VI EVALUASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/9247/Bab 6...

23
VI EVALUASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN BERDASARKAN TEMPAT PELAKSANAAN DI DESA JEBED SELATAN 6.1 Tahap Input Pada identifikasi tahap ini yang menjadi masukan (input) adalah adanya kebijakan : a. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1193/MENKES/SK/X/2004 tentang Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan b. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1114/MENKES/SK/VIII/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah c. Kebijakan “Kabupaten Pemalang Sehat 2010” 6.2 Tahap Proses 6.2.1 Evaluasi Berdasarkan Tanggapan Pelaksana Program Belum memuaskannya capaian program Promosi Kesehatan di Kabupaten Pemalang berdampak juga pada capaian di Desa Jebed Selatan. Oleh karena itu, perlu adanya evaluasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan yang ada di Desa Jebed Selatan. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1114/Menkes/SK/VIII/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah, dinyatakan bahwa penanggung jawab dan pelaksana dari semua kegiatan Promosi Kesehatan adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota. Pada sub-bab ini di lakukan evaluasi berdasarkan tanggapan dari pelaksana program. Responden yang dipilih untuk wawancara mendalam adalah salah seorang pejabat eselon IV yang berkompeten dalam program Promosi Kesehatan dan petugas Puskesmas Jebed sebagai pelaksana program Promosi Kesehatan di Desa Jebed Selatan. Berikut informasi yang telah teridentifikasi pada implementasi Promosi Kesehatan tingkat Kabupaten berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan salah seorang pejabat eselon IV di Dinas Kesehatan. 1. Faktor pemudah; dalam konteks Promosi Kesehatan, konsep Green yang digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempermudah terwujudnya program Promosi Kesehatan adalah :

Transcript of VI EVALUASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/9247/Bab 6...

Page 1: VI EVALUASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/9247/Bab 6 2008fdj.pdf · berkompeten dalam program Promosi Kesehatan dan petugas Puskesmas

VI EVALUASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN

BERDASARKAN TEMPAT PELAKSANAAN

DI DESA JEBED SELATAN

6.1 Tahap Input

Pada identifikasi tahap ini yang menjadi masukan (input) adalah adanya

kebijakan :

a. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1193/MENKES/SK/X/2004

tentang Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan

b. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1114/MENKES/SK/VIII/2005

tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah

c. Kebijakan “Kabupaten Pemalang Sehat 2010”

6.2 Tahap Proses

6.2.1 Evaluasi Berdasarkan Tanggapan Pelaksana Program

Belum memuaskannya capaian program Promosi Kesehatan di Kabupaten

Pemalang berdampak juga pada capaian di Desa Jebed Selatan. Oleh karena itu,

perlu adanya evaluasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan

yang ada di Desa Jebed Selatan. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

1114/Menkes/SK/VIII/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di

Daerah, dinyatakan bahwa penanggung jawab dan pelaksana dari semua kegiatan

Promosi Kesehatan adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota. Pada sub-bab ini di

lakukan evaluasi berdasarkan tanggapan dari pelaksana program. Responden yang

dipilih untuk wawancara mendalam adalah salah seorang pejabat eselon IV yang

berkompeten dalam program Promosi Kesehatan dan petugas Puskesmas Jebed

sebagai pelaksana program Promosi Kesehatan di Desa Jebed Selatan. Berikut

informasi yang telah teridentifikasi pada implementasi Promosi Kesehatan tingkat

Kabupaten berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan salah seorang pejabat

eselon IV di Dinas Kesehatan.

1. Faktor pemudah; dalam konteks Promosi Kesehatan, konsep Green yang

digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempermudah

terwujudnya program Promosi Kesehatan adalah :

Page 2: VI EVALUASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/9247/Bab 6 2008fdj.pdf · berkompeten dalam program Promosi Kesehatan dan petugas Puskesmas

60

a) Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang Promosi Kesehatan, masih

minimnya tenaga kesehatan (segi jumlah) dan belum memenuhi syarat

(segi kualifikasi pendidikan). Bahwa untuk setingkat Dinas Kesehatan

Kabupaten dibutuhkan minimal satu orang dengan kualifikasi pendidikan

S2 Kesehatan Masyarakat spesialisasi Penyuluh Kesehatan Masyarakat

(PKM) dan minimal dua orang dari S1 Kesehatan Masyarakat dan minimal

tiga orang dari D3 Kesehatan (dari bidang promosi kesehatan). Untuk

setingkat Puskesmas dan Rumah Sakit dibutuhkan minimal satu orang dari

S1 Kesehatan Masyarakat dan minimal dua orang dari D3 Kesehatan

(bidang promosi kesehatan). Kondisinya di Kabupaten Pemalang sendiri

hanya ada satu orang dengan pendidikan S2 Kesehatan; hanya saja

jurusannya bukan Penyuluh Kesehatan Masyarakat sehingga belum tepat

apabila ditempatkan sebagai Penyuluh Kesehatan Masyarakat. Sementara

dari semua PNS (10 orang) yang kualifikasi pendidikannya S1 Kesehatan

Masyarakat tidak satupun yang menjabat sebagai tenaga fungsional

Penyuluh Kesehatan Masyarakat. Berdasarkan informasi yang didapat,

memperjelas kenapa capaian program Promosi Kesehatan belum

menggembirakan sehingga berdampak pada penyampaian pesan-pesan

kesehatan dan pada kemampuan menganalisis permasalahan yang

kaitannya dengan Promosi Kesehatan.

b) Jaringan, jaringan di bidang Promosi Kesehatan antara Pusat, Provinsi dan

Kabupaten/ Kota belum menunjukkan kekuatan yang solid. Dari informasi

yang didapat, selalu ada perbedaan pemahaman dan komunikasi antara

Pusat dan Daerah. Sebagai contoh dari Pusat memberikan pedoman

pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah, akan tetapi kondisi tiap daerah

berbeda-beda sehingga menyebabkan pedoman tersebut tidak bisa

diterapkan di daerah yang kemudian berdampak pada tidak berhasilnya

capaian Promosi Kesehatan. Kondisi seperti itu yang terjadi di Kabupaten

Pemalang.

2. Faktor pemungkin; dalam konteks promosi kesehatan, konsep Green yang

digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mendukung terwujudnya

keberhasilan program Promosi Kesehatan, adalah :

Page 3: VI EVALUASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/9247/Bab 6 2008fdj.pdf · berkompeten dalam program Promosi Kesehatan dan petugas Puskesmas

61

a) Sistem informasi, belum berkembangnya sistem informasi perilaku sehat

sehingga berdampak pada pelaksanaan program Promosi Kesehatan yang

sepenuhnya belum berdasarkan fakta di lapangan. Sistem informasi

tersebut dapat mendukung keberhasilan program Promosi Kesehatan

apabila ke depan dapat dikembangkan sesuai data di lapangan.

3. Faktor penguat, faktor penguat disini adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh

daerah setempat. Kebijakan yang terkait dengan keberhasilan Promosi

Kesehatan adalah Struktur Organisasi Daerah. Di Kabupaten Pemalang unit

Promosi Kesehatan melekat di masing-masing Bidang (eselon III). Kebijakan

tersebut berdampak pada pelaksanaan program Promosi Kesehatan yang tidak

terintegrasikan dengan baik karena Promosi Kesehatan harus dilaksanakan

secara terpadu dan terintegrasi bukan masing-masing Bidang berjalan sendiri-

sendiri.

Berikut informasi yang telah teridentifikasi pada implementasi strategi

Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaannya (institusi pendidikan,

institusi kesehatan, tempat kerja, rumah tangga dan tempat umum) di Desa Jebed

Selatan dari hasil wawancara mendalam dengan petugas Puskesmas Jebed sebagai

pelaksana program Promosi Kesehatan di Desa Jebed Selatan.

1. Implementasi di Institusi Pendidikan (sekolah)

a. Strategi Advokasi

Esensi dari strategi advokasi adalah pendekatan kepada pembuat

keputusan (Kepala Sekolah) sehingga mau mendukung program kesehatan

yang kita inginkan. Dari hasil wawancara dengan staf Puskesmas Jebed

yang bertugas sebagai penyuluh kesehatan masyarakat, bahwa di Desa

Jebed Selatan hanya ada 2 (dua) buah Sekolah Dasar. Berikut faktor-faktor

yang mempengaruhi implementasi strategi advokasi di institusi pendidikan

tersebut :

a) Faktor pemudah, faktor tersebut adalah pengetahuan dan sikap dari

pembuat keputusan (Kepala Sekolah). Pengetahuan dan sikap Kepala

Sekolah tentang kesehatan sudah baik dan mereka sangat mendukung

masuknya promosi kesehatan di sekolah mereka.

Page 4: VI EVALUASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/9247/Bab 6 2008fdj.pdf · berkompeten dalam program Promosi Kesehatan dan petugas Puskesmas

62

b) Faktor penguat, kebijakan dari Kepala Sekolah yang mendukung

program Promosi Kesehatan adalah dengan adanya kegiatan “Jumat

Sehat” dan “Jumat Bersih”. Jadi setiap hari Jumat kegiatan belajar

mengajar ditiadakan dan diganti dengan kegiatan senam bersama,

dilanjut membersihkan lingkungan sekolah dan kelas kemudian anak-

anak murid dikumpulkan untuk diberikan pengarahan dari petugas

Puskesmas dan diberikan makanan tambahan.

b. Strategi Bina Suasana

Kegiatan yang dilaksanakan pada strategi ini adalah untuk

mensosialisasikan program-program kesehatan agar masyarakat mau

menerima dan berpartisipasi terhadap program tersebut. Dalam konteks

institusi pendidikan (sekolah) tujuannya adalah supaya Guru dan anak

murid mau mempraktekkan perilaku bersih dan sehat di sekolah yang

kemudian juga dilaksanakan di rumahnya masing-masing. Pada strategi

advokasi, Kepala Sekolah telah membuat kebijakan “Jumat Sehat” dan

“Jumat Bersih” . Dalam kebijakan tersebut, petugas Puskesmas telah

melaksanakan kegiatan, antara lain :

∼ Sosialisasi “Kampanye Cuci Tangan dengan Sabun”

∼ Sosialisasi Kebersihan Gigi dan Mulut

∼ Sosialisasi Kebersihan Tangan dan Rambut

∼ Sosialisasi Sanitasi Lingkungan Sekolah

∼ Sosialisasi Makanan Bergizi

∼ Pemberian makanan tambahan (bubur, susu dan lain sebagainya)

Semua kegiatan tersebut telah dilaksanakan oleh petugas Puskesmas, akan

tetapi dari petugas Puskesmas ada hambatan yang membuat kegiatan

tersebut tidak berkelanjutan. Hambatan tersebut terletak pada:

a) Faktor pemungkin, faktor tersebut adalah sarana dan prasarana, yang

menjadi kendala dalam mewujudkan perilaku bersih dan sehat.

Kondisi tiga unit kelas dari enam unit kelas yang ada sangat

memprihatinkan. Kondisi lantainya sangat berdebu, walaupun sudah

disapu. Kondisi WC dan kamar mandi yang tidak ada airnya sehingga

Page 5: VI EVALUASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/9247/Bab 6 2008fdj.pdf · berkompeten dalam program Promosi Kesehatan dan petugas Puskesmas

63

menjadi jorok dan bau, serta dana operasional yang tidak mendukung

kegiatan sosialisasi tersebut.

c. Strategi Pemberdayaan

Strategi ini adalah proses pemberian informasi secara terus-menerus dan

berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses

membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi

tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (sikap/ attitude)

dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan

(aspek practice). Sasaran utama dari pemberdayaan adalah individu,

keluarga serta kelompok masyarakat. Yang menjadi hambatan pada

strategi ini adalah :

a) Faktor pemudah, hambatannya pada sikap pasrah (nrimo) dengan

kondisi sarana dan prasarana (kondisi unit kelas dan WC/ Kamar

mandi murid dan guru) yang sangat memprihatinkan dan tidak adanya

ide kreatif dari para guru/ Kepala Sekolah untuk memperbaiki kondisi

tersebut.

2. Implementasi di Institusi Kesehatan (Puskesmas dan Posyandu)

Secara umum, implementasi pada institusi kesehatan seperti Puskesmas tidak

mengalami kendala yang sangat berarti dan institusi kesehatan adalah tempat

yang paling efektif dalam mengkampanyekan promosi kesehatan.

Permasalahan muncul pada pelaksanaan kegiatan Posyandu.

a. Strategi Advokasi

Pada kegiatan Posyandu yang di advokasi adalah ibu rumah tangga,

dengan tujuan supaya ibu membawa anaknya dan ibu mengetahui

perkembangan anaknya. Yang menjadi hambatan dalam mengadvokasi

terletak pada faktor :

a) Faktor pemudah, kepedulian dan tingkat pengetahuan ibu dalam

membawa anaknya ke Posyandu masih rendah. Dari informasi yang

didapat bagi keluarga yang mata pencahariannya sebagai buruh tani

untuk pergi ke Posyandu menjadi kendala, karena waktu yang

bersamaan dengan rutinitas di sawah.

Page 6: VI EVALUASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/9247/Bab 6 2008fdj.pdf · berkompeten dalam program Promosi Kesehatan dan petugas Puskesmas

64

b. Strategi Bina Suasana

Hambatan yang muncul dalam strategi ini adalah :

a) Faktor pemungkin, faktor tersebut adalah sarana dan prasarana. Sarana

dan prasarana juga tidak mendukung selama kegiatan Posyandu.

Lokasi Posyandu tiap bulannya harus berganti-ganti karena tidak ada

lokasi yang tetap dan permanen. Selain itu, makanan tambahan yang

diberikan kepada bayi tergantung dari dana yang terkumpul, apabila

dananya banyak diberikan bubur, bila dananya sedikit tidak diberikan

makanan tambahan.

c. Strategi Pemberdayaan

Dalam strategi ini yang menjadi kendala adalah :

a) Faktor penguat, faktor tersebut adalah pengetahuan dari kader

kesehatan sebagai pelaksana kegiatan Posyandu. Seharusnya dalam

kegiatan Posyandu ada meja ke 5 (lima) yang berfungsi untuk

memberikan penjelasan kepada ibu-ibu apabila perkembangan anaknya

tidak sesuai dengan KMS (Kartu Menuju Sehat). Akan tetapi karena

keterbatasan pengetahuan kader kesehatan meja ke 5 (lima) tidak

berfungsi sebagaimana mestinya. Petugas Puskesmas yang seharusnya

bisa melaksanakan tugas tersebut terpaksa tidak bisa karena sibuk

dengan kegiatan imunisasi.

3. Implementasi di Tempat Kerja.

a. Strategi Advokasi

Karena 80 % wilayah Desa Jebed Selatan adalah sawah dan mata

pencaharian penduduknya mayoritas petani dan buruh tani, maka promosi

kesehatan ditujukan ke tempat kerja petani dan buruh tani. Informasi yang

didapat dari petugas Puskesmas, strategi advokasi ditujukan kepada petani

dan buruh tani. Hambatan yang terjadi pada pelaksanaan advokasi di

tempat kerja adalah :

a) Faktor pemudah, pada faktor ini adalah hambatan yang paling besar

menurut petugas Puskesmas. Hambatan tersebut adalah tingkat

pengetahuan dari petani dan buruh tani akan kesehatan masih rendah

Page 7: VI EVALUASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/9247/Bab 6 2008fdj.pdf · berkompeten dalam program Promosi Kesehatan dan petugas Puskesmas

65

sehingga dalam menyampaikan advokasi ini diperlukan kesabaran dan

ketekunan.

b. Strategi Bina Suasana

Kegiatan yang dilaksanakan dalam strategi ini adalah Penyuluhan Penjual

dan Petani Pestisida dalam rangka Peningkatan Pengawasan Keamanan

Pangan dan Bahan Berbahaya. Tujuan dalam penyuluhan tersebut supaya

petani mengetahui dampak dari penggunaan pestisida bagi tubuh manusia.

Penyuluhan tersebut sudah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten

Pemalang pada tahun 2007, akan tetapi yang menjadi kendala adalah tidak

adanya pengawasan. Hal tersebut juga diakui oleh petugas Puskesmas,

yang mengatakan bahwa dari Dinas tidak memberikan arahan supaya

dilakukan pengawasan kepada para petani tersebut. Menurut Pengkaji

masalah yang muncul terletak pada faktor penguat, yaitu tidak adanya

komitmen dari pemberi penyuluhan dalam melakukan pengawasan.

c. Strategi Pemberdayaan

Dalam memberdayakan para petani agar dapat mewujudkan perilaku

bersih dan sehat membutuhkan kesabaran dan keuletan, hal tersebut

dikarenakan :

a) Faktor pemudah, rendahnya tingkat pendidikan para petani dan buruh

tani yang membuat mereka susah memahami apa yang telah

disampaikan oleh petugas kesehatan

b) Faktor pemungkin, minimnya sarana dan prasarana dalam

memberdayakan para petani dan buruh tani, selain itu mencari waktu

para petani dan buruh tani yang sangat susah.

4. Implementasi di Rumah Tangga

a. Strategi Advokasi

Strategi advokasi yang dilakukan pada tingkat rumah tangga ditujukan

kepada orang tua (Ayah dan Ibu). Kendala dalam mengadvokasi terletak

pada :

a) Faktor pemudah, pada Peta Sosial telah dijelaskan bahwa tingkat

pendidikan masyarakat di Desa Jebed Selatan yang terbanyak adalah

Page 8: VI EVALUASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/9247/Bab 6 2008fdj.pdf · berkompeten dalam program Promosi Kesehatan dan petugas Puskesmas

66

SLTP ke bawah (58,5 %), sehingga memerlukan kesabaran dan

ketekunan dari petugas Puskesmas dalam mengadvokasi mereka.

b) Faktor pemungkin, faktor yang menghambat adalah sarana dan

prasarana sanitasi dasar (jamban dan SPAL) di dalam rumah tangga.

Untuk air bersih tidak menjadi kendala akan tetapi yang menjadi

kendala adalah jamban dan SPALnya. Tidak adanya jamban yang

sehat dan saluran pembuangan air limbah menjadi hambatan tersendiri

dalam mempraktekkan perilaku hidup bersih dan sehat.

b. Strategi Bina Suasana

Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan pada strategi bina suasana

adalah :

∼ Penyuluhan Kesehatan Ibu dan Anak (Khususnya Pertolongan

Persalinan dan Penggunaan ASI Eksklusif)

∼ Penyuluhan Sanitasi (Sanitasi jamban, air bersih dan SPAL)

∼ Penyuluhan “Mencuci tangan dengan sabun”

∼ Penyuluhan Gizi Keluarga (termasuk Gangguan Anak Kekurangan

Yodium)

∼ Sosialisasi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin

(JPKMM)

∼ Sosialisasi Pengembangan Desa Siaga.

Hambatan yang muncul adalah waktu penyuluhan yang bersamaan dengan

rutinitas ibu rumah tangga ketika membantu suaminya bekerja di sawah

dan tingkat pemahaman masyarakat dalam menerima informasi yang telah

diberikan.

c. Strategi Pemberdayaan

Pada strategi ini yang menjadi kendala bagi petugas Puskesmas adalah

jumlah tenaga Puskesmas yang sedikit sedangkan wilayah kerjanya sangat

banyak dan luas. Sebagai informasi bahwa Puskesmas Jebed wilayah

kerjanya mencapai 5 (lima) desa dan jumlah petugasnya yang memenuhi

kriteria hanya 1 (satu). Faktor dana operasional juga menjadi kendala bagi

petugas Puskesmas dikarenakan jarak desanya saling berjauhan dengan

letak Puskesmas. Dua hambatan tersebut yang membuat petugas

Page 9: VI EVALUASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/9247/Bab 6 2008fdj.pdf · berkompeten dalam program Promosi Kesehatan dan petugas Puskesmas

67

Puskesmas tidak bisa melaksanakan program Promosi Kesehatan dengan

maksimal.

5. Implementasi di Tempat Umum

Tempat umum disini adalah pasar, terminal dan stasiun. Desa Jebed Selatan

sendiri tidak memiliki tempat umum yang disebutkan diatas, oleh karena itu

tidak ada implementasi program Promosi Kesehatan di tempat pelaksanaan

tersebut.

6.2.2 Evaluasi Berdasarkan Tanggapan Responden

Selain tanggapan dari petugas Puskesmas Jebed, dalam mengevaluasi

implementasi strategi Promosi Kesehatan di lima tempat pelaksanaan diperlukan

juga tanggapan dari masyarakat Desa Jebed Selatan, maka perlu memilih

responden untuk dilakukan wawancara mendalam. Responden yang terpilih sama

dengan responden pada pengkajian PHBS tingkat rumah tangga dalam Peta Sosial

(PL I).

Dari hasil wawancara mendalam tersebut, ternyata baik buruknya implementasi

strategi Promosi Kesehatan di lima tempat pelaksanaan mempunyai pengaruh

yang besar terhadap terwujudnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di

tingkat rumah tangga. Untuk lebih jelasnya, hasil wawancara mendalam dapat

dilihat sebagai berikut :

1. Implementasi di Tempat Kerja

Pembangunan Kesehatan adalah bagian dari Pembangunan Nasional yang

bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

setiap orang termasuk masyarakat pekerja (formal dan informal) agar terwujud

derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, dengan pertimbangan

seorang pekerja yang sehat dan produktif dapat meningkatkan ekonomi keluarga

sehingga dapat mengurangi tingkat kemiskinan.

Berbicara tentang tempat kerja berarti berbicara juga tentang mata pencaharian.

Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa Desa Jebed Selatan mayoritas

penduduk mata pencahariannya adalah buruh tani dan petani. Dari 50 responden

yang mata pencahariannya sebagai buruh tani dan petani sebesar 60 % atau 30

responden. Untuk lebih rinci seperti ditunjukkan pada Tabel 9.

Page 10: VI EVALUASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/9247/Bab 6 2008fdj.pdf · berkompeten dalam program Promosi Kesehatan dan petugas Puskesmas

68

Tabel 9 Komposisi Mata Pencaharian Responden

No. Mata Pencaharian Jumlah Responden Persentase

1 Buruh Tani 26 52 % 2 Petani 4 8 % 3 Kepala Dusun 5 10 % 4 Tukang Kayu 6 12 % 5 Buruh Pabrik 9 18 %

Jumlah 50 100 %

Sumber : Pengkaji, diolah, 2008

Dari hasil wawancara di lapangan, responden yang mata pencahariannya

sebagai petani tergolong sebagai petani yang mempunyai lahan dan lahan tersebut

digarap sendiri. Rata-rata lahan yang dimiliki dari empat petani adalah seperempat

hektar. Berbicara tentang sektor pertanian, sudah pasti berbicara juga tentang

penggunaan pestisida. Tingkat kesehatan petani sangat dipengaruhi oleh dampak

dari penggunaan pestisida tersebut. Sangat perlu untuk mengkaji tingkat

pemahaman petani terhadap pestisida sampai dampak terburuk apabila tubuh

manusia terkontaminasi oleh pestisida. Dari hasil wawancara mendalam dengan

Kepala Keluarga yang bekerja sebagai petani, 83,3 % atau 25 responden sudah

memahami prosedur pemakaian pestisida mulai dari memberikan takaran sampai

dengan penyemprotan dan sisanya 16,7 % atau 5 (lima) responden lebih baik

menyewa orang lain untuk melakukan penakaran sampai penyemprotan. Alasan

kelima responden tersebut sangat bervariasi, mulai dari takut salah dalam

memberikan takaran, takut akan bahaya pestisida, lebih murah menyewa orang

lain sampai tidak mempunyai alat penyemprot. Kutipan hasil wawancara kepada

Bapak Trs., adalah berikut ini :

“Kulo sampun 15 tahun bertani, tapi ngantos sakniki kulo mboten nate nyemprot hama tiyambak, kulo luwih becik nyemo tiyang, masalahe luwih murah daripada kulo tumbas alat semprote tur kulo wedi mbokan salah nakar” (“Saya sudah 15 tahun bertani, tetapi sampai dengan sekarang saya tidak pernah melakukan penyemprotan hama sendiri, saya lebih baik menyewa orang lain karena lebih murah daripada saya harus membeli alat semprot sendiri dan saya takut barangkali salah melakukan penakaran”)

Page 11: VI EVALUASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/9247/Bab 6 2008fdj.pdf · berkompeten dalam program Promosi Kesehatan dan petugas Puskesmas

69

Ironisnya dari 25 responden yang sudah melakukan prosedur dengan benar, hanya

20 % atau 5 (lima) responden yang menggunakan sarung tangan dan masker

dalam melakukan penyemprotan dan sisanya 20 responden melakukan dengan

telanjang tangan dan hidung.

Dampak yang dapat terjadi apabila dalam melakukan penyemprotan tidak

menggunakan sarung tangan dan masker bisa terjadi keracunan pestisida. Karena

jalan masuk pestisida bisa melalui kulit/ mata (dermal) dan pernafasan (inhalasi)

yang dapat merusak hidung dan tenggorokan. Dampak terberat dari keracunan

pestisida adalah gangguan reproduksi, kanker, kerusakan syaraf sampai dengan

perubahan genetik. (Pusat Promkes Depkes RI 2005).

Pada tahun 2007, Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang pernah

menyelenggarakan Penyuluhan Penjual dan Petani Pestisida dalam rangka

Peningkatan Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya.

Penyuluhan yang diselenggarakan di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten

Pemalang dihadiri oleh perwakilan kelompok tani di Kecamatan Pemalang,

Taman dan Petarukan. Dari Desa Jebed Selatan diwakili lima orang (Ketua

Kelompok Tani). Dari hasil penyuluhan tersebut kemudian diinformasikan kepada

petani lainnya. Hanya saja tidak adanya pengawasan atau monitoring dari pihak

Dinas Kesehatan (minimal petugas dari Puskesmas Jebed) sehingga membuat para

petani di Desa Jebed Selatan menjadi apatis. Bahkan dari hasil wawancara dengan

responden di dapat informasi bahwa selama ini mereka tidak pernah mendapatkan

keluhan apapun dari penggunaan pestisida tersebut. Hampir semua responden

yang bekerja sebagai petani menjawab hal yang sama. Seperti kutipan wawancara

dengan Bpk Rtm. yang secara kebetulan menjadi Ketua Kelompok Tani, berikut

ini :

“Selama ini teman-teman sudah menjadi masa bodoh terhadap dampak pestisida bagi kesehatannya, bahkan mereka merasa sehat-sehat saja. Saya sendiri sudah selalu mengatakan bahwa dampak tersebut tidak dirasakan sekarang tetapi akan dirasakan beberapa tahun kemudian. Jadi memang secara keseluruhan teman-teman yang bekerja sebagai petani masih rendah sekali pengetahuannya terhadap dampak dari pestisida, terutama tentang kesehatan. Saya berharap pihak Dinas Kesehatan dapat menindak lanjuti hasil dari penyuluhan tersebut yaitu dengan melakukan pengawasan, mungkin bisa melalui petugas Puskesmas, jangan hanya penyuluhan saja dan setelah itu selesai. Mungkin bisa dengan melakukan kerjasama antar Dinas, yaitu antara

Page 12: VI EVALUASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/9247/Bab 6 2008fdj.pdf · berkompeten dalam program Promosi Kesehatan dan petugas Puskesmas

70

Dinas Pertanian dan Dinas Kesehatan sehingga Bapak-Bapak dari penyuluh pertanian juga bisa melakukan pengawasan.”

Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa dengan rendahnya

pengetahuan petani akan bahaya pestisida bagi tubuh manusia dan tidak adanya

pengawasan atau monitoring dari Dinas Kesehatan, sangat berpengaruh terhadap

perilaku hidup sehat seorang petani.

Kondisi yang sama juga dirasakan oleh responden yang bekerja sebagai

buruh kayu. Perilaku hidup sehat tidak bisa terwujud karena rendahnya

pengetahuan buruh kayu akan dampak dari serbuk kayu dan bisingnya alat

pemotong kayu, padahal dampaknya sangat membahayakan fungsi paru-paru dan

mengakibatkan gangguan pendengaran bagi buruh kayu. Hal tersebut disebabkan

belum adanya sosialisasi yang sengaja diberikan oleh petugas Puskesmas tentang

gangguan kesehatan yang ditimbulkan oleh serbuk kayu dan bisingnya alat

pemotong kayu.

Dari hasil wawancara dengan responden yang bekerja sebagai buruh kayu yang

berjumlah enam orang dapat diketahui informasi bahwa jawaban dari responden

semuanya sama, yaitu belum pernah ada petugas Puskesmas yang secara sengaja

memberikan sosialisasi tentang dampak dari serbuk kayu dan bisingnya alat

pemotong kayu bagi kesehatan buruh kayu. Hanya saja secara tidak sengaja dari

petugas Puskesmas memberikan anjuran untuk memakai masker dan penutup

hidung ketika bekerja tetapi tidak memberikan penjelasan lebih dalam apa yang

terjadi nantinya. Ketidaksengajaan tersebut terjadi ketika tempat responden

bekerja sedang dilakukan peninjauan oleh tim dari Kabupaten terkait pengajuan

Ijin Gangguan (HO) dan petugas Puskesmas masuk dalam anggota tim tersebut.

Yang disesalkan oleh responden adalah tidak adanya penjelasan informasi yang

lebih mendalam tentang dampak yang ditimbulkan, seolah-olah anjuran tersebut

hanya formalitas saja ketika dilakukan peninjauan.

Penyesalan responden dapat dilihat dari kutipan wawancara dengan Bpk Whn

berikut ini :

“Sakderenge saking petugas Puskesmas mboten nate ngaturi sosialisasi Pak ? Nanging kulo nate ditegur petugas Puskesmas amargo mboten ngangge masker kaleh tutupe kuping. Pas kulo ditegur kebetulan enten peninjauan masalah Ijin Gangguan. Mungkin nek mboten enten

Page 13: VI EVALUASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/9247/Bab 6 2008fdj.pdf · berkompeten dalam program Promosi Kesehatan dan petugas Puskesmas

71

peninjauan, kulo mboten ditegur ? terus ngantos sakniki kulo mboten ngertos dampake lan kulo mboten enten masalah kaleh kesehatan kulo ?”

(“Sebelumnya dari petugas Puskesmas belum pernah memberikan sosialisasi Pak ? Tapi saya pernah ditegur petugas Puskesmas karena tidak memakai masker dan tutup telinga. Ketika saya ditegur kebetulan ada peninjauan masalah Ijin Gangguan. Mungkin kalau tidak ada peninjauan, saya tidak ditegur ? terus sampai sekarang saya juga belum tahu dampaknya dan saya juga tidak ada masalah dengan kesehatan saya ?”)

Apabila menengok peristiwa-peristiwa di Indonesia terkait K3 (Keselamatan

dan Kesehatan Kerja), bahwa buruh sama sekali tidak mempunyai kekuatan di

hadapan pihak perusahaan. Posisi buruh selalu saja sebagai korban, mulai dari

pembayaran honor yang terlambat, PHK sampai dengan kecelakaan kerja. Hal

tersebut juga dirasakan oleh sembilan responden yang bekerja sebagai buruh

pabrik tekstil. Dari hasil wawancara dengan responden di dapat informasi bahwa

tidak adanya pengawasan (monitoring dan evaluasi) dari Dinas terkait (Dinas

Kesehatan, Dinas Tenaga Kerja dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan) setelah

memberikan penyuluhan tentang K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) dan

tidak adanya komitmen dari pihak perusahaan tentang pelaksanaan K3

(Keselamatan dan Kesehatan Kerja).

Terkait pemberian penyuluhan tentang K3, dari sembilan responden memberikan

jawaban yang sama bahwa penyuluhan pernah dilaksanakan di tempat kerja

mereka bahkan pernah juga ada mahasiswa yang melakukan penelitian tentang K3

(Keselamatan dan Kesehatan Kerja); hanya saja tidak ada tindak lanjut dari pihak

perusahaan. Berdasarkan informasi yang diterima dari responden, penyuluhan

tersebut hanya sebatas formalitas saja. Hal tersebut dikarenakan tidak ada upaya

pengawasan dari Dinas terkait. Ekploitasi tenaga masih saja dirasakan oleh buruh

pabrik, dengan posisi berdiri buruh pabrik harus bekerja selama delapan jam dan

waktu istirahat hanya setengah jam dengan makanan seadanya tanpa suplemen

tambahan. Tidak adanya upaya promotif dan upaya preventif yang dilakukan oleh

poliklinik pabrik, yang dilakukan masih saja upaya kuratif (mengobati) yaitu

apabila ada buruh yang pingsan atau pusing kepalanya hanya diberikan obat dan

istirahat sebentar lalu bekerja lagi. Dengan kondisi seperti itu, seolah-olah dari

pihak perusahaan tidak menanggapi anjuran yang diberikan oleh Dinas terkait,

Page 14: VI EVALUASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/9247/Bab 6 2008fdj.pdf · berkompeten dalam program Promosi Kesehatan dan petugas Puskesmas

72

yaitu mulai memberikan pelayanan kesehatan yang paripurna (promotif, preventif,

kuratif dan rehabilitatif).

Berikut kutipan wawancara dari salah satu responden (Bpk. Wwn) :

“Kalo berbicara tentang K3 buruh selalu menjadi sasaran utama tetapi dari pihak perusahaan sama sekali tidak ada perhatian, contoh waktu istirahat hanya diberikan setengah jam, padahal kita harus berdiri selama 12 jam terus kita juga tidak diberi alat pelindung telinga padahal kondisi pabrik sangat bising dan tidak adanya makanan tambahan atau suplemen untuk buruh. Poster tentang K3 hanya sebagai penghias aja Pak ?”

Dari implementasi Promosi Kesehatan di tempat kerja dapat disimpulkan

bahwa penyuluhan tentang Promosi Kesehatan seperti dampak pestisida, dampak

serbuk kayu dan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) pernah dilakukan. Akan

tetapi tidak ada upaya pengawasan melalui monitoring dan evaluasi dari Dinas

terkait sehingga pola kerja lama yang tidak memperhatikan aspek kesehatan bisa

dilakukan kembali. Kondisi seperti itu seharusnya tidak terjadi karena nantinya

akan menghambat perwujudan perilaku sehat sehingga bisa berdampak negatif

pada perwujudan perilaku sehat di tingkat rumah tangga. Apabila seorang Kepala

Keluarga tidak mendapatkan pengetahuan tentang kesehatan selama bekerja dan

ketika kembali ke rumah tidak ada manfaat yang bisa diberikan atau di

informasikan kepada isteri dan anak-anaknya, sehingga tidak ada pengaruh yang

besar dari implementasi Promosi Kesehatan di tempat kerja terhadap Perilaku

Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di tingkat rumah tangga.

2. Implementasi di Institusi Pendidikan (Sekolah)

Pada dasarnya kesehatan itu dibentuk dalam kehidupan sehari-hari dan

dalam kehidupan sehari-hari tersebut dihabiskan waktunya di dalam rumah (bagi

keluarga), di sekolah (bagi anak sekolah) dan di tempat kerja (bagi orang dewasa).

Perlu adanya upaya kesehatan sekolah. Upaya kesehatan sekolah merupakan

kombinasi dari pendidikan dan kesehatan yang tujuannya untuk menumbuhkan

dan membentuk perilaku hidup sehat di tingkat sekolah.

Promosi Kesehatan di sekolah pada prinsipnya untuk menciptakan sekolah

sebagai komunitas yang mampu meningkatkan kesehatannya.

Page 15: VI EVALUASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/9247/Bab 6 2008fdj.pdf · berkompeten dalam program Promosi Kesehatan dan petugas Puskesmas

73

Dari 50 responden dalam hal ini adalah Kepala Keluarga (KK), ada 44 %

atau 22 KK yang anggota keluarganya tidak bisa diwawancara dikarenakan

anaknya sudah bekerja, tidak menamatkan sekolahnya dan memang tidak

bersekolah karena faktor biaya. Sedangkan 56 % atau 28 KK yang bisa di

wawancara karena anaknya masih sekolah. Jumlah responden yang anaknya

masih sekolah seperti ditunjukkan pada Gambar 10.

Gambar 10 Komposisi Jumlah Tingkat Pendidikan Anggota Responden

12

9

7

SD SLTP SLTA

Sumber : Pengkaji, hasil wawancara, 2008.

Dari hasil wawancara dengan responden dapat diinformasikan bahwa secara

umum kondisi kebersihan lingkungan sekolah (SD, SLTP maupun SLTA) sudah

baik. Hanya saja untuk tingkat SD masih ada beberapa keluhan dari responden

bahwa kondisi kelas yang sangat berdebu dan banyak nyamuknya. Yang cukup

membanggakan bahwa untuk tingkat SD, semua gurunya sangat aktif

menanamkan kebiasaan hidup sehat bagi para murid, seperti mengajari wajib cuci

tangan sebelum makan, mengajari cara gosok gigi yang benar dan setiap

seminggu sekali memeriksa kebersihan kuku, gigi, rambut, telinga dan hidung.

Hal tersebut dikarenakan Guru SD yang ada di Desa Jebed Selatan sudah pernah

diberikan pelatihan dari petugas Puskesmas Jebed tentang pendidikan kesehatan.

Berkaitan dengan kondisi sebagian kelas yang lantainya tidak bertegel sehingga

sangat berdebu, memang diakui oleh salah satu responden yang kebetulan

mengajar di SD tersebut (ibu Rtn), seperti kutipan wawancara berikut ini :

“Kami guru di SD X memang menyadari dan mengakui sebagian kondisi kelas sangat memprihatinkan, tetapi mau bagaimana lagi Pak ? Kita harus menunggu anggaran tahun 2009 untuk bisa merehab lantai tersebut untuk dikeramik. Oleh karena itu Kami bersepakat untuk memberikan pendidikan kesehatan dahulu agar para murid dapat

Page 16: VI EVALUASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/9247/Bab 6 2008fdj.pdf · berkompeten dalam program Promosi Kesehatan dan petugas Puskesmas

74

melakukannya di rumah atau bahkan bisa mengajari Bapak dan Ibunya hehehe.....”

Kondisi sebaliknya dirasakan oleh responden yang menduduki tingkat SLTP dan

SLTA. Menurut mereka pendidikan kesehatan sangat jarang diberikan oleh para

Guru, seperti kutipan wawancara berikut ini dengan Sdr. Dd :

“Di tempat saya sekolah (SMU X) memang tidak pernah ada guru yang memberikan arahan tentang kesehatan, palingan hanya guru BP yang selalu menegur apabila rambut saya sudah panjang dan menegur teman-teman yang ketahuan merokok tanpa memberikan pengetahuan tentang dampak dari merokok ? Kebetulan di sekolah ada UKS tapi fungsinya hanya untuk tempat membolos karena yang menjaga bukan guru BP dan tidak ada dokter jaga melainkan yang menjaga hanya seorang tenaga kontrak saja”

Tanggapan dari Sdr. Dd. di atas sangat bertolak belakang dengan situasi yang

dialami oleh Sdri. Stw yang sekolahnya (SLTA) termasuk sekolah unggulan di

Kabupaten Pemalang yang mengatakan bahwa :

“Kebetulan baru bulan lalu ada apel siaga anti narkoba dari Badan Narkotika Kabupaten, yang Inspektur Upacara adalah Bapak Wakil Bupati Kabupaten Pemalang selaku Ketua BNK Pemalang. Jadi tujuannya supaya anak sekolah jangan sampai menggunakan narkoba sekalipun hanya coba-coba karena nantinya akan berhadapan dengan hukum dan kematian. Setelah ada apel siaga tersebut di setiap kelas telah ditempel poster yang isinya bahaya narkoba dari jenisnya sampai akibatnya. Untuk UKS memang di jaga oleh dokter jaga tapi seminggu sekali pas hari Sabtu. Dokter jaga tersebut memang memberikan waktu untuk konseling tetapi waktunya sangat terbatas karena berbenturan dengan jam pelajaran. Selain itu yang sangat disesalkan ada beberapa Guru laki-laki tidak bisa dijadikan contoh karena merokok di depan murid-muridnya pada waktu mengajar”

Menurut Pengkaji kondisi yang berbeda tersebut lebih disebabkan oleh status dan

kualitas sekolah itu sendiri, yang satu sekolah swasta dan yang satunya sekolah

negeri yang bertaraf Internasional. Tetapi semua dikembalikan oleh kreativitas

dan inovasi dari petugas Puskesmas yang wilayahnya mempunyai institusi

pendidikan (sekolah). Seperti yang terjadi di Puskesmas X yang telah

menempatkan dokter PTT di sekolah-sekolah yang masuk wilayah kerja secara

bergantian.

Page 17: VI EVALUASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/9247/Bab 6 2008fdj.pdf · berkompeten dalam program Promosi Kesehatan dan petugas Puskesmas

75

Dari hasil wawancara terkait implementasi Promosi Kesehatan di sekolah,

dapat disimpulkan bahwa sudah ada upaya dari petugas Puskesmas dalam

memberikan pelatihan kepada Guru SD di Desa Jebed Selatan dalam menjalankan

Promosi Kesehatan di sekolahnya masing-masing. Selain itu juga ada upaya dari

Badan Narkotika Kabupaten Pemalang dengan memberikan penjelasan kepada

anak sekolah tentang bahaya narkoba di sekolah. Hanya saja kegiatan tersebut

belum bisa menjangkau sekolah (negeri dan swasta) di Kabupaten Pemalang

secara keseluruhan. Karena Guru mempunyai peran yang sangat penting dalam

implementasi Promosi Kesehatan di sekolah, maka perlu ada komitmen dan

motivasi dari Guru dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada murid-

muridnya dan sekaligus menjadi perilaku contoh bagi murid-muridnya dalam hal

kesehatan (seperti tidak merokok dan berpakaian bersih rapi).

3. Implementasi di Tempat Umum

Secara umum yang dimaksud dengan tempat umum adalah tempat dimana

orang-orang berkumpul pada waktu tertentu, seperti terminal, stasiun, pasar atau

pusat perbelanjaan. Akan tetapi, untuk wilayah Desa Jebed Selatan tidak

mempunyai fasilitas tempat umum tersebut, sehingga pertanyaan ditujukan ketika

responden sedang memanfaatkan fasilitas tempat umum tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara, hampir sebagian besar responden berpendapat

negatif dengan kondisi tempat-tempat umum yang selama ini selalu dimanfaatkan.

Responden merasa sangat tidak nyaman dengan kondisi tempat umum yang

selama ini ada. Alasan yang selalu dikatakan responden adalah jorok, kotor dan

bau apabila berada di pasar dan terminal. Responden juga berpendapat

bagaimanapun upaya yang dilakukan oleh pemerintah agar bisa membuat nyaman

tempat tersebut tidak akan berhasil karena orang-orang yang berada di tempat

tersebut tidak bisa mendukung, seperti kutipan wawancara dengan Pak Krt berikut

ini :

“Saya selalu berada di terminal apabila saya berangkat kerja, saya pribadi sebenarnya merasa tidak nyaman dengan kondisi terminal yang kotor apalagi kalo musim hujan. Sebenarnya percuma saja terminal itu dibuat nyaman karena orang-orang sekitar yang tidak mendukung.”

Page 18: VI EVALUASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/9247/Bab 6 2008fdj.pdf · berkompeten dalam program Promosi Kesehatan dan petugas Puskesmas

76

Apabila terminal dibandingkan dengan tempat perbelanjaan kondisinya sangat

berbeda jauh. Tetapi masih tetap saja tempat umum tersebut belum bisa

memberikan pengaruh yang besar dalam mewujudkan perilaku sehat. Sebagai

contoh di tempat perbelanjaan yang ada di Kabupaten Pemalang tidak ada poster

atau pamflet yang memberikan informasi tentang pendidikan kesehatan. Berikut

kutipan tanggapan dari responden (Bpk. Znd) :

“Boro-boro terminal atau pasar mas? di Moro aja gak ada poster yang memberikan informasi tentang kesehatan.”

Melihat hasil wawancara diatas, Pengkaji menyimpulkan bahwa belum ada

pengaruh yang besar dari implementasi Promosi Kesehatan dalam mewujudkan

perilaku sehat bagi masyarakat disebabkan lingkungan sekitar belum bisa diajak

partisipasi untuk mendukung terwujudnya lingkungan yang bersih dan sehat. Hal

tersebut dikarenakan belum ada upaya serius dalam mempromosikan hidup bersih

dan sehat di tempat tersebut.

4. Implementasi di Institusi Kesehatan

Promosi kesehatan bukan hanya diperlukan dalam pelayanan promotif dan

preventif saja, melainkan diperlukan juga pada pelayanan kuratif dan rehabilitatif

seperti rumah sakit, Puskesmas dan praktek dokter. Perbedaannya hanya terletak

pada sasarannya saja. Pada pelayanan promotif dan preventif sasarannya hanya

orang sehat, maka pada pelayanan kuratif dan rehabilitatif sasaran utamanya

adalah orang sakit (pasien), orang yang sehat dan keluarga pasien.

Dilihat dari faktor psikologis, orang yang sedang sakit dan keluarganya dalam

kondisi yang tidak enak/ sakit, khawatir, cemas, bingung dan lain sebagainya.

Oleh sebab itu, mereka sangat memerlukan bantuan bukan saja pengobatan tetapi

bantuan lain seperti informasi, nasihat, dan petunjuk dari petugas kesehatan

(perawat, bidan dan dokter) berkaitan dengan masalah atau penyakit yang mereka

alami.

Dari hasil wawancara, hampir semua responden menanggapi positif

implementasi Promosi Kesehatan di tempat pelayanan kesehatan (rumah sakit,

Puskesmas dan tempat praktek dokter). Dalam kondisi sehat atau sakit, sebagai

Page 19: VI EVALUASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/9247/Bab 6 2008fdj.pdf · berkompeten dalam program Promosi Kesehatan dan petugas Puskesmas

77

pasien atau penjenguk, para responden merasa mendapatkan manfaat yang lebih

dari informasi yang diberikan melalui tenaga kesehatan (perawat, bidan dan

dokter) atau bahkan melalui poster kesehatan dan audio visual (cuplikan iklan

kesehatan atau film kesehatan). Manfaat yang didapat adalah menjadi mengenal

dan mengetahui penyakit mulai dari mengenal gejala, cara penularannya,

pencegahannya sampai dengan pengobatannya. Permasalahan muncul karena

ketidaknyamanan apabila masih ada orang yang merokok di tempat pelayanan

kesehatan (rumah sakit, Puskesmas dan tempat praktek dokter) padahal sudah ada

larangan dilarang merokok.

Melihat tanggapan responden yang positif, Pengkaji menyimpulkan bahwa

implementasi Promosi Kesehatan di tempat pelayanan kesehatan (rumah sakit,

Puskesmas dan tempat praktek dokter) adalah yang paling efektif dalam

memberikan informasi atau pengetahuan tentang kesehatan sehingga dapat

mewujudkan perilaku hidup sehat bagi individu dan masyarakat. Jadi menurut

Pengkaji, masyarakat harus diberikan shock therapy atau contoh terlebih dahulu

sehingga masyarakat menjadi sadar. Seperti contoh jangan hanya diberikan

penjelasan ataupun informasi melalui penyuluhan atau sosialisasi tetapi juga perlu

diperlihatkan contohnya (orang yang sudah sakit).

5. Implementasi di Rumah Tangga

Sebagaimana telah diketahui bahwa keluarga adalah tempat persemaian

manusia sebagai anggota masyarakat, bila persemaian itu jelek maka akan

berpengaruh pada masyarakat. Agar masing-masing keluarga menjadi tempat

yang kondusif untuk menumbuhkan perilaku sehat maka peran Promosi

Kesehatan sangat dibutuhkan. Di dalam keluarga peran seorang ibu rumah tangga

dalam meletakkan dasar perilaku sehat pada anak sangat penting. Oleh karena itu,

sangat efektif apabila petugas Puskesmas atau bidan desa memberikan penyuluhan

kepada ibu rumah tangga tentang pendidikan kesehatan.

Berdasarkan hasil wawancara yang pertanyaannya ditujukan ke ibu rumah

tangga, diperoleh informasi bahwa penyuluhan tentang pendidikan kesehatan

sudah pernah didapat dalam berbagai acara mulai dari Posyandu, arisan PKK

sampai dengan acara pengajian. Dalam acara tersebut pendidikan kesehatan

Page 20: VI EVALUASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/9247/Bab 6 2008fdj.pdf · berkompeten dalam program Promosi Kesehatan dan petugas Puskesmas

78

memang sengaja diberikan kepada ibu rumah tangga dengan tujuan supaya ibu-

ibu rumah tangga dapat mempraktekkannya sendiri di rumah. Permasalahan

muncul ketika sudah berada di lingkungan rumah, dengan kegiatan rutinitas ibu

rumah tangga yang banyak mulai dari mengurus anak, suami sampai mengurus

rumah menjadikan informasi kesehatan yang diperoleh terabaikan dengan

sendirinya. Alasan kenapa ibu rumah tangga belum bisa mempraktekkan perilaku

hidup sehat karena terbentur dengan rutinitas di rumah yang sudah terlalu banyak

bahkan ada ibu rumah tangga harus membantu suaminya di sawah. Alasan

tersebut hampir 80 % dijawab oleh responden dan sisanya menjawab supaya ada

pemantauan dari petugas kesehatan, bidan atau kader kesehatan. Permintaan

dilakukannya pemantauan karena belum pernah ada petugas Puskesmas yang

memantau langsung kegiatan di rumah dan mereka berharap bukan hanya melihat

dan mendengar saja tetapi mereka ingin mempraktekkan perilaku hidup sehat

dengan adanya pendamping, seperti kutipan wawancara yang memberikan alasan

dan latar belakang pekerjaan suami yang berbeda, berikut ini :

Kutipan wawancara dari Ibu Rtnh. yang suaminya bekerja sebagai petani :

“Penyuluhan kados niku sering kulo rungoake, tapi kulo mpun katah kegiatan kulo ngurus keluarga dereng mbantu teng saben, dados bingung bade nglakokake” (“Penyuluhan seperti itu sering saya dengarkan, tetapi saya sudah banyak kegiatan untuk mengurus keluarga belum membantu di sawah, jadi bingung untuk melakukannya”)

Kutipan wawancara dari Ibu Wj. yang suaminya bekerja sebagai buruh kayu :

“Saya memang sibuk mengurus keluarga, tetapi saya ingin mempraktekkan perilaku hidup sehat itu bingung, bingungnya karena saya harus mulai dari mana ? Saya pribadi berharap selalu ada pemantauan atau pendamping agar bisa lebih mengarahkan. Karena setelah adanya pemberian informasi baru, dari petugas Puskesmas sendiri tidak ada tindak lanjutnya dengan cara memantau kerumah-rumah. Mungkin kalo langsung di datangi kita akan senang dan juga malu kalo belum dipraktekkan”

Kutipan wawancara dengan Ibu Ndrh. yang pekerjaannya sama dengan suaminya

sebagai buruh pabrik :

“Saya sudah pernah mendapatkan informasi tersebut tapi kalo melihat kondisi keluarga saya, bagaimana saya dapat mempraktekkan perilaku hidup sehat dan bagaimana saya mengajarkan ke anak-anak saya.

Page 21: VI EVALUASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/9247/Bab 6 2008fdj.pdf · berkompeten dalam program Promosi Kesehatan dan petugas Puskesmas

79

Sepulang dari kerja saya pasti capek begitu pula suami saya dan bahkan ketika saya pulang anak-anak sudah berangkat sekolah. Pokoknya susah dan saya berharap ada cara lain mungkin Bapak bisa memberikan solusinya hehe...”

Dari hasil wawancara yang ditujukan ke ibu-ibu rumah tangga dapat diambil

kesimpulan bahwa secara keseluruhan upaya yang dilakukan oleh petugas

Puskesmas, bidan desa dan kader kesehatan sudah dapat memunculkan semangat

ibu-ibu rumah tangga untuk mempraktekkan perilaku hidup sehat. Hanya saja

permasalahan muncul disebabkan oleh kegiatan rutinitas rumah tangga dan

pekerjaan yang sudah begitu padat. Harapan mayoritas ibu-ibu rumah tangga

supaya adanya kunjungan rutin dari petugas Puskesmas atau kader kesehatan ke

setiap rumah.

6.3 Tahap Output

Setelah menggali informasi dari pelaksana program dan dari responden

terkait implementasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat pelaksanaan

pada tahap proses. Langkah selanjutnya pada tahap ini adalah mengidentifikasi

sikap dan perilaku kesehatan dari petugas Puskesmas dan dari masyarakat Desa

Jebed Selatan dalam implementasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat

pelaksanaan.

6.3.1 Sikap dan Perilaku Masyarakat Desa Jebed Selatan Berdasarkan

Tanggapan dari Petugas Puskesmas Jebed

Masalah yang berdampak pada rendahnya sikap dan perilaku masyarakat

Desa Jebed Selatan selama implementasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan

tempat pelaksanaan, antara lain :

I. Implementasi pada Institusi Pendidikan (Sekolah)

Sikap dan perilaku yang telah teridentifikasi :

a. Sikap pasrah (nrimo) dengan kondisi sarana dan prasarana sekolah.

b. Tidak adanya motivasi dari para guru/ Kepala Sekolah untuk memperbaiki

kondisi tersebut.

Page 22: VI EVALUASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/9247/Bab 6 2008fdj.pdf · berkompeten dalam program Promosi Kesehatan dan petugas Puskesmas

80

II. Implementasi pada Institusi Kesehatan

Sikap dan perilaku yang telah teridentifikasi :

Masih rendahnya tingkat kepedulian dan pengetahuan ibu dalam membawa

anaknya ke Posyandu.

III. Implementasi pada Tempat Kerja

Sikap dan perilaku yang telah teridentifikasi :

Masih rendah Tingkat pengetahuan dari petani dan buruh tani akan kesehatan

IV. Implementasi pada Rumah Tangga

Sikap dan perilaku yang telah teridentifikasi :

a. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di Desa Jebed Selatan (SLTP

ke bawah sebesar 58,5 %)

b. Rutinitas ibu rumah tangga ketika membantu suaminya bekerja di sawah

c. Jumlah tenaga Puskesmas yang sedikit sehingga tidak bisa menjangkau

semua rumah penduduk.

d. Minimnya dana operasional sehingga berpengaruh pada pelaksanaannya.

Selain masalah diatas, masalah sarana dan prasarana juga menjadi hambatan

masyarakat Desa Jebed Selatan dalam mengembangkan sikap dan perilaku yang

mendukung terwujudnya perilaku sehat.

6.3.2 Sikap dan Perilaku Petugas Puskesmas Jebed Selatan Berdasarkan

Tanggapan dari Masyarakat Desa Jebed

Masalah yang berdampak pada rendahnya sikap dan perilaku dari Petugas

Puskesmas selama implementasi strategi Promosi Kesehatan berdasarkan tempat

pelaksanaan, antara lain :

I. Implementasi pada Institusi Pendidikan (Sekolah)

Sikap dan perilaku yang telah teridentifikasi :

Masih rendahnya kreativitas dan inovasi dari petugas Puskesmas dalam

memberikan penyuluhan tentang perilaku hidup sehat di sekolah.

II. Implementasi pada Institusi Kesehatan

Bahwa implementasi Promosi Kesehatan di tempat pelayanan kesehatan

(rumah sakit, Puskesmas dan tempat praktek dokter) adalah yang paling

Page 23: VI EVALUASI STRATEGI PROMOSI KESEHATAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/9247/Bab 6 2008fdj.pdf · berkompeten dalam program Promosi Kesehatan dan petugas Puskesmas

81

efektif dalam memberikan informasi atau pengetahuan tentang kesehatan

sehingga dapat mewujudkan perilaku hidup sehat bagi individu dan

masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa tidak ada masalah dalam implementasi

Promosi Kesehatan pada institusi kesehatan.

III. Implementasi pada Rumah Tangga

Sikap dan perilaku yang telah teridentifikasi :

Kurangnya perhatian dan tanggung jawab dari petugas Puskesmas, Bidan

Desa dan Kader Kesehatan yang diwujudkan melalui kunjungan rutin ke

rumah warga.

IV. Implementasi pada Tempat Kerja

Sikap dan perilaku yang telah teridentifikasi :

a. Tidak adanya pengawasan atau monitoring dari Dinas Kesehatan kepada

para petani terkait dampak pestisida.

b. Belum adanya pengawasan (monitoring dan evaluasi) dari Dinas terkait

(Dinas Kesehatan, Dinas Tenaga Kerja dan Dinas Perindustrian dan

Perdagangan) setelah memberikan penyuluhan tentang K3 (Keselamatan

dan Kesehatan Kerja) kepada karyawan dan pengusaha di tempat kerja

mereka.

V. Implementasi pada Tempat Umum

Sikap dan perilaku yang telah teridentifikasi :

1. Belum ada upaya serius dari Dinas terkait dalam mempromosikan hidup

bersih dan sehat ditempat tersebut.