Sedangkan status mutu perairan ditetapkandengan Metode Storet berdasarkan KeputusanMenteri Negara Lingkungan Hidup No. 115Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan StatusMutu Air. Metode ini adalah membandingkanantara data kualitas air dengan baku mutu air yangdisesuaikan dengan peruntukkannya. Status mutuairnya ditentukan dari jumlah skor dari setiapparameter yang diamati. Untuk parameter yangtidak melebihi bakumutu diberi skor 0.Penentuan sistem nilai untuk parameter yangmelebihi bakumutu dengan metode ini sepertitersaji pada Tabel 2.

Semua skor dari seluruh parameter yangdianalisis dijumlahkan. Berdasarkan jumlahtersebut maka US-EPA (EnvironmentalProtection Agency) menetapkan 4 kriteriatentang mutu / tingkat pencemaran air, denganketetapan seperti tercantum pada Tabel 3.

Kualitas Air Bawah Tanah di Wilayah Pesisir Kabupaten Badung (I Ketut Sundra)

Page 38: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

38

Tabel 3. Klasifikasi Mutu/Tingkat Pencemaran Air Skor Klas/Mutu Air Tingkat Pencemaran

0 Kelas A : Baik sekali Tidak tercemar/memenuhi Baku Mutu -1 s/d -10 Kelas B : Baik Tercemar ringan - 11 s/d -31 Kelas C : Sedang Tercemar sedang

> -31 Kelas D : Buruk Tercemar berat

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASILHasil analisis kualitas air bawah tanah pada

musim hujan dan kemarau seperti tercantum padaTabel 4 dan 5.

Sedangkan tingkat klasifikasi/mutu perairanair bawah tanah untuk musim hujan dan kemarautercantum pada Tabel 6

Tabel 4 Hasil Analisis Air Bawah Tanah (ABT) atau Air Sumur pada Musim Hujan

No Parameter Satuan Hasil Analisis

PPRI No. 82 Th 2001 Mutu Air Kelas I

ATTB ATND ATK ATL ATC ATPT A FISIK 1 Suhu 0C 29 29 31,4 31,7 29,2 29 Deviasi 3 2 Kekeruhan ppm 13,33 26,67 20,0 13,33 6,66 33,33 - 3 TDS - 820 1460* 680 1160* 380 920 1.000 B KIMIA 4 pH - 7,61 7,45 7,80 7,31 7,75 7,65 6-9 5 Salinitas ‰ 0,6 0,5 0,5 0,5 0,7 0,6 - 6 Klorida (Cl) ppm 131,35 53,25 145,55 113,6 159,75 63,90 600 7 Sulfida

(H2S) ppm 0,0003 ttd ttd ttd ttd ttd 0,002

8 Amoniak (NH3)

Ppm 0,007 0,010 ttd ttd ttd 0,008 0,5

9 Nitrit (N02) ppm Ttd 0,091 0,001 0,001 ttd 0,001 0.06 10 Kesadahan ppm 367,83 462,42 231,73 344,71 378,87 194,42 500 11 Pospat (P04) ppm ttd 1,670* 0,650* 0,049 0,136 ttd 0,2 12 DO ppm 7,62 7,19 7,75 7,72 7,10 7,82 6 13 BOD5 ppm 4,94* 6,04* 7,59* 5,74* 5,45* 5,92* 2 14 COD ppm 17,98* 23,89* 23,98* 22,98* 23,73* 23,82* 10 15 Deterjen ppm ttd ttd ttd ttd ttd ttd 0,2 16 Minyak

lemak ppm 0,0003 ttd ttd 0,0003 ttd ttd 1,0

17 Besi (Fe) ppm 0,043 0,113 0,076 0,052 0,098 0,059 0,3 18 Timbal (Pb) ppm 0,011 0,013 0,010 0,007 0,009 0,008 0,03 C MIKRO

BIOLOGI

19 Fecal coli (E.coli)

MPN/ 100 ml

0 3 3 11 0 4 100

20 Coliform MPN/ 100 ml

150 1100* 120 0 23 21 1.000

Keterangan : * : Melampaui ambang batas Ttd : Tidak terdeteksi

Jurnal Widya Biologi Vol. 01 No. 01 Maret 2010 ISSN : 2086 - 5783

Page 39: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

39

Tabel 5. Hasil Analisis Air Bawah Tanah (ABT) atau Air Sumur Musim Kemarau

No

Parameter Satuan Hasil Analisis

PPRI No. 82 Th

2001 Mutu Air Kelas I

ATTB ATND ATK ATL ATC ATPT A. FISIK 1. Suhu 0C 28,5 28,5 30 30,0 27,5 27,5 Deviasi

3 2 Kekeruhan ppm ttd ttd ttd ttd 21,43 Ttd - 3 TDS - 1920* 830 650 2100* 60 970 1.000 B KIMIA 4 pH - 7,48 7,78 7,57 7,95 7,68 7,87 6-9 5 Salinitas ‰ 0,9 0,5 0,6 0,7 0,7 0,6 - 6 Klorida (Cl) ppm 131,35 17,75 102,95 138,5 159,75 95,85 600 7 Sulfida

(H2S) ppm ttd ttd 0,0004 ttd ttd Ttd 0,002

8 Amoniak (NH3)

Ppm 0,004 0,002 0,014 0,006 0,007 0,004 0,5

9 Nitrit (N02) ppm 0,610* 0,088* 0,0008 0,0017 ttd 0,018 0.06 10 Kesadahan ppm 634,57* 492,04* 421,98 206,19 545,69* 226,20 500 11 Pospat (P04) ppm ttd ttd 0,029 0,625* 0,048 1,289* 0,2 12 DO ppm 7,32 7,16 7,84 7,43 6,98 7,56 6 13 BOD5 ppm 5,02* 6,15* 7,49* 5,45* 5,54* 5,68* 2 14 COD ppm 20,14* 24,68* 23,45* 20,65* 21,23* 20,45* 10 15 Deterjen ppm ttd ttd ttd ttd ttd ttd 0,2 16 Minyak

lemak ppm 0,0002 ttd ttd ttd ttd ttd 1,0

17 Besi (Fe) ppm 0,035 0,103 0,050 0,045 0,088 0,045 0,3 18 Timbal (Pb) ppm 0,019 0,014 0,016 0,011 0,015 0,009 0,03 C. MIKRO

BIOLOGI

19 Fecal coli (E.coli)

MPN/ 100 ml

0 3 0 0 0 0 100

20 Coliform MPN/ 100 ml

23 460 23 93 18 23 1.000

Keterangan: * Parameter kualitas ABT yang melampaui baku mutui air kelas 1 (PPRI No. 82

tahun 2001) ATTB : Air tanah Tanjung Benoa ATL : Air tanah Legian

ATND : Air tanah Nusa Dua ATC : Air tanah CangguATK : Air tanah Kuta ATPT : Air tanah Peti Tenget

Kualitas Air Bawah Tanah di Wilayah Pesisir Kabupaten Badung (I Ketut Sundra)

Page 40: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

40

Tabel 6. Tingkat/Mutu ABT Pada Musim Hujan dan Kemarau 2006 Berdasarkan Metode Storet

Skor No

Parameter Satu an BM Air Kls 1 (PPRI No. 82 Th 2001)

ATTB ATND ATK ATL ATC ATPT

A FISIK 1 Suhu oC Deviasi 3 0 0 0 0 0 0 2 Kekeruhan ppm - - - - - - - 3 TDS ppm 1.000 -4 -4 0 -4 0 0 B KIMIA 4 pH - 6-9 0 0 0 0 0 0 5 Salinitas ‰ - - - - - - - 6 Klor (Cl ) ppm 600 0 0 0 0 0 0 7 Sulfida

(H2S) ppm 0,002 0 0 0 0 0 0

8 Aminiak (NH3)

ppm 0,5 0 0 0 0 0 0

9 Nitrit (NO2)

ppm 0,06 -8 -10 0 0 0 0

10 Kesadahan ppm 500 -2 0 0 0 0 0 11 Fosfat

(PO4) ppm 0,2 0 -2 -8 -8 0 -8

12 DO ppm 6 0 0 0 0 0 0 13 BOD5 ppm 2 -10 -10 -10 -10 -10 -10 14 COD ppm 10 -10 -10 -10 -10 -10 -10 15 Deterjen ppm 0,2 0 0 0 0 0 0 16 Minyak

&lemak ppm 1,0 0 0 0 0 0 0

17 Besi (Fe) ppm 0,3 0 0 0 0 0 0 18 Timbal

(Pb) ppm 0,3 0 0 0 0 0 0

C MIKRO BIOLOGI

19 Fecal coli/E. coli

MPN/ 100ml

100 0 0 0 0 0 0

20 Coliform MPN/ 100ml

1.000 0 -3 0 0 0 0

J u m l a h -34 -39 -28 -32 -20 -28 Keterangan ATTB = Air Tanah Tanjung Benoa ATL = Air Tanah Legian ATND = Air Tanah Nusa Dua ATC = Air Tanah Canggu ATK = Air Tanah Kuta ATPT = Air Tanah Peti Tenget

B. PEMBAHASANDari parameter kualitas air yang melampaui

baku mutu untuk kedua musim tersebut ternyataada 4 parameter yang sama melampaui bakumutu untuk kedua musim tersebut yaitu; TDS,Posfat, BOD5 dan COD. Dari 4 parameter yangsama tersebut dapat dinyatakan hanya 2parameter yaitu BOD5 dan COD yang betul-betul

melampaui baku mutu untuk kedua musim danke-6 stasiun yang diteliti.

Tingginya kandungan BOD pada ke 6 stasiunpenelitian ( Tanjung Benoa, Nusa Dua, Kuta,Legian, Canggu dan Peti Tenget) pada musimhujan ( 4,94 – 7,59 mg/l) maupun pada musimkemarau ( 5,02 – 7,49 mg/l) karena lokasi-lokasitersebut sarat dengan aktivitas bidang perikanan,

Jurnal Widya Biologi Vol. 01 No. 01 Maret 2010 ISSN : 2086 - 5783

Page 41: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

41

restoran, perhotelan yang semuanya sangatberpotensi menimbulkan limbah organik.. Limbahorganik ini akan mudah terakumulasi ke dalamair sumur karena topografi tanah yang datar dantanah-tanah di kawasan pesisir yang bersifatporous (tekstur berpasir). Disamping limbah cairdari aktivitas perhotelan, restaurant, perikananyang beroperasi menghasilkan bahan organik,juga berasal dari sampah-sampah berupadedaunan. Adapun limbah cair maupun padatyang merupakan substrat utama hidupnyaberbagai mikrobia sehingga aktivitas penguraian(dekomposisi) akan semakin aktif, apabiladitunjang oleh faktor iklim (suhu, kelembaban dancurah hujan) yang cukup tinggi sehinggamempercepat proses penguraian limbah dansampah tersebut (Fardiaz, 1992). KandunganBOD yang berlebihan akan berpengaruh langsungterhadap menurunnya oksigen terlarut di perairantersebut serta akan berdampak langsung terhadappeningkatan kandungan COD (Saeni, 1991).

Tingginya kandungan COD air bawah tanahpada 6 stasiun penelitian (Tanjung Benoa, NusaDua, Legian, Kuta, Canggu dan Peti Tenget)pada musim hujan (17,98 – 23,98 mg/l) maupunmusim kemarau (20,14 – 24,68 mg/L) adalahdipengaruhi oleh degradasi bahan organikmaupun anorganik yang berasal dari aktivitasperhotelan, rumah tangga, restaurant dansebagainya yang dihasilkan tersebut tidak terolahdengan baik. Tingginya kandungan COD padaair tanah sangat dipengaruhi oleh tingginya BOD.Akan tetapi kandungan COD selalu lebih tinggidari BOD karena selain sumbernya dari bahanorganik juga berasal dari bahan anorganik hasildegradasi mikrobia yang terakumulasi dengan airtanah (Sunu, 2004). Akibat kandungan CODyang berlebihan pada air tanah akan sama halnyadengan kandungan BOD yaitu berpengaruhterhadap menurunnya kandungan oksigen terlarut(DO) sehingga akan berpengaruh terhadapmenurunnya kualitas air tanah ( Peavy, 1986).

Ditinjau dari kondisi air tanah pada 6 stasiunpenelitian ternyata air tanah Nusa Dua padamusim hujan menunjukkan kualitas paling buruk

di bandingkan 5 stasiun penelitian lainnya(Tanjung Benoa, Legian, Kuta, Canggu dan PetiTenget) yaitu telah melampaui 6 parameterpenting ( TDS, PO4, BOD5, COD danColiform). Rendahnya kualitas air tanah atau airsumur di kawasan Nusa Dua karena drainaseyang kurang baik dan topografi datar sehinggaaliran air pada musim hujan langsung terjadiinfiltrasi masuk ke sumur penduduk. Faktor lainyang berpotensi menimbulkan penurunan kualitasair tanah akibat padatnya penduduk yang saratdengan aktivitas (perikanan, rumah makan,pedagang dan sebagainya) yang banyakmemproduksi sampah dan limbah yang tidakterkelola dengan baik, sehingga hasil degradasiini akan mengakir bersama air hujan meresap keair tanah.

Untuk kualitas air tanah pada 6 stasiunpenelitian di musim kemarau ternyata air tanahTanjung Benoa dan air tanah Legian termasukkategori kualitas air yang rendah. Hal ini terbuktidari 20 parameter yang di analisis yaitu 5parameter air tanah Tanjung Benoa (TDS, nitrit,kesadahan, BOD dan COD) dan 4 parameterkualitas air tanah Legian (TDS, fosfat, BOD danCOD) melampaui baku mutu air kelas 1 dariPPRI No.82 Tahun 2001. Kondisi ini didukungpula dari hasil analisis kualitas air tanah untuk ke6 stasiun pada musim hujan dan kemaraudidasarkan atas Penentuan Status Mutu Airdengan Metode Storet yang mengacu padaKepmen Lingkungan Hidup Nomor 115 tahun2003 ( Tabel 6) bahwa dari 6 stasiun tersebutada 3 stasiun yaitu air tanah Tanjung Benoa ( -34), air tanah Nusa Dua ( -39) dan air tanahLegian (-32) termasuk mutu air tanah buruk yangdikategorikan tercemar berat. Sedangkan 3stasiun lainnya yaitu air tanah Kuta ( -28), airtanah Canggu ( -20) dan ait tanah Peti Tenget ( -28) ternasuk mutu air sedang atau dikategorikantingkat pencemaran sedang. Dengan demikiankualitas air tanah di wilayah pesisir KabupatenBadung yang lokasinya sarat dengan berbagaiaktivitas terutama kegiatan pariwisatamenunjukkan mutu perairan bawah tanah kuranglayak sebagai bahan baku air minum.

Kualitas Air Bawah Tanah di Wilayah Pesisir Kabupaten Badung (I Ketut Sundra)

Page 42: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

42

KESIMPULANDari hasil analisis kualitas air bawah tanah

pada 6 stasiun penelitian (Tanjung Benoa, NusaDua, Kuta, Legian, Canggu dan Peti Tenget)pada musim hujan dan kemarau dapatdisimpulkan :1. Mutu perairan air tanah di kawasan Tanjung

Benoa, Nusa Dua dan Legian, tergolongtercemar berat sehingga tidak layak untukbahan baku air minum, sedangkan mutu airtanah Kuta, Canggu dan Peti Tengettergolong tercemar sedang sehingga masihlayak sebagai bahan baku air minum yangperlu pengolahan ( dimasak) terlebih dahulu.

2. Parameter kualitas air yang melampaui bakumutu air kelas 1 ( Bahan baku air minum)menurut PPRI No. 82 tahun 2001 untuk airtanah Tanjung Benoa, Nusa Dua, Kuta,Legian, Canggu dan Peti Tenget pada musimhujan dan kemarau adalah padatan totalterlarut(TDS), nitrit, kesadahan, BOD, CODdan bakteri coliform.

3. Parameter kualitas air tanah yang melampauibaku mutu air kelas 1 baik untuk ke-6 stasiunserta terjadi pada musim hujan dan kemarauadalah BOD dan COD.

SARANMenurunnya kualitas air tanah di wilayah

pesisir Kabupaten Badung dapat disarankansebagai berikut:1. Perlunya pemerintah bekerjasama dengan

masyarakat untuk melakukan pemantauansecara berkala ( 6 bulan sekali), terhadapkualitas air tanah di wilayah pesisirkabupaten badung khususnya wilayahtanjung Benoa , Nusa dua, Kuta, Legian,Canggu dan Peti tenget dengan caramelakukan pemeriksaan atau analisis kelaboratorium terhadap sifat fisik, kimia danmikrobiologi.

2. Perlunya upaya masyarakatkan sanitasilingkungan baik di lingkungan rumah tanggamaupun lingkungan umum dengan jalantidak membuang sampah dan limbah secara

sembarangan melalui pembuatan septic tankuntuk pembuangan limbah cair maupunmeningkatkan kesadaran untu membuangsampah pada TPS yang tersedia.

3. Mengingat ke 6 wilayah penelitian tersebutsebagai tempat-tempat tujuan wisata utamamaka pemerintah bekerjasama denganmasyarakat adat agar lebih ketatmenerapkan aturan yang mengaturkebersihan lingkungan sehingga dapatmeningkatkan sanitasi dan estetikalingkungan sehingga sekaligus akanberpengaruh terhadap peningkatan mutu airtanah yang merupakan kebutuhan pokokmasyarakat sebagai bahan baku air minummaupun kebutuhan rumah tangga lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Bappeda Propinsi Bali. 1997. NeracaSumberdaya Alam Spasial DaerahPropinsi Daerah Tingkat I Bali.

Budiana, I N. 1997. Analisis Kualitas AirSumur Dalam di Wilayah KelurahanKuta, Kabupaten Badung. JurusanBiologi, Fak. MIPA-UNUD, Denpasar.

Dahuri, R., N.S. Putra, Zairion dan Sulistiono.1993. Metode dan Teknik Analisis BiotaPerairan. PPLH, Lembaga PenelitianIPB-Bogor.

DKP. Kodya Denpasar. 1995. PengelolaanKebersihan dan Pertamanan KodyaDenpasar.

Peavy H.S, D.R. Rowe and G.Tchobanoglous.1986. Environmental Engineering.Mc.Graw Hill Book Co. Singapore...

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.82 Tahun 2001.Tentang PengelolaanKualitas Air dan PengendalianPencemaran air Kementrian LingkunganHidup. Jakarta.

Sedana, W. 1994. Penelitian Kajian Potensi AirTanah Tak Tertekan Untuk Kebutuhan AirBersih dan Industri di Kuta Bali.Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Jurnal Widya Biologi Vol. 01 No. 01 Maret 2010 ISSN : 2086 - 5783

Page 43: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

43

Slamet J.S. 1994. Kesehatan Lingkungan.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Sundra, I K. 1977. Pengaruh PengelolaanSampah Terhadap Kualitas Air Sumur Galidi Sekitar TPA Sampah Suwung,Denpasar Bali.

Rand. M.C. A. E. Greenberg and M.J. taras.1975. Standard Methods for theExamination of Water and Wastewater.American Public Health Asociation,Washington DC.

Sunu, P. 2000. Melindungi Lingkungan denganMenerapkan ISO 14001. PT.Gramedia Widiasarana Indonesia ,Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32Tahun 2009. tentang PerlindunganPengelolaan Lingkungan Hidup. MenteriHukum dan Hak Asasi Manusia RepublikIndonesia. Jakarta.

Kualitas Air Bawah Tanah di Wilayah Pesisir Kabupaten Badung (I Ketut Sundra)

Page 44: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

44

KOMUNITAS PLANKTON DI EKOSISTEMPERAIRAN SEGARA ANAKAN CILACAP, JAWA TENGAH

SatinoProgram Studi Biologi FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta, Karang Malang Yogyakarta.

ABSTRAKPenelitian untuk mengetahui struktur komunitas organisme planktonik dan hubungannyabeberapa faktor fisiko-kimiawi perairan, telah dilakukan pada ekosistem perairan SegaraAnakan Cilacap, Jawa Tengah.Wilayah penelitian dibagi menjadi 4 stasiun berdasarkantopografi dan tataguna lahan Segara Anakan dan daerah di sekitarnya. Stasiun I terdapat disekitar muara Sungai Donan yang merupakan wilayah paling timur Segara Anakan danberhubungan langsung dengan samudra Hindia. Stasiun II terdapat disekitar muara sungaiSapuregel, stasiun III di daerah sekitar Mutean (Kampung Laut), dan stasiun IV terdapat disekitar muara Sungai Citanduai yang merupakan wilayah paling barat Segara Anakan. Hasilpenelitian menunjukkan, komunitas plankton di perairan Segara Anakan terdiri dari 5 divisifitoplankton yaitu Cyanophyta, Chlorophyta, Crysophyta, Euglenophyta dan Phyrophytaserta 4 filum zooplankton yaitu Protozoa, Rotifera (Trichelminthes), Chaetognata danArthropoda. Species fitoplankton paling dominan adalah dari divisi Crysophyta baik jumlahjenis maupun densitasnya, sedangkan kehadiran species zooplankton didominasi oleh filumArthropoda dari kelas Crustacea, ordo Calanoida dan densitas terbesar ditempati olehordo Cyclopoida. Secara umum keanekaragaman jenis plankton di perairan Segara Anakanberada pada tingkatan sedang. Kadar fosfat merupakan satu-satunya faktor fisiko-kimiawiperairan yang memiliki korelasi negatif nyata.Kata kunci: komunitas, zooplankton, fitoplankton, Segara Anakan

ABSTRACTResearch investigate the structure of planktonic organism community and it relationshipto physic-chemical factors of waters has been conducted in the water ecosystem ofSegara Anakan, Cilacap, Central Java.The areal of research was divided into 4 stationsbased on topography and land uses in Segara Anakan. Station I was located in theestuary of Donan River which is the most eastern part of Segara Anakan and directlyconnected to The Indian Ocean. Station II was located around the estuary of SapuregelRiver, station III was located around Mutean (Kampung Laut), and station IV waslocated around estuary of Citandui River which is the most western part of SegaraAnakan. This research shows that in Segara Anakan water, plankton communities werecomposed by 5 divisions of phytoplankton i.e. Cyanophyta, Chlorophyta, Crysophyta,Euglenophyta and Phyrophyta. In the area, there was also found 4 phylum ofzooplankton, i.e. Protozoa, Rotifera (Trichelminthes), Chaetognata and Arthropoda.The most dominant division of phytoplankton species was Crysophyta wether basedon the number of species or its density. Meanwhile, zooplankton was dominated byphylum Arthropoda, which is belonging to Crustacean class, order Calanoida. Thehighest density of this zooplankton was shown by Cyclopoda. Collectively, this researchshow that the density of plankton species in Segara Anakan was at medium level. Theonly physico-chemical factors of water that negatively correlated to the planktoncommunity in Segara Anakan was fosfat content.Keywords: community, zooplankton, phytoplankton, Segara Anakan

Page 45: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

45

PENDAHULUANSegara Anakan merupakan ekosistem laguna

yang unik dan komplek. Lingkungan SegaraAnakan terdiri dari hutan mangrove yang menurutLPPM dan Pemda Tk. II Cilacap (1998),merupakan hutan mangrove terluas di Pulau Jawayang masih tersisa. Ke dalam Segara Anakanbermuara beberapa sungai besar yaitu SungaiCitandui, Sungai Cibeureum, Sungai Cikone,Sungai Ujungalang, Sungai Dangal, SungaiKembangkuning, Sungai Sapuregel dan SungaiDonan, yang menyebabkan salinitas dankekeruhan di Segara Anakan sangat variatif danfluktuatif tergantung pada musim dan lingkunganfisiknya.

Sebagai ekosistem laguna air payau dengankomunitas mangrove, Segara Anakan menjaditempat yang sangat potensial untuk menunjangkehidupan organisme aquatik. MenurutNybakken (1993); Romimoharto dan Sri Juwana(2001), perairan payau bermangrove merupakantempat yang sangat produktif dan dapatmendukung sejumlah besar biomassa. Daerah inimenjadi tempat yang baik untuk hidup, memijahdan mengasuh (nursery ground) beberapaspecies ikan, udang, kepiting, kerang-kerangandan berbagai organisme aquatik lainnya.

Potensi perairan Segara Anakan sebagaihabitat organisme aquatik yang bernilai ekonomipenting akan sangat tergantung dari kualitasperairan tersebut. Salah satu indikator yang dapatdigunakan untuk menilai kualitas perairan adalahdengan melihat struktur komunitas produsen dankonsumen primer dalam ekosistem tersebut yangmerupakan dasar dari rantai makanan.Berdasarkan pertimbangan tersebut makapenelitian untuk mengetahui struktur komunitasplankton dan pengaruh faktor fisiko-kimiawinyadi perairan Segara Anakan ini dilakukan. Hasilpenelitian ini diharapkan dapat digunakan untukmonitoring terhadap daya dukung perairanSegara Anakan terhadap kehidupan organismeaquatik.

BAHAN DAN METODEWilayah penelitian dibagi menjadi 4 stasiun

berdasarkan tataguna lahan Segara Anakan danwilayah di sekitarnya. Stasiun I terdapat disekitar muara Sungai Donan, yang merupakanwilayah Segara Anakan paling timur danberbatasan langsung dengan Samudra Hindia.DAS Donan juga merupakan tempatpembuangan berbagai limbah industri sepertiPertamina, Pabrik Semen, Pupuk, Cool Storagedan lain-lain. Stasiun II terdapat di muara SungaiSapuregel. Daerah Aliran Sungai Sapuregelmeliputi wilayah Jeruklegi dan Kawunganten.Sepanjang DAS ini memiliki topografi datar dansebagian berupa hutan dan daerah pertanian.Stasiun III terdapat di sekitar Mutean atau dikenalsebagai Kampung Laut. Daerah ini memilikikondisi berbeda dengan dua stasiun sebelumnya.Pada wilayah ini bermuara dua sungai, yaituSungai Ujungalang dan Sungai Dangal. SungaiUjungalang, bagian hulunya (di daerah Jeruklegi)menjadi satu dengan hulu sungai Sapuregel.Daerah Aliran Sungai Dangal juga merupakansempalan dari Sungai Sapuregel. Daerah inimerupakan kawasan pemukiman nelayansehingga perairan banyak menerima buanganlimbah rumah tangga. Stasiun IV terdapat dimuara Sungai Citandui. Ke dalam daerah inibermuara tiga sungai besar yaitu Citandui, Cikonedan Cibeureum. Ke tiga DAS ini sebagian berupahutan industri, pemukiman dan pertanian dengantopografi tanah berbukit-bukit dan dengan tingkaterosi tinggi. Masing-masing stasiun dibagi dalamtiga sub-stasiun (sebagai ulangan), dan jarak antarsub-stasiun sekitar 200 meter. Pengambilansampel pada masing-masing sub-stasiundilakukan dengan cara menarik jaring planktondari dasar perairan pada 3 tempat yaitu pinggir-tengah-pinggir, kemudian sampel dikomposit.Pada saat yang sama dilakukan pengukuranterhadap parameter fisiko-kimia perairan. Sampelplankton diawetkan dengan formalin 4% dandibawa ke laboratorium untuk dilakukanidentifikasi. Identifikasi didasarkan atas Bougis(1976) dan Sachlan (1982).

Komunitas Plankton di Ekosistem Perairan Segara Anakan Cilacap, Jawa Tengah (Satino)

Page 46: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

46

HASIL DAN PEMBAHASANA. Komposisi Species dan Densitas

Komposisi species organisme planktontonikyang ditemukan di perairan Segara AnakanCilacap secara umum terdiri dari fitoplankton199 species (65,24 %) dengan densitas sebesar66,75%, dan zooplankton 106 species (34,76%) dengan densitas 33,25% (Tabel 1).

Berdasarkan indeks Simpson, maka dalampenelitian ini tidak ada dominansi dari speciesfitoplankton maupun zooplankton, yangmengindikasikan bahwa perairan Segara Anakanmasih memiliki daya dukung yang baik untukkehidupan organisme planktonik.

Tabel 1. Komposisi fitoplankton dan zooplankton di perairan Segara Anakan, Cilacap Jumlah species Persentase Densitas (%)

1. Fitoplankton Cyanophyta Chlorophyta Crysophyta

Euglenophyta Phyrophyta

12 15 148 1 23

3,93 4,92 48,52 0,33 7,54

3,08 0,006 61,78 0,002 0,07

Jumlah 199 65,24 66,75 2. Zooplankton

Ciliata Rhizopoda Rotifera

Harpacticoide Cyclopoida Calanoida

Cirripedia Decapoda Chaetognata

5 5

14 6

15 50 3 6 2

1,64 1,64 4,59 1,97 4,92 16,39 0,98 1,97 0,66

0,002 0,003 0,008 1,50 17,35 12,16 0,002 0,007

0,0005 Jumlah 106 34,76 33,25

Total 305 100 100

Komunitas fitoplankton di Segara anakanterdiri dari 5 Divisi yaitu Cyanophyta,Chlorophyta, Crysophyta, Euglenophyta, danPhyrophyta. Ke-5 divisi ini ditemukan di semuastasiun pengamatan meskipun dengan jumlahspecies dan densitas yang berbeda. Kehadiranspecies fitoplankton paling dominan adalah dariDivisi Crysophyta kelas Bacillariophyceae(Diatom) yang mencapai 74,37% Dominasi kelasBacillariohyceae tidak hanya pada jumlahspecies tetapi juga densitasnya yang mencapai92,57 % dari total densitas Fitoplankton. Kondisiini kemungkinan disebabkan karena kelasBacillariophyceae memiliki kemampuanadaptasi yang baik terhadap perubahan kondisilingkungan perairan serta memilki kemampuanuntuk berkembang biak dengan cepat. Diperairan tropis laju penggandaan selBacillariophyceae dapat terjadi setiap 4 jam (Arinardi, 1997).

Species zooplankton yang ditemukan diperairan Segara Anakan terdiri dari empat filumyaitu protozoa, Rotifera, Arthropoda danChaetognata. Jumlah species dan densitas palingdominan adalah dari filum Arthropoda, kelasCrustacea, sub clasis Copepoda Secara umumkehadiran species Copepoda mencapai 66,98%dengan densitas sebesar 93,24%, terdiri dalam3 ordo yaitu Harpacticoida, Cyclopoida danCalanoida. Menurut Meadow dan Campbell(1993), Sachlan (1982), bahwa Copepodadalam ekosistem perairan merupakanzooplankton yang dominan dengan populasidapat mencapai 70 – 90%. Romimohtarto danSri Juwana (2001) juga mengatakan bahwadalam ekosistem perairan asin Copepodamemiliki species yang lebih banyak dibandingkandengan zooplankton lain. Copepoda dalam rantaimakanan terletak antara produsen primer(fitoplankton) khususnya diatom dan ikan-ikan

Jurnal Widya Biologi Vol. 01 No. 01 Maret 2010 ISSN : 2086 - 5783

Page 47: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

47

kecil seperti ikan teri maupun berbagai specieslarva udang, kepiting maupun ikan lain.

Berdasarkan jumlah species yang ditemukan,komunitas zooplankton di perairan SegaraAnakan didominasi oleh species dari ordoCalanoida. Ordo ini ditemukan dengan jumlahspecies sebesar 47,17% dari total specieszooplankton yang ada atau 70,42 % dari totalspecies sub klas Copepoda. Calanoida dalamekosistem perairan laut merupakan makananutama bagi berbagai species larva ikan maupunorganisme lain yang memiliki nilai ekonomipenting. Makanan utama Calanoida adalahdiatom (Sachlan, 1982). Di perairan SegaraAnakan, secara umum ada korelasi positif antarajumlah species dan densitas Calanoida denganjumlah species dan densitas Crysophyta.

Selain Calanoida, zooplankton yangditemukan melimpah di Segara Anakan adalahCyclopoida. Densitas Cyclopoida merupakanzooplankton yang paling besar jumlahnya,meskipun jumlah speciesnya lebih sedikitdibandingkan dengan jumlah species Calanoida.Di perairan Segara Anakan densitas terbesarCyclopoida ditemukan pada stasiun III.Kehadiran species Cyclopoida dengan densitasyang sangat besar di stasiun III menyebabkantekanan terhadap species dan densitas planktonlain.

Cyclopoida dalam ekosistem perairan,selain memanfaatkan fitoplankton sebagai

makanannya, juga bersifat predator bagizooplankton. Kehadirannya yang melimpahdalam perairan akan diikuti oleh penurunanspecies dan densitas zooplankton lain. Penelitianyang dilakukan oleh Haryono (2000),menunjukkan bahwa species dan densitasCalanoida pada daerah di sekitar KampungLaut lebih rendah dibandingkan dengan tempatlain di Segara Anakan. Hal ini kemungkinan salahsatunya disebabkan karena besarnya densitasCyclopoida sehingga menjadi predator bagiCalanoida.

Hasil penelitian menunjukan, indekskeanekaragaman fitoplankton sebesar 3,74338dan indek keanekaragaman zooplankton sebesar3,02399. Menurut Barus (2002),keanekaragaman fitoplankton dan zooplanktondi perairan Segara Anakan digolongkan sedang.Sementara itu, indeks kesamaan jenisfitoplankton dan zooplankton cenderung rendahadalah antara stasiun IV dengan stasiun I dan II(Tabel 2 dan 3). Faktor utama penyebabnyakemungkinan adalah salinitas perairan. Dalamekosistem perairan laut, pembatas utama bagikehidupan organisme planktonik adalah salinitas.Hanya plankton yang memiliki kemampuanosmoregulasi yang baik yang mampu hidupdalam tekanan salinitas yang fluktuasi (Nybakken,1993). Salinitas pada stasiun I dan II berkisarantara 20 - 40‰ sedangkan pada stasiun III danIV berkisar antara 4 – 40 ‰.

Komunitas Plankton di Ekosistem Perairan Segara Anakan Cilacap, Jawa Tengah (Satino)

Page 48: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

48

B. Faktor Fisik dan Kimiawi Lingkungan

a. SuhuHasil pengukuran suhu air pada 4 stasiun

pengamatan di perairan Segara Anakan berkisarantara 26 - 31 º C dan apabila dibandingkandengan baku mutu suhu air laut untuk keperluanbiota perairan yang dikeluarkan melalui Kep-02/MENKLH/I/1988 tentang baku mutu air lautuntuk budidaya perikanan dan Kep. GubernurJawa Tengah No. 660.1/26/1990 tentang bakumutu air keperluan biota, maka suhu air di SegaraAnakan masih dalam kisaran toleransi suhu alami.(Pagoray, 1988). Kondisi ini menyebabkanvariasi suhu di perairan segara anakan meskipunberkorelasi positif terhadap jumlah jenis, densitasmaupun diversitas plankton tetapi tidakberpengaruh secara nyata.

b. SalinitasSalinitas perairan Segara Anakan secara

umum berkisar antara 4 – 40 ‰. Fluktuasisalinitas antara waktu pasang dan surut air lautsangat mencolok pada stasiun III dan stasiun IV.Kondisi ini sangat menekan bagi kehidupanorganisme yang hidup di dalamnya, sehingga padastasiun III dan IV hanya dihuni oleh sedikitspecies plankton. Apabila salinitas perairanSegara Anakan dibandingkan dan dianalisisdengan analisis varian dan dilanjutkan dengan ujibeda nyata, maka terdapat perbedaan nyataantara stasiun I dengan stasiun III dan IV sertaantara stasiun II dengan stasiun III. Perbedaansalinitas antar stasiun tersebut ternyata tidakberpengaruh secara nyata terhadap strukturkomunitas plankton. Salinitas berkorelasi positifdengan jenis dan densitas fitoplankton danzooplankton tetapi berpengaruh negativeterhadap diversitas fitoplankton. Hal inimenunjukan adanya kecenderungan bahwakenaikan salinitas dapat menurunkankeanekaragaman fitoplankton.

c. pHpH perairan Segara Anakan pada saat

penelitian berkisar antara 6,8 – 8,4.. Berdasarkanuji statistik meskipun menunjukan adanyaperbedaan pH yang nyata antara stasiun I denganstasiun III, namun kisaran pH di perairan SegaraAnakan masih berada dalam kisaran toleransiuntuk kehidupan oerganisme planktonik maupunbiota yang lain. Batas yang diijinkan dan idealuntuk kehidupan organisme laut sesuai denganbaku mutu air untuk biota laut yang dikeluarkanmelalui Kep-02/MENKLH/I/1988 adalah 6,5 –8,5.

d. Total Suspended Solid (TSS)Hasil pengukuran materi terlarut pada saat

penelitian rata-rata berkisar antara 5 – 46 mg/lt.Tingginya kekeruhan terjadi karena aktivitaspasang air laut dan masuknya air tawar dari aliransungai yang bermuara ke Segara Anakan. Secarafisik pertemuan air laut dan air tawar dari aliransungai di daerah sekitar muara, akanmenyebabkan terjadinya pengadukan yangsecara langsung akan meningkatkan kekeruhan(Nybakken, 1993)

Apabila dibandingkan dengan baku mutuair laut untuk kehidupan biota yang dikeluarkanmelalui Kep-02/MENKLH/I/1988, bahwakekeruhan tidak boleh melebihi 30 mg/lt. Daridata yang diperoleh dapat dikatakan bahwaditinjau dari tingkat kekeruhannya kualitas air diSegara Anakan masih dapat mendukung untuksejumlah besar kehidupan. Berdasarkan ujistatistik antar stasiun yang dilakukan, materiterlarut secara rata-rata tidak ada perbedaan,artinya materi terlarut bukan menjadi faktor yangberpengaruh terhadap komunitas plankton diSegara Anakan.

e. Kecepatan arusKecepatan arus di perairan Segara Anakan

pada 4 stasiun penelitian berkisar antara 0,10 –0,60 m/dt. Berdasarkan uji statistik terdapatperbedaan kecepatan arus antara stasiun II danstasiun IV. Perbedaan kecepatan arus tersebut

Jurnal Widya Biologi Vol. 01 No. 01 Maret 2010 ISSN : 2086 - 5783

Page 49: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

49

berdasarkan analisis varian tidak menyebabkanperbedaan yang nyata terhadap strukturkomunitas plankton. Kecepatan arus berkorelasinegative terhadap jumlah jenis, densitas dandiversitas plankton.

Kecepatan arus dalam ekosistem perairanmerupakan salah satu faktor pembatas bagikehidupan organisme terutama organismeplanktonik. Sebagai organisme yang hidupmelayang dalam perairan arus akanmempengaruhi distribusinya. Di Segara Anakanyang merupakan laguna dan tempat bermuaranyabeberapa sungai besar, distribusi organismeplanktonik akan tersebar searah dengan arus.Arus pasang air laut akan membawa planktonlaut masuk jauh ke DAS melalui Segara Anakandan akan kembali lagi ke Segara Anakan ketikaair laut surut. Kondisi ini berlangsung secaraperiodik mengikuti irama pasang air laut yangberlangsung setiap kurang lebih 12 jam sekali,sehingga akan terbentuk komunitas planktondengan jumlah species dan densitas yang tinggi.

f. NitratKandungan nitrat di perairan Segara Anakan

berkisar antara 0,308 – 0,612 mg/lt. Berdasarkandata tersebut, maka kandungan nitrat dalamekosistem perairan Segara Anakan memiliki dayadukung yang besar terhadap kehidupanorganisme planktonik. Menurut Dawes (1981),dalam perairan laut kandungan nitrat berkisarantara 0,001 – 0,043 ppm. Tingginya kandungannitrat di perairan Segara Anakan, kemungkinandisebabkan karena ekosistem Segara Anakanmerupakan ekosistem mangrove sehinggadekomposisi sisa-sisa tumbuhan mangrove danorganisme yang mati akan menjadi sumber nitratyang sangat tinggi. Nitrat juga dapat berasal darialiran air sungai yang bermuara ke dalam SegaraAnakan dan membawa nitrat yang bersal daripemupukan lahan pertanian maupun daripemupukan tambak.

Stasiun II dan III memiliki kandungan nitratlebih tinggi dibandingkan dengan stasiun I danstasiun IV. Hal ini kemungkinan karena stasiun

III merupakan daerah disekitar kampung laut.Masyarakat nelayan di daerah ini membuanglimbah rumah tangganya ke dalam segara anakansehingga menghasilkan tambahan ammonium dariproses pembusukan limbah tersebut. Stasiun IIberada di muara sungai sapuregel yang memilikihulu di daerah Parid yang merupakanperkampungan padat, sehingga limbah yangberasal dari hulu sungai tersebut dapat menjadisumber nitrat bagi perairan. Berdasarkan analisisvarian, tidak terdapat pengaruh yang nyataterhadap struktur komunitas plankton, tetapimemiliki korelasi positif yang kuat dengankeanekaragaman fitoplankton

g. FosfatKandungan fosfat dalam ekosistem Segara

Anakan berkisar antara 0,126 - 0,669 mg/lt.Berdasarkan analisis regresi, fosfat berkorelasinegatif dengan fitoplankton dan zooplankton.Hasil analisis varian menunjukan pengaruh sangatnyata fosfat terhadap densitas dan diversitaszooplankton. Garis regresi dan korelasi yangdihasilkan menunjukan hubungan fosfat dengandensitas dan diversitas zooplankton bersifatnegatif artinya ada kecendurangan kenaikankadar fosfat akan diikuti oleh penurunan densitasdan diversitas zooplankton

Hubungan negatif fosfat terhadap densitasdan diversitas zooplankton ini kemungkinan tidakhanya di sebabkan oleh fosfat saja, tetapi jugadipengaruhi secara komulatif oleh faktorlingkungan lain. Adanya faktor lingkungan yangtidak optimal untuk kehidupan organisme sepertisalinitas dan kekeruhan menyebabkanbanyaknya organisme yang mati dan mengendapdi dasar perairan dan menjadi sumber fosfat.Berdasarkan analisis korelasi yang dilakukanantar berbagai faktor lingkungan, ternyata disegara anakan terdapat kecenderungan hubunganyang negatif antara fosfat dengan salinitas danmateri terlarut

Fosfat di perairan Segara Anakan dapatberasal dari daerah pertanian di sekitar DASyang masuk Segara Anakan. Banyaknya fosfat

Komunitas Plankton di Ekosistem Perairan Segara Anakan Cilacap, Jawa Tengah (Satino)

Page 50: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

50

yang masuk menunjukan juga besarnya aliran airtawar yang masuk ke Segara Anakan. Hal inidapat dilihat dari kadar fosfat paling tinggiditemukan pada stasiun IV yang merupakanmuara dari Sungai Citandui. MenurutRomimohtarto dan Sri Juwana (2001), fosfatdalam air laut rata-rata 0,07 mg/lt. Apabiladibandingkan dengan kadar fosfat di Segara

Anakan, maka kadar fosfat ekosistem ini jauh diatas rata-rata fosfat dalam perairan laut.Kemungkinan penyebab tingginya fosfat iniadalah bersumber dari kotoran hewan di perairantersebut, proses pembusukan jaringan organismeyang mati atau adanya masukkan dari daratan didaerah sekitar aliran sungai yang bermuara diSegara Anakan.

DAFTAR PUSTAKAArinardi, O.H. 1997. Status Pengetahuan

Plankton di Indonesia. LembagaOseanologi Nasional, Jakarta

Barus, T.A. (2002. Pengantar Limnologi. JurusanBiologi FMIPA Universitas Sumatera Utara,Medan

Bougis, P. 1976. Marine Plankton Ecology.American Elsevier Publishing Campany,INC., New York.

Dawes, C.J., 1981. Marine Botani. John Wiley& Sons Inc, New York.

Haryono, 2000. Kelimpahan dan PenyebaranCalanoida (Crustacea Copepoda) diPerairan Mangrove Cilacap Jawa Tengah.Biosfera A Scientific Journal, Vol 15. pp: 15– 17

Meadows, P.S., and J.I. Campbell. 1993. AnIntroduction to Marine Science. 2 ndEdition, Halsted Press, USA. pp: 68 – 85;165 – 175

Jurnal Widya Biologi Vol. 01 No. 01 Maret 2010 ISSN : 2086 - 5783

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian danpembahasan dapat diambil kesimpulan sebagaiberikut:1. Struktur komunitas plankton di perairan

Segara Anakan tersusun dari 199 speciesfotoplankton dan 106 species zooplankton.Kehadiran plankton paling dominan adalahdari Divisi Crysophyta baik jenis, densitasmaupun keanekaragamannya.

2. Kadar fosfat dalam perairan berkorelasinyata dengan struktur komunitaszooplankton, tetapi tidak berkorelasi nyatadengan struktur komunitas fitoplankton.Suhu, pH, salinitas, materi terlarut,kecepatan arus dan nitrat tidak berkorelasisecara nyata dengan struktur komunitasplankton.

Page 51: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

51

Nybakken, J.W., 1992. (Terjemahan: H.M.Eidman et al) Biologi Laut Suatu PendekatanEkologis. PT Gramedia Pustaka Utama,Jakarta: pp. 6 – 29; 290 – 324

Pagoray, H. 1998. Pengaruh PencemaranLingkungan Industri TerhadapKeanekaragaman Plankton, Gastropoda,Bivalvia pada Komunitas Hutan MangroveTepi Kali Donan Cilacap. Ilmu LingkunganUGM, Yogyakarta

Pemda Tk. II Cilacap dan Lembaga Pengkajiandan Pengembangan Mangrove (LPPM),

Komunitas Plankton di Ekosistem Perairan Segara Anakan Cilacap, Jawa Tengah (Satino)

1998. Rancangan Sistem Pengelolaan HutanBakau di Kawasan Segara AnakanKabupaten Dati II Cilacap. Pemda TingkatII Cilacap dengan LPPM, Cilacap

Romimohtarto, K dan Sri Juwana. 2001. BiologiLaut. Penerbit Djambatan, Jakarta

Sachlan, M., 1982. Planktonologi. FakultasPeternakan dan Perikanan UNDIP,Semarang: pp. 1 -101

Sumich, J. L., 1999. An Introduction to TheBiology of Marine Life. 7 th. ed. McGraw-Hill. New York. pp: 73 – 90; 239 – 248;321 – 329.

Page 52: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

52

PEDOMAN PENULISAN NASKAH JURNAL WIDYA BIOLOGI

1. Naskah dapat berupa hasil penelitian atau kajian pustaka yang belum pernah dipublikasikansebelumnya.

2. Penulisan dapat dilakukan dalam bahasa Indonesia maupun bahasa inggris. Tiap artikel antara10 sampai 15 halaman termasuk Tabel dan Gambar (foto, bagan, peta, grafik, histogram,sketsa atau diagram).

3. Penyerahan naskah publikasi kepada redaksi dilakukan dalam bentuk hard copy (cetakan)rangkap dua ( 2 eksemplar) dan CD Drive.

4. Abstrak dibuat dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, tidak lebih dari 200 kata. Apabilapenulisan dilakukan dalam Bahasa Indonesia maka abstrak dalam Bahasa Indonesia ditulisterlebih, kemudian abstrak dalam Bahasa Inggris, dan sebaliknya.

5. Setelah penulisan abstrak, harap disertakan kata kunci (key word) maksimum lima kata.6. Nama penulis tanpa gelar akademik dan alamat instansi ditulis lengkap.7. Penulisan naskah publikasi dilakukan menurut uraian sebagai berikut:

a. Program : MS window (windows)b. Font : Time New Roman size 12.c. Abstrak ditulis dengan huruf italic dalam satu spasi.d. Isi publikasi ditulis dengan huruf tegak dalam 1,5 spasi.e. Daftar pustaka ditulis dengan huruf biasa dalam satu spasi.f. Margin: kiri 3,5 cm; kanan, atas dan bawah masing-masng 3 cm, ukuran kertas HVS A4.

8. Penulisan dibuat dengan format sebagai berikut:a. Naskah hasil penelitian terdiri atas: Judul, nama penulis, alamat penulis, Abstrak, Abtract,

Pendahuluan, Bahan dan Metode, Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan, Saran dan UcapanTerima Kasih (jika ada) serta Daftar Pustaka.

b. Naskah kajian pustaka terdiri atas; Judul, Nama Penulis, Abstrak, Abtract, Pendahuluan.Pembahasan, Kesimpulan, Saran, dan Ucapan Terima Kasih (jika ada) serta Daftar Pustaka.

9. Dalam mengutif pendapat orang lain, dipakai sistem nama penulis dan tahun.10. Kepustakaan disusun menurut abjad nama penulis tanpa nomor urut.

contoh penulisan kepustakaan : a. Buku : Ludwig, T.A. dan J.F. Reynolds. 1988. Statistical Ecology. A Primer on Methods

and Computing. John Wiley and Sons. New York. b. Karangan dalam buku (bab dalam buku):

Myers, N. 1995. Tropical Deporestration: Population, Proverty and Biodiversity. In:Swanson. T.M.(ed.). The Economic and Ecology of Biodiversity Decline. UK.Cambridge University Press.

c. Jurnal : McGuinness, K.A. 1997. Seed Predation in a Tropical Mangrove Forest: a test ofThe Dominance-Predation Model in Northern Australia. Journal of Tropical Ecology 13:293 –302.

d. Prosiding : Arsana, I.N. 2003. Kesesuaian Habitat komunitas Kepiting (Brachyura :Ocypodidae dan Sesarmidae) di Kawasan Teluk Lembar, Lombok Barat. Prosiding SeminarNasional Limnologi, Perhimpunan Biologi Indonesia Cabang Jogjakarta. Hal.133- 138

e. Skripsi, tesis atau disertasi : Tolangara, A. 2002. Analisis Gradien pada Komunitasmangrove di Segara Anakan Cilacap Jawa Tengah. (Tesis). Universitas Gadjah Mada.Jogjakarta.

11. Setiap grafik, histogram, sketsa dan gambar agar diberi nomor urut, judul yang singkat tetapijelas dan satuan yang dipakai.

12. Hasil yang sudah ditulis dalam tabel tidak perlu diulang dalam bentuk lain (grafik atau histogram).

Page 53: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

53

Vol. 01 No.01 Maret 2010 ISSN No. 2086 – 5783

JURNALWIDYA BIOLOGI

PELINDUNGRektor Universitas Hindu Indonesia

PENASEHATDekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hindu Indonesia

DEWAN REDAKSIKetua

I Nyoman Arsana

SekretarisI Putu Sudiartawan

AnggotaEuis Dewi Yuliana, Ni Ketut Ayu Juliasih, Ni Luh Gede Sudaryati, I Wayan Suarda, Israil Sitepu

Redaktur Ahli (Peer Riview)Prof. Dr. I Dewa Made Tantera Keramas,MSc (Program Pasca Sarjana UNHI)

Dr. I Gede Ketut Adiputra (Program Studi Biologi UNHI)Dr. I Wayan Suana, S.Si.,M.Si ( Program Studi Biologi UNRAM)

Jurnal Widya Biologi, (ISSN No. 2086-5783) diterbitkan oleh Program Studi Biologi FakultasMatematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Hindu Indonesia Denpasar, sebagai wadahinformasi ilmiah bidang biologi baik yang berupa hasil penelitian ataupun kajian pustaka

Jurnal Widya Biologi menerima naskah dari dosen, peneliti, mahasiswa maupun praktisi yang belumpernah diterbitkan dalam publikasi lain dengan ketentuan seperti tercantum pada bagian belakangjurnal ini.

LanggananJurnal Widya Biologi terbit dua nomor dalam satu tahun (Maret dan Oktober). Langganan untuk satutahun (termasuk ongkos kirim) sebagai berikut:

1. Lembaga.Institusi : Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah)2. Individu/Pribadi : Rp. 75.000,- (tujuh puluh Lima ribu rupiah)3. Mahasiswa : Rp. 30.000,- (tiga puluh ribu rupiah)

Pembayaran dapat dilakukan dengan cara: a) Pembayaran langsung, b) wesel pos. Salinan buktipembayaran (b) harap dikirimkan ke redaksi.

Alamat RedaksiProgram Studi Biologi FMIPA UNHI

Jl Sangalangit, Tembau-Penatih, Denpasar, BaliE-mail : [email protected]

Page 54: Vol_ 01 No_01 Maret 2010

PENILAIAN STATUS UNSUR HARA PADA TUMBUHANMENGGUNAKAN PENDEKATAN BIOSINTESIS SUKROSAI Gede Ketut Adiputra ............................................................................................................ 1

UJI KONSENTRASI Fe-TOTAL DAN S-TOTAL JARINGANTANAMAN AKIBAT LAMA PENGERINGAN DAN KEDALAMANMUKA AIR TANAH.Euis Dewi Juliana ................................................................................................................. 11

STRUKTUR POPULASI KEPITING Uca triangularisdi PANTAI SERANGAN, BALII Nyoman Arsana ................................................................................................................. 18

STUDI KUALITAS AIR PANTAI SANUR DAN SERANGANDITINJAU DARI SIFAT FISIK, KIMIA DAN MIKROBIOLOGII Putu Sudiartawan ............................................................................................................... 26

KUALITAS AIR BAWAH TANAH DI WILAYAH PESISIRKABUPATEN BADUNGI Ketut Sundra ...................................................................................................................... 34

KOMUNITAS PLANKTON DI EKOSISTEM PERAIRANSEGARA ANAKAN CILACAP, JAWA TENGAHSatino ................................................................................................................................... 44

JURNAL WIDYA BIOLOGI

Vol. 01 No 01 Maret 2010 ISSN No. 2086 – 5783

DAFTAR ISI