VERTIGO DAN ANSIETAS
Transcript of VERTIGO DAN ANSIETAS
VERTIGO DAN ANSIETAS
PRESENTASI KASUS STASE PSIKIATRI
Oleh : dr. Putu Gede Sudira
Supervisor: dr. Moetrarsi, SKF, DTM&H, Sp.KJ
Diajukan :
18 Desember 2015
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
Fakultas Kedokteran UGM/ RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta
2015
PRESENTASI KASUS STASE PSIKIATRI
Presentan : dr. Putu Gede Sudira
Supervisor : dr. Moetrarsi, SKF, DTM&H, Sp.KJ
Jumat, 18 Desember 2015
I. IDENTITAS
Nama : Ny. S
Umur : 56 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Danunegaran Yogyakarta
II. RIWAYAT PSIKIATRI
A. Sumber Anamnesis
Alloanamnesis dan heteroanamnesis dilakukan pada tanggal 18 Desember 2015.
Diperoleh dari Nama Tn. S Nn R Umur 60 Tahun 30 th Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
Alamat Danunegaran, Yogyakarta Danunegaran, Yogyakarta
Pekerjaan Pensiunan Karyawan swasta Pendidikan SMA D3 Hubungan Suami Anak kandung Lama Kenal > 40 tahun > 30 tahun Sifat Perkenalan Akrab, serumah Akrab, serumah
B. Sebab dibawa ke rumah sakit
Pasien dibawa ke UGD RSUP Dr Sardjito karena keluhan pusing berputar.
C. Riwayat Perjalanan Penyakit
Satu tahun terakhir, pasien mengeluhkan rasa gliyer hilang timbul, dirasakan selama
beberapa detik, dengan derajat keparahan ringan. Keluhan kerap timbul saat kelelahan dan
segera menghilang dengan beristirahat. Disangkal telinga berdenging, mual, muntah, keringat
dingin, penurunan kesadaran, kejang, gangguan komunikasi, gangguan penciuman, gangguan
pandangan mendadak, kelemahan dan/ atau kesemutan sesisi tubuh, gangguan menelan,
gangguan buang air besar maupun kecil.
Dua minggu sebelum rumah sakit, pasien mengeluhkan timbulnya perasaan pusing
berputar, derajat keparahan sedang dengan sensasi ruangan seperti berputar. Keluhan
berlangsung selama beberapa menit, dan muncul hampir setiap hari. Memberat dengan
perubahan posisi leher dan kepala, dan mereda dengan beristirahat dan memejamkan mata.
Keluhan disertai mual, keringat dingin, dan jantung berdebar-debar kencang. Keluhan dipicu
kelelahan dan kecemasan saat berpikir berat.
Satu minggu sebelum masuk rumah sakit, keluhan menetap. Mulai timbul sensasi
telinga kanan berdenging saat mengawali dan selama berlangsungnya keluhan pusing
berputar. Pendengaran sisi kanan agak berkurang. Disangkal benturan di telinga, ataupun
keluarnya cairan disertai demam dari telinga. Pasien masih dapat melakukan aktivitasnya
sehari-hari walaupun dengan terbatas. Pasien memeriksakan ke dokter umum, didiagnosis
sebagai vertigo dan berobat jalan.
Tiga hari sebelum masuk rumah sakit, keluhan makin berat dan makin sering dirasakan,
dalam sehari dapat kambuh lebih dari tiga kali. Durasi serangan sekitar 5 menit, dan hanya
sedikit berkurang dengan beristirahat menutup mata dan berbaring miring ke arah kiri. Pasien
tidak dapat beraktivitas sama sekali akibat keluhan yang dirasakannya. Pengobatan dari
dokter praktek umum tidak memberikan perbaikan gejala klinis sama sekali.
Hari masuk rumah sakit, keluhan menetap. Pasien mengeluh pusing berputar dengan
sensasi ruangan berputar disertai gangguan pada telinga kanan. Keluhan disertai keringat
dingin, mual, dan perasaan berdebar-debar. Disangkal adanya nyeri kepala, muntah hebat,
demam, penurunan kesadaran, kejang, gangguan komunikasi, gangguan penciuman,
gangguan pandangan mendadak, kelemahan dan/ atau kesemutan sesisi tubuh, bicara pelo,
wajah merot, rasa kebas atau kesemutan di daerah wajah, perubahan pada pengecepan,
gangguan menelan, serta gangguan buang air besar maupun kecil. Pasien diperiksakan ke
Rumah Sakit Umum Pusat Sardjito untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.
Saat dilakukan wawancara, pasien mengungkapkan kekhawatiran selama 2 tahun
terakhir tentang putri sulungnya yang berkarakter keras dan belum juga menikah.
Kekhawatiran bertambah mengingat usia putrinya yang sudah kepala tiga dan baru putus
hubungan dengan pacarnya. Pasien takut putrinya akan terus melajang dan menjadi bahan
pergunjingan tetangga, khawatir mencontoh beberapa bibinya yang juga masih melajang
sampai tua. Beberapa kali pasien berusaha membicarakan kekhawatirannya ini pada putrinya,
namun putrinya enggan menanggapinya. Pasien lebih banyak menyimpan rasa khawatirnya
dan jarang membicarakan kekhawatirannya dengan suami. Menurut pasien, suaminya
cenderung menghindar jika diajak bicara atau berdiskusi hal yang serius. Pasien juga
mengatakan pikiran-pikiran buruk tentang nasib putrinya sering terlintas begitu saja, hingga
terkadang menyebabkan kesulitan tidur, sulit untuk memulai tidur dan sering terbangun-
bangun. Sejak saat itu, pasien mulai mengeluh sering pusing berputar.
Keluhan pusing berputar disertai rasa mudah lelah dan mengganggu aktivitasnya,
pasien khawatir hal ini disebabkan oleh penyakit kencing manisnya. Pasien menghentikan
aktivitasnya sebagai penjahit. Kurang lebih lima bulan yang lalu, saudara ipar pasien
meninggal karena penyakit kencing manis. Pasien menjadi mulai mengkhawatirkan tentang
dirinya sendiri yang memiliki penyakit kencing manis selama sembilan tahun terakhir dan
muncul ketakutan akan meninggal. Hampir setiap hari pasien mengeluh “bunek”,
mengkhawatirkan banyak hal, penyakit kencing manisnya, nasib putrinya, bahkan hal-hal
yang sepele yang sebelumnya tidak terlalu membuat khawatir. Contohnya seperti jika hendak
mengadakan acara keluarga, pasien sudah mengkhawatirkan takut acara tidak terlaksana
dengan baik, khawatir makanan kurang, dan lain sebagainya. Pasien makin sering mengalami
kesulitan tidur, sulit memulai tidur dan sering terbangun-bangun, serta sering mengalami
mimpi buruk. Jika sedang merasa sangat khawatir, yang dilakukan pasien adalah berdoa dan
berdzikir, dan cukup membantu mengurangi rasa khawatir dan ketakutannya, meskipun
kemudian kekhawatiran selalu muncul kembali.
Ketakutan dan kekhawatiran pasien dirasakan makin berat ketika kakak ipar yang lain
meninggal dua minggu sebelum masuk rumah sakit, disusul dengan meninggalnya kakak
kandung pasien. Disamping kekhawatiran yang makin berat, pasien juga mengalami
kesedihan karena kehilangan kakak kandung yang selama ini sebagai satu-satunya orang
yang diajak bicara jika pasien sedang ada masalah. Pasien sering menangis, disertai berbagai
kekhawatiran yang muncul terus menerus, kesulitan tidur makin sering dialami, ditambah
keluhan pusing berputar yang kian memberat dalam dua minggu sebelum masuk rumah sakit.
Saat dirawat di bangsal Anggrek, pasien masih sering merasakan kekhawatiran dan
menangis jika teringat kakaknya. Kesulitan tidur dirasakan bertambah, karena suasana ruang
perawatan yang kurang nyaman (sekamar berdua, pasien sebelahnya berasal dari luar kota
sehingga yang membesuk banyak dan menimbulkan kebisingan). Selain itu pasien juga
sangat takut untuk bangun dari tempat tidur, takut jatuh dan takut berakibat fatal pada kondisi
sakitnya.
D. Riwayat Penyakit Sebelumnya
1. Riwayat Psikiatri
Pasien belum pernah mengalami gangguan tingkah laku dan jiwa.
2. Medis Umum
Riwayat mengidap penyakit kencing manis selama 9 tahun terakhir, pasien
kontrol dan rutin menyuntikkan insulin. Keluhan juga disertai rasa kebas,
terkadang nyeri, kadang terasa panas terbakar di kedua kaki sejak setahun terakhir.
Keluhan didiagnosis sebagai neuropati akibat komplikasi penyakit gula. Disangkal
riwayat trauma kepala dan penyakit kronis lain; seperti penyakit darah tinggi,
penyakit jantung, stroke sebelumnya.
3. Penggunaan Obat-obatan & Alkohol
Tidak didapatkan riwayat minum-minuman keras ataupun mengkonsumsi
obat-obatan terlarang.
E. Riwayat Kehidupan Pribadi
1. Masa Pranatal dan Perinatal
Pasien adalah anak ke-4 dari 8 bersaudara. Tidak ada keterangan mengenai
riwayat selama kehamilan dan setelah persalinan.
2. Masa Kanak Awal (sampai usia 3 tahun)
Tidak ada keterangan mengenai pemberian asi eksklusif, usia saat mulai
merangkak, berjalan, bicara, toilet training.
3. Masa Kanak Pertengahan (3 – 11 tahun)
Tidak ada keterangan tentang riwayat tumbuh kembang pasien. Pasien sekolah
dan menamatkan jenjang sekolah dasar.
4. Masa Kanak Akhir dan Remaja (11 – 18 tahun)
Pasien menamatkan SMP. Pasien membantu orang tua bertani. Pasien tidak
merasa bertingkah laku agresi, kecemasan, maupun antisosial.
5. Masa Dewasa
a. Riwayat Pekerjaan
Pasien bekerja di rumah sebagai ibu rumah tangga.
b. Aktivitas Sosial
Pasien mengikuti kegiatan sosial di rumah dan lingkungan tempat
tinggalnya seperti kebanyakan warga. Pasien menyangkal terjadinya konflik
dalam rumah tangganya.
c. Riwayat Psikoseksual
Tidak banyak informasi mengenai riwayat psikoseksual pasien. Pasien
menstruasi pertama pada usia 13 tahun. Pasien mengatakan tidak pernah
punya pacar, hingga dilamar dan menikah dengan suami.
d. Riwayat Keagamaan
Penanaman nilai-nilai keagamaan diperoleh dari orang tua pasien dan
ditanamkan sejak usia kanak-kanak. Pasien pertama kali diajarkan sholat dan
arti berdoa. Nilai-nilai keagamaan itu berupa apa yang boleh dilakukan dan
apa yang tidak boleh dilakukan oleh seorang muslim. Pasien taat dalam
menjalankan kewajiban sebagai seorang muslim. Selain itu, nilai yang
ditanamkan orang tua dan sangat dipegang pasien adalah sikap nerimo,
menerima apapun kondisi untuk dihadapi.
e. Riwayat Perkawinan
Pasien menikah pada usia 24 tahun, tanpa melalui masa pacaran. Suami
pasien adalah tetangga sendiri. Menurutnya, dia tiba-tiba dilamar dan pasien
menerimanya. Pasien menggambarkan suaminya sebagai sosok baik, hanya
jika diajak berdiskusi membicarakan hal yang serius lebih sering menghindar,
meninggalkan pasien, sehingga pasien jarang sekali berbicara dari hati ke hati
dengan suami. Jika ada permasalahan, pasien cenderung menyimpan sendiri
atau terkadang bercerita pada kakak perempuannya yang baru saja meninggal.
Menurut keterangan putrinya, saat masih anak-anak pernah melihat pasien dan
suami bertengkar cukup hebat hingga terdengar oleh putrinya, namun tidak
diketahui apa permasalahannya. Putri pasien melihat hubungan kedua orang
tuanya kurang hangat dibandingkan pasangan orang tua lainnya.
f. Riwayat Militer
Pasien belum pernah mengikuti kegiatan militer.
g. Riwayat Hukum
Pasien belum pernah memiliki masalah yang berkaitan dengan hukum.
h. Situasi Hidup Sekarang
Pasien tinggal di rumah sendiri. Pasien tinggal bersama suami, dan
ketiga anaknya yang berusia 30, 22 dan 14 tahun. Mereka tinggal di
lingkungan perumahan dinas PAM/ DPU dengan ukuran rumah 7 x 6 meter
dengan; 1 ruang tamu, 1 ruang makan, 3 tempat tidur, 1 dapur, dan 1 kamar
mandi. Hubungan antar warga di lingkungan tersebut dikatakan baik. Anak
pertama dan kedua sudah bekerja, sedang anak ketiga masih SLTP. Pasien
pernah bekerja sebagai penjahit, namun sejak setahun terakhir karena kondisi
badan yang mudah lelah, pasien tdak lagi menjahit. Pendapatan hanya dari
pensiunan suaminya. Saat sehat, pasien cukup aktif dalam kegiatan di
lingkungan, seperti pengajian, arisan dan kegiatan sosial lainnya.
6. Riwayat Keluarga
Disangkal riwayat gangguan jiwa di keluarga. Kakak sulung pasien mengidap
penyakit kencing manis. Riwayat penyakit dengan keluhan serupa disangkal.
Pohon Keluarga
Keterangan Gambar :
= pasien = laki-laki : = perempuan
7. Impian, Fantasi, dan Nilai
Pasien ingin anaknya segera menikah.
8. Anamnesis Sistem
Sistem serebrospinal : pusing berputar, telinga kanan berdenging,
keringat dingin, mual, riwayat gliyer
Sistem kardiovaskuler : tidak ada keluhan
Sistem respirasi : tidak ada keluhan
Sistem gastrointestinal : tidak ada keluhan
Sistem muskuloskeletal : tidak ada keluhan
Sistem integumentum : tidak ada keluhan
Sistem urogenital : tidak ada keluhan
III. STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum (Pemeriksaan tanggal 10 Desember 2015)
1. Penampilan
Seorang perempuan, postur sedang, tampak lebih tua dibandingkan usianya,
tampak cemas, terbaring di tempat tidur. Rawat diri cukup.
2. Perilaku aktivitas psikomotor
Selama wawancara pasien hanya berbaring di tempat tidur. Komunikasi lancar
dengan kontak mata yang cukup.
3. Sikap terhadap Pemeriksa
Pasien kooperatif saat pemeriksaan.
B. Mood dan Afek
1. Mood : disforik dan cemas
2. Afek : appropriate
C. Pembicaraan
Pasien berbicara dengan intonasi dan volume suara yang cukup, artikulasi jelas,
dan menjawab semua pertanyaan yang diberikan.
D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi : auditorik dan visual (-)
2. Ilusi : (-)
E. Pikiran
1. Bentuk pikir : realistik
2. Proses pikir : relevan, koheren
3. Isi pikir : kekhawatiran pada beberapa situasi, ketidakberdayaan dengan
kondisi fisiknya
F. Kesadaran dan Kognisi
1. Taraf Kesadaran dan Awareness : compos mentis
2. Orientasi
Waktu : dalam batas normal
Tempat : dalam batas normal
Orang : dalam batas normal
3. Daya ingat
Jangka segera : baik
Jangka pendek : baik
Jangka sedang : baik
Jangka panjang : baik
4. Konsentrasi dan perhatian : mudah ditarik mudah dicantum
5. Kemampuan bahasa,membaca,menulis : baik
6. Kemampuan visuospasial : baik
7. Pikiran abstrak : cukup
8. Inteligensia dan daya informasi : cukup
G. Pengendalian Impuls
1. Pengendalian diri selama pemeriksaan : baik
2. Respons pasien terhadap pertanyaan pemeriksa: baik
H. Tilikan Diri (insight) : derajat 4 (pasien menyadari jika dirinya
sakit, namun tidak tahu penyebabnya)
I. Taraf Kepercayaan : Secara keseluruhan anamnesis dapat
dipercaya.
IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT
A. Status Internus (10 Desember 2015)
Keadaan Umum : lemah, gizi lebih, overweight, kesadaran GCS E4V5M6
Tanda vital : TD 130/80 mmHg
Nadi 90 x/mnt (reguler, isi tekanan cukup)
Respirasi 20 x/mnt (regular, tipe thorakoabdominal)
Suhu 36,6’C
NPS 2-3
ID pain 3 (ujung pedis bilateral)
Kepala : Konjungtiva tak anemis, sklera tak ikterik
Leher : JVP tak meningkat, limfonodi tak teraba membesar
Dada : Pulmo I : simetris
P : fremitus normal
P : sonor
A: vesikuler normal, suara tambahan paru (-)
Jantung I : ictus cordis tampak
P : ictus cordis kuat angkat
P : batas jantung melebar
A: Suara jantung I-II murni, bising (-)
Abdomen : supel, timpani, peristaltik normal, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : pulsasi arteri (+), deformitas (-), ulkus (-), edema (-).
B. Pemeriksaan Status Neurologis
Keadaan Umum : lemah, gizi cukup, compos mentis, GCS E4V5M6
Kepala : pupil isokor, 3/3 mm, RC +/+, RK +/+
Leher : Kaku kuduk (-), Brudzinski I-IV (-)
Nervi cranialis : lesi nervus VIII dekstra
Extremitas :
Sensibilitas : hiperalgesia plantar pedis bilateral (+)
Vegetative : dalam batas normal
Tes fungsi serebellar : Nystagmus : horizontal (+), vertikal (+), rotatoar (-)
Fonasi : slurred speech (-)
Tremor : intensional (-)
Disdiadokinesia : (-)
Ataxia : trunkal (-)
Tonus : hipotonus (-)
Gait : dalam batas normal
C. Pemeriksaan Psikologis dan Penunjang
1. IADL : 5/14 (mandiri)
2. ADL : 4/18 (mandiri)
3. Indeks Barthel : 20/100 (mandiri)
4. HARS : 29 (severe)
5. HDRS : 19 (moderate)
6. GDS : 7 (suggestive depression)
7. TES GRAFIS
G B B
K 5/5/5 5/5/5
RF +1 +1
RP - -
B B 5/5/5 5/5/5 +1 +1 - -
Tn
N N Tr
E E Cl -/-
N N E E
Intepretasi: egosentris, pencemas, kurang berani menghadapi permasalahan, inferiority, kesan
introvert.
8. Laboratorium
AL HB AT AE Hematokrit Limfosit Monosit Segmen Eosinofil Kolesterol total HDL LDL Triglisrida
8,1x103/uL 11,5 g/dl 213 x103/uL 4,12 x106/uL 38,1 % 17,6 % 4 % 77,2 % 0,9 % 254 mg/dl 46 mg/dl 203 mg/dl 148 mg/dl
BUN Creatinin Asam urat Albumin PPT aPTT SGOT SGPT Na+ K+ Cl- GDP GD2JPP HbA1c
46 1,31 4,4 3,88 mg/dl 12,1 (14,8) 26,5 (30,9 ) 21 17 143 mmol/l 3,23 mmol/l 101 mmol/l 214 mg/dl 187 mg/dl 7,1
9. Elektrokardiogram 10. Rotgen Thorax
Normal Sinus Rhytm, heart rate 90/menit, LVH cardiomegali, pulmo normal
11. Head Computed Tomography Scan
Intepretasi : atrofi serebri
D. Konsultasi antar bagian
1. Bagian Penyakit Dalam (1 Desember 2015)
Assessment : Diabetes melitus tipe II obese
Saran terapi : Inj. Novorapid 3 x 10 unit (sc)
Evaluasi lab GDP, GD2JPP, profil lipid. Konsul gizi
2. Bagian Psikiatri (5 Desember 2015)
Assessment : Gangguan Campuran Ansietas dan Depresi
Saran terapi : Fluoxetin 10 mg – 0 – 0
Alprazolam 0 – 0 – 0,5 mg
V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Dihadapkan seorang pasien wanita berumur 56 tahun dengan keluhan akut pusing
berputar singkat disertai telinga kanan berdenging, keringat dingin, muntah, dan didahului
riwayat gliyer kronis yang terjadi secara hilang timbul. Pasien menderita penyakit kencing
manis serta memiliki riwayat stresor psikososial. Gejala dipicu rasa khawatir terhadap
penyakit kencing manis yang diderita, ketidakharmonisan hubungan dengan suami, dan
memikirkan anaknya yang belum juga menikah. Stresor berupa anak perempuan pertama
pasien yang telah berusia 30 tahun namun belum menikah. Kematian tiga orang saudara
terutama kakak kandung pasien (kedekatan secara emosi) akibat penyakit kencing manis.
Hubungan yang kurang hangat dengan suami, sehingga kurang adanya peran suami sebagai
primary support pada saat pasien membutuhkan. Gambaran klinis yang terjadi pada pasien
mengarah pada kecurigaan suatu proses kombinasi vertigo vestibularis perifer dan sentral.
Kesan umum, tampak seorang perempuan sesuai usianya penampilan rapi, berbaring
tenang ditempat tidur, tampak kontak mata pasien kurang saat dilakukan wawancara.
Tekanan darah selama perawatan terkontrol dengan tanpa adanya riwayat mengidap penyakit
darah tinggi. Namun hasil pemeriksaan rontgen thorax yang menunjukkan cardiomegali dapat
mengonfirmasi terjadinya hipertensi kronis yang sekaligus menjadi faktor resiko stroke.
Diperlukan evaluasi dan monitor tekanan darah lanjutan. Skala nyeri ringan-sedang pada
kedua ujung kaki akibat gangguan neuropati diabetika setahun terakhir. Sikap tingkah laku
normoaktif dan kooperatif. Mood disforik dan afek appropriate. Bentuk pikir realistik, isi
pikir isi pikir kekhawatiran pada banyak situasi, ketidakberdayaan, proses pikir relevan dan
koheren, persepsi tidak didapatkan adanya halusinasi dan ilusi, perhatian mudah ditarik
mudah dicantum, insight derajat 4. Pemeriksaan The Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS)
menunjukkan gangguan ansietas berat, pemeriksaan The Hamilton Depression Rating Scale
(HDRS) menunjukkan gangguan depresi moderat, dan The Geriatric Depression Scale
(GDS) menunjukkan kemungkinan adanya suatu kondisi depresi.
Tes fungsi keseimbangan sulit dinilai karena masih terpengaruh vertigonya. Hasil
pemeriksaan head CT scan tidak menunjukkan adanya lesi baik di serebellum sebagai pusat
keseimbangan. Visualisasi daerah brainstem memberikan hasil yang tidak terlalu bagus untuk
diintepretasi melalui pencitraan HCTS. Klinis pasien mendukung ke arah diagnosis sindroma
vertigo perifer dan sentral. Penyebab sentral sangat mungkin diakibatkan faktor sistemik
metabolik yang mengganggu aliran darah ke pusat keseimbangan di otak (batang otak,
serebelum, dan korteks temporalis). Pasien didiagnosis vertigo tipe campuran.
VI. FORMULA DIAGNOSTIK
Pada pasien ini ditemukan:
1. Riwayat sindroma vertigo sentral menahun
2. Keluhan sindroma vertigo vestibularis perifer dengan keterlibatan telinga kanan yang
makin memberat dalam seminggu terakhir.
3. Faktor resiko vaskuler berupa usia tua dan diabetes melitus
4. Stresor psikososial signifikan berupa kekhawatiran terhadap penyakit yang diderita
serta ketidakpuasan terhadap orang dekat (suami dan anak).
Kondisi hiperglikemia pada kasus diabetes melitus akan menyebabkan komplikasi
makro dan mikrovaskular. Pasien digali riwayat keluhan terkait neuropati perifer, diperiksa
skor DNE dan DNS. Kondisi hiporefleksia disebabkan karena neuropati sekunder akibat
diabetes melitus (Lindsay, et al., 2004; Lumbantobing, 2007).
Tanda dan Gejala Vertigo perifer Vertigo sentral Pasien Serangan Intermitten Konstan Intermitten dan konstan Pusing berputar Hebat Tidak terlalu hebat Hebat (riwayat ringan) Mual muntah Hebat Ringan Ringan Nistagmus Selalu ada Ada/ tidak ada Ada Ciri nistagmus Unidirectional Uni/ bidirectional Uni/ bidirectional Kurang pendengaran/tinitus Sering ada Jarang ada Ada Tanda lesi batang otak Tidak ada Ada Tidak ada Disartria Tidak ada Ada Tidak ada Defek visual Tidak ada Ada Tidak ada Diplopia Tidak ada Ada Tidak ada Drop attack Tidak ada Ada Tidak ada Ataksia Tidak ada Ada Tidak ada Posisi kepala dan mata Posisi terpaksa Posisi normal Posisi normal Gaya berjalan Lambat, tegak,
berhati-hati Menyimpang ke satu arah
Lambat, tegak,berhati-hati
VII. DIAGNOSIS AKHIR
A. Diagnosis Neurologi
Diagnosis klinik : sindroma vertigo vestibularis perifer akut dengan
riwayat sindroma vertigo sentral kronis
Diagnosis topik : Suspek organon cum nervus vestibulocochlearis
perifer cum sentral
Diagnosis etiologik : meniere disease cum insufisiensi vertebrobasiler DD
neuropati otonom diabetika
Diagnosis tambahan : gangguan cemas menyeluruh DD gangguan campuran
ansietas dan depresi, diabetes melitus, distal simetrikal
neuropati diabetika tipe painfull, dislipidemia,
hypertensive heart disease.
B. Diagnosis Psikiatri
Gangguan Cemas Menyeluruh
Pedoman diagnostik menurut PPDGJ III (Depkes, 1993) Pasien Penderita harus menunjukkan ansietas sebagai gejala primer yang berlangsung
hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya “free floating” atau mengambang).
Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur sebagai berikut: o kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit
konsentrasi, dsb) o ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai) o overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-
debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering, dsb) pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan
serta keluhan-keluhan somatik berulang yang menonjol. adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya
depresi, tidak membatalkan diagnosis utama gangguan ansietas menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif, gangguan ansietas fobik, gangguan panik, atau gangguan obsesif-kompulsif.
Terpenuhi
VIII. EVALUASI MULTIAKSIAL
Aksis I : Gangguan Cemas Menyeluruh (F 41.1)
Aksis II : Ciri kepribadian cemas (menghindar)
Aksis III : Meniere disease cum insufisiensi vertebrobasiler DD neuropati
otonom diabetika, diabetes melitus II tipe obese, dislipidemia,
hypertensive heart disease
Aksis IV : Masalah dengan keluarga dan khawatir dengan penyakitnya
Aksis V : Global Assessment Functional (masuk RS) (50 - 41) gejala dan
disabilitas berat.
Global Assessment Functional (setahun terakhir) (90 - 81) gejala
minimal, berfungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalah harian
yang biasa.
IX. FORMULA PSIKODINAMIK
Formula psikodinamika dibuat untuk memahami mengapa pada orang tertentu timbul
gejala psikopatologi tertentu setelah suatu stressor tertentu dan pada saat tertentu. Memang
psikodinamika tidak selalu diperlukan sebagai sarana terapi yang efektif, tetapi formula
psikodinamika membantu terapis untuk memahami persoalan secara sistematis dan tidak
hanya bergantung pada intuisi saja. Model psikodinamika menganggap bahwa tingkah laku
manusai selalu dipengaruhi oleh pikiran-pikiran dan keinginan-keinginan yang tidak disadari.
Fungsi-fungsi psikologis yang kompleks dari manusia berkembang melalui suatu urutan fase-
fase epigenetic, di mana penyimpangan, fiksasi dan regresi yang terjadi pada salah satu fase
akan mempengaruhi perkembangan pada fase berikutnya.
Pada pasien ini didapatkan adanya kemungkinan faktor predisposisi genetik berupa ibu
yang juga pencemas/ mudah “kemrungsung”. Konflik pada pasien ini mungkin bermula pada
fase anal (terjadi fiksasi di fase anal). Memperluas definisi fase anal dari Freud, Erikson
menyebut fase ini sebagai tahap autonomy vs shame and doubt. Seiring kematangan sistem
saraf, anak memperoleh kontrol atas otot-otot perutnya, dapat menahan atau melepaskan
dorongan sesuai kehendak mereka. Anak mulai mengeksplorasi dunianya dengan caranya
sendiri, seiring motorik dan pertumbuhan biologis. Pada tahap ini orang tua yang juga
pencemas memutuskan untuk mengajari mereka cara bertindak yang benar secara sosial.
Melatih menggunakan toilet, mengatur tingkah laku yang kacau. Anak dihadapkan pada
konflik bekerjasama atau keras kepala menentang aturan yang diterapkan. Pada pasien ini
menyebabkan berkurang rasa otonominya, cenderung ragu-ragu, kurang percaya diri pada
kemampuannya untuk melakukan segala hal dengan caranya sendiri.
Pada saat sekarang, pasien menghadapi stressor berupa anak sulung perempuannya
yang berusia 30 tahun belum menikah serta kematian orang yang bermakana dalam
kehidupan pasien, menyebabkan pasien mengalami tension dan kecemasan. Hal ini membuat
pasien mengalami regresi ke fase anal, konflik-konflik yang tersimpan di unconscious
teraktivasi dan mengancam masuk ke alam conscious, hal ini mengancam integrasi fungsi
ego. Untuk mencegah hal ini, pasien cenderung menggunakan defense mechanism represi,
berusaha merepresi konflik-konflik yang dialaminya. Namun, tampaknya tidak lagi efektif,
sehingga muncul gejala-gejala kekhawatiran yang berlebihan pada berbagai macam situasi.
X. TERAPI
Penatalaksanaan pasien dengan vertigo meliputi terapi simptomatik, kausal, dan
rehabilitatif. Sebagian besar vertigo tidak diketahui penyebabnya, namun apabila
penyebabnya dapat diidentifikasi, maka terapi kausal merupakan pilihan utama. Terapi
simptomatik ditujukan untuk menekan vertigo dan gejala otonom (mual, muntah, dsb).
Mekanisme kompensasi sentral akan menyebabkan gejala berkurang, namun pada fase akut
terapi simptomatis sangat diperlukan untuk kenyamanan, ketenangan pasien, dan mobilisasi
segera dalam rangka rehabilitasi. Terapi simptomatis hendaknya tidak berlebihan agar
mekanisme kompensasi tidak terhalang. Pemilihan obat vertigo tergantung dari titik tangkap
kerja obat, berat vertigo, fase dan tipe vertigo. Berikut mekanisme kerja obat anti vertigo:
1. Ca entry blocker bekerja dengan cara mengurangi eksitatori sistem saraf pusat dengan
cara menekan pelepasan glutamat dan bekerja langsung sebagai depresor labirin.
Digunakan untuk kasus vertigo sentral atau perifer, contoh: flunarizin.
2. Antihistamin memiliki efek antikolinergik dan merangsang inhibitori monoaminergik
yang menimbulkan inhibisi pada nukleus vestibularis, contoh: sinarizin,
dimenhidrinat, prometazin.
3. Antikolinergik bekerja mengurangi eksitabilitas neuron dengan menghambat jaras
eksitatorik-kolinergik ke nukleus vestibularis (sifat kolinergik) sehingga mengurangi
respon nukleus vestibularis terhadap rangsang, contoh: skopolamin dan atropin.
4. Monoaminergik memiliki efek merangsang jaras inhibitori monoaminergik pada
nukleus vestibularis, sehingga berakibat mengurangi eksitabilitas neuron, contoh:
amfetamin dan efedrin.
5. Antidopaminergik bekerja pada chemoreseptor trigger zone dan pusat muntah di
medula oblongata, contoh: klorpromazine dan haloperidol.
6. Benzodiazepin akan menurunkan resting aktifitas neuron pada nukleus vestibularis
dengan menekan retikular fascilitatory system, contoh: diazepam.
7. Histaminik menginhibisi neuron polisinaptik pada nukleus vestibularis lateralis,
contoh: betahistin mesilat.
8. Antiepileptik bekerja meningkatkan nilai ambang, khususnya pada vertigo akibat
epilepsi lobus temporalis, contoh: karbamazepin dan fenitoin (Perdossi, 2002).
Terapi rehabilitatif vestibuler (metode Brandt-Daroff, metoda Hallpike-Epley manuver,
latihan visual vestibuler, dan latihan berjalan) bertujuan meningkatkan kompensasi sentral
dan habituasi pasien dengan gangguan vestibuler. Mekanisme kerja melalui:
1. Substitusi sentral disfungsi vestibuler oleh sistem visual dan somatosensori.
2. Reaktivasi kontrol n. vestibularis oleh serebelum, sistem visual, dan somatosensori.
3. Menimbulkan habituasi, yaitu berkurangnya respon terhadap stimuli sensorik yang
berulang-ulang (Joesoef, 2003; Brandt, 2005; Sutarni, 2006).
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah:
A. Farmakologi
Infus NaCl 0,9 % 16 tpm
Inj. Meticobalamin 500 mcg/ 12 jam
Inj. Dipenhidramin 1 cc (iv) (extra)
Inj. Novorapid 3 x 10 Unit (sc)
Flunarizin 2 x 5 mg
Betahistin mesilat 3 x 6 mg
Fluoxetin 10 mg – 0 – 0 mg
Alprazolam 0 – 0 – 0,5 mg
Simvastatin 1 x 20 mg
Pregabalin 2 x 75 mg
B. Non Farmakologi
Motivasi dan edukasi tentang penyakit terhadap pasien maupun keluarga
Kanula Nasal 02 3 Lt/menit
Posisi kepala 30o
Diet DM 1500 kkal
Manuver Brandt-Darrof
Teknik relaksasi
C. Psikofarmaka
Psikoterapi supportif dan kognitif
XI. PROGNOSIS
A. Premorbid :
1. Riwayat gangguan jiwa dalam keluarga : tidak ada --- baik
2. Status perkawinan : menikah --- baik
3. Dukungan keluarga : kurang --- jelek
4. Status sosial ekonomi : cukup --- baik
5. Stressor : ditemukan --- baik
6. Kepribadian : premorbid tertutup --- jelek
B. Morbid :
1. Onset usia : dewasa tua --- baik
2. Jenis penyakit : gangguan mood/ afektif --- baik
3. Perjalanan penyakit : campuran akut dan kronis --- jelek
4. Penyakit organik (+) --- jelek
5. Regresi (-) --- baik
6. Respon terapi (obat-obatan) : baik --- baik
C. Kesimpulan prognosis : Dubia ad bonam
DAFTAR PUSTAKA
Brandt, T., 2005. Vertigo and Dizziness, Springer-Verlag Press, USA
Depkes RI., 1993. Pedoman dan Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa. Edisi ketiga.
Jakarta.
Joesoef, A.A., 2003. Tinjauan Neurobiologi molekuler dari Vertigo. Makalah Konas V
Perdossi, Bali
Lindsay, K.W., Bone I. and Callender R., 2004. Neurology and Neurosurgery Illustrated, 3th
edition. Tokyo: Churchill, Livingston.
Lumbantobing, 2007. Vertigo Tujuh Keliling, Balai Penerbit FK UI, Jakarta
Perdossi, 2002. Neuro-Otologi Klinis Vertigo. Kelompok Studi Vertigo. Pengurus Pusat
PERDOSSI
Sutarni, 2006. Diagnosa dan Manajemen Vertigo, dalam : Simposium Nyeri Kepala, Nyeri,
dan Vertigo Perdossi, Surabaya