V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini,...

47
V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dengan demikian, kine rja komponen pemodelan yang satu akan mempengaruhi kinerja komponen model yang lainnya. Seperti telah dikemukakan pada Bab sebelumnya, pemodelan dilakukan sebagai upaya untuk memberikan penjelasan dari fenomena dinamika perubahan yang ada di Delta Mahakam (explanatory) serta memberikan alternatif penyelesaian masalah melalui pengembangan model teoritis (predictive). Pemodelan dilakukan dalam tiga modul yang bersifat sekuensial. Modul - modul tersebut yaitu: 1. Modul analisis dinamika sistem yang terdiri dari tinjauan umum wilayah Delta Mahakam melalui observasi lapangan, analisis perubahan tutupan lahan melalui citra multi temporal, dan analisis dinamika sistem. 2. Modul pemodelan spasial, yang terdiri dari dua bagian. Yang pertama adalah analisis pemilihan lokasi tambak berdasarkan pada kondisi dilapangan dengan analisis multi kriteria serta pemodelan difusi spasial yang berdasarkan pada dinamika salinitas yang dipengaruhi oleh kondisi pasang surut di wilayah Delta Mahakam 3. Modul pengembangan model skenario spasial dengan analisis multikriteria dari hasil pemodelan yang digunakan sebagai masukan dalam pengembangan rekomendasi pengelolaan. V.l Modul Analisis Dinamika Sistem Sepeti telah dikemukakan dalam bagian sebelumnya, analisis dinamika sistem dalam penelitian ini tidak ditujukan untuk memprediksi perilaku dengan simulasi sistem yang ada di Delta Mahakam, namun lebih ditujukan untuk memahami proses dan dinamika sistem yang ada. Hasil dari analisis dinamika sistem ini dapat memberikan penjelasan bagi fenomena perubahan yang ada di Delta Mahakam. Selanjutnya, analisis dinamika sistem ini menuju kepada identifikasi komponen utama dalam modul - modul yang lain.

Transcript of V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini,...

Page 1: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial

merupakan ha1 yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dengan demikian, kine rja

komponen pemodelan yang satu akan mempengaruhi kinerja komponen model yang

lainnya. Seperti telah dikemukakan pada Bab sebelumnya, pemodelan dilakukan

sebagai upaya untuk memberikan penjelasan dari fenomena dinamika perubahan yang

ada di Delta Mahakam (explanatory) serta memberikan alternatif penyelesaian

masalah melalui pengembangan model teoritis (predictive). Pemodelan dilakukan

dalam tiga modul yang bersifat sekuensial. Modul - modul tersebut yaitu:

1 . Modul analisis dinamika sistem yang terdiri dari tinjauan umum wilayah

Delta Mahakam melalui observasi lapangan, analisis perubahan tutupan lahan

melalui citra multi temporal, dan analisis dinamika sistem.

2. Modul pemodelan spasial, yang terdiri dari dua bagian. Yang pertama adalah

analisis pemilihan lokasi tambak berdasarkan pada kondisi dilapangan dengan

analisis multi kriteria serta pemodelan difusi spasial yang berdasarkan pada

dinamika salinitas yang dipengaruhi oleh kondisi pasang surut di wilayah Delta

Mahakam

3 . Modul pengembangan model skenario spasial dengan analisis multikriteria

dari hasil pemodelan yang digunakan sebagai masukan dalam pengembangan

rekomendasi pengelolaan.

V.l Modul Analisis Dinamika Sistem

Sepeti telah dikemukakan dalam bagian sebelumnya, analisis dinamika sistem dalam

penelitian ini tidak ditujukan untuk memprediksi perilaku dengan simulasi sistem yang

ada di Delta Mahakam, namun lebih ditujukan untuk memahami proses dan dinamika

sistem yang ada. Hasil dari analisis dinamika sistem ini dapat memberikan penjelasan

bagi fenomena perubahan yang ada di Delta Mahakam. Selanjutnya, analisis dinamika

sistem ini menuju kepada identifikasi komponen utama dalam modul - modul yang

lain.

Page 2: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

Ada tiga tahap yang dilakukan dalam modul analisis dinamika sistem, yaitu tinjauan

wilayah Delta Mahakam, analisis citra multi temporal, dan analisis dinamika sistem

konversi mangrove.

V.l.l Tinjauan wilayah Delta Mahakam

Tinjauan wilayah Delta Mahakam dilakukan melalui tinjauan pustaka dan observasi

lapangan serta analisis citra multi temporal. Dari observasi lapangan dapat

disimpulkan bahwa Delta Mahakam terrnasuk ke dalam jenis delta yang dipengaruhi

oleh kondisi pasang surut. Delta Mahakam memiliki energi gelombang yang rendah,

transport sejajar pantai yang lemah, bedload yang tinggi, serta energi pasang surut

sedang (Haslett 2000). Delta Mahakam memiliki kondisi pasang surut semi diurnal

yang berarti memiliki kondisi pasang dua kali dalam sehari. Dari analisis gelombang

pasang surut, Delta Mahakam memiliki 4 (empat) komponen pasang surut yang

berbeda periodenya pada musim basah (Juni) dan musim kering (Desember). Kondisi

ini akan memberikan pengaruh kepada kondisi biofisik, terutama pada kondisi salinitas

pada kanal - kanal di wilayah Delta Mahakam.

Delta Mahakam merupakan wilayah yang penting secara ekonomi sebagai wilayah

penghasil minyak dan gas bumi yang utama di Indonesia. Delta Mahakam juga

merupakan sumber penghasilan bagi pemerintah daerah melalui pertambakkan

udangnya. Namun demikian, karena kondisi geografis, biofisik dan geologisnya, serta

tidak memiliki "governance" yang sangat diperlukan bagi pengelolaannya, Delta

Mahakam memiliki karakteristik sumberdaya yang terbuka pemanfaatannya (open

access resources).

Dari analisis citra multi temporal, disimpulkan bahwa perubahan tutupan vegetasi

mangrove terjadi pada tahun 1997 dan kemudian menurun dengan pesat hingga tahun

2001 (gambar 48).

Page 3: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

Penurunan Luas Tutupan Mangrove

Gmbar 48 Penrbaha;n luas tutupan mangrove dan asosiasinya di Delta Mahakam pada tahun 1983,1997, dan 2001.

Dari analisis citra dapat disimpdkan bahwa luas tutupan vegetasi mangrove pada

tahun 1983 adalah 1 14.497,920 hektare, kemudian menufun pada tahun 1997 sebesar

5.380,84 hektare. Hasil analisis menunjukkan bahwa dari bulan Juni tahun 1997

hingga F e b d 2001 luas tutupan mangrove menurun hingga 56.652,190 hektare. Hal

ini berarti luas tutupan mangrove hilang sebesar 52.462,89 hektar dalam waktu empat

tahun saja (rata - rata sekitar 36 hektar per hari selama empat tahun).

Dari tinjauan ini, dihasilkan suatu pernahaman awal mengenai fenomena konversi

lahan mangrove yang pesat, terutama setelah tahun 1997. Pemahaman ini dapat

disimpulkan sebagai berikut:

a. Kondisi pasar udang internasional. Peningkatan konsumsi udang

dunia memicu ndmya harga udang pada tahun 1997. Kondisi ini

kemudian menyebabkan peningkatan kegiatan produksi udang pada

tahm 1998. Kegiatan ekspor udang meningkat dari 93.043 ton di tahun

1997 menjadi 142.689 ton di tahun 1998 (Biro Pusat Statistik 1999).

b. Krisis ekonomi regional. Krisis ekonomi yang dimulai pada tahun

1997, dengan kondisi devaluasi rupiah terhadap US dollar memicu

Page 4: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

peningkatan volume ekspor, termasuk komoditi udang. Multiplikasi

nilai dolar Amerika terhadap Rupiah menyebabkan meningkatnya

keuntungan marjinal yang diperoleh pelaku ekspor komoditi udang

secara umum.

c. Kebijakan perikanan. Pada tahun 1996 diberlakukan larangan

penggunaan pukat harimau yang banyak digunakan dalam perikanan

tampak di kawasan Delta Mahakam. Dengan demikian, nelayan

tradisional yang tadinya bekerja dalam mekanisme perikanan tangkap

ini mengalihkan pekerjaannya ke produksi tambak tradisional {Cornrn.,

2003 #252;Bourgeois, 2002 #283;Malinta, 2003 #261).

d. Kondisi biofisik dan tutupan lahan nipah. Tutupan lahan nipah

secara fisik lebih mudah dikonversikan dibanding mangrove. Meskipun

data yang berkaitan dengan perbandingan biaya pembukaan lahan

mangrove versus lahan nipah, kemudahan fisik untuk mengkonversi

nipah menyebabkan rendahnya biaya awal dari persiapan dan

konstruksi pembukaan tambak tersebut.

e. Kondisi iklim ekstrim pada tahun 1997. Pertambakan tradisional

dengan minimum input di Delta Mahakam, sangat tergantung pada

pasokan air tawar dari kanal - kanal yang ada. Dengan minimum input,

kondisi salinitas optimum yang menjadi syarat utama bagi produktivitas

tambak di wilayah Delta Mahakam. Kondisi ekstrim pada tahun 1997

yang dipicu oleh fenomena iklim global El Nino, menyebabkan musim

kering yang berkepanjangan pada tahun tersebut di Indonesia. Musim

kering panjang tersebut memicu kebakaran hutan, termasuk di

Kalimantan Timur, di wilayah hulu sungai Mahakam yang berpengaruh

pada kondisi sedimentasi dan salinitas di wilayah Delta Mahakam.

Meningkatnya sedimentasi dan rendahnya curah hujan diperkirakan

telah menyebabkan meningkatnya kadar garam di perairan Delta. Hal

ini merupakan lingkungan menguntungkan bagi produksi tambak

karena kondisi salinitas optimum yang terjaga. Dengan demikian,

wilayah nipah yang bukan merupakan wilayah yang tepat bagi tambak

udang karena rendahnya tingkat salinitas yang diperlukan bagi tumbuh

Page 5: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

kembangnya species Nypa fructican, pada kondisi iklim ekstrim ini

memiliki kondisi kadar garam yang sesuai bagi pertambakan udang.

Tinjauan wilayah Delta Mahakam yang menjadi tahap awal analisis dinamika sistem

digunakan sebagai referensi bagi pemodelan selanjutnya. Dari hasil analisis ini

disimpulkan bahwa ada keterkaitan antara proses biofisik, kondisi tutupan lahan,

kondisi iklim ekstrim serta faktor eksternal antara lain proses ekonomi dan kebijakan.

Analisis dinarnika sistem menunjukkan bagaimana keterkaitan dan hubungan antara

proses - proses yang telah diidentifikasi.

V.1.2 Analisis dinamika sistem

Analisis dinamika sistem dilakukan dengan mengidentifikasi subsistem yang

mempengaruhi integritas sistem ekologi mangrove dan asosiasinya yang mengalami

konversi dalam skala besar di Delta Mahakam. Dinamika sistem memiliki komponen

- komponen sebagai berikut:

1. Konversi mangrove

2. Produksi minyak dan gas bumi

3. Produksi tambak udang

4. Biofisik

Gambar (49) menunjukkan hasil pemodelan analisis sistem yang dilakukan. Hasil

dalam bentuk tabular disajikan dalam Lampiran V.

Page 6: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

a w Gnph I ( M ~ w m r . C m ~ a ) Y u n 9q5.M IbD-

Gambar 49 Grafik hasil pernodelan analisis dinamika sistem

Dalam analisis didapatkan bahwa pengurangan tutupan mangrove melonjak pada tahun

ke 18 dan tutupan mangrove akan habis pada tahun ke 20 yang pada saat yang sama

konversi lahan mangrove untuk tambak mencapai maksimurn. Pada tahun ke 15 tahun

ke 16, luas wilayah tambak yang ditinggalkan akan meningkat menunjukkan turunnya

produktivitas tambak akibat kondisi ekologis, yaitu turunnya luas mangrove yang

merupakan sumber utama benih udang bagi pertambakkan di kawasan Delta Mahakam

serta kondisi pasar komoditi udang yang berfluktuasi.

Kondisi salinitas yang dipengaruhi oleh pasang surut dan serta debit air sungai

Mahakam, mempengaruhi produktivitas tambak secara signifikan. Hal ini ditunjukkan

oleh fluktuasi produktivitas yang sejalan dengan fluktuasi salinitas. Produktivitas

tambak yang didukung oleh keberadaan mangrove dan kondisi salinitas ini kemudian

memicu pembukaan lahan mangrove lebih lanjut.

Hasil analisis sistem dapat dirangkum sebagai berikut:

- Salinitas memiliki pengaruh yang penting dalam produktivitas tambak

- Luas tambak yang ditinggalkan dipengaruhi oleh produktivitas tambak

Page 7: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

- Konversi lahan mangrove sangat dipengaruhi oleh produktivitas tambak

Dengan demikian, kondisi salinitas dapat dikatakan mempengaruhi konversi

mangrove.

V.1.3 Analisis dinamika salinitas

Dinamika distribusi salinitas dalam suatu sistem perairan diatur dalam hukum

keseimbangan massa garam. Seperti telah dibahas dalam Bab I11 dan Bab IV dalam

pemodelan dinamika salinitas, penyebaran salinitas di perairan, berdasarkan hukum

Fick akan melalui komponen proses adveksi dan proses difusi (Officer 1976). Proses

adveksi adalah penyebaran salinitas akibat arus laut, sehingga penyebaran salinitas

akan mengikuti pola arus. Proses difbsi adalah penyebaran salinitas akibat perbedaan

koefisien dari gradien salinitas (Ippen 1966).

Model diskret yang dihasilkan dari penurunan formula dari hukum Fick I adalah

(persamaan 3.9):

(3.9)

Dengan

gA g 2 ~ 2 3 g 2 ~ 2 w U ( X , t ) = - cos(kx - wt) - --j- cos 2(kx - wt) - x sin 2(kx - wt) c 8c 4c4

Dimana : S = salinitas

arus pasang surut koefisien difbsi salinitas amplitudo index waktu index ruang; j = 0 pada titik paling hilir yang berbatasan dengan laut kedalaman rata - rata j arak fiekuensi pasang surut gaya gravitasi bumi

Perhitungan komponen arus pasang surut (u) yang menentukan penyebaran kadar

garam menghasilkan besaran u yang ditampilkan pada tabel (9).

Page 8: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

126

Tabel 9. Arus pasang surut pada titik - titik tertentu di kana1 Delta Mahakam

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa semakin ke hulu, arus pasang surut semakin

melemah. Tanda negatif menunjukkan pengaruh debit air sungai yang lebih dominan

sehingga arus pasang surut berputar dan dan berbalik ke arah laut. Besaran arus

pasang surut yang pada titik j=0 dengan empat periode yang berbeda. Besaran arus

pasang surut ini digunakan untuk mencari nilai distribusi salinitas yang dicari melalui

program QuickBasic yang menghasilkan besaran salinitas yang digunakan sebagai rule

dalam routing aliran bagi pemodelan spasial yang dapat dilihat pada Lampiran VI.

Tabel (10) menunjukkan salinitas hasil pemodelan.

Page 9: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

Tabel 10. Nilai salinitas hasil pemodelan

Pemodelan distribusi salinitas menggunakan pemodelan satu dimensi. Hasil

perhitungan nilai salinitas dari pernodelan konsisten dengan pernodelan akumulasi

aliran dimana arus berpengaruh terhadap persebaran nilai salinitas. Dengan j = 0

adalah titik paling hilir yang berbatasan dengan laut, nilai salinitas pada j =O adalah

tertinggi (33 ppm). Semakin jauh dari j = 0, nilai salinitas semakin menurun. Pada

periode (T) dengan amplitude tertinggi mempengaruhi besarnya salinitas karena

amplitude berkaitan erat dengan arus dan panjang gelombang yang kemudian

berpengaruh kepada volume air laut yang mengalir ke dalam kanal. Nilai salinitas ini

kemudian digunakan dalam pernodelan sebaran salinitas secara spasial.

Page 10: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

V.2 Pemodelan spasial

V.2.1 Model difusi spasial

Pemodelan difusi spasial salinitas dibagi menjadi dua tahap. Yang pertama adalah

memodelkan aliran yang menjadi dasar penyebaran salinitas. Yang kedua adalah

pemodelan difusi spasial yang berdasarkan pada dinamika salinitas itu sendiri.

a. Akumulasi aliran

Pemodelan akumulasi aliran didasari oleh prinsip bahwa setiap air yang mengalir

melalui suatu kanal merupakan suatu proses distribusi yang disebabkan oleh laju

aliran, kecepatan arus, dan kedalaman yang bervariasi dalam suatu sistem, misalnya

daerah aliran sungai. Pengukuran laju aliran, jarak dan kedalaman dapat dalam

pemodelan spasial ini menggunakan prinsip routing distribusi aliran (distributedflow

routing). Dengan prinsip yang sama, akumulasi aliran kemudian dimodelkan berdasar

pada perbedaan kedalaman yang berarti perbedaan volume.

Pemodelan akumulasi aliran menunjukkan bahwa makin besar nilai kedalaman kanal

semakin besar volume air yang diperlukan untuk mengisi kedalaman tersebut sehingga

semakin jauh jarak horizontal yang dapat dicapai oleh aliran tersebut. Akumulasi

aliran di wilayah Delta Mahakam menunjukkan pada kondisi musim yang berbeda

kadar garam yang menyebar sesuai dengan volume air laut akan berbeda. Gambar

(50) hingga (59) adalah akumulasi aliran hasil pemodelan dengan kedalaman yang

berbeda.

Page 11: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

- ---. 2 .;;;;; ;

, --

Gambar 50 Akumulasi aliran dengan kedalman -40 m di bawd permukaan laut

r

Gambar 5 1 Alnunulasi aliran d m p kedalaman -30 m di bawah permukaan laut

Page 12: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

Gambar 52 Akumulasi aliran dengan kedalaman -20 m di bawah permukaan laut

Gambar 53 Akumulasi aliran dengan kedalman -10 m permukaan laut

Page 13: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

Gambar 54 Akumulasi aliran dengan keddaman -5 m permukaan laut

Gambar 55 Akumulasi aliran dengan kedalaman -4 m di bawah permukam laut

Page 14: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

Garnbar 56 Akumulasi alirm dengan kedalaman -3 m di bawah permukaan laut

Gambar 57 Akumulasi aliran dengan kedal- -2 m di bawah pmukam laut

Page 15: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

- - . I . / L - , - - 8 r n F - ..

Gambar 58 Akurnulasi aliran dengan kedalaman -1 m di bawah permulaan laut

Gambar 59 Akumulasi h dengan kedalaman m a dengan permukaan laut.

Page 16: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

Hasil pemodelan simulasi menunjukkan bahwa volume air pasang menentukan jarak

penyebaran massa garam. Tanpa kecepatan arus sungai, simulasi menunjukkan bahwa

volume terbesar dari pasang surut dapat mencapai wilayah sungai sejauh tiga kilometer

dari mulut sungai ke arah daratan. Hal ini menunjukkan dominasi pasang surut di

Delta Mahakam yang dapat menentukan penyebaran massa garam, dengan demikian

dapat menentukan kondisi salinitas di wilayah Delta Mahakam.

b. Model difusi distribusi salinitas

Dari hasil pemodelan dinamika salinitas diperoleh besaran yang kemudian digunakan

sebagai rule dalam pemrograman dengan AMLTM dalam ARC/INFO@. Kedua

komponen kunci dari penyebaran massa garam, yaitu proses adveksi dari arus pasut

dan koefisien gradien salinitas diakomodasikan dalam kedalam AMLTM. Model

dijalankan dengan besaran arus pasang surut yang ekstrim yaitu pada bulan Juni

dengan periode yang berbeda. Gambar (60) hingga gambar (64) menunjukkan

distribusi salinitas pada xj, dan u,, dimana j = 0, dan n = 12.4,24.01, 12 dan 25.82.

Page 17: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

Gambar 60 Salinitas pada xj, dan G, dimaria j = 0, dan n = 12.4,24.01,12 dan 25.82.

Page 18: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

Garnbar 6 1 Sdbitas pada Xj, dan h, dimana j = 0, dan n = 12.4,24.01, 12 dan 25.82.

Page 19: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

Gambar 62 SahiSas pada xj, dan a, dimana j = 0, dan n = 12.4,24.01,12 dan 25.82.

Page 20: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

Gmbar 63 Sahitas pada xj, dan u,,, dimam j = 0, dan n = 12.4,24.01,12 dan 25.82.

Page 21: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

Dalam skala waktu harian, hasil menunjukkan bahwa pada kondisi pasang tinggi pada

periode T=12.4 jam salinitas terdistribusi hingga mulut sungai. Komponen adveksi

merupakan komponen dominan dan pada periode T = 12 jam, arus pasang surut

memiliki nilai negatif dan debit air sungai menjadi dominan. Hal ini menyebabkan

proses penyebaran salinitas pada perairan kana1 berbalik ke arah laut (Gambar 62).

Dalam skala waktu yang lebih besar, musim memegang peran yang penting dalam

penyebaran salinitas ini. Hal ini karena karakteristik pasang surut yang mengikuti

sirkulasi bulan dan matahari, yang kemudian berpengaruh pada volume air laut dan air

tawar. Karena data observasi pada kondisi iklim ekstrim tahun 1997 tidak diperoleh,

kondisi pasang surut pada musim kering dan musim basah dibangkitkan dari simulasi

pasang surut yang dilakukan dengan program WXTIDE32, yang urnum digunakan

bagi wilayah -wilayah tanpa data observasi (Hadi:Pers.-Comrn. 2003). Tabel (1 1)

menunjukkan kecepatan arus pada bulan Juni 1997 pada saat kondisi iklim ekstrim

global berlangsung. Pasang terendah memberikan nilai arnplitudo hingga 0.4 meter

dan tertinggi hanya mencapai 2.8 meter. Sehingga kecepatan arus maksimal pada

kondisi iklim ekstrim tersebut mencapai 6 meter per detik dan minimal mencapai 2

meter per detik.

Tabel 11. Tinggi pasang surut pada bulan Juni 1997

New 06-05 H0511 2.6 L1141 0.5 HI725 2.0 L23 1 1 0.4

12Jun LO217 0.9 H0853 2.2 L1538 0.9 H2129 1.6

19Jun H0425 2.4 Ll 100 0.7 H1636 1.8 L2221 0.6

26Jun LO209 0.7 H0835 2.4 L1514 0.6 H2118 1.9

6Jun H0543 2.7 L1214 0.4 H1759 2.0 L2342 0.4 FQtr 06-13 LO258 1.0 H0932 1.9 L1627 1.0 H2240 1.6

20Jun HOSOO 2.6 L1133 0.6 H1712 1.9 L2257 0.5 LQtr 06-27 LO257 0.9 H0917 2.2 L1602 0.7 H2222 1.8

Full 06-21 H0534 2.7 L1206 0.5 H1748 1.9 L2333 0.4

28Jun Lo400 1.1 HI008 1.9 L1701 0.8 H2350 1.8

Page 22: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

29Jun 30Jun lJul 24111 3Jul 4Jul New 07-05 LO540 1.2 H0133 1.9 H0250 2.0 H0343 2.2 H0424 2.4 H0500 2.5 H0532 2.6 HI122 1.7 LO801 1.2 LO932 1.1 L1025 0.9 L1104 0.7 L1138 0.6 L1209 0.5 L18160.9 H1314 1.6 H1451 1.6 HI555 1.7 HI641 1.7 H1718 1.8 H1751 1.9

L1939 0.9 L2047 0.8 L2138 0.7 L2220 0.6 L2256 0.6 L2330 0.5 Sungai Kutei, Borneo, Indonesia

Units are meters, initial timezone is SEAST

June 1997 low is 0.4m, high is 2 . 8 ~ range is 2.4m.

Historical low is -0.5m, high is 3.3m, range is 3.8m.

Hasil analisis dinamika salinitas spasial menunjukkan jarak persebaran salinitas pada

waktu - waktu tertentu sejalan dengan dinamika pasang surut. Hasil analisis

menunjukkan bahwa volume air menentukan besaran dan arah persebaran garam

tersebut. Fakta ini menjadi penting karena asupan air bagi pertambakan diperoleh dari

kanal - kanal yang ada di Delta Mahakam. Dengan demikian, jarak dari badan air

memegang peran yang penting dalam pembukaan tambak. Jarak dari badan air

kemudian ditentukan sebagai kriteria penting dalam analisis multi kriteria yang

mengkaji latar belakang pengambilan keputusan lokasi pembukaan tambak.

Dari analisis dan pemodelan spasial ini didapat wilayah -wilayah dengan salinitas

optimum bagi pembukaan tambak (salinitas antara 15 ppm hingga 23 ppm) dan

wilayah -wilayah dengan salinitas optimum pada kondisi iklim ekstrim. Kedua hasil

ini ditampilkan dalam gambar (64) dan gambar (65).

Page 23: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

Wilaya h dengan salinitas optimum

- 1 -

.-

8 - - -

Wend Optimum3

m S"m5

, - L

, * - -

A N

IIomMers 0 4 8 16 Salinlas antara 15 ppm hingga 23 ppm

Gmbar 64. Wilayah - wilayah dengan kondisi salinitas optimum bagi pertambakan udang (antara 15 hingga 23 ppm).

Page 24: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

Salinitas dalam kondisi iklirn ekstrim

Legend extrameclass2

a N 1-

I - 1 Klometers 0 4 8 16

Salinitas ekstrim antara 14 ppm hingga !37 rendah -05 ppm berdasarkan pada kondisi pasut ekstrim Oerendah -0.5m; tertinggi33m dan kecepatan arus pasut = 16m/detik)

Gambar 65. Sahitas dalam kondisi iklim ekstrim antara 14 ppm hingga 57 ppm berdasarkan pada kondisi pasut ekstrim (terendah -0.5m; terthggi 3.3m dan kmepatan arus pasut = 16 ddetik) .

Page 25: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

V.2.2 Analisis Multi kriteria

Analisis multikriteria dilakukan sebagai alat pengkajian kondisi sebenamya untuk

melihat faktor - faktor keruangan yang apa yang menentukan keputusan pembukaan

lahan bagi tambak. Analisis multi kriteria menunjukkan bahwa wilayah yang

dipertimbangkan memiliki kemungkinan konversi tertinggi adalah:

1. wilayah dengan tutupan lahan mangrove (bukan nipah), yang menunjukkan

kondisi salinitas yang memenuhi syarat tambak yang produktif. Secara

empiris, nipah membutuhkan kadar garam yang rendah untuk dapat bertumbuh

kembang.

2. jarak dari badan air maksimum 500 meter, yang menunjukkan kondisi

hidrodinamika yang rendah dari kanal - kanal Delta.

Jarak terhadap pusat pasar yaitu Samarinda, tidak menjadi komponen penting bagi

keputusan pembukaan tambak. Hal ini karena biaya transportasi yang relatif rendah

dibandingkan dengan pendapatan marjinal yang diperoleh petambak. Daerah

eksplorasi minyak dan gas bumi merupakan daerah dengan kemungkinan pembukaan

tambak yang sedang dan rendah. Gambar (66) menunjukkan peta daerah dengan

kemungkinan pembukaan tambak.

Dari gambar (66) dapat dilihat bahwa wilayah dengan nilai tertinggi (Very high) dan

nilai tinggi (high) adalah wilayah dengan tutupan mangrove (Avicenia sp.) serta

wilayah dengan rataan pasang surut (tidalflats) di semenanjung delta. Wilayah nipah

yang sebenarnya merupakan wilayah dengan kondisi salinitas yang tidak sesuai bagi

produktivitas tambak yang optimum, memberikan kecenderungan sedang. Menguatkan

pertimbangan bahwa salinitas di wilayah tersebut mencukupi, sehingga meskipun

dengan produktivitas marjinal, karena biaya pembukaan yang relatif rendah.

Overlay dengan coverage kondisi vegetasi pada tahun 2001, menunjukkan bahwa

analisis multikriteria memberikan hasil yang baik. Overlay ini ditunjukan pada

gambar (67). Analisis statistik dari kedua overlay tersebut menunjukkan perbedaan

jumlah pixel yang tidak signifikan. Dari grafik yang tercantum dalam gambar (67)

Page 26: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

memberikan nil& coincidence dari jumlah pixel yang tinggi. Hal ini menunjukkan

bahwa kinerja d s i s multi kziteria memberikafl hasil yang valid. -- - -

Wilayah dengan Kemungkinan Konversi

Legend Optimum3

extremeclass;!

Class I,

I 1 ~ ' 5

-

. 1 2 1 I 3

- r

1 r 1 '8-

N

I - I Meters 0 4875 9750 19m

Peta kernungkinan komersi hasil analisis multikr'bria dengan kriteria: Jarak dengan pusat pasar [Samarinda) Tutupan Nipah Penggunaan lahan [land use)

-bar 66 Wilayah dengan kernungkinan pembukaan tambak

Page 27: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

Onlk Cohchmr d d niW &h pbrrl hrsil '"3

urllids kwnung)tirpn konnrsidr !

16-

n 0 1 2 3 b

I

I

1

d

e I

I

Meters 0 4,150 8900 16,600 Niiai Perhrtungan Coincidence Jumiah Pixel

Gambar 67 Overlay hasil multikriteria dengtm coverage vegetasi pada tahun

2001

Page 28: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

Dari pemodelan dinamika salinitas dan pemodelan spasial, dapat dirangkum bahwa:

1. Salinitas yang optimum bagi pertambakan terbatas

2. Pada kondisi iklim ekstrim salinitas optimum bagi pertambakan udang dapat

mencapai daerah yang secara empiris memiliki salinitas rendah (wilayah

dengan tutupan vegetasi nipah)

3. Pembukaan terjadi di wilayah dengan tutupan nipah di wilayah dengan salinitas

optimum pada saat wilayah dengan tutupan vegetasi mangrove sudah habis

dikonversikan

V. 2 .3 Pengembangan Skenario Pengelolaan

Dalam analisis tinjauan umum Delta Mahakam, dapat ditunjukkan bahwa ada beberapa

penggeraklpemicu (driver) konversi vegetasi mangrove dan asosiasinya. Secara

umum penggerak dari masalah konversi di Delta Mahakam tersebut adalah:

a. kesempatan ekonomi (economic opportunity) yang sangat diperlukan

bagi berbagai tingkatan pengguna (masyarakat setempat, lokal,

propinsi, nasional)

b. pasar internasional yang berfluktuasi. Dalam konteks komoditi udang,

pasar internasional ditentukan oleh tingkat konsumsi dan kemampuan

pasar dalam mengakomodasi pennintaan. Statistik mencatat

peningkatan konsumsi udang di Arnerika Serikat misalnya, meningkat

sebesar 143% selama 20 tahun terakhir ini (http://www.seafood.com/).

Saat ini pasar udang dunia dipasok terutama oleh: Thailand, Indonesia,

dan Cina (Bourgeois et al. 2002). Indonesia merupakan negara

pemasok udang untuk 4% pasar dunia. Jepang, pengimpor terbesar

udang dari Indonesia mencatat harga udang yang berfluktuasi. Harga

udang di Jepang terutama pada tahun 1997 dan 1998 bernilai sangat

tinggi hingga mencapai USD23,5 per kg pada 1997 dan USD20,92 per

kg di tahun 1998 (Services) 1997 - 2003). Dengan nilai pertukaran

rupiah terhadap US dollar adalah 2.900 di tahun 1997 dan 10.013 di

tahun 1998.

c. kesempatan peningkatan pendapatan daerah (revenue capture

opportunity). Pendapatan Propinsi Kalimantan Timur khususnya Kota

Page 29: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

Samarinda, dari industri udang beku, mencapai 9% dari pendapatan

daerah diluar minyak dan gas bumi. Gambar (68) menunjukkan peran

Delta Mahakam dalam ekspor udang beku dalam survey yang d i l a h

Bourgeois, et al pada tahun 2002 (Bourgeois et al. 2002).

Gambw 68 Kontribusi Delta M a b k m dalam ekspor udang dari Kalimantan Timur

d. h g n y a pengatwan status kepastian penggunaan lahan (land tenure)

e. tidak adanya i h m kelembagaan yang memadai bagi

pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan

f. tidak adanya pengetahuan mengenai aspek biofisik dan geofisik yang

berpengamh terhadap produktivitas tambak dalam menjawab

P ermintaan pasar internasional untuk udang

Dari masalah pengelolaan sumberdaya pesisir di Delta Mahzlkam, dibangun

serangkaian skenario intervensi bagi pengelolaan sumberdaya pesisir di Delta

Mahakam dengan mengacu kepada hasil pemodelan yang telah dilakukan. Skenario

intervensi pengelolaan yang dibangun adalah pengembangan zonasi mikro pada

tingkat landsekap dengan menggumhn analisis multilaiteria spasial. Pilihan - pilihan

zonasi m h kemudian diuji dengan menggmakan pagukuran ekologi bentang alam

dengan menggunakan model entropy dan juktaposisi. Kedua pengukunm ini

dilakukan untuk memastikan bahwa skenario yang dikembangkan memiliki integritas

sistem ekologi yang baik sehingga ekosistem Delta Mahakam dapat berfungsi dengan

Page 30: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

baik. Model entropi mengukur indeks keragaman isi dari suatu patch. Entropi akan

maximum bila setiap unit lansekap dengan atribut i berada pada jarak maksimumnya.

Model juktaposisi mengukur kedekatan dan hubungan (linkage) di antara atribut yang

berbeda. Dua atribut yang berdekatan dan memiliki sisi atau batas yang sama dengan

ukuran yang tinggi, dianggap memiliki hubungan yang erat, dengan demikian

memiliki hubungan ekologis yang signifikan. Skenario yang dikembangkan

merupakan skenario yang berdasar pada kondisi pemanfaatan ekstrim.

Ada beberapa aspek yang berpengaruh pada zonasi mikro yang dikembangkan. Yaitu

aspek yang berdasar pada pemanfaatan ruang yang optimum dengan fungsionalitas

sistem ekologi Delta Mahakam dalam skala bentang alam yang utuh. Beberapa

pemanfaatan utama adalah:

1. Produksi tambak udang.

Seperti telah diketahui, udang merupakan komoditi yang menguntungkan bagi

masyarakat di Delta Mahakam dan bagi pemerintah daerah Kalimantan Timur,

khususnya Kabupaten Kutai Kartanegara. Namun demikian tidak seluruh wilayah

memiliki persyaratan untuk pertambakan udang yang produktif. Hasil pemodelan

dinamika salinitas yang berdasar pada hubungan aspek musim dan kondisi biofisik

digunakan untuk menentukan wilayah yang dapat diagihkan sebagai wilayah

pertambakan udang (Gambar A Lampiran VII)

2. Produksi minyak dan gas bumi.

Pada dasarnya, pemanfaatan bagi pengembangan infrastruktur ekstraksi minyak

dan gas bumi tidak mengalami perubahan yang substansial. Hal ini karena

kebijakan yang yang berkaitan dengan komoditi minyak dan gas bumi diatur di

tingkat nasional, sehingga perubahan yang terjadi lebih bersifat jangka panjang

(Gambar B Lampiran VII)

3. Konservasi.

Dalam skala bentang alam, Delta Mahakam merupakan bagian dari rangkaian

sistem ekologi yang penting. Sehingga terjaganya integritas ekosistem yang

berfungsi merupakan salah satu tujuan pengelolaan yang utama. Berangkat dari

tujuan ini, konservasi sistem ekologi merupakan ha1 yang tidak dapat diabaikan.

Page 31: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

Hasil pemodelan dapat digunakan untuk mengagihkan kawasan konservasi di

wilayah tersebut (Gambar C Lampiran VII).

4. Pemanfaatan Khusus

Hasil analisis dan pemodelan menunjukkan bahwa konversi lahan yang terjadi

terkait erat dengan dinamika salinitas sebagai cermin dari dinamika fisik kawasan

tersebut. Selain itu, kondisi iklim ekstrim yang menyebabkan wilayah dengan

kondisi salinitas anomali dapat ditentukan, sehingga wilayah - wilayah tersebut

dapat diagihkan menjadi wilayah alternatif dalam pengelolaan (Gambar D

Lampiran VII).

Dari hasil analisis dan aspek pemanfaatan yang ada empat zonasi yang dapat

diterapkan. Keempat zonasi dasar tersebut adalah:

1. Zona pemanfaatan. Zona ini mencakup daerah dengan kemungkinan

kemungkinan sangat tinggi dan tinggi yang selalu mendapatkan salinitas yang

optimum hampir sepanjang waktu merupakan wilayah dengan produktivitas

tambak yang tinggi, sehingga wilayah dengan kondisi seperti ini dapat

diperuntukan sebagai wilayah produksi tambak. Termasuk juga ke dalam

wilayah pemanfaatan optimum adalah daerah dengan infi-astruktur ekstraksi

minyak dan gas bumi.

2. Zona penyangga. Zona penyangga ditujukan sebagai peralihan dari zona

dengan kegiatan pemanfaatan yang tinggi dan zona tanpa pemanfaatan. Pada

zona ini, rehabilitasi mangrove dan spesies asosiasi dapat dilakukan.

Rehabilitasi bagi zona penyangga ini dilakukan pula terutama pada wilayah -

wilayah di semenanjung Delta, dimana akresi sedimentasi tinggi. Di wilayah

seperti ini ekosistem mangrove dapat berfungsi sebagai pelindung terhadap

angin dan penahan arus pasang surut bagi wilayah produksi tambak.

3. Zona konservasi. Zona konversi ditetapkan di daerah - daerah dengan

keragaman jenis mangrove yang tinggi dengan kondisi yang baik. Zona

konservasi ditetapkan pula di wilayah - wilayah dengan tutupan nipah yang

tinggi dan tidak produktif bagi pertambakan. Selain itu, zona konservasi

diupayakan luasnya memenuhi persyaratan umum bagi sustainable aquaculture

yaitu dua hektar tambak berbanding dengan dua hektar mangrove.

Page 32: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

4. Daerah dengan tutupan nipah dengan jangkauan salinitas optimum secara

musiman dan berkala dapat digunakan sebagai wilayah alternatif pemanfaatan

dengan memberikan semacam hak pemanfaatan lahan yang sifatnya berkala.

Misalnya karena musim kering yang berkepanjangan yang dipacu oleh proses

El Nino Southern Oscilation (ENSO). Prediksi proses ENS0 dapat dihitung

dan digunakan sebagai dasar pengelolaan. Namun demikian, perhitungan

proses ENS0 di luar lingkup penelitian ini.

Analisis multi kriteria spasial yang berdasar pada hasil pemodelan yang mengacu pada

Gambar 50, menghasilkan beberapa skenario pengelolaan. Coverage yang digunakan

dalam analisis multikriteria spasial dari hasil pembobotan dapat dilihat di lampiran

VIII.

1. Skenario 1

Skenario zonasi mikro pertama dapat dilihat dalam gambar (69). Skenario 1

bertumpu pada pemanfaatan lahan bagi pertambakan udang atau tanpa intervensi.

Dalam skenario ini, wilayah konservasi dikembangkan hanya dengan tutupan lahan

yang masih utuh yaitu di wilayah - wilayah dengan tutupan nipah di mulut sungai.

Page 33: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

SKENARIO 1

B

Legend

Landclip

. - .-A . - I I - - a

h -

h - -

a N

I U U - l Kjlometers 0 3.5 7 14 Skenar~o 1 tanpa intewensi

Gambar 69 Skenario 1 yaag bertumpu pada pemanfaatan lahan bagi pertambakan udang

Perbitungan dengan menggunakan ukuran h g s i bentang alam mengbasilkan nilai

yang ditampilkan pada gambar (70).

Page 34: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

b F

Leuend Valm

1 1 F Ad Fd'

1 .#MM01- 2 bii-

L- C" - -

b i N I Klometers

%asit pdrhtungin nilai diversit$@skenario 1

Gambar 70 Hasil perhitungan pengukmn h g s i lansekap skenario 1

Page 35: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

Dari hasil pengukuran, skenario 1 menghasilkan serangkaian nilai yang berkaitan

dengan struktur spasial wilayah mahakam dengan tata guna lahan pemanfaatan tambak

yang dominan. Nilai yang rendah menunjukkan rendahnya kekuatan h g s i ekosistem

di kawasan tersebut bila tata guna lahan ini diterapkan.

2. Skenario 2

Skenario kedua dibangun dengan bertumpu pada rehabilitasi dan konservasi

wilayah - wilayah yang dibuka bagi pertambakkan. Skenario 2 disajikan dalam

gambar (71)

Dari hasil pengukuran, fungsionalitas lansekap dalam skenario 2 memberikan

rangkaian nilai yang tinggi dan merata. Dengan demikian, upaya konservasi dapat

mengembalikan fungsionalitas sistem ekologi di wilayah Delta Mahakam. Namun

demikian, alternatif ini mengabaikan butir - butir yang mengacu pada manfaat

ekonomi langsung yang diinginkan oleh berbagai pihak. Skenario 2 tidak

memberikan kesempatan bagi pencapaian tujuan pengelolaan wilayah pesisir yang

berkelanjutan, yaitu: tujuan ekologis, tujuan ekonomis, dan tujuan kesetaraan

(Beatley et al. 1994, Bengen 2001 a, Dahuri et al. 1996).

Pengukuran fungsionalitas bentang alam menghasilkan nilai yang ditampilkan

dalam gambar (72)

3. Skenario 3

Skenario 3 dibangun dengan mengakomodasikan berbagai tujuan pemanfaatan

lahan dan sumberdaya pesisir Delta Mahakam. Gambar 73 menyajikan Skenario 3

yang telah dikembangkan

Hasil pengukuran fungsionalitas lahan memberikan nilai yang disajikan dalam

gambar 74. Dari hasil pengukuran menunjukkan bahwa bentang alam sistem

ekologi mangrove, dengan mengakomodasikan berbagai pemanfaatan memberikan

nilai fungsionalitas yang baik. Skenario ini yang diusulkan dalam pengembangan

tata ruang Delta Mahakam.

Page 36: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

SKENARIO 2

Legend Scene2

a -. :.';{ ,--- . 3 -

N

I l l Meters 0 4 , l Z 8250 16m Skenario 2 dengan bertumpu pada nilai rehabiliisi dan konsewasi

Gambar 71 S k d o yang bertumpu pada rehabilitasi clan konservasi tutupan mangrove

Page 37: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

Legend VALUE

El

1 2

1

I 4 - A

e--

N

Klometers 0 4 8 16 Has11 perhlungan n l l a ~ dlvers~tas S k e n a r ~ o 2

Page 38: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

Gambar 73 Skenario 3 yang mengakomodasikan berbagai pemanfaatan sumberdaya alam Delta Mahakam

Page 39: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

- value b

, -

m , - .*

1 D 1 .mW30001- 4

cmmmoi - 7 7.#30000001- 9 1

b

I

h '1

N w- -- my ffilometers 0 3.75 7.5 15

Nilai Dkersitas zonasi mikro _I

Page 40: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

Secara umum, pemodelan dapat memberikan gambaran dinamika sistem di Delta

Mahakam. Tentu saja, ada keterbatasan pemodelan yang ditemui. Dari rangkaian

pemodelan yang dilakukan keterbatasan model yang diidentifikasi adalah bahwa

model tidak dapat menangkap kondisi dinamika pasang surut dalam skala mikro serta

prediksi waktu pada kondisi anomali. Hal ini karena kondisi iklim ekstrim diperoleh

dari model pasang surut.

V.3 Implikasi Pengelolaan

Analisis sistem, pemodelan spasial, dan analisis multikriteria dalam menentukan

skenario kemudian diterjemahkan ke dalam suatu kerangka pengelolaan yang terpadu

sebagai suatu wilayah ekologi yang utuh. Untuk mencapai tujuan penelitian, ada tiga

modul pemodelan yang dilakukan, yaitu: Modul analisis dinamika sistem, modul

pemodelan spasial, dan modul pengembangan skenario pengelolaan.

a. Kebijakan Pengelolaan di Kawasan Delta Mahakam

1. Tata ruang.

Hasil dan Pembahasan, dapat dilihat bahwa rangkaian analisis dan pemodelan

menghasilkan perilaku model yang diharapkan. Dari analisis dan pemodelan

tersebut diusulkan suatu perencanaan zonasi dalam tingkat mikro yang dapat

digunakan sebagai dasar dari pengembangan tataruang. Dari skenario

intervensi pengelolaan yang dikembangkan dalam zonasi mikro, disimpulkan

bahwa berdasarkan pada hasil pemodelan dan pengukuran integritas sistem

ekologi, skenario 3 merupakan skenario yang optimum untuk dijadikan dasar

dari pengembangan tata ruang pengelolaan sumberdaya pesisir Delta

Mahakam.

Tata ruang yang dikembangkan berdasarkan pada zonasi mikro dari hasil

pemodelan ini mengakomodasikan kepentingan untuk tercapainya pemanfaatan

ruang yang optimum. Tata ruang yang dibangun mencakup:

Page 41: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

a. Zona untuk konservasi dan rehabilitasi

Kepentingan konservasi mangrove dan spesies asosiasinya

diakomodasikan dalam tata ruang kawasan Delta Mahakam. Tata guna

lahan untuk konservasi dapat memastikan bahwa pemanfaatan lahan

tidak akan mengganggu fungsionalitas bentang alam kawasan ini.

Alokasi kawasan konservasi dilakukan di wilayah dengan keragaman

hayati jenis mangrove yang tinggi dan merupakan dengan representasi

keanekaragaman hayati ekosistem dan spesies mangrove di Delta

Mahakam. Zonasi konservasi dilakukan di wilayah dengan tutupan

nipah yang tidak produktif bagi produksi tambak. Di samping itu ,

zonasi konservasi dan rehabilitasi hams dilakukan di wilayah yang

disyaratkan sebagai right of way. Luas zona konservasi diupayakan

memenuhi persyaratan umum bagi sustainable aquaculture yaitu dua

hektar tambak berbanding dengan dua hektar mangrove. Zona

konservasi dapat memberikan sumbangan kepada pendapatan daerah

melalui kegiatan ekowisata.

b. Zona pemanfaatan optimum

Zona pemanfaatan produksi tambak, yaitu kawasan dengan nilai

salinitas yang optimum. Zona pemanfaatan bagi produksi minyak dan

gas bumi, yaitu wilayah dengan infiastruktur ekstraksi migas tersebut.

c. Zona penyangga

Merupakan wilayah peralihan dari zona dengan kegiatan pemanfaatan

dan zona konservasi. Pada zona ini rehabilitasi mangrove dan spesies

asosiasinya dilakukan. Zona penyangga ditetapkan di wilayah dengan

tutupan nipah dan wilayah - wilayah produksi tambak yang berbatasan

dengan badan air.

d. Zona dengan pemanfaatan khusus

Daerah dengan tutupan nipah dengan jangkauan salinitas optimum

secara musiman dan berkala dapat digunakan sebagai wilayah altematif

pemanfaatan dengan memberikan semacarn hak pemanfaatan lahan

Page 42: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

yang sifatnya berkala Produksi tambak di wilayah dengan pemdaatan

khusus dapat dilakukan dengau teknik tumpang sari.

Zonasi mikro ditampilkan pada gambar (75) dan usulan tata ruang yang

dibangun berdasarkan pada zonasi mikro dari hail pemodelan ini disajikan

pada gambar (76).

C

Zonasi Mikro w

- - Htgh:2 EL:, k ' -

/ L; - * ,-r .

7 "

C I

%---

A N "vq ~ I 4 l o m o t o r s 0 3.75 75 15

Gambar 75 Zonasi mikro hasil pernodelan

Page 43: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

Usulan Rencana Tata Ruang Legend:

m Zona Pemanfaatan Tambak Zona Pemanfaatan Migas

D Zona Ibnservasi dan Rehabiliiari D Zona Pemanfaatan ~husus P' ?

*A

I

a N &I r w --I IIometers 0 4 8 16

Gambar 76 Usulan tata rnang pengelolaan kawasan Delta Mahakam

Page 44: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

2. Infrastruktur kelembagaan bagi pengelolaan

Kunci pengelolaan sumberdaya di wilayah pesisir secara terpadu adalah adanya

infrastruktur kelembagaan yang utuh. Di Delta Mahakam, salah satu celah

pengelolaan yang teridentifikasi secara umum adalah tidak adanya infrastruktur

pengelolaan. Hal ini menyebabkan simpang siurnya mandat dan tugas lembaga

yang terlibat dalam pengelolaan yang ada saat ini. Hal ini lebih jauh berakibat

pada pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebih.

Implikasi pengelolaan dari aspek infrastruktur kelembagaan yang diperlukan

berdasar pada hasil penelitian ini adalah:

a. pengembangan institusi pengelolaan yang terpadu.

Institusi pengelolaan yang terpadu diperlukan sebagai lembaga yang

benvenang dalam pengelolaan (Management Authority - Badan Pengelola)

Delta Mahakam sebagai suatu kawasan pengelolaan berdasar pada

tataruang yang telah dibangun. Management Authority Delta Mahakam

terdiri dari berbagai pihak yang berkepentingan dalam pemanfaatan

sumberdaya alam di kawasan Delta Mahakam. Pihak - pihak ini terdiri

dari:

i. Pemerintah Daerah

ii. Industri Minyak dan Gas Bumi

iii. Petambak

iv. Lembaga Swadaya Masyarakat

v. Industri Perikanan

vi. Representasi masyarakat setempat

Badan Pengelola yang dimaksud tidak perlu dibentuk secara baru, namun

dapat dengan memberdayakan Badan Pengelola Kawasan Delta Mahakam

yang sudah ada dengan penegasan mandat serta penugasan yang sifatnya

formal (ditetapkan oleh peraturan daerah danlatau surat keputusan

eksekutif).

b. Revisi kebijakan land tenure

Kawasan mangrove, dapat dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda,

yaitu: kawasan mangrove dilihat sebagai kawasan konservasi serta

Page 45: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

kawasan lindung berdasar pada fungsi. Berdasarkan Keputusan Presiden

No. 32 tahun 1990 yang berkaitan dengan kawasan konservasi, kawasan

Delta Mahakam terkait dalam produk hukum tersebut. Wilayah Delta

Mahakam secara status berada di bawah wewenang Pemerintah Pusat.

Namun demikian, berdasarkan pada Undang - undang no. 22 tahun 1999

mengenai Pemerintah Daerah, yang dielaborasi dalam Peraturan

Pemerintah No. 25 tahun 2000, Pemerintah Daerah memiliki kewenangan

dalam mengatur kawasan hutan lindung. Karena dalam Peraturan

Pemerintah tersebut tidak atau belum diatur ha1 yang berkaitan dengan

pemanfaatan asset di kawasan hutan lindung, Pemerintah Daerah dapat

merevisi kebijakan dan peraturan yang berkaitan dengan hak pemanfaatan

sumberdaya di kawasan lindung. Salah satu contoh yang revisi yang dapat

diterapkan adalah dengan memberikan hak pemanfaatan (hak pakai)

dengan jangka waktu tertentu sesuai dengan siklus iklim ekstrim yang

terjadi secara teratur.

c. Pelaksanaan pengelolaan

Dalam pelaksanaanya, pengelolaan yang berdasarkan pada tataruang yang

dibangun memerlukan ha1 - ha1 sebagai berikut:

i. Enforcement:

Dalam tata ruang yang dibangun, telah ditentukan wilayah -

wilayah pemanfaatan tertentu dengan berbagai kriteria. Pada

pelaksanaannya diperlukan suatu "enforcement" bagi wilayah -

wilayah dengan pemanfaatan khusus, yaitu wilayah yang dapat

dimanfaatkan pada saat kondisi iklim anomali seperti ENS0 yang

mengakibatkan kekeringan panjang dan meningkatnya kondisi

salinitas di wilayah tertentu.

ii. Penyadar - tahuan

Diseminasi informasi yang berkaitan dengan hak dan kewajiban

para pihak yang berkepentingan berdasarkan pada tata ruang yang

dibangun. Bantuan teknis bagi petambak dan pihak lain dapat

dilakukan melalui pelayanan jasa informasi yang dikelola oleh

Management Authority Kawasan Delta Mahakam.

Page 46: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

iii. Pembangunan tanda batas

Diperlukan pembangunan sistem tanda batas yang disepakati

bersama antara zona - zona berdasarkan pada tata ruang. Perlu

diingat bahwa tanda batas tidak berarti pemagaran. Hal ini

berkaitan erat dengan penyadar - tahuan serta komponen

penegakan hukum yang juga menjadi syarat pengelolaan.

iv. Resolusi konflik

Usulan rencana tata ruang yang dibangun, dapat diakomodasikan

sebagai sarana penyelesaian konflik pemanfaatan lahan, terutama

bagi petambak dan industri. Konflik yang mungkin terjadi di

masa yang akan datang, dapat cegah dengan membangun

mekanisme konsultasi publik yang rutin.

v. Pengkinian tata ruang

Pengkinian tataruang sangat diperlukan untuk mengakomodasi

perubahan yang terjadi dalam konteks fisik, sosial, ekonomi,

budaya, serta kelembagaan yang ada dan mempengaruhi kondisi

sumberdaya alam Kawasan Delta Mahakam. Pengkinian tata

ruang hams dilakukan berdasar pada analisis ilmiah dan bersifat

partisipatoris. Sehingga tata ruang Kawasan Delta Mahakam

selalu dapat menjadi perangkat pengelolaan yang efektif.

d. mekanisme pembiayaan pengelolaan

Dalam pengelolaan kawasan Delta Mahakam yang berkelanjutan,

diperlukan mekanisme pembiayaan pengelolaan yang dapat menjamin

berlangsungnya pengelolaan dan ketersediaan sumberdaya alam secara

berkelanjutan pula. Pembiayaan pengelolaan hams disediakan oleh

pihak yang berkepentingan secara proporsional terhadap pendapatan

(revenue) yang diterima oleh masing - masing. Proporsi biaya

pengelolaan yang dikeluarkan diatur oleh Badan Pengelola yang

disepakati oleh setiap pihak yang berkepentingan.

Dari pihak pemerintah daerah, diperlukan suatu mekanisme yang

bersifat revenue capture melalui insentif dan disinsentif bagi pemanfaat

Page 47: V. HASIL DAN PEMBAHASAN (explanatory) V... · V. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, rangkaian analisis dinamika sistem dan pemodelan spasial merupakan ha1 yang tidak dapat

surnberdaya alam. Prinsip polluter pay principles dapat diterapkan

terutama kepada pihak - pihak yang mendapat hak pemanfaatan

sumberdaya alam (hak pakai) di Delta Mahakam.