VI. STUDI PREFERENSI MASYARAKAT TERHADAP TIPOLOGI ... · gambaran bahwa trend rumah tapak yang...

21
VI. STUDI PREFERENSI MASYARAKAT TERHADAP TIPOLOGI PERUMAHAN YANG DIMINATI Abstrak Pemekaran Kabupaten Kubu Raya tahun 2007 dengan ibukota kabupaten yang berkedudukan di Sungai Raya, serta status kawasan Sungai Raya yang juga sebagai hinterland Kota Pontianak menunjukkan indikasi pesatnya pembangunan di kawasan tersebut khususnya industri perumahan yang diprediksi akan mengalami peningkatan pesat. Kawasan Sungai Raya yang notabene merupakan wilayah bergambut, menciptakan suatu kondisi yang dilematis terhadap pembangunan permukiman di kawasan tersebut. Dampak dari pembangunan permukiman di kawasan Sungai Raya akan menimbulkan berbagai persepsi masyarakat terhadap rumah tinggal sebagai salah satu kebutuhan primer. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi dan minat masyarakat terhadap perumahan dan permukiman. Metode analisis menggunakan analisis kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden belum memiliki rumah sendiri (71%) dimana 33% berstatus sewa/kontrak dan 38% masih tinggal dengan orang tua. Sebayak 69% responden memilih sistem pembayaran kredit apabila hendak membeli rumah dengan kemampuan mencicil maksimal Rp. 2.5 juta per bulan (< Rp. 1 juta sebanyak 51% dan Rp. 1–2.5 juta sebanyak 43%). Kisaran harga rumah yang terjangkau oleh responden maksimal Rp. 250 juta rupiah (< Rp. 100 juta sebanyak 44% dan Rp.100–250 juta sebanyak 36%). Sekitar 44% responden menyatakan kurang paham terhadap kerusakan lingkungan akibat eksploitasi lahan gambut. Sementara 80% responden memilih kawasan Sungai Raya sebagai lokasi tempat tinggal dan 43%menginginkan rumah dengan desain arsitektur yang menarik. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan utama dalam memilih rumah tinggal antara lain: kualitas bangunan, ketersediaan sarana dan prasarana, kedekatan dengan lokasi tempat kerja dan harga rumah yang relatif murah. Sebanyak 79% responden menyatakan struktur panggung cocok untuk di lahan gambut dan sebanyak 53% responden berminat terhadap tipologi hunian vertikal (Model A), 29% memilih hunian horizontal 2-3 lantai (Model B) dan 19% memilih hunian horizontal 1 lantai (Model C). Persepsi responden terhadap hunian vertikal (rusun/apartemen) sebagai berikut: a) kelebihan hunian vertikal antara lain: hemat lahan, tertata rapih, lebih murah, sosialisasi baik, kredit murah, bebas banjir, dan praktis, b) beberapa kelemahannya yaitu: pada beberapa kasus terkesan kumuh, padat, berisik, rawan konflik, akses ke lantai teratas cukup jauh jika tanpa lift, dan kesulitan dalam distribusi air. Kata kunci : preferensi, persepsi, tipologi, perumahan. 6.1 Pendahuluan Pemerintah daerah Kabupaten Kubu Raya yang berkedudukan di Sungai Raya terus melakukan pembangunan di berbagai bidang guna mewujudkan kesejahteraan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat. Salah satu kebutuhan pokok masyarakat diantaranya kebutuhan akan perumahan dan permukiman. Meningkatnya kebutuhan akan permukiman di kawasan Sungai Raya disebabkan tingginya animo masyarakat penglaju (commuter) Kota Pontianak untuk memilih

Transcript of VI. STUDI PREFERENSI MASYARAKAT TERHADAP TIPOLOGI ... · gambaran bahwa trend rumah tapak yang...

105

VI. STUDI PREFERENSI MASYARAKAT TERHADAP TIPOLOGI PERUMAHAN YANG DIMINATI

Abstrak

Pemekaran Kabupaten Kubu Raya tahun 2007 dengan ibukota kabupaten yang berkedudukan di Sungai Raya, serta status kawasan Sungai Raya yang juga sebagai hinterland Kota Pontianak menunjukkan indikasi pesatnya pembangunan di kawasan tersebut khususnya industri perumahan yang diprediksi akan mengalami peningkatan pesat. Kawasan Sungai Raya yang notabene merupakan wilayah bergambut, menciptakan suatu kondisi yang dilematis terhadap pembangunan permukiman di kawasan tersebut. Dampak dari pembangunan permukiman di kawasan Sungai Raya akan menimbulkan berbagai persepsi masyarakat terhadap rumah tinggal sebagai salah satu kebutuhan primer. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi dan minat masyarakat terhadap perumahan dan permukiman. Metode analisis menggunakan analisis kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden belum memiliki rumah sendiri (71%) dimana 33% berstatus sewa/kontrak dan 38% masih tinggal dengan orang tua. Sebayak 69% responden memilih sistem pembayaran kredit apabila hendak membeli rumah dengan kemampuan mencicil maksimal Rp. 2.5 juta per bulan (< Rp. 1 juta sebanyak 51% dan Rp. 1–2.5 juta sebanyak 43%). Kisaran harga rumah yang terjangkau oleh responden maksimal Rp. 250 juta rupiah (< Rp. 100 juta sebanyak 44% dan Rp.100–250 juta sebanyak 36%). Sekitar 44% responden menyatakan kurang paham terhadap kerusakan lingkungan akibat eksploitasi lahan gambut. Sementara 80% responden memilih kawasan Sungai Raya sebagai lokasi tempat tinggal dan 43%menginginkan rumah dengan desain arsitektur yang menarik. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan utama dalam memilih rumah tinggal antara lain: kualitas bangunan, ketersediaan sarana dan prasarana, kedekatan dengan lokasi tempat kerja dan harga rumah yang relatif murah. Sebanyak 79% responden menyatakan struktur panggung cocok untuk di lahan gambut dan sebanyak 53% responden berminat terhadap tipologi hunian vertikal (Model A), 29% memilih hunian horizontal 2-3 lantai (Model B) dan 19% memilih hunian horizontal 1 lantai (Model C). Persepsi responden terhadap hunian vertikal (rusun/apartemen) sebagai berikut: a) kelebihan hunian vertikal antara lain: hemat lahan, tertata rapih, lebih murah, sosialisasi baik, kredit murah, bebas banjir, dan praktis, b) beberapa kelemahannya yaitu: pada beberapa kasus terkesan kumuh, padat, berisik, rawan konflik, akses ke lantai teratas cukup jauh jika tanpa lift, dan kesulitan dalam distribusi air. Kata kunci : preferensi, persepsi, tipologi, perumahan.

6.1 Pendahuluan Pemerintah daerah Kabupaten Kubu Raya yang berkedudukan di Sungai

Raya terus melakukan pembangunan di berbagai bidang guna mewujudkan

kesejahteraan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat. Salah satu kebutuhan pokok

masyarakat diantaranya kebutuhan akan perumahan dan permukiman.

Meningkatnya kebutuhan akan permukiman di kawasan Sungai Raya disebabkan

tingginya animo masyarakat penglaju (commuter) Kota Pontianak untuk memilih

106

tempat tinggal di wilayah pinggiran (hinterland), selain itu status kawasan Sungai

Raya sebagai kota baru pemerintahan yang berpotensi akan berkembang pesat

menjadi kawasan perkotaan.

Sehubungan dengan karakteristik lahan di kawasan Sungai Raya yang

notabene merupakan wilayah bergambut, maka meningkatnya pembangunan

perumahan di kawasan tersebut menimbulkan permasalahan-permasalahan

lingkungan, sosial, ekonomi dan teknologi. Seperti diketahui bahwa lahan gambut

merupakan ekosistem yang mengemban misi lingkungan yang besar, sehingga laju

ekspansinya perlu dikontrol dan dikendalikan. Potret kondisi di lapangan memberikan

gambaran bahwa trend rumah tapak yang dikembangkan oleh developer mendapat

respon yang sangat baik dari masyarakat, sementara tipologi rumah panggung

sudah mulai ditinggalkan dan dianggap kuno. Pembangunan rumah tapak dianggap

tidak berwawasan lingkungan karena berpotensi merusak ekosistem gambut. Lahan

gambut yang akan dijadikan permukiman di drain hingga level maksimal kemudian

ditimbun dengan tanah mineral sehingga gambut tidak tersisa lagi. Kondisi ini telah

menghilangkan fungsi ekologi gambut sebagai peredam banjir dan penyimpan

karbon yang sangat baik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana persepsi masyarakat

terhadap tipologi bangunan tempat tinggal yang berwawasan lingkungan,

mengetahui tingkat kemampuan masyarakat secara financial, mengetahui minat dan

preferensi masyarakat terhadap perumahan yang layak huni, serta mengetahui

faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat dalam memilih tempat

tinggal, seperti: usia, tingkat pendidikan, penghasilan, status sosial, lokasi, mata

pencaharian.

6.2 Metode Penelitian Metode yang digunakan untuk mengetahui persepsi dan minat masyarakat

terhadap perumahan dan permukiman adalah metode analisis kuantitatif yang

berasal dari rekapitulasi kuesioner responden. Uji kuantitatif terhadap persepsi

masyarakat menggunakan Skala Likert dalam bentuk tabulasi, persentase dan grafik.

Proses pengolahan data menggunakan perangkat lunak (software) komputer

dengan program Excel. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survey dan

wawancara (interview) dengan menggunakan kuesioner.

Penentuan sample dilakukan dengan metode purposive sampling melalui

beberapa tahapan, yaitu: 1) membagi responden menjadi dua kelompok (cluster)

yaitu responden yang bekerja di Sungai Raya dan responden yang bekerja di Kota

107

Pontianak (dalam radius yang tidak terlalu jauh dari Sungai Raya) dengan

pertimbangan pemilihan lokasi tempat tinggal yang dekat dengan tempat kerja; 2)

Jumlah sampel masing-masing cluster ditentukan 35 responden, sehingga total

sampel dua lokasi tersebut sebanyak 70 responden; 3) penentuan responden

berdasarkan beberapa kriteria sebagai berikut: 70% responden dengan kriteria

belum memiliki rumah sendiri dan 30% sudah memiliki rumah (dengan pertimbangan

responden terpilih akan berpeluang besar untuk memilih tempat tinggal di kawasan

Sungai Raya), merupakan keluarga muda atau baru bekerja, dan berpenghasilan

baik.

6.3 Hasil dan Pembahasan

6.3.1 Identitas Umum Responden Terdapat beberapa karakteristik responden berdasarkan tempat tinggal dan

tempat bekerja, yaitu; 1) Responden bekerja di Sungai Raya dan tinggal di Sungai

Raya; 2) Responden bekerja di Sungai Raya tetapi tinggal di Pontianak;

3) Responden bekerja di Pontianak dan tinggal di Pontianak; dan 4) Responden

bekerja di Pontianak tetapi tinggal di Sungai Raya. Karakter yang terbentuk diatas

disebabkan kawasan Sungai Raya yang juga berfungsi sebagai hinterland Kota

Pontianak, merupakan lokasi strategis dengan jarak tempuh yang relatif terjangkau

untuk skala kota sehingga menjadi sasaran utama sebagai lokasi tempat tinggal.

Selain itu, ibukota Kabupaten Kubu Raya yang juga berkedudukan di Sungai Raya

menjadikan kawasan ini sebagai cikal bakal kota baru mandiri (kota baru

pemerintahan) walaupun pada awalnya pemenuhan kebutuhan masyarakat Sungai

Raya masih bergantung pada fasilitas Kota Pontianak (kota baru satelit).

Berdasarkan distribusi usia responden, pengelompokan dilakukan

berdasarkan rentang usia yang dikelompokkan menjadi 4 (empat), yaitu responden

yang berusia 15 – 25 tahun, 26 – 35 tahun, 36 – 45 tahun, dan 46 – 55 tahun. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia 36 – 45 tahun

dengan persentase sebanyak 47%, kemudian urutan kedua adalah responden

berusia 26 – 35 tahun sebanyak 34%, urutan ketiga responden berusia 46 – 55

tahun (10%) dan paling sedikit responden berusia 15 – 25 tahun (9%). Usia

responden antara 36 s/d 55 tahun dengan persentase yang besar menunjukkan usia

kerja produktif yang dapat dijadikan indikator tingkat kemapanan dan kematangan

dalam pengambilan keputusan (Gambar 39a).

108

Sementara berdasarkan distribusi jenis kelamin menunjukkan sebagian besar

responden berjenis kelamin laki-laki berjumlah 49 orang dengan persentase 70%

dan 30% untuk jenis kelamin perempuan dengan jumlah 21 orang (Gambar 39b).

Gambar 39. Distribusi Usia (a) dan jenis kelamin (b)

Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini sebagian besar

merupakan penduduk asli Kalbar yaitu sebanyak 46 responden (66%) dan sebesar

34% atau 24 responden merupakan penduduk pendatang yang antara lain berasal

dari Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Jakarta (Gambar 40a). Bagi

sebagian penduduk pendatang ada yang sudah lama merantau ke Kalbar sehingga

sudah menetap di Kalbar, selain itu ada juga yang baru bermigrasi beberapa tahun

dikarenakan mutasi pekerjaan.

Dilihat dari jenis pekerjaan responden, diketahui bahwa sebagain besar

responden pada penelitian ini bermata pencaharian sebagai karyawan swasta yaitu

sebanyak 26 responden dengan persentase sebesar 37%, kemudian diikuti oleh

PNS/polisi/ABRI sebesar 23%, profesi dosen/guru 21%, wiraswasta 13% dan

pedagang/petani serta pensiunan masing-masing sebesar 3% (Gambar 40b).

70%

30%

Laki-laki

Perempuan

b

9%

34%47%

10% 15 - 25 tahun

26 - 35 tahun

36 - 45 tahun

46 - 55 tahun

a

109

Gambar 40. Distribusi daerah asal (a) dan pekerjaan (b)

Sementara untuk tingkat pendidikan responden dikelompokkan mulai dari

tingkat SD sampai perguruan tinggi S1/S2. Hasil distribusi tingkat pendidikan

responden menunjukkan bahwa sebesar 51% responden merupakan sarjana S1 dan

S2 dengan persentase terbesar, pada urutan kedua responden dengan pendidikan

SLTA/SMK yaitu sebesar 30%, selanjutnya responden dengan pendidikan diploma

(D3/D4) sebesar 15%, dan responden dengan pendidikan SLTP dan SD masing-

masing sebesar 3% dan 1% (Gambar 41).

66%

34%

Penduduk asli Pendatang

23%

21%37%

13%

3% 3%

PNS/Polisi/ABRI Dosen/GuruKaryawan Swasta Pengusaha/WiraswastaPedagang/Petani Pensiunan/dll

b

a

110

Gambar 41. Distribusi tingkat pendidikan

Berdasarkan distribusi status pernikahan, hasil penelitian menunjukkan

bahwa sebagian besar responden berstatus menikah yaitu sebesar 77%, dan

responden yang berstatus belum menikah sebesar 21%, sementara sebesar 2%

dengan status lainnya (Gambar 42a). Berdasarkan data tersebut dapat diketahui

bahwa sebagian besar responden telah berkeluarga dimana kebutuhan tempat

tinggal sudah menjadi kebutuhan pokok yang prioritas.

Gambar 42. Distribusi status pernikahan (a) dan jumlah anak (b)

1% 3%

30%

15%

51%

SD SLTP SLTA/SMK Diploma (D3/D4) Sarjana (S1/S2)

67%

31%

2%

0 - 2 orang 3 - 4 orang > 4 orang

21%

77%

2%

Belum menikah Menikah Lainnya…

b

a

111

Selanjutnya Gambar 42b menunjukkan jumlah anak yang dimiliki oleh

masing-masing responden yang telah berkeluarga, dimana sebagain besar

responden merupakan keluarga kecil dengan 0 – 2 orang anak yaitu sebesar 67%

dan responden dengan 3 – 4 orang anak sebesar 31%, sedangkan responden yang

memiliki lebih dari 4 orang anak sebesar 2%. Hal ini dapat dijadikan indikasi bahwa

tipe hunian yang dibutuhkan untuk keluarga tersebut termasuk tipe hunian kecil

sampai sedang. Tipe hunian kecil sampai sedang dapat diinterpretasikan sebagai

rumah tipe 45 hingga tipe 75 dengan spesifikasi memiliki 2 atau 3 kamar tidur. Sementara itu distribusi responden berdasarkan jumlah anggota keluarga

yang tinggal dalam satu rumah dapat dijelaskan pada Gambar 43.

Gambar 43. Distribusi jumlah anggota keluarga

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga dengan persentase

terbesar adalah 2 – 4 orang anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah yaitu

sebesar 52%, sementara anggota keluarga berjumlah 5 – 6 orang sebesar 41% dan

anggota keluarga yang berjumlah lebih dari 6 orang hanya sebesar 7%. Responden

dengan jumlah anggota keluarga antara 5 – 6 orang atau lebih menunjukkan indikasi

bahwa keluarga tersebut sebagian besar masih tinggal bersama orang tua.

Distribusi responden berdasarkan tingkat pendapatan total dalam sebulan

dikelompokkan menjadi 5 (lima) kelompok penghasilan yang dapat dilihat pada

Gambar 44. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dengan persentase

terbesar adalah responden berpenghasilan antara 1 juta s/d 2.5 juta yaitu sebesar

35%, urutan kedua adalah responden berpenghasilan 2.5 juta s/d 5 juta sebesar

27%, sementara pada urutan ketiga adalah responden dengan penghasilan antara

5 juta s/d 10 juta yaitu sebesar 23%, sedangkan responden berpenghasilan kurang

dari 1 juta dan lebih dari 10 juta masing-masing hanya sebesar 7%. Kelompok

52%41%

7%

2 - 4 orang 5 - 6 orang > 6 orang

112

responden dengan penghasilan < 2.5 juta dapat dikategorikan sebagai kelas

menengah bawah, yang berpenghasilan antara 2.5 – 5 juta termasuk kategori kelas

menengah, sementara penghasilan 5 – 10 juta termasuk kategori kelas menengah

atas dan penghasil > 10 juta termasuk kategori kelas atas. Hal ini dapat dijadikan

acuan untuk menentukan ratio tipe rumah yang akan dibangun. Ratio yang biasanya

digunakan untuk pemerataan tipe rumah berdasarkan kebijakan perumahan dan

permukiman adalah 1 : 2 : 3 atau 1 : 3 : 6 artinya setiap pembangunan 1 unit rumah

mewah harus diimbangi dengan membangun 2 atau 3 unit rumah menengah dan 3

atau 6 unit rumah sederhana. Data responden menunjukkan persentase responden

kelas menengah dan kelas bawah yang cukup besar sehingga dapat menggunakan

ratio 1 : 3 : 6.

Gambar 44. Distribusi penghasilan total per bulan

6.3.2 Karakteristik Responden Selain data-data umum responden yang telah dijabarkan diatas, dalam

penelitian ini juga akan dijelaskan informasi-informasi yang lebih khusus, seperti:

status kepemilikan rumah, kemampuan responden secara finansial, serta beberapa

pertimbangan dan alasan yang terkait dengan perumahan dan permukiman.

Berdasarkan distribusi status kepemilikan rumah, sebelumnya secara purposive

telah ditentukan bahwa lebih dari 70% responden adalah yang belum memiliki rumah

sendiri. Dalam penelitian ini status kepemilikan rumah dibedakan menjadi 2

kelompok, yaitu: responden yang sudah memiliki rumah sendiri dan responden yang

belum memiliki rumah sendiri. Selanjutnya untuk yang berstatus belum memiliki

rumah akan dibedakan menjadi status sewa/kontrak/kost dan status masih tinggal

bersama orang tua/keluarga. Distribusi responden berdasarkan status kepemilikan

rumah dapat dilihat pada Gambar 45.

7%

36%

27%

23%

7%

< Rp. 1 jutaRp. 1 juta - Rp. 2.5 jutaRp. 2.5 juta - Rp. 5 jutaRp. 5 juta - Rp. 10 juta> Rp. 10 juta

113

Gambar 45. Distribusi status kepemilikan rumah

Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa responden dengan status sudah memiliki

rumah sendiri sebesar 29%, sementara responden yang berstatus sewa/kontrak/kost

sebesar 33% dan responden yang masih tinggal bersama orang tua/keluarga

sebesar 38%. Jika dilihat dari status penghasilan responden, maka hasil penelitian

menunjukkan bahwa responden yang sudah memiliki rumah sendiri memiliki

penghasilan rata-rata per bulan sebesar 5 juta.

Gambar 46a menjelaskan berbagai alasan responden sehingga belum

memiliki rumah sendiri yang dibedakan menjadi 3 kelompok. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa alasan yang paling banyak adalah karena dana yang dimiliki

belum mencukupi yaitu sebesar 58%, sementara di urutan kedua dengan alasan

mutasi pekerjaan, belum menikah dan lain-lain sebesar 24%, dan sekitar 18%

dengan pertimbangan masih menemani orang tua. Responden yang mengemukakan

alasan belum mencukupi secara finansial rata-rata memiliki penghasilan kurang dari

sama dengan 2.5 juta rupiah. Berdasarkan perhitungan logis dapat diprediksi dalam

jangka waktu 2-3 tahun kedepan dengan kondisi finansial yang semakin meningkat,

rencana untuk memiliki rumah sendiri akan dapat menjadi kenyataan.

Dalam penelitian ini juga diperoleh informasi tentang minat responden untuk

memiliki rumah sendiri (Gambar 46b). Dari 50 responden yang belum memiliki rumah

dapat dilihat bahwa antusiasme responden untuk memiliki rumah sendiri sangat

besar yaitu dengan persentase 82%, sementara 18% lainnya menyatakan tidak

berminat dengan pertimbangan masih menemani orang tua, menempati rumah

dinas, masih banyak keperluan yang lebih mendesak dan beberapa pertimbangan

lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan sandang sudah menjadi kebutuhan

pokok yang prioritas seiring dengan semakin tingginya tuntutan kehidupan.

20 23 27

29% 33%

38%

0

10

20

30

40

50

60

70

Rumah Sendiri Sewa/Kontrak/Kost Tinggal dengan Orang Tua/Keluarga

114

Gambar 46. Distribusi pertimbangan terhadap status kepemilikan rumah (a) dan

minat untuk memiliki rumah sendiri (b)

Berkaitan dengan sistem pembayaran yang dipilih masing-masing responden

dibedakan menjadi 3 sistem pembayaran, yaitu: cash, cash bertahap dan kredit.

Hasil penelitian menggambarkan bahwa sebagian besar responden memilih

pembayaran dengan sistem kredit yaitu sebesar 69%. Hal ini dapat dikaitkan dengan

jenis pekerjaan responden yang sebagian besar adalah karyawan (negeri/swasta)

dengan sistem pembayaran gaji yang rutin setiap bulannya. Sementara responden

yang memilih sistem pembayaran secara cash sebesar 15% dengan penghasilan

rata-rata per bulan diatas 10 juta dan jenis pekerjaan sebagian besar adalah

pengusaha (wiraswasta). Hanya sekitar 7% responden yang memilih sistem

pembayaran secara cash bertahap. Penjelasan dapat dilihat pada Gambar 47a.

Dalam penelitian ini dapat diketahui kisaran harga rumah yang sesuai dengan

kemampuan masing-masing responden yang dibedakan menjadi 4 kelompok kisaran

58 %

18 % 24 %

0102030405060708090

100

Dana belum mencukupi

Menemani orang tua (mutasi,belum menikah,dll)

82 %

18 %

0

20

40

60

80

100

120

140

Ya Tidakb

a

115

harga. Persentase terbesar adalah harga rumah kurang dari Rp. 100 juta rupiah yaitu

sebesar 44%, pada urutan kedua dengan harga rumah antara Rp. 100 – 250 juta

rupiah dengan persentase sebesar 36%, sementara pada urutan ketiga dengan

harga rumah berkisar antara Rp. 250 – 500 juta yaitu sebanyak 16%, dan yang

paling sedikit adalah harga rumah dengan kisaran harga Rp. 500 juta – 1 milyar yaitu

sekitar 4%. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa kemampuan membayar (ability

to pay) responden yang masih tergolong rendah dimana secara sosial termasuk

kategori masyarakat strata rendah. Distribusi kisaran harga rumah masing-masing

responden dapat dijelaskan pada Gambar 47b.

Gambar 47. Distribusi sistem pembayaran (a) dan kisaran harga rumah (b)

Bagi responden yang memilih sistem pembayaran kredit, pada penelitian ini

juga diperoleh informasi tentang kesediaan membayar responden setiap bulannya

untuk mencicil rumah. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pilihan paling banyak

0

10

20

30

40

50

60

70

80

< Rp. 100 juta Rp. 100 juta -Rp. 250 juta

Rp. 250 juta -Rp. 500 juta

Rp. 500 juta -Rp. 1 milyar

0

20

40

60

80

100

120

140

Cash Cash bertahap Kredit

4% 16%

36%

44%

69%

15% 7%

a

b

116

adalah cicilan kurang dari Rp. 1 juta rupiah yaitu sebesar 51%, urutan kedua

terbanyak adalah cicilan antara Rp. 1 – 2.5 juta rupiah sebanyak 43%, sedangkan di

urutan terakhir dengan harga cicilan berkisar antara Rp. 2.5 – 5 juta rupiah yaitu

sebesar 6%. Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui bahwa untuk cicilan kurang

dari satu juta, maka harga rumah yang dapat ditawarkan adalah seharga Rp. 50 juta

dengan asumsi masa kredit 10 tahun dan bunga bank sebesar 12% per tahun, yaitu

dengan cicilan Rp. 916.667,- per bulan. Sementara untuk cicilan antara 1 - 2.5 juta

per bulan, maka prediksi harga rumah yang dapat ditawarkan berkisar antara Rp. 70

– Rp. 135 juta rupiah. Ilustrasi mengenai kisaran harga cicilan/kredit rumah dapat

dilihat pada Gambar 48.

Gambar 48. Distribusi kisaran cicilan rumah

6.3.3 Pemahaman Lingkungan dan PemilihanTipologi Perumahan Pada penelitian ini dapat diketahui pemahaman responden terhadap

eksploitasi lahan gambut dan dampaknya terhadap lingkungan hidup. Beberapa

pertanyaan diajukan terkait masalah pembangunan perumahan di lahan bergambut

khususnya di kawasan Sungai Raya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut meliputi: a) isu

lingkungan tentang pemanasan global (global warming) dan gas rumah kaca (GRK),

b) persentase sumber emisi CO2 Indonesia yang terbesar akibat dari penggundulan

hutan dan alih fungsi lahan, c) kemampuan lahan gambut dalam menyimpan karbon

10x hutan tropis (WI-IP, 2006), d) ekosistem gambut sebagai pengatur hidrologi dan

peredam banjir, dan e) tanggapan responden terhadap kemungkinan dampak dan

kerusakan lingkungan yang terjadi. Melalui penelitian ini juga dapat diketahui

preferensi masyarakat terhadap tipologi bangunan maupun lokasi permukiman yang

diminati ditinjau dari beberapa aspek.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

< Rp. 1.000.000 Rp. 1.000.000 -Rp. 2.500.000

Rp. 2.500.000 -Rp. 5.000.000

Rp. 5.000.000 -Rp. 10.000.000

0% 6%

43% 51%

117

Hasil penelitian tentang pemahaman responden terhadap isu lingkungan

menunjukkan bahwa sebagian besar responden atau sekitar 44% responden kurang

memahami tentang beberapa isu lingkungan yang diajukan dengan kata lain hanya

sebatas pernah mendengar isu tersebut saja. Sementara 34% responden mengakui

bahwa mereka tahu dan sangat paham tentang permasalahan lingkungan yang

terkait pembangunan permukiman di lahan gambut. Hanya sekitar 15% saja yang

menyatakan bahwa mereka sama sekali tidak tahu dan tidak paham mengenai isu

lingkungan tersebut.

Gambar 49. Pemahaman lingkungan (a), minat terhadap hunian ramah lingkungan (b)

Hasil penelitian juga menunjukkan sikap optimistik responden dimana 100%

responden menyatakan bahwa mereka sangat peduli terhadap kelestarian

lingkungan dan mendukung segala upaya pengendalian untuk meminimalisasi

dampak kerusakan lingkungan khususnya yang terkait pembangunan permukiman di

lahan gambut kawasan Sungai Raya. Sebanyak 97% responden menyatakan bahwa

Paham Kurang Paham Tidak Paham

Series1 24 31 15

Series2 34,29 44,29 21,43

05

101520253035404550

Sangat Berminat Kurang Berminat Tidak Berminat

Series1 68 2 0

Series2 97,14 2,86 0

0

20

40

60

80

100

120

jumlah

( % )

jumlah

( % )

a

b

118

mereka sangat berminat untuk memiliki hunian yang ramah lingkungan, dan 3%

menyatakan kurang berminat (Gambar 49b)

Berdasarkan alternatif lokasi permukiman, dalam hal ini ditawarkan 3 (tiga)

lokasi permukiman dengan karakteristik serupa yaitu lahan bergambut, pada wilayah

hinterland, dan secara eksisting sudah berkembang sebagai kawasan permukiman.

Ketiga lokasi tersebut meliputi: a) Sungai Raya, b) Sungai Kakap (Pal), dan c)

Seberang (Siantan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase paling banyak

yaitu sebesar 80% responden memilih kawasan Sungai Raya sebagai alternatif

pertama, sementara pada urutan kedua atau sekitar 16% responden memilih

kawasan Sungai Kakap (Pal) dan hanya sebesar 4% responden yang memilih

kawasan Siantan (Gambar 50) . Hal ini menunjukkan bahwa kawasan Sungai Raya

memiliki beberapa kelebihan sebagai alternatif lokasi permukiman, antara lain:

aksesibilitas yang baik dilalui oleh jalan nasional (arteri primer), kedekatan lokasi

dengan kawasan pendidikan dan perkantoran di jalan Ahmad Yani Pontianak,

kegiatan perekonomian cukup berkembang, ketersediaan sarana dan prasarana

permukiman yang memadai, dan industri perumahan yang berkembang pesat.

Gambar 50. Alternatif pilihan lokasi tempat tinggal

Sementara untuk kawasan Sungai Kakap dimana kegiatan perekonomian belum

berkembang pesat sehingga daerah tersebut masih relatif sepi, perumahan masih

sangat jarang dan akses kendaraan umum terbatas. Demikian juga kawasan

Siantan, kondisi geografis yang terpisah oleh Sungai Kapuas dimana akses yang

tersedia hanya satu buah jembatan penyebrangan yang menuju pusat kota (satu

jembatan lainnya di pinggiran kota) dan satu buah terminal kapal ferry

penyeberangan sehingga menjadi pertimbangan besar untuk memilih lokasi tempat

tinggal di kawasan tersebut.

Sungai Raya Sungai Kakap / Pal Seberang / Siantan

Series1 56 11 3

Series2 80,00 15,71 4,29

0102030405060708090

jumlah

( % )

119

Distribusi responden menurut tipe hunian yang diminati dikelompokkan

menjadi 5 pilihan yang meliputi: (A) rumah besar dengan halaman yang luas,

(B) rumah sederhana untuk keluarga kecil, (C) rumah kecil tetapi memiliki halaman

luas untuk berkebun, (D) rumah murah yang penting bisa punya tempat tinggal

sendiri, dan (E) rumah dengan desain arsitektur dan interior yang menarik. Beberapa

pilihan diatas dapat dipilih lebih dari satu, dengan tujuan untuk melihat

kecenderungan minat dan preferensi responden terhadap hunian yang diminati atau

dengan kata lain rumah idaman. Gambar 51 menunjukkan distribusi pilihan

responden:

Gambar 51. Distribusi tipologi hunian yang diminati

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumah dengan desain arsitektur dan interior

yang menarik paling banyak dipilih oleh responden yaitu sebesar 43%, pada urutan

kedua adalah rumah kecil dengan halaman luas untuk berkebun sebanyak 29%,

selanjutnya di urutan ketiga tipe rumah sederhana untuk keluarga kecil sebesar 14%,

8% untuk tipe rumah besar dengan halaman luas, dan sebesar 5% memilih rumah

murah. Hasil distribusi tentang tipologi hunian yang diminati responden

menggambarkan selera atau keinginan yang cukup tinggi dimana desain bangunan

menjadi prioritas dalam memilih rumah tinggal. Hal ini cukup kontradiktif jika

dibandingkan dengan kemauan membayar (willingness to pay) responden dimana

persentase terbesar untuk harga rumah adalah kurang dari Rp. 100 juta dengan

cicilan kurang dari Rp. 1 juta per bulan.

Selain itu, dalam penelitian ini dapat juga diketahui beberapa pertimbangan

dalam memilih rumah tinggal yang dikelompokkan menjadi enam kriteria. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa dari 6 pilihan jawaban, 4 diantaranya terdistribusi

dengan baik, dan 2 pilihan lainnya kurang menjadi prioritas. Empat kriteria yang

A B C D E

Series1 8 14 29 5 43

Series2 8,08 14,14 29,29 5,05 43,43

05

101520253035404550

Axi

s Ti

tle

jumlah

( % )

120

menjadi pertimbangan utama adalah: 1) kualitas bangunan/desain/finishing (C)

sebanyak 26%, ketersediaan sarana dan prasarana (E) sebanyak 22%, kedekatan

lokasi terhadap tempat bekerja (B) sebanyak 21%, dan harga rumah (A) sebanyak

20%. Sementara dua kriteria yang kurang menjadi prioritas meliputi lokasi berada di

pusat keramaian (D) sebesar 8% dan jauh dari pusat kota (F) sebesar 2%.

Gambar 52. Distribusi pertimbangan dalam pemilihan tempat tinggal (a) dan pemilihan tipe struktur yang sesuai di lahan gambut (b)

Selanjutnya Gambar 52b menunjukkan persepsi responden terhadap tipe

struktur bangunan yang sesuai dan cocok di lahan gambut, dalam hal ini dibedakan

menjadi dua yaitu tipe struktur panggung dan struktur telapak (lajur). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa sekitar 79% responden beranggapan bahwa struktur bangunan

yang cocok untuk di lahan gambut adalah struktur panggung, sementara sekitar

21% beranggapan bahwa struktur tapak yang sesuai. Hal ini menggambarkan bahwa

sebenarnya responden cukup paham mengenai kondisi lahan gambut yang

Struktur panggung Struktur telapak (lajur)

Series1 55 15

Series2 78,57 21,43

0102030405060708090

A B C D E F

Series1 23 24 29 9 25 2

Series2 20,54 21,43 25,89 8,04 22,32 1,79

0

5

10

15

20

25

30

35

jumlah

( % )

jumlah

( % )

a

b

121

tergolong tanah lunak sehingga tiang-tiang pancang pondasi merupakan solusi yang

cukup rasional dengan pertimbangan kondisi lahan yang cenderung selalu basah.

Namun kondisi di lapangan menunjukkan hal sebaliknya dimana rumah panggung

sudah tidak diminati lagi. Hal ini ditandai dengan jumlah rumah panggung yang

ditemukan di lapangan sudah sangat sedikit. Rumah panggung juga dianggap tidak

modern dan secara arsitektur sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman.

Pada dasarnya, dalam prinsip-prinsip mendesain sebuah bangunan, aspek

struktur dan arsitektur merupakan dua unsur berbeda yang harus dikemas sebagai

satu kesatuan yang utuh. Struktur bangunan lebih ditekankan kepada faktor

kekuatan bangunan (firmitas) dimana bangunan dapat berdiri kokoh diatas lahan

yang tersedia, sementara arsitektur lebih ditekankan kepada aspek estetika secara

visual yang biasanya diaplikasikan pada facade (tampak) bangunan. Sehingga

walaupun sebuah bangunan menggunakan struktur panggung, tidak berarti bahwa

estetika bangunan tidak bisa diperoleh secara maksimal. Dengan rekayasa teknologi

dan kemampuan mendesain yang baik, bentuk struktur apapun bisa dipadankan

dengan tampilan façade bangunan yang menarik. Seiring dengan kemajuan

teknologi khususnya dibidang desain arsitektur, industri perumahan saat ini tampil

dengan desain yang baik (rumah tapak) sehingga menarik minat masyarakat untuk

memiliki rumah-rumah yang ditawarkan oleh developer. Hal ini menyebabkan

semakin jauh kesenjangan antara tipologi rumah panggung dengan tipologi rumah

tapak yang tengah menjadi primadona saat ini.

Berdasarkan konsep desain menurut distribusi luas lantai, dikenal dua

macam tipologi bangunan yaitu secara horizontal (landed housing) dan secara

vertikal (highrise building). Fenomena yang berkembang di kota besar dengan

keterbatasan lahan yang tersedia, maka hunian vertikal menjadi solusi tempat tinggal

yang cukup diminati kalangan masyarakat tertentu. Beberapa tahun belakangan ini,

di Kota Pontianak mulai berkembang tipologi hunian vertikal untuk kelas menengah

bawah (middle low) yang ternyata cukup diminati. Secara toponym, hunian vertikal

kelas menengah bawah lebih dikenal dengan istilah rumah susun (rusun). Beberapa

unit rusun telah dibangun di kawasan jeruju dan kawasan pendidikan Universitas

Tanjungpura dan Politeknik Negeri Pontianak. Animo masyarakat yang sangat tinggi

terhadap rusun (harga/sewa murah) menjadi pertimbangan utama untuk terus

melakukan penambahan unit hunian.

Pemilihan tipologi hunian yang diminati oleh responden dalam hal ini

dibedakan menjadi 3 kelompok model hunian, yaitu: Model A Hunian Vertikal

122

(4-8 lantai), Model B Hunian Horizontal (2-3 lantai), dan Model C Hunian Horizontal 1

lantai (Gambar 53).

Gambar 53. Preferensi Model Hunian (vertikal, bertingkat, tidak bertingkat)

Dari ketiga model tipologi hunian yang ditawarkan, distribusi pilihan responden

menunjukkan bahwa pilihan terbanyak adalah Model A dengan persentase sebesar

53%, sementara di urutan kedua adalah Model B dengan persentase 29% dan di

urutan ketiga adalah model C dengan persentase sekitar 19%.

Gambar 54. Distribusi pemilihan model hunian yang diminati

Model A Model B Model C

Series1 37 20 13

Series2 52,86 28,57 18,57

0

10

20

30

40

50

60

jumlah

( % )

MODEL B Hunian horizontal (2-3 lantai) Lahan gambut yang dibutuhkan

cukup luas. Pembangunan sarana & prasarana

kurang efisien (lahan menyebar). Potensi menyebabkan banjir cukup

besar. Potensi lepasnya CO2 dari gambut

cukup besar. Biaya konstruksi relatif rendah, tapi

harga lahan cukup tinggi. Konstruksi beton/kayu.

MODEL A Hunian vertikal (rusun/apartemen) Lahan gambut yang dibutuhkan

relatif sedikit. Efisien dalam pembangunan

sarana & prasarana. Potensi menyebabkan banjir relatif

kecil. Potensi lepasnya CO2 dari gambut

relatif kecil. Biaya konstruksi cukup tinggi, tapi

harga lahan rendah. Menggunakan konstruksi beton

MODEL C Hunian horizontal (1 lantai) Lahan gambut yang dibutuhkan sangat

luas. Pembangunan sarana & prasarana

kurang efisien (lahan menyebar). Potensi menyebabkan banjir sangat

besar. Potensi lepasnya CO2 dari gambut

sangat besar. Biaya konstruksi rendah, tapi harga

lahan tinggi. Konstruksi beton/kayu

123

Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa minat responden terhadap hunian

vertikal cukup besar. Dari 37 responden (52.86% ) yang memilih model vertikal,

dapat diketahui informasi karakteristik responden sebagai berikut:

Gambar 55. Distribusi penghasilan responden yang memilih model vertikal

Gambar 56. Status kepemilikan rumah dan sistem pembayaran yang dipilih

Gambar 57. Kisaran harga rumah (sistem pembayaran cash)

2

10

15

9

10

2

4

6

8

10

12

14

16

< 1,000,000 1 - 2,5 juta 2,5 - 5 juta 5 - 10 juta > 10 juta

5.41%

27.03%

40.54%

24.32%

2.70%

5 5

3

2

0

1

2

3

4

5

6

< 100 juta 100 - 250 juta 250 - 500 juta 500 juta - 1 M

0

5

10

15

20

25

rumah sendiri sewa/dgn ortu Cash Credit

59.46%

40.54%

54.05%

45.95%

15 17 20

22

33.33% 33.33%

20.00%

13.33%

124

Gambar 58. Kisaran cicilan rumah (sistem pembayaran credit)

6.4 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan

bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 70%

dengan rentang usia antara 36 – 45 tahun dengan persentase terbesar yaitu 46%.

Sebanyak 66% responden merupakan penduduk asli Kalbar dengan jenis pekerjaan

dominan adalah karyawan swasta yaitu sebesar 37%. Selanjutnya sebanyak 51%

responden dengan tingkat pendidikan sarjana dan 77% berstatus menikah. Jumlah

anak yang dimiliki responden antara 0 – 2 orang anak sebesar 67% dengan jumlah

anggota keluarga yang tinggal serumah antara 2 – 4 orang sebesar 52%. Tingkat

pendapatan responden berkisar antara Rp. 1 – 2.5 juta rupiah per bulan dengan

persentase sebesar 36% (termasuk golongan masyarakat berpenghasilan rendah).

Berdasarkan status kepemilikan rumah, sekitar 70% responden belum

memiliki rumah sendiri, yang terdistribusi sebanyak 38% masih tinggal dengan orang

tua dan 32% berstatus sewa/kost. Alasan belum memiliki rumah sendiri sebanyak

58% responden menyatakan belum memiliki dana yang cukup, dimana 82%

menyatakan berniat dan berencana untuk memiliki rumah sendiri. Dapat diketahui

juga sistem pembayaran yang dipilih apabila hendak membeli rumah yaitu sebanyak

69% responden memilih sistem pembayaran kredit, kemampuan mencicil

< Rp. 1 juta sebanyak 51% dan antara Rp. 1 – 2.5 juta sebanyak 43%. Kisaran harga

rumah yang mampu dibeli oleh responden yaitu < Rp. 100 juta sebanyak 44% dan

antara Rp. 100 – 250 juta sebanyak 36%.

Berdasarkan tingkat pemahaman responden terhadap lahan gambut dan

kerusakan lingkungan, sebanyak 44% menyatakan kurang paham terhadap isu

lingkungan tersebut. Namun demikian sekitar 97% responden berminat untuk

810

2 00

2

4

6

8

10

12

< 1 juta 1 - 2.5 juta 2.5 - 5 juta 5 - 10 juta

40%

50%

10% 0%

125

memiliki hunian yang ramah lingkungan. Menurut distribusi pemilihan lokasi tempat

tinggal 80% responden memilih kawasan Sungai Raya sebagai lokasi tempat tinggal.

Sementara berdasarkan tipologi hunian yang diminati, sebanyak 43% responden

menyatakan lebih memilih hunian dengan desain arsitektur yang menarik.

Pertimbangan utama dalam memilih tempat tinggal secara berturut-turut adalah:

kualitas bangunan (26%), ketersediaan sarana dan prasarana (22%), kedekatan

dengan lokasi tempat kerja (21%) dan harga rumah (20%). Berdasarkan persepsi

responden terhadap jenis struktur bangunan yang sesuai dan cocok di lahan gambut

79% menyatakan struktur panggung yang sesuai untuk lahan gambut. Sebanyak

53% responden berminat terhadap tipologi hunian vertikal (Model A), 29% memilih

hunian horizontal 2-3 lantai (Model B) dan 19% memilih hunian horizontal 1 lantai

(Model C).

Karakteristik responden yang memilih model hunian vertikal (53%) adalah

sebagai berikut: a) sebagian besar responden (40.54%) berpenghasilan antara 2,5-5

juta rupiah (termasuk golongan MBR), b) sebanyak 54.05% responden yang belum

memiliki rumah sendiri masih tinggal bersama orang tua, c) sebagian besar memilih

sistem pembayaran kredit (59.46%), d) harga rumah (cash) yang terjangkau oleh

responden maksimal Rp. 250 juta rupiah, dan e) cicilan rumah yang dapat disisihkan

maksimal Rp. 2,5 juta rupiah per bulan.