VARIASI MATERIAL PENYUSUN BALL HEAD HIP JOINT …eprints.ums.ac.id/5940/1/D200000109.pdf · Rumusan...

160
TUGAS AKHIR VARIASI MATERIAL PENYUSUN BALL HEAD HIP JOINT PROSTHESIS PADA KONDISI BERJALAN NORMAL DENGAN ANALISIS DISTRIBUSI TEGANGAN DAN REGANGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE ABAQUS 6.5-1 Disusun : FAJAR SANTOSO NIM : D200000109 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA Oktober 2009

Transcript of VARIASI MATERIAL PENYUSUN BALL HEAD HIP JOINT …eprints.ums.ac.id/5940/1/D200000109.pdf · Rumusan...

TUGAS AKHIR

VARIASI MATERIAL PENYUSUN BALL HEAD HIP JOINT PROSTHESIS PADA KONDISI BERJALAN NORMAL DENGAN ANALISIS

DISTRIBUSI TEGANGAN DAN REGANGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE ABAQUS 6.5-1

Disusun :

FAJAR SANTOSO NIM : D200000109

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Oktober 2009

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul:

VARIASI MATERIAL PENYUSUN BALL HEAD HIP JOINT PROSTHESIS PADA KONDISI BERJALAN NORMAL DENGAN

ANALISIS DISTRIBUSI TEGANGAN DAN REGANGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE ABAQUS 6.5-1

Yang dibuat untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh derajat sarjana

S1 pada Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah

Surakarta, sejauh yang saya ketahui bukan merupakan tiruan atau duplikasi

dan/atau pernah dipakai untuk medapatkan gelar kesarjanaan dilingkungan

Universitas Muhammadiyah Surakarta atau instansi manapun, kecuali bagian

yang sumber informasinya saya cantumkan sebagaimana mestinya.

Surakarta, 2 Juli 2009 Yang menyatakan

Fajar Santoso

HALAMAN PERSETUJUAN

Tugas Akhir berjudul ” Variasi Material Penyusun Ball Head Hip Joint Prosthesis Pada Kondisi Berjalan Normal Dengan Analisis Distribusi Tegangan Dan Regangan Menggunakan Software Abaqus 6.5 -1”, telah disetujui oleh pembimbing dan diterima untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh derajat sarjana S1 pada jurusan teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Dipersiapkan oleh :

Nama : FAJAR SANTOSO

NIM : D 200 000 109

Disetujui pada

Hari :

Tanggal :

Pembimbing Utama Pembimbing pendamping

Tri Widodo Besar Riyadi, ST, MSc Bambang Waluyo Febriantoko, ST, MT

HALAMAN PENGESAHAN RINGKASAN/ABSTRAKSI LAPORAN TUGAS AKHIR

Artikel berjudul ”Variasi Material Penyusun Ball Head Hip Joint

Prosthesis pada Kondisi Berjalan Normal dengan Analisis Distribusi

Tegangan dan Regangan Menggunakan Software Abaqus 6.5-1”, telah

disetujui Pembimbing dan disahkan Ketua Jurusan untuk memenuhi

sebagian persyaratan memperoleh derajat S1 pada Jurusan Teknik Mesin

Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Dipersiapkan oleh:

Nama : Fajar Santoso

NIM : D 200 000 109

Disetujui pada:

Hari : .......................

Tanggal : ...........................................

Pembimbing Utama

Tri Widodo Besar Riyadi, ST, MSc

Pembimbing Pendamping

Bambang Waluyo Febriantoko, ST, MT

Mengetahui Ketua Jurusan,

Marwan Effendy, ST, MT

MOTTO

“Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan

sungguh-sungguh (urusan) yang lain”

(QS Al Insyirah : 7)

“Sesungguhnya manusia itu tertidur dan baru terbangun ketika mati”

(Ali bin Abi Thalib)

PERSANTUNAN

Atas berkat rahmat Allah SWT dimana seluruh rasa syukur tertuju

pada-Nya, laporan ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam semoga

ditetapkan atas Nabi Muhammad SAW yang telah diutus oleh Allah untuk

menunjukkan jalan yang terang di tengah kegelapan.

Karya ini aku haturkan kepada :

? Ibu dan almarhum ayahku yang dengan susah payah membesarkan

aku.

? Saudara-saudaraku.

? Rekan-rekan teknik mesin, khususnya Agus, Yusa’, Alfian, Budi, Aris,

dll.

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb.

Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas

berkah dan rahmat-Nya sehingga penyusun laporan penelitian ini dapat

terselesaikan.

Tugas Akhir berjudul ” Variasi Material Penyusun Ball Head Hip

Joint Prosthesis pada Kondisi Berjalan Normal dengan Analisis

Distribusi Tegangan dan Regangan Menggunakan Software Abaqus 6.5-

1”, dapat terselesaikan atas dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada

kesempatan ini, penulis dengan segala ketulusan dan keikhlasan hati ingin

menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya

kepada.

1. Ir. H Sri Widodo, MT., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

2. Marwan Effendy, ST. MT., selaku Ketua Jurusan Fakultas Teknik

Universitas Muhammadiyah Surakarta.

3. Ir. Masyrukan, MT., selaku Dosen pembimbing utama yang telah

banyak memberikan ilmu dan arahan serta bimbingannya dalam

menyelesaikan Tugas Akhir ini.

4. Dr. Supriyono, ST. MT., selaku Dosen Pembimbing pendamping

terima kasih atas waktu, pengarahan, saran, dan dorongan dalam

menyelesaikan Tugas Akhir ini.

5. Seluruh Dosen Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta,

terima kasih untuk ilmu yang telah diajarkan selama berada dibangku

kuliah.

6. Bapak Sunhaji, selaku kepala Laboratorium Logam Fakultas Teknik

Mesin Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

7. Semua pihak yang telah membantu, sehingga terselesaikannya Tugas

Akhir ini, semoga Allah membalas kebaikannya.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh

karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca akan

penulis terima dengan senang hati.

Wasalammu’alaikum.Wr.Wb

Surakarta, November 2009

Penulis

DAFTAR ISI

Hal Halaman Judul i Pernyataan Keaslian Skripsi ii Halaman Persetujuan iii Halaman Pengesahan iv Lembar Soal Tugas Akhir v Lembar Motto vi Abstrak vii Kata Pengantar viii Daftar Isi x Daftar Tabel xii Daftar Gambar xiii Daftar Simbol xviii Daftar Lampiran xix BAB I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1 1.2. Rumusan Masalah 2 1.3. Batasan Masalah 3 1.4. Tujuan Penelitian 4 1.5. Manfaat Penelitian 4 1.6. Sistematika Penulisan 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1. Kajian Pustaka 6 2.2. Landasan Teori 12

2.2.1. Tulang-tulang anggota gerak 12 2.2.2. Persendian dan pergerakan 15 2.2.3. Hip Joint 17 2.2.4. Gambaran Umum Tentang Hip Joint Replacement 25 2.2.5. Desain Hip Joint Prosthesis 27 2.2.6. Variabel Proses Hip Joint Prosthesis 28 2.2.7. Material untuk Hip Joint Prosthesis 29

2.3. Teori ( latisitas 44 2.3.1. Tegangan (stress) 45 2.3.2. Regangan (strain) 46 2.3.3. Deformasi 48 2.3.4. Kriteria Von Mises 50

2.4. Teori Gesekan 50 2.4.1. Efek dari Gesekan 51

2.5. Metode Elemen Hingga 54 BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN LANGKAH KOMPUTASI 57

3.1. Metodologi Penelitian 57 3.2. Pengertian ABAQUS/CAE 58

3.2.1 Cara Membuka Aplikasi Abaqus 60 3.3. Langkah Komputasi dengan Menggunakan Abaqus 6.5-1 61

3.3.1. Desain Part 61 3.3.2. Langkah-langkah Analisis dan Simulasi 67

BAB IV HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN 115

4.1. Analisis Distribusi Tegangan 115 4.4.1. Disitribusi Tegangan Maksimum pada Ball Head yang Terbuat dari Alumina 115 4.4.2. Disitribusi Tegangan Maksimum pada Ball Head yang Terbuat dari Silicon Carbide 116 4.4.3. Disitribusi Tegangan Maksimum pada Ball Head yang Terbuat dari Silicon Nitride 117 4.4.4. Disitribusi Tegangan Maksimum pada Ball Head yang Terbuat dari Zirconia 118

4.2. Analisis Tegangan pada Ball Head 119 4.2.1 Tegangan yang Terjadi pada Ball Head yang

Terbuat dari Alumina 119 4.2.2 Tegangan yang Terjadi pada Ball Head yang Terbuat dari Silicon Carbide 121 4.2.3 Tegangan yang Terjadi pada Ball Head yang

Terbuat dari Silicon Nitride 122 4.2.4 Tegangan yang Terjadi pada Ball Head yang

Terbuat dari Zirconia 123

4.3. Analisis Regangan pada Ball Head 125 4.3.1 Analisis Regangan pada Ball Head yang Terbuat dari Alumina 125 4.3.2 Analisis Regangan pada Ball Head yang Terbuat dari Silicon Carbide 126 4.3.3 Analisis Regangan pada Ball Head yang Terbuat dari Alumina Nitride 128 4.3.4 Analisis Regangan pada Ball Head yang Terbuat dari Zirconia 129

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 132 5.2. Saran 132

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 2.3. Macam-macam tipe zirconia 44

Tabel 2.4. Sifat-sifat khusus berbagai tipe zirconia 44

Tabel 3.1. Sifat-sifat beberapa material 61

Tabel 3.2. Nama set dan bagian yang dipilih 77

Tabel 3.3. Amplitudo gaya total untuk simulasi 93

Tabel 3.4. Boundary condition (BC) 102

Tabel 4.1. Tegangan maksimum yang terjadi dalam ball head

pada beberapa material 125

Tabel 4.2. Regangan maksimum yang terjadi pada ball head

pada beberapa material 131

DAFTAR GAMBAR

Hal Gambar 2.1. Pengukuran dan perhitungan circumferential strains 7

Gambar 2.2. Hasil pengukuran dan perhitungan relative displacement r 8

Gambar 2.3. Start up friction dari empat material dengan resting 9

Gambar 2.4. Start up friction dari empat material dengan load 10

Gambar 2.5. Finite element analysis pada hip joint head 11

Gambar 2.6. Tulang-tulang lengan dan tangan dilihat dari depan 12

Gambar 2.7. Tulang-tulang kaki dilihat dari depan 14

Gambar 2.8. Struktur dasar persendian lutut dan pinggul 15

Gambar 2.9. Hip joint yang normal 17

Gambar 2.10. Hip arthritis 18

Gambar 2.11. Bandul sederhana dengan panjang L 18

Gambar 2.12. Komponen gesek horizontal gaya F H 20

Gambar 2.13. Besarnya gaya pada hip joint 21

Gambar 2.14. Hasil pengukuran gaya pada hip joint prosthesis 22

Gambar 2.15. Suatu diagram yang menunjukkan rata -rata gaya 23

Gambar 2.16. Sistem koordinat pada tulang paha kiri 24

Gambar 2.17. Hip joint yang normal 25

Gambar 2.18. Indikasi terjadinya arthritis 25

Gambar 2.19. Pemotongan tulang femur 26

Gambar 2.20. Pemasangan hip joint prosthesis 26

Gambar 2.21. Hip joint sebelum dan sesudah dilakukan hip replacement 27

Gambar 2.22. Hip joint prosthesis 28

Gambar 2.23. Diagram tegangan–regangan 49

Gambar 2.24. Ketika dua bodi saling kontak 51

Gambar 2.25. Interface shear stress 53

Gambar 2.26. Sistem putaran koordinat untuk menghasilkan tegangan 54

Gambar 2.27. Elemen persegi empat untuk analisis elemen hingga 55

Gambar 3.1. Metodologi Penelitian 57

Gambar 3.2. Diagram Alir Proses Running 58

Gambar 3.3 Hubungan kerja Preprocessor, Solver dan Postprocessor 59

Gambar 3.4. Menjalankan aplikasi ABAQUS 6.5-1 60

Gambar 3.5. Session ABAQUS 6.5-1 60

Gambar 3.6. Kotak dialog Create Part 62

Gambar 3.7. Tool standar ABAQUS 6.5-1 63

Gambar 3.8. Sketsa dimensi cone 63

Gambar 3.9. Kotak dialog Create Part 64

Gambar 3.10. Sketsa dimensi ball head 65

Gambar 3.11. Kotak dialog Create Part 66

Gambar 3.12. Sketsa dimensi stem 67

Gambar 3.13. Langkah untuk masuk ke kotak dialog Edit Material 68

Gambar 3.14. Kotak dialog Edit Material 68

Gambar 3.15. Proses pengisian nilai Young’s Modulus 69

Gambar 3.16. Cara masuk ke kotak dialog Create Section 70

Gambar 3.17. Kotak dialog Create Section 70

Gambar 3.18. Kotak dialog Edit Section 71

Gambar 3.19. Cara masuk ke Section Assignment Manager 72

Gambar 3.20. Kotak dialog Section Assignment Manager 72

Gambar 3.21. Kotak dialog Section Assignment 73

Gambar 3.22. Module Assembly 73

Gambar 3.23. Cara masuk ke kotak dialog Create Instance 74

Gambar 3.24. Kotak dialog Create Instance 74

Gambar 3.25. Tampilan part-part setelah dilakukan proses assembly 75

Gambar 3.26. Cara memulai set 75

Gambar 3.27. Kotak dialog Create Set 76

Gambar 3.28. Bagian-bagian yang diberi set 76

Gambar 3.29. Cara memulai Surface 78

Gambar 3.30. Kotak dialog Create Surface 78

Gambar 3.31. Penandaan surface untuk ball head bagian dalam 79

Gambar 3.32. Penandaan surface untuk cone bagian atas 79

Gambar 3.33. Penandaan surface untuk stem dan stem bagian bawah 79

Gambar 3.34. Cara masuk ke Module Step 80

Gambar 3.35. Langkah awal step dan kotak dialog Create Step 80

Gambar 3.36. Kotak dialog Edit Step 81

Gambar 3.37. Cara masuk ke menu interaction 82

Gambar 3.38. Kotak dialog Create Interaction 82

Gambar 3.39. Awal penentuan surface yang akan diberi interaction 83

Gambar 3.40. Cara menentukan surface pertama 84

Gambar 3.41. Penentuan surface kedua 84

Gambar 3.42. Pemilihan surface kedua untuk interaction 85

Gambar 3.43. Kotak dialog Edit Interaction 86

Gambar 3.44. Kotak dialog Create Interaction Properties 86

Gambar 3.45. Kotak dialog Edit Contact Property 87

Gambar 3.47. Kotak dialog Edit Interaction 87

Gambar 3.48. Permukan yang digunakan dalam interaction kedua 88

Gambar 3.49. Memilih Interaction pada Module 89

Gambar 3.50. Kotak dialog Create Constraint 89

Gambar 3.51. Kotak dialog Region Selection 90

Gambar 3.52. Tombol Surface untuk memilih slave surface 90

Gambar 3.53. Kotak dialog Region Selection 91

Gambar 3.54. Kotak dialog Edit Constraint 91

Gambar 3.55. Grafik gaya total pada hip joint prosthesis 93

Gambar 3.56. Memilih Interaction pada Module 94

Gambar 3.57. Cara masuk ke Create Amplitude 94

Gambar 3.58. Kotak dialog Create Amplitude 95

Gambar 3.59. Cara masuk ke pilihan Load 96

Gambar 3.60. Kotak dialog Create Load 97

Gambar 3.61. Kotak dialog Region Selection 97

Gambar 3.62. Kotak dialog Edit Load 98

Gambar 3.63. Cara membuka aplikasi mesh 99

Gambar 3.64. Kotak dialog Global Seeds 99

Gambar 3.65. Cara memilih Element Type 100

Gambar 3.66. Kotak dialog Element Type 100

Gambar 3.67. Memilih menu part pada mesh di toolbar 101

Gambar 3.68. Korfirmasi dari program 101

Gambar 3.69. Tampilan part yang telah di-meshing 102

Gambar 3.70. Langkah awal membuat boundary condition 103

Gambar 3.71. Kotak dialog Create Boundary Condition 103

Gambar 3.72. Tombol Sets untuk memilih region 104

Gambar 3.73. Kotak dialog Region Selection 104

Gambar 3.74. Kotak dialog Edit Boundary Condition 105

Gambar 3.75. Langkah awal memasuki mode job 106

Gambar 3.76. Kotak dialog Create Job 106

Gambar 3.77. Kotak dialog Edit Job 107

Gambar 3.78. Cara memunculkan kotak dialog Job Manager 107

Gambar 3.79. Kotak dialog Job Manager 108

Gambar 3.80. Model visualisasi plot countours 108

Gambar 3.81. Model visualisasi 109

Gambar 3.82. Cara masuk ke History Output 110

Gambar 3.83. Kotak dialog History Output 110

Gambar 3.84. Kotak dialog Save XY Data As 111

Gambar 3.85. Kotak dialog XY Data Manager 111

Gambar 3.86. Kotak dialog Edit XY Data 112

Gambar 3.87. Cara membuka Field Output 113

Gambar 3.88. Mengambil data file report 113

Gambar 3.89. Cara menyimpan format file 114

Gambar 3.90. Menyimpan hasil simulasi dalam format video 114

Gambar 4.1. Distribusi tegangan maksimum pada ball head

yang terbuat dari alumina 116

Gambar 4.2. Distribusi tegangan maksimum pada ball head

yang terbuat dari silicon carbide 117

Gambar 4.3. Distribusi tegangan maksimum pada ball head

yang terbuat dari silicon nitride 118

Gambar 4.4. Distribusi tegangan maksimum pada ball head

yang terbuat dari zirconia 119

Gambar 4.5. Distribusi tegangan maksimum pada ball head

yang terbuat dari alumina 120

Gambar 4.6. Grafik tegangan yang terjadi pada ball head

yang terbuat dari alumina 120

Gambar 4.7. Distribusi tegangan maksimum pada ball head

yang terbuat dari silicon carbide 121

Gambar 4.8. Grafik tegangan yang terjadi pada ball head

yang terbuat dari silicon carbide 122

Gambar 4.9. Distribusi tegangan maksimum pada ball head

yang terbuat dari silicon nitride 122

Gambar 4.10. Grafik tegangan yang terjadi pada ball head

yang terbuat dari silicon nitride 123

Gambar 4.11. Distribusi tegangan maksimum pada ball head

yang terbuat dari zirconia 124

Gambar 4.12. Grafik tegangan yang terjadi pada ball head

yang terbuat dari zirconia 124

Gambar 4.13. Regangan maksimum pada ball head

yang terbuat dari alumina 126

Gambar 4.14. Grafik profil regangan pada ball head

yang terbuat dari alumina 126

Gambar 4.15. Regangan maksimum pada ball head

yang terbuat dari silicon carbide 127

Gambar 4.16. Grafik profil regangan pada ball head

yang terbuat dari silicon carbide 127

Gambar 4.17. Regangan maksimum pada ball head

yang terbuat dari silicon nitride 128

Gambar 4.18. Grafik profil regangan pada ball head

yang terbuat dari silicon nitride 129

Gambar 4.19. Regangan maksimum pada ball head

yang terbuat dari zirconia 130

Gambar 4.20. Grafik profil regangan pada ball head

yang terbuat dari zirconia 130

DAFTAR SIMBOL

s = Tegangan normal [N]

F = Gaya normal [N]

E = Modulus Young [Pa]

r = Diameter [mm]

L = Lebar [m]

A = Luas [m2]

T = Waktu [s]

ln = Logaritma natural

Leff = Panjang efektif kaki [m]

T = Periode [s]

N = Gaya tegak lurus dengan permukaan tanah [N]

µ = Koefisien gesek statis antara dua permukaan

W = Berat tubuh [kg]

Ftotal = Gaya total [N]

Fz = Gaya ke atas [N]

Fx = Gaya ke depan [N]

Fy = Gaya ke samping [N]

s eng = Engineering stress [MPa]

A0 = Luas permukaan awal [mm2]

A = Luas permukaan sebenarnya [mm2]

s = True stress [MPa]

eeng = Engineering strain [%]

? l = Perubahan panjang [mm]

l0 = Panjang mula-mula [mm]

l = Panjang setelah diberi gaya [mm]

P = Beban [N]

K = Matriks kekakuan elemen

? = Poisson's Ratio

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Amplitude dari www.orthoload.com

VARIASI MATERIAL PENYUSUN BALL HEAD HIP JOINT PROSTHESIS PADA KONDISI BERJALAN NORMAL DENGAN

ANALISIS DISTRIBUSI TEGANGAN DAN REGANGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE ABAQUS 6.5-1

Fajar Santoso, Tri Widodo Besar Riyadi, Bambang Waluyo Febriantoko

Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos I Pabelan, Kartasura

ABSTRAKSI

Aplikasi dari disiplin ilmu yang berkaitan dengan teknik mesin dalam berbagai aspek kehidupan semakin luas cakupannya, termasuk di bidang ortopedi. Hip joint manusia yang telah mengalami kerusakan parah pada bagian tulang rawannya akibat penyakit maupun benturan dapat diatasi dengan cara mengganti hip joint tersebut dengan hip joint prosthesis. Sebelum hip joint prosthesis dipasang pada tubuh, perlu dilakukan simulasi proses ini dengan program komputer agar diperoleh gambaran tentang kekuatan material hip joint sebelum benar-benar ditanam.

Simulasi komputer dilakukan dengan software Abaqus 6.5-1. Hip joint prosthesis yang terdiri dari cone, ball head, dan stem diberi beban tubuh pada stem sebesar 610 N untuk orang berjalan normal dengan amplitudo untuk gaya total. Empat simulasi yang dilakukan dibedakan berdasarkan material yang digunakan untuk ball head, yaitu alumina, silicon carbide, silicon nitride, dan zirconia. Density alumina sebesar 3970 kg/m³, silicon carbide sebesar 3200 kg/m3, silicon nitride sebesar 3250 kg/m3, dan zirconia sebesar 6050 kg/m3. Young’s modulus alumina sebesar 4,0 × 1011 Pa, silicon carbide sebesar 4,4 × 1011 Pa, silicon nitride sebesar 3,0 × 1011 Pa, dan zirconia sebesar 2,1 × 1011 Pa. Poisson’s ratio alumina sebesar 0,23, silicon carbide sebesar 0,16, silicon nitride sebesar 0,28, dan zirconia sebesar 0,31. Koefisien gesek untuk gesekan antara stem dengan ball head bagian dalam sebesar 0,35 dan untuk gesekan antara ball head dengan cone bagian dalam sebesar 0,3. Analisis dilakukan terhadap tegangan dan regangan yang terjadi pada ball head.

Tegangan maksimum yang terjadi pada ball head dengan material alumina sebesar 9,565 x 1010 Pa, silicon carbide sebesar 9,661 x 1010 Pa, silicon nitride sebesar 1,009 x 1011 Pa, dan zirconia sebesar 9,888 x 1010 Pa. Sementara itu, regangan maksimum yang terjadi pada ball head dengan material alumina sebesar 1,509 x 10-1 %, silicon carbide sebesar 1,42 x 10-1 %, silicon nitride sebesar 1,366 x 10-1 %, dan zirconia sebesar 3,031 x 10-1 %. Material yang paling baik digunakan untuk ball head adalah silicon nitride.

Kata kunci: Hip joint prosthesis, abaqus, ball head, tegangan, regangan.

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sendi merupakan suatu engsel yang menghubungkan ruas tulang yang

satu dengan yang lain, sehingga tulang-tulang tersebut dapat digerakkan

sesuai dengan jenis persendian yang diperantarainya. Hal ini memungkinkan

tubuh yang ditopang oleh tulang bisa melakukan gerakan.

Sebagian besar sendi manusia adalah sendi sinovial. Permukaan tulang

yang bersendi diselubungi oleh tulang rawan yang lunak dan licin.

Keseluruhan daerah sendi dikelilingi sejenis kantong yang terbentuk dari

jaringan berserat yang disebut kapsul. Jaringan ini dilapisi membran sinovial

yang menghasilkan cairan sinovial untuk melumasi. Bagian luar kapsul

diperkuat oleh ligamen berserat yang melekat pada tulang, menahannya

kuat-kuat di tempatnya dan membatasi gerakan yang dapat dilakukan.

Tulang rawan sendi yang melapisi ujung-ujung tulang mempunyai

fungsi ganda yaitu untuk melindungi ujung tulang agar tidak aus dan

memungkinkan pergerakan sendi menjadi mulus dan licin, serta sebagai

penahan beban sekaligus peredam benturan.

Tulang rawan yang normal berwarna putih mengkilap dengan

permukaan yang halus dan rata. Seiring dengan bertambahnya usia, tulang

rawan bisa menjadi rusak dan menipis atau bahkan hilang sama sekali,

sehingga warnanya menjadi kuning pucat. Apabila tulang rawan sendi rusak

dan menipis, ujung tulang pembentuk sendi akan saling bertemu dan

bergesekan secara langsung tanpa pelapis tulang rawan, sehingga gerakan

sendi menjadi terbatas (kaku) dan menimbulkan rasa nyeri. Dalam istilah

kedokteran, penyakit sendi yang disebabkan karena penipisan tulang rawan

sendi akibat proses penuaan serta kemunduran fungsi tulang rawan sendi

disebut dengan istilah osteoartritis (osteoarthritis) atau pengapuran sendi.

Meskipun demikian osteoartritis dapat menyerang pada orang yang relatif

masih muda.

Pada kondisi osteoartritis yang sangat parah, selain rasa sakit yang

semakin hebat, sendi menjadi kaku sehingga penderita sulit melakukan

aktivitas.

Para ahli ortopedi telah menemukan cara untuk untuk mengatasi

orsteoartritis yang sudah sangat parah, yaitu dengan melakukan hip joint

implant. Hip joint implant adalah proses penggantian tulang pinggul dengan

tulang buatan (hip prothesis) yang terdiri dari ball head, cup dan stem. Teknik

hip joint implant ini telah dipraktekkan dengan sukses selama beberapa

tahun. Kemungkinan kegagalan hip joint implant sangat kecil karena

pergeseran ball head dalam vivo hanya berjarak 1/10000. Semua itu

dipengaruhi oleh adanya penggabungan antara stem dan ball head.

1.2. Rumusan Masalah

Osteoartritis dapat mengenai hampir semua sendi pada tubuh

manusia, yaitu sendi di daerah tulang belakang, sendi di bahu, sendi pada

jari-jari tangan, sendi pada jari-jari kaki, sendi pinggul, sendi lutut, sendi pada

pergelangan tangan, dan sendi pada pergelangan kaki. Meskipun sendi

pinggul merupakan salah satu sendi yang paling sering terserang

osteoartritis, tetapi pada beberapa ras (misalnya ras Negro Afrika dan ras

Cina Selatan) sendi mereka sangat imun terhadap penyakit ini. Ini berarti

bahwa kebanyakan orang Indonesia rawan terhadap penyakit ini.

Pada saat berjalan, terjadi tegangan dan regangan pada sendi pinggul

karena pada tempat itu terjadi kontak akibat beban yang dinamis. Perubahan

ini seiring dengan posisi telapak kaki berada, baik sewaktu posisinya masih

melayang maupun sesudah menginjak tanah secara penuh.

Distribusi tegangan dan regangan yang terjadi pada ball head akan

memberikan informasi tentang material mana yang lebih tepat digunakan

untuk ball head.

1.3. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini diberikan batasan-batasan masalah agar tidak

terjadi meluasnya permasalahan yaitu sebagai berikut:

1. Analisis dan simulasi dilakukan dengan software ABAQUS 6.5-1 pada

hip joint bagian kiri orang yang berjalan pada kecepatan normal

dengan berat badan 610 N.

2. Material benda uji untuk ball head masing-masing adalah alumina,

silicon carbide, silicon nitride, dan zirconia. Material untuk cone

menggunakan stainless steel. Material untuk stem menggunakan

titanium.

3. Density material alumina sebesar 3970 kg/m³, silicon carbide sebesar

3200 kg/m3, silicon nitride sebesar 3250 kg/m3, stainless steel sebesar

7900 kg/m³, titanium sebesar 4430 kg/m³, dan zirconia sebesar 6050

kg/m3.

4. Modulus elastisitas untuk material alumina sebesar 4,0 × 1011 Pa,

untuk silicon carbide sebesar 4,4 × 1011 Pa, untuk silicon nitride

sebesar 3,0 × 1011 Pa, untuk stainless steel sebesar 2,1 × 1011 Pa,

untuk titanium sebesar 1,05 × 1011 Pa, dan untuk zirconia sebesar 2,1

× 1011 Pa.

5. Poisson’s ratio untuk material alumina sebesar 0,23, untuk silicon

carbide sebesar 0,16, untuk silicon nitride sebesar 0,28, untuk

stainless steel sebesar 0,3, untuk titanium sebesar 0,3, dan untuk

zirconia sebesar 0,31.

6. Koefisien gesek yang digunakan untuk gesekan antara stem dengan

ball head bagian dalam sebesar 0,35 dan untuk gesekan antara ball

head dengan cone bagian dalam sebesar 0,3.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari simulasi ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi

material penyusun ball head pada hip joint prosthesis dilihat dari distribusi

tegangan dan regangan.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian pada simulasi ini akan mendatangkan beberapa manfaat

yang bisa diambil, yaitu:

1. Penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan tentang

teknologi hip joint implant.

2. Penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi penelitian-penelitian yang

lain, terutama yang berkaitan dengan teknologi hip joint implant.

1.6. Sistematika Penulisan

Sistematika laporan tugas akhir ini memuat tentang isi bab-bab yang

dapat diuraikan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan penelitian,

perumusan masalah, batasan masalah, manfaat penelitian,

sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Bab ini berisi tentang teori-teori yang berhubungan dengan

proses hip joint implant.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN LANGKAH SIMULASI

Bab ini meliputi penjelasan tentang metode penelitian, cara

pemodelan dengan ABAQUS CAE serta penjelasan

bagaimana melakukan simulasi.

BAB IV HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang hasil simulasi untuk beragam material

pembentuk ball head yang berbeda jenisnya, gambar grafik

dan gambar material.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Berisi tentang kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1. Kajian pustaka

Arthritis Research Campaign (ARC) menyatakan bahwa diperlukan

penggantian pinggul secara total (Total Hip Replacement atau THR) jika

sendi pinggul rusak akibat radang sendi. Kerusakan semacam ini

kebanyakan disebabkan oleh osteoarthritis atau bisa juga akibat radang

sendi jenis yang lain, yaitu rheumatoid arthritis.

Penggantian secara total terhadap permukaan persendian tampaknya

merupakan cara ideal untuk mengobati setiap kelainan yang menyebabkan

kerusakan sendi (Charnly, 1979). Sebelum sendi-sendi artifisial (prosthese)

tersedia, satu-satunya pilihan selain artrodesis adalah memotong bagian

sendi tersebut. Tindakan ini disebut artroplastieksisi dan jarang diperlukan

sekarang. Aliase logam modern dan plastik dengan kerapatan tinggi sudah

memungkinkan dikembangkannya suatu sendi artifisial untuk berbagai

tempat. Panggul adalah tempat pertama yang dikerjakan dan tetap menjadi

yang paling dapat diandalkan (Paul A. Dieppe,1995).

Implan pada sendi buatan harus mampu mengatasi masalah-masalah

yang akan ditimbulkan antara lain: (1) implan prostetik harus tahan lama; (2)

implan harus memungkinkan pergerakan mulus pada persendian; (3) implan

harus terikat erat pada kerangka; dan (4) implan harus lembam dan tidak

menimbulkan reaksi yang tidak dikehendaki dalam jaringan (A. Graham

Apley, 1995).

Di Jepang, seperti yang dimuat dalam www.beritaiptek.com (16 April

2006), menyebutkan jumlah pasien yang menjalani operasi pemasangan

sendi buatan mencapai sekitar 150000 orang tiap tahunnya. Hal ini

kebanyakan diakibatkan oleh kelainan (perubahan bentuk) pada tulang

akibat penuaan atau reumatik pada sendi. Jumlah ini terus mengalami

peningkatan sebesar 8 persen setiap tahunnya. Data dari American

Academy of Orthopaedic Surgeons (AAOS) menyebutkan bahwa beratus

ribu orang yang mengalami penggantian pinggul memiliki kemungkinan untuk

hidup lebih aktif, 80 persen dari mereka yang mengalami penggantian sendi

pinggul atau sendi lutut bisa bertahan sedikitnya 20 tahun. Data dari Pusat

Statistik Kesehatan Nasional Amerika pada tahun 2001 menyatakan bahwa

telah dilakukan penggantian tulang pinggul pada sekitar 165000 orang.

Penggantian ini mempunyai kelemahan karena tidak bertahan seumur hidup,

sehingga mereka memerlukan perawatan. Selama ini kelonggaran adalah

masalah komplikasi utama pada penggunaan sendi buatan ini.

Bernhard Weisse (2003) menunjukkan hasil dari pengukuran dan

perhitungan tegangan pada ball head tipe L untuk kasus beban statis yang

melawan 100º cone dengan axial load FR 5, 10, 20, dan 30 kN seperti yang

ditunjukkan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1. Pengukuran dan perhitungan circumferential strains pada ball head tipe L pada kasus beban statis yang melawan 100º cone (Weisse, dkk., 2003)

Hasil pengukuran dan perhitungan relative displacement r pada kerucut

antara ball head dengan stem ditunjukkan pada gambar 2.2. Pada analisis

FE (Finite Element) perbedaan koefisien gesek antara stem dengan ball

head diperhitungkan sebanyak: 0,2, 0,35, dan 0,5.

Gambar 2.2. Hasil pengukuran dan perhitungan relative displacement r pada kerucut antara ball head dengan stem pada kasus beban statis yang melawan 100º cone (Weisse, dkk., 2003)

Y.S. Zhou (1997) melakukan penelitian tentang perbandingan friction

properties dari empat material untuk joint replacement. Gambar 2.3.a dan

2.3.b menunjukkan start up friction dengan empat material dengan resting

time pada pembebanan 40 N dan 120 N secara berturut-turut. Resting time

mempunyai suatu pengaruh pada start up friction dari alumina pada alumina,

silicon carbide pada silicon carbide, dan silicon nitride pada silicon nitride.

Bagaimanapun, itu berpengaruh pada start up friction dari zirconia pada

zirconia. Sebagai tambahan, resting time mempunyai pengaruh yang

berbeda pada start up friction pada perbedaan pembebanan.

(a)

(b)

Gambar 2.3.(a) Start up friction dari empat material dengan resting time (lubricant, CMC-Na wt.% water solution; load 40 N). (b) Start up friction dari empat material dengan resting time (lubricant, CMC - Na wt. % watersolution; load 120 N) (Zhou, dkk., 1997)

(a)

(b)

Gambar 2.4.(a) Start up friction dari empat material dengan load (lubricant, CMC-Na wt.% water solution; resting time 3 s) (b) Start up friction dari empat material dengan load (lubricant, CMC-Na wt.% water solution; resting time 300 s) (Zhou, dkk., 1997)

H.G. Richter dan G Willmann (1997) menyatakan bahwa reliabilitas dari

komponen untuk total hip endoprosthesis untuk perhitungan finite element

(gambar 2.5 .a) dan eksperimen menunjukkan bahwa kedua taper material

dan struktur permukaannya mempunyai pengaruh penting pada kemampuan

menahan beban pada ball head/stem (gambar 2.5 .b).

(a)

(b) Gambar 2.5.(a) Finite element analysis dari distribusi tegangan pada hip joint head. (b) Pengaruh dari taper material dan struktur permukaan pada kemampuan menahan beban dari ball/stem (Richter dan Willmann, 1997)

Situasi dua bounderline harus dihindari. Area kontak pada bagian akhir

pada taper yang mana lebih dekat pada kubah tidak harus semua kecil. Pada

sisi lain, sudut dari metal taper tidak harus menjadi sangat besar seperti

lapisan pelindung kontak antara taper dan ball to the rim pada ball opening.

Ini berarti keduanya sangat membutuhkan toleransi.

Eksperimen ini menunjukkan bahwa kemampuan menahan beban pada

ball head betul-betul tergantung pada material. Titanium, secara umum,

menunjukkan kemampuan yang lebih tinggi untuk menahan beban ball head

yang terbuat dari alumina daripada yang terbuat dari cobalt chrome. Sebagai

tambahan, struktur ujung permukaan sangat berpengaruh terhadap

kemampuan menahan beban.

2.2. Landasan teori

2.2.1. Tulang-tulang anggota gerak

2.2.1.1. Tulang-tulang lengan

Tulang-tulang lengan dan tangan manusia terdiri dari beberapa

bagian yaitu: skapula, klavikula, humerus, ulnaris, ossa kalpalia,

ossa metakarpalia, dan phalanges seperti terlihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6. Tulang-tulang lengan dan tangan dilihat dari depan (Gibson,1995)

Keterangan gambar:

- Skapula adalah tulang segitiga datar yang membentuk bagian dari

korset bahu.

- Klavikula adalah tulang kolar yang hampir menyerupai huruf S

yang melekat pada ujung medial kemanubrium sternum , pada

ujung lateral ke processus acromiom dari skapula.

- Humerus adalah tulang panjang dengan kaput (ujung atas),

korpus, dan ujung bawah.

- Radius adalah tulang pada sisi luar dari lengan bawah yang

memiliki ujung proksimal dengan kaput, collum, dan tuberositas

(tempat melekatnya tendon dari otot bisep).

- Ulna adalah tulang panjang pada sisi dalam lengan bawah.

- Karpalia adalah tulang pergelangan yang terdiri dari delapan ruas

tulang kecil yang tidak beraturan yang tersusun menjadi dua baris.

- Metakarpal adalah lima ruas tulang pada tangan.

2.2.1.2. Tulang-tulang tungkai

Tulang-tulang tungkai manusia terdiri dari beberapa bagian

yaitu os coxae, femur, patella, tibia, fibula, ostarsal, metatarsal, dan

phalanges seperti ditunjukkan pada gambar 2.7 .

Gambar 2.7. Tulang-tulang kaki dilihat dari depan (Gibson,1995)

Keterangan gambar:

- Os coxae adalah tulang besar, kuat, dan merupakan tulang

yang berbentuk tidak teratur.

- Femur adalah tulang panjang yang terdiri dari tiga bagian

yaitu ujung atas, korpus, dan ujung bawah.

- Patela adalah tulang berbentuk segitiga kasar dengan

sudut-sudut yang membulat dan bagian apeksnya

meruncing kebawah.

- Tibia dan fibula adalah tulang dibawah lutut.

2.2.2. Persendian dan pergerakan

2.2.2.1. Persendian

Persendian adalah kumpulan dari jaringan-jaringan yang

menghubungkan antara dua tulang atau lebih, baik yang dapat

bergerak maupun yang tidak bergerak. Beberapa persendian

(misalnya pada lutut) mempunyai bantalan jaringan yang di

antaranya seperti pada gambar 2.8.

Gambar 2.8. Struktur dasar persendian: (a) lutut, (b) pinggul (Gibson,1995)

Ada beberapa jenis persendian pada tulang manusia

diantaranya:

(a)

(b)

1. Sendi hinge. Sendi hinge adalah sendi yang dapat

menghasilkan pergerakan fleksi dan ekstensi, seperti pada

siku.

2. Sendi bola dan soket. Pada sendi jenis ini, kaput salah satu

tulang masuk ke dalam mangkuk tulang yang lainnya, seperti

halnya pada sendi panggul.

3. Sendi kondiloid, yaitu suatu sendi hinge yang memungkinkan

pergerakan lateral seperti persendian temporomandibular

(dagu).

4. Sendi plana. Sendi plana merupakan salah satu permukaan

artikulasio tulang yang mempunyai bentuk plana, seperti

persendian pada pergelangan.

2.2.2.2. Gerakan Persendian

Ada tiga macam pergerakan persendian pada tulang manusia,

yaitu:

1. Glinding. Pada tipe ini pergerakan sendi dimulai dari salah satu

permukaan yang berada di atas, sedangkan yang lain sebagai

sendi bidang.

2. Flexi. Pergerakan flexi merupakan gerakan menurunkan sudut

persendian, seperti halnya ketika melipat siku.

3. Ekstensi. Pergerakan ekstensi yaitu menambah besar sudut

persendian, seperti halnya ketika meluruskan siku.

2.2.3. Hip joint

2.2.3.1. Hip joint yang normal

Hip joint adalah sambungan dari tulang-tulang yang menjadi

tumpuan paling besar (weight bearing). Hip joint terdiri dari tiga

bagian utama, yaitu: femur, femoral head, dan rounded socked.

Gambar 2.9. Hip joint yang normal (www.nlm.nih.gov)

Di dalam hip joint yang normal (gambar 2.9) terdapat suatu

jaringan yang lembut dan tipis yang disebut dengan selaput

synovial. Selaput ini membuat cairan yang melumasi dan hampir

menghilangkan efek gesekan di dalam hip joint. Permukaan

tulang juga mempunyai suatu lapisan tulang rawan (articular

cartilage) yang merupakan bantalan lembut dan memungkinkan

tulang untuk bergerak bebas dengan mudah. Lapisan ini

mengeluarkan cairan yang melumasi dan mengurangi gesekan di

dalam hip joint. Akibat gesekan dan gerak yang hampir terjadi

setiap hari, maka articular cartilage akan semakin melemah dan

bisa menyebabkan arthritis seperti ditunjukkan pada gambar

2.10.

Gambar 2.10. Hip arthritis (www.nlm.nih.gov)

2.2.3.2. Gaya-gaya yang terjadi saat berjalan

2.2.3.2.1. Gerakan oscillatory

Ketika berjalan, kaki (dan tangan) melakukan

gerakan berulang yang serupa bandul. Dengan

menggunakan observasi ini, kecepatan berjalan pada

langkah alamiah dapat dihitung.

John R, Cameron (1999) menjelaskan bahwa

besarnya amplitudo pada gerakan osilasi kecil, sementara

periode bandul T= 2? (L/g)1/2, dimana g adalah gravitasi

(lihat gambar 2.11). Untuk tipe kaki orang yang tingginya 2

m, panjang efektif kaki (Leff) = 0,2 m dan periode (T) = 0,9

s (lihat gambar 2.11).

Gambar 2.11.(a) Bandul sederhana dengan panjang L melakukan getaran amlitudo kecil. (b) Kaki saat berjalan juga berlaku seperti bandul (Cameron, dkk., 1999)

2.2.3.2.2. Gaya gesekan

Gaya gesekan terjadi bila tubuh melakukan gerakan,

misalnya memegang tambang, berjalan, atau berlari.

Penyakit pada tulang seperti seperti arthritis, akan

menambah besarnya gesekan, dan lama-kelamaan akan

mengakibatkan kerusakan permanen.

Ketika tumit seseorang menyentuh tanah saat

berjalan, suatu gaya dari tanah mendesak kaki (gambar

2.12.a). Gaya dari tanah dapat diurai menjadi komponen

horizontal dan vertikal. Gaya vertikal, yang didukukung

oleh permukaan, diberi label N (suatu gaya tegak lurus

dengan permukaan). Komponen horizontal FH didukung

oleh gaya gesek. Gaya gesek maksimum Ff biasanya

dijabarkan dengan:

Ff = ?N..............................................................(1)

Dengan :

?= Koefisien statis antara dua permukaan

(dimana nilai koefisien gesekan sendi tulang

berpelumas adalah 0,003).

N= Gaya tegak lurus dengan permukaan

(Newton).

Dari hasil pengukuran telah didapatkan komponen

gaya horizontal pada tumit saat menjejak tanah ketika

seseorang berjalan yaitu: 0,15 W. Dimana W adalah berat

tubuh (John R. Cameron, 1999).

Gambar 2.12.(a) Komponen gesek horizontal gaya FH dan komponen vertikal gaya N dengan resultan R yang ada pada tumit pada saat menjejakkan tanah, memperlambat kaki dan tubuh. (b) ketika kaki meninggalkan tanah komponen gesek gaya FH

mencegah kaki tergelincir ke belakang dan menyediakan gaya untuk mengakselerasikan tubuh ke depan (Cameron, dkk., 1999)

2.2.3.2.3. Gaya dinamis pada sendi pinggul

Ketika berjalan beban yang terjadi pada kaki,

khususnya sendi pinggul, bersifat dinamis. Seperti

ditunjukkan hasil penelitian Paul J. P (Adams, Direct

measurement of local pressures in the cadaveric human

hip joint during simulated level walking, 1985) dimana ia

membagi proses sekali langkah dalam enam tahapan.

Pada setiap tahapan beban yang terjadi tidak sama

(dinamis), puncaknya saat beban tubuh tertumpu pada

satu kaki. Dari penelitiannya juga dicantumkan waktu yang

dibutuhkan untuk setiap tahapan, sementara waktu yang

dibutuhkan untuk sekali langkah kurang lebih 7 detik

(gambar 2.13).

Gambar 2.13. Besarnya gaya pada hip joint dan waktu yang dibutuhkan untuk sekali langkah (Adams, 1985)

Sementara itu hasil pengukuran lainnya (gambar 2.14)

menunjukkan besarnya gaya maksimum yang terjadi pada

hip joint prosthesis saat kaki berjalan dengan kecepatan

normal sebesar 610 N (www.orthoload. com, akses: 20

Juli 2009). Dimana diletakkan suatu alat yang dapat

mengukur besarnya gaya yang terjadi pada hip joint baik

gaya vertikal (Fz), gaya arah depan (Fx), gaya arah ke

samping (Fy), dan gaya total (F).

Gambar 2.14. Hasil pengukuran besarnya gaya pada hip joint prosthesis kaki kiri seorang pria dengan berat 62 kg dengan waktu sekitar 1.2 detik untuk sekali langkah (www.orthoload.com)

Sewaktu berjalan terdapat saat ketika hanya satu kaki

yang menjejak tanah dan pusat gravitasi tubuh terletak

pada kaki tersebut. Gambar 15 menunjukkan gaya yang

paling penting yang terjadi pada kaki tersebut. Dimana

gaya itu adalah:

1. Gaya vertikal ke atas pada kaki, setara dengan berat

tubuh W;

2. Berat kaki WL, yang rata -rata setara dengan W/7;

3. R, gaya reaksi antara femur dan pinggul sebesar

2,4W;

4. T, tekanan pada kelompok otot antara pinggul dan

trochanter yang lebih besar pada femur, yang

menyediakan gaya untuk menjaga tubuh tetap

seimbang yang besarnya 1,6W.

Gambar 2.15. Suatu diagram yang menunjukkan rata-rata gaya dan dimensi (dalam cm) untuk pinggul-kaki di bawah beragam kondisi (Cameron, dkk., 1999)

Dari gambar 2.15 di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

(a).Ketika seseorang berdiri di atas satu kaki. Gaya

vertikal ke atas merupakan berat W seseorang.

Berat kaki WL diambil menjadi W/7 dan sudut otot

abductor pinggul yang diindikasikan dengan T

adalah sebesar 700. R adalah gaya raksi antara

pinggul dan kepala femur (sendi pinggul).

(b).Ketika sendi pinggul maupun otot abductor terluka,

tubuh bungkuk ke arah cg melalui pusat femur dan

pusat kaki, yang kemudian mengurangi gaya reaksi

R dan gaya otot abductor. Gaya reaksi rata-rata

setara dengan berat tubuh di atas sendi ditambah

kaki yang lain atau (6/7)W.

(c). Ketika tongkat dipergunakan, gaya abductor T dan

gaya reaksi R pada kepala femur berkurang cukup

besar. Gaya ke atas Fc = W/6 memberikan T?

0,65W dan R? 1,3W.

2.2.3.2.3. Sistem koordinat pada sendi pinggul

Komponen-komponen arah beban pada sendi

pinggul ditulis dengan -Fx, -Fy, -Fz dengan suatu tanda

yang negatif. Nilai-nilai gaya positif menandai (adanya)

aksi komponen-komponen terhadap femoral head.

Tegangan ke arah atas ditulis dengan Fz, sementara

beban arah depan dengan Fx dan beban arah samping

dengan Fy.

Gambar 2.16. Sistem koordinat pada tulang paha kiri (www.orthoload.com)

2.2.4. Gambaran umum tentang hip joint replacement

2.2.4.1. Indikasi dan proses hip joint replacement

Gambar-gambar di bawah menunjukkan gambaran tentang hip

joint yang normal serta indikasi terjadinya radang sendi dan

tahapan-tahapan proses hip replacement sampai hasil hip

replacement.

Gambar 2.17. Hip joint yang normal (www.nlm.nih.gov).

Gambar 2.17 menunjukkan anatomi hip joint yang normal.

Femoral head masih memiliki articular cartilage yang baik, dimana

masih mampu mengeluarkan cairan yang melumasi dan mengurangi

efek gesekan pada sambungan sendi.

Gambar 2.18. Indikasi terjadinya arthritis (www.nlm.nih.gov).

Pada gambar 2.18 terlihat bahwa articular cartilage pada

femoral head telah berkurang, hal inilah yang menyebabkan

terjadinya radang sendi.

Gambar 2.19 dan 2.20 adalah gambaran tentang penggantian

sambungan tulang pinggul dengan sambungan tulang pinggul tiruan

(hip joint prosthesis). Gambar 2.18 menunjukkan pemotongan tulang

femur, yang kemudian diganti dengan hip joint prosthesis dengan

cara menanam stem pada tulang femur dan cup pada acetabulum,

seperti terlihat pada gambar 2.19.

Gambar 2.19. Pemotongan tulang femur (www.nlm.nih.gov)

Gambar 2.20. Pemasangan hip joint prosthesis (www.nlm.nih.gov)

Gambar 2.21 menunjukkan perbandingan antara hip joint yang

belum dilakukan penggantian sambungan tulang dan setelah

dilakukan penggantian tulang.

Gambar 2.21. Hip joint sebelum dan sesudah dilakukan hip replacement (www.nlm.nih.gov)

2.2.5. Desain hip joint prosthesis

Hip joint prosthesis terdiri dari empat bagian (gambar 2.22):

1. Cup. Cup berfungsi untuk menggantikan hip socket. Cup

umumnya terbuat dari plastik, keramik, atau metal.

2. Metal ball head, yang akan menggantikan fractured head dari

femur.

3. Stem (batang metal) yang terkait dengan batang tulang untuk

menambahkan stabilitas hip joint prosthesis.

4. Batang

Gambar 2.22. Hip joint prosthesis (Suhendra, 2005)

Keterangan:

A. Cup

B. Ball head

C. Stem

D. Batang

2.2.6. Variabel proses hip joint prosthesis

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan

simulasi hip joint antara lain:

1. Gesekan

Pada saat simulasi hip joint prosthesis berlangsung, besarnya

gesekan antara permukaan stem dengan ball head bagian dalam

dan ball head bagian luar dengan cone akan mempengaruhi

penyaluran tegangan dan hasil dari produk yang dibuat.

2. Kekuatan material

Material hip yang mempunyai kekuatan elastisitas maksimum

yang besar mampu menahan tegangan yang lebih besar sehingga

produk tidak mudah mengalami deformasi, sedangkan material

dengan kekuatan elastisitas maksimum yang kecil akan mudah

mengalami cacat.

2.2.7. Material untuk hip joint prosthesis

Material yang digunakan untuk hip joint prosthesis umumnya terbuat

dari bahan keramik pada bagian ball head-nya. Bahan keramik yang

sering digunakan adalah alumina, silicon, carbide, silicon nitride , dan

zirconia. Tabel 2.1 menunjukkan sifat-sifat dari keempat material tersebut.

Tabel 2.1. Sifat-sifat alumina, silicon carbide, silicon nitride, dan zirconia (Weisse, 1997)

Sementara itu untuk bahan stem dan cone serta bahan ball head

yang lain bisa dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2. Sifat-sifat material untuk ball head, stem, dan cone (Weisse dkk.,2003)

2.2.7.1. Aluminium oksida (alumina)

Aluminium oksida adalah sebuah senyawa kimia dari aluminium

dan oksigen, dengan rumus kimia Al2O3. Nama mineralnya adalah

alumina, dan dalam bidang pertambangan, keramik dan teknik

material senyawa ini lebih banyak disebut dengan nama alumina.

Aluminium oksida berperan penting dalam ketahanan logam

aluminium terhadap perkaratan dengan udara. Logam aluminium

sebenarnya amat mudah bereaksi dengan oksigen di udara.

Aluminium bereaksi dengan oksigen membentuk aluminium oksida,

yang terbentuk sebagai lapisan tipis yang dengan cepat menutupi

permukaan aluminium. Lapisan ini melindungi logam aluminium dari

oksidasi lebih lanjut. Ketebalan lapisan ini dapat ditingkatkan melalui

proses anodisasi. Beberapa alloy (paduan logam), seperti perunggu

aluminium, memanfaatkan sifat ini dengan menambahkan aluminium

pada alloy untuk meningkatkan ketahanan terhadap korosi.

Al2O3 yang dihasilkan melalui anodisasi bersifat amorf, namun

beberapa proses oksidasi seperti plasma electrolytic oxydation

menghasilkan sebagian besar Al2O3 dalam bentuk kristalin, yang

meningkatkan kekerasannya.

Secara alami, aluminium oksida terdapat dalam bentuk kristal

corundum. Batu mulia rubi dan sapphire tersusun atas corundum

dengan warna-warna khas yang disebabkan oleh karena kadar

ketidakmurnian dalam struktur corundum.

Aluminium oksida merupakan komponen dalam bijih bauksit

aluminium yang utama. Bijih bauksit terdiri dari Al2O3, Fe2O3, dan

SiO2 yang tidak murni. Campuran ini dimurnikan terlebih dahulu

melalui Proses Bayer dengan reaksi seperti di bawah:

Al2O3 + 3H2O + 2NaOH + panas ? 2NaAl(OH)4

Fe2O3 tidak larut dalam basa yang dihasilkan, sehingga bisa

dipisahkan melalui penyaringan. SiO2 larut dalam bentuk silikat

Si(OH)62-. Ketika cairan yang dihasilkan didinginkan, maka akan

terjadi endapan Al(OH)3, sedangkan silikat masih larut dalam cairan

tersebut. Al(OH)3 yang dihasilkan kemudian dipanaskan seperti

reaksi di bawah:

2Al(OH)3 + panas ? Al2O3 + 3H2O

Al2O3 yang terbentuk adalah alumina.

Data dari www.wikipedia.org (28 Maret 2009) menyatakan

bahwa setiap tahunnya, 45 juta ton alumina digunakan, lebih dari

90%-nya digunakan dalam produksi logam aluminium. Aluminium

hidroksida digunakan dalam pembuatan bahan kimia pengelolaan

air seperti aluminium sulfat, polialuminium klorida, dan natrium

aluminat. Berton-ton alumina juga digunakan dalam pembuatan

zeolit, pelapisan pigmen titania dan pemadam api. Alumina

merupakan insulator listrik, tetapi memiliki konduktivitas termal yang

relatif tinggi

2.2.7.2. Silicon carbide

Silicon carbide (SiC, dan juga disebut dengan carborundum)

adalah persenyawaan dari silicon dan karbon. Biasanya SiC

merupakan senyawa sintetis yang digunakan secara luas sebagai

bahan abrasif. Silicon carbide juga terbentuk secara alamiah di alam

sebagai mineral yang teramat langka yang disebut dengan

moissanite. Bijih silicon carbide diikat bersama dengan disinter

untuk dapat membentuk keramik yang sangat keras.

Karena jarang terdapat moissanite alami, silicon carbide pada

umumnya merupakan buatan manusia. Kebanyakan sering

digunakan sebagai bahan abrasif, semikonduktor dan sebagai

berlian tiruan dengan kualitas seperti aslinya. Proses fabrikasi yang

sederhana adalah dengan mengkombinasikan pasir silika dan

karbon dalam tungku grafit tahanan listrik Acheson pada temperatur

yang tinggi (1600°C dan 2500°C).

Material ini terbentuk di dalam tungku Acheson dengan tingkat

kemurnian yang bervariasi tergantung pada jaraknya dari sumber

panas resistor grafit. Kristal yang tidak berwarna, kuning pucat, dan

hijau memiliki kemurnian yang paling tinggi dan ditemukan paling

dekat dengan resistor. Perubahan warna menjadi biru dan hitam

akan ditemukan pada jarak yang lebih jauh dari resistor, dan kristal-

kristal gelap itu kurang murni.

Silicon carbide yang ada sedikitnya terdiri dari 70 bentuk kristal.

Silicon carbide alpha (a-SiC) adalah polimorf yang paling umum

dijumpai; yang terbentuk pada temperatur lebih dari 2000°C dan

memiliki struktur kristal heksagonal (serupa dengan Wurtzite).

Modifikasi beta (ß-SiC), dengan suatu struksur kristal batuan seng

(serupa dengan berlian), terbentuk pada temperatur di bawah

2000°C.

Silicon carbide memiliki massa jenis 3,2 g/cm³, dan

memiliki temperatur sublimasi (kira-kira 2700°C). Inilah yang

membuatnya berguna untuk bearing dan komponen tanur.

SiC memiliki koefisien muai termal yang sangat rendah (4,0 ×

10-6/K) dan dialami tanpa peralihan fase yang akan

menyebabkan diskontinyunitas pada ekspansi panas.

www.wikipedia.org (11 April 2009) menyatakan bahwa silicon

carbide memiliki ketahanan alami terhadap oksidasi.

Sekarang, material ini telah dikembangkan menjadi keramik

untuk teknik dengan tingkat mutu yang tinggi dengan sifat-sifat

mekanik yang sangat bagus. Material ini juga digunakan untuk

bahan-bahan abrasif, bahan-bahan tahan pecah, keramik, dan

banyak kegunaan untuk aplikasi lainnya.

Material ini dapat juga digunakan sebagai konduktor listrik dan

untuk aplikasi-aplikasi yang membutuhkan ketahanan terhadap

panas, pemantik nyala api, dan komponen-komponen elektronik.

Aplikasi yang berkaitan dengan struktur dan pemakaian material ini

terus dikembangkan hingga saat ini.

Sifat-sifat utama silicon carbide:

? Massa jenisnya rendah

? Kekuatannya tinggi

? Ekspansi panasnya rendah

? Penghantar panas yang baik

? Kekerasannya tinggi

? Modulus elastisitasnya tinggi

? Ketahanannya terhadap thermal shock sangat tinggi

? Ketahanannya terhadap reaksi kimia sangat bagus.

2.2.7.3. Silicon nitride

Silicon nitride (Si3N4) merupakan senyawa buatan manusia

yang digabungkan menjadi satu melalui beberapa metode reaksi

kimia. Bagian-bagian di-press dan disinter dengan metode yang

dikembangkan dengan baik untuk menghasilkan sebuah keramik

dengan sifat-sifat yang unggul. Keberadaan silicon nitride di alam

terbatas pada batu meteorit, di mana hal itu merupakan kejadian

yang sangat jarang terjadi.

Material ini memiliki warna mulai dari gelap kelabu sampai

hitam dan dapat dibuat mengkilat sehingga menjadi permukaan

halus yang memantulkan cahaya. Silicon nitride dengan performa

yang tinggi telah dikembangkan untuk dipakai sebagai komponen

mesin otomotif, seperti katup dan cam pengikut.

Sifat –sifat utama:

? Kekuatannya yang sangat tinggi pada rentang temperatur

yang luas

? Ketangguhannya yang tinggi terhadap retak

? Kekerasannya tinggi

? Ketahanan yang tinggi terhadap pemakaian, baik terhadap

tumbukan maupun akibat gesekan

? Ketahanan yang baik terhadap kejutan panas

? Ketahanan yang baik terhadap bahan kimia

Silicon nitride (Si3N4) adalah zat padat yang keras. Zat ini

adalah komponen utama keramik silicon nitride yang mempunyai

ketahanan kejut yang baik dan sifat-sifat mekanik serta panas yang

baik dibandingkan dengan keramik jenis yang lain.

Silicon nitride dapat diperoleh dengan reaksi langsung antara

silicon dengan nitrogen pada temperatur yang tinggi. Silicon nitride

juga dibentuk dengan menggunakan CVD (chemical vapor

deposition), atau satu di antara jenis-jenis ini, seperti PECVD

(plasma-enhanced chemical vapor deposition).

Ada tiga jenis struktur kristalografik dari silicon nitride, yaitu fase

a, fase ß, dan fase ?. Fase a and ß merupakan bentuk Si3N4 yang

paling umum, dan dapat diproduksi pada kondisi di bawah tekanan

normal. Fase ? hanya dapat disatukan di bawah tekanan dan

temperatur yang tinggi dan mendapatkan kekerasannya pada 35

GPa.

Sebagiaan besar monolithic silicon nitride digunakan sebagai

material untuk alat potong, kaitannya dengan kekerasannya,

stabilitas panasnya, dan ketahannya untuk digunakan. Material ini

secara khusus disarankan untuk permesinan berkecepatan tinggi

pada besi cor. Pada permesinan baja, material ini selalu dilapisi

dengan titanium nitride untuk meningkatkan ketahanan kimianya.

Silicon nitride memiliki massa molar 140,28 g/mol, massa jenis 3.44

g/cm3, dan titik leleh 1900°C.

2.2.7.4. Stainless steel

Stainless steel merupakan baja paduan yang mengandung

minimal 10.5% Cr. Sedikit saja stainless steel yang mengandung

lebih dari 30% Cr atau kurang dari 50% Fe. Karakteristik khusus

stainless steel adalah pembentukan lapisan film kromium oksida

(Cr2O3). Lapisan ini berkarakter kuat, tidak mudah pecah dan tidak

terlihat secara kasat mata. Lapisan kromium oksida dapat terbentuk

kembali jika lapisan rusak dengan kehadiran oksigen. Pemilihan

stainless steel didasarkan atas sifat-sifat materialnya antara lain

ketahanan korosi, fabrikasi, mekanik, dan biaya produk.

Umumnya berdasarkan paduan unsur kimia dan persentasi,

stainless steel dibagi menjadi lima kategori (Gadang Priyotomo,

2007). Lima kategori tersebut yaitu:

2.2.7.4.1. Stainless steel martensitik

Baja kategori ini merupakan paduan kromium dan

karbon yang memiliki struktur martensit body-centered cubic

(bcc) yang terdistorsi saat kondisi bahan dikeraskan. Baja ini

merupakan ferromagnetic, bersifat dapat dikeraskan dan

umumnya tahan korosi di lingkungan yang kurang korosif.

Kandungan kromium umumnya berkisar antara 10,5 – 18%,

dan karbon melebihi 1,2%. Kandungan kromium dan karbon

dijaga untuk mendapatkan struktur martensit saat proses

pengerasan. Karbida berlebih meningkatkan ketahanan aus.

Unsur niobium, silicon, tungsten, dan vanadium ditambah

untuk memperbaiki proses temper setelah proses

pengerasan. Sedikit kandungan nikel meningkatkan

ketahanan korosi dan ketangguhan.

2.2.7.4.2. Stainless steel feritik

Baja jenis ini mempunyai struktur body centered cubic

(bcc). Unsur kromium ditambahkan ke dalam paduan sebagai

penstabil ferit. Kandungan kromium umumnya berada pada

kisaran 10,5 – 30%. Beberapa tipe baja mengandung unsur

molybdenum, silicon, aluminium, titanium, dan niobium. Unsur

sulfur ditambahkan untuk memperbaiki sifat mampu mesin.

Paduan ini merupakan feromagnetik dan mempunyai sifat ulet

dan mampu bentuk baik namun kekuatan di lingkungan suhu

tinggi lebih rendah dibandingkan stainless steel austenitik.

Kandungan karbon yang rendah pada baja feritik

menyebabkannya tidak dapat dikeraskan dengan perlakuan

panas. Sifat mampu las, keuletan, dan ketahanan korosi

dapat ditingkatkan dengan mengatur kandungan tertentu dari

unsur karbon dan nitrogen.

2.2.7.4.3. Stainless steel austenitik

Stainless steel austenititk merupakan paduan logam

besi-krom-nikel yang mengandung 16-20% kromium, 7 - 22%

dari berat nikel, dan nitrogen. Logam paduan ini merupakan

paduan berbasis ferrous dan struktur kristal face centered

cubic (fcc). Struktur kristal akan tetap berfasa austenit bila

unsur nikel dalam paduan diganti dengan mangan (Mn)

karena kedua unsur merupakan penstabil fasa austenit.

Stainless steel austenitik tidak dapat dikeraskan melalui

perlakuan celup cepat (quenching). Umumnya jenis baja ini

dapat tetap dijaga sifat austenitiknya pada temperatur ruang,

lebih bersifat ulet dan memiliki ketahanan korosi lebih baik

dibandingkan stainless steel ferritik dan martensit.

Stainless steel austenitik hanya bisa dikeraskan melalui

pengerjaan dingin. Material ini mempunyai kekuatan tinggi di

lingkungan bersuhu tinggi dan bersifat cryogenic. Unsur

molybdenum, tembaga, silicon, aluminium, titanium dan

niobium ditambah dengan karakter material tertentu seperti

ketahanan terhadap korosi atau oksidasi.

Salah satu jenis stainless steel austenitik adalah AISI

304. Baja austenitik ini mempunyai struktur kubus satuan

bidang (face center cubic atau fcc) dan merupakan baja

dengan ketahanan korosi yang tinggi. Komposisi unsur-unsur

pemadu yang terkandung dalam AISI 304 akan menentukan

sifat mekanik dan ketahanan korosi. Baja AISI 304

mempunyai kadar karbon sangat rendah 0,08% dari berat.

Kadar kromium berkisar 18 - 20% dari berat dan nikel 8 -

10,5% dari berat. Kadar kromium cukup tinggi membentuk

lapisan Cr2O3 yang protektif untuk meningkatkan ketahanan

korosi.

2.2.7.4.4. Stainless steel dupleks

Jenis baja ini merupakan paduan campuran struktur ferit

(bcc) dan austenit. Umumnya paduan-paduan itu didesain

mengandung kadar seimbang untuk tiap fasa saat kondisi

anil. Paduan utama material adalah kromium dan nikel, tapi

nitrogen, molybdenum , tembaga, silicon dan tungsten

ditambah untuk menstabilkan struktur dan untuk memperbaiki

sifat tahan korosi. Ketahanan korosi stainless steel dupleks

hampir sama dengan stainless steel austenitik. Kelebihan

stainless steel dupleks yaitu nilai tegangan tarik dan luluh

tinggi dan ketahanan korosi retak tegang lebih baik daripada

stainless steel austenitik. Ketangguhan stainless steel

dupleks antara baja austenitik dan feritik.

2.2.7.4.5. Stainless steel pengerasan endapan

Jenis baja ini merupakan paduan unsur utama kromium-

nikel yang mengandung unsur precipitation-hardening antara

lain tembaga, aluminium, atau titanium. Baja ini berstruktur

austenitik atau martensitik dalam kondisi anil. Kondisi baja

berfasa austenitik dalam keadaan anil dapat diubah menjadi

fasa martensit melalui perlakuan panas. Kekuatan material

melalui pengerasan endapan pada struktur martensit.

2.2.7.5. Titanium

Titanium mempunyai ketahanan korosi sangat baik, hampir

serupa dengan ketahanan korosi baja tahan karat. Titanium sendiri

merupakan suatu logam yang aktif, tetapi titanium membentuk

lapisan pelindung yang halus pada permukaannya yang mencegah

terjadinya korosi ke dalam. Ketika titanium dipanaskan di udara,

maka akan terjadi lapisan kulit TiO, Ti2O dan TiO2, sedangkan

hidrogen yang terbentuk dari uap air di udara di-absorb oleh

titanium. Selanjutnya O dan N, juga di-absorb oleh titanium. Inilah

yang menyebabkan titanium menjadi keras. Titanium akan

menjadi getas bila dipanaskan pada atau diatas temperatur 700ºC.

Oleh karena itu pemanasan titanium di udara harus dilakukan

secara hati-hati.

Dilihat dari struktur mikronya paduan titanium terbagi atas fasa

a, fasa a+ß, dan fasa ß.

2.2.7.5.1. Paduan titanium fase a

Paduan Ti-5%Al-2,5%Sn adalah paduan fasa a yang

khas yang mempunyai keuletan cukup dan mampu las yang

baik dan kekuatan melar yang tinggi sampai kira-kira 500ºC.

Paduan-paduan titanium terutama yang mempunyai larutan

padat interstisi rendah dari atom C, N, O, dan sebagainya,

baik dipakai sebagai komponen-komponen mesin dan untuk

penggunaan di bidang kriogenik. Keuletan dan kekuatan

yang tinggi dari titanium dapat bertahan hingga temperatur -

253ºC.

Paduan Ti-8%Al-1%Mo-1%V telah dikembangkan agar

dapat bertahan secara baik pada temperatur yang tinggi,

baik kekuatannya maupun kekuatan melarnya. Paduan ini

merupakan paduan terbaik di antara paduan fasa a dan

fasa a+ß. Oleh karena itu proses penganilan dilakukan dua

tahap agar tingkat keuletannya pada temperatur rendah

dapat diperbaiki.

2.2.7.5.2. Paduan titanium fasa a+ß

Paduan Ti-6%Al-4%V adalah paduan tipikal dari jenis

fasa a+ß yang banyak digunakan. Paduan jenis ini

mempunyai kekuatan pada temperatur tinggi, tetapi di

bawah temperatur 150ºC keuletannya akan menurun.

Paduan Ti-4%Al-3%Mo-1%V adalah juga paduan yang

banyak digunakan. Paduan ini sangat baik kekuatan dan

mampu bentuknya.

2.2.7.5.3. Paduan titanium fasa ß

Paduan Ti-13%V-11%Cr-3%Al adalah salah satu dari

paduan fasa ß. Kekuatan yang tinggi dan perbandingan

batas mulurnya bertahan sampai kira-kira pada temperatur

400ºC. Paduan ini memiliki kekuatan yang lebih baik pada

daerah temperatur tersebut dibandingkan dengan baja 4340

(Ni-Cr-M0), baja tahan karat, dan paduan aluminium.

2.2.7.6. Zirconia (zirconium oxide)

Zirconia adalah material yang sangat keras. Zirconia

menunjukkan kelambanannya terhadap korosi dan terhadap bahan

kimia pada temperatur di atas titik leleh alumina. Material ini

memiliki konduktivitas termal yang rendah. Konduktivitas listriknya

di atas 600°C dan digunakan sebagai sel sensor oksigen dan

sebagai suspector (pemanas) pada tanur induksi temperatur tinggi.

Sifat-sifat utama zirconia:

1. Dapat digunakan hingga temperatur 2400°C

2. Massa jenisnya tinggi

3. Konduktivitas termalnya rendah

4. Kelambanan bereaksi terhadap bahan kimia

5. Tahan terhadap logam cair

6. Tahan aus

7. Ketahanan terhadap patah yang tinggi

8. Kekerasannya tinggi

Zirconia terdiri dari tiga fase kristal pada temperatur yang

berbeda. Pada temperatur yang sangat tinggi (>2370°C) material

ini memiliki struktur kubus. Pada temperatur menengah (1170 -

2370°C) material ini memiliki struktur tetragonal. Pada temperatur

yang rendah (di bawah 1170°C) material ini berubah ke dalam

struktur monoklinik. Transformasi dari tetragonal ke monoklinik

berlangsung cepat dan disertai oleh tiga sampai lima persen

peningkatan volume yang menyebabkan terjadinya cracking yang

luas pada material. Perilaku ini menghancurkan sifat-sifat material

selama komponen dibuat (selama pendinginan) dan membuat

zirconia yang murni menjadi tidak berguna untuk seluruh aplikasi

secara struktur maupun secara mekanik. Beberapa oksida yang

pecah dari zirconia dalam struktur kristal zirconia dapat melambat

atau menghilangkan struktur kristal ini. Umumnya digunakan zat

tambahan yang efektif seperti MgO, CaO, dan Y2O3. Dengan

sejumlah zat tambahan yang cukup, struktur kubus temperatur

tinggi dapat dipertahankan pada temperatur ruang. Zirconia yang

berstruktur kubus merupakan material yang sangat kuat karena

material ini tidak melalui fase transisi yang merusak selama proses

pemanasan dan pendinginan.

Ada bermacam jenis tipe zirconia seperti yang ditunjukkan

pada tabel 2.3. Sementara itu sifat-sifat khusus dari tipe zirconia

tersebut ditunjukkan pada tabel 2.4.

Tabel 2.3. Macam-macam tipe zirconia (www.azom.com)

Material Singkatan

Tetragonal Zirconia Polycrystals TZP

Partially Stabilised Zirconia PSZ

Fully Stabilised Zirconia FSZ

Transformation Toughened Ceramics TTC

Zirconia Toughened Alumina ZTA

Transformation Toughened Zirconia TTZ

Tabel 2.4. Sifat-sifat khusus berbagai tipe zirconia (www.azom.com)

Sifat-sifat Y-TZP

Ce-TZP ZTA Mg-PSZ 3Y20A

Density (g.cm-3) 6.05 6.15 4.15 5.75 5.51

Kekerasan (HV30)

1350 900 1600 1020 1470

Young,s modulus (GPa)

205 215 380 205 260

Poisson’s ratio 0.3 - - 0.23 -

Fracture toughness (Mpa.m-1/2)

9.5 15-20 4-5 8-15 6

2.3. Teori Elastisitas

Simulasi hip joint prosthesis perlu memperhatikan sifat mekanik yang

dimiliki material dalam pelaksanannya. Sifat mekanik yang dimiliki material

antara lain: kekuatan (strength), keliatan (ductility), kekerasan (hardness),

dan kekuatan lelah (fatique). Sifat mekanik material didefinisikan sebagai

ukuran kemampuan material untuk mendistribusikan dan menahan gaya

serta tegangan yang terjadi. Proses pembebanan, struktur molekul yang

berada dalam ketidaksetimbangan, dan gaya luar yang terjadi akan

mengakibatkan material mengalami tegangan.

Sebuah material yang dikenai beban atau gaya akan mengalami

deformasi, pada pembebanan di bawah titik luluh deformasi akan kembali

hilang. Hal ini disebabkan karena material memiliki sifat elastis (elastic zone).

Jika beban ditingkatkan sampai melewati titik luluh (yield point), maka

deformasi akan terjadi secara permanen atau terjadi deformasi plastis

(plastic deformation). Jika beban ditingkatkan hingga melewati tegangan

maksimal, maka material akan mengalami patah (Timoshenko, 1986).

2.3.1. Tegangan (stress)

Tegangan adalah besaran pengukuran intensitas gaya atau reaksi

dalam yang timbul persatuan luas. Tegangan menurut Marciniak (2002)

dibedakan menjadi dua yaitu engineering stress dan true stress.

Engineering stress dapat dirumuskan sebagai berikut:

? eng =0A

F........................................................................................(2)

dengan:

? eng = Engineering stress (MPa)

F = Gaya (N)

A0 = Luas permukaan awal (mm2)

Sedangkan true stress adalah tegangan hasil pengukuran intensitas gaya

reaksi yang dibagi dengan luas permukaan sebenarnya (actual). True

stress dapat dihitung dengan:

s =AF

...............................................................................................(3)

dengan:

s = True stress ( MPa)

F = Gaya (N)

A = Luas permukaan sebenarnya (mm2)

Tegangan normal dianggap positif jika menimbulkan suatu tarikan

(tensile) dan dianggap negatif jika menimbulkan penekanan

(compression).

2.3.2. Regangan (strain )

Regangan didefinisikan sebagai perubahan panjang material dibagi

panjang awal akibat gaya tarik ataupun gaya tekan pada material. Apabila

suatu spesimen struktur material diikat pada penjepit di mesin penguji

dan beban serta pertambahan panjang spesifikasi diamati secara

serempak, maka dapat digambarkan pengamatan pada grafik dimana

ordinat menyatakan beban dan absis menyatakan pertambahan panjang.

Batasan sifat elastis perbandingan regangan dan tegangan akan

linier dan akan berakhir sampai pada titik mulur. Hubungan tegangan dan

regangan tidak lagi linier pada saat material mencapai batasan fase sifat

plastis.

Menurut Marciniak (2002) regangan dibedakan menjadi dua, yaitu:

engineering strain dan true strain.

Engineering strain adalah regangan yang dihitung menurut dimensi

benda aslinya (panjang awal), sehingga untuk mengetahui besarnya

regangan yang terjadi adalah dengan membagi perpanjangan dengan

panjang semula.

%100%10000

0 ??

???

?l

ll

lleng? ....................................................(4)

dengan:

?eng = Engineering strain

? l = Perubahan panjang

lo = Panjang mula-mula

l = Panjang setelah diberi gaya

True strain dapat dihitung secara bertahap (increment strain),

dimana regangan dihitung pada kondisi dimensi benda saat itu

(sebenarnya) dan bukan dihitung berdasarkan panjang awal dimensi

benda. Persamaan regangan untuk true strain (e) adalah:

0

ln0 l

ll

dll

l?? ?? .........................................................................................(5)

dengan:

? = True strain

2.3.3. Deformasi

Deformasi atau perubahan bentuk terjadi apabila bahan dikenai

gaya. Selama proses deformasi berlangsung, material menyerap energi

sebagai akibat adanya gaya yang bekerja. Sebesar apapun gaya yang

bekerja pada material, material akan mengalami perubahan bentuk dan

dimensi. Perubahan bentuk secara fisik pada benda dibagi menjadi dua,

yaitu deformasi plastis dan deformasi elastis.

Penambahan beban pada bahan yang telah mengalami kekuatan

tertinggi tidak dapat dilakukan, karena pada kondisi ini bahan telah

mengalami deformasi total. Jika beban tetap diberikan maka regangan

akan bertambah dimana material seakan menguat yang disebut dengan

penguatan regangan (strain hardening) yang selanjutnya benda akan

mengalami putus pada kekuatan patah (Singer, 1995).

Hubungan tegangan-regangan dapat dituliskan sebagai berikut:

L

AP

E??

??? .....................................................................................(6)

Sehingga deformasi (? ) dapat diketahui:

EALP

??

?? ........................................................................................(7)

dengan:

P = Beban (N)

A = Luas permukaan (mm2)

L = Panjang awal (mm)

E = Modulus elastisitas

Pada awal pembebanan akan terjadi deformasi elastis sampai pada

kondisi tertentu, sehingga material akan mengalami deformasi plastis.

Pada awal pembebanan di bawah kekuatan luluh, material akan kembali

ke bentuk semula. Hal ini dikarenakan adanya sifat elastis pada bahan.

Peningkatan beban melebihi kekuatan luluh (yield point) yang dimiliki plat

akan mengakibatkan aliran deformasi plastis sehingga plat tidak akan

kembali ke bentuk semula, hal ini bisa dilihat pada gambar 2.23.

Gambar 2.23. Diagram tegangan–regangan (Singer, 1995)

Elastisitas bahan sangat ditentukan oleh modulus elastisitas.

Modulus elastisitas suatu bahan didapat dari hasil bagi antara tegangan

dan regangan.

??

?E ..........................................................................................(8)

dengan:

E = Modulus elastisitas

? = Tegangan (MPa)

? = Regangan

2.3.4. Kriteria Von Mises

Von mises (1913) menyatakan bahwa akan terjadi luluh bilamana

invarian kedua deviator tegangan j2 melampaui harga kritis tertentu.

Dengan kata lain luluh akan terjadi pada saat energi distorsi atau energi

regangan geser dari material mencapai suatu nilai kritis tertentu. Secara

sederhana dapat dikatakan bahwa energi distorsi adalah bagian dari

energi regangan total per unit volume yang terlibat di dalam perubahan

bentuk.

j2 = k2 .……………………………………...………………..........……...(9)

Untuk evalusi tetapan k dan menghubungkannya dengan luluh dalam uji

tarik, bahwa luluh dalam uji tarik uniaksial terjadi bila: 0, 3201 ??? ???? .

? ? ? ? ? ?? ? 21

213

232

2210

21

??????? ?????? ………….....….............(10)

dengan:

?? Tegangan (MPa)

2.4. Teori gesekan

Komponon-komponen mekanik sering melawan luncuran bodi dari

komponen yang lain. Gaya normal P menggunakan suatu tegangan normal,

yang mana pada umumnya disebut dengan interface pressure dan ditandai

dengan p (sebagai gantinya s ). Tenaga yang digunakan untuk memindah

badan yang paralel kepada permukaan adalah yang disebut dengan shear

force F (gambar 2.24), kemudian dengan membagi F dengan permukaan

area A, maka akan diperoleh shear stress t i. Menurut definisi, koefisien

gesek µ adalah:

Gambar 2.24. Ketika dua bodi saling kontak (Schey, 2000)

Gesekan muncul akibat interaksi dari kekasaran permukaan dan dari

adhesi. Dalam beberapa aplikasi, µ perlu diperkecil dengan cara

menggunakan pelumas atau dengan pemilihan material yang mempunyai

gesekan rendah, atau kedua-duanya. Pemasangan material dengan adhesi

rendah pada umumnya tidak selalu memberi gesekan rendah.

2.4.1. Efek dari gesekan

Kita uraikan gesekan dengan suatu koefisien tentang gesekan µ

dapat dirumuskan:

PPF i?

??? ………………………………..........…………....……….... (11)

Dengan meningkatkan tekanan p, interface shear stress t i

meningkat secara linier (gambar 2.24), dan µ bisa diasumsikan bernilai

tetap. Dalam satu proses deformasi terhadap perubahan bentuk material

(the workpiece) dan di dalam pelaksanaannya meluncur melawan

terhadap permukaan yang lebih keras. Frictional stress t i adalah

menghasilkan suatu keuntungan, tetapi waktu ini ada batasan untuk µ,

karena sebuah material akan memilih pola deformasi yang akan

memperkecil energi dari deformasi. Ketika gesekan itu tinggi, interface

shear stress ti akan terjangkau di dalam batas shear flow stress tf dari

workpiece material (gambar 2.25.a). Pada point ini benda kerja s

meluncur di atas permukaan alat; sebagai gantinya, itu mengubah bentuk

dengan geseran di dalam benda (gambar 2.25.b). Karena t f = 0,5s f

(gambar 2.26.b), adalah sering dikatakan bahwa nilai maksimum dari µ =

0,5. ini adalah benar juga ketika p=s f; bila nilai p lebih tinggi, nilai

maksimum dari µ adalah menurun (gambar 2.25.b). Secara umum, itu

menjadi lebih akurat atau dapat dikatakan bahwa koefisien dari gesekan

menjadi tidak berarti ketika t i=t f, ketika tidak ada dorongan relatif di

interface. Ini adalah diuraikan ketika sticking friction, walaupun workpiece

tidak benar-benar lekat pada permukaan.

(a) (b)

Gambar 2.25.(a) Interface shear stress tidak akan pernah melebihi shear flow stress dari sebuah material. (b) kemungkinan koefisien yang maksimum dari pengurangan gesekan ketika interface pressure melebihi aliran tegangan dari material (Schey, 2000)

Oleh karena berbagai kesulitan dalam memperkenalkan koefisien

dari gesekan itu, adalah sering lebih baik untuk menggunakan nilai aktual

dari t i, terutama ketika interface pressures terlalu tinggi. Sebagai

alternatif, t i dapat ditandai sebagai pecahan dari shear flow stress.

2m f

i

??? ? ??

?

????

? ?? ?

3matau f …………………………………….….(12)

Dimana m adalah frictional shear factor. Untuk suatu pelumas yang

sempurna, m=0; untuk sticking friction, m=1.

Gambar 2.26 (a) Sistem putaran koordinat untuk menghasilkan tegangan. (b) Di bawah kondisi plane stress, beberapa tegangan penting dapat diperlihatkan pada tresca yield hexagon dan von mises yield ellipse (Schey, 2000)

2.5. Metode elemen hingga

Metode elemen hingga (FEM= finite element metode) merupakan cara

yang sangat baik untuk menentukan tegangan dan regangan dan defleksi

dalam konstruksi yang sulit diselesaikan secara analitik (Dieter, 1990).

Pada metode ini konstruksi dibagi menjadi jaringan yang terdiri dari elemen

kecil yang dihubungkan satu sama lainnya pada titik node (gambar 2.27).

Analisis elemen hingga dikembangkan dari metode matriks untuk analisis

struktur dan ditunjang oleh komputer digital yang memungkinkan

diselesaikannya sistem dengan ratusan persamaan simultan.

Gambar 2.27. (a) Elemen persegi empat sederhana untuk menjelaskan analisis elemen hingga; (b) dua elemen digabungkan menjadi model struktur (Dieter, 1990)

Metode elemen hingga adalah dasar dari perhitungan numerik yang

dilakukan oleh bahasa program di dalam perangkat lunak komputer.

Sebelum melakukan perhitungan benda dimodelkan menjadi sebuah

geometri kemudian dibagi menjadi nodal dan elemen. Nodal berfungsi

sebagai titik untuk mengaplikasikan beban, sedangkan elemen berfungsi

untuk mendefinisikan surface dan tipe dari elemen.

Secara umum penyelesaian analisis dengan metode elemen hingga

adalah sebagai berikut:

1. Membagi struktur atau kontinum menjadi elemen berhingga.

2. Merumuskan property pada masing-masing elemen. Pada analisis

tegangan ini berarti menentukan beban nodal yang menyatu dengan

kesatuan elemen.

3. Menggabungkan elemen untuk menentukan model dari struktur.

4. Mengenakan beban yang diketahui pada gaya nodal dan momen pada

analisa tegangan.

5. Menentukan bagaimana struktur didukung pada analisis tegangan.

6. Menyelesaikan persamaan aljabar linier simultan untuk menentukan

nodal dof (degree of freedom) atau perpindahan nodal pada analisis

tegangan.

7. Pada analisis tegangan, hitung elemen regangan dari nodal dof dan

interpolasi perpindahan elemen yang akhirnya bisa menghitung

tegangan dari regangan.

Rumus dasar metode elemen hingga sebagai berikut:

? ? ? ? ? ?uKP .? ……………………………………....…….......................(13)

dengan:

P = Gaya luar yang diberikan pada struktur.

K = Matrik kekakuan elemen

u = Perpindahan (displacement)

Sementara untuk mengetahui tegangan pada setiap titik node:

? ? ? ?? ?? ?uBD?? ................................................................................. (14)

dengan:

B= Matriks koordinat posisi nodal

D= Matriks konstanta elastik

BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN LANGKAH KOMPUTASI

3.1. Metodologi penelitian

Penyusunan laporan dalam tugas akhir ini dikerjakan dengan

menggunakan metodologi penelitian sebagai berikut:

No = error

Yes = Completed

Gambar 3.1. Metodologi Penelitian

Mulai

Desain hip joint prosthesis dengan ABAQUS CAE

Memasukkan data-data sesuai dengan urutan pada modul

ABAQUS CAE

Submit Job

ABAQUS

Hasil simulasi

Perbandingan dengan hasil penelitian orang lain

Selesai

Studi Literatur

Keterangan:

Desain penelitian meliputi analisis pengaruh perbedaan empat jenis material

penyusun ball head yang mempunyai sifat elastis-plastis berbeda terhadap

tegangan dan regangan rata-rata yang terjadi pada material tersebut setelah

mengalami gaya beban akibat berat tubuh pada saat sedang berjalan

normal. Keempat material tersebut yaitu:

- Alumina

- Silicon nitride

- Silicon carbide

- Zirconia

3.2. Pengertian ABAQUS /CAE

ABAQUS/CAE adalah Pre dan Postprocessor yang dapat secara

langsung menggunakan solver ABAQUS.

Gambar 3.2. Diagram Alir Proses Running (tutorial abaqus 6.5 -1)

Preprocessor memerlukan informasi data geometri, data properties,

data kondisi pembebanan dan data lain yang berhubungan dengan kondisi

dan proses. Hasil dari preprocessor berupa berkas masukan (input file) untuk

kemudian dibaca oleh Solver.

Solver akan melakukan analisis berdasarkan input file yang sudah ada

dan hasil analisis direkam dalam berbagai file dalam bentuk file database

(binary file) yang berisi berbagai informasi gambar dan hasil perhitungan,

serta file hasil angka-angka dalam bentuk ASCII file perhitungan yang bisa

dibaca menggunakan text editor atau word processor.

Postprocessor akan membaca hasil dari solver yang tertuang dalam

database file sehingga dapat menampilkan hasil perhitungan atau hasil

simulasi yang sudah dikerjakan oleh Solver.

Secara ringkas, diagram hubungan Preprocessor, Solver dan

Postprocessor ditunjukkan pada gambar 3.3.

Gambar 3.3 Hubungan kerja Preprocessor, Solver dan Postprocessor (tutorial abaqus 6.5-1)

3.2.1. Cara membuka aplikasi ABAQUS

Aplikasi ABAQUS 6.5-1 dibuka dengan cara melakukan klik kiri

mouse pada tombol start menu, kemudian pilih All program . Dari All

Program dipilih ABAQUS 6.5-1, kemudian klik pada pilihan ABAQUS CAE

(gambar 3.4). Setelah ini Start session atau tampilan awal ABAQUS 6.5-1

seperti pada gambar 3.5.

Gambar 3.4. Menjalankan aplikasi ABAQUS 6.5-1

Gambar 3.5. Session ABAQUS 6.5-1

3.3. Langkah komputasi dengan menggunakan ABAQUS 6.5-1

Pada simulasi hip joint prosthesis ini terdapat tiga part yang kemudian

akan dirangkai, yaitu cone, ball head, dan stem. Ada empat macam simulasi

yang dilakukan dalam simulasi ini. Keempat simulasi ini dibedakan

berdasarkan jenis material yang digunakan untuk ball head, sementara itu

material untuk cone dan stem sama untuk keempat simulasi. Material untuk

cone menggunakan stainless steel, material untuk stem menggunakan

titanium, dan material untuk ball head pada masing-masing simulasi berturut-

turut menggunakan alumina, silicon carbide, silicon nitride, dan zirconia. Data

sifat-sifat material yang diperlukan untuk simulasi serta kegunaan material

dalam simulasi ini ditunjukkan pada tabel 3.1.

Tabel 3.1. Sifat-sifat beberapa material (Weisse dkk., 2003)

Jenis Material

Sifat-sifat Material Peruntukan

Material Density (kg.m-3)

Young’s modulus

(Pa)

Poisson’s ratio

Alumina 3970 4.0 × 1011 0.23 Ball head Silicon Carbide 3200 4.4 × 1011 0.16 Ball head Silicon Nitride 3250 3.0 ×1011 0.28 Ball head Stainless Steel 7900 2.1 × 1011 0.3 Cone Titanium 4430 1.05 × 1011 0.3 Stem Zirconia 6050 2.1 × 1011 0.31 Ball head

Langkah simulasi dan analisis untuk hip joint prosthesis pada perangkat

lunak ABAQUS 6.5-1 adalah sebagai berikut:

3.3.1. Desain part

Hal pertama yang dilakukan dalam simulasi dengan ABAQUS 6.5-1

adalah mendesain part. Part yang akan didesain pada proses hip joint

prosthesis ini adalah cone, ball head, dan stem.

3.3.1.1. Desain cone

Pembuatan desain cone dimulai dengan melakukan klik ganda

pada part module sehingga akan muncul kotak dialog Create Part

seperti ditunjukkan pada gambar 3.6. Langkah berikutnya adalah

memberi nama part yang akan dibuat pada kotak isian name dengan

mengetikkan cone. Kemudian pada Modelling Space pilih

Axisymmetric, pada Type pilih Deformable dan pada Base Feature

pilih Shell. Sementara itu pada Approximate size dimasukkan nilai

0.25. Angka tersebut mempunyai arti bahwa parameter satuan yang

digunakan untuk menggambar adalah dalam meter dan luas sketcer

0.25 x 0.25.

Gambar 3.6. Kotak dialog Create Part.

Gambar 3.7. Tool standar ABAQUS 6.5-1 untuk proses menggambar part

Proses pembuatan part menggunakan tool standar yang ada di

ABAQUS 6.5-1 seperti ditunjukkan pada gambar 3.7. Sketsa

dimensi cone ditunjukkan pada gambar 3.8.

Gambar 3.8. Sketsa dimensi cone

Tahap part untuk cone ini diakhiri dengan menekan tombol

Done di bawah main screen ABAQUS 6.5-1 sebagai tanda bahwa

pembuatan part dengan nama cone telah selesai.

3.3.1.2. Desain ball head

Pembuatan desain ball head dimulai dengan melakukan klik

ganda pada part module sehingga akan muncul kotak dialog Create

Part seperti ditunjukkan pada gambar 3.9. Langkah berikutnya

adalah memberi nama part yang akan dibuat pada kotak isian name

dengan nama ball head, pada Modelling Space pilih Axisymmetric,

pada Type pilih Deformable dan pada Base Feature pilih Shell.

Sementara itu pada Approximate size dimasukkan nilai 0.25. Proses

pembuatan part dibantu dengan tool standar yang ada di ABAQUS

6.5-1 seperti yang telah ditunjukkan pada gambar 3.7.

Gambar 3.9. Kotak dialog Create Part

Sketsa dimensi ball head ditunjukkan pada gambar 3.10. Tahap

part untuk ball head ini diakhiri dengan menekan tombol Done di

bawah main screen ABAQUS sebagai tanda bahwa pembuatan part

ini telah selesai

Gambar 3.10. Sketsa dimensi ball head

3.3.1.3. Desain stem

Pembuatan desain stem dimulai dengan melakukan klik ganda

pada part module sehingga akan muncul kotak dialog Create Part

seperti ditunjukkan pada gambar 3.11. Langkah berikutnya adalah

memberi nama part yang akan dibuat pada kotak isian name dengan

nama stem, pada Modeling Space pilih Axisymmetric, pada Type

pilih Deformable dan pada Base Feature pilih Shell. Sementara itu

pada Approximate size dimasukkan nilai 0.25.

Gambar 3.11. Kotak dialog Create Part

Proses pembuatan part dibantu dengan tool standar yang ada

di ABAQUS 6.5-1 seperti yang telah ditunjukkan pada gambar 3.7.

Sketsa dimensi stem ditunjukkan pada gambar 3.12. Tahap part

untuk stem ini diakhiri dengan mengklik tombol Done di bawah main

screen ABAQUS sebagai tanda bahwa pembuatan part ini telah

selesai. Sketsa dimensi stem ditunjukkan pada gambar 3.12.

Gambar 3.12. Sketsa dimensi stem

3.3.2. Langkah-langkah analisis dan simulasi

Tahap selanjutnya setelah membuat desain part yaitu memasukkan

data-data untuk analisis hip joint prosthesis. Tahapan di dalam analisis ini

adalah:

3.3.2.1. Property

Di dalam tahap property, data-data material yang dimiliki cone,

ball head, dan stem yang akan digunakan dalam simulasi hip joint

prosthesis ini dimasukkan. Material yang digunakan untuk cone

sama untuk keempat simulasi, yaitu stainless steel. Material yang

digunakan untuk stem juga sama untuk keempat simulasi, yaitu

menggunakan titanium. Sementara itu, material yang digunakan

untuk ball head berbeda pada keempat simulasi, yaitu alumina,

silicon carbide, silicon nitride, dan zirconia untuk masing masing

simulasi. Adapun data sifat-sifat material mengacu pada tabel 3.1.

Langkah pertama yang dilakukan untuk memasukkan data

sifat-sifat material yaitu dengan cara melakukan klik kanan Materials

pada Model Database seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.13

sehingga akan muncul kotak dialog Edit Material (gambar 3.14)

Gambar 3.13. Langkah untuk masuk ke kotak dialog Edit Material

Gambar 3.14. Kotak dialog Edit Material

Setelah kotak dialog Edit Material muncul, maka kotak isian

Name diisi dengan nama material yang akan dimasukkan, yaitu

stainless steel. Kemudian klik General sehingga muncul pilihan

Density dan klik di Density itu sehingga akan muncul kotak isian

Mass Density. Pada kotak isian tersebut diisi dengan angka 7900

yang berarti bahwa stainless steel ini memiliki densitas sebesar

7900 kg.m-3 sesuai dengan tabel 3.1. Langkah berikutnya yaitu

melakukan klik pada Mechanical di kotak dialog, kemudian pilih

Elasticity dan pada Elasticity dilakukan klik pada Elastic seperti yang

ditunjukkan pada gambar 3.15.

Gambar 3.15. Proses pengisian nilai Young’s Modulus dan Poisson’s Ratio

Kotak isian Young’s Modulus dan Poisson’s Ratio berturut-turut

diisi dengan angka 2.1e+11 dan 0.3 yang berarti bahwa stainless

steel ini memiliki Young’s Modulus sebesar 2.1 x 1011 Pa dan

Poisson’s Ratio sebesar 0.3 sesuai dengan tabel 3.1. Tahap ini

diakhiri dengan menekan tombol OK di kotak dialog. Cara-cara

memasukkan sifat-sifat material untuk stainless steel ini juga

diterapkan untuk kelima material yang lain, yaitu alumina, silicon

carbide, silicon nitride, titanium, dan zirconia. Nama-nama material

disesuikan dengan jenis material yang digunakan. Setelah tahap ini

selesai, tahap selanjutnya adalah section. Masih dalam Module

Property, klik section pada toolbar kemudian klik pada pilihan Create

untuk memilihnya (gambar 3.16). Setelah langkah terakhir ini

ditempuh, maka kotak dialog Create Section akan muncul (gambar

3.17).

Gambar 3.16. Cara masuk ke kotak dialog Create Section

Gambar 3.17. Kotak dialog Create Section

Pada kotak dialog Create Section, isikan nama section pada

kotak isian dengan nama section yang akan dibuat. Nama section itu

antara lain: cone-section untuk cone, ball head-section untuk ball

head, dan stem-section untuk stem. Untuk Category dipilih Solid,

dan untuk Type dipilih Homogeneous kemudian klik Continue

sehingga akan muncul kotak dialog Edit Section (gambar 3.18).

Gambar 3.18. Kotak dialog Edit Section

Pada kotak dialog di atas, klik pada tanda panah di sebelah

kanan kotak isian Material sehingga muncul pilihan jenis material

yang sudah dimasukkan dalam program. Pemilihan material

disesuaikan dengan nama section, antara lain yaitu: stainless steel

untuk cone-section, dan titanium untuk stem-section. Untuk ball

head, dimana pada keempat simulasi menggunakan material yang

berbeda, maka jenis material yang digunakan menyesuaikan.

Material untuk ball head yang digunakan pada simulasi-simulasi ini

seperti yang tercantum dalam tabel 3.2.

Kemudian untuk memberikan property pada masing-masing

material yaitu dengan melakukan klik pada Section di toolbar

sehingga muncul menu-menu di bawahnya (gambar 3.19). Pada

menu-menu tersebut dipilih Assignments Manager dengan cara

melakukan klik padanya sehingga akan muncul kotak dialog Section

Assignment Manager (gambar 3.20).

Gambar 3.19. Cara masuk ke Section Assignment Manager

Gambar 3.20. Kotak dialog Section Assignment Manager dan part yang diberi Section Assignment

Langkah selanjutnya adalah melakukan klik pada tombol

Create kemudian klik pada bidang part. Selanjutnya klik tombol

Done di bawah main screen sehingga muncul kotak dialog Edit

Section Assignment (Gambar 3.21). Pada kotak isian Section, nama

section dipilih sesuai dengan part yang akan diberi Section

Assignment dengan cara mengklik tanda panah di sebelah

kanannya kemudian mengklik pilihan yang diinginkan. Langkah ini

diakhiri dengan menekan tombol OK. Langkah-langkah ini dilakukan

pada seluruh part yang digunakan.

Gambar 3.21. Kotak dialog Section Assignment

3.3.2.2. Assembly

Assembly adalah menyusun bagian-bagian komponen menjadi

suatu kesatuan model, sehingga dapat dilakukan analisis numerik

pada model tersebut. Langkah pertama yang dilakukan dalam

proses assembly yaitu memilih Assembly pada Module di toolbar

(gambar 3.22).

Gambar 3.22. Module Assembly

Pilih Instances dengan cara klik pada pilihan Instance di toolbar

dan pilih Create pada pilihan yang ada (gambar 3.23), Sehingga

kotak dialog Create Instance muncul (gambar 3.24),

Gambar 3.23. Cara masuk ke kotak dialog Create Instance

Gambar 3.24. Kotak dialog Create Instance dan tampilan part sebelum dilakukan assembly

Setelah kotak dialog Create Instance muncul, pilih semua part

(ball head, cone, dan stem) yang sudah ada dalam daftar part di

kotak dialog Create Instance dengan cara memblok daftar part itu

dan klik OK pada kotak dialog tersebut. Tampilan part-part yang

telah di-assembly akan tampak seperti gambar 3.25.

Gambar 3.25. Tampilan part-part setelah dilakukan proses assembly

3.3.2.2.1. Set

Set adalah penentuan titik–titik dan bagian-bagian yang

akan berinteraksi selama simulasi. Ada delapan set yang

digunakan dalam simulasi ini. Langkah set diawali dengan klik

Tools pada toolbar, kemudian arahkan cursor pada set.

Setelah itu tarik cursor ke kanan dan klik pada pilihan Create

(gambar 3.26).

Gambar 3.26. Cara memulai set

Setelah muncul kotak dialog Create Set (gambar 3.27), isikan

nama pada kotak isian name dengan nama set yang

diinginkan.

Gambar 3.27. Kotak dialog Create Set

Gambar 3.28. Bagian-bagian yang diberi set

Setelah itu klik Continue sehingga di layar akan muncul

tampilan seperti gambar 3.28 (tanda panah yang ada di

gambar tersebut sesungguhnya tidak terdapat dalam

program). Tanda panah tersebut menunjuk pada bidang atau

sisi dari part yang akan diberi set. Pilih set yang diinginkan

dengan cara melakukan klik pada bidang atau sisi dari part

yang diinginkan, lalu klik tombol Done. Adapun nama set dan

bagian dari part yang dipilih untuk di-set ditunjukkan pada

tabel 3.2.

Tabel 3.2. Nama set dan bagian yang dipilih

No. Set Nama Set Bagian yang dipilih

1. Ball head

Bidang ball head

2. Ball head bagian kiri

Sisi ball head bagian kiri

3. Cone

Bidang cone

4. Cone bagian atas

Sisi cone bagian atas

5. Cone bagian kiri

Sisi cone bagian kiri

6. Stem

Bidang stem

7. Stem Bagian bawah

Sisi stem bagian bawah

8. Stem bagian kiri

Sisi stem bagian kiri

3.3.2.2.2. Surface

Surface yaitu menentukan bagian-bagian part yang akan

berinteraksi selama running. Ada enam surface yang

digunakan pada simulasi ini, yaitu: ball head bagian dalam,

ball head bagian luar, cone bagian atas, cone bagian bawah,

stem, dan stem bagian bawah. Langkah surface diawali

dengan klik Tools pada toolbar, kemudian arahkan cursor

pada Surface. Setelah itu tarik cursor ke kanan dan klik pada

pilihan Create (Gambar 3.29). Setelah muncul kotak dialog

Create Surface, isikan nama Surface pada kotak isian Name

dengan menggunakan nama Surface yang diinginkan

kemudian klik Continue (Gambar 3.30).

Gambar 3.29. Cara memulai Surface

Gambar 3.30. Kotak dialog Create Surface

Langkah selanjutnya adalah memilih bagian dari part

yang akan diberi surface. Dalam hal ini, part yang sedang

tidak dipergunakan untuk proses surface memang sengaja

tidak ditampakkan (di-surpress) untuk menghindari kesalahan

dalam melakukan klik. Sementara itu permukaan yang dipilih

dan ditandai dengan klik akan berwarna merah seperti

ditunjukkan pada gambar 3.31, gambar 3.32, dan gambar

3.33.

(a) (b)

Gambar 3.31.(a) dan (b) Penandaan surface untuk ball head bagian dalam, bagian bawah dan bagian luar

(a) (b)

Gambar 3.32. (a) dan (b) Penandaan surface untuk cone bagian atas dan bagian bawah

(a) (b)

Gambar 3.33.(a) dan (b) Penandaan surface untuk stem dan stem bagian bawah

Langkah surface pada part-part ini diakhiri dengan mengklik

tombol Done. .

3.3.2.3. Step

Step digunakan untuk menentukan tahapan langkah yang

digunakan dalam simulasi. Ada satu step yang digunakan dalam

simulasi hip joint prosthesis ini, yaitu Step-1. Langkah awal yang

dilakukan untuk membuat step adalah dengan mengklik pada tanda

panah di sebelah kanan kotak pilihan Module, kemudian klik pada

pilihan Step (Gambar 3.34).

Gambar 3.34. Cara masuk ke Module Step

Setelah itu dilakukan klik pada Create sehingga akan muncul kotak

dialog Create Step (Gambar 3.35.a dan b)

(a) (b)

Gambar 3.35.(a) Langkah awal step dan (b) kotak dialog Create Step

Kotak isian di sebelah kanan Name pada kotak dialog Create

Step diisi dengan nama step yang akan dibuat, kemudian pilih

Dynamic, Explicit. Lalu klik pada tombol Continue, maka akan

muncul kotak dialog Edit Step (Gambar 3.36). Kotak isian di sebelah

kanan Time periode diisi dengan angka 1.227. Setelah itu klik OK.

Gambar 3.36. Kotak dialog Edit Step

3.3.2.4. Interaction

Interaction adalah menentukan bagian-bagian yang akan

berinteraksi selama simulasi. Ada dua interaction yang digunakan

dalam simulasi ini, yaitu interaction antara stem dengan ball head

bagian dalam, dan interaction antara ball head bagian luar dengan

cone bagian bawah. Untuk bisa masuk ke menu interaction, maka

pilih Interaction pada Module di toolbar (gambar 3.37.a). Kemudian

klik pada Interaction di toolbar, pilih Create (gambar 3.37. b),

sehingga kotak dialog Create Interaction akan muncul (Gambar

3.38).

(a) (b)

Gambar 3.37.(a) dan (b) Cara masuk ke menu interaction

Gambar 3.38. Kotak dialog Create Interaction dan tampilan part-part yang belum diberi interaction

Interaction yang akan dibuat diberi nama Int-1, Pada pilihan

Types for Selected Step dipilih Surface-to-surface contact (Explicit).

Setelah itu klik pada tombol Continue. Penentuan surface yang akan

berinteraksi dimulai dengan melakukan klik pada tombol Surfaces

(gambar 3.39).

Gambar 3.39. Awal penentuan surface yang akan diberi interaction

Setelah tombol surface diklik, akan muncul kotak dialog Region

Selection. Pada pilihan Name di kotak ini dipilih stem sebagai

surface pertama yang akan diberi interaction (gambar 3.40). Garis

merah yang ada di tepi stem merupakan pertanda bahwa

permukaan tersebut merupakan surface pertama yang diberi

interaction. Kemudian klik pada tombol Continue sehingga akan

masuk ke tahap selanjutnya, yaitu menentukan surface kedua yang

akan diberi Interaction. Klik Surface pada Choose the second

surface type (gambar 3.41), sehingga akan muncul kotak dialog

Region Selection (gambar 3.42). Ball head bagian dalam dipilih

sebagai surface kedua pada pilihan Name.

Gambar 3.40. Cara menentukan surface pertama yang dipilih untuk interaction

Gambar 3.41. Penentuan surface kedua

Gambar 3.42. Pemilihan surface kedua untuk interaction

Ketika ball head bagian dalam telah dipilih sebagai surface

kedua, surface tersebut akan berwarna pink seperti terlihat pada

gambar 3.42. Setelah itu klik Continue sehingga akan muncul kotak

dialog Edit Interaction (gambar 3.43). Klik Create pada Contact

interaction property sehingga akan muncul kotak dialog Create

Interaction Properties (gambar 3.44).

Gambar 3.43. Kotak dialog Edit Interaction

Gambar 3.44. Kotak dialog Create Interaction Properties

Pada kotak dialog Create Interaction Properties, Name diisi

dengan nama IntProp-1 dan untuk Type dipilih Contact lalu klik

Continue sehingga akan muncul kotak dialog Edit Contact Property

(gambar 3.45 a).

(a) (b)

Gambar 3.45.(a) dan (b) Kotak dialog Edit Contact Property

Klik Mechanical dan pilih pada Tangential Behavior. Kemudian

pilih Penalty pada menu Friction formulation sehingga tampilan

kotak dialog menjadi seperti gambar 3.45. b. Pada kotak dialog

tersebut, Friction Coeffisien diisi dengan 0.35, kemudian klik OK.

Setelah itu akan kembali pada kotak dialog Edit Interaction (Gambar

3.46), kemudian klik OK.

Gambar 3.46. Kotak dialog Edit Interaction

Pada dasarnya pembuatan interaction yang kedua

menggunakan cara yang sama seperti pada interaction yang

pertama. Perbedaannya terdapat pada pemberian nama,

permukaan yang diberi interaction, dan nilai Friction Coeffisien.

Interaction yang kedua ini diberi nama Int-2 dan Interaction

Properties kedua diberi nama IntProp-2. Pada interaction yang

kedua ini, permukaan yang diberi interaction adalah ball head

bagian luar dan cone bagian bawah. Sementara itu Friction

Coeffisien yang diberikan adalah 0.3. Permukaan-permukaan yang

digunakan untuk interaction kedua ini seperti yang ditunjukkan pada

gambar 3.47. Dalam gambar tersebut, ball head bagian luar

berwarna merah sementara cone bagian bawah berwarna pink.

Gambar 3.47. Permukan-permukaan yang digunakan dalam interaction kedua

3.3.2.5. Constraint

Constraint merupakan pembatas antara permukaan part yang

satu dengan permukaan part yang lain. Dalam hal ini permukaan

part yang akan di-constraint adalah ball head bagian luar (sebagai

master surface) dan cone bagian dalam (sebagai slave surface).

Constraint pada simulasi ini diperlukan agar ball head tidak ikut

turun bersama stem setelah mendapatkan gaya dari stem atau

akibat koefisien gesek yang dimiliki stem dan ball head bagian

dalam. Caranya adalah dengan memilih Interaction pada Module di

toolbar seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.48.a. Setelah

muncul tampilan tersebut, klik Constraint lalu pilih Create pada menu

di bawahnya, seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.48.b. Setelah

langkah ini akan muncul kotak dialog Create Constraint (gambar

3.49.a)

(a) (b)

Gambar 3.48.(a). Memilih Interaction pada Module dan (b) Memilih Create pada pilihan Costraint di toolbar

(a) (b)

Gambar 3.49.(a) Kotak dialog Create Constraint dan (b) tombol Surface dan tampilan part-part

Pilih Tie Type pada kotak dialog Create Constraint, kemudian klik

Continue. Selanjutnya klik tombol Surface (gambar 3.49.b) pada

layar Abaqus 6.5-1 untuk memulai menyeleksi surface yang akan

digunakan untuk constraint.

Setelah itu akan muncul kotak dialog Region Selection (gambar

3.50) yang digunakan untuk memilih surface, dalam hal ini adalah

ball head bagian luar sebagai master surface. Lalu klik Continue,

kemudian klik tombol Surface pada layar Abaqus 6.5-1 (gambar

3.51). Berikutnya akan muncul lagi kotak dialog Region Selection

(gambar 3.52) yang kali ini untuk memilih slave surface yang dalam

hal ini adalah cone bagian dalam. Setelah cone bagian dalam dipilih,

klik tombol Continue.

Gambar 3.50. Kotak dialog Region Selection

Gambar 3.51. Tombol Surface untuk memilih slave surface

Gambar 3.52. Kotak dialog Region Selection

Setelah tombol Continue diklik, berikutnya akan muncul kotak

dialog Edit Constraint (gambar 3.53). Klik OK pada kotak dialog

tersebut untuk mengakhiri langkah constraint.

Gambar 3.53. Kotak dialog Edit Constraint

3.3.2.6. Amplitude

Simulasi hip joint prosthesis ini memerlukan amplitude

(amplitudo). Istilah amplitudo dalam abaqus diartikan sebagai variasi

besarnya gaya yang diberikan selama simulasi. Amplitudo

memungkinkan gaya yang terjadi selama simulasi bersifat dinamis

dengan cara memberikan gaya yang berbeda pada titik-titik tertentu

dan pada rentang waktu tertentu.

Amplitudo yang dipergunakan dalam simulasi hip joint

prosthesis ini diambil dari data-data video dan grafik dari hasil

pengukuran langsung pada hip joint prosthesis yang terpasang pada

tubuh manusia (www.orthoload.com). Dimana berat badan pasien

yang diambil data amplitude-nya sebesar 62 kg (610 N) dengan

tanpa membawa beban tambahan. Untuk memudahkan dalam

proses simulasi, maka tidak semua data dipergunakan, dipilih data-

data yang diperlukan yang dianggap telah mewakili data aslinya.

Sehingga variasi besaran amplitude relatif sama dengan data

aslinya.

Untuk memudahkan dalam simulasi, maka tidak semua data

dipergunakan. Data-data yang dipergunakan adalah data-data yang

dianggap telah mewakili data aslinya. Sehingga variasi amplitudonya

relatif sama dengan data aslinya.

Gambar 3.54 menunjukkan grafik yang diolah dari data untuk

gaya total dan tabel 3.3 menunjukkan nilai amplitudo terhadap waktu

untuk gaya total yang semuanya diperoleh dari www.orthoload.com.

0

500

1000

1500

2000

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

Waktu (s)

Pro

fil b

eban

(N

)

Gambar 3.54. Grafik gaya total pada hip joint prosthesis

Tabel 3.3. Amplitudo gaya total untuk simulasi

Waktu (s) Amplitude (N) 0 169.19 0.104 399.54 0.2 806.2 0.3 1650.3 0.368 1876.88 0.402 1830.42 0.504 1631.22 0.566 1649.95 0.988 256.38 1.078 331.59 1.227 169.74

Sebelum masuk ke amplitude, harus dipastikan terlebih dahulu

bahwa Interaction telah dipilih pada pilihan Module (gambar 3.55).

Selanjutnya, klik pada Tools di toolbar. Pada pilhan yang ada di

Tools, pilih Amplitude kemudian pilih Create (gambar 3.56).

Gambar 3.55. Memilih Interaction pada Module

Gambar 3.56. Cara masuk ke Create Amplitude

Setelah kotak dialog Create Amplitude muncul, kotak isian

Name diisi dengan nama Amp-1. Untuk pilihan Type, yang dipilih

adalah Smooth step (gambar 3.57.a), setelah itu klik tombol

Continue sehingga akan muncul kotak dialog Edit Amplitude

(gambar 3.57.b).

Pada kotak dialog Edit Amplitude inilah data-data untuk time

dan amplitude pada tabel 3.3 dimasukkan ke dalam kolom dan baris

isian yang terdapat pada kotak dialog tersebut sesuai dengan

urutannya. Step time dipilih untuk Time span. Setelah semua data

yang dibutuhkan dimasukkan, langkah ini diakhiri dengan mengklik

tombol OK.

(a) (b)

Gambar 3.57.(a) Kotak dialog Create Amplitude dan (b) kotak dialog Edit Amplitude

3.3.2.7. Load

Load memberikan segala informasi mengenai hal-hal yang

dapat menyebabkan tegangan pada struktur. Beban dapat meliputi

berbagai hal, beban terpusat (point loads), tekanan pada permukaan

benda (pressure loads on surfaces), gaya pada benda (body forces,

gravity) dan gaya termal (thermal loads). Tegangan pada pengujian

hip joint prosthesis sebesar 1,3 x 107 Pa pada stem. Tegangan

sebesar 1,3 x 107 Pa merupakan hasil pembagian antara beban dari

berat tubuh 610 N terhadap luas permukaan bidang sambungan

tulang yang terkena beban yaitu 3,14 x (0,006)2 m.

Agar dapat masuk ke load, maka Module harus berada pada

tipe Load (gambar 3.58.a). Setelah itu klik pada Load di toolbar

sehingga beberapa pilihan akan muncul di bawahnya (gambar

3.58.b). Klik pada Create di antara pilihan-pilihan yang ada.

(a) (b)

Gambar 3.58.(a) dan (b) Cara masuk ke pilihan Load

Berikutnya akan muncul kotak dialog Create Load (gambar

3.59). Kotak isian Name diisi dengan nama load yaitu Load-1 atau

nama lain yang diinginkan. Sementara itu pada kotak pilihan Step

dipilih Step-1. Category yang dipilih adalah Mechanical dan untuk

Types for Selected Step dipilih pressure. Setelah ini klik tombol

Continue sehingga kotak dialog Region Selection akan muncul

(gambar 3.60).

Gambar 3.59. Kotak dialog Create Load

Gambar 3.60. Kotak dialog Region Selection

Setelah kotak dialog Region Selection muncul, pilih stem

bagian bawah sebagai surface yang akan diberi load pada daftar

nama surface di Name pada kotak tersebut kemudian klik tombol

Continue. Berikutnya yang akan muncul adalah kotak dialog Edit

Load (gambar 3.61).

Gambar 3.61. Kotak dialog Edit Load

Pada kotak dialog tersebut ada kotak pilihan dan kotak isian

yang harus dipilih dan diisi. Pilih Uniform pada kotak pilihan

Distribution, ketik 1.3E+007Pa pada kotak isian Magnitude, dan pilih

Amp-1 pada kotak pilihan amplitude. Akhiri dengan menekan tombol

OK.

3.3.2.8. Mesh

Mesh adalah membagi part menjadi beberapa element

(elemen) atau node. Meshing dilakukan secara selektif di tiap bagian

part untuk mendapatkan hasil yang halus. Jumlah elemen yang

terbentuk dari meshing tidak boleh berlebihan karena software dan

komputer bisa saja tidak mampu melakukan analisis.

Meshing dimulai dengan memilih dengan memilih Mesh pada

Module, kemudian klik pada Seed di toolbar akan memunculkan

serangkaian pilihan. Pilih Create pada pilihan tersebut (gambar

3.62), sehingga kotak dialog Global Seeds akan muncul (gambar

3.63). Pada waktu melakukan meshing, part yang akan diberi mesh

harus sedang aktif pada layar komputer.

Gambar 3.62. Cara membuka aplikasi mesh

Gambar 3.63. Kotak dialog Global Seeds dan tampilan part yang akan diberi mesh

Pada kotak dialog Global Seeds ada kotak isian Approximate

global size yang harus diisi dengan nilai mesh. yang akan

digunakan dalam simulasi. Cone menggunakan mesh sebesar

0.0007, ball head 0.0004 dan stem 0.0004. Setelah semua nilai

mesh dimasukkan, klik tombol OK pada kotak dialog tersebut.

Langkah selanjutnya adalah mengklik pilihan mesh pada

toolbar lalu klik pilihan Element Type yang muncul di bawahnya

(gambar 3.64) sehingga muncul kotak dialog Elemen Type (gambar

3.65). Kemudian klik OK.

Gambar 3.64. Cara memilih Element Type

Gambar 3.65. Kotak dialog Element Type

Berikutnya adalah melakukan klik lagi pada menu mesh di

toolbar (gambar 3.66), namun kali ini untuk memilih pilihan part.

Setelah itu akan muncul konfirmasi dari program seperti yang

ditunjukkan pada gambar 3.67. Klik tombol Yes untuk untuk

menerapkan mesh pada part atau jika ingin membatalkan maka klik

tombol No.

Gambar 3.66. Memilih menu part pada mesh di toolbar

Gambar 3.67. Korfirmasi dari program

Setelah dilakukan klik pada tombol Yes, maka tampilan yang

semula polos akan berubah menjadi tampilan part yang telah di-

meshing (gambar 3.68)

Gambar 3.68. Tampilan part yang telah di-meshing

3.3.2.9. Boundary condition

Boundary condition (BC) merupakan syarat batas yang

digunakan untuk menentukan arah gerakan part pada proses

analisis. Boundary condition yang dibuat dalam simulasi hip joint

prosthesis ini ada lima macam. Nama-nama boundary condition

yang dibuat dalam simulasi ini dapat dilihat pada tabel 3.4.

Tabel 3.4. Boundary condition (BC)

Nama BC Step Type BC Region BC

Ball head bagian kiri

Initial Symmetry Ball head bagian kiri

XSYMM

Cone bagian atas

Initial Symmetry Cone bagian atas

YSYMM

Cone bagian kiri

Initial Symmetry Cone bagian kiri

XSYMM

Stem bagian kiri

Initial Symmetry Stem bagian kiri

XSYMM

Stem_ pressure

Step-1

Displacement/ Rotation

Stem bagian bawah

U2= 0.0007

Sebelum masuk ke boundary condition, Module harus berada

pada mode Load (gambar 3.69.a), sehingga BC bisa tampil pada

toolbar (gambar 3.69.b). Klik pada BC di toolbar sehingga muncul

serangkaian pilihan di bawahnya. Klik Create di antara pilihan-

pilihan tersebut sehingga muncul kotak dialog Create Boundary

Condition (gambar 3.70)

(a) (b)

Gambar 3.69.(a) dan (b) Langkah awal membuat boundary condition

Gambar 3.70. Kotak dialog Create Boundary Condition

Kotak isian Name, kotak pilihan Step, dan Types for Selected

Step diisi sesuai dengan tabel 3.4. Sementara itu, Category yang

dipilih untuk semua boundary condition dalam simulasi ini adalah

Mechanical. Klik Continue setelah semua terisi dengan benar. Klik

tombol Sets di bawah main screen (gambar 3.71) sehingga kotak

dialog Region Selection akan muncul (gambar 3.72).

Gambar 3.71. Tombol Sets untuk memilih region

Gambar 3.72. Kotak dialog Region Selection

Setelah region yang diinginkan dipilih, klik pada tombol

Continue sehingga kotak dialog Edit Boundary Condition akan

muncul (gambar 3.73).

Gambar 3.73. Kotak dialog Edit Boundary Condition

Setelah boundary condition yang dimaksud dipilih pada kotak

dialog Edit Boundary Condition, pembuatannya diakhiri dengan

mengklik tombol OK.

3.3.2.10. Job

Job digunakan untuk proses analisis (running) pada model

yang telah dibuat setelah ketentuan-ketentuan yang harus

dimasukkan di dalam ABAQUS terpenuhi.

Langkah awal untuk dapat masuk ke job adalah dengan

memilih Job pada Module (gambar 3.74.a). Kemudian klik Job pada

toolbar sehingga beberapa pilihan akan muncul di bawahnya

(gambar 3.74.b). Dari berbagai macam pilihan itu yang dipilih adalah

Create sehingga setelah Create dipilih, maka kotak dialog Create

Job akan muncul (gambar 3.75).

(a) (b)

Gambar 3.74.(a) dan (b) Langkah awal memasuki mode job

Gambar 3.75. Kotak dialog Create Job

Klik tombol Continue setelah nama job diisikan pada kotak isian

Name pada kotak dialog tersebut sehingga kotak dialog Edit Job

akan muncul (gambar 3.76). Karena tidak ada yang perlu

ditambahkan atau diubah pada kotak dialog tersebut, maka cukup

dilakukan klik pada tombol OK.

Gambar 3.76. Kotak dialog Edit Job

Selanjutnya, untuk melakukan running pada job yang telah

dibuat maka kotak dialog Job Manager perlu dibuka. Caranya

adalah dengan mengklik pada Job di toolbar dan memilih Manager

pada pilihan yang muncul di bawahnya (gambar 3.77).

Gambar 3.77. Cara memunculkan kotak dialog Job Manager

Pada kotak dialog Job manager (gambar 3.78) inilah job yang

telah dibuat tampak dalam daftar nama job di dalamnya. Proses

running dapat dilakukan dengan mengklik tombol Submit setelah

terlebih dahulu memilih job yang akan digunakan.

Gambar 3.78. Kotak dialog Job Manager

3.3.2.11. Visualization (visualisasi)

3.3.2.11.1. Model visualisasi

Visualization (visualisasi) digunakan untuk

menampilkan hasil analisis dalam bentuk visual setelah

running pada job yang dilakukan oleh solver ABAQUS

selesai. Tampilan visualisasi seperti pada gambar 3.79.

Gambar 3.79. Model visualisasi plot countours

Selain dalam model plot contour, ada juga model

visualisasi yang lain, yaitu: model deformed shape,

underformed shape, fast representation, dan symbol

(gambar 3.80).

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 3.80. Model visualisasi: (a) deformed shape; (b) fast representation; (c) underformed shape; dan (d) symbol

3.3.2.11.2. File graph

File graph digunakan untuk mengambil data grafik dari

hasil analisis pada salah satu part atau semua part yang

disimulasi.

Cara untuk mengambil data grafik yaitu klik result pada

toolbar (gambar 3.81), setelah Module berada pada mode

Visualization. Kemudian klik history output di antara

beberapa pilihan di bawahnya, lalu akan muncul kotak

dialog History Output (gambar 3.82). Pilih tipe grafik dan

element yang ingin ditinjau, kemudian klik tombol Plot.

Setelah itu klik tombol Save As sehingga akan muncul kotak

dialog Save XY Data As (gambar 3.83. a).

Gambar 3.81. Cara masuk ke History Output

Gambar 3.82. Kotak dialog History Output

(a) (b)

Gambar 3.83.(a) Kotak dialog Save XY Data As dan (b) XY Data Manager icon

Kotak isian Name diisi dengan nama data yang diinginkan

kemudian klik tombol OK. Setelah itu klik XY Data Manager

icon (gambar 3.83.b) sehingga akan muncul kotak dialog XY

Data Manager (gambar 3.84). Pilih file yang akan dilihat

datanya kemudian klik tombol Edit. Selanjutnya yang akan

muncul adalah Kotak dialog Edit XY Data (gambar 3.85)

Gambar 3.84. Kotak dialog XY Data Manager

Gambar 3.85. Kotak dialog Edit XY Data

Data-data berupa angka dapat diambil dari Kotak dialog Edit

XY Data ini.

3.3.2.11.3. Report field output (rpt)

File report juga sama-sama berfungsi mengambil data

hasil simulasi. Data yang bisa diambil mencakup semua

element dan node hasil meshing pada part yang dibuat.

Biasanya data yang diambil hanya pada element dan node

tertentu untuk part yang telah ditentukan sebelumnya.

Pengambilan datanya bersifat manual, karena ektensinya

hanya bisa dibuka dengan notepad atau semisalnya.

Adapun cara mengambil data ini adalah pada toolbar

klik report kemudian klik field output (gambar 3.86) sehingga

akan muncul kotak dialog Report Field Output (gambar

3.87). Pada posisition tentukan model data yang akan

diambil, sementara pada click checkboxes pilih data yang

diinginkan.

Gambar 3.86. Cara membuka Field Output

Gambar 3.87. mengambil data file report

3.3.2.11.4. File berformat video (avi/quick time)

Hasil simulasi abaqus dimungkinkan untuk ditampilkan

dalam format video. Caranya: dari toolbar klik animate, pilih

save as (gambar 3.88), sehingga akan muncul kotak dialog

Save Image Animation (gambar 3.89) lalu tentukan format

video dan tempat penyimpanannya. Akhiri dengan klik pada

tombol OK.

Gambar 3.88. Cara menyimpan format file

Gambar 3.89. Menyimpan hasil simulasi dalam format video

BAB IV HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis distribusi tegangan

Analisis distribusi tegangan yang dilakukan dalam simulasi hip joint

prosthesis ini bertujuan untuk mengetahui sebaran besarnya tegangan yang

terjadi pada tiap elemen di dalam sambungan tulang pinggul. Tegangan

yang terjadi pada sambungan tulang pinggul merupakan akibat dari

pembebanan berat beban tubuh ketika mendapat beban dinamis yaitu ketika

sedang berjalan normal (dengan amplitudo). Berat tubuh pasien yang

digunakan untuk simulasi adalah 62 kg (610 N). Koefisien gesek antara stem

dengan ball head dan koefisien gesek antara ball head dengan cone masing-

masing sebesar 0,35 dan 0,3.

Ada empat simulasi yang dilakukan. Keempat simulasi ini dibedakan

berdasarkan jenis material yang digunakan untuk ball head. Material-material

tersebut antara lain: alumina, silicon carbide, silicon nitride, dan zirconia.

Distribusi tegangan maksimum pada simulasi hip joint prosthesis untuk

masing-masing material adalah sebagai berikut:

4.1.1. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari alumina

Warna yang ditunjukkan dalam simulasi menggambarkan tinggi

rendahnya tegangan yang bekerja pada part. Daerah yang memiliki

tegangan paling tinggi ditunjukkan dengan warna abu-abu dan daerah

yang memiliki tegangan paling rendah ditunjukkan dengan warna biru.

Gambar 4.1 menunjukkan distribusi tegangan untuk simulasi hip joint

prosthesis pada ball head yang terbuat dari alumina. Tegangan

maksimum yang terjadi dengan ball head yang terbuat dari alumina

dalam simulasi ini sebesar 9,565 x 1010 Pa terjadi pada element 14

node 2.

Gambar 4.1. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari alumina

4.1.2. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari silicon carbide

Gambar 4.2 menunjukkan distribusi tegangan dalam simulasi hip

joint prosthesis pada ball head yang terbuat dari silicon carbide.

Tegangan maksimum yang terjadi pada ball head yang terbuat dari

silicon carbide dalam simulasi ini, yaitu sebesar 9,661 x 1010 Pa terjadi

pada element 14 node 2.

Gambar 4.2. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari silicon carbide

4.1.3. Distribusi tegangan maksimum untuk ball head yang terbuat dari silicon nitride

Gambar 4.3 menunjukkan distribusi tegangan dalam simulasi hip

joint prosthesis pada ball head yang terbuat dari silicon nitride.

Tegangan maksimum yang terjadi pada ball head yang terbuat dari

silicon nitride dalam simulasi ini, yaitu sebesar 1,009 x 109 Pa terjadi

pada element 14 node 2 (gambar 4.3).

Gambar 4.3. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari silicon nitride

4.1.4. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari zirconia

Gambar 4.4 menunjukkan distribusi tegangan dalam simulasi hip

joint prosthesis pada ball head yang terbuat dari zirconia. Tegangan

maksimum yang terjadi pada ball head yang terbuat dari zirconia dalam

simulasi ini, yaitu sebesar 9,888 x 1010 Pa terjadi pada element 14 node 2

(gambar 4.4).

Gambar 4.4. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari zirconia

4.2. Analisis tegangan pada ball head

Analisis tegangan yang terjadi pada ball head dalam simulasi ini dibagi

berdasarkan material yang digunakan untuk ball head.

4.2.1. Tegangan yang terjadi pada ball head yang terbuat dari

alumina

Tegangan maksimum yang terjadi pada ball head yang

bahannya terbuat dari alumina sebesar 9,565 x 1010 Pa. Tegangan

maksimum ini terjadi pada element 14 node 2 (gambar 4.5).

Gambar 4.5. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari alumina

Grafik distribusi tegangan pada ball head yang terbuat dari alumina

dapat dilihat pada gambar 4.6.

0.00E+00

2.00E+10

4.00E+10

6.00E+10

8.00E+10

1.00E+11

1.20E+11

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

Waktu (s)

Von

Mis

es S

tres

s (P

a)

Gambar 4.6. Grafik tegangan yang terjadi pada ball head yang terbuat dari alumina

4.2.2. Tegangan yang terjadi pada ball head yang terbuat dari silicon carbide

Tegangan maksimum yang terjadi pada ball head yang

bahannya terbuat dari silicon carbide sebesar 9,661 x 1010 Pa.

Tegangan maksimum ini terjadi pada element 14 node 2.

Gambar 4.7. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari silicon carbide

Grafik distribusi tegangan pada ball head yang terbuat dari silicon

carbide dapat dilihat pada gambar 4.8.

0.00E+00

2.00E+10

4.00E+10

6.00E+10

8.00E+10

1.00E+11

1.20E+11

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

Waktu (s)

Von

Mis

es S

tres

s (P

a)

Gambar 4.8. Grafik tegangan yang terjadi pada ball head yang terbuat dari silicon carbide

4.2.3. Tegangan yang terjadi pada ball head yang terbuat dari silicon nitride

Gambar 4.9. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari silicon nitride

Tegangan maksimum yang terjadi pada ball head yang

bahannya terbuat dari silicon nitride sebesar 1,009 x 1011 Pa. Tegangan

maksimum ini terjadi pada element 14 node 2 (gambar 4.9).

Grafik distribusi tegangan pada ball head yang terbuat dari silicon

nitride dapat dilihat pada gambar 4.10.

0.00E+00

2.00E+10

4.00E+10

6.00E+10

8.00E+10

1.00E+11

1.20E+11

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

Waktu (s)

Von

Mis

es S

tres

s (P

a)

Gambar 4.10. Grafik tegangan yang terjadi pada ball head yang terbuat dari silicon nitride

4.2.4. Tegangan yang terjadi pada ball head yang terbuat dari zirconia

Tegangan maksimum yang terjadi pada ball head yang

bahannya terbuat dari zirconia sebesar 9,888 x 1010 Pa. Tegangan

maksimum ini terjadi pada element 14 node 2 (gambar 4.11).

Grafik distribusi tegangan pada ball head yang terbuat dari zirconia

dapat dilihat pada gambar 4.12.

Gambar 4.11. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari zirconia

0.00E+00

2.00E+10

4.00E+10

6.00E+10

8.00E+10

1.00E+11

1.20E+11

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

Waktu (s)

Von

Mis

es S

tres

s (P

a)

Gambar 4.12. Grafik tegangan yang terjadi pada ball head yang terbuat dari zirconia

Meskipun ball head yang terbuat dari alumina, sillicon carbide, silicon

nitride, dan zirconia memiliki tegangan maksimum dengan nilai yang

berbeda, namun tegangan maksimum yang dihasilkan berada pada element

dan node yang sama, yaitu pada element 14 node 2. Hal ini seperti yang

ditunjukkan pada tabel 4.1. Tegangan maksimum yang paling besar terjadi

pada silicon nitride yaitu sebesar 1,009 x 1011 Pa dan tegangan maksimum

terkecil terjadi pada alumina yaitu sebesar 9,565 x 1010 Pa.

Tabel 4.1. Tegangan maksimum yang terjadi dalam ball head pada beberapa material

Nama Material Tegangan Maksimum

(Pa)

Terjadi pada

Element Node

Alumina 9,565 x 1010 14 2

Silicon Carbide 9,661 x 1010 14 2

Silicon Nitride 1,009 x 1011 14 2

Zirconia 9,888 x 1010 14 2

4.3. Analisis regangan pada ball head

Analisis regangan pada ball head dilakukan untuk mengetahui

pergeseran posisi element pada sambungan tulang pinggul tiruan (hip joint

prosthesis) yang terjadi ketika mendapat pembebanan berat beban secara

dinamik ketika sedang berjalan normal (dengan amplitudo).

4.3.1. Analisis regangan pada ball head yang terbuat dari alumina

Pada gambar 4.13 dapat dilihat bahwa regangan maksimum

yang terjadi pada ball head yang bahannya terbuat dari alumina.

Regangan maksimum terjadi pada element 14 node 29 dengan nilai

sebesar 1,509 x 10-1 %. Grafik regangan maksimum yang terjadi pada

element dan node tersebut dapat dilihat pada gambar 4.14.

Gambar 4.13. Regangan maksimum pada ball head yang terbuat dari alumina

0.00E+00

2.00E-02

4.00E-02

6.00E-02

8.00E-02

1.00E-01

1.20E-01

1.40E-01

1.60E-01

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

Waktu (s)

Reg

anga

n (%

)

Gambar 4.14. Grafik profil regangan pada ball head yang terbuat dari alumina

4.3.2. Analisis regangan pada ball head yang terbuat dari silicon carbide

Pada gambar 4.15 dapat dilihat bahwa regangan maksimum

yang terjadi pada ball head yang bahannya terbuat dari silicon carbide.

Regangan maksimum terjadi pada element 14 node 29 dengan nilai

sebesar 1,42 x 10-1 %. Grafik regangan maksimum yang terjadi pada

element dan node tersebut dapat dilihat pada gambar 4.16.

Gambar 4.15. Regangan maksimum pada ball head yang terbuat dari silicon carbide

0.00E+00

2.00E-02

4.00E-02

6.00E-02

8.00E-02

1.00E-01

1.20E-01

1.40E-01

1.60E-01

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

Waktu (s)

Reg

anga

n (%

)

Gambar 4.16. Grafik profil regangan pada ball head yang terbuat dari silicon carbide

4.3.3. Analisis regangan pada ball head yang terbuat dari silicon nitride

Gambar 4.17. Regangan maksimum pada ball head yang terbuat dari silicon nitride

Pada gambar 4.17 dapat dilihat bahwa regangan maksimum yang

terjadi pada ball head yang bahannya terbuat dari silicon nitride.

Regangan maksimum terjadi pada element 14 node 29 dengan nilai

sebesar 1,366 x 10-1 %. Grafik regangan maksimum yang terjadi pada

element dan node tersebut dapat dilihat pada gambar 4.18.

0.00E+00

2.00E+10

4.00E+10

6.00E+10

8.00E+10

1.00E+11

1.20E+11

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

Waktu (s)

Von

Mis

es S

tres

s (P

a)

Gambar 4.18. Grafik profil regangan pada ball head yang terbuat dari silicon nitride

4.3.4. Analisis regangan pada ball head yang terbuat dari zirconia

Pada gambar 4.19 dapat dilihat bahwa regangan maksimum

yang terjadi pada ball head yang bahannya terbuat dari zirconia.

Regangan maksimum terjadi pada element 14 node 29 dengan nilai

sebesar 3,031 x 10-1 %. Grafik regangan maksimum yang terjadi pada

element dan node tersebut dapat dilihat pada gambar 4.20.

Gambar 4.19. Regangan maksimum pada ball head yang terbuat dari zirconia

0.00E+00

5.00E-02

1.00E-01

1.50E-01

2.00E-01

2.50E-01

3.00E-01

3.50E-01

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

Waktu (s)

Reg

anga

n (%

)

Gambar 4.20. Grafik profil regangan pada ball head yang terbuat dari zirconia

Regangan maksimum yang terjadi pada alumina, silicon carbide, silicon

nitride, dan zirconia menunjukkan hasil yang bervariasi. Hal ini dapat dilihat

pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Regangan maksimum yang terjadi pada ball head pada beberapa material

Nama Material Regangan Maksimum

(%)

Terjadi pada

Element Node

Alumina 1,509 x 10-1 14 29

Silicon Carbide 1,42 x 10-1 14 29

Silicon Nitride 1,366 x 10-1 14 29

Zirconia 3,031 x 10-1 14 29

Regangan maksimum yang paling besar terjadi pada ball head yang

terbuat dari zirconia, yaitu sebesar 3,031 x 10-1 % yang terjadi pada element

14 node 29. Sementara itu regangan maksimum yang paling kecil terjadi

pada silicon nitride, sebesar 1,366 x 10-1 %.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari analisis terhadap distribusi tegangan dan regangan

dengan menggunakan software Abaqus 6.5-1 terhadap variasi material

komponen ball head pada sambungan tulang pinggul tiruan (hip joint

prosthesis) ketika mendapat beban dinamis yaitu ketika sedang berjalan

normal (dengan amplitudo) dengan berat tubuh 62 kg, yaitu:

Variasi material yang digunakan untuk ball head (alumina, silicon

carbide, silicon nitride, dan zirconia) tidak menunjukkan pengaruh terhadap

hasil perhitungan tegangan. Tegangan maksimum yang dialami alumina,

silicon carbide, silicon nitride, dan zirconia masing-masing sebesar 9,565 x

1010 Pa, 9,661 x 1010 Pa, 1,009 x 1011 Pa, dan 9,888 x 1010 Pa. Sementara

itu hasil perhitungan regangan dari material-material tersebut menunjukkan

tingkat regangan maksimum yang berbeda-beda. Regangan maksimum yang

paling tinggi terjadi pada zirconia dan yang paling rendah terjadi pada

alumina. Regangan maksimum dari yang tertinggi ke yang paling rendah dari

keempat material tersebut yaitu zirconia (3,031 x 10-1 %), alumina (1,509 x

10-1 %), silicon carbide (1,42 x 10-1 %), dan silicon nitride (1,366 x 10-1 %).

Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa material yang paling baik

untuk digunakan sebagai komponen ball head adalah silicon nitride.

5.2. Saran

Setelah menyelesaikan simulasi ini ada hal-hal yang perlu diperhatikan

untuk peneliti selanjutnya, yaitu:

1. Kehati-hatian dalam memasukkan data input harus benar-benar

diperhatikan.

2. Diperlukan lebih banyak material untuk simulasi guna memperkaya

pilihan di dalam penggunaan material.

3. Program haruslah tetap dipandang sebagai program, yang bisa saja

memiliki tingkat kesalahan tertentu seperti halnya manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Adams, D, and Sav Swanson, Direct measurement of local pressures in the cadaveric human hip joint during simulated level walking, Department of Mechanical Engineering, Imperial College, London (15 March 1985), Di akses Desember 2008 dari www.docjax.com

Apley, A. Graham, and Louis Solomon, Ortopedi dan Fraktur Sistem Aple,

Alih Bahasa dr. Edi Nugroho, 1995, Cetakan Ketujuh, Widya Medika, Jakarta

Cameron, R. John, James G. Skofronick, and Rederick M. Grant, Fisika

Kedokteran: Fisika Tubuh Manusia, 1999, Edisi kedua, Alih bahasa Lamyarni I. Sardy, CV. Sagung Seto, Jakarta

Dieppe, paul A., Penyakit Radang Sendi (Artritis), Alih Bahasa dr. Joko

Suyono, 1995, Arcan, Jakarta Dieter, George E., Metalurgi Mekanik, 1993, Alih bahasa Sriati Djaprie, Jilid I,

Erlangga, Jakarta Fessler, H., Load Distribution In a Model of a Hip Joint, 1957, The Journal of

Bone and Joint Surgery,vol. 39 b, no. 1, February 1957, Diakses 7 Mei 2009 dari www.docjax.com

http://www.st-yohanesbosco.org, Penggantian Tulang Sendi Untuk

Mengatasi Kerusakan Sendi Stadium Lanjut, Diakses 21 Juli 2008, http://www.st-yohanesbosco.org/bosconian-detail.php?id=425&sub_id=139

Marciniak, Z.,et.al., 2002, Mechanics of Sheet Metal Forming, Butterworth-

Heinemann, London. Pusdalin-IDI, Reparasi Lutut dengan Bantuan Komputer, Diakses 7

September 2008 dari Idionline. http://www.idionline.org/index.php?menu=kategori&act=1&id_category=31&rec_pos=4&back_rec=0

Schey, John A, 2000, Introduction to manufacturing processes, McGraw-Hill,

Singapore. Singer, F. L., dan Andrew Pytel, 1995, Ilmu Kekuatan Bahan (Teori Kokoh-

Strength of material), alih bahasa Darwin Sebayang, edisi II, Erlangga, Jakarta.

Weisse, Bernhard, dkk, 2003, Improvement of The Reliability of Ceramic Hip

Joint Implant, Journal of Biomechanics 36 (2003) 1633–1639, Diakses 2008 dari www.elsevier.com/locate/jbiomech

www.beritaiptek.com, Sendi Buatan, Diakses Ahad, 09 Juni 2008, Pukul 10:52:21

www.indocina.net, Penggantian Tulang Sendi,

http://www.indocina.net/viewtopic.php?f=28&t=7435&p=147901 www.nlm.nih.gov, Medical Encyclopedia: Hip Joint Replacement, Diakses 18

Juli 2008, http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/presentations/100006_5.htm

www.orthoload.com, 2009, Hip joint forces relative to femure, Diakses Juli

2009 dari http://www.orthoload.com/main.php#dbtop -------, Coordinate System: Hip Joint, Diakses Juli 2009

LAMPIRAN 1. Dari www.orthoload.com

Data File: EBL5078A.AKF Measurement Programm: 5.0.9 ------------------------MEASURING INFOS------------------------ Diagram Title #1 Forces at Hip Joint Diagram Title #2 Relative to Femur Comment #1 HIP JOINT Walking free; Velocity: normal Comment #2 Pat.: EBL, left Side, 47 Month PO BodyWeight [N]: 610.0 Implant Type: Hip Joint Axes Directions X, Y, Z: Medial, Anterior, Superior Axes Origin: Center of Femoral Head Angle of Rotation (Deg): Z = 5.0 X = 10.0 Y = 0.0 Displacement X, Y, Z (mm): 0.0 0.0 0.0 Activity Code: HIPJOINT 1P_1_7_1 2P_1_3_1 ---------------------------DATA-------------------------------- Number of Data Sets = 2257 Number of analog channels = 0 Time-Offset(sec) = -0.04 Max. Force (N, sec): 2124.55 6.227 Time -Fx -Fy -Fz Fres [s] [N] [N] [N] [N] 0.000 00131.81 00047.27 00094.96 00169.19 0.005 00133.05 00046.76 00098.14 00171.81 0.009 00134.69 00046.08 00102.39 00175.36 0.014 00136.89 00045.17 00108.05 00180.15 0.018 00139.31 00044.47 00114.59 00185.79 0.023 00141.65 00043.92 00122.03 00192.06 0.027 00143.60 00043.47 00130.49 00198.84 0.032 00145.31 00043.08 00139.66 00206.10 0.036 00146.93 00042.73 00149.79 00214.13 0.041 00148.59 00042.38 00160.72 00222.95 0.045 00150.44 00042.00 00172.83 00232.95 0.050 00152.62 00041.05 00186.14 00244.19 0.054 00154.82 00039.46 00200.21 00256.14 0.059 00156.70 00037.60 00214.70 00268.45 0.063 00158.42 00035.32 00229.29 00280.92 0.068 00160.12 00032.42 00244.18 00293.79 0.072 00161.95 00029.17 00259.08 00306.93 0.077 00164.06 00025.81 00273.72 00320.16 0.081 00166.12 00022.56 00287.78 00333.05 0.086 00167.79 00019.67 00301.94 00345.99 0.090 00169.71 00017.41 00316.34 00359.41 0.095 00172.06 00015.58 00330.68 00373.09 0.099 00174.51 00014.54 00344.61 00386.55 0.104 00177.26 00014.20 00357.78 00399.54 0.108 00180.56 00014.54 00369.75 00411.74 0.113 00184.16 00015.58 00380.51 00423.02 0.118 00188.36 00017.41 00389.94 00433.40 0.122 00193.01 00019.67 00398.32 00443.05 0.127 00197.99 00022.05 00405.83 00452.08

0.131 00203.20 00024.74 00412.59 00460.58 0.136 00209.08 00027.45 00419.16 00469.22 0.140 00215.09 00029.92 00425.09 00477.35 0.145 00221.24 00032.33 00430.85 00485.41 0.149 00227.53 00034.90 00437.45 00494.31 0.154 00233.97 00037.32 00445.93 00504.96 0.158 00239.57 00039.81 00457.00 00517.52 0.163 00244.80 00042.56 00472.10 00533.49 0.168 00249.59 00045.82 00491.47 00553.11 0.172 00254.34 00049.33 00515.70 00577.12 0.177 00259.95 00052.88 00544.27 00605.47 0.181 00266.38 00056.27 00577.02 00638.02 0.186 00274.67 00059.26 00613.63 00674.91 0.191 00285.02 00061.59 00653.09 00715.23 0.195 00297.76 00062.96 00695.63 00759.29 0.200 00312.95 00063.99 00740.22 00806.20 0.204 00329.82 00065.26 00786.51 00855.36 0.209 00348.25 00067.40 00834.29 00906.57 0.214 00367.75 00070.58 00882.98 00959.10 0.218 00387.39 00075.07 00931.53 01011.66 0.223 00407.28 00080.73 00979.43 01063.81 0.228 00427.57 00087.53 01026.10 01115.06 0.233 00447.40 00095.01 01070.83 01164.42 0.237 00466.38 00102.78 01113.31 01211.42 0.242 00484.08 00110.48 01153.50 01255.82 0.247 00500.42 00118.23 01191.71 01297.91 0.252 00515.77 00125.67 01228.07 01337.89 0.256 00530.39 00132.39 01263.06 01376.29 0.261 00543.96 00138.46 01296.06 01412.38 0.266 00557.11 00143.87 01327.25 01446.61 0.271 00569.92 00148.56 01356.72 01479.04 0.276 00582.95 00152.41 01384.86 01510.27 0.280 00596.27 00155.23 01411.50 01540.12 0.285 00609.97 00156.76 01436.81 01568.77 0.290 00623.67 00157.12 01461.37 01596.64 0.295 00637.99 00156.34 01485.22 01623.99 0.300 00651.60 00154.86 01508.28 01650.30 0.305 00665.12 00152.56 01530.46 01675.70 0.310 00678.66 00149.25 01552.09 01700.54 0.314 00691.82 00145.16 01572.91 01724.45 0.319 00704.68 00140.46 01593.16 01747.70 0.324 00716.79 00135.26 01612.48 01769.79 0.329 00728.14 00129.65 01630.95 01790.81 0.334 00738.66 00123.65 01648.09 01810.28 0.339 00748.20 00117.29 01663.79 01828.05 0.344 00756.56 00110.53 01677.34 01843.38 0.349 00763.91 00103.83 01688.33 01856.01 0.354 00769.86 00097.15 01696.66 01865.68 0.358 00774.39 00090.42 01702.01 01872.08 0.363 00777.87 00083.61 01704.83 01875.78 0.368 00780.10 00076.65 01705.36 01876.88 0.373 00781.24 00069.46 01703.63 01875.51 0.378 00781.41 00062.48 01700.01 01872.04 0.383 00780.61 00055.61 01694.71 01866.68 0.388 00779.29 00048.81 01687.80 01859.66 0.393 00777.34 00042.01 01679.70 01851.33 0.398 00774.59 00035.14 01670.27 01841.47 0.402 00771.32 00028.16 01659.73 01830.42 0.407 00767.77 00020.98 01648.21 01818.38

0.412 00764.15 00014.03 01635.78 01805.52 0.417 00760.15 00007.23 01622.92 01792.14 0.422 00755.97 00000.52 01609.58 01778.27 0.427 00751.74 -00006.14 01596.17 01764.35 0.432 00747.13 -00012.81 01582.60 01750.14 0.436 00742.26 -00019.53 01569.24 01736.04 0.441 00737.22 -00025.84 01556.02 01722.02 0.446 00732.11 -00031.76 01543.35 01708.48 0.451 00727.01 -00037.28 01531.70 01695.88 0.456 00722.00 -00042.35 01521.11 01684.30 0.461 00716.66 -00047.39 01511.73 01673.67 0.465 00711.57 -00052.32 01503.27 01664.00 0.470 00706.81 -00057.03 01496.05 01655.60 0.475 00702.50 -00061.40 01490.49 01648.89 0.480 00698.27 -00065.31 01486.12 01643.28 0.485 00694.28 -00069.06 01483.08 01639.00 0.489 00690.70 -00072.47 01481.12 01635.86 0.494 00687.24 -00075.81 01480.08 01633.61 0.499 00683.61 -00078.87 01479.88 01632.05 0.504 00680.01 -00081.38 01480.49 01631.22 0.509 00676.65 -00083.56 01481.96 01631.27 0.513 00673.26 -00085.08 01483.91 01631.72 0.518 00670.05 -00086.06 01486.51 01632.82 0.523 00666.77 -00086.59 01489.97 01634.65 0.528 00663.13 -00086.71 01493.55 01636.45 0.533 00659.35 -00086.42 01497.57 01638.57 0.538 00655.10 -00085.21 01501.84 01640.71 0.542 00650.55 -00083.48 01506.21 01642.82 0.547 00645.81 -00081.07 01510.55 01644.81 0.552 00641.01 -00078.30 01514.69 01646.61 0.557 00635.75 -00074.95 01519.00 01648.38 0.562 00630.08 -00071.23 01522.80 01649.55 0.566 00624.06 -00066.83 01525.92 01649.95 0.571 00617.69 -00061.91 01528.60 01649.84 0.576 00610.93 -00056.55 01531.07 01649.43 0.581 00603.75 -00050.83 01533.03 01648.42 0.586 00596.56 -00044.76 01534.14 01646.65 0.591 00589.26 -00038.36 01534.99 01644.65 0.595 00581.76 -00031.59 01535.15 01641.98 0.600 00573.94 -00024.41 01534.62 01638.62 0.605 00565.65 -00017.23 01533.38 01634.48 0.610 00557.23 -00009.96 01531.82 01630.05 0.615 00548.98 -00002.50 01529.81 01625.33 0.620 00539.72 00005.25 01527.18 01619.75 0.624 00530.19 00013.45 01523.71 01613.38 0.629 00520.11 00021.75 01519.64 01606.33 0.634 00510.17 00030.33 01515.11 01598.99 0.639 00500.04 00038.90 01509.76 01590.89 0.644 00489.90 00047.67 01503.65 01582.16 0.649 00479.41 00056.34 01496.78 01572.69 0.653 00468.70 00064.62 01489.58 01562.92 0.658 00457.92 00072.69 01481.98 01552.82 0.663 00447.17 00080.73 01474.35 01542.79 0.668 00436.58 00088.37 01466.57 01532.72 0.673 00426.79 00095.75 01459.00 01523.16 0.677 00417.48 00102.98 01451.53 01513.88 0.682 00408.91 00109.64 01444.03 01504.81 0.687 00400.86 00115.78 01436.39 01495.76 0.692 00393.69 00121.40 01428.99 01487.19

0.697 00387.30 00126.46 01421.73 01478.95 0.701 00381.16 00130.88 01414.50 01470.78 0.706 00375.26 00135.02 01407.21 01462.63 0.711 00370.14 00138.72 01400.27 01454.99 0.716 00365.36 00141.78 01393.10 01447.18 0.721 00361.03 00144.46 01385.11 01438.66 0.725 00357.31 00146.46 01376.14 01429.30 0.730 00353.89 00147.96 01365.95 01418.78 0.735 00350.97 00148.58 01354.19 01406.80 0.740 00348.33 00148.36 01340.40 01392.85 0.745 00345.75 00147.28 01324.44 01376.73 0.749 00343.50 00145.27 01306.01 01358.22 0.754 00341.42 00142.65 01285.59 01337.78 0.759 00339.32 00139.71 01263.01 01315.24 0.764 00337.03 00136.22 01238.43 01290.68 0.768 00334.87 00132.39 01211.82 01264.19 0.773 00332.66 00127.90 01183.00 01235.52 0.778 00330.21 00122.89 01151.61 01204.30 0.783 00327.83 00116.94 01117.57 01170.52 0.787 00325.32 00110.05 01081.10 01134.33 0.792 00322.47 00102.17 01042.20 01095.72 0.797 00319.04 00093.65 01001.69 01055.44 0.801 00314.75 00084.80 00959.78 01013.62 0.806 00309.74 00075.90 00917.01 00970.88 0.811 00304.12 00067.23 00873.40 00927.28 0.815 00297.91 00059.08 00829.38 00883.23 0.820 00291.11 00051.27 00785.33 00839.12 0.824 00283.66 00044.18 00741.66 00795.28 0.829 00275.95 00037.73 00698.80 00752.26 0.834 00267.86 00031.87 00657.24 00710.44 0.838 00259.22 00026.64 00617.07 00669.83 0.843 00250.32 00022.10 00578.51 00630.73 0.847 00241.44 00018.38 00541.89 00593.53 0.852 00232.85 00015.69 00507.23 00558.35 0.856 00224.86 00013.80 00475.19 00525.89 0.861 00217.31 00012.56 00445.64 00495.96 0.865 00210.07 00011.84 00418.14 00468.10 0.870 00203.57 00011.61 00392.97 00442.72 0.875 00197.76 00011.84 00370.03 00419.73 0.879 00192.17 00012.55 00348.96 00398.58 0.884 00186.84 00013.28 00330.03 00379.48 0.888 00182.33 00014.11 00313.18 00362.67 0.893 00178.27 00015.09 00298.55 00348.05 0.897 00174.33 00016.31 00285.40 00334.83 0.902 00170.68 00017.88 00273.68 00323.03 0.906 00167.53 00019.41 00263.40 00312.77 0.911 00164.62 00021.04 00254.75 00304.04 0.915 00162.21 00022.39 00247.50 00296.77 0.920 00160.10 00023.56 00241.05 00290.33 0.924 00158.11 00024.67 00235.38 00284.62 0.929 00156.59 00025.80 00230.50 00279.86 0.933 00155.42 00027.05 00226.54 00276.06 0.938 00154.48 00028.52 00223.16 00272.90 0.942 00153.71 00029.82 00220.07 00270.09 0.947 00153.05 00031.06 00217.53 00267.78 0.951 00152.42 00032.36 00215.32 00265.79 0.956 00151.79 00033.80 00213.27 00263.95 0.961 00151.11 00035.02 00211.20 00262.04 0.965 00150.81 00036.10 00209.45 00260.60

0.970 00150.88 00037.14 00207.86 00259.52 0.974 00150.82 00038.23 00206.32 00258.41 0.979 00150.62 00039.45 00204.68 00257.17 0.983 00150.76 00040.90 00203.32 00256.41 0.988 00151.28 00042.21 00202.65 00256.38 0.992 00152.70 00043.48 00202.59 00257.39 0.997 00154.66 00044.81 00203.15 00259.22 1.001 00156.79 00046.32 00203.86 00261.32 1.006 00159.28 00047.62 00205.30 00264.17 1.010 00162.33 00048.83 00207.57 00267.99 1.015 00166.20 00050.03 00210.37 00272.73 1.019 00170.20 00050.83 00213.42 00277.67 1.024 00174.15 00051.30 00216.46 00282.51 1.028 00178.38 00051.97 00219.74 00287.76 1.033 00182.73 00052.39 00223.04 00293.05 1.037 00187.05 00053.12 00226.62 00298.61 1.042 00191.21 00053.69 00230.28 00304.10 1.046 00195.04 00054.17 00233.82 00309.26 1.051 00198.85 00054.58 00237.01 00314.16 1.055 00202.45 00054.97 00240.13 00318.86 1.060 00205.65 00054.86 00242.42 00322.60 1.064 00208.69 00054.74 00244.07 00325.76 1.069 00211.34 00054.61 00245.22 00328.30 1.073 00213.81 00054.46 00245.95 00330.42 1.078 00215.80 00054.27 00245.84 00331.59 1.083 00216.96 00054.03 00244.86 00331.58 1.087 00217.39 00053.71 00242.94 00330.40 1.092 00217.63 00053.30 00240.42 00328.64 1.096 00217.72 00052.75 00237.60 00326.55 1.101 00217.13 00052.02 00234.25 00323.62 1.105 00215.84 00051.05 00230.09 00319.58 1.110 00214.23 00049.76 00225.78 00315.20 1.114 00212.17 00048.56 00220.98 00310.17 1.119 00209.49 00047.33 00215.78 00304.45 1.123 00206.48 00045.98 00210.26 00298.26 1.128 00202.89 00044.39 00204.47 00291.45 1.132 00199.42 00042.95 00198.44 00284.59 1.137 00195.80 00041.52 00192.17 00277.47 1.141 00192.23 00040.00 00185.64 00270.22 1.146 00188.92 00038.25 00179.34 00263.28 1.150 00185.60 00036.64 00172.73 00256.18 1.155 00182.49 00035.54 00165.78 00249.10 1.159 00178.84 00034.86 00158.41 00241.43 1.164 00174.83 00034.54 00151.02 00233.59 1.168 00170.66 00034.57 00143.50 00225.64 1.173 00166.98 00034.93 00136.26 00218.33 1.177 00163.49 00035.66 00129.69 00211.70 1.182 00159.90 00036.31 00123.76 00205.43 1.186 00155.91 00036.93 00118.49 00199.27 1.191 00151.69 00037.58 00113.94 00193.40 1.195 00147.41 00038.32 00110.25 00188.02 1.200 00143.21 00039.20 00107.10 00183.07 1.204 00139.25 00039.79 00104.75 00178.73 1.209 00135.71 00040.13 00102.99 00175.03 1.213 00132.81 00040.26 00102.18 00172.34 1.218 00130.30 00040.69 00102.27 00170.57 1.222 00128.48 00040.96 00103.25 00169.84 1.227 00126.70 00041.08 00105.22 00169.74