handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan...

60
0 MAKALAH DEMAM BERDARAH DENGU Fasilitator Ns. Suryanto, M. Ns Disusun oleh Kelompok IV: Anissa Cindy Nurul .A Suudi Nuris Khusnayati Lale Wisnu A. Lina Handayani Dian Shinta Wasis Nugroho Nur Ainiyah Mustriwi 12607030011101 5 12607030011101 8 12607030011101 9 12607030011102 0 12607030011102 2 Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)

Transcript of handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan...

Page 1: handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag

0

MAKALAH

DEMAM BERDARAH DENGU

Fasilitator Ns. Suryanto, M. Ns

Disusun oleh Kelompok IV:

Anissa Cindy Nurul .A

Suudi

Nuris Khusnayati

Lale Wisnu A.

Lina Handayani

Dian Shinta

Wasis Nugroho

Nur Ainiyah

Mustriwi

126070300111015

126070300111018

126070300111019

126070300111020

126070300111022

126070300111023

126070300111024

126070300111025

126070300111026

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2013

Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)

Page 2: handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit

infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Sampai saat ini, infeksi virus Dengue

tetap menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Indonesia dimasukkan dalam

kategori “A” dalam stratifikasi DBD oleh World Health Organization (WHO)

2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit dan kematian

akibat DBD, khususnya pada anak. Berdasarkan data Departemen Kesehatan RI

(2007) menunjukkan jika dibandingkan antara tahun 2006 dan tahun 2005

terdapat peningkatan jumlah penduduk, provinsi dan kecamatan yang terjangkit

penyakit ini, dengan case fatality rate sebesar 1,01%. (Chen, 2009).

Menurut Achmadi (2010) demam berdarah dengue banyak ditemukan di

daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia

menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya.

Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health

Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus

DBD tertinggi di Asia Tenggara. Di Indonesia DBD telah menjadi masalah

kesehatan masyarakat selama 41 tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi

peningkatan persebaran jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD,

dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota pada

tahun 2009. Menurut Wiradharma (2009) Hal-hal yang menyebabkan masalah

dalam kasus DBD adalah angka kematian yang tinggi, penyebaran penyakit yang

mudah meluas dan terutama menyerang anak-anak. Pada DBD yang terlambat

ditegakkan diagnosisnya sering berakibat fatal.

Masa kritis dari penyakit ini terjadi pada akhir fase demam yaitu pada Dengue

Syok Syndrome (DSS), karena pada saat itu terjadi penurunan suhu tubuh yang

tiba-tiba dan sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam

berat-ringanya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang

terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami syok.

Syok pada demam berdarah (DSS) merupakan tanda kegawatan yang harus

Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)

Page 3: handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag

2

mendapat perhatian serius. Syok dapat terjadi dalam waktu yang sangat singkat,

pasien dapat meninggal dalam waktu 12 – 24 jam atau sembuh cepat setelah

mendapat penggantian cairan yang memadai. Apabila syok tidak dapat segera

diatasi dengan baik, akan terjadi komplikasi yaitu asidosis metabolik, perdarahan

saluran cerna hebat atau perdarahan lain, hal ini pertanda prognosis yang buruk

(DepKes RI, 2004). Menurut Wiradharma (2009) angka kematian kasus DBD

pada penderita yang tidak dirawat dan diobati segera mencapai 50%, tetapi angka

tersebut menurun sampai 5 % dengan tindakan yang cepat dan tepat, baik dalam

diagnosis maupun dalam penatalaksanaannya.

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah

kesehatan masyarakat, di Indonesia jumlah kasus DBD menunjukkan

kecenderungan meningkat baik dalam jumlah, maupun luas wilayah yang

terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) setiap

tahun. Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit

DBD, disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya

pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang

nyamuk (PSN), terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air

serta adanya empat serotype virus yang bersirkulasi sepanjang tahun (Mujida,

2009). Sedangkan menurut Khie Chen (2009) berbagai faktor kependudukan

berpengaruh pada peningkatan dan penyebaran kasus DBD, antara lain:

Pertumbuhan penduduk yang tinggi, Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak

terkendali, Tidak efektifnya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah

endemis, dan peningkatan sarana transportasi.

Upaya pengendalian terhadap faktor kependudukan tersebut (terutama kontrol

vektor nyamuk) harus terus diupayakan, di samping pemberian terapi yang

optimal pada penderita DBD, dengan tujuan menurunkan jumlah kasus dan

kematian akibat penyakit ini. Sampai saat ini, belum ada terapi yang spesifik

untuk DBD, prinsip utama dalam terapi DBD adalah terapi suportif, yakni

pemberian cairan pengganti. Dengan memahami patogenesis, perjalanan penyakit,

gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium, diharapkan penatalaksanaan dapat

dilakukan secara efektif dan efisien (Chen, 2009).

Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)

Page 4: handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag

3

Berdasarkan fenomena dan latar belakang diatas, maka kelompok kami

tertarik untuk membahas mengenai asuhan keperawatan kegawatan pada pasien

demam berdarah.

B. Tujuan

1. Tujuan umum

Mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan kegawatan pada

pasien demam berdarah

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui pengertian demam berdarah dengue

b. Mengetahui penyebab demam berdarah dengue

c. Mengetahui patofisiologi demam berdarah dengue

d. Mengatahui pathogenesis demam berdarah dengue

e. Mengetahui klasifikasi demam berdarah dengue

f. Mengetahui manifestasi klinis demam berdarah dengue

g. Mengetahui pemeriksaan penunjang demam berdarah dengue

h. Mengetahui penatalaksanaan demam berdarah dengue

i. Mengetahui asuhan keperawatan demam berdarag dengue

C. Manfaat

1. Teoritis

Untuk meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan ilmu

keperawatan tentang kegawatan pada pasien dengan demam berdarah.

2. Praktis

Sebagai masukan guna lebih meningkatkan mutu pelayanan keperawatan

yang diberikan terutama dalam memberikan informasi (pendidikan

kesehatan) kepada pasien dan keluarganya tentang kegawatan pada pasien

demam berdarah.

Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)

Page 5: handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag

4

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Penyakit DBD

1. Pengertian

Penyakit Dangue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus

(arthropadborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes

albopictuse dan Aedes aegypti). Sampai sekarang dikenal ada 4 jenis virus

dangue yang dapat menimbulkan penyakit, baik demam dangue maupun

demam berdarah. Demam Berdarah Dangue adalah penyakit yang disebabkan

oleh virus dangue I, II, II, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti

dan Aedes Albocpitus. (Soegijanto, 2004).

2. Penyebab

Penyebab penyakit demam berdarah dangue pada seseorang adalah virus

dangue termasuk family flaviviridae genus Flavivirus yang terdiri dari 4

serotipe, yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Ke empat serotip ini ada

di Indonesia, dan dilaporkan bahwa serotip virus DEN-3 sering menimbulkan

wabah (Syahruman, 1988). Virus DEN termasuk dalam kelompok virus yang

relative labil terhadap suhu dan faKtor kimiawai lain serta masa viremia yang

pendek. Virus DEN virionnya tersusun oleh genom RNA dikelilingi oleh

nukleokapsid, ditutupi oleh suatu selubung dari lipid yang mengandung 2

protein yaitu selubung protein E dan protein membrane M.

3. Patofisiologi

Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas

vaskuler yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler,

sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah.

Volume plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat. (Gubler,

1998). Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi

diabsorbsi dengan cepat, menimbulkan penurunan hematokrit. Perubahan

Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)

Page 6: handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag

5

hemostasis pada DBD dan DSS melibatkan 3 faktor, yaitu perunahan vaskuler,

trombositopeni, dan kelainan koagulasi (Soegijanto, 2004).

4. Patogenesis

Virus dangue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk

Aedes aegypty atau Aedes albopictus dengan organ sasaran adalah organ

hepar, nodus limfaticus, sumsum tulang belakang, dan paru. Dalam peredaran

darah, virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer. Virus DEN

mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi dalam sel tersebut.

Infeksivirus dangue dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke

dalam sel dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk

komponen-komponenya. Setelah terbentuk, virus dilepaskan dari sel. Proses

perkembangbiakan sel virus DEN terjadi di sitoplasma sel. Infeksi oleh satu

serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotype tersebut

tetapi tidak ada cross protectif terhadap serotip virus yang lain (Kurane &

Francis, 1992).

Beberapa teori mengenai terjadinya DBD dan DSS antara lain adalah:

a. Teori Antigen Antibodi

Virus dangue dianggap sebagai antigen yang akan bereaksi dengan

antibody, membentuk virus antibody kompleks (komplek imun) yang akan

mengaktifasi komplemen. Aktifasi ini akan menghasilkan anafilaktosin

C3A dan C5A yang akan merupakan mediator yang mempunyai efek

farmakologis cepat dan pendek. Bahan ini bersifat fasoaktif dan

prokoagulant sehingga menimbulkan kebococran plasma (hipovolemik

syok dan perdarahan. (Soewandoyo, 1998).

b. Teori Infection Enhancing Antibody

Teori ini berdasarkan pada peran sel fagosit mononuclear merangsang

terbentuknya antibody nonnetralisasi. Antigen dangue lebih banyak

didapat pada sel makrofag yang tinggal menetap di jaringan. Pada kejadian

ini antibody nonnetralisasi berupaya melekat pada sekeliling permukaan

sel makrofag yang beredar dan tidak melekat pada sel makrofag yang

Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)

Page 7: handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag

6

menetapdi jaringan. Makrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan

memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi.

Makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif dan akan melepaskan

sitokin yang memiliki sifat vasoaktif atau prokoagulasi. Bahan-bahan

mediator tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh

darah dan system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma

dan perdarahan. (Wang, 1995).

c. Teori mediator

Teori mediator didasarkan pada beberapa hal:

1) Kelanjutan dari teori antibody enhancing, bahwa makrofag yang

terinfeksi virus mengeluarkan mediator atau sitokin. Fungsi dan

mekanismme sitokin kerja adalah sebagai mediator pada imunitas

alami yang disebabkan oleh rangsangan zat yang infeksius, sebagai

regulator yang mengatur aktivasi, proliferasi dan diferensiasi limfosit,

sebagai activator sel inflamasi nonspesifik, dan sebagai stimulator

pertumbuhan dan deferensiasi lekosit matur (Khana, 1990).

2) Kejadian masa krisis pada DBD selama 48-72 jam, berlangsung sangat

pendek. Kemudian disusul masa penyembuhan yang cepat, dan praktis

tidak ada gejala sisa.

3) Dari kalangan ahli syok bacterial, mengambil perbandingan bahwa

pada syok septic banyak berhubungan dengan mediator.

Menurut Suvatte (1977) patogenesis DBD dan DSS adalah masih

merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada

DBD dan DSS adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous

infection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan

secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua

kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat

yang lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi heterolog yang telah

ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan

kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan

dengan reseptor dari membran sel leokosit terutama makrofag. Oleh karena

Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)

Page 8: handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag

7

antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan

bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai

antibodi dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan

meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear.

Sebagai respon terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif

yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah,

sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok (Suvatte, 1977).

Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan

pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam

waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit

dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu,

replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan

akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan

terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi (virus antibody compleks) yang

selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a

dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas

dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke

ruang ekstravaskular (Suvatte, 1977).

Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai

lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini

terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar

natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites).

Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan

anoksia, yang dapat berakhir fatal. Oleh karena itu, pengobatan syok sangat

penting guna mencegah kematian (Suvatte, 1977).

Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus

binatang lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu.

Virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh

nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat

menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi

dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain

Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)

Page 9: handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag

8

virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar (Suvatte,

1977).

Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi

selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit

dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh

darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD.

Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-

antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin

di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan

menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system)

sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan

pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif

(KID = koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP

(fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan factor

pembbekuan. Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi

trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak

berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi

factor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu

peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok.

Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan

faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dankerusakan

dinding endotel kapiler. Akhirnya perdarahan akan mempercepat syok yang

terjadi (Suvatte, 1977).

5. Klasifikasi

WHO (1997) membagi DBD menjadi 4 (Vasanwala dkk, 2011):

a. Derajat 1

Demam tinggi mendadak (terus menerus 2-7 hari) disertai tanda dan gejala

klinis (nyeri ulu hati, mual, muntah, hepatomegali), tanpa perdarahan

spontan, trombositopenia dan hemokonsentrasi, uji tourniquet positif.

Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)

Page 10: handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag

9

b. Derajat 2

Derajat 1 dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain seperti

mimisan, muntah darah dan berak darah.

c. Derajat 3

Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah

rendah (hipotensi), kulit dingin, lembab dan gelisah, sianosis disekitar

mulut, hidung dan jari (tanda-tand adini renjatan).

d. Renjatan berat (DSS) / Derajat 4

Syok berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.

6. Manifestasi Klinis

a. Demam

Demam berdarah dengue biasanya ditandai dengan demam yang

mendadak tanpa sebab yang jelas, continue, bifasik. Biasanya berlangsung

2-7 hari (Bagian Patologi Klinik, 2009). Naik turun dan tidak berhasil

dengan pengobatan antipiretik. Demam biasanya menurun pada hari ke-3

dan ke-7 dengan tanda-tanda anak menjadi lemah, ujung jari, telinga dan

hidung teraba dingin dan lembab. Masa kritis pda hari ke 3-5. Demam akut

(38°-40° C) dengan gejala yang tidak spesifik atau terdapat gejala penyerta

seperti , anoreksi, lemah, nyeri punggung, nyeri tulang sendi dan kepala.

Gambar: Kurva suhu pada DHF

Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)

Page 11: handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag

10

b. Perdarahan

Manifestasi perdarahan pada umumnya muncul pada hari ke 2-3 demam.

Bentuk perdarahan dapat berupa: uji tourniquet positif yang menandakan

fraglita kapiler meingkat (Bagian Patologi Klinik, 2009). Kondisi seperti

ini juga dapat dijumpai pada campak, demam chikungunya, tifoid, dll.

Perdarahan tanda lainnya ptekie, purpura, ekomosis, epitaksis dan

perdarahan gusi, hematemesisi melena. Uji tourniquet positif jika terdapat

lebih dari 20 ptekie dalam diameter 2,8 cm di lengan bawah bagian volar

termasuk fossa cubiti.

c. Hepatomegali

Ditemukan pada permulaan demam, sifatnya nyeri tekan dan tanpa disertai

ikterus. Umumnya bervariasi, dimulai dengan hanya dapat diraba hingga

2-4 cm di bawah lengkungan iga kanan (Bagian Patologi Klinik, 2009).

Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit namun

nyeri tekan pada daerah tepi hati berhubungan dengan adanya perdarahan.

d. Renjatan (Syok)

Syok biasanya terjadi pada saat demam mulai menurun pada hari ke-3 dan

ke-7 sakit. Syok yang terjadi lebih awal atau periode demam biasanya

mempunyai prognosa buruk (Bagian Patologi Klinik, 2009). Kegagalan

sirkulasi ini ditandai dengan denyut nadi terasa cepat dan lemah disertai

penurunan tekanan nadi kurang dari 20 mmHg. Terjadi hipotensi dengan

tekanan darah kurang dari 80 mmHg, akral dingin, kulit lembab, dan

pasien terlihat gelisah.

7. Pemeriksaan Penunjang

a. Darah

1) Kadar trombosit darah menurun (trombositopenia) (≤ 100000/µI)

2) Hematokrit meningkat ≥ 20%, merupakan indikator akan timbulnya

renjatan. Kadar trombosit dan hematokrit dapat menjadi diagnosis

pasti pada DBD dengan dua kriteria tersebut ditambah terjadinya

trombositopenia, hemokonsentrasi serta dikonfirmasi secara uji

Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)

Page 12: handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag

11

serologi hemaglutnasi (Brasier, Ju, Garcia, Spratt, Forshey, Helsey,

2012).

Gambar: Perubahan Ht, Trombosit, dan LPB dalam perjalanan DHF

3) Hemoglobin meningkat lebih dari 20%.

4) Lekosit menurun (lekopenia) pada hari kedua atau ketiga

5) Masa perdarahan memanjang

6) Protein rendah (hipoproteinemia)

7) Natrium rendah (hiponatremia)

8) SGOT/SGPT beisa meningkat

9) Asidosis metabolic

10) Eritrosit dalam tinja hampir sering ditemukan

b. Urine

Kadar albumine urine positif (albuminuria) (Vasanwala, Puvanendran,

Chong, Ng, Suhail, Lee, 2011).

c. Foto thorax

Pada pemeriksaan foto thorax dapat ditemukan efusi pleura. Umumnya

posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan) lebih baik dalam

mendeteksi cairan dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.

Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)

Page 13: handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag

12

d. USG

Pemeriksaan USG biasanya lebih disukai pada anak dan dijadikan sebagai

pertimbangan karena tidak menggunakan system pengion (Sinar X) dan

dapat diperiksa sekaligus berbagai organ pada abdomen. Adanya acites

dan cairan pleura pada pemeriksaan USG dapat digunakan sebagai alat

menentukan diagnose penyakit yang mungkin muncul lebh berat misalnya

dengan melihat ketebalan dinding kandung empedu dan penebalan

pancreas.

e. Diagnosis Serologis

1) Uji hemaglutinasi inhibisi (Uji HI)

Tes ini adalah gold standard pada pemeriksaan serologis, sifatnya

sensitive namun tidak spesifik artinya tidak dapat menunjukkan tipe

virus yang menginfeksi. Antibody HI bertahan dalam tubuh lama

sekali (>48 tahun) sehingga uji ini baik digunakan pada studi serologi-

epidemioligi. Untuk diagnosis pasien, Kenaikan titer konvalesen 4x

lipat dari titer serum akut atau titer tinggi (> 1280) baik pada serum

akut atau konvalesen daianggap sebagai presumtif (+) atau di dugan

keras positif infeksu dengue yang baru terjadi (Vasanwala dkk, 2011).

2) Uji komplemen fiksasi (uji CF)

Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya rumit

dan butuh tenaga berpengalaman. Antibodi komplemen fiksasi

bertahan beberapa tahun saja (sekitar 2-3 tahun).

3) Uji neutralisasi

Uji ini paling sensitif dan spesifik untuk virus dengue. Biasanya

memamkai cara Plaque Reduction Neutralization Test (PNRT) yaitu

berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi. Anti body

neutralisasi dapat dideteksi dalam serum bersamaan dengan antibody

HI tetapi lebih cepat dari antibody komplemen fiksasi dan bertahan

lama (>4-8 tahun). Prosedur uji ini rumit dan butuh waktu lama

sehingga tidak rutin digunakan (Vasanwala dkk, 2011).

Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)

Page 14: handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag

13

4) IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA)

Banyak sekali dipakai. Uji ini dilakukan pada hari ke-4-5 infeksi virus

dengue karena IgM sudah timbul kamudian akan diikuti IgG. Bila IgM

negative uji ini perlu diulang. Apabila hari sakit ke-6 IgM msih

negative maka dilaporkan sebagai negative. IgM dapat bertahan dalam

darah samapi 2-3 bulan setelah adanya infeksi. Sensitivitas uji Mac

Elisa sedikit di bawah uji HI dengan kelebihan uji Mac Elisa hanya

memerlukan satu serum akut saja dengan spesifitas yang sama dengan

uji HI (Vasanwala dkk, 2011).

5) Identifikasi Virus

Cara diagnostic baru dengan reverse transcriptase polymerase chain

reaction (RTPCR) sifatnya sangat sensitive dan spesifik terhadap

serotype tertentu, hasil cepat didapat dan dapat diulang dengan mudah.

Cara ini dapat mendeteksi virus RNA dari specimen yang berasal dari

darah, jaringan tubuh manusia, dan nyamuk. Sensitifitas PCR sama

dengan isolasi virus namun PCR tidak begitu dipengaruhi oleh

penanganan specimen yang kurang baik bahkan adanya antibody

dalam darah juga tidak mempengaruhi hasil dari PCR (Vasanwala dkk,

2011).

8. Penatalaksanaan

a.Pre Hospital

Penatalaksanaanprehospital DBD bisa dilakukan melalui 2 cara

yaitu pencegahan dan penanganan pertama pada penderita demam

berdarah. DinasKesehatan Kota Denpasar menjelaskan pencegahan

yang dilakukan meliputi kegiatan pemberantasan sarang nyamuk

(PSN), yaitu kegiatan memberantas jentik ditempat perkembangbiakan

dengan cara 3M Plus:

1) Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti

bak mandi / WC, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1).

2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong

air/tempayan, dan lain-lain (M2).

Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)

Page 15: handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag

14

3) Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat

menampung air hujan (M3).

Plusnya adalah tindakan memberantas jentik dan menghindari

gigitan nyamuk dengan cara: 

1) Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang

sulit dikuras atau sulit air dengan menaburkan bubuk Temephos

(abate) atau Altosid. Temephos atau Altosid ditaburkan 2-3 bulan

sekali dengan takaran 10 gram Abate ( ± 1 sendok makan peres) 

untuk 100 liter air atau dengan takaran 2,5 gram Altosid ( ± 1/4

sendok makan peres) untuk 100 liter air. Abate dan Altosid dapat

diperoleh di puskesmas atau di apotik.

2) Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk.

3) Mengusir nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk 

4) Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok

5) Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi 

6) Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar

7) Melakukan fogging atau pengasapan bila dilokasi ditemukan 3

kasus positif DBD dengan radius 100 m (20 rumah) dan bila di

daerah tersebut ditemukan banyak jentik nyamuk.

Pada orang yang menderita demam berdarah pada awalnya

mengalami demam tinggi. Kondisi demam dapat mengakibatkan tubuh

kekurangan cairan karena penguapan, apalagi bila gejala yang

menyertai adalah muntah atau intake tidak adekuat (tidak mau minum),

akhirnya jatuh dalam kondisi dehidarasi. Pertolongan pertama yang

dapat diberikan adalah mengembalikan cairan tubuh yaitu meberikan

minum 2 liter/hari (kira – kira 8 gelas) atau 3 sendok makan tiap 15

menit. Minuman yang diberikan sesuai selera misalnya air putih, air

teh manis, sirup, sari buah, susu, oralit, shoft drink, dapat juga

diberikan nutricious diet yang banyak beredar saat ini. Untuk

mengetahui pemberian cairan cukup atau masih kurang, perhatikan

Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)

Page 16: handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag

15

jumlah atau frakuensi kencing. Frekuansi buang air kecil minimal 6

kali sehari menunjukkan pemberian cairan mencukupi (IDAI, 2009).

Ada cara yang bisa ditempuh tanpa harus diopname di rumah sakit,

tapi butuh kemauan yang kuat untuk melakukannya. Cara itu adalah

sebagai berikut (WHO, 1999):

1) Minumlah air putih minimal 20 gelas berukuran sedang setiap hari

(lebih banyak lebih baik)

2) Cobalah menurunkan panas dengan minum obat penurun panas.

Parasetamol sebagai pilihan, dengan dosis 10 mg/BB/kali tidak

lebih dari 4 kali sehari. Jangan

memberikan aspirin dan brufen/ibuprofen, sebab dapat

menimbulkan gastritis dan atau perdarahan.

3) Beberapa dokter menyarankan untuk minum minuman ion

tambahan ( pocari sweet )

4) Minuman lain yang disarankan: Jus jambu merah untuk

meningkatkan trombosit

5) Makanlah makanan yang bergizi dan usahakan makan dalam

kuantitas yang banyak

6) Cara penghitung kebutuhan cairan dapat berdasarkan rumus

berikut ini :

a) Dewasa: 50 cc/kg BB/hari

b) Anak: Untuk 10 kg BB pertama: 100cc/kg BB/ hari

- Untuk 10 kg BB kedua: 50 cc/kg BB/ hari

- Untuk 10 kg BB ketiga dan seterusnya: 20 cc/kg BB/hari

Jenis minuman yang di rekomendasikan bagi penderita DBD

merupakan sebagian dari obat demam berdarah yang dimaksudkan

untuk menghindari pasien dari kekurangan cairan, antara lain :

a) Jus Buah

Untuk mengatasi kekurangan cairan karena demam

berdarah dapat memberikan banyak cairan berupa air jus. Tidak

selalu harus jus jambu biji, bisa memberikan jus buah lain

Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)

Page 17: handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag

16

seperti jus pepaya, jeruk, atau jus mangga. Dengan kadar air

dalam buah berhitung tinggi antara 65 sampai 92 persen,

sehingga bisa mensuplai atau menutupi kekurangan cairan

akibat merembesnya plasma darah keluar dari pembuluh.

b) Air Kelapa Muda

Air kelapa muda banyak megandung mineral kalium,

sodium, klorida, dan magnesium. Zat-zat ini adalah elektrolit

yang dibutuhkan tubuh untuk membantu mengatasi ancaman

syok pada kondisi kekurangan cairan. Selain kalium, juga

mengandung gula, vitamin B dan C dan protein. Komposisi

gula dan mineral yang terdapat dalam air ini begitu sempurna,

sehingga memiliki keseimbangan yang mirip dengan cairan

tubuh manusia.

c) Air Heksagonal

Air heksagonal merupakan air yang banyak mengandung

oksigen, air telah banyak dikembangkan untuk membantu

metabolisme tubuh sehingga bisa menjaga stamina dan

vitalitas, termasuk bagi yang menderita demam berdarah.

d) Alang-Alang

Dalam kandungan Alang-alang terdapat manitol, glukosa,

sakharosa, malic acid, citric acid, coixol, arundoin, cylindrin,

fernenol, simiarenol, anemonin, asam kersik, damar, dan logam

alkali. Dilihat dari kandungan-kandungan tersebut, alang-alang

bersifat antipiretik (menurunkan panas), diuretik (meluruhkan

kemih), hemostatik (menghentikan perdarahan), dan

menghilangkan haus.

Pada pasien anak yang rentan mempunyai riwayat kejang demam

maka perlu diwaspadai gejala kejang demam. Seiring dengan

kehilangan cairan akibat demam tinggi, kondisi demam tinggi juga

dapat mencetuskan kejang pada anak sehingga harus diberikan obat

penurun panas. Untuk menurunkan demam, berilah obat penurun

Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)

Page 18: handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag

17

panas. Untuk jenis obat penurun panas ini harus dipilih obat yang

berasal dari golongan parasetamol atau asetaminophen, jangan

diberikan jenis asetosal atau aspirin oleh karena dapat merangsang

lambung sehingga akan memperberat bila terdapat perdarahan

lambung. Kompres dapat membantu bila anak menderita demam

terlalu tinggi sebaiknya diberikan kompres hangat dan bukan kompres

dingin, oleh karena kompres dingin dapat menyebabkan anak

menggigil. Sebagai tambahan untuk anak yang mempunyai riwayat

kejang demam disamping obat penurun panas dapat diberikan obat anti

kejang (IDAI, 2009).

IDAI (2009) menjelaskan tanda-tanda syok harus dikenali dengan

baik karena sangat berbahaya. Apabila syok tidak tertangani dengan

baik maka akan menyusul gejala berikutnya yaitu perdarahan. Pada

saat terjadi perdarahan hebat penderita akan tampak sangat kesakitan,

tapi bila syok terjadi dalam waktu yang lama, penderita sudah tidak

sadar lagi. Dampak syok dapat menyebabkan semua organ tubuh akan

kekurangan oksigen dan akhirnya menyebabkan kematian dalam

waktu singkat. Oleh karena itu penderita harus segera dibawa kerumah

sakit bila terdapat tanda gejala dibawah ini:

1) Demam tinggi (lebih 39oc ataulebih)

2) Muntah terus menerus

3) Tidak dapat atau tidak mauminum sesuai anjuran

4) Kejang

5) Perdarahan hebat, muntah atau berak darah

6) Nyeri perut hebat

7) Timbul gejala syok, gelisah atau tidak sadarkan diri, nafas cepat,

seluruh badan teraba lembab, bibir dan kuku kebiruan, merasa

haus, kencing berkurang atau tidak ada sama sekali

8) Hasil laboratorium menunjukkan peningkatan kekentalan darah

atau penurunan jumlah trombosit

Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)

Page 19: handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag

18

Peran serta keluarga dan masyarakat sangat penting untuk

membantu dalam menangani penyakit demam berdarah. Dinas

Kesehatan Kota Denpasar mengarahkan apabila ada penderita yang

terkena demam berdarah maka harus segera melaporkan

Kadus/Kaling/Kades/Lurah atau sarana pelayanan kesehatan terdekat

bila ada anggota masyarakat yang terkena DBD.

Penelitian oleh Kandou, Grace D (2006) pelatihan uji tourniquet

bagi kader kesehatan sebagai salah satu cara deteksi dini demam

berdarah dengue memberikan gambaran bahwa setelah diberikan

penyuluhan dan simulasi pemeriksaan uji tourniquet terjadi perubahan

yang bermakna dimana para kader menjadi tahu dan paham tentang

penyakit demam berdarah Dengue serta cara deteksi dini sederhana

yang dapat dilakukan sebelum merujuk penderita ketempat pelayanan

kesehatan.

b.Intra Hospital di Unit Gawat Darurat

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi

kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas

kapiler dansebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan

sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada

kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif.

Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD dan penyakit

lain adalah adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang

menyebabkan perembesan plasma dangangguan hemostasis. Gambaran

klinis DBD/SSD sangat khas yaitu demam tinggi mendadak, diastesis

hemoragik, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Maka keberhasilan

tatalaksana DBD terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase

kritis yaitu saat suhu turun (the time of defervescence) yang

merupakan ease awal terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan

melakukan observasi klinis disertai pemantauan perembesan plasma

dan gangguan hemostasis. Prognosis DBD terletak pada pengenalan

Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)

Page 20: handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag

19

awal terjadinya perembesan plasma, yang dapat diketahui dari

peningkatan kadar hematokrit (DepKes RI, 2005).

Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit.

Penurunanjumlah trombosit sampai <100.000/pl atau kurang dari 1-2

trombosit/ Ipb (rata-rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum

peningkatan hematokrit dansebelum terjadi penurunan suhu.

Peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencermikan perembesan

plasma dan merupakan indikasi untuk pemberian caiaran. Larutan

garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti volume

plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian

khusus pada kasus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus

dan penurunan jumlah trombosit < 50.000/41. Secara umum pasien

DBD derajat I danII dapat dirawat di Puskesmas, rumah sakit kelas D,

C dan pada ruang rawat sehari di rumah sakit kelas B danA (DepKes

RI, 2005).

1) Fase Demam

Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan

tatalaksana DD, bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian

cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak

dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri

perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu

diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu

diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama

demam pada DBD. Parasetamol direkomendasikan untuk

pemberian atau dapat di sederhanakan seperti tertera pada Tabel 1.

Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat

demam tinggi, anoreksia danmuntah. Jenis minuman yang

dianjurkan adalah jus buah, air teh manis, sirup, susu, serta larutan

oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam

pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan

cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. Bayi

Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)

Page 21: handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag

20

yang masih minum asi, tetap harus diberikan disamping larutan

oiarit. Bila terjadi kejang demam, disamping antipiretik diberikan

antikonvulsif selama demam (DepKes RI, 2005).

Tabel 1

Dosisi Parasetamol Menurut umur

Umur (Tahun) Parasetaol (tiap kali pemberian)

Dosis (mg) Tablet (1 tab = 500

mg)

< 1 60 1/8

1-3 60-125 1/8-1/4

4-6 125-250 1/4-1/2

7-12 250-500 1/2-1

Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang

mungkin terjadi. Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat

suhu turun pada umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan

kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium

yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu

menggambarkan derajat kebocoran plasma danpedoman kebutuhan

cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum

dijumpai perubahan tekanan darah dantekanan nadi. Hematokrit

harus diperiksa minimal satu kali sejak hari sakit ketiga sampai

suhu normal kembali. Bila sarana pemeriksaan hematokrit tidak

tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan sebagai

alternatif walaupun tidak terlalu sensitif. Untuk Puskesmas yang

tidak ada alat pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan dengan

menggunakan Hb. Sahli dengan estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb

(DepKes RI, 2005).

a) Penggantian Volume Plasma

Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang

terjadi pada fase penurunan suhu (fase a-febris, fase krisis, fase

syok) maka dasar pengobatannya adalah penggantian volume

Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)

Page 22: handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag

21

plasma yang hilang. Walaupun demikian, penggantian cairan

harus diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan

cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada

kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan

dalam 24-28 jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan

tanda vital, kadar hematokrit, danjumlah volume urin (DepKes

RI, 2005).

Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal

mungkin mencukupi kebocoran plasma. Secara umum volume

yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%.

Cairan intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus

smuntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak

rnungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya

dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok. (2) Nilai

hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala.

Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi

dankehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di

dalam larutan NaCl 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan

natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena bolus

perlahan-lahan (DepKes RI, 2005).

Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka

komposisi jenis cairan yang diberikan harus sama dengan

plasma. Volume dankomposisi cairan yang diperlukan sesuai

cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu

cairan rumatan + defisit 6% (5 sampai 8%), seperti tertera pada

tabel 2 dibawah ini (DepKes RI, 2005).

Tabel 2

Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang

(defisit cairan 5 – 8 %)

Berat Badan waktu masuk

RS ( kg )

Jumlah cairan Ml/kg berat

badan per hari

< 7 220

Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)

Page 23: handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag

22

7-11 165

12-18 132

>18 88

Pemilihan jenis danvolume cairan yang diperlukan

tergantung dari umur dan berat badan pasien serta derajat

kehilangan plasma, yang sesuai dengan derajat

hemokonsentrasi. Pada anak gemuk, kebutuhan cairan

disesuaikan dengan berat badan ideal untuk anak umur

yang sama (DepKes RI, 2005).

2) Sindrom Syok Dengue

Syok merupakan Keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah

pengobatan yang utama yang berguna untuk memperbaiki

kekurangan volume plasma. Pasien anak akan cepat mengalami

syek dansembuh kembali bila diobati segera dalam 48 jam. Pada

penderita SSD dengan tensi tak terukur dantekanan nadi <20 mm

Hg segera berikan cairan kristaloid sebanyak 20 ml/kg BB/jam

seiama 30 menit, bila syok teratasi turunkan menjadi 10 ml/kg BB

(DepKes RI, 2005).

a) Penggantian Volume Plasma Segera

Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat > 20

ml/kg BB. Tetesan diberikan secepat mungkin maksimal 30

menit. Pada anak dengan berat badan lebih, diberi cairan sesuai

berat BB ideal danumur 10 mm/kg BB/jam, bila tidak ada

perbaikan pemberian cairan kristoloid ditambah cairan koloid.

Apabila syok belum dapat teratasi setelah 60 menit beri cairan

kristaloid dengan tetesan 10 ml/kg BB/jam bila tidak ada

perbaikan stop pemberian kristaloid danberi cairan koloid

(dekstran 40 atau plasma) 10 ml/kg BB/jam. Pada umumnya

pemberian koloid tidak melebihi 30 ml/kg BB. Maksimal

pemberian koloid 1500 ml/hari, sebaiknya tidak diberikan pada

Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)

Page 24: handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag

23

saat perdarahan. Setelah pemberian cairan resusitasi kristaloid

dankoloid syok masih menetap sedangkan kadar hematokrit

turun, diduga sudah terjadi perdarahan; maka dianjurkan

pemberian transfusi darah segar. Apabila kadar hematokrit

tetap > tinggi, maka berikan darah dalam volume kecil (10

ml/kg BB/jam) dapat diulang sampai 30 ml/kgBB/ 24 jam.

Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infuse dikurangi

bertahap sesuai keadaan klinis dankadar hematokrit (DepKes

RI, 2005).

b) Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian

Volume Plasma

Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda

vital telah membaik dankadar hematokrit turun. Tetesan cairan

segera diturunkan menjadi 10 ml/kg BB/jam dankemudian

disesuaikan tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi

selama 24-48 jam. Pemasangan CVP yang ada kadangkala

pada pasien SSD berat, saat ini tidak dianjurkan lagi. Cairan

intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun,

dibandingkan nilai Ht sebelumnya. Jumlah urin/ml/kg BB/jam

atau lebih merupakan indikasi bahwa keadaaan sirkulasi

membaik (DepKes RI, 2005).

Pada umumnya, cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48

jam syok teratasi. Apabila cairan tetap diberikan dengan jumlah

yang berlebih pada saat terjadi reabsorpsi plasma dari

ekstravaskular (ditandai dengan penurunan kadar hematokrit

setelah pemberian cairan rumatan), maka akan menyebabkan

hipervolemia dengan akibat edema paru dangagal jantung.

Penurunan hematokrit pada saat reabsorbsi plasma ini jangan

dianggap sebagai tanda perdarahan, tetapi disebabkan oleh

hemodilusi. Nadi yang kuat, tekanan darah normal, dieresis

cukup, tanda vital baik, merupakan tanda terjadinya fase

reabsorbsi (DepKes RI, 2005).

Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)

Page 25: handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag

24

c) Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit

Hiponatremia danasidosis metabolik sering menyertai

pasien DBD/SSD, maka analisis gas darah dankadar elektrolit

harus selalu diperiksa pada DBD berat. Apabila asidosis tidak

dikoreksi, akan memacu terjadinya KID, sehingga tatalaksana

pasien menjadi lebih kompleks. Pada umumnya, apabila

penggantian cairan plasma diberikan secepatnya dan dilakukan

koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat, maka perdarahan

sebagai akibat KID, tidak akan tejadi sehingga heparin tidak

diperlukan (DepKes RI, 2005).

d) Pemberian Oksigen

Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada

semua pasien syok. Dianjurkan pemberian oksigen dengan

mempergunakan masker, tetapi harus diingat pula pada anak

seringkali menjadi makin gelisah apabila dipasang masker

oksigen (DepKes RI, 2005).

e) Transfusi Darah

Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus

dilakukan pada setiap pasien syok, terutama pada syok yang

berkepanjangan (prolonged shock). Pemberian transfusi darah

diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang nyata.

Kadangkala sulit untuk mengetahui perdarahan interna (internal

haemorrhage) apabila disertai hemokonsentrasi. Penurunan

hematokrit(misalnya dari 50% me.njadi 40%) tanpa perbaikan

klinis walaupun telah diberikan cairan yang mencukupi,

merupakan tanda adanya perdarahan. Pemberian darah segar

dimaksudkan untuk mengatasi pendarahan karena cukup

mengandung plasma, sel darah merah dan faktor pembesar

trombosit (DepKes RI, 2005).

Plasma segar dan atau suspensi trombosit berguna untuk

pasien dengan KID dan perdarahan masif. KID biasanya terjadi

pada syok berat dan menyebabkan perdarahan masif sehingga

Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)

Page 26: handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag

25

dapat menimbulkan kematian. Pemeriksaan hematologi seperti

waktu tromboplastin parsial, waktu protombin, dan fibrinogen

degradation products harus diperiksa pada pasien syok untuk

mendeteksi terjadinya dan berat ringannya KID. Pemeriksaan

hematologis tersebut juga menentukan prognosis (DepKes RI,

2005).

f) Monitoring

Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan

dievaluasi secara teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-

hal yang harus diperhatikan pada monitoring adalah:

- Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat

setiap 15-30 menit atau lebih sering, sampai syok dapat

teratasi.

- Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali

sampai keadaan klinis pasien stabil.

- Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan,

mengenai jenis cairan, jumlah, dan tetesan, untuk

menentukan apakah cairan yang diberikan sudah

mencukupi.

- Jumlah dan frekuensi dieresis

Pada pengobatan syok, kita harus yakin benar bahwa

penggantian volume intravaskuler telah benar-benar terpenuhi

dengan baik. Apabila diuresis belum cukup 1 ml/kg/BB, sedang

jumlah cairan sudah melebihi kebutuhan diperkuat dengan

tanda overload antara lain edema, pernapasan meningkat, maka

selanjutnya furasemid 1 mg/kgBB dapat diberikan. Pemantauan

jumlah diuresis, kadar ureum dankreatinin tetap harus

dilakukan. Tetapi, apabila diuresis tetap belum mencukupi,

pada umumnya syok belum dapat terkoreksi dengan baik, maka

pemberian dopamia perlu dipertimbangkan (DepKes RI, 2005).

Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)

Page 27: handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag

26

Alur Tersangka DBD

Tersangka DBD

9.10.11.12.

Gambar: Alur Tersangaka DBD ( Sumber: DepKes RI, 2005)

Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)

Pasien tidak dapat minumPasien masih dapat minumBeri Minum banyak 1-2 liter/ hari atau 1 swndok makan tiap 5 menitJenis minum: air putih, teh manis, jus buah, susu, oralitBila suhu > 380 C beri ParacetamolJika kejang beri anti convulsi

Pasang Infus NaCl 0,9%: dektrose 5%(1:3)Tetesan rumatan sesuai Berat badanPeriksa Ht, Hb, tiap 6 jam, trombosit tiap 6-12 jam

Monitor gejala klinis dan laboratoriumPerhatikan tanda syokPalpasi nadi periferUjur diuresisAwasi perdarahanPeriksa Hb,Ht dan trombosit tiap 6-12 jam

Perbaikan klinis dan laboratorium:

Pulang (Kriteria memulangkan pasien)Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretikNafsu makan membaik, secara klinis tampak perbaikanHematokrit stabil, jumlah > 50.000/uL3 hari setelah syock teratasi, tidak dijumpai distress nafas

HT naik dan / atau trombosit turun

Infus ganti RL (tetesan disesuaikan)

Gejala KlinisDemam 2-7 hariUji Tourniquet (+) atau perdarahan spontanLaboratorium: Ht tidak meningkat, Trombositopenia ringan

Page 28: handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag

27

Penatalaksanaan DBD Derajat I dan II

13.14.

Gambar: Penatalaksanaan DBD derajat I dan II ( Sumber: DepKes RI, 2005)

Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)

RL/NaCl 0,9% atau RLD5/NaCl + D5 6-7 ml/kgBB/jam

Cairan Awal

Monitor Tanda Vital / nilai Ht dan Trombosit tiap 6 jam

Tidak ada perbaikanGelisahDistress pernapasanFrekuensi nadi meningkatHT tetap tinggi / naikTekanan nadi < 20 mmHgDiuresis kurang/tidak ada

PerbaikanTidak gelisahNadi kuatTekadan Darah stabilDiuresis Cukup HT turun (2x pemeriksaan)

Tanda vital memburukHt meningkat Tetesan dinaikkan

10-15 ml/kg BB/jam

Evaluasi 12-24 jam

Tanda vital tidak stabil

Distress nafasHt naikTekanan nadi < 20 mmHg

Koloid 20-30 ml/kgBB/

HT turun

Tranfusi darah segar 10 ml/kgBBIndikasi tranfusi:Syok belum teratasiPerdarahan masif

Perbaikan

Perbaikan

Tetesan dikurangi 5 ml/kgBB/jam

PerbaikanSesuaikan tetesan3 ml/kg BB/jam

IVFD stop setelah 24-48 jam Apabila tanda vital dan Hb stabil, diuresis cukup

Page 29: handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag

28

Penatalaksanaan DBD Derajat II dan III

DBD Derajat III dan IV

Gambar: Penatalaksanaan DBD derajat II dan III ( Sumber: DepKes RI, 2005)

Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)

Evaluasi 30 menit apakah syock teratasi?

Syock teratasi:Kesadaran membaikTekanan nadi > 20 mmHgTidak sesak nafas/tidak

sianosisEkstremitas hangatDiuresis cukup 1

ml/kgBB/jam

Syock teratasi:Kesaaran menurunTekanan nadi < 20 mmHgDistress nafas/sianosisDinginPeriksa kadar gula

Cairan & tetesan disesuaikan 10 ml/kgBB/jam

Evaluasi ketatTanda vitalTanda PerdarahanDiuresisPantau Hb, Ht, trombosit

Stabil dalam 24 jamTetesan 5 ml/kgBB/jamHb stabil alam 2 x periksa

Tetesan 3 ml/kgBB/jam

Infus stop tidak lebih 48 jamSetelah syok teratasi

Lanjutkan cairan 15-20 ml/kgBB/jam

Tambahkan koloid/plasma dekstran /FFP 10-20 (max 30 ml/kgBB)

Koreksi asidosis Evaluasi 1 jam

Syok teratasi Syock belum teratasi

Ht menurun Ht tetap tinggi/ meningkatKoloid 20 ml/kgBB

Oksigenasi (O2 2-4 lt/mnt)Penggantian volume plasma segera (cairan

kristaloid isotonis): RL/NaCl 0,9% 20 ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 30 menit)

Page 30: handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag

29

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian yang efektif pada DHF ataupun DSS di ruang IGD

didasarkan pada kemampuan analisis kritis perawat untuk

memprediksikan, mengenali dan menentukan dengan cepat pasien dengan

DSS atau potensial DSS sehingga dapat diberikan penanganan yang cepat

pula, karena keterlambatan resusitasi dapat meningkatkan resiko

mortalitas. Hal ini sangat didukung oleh pengetahuan perawat tentang hal-

hal yang harus dikaji pada pasien dengan DHF atau DSS, termasuk

manifestasi klinis yang mungkin muncul dalam setiap tahap dari penyakit

tersebut. Secara umum munculnya tanda dan gejala nyeri atau tenderness

pada abdomen, muntah terus menerus, akumulasi cairan misalnya efusi

pleura atai asites,perdarahan mukosa,penurunan kesadaran : letargi,

gelisah, pembesaran liver (≥2cm),peningkatan hematokrit dengan

penurunan jumlah platelet secara cepat merupakan indikator bahwa

diperlukan evaluai medis segera. CDC (Center Disease Control and

Prevention) menjelaskan bahwa fokus pengkajian untuk kegawatan pada

DHF yang dikenal dengan DSS adalah sebagai berikut (CDC, 2010):

a. Riwayat demam

Riwayat demam yang akurat penting untuk ketepatan diagnosis dan

membantu prediksi kehilangan cairan, dan fase penyakit. Terdapat

perbedaan karakteristik demam pada :

DF demam akut biasanya 2 hari atau lebih

DHF : 2-7 hari

DSS :penurunan temperatur yang tiba-tiba (>38.0°C menjadi

temperatur normal atau subnormal)

b. Tanda-tanda vital

Tanda-tanda kegawatan/kritis adalah ketika didapatkan nadi cepat dan

lemah, tekanan nadi yang sempit (TD sistolik-TD diastolik <20mm

Hg) atau hipotensi berdasarkan tekanan darah sesuai usia.

Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)

Page 31: handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag

30

c. Pemeriksaan fisik fokus dan manifestasi perdarahan

Kondisi pasien mulai kritis ketika didapatkan tanda-tanda manifestasi

klinis perdarahan atau tes torniquet positif disertai tanda munculnya

asites dan atau efusi pleura, kulitdan ekstremitas teraba dingin, basah,

kesadaran menurun (letargi atau gelisah),CRT>2 detik, oliguria, tanda-

tanda shock (Phanmeesuk & Suksin, 2009).

d. Pemeriksaan laboratorium

Untuk kewaspadaan ,didapatkannya leukopenia dengan onset baru

(WBC <5,000 cells/mm3) limfositosis danpeningkatan limfosit yang

bersifat atypical, mengindikasikan dalam 24 jam berikutnya pasien

potensial akan masuk dalam fase kritis. Sedangkan tanda-tandapasien

telah masuk fase kritis adalah ketika tanda dan gejalapada pengkajian

riwayat dan pemeriksaa fisik diatas disertaitemuan onset yang baru

dari hasil lab sebagai berikut (Phanmeesuk & Suksin, 2009):

1) Thrombocytopenia (≤100,000 cells per mm3)

2) Hemokosentrasi ( peningkatan hematocrit ≥20%diatas rata-rata

sesuai usia atau penurunan hematocrit ≥20% dari terapi cairan yang

diperlukan, hipoproteinemia, hipokolesterolemia

Deteksi dini menjadi sangat penting karena kesalahan dalam

mengenali tanda-tanda kritis dapat menyebabkan keterlambatan reusitasi

cepat yang dapat menyebabkan pasien masuk kedalam komplikasi atau

yang ditandai dengan perdarahan masif dan gangguan metabolisme seperti

hipokalsemia, hipoglikemia, hiperglikemia, asidosis laktat, dan

hiponatremia (CDC). Sehingga monitor ketat oleh perawat terhadap

volume intravaskular, fungsi organ vital, dan respon pasien terhadap

treatment, jenis cairan yang masuk, serta kemungkinan sumber perdarahan

lainnya menjadi sangat penting. Maka, untuk keperluan tersebut maka

perawat sebagai petugas yang 24 jam didekat pasien memiliki peran yang

signifikan dalam efektifitas observasi tersebut (Phanmeesuk & Suksin,

2009).

Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)

Page 32: handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag

31

2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

a. Diagnosa Keperawatan : Resiko shock hipovolemik (kurangnya

volume cairan) berhubungan dengan peningkatan permeabilitas.

Ditandai dengan:perubahan status mental, penurunan tekanan

darah,peningkatan frekuensi nadi nadi, kulit/membran mukosa kering,

hematokrit meningkat, suhu tubuh meningkat, konsentrasi urin

meningkat, kelemahan.

Kriteria hasil : keseimbangan cairan dan elektrolit dan asam basa

tercapai, hidrasi adekuat.

Intervensi :

Intervensi prioritas NIC

1) Autotranfusi pengumpulan dan reinfusi darah yang hilang akibat

perdarahan

2) Pengelolaan elektrolit peningkatan keseimbangan elektrolit dan

pencegahan komplikasi akibat kadar elektrolit serum yang tidak

normal atau tidak diinginkan (misalnya : kalsium,

kalium.agnesium, natrium dan fosfat dalam serum).

3) Pengelolaan cairan : peningkatan dan analisis data paisen untuk

mengatur keseimbangan cairan

4) Pengelolaan hipovolemia : expansi volume cairan intravaskular

pada pasien yang mengalami penurunan volume.

5) Terapi intravena : Pemberian dan pemantauan cairan dan obat

intravena

6) Pengelolaan syok , volume : peningkatan keadekuatan perfusi

jaringan pada pasien yang mengalami masalah volume

intravaskular yang berat

Aktifitas Keperawatan

1) Pantau warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan

2) Observasi khusus terhadap kehilangan cairan dan elektrolit yang

tinggi

Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)

Page 33: handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag

32

3) Pantau perdarahan

4) Identifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap bertambah

buruknya dehidrasi

5) Tinjau ulang elektrolit terutama natrium, kalium dan klorida.

6) Kaji orientasi terhadap orang, tempat dan waktu.

7) Pengelolaan cairan (NIC) :

a) Pantau status hidrasi

b) Pantau hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan

cairan

c) Pertahankan keakuratan asupan dan keluaran.

Pendidikan untuk pasien dan keluarga

1) Anjurkan pasien untuk melaporakan kepda perawat bila haus

Aktivitas kolaboratif :

1) laporkan dan catat keluaran (Output)

2) laporkan abnormalitas elektrolit

3) berikan terapi IV sesuai dengan anjuran

Aktifitas lain

1) bersihkan mulut secara teratur,

2) tentukan jumlah cairan dalam 24 jam

3) tingkatkan asupan orla, pasang kateter bila perlu

4) berikan cairan sesuai indikasi

b. Diagnosa keperawatan: Peningkatan suhu tubuh lebih dari normal

berhubungan dengan terjadinya viremia

Ditandai dengan : suhu tubuh llebih dari normal (36.5- 37 C), kulit

memerah (hiperemi), RR meningkat, kulit hangat, tachikardi

Kriteria Hasil: Suhu tubuh Normal (365-37 C), RR dan nadi Normal,

perubhan warna kulit tidak ada.Keadaan umum cukup

Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)

Page 34: handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag

33

Intervensi :

Intervensi prioritas NIC

1) Pengobatan demam pengelolaan pasien dengan hipertermia yang

disebabkan oleh faktor-faktor yang bukan dari lingkungan

2) Regulasi suhu mencapai dan atau untuk mempertahankan suhu

tubuh dalam rentang normal

3) Pemantauan tanda vital pengumpulan dan analisis data

kardiovaskluar, respirasi, suhu tubuh untuk menentukan serta

mencegah komplikasi

Aktivitas Keperawatan

1) Pantau aktivitas kejang

2) Pantau hidrasi

3) Pantau tkanan darah dan, nadi dan pernafasan,e

4) Regulasi suhu (NIC) : pantau suhu tubuh minimal tiap 2 jam

sesuai dengan kebutuhan denge pantau warna kulit dan suhu

Pendidikan untuk pasien dan keluarga

1) Ajarkan indikasi keletihan karena panas dan tindakan kedaruratan

ynag diperlukan sesuai dengan kebutuhan

Aktifitas kolaboratif :

1) Berikan obatantipiretik sesuai dengan kebutuhan

2) Gunakan air jangat untuk mengatasi gangguan suhu tubuh sesuai

dengan kebutuhan

Aktifitas lain :

1) Lepaskan pakaian yang yang berlebihn

2) Anjurkan asupan cairan oral

3) Gunakan selimut

4) Gunakna kompres pada aksila, kening, leher dan lipat paha

Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)

Page 35: handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag

34

c. Diagnosa Keperawatan: Kurang pengetahuan tentang proses penyakit,

diet dan perawatan pasien DHF sehubungan dengan kurangnya

informasi.

Tujuan : Pengetahuan klien/keluarga tentang proses penyakit, diet,

perawatan meningkat sehingga klien/keluarga memperlihatkan

perilaku yang kooperatif.

Intervensi:

1) Kaji tingkat pengetahuan klien/keluarga tentang penyakit DHF

2) Kaji latar belakang pendidikan klien/ keluarga.

3) Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan obat-obatan

pada klien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.

4) Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan dan manfaatnya

pada klien.

5) Berikan kesempatan pada klien/ keluarga untuk menanyakan hal-

hal yang ingin diketahui sehubungan dengan penyakit yang diderita

klien.

6) Gunakan leaflet atau gambar-gambar dalam memberikan

penjelasan.

C. Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan

Demam berdarah adalah masalah kesehatan yang serius karena hamper

tiap tahun selalu ada dan bahkan kadang-kadang meningkat tajam megarah

kekajadian luar biasa (KLB). Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue

dan ditularkan oleh nyamuk aedes aegypti. Penyakit demam berdarah

dalam keadaan gawat memerlukan pertolongan segera dan semakin cepat

ditolong makin besar kemungkinan untuk sembuh kembali. Pada seting

prehospital masyarakat dan keluarga harus waspada terhadap tanda dan

gejala yang dikeluhkan oleh pasien. Koordinasi dengan instansi terkait,

missal dinas kesehatan adalah penting dalam rangka pencegahan penularan

demam berdarah. Peran masyarakat sangat penting karena tanpa peran

Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)

Page 36: handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag

35

serta masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk maka sebesar

apapun dana yang dikeluarkan dan sebagus apapun program pemerintah

tidak akan optimal dalam penanggulangan dan pemberantasan penyakit

demam berdarah. Untuk dapat merawat pasien DBD dengan baik,

diperlukan dokter dan perawat yang terampil, sarana laboratorium yang

memadai, cairan kristaloid dankoloid, serta bank darah yang senantiasa

siap bila diperlukan. Kunci keberhasilan tatalaksana DBD/DSS terletak

pada ketrampilan para dokter untuk dapat mengatasi masa peralihan dari

fase demam ke fase penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik.

2. Saran

a. Diperlukan peran masyarakat dan pemerintah secara luas untuk

bersama-sama menjalankan program-program yang telah dibuat

dalam penanggulangan DBD.

b. Dibutuhkan peran serta perawat Puskesmas sebagai lini terdepan

dalam pencegahan DBD di lingkungan masyarakat dengan deteksi

dini dan peningkatan pendidikan kesehatan masyarakat terkait DBD.

Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)

Page 37: handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag

36

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, F.U. 2010. Manajemen demam berdarah berbasis wilayah. Buletin

jendela epidemiologi. 2 (1): 1 – 3

Bagian Patologi Klinik. (2009). Peran pemeriksaan laboratorium dalam diagnose

Demam Berdarah Dengue. RSUP Dr. Kariadi Semarang.

Barakah, V. F. 2012. Demam Berdarah tidak ada obatnya, Hanya andalkan cairan.

Detik Health. Retrieved from:

http://health.detik.com/read/2012/06/15/143241/1942274/763/ 18 April

2013

Brasier. A. R., Ju. H., Garcia. J., Spratt. H. M., Forshey. B. M., Helsey. E. S.

(2012). A three-component biomarker panel for prediction of dengue

hemorraghic fever. Am. J. Trop. Med. Hyg. 86(2): 341-348.

CDC (Centers for Disease and Prevention). (2010). Dengue Branch.Cañada

SanJuan,PuertoRico.From:http://www.cdc.gov/dengue/clinicallab/clinical.ht

ml diakses 20 April 2013

Danny, Wiradharma. 2009. Diagnosis cepat demam berdarah dengue. Jurnal

Kedokteran Trisakti., 18 (2): 78 – 79

DepKes, RI.,(2005). Pedoman Pencegahan dan Pemberantasan Demam

Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian

Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

Dinas Kesehatan Kota Denpasar. Waspadalah penyakit demam berdarah dengue.

Retrieved from www.denpasarkota.go.id. 18 april 2013.

Gubler D.J., 1998. The Global Pandemic of Dengue/Dengue Haemorrhagic Fever

Current Status and Prospect for the Future. Dengue in Singapore. Technical

Monograph Series No. 2 WHO.

IDAI, 2009. Apa itu demam berdarah dengue.

http://www.idai.or.id/kesehatananak/artikel. 18 April 2013

Khana M., Chaturvedi UC, Sharma MC, Panday VC, Mathur A., 1990. Increased

Capillary Permeability Mediated by A Dangue Virus Induced Limphokine.

Immunology Mart, 69;33:449-53

Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)

Page 38: handayanilina.files.wordpress.com · Web viewMakrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi. Makrofag

37

Khie Chen., Herdiman, T., Pohan., Robert., 2009. Diagnosis dan terapi cairan

pada demam berdarah dengue. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

RS Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. 22. (1): 5 – 6

Kurane I, Ennis E Francis, 1992. Immunity and Immunopathologi in Dangue

Virus Infection. Seminar Imunology vol 4; 121-127.

Mujida, A.M., Ridwan, A. 2009. Pemetaan dan analisis kejadian demam

berdarah dengue di kaupaten bantaeng.

Phanmeesuk, Y., and Suksin, W. (2009). Nursing Care of Dengue Shock

Syndrome (Case study). Medical Journal of Srisake Surinam Buriram

Hospital Vol 24 No.2.

Soegijanto Soegeng, 2004. Demam Berdarah Dangue. Tinjauan dan Temuan

Baru di Era 2003. Airlangga University Press. Surabaya.

Soewandoyo, E. 1997. Demam Berdarah Dangue pada Orang Dewasa. Gejala

Klinik dan Penatalaksanaannya. Folia Medika Indonesia XXXIII. Juli-

September.

Suvatte V. Immunological Aspect of Dangue Haemorrhagic Fever Studies in

Thailand. South East asian J. Trop Med. Pub Haealth, 1987; 1:312-5.

Syahruman A., 1998. Beberapa Lahan Penelitian untuk Penanggulangan Demam

Berdarah Dangue. Mikrobiologi Klinik Indonesia. Vol:3:3:87-89.

Vasanwala. F. F., Puvanendran. R., Chong. S. F., Ng. J. M., Suhail. S. M., Lee. K.

H. (2011). Could peak proteinuria determine whether patient with dengue

fever develop dengue hemorraghic/dengue shock syndrome/- A prospective

cohort study. BMC Infectious Diseases.

Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan intrevensi

NIC dan kriteria hasil NOC. EGC. Jakarta.

World Health Organization (WHO). (1999). Guidelines for treatment of dengue

fever/dengue hemorrhagic fever in small hospitals. New Delhi.

Makalah DBD ………. (Magister Keperawatan FK UB, 2013)