VARIASI MATERIAL PENYUSUN BALL HEAD HIP JOINT …eprints.ums.ac.id/5940/1/D200000109.pdf · Rumusan...
Transcript of VARIASI MATERIAL PENYUSUN BALL HEAD HIP JOINT …eprints.ums.ac.id/5940/1/D200000109.pdf · Rumusan...
TUGAS AKHIR
VARIASI MATERIAL PENYUSUN BALL HEAD HIP JOINT PROSTHESIS PADA KONDISI BERJALAN NORMAL DENGAN ANALISIS
DISTRIBUSI TEGANGAN DAN REGANGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE ABAQUS 6.5-1
Disusun :
FAJAR SANTOSO NIM : D200000109
JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
Oktober 2009
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul:
VARIASI MATERIAL PENYUSUN BALL HEAD HIP JOINT PROSTHESIS PADA KONDISI BERJALAN NORMAL DENGAN
ANALISIS DISTRIBUSI TEGANGAN DAN REGANGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE ABAQUS 6.5-1
Yang dibuat untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh derajat sarjana
S1 pada Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah
Surakarta, sejauh yang saya ketahui bukan merupakan tiruan atau duplikasi
dan/atau pernah dipakai untuk medapatkan gelar kesarjanaan dilingkungan
Universitas Muhammadiyah Surakarta atau instansi manapun, kecuali bagian
yang sumber informasinya saya cantumkan sebagaimana mestinya.
Surakarta, 2 Juli 2009 Yang menyatakan
Fajar Santoso
HALAMAN PERSETUJUAN
Tugas Akhir berjudul ” Variasi Material Penyusun Ball Head Hip Joint Prosthesis Pada Kondisi Berjalan Normal Dengan Analisis Distribusi Tegangan Dan Regangan Menggunakan Software Abaqus 6.5 -1”, telah disetujui oleh pembimbing dan diterima untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh derajat sarjana S1 pada jurusan teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Dipersiapkan oleh :
Nama : FAJAR SANTOSO
NIM : D 200 000 109
Disetujui pada
Hari :
Tanggal :
Pembimbing Utama Pembimbing pendamping
Tri Widodo Besar Riyadi, ST, MSc Bambang Waluyo Febriantoko, ST, MT
HALAMAN PENGESAHAN RINGKASAN/ABSTRAKSI LAPORAN TUGAS AKHIR
Artikel berjudul ”Variasi Material Penyusun Ball Head Hip Joint
Prosthesis pada Kondisi Berjalan Normal dengan Analisis Distribusi
Tegangan dan Regangan Menggunakan Software Abaqus 6.5-1”, telah
disetujui Pembimbing dan disahkan Ketua Jurusan untuk memenuhi
sebagian persyaratan memperoleh derajat S1 pada Jurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Dipersiapkan oleh:
Nama : Fajar Santoso
NIM : D 200 000 109
Disetujui pada:
Hari : .......................
Tanggal : ...........................................
Pembimbing Utama
Tri Widodo Besar Riyadi, ST, MSc
Pembimbing Pendamping
Bambang Waluyo Febriantoko, ST, MT
Mengetahui Ketua Jurusan,
Marwan Effendy, ST, MT
MOTTO
“Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain”
(QS Al Insyirah : 7)
“Sesungguhnya manusia itu tertidur dan baru terbangun ketika mati”
(Ali bin Abi Thalib)
PERSANTUNAN
Atas berkat rahmat Allah SWT dimana seluruh rasa syukur tertuju
pada-Nya, laporan ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam semoga
ditetapkan atas Nabi Muhammad SAW yang telah diutus oleh Allah untuk
menunjukkan jalan yang terang di tengah kegelapan.
Karya ini aku haturkan kepada :
? Ibu dan almarhum ayahku yang dengan susah payah membesarkan
aku.
? Saudara-saudaraku.
? Rekan-rekan teknik mesin, khususnya Agus, Yusa’, Alfian, Budi, Aris,
dll.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr. Wb.
Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
berkah dan rahmat-Nya sehingga penyusun laporan penelitian ini dapat
terselesaikan.
Tugas Akhir berjudul ” Variasi Material Penyusun Ball Head Hip
Joint Prosthesis pada Kondisi Berjalan Normal dengan Analisis
Distribusi Tegangan dan Regangan Menggunakan Software Abaqus 6.5-
1”, dapat terselesaikan atas dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada
kesempatan ini, penulis dengan segala ketulusan dan keikhlasan hati ingin
menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya
kepada.
1. Ir. H Sri Widodo, MT., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
2. Marwan Effendy, ST. MT., selaku Ketua Jurusan Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
3. Ir. Masyrukan, MT., selaku Dosen pembimbing utama yang telah
banyak memberikan ilmu dan arahan serta bimbingannya dalam
menyelesaikan Tugas Akhir ini.
4. Dr. Supriyono, ST. MT., selaku Dosen Pembimbing pendamping
terima kasih atas waktu, pengarahan, saran, dan dorongan dalam
menyelesaikan Tugas Akhir ini.
5. Seluruh Dosen Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta,
terima kasih untuk ilmu yang telah diajarkan selama berada dibangku
kuliah.
6. Bapak Sunhaji, selaku kepala Laboratorium Logam Fakultas Teknik
Mesin Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
7. Semua pihak yang telah membantu, sehingga terselesaikannya Tugas
Akhir ini, semoga Allah membalas kebaikannya.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca akan
penulis terima dengan senang hati.
Wasalammu’alaikum.Wr.Wb
Surakarta, November 2009
Penulis
DAFTAR ISI
Hal Halaman Judul i Pernyataan Keaslian Skripsi ii Halaman Persetujuan iii Halaman Pengesahan iv Lembar Soal Tugas Akhir v Lembar Motto vi Abstrak vii Kata Pengantar viii Daftar Isi x Daftar Tabel xii Daftar Gambar xiii Daftar Simbol xviii Daftar Lampiran xix BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1 1.2. Rumusan Masalah 2 1.3. Batasan Masalah 3 1.4. Tujuan Penelitian 4 1.5. Manfaat Penelitian 4 1.6. Sistematika Penulisan 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1. Kajian Pustaka 6 2.2. Landasan Teori 12
2.2.1. Tulang-tulang anggota gerak 12 2.2.2. Persendian dan pergerakan 15 2.2.3. Hip Joint 17 2.2.4. Gambaran Umum Tentang Hip Joint Replacement 25 2.2.5. Desain Hip Joint Prosthesis 27 2.2.6. Variabel Proses Hip Joint Prosthesis 28 2.2.7. Material untuk Hip Joint Prosthesis 29
2.3. Teori ( latisitas 44 2.3.1. Tegangan (stress) 45 2.3.2. Regangan (strain) 46 2.3.3. Deformasi 48 2.3.4. Kriteria Von Mises 50
2.4. Teori Gesekan 50 2.4.1. Efek dari Gesekan 51
2.5. Metode Elemen Hingga 54 BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN LANGKAH KOMPUTASI 57
3.1. Metodologi Penelitian 57 3.2. Pengertian ABAQUS/CAE 58
3.2.1 Cara Membuka Aplikasi Abaqus 60 3.3. Langkah Komputasi dengan Menggunakan Abaqus 6.5-1 61
3.3.1. Desain Part 61 3.3.2. Langkah-langkah Analisis dan Simulasi 67
BAB IV HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN 115
4.1. Analisis Distribusi Tegangan 115 4.4.1. Disitribusi Tegangan Maksimum pada Ball Head yang Terbuat dari Alumina 115 4.4.2. Disitribusi Tegangan Maksimum pada Ball Head yang Terbuat dari Silicon Carbide 116 4.4.3. Disitribusi Tegangan Maksimum pada Ball Head yang Terbuat dari Silicon Nitride 117 4.4.4. Disitribusi Tegangan Maksimum pada Ball Head yang Terbuat dari Zirconia 118
4.2. Analisis Tegangan pada Ball Head 119 4.2.1 Tegangan yang Terjadi pada Ball Head yang
Terbuat dari Alumina 119 4.2.2 Tegangan yang Terjadi pada Ball Head yang Terbuat dari Silicon Carbide 121 4.2.3 Tegangan yang Terjadi pada Ball Head yang
Terbuat dari Silicon Nitride 122 4.2.4 Tegangan yang Terjadi pada Ball Head yang
Terbuat dari Zirconia 123
4.3. Analisis Regangan pada Ball Head 125 4.3.1 Analisis Regangan pada Ball Head yang Terbuat dari Alumina 125 4.3.2 Analisis Regangan pada Ball Head yang Terbuat dari Silicon Carbide 126 4.3.3 Analisis Regangan pada Ball Head yang Terbuat dari Alumina Nitride 128 4.3.4 Analisis Regangan pada Ball Head yang Terbuat dari Zirconia 129
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 132 5.2. Saran 132
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 2.3. Macam-macam tipe zirconia 44
Tabel 2.4. Sifat-sifat khusus berbagai tipe zirconia 44
Tabel 3.1. Sifat-sifat beberapa material 61
Tabel 3.2. Nama set dan bagian yang dipilih 77
Tabel 3.3. Amplitudo gaya total untuk simulasi 93
Tabel 3.4. Boundary condition (BC) 102
Tabel 4.1. Tegangan maksimum yang terjadi dalam ball head
pada beberapa material 125
Tabel 4.2. Regangan maksimum yang terjadi pada ball head
pada beberapa material 131
DAFTAR GAMBAR
Hal Gambar 2.1. Pengukuran dan perhitungan circumferential strains 7
Gambar 2.2. Hasil pengukuran dan perhitungan relative displacement r 8
Gambar 2.3. Start up friction dari empat material dengan resting 9
Gambar 2.4. Start up friction dari empat material dengan load 10
Gambar 2.5. Finite element analysis pada hip joint head 11
Gambar 2.6. Tulang-tulang lengan dan tangan dilihat dari depan 12
Gambar 2.7. Tulang-tulang kaki dilihat dari depan 14
Gambar 2.8. Struktur dasar persendian lutut dan pinggul 15
Gambar 2.9. Hip joint yang normal 17
Gambar 2.10. Hip arthritis 18
Gambar 2.11. Bandul sederhana dengan panjang L 18
Gambar 2.12. Komponen gesek horizontal gaya F H 20
Gambar 2.13. Besarnya gaya pada hip joint 21
Gambar 2.14. Hasil pengukuran gaya pada hip joint prosthesis 22
Gambar 2.15. Suatu diagram yang menunjukkan rata -rata gaya 23
Gambar 2.16. Sistem koordinat pada tulang paha kiri 24
Gambar 2.17. Hip joint yang normal 25
Gambar 2.18. Indikasi terjadinya arthritis 25
Gambar 2.19. Pemotongan tulang femur 26
Gambar 2.20. Pemasangan hip joint prosthesis 26
Gambar 2.21. Hip joint sebelum dan sesudah dilakukan hip replacement 27
Gambar 2.22. Hip joint prosthesis 28
Gambar 2.23. Diagram tegangan–regangan 49
Gambar 2.24. Ketika dua bodi saling kontak 51
Gambar 2.25. Interface shear stress 53
Gambar 2.26. Sistem putaran koordinat untuk menghasilkan tegangan 54
Gambar 2.27. Elemen persegi empat untuk analisis elemen hingga 55
Gambar 3.1. Metodologi Penelitian 57
Gambar 3.2. Diagram Alir Proses Running 58
Gambar 3.3 Hubungan kerja Preprocessor, Solver dan Postprocessor 59
Gambar 3.4. Menjalankan aplikasi ABAQUS 6.5-1 60
Gambar 3.5. Session ABAQUS 6.5-1 60
Gambar 3.6. Kotak dialog Create Part 62
Gambar 3.7. Tool standar ABAQUS 6.5-1 63
Gambar 3.8. Sketsa dimensi cone 63
Gambar 3.9. Kotak dialog Create Part 64
Gambar 3.10. Sketsa dimensi ball head 65
Gambar 3.11. Kotak dialog Create Part 66
Gambar 3.12. Sketsa dimensi stem 67
Gambar 3.13. Langkah untuk masuk ke kotak dialog Edit Material 68
Gambar 3.14. Kotak dialog Edit Material 68
Gambar 3.15. Proses pengisian nilai Young’s Modulus 69
Gambar 3.16. Cara masuk ke kotak dialog Create Section 70
Gambar 3.17. Kotak dialog Create Section 70
Gambar 3.18. Kotak dialog Edit Section 71
Gambar 3.19. Cara masuk ke Section Assignment Manager 72
Gambar 3.20. Kotak dialog Section Assignment Manager 72
Gambar 3.21. Kotak dialog Section Assignment 73
Gambar 3.22. Module Assembly 73
Gambar 3.23. Cara masuk ke kotak dialog Create Instance 74
Gambar 3.24. Kotak dialog Create Instance 74
Gambar 3.25. Tampilan part-part setelah dilakukan proses assembly 75
Gambar 3.26. Cara memulai set 75
Gambar 3.27. Kotak dialog Create Set 76
Gambar 3.28. Bagian-bagian yang diberi set 76
Gambar 3.29. Cara memulai Surface 78
Gambar 3.30. Kotak dialog Create Surface 78
Gambar 3.31. Penandaan surface untuk ball head bagian dalam 79
Gambar 3.32. Penandaan surface untuk cone bagian atas 79
Gambar 3.33. Penandaan surface untuk stem dan stem bagian bawah 79
Gambar 3.34. Cara masuk ke Module Step 80
Gambar 3.35. Langkah awal step dan kotak dialog Create Step 80
Gambar 3.36. Kotak dialog Edit Step 81
Gambar 3.37. Cara masuk ke menu interaction 82
Gambar 3.38. Kotak dialog Create Interaction 82
Gambar 3.39. Awal penentuan surface yang akan diberi interaction 83
Gambar 3.40. Cara menentukan surface pertama 84
Gambar 3.41. Penentuan surface kedua 84
Gambar 3.42. Pemilihan surface kedua untuk interaction 85
Gambar 3.43. Kotak dialog Edit Interaction 86
Gambar 3.44. Kotak dialog Create Interaction Properties 86
Gambar 3.45. Kotak dialog Edit Contact Property 87
Gambar 3.47. Kotak dialog Edit Interaction 87
Gambar 3.48. Permukan yang digunakan dalam interaction kedua 88
Gambar 3.49. Memilih Interaction pada Module 89
Gambar 3.50. Kotak dialog Create Constraint 89
Gambar 3.51. Kotak dialog Region Selection 90
Gambar 3.52. Tombol Surface untuk memilih slave surface 90
Gambar 3.53. Kotak dialog Region Selection 91
Gambar 3.54. Kotak dialog Edit Constraint 91
Gambar 3.55. Grafik gaya total pada hip joint prosthesis 93
Gambar 3.56. Memilih Interaction pada Module 94
Gambar 3.57. Cara masuk ke Create Amplitude 94
Gambar 3.58. Kotak dialog Create Amplitude 95
Gambar 3.59. Cara masuk ke pilihan Load 96
Gambar 3.60. Kotak dialog Create Load 97
Gambar 3.61. Kotak dialog Region Selection 97
Gambar 3.62. Kotak dialog Edit Load 98
Gambar 3.63. Cara membuka aplikasi mesh 99
Gambar 3.64. Kotak dialog Global Seeds 99
Gambar 3.65. Cara memilih Element Type 100
Gambar 3.66. Kotak dialog Element Type 100
Gambar 3.67. Memilih menu part pada mesh di toolbar 101
Gambar 3.68. Korfirmasi dari program 101
Gambar 3.69. Tampilan part yang telah di-meshing 102
Gambar 3.70. Langkah awal membuat boundary condition 103
Gambar 3.71. Kotak dialog Create Boundary Condition 103
Gambar 3.72. Tombol Sets untuk memilih region 104
Gambar 3.73. Kotak dialog Region Selection 104
Gambar 3.74. Kotak dialog Edit Boundary Condition 105
Gambar 3.75. Langkah awal memasuki mode job 106
Gambar 3.76. Kotak dialog Create Job 106
Gambar 3.77. Kotak dialog Edit Job 107
Gambar 3.78. Cara memunculkan kotak dialog Job Manager 107
Gambar 3.79. Kotak dialog Job Manager 108
Gambar 3.80. Model visualisasi plot countours 108
Gambar 3.81. Model visualisasi 109
Gambar 3.82. Cara masuk ke History Output 110
Gambar 3.83. Kotak dialog History Output 110
Gambar 3.84. Kotak dialog Save XY Data As 111
Gambar 3.85. Kotak dialog XY Data Manager 111
Gambar 3.86. Kotak dialog Edit XY Data 112
Gambar 3.87. Cara membuka Field Output 113
Gambar 3.88. Mengambil data file report 113
Gambar 3.89. Cara menyimpan format file 114
Gambar 3.90. Menyimpan hasil simulasi dalam format video 114
Gambar 4.1. Distribusi tegangan maksimum pada ball head
yang terbuat dari alumina 116
Gambar 4.2. Distribusi tegangan maksimum pada ball head
yang terbuat dari silicon carbide 117
Gambar 4.3. Distribusi tegangan maksimum pada ball head
yang terbuat dari silicon nitride 118
Gambar 4.4. Distribusi tegangan maksimum pada ball head
yang terbuat dari zirconia 119
Gambar 4.5. Distribusi tegangan maksimum pada ball head
yang terbuat dari alumina 120
Gambar 4.6. Grafik tegangan yang terjadi pada ball head
yang terbuat dari alumina 120
Gambar 4.7. Distribusi tegangan maksimum pada ball head
yang terbuat dari silicon carbide 121
Gambar 4.8. Grafik tegangan yang terjadi pada ball head
yang terbuat dari silicon carbide 122
Gambar 4.9. Distribusi tegangan maksimum pada ball head
yang terbuat dari silicon nitride 122
Gambar 4.10. Grafik tegangan yang terjadi pada ball head
yang terbuat dari silicon nitride 123
Gambar 4.11. Distribusi tegangan maksimum pada ball head
yang terbuat dari zirconia 124
Gambar 4.12. Grafik tegangan yang terjadi pada ball head
yang terbuat dari zirconia 124
Gambar 4.13. Regangan maksimum pada ball head
yang terbuat dari alumina 126
Gambar 4.14. Grafik profil regangan pada ball head
yang terbuat dari alumina 126
Gambar 4.15. Regangan maksimum pada ball head
yang terbuat dari silicon carbide 127
Gambar 4.16. Grafik profil regangan pada ball head
yang terbuat dari silicon carbide 127
Gambar 4.17. Regangan maksimum pada ball head
yang terbuat dari silicon nitride 128
Gambar 4.18. Grafik profil regangan pada ball head
yang terbuat dari silicon nitride 129
Gambar 4.19. Regangan maksimum pada ball head
yang terbuat dari zirconia 130
Gambar 4.20. Grafik profil regangan pada ball head
yang terbuat dari zirconia 130
DAFTAR SIMBOL
s = Tegangan normal [N]
F = Gaya normal [N]
E = Modulus Young [Pa]
r = Diameter [mm]
L = Lebar [m]
A = Luas [m2]
T = Waktu [s]
ln = Logaritma natural
Leff = Panjang efektif kaki [m]
T = Periode [s]
N = Gaya tegak lurus dengan permukaan tanah [N]
µ = Koefisien gesek statis antara dua permukaan
W = Berat tubuh [kg]
Ftotal = Gaya total [N]
Fz = Gaya ke atas [N]
Fx = Gaya ke depan [N]
Fy = Gaya ke samping [N]
s eng = Engineering stress [MPa]
A0 = Luas permukaan awal [mm2]
A = Luas permukaan sebenarnya [mm2]
s = True stress [MPa]
eeng = Engineering strain [%]
? l = Perubahan panjang [mm]
l0 = Panjang mula-mula [mm]
l = Panjang setelah diberi gaya [mm]
P = Beban [N]
K = Matriks kekakuan elemen
? = Poisson's Ratio
VARIASI MATERIAL PENYUSUN BALL HEAD HIP JOINT PROSTHESIS PADA KONDISI BERJALAN NORMAL DENGAN
ANALISIS DISTRIBUSI TEGANGAN DAN REGANGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE ABAQUS 6.5-1
Fajar Santoso, Tri Widodo Besar Riyadi, Bambang Waluyo Febriantoko
Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos I Pabelan, Kartasura
ABSTRAKSI
Aplikasi dari disiplin ilmu yang berkaitan dengan teknik mesin dalam berbagai aspek kehidupan semakin luas cakupannya, termasuk di bidang ortopedi. Hip joint manusia yang telah mengalami kerusakan parah pada bagian tulang rawannya akibat penyakit maupun benturan dapat diatasi dengan cara mengganti hip joint tersebut dengan hip joint prosthesis. Sebelum hip joint prosthesis dipasang pada tubuh, perlu dilakukan simulasi proses ini dengan program komputer agar diperoleh gambaran tentang kekuatan material hip joint sebelum benar-benar ditanam.
Simulasi komputer dilakukan dengan software Abaqus 6.5-1. Hip joint prosthesis yang terdiri dari cone, ball head, dan stem diberi beban tubuh pada stem sebesar 610 N untuk orang berjalan normal dengan amplitudo untuk gaya total. Empat simulasi yang dilakukan dibedakan berdasarkan material yang digunakan untuk ball head, yaitu alumina, silicon carbide, silicon nitride, dan zirconia. Density alumina sebesar 3970 kg/m³, silicon carbide sebesar 3200 kg/m3, silicon nitride sebesar 3250 kg/m3, dan zirconia sebesar 6050 kg/m3. Young’s modulus alumina sebesar 4,0 × 1011 Pa, silicon carbide sebesar 4,4 × 1011 Pa, silicon nitride sebesar 3,0 × 1011 Pa, dan zirconia sebesar 2,1 × 1011 Pa. Poisson’s ratio alumina sebesar 0,23, silicon carbide sebesar 0,16, silicon nitride sebesar 0,28, dan zirconia sebesar 0,31. Koefisien gesek untuk gesekan antara stem dengan ball head bagian dalam sebesar 0,35 dan untuk gesekan antara ball head dengan cone bagian dalam sebesar 0,3. Analisis dilakukan terhadap tegangan dan regangan yang terjadi pada ball head.
Tegangan maksimum yang terjadi pada ball head dengan material alumina sebesar 9,565 x 1010 Pa, silicon carbide sebesar 9,661 x 1010 Pa, silicon nitride sebesar 1,009 x 1011 Pa, dan zirconia sebesar 9,888 x 1010 Pa. Sementara itu, regangan maksimum yang terjadi pada ball head dengan material alumina sebesar 1,509 x 10-1 %, silicon carbide sebesar 1,42 x 10-1 %, silicon nitride sebesar 1,366 x 10-1 %, dan zirconia sebesar 3,031 x 10-1 %. Material yang paling baik digunakan untuk ball head adalah silicon nitride.
Kata kunci: Hip joint prosthesis, abaqus, ball head, tegangan, regangan.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sendi merupakan suatu engsel yang menghubungkan ruas tulang yang
satu dengan yang lain, sehingga tulang-tulang tersebut dapat digerakkan
sesuai dengan jenis persendian yang diperantarainya. Hal ini memungkinkan
tubuh yang ditopang oleh tulang bisa melakukan gerakan.
Sebagian besar sendi manusia adalah sendi sinovial. Permukaan tulang
yang bersendi diselubungi oleh tulang rawan yang lunak dan licin.
Keseluruhan daerah sendi dikelilingi sejenis kantong yang terbentuk dari
jaringan berserat yang disebut kapsul. Jaringan ini dilapisi membran sinovial
yang menghasilkan cairan sinovial untuk melumasi. Bagian luar kapsul
diperkuat oleh ligamen berserat yang melekat pada tulang, menahannya
kuat-kuat di tempatnya dan membatasi gerakan yang dapat dilakukan.
Tulang rawan sendi yang melapisi ujung-ujung tulang mempunyai
fungsi ganda yaitu untuk melindungi ujung tulang agar tidak aus dan
memungkinkan pergerakan sendi menjadi mulus dan licin, serta sebagai
penahan beban sekaligus peredam benturan.
Tulang rawan yang normal berwarna putih mengkilap dengan
permukaan yang halus dan rata. Seiring dengan bertambahnya usia, tulang
rawan bisa menjadi rusak dan menipis atau bahkan hilang sama sekali,
sehingga warnanya menjadi kuning pucat. Apabila tulang rawan sendi rusak
dan menipis, ujung tulang pembentuk sendi akan saling bertemu dan
bergesekan secara langsung tanpa pelapis tulang rawan, sehingga gerakan
sendi menjadi terbatas (kaku) dan menimbulkan rasa nyeri. Dalam istilah
kedokteran, penyakit sendi yang disebabkan karena penipisan tulang rawan
sendi akibat proses penuaan serta kemunduran fungsi tulang rawan sendi
disebut dengan istilah osteoartritis (osteoarthritis) atau pengapuran sendi.
Meskipun demikian osteoartritis dapat menyerang pada orang yang relatif
masih muda.
Pada kondisi osteoartritis yang sangat parah, selain rasa sakit yang
semakin hebat, sendi menjadi kaku sehingga penderita sulit melakukan
aktivitas.
Para ahli ortopedi telah menemukan cara untuk untuk mengatasi
orsteoartritis yang sudah sangat parah, yaitu dengan melakukan hip joint
implant. Hip joint implant adalah proses penggantian tulang pinggul dengan
tulang buatan (hip prothesis) yang terdiri dari ball head, cup dan stem. Teknik
hip joint implant ini telah dipraktekkan dengan sukses selama beberapa
tahun. Kemungkinan kegagalan hip joint implant sangat kecil karena
pergeseran ball head dalam vivo hanya berjarak 1/10000. Semua itu
dipengaruhi oleh adanya penggabungan antara stem dan ball head.
1.2. Rumusan Masalah
Osteoartritis dapat mengenai hampir semua sendi pada tubuh
manusia, yaitu sendi di daerah tulang belakang, sendi di bahu, sendi pada
jari-jari tangan, sendi pada jari-jari kaki, sendi pinggul, sendi lutut, sendi pada
pergelangan tangan, dan sendi pada pergelangan kaki. Meskipun sendi
pinggul merupakan salah satu sendi yang paling sering terserang
osteoartritis, tetapi pada beberapa ras (misalnya ras Negro Afrika dan ras
Cina Selatan) sendi mereka sangat imun terhadap penyakit ini. Ini berarti
bahwa kebanyakan orang Indonesia rawan terhadap penyakit ini.
Pada saat berjalan, terjadi tegangan dan regangan pada sendi pinggul
karena pada tempat itu terjadi kontak akibat beban yang dinamis. Perubahan
ini seiring dengan posisi telapak kaki berada, baik sewaktu posisinya masih
melayang maupun sesudah menginjak tanah secara penuh.
Distribusi tegangan dan regangan yang terjadi pada ball head akan
memberikan informasi tentang material mana yang lebih tepat digunakan
untuk ball head.
1.3. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini diberikan batasan-batasan masalah agar tidak
terjadi meluasnya permasalahan yaitu sebagai berikut:
1. Analisis dan simulasi dilakukan dengan software ABAQUS 6.5-1 pada
hip joint bagian kiri orang yang berjalan pada kecepatan normal
dengan berat badan 610 N.
2. Material benda uji untuk ball head masing-masing adalah alumina,
silicon carbide, silicon nitride, dan zirconia. Material untuk cone
menggunakan stainless steel. Material untuk stem menggunakan
titanium.
3. Density material alumina sebesar 3970 kg/m³, silicon carbide sebesar
3200 kg/m3, silicon nitride sebesar 3250 kg/m3, stainless steel sebesar
7900 kg/m³, titanium sebesar 4430 kg/m³, dan zirconia sebesar 6050
kg/m3.
4. Modulus elastisitas untuk material alumina sebesar 4,0 × 1011 Pa,
untuk silicon carbide sebesar 4,4 × 1011 Pa, untuk silicon nitride
sebesar 3,0 × 1011 Pa, untuk stainless steel sebesar 2,1 × 1011 Pa,
untuk titanium sebesar 1,05 × 1011 Pa, dan untuk zirconia sebesar 2,1
× 1011 Pa.
5. Poisson’s ratio untuk material alumina sebesar 0,23, untuk silicon
carbide sebesar 0,16, untuk silicon nitride sebesar 0,28, untuk
stainless steel sebesar 0,3, untuk titanium sebesar 0,3, dan untuk
zirconia sebesar 0,31.
6. Koefisien gesek yang digunakan untuk gesekan antara stem dengan
ball head bagian dalam sebesar 0,35 dan untuk gesekan antara ball
head dengan cone bagian dalam sebesar 0,3.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari simulasi ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi
material penyusun ball head pada hip joint prosthesis dilihat dari distribusi
tegangan dan regangan.
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian pada simulasi ini akan mendatangkan beberapa manfaat
yang bisa diambil, yaitu:
1. Penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan tentang
teknologi hip joint implant.
2. Penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi penelitian-penelitian yang
lain, terutama yang berkaitan dengan teknologi hip joint implant.
1.6. Sistematika Penulisan
Sistematika laporan tugas akhir ini memuat tentang isi bab-bab yang
dapat diuraikan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan penelitian,
perumusan masalah, batasan masalah, manfaat penelitian,
sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
Bab ini berisi tentang teori-teori yang berhubungan dengan
proses hip joint implant.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN LANGKAH SIMULASI
Bab ini meliputi penjelasan tentang metode penelitian, cara
pemodelan dengan ABAQUS CAE serta penjelasan
bagaimana melakukan simulasi.
BAB IV HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang hasil simulasi untuk beragam material
pembentuk ball head yang berbeda jenisnya, gambar grafik
dan gambar material.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi tentang kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1. Kajian pustaka
Arthritis Research Campaign (ARC) menyatakan bahwa diperlukan
penggantian pinggul secara total (Total Hip Replacement atau THR) jika
sendi pinggul rusak akibat radang sendi. Kerusakan semacam ini
kebanyakan disebabkan oleh osteoarthritis atau bisa juga akibat radang
sendi jenis yang lain, yaitu rheumatoid arthritis.
Penggantian secara total terhadap permukaan persendian tampaknya
merupakan cara ideal untuk mengobati setiap kelainan yang menyebabkan
kerusakan sendi (Charnly, 1979). Sebelum sendi-sendi artifisial (prosthese)
tersedia, satu-satunya pilihan selain artrodesis adalah memotong bagian
sendi tersebut. Tindakan ini disebut artroplastieksisi dan jarang diperlukan
sekarang. Aliase logam modern dan plastik dengan kerapatan tinggi sudah
memungkinkan dikembangkannya suatu sendi artifisial untuk berbagai
tempat. Panggul adalah tempat pertama yang dikerjakan dan tetap menjadi
yang paling dapat diandalkan (Paul A. Dieppe,1995).
Implan pada sendi buatan harus mampu mengatasi masalah-masalah
yang akan ditimbulkan antara lain: (1) implan prostetik harus tahan lama; (2)
implan harus memungkinkan pergerakan mulus pada persendian; (3) implan
harus terikat erat pada kerangka; dan (4) implan harus lembam dan tidak
menimbulkan reaksi yang tidak dikehendaki dalam jaringan (A. Graham
Apley, 1995).
Di Jepang, seperti yang dimuat dalam www.beritaiptek.com (16 April
2006), menyebutkan jumlah pasien yang menjalani operasi pemasangan
sendi buatan mencapai sekitar 150000 orang tiap tahunnya. Hal ini
kebanyakan diakibatkan oleh kelainan (perubahan bentuk) pada tulang
akibat penuaan atau reumatik pada sendi. Jumlah ini terus mengalami
peningkatan sebesar 8 persen setiap tahunnya. Data dari American
Academy of Orthopaedic Surgeons (AAOS) menyebutkan bahwa beratus
ribu orang yang mengalami penggantian pinggul memiliki kemungkinan untuk
hidup lebih aktif, 80 persen dari mereka yang mengalami penggantian sendi
pinggul atau sendi lutut bisa bertahan sedikitnya 20 tahun. Data dari Pusat
Statistik Kesehatan Nasional Amerika pada tahun 2001 menyatakan bahwa
telah dilakukan penggantian tulang pinggul pada sekitar 165000 orang.
Penggantian ini mempunyai kelemahan karena tidak bertahan seumur hidup,
sehingga mereka memerlukan perawatan. Selama ini kelonggaran adalah
masalah komplikasi utama pada penggunaan sendi buatan ini.
Bernhard Weisse (2003) menunjukkan hasil dari pengukuran dan
perhitungan tegangan pada ball head tipe L untuk kasus beban statis yang
melawan 100º cone dengan axial load FR 5, 10, 20, dan 30 kN seperti yang
ditunjukkan pada gambar 2.1.
Gambar 2.1. Pengukuran dan perhitungan circumferential strains pada ball head tipe L pada kasus beban statis yang melawan 100º cone (Weisse, dkk., 2003)
Hasil pengukuran dan perhitungan relative displacement r pada kerucut
antara ball head dengan stem ditunjukkan pada gambar 2.2. Pada analisis
FE (Finite Element) perbedaan koefisien gesek antara stem dengan ball
head diperhitungkan sebanyak: 0,2, 0,35, dan 0,5.
Gambar 2.2. Hasil pengukuran dan perhitungan relative displacement r pada kerucut antara ball head dengan stem pada kasus beban statis yang melawan 100º cone (Weisse, dkk., 2003)
Y.S. Zhou (1997) melakukan penelitian tentang perbandingan friction
properties dari empat material untuk joint replacement. Gambar 2.3.a dan
2.3.b menunjukkan start up friction dengan empat material dengan resting
time pada pembebanan 40 N dan 120 N secara berturut-turut. Resting time
mempunyai suatu pengaruh pada start up friction dari alumina pada alumina,
silicon carbide pada silicon carbide, dan silicon nitride pada silicon nitride.
Bagaimanapun, itu berpengaruh pada start up friction dari zirconia pada
zirconia. Sebagai tambahan, resting time mempunyai pengaruh yang
berbeda pada start up friction pada perbedaan pembebanan.
(a)
(b)
Gambar 2.3.(a) Start up friction dari empat material dengan resting time (lubricant, CMC-Na wt.% water solution; load 40 N). (b) Start up friction dari empat material dengan resting time (lubricant, CMC - Na wt. % watersolution; load 120 N) (Zhou, dkk., 1997)
(a)
(b)
Gambar 2.4.(a) Start up friction dari empat material dengan load (lubricant, CMC-Na wt.% water solution; resting time 3 s) (b) Start up friction dari empat material dengan load (lubricant, CMC-Na wt.% water solution; resting time 300 s) (Zhou, dkk., 1997)
H.G. Richter dan G Willmann (1997) menyatakan bahwa reliabilitas dari
komponen untuk total hip endoprosthesis untuk perhitungan finite element
(gambar 2.5 .a) dan eksperimen menunjukkan bahwa kedua taper material
dan struktur permukaannya mempunyai pengaruh penting pada kemampuan
menahan beban pada ball head/stem (gambar 2.5 .b).
(a)
(b) Gambar 2.5.(a) Finite element analysis dari distribusi tegangan pada hip joint head. (b) Pengaruh dari taper material dan struktur permukaan pada kemampuan menahan beban dari ball/stem (Richter dan Willmann, 1997)
Situasi dua bounderline harus dihindari. Area kontak pada bagian akhir
pada taper yang mana lebih dekat pada kubah tidak harus semua kecil. Pada
sisi lain, sudut dari metal taper tidak harus menjadi sangat besar seperti
lapisan pelindung kontak antara taper dan ball to the rim pada ball opening.
Ini berarti keduanya sangat membutuhkan toleransi.
Eksperimen ini menunjukkan bahwa kemampuan menahan beban pada
ball head betul-betul tergantung pada material. Titanium, secara umum,
menunjukkan kemampuan yang lebih tinggi untuk menahan beban ball head
yang terbuat dari alumina daripada yang terbuat dari cobalt chrome. Sebagai
tambahan, struktur ujung permukaan sangat berpengaruh terhadap
kemampuan menahan beban.
2.2. Landasan teori
2.2.1. Tulang-tulang anggota gerak
2.2.1.1. Tulang-tulang lengan
Tulang-tulang lengan dan tangan manusia terdiri dari beberapa
bagian yaitu: skapula, klavikula, humerus, ulnaris, ossa kalpalia,
ossa metakarpalia, dan phalanges seperti terlihat pada gambar 2.6.
Gambar 2.6. Tulang-tulang lengan dan tangan dilihat dari depan (Gibson,1995)
Keterangan gambar:
- Skapula adalah tulang segitiga datar yang membentuk bagian dari
korset bahu.
- Klavikula adalah tulang kolar yang hampir menyerupai huruf S
yang melekat pada ujung medial kemanubrium sternum , pada
ujung lateral ke processus acromiom dari skapula.
- Humerus adalah tulang panjang dengan kaput (ujung atas),
korpus, dan ujung bawah.
- Radius adalah tulang pada sisi luar dari lengan bawah yang
memiliki ujung proksimal dengan kaput, collum, dan tuberositas
(tempat melekatnya tendon dari otot bisep).
- Ulna adalah tulang panjang pada sisi dalam lengan bawah.
- Karpalia adalah tulang pergelangan yang terdiri dari delapan ruas
tulang kecil yang tidak beraturan yang tersusun menjadi dua baris.
- Metakarpal adalah lima ruas tulang pada tangan.
2.2.1.2. Tulang-tulang tungkai
Tulang-tulang tungkai manusia terdiri dari beberapa bagian
yaitu os coxae, femur, patella, tibia, fibula, ostarsal, metatarsal, dan
phalanges seperti ditunjukkan pada gambar 2.7 .
Gambar 2.7. Tulang-tulang kaki dilihat dari depan (Gibson,1995)
Keterangan gambar:
- Os coxae adalah tulang besar, kuat, dan merupakan tulang
yang berbentuk tidak teratur.
- Femur adalah tulang panjang yang terdiri dari tiga bagian
yaitu ujung atas, korpus, dan ujung bawah.
- Patela adalah tulang berbentuk segitiga kasar dengan
sudut-sudut yang membulat dan bagian apeksnya
meruncing kebawah.
- Tibia dan fibula adalah tulang dibawah lutut.
2.2.2. Persendian dan pergerakan
2.2.2.1. Persendian
Persendian adalah kumpulan dari jaringan-jaringan yang
menghubungkan antara dua tulang atau lebih, baik yang dapat
bergerak maupun yang tidak bergerak. Beberapa persendian
(misalnya pada lutut) mempunyai bantalan jaringan yang di
antaranya seperti pada gambar 2.8.
Gambar 2.8. Struktur dasar persendian: (a) lutut, (b) pinggul (Gibson,1995)
Ada beberapa jenis persendian pada tulang manusia
diantaranya:
(a)
(b)
1. Sendi hinge. Sendi hinge adalah sendi yang dapat
menghasilkan pergerakan fleksi dan ekstensi, seperti pada
siku.
2. Sendi bola dan soket. Pada sendi jenis ini, kaput salah satu
tulang masuk ke dalam mangkuk tulang yang lainnya, seperti
halnya pada sendi panggul.
3. Sendi kondiloid, yaitu suatu sendi hinge yang memungkinkan
pergerakan lateral seperti persendian temporomandibular
(dagu).
4. Sendi plana. Sendi plana merupakan salah satu permukaan
artikulasio tulang yang mempunyai bentuk plana, seperti
persendian pada pergelangan.
2.2.2.2. Gerakan Persendian
Ada tiga macam pergerakan persendian pada tulang manusia,
yaitu:
1. Glinding. Pada tipe ini pergerakan sendi dimulai dari salah satu
permukaan yang berada di atas, sedangkan yang lain sebagai
sendi bidang.
2. Flexi. Pergerakan flexi merupakan gerakan menurunkan sudut
persendian, seperti halnya ketika melipat siku.
3. Ekstensi. Pergerakan ekstensi yaitu menambah besar sudut
persendian, seperti halnya ketika meluruskan siku.
2.2.3. Hip joint
2.2.3.1. Hip joint yang normal
Hip joint adalah sambungan dari tulang-tulang yang menjadi
tumpuan paling besar (weight bearing). Hip joint terdiri dari tiga
bagian utama, yaitu: femur, femoral head, dan rounded socked.
Gambar 2.9. Hip joint yang normal (www.nlm.nih.gov)
Di dalam hip joint yang normal (gambar 2.9) terdapat suatu
jaringan yang lembut dan tipis yang disebut dengan selaput
synovial. Selaput ini membuat cairan yang melumasi dan hampir
menghilangkan efek gesekan di dalam hip joint. Permukaan
tulang juga mempunyai suatu lapisan tulang rawan (articular
cartilage) yang merupakan bantalan lembut dan memungkinkan
tulang untuk bergerak bebas dengan mudah. Lapisan ini
mengeluarkan cairan yang melumasi dan mengurangi gesekan di
dalam hip joint. Akibat gesekan dan gerak yang hampir terjadi
setiap hari, maka articular cartilage akan semakin melemah dan
bisa menyebabkan arthritis seperti ditunjukkan pada gambar
2.10.
Gambar 2.10. Hip arthritis (www.nlm.nih.gov)
2.2.3.2. Gaya-gaya yang terjadi saat berjalan
2.2.3.2.1. Gerakan oscillatory
Ketika berjalan, kaki (dan tangan) melakukan
gerakan berulang yang serupa bandul. Dengan
menggunakan observasi ini, kecepatan berjalan pada
langkah alamiah dapat dihitung.
John R, Cameron (1999) menjelaskan bahwa
besarnya amplitudo pada gerakan osilasi kecil, sementara
periode bandul T= 2? (L/g)1/2, dimana g adalah gravitasi
(lihat gambar 2.11). Untuk tipe kaki orang yang tingginya 2
m, panjang efektif kaki (Leff) = 0,2 m dan periode (T) = 0,9
s (lihat gambar 2.11).
Gambar 2.11.(a) Bandul sederhana dengan panjang L melakukan getaran amlitudo kecil. (b) Kaki saat berjalan juga berlaku seperti bandul (Cameron, dkk., 1999)
2.2.3.2.2. Gaya gesekan
Gaya gesekan terjadi bila tubuh melakukan gerakan,
misalnya memegang tambang, berjalan, atau berlari.
Penyakit pada tulang seperti seperti arthritis, akan
menambah besarnya gesekan, dan lama-kelamaan akan
mengakibatkan kerusakan permanen.
Ketika tumit seseorang menyentuh tanah saat
berjalan, suatu gaya dari tanah mendesak kaki (gambar
2.12.a). Gaya dari tanah dapat diurai menjadi komponen
horizontal dan vertikal. Gaya vertikal, yang didukukung
oleh permukaan, diberi label N (suatu gaya tegak lurus
dengan permukaan). Komponen horizontal FH didukung
oleh gaya gesek. Gaya gesek maksimum Ff biasanya
dijabarkan dengan:
Ff = ?N..............................................................(1)
Dengan :
?= Koefisien statis antara dua permukaan
(dimana nilai koefisien gesekan sendi tulang
berpelumas adalah 0,003).
N= Gaya tegak lurus dengan permukaan
(Newton).
Dari hasil pengukuran telah didapatkan komponen
gaya horizontal pada tumit saat menjejak tanah ketika
seseorang berjalan yaitu: 0,15 W. Dimana W adalah berat
tubuh (John R. Cameron, 1999).
Gambar 2.12.(a) Komponen gesek horizontal gaya FH dan komponen vertikal gaya N dengan resultan R yang ada pada tumit pada saat menjejakkan tanah, memperlambat kaki dan tubuh. (b) ketika kaki meninggalkan tanah komponen gesek gaya FH
mencegah kaki tergelincir ke belakang dan menyediakan gaya untuk mengakselerasikan tubuh ke depan (Cameron, dkk., 1999)
2.2.3.2.3. Gaya dinamis pada sendi pinggul
Ketika berjalan beban yang terjadi pada kaki,
khususnya sendi pinggul, bersifat dinamis. Seperti
ditunjukkan hasil penelitian Paul J. P (Adams, Direct
measurement of local pressures in the cadaveric human
hip joint during simulated level walking, 1985) dimana ia
membagi proses sekali langkah dalam enam tahapan.
Pada setiap tahapan beban yang terjadi tidak sama
(dinamis), puncaknya saat beban tubuh tertumpu pada
satu kaki. Dari penelitiannya juga dicantumkan waktu yang
dibutuhkan untuk setiap tahapan, sementara waktu yang
dibutuhkan untuk sekali langkah kurang lebih 7 detik
(gambar 2.13).
Gambar 2.13. Besarnya gaya pada hip joint dan waktu yang dibutuhkan untuk sekali langkah (Adams, 1985)
Sementara itu hasil pengukuran lainnya (gambar 2.14)
menunjukkan besarnya gaya maksimum yang terjadi pada
hip joint prosthesis saat kaki berjalan dengan kecepatan
normal sebesar 610 N (www.orthoload. com, akses: 20
Juli 2009). Dimana diletakkan suatu alat yang dapat
mengukur besarnya gaya yang terjadi pada hip joint baik
gaya vertikal (Fz), gaya arah depan (Fx), gaya arah ke
samping (Fy), dan gaya total (F).
Gambar 2.14. Hasil pengukuran besarnya gaya pada hip joint prosthesis kaki kiri seorang pria dengan berat 62 kg dengan waktu sekitar 1.2 detik untuk sekali langkah (www.orthoload.com)
Sewaktu berjalan terdapat saat ketika hanya satu kaki
yang menjejak tanah dan pusat gravitasi tubuh terletak
pada kaki tersebut. Gambar 15 menunjukkan gaya yang
paling penting yang terjadi pada kaki tersebut. Dimana
gaya itu adalah:
1. Gaya vertikal ke atas pada kaki, setara dengan berat
tubuh W;
2. Berat kaki WL, yang rata -rata setara dengan W/7;
3. R, gaya reaksi antara femur dan pinggul sebesar
2,4W;
4. T, tekanan pada kelompok otot antara pinggul dan
trochanter yang lebih besar pada femur, yang
menyediakan gaya untuk menjaga tubuh tetap
seimbang yang besarnya 1,6W.
Gambar 2.15. Suatu diagram yang menunjukkan rata-rata gaya dan dimensi (dalam cm) untuk pinggul-kaki di bawah beragam kondisi (Cameron, dkk., 1999)
Dari gambar 2.15 di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
(a).Ketika seseorang berdiri di atas satu kaki. Gaya
vertikal ke atas merupakan berat W seseorang.
Berat kaki WL diambil menjadi W/7 dan sudut otot
abductor pinggul yang diindikasikan dengan T
adalah sebesar 700. R adalah gaya raksi antara
pinggul dan kepala femur (sendi pinggul).
(b).Ketika sendi pinggul maupun otot abductor terluka,
tubuh bungkuk ke arah cg melalui pusat femur dan
pusat kaki, yang kemudian mengurangi gaya reaksi
R dan gaya otot abductor. Gaya reaksi rata-rata
setara dengan berat tubuh di atas sendi ditambah
kaki yang lain atau (6/7)W.
(c). Ketika tongkat dipergunakan, gaya abductor T dan
gaya reaksi R pada kepala femur berkurang cukup
besar. Gaya ke atas Fc = W/6 memberikan T?
0,65W dan R? 1,3W.
2.2.3.2.3. Sistem koordinat pada sendi pinggul
Komponen-komponen arah beban pada sendi
pinggul ditulis dengan -Fx, -Fy, -Fz dengan suatu tanda
yang negatif. Nilai-nilai gaya positif menandai (adanya)
aksi komponen-komponen terhadap femoral head.
Tegangan ke arah atas ditulis dengan Fz, sementara
beban arah depan dengan Fx dan beban arah samping
dengan Fy.
Gambar 2.16. Sistem koordinat pada tulang paha kiri (www.orthoload.com)
2.2.4. Gambaran umum tentang hip joint replacement
2.2.4.1. Indikasi dan proses hip joint replacement
Gambar-gambar di bawah menunjukkan gambaran tentang hip
joint yang normal serta indikasi terjadinya radang sendi dan
tahapan-tahapan proses hip replacement sampai hasil hip
replacement.
Gambar 2.17. Hip joint yang normal (www.nlm.nih.gov).
Gambar 2.17 menunjukkan anatomi hip joint yang normal.
Femoral head masih memiliki articular cartilage yang baik, dimana
masih mampu mengeluarkan cairan yang melumasi dan mengurangi
efek gesekan pada sambungan sendi.
Gambar 2.18. Indikasi terjadinya arthritis (www.nlm.nih.gov).
Pada gambar 2.18 terlihat bahwa articular cartilage pada
femoral head telah berkurang, hal inilah yang menyebabkan
terjadinya radang sendi.
Gambar 2.19 dan 2.20 adalah gambaran tentang penggantian
sambungan tulang pinggul dengan sambungan tulang pinggul tiruan
(hip joint prosthesis). Gambar 2.18 menunjukkan pemotongan tulang
femur, yang kemudian diganti dengan hip joint prosthesis dengan
cara menanam stem pada tulang femur dan cup pada acetabulum,
seperti terlihat pada gambar 2.19.
Gambar 2.19. Pemotongan tulang femur (www.nlm.nih.gov)
Gambar 2.20. Pemasangan hip joint prosthesis (www.nlm.nih.gov)
Gambar 2.21 menunjukkan perbandingan antara hip joint yang
belum dilakukan penggantian sambungan tulang dan setelah
dilakukan penggantian tulang.
Gambar 2.21. Hip joint sebelum dan sesudah dilakukan hip replacement (www.nlm.nih.gov)
2.2.5. Desain hip joint prosthesis
Hip joint prosthesis terdiri dari empat bagian (gambar 2.22):
1. Cup. Cup berfungsi untuk menggantikan hip socket. Cup
umumnya terbuat dari plastik, keramik, atau metal.
2. Metal ball head, yang akan menggantikan fractured head dari
femur.
3. Stem (batang metal) yang terkait dengan batang tulang untuk
menambahkan stabilitas hip joint prosthesis.
4. Batang
Gambar 2.22. Hip joint prosthesis (Suhendra, 2005)
Keterangan:
A. Cup
B. Ball head
C. Stem
D. Batang
2.2.6. Variabel proses hip joint prosthesis
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan
simulasi hip joint antara lain:
1. Gesekan
Pada saat simulasi hip joint prosthesis berlangsung, besarnya
gesekan antara permukaan stem dengan ball head bagian dalam
dan ball head bagian luar dengan cone akan mempengaruhi
penyaluran tegangan dan hasil dari produk yang dibuat.
2. Kekuatan material
Material hip yang mempunyai kekuatan elastisitas maksimum
yang besar mampu menahan tegangan yang lebih besar sehingga
produk tidak mudah mengalami deformasi, sedangkan material
dengan kekuatan elastisitas maksimum yang kecil akan mudah
mengalami cacat.
2.2.7. Material untuk hip joint prosthesis
Material yang digunakan untuk hip joint prosthesis umumnya terbuat
dari bahan keramik pada bagian ball head-nya. Bahan keramik yang
sering digunakan adalah alumina, silicon, carbide, silicon nitride , dan
zirconia. Tabel 2.1 menunjukkan sifat-sifat dari keempat material tersebut.
Tabel 2.1. Sifat-sifat alumina, silicon carbide, silicon nitride, dan zirconia (Weisse, 1997)
Sementara itu untuk bahan stem dan cone serta bahan ball head
yang lain bisa dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2. Sifat-sifat material untuk ball head, stem, dan cone (Weisse dkk.,2003)
2.2.7.1. Aluminium oksida (alumina)
Aluminium oksida adalah sebuah senyawa kimia dari aluminium
dan oksigen, dengan rumus kimia Al2O3. Nama mineralnya adalah
alumina, dan dalam bidang pertambangan, keramik dan teknik
material senyawa ini lebih banyak disebut dengan nama alumina.
Aluminium oksida berperan penting dalam ketahanan logam
aluminium terhadap perkaratan dengan udara. Logam aluminium
sebenarnya amat mudah bereaksi dengan oksigen di udara.
Aluminium bereaksi dengan oksigen membentuk aluminium oksida,
yang terbentuk sebagai lapisan tipis yang dengan cepat menutupi
permukaan aluminium. Lapisan ini melindungi logam aluminium dari
oksidasi lebih lanjut. Ketebalan lapisan ini dapat ditingkatkan melalui
proses anodisasi. Beberapa alloy (paduan logam), seperti perunggu
aluminium, memanfaatkan sifat ini dengan menambahkan aluminium
pada alloy untuk meningkatkan ketahanan terhadap korosi.
Al2O3 yang dihasilkan melalui anodisasi bersifat amorf, namun
beberapa proses oksidasi seperti plasma electrolytic oxydation
menghasilkan sebagian besar Al2O3 dalam bentuk kristalin, yang
meningkatkan kekerasannya.
Secara alami, aluminium oksida terdapat dalam bentuk kristal
corundum. Batu mulia rubi dan sapphire tersusun atas corundum
dengan warna-warna khas yang disebabkan oleh karena kadar
ketidakmurnian dalam struktur corundum.
Aluminium oksida merupakan komponen dalam bijih bauksit
aluminium yang utama. Bijih bauksit terdiri dari Al2O3, Fe2O3, dan
SiO2 yang tidak murni. Campuran ini dimurnikan terlebih dahulu
melalui Proses Bayer dengan reaksi seperti di bawah:
Al2O3 + 3H2O + 2NaOH + panas ? 2NaAl(OH)4
Fe2O3 tidak larut dalam basa yang dihasilkan, sehingga bisa
dipisahkan melalui penyaringan. SiO2 larut dalam bentuk silikat
Si(OH)62-. Ketika cairan yang dihasilkan didinginkan, maka akan
terjadi endapan Al(OH)3, sedangkan silikat masih larut dalam cairan
tersebut. Al(OH)3 yang dihasilkan kemudian dipanaskan seperti
reaksi di bawah:
2Al(OH)3 + panas ? Al2O3 + 3H2O
Al2O3 yang terbentuk adalah alumina.
Data dari www.wikipedia.org (28 Maret 2009) menyatakan
bahwa setiap tahunnya, 45 juta ton alumina digunakan, lebih dari
90%-nya digunakan dalam produksi logam aluminium. Aluminium
hidroksida digunakan dalam pembuatan bahan kimia pengelolaan
air seperti aluminium sulfat, polialuminium klorida, dan natrium
aluminat. Berton-ton alumina juga digunakan dalam pembuatan
zeolit, pelapisan pigmen titania dan pemadam api. Alumina
merupakan insulator listrik, tetapi memiliki konduktivitas termal yang
relatif tinggi
2.2.7.2. Silicon carbide
Silicon carbide (SiC, dan juga disebut dengan carborundum)
adalah persenyawaan dari silicon dan karbon. Biasanya SiC
merupakan senyawa sintetis yang digunakan secara luas sebagai
bahan abrasif. Silicon carbide juga terbentuk secara alamiah di alam
sebagai mineral yang teramat langka yang disebut dengan
moissanite. Bijih silicon carbide diikat bersama dengan disinter
untuk dapat membentuk keramik yang sangat keras.
Karena jarang terdapat moissanite alami, silicon carbide pada
umumnya merupakan buatan manusia. Kebanyakan sering
digunakan sebagai bahan abrasif, semikonduktor dan sebagai
berlian tiruan dengan kualitas seperti aslinya. Proses fabrikasi yang
sederhana adalah dengan mengkombinasikan pasir silika dan
karbon dalam tungku grafit tahanan listrik Acheson pada temperatur
yang tinggi (1600°C dan 2500°C).
Material ini terbentuk di dalam tungku Acheson dengan tingkat
kemurnian yang bervariasi tergantung pada jaraknya dari sumber
panas resistor grafit. Kristal yang tidak berwarna, kuning pucat, dan
hijau memiliki kemurnian yang paling tinggi dan ditemukan paling
dekat dengan resistor. Perubahan warna menjadi biru dan hitam
akan ditemukan pada jarak yang lebih jauh dari resistor, dan kristal-
kristal gelap itu kurang murni.
Silicon carbide yang ada sedikitnya terdiri dari 70 bentuk kristal.
Silicon carbide alpha (a-SiC) adalah polimorf yang paling umum
dijumpai; yang terbentuk pada temperatur lebih dari 2000°C dan
memiliki struktur kristal heksagonal (serupa dengan Wurtzite).
Modifikasi beta (ß-SiC), dengan suatu struksur kristal batuan seng
(serupa dengan berlian), terbentuk pada temperatur di bawah
2000°C.
Silicon carbide memiliki massa jenis 3,2 g/cm³, dan
memiliki temperatur sublimasi (kira-kira 2700°C). Inilah yang
membuatnya berguna untuk bearing dan komponen tanur.
SiC memiliki koefisien muai termal yang sangat rendah (4,0 ×
10-6/K) dan dialami tanpa peralihan fase yang akan
menyebabkan diskontinyunitas pada ekspansi panas.
www.wikipedia.org (11 April 2009) menyatakan bahwa silicon
carbide memiliki ketahanan alami terhadap oksidasi.
Sekarang, material ini telah dikembangkan menjadi keramik
untuk teknik dengan tingkat mutu yang tinggi dengan sifat-sifat
mekanik yang sangat bagus. Material ini juga digunakan untuk
bahan-bahan abrasif, bahan-bahan tahan pecah, keramik, dan
banyak kegunaan untuk aplikasi lainnya.
Material ini dapat juga digunakan sebagai konduktor listrik dan
untuk aplikasi-aplikasi yang membutuhkan ketahanan terhadap
panas, pemantik nyala api, dan komponen-komponen elektronik.
Aplikasi yang berkaitan dengan struktur dan pemakaian material ini
terus dikembangkan hingga saat ini.
Sifat-sifat utama silicon carbide:
? Massa jenisnya rendah
? Kekuatannya tinggi
? Ekspansi panasnya rendah
? Penghantar panas yang baik
? Kekerasannya tinggi
? Modulus elastisitasnya tinggi
? Ketahanannya terhadap thermal shock sangat tinggi
? Ketahanannya terhadap reaksi kimia sangat bagus.
2.2.7.3. Silicon nitride
Silicon nitride (Si3N4) merupakan senyawa buatan manusia
yang digabungkan menjadi satu melalui beberapa metode reaksi
kimia. Bagian-bagian di-press dan disinter dengan metode yang
dikembangkan dengan baik untuk menghasilkan sebuah keramik
dengan sifat-sifat yang unggul. Keberadaan silicon nitride di alam
terbatas pada batu meteorit, di mana hal itu merupakan kejadian
yang sangat jarang terjadi.
Material ini memiliki warna mulai dari gelap kelabu sampai
hitam dan dapat dibuat mengkilat sehingga menjadi permukaan
halus yang memantulkan cahaya. Silicon nitride dengan performa
yang tinggi telah dikembangkan untuk dipakai sebagai komponen
mesin otomotif, seperti katup dan cam pengikut.
Sifat –sifat utama:
? Kekuatannya yang sangat tinggi pada rentang temperatur
yang luas
? Ketangguhannya yang tinggi terhadap retak
? Kekerasannya tinggi
? Ketahanan yang tinggi terhadap pemakaian, baik terhadap
tumbukan maupun akibat gesekan
? Ketahanan yang baik terhadap kejutan panas
? Ketahanan yang baik terhadap bahan kimia
Silicon nitride (Si3N4) adalah zat padat yang keras. Zat ini
adalah komponen utama keramik silicon nitride yang mempunyai
ketahanan kejut yang baik dan sifat-sifat mekanik serta panas yang
baik dibandingkan dengan keramik jenis yang lain.
Silicon nitride dapat diperoleh dengan reaksi langsung antara
silicon dengan nitrogen pada temperatur yang tinggi. Silicon nitride
juga dibentuk dengan menggunakan CVD (chemical vapor
deposition), atau satu di antara jenis-jenis ini, seperti PECVD
(plasma-enhanced chemical vapor deposition).
Ada tiga jenis struktur kristalografik dari silicon nitride, yaitu fase
a, fase ß, dan fase ?. Fase a and ß merupakan bentuk Si3N4 yang
paling umum, dan dapat diproduksi pada kondisi di bawah tekanan
normal. Fase ? hanya dapat disatukan di bawah tekanan dan
temperatur yang tinggi dan mendapatkan kekerasannya pada 35
GPa.
Sebagiaan besar monolithic silicon nitride digunakan sebagai
material untuk alat potong, kaitannya dengan kekerasannya,
stabilitas panasnya, dan ketahannya untuk digunakan. Material ini
secara khusus disarankan untuk permesinan berkecepatan tinggi
pada besi cor. Pada permesinan baja, material ini selalu dilapisi
dengan titanium nitride untuk meningkatkan ketahanan kimianya.
Silicon nitride memiliki massa molar 140,28 g/mol, massa jenis 3.44
g/cm3, dan titik leleh 1900°C.
2.2.7.4. Stainless steel
Stainless steel merupakan baja paduan yang mengandung
minimal 10.5% Cr. Sedikit saja stainless steel yang mengandung
lebih dari 30% Cr atau kurang dari 50% Fe. Karakteristik khusus
stainless steel adalah pembentukan lapisan film kromium oksida
(Cr2O3). Lapisan ini berkarakter kuat, tidak mudah pecah dan tidak
terlihat secara kasat mata. Lapisan kromium oksida dapat terbentuk
kembali jika lapisan rusak dengan kehadiran oksigen. Pemilihan
stainless steel didasarkan atas sifat-sifat materialnya antara lain
ketahanan korosi, fabrikasi, mekanik, dan biaya produk.
Umumnya berdasarkan paduan unsur kimia dan persentasi,
stainless steel dibagi menjadi lima kategori (Gadang Priyotomo,
2007). Lima kategori tersebut yaitu:
2.2.7.4.1. Stainless steel martensitik
Baja kategori ini merupakan paduan kromium dan
karbon yang memiliki struktur martensit body-centered cubic
(bcc) yang terdistorsi saat kondisi bahan dikeraskan. Baja ini
merupakan ferromagnetic, bersifat dapat dikeraskan dan
umumnya tahan korosi di lingkungan yang kurang korosif.
Kandungan kromium umumnya berkisar antara 10,5 – 18%,
dan karbon melebihi 1,2%. Kandungan kromium dan karbon
dijaga untuk mendapatkan struktur martensit saat proses
pengerasan. Karbida berlebih meningkatkan ketahanan aus.
Unsur niobium, silicon, tungsten, dan vanadium ditambah
untuk memperbaiki proses temper setelah proses
pengerasan. Sedikit kandungan nikel meningkatkan
ketahanan korosi dan ketangguhan.
2.2.7.4.2. Stainless steel feritik
Baja jenis ini mempunyai struktur body centered cubic
(bcc). Unsur kromium ditambahkan ke dalam paduan sebagai
penstabil ferit. Kandungan kromium umumnya berada pada
kisaran 10,5 – 30%. Beberapa tipe baja mengandung unsur
molybdenum, silicon, aluminium, titanium, dan niobium. Unsur
sulfur ditambahkan untuk memperbaiki sifat mampu mesin.
Paduan ini merupakan feromagnetik dan mempunyai sifat ulet
dan mampu bentuk baik namun kekuatan di lingkungan suhu
tinggi lebih rendah dibandingkan stainless steel austenitik.
Kandungan karbon yang rendah pada baja feritik
menyebabkannya tidak dapat dikeraskan dengan perlakuan
panas. Sifat mampu las, keuletan, dan ketahanan korosi
dapat ditingkatkan dengan mengatur kandungan tertentu dari
unsur karbon dan nitrogen.
2.2.7.4.3. Stainless steel austenitik
Stainless steel austenititk merupakan paduan logam
besi-krom-nikel yang mengandung 16-20% kromium, 7 - 22%
dari berat nikel, dan nitrogen. Logam paduan ini merupakan
paduan berbasis ferrous dan struktur kristal face centered
cubic (fcc). Struktur kristal akan tetap berfasa austenit bila
unsur nikel dalam paduan diganti dengan mangan (Mn)
karena kedua unsur merupakan penstabil fasa austenit.
Stainless steel austenitik tidak dapat dikeraskan melalui
perlakuan celup cepat (quenching). Umumnya jenis baja ini
dapat tetap dijaga sifat austenitiknya pada temperatur ruang,
lebih bersifat ulet dan memiliki ketahanan korosi lebih baik
dibandingkan stainless steel ferritik dan martensit.
Stainless steel austenitik hanya bisa dikeraskan melalui
pengerjaan dingin. Material ini mempunyai kekuatan tinggi di
lingkungan bersuhu tinggi dan bersifat cryogenic. Unsur
molybdenum, tembaga, silicon, aluminium, titanium dan
niobium ditambah dengan karakter material tertentu seperti
ketahanan terhadap korosi atau oksidasi.
Salah satu jenis stainless steel austenitik adalah AISI
304. Baja austenitik ini mempunyai struktur kubus satuan
bidang (face center cubic atau fcc) dan merupakan baja
dengan ketahanan korosi yang tinggi. Komposisi unsur-unsur
pemadu yang terkandung dalam AISI 304 akan menentukan
sifat mekanik dan ketahanan korosi. Baja AISI 304
mempunyai kadar karbon sangat rendah 0,08% dari berat.
Kadar kromium berkisar 18 - 20% dari berat dan nikel 8 -
10,5% dari berat. Kadar kromium cukup tinggi membentuk
lapisan Cr2O3 yang protektif untuk meningkatkan ketahanan
korosi.
2.2.7.4.4. Stainless steel dupleks
Jenis baja ini merupakan paduan campuran struktur ferit
(bcc) dan austenit. Umumnya paduan-paduan itu didesain
mengandung kadar seimbang untuk tiap fasa saat kondisi
anil. Paduan utama material adalah kromium dan nikel, tapi
nitrogen, molybdenum , tembaga, silicon dan tungsten
ditambah untuk menstabilkan struktur dan untuk memperbaiki
sifat tahan korosi. Ketahanan korosi stainless steel dupleks
hampir sama dengan stainless steel austenitik. Kelebihan
stainless steel dupleks yaitu nilai tegangan tarik dan luluh
tinggi dan ketahanan korosi retak tegang lebih baik daripada
stainless steel austenitik. Ketangguhan stainless steel
dupleks antara baja austenitik dan feritik.
2.2.7.4.5. Stainless steel pengerasan endapan
Jenis baja ini merupakan paduan unsur utama kromium-
nikel yang mengandung unsur precipitation-hardening antara
lain tembaga, aluminium, atau titanium. Baja ini berstruktur
austenitik atau martensitik dalam kondisi anil. Kondisi baja
berfasa austenitik dalam keadaan anil dapat diubah menjadi
fasa martensit melalui perlakuan panas. Kekuatan material
melalui pengerasan endapan pada struktur martensit.
2.2.7.5. Titanium
Titanium mempunyai ketahanan korosi sangat baik, hampir
serupa dengan ketahanan korosi baja tahan karat. Titanium sendiri
merupakan suatu logam yang aktif, tetapi titanium membentuk
lapisan pelindung yang halus pada permukaannya yang mencegah
terjadinya korosi ke dalam. Ketika titanium dipanaskan di udara,
maka akan terjadi lapisan kulit TiO, Ti2O dan TiO2, sedangkan
hidrogen yang terbentuk dari uap air di udara di-absorb oleh
titanium. Selanjutnya O dan N, juga di-absorb oleh titanium. Inilah
yang menyebabkan titanium menjadi keras. Titanium akan
menjadi getas bila dipanaskan pada atau diatas temperatur 700ºC.
Oleh karena itu pemanasan titanium di udara harus dilakukan
secara hati-hati.
Dilihat dari struktur mikronya paduan titanium terbagi atas fasa
a, fasa a+ß, dan fasa ß.
2.2.7.5.1. Paduan titanium fase a
Paduan Ti-5%Al-2,5%Sn adalah paduan fasa a yang
khas yang mempunyai keuletan cukup dan mampu las yang
baik dan kekuatan melar yang tinggi sampai kira-kira 500ºC.
Paduan-paduan titanium terutama yang mempunyai larutan
padat interstisi rendah dari atom C, N, O, dan sebagainya,
baik dipakai sebagai komponen-komponen mesin dan untuk
penggunaan di bidang kriogenik. Keuletan dan kekuatan
yang tinggi dari titanium dapat bertahan hingga temperatur -
253ºC.
Paduan Ti-8%Al-1%Mo-1%V telah dikembangkan agar
dapat bertahan secara baik pada temperatur yang tinggi,
baik kekuatannya maupun kekuatan melarnya. Paduan ini
merupakan paduan terbaik di antara paduan fasa a dan
fasa a+ß. Oleh karena itu proses penganilan dilakukan dua
tahap agar tingkat keuletannya pada temperatur rendah
dapat diperbaiki.
2.2.7.5.2. Paduan titanium fasa a+ß
Paduan Ti-6%Al-4%V adalah paduan tipikal dari jenis
fasa a+ß yang banyak digunakan. Paduan jenis ini
mempunyai kekuatan pada temperatur tinggi, tetapi di
bawah temperatur 150ºC keuletannya akan menurun.
Paduan Ti-4%Al-3%Mo-1%V adalah juga paduan yang
banyak digunakan. Paduan ini sangat baik kekuatan dan
mampu bentuknya.
2.2.7.5.3. Paduan titanium fasa ß
Paduan Ti-13%V-11%Cr-3%Al adalah salah satu dari
paduan fasa ß. Kekuatan yang tinggi dan perbandingan
batas mulurnya bertahan sampai kira-kira pada temperatur
400ºC. Paduan ini memiliki kekuatan yang lebih baik pada
daerah temperatur tersebut dibandingkan dengan baja 4340
(Ni-Cr-M0), baja tahan karat, dan paduan aluminium.
2.2.7.6. Zirconia (zirconium oxide)
Zirconia adalah material yang sangat keras. Zirconia
menunjukkan kelambanannya terhadap korosi dan terhadap bahan
kimia pada temperatur di atas titik leleh alumina. Material ini
memiliki konduktivitas termal yang rendah. Konduktivitas listriknya
di atas 600°C dan digunakan sebagai sel sensor oksigen dan
sebagai suspector (pemanas) pada tanur induksi temperatur tinggi.
Sifat-sifat utama zirconia:
1. Dapat digunakan hingga temperatur 2400°C
2. Massa jenisnya tinggi
3. Konduktivitas termalnya rendah
4. Kelambanan bereaksi terhadap bahan kimia
5. Tahan terhadap logam cair
6. Tahan aus
7. Ketahanan terhadap patah yang tinggi
8. Kekerasannya tinggi
Zirconia terdiri dari tiga fase kristal pada temperatur yang
berbeda. Pada temperatur yang sangat tinggi (>2370°C) material
ini memiliki struktur kubus. Pada temperatur menengah (1170 -
2370°C) material ini memiliki struktur tetragonal. Pada temperatur
yang rendah (di bawah 1170°C) material ini berubah ke dalam
struktur monoklinik. Transformasi dari tetragonal ke monoklinik
berlangsung cepat dan disertai oleh tiga sampai lima persen
peningkatan volume yang menyebabkan terjadinya cracking yang
luas pada material. Perilaku ini menghancurkan sifat-sifat material
selama komponen dibuat (selama pendinginan) dan membuat
zirconia yang murni menjadi tidak berguna untuk seluruh aplikasi
secara struktur maupun secara mekanik. Beberapa oksida yang
pecah dari zirconia dalam struktur kristal zirconia dapat melambat
atau menghilangkan struktur kristal ini. Umumnya digunakan zat
tambahan yang efektif seperti MgO, CaO, dan Y2O3. Dengan
sejumlah zat tambahan yang cukup, struktur kubus temperatur
tinggi dapat dipertahankan pada temperatur ruang. Zirconia yang
berstruktur kubus merupakan material yang sangat kuat karena
material ini tidak melalui fase transisi yang merusak selama proses
pemanasan dan pendinginan.
Ada bermacam jenis tipe zirconia seperti yang ditunjukkan
pada tabel 2.3. Sementara itu sifat-sifat khusus dari tipe zirconia
tersebut ditunjukkan pada tabel 2.4.
Tabel 2.3. Macam-macam tipe zirconia (www.azom.com)
Material Singkatan
Tetragonal Zirconia Polycrystals TZP
Partially Stabilised Zirconia PSZ
Fully Stabilised Zirconia FSZ
Transformation Toughened Ceramics TTC
Zirconia Toughened Alumina ZTA
Transformation Toughened Zirconia TTZ
Tabel 2.4. Sifat-sifat khusus berbagai tipe zirconia (www.azom.com)
Sifat-sifat Y-TZP
Ce-TZP ZTA Mg-PSZ 3Y20A
Density (g.cm-3) 6.05 6.15 4.15 5.75 5.51
Kekerasan (HV30)
1350 900 1600 1020 1470
Young,s modulus (GPa)
205 215 380 205 260
Poisson’s ratio 0.3 - - 0.23 -
Fracture toughness (Mpa.m-1/2)
9.5 15-20 4-5 8-15 6
2.3. Teori Elastisitas
Simulasi hip joint prosthesis perlu memperhatikan sifat mekanik yang
dimiliki material dalam pelaksanannya. Sifat mekanik yang dimiliki material
antara lain: kekuatan (strength), keliatan (ductility), kekerasan (hardness),
dan kekuatan lelah (fatique). Sifat mekanik material didefinisikan sebagai
ukuran kemampuan material untuk mendistribusikan dan menahan gaya
serta tegangan yang terjadi. Proses pembebanan, struktur molekul yang
berada dalam ketidaksetimbangan, dan gaya luar yang terjadi akan
mengakibatkan material mengalami tegangan.
Sebuah material yang dikenai beban atau gaya akan mengalami
deformasi, pada pembebanan di bawah titik luluh deformasi akan kembali
hilang. Hal ini disebabkan karena material memiliki sifat elastis (elastic zone).
Jika beban ditingkatkan sampai melewati titik luluh (yield point), maka
deformasi akan terjadi secara permanen atau terjadi deformasi plastis
(plastic deformation). Jika beban ditingkatkan hingga melewati tegangan
maksimal, maka material akan mengalami patah (Timoshenko, 1986).
2.3.1. Tegangan (stress)
Tegangan adalah besaran pengukuran intensitas gaya atau reaksi
dalam yang timbul persatuan luas. Tegangan menurut Marciniak (2002)
dibedakan menjadi dua yaitu engineering stress dan true stress.
Engineering stress dapat dirumuskan sebagai berikut:
? eng =0A
F........................................................................................(2)
dengan:
? eng = Engineering stress (MPa)
F = Gaya (N)
A0 = Luas permukaan awal (mm2)
Sedangkan true stress adalah tegangan hasil pengukuran intensitas gaya
reaksi yang dibagi dengan luas permukaan sebenarnya (actual). True
stress dapat dihitung dengan:
s =AF
...............................................................................................(3)
dengan:
s = True stress ( MPa)
F = Gaya (N)
A = Luas permukaan sebenarnya (mm2)
Tegangan normal dianggap positif jika menimbulkan suatu tarikan
(tensile) dan dianggap negatif jika menimbulkan penekanan
(compression).
2.3.2. Regangan (strain )
Regangan didefinisikan sebagai perubahan panjang material dibagi
panjang awal akibat gaya tarik ataupun gaya tekan pada material. Apabila
suatu spesimen struktur material diikat pada penjepit di mesin penguji
dan beban serta pertambahan panjang spesifikasi diamati secara
serempak, maka dapat digambarkan pengamatan pada grafik dimana
ordinat menyatakan beban dan absis menyatakan pertambahan panjang.
Batasan sifat elastis perbandingan regangan dan tegangan akan
linier dan akan berakhir sampai pada titik mulur. Hubungan tegangan dan
regangan tidak lagi linier pada saat material mencapai batasan fase sifat
plastis.
Menurut Marciniak (2002) regangan dibedakan menjadi dua, yaitu:
engineering strain dan true strain.
Engineering strain adalah regangan yang dihitung menurut dimensi
benda aslinya (panjang awal), sehingga untuk mengetahui besarnya
regangan yang terjadi adalah dengan membagi perpanjangan dengan
panjang semula.
%100%10000
0 ??
???
?l
ll
lleng? ....................................................(4)
dengan:
?eng = Engineering strain
? l = Perubahan panjang
lo = Panjang mula-mula
l = Panjang setelah diberi gaya
True strain dapat dihitung secara bertahap (increment strain),
dimana regangan dihitung pada kondisi dimensi benda saat itu
(sebenarnya) dan bukan dihitung berdasarkan panjang awal dimensi
benda. Persamaan regangan untuk true strain (e) adalah:
0
ln0 l
ll
dll
l?? ?? .........................................................................................(5)
dengan:
? = True strain
2.3.3. Deformasi
Deformasi atau perubahan bentuk terjadi apabila bahan dikenai
gaya. Selama proses deformasi berlangsung, material menyerap energi
sebagai akibat adanya gaya yang bekerja. Sebesar apapun gaya yang
bekerja pada material, material akan mengalami perubahan bentuk dan
dimensi. Perubahan bentuk secara fisik pada benda dibagi menjadi dua,
yaitu deformasi plastis dan deformasi elastis.
Penambahan beban pada bahan yang telah mengalami kekuatan
tertinggi tidak dapat dilakukan, karena pada kondisi ini bahan telah
mengalami deformasi total. Jika beban tetap diberikan maka regangan
akan bertambah dimana material seakan menguat yang disebut dengan
penguatan regangan (strain hardening) yang selanjutnya benda akan
mengalami putus pada kekuatan patah (Singer, 1995).
Hubungan tegangan-regangan dapat dituliskan sebagai berikut:
L
AP
E??
??? .....................................................................................(6)
Sehingga deformasi (? ) dapat diketahui:
EALP
??
?? ........................................................................................(7)
dengan:
P = Beban (N)
A = Luas permukaan (mm2)
L = Panjang awal (mm)
E = Modulus elastisitas
Pada awal pembebanan akan terjadi deformasi elastis sampai pada
kondisi tertentu, sehingga material akan mengalami deformasi plastis.
Pada awal pembebanan di bawah kekuatan luluh, material akan kembali
ke bentuk semula. Hal ini dikarenakan adanya sifat elastis pada bahan.
Peningkatan beban melebihi kekuatan luluh (yield point) yang dimiliki plat
akan mengakibatkan aliran deformasi plastis sehingga plat tidak akan
kembali ke bentuk semula, hal ini bisa dilihat pada gambar 2.23.
Gambar 2.23. Diagram tegangan–regangan (Singer, 1995)
Elastisitas bahan sangat ditentukan oleh modulus elastisitas.
Modulus elastisitas suatu bahan didapat dari hasil bagi antara tegangan
dan regangan.
??
?E ..........................................................................................(8)
dengan:
E = Modulus elastisitas
? = Tegangan (MPa)
? = Regangan
2.3.4. Kriteria Von Mises
Von mises (1913) menyatakan bahwa akan terjadi luluh bilamana
invarian kedua deviator tegangan j2 melampaui harga kritis tertentu.
Dengan kata lain luluh akan terjadi pada saat energi distorsi atau energi
regangan geser dari material mencapai suatu nilai kritis tertentu. Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa energi distorsi adalah bagian dari
energi regangan total per unit volume yang terlibat di dalam perubahan
bentuk.
j2 = k2 .……………………………………...………………..........……...(9)
Untuk evalusi tetapan k dan menghubungkannya dengan luluh dalam uji
tarik, bahwa luluh dalam uji tarik uniaksial terjadi bila: 0, 3201 ??? ???? .
? ? ? ? ? ?? ? 21
213
232
2210
21
??????? ?????? ………….....….............(10)
dengan:
?? Tegangan (MPa)
2.4. Teori gesekan
Komponon-komponen mekanik sering melawan luncuran bodi dari
komponen yang lain. Gaya normal P menggunakan suatu tegangan normal,
yang mana pada umumnya disebut dengan interface pressure dan ditandai
dengan p (sebagai gantinya s ). Tenaga yang digunakan untuk memindah
badan yang paralel kepada permukaan adalah yang disebut dengan shear
force F (gambar 2.24), kemudian dengan membagi F dengan permukaan
area A, maka akan diperoleh shear stress t i. Menurut definisi, koefisien
gesek µ adalah:
Gambar 2.24. Ketika dua bodi saling kontak (Schey, 2000)
Gesekan muncul akibat interaksi dari kekasaran permukaan dan dari
adhesi. Dalam beberapa aplikasi, µ perlu diperkecil dengan cara
menggunakan pelumas atau dengan pemilihan material yang mempunyai
gesekan rendah, atau kedua-duanya. Pemasangan material dengan adhesi
rendah pada umumnya tidak selalu memberi gesekan rendah.
2.4.1. Efek dari gesekan
Kita uraikan gesekan dengan suatu koefisien tentang gesekan µ
dapat dirumuskan:
PPF i?
??? ………………………………..........…………....……….... (11)
Dengan meningkatkan tekanan p, interface shear stress t i
meningkat secara linier (gambar 2.24), dan µ bisa diasumsikan bernilai
tetap. Dalam satu proses deformasi terhadap perubahan bentuk material
(the workpiece) dan di dalam pelaksanaannya meluncur melawan
terhadap permukaan yang lebih keras. Frictional stress t i adalah
menghasilkan suatu keuntungan, tetapi waktu ini ada batasan untuk µ,
karena sebuah material akan memilih pola deformasi yang akan
memperkecil energi dari deformasi. Ketika gesekan itu tinggi, interface
shear stress ti akan terjangkau di dalam batas shear flow stress tf dari
workpiece material (gambar 2.25.a). Pada point ini benda kerja s
meluncur di atas permukaan alat; sebagai gantinya, itu mengubah bentuk
dengan geseran di dalam benda (gambar 2.25.b). Karena t f = 0,5s f
(gambar 2.26.b), adalah sering dikatakan bahwa nilai maksimum dari µ =
0,5. ini adalah benar juga ketika p=s f; bila nilai p lebih tinggi, nilai
maksimum dari µ adalah menurun (gambar 2.25.b). Secara umum, itu
menjadi lebih akurat atau dapat dikatakan bahwa koefisien dari gesekan
menjadi tidak berarti ketika t i=t f, ketika tidak ada dorongan relatif di
interface. Ini adalah diuraikan ketika sticking friction, walaupun workpiece
tidak benar-benar lekat pada permukaan.
(a) (b)
Gambar 2.25.(a) Interface shear stress tidak akan pernah melebihi shear flow stress dari sebuah material. (b) kemungkinan koefisien yang maksimum dari pengurangan gesekan ketika interface pressure melebihi aliran tegangan dari material (Schey, 2000)
Oleh karena berbagai kesulitan dalam memperkenalkan koefisien
dari gesekan itu, adalah sering lebih baik untuk menggunakan nilai aktual
dari t i, terutama ketika interface pressures terlalu tinggi. Sebagai
alternatif, t i dapat ditandai sebagai pecahan dari shear flow stress.
2m f
i
??? ? ??
?
????
? ?? ?
3matau f …………………………………….….(12)
Dimana m adalah frictional shear factor. Untuk suatu pelumas yang
sempurna, m=0; untuk sticking friction, m=1.
Gambar 2.26 (a) Sistem putaran koordinat untuk menghasilkan tegangan. (b) Di bawah kondisi plane stress, beberapa tegangan penting dapat diperlihatkan pada tresca yield hexagon dan von mises yield ellipse (Schey, 2000)
2.5. Metode elemen hingga
Metode elemen hingga (FEM= finite element metode) merupakan cara
yang sangat baik untuk menentukan tegangan dan regangan dan defleksi
dalam konstruksi yang sulit diselesaikan secara analitik (Dieter, 1990).
Pada metode ini konstruksi dibagi menjadi jaringan yang terdiri dari elemen
kecil yang dihubungkan satu sama lainnya pada titik node (gambar 2.27).
Analisis elemen hingga dikembangkan dari metode matriks untuk analisis
struktur dan ditunjang oleh komputer digital yang memungkinkan
diselesaikannya sistem dengan ratusan persamaan simultan.
Gambar 2.27. (a) Elemen persegi empat sederhana untuk menjelaskan analisis elemen hingga; (b) dua elemen digabungkan menjadi model struktur (Dieter, 1990)
Metode elemen hingga adalah dasar dari perhitungan numerik yang
dilakukan oleh bahasa program di dalam perangkat lunak komputer.
Sebelum melakukan perhitungan benda dimodelkan menjadi sebuah
geometri kemudian dibagi menjadi nodal dan elemen. Nodal berfungsi
sebagai titik untuk mengaplikasikan beban, sedangkan elemen berfungsi
untuk mendefinisikan surface dan tipe dari elemen.
Secara umum penyelesaian analisis dengan metode elemen hingga
adalah sebagai berikut:
1. Membagi struktur atau kontinum menjadi elemen berhingga.
2. Merumuskan property pada masing-masing elemen. Pada analisis
tegangan ini berarti menentukan beban nodal yang menyatu dengan
kesatuan elemen.
3. Menggabungkan elemen untuk menentukan model dari struktur.
4. Mengenakan beban yang diketahui pada gaya nodal dan momen pada
analisa tegangan.
5. Menentukan bagaimana struktur didukung pada analisis tegangan.
6. Menyelesaikan persamaan aljabar linier simultan untuk menentukan
nodal dof (degree of freedom) atau perpindahan nodal pada analisis
tegangan.
7. Pada analisis tegangan, hitung elemen regangan dari nodal dof dan
interpolasi perpindahan elemen yang akhirnya bisa menghitung
tegangan dari regangan.
Rumus dasar metode elemen hingga sebagai berikut:
? ? ? ? ? ?uKP .? ……………………………………....…….......................(13)
dengan:
P = Gaya luar yang diberikan pada struktur.
K = Matrik kekakuan elemen
u = Perpindahan (displacement)
Sementara untuk mengetahui tegangan pada setiap titik node:
? ? ? ?? ?? ?uBD?? ................................................................................. (14)
dengan:
B= Matriks koordinat posisi nodal
D= Matriks konstanta elastik
BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN LANGKAH KOMPUTASI
3.1. Metodologi penelitian
Penyusunan laporan dalam tugas akhir ini dikerjakan dengan
menggunakan metodologi penelitian sebagai berikut:
No = error
Yes = Completed
Gambar 3.1. Metodologi Penelitian
Mulai
Desain hip joint prosthesis dengan ABAQUS CAE
Memasukkan data-data sesuai dengan urutan pada modul
ABAQUS CAE
Submit Job
ABAQUS
Hasil simulasi
Perbandingan dengan hasil penelitian orang lain
Selesai
Studi Literatur
Keterangan:
Desain penelitian meliputi analisis pengaruh perbedaan empat jenis material
penyusun ball head yang mempunyai sifat elastis-plastis berbeda terhadap
tegangan dan regangan rata-rata yang terjadi pada material tersebut setelah
mengalami gaya beban akibat berat tubuh pada saat sedang berjalan
normal. Keempat material tersebut yaitu:
- Alumina
- Silicon nitride
- Silicon carbide
- Zirconia
3.2. Pengertian ABAQUS /CAE
ABAQUS/CAE adalah Pre dan Postprocessor yang dapat secara
langsung menggunakan solver ABAQUS.
Gambar 3.2. Diagram Alir Proses Running (tutorial abaqus 6.5 -1)
Preprocessor memerlukan informasi data geometri, data properties,
data kondisi pembebanan dan data lain yang berhubungan dengan kondisi
dan proses. Hasil dari preprocessor berupa berkas masukan (input file) untuk
kemudian dibaca oleh Solver.
Solver akan melakukan analisis berdasarkan input file yang sudah ada
dan hasil analisis direkam dalam berbagai file dalam bentuk file database
(binary file) yang berisi berbagai informasi gambar dan hasil perhitungan,
serta file hasil angka-angka dalam bentuk ASCII file perhitungan yang bisa
dibaca menggunakan text editor atau word processor.
Postprocessor akan membaca hasil dari solver yang tertuang dalam
database file sehingga dapat menampilkan hasil perhitungan atau hasil
simulasi yang sudah dikerjakan oleh Solver.
Secara ringkas, diagram hubungan Preprocessor, Solver dan
Postprocessor ditunjukkan pada gambar 3.3.
Gambar 3.3 Hubungan kerja Preprocessor, Solver dan Postprocessor (tutorial abaqus 6.5-1)
3.2.1. Cara membuka aplikasi ABAQUS
Aplikasi ABAQUS 6.5-1 dibuka dengan cara melakukan klik kiri
mouse pada tombol start menu, kemudian pilih All program . Dari All
Program dipilih ABAQUS 6.5-1, kemudian klik pada pilihan ABAQUS CAE
(gambar 3.4). Setelah ini Start session atau tampilan awal ABAQUS 6.5-1
seperti pada gambar 3.5.
Gambar 3.4. Menjalankan aplikasi ABAQUS 6.5-1
Gambar 3.5. Session ABAQUS 6.5-1
3.3. Langkah komputasi dengan menggunakan ABAQUS 6.5-1
Pada simulasi hip joint prosthesis ini terdapat tiga part yang kemudian
akan dirangkai, yaitu cone, ball head, dan stem. Ada empat macam simulasi
yang dilakukan dalam simulasi ini. Keempat simulasi ini dibedakan
berdasarkan jenis material yang digunakan untuk ball head, sementara itu
material untuk cone dan stem sama untuk keempat simulasi. Material untuk
cone menggunakan stainless steel, material untuk stem menggunakan
titanium, dan material untuk ball head pada masing-masing simulasi berturut-
turut menggunakan alumina, silicon carbide, silicon nitride, dan zirconia. Data
sifat-sifat material yang diperlukan untuk simulasi serta kegunaan material
dalam simulasi ini ditunjukkan pada tabel 3.1.
Tabel 3.1. Sifat-sifat beberapa material (Weisse dkk., 2003)
Jenis Material
Sifat-sifat Material Peruntukan
Material Density (kg.m-3)
Young’s modulus
(Pa)
Poisson’s ratio
Alumina 3970 4.0 × 1011 0.23 Ball head Silicon Carbide 3200 4.4 × 1011 0.16 Ball head Silicon Nitride 3250 3.0 ×1011 0.28 Ball head Stainless Steel 7900 2.1 × 1011 0.3 Cone Titanium 4430 1.05 × 1011 0.3 Stem Zirconia 6050 2.1 × 1011 0.31 Ball head
Langkah simulasi dan analisis untuk hip joint prosthesis pada perangkat
lunak ABAQUS 6.5-1 adalah sebagai berikut:
3.3.1. Desain part
Hal pertama yang dilakukan dalam simulasi dengan ABAQUS 6.5-1
adalah mendesain part. Part yang akan didesain pada proses hip joint
prosthesis ini adalah cone, ball head, dan stem.
3.3.1.1. Desain cone
Pembuatan desain cone dimulai dengan melakukan klik ganda
pada part module sehingga akan muncul kotak dialog Create Part
seperti ditunjukkan pada gambar 3.6. Langkah berikutnya adalah
memberi nama part yang akan dibuat pada kotak isian name dengan
mengetikkan cone. Kemudian pada Modelling Space pilih
Axisymmetric, pada Type pilih Deformable dan pada Base Feature
pilih Shell. Sementara itu pada Approximate size dimasukkan nilai
0.25. Angka tersebut mempunyai arti bahwa parameter satuan yang
digunakan untuk menggambar adalah dalam meter dan luas sketcer
0.25 x 0.25.
Gambar 3.6. Kotak dialog Create Part.
Gambar 3.7. Tool standar ABAQUS 6.5-1 untuk proses menggambar part
Proses pembuatan part menggunakan tool standar yang ada di
ABAQUS 6.5-1 seperti ditunjukkan pada gambar 3.7. Sketsa
dimensi cone ditunjukkan pada gambar 3.8.
Gambar 3.8. Sketsa dimensi cone
Tahap part untuk cone ini diakhiri dengan menekan tombol
Done di bawah main screen ABAQUS 6.5-1 sebagai tanda bahwa
pembuatan part dengan nama cone telah selesai.
3.3.1.2. Desain ball head
Pembuatan desain ball head dimulai dengan melakukan klik
ganda pada part module sehingga akan muncul kotak dialog Create
Part seperti ditunjukkan pada gambar 3.9. Langkah berikutnya
adalah memberi nama part yang akan dibuat pada kotak isian name
dengan nama ball head, pada Modelling Space pilih Axisymmetric,
pada Type pilih Deformable dan pada Base Feature pilih Shell.
Sementara itu pada Approximate size dimasukkan nilai 0.25. Proses
pembuatan part dibantu dengan tool standar yang ada di ABAQUS
6.5-1 seperti yang telah ditunjukkan pada gambar 3.7.
Gambar 3.9. Kotak dialog Create Part
Sketsa dimensi ball head ditunjukkan pada gambar 3.10. Tahap
part untuk ball head ini diakhiri dengan menekan tombol Done di
bawah main screen ABAQUS sebagai tanda bahwa pembuatan part
ini telah selesai
Gambar 3.10. Sketsa dimensi ball head
3.3.1.3. Desain stem
Pembuatan desain stem dimulai dengan melakukan klik ganda
pada part module sehingga akan muncul kotak dialog Create Part
seperti ditunjukkan pada gambar 3.11. Langkah berikutnya adalah
memberi nama part yang akan dibuat pada kotak isian name dengan
nama stem, pada Modeling Space pilih Axisymmetric, pada Type
pilih Deformable dan pada Base Feature pilih Shell. Sementara itu
pada Approximate size dimasukkan nilai 0.25.
Gambar 3.11. Kotak dialog Create Part
Proses pembuatan part dibantu dengan tool standar yang ada
di ABAQUS 6.5-1 seperti yang telah ditunjukkan pada gambar 3.7.
Sketsa dimensi stem ditunjukkan pada gambar 3.12. Tahap part
untuk stem ini diakhiri dengan mengklik tombol Done di bawah main
screen ABAQUS sebagai tanda bahwa pembuatan part ini telah
selesai. Sketsa dimensi stem ditunjukkan pada gambar 3.12.
Gambar 3.12. Sketsa dimensi stem
3.3.2. Langkah-langkah analisis dan simulasi
Tahap selanjutnya setelah membuat desain part yaitu memasukkan
data-data untuk analisis hip joint prosthesis. Tahapan di dalam analisis ini
adalah:
3.3.2.1. Property
Di dalam tahap property, data-data material yang dimiliki cone,
ball head, dan stem yang akan digunakan dalam simulasi hip joint
prosthesis ini dimasukkan. Material yang digunakan untuk cone
sama untuk keempat simulasi, yaitu stainless steel. Material yang
digunakan untuk stem juga sama untuk keempat simulasi, yaitu
menggunakan titanium. Sementara itu, material yang digunakan
untuk ball head berbeda pada keempat simulasi, yaitu alumina,
silicon carbide, silicon nitride, dan zirconia untuk masing masing
simulasi. Adapun data sifat-sifat material mengacu pada tabel 3.1.
Langkah pertama yang dilakukan untuk memasukkan data
sifat-sifat material yaitu dengan cara melakukan klik kanan Materials
pada Model Database seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.13
sehingga akan muncul kotak dialog Edit Material (gambar 3.14)
Gambar 3.13. Langkah untuk masuk ke kotak dialog Edit Material
Gambar 3.14. Kotak dialog Edit Material
Setelah kotak dialog Edit Material muncul, maka kotak isian
Name diisi dengan nama material yang akan dimasukkan, yaitu
stainless steel. Kemudian klik General sehingga muncul pilihan
Density dan klik di Density itu sehingga akan muncul kotak isian
Mass Density. Pada kotak isian tersebut diisi dengan angka 7900
yang berarti bahwa stainless steel ini memiliki densitas sebesar
7900 kg.m-3 sesuai dengan tabel 3.1. Langkah berikutnya yaitu
melakukan klik pada Mechanical di kotak dialog, kemudian pilih
Elasticity dan pada Elasticity dilakukan klik pada Elastic seperti yang
ditunjukkan pada gambar 3.15.
Gambar 3.15. Proses pengisian nilai Young’s Modulus dan Poisson’s Ratio
Kotak isian Young’s Modulus dan Poisson’s Ratio berturut-turut
diisi dengan angka 2.1e+11 dan 0.3 yang berarti bahwa stainless
steel ini memiliki Young’s Modulus sebesar 2.1 x 1011 Pa dan
Poisson’s Ratio sebesar 0.3 sesuai dengan tabel 3.1. Tahap ini
diakhiri dengan menekan tombol OK di kotak dialog. Cara-cara
memasukkan sifat-sifat material untuk stainless steel ini juga
diterapkan untuk kelima material yang lain, yaitu alumina, silicon
carbide, silicon nitride, titanium, dan zirconia. Nama-nama material
disesuikan dengan jenis material yang digunakan. Setelah tahap ini
selesai, tahap selanjutnya adalah section. Masih dalam Module
Property, klik section pada toolbar kemudian klik pada pilihan Create
untuk memilihnya (gambar 3.16). Setelah langkah terakhir ini
ditempuh, maka kotak dialog Create Section akan muncul (gambar
3.17).
Gambar 3.16. Cara masuk ke kotak dialog Create Section
Gambar 3.17. Kotak dialog Create Section
Pada kotak dialog Create Section, isikan nama section pada
kotak isian dengan nama section yang akan dibuat. Nama section itu
antara lain: cone-section untuk cone, ball head-section untuk ball
head, dan stem-section untuk stem. Untuk Category dipilih Solid,
dan untuk Type dipilih Homogeneous kemudian klik Continue
sehingga akan muncul kotak dialog Edit Section (gambar 3.18).
Gambar 3.18. Kotak dialog Edit Section
Pada kotak dialog di atas, klik pada tanda panah di sebelah
kanan kotak isian Material sehingga muncul pilihan jenis material
yang sudah dimasukkan dalam program. Pemilihan material
disesuaikan dengan nama section, antara lain yaitu: stainless steel
untuk cone-section, dan titanium untuk stem-section. Untuk ball
head, dimana pada keempat simulasi menggunakan material yang
berbeda, maka jenis material yang digunakan menyesuaikan.
Material untuk ball head yang digunakan pada simulasi-simulasi ini
seperti yang tercantum dalam tabel 3.2.
Kemudian untuk memberikan property pada masing-masing
material yaitu dengan melakukan klik pada Section di toolbar
sehingga muncul menu-menu di bawahnya (gambar 3.19). Pada
menu-menu tersebut dipilih Assignments Manager dengan cara
melakukan klik padanya sehingga akan muncul kotak dialog Section
Assignment Manager (gambar 3.20).
Gambar 3.19. Cara masuk ke Section Assignment Manager
Gambar 3.20. Kotak dialog Section Assignment Manager dan part yang diberi Section Assignment
Langkah selanjutnya adalah melakukan klik pada tombol
Create kemudian klik pada bidang part. Selanjutnya klik tombol
Done di bawah main screen sehingga muncul kotak dialog Edit
Section Assignment (Gambar 3.21). Pada kotak isian Section, nama
section dipilih sesuai dengan part yang akan diberi Section
Assignment dengan cara mengklik tanda panah di sebelah
kanannya kemudian mengklik pilihan yang diinginkan. Langkah ini
diakhiri dengan menekan tombol OK. Langkah-langkah ini dilakukan
pada seluruh part yang digunakan.
Gambar 3.21. Kotak dialog Section Assignment
3.3.2.2. Assembly
Assembly adalah menyusun bagian-bagian komponen menjadi
suatu kesatuan model, sehingga dapat dilakukan analisis numerik
pada model tersebut. Langkah pertama yang dilakukan dalam
proses assembly yaitu memilih Assembly pada Module di toolbar
(gambar 3.22).
Gambar 3.22. Module Assembly
Pilih Instances dengan cara klik pada pilihan Instance di toolbar
dan pilih Create pada pilihan yang ada (gambar 3.23), Sehingga
kotak dialog Create Instance muncul (gambar 3.24),
Gambar 3.23. Cara masuk ke kotak dialog Create Instance
Gambar 3.24. Kotak dialog Create Instance dan tampilan part sebelum dilakukan assembly
Setelah kotak dialog Create Instance muncul, pilih semua part
(ball head, cone, dan stem) yang sudah ada dalam daftar part di
kotak dialog Create Instance dengan cara memblok daftar part itu
dan klik OK pada kotak dialog tersebut. Tampilan part-part yang
telah di-assembly akan tampak seperti gambar 3.25.
Gambar 3.25. Tampilan part-part setelah dilakukan proses assembly
3.3.2.2.1. Set
Set adalah penentuan titik–titik dan bagian-bagian yang
akan berinteraksi selama simulasi. Ada delapan set yang
digunakan dalam simulasi ini. Langkah set diawali dengan klik
Tools pada toolbar, kemudian arahkan cursor pada set.
Setelah itu tarik cursor ke kanan dan klik pada pilihan Create
(gambar 3.26).
Gambar 3.26. Cara memulai set
Setelah muncul kotak dialog Create Set (gambar 3.27), isikan
nama pada kotak isian name dengan nama set yang
diinginkan.
Gambar 3.27. Kotak dialog Create Set
Gambar 3.28. Bagian-bagian yang diberi set
Setelah itu klik Continue sehingga di layar akan muncul
tampilan seperti gambar 3.28 (tanda panah yang ada di
gambar tersebut sesungguhnya tidak terdapat dalam
program). Tanda panah tersebut menunjuk pada bidang atau
sisi dari part yang akan diberi set. Pilih set yang diinginkan
dengan cara melakukan klik pada bidang atau sisi dari part
yang diinginkan, lalu klik tombol Done. Adapun nama set dan
bagian dari part yang dipilih untuk di-set ditunjukkan pada
tabel 3.2.
Tabel 3.2. Nama set dan bagian yang dipilih
No. Set Nama Set Bagian yang dipilih
1. Ball head
Bidang ball head
2. Ball head bagian kiri
Sisi ball head bagian kiri
3. Cone
Bidang cone
4. Cone bagian atas
Sisi cone bagian atas
5. Cone bagian kiri
Sisi cone bagian kiri
6. Stem
Bidang stem
7. Stem Bagian bawah
Sisi stem bagian bawah
8. Stem bagian kiri
Sisi stem bagian kiri
3.3.2.2.2. Surface
Surface yaitu menentukan bagian-bagian part yang akan
berinteraksi selama running. Ada enam surface yang
digunakan pada simulasi ini, yaitu: ball head bagian dalam,
ball head bagian luar, cone bagian atas, cone bagian bawah,
stem, dan stem bagian bawah. Langkah surface diawali
dengan klik Tools pada toolbar, kemudian arahkan cursor
pada Surface. Setelah itu tarik cursor ke kanan dan klik pada
pilihan Create (Gambar 3.29). Setelah muncul kotak dialog
Create Surface, isikan nama Surface pada kotak isian Name
dengan menggunakan nama Surface yang diinginkan
kemudian klik Continue (Gambar 3.30).
Gambar 3.29. Cara memulai Surface
Gambar 3.30. Kotak dialog Create Surface
Langkah selanjutnya adalah memilih bagian dari part
yang akan diberi surface. Dalam hal ini, part yang sedang
tidak dipergunakan untuk proses surface memang sengaja
tidak ditampakkan (di-surpress) untuk menghindari kesalahan
dalam melakukan klik. Sementara itu permukaan yang dipilih
dan ditandai dengan klik akan berwarna merah seperti
ditunjukkan pada gambar 3.31, gambar 3.32, dan gambar
3.33.
(a) (b)
Gambar 3.31.(a) dan (b) Penandaan surface untuk ball head bagian dalam, bagian bawah dan bagian luar
(a) (b)
Gambar 3.32. (a) dan (b) Penandaan surface untuk cone bagian atas dan bagian bawah
(a) (b)
Gambar 3.33.(a) dan (b) Penandaan surface untuk stem dan stem bagian bawah
Langkah surface pada part-part ini diakhiri dengan mengklik
tombol Done. .
3.3.2.3. Step
Step digunakan untuk menentukan tahapan langkah yang
digunakan dalam simulasi. Ada satu step yang digunakan dalam
simulasi hip joint prosthesis ini, yaitu Step-1. Langkah awal yang
dilakukan untuk membuat step adalah dengan mengklik pada tanda
panah di sebelah kanan kotak pilihan Module, kemudian klik pada
pilihan Step (Gambar 3.34).
Gambar 3.34. Cara masuk ke Module Step
Setelah itu dilakukan klik pada Create sehingga akan muncul kotak
dialog Create Step (Gambar 3.35.a dan b)
(a) (b)
Gambar 3.35.(a) Langkah awal step dan (b) kotak dialog Create Step
Kotak isian di sebelah kanan Name pada kotak dialog Create
Step diisi dengan nama step yang akan dibuat, kemudian pilih
Dynamic, Explicit. Lalu klik pada tombol Continue, maka akan
muncul kotak dialog Edit Step (Gambar 3.36). Kotak isian di sebelah
kanan Time periode diisi dengan angka 1.227. Setelah itu klik OK.
Gambar 3.36. Kotak dialog Edit Step
3.3.2.4. Interaction
Interaction adalah menentukan bagian-bagian yang akan
berinteraksi selama simulasi. Ada dua interaction yang digunakan
dalam simulasi ini, yaitu interaction antara stem dengan ball head
bagian dalam, dan interaction antara ball head bagian luar dengan
cone bagian bawah. Untuk bisa masuk ke menu interaction, maka
pilih Interaction pada Module di toolbar (gambar 3.37.a). Kemudian
klik pada Interaction di toolbar, pilih Create (gambar 3.37. b),
sehingga kotak dialog Create Interaction akan muncul (Gambar
3.38).
(a) (b)
Gambar 3.37.(a) dan (b) Cara masuk ke menu interaction
Gambar 3.38. Kotak dialog Create Interaction dan tampilan part-part yang belum diberi interaction
Interaction yang akan dibuat diberi nama Int-1, Pada pilihan
Types for Selected Step dipilih Surface-to-surface contact (Explicit).
Setelah itu klik pada tombol Continue. Penentuan surface yang akan
berinteraksi dimulai dengan melakukan klik pada tombol Surfaces
(gambar 3.39).
Gambar 3.39. Awal penentuan surface yang akan diberi interaction
Setelah tombol surface diklik, akan muncul kotak dialog Region
Selection. Pada pilihan Name di kotak ini dipilih stem sebagai
surface pertama yang akan diberi interaction (gambar 3.40). Garis
merah yang ada di tepi stem merupakan pertanda bahwa
permukaan tersebut merupakan surface pertama yang diberi
interaction. Kemudian klik pada tombol Continue sehingga akan
masuk ke tahap selanjutnya, yaitu menentukan surface kedua yang
akan diberi Interaction. Klik Surface pada Choose the second
surface type (gambar 3.41), sehingga akan muncul kotak dialog
Region Selection (gambar 3.42). Ball head bagian dalam dipilih
sebagai surface kedua pada pilihan Name.
Gambar 3.40. Cara menentukan surface pertama yang dipilih untuk interaction
Gambar 3.41. Penentuan surface kedua
Gambar 3.42. Pemilihan surface kedua untuk interaction
Ketika ball head bagian dalam telah dipilih sebagai surface
kedua, surface tersebut akan berwarna pink seperti terlihat pada
gambar 3.42. Setelah itu klik Continue sehingga akan muncul kotak
dialog Edit Interaction (gambar 3.43). Klik Create pada Contact
interaction property sehingga akan muncul kotak dialog Create
Interaction Properties (gambar 3.44).
Gambar 3.43. Kotak dialog Edit Interaction
Gambar 3.44. Kotak dialog Create Interaction Properties
Pada kotak dialog Create Interaction Properties, Name diisi
dengan nama IntProp-1 dan untuk Type dipilih Contact lalu klik
Continue sehingga akan muncul kotak dialog Edit Contact Property
(gambar 3.45 a).
(a) (b)
Gambar 3.45.(a) dan (b) Kotak dialog Edit Contact Property
Klik Mechanical dan pilih pada Tangential Behavior. Kemudian
pilih Penalty pada menu Friction formulation sehingga tampilan
kotak dialog menjadi seperti gambar 3.45. b. Pada kotak dialog
tersebut, Friction Coeffisien diisi dengan 0.35, kemudian klik OK.
Setelah itu akan kembali pada kotak dialog Edit Interaction (Gambar
3.46), kemudian klik OK.
Gambar 3.46. Kotak dialog Edit Interaction
Pada dasarnya pembuatan interaction yang kedua
menggunakan cara yang sama seperti pada interaction yang
pertama. Perbedaannya terdapat pada pemberian nama,
permukaan yang diberi interaction, dan nilai Friction Coeffisien.
Interaction yang kedua ini diberi nama Int-2 dan Interaction
Properties kedua diberi nama IntProp-2. Pada interaction yang
kedua ini, permukaan yang diberi interaction adalah ball head
bagian luar dan cone bagian bawah. Sementara itu Friction
Coeffisien yang diberikan adalah 0.3. Permukaan-permukaan yang
digunakan untuk interaction kedua ini seperti yang ditunjukkan pada
gambar 3.47. Dalam gambar tersebut, ball head bagian luar
berwarna merah sementara cone bagian bawah berwarna pink.
Gambar 3.47. Permukan-permukaan yang digunakan dalam interaction kedua
3.3.2.5. Constraint
Constraint merupakan pembatas antara permukaan part yang
satu dengan permukaan part yang lain. Dalam hal ini permukaan
part yang akan di-constraint adalah ball head bagian luar (sebagai
master surface) dan cone bagian dalam (sebagai slave surface).
Constraint pada simulasi ini diperlukan agar ball head tidak ikut
turun bersama stem setelah mendapatkan gaya dari stem atau
akibat koefisien gesek yang dimiliki stem dan ball head bagian
dalam. Caranya adalah dengan memilih Interaction pada Module di
toolbar seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.48.a. Setelah
muncul tampilan tersebut, klik Constraint lalu pilih Create pada menu
di bawahnya, seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.48.b. Setelah
langkah ini akan muncul kotak dialog Create Constraint (gambar
3.49.a)
(a) (b)
Gambar 3.48.(a). Memilih Interaction pada Module dan (b) Memilih Create pada pilihan Costraint di toolbar
(a) (b)
Gambar 3.49.(a) Kotak dialog Create Constraint dan (b) tombol Surface dan tampilan part-part
Pilih Tie Type pada kotak dialog Create Constraint, kemudian klik
Continue. Selanjutnya klik tombol Surface (gambar 3.49.b) pada
layar Abaqus 6.5-1 untuk memulai menyeleksi surface yang akan
digunakan untuk constraint.
Setelah itu akan muncul kotak dialog Region Selection (gambar
3.50) yang digunakan untuk memilih surface, dalam hal ini adalah
ball head bagian luar sebagai master surface. Lalu klik Continue,
kemudian klik tombol Surface pada layar Abaqus 6.5-1 (gambar
3.51). Berikutnya akan muncul lagi kotak dialog Region Selection
(gambar 3.52) yang kali ini untuk memilih slave surface yang dalam
hal ini adalah cone bagian dalam. Setelah cone bagian dalam dipilih,
klik tombol Continue.
Gambar 3.50. Kotak dialog Region Selection
Gambar 3.51. Tombol Surface untuk memilih slave surface
Gambar 3.52. Kotak dialog Region Selection
Setelah tombol Continue diklik, berikutnya akan muncul kotak
dialog Edit Constraint (gambar 3.53). Klik OK pada kotak dialog
tersebut untuk mengakhiri langkah constraint.
Gambar 3.53. Kotak dialog Edit Constraint
3.3.2.6. Amplitude
Simulasi hip joint prosthesis ini memerlukan amplitude
(amplitudo). Istilah amplitudo dalam abaqus diartikan sebagai variasi
besarnya gaya yang diberikan selama simulasi. Amplitudo
memungkinkan gaya yang terjadi selama simulasi bersifat dinamis
dengan cara memberikan gaya yang berbeda pada titik-titik tertentu
dan pada rentang waktu tertentu.
Amplitudo yang dipergunakan dalam simulasi hip joint
prosthesis ini diambil dari data-data video dan grafik dari hasil
pengukuran langsung pada hip joint prosthesis yang terpasang pada
tubuh manusia (www.orthoload.com). Dimana berat badan pasien
yang diambil data amplitude-nya sebesar 62 kg (610 N) dengan
tanpa membawa beban tambahan. Untuk memudahkan dalam
proses simulasi, maka tidak semua data dipergunakan, dipilih data-
data yang diperlukan yang dianggap telah mewakili data aslinya.
Sehingga variasi besaran amplitude relatif sama dengan data
aslinya.
Untuk memudahkan dalam simulasi, maka tidak semua data
dipergunakan. Data-data yang dipergunakan adalah data-data yang
dianggap telah mewakili data aslinya. Sehingga variasi amplitudonya
relatif sama dengan data aslinya.
Gambar 3.54 menunjukkan grafik yang diolah dari data untuk
gaya total dan tabel 3.3 menunjukkan nilai amplitudo terhadap waktu
untuk gaya total yang semuanya diperoleh dari www.orthoload.com.
0
500
1000
1500
2000
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Waktu (s)
Pro
fil b
eban
(N
)
Gambar 3.54. Grafik gaya total pada hip joint prosthesis
Tabel 3.3. Amplitudo gaya total untuk simulasi
Waktu (s) Amplitude (N) 0 169.19 0.104 399.54 0.2 806.2 0.3 1650.3 0.368 1876.88 0.402 1830.42 0.504 1631.22 0.566 1649.95 0.988 256.38 1.078 331.59 1.227 169.74
Sebelum masuk ke amplitude, harus dipastikan terlebih dahulu
bahwa Interaction telah dipilih pada pilihan Module (gambar 3.55).
Selanjutnya, klik pada Tools di toolbar. Pada pilhan yang ada di
Tools, pilih Amplitude kemudian pilih Create (gambar 3.56).
Gambar 3.55. Memilih Interaction pada Module
Gambar 3.56. Cara masuk ke Create Amplitude
Setelah kotak dialog Create Amplitude muncul, kotak isian
Name diisi dengan nama Amp-1. Untuk pilihan Type, yang dipilih
adalah Smooth step (gambar 3.57.a), setelah itu klik tombol
Continue sehingga akan muncul kotak dialog Edit Amplitude
(gambar 3.57.b).
Pada kotak dialog Edit Amplitude inilah data-data untuk time
dan amplitude pada tabel 3.3 dimasukkan ke dalam kolom dan baris
isian yang terdapat pada kotak dialog tersebut sesuai dengan
urutannya. Step time dipilih untuk Time span. Setelah semua data
yang dibutuhkan dimasukkan, langkah ini diakhiri dengan mengklik
tombol OK.
(a) (b)
Gambar 3.57.(a) Kotak dialog Create Amplitude dan (b) kotak dialog Edit Amplitude
3.3.2.7. Load
Load memberikan segala informasi mengenai hal-hal yang
dapat menyebabkan tegangan pada struktur. Beban dapat meliputi
berbagai hal, beban terpusat (point loads), tekanan pada permukaan
benda (pressure loads on surfaces), gaya pada benda (body forces,
gravity) dan gaya termal (thermal loads). Tegangan pada pengujian
hip joint prosthesis sebesar 1,3 x 107 Pa pada stem. Tegangan
sebesar 1,3 x 107 Pa merupakan hasil pembagian antara beban dari
berat tubuh 610 N terhadap luas permukaan bidang sambungan
tulang yang terkena beban yaitu 3,14 x (0,006)2 m.
Agar dapat masuk ke load, maka Module harus berada pada
tipe Load (gambar 3.58.a). Setelah itu klik pada Load di toolbar
sehingga beberapa pilihan akan muncul di bawahnya (gambar
3.58.b). Klik pada Create di antara pilihan-pilihan yang ada.
(a) (b)
Gambar 3.58.(a) dan (b) Cara masuk ke pilihan Load
Berikutnya akan muncul kotak dialog Create Load (gambar
3.59). Kotak isian Name diisi dengan nama load yaitu Load-1 atau
nama lain yang diinginkan. Sementara itu pada kotak pilihan Step
dipilih Step-1. Category yang dipilih adalah Mechanical dan untuk
Types for Selected Step dipilih pressure. Setelah ini klik tombol
Continue sehingga kotak dialog Region Selection akan muncul
(gambar 3.60).
Gambar 3.59. Kotak dialog Create Load
Gambar 3.60. Kotak dialog Region Selection
Setelah kotak dialog Region Selection muncul, pilih stem
bagian bawah sebagai surface yang akan diberi load pada daftar
nama surface di Name pada kotak tersebut kemudian klik tombol
Continue. Berikutnya yang akan muncul adalah kotak dialog Edit
Load (gambar 3.61).
Gambar 3.61. Kotak dialog Edit Load
Pada kotak dialog tersebut ada kotak pilihan dan kotak isian
yang harus dipilih dan diisi. Pilih Uniform pada kotak pilihan
Distribution, ketik 1.3E+007Pa pada kotak isian Magnitude, dan pilih
Amp-1 pada kotak pilihan amplitude. Akhiri dengan menekan tombol
OK.
3.3.2.8. Mesh
Mesh adalah membagi part menjadi beberapa element
(elemen) atau node. Meshing dilakukan secara selektif di tiap bagian
part untuk mendapatkan hasil yang halus. Jumlah elemen yang
terbentuk dari meshing tidak boleh berlebihan karena software dan
komputer bisa saja tidak mampu melakukan analisis.
Meshing dimulai dengan memilih dengan memilih Mesh pada
Module, kemudian klik pada Seed di toolbar akan memunculkan
serangkaian pilihan. Pilih Create pada pilihan tersebut (gambar
3.62), sehingga kotak dialog Global Seeds akan muncul (gambar
3.63). Pada waktu melakukan meshing, part yang akan diberi mesh
harus sedang aktif pada layar komputer.
Gambar 3.62. Cara membuka aplikasi mesh
Gambar 3.63. Kotak dialog Global Seeds dan tampilan part yang akan diberi mesh
Pada kotak dialog Global Seeds ada kotak isian Approximate
global size yang harus diisi dengan nilai mesh. yang akan
digunakan dalam simulasi. Cone menggunakan mesh sebesar
0.0007, ball head 0.0004 dan stem 0.0004. Setelah semua nilai
mesh dimasukkan, klik tombol OK pada kotak dialog tersebut.
Langkah selanjutnya adalah mengklik pilihan mesh pada
toolbar lalu klik pilihan Element Type yang muncul di bawahnya
(gambar 3.64) sehingga muncul kotak dialog Elemen Type (gambar
3.65). Kemudian klik OK.
Gambar 3.64. Cara memilih Element Type
Gambar 3.65. Kotak dialog Element Type
Berikutnya adalah melakukan klik lagi pada menu mesh di
toolbar (gambar 3.66), namun kali ini untuk memilih pilihan part.
Setelah itu akan muncul konfirmasi dari program seperti yang
ditunjukkan pada gambar 3.67. Klik tombol Yes untuk untuk
menerapkan mesh pada part atau jika ingin membatalkan maka klik
tombol No.
Gambar 3.66. Memilih menu part pada mesh di toolbar
Gambar 3.67. Korfirmasi dari program
Setelah dilakukan klik pada tombol Yes, maka tampilan yang
semula polos akan berubah menjadi tampilan part yang telah di-
meshing (gambar 3.68)
Gambar 3.68. Tampilan part yang telah di-meshing
3.3.2.9. Boundary condition
Boundary condition (BC) merupakan syarat batas yang
digunakan untuk menentukan arah gerakan part pada proses
analisis. Boundary condition yang dibuat dalam simulasi hip joint
prosthesis ini ada lima macam. Nama-nama boundary condition
yang dibuat dalam simulasi ini dapat dilihat pada tabel 3.4.
Tabel 3.4. Boundary condition (BC)
Nama BC Step Type BC Region BC
Ball head bagian kiri
Initial Symmetry Ball head bagian kiri
XSYMM
Cone bagian atas
Initial Symmetry Cone bagian atas
YSYMM
Cone bagian kiri
Initial Symmetry Cone bagian kiri
XSYMM
Stem bagian kiri
Initial Symmetry Stem bagian kiri
XSYMM
Stem_ pressure
Step-1
Displacement/ Rotation
Stem bagian bawah
U2= 0.0007
Sebelum masuk ke boundary condition, Module harus berada
pada mode Load (gambar 3.69.a), sehingga BC bisa tampil pada
toolbar (gambar 3.69.b). Klik pada BC di toolbar sehingga muncul
serangkaian pilihan di bawahnya. Klik Create di antara pilihan-
pilihan tersebut sehingga muncul kotak dialog Create Boundary
Condition (gambar 3.70)
(a) (b)
Gambar 3.69.(a) dan (b) Langkah awal membuat boundary condition
Gambar 3.70. Kotak dialog Create Boundary Condition
Kotak isian Name, kotak pilihan Step, dan Types for Selected
Step diisi sesuai dengan tabel 3.4. Sementara itu, Category yang
dipilih untuk semua boundary condition dalam simulasi ini adalah
Mechanical. Klik Continue setelah semua terisi dengan benar. Klik
tombol Sets di bawah main screen (gambar 3.71) sehingga kotak
dialog Region Selection akan muncul (gambar 3.72).
Gambar 3.71. Tombol Sets untuk memilih region
Gambar 3.72. Kotak dialog Region Selection
Setelah region yang diinginkan dipilih, klik pada tombol
Continue sehingga kotak dialog Edit Boundary Condition akan
muncul (gambar 3.73).
Gambar 3.73. Kotak dialog Edit Boundary Condition
Setelah boundary condition yang dimaksud dipilih pada kotak
dialog Edit Boundary Condition, pembuatannya diakhiri dengan
mengklik tombol OK.
3.3.2.10. Job
Job digunakan untuk proses analisis (running) pada model
yang telah dibuat setelah ketentuan-ketentuan yang harus
dimasukkan di dalam ABAQUS terpenuhi.
Langkah awal untuk dapat masuk ke job adalah dengan
memilih Job pada Module (gambar 3.74.a). Kemudian klik Job pada
toolbar sehingga beberapa pilihan akan muncul di bawahnya
(gambar 3.74.b). Dari berbagai macam pilihan itu yang dipilih adalah
Create sehingga setelah Create dipilih, maka kotak dialog Create
Job akan muncul (gambar 3.75).
(a) (b)
Gambar 3.74.(a) dan (b) Langkah awal memasuki mode job
Gambar 3.75. Kotak dialog Create Job
Klik tombol Continue setelah nama job diisikan pada kotak isian
Name pada kotak dialog tersebut sehingga kotak dialog Edit Job
akan muncul (gambar 3.76). Karena tidak ada yang perlu
ditambahkan atau diubah pada kotak dialog tersebut, maka cukup
dilakukan klik pada tombol OK.
Gambar 3.76. Kotak dialog Edit Job
Selanjutnya, untuk melakukan running pada job yang telah
dibuat maka kotak dialog Job Manager perlu dibuka. Caranya
adalah dengan mengklik pada Job di toolbar dan memilih Manager
pada pilihan yang muncul di bawahnya (gambar 3.77).
Gambar 3.77. Cara memunculkan kotak dialog Job Manager
Pada kotak dialog Job manager (gambar 3.78) inilah job yang
telah dibuat tampak dalam daftar nama job di dalamnya. Proses
running dapat dilakukan dengan mengklik tombol Submit setelah
terlebih dahulu memilih job yang akan digunakan.
Gambar 3.78. Kotak dialog Job Manager
3.3.2.11. Visualization (visualisasi)
3.3.2.11.1. Model visualisasi
Visualization (visualisasi) digunakan untuk
menampilkan hasil analisis dalam bentuk visual setelah
running pada job yang dilakukan oleh solver ABAQUS
selesai. Tampilan visualisasi seperti pada gambar 3.79.
Gambar 3.79. Model visualisasi plot countours
Selain dalam model plot contour, ada juga model
visualisasi yang lain, yaitu: model deformed shape,
underformed shape, fast representation, dan symbol
(gambar 3.80).
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 3.80. Model visualisasi: (a) deformed shape; (b) fast representation; (c) underformed shape; dan (d) symbol
3.3.2.11.2. File graph
File graph digunakan untuk mengambil data grafik dari
hasil analisis pada salah satu part atau semua part yang
disimulasi.
Cara untuk mengambil data grafik yaitu klik result pada
toolbar (gambar 3.81), setelah Module berada pada mode
Visualization. Kemudian klik history output di antara
beberapa pilihan di bawahnya, lalu akan muncul kotak
dialog History Output (gambar 3.82). Pilih tipe grafik dan
element yang ingin ditinjau, kemudian klik tombol Plot.
Setelah itu klik tombol Save As sehingga akan muncul kotak
dialog Save XY Data As (gambar 3.83. a).
Gambar 3.81. Cara masuk ke History Output
Gambar 3.82. Kotak dialog History Output
(a) (b)
Gambar 3.83.(a) Kotak dialog Save XY Data As dan (b) XY Data Manager icon
Kotak isian Name diisi dengan nama data yang diinginkan
kemudian klik tombol OK. Setelah itu klik XY Data Manager
icon (gambar 3.83.b) sehingga akan muncul kotak dialog XY
Data Manager (gambar 3.84). Pilih file yang akan dilihat
datanya kemudian klik tombol Edit. Selanjutnya yang akan
muncul adalah Kotak dialog Edit XY Data (gambar 3.85)
Gambar 3.84. Kotak dialog XY Data Manager
Gambar 3.85. Kotak dialog Edit XY Data
Data-data berupa angka dapat diambil dari Kotak dialog Edit
XY Data ini.
3.3.2.11.3. Report field output (rpt)
File report juga sama-sama berfungsi mengambil data
hasil simulasi. Data yang bisa diambil mencakup semua
element dan node hasil meshing pada part yang dibuat.
Biasanya data yang diambil hanya pada element dan node
tertentu untuk part yang telah ditentukan sebelumnya.
Pengambilan datanya bersifat manual, karena ektensinya
hanya bisa dibuka dengan notepad atau semisalnya.
Adapun cara mengambil data ini adalah pada toolbar
klik report kemudian klik field output (gambar 3.86) sehingga
akan muncul kotak dialog Report Field Output (gambar
3.87). Pada posisition tentukan model data yang akan
diambil, sementara pada click checkboxes pilih data yang
diinginkan.
Gambar 3.86. Cara membuka Field Output
Gambar 3.87. mengambil data file report
3.3.2.11.4. File berformat video (avi/quick time)
Hasil simulasi abaqus dimungkinkan untuk ditampilkan
dalam format video. Caranya: dari toolbar klik animate, pilih
save as (gambar 3.88), sehingga akan muncul kotak dialog
Save Image Animation (gambar 3.89) lalu tentukan format
video dan tempat penyimpanannya. Akhiri dengan klik pada
tombol OK.
BAB IV HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisis distribusi tegangan
Analisis distribusi tegangan yang dilakukan dalam simulasi hip joint
prosthesis ini bertujuan untuk mengetahui sebaran besarnya tegangan yang
terjadi pada tiap elemen di dalam sambungan tulang pinggul. Tegangan
yang terjadi pada sambungan tulang pinggul merupakan akibat dari
pembebanan berat beban tubuh ketika mendapat beban dinamis yaitu ketika
sedang berjalan normal (dengan amplitudo). Berat tubuh pasien yang
digunakan untuk simulasi adalah 62 kg (610 N). Koefisien gesek antara stem
dengan ball head dan koefisien gesek antara ball head dengan cone masing-
masing sebesar 0,35 dan 0,3.
Ada empat simulasi yang dilakukan. Keempat simulasi ini dibedakan
berdasarkan jenis material yang digunakan untuk ball head. Material-material
tersebut antara lain: alumina, silicon carbide, silicon nitride, dan zirconia.
Distribusi tegangan maksimum pada simulasi hip joint prosthesis untuk
masing-masing material adalah sebagai berikut:
4.1.1. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari alumina
Warna yang ditunjukkan dalam simulasi menggambarkan tinggi
rendahnya tegangan yang bekerja pada part. Daerah yang memiliki
tegangan paling tinggi ditunjukkan dengan warna abu-abu dan daerah
yang memiliki tegangan paling rendah ditunjukkan dengan warna biru.
Gambar 4.1 menunjukkan distribusi tegangan untuk simulasi hip joint
prosthesis pada ball head yang terbuat dari alumina. Tegangan
maksimum yang terjadi dengan ball head yang terbuat dari alumina
dalam simulasi ini sebesar 9,565 x 1010 Pa terjadi pada element 14
node 2.
Gambar 4.1. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari alumina
4.1.2. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari silicon carbide
Gambar 4.2 menunjukkan distribusi tegangan dalam simulasi hip
joint prosthesis pada ball head yang terbuat dari silicon carbide.
Tegangan maksimum yang terjadi pada ball head yang terbuat dari
silicon carbide dalam simulasi ini, yaitu sebesar 9,661 x 1010 Pa terjadi
pada element 14 node 2.
Gambar 4.2. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari silicon carbide
4.1.3. Distribusi tegangan maksimum untuk ball head yang terbuat dari silicon nitride
Gambar 4.3 menunjukkan distribusi tegangan dalam simulasi hip
joint prosthesis pada ball head yang terbuat dari silicon nitride.
Tegangan maksimum yang terjadi pada ball head yang terbuat dari
silicon nitride dalam simulasi ini, yaitu sebesar 1,009 x 109 Pa terjadi
pada element 14 node 2 (gambar 4.3).
Gambar 4.3. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari silicon nitride
4.1.4. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari zirconia
Gambar 4.4 menunjukkan distribusi tegangan dalam simulasi hip
joint prosthesis pada ball head yang terbuat dari zirconia. Tegangan
maksimum yang terjadi pada ball head yang terbuat dari zirconia dalam
simulasi ini, yaitu sebesar 9,888 x 1010 Pa terjadi pada element 14 node 2
(gambar 4.4).
Gambar 4.4. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari zirconia
4.2. Analisis tegangan pada ball head
Analisis tegangan yang terjadi pada ball head dalam simulasi ini dibagi
berdasarkan material yang digunakan untuk ball head.
4.2.1. Tegangan yang terjadi pada ball head yang terbuat dari
alumina
Tegangan maksimum yang terjadi pada ball head yang
bahannya terbuat dari alumina sebesar 9,565 x 1010 Pa. Tegangan
maksimum ini terjadi pada element 14 node 2 (gambar 4.5).
Gambar 4.5. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari alumina
Grafik distribusi tegangan pada ball head yang terbuat dari alumina
dapat dilihat pada gambar 4.6.
0.00E+00
2.00E+10
4.00E+10
6.00E+10
8.00E+10
1.00E+11
1.20E+11
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Waktu (s)
Von
Mis
es S
tres
s (P
a)
Gambar 4.6. Grafik tegangan yang terjadi pada ball head yang terbuat dari alumina
4.2.2. Tegangan yang terjadi pada ball head yang terbuat dari silicon carbide
Tegangan maksimum yang terjadi pada ball head yang
bahannya terbuat dari silicon carbide sebesar 9,661 x 1010 Pa.
Tegangan maksimum ini terjadi pada element 14 node 2.
Gambar 4.7. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari silicon carbide
Grafik distribusi tegangan pada ball head yang terbuat dari silicon
carbide dapat dilihat pada gambar 4.8.
0.00E+00
2.00E+10
4.00E+10
6.00E+10
8.00E+10
1.00E+11
1.20E+11
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Waktu (s)
Von
Mis
es S
tres
s (P
a)
Gambar 4.8. Grafik tegangan yang terjadi pada ball head yang terbuat dari silicon carbide
4.2.3. Tegangan yang terjadi pada ball head yang terbuat dari silicon nitride
Gambar 4.9. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari silicon nitride
Tegangan maksimum yang terjadi pada ball head yang
bahannya terbuat dari silicon nitride sebesar 1,009 x 1011 Pa. Tegangan
maksimum ini terjadi pada element 14 node 2 (gambar 4.9).
Grafik distribusi tegangan pada ball head yang terbuat dari silicon
nitride dapat dilihat pada gambar 4.10.
0.00E+00
2.00E+10
4.00E+10
6.00E+10
8.00E+10
1.00E+11
1.20E+11
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Waktu (s)
Von
Mis
es S
tres
s (P
a)
Gambar 4.10. Grafik tegangan yang terjadi pada ball head yang terbuat dari silicon nitride
4.2.4. Tegangan yang terjadi pada ball head yang terbuat dari zirconia
Tegangan maksimum yang terjadi pada ball head yang
bahannya terbuat dari zirconia sebesar 9,888 x 1010 Pa. Tegangan
maksimum ini terjadi pada element 14 node 2 (gambar 4.11).
Grafik distribusi tegangan pada ball head yang terbuat dari zirconia
dapat dilihat pada gambar 4.12.
Gambar 4.11. Distribusi tegangan maksimum pada ball head yang terbuat dari zirconia
0.00E+00
2.00E+10
4.00E+10
6.00E+10
8.00E+10
1.00E+11
1.20E+11
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Waktu (s)
Von
Mis
es S
tres
s (P
a)
Gambar 4.12. Grafik tegangan yang terjadi pada ball head yang terbuat dari zirconia
Meskipun ball head yang terbuat dari alumina, sillicon carbide, silicon
nitride, dan zirconia memiliki tegangan maksimum dengan nilai yang
berbeda, namun tegangan maksimum yang dihasilkan berada pada element
dan node yang sama, yaitu pada element 14 node 2. Hal ini seperti yang
ditunjukkan pada tabel 4.1. Tegangan maksimum yang paling besar terjadi
pada silicon nitride yaitu sebesar 1,009 x 1011 Pa dan tegangan maksimum
terkecil terjadi pada alumina yaitu sebesar 9,565 x 1010 Pa.
Tabel 4.1. Tegangan maksimum yang terjadi dalam ball head pada beberapa material
Nama Material Tegangan Maksimum
(Pa)
Terjadi pada
Element Node
Alumina 9,565 x 1010 14 2
Silicon Carbide 9,661 x 1010 14 2
Silicon Nitride 1,009 x 1011 14 2
Zirconia 9,888 x 1010 14 2
4.3. Analisis regangan pada ball head
Analisis regangan pada ball head dilakukan untuk mengetahui
pergeseran posisi element pada sambungan tulang pinggul tiruan (hip joint
prosthesis) yang terjadi ketika mendapat pembebanan berat beban secara
dinamik ketika sedang berjalan normal (dengan amplitudo).
4.3.1. Analisis regangan pada ball head yang terbuat dari alumina
Pada gambar 4.13 dapat dilihat bahwa regangan maksimum
yang terjadi pada ball head yang bahannya terbuat dari alumina.
Regangan maksimum terjadi pada element 14 node 29 dengan nilai
sebesar 1,509 x 10-1 %. Grafik regangan maksimum yang terjadi pada
element dan node tersebut dapat dilihat pada gambar 4.14.
Gambar 4.13. Regangan maksimum pada ball head yang terbuat dari alumina
0.00E+00
2.00E-02
4.00E-02
6.00E-02
8.00E-02
1.00E-01
1.20E-01
1.40E-01
1.60E-01
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Waktu (s)
Reg
anga
n (%
)
Gambar 4.14. Grafik profil regangan pada ball head yang terbuat dari alumina
4.3.2. Analisis regangan pada ball head yang terbuat dari silicon carbide
Pada gambar 4.15 dapat dilihat bahwa regangan maksimum
yang terjadi pada ball head yang bahannya terbuat dari silicon carbide.
Regangan maksimum terjadi pada element 14 node 29 dengan nilai
sebesar 1,42 x 10-1 %. Grafik regangan maksimum yang terjadi pada
element dan node tersebut dapat dilihat pada gambar 4.16.
Gambar 4.15. Regangan maksimum pada ball head yang terbuat dari silicon carbide
0.00E+00
2.00E-02
4.00E-02
6.00E-02
8.00E-02
1.00E-01
1.20E-01
1.40E-01
1.60E-01
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Waktu (s)
Reg
anga
n (%
)
Gambar 4.16. Grafik profil regangan pada ball head yang terbuat dari silicon carbide
4.3.3. Analisis regangan pada ball head yang terbuat dari silicon nitride
Gambar 4.17. Regangan maksimum pada ball head yang terbuat dari silicon nitride
Pada gambar 4.17 dapat dilihat bahwa regangan maksimum yang
terjadi pada ball head yang bahannya terbuat dari silicon nitride.
Regangan maksimum terjadi pada element 14 node 29 dengan nilai
sebesar 1,366 x 10-1 %. Grafik regangan maksimum yang terjadi pada
element dan node tersebut dapat dilihat pada gambar 4.18.
0.00E+00
2.00E+10
4.00E+10
6.00E+10
8.00E+10
1.00E+11
1.20E+11
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Waktu (s)
Von
Mis
es S
tres
s (P
a)
Gambar 4.18. Grafik profil regangan pada ball head yang terbuat dari silicon nitride
4.3.4. Analisis regangan pada ball head yang terbuat dari zirconia
Pada gambar 4.19 dapat dilihat bahwa regangan maksimum
yang terjadi pada ball head yang bahannya terbuat dari zirconia.
Regangan maksimum terjadi pada element 14 node 29 dengan nilai
sebesar 3,031 x 10-1 %. Grafik regangan maksimum yang terjadi pada
element dan node tersebut dapat dilihat pada gambar 4.20.
Gambar 4.19. Regangan maksimum pada ball head yang terbuat dari zirconia
0.00E+00
5.00E-02
1.00E-01
1.50E-01
2.00E-01
2.50E-01
3.00E-01
3.50E-01
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
Waktu (s)
Reg
anga
n (%
)
Gambar 4.20. Grafik profil regangan pada ball head yang terbuat dari zirconia
Regangan maksimum yang terjadi pada alumina, silicon carbide, silicon
nitride, dan zirconia menunjukkan hasil yang bervariasi. Hal ini dapat dilihat
pada tabel 4.2.
Tabel 4.2. Regangan maksimum yang terjadi pada ball head pada beberapa material
Nama Material Regangan Maksimum
(%)
Terjadi pada
Element Node
Alumina 1,509 x 10-1 14 29
Silicon Carbide 1,42 x 10-1 14 29
Silicon Nitride 1,366 x 10-1 14 29
Zirconia 3,031 x 10-1 14 29
Regangan maksimum yang paling besar terjadi pada ball head yang
terbuat dari zirconia, yaitu sebesar 3,031 x 10-1 % yang terjadi pada element
14 node 29. Sementara itu regangan maksimum yang paling kecil terjadi
pada silicon nitride, sebesar 1,366 x 10-1 %.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari analisis terhadap distribusi tegangan dan regangan
dengan menggunakan software Abaqus 6.5-1 terhadap variasi material
komponen ball head pada sambungan tulang pinggul tiruan (hip joint
prosthesis) ketika mendapat beban dinamis yaitu ketika sedang berjalan
normal (dengan amplitudo) dengan berat tubuh 62 kg, yaitu:
Variasi material yang digunakan untuk ball head (alumina, silicon
carbide, silicon nitride, dan zirconia) tidak menunjukkan pengaruh terhadap
hasil perhitungan tegangan. Tegangan maksimum yang dialami alumina,
silicon carbide, silicon nitride, dan zirconia masing-masing sebesar 9,565 x
1010 Pa, 9,661 x 1010 Pa, 1,009 x 1011 Pa, dan 9,888 x 1010 Pa. Sementara
itu hasil perhitungan regangan dari material-material tersebut menunjukkan
tingkat regangan maksimum yang berbeda-beda. Regangan maksimum yang
paling tinggi terjadi pada zirconia dan yang paling rendah terjadi pada
alumina. Regangan maksimum dari yang tertinggi ke yang paling rendah dari
keempat material tersebut yaitu zirconia (3,031 x 10-1 %), alumina (1,509 x
10-1 %), silicon carbide (1,42 x 10-1 %), dan silicon nitride (1,366 x 10-1 %).
Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa material yang paling baik
untuk digunakan sebagai komponen ball head adalah silicon nitride.
5.2. Saran
Setelah menyelesaikan simulasi ini ada hal-hal yang perlu diperhatikan
untuk peneliti selanjutnya, yaitu:
1. Kehati-hatian dalam memasukkan data input harus benar-benar
diperhatikan.
2. Diperlukan lebih banyak material untuk simulasi guna memperkaya
pilihan di dalam penggunaan material.
3. Program haruslah tetap dipandang sebagai program, yang bisa saja
memiliki tingkat kesalahan tertentu seperti halnya manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, D, and Sav Swanson, Direct measurement of local pressures in the cadaveric human hip joint during simulated level walking, Department of Mechanical Engineering, Imperial College, London (15 March 1985), Di akses Desember 2008 dari www.docjax.com
Apley, A. Graham, and Louis Solomon, Ortopedi dan Fraktur Sistem Aple,
Alih Bahasa dr. Edi Nugroho, 1995, Cetakan Ketujuh, Widya Medika, Jakarta
Cameron, R. John, James G. Skofronick, and Rederick M. Grant, Fisika
Kedokteran: Fisika Tubuh Manusia, 1999, Edisi kedua, Alih bahasa Lamyarni I. Sardy, CV. Sagung Seto, Jakarta
Dieppe, paul A., Penyakit Radang Sendi (Artritis), Alih Bahasa dr. Joko
Suyono, 1995, Arcan, Jakarta Dieter, George E., Metalurgi Mekanik, 1993, Alih bahasa Sriati Djaprie, Jilid I,
Erlangga, Jakarta Fessler, H., Load Distribution In a Model of a Hip Joint, 1957, The Journal of
Bone and Joint Surgery,vol. 39 b, no. 1, February 1957, Diakses 7 Mei 2009 dari www.docjax.com
http://www.st-yohanesbosco.org, Penggantian Tulang Sendi Untuk
Mengatasi Kerusakan Sendi Stadium Lanjut, Diakses 21 Juli 2008, http://www.st-yohanesbosco.org/bosconian-detail.php?id=425&sub_id=139
Marciniak, Z.,et.al., 2002, Mechanics of Sheet Metal Forming, Butterworth-
Heinemann, London. Pusdalin-IDI, Reparasi Lutut dengan Bantuan Komputer, Diakses 7
September 2008 dari Idionline. http://www.idionline.org/index.php?menu=kategori&act=1&id_category=31&rec_pos=4&back_rec=0
Schey, John A, 2000, Introduction to manufacturing processes, McGraw-Hill,
Singapore. Singer, F. L., dan Andrew Pytel, 1995, Ilmu Kekuatan Bahan (Teori Kokoh-
Strength of material), alih bahasa Darwin Sebayang, edisi II, Erlangga, Jakarta.
Weisse, Bernhard, dkk, 2003, Improvement of The Reliability of Ceramic Hip
Joint Implant, Journal of Biomechanics 36 (2003) 1633–1639, Diakses 2008 dari www.elsevier.com/locate/jbiomech
www.beritaiptek.com, Sendi Buatan, Diakses Ahad, 09 Juni 2008, Pukul 10:52:21
www.indocina.net, Penggantian Tulang Sendi,
http://www.indocina.net/viewtopic.php?f=28&t=7435&p=147901 www.nlm.nih.gov, Medical Encyclopedia: Hip Joint Replacement, Diakses 18
Juli 2008, http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/presentations/100006_5.htm
www.orthoload.com, 2009, Hip joint forces relative to femure, Diakses Juli
2009 dari http://www.orthoload.com/main.php#dbtop -------, Coordinate System: Hip Joint, Diakses Juli 2009
LAMPIRAN 1. Dari www.orthoload.com
Data File: EBL5078A.AKF Measurement Programm: 5.0.9 ------------------------MEASURING INFOS------------------------ Diagram Title #1 Forces at Hip Joint Diagram Title #2 Relative to Femur Comment #1 HIP JOINT Walking free; Velocity: normal Comment #2 Pat.: EBL, left Side, 47 Month PO BodyWeight [N]: 610.0 Implant Type: Hip Joint Axes Directions X, Y, Z: Medial, Anterior, Superior Axes Origin: Center of Femoral Head Angle of Rotation (Deg): Z = 5.0 X = 10.0 Y = 0.0 Displacement X, Y, Z (mm): 0.0 0.0 0.0 Activity Code: HIPJOINT 1P_1_7_1 2P_1_3_1 ---------------------------DATA-------------------------------- Number of Data Sets = 2257 Number of analog channels = 0 Time-Offset(sec) = -0.04 Max. Force (N, sec): 2124.55 6.227 Time -Fx -Fy -Fz Fres [s] [N] [N] [N] [N] 0.000 00131.81 00047.27 00094.96 00169.19 0.005 00133.05 00046.76 00098.14 00171.81 0.009 00134.69 00046.08 00102.39 00175.36 0.014 00136.89 00045.17 00108.05 00180.15 0.018 00139.31 00044.47 00114.59 00185.79 0.023 00141.65 00043.92 00122.03 00192.06 0.027 00143.60 00043.47 00130.49 00198.84 0.032 00145.31 00043.08 00139.66 00206.10 0.036 00146.93 00042.73 00149.79 00214.13 0.041 00148.59 00042.38 00160.72 00222.95 0.045 00150.44 00042.00 00172.83 00232.95 0.050 00152.62 00041.05 00186.14 00244.19 0.054 00154.82 00039.46 00200.21 00256.14 0.059 00156.70 00037.60 00214.70 00268.45 0.063 00158.42 00035.32 00229.29 00280.92 0.068 00160.12 00032.42 00244.18 00293.79 0.072 00161.95 00029.17 00259.08 00306.93 0.077 00164.06 00025.81 00273.72 00320.16 0.081 00166.12 00022.56 00287.78 00333.05 0.086 00167.79 00019.67 00301.94 00345.99 0.090 00169.71 00017.41 00316.34 00359.41 0.095 00172.06 00015.58 00330.68 00373.09 0.099 00174.51 00014.54 00344.61 00386.55 0.104 00177.26 00014.20 00357.78 00399.54 0.108 00180.56 00014.54 00369.75 00411.74 0.113 00184.16 00015.58 00380.51 00423.02 0.118 00188.36 00017.41 00389.94 00433.40 0.122 00193.01 00019.67 00398.32 00443.05 0.127 00197.99 00022.05 00405.83 00452.08
0.131 00203.20 00024.74 00412.59 00460.58 0.136 00209.08 00027.45 00419.16 00469.22 0.140 00215.09 00029.92 00425.09 00477.35 0.145 00221.24 00032.33 00430.85 00485.41 0.149 00227.53 00034.90 00437.45 00494.31 0.154 00233.97 00037.32 00445.93 00504.96 0.158 00239.57 00039.81 00457.00 00517.52 0.163 00244.80 00042.56 00472.10 00533.49 0.168 00249.59 00045.82 00491.47 00553.11 0.172 00254.34 00049.33 00515.70 00577.12 0.177 00259.95 00052.88 00544.27 00605.47 0.181 00266.38 00056.27 00577.02 00638.02 0.186 00274.67 00059.26 00613.63 00674.91 0.191 00285.02 00061.59 00653.09 00715.23 0.195 00297.76 00062.96 00695.63 00759.29 0.200 00312.95 00063.99 00740.22 00806.20 0.204 00329.82 00065.26 00786.51 00855.36 0.209 00348.25 00067.40 00834.29 00906.57 0.214 00367.75 00070.58 00882.98 00959.10 0.218 00387.39 00075.07 00931.53 01011.66 0.223 00407.28 00080.73 00979.43 01063.81 0.228 00427.57 00087.53 01026.10 01115.06 0.233 00447.40 00095.01 01070.83 01164.42 0.237 00466.38 00102.78 01113.31 01211.42 0.242 00484.08 00110.48 01153.50 01255.82 0.247 00500.42 00118.23 01191.71 01297.91 0.252 00515.77 00125.67 01228.07 01337.89 0.256 00530.39 00132.39 01263.06 01376.29 0.261 00543.96 00138.46 01296.06 01412.38 0.266 00557.11 00143.87 01327.25 01446.61 0.271 00569.92 00148.56 01356.72 01479.04 0.276 00582.95 00152.41 01384.86 01510.27 0.280 00596.27 00155.23 01411.50 01540.12 0.285 00609.97 00156.76 01436.81 01568.77 0.290 00623.67 00157.12 01461.37 01596.64 0.295 00637.99 00156.34 01485.22 01623.99 0.300 00651.60 00154.86 01508.28 01650.30 0.305 00665.12 00152.56 01530.46 01675.70 0.310 00678.66 00149.25 01552.09 01700.54 0.314 00691.82 00145.16 01572.91 01724.45 0.319 00704.68 00140.46 01593.16 01747.70 0.324 00716.79 00135.26 01612.48 01769.79 0.329 00728.14 00129.65 01630.95 01790.81 0.334 00738.66 00123.65 01648.09 01810.28 0.339 00748.20 00117.29 01663.79 01828.05 0.344 00756.56 00110.53 01677.34 01843.38 0.349 00763.91 00103.83 01688.33 01856.01 0.354 00769.86 00097.15 01696.66 01865.68 0.358 00774.39 00090.42 01702.01 01872.08 0.363 00777.87 00083.61 01704.83 01875.78 0.368 00780.10 00076.65 01705.36 01876.88 0.373 00781.24 00069.46 01703.63 01875.51 0.378 00781.41 00062.48 01700.01 01872.04 0.383 00780.61 00055.61 01694.71 01866.68 0.388 00779.29 00048.81 01687.80 01859.66 0.393 00777.34 00042.01 01679.70 01851.33 0.398 00774.59 00035.14 01670.27 01841.47 0.402 00771.32 00028.16 01659.73 01830.42 0.407 00767.77 00020.98 01648.21 01818.38
0.412 00764.15 00014.03 01635.78 01805.52 0.417 00760.15 00007.23 01622.92 01792.14 0.422 00755.97 00000.52 01609.58 01778.27 0.427 00751.74 -00006.14 01596.17 01764.35 0.432 00747.13 -00012.81 01582.60 01750.14 0.436 00742.26 -00019.53 01569.24 01736.04 0.441 00737.22 -00025.84 01556.02 01722.02 0.446 00732.11 -00031.76 01543.35 01708.48 0.451 00727.01 -00037.28 01531.70 01695.88 0.456 00722.00 -00042.35 01521.11 01684.30 0.461 00716.66 -00047.39 01511.73 01673.67 0.465 00711.57 -00052.32 01503.27 01664.00 0.470 00706.81 -00057.03 01496.05 01655.60 0.475 00702.50 -00061.40 01490.49 01648.89 0.480 00698.27 -00065.31 01486.12 01643.28 0.485 00694.28 -00069.06 01483.08 01639.00 0.489 00690.70 -00072.47 01481.12 01635.86 0.494 00687.24 -00075.81 01480.08 01633.61 0.499 00683.61 -00078.87 01479.88 01632.05 0.504 00680.01 -00081.38 01480.49 01631.22 0.509 00676.65 -00083.56 01481.96 01631.27 0.513 00673.26 -00085.08 01483.91 01631.72 0.518 00670.05 -00086.06 01486.51 01632.82 0.523 00666.77 -00086.59 01489.97 01634.65 0.528 00663.13 -00086.71 01493.55 01636.45 0.533 00659.35 -00086.42 01497.57 01638.57 0.538 00655.10 -00085.21 01501.84 01640.71 0.542 00650.55 -00083.48 01506.21 01642.82 0.547 00645.81 -00081.07 01510.55 01644.81 0.552 00641.01 -00078.30 01514.69 01646.61 0.557 00635.75 -00074.95 01519.00 01648.38 0.562 00630.08 -00071.23 01522.80 01649.55 0.566 00624.06 -00066.83 01525.92 01649.95 0.571 00617.69 -00061.91 01528.60 01649.84 0.576 00610.93 -00056.55 01531.07 01649.43 0.581 00603.75 -00050.83 01533.03 01648.42 0.586 00596.56 -00044.76 01534.14 01646.65 0.591 00589.26 -00038.36 01534.99 01644.65 0.595 00581.76 -00031.59 01535.15 01641.98 0.600 00573.94 -00024.41 01534.62 01638.62 0.605 00565.65 -00017.23 01533.38 01634.48 0.610 00557.23 -00009.96 01531.82 01630.05 0.615 00548.98 -00002.50 01529.81 01625.33 0.620 00539.72 00005.25 01527.18 01619.75 0.624 00530.19 00013.45 01523.71 01613.38 0.629 00520.11 00021.75 01519.64 01606.33 0.634 00510.17 00030.33 01515.11 01598.99 0.639 00500.04 00038.90 01509.76 01590.89 0.644 00489.90 00047.67 01503.65 01582.16 0.649 00479.41 00056.34 01496.78 01572.69 0.653 00468.70 00064.62 01489.58 01562.92 0.658 00457.92 00072.69 01481.98 01552.82 0.663 00447.17 00080.73 01474.35 01542.79 0.668 00436.58 00088.37 01466.57 01532.72 0.673 00426.79 00095.75 01459.00 01523.16 0.677 00417.48 00102.98 01451.53 01513.88 0.682 00408.91 00109.64 01444.03 01504.81 0.687 00400.86 00115.78 01436.39 01495.76 0.692 00393.69 00121.40 01428.99 01487.19
0.697 00387.30 00126.46 01421.73 01478.95 0.701 00381.16 00130.88 01414.50 01470.78 0.706 00375.26 00135.02 01407.21 01462.63 0.711 00370.14 00138.72 01400.27 01454.99 0.716 00365.36 00141.78 01393.10 01447.18 0.721 00361.03 00144.46 01385.11 01438.66 0.725 00357.31 00146.46 01376.14 01429.30 0.730 00353.89 00147.96 01365.95 01418.78 0.735 00350.97 00148.58 01354.19 01406.80 0.740 00348.33 00148.36 01340.40 01392.85 0.745 00345.75 00147.28 01324.44 01376.73 0.749 00343.50 00145.27 01306.01 01358.22 0.754 00341.42 00142.65 01285.59 01337.78 0.759 00339.32 00139.71 01263.01 01315.24 0.764 00337.03 00136.22 01238.43 01290.68 0.768 00334.87 00132.39 01211.82 01264.19 0.773 00332.66 00127.90 01183.00 01235.52 0.778 00330.21 00122.89 01151.61 01204.30 0.783 00327.83 00116.94 01117.57 01170.52 0.787 00325.32 00110.05 01081.10 01134.33 0.792 00322.47 00102.17 01042.20 01095.72 0.797 00319.04 00093.65 01001.69 01055.44 0.801 00314.75 00084.80 00959.78 01013.62 0.806 00309.74 00075.90 00917.01 00970.88 0.811 00304.12 00067.23 00873.40 00927.28 0.815 00297.91 00059.08 00829.38 00883.23 0.820 00291.11 00051.27 00785.33 00839.12 0.824 00283.66 00044.18 00741.66 00795.28 0.829 00275.95 00037.73 00698.80 00752.26 0.834 00267.86 00031.87 00657.24 00710.44 0.838 00259.22 00026.64 00617.07 00669.83 0.843 00250.32 00022.10 00578.51 00630.73 0.847 00241.44 00018.38 00541.89 00593.53 0.852 00232.85 00015.69 00507.23 00558.35 0.856 00224.86 00013.80 00475.19 00525.89 0.861 00217.31 00012.56 00445.64 00495.96 0.865 00210.07 00011.84 00418.14 00468.10 0.870 00203.57 00011.61 00392.97 00442.72 0.875 00197.76 00011.84 00370.03 00419.73 0.879 00192.17 00012.55 00348.96 00398.58 0.884 00186.84 00013.28 00330.03 00379.48 0.888 00182.33 00014.11 00313.18 00362.67 0.893 00178.27 00015.09 00298.55 00348.05 0.897 00174.33 00016.31 00285.40 00334.83 0.902 00170.68 00017.88 00273.68 00323.03 0.906 00167.53 00019.41 00263.40 00312.77 0.911 00164.62 00021.04 00254.75 00304.04 0.915 00162.21 00022.39 00247.50 00296.77 0.920 00160.10 00023.56 00241.05 00290.33 0.924 00158.11 00024.67 00235.38 00284.62 0.929 00156.59 00025.80 00230.50 00279.86 0.933 00155.42 00027.05 00226.54 00276.06 0.938 00154.48 00028.52 00223.16 00272.90 0.942 00153.71 00029.82 00220.07 00270.09 0.947 00153.05 00031.06 00217.53 00267.78 0.951 00152.42 00032.36 00215.32 00265.79 0.956 00151.79 00033.80 00213.27 00263.95 0.961 00151.11 00035.02 00211.20 00262.04 0.965 00150.81 00036.10 00209.45 00260.60
0.970 00150.88 00037.14 00207.86 00259.52 0.974 00150.82 00038.23 00206.32 00258.41 0.979 00150.62 00039.45 00204.68 00257.17 0.983 00150.76 00040.90 00203.32 00256.41 0.988 00151.28 00042.21 00202.65 00256.38 0.992 00152.70 00043.48 00202.59 00257.39 0.997 00154.66 00044.81 00203.15 00259.22 1.001 00156.79 00046.32 00203.86 00261.32 1.006 00159.28 00047.62 00205.30 00264.17 1.010 00162.33 00048.83 00207.57 00267.99 1.015 00166.20 00050.03 00210.37 00272.73 1.019 00170.20 00050.83 00213.42 00277.67 1.024 00174.15 00051.30 00216.46 00282.51 1.028 00178.38 00051.97 00219.74 00287.76 1.033 00182.73 00052.39 00223.04 00293.05 1.037 00187.05 00053.12 00226.62 00298.61 1.042 00191.21 00053.69 00230.28 00304.10 1.046 00195.04 00054.17 00233.82 00309.26 1.051 00198.85 00054.58 00237.01 00314.16 1.055 00202.45 00054.97 00240.13 00318.86 1.060 00205.65 00054.86 00242.42 00322.60 1.064 00208.69 00054.74 00244.07 00325.76 1.069 00211.34 00054.61 00245.22 00328.30 1.073 00213.81 00054.46 00245.95 00330.42 1.078 00215.80 00054.27 00245.84 00331.59 1.083 00216.96 00054.03 00244.86 00331.58 1.087 00217.39 00053.71 00242.94 00330.40 1.092 00217.63 00053.30 00240.42 00328.64 1.096 00217.72 00052.75 00237.60 00326.55 1.101 00217.13 00052.02 00234.25 00323.62 1.105 00215.84 00051.05 00230.09 00319.58 1.110 00214.23 00049.76 00225.78 00315.20 1.114 00212.17 00048.56 00220.98 00310.17 1.119 00209.49 00047.33 00215.78 00304.45 1.123 00206.48 00045.98 00210.26 00298.26 1.128 00202.89 00044.39 00204.47 00291.45 1.132 00199.42 00042.95 00198.44 00284.59 1.137 00195.80 00041.52 00192.17 00277.47 1.141 00192.23 00040.00 00185.64 00270.22 1.146 00188.92 00038.25 00179.34 00263.28 1.150 00185.60 00036.64 00172.73 00256.18 1.155 00182.49 00035.54 00165.78 00249.10 1.159 00178.84 00034.86 00158.41 00241.43 1.164 00174.83 00034.54 00151.02 00233.59 1.168 00170.66 00034.57 00143.50 00225.64 1.173 00166.98 00034.93 00136.26 00218.33 1.177 00163.49 00035.66 00129.69 00211.70 1.182 00159.90 00036.31 00123.76 00205.43 1.186 00155.91 00036.93 00118.49 00199.27 1.191 00151.69 00037.58 00113.94 00193.40 1.195 00147.41 00038.32 00110.25 00188.02 1.200 00143.21 00039.20 00107.10 00183.07 1.204 00139.25 00039.79 00104.75 00178.73 1.209 00135.71 00040.13 00102.99 00175.03 1.213 00132.81 00040.26 00102.18 00172.34 1.218 00130.30 00040.69 00102.27 00170.57 1.222 00128.48 00040.96 00103.25 00169.84 1.227 00126.70 00041.08 00105.22 00169.74