Valence Bond Theory

download Valence Bond Theory

If you can't read please download the document

description

Inorganic Chemistry

Transcript of Valence Bond Theory

iMAKALAHTEORI IKATAN VALENSI(VALENCE BOND THEORY)Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kimia Anorganik IIIDisusun oleh:Denny Pangestutiyati3315111326Desi Rahmawati3315111300Fiud Khodriah3315111311Intan Dwi Harini3315110072Syifa Chairun Nisa3315111323Yokhebed Fransisca3315111296PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA REGULERJURUSAN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS NEGERI JAKARTA2014DAFTAR ISISejarah Teori Ikatan Valensi1Pengertian Teori Ikatan Valensi2Bilangan Koordinasi, Struktur Senyawa Kompleks dan Hibridisasi6Pembentukan Senyawa Kompleks11Momen Magnet Senyawa Kompleks14Kelebihan dan Kelemahan Teori Ikatan Valensi1516Sejarah Valence Bond TheoryKimia koordinasi merupakan salah satu cabang ilmu kimia yang mengalami perkembangan teori dari masa ke masa. Teori koordinasi Werner merupakan teori yang paling berhasil dalam menjelaskan struktur dan isomerisme senyawa-senyawa koordinasi. Akan tetapi, teori koordinasi Werner tidak menjelaskan bagaimana pembentukan ikatan antara atom pusat dengan ligan-ligan yang ada. Akhirnya pada tahun 1927, teori ikatan valensi dikembangkan atas dasar argumen bahwa sebuah ikatan kimia terbentuk ketika dua valensi elektron bekerja dan menjaga dua inti atom bersama oleh karena efek penurunan energi sistem. Pada tahun 1931, beranjak dari teori ini, kimiawan Linus Pauling mempublikasikan jurnal ilmiah yang dianggap sebagai jurnal paling penting dalam sejarah kimia, yaitu "On the Nature of the Chemical Bond".Atas dasar pembentukan ikatan hibrida dari orbital hibrida, Pauling dapat meramalkan bentuk-bentuk geometri dari berbagai senyawa. Berdasarkan hasil kerja Lewis dan teori valensi ikatan W. Heitler serta F. London, dalam jurnal ini Pauling menyatakan enam aturan pada ikatan elektron berpasangan, yaitu:Ikatan elektron berpasangan terbentuk melalui interaksi elektron tak-berpasangan pada masing-masing atomElektron-elektron yang berpasangan memiliki arah spin yang saling berlawananElektron-elektron yang telah berpasangan tidak dapat membentuk ikatan lagi dengan elektron-elektron yang lainKombinasi elektron dalam ikatan hanya dapat diwakili oleh satu persamaan gelombang untuk setiap atomnyaElektron-elektron yang berada pada tingkat energi yang paling rendah akan membentuk pasangan ikatan-ikatan yang paling kuatPada dua orbital sebuah atom, orbital dengan kemampuan bertumpang tindih paling banyaklah yang akan membentuk ikatan paling kuat dan cenderung berada pada orbital yang terkonsentrasiPengertian Teori Ikatan ValensiTeori ikatan valensi merupakan teori pembentukan senyawa kompleks dari atom pusat yang memiliki orbital kosong dan ligan-ligan yang memiliki pasangan elektron bebas melalui ikatan kovalen koordinasi. Teori ikatan valensi hanya memperhatikan elektron terluar (elektron valensi) dari atom pusat sehingga geometri molekul dari senyawa kompleks yang dibentuk dapat diketahui. Beberapa dalil dasar dari teori ikatan valensi yaitu:Bila dua atom membentuk ikatan kovalen, orbital salah satu atom overlap dengan orbital atom lainnyaDua elektron yang berputar berpasangan dapat dibagi diantara kedua orbital yang tumpang tindih, kepadatan elektron terkonsentrasi diantara inti atom yang membentuk ikatanKekuatan ikatan kovalen, yang diukur dalam bentuk sejumlah energi bila dipecah, sebanding dengan jumlah orbital yang overlap-bertambah besar derajat overlapnya, bertambah kuat ikatannya dan bertambah sedikit energi potensial atom bila ikatan terbentukTeori ikatan valensi (TIV) atau Valence Bond Theory (VBT) mengasumsikan bahwa sebuah ikatan kimia terbentuk ketika dua valensi elektron bekerja dan menjaga dua inti atom bersama oleh karena efek penurunan energi sistem, teori ini berlaku dengan baik pada molekul diatomik. Pada teori ikatan valensi ini, elektron-elektron dalam molekul menempati orbital-orbital atom dari masing-masing atom. Ini memungkinkan kita untuk mempertahankan gambaran masing-masing atom yang mengambil peranan dalam pembentukan ikatan.Pada pembentukkan senyawa biasa, ikatan kovalen dapat terjadi saat atom pusat memiliki elektron yang belum berpasangan sehingga atom lain dapat memberikan elektronnya (arah spin yang berlawanan) dan terjadi peristiwa tumpang tindih. Sedangkan pada pembentukkan senyawa kompleks, ikatan kovalen terjadi jika atom pusat menyediakan orbital kosong agar pasangan elektron dari ligan-ligan dapat masuk dan senyawa kompleks dapat terbentuk.Model VSEPR yang sebagian besar didasarkan pada struktur Lewis, memang dapat menjelaskan dengan baik mengenai geometri molekul, namun teori Lewis tidak secara jelas dapat menjelaskan mengenai alasan terjadinya ikatan kimia. Contoh ketidakmampuan dari teori Lewis ini adalah ketika menggambarkan ikatan tunggal antar atom H dalam H2 dan antar atom F dalam F2. Teori Lewis menggambarkan ikatan-ikatan ini dengan cara yang sama, yaitu sebagai perpasangan dua elektron. Tetapi kedua molekul ini memiliki energi ikatan dan panjang ikatan yang berbeda (436,4 kJ/mol untuk H2 dan 150,6 kJ/mol dan 142 pm untuk F2). Hal ini dan berbagai fakta lainnya tidak dapat dijelaskan oleh teori Lewis. Namun, fakta-fakta ini dapat dijelaskan baik dengan menggunakan teori ikatan valensi yang menggunakan kajian mekanika kuantum.Untuk mempermudah penjelasan mengenai teori ikatan valensi ini, akan diambil contoh mengenai pembentukan molekul H2 dari atom H. Dalam teori Lewis, digambarkan ikatan H-H dengan perpasangan dua elektron pada atom-atom H. Dalam kerangka teori ikatan valensi, ikatan kovaln H-H dibentuk melalui daerah dalam ruang yang digunakan bersama oleh kedua orbital 1s dalam atom-atom H yang dalam konsep ini disebut tumpang tindih elektron.Gambar Pembentukan H2 menurut teori ikatan valensiApa yang terjadi ketika kedua atom H dalam gambar di atas saling mendekat dan membentuk ikatan dapat dijelaskan sebagai berikut. Awalnya ketika kedua atom saling berjauhan tidak ada interaksi yang terjadi sehingga energi potensialnya nol. Namun, ketika masing-masing atom saling mendekat, setiap elektron ditarik oleh inti atom yang lain dan pada saat yang sama, kedua atom saling tolak menolak begitu juga dengan kedua intinya. Selama kedua atom masih terpisah, gaya tarik menarik lebih kuat dibandingkan dengan gaya tolak menolak sehingga energi potensial turun (bernilai negatif) ketika atom-atom saling mendekat. Kecenderungan ini terus berlanjut hingga sistem mencapai energi potensial minimum (kondisi paling stabil). Kondisi ini berkaitan dengan tumpang tindih yang baik antar orbital 1s dan pembentukan H2 yang stabil. Sebagai akibat dari penurunan energi potensial sistem, maka menurut hukum kekekalan energi, sejumlah kalor akan dilepaskan sehingga reaksi yang berlangsung secara eksoterm.Konsep elektron valensi dapat diterapkan tidak hanya dalam molekul H2, tetapi juga dalam molekul diatomik lain, misalnya HF, dengan teori ini dapat dijelaskan bahwa molekul HF terbentuk sebagai akibat dari tumpang tindih orbital 1s dalam atom H dengan orbital 2p dalam atom F. Dalam setiap kasus, teori ikatan valensi menjelaskan perubahan energi potensial ketika jarak antar atom yang bereaksi berubah. Karena orbital-orbital yang terlibat tidak selalu sama dalam setiap kasus, maka dapat dijelaskan mengapa energi ikatan dan panjang ikatan dalam beberapa molekul diatomik dapat berbeda, sesuatu yang tidak dapat dijelaskan dengan teori Lewis.Hibridisasi spModel hibrisasi sp dapat digunakan untuk menggambarkan ikatan sigma pada molekul linear seperti BeCl2. Panjang ikatan antara Be-Cl dengan Be-Cl lainnya adalah sama. Konfigurasi elektron pada keadaan dasar dari Be adalah 1s2 2s2 dan pada kulit terluar mengandung orbital atom 2s dan 3 orbital atom 2p. Dalam ikatan Be-Cl diramalkan linear oleh Valence Shell Elektron Pair Repultion (VSEPR). Kita mengetahui bahwa pada keadaan dasar, Be tidak membentuk ikatan kovalen dengan Cl karena elektronnya bepasangan dalam orbital 2s. Jadi kita kembali pada hibridisasi untuk menjelaskan perilaku ikatan Be. Sekarang terdapat dua orbital Be yang tersedia untuk ikatan, 2s dan 2p. Tetapi, jika 2 atom Cl bergabung dengan Be dalam keadaan tereksitasi ini, 1 atom Cl akan berbagi elektron 2s dan atom Cl yang lain akan berbagi elektron 2p, membuat dua ikatan BeCl yang tidak setara. Hal ini bertentangan dengan bukti percobaan. Dalam molekul BeCl2 yang sebenarnya, kedua ikatan BeCl identik dalam berbagai hal. Jadi orbital 2s dan 2p harus tercampur, atau terhibridisasi, untuk membentuk 2 orbital hibrida sp yang setara. Hibridisasi sp25B : 1s2 2s2 2px1 hibridisasi 1s2 2s1 2px1 2py1(Ada 3 orbital yang punya 1 elektron)Untuk mencapai keadaan energi paling rendah, ketiga orbital mengambil arah baru sehingga orbital yang satu dipisahkan sejauh mungkin dari yang lain untuk membentuk orbital hibrida sp2. Model hibridisasi sp2 bisa digunakan untuk menggambarkan ikatan pada molekul trigonal planar seperti BF3.Hibridisasi sp3Seperti contoh molekul CH4. Semua senyawa organik atom C dianggap selalu bervalensi 4. Namun berdasarkan konfigurasi elektronnya atom C hanya bisa bersenyawa dengan dua atom lain.Untuk mencapai keadaan energi paling rendah, keempat orbital mengambil arah baru sehingga orbital yang satu dipisahkan sejauh mungkin dari yang lain membentuk orbital hibrida sp3. Bila berikatan dengan atom H akan membentuk CH4 yang molekulnya berbentuk tetrahedral. Syarat hibridisasi adalah perbedaan tingkat energi antara orbital-orbital tersebut tidak boleh terlalu besar.Teori ikatan valensi cukup mudah untuk dipahami dan dapat meramalkan bentuk geometris dari sebagian besar kompleks. Selain itu, teori ini sesuai dengan sifat kemagnetan dari sebagian besar kompleks.Bilangan Koordinasi, Struktur Senyawa Kompleks dan HibridisasiBerdasarkan teori ikatan valensi, senyawa koordinasi dibentuk dari reaksi antara asam Lewis (atom pusat) dengan basa Lewis (ligan-ligan) melalui ikatan kovalen koordinasi antara keduanya. Di dalam senyawa koordinasi atau senyawa kompleks, atom pusat memiliki bilangan koordinasi tertentu. Senyawa koordinasi adalah senyawa yang mengandung satu atau lebih ion kompleks dengan sejumlah kecil molekul atau ion di seputar atom atau ion logam pusat, biasanya dari logam golongan transisi (Chang, 2005). Bedasarkan teori ini, struktur senyawa koordinasi atau senyawa kompleks berhubungan erat dengan susunan dalam ruang dari orbital-orbital atom pusat yang digunakan dalam pembentukan ikatan. Jadi, bentuk atau geometri molekul senyawa-senyawa koordinasi dapat diduga berdasarkan konsep hibrida orbital atom, yaitu bilangan koordinasi atom pusat pada suatu senyawa kompleks.Sebagai contoh, senyawa kompleks [NiCl4]2- dengan atom pusat Ni2+ yang memiliki konfigurasi elektron Ni2+: [Ar] 3d8 4s0 4p0. Pada pembentukan kompleks ini, empat ligan Cl- mendonorkan empat PEB. Apabila sebuah PEB menempati orbital 4s dan tiga PEB lainnya menempati orbital 4p pada ion Ni2+ maka tiga ikatan NiCl akan sama panjang dan satu ikatan NiCl yang lain akan lebih pendek. Eksperimen menunjukkan bahwa kompleks ini berbentuk tetrahedral dengan empat ikatan NiCl yang ada sama panjang, yaitu 227 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa pada pembentukan ikatan antara Ni2+ dengan empat logan Cl-, ion Ni2+ tidak menggunakan orbital 4s dan tiga orbital 4p yang ada, tetapi menggunakan empat orbital yang sama jenis dan tingkat energinya dan posisinya mengarah pada pojok-pojok tetrahedral. Bilangan KoordinasiSrukturContoh2Linear[Ag(NH3)2]+, [Ag(CN)2]-3Segitiga datar[HgCl3]-, [AgBr(PPh3)2]4Tetrahedral[NiCl4]2-, [Zn(NH3)4]2+4Bujur sangkar[Ni(CN)4]2-, [Pt(CN)4]2-5Trigonal Bipiramidal[CuCl5]3-, [Fe(CO)5]6Oktahedral[CoF6]3-, [Fe(CN)6]3-Tabel 1. Struktur senyawa koordinasi dengan bilangan koordinasiDengan demikian diketahui bahwa pada pembentukan senyawa kompleks, yaitu pada proses pembentukan ikatan-ikatan antara atom pusat dan ligan-ligan, atom pusat tidak menggunakan orbital s, p dan d, melainkan menggunakan orbital-orbital yang sama jenisnya dan tingkat energinya. Orbital-orbital ini disebut orbital-orbital hibrida (hybrid orbitals) yang diperoleh melalui proses hibridisasi. Hibridisasi adalah proses pembentukan orbital-orbital hibrida dengan tingkat energi yang sama melalui kombinasi linear dari orbital-orbital atom yang berbeda dengan tingkat energi yang berbeda pula. Orbital-orbital yang mengalami hibridisasi tersebut merupakan milik atom pusat. Jumlah orbital hibrida yang terbentuk dari proses hibridisasi adalah sama dengan jumlah orbital-orbital atom yang terlibat dalam hibridisasi.HibridisasiOrbital atom yang terlibatJumlah dan jenis orbital yang terbentukSusunan dalam ruangsp1 orbital s dan 1 orbital p (pz)2 orbital hibrida spBerlawanan arahsp21 orbital s dan 2 orbital p (px,py)3 orbital hibrida sp2Mengarah pada pojok-pojok segitiga sama sisisp31 orbital s dan 3 orbital p (px, py,pz)4 orbital hibrida sp3Mengarah pada pojok-pojok tetrahedraldsp21 orbital d (dx2-y2), 1 orbital s dan 2 orbital p (px, py)4 orbital hibrida dsp2Mengarah pada pojok-pojok bujursangkardsp3atau sp3d1 orbital d (dz2), 1 orbital s dan 3 orbital p (px, py, pz)5 orbital hibrida dsp3atau sp3dMengarah pada pojok-pojok trigonal bipiramidald2sp3atau sp3d22 orbital d (dx2-y2dan dz2), 1 orbital s dan 3 orbital p (px, py, pz)6 orbital hibrida d2sp3atau sp3d2Mengarah pada pojok-pojok oktahedralTabel 2.Jenishibridisasi, orbital atom yang terlibat, jenis orbital yang terbentuk dan susunannya dalam ruangTingkat energi orbital-orbital hibrida adalahdi antara tingkat energi orbital-orbital yang terlibat dalam hibridisasi. Untuk hibridisasi sp3, perbandigan tingkat energi orbital sp3dan tingkat energi orbital s dan 3 orbital p ditunjukkan pada gambar. Tingkat energi orbital-orbital hiibrida sp3lebih rendah dibandingkan dengan tingkat energi orbital p, akan tetapi lebih tinggi dibandingkan tingat energi orbital s. disamping itu, tingkat energi orbital-orbital hibrida sp3adalah lebih dekat ke tingkat energi orbital p dibandingkan ke tingkat energi orbital s karena jumlah orbital p yang terlibat dalam hibridisasi lebih bannyak dibandingkan orbital s. Dalam pengisian elektron pada orbital hibrida, orbital dan orbital hibrida dapat dilambangkan dengan kotak, lingkaran atau garis mendatar, sedangkan elektron dilambangkan dengan tanda anak panah naik ke atas () apabila memiliki spin + dan tanda anak panah ke bawah () memiliki spin -.Bilangan KoordinasiHibridasasiStruktur kompleksContoh2SpLinear[Ag(CN)2]-3sp2Trigonal planar[HgCl3]-4sp3Tetrahedral[NiCl4]2-4dsp2Bujur sangkar[Ni(CN)4]2-5sp3dTrigonal bipiramidal[CuCl5]3-5dsp3Trigonal bipiramidal[Fe(CO)5]6sp3d2Octahedral[CoF6]3-6d2sp3Octahedral[Co(CN)6]3-Tabel 3. Bilangan koordinasi (BK) atom pusat, jenis hibridisasi dan struktur kompleksBerikut adalah contoh-contoh pembentukan ikatan hibrida pada senyawa-senyawa koordinasi yang menghasilkan orbital tertentu.Kompleks oktahedralKompleks oktahedral adalah hasil ikatan hibrida sp3d2 atau d2sp3 dari ion pusat dengan ligan, seperti contoh berikut :Ion heksasianoferat (III), [Fe(CN)6]3-Lima elektron bebas tidak berpasangan pada Fe3+ menghasilkan momen magnet 5,92 BM pada senyawa-senyawa besi (III). Hal ini cocok dengan pengukuran untuk besi (III) sulfat yang besarnya 5,86 BM. Pengukuran menunjukkan momen magnet [Fe(CN)6]3- sebesar 2,3 BM sesuai dengan adanya satu elektron tidak berpasangan, walaupun menurut perhitungan hal ini besarnya 1,73 BM. Pembentukan [Fe(CN)6]3- dapat diterangkan sebagai berikut.3d4p4sFe ground stateFe3+ ground state Fe3+ excited valency stateFe3+ dalam [Fe(CN)6]3-Hibridisasi d2sp3Adanya satu elektron tidak berpasangan menyatakan bahwa sebelum terjadi ikatan, elektron-elektron pada orbital 3d berpasangan, hingga membentuk keadaan valensi tereksitasi. Setelah itu, terjadi hibridisasi yang menghasilkan orbital d2sp3 yang kosong. Orbital hibrida ini diisi oleh pasangan elektron dari ligan CN- sehingga terjadilah ikatan hibrida d2sp3. Ikatan di atas dapat dianggap sebagai ikatan kovalen koordinasi.Kompleks [Fe(CN)6]3- disebut juga inner orbital complex karena orbital d yang dipakai lebih rendah daripada orbital s dan p. Ion kompleks ini disebut juga low spin atau spin paired.Ion heksafluoroferrat (III), [FeF6]3-Ion ini mempunyai struktur oktahedraltetapi momen magnetnya 6.0 BM, sesuai dengan adanya 5 elektron tidak berpasangan, yang menurut teori mempunyai momen magnet 5.92 BM. Berhubung dengan hal di atas maka pada ion [FeF6]3-, ion Fe3+ mempunyai elektron yang tidak berpasangan dan hibridisasinya berupa hibridisasi sp3d2. Karena ion Fe3+ disini juga mempunyai 5 elektron tidak berpasangan, ikatan [FeF6]3- dianggap ikatan ionic.Fe3+ dalam [FeF6]3-Hibridisasi sp3d2d2Kompleks [FeF6]3- disebut outer orbital complex karena orbital d yang dipakai lebih tinggi daripada orbital s dan p. Ion kompleks ini disebut juga high spin atau spin free.Kompleks tetrahedral3d4s4pKompleks tetrahedral adalah hasil ikatan hibrida sp3 dari ion pusat dengan ligan, seperti pada [Zn(NH3)4]2+ yang ikatannya terbentuk sebagai berikut.Z0 ground stateZn2+ ground stateZn2+ dalam [Zn(NH3)4]2+Hibridisasi sp3Orbital 3d penuh sehingga tidak ikut dalam ikatan dan karena semua elektronnya berpasangan zat tersebut bersifat diamagnetik. Kompleks planar segiempatKompleks planar segi empat terjadi darir ikatan hibrida sp2d dari ion atom pusat dengan ligan. Orbital d yang ikut dalam ikatan adalah orbital dx2-y2 dibawah orbital s dan p. Kompleks planar terbentuk dari ion-ion pusat yang mempunyai struktur d8, seperti Ni2+, Pd2+, dan Pt2+. Beberapa contoh kompleks planar segiempat yaitu :Ion tetrammine tembaga (II), [Cu(NH3)4]2+Ion ini mempunyai momen magnet 1,8 BM yang berarti bahwa ikatan hibrida yang terjadi adalah dan berisi satu elektron yang tidak berpasangan. Ion ini terbentuk sebagai berikut :3d4s4pCu0 ground stateCu2+ ground stateCu2+ excited valency stateCu2+ dalam [Cu(NH3)4]2+Hibridisasi dsp2planar segiempatPromosi elektron dari orbital 3d ke orbital 4p tidak sesuai dengan kenyataan. Bila ini benar, maka elektron akan mudah lepas, artinya kompleks mudah teroksidasi. Kenyataannya tidak demikian, namun bila elektron yang tidak berpasangan tetap berada di orbital 3d, hibridisasinya sp3 dan [Cu(NH3)4]2+ harus berbentuk tetrahedral. Ini tidak sesuai dengan kenyataan karea ion tersebut berbentuk planar segiempat. Struktur ion tersebut dapat dijelaskan dengan teori medan kristal sebagai bentuk oktahedral yang mengalami distorsi.Pembentukan Senyawa KompleksSenyawa kompleks dapat dibentuk melalui proses hibridisasi. Berdasarkan teori ikatan valensi, pada proses hibridisasi pembentukan senyawa kompleks dapat terjadi dengan melibatkan proses eksitasi atau tanpa melibatkan proses eksitasi. Kedua proses pembentukan senyawa kompleks ini akan dijelaskan satu per satu.PembentukanSenyawaKompleksTanpaMelibatkanProsesEksitasiLangkah-langkah dalam memahami proses pembentukan senyawa kompleks tanpa melibatkan proses eksitasi adalah :Menuliskan konfigurasi elektron dari atom pusat pada keadaan dasar.Menuliskan konfigurasai elektron dari atom pusat pada keadaan hibridisasiMenuliskan konfigurasai elektron dari atom pusat sesudah adanya donasi pasangan-pasangan elektron bebas (PEB) dari ligan-ligan.3d4s4pContoh senyawa kompleks yang terbentuk tanpa melibatkan proses eksitasi adalah [Zn(NH3)4]2+.Z0 ground stateZn2+ ground stateZn2+ dalam [Zn(NH3)4]2+Hibridisasi sp3Orbital 3d Zn2+ penuh dan semua elektronnya berpasangan sehingga senyawa kompleks tersebut bersifat diamagnetik. PembentukanSenyawaKompleksdenganMelibatkanProsesEksitasiLangkah-langkah dalam memahami proses pembentukan senyawa kompleks dengan melibatkan proses eksitasi adalah :Menuliskan konfigurasi elektron dari atom pusat pada keadaan dasarMenuliskan konfigurasi elektron dari atom pusat pada keadaan eksitasiMenuliskan konfigurasi elektron dari atom pusat pada keadaan hibridisasiMenuliskan konfigurasi elektron dari atom pusat sesudah adanya donasi pasangan-pasangan elektron bebas (PEB) dari ligan-ligan.Contoh senyawa kompleks yang terbentuk dengan melibatkan proses eksitasi adalah [CoF6]3-.3d4s4pCo3+ ground stateCo3+ excited valency state Hibridisasi d2sp3Co3+ dalam [CoF6]3- Orbital 3d Co3+ penuh dan semua elektronnya berpasangan sehingga senyawa kompleks tersebut bersifat diamagnetik. Orbital 3d pada ion Co3+ telah terisi sehingga untuk mengikat 6 ion F-, ion Co3+ harus menggunakan orbital 4s, tiga orbital p dan 2 orbital 3d, yakni dengan cara 2 elektron pada orbital d harus direlokasi. Orbital-orbital ini akan mengalami hibridisasi dan membentuk orbital hibrida sp3d2, sehingga [CoF6]3- akan berbentuk oktahedron.Contoh lainnya adalah ion tetrasianonikelat (II) atau [Ni(CN)4]2-. Ion ini terbentuk dari ikatan sp2d dari Ni2+ dengan ion CN-. Ion bersifat diamagnetik karena semua elektron telah berpasangan. Ion ini bersifat diamagnetik karena semua elektron telah berpasangan.3d4s4pNi0 ground stateNi2+ ground stateNi2+ excited valency stateNi2+ dalam [Ni(CN)4]2-Hibridisasi dsp2Orbital 3d Ni2- tidak penuh dan tidak semua elektronnya berpasangan sehingga senyawa kompleks tersebut bersifat paramagnetik karena adanya elektron tidak berpasangan menyebabkan senyawa ini dapat ditarik oleh medan magnet. Berdasarkan contoh senyawa kompleks di atas dapat disimpulkan bahwa pada pembentukan kompleks yang tidak melibatkan proses eksitasi dihasilkan kompleks yang bersifat paramagnetic atau diamagnetic. Suatu kompleks dengan atom pusat yang memiliki elektron dengan jumlah ganjil akan selalu bersifat paramagnetic karena dapat ditarik oleh medan magnet.Momen Magnet Senyawa KompleksMomen magnetik efektif (e) adalah momen magnetik terukur yang dimiliki oleh suatu kompleks yang merupkan hasil interaksi dari momen magnetik yang ditimbulkan akibat orbit elektron-elektron di sekitar inti atomnya dengan momen magnetik yang ditimbulkan akibat rotasi elektron-elektron disekitar sumbu rotasinya. Suatu kompleks yang memiliki momen magnetik efektif yang harganya nol dikatakan bersifat diamagnetik. Kompleks yang memiliki momen magnetik efektif yang harganya lebih besar dari nol dikatakanersifat paramagnetik. Momen magnetik yang ditimbulkan akibat rotasi elektron-elektron di sekitar sumbu rotasinya harganya lebih besr dibandingkan momen magnetik yang ditimbulkan akibat orbit elektron-elektron di sekitarinti atomnya. Kontribusi momen magnetik akibatorbit elektron-elektron di sekitar inti atomnya terhadap momen magnetik efektif suatu kmpleks sering diabaikan, khususnya kompleks dengan atom pusat unsur-unsur trasnsisi deret pertama.Momen magnetik spin (s) adalah momen magnetik yang hanya itimbulkan akibat rotasi elektron-elektron di sekitar sumbu rotasinya, besarnya tergantung pada banyaknya elektron tidak berpasangan yang terdapat pada atom pusat suatu kompleks. Hahrga momen magnetik spin dapat dihitung berdasarkan persamaan :s = [n(n+2)]1/2Momen magnetik spin berharga nol apabila elektron-elektron yang adapada atom pusat suatu kompleks berpasangan semua dan kompleks yang bersangkutan bersifat diamagnetik. Momen magnetik spin berharga lebih besar dari nol apabila elektron-elektron yang ada pada atom pusat suatu kompleks ada yang tidak berpasangan semua dan kompleks yang bersangkutan bersifat paramagnetik. Harga momen magnetik spin suatu kompleks bertambah dengan semakin banyaknya elektron tak berpasangan yang ada pada atom pusat suatu kompleks. Kelebihan dan Kelemahan Teori Ikatan ValensiSampai sekitar tahun 1943 yang lalu teori ikatan valensi merupakan satu-satunya teori yang digunakan oleh para pakar kimia anorganik dalam menerangkan geometri dan kemagnetan senyawa kompleks. Berikut ini merupakan kelebihan teori ikatan valensi, yaitu:Dapat menjelaskan mengapa energi ikatan dan panjang ikatan dalam beberapa molekul diatomik berbeda, sesuatu yang tidak dapat dijelaskan dengan teori Lewis. Berlaku dengan baik pada molekul diatomikDapat menjelaskan perubahan energi potensial ketika jarak antar atom yang bereaksi berubah Meskipun demikian, teori ikatan valensi ini memiliki beberapa kelemahan, yaitu:Tidak dapat menjelaskan gejala perubahan kemagnetan senyawa kompleks akibat kenaikan temperaturTidak dapat menjelaskan warna atau spektra elektronik dari senyawa kompleksTidak dapat menjelaskan kestabilan senyawa kompleksTidak dapat menjelaskan mengapa sejumlah kompleks berada dalam bentuk kompleks orbital luarTidak dapat menjelaskan adanya sifat low spin dan high spin yang dimiliki kompleks oktahedralTidak dapat menjelaskan secara pasti struktur dari kompleks dengan bilangan koordinasi 4, akankah membentuk kompleks tetrahedral ataukah segiempat planarContoh: [Cu(NH3)4]2+ dimana 1 elektron yang terdapat pada orbital d cenderung dilepaskan, sehingga akan membentuk senyawa [Cu(NH3)4]3+ yang sifatnya tidak stabilAdanya kelemahan dari teori ikatan valensi memungkinkan penggunaan teori lain yang dapat menjelaskan kelemahan-kelemahan tersebut. Salah satu teori yang dapat menjelaskan kelemahan-kelemahan teori ikatan valensi ini adalah Teori Medan Magnet Kristal (Crystal Field Theory).iiDAFTAR PUSTAKAEffendy.Sukardjo. 1985. Kimia Koordinasi. Jakarta: PT Bina Aksara.