V2N2-Evaluasi-Keberhasilan-Kerjasama-Antar-Kota-‘Sister-City’-Kota-Surabaya1.pdf
-
Upload
priciliarumengan -
Category
Documents
-
view
227 -
download
5
Transcript of V2N2-Evaluasi-Keberhasilan-Kerjasama-Antar-Kota-‘Sister-City’-Kota-Surabaya1.pdf
-
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota SAPPK
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A V2N2 |1
Evaluasi Keberhasilan Kerjasama Antar Kota Sister City Kota Surabaya
Gina Puspitasari Rochman (1), Delik Hudalah (2)
Program Studi Sarjana Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, ITB.
Email: [email protected]
Abstrak
Otonomi daerah dan globalisasi telah mendorong peningkatan perhatian dan kapasitas pemerintah lokal di Indonesia
dalam tata kelola pemerintahan yang baik sebagai prasyarat pembangunan, serta membuka jalinan kerjasama yang
lebih luas. Kedua hal tersebut mendorong berkembangnya kerjasama sister city yang dijadikan instrumen bagi kota dan
komunitas untuk membantu satu sama lain dalam mengelola dan memenuhi kebutuhan kotanya dengan berbagi sarana
pengetahuan, sumber daya, teknologi, dan keahlian antar kota. Salah satu pengalaman yang berhasil dalam
melaksanakan sister city di Indonesia adalah Kota Surabaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keberhasilan
sister city kota Surabaya, yang di kota-kota lain di Indonesia banyak mengalami kegagalan. Berdasarkan hasil analisis,
keberhasilan kerjasama sister city Kota Surabaya dinilai berdasarkan kinerja dan keefektifan kerjasama. Kinerja
kerjasama menunjukan kinerja yang baik, yang ditunjukan melalui (1) kelengkapan indikator input, yakni kepemimpinan
kuat dan konsisten, kesamaan karakteristik wilayah, ketersediaan sumber daya, dan kebijakan nasional dan provinsi
yang mendukung; (2) pemenuhan indikator proses, yakni terjadinya hubungan timbal balik, komunikasi rutin dan
terbuka, melibatkan stakeholder lain; dan (3) kepemilikan output yang jelas melalui kesepakatan tertulis berupa MoU,
LoI, dan kesepakatan teknis; kegiatan sister city; dan inovasi. Selain itu, kerjasama sister city Kota Surabaya
menunjukan kerjasama yang efektif dengan diimplementasikannya kesepakatan yang telah dibuat dalam bentuk
kegiatan yang memberikan hasil berupa peningkatan kapasitas, serta pengembangan potensi kota dan teknologi di Kota
Surabaya.
Kata kunci: sister city, globalisasi, otonomi daerah, tata kelola perkotaan, Kota Surabaya
Pendahuluan
Globalisasi dan desentralisasi merupakan kekuatan utama
di dunia dalam dua dekade terakhir dan telah
menyebabkan pemerintah daerah secara umum untuk
lebih fokus pada hubungan internasional (Villers, 2005).
Berdasarkan data United Cities and Local Government
(UCLG, 2004) menunjukan bahwa peningkatan jumlah
kemitraan, proyek, dan program fasilitasi kota-kota untuk
melakukan kerjasama diperkirakan mencapai 70% dari
seluruh kota di dunia. Munculnya globalisasi dan rezim
internasional ini telah mengikis perbedaan antara urusan
dalam dan luar negeri dan telah mengubah pembagian
tanggung jawab antara pemerintah pusat (negara) dan
pemerintah daerah (Keating, 1999). Di Indonesia,
kebijakan desentralisasi selama 10 tahun terakhir yang
tertuang dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah semakin mendorong terjalinnya
kerja sama antar daerah baik nasional maupun
internasional karena ditengah keterbatasan yang dimiliki
setiap daerah, kebijakan tersebut telah menantang
pemerintah lokal untuk lebih responsif terhadap
kebutuhan masyarakat dan memberikan peluang
partisipasi terhadap masyarakat (Bergh, 2004).
Proses globalisasi telah menawarkan peluang kerjasama
internasional dengan telah membawa kota-kota menjadi
lebih dekat. Hal ini memperluas cakupan kerjasama antar
daerah dalam suatu negara antara satu daerah dengan
pihak luar negara. Kerjasama yang terjadi ini dapat
terjalin antara pemerintah daerah dengan pemerintah
negara lain. Artinya hubungan kerjasama tidak harus
selalu berupa hubungan antar negara, melainkan dapat
pula berupa hubungan kerjasama antar kota. Bentuk
kerjasama antar daerah ini, menurut Permendagri No. 03
Tahun 2008 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kerjasama
Daerah dengan Pihak Luar Negeri, salah satunya adalah
kerjasama kembar atau yang dikenal di Indonesia sebagai
sister city. Seperti yang dikemukakan Villers (2009) yang
menyatakan bahwa kemitraan sister city didorong oleh
kekuatan globalisasi dengan tujuan untuk belajar dan
meningkatkan daya saing.
Bontenbal and van Lindert (2009), Tjandradewi and
Marcotullio (2009) menjelaskan bahwa desentralisasi dan
globalisasi telah mendorong peningkatan perhatian dan
kapasitas pemerintah lokal di Indonesia dalam
pengelolaan pemerintahan yang baik sebagai prasyarat
pembangunan, serta jalinan kerjasama yang lebih luas.
Kedua hal tersebut mendorong berkembangnya
kerjasama sister city yang dijadikan instrumen bagi kota
dan komunitas untuk membantu satu sama lain dalam
mengelola kotanya dan memenuhi kebutuhan dengan
berbagi sarana pengetahuan, sumber daya, teknologi, dan
keahlian antar kota.
mailto:[email protected] -
Evaluasi Keberhasilan Kerjasama Antar Kota Sister city Kota Surabaya
2 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A V2N2
Kerja sama sister province dan sister city di Indonesia
sudah mulai muncul pada tahun 1960-an, namun baru
digunakan secara formal pada tahun 1993. Dengan
berbagai motivasi di awal munculnya skema kerja sama
tersebut, alasan yang utama adalah karena banyak
didorong oleh kesamaan yang dimiliki kedua pihak yang
bekerja sama, baik itu kesamaan kepentingan, budaya,
bisnis, letak geografis, dan sebagainya. Sebagai contoh,
Kota Jakarta banyak melakukan kerja sama internasional
dengan berbagai ibukota negara di dunia dikarenakan
sama-sama ibukota negara.
Sejak tahun 1980-an, kerja sama internasional dalam
bentuk sister province dan sister city semakin
berkembang, dimana pada tahun 2004, lebih kurang 100
kerja sama internasional yang berbentuk sisterhood telah
tercatat di Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.
Dari catatan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia,
tidak sampai 15% dari kerja sama sister city yang
berjalan dengan baik, dan tidak sampai 20% berjalan
dengan seadanya, dan sisanya lebih dari 65% hampir
tidak melakukan kegiatan apapun (Salam, 2004).
Kegagalan dalam pengelolaan kerja sama tersebut
umumnya disebabkan kurangnya kemampuan
kelembagaan daerah dalam mengelola, kurangnya
komitmen secara berkelanjutan, kurangnya sosialisasi
terhadap masyarakat, serta kurangnya dukungan dana
secara efisien. Bertitik tolak bahwa biasanya skema sister
city gagal dalam mencapai tujuannya, Kota Surabaya
justru mengindikasikan perkembangan kerja sama yang
relatif berhasil. Keberhasilan kerja sama sister city Kota
Surabaya terindikasikan dari peraihan penghargaan Best
Practice Sister city dari Kementerian Dalam Negeri dan
penghargaan bidang lingkungan yaitu penghargaan City
To City Award dari CITYNET untuk kategori Paticipation
dalam membangun kota yang berkelanjutan dan memiliki
prestasi di bidang lingkungan yang telah mendapatkan
pengakuan dari pihak internasional.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi keberhasilan
sister city Kota Surabaya di bidang pendidikan,
kebudayaan, dan lingkungan. Berdasarkan tujuan tersebut,
sasaran dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Teridentifikasinya input keberhasilan kerjasama
sister city Kota Surabaya di bidang pendidikan,
kebudayaan, dan lingkungan.
2. Teridentifikasinya proses keberhasilan kerjasama
sister city Kota Surabaya di bidang pendidikan,
kebudayaan, dan lingkungan.
3. Teridentifikasinya output dan hasil pelaksanaan
kerjasama sister city di bidang pendidikan,
kebudayaan, dan lingkungan di Kota Surabaya.
Metodologi
Penelitian ini menggunakan pendekatan evaluasi semu
(pseudo evaluation), yaitu pendekatan yang
menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan
informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai hasil
kebijakan, tanpa berusaha untuk menanyakan tentang
manfaat atau nilai dari hasil-hasil tersebut terhadap
individu, kelompok, atau masyarakat secara keseluruhan
(Dunn, 1998). Penulis menggunakan kriteria evaluasi
kinerja dan efektivitas. Dalam evaluasi terhadap kinerja
kerjasama sister city, maka evaluasi ini akan dijabarkan
kedalam tiga indikator, yaitu input, proses, dan output
dari kerjasama sister city, dimana setiap indikator memiliki
sub indikator masing-masing untuk kemudian dilakukan
penilaian. Selain itu, dilakukan penilaian terhadap
efektivitas kerjasama sister city, yakni kerjasama sister
city ini memberikan hasil nyata atau kesepakatan/rencana
yang dibuat telah diimplementasikan. Untuk kriteria
kinerja, penulis mengembangkan sub-indikator dengan
merujuk kepada studi keberhasilan sister city yang diteliti
oleh beberapa peneliti di beberapa negara.
Data yang dikumpulkan berupa data kualitatif, yaitu data
yang bersumber dari deskripsi yang luas dan berlandasan
kokoh, serta memuat penjelasan tentang proses-proses
yang terjadi dalam lingkup setempat (Miles and Huberman
1992). Penelitian ini memerlukan data dan informasi yang
secara umum diperoleh melalui beberapa teknik, yaitu
pengumpulan dokumen resmi, wawancara semi-
terstruktur kepada aktor-aktor terkait, dan observasi.
Dalam melakukan analisis data digunakan metode analisis
isi kualitatif (content analysis) yaitu analisis isi sebagai
suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi
yang sahih dan dapat ditiru (replicable) dengan
memperhatikan konteksnya (Krippendorff 1991). Analisis
ini digunakan sebagai metode dalam penelitian karena
mempertimbangkan bentuk data dan informasi yang
dikumpulkan berupa wawancara dan dokumen resmi yang
memerlukan teknik untuk memahami dan
menginterpretasikan data tersebut. Penyusunan agenda
pengkodean merupakan hal yang penting sebagai
panduan untuk menganalisis terhadap teks. Analisis isi
dapat membantu penulis untuk mengelaborasi informasi
menjadi temuan-temuan yang mengarahkan kepada
penyimpulan keberhasilan kerja sama sister city yang
sedang diteliti.
Sistematika Penulisan
Secara garis besar, sistematika penulisan dalam studi ini
terdiri dari Bab 1 Pendahuluan yang merupakan dasar dan
pemikiran awal yang berisi latar belakang, rumusan
masalah, tujuan dan sasaran, manfaat penelitian, ruang
lingkup, metodologi studi, serta sistematika penulisan.
Kemudian Bab 2 Tinjauan Pustaka mencakup dasar-dasar
teori mengenai konsep sister city, definisi sister city,
mekanisme dan proses pelaksanaan sister city, serta
kriteria keberhasilan sister city. Lalu, Bab 3 Gambaran
Umum memberikan deskripsi mengenai kerja sama sister
city yang telah dijalin oleh Kota Surabaya dengan
beberapa kota di luar negeri. Bab 4 Analisis membahas
-
Gina Puspitasari Rochman
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A V2N2 | 3
deskripsi umum indikasi keberhasilan kerjasama sister city
Kota Surabaya, yang kemudian memaparkan hasil analisis
terhadap kriteria keberhasilan. Terakhir, Bab 5
Kesimpulan berisikan temuan studi, kesimpulan, dan
rekomendasi.
Definisi, Bentuk, dan Mekanisme Kerjasama
Sister city
OToole (2001) mendefinisikan sister city sebagai bentuk
kerja sama yang disepakati secara resmi antara dua
masyarakat di dua Negara yang berbasis luas. Definisi
yang lebih khusus digunakan oleh Villers (2005), sister
city yaitu kerjasama strategis jangka panjang antara
masyarakat di berbagai kota atau kota-kota dimana kota
mereka menjadi pemeran utama. Secara resmi artinya
hubungan sister city harus disetujui otoritas lokal yang
mendukung kegiatan masyarakat (SCI, 2003).
Definisi berkembang, peningkatan kapasitas pemerintah
lokal telah menjadi elemen umum melalui dorongan
desentralisasi dan intervensi yang ditunjukan pada
reformasi sektor publik (Tjandradewi and Marcotullio
2009). Banyak intervensi pengembangan kapasitas
tersebut bertujuan untuk mendapatkan pemerintahan
yang baik. Kemitraan sister city ini memfasilitasi transfer
pengetahuan dan keahlian antar kota untuk mengatasi
kebutuhan, termasuk kinerja pemerintah kota, pelayanan,
dan penguatan masyarakat sipil. Di konsep sister city,
kota merujuk tidak hanya kepada pemerintah daerah/kota,
tapi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat sipil,
komunitas bisnis, ataupun komunitas pendidikan.
Pemerintah daerah tidak hanya memainkan peran sebagai
fasilitator yang penting dalam menetapkan dan
memelihara hubungan, tapi juga sebagai ikatan primer
yang dijalin antara masyarakat, tidak hanya antara
pemerintah daerah (Villiers 2011).
Villiers (2009) mengusulkan enam langkah siklis model
atau kerangka konseptual kemitraan sister city dalam
membentuk, mengelola, mempertahankan dan
membangun kesuksesan kemitraan dan kemampuan
beraliansi, yaitu (1) Strategi; kerangka manajemen
dimulai dengan perumusan strategi aliansi. Sebelum mitra
terlibat, sebuah organisasi memerlukan strategi aliansi
untuk menguraikan pemikiran terkait visi dan tujuan
untuk kemitraan, strategi untuk pemilihan mitra, untuk
memanajemen, dan cara menangkap pembelajaran
(Villers, 2009). Kern (2001:12) menunjukan bahwa
pemerintah daerah dan masyarakat lokal perlu strategi,
dimana dua strategi yang ditempuh adalah learning dan
networking internasional. Dari strategi aliansi akan
menjadi jelas jenis mitra yang harus dicari. (2)
Identifikasi; dalam mencari mitra strategis, kota atau
komunitas biasanya mendekati lembaga perjodohan
internasional dan mungkin juga didekati oleh kota-kota
atau masyarakat lain dengan kemiripan permintaan.
Permintaan tersebut hanya dapat dipertimbangkan jika
kota tersebut ada dalam parameter strategi kerja sama.
(3) Mengevaluasi; pada tahap ini diperlukan pula
investigasi due diligence dan studi kelayakan untuk
mengenal sejarah kerja sama mitra yang potensial.
Terdapat banyak kriteria yang berbeda yang digunakan
untuk pemilihan mitra, kriteria dapat meliputi ukuran
kota/populasi; kriteria geografis; sejarah politik; alasan
filantropis; kepentingan sosial/umum; kepentingan
ekonomi; universitas; kemiripan nama; asosiasi lokal
(Zelinsky 1991). (4) Negosiasi; tahapan ini terbagi ke
dalam tiga jenis, yaitu negoasiasi dalam pemilihan mitra,
negosiasi dalam perencanaan, dan negosiasi dalam
membuat kesepakatan (Memorandum of Understanding).
(5) Implementasi; tahap ini penting karena semua
penilaian terhadap rencana yang telah disepakati telah
dilakukan dengan baik sampai saat ini atau tidak. Setelah
hubungan diimplemetasikan, keberhasilan atau kegagalan
perlu ditinjau secara berkala yang hanya dapat dilakukan
jika pengukuran spesifik kinerja telah disepakati dalam
tahap perencanaan. (6) Kemampuan aliansi; merupakan
titik keberlanjutan yang menyakini bahwa kota yang
memperoleh lebih banyak pengalaman dalam praktik
manajemen aliansi terbaik, maka akan lebih baik dalam
hubungan kemitraan. Ini dibangun dan dikembangkan
melalui peningkatan pengetahuan aliansi, keterampilan
(keterampilan kewirausahaan yang spesifik), pengalaman,
dan pengembangan perilaku yang tepat, alat aliansi yang
tepat, sistem aliansi yang tepat, staf dan struktur
organisasi, dan pelatihan/pendidikan.
Kriteria Keberhasilan Kerjasama Sister city
Kriteria keberhasilan sister city pada tabel 2 diperoleh
berdasarkan tinjauan literatur terkait evaluasi (Dunn,
1998) dan keberhasilan sister city di berbagai negara,
yaitu penelitian oleh UNDP pada tahun 2000, penelitian
analisis studi kriteria-kriteria keberhasilan sister city Afrika
Selatan yang sukses oleh Villers (2009), penelitian oleh
Gomes-Casseres (1998) mengenai keberhasilan kemitraan
individu, analisis studi kasus Yokohama dan Penang oleh
Tjandradewi and Marcotullio (2009), dan penelitian oleh
SCI (2003) sebagai asosiasi internasional sister city.
Dari hasil tinjauan literatur, penulis membagi kriteria
keberhasilan menjadi dua, yakni kriteria kinerja dan
kriteria efektivitas. Kriteria kinerja, yakni dilihat dari
indikator input, proses, dan output kerjasama sister city.
Sedangkan kriteria efektivitas, yaitu hasil yang diinginkan
telah dicapai dari kerjasama sister city (Dunn, 1998).
Input merupakan tuntutan dan dukungan yang diperlukan
untuk kemudian diproses yang selanjutnya melahirkan
output/produk kebijakan. Terdiri dari empat sub-indikator,
yakni (1) kepemimpinan kuat; (2) karakteristik wilayah
yang sama; (3) sumber daya tersedia; dan (4) kebijakan
nasional dan provinsi mendukung.
Proses merupakan langkah-langkah pengelolaan terkait
dengan dasar pembuatan kebijakan. Terdiri dari empat
sub-indikator, yakni (1) hubungan timbal balik terjadi; (2)
komunikasi rutin dan dua arah; (3) melibatkan
-
Evaluasi Keberhasilan Kerjasama Antar Kota Sister city Kota Surabaya
4 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A V2N2
stakeholder lain; dan (4) melakukan inovasi. Sedangkan
output merupakan respon terhadap input yang dihasilkan
melalui proses. Terdiri dari satu sub-indikator, yakni
kesepakatan/ perjanjian kerjasama jelas. Hal ini penting
diperhatikan visi jelas, ketepatan lingkup kerja sama,
tujuan dan sasaran yang tidak ditujukan hanya pada satu
pihak, dan telah disepakatinya prioritas kerjasama disertai
anggaran sumber dayanya. Hal-hal tersebut dituangkan
dala kesepakatan/perjanjian tertulis yang biasanya berupa
MOU. Perjanjian tersebut perlu dirumuskan dan kemudian
ditandatangani oleh kedua pihak.
Hasil/outcome adalah tindak lanjut/ implementasi dari
output kebijakan yang telah dibuat sebelumnya. Menurut
Villers (2009), implementasi penting karena semua
penilaian terhadap rencana yang telah disepakati telah
dilakukan dengan baik sampai saat ini atau tidak.
Indikator ini digunakan untuk mengukur efektivitas dari
kerjasama sister city Kota Surabaya, yang menjadi salah
satu kriteria keberhasilan kerjasama.
Karakteristik Wilayah Kota Surabaya
Dalam skala Nasional, Surabaya merupakan pusat
pembangunan di wilayah Indonesia itu, baik itu bisnis,
perdagangan, industri, dan pendidikan. Sedangkan secara
regional, Kota Surabaya adalah ibukota sekaligus
berperan sebagai pusat perdagangan, jasa, dan budaya
Provinsi Jawa Timur. Surabaya merupakan kota terbesar
kedua di Indonesia, setelah Jakarta, dengan luas wilayah
326,36 km2 dan jumlah penduduk sebanyak
3.123.914 jiwa.
Sejak awal abad 20, Surabaya telah dikenal sebagai
pelabuhan tersibuk dan kota terbesar di wilayah koloni
Hindia Timur Belanda. Kota Surabaya memiliki pelabuhan
Tanjung Perak yang merupakan pelabuhan terbesar
kedua di Indonesia yang melayani perlayaran baik
internasional maupun antar pulau dan berfungsi sebagai
penghubung transportasi laut bagi kawasan Indonesia
Timur. Dilihat dari data PDRB Kota Surabaya tahun 2010,
sektor perdagangan, hotel, dan restoran menyumbang
sebesar 43,31% dari total PDRB keseluruhan.
Kegiatan ekonomi yang juga cukup dominan di kota
Surabaya adalah sektor industri dan pengolahan yang
menyumbang sebesar 22,18% dari total PDRB tahun 2010.
Pusat konsentrasi industri kota ini berada di wilaya utara
dan selatan. Berbagai jenis industri yang berkembang
meliputi industri logam dasar, kimia dasar, tekstil, industri
makanan dan minuman, serta industri olahan hasil-hasil
perikanan, peternakan, sayur-mayur, buah-buahan dan
lainnya. Di wilayah selatan Surabaya, tepatnya di Rungkut
telah dibangun kawasan industri yang dikenal sebagai
SIER (Surabaya Industrial Estate Rungkut). Sampai saat
ini, pertumbuhan ekonomi Surabaya selalu di atas
pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur bahkan
nasional. Pada tahun 2011, total pendapatan kota ini
mencapai Rp 3.759.632.599 dengan kontribusi
Tabel 1. Sub-Indikator Keberhasilan Kerjasama Sister city Kota Surabaya
Kriteria Indikator Sub-indikator Definisi Parameter
Kinerja
Kerjasama Sister city
Input Lengkap
Kepemimpinan Kuat Kemampuan memengaruhi orang lain untuk
mencapai tujuan bersama dan sistem yang dibentuk dalam menjalankan program/kegiatan.
Adanya pengaruh pemimpin untuk mencapai
tujuan Adanya konsistensi keberlangsungan
program
Karakteristik Wilayah yang Sama
Kondisi kota yang memberikan pengaruh terhadap keberjalanan program/kegiatan.
Adanya kesamaan sejarah, geografis, tingkat pembangunan, budaya, dan struktur
ekonomi kedua pihak
Sumber Daya
Tersedia
Pembagian wewenang antar stakeholder dalam mengakomodasi keberjalanan suatu program/kegiatan serta menjaga keefektifan program/kegiatan tersebut.
Adanya pengalokasian tugas dan tanggung
jawab masing-masing pihak Adanya pengalokasian dana kegiatan
Kebijakan nasional dan provinsi yang
Mendukung
Kebijakan pemerintah pusat dan provinsi yang dapat mempengaruhi pengambilan
keputusan dan implementasi program
Adanya peraturan yang mendukung
keberlangsungan kerjasama Adanya bantuan informasi dan pengurusan
administrasi kerjasama
Proses
Terpenuhi
Hubungan Timbal
Balik terjadi
Kedua pihak memiliki sesuatu untuk memberi
dan menerima, dimana manfaat dari kerjasama ini mengalir di dua pihak.
Adanya kegiatan pertukaran yang rutin
dilaksanakan antara dua kota
Adanya hasil atau manfaat yang dirasakan oleh kedua kota
Komunikasi dilakukan rutin dan
dua arah
Komunikasi yang terjadi antar setiap aktor Adanya pertukaran informasi yang dilakukan kedua pihak
Adanya proses komunikasi untuk melahirkan
kesepakatan bersama
Melibatkan
Stakeholder lain
Keterlibatan secara langsung maupun tidak
langsung stakeholder lain diluar pemerintah yang mendukung keberjalanan program
Adanya keterlibatan institusi/pihak lain
selain pemerintah Adanya media dan insentif yang digunakan
untuk memfasilitasi keterlibatan stakeholder
Output Jelas
Melakukan Inovasi Kemampuan mengembangkan proyek khusus yang mengarah pada hubungan yang lebih mendalam antara kedua kota.
Adanya organisasi khusus yang diciptakan Adanya proyek-proyek baru dalam kegiatan
kerjasama
Kesepakatan/ perjanjian kerjasama jelas
Nota kesepahaman/ MOU adalah pernyataan yang jelas, singkat dari tujuan, sasaran dan kegiatan yang direncanakan.
Adanya perjanjian/ kesepakatan tertulis terkait kerjasama sister city
Efektivitas Kerjasama
Sister city
Terdapat Outcome
Kesepakatan/ rencana
diimplementasikan
Kegiatan/Program memberikan hasil yang diinginkan
Adanya hasil dari kegiatan sister city yang telah dilaksanakan
-
Gina Puspitasari Rochman
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A V2N2 | 5
pendapatan asli daerah sebesar Rp 1.887.112.473, nilai
yang cukup besar untuk pendapatan sebuah kota.
Kota Surabaya memiliki simbol kota berupa simbol
pertempuran antara Sura Hiu dan Buaya yang
menunjukan semangat heroik dan keberanian karakter
dari rakyatnya. Surabaya dikenal pula memiliki kesenian
yang khas, seperti kesenian Lundruk, Tari Remo, dan
Kidungan. Penyelenggaraan pendidikan di Kota Surabaya
sudah dimulai sejak tahun 1818. Sejarah pendidikan dan
keberadaan empat perguruan tinggi negeri saat ini, ITS,
UNAIR, IAIN, dan UNESA menjadikan Kota Surabaya
menjadi salah satu pusat pendidikan di Indonesia. Hal ini
didukung pula dengan berkembangnya institusi
pendidikan swasta dan organisasi sosial kemasyarakatan
yang cukup baik di kota ini, seperti Universitas Pelita
Harapan dan Universitas Kristen Petra. Modalitas
pendidikan yang dimiliki kota surabaya menjadikan kota
ini mampu bersaing secara internasional.
Sebagai kota metropolitan yang tengah berkembang,
Surabaya tidak luput dari permasalahan lingkungan
sebagai contoh terjadi penumpukan sampah kota di tahun
2001. Sejak itu muncul ide-ide pengelolaan sampah,
seperti konsep 3R (reduce, reuse, recylce) dalam
pengelolaan sampah berbasis komunitas dan program
kompos menjadi upaya yang mengajak partisipasi
masyarakat untuk mereduksi volume sampah ke TPA.
Sampah organik dijadikan pupuk kompos dan sampah
anorganik didaur ulang lalu dijual atau dikumpulkan ke
dalam bank sampah yang kemudian di beli oleh pengepul
sampah. Hingga tahun 2012, Surabaya sudah memiliki 17
rumah kompos dan 125 bank sampah aktif yang tersebar
di 31 kecamatan dengan jumlah kader lingkungan
sebanyak 28.000 orang. Program tersebut cukup berhasil
dibuktikan dengan tereduksinya jumlah sampah anorganik
hingga 7,14%/ minggu.
Kondisi lingkungan kota Surabaya dengan keberadaan 40
taman kota aktif dan 451 taman pasif menjadikan kota ini
sebagai kota besar yang hijau dan asri. Hal ini menjadi
salah satu daya tarik kota surabaya ditambah pula dengan
keunikan taman-taman yang direpresentasikan
berdasarkan namanya, seperti taman pelangi, taman
persahabatan Indonesia-Korea, taman flora, taman skate
dan BMX, dan sebagainya. Taman persahabatan
Indonesia-Korea menjadi salah satu ikon dari adanya
kerjasama sister city/ persaudaraan kota surabaya dengan
kota Busan di Korea. Komitmen Kota Surabaya dalam
melestarikan lingkungan dan membuat kotanya menjadi
kota hijau (green city) berhasil memperoleh penghargaan
nasional dan internasional, seperti Adipura Kencana
sebagai kota terbersih, Adiwiyata untuk sekolah ramah
lingkungan, Kalpataru untuk orang yang berhasil dalam
melestarikan lingkungan, Energi Globe Award 2005, Green
Apple Award 2007, ASEAN Environment Sustainable City,
dan Indonesia Hijau Region Award 2011.
Kerjasama Sister city Kota Surabaya
Kota Surabaya telah melakukan kerja sama sister city
dengan kota-kota di berbagai negara sejak tahun 1992.
Kerja sama ini didasari dengan adanya hubungan
diplomatik Indonesia dengan beberapa negara di dunia
sehingga pada awal kemunculannya di Kota Surabaya
dipelopori melalui penawaran kerja sama yang difasilitasi
oleh Kementerian Luar Negeri. Era sentralisme pada saat
itu membuat Kota Surabaya sebagai struktur
pemerintahan di tingkat lokal untuk selalu menyetujui dan
melaksanakan penawaran-penawaran dari pemerintah
pusat. Dengan dibentuknya kerja sama ini diharapkan
dapat mempercepat pembangunan daerah di tingkat lokal.
Hingga tahun 2013, Kota Surabaya memiliki sepuluh kota
mitra, dimana tujuh diantaranya sudah resmi diikat dalam
sebuah kesepakatan bersama berupa MOU (Memorandum
of Understanding), dua kota mitra lainnya terikat dalam
dokumen kesepahaman berupa pernyataan kehendak
(Letter of Intent), dan satu mitra masih dalam proses
penjajagan. Dari sepuluh kota mitra tersebut, kerja sama
sister city yang sudah memiliki MOU dengan Kota
Surabaya yakni di bidang pendidikan, kebudayaan,
perdagangan seperti Kota Seattle-Amerika Serikat (1992),
Kota Kota Busan-Korea Selatan (1994), Kochi-Jepang
(1997), Kota Guangzhou-China (2005), Kota Xiamen-
China (2006), dan Kota Varna-Bulgaria (2010), di bidang
lingkungan dengan Kota Kitakyushu-Jepang (2012),
sedangkan kerja sama yang masih dalam bentuk LoI
(Letter of Intent) yaitu Kota Shah Alam-Malaysia (2009) di
bidang perencanaan kota dan kebudayaan, dan Kota
Marseille-Perancis (2007) di bidang pendidikan,
kebudayaan, dan perdagangan, serta Kota Perth-Australia
Barat sudah melalui masa penjajagan.
Proses Penyelenggaraan Sister city Kota Surabaya
Proses penyelenggaraan sister city di Kota Surabaya
terdiri dari 5 (lima) tahap, yakni diawali dengan
penjajagan; proses penjajagan dimulai setelah adanya
usulan/proposal kerja sama sister city dari Kota Surabaya
atau dari calon mitra kerja sama di luar negeri, atau dari
perwakilan RI yang di luar negeri, atau dari perwakilan
negara asing yang di Indonesia, atau bahkan ada pula
usulan kerja sama dari masyarakat. Untuk usulan
tersebut, akan dilakukan kajian/identifikasi terdapat
potensi-potensi calon mitra, potensi-potensi calon mitra
yang dapat dimanfaatkan, bidang-bidang yang dapat
dikerjasamakan, kegiatan-kegiatan apa saja yang dapat
dilakukan serta kajian keuntungan/kerugiannya dan kajian
dari aspek hukum/perundang-undangan. Proses
penjajagan ini, juga akan dikonsultasikan dengan
Pemerintah Provinsi, Kementerian Dalam Negeri, dan
Kementerian Luar Negeri.
-
Evaluasi Keberhasilan Kerjasama Antar Kota Sister city Kota Surabaya
6 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A V2N2
Kriteria yang dipertimbangkan dalam pemilihan mitra kerja
sama sister city berdasarkan Kebijakan Umum Kemendagri
(sesuai Permendagri No. 3 Tahun 2008) terkait kerja sama
luar negeri, meliputi (1) antara kedua Negara memiliki
hubungan diplomatik; (2) tidak akan mengganggu
stabilitas dalam negeri; (3) berdasarkan pada asas
persamaan hak; (4) tidak saling memaksakan kehendak;
(5) tidak mengarah pada campur tangan urusan dalam
negeri; (6) harus dapat menguntungkan kedua belah
pihak. (7) harus sejalan dengan program pembangunan
nasional; dan (8) tanggung jawab pemerintah harus
seimbang ditinjau dari segi posisi/status administrasi.
Tahap kedua, pembahasan draft MOU; apabila kajian
terhadap pembentukan kerja sama dirasa aman dan
layak, kedua belah pihak akan menandatangani draft
Letter of Intent sebagai niat tertulis bahwa kedua kota
berkeinginan untuk menjalin kerja sama. Adapun setelah
penandatanganan LoI, pemerintah kota harus
mengajukan persetujuan kerja sama kepada DPRD Kota
sebagaimana dituangkan dalam UU No. 32 Tahun 2004
pasal 195. Apabila persetuan DPRD untuk kerja sama
sister city telah diperoleh, pemerintah kota akan
mengajukan permohonan pembahasan draft MoU kerja
sama kepada Kementerian Dalam Negeri melalui
gubernur/ pemerintah provinsi. Dalam rapat pembahasan
draft MoU tersebut, akan dilibatkan berbagai unsur untuk
mendapat masukan tentang draft MoU yang akan
disampaikan kepada calon mitra kerja sama serta
mendapat masukan tentang profil mitra dan pelaksanaan
kegiatan kerja sama sister city.
Ketiga, penandatangan MoU; draft hasil rapat
pembahasan, akan disampaikan kepada calon mitra
melalui perwakilan RI di luar negeri. Setelah kedua pihak
menyetujui draft berikut perubahannya, pemerintah kota
mengajukan permohonan full powers (surat kuasa) dari
Menteri Luar Negeri melalui Kementerian Dalam Negeri
sebagai bukti bahwa walikota dapat menandatangani
naskah MoU kerja sama sister city sebagai wakil dari
Pemerintah RI. Selanjutnya, untuk jadwal dan tempat
penandatanganan MoU akan ditentukan melalui
komunikasi kedua pihak.
Sebagaimana pedoman yang disampaikan Kementerian
Luar Negeri tentang kriteria-kriteria dalam penyusunan
Perjanjian Internasional harus memenuhi 4 unsur aman,
yakni (1) Politis : tidak bertentangan dengan Politik Luar
Negeri RI dan Kebijakan hubungan luar negeri
Pemerintah Pusat; (2) Yuridis : Adanya kepastian hukum
dan menghindari celah hukum (loopholes) yang
merugikan kepentingan RI; (3) Teknis : Tidak
bertentangan dengan kebijakan Kementerian /Instansi
teknis terkait; dan (4) Keamanan: Kerjasama Luar Negeri
tidak digunakan sebagai kedok kegiatan asing/spionase
yang mengancam stabilitas dan keamanan dalam negeri.
Tahap keempat, pelaksanaan kegiatan; setelah MoU
ditandatangani, kedua belah pihak dapat melaksanakan
kegiatan yang tertuang dalam bidang-bidang yang
dikerjasamakan serta dapat melibatkan para stakeholder
di kedua kota dalam tindak lanjut sister city. Di dalam
proses pelaksanaan ini terdapat berbagai jenis kegiatan
seperti acara festival, pelatihan, seminar, sosialisasi,
rapat/pertemuan, pameran, dan sebagainya. Dan terakhir,
evaluasi dan pelaporan; sebagaimana dituangkan dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 3 Tahun 2008 pasal
21, pelaporan kegiatan-kegiatan sister city dilakukan
setiap 6 bulan. Sedangkan evaluasi kerja sama dilakukan
jika dirasa dibutuhkan.
Gambar 1. Struktur Kelembagaan Pemerintah Kota Surabaya Dalam Kerjasama Sister city
-
Gina Puspitasari Rochman
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A V2N2 | 7
Analisis
Analisis dalam penelitian ini akan ditinjau dari kriteria
yang telah ditetapkan sebelumnya. Kriteria tersebut
diantaranya kriteria kinerja kerjasama yang dilihat
berdasarkan indikator input, proses, dan output, serta
kriteria efektivitas berdasarkan hasil kerjasama sister city
Kota Surabaya di bidang pendidikan, kebudayaan, dan
lingkungan. Berikut uraiannya.
a. Input Kerjasama Sister city Kota Surabaya
Berdasarkan hasil analisis, input keberhasilan kerjasama
sister city, terdiri dari kepemimpinan kuat dan konsisten,
kesamaan karakteristik wilayah, ketersediaan sumber
daya, dan kebijakan pemerintah pusat dan provinsi yang
mendukung. Dilihat dari sub-indikator kepemimpinan,
keberhasilan sister city Kota Surabaya dilatarbelakangi
pengaruh dan peran pemimpin (walikota) yang kuat.
Namun, diluar siapa pemimpinnya, dapat dilihat pada
tabel 2, kontinuitas hubungan sister city dalam setiap
periode kepemimpinan memberikan pengaruh penting
dalam keberhasilan sister city. Analisis terhadap kesamaan
karakteristik wilayah, ternyata kesamaan struktur ekonomi
kota Surabaya dengan kota mitra memudahkan
terciptanya hubungan kerjasama. Selain itu, kesamaan
sejarah antara kota Surabaya dengan kota mitra
menciptakan kepentingan bersama (mutual interest).
Kesetaraan tingkat pembangunan kota Surabaya dengan
kota mitra menghilangkan ketergantungan pada salah
satu pihak dan membuat hubungan ini berhasil.
Tabel 2. Sister city dalam Tiga Periode Kepemimpinan
Kategori
Periode Kepemimpinan
Sunarto S (1995-2000)
Bambang DH (2000-2010)
Tri Rismaharini (2010-2015)
Jumlah
Mitra
3 kota 7 kota (ditambah 3 kota
dari sebelumnya)
10 kota (ditambah
7 kota dari sebelumnya)
Jumlah Sektor Aktif
3 sektor (pendidikan, perdagangan,
kebudayaan)
7 sektor (ditambah olahraga, perencanaan kota, transportasi,
lingkungan)
7 sektor (sama dengan periode sebelumnya)
Bentuk
Kegiatan
Pertukaran
delegasi (tidak ada data rinci)
Partisipasi seminar,
festival, lomba, pameran, pelatihan, pertemuan, proyek
bersama.
Partisipasi seminar,
festival, lomba, pameran, pelatihan, pertemuan, proyek
bersama. Sumber : Hasil Analisis, 2013
Penilaian dilakukan pada sumber daya yang tersedia baik
manusia maupun keuangan. Pengalokasian tugas dan
tanggung jawab yang terspesialisasi dari pihak-pihak yang
terlibat dalam kerjasama membuat kerjasama lebih efektif
(tabel 3). Selain itu, dapat dilihat pada tabel 4,
ketersediaan anggaran APBD untuk kegiatan sister city
yang bersifat rutin memastikan terselenggaranya kegiatan
sister city setiap tahun. Analisis dilakukan pula pada
kebijakan nasional dan provinsi. Undang-Undang Otonomi
Daerah mendukung hubungan sister city untuk lebih
dikembangkan secara mandiri oleh daerah. Permendagri
No.3 Tahun 2008 memberikan kejelasan kepada
pemerintah kota (menjadi pedoman) dalam
menyelenggarakan hubungan sister city. Serta bantuan
informasi dan administrasi dari pemerintah pusat dan
provinsi telah memberikan kemudahan bagi kota untuk
melaksanakan hubungan sister city.
Tabel 3. Peran Pemerintah Kota Dalam Kerjasama Sister city
Aktor Peran
DPRD Monitoring kegiatan-kegiatan sister city Persetujuan pembentukan kerjasama dan anggaran pemkot
Melakukan kegiatan kerjasama sister city dengan legislatif kota mitra
Bappeko Koordinator SKPD terkait dalam kegiatan-kegiatan sister city yang melibatkan banyak SKPD.
SKPD Pelaksana teknis kegiatan/proyek kerjasama di bidangnya Sumber : Hasil Analisis, 2013
Tabel 4. Alokasi Anggaran Kegiatan Sister city
Bidang Kerjasama
Kegiatan
Anggaran
APBD Luar
Negeri
Pendidikan Pengiriman Delegasi Pendidikan Kota Surabaya ke Kota Busan, Kota Kochi,
Kota Xiamen
Umum Kunjungan delegasi Kota Surabaya dalam rangka pembahasan program
kerja sister city Surabaya Guangzhou dan Varna
Partisipasi Kota Surabaya pada kegiatan Global Gathering 2010 di Kota Busan
Perencanaan Kota
Kunjungan delegasi Kota Surabaya ke Kota Shah Alam dalam rangka karya
wisata Pers dan Jurnalistik ke Kota Shah Alam serta studi banding fasilitas-fasilitas publik di Kota Shah Alam
Sumber : Data Matriks Kerjasama, 2010
b. Proses Kerjasama Sister city Kota Surabaya
Proses kerjasama sister city Kota Surabaya dievaluasi
berdasarkan empat sub-indikator, yakni terjadinya
hubungan timbal balik, komunikasi rutin dan terbuka,
melibatkan stakeholder lain, dan melibatkan inovasi.
Hubungan timbal balik terjadi dipengaruhi terlaksananya
kegiatan pertukaran pendidikan dan kebudayaan yang
dilakukan dua arah secara rutin, dan juga pelaksanaan
kegiatan sister city memberikan manfaat bagi kedua kota
terutama dalam peningkatan kualitas sumber daya
manusia, penyelesaian masalah lingkungan dan
pengembangan masing-masing kota.
Keberhasilan kerjasama sister city Kota Surabaya dinilai
dari sub-indikator komunikasi. Pertukaran informasi
dilakukan secara bebas, rutin dan terus menerus baik
menggunakan telepon, email, dan fax. Selain itu, proses
komunikasi dilakukan secara formal (pertemuan langsung)
dan informal (via email, telepon), dan adanya
keterbukaan dan saling pengertian antara kedua pihak
memudahkan lahirnya kesepakatan. Penilaian indikator
proses melalui keterlibatan stakeholder lain, keterlibatan
stakeholder dalam hubungan sister city Kota Surabaya
luas, baik keterlibatan aktif maupun pasif, meliputi
pengusaha, universitas, LSM, dan masyarakat. Berbagai
wadah/media seperti seminar, lomba, pameran, workshop,
yang disediakan oleh pemerintah kota mampu mendorong
keterlibatan stakeholder. Pada tabel berikut dapat dilihat
peran stakeholder lain dalam kerjasama sister city.
Tabel 5. Peran Stakeholder Lain
Aktor Peran
LSM Melakukan kegiatan kerjasama di bidang lingkungan Mengadvokasi kebutuhan masyarakat
Terlibat dalam sosialisasi program lingkungan ke masyarakat
Pengusaha Melakukan kegiatan kerjasama di bidang perdagangan, bisnis, dan industri
-
Evaluasi Keberhasilan Kerjasama Antar Kota Sister city Kota Surabaya
8 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A V2N2
Aktor Peran
Universitas Melakukan kegiatan kerjasama di bidang pendidikan
Sebagai tenaga ahli
Sumber : Hasil Analisis, 2013
c. Output dan Hasil Kerjasama Sister city Kota Surabaya
Output keberhasilan kerjasama sister city dianalisis
dengan menggunakan sub-indikator
kesepekatan/perjanjian tertulis yang jelas. Output dari
kerjasama sister city Kota Surabaya, dalam kerjasama
yang bersifat teknis seperti riset maupun proyek,
kesepakatan kerjasama ditulis dalam perjanjian MoU yang
lebih teknis, berisi pembagian tugas dan tanggung jawab,
pembagian dana, masa berlangsungnya kegiatan, dan
hal-hal lain yang ditujukan agar pengerjaan kegiatan
menjadi jelas. Maka dapat disimpulkan bahwa indikator
output kerjasama sister city jelas, yaitu melalui dokumen
Memorandum of Understanding (MOU), letter of intent
(LoI), dan kesepakatan teknis.
Selain itu, output penyelenggaraan kerjasama,
Pemerintah Kota Surabaya melakukan inovasi yang diukur
dari parameter organisasi dan proyek. Pembentukan
organisasi khusus kerjasama dan yang menangani
kegiatan kerjasama yang bersifat teknis mampu
mendorong kegiatan sister city lebih efektif. Dalam
hubungan sister city di bidang lingkungan dilakukan
pengembangan inovasi proyek kerjasama secara
berkesinambungan untuk mempertahankan hubungan
jangka panjang.
Tabel 6. Peran Bagian Kerjasama Pemkot Surabaya
Aktor Peran
Bagian Kerjasama
Mengorganisasikan kegiatan sister city Fasilitator antara pihak Kota Surabaya dengan Kota Mitra Mengurusi legalitas kerjasama, dan melakukan evaluasi dan
pengendalian kerjasama sister city Budgeting anggaran kegiatan rutin dengan mitra sister city
Sumber : Hasil Analisis, 2013
Efektivitas kerjasama sister city dianalisis melalui hasil
atau implementasi kesepakatan kerjasama. Dapat dilihat
dalam tabel 7, kesepakatan kerjasama sister city yang
dibangun oleh Kota Surabaya ditindaklanjuti melalui
kegiatan-kegiatan yang berlangsung di kedua kota yang
berkerjasama, berupa pertukaran delegasi pendidikan
(training, seminar, kunjungan sekolah, partisipasi acara),
pertukaran delegasi kebudayaan (partisipasi acara,
kunjungan), kegiatan pengelolaan sampah, dan
membangun Model Low Carbon Society untuk
menyelesaikan masalah energi dan lingkungan di kota
Surabaya. Selain itu, beberapa hasil dari kegiatan-
kegiatan tersebut seperti peningkatan wawasan staf
Pemkot Surabaya, peningkatan wawasan guru dan siswa
di Kota Surabaya tentang sistem pendidikan dan budaya
hidup, dan kesempatan mem promosikan potensi Kota
Surabaya, khususnya kebudayaan. Hasil fisik diperoleh
dalam kegiatan di sekto lingkungan, seperti keranjang
takakura, perusahaan pemilah sampah (superdepo
suterejo), rumah kompos, instalasi pengolahan sampah
air yang terdesentralisasi , dan instalasi energi yang
terdesentralisasi dengan menggunakan energi yang dapat
diperbaharui.
Tabel 7. Hasil Kerjasama Sister city Kota Surabaya
Sektor Kegiatan Hasil
Pendidikan Pertukaran delegasi pendidikan (training, seminar, kunjungan sekolah, partisipasi acara)
1. Peningkatan wawasan staf Pemkot Surabaya
2. Peningkatan wawasan guru dan siswa di Kota Surabaya tentang sistem pendidikan dan budaya
hidup
Kebudayaan Pertukaran delegasi
kebudayaan (partisipasi acara, kunjungan)
Potensi kebudayaan Kota Surabaya di
kenal oleh kota mitra.
Lingkungan Kegiatan Pengelolaan Sampah
1. Keranjang Takakura 2. Super Depo Suterejo
Membangun Model Low Carbon Society untuk menyelesaikan masalah Energy dan lingkungan di kota
Surabaya
1. Rumah Kompos 2. Instalasi pengolahan sampah air
yang terdesentralisasi 3. Instalasi energy yang
terdesentralisasi dengan
menggunakan energy yang dapat diperbaharui
Sumber : Hasil Analisis, 2013
Gambar 2. Hasil Kegiatan Kerjasama Sister city
Keranjang Takakura
Superdepo Suterejo
Sumber : Hasil Observasi, 2013
Berdasarkan tiga indikator kriteria kinerja kerjasama
sister city, terlihat bahwa input lengkap, proses terpenuhi,
dan output jelas, maka disimpulkan bahwa kinerja
kerjasama sister city Kota Surabaya menunjukan kinerja
yang baik. Terpenuhinya indikator kriteria kinerja
kerjasama sister city menjelaskan bagaimana
keberhasilan kerjasama sister city Kota Surabaya. Selain
itu, keberhasilan kerjasama sister city Kota Surabaya
dinilai melalui kegiatan dan hasil kerjasama, dapat
disimpulkan bahwa kerjasama sister city yang dilakukan
oleh Kota Surabaya berjalan efektif. Maka kerjasama
sister city yang dilaksanakan oleh Kota Surabaya
dinyatakan berhasil karena kegiatannya memberikan
hasil nyata.
Temuan Studi
Berdasarkan studi yang telah dilakukan terkait sister city
Kota Surabaya terdapat beberapa temuan, yaitu (1) Kota
Surabaya mandiri dan aktif dalam menjalin hubungan
sister city karena porsi peran pemerintah pusat dan
provinsi tidak banyak; (2) Kegiatan sister city banyak
dilakukan dengan mitra sister city yang jaraknya cukup
dekat, yaitu kota-kota di Asia, hal ini terlihat dari jumlah
kegiatan yang dilaksanakan dengan kota di Asia rata-rata
4-5 kegiatan dengan 1 kota mitra dalam 1 tahun, baik itu
training, kunjungan, partisipasi acara, dll; (3) Di Kota
Surabaya, selain sister city, berkembang pula sister port,
sister kadin, dan sister university; (4) Terdapat tujuh
mitra sister city yang diikat dalam perjanjian kerjasama
berupa Memorandum of Understanding (MoU), dan dua
-
Gina Puspitasari Rochman
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A V2N2 | 9
mitra sister city yang baru dinyatakan dalam pernyataan
kehendak (Letter of Intent), dan dalam kegiatan
kerjasama yang bersifat teknis berupa riset maupun
proyek fisik, produk kerjasama dinyatakan dalam
kesepatakan tertulis yang bersifat teknis; (5) Kesepatakan
kerjasama sister city ditindaklanjuti dengan
dilaksanakannya berbagai kegiatan, terutama di bidang
pendidikan, kebudayaan, dan lingkungan, baik berupa
kegiatan pertukaran, training, riset, dan proyek
pembangunan fisik; (6) Kegiatan kerjasama sister city
Kota Surabaya memberikan kontribusi pada proses
peningkatan taraf hidup pemulung dengan dibangunnya
perusahaan pemilah sampah yang mempekerjakan
pemulung; pada penurunan jumlah sampah yang masuk
ke TPA, memberikan manfaat ekonomi untuk masyarakat,
dan penurunan GHG antara kedua kota; pada
peningkatan kualitas pendidikan, seperti penerapan
aplikasi E-Government dan pengembangan taman-taman
bertema dan dilengkapi fasilitas penunjangnya oleh
Pemerintah Kota Surabaya; dan terciptanya Tari
Labasamya yang merupakan tarian kolaborasi antara Tari
Remo (Surabaya) dan Tari Yosakoi (Jepang).
Kesimpulan
Keberhasilan sister city Kota Surabaya dinilai melalui
kriteria kinerja. Berdasarkan tiga indikator kriteria kinerja
kerjasama sister city, terlihat bahwa input lengkap, proses
terpenuhi, dan output jelas, maka disimpulkan bahwa
kinerja kerjasama sister city Kota Surabaya menunjukan
kinerja yang baik. Terpenuhinya indikator kriteria kinerja
kerjasama sister city menjelaskan bagaimana keberhasilan
kerjasama sister city Kota Surabaya. Dalam input
terdapat kepemimpinan kuat dan kosisten, kesamaan
karakteristik wilayah, sumber daya tersedia, dan kebijakan
nasional dan provinsi mendukung. Dalam proses terjadi
hubungan timbal balik, komunikasi rutin dan terbuka, dan
keterlibatan stakeholder luas. Dan output kerjasama jelas,
yakni kesepakatan kerjasama tertulis berupa
Memorandum of Understanding (MOU), letter of intent
(LoI), dan kesepakatan teknis; kegiatan sister city, dan
dilakukan inovasi.
Kesepakatan kerjasama sister city yang dibangun oleh
Kota Surabaya ditindaklanjuti melalui kegiatan-kegiatan
yang berlangsung di kedua kota yang berkerjasama,
berupa pertukaran delegasi pendidikan (training, seminar,
kunjungan sekolah, partisipasi acara), pertukaran
delegasi kebudayaan (partisipasi acara, kunjungan),
kegiatan pengelolaan sampah, dan membangun Model
Low Carbon Society untuk menyelesaikan masalah energi
dan lingkungan di kota Surabaya. Selain itu, beberapa
hasil dari kegiatan-kegiatan tersebut seperti peningkatan
wawasan staf Pemkot Surabaya, peningkatan wawasan
guru dan siswa di Kota Surabaya tentang sistem
pendidikan dan budaya hidup, dan kesempatan mem
promosikan potensi Kota Surabaya, khususnya
kebudayaan. Hasil fisik diperoleh dalam kegiatan di sekto
lingkungan, seperti keranjang takakura, perusahaan
pemilah sampah (superdepo suterejo), rumah kompos,
instalasi pengolahan sampah air yang terdesentralisasi ,
dan instalasi energi yang terdesentralisasi dengan
menggunakan energi yang dapat diperbaharui. Maka
dapat disimpulkan bahwa kerjasama sister city yang
dilakukan oleh Kota Surabaya berjalan efektif. Maka
kerjasama sister city yang dilaksanakan oleh Kota
Surabaya dinyatakan berhasil karena kegiatannya
memberikan hasil nyata.
Rekomendasi
Kesuksesan kerjasama sister city Kota Surabaya ini dapat
menjadi gambaran format skema kerjasama yang
berlangsung secara efektif. Memahami pelajaran yang
dapat diambil dari hasil penelitian evaluasi keberhasilan
sister city ini, penulis dapat merumuskan beberapa
rekomendasi bagi beberapa stakeholder.
a. Bagi Pemerintah Kota Surabaya, sebaiknya evaluasi
tidak hanya dilakukan ketika dibutuhkan, tapi juga
dilakukan secara rutin sehingga pencapaian
kerjasama dapat terlihat dengan jelas.
b. Bagi Pemerintah Kota di seluruh Indonesia, beberapa
hal penting yang harus diperhatikan dalam
membangun kerjasama sister city adalah :
Diperlukan kesetaraan tingkat pembangunan dan
kesamaan struktur ekonomi. Hal ini penting agar
tidak terjadi ketergantungan pada salah satu
pihak, menciptakan insentif bagi kedua pihak
untuk melakukan kerjasama, serta membangun
kepentingan bersama.
Menyadari keterbatasan yang dimiliki oleh
pemerintah kota, maka disarankan kerjasama
yang dibangun harus melibatkan stakeholder
secara luas, bukan hanya pemerintah kota, tapi
juga pengusaha, LSM, universitas, dan
sebagainya.
Diperlukan pengaruh dan peran pemimpin yang
kuat yang mendukung kerjasama sister city.
c. Bagi Pemerintah Pusat, khususnya Kementerian
Dalam Negeri, kriteria dan indikator keberhasilan
kerjasama sister city Kota Surabaya ini dapat
dijadikan usulan kriteria dan indikator yang digunakan
dalam melakukan penilaian keberhasilan atau evaluasi
kerjasama sister city kota-kota di Indonesia.
d. Bagi pihak swasta, melalui jalinan kerjasama sister
city yang dilakukan oleh kota, swasta dapat
memanfaatkan skema ini untuk mengembangkan
usahanya menjadi lebih luas dan berskala
internasional, juga swasta dapat berkolaborasi baik
dengan pemerintah kota maupun masyarakat untuk
mengembangkan kerjasama ini.
e. Bagi masyarakat, kegiatan-kegiatan kerjasama sister
city dapat menjadi peluang bagi masyarakat untuk
mengenal kebudayaan internasional,
mengembangkan wawasan, dan berkontribusi untuk
mengembangkan kota dengan mengambil peran
dalam kerjasama tersebut.
-
Evaluasi Keberhasilan Kerjasama Antar Kota Sister city Kota Surabaya
10 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A V2N2
Ucapan Terimakasih
Ucapan terimakasih diberikan kepada segenap tim riset
Kerjasama Antar Daerah, khususnya kepada Bapak Dr.
Delik Hudalah, ST, MT, M.Sc. sebagai ketua tim riset.
Daftar Pustaka
Bagian Kerjasama Luar Negeri Pemerintah Kota Surabaya.
(2011-2013). Laporan Kunjungan Walikota. Kota
Surabaya : Pemerintah Kota Surabaya.
Bagian Kerjasama Luar Negeri Pemerintah Kota Surabaya.
(2012). Laporan Kerjasama Kota Surabaya-Kota
Kitakyushu. Kota Surabaya: Pemerintah Kota Surabaya.
Bontenbal, M., & van Lindert, P. (2009). Transnational
city-to-city cooperation: Issues arising from theory and
practice. H and V Engineer, 33(2), 131-133.
Krippendorff, K. (1991) Analisis Isi Pengantar Teori dan
Metodologi (Alih bahasa Farid Wijidi). Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
LGIB (Local Government International Bureu) (2001b).
The links effect: a good practice guide to transnational
partnerships and twinning of local authorities LGIB
International report number 3.
Miles, M. B. and A. M. Huberman (1992). Analisis data
kualitatif.
O'Toole, K. (2001). Kokusaika and Internationalisation:
Australian and Japanese Sister city Type Relationships.
Australian Journal of International Affairs, 55(3), 403-419.
Pemerintah Kota Surabaya. (2011). Laporan Kerjasama
Sister city. Kota Surabaya: Pemerintah Kota Surabaya.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2008
tentang Pedoman Pelaksanaan Kerja Sama Pemerintah
Daerah Dengan Pihak Luar Negeri.
Salam, Usmar. (2004). Dinamika Kerjasama Internasional
Provinsi di Indonesia dengan Luar Negeri. Makalah
Lokakarya Cara Penanganan Kerjasama Internasionl. 7.
Tjandradewi, B. I., & Marcotullio, P. J. (2009). City-to-city
networks: Asian perspectives on key elements and areas
for success. Habitat International, 33(2), 165-172.
Villiers, J. C. (2009). Success factors and the city-to-city
partnership management process from strategy to
alliance capability. Habitat International, 33(2), 149-156.
Zelinsky,W.(1991). The twinning of the world:sister cities
in geographic and historical perspective. Annals of the
Association of American Geographers, 81(1), 1-31.