bp3upalembang.kkp.go.idbp3upalembang.kkp.go.id/.../files/REKOMTEK.ASYARI.docx · Web viewKonservasi...
Transcript of bp3upalembang.kkp.go.idbp3upalembang.kkp.go.id/.../files/REKOMTEK.ASYARI.docx · Web viewKonservasi...
FORMAT USULANREKOMENDASI TEKNOLOGI KELAUTAN DAN PERIKANAN 2015
(usulan perairan Pulau Payung sebagai Suaka Perikanan)
BP3UUSULAN/PENENTUAN CALON KAWASAN SUAKA PERIKANAN DI
PERAIRAN ESTUARI SUNGAI MUSI SUMATERA SELATAN(Studi Kasus Perairan Pulau Payung, Sungai Musi).
UNIT KERJA Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum
Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan Dan Konservasi Sumber Daya Ikan
UNIT ESELON I Badan Penelitian Dan Pengembangan Kelautan Dan Perikanan
ALAMAT INSTANSI Jl. Beringin No. 08 Mariana Palembang, Sumatera Selatan
KodePos Telp: 0711.7537194
Faksimil: 0711.7537205E-mail aktif: adm [email protected]
KATEGORI TEKNOLOGI Pengelolaan Sumberdaya Ikan
DUKUNGAN UTAMA TERHADAP TEMA 2015
Sustainable (Keberlanjutan)
SIFAT TEKNOLOGI Teknologi Hasil Inovasi
MASA PEMBUATAN 2011 – 2013
SUSUNAN TIM Drs. Asyari
Drs. Budi Iskandar PrisantosoRupawan SE
EmmyDharyati SE.MsiHerlan SP
Aroef Hoekmanan SSiTuah Nanda Merlia Wulandari SS1
KONTAK PERSONDrs, Asyari
1
A. DESKRIPSI TEKNOLOGI ( maksimal 20 halaman termasuk foto dan gambar) Konservasi sumber daya perikanan di perairan umum daratan perlu dilakukan
agar tetap lestari, salah satu caranya adalah dengan penyediaan suaka perikanan
(reservat).
Perairan estuari Sungai Musi berada di di Kabupaten Banyuasin merupakan suatu
daerah penangkapan ikan yang cukup potensial di Sumatera Selatan. Namun sejak
tahun 2006 terjadi penurunan hasil tangkapan ikan di estuari Sungai Musi dan di
semua estuari sungai-sungai Kabupaten Banyuasin (Dinas Perikanan Sumatera
Selatan, 2007).
Estuari Sungai Musi memiliki luas lebih kurang 736 km2 dan memiliki panjang
sekitar 50 km hingga Desa Upang sejak dari garis pantai (Anonim, 2001). Sungai
Musi di depan Sungsang terbelah menjadi dua oleh Pulau Payung, sehingga
perairan yang berada lebih dekat ke muara disebut perairan Pulau Payung. Sungai
Musi dekat Pulau Payung ini tidak dilalui oleh kapal-kapal atau pun alat transportasi
lainnya, sebagaimana Sungai Musi di sebelahnya yang merupakan sungai utama,
sehingga relatif tenang dari segi lalu lintas sungai. Daerah perairan Pulau Payung
merupakan lokasi penangkapan ikan yang cukup padat di Kabupaten Banyuasin
khususnya estuari Sungai Musi.
Estuari sungai-sungai di Sumatera Selatan khususnya di Kabupaten Banyusin
selama ini belum ada satupun daerah konservasi atau suaka perikanan sebagai
mana perairan umum daratan lainnya. Perairan Pulau Payung ditinjau dari segi
ekologis sangat cocok untuk dijadikan kawasan suaka perikanan atau reservat
karena perairan relatif tenang, mempunyai kedalaman yang cukup dan mempunyai
bermacam jenis vegetasi mangrove yang sesuai sebagai daerah pemijahan,
pengasuhan benih maupun tempat mencari makan bagi ikan.
Oleh sebab itu akan sangat baik sekali kalau perairan Pulau Payung dijadikan
suaka perikanan atau reservat dalam rangka perlindungan dan pengelolaan
kawasan perikanan estuari di Sungai Musi Sumatera Selatan.
1. TUJUAN DAN MANFAAT PENERAPAN TEKNOLOGI Tujuan penetapan suaka perikanan di suatu kawasan perairan adalah dalam
rangka melindungi plasma nutfah perikanan agar dapat menghasilkan benih dan
2
mempertahankan produksi ikan, sebagai penyangga (buffer) produksi perikanan
bagi daerah di sekitarnya.
Adapun manfaat suaka perikanan antara lain :
- Mempertahankan habitat alami untuk melestarikan keaneka-ragaman hayati
perikanan secara berkelanjutan.
- Dapat meningkatkan jumlah ikan yang memijah setiap tahunnya dan
meningkatkan hasil tangkapan ikan bagi nelayan setempat
- Dapat mensejahterakan kehidupan nelayan sekitarnya secara ber-
kesinambungan.
2. PENGERTIAN / ISTILAH / DEFINISISuaka Perikanan : adalah kawasan perairan tertentu, baik air tawar, payau,
maupun air laut dengan kondisi dan ciri tertentu sebagai
tempat berlindung/berkembang biak jenis sumber daya ikan
tertentu, yang berfungsi sebagai daerah perlindungan
(Anonim, 2005).
Suaka Konservasi : adalah suaka perikanan untuk melindungi plasma nutfah
perikanan yang sudah langka dan terancam kepunahan
oleh berbagai sebab.
Suaka Produksi : adalah suaka perikanan yang berperan untuk menghasilkan
benih dan mempertahankan produksi ikan.
Zona Inti : adalah bagian suaka yang ikannya tidak boleh ditangkap oleh
siapapun dan dengan cara/alat apapun.
Zona Penyangga: adalah bagian suaka yang membatasi zona inti, disini boleh
dilakukan penangkapan dengan jenis, jumlah, ukuran alat dan
waktu penangkapan yang dibatasi, misalnya sekali 1 atau 2
tahun tergantung kesepakatan.
Zona Ekonomi : adalah bagian suaka yang dianjurkan untuk usaha
penangkapan sejauh alat itu tidak mengganggu
komunitas/populasi ikan dan lingkungan.
Zona Bebas : adalah bagian suaka yang diperbolehkan untuk melakukan
penangkapan ikan, budidaya ataupun untuk parawisata/ekowisata,
misalnya dengan mengadakan lomba pancing.
3. RINCIAN DAN APLIKASI TEKNIS / PERSYARATAN TEKNIS YANG DAPAT DIPERTANGGUNGJAWABKAN 3.1. Persyaratan Teknis Penerapan teknologi
3
Sebelum suatu kawasan perairan ditetapkan sebagai suaka perikanan
harus memenuhi persyaratan teknis yaitu :
Mempunyai kedalaman yang cukup, tidak mengalami kekeringan
pada musim kemarau, kualitas air harus baik dan tidak ada
pencemaran.
Banyak tersedia pakan alami seperti plankton, perifiton, serangga air,
benthos, sehingga ikan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Di sekitar suaka harus banyak terdapat hutan mangrove dan vegetasi
air lainnya sebagai tempat mencari makan (feeding ground), tempat
mengasuh anak (nursery ground) dan tempat pemijahan (spawning
ground).
Fluktuasi air saat musim kemarau dan musim hujan harus besar (3 –
m), saat musim hujan ikan menyebar kesegala penjuru dan waktu
kemarau ikan berkumpul di suaka.
Tidak tertutup dan harus berhubungan dengan perairan lainnya,
sehingga ikan-ikan dapat beruaya (migrasi) melalui jalur ruaya
berupa alur air, dengan demikian benih-benih ikan dapat menyebar
keperairan sekitarnya.
Untuk pengelolaan suaka harus ada partisipasi masyarakat setempat,
karena tidak ada pengelolaan suaka yang berhasil tanpa melibatkan
masyarakat sekitarnya.
Harus mempunyai rambu-rambu, tanda, patok dan batas-batas yang
jelas, diawasi, dijaga, dipantau dan diklola secara baik serta adanya
penyuluhan pada nelayan agar tumbuh rasa memiliki dan tanggung
jawab.
Langkah selanjutnya adalah pengajuan kepada kepala daerah di
level Propinsi (Gubernur) atau kabupaten (Bupati).
Rencana Pengelolaan
Hal yang perlu diperhatikan untuk pengelolaan adalah sebagai berikut :
Untuk pengelolaan suaka harus ada partisipasi masyarakat setempat,
karena tidak ada pengelolaan suaka yang berhasil tanpa melibatkan
masyarakat sekitarnya.
Penebangan hutan juga perlu dihentikan karena habitat ini penting
sebagai tempat pemijahan dan pembesaran anak-anak ikan yang
nantinya akan meningkatkan populasi ikan.
4
3.2. Uraian secara lengkap dan detail SOP, mencakup :(1). Jenis Ikan Inventarisasi data jenis ikan menggunakan alat tangkap
jaring trawl mini, berukuran panjang 12 m dengan bukaan mulut 7 x 1
m dan mesh size jaring 0,5 – 1 inch (Gambar 1, 2).
Jenis ikan yang didapatkan di perairan Pulau Payung estuari
Sungai Musi adalah sebanyak 3221 individu terdiri 70
species, 23 famili (Rupawan et al., 2013). Jumlah species yang
mendominasi adalah ikan gulamo (Otolithoides pama = 551
ekor/17,10% dan Panna microdon = 429 ekor/13,31%), ikan duri
(Arius venosus = 390 ekor/12,10%), lundu (Mystus guilio = 278
ekor/8,63%), bulu ayam (Coilia dussumieri = 184 ekor/5,71%).
Untuk kategori sedang adalah ikan gulamo pendek (Johnius
belangeri/3,78%), gulamo panjang (Johnius trachycephalus
/3,22/Gambar 4.) dan dukang (Arius maculatus /3,01%/Gambar 5.).
Dibandingkan dengan hasil penelitian
Prianto & Suryati (2010) yang mendapatkan 54 jenis ikan pada
kawasan muara Sungai Musi yang terdiri dari 49 jenis ikan laut dan
5 jenis
ikan air tawar, hasil ini ternyata lebih tinggi. Namun dibandingkan
dengan hasil penelitian Suman et al. (2008) yang mendapatkan
95 jenis ikan di estuari Sungai Musi, hasil ini tergolong lebih
rendah. Untuk kelompok udang dan kepiting kemelimpahan
tertinggi adalah jenis udang pepe (Acetes indicus/3,57%), udang
buku (Macrobracium mirabile/2,82%) dan udang taji
(Macrobrachium equidens/2,66%). Beberapa jenis ikan dan udang
yang terdapat di Perairan Pulau Payung tersebut adalah
merupakan ikan yang mempunyai nilai ekonomis penting antara
lain ikan dukang (Arius. spp), sembilang (Plotosius canius),
kakap (Lates calcarifer) dan udang galah (Macrobracium
rosenbergii) udang petak (Oratosquilla sp).
Indeks keanekaragaman jenis ikan berkisar antara 2,541 -
2,806, nilai ini berada antara (1-3) menunjukan keanekaragaman
sedang dengan arti lingkungan yang cukup mendukung. Indeks
keseragaman menunjukan angka 0,541 - 0,704 atau mendekati
nilai 1, yang berarti kondisi spesies cukup stabil (tidak terlalu
5
melimpah). Sedangkan Indeks Dominansi, didapatkan nilai
berkisar 0,133 - 0,234 yang berarti nilai lebih mendekati angka
nol (0) yang berarti tidak ada species yang mendominasi atau
kondisi komunitas yang stabil (Odum, 1998).
(2). Larva Ikan Larva ikan (Ichthyoplankton) diambil dengan alat bongo net
(Gambar 3.)
berdiameter 30 cm, mesh size 350 µ secara horizontal pada
kedalaman ± 1 m. Penarikan bongo net dilakukan dengan
kecepatan 1-2 knot selama 15 menit. Hasil penelitian di estuari
Sungai Musi mendapatkan kempok larva ikan terdiri dari 13 famili
yaitu Clupeiidae, Gobiidae, Cheilodactylidae, Monocanthidae,
Gonorynchidae, Chirocentridae, Ambassidae, Blennidae,
Cynoglossidae, Fistulidae, Callionymidae, Synodontidae dan
Engraulidae (Prianto et al., 2013).Sedangkan famili Gobiidae
mempunyai sebaran yang paling luas baik secara spasial maupun
secara temporal.
Dari penelitian Rupawan et al.(2011) dan (2012) Larva ikan yang
sering ditemukan di perairan estuari terdiri dari
banyak famili diantaranya adalah : Engraulidae, Scianidae,
Polynemidae, Plotosidae, Ariidae, Carangidae, Chamsodontidae,
Clupeidae, Cynoglossidae, , Gobiidae, Pristigasteridae,
Solenostomidae, Synodontidae, Acropomatidae, Ammodytidae,
Atherinidae, Mullidae, Synodontidae, sedangkan larva udang yang
biasa ditemukan adalah famili Penaeidae dan Palaeomonidae.
Kelimpahan larva di perairan estuari bervariasi mulai dari yang
terendah 103 ind/100 m3 sampai yang tertinggi 67,724 Ind/ 100 m3
biasanya didominasi dari famili Engraulidae, diikuti Scianidae,
Polynemidae, Plotosidae, Ariidae dsb.
(3). Jenis dan Kelimpahan Plankton Sampel plankton diambil menggunakan water sampler pada
kedalaman 0,5 – 1 m dan disaring dengan plankton net No.25
(mesh size 60 mikron). Sampel kemudian diawetkan dengan
lugol dan diamati di laboratorium dengan mikroskop dan sedwick
rafter (SR).
6
Penyebaran plankton di perairan estauri sangat dipengaruhi oleh
arus air dan salinitas. Jenis dan kelimpahan fitoplankton
berjumlah 36 species
terdiri dari Kelas Bacillariophyceae/Diatom sebanyak 16 species,
Chlorophyceae 9 species, Cyanophyceae 5 species,
Dinophyceae 4 species dan Euglenophyceae 2 species.
Kelimpahan individu fitoplankton yang diamati berada antara 6 –
560 ind/l. jenis yang mendominasi fitoplankton adalah dari
kelompok Dinophyceae yaitu; Gymnodinium dengan
kelimpahan relatif (KR) antara 8,62 % – 38,11 %, Peridinium
(3,58 % – 10,69 %) dan Diatom /Bacillariophyceae yaitu ;
Asterionella dengan kelimpahan relatif (KR) antara 1,17% -
19,33%, Melosira (0,41% - 10,30%), dan Chaetoceras (0,78%
- 10,62%).
Zooplankton yang ditemukan terdiri atas 3 kelompok yaitu
Kelas Ciliata sebanyak 4 species, Crustaceae 4 species dan
Rotatoria atau Rotifera 3 species. Kelompok Ciliata yang
dominan antara lain adalah Stentor dan Titinnidium,
kelompok Crustaceae adalah Acartia dan Centropages,
sedangkan dari Rotatoria yaitu Keratella dan Trichocerca.
(4). Hutan Mangrove Vegetasi hutan mangrove diteliti dengan metode transek secara
semi kuantitatif. Vegetasi Hutan mangrove yang terdapat di estuari
Sungai Musi meliputi pohon-pohon dan semak yang tergolong ke
dalam 8 famili, terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga, yaitu api-
api (Avicenia), buta-buta (Excoecaria), pedado (Sonneratia), bakau
(Rhizophora), tumu (Bruguiera), Ceriops, nyirih (Xylocarpus),
Lumnitzera, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus
(Hartoni & Agussalim, 2012). Selain itu di Sungai Musi dan Pulau
Payung banyak juga dijumpai nipah (Nypa fruticans),
mentaro/bintaro (Cerbera. sp), banyak ditemukan agak kehulu dari
muara yang airnya lebih tawar. Jenis bakau (Rhizophora
apiculata) dan (Rhizophora mocronata), banyak tumbuh dibagian
terluar yang sering dikenai ombak, tumbuh merata di pinggir
sungai maupun di pinggir Pulau Payung. Api-api (Apicennia. spp)
dan nyirih (Cylocarpus. sp) ditemukan dalam jumlah yang sedikit.
7
(5). Kelimpahan Macrozoobentos Sampel bentos diambil pada subtrat dasar perairan dengan alat
ekman grab be-ukuran 15 x 15 cm, di lokasi yang telah ditentukan
secara acak. Organisme bentos di Sungai Musi bagian hilir
(estuari) tercatat sebanyak 8 kelas yaitu: Annelida, Coleoptera,
Crustacea, diptera, Gastropoda, Pelecypoda, Nematoda dan
Plecoptera dengan jumlah 11 genus. Jenis yang banyak
ditemukan adalah Viviparus.sp, Poltodytes. sp dan
Panagrolainus.
sp. Hasil penelitian ini lebih rendah dari penelitian Rupawan et al.
(2012) mendapatkan 13 spesies organisme makrozoobentos,
tergabung dalam 5 kelas yaitu Bivalvia, Diptera, Gastropoda,
Oligochaeta, dan kelas Polychaeta. Jenis yang paling banyak
ditemukan adalah Donax. sp dari kelas Bivalvia, kemudian
Nainereis. sp (Polychaeta) dan Branchiura. sp dari kelas
Oligochaeta.
(6). Kimia fisika perairan Pengamatan karakteristik perairan mencakup beberapa parameter
kimia dan fisika antara lain ; salinitas, pH, O2, CO2, alkalinitas,
Hardness, amoniak, Nitrat, Nitrit, Total Fosfat, kedalaman, suhu
air, kecerahan, TDS dan DHL. Pengamatan dilakukan secara
insitu dan di analisa di laboratorium lingkungan perairan Balai
Penelitian Perikanan Perairan Umum berdasarkan metoda APHA
(1980).
Karakterisrtik kimia dan fisika perairan seperti salinitas berada
antara 0 – 10 ‰, pH antara 6,0 – 8,0., O2 antara 2,6 – 5,6 mg/l,
CO2 antara 3,4 – 10,7 mg/l, kedalaman antara 6,4 - 10,2 m, suhu
air antara 25,5 – 30 C, ⁰ kecerahan antara 20 – 65 cm, suhu air
25 – 32, dan Daya Hantar Listrik (DHL) antara 220 – 1762
µhos/cm. Kesemua nilai karakteristik kimia/fisika perairan ini
menunjukkan nilai yang sesuai untuk mendukung kehidupan ikan
di perairan estuari.
Nilai salinitas estuari Sungai Musi berfluktuasi pada setiap
bulan pengamatan yaitu berkisar 0 – 10 ‰ , hal ini terjadi karena
kurangnya kekuatan intrusi air laut ke badan sungai, sehingga
8
pengaruh air laut kurang mempengaruhi kondisi salinitas pada
badan sungai.
Nilai pH di estuari Sungai Musi berada antara 6 – 8 , nilai pH
makin meningkat kearah muara atau laut karena meningkatnya
nilai salinitas. Hubungan pH dengan alkalinitas dan karbondioksida
adalah, dimana semakin tinggi nilai pH maka semakin tinggi nilai
alkalinitas dan semakin rendah nilai karbondioksida bebas.
Oksigen merupakan parameter yang sangat dibutuhkan untuk
kehidupan organisme perairan, nilai oksigen terlarut selama
penelitian berfluktuasi berkisar 2,6 – 5,6 mg/l. Secara keseluruhan
rata-rata nilai oksigen masih sesuai untuk kehidupan oraganisme,
dengan nilai yang hampir merata pada setiap lokasi, sebaran
tersedianya oksigen terjadi karena adanya aktivitas organisme di
perairan tersebut.
Nilai kadar karbondioksida di estuari Sungai Musi berkisar
antara 3,4 – 10,7 mg/l. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
kandungan CO2 ini masih berada dalam keadaan yang aman
untuk kehidupan ikan dan organisme lainnya. NTAC (1968) dalam
Wardojo (1975) menganjurkan agar kandungan CO2 bebas di
perairan tidak boleh lebih dari 25 ppm dengan catatan kadar
oksigen terlarutnya juga harus besar, kadar CO2 yang tinggi
dapat meracuni kehidupan ikan dan organisme lainnya
Nilai alkalinitas estuari Sungai Musi berada antara 4,2 – 38,4
mg/l CaCO3. Nilai alkalinitas ini berfluktuasi dan cenderungan
meningkat kearah muara, karena pengaruh salinitas sebagai
buffer sistem lingkungan. Besarnya nilai alkalinitas menunjukkan
kapasitas penyangga (buffer capacity) perairan itu dan dapat
pula
digunakan menduga kesuburan perairan (Swingle, 1968 dalam
Wardojo, 1975).
Kedalaman perairan Pulau Payung antara 6,4 m – 10,2 m
dengan kedalaman rata-rata adalah 8,27 m, ditinjau dari
kedalaman perairan Pulau Payung ini cocok untuk dijadikan
suaka perikanan karena mempunyai kedalaman yang cukup dan
airnya relatif tenang.
Suhu perairan selama penelitian masih normal, tidak terjadi
nilai yang terlalu tinggi melebihi ambang batas yaitu pada kisaran
9
25,5 – 30 °C. Suhu air mempengaruhi sifat kimia-fisika perairan
maupun fisiologis ikan, selain itu suhu air sangat berkaitan erat
dengan konsentrasi oksigen terlarut dalam air dan laju konsumsi
oksigen oleh hewan air (Wardojo, 1975).
Nilai DHL selama penelitian berkisar antara 220 – 1762
µhos/cm, nilai DHL lebih tinggi pada lokasi kuala atau muara
Sungai Musi, karena semakin banyak garam-garam terlarut yang
dapat terionisasi, semakin tinggi pula nilai DHL. Besarnya nilai
DHL juga bergantung kepada kehadiran ion-ion anorganik,
valensi, suhu, serta konsentrasi total maupun relatifnya.
4. KEUNGGULAN TEKNOLOGI
4.1. Teknologi yang akan diterapkan di calon suaka perikanan estuari Pulau
Payung Sungai Musi adalah merupakan modifikasi teknologi suaka
perikanan yang sudah banyak dilakukan di perairan rawa banjiran
perairan umum daratan lainnya mencakup aspek ekologi, fisik, ekobiologi,
sosial ekonomi (pengajuan, penetapan, kepemilikan, pengelolaan dan
monitoring).
a. Kondisi Terkini Perairan Pulau Payung Luas Perairan : Pulau Payung mempunyai luas 20 Ha, sedangakan luas perairan Pulau Payung
adalah luas Sungai Musi yang berada di depan Pulau Payung yaitu ± 10,5 Ha
ditambah luas perairan hutan mangrove yang berada di dalam kawasan Pulau
Payung dengan luas bervariasi karena dipengaruhi oleh pasang surut air laut ± 4
– 8 Ha.
Estimasi stok ikan Rata-rata kepadatan stok sumber daya ikan di 3 tempat pengamatan di Sungai
Musi sekitar Pulau Payung adalah antara 814 , 1.239 dan 3.731 kg/km2.
Estimasi larva ikan, kelimpahan larva ikan rata-rata yang ditemukan jumlahnya sangat bervariasi mulai dari yang terendah 443 ind/m3 sampai yang tertinggi 8.627 ind/m3.
Alat tangkap perikanan Alat tangkap yang biasa digunakan nelayan di perairan antara lain : kelompok
Barrier traps (tuguk tancap, sondong, jala, dan bubu), pancing gulung (hook and
line), gillnet /jaring hanyut, belad, rawai (long line). Aktivitas perikanan tangkap di
10
perairan Pulau Payung dan sekitarnya sangat berkembang, menggunakan jenis
alat tangkap, metoda penangkapan dan hasil tangkapan yang bervariasi.
Bermacam jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan untuk menangkap ikan
di perairan ini tergantung pada spesies target tangkapan, musim dan habitat
operasional alat tangkap.
Ada 14 jenis alat tangkap yang beroperasi di perairan ini, yaitu pancing
gulung (hand line), pancing rawai dasar (bottom longline), jaring hanyut (drief
gillnet), jaring kantong (trammel net), jaring cawang (set gillnet) , belad (tidal net),
tuguk tancap , tuguk apung, tuguk kumbang, sondong, sesar udang (trap net) , jala
udang (castnet) dan bubu kepiting ( pot trap) . (Gaffar. et al .2006) . Perairan
estuari Kabupaten Musi Banyuasin Sumetera Selatan merupakan sentra
perikanan tangkap, 90 % penduduknya bekerja sebagai nelayan atau pengolah
produk perikanan (Wardoyo, 2001). Hasil tangkapan perikanan laut dan pesisir
Sumatera Selatan 83 % dari Kabupaten Banyuasin, indek perkembangan produksi
hasil tangkapan Propinsi Sumatera Selatan (175%) lebih besar dari rata-rata
indek perkembangan produksi Nasional (142,9 %.)
Hasil peneltian tahuin 2013 metoda swap area, kepadatan stok Sember daya
ikan rata-rata di estuari Sungai Musi 1.239 kg/km2. Asumsi kepadatan stok
tersebut mewakili luasan area yanfg disurvei, estimasi potensi Sumber daya ikan
di Kabupaten Banyuasin berkisar antara 1.320,4 - 11.890,8 ton, rata-rata 2.760
ton. Target tangkapan kelompok alat tangkap pancing (hook dan line): ikan
sembilang, pari udang galah; target tangkapan kelompok alat tangkap trapnet:
macam jenis udang penaide, ikan teri ; alat tangkap gillnet: ikan gulama, kurau,
bawal, kakap.; alat tangkap belad ( tidal trap) : udang galah, ikan sembilang, ikan
belanak.
Jumlah rumah tangga nelayan (RTP) atau rumah tangga nelayan untuk
Kabupaten Banyuasin saja ada ± 5200 baik nelayan perorangan maupun
perusahaan termasuk di dalamnya nelayan yang menangkap di laut dan perairan
estuari Sungai Musi.
b. Kesesuaian perairan Pulau Payung sebagai calon suaka perikanan Perairan relatif tenang, bukan merupakan jalur lalu lintas di Sungai Musi,
mempunyai luas yang memadai serta merupakan tempat memijah (spawning
ground, feeding ground dan nursery ground) banyak jenis ikan dan udang. Kondisi
11
fisika dan kimia dan hutan mangrove perairan sangat mendukung untuk kehidupan
ikan-ikan estuari.
c. Kemungkinan zona-zona yang akan diterapkan Zona Inti, adalah bagian suaka yang ikannya tidak boleh ditangkap oleh siapapun
dan dengan cara/alat apapun. Zona ini diberi batas yang jelas, papan
pengumuman berupa pelarangan dan sanksi yang jelas dan dilakukan
pengawasan yang ketat
Zona Penyangga, adalah bagian suaka yang membatasi zona inti, disini boleh
dilakukan penangkapan dengan jenis, jumlah, ukuran alat dan waktu penangkapan
yang dibatasi.
4.2. Teknologi suaka perikanan ini secara teknis akan sangat mudah
dilakukan dan tidak memerlukan biaya yang mahal, yang penting adalah
ketegasan dari fihak terkait sebagai pengelola dan pengawas dari suaka
perikanan tersebut.
4.3. Ramah Lingkungan
Secara ekologi teknologi suaka perikanan ini sangat ramah lingkungan karena pada
area suaka ini dilarang melakukan penangkapan ikan oleh siapapun juga, dengan
semua jenis alat tangkap, sehingga akan aman dari segi penangkapan maupun
pencemaran lingkungan.
5. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN, PEREKAYASAAN, PENGEMBANGAN, PENERAPAN SERTA USULAN WILAYAH / DAERAH YANG DIREKOMENDASIKAN.
5.1. Gambaran/uraian lokasi dan waktu penelitian, perekayasaan,
pengembangan, penerapan dilakukan
Penelitian untuk menetapkan suatu perairan menjadi suaka perairan di estuari telah
dilakukan meliputi stok ikan, inventarisasi jenis ikan, larva ikan, kondisi linganan
fisika/kimia perairan maupun keberadaan hutan mangrove diestuari beberapa
sungai.
Tahun 2011. Telah dilakukan penelitian dengan judul : Penelitian Kajian Stok dan
Bioekologi Sumber Daya Ikan di Perairan Estuari Sungai Indragiri Kabupaten
Indragiri Hilir, Propinsi Riau
Tahun 2012. Penelitian dengan judul Dinamika dan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan
Perairan Estuari Sungai Barito Kalimantan Selatan.
12
Tahun 2013. Penelitian dengan judul kajian stok dan keaneka-ragaman sumber daya
ikan perairan estuari Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. dilakukan di estuari
Sungai Upang, Sungai Musi dan Sungai Banyu Asin Sumatera Selatan.
5.2. Wilayah yang diusulkan sebagai calon suaka perikanan untuk perairan
estuari adalah perairan Pulau Payung yang berada di perairan estuari
Sungai Musi Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan. Teknologi ini bisa
juga untuk diterapkan di perairan estuari lainnya di seluruh Indonesia
dengan catatan memenuhi semua persyaratan teknis maupun
ekologisnya.
6. KEMUNGKINAN DAMPAK NEGATIF Dampak negatif penerapan teknologi suaka perikanan di daerah estuari ini
adalah kemungkinan timbulnya kekecewaan bahkan penolakan dari masyarakat
nelayan sekitarnya bila tidak di sosialisasikan secara baik dengan alasan-alasan
yang rasional akibat adanya pelarangan penangkapan ikan di area suaka perikanan
tersebut.
7. KELAYAKAN FINANSIAL DAN ANALISA USAHA Modal atau biaya untuk penetapan suatu wilayah perairan estuari menjadi suaka
perikanan antara lain adalah : Biaya bahan/alat untuk pematokan area suaka
± Rp.5.000.000,-
Biaya pembuatan pos jaga ± Rp. 10.000.000
Biaya upah pemasangan patok batas area suaka
± Rp. 5.000.000,-
Biaya sosialisasi penetapan suaka perikanan
± Rp.10.000.000
Biaya pengawasan/perawatan ± Rp. 50.000.000/tahun
Hasil Usaha penetapan area suaka perikanan dengan jumlah
benih/ikan/udang dewasa yang akan dihasilkan bisa mencapai ± Rp.
1.000.000.000,-/ tahun. Jadi keuntungan yang kemungkinan diperoleh
per tahunnya ± Rp. 920.000.000/tahun.
8. TINGKAT KOMPONEN DALAN NEGERI Semua peralatan / bahan yang digunakan dalam rangka penetapan suatu
wilayah estuari untuk dijadikan suaka perikanan adalah terdapat di dalam negeri,
13
namun pealatan/bahan untuk penelitian dalam rangka penetapan suaka perikanan
tersebut berasal dari ahli-ahli / teknologi luar negeri seperti pembuatan jaring trawl
mini, alat tangkap larva (bonge net) dan peralatan pemeriksaan kualitas air serta
ekman grab alat untuk mengambil bentos.
9. FOTO, GAMBAR DAN SPESIFIKASI
Gambar 1. Alat jaring trawl mini untuk penangkapan ikan.
Gambar 2. PenarikanAlat tangkap ikan trawl mini
14
Gambar 3. Penarikan alat pengambil larva (bongo net)
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Gambar 4. Ikan gulama (Johnius trachycephalus)
Gambar 5. Ikan dukang (Arius maculatus)
15
Gambar 6. Ikan layur (Trichiurus lepturus)
Gambar 7. Ikan kurau (Polynemus dubius)
Gambar 8.Udang petak (Oratosquilla sp)
Gambar 9.Sembilang (Arius sp) Gambar 10. Udang galah (Macrobracium rosenbergii)
16
PENGESAHAN
FORMAT USULANREKOMENDASI TEKNOLOGI KELAUTAN DAN PERIKANAN 2015
(usulan perairan Pulau Payung sebagai Suaka Perikanan)
BP3UUSULAN/PENENTUAN CALON KAWASAN SUAKA PERIKANAN DI
PERAIRAN ESTUARI SUNGAI MUSI SUMATERA SELATAN(Studi Kasus Perairan Pulau Payung, Sungai Musi).
UNIT KERJA Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum
Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan Dan Konservasi Sumber Daya Ikan
SUSUNAN TIM Drs. Asyari
Rupawan SEEmmyDharyati SE.Msi
Herlan SPAroef Hoekmanan SSi
Palembang, September 2015
Diketahui/Disahkan oleh : Penemu/ketua timKepala BP3U
(Drs.Budi Iskandar Prisantoso) (Drs. Asyari)NIP : 19580918 1986031003 NIP : 195709191989031003
18