bp3upalembang.kkp.go.idbp3upalembang.kkp.go.id/.../files/REKOMTEK.ASYARI.docx · Web viewKonservasi...

32
FORMAT USULAN REKOMENDASI TEKNOLOGI KELAUTAN DAN PERIKANAN 2015 (usulan perairan Pulau Payung sebagai Suaka Perikanan) BP3U USULAN/PENENTUAN CALON KAWASAN SUAKA PERIKANAN DI PERAIRAN ESTUARI SUNGAI MUSI SUMATERA SELATAN (Studi Kasus Perairan Pulau Payung, Sungai Musi). UNIT KERJA Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan Dan Konservasi Sumber Daya Ikan UNIT ESELON I Badan Penelitian Dan Pengembangan Kelautan Dan Perikanan ALAMAT INSTANSI Jl. Beringin No. 08 Mariana Palembang, Sumatera Selatan KodePos Telp: 0711.7537194 Faksimil: 0711.7537205 E-mail aktif: adm [email protected] KATEGORI TEKNOLOGI Pengelolaan Sumberdaya Ikan DUKUNGAN UTAMA TERHADAP TEMA 2015 Sustainable (Keberlanjutan) SIFAT TEKNOLOGI Teknologi Hasil Inovasi MASA PEMBUATAN 2011 – 2013 1

Transcript of bp3upalembang.kkp.go.idbp3upalembang.kkp.go.id/.../files/REKOMTEK.ASYARI.docx · Web viewKonservasi...

FORMAT USULANREKOMENDASI TEKNOLOGI KELAUTAN DAN PERIKANAN 2015

(usulan perairan Pulau Payung sebagai Suaka Perikanan)

BP3UUSULAN/PENENTUAN CALON KAWASAN SUAKA PERIKANAN DI

PERAIRAN ESTUARI SUNGAI MUSI SUMATERA SELATAN(Studi Kasus Perairan Pulau Payung, Sungai Musi).

UNIT KERJA Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum

Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan Dan Konservasi Sumber Daya Ikan

UNIT ESELON I Badan Penelitian Dan Pengembangan Kelautan Dan Perikanan

ALAMAT INSTANSI Jl. Beringin No. 08 Mariana Palembang, Sumatera Selatan

KodePos Telp: 0711.7537194

Faksimil: 0711.7537205E-mail aktif: adm [email protected]

KATEGORI TEKNOLOGI Pengelolaan Sumberdaya Ikan

DUKUNGAN UTAMA TERHADAP TEMA 2015

Sustainable (Keberlanjutan)

SIFAT TEKNOLOGI Teknologi Hasil Inovasi

MASA PEMBUATAN 2011 – 2013

SUSUNAN TIM Drs. Asyari

Drs. Budi Iskandar PrisantosoRupawan SE

EmmyDharyati SE.MsiHerlan SP

Aroef Hoekmanan SSiTuah Nanda Merlia Wulandari SS1

KONTAK PERSONDrs, Asyari

1

HP. [email protected]

A. DESKRIPSI TEKNOLOGI ( maksimal 20 halaman termasuk foto dan gambar) Konservasi sumber daya perikanan di perairan umum daratan perlu dilakukan

agar tetap lestari, salah satu caranya adalah dengan penyediaan suaka perikanan

(reservat).

Perairan estuari Sungai Musi berada di di Kabupaten Banyuasin merupakan suatu

daerah penangkapan ikan yang cukup potensial di Sumatera Selatan. Namun sejak

tahun 2006 terjadi penurunan hasil tangkapan ikan di estuari Sungai Musi dan di

semua estuari sungai-sungai Kabupaten Banyuasin (Dinas Perikanan Sumatera

Selatan, 2007).

Estuari Sungai Musi memiliki luas lebih kurang 736 km2 dan memiliki panjang

sekitar 50 km hingga Desa Upang sejak dari garis pantai (Anonim, 2001). Sungai

Musi di depan Sungsang terbelah menjadi dua oleh Pulau Payung, sehingga

perairan yang berada lebih dekat ke muara disebut perairan Pulau Payung. Sungai

Musi dekat Pulau Payung ini tidak dilalui oleh kapal-kapal atau pun alat transportasi

lainnya, sebagaimana Sungai Musi di sebelahnya yang merupakan sungai utama,

sehingga relatif tenang dari segi lalu lintas sungai. Daerah perairan Pulau Payung

merupakan lokasi penangkapan ikan yang cukup padat di Kabupaten Banyuasin

khususnya estuari Sungai Musi.

Estuari sungai-sungai di Sumatera Selatan khususnya di Kabupaten Banyusin

selama ini belum ada satupun daerah konservasi atau suaka perikanan sebagai

mana perairan umum daratan lainnya. Perairan Pulau Payung ditinjau dari segi

ekologis sangat cocok untuk dijadikan kawasan suaka perikanan atau reservat

karena perairan relatif tenang, mempunyai kedalaman yang cukup dan mempunyai

bermacam jenis vegetasi mangrove yang sesuai sebagai daerah pemijahan,

pengasuhan benih maupun tempat mencari makan bagi ikan.

Oleh sebab itu akan sangat baik sekali kalau perairan Pulau Payung dijadikan

suaka perikanan atau reservat dalam rangka perlindungan dan pengelolaan

kawasan perikanan estuari di Sungai Musi Sumatera Selatan.

1. TUJUAN DAN MANFAAT PENERAPAN TEKNOLOGI Tujuan penetapan suaka perikanan di suatu kawasan perairan adalah dalam

rangka melindungi plasma nutfah perikanan agar dapat menghasilkan benih dan

2

mempertahankan produksi ikan, sebagai penyangga (buffer) produksi perikanan

bagi daerah di sekitarnya.

Adapun manfaat suaka perikanan antara lain :

- Mempertahankan habitat alami untuk melestarikan keaneka-ragaman hayati

perikanan secara berkelanjutan.

- Dapat meningkatkan jumlah ikan yang memijah setiap tahunnya dan

meningkatkan hasil tangkapan ikan bagi nelayan setempat

- Dapat mensejahterakan kehidupan nelayan sekitarnya secara ber-

kesinambungan.

2. PENGERTIAN / ISTILAH / DEFINISISuaka Perikanan : adalah kawasan perairan tertentu, baik air tawar, payau,

maupun air laut dengan kondisi dan ciri tertentu sebagai

tempat berlindung/berkembang biak jenis sumber daya ikan

tertentu, yang berfungsi sebagai daerah perlindungan

(Anonim, 2005).

Suaka Konservasi : adalah suaka perikanan untuk melindungi plasma nutfah

perikanan yang sudah langka dan terancam kepunahan

oleh berbagai sebab.

Suaka Produksi : adalah suaka perikanan yang berperan untuk menghasilkan

benih dan mempertahankan produksi ikan.

Zona Inti : adalah bagian suaka yang ikannya tidak boleh ditangkap oleh

siapapun dan dengan cara/alat apapun.

Zona Penyangga: adalah bagian suaka yang membatasi zona inti, disini boleh

dilakukan penangkapan dengan jenis, jumlah, ukuran alat dan

waktu penangkapan yang dibatasi, misalnya sekali 1 atau 2

tahun tergantung kesepakatan.

Zona Ekonomi : adalah bagian suaka yang dianjurkan untuk usaha

penangkapan sejauh alat itu tidak mengganggu

komunitas/populasi ikan dan lingkungan.

Zona Bebas : adalah bagian suaka yang diperbolehkan untuk melakukan

penangkapan ikan, budidaya ataupun untuk parawisata/ekowisata,

misalnya dengan mengadakan lomba pancing.

3. RINCIAN DAN APLIKASI TEKNIS / PERSYARATAN TEKNIS YANG DAPAT DIPERTANGGUNGJAWABKAN 3.1. Persyaratan Teknis Penerapan teknologi

3

Sebelum suatu kawasan perairan ditetapkan sebagai suaka perikanan

harus memenuhi persyaratan teknis yaitu :

Mempunyai kedalaman yang cukup, tidak mengalami kekeringan

pada musim kemarau, kualitas air harus baik dan tidak ada

pencemaran.

Banyak tersedia pakan alami seperti plankton, perifiton, serangga air,

benthos, sehingga ikan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

Di sekitar suaka harus banyak terdapat hutan mangrove dan vegetasi

air lainnya sebagai tempat mencari makan (feeding ground), tempat

mengasuh anak (nursery ground) dan tempat pemijahan (spawning

ground).

Fluktuasi air saat musim kemarau dan musim hujan harus besar (3 –

m), saat musim hujan ikan menyebar kesegala penjuru dan waktu

kemarau ikan berkumpul di suaka.

Tidak tertutup dan harus berhubungan dengan perairan lainnya,

sehingga ikan-ikan dapat beruaya (migrasi) melalui jalur ruaya

berupa alur air, dengan demikian benih-benih ikan dapat menyebar

keperairan sekitarnya.

Untuk pengelolaan suaka harus ada partisipasi masyarakat setempat,

karena tidak ada pengelolaan suaka yang berhasil tanpa melibatkan

masyarakat sekitarnya.

Harus mempunyai rambu-rambu, tanda, patok dan batas-batas yang

jelas, diawasi, dijaga, dipantau dan diklola secara baik serta adanya

penyuluhan pada nelayan agar tumbuh rasa memiliki dan tanggung

jawab.

Langkah selanjutnya adalah pengajuan kepada kepala daerah di

level Propinsi (Gubernur) atau kabupaten (Bupati).

Rencana Pengelolaan

Hal yang perlu diperhatikan untuk pengelolaan adalah sebagai berikut :

Untuk pengelolaan suaka harus ada partisipasi masyarakat setempat,

karena tidak ada pengelolaan suaka yang berhasil tanpa melibatkan

masyarakat sekitarnya.

Penebangan hutan juga perlu dihentikan karena habitat ini penting

sebagai tempat pemijahan dan pembesaran anak-anak ikan yang

nantinya akan meningkatkan populasi ikan.

4

3.2. Uraian secara lengkap dan detail SOP, mencakup :(1). Jenis Ikan Inventarisasi data jenis ikan menggunakan alat tangkap

jaring trawl mini, berukuran panjang 12 m dengan bukaan mulut 7 x 1

m dan mesh size jaring 0,5 – 1 inch (Gambar 1, 2).

Jenis ikan yang didapatkan di perairan Pulau Payung estuari

Sungai Musi adalah sebanyak 3221 individu terdiri 70

species, 23 famili (Rupawan et al., 2013). Jumlah species yang

mendominasi adalah ikan gulamo (Otolithoides pama = 551

ekor/17,10% dan Panna microdon = 429 ekor/13,31%), ikan duri

(Arius venosus = 390 ekor/12,10%), lundu (Mystus guilio = 278

ekor/8,63%), bulu ayam (Coilia dussumieri = 184 ekor/5,71%).

Untuk kategori sedang adalah ikan gulamo pendek (Johnius

belangeri/3,78%), gulamo panjang (Johnius trachycephalus

/3,22/Gambar 4.) dan dukang (Arius maculatus /3,01%/Gambar 5.).

Dibandingkan dengan hasil penelitian

Prianto & Suryati (2010) yang mendapatkan 54 jenis ikan pada

kawasan muara Sungai Musi yang terdiri dari 49 jenis ikan laut dan

5 jenis

ikan air tawar, hasil ini ternyata lebih tinggi. Namun dibandingkan

dengan hasil penelitian Suman et al. (2008) yang mendapatkan

95 jenis ikan di estuari Sungai Musi, hasil ini tergolong lebih

rendah. Untuk kelompok udang dan kepiting kemelimpahan

tertinggi adalah jenis udang pepe (Acetes indicus/3,57%), udang

buku (Macrobracium mirabile/2,82%) dan udang taji

(Macrobrachium equidens/2,66%). Beberapa jenis ikan dan udang

yang terdapat di Perairan Pulau Payung tersebut adalah

merupakan ikan yang mempunyai nilai ekonomis penting antara

lain ikan dukang (Arius. spp), sembilang (Plotosius canius),

kakap (Lates calcarifer) dan udang galah (Macrobracium

rosenbergii) udang petak (Oratosquilla sp).

Indeks keanekaragaman jenis ikan berkisar antara 2,541 -

2,806, nilai ini berada antara (1-3) menunjukan keanekaragaman

sedang dengan arti lingkungan yang cukup mendukung. Indeks

keseragaman menunjukan angka 0,541 - 0,704 atau mendekati

nilai 1, yang berarti kondisi spesies cukup stabil (tidak terlalu

5

melimpah). Sedangkan Indeks Dominansi, didapatkan nilai

berkisar 0,133 - 0,234 yang berarti nilai lebih mendekati angka

nol (0) yang berarti tidak ada species yang mendominasi atau

kondisi komunitas yang stabil (Odum, 1998).

(2). Larva Ikan Larva ikan (Ichthyoplankton) diambil dengan alat bongo net

(Gambar 3.)

berdiameter 30 cm, mesh size 350 µ secara horizontal pada

kedalaman ± 1 m. Penarikan bongo net dilakukan dengan

kecepatan 1-2 knot selama 15 menit. Hasil penelitian di estuari

Sungai Musi mendapatkan kempok larva ikan terdiri dari 13 famili

yaitu Clupeiidae, Gobiidae, Cheilodactylidae, Monocanthidae,

Gonorynchidae, Chirocentridae, Ambassidae, Blennidae,

Cynoglossidae, Fistulidae, Callionymidae, Synodontidae dan

Engraulidae (Prianto et al., 2013).Sedangkan famili Gobiidae

mempunyai sebaran yang paling luas baik secara spasial maupun

secara temporal.

Dari penelitian Rupawan et al.(2011) dan (2012) Larva ikan yang

sering ditemukan di perairan estuari terdiri dari

banyak famili diantaranya adalah : Engraulidae, Scianidae,

Polynemidae, Plotosidae, Ariidae, Carangidae, Chamsodontidae,

Clupeidae, Cynoglossidae, , Gobiidae, Pristigasteridae,

Solenostomidae, Synodontidae, Acropomatidae, Ammodytidae,

Atherinidae, Mullidae, Synodontidae, sedangkan larva udang yang

biasa ditemukan adalah famili Penaeidae dan Palaeomonidae.

Kelimpahan larva di perairan estuari bervariasi mulai dari yang

terendah 103 ind/100 m3 sampai yang tertinggi 67,724 Ind/ 100 m3

biasanya didominasi dari famili Engraulidae, diikuti Scianidae,

Polynemidae, Plotosidae, Ariidae dsb.

(3). Jenis dan Kelimpahan Plankton Sampel plankton diambil menggunakan water sampler pada

kedalaman 0,5 – 1 m dan disaring dengan plankton net No.25

(mesh size 60 mikron). Sampel kemudian diawetkan dengan

lugol dan diamati di laboratorium dengan mikroskop dan sedwick

rafter (SR).

6

Penyebaran plankton di perairan estauri sangat dipengaruhi oleh

arus air dan salinitas. Jenis dan kelimpahan fitoplankton

berjumlah 36 species

terdiri dari Kelas Bacillariophyceae/Diatom sebanyak 16 species,

Chlorophyceae 9 species, Cyanophyceae 5 species,

Dinophyceae 4 species dan Euglenophyceae 2 species.

Kelimpahan individu fitoplankton yang diamati berada antara 6 –

560 ind/l. jenis yang mendominasi fitoplankton adalah dari

kelompok Dinophyceae yaitu; Gymnodinium dengan

kelimpahan relatif (KR) antara 8,62 % – 38,11 %, Peridinium

(3,58 % – 10,69 %) dan Diatom /Bacillariophyceae yaitu ;

Asterionella dengan kelimpahan relatif (KR) antara 1,17% -

19,33%, Melosira (0,41% - 10,30%), dan Chaetoceras (0,78%

- 10,62%).

Zooplankton yang ditemukan terdiri atas 3 kelompok yaitu

Kelas Ciliata sebanyak 4 species, Crustaceae 4 species dan

Rotatoria atau Rotifera 3 species. Kelompok Ciliata yang

dominan antara lain adalah Stentor dan Titinnidium,

kelompok Crustaceae adalah Acartia dan Centropages,

sedangkan dari Rotatoria yaitu Keratella dan Trichocerca.

(4). Hutan Mangrove Vegetasi hutan mangrove diteliti dengan metode transek secara

semi kuantitatif. Vegetasi Hutan mangrove yang terdapat di estuari

Sungai Musi meliputi pohon-pohon dan semak yang tergolong ke

dalam 8 famili, terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga, yaitu api-

api (Avicenia), buta-buta (Excoecaria), pedado (Sonneratia), bakau

(Rhizophora), tumu (Bruguiera), Ceriops, nyirih (Xylocarpus),

Lumnitzera, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus

(Hartoni & Agussalim, 2012). Selain itu di Sungai Musi dan Pulau

Payung banyak juga dijumpai nipah (Nypa fruticans),

mentaro/bintaro (Cerbera. sp), banyak ditemukan agak kehulu dari

muara yang airnya lebih tawar. Jenis bakau (Rhizophora

apiculata) dan (Rhizophora mocronata), banyak tumbuh dibagian

terluar yang sering dikenai ombak, tumbuh merata di pinggir

sungai maupun di pinggir Pulau Payung. Api-api (Apicennia. spp)

dan nyirih (Cylocarpus. sp) ditemukan dalam jumlah yang sedikit.

7

(5). Kelimpahan Macrozoobentos Sampel bentos diambil pada subtrat dasar perairan dengan alat

ekman grab be-ukuran 15 x 15 cm, di lokasi yang telah ditentukan

secara acak. Organisme bentos di Sungai Musi bagian hilir

(estuari) tercatat sebanyak 8 kelas yaitu: Annelida, Coleoptera,

Crustacea, diptera, Gastropoda, Pelecypoda, Nematoda dan

Plecoptera dengan jumlah 11 genus. Jenis yang banyak

ditemukan adalah Viviparus.sp, Poltodytes. sp dan

Panagrolainus.

sp. Hasil penelitian ini lebih rendah dari penelitian Rupawan et al.

(2012) mendapatkan 13 spesies organisme makrozoobentos,

tergabung dalam 5 kelas yaitu Bivalvia, Diptera, Gastropoda,

Oligochaeta, dan kelas Polychaeta. Jenis yang paling banyak

ditemukan adalah Donax. sp dari kelas Bivalvia, kemudian

Nainereis. sp (Polychaeta) dan Branchiura. sp dari kelas

Oligochaeta.

(6). Kimia fisika perairan Pengamatan karakteristik perairan mencakup beberapa parameter

kimia dan fisika antara lain ; salinitas, pH, O2, CO2, alkalinitas,

Hardness, amoniak, Nitrat, Nitrit, Total Fosfat, kedalaman, suhu

air, kecerahan, TDS dan DHL. Pengamatan dilakukan secara

insitu dan di analisa di laboratorium lingkungan perairan Balai

Penelitian Perikanan Perairan Umum berdasarkan metoda APHA

(1980).

Karakterisrtik kimia dan fisika perairan seperti salinitas berada

antara 0 – 10 ‰, pH antara 6,0 – 8,0., O2 antara 2,6 – 5,6 mg/l,

CO2 antara 3,4 – 10,7 mg/l, kedalaman antara 6,4 - 10,2 m, suhu

air antara 25,5 – 30 C, ⁰ kecerahan antara 20 – 65 cm, suhu air

25 – 32, dan Daya Hantar Listrik (DHL) antara 220 – 1762

µhos/cm. Kesemua nilai karakteristik kimia/fisika perairan ini

menunjukkan nilai yang sesuai untuk mendukung kehidupan ikan

di perairan estuari.

Nilai salinitas estuari Sungai Musi berfluktuasi pada setiap

bulan pengamatan yaitu berkisar 0 – 10 ‰ , hal ini terjadi karena

kurangnya kekuatan intrusi air laut ke badan sungai, sehingga

8

pengaruh air laut kurang mempengaruhi kondisi salinitas pada

badan sungai.

Nilai pH di estuari Sungai Musi berada antara 6 – 8 , nilai pH

makin meningkat kearah muara atau laut karena meningkatnya

nilai salinitas. Hubungan pH dengan alkalinitas dan karbondioksida

adalah, dimana semakin tinggi nilai pH maka semakin tinggi nilai

alkalinitas dan semakin rendah nilai karbondioksida bebas.

Oksigen merupakan parameter yang sangat dibutuhkan untuk

kehidupan organisme perairan, nilai oksigen terlarut selama

penelitian berfluktuasi berkisar 2,6 – 5,6 mg/l. Secara keseluruhan

rata-rata nilai oksigen masih sesuai untuk kehidupan oraganisme,

dengan nilai yang hampir merata pada setiap lokasi, sebaran

tersedianya oksigen terjadi karena adanya aktivitas organisme di

perairan tersebut.

Nilai kadar karbondioksida di estuari Sungai Musi berkisar

antara 3,4 – 10,7 mg/l. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

kandungan CO2 ini masih berada dalam keadaan yang aman

untuk kehidupan ikan dan organisme lainnya. NTAC (1968) dalam

Wardojo (1975) menganjurkan agar kandungan CO2 bebas di

perairan tidak boleh lebih dari 25 ppm dengan catatan kadar

oksigen terlarutnya juga harus besar, kadar CO2 yang tinggi

dapat meracuni kehidupan ikan dan organisme lainnya

Nilai alkalinitas estuari Sungai Musi berada antara 4,2 – 38,4

mg/l CaCO3. Nilai alkalinitas ini berfluktuasi dan cenderungan

meningkat kearah muara, karena pengaruh salinitas sebagai

buffer sistem lingkungan. Besarnya nilai alkalinitas menunjukkan

kapasitas penyangga (buffer capacity) perairan itu dan dapat

pula

digunakan menduga kesuburan perairan (Swingle, 1968 dalam

Wardojo, 1975).

Kedalaman perairan Pulau Payung antara 6,4 m – 10,2 m

dengan kedalaman rata-rata adalah 8,27 m, ditinjau dari

kedalaman perairan Pulau Payung ini cocok untuk dijadikan

suaka perikanan karena mempunyai kedalaman yang cukup dan

airnya relatif tenang.

Suhu perairan selama penelitian masih normal, tidak terjadi

nilai yang terlalu tinggi melebihi ambang batas yaitu pada kisaran

9

25,5 – 30 °C. Suhu air mempengaruhi sifat kimia-fisika perairan

maupun fisiologis ikan, selain itu suhu air sangat berkaitan erat

dengan konsentrasi oksigen terlarut dalam air dan laju konsumsi

oksigen oleh hewan air (Wardojo, 1975).

Nilai DHL selama penelitian berkisar antara 220 – 1762

µhos/cm, nilai DHL lebih tinggi pada lokasi kuala atau muara

Sungai Musi, karena semakin banyak garam-garam terlarut yang

dapat terionisasi, semakin tinggi pula nilai DHL. Besarnya nilai

DHL juga bergantung kepada kehadiran ion-ion anorganik,

valensi, suhu, serta konsentrasi total maupun relatifnya.

4. KEUNGGULAN TEKNOLOGI

4.1. Teknologi yang akan diterapkan di calon suaka perikanan estuari Pulau

Payung Sungai Musi adalah merupakan modifikasi teknologi suaka

perikanan yang sudah banyak dilakukan di perairan rawa banjiran

perairan umum daratan lainnya mencakup aspek ekologi, fisik, ekobiologi,

sosial ekonomi (pengajuan, penetapan, kepemilikan, pengelolaan dan

monitoring).

a. Kondisi Terkini Perairan Pulau Payung Luas Perairan : Pulau Payung mempunyai luas 20 Ha, sedangakan luas perairan Pulau Payung

adalah luas Sungai Musi yang berada di depan Pulau Payung yaitu ± 10,5 Ha

ditambah luas perairan hutan mangrove yang berada di dalam kawasan Pulau

Payung dengan luas bervariasi karena dipengaruhi oleh pasang surut air laut ± 4

– 8 Ha.

Estimasi stok ikan Rata-rata kepadatan stok sumber daya ikan di 3 tempat pengamatan di Sungai

Musi sekitar Pulau Payung adalah antara 814 , 1.239 dan 3.731 kg/km2.

Estimasi larva ikan, kelimpahan larva ikan rata-rata yang ditemukan jumlahnya sangat bervariasi mulai dari yang terendah 443 ind/m3 sampai yang tertinggi 8.627 ind/m3.

Alat tangkap perikanan Alat tangkap yang biasa digunakan nelayan di perairan antara lain : kelompok

Barrier traps (tuguk tancap, sondong, jala, dan bubu), pancing gulung (hook and

line), gillnet /jaring hanyut, belad, rawai (long line). Aktivitas perikanan tangkap di

10

perairan Pulau Payung dan sekitarnya sangat berkembang, menggunakan jenis

alat tangkap, metoda penangkapan dan hasil tangkapan yang bervariasi.

Bermacam jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan untuk menangkap ikan

di perairan ini tergantung pada spesies target tangkapan, musim dan habitat

operasional alat tangkap.

Ada 14 jenis alat tangkap yang beroperasi di perairan ini, yaitu pancing

gulung (hand line), pancing rawai dasar (bottom longline), jaring hanyut (drief

gillnet), jaring kantong (trammel net), jaring cawang (set gillnet) , belad (tidal net),

tuguk tancap , tuguk apung, tuguk kumbang, sondong, sesar udang (trap net) , jala

udang (castnet) dan bubu kepiting ( pot trap) . (Gaffar. et al .2006) . Perairan

estuari Kabupaten Musi Banyuasin Sumetera Selatan merupakan sentra

perikanan tangkap, 90 % penduduknya bekerja sebagai nelayan atau pengolah

produk perikanan (Wardoyo, 2001). Hasil tangkapan perikanan laut dan pesisir

Sumatera Selatan 83 % dari Kabupaten Banyuasin, indek perkembangan produksi

hasil tangkapan Propinsi Sumatera Selatan (175%) lebih besar dari rata-rata

indek perkembangan produksi Nasional (142,9 %.)

Hasil peneltian tahuin 2013 metoda swap area, kepadatan stok Sember daya

ikan rata-rata di estuari Sungai Musi 1.239 kg/km2. Asumsi kepadatan stok

tersebut mewakili luasan area yanfg disurvei, estimasi potensi Sumber daya ikan

di Kabupaten Banyuasin berkisar antara 1.320,4 - 11.890,8 ton, rata-rata 2.760

ton. Target tangkapan kelompok alat tangkap pancing (hook dan line): ikan

sembilang, pari udang galah; target tangkapan kelompok alat tangkap trapnet:

macam jenis udang penaide, ikan teri ; alat tangkap gillnet: ikan gulama, kurau,

bawal, kakap.; alat tangkap belad ( tidal trap) : udang galah, ikan sembilang, ikan

belanak.

Jumlah rumah tangga nelayan (RTP) atau rumah tangga nelayan untuk

Kabupaten Banyuasin saja ada ± 5200 baik nelayan perorangan maupun

perusahaan termasuk di dalamnya nelayan yang menangkap di laut dan perairan

estuari Sungai Musi.

b. Kesesuaian perairan Pulau Payung sebagai calon suaka perikanan Perairan relatif tenang, bukan merupakan jalur lalu lintas di Sungai Musi,

mempunyai luas yang memadai serta merupakan tempat memijah (spawning

ground, feeding ground dan nursery ground) banyak jenis ikan dan udang. Kondisi

11

fisika dan kimia dan hutan mangrove perairan sangat mendukung untuk kehidupan

ikan-ikan estuari.

c. Kemungkinan zona-zona yang akan diterapkan Zona Inti, adalah bagian suaka yang ikannya tidak boleh ditangkap oleh siapapun

dan dengan cara/alat apapun. Zona ini diberi batas yang jelas, papan

pengumuman berupa pelarangan dan sanksi yang jelas dan dilakukan

pengawasan yang ketat

Zona Penyangga, adalah bagian suaka yang membatasi zona inti, disini boleh

dilakukan penangkapan dengan jenis, jumlah, ukuran alat dan waktu penangkapan

yang dibatasi.

4.2. Teknologi suaka perikanan ini secara teknis akan sangat mudah

dilakukan dan tidak memerlukan biaya yang mahal, yang penting adalah

ketegasan dari fihak terkait sebagai pengelola dan pengawas dari suaka

perikanan tersebut.

4.3. Ramah Lingkungan

Secara ekologi teknologi suaka perikanan ini sangat ramah lingkungan karena pada

area suaka ini dilarang melakukan penangkapan ikan oleh siapapun juga, dengan

semua jenis alat tangkap, sehingga akan aman dari segi penangkapan maupun

pencemaran lingkungan.

5. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN, PEREKAYASAAN, PENGEMBANGAN, PENERAPAN SERTA USULAN WILAYAH / DAERAH YANG DIREKOMENDASIKAN.

5.1. Gambaran/uraian lokasi dan waktu penelitian, perekayasaan,

pengembangan, penerapan dilakukan

Penelitian untuk menetapkan suatu perairan menjadi suaka perairan di estuari telah

dilakukan meliputi stok ikan, inventarisasi jenis ikan, larva ikan, kondisi linganan

fisika/kimia perairan maupun keberadaan hutan mangrove diestuari beberapa

sungai.

Tahun 2011. Telah dilakukan penelitian dengan judul : Penelitian Kajian Stok dan

Bioekologi Sumber Daya Ikan di Perairan Estuari Sungai Indragiri Kabupaten

Indragiri Hilir, Propinsi Riau

Tahun 2012. Penelitian dengan judul Dinamika dan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan

Perairan Estuari Sungai Barito Kalimantan Selatan.

12

Tahun 2013. Penelitian dengan judul kajian stok dan keaneka-ragaman sumber daya

ikan perairan estuari Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. dilakukan di estuari

Sungai Upang, Sungai Musi dan Sungai Banyu Asin Sumatera Selatan.

5.2. Wilayah yang diusulkan sebagai calon suaka perikanan untuk perairan

estuari adalah perairan Pulau Payung yang berada di perairan estuari

Sungai Musi Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan. Teknologi ini bisa

juga untuk diterapkan di perairan estuari lainnya di seluruh Indonesia

dengan catatan memenuhi semua persyaratan teknis maupun

ekologisnya.

6. KEMUNGKINAN DAMPAK NEGATIF Dampak negatif penerapan teknologi suaka perikanan di daerah estuari ini

adalah kemungkinan timbulnya kekecewaan bahkan penolakan dari masyarakat

nelayan sekitarnya bila tidak di sosialisasikan secara baik dengan alasan-alasan

yang rasional akibat adanya pelarangan penangkapan ikan di area suaka perikanan

tersebut.

7. KELAYAKAN FINANSIAL DAN ANALISA USAHA Modal atau biaya untuk penetapan suatu wilayah perairan estuari menjadi suaka

perikanan antara lain adalah : Biaya bahan/alat untuk pematokan area suaka

± Rp.5.000.000,-

Biaya pembuatan pos jaga ± Rp. 10.000.000

Biaya upah pemasangan patok batas area suaka

± Rp. 5.000.000,-

Biaya sosialisasi penetapan suaka perikanan

± Rp.10.000.000

Biaya pengawasan/perawatan ± Rp. 50.000.000/tahun

Hasil Usaha penetapan area suaka perikanan dengan jumlah

benih/ikan/udang dewasa yang akan dihasilkan bisa mencapai ± Rp.

1.000.000.000,-/ tahun. Jadi keuntungan yang kemungkinan diperoleh

per tahunnya ± Rp. 920.000.000/tahun.

8. TINGKAT KOMPONEN DALAN NEGERI Semua peralatan / bahan yang digunakan dalam rangka penetapan suatu

wilayah estuari untuk dijadikan suaka perikanan adalah terdapat di dalam negeri,

13

namun pealatan/bahan untuk penelitian dalam rangka penetapan suaka perikanan

tersebut berasal dari ahli-ahli / teknologi luar negeri seperti pembuatan jaring trawl

mini, alat tangkap larva (bonge net) dan peralatan pemeriksaan kualitas air serta

ekman grab alat untuk mengambil bentos.

9. FOTO, GAMBAR DAN SPESIFIKASI

Gambar 1. Alat jaring trawl mini untuk penangkapan ikan.

Gambar 2. PenarikanAlat tangkap ikan trawl mini

14

Gambar 3. Penarikan alat pengambil larva (bongo net)

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Gambar 4. Ikan gulama (Johnius trachycephalus)

Gambar 5. Ikan dukang (Arius maculatus)

15

Gambar 6. Ikan layur (Trichiurus lepturus)

Gambar 7. Ikan kurau (Polynemus dubius)

Gambar 8.Udang petak (Oratosquilla sp)

Gambar 9.Sembilang (Arius sp) Gambar 10. Udang galah (Macrobracium rosenbergii)

16

Hutan Mangrove

Gambar 11. Alat tangkap belad

Gambar 12. Alat tangkap tuguk

17

PENGESAHAN

FORMAT USULANREKOMENDASI TEKNOLOGI KELAUTAN DAN PERIKANAN 2015

(usulan perairan Pulau Payung sebagai Suaka Perikanan)

BP3UUSULAN/PENENTUAN CALON KAWASAN SUAKA PERIKANAN DI

PERAIRAN ESTUARI SUNGAI MUSI SUMATERA SELATAN(Studi Kasus Perairan Pulau Payung, Sungai Musi).

UNIT KERJA Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum

Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan Dan Konservasi Sumber Daya Ikan

SUSUNAN TIM Drs. Asyari

Rupawan SEEmmyDharyati SE.Msi

Herlan SPAroef Hoekmanan SSi

Palembang, September 2015

Diketahui/Disahkan oleh : Penemu/ketua timKepala BP3U

(Drs.Budi Iskandar Prisantoso) (Drs. Asyari)NIP : 19580918 1986031003 NIP : 195709191989031003

18