V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penurunan Total Bakteri...

21
33 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penurunan Total Bakteri Probiotik Penurunan total bakteri L. acidiphilus pada minuman sinbiotik ekstrak tepung bonggol pisang ini menggunakan model Arrhenius. Model Arrhenius dipilih karena adanya kultur bakteri probiotik yang sensitif terhadap perubahan suhu penyimpanan pada produk ini. Penurunan total bakteri dengan model Arrhenius menggunakan data objektif yang didapat dari hasil perhitungan jumlah koloni bakteri yang diasumsikan sebagai kinetika perubahan mutu, setiap 5 hari sekali selama 30 hari. Hasil analisis total bakteri probiotik (Lampiran 3), menunjukkan bahwa penggunaan berbagai macam suhu pada minuman sinbiotik menghasilkan nilai rata-rata pada perhitungan total bakteri probiotik dan dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Tabel 3. Tabel 3. Nilai Rata-rata Total Bakteri Probiotik (CFU/ml -1 ) Hari Ke- Rata-rata Total Bakteri Probiotik Suhu 25 o C Suhu 35 o C Suhu 45 o C 1 2,4 x 10 10 2,4 x 10 10 2,4 x 10 10 5 9,2 x 10 10 2,7 x 10 11 2,7 x 10 11 10 1,1 x 10 10 6,1 x 10 9 2,0 x 10 11 15 6,6 x 10 9 2,8 x 10 8 2,0 x 10 9 20 3,3 x 10 9 2,4 x 10 8 2,6 x 10 8 25 4,8 x 10 8 1,2 x 10 8 6,7 x10 7 30 4,6 x 10 7 1,2 x 10 7 2,2 x 10 7 Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa semakin lama penyimpanan pada suhu 25 o C, 35 o C dan 45 o C maka jumlah total bakteri akan semakin menurun.

Transcript of V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penurunan Total Bakteri...

33

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Penurunan Total Bakteri Probiotik

Penurunan total bakteri L. acidiphilus pada minuman sinbiotik ekstrak

tepung bonggol pisang ini menggunakan model Arrhenius. Model Arrhenius

dipilih karena adanya kultur bakteri probiotik yang sensitif terhadap perubahan

suhu penyimpanan pada produk ini. Penurunan total bakteri dengan model

Arrhenius menggunakan data objektif yang didapat dari hasil perhitungan jumlah

koloni bakteri yang diasumsikan sebagai kinetika perubahan mutu, setiap 5 hari

sekali selama 30 hari.

Hasil analisis total bakteri probiotik (Lampiran 3), menunjukkan bahwa

penggunaan berbagai macam suhu pada minuman sinbiotik menghasilkan nilai

rata-rata pada perhitungan total bakteri probiotik dan dapat dilihat pada Lampiran

4 dan Tabel 3.

Tabel 3. Nilai Rata-rata Total Bakteri Probiotik (CFU/ml-1

)

Hari

Ke-

Rata-rata Total Bakteri Probiotik

Suhu 25oC Suhu 35

oC Suhu 45

oC

1 2,4 x 1010

2,4 x 1010

2,4 x 1010

5 9,2 x 1010

2,7 x 1011

2,7 x 1011

10 1,1 x 1010

6,1 x 109 2,0 x 10

11

15 6,6 x 109 2,8 x 10

8 2,0 x 10

9

20 3,3 x 109 2,4 x 10

8 2,6 x 10

8

25 4,8 x 108 1,2 x 10

8 6,7 x10

7

30 4,6 x 107 1,2 x 10

7 2,2 x 10

7

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa semakin lama penyimpanan

pada suhu 25oC, 35

oC dan 45

oC maka jumlah total bakteri akan semakin menurun.

34

Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa penurunan total bakteri pada

berbagai suhu selama penyimpanan 30 hari mengalami penurunan yang sama

yaitu sebesar 107 CFU/ml

-1 per 5 hari pengamatan. Penurunan total bakteri pada

setiap suhu tidak jauh beda. Hal ini mungkin dikarenakan adanya perubahan pH

pada minuman sinbiotik sehingga gelatin yang ditambahkan pada minuman

sinbiotik tidak bekerja. Sehingga menyebabkan minuman sinbiotik megalami

penurunan mutu dengan memperlihatkan karakteristik yang sudah rusak. Adapun

kerusakan minuman sinbiotik tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Kenampakan Minuman Sinbiotik pada Suhu 25

oC, 35

oC dan

45oC Selama 5 Hari

Produk yang disimpan pada suhu rendah mengakibatkan aktivitas enzim

dari bakteri akan berkurang atau bahkan terhenti, sehingga dapat mengakibatkan

pertumbuhan dari bakteri menjadi lebih lambat dan bakteri tidak akan melakukan

aktivitas metabolisme (Fardiaz 1992). Dalam pembuatan minuman sinbiotik

ekstrak tepung bonggol pisang batu yang disimpan pada suhu 4oC mengakibatkan

bakteri L.acidophilus tidak melakukan fermentasi terhadap substrat prebiotik yang

terkandung di dalam ekstrak tepung bonggol pisang batu (Zakaria, 2016).

35

Total bakteri probiotik dari minuman sinbiotik ekstrak tepung bonggol

pisang batu dilakukan perhitungan dengan interval waktu 5 hari selama 30 hari

pengamatan. Pada hari ke-5, jumlah probiotik mengalami peningkatan. Hal

tersebut dikarenakan substrat dalam minuman sinbiotik masih tersedia, sehingga

memungkinkan bakteri untuk meningkatkan populasinya. Selama 10 hari pertama,

penurunan total bakteri L.acidophilus menunjukkan penurunan yang sedikit,

namun pada hari ke-15 terjadi penurunan total bakteri dengan bertahap sebanyak

1 Log CFU/ml-1

setiap interval 5 hari sekali dan sampai di hari ke-30 penurunan

total bakteri terus berlangsung sampai dihasilkan 7 Log CFU/ml-1

. Nilai tersebut

telah memenuhi standar yang mengacu pada SNI No. 2891-2009 di mana jumlah

bakteri probiotik minimal 7 Log CFU/ml-1

menunjukkan bahwa produk tersebut

memiliki karakteristik mikrobiologis yang baik dan telah memenuhi standar.

Jumlah bakteri probiotik dalam minuman sinbiotik dapat dipertahankan akibat

proses mikroenkapsulasi yang dilakukan. Hal ini kemungkinan dikarenakan faktor

nutrisi yang terdapat pada minuman sinbiotik menurun sehingga sel hidup dan sel

mati bakteri dalam minuman saling berkompetisi.

Menurut Burgain et al (2010), syarat minuman atau makanan probiotik

harus memiliki jumlah BAL sebesar 107 CFU/ml

-1 ketika akan dikonsumsi.

Jumlah tersebut merupakan batas minimal yang digunakan apabila suatu produk

pangan dikatakan sebagai probiotik. Data kinetika perubahan mutu kemudian

diplotkan dalam bentuk kurva linier dan eksponensial untuk mengetahui reaksi

yang berlaku pada perubahan mutu yang terjadi.

36

5.2.1 Penentuan Ordo Reaksi

Penentuan ordo reaksi berkaitan dengan laju perubahan mutu minuman

sinbiotik berdasarkan penurunan total bakteri probiotik L. acidophilus. Penentuan

ordo reaksi dibagi menjadi dua yaitu ordo reaksi nol dan ordo reaksi satu. Jika

perubahan mutu minuman sinbiotik terjadi pada reaksi ordo nol maka persentase

penurunan mutu bersifat konstan pada suhu tetap. Akan tetapi jika perubahan

mutu minuman sinbiotik terjadi pada reaksi ordo satu maka persentase penurunan

mutu bersifat eksponensial. Data yang diplotkan untuk kurva ordo nol yaitu waktu

dalam hari (x) dan jumlah mikroba (y) pada penyimpanan suhu 25oC, 35

oC dan

45oC. Sedangkan data yang diplotkan untuk kurva ordo satu yaitu waktu dalam

hari (x) dan ln jumlah mikroba (y) pada penyimpanan suhu 25oC, 35

oC dan 45

oC.

Ordo reaksi yang terpilih merupakan ordo reaksi satu. Berikut merupakan kurva

ordo reaksi dari perhitungan koloni bakteri dapat dilihat pada Lampiran 5 dan

Lampiran 6 serta Gambar 6.

37

Gambar 6. Kurva Penurunan Total Bakteri L.acidophilus pada Minuman

Sinbiotik dan model penurunan mikroba pada Ordo Satu

Perubahan mutu berdasarkan penentuan ordo reaksi ini dilihat dari nilai R2

(R square) terbesar. Nilai R2 yang terbentuk berdasarkan ordo reaksi pada semua

perlakuan dapat dilihat pada lampiran 7 dan tabel 4.

Tabel 4. Nilai R2 (R square) pada Ordo Nol dan Ordo Satu

Perlakuan Nilai R2

Ordo Nol Ordo Satu

Minuman Sinbiotik pada Suhu 25oC. 0,3105 0,7115

Minuman Sinbiotik pada Suhu 35oC. 0,4098 0,8523

Minuman Sinbiotik pada Suhu 45oC. 0,7178 0,8163

Metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) model Arrhenius ini

memiliki dua parameter ordo untuk menentukan penurunan total bakteri selama

penyimpanannya yaitu ada ordo satu dan ordo nol. Model Arrhenius

mensimulasikan percepatan kerusakan produk pada penyimpanan suhu tinggi di

y = -0.2137x + 24.995 R² = 0.7115

y = -0.3172x + 25.573 R² = 0.8523

y = -0.3271x + 26.795 R² = 0.8163

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

0 10 20 30 40

ln J

um

lah

Mik

rob

a

Waktu (hari)

suhu 25

suhu 35

suhu 45

Linear (suhu 25)

Linear (suhu 35)

Linear (suhu 45)

38

atas suhu penyimpanan normal. Suhu umumnya mempengaruhi reaksi kimia pada

suatu produk.

Menurut Kusnandar (2006), laju reaksi kimia yang dapat memicu

kerusakan suatu produk pangan umumnya mengikuti ordo nol dan ordo satu. Ordo

reaksi yang terpilih ditentukan berdasarkan koefesien determinasi atau nilai R2

terbesar antara ordo nol dan ordo satu. Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel

diatas menunjukkan bahwa nilai koefesien determinasi (R2) pada ordo satu pada

setiap perlakuan suhu penyimpanan lebih besar dibandingkan nilai koefesien

determinasi (R2) pada ordo nol. Dilihat dari hasil tersebut, dapat diketahui bahwa

hal ini sesuai dengan pernyataan Labuza (1982), bahwa tipe kerusakan bahan

pangan yang termasuk pada reaksi ordo satu diantaranya: (1) ketengikan

(misalnya pada salad dan sayuran kering); (2) pertumbuhan mikroorganisme

(missal pada ikan dan daging, serta kematian mikroorganisme akibat perlakuan

panas); (3) produksi off flavor oleh mikroba; (4) kerusakan vitamin dalam

makanan kaleng dan makanan kering; (5) kehilangan mutu protein.

Setelah dilakukan penentuan ordo reaksi, selanjutnya yaitu dilakukan

penentuan nilai K pada suhu 25oC, 35

oC dan 45

oC berdasarkan nilai R

2 terbesar

yaitu pada ordo satu. Nilai K merupakan laju kinetik konstan yang terjadi selama

penyimpanan akibat adanya kecepatan reaksi atau secara empiris dapat dinyatakan

sebagai konstanta penurunan mutu (Arpah, 2001).

Nilai K merupakan nilai slope pada minuman sinbiotik pada suhu 25oC,

35oC dan 45

oC yang didapatkan dari hasil persamaan pada reaksi ordo satu. Nilai

slope (K) pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.

39

Tabel 5. Laju Kinetik Konstan (K) pada Penyimpanan Suhu 25oC, 35

oC dan

45oC.

Perlakuan Nilai K

Minuman Sinbiotik pada Suhu 25oC. -0,2137

Minuman Sinbiotik pada Suhu 35oC. -0,3172

Minuman Sinbiotik pada Suhu 45oC. -0,3271

Berdasarkan laju kinetik konstan (k) pada penyimpanan suhu 25oC, 35

oC

dan 45oC yang tersaji pada Tabel 5, dapat dilihat bahwa nilai K pada setiap suhu

memiliki nilai yang berbeda. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju

penurunan mutu akan semakin meningkat. Nilai K pada suhu 25oC yaitu sebesar -

0,2137, dimana nilai K tersebut lebih kecil dibandingkan dengan suhu lainnya.

Berbeda halnya dengan nilai K pada suhu 45oC yang memiliki nilai K paling

besar dibandingkan dengan suhu lainnya yaitu sebesar -0,3271. sedangkan nilai K

pada suhu 35oC memiliki nilai K paling besar dari suhu 25

oC dan paling kecil dari

suhu 45oC yaitu sebesar -0,3172. Menurut Syarief dan Halid (1993), secara umum

reaksi kimia lebih cepat terjadi pada suhu tinggi. Oleh karena itu, konstanta laju

kimia akan semakin besar terhadap suhu yang tinggi.

Selain itu nilai K tersebut memiliki nilai K yang negatif, hal tersebut

menunjukkan bahwa penurunan mutu yang terjadi pada minuman sinbiotik adalah

diakibatkan oleh berkurangnya jumlah bakteri probiotik L. acidophilus pada

minuman sinbiotik tersebut. Sehingga diketahui bahwa minuman sinbiotik yang

disimpan selama 30 hari mengalami penurunan total bakteri probiotik.

40

5.2.2 Mencari Nilai Energi Aktivasi (Ea)

Energi aktivasi (Ea) merupakan energi minimum yang di butuhkan agar

reaksi deteriosasi dapat berjalan (Labuza 1982). Nilai Ea dapat diperoleh dengan

menentukan nilai k pada beberapa suhu yang berbeda. Suhu yang digunakan

umumnya suhu tinggi untuk mempercepat laju kerusakan produk. Langkah

selanjutnya adalah membuat persamaan regresi antara nilai ln k dengan 1/T dalam

satuan kelvin. Konversi nilai Slope (K) dan nilai 1/T (suhu dengan satuan Kelvin)

dapat dilihat Lampiran 8 pada Tabel 6.

Tabel 6. Konversi Nilai Slope Terhadap Suhu (oK)

T ( C) T (Kelvin) 1/T (x) K Ln K (y)

25 298,15 0,0034 0,2137 -1,543

35 308,15 0,0032 0,3172 -1,148

45 318,15 0,0031 0,3271 -1,117

Berdasarkan tabel 6, dapat diplotkan kedalam kurva persamaan regresi

antara ln k dengan 1/T dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Kurva Hubungan Nilai Slope Terhadap Suhu

y = -2037x + 5.3453 R² = 0.8185

-1.800

-1.600

-1.400

-1.200

-1.000

-0.800

-0.600

-0.400

-0.200

0.000

0.0031 0.0032 0.0032 0.0033 0.0033 0.0034 0.0034

ln K

t

1/T

Hubungan ln K dan 1/T

Series1

Linear (Series1)

41

Berdasarkan kurva diatas diketahui persamaan garis hubungan antara ln K

dan 1/T yaitu y = -2037x + 5,3453 dengan koefesien determinasi (R2) sebesar

0,8185. Slope persamaan diatas merupakan nilai (Ea/R) dengan konstanta ko dari

persamaan Arrhenius. Nilai Ea dapat dihitung dari kemiringan kurva pada

persamaan garis lurus yang nilainya dianggap konstan (tetap) pada kisaran suhu

tertentu dan R adalah konstanta gas (8,314 J/mol.K). Besarnya Ea untuk

menyebabkan penurunan total bakteri probiotik pada minuman sinbiotik adalah

sebesar 16,94 kJ/mol. Menurut Sadler (1987), besarnya nilai energi aktivasi dapat

digolongkan menjadi tiga yaitu kecil (Ea 2-15 kkal/mol), sedang (Ea 15-30

kkal/mol), dan besar (Ea 50-100 kkal/mol). Nilai energi aktivasi yang dihasilkan

termasuk pada energi aktivasi sedang. Hal ini berarti minuman sinbiotik mudah

mengalami kerusakan, karena energi yang dibutuhkan untuk melakukan reaksi

penurunan mutu lebih sedikit. Menurut Handayani (2008), semakin besar energi

aktivasi maka energi yang dibutuhkan agar reaksi dapat berjalan akan semakin

besar sehingga akan lebih lama mengalami kemunduran mutu.

5.2 Umur Simpan

Perhitungan umur simpan dapat diperluas pada berbagai suhu

penyimpanan selain suhu penyimpanan pada saat penelitian. Perhitungan umur

simpan pada berbagai suhu ini menggunakan model Arrhenius dengan laju

kinetika berdasarkan ordo satu yang telah didapatkan. Tujuan dari perhitungan

umur simpan dengan menggunakan suhu penyimpanan selain suhu penyimpanan

pada saat penelitian yaitu untuk memberikan rekomendasi pada suhu berapa

42

produk ini disimpan. Umur simpan minuman sinbiotik pada berbagai suhu

penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 9 dan Tabel 7.

Tabel 7. Umur Simpan Minuman Sinbiotik Pada Berbagai Suhu

Penyimpanan

Suhu Peyimpanan (oC) Umur Simpan (Hari)

4 54

25 37

35 26

45 21

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa umur simpan dari

minuman sinbiotik yang disimpan pada suhu 25oC yaitu selama 37 hari. Umur

simpan minuman sinbiotik pada suhu 35oC yaitu selama 26 hari. Sedangkan umur

simpan minuman sinbiotik yang disimpan pada suhu 45oC yaitu selama 21 hari.

Adapun perhitungan umur simpan minuman sinbiotik dengan menggunakan suhu

dingin yaitu pada suhu 4oC. Suhu 4

oC ini merupakan suhu yang mengacu pada

penelitian Zakaria (2016) dan merupakan suhu yang baik digunakan sebagai suhu

penyimpanan untuk minuman, dimana suhu 4oC memiliki umur simpan yang

sangat lama yaitu 54 hari. Semakin tinggi suhu yang digunakan dalam

penyimpanan minuman sinbiotik, maka semakin singkat umur simpan pada

minuman sinbiotik tersebut. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa bakteri L.

acidophilus tidak tumbuh pada suhu antara 20oC dan 22

oC serta suhu

pertumbuhan maksimum antara 43oC dan 48

oC serta suhu optimumnya yaitu

37oC. Dengan demikian, bakteri berada pada suhu 25

oC dapat tumbuh dengan

baik karena berada diatas suhu 20oC dan 22

oC, maka proses metabolisme akan

terjadi dan bakteri pun dorman. Namun, ketika disimpan terlalu lama, maka

terdapat beberapa sel bakteri yang mati karena sel kehilangan kestabilannya (Ray,

43

1993). Sel bakteri dapat hilang kestabilannya dikarenakan bakteri tidak

mengonsumsi substrat yang terkandung, sehingga aktivitas metabolik untuk

memperbanyak diri tidak terjadi. Dengan demikian bakteri probiotik yang

disimpan pada suhu 35oC dan 45

oC dapat melakukan proses metabolisme lebih

lama dibandingkan minuman sinbiotik yang disimpan pada suhu 25oC sehingga

menghasilkan umur simpan yang lebih lama pula.

Umur simpan pada setiap minuman sinbiotik dengan menggunakan

perlakuan suhu yang berbeda memiliki umur simpan yang berbeda. Umur simpan

minuman sinbiotik paling lama ditunjukkan oleh suhu 25oC. Umur simpan paling

lama kedua yaitu terdapat pada suhu 35oC dan umur simpan paling singkat yaitu

terdapat pada suhu 45oC. Hal ini dikarenakan minuman pada umumnya

mengalami kerusakan mutu yang sangat cepat dengan penggunaan suhu yang

tinggi. Semakin tinggi suhu yang digunakan maka laju kerusakan suatu produk

akan semakin meningkat.

Namun meskipun karakteristik minuman sinbiotik menunjukan kerusakan

dan umur simpan minuman sinbiotik melebihi masa peyimpanan saat penelitian,

akan tetapi viabilitas pertumbuhan bakteri probiotik pada minuman sinbiotik

masih memenuhi standar yang mengacu pada SNI No. 2891-2009 di mana jumlah

bakteri probiotik minimal 7 Log CFU/ml-1

. Kerusakan yang terjadi pada minuman

sinbiotik kemungkinan disebabkan karena adanya perubahan kondisi pH dan aw

serta adanya perubahan aroma berupa alkohol oleh khamir. Hal ini menunjukkan

bahwa meskipun karakteristik minuman sinbiotik telah mengalami kerusakan

mutu dan umur simpan yang dihasilkan lebih lama dari waktu penyimpanan

44

selama 30 hari, namun produk tersebut masih mengandung batas minimal

pertumbuhan bakteri probiotik yang telah memenuhi standar.

5.3 Sifat Organoleptik Minuman Sinbiotik

5.3.1 Kesukaan Terhadap Warna Minuman Sinbiotik

Hasil uji statistik (Lampiran 10), menunjukkan bahwa perbedaan

perlakuan suhu penyimpanan pada minuman sinbiotik memberikan pengaruh yang

berbeda nyata terhadap nilai kesukaan panelis pada warna minuman sinbiotik

ekstrak tepung bonggol pisang batu. Rata-rata nilai kesukaan terhadap rasa

minuman sinbiotik ekstrak tepung bonggol pisang batu dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Pengaruh Lama Penyimpanan pada Berbagai Suhu terhadap Nilai

Kesukaan Panelis pada Warna Minuman Sinbiotik

Suhu penyimpanan Minuman Sinbiotik Rata-rata Nilai Kesukaan

A (Kontrol) 4,87 a

B (25oC ; 30 hari) 3,13 bc

C (35oC ; 30 hari) 3,27 c

D (45oC ; 30 hari) 2,40 d

Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama

menyatakan berbeda nyata pada taraf uji 5% menurut Uji Duncan.

Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa adanya perbedaan yang

signifikan terhadap warna minuman sinbiotik pada berbagai perlakuan. Hal ini

dapat disebabkan penggunaan suhu dan lama penyimpanan yang dapat

mempengaruhi warna awal dan akhir dari minuman sinbiotik tersebut. Warna

awal yang dihasilkan minuman sinbiotik berwarna cokelat. Warna cokelat pada

minuman sinbiotik berasal dari tepung bonggol pisang batu yang mengandung

fenol. Senyawa fenolik tersebut dikonversi menjadi senyawa melanin

45

(melanoidin) yang berwarna cokelat (Putri, 2015). Sehingga minuman sinbiotik

tersebut berwarna cokelat.

Berdasarkan tabel 8, kesukaan terhadap warna minuman sinbiotik terbagi

menjadi dua yaitu minuman sinbiotik yang belum diberikan perlakuan dan

minuman sinbiotik yang diberikan perlakuan (penyimpanan selama 30 hari pada

masing-masing suhu 25oC, 35

oC dan 45

oC). Minuman sinbiotik A memiliki warna

yang tidak sama dengan minuman sinbiotik lainnnya, sehingga minuman sinbiotik

A lebih disukai oleh semua panelis dibandingkan dengan minuman sinbiotik B, C

dan D. Minuman sinbiotik B memiliki warna yang hampir sama dengan C, namun

minuman sinbiotik B agak disukai oleh panelis dibandingkan dengan minuman

sinbiotik C. Selain itu minuman sinbiotik D memiliki warna yang tidak disukai

oleh panelis dibandingkan minuman sinbiotik A, B dan C.

Warna minuman sinbiotik ekstrak tepung bonggol pisang batu dipengaruhi

oleh campuran antara warna putih kultur freeze dried dan warna coklat ekstrak

tepung bonggol pisang batu yang menghasilkan warna cokelat muda yang disukai

oleh panelis, dengan rata- rata nilai 4,9 yang berarti panelis suka terhadap warna

minuman sinbitok ekstrak tepung bonggol pisang batu yang dihasilkan. Namun

minuman sinbiotik yang disimpan selama 30 hari dengan suhu yang berbeda

menghasilkan warna coklat yang pucat sehingga tidak disukai oleh panelis,

dengan rata-rata 3,13 – 2,40 yang berarti kesukaan panelis terhadap warna

minuman sinbiotik yaitu agak tidak suka sampai tidak suka terhadap warna

minuman sinbiotik. Cara untuk membuat panelis lebih suka terhadap warna

minuman sinbiotik dapat dilakukan dengan menambahkan pewarna alami yang

46

sudah bersertifikasi agar menjamin keamanan konsumen. Sehingga warna dari

minuman sinbiotik dapat dihasilkan selain warna cokelat dari tepung bonggol

pisang batu. Berikut merupakan warna minuman sinbiotik sebelum penyimpanan

dan setelah penyimpanan pada suhu 25oC, 35

oC dan 45

oC dapat dilihat pada

Gambar 8.

Gambar 8. Warna Minuman Sinbiotik Sebelum Penyimpanan dan Setelah

Penyimpanan Selama 30 Hari pada Suhu 25oC, 35

oC dan 45

oC

5.3.2 Kesukaan Terhadap Aroma Minuman Sinbiotik

Hasil uji statistik (Lampiran 11), menunjukkan bahwa perbedaan

perlakuan suhu penyimpanan pada minuman sinbiotik memberikan pengaruh yang

berbeda nyata terhadap nilai kesukaan panelis pada aroma minuman sinbiotik

ekstrak tepung bonggol pisang batu. Rata-rata nilai kesukaan terhadap aroma

minuman sinbiotik ekstrak tepung bonggol pisang batu dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Pengaruh Lama Penyimpanan pada Berbagai Suhu terhadap Nilai

Kesukaan Panelis pada Aroma Minuman Sinbiotik

Suhu penyimpanan Minuman Sinbiotik Rata-rata Nilai Kesukaan

A (Kontrol) 4,27 a

B (25oC ; 30 hari) 2,73 b

C (35oC ; 30 hari) 2,60 bc

D (45oC ; 30 hari) 2,27 bc

Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama

menyatakan berbeda nyata pada taraf uji 5% menurut Uji Duncan.

47

Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa adanya perbedaan yang

signifikan terhadap aroma minuman sinbiotik pada berbagai perlakuan. Perbedaan

penggunaan berbagai suhu selama penyimpanan memberikan pengaruh terhadap

nilai kesukaan panelis pada aroma minuman sinbitoik ekstrak tepung bonggol

pisang batu. Menurut Simamora (2012), suhu makanan yang kurang dari 20oC

maupun yang lebih dari 30oC dapat mempengaruhi sensitivitas dari indera

penciuman dan pengecap. Sehingga panelis pun tidak terlalu mencium aroma

sepat dari minuman sinbiotik ekstrak tepung bonggol pisang. Namun minuman

sinbiotik yang disimpan selama 30 hari pada suhu 25oC, 35

oC dan 45

oC

menghasilkan aroma asam dan alkohol. Hal tersebut kemungkinan dikarenakan

adanya perubahan pH yang menyebabkan aroma menadi asam dan pertumbuhan

khamir pada minuman sehingga menghasilkan aroma alkohol.

Berdasarkan tabel diatas, minuman sinbiotik A memiliki aroma yang tidak

sama dengan aroma minuman sinbiotik B, C dan D sehingga minuman sinbiotik A

lebih disukai oleh panelis. Minuman sinbiotik B memiliki aroma yang hampir

sama dengan aroma C dan D, namun minuman sinbiotik B agak disukai oleh

panelis dibandingkan minuman sinbiotik C dan D. Selain itu minuman sinbiotik C

dan minuman sinbiotik D memiliki aroma yang sama, dimana minuman sinbiotik

C agak disukai panelis dibandingkan minuman sinbiotik D.

Hasil uji hedonik dari 15 panelis menunjukkan bahwa rata-rata panelis

memberikan nilai 4,27 untuk minuman A dan 2.73-2,27. Nilai tersebut

menunjukkan bahwa rata-rata panelis tidak suka aroma dari minuman sinbiotik

48

ekstrak tepung bonggol pisang batu pada suhu 25oC, 35

oC dan 45

oC namun agak

suka pada minuman sinbiotik sebelum penggunaan suhu penyimpanan.

5.3.3 Kesukaan Terhadap Rasa Minuman Sinbiotik

Hasil uji statistik (Lampiran 12), menunjukkan bahwa perbedaan

perlakuan suhu penyimpanan pada minuman sinbiotik memberikan pengaruh yang

berbeda nyata terhadap nilai kesukaan panelis pada rasa minuman sinbiotik

ekstrak tepung bonggol pisang batu. Rata-rata nilai kesukaan terhadap rasa

minuman sinbiotik ekstrak tepung bonggol pisang batu dapat dilihat pada Tabel

10.

Tabel 10. Pengaruh Lama Penyimpanan pada Berbagai Suhu terhadap Nilai

Kesukaan Panelis pada Rasa Minuman Sinbiotik

Suhu penyimpanan Minuman Sinbiotik Rata-rata Nilai Kesukaan

A (Kontrol) 4,80 a

B (25oC ; 30 hari) 2,33 b

C (35oC ; 30 hari) 2,47 bc

D (45oC ; 30 hari) 2,27 bc

Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama

menyatakan berbeda nyata pada taraf uji 5% menurut Uji Duncan.

Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa adanya perbedaan yang

signifikan terhadap rasa minuman sinbiotik pada berbagai perlakuan. Minuman

sinbiotik A memiliki rasa yang tidak sama dengan minuman sinbiotik B, C dan D

sehingga minuman sinbiotik lebih disukai oleh panelis. Minuman sinbiotik B

memiliki rasa yang hampir sama dengan rasa C dan D, namun minuman sinbiotik

B agak disukai oleh panelis dibandingkan minuman sinbiotik C dan D. Selain itu

minuman sinbiotik C dan minuman sinbiotik D memiliki rasa yang sama, dimana

minuman sinbiotik C agak disukai panelis dibandingkan minuman sinbiotik D.

49

Hal ini menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai minuman sinbiotik ekstrak

tepung bonggol pisang batu yang belum dilakukan penyimpanan dibandingan

dengan minuman yang sudah dilakukan penyimpanan.

Minuman sinbiotik memiliki rasa yag manis, karena bahan dalam

pembuatan miuman sinbiotik tidak hanya tepung bonggol pisang batu dan bakteri

L. acidophilus namun ditambahkan 10% gula cair yang memberikan cita rasa

manis pada minuman sinbiotik tersebut. Selain itu penambahan kultur freeze dried

yang semakin banyak pun dapat menutupi rasa sepat yang ditimbulkan akibat

kandungan tanin pada ekstrak tepung bonggol pisang batu. Menurut McGee

(2004), kandungan tanin pada suatu bahan pangan dapat menimbulkan rasa kesat

dan agak pahit.

Nilai rata-rata kesukaan panelis terhadap rasa minuman sinbiotik ekstrak

tepung bonggol pisang batu berkisar antara 4,80 pada minuman A dan 2,33-2,27

pada minuman B, C dan D. Nilai tersebut menunjukkan bahwa rata-rata panelis

suka terhadap rasa dari produk minuman sinbiotik ekstrak tepung bonggol pisang

batu sebelum penyimpanan dan panelis tidak suka pada rasa minuman sinbiotik

pada suhu 25oC, 35

oC dan 45

oC. Cara untuk membuat panelis lebih suka terhadap

rasa minuman sinbiotik dapat dilakukan dengan menambahkan gula lebih banyak

dari takaran sebelumya atau dapat ditambahkan buah-buahan sehingga tidak

mengurangi manfaat yang terkandung dalam minuman sinbiotik tersebut.

50

5.3.4 Kesukaan Terhadap Kekentalan

Hasil uji statistik (Lampiran 13), menunjukkan bahwa perbedaan

perlakuan suhu penyimpanan pada minuman sinbiotik memberikan pengaruh yang

berbeda nyata terhadap nilai kesukaan panelis pada kekentalan minuman sinbiotik

ekstrak tepung bonggol pisang batu. Rata-rata nilai kesukaan terhadap kekentalan

minuman sinbiotik ekstrak tepung bonggol pisang batu dapat dilihat pada Tabel

11.

Tabel 11. Pengaruh Lama Penyimpanan pada Berbagai Suhu terhadap Nilai

Kesukaan Panelis pada Kekentalan Minuman Sinbiotik

Suhu penyimpanan Minuman Sinbiotik Rata-rata Nilai Kesukaan

A (Kontrol) 4,73 a

B (25oC ; 30 hari) 3,07 b

C (35oC ; 30 hari) 2,80 bc

D (45oC ; 30 hari) 2,40 c

Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama

menyatakan berbeda nyata pada taraf uji 5% menurut Uji Duncan.

Berdasarkan Tabel 11, adanya perbedaan yang signifikan terhadap

kekentalan minuman sinbiotik pada berbagai perlakuan. Nilai kesukaan panelis

terhadap kekentalan perlakuan A berbeda nyata dengan perlakuan B, C, dan D.

minuman sinbiotik B memiliki kekentalan yang hampir sama dengan minuman

sinbiotik C, namun minuman sinbiotik B lebih disukai panelis dibandingkan

minuman sinbiotik C. Selain itu, minuman sinbiotik C memiliki kekentalan yang

hampir sama dengan minuman sinbiotik D, dimana minuman sinbiotik C agak

disukai panelis dibandingkan minuman sinbiotik D.

Minuman sinbiotik ekstrak tepung bonggol pisang batu ini memiliki

karakteristik agak kental. Hal ini dikarenakan minuman sinbiotik tersebut

ditambahkan bahan penstabil berupa gelatin dan kekentalannya bertambah ketika

51

dilakukan penambahan kultur freeze dried L.acidophilus. Minuman sinbiotik

dengan perlakuan B, C dan D tidak kental, sedangkan perlakuan A memiliki

kekentalan yang agak kental sehingga lebih disukai oleh panelis.

Minuman sinbiotik ekstrak tepung bonggol pisang batu memiliki

kekentalan yang agak kental akibat kandungan dari tepung bonggol pisang batu

itu sendiri. Kandungan amilopektin yang tinggi yaitu sebesar 63,3% dan

kandungan amilosa sebesar 36,4%, memengaruhi daya serap air granula patinya

sehingga gelatinisasi secara sempurna dapat berlangsung dengan cepat dan dapat

membuat tekstur menjadi kental (Ardiyanto, 2008). Selain itu, penambahan kultur

freeze dried L.acidophilus mempengaruhi kekentalan pada minuman sinbiotik ini

sehingga membuat kekentalan minuman sinbiotik ekstrak tepung bonggol pisang

batu menjadi bertambah, tetapi tetap larut di dalam minuman. Hal ini disebabkan

oleh penggunaan bahan penyalut kultur freeze dried tersebut. Maltodekstrin

merupakan bahan pengental (meningkatkan viskositas) dan mudah melarut pada

air dingin (Triyono, 2010). Susu skim memiliki sifat free flowing dan bebas

gumpalan, sehingga ketika dicampurkan dengan bahan makanan akan mudah

bersatu (Sawitri et al., 2014).

Minuman sinbiotik ekstrak tepung bonggol pisang batu dengan berbagai

suhu penyimpanan cukup disukai oleh panelis. 15 panelis memberikan rata-rata

nilai kesukaan, yaitu 4,73-2,40. Nilai tersebut menunjukkan bahwa rata- rata

panelis suka sampai tidak suka terhadap kekentalan dari produk minuman

sinbiotik ekstrak tepung bonggol pisang batu ini.

52

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Penurunan total bakteri probiotik L. acidophilus pada minuman sinbiotik

berbahan baku tepung bonggol pisang batu yang dikemas botol PET

dipengaruhi oleh hubungan antara lama penyimpanan dengan berbagai

suhu penyimpanan produk.

2. Penurunan total bakteri probiotik L. acidophilus terjadi karena adanya

perubahan karakteristik kimia, fisik dan organoleptik, penurunan mutu dan

kandungan nutrisi, dan perubahan mikrobiologinya. Selain itu dikarenakan

adanya kondisi asam akibat perubahan pH dan aw dan tumbuhnya khamir.

3. Tingkat kesukaan panelis terhadap minuman sinbiotik sebelum

penyimpanan dan sesudah penyimpanan yaitu nilai rata-rata kesukaan

warna 4,87 - 2,40 (suka - tidak suka), nilai rata-rata kesukaan aroma 4,27 -

2,27 (agak suka-tidak suka), nilai rata-rata kesukaan rasa 4,80 - 2.27 (suka

- tidak suka) dan nilai rata-rata kesukaan kekentalan 4,73 - 2,40 (suka –

tidak suka).

6.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian penurunan total bakteri minuman sinbiotik

ekstrak tepung bonggol pisang batu dengan menggunakan metode

konvensional pada berbagai suhu penyimpanan sehingga dapat

53

membandingkan penurunan total bakteri yang paling tepat untuk minuman

sinbiotik.

2. Perlu dilakukan uji in vivo untuk melihat ketahanan bakteri L.acidophilus

ketika masuk ke dalam saluran pencernaan serta efeknya bagi kesehatan

manusia.

3. Perlu penelitian faktor-faktor kritis seperti pH dan aw untuk menetapkan

kondisi produk save stable.