VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA FUSARIUM … · Bapak/Ibu dosen serta karyawan Fakultas...

35
VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA FUSARIUM OXYSPORUM F. SP. CEPAE PENYEBAB BUSUK PANGKAL PADA BAWANG PUTIH Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jurusan/Program Studi Agronomi Oleh : M. RIFQI CHOIRUDDIN H 0106019 JURUSAN/PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Transcript of VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA FUSARIUM … · Bapak/Ibu dosen serta karyawan Fakultas...

Page 1: VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA FUSARIUM … · Bapak/Ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret ... (Allium sativum L.) merupakan nama yang tidak

VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA

FUSARIUM OXYSPORUM F. SP. CEPAE PENYEBAB BUSUK

PANGKAL PADA BAWANG PUTIH

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

di Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret

Jurusan/Program Studi Agronomi

Oleh :

M. RIFQI CHOIRUDDIN

H 0106019

JURUSAN/PROGRAM STUDI AGRONOMI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

Page 2: VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA FUSARIUM … · Bapak/Ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret ... (Allium sativum L.) merupakan nama yang tidak

ii

VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA

FUSARIUM OXYSPORUM F. SP. CEPAE PENYEBAB BUSUK

PANGKAL PADA BAWANG PUTIH

Yang dipersiapkan dan disusun oleh

M. Rifqi Choiruddin

H 0106019

telah dipertahankan di depan Dewan penguji

pada tanggal : …………………………….

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tin Penguji

Ketua

Ir. H. Zainal D. Fatawi, MS.

NIP.19490906.197903.1.001

Anggota I

Dr. Ir. Hadiwiyono, M.Si

NIP. 19520915.197903.1.003

Anggota II

Drs. Sugijono, MP.

NIP.19470916.198003.2.001

Surakarta, ……………….

Mengetahui

Universitas Sebelas Maret

Fakultas Pertanian

Dekan

Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS.

NIP. 19551217.198203.1.003

Page 3: VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA FUSARIUM … · Bapak/Ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret ... (Allium sativum L.) merupakan nama yang tidak

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan limpahan kenikmatan yang tiada terhitung sehingga penulis dapat

menyusun dan menyelesaikan skripsi dengan judul “Virulensi dan

Keanekaragaman Genetika Fusarium oxysporum f. sp. cepae Penyebab Busuk

Pangkal pada Bawang Putih”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian

persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana S1 Pertanian di Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulisan laporan ini tidak lepas dari bantuan moral maupun material dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan yang berbahagia ini penulis

menghaturkan rasa terima kasih kepada :

1. DIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta tahun anggaran 2009, yang telah

memberikan dana dalam penelitian hingga penelitian ini terlaksana,

2. Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS., selaku Dekan Fakultas Pertanian UNS,

3. Ir. H. Wartoyo, SP., MS., selaku Ketua Jurusan Agronomi UNS,

4. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus MS., selaku pembimbing akademik,

5. Ir. H. Zainal D. Fatawi MS., selaku pembimbing utama yang telah

memberikan saran, sumbangan pemikiran serta motivasi kepada penulis dari

sejak awal jalannya penelitian sampai dengan akhir penulisan skripsi ini,

6. Dr. Ir. Hadiwiyono MSi., selaku pembimbing pendamping yang telah

memberikan saran, sumbangan pemikiran serta motivasi kepada penulis dari

sejak awal jalannya penelitian sampai dengan akhir penulisan skripsi ini,

7. Drs. Sugijono MP., selaku pembahas yang telah memberikan saran dan

masukan kepada penulis,

8. Dr. Ir. Endang Yuniastuti, MSi., selaku pengampu seminar hasil yang

memberikan masukan kepada penulis,

9. Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan banyak hal yang tidak dapat

penulis ungkapkan,

Page 4: VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA FUSARIUM … · Bapak/Ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret ... (Allium sativum L.) merupakan nama yang tidak

iv

10. Anindya K yang telah membantu membantu memberikan semangat,

dukungan, bantuan dalam penulisan skripsi,

11. Bapak/Ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Surakarta,

12. Rekan-rekan mahasiswa Agronomi angkatan 2006 yang telah memberikan

bantuan baik berupa moral maupun spiritual,

13. Rekan-rekan yang telah rela membantu menyukseskan penelitian ini, dan

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak

kekurangan, maka saran dan kritik sangat penulis harapkan dari pembaca agar

laporan ini menjadi lebih baik. Demikian, semoga skripsi ini dapat bermanfaat

menambah ilmu dan wacana bagi penulis serta pembaca.

Surakarta, Juli 2010

Penulis

Page 5: VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA FUSARIUM … · Bapak/Ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret ... (Allium sativum L.) merupakan nama yang tidak

v

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. ii

KATA PENGANTAR .............................................................................. iii

DAFTAR ISI ............................................................................................. v

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ vii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ viii

RINGKASAN ........................................................................................... ix

SUMMARY ................................................................................................ xi

I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. Latar Belakang ............................................................................. 1

B. Perumusan Masalah ..................................................................... 2

C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 4

A. Bawang Putih (Allium sativum L.) .............................................. 4

B. Busuk Pangkal Bawang Putih ..................................................... 5

C. Fusarium oxysporum f. sp. cepae ................................................ 6

D. PCR-Random Amplified Polimorphic DNA ................................ 8

E. Hipotesis ........................................................................................ 9

III. METODE PENELITIAN ................................................................. 10

A. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................... 10

B. Bahan dan Alat ............................................................................. 10

C. Cara Kerja Penelitian .................................................................. 10

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 16

A. Hasil Survei dan Koleksi Fusarium ............................................ 16

B. Hasil Uji Virulensi ........................................................................ 16

C. Uji Keanekaragaman Genetika F. oxysporum f. sp. cepae ....... 21

Page 6: VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA FUSARIUM … · Bapak/Ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret ... (Allium sativum L.) merupakan nama yang tidak

vi

halaman

V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 24

A. Kesimpulan ................................................................................... 24

B. Saran .............................................................................................. 24

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 25

LAMPIRAN .............................................................................................. 28

Page 7: VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA FUSARIUM … · Bapak/Ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret ... (Allium sativum L.) merupakan nama yang tidak

vii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul halaman

1. Diagram rata-rata intensitas penyakit pada benih bawang

putih di atas koloni 8 isolat F. oxysporum f. sp. cepae pada

medium PDA dalam cawan petri ………………………….

17

2. Diagram rata-rata persentase intensitas penyakit pada

benih bawang putih varietas RRT yang ditumbuhkan pada

tanah terinfestasi F. oxysporum f. sp. cepae ………………

18

3. Diagram rata-rata persentase intensitas penyakit pada

benih bawang putih varietas Lokal Tawangmangu yang

ditumbuhkan pada tanah terinfestasi F. oxysporum f. sp.

cepae ………………………………………………………

20

4. Pola fragmen DNA F. oxysporum f. sp. cepae melalui

PCR-RAPD ………...………………………......................

21

5. Dendrogram-UPGMA berdasarkan pola fragmen DNA

hasil PCR-RAPD pada 8 isolat F. oxysporum f. sp. cepae..

22

Page 8: VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA FUSARIUM … · Bapak/Ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret ... (Allium sativum L.) merupakan nama yang tidak

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul halaman

1.

2.

Tabel isolat F. oxysporum f. sp. cepae hasil survei dan

koleksi digunakan untuk uji virulensi dan karakteristik

DNA ………………………………………………………..

Tabel data kerusakan pada inokulasi benih bawang putih di

atas koloni F. oxysporum f. sp. cepae pada medium PDA.…

28

29

3. Hasil uji F dan DMRT data hasil inokulasi benih bawang

putih di atas koloni F. oxysporum f. sp. cepae pada medium

PDA ………………………………………………………...

30

4. Tabel data kerusakan inokulasi benih pada tanah terinfestasi

F. oxysporum sp. f. cepae …………………………………..

31

5. Hasil uji F dan DMRT data hasil inokulasi benih pada tanah

terinfestasi F. oxysporum f. sp. cepae dengan bawang putih

varietas RRT dan Lokal Tawangmangu ……………………

32

6. Foto koloni F. oxysporum f. sp. cepae …………………….. 34

7. Foto inokulasi benih bawang putih di atas koloni F.

oxysporum f. sp. cepae pada medium PDA dan pada tanah

terinfestasi F. oxysporum f. sp. cepae ………………………

35

8. Gejala serangan F. oxysporum f. sp. cepae pada bawang

putih ………………………………………………………...

36

Page 9: VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA FUSARIUM … · Bapak/Ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret ... (Allium sativum L.) merupakan nama yang tidak

ix

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bawang putih (Allium sativum L.) merupakan nama yang tidak asing bagi

masyarakat. Sayuran umbi ini menjadi salah satu bumbu dapur utama. Bawang

putih yang bermarga Allium ini diduga merupakan keturunan bawang liar Allium

longicurpis Regel, yang tumbuh di daerah Asia Tengah yang beriklim subtropik

(Wibowo, 2003). Permintaan masyarakat pada bawang putih yang tinggi

menyebabkan banyak petani menanam sayuran ini, namun produksi bawang putih

dalam negeri belum dapat menutupi permintaan tersebut, sehingga impor bawang

putih masih menjadi pilihan. Menurut data Dinas Pertanian Yogyakarta (2006),

impor bawang putih Indonesia berjumlah 295 ribu ton dengan nilai tidak kurang

dari US$ 103 juta atau sebesar Rp 927 milyar. Peningkatan kesadaran dalam

negeri untuk mengurangi ketergantungan impor bawang putih membuat

pengembangan bawang putih di Indonesia digalakkan. Peningkatan produksi ini

dapat juga untuk menyangga harga bawang putih di pasaran.

Secara umum bawang putih hanya cocok ditanam di dataran tinggi,

meskipun sekarang ditemukan beberapa varietas toleran dataran rendah.

Tawangmangu merupakan salah satu daerah sentra produksi bawang putih.

Pengembangan bawang putih di suatu daerah secara intensif dan terus-menerus

memberikan dampak positif peningkatan pendapatan petani, namun juga

memberikan dampak negatif dengan adanya peningkatan serangan penyakit

bawang putih yang cukup signifikan. Dalam budidaya bawang putih, penyakit

menjadi kendala yang penting. Busuk pangkal yang disebabkan F. oxysporum f.

sp. cepae merupakan salah satu faktor penyebab kehilangan hasil bawang putih

sejak 1973, selama di lahan maupun selama penyimpanan (Widodo et al., 2008).

Akhir-akhir ini, penyakit ini juga telah menjadi penyakit endemi di daerah

sentra produksi bawang putih di Tawangmangu. Lebih dari 92 % lahan

penanaman bawang putih di daerah tersebut telah terjangkit F. oxysporum sp. f.

cepae (Hadiwiyono et al., 2009). Pelaksanaan usaha tani yang dilakukan saat ini,

yang hanya berdasar pengalaman dapat menimbulkan perubahan karakter genetika

Page 10: VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA FUSARIUM … · Bapak/Ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret ... (Allium sativum L.) merupakan nama yang tidak

x

patogen yang dapat menimbulkan ledakan serangan patogen. Oleh karena itu,

perlu penelitian tentang berbagai aspek ekologi dan epidemiologi penyakit

termasuk karakter genetika hubungannya dengan virulensi patogen.

Berdasarkan pengujian dan pengamatan fenotipe menunjukkan bahwa

terjadinya ledakan serangan F. oxysporum sp. f. cepae di beberapa daerah

disebabkan oleh adanya perubahan karakter virulensi genetika patogen.

Penanaman bawang putih yang terus menerus dan ditanam secara campuran

dengan bawang merah dan bawang putih serta penggunaan agrokimia yang

intensif diduga menjadi penyebab terjadinya ledakan penyakit busuk pangkal di

Tawangmangu (Fatawi et al., 2003). Selain itu, akibat dari penanaman bawang

putih secara terus menerus juga dapat menyebabkan perubahan fenotipe dari F.

oxysporum sp. f. cepae. Karakterisasi fenotipe memiliki kelemahan, yaitu fenotipe

sangat dipengaruhi oleh lingkungan, sehingga karakter yang muncul sering

bersifat semu. Hal ini menyebabkan informasi yang diperoleh sering bias. Untuk

dapat mengetahui lebih mengenai perubahan fenotipe akibat perubahan genotipe,

perlu dilakukan karakterisasi genetika patogen Fusarium tersebut, misalnya

dengan sidik jari DNA.

Sekarang karakterisasi patogen secara molekuler melalui sidik jari DNA,

lebih dapat diandalkan karena langsung pada sumber informasi karakter genetika,

yaitu DNA. Salah satu metode sidik jari DNA yang telah terbukti sangat

diskriminatif dan berketerulangan tinggi (high reproducibility), namun cepat dan

murah adalah analisis random amplified polymorphism DNA (RAPD) (Ruiz et al.,

2000). Metode PCR-RAPD ini digunakan untuk karakterisasi genetika F.

oysporum f. sp. cepae agar dapat diketahui perubahan genetika.

B. Perumusan Masalah

Akhir-akhir ini penyakit busuk pangkal yang disebabkan oleh F. oxysporum

f. sp. cepae telah menjadi penyakit endemi di pertanaman bawang putih di

Tawangmangu, Karanganyar dengan intensitas penyakit lebih dari 60 % (Fatawi

et al., 2003; Fatawi & Hadiwiyono, 2004). Di lapangan menunjukkan bahwa

intensitas penyakit sangat bervariasi, dari kurang 1 % (non-endemi) sampai di atas

Page 11: VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA FUSARIUM … · Bapak/Ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret ... (Allium sativum L.) merupakan nama yang tidak

xi

70 % (endemi). Ini terjadi baik pada bawang putih (Fatawi et al., 2003; Fatawi &

Hadiwiyono, 2004) maupun bawang merah (Wiyatiningsih, 2007; Lopez et al.,

2009). Perbedaan intensitas penyakit ini diduga muncul karena perbedaan

virulensi dan populasi patogen yang menyerang.

Permasalahannya adalah bagaimana virulensi dan hubungannya dengan

keanekaragaman genetika F. oxysporum f. sp. cepae penyebab busuk pangkal

bawang putih.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang virulensi dan

keanekaragaman genetika Fusarium oxysporum f. sp. cepae dari daerah endemi

dan non-endemi pada tanaman bawang putih berdasarkan analisis RAPD.

Page 12: VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA FUSARIUM … · Bapak/Ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret ... (Allium sativum L.) merupakan nama yang tidak

xii

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Bawang Putih (Allium sativum L.)

Bawang putih termasuk salah satu keluarga Liliceae yang popular di dunia.

Di Indonesia bawang putih disebut dengan banyak nama, yaitu lasuna moputi (di

Menado), sedang pia moputi (di Gorontalo), lasuna kebo (di Makasar), bawang (di

Jawa), dan bawang bodas (di Priangan) (Wibowo, 2003).

Taksonomi tanaman bawang putih dalam buku Taksonomi Umum karangan

Tjitrosoepomo (1993) adalah:

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Liliales

Familia : Liliaceae

Genus : Allium

Spesies : Allium sativum L.

Bawang putih untuk dapat tumbuh dengan baik dan hasil yang optimum,

diperlukan kondisi ekologi tertentu. Iklim, tanah, dan air merupakan tiga faktor

utama yang perlu mendapat perhatian agar hasil optimum bawang putih tercapai.

Ketinggian tempat yang mempunyai hubungan erat dengan suhu udara merupakan

faktor penting dalam budidaya bawang putih (Wibowo, 2003). Jenis bawang putih

dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian antara 700 meter sampai lebih 1.100

meter di atas permukaan laut, sedangkan jenis bawang putih untuk dataran rendah,

cocok ditanam pada ketinggian 200-250 meter di atas permukaan laut (Santoso,

1988).

Kondisi lingkungan hidup meliputi keadaan tanah yaitu keadaan fisika dan

kimia tanah, keadaan topografi tanah yaitu kemiringan, ketinggian tempat, dan

faktor iklim yang meliputi curah hujan, kelembaban udara, suhu udara, dan angin.

Intensitas cahaya matahari berpengaruh terhadap produktivitas tanaman bawang

putih dalam menghasilkan umbi dan pertumbuhan tanaman (Cahyono, 1992).

Bawang putih tumbuh baik di daerah dataran tinggi lebih dari 600 m di atas

permukaan laut, karena selama pertumbuhan memerlukan udara yang sejuk dan

Page 13: VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA FUSARIUM … · Bapak/Ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret ... (Allium sativum L.) merupakan nama yang tidak

xiii

kering. Di daerah dataran rendah tanaman ini sulit membentuk umbi. Bawang

putih termasuk tanaman sayuran yang tidak tahan air hujan, sehingga biasanya

ditanam pada awal musim kemarau (Warsito & Soedijanto, 1981). Bawang putih

ideal ditanam pada musim kemarau di daerah tropis, yaitu pada bulan Mei sampai

Juli. Penanaman bawang purih pada musim hujan tidak dianjurkan karena cuaca

terlalu basah, kelembaban dan suhu udara tidak baik untuk pertumbuhan bawang

putih dan hasil yang diperoleh (Nazaruddin, 1994).

B. Busuk Pangkal Bawang Putih

Busuk pangkal bawang-bawangan yang disebabkan oleh F. oxysporum f. sp.

cepae telah menjadi penyakit yang merugikan dan mengancam pertanaman

bawang putih di Tawangmangu Karanganyar Jawa Tengah sehingga menjadi

kendala baru sejak musim tanam 2000. Berdasarkan hasil identifikasi penyakit,

busuk pangkal Fusarium di Tawangmangu disebabkan oleh Fusarium oxysporum

Schlecht. f. sp. cepae (Hanz.) Snyd. et. Hans (Fatawi et al., 2003; Fatawi &

Hadiwiyono, 2004). Menurut Havey (1995) inang utama F. oxysporum f. sp.

cepae adalah bawang bombay, namun dapat sangat merugikan juga pada bawang

putih, bawang merah, dan bawang daun.

Pada bawang putih, patogen busuk pangkal menyebabkan gejala daun mati

dari ujung dengan cepat atau layu. Apabila tanaman dicabut terjadi pembusukan

pada perakaran dan atau umbi terutama mulai dari pangkal umbi sehingga sesui

dengan gejalanya disebut penyakit busuk pangkal. Pada umbi yang busuk sering

dijumpai tanda penyakit berupa miselium jamur yang berwarna putih. Di

Tawangmangu, pada musim tanam 2000 serangan patogen paling tinggi 10 %,

namun dari tahun ke tahun meningkat dan pada musim tanam 2002 insidens

penyakit dapat mencapai 60 %. Penyakit paling sering muncul pada tanaman

yang menjelang siap panen, namun pada musim tanam 2003 penyakit telah dapat

dijumpai pada tanaman umur 15 hari setelah tanam. Penyakit ini tentu sangat

merugikan karena tanaman yang terserang patogen umumnya umbi sebagai hasil

tanaman menjadi busuk, sehingga besarnya kerugian sama dengan insidens

Page 14: VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA FUSARIUM … · Bapak/Ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret ... (Allium sativum L.) merupakan nama yang tidak

xiv

penyakit, karena umbi bawang tanaman yang terserang tidak lagi laku dijual

(Fatawi et al., 2003).

Penyakit busuk pangkal ini berkembang pesat pada suhu tanah 21-33 0C,

dengan suhu optimum 28 0C, serta kelembaban tanah tinggi. Serangan hebat

terjadi pada tanah yang mengandung banyak kalium, atau tanah yang mengandung

bahan organik (BO) yang tinggi tetapi drainase buruk. Suhu yang meningkat

selain membantu pertumbuhan Fusaiurm oxysporum, dapat mengakibatkan

pelunakan pada akar tanaman yang menyebabkan akar tanaman menjadi mudah

luka dan dengan pelunakan dan luka pada perakaran tersebut sangat memudahkan

patogen dalam proses penetrasi pada tanaman inang (Agrios, 2005).

Pola perkembangan penyakit busuk pangkal pada bawang putih, bawang

merah, dan bawang daun hampir sama, hanya pada bawang daun awal munculnya

gejala penyakit berbeda. Bawang putih yang ditanam secara monokultur lebih

rentan terhadap penyakit busuk pangkal bawang putih dibandingkan jenis

bawang-bawangan lainnya, baik yang ditanam secara monokultur maupun

tumpangsari (Aini, 2004).

C. Fusarium oxysporum f. sp. cepae

Ada ribuan spesies jamur, dengan bentuk berbeda yang tak terhitung

jumlahnya. Kebanyakan terdiri atas benang-benang halus (hifa) yang tumbuh di

atas atau di dalam jaringan inang. Pembiakan sebagian jamur terjadi dengan spora,

dengan bentuk dan ukuran yang spesifik sehingga dapat digunakan sebagai sarana

identifikasi (Williams et al., 1993).

F. oxysporum f. sp. cepae menyerang bawang putih yang luka pada waktu

penyiangan, panen, pengangkutan, atau pada waktu pemotongan daun. Gejala

pada umbi terserang patogen adalah umbi membusuk dan berwarna kuning coklat,

umbi bawang putih menjadi “gembus”. Penyakit Fusarium dapat menyebabkan

layu pada daun bawang putih, gejalanya dimulai dari pucuk daun (Santoso, 1988).

Fusarium merupakan jamur tanah atau yang lazim sebagai soil in habitant. Tanah

yang sudah terinfestasi sukar dibebaskan dari jamur ini. Jamur ini bersifat tular

Page 15: VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA FUSARIUM … · Bapak/Ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret ... (Allium sativum L.) merupakan nama yang tidak

xv

tanah. Apabila tidak ada tanaman inang di lapangan jamur ini dapat bertahan lebih

10 tahun dalam tanah (Semangun, 2001).

Jamur penyebab layu Fusarium ini menurut Alexopoulus & Mims (1996)

cit. Semangun (2001) termasuk dalam forma-ordo Moniliales, dengan

klasifikasinya sebagai berikut:

Kingdom : Mycetaceae

Divisi : Amastigomycota

Subdivisi : Deuteromycotyna

Kelas : Deutomycetes

Subkelas : Hyphomycetidae

Familia : Moniales

Genus : Fusarium

Morfologi dari Fusarium oxysporum yaitu memiliki struktur yang terdiri

dari mikronidium dan makronidium. Permukaan koloni patogen berwarna ungu,

bergerigi, permukaan kasar berserabut dan bergelombang. Di alam, jamur ini

membentuk konidium. Konidiofor bercabang-cabang dan makro konidium

berbentuk sabit, bertangkai kecil, sering kali berpasangan. Miselium terutama

terdapat di dalam sel khususnya di dalam pembuluh, juga membentuk miselium

yang terdapat di antara sel-sel, yaitu di dalam kulit dan di jaringan parenkim di

dekat terjadinya infeksi (Semangun, 2004). Koloni Fusarium biasanya berwarna

merah muda sampai biru violet dengan bagian tengah koloni berwarna lebih gelap

dibandingkan dengan bagian pinggir. Saat konidium terbentuk, tekstur koloni

menjadi seperti wol atau kapas (Fran & Cook, 1998).

Temperatur optimum untuk pertumbuhan F.oxysporum f. sp. cepae berkisar

antara 24 0C sampai 27

0C yang berpengaruh pada diameter koloni dan berat

kering setelah 146 dan 177 jam. Suhu tanah dapat menjadi faktor utama yang

memberikan respon untuk perkembangan busuk pangkal Fusarium bawang dalam

kondisi lahan di pegunungan, yang umumnya dingin dalam sebagian stadium

pertumbuhannya (Abawi & Lorbeer, 1972).

Page 16: VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA FUSARIUM … · Bapak/Ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret ... (Allium sativum L.) merupakan nama yang tidak

xvi

D. PCR- Random Amplified Polimorphic DNA

Keanekaragaman urutan nukleotida DNA dapat dianalisis dengan

melakukan amplifikasi terhadap DNA tersebut dengan teknik Polymerase Chain

Reaction (PCR) (Yuwono, 2006a). Empat komponen utama pada proses PCR

adalah (1) DNA cetakan, yaitu fragmen DNA yang akan dilipat gandakan, (2)

oligonukleotida primer, yaitu suatu sekuen oligonukleotida pendek (15-25 basa

nukleotida) yang digunakan untuk mengawali sintesis rantai DNA, (3)

deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP), terdiri dari dATP, dCTP, dGTP, dTTP, dan

(4) enzim DNA polimerase yaitu enzim yang melakukan katalisis reaksi sintesis

rantai DNA. Komponen lain yang juga penting adalah senyawa buffer (Yuwono,

2006b).

Random amplied polymorphic DNA (RAPD) adalah suatu metode untuk

mendeteksi dengan cepat polimorfisme genom berbasis PCR yang menggunakan

primer oligonukleotida tunggal yang pendek yang akan menempel secara acak

(random) dalam proses PCR, menghasilkan serangkaian produk yang

menggambarkan amplikon yang terdistribusi secara random sepanjang genom,

yang kemudian dapat divisualisasi dengan gel elektroforesis (Williams et al.,

2000).

Telah banyak terbukti bahwa teknik RAPD dapat diandalkan, canggih, dan

sangat cepat. RAPD diakui sebagai metode yang simpel, cepat, terandalkan, dan

keterulangannya tinggi Dibandingkan dengan amplified fragments length

polymorphism (AFLP), RAPD tidak memerlukan DNA dalam jumlah besar, tidak

banyak bekerja dengan pipet, dan tidak memerlukan tenaga yang besar. Oleh

karena itu, penerapannya sangat praktis bagi pengguna di lapangan, misalnya

untuk deteksi F. oxysporum f. sp. cepae pada sertifikasi benih bawang putih

(Hadrys et al., 2002). Belabid et al. (2004) melakukan analisis RAPD dan AFLP

untuk studi karakterisasi sejumlah isolat F. oxysporum f. sp. lentis kedua dapat

menurunkan dua subgroup populasi patogen.

Mitter et al. (2002) menggunakan RAPD untuk mengkarakterisasi galur

Fusarium moniformae yang memiliki kemampuan menghasilkan giberellin yang

berbeda. Hasil penelitian mereka menunjukan bahwa RAPD dapat membedakan

Page 17: VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA FUSARIUM … · Bapak/Ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret ... (Allium sativum L.) merupakan nama yang tidak

xvii

dengan jelas pola DNA fragmen antara galur yang menghasilkan giberellin

rendah, moderat, dan tinggi. Saharan et al. (2001) mengkarakterisasi F.

graminearun penyebab penyakit head scab pada gandum dari beberapa tempat,

menggunakan RAPD. Hasil penelitian disimpulkan bahwa RAPD menghasilkan

amplikon yang sangat kuat dan berketerulangan tinggi dengan membentuk

fragmen berkisar 300 sampai 1200 bp. Sejumlah 15 isolat yang diteliti dapat

dikelompokkan menjadi empat kelompok galur berdasarkan RAPD-fragmen

DNA.

E. Hipotesis

Diduga terdapat perbedaan virulensi Fusarium oxysporum f. sp. cepae

antara isolat dari daerah endemi dan non-endemi yang akan memunculkan

perbedaan pada karakter genetikanya.

Page 18: VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA FUSARIUM … · Bapak/Ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret ... (Allium sativum L.) merupakan nama yang tidak

xviii

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Agustus sampai Desember 2009

yang bertempat di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Laboratorium Bioteknologi Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tanaman yang terinfeksi

jamur Fusarium oxysporum f. sp. cepae bawang putih, air destilata, asam laktat

25 %, furelox 5 %, sublimat 0,1 %, alkohol 90 %, CTAB 2 % Tris-HCl 50 mM,

Chloroform Isoamyl Alkhohol (CIAA), EDTA 100 mM pH 8, NaCl 1,4 M,

Mercapto Ethanol 1 %, pasir kuarsa, TBE (Tris-Boric-EDTA) 0,5X, Ethidium

bromide 0,1 %, Mega Mix Royal (MMR), Miliq water, medium Potato Dextrose

Broth (PDB) dan medium Potato Dextrose Agar (PDA).

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital, termos

pendingin, mikroskop, refrigerator, Laminar Air Flow (LAF), otoklaf, jarum

inokulasi, jarum ose, tabung Erlenmeyer 250 ml dan 100 ml, petridish steril,

lampu spirtus, pisau silet, pinset, beaker glass, kertas label, kertas saring, kapas,

tabung Eppendorf 1,5 ml, bak elektroforesis, oven, tabung PCR, dan mesin PCR

ThermoCycler (BioRad).

C. Cara Kerja Penelitian

Pelaksanaan penelitian meliputi kegiatan sebagai berikut

1. Survei dan koleksi F. oxysporum f. sp. cepae

Survei dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan pertanaman bawang

putih endemi dan non-endemi penyakit busuk pangkal. Kriteria daerah endemi

adalah pertanaman terserang patogen dengan intensitas lebih dari 30 %,

sedangkan non-endemi dengan intensitas penyakit kurang dari 1 %. Masing-

masing daerah tersebut dilakukan isolasi F. oxysporum f. sp. cepae. Survei

Page 19: VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA FUSARIUM … · Bapak/Ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret ... (Allium sativum L.) merupakan nama yang tidak

xix

dilakukan dengan mencari tanaman yang terserang atau memiliki gejala serangan

busuk pangkal dengan ciri tanaman mengering dan bila dicabut pada umbi

terdapat miselium putih dan busuk. Tanaman yang mengalami gejala serangan

dibawa untuk dilakukan isolasi dan koleksi patogen.

F. oxysporum f. sp. cepae diisolasi dari tanaman sakit yang menunjukkan

gejala infeksi dengan memotong jaringan yang nekrotik. Potongan jaringan

tersebut ditaruh pada medium PDA terasamkan dengan menambahkan asam laktat

25 % sebanyak 2 ml L-1 dan diinkubasikan selama 7 hari (Kim et al., 2001).

Sejumlah 32 isolat yang tumbuh dikumpulkan guna dilakukan identifikasi untuk

mendapatkan isolat dengan ciri khusus. Sebanyak 32 isolat tersebut

dikelompokkan berdasar daerah asal isolat dan dilakukan pemilihan isolat untuk

dapat digunakan dalam uji virulensi.

Identifikasi koloni F. oxysporum f. sp. cepae masing-masing isolat

dilakukan dengan mikroskop dan yang teridentifikasi sebagai F. oxysporum f. sp.

cepae dipindahkan ke PDA. Isolat murni dari F. oxysporum f. sp. cepae disimpan

dalam larutan parafin cair steril dan disimpan pada suhu ruang sebagai koleksi dan

dapat untuk uji virulensi dan analisis keanekaragaman genetika. Isolat yang

diperoleh kemudian dikelompokkan berdasarkan kesamaan struktur koloni, warna,

dan pertumbuhan koloni.

2. Uji virulensi

Uji virulensi ini menggunakan bibit bawang putih. Pengujian dilakukan 2

metode sebagai berikut

a. Inokulasi benih bawang putih di atas koloni F. oxysporum f. sp. cepae

pada medium PDA.

Benih bawang putih yang akan diinokulasi dicuci dengan alkohol 70 % dan

dibilas dengan akuades steril, kemudian benih dikeringanginkan dan dilap tisu.

Benih bawang putih dilukai pada salah satu sisinya dengan jarum ose steril.

Setelah itu benih diletakkan di atas koloni F. oxysporum f. sp. cepae dengan sisi

yang dilukai kontak langsung dengan koloni patogen. Pengujian diatur menurut

Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 ulangan. Pengamatan dilakukan pada

2 minggu setelah inokulasi dengan mengamati intensitas penyakit busuk pangkal

Page 20: VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA FUSARIUM … · Bapak/Ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret ... (Allium sativum L.) merupakan nama yang tidak

xx

pada umbi bawang putih dengan mengukur persentase bagian jaringan umbi yang

bergejala busuk dan terkoloni patogen.

b. Inokulasi benih bawang putih pada tanah terinfestasi F. oxysporum f.sp.

cepae

Benih bawang putih ditanam pada tanah terinfestasi F. oxysporum f. sp.

cepae. Benih yang digunakan 2 varietas yaitu bawang putih varietas RRT dan

varietas Lokal Tawangmangu. Tanah ditaruh dalam baki ukuran 10x20 cm dengan

kedalaman tanah 5 cm, kemudian disiram hingga tanah basah. Benih yang akan

digunakan dibersihkan dari lapisan luar umbi yang kering, dicuci dengan alkohol

70 % dan dibilas dengan akuades steril, kemudian ditanam pada tanah dalam baki.

Setengah bagian umbi dibenamkan dalam tanah terinfestasi patogen tersebut,

terutama bagian pangkal umbi untuk mempercepat pertumbuhan. Perawatan

dilakukan dengan penyiraman setiap pagi hari untuk menjaga kelembaban tanah.

Pengujian diatur dengan rancangan acak lengkap dengan 3 ulangan. Pengamatan

dilakukan pada 2 minggu setelah inokulasi. Pengamatan dilakukan dengan

mengamati intensitas penyakit pada benih yang ditanam dengan cara membongkar

umbi yang ditanam kemudian diukur persentase jaringan umbi yang menunjukkan

gejala busuk. Penghitungan besarnya persentase kerusakan dengan melihat secara

langsung besar kerusakan yang terjadi dalam benih dan hasilnya dikonversi dalam

persen untuk mempermudah melihat virulensi. Besar kerusakan dilihat dari

banyaknya bagian bawang putih yang membusuk atau terkoloni F. oxysporum f.

sp. cepae untuk dinyatakan dalam persen antara 0 - 100 %.

c. Analisis data uji virulensi

Analisis hasil pengamatan uji virulensi dengan menggunakan analisis ragam

berdasarkan uji F taraf 5 % dan 1 %, apabila terdapat beda nyata dilanjutkan

dengan uji DMRT.

3. Uji keanekaragaman genetika F. oxysporum f.sp. cepae

a. Pembiakan F. oxysporum f. sp. cepae untuk ekstraksi DNA

Isolat patogen terpilih yang telah diuji virulensinya dibiakkan dalam

medium PDB. Ekstraksi DNA diawali dengan persiapan kultur F. oxysporum f.

sp. cepae berasal medium PDA yang telah dimiliki. Persiapan pembuatan medium

Page 21: VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA FUSARIUM … · Bapak/Ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret ... (Allium sativum L.) merupakan nama yang tidak

xxi

PDB dengan mensterilkan 50 mL medium PDB dalam tabung Erlenmeyer 100

mL selama 15 menit dengan suhu 121 0C. Kultur F. oxysporum f. sp. cepae yang

telah tersedia dimasukkan ke dalam medium PDB yang telah dingin dan

diinkubasi di dalam inkubator bergoyang (rotary shaker) selama 5 hari. Jamur

yang telah tumbuh dipisahkan dari medium PDB dengan cara sentrifugasi, untuk

kemudian dicuci dengan akuades steril hingga tidak terdapat medium yang

terbawa. Suspensi jamur yang telah bersih disaring dengan kertas saring untuk

memisahkan jamur dan cairan. Jamur siap untuk proses ekstraksi DNA dengan

CTAB.

b. Ekstraksi DNA F. oxysporum f. sp. cepae dengan CTAB

Proses selanjutnya adalah ekstraksi DNA F. oxysporum f. sp. cepae dengan

CTAB, diawali dengan penimbangan miselium jamur sebanyak 0,5 gram.

Miselium jamur digerus mortar dengan menambahkan CTAB 2 % 300 µL dan

sedikit pasir kuarsa agar cepat halus. Gerusan miselium yang telah halus dipindah

ke dalam tabung Ependorf untuk dipanaskan dalam waterbath 65 0C selama 30

menit dan kemudian digojog selama 10 menit. Tabung Ependorf disentrifuse

selama 5 menit dengan kecepatan 5000 putaran, supernatan (cairan bening bagian

atas) dipindahkan ke tabung Ependorf lain dan pelet ditinggal dalam tabung.

Endapan atau pelet dalam tabung Ependorf ditambah CIAA hingga sepenuh

tabung dan digojog hingga bercampur homogen, kemudian disentrifuse dengan

kecepatan 12000 putaran selama 10 menit, dan supernatan yang terdapat dalam

tabung dipindahkan ke tabung Ependorf lain sedangkan pelet ditinggal dalam

tabung Ependorf. Pelet kemudian ditambah ethanol/alkhohol absolut hingga

sepenuh tabung dan disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu -20 0C selama

1-3 jam.

Alkhohol (supernatan) dibuang dan pelet dilaturkan lagi dengan alkohol 70 %

hingga penuh tabung. Tabung Ependorf disentrifuse dengan kecepatan 12000

putaran selama 10 menit. Alkhohol (supernatan) dibuang, dan pelet DNA

dikeringanginkan dalam LAF selama ± 2 jam. Pelet DNA dilarutkan dalam

suspensi miliq water dan disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu -20 0C.

Hasil ekstraksi dilihat melalui elektroforesis pada gel 0,8 % dengan pewarna

Page 22: VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA FUSARIUM … · Bapak/Ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret ... (Allium sativum L.) merupakan nama yang tidak

xxii

ethidium bromide untuk memastikan terdapatnya DNA dalam pelet tersebut.

c. PCR-RAPD

Sistem DNA amplifiying fingerprinting (DAF) dilaksanakan menurut

Bentley & Bassam (1996) dengan sedikit modifikasi, meliputi reaksi amplifikasi

dengan PCR, kondisi siklus termal, dan elektroforesis yang akan dijalankan.

Adapun sekuen primer yang digunakan dalam analsisis RAPD, 5”-GATGAGCC-

3” (Bentley et al., 1998).

PCR kit yang digunakan yaitu Mega Mix Royal (MMR). Dalam 1 kali

proses PCR diperlukan MMR sebanyak 5 µL dan campuran lain, yaitu Primer 5

µL, template 2 µL dan Miliq water 8 µL. PCR-RAPD dilakukan dengan

menggunakan mesin Thermal cycler (BioRad). DNA hasil ekstraksi dapat

langsung dilakukan proses PCR dalam mesin PCR dengan program inisiasi

denaturasi dengan suhu 94 0C selama 5 menit 1 kali, denaturasi dengan suhu 94

0C selama 30 detik sebanyak 30 kali, annealing (pemisahan) dengan suhu 35

0C

selama 30 detik sebanyak 30 kali, extensions (pemanjangan) dengan suhu 72 0C

selama 30 detik sebanyak 30 kali, final extensions (pemanjangan akhir) dengan

suhu 72 0C selama 5 menit sebanyak 30 kali.

Proses program PCR diakhiri dengan penyeimbangan dengan suhu 20 0C

hingga proses berakhir sendiri. Setelah semua proses berakhir, DNA hasil PCR-

RAPD dapat langsung dilakukan elektroforesis maupun disimpan dalam suhu 4 0C

hingga dilakukan elektroforesis.

d. Elektroforesis untuk visualisasi hasil PCR-RAPD

Elektroforesis diawali dengan pembuatan gel elektroforesis. Pembuatan

diawali dengan menimbang 0,8 % agaros sebanyak 0,325 gram (untuk 40 mL

TBE cetakan gel dengan 17 sumuran gel) dan dipanaskan dalam oven maksimal 3

menit. Setelah tidak terlalu panas, agaros ditambah 40 µl ethidium bromide 0,1 %

dan digojog hingga homogen kemudian dituang ke cetakan yang telah dipasang

sisiran pencetak sumuran. Setelah lebih dari 20 menit atau mengeras, sisiran

diangkat. Gel bersama alas cetakan gel dipindahkan ke bak elektroforesis untuk

dapat digunakan dalam proses elektroforesis.

Page 23: VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA FUSARIUM … · Bapak/Ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret ... (Allium sativum L.) merupakan nama yang tidak

xxiii

Bak sebelum digunakan diisi dengan TBE 0,5X hingga gel terbenam dalam

larutan. Pada masing-masing sumuran gel diisi 5-20 µl DNA hasil PCR dan

sumuran reakhir diisi 10 µl marker (DNA marker). Mesin elektroforesis ditutup

dan power suply dinyalakan dengan daya 100 volt selama 35 menit. Setelah

proses selesai hasil elektroforesis dilihat pola fragment DNA-nya dan dilakukan

uji karakteristik pola kemiripan fragment DNA dengan program NTYSIS.

e. Analisis hasil PCR-RAPD

Analisis kesamaan pola fragmen DNA dianalsis dengan perangkat lunak

NTYSIS. Analisis data hasil elektroforesis gel dilakukan menggunakan perangkat

lunak FreeTree (Hampl et al., 2001) dengan metode unweight pair group with

mathematical average (UPGMA) untuk mengetahui kesamaan pola antarisolat

serta pengelompokan dan hubungan antar isolat dalam bentuk dendrogram. Pola

kesamaan antara 0,0-1 (0-100 %) berdasar angka yang muncul dalam program

NTYSIS dan metode UPGMA.

Page 24: VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA FUSARIUM … · Bapak/Ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret ... (Allium sativum L.) merupakan nama yang tidak

xxiv

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Survei dan Koleksi Fusarium

Hasil survei diperoleh pertanaman bawang putih endemi dari daerah

Gondosuli sedangkan daerah pertanaman bawang putih non-endemi diperoleh di

daerah Blumbang. Hasil isolasi F. oxysporum f. sp. cepae dari kedua daerah

tersebut diperoleh 32 isolat. Sejumlah isolat tersebut terkelompokan menjadi 8

kelompok berdasakan struktur pertumbuhan dan warna koloni dengan

ekstraseluler kemudian masing-masing kelompok diwakili 1 isolat untuk uji

virulensi dan keragaman genetika. Sejumlah 8 isolat tersebut terdiri dari 4 dari

daerah endemi dan 4 dari daerah non-endemi (Tabel 1.).

Tabel 1. Isolat F. oxysporum f. sp. cepae hasil survei dan koleksi digunakan untuk

uji virulensi dan karakteristik DNA

Kode isolat Asal Keterangan

FCp1 Gondosuli Endemi

FCp2 Gondosuli Endemi

FCp3 Gondosuli Endemi

FCp4 Gondosuli Endemi

FCp5 Blumbang Non-Endemi

FCp6 Blumbang Non-Endemi

FCp7 Blumbang Non-Endemi

FCp8 Blumbang Non-Endemi

B. Hasil Uji Virulensi

1. Hasil inokulasi benih bawang putih di atas koloni F. oxysporum f. sp. cepae

pada medium PDA

Hasil inokulasi benih bawang putih di atas koloni F. oxysporum f. sp. cepae

(Gambar 1.) menunjukkan bahwa intensitas penyakit serangan antar isolat pada

benih bawang putih kurang bervariasi. Semua isolat yang ada menyebabkan

intensitas penyakit atau bersifat virulen, sedangkan untuk kontrol tidak timbul

gejala kerusakan. Semua isolat menyebabkan intensitas penyakit rata-rata tinggi,

yaitu lebih dari 75 %.

Page 25: VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA FUSARIUM … · Bapak/Ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret ... (Allium sativum L.) merupakan nama yang tidak

xxv

Gambar 1. Diagram rata-rata intensitas penyakit pada benih bawang putih di atas

koloni 8 isolat F. oxysporum f. sp. cepae pada medium PDA dalam

cawan petri

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda

nyata berdasarkan DMRT 5 % berdasarkan data yang ditranformasi

ke Arc sin X

Beberapa isolat yaitu FCp4 (yang berasal dari daerah endemi), FCp7, dan

FCp8 (yang berasal dari daerah non-endemi) intensitas penyakit mencapai 100 %.

Meskipun isolat FCp7 dan FCp8 berasal dari daerah Blumbang yang bukan

daerah endemi, namun kerusakan yang timbul mencapai 100 %. Ini menunjukkan

bahwa keadaan non-endemi daerah asal isolat bukan disebabkan oleh patogen

yang tidak virulen. Hasil ini menunjukkan bahwa virulensi antar isolat dari daerah

endemi maupun non-endemi tidak berbeda nyata. Hasil ini tidak gayut dengan

hasil inokulasi benih bawang putih pada tanah terinfestasi patogen yang

menunjukkan lebih bervariasi. Intensitas penyakit yang tinggi oleh semua isolat

pada pengujian ini diduga disebabkan oleh pelukaan jaringan pada permukaan

benih yang diinokulasi.

Penanaman bawang putih terus menerus pada suatu lahan juga

mempengaruhi perkembangan virulensi patogen. Pengembangan kultivar tahan

menjadi salah satu kontrol yang efektif untuk mencegah penyakit, meskipun ini

dapat juga mengurangi penyebaran populasi patogen (Widodo et al., 2008) ini

Page 26: VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA FUSARIUM … · Bapak/Ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret ... (Allium sativum L.) merupakan nama yang tidak

xxvi

dapat menjadikan salah satu jalan terjadinya perubahan virulensi patogen akibat

perubahan perilaku dari patogen tersebut untuk penyesuaian dengan tanaman yang

ada.

2. Hasil inokulasi benih bawang putih pada tanah terinfestasi F. oxysporum f.

sp. cepae

a. Hasil inokulasi benih bawang putih pada tanah terinfestasi F. oxysporum f.

sp. cepae dengan bawang putih varietas RRT

Bawang putih varietas RRT merupakan bawang dataran rendah yang banyak

ditanam, namun dapat juga diusahakan di dataran tinggi (Santoso, 1988). Varietas

ini telah banyak digunakan pula untuk pengujian penelitian, karena salah satu

bawang putih yang memiliki ketahanan yang cukup baik, dan produksi yang

cukup tinggi. Hasil inokulasi benih bawang putih pada tanah terinfestasi patogen

menunjukkan bahwa intensitas penyakit oleh 8 isolat F. oxysporum f. sp. cepae

bervariasi tergantung jenis isolat dan varietas bawang putih. Isolat FCp5 yang

berasal dari Blumbang memberikan persentase kerusakan yang paling tinggi

dibandingkan isolat lainnya, yaitu mencapai 85 % (Gambar 2.).

Gambar 2. Diagram rata-rata persentase intensitas penyakit pada benih bawang

putih varietas RRT yang ditumbuhkan pada tanah terinfestasi F.

oxysporum f. sp. cepae

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda

nyata berdasarkan DMRT 5 % berdasarkan data yang ditranformasi

ke Arc sin X

Page 27: VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA FUSARIUM … · Bapak/Ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret ... (Allium sativum L.) merupakan nama yang tidak

xxvii

Berdasarkan intensitas penyakit pada varietas RRT, dapat disimpulkan

bahwa virulensi antar isolat F. oxysporum f. sp. cepae bervariasi. Namun

demikian, apabila dikaitkan dengan daerah asalnya, pengelompokkan tersebut

tidak berhubungan dengan status penyakit daerah asal. Isolat dari daerah endemi

tidak semuanya memberikan virulensi tinggi dan demikian juga sebaliknya, isolat

dari daerah non-endemi tidak semuanya menunjukkan virulensi yang rendah.

Isolat FCp1 yang berasal dari daerah endemi menunjukkan tidak virulen dengan

menimbulkan intensitas penyakit 0,00 %. Isolat FCp5 yang berasal dari daerah

non-endemi menunjukkan virulensi yang paling tinggi dengan menunjukkan

intensitas penyakit yang paling tinggi, 100 %.

Hasil berbeda ditampilkan inokulasi benih bawang putih pada tanah

terinfestasi F. oxysporum f. sp. cepae dengan bawang putih varietas Lokal

Tawangmangu yang hasilnya kurang bervariasi. Semua isolat patogen dapat

menimbulkan intensitas penyakit.

b. Hasil inokulasi benih bawang putih pada tanah terinfestasi F. oxysporum f.

sp. cepae dengan bawang putih varietas Lokal Tawangmangu

Bawang putih varietas Lokal Tawangmangu merupakan salah satu jenis

bawang yang banyak diusahakan di Tawangmangu, namun varietas ini hanya

merupakan unggul lokal, sehingga belum banyak diketahui orang dan

dibudidayakan di daerah lain. Pengujian varietas Lokal Tawangmangu juga

dilakukan sama dengan varietas RRT, ini dijadikan pembanding dan mengetahui

seberapa jauh virulensi yang ditimbulkan oleh berbagai isolat yang ada. Hasil

inokulasi benih bawang putih pada tanah terinfestasi F. oxysporum f. sp. cepae

dengan bawang putih varietas Lokal Tawangmangu menunjukkan hasil yang

kurang bervariasi. Intensitas penyakit tertinggi ditimbulkan oleh isolat FCp4

yaitu 73,33 % berasal dari daerah endemi, namun isolat yang berasal dari daerah

non-endemi yaitu isolat FCp5 dan FCp7 juga menimbulkan kerusakan yang

cukup tinggi, mencapai lebih dari 60% (Gambar 3.).

Page 28: VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA FUSARIUM … · Bapak/Ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret ... (Allium sativum L.) merupakan nama yang tidak

xxviii

Gambar 3. Diagram rata-rata persentase intensitas penyakit pada benih bawang

putih varietas Lokal Tawangmangu yang ditumbuhkan pada tanah

terinfestasi F. oxysporum f. sp. cepae

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda

nyata berdasarkan DMRT 5 % berdasarkan data yang ditranformasi

ke Arc sin X

Hasil ini berbeda dengan inokulasi menggunakan varietas RRT. Hal ini

diduga disebabkan oleh semua isolat yang telah lama berasosiasi dengan varietas

Lokal Tawangmangu tersebut sehingga jamur adaptif sebagai patogen pada

varietas tersebut. Serangan F. oxysporum f. sp. cepae yang lebih tinggi pada

varietas Lokal Tawangmangu dibandingkan dengan varietas RRT ini berbeda

dengan hasil pengamatan di lapangan yang menunjukkan sebaliknya, bahwa

varietas Lokal Tawangmangu lebih tahan (Hadiwiyono, 2004). Perbedaan hasil ini

diduga disebabkan oleh kondisi lingkungan yang berbeda, yaitu pengujian

virulensi yang dilakukan di dataran rendah, 110 m di atas pemukaan laut (dpl),

sedangkan lapangan Tawangamangu di atas 600 m dpl. Perbedan lingkungan

terutama suhu akibat perbedaan ketinggian dapat mempengaruhi kemampuan

infeksi patogen dan ketahanan tanaman. Tanaman yang tumbuh di luar daerah

ekologinya dapat menyebabkan tanaman tercekam. Cekaman lingkungan pada

tanaman dapat mempredisposisi infeksi patogen oleh parasit lemah seperti F.

oxysporum f. sp. cepae (Agrios, 2005).

Page 29: VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA FUSARIUM … · Bapak/Ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret ... (Allium sativum L.) merupakan nama yang tidak

xxix

C. Uji Keanekaragaman Genetika F. oxysporum f. sp. cepae

Hasil visualisasi fragmen DNA melalui PCR-RAPD adalah seperti pada

Gambar 4. Panjang fragmen berkisar antara 80 hingga 200 pasangan basa (bp).

Berdasarkan dendrogram (Gambar 5.) menunjukkan bahwa nilai koefisien

kesamaan genetika antarisolat sampel antara 0,25-1,00 (25 %-100 %). Pada nilai

koefisien 25 % terbagi menjadi 2 kelompok galur yaitu kelompok 1 (FCp3, FCp5,

FCp6, FCp8) dan dan kelompok 2 (FCp1, FCp4, FCp2, dan FCp7), sehingga

secara keseluruhan kelompok isolat terbagi menjadi 3 galur isolat yaitu galur 1

(FCp1 dan FCp4), galur 2 (FCp2 dan FCp7), dan galur 3 (FCp3, FCp5, FCp6 dan

FCp8). Dari ketiga galur, hanya galur 1 (FCp1 dan FCp4) dan galur 2 (FCp2 dan

FCp7) yang memiliki kekerabatan terdekat yaitu 51 %, sedangkan kekerabatan

tertinggi 100 % terdapat pada masing-masing galur. Kekerabatan terjauh antara

galur 1, 2 dengan galur 3 yang hanya 25 %.

1 2 3 4 5 6 7 8 M

Endemi Non endemi

1 2 3 4 5 6 7 8 M

Endemi Non endemi

Gambar 4. Pola fragmen DNA F. oxysporum f. sp. cepae melalui PCR-RAPD

Keterangan : 1 : isolat FCp1, 2 : isolat FCp2, 3 : isolat FCp3, 4 : isolat FCp4, 5 :

isolat FCp5, 6 : isolat FCp6, 7 : isolat FCp7, 8 : isolat FCp8, dan M :

Marker

80 bp

200 bp

600 bp

800 bp

1100 bp

Page 30: VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA FUSARIUM … · Bapak/Ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret ... (Allium sativum L.) merupakan nama yang tidak

xxx

Gambar 5. Dendrogram-UPGMA berdasarkan pola fragmen DNA hasil PCR-

RAPD pada 8 isolat F. oxysporum f. sp. cepae

Analisis tingkat keanekaragaman genetika 8 isolat berdasar analisis RAPD

memiliki koefisien kesamaan genetika 25 % atau variasi genetika 75 %. Hal ini

membuktikan bahwa telah terjadi perubahan genetika pada F. oxysporum f. sp.

cepae dengan variasi genetika yang cukup tinggi akibat penanaman bawang putih

yang kontinyu. Hasil ini juga sejalan dengan penelitian pada isolat F. oxysporum

f. sp. cubense dengan RAPD-PCR mempunyai keanekaragaman genetika yang

sangat tinggi dengan tingkat kesamaan 0,25-0,95 (25 %-95 %) dan dapat

dikelompokkan menjadi 4 kelompok (Anonim, 2008).

Berdasar uji virulensi, tidak terdapat perbedaan nyata kerusakan yang

ditimbulkan dari berbagai isolat antara daerah endemi dan non-endemi. Hasil

tersebut juga terlihat pada pola DNA dari PCR-RAPD. Tidak terdapat perbedaan

pola fragmen DNA daerah endemi dan non-endemi, namun dari hasil tersebut

dapat dikelompokkan 3 galur DNA (Gambar 5). Pengelompokan antar galur tidak

mencakup perbedaan antara daerah endemi maupun non-endemi. Pada galur 1

semua isolat merupakan isolat dari daerah endemi, pada galur 2 terdapat isolat

daerah endemi (isolat FCp2) dan non-endemi (isolat FCp7), sedangkan galur 3

juga merupakan campuran isolat dari daerah endemi (isolat FCp3) dan daerah

non-endemi (isolat FCp5, FCp6, dan FCp8). Hal ini membuktikan bahwa ada

keanekaragaman genetika pada F. oxysporum f. sp. cepae isolat asal

Tawangmangu. Namun demikian keanekaragaman genetika patogen tersebut tidak

berhubungan dengan status penyakit daerah asal isolat.

Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor virulensi

Koefisien kesamaan

Page 31: VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA FUSARIUM … · Bapak/Ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret ... (Allium sativum L.) merupakan nama yang tidak

xxxi

patogen bukan merupakan satu-satunya faktor yang menyebabkan terjadinya

endemi penyakit atau rendahnya intensitas penyakit busuk pangkal di lahan-lahan

tertentu. Menurut Hadiwiyono & Widono (2008), Hadiwoyono et al. (2008; 2009)

intensitas busuk pangkal bawang putih di Tawangmangu ditentukan karakter

fisika, kimia, dan biologi tanah. Kandungan bahan organik dan N yang tinggi dan

rendahnya P dan K menyebabkan peningkatan intensitas busuk pangkal bawang

putih. Pada tanah non-endemi memiliki populasi mikrob (jamur, bakteri, dan

actinomycetes) yang lebih tinggi dibandingkan pada tanah endemi.

Page 32: VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA FUSARIUM … · Bapak/Ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret ... (Allium sativum L.) merupakan nama yang tidak

xxxii

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa berdasarkan analisis PCR-

RAPD F. oxysporum f. sp. cepae dapat dikelompokkan menjadi 3 galur, namun

pengelompokan tersebut tidak berhubungan dengan virulensi dan daerah asal

isolat endemi atau non-endemi.

B. Saran

Penanaman varietas bawang putih RRT dan Lokal Tawangmangu perlu

dipertimbangkan sebagai varietas yang rentan terhadap busuk pangkal yang

disebabkan oleh F. oxysporum f. sp. cepae

Page 33: VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA FUSARIUM … · Bapak/Ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret ... (Allium sativum L.) merupakan nama yang tidak

xxxiii

DAFTAR PUSTAKA

Abawi, G.S., & J.W. Lorbeer. 1972. Several aspects of the ecology and pathology

of Fusarium oxysporum f. sp. cepae. J. Phytopathol. 62:870-876.

Agrios, G. N. 2005. Plant Pathology. 4th

Ed. Academic Press. San Diego

California. 633p.

Aini, F.N. 2004. Studi pola perkembangan busuk pangkal bawang putih di

Tawangmangu. Skripsi S1 Fakultas Pertanian. Ringkasan.

Anonim. 2008. Variasi genetik isolat-isolat Fusarium oxysporum f. sp. cubense.

Badan Litbang Pertanian. www. hortikultura.litbang.deptan.go.id. Diakses:

10 Juni 2010 (Abstr.).

Bentley, S. & B.J. Bassam. 1996. A rabust DNA aplification fingerprinting

system applied to analysis of genetic variation within Fusarium

oxysporum f.sp. cubense. J. Phytopathol. 144: 207-213.

Bentley, S., K.G. Pegg, N.Y. Moore, R.D. Davis, & I.W. Buddenhagen. 1998.

Genetic variation among vegetative compatibility gruops of Fusarium

oxysporum f. sp. cubense analyzed by DNA finger printing. J.

Phythopathol. 88: 1283-1293.

Bidang Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Seksi Sayuran dan Aneka

Tanaman. 2008. Bawang putih dataran rendah. Dinas Pertanian Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta.

Cahyono, B. 1996. Penanaman Bawang Putih Dataran Tinggi. CV.Aneka. Solo.

95 hal.

El-Fadly, G.B., M.K. El-Kazzaz, M.A.A. Hassan & G.A.N. El-Kot. 2008.

Identification of some Fusarium spp. using RAPD-PCR technique Egypt.

J. Phytopathol. 36(1-2) : 71-80

Fatawi, Z.D., H.S. Gutomo, & Hadiwiyono. 2003. Studi Lini Dasar Terjadinya

Epidemi Penyakit Busuk Pangkal Bawang Putih di Tawangmangu.

Laporan Hasil Penelitian Sumber Dana DUE-Like TA.2003. PS.

Agronomi. F. Pertanian. UNS. 45hal.

Fran, F., & N.B.,Cook. 1998. Fundamental of Diagnostic Mycology. WB Sanders

Company. Philadelphia. 283 hal.

Page 34: VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA FUSARIUM … · Bapak/Ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret ... (Allium sativum L.) merupakan nama yang tidak

xxxiv

Hadiwiyono. 2004. Serangan Fusarium pada pertanaman Bawang Putih di

Tawangmangu Jawa Tengah. Pp.203-210 in L. Susanto (ed) Prosiding

Simposium Nasional 1 tentang Fusarium. PFI Komisariat Purwokerto dan

Jur. Hama & Penyakit Tumbuhan. F. Pertanian Unsoed Purwokerto.

__________ & S. Widono. 2008. Hubungan faktor lingkungan tanah terhadap

intensitas busuk pangkal bawang putih di Tawangmangu. Agrin. 12(1):15-

22.

__________, S. Widono, Z. D. Fatawi, & N. Novianti. 2008. Analisis hubungan

keharaan N, P, dan K tanah terhadap intensitas penyakit busuk pangkal

(Fusarium oxysporum f. sp. cepae) pada bawang putih. Agrosains.

10(1):21-24.

__________, R.D. Wuspada, S. Widono, S.H. Poromarto, & Z.D. Fatawi. 2009.

“Kesupresifan Tanah” terhadap busuk pangkal (Fusarium oxysporum

f.sp.cepae) bawang putih di Tawangmangu, Karanganyar. Sains Tanah. 6

(1):1-6.

Hadrys, H., M. Balik, & B. Schierwater. 2002. Aplication of ramdom amplified

polymorphic DNA (RAPD) in molekuler ekologi. Mol. Ecol. 1: 55-63.

Hampl, V., A. Pavlicek & J. Flegr. 2001. Construction and bootstrap analysis of

DNA fingerprinting-based phylogenetic trees with the freeware program

FreeTree: application to trichomonad parasites. Int. J. Syst. Evol.

Microbiol . 51:731-735.

Havey, M.J. 1995. Fusarium Basal Plate Rot. Pp.10—11. In: H.F. Schwartz &

S.K. Mohan (eds) Compendium of Onion and Garlic Diseases. APS Press.

St. Paul Minnesota.

Hyun, J.W., & C.A. Clark. 1998. Analysis of Fusarium lateritium using RAPD

and rDNA RFLP techniques. J. Mycological. 102.

http://journals.cambridge.org. Accesed : 10 July 2010 (Abstr.).

Kim, J.T., I.H., Park, Y.H. Hahm, & S.H. Yu. 2001. Crown and root rot of

greenhouse tomato caused by Fusarium oxysporum f.sp. radicis-

lycopersici in Korea. Plant Pathol. J. 17(5):290-294.

Lopez, J. And C.S. Carmer. 2009. Screening NPGS Short-Day Anion Accession

for Resistance to Fusarium Basal Rot. Dep. Of. Agronomy and Hort.

http://aces.nmsu.edu/aes/onoinbreeding.doc. Accessed 10 July 2010.

Mitter, N., A. Srivastava, Renu, A. Shahid, A. Sharbhoy, & D. Agarwal. 2002.

Characterization of gibberellin producing galurs of Fusarium moniformae

based DNA polymorphysm. Micopathologia.153(4): 187-193.

Page 35: VIRULENSI DAN KEANEKARAGAMAN GENETIKA FUSARIUM … · Bapak/Ibu dosen serta karyawan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret ... (Allium sativum L.) merupakan nama yang tidak

xxxv

Nazaruddin. 1994. Sayuran Dataran Rendah. Penebar Swadaya. Jakarta. 142 hal.

Ruiz, R.A., D.C. Vacek, P.E. Parker, L.E. Wendel, U. Schaffner, R. Sobhihan, &

R.D. Richard. 2000. Using randomly amplified polymorphic DNA

polymerase chain reaction (RAPD-PCR) to match natural enemies to their

host plant. Pp: 289-293. in: Proceedings of the X International Symposium

on Biological Control of Weeds.

Saharan, M.S., A. Naef, J. Kumar, & N. Tiwari. 2007. Characterization of

variability among isolates of Fusarium graminearum associated with head

scab of wheat using DNA markers. Current Sci. 92(2): 230-235.

Santoso, H.S. 1988. Bawang Putih. Kanisius. Yogyakarta. 78 hal.

Semangun, H. 2001. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. UGM Press.

Yogyakarta. 754 hal.

____________. 2004. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia.

UGM Press. Yogyakarta. 29-30. 850 hal

Tjitrosoepomo, G. 1993. Taksonomi Umum. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta. 473 hal.

Warsito, D.P., & Soedijanto. 1981. Sayuran Umbi. CV. Bumi Restu. Jakarta.

85hal

Wibowo, S. 2003. Budidaya Bawang. Penebar Swadaya. Jakarta. 97 hal.

Widodo., N. Kondo, K. Kobayashi, & A. Ogoshi. 2008. Vegetative compatibility

groups within Fusarium oxysporum f. sp. cepae in Hokkaido-Japan. J.

Mikrobiol Indon. 2(1) ( Abstr.).

Williams, J.G.K, A.R. Kubelik, A.R. Livak, J.A. Rafalski, & S.V. Tingey. 2000.

DNA polymorphisms amplified by arbitrary primers are useful as genetic

markers. Nucleic Acid Res. 18:6531-6535.

Williams, C.N., J.O. Uzo, & W.T.H. Peregrine. 1993. Produksi Sayuran di

Daerah Tropika. Penerjemah Rinoprawiro, S. UGM Press. Yogyakarta.

278 hal.

Wiyatiningsih, S. 2007. Studi epidemi penyakit moler pada bawang merah.

Disertasi PS. Fitopatologi UGM. Yogyakarta. Tidak dipublikasikan.

Yuwono, T. 2006a. Bioteknologi Pertanian. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta. 113 hal.

_________. 2006b. Teori dan Aplikasi Polymerase Chain Reaction. Andi Offset.

Yogyakarta. 79 hal.