V2N2-Evaluasi-Keberhasilan-Kerjasama-Antar-Kota-‘Sister-City’-Kota-Surabaya1.pdf

10
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota SAPPK Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A V2N2 |1 Evaluasi Keberhasilan Kerjasama Antar Kota ‘Sister City’ Kota Surabaya Gina Puspitasari Rochman (1) , Delik Hudalah (2) Program Studi Sarjana Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, ITB. Email: [email protected] Abstrak Otonomi daerah dan globalisasi telah mendorong peningkatan perhatian dan kapasitas pemerintah lokal di Indonesia dalam tata kelola pemerintahan yang baik sebagai prasyarat pembangunan, serta membuka jalinan kerjasama yang lebih luas. Kedua hal tersebut mendorong berkembangnya kerjasama sister city yang dijadikan instrumen bagi kota dan komunitas untuk membantu satu sama lain dalam mengelola dan memenuhi kebutuhan kotanya dengan berbagi sarana pengetahuan, sumber daya, teknologi, dan keahlian antar kota. Salah satu pengalaman yang berhasil dalam melaksanakan sister city di Indonesia adalah Kota Surabaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keberhasilan sister city kota Surabaya, yang di kota-kota lain di Indonesia banyak mengalami kegagalan. Berdasarkan hasil analisis, keberhasilan kerjasama sister city Kota Surabaya dinilai berdasarkan kinerja dan keefektifan kerjasama. Kinerja kerjasama menunjukan kinerja yang baik, yang ditunjukan melalui (1) kelengkapan indikator input, yakni kepemimpinan kuat dan konsisten, kesamaan karakteristik wilayah, ketersediaan sumber daya, dan kebijakan nasional dan provinsi yang mendukung; (2) pemenuhan indikator proses, yakni terjadinya hubungan timbal balik, komunikasi rutin dan terbuka, melibatkan stakeholder lain; dan (3) kepemilikan output yang jelas melalui kesepakatan tertulis berupa MoU, LoI, dan kesepakatan teknis; kegiatan sister city; dan inovasi. Selain itu, kerjasama sister city Kota Surabaya menunjukan kerjasama yang efektif dengan diimplementasikannya kesepakatan yang telah dibuat dalam bentuk kegiatan yang memberikan hasil berupa peningkatan kapasitas, serta pengembangan potensi kota dan teknologi di Kota Surabaya. Kata kunci: sister city, globalisasi, otonomi daerah, tata kelola perkotaan, Kota Surabaya Pendahuluan Globalisasi dan desentralisasi merupakan kekuatan utama di dunia dalam dua dekade terakhir dan telah menyebabkan pemerintah daerah secara umum untuk lebih fokus pada hubungan internasional (Villers, 2005). Berdasarkan data United Cities and Local Government (UCLG, 2004) menunjukan bahwa peningkatan jumlah kemitraan, proyek, dan program fasilitasi kota-kota untuk melakukan kerjasama diperkirakan mencapai 70% dari seluruh kota di dunia. Munculnya globalisasi dan rezim internasional ini telah mengikis perbedaan antara urusan dalam dan luar negeri dan telah mengubah pembagian tanggung jawab antara pemerintah pusat (negara) dan pemerintah daerah (Keating, 1999). Di Indonesia, kebijakan desentralisasi selama 10 tahun terakhir yang tertuang dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah semakin mendorong terjalinnya kerja sama antar daerah baik nasional maupun internasional karena ditengah keterbatasan yang dimiliki setiap daerah, kebijakan tersebut telah menantang pemerintah lokal untuk lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan memberikan peluang partisipasi terhadap masyarakat (Bergh, 2004). Proses globalisasi telah menawarkan peluang kerjasama internasional dengan telah membawa kota-kota menjadi lebih dekat. Hal ini memperluas cakupan kerjasama antar daerah dalam suatu negara antara satu daerah dengan pihak luar negara. Kerjasama yang terjadi ini dapat terjalin antara pemerintah daerah dengan pemerintah negara lain. Artinya hubungan kerjasama tidak harus selalu berupa hubungan antar negara, melainkan dapat pula berupa hubungan kerjasama antar kota. Bentuk kerjasama antar daerah ini, menurut Permendagri No. 03 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kerjasama Daerah dengan Pihak Luar Negeri, salah satunya adalah kerjasama kembar atau yang dikenal di Indonesia sebagai sister city. Seperti yang dikemukakan Villers (2009) yang menyatakan bahwa kemitraan sister city didorong oleh kekuatan globalisasi dengan tujuan untuk belajar dan meningkatkan daya saing. Bontenbal and van Lindert (2009), Tjandradewi and Marcotullio (2009) menjelaskan bahwa desentralisasi dan globalisasi telah mendorong peningkatan perhatian dan kapasitas pemerintah lokal di Indonesia dalam pengelolaan pemerintahan yang baik sebagai prasyarat pembangunan, serta jalinan kerjasama yang lebih luas. Kedua hal tersebut mendorong berkembangnya kerjasama sister city yang dijadikan instrumen bagi kota dan komunitas untuk membantu satu sama lain dalam mengelola kotanya dan memenuhi kebutuhan dengan berbagi sarana pengetahuan, sumber daya, teknologi, dan keahlian antar kota.

Transcript of V2N2-Evaluasi-Keberhasilan-Kerjasama-Antar-Kota-‘Sister-City’-Kota-Surabaya1.pdf

  • Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota SAPPK

    Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A V2N2 |1

    Evaluasi Keberhasilan Kerjasama Antar Kota Sister City Kota Surabaya

    Gina Puspitasari Rochman (1), Delik Hudalah (2)

    Program Studi Sarjana Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, ITB.

    Email: [email protected]

    Abstrak

    Otonomi daerah dan globalisasi telah mendorong peningkatan perhatian dan kapasitas pemerintah lokal di Indonesia

    dalam tata kelola pemerintahan yang baik sebagai prasyarat pembangunan, serta membuka jalinan kerjasama yang

    lebih luas. Kedua hal tersebut mendorong berkembangnya kerjasama sister city yang dijadikan instrumen bagi kota dan

    komunitas untuk membantu satu sama lain dalam mengelola dan memenuhi kebutuhan kotanya dengan berbagi sarana

    pengetahuan, sumber daya, teknologi, dan keahlian antar kota. Salah satu pengalaman yang berhasil dalam

    melaksanakan sister city di Indonesia adalah Kota Surabaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keberhasilan

    sister city kota Surabaya, yang di kota-kota lain di Indonesia banyak mengalami kegagalan. Berdasarkan hasil analisis,

    keberhasilan kerjasama sister city Kota Surabaya dinilai berdasarkan kinerja dan keefektifan kerjasama. Kinerja

    kerjasama menunjukan kinerja yang baik, yang ditunjukan melalui (1) kelengkapan indikator input, yakni kepemimpinan

    kuat dan konsisten, kesamaan karakteristik wilayah, ketersediaan sumber daya, dan kebijakan nasional dan provinsi

    yang mendukung; (2) pemenuhan indikator proses, yakni terjadinya hubungan timbal balik, komunikasi rutin dan

    terbuka, melibatkan stakeholder lain; dan (3) kepemilikan output yang jelas melalui kesepakatan tertulis berupa MoU,

    LoI, dan kesepakatan teknis; kegiatan sister city; dan inovasi. Selain itu, kerjasama sister city Kota Surabaya

    menunjukan kerjasama yang efektif dengan diimplementasikannya kesepakatan yang telah dibuat dalam bentuk

    kegiatan yang memberikan hasil berupa peningkatan kapasitas, serta pengembangan potensi kota dan teknologi di Kota

    Surabaya.

    Kata kunci: sister city, globalisasi, otonomi daerah, tata kelola perkotaan, Kota Surabaya

    Pendahuluan

    Globalisasi dan desentralisasi merupakan kekuatan utama

    di dunia dalam dua dekade terakhir dan telah

    menyebabkan pemerintah daerah secara umum untuk

    lebih fokus pada hubungan internasional (Villers, 2005).

    Berdasarkan data United Cities and Local Government

    (UCLG, 2004) menunjukan bahwa peningkatan jumlah

    kemitraan, proyek, dan program fasilitasi kota-kota untuk

    melakukan kerjasama diperkirakan mencapai 70% dari

    seluruh kota di dunia. Munculnya globalisasi dan rezim

    internasional ini telah mengikis perbedaan antara urusan

    dalam dan luar negeri dan telah mengubah pembagian

    tanggung jawab antara pemerintah pusat (negara) dan

    pemerintah daerah (Keating, 1999). Di Indonesia,

    kebijakan desentralisasi selama 10 tahun terakhir yang

    tertuang dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang

    Pemerintahan Daerah semakin mendorong terjalinnya

    kerja sama antar daerah baik nasional maupun

    internasional karena ditengah keterbatasan yang dimiliki

    setiap daerah, kebijakan tersebut telah menantang

    pemerintah lokal untuk lebih responsif terhadap

    kebutuhan masyarakat dan memberikan peluang

    partisipasi terhadap masyarakat (Bergh, 2004).

    Proses globalisasi telah menawarkan peluang kerjasama

    internasional dengan telah membawa kota-kota menjadi

    lebih dekat. Hal ini memperluas cakupan kerjasama antar

    daerah dalam suatu negara antara satu daerah dengan

    pihak luar negara. Kerjasama yang terjadi ini dapat

    terjalin antara pemerintah daerah dengan pemerintah

    negara lain. Artinya hubungan kerjasama tidak harus

    selalu berupa hubungan antar negara, melainkan dapat

    pula berupa hubungan kerjasama antar kota. Bentuk

    kerjasama antar daerah ini, menurut Permendagri No. 03

    Tahun 2008 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kerjasama

    Daerah dengan Pihak Luar Negeri, salah satunya adalah

    kerjasama kembar atau yang dikenal di Indonesia sebagai

    sister city. Seperti yang dikemukakan Villers (2009) yang

    menyatakan bahwa kemitraan sister city didorong oleh

    kekuatan globalisasi dengan tujuan untuk belajar dan

    meningkatkan daya saing.

    Bontenbal and van Lindert (2009), Tjandradewi and

    Marcotullio (2009) menjelaskan bahwa desentralisasi dan

    globalisasi telah mendorong peningkatan perhatian dan

    kapasitas pemerintah lokal di Indonesia dalam

    pengelolaan pemerintahan yang baik sebagai prasyarat

    pembangunan, serta jalinan kerjasama yang lebih luas.

    Kedua hal tersebut mendorong berkembangnya

    kerjasama sister city yang dijadikan instrumen bagi kota

    dan komunitas untuk membantu satu sama lain dalam

    mengelola kotanya dan memenuhi kebutuhan dengan

    berbagi sarana pengetahuan, sumber daya, teknologi, dan

    keahlian antar kota.

    mailto:[email protected]
  • Evaluasi Keberhasilan Kerjasama Antar Kota Sister city Kota Surabaya

    2 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A V2N2

    Kerja sama sister province dan sister city di Indonesia

    sudah mulai muncul pada tahun 1960-an, namun baru

    digunakan secara formal pada tahun 1993. Dengan

    berbagai motivasi di awal munculnya skema kerja sama

    tersebut, alasan yang utama adalah karena banyak

    didorong oleh kesamaan yang dimiliki kedua pihak yang

    bekerja sama, baik itu kesamaan kepentingan, budaya,

    bisnis, letak geografis, dan sebagainya. Sebagai contoh,

    Kota Jakarta banyak melakukan kerja sama internasional

    dengan berbagai ibukota negara di dunia dikarenakan

    sama-sama ibukota negara.

    Sejak tahun 1980-an, kerja sama internasional dalam

    bentuk sister province dan sister city semakin

    berkembang, dimana pada tahun 2004, lebih kurang 100

    kerja sama internasional yang berbentuk sisterhood telah

    tercatat di Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.

    Dari catatan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia,

    tidak sampai 15% dari kerja sama sister city yang

    berjalan dengan baik, dan tidak sampai 20% berjalan

    dengan seadanya, dan sisanya lebih dari 65% hampir

    tidak melakukan kegiatan apapun (Salam, 2004).

    Kegagalan dalam pengelolaan kerja sama tersebut

    umumnya disebabkan kurangnya kemampuan

    kelembagaan daerah dalam mengelola, kurangnya

    komitmen secara berkelanjutan, kurangnya sosialisasi

    terhadap masyarakat, serta kurangnya dukungan dana

    secara efisien. Bertitik tolak bahwa biasanya skema sister

    city gagal dalam mencapai tujuannya, Kota Surabaya

    justru mengindikasikan perkembangan kerja sama yang

    relatif berhasil. Keberhasilan kerja sama sister city Kota

    Surabaya terindikasikan dari peraihan penghargaan Best

    Practice Sister city dari Kementerian Dalam Negeri dan

    penghargaan bidang lingkungan yaitu penghargaan City

    To City Award dari CITYNET untuk kategori Paticipation

    dalam membangun kota yang berkelanjutan dan memiliki

    prestasi di bidang lingkungan yang telah mendapatkan

    pengakuan dari pihak internasional.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keberhasilan

    sister city Kota Surabaya di bidang pendidikan,

    kebudayaan, dan lingkungan. Berdasarkan tujuan tersebut,

    sasaran dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

    1. Teridentifikasinya input keberhasilan kerjasama

    sister city Kota Surabaya di bidang pendidikan,

    kebudayaan, dan lingkungan.

    2. Teridentifikasinya proses keberhasilan kerjasama

    sister city Kota Surabaya di bidang pendidikan,

    kebudayaan, dan lingkungan.

    3. Teridentifikasinya output dan hasil pelaksanaan

    kerjasama sister city di bidang pendidikan,

    kebudayaan, dan lingkungan di Kota Surabaya.

    Metodologi

    Penelitian ini menggunakan pendekatan evaluasi semu

    (pseudo evaluation), yaitu pendekatan yang

    menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan

    informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai hasil

    kebijakan, tanpa berusaha untuk menanyakan tentang

    manfaat atau nilai dari hasil-hasil tersebut terhadap

    individu, kelompok, atau masyarakat secara keseluruhan

    (Dunn, 1998). Penulis menggunakan kriteria evaluasi

    kinerja dan efektivitas. Dalam evaluasi terhadap kinerja

    kerjasama sister city, maka evaluasi ini akan dijabarkan

    kedalam tiga indikator, yaitu input, proses, dan output

    dari kerjasama sister city, dimana setiap indikator memiliki

    sub indikator masing-masing untuk kemudian dilakukan

    penilaian. Selain itu, dilakukan penilaian terhadap

    efektivitas kerjasama sister city, yakni kerjasama sister

    city ini memberikan hasil nyata atau kesepakatan/rencana

    yang dibuat telah diimplementasikan. Untuk kriteria

    kinerja, penulis mengembangkan sub-indikator dengan

    merujuk kepada studi keberhasilan sister city yang diteliti

    oleh beberapa peneliti di beberapa negara.

    Data yang dikumpulkan berupa data kualitatif, yaitu data

    yang bersumber dari deskripsi yang luas dan berlandasan

    kokoh, serta memuat penjelasan tentang proses-proses

    yang terjadi dalam lingkup setempat (Miles and Huberman

    1992). Penelitian ini memerlukan data dan informasi yang

    secara umum diperoleh melalui beberapa teknik, yaitu

    pengumpulan dokumen resmi, wawancara semi-

    terstruktur kepada aktor-aktor terkait, dan observasi.

    Dalam melakukan analisis data digunakan metode analisis

    isi kualitatif (content analysis) yaitu analisis isi sebagai

    suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi

    yang sahih dan dapat ditiru (replicable) dengan

    memperhatikan konteksnya (Krippendorff 1991). Analisis

    ini digunakan sebagai metode dalam penelitian karena

    mempertimbangkan bentuk data dan informasi yang

    dikumpulkan berupa wawancara dan dokumen resmi yang

    memerlukan teknik untuk memahami dan

    menginterpretasikan data tersebut. Penyusunan agenda

    pengkodean merupakan hal yang penting sebagai

    panduan untuk menganalisis terhadap teks. Analisis isi

    dapat membantu penulis untuk mengelaborasi informasi

    menjadi temuan-temuan yang mengarahkan kepada

    penyimpulan keberhasilan kerja sama sister city yang

    sedang diteliti.

    Sistematika Penulisan

    Secara garis besar, sistematika penulisan dalam studi ini

    terdiri dari Bab 1 Pendahuluan yang merupakan dasar dan

    pemikiran awal yang berisi latar belakang, rumusan

    masalah, tujuan dan sasaran, manfaat penelitian, ruang

    lingkup, metodologi studi, serta sistematika penulisan.

    Kemudian Bab 2 Tinjauan Pustaka mencakup dasar-dasar

    teori mengenai konsep sister city, definisi sister city,

    mekanisme dan proses pelaksanaan sister city, serta

    kriteria keberhasilan sister city. Lalu, Bab 3 Gambaran

    Umum memberikan deskripsi mengenai kerja sama sister

    city yang telah dijalin oleh Kota Surabaya dengan

    beberapa kota di luar negeri. Bab 4 Analisis membahas

  • Gina Puspitasari Rochman

    Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A V2N2 | 3

    deskripsi umum indikasi keberhasilan kerjasama sister city

    Kota Surabaya, yang kemudian memaparkan hasil analisis

    terhadap kriteria keberhasilan. Terakhir, Bab 5

    Kesimpulan berisikan temuan studi, kesimpulan, dan

    rekomendasi.

    Definisi, Bentuk, dan Mekanisme Kerjasama

    Sister city

    OToole (2001) mendefinisikan sister city sebagai bentuk

    kerja sama yang disepakati secara resmi antara dua

    masyarakat di dua Negara yang berbasis luas. Definisi

    yang lebih khusus digunakan oleh Villers (2005), sister

    city yaitu kerjasama strategis jangka panjang antara

    masyarakat di berbagai kota atau kota-kota dimana kota

    mereka menjadi pemeran utama. Secara resmi artinya

    hubungan sister city harus disetujui otoritas lokal yang

    mendukung kegiatan masyarakat (SCI, 2003).

    Definisi berkembang, peningkatan kapasitas pemerintah

    lokal telah menjadi elemen umum melalui dorongan

    desentralisasi dan intervensi yang ditunjukan pada

    reformasi sektor publik (Tjandradewi and Marcotullio

    2009). Banyak intervensi pengembangan kapasitas

    tersebut bertujuan untuk mendapatkan pemerintahan

    yang baik. Kemitraan sister city ini memfasilitasi transfer

    pengetahuan dan keahlian antar kota untuk mengatasi

    kebutuhan, termasuk kinerja pemerintah kota, pelayanan,

    dan penguatan masyarakat sipil. Di konsep sister city,

    kota merujuk tidak hanya kepada pemerintah daerah/kota,

    tapi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat sipil,

    komunitas bisnis, ataupun komunitas pendidikan.

    Pemerintah daerah tidak hanya memainkan peran sebagai

    fasilitator yang penting dalam menetapkan dan

    memelihara hubungan, tapi juga sebagai ikatan primer

    yang dijalin antara masyarakat, tidak hanya antara

    pemerintah daerah (Villiers 2011).

    Villiers (2009) mengusulkan enam langkah siklis model

    atau kerangka konseptual kemitraan sister city dalam

    membentuk, mengelola, mempertahankan dan

    membangun kesuksesan kemitraan dan kemampuan

    beraliansi, yaitu (1) Strategi; kerangka manajemen

    dimulai dengan perumusan strategi aliansi. Sebelum mitra

    terlibat, sebuah organisasi memerlukan strategi aliansi

    untuk menguraikan pemikiran terkait visi dan tujuan

    untuk kemitraan, strategi untuk pemilihan mitra, untuk

    memanajemen, dan cara menangkap pembelajaran

    (Villers, 2009). Kern (2001:12) menunjukan bahwa

    pemerintah daerah dan masyarakat lokal perlu strategi,

    dimana dua strategi yang ditempuh adalah learning dan

    networking internasional. Dari strategi aliansi akan

    menjadi jelas jenis mitra yang harus dicari. (2)

    Identifikasi; dalam mencari mitra strategis, kota atau

    komunitas biasanya mendekati lembaga perjodohan

    internasional dan mungkin juga didekati oleh kota-kota

    atau masyarakat lain dengan kemiripan permintaan.

    Permintaan tersebut hanya dapat dipertimbangkan jika

    kota tersebut ada dalam parameter strategi kerja sama.

    (3) Mengevaluasi; pada tahap ini diperlukan pula

    investigasi due diligence dan studi kelayakan untuk

    mengenal sejarah kerja sama mitra yang potensial.

    Terdapat banyak kriteria yang berbeda yang digunakan

    untuk pemilihan mitra, kriteria dapat meliputi ukuran

    kota/populasi; kriteria geografis; sejarah politik; alasan

    filantropis; kepentingan sosial/umum; kepentingan

    ekonomi; universitas; kemiripan nama; asosiasi lokal

    (Zelinsky 1991). (4) Negosiasi; tahapan ini terbagi ke

    dalam tiga jenis, yaitu negoasiasi dalam pemilihan mitra,

    negosiasi dalam perencanaan, dan negosiasi dalam

    membuat kesepakatan (Memorandum of Understanding).

    (5) Implementasi; tahap ini penting karena semua

    penilaian terhadap rencana yang telah disepakati telah

    dilakukan dengan baik sampai saat ini atau tidak. Setelah

    hubungan diimplemetasikan, keberhasilan atau kegagalan

    perlu ditinjau secara berkala yang hanya dapat dilakukan

    jika pengukuran spesifik kinerja telah disepakati dalam

    tahap perencanaan. (6) Kemampuan aliansi; merupakan

    titik keberlanjutan yang menyakini bahwa kota yang

    memperoleh lebih banyak pengalaman dalam praktik

    manajemen aliansi terbaik, maka akan lebih baik dalam

    hubungan kemitraan. Ini dibangun dan dikembangkan

    melalui peningkatan pengetahuan aliansi, keterampilan

    (keterampilan kewirausahaan yang spesifik), pengalaman,

    dan pengembangan perilaku yang tepat, alat aliansi yang

    tepat, sistem aliansi yang tepat, staf dan struktur

    organisasi, dan pelatihan/pendidikan.

    Kriteria Keberhasilan Kerjasama Sister city

    Kriteria keberhasilan sister city pada tabel 2 diperoleh

    berdasarkan tinjauan literatur terkait evaluasi (Dunn,

    1998) dan keberhasilan sister city di berbagai negara,

    yaitu penelitian oleh UNDP pada tahun 2000, penelitian

    analisis studi kriteria-kriteria keberhasilan sister city Afrika

    Selatan yang sukses oleh Villers (2009), penelitian oleh

    Gomes-Casseres (1998) mengenai keberhasilan kemitraan

    individu, analisis studi kasus Yokohama dan Penang oleh

    Tjandradewi and Marcotullio (2009), dan penelitian oleh

    SCI (2003) sebagai asosiasi internasional sister city.

    Dari hasil tinjauan literatur, penulis membagi kriteria

    keberhasilan menjadi dua, yakni kriteria kinerja dan

    kriteria efektivitas. Kriteria kinerja, yakni dilihat dari

    indikator input, proses, dan output kerjasama sister city.

    Sedangkan kriteria efektivitas, yaitu hasil yang diinginkan

    telah dicapai dari kerjasama sister city (Dunn, 1998).

    Input merupakan tuntutan dan dukungan yang diperlukan

    untuk kemudian diproses yang selanjutnya melahirkan

    output/produk kebijakan. Terdiri dari empat sub-indikator,

    yakni (1) kepemimpinan kuat; (2) karakteristik wilayah

    yang sama; (3) sumber daya tersedia; dan (4) kebijakan

    nasional dan provinsi mendukung.

    Proses merupakan langkah-langkah pengelolaan terkait

    dengan dasar pembuatan kebijakan. Terdiri dari empat

    sub-indikator, yakni (1) hubungan timbal balik terjadi; (2)

    komunikasi rutin dan dua arah; (3) melibatkan

  • Evaluasi Keberhasilan Kerjasama Antar Kota Sister city Kota Surabaya

    4 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A V2N2

    stakeholder lain; dan (4) melakukan inovasi. Sedangkan

    output merupakan respon terhadap input yang dihasilkan

    melalui proses. Terdiri dari satu sub-indikator, yakni

    kesepakatan/ perjanjian kerjasama jelas. Hal ini penting

    diperhatikan visi jelas, ketepatan lingkup kerja sama,

    tujuan dan sasaran yang tidak ditujukan hanya pada satu

    pihak, dan telah disepakatinya prioritas kerjasama disertai

    anggaran sumber dayanya. Hal-hal tersebut dituangkan

    dala kesepakatan/perjanjian tertulis yang biasanya berupa

    MOU. Perjanjian tersebut perlu dirumuskan dan kemudian

    ditandatangani oleh kedua pihak.

    Hasil/outcome adalah tindak lanjut/ implementasi dari

    output kebijakan yang telah dibuat sebelumnya. Menurut

    Villers (2009), implementasi penting karena semua

    penilaian terhadap rencana yang telah disepakati telah

    dilakukan dengan baik sampai saat ini atau tidak.

    Indikator ini digunakan untuk mengukur efektivitas dari

    kerjasama sister city Kota Surabaya, yang menjadi salah

    satu kriteria keberhasilan kerjasama.

    Karakteristik Wilayah Kota Surabaya

    Dalam skala Nasional, Surabaya merupakan pusat

    pembangunan di wilayah Indonesia itu, baik itu bisnis,

    perdagangan, industri, dan pendidikan. Sedangkan secara

    regional, Kota Surabaya adalah ibukota sekaligus

    berperan sebagai pusat perdagangan, jasa, dan budaya

    Provinsi Jawa Timur. Surabaya merupakan kota terbesar

    kedua di Indonesia, setelah Jakarta, dengan luas wilayah

    326,36 km2 dan jumlah penduduk sebanyak

    3.123.914 jiwa.

    Sejak awal abad 20, Surabaya telah dikenal sebagai

    pelabuhan tersibuk dan kota terbesar di wilayah koloni

    Hindia Timur Belanda. Kota Surabaya memiliki pelabuhan

    Tanjung Perak yang merupakan pelabuhan terbesar

    kedua di Indonesia yang melayani perlayaran baik

    internasional maupun antar pulau dan berfungsi sebagai

    penghubung transportasi laut bagi kawasan Indonesia

    Timur. Dilihat dari data PDRB Kota Surabaya tahun 2010,

    sektor perdagangan, hotel, dan restoran menyumbang

    sebesar 43,31% dari total PDRB keseluruhan.

    Kegiatan ekonomi yang juga cukup dominan di kota

    Surabaya adalah sektor industri dan pengolahan yang

    menyumbang sebesar 22,18% dari total PDRB tahun 2010.

    Pusat konsentrasi industri kota ini berada di wilaya utara

    dan selatan. Berbagai jenis industri yang berkembang

    meliputi industri logam dasar, kimia dasar, tekstil, industri

    makanan dan minuman, serta industri olahan hasil-hasil

    perikanan, peternakan, sayur-mayur, buah-buahan dan

    lainnya. Di wilayah selatan Surabaya, tepatnya di Rungkut

    telah dibangun kawasan industri yang dikenal sebagai

    SIER (Surabaya Industrial Estate Rungkut). Sampai saat

    ini, pertumbuhan ekonomi Surabaya selalu di atas

    pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur bahkan

    nasional. Pada tahun 2011, total pendapatan kota ini

    mencapai Rp 3.759.632.599 dengan kontribusi

    Tabel 1. Sub-Indikator Keberhasilan Kerjasama Sister city Kota Surabaya

    Kriteria Indikator Sub-indikator Definisi Parameter

    Kinerja

    Kerjasama Sister city

    Input Lengkap

    Kepemimpinan Kuat Kemampuan memengaruhi orang lain untuk

    mencapai tujuan bersama dan sistem yang dibentuk dalam menjalankan program/kegiatan.

    Adanya pengaruh pemimpin untuk mencapai

    tujuan Adanya konsistensi keberlangsungan

    program

    Karakteristik Wilayah yang Sama

    Kondisi kota yang memberikan pengaruh terhadap keberjalanan program/kegiatan.

    Adanya kesamaan sejarah, geografis, tingkat pembangunan, budaya, dan struktur

    ekonomi kedua pihak

    Sumber Daya

    Tersedia

    Pembagian wewenang antar stakeholder dalam mengakomodasi keberjalanan suatu program/kegiatan serta menjaga keefektifan program/kegiatan tersebut.

    Adanya pengalokasian tugas dan tanggung

    jawab masing-masing pihak Adanya pengalokasian dana kegiatan

    Kebijakan nasional dan provinsi yang

    Mendukung

    Kebijakan pemerintah pusat dan provinsi yang dapat mempengaruhi pengambilan

    keputusan dan implementasi program

    Adanya peraturan yang mendukung

    keberlangsungan kerjasama Adanya bantuan informasi dan pengurusan

    administrasi kerjasama

    Proses

    Terpenuhi

    Hubungan Timbal

    Balik terjadi

    Kedua pihak memiliki sesuatu untuk memberi

    dan menerima, dimana manfaat dari kerjasama ini mengalir di dua pihak.

    Adanya kegiatan pertukaran yang rutin

    dilaksanakan antara dua kota

    Adanya hasil atau manfaat yang dirasakan oleh kedua kota

    Komunikasi dilakukan rutin dan

    dua arah

    Komunikasi yang terjadi antar setiap aktor Adanya pertukaran informasi yang dilakukan kedua pihak

    Adanya proses komunikasi untuk melahirkan

    kesepakatan bersama

    Melibatkan

    Stakeholder lain

    Keterlibatan secara langsung maupun tidak

    langsung stakeholder lain diluar pemerintah yang mendukung keberjalanan program

    Adanya keterlibatan institusi/pihak lain

    selain pemerintah Adanya media dan insentif yang digunakan

    untuk memfasilitasi keterlibatan stakeholder

    Output Jelas

    Melakukan Inovasi Kemampuan mengembangkan proyek khusus yang mengarah pada hubungan yang lebih mendalam antara kedua kota.

    Adanya organisasi khusus yang diciptakan Adanya proyek-proyek baru dalam kegiatan

    kerjasama

    Kesepakatan/ perjanjian kerjasama jelas

    Nota kesepahaman/ MOU adalah pernyataan yang jelas, singkat dari tujuan, sasaran dan kegiatan yang direncanakan.

    Adanya perjanjian/ kesepakatan tertulis terkait kerjasama sister city

    Efektivitas Kerjasama

    Sister city

    Terdapat Outcome

    Kesepakatan/ rencana

    diimplementasikan

    Kegiatan/Program memberikan hasil yang diinginkan

    Adanya hasil dari kegiatan sister city yang telah dilaksanakan

  • Gina Puspitasari Rochman

    Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A V2N2 | 5

    pendapatan asli daerah sebesar Rp 1.887.112.473, nilai

    yang cukup besar untuk pendapatan sebuah kota.

    Kota Surabaya memiliki simbol kota berupa simbol

    pertempuran antara Sura Hiu dan Buaya yang

    menunjukan semangat heroik dan keberanian karakter

    dari rakyatnya. Surabaya dikenal pula memiliki kesenian

    yang khas, seperti kesenian Lundruk, Tari Remo, dan

    Kidungan. Penyelenggaraan pendidikan di Kota Surabaya

    sudah dimulai sejak tahun 1818. Sejarah pendidikan dan

    keberadaan empat perguruan tinggi negeri saat ini, ITS,

    UNAIR, IAIN, dan UNESA menjadikan Kota Surabaya

    menjadi salah satu pusat pendidikan di Indonesia. Hal ini

    didukung pula dengan berkembangnya institusi

    pendidikan swasta dan organisasi sosial kemasyarakatan

    yang cukup baik di kota ini, seperti Universitas Pelita

    Harapan dan Universitas Kristen Petra. Modalitas

    pendidikan yang dimiliki kota surabaya menjadikan kota

    ini mampu bersaing secara internasional.

    Sebagai kota metropolitan yang tengah berkembang,

    Surabaya tidak luput dari permasalahan lingkungan

    sebagai contoh terjadi penumpukan sampah kota di tahun

    2001. Sejak itu muncul ide-ide pengelolaan sampah,

    seperti konsep 3R (reduce, reuse, recylce) dalam

    pengelolaan sampah berbasis komunitas dan program

    kompos menjadi upaya yang mengajak partisipasi

    masyarakat untuk mereduksi volume sampah ke TPA.

    Sampah organik dijadikan pupuk kompos dan sampah

    anorganik didaur ulang lalu dijual atau dikumpulkan ke

    dalam bank sampah yang kemudian di beli oleh pengepul

    sampah. Hingga tahun 2012, Surabaya sudah memiliki 17

    rumah kompos dan 125 bank sampah aktif yang tersebar

    di 31 kecamatan dengan jumlah kader lingkungan

    sebanyak 28.000 orang. Program tersebut cukup berhasil

    dibuktikan dengan tereduksinya jumlah sampah anorganik

    hingga 7,14%/ minggu.

    Kondisi lingkungan kota Surabaya dengan keberadaan 40

    taman kota aktif dan 451 taman pasif menjadikan kota ini

    sebagai kota besar yang hijau dan asri. Hal ini menjadi

    salah satu daya tarik kota surabaya ditambah pula dengan

    keunikan taman-taman yang direpresentasikan

    berdasarkan namanya, seperti taman pelangi, taman

    persahabatan Indonesia-Korea, taman flora, taman skate

    dan BMX, dan sebagainya. Taman persahabatan

    Indonesia-Korea menjadi salah satu ikon dari adanya

    kerjasama sister city/ persaudaraan kota surabaya dengan

    kota Busan di Korea. Komitmen Kota Surabaya dalam

    melestarikan lingkungan dan membuat kotanya menjadi

    kota hijau (green city) berhasil memperoleh penghargaan

    nasional dan internasional, seperti Adipura Kencana

    sebagai kota terbersih, Adiwiyata untuk sekolah ramah

    lingkungan, Kalpataru untuk orang yang berhasil dalam

    melestarikan lingkungan, Energi Globe Award 2005, Green

    Apple Award 2007, ASEAN Environment Sustainable City,

    dan Indonesia Hijau Region Award 2011.

    Kerjasama Sister city Kota Surabaya

    Kota Surabaya telah melakukan kerja sama sister city

    dengan kota-kota di berbagai negara sejak tahun 1992.

    Kerja sama ini didasari dengan adanya hubungan

    diplomatik Indonesia dengan beberapa negara di dunia

    sehingga pada awal kemunculannya di Kota Surabaya

    dipelopori melalui penawaran kerja sama yang difasilitasi

    oleh Kementerian Luar Negeri. Era sentralisme pada saat

    itu membuat Kota Surabaya sebagai struktur

    pemerintahan di tingkat lokal untuk selalu menyetujui dan

    melaksanakan penawaran-penawaran dari pemerintah

    pusat. Dengan dibentuknya kerja sama ini diharapkan

    dapat mempercepat pembangunan daerah di tingkat lokal.

    Hingga tahun 2013, Kota Surabaya memiliki sepuluh kota

    mitra, dimana tujuh diantaranya sudah resmi diikat dalam

    sebuah kesepakatan bersama berupa MOU (Memorandum

    of Understanding), dua kota mitra lainnya terikat dalam

    dokumen kesepahaman berupa pernyataan kehendak

    (Letter of Intent), dan satu mitra masih dalam proses

    penjajagan. Dari sepuluh kota mitra tersebut, kerja sama

    sister city yang sudah memiliki MOU dengan Kota

    Surabaya yakni di bidang pendidikan, kebudayaan,

    perdagangan seperti Kota Seattle-Amerika Serikat (1992),

    Kota Kota Busan-Korea Selatan (1994), Kochi-Jepang

    (1997), Kota Guangzhou-China (2005), Kota Xiamen-

    China (2006), dan Kota Varna-Bulgaria (2010), di bidang

    lingkungan dengan Kota Kitakyushu-Jepang (2012),

    sedangkan kerja sama yang masih dalam bentuk LoI

    (Letter of Intent) yaitu Kota Shah Alam-Malaysia (2009) di

    bidang perencanaan kota dan kebudayaan, dan Kota

    Marseille-Perancis (2007) di bidang pendidikan,

    kebudayaan, dan perdagangan, serta Kota Perth-Australia

    Barat sudah melalui masa penjajagan.

    Proses Penyelenggaraan Sister city Kota Surabaya

    Proses penyelenggaraan sister city di Kota Surabaya

    terdiri dari 5 (lima) tahap, yakni diawali dengan

    penjajagan; proses penjajagan dimulai setelah adanya

    usulan/proposal kerja sama sister city dari Kota Surabaya

    atau dari calon mitra kerja sama di luar negeri, atau dari

    perwakilan RI yang di luar negeri, atau dari perwakilan

    negara asing yang di Indonesia, atau bahkan ada pula

    usulan kerja sama dari masyarakat. Untuk usulan

    tersebut, akan dilakukan kajian/identifikasi terdapat

    potensi-potensi calon mitra, potensi-potensi calon mitra

    yang dapat dimanfaatkan, bidang-bidang yang dapat

    dikerjasamakan, kegiatan-kegiatan apa saja yang dapat

    dilakukan serta kajian keuntungan/kerugiannya dan kajian

    dari aspek hukum/perundang-undangan. Proses

    penjajagan ini, juga akan dikonsultasikan dengan

    Pemerintah Provinsi, Kementerian Dalam Negeri, dan

    Kementerian Luar Negeri.

  • Evaluasi Keberhasilan Kerjasama Antar Kota Sister city Kota Surabaya

    6 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A V2N2

    Kriteria yang dipertimbangkan dalam pemilihan mitra kerja

    sama sister city berdasarkan Kebijakan Umum Kemendagri

    (sesuai Permendagri No. 3 Tahun 2008) terkait kerja sama

    luar negeri, meliputi (1) antara kedua Negara memiliki

    hubungan diplomatik; (2) tidak akan mengganggu

    stabilitas dalam negeri; (3) berdasarkan pada asas

    persamaan hak; (4) tidak saling memaksakan kehendak;

    (5) tidak mengarah pada campur tangan urusan dalam

    negeri; (6) harus dapat menguntungkan kedua belah

    pihak. (7) harus sejalan dengan program pembangunan

    nasional; dan (8) tanggung jawab pemerintah harus

    seimbang ditinjau dari segi posisi/status administrasi.

    Tahap kedua, pembahasan draft MOU; apabila kajian

    terhadap pembentukan kerja sama dirasa aman dan

    layak, kedua belah pihak akan menandatangani draft

    Letter of Intent sebagai niat tertulis bahwa kedua kota

    berkeinginan untuk menjalin kerja sama. Adapun setelah

    penandatanganan LoI, pemerintah kota harus

    mengajukan persetujuan kerja sama kepada DPRD Kota

    sebagaimana dituangkan dalam UU No. 32 Tahun 2004

    pasal 195. Apabila persetuan DPRD untuk kerja sama

    sister city telah diperoleh, pemerintah kota akan

    mengajukan permohonan pembahasan draft MoU kerja

    sama kepada Kementerian Dalam Negeri melalui

    gubernur/ pemerintah provinsi. Dalam rapat pembahasan

    draft MoU tersebut, akan dilibatkan berbagai unsur untuk

    mendapat masukan tentang draft MoU yang akan

    disampaikan kepada calon mitra kerja sama serta

    mendapat masukan tentang profil mitra dan pelaksanaan

    kegiatan kerja sama sister city.

    Ketiga, penandatangan MoU; draft hasil rapat

    pembahasan, akan disampaikan kepada calon mitra

    melalui perwakilan RI di luar negeri. Setelah kedua pihak

    menyetujui draft berikut perubahannya, pemerintah kota

    mengajukan permohonan full powers (surat kuasa) dari

    Menteri Luar Negeri melalui Kementerian Dalam Negeri

    sebagai bukti bahwa walikota dapat menandatangani

    naskah MoU kerja sama sister city sebagai wakil dari

    Pemerintah RI. Selanjutnya, untuk jadwal dan tempat

    penandatanganan MoU akan ditentukan melalui

    komunikasi kedua pihak.

    Sebagaimana pedoman yang disampaikan Kementerian

    Luar Negeri tentang kriteria-kriteria dalam penyusunan

    Perjanjian Internasional harus memenuhi 4 unsur aman,

    yakni (1) Politis : tidak bertentangan dengan Politik Luar

    Negeri RI dan Kebijakan hubungan luar negeri

    Pemerintah Pusat; (2) Yuridis : Adanya kepastian hukum

    dan menghindari celah hukum (loopholes) yang

    merugikan kepentingan RI; (3) Teknis : Tidak

    bertentangan dengan kebijakan Kementerian /Instansi

    teknis terkait; dan (4) Keamanan: Kerjasama Luar Negeri

    tidak digunakan sebagai kedok kegiatan asing/spionase

    yang mengancam stabilitas dan keamanan dalam negeri.

    Tahap keempat, pelaksanaan kegiatan; setelah MoU

    ditandatangani, kedua belah pihak dapat melaksanakan

    kegiatan yang tertuang dalam bidang-bidang yang

    dikerjasamakan serta dapat melibatkan para stakeholder

    di kedua kota dalam tindak lanjut sister city. Di dalam

    proses pelaksanaan ini terdapat berbagai jenis kegiatan

    seperti acara festival, pelatihan, seminar, sosialisasi,

    rapat/pertemuan, pameran, dan sebagainya. Dan terakhir,

    evaluasi dan pelaporan; sebagaimana dituangkan dalam

    Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 3 Tahun 2008 pasal

    21, pelaporan kegiatan-kegiatan sister city dilakukan

    setiap 6 bulan. Sedangkan evaluasi kerja sama dilakukan

    jika dirasa dibutuhkan.

    Gambar 1. Struktur Kelembagaan Pemerintah Kota Surabaya Dalam Kerjasama Sister city

  • Gina Puspitasari Rochman

    Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A V2N2 | 7

    Analisis

    Analisis dalam penelitian ini akan ditinjau dari kriteria

    yang telah ditetapkan sebelumnya. Kriteria tersebut

    diantaranya kriteria kinerja kerjasama yang dilihat

    berdasarkan indikator input, proses, dan output, serta

    kriteria efektivitas berdasarkan hasil kerjasama sister city

    Kota Surabaya di bidang pendidikan, kebudayaan, dan

    lingkungan. Berikut uraiannya.

    a. Input Kerjasama Sister city Kota Surabaya

    Berdasarkan hasil analisis, input keberhasilan kerjasama

    sister city, terdiri dari kepemimpinan kuat dan konsisten,

    kesamaan karakteristik wilayah, ketersediaan sumber

    daya, dan kebijakan pemerintah pusat dan provinsi yang

    mendukung. Dilihat dari sub-indikator kepemimpinan,

    keberhasilan sister city Kota Surabaya dilatarbelakangi

    pengaruh dan peran pemimpin (walikota) yang kuat.

    Namun, diluar siapa pemimpinnya, dapat dilihat pada

    tabel 2, kontinuitas hubungan sister city dalam setiap

    periode kepemimpinan memberikan pengaruh penting

    dalam keberhasilan sister city. Analisis terhadap kesamaan

    karakteristik wilayah, ternyata kesamaan struktur ekonomi

    kota Surabaya dengan kota mitra memudahkan

    terciptanya hubungan kerjasama. Selain itu, kesamaan

    sejarah antara kota Surabaya dengan kota mitra

    menciptakan kepentingan bersama (mutual interest).

    Kesetaraan tingkat pembangunan kota Surabaya dengan

    kota mitra menghilangkan ketergantungan pada salah

    satu pihak dan membuat hubungan ini berhasil.

    Tabel 2. Sister city dalam Tiga Periode Kepemimpinan

    Kategori

    Periode Kepemimpinan

    Sunarto S (1995-2000)

    Bambang DH (2000-2010)

    Tri Rismaharini (2010-2015)

    Jumlah

    Mitra

    3 kota 7 kota (ditambah 3 kota

    dari sebelumnya)

    10 kota (ditambah

    7 kota dari sebelumnya)

    Jumlah Sektor Aktif

    3 sektor (pendidikan, perdagangan,

    kebudayaan)

    7 sektor (ditambah olahraga, perencanaan kota, transportasi,

    lingkungan)

    7 sektor (sama dengan periode sebelumnya)

    Bentuk

    Kegiatan

    Pertukaran

    delegasi (tidak ada data rinci)

    Partisipasi seminar,

    festival, lomba, pameran, pelatihan, pertemuan, proyek

    bersama.

    Partisipasi seminar,

    festival, lomba, pameran, pelatihan, pertemuan, proyek

    bersama. Sumber : Hasil Analisis, 2013

    Penilaian dilakukan pada sumber daya yang tersedia baik

    manusia maupun keuangan. Pengalokasian tugas dan

    tanggung jawab yang terspesialisasi dari pihak-pihak yang

    terlibat dalam kerjasama membuat kerjasama lebih efektif

    (tabel 3). Selain itu, dapat dilihat pada tabel 4,

    ketersediaan anggaran APBD untuk kegiatan sister city

    yang bersifat rutin memastikan terselenggaranya kegiatan

    sister city setiap tahun. Analisis dilakukan pula pada

    kebijakan nasional dan provinsi. Undang-Undang Otonomi

    Daerah mendukung hubungan sister city untuk lebih

    dikembangkan secara mandiri oleh daerah. Permendagri

    No.3 Tahun 2008 memberikan kejelasan kepada

    pemerintah kota (menjadi pedoman) dalam

    menyelenggarakan hubungan sister city. Serta bantuan

    informasi dan administrasi dari pemerintah pusat dan

    provinsi telah memberikan kemudahan bagi kota untuk

    melaksanakan hubungan sister city.

    Tabel 3. Peran Pemerintah Kota Dalam Kerjasama Sister city

    Aktor Peran

    DPRD Monitoring kegiatan-kegiatan sister city Persetujuan pembentukan kerjasama dan anggaran pemkot

    Melakukan kegiatan kerjasama sister city dengan legislatif kota mitra

    Bappeko Koordinator SKPD terkait dalam kegiatan-kegiatan sister city yang melibatkan banyak SKPD.

    SKPD Pelaksana teknis kegiatan/proyek kerjasama di bidangnya Sumber : Hasil Analisis, 2013

    Tabel 4. Alokasi Anggaran Kegiatan Sister city

    Bidang Kerjasama

    Kegiatan

    Anggaran

    APBD Luar

    Negeri

    Pendidikan Pengiriman Delegasi Pendidikan Kota Surabaya ke Kota Busan, Kota Kochi,

    Kota Xiamen

    Umum Kunjungan delegasi Kota Surabaya dalam rangka pembahasan program

    kerja sister city Surabaya Guangzhou dan Varna

    Partisipasi Kota Surabaya pada kegiatan Global Gathering 2010 di Kota Busan

    Perencanaan Kota

    Kunjungan delegasi Kota Surabaya ke Kota Shah Alam dalam rangka karya

    wisata Pers dan Jurnalistik ke Kota Shah Alam serta studi banding fasilitas-fasilitas publik di Kota Shah Alam

    Sumber : Data Matriks Kerjasama, 2010

    b. Proses Kerjasama Sister city Kota Surabaya

    Proses kerjasama sister city Kota Surabaya dievaluasi

    berdasarkan empat sub-indikator, yakni terjadinya

    hubungan timbal balik, komunikasi rutin dan terbuka,

    melibatkan stakeholder lain, dan melibatkan inovasi.

    Hubungan timbal balik terjadi dipengaruhi terlaksananya

    kegiatan pertukaran pendidikan dan kebudayaan yang

    dilakukan dua arah secara rutin, dan juga pelaksanaan

    kegiatan sister city memberikan manfaat bagi kedua kota

    terutama dalam peningkatan kualitas sumber daya

    manusia, penyelesaian masalah lingkungan dan

    pengembangan masing-masing kota.

    Keberhasilan kerjasama sister city Kota Surabaya dinilai

    dari sub-indikator komunikasi. Pertukaran informasi

    dilakukan secara bebas, rutin dan terus menerus baik

    menggunakan telepon, email, dan fax. Selain itu, proses

    komunikasi dilakukan secara formal (pertemuan langsung)

    dan informal (via email, telepon), dan adanya

    keterbukaan dan saling pengertian antara kedua pihak

    memudahkan lahirnya kesepakatan. Penilaian indikator

    proses melalui keterlibatan stakeholder lain, keterlibatan

    stakeholder dalam hubungan sister city Kota Surabaya

    luas, baik keterlibatan aktif maupun pasif, meliputi

    pengusaha, universitas, LSM, dan masyarakat. Berbagai

    wadah/media seperti seminar, lomba, pameran, workshop,

    yang disediakan oleh pemerintah kota mampu mendorong

    keterlibatan stakeholder. Pada tabel berikut dapat dilihat

    peran stakeholder lain dalam kerjasama sister city.

    Tabel 5. Peran Stakeholder Lain

    Aktor Peran

    LSM Melakukan kegiatan kerjasama di bidang lingkungan Mengadvokasi kebutuhan masyarakat

    Terlibat dalam sosialisasi program lingkungan ke masyarakat

    Pengusaha Melakukan kegiatan kerjasama di bidang perdagangan, bisnis, dan industri

  • Evaluasi Keberhasilan Kerjasama Antar Kota Sister city Kota Surabaya

    8 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A V2N2

    Aktor Peran

    Universitas Melakukan kegiatan kerjasama di bidang pendidikan

    Sebagai tenaga ahli

    Sumber : Hasil Analisis, 2013

    c. Output dan Hasil Kerjasama Sister city Kota Surabaya

    Output keberhasilan kerjasama sister city dianalisis

    dengan menggunakan sub-indikator

    kesepekatan/perjanjian tertulis yang jelas. Output dari

    kerjasama sister city Kota Surabaya, dalam kerjasama

    yang bersifat teknis seperti riset maupun proyek,

    kesepakatan kerjasama ditulis dalam perjanjian MoU yang

    lebih teknis, berisi pembagian tugas dan tanggung jawab,

    pembagian dana, masa berlangsungnya kegiatan, dan

    hal-hal lain yang ditujukan agar pengerjaan kegiatan

    menjadi jelas. Maka dapat disimpulkan bahwa indikator

    output kerjasama sister city jelas, yaitu melalui dokumen

    Memorandum of Understanding (MOU), letter of intent

    (LoI), dan kesepakatan teknis.

    Selain itu, output penyelenggaraan kerjasama,

    Pemerintah Kota Surabaya melakukan inovasi yang diukur

    dari parameter organisasi dan proyek. Pembentukan

    organisasi khusus kerjasama dan yang menangani

    kegiatan kerjasama yang bersifat teknis mampu

    mendorong kegiatan sister city lebih efektif. Dalam

    hubungan sister city di bidang lingkungan dilakukan

    pengembangan inovasi proyek kerjasama secara

    berkesinambungan untuk mempertahankan hubungan

    jangka panjang.

    Tabel 6. Peran Bagian Kerjasama Pemkot Surabaya

    Aktor Peran

    Bagian Kerjasama

    Mengorganisasikan kegiatan sister city Fasilitator antara pihak Kota Surabaya dengan Kota Mitra Mengurusi legalitas kerjasama, dan melakukan evaluasi dan

    pengendalian kerjasama sister city Budgeting anggaran kegiatan rutin dengan mitra sister city

    Sumber : Hasil Analisis, 2013

    Efektivitas kerjasama sister city dianalisis melalui hasil

    atau implementasi kesepakatan kerjasama. Dapat dilihat

    dalam tabel 7, kesepakatan kerjasama sister city yang

    dibangun oleh Kota Surabaya ditindaklanjuti melalui

    kegiatan-kegiatan yang berlangsung di kedua kota yang

    berkerjasama, berupa pertukaran delegasi pendidikan

    (training, seminar, kunjungan sekolah, partisipasi acara),

    pertukaran delegasi kebudayaan (partisipasi acara,

    kunjungan), kegiatan pengelolaan sampah, dan

    membangun Model Low Carbon Society untuk

    menyelesaikan masalah energi dan lingkungan di kota

    Surabaya. Selain itu, beberapa hasil dari kegiatan-

    kegiatan tersebut seperti peningkatan wawasan staf

    Pemkot Surabaya, peningkatan wawasan guru dan siswa

    di Kota Surabaya tentang sistem pendidikan dan budaya

    hidup, dan kesempatan mem promosikan potensi Kota

    Surabaya, khususnya kebudayaan. Hasil fisik diperoleh

    dalam kegiatan di sekto lingkungan, seperti keranjang

    takakura, perusahaan pemilah sampah (superdepo

    suterejo), rumah kompos, instalasi pengolahan sampah

    air yang terdesentralisasi , dan instalasi energi yang

    terdesentralisasi dengan menggunakan energi yang dapat

    diperbaharui.

    Tabel 7. Hasil Kerjasama Sister city Kota Surabaya

    Sektor Kegiatan Hasil

    Pendidikan Pertukaran delegasi pendidikan (training, seminar, kunjungan sekolah, partisipasi acara)

    1. Peningkatan wawasan staf Pemkot Surabaya

    2. Peningkatan wawasan guru dan siswa di Kota Surabaya tentang sistem pendidikan dan budaya

    hidup

    Kebudayaan Pertukaran delegasi

    kebudayaan (partisipasi acara, kunjungan)

    Potensi kebudayaan Kota Surabaya di

    kenal oleh kota mitra.

    Lingkungan Kegiatan Pengelolaan Sampah

    1. Keranjang Takakura 2. Super Depo Suterejo

    Membangun Model Low Carbon Society untuk menyelesaikan masalah Energy dan lingkungan di kota

    Surabaya

    1. Rumah Kompos 2. Instalasi pengolahan sampah air

    yang terdesentralisasi 3. Instalasi energy yang

    terdesentralisasi dengan

    menggunakan energy yang dapat diperbaharui

    Sumber : Hasil Analisis, 2013

    Gambar 2. Hasil Kegiatan Kerjasama Sister city

    Keranjang Takakura

    Superdepo Suterejo

    Sumber : Hasil Observasi, 2013

    Berdasarkan tiga indikator kriteria kinerja kerjasama

    sister city, terlihat bahwa input lengkap, proses terpenuhi,

    dan output jelas, maka disimpulkan bahwa kinerja

    kerjasama sister city Kota Surabaya menunjukan kinerja

    yang baik. Terpenuhinya indikator kriteria kinerja

    kerjasama sister city menjelaskan bagaimana

    keberhasilan kerjasama sister city Kota Surabaya. Selain

    itu, keberhasilan kerjasama sister city Kota Surabaya

    dinilai melalui kegiatan dan hasil kerjasama, dapat

    disimpulkan bahwa kerjasama sister city yang dilakukan

    oleh Kota Surabaya berjalan efektif. Maka kerjasama

    sister city yang dilaksanakan oleh Kota Surabaya

    dinyatakan berhasil karena kegiatannya memberikan

    hasil nyata.

    Temuan Studi

    Berdasarkan studi yang telah dilakukan terkait sister city

    Kota Surabaya terdapat beberapa temuan, yaitu (1) Kota

    Surabaya mandiri dan aktif dalam menjalin hubungan

    sister city karena porsi peran pemerintah pusat dan

    provinsi tidak banyak; (2) Kegiatan sister city banyak

    dilakukan dengan mitra sister city yang jaraknya cukup

    dekat, yaitu kota-kota di Asia, hal ini terlihat dari jumlah

    kegiatan yang dilaksanakan dengan kota di Asia rata-rata

    4-5 kegiatan dengan 1 kota mitra dalam 1 tahun, baik itu

    training, kunjungan, partisipasi acara, dll; (3) Di Kota

    Surabaya, selain sister city, berkembang pula sister port,

    sister kadin, dan sister university; (4) Terdapat tujuh

    mitra sister city yang diikat dalam perjanjian kerjasama

    berupa Memorandum of Understanding (MoU), dan dua

  • Gina Puspitasari Rochman

    Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A V2N2 | 9

    mitra sister city yang baru dinyatakan dalam pernyataan

    kehendak (Letter of Intent), dan dalam kegiatan

    kerjasama yang bersifat teknis berupa riset maupun

    proyek fisik, produk kerjasama dinyatakan dalam

    kesepatakan tertulis yang bersifat teknis; (5) Kesepatakan

    kerjasama sister city ditindaklanjuti dengan

    dilaksanakannya berbagai kegiatan, terutama di bidang

    pendidikan, kebudayaan, dan lingkungan, baik berupa

    kegiatan pertukaran, training, riset, dan proyek

    pembangunan fisik; (6) Kegiatan kerjasama sister city

    Kota Surabaya memberikan kontribusi pada proses

    peningkatan taraf hidup pemulung dengan dibangunnya

    perusahaan pemilah sampah yang mempekerjakan

    pemulung; pada penurunan jumlah sampah yang masuk

    ke TPA, memberikan manfaat ekonomi untuk masyarakat,

    dan penurunan GHG antara kedua kota; pada

    peningkatan kualitas pendidikan, seperti penerapan

    aplikasi E-Government dan pengembangan taman-taman

    bertema dan dilengkapi fasilitas penunjangnya oleh

    Pemerintah Kota Surabaya; dan terciptanya Tari

    Labasamya yang merupakan tarian kolaborasi antara Tari

    Remo (Surabaya) dan Tari Yosakoi (Jepang).

    Kesimpulan

    Keberhasilan sister city Kota Surabaya dinilai melalui

    kriteria kinerja. Berdasarkan tiga indikator kriteria kinerja

    kerjasama sister city, terlihat bahwa input lengkap, proses

    terpenuhi, dan output jelas, maka disimpulkan bahwa

    kinerja kerjasama sister city Kota Surabaya menunjukan

    kinerja yang baik. Terpenuhinya indikator kriteria kinerja

    kerjasama sister city menjelaskan bagaimana keberhasilan

    kerjasama sister city Kota Surabaya. Dalam input

    terdapat kepemimpinan kuat dan kosisten, kesamaan

    karakteristik wilayah, sumber daya tersedia, dan kebijakan

    nasional dan provinsi mendukung. Dalam proses terjadi

    hubungan timbal balik, komunikasi rutin dan terbuka, dan

    keterlibatan stakeholder luas. Dan output kerjasama jelas,

    yakni kesepakatan kerjasama tertulis berupa

    Memorandum of Understanding (MOU), letter of intent

    (LoI), dan kesepakatan teknis; kegiatan sister city, dan

    dilakukan inovasi.

    Kesepakatan kerjasama sister city yang dibangun oleh

    Kota Surabaya ditindaklanjuti melalui kegiatan-kegiatan

    yang berlangsung di kedua kota yang berkerjasama,

    berupa pertukaran delegasi pendidikan (training, seminar,

    kunjungan sekolah, partisipasi acara), pertukaran

    delegasi kebudayaan (partisipasi acara, kunjungan),

    kegiatan pengelolaan sampah, dan membangun Model

    Low Carbon Society untuk menyelesaikan masalah energi

    dan lingkungan di kota Surabaya. Selain itu, beberapa

    hasil dari kegiatan-kegiatan tersebut seperti peningkatan

    wawasan staf Pemkot Surabaya, peningkatan wawasan

    guru dan siswa di Kota Surabaya tentang sistem

    pendidikan dan budaya hidup, dan kesempatan mem

    promosikan potensi Kota Surabaya, khususnya

    kebudayaan. Hasil fisik diperoleh dalam kegiatan di sekto

    lingkungan, seperti keranjang takakura, perusahaan

    pemilah sampah (superdepo suterejo), rumah kompos,

    instalasi pengolahan sampah air yang terdesentralisasi ,

    dan instalasi energi yang terdesentralisasi dengan

    menggunakan energi yang dapat diperbaharui. Maka

    dapat disimpulkan bahwa kerjasama sister city yang

    dilakukan oleh Kota Surabaya berjalan efektif. Maka

    kerjasama sister city yang dilaksanakan oleh Kota

    Surabaya dinyatakan berhasil karena kegiatannya

    memberikan hasil nyata.

    Rekomendasi

    Kesuksesan kerjasama sister city Kota Surabaya ini dapat

    menjadi gambaran format skema kerjasama yang

    berlangsung secara efektif. Memahami pelajaran yang

    dapat diambil dari hasil penelitian evaluasi keberhasilan

    sister city ini, penulis dapat merumuskan beberapa

    rekomendasi bagi beberapa stakeholder.

    a. Bagi Pemerintah Kota Surabaya, sebaiknya evaluasi

    tidak hanya dilakukan ketika dibutuhkan, tapi juga

    dilakukan secara rutin sehingga pencapaian

    kerjasama dapat terlihat dengan jelas.

    b. Bagi Pemerintah Kota di seluruh Indonesia, beberapa

    hal penting yang harus diperhatikan dalam

    membangun kerjasama sister city adalah :

    Diperlukan kesetaraan tingkat pembangunan dan

    kesamaan struktur ekonomi. Hal ini penting agar

    tidak terjadi ketergantungan pada salah satu

    pihak, menciptakan insentif bagi kedua pihak

    untuk melakukan kerjasama, serta membangun

    kepentingan bersama.

    Menyadari keterbatasan yang dimiliki oleh

    pemerintah kota, maka disarankan kerjasama

    yang dibangun harus melibatkan stakeholder

    secara luas, bukan hanya pemerintah kota, tapi

    juga pengusaha, LSM, universitas, dan

    sebagainya.

    Diperlukan pengaruh dan peran pemimpin yang

    kuat yang mendukung kerjasama sister city.

    c. Bagi Pemerintah Pusat, khususnya Kementerian

    Dalam Negeri, kriteria dan indikator keberhasilan

    kerjasama sister city Kota Surabaya ini dapat

    dijadikan usulan kriteria dan indikator yang digunakan

    dalam melakukan penilaian keberhasilan atau evaluasi

    kerjasama sister city kota-kota di Indonesia.

    d. Bagi pihak swasta, melalui jalinan kerjasama sister

    city yang dilakukan oleh kota, swasta dapat

    memanfaatkan skema ini untuk mengembangkan

    usahanya menjadi lebih luas dan berskala

    internasional, juga swasta dapat berkolaborasi baik

    dengan pemerintah kota maupun masyarakat untuk

    mengembangkan kerjasama ini.

    e. Bagi masyarakat, kegiatan-kegiatan kerjasama sister

    city dapat menjadi peluang bagi masyarakat untuk

    mengenal kebudayaan internasional,

    mengembangkan wawasan, dan berkontribusi untuk

    mengembangkan kota dengan mengambil peran

    dalam kerjasama tersebut.

  • Evaluasi Keberhasilan Kerjasama Antar Kota Sister city Kota Surabaya

    10 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A V2N2

    Ucapan Terimakasih

    Ucapan terimakasih diberikan kepada segenap tim riset

    Kerjasama Antar Daerah, khususnya kepada Bapak Dr.

    Delik Hudalah, ST, MT, M.Sc. sebagai ketua tim riset.

    Daftar Pustaka

    Bagian Kerjasama Luar Negeri Pemerintah Kota Surabaya.

    (2011-2013). Laporan Kunjungan Walikota. Kota

    Surabaya : Pemerintah Kota Surabaya.

    Bagian Kerjasama Luar Negeri Pemerintah Kota Surabaya.

    (2012). Laporan Kerjasama Kota Surabaya-Kota

    Kitakyushu. Kota Surabaya: Pemerintah Kota Surabaya.

    Bontenbal, M., & van Lindert, P. (2009). Transnational

    city-to-city cooperation: Issues arising from theory and

    practice. H and V Engineer, 33(2), 131-133.

    Krippendorff, K. (1991) Analisis Isi Pengantar Teori dan

    Metodologi (Alih bahasa Farid Wijidi). Jakarta: PT Raja

    Grafindo Persada.

    LGIB (Local Government International Bureu) (2001b).

    The links effect: a good practice guide to transnational

    partnerships and twinning of local authorities LGIB

    International report number 3.

    Miles, M. B. and A. M. Huberman (1992). Analisis data

    kualitatif.

    O'Toole, K. (2001). Kokusaika and Internationalisation:

    Australian and Japanese Sister city Type Relationships.

    Australian Journal of International Affairs, 55(3), 403-419.

    Pemerintah Kota Surabaya. (2011). Laporan Kerjasama

    Sister city. Kota Surabaya: Pemerintah Kota Surabaya.

    Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2008

    tentang Pedoman Pelaksanaan Kerja Sama Pemerintah

    Daerah Dengan Pihak Luar Negeri.

    Salam, Usmar. (2004). Dinamika Kerjasama Internasional

    Provinsi di Indonesia dengan Luar Negeri. Makalah

    Lokakarya Cara Penanganan Kerjasama Internasionl. 7.

    Tjandradewi, B. I., & Marcotullio, P. J. (2009). City-to-city

    networks: Asian perspectives on key elements and areas

    for success. Habitat International, 33(2), 165-172.

    Villiers, J. C. (2009). Success factors and the city-to-city

    partnership management process from strategy to

    alliance capability. Habitat International, 33(2), 149-156.

    Zelinsky,W.(1991). The twinning of the world:sister cities

    in geographic and historical perspective. Annals of the

    Association of American Geographers, 81(1), 1-31.