VALIDITAS JAM MENGAJAR GURU BERSERTIFIKASI …/Validi... · ya sesuai dengan sertifikat pendidik...
Embed Size (px)
Transcript of VALIDITAS JAM MENGAJAR GURU BERSERTIFIKASI …/Validi... · ya sesuai dengan sertifikat pendidik...

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
VALIDITAS JAM MENGAJAR GURU BERSERTIFIKASI
PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)
DAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) BERKELAS KECIL
(STUDI KASUS DI KABUPATEN BOYOLALI)
SKRIPSI
Oleh:
RATNA DWI YULIANINGSIH
K7408255
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Ratna Dwi Yulianingsih
NIM : K7408255
Jurusan/Program Studi : P. IPS / Pendidikan Akuntansi
Menyatakan bahwa skripsi saya berjudul ” VALIDITAS JAM MENGAJAR
GURU BERSERTIFIKASI PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)
DAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) BERKELAS KECIL
(STUDI KASUS DI KABUPATEN BOYOLALI)” ini benar-benar merupakan
hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil
jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
VALIDITAS JAM MENGAJAR GURU BERSERTIFIKASI
PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)
DAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) BERKELAS KECIL
(STUDI KASUS DI KABUPATEN BOYOLALI)
Oleh:
RATNA DWI YULIANINGSIH
K7408255
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan
gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Ekonomi
Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Persetujuan Pembimbing

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
HALAMAN REVISI
Skripsi ini telah direvisi dengan arahan dan anjuran dari Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta dan dapat diterima untuk memenuhi sebagian persyaratan guna
mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
`

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Hari :
Tanggal :

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
MOTTO
Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari satu kegagalan ke
kegagalan berikutnya tanpa kehilangan semangat”
(Winston Churchill)
“Bahagia itu praktis dan sederhana, kebahagiaan tak semudah saat kamu katakan kamu
bahagia, kerjakan saja apa yang membuat kamu merasa bahagia dan pada akhirnya
kebahagiaan akan tercipta dengan sendirinya”
(Penulis)
”Hidup itu seutuhnya tentang terpuruk dan bahagia, buat apa kita takut saat kita terpuruk dan buat apa kita lupa diri saat kita bahagia”
(Penulis)
“Jika kamu senang dan nyaman mengerjakan apa yang menjadi hobi kamu, maka jangan
pernah kamu takut pada perkataan orang lain tentang hobi kamu yang terlalu besar
resikonya”
(Penulis)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Teriring syukurku pada-Mu, ku persembahkan karya ini untuk :
”Bapak dan Ibu Tercinta”
Do‟a mu yang selalu menyertaiku, tetes keringatmu yang menjadikan
cambuk motivasi bagi penulis serta kasih sayangmu yang tiada henti.
Tiada kasih sayang yang setulus dan seabadi kasih sayang bapak dan
ibuku tercinta.
”Kakaku dan kedua adiku tersayang ”
Perhatian kalian adalah motivasi besar buat penulis
”Mbah Supardal dan Suyamti tersayang”
Terimakasih atas segala bentuk perhatian yang telah diberikan
”Pujaan Hatiku terkasih”
Terimakasih telah menemani saya dan selalu memberi dukungan serta
semangat buat penulis
”Keluarga besar tercinta Garba Wira Bhuana Mapala UNS”
Terima kasih atas angin segar yang telah dihembuskan sebagai penghilang
rasa bosan penulis.
”Teman-teman P. Akuntansi 2008”
Terima kasih atas semangat, kerjasama serta kebersamaan kita selama ini.
“Almamater Uns”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
ABSTRAK
Ratna Dwi Yulianingsih. VALIDITAS JAM MENGAJAR GURU
BERSERTIFIKASI PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) DAN
SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK) BERKELAS KECIL (STUDI
KASUS DI KABUPATEN BOYOLALI). Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juli 2012.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kriteria beban kerja atau beban
mengajar guru 24 jam/minggu, pembagian/penentuan jam mengajar bagi guru
yang bersertifikasi, kendala-kendala yang dihadapi pihak sekolah dalam
memecahkan permasalahan pembagian jam mengajar guru bersertifikasi yaitu 24
jam/minggu dan strategi yang ditempuh bagi sekolah dan guru yang tidak
mencapai jam mengajar 24 jam/minggu.
Sesuai dengan tujuan penelitian ini, maka penelitian ini menggunakan
metode penelitian deskriptif kualitatif. Teknik sampling yang digunakan adalah
purposive sampling (sampel bertujuan), dimana sampel yang diambil tidak
ditentukan pada banyaknya sampel melainkan lebih ditekankan pada kualitas
pemahaman sampel terhadap permasalahan yang diteliti, dan Snowball sampling
(bola salju) dimana sampel diambil tanpa direncana. Teknik pengumpulan data
yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi dan arsip. Teknik
validitas data yang digunakan adalah triangulasi data dan metode. Teknik analisis
data yang digunakan adalah teknik analisis data model interaktif.
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, (A) kriteria beban kerja atau
beban mengajar guru 24 jam/minggu di lapangan yang menjelaskan bahwa jam
tatap muka di kelas yaitu jam mengajar guru setiap minggunya dimana kegiatan
bukan tatap muka tidak diperhitungkan sebagai jam mengajar dan tugas tambahan
sebagai kepala satuan atau kepala bagian dapat diperhitungkan sebagai beban
mengajar telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008
tentang Guru Pasal 52 ayat 2 (B) Pembagian/penentuan jam mengajar
dilaksanakan oleh wakil kepala sekolah yaitu waka kurikulum yang dibantu oleh
stafnya sesuai dengan sertifikat pendidik yang dimiliki guru, (C) kendala-kendala
yang dihadapi pihak sekolah dalam memecahkan permasalahan pembagian jam
mengajar guru bersertifikasi yaitu 24 jam/minggu adalah: (1) keterbatasan jumlah
kelas pada sekolah berkelas kecil, (2) jumlah jam mengajar yang sedikit, (3)
susahnya mencari sekolah lain untuk memenuhi kekurangan jam mengajar, (4)
terbatasnya tugas tambahan guru yang dapat dihitung sebagai beban kerja guru.
(D) Strategi atau upaya yang ditempuh bagi sekolah dan guru untuk mengatasi
kendala-kendala yang dihadapi guru bersertifikasi dalam pemenuhan jam
mengajar 24 jam/minggu adalah sebagai berikut: (1) meningkatkan jumlah jam
tatap muka di sekolah/madrasah, (b) mengajar pada sekolah/madrasah lain, (c)
ekuivalensi kegiatan dari tugas tambahan.
Kata kunci: jam mengajar guru bersertifikasi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
ABSTRACT
Ratna Dwi Yulianingsih. THE VALIDITY OF CERTIFIED TEACHER’S
TEACHING HOUR IN SMALL-CLASS SENIOR HIGH SCHOOL (SMA)
AND VOCATIONAL MIDDLE SCHOOL (SMK) (A CASE STUDY ON
BOYOLALI REGENCY). Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education
Faculty of Surakarta Sebelas Maret University, July 2012.
The objective of research is to find out the criteria of teacher‟s workload
or teaching load of 24 hours/week, teaching hour distribution/determination for
certified teacher, the obstacles the school faces in solving the problems of
teaching hour distribution for certified teacher of 24 hours/week, and the strategy
taken by the school and the teachers who do not reach 24 hours/week teaching
hour.
In line with the objective of research, this research used a descriptive
qualitative method. The sampling techniques used were purposive sampling, in
which the sample taken was not determined in the number of it but emphasized
more on the quality of sample‟s conception on the problems studied, and
Snowball sampling in which the sample was taken without planned. Techniques
of collecting data used were interview, observation, and document and archive.
Technique of validating data used was data and method triangulation. Technique
of analyzing data used was an interactive model of data analysis.
From the result of research, it could be concluded that, (A) the criteria of
workload or teaching load of 24 hours/week teaching in the field explained that
the meeting (face-to-face) hour in the classroom, that is, the teacher‟s teaching
hour each week in which non-meeting activity was not calculated as teaching hour
and additional duty as the chief of unit or chief of division could be taken into
account as the workload had been consistent with the Article 52 clause (2) of
Governmental Rule Number 74 of 2008 about teacher. (B) The
distribution/determination of teaching hour was undertaken by the deputy of
headmaster for curriculum division assisted by his/her staff corresponding to the
educator certificate the teachers had. (C) The obstacles the school faced in solving
the problem of teaching hour distribution for the certified teachers of 24
hours/week included: (1) limited number of class in the small-class school, (2)
limited teaching hour, (3) the difficulty of looking for other schools to compensate
the teaching hour shortage, (4) the limited additional duty for teacher that could be
considered as teacher‟s workload. (D) The strategy or the attempt taken by the
school and the teacher to cope with the obstacles faced by the certified teachers in
complying with the 24 hour/week teaching hour were as follows: (1) increasing
the number of meeting (face-to-face) number at school/madrasah, (b) teaching at
other school/madrasah, (c) equivalency of activity from additional duty.
Keywords: Certified teacher‟s teaching hour

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang memberi
ilmu, inspirasi, dan kemuliaan. Atas kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul ” Validitas Jam Mengajar Guru Bersertifikasi pada
Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
Berkelas Kecil (Studi Kasus di Kabupaten Boyolali)”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk
mendapatkan gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Ekonomi Akuntansi,
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa
terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan
pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih
kepada:
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.
3. Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi Akuntansi, Jurusan Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Drs. Wahyu Adi, M.Pd selaku Pembimbing I, yang selalu memberikan
motivasi dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Muhtar, S.Pd, M.Si selaku Pembimbing II yang selalu memberikan
pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
6. Kepala Kantor Kesbang Pol Kabupaten Boyolali yang telah memberikan surat
rekomendasi penelitian .
7. Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Boyolali yang
telah memberi ijin untuk melakukan penelitian.
8. Sugiyo, S.Pd, selaku Kepala Sekolah SMK Karya Dharma Teras, yang telah
memberi ijin dan bantuan dalam penelitian.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
9. Dra. Melania Sri Rahaju, selaku Kepala Sekolah SMA Knisius Yos Sudarso
Boyolali, yang telah memberi ijin dan bantuan dalam penelitian.
10. Drs. Suwali, selaku Kepala Sekolah SMA Bhinneka Karya 3 Boyolali, yang
telah memberi ijin dan bantuan dalam penelitian.
11. Drs. Joko Raharjo, selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Banyudono, yang
telah memberi ijin dan bantuan dalam penelitian.
12. Drs. Sunarno, M.Pd, selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Teras, yang telah
memberi ijin dan bantuan dalam penelitian.
13. Ibu dan Bapak tercinta yang selalu mendukung, mendoakan, berjuang, dan
bersabar serta menjadi motivasi terbesar dalam hidup saya.
14. Kakak tersayang: Agung Prayogi, terimakasih atas segala motivasi yang sudah
diberikan, adik-adikku tersayang: Bagus Tri Indriyanto dan Sesya Octaviola
Pamungkas yang selalu memberikan keceriaan.
15. Mbah Supardal dan Suyamti, terimakasih atas perhatian yang diberikan.
16. Seluruh keluarga besar yang selalu memberikan dukungan dan do‟a.
17. Keluarga besarku Garba Wira Bhuana Mapala UNS khusus teruntuk
Mujiyanti terimakasih atas semua semangat dan bantuan yang diberikan.
18. Seseorang yang selalu berada di hatiku yang selalu menjadi penyemangat.
19. Teman-teman seperjuangan PAK 2008 yang telah memberikan motivasi.
20. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak
dapat peneliti sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena
keterbatasan penulis. Meskipun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini
bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.
Surakarta, Agustus 2012
Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL………………………………………………………... i
HALAMAN PERNYATAAN……………………………………………… ii
HALAMAN PENGAJUAN………………………………………………… iii
HALAMAN PERSETUJUAN………………………………………………. iv
HALAMAN REVISI………………………………………………………… v
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………... vi
HALAMAN MOTTO………………………………………………………… vii
HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………….. viii
HALAMAN ABSTRAK…………………………………………………….. ix
ABSTRACT…………………………………………………………………. x
KATA PENGANTAR………………………………………………………... xi
DAFTAR ISI………………………………………………………………… xiii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………… xvii
DAFTAR GAMBAR………………………………………........................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………….…… xix
I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
B. Perumusan Masalah .................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian............................................................................................ 6
D. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 6
1. Manfaat Teoritis ....................................................................................... 6
2. Manfaat Praktis ..................................................................................... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA…........................................................................ 8
A. Kajian Teori dan hasil penelitian yang relevan………………………...... 8
1. Tinjauan tentang Tenaga Kependidikan……………………………… 9
2. Tinjauan tentang Profesi Guru................................................................. 11
a. Pengertian Profesi Guru…………………………........................... 11
b. Kriteria Profesi…………………………………………………..…. 12

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
3. Tinjauan tentang Kompetensi Guru…………………………………... 15
a. Pengertian Kompetensi Guru………………………………………. 15
b. Jenis-jenis Kompetensi Guru………………....……………............ 17
4. Tinjauan tentang Sertifikasi Guru………….......................................... 23
a. Pengertian Serifikasi Guru................................................................... 23
b. Tujuan dan Manfaat Sertifikasi……….............................................. 23
5. Tinjauan tentang Kriteria Jam Mengajar Guru Bersertifikasi….............. 24
6. Tinjauan tentang Perhitungan Jumlah Tatap Muka Guru........................ 34
a. Jumlah Tatap Muka per Mata Pelajaran.............................................. 34
b. Pendistribusian Beban Kerja Tatap Muka……………….................. 35
c. SK Kepala Sekolah/Madrasah tentang Tugas Mengjar Guru ............ 36
7. Tinjauan tentang Strategi Pemenuhan Jam Mengajar………................. 36
8. Tinjauan tentang Sekolah Berkelas Kecil……………………………… 37
B. Kerangka Berpikir…..................................................................................... 40
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................... 43
A. Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................................... 44
1. Tempat Penelitian.................................................................................... 44
2. Waktu Penelitian...................................................................................... 44
B. Bentuk dan Strategi Penelitian........................................................................ 44
1. Bentuk Penelitian..................................................................................... 44
2. Strategi Penelitian ................................................................................... 45
C. Sumber Data................................................................................................... 46
D. Teknik Sampling.......................................................................................... 48
E. Teknik Pengumpulan Data............................................................................. 49
F. Validitas Data................................................................................................. 51
G. Analisis Data ................................................................................................. 52
H. Prosedur Penelitian........................................................................................ 54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………………….... 56
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ………………………………………………. 56
1. SMA Kanisius Yos Sudarso………………………………………….. 56

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
2. SMA Bhineka Karya 3 Boyolali…………………………………….. 57
3. SMK Karya Dharma Teras………………………………………….. 59
4. SMA Negeri 1 Banyudono…………………………………………… 60
5. SMA Negeri 1 Teras………………………………………………….. 62
B. Deskripsi Temuan Penelitian……………………………………………… 65
1. Sekolah Berkelas Kecil……………………………………………….. 6365
2. Kriteria Beban Kerja atau Beban Mengajar Guru 24 Jam/Minggu……. 8866
3. Pembagian/penentuan Jam Mengajar bagi Guru yang Bersertifikasi
pada Sekolah yang bersangkutan……………………………………..
69
4. Kendala-kendala yang dihadapi pihak Sekolah dalam Memecahkan
Permasalahan Pembagian Jam Mengajar Guru Bersertifikasi yaitu 24
Jam/minggu…………………………………………………………….
89 90
72
C. Pembahasan………………………………………………….…………… 74
1. Kriteria Beban Kerja atau Beban Mengajar Guru 24
Jam/Minggu….
74
2. Pembagian/penentuan Jam Mengajar bagi Guru yang Bersertifikasi
pada Sekolah yang bersangkutan……………………………………
75
3. Kendala-kendala yang dihadapi Pihak Sekolah dalam Memecahkan
Permasalahan Pembagian Jam Mengajar Guru Bersertifikasi yaitu
24 Jam/minggu ……..……………………………………………….
76
4. Strategi atau upaya yang ditempuh bagi sekolah dan guru untuk
mengatasi kendala-kendala yang dihadapi guru bersertifikasi dalam
pemenuhan jam mengajar 24 jam/minggu…………………………..
77
BAB. V SIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN……………………………… 79
1. Simpulan………………………………………………………... 79
2. Implikasi ……………………………………………………….. 81
a. Implikasi Teoritis…………………………………………… 81
b. Implikasi Praktis……………………………………………. 81
3. Saran……………………………………………………………. 81
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. 83
LAMPIRAN………………………………………………………………… 85

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tabel Jenis Kerja Guru.………………………................................ 28
Tabel 2.2 Contoh Perhitungan Beban Tatap Muka Guru SMA……………... 34
Tabel 4.1 Jumlah Siswa dan Jumlah Rombongan Belajar …………………... 57
Tabel 4.2 Kepala Sekolah, Guru, dan Tenaga Administrasi menurut Status
Kepegawaian, Golongan dan Jenis Kelamin....................................
57
Tabel 4.3 Jumlah Siswa dan jumlah Rombongan Belajar................................ 58
Tabel 4.4 Kepala Sekolah, Guru, dan Tenaga Administrasi menurut Status
Kepegawaian, Golongan. dan Jenis Kelamin ……………………..
59
Tabel 4.5 Jumlah Siswa dan jumlah Rombongan Belajar………………….... 60
Tabel 4.6 Kepala Sekolah, Guru, dan Tenaga Administrasi menurut Status
Kepegawaian, Golongan dan Jenis Kelamin………………………
60
Tabel 4.7 Jumlah Siswa dan jumlah Rombongan Belajar…………………… 61
Tabel 4.8 Kepala Sekolah, Guru, dan Tenaga Administrasi menurut Status
Kepegawaian, Golongan dan Jenis Kelamin………………………
62
Tabel 4.9 Jumlah Siswa……………………………………………………… 64
Tabel 4.10 Jumlah Rombongan Belajar……………………………………... 64
Tabel 4.11 Jumlah Guru Berdasarkan Status………………………………… 64

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. SMA Bhineka Karya 3 Teras ....................................................... 127
Gambar 2. Pelaksanaan Wawancara .............................................................. 127
Gambar 3. Kegiatan Pembelajaran................................................................. 128
Gambar 4. Kondisi Ruang Guru .................................................................... 128

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Jadwal Penelitian ....................................................................... 86
Lampiran 2. Pedoman Wawancara ................................................................ 87
Lampiran 3. Fieldnote Wawancara ................................................................ 89
Lampiran 4. Fieldnote Observasi ................................................................... 101
Lampiran 5. Surat Keputusan Kepala Sekolah tentang Pembagian Tugas
Mengajar dan Tugas Tambahan Guru………………………... 104
Lampiran 6. Dokumentasi Observasi di Sekolah ........................................... 127
Lampiran 7 Surat Keputusan dekan tentang ijin penyusunan skripsi ........... 129
Lampiran 8. Surat Ijin menyusun Skripsi ...................................................... 130
Lampiran 9. Surat Ijin Observasi ................................................................... 131
Lampiran 10. Surat Rekomendasi penelitian dari Disdikpora Boyolali …....... 132
Lampiran 11. Surat Keterangan dari Sekolah……………………………….. 133
Lampiran 12. Data Sekolah Menengah Kabupaten Boyolali………………… 138

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Proses pembangunan nasional membutuhkan manusia yang terampil,
tangguh, cakap dan mandiri dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tersedianya sumberdaya manusia yang berkualitas dapat tercapai melalui
pendidikan. Pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik
agar berperan aktif dan positif dalam hidupnya sekarang dan yang akan datang.
Sedangkan pendidikan nasional Indonesia adalah pendidikan yang berakar pada
pencapaian pembangunan nasional Indonesia. Seperti yang tercantum dalam UU
No. 20 Tahun 2003 bahwa:
“Sistem Pendidikan Nasional Pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis, serta bertanggung jawab”.
Pendidikan di Indonesia diselenggarakan melalui tiga jalur pendidikan, yaitu
pendidikan formal, pendidikan non formal, dan pendidikan informal. Pendidikan
formal merupakan jalur pendidikan yang diselenggarakan di sekolah, yang
berjenjang dan berkelanjutan. Pendidikan non formal merupakan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat yang tidak terlalu sistematis dan terencana,
sedangkan pendidikan informal merupakan jalur pendidikan yang dilakukan
seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar maupun tidak sadar dari
seseorang lahir hingga meninggal dunia.
Pendidikan yang dilaksanakan di sekolah merupakan perwujudan dari
penyelenggaraan pendidikan formal. Terdiri dari pendidikan tingkat dasar,
pendidikan tingkat menengah dan pendidikan tingkat atas. Dalam pendidikan
tingkat atas dibagi menjadi Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah (MA).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Pendidikan tak pernah lepas dari belajar dan mengajar yang merupakan
sebuah proses yang kompleks, segala sesuatunya memiliki arti yaitu setiap kata,
pikiran, tindakan dan asosiasi dan sampai sejauh mana seorang guru mengubah
lingkungan dan presentasi, sejauh itu pula proses belajar berlangsung. Di dalam
dunia pendidikan, guru dan siswa adalah subyek atau para pelaku dari pendidikan
yang telah ditentukan sebelumnya. Guru bertugas membantu siswa untuk tujuan
tersebut sedangkan siswa berusaha untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut.
Menurut Mulyasa (2007), “Guru merupakan komponen paling menentukan
dalam sistem pendidikan secara keseluruhan yang harus mendapat perhatian sentral,
pertama dan utama. Figur yang satu ini akan senantiasa menjadi sorotan strategis
ketika berbicara masalah pendidikan, karena guru selalu terkait dengan komponen
manapun dalam sistem pendidikan” (hlm. 5). Maka dari itu, guru memegang peran
utama dalam pembangunan pendidikan khususnya yang diselenggarakan secara
formal di sekolah, terutama dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar. Guru
merupakan komponen yang paling berpengaruh terhadap terciptanya suatu proses
dan hasil pendidikan yang berkualitas. Oleh karena itu, segala upaya perbaikan
yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan tidak akan memberikan
sumbangan yang signifikan tanpa didukung oleh guru yang profesional dan
berkualitas. Dengan kata lain perbaikan kualitas pendidikan harus berpangkal dari
guru dan berujung pada guru pula.
Menjawab permasalahan diatas diperlukan perubahan untuk
mendayagunakan kualitas dan kompetensi guru. Salah satunya dengan peningkatan
kualifikasi akademik dan kompetensi tenaga pendidik. Sebagaimana yang telah
dinyatakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen Bab IV 9 bahwa kualifikasi akademik diperoleh melalui
pendidikan tinggi program sarjana atau diploma empat. Jadi, guru wajib memiliki
ijazah setingkat S-1 atau D-4. Hal ini diperkuat Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 19 tahun 2005 pasal (28), (29), dan (31) tentang Standar Nasional
Pendidikan yaitu:
Kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan minimal yang harus
dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan atau
sertifikasi keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
berlaku. Standar pendidik pada pendidikan MI/SD, SMP/MTS, SMA/MA
haruslah memiliki kualifikasi akademik minimum diploma empat (D-4) atau
sarjana (S-1). Sedangkan untuk standar pendidik pada pendidikan tinggi
minimum lulusan diploma empat (D-4) atau sarjana (S1), lulusan program
magister (S-2) untuk program sarjana (S-1) dan lulusan program dokter (S-
3) untuk program sarjana (S-1) dan lulusan program dokter (S-3) untuk
program magister dan program dokter.
Implementasi amanat Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 tahun
2005 tentang Guru dan Dosen serta Peraturan Menteri Republik Indonesia No. 19
tahun 2006 tentang Standar Nasional Pendidikan, Direktorat Jenderal peningkatan
mutu pendidik dan tenaga kependidikan mencanangkan program sertifikasi dan
standarisasi kompetensi bagi guru. Menurut ketentuan di atas dapat disimpulkan
bahwa setiap guru wajib memiliki sertifikat pendidik sebagai kewenangan
mengajar. Guru juga wajib memiliki ijazah setingkat S-1 atau D-4 untuk mengikuti
sertifikasi guru.
Program sertifikasi guru merupakan upaya pemerintah untuk
mengidentifikasi guru-guru berkualitas. Guru yang berkualitas terbukti dari hasil
sertifikasi dijadikan dasar untuk memberikan tunjangan profesi. Seperti yang
tercantum pada Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2005 pasal 14
ayat 1 tentang Guru dan Dosen yang menyatakan bahwa setiap guru akan
memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan
kesejahteraan sosial. Guru yang memperoleh tunjangan profesi dikategorikan
sebagai guru yang profesional. Diharapkan dengan adanya tunjangan profesi
pendidik ini kinerja guru semakin meningkat yang pada akhirnya berpengaruh juga
terhadap mutu pendidikan.
Berdasarkan Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
sebagai landasan yuridis untuk peningkatan kualifikasi dan profesional guru,
dengan asumsi bahwa guru sebagai profesi yang profesional dengan segala
kompetensi yang harus dimiliki akan berdampak dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran, output maupun outcome. Setiap pendidik dan tenaga kependidikan
layaknya memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi pedagogik, kepribadian,
profesional dan sosial.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Kompetensi guru merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh seorang guru untuk dapat
melaksanakan tugas profesionalnya. Sedangkan guru yang profesional adalah guru
yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga
mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan
maksimal. Pendidik yang profesional tidak akan lepas dari kemampuan
pedagogiknya, karena pedagogik merupakan ilmu yang membahas pendidikan,
yaitu ilmu pendidikan anak. Jadi pedagogik mencoba menjelaskan tentang seluk
beluk pendidikan anak. Pedagogik sebagai ilmu sangat dibutuhkan oleh guru,
khususnya guru madrasah ibtidaiyah atau sekolah dasar karena mereka akan
berhadapan dengan anak yang belum dewasa.
Tugas guru bukan hanya mengajar untuk menyampaikan, atau
mentransformasikan pengetahuan kepada para anak di sekolah, melainkan guru
mengemban tugas untuk mengembangkan kepribadian anak didiknya secara
terpadu. Guru mengembangkan sikap mental anak, mengembangkan hati nurani
anak, sehingga anak akan sensitif terhadap masalah-masalah kemanusiaan, harkat,
derajat manusia, dan menghargai sesama manusia. Begitu juga guru harus
mengembangkan keterampilan anak, keterampilan hidup di masyarakat sehingga
mampu untuk menghadapi segala permasalahan hidupnya.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa penyebaran guru tidak merata.
Apabila dilihat secara detail pada jenis guru tertentu di beberapa sekolah dilaporkan
terdapat kekurangan atau kelebihan. Kondisi sekolah yang memiliki kelebihan guru
akan menyebabkan guru tidak dapat memenuhi kewajiban mengajar 24 jam per
minggu. Sementara sekolah yang kekurangan guru akan menyebabkan beban kerja
guru menjadi lebih tinggi dan proses pembelajaran menjadi tidak efektif. Oleh
karena itu, perebutan jam mengajar demi sertifikasi tidak dapat terhindari.
Akibatnya orientasi tidak lagi pada peningkatan kualitas tetapi lebih pada mengejar
pemenuhan jam mengajar karena adanya aturan bagi guru bersertifikasi.
Beban kerja guru tidak terbatas hanya mengajar di kelas saja. Masalah
kekurangan dan kelebihan guru yang terjadi di lapangan terkait pemenuhan jam
mengajar minimal guru yaitu 24 jam/minggu disebabkan karena penyebaran guru

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
tidak merata. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional dijelaskan
bahwa beban kerja guru meliputi mengajar mata pelajaran yang paling sesuai
dengan rumpun mata pelajaran yang diampunya dan/atau mengajar mata pelajaran
lain yang tidak ada guru mata pelajarannya pada satuan administrasi pangkal atau
satuan pendidikan lain, tugas tambahan guru sebagai kepala satuan pendidikan,
wakil kepala satuan pendidikan, ketua program keahlian suatu pendidikan, kepala
perpustakaan, kepala laboratorium, kepala bengkel atau kepala unit produksi, dan
pembimbing praktek kerja industri.
Penerapan jam mengajar guru 24 jam per minggu ini diharapkan benar-
benar dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah,
sehingga tuntutan guru mengajar 24 jam per minggu ini tidak hanya sekedar
mengajar tetapi juga mendidik. Hal itulah yang menjadikan peneliti tertarik
mengadakan penelitian dengan judul “Validitas Jam Mengajar Guru
Bersertifikasi pada Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) Berkelas Kecil (Studi Kasus di Kabupaten Boyolali)”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian latar belakang yang telah dikemukan, maka peneliti
dapat mengkaji secara jelas dan terarah, maka diperlukan rumusan yang akan
dibahas sebagai berikut:
1. Apa sajakah kriteria beban kerja atau beban mengajar guru 24 jam/minggu?
2. Bagaimana pembagian/penentuan jam mengajar bagi guru yang
bersertifikasi pada sekolah yang bersangkutan?
3. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi pihak sekolah yang bersangkutan
dalam memecahkan permasalahan pembagian jam mengajar guru
bersertifikasi yaitu 24 jam/minggu?
4. Langkah-langkah atau strategi apa saja yang ditempuh bagi sekolah dan guru
yang tidak mencapai jam mengajar 24 jam/minggu?

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
dirumuskan beberapa tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kriteria beban kerja atau beban mengajar guru 24
jam/minggu.
2. Untuk mengetahui pembagian/penentuan jam mengajar guru yang
bersertifikasi pada sekolah yang bersangkutan.
3. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi pihak sekolah yang
bersangkutan dalam memecahkan permasalahan pembagian jam mengajar
guru bersertifikasi yaitu 24 jam/minggu.
4. Untuk mengetahui langkah-langkah atau strategi yang ditempuh bagi
sekolah dan guru yang tidak mencapai jam mengajar 24 jam/minggu.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan didunia
pendidikan, baik yang bersifat teoritis maupun praktis. Manfaat tersebut antara lain:
1. Manfaat Teoretis
Secara umum bagi dunia pendidikan hasil penelitian ini diharapkan mampu
menambah dan memperkaya khasanah IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi).
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru
Hasil penelitian ini dapat memacu guru untuk lebih berkompeten dalam
pembelajaran serta meningkatkan kualitas dan kreatifitas guru dalam
melaksanakan proses belajar mengajar.
b. Bagi siswa
Dengan adanya penelitian ini, siswa akan memperoleh manfaat berupa
pembelajaran yang berkualitas dan siswa juga akan memiliki
kemampuan untuk mengatasi masalah yang dihadapinya dengan mudah,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
serta siswa akan termotivasi untuk mendapatkan hasil belajar yang
maksimum.
c. Bagi peneliti
Melalui penelitian ini berharap dapat meningkatkan kemampuan yang
dimiliki secara profesional sebagai seorang calon tenaga pendidik atau
guru, khususnya untuk perkembangan ilmu pendidikan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan
Teori adalah pedoman atau panduan dalam memecahkan suatu masalah
dalam penelitian ilmiah. Teori sebagai bahan informasi sehingga dalam hal ini
peneliti akan mencari data lapangan yang tepat, akurat dan berdaya guna agar hasil
yang dicapai baik. Dalam tinjauan pustaka, peneliti menggunakan berbagai teori
untuk menganalisis fenomena yang diteliti. Analisis dari variabel yang hendak
dicapai oleh peneliti mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesimpulan akhir
yang hendak dicapai. Mengkaji variabel penelitian satu per satu dengan teori yang
relevan dengan masalah yang akan diteliti, akan sangat membantu peneliti untuk
lebih memahami masalah yang dikaji dalam penelitian.
Anwar (2004) menyatakan bahwa: “Teori dapat dimanfaatkan sebagai
semacam sistem penyimpanan (reservasi) yang membantu para peneliti untuk
mengorganisasikan hasil-hasil penelitian yang relevan” (hlm. 39). Pemahaman atas
masalah di atas untuk menghindarkan peneliti dari pengumpulan data yang asal-
asalan. Oleh karena itu kerangka berpikir dasar teori suatu naskah penulisan ilmiah
harus disusun dan direncanakan sesuai dengan arah dan sasaran yang diinginkan.
Sedangkan menurut Moleong (2002) “Teori adalah suatu pernyataan sistematis
yang berkaitan dengan seperangkat proposisi yang berasal dari kata dan diuji
kembali secara empiris” (hlm. 8).
Bertitik tolak dari pendapat tersebut di atas, maka peneliti menggunakan
buku-buku kepustakaan untuk bahan teori yang mendukung masalah yang sedang
diteliti. Adapun landasan teori yang peneliti kumpulkan dan relevan dengan tema
penulisan adalah: (1) Tenaga kependidikan, (2) Profesi guru, (3) Kompetensi guru,
(4) Sertifikasi guru, (5) Kriteria Jam mengajar, (6) Perhitungan Jam Tatap Muka,
(7) Strategi pemenuhan jam mengajar (8) Sekolah berkelas kecil.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
1. Tinjauan tentang Tenaga Kependidikan
Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan,
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian terhadap
masyarakat. Tenaga kependidikan meliputi administrator, pengelola, pengembang,
pengawas dan pelayan teknis. Pendidik dan tenaga kependidikan adalah dua profesi
yang sangat berkaitan erat dengan dunia pendidikan, sekalipun lingkup keduanya
berbeda. Hal ini dapat dilihat dari pengertian keduanya yang tercantum dalam Pasal
1 Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan. Dalam undang-
undang tersebut dinyatakan bahwa tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat
yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan
pendidikan. Sementara pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi
sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur,
fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi
dalam menyelenggarakan pendidikan.
Dari definisi di atas jelas bahwa tenaga kependidikan memiliki lingkup
profesi yang lebih luas, yang juga mencakup di dalamnya tenaga pendidik.
Pustakawan, staf administrasi, staf pusat sumber belajar. Kepala sekolah adalah
diantara kelompok profesi yang masuk dalam kategori sebagai tenaga kependidikan.
Sementara mereka yang disebut pendidik adalah orang-orang yang dalam
melaksanakan tugasnya akan berhadapan dan berinteraksi langsung dengan para
peserta didiknya dalam suatu proses yang sistematis, terencana, dan bertujuan.
Penggunaan istilah dalam kelompok pendidik tentu disesuaikan dengan lingkup
lingkungan tempat tugasnya masing-masing. Guru dan dosen, misalnya, adalah
sebutan tenaga pendidik yang bekerja di sekolah dan perguruan tinggi.
Pendidik dalam artian seorang guru yang akan berhadapan langsung dengan
para peserta didik, namun ia tetap memerlukan dukungan dari para tenaga
kependidikan lainnya, sehingga ia dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
Pendidik akan mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya apabila berada
dalam konteks yang hampa, tidak ada aturan yang jelas, tidak didukung sarana

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
prasarana yang memadai, tidak dilengkapi dengan pelayanan dan sarana
perpustakaan serta sumber belajar lain yang mendukung. Karena itulah pendidik
dan tenaga kependidikan memiliki peran dan posisi yang sama penting dalam
konteks penyelenggaraan pendidikan (pembelajaran). Karena itu pula, pada
dasarnya baik pendidik maupun tenaga kependidikan memiliki peran dan tugas
yang sama yaitu melaksanakan berbagai aktivitas yang berujung pada terciptanya
kemudahan dan keberhasilan siswa dalam belajar. Dalam Pasal 39 UU No. 20
tahun 2003 tentang Sisdiknas, yang menyatakan bahwa: (1) Tenaga kependidikan
bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan
pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan, dan
(2) Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Kewajiban Pendidik dan Tenaga Kependidikan antara lain:
a. Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban menciptakan suasana
pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis.
b. Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban mempunyai komitmen
secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan.
c. Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban memberi teladan dan
menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan
kepercayaan yang ditawarkan kepadanya.
d. Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban membina keimanan dan
loyalitas, pribadi terhadap ajaran Islam, ideologi negara Pancasila dan UUD
45 dan lembaga. Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban
menjunjung tinggi kebudayaan bangsa sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
e. Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban melaksanakan tugas dengan
penuh tanggung jawab dan pengabdian.
f. Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban meningkatkan kemampuan
profesional sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
g. Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban menjaga nama baik pribadi,
profesi dan lembaga sesuai dengan kepercayaan yang diberikan masyarakat,
bangsa, negara dan agama.
2. Tinjauan tentang Profesi Guru
a. Pengertian Profesi Guru
Guru sebagai pendidik adalah tokoh yang paling banyak bergaul dan
berinteraksi dengan para muridnya dibandingkan dengan personel lainnya di
sekolah. Guru sebagai pendidik adalah tenaga profesional yang bertugas untuk
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan bimbingan dan pelatihan, melakukan penelitian dan pengkajian, serta
membuka komunikasi dengan masyarakat.
Menurut Volmer dan Mills (1966), Mc Cully (1969), dan Kommers,
mereka bersama-sama mengartikan: “profesi sebagai spesialisasi dari jabatan
intelektual yang diperoleh melalui studi dan training, bertujuan menciptakan
keterampilan, pekerjaan yang bernilai tinggi, sehingga keterampilan dan pekerjaan
itu diminati, disenangi oleh orang lain, dan dia dapat melakukan pekerjaan itu
dengan mendapat imbalan berupa bayaran, upah, dan gaji (payment)” (Sagala,
2000:195-196).
Menurut Langford (1978) mengemukakan: “Profesi itu merupakan
fenomena sosial yang kompleks, karena berkaitan dengan bagaimana dia melihat
dirinya sendiri dan dilihat oleh orang lain”. Menurut sosiolog: “Profesi adalah
istilah yang merupakan model bagi konsepsi pekerjaan yang diinginkan, dicita-
citakan”. Sedangkan menurut Good‟s Dictionary of Education: “Profesi sebagai
suatu pekerjaan yang meminta persiapan spesialisasi yang relatif lama di perguruan
tinggi dan dikuasai oleh suatu kode etik yang khusus (Yamin, 2006:30)
Dari beberapa definisi tentang pengertian profesi yang telah dikemukakan
di atas dapat dipahami bahwa profesi adalah suatu sebutan yang didapat seseorang
setelah mengikuti pendidikan, pelatihan, keterampilan dalam waktu yang cukup
lama dalam suatu bidang keahlian tertentu. Profesi pada hakikatnya merupakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
suatu pekerjaan tertentu yang menuntut persyaratan khusus dan istimewa sehingga
meyakinkan dan memperoleh kepercayaan pihak yang memerlukannya.
b. Kriteria Profesi
Dalam kehidupan sehari-hari “profesionalisme dan profesi” sudah sering
terdengar di masyarakat umum. Anggapan bahwa setiap orang dapat mengerjakan
suatu pekerjaan dengan baik, rapi, dan memuaskan orang lain, menjadikan
masyarakat mudah memberikan gelar professional pada setiap orang. Tidak semua
pekerjaan atau jabatan dikatakan sebagai profesi, terdapat beberapa kriteria suatu
pekerjaan atau jabatan dikatakan sebagai profesi.
Menurut Langford dalam Yamin, kriteria profesi mencakup; (1) upah, (2)
memiliki pengetahuan dan keterampilan, (3) memiliki rasa tanggung jawab dan
tujuan, (4) mengutaman layanan, (5) memiliki kesatuan, (6) mendapat pengakuan
dari orang lain atas pekerjaan yang digelutinya.
Menurut More (1970) ciri profesi yaitu:
1) Seorang professional menggunakan waktu penuh untuk menjalankan
pekerjaannya;
2) Ia terikat oleh suatu panggilan hidup, dan dalam hal ini ia memperlakukan
pekerjaanya sebagai seperangkat norma kepatuhan dan perilaku;
3) Ia anggota organisasi professional yang formal;
4) Ia menguasai pengetahuan yang berguna dan atas dasar latihan spesialisasi
atau pendidikan yang amat khusus;
5) Ia terikat oleh syarat-syarat kompetensi khusus; dan
6) Ia memperoleh otonomi berdasarkan spesialisasi teknis yang tinggi sekali.
Menurut Greenwood mengemukakan esensial profesi adalah: (1) suatu
dasar teori sistematis; (2) kewenangan (authority) yang diakui oleh klien; (3) sanksi
dalam pengakuan masyarakat atas kewenangan ini; (4) kode etik yang mengatur
hubungan dari orang-orang professional dengan klien dan teman sejawat; dan (5)
kebudayaan profesi yang terdiri atas nilai-nilai, norma-norma dan simbol-simbol
profesi lainnya (Vollmer, (1956:10-19).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Menurut Robert W. Richey mengemukakan ciri-ciri dan syarat-syarat
profesi sebagai berikut:
1) Lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal dibandingkan
dengan kepentingan pribadi.
2) Seorang pekerja professional, secara aktif memerlukan waktu yang panjang
untuk mempelajari konsep-konsep serta prinsip-prinsip pengetahuan khusus
yang mendukung keahliannya.
3) Memiliki kualifikasi tertentu untuk memasuki profesi tersebut serta mampu
mengikuti perkembangan dalam pertumbuhan jabatan.
4) Memiliki kode etik yang mengatur keanggotaan, tingkah laku, sikap dan
cara kerja.
5) Membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi.
6) Adanya organisasi yang dapat meningkatkan standar pelayanan, disiplin diri
dalam profesi, serta kesejahteraan anggotanya.
7) Memberikan kesempatan untuk kemajuan, spesialisasi, dan kemandirian
8) Memandang profesi suatu karier hidup (alive career) dan menjadi seorang
anggota yang permanen (Arikunto, 1990:235).
Menurut National Education Association (NEA), yang menyarankan kriteria
sebagai berikut:
1) Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual
2) Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus
3) Jabatan yang memerlukan persiapan professional yang lama
4) Jabatan yang memerlukan „latihan dalam jabatan‟ yang berkesinambungan
5) Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen
6) Jabatan yang menentukan baku (standar) sendiri
7) Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi
8) Jabatan yang mempunyai organisasi professional yang kuat dan terjalin erat
(dalam Saefudin, 2009:16).
Dengan penjelasan sebagi berikut:
1) Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual
Guru memerlukan kriteria ini, karena mengajar melibatkan upaya-upaya
yang sifatnya sangat didominasi kegiatan intelektual. Kegiatan-kegiatan
yang dilakukan anggota profesi ini adalah dasar bagi persiapan dari semua
kegiatan professional lainnya. Oleh sebab itu, mengajar sering kali disebut
sebagai ibu dari segala profesi (Stinnett dan Huggett dalam Soetjipto dan
Kosasi, 2004:18).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
2) Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus
Semua jabatan mempunyai monopoli pengetahuan yang memisahkan
anggota mereka dari orang awam, dan memungkinkan mereka mengadakan
pengawasan tentang jabatannya. Dalam karangan yang ditulis dalam
Encyclopedia of Educational Research, terdapat bukti bahwa pekerjaan
mengajar telah secara intensif mengembangkan batang tubuh ilmu
khususnya.
3) Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama
Terdapat perselisihan mengenai hal yang membedakan jabatan professional
dengan non-profesional antara lain dalam penyelesaian pendidikan melalui
kurikulum, yaitu ada yang diatur universitas/instruktur atau melalui
pengalaman praktek dan pemagangan atau campuran pemagangan dan
kuliah. Pertama, yakni pendidikan melalui perguruan tinggi disediakan
untuk jabatan professional, sedangkan yang kedua yakni pendidikan melalui
pengalaman praktek dan pemagangan atau campuran pemagangan dan
kuliah diperuntukan bagi jabatan yang non-profesional (Orstein dan Levine,
2004:21). Tetapi jenis kedua ini tidak ada lagi di Indonesia.
4) Jabatan yang memerlukan „latihan dalam jabatan‟ yang berkesinambungan
Jabatan guru cenderung menunjukan bukti yang kuat sebagai jabatan
professional, sebab hampir tiap tahun guru melakukan berbagai kegiatan
latihan profesional, baik yang mendapatkan penghargaan kredit maupun
tanpa kredit.
5) Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen
Sedikitnya guru yang berpindah profesi ke bidang lain, ini menunjukan
kriteria ini dapat dipenuhi oleh jabatan guru di Indonesia.
6) Jabatan yang menentukan baku (standar) sendiri
Jabatan guru menyangkut hajat hidup orang banyak, maka baku untuk
jabatan guru sering tidak diciptakan oleh anggota profesi sendiri, namun
diatur oleh pihak pemerintah, atau pihak lain yang menggunakan tenaga
guru seperti yayasan pendidikan swasta.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
7) Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi
Jabatan mengajar adalah jabatan yang mempunyai nilai sosial yang tinggi.
Guru yang baik akan sangat berperan dalam mempengaruhi kehidupan yang
lebih baik dari warga negara masa depan. Jabatan guru dikenal sebagai suatu
jabatan yang anggotanya termotivasi oleh keinginan untuk membantu orang
lain, bukan disebabkan oleh keuntungan ekonomi atau keuangan, namun
berdasarkan apa yang dianggap baik oleh mereka yakni mendapatkan
kepuasan rohaniah ketimbang kepuasan ekonomi atau lahiriah.
8) Jabatan yang mempunyai organisasi professional yang kuat dan terjalin erat
Semua profesi yang dikenal mempunyai organisasi professional yang kuat
untuk dapat mewadahi tujuan bersama dan melindungi anggotanya.
Organisasi yang menaungi seluruh guru di Indonesia mulai dari guru taman
kanak-kanak sampai guru sekolah lanjutan tingkat atas adalah Persatuan
Guru Republik Indonesia (PGRI). Adapula Ikatan Sarjana Pendidikan
Indonesia (ISPI).
Dari berbagai penjelasan tentang kriteria profesi diatas maka dapat
disimpulkan bahwa pekerjaan guru adalah sebuah profesi, sebab seorang guru
dalam menjalankan jabatannya melibatkan kegiatan intelektual, dengan menekuni
suatu bidang ilmu tertentu, dengan didahului dengan persiapan professional yang
lama, memerlukan pelatihan jabatan yang kontinyu, menjanjikan karier bagi
anggota secara permanen, mengikuti standar baku tersendiri, dan lebih
mementingkan layanan kepada masyarakat dibanding dengan mencari keuntungan
pribadi, serta memiliki organisasi professional yang kuat dan dapat melakukan
kontrol terhadap anggota yang melakukan penyimpangan.
3. Tinjauan tentang Kompetensi Guru
a. Pengertian Kompetensi Guru
Guru dalam era globalisasi memiliki tugas dan fungsi yang lebih kompleks,
sehingga perlu memiliki kompetensi dan profesionalisme yang standar.
Kompetensi digunakan sebagai indikator dalam mengukur kualifikasi dan
profesionalitas guru pada suatu jenjang dan jenis pendidikan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Sebagai seorang guru professional, guru harus memiliki kompetensi
keguruan yang memadai. Seorang guru dinyatakan kompeten menurut Sardiman
(2001) adalah: “Bila mampu menerapkan sejumlah konsep, rasa kerja, dan teknik
dalam situasi kerjanya, mampu mendemonstrasikan keterampilannya yang dapat
menangani lingkungan kerjanya dan menata seluruh pengalamannya untuk
meningkatkan efisiensi kerjanya” (hlm. 136). Tuntutan kompetensi seorang guru
meliputi dalam penguasaan berbagai keterampilan dan dalam keseluruhan sikap
profesioanalnya.
Dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
dijelaskan bahwa: “Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan”.
Menurut Charles (1994) “competency as rational performance which
satisfactorily meets the objective for a desired condition (kompetensi merupakan
perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan
kondisi yang diharapkan)”. Menurut Jonhson (1974) “kompetensi merupakan
perilaku rasional guna mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi
yang diharapkan (Sanjaya, 2006:17).
Dari beberapa definisi tentang kompetensi yang telah dikemukakan di atas
dapat dipahami bahwa kompetensi merupakan komponen utama dari standar profesi
disamping kode etik sebagai regulasi perilaku profesi yang ditetapkan dalam
prosedur dan sistem pengawasan tertentu. Kompetensi diartikan dan dimaknai
sebagai perangkat perilaku efektif yang terkait dengan eksplorasi dan investigasi,
menganalisis dan memikirkan, serta memberikan perhatian, dan mempersepsi yang
mengarahkan seseorang menemukan cara-cara untuk mencapai tujuan tertentu
secara efektif dan efisien. Kompetensi mengacu pada kemampuan melaksanakan
sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan, kompetensi guru merujuk kepada
performance dan perbuatan yang rasional untuk memenuhi spesifikasi tertentu di
dalam pelaksanaan tugas-tugas pendidikan. Dikatakan rasional karena mempunyai
arah dan tujuan, sedangkan performance merupakan perilaku nyata dalam arti tidak
hanya diamati, tetapi mencakup sesuatu yang tidak kasat mata.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
b. Jenis-jenis kompetensi Guru
Dalam kegiatan mengajar, menurut Sardiman (2001): “paling tidak guru
harus memiliki modal dasar, yakni kemampuan mendesain program dan
keterampilan mengkomunikasikan program itu kepada anak didik” (hlm. 161). Dua
modal itu telah dirumuskan di dalam sepuluh kompetensi dasar guru.
Adapun sepuluh kompetensi dasar guru tersebut adalah sebagai berikut:
1) Menguasai bahan
2) Mengelola proses belajar mengajar
3) Mengelola kelas
4) Menggunakan media atau sumber
5) Menguasai landasan kependidikan
6) Mengelola interaksi belajar mengajar
7) Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran
8) Mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan
9) Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
10) Memahami prinsip-prinsip dan hasil penelitian pendidikan guna keperluan
pengajaran. (Sardiman, 2001:161)
Dengan penjelasan sebagai berikut:
1) Menguasai bahan
Guru harus menguasai bahan yang harus disampaikan berikut bahan-bahan
pendukung, pengayaan/penunjang sebagai penjelasan bahan yang
disampaikan sehingga proses mengajar dapat berjalan secara dinamis.
2) Mengelola proses belajar mengajar
Pengelolaan proses belajar mengajar dimulai dari perumusan tujuan
instruksional sebagai petunjuk praktis tentang sejauh mana kegiatan belajar
mengajar itu akan di bawah ketetapan tujuan instruksional itu sendiri,
melaksanakan proses belajar mengajar di kelas dengan berbagai teknik-
teknik penyampaian materi, mengenal siswa dengan berbagai karakteristik
dan kemampuan yang berbeda-beda, melaksanakan program remedial
karena tiap siswa membutuhkan waktu yang berbeda-beda untuk menguasai
materi.
3) Mengelola kelas
Guru menyediakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya proses
belajar mengajar termasuk mengatur tempat duduk dan menciptakan iklim

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
belajar mengajar yang serasi dengan mengarahkan tingkah laku siswa agar
tidak merusak suasana kelas seperti ramai, mengganggu teman lain, dan
lain-lain.
4) Menggunakan media atau sumber
Guru harus selektif dalam menggunakan media dengan mempertimbangkan
komponen lain dalam mengajar, dapat juga guru membuat alat bantu
pelajaran yang sederhana dengan maksud agar tidak menimbulkan
penafsiran yang berbeda. Selain itu guru dapat memanfaatkan fasilitas yang
ada, seperti laboratorium dan perpustakaan.
5) Menguasai landasan kependidikan
Guru harus memahami hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan nasional
baik dasar, arah/tujuan kebijaksanaan pelaksanaan sehingga guru akan
memiliki landasan kebijakan dan keyakinan yang mendorong cara berpikir
dan edukatif di setiap kegiatan belajar mengajar dalam usaha mengelola
interaksi belajar mengajar. Tindakan edukatif ini didasari oleh konsep bahwa
manusia pada hakikatnya berhak menerima pendidikan untuk mewujudkan
manusia seutuhnya antara jasmani dan rohani.
6) Mengelola interaksi belajar mengajar
Proses interaksi guru dan siswa tidak semata-mata hanya tergantung
cara/metode yang dipakai tetapi komponen-komponen lain (guru, siswa,
metode, alat, sarana, tujuan) juga akan mempengaruhi keberhasilan interaksi
belajar mengajar.
7) Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran
Prestasi siswa diperlukan untuk meyesuaikan langkah-langkah instruksional
yang diambil guru. Guru akan mengambil langkah pengayaan bagi siswa
yang berprestasi tinggi, dan memberikan remedial bagi siswa yang
berprestasi rendah.
8) Mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan
Guru di sekolah tidak semata-mata sebagai pembimbing dan membantu anak
didik dalam hal pemecahan pelajaran, tetapi juga membantu menunjukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
jalan pemecahan persoalan pribadi siswa yang menggangu studi dan
kegiatan hidup lainnya.
9) Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah sebagai administrator
guru mempunyai tugas sebagai berikut:
a) Kegiatan mencatat, meliputi mencatat mengenai siswa: presensi,
tugas/pekerjaan siswa, sosiometris/hubungan siswa, partisipasi siswa.
Catatan mengenai guru: silabus pelajaran, soal-soal hasil evaluasi siswa,
notulen, agenda.
b) Kegiatan melapor, berupa laporan kepada kepala sekolah misal
perkembangan prestasi, inventaris kelas, laporan kepada orang tua/
berupa rapot/laporan hasil belajar, perkembangan prestasi anak
10) Memahami prinsip-prinsip dan hasil penelitian pendidikan guna keperluan
pengajaran.
Hasil penelitian diperlukan dalam rangka menumbuhkan pendidikan dan
mengembangkan proses belajar mengajar, sehingga interaksi belajar
mengajar lebih dinamis.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa seorang guru dinyatakan
kompeten jika secara nyata ia mampu menjalankan tugas keguruannya secara
keahlian yang terdapat dapat sepuluh kompetensi guru sesuai dengan tuntutan
jabatan keguruan yaitu membelajarkan siswa yang dibimbingnya secara efisien,
efektif, dan terpadu.
Kompetensi guru merupakan perpaduan antara kemampuan professional,
keilmuan, teknologi, sosial, dan spiritual yang membentuk kompetensi standar
profesi guru, mencakup penguasaan materi, pemahaman terhadap peserta didik,
pembelajaran yang mendidik, pengembangan pribadi dan profesionalisme. Standar
Kompetensi dalam sertifikasi meliputi:
1) Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan
pemebelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi hal-hal
sebagai berikut:
a) Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan
b) Pemahaman terhadap peserta didik
c) Pengembangan kurikulum atau silabus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
d) Perancangan pembelajaran
e) Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis
f) Pemanfaatan teknologi pembelajaran
g) Evaluasi hasil belajar (EHD)
h) Pengembanganpeserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimiliki. (Mulyasa, 2007:75)
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa seorang guru
diharapkan dapat membimbing dan mengarahkan pengembangan
kurikulum dan pembelajaran secara efektif serta melakukan pengawasan
dalam pelaksanaannya. Dalam proses pengembangan program guru
hendaknya tidak membatasi diri pada pembelajaran dalam arti sempit,
tetapi harus menghubungkan program-progran pembelajaran dengan
seluruh kehidupan peserta didik, kebutuhan masyarakat, dan dunia
usaha. Sehubungan dengan itu, kemampuan mengelola pembelajaran
yang mencakup pemahaman terhadap peserta didik, perancangan, dan
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan
peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.
2) Kompetensi Kepribadian
Berdasarkan Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3)
butir b, dikemukakan bahwa: “yang dimaksud dengan kompetensi
kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil,
dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan
berakhlak mulia”.
Kompetensi kepribadian sangat besar pengaruhnya terhadap
pertumbuhan dan perkembangan peserta didik. Kompetensi kepribadian
memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk
kepribadian anak, guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya
manusia (SDM), serta mensejahterakan masyarakat, kemajuan Negara
dan bangsa pada umumnya.
…., guru tidak hanya dituntut untuk mampu memaknai pembelajaran,
tetapi dan yang paling penting adalah bagaimana ia menjadikan
pembelajaran sebagai ajang pembentukan kompetensi dan perbaikan
kualitas pribadi peserta didik. (Mulyasa, 2007:117-118).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa setiap guru
harus memiliki kompetensi kepribadian yang baik agar kompetensi-

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
kompetensi lainnya dapat terasah pula, karena kompetensi kepribadian
menjadi landasan bagi kompetensi-kompetensi lainnya.
3) Kompetensi Profesional
Berdasarkan Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3)
butir c dikemukakan bahwa: “yang dimaksud dengan kompetensi
professional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara
luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik
memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional
Pendidikan.
Dari berbagai sumber yang membahas tentang kompetensi guru, secara
umum dapat didefinisikan tentang ruang lingkup kompetensi
professional guru sebagai berikut:
a) Mengerti dan dapat menerapkan landasan kependidikan baik
fisiologi, psikologis, sosiologis, dan sebagainya;
b) Mengerti dan dapat menerapkan teori belajar sesuai tarif
perkembangan peserta didik;
c) Mampu menangani dan mengembangkan bidang studi yang
menjadi tanggungjawabnya;
d) Mengerti dan dapat menerapkan metode pembelajaran yang
bervariasi;
e) Mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai alat, media
dan sumber belajar yang relevan;
f) Mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program
pembelajaran;
g) Mampu melaksanakan evaluasi hasil belajar peserta didik;
h) Mampu menumbuhkan kepribadian peserta didik; (Mulyasa,
2007:135-136)
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi
professional merupakan kompetensi yang harus dikuasai setiap guru
dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas utamanya mengajar.
4) Kompetensi Sosial
Berdasarkan Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3)
butir d dikemukakan bahwa: “yang dimaksud dengan kompetensi sosial
adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan
masyarakat sekitar”.
Hal tersebut diuraikan lebih lanjut dalam RPP tentang Guru, bahwa
kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dalam
masyarakat, yang sekurang-kurangnya memiliki kompetensi untuk:
a) berkomunikasi secara lisan, tulisan, dan isyarat
b) menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara
fungsional
c) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik; dan
d) bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar, (Mulyasa,
2007:173).
Guru adalah mahluk sosial, yang dalam kehidupannya tidak bisa
terlepas dari kehidupan sosial masyarakat dan lingkungannya. Oleh
karena itu, guru dituntut untuk memiliki kompetensi sosial yang
memadai, terutama dalam kaitannya dengan pendidikan, yang tidak
terbatas pada pembelajaran di sekolah tetapi juga pada pendidikan yang
terjadi dan berlangsung di masyarakat.
Sedikitnya terdapat tujuh kompetensi sosial yang harus dimiliki guru
agar dapat berkomunikasi dan bergaul secara efektif, baik di sekolah
maupun di masyarakat. Ketujuh kompetensi tersebut dapat
didefinisikan sebagai berikut:
a) Memiliki pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun
agama
b) Memiliki pengetahuan tentang budaya dan tradisi
c) Memiliki pengetahuan tentang inti demokrasi
d) Memiliki pengetahuan tentang estetika
e) Memiliki apresiasi dan kesadaran sosial
f) Memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan
g) Setia terhadap harkat dan martabat manusia. (Mulyasa, 2007:176)
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa sebagai seorang guru
dituntut untuk memiliki kompetensi sosial yang baik, terutama dalam
kaitannya dengan pendidikan yang tidak terlepas dari pembelajaran di
sekolah maupun masyarakat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
4. Tinjauan tentang Sertifikasi Guru
a. Pengertian Sertifikasi Guru
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, dikemukakan bahwa sertifikasi adalah proses pemberian
sertifikat pendidik untuk guru dan dosen. Sedangkan sertifikat pendidik adalah
bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai
tenaga professional.
National Commission on Educational Services (NCES), memberikan
pengertian sertifikasi lebih umum. Certification is a procedure whereby the state
evaluates and riviews a teacher candidate’s credentials and provides him or her a
license to teach. Dalam hal ini sertifikasi merupakan prosedur untuk menentukan
apakah seorang calon guru layak diberikan izin dan kewenangan untuk mengajar.
(Mulyasa, 2007:34)
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa sertifikasi adalah
suatu proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang telah memenuhi
persyaratan tertentu, yaitu memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional, yang diikuti dengan peningkatan kesejahteraan.
b. Tujuan dan Manfaat Sertifikasi
Sertifikasi adalah prosedur yang digunakan oleh pihak ketiga untuk
memberikan jaminan tertulis bahwa suatu produk, proses, atau jasa telah memenuhi
persyaratan yang ditetapkan (Nataamijaya, 2004). Sertifikasi guru merupakan
pemenuhan kebutuhan untuk meningkatkan kompetensi professional. (Mulyasa,
2007:34)
Wibowo (2004) mengungkapkan bahwa sertifikasi bertujuan untuk hal-hal
sebagai berikut: (1) Melindungi profesi pendidik dan tenaga kependidikan, (2)
Melindungi masyarakat dari praktik-praktik yang tidak kompeten, sehingga
merusak citra pendidik dan tenaga kependidikan, (3) Membantu dan melindungi
lembaga penyelenggara pendidikan, dengan menyediakan rambu-rambu dan
instrumen untuk melakukan seleksi terhadap pelamar yang kompeten, (4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Membangun citra masyarakat terhadap profesi pendidik dan tenaga kependidikan,
(5) Memberikan solusi dalam rangka meningkatkan mutu pendidik dan tenaga
kependidikan.
Lebih lanjut dikemukakan bahwa sertifikasi pendidik dan tenaga
kependidikan mempunyai manfaat sebagai berikut:
1) Pengawasan mutu
(1) Lembaga sertifikasi yang telah mengidentifikasi dan menentukan
seperangkat kompetensi yang bersifat unik.
(2) Untuk setiap jenis profesi dapat mengarahkan para praktisi untuk
mengembangkan tingkat kompetensi secara berkelanjutan.
(3) Peningkatan profesionalisme melalui mekanisme seleksi, baik pada
waktu awal masuk organisasi profesi maupun pengembangan karier
selanjutnya.
(4) Proses seleksi yang lebih baik, program pelatihan yang lebih bermutu
maupun usaha belajar secara mandiri untuk mencapai peningkatan
profesionalisme.
2) Penjaminan mutu
(1) Adanya proses pengembangan profesionalisme dan evaluasi terhadap
kinerja praktisi akan menimbulkan persepsi masyarakat dan
pemerintah menjadi lebih baik terhadap organisasi profesi beserta
anggotanya. Dengan demikian pihak berkepentingan, khususnya para
pelanggan/pengguna akan makin menghargai organisasi profesi dan
sebaliknya organisasi profesi dapat memberikan jaminan atau
melindungi para pelanggan/pengguna.
(2) Sertifikasi menyediakan informasi yang berharga bagi para
pelanggan/pengguna yang ingin mempekerjakan orang dalam bidang
keahlian dan keterampilan tertentu. (Mulyasa, 2007:35-36)
5. Tinjauan tentang Kriteria Jam Mengajar Guru Bersertifikasi
Dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal
35 menyebutkan bahwa:
(1) Beban kerja guru mencakup kegiatan pokok merencanakan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta
melaksanakan tugas tambahan.
(2) Beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan
sebanyak-banyaknya 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu)
minggu.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai beban kerja guru sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Dalam Peraturan Pemerintah 19 Tahun 2005 Bab IV Standar Proses
disebutkan bahwa:
Pasal 19
(1) Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta
didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup
bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat,
dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
(2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam proses
pembelajaran pendidik memberikan keteladanan.
(3) Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran,
pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan
pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses
pembelajaran yang efektif dan efisien.
Pasal 20
Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran,
materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.
Dalam Peraturan Menteri Pendidian Nasional 41, th 2007 tentang Standar
Proses disebutkan bahwa:
Beban Kerja Guru:
1. Sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dalam satu
minggu, mencakup kegiatan pokok merencanakan pembelajaran,
melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing
dan melatih pada, serta melaksanakan tugas tambahan (UU 14/ 2005/
Pasal 35 ayat 1 dan 2).
2. Beban maksimal dalam mengorganisasikan proses belajar dan
pembelajaran yang bermutu: SD/MI/SDLB 27 (dua puluh tujuh) jam @
35 (tiga puluh lima) menit, SMP/MTs/SMPLB 18 jam @ 40 (empat
puluh) menit, SMA/MA/SMK/MAK/SMALB 18 jam @ 45 (empat
puluh lima) menit (Standar Proses)
Kewajiban seorang guru sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74
tentang Guru pasal 52 ayat (1) mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik,
serta melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan tugas pokok.
Dalam penjelasan pasal 52 ayat (1) huruf (e), yang dimaksud dengan “tugas
tambahan”, misalnya menjadi Pembina pramuka, pembimbingan kegiatan karya
ilmiah remaja, dan guru piket.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Dalam melaksanakan tugas pokok yang terkait langsung dengan proses
pembelajaran, idealnya guru hanya melaksanakan tugas mengampu 1 (satu) jenis
mata pelajaran saja sesuai dengan kewenangan yang tercantum dalam sertifikat
pendidiknya. Seorang guru juga akan terlibat dalam kegiatan manajerial
sekolah/madrasah antara lain penerimaan siswa baru (PSB), penyusunan kurikulum
dan perangkatnya, ujian nasional (UN), ujian sekolah, dan kegiatan lain. Tugas guru
dalam manajemen sekolah/madrasah tersebut secara spesifik ditentukan oleh
manajemen sekolah/madrasah tempat guru bertugas.
Peraturan Pemerintah Nomor 74 tentang Guru Pasal 52 ayat (2) menyatakan
bahwa beban kerja paling sedikit memenuhi 24 (dua puluh empat) jam tatap muka
dan paling sedikit memenuhi 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dalam 1 (satu)
minggu pada satu atau lebih satuan pendidikan yang memiliki izin pendirian dari
Pemerintah atau Pemerintah daerah. Alokasi waktu tatap muka pada jenjang SMA
dan SMK adalah 45 menit. Beban kerja guru untuk melaksanakan kegiatan tatap
muka tersebut merupakan bagian dari jam kerja sebagai pegawai yang secara
keseluruhan paling sedikit 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima) jam kerja (@ 60
menit) dalam 1 (satu) minggu. Lebih lanjut Pasal 52 ayat (3) menyatakan bahwa
pemenuhan beban kerja tersebut dilaksanakan dengan ketentuan paling sedikit 6
(enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu pada satu satuan pendidikan tempat
tugasnya sebagai guru tetap.
Kegiatan tatap muka guru dialokasikan dalam jadwal pelajaran mingguan
yang dilaksanakan secara terus-menerus selama paling sedikit 1 (satu) semester.
Kegiatan tatap muka dalam satu tahun dilakukan kurang lebih 38 minggu atau 19
minggu dalam 1 semester. Khusus Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ada kalanya
jadwal pelajaran tidak disusun secara mingguan, tapi menggunakan sistem blok atau
perpaduan antara sistem mingguan dan blok. Pada kondisi ini, maka jadwal
pelajaran disusun berbasis semesteran, tahunan, atau bahkan 3 tahunan.
Secara resmi Dinas Pendidikan, melalui surat Nomor 800/1085/2011 perihal
beban kerja guru telah menginformasikan ketentuan jam wajib mengajar guru
terhitung mulai tahun pelajaran 2011/2012. Di dalam surat yang ditujukan kepada
Kepala UPT Kecamatan serta Kepala SMP/SMA/SMK Negeri dan Swasta itu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
dinyatakan bahwa pembagian tugas beban kerja guru paling sedikit 24 jam tatap
muka per minggu, kecuali yang mendapat tugas tambahan yang diperhitungkan
sebagai beban kerja, sesuai dengan PP 74 Tahun 2008, pasal 15 ayat 3.
Menindaklanjuti isi surat tersebut maka dalam implementasinya berarti
semua guru, baik yang telah bersertifikat maupun yang belum bersertifikat harus
memenuhi jam wajib mengajar minimal, yakni 24 jam per minggu. Pemenuhan jam
wajib mengajar terkait erat dengan pengajuan PAK (Penilaian Angka Kredit) yang
baru yang akan diberlakukan tahun 2013 nanti. Oleh karena hal tersebut, agar
pengajuan PAK tidak terkendala, pihak sekolah harus sudah merancang dari
sekarang agar jam wajib mengajar guru minimal 24 jam per minggu.
Khusus untuk yang mendapat tugas tambahan, pemenuhan jam disesuaikan
dengan PP 74 Tahun 2008. Pada Pedoman Penghitungan Beban Kerja Guru yang
diterbitkan Dirjen PMPTK berkaitan dengan tugas tambahan guru dijelaskan
sebagai berikut:
1. Tugas sebagai Kepala Sekolah ekuivalen dengan 18 jam, sehingga
minimal wajib mengajar 6 jam.
2. Tugas sebagai Wakil Kepala Sekolah ekuivalen dengan 12 jam,
sehingga minimal wajib mengajar 12 jam.
3. Tugas sebagai Kepala Perpustakaan ekuivalen dengan 12 jam, sehingga
minimal wajib mengajar 12 jam.
4. Tugas sebagai Kepala Laboratorium ekuivalen dengan 12 jam, sehingga
minimal wajib mengajar 12 jam.
5. Tugas sebagai Ketua Jurusan Program Keahlian ekuivalen dengan 12
jam, sehingga minimal wajib mengajar 12 jam.
6. Tugas sebagai Kepala Bengkel ekuivalen dengan 12 jam, sehingga
minimal wajib mengajar 12 jam.
7. Tugas sebagai Pembimbing Praktik Kerja Industri ekuivalen dengan 12
jam, sehingga minimal wajib mengajar 12 jam.
8. Tugas sebagai Kepala Unit Produksi ekuivalen dengan 12 jam, sehingga
minimal wajib mengajar 12 jam
Selain tugas tambahan di atas, kegiatan membimbing dan melatih peserta
didik yang dilaksanakan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran/tatap muka,
juga bisa dianggap sebagai kegiatan tatap muka. Khusus untuk wali kelas tidak
dianggap sebagai tugas tambahan. Khusus untuk ketentuan guru yang telah
mengikuti kegiatan sertifikasi, jam minimal wajib mengajar adalah 24 jam, kecuali
yang mendapat tugas tambahan di atas. Di samping itu, pemenuhan jam wajib

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
mengajar haruslah mata pelajaran sendiri (pemenuhan jam wajib mengajar tidak
dibenarkan diambil dari mata pelajaran yang lain maupun serumpun). Ketentuan ini
lebih longgar bagi guru yang belum bersertifikat, untuk pemenuhan jam wajib
mengajar masih dibenarkan mengampu mata pelajaran lain terkait nantinya dengan
pengajuan PAK (Penilaian Angka Kredit).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa jam wajib mengajar bagi
guru yang bersertifikasi maupun guru yang tidak bersertifikasi adalah 24
jam/minggu. Dimana beban kerja guru mencakup kegiatan merencanakan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan. Guru
dalam melaksanakan tugas pokoknya yang terkait langsung dengan proses
pembelajaran, guru melaksanakan tugas mengampu 1 (satu) jenis mata pelajaran
saja, sesuai dengan kewenangan yang tercantum dalam sertifikat pendidiknya.
Jenis guru sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor
74 Tahun 2008 tentang Guru Pasal 52 dapat dikategorikan sebagai kegiatan tatap
muka dan bukan tatap muka seperti yang tercantum dalam tabel 2.1
Tabel 2.1 Tabel Jenis Kerja Guru
NO Jenis Kerja Guru Tatap Muka Bukan Tatap muka
1 Merencanakan pembelajaran
2 Melaksanakan pembelajaran
3 Menilai hasil pembelajaran * **
4 Membimbing dan melatih peserta
didik
***
****
5 Melaksanakan tugas tambahan
Sumber: Pedoman Pelaksanaan Tugas Guru dan Pengawas 2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Keterangan:
** =
menilai hasil pembelajaran yang dilaksanakan dalam waktu tertentu
seperti ujian tengah semester dan akhir semester
*** = membimbing dan melatih peserta didik yang dilaksanakan secara
terintegrasi dengan proses pembelajaran/tatap muka
**** = membimbing dan melatih peserta didik yang dilaksanakan pada
kegiatan pengembangan diri/ekstra kurikuler
Dengan penjelasan sebagai berikut: membimbing dan melatih peserta didik
yang dilaksanakan pada kegiatan pengembangan diri/ekstrakurikuler
1. Merencanakan Pembelajaran
Guru wajib membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada awal
tahun atau awal semester, sesuai dengan rencana kerja sekolah.
2. Melaksanakan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran adalah kegiatan dimana terjadi interaksi edukatif
antara peserta didik dengan guru, kegiatan ini adalah kegiatan tatap muka
yang sebenarnya. Guru melaksanakan tatap muka atau pembelajaran dengan
tahapan kegiatan berikut:
a. Kegiatan tatap muka atau pembelajaran yang terdiri dari kegiatan
penyampaian materi pelajaran, membimbing dan melatih peserta didik
terkait dengan materi pembelajaran, dan menilai hasil belajar yang
terintegrasi dengan pembelajaran dalam kegiatan tatap muka
b. Menilai hasil belajar yang terintergrasi dalam proses pelaksanaan
pembelajaran tatap muka, antara lain berupa penilaian akhir pertemuan
atau penilaian akhir tiap pokok bahasan merupakan bagian dari kegiatan
tatap muka
c. Kegiatan tatap muka dapat dilakukan secara langsung atau termediasi
dengan menggunakan media natara lain video, modul mandiri, kegiatan
observasi/eksplorasi
d. Kegitan tatap muka dapat dilaksanakan antara lain di ruang teori/kelas,
laboratorium, studio, bengkel atau di luar ruangan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
e. Waktu pelaksanaan kegiatan pembelajaran atau tatap muka sesuai
dengan durasi waktu yang tercantum dalam struktur kurikulum
sekolah/madrasah
3. Menilai Hasil Pembelajaran
Menilai hasil pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan untuk
memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil
belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna untuk
menilai peserta didik maupun dalam pengambilan keputusan lainnya.
Pelaksanaan penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes.
Penilaian non tes dapat dibagi menjadi pengamatan dan pengukuran sikap
serta penilaian hasil karya dalam bentuk tugas, proyek fisik, atau produk
jasa.
a. Penilaian dengan tes
Tes dilakukan secara tertulis atau lisan, dalam bentuk ujian akhir
semester, tengah semester atau ulangan harian, dilaksanakan sesuai
kalender akademik atau jadwal yang telah ditentukan. Tes tertulis dan
lisan dilakukan di dalam kelas. Penilaian hasil tes, dilakukan diluar
jadwal pelaksanaan tes, dilakukan di ruang guru atau ruang lain.
Penilaian test tidak dihitung sebagai kegiatan tatap muka karena waktu
pelaksanaan tes dan penilaiannya menggunakan waktu tatap muka.
b. Penilaian non tes berupa pengamatan dan pengukuran sikap.
Pengamatan dan pengukuran sikap dilaksanakan oleh semua guru
sebagai bagian tidak terpisahkan dari proses pendidikan, untuk melihat
hasil pendidikan yang tidak dapat diukur lewat tes tertulis atau lisan.
Pengamatan dan pengukuran sikap dapat dilakukan di dalam kelas
menyatu dalam proses tatap muka pada jadwal yang ditentukan, dan
atau di luar kelas. Pengamatan dan pengukuran sikap, dilaksanakan
diluar jadwal pembelajaran atau tatap muka yang resmi, dikategorikan
sebagai kegiatan tatap muka.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
c. Penilaian non tes berupa penilaian hasil karya.
Hasil karya siswa dalam bentuk tugas, proyek dan atau produk,
portofolio, atau bentuk lain dilakukan di ruang guru atau ruang lain
dengan jadwal tersendiri. Penilaian ada kalanya harus menghadirkan
peserta didik agar tidak terjadi kesalahan pemahaman dari guru
mengingat cara penyampaian informasi dari siswa yang belum
sempurna. Penilaian hasil karya ini dapat dikategorikan sebagai
kegiatan tatap muka, dengan beban yang berbeda antara satu mata
pelajaran dengan yang lain. Tidak tertutup kemungkinan ada mata
pelajaran yang nilai beban non tesnya sama dengan nol.
4. Membimbing dan Melatih Peserta Didik
Membimbing dan melatih peserta didik dibedakan menjadi tiga yaitu
membimbing atau melatih peserta didik dalam pembelajaran, intra kurikuler
dan ekstra kurikuler.
a. Bimbingan dan latihan pada proses tatap muka
Bimbingan dan latihan pada kegiatan pembelajaran adalah bimbingan
dan latihan yang dilakukan agar peserta didik dapat mencapai
kompetensi yang telah ditetapkan.
b. Bimbingan dan latihan pada kegiatan intra kurikuler
Bimbingan kegiatan intra kurikuler terdiri dari remedial dan pengayaan
pada mata pelajaran yang diampu guru. Kegiatan remedial merupakan
kegiatan bimbingan dan latihan kepada peserta didik yang belum
menguasai kompetensi yang harus dicapai. Kegiatan pengayaan
merupakan kegiatan bimbingan dan latihan kepada peserta didik yang
telah mencapai kompetensi. Pelaksanaan bimbingan dan latihan intra
kurikuler dilakukan dalam kelas pada jadwal khusus, disesuaikan
kebutuhan, tidak harus dilaksanakan dengan jadwal tetap setiap minggu.
Beban kerja intra kurikuler sudah masuk dalam beban kerja tatap muka.
c. Bimbingan dan latihan dalam kegiatan ekstra kurikuler.
Ekstra kurikuler bersifat pilihan dan wajib diikuti peserta didik. Dapat
disetarakan dengan mata pelajaran wajib lainnya. Pelaksanaan ekstra

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
kurikuler dilakukan dalam kelas dan atau ruang/tempat lain sesuai
jadwal mingguan yang telah ditentukan dan biasanya dilakukan pada
sore hari. Jenis kegiatan ekstra kurikuler seperti: pramuka,
olimpiade/lomba kompetensi siswa, olahraga, kesenian, karya ilmiah
remaja, kerohanian, paskibra, pecinta alam, PMR, jurnalistik/fotografi,
dan sebagainya. Kegiatan ekstra kurikuler dapat disebut sebagai
kegiatan tatap muka.
5. Melaksanakan Tugas Tambahan
Tugas-tugas tambahan guru dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) kategori
yaitu tugas struktural, dan tugas khusus.
a. Tugas tambahan struktural yang berupa:
1) Tugas sebagai Kepala Sekolah ekuivalen dengan 18 jam, sehingga
minimal wajib mengajar 6 jam.
2) Tugas sebagai Wakil Kepala Sekolah ekuivalen dengan 12 jam,
sehingga minimal wajib mengajar 12 jam.
3) Tugas sebagai Kepala Perpustakaan ekuivalen dengan 12 jam,
sehingga minimal wajib mengajar 12 jam.
4) Tugas sebagai Kepala Laboratorium ekuivalen dengan 12 jam,
sehingga minimal wajib mengajar 12 jam.
5) Tugas sebagai Ketua Jurusan Program Keahlian ekuivalen dengan
12 jam, sehingga minimal wajib mengajar 12 jam.
6) Tugas sebagai Kepala Bengkel ekuivalen dengan 12 jam, sehingga
minimal wajib mengajar 12 jam.
b. Tugas tambahan khusus
1) Tugas sebagai Pembimbing Praktik Kerja Industri ekuivalen
dengan 12 jam, sehingga minimal wajib mengajar 12 jam.
2) Tugas sebagai Kepala Unit Produksi ekuivalen dengan 12 jam,
sehingga minimal wajib mengajar 12 jam.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tugas seorang guru dalam
menjalankan beban kerja atau beban mengajarnya, antara lain:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
1. Merencanakan Pembelajaran yang dicerminkan dalam pembuatan RPP
(Rencana Pelaksanaan Pembelajaran).
2. Melaksanakan Pembelajaran
a. Kegiatan awal tatap muka, dapat berupa kegiatan pengecekan dan atau
penyiapan fisik kelas, bahan pelajaran, modul, media, dan perangkat
administrasi.
b. Kegiatan tatap muka
c. Membuat resume proses tatap muka, yang dapat berupa refleksi,
rangkuman, dan rencana tindak lanjut.
3. Menilai Hasil Pembelajaran
4. Membimbing dan melatih peserta didik yaitu intra kurikuler dan ekstra
kurikuler
5. Melaksanakan Tugas Tambahan:
a. Tugas tambahan structural
Tugas tambahan struktural sesuai dengan ketentuan tentang struktur
organisasi sekolah. Jenis tugas tambahan sruktural dan wajib tatap muka
guru
b. Tugas tambahan khusus
Tugas tambahan khusus hanya berlaku pada jenis sekolah tertentu,
untuk menangani masalah khusus yang belum diatur dalam peraturan
yang mengatur organisasi sekolah.
6. Tinjauan tentang Perhitungan Jumlah Tatap Muka Guru
a. Jumlah Tatap Muka per Mata Pelajaran
Jumlah tatap muka tiap mata pelajaran untuk satu sekolah/madrasah
diperoleh dengan cara menjumlahkan alokasi jam mata pelajaran per
minggu per tingkat dikalikan dengan jumlah rombel per tingkat.
Perhitungan tatap muka dilakukan dengan 2 teknik, antara lain:
1) Teknik Uraian
Teknik uraian menggunakan jam pelajaran yang tercantum dalam
struktur kurikulum sekolah/madrasah. Berikut adalah contoh

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
perhitungan tatap muka guru yang memiliki 5 (lima) rombel untuk
setiap tingkat untuk tatap muka guru Bahasa Indonesia (4 jam per
minggu):
Jumlah jam tatap muka = (jumlah jam pelajaran x rombel kelas 1) +
(jumlah jam pelajaran x rombel kelas 2) + (jumlah jam pelajaran x
rombel kelas 3)
= (4 x 5) + (4 x 5) + (4 x 5)
= 60 jam per minggu
2) Teknik Tabulasi
Teknik tabulasi menggunakan format kurikulum yang selanjutnya
dikembangkan menjadi format perhitungan tatap muka. Format
struktur kurikulum ditambah dengan kolom rencana jumlah
rombongan belajar per tingkat (RBP) per mata pelajaran dan kolom
untuk menghitung jumlah tatap muka (Jml TM).
Tabel 2.2 Contoh Perhitungan Beban Tatap Muka Guru SMA
No Komponen Kelas dan
lokasi waktu RBP Kelas
Jml
TM
1. Pendidikan Agama Islam 2 2 2 5 5 5 30
2. Pendidikan kewarganegaraan 2 2 2 5 5 5 30
Sumber: Pedoman Pelaksanaan Tugas Guru dan Pengawas 2010
Keterangan:
RBT = Jumlah rombel per tingkat, dalam contoh adalah 5 (lima) rombel
per tingkat
Jml
TM
= Jumlah tatap muka yang terjadi per mata pelajaran di
sekolah/madrasah, merupakan hasil penjumlahan dari kolom tiap
kelas kali kolom RBP atau kolom (3) x (6) + (4) x (7) + (5) x (8)
b. Pendistribusian Beban Kerja Tatap Muka
Beban tatap muka didistribusikan kepada guru yang ada di
sekolah/madrasah. Sebagai contoh untuk pembagian tatap muka mata

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
pelajaran agama di sekolah/madrasah dengan jumlah tatap muka 30 (tiga
puluh) jam per minggu dapat dilakukan seperti berikut:
1) Apabila menurut rencana hanya ada 1 (satu) guru, maka guru agama
tersebut akan mengajar 30 jam tatap muka per minggu.
2) Apabila di sekolah/madrasah tersebut ternyata sudah ada 2 (dua) guru
yaitu A dan B, maka salah satu guru, A akan mengajar 24 (dua puluh
empat) jam tatap muka dan guru B hanya mendapat bagian 6 (enam)
jam tatap muka. Guru B harus mengajar di sekolah/madrasah lain
untuk memenuhi kewajiban 24 (dua puluh empat) jam tatap muka per
minggu.
3) Kemungkinan lain, apabila guru A mendapat tugas tambahan sebagai
kepala sekolah/madrasah, maka dia hanya dibebani mengajar 6 (enam)
jam tatap muka dan guru B bisa mendapat jatah mengajar 24 (dua
puluh empat) jam tatap muka
c. SK Kepala Sekolah/Madrasah tentang Tugas Mengajar Guru
SK tugas guru tentang tugas mengajar guru yang diterbitkan kepala
sekolah/madrasah pada awal tahun ajaran dibuat sesuai dengan ketentuan
yang berlaku di sekolah/madrasah dan kabupaten/kota tempat
sekolah/madrasah berada. Dalam SK harus dicantumkan jenis dan jumlah
jam tatap muka serta tugas tambahan guru apabila ada.
7. Tinjauan tentang Strategi Pemenuhan Jam Mengajar
Berdasarkan pedoman pelaksanaan tugas guru dan pengawas tentang
pemenuhan kewajiban jam tatap muka yang dikeluarkan oleh Departemen
Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan 2010 guru yang belum memenuhi kewajiban mengajar 24 (dua puluh
empat) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu di sekolah/madrasah dapat
memenuhi kekurangannya dengan cara sebagai berikut:
a. Meningkatkan jumlah jam tatap muka di Sekolah/madrasah
Meningkatkan jumlah tatap muka di sekolah/madrasah dilakukan
dengan menata/merencanakan kembali jumlah peserta didik per rombongan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
belajar sesuai dengan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar
Proses dengan ketentuan sebagai berikut:
1) SD/MI : 28 peserta didik per kelas
2) SMP/MTs : 32 peserta didik per kelas
3) SMA/MA : 32 peserta didik per kelas
4) SMK/MAK : 32 peserta didik per kelas
Angka tersebut digunakan sebagai jumlah peserta didik paling
banyak per rombongan belajar. Penataan jumlah peserta didik per
rombongan belajar tersebut dilakukan dengan tetap mempertahankan rasio
guru terhadap peserta didik tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor
74 Tahun 2008 tentang Guru Pasal 17.
b. Mengajar pada sekolah/madrasah lain
Wajib mengajar paling sedikit 24 jam tatap muka dalam 1 (satu)
minggu dapat dipenuhi dengan mengajar di sekolah/madrasah lain baik
negeri maupun swasta sesuai dengan mata pelajaran yang diampu pada
kabupaten/kota tempat sekolah/madrasah tersebut berada atau
kabupaten/kota lain. Sebagai contoh, (1) guru bahasa inggris di suatu SMK
dapat mengajar bahasa inggris di SMP/MTs, SMA/MA atau SMK/MAK
lain, (2) guru produktif SMK dapat mengajar keterampilan/ekstrakurikuler
yang relevan dengan bidangnya di SMP/MTs atau SMA/MA.
Pemenuhan beban kerja paling sedikit 24 jam tatap muka dalam 1
minggu dengan mengajar di sekolah/madrasah lain dapat dilaksanakan
dengan ketentuan guru yang bersangkutan mengajar paling sedikit 6 jam
tatap muka dalam 1 minggu pada sekolah/madrasah satminkalnya. Kepala
sekolah/madrasah yang tidak mungkin untuk mengajar di satminkalnya,
karena tidak ada mata pelajaran yang sesuai dengan sertifikat pendidiknya,
dapat memenuhi kewajiban tatap muka di sekolah/madrasah lain sesuai
dengan bidangnya.
Guru yang memenuhi kekurangan jam tatap muka dengan mengajar
di sekolah/madrasah pada kabupaten/kota lain, harus memiliki surat tugas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
yang diketahui oleh dinas pendidikan kabupaten/kota tempat
sekolah/madrasah lain tersebut berada.
c. Ekuivalensi kegiatan
Ekuivalen jam tatap muka dapat menjadi solusi pemenuhan beban kerja
tatap muka bagi guru pada satuan pendidikan layanan khusus, berkeahlian
khusus, dibutuhkan atas dasar pertimbangan kepentingan nasional, dan guru
yang bertugas pada satuan pendidikan di suatu kabupaten/kota dengan
kondisi kelebihan guru. Usulan ekuivalensi tersebut harus dilengkapi dengan
bukti tertulis yang dibuat oleh kepala sekolah/madrasah satminkal dan
disahkan kepala dinas pendidikan kabupaten/kota tempat sekolah/madrasah
berada. Untuk sekolah luar biasa pengesahannya dilakukan oleh kepala dinas
pendidikan provinsi.
8. Tinjauan Tentang Sekolah Berkelas Kecil
Jumlah peserta didik per rombongan belajar sesuai dengan
Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) SD/MI : 28 peserta didik per kelas
2) SMP/MTs : 32 peserta didik per kelas
3) SMA/MA : 32 peserta didik per kelas
4) SMK/MAK : 32 peserta didik per kelas
Angka tersebut digunakan sebagai jumlah peserta didik paling banyak
per rombongan belajar. Penataan jumlah peserta didik per rombongan belajar
tersebut dilakukan dengan tetap mempertahankan rasio guru terhadap peserta
didik tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang
Guru Pasal 17.
Beberapa pendapat dari pegawai Dinas Pendidikan dan Olahraga
Kabupaten Boyolali yang menjelaskan tentang pengertian sekolah berkelas
kecil antara lain: menurut bapak Kasiswo menyebutkan bahwa sekolah
berkelas kecil adalah sekolah yang memiliki jumlah siswa minimal 20 siswa
dan maksimal 36 siswa dalam setiap kelasnya dimana jumlah tingkatan kelas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
setiap tingkat minimal adalah 3 (tiga) kelas. Menurut bapak Agung Nugroho
pengertian “Sekolah berkelas kecil adalah suatu sekolah yang memiliki paralel
kelas setiap tingkat maksimal 3 kelas, dimana jumlah siswa tiap rombelnya
kurang dari 32 siswa”. Pernyataan serupa juga dikemukakan oleh Bapak
Mahatma Joko Subandi yang mengatakan bahwa “Sekolah berkelas kecil
adalah sekolah yang memiliki jumlah siswa kurang dari standar minimal
tingkat paralel kelas minimal memiliki 3 (tiga) kelas tiap tingkatnya, dan
memiliki jumlah siswa maksimal 32 siswa”.
Jumlah minimum rombongan belajar menurut Permendiknas No 24
tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana Sekolah Dasar dan Menengah
menyebutkan bahwa: “ Satu SMA/MA memiliki minimum 3 rombongan
belajar dan maksimal 27 rombongan belajar ….”. Peraturan Pemerintah yang
menyebutkan secara spesifik tentang sekolah berkelas kecil belum ada, namun
menurut data yang diperoleh dari Dinas Pendidikan dan Olah Raga Kabupaten
Boyolali, menyebutkan bahwa di Kabupaten Boyolali masih terdapat sekolah
yang memiliki jumlah rombongan belajar minimum yaitu 3 (tiga) rombongan
belajar dalam satu sekolah.
Sebagai pertimbangan dalam penelitian ini dicantumkan penelitian terdahulu
yang telah dilakukan oleh peneliti lain, yaitu:
1. Jurnal Teknologi Pendidikan - Vol. 10 No. 2 / Oktober 2010
Dalam penelitian karya Wisnu B. Nasutiyon dan I Ketut Pegig Arthana
berjudul Pengaruh Sertifikasi Guru Terhadap Kompetensi Mengajar Guru Sekolah
Dasar Negeri di Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik ini dilatarbelakangi oleh
adanya program sertifikasi guru sebagai upaya peningkatan kualitas mengajar dan
kompetensi guru, agar menjadi pendidik professional. Metode penelitian yang
digunakan adalah penelitian kuantitatif. Dimana metode pengumpulan data yang
dilakukan dengan menggunakan data kuantitatif, observasi, wawancara. Pengujian
hipotesis dilakukan dengan uji statistic, yaitu korelasi Product Moment.
Maka didapat hasil korelasi yang didapat dalam rumus product moment
dengan nilai r tabel dengan N= 50 dan taraf signifikan 5 %. Kemudian dilanjutkan
pada tahap pengecekan hasil dengan table kriteria, sehingga diketahui nilai r tabel =

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
0.279 sehingga didapat nilai r hitung (0,3056) lebih besar daripada nilai kritik r
tabel (0,279) maka H0 yang berbunyi “Tidak ada pengaruh sertifikasi guru terhadap
kompetensi mengajar guru sekolah dasar negeri di Kecamatan Benjen Kabupaten
Gresik” ditolak dan Ha yang berbunyi “Adanya pengaruh sertifikasi guru terhadap
kompetensi mengajar guru sekolah dasar negeri di Kecamatan Benjen Kabupaten
Gresik” diterima. Hal ini diartikan bahwa terdapat hubungan/korelasi antara
sertifikasi guru dengan kompetensi mengajar guru sekolah dasar negeri di
Kecamatan Benjen Kabupaten Gresik, yang berarti “Sertifikasi Guru berpengaruh
terhadap Kompetensi Mengajar Guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Benjeng
Kabupaten Gresik”.
Penelitian dalam jurnal ini hampir sama dengan penelitian ini, karena
keduanya sama-sama membahas tentang guru bersertifikasi. Namun perbedaannya
adalah dalam jurnal tersebut memvalidasi apakah sertifikasi guru berpengaruh
terhadap kompetensi mengajar guru Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Benjeng
Kabupaten Gresik, sedangkan pada penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh
validitas jam mengajar guru bersertifikasi pada Sekolah Menengah Atas (SMA) dan
Sekolah Menengah Atas (SMK) bersekolah kecil studi kasus di Kabupaten
Boyolali.
2. Varia Pendidikan, Vol. 22, No. 1, Juni 2010
Dalam penelitian karya Sutikno berjudul Pengaruh Kompetensi Guru
Bersertifikat Pendidik, Masa Kerja, dan Latar Belakang Sosial Ekonomi terhadap
Disiplin Kerja Guru SMK di Kabupaten Pati ini dilatar belakangi oleh adanya
pengaruh kompetesi guru bersertifikat pendidik, masa kerja dan latar belakang
sosial ekonomi terhadap disiplin kerja guru. Metode penelitian yang digunakan
adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain ex post facto dalam
penelitian korelasional. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan
teknik dokumen dan angket dengan skala Likert .
Hasil yang diketahui adalah disiplin kerja guru SMK di Kabupaten Pati
secara statistik dipengaruhi oleh kompetensi guru bersertifikat pendidik, masa kerja,
dan latar belakang sosial ekonomi. Pengaruh kompetensi guru bersertifikat pendidik
terhadap disiplin kerja guru signifikan pada 1%, pengaruh masa kerja terhadap

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
disiplin kerja guru signifikan pada 1%, dan variable latar belakang sosial ekonomi
terhadap disiplin kerja guru signifikan pada 1%. Hal ini menjelaskan bahwa
sertifikasi akan berdampak pada peningkatan kompetensi.
Penelitian dalam jurnal ini hampir sama dengan penelitian ini, karena
keduanya sama-sama membahas tentang guru bersertifikasi. Namun perbedaannya
adalah dalam jurnal tersebut hasil penelitiannya adalah sertifikasi guru berpengaruh
terhadap kompetensi guru Sekolah Menengah Kejuruan di Kabupaten Pati,
sedangkan pada penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh validitas jam
mengajar guru bersertifikasi pada Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah
Menengah Atas (SMK) bersekolah kecil studi kasus di Kabupaten Boyolali.
B. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang
penting. Kerangka berpikir juga merupakan arahan menuju pada suatu jawaban
sementara atas masalah yang telah dirumuskan sebelumnya. Berdasarkan judul
penelitian diatas dapat dikemukakan kerangka berpikir sebagai berikut: sertifikasi
guru adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru atau dosen
sebagai tenaga profesional. Profesionalisme guru dalam mengajar adalah
kemampuan menciptakan pembelajaran yang berkualitas karena guru memiliki
peranan yang sangat sentral, baik sebagai perencana, pelaksana, maupun evaluator
pembelajaran, terutama dalam memberikan kemudahan pembelajaran kepada siswa
secara efektif dan efisien, sehingga membentuk kompetensi siswa sesuai dengan
karakteristik individual masing-masing.
Sertifikasi guru merupakan sebuah terobosan dalam dunia pendidikan
untuk meningkatkan kualitas dan profesionalitas seorang guru, sehingga ke depan
semua guru harus memiliki sertifikat sebagai lisensi atau ijin mengajar. Dengan
demikian, upaya pembentukan guru yang profesional di Indonesia segera menjadi
kenyataan dan diharapkan tidak semua orang dapat menjadi guru dan tidak semua
orang menjadikan profesi guru sebagai batu loncatan untuk memperoleh pekerjaan.
Pada kenyataanya saat ini guru yang sudah tersertifikasi belum dapat menjalankan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
amanahnya dengan sebenar-benarnya sebagaimana kriteria yang telah ditetapkan.
Ada indikasi bahwa guru yang telah tersertifikasi tidak lagi seproduktif ketika
mereka belum mendapatkan tunjangan profesi.
Guru wajib mengajar paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam tatap muka
per minggu, demikian diamanatkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen pasal 35 ayat (2), dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008
tentang Guru pasal 52 ayat (2) yang menyatakan bahwa beban kerja guru paling
sedikit 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh)
jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu pada satu atau lebih satuan pendidikan yang
memiliki izin pendirian dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Beban kerja guru
tersebut wajib dipenuhi oleh guru untuk mendapatkan tunjangan profesi pendidik
bagi guru yang sudah memiliki sertifikat pendidik.
Pada kenyataan diketahui bahwa di beberapa kabupaten/kota banyak guru
yang tidak dapat memenuhi beban kerja minimal 24 jam tatap muka per minggu.
Hal tersebut dapat terjadi karena alasan kelebihan guru, penyebaran guru tidak
proporsional, dan jumlah rombongan belajar yang tidak mencukupi. Agar beban
kerja tersebut terpenuhi maka Kabupaten/Kota harus memiliki perencanaan
kebutuhan dan pendistribusian guru yang tepat sesuai dengan kebutuhan sehingga
kelebihan guru tidak terjadi dan semua guru dapat memenuhi kewajibannya dalam
hal beban kerja per minggu. Guru yang telah memiliki sertifikat profesi pendidik
akan menerima hak berupa tunjangan profesi dan honor tambahan apabila telah
memenuhi kewajiban beban kerja tatap muka.
Adanya kesulitan-kesulitan pemenuhan beban kerja minimal guru yaitu 24
jam taatp muka per minggu, memerlukan suatu strategi atau upaya pemecahan
kesulitan-kesulitan tersebut. Sehingga masalah pemenuhan beban mengajar guru
bersertifikasi dapat segera diatasi agar dapat diterapkan untuk perbaikan kualitas
pengajaran.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Gambar 1: Kerangka Berpikir
SMA & SMK Berkelas Kecil di
Kabupaten Boyolali Jam Mengajar Guru
Bersertifikasi yaitu 24
jam/minggu
Kendala-kendala Jam Mengajar
Guru Bersertifikasi yaitu 24
jam/minggu Pembagian/penentuan
Jam Mengajar Guru
Bersertifikasi
Strategi pemenuhan Jam
Mengajar Guru Bersertifikasi
yaitu 24 jam/minggu
Tercapainya Jam Mengajar Guru
Bersertifikasi yaitu 24
jam/minggu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian bertujuan untuk mendapatkan kebenaran dari suatu
pengetahuan. Penelitian dimulai dengan perencanaan yang seksama dengan
disusun secara logis dan sistematis. Sehingga dalam melaksanakan suatu
penelitian diperlukan adanya suatu metodologi. Ketepatan dalam memilih
metodologi yang digunakan akan menghantarkan peneliti menuju ke arah tujuan
yang diinginkan.
Menurut Arikunto (2002) “Metodologi penelitian adalah cara yang
digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitian” (hlm. 136).
Menurut Kartono (1996) “Metodologi penelitian adalah cara-cara berfikir dan
berbuat yang dipersiapkan dengan baik-baik untuk mengadakan penelitian, dan
untuk mencapai suatu tujuan penelitian” (hlm. 20). Sedangkan menurut Hasan
“Metodelogi penelitian adalah ilmu yang membicarakan tata cara atau jalan
sehubungan dengan adanya penelitian” (2002:20).
Berdasarkan pengertian metodologi penelitian di atas dapat disimpulkan
bahwa metodologi penelitian adalah suatu cara yang digunakan dalam
mengumpulkan data penelitian yang dipersiapkan dengan teratur, terencana, dan
sistematis untuk mencari jawaban atas suatu masalah sehubungan dengan
penelitian yang sedang dilakukan, dengan menggunakan teknik serta alat tertentu
untuk mencapai tujuan penelitian.
Metodologi penelitian erat kaitannya dengan prosedur, alat, serta desain
penelitian yang dipergunakan dalam melaksanakan penelitian. Berbagai hal yang
yang berkaitan dengan metodologi penelitian yang akan digunakan dalam
penelitian ini meliputi tempat dan waktu penelitian, bentuk dan strategi penelitian,
sumber data, teknik sampling, teknik pengumpulan data, validitas data, analisis
data dan prosedur penelitian.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penentuan tempat atau lokasi penelitian berkaitan erat dengan data-data
atau informasi yang bisa diperoleh sesuai dengan permasalahan atau obyek
penelitian. Dalam melaksanakan penelitian, peneliti memilih lokasi di Sekolah
Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri dan Swasta yang
berkelas kecil sesuai data yang diperoleh dari Dinas Pendidikan dan Olah Raga
Boyolali di Kabupaten Boyolali, antara lain: SMA Kanisius Yos Sudarso, SMK
Kharya Dharma Veteran Teras, SMA BK III Boyolali di Teras, dan sekolah
pembanding adalah SMA N 1 Banyudono dan SMA N 1 Teras yang memiliki
bayak paralel kelas. Peneliti memilih lokasi tersebut dengan alasan sebagai
berikut:
a. Terdapat permasalahan penelitian di lokasi tersebut.
b. Data yang dibutuhkan tersedia di lokasi tersebut
c. Belum pernah diadakan penelitian dengan masalah serupa di lokasi
tersebut.
d. Lokasi yang mudah dijangkau sehingga memudahkan peneliti dalam
melakukan penelitian.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai sejak pembuatan proposal sampai penulisan laporan
dalam bentuk skripsi, yang berlangsung selama 6 bulan, dimulai dari bulan
Februari 2012 sampai dengan bulan Juli 2012.
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
1. Bentuk Penelitian
Penelitian adalah suatu usaha yang dilakukan untuk menemukan,
menggambarkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan yang dilakukan
dengan menggunakan metode ilmiah. Berdasarkan masalah yang diajukan dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
penelitian ini yang lebih menekankan pada masalah dan proses serta makna maka
jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif.
Metode deskriptif menurut Sutopo adalah jika: “…peneliti sudah
mengetahui beragam variabel yang terlibat dalam sasaran studinya” (2000:110).
Sehingga mengarah pada pendeskripsian secara rinci dan mendalam mengenai
gambaran kondisi tentang yang sebenarnya terjadi menurut apa adanya di
lapangan studinya.
Bogdan dan Taylor mendefinisikan “Metodologi kualitatif” sebagai:
“Prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati” (Moleong, 2003:3). Penelitian
kualitatif merupakan suatu bentuk penelitian yang mengolah dan menganalisis
data dengan kata-kata. Jadi data yang diperoleh dengan cara wawancara, observasi
dan dokumentasi, dikomunikasikan dalam laporan berbentuk narasi sehingga
hasilnya lebih mendalam sesuai dengan ketajaman analisis peneliti. Penelitian
kualitatif diarahkan pada kondisi ahlinya, bahwa datanya dinyatakan pada
keadaaan sewajarnya atau sebagaimana adanya sesuai dengan kondisi yang ada di
lapangan.
2. Strategi Penelitian
Dalam setiap penelitian agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai
dan untuk mengkaji permasalahan penelitian secara mendetail dan lengkap maka
diperlukan strategi penelitian yang tepat. Strategi yang dipilih oleh peneliti ini
digunakan sebagai dasar untuk mengamati, mengumpulkan data dan untuk
menyajikan analisis hasil penelitian.
Menurut Sutopo: “… dalam penelitian kualitatif dikenal juga dengan
adanya studi kasus tunggal dan kasus ganda” (2002:111). Secara lebih khusus
masih dapat dibedakan jenisnya penelitian terpancang ataupun holistik penuh.
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
a. Studi Kasus Tunggal
Studi penelitian disebut sebagai studi kasus tunggal, bilamana
penelitian tersebut hanya dilakukan pada satu kasus tunggal, bilamana

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
penelitian tersebut hanya dilakukan pada satu karakteristik. Artinya,
penelitian tersebut hanya dilakukan pada satu sasaran (satu lokasi atau
satu subyek).
b. Studi Kasus Ganda
Penelitian ini mempergunakan adanya sasaran (lokasi studi) lebih dari
satu yang memiliki perbedaan karakteristik.
c. Terpancang
Dalam penelitian terpancang, peneliti sudah memilih dan menentukan
variabel yang menjadi fokus utamanya sebelum memasuki lapangan
studinya.
d. Holistik Penuh
Dalam penelitian holistik penuh, peneliti sama sekali tidak
menentukan fokus sebelum terjun ke lapangan studinya.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan strategi deskriptif
ganda terpancang. Metode deskriptif dikarenakan penelitian ini mengarah
pada pendeskripsian secara rinci dan mendalam mengenai kondisi tentang
kejadian sebenarnya berdasarkan yang terjadi di lapangan. Strategi kasus
ganda karena peneliti mengarahkan kegiatan penelitian pada beberapa
lokasi studi, yaitu Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) Negeri yang berkelas kecil di Kabupaten Boyolali, antara
lain: SMA Kanisius Yos Sudarso, SMK Kharya Dharma Veteran Teras,
SMA Bhineka Karya III Teras, dan sekolah pembanding adalah SMA
Negeri 1 Banyudono dan SMA Negeri 1 Teras yang memiliki bayak
paralel kelas. Sedangkan terpancang karena peneliti fokus pada satu pokok
permasalahan, yaitu validitas jam mengajar guru berserifikasi.
C. Sumber Data
Semakin banyak sumber data yang digunakan, maka semakin banyak
peluang untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. Menurut Arikunto “yang
dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
dapat diperoleh” (1996:114). Sutopo mengemukakan bahwa “sumber data
kualitatif dapat berupa manusia, peristiwa, tingkah laku, dokumen, arsip, dan
benda lain” (2003:3). Sedangkan menurut Lofiond seperti yang dikutip Moleong
(2001) mengemukakan bahwa “Sumber data pertama dalam penelitian kualitatif
adalah kata-kata, dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen
dan lain-lain” (hlm. 112). Berdasarkan pengertian di atas maka sumber data dalam
penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan dari orang-orang yang diamati serta
selebihnya diambil dari dokumen-dokumen yang mendukung.
1. Informan
Informan merupakan orang yang dianggap mengetahui
permasalahan yang akan diteliti dan bersedia memberikan informasi
kepada peneliti. Menurut Meleong disebutkan bahwa “informan adalah
orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan
kondisi latar penelitian” (2002:90). Jadi, informan adalah orang-orang
yang berada di lingkungan objek penelitian, yang tentunya sedikit banyak
mengetahui secara mendetail tentang keadaan lokasi penelitian, sehingga
diharapkan mereka dapat memberikan informasi yang akurat tentang
keadaan yang ada di lapangan.
Informan merupakan tumpuan pengumpulan data bagi peneliti
dalam mengungkapkan masalah penelitian. Informan dalam penelitian ini
adalah orang-orang yang mempunyai peranan yang sangat besar dan
mengetahui benar seluk-beluk permasalahan penelitian yang peneliti
lakukan. Informan atau narasumber yang digunakan dalam penelitian ini
adalah guru bersertifikasi di Kabupaten Boyolali.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan tempat yang dijadikan sebagai
sumber data dalam penelitian ini. Menurut Bogdan, “pelaku observasi
memasuki kancah dengan harapan bisa membangun hubungan dengan
subyek atau orang yang diteliti secara jujur, bebas dan saling menukar
informasi secara terbuka” (Moleong, 2002:117). Dalam penelitian ini
lokasi yang digunakan oleh peneliti adalah Sekolah Menengah Atas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
(SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berkelas kecil di
Kabupaten Boyolali, antara lain: SMA Kanisius Yos Sudarso, SMK
Kharya Dharma Veteran Teras, SMA Bhineka Karya III Teras, dan
sekolah pembanding adalah SMA N 1 Banyudono dan SMA N 1 Teras
yang memiliki bayak paralel kelas.
3. Dokumen/ Arsip
Dalam penelitian kualitatif, arsip dan dokumen sangat dibutuhkan
untuk mendukung penelitian. Arsip dan dokumen yang dimaksudkan di
sini adalah arsip dan dokumen berupa catatan tertulis yang ada di Sekolah
Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri
berkelas kecil di Kabupaten Boyolali, antara lain: SMA Kanisius Yos
Sudarso, SMK Kharya Dharma Veteran Teras, SMA Bhineka Karya III
Teras, dan sekolah pembanding adalah SMA N 1 Banyudono dan SMA N
1 Teras yang memiliki bayak paralel kelas.
D. Teknik Sampling
Teknik sampling adalah teknik yang digunakan untuk menyeleksi atau
memfokuskan permasalahan agar penelitian lebih mengarah pada tujuan
penelitian. Menurut Moleong mengatakan bahwa “…sampling dalam hal ini
adalah untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam
sumber dan bangunnanya (contructions). …sampling ialah menggali informasi
yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul” (2001:165).
Teknik sampling atau cuplikan merupakan suatu bentuk khusus bagi pemusatan
atau pemilihan dalam penelitian yang mengarah pada seleksi. Menurut Sutopo ada
tiga teknik sampling atau cuplikan, yaitu: “Purposive sampling, time sampling,
snowball sampling” (2002:56).
1. Purposive Sampling
Teknik purposive sampling atau cuplikan selektif atau criterion
base selection purposive sampling mendasarkan pada landasan kaitan
teori yang digunakan, keinginan pribadi, karakteristik empiris yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
dihadapi dan sebagainya, dengan kecenderungan peneliti untuk memilih
informan yang dianggap mengetahui informasi dan masalah yang dapat
dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap. Bahkan pilihan
informan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan
dalam memperoleh data.
2. Time Sampling
Teknik time sampling atau cuplikan waktu berkaitan dengan waktu
yang dipandang tepat untuk mengumpulkan informasi sesuai dengan
permasalahan yang dibagi.
3. Snowball Sampling
Teknik ini diibaratkan bola salju yang diawali dengan sangat kecil
menggelinding semakin jauh di lereng bukit salju dan menjadi semakin
padat dan besar. Teknik ini digunakan bila peneliti tidak tahu siapa yang
dipilih karena tidak mengetahui kondisi dan struktur objek penelitian
sehingga peneliti bertanya mengenai informasi yang diperlukan kepada
siapapun yang dijumpai pertama kali begitu seterusnya sehingga ia mampu
menggali data secara lengkap dan mendalam.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik Purposive Sampling
dan juga Snowball Sampling. Purposive Sampling karena ditekankan pada
kualitas pemahaman. Sedangkan Snowball Sampling karena jumlah informannya
bisa berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti, dari informan
kunci hingga sampai pada orang terakhir yang memungkinkan seluruh data yang
diinginkan dapat diperoleh. Peneliti memilih informan dengan menunjuk
seseorang dan orang tersebut menunjuk informan lain yang dianggap lebih
mengetahui dan memahami permasalahan yang diteliti sampai diperoleh informasi
yang mendalam.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara khusus yang dipergunakan untuk
memperoleh data dalam penelitian. Data dalam penelitian merupakan hal yang
sangat penting guna membuktikan kebenaran atau memecahkan suatu masalah,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
karena jika ada kesalahan dalam pengumpulan data maka akan sangat
berpengaruh terhadap hasil penelitian. Untuk itu data yang dikehendaki dalam
setiap penelitian kualitatif adalah data yang benar-benar dapat dipercaya dan
objektif. Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Wawancara
Wawancara yang sering juga disebut interview, menurut Arikunto
adalah “sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer)
untuk memperoleh informasi dari terwawancara (interviewee)”
(2006:155). Dalam penelitian ini, peneliti menumpulkan data dengan cara
mengajukan pertanyaan kepada informan, dimana pertanyaan-pertanyaan
tersebut sudah dipersiapkan dan dibuat kerangkanya secara sistematis
sebelum berada di lokasi.
2. Observasi
Observasi sebagaimana wawancara, termasuk teknik pengumpulan
data yang utama dalam kebanyakan penelitian kualitatif. Hal-hal yang
diobservasi meliputi lokasi fisik, manusia-manusia sebagai perilaku dalam
kegiatan atau aktivitas pengumpulan data dengan jalan mengadakan
pengamatan langsung terhadap subjek dan objek penelitian di lokasi
penelitian sehingga diperoleh gambaran yang jelas mengenai
permasalahan yang diteliti.
Dalam hal ini observasi yang dilakukan peneliti dalam penelitian
ini adalah observasi langsung yang dilakukan secara formal dan informal
untuk mengamati jam mengajar guru bersertifikasi di Sekolah Menengah
Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri berkelas
kecil di Kabupaten Boyolali, antara lain: SMA Kanisius Yos Sudarso,
SMK Kharya Dharma Veteran Teras, SMA Bhineka Karya III Teras, dan
sekolah pembanding adalah SMA N 1 Banyudono dan SMA N 1 Teras
yang memiliki bayak paralel kelas.
3. Dokumen dan Arsip
Selain menggunakan wawancara dan observasi, pengumpualan
data juga bisa dilakukan dengan mencatat arsip atau dokumen yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
berkaitan dengan permasalahan peneliti. Guba dan Lincon menjelaskan
bahwa: “dokumen adalah setiap bahan tertulis atau film…, sedangkan
arsip adalah suatu tanda bukti, dokumen atau warkat yang berkaitan
dengan bukti keterangan suatu keluarga, perusahaan, masyarakat, dan
bangsa” (Meleong, 2003:61).
Penelitian dilakukan dengan cara mencatat dan mengumpulkan
data yang bersumber dari arsip dan dokumen yang isinya berhubungan
dengan masalah dan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi
sumber untuk mendapatkan data yang lengkap adalah arsip dan dokumen
yang ada di Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) berkelas kecil dimana guru bersertifikasi yang bersangkutan
mengajar. Adapun alasan penulis menggunakan metode dokumentasi
adalah:
a. Mudah dilakukan karena data yang diperlukan sudah tersedia.
b. Data yang diperlukan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya
karena merupakan data resmi.
F. Validasi Data
Data yang telah berhasil diperoleh, dikumpulkan dan dicatat dalam
kegiatan penelitian harus diusahakan kemantapan kebenarannya. Oleh karena itu,
harus dipilih cara-cara yang tepat untuk mengembangkan validitas data yang telah
diperoleh. Validitas atau keabsahan data menunjukan seluruh proses pengumpulan
data dalam suatu penelitian, mulai dari penjabaran konsep sampai pada saat data
siap untuk dianalisis. Dalam penelitian kualitatif, data yang dikumpulkan diolah
dan diuji validitasnya melalui triangulasi. Moleong menjelaskan “triangulasi
adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain
di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap
data itu” (2001:178).
Menurut pandangan Patton, yang dikutip oleh Sutopo (2002) menyebutkan
bahwa “Ada empat teknik triangulasi, yaitu (1) triangulasi data, (2) triangulasi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
peneliti, (3) triangulasi metode, (4) triangulasi teoritis” (hlm. 78). Penjelasan
triangulasi tersebut seperti di bawah ini:
1. Triangulasi data adalah penelitian dengan menggunakan berbagai sumber
data yang berbeda untuk mengumpulkan data yang sejenis
2. Triangulasi penelitian adalah cara mana hasil penelitian baik data ataupun
kesimpulan mengenai bagian tertentu atau keseluruhan diuji validitas dari
berbagai peneliti.
3. Triangulasi metode yaitu penelitian yang dilaksanakan untuk
mengumpulkan data yang sejenis tetapi dengan menggunakan teknik
pengumpulan data yang berbeda.
4. Triangulasi teoritis adalah melakukan penelitian tentang topik yang sama
dan data dianalisis dengan menggunakan pandangan lebih dari satu teori.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik triangulasi data dan
teknik triangulasi metode. Teknik triangulasi data karena peneliti menggunakan
beberapa sumber data untuk mengumpulkan data dengan permasalahan yang
sama. Data yang ada di lapangan diambil dari berbagai sumber yang berbeda-
beda, yaitu dengan memanfaatkan data dari suatu sumber kemudian dicek dengan
sumber lain untuk keperluan pengecekan atau pembanding data, serta dengan
menggunakan teknik triangulasi metode. Peneliti dalam mengumpulkan data
menggunakan teknik/metode yang berbeda yaitu dilakukan dengan cara
membandingkan antara hasil wawancara dengan sumber data hasil pengamatan
peneliti dan isi dokumen yang berkaitan sehingga data yang diperoleh semakin
lengkap terpercaya.
G. Analisis Data
Analisis data biasanya dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan
data sampai diperoleh suatu kesimpulan. Menurut Moleong analisis data adalah
“proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan
satuan dasar sehingga dapat ditemukan tema, dapat dirumuskan hipotesis kerja
seperti yang disarankan oleh data” (2000:103).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Menurut Miles & Huberman yang dikutip Sutopo (2002): “terdapat tiga
komponen utama yang harus benar-benar dipahami oleh peneliti yaitu (1) reduksi
data, (2) sajian data, (3) penarikan kesimpulan, serta verifikasinya” (hlm. 91).
Penjelasan ketiga komponen diatas adalah sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Merupakan proses menyeleksi, memfokuskan, menyederhanakan, dan
mengabstrakan data yang ada. Pada tahap ini proses dimulai dari
pengambilan keputusan tentang kerangka kerja konseptual, pemilihan
kasus, pertanyaan, penggalian data, pembuatan catatan singkat dan
menentukan batas permasalahan. Sebagai salah satu bentuk analisi maka
proses mempertegas, memperpendek, membuat fokus dan mengatur data
serta mengklasifikasikan data yang telah diperoleh sesuai dengan
kebutuhan penelitian merupakan hal yang harus dilakukan. Ini
mempermudah peneliti untuk menarik kesimpulan akhir penelitian itu.
2. Sajian Data
Inti dari penyajian data adalah mengorganisir informasi secara sistematis
untuk mempermudah peneliti dalam menggabungkan dan merangkai
keterkaitan antar data dalam menyusun penggambaran dari fenomena yang
ada pada objek penelitian. Untuk mempermudah penyajian data ini
digunakan skema jaringan keterkaitan kegiatan tabel apabila dibutuhkan.
Dengan data yang tersaji akhirnya peneliti akan menginterprestasikan
fenomena yang ada dan membandingkan fenomena tersebut dengan teori
yang relevan.
3. Penarikan Kesimpulan
Merupakan analisis rangkaian pengolahan data yang berupa gejala dan
kasus yang terdapat di lapangan. Penyusunan catatan, pertanyaan, pola dan
arah sebab akibat dilakukan secara teratur. Disamping itu dalam penarikan
kesimpulan, penelitian juga mendiskusikan permasalahan dengan berbagai
pihak yang relevan yang akhirnya terjadi sebuah kesepakatan kesimpulan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Analisis penelitian kualitatif dilakukan bersamaan dengan proses
pengumpulan data atau dilakukan di lapangan. Sedangkan model analisis yang
digunakan oleh peneliti adalah model analisis terjalin atau interaktif.
Untuk lebih jelasnya proses analisis dengan model analisis interaktif dapat
ditunjukan dengan bagan sebagai berikut:
Gambar 2: komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif
Sumber: Matthew B. Milles & A. Michael Huberman yang dikutip H.B
Sutopo (2002:96)
H. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian adalah tata urutan atau langkah-langkah rinci yang
harus ditempuh untuk melaksanakan penelitian. Hal ini dimaksudkan agar
penelitian dapat berjalan dengan teratur sehingga hasil penelitian dapat
dipertanggungjawabkan. Menurut Moleong “tahap-tahap penelitian yang akan
dilaksanakan adalah tahap pra lapangan, pekerjaan lapangan, tahap analisis data
dan tahap penyusunan laporan lapangan” (2004:127). Prosedur penelitian dibagi
menjadi beberapa tahap sebagai berikut:
1. Tahap pra lapangan
Dalam tahap ini kegiatan yang dilakukan peneliti yaitu menyusun
rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perijinan,
Pengumpulan Data
Sajian Data
Penarikan Kesimpulan
atau Verifikasi
Reduksi Data

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
menjajaki dan menilai lapangan, memilih dan memanfaatkan informan
serta menyiapkan perlengkapan penelitian.
2. Tahap lapangan
Tahap ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu memahami latar belakang dan
persiapan diri, memasuki lapangan dan berperan serta mengumpulkan
data.
3. Tahap analisis data
Tahap analisis data dilaksanakan langsung di lapangan bersamaan dengan
pengumpulan data
4. Tahap penulisan laporan
Tahap penulisan laporan yaitu peneliti mulai menyusun laporan setelah
analisis data, yang kemudian dilaporkan tersebut diperbanyak sesuai
kebutuhan dan siap dipertanggungjawabkan di depan Tim Penguji Skripsi.
Gambar 3: Skema Prosedur Penelitian
Persiapan,
Pelaksanaan
(Perijinan,
Pengumpulan
Informasi)
Pengumpulan
data dan
analisis awal
Analis
akhir
Penarikan
kesimpulan
Penulisan
laporan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. SMA KANISIUS YOS SUDARSO
SMA Kanisius Yos Sudarso adalah salah satu sekolah swasta yang
terakreditasi di Kabupaten Boyolali yang beralamat di Jalan/Desa Tegalmulyo,
Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali, No telp: (0276) 322455. Sekolah ini
berada di bawah Yayasan Kanisius Cabang Surakarta yang beralamat di Jl. Arifin
No. 1 Surakarta Kodepos 57111 Telp/fak. 0271-642110. SMA Kanisius Yos
Sudarso didirikan pada tahun 1983, dan baru beroperasi pada tahun 1986.
SMA Kanisius Yos Sudaarso memiliki moto sekolah, yaitu pendidikan
untuk semua. Visi sekolah adalah menjadikan siswa cerdas, beriman, bermoral,
terampil, dan mandiri, sedangkan visi sekolah, antara lain:
a. Mewujudkan suasana pembelajaran yang kondusif untuk mencapai hasil
belajar yang optimal
b. Menumbuhkembangkan sikap toleran dan penghayatan ajaran agama yang
dianutnya
c. Menumbuhkembangkan sikap kesetiakawanan sosial tanpa membedakan
suku, agama, ras dan antar golongan
d. Menumbuhkembangkan potensi diri siswa sesuai dengan bakat yang
dimiliki dan fasilitas yang tersedia
e. Menumbuhkembangkan rasa tanggung jawab terhadap pribadinya sesuai
dengan bakat yang dimilikinya.
Fasilitas yang diberikan sekolah yaitu gedung belajar dan ruang kelas
nyaman dan terang, ruang praktek keterampilan komputer, ruang perpustakaan
yang dilengkapi buku literatur yang beranekaragam, ruang Usaha Kesehatan
Sekolah (UKS), lapangan upacara dan olah raga, sarana praktek fisika, kimia,
biologi, matematika, kegiatan ekstra kurikuler: pramuka, komputer, seni musik,
seni vokal.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Tabel 4.1 Jumlah Siswa dan Jumlah Rombongan Belajar
(Sumber: Bagian Tata Usaha SMA Kanisius Yos Sudarso)
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa SMA Kanisius memiliki
jumlah siswa dan rombongan belajar yang relatif sedikit, yaitu untuk setiap
tingkat rata-rata memiliki 1 (satu) kelas, hanya untuk kelas XII memiliki 2 (dua)
kelas dan jumlah siswa pada setiap rombongan belajar kurang dari 30 siswa.
Tabel 4.2 Kepala Sekolah, Guru, dan Tenaga Administrasi menurut Status
Kepegawaian, Golongan dan Jenis Kelamin
Jabatan
Status Kepegawaian
Jumlah Tetap Tidak Tetap
Bantu Pusat
Bantu Daerah Gol. I Gol. II Gol. III Gol. IV Yayasan
L P L P L P L P L P L P L P L P L P
Ka. Sek
1
-
1
Guru
2
4
1
2
5
4
Tenaga Admin.
1
1
1
1
2
(Sumber: Bagian Tata Usaha SMA Kanisius Yos Sudarso)
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa status kepegawaian guru di
SMA Kanisius belum semuanya guru tetap, di sekolah ini juga terdapat guru
yayasan dan guru tidak tetap.
2. SMA BHINEKA KARYA 3 BOYOLALI
SMA Bhineka Karya 3 Boyolali adalah termasuk sekolah swasta yang
berdiri pada tahun 1977 di kabupaten Boyolali yang beralamat di Jalan Raya
Solo-Boyolali nomor 166, desa Randusari, kecamatan Teras, kode pos 27372,
No. Program
Pengajaran
Tingkat I Tingkat II Tingkat III Jumlah
Rom
Bel
Siswa Rom
Bel
Siswa Rom
Bel
Siswa Rom
Bel
Siswa
L P L P L P L P
1. Umum 1 8 10
1 8 10
2. Bahasa
- - -
3. IPA
- - -
4. IPS
1 11 17 1 10 11 2 21 28

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
telepon 0276-324188. Sekolah ini berada di bawah Yayasan Bhinneka Karya
Kabupaten Boyolali, dimana telah mendapat akreditasi B.
Visi sekolah adalah menjadi sekolah yang baik, aktif, kreatif, mewujudkan
anak Indonesia yang “Beriman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi
pekerti luhur, berprestasi, disiplin, kreatif, mandiri, serta gemar belajar, sedangkan
misi sekolah antara lain:
a. Melaksanakan pendidikan secara baik untuk siswa-siswanya sehingga
lulusannya menjadi insan yang bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
berbudi pekerti luhur, disiplin, kreatif, mandiri dan gemar belajar.
b. Menghasilkan siswa yang berprestasi tinggi dan mampu bersaing dalam
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi serta berguna bagi
masyarakat.
c. Berorientasi pada pengembangan pribadi siswa yang memiliki semangat
belajar tanpa henti berdasarkan prinsip profesionalisme
d. Menjadikan sekolah sebagai tempat untuk menumbuhkan budaya belajar
dan budaya organisasi, sehingga menjadikan kebanggaan bagi sekolah dan
lingkungannya, mampu menumbuhkan kepercayaan diri serta
memperkokoh persatuan dan kesatuan
Sarana dan prasarana yang dimiliki SMA Bhineka Karya 3 Boyolali yaitu
ruang guru, ruang tata usaha, ruang kelas yang berjumlah 5 kelas (kelas X
berjumlah 1 kelas, kelas XI berjumlah 2 kelas, kelas XII berjumlah 2 kelas),
kantin sekolah, perpustakaan konvensional.
Tabel 4.3 Jumlah Siswa dan jumlah Rombongan Belajar
No. Program
Pengajaran
Tingkat I Tingkat II Tingkat III Jumlah
Rom Bel
Siswa Rom Bel
Siswa Rom Bel
Siswa Rom Bel
Siswa
L P L P L P L P
1. Umum 1 9 5
1 9 5
2. Bahasa
- - -
3. IPA
1 5 2 1 9 12 2 14 14
4. IPS
1 11 3 1 17 - 2 28 3
Jumlah
1 9 5 2 16 5 2 26 12 5 51 22
(Sumber: Bagian Tata Usaha SMA Bhineka Karya 3 Boyolali)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa SMA Bhineka Karya 3
Boyolali memiliki 5 rombongan belajar dengan jumlah siswa yang relatif sedikit,
kelas X memiliki 1 (satu) kelas dengan jumlah siswa 14 siswa, untuk kelas XI
jumlah siswa 21 siswa dan kelas XII jumlah siswa 38 siswa, dimana masing-
masing memiliki 2 (kelas) IPA dan IPS.
Tabel 4.4 Kepala Sekolah, Guru, dan Tenaga Administrasi menurut Status
Kepegawaian, Golongan dan Jenis Kelamin
Jabatan
Status Kepegawaian
Jumlah Tetap
Yayasan Tidak Tetap
Bantu
Pusat
Bantu
Daerah
L P L P L P L P L P
Kepala
Sekolah 1
1 -
Guru 7 3 5 2 1
13 5
Tenaga
Administrasi 3 3
3 3
(Sumber: Bagian Tata Usaha SMA Bhineka Karya 3 Boyolali)
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa status kepegawaian guru-guru
SMA Bhineka Karya 3 Boyolali sebagian besar merupakan guru tetap yayasan,
walaupun sebagian masih menjadi guru tidak tetap, dan ada juga guru bantu pusat.
3. SMK KARYA DHARMA TERAS
SMK Karya Dharma Teras Boyolali adalah termasuk sekolah swasta di
Kabupaten Boyolali yang beralamat di JL. Raya Boyolali-Solo Km. 07 Teras
Kabupaten Boyolali 57372. Sekolah ini berada di bawah Yayasan Karya Dharma
Veteran Boyolali yang beralamat di JL. Perintis Kemerdekaan Pulisen Boyolali.
Program keahlian yang dimiliki adalah teknik mesin.
Visi sekolah adalah menciptakan teknisi tingkat menengah, professional,
dan tangguh, sedangkan misi sekolah adalah:
a. Mendidik dan melatih peserta didik sesuai dengan kebutuhan dunia kerja
b. Mendidik dan melatih peserta didik untuk mandiri
c. Mendidik dan melatih peserta didik agar mampu memahami dan mampu
menerapkan budi pekerti luhur

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah yaitu ruang kelas berjumlah 3
kelas, ruang laboratorium komputer, ruang perpustakaan konvensional, ruang
praktek permesinan, ruang kepala sekolah dan wakil, ruang guru, ruang TU,
BP/BK, Ruang Unit produksi.
Tabel 4.5 Jumlah Siswa dan jumlah Rombongan Belajar
Kompetensi Keahlian
Kode Kompetensi
Keahlian Akreditasi
Tingkat I Tingkat II Tingkat III Jumlah
Rom Bel
Siswa Rom Bel
Siswa Rom Bel
Siswa Rom Bel
Siswa
L P L P L P L P
Teknik Pemesinan
010601 1
6
1
1
21 1
30
3
57
1
Jumlah 1
6
1 1
21
-
1
30 -
3
57
1
(Sumber: Bagian Tata Usaha SMK Karya Dharma Teras Boyolali)
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa SMK Karya Dharma Teras
memiliki rombongan belajar dan jumlah siswa yang relatif sedikit. Tiap tingkat
memiliki 1 (satu) rombongan belajar dengan jumlah siswa kurang dari 32 siswa.
Tabel 4.6 Kepala Sekolah, Guru, dan Tenaga Administrasi menurut Status
Kepegawaian, Golongan dan Jenis Kelamin
Jabatan
Status Kepegawaian
Jumlah Tetap Tidak Tetap
Bantu Pusat
Bantu Daerah Gol. I Gol. II Gol. III Gol. IV Yayasan
L P L P L P L P L P L P L P L P L P
Ka. Sek
1
1
-
Guru
11
11
-
Tenaga Admin.
2
2
1
2
3
4
(Sumber: Bagian Tata Usaha SMK Karya Dharma Teras Boyolali)
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa status kepegawaian guru di
sekolah ini adalah guru tetap yayasan.
4. SMA N 1 BANYUDONO
SMA N 1 Banyudono adalah termasuk sekolah negeri di kabupaten
Boyolali yang beralamat di JL. Jembungan, Banyudono, 57373. Visi sekolah
adalah terwujudnya SMAN 1 Banyudono yang unggul dalam prestasi dan teladan
dalam perilaku, dengan indikator visi:
a. Memiliki keunggulan dalam penampilan sekolah.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
b. Memiliki keunggulan dalam pelayanan sekolah.
c. Memiliki keunggulan dalam prestasi sekolah.
d. Memiliki keunggulan dalam pembelajaran yang berbasis keunggulan
lokal.
e. Memiliki keunggulan dalam pengelolaan lingkungan sekolah sebagai
sumber belajar.
f. Memiliki keunggulan dalam pemberdayaan TIK bagi penyelenggaraan
kegiatan sekolah.
g. Memiliki keunggulan dalam upaya pelestarian Budaya Bangsa.
h. Memiliki keunggulan dalam akhlak, sikap, dan perilaku segenap warga
sekolah.
SMA N 1 Banyudono memiliki misi yaitu:
a. Mewujudkan lingkungan pembelajaran yang kondusif.
b. Menyelenggarakan pendidikan yang efektif dan efisien.
c. Mewujudkan suasana pembelajaran yang kreatif, inovatif, dan
menyenangkan.
d. Melaksanakan pembinaan, pembimbingan, pelatihan dalam pengembangan
potensi diri siswa.
e. Menumbuhkan semangat berprestasi dan berkompetisi secara sehat bagi
segenap warga sekolah.
f. Melestarikan nilai-nilai luhur budaya bangsa dan memanfaatkan Ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk pengembangan ilmu dan kehidupan.
g. Memberdayakan semua potensi sekolah dan masyarakat untuk
mengembangkan pendidikan yang berkeunggulan lokal dan berwawasan
global.
h. Menanamkan nilai-nilai dasar keilmuan, keimanan, dan ketakwaan.
i. Mengembangkan budaya 5 S (Senyum, Sapa, Salam, Sopan, Simpatik)
dalam pergaulan.
Tabel 4.7 Jumlah Siswa dan jumlah Rombongan Belajar
No. Program
Pengajaran
Tingkat I Tingkat II Tingkat III Jumlah
Rom Siswa Rom Siswa Rom Siswa Rom Siswa

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Bel L P Bel L P Bel L P Bel L P
1. Umum 6 60 133
6 60 133
2. Bahasa
- - -
3. IPA
2 16 50 2 17 46 4 33 96
4. IPS
4 40 79 3 43 63 7 83 142
Jumlah 6 60 133 6 56 129 5 60 109 17 176 371
(Sumber: Bagian Tata Usaha SMA N 1 Banyudono)
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa SMA N 1 Banyudono
memiliki jumlah rombongan belajar yang banyak pada tiap tingkat memiliki 6
(enam) kelas, kecuali kelas XII yang memiliki 5 (lima) kelas. Jumlah siswa juga
banyak lebih dari 150 siswa pada setiap tingkatnya.
Tabel 4.8 Kepala Sekolah, Guru, dan Tenaga Administrasi menurut Status
Kepegawaian, Golongan dan Jenis Kelamin
Jabatan
Status Kepegawaian
Jumlah Tetap Tidak Tetap
Bantu Pusat
Bantu Daerah Gol. I Gol. II Gol. III Gol. IV Yayasan
L P L P L P L P L P L P L P L P L P
Ka. Sek
1
1 -
Guru
3 5 17 10
1 2
21 17
Tenaga Admin.
1
1 1
5 2
7 3
(Sumber: Bagian Tata Usaha SMA N 1 Banyudono)
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa status kepegawaian guru-guru
di sekolah ini sebagian besar sudah merupakan guru tetap, walaupun masih
terdapat guru tidak tetap yang juga mengajar di sekolah ini.
5. SMA NEGERI 1 TERAS
SMA Negeri 1 Teras termasuk sekolah negeri di kabupaten Boyolali
terletak di Jl. Raya Sudimoro-Teras Km 2 desa Sudimoro, kecamatan Teras,
kabupaten Boyolali. Telp (0276) 325478, sekitar 7 Km di timur kota Boyolali.
Meskipun berada di pinggiran kota, SMA Negeri 1 Teras mudah di jangkau
transportsi umum dari segala jurusan. Dari wilayah Kartosuro–Banyudono dapat
di tempuh dengan satu kali angkutan. Visi sekolah ini adalah menjadi lembaga

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
pendidikan yang unggul dengan sumber daya manusia yang berkualitas dan
berdaya saing dengan tetap berpijak pada budaya bangsa. Misi sekolah yaitu:
a. Menjadikan sekolah sebagai tempat kajian, pengamalan dan percontohan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta keimanan dan ketaqwaan.
b. Memberikan layanan pembelajaran dan layanan bimbingan yang efektif,
efisien dan relevan dengan kebutuhan melalui proses pembelajran yang
kreatif, inovatif, menyenangkan dan bermakna.
c. Meningkatkan prestasi siswa sesuai dengan minat bakat dan potensinya
agar tumbuh dan berkembang secara optimal.
d. Menciptakan lingkungan sekolah yang sehat kondusif dalam menjunjung
kegiatan pembelajaran.
Tujuan SMA Negeri 1 Teras:
a. Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
yang diwujudkan dengan kemantapan akidah dan konsistensi
pengamalan agama sesuai dengan keyakinan masing-masing.
b. Meningkatkan kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan hidup untuk
dapat hidup mandiri yang dilandasi dengan kemampuan bekerjasama
dengan sikap yang terbuka, demokratis, toleran dan tunduk terhadap
hukum dan norma yang ada di masyarakat.
c. Meningkatkan kecerdasan dan pengetahuan siswa untuk dapat mengikuti
pendidikan tinggi yang baik.
Untuk mencapai tujuan SMA Negeri 1 Teras strategi yang digunakan adalah:
a. Memberikan layanan pembelajaran dengan mengintegrasikan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan muatan keimanan dan ketaqwaan
pada semua mata pelajaran.
b. Memberdayakan tenaga pendidik dan kependidikan lain untuk berperan
aktif dalam kegiatan pembelajran dan penunjang pembelajaran melalui
peningkatan ghiroh (semangat), profesionalisme dan kompetensi
paedagogik dengan berbasis pada Teknologi Informasi dan Komunikasi.
c. Mengoptimalkan kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan bakat,
minat dan potensi yang dimiliki siswa.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
d. Menjalin kerjasama dengan berbagai lembaga maupun insatansi baik
negeri mupun swasta, perguruan tinggi, dan masyarakat luas untuk
meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
e. Menanamkan kesadaran hidup sehat kepada warga sekolah untuk
menjaga kesehatan lingkungan sekolah dan mendukung pembangunan
yang berkelanjutan.
Tabel 4.9 Jumlah Siswa
Jenis
Kelamin
Kelas
X
Kelas XI Kelas XII Total
IPA IPS IPA IPS BHS
Laki-laki 99 40 73 21 88 - 321
Perempuan 151 66 65 53 57 - 392
Jumlah 250 106 138 74 145 - 713
(Sumber: Bagian Tata Usaha SMA Negeri 1 Teras)
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah siswa di SMA N 1
Teras rata-rata setiap tingkatnya adalah 200 siswa.
Tabel 4.10 Jumlah Rombongan Belajar
Kelas Jumlah Rombongan Belajar
I 7 kelas
II - IPA 3 kelas
II- IPS 4 kelas
III – IPA 2 kelas
III – IPS 4 kelas
Total 20 kelas
(Sumber: Bagian Tata Usaha SMA Negeri 1 Teras)
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah rombongan kelas
pada sekolah ini tergolong banyak, karena di setiap tingkatnya terdapat lebih dari
5 (lima) kelas.
Tabel 4.11 Jumlah Guru Berdasarkan Status
Kualifikasi Jumlah Persen

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Guru Negeri (PNS) 43 86
Guru Tetap Yayasan - -
Guru Tidak Tetap (W.B) 7 14
Total 50 100
(Sumber: Bagian Tata Usaha SMA Negeri 1 Teras)
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa status kepegawaian guru-guru
di sekolah ini sebagian besar sudah merupakan guru tetap atau guru negeri (PNS),
walaupun masih terdapat guru tidak tetap yang juga mengajar di sekolah ini.
B. Deskripsi Temuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang diambil dalam penelitian ini yaitu
mengenai Validitas Jam Mengajar Guru Bersertifikasi pada Sekolah Menengah
Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Berkelas Kecil (Studi kasus
di Kabupaten Boyolali), maka perlu kiranya peneliti memberikan gambaran data
yang berkaitan dengan jam mengajar guru bersertifikasi di sekolah yang diteliti.
Berikut yang penulis teliti untuk mendapatkan data sebagai bahan untuk
menjawab permasalahan dari penelitian yang saya lakukan.
1. Sekolah berkelas kecil
Menurut informasi dari Bapak Bambang informan IV dalam
wawancara tentang pengertian “Sekolah berkelas kecil adalah suatu sekolah
yang memiliki paralel kelas setiap tingkatnya kurang dari 3 kelas, dimana
jumlah siswa tiap rombelnya kurang dari 32 siswa”.
Pernyataan serupa juga dikemukakan oleh Bapak Srijoko informan
VI yang mengatakan bahwa “Sekolah berkelas kecil adalah sekolah yang
memiliki tingkat paralel kelas sedikit, seperti di sekolah ini (SMK Karya
Dharma Veteran) yang hanya memiliki 1 (satu) kelas tiap tingkatnya, dan
memiliki jumlah siswa kurang dari 32 siswa”.
Kedua informasi di atas diperkuat juga dengan informasi dari Ibu
Yuliana informan II, Ibu Setiyani III, Ibu Nani VII dalam wawancara yang
mengungkapkan bahwa “Sekolah yang berkelas kecil adalah sekolah yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
memiliki tingkat paralel kelas kurang dari 3 (tiga) kelas untuk setiap
tingkatnya, dan jumlah siswa di setiap kelas kurang dari 32 siswa”.
Dari beberapa pendapat di atas maka penulis dapat simpulkan bahwa
untuk pengertian sekolah berkelas kecil adalah suatu sekolah yang memiliki
paralel di tiap tingkatnya kurang dari 3 kelas dan rata-rata jumlah siswa di
tiap kelas kurang dari 32 siswa. Dari pengertian di atas, lokasi penelitian yang
diteliti yaitu di SMK Karya Dharma Veteran Teras, SMA Kanisius Yos
Sudarso, SMA Bhineka Karya 3 Teras termasuk dalam sekolah yang berkelas
kecil, karena masing-masing sekolah rata-rata hanya memiliki paralel kelas di
tiap tingkatnya kurang dari 2 (dua) kelas bahkan kebanyakan hanya memiliki
tingkat paralel kelas hanya 1 (satu) kelas.
2. Kriteria beban kerja atau beban mengajar guru 24 jam/minggu
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74
Tahun 2008 dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 39 Tahun
2009 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru dan Pengawas Satuan
Pendidikan yang termasuk dalam beban kerja guru adalah:
a. Guru mata pelajaran
Beban kerja Guru mencakup kegiatan pokok, antara lain:
1) Merencanakan pembelajaran dengan membuat Rencana
Pembelajaran (RPP) pada awal tahun atau awal semester sesuai
dengan rencana kerja sekolah.
2) Melaksanakan pembelajaran merupakan kegiatan interaksi edukatif
antara peserta didik dengan guru. Kegiatan tersebut merupakan
kegiatan tatap muka. Penjelasan kegiatan tatap muka sebagai
berikut:
a) Kegiatan awal tatap muka, dapat berupa kegiatan pengecekan
dan atau penyiapan fisik kelas, bahan pelajaran, modul, media,
dan perangkat administrasi.
b) Kegiatan tatap muka yaitu penyampaian materi pelajaran
c) Membuat resume proses tatap muka, yang dapat berupa refleksi,
rangkuman, dan rencana tindak lanjut.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
3) menilai hasil pembelajaran
4) membimbing dan melatih peserta didik yaitu kegiatan intra kurikuler
dan kegiatan ekstra kurikuler
5) melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan
kegiatan pokok sesuai dengan beban kerja guru, yang berupa:
a) Tugas tambahan struktural yaitu tugas sesuai dengan ketentuan
tentang struktur organisasi sekolah. Jenis tugas tambahan
sruktural dapat berupa:
1) Tugas sebagai Kepala Sekolah ekuivalen dengan 18 jam,
sehingga minimal wajib mengajar 6 jam.
2) Tugas sebagai Wakil Kepala Sekolah ekuivalen dengan 12
jam, sehingga minimal wajib mengajar 12 jam.
3) Tugas sebagai Kepala Perpustakaan ekuivalen dengan 12
jam, sehingga minimal wajib mengajar 12 jam.
4) Tugas sebagai Kepala Laboratorium ekuivalen dengan 12
jam, sehingga minimal wajib mengajar 12 jam.
5) Tugas sebagai Ketua Jurusan Program Keahlian ekuivalen
dengan 12 jam, sehingga minimal wajib mengajar 12 jam.
6) Tugas sebagai Kepala Bengkel ekuivalen dengan 12 jam,
sehingga minimal wajib mengajar 12 jam.
b) Tugas tambahan khusus hanya berlaku pada jenis sekolah
tertentu, untuk menangani masalah khusus yang belum diatur
dalam peraturan yang mengatur organisasi sekolah. Tugas
tambahan khusus dapat berupa:
1) Tugas sebagai Pembimbing Praktik Kerja Industri ekuivalen
dengan 12 jam, sehingga minimal wajib mengajar 12 jam.
2) Tugas sebagai Kepala Unit Produksi ekuivalen dengan 12
jam, sehingga minimal wajib mengajar 12 jam.
b. Guru Bimbingan dan Konseling
Guru Bimbingan dan Konseling memiliki tugas, tanggung jawab,
wewenang, dalam pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
terhadap peserta didik. Tugas guru bimbingan dan koseling terkait
dengan pengembangan diri peserta didik yang sesuai dengan kebutuhan,
potensi, bakat, minat, dan kepribadian peserta didik di sekolah.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan kegiatan tatap muka
berlaku sebagai beban kerja guru yang terkait dengan pelaksanaan
pembelajaran. Dengan demikian yang dapat dihitung sebagai tatap muka guru
adalah alokasi jam mata pelajaran dalam 1 (satu) minggu yang tercantum
dalam kurikulum sekolah. Hal senada juga diungkapkan oleh Bapak
Supriyadi informan I dan Ibu Yuliana informan II dalam wawancara yang
menyebutkan bahwa:
“ yang diperhitungkan sebagai beban mengajar hanya kegiatan tatap
muka di kelas dan tugas tambahan yang diterima oleh guru sebagai
kepala suatu bagian, semisal kepala sekolah, ketua program keahlian,
kepala perpustakaan, kepala laboratorium, kepala bengkel atau kepala
unit produksi, dan pembimbing praktek kerja industri, dan wakil
kepala sekolah”.
Hal senada juga diungkapkan oleh Ibu Setiyani informan III dalam
wawancara mengungkapkan bahwa “yang diperhitungkan sebagai beban
mengajar hanyalah jam tatap muka di kelas, untuk tugas-tugas lainnya seperti
mengisi kegiatan ekstra kurikuler, menjadi wali kelas tidak diperhitungkan
sebagai beban mengajar”.
Bapak Tularno Informan V dalam wawancara mengungkapkan
bahwa:
“yang diperhitungkan sebagai beban mengajar selain kegiatan tatap
muka juga tugas tambahan sebagai kepala sekolah, wakil kepala
sekolah, ketua program keahlian, kepala perpustakaan, kepala
laboratorium, kepala bengkel atau kepala unit produksi, dan
pembimbing praktek kerja industri”.
Secara keseluruhan dari hasil pengamatan dan hasil wawancara, guru-
guru yang sudah bersertifikasi mendapat kewajiban jam mengajar sebanyak
24 jam/minggu yang harus terpenuhi, dimana yang diperhitungkan sebagai
beban mengajar/beban kerja guru adalah jam tatap muka di kelas, dan tugas
tambahan sebagai kepala satuan pendidikan, wakil kepala satuan pendidikan,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
ketua program keahlian suatu pendidikan, kepala perpustakaan, kepala
laboratorium, kepala bengkel atau kepala unit produksi, dan pembimbing
praktek kerja industri dapat diperhitungkan sebagai beban kerja guru apabila
tugas tambahan tersebut dilaksanakan di sekolah tempat guru bekerja sebagai
guru tetap.
Hal tersebut telah sesuai dengan Landasan Hukum yaitu Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 dan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 39 Tahun 2009 tentang Pemenuhan Beban Kerja
Guru dan Pengawas Satuan Pendidikan tentang Pemenuhan Beban Kerja
Guru. Setiap guru mata pelajaran telah melaksanakan beban kerjanya
sebanyak 24 jam/minggu, mulai dari kegiatan pokoknya dalam merencanakan
pembelajaran dengan membuat Rencana Pembelajaran (RPP) pada awal
semester sesuai, kemudian melaksanakan pembelajaran yang merupakan
kegiatan tatap muka di kelas.
Kegiatan tatap muka, diawali dengan melakukan pengecekan dan
penyiapan fisik kelas, bahan pelajaran, modul, media, dan perangkat
administrasi, kemudian menyampaikan materi pembelajaran, dan di akhir
kegiatan tatap muka dilakukan dengan membuat suatu rangkuman
pembelajaran. Guru juga melaksanakan penilaian hasil pembelajaran, dan
membimbing maupun melatih peserta didik yaitu kegiatan intra kurikuler dan
kegiatan ekstra kurikuler dimana kegiatan ini tidak diekuivalenkan dengan
jam mengajar namun sudah termasuk beban kerja guru. Selain itu tugas
tambahan dapat diekuivalenkan sebagai jam mengajar baik itu tugas
tambahan struktural maupun tugas tambahan khusus.
3. Pembagian/penentuan jam mengajar bagi guru yang bersertifikasi pada
Sekolah yang bersangkutan
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pembagian/penentuan
jam mengajar bagi guru yang bersertifikasi pada suatu sekolah dilakukan oleh
wakil kepala sekolah (waka) kurikulum. Dalam pembagian jam mengajarnya
jika dalam satu sekolah memiliki 2 (dua) atau lebih guru yang mengajar atau

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
mengampu mata pelajaran yang sama maka yang diprioritaskan adalah guru
yang bersertifikasi agar mendapat jam mengajar 24 jam/minggu.
Menurut informasi dari Bapak Padil informan IX yang mengatakan
bahwa:
“tugas waka kurikulum yaitu menyusun program pengajaran,
pembagian tugas guru dengan jadwal mengajar, menyusun jadwal
ujian tengah semester dan ujian semester, serta menyusun jadwal
UAN/UAS. Dalam penyusunannya saya berkoordinasi dengan kepala
sekolah”.
Informasi dari Bapak Supriyadi informan I yang mengatakan bahwa:
“saya mendapat jumlah jam mengajar 12 jam/ minggunya, mengajar
bahasa Indonesia kelas X dan XI saya hanya mendapat 2 kelas di sini
(SMA Bhinneka Karya 3 Teras). Jumlah guru bahasa Indonesia ada 2
hanya yang satu belum tersertifikasi, sehingga wakakurikulum
memberikan saya 12 jam/minggunya. Itu kan masih kurang mbak,
saya juga memiliki tugas tambahan yaitu sebagai waka kesiswaan
mbak yang dihargai 12 jam mengajar sehingga beban kerja saya
jumlahnya 24 jam/minggunya”.
Menurut Bapak Srijoko informan VI mengatakan bahwa:
“saya di SMK Karya Dharma Teras ini mengajar PKn mbak, disini
hanya ada 1 guru PKn yaitu saya. Jumlah kelas yang saya ajar ada 3
yaitu kelas X, XI, XII masing-masing 2 jam mengajarnya sehingga
jumlah jam mengajar saya hanya 6 jam/minggu, itukan belum cukup
mbak. Saya juga mendapat tugas tambahan sebagai waka kurikulum
yang dihargai 12 jam, sehingga jumlah beban kerja saya 18
jam/minggu. Saya masih harus mencari tambahan jam mbak di
sekolah lain, saya mengajar di SMA Bhinneka Karya I Boyolali,
disana saya mendapat 6 jam mengajar per minggunya untuk 3 kelas
yaitu kelas X, XI, XII. Saya dalam seminggu sudah memiliki beban
kerja 24 jam/minggunya sesuai dengan peraturan dari pemerintah
mbak”.
Hal senada juga diungkapkan oleh Bapak Tularno informan V yang
mengatakan bahwa:
“saya di SMA Kanisius Yos Sudarso Boyolali mendapat jam tatap
muka sebanyak 24 jam/minggu, dimana sertifikat pendidik saya
adalah guru geografi, tapi dengan keadaan sekolah yang berkelas kecil
dengan jumlah kelas yang hanya sedikit yaitu berjumlah 3 (tiga) kelas
saya mengajar kelas X sebanyak 3 jam, kelas XI mengajar 4 jam, dan
untuk kelas XII saya mengajar 5 jam jadi total saya mengajar mata
pelajaran geografi adalah 12 jam/minggu. Saya masih harus mengajar

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
12 jam lagi agar beban kerja saya terpenuhi sebanyak 24 jam/minggu.
Sesuai perintah kepala sekolah saya ditugaskan untuk mengajar mata
pelajaran lain yaitu bahasa jawa dan seni rupa dimana masing-masing
mata pelajaran jumlah jam mengajar dalam setiap minggunya adalah 2
jam, saya mengajar di semua kelas sehingga saya genap 24 jam
mengajar per minggunya”.
Pada sekolah yang memiliki paralel kelas tiap tingkatnya banyak
seperti SMA Negeri 1 Teras tidak jauh berbeda pembagian/penentuan jam
mengajar bagi guru yang bersertifikasi dengan sekolah yang berkelas kecil,
menurut Bapak Mujaidi informan VIII yang mengatakan bahwa:
“pembagian jam mengajar atau beban kerja saya menurut sertifikat
mata pelajaran yang saya punya, secara keseluruhan yang membagi
adalah waka kurikulumnya mbak, karena di sini terdapat 3 guru
penjaskes mbak maka saya mendapat 20 jam/minggu dengan
mengajar 10 kelas di sini, yaitu kelas X mengajar 3 kelas, kelas XI
mengajar 4 kelas, dan kelas XII saya mengajar 3 kelas. Jumlah jam
mengajar saya belum mencukupi 24 jam/minggu, sehingga saya
mencari sendiri mbak sekolah lain untuk menambah beban kerja saya
di SMA-Khusus YDKP Boyolali. Di sekolah ini saya mendapat 6
jam/minggu untuk mengajar olah raga mengajar 3 kelas yaitu kelas X,
XI, XII. Dengan demikian jumlah beban kerja saya adalah 26
jam/minggu sudah mencukupi 24 jam/minggu”.
Hal senada juga diungkapkan oleh Bapak Padil informan IX yang
mengatakan bahwa:
“saya mendapat jumlah jam mengajar 12 jam/ minggunya, mengajar
matematika kelas XII-IA saya hanya mendapat 2 kelas di sini (SMA
Negeri 1 Banyudono). Jumlah guru matematika di sini ada 4 guru
semuanya sudah tersertifikasi. Itu kan masih kurang mbak, saya juga
memiliki tugas tambahan yaitu sebagai waka kurikulum mbak yang
dihargai 12 jam mengajar sehingga beban kerja saya jumlahnya 24
jam/minggunya”.
Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil wawancara,
pembagian/penentuan jam mengajar bagi guru yang bersertifikasi pada
sekolah berkelas kecil dan berkelas banyak bahwa setiap guru mengajar
sesuai dengan pembagian tugas yang telah diputuskan kepala sekolah. Setiap
guru mendapat jam mengajar yang tidak sama dengan guru lain namun
kewajiban mengajar yang harus terpenuhi bagi guru yang bersertifikasi
adalah 24 jam/minggu. Pembagian tugas mengajar diberikan pada setiap guru

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
sesuai dengan sertifikat pendidiknya dan yang mengaturnya adalah waka
kurikulum, guru hanya mengajar sesuai dengan jadwal pelajaran yang sudah
dibuat waka kurikulum dan jika guru mendapat tugas tambahan seperti
sebagai kepala satuan pendidikan, wakil kepala satuan pendidikan, ketua
program keahlian suatu pendidikan, kepala perpustakaan, kepala
laboratorium, kepala bengkel atau kepala unit produksi, dan pembimbing
praktek kerja industri maka dapat diperhitungkan sebagai beban kerja guru.
Pembagian jam mengajar guru ini sesuai dengan sertifikat
pendidiknya dalam artian guru mengajar berdasarkan sertifikasi mata
pelajarannya, setelah itu jika seorang guru belum mencukupi 24 jam/minggu
guru dapat memenuhi kewajiban beban kerjanya melalui tugas tambahan
yang tersebut di atas dan jika masih belum mencukupi maka guru tersebut
dapat mencari jam mengajar tambahan di sekolah lain. Beberapa sekolah
seperti di SMA Kanisius Yos Sudarso, pihak sekolah memperbolehkan
gurunya mengajar mata pelajaran lain yang tidak sesuai dengan sertifikat
pendidiknya asalkan memang di sekolah tersebut tidak memiliki guru mata
pelajaran tersebut.
4. Kendala-kendala yang dihadapi pihak sekolah yang bersangkutan dalam
memecahkan permasalahan pembagian jam mengajar guru
bersertifikasi yaitu 24 jam/minggu
Pihak sekolah dalam membagi jam mengajar guru bersertifikasi 24
jam/minggu tidak jarang mengalami kendala, baik sekolah yang berkelas
kecil maupun berkelas banyak kendalanya hampir sama. Berdasarkan hasil
pengamatan kendala atau hambatan yang dialami untuk sekolah yang
berkelas kecil karena memang jumlah kelasnya yang sedikit mengakibatkan
sedikitnya jumlah jam mengajar sehingga bagi guru bersertifikasi yang
memiliki kewajiban mengajar sebanyak 24 jam/minggu tidak terpenuhi
dengan hanya mengajar di kelas di sekolah induk. Jumlah jam mengajar yang
sedikit juga menjadi kendala seorang guru dalam pemenuhan jam mengajar
24 jam/minggu.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Guru bersertifikasi harus mencari jam tambahan lain dengan mendapat
tugas tambahan sebagai kepala satuan pendidikan, wakil kepala satuan
pendidikan, ketua program keahlian suatu pendidikan, kepala perpustakaan,
kepala laboratorium, kepala bengkel atau kepala unit produksi, dan
pembimbing praktek kerja industri yang dapat disetarakan dengan beban
kerja atau beban mengajar, mengajar mata pelajaran yang serumpun atau
mata pelajaran lain jika memang dalam sekolah tersebut tidak ada guru mata
pelajaran tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara Ibu Setiyani informan III yang mengatakan
bahwa:
“dengan keadaan sekolah yang berkelas kecil saya harus mencari jam
tambahan agar mencukupi 24 jam/minggu, karena di sekolah induk saya
baru mendapat jam mengajar 19 jam/minggunya. Saya disini sudah
mengajar sosiologi, PKn, Sejarah, Tata busana tapi tetap tidak
mencukupi. Saya masih mengajar juga di SMK Bhinneka Karya 5 Teras
dan mendapat 6 jam/minggu mengajar IPS terpadu. Saya sempat bingung
mbak mau mencari sekolah dimana, untungnya saya mendapat informasi
dari kepala sekolah SMK BK 5 Teras untuk guru IPS Terpadu masih
kekurangan, jadi saya mendaftarkan diri saya untuk mengajar di sini ya
masih satu yayasan juga mbak. Terkait jumlah mata pelajaran yang saya
ajar banyak, saya sih tidak mengalami kesulitan apa-apa mbak walaupun
saya mengajar banyak mata pelajaran karena itukan masih serumpun mba
sertifikat mata pelajaran saya kan sejarah ya masih serumpun saya
mengajar sosiologi, kalo tata busana itu profesi saya kan tukang jahit
juga mbak jadi gak ada masalah saya mengajar tata busana mbak”.
Hal senada juga diungkapkan Bapak Srijoko informan VI yang
mengatakan bahwa:
“dengan keadaan sekolah yang berkelas kecil saya harus mencari jam
tambahan agar mencukupi 24 jam/minggu. Saya harus aktif mencari
informasi sendiri mbak tentang sekolah yang masih membutuhkan guru
PKn, karena PKn ini kan setiap minggunya hanya 2 jam mbak dan di
sekolah lain guru PKn yang sudah bersertifikasi juga pastinya
kekurangan jam mengajar. Kendalanya ya itu mencari sekolah lain,
untungnya saya mendapatkan sekolah yang masih memerlukan guru PKn
yaitu di SMA Bhinneka Karya 1 Boyolali. Sebagai konsekuensinya
sehari yaitu hari kamis saya di sana mbak, dan saya tidak berangkat ke
sekolah induk”.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil wawancara yang dilakukan
kendala-kendala yang dihadapi pihak sekolah yang bersangkutan dalam
memecahkan permasalahan pembagian jam mengajar guru bersertifikasi yaitu
24 jam/minggu adalah keterbatasan jumlah kelas pada sekolah berkelas kecil
yang mengakibatkan jumlah jam setiap mata pelajaran sedikit, padahal setiap
guru yang bersertifikasi memiliki kewajiban beban kerja atau beban mengajar
sebanyak 24 jam/minggu. Selain itu dalam suatu sekolah tidak jarang pada satu
mata pelajaran terdapat 2 (dua) guru yang mengakibatkan pihak sekolah harus
dapat membagi jam mengajar kepada guru lain secara merata. Selain itu,
sulitnya mencari sekolah lain untuk memenuhi kekurangan jam mengajar
karena tidak jarang sekolah lain tersebut juga memiliki guru bersertifikasi
dengan mata pelajaran yang sama yang masih juga belum mencukupi 24
jam/minggu.
Terbatasnya tugas tambahan guru yang dapat dihitung sebagai beban
kerja guru, yaitu hanya terbatas sebagai kepala satuan pendidikan, wakil kepala
satuan pendidikan, ketua program keahlian suatu pendidikan, kepala
perpustakaan, kepala laboratorium, kepala bengkel atau kepala unit produksi,
dan pembimbing praktek kerja industri, padahal dalam posisi tersebut dengan
keadaan sekolah yang berkelas kecil maka hanya membutuhkan sedikit guru
untuk memperoleh tugas tambahan tersebut. Tugas lain seperti guru yang
mengajar pada Kejar Paket A, B, atau C tidak bisa diperhitungkan jam
mengajarnya, program pengayaan atau remedial teaching tidak diperhitungkan
jam mengajarnya, pembelajaran ekstrakurikuler juga tidak diperhitungkan jam
mengajarnya, meskipun sesuai dengan sertifikasi mata pelajaran, pembelajaran
team teaching tidak diperbolehkan.
C. Pembahasan
Permasalahan dalam penelitian ini yaitu tentang Validitas Jam Mengajar
Guru Bersertifikasi pada Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) Berkelas Kecil (Studi kasus di Kabupaten Boyolali). Dimana
peneliti memaparkan apakah benar guru yang telah bersertifikasi pada sekolah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
berkelas kecil telah mengajar 24 jam/minggu, dengan keterbatasan jumlah kelas
yang memungkinkan sedikitnya jam untuk mengajar bagi setiap gurunya. Oleh
sebab itu maka layak untuk diteliti Validitas Jam Mengajar Guru Bersertifikasi
pada Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
Berkelas Kecil. Data yang diperoleh di lapangan berdasarkan dari tujuan
penelitian tersebut akan dikaitkan dengan kajian teori dan lebih jelasnya
dijelaskan sebagai berikut:
1. Kriteria beban kerja atau beban mengajar guru 24 jam/minggu
Hasil penelitian tentang kriteria beban kerja atau beban mengajar guru
24 jam/minggu yang ada dilapangan yang menjelaskan bahwa jam tatap muka
di kelas yaitu jam mengajar guru setiap minggunya dimana kegiatan bukan
tatap muka tidak diperhitungkan sebagai jam mengajar telah sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru Pasal 52 ayat (2)
menyatakan bahwa istilah tatap muka berlaku untuk pelaksanaan beban kerja
guru yang terkait dengan pelaksanaan pembelajaran. Dengan demikian yang
dapat dihitung sebagai jam tatap muka guru adalah alokasi jam mata
pelajaran dalam 1 (satu) minggu yang tercantum dalam struktur kurikulum
sekolah madrasah.
Seorang guru yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala satuan
pendidikan, wakil kepala satuan pendidikan, ketua program keahlian suatu
pendidikan, kepala perpustakaan, kepala laboratorium, kepala bengkel atau
kepala unit produksi, dan pembimbing praktek kerja industri dapat
diperhitungkan sebagai beban kerja guru apabila tugas tambahan tersebut
dilaksanakan di sekolah tempat guru bekerja sebagai guru telah sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru Pasal 54.
2. Pembagian/penentuan jam mengajar bagi guru yang bersertifikasi pada
Sekolah yang bersangkutan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di sekolah yang berkelas
kecil (SMA Kanisius Yos Sudarso, SMA Bhinneka Karya 3 Teras, SMK
Karya Dharma Veteran Teras) dan sebagai pembanding di sekolah berkelas

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
besar (SMA Negeri 1 Teras dan SMA Negeri 1 Banyudono),
pembagian/penentuan jam mengajar di sekolah dilaksanakan oleh wakil
kepala sekolah yaitu waka kurikulum yang dibantu oleh stafnya untuk
membagi jam mengajar guru yang bersertifikasi, dimana pembagiannya jika
terdapat dua guru atau lebih pada setiap mata pelajaran lebih diprioritaskan
untuk guru yang bersertifikasi karena wajib memenuhi 24 jam mengajar baru
untuk guru yang lain yang belum tersertifikasi, dan jika tetap belum
memenuhi 24 jam maka guru yang bersangkutan mencari jam tambahan lain.
Jam tambahan lain yang disetarakan sebagai beban kerja guru dapat
diperoleh dari tugas tambahan sebagai kepala satuan pendidikan, wakil kepala
satuan pendidikan, ketua program keahlian suatu pendidikan, kepala
perpustakaan, kepala laboratorium, kepala bengkel atau kepala unit produksi,
dan pembimbing praktek kerja industri. Pada beberapa sekolah yang diteliti
kepala sekolah juga masih memperbolehkan seorang guru mengajar mata
pelajaran yang paling sesuai dengan rumpun mata pelajaran yang diampu
seorang guru dan atau mengajar mata pelajaran lain yang tidak ada guru mata
pelajaranya pada satuan administrasi pangkal atau satuan pendidikan lain.
3. Kendala-kendala yang dihadapi pihak sekolah yang bersangkutan dalam
memecahkan permasalahan pembagian jam mengajar guru
bersertifikasi yaitu 24 jam/minggu
Dalam penelitian yang penulis lakukan ini, kendala yang dihadapi
oleh pihak sekolah dalam memecahkan permasalahan pembagian jam
mengajar guru bersertifikasi adalah:
a. Keterbatasan jumlah kelas pada sekolah berkelas kecil yang
mengakibatkan jumlah jam mengajar sedikit, padahal setiap guru yang
bersertifikasi memiliki kewajiban beban kerja atau beban mengajar
sebanyak 24 jam/minggu. Misalkan saja, terdapat 3 kelas dengan jam
mengajar 2 jam per kelas maka guru tersebut hanya mendapat jam
mengajar 6 kelas. Akan berbeda apabila jumlah kelasnya banyak maka
pemenuhan jam mengajar 24 jam/minggu dapat terpenuhi.
b. Jumlah jam mengajar yang sedikit

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Pada mata pelajaran tertentu seperti PKn, olah raga, seni budaya yang
hanya memiliki jumlah jam 2 jam/minggunya akan menyulitkan seorang
guru untuk dapat mencukupi kewajiban jam mengajarnya sebanyak 24
jam/minggu.
c. Susahnya mencari sekolah lain untuk memenuhi kekurangan jam
mengajar, semisal untuk guru PKn dimana dalam seminggu hanya
mendapat jatah 2 jam/minggunya untuk setiap kelasnya padahal di
sekolah lain untuk guru PKn juga kesulitan untuk mendapatkan
tambahan jam mengajar di sekolah induk.
d. Terbatasnya tugas tambahan guru yang dapat dihitung sebagai beban
kerja guru, yaitu hanya terbatas sebagai kepala satuan pendidikan, wakil
kepala satuan pendidikan, ketua program keahlian suatu pendidikan,
kepala perpustakaan, kepala laboratorium, kepala bengkel atau kepala
unit produksi, dan pembimbing praktek kerja industri, padahal dalam
posisi tersebut dengan keadaan sekolah yang berkelas kecil maka hanya
membutuhkan sedikit guru untuk memperoleh tugas tambahan tersebut.
4. Strategi atau upaya yang ditempuh bagi sekolah dan guru untuk
mengatasi kendala-kendala yang dihadapi guru bersertifikasi dalam
pemenuhan jam mengajar 24 jam/minggu
Strategi-strategi yang ditempuh bagi pihak sekolah dan guru untuk
mengatasi kendala-kendala yang dihadapi guru bersertifikasi dalam
pemenuhan jam mengajar 24 jam/minggu adalah sebagai berikut:
d. Meningkatkan jumlah jam tatap muka di Sekolah/madrasah
Meningkatkan jumlah tatap muka di sekolah/madrasah dilakukan
dengan menata/merencanakan kembali jumlah peserta didik per
rombongan belajar sesuai dengan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007
tentang Standar Proses dengan ketentuan SMA/MA jumlah peserta didik
minimal 20 (dua puluh) siswa per kelas, SMK/MAk jumlah peserta didik
minimal 15 (lima belas) siswa per kelas, dimana untuk SMA/MA dan
SMK/MAk jumlah peserta didik maksimal 32 (tiga puluh dua) siswa per
kelas, ini dapat diterapkan pada sekolah yang berkelas banyak.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Penataan jumlah peserta didik per rombongan belajar tersebut
dilakukan dengan tetap mempertahankan rasio guru terhadap peserta didik
tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang
Guru Pasal 17.
e. Mengajar pada sekolah/madrasah lain
Wajib mengajar paling sedikit 24 jam tatap muka dalam 1 (satu)
minggu dapat dipenuhi dengan mengajar di sekolah/madrasah lain baik
negeri maupun swasta sesuai dengan mata pelajaran yang diampu pada
kabupaten/kota tempat sekolah/madrasah tersebut berada atau
kabupaten/kota lain. Sebagai contoh, (1) guru bahasa inggris di suatu SMK
dapat mengajar bahasa inggris di SMP/MTs, SMA/MA atau SMK/MAK
lain, (2) guru produktif SMK dapat mengajar keterampilan/ekstra
kurikuler yang relevan dengan bidangnya di SMP/MTs atau SMA/MA.
Pemenuhan beban kerja paling sedikit 24 jam tatap muka dalam 1
minggu dengan mengajar di sekolah/madrasah lain dapat dilaksanakan
dengan ketentuan guru yang bersangkutan mengajar paling sedikit 6 jam
tatap muka dalam 1 minggu pada sekolah induk. Guru yang memenuhi
kekurangan jam tatap muka dengan mengajar di sekolah/madrasah pada
kabupaten/kota lain, harus memiliki surat tugas yang diketahui oleh dinas
pendidikan kabupaten/kota tempat sekolah/madrasah lain tersebut berada.
f. Ekuivalensi kegiatan dari tugas tambahan
Tugas tambahan yang dapat disetarakan dengan beban kerja atau jam
mengajar guru yaitu:
1) Tugas sebagai Kepala Sekolah ekuivalen dengan 18 jam, sehingga
minimal wajib mengajar 6 jam.
2) Tugas sebagai Wakil Kepala Sekolah ekuivalen dengan 12 jam,
sehingga minimal wajib mengajar 12 jam.
3) Tugas sebagai Kepala Perpustakaan ekuivalen dengan 12 jam,
sehingga minimal wajib mengajar 12 jam.
4) Tugas sebagai Kepala Laboratorium ekuivalen dengan 12 jam,
sehingga minimal wajib mengajar 12 jam.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
5) Tugas sebagai Ketua Jurusan Program Keahlian ekuivalen dengan 12
jam, sehingga minimal wajib mengajar 12 jam.
6) Tugas sebagai Kepala Bengkel ekuivalen dengan 12 jam, sehingga
minimal wajib mengajar 12 jam.
7) Tugas sebagai Pembimbing Praktik Kerja Industri ekuivalen dengan
12 jam, sehingga minimal wajib mengajar 12 jam.
8) Tugas sebagai Kepala Unit Produksi ekuivalen dengan 12 jam,
sehingga minimal wajib mengajar 12 jam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan dianalisis oleh peneliti, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Kriteria beban kerja atau beban mengajar guru 24 jam/minggu adalah:
Hasil penelitian tentang kriteria beban kerja atau beban mengajar guru
24 jam/minggu yang ada dilapangan yang menjelaskan bahwa jam tatap muka
di kelas yaitu jam mengajar guru setiap minggunya dimana kegiatan bukan
tatap muka tidak diperhitungkan sebagai jam mengajar telah sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru Pasal 52 ayat 2.
Seorang guru yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala satuan
pendidikan, wakil kepala satuan pendidikan, ketua program keahlian suatu
pendidikan, kepala perpustakaan, kepala laboratorium, kepala bengkel atau
kepala unit produksi, dan pembimbing praktek kerja industri dapat
diperhitungkan sebagai beban kerja guru apabila tugas tambahan tersebut
dilaksanakan di sekolah tempat guru bekerja sebagai guru telah sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru Pasal 54.
2. Pembagian/penentuan jam mengajar bagi guru yang bersertifikasi pada
sekolah yang bersangkutan dilaksanakan oleh wakil kepala sekolah yaitu
waka kurikulum yang dibantu oleh stafnya untuk membagi jam mengajar
guru yang bersertifikasi, dimana pembagiannya jika terdapat dua guru atau
lebih pada setiap mata pelajaran lebih diprioritaskan untuk guru yang
bersertifikasi karena wajib memenuhi 24 jam mengajar baru untuk guru yang
lain yang belum tersertifikasi, dan jika tetap belum memenuhi 24 jam maka
guru yang bersangkutan mencari jam tambahan lain.
Jam tambahan lain yang disetarakan sebagai beban kerja guru dapat diperoleh
dari tugas tambahan sebagai kepala satuan pendidikan, wakil kepala satuan
pendidikan, ketua program keahlian suatu pendidikan, kepala perpustakaan,
kepala laboratorium, kepala bengkel atau kepala unit produksi, dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
pembimbing praktek kerja industri. Pada beberapa sekolah yang diteliti
kepala sekolah juga masih memperbolehkan seorang guru mengajar mata
pelajaran yang paling sesuai dengan rumpun mata pelajaran yang diampu
seorang guru dan atau mengajar mata pelajaran lain yang tidak ada guru mata
pelajaranya pada satuan administrasi pangkal atau satuan pendidikan lain.
3. Kendala-kendala yang dihadapi pihak sekolah yang bersangkutan dalam
memecahkan permasalahan pembagian jam mengajar guru bersertifikasi yaitu
24 jam/minggu adalah:
a. Keterbatasan jumlah kelas pada sekolah berkelas kecil yang
mengakibatkan jumlah jam setiap mata pelajaran sedikit, padahal setiap
guru yang bersertifikasi memiliki kewajiban beban kerja atau beban
mengajar sebanyak 24 jam/minggu.
b. Jumlah jam mengajar yang sedikit
Pada mata pelajaran tertentu seperti PKn, olah raga, seni budaya yang
hanya memiliki jumlah jam 2 jam/minggunya akan menyulitkan seorang
guru untuk dapat mencukupi kewajiban jam mengajarnya sebanyak 24
jam/minggu.
c. Susahnya mencari sekolah lain untuk memenuhi kekurangan jam
mengajar, semisal untuk guru PKn dimana dalam seminggu hanya
mendapat jatah 2 jam/minggunya untuk setiap kelasnya padahal di
sekolah lain untuk guru PKn juga kesulitan untuk mendapatkan tambahan
jam mengajar di sekolah induk.
d. Terbatasnya tugas tambahan guru yang dapat dihitung sebagai beban
kerja guru, yaitu hanya terbatas sebagai kepala satuan pendidikan, wakil
kepala satuan pendidikan, ketua program keahlian suatu pendidikan,
kepala perpustakaan, kepala laboratorium, kepala bengkel atau kepala
unit produksi, dan pembimbing praktek kerja industri, padahal dalam
posisi tersebut dengan keadaan sekolah yang berkelas kecil maka hanya
membutuhkan sedikit guru untuk memperoleh tugas tambahan tersebut.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
4. Strategi atau upaya yang ditempuh bagi sekolah dan guru untuk mengatasi
kendala-kendala yang dihadapi guru bersertifikasi dalam pemenuhan jam
mengajar 24 jam/minggu adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan jumlah jam tatap muka di Sekolah/madrasah
b. Mengajar pada sekolah/madrasah lain
c. Ekuivalensi kegiatan dari tugas tambahan yaitu tugas tambahan yang
dapat disetarakan dengan beban kerja atau jam mengajar guru
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan di atas, serta berbagai fenomena yang ditemukan
berkaitan dengan penelitian, tentang “Validitas Jam Mengajar Guru Bersertifikasi
pada Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
Berkelas Kecil (Studi kasus di Kabupaten Boyolali)”, maka dapat dikemukakan
implikasinya sebagai berikut:
1. Implikasi teoritis
Adanya kewajiban bagi guru bersertifikasi untuk mengajar 24 jam/minggu
menuntut guru agar lebih profesional, dimana sertifikasi guru telah
memberikan peningkatan kesejahteraan dengan adanya tunjangan sertifikasi.
Dengan adanya tuntutan pemenuhan 24 jam mengajar per minggu bagi guru
bersertifikasi diharapkan kinerja guru lebih optimal sehingga berdampak pada
peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas pendidikan bagi masyarakat
2. Implikasi praktis
Secara keseluruhan pemenuhan 24 jam mengajar per minggu bagi guru
bersertifikasi telah dilaksanakan, berbagai kendala yang dihadapi pada
sekolah berkelas kecil tidak menjadi alasan guru yang telah tersertifikasi
untuk tidak memenuhi kewajiban mengajarnya yaitu 24 jam/minggu.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi sebagaimana yang telah
dikemukakan di atas, maka peneliti mengemukakan saran sebagai berikut:
1. Kepada Kepala Sekolah
Agar memberikan inovasi dan pembaharuan agar terjadi peningkatan
kualitas sekolah, memberikan tugas mengajar kepada guru sesuai dengan
sertifikat mata pelajaran yang dimiliki, supaya dalam kegiatan pembelajaran
dapat maksimal, dimana seorang guru menyampaikan ilmu ke anak didik
sesuai dengan kompetensi yang dimiliki guru tersebut.
2. Kepada guru bersertifikasi
Agar memaksimalkan kinerjanya, guru yang bersertifikasi seharusnya
kualitas dalam mengajar juga meningkat, seiring dengan peningkatan
kesejahteraan yang diterima. Seorang guru harus lebih aktif lagi dalam
mencari informasi sekolah lain yang membutuhkan guru untuk mengajar
sesuai dengan sertifikat mata pelajaran yang dimiliki agar dapat terpenuhi
kewajiban mengajar 24 jam/minggu.
3. Kepada Peneliti Lain
Agar peneliti lain dapat mengkaji ulang penelitian ini dengan
menggunakan metode penelitian yang berbeda, mengingat penelitian ini
masih sangat jauh dari sempurna.