sarmanpsagala.files.wordpress.com · Web viewPJB UP Muara Karang. Untuk pengolahan limbah cair...
-
Upload
truongkhanh -
Category
Documents
-
view
222 -
download
0
Transcript of sarmanpsagala.files.wordpress.com · Web viewPJB UP Muara Karang. Untuk pengolahan limbah cair...
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan pada hakekatnya bertujuan untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat untuk lebih sejahtera, baik lahir
maupun batin. Untuk menjamin terciptanya kondisi yang demikian,
maka faktor kesehatan menjadi prioritas dalam kehidupan sehari –
hari. Sejalan dengan tumbuh dan berkembangannya kegiatan
industri, maka masalah kebisingan semakin besar dan bertambah
serius karena hampir semua industri dalam prosesnya menghasilkan
kebisingan.
Dengan keberadaan industri tersebut memunculkan dampak
positif dan negative yang ditimbulkan. Sejalan dengan kemajuan
teknologi berbagai mesin dan peralatan canggih digunakan dalam
produksi. Keadaan ini dapat menimbulkan dampak negative, salah
satunya berupa pencemaran baik di lingkungan alam maupun di
lingkungan kerja. Dalam lingkungan kerja sendiri dengan adanya
proses produksi, keadaan mesin dan cara kerja dapat menimbulkan
akibat bagi kesehatan para pekerja.
Menurut Dr. Suma’mur P.K M.Sc kebisingan mempengaruhi
konstruksi dan dapat membantu terjadinya kecelakaan dan
kebisingan yang lebih dari 85 dB dapat mempengaruhi daya dengar
dan menimbulkan ketulian. Selain itu juga menurut Keputusan
Menteri Tenaga Kerja No.51 / Men / 1999 menjelaskan bahwa
tentang nilai ambang batas adalah standar faktor tempat kerja yang
dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau
gangguan kesehatan dalam pekerjaaan sehari – hari untuk waktu
1
tidak lebih 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Nilai Ambang Batas
Kebisingan ditetapkan sebesar 85 dB. Jika kebisingan melampaui
Nilai Ambang Batas yaitu sebesar 140 dB maka waktu pemajanan
tidak boleh kontak walaupun sesaat.
PT. PJB Unit Pembangkitan Muara Karang merupakan
perusahaan yang bergerak dibidang listrik yang merupakan
Pembangkitan Listrik Tenaga Uap dan Gas untuk kebutuhan listrik di
wilayah Jawa dan Bali.
Pada Praktek Kerja Lapangan yang kami lakukan adalah
pemantauan untuk faktor – faktor berbahaya yang ada di lingkungan
kerja baik berupa fisik maupun kimia. Dimana pada Praktek Kerja
Lapangan yang kami lakukan di PT. PJB UP Muara Karang, untuk
hasil dari proses produksi yang dilakukan oleh PT. PJB UP Muara
Karang adalah sampah yang belum dikelola secara maksimal.
1.2 Permasalahan
Dari uraian diatas, maka kami dalam praktek kerja lapangan
untuk sanitasi Industri, PT. PJB UP Muara Karang adalah
pengelolaan sampah yang belum maksimal.
1.2.1 Tujuan
1.2.1.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran secara umum penerapan
prinsip – prinsip sanitasi yang ada di lingkungan kerja pada PT. PJB
Unit Pembangkitan Muara Karang
1.2.1.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui sejarah PT. PJB unit Pembangkitan
Muara Karang
2
2. Untuk mengetahui struktur organisasi PT. PJB Unit
Pembangkitan Muara Karang
3. Untuk mengetahui pelaksanaan sanitasi lingkungan dan K3
pada PT. PJB Unit Pembangkitan Muara Karang
1.2.2 Manfaat
1.2.2.1 Bagi mahasiswa
Penulis dapat mengaplikasikan ilmu yang didapatkan selama
perkuliahan di Jurusan Kesehatan Lingkungan.
1.2.2.2 Bagi PT. PJB Unit Pembangkitan Muara Karang
Praktek Kerja Lapangan ini di harapkan dapat menjadi
masukan dan data yang berharga guna peningkatan mutu dan
kualitas perusahaan.
1.3 Metode Pengumpulan DataDalam pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT.
PJB Unit Pembangkitan Muara Karang data yang kami lakukan
sebagai berikut :
Pengambilan data sekunder mengenai Struktur Organisasi
PT. PJB Unit Pembangkitan Muara Karang
Observasi yaitu pengamatan atau infeksi lingkungan PT.
PJB Unit Pembangkitan Muara Karang dengan
permasalahannya dimana pengamatan yang kami lakukan
meliputi :
1. Pengelolaan Limbah Cair
2. Pengelolaan sampah atau Limbah padat
Chek list mengenai kondisi sarana pembuangan sampah,
pembuangan limbah, sanitasi ruang dan bangunan,
pengggunaan APD
3
Pengambilan sampel dengan cara pengukuran kebisingan,
suhu, kelembaban serta pencahayaan.
1.4 Ruang Lingkup
Untuk menghindari salah pengertian maka kami membatasi
masalah yang akan kami bahas yaitu pengelolaan sampah di PT. PJB
Unit Pembangkitan Muara Karang pada hasil produksi pada proses
awal produksi. Dan untuk menghindari timbulnya perbedaan pendapat
maka perlu ada penjelasan dari berbagai istilah sebagai berikut :
Menurut Undang - undang RI No. 18 tahun 2008 tentang
Pengelolaan sampah :
1. Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.
2. Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat,konsentrasi, dan/atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus.
3. Sumber sampah adalah asal timbulan sampah.
4. Penghasil sampah adalah setiap orang dan/atau akibat proses alam yang menghasilkan timbulan sampah.
5. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
6. Tempat penampungan sementara adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu.
7. Tempat pemrosesan akhir adalah tempat untuk memroses dan mengembalikan sampahke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan.
4
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan PKL ini disusun dalam 6 BAB yaitu :
Bab I Pendahuluan
Menguraikan tentang latar belakang, masalah utama, tujuan,
manfaat dan metode.
Bab II Gambaran umum
Menguraikan tentang sejarah PT.PJB UP Muara Karang.
Bab III Keadaan sekarang
Menguraikan keadaan sekarang dilihat dari lahan yang
digunakan, struktur organisasi, sumber daya manusia
(jumlah karyawan) dan kegiatan.
Bab IV Keadaan yang diinginkan
Menguraikan tentang keadaan yang diinginkan dilihat dari
aspek organisasi, sumber daya manusia serta kesling.
Bab V Masalah dan pemecahannya
Berisi tentang identifikasi masalah (pohon masalah), analisa
saran (pohon sasaran), alternative kegiatan (pohon
alternative), serta langkah – langkah tindakan.
Bab VI Penutup
Membahas tentang kesimpulan dan saran di PJB Unit
Pembangkitan Muara Karang.
5
BAB II
GAMBARAN UMUM
2.1 GAMBARAN UMUM
Gambaran umum ini yaitu untuk mengetahui gambaran pada
daerah penelitian.
2.1.1 Sejarah Perusahaan
Sejarah singkat UP Muara Karang
Tahun 1979 : Awal Operasi dikelola oleh PJB Pembangkitan
dan Penyaluran Jawa Bagian Barat (KJB), dikenal
sebagai Sektor Muara Karang.
Tahun 1995 : Lahir dua anak perusahaan pada tanggal 3
Oktober 1995, yaitu PT. PJB Pembangkitan
Tenaga Listrik Jawa Bali I dan II. Sektor Muara
Karang menjadi salah satu unit kerja PT. PJB
Pembangkitan Jawa Bali II.
Tahun 1997 : Sektor Muara Karang berubah nama menjadi
PT. PJB Pembangkitan Tenaga Listrik Jawa Bali II
Unit Pembangkitan Muara Karang (PT,PJB
Pembangkitan Jawa Bali Unit Pembangkt Muara
Karang ).
Tahun 1999 : Berdasarkan SK Direksi No. 046.
K/023/DIR/1998 dilakukan pemisahan struktur
organisasi UP dan UB.
6
Tahun 2000 : 3 Oktober 2000 PT. PLN PJB I berubah nama
menjadi PT.PJB ( PT.Pembangkitan Jawa Bali ),
PT. PLN PJB UP Muara Karang.
Tahun 2002 : PT. PJB Muara Karang berubah nama menjadi
PT. PJB UP Muara Karang .
2.1.2 Lokasi Perusahaan
Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU) Muara Karang membuat
unit 1,2,3,4 dan 5 yang berlokasi di teluk Jakarta diatas tanah
seluas kurang lebih 41,5 hektar yang terdiri dari kurang lebih 12
hektar untuk membangun sentral dan kurang lebih 29,5 hektar
untuk sarana penunjang seperti gudang, perumahan operator dan
lain – lain. Pembuatan unit ini adalah kelanjutan dari PLTU Tanjung
Priok Unit 3 dan 4. Pembuatan unit – unit di PLTU Muara Karang ini
ditunjukan untuk memenuhi pertubuhan kebutuhan listrik yang terus
melonjak. Kapasitas untuk unit 1,2 dan 3 adalah 3 X 100 MW
sedangkan untuk unit 4 dan 5 adalah 2 X 200 MW.
Manfaat dari pembuatan unit – unit di PLTU Muara Karang
adalah Penambahan daya sebesar 700.000 KW unutk memenuhi
penyediaan kebutuhan tenaga listrik Jakarta Raya dan
memproduksi Jawa dan Bali.
Dalam pembangunan unit – unit ini di bagi dalam dua tahap.
Tahap pertama adalah pembangunan unit 1,2 dan 3 yaitu :
Unit 1 : 20 Januari 1979
Unit 2 : 28 Februari 1979
Unit 3 : 28 Juni 1979
Sedangkan pembangunan tahap kedua adalah unit 4 dan 5, yaitu :
Unit 4 : 26 November 1981
7
Unit 5 : 7 Juni 1982
Pembiayaan pembangunan unit 1,2 dan 3 sebesar US $
142.012.078 atau US $ 473/KW. Sedangkan untuk unit 4 dan 5
sebesar US $ 154.018.030,95 atau US $ 385/KW.
Wilayah Kota Jakarta Utara luas area PLTU ini kurang lebih
41.5 ha yang terdiri dari kurang lebih 12 ha untuk bangunan sentral
dan kurang lebih 29.5 ha untuk sarana penunjang seperti gudang,
perumahan operator.
Batas – batas pada PLTU Muara Karang meliputi :
Utara : Berbatasan dengan teluk Jakarta (laut Jawa)
dan pipa bawah laut kurang lebih 4.5 km sebagai
penyaluran dari tanker ke bunker.
Selatan : Berbatasan dengan Jalan Raya Pluit Utara dan
perumahan Pluit.
Barat : Berbatasan dengan sungai Karang. PLTGU
Muara Karang dan pelabuhan Perikanan Muara
Angke.
Timur : Berbatasan dengan yayasan pendidikan
Diakonia, pemukiman dan perumahan Mutiara.
8
2.2 Visi dan misi PT. PJB Unit PLTU Muara Karang
1. Misi
a. Menjadikan PT. PJB Unit PLTU Muara Karang sebagai
perusahaan public yang maju dan dinamis dalam bidang
Pembangkitan tenaga listrik.
b. Memberikan hasil terbaik kepada pemegang saham,
pegawai, pelanggan, pemasok, pemerintah dan masyarakat
serta lingkungannya.
c. Memenuhi tuntutan pasar.
2. Visi
Mengusai pangsa pasar Indonesia
Menjadikan perusahaan kelas dunia.
Memiliki sumber daya manusia yang professional.
Peduli Lingkungan
2.3 Kegiatan Usaha
Kegiatan inti dari PT. PJB UP Muara Karang adalah memproduksi
energi listrik. Rata – rata 5.286 Gwh / tahun dengan total daya 1.208
MW (Mega Watt). Energi tersebut disalurkan melalui jaringan
Transmisi Tegangan Ekstra Tinggi 150 KV sistem Jawa – Bali. UP
Muara Karang mempunyai peran utama dalam memenuhi kebutuhan
listrik di Ibukota Jakarta, terutama pada daerah – daerah VVIP seperti
Bandara Soekarno Hatta, Istana Presiden dan Gedung MPR / DPR.
9
No Unit Lokasi Daya Terpasang Tahun Operasi
1 PLTU unit 1 Muara Karang 100 MW 1979
2 PLTU unit 2 Muara Karang 100 MW 1979
3 PLTU unit 3 Muara Karang 100 MW 1979
4 PLTU unit 4 Muara Karang 200 MW 1981
5 PLTU unit 5 Muara Karang 200 MW 1982
6 PLTGU Muara Karang 500 MW 1992
7 PLTGU Muara Tawar 920 MW 1997
2.4 Proses Produksi
Dalam proses produksi energi listrik, air tawar yang digunakan
sebagai media kerja diperoleh dari air laut yang diolah melalui
peralatan Desalination Plant, kemudian diolah lagi melalui peralatan
Water Treatment hingga air tersebut memenuhi syarat untuk Boiler.
Air tawar tersebut disalurkan dan dipanaskan ke dalam Boiler dengan
menggunakan bahan bakar gas atau bahan bakar residu. Uap hasil
produksi Boiler dengan tekanan dan temperatur tertentu disalurkan ke
Turbin, uap yang disalurkan ke Turbin tersebut akan menghasilkan
tenaga mekanis untuk memutar Generator dan kemudian
menghasilkan tenaga listrik disalurkan ke Sistem Jawa – Bali.
2.5 Manajemen Lingkungan dan K3
Ramah lingkungan merupakan trend dunia usaha yang
berkembang saat ini. Sehingga setiap industri diharuskan untuk
mengelola lingkungan dengan baik. Berstandar internasional, aman 10
serta berdampak positi bagi lingkungan sekitar. Di PT. PJB UP Muara
Karang melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
terhadap komponen :
1. Kualitas udara dengan parameter sesuai dengan baku mutu
yang ditetapkan oleh menteri kesehatan.
2. Kualitas air dengan parameter sesuai dengan peruntukkannya.
3. Fisik / kimia, seperti penetralan limbah cair melalui WWTP
(Waste Water Treatment).
4. Sosial ekonomi dan budaya yang meliputi penghijauan
disekitar unit, dan kebugaran karyawan (ruang fitness,
penggunaan sepeda).
2.5.1 Pengelolaan Lingkungan
Untuk pengelolaan lingkungan PT. PJB UP Muara
Karang telah melaksanakan, antara lain :
1. Netralisasi Limbah cair guna menetralkan air buangan
unit sebelum air tersebut dibuang ke sungai dan laut.
2. Saluran Inlet dan Outlet pendingin kondensor yang
panjangnya mencapai 1 km untuk menurunkan suhu air
bekas pendinginan.
3. Mengoptimalkan operasional Dust Collector untuk
mengumpulkan partikel padat yang terbawa oleh gas
buang.
4. Melaksanakan progam penghijaun pada tanah – tanah
yang kosong guna menciptakan suasana lingkungan
yang hijau dan berseri.
5. Mengoptimalkan pemakaian bahan bakar Gas Alam
pada setiap unit.
11
6. Oil Separator, guna memisahkan minyak pada air
buangan yang berasal dari area Bunker BBM (Bahan
Bakar Minyak).
7. Pembersihan pada saluran air.
2.5.2 Pengendalian polusi
Di PT. PJB UP Muara Karang, telah melakukan
pengendalian polusi yang telah dilengkapi dengan alat
pengendali emisi udara meliputi :
1. Cerobong yang cukup tinggi pada semua unit, guna
mendapatkan distribusi penyebaran gas buang secara
luas.
2. Dust Collector / Dust Habdling, guna menangkap debu
hasil pembakaran yang akan dibuang melalui cerobong.
2.6 Penghargaan
Sertifikat Institusi Pemberi Sertifikat
SMK3 Tahun 2001 Pemerintah RI
ISO 9001 9 Juni 2003 – SAI Global
PLTU MKR Unit 2 sebagai PLTU BBM / Gas Percontohan
27 Oktober 2003
PT. PJB (Persero)
ISO 14001 7 Januari 2004 – SAI Global
Zero Accident Tiap Tahun Depnakertrans
12
2.7 Fasilitas – fasilitas umum
PT. PJB UP Muara Karang merupakan perusahaan di Indonesia
yang mengutamakan kualitas, kuantitas, dan pelayanan bagi
masyarakat. Di samping itu PT. PJB UP Muara Karang memiliki
kelengkapan fasilitas penunjang / umum antara lain :
1. Laboratorium (untuk bahan kimia)
2. Unit Pemeliharaan (bengkel)
3. Perpustakaan
4. Ruangan DM
5. Ruang Rapat
6. Ruang Denter (Pengadaan barang dan jasa)
7. Ruang Pertemuan
8. Lobby
9. Ruangan staff
10.Musholla (2)
11.Masjid (1)
12.Peralatan kantor
(Telepon, internet, MIM (internet Kerja), HT, komputer,
laptop)
13.Alat Pemadam Kebakaran
14.WWTP
15.TPS
16.Gudang
13
17.Baju Pemadam Kebakaran
18.Perahu karet
19.Toilet (terpisah antara toilet pria dan toilet wanita)
20.APD (Alat Pelindung Diri)
1. Alat Pelindung Kepala (Helm)
2. Alat Pelindung Mata atau Muka
3. Alat Pelindung Telinga (Ear Plug)
4. Alat Pelindung Pernafasan (Masker)
5 Alat Pelindung Tangan (Sarung Tangan)
6. Alat Pelindung Kaki (Sepatu Boot dan safety shoes)
7. Alat Pelingdung Badan (Apron)
14
BAB III
KEADAAN SEKARANG
3.1 Organisasi
15
3.2 Sumber Daya
Sumber daya manusia atau pekerja yang bekerja dalam
lingkup PLTU / PLTGU secara umum berjumlah 223 pegawai ( thn
2006 ) yang terbagi dalam beberapa bidang yaitu :
Bidang operator : 125 orang, dengan 1 orang Deputi
Manajer
Bidang pemeliharaan : 61 orang, dengan 1 orang Deputi
Manajer
Bidang kimia dan LK3 : 19 orang, dengan 1 orang Deputi
Manajer
Bidang Kepatuhan : 3 orang, dengan 1 orang Deputi
Manajer
Bidang Enjiniring : 17 orang, dengan 1 orang Deputi
Manajer
Bidang umum : 19 orang, dengan 1 orang Deputi
Manajer
Bidang SDM : 11 orang, dengan 1 orang Deputi
Manajer
Bidang keuangan : 8 orang, dengan 1 orang Deputi
Manajer
16
3.3 kegiatan
3.3.1 Instalasi Pengolahan Limbah Cair (WWTP)
Dalam pengolahan limbah cair, dilakukan oleh WWTP ( Waste
Water Treatment Plan ) PT. PJB UP Muara Karang. Untuk
pengolahan limbah cair dibagi atas dua macam yaitu limbah cair
yang berasal dari unit pembakaran dilakukan pengolahan di Instalasi
IPAL sedangkan limbah cair yang berasal dari WC, dapur dan
ruangan kantor dilakukan pengolahan di septickank.
Pada instalasi IPAL terdapat tahapan – tahapan sebelum limbah
tersebut dibuang kesungai atau laut. Tahapan – tahapan yang dilalui
adalah sebagai berikut :
1. Screen Tank
Berfungsi untuk menyaring sampah yang masuk menuju
sumpit. Sampah yang masuk menuju sumpit bersama
aliran air akan tertahan disaringan yang pertamayaitu
saringan10 mm, selanjutnya tertahan disaringan yang
kedua yaitu saringan 6 mm dan saringan yang ketiga
yaitu saringan 3 mm.
2. Sumpit 1
Berfungsi untuk menampung air limbah dari sumber
sekitarnya. (Kapasitas 40 m3)
3. Sumpit 2
Berfungsi untuk menampung air limbah dari sumber
sekitarnya.
17
4. Oil Floatation
Berfungsi untuk memisahkan oli/minyak dengan air
sekaligus mengendapkan lumpur. Minyak dialirkan ke oil
tank, lumpur dialirkan ke Thickener dan air dialirkan ke
WWSP. (Kapasitas 170 m3)
5. Oil Tank
Berfungsi untuk menampung residu yang dipisahkan
dengan air di oil Separator, untuk dialairkan ke Bunker.
6. WWSP ( Waste Water Storage Ponds )
Berfungsi untuk menampung air limbah dari oil separatoe
apabila terjadi Peak Flow. Menguapkan minyak yang
telah bercampur dengan air. (Kapasitas WWSP 1000 m3)
7. Blower
Berfungsi untuk memompa udara kedalam WWSP
melalui difusser. Untuk menurunkan BOD, COD dengan
menguapkan kandungan minyak yang terlarut.
8. Oxidation Pit
Berfungsi untuk menetralkan air limbah dengan mengatur pH air yang akan masuk ke Coagulant/Floculant Tank agar pada posisi 6,5 -8,5 optimum pH 7.( Kapasitas 27 m³)
9. Coagulant
Berfungsi untuk mempersatukan unsure koloid dalam air sehingga menggumpal. (Kapasitas koagulan : 3 m3)
10. Floculant
Berfungsi untuk mempersatukan unsure hasil coagulant menjadi gumpalan yang lebih besar. (Kapasitas Flokulan 3 m3 )
18
11. Clarifier
Berfungsi untuk mengendapkan sludge ( Lumur ).
(216m3, Diameter 10 m, tinggi 3 m, Kapasitas aliran
maximum 80 m³/jam)
12. Neutralizing Pit
Berfungsi untuk menampung air limbah yang lumpurnya
sudah diendapkan dan mengencek air tersebut sudah
netral (pH 6,5- 8,5 ). (Kapasitas 27 m³)
13. Clear Pit
Berfungsi untuk menampung air limbah dari Neutralizing
pit yang telah netral. (Kapasitas 70 m³)
14. Sand Filter
Berfungsi untuk menyaring air limbah dari Clear Pit
menuju Effluent agar bersih. (Kapasitas :40 m³/jam)
15. Effluent Tank
Berfungsi untuk menampung air limbah dari Sand Filter
dan kemudian dikontrol sebelum dibuang kelaut.
(Kapasitas 20 m³)
16. Thickener
Berfunfsi untuk menampung Sludge dari Oil Floatation
dan Clarifier.(Sludge diendapkan dan dipompa ke Filter
Press. (Kapasitas 24,5 m³)
17. Bak Thickener
Berfungsi untuk menampung air limbah dariThickener
dan buangan Back Wash dari Sand Filter.
19
18. Filter Press
Berfungsi untuk menyaring Sludge untuk dikumpulkan
dan dimasukkan kedalam karung.
19. Chemical Tower
Berfungsi untuk mengalirkan HCL dan NaOH kedalam
Oxidation Pit dan Neutralizing Pit.(Pengaliran HCL dan
NaOH dikendalikan oleh pH kontrol).
3.3.1.1 Alur WWTP (Waste Water Treatment Plant)
3.3.1.2 Kandungan Pencemar Pada Limbah Cair
Pengkonsumsi Oksigen
BOD, COD
Nutrisi
N, P
Penyebab Gangguan
20
bau, estetis, rasa
Toksik (PBT)
Akut, kronik, bioakumulatif
3.3.1.3 Kategori Limbah PLTU
Limbah Cair
Buangan regenerasi WTP, Boiler blowdown, desalination
Blowdown, domestic water, hydrogen plant, limbah domestic,
sistem air pendingin PLTU, minyak dan pelumas.
Limbah Padat
Abu sisa pembakaran batubara atau minyak
Limbah gas
Gas yang dihasilkan dari sisa pembakaran. CO, NOx, SO
2.
gas hydrogen dari Hydrogen Plant.
3.3.2 Pengelolaan Sampah
Sampah yang dihasilkan oleh PT. PJB UP Muara Karang
berasal dari laut yang merupakan bagian dari proses produksi.
Dalam pengelolaannya PT. PJB UP Muara karang bekerjasama
dengan PT. Pardingot Ria. Volume yang dihasilkan relatif tergantung
keadaan cuaca, pada saat musim hujan volume sampah relatif lebih
banyak daripada saat musim kemarau yang bisa mencapai enam
belas kali pengangkutan / bulan. Namun apabila musim kemarau
frekuensi pengangkutan sampah tiga kali / minggu dengan volume 3
m³.
21
Petugas cleaning service untuk keseluruhan berjumlah 35
petugas, 3 orang petugas di tempatkan didalam kantor. Tempat
sampah yang tersedia sudah mencukupi yakni sejumlah ± 40 dan
sudah ada pemisahan sampah antara sampah basah (biru) dan
sampah yang kering (orange), atau telah memenuhi baku mutu
sesuai dengan KepMenKes RI No. 1405 /MENKES /SK /XI /2002
karena telah melaksanakan pemisahan sampah antara sampah
basah dan sampah kering.
3.3.3 Kadar Debu
Berdasarkan data sekunder yang kami peroleh, pengukuran
debu ambien yang dilakukan oleh PT. PJB . IP Muara Karang sudah
memenuhi baku mutu sesuai dengan , yang dilaksanakan secara
berkala yaitu setiap tiga bulan sekali. Pengukuran meliputi
(Lampiran).
3.3.4 Pencahayaan
Pencahayaan di PT. PJB. UP. Muara Karang cukup baik.
Pengukuran cahaya sudah dilakukan secara rutin, setiap 1(satu) /
bulan.
3.3.4.1 Pengukuran Pencahayaan
Tabel 1 Hasil Pengukuran Pencahayaan Di Lingkungan Kerja
PT. PJB UP Muara Karang
Tahun 2008
22
No Ruangan Pengukuran 1 Pengukuran 2 Pengukuran 3 Rata - Rata
1. SDM 360 206 260 275
2. KLK3 106 81 320 169
3. Turbin 41 51 120 54,6
4. CR 1,2,3 152 145 89 128,6
5. CR 4 dan 5 103 86 137 108,6
6. Lobby 43 129 127 99,6
Untuk ruang SDM, KLK3, CR 1,2,3, CR 4,5,dan lobby telah
memenuhi persyaratan pencahayaan di ruangan yang sesuai
dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1405 /MENKES
/SK /XI /2002 yakni minimal 100 lux.
3.3.5 Kebisingan
Pengukuran kebisingan juga sudah dilakukan secara rutin
oleh PT. PJB UP Muara Karang yakni setiap satu bulan sekali.
3.3.5.1 Pengukuran kebisingan
23
Tabel 2 Hasil Pengukuran kebisingan Di Lingkungan Kerja
PT. PJB UP Muara Karang
Tahun 2008
No Lokasi Pengukuran
Titik Pengukuran
Hasil Pengukura
(dB)
Waktu Pemajanan /
hari
NAB sesuai KepMenkes
RI No.1405/
MENKES/ SK/XI/2002
Keterangan
1. Ruang / Area
Produksi
Control Room 1,2,3
68 8 jam 85 dB Tidak Melebihi
NAB
Control Room 4,5
78 8 jam 85 dB Tidak Melebihi
NAB
Bengkel 83 8 jam 85 dB Tidak melebihi
NAB
Turbin 93 8 jam 85 dB Melebihi NAB
SDM 62 8 jam 85 dB Tidak melebihi
NAB
Lobby 66 8 jam 85 dB Tidak melebihi
NAB
Dari hasil pengukuran yang kami lakukan didapat tingkat
kebisingan yang melebihi NAB (Nilai Ambang Batas) yakin
pada ruang Turbin (93 dB), sedangkan untuk ruang lainnya
seperti SDM, KLK3, Lobby, CR 1,2,3 dan CR 4 & 5, Bengkel
tidak melebihi NAB yang telah ditetapkan oleh Menteri
24
Kesehatan RI, pada KepMenKes RI No. 1405 /MENKES
/SK /XI /2002 dengan persyaratan kebisingan ruangan
sebesar 85 dB untuk 8jam kerja.
3.3.6 Penyediaan Air Bersih
Penyediaan air bersih bagi kebutuhan sehari – hari di PT.
PJB UP Muara Karang berasal dari PAM dan air laut yang telah
diproses. Penyediaan air bersih telah memenuhi syarat kesehatan
sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan (KepMenkes) RI No.
1405 / MENKES / SK / XI / 2002 tentang persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri. Air bersih dtampung
pada 2 tanki berbeda yang berkapasitas 760 kl.
Sumber air ini dimanfaatkan untuk kebutuhan :
Penggunaan toilet
Musholla dan lain – lain
Sedangkan air bersih yang digunakan untuk kebutuhan
minum sehari – hari, PT. PJB UP Muara Karang bekerjasama
dengan Aqua.
25
3.3.7 Pengukuran Suhu dan Kelembaban
Tabel 3 Hasil Pengukuran Suhu Di Lingkungan Kerja
PT. PJB UP Muara Karang
Tahun 2008
No Lokasi Pengukuran Hasil pengukuran Baku Mutu
Suhu Ruangan
(18 – 30 °C)
1. SDM 25,8 °C Memenuhi
2. Bengkel 29,8 °C Memenuhi
3. KLK3 27,1 °C Memenuhi
4. CR 1,2,3 28,3 °C Memenuhi
5. CR 4,5 26,9 °C Memenuhi
6. Turbin 31 °C Tidak memenuhi
7. Ground Floor 30 °C Memenuhi
8. Mezzanine 33 °C Tidak memenuhi
9. Lobby 24,8 °C Memenuhi
26
Tabel 4 Hasil Pengukuran Kelembaban Di Lingkungan Kerja
PT. PJB UP Muara Karang
Tahun 2008
No Lokasi Pengukuran Hasil pengukuran Baku Mutu Kelembaban
Ruangan
(40% - 60%)
1. SDM 50% Memenuhi
2. Bengkel 67% Tidak Memenuhi
3. KLK3 60% Memenuhi
4. CR 1,2,3 41% Memenuhi
5. CR 4,5 45% Memenuhi
6. Turbin 58% Memenuhi
7. Ground Floor 67% Tidak Memenuhi
8. Mezzanine 57% Memenuhi
9. Lobby 67% Tidak Memenuhi
27
3.3.8 K3
3.3.8.1 Kesehatan Kerja
Untuk menjaga kesehatan para pekerjanya PT. PJB. UP
Muara Karang mengadakan Medical Check Up yang
dilaksanakan 1 tahun sekali, yang bekerjasama dengan
Laboratorin Klinik Pramita.
Di PT. PJB UP Muara Karang juga disediakan Politeknik
yang berfungsi sebagai pertolongan pertama bagi karyawan
yang membutuhkannya. Di politeknik ini terdapat 1 orang dokter
yang selalu ada ditempat setiap jam keja, kecuali hari sabtu,
minggu dan hari libur.
Karyawan yang mengalami sakit dan kecelakaan kerja,
yang harus mendapatkan perawatan khusus, PT. PJB. UP
Muara Karang membiayai 100%.
3.3.8.2 Keselamatan Kerja
Untuk melindungi karyawan dari bahaya yang berkaitan
dengan mesin, proses krja serta lingkungan kerjanya PT. PJB.
UP Muara Karang mengadakan upaya – upaya preventif
dengan membuat Standart Opertioning Procedure ( SOP ),
usaha preventif lainnya adalah menyediakan ruangn kerja yang
aman dan nyaman, agar karyawan dapat bekerjasama dengan
aman tanpa adanya kecelakaan kerja.
28
3.3.9 Pengendalian Vektor dan Binatang pengganggu
Dalam pengendalian vektor dan binatang pengganggu PT.
PJB UP Muara karang bekerjasama dengan Cv. Bina
Keluarga, pemantauan dilaksanakan secara rutin setiap dua
kali / bulan. Lingkup Pekerjaan meliputi :
Pengendalian hama (nyamuk, lalat, kecoa, semut &
tikus). (Lampiran)
Pengendalian untuk jenis hama meliputi :
a. Flying Insects (nyamuk & lalat)
b. Crawling Insects (semut, kecoa, laba – laba)
c. Rodent (Tikus)
Bahan – bahan yang digunakan meliputi :
a. Pest / Insects Control (Zeta Cypemethrin,
Etofenproks, Permethrin, Azamethepos,
Fipronil, Methoprene).
b. Rodent Control (Bromadiolone, Brodifacoum,
glue).
29
BAB III
KEADAAN YANG DIINGINKAN
3.1 Air bersih
Air bersih adalah air yang dipergunakan untuk keperluan sehari – hari
dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai
dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku dan dilengkapi
alat pengolahan air bersih sesuai dengan kebutuhan. Menurut
Permenkes 1405/MENKES/SK/XI/2002 tersedianya air bersih untuk
karyawan dengan kapasitas minimal 60 lt/orang/hari. Kualitas air bersih
memenuhi syarat kesehatan yang meliputi persyaratan kimia,
mikrobiologi dan radio aktif. Air bersih yang digunakan diperoleh dari
air PAM dan sumber air lainnya. Dilakukan pengambilan sampel air
bersih pada sumber, bak penampungan dan pada kran terjauh untuk
diperiksakan di lab minmal 2 kali setahun, yaitu pada musim kemarau
dan musim hujan.
3.2 Limbah
a. Limbah padat
Limbah padat adalah semua buangan yang berbentuk padat
termasuk buangan yang berasal dari kegiatan industri. Limbah
padat yang dapat dimanfaatkan kembali dengan pengolahan daur
ulang dan pemanfaatan sebgai (Reuse, Recycle, Recovery) agar
dipisahkan dengan limbah padat yang non B3. limbah padat B3
dikelola ketempat pengolahan B3
30
b. Limbah cair
Limbah cair adalah buangan yang berbentuk cair termasuk tinja.
Saluran limbah cair harus kedap air, tertutup. Limbah cair dapat
mengalir dengan lancar dan tidak menimbulkan bau. Semua limbah
cair harus dilakukan pengolahan fisik, kimia dan biologis.
3.3 Pencahayaan
Pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang
diperlukan untuk melaksanakan kegiatan efektif. Pencahayaan alam
maupun buatan diupayakan agar tidak menimbulkan kesilauan dan
memiliki intensitas sesuai dengan peruntukan. Kontras sesuia
kebutuhan, hondarkan terjadinya kesilauan atau bayangan. Untuk
ruang kerja yang menggunakan peralatan berputar dianjurkan untuk
tidak menggunakan lampu neon. Penempatan bola lampu dapat
menghasilkan penyinaran yang optimum dan bola lampu sering
dibersihkan, bola lampu yang mulai tidak berfungsi baiknya segera
diganti.
3.4 Persyaratan Suhu dan Kelembaban
Menurut Permenkes 1405 / MENKES/ SK/ XI/ 2002 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri :
1. Suhu : 18 – 28 0 C
2. Kelembababan : 40% - 60 %
31
3.5Pengelolaaan Sampah
Menurut P2MPLP No. 281-II/PD.03.04.LP tentang persyaratan
pengelolaan sampah, pengelolaan sampah harus sesuai dengan
persyaratan pengelolaan sampah yang pengertiannya adalah :
“Ketetapan terhadap seluruh proses pengelolaan sampah yang
memiliki kriteria-kriteria fisik maupun biologis yang berhubungan
dengan kesehatan sehingga dapat menekan serendah mungkin
resiko penularan penyakit dan gangguan kesehatan”.
3.5.1 Fase Penyimpanan Sampah Sementara (Storage)Penyimpanan sampah tentunya mempunyai wadah yang
sering kita sebut dengan tempat penampungan yang
pengertiannya adalah upaya untuk menampung sampah
sementara setelah sampah dihasilkan pada setiap sumber
atau penghasil sampah pada tempatnya sebelum dikelola
lebih lanjut. Penyimpanan sampah perlu mempertimbangkan
2 faktor, yaitu tipe dan letek. Tempat penyimpanan sampah
disebut juga dengan nama kontainer. Ukuran container
sangat bervariasi sesuai dengan jumlah timbunan sampah.
3.5.2 Fase Penampungan Sampah Sementara (Collection)Menurut Ditjen dan PLP No. 281-II/PD.03.04.LP
tentang persyaratan kesehatan pengelolaan sampah,
pengumpulan sampah untuk upaya mengumpulkan sampah
yang berasal dari beberapa sumber penghasil sampah pada
tempat tertentu yang selanjutnya disebut tempat
pengumpulan sampah sementara sebelum sampah diangkut
atau dibuang ke tempat pembuangan akhir. Kegiatan
pengumpulan sampah sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu :
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pengumpulan
(pengaturan waktu pengumpulan) :
a. Cara pengambilan sampah yang digunakan.32
b. Jenis perlengkapan/sarana yang digunakan.
c. Tenaga pengambilan sampah.
2. Faktor-faktor dalam perencanaan pengumpulan perlu
dipertimbangkan :
a. Kepadatan penduduk di daerah pengumpul.
b. Topografi daerah.
c. Curah hujan, arah angin, suhu dan faktor iklim
lainnya.
d. Karakteristik sampah disetiap daerah.
e. Pengaturan tentang tata guna di daerah
pengumpulan.
3. Tempat pengumpulan sampah sementara, dapat berupa :
a. Bak dari beton/batu bata.
b. Kontainer (hidraulic container) untuk kemudian di-
angkut oleh truk pembawa.
c. Tempat atau lokasi untuk pemindahan sampah
dari gerobak langsung ke alat angkut yang lebih
besar. Bila tempat pengumpulan sampah semen-
tara tersebut berupa bak atau container, per-
syaratan yang harus dipenuhi adalah :
Konstruksi bak, terbuat dari bahan yang kedap
air, ada tutupnya dan selalu dalam keadaan
tertutup.
Volume bak mampu menampung sampah dari
pemakai yang dilayani untuk waktu 3 hari.
Tidak menimbulkan bau ke perumahan
tedekat.
Tidak ada sampah yang berserakan di bak/
container.
Sampah dibak/kontainer tidak lebih dari 3 hari
untuk kemudian diangkut ke TPA (Tempat
Pembuangan Akhir).
33
Tidak terletak didaerah banjir.
Terdapat anjuran untuk membuang sampah
pada tempatnya.
Jarak dari rumah yang dilayani terdapat 10 me-
ter dan terjauh 500 meter.
Penempatannya terletak pada daerah yang
mudah terjangkau oleh kendaraan pengangkut
sampah.
4. Sistem pengumpulan dan pewadahan sampah.
Sistem pengumpulan sampah di Indonesia mengenai
beberapa pola antara lain adalah pola individual, yaitu
sampah dikumpulkan dari rumah ke rumah suatu tempat,
untuk kemudian diangkut oleh truk sampah.
(Widyatmoko,dkk,22)
5. Frekuensi Pengumpulan
Faktor yang berhubungan erat dengan frekuensi
pengumpulan adalah karakteristik sampah, iklim,
container, kewajiban penghuni/penghasil sampahdan
biaya. Jadi bila frekuansi pengumpulan sampah
dilakukan seminggu sekali dapat dicegah terjadinya lalat
dewasa di tempat pengumpulan sampah
sementara/container, dan harus dijamin larva tidak dapat
berpisah dari bak sampah ke tempat yang lain.
Dekomposisi terhadap sampah dapat terlihat pada hari
pertama. Oleh karena itu perlu diperhatikan segi-segi
estetik ini dalam frekuensi pengumpulan sampah. Di
tempat penyimpanan sementara kemudian dengan
kendaraan yang lebih besar diangkut ke tempat
pengolahan atau pembuangan akhir. (Sudarso, 1985, 39)
34
3.5.3 Syarat VolumeSyarat volume menurut buku Pembuangan Sampah
Sekolah Pembantu Penilik Hygiene (SPPH) adalah volume
dapat menampung sampah yang dihasilkan oleh pemakai
dalam waktu tertentu (3hari).
3.5.4 Metode Penyimpanan Sampah Sementaraa. Sistem Campur (Combined)
Dimana dalam sistem ini semua jenis sampah
dimasukkan dan tercampur dalam satu tempat
penyimpanan sampah sementara.
b. Sistem Terpisah (Separate)
Dalam sistem ini disediakan 2 atau lebih penyimpanan
sampah.
3.5.5 Persyaratan TPS yang memenuhi syarat :A. Konstruksi bak/container sesuai dengan volume sampah
yang dihasilkan.
B. Volume bak/container sesuai dengan volume sampah
yang dihasilkan setiap harinya.
C.Tidak ada sampah berserakan di luar bak/container.
D.Sampah tidak lebih dari 3 hari di dalam bak/container.
E. Tidak terletak di daerah banjir .
F. Terletak pada lokasi yang mudah di jangkau oleh petugas
ataupun pengangkut sampah.
35
3.6 Kebisingan
Kebisingan diartikan sebagai uara yang tidak dikehendaki. Suatu
penelitian tentang efek – efek kebisingan menunjukkan bahwa
kebisingan adalah suatu hal yang membahayakan bagi pendengaran.
Suara yang kita dengar adalah getaran dalam bentuk gelombang
yang berjalan melalui nedia udara sama halnya akan terbentuk
gelombang kalau kita melempar batu ke dalam kolam.
Suatu hal yang merupakan karakteristik seluruh gelombang suara
selalu memepunyai frekuensi. Frekuensi suara dapat diukur dalam
satuan getaran perdetik atau dalam satuan Hertz (Hz). Seseorang
yang kehilangan pendengarannya pada umumnya berkurang
kemampuan dengarnya. Tekanan suara atau intensitas suara dapat
diukur dalam satuan decibel dengan singkatan (dB).
Menurut peraturan Menteri Kesehatan No. 718 / MEN.Kes /Per /
XI /1987 berisi mengenai kebisingan yang berhubungan dengan
kesehatan :
1. Bahwa kebisingan dapat menimbulkan gangguan atau bahaya
dan memberikan dampak negatif terhadap kesehatan.
2. Bahwa perlu ada upaya pencegahan dan perlindungan
masyarakat terhadap gangguan atau dampak negatif
kebisingan.
3. Bahwa untuk melaksanakan hal – hal tersebut pada huruf a
dan b, perlu ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan.
Kebisingan dapat mengganggu pendengaran dan gangguan
kesehatan lainnya yang akan berakibat menurunnya produktifitas
kerja. Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan diatur oleh Menaker
Transmigrasi dan Koperasi dengan surat edaran No.
SE-01/MEN/1987.
36
Penanggulangan terhadap bahaya-bahaya dan gangguan
yang disebabkan oleh kebisingan tempat kerja :
a. Kebisingan tempat kerja adalah semua bunyi/suara-suara
yang tidak dikehendaki yang bersumber pada alat-alat
produksi di tempat kerja.
dB (A) adalah decibel skala A
NAB untuk kebisingan tempat kerja adalah intensitas
tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih dapat di
terima tenaga kerja tanpa mengakibatkan kehilangan daya
dengar yang tetap untuk jangka waktu kerja terus-menerus
tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu.
b. Kebisingan di tempat kerja diusahakan lebih rendah dari
85’dB(A)
c. Jumlah dan jenis pengukuran serta penilaian kebisingan di
tempat kerja dilakukan oleh pegawai pengawas K3/ahli K3.
d. Pengukuran dan penilaian berkala ditentukan oleh sifat dan
besarnya bahaya yang ditimbulkan oleh kebisingan di tempat
kerja.
e. Hasil pengukuran dan penilaian kebisingan di tempat kerja
supaya dipasang di tempat kerja masing-masing dan atau
disimpan dengan baik dan sewaktu-waktu diperlihatkan
kepada pegawai pengawas K3.
f. Dalam hal intensitas kebisingan di tempat kerja melebihi NAB
pengusaha/pengurus hendaknya mengadakan tindakan-
tindakan secara teknis untuk menurunkan intensitas
kebisingan di bawah NAB.
g. Apabila tindakan-tindakan secara teknis tidak memungkinkan,
perlindungan tenaga kerja dengan alat pelindung diri yang
memenuhi persyaratan harus diadakan oleh perusahaan.
37
3.6.1. Jenis Bising
Bising terus menerus ( continous / steady
noise ) bising yang relative stabil atau konstan
tidak terputus-putus .
Bising yang terputus-putus ( intermittent noise )
bising yang tidak berlangsung terus menerus
melaikan ada periodic relative berkurang.
Bising yang terhentak-hentak dan terputus-
putus (impulsive / impack type noise) bising
yang terputus-putus kurang dari 1 detik dan
menghentak dengan keras.
3.6.2. Hubungan Bising Dengan Kesehatan Manusia
Secara umum di bagi 2 macam :
Pengaruh auditorial berupa tuli akibat bising
(noise induced hearing loss / NIHL) dan
umumnya dalam lingkungan kerja dengan
tingkat kebisingan yang tinggi.
Pengaruh non auditorial dapat bermacam-
macam, misalnya gangguan komunikasi ,
gelisah, rasa tidak nyaman, gangguan tidur,
peningkatan tekanan darah.
3.6.3. Faktor Yang Berinteraksi Dengan Bising
Usia
Getaran
Penggunaan zat ototoksik (obat-obatan)
Merokok
38
3.6.4. Gangguan kebisingan pada Manusia
Gangguan yang ditimbulkan akibat kebisingan
dapat dibedakan menjadi 2 golongan :
1. Gangguan pada indera pendengaran (Auditory
Effect)
Trauma akustik
Tuli sementara
Tuli tetap
2. Gangguan bukan pada indera pendengaran (Non
Auditory Effect) :
Gangguan komunikasi
Gangguan tidur
Gangguan pelaksanaan tugas
Perasaan tidak senang
Gangguan faal tubuh
39
BAB V
MASALAH DAN PEMECAHANNYA
5.1 Identifikasi Masalah
Seperti telah diuraikan pada bab I dan II terdapat masalah –
masalah yang di temukan di lingkungan PJB UP Muara Karang
yaitu pengelolaan sampah yang terdapat di PJB UP Muara Karang
belum dilakukan secara maksimal, sehingga terjadi menimbukan
pada fase collection di TPS. Dengan menggunakan teknik
menejement Pola Kerja Terpadu, masalah utama di analisis
berdasarkan sebab akibat kemudian disusun secara berjenjang
sebagaimana tergambar dalam pohon masalah ( lihat gambar 1 ).
Dari analisis pohon masalah tersebut ditemukan beberapa masalah
pokok yang di identifikasi sebagai penyebab terjadinya masalah
utama, yaitu :
1. Pengawasan tenaga pengangkut sampah belum masimal
2. TPS yang tidak memenuhi syarat
3. Itensitas pengangkutan sampah yang belum
maksimal
Diantara factor – factor tersebut, yang merupakan masalah
pokok adalah TPS yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan
permasalahan ini disebabkan :
1. Tidak adanya saluran lindi
2. TPS tidak mempunyai penutup
Pada penyebab tersebut diatas, diperoleh salah satunya yang
paling mempengaruhi permasalahan yang terjadi dan harus segera
40
dilakukan penanggulangan berdasarkan situasi serta kondisi yang
ada.
POHON MASALAH
41
Lingkungan yang kurang saniter
Pengelolaan sampah yang belum maksimal
Pengawasan tenaga pengangkut
sampah belum masimal
TPS yang belum memenuhi syarat
Tidak ada
saluran lindi
Intensitas pengangkutan
sampah yang belum maksimal
Tidak ada penutup
5.2Analisa SasaranDari masalah – masalah yang telah di analisa, maka kami
merumuskan sasaran yang akan dicapai dengan menggunakan
analisa pohon sasaran yaitu “ TPS Yang Tidak Mmnuhi Syarat “
sehingga sampah banyak yang tidak tertampung dan menyebabkan
sampah berserakan dibawah container sampah.
1. Tidak adanya saluran lindi.
2. TPS tidak mempunyai penutup
Diantara ketiga sasaran tersebut diatas yang dirasakan
harus ditanggulangi adaolah TPS yang tidak memenuhi syarat
karena hal tersebut merupakan dasar bagi pelakanaan sasaran
berikutnya, sasaran tersebut dapat dilihat dalam pohon sasaran
berikut :
42
POHON SASARAN
43
Lingkungan yang saniter
Pengelolaan sampah yang maksimal
Pengawasan tenaga pengangkut
sampah yang baik
TPS yang memenuhi syarat
Mempunyai saluran lindi
Intensitas pengangkutan sampah yang
baik
TPS mempunyai penutup
5.3Alternatif KegiatanDalam menentukan alternative kegiatan dan langkah –
langkah untuk mengatasi permasalahan, perlu dipertimbangkan
dan diperhatikan situai dan kondisi unit kerja yang akan
melaksanakan kegiatan, serta factor – factor yang mempengaruhi
terhadapkegiatan yang akan dilaksanakan. Faktor – factor tersebuit
antara lain kegiatan tersebut harus mendapatkan dukungan dari
pemerintah setempat, kegiatan tersebut merupakan kebutuhan
yang harus segera dilaksanakan dan tersedianya sarana dan
prasarana.
Berdasarkan hal tersebut dapat diterapkan alternative kegiatan
untuk mengatasi kegiatan yang ingin dicapai yaitu :
1. Konstruksi TPS yang memenuhi persyaratan.
44
POHON ALTERNATIF
45
Lingkungan yang saniter
Pengelolaan sampah yang maksimal
TPS yang memenuhi syarat
Konstruksi TPS yang memenuhi
syarat
BAB VI
PENUTUP
Kesimpulan1. Tingkat kebisingan pada area produksi dan ruang turbin yang
(NAB) melebihi Nilai Ambang Batas
2. Penggunaan APD yang efektif bagi karyawan saat berada atau
bekerja di Area Produksi.
3. Pengelolaan sampah yang belum maksimal, dikarenakan TPS yang
belum memenuhi syarat (tidak mempunyai penutup dan saluran
lindi). Sehingga sampah yang berasal dari laut airnya menggenang
disekitar TPS dan hal tersebut membuat lingkungan sekitar TPS
menjadi becek dan berbau yang tidak sedap.
46
Saran1. Adanya monitoring kebisingan dari setiap hasil produksi maksimal
dan minimal target produksi / bulan dan dilakukan secara berkala,
guna mengetahui penaikan tingkat kebisingan akibat perubahan –
perubahan mesin kegiatan ataupun yang berkaitan dengan proses
produksi
2. Adanya pemeriksaan medical check – up dan pemeriksaan audio-
metric pada jenis kegiatan yang masuk zona kebisingan guna
mendeteksi secara dini adanya kelainan – kelainan dan memantau
apakah upaya pengendalian yang dilakukan berjalan secara efektif
atau tidak
3. Mengelola pembuangan sampah dan prasarana yang masih kurang
memenuhi syarat TPS yang baik
4. Melakukan fase pemisahan sampah antara sampah basah yang
berasal dari laut dan sampah kering yang berasal dari kantor agar
sampah kering tersebut dapat didaur ulang.
47
48