Vertigo (BPPV)

63
Topik : Apendisitis Akut Tanggal (kasus): 05 juni 2014 Presenter: dr Rouli Kesumawardhani RM Tanggal (Presentasi) : 19 agustus 2014 Pendamping : 1. dr. Tajul keumalahayati 2. dr. Leni Afriani Tempat presentasi : Ruang Auditorium RSUD kota langsa Obyektif Presentasi KeilmuanKeterampilan Penyelenggaraan Tujuan pustaka Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa neonatus Bayi Anak Remaj a Dewas a Lansia Bumil Deskripsi : Dewasa, 37 tahun, laki-laki, nyeri perut kanan bawah sejak sehari yang lalu Tujuan : Cara menegakkan diagnosis dan pengobatan awal yang tepat bagi pasien apendisitis Bahan Bahasan Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit Cara membahas Diskusi Presentasi dan diskusi Email pos Data Pasien: Nama : Tn. S, laki- laki, 30 No.reg : 53.72.24 Nama klinik : RSUD langsa Telp : - Terdaftar sejak 05 juni 2014 Data utama untuk bahan diskusi 1. Diagnosis/ Gambaran Klinis : Apendisitis akut/ 1

description

ilmiah

Transcript of Vertigo (BPPV)

Page 1: Vertigo (BPPV)

Topik : Apendisitis Akut

Tanggal (kasus): 05 juni 2014 Presenter: dr Rouli Kesumawardhani RM

Tanggal (Presentasi) : 19 agustus 2014 Pendamping : 1. dr. Tajul keumalahayati

2. dr. Leni Afriani

Tempat presentasi : Ruang Auditorium RSUD kota langsa

Obyektif Presentasi

KeilmuanKeterampilan Penyelenggaraan Tujuan pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi : Dewasa, 37 tahun, laki-laki, nyeri perut kanan bawah sejak sehari yang lalu

Tujuan : Cara menegakkan diagnosis dan pengobatan awal yang tepat bagi pasien apendisitis

Bahan Bahasan Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit

Cara membahas

Diskusi Presentasi dan diskusi

Email pos

Data Pasien: Nama : Tn. S, laki-laki, 30 No.reg : 53.72.24

Nama klinik : RSUD langsa Telp : - Terdaftar sejak 05 juni 2014

Data utama untuk bahan diskusi

1. Diagnosis/ Gambaran Klinis : Apendisitis akut/ Nyeri perut kanan bawah, mual,

muntah, nafsu makan menurun

2. Riwayat pengobatan : Riw operasi (-)

3. Riwayat kesehatan/ penyakit dahulu : Pasien belum pernah mengalami gejala yang sama

4. Riwayat Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang merasakan keluhan

yang sama

5. Riwayat Pekerjaan : Wiraswasta

6. Pemeriksaan fisik

Status Present

A. Kondisi Umum : Lemah, sakit sedang

B. Status Vital : Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan darah : 140/90 mmHg, posisi semi-fowler

Nadi : 95 x/ menit, regular

Pernapasan : 22 x / menit

Suhu : 37.8 0C, suhu axila

1

Page 2: Vertigo (BPPV)

Status General

Kepala : Deformitas (-)

Mata : conj palpebral inferior pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)

Telinga : Sekret (-), perdarahan (-), tanda peradangan (-),

Hidung : Sekret (-), perdarahan (-)

Mulut :

Bibir : sianosis (-)

Lidah : beslag (-)

Leher : Kelenjar tiroid tidak teraba

Thorax

PulmoAnterior :

Inspeksi : Simetris, retraksi intercostal (-)

Palpasi : Pergerakan dinding dada simetris, stem fremitus (N/N)

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : ves (+/+), rh (-/-), wh (-/-)

Posterior

Inspeksi : simetris, retraksi intercostal (-)

Palpasi : pergerakan dada simetris, stem fremitus (N/N)

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : ves (+/+), rh (-/-), wh (-/-)

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V LMCS

Perkusi : batas batas jantung

Atas : ICS II

Kanan : Linea parasternal dextra

Kiri : Linea midclavicula sinistra

Auskultasi : m1 > m2, A2>A1, P2> P1, A2>P2

HR=82 x/menit,regular,bising (-)

ABDOMEN

2

Page 3: Vertigo (BPPV)

Inspeksi : simetris, distensi (-)

Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal

Palpasi : Mc burney sign (+) Rovsing sign (+), Psoas sign (+), obturator sign (+)

Perkusi : hipertimpani (+)

Rectal toucher : sfingter ani : ketat

Mukosa : licin, nyeri tekan (-), massa (-),ampula rekti kollaps (-)

Prostat : permukaan licin, pembesaran prostat (-)

Pada sarung tangan : feses berwarna kuning, Darah (-), lendir (-)

Daftar Pustaka

Syamsuhidayat, R dan de Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.2004

Sabiston. Textbook of Surgery : The Biological Basis of Modern Surgical Practice. Edisi 16.USA:

W.B Saunders companies.2002.

Schwartz. Principles of Surgery. Edisi Ketujuh.USA:The Mcgraw-Hill companies.2005.

Soybel D. Appendix. In: Norton JA, Barie PS, Bollinger RR, et al. Surgery Basic Science and Clinical

Evidence. 2ndEd. New York: Springer. 2008.

Schrock R MD, Theodore. Ilmu Bedah. Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC.1995.

Hasil Pembelajaran

1. Apendisitis

2. Kasus pasien dengan apendisitis

3. Menegakkan diagnosa Apendisitis

4. Tatalaksana Apendisitis

RANGKUMAN

3

Page 4: Vertigo (BPPV)

Subjektif

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak sehari sebelum masuk

rumah sakit. Awalnya nyeri dirasakan di ulu hati kemudian berpindah ke perut kanan

bawah. Pasien juga mengeluhkan mual, muntah dan tidak mau makan. Muntah lebih dari

sekali pada hari ini, berisi sisa makanan dan air. Nyeri bertambah jika pasien berjalan

atau batuk. Buang air kecil normal, buang air besar tidak lancer. Demam (+).

Objektif

Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat mendukung diagnosa apendisitis akut.

Pada kasus ini ditegakkan berdasarkan:

Gejala klinis : nyeri perut kanan bawah, mual,muntah, nafsu makan menurun.

Pemeriksaan fisik : Abdomen (Mc burney sign (+), Rovsing sign (+), Psoas sign

(+), obturator sign (+))

Hasil lab yang menunjang : Leukositosis

Assasment (Penalaran klinis)

Berdasarkan  anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis pasien ini adalah Apendisitis akut.

Anamnesis:

      Berdasarkan  anamnesis didapatkan bahwa pasien (laki-laki, 30 tahun) mengeluh nyeri perut

bawah kanan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pada awalnya nyeri dirasakan di ulu hati,

kemudian berpindah diperut kanan bawah. Disertai gejala mual, vomitus dan anoreksia.

Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun

jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu

menurun.Insiden laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun,

insiden lelaki lebih tinggi.1

       Gejala utama pada apendisitis akut adalah nyeri abdomen. Pada mulanya terjadi nyeri

visceral, yaitu nyeri yang sifatnya hilang timbul seperti kolik yang dirasakan di daerah

epigastrium dengan sifat nyeri ringan sampai berat. Hal tersebut timbul oleh karena apendiks dan

usus halus mempunyai persarafan yang sama, maka nyeri visceral itu akan dirasakan mula-mula

di daerah epigastrium dan periumbilikal. Secara klasik, nyeri di daerah epigastrium akan terjadi

beberapa jam (4-6 jam) seterusnya akan menetap di kuadran kanan bawah dan pada keadaan

4

Page 5: Vertigo (BPPV)

tersebut sudah terjadi nyeri somatik yang berarti sudah terjadi rangsangan pada peritoneum

parietale dengan sifat nyeri yang lebih tajam, terlokalisir serta nyeri akan lebih hebat bila batuk

ataupun berjalan kaki.Hampir tujuh puluh lima persen penderita disertai dengan vomitus akibat

aktivasi N.vagus, namun jarang berlanjut menjadi berat dan kebanyakan vomitus hanya sekali

atau dua kali.2

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik didapat Abdomen Mc burney sign (+), Rovsing sign (+), Psoas sign

(+), obturator sign (+). Titik maksimal nyeri adalah pada sepertiga dari umblikus ke fossa ilaka

kanan yang disebut titik Mc Burney. Nyeri biasanya tajam dan diperburuk dengan gerakan

(seperti batuk dan berjalan). Nyeri pada titik Mc Burney  juga dirasakan pada penekanan iliaka

kiri, yang biasa disebut tanda Rovsing. Posisi pasien dipengaruhi oleh  posisi dari apendiks. Jika

apendiks ditemukan di posisi retrosekal (terpapar antara sekum dan otot psoas) nyeri tidak terasa

di titik Mc Burney, namun ditemukan lebih ke lateral pinggang. Jika apendiks terletak retrosekal

nyeri jika ilaka kiri ditekan tidak terasa. Ketika apendiks dekat dengan otot psoas, pasien datang

dengan pinggul tertekuk dan jika kita coba meluruskan maka akan terjadi nyeri pada lokasi

apendiks (tanda psoas).3

Ketika apendiks terletak retrosekal maka bisa menyebabkan iritasi pada ureter sehingga

darah dan protein dapat ditemukan dalam urinalisis. Jika apendiks terletak di pelvis, maka tanda

klinik sangat sedikit, sehingga harus dilakukan pemeriksaan rektal, menemukan nyeri dan

bengkak pada kanan pemeriksaan. Jika apendiks terletak di dekat otot obturator internus, rotasi

dari pinggang meningkatkan nyeri pada pasien (tanda obturator). Hiperestesia kutaneus pada

daerah yang dipersarafi oleh saraf spinal kanan T10,T11 dan T12 biasanya juga mengikuti

kejadian appendisitis akut. Jika apendiks terletak di depan ileum terminal dekat dengan dinding

abdominal, maka nyeri sangat jelas. Jika apendiks terletak di belakang ileum terminal maka

diagnosa sangat sulit, tanda-tanda yang ada samar dan nyeri terletak tinggi di abdomen.3

Kemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan skor Alvarado. Sistem

skor dibuat untuk meningkatkan cara mendiagnosis apendisitis.3

5

Page 6: Vertigo (BPPV)

Diagnosa Banding

Diagnosa banding appendisitis akut yang perlu dipikirkan, antara lain: Kelainan bidang

gastroinestinal seperti divertikulitis menunjukkan gejala yang hampir sama dengan apendisitis

tetapi lokasi nyeri lebih ke medial. Karena kedua kelainan ini membutuhkan tindakan operasi,

maka perbedaannya bukanlah hal penting.Kolitis ditandai dengan feses bercampur darah, nyeri

tajam pada perut bagian bawah, demam dan tenesmus.4

Kelainan bidang urologi seperti batu ureter atau batu ginjal kanan. Adanya riwayat kolik

dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria

sering ditemukan. Foto polos abdomen atau urografi intravena dapat memastikan penyakit

6

The Modified Alvarado Score SkorGejala Perpindahan nyeri dari ulu hati ke

perut kanan bawah1

Mual-Muntah 1

Anoreksia 1

Tanda Nyeri di perut kanan bawah 2Nyeri lepas 1

Demam diatas 37,5 ° C 1

Pemeriksaan Lab

Leukositosis 2

Hitung jenis leukosit shift to the left 1

Total 10Interpretasi dari Modified Alvarado Score:     1-4     : sangat mungkin bukan apendisitis akut     5-7     : sangat mungkin apendisitis akut     8-10   : pasti apendisitis akut

Page 7: Vertigo (BPPV)

tersebut.5

Plan

Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium didapati peningkatan sel darah putih. Pemeriksaan kehamilan

harus di kerjakan pada pasien wanita untuk menyingkirkan kasus-kasus kebidanan3. Pada

pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan leukositosis moderat (10.000-20.000/ µL). Jika

leukosit lebih tinggi biasanya dicurigai telah terjadi perforasi. Pada pemeriksaan urinalisa dapat

ditemukan hematuria dan piuria pada 25 % pasien.5

Hasil Laboratorium 5 juni 2014:

Hemoglobin : 14.1 gr/dl

Hematokrit : 40.3 %

Leukosit : 20.200 / mm3

Trombosit : 249. 000 /mm3

Ct/Bt : 2’/5’

Ureum : 40 mg/dl

Creatinin : 1.5 mg/dl

Radiologi

Pemeriksaan USG dikerjakan jika tanda-tanda klinik tidak jelas, pemeriksaan USG

mempunyai sensitivitas 80% dan spesifitas 100%. Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis

apendisitis akut bila diagnosis meragukan, sebaiknya dilakukan observasi penderita di rumah

sakit dengan pengamatan 1-2 jam. Ultrasonografi dapat meningkatkan akurasi diagnosis.

Demikian pula laparoskopi pada kasus meragukan. Foto barium kurang dapat dipercaya.3

Pengobatan

Sebelum dilakukan tindakan pembedahan, pasien dianjurkan untuk tirah baring dan

diberikan antibiotik sistemik spektrum luas untuk mengurangi insidens infeksi pada luka post

operasi. Terapi farmakologi yang diberikan pada pasien ini

IVFD RL 20 tetes/ menit

Inj cefitaxim 1gr / 12 jam iv

Inj ranitidine 1 amp / 12 jam iv

7

Page 8: Vertigo (BPPV)

Pada apendisitis akut, abses, dan perforasi diperlukan tindakan operasi apendiktomi.

Tindakan ini dapat dilakukan melalui laparotomi atau laparoskopi.

Pendidikan

Dilakukan pada pasien dan keluarga untuk menbantu meningkatkan kualitas hidup pasien

dan mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut. Edukasi yang diberikan terutama penjelasan

mengenai tindakan pembedahan dan kemungkinan – kemungkinan yang akan terjadi serta

prognosis pada pasien. Jika ditangani dengan tepat prognosis pasien dengan appendisitis akut

sangat baik tetapi jika penanganan kurang tepat dapat menimbulkan komplikasi yang dapat

memperburuk keadaan pasien.

Konsultasi

Operasi dilakukan oleh dokter spesialis bedah sehingga perkembangan selama perawatan

pra operasi dan pasca operasi dapat dikosultasikan dengan dokter spesialis bedah.

Mengetahui

Pendamping Pendamping

dr. Tajul Keumalahayati dr. Leni Afriani NIP. 19771109 200701 2 004 NIP. 197808292006042010

8

Page 9: Vertigo (BPPV)

Topik : Penyakit Paru Obstruktif Kronis

Tanggal (kasus): 07 Juni 2014 Presenter: dr Rouli Kesumawardhani RM

Tanggal (Presentasi) : 19 Agustus 2014 Pendamping : 1. dr. Tajul keumalahayati

2. dr. Leni Afriani

Tempat presentasi : Ruang Auditorium RSUD kota langsa

Obyektif Presentasi

KeilmuanKeterampilan Penyelenggaraan Tujuan pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi : Dewasa, 82 tahun, laki-laki,sesak napas, batuk, berdahak, perokok

Tujuan : Cara menegakkan diagnosis dan pengobatan awal yang tepat bagi pasien Penyakit Paru

Obstruktif Akut

Bahan Bahasan Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit

Cara membahas

Diskusi Presentasi dan diskusi

Email pos

Data Pasien: Nama : Tn. J, laki-laki, 82 th No.reg : 49.13.32

Nama klinik : RSUD langsa Telp : - Terdaftar sejak 07 juni 2014

Data utama untuk bahan diskusi

1. Diagnosis/ Gambaran Klinis : Penyakit Paru Obstruktif Kronik/ sesak napas, batuk berdahak, perokok

2. Riwayat pengobatan : obat warung tapi keluhan tidak berkurang

3. Riwayat kesehatan/ penyakit dahulu : Pasien sering mengalami gejala yang sama

4. Riwayat Keluarga : Disangkal

5. Riwayat kebiasaan : Merokok (+) rata-rata 7 batang sehari selama 50 tahun

6. Pemeriksaan fisik

9

Page 10: Vertigo (BPPV)

Status Present

Kondisi Umum : Lemah, sakit sedang

Status Vital : Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan darah : 140/80 mmHg, posisi semi-fowler

Nadi : 85x/ menit, regular

Pernapasan : 28 x / menit

Suhu : 36.5 0C, suhu axila

Status General

Kepala : Deformitas (-)

Mata : conj palpebral inferior pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)

Telinga : Sekret (-), perdarahan (-)

Mulut :

Bibir : sianosis (-)

Leher : Kelenjar tiroid tidak teraba, TVJ R+2 (meningkat)

Thorax

PulmoAnterior :

Inspeksi : Barrel chest, Simetris, retraksi intercostal (+)

Palpasi : Pergerakan dada simetris, stem fremitus (menurun/menurun)

Perkusi : hipersonor/hipersonor

Auskultasi : ves (+/+), rh (+/+), wh (+/+)

Posterior

Inspeksi :Barrel chest, simetris, retraksi intercostal (-)

Palpasi : pergerakan dada simetris, stem fremitus (menurun/menurun)

Perkusi : hypersonor/hypersonor

Auskultasi : ves (+/+), rh (+/+), wh (+/+)

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V LMCS

Perkusi : batas batas jantung

Atas : ICS II

10

Page 11: Vertigo (BPPV)

Kanan : Linea parasternal dextra

Kiri : Linea midclavicula sinistra

Auskultasi : m1 > m2, A2>A1, P2> P1, A2>P2

HR=85 x/menit,regular,bising (-)

ABDOMEN

Inspeksi : soepel, distensi (-)

Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal

Palpasi : nyeri tekan (-), organomegali (-), ballotment (-)

Perkusi : timpani (+)

EKSTREMITAS

Pucat (-)

Edema (-)

Daftar Pustaka

PDPI. 2003. PPOK. Diagnosis dan Penalaksanaan di Indonesia.

Roberto RR et all. 2007. Pocket guide to COPD Diagnosis,management and prevention USA.

http:/www.goldcopd.com/guidelineitem.asp.

Rahajeng. 2009.Penggunaan rasional Antibiotika pada pasien PPOK.

http://dokterblog.wordpress.com/2009/05/01/

Mansjoer A, dkk. 2001. Kapita selekta kedokteran. Media Aeculapius : Jakarta.

Hasil Pembelajaran

1. PPOK

2. Kasus pasien dengan PPOK

3. Menegakkan diagnosa PPOK

4. Tatalaksana PPOK

RANGKUMAN

Subjektif

Berdasarkan  anamnesis didapatkan bahwa Pasien datang dengan keluhan sesak napas

yang dirasakan sejak kurang lebih sepuluh tahun yang lalu dan dirasakan memberat sejak

sehari sebelum masuk RS. Sesak napas dirasakan semakin lama semakin memberat.

11

Page 12: Vertigo (BPPV)

Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak sejak dua tahun yang lalu. Sesak napas tidak di

pengaruhi oleh posisi. Pasien merokok sebanyak rata-rata tujuh batang rokok dalam

sehari selama 50 tahun.

Objektif

Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat mendukung diagnosa PPOK. Pada kasus

ini ditegakkan berdasarkan:

Gejala klinis : sesak napas, batuk berdahak, usia tua, kebiasaan merokok

Pemeriksaan fisik : RR 28 x/menit, stem fremitus (menurun/menurun) auskultasi

paru vesikuler (+/+), wheezing (+/+), ronki (+/+), perkusi hipersonor

Assasment (Penalaran klinis)

Berdasarkan  anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis pasien ini adalah PPOK

Anamnesis:

Berdasarkan  anamnesis didapatkan bahwa Pasien datang dengan keluhan sesak napas

yang dirasakan sejak kurang lebih sepuluh tahun yang lalu dan dirasakan memberat sejak sehari

sebelum masuk RS. Sesak napas dirasakan semakin lama semakin memberat. Pasien juga

mengeluhkan batuk berdahak sejak dua tahun yang lalu. Sesak napas tidak di pengaruhi oleh

posisi. Pasien merokok sebanyak rata-rata tujuh batang rokok dalam sehari selama 50 tahun.

Berdasarkan anamnesis pasien mengeluhkan sesak napas, hal ini disebabkan adanya

hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel

parsial yang disebut PPOK. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan

keduanya.Bronkitis kronik merupakan kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik

berdahak minimal 3 bulan dalam setahun,sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak

disebabkan penyakit lainnya. Hal ini sesuai dengan yang dikeluhkan oleh pasien yang mengaku

mengalami batuk sejak dua tahun yang lalu. Emfisema adalah suatu kelainan anatomis paru yang

ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal,disertai kerusakan dinding

alveoli.1

Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut:1

• Kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70 %)

Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang

12

Page 13: Vertigo (BPPV)

rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :

- Ringan : 0-200

- Sedang : 200-600

- Berat : >600

Indeks Brinkman pasien ini 7 batang x 50 tahun = 350 termasuk dalam kriteria sedang

Berdasrkan pemeriksaan fisik pasien ditemukan kelainan berupa: Inspeksi ditemukan Barrel chest

(diameter antero - posterior dan transversal sebanding), Penggunaan otot bantu napas dan

pelebaran sela iga. Pada palpasi ditemukan fremitus melemah. Pada perkusi hipersonor.

Sedangkan pada auskultasi ditemukan suara napas vesikuler normal ronki dan atau mengi pada

waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa dan ekspirasi memanjang. Kelainan yang

ditemukan pada pemerikdaan thoraks disebabkan oleh terperangkapnya udara dalam rongga

thorak akibat dari adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif

nonreversibel atau reversibel parsial.2

Plan

Pemeriksaan rutin1

1. Faal paru

• Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP)

- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ).Obstruksi :

% VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %

- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK

danmemantau perjalanan penyakit.

- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter

walaupunkurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti

harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%

• Uji bronkodilator

- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.

- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat

perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml

- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

2. Darah rutin

13

Page 14: Vertigo (BPPV)

Hb, Ht, leukosit

3. Radiologi

Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain

Pada emfisema terlihat gambaran :

- Hiperinflasi

- Hiperlusen

- Ruang retrosternal melebar

- Diafragma mendatar

- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)

Pada bronkitis kronik :

• Normal (tidak ditemukan kelain pada corakan bronkovaskuler, jantung maupun diafragma)

• Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

b. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)1

1. Faal paru

- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT), VR/KRF,

VR/KPT meningkat

- DLCO menurun pada emfisema

- Raw meningkat pada bronkitis kronik

- Sgaw meningkat

- Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %

2. Uji latih kardiopulmoner

- Sepeda statis (ergocycle)

- Jentera (treadmill)

- Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal

3. Uji provokasi bronkus

Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat hipereaktiviti

bronkus derajat ringan.

14

Page 15: Vertigo (BPPV)

4. Uji coba kortikosteroid

Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau

metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1

pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan

faal paru setelah pemberian kortikosteroid.

5. Analisis gas darah

Terutama untuk menilai :

- Gagal napas kronik stabil

- Gagal napas akut pada gagal napas kronik

6. Radiologi

- CT - Scan resolusi tinggi

- Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak

terdeteksi oleh foto toraks polos

- Scan ventilasi perfusi

7. Elektrokardiografi

Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.

8. Ekokardiografi

Menilai fungsi jantung kanan

9. Bakteriologi

Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan

untukmengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas

berulng

merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.

10. Kadar alfa-1 antitripsin

Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda), defisiensi

15

Page 16: Vertigo (BPPV)

antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.

Pengobatan

Terapi PPOK

- Bedrest

- O2 1-2 liter/menit

Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil terutama bila

tiduratau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen dengan

nasalkanul 1 - 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang

sering terjadi bila penderita tidur. Terapi oksigen pada waktu aktifitas bertujuan menghilangkan

sesak napas dan meningkatkan kemampuan aktifitas. Sebagai parameter digunakan analisis gas

darah atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%.1

- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2

Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya

mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih

sederhana dan mempermudah penderita.

- Inj cefotaxim 1 gr/12 jam

Antibiotika, Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan:3

Lini I : amoksisilin, makrolid

Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid baru.

PPOK eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi, infeksi ini umumnya disebabkan oleh

H.influenza dan S. pneumonia, maka digunakan ampicillin 4x 0.25-0.5 g/hari atau eritromicin

4x0.5 g/hari (Mansjoer, 2001)

- Ambroxol 3x1

Mukolitik hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan

eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi

eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin. 3

- Metylprednisolon 3x 8 mg

Berfungsimenekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison.

Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif

yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.4

16

Page 17: Vertigo (BPPV)

Pendidikan

Dilakukan pada pasien dan keluarga untuk menbantu meningkatkan kualitas hidup pasien dan

mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut. Edukasi yang diberikan terutama untuk mencegah

perburukan PPOK diantaranya: berhenti merokok, gunakan obat-obatan adekuat, mencegah

eksaserbasi berulang

Konsultasi

Konsultasi ke ahli paru layak dilakukan pada keadaan :

- PPOK derajat klasifikasi berat

- Timbul pada usia muda

- Sering mengalami eksaserbasi

- Memerlukan terapi oksigen

- Memerlukan terapi bedah paru

- Sebagai persiapan terapi pembedahan.

Mengetahui

Pendamping Pendamping

dr. Tajul Keumalahayati dr. Leni Afriani NIP. 19771109 200701 2 004 NIP. 197808292006042010

17

Page 18: Vertigo (BPPV)

Topik : Retensio plasentaTanggal (kasus) : 13 juni 2014 Presenter: dr Rouli Kesumawardhani RMTanggal (Presentasi) : 19 Agustus 2014 Pendamping : 1. dr. Tajul keumalahayati

2. dr. Leni AfrianiTempat presentasi : Ruang Auditorium RSUD kota Langsa Obyektif Presentasi

Keilmuan Keterampilan Penyelenggaraan Tujuan pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi : Dewasa, 37 tahun, wanita, perdarahan setlah melahirkan, plasenta belum lahir 45 menit setelah bayi lahirTujuan : Cara menegakkan diagnosis dan penanganan kegawatdaruratan yang tepat bagi pasien retensio plasentaBahan Bahasan Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit

Cara membahas

Diskusi Presentasi dan diskusi

Email pos

Data Pasien: Nama : Ny. Y, wanita ,37 tahun No.reg : 53.72.24

Nama klinik : RSUD langsa Telp : - Terdaftar sejak 13 juni 2014

Data utama untuk bahan diskusi

Diagnosis/ Gambaran Klinis : Retensio plasenta/ perdarahan post partum, plasenta belum keluar selama 45 menit setelah persalinan, pucat, lemahRiwayat kesehatan/ penyakit dahulu : Saat ini pasien melahirkan anak ke empat dan sebelumnya tidak pernah mengalami gejala yang samaRiwayat Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang merasakan keluhan yang samaRiwayat Pekerjaan : Ibu rumah tangga

18

Page 19: Vertigo (BPPV)

Kondisi Lingkungan Sosial : tidak ada yang berhubungan Riwayat kehamilan persalinan:

Laki-laki, 9 tahun, persalinan normal dibantu bidan Perempuan, 6 tahun, persalinan normal dibantu bidan Perempuan, 4 tahun, persalinan normal dibantu bidan Laki-laki, 1 hari, persalianan normal dibantu bidan

Pemeriksaan fisik

Status Present

Kondisi Umum : Lemah,

Status Vital : Kesadaran : somnolen

Tekanan darah : 90/ 70 mmHg, posisi semi-fowler

Nadi : 110 x/ menit, regular

Pernapasan : 24 x / menit

Suhu : 37.5 0C, suhu axila

Status General

KEPALA : Deformitas (-)

MATA : conj palpebral inferior pucat (+/+)

MULUT : Bibir; sianosis (-), pucat (+)

THORAKS

Pulmo Anterior :

Inspeksi : Simetris, retraksi intercostal (-)

Palpasi : Pergerakan dinding dada simetris, stem fremitus (N/N)

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : ves (+/+), rh (-/-), wh (-/-)

Posterior

Inspeksi : simetris, retraksi intercostal (-)

Palpasi : pergerakan dada simetris, stem fremitus (N/N)

19

Page 20: Vertigo (BPPV)

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : ves (+/+), rh (-/-), wh (-/-)

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V LMCS

Perkusi : batas batas jantung

Atas : ICS II

Kanan : Linea parasternal dextra

Kiri : Linea midclavicula sinistra

Auskultasi : m1 > m2, A2>A1, P2> P1, A2>P2

HR=110 x/menit,regular,bising (-)

ABDOMEN

Inspeksi : soepel, distensi (-)

Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal

Palpasi : TFU : 1 jari di atas pusat

EKSTREMITAS

Akral dingin (+)

Pucat (+)

Daftar Pustaka

Manuaba , 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.

Wiknjosastro H. 2007. Jakarta: Ilmu Kebidanan. Yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo.

20

Page 21: Vertigo (BPPV)

Prabowo E. retensio plasenta. http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=retensio%20plasenta%20 pdf&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0CB

Kwang R. 2006. Retensio plasenta. http://indonesiasahrini.blogspot.com/2013/02/kasus-retensio-plasenta.html

Hasil Pembelajaran

1. Retensio plasenta

2. Kasus pasien dengan retensio plasenta

3. Menegakkan diagnosa retensio plasenta

4. Tatalaksana kegawatdaruratan retensio plasenta

RANGKUMAN

Subjektif

Pasien datang diantar bidan dengan keluhan keluar darah dari kemaluan setelah

melahirkan. Plasenta belum keluar setelah kurang lebih 45 menit setelah pasien melahirkan.

Pasien tampak lemah dan pucat. Bidan sudah 2 kali menyuntikkan oksitosin 10 IU dalam selang

waktu 15 menit.

Objektif

Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat mendukung diagnosa retensio plasenta.

Pada kasus ini ditegakkan berdasarkan:

Gejala klinis : Perdarahan pervaginam, plasenta belum keluar setelah 45

menit pasca persalinan. Pasien tampak lemas dan pucat.

Pemeriksaan fisik : TD : 90/70 mmHg, N: 100x/menit, konjungtiva palpebral

inferior dan ekstremitas pucat, TFU: 1 jari di atas pusat, akral dingin. Darah segar

keluar melalui kemaluan dalam jumlah banyak

Assasment (Penalaran klinis)

Berdasarkan  anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis pasien ini adalah perdarahan

postpartum ec retensio plasenta

Anamnesis:

Berdasarkan  anamnesis didapatkan bahwa pasien (wanita, 37 tahun)mengalami

21

Page 22: Vertigo (BPPV)

perdarahan dari kemaluan pasca persalinan dan plasenta belum keluar selama kurang lebih 45

menit pasca persalinan. Penyebab perdarahan pervaginam pasca persalinan diantaranya tonus,

tissue, trombin dan trauma.1 Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik didapatkan perdarahan

dalam jumlah banyak > 500 cc dan plasenta belum keluar sejak 45 menit pasca persalinan. Hal ini

mengarahkan pasien pada retensio plasenta. Dimana belum lepasnya plasenta melebihi waktu

setengah jam disebut retensio plasenta. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak karena

plasenta merupakan jalur akses sirkulasi darah dari ibu ke janin sehingga jika hanya sebagian

plasenta yang telah lepas akan timbul perdarahan dalam jumlah banyak. Keadaan memerlukan

tindakan plasenta manual dengan segera. Bila retensio plasenta tidak diikuti perdarahan maka

perlu diperhatikan ada kemungkinan terjadi plasenta adhesive, plasenta akreta, plasenta inkreta,

plasenta perkreta. 1

Jika plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan, namun jika plasenta

terlepas sebagian terjadi pedarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta

tidak lepas dari dinding plasenta karena a) kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan

plasenta, b) plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebeb villi korialis menembus desidua

sampai meometrium. Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar  karena atonia uteri dan akan

menyebabkan perdarahan yang banyak, atau karena adanya lingkaran konstriksi pada bagian

bawah rahim akibat kesalahan penanganan kala III  yang akan menghalangi plasenta keluar

(plasenta inkarserata).2

Berdasarkan anamnesis pasien juga didapatkan bahwa persalinan saat ini merupakan

persalinan anak keempat dengan usia ibu 37 tahun. Adapun etiologi retensio plasenta adalah3

1. Etiologi dasar meliputi :

a. Faktor maternal

1) Gravida berusia lanjut

2) Multiparitas

b. Faktor uterus

1) Bekas sectio caesaria, sering plasenta tertanam pada jaringan cicatrix uterus

2) Bekas pembedahan uterus

3) Anomali dan uterus

4) Tidak efektif kontraksi uterus

5) Pembentukan kontraksi ringan

22

Page 23: Vertigo (BPPV)

6) Bekas curetage uterus, yang terutama dilakukan setelah abortus

7) Bekas pengeluaran plasenta secara manual

8) Bekas endometriosis

c. Faktor plasenta

1) Plasenta previa

2) Implantasi corneal

3) Plasenta akreta

4) Kelainan bentuk plasenta

      Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan pervaginam, Pada pemeriksaan didapatkan darah segar dalam jumlah banyak

> 500 cc keluar melalui vagina. Menurut Wiknjosastro H. 2007Perdarahan postpartum adalah

perdarahan yang terjadi segera setelah persalinan melebihi 500 cc.2Keluarnya darah melebihi 500

cc menyebabkan kurangnya suplai darah ke seluruh tubuh menimbulkan gejala syok seperti

Kesadaran : somnolen

Tekanan darah : 90/70 mmhg

Nadi : 110 x/menit

Pernapasan : 24 x /menit

Ekstremitas : Akral dingin dan ekstremitas pucat

Diagnosa Banding

Diagnose banding untuk perdarahan pasca persalinan ec retensio plasenta adalah3

Atonia uteri

Perlukaan jalan lahir

Sisa plasenta

Rupture uteri

Inversion uteri

Plan

Laboratorium

a. Hitung darah rutin: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct),

melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan

23

Page 24: Vertigo (BPPV)

infeksi, leukosit biasanya meningkat.4

b. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin time (PT) dan activated

Partial Tromboplastin Time (aPTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau

Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor

lain.4

Penanganan

Penanganan retensio plasenta adalah4:

a. Resusitasi. Pemberian oksigen. Pemasangan IV-line dengan kateter yang berdiameter besar

serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat,

apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi

darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.

b. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0.9%

(normal saline) sampai uterus berkontraksi.

c. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual plasenta

adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30

menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi,

perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.

d. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang

(cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta

24

Page 25: Vertigo (BPPV)

dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena

dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.

e. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat

uterotonika melalui suntikan atau per oral.

f. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder.

Pendidikan

Dilakukan pada pasien dan keluarga untuk menbantu meningkatkan kualitas hidup pasien dan

mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut. Edukasi yang diberikan terutama penjelasan

mengenai tindakan pembedahan dan kemungkinan – kemungkinan yang akan terjadi serta

prognosis pada pasien.

Konsultasi

Operasi histerektomi dilakukan oleh dokter spesialis obstetry ginekology jika penanganan gagal

dilakukan.

Mengetahui

Pendamping Pendamping

dr. Tajul Keumalahayati dr. Leni Afriani

NIP. 19771109 200701 2 004 NIP. 197808292006042010

25

Page 26: Vertigo (BPPV)

Topik : Asma Bronkiale Persisten Ringan

Tanggal (kasus): 14 Juni 2014 Presenter: dr Rouli Kesumawardhani RM

Tanggal (Presentasi): 19 Agustus 2014 Pendamping : 1. dr. Tajul keumalahayati

2. dr. Leni Afriani

Tempat presentasi : Ruang Auditorium RSUD kota langsa

Obyektif Presentasi

KeilmuanKeterampilan Penyelenggaraan Tujuan pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi : Dewasa, 29 tahun, laki-laki, sesak napas, napas berbunyi saat sesak, batuk berdahak

Tujuan : Cara menegakkan diagnosis dan pengobatan awal yang tepat bagi pasien Asmabronkiale

persisten ringan

Bahan Bahasan Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit

Cara membahas

Diskusi Presentasi dan diskusi

Email pos

Data Pasien: Nama : Tn. A, laki-laki, 29 th No.reg : 49.03.35

Nama klinik : RSUD langsa Telp : - Terdaftar sejak 14 juni 2014

Data utama untuk bahan diskusi

Diagnosis/ Gambaran Klinis : Observasi dipsneu ec asma bronkiale/ sesak napas

disertai napas berbunyi saat sesak dan batuk berdahak

Riwayat pengobatan : Riw menggunakan obat semprot (-)

Riwayat kesehatan/ penyakit dahulu : Pasien sering mengalami gejala yang sama, riwayat alergi (-)Riwayat Keluarga : Ayah pasien juga pengalami keluhan yang sama

Riwayat kebiasaan : Merokok (+), memelihara binatang (-)

Pemeriksaan fisik

26

Page 27: Vertigo (BPPV)

Status Present

Kondisi Umum : Lemah, sakit sedang

Status Vital : Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan darah : 140/90 mmHg, posisi semi-fowler

Nadi : 80x/ menit, regular

Pernapasan : 30 x / menit

Suhu : 37.0 0C, suhu axila

Status General

Kepala : Deformitas (-)

Mata : conj palpebral inferior pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)

Telinga : Sekret (-), perdarahan (-), tanda peradangan (-),

Hidung : Sekret (-), perdarahan (-)

Mulut :

Bibir : sianosis (-)

Lidah : beslag (-)

Leher : Kelenjar tiroid tidak teraba

Thorax

PulmoAnterior :

Inspeksi : Simetris, retraksi intercostal (-)

Palpasi : Pergerakan dinding dada simetris, stem fremitus (N/N)

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : ves (+/+), rh (-/-), wh (+/+)

Posterior

Inspeksi : simetris, retraksi intercostal (-)

Palpasi : pergerakan dada simetris, stem fremitus (N/N)

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : ves (+/+), rh (-/-), wh (+/+)

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V LMCS

Perkusi : batas batas jantung

27

Page 28: Vertigo (BPPV)

Atas : ICS II

Kanan : Linea parasternal dextra

Kiri : Linea midclavicula sinistra

Auskultasi : m1 > m2, A2>A1, P2> P1, A2>P2

HR=80 x/menit,regular,bising (-)

ABDOMEN

Inspeksi : soepel, distensi (-)

Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal

Palpasi : nyeri tekan (-), organomegali (-), ballotment (-)

Perkusi : timpani (+)

Daftar Pustaka

PDPI. Asma Pedoman Diagnosis dan Penalaksanaan di Indonesia. 2003.

Rogayah R. Penatalaksanaan asmabronkial prabedah. J Respir Indo 1995;15:177-81.

Mansjoer Arief, dkk. Kapita selekta kedokteran. Media Aesculapius : Jakarta. 2001.

Planta MV,dkk. Diagnosa Banding Ilmu Penyakot Dalam. Penerbit Hipokrates. 2003

Kay AB. Asthma and inflammation. J Allergy Clin Immunol 1991;5:893-910.

Hasil Pembelajaran

Asma bronkiale

Kasus pasien dengan asma bronkiale

Menegakkan diagnosa asma bronkiale

Tatalaksana asma bronkiale

RANGKUMAN

Subjektif

Pasien datang dengan keluhan sesak napas yang dirasakan memberat sejak 2 jam sebelum

masuk rumah sakit. Sesak napas timbul jika cuaca dingin dan disertai batuk berdahak.

Pasien sering mengalami keluhan yang sama. Saat sesak napas pasien juga merasakan

napasnya berbunyi dalam seminggu pasien mengalami lebih dari 2 kali serangan sesak

28

Page 29: Vertigo (BPPV)

napas tapi sesak tidak timbul setiap hari. Ayah pasien juga pengalami keluhan yang sama.

Objektif

Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat mendukung diagnosa asma bronkiale. Pada

kasus ini ditegakkan berdasarkan:

Gejala klinis : sesak napas, napas berbunyi saat sesak, pasien pernah

mengalami gejala yang sama sebelumnya

Pemeriksaan fisik : RR 30 x/menit, auskultasi paru vesikuler (+/+), wheezing

(+/+), ronki (-/-)

Assasment (Penalaran klinis)

Berdasarkan  anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis pasien ini Asma bronkiale persisten

ringan

Anamnesis:

Berdasarkan  anamnesis didapatkan bahwa pasien (laki-laki, 29 tahun)sesak napas yang

dirasakan memberat sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas timbul jika cuaca

dingin dan disertai batuk berdahak. Pasien sering mengalami keluhan yang sama. Saat sesak

napas pasien juga merasakan napasnya berbunyi dalam seminggu pasien mengalami lebih dari 2

kali serangan sesak napas. Ayah pasien juga mengalami keluhan yang sama.

Berdasarkan anamnesis didapatkan pasien mengeluhkan sesak napas yang biasanya

timbul saat cuaca dingin hal ini disebabkan oleh inflamasi kronik yang menyebabkan

peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa

mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari.

Serangan sesak napas berulang atau episodik pada pasien asma berhubungan dengan obstruksi

jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa

pengobatan.1

Diagnosa penyakit asma bronkial perludipikirkan bilamana ada gejala batuk yang disertai

dengan wheezing (mengi) yang karakteristik dan timbul secara episodik. Gejala batuk terutama

terjadi pada malam atau dini hari, dipengaruhi oleh musim, dan aktivitas fisik. Adanya riwayat

29

Page 30: Vertigo (BPPV)

penyakit atopik pada pasien atau keluarganya memperkuat dugaan adanya penyakit asma. Pada

anak dandewasa muda gejala asma sering terjadi.2

Diagnosis asma bronkiale berdasarkan anamnesis diantaranya ada riwayat perjalanan penyakit,

faktor yang mempengaruhi asma, riwayat keluarga dan riwayat alergi serta gejala klinis. Berdasarkan

pemeriksaan laboratorium darah (terutama eosinofil, IgE total, IgE spesifik) sputum (eosinophil, spiral

curshman, Kristal charcot-Leyden). Pada tes fungsi paru dengan spirometri atau peak flow meteruntuk

menentukan adanya obstruksi jalan napas.3

Pemeriksaan Fisik

Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan fisik dapat normal. Kelainan

pemeriksaan fisik yang paling sering ditemukan adalah mengi pada auskultasi. Pada sebagian

penderita, auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada pengukuran objektif (faal paru) telah

terdapat penyempitan jalan napas. Pada keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas,

edema dan hipersekresi dapat menyumbat saluran napas; maka sebagai kompensasi penderita

bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi menutupnya saluran napas. Hal itu

meningkatkan kerja pernapasan dan menimbulkan tanda klinis berupa sesak napas, mengi dan

hiperinflasi. Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi paksa.

Walaupun demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada serangan yang sangat berat,

tetapi biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi

dan penggunaan otot bantu napas.1 Tabel klasifikasi asma menurut derajat penyakit

Derajat AsmaGejala Gejala Malam Faal paru

I. Intermiten Bulanan APE 80%* Gejala < 1x/minggu

* Tanpa gejala di luar

serangan

* Serangan singkat

* 2 kali sebulan * VEP1 80% nilai prediksi

APE 80% nilai terbaik

* Variabiliti APE < 20%

II. Persisten Ringan

Mingguan APE > 80%

* Gejala > 1x/minggu,

tetapi < 1x/ hari

* Serangan dapat

* > 2 kali sebulan * VEP1 80% nilai prediksi

APE 80% nilai terbaik

* Variabiliti APE 20-30%

30

Page 31: Vertigo (BPPV)

mengganggu aktifitas

dan tidurIII. Persisten Sedang

Harian APE 60 – 80%

* Gejala setiap hari

* Serangan mengganggu

aktifitas dan tidur

*Membutuhkan

bronkodilator

setiap hari

* > 1x / seminggu * VEP1 60-80% nilai prediksi

APE 60-80% nilai terbaik

* Variabiliti APE > 30%

IV. Persisten Berat

Kontinyu APE 60%

* Gejala terus menerus

* Sering kambuh

* Aktifitas fisik terbatas

* Sering * VEP1 60% nilai prediksi

APE 60% nilai terbaik

* Variabiliti APE > 30%

Diagnosa Banding Asma bronkiale adalah 4

PPOK

Sindroma Obstruksi Pasca Tuberkulosis

Embolus paru

Pneumothorak

Hipertensi Pulmonal

Edema paru

Plan

Faal Paru

Diagnosis asma dapat ditegakkanmelalui gejala klinis, gambaran radiologis paru dan test

provokasi. Uji faal paru dilakukan untuk menentukan berat ringannya obstruksi saluran napas,

variasi dari fungsi saluran napas, evaluasi hasil terapi, dan beratnya serangan asma. Variasi nilai

arus puncak ekspirasi (APE)≥20% antara pagi dan sore hari mempunyai nilai diagnostik terhadap

asma, dan dapat menentukan derajat hiperreaktif bronkus. Hal lain yang mendukung diagnosa

31

Page 32: Vertigo (BPPV)

asma antara lain: adanya variasi pada arus puncak ekspirasi (APE) ≥15% pada pagi dan sore hari,

kenaikan ≥15% pada APE atau volume ekspirasi detik 1 (VEP1) setelah pemberian bronkodilator

secara inhalasi, penurunan > 20% VEP1 setelah uji provokasi bronkus.2

Uji Kulit

Uji kulit dengan alergen dilakukan sebagai pemeriksaan diagnostik pada asma ekstrinsik alergi.

Keadaan alergi ini dihubungkan dengan adanya produksi antibodi Ig E.1

Radiologi

Pemeriksaan radiologis dilakukan hanyauntuk menyingkirkan kemungkinan adanya

penyakit paru lain. Pemeriksaan patologi ditemukan adanya hipertrofi otot polos bronkus,

peningkatan sekresi mukus dalam lumen bronkus, edema pada mukosa saluran nafas, inflamasi

pada dinding dan lumen saluran napas dengan infiltrasi sel eosinophil dan netrofil. 5

Pengobatan

Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah:

Oksigen 4-6 liter/menit

Nebulasi ventolin

Salbutamol 3x2mg

Metylperdnisolon 3 x 4mg

Tujuan penatalaksanaan asma:

Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma

Mencegah eksaserbasi akut

Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin

Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise

Menghindari efek samping obat

Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel

Mencegah kematian karena asma

32

Page 33: Vertigo (BPPV)

Program penatalaksanaan asma, yang meliputi 7 komponen :

Edukasi

Menilai dan monitor berat asma secara berkala

Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus

Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang

Menetapkan pengobatan pada serangan akut

Kontrol secara teratur

Pola hidup sehat

Pendidikan

Dilakukan pada pasien dan keluarga untuk menbantu meningkatkan kualitas hidup pasien

dan mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut. Edukasi yang diberikan terutama penjelasan

mengenai apa itu asma, diagnosis asma, identifikasi dan mengontrol pencetus, dua tipe

pengobatan asma (pengontrol & pelega), tujuan pengobatan asma.

Dengan kata lain, tujuan dari seluruh edukasi adalah membantu penderita agar dapat

melakukan penatalaksanaan dan mengontrol asma.

Konsultasi

Konsultasi ke ahli paru layak dilakukan pada keadaan :Tidak respons dengan

pengobatan, pada serangan akut yang mengancam jiwa, tanda dan gejala tidak jelas(atipik),

dibutuhkan pemeriksaan/ uji lainnya di luar pemeriksaan standar, seperti uji kulit (uji alergi),

pemeriksaan faal paru lengkap, uji provokasi bronkus, uji latih (kardiopulmonary exercise test),

bronkoskopi dan sebagainya.

.

Mengetahui

Pendamping Pendamping

dr. Tajul Keumalahayati dr. Leni Afriani

33

Page 34: Vertigo (BPPV)

NIP. 19771109 200701 2 004 NIP. 197808292006042010

Topik : Sirosis Hepatis

Tanggal (kasus) : 01 Agustus 2014 Presenter: dr Rouli Kesumawardhani RM

Tanggal (Presentasi) : 19 agustus 2014 Pendamping : 1. dr. Tajul keumalahayati

2. dr. Leni Afriani

Tempat presentasi : Ruang Auditorium RSUD kota langsa

Obyektif Presentasi

KeilmuanKeterampilan Penyelenggaraan Tujuan pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi : Dewasa, 40 tahun, laki-laki, perut membesar, seluruh tubuh berwarna kuning, BAB hitam,

BAK kuning pekat

Tujuan : Cara menegakkan diagnosis dan pengobatan awal yang tepat bagi pasien apendisitis

Bahan Bahasan Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit

Cara membahas

Diskusi Presentasi dan diskusi

Email pos

Data Pasien: Nama : Tn. J, laki-laki, 40 tahun No.reg : 53.73.56

Nama klinik : RSUD langsa Telp : - Terdaftar sejak 01 Agustus 2014

Data utama untuk bahan diskusi

Diagnosis/ Gambaran Klinis : Sirosis hepatis/ perut membesar, seluruh tubuh berwarna kuning, BAB hitam, BAK kuning pekat Riwayat pengobatan : Riw tranfusi (-)

Riwayat kesehatan/ penyakit dahulu : Pasien mengidap hepatitis 10 thn yang lalu

Riwayat Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang merasakan keluhan

yang sama

Riwayat Pekerjaan : Wiraswasta

Pemeriksaan fisik

34

Page 35: Vertigo (BPPV)

Status Present

Kondisi Umum : Lemah

Status Vital : Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan darah : 100/60 mmHg

Nadi : 80 x/ menit, regular

Pernapasan : 20 x / menit

Suhu : 37.0 0C, suhu axila

Status General

Kepala : Deformitas (-)

Mata : conj palpebral inferior pucat (+/+), Sklera ikterik (+/+)

Telinga : Sekret (-), perdarahan (-), tanda peradangan (-),

Hidung : Sekret (-), perdarahan (-)

Mulut :

Bibir : sianosis (-)

Thorax

PulmoAnterior :

Inspeksi : Simetris, genikomastia (+/+)

Palpasi : Pergerakan dinding dada simetris, stem fremitus (N/N)

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : ves (+/+), rh (-/-), wh (-/-)

Posterior

Inspeksi : simetris, retraksi intercostal (-)

Palpasi : pergerakan dada simetris, stem fremitus (N/N)

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : ves (+/+), rh (-/-), wh (-/-)

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V LMCS

Perkusi : batas batas jantung

Atas : ICS II

Kanan : Linea parasternal dextra

35

Page 36: Vertigo (BPPV)

Kiri : Linea midclavicula sinistra

Auskultasi : m1 > m2, A2>A1, P2> P1, A2>P2

HR=82 x/menit,regular,bising (-)

ABDOMEN

Inspeksi : distensi (+), Spider nevi (+), kolateral vein (+)

Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal

Palpasi : undulasi (+), organomegali sulit dinilai

Perkusi : redup (+),shifting dullness (+)

Ekstremitas

Tangan : Eritempalmaris (+/+)

Kaki : Edema (+/+)

Daftar Pustaka

Siti Nurdjanah. Sirosis Hepatis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi I, Simadibrata MK, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed. Jakarta; Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia. 2009. Page 668-673.

Riley TR, Taheri M, Schreibman IR. Does weight history affect fibrosis in the setting of chronic liver disease?. J Gastrointestin Liver Dis. 2009. 18(3):299-302.

Don C. Rockey, Scott L. Friedman. 2006. Hepatic Fibrosis And Cirrhosis. http://www.eu.elsevierhealth.com/media/us/samplechapters/9781416032588/9781416032588.pdf .Diakses pada tanggal 30 Mei 2012

Setiawan, Poernomo Budi. Sirosis hati. In: Askandar Tjokroprawiro, Poernomo Boedi Setiawan, et al. Buku Ajar Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. 2007. Page 129-136

David C Wolf. 2012. Cirrhosis. http://emedicine.medscape.com/article/ 185856-overview#showall .Diakses pada tanggal 30 Mei 2012.

Robert S. Rahimi, Don C. Rockey. Complications of Cirrhosis. Curr Opin Gastroenterol. 2012. 28(3):223-229

Caroline R Taylor. 2011. Cirrhosis Imaging. http://emedicine.medscape.com/article/366426-overview#showall .Diakses pada tanggal 30 Mei 2012.

Guadalupe Garcia-Tsao. Prevention and Management of Gastroesophageal Varices and Variceal Hemorrhage in Cirrhosis. Am J Gastroenterol. 2007.102:2086–2102.

Hasil Pembelajaran

Serosis Hepatis

Kasus pasien dengan Serosis Hepatis

36

Page 37: Vertigo (BPPV)

Menegakkan diagnosa Serosis Hepatis

Tatalaksana Serosis Hepatis

RANGKUMAN

Subjektif

Pasien datang dengan keluhan perut membesar secara perlahan yang dirasakan sejak 3

bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan mata dan seluruh tubuh

tampak kuning dan kedua kaki bengkak. BAB berwarna hitam seperti aspal dan BAK

coklat pekat seperti teh. Riwayat sesak napas, hipertensi dan tranfusi darah disangkal.

Riwayat hepatitis 10 tahun yang lalu.

Objektif

Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat mendukung diagnosa Sirosis hepatis. Pada

kasus ini ditegakkan berdasarkan:

Gejala klinis : perut membesar, mata dan seluruh tubuh berwarna kuning,

kedua kaki bengkak, BAB hitam seperti aspal, BAK coklat pekat.

Pemeriksaan fisik : mata; sclera ikterik, thorak anterior; genikomastia (+/+),

Abdomen; distensi (+), spider nevi (+), kolateral vein (+), caput medusa (+)

shiftingdullness(+), undulasi(+), ekstremitas; tangan: eritem palmaris (+/+), kaki:

edema(+/+)

Hasil lab yang menunjang : Anemia, trombositopenia, peningkatan SGOT, SGPT,

Alk phosphatase dan bilirubin direct.

Assasment (Penalaran klinis)

Berdasarkan  anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis pasien ini adalah Serosis Hepatis.

Anamnesis:

      Pasien (laki-laki, 40 tahun) datang dengan keluhan perut membesar secara perlahan yang

dirasakan sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan mata dan seluruh

37

Page 38: Vertigo (BPPV)

tubuh tampak kuning dan kedua kaki bengkak. BAB berwarna hitam seperti aspal dan BAK

coklat pekat seperti teh. Riwayat sesak napas, hipertensi dan tranfusi darah disangkal. Riwayat

hepatitis 10 tahun yang lalu.

Berdasarkan identitas pasien seorang laki-laki berusia 40 tahun. Penderita sirosis hati lebih

banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkandengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan

umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 –49

tahun.1       

Pasien datang ke RS dengan keluhan perut membesar dan kedua kaki bangkak yang

dirasakan sejak 3 bulan sebelum masuk Rumah Sakit. Salah satu gejala pasien serosis hepatis

adalah asites. Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk

pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah peningkatan tekanan

hidrostatik pada kapiler usus . Edema umumnya timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat

dari hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.1

Pasien juga mengeluhkan seluruh tubuh berwarna kuning. Timbulnya ikterus

(penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia sedang menderita penyakit hati.

Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap

bilirubin.Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya

pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit.2

Urin pasien berwarna coklat pekat, hal ini disebabkan dalam urine terdapat urobilnogen juga

terdapat bilirubin. Pada penderita dengan asites , maka ekskresi Na dalam urine berkurang ( urine

kurang dari 4 meq/l) menunjukkan kemungkinan telah terjadi syndrome hepatorenal. Sedangkan

feses berwarna hitam disebabkan kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus,

ekskresi pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh darah, di dalam usus

akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwarna cokelat

atau kehitaman.3

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik abdomen ditemukan genikomastia, spider nevi dan palmar eritem

hal ini terjadi karena kegagalan hepatoseluler dalam menginaktifkan dan mensekresikan steroid

adrenal dan gonad sehingga menyebabkan terjadinya hiperestroge pada kapiler. Sedangkan Caput

medusae disebabkan karena adanya sirkulasi kolateral yang melibatkan vena superfisial dinding

38

Page 39: Vertigo (BPPV)

abdomen sehingga mengakibatkan dilatasi vena – vena sekitar umbilicus.4

Tabel 1. Sistem Klasifikasi Child-Turcotte-Pugh5

Sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh, kelas A (5-6 poin) mengindikasikan penyakit hati least severe, kelas B (7-9 poin) mengindikasikan penyakit hati moderately severe dan kelas C (10-15 poin) mengindikasikan most severe. Untuk mengubah nilai bilirubin ke mikromol per liter, kalikan dengan 17,1.

Hanya salah satu. Pemanjangan waktu protrombin atau INR yangdigunakan.

Diagnosa Banding

Diagnosa banding sirosis hepatis dekompensata adalah

Sindroma nefrotik

Hepatoma

Heart failur

Hepatitis fulminan

4. Plan

39

Page 40: Vertigo (BPPV)

Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium didapatkan Anemia, trombositopenia, peningkatan SGOT,

SGPT, peningkatan Alk phospatse, bilirubin total dan billirubun direct.

Hasil Laboratorium 2 Agustus 2014:

Hemoglobin : 9.9 gr%

Hematokrit : 29.3 %

Leukosit : 6900 / mm3

Trombosit : 51. 000 /mm3

Total bilirubin : 19.9 mg/dl

Direct bilirubin : 8.7 mg/dl

SGOT : 140 U/I

SGPT : 61 U/I

Alkali phosphatase : 352 U/I

Ureum : 96 mg/dl

Creatinin : 0.6 mg/dl

KGD : 92 mg/dl

HBsAg : (+)

Pasien dengan sirosis hepatis dapat mengalami anemia dan trombositopenia akibat

splenomegaly kongestif berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.

Enzim SGOT dan SGPT merupakan pertanda kerusakan hati karena keduanya terdapat di

hepatosit.5 Alkaline phosphatase meningkat tidak terlalu tinggi pada sirosis. Peningkatannya

kurang 2-3 kali batas normal. Bilirubin masuk ke hati dan mengalami konjugasi kemudian di

ekskresikan kedalam usus melalui empedu. Pada sirosis hepatis terjadi disfungsi hepatoseluler

sehingga terjadi gangguan konjugasi yang menyebabkan bilirubin indirect meningkat.6 Hati juga

berperan dalam metabolism gluconeogenesis sehingga sirosis hepatis berat bisa menyebabkan

terjadinya hipoglikemi karena ketidakmampuan hati membentuk glukosa.7

40

Page 41: Vertigo (BPPV)

Radiologi

Berdasarkan pemeriksaan USG didapatkan Sirosis hepatis stadium dekompensata dan asites

Pengobatan

Bed rest

O2 2 L/ menit

Diet sonde rendah protein, rendah garam

IVFD D 5% 20 tpm

IVFD Comafusin hepar 1 fls/ hari

Spironolakton 1x 100 mg

Furosemid 1 x 40 mg

Lansoprazol 2 x 30 mg

Sucralfat syr 3 x CI

Lactolac syr 3 x C II

Curcuma 3 x 1

Pada kasusini, pasien diberikan diet cair tanpa protein, rendah garam, serta pembatasan

jumlah cairan kurang lebih 1 liter per hari. Jumlah kalori harian dapat diberikan sebanyak 2000-

3000 kkal/hari.Pembatasan pemberian garam juga dilakukan agar gejala ascites yang dialami

pasein tidak memberat. Diet cair diberikan karenapasien mengalami perdarahan saluran cerna. Hal

ini dilakukan karena salah satu factor resiko yang dapat menyebabkan pecahnya varises adalah

makanan yang keras dan mengandung banyak serat. Selain melalui nutrisi enteral, pasien juga

diberi nutrisi secara parenteral dengan pemberian infus dekstrosa 10%, dan comafusin dengan

41

Page 42: Vertigo (BPPV)

jumlah 20 tetesan per menit.8

Pemberian obat-obatan pelindung mukosa lambung seperti lansoprazol 2 x 30 mg dan

sucralfat 3xCI dilakukan agar tidak terjadi perdarahan akibat erosi gastropati hipertensi porta.

Diuretic yang diberikan awalnya dapat dipilih spironolakton dengan dosis 100-200mg sekali

perhari. Respon diuretik dapat dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5kg/hari tanpa edema

kaki atau 1kg/hari dengan edema kaki. Apabila pemberian spironolakton tidak adekuat dapat

diberikan kombinasi berupa furosemid dengan dosis 20-40mg/hari. Pemberian furosemid dapat

ditambah hingga dosis maksimal 160mg/hari.7

Pendidikan

Dilakukan pada pasien dan keluarga untuk menbantu meningkatkan kualitas hidup pasien

dan mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut. Edukasi yang diberikan terutama penjelasan

mengenai kondisi dan komplikasi yang kemungkinan besar akan di alami pasien. Prognosis

pasien ini buruk.

Konsultasi

Penanganan lebih lanjut dilakukan oleh dokter spesialis Penyakit dalam sehingga

perkembangan selama perawatan dapat dikosultasikan dengan dokter spesialis penyakit dalam.

Mengetahui

Pendamping Pendamping

dr. Tajul Keumalahayati dr. Leni Afriani NIP. 19771109 200701 2 004 NIP. 197808292006042010

42