V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil...

37
25 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengetahuan dan Penguasaan Pohon Sialang Pohon sialang merupakan penyebutan dari masyarakat Riau terhadap pohon lebah madu hutan yang merupakan jenis pohon-pohon yang secara rutin, khususnya pada saat musim pembungaan menjadi tempat lebah A.dorsata bersarang (Hadisoesilo dan Kuntadi, 2007). Pada mulanya yang disebut sebagai pohon sialang adalah pohon kruing (Dipterocarpus spp), yang bersama pohon pulai (Alstonia scholaris) dikenal dalam istilah masyarakat sebagai sulu batang dan bao kaluang. Kedua jenis pohon ini adalah pohon yang dianggap sati atau angker bagi masyarakat. Penguasaan pohon Kruing secara khusus berada di tangan adat. Dahulu, sebagian besar koloni lebah hutan hanya bersarang di pohon Kruing dan hanya sedikit yang di pohon Pulai. Keunggulan pohon Kruing sebagai tempat bersarang lebah dibanding jenis yang lain adalah karena kemampuannya untuk menahan air/kedap air, sehingga meskipun hujan lebat, air hujan tidak akan mempengaruhi kualitas dari madu. Sebagaimana pohon kruing yang dikelola oleh SU (55 tahun) yang pada saat musim panen, satu pohonnya bisa menghasilkan hingga 1,3 ton madu. Hal tersebut diyakini juga karena adanya tuah dari pohon. Pemanfaatan sialang milik adat dilakukan oleh anggota kelompok sepersukuan. Pihak yang menjadi pengelola ditunjuk oleh adat dan pewarisannya turun temurun kepada persukuan yang bersangkutan. Pada masa lalu hasil madu dibagi-bagikan pada siapapun yang mau atau untuk memenuhi kebutuhan subsisten saja. Saat ini dimana masyarakat mempunyai pencaharian yang beragam, memanen madu hutan merupakan kegiatan yang hanya dilakukan oleh orang-orang dengan keahlian khusus. Keahlian tersebut diantaranya mengetahui ritual-ritual untuk memanen madu sialang, mampu memanjat pohon sialang, serta bersedia kerja beresiko. Oleh sebab itu hanya kelompok-kelompok pemanjat yang mampu melakukannya. Biasanya para pemanjat ini berkerabat dekat dengan bathin (kepala suku) atau keturunan langsung dari pemanjat sialang. Jenis-jenis pohon lain (Tabel 3) diluar penguasaan adat bisa dikuasai secara pribadi maupun kelompok sehingga pengelolaannya melibatkan anak-anak pemilik pohon dan dapat diwariskan. Pohon sialang yang dikuasai secara pribadi

Transcript of V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil...

Page 1: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil pencarian dengan masuk ke dalam hutan. Pemilihan pohon yang dapat menjadi tempat lebah

25

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Pengetahuan dan Penguasaan Pohon Sialang

Pohon sialang merupakan penyebutan dari masyarakat Riau terhadap pohon

lebah madu hutan yang merupakan jenis pohon-pohon yang secara rutin,

khususnya pada saat musim pembungaan menjadi tempat lebah A.dorsata

bersarang (Hadisoesilo dan Kuntadi, 2007). Pada mulanya yang disebut sebagai

pohon sialang adalah pohon kruing (Dipterocarpus spp), yang bersama pohon pulai

(Alstonia scholaris) dikenal dalam istilah masyarakat sebagai sulu batang dan bao

kaluang. Kedua jenis pohon ini adalah pohon yang dianggap sati atau angker bagi

masyarakat. Penguasaan pohon Kruing secara khusus berada di tangan adat.

Dahulu, sebagian besar koloni lebah hutan hanya bersarang di pohon Kruing dan

hanya sedikit yang di pohon Pulai. Keunggulan pohon Kruing sebagai tempat

bersarang lebah dibanding jenis yang lain adalah karena kemampuannya untuk

menahan air/kedap air, sehingga meskipun hujan lebat, air hujan tidak akan

mempengaruhi kualitas dari madu. Sebagaimana pohon kruing yang dikelola oleh

SU (55 tahun) yang pada saat musim panen, satu pohonnya bisa menghasilkan

hingga 1,3 ton madu. Hal tersebut diyakini juga karena adanya tuah dari pohon.

Pemanfaatan sialang milik adat dilakukan oleh anggota kelompok

sepersukuan. Pihak yang menjadi pengelola ditunjuk oleh adat dan pewarisannya

turun temurun kepada persukuan yang bersangkutan. Pada masa lalu hasil madu

dibagi-bagikan pada siapapun yang mau atau untuk memenuhi kebutuhan

subsisten saja. Saat ini dimana masyarakat mempunyai pencaharian yang

beragam, memanen madu hutan merupakan kegiatan yang hanya dilakukan oleh

orang-orang dengan keahlian khusus. Keahlian tersebut diantaranya mengetahui

ritual-ritual untuk memanen madu sialang, mampu memanjat pohon sialang, serta

bersedia kerja beresiko. Oleh sebab itu hanya kelompok-kelompok pemanjat yang

mampu melakukannya. Biasanya para pemanjat ini berkerabat dekat dengan

bathin (kepala suku) atau keturunan langsung dari pemanjat sialang.

Jenis-jenis pohon lain (Tabel 3) diluar penguasaan adat bisa dikuasai secara

pribadi maupun kelompok sehingga pengelolaannya melibatkan anak-anak

pemilik pohon dan dapat diwariskan. Pohon sialang yang dikuasai secara pribadi

Page 2: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil pencarian dengan masuk ke dalam hutan. Pemilihan pohon yang dapat menjadi tempat lebah

26

maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil pencarian dengan masuk ke

dalam hutan. Pemilihan pohon yang dapat menjadi tempat lebah madu bersarang

dilakukan dengan mengamati pertanda-pertanda sebagai tuah dari pohon atau

secara visual terlihat bekas-bekas sarang di dahan pohon. Sebagai pertanda pohon

sudah ada pemiliknya dan agar lebah mau bersarang, maka daerah sekitar pohon

dibersihkan dari semak dengan luasan selebar tajuk. Pada saat pohon ditemukan

kemudian dibersihkan, biasanya dalam jangka waktu 2 – 3 bulan lebah mulai

bersarang. Namun waktu untuk panen hanya bisa ditentukan melalui survey

secara teratur.

Tabel 3 Jenis-jenis pohon sarang lebah madu

No Nama Lokal Nama Ilmiah

1. Randu Ceiba pentandra

2. Cempedak air Artocarpus maingayi

3. Batu Irvingia malayana

4. Kedungdung Spondias pinnata

5. Balau Shorea atrinervosa

6. Ara Ficus spp

7. Meranti Shorea spp

8. Kempas Koompasia malaccesis

9. Rengas Gluta rengas

Berdasarkan pengetahuan lokal masyarakat (komunikasi pribadi dengan

MN, AD, BJ, HS, NZ) pertanda adanya tuah suatu pohon melalui penampilan

fisik pohon sialang diantaranya adalah: 1) adanya pintu gobang atau pintu

gerbang dimana dahan-dahan pohon saling bersilang atau bertemu sehingga

membentuk seperti pintu gerbang, 2) perakaran pohon yang saling bertautan, 3)

bentuk bagian ujung batang utama yang tumpul tidak berdaun seperti ada sarang

burungnya atau seperti tongkat. Adanya salah satu dari pertanda-pertanda tersebut

sudah cukup untuk memperkirakan suatu pohon berpotensi menjadi tempat lebah

bersarang.

Karakter percabangan yang serupa ditemukan dalam penelitian Kahono

(2002) yang menggambarkan pohon yang menjadi sarang lebah adalah pohon-

pohon besar dengan percabangan yang tinggi dan sangat terbuka jika dilihat dari

bawah maupun samping, sehingga memudahkan lebah melakukan orientasi dan

Page 3: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil pencarian dengan masuk ke dalam hutan. Pemilihan pohon yang dapat menjadi tempat lebah

27

mempunyai ruang terbang yang lebih luas. Meskipun terlihat terlindung, sarang

lebah A. dorsata akan dibuat di tempat yang memungkinkan cahaya matahari

tetap masuk (Hadisoesilo dan Kuntadi 2007). Berbagai jenis pohon yang dapat

menjadi tempat lebah madu bersarang menandakan tidak ada jenis tumbuhan

tertentu yang benar-benar menjadi pilihan untuk tempat membangun sarang,

kecuali karakteristik fisik seperti pohon yang menjulang tinggi, tajuk tidak terlalu

padat dan percabangan relatif terbuka dengan kulit pohon relatif bersih dan halus

(Hadisoesilo dan Kuntadi 2008). Oldroyd dan Wongsiri (2006) menyebutkan

bahwa lebah hutan banyak dijumpai bersarang di cabang pohon yang memiliki

diameter 5 hingga 100cm dengan sudut kemiringan yang disukai 25o– 35

o.

Gambar 3 Pengenalan fisik pohon yang dipilih lebah untuk bersarang

Jual beli pohon sialang tidak lazim dilakukan (meskipun pernah juga terjadi)

karena dianggap aset yang sangat menguntungkan. Sebagaimana diceritakan oleh

HS (34 tahun, komunikasi pribadi) :

“pernah ada yang mau jual sialangnya, orang dari Lubuk Kambang Bunga,

karena dia mau merantau. Saya ditawari harganya 4,5 juta, tapi sedang tidak

Bekas sarang lebah Ujung batang tumpul

Terdapat pintu gobang

Page 4: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil pencarian dengan masuk ke dalam hutan. Pemilihan pohon yang dapat menjadi tempat lebah

28

punya uang. Wajar saja harganya segitu, hitungannya upah dia pelihara, nanti

dua kali saja lebah naik dan panen bagus sudah balik modal. Yang beli pun orang

desa situ jadi tidak kemana-mana”

Berharganya pohon sialang ditunjukkan juga oleh kepercayaan masyarakat

bahwa jika terjadi perselisihan mengenai penguasaan sialang, yang biasa terjadi

adalah pohon yang diperebutkan akan mati, atau lebahnya tidak mau naik,

sebagaimana diceritakan oleh MN :

“kejadian kira-kira dua tahun yang lalu pohon pulai diperebutkan oleh

pemanjatnya, adat pun turun tangan dan kemudian kepala desa yang mengambil

alih, tidak lama kemudian pohon tersebut mati tersambar petir. Biasa memang

begitu kalau sialang sudah diperebutkan kalau tidak tiba-tiba mati ya lebah tidak

mau naik lagi”

Masing-masing pemilik pohon biasanya sudah mempercayakan pemanenan

madunya pada satu kelompok pemanjat. Tugas kelompok ini untuk melakukan

survey mengenai kondisi sialang, membersihkan dan menyampaikan ke pemilik

jika sarang sudah siap panen. Jenis penguasaan pohon sialang akan menjadi

penentu dalam pembagian porsi madu yang didapatkan (Tabel 4).

Tabel 4 Penentuan bagi hasil panenan berdasarkan penguasaan pohon sialang

No Penguasaan Porsi Pembagian

1 Adat - Pemanjat akan mendapat bagian 30% dari jumlah

panenan

- Ketua adat akan mendapat bagian tergantung

kesukarelaan kelompok pemanjat, dan tidak ada

kewajiban untuk memberi bagian pada ketua adat

- Anggota kelompok pemanjat akan mendapatkan bagi

rata dari jumlah madu yang sudah dikurangi oleh

pemanjat

- Jika pemanjat lebih dari satu maka bagian dari 30%

dibagi dengan jumlah pemanjat. Sedangkan bagian

untuk anggota, pembaginya menjadi seluruh anggota

kelompok termasuk pemanjat

2

Kelompok - Hasil dibagi rata karena biasanya kelompok itu juga

termasuk pemanjat dan anggotanya. Maka meskipun

hanya anggota karena dia juga termasuk pemilik

pohon tidak dibedakan porsinya

- Anggota kelompok yang berhalangan hadir dalam

kegiatan pemanenan, jika dia mewakilkan perannya

pada orang lain maka bisa mendapat bagian,

Page 5: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil pencarian dengan masuk ke dalam hutan. Pemilihan pohon yang dapat menjadi tempat lebah

29

Tabel 4 Lanjutan

No Penguasaan Porsi Pembagian

jika tidak maka tergantung pada hasil panenan jika

memang banyak bisa diberi bagian sesuai kerelaan

kelompok. Jika hasil tidak memungkinkan tidak ada

porsi pembagian untuknya, dan itu sudah dapat

diterima.

3 Kepemilikan Pribadi - Pemilik pohon akan mendapatkan bagian sebesar

30%

- Pemanjat mendapatkan bagian 30% dari sisa hasil

yang sudah diberikan pada pemilik pohon

- Anggota kelompok mendapatkan bagi rata dari hasil

yang sudah dikurangi dengan jatah pemanjat

Kelompok pemanjat biasanya berkerabat, sehingga pembagian porsi

seringkali tidak kaku seperti pembagian diatas, kecuali untuk bagian pemilik

pohon memang sudah ketentuan umum 30% dari hasil keseluruhan. Pembagian

keuntungan dapat juga ditentukan berdasarkan pada penemu pohon. Penemu

pohon sialang berhak memilih dahan mana yang menjadi bagiannya, sehingga

madu yang dipanen dari sarang yang berada di dahan tersebut akan menjadi

haknya. Pada dasarnya penguasaan oleh adat bersifat komunal untuk persukuan,

yang kemudian pemeliharaannya diserahkan pada kelompok tertentu oleh adat,

dan pembagian hasil dilakukan dengan rata kepada tiap-tiap anggota kelompok

tanpa pertimbangan perannya.

5.2. Pemanenan Madu

5.2.1. Persiapan Pemanenan

Persiapan pemanenan madu hutan akan melalui berbagai proses dari awal

berupa tahapan survey untuk mencari sarang siap panen pada pohon sialang,

pembagian tugas yang dilakukan oleh kelompok pemanjat pada saat sarang lebah

sudah siap dipanen, dan pemilihan waktu yang tepat untuk memanen madu.

Tabel 5 Tahapan dalam persiapan pemanenan madu hutan

No Tahapan Aktifitas

1 Persiapan Pemanenan

a. Survey - Dilakukan untuk mengetahui sudah adanya lebah

madu yang bersarang di pohon sialang

- Pembersihan tanah di sekitar pohon sialang dari

Page 6: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil pencarian dengan masuk ke dalam hutan. Pemilihan pohon yang dapat menjadi tempat lebah

30

Tabel 5 Lanjutan

No Tahapan Aktifitas

tumbuhan bawah dan semak-semak, jika di bawah

tajuk tidak bersih maka lebah akan enggan

bersarang. Pembersihan dilakukan dengan luasan

sebesar tajuk pohon

b. Pembagian Tugas

Juagan Tuo - Memimpin ritual dalam pemanenan madu. Saat ini

seringkali juragan tuo sudah tidak ikut memanjat,

sehingga hanya membacakan

mantera, melakukan ritual tata cara adat dalam

memanen dan mendampingi selama kegiatan

berlangsung

- Saat memanen menjadi penyortir pertama madu,

dengan membersihkan kepala madu dari tai

masam atau bee pollen, serta menjatuhkan sarang

tempat anakan lebah

Juagan Mudo

- Membantu pekerjaan dari juagan tuo, dengan ikut

memanjat ke dahan-dahan sialang dan memanen

madu

- Menggantikan peran juagan tuo untuk memanjat

pohon, jika juagan tuo tidak turut naik

Tukang

Sambut

- Membersihkan sekitar pohon sialang sebelum

melakukan panen

- Menyambut timbo yang diturunkan para juragan

dari atas pohon dan menyampaikannya pada

tukang tiris. Jika lokasi penirisan tidak dibawah

pohon langsung, tugas tukang sambut untuk

mengantarkan sampai lokasi penirisan

- Menarik kembali timbo keatas

Tukang Tiris - Melakukan sortiran berikutnya pada kepala madu

yang sudah dipanen dari bee pollen agar kualitas

madu benar-benar bersih

- Meniris kepala madu hingga tuntas

- Karena penirisan memakan waktu dan tempat

meniris terbatas biasanya madu yang sudah

sebagian besar tertiris disingkirkan ke wadah lain

untuk ditiris lagi kemudian.

c. Persiapan Panen - Pemanenan akan dipertimbangkan waktu yang

tepat madu siap dipanen

- Pemanenan madu hutan secara tradisional

dilakukan pada malam hari sehingga waktu yang

tepat adalah pada saat bulan gelap sehingga

suasana malam memang pekat.

- Persiapan panen harus mempertimbangkan waktu,

karena waktu panen terbatas hingga pukul 04.00,

sehingga sarang bisa dipanen keseluruhan pada

malam itu juga.

Page 7: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil pencarian dengan masuk ke dalam hutan. Pemilihan pohon yang dapat menjadi tempat lebah

31

Pada saat survey, jumlah sarang yang terlihat akan dihitung. Sarang yang

ditemukan dianggap layak untuk dipanen jika jumlahnya minimal 10-15 sarang

karena rata-rata mampu menghasilkan 100 kg madu, bahkan jika panen pada

waktu yang tepat maka satu sarang bisa menghasilkan hingga 20 kg madu. Lebah

madu A.dorsata merupakan penghasil madu yang paling potensial dari jenis lebah

lainnya, satu koloni lebah A.dorsata dalam satu kali panen dapat menghasilkan

madu sebesar 5-20 kg/koloni, lebah A.mellifera 1-5 kg/koloni, sedangkan

A.cerana 1-2 kg/koloni (Adalina 2011).

Jumlah minimal sarang yang dapat dipanen diperhitungkan dari modal biaya

dan tenaga mereka untuk melakukan pemanenan dengan hasil nantinya yang bisa

didapatkan. Jumlah minimal sarang yang dapat dipanen belum tentu dapat

memberikan hasil panen yang sesuai harapan, berikut ini informasi yang diperoleh

dari pemanjat:

“ ndak brani aku nokok begitu itu, bebohong sudahnya awak tu, aku kalo

dari bawah ndak berani ngomong, na iyo kalo pas kalo idak, sudahnya bohong,

kalo sudah diatas baru aku tau tu, kalo ndak punya isi bayangan tunam pasti

nampak, kalo bayangan tunam tidak nampak bisa jadi ponuh madunya”(saya

tidak berani menduga-duga, berbohong namanya, kalau hanya dilihat dari bawah

tidak berani ngomong, iya kalau benar, juka salah jadinya berbohong, kalau sudah

diatas baru bisa tahu, kalau bayangan tunam terlihat maka sarang tidak berisi

madu, jika bayangan tunam tidak kelihatan bisa jadi madunya penuh) (MN 72

tahun, pemanjat senior)

Pada saat hasil survey menunjukkan jumlah sarang belum memenuhi syarat,

biasanya survey akan diulangi 10 hari kemudian. Menurut pengalaman

masyarakat, dalam 10 hari biasanya jumlah sarang sudah bertambah 2-3 kali lipat.

Hal yang sama juga diamati oleh Woyke et al. (2001) bahwa terjadi penambahan

jumlah sarang A.dorsata yang berkoloni di suatu tempat lebih dari 2 kali lipat

dalam 2 minggu. Kegiatan pemanenan madu direncanakan setelah jumlah sarang

minimal dapat dipanen telah terpenuhi.

Pemanenan madu secara tradisional dilakukan pada malam hari. Bahkan

pada masyarakat di Sungai Telang Jambi, secara khusus pemanenan dilakukan

pada saat tanggal 27 penanggalan bulan, sehingga kondisi bulan tidak terlihat atau

Page 8: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil pencarian dengan masuk ke dalam hutan. Pemilihan pohon yang dapat menjadi tempat lebah

32

bulan mati (Aliadi dan Djatmiko 1998). Pertimbangan jarak tempuh ke lokasi

panen juga menjadi bahan pertimbangan. Jika lokasi pemanenan jauh maka sejak

siang kelompok pemanjat sudah pergi ke lokasi dimaksud, terutama bila masih

harus berjalan kaki masuk ke dalam hutan.

Alat-alat yang diperlukan dalam pemanenan madu adalah: 1)

tangga/salimangkat, 2) timbo (ember), 3) Tunam (obor), 4) pisau pengiris, 5) tali,

6) jerigen dan corong, dan 7) alat peniris madu. Tunam/obor yang dipergunakan

masih tradisional dengan memanfaatkan kulit kayu jangkang (Dellenia exenia)

untuk mengusir lebah pergi dari sarangnya dan mengecoh lebah agar terbang

mengikuti bara api tunam. Bara dari tunam kayu jangkang bisa bertahan lama dan

tidak mudah mati. Asap dari bara tunam ini aman dan tidak mematikan lebah

madu. Tunam yang masih baru dengan panjang ±1 meter dapat dipakai hingga 2

kali panen.

Perlu ketepatan waktu untuk persiapan alat-alat terutama tangga dan tali

temali untuk memanjat sialang (Gambar 4). Tangga ini mampu bertahan untuk

satu tahun lamanya, sehingga untuk periode panen berikutnya masih bisa

dimanfaatkan hanya perlu melihat kondisi rotan yang mengikat pohon dengan

tangga yang dibuat. Seringkali tangga juga dimanfaatkan beruang untuk

mendapatkan madu, pemangsa madu yang lain adalah burung elang. Untuk

perlindungan, biasanya disekeliling pohon ditutup dengan seng.

Gambar 4 Tangga yang digunakan untuk memanjat sialang (a) induk lie, (b)

induk tukis.

a b

Page 9: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil pencarian dengan masuk ke dalam hutan. Pemilihan pohon yang dapat menjadi tempat lebah

33

Keterangan :

a : Induk Lie adalah sarana pemanjat untuk naik ke pohon.

kayu-kayu diikat di batang pohon dengan menggunakan rotan yang

disebut tali pinggang. Masing-masing tali pinggang berjarak ± 1m. Untuk

mengikat rotan pada batang kayu agar dapat berfungsi juga sebagai

penyekat dan penjejak kaki, maka dipakai potongan kayu kecil sebagai

induk sungkit.

b : Induk Tukis adalah tangga penghubung tanah dengan pohon.

Secara keseluruhan tangga untuk memanjat pohon yaitu induk tukis dan

induk lie disebut sebagai sali mangkat

5.2.2. Prosesi Panen

Menurut kepercayaan setempat, pohon sialang dihuni oleh makhluk-

makhluk halus atau disebut sebagai akuan, sehingga untuk dapat memanjat pohon

harus disertai membaca doa dan monto atau mantera yaitu membacakan atau

menyanyikan syair-syair dengan tujuan menenangkan atau membuai-buai sang

lebah dan meminta ijin untuk dapat diambil madunya. Oleh sebab itu nyanyian-

nyanyian mantera disebut dengan menumbai atau mambuai-buai. Ritual-ritual

dalam prosesi panen yang dilakukan oleh juagan disajikan pada Tabel 6. Pada

saat peralatan telah siap dan bulan telah gelap, maka dimulailah kegiatan panen

madu (Gambar 5).

Tabel 6 Prosesi panen madu hutan

No Tahap Makna dan Aktifitas

1. Prosesi

Panen

a. Menumbai - dilakukan dibawah pohon sialang sebagai penghormatan

terhadap makhluk-makhluk halus atau akuan penghuni

pohon

- membaca doa dan monto atau mantera dengan tujuan

menenangkan atau membuai-buai sang lebah dan

meminta ijin untuk dapat diambil madunya

b. Kaji - menepuk-nepuk pohon sebanyak tiga kali

- saat terdengar dengungan dari lebah dan terdengar juga

oleh semua yang ada di bawahnya maka diartikan lebah

sudah menjawab

- Jika lebah tidak mendengung, pohon kembali ditepuk-

tepuk hingga diulang 3 kali.

- Jika belum dijawab juga berarti hari itu sialang belum

boleh dipanjat.

Page 10: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil pencarian dengan masuk ke dalam hutan. Pemilihan pohon yang dapat menjadi tempat lebah

34

Tabel 6 Lanjutan

No Tahap Makna dan Aktifitas

c. Tanda alam

- melihat bayangan anggota tubuh jari jemari, tangan, kaki,

telinga, pada pohon sialang, jika utuh semuanya maka

satu syarat lagi telah terpenuhi.

- mengamati penampakan hewan-hewan di sekitar pohon

seperti: cicak,lipan, kecoak, ular. Bagi kepercayaan

mereka kadang kala hewan-hewan ini adalah perwujudan

makhluk halus „akuan’ penghuni pohon sialang

- Pada saat hewan-hewan tersebut terlihat dengan posisi

kepala menghadap ke puncak pohon maka berarti

„pemilik pohon‟ mengijinkan untuk dipanjat.

2 Memanjat

Sialang

a. Dahan

pertama

(Jombang)

- Pembacaan mantera

b. Dahan

tempat

lebah

bersarang

(Balai

Tonga)

- Mantera disenandungkan berupa pujian untuk sang lebah

yang digambarkan sebagai si hitam manis, memuji rumah

lebah yang berada di balai tonga sebagai tempat yang

cantik elok

- sarang disapu menggunakan asap dari bara tunam sambil

merapalkan mantera agar lebah pergi dari sarangnya

- Bara dari tunam yang berjatuhan akan diikuti oleh lebah,

bara tunam yang berhembus sesuai arah angin dapat

menguntungkan pekerja karena tidak terganggu dengan

lebah yang turun ke bawah

Gambar 5 Prosesi memanjat pohon sialang

Menyalakan Tunam

Berdoa

Memanjat sialang

Page 11: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil pencarian dengan masuk ke dalam hutan. Pemilihan pohon yang dapat menjadi tempat lebah

35

Pada saat timbo telah penuh terisi madu, maka timbo diturunkan disertai

dengan mendendangkan mantera, demikian hingga seluruh sarang dapat dipanen.

Untuk mengakhiri kegiatan di atas pohon kembali mantera dinyanyikan sebagai

tanda meminta pamit dan berterimakasih untuk nantinya akan berkunjung

kembali. Prosesi panen yang dilakukan malam hari menimbulkan nuansa sakral

dan penuh penghayatan. Gambar 6 menyajikan ilustrasi pada saat pemanjat berada

diatas pohon sialang dan tampilan fisik sialang yang dipanjat oleh juagan.

Gambar 6 Ilustrasi (Sumber: Hadisoesilo dan Kuntadi, 2007) dan tampilan

sialang yang dipanjat oleh juagan saat panen

5.3. Hasil Panenan

5.3.1. Pengolahan Hasil dan Kualitas Madu

Bongkahan kepala madu yang telah disortir oleh juagan tuo di atas pohon

akan disortir lagi oleh tukang tiris untuk menghilangkan sisa-sisa tai masam yang

mungkin masih tertinggal. Tai masam atau bee pollen jika tercampur akan

menurunkan kualitas madu sehingga akan diperhatikan sebaik mungkin agar tidak

tercampur dengan madu yang ditiris. Setelah itu dilakukan kegiatan penirisan

madu yang bertujuan untuk memisahkan cairan madu yang berada dalam kepala

madu (Tabel 7). Kepala madu yang belum tertiris sempurna akan ditampung

dalam wadah yang lain. Penirisan berikutnya akan dilakukan di rumah. Madu

Page 12: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil pencarian dengan masuk ke dalam hutan. Pemilihan pohon yang dapat menjadi tempat lebah

36

hasil tirisan berikutnya ini akan lebih encer karena lebih banyak mengandung air.

Biasanya madu ini diperuntukkan bagi konsumsi tetangga yang ingin membeli.

Tabel 7 Tahapan penirisan madu

No Tahapan Keterangan

1

Persiapan alat peniris madu

2

Hasil panenan dari dalam timbo dituang ke atas alat

peniris. Timbo kemudian langsung ditarik lagi ke atas

pohon

3

Untuk mendapatkan madu yang bersih maka kepala

madu dicek kembali untuk membersihkannya dari

sisa-sisa bee pollen yang terlewat oleh pemanjat.

4

Kepala madu diiris melintang dari penampangnya,

untuk mengeluarkan cairan madunya.

5

Madu hasil tirisan mengalir ke dalam jerigen melalui

corong yang telah diberi kasa sebagai penyaring

Sarang lebah madu A.dorsata terdiri atas beberapa bagian yakni: kepala

madu, bee pollen dan sarang anakan (Gambar 7).

Page 13: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil pencarian dengan masuk ke dalam hutan. Pemilihan pohon yang dapat menjadi tempat lebah

37

Gambar 7 Susunan sarang lebah madu Apis dorsata

(sumber: Hadisoesilo dan Kuntadi, 2007)

Keterangan :

1) kepala madu dengan ketebalan dapat mencapai 15- 25 cm,

2) sel penyimpan bee pollen berada diatara sel madu dan sel anakan,

3) sarang anakan dengan ketebalan hanya berkisar 3,5 cm

Madu hutan Tesso Nilo dikenal sebagai madu hitam, karena secara umum

madu yang dihasilkan cenderung berwarna kemerahan dan gelap. Dikatakan

bahwa warna tersebut disebabkan oleh sumber pakan lebah yaitu bunga sawit dan

akasia, sebagaimana juga dinyatakan oleh Adalina (2011) tentang madu A.dorsata

yang memiliki sumber pakan utama Acacia mangium, namun hal tersebut juga

kurang diyakini oleh petani madu.

Seringkali didapatkan madu dari pohon sialang yang jauh di dalam hutan

pun warnanya hitam, sedangkan madu dengan sialang yang berada di sekitar

akasia dan sawit terkadang juga berwarna kekuningan. Jika suatu ketika

didapatkan hasil panen dengan madu yang lebih cerah warnanya, bisa jadi pada

periode panen berikutnya madu yang dihasilkan berwarna kehitaman. Petani madu

tidak secara khusus mengenali jenis-jenis tumbuhan pakan dari lebah madu,

namun mengenalinya dari segi rasa. Pada saat bunga mateo banyak bermunculan

maka warna madu hutan akan lebih gelap dan berasa pahit manis.

Negueruela dan Arquillue (2000) menyatakan bahwa warna madu sangat

tergantung oleh kandungan karoten, xanthophylls dan flavonol, seperti juga halnya

mineral tanah yang terserap oleh perakaran tumbuhan kemudian mempengaruhi

nektar bunga sehingga berpengaruh pada warna madu. Nektar yang berasal dari

3

2

1

Page 14: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil pencarian dengan masuk ke dalam hutan. Pemilihan pohon yang dapat menjadi tempat lebah

38

berbagai jenis bunga juga akan memberikan warna madu yang gelap bahkan

mendekati hitam (Negueruele dan Arquillue 2000). Kandungan asam amino lebih

tinggi terdapat dalam madu berwarna gelap, demikian juga kandungan tyrosine

dan tryptophan yang tidak dimiliki oleh madu dengan warna yang lebih muda

(Negueruela dan Arquillue 2000). Tryptophan merupakan salah satu bentuk asam

amino esensial yang tidak dapat diproduksi sendiri oleh tubuh, memiliki manfaat

untuk membantu mengatasi stress, insomnia, dan mengurangi pre menstrual

syndrome (Medical Dictionary 2012). Sedangkan tyrosin merupakan jenis asam

amino non essensial dalam tubuh yang bermanfaat untuk menyeimbangkan

neurotransmiter otak, meningkatkan energi dan fokus tubuh (Live Strong 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Adalina (2011) tentang komposisi bahan

yang terkandung dalam madu dari Apis dorsata yang berada disekitar HTI Acacia

Mangium. Hasil tersebut dibandingkan dengan SNI (Standar Nasional Indonesia)

untuk madu yaitu SNI 01-3545-2004 disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Komposisi kandungan madu Apis dorsata dan standar

madu dalam SNI

Berdasarkan Tabel 8, kualitas madu Apis dorsata dengan sumber pakan Acacia

mangium menunjukkan hasil yang memenuhi standar SNI kecuali untuk kadar air

dan keasaman (Adalina 2011)

Madu akan lebih encer pada saat sarang masih baru, sedangkan sarang

dengan larva yang sudah besar dan warna sarang sudah kehitaman, madu akan

No Jenis analisa Hasil analisa SNI

1 Kadar air (%) 25,0 ≤ 22

2 Fruktosa (%), b/b dan

Glukosa %, b/b

merupakan gula tereduksi

42,56

35,40

≥ 65

4 Sukrosa (%), b/b Tidak terdeteksi ≤ 5 b

5 HMF (mg/kg) 0,40 ≤ 50

6 Enzim diastase (DN) 68,94 ≥ 3

7 Keasaman (ml N NaOH/kg) 101,38 ≤ 50

Page 15: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil pencarian dengan masuk ke dalam hutan. Pemilihan pohon yang dapat menjadi tempat lebah

39

lebih kental dan semakin pekat warnanya. Petani madu mengenalnya dengan

istilah sambang jalu. Bagi mereka madu tersebut lebih bagus dibanding yang

lain, meskipun demikian tidak ada pembedaan, hasil madu sambang jalu tetap

disatukan dengan madu yang lain.

Pengambilan madu dibatasi hingga maksimal pukul 04 00 pagi, sehingga

jika dalam satu pohon tidak bisa tuntas dipanen pada malam itu, maka dilanjutkan

pada malam berikutnya. Embun yang sudah mulai turun bisa mempengaruhi hasil

madu berkaitan dengan kadar air yang dikandungnya. Sebagaimana penelitian

Bogdanov (1999) dalam Sande et al. (2009) yang menyatakan bahwa secara

umum kadar air mempengaruhi kualitas dari madu, semakin tinggi kadar air maka

semakin mudah terfermentasi yang berakibat menurunnya kualitas. Peristiwa

fermentasi lebih mudah terjadi pada madu dengan kadar air diatas 20% yang

disebabkan oleh bakteri Khamir (Adalina 2011).

Lebah madu hutan A. dorsata belum bisa dibudidayakan, namun mampu

memberikan nilai lebih dibanding madu hasil lebah budidaya. Lebah budidaya

dapat distimulasi perkembangan koloninya dengan perlakuan berupa pemberian

pakan tambahan yakni sukrosa maupun fruktosa dan juga protein buatan

(VanEngelsdrop dan Meixner 2010). Hal itu merupakan hasil rekayasa manusia

untuk mendapatkan madu dari lebah secara konstan terutama pada saat paceklik

pakan, atau juga untuk menggenjot produk selain madu yang dapat dihasilkan

oleh lebah, seperti royal jelly, bee pollen. Sedangkan lebah madu hutan secara

alami mendapat pakan dari hasil pencarian bermacam jenis tumbuhan dan

bermigrasi teratur untuk mencari kecukupan pakan.

5.3.2. Pemasaran Madu Hutan

Madu hutan Tesso Nilo merupakan produk yang sangat diminati oleh

konsumen, berapapun jumlah madu yang dihasilkan dengan segera akan habis.

Konsumen ini berasal dari berbagai tempat, bisa konsumen lokal yang berada di

sekitar desa maupun para transmigran, juga konsumen dari luar daerah. Umumnya

petani madu telah memiliki pelanggan tetap yang bisa langsung dihubungi pada

saat memiliki stok madu, atau para konsumen ini yang menghubungi mereka

langsung untuk menanyakan ketersediaan madu.

Page 16: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil pencarian dengan masuk ke dalam hutan. Pemilihan pohon yang dapat menjadi tempat lebah

40

Data dari WWF-Riau Programme yang melakukan survey potensi madu

sialang pada tahun 2009 menunjukkan hasil madu per bulan rata-rata di Desa

Lubuk Kambang Bunga adalah ± 783kg dari 56 pohon sialang, sedangkan dari

Desa Air Hitam ± 96 kg dari 8 pohon sialang yang tercatat dikelola oleh

kelompok pemanjat dari desa-desa tersebut. Hasil madu sialang bersifat fluktuatif

karena sangat tergantung dengan ketersediannya di alam. Pada saat musim

tumbuhan hutan berbunga secara bersamaan, akan terjadi panen raya yang

waktunya tidak tentu, sebagaimana pernyataan Momose et al. (1998) bahwasanya

siklus pembungaan serentak pada hutan dataran rendah adalah antara 2-10 tahun

dan interval tersebut tidak tetap. Produksi madu yang dihasilkan pada tahun-tahun

terakhir semakin sulit diprediksi, bahkan mengalami penurunan yang sangat

drastis. Menurut petani madu hal tersebut disebabkan oleh kejadian kebakaran

juga timbulnya banyak asap sehingga lebah madu enggan bersarang di pohon-

pohon sialang.

Petani madu yang tergabung dalam Asosiasi Petani Madu Tesso Nilo, terdiri

dari 3 kelompok pemanjat yang berasal dari Desa Air Hitam, Desa Lubuk

Kambang Bunga dan Desa Gunung Sahilan. Kelompok-kelompok tersebut

merupakan penyuplai kebutuhan asosiasi untuk pengiriman madu ke Malaysia.

Serapan asosiasi untuk produk madu dari petani yang hanya didasarkan adanya

pesanan dari pihak Malaysia menjadikan peran asosiasi menjadi sangat terbatas,

sehingga petani lebih banyak menjual sendiri hasil madunya ke konsumen.

Saat ini harga madu curah APMTN dihargai Rp47 000,00 per kilogram.

Sedangkan jika konsumen langsung membeli pada petani madu maka harga

umumnya akan ditawarkan sebesar Rp35 000,00 per kilogram dan jika memang

terjadi tawar menawar maka harga berkisar Rp30 000,00–Rp35 000,00 per

kilogram. Bahkan jika mendekati masa liburan dimana banyak perantau disana

yang hendak mudik seperti para transmigran atau pegawai-pegawai perusahaan di

sekitar desa, harga bisa mencapai Rp40 000,00–Rp50 000,00 per kilogram.

Harga madu dari petani akan dibeli oleh pihak APMTN sebesar Rp33 000

per kilogram. Harga tersebut diperoleh dari hasil kesepakatan diantara para petani

sendiri pada saat pembentukan APMTN. Madu curah yang dibeli oleh pihak

APMTN terutama digunakan untuk suplai permintaan konsumen dari TLH

Page 17: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil pencarian dengan masuk ke dalam hutan. Pemilihan pohon yang dapat menjadi tempat lebah

41

Product Industries Sdn Bhd, Malaysia. Permintaan ini tidak tetap, pada tahun

2011 dilakukan 7 kali transaksi dengan masing-masing sebesar 1 ton madu.

Namun sepanjang tahun 2012 hingga bulan Juli 2012 belum ada permintaan

kembali. Madu hutan Tesso Nilo di Malaysia biasanya dimanfaatkan sebagai

bahan baku pembuatan permen, ice cream, juga bahan kosmetik dengan label

mereka sendiri. Hal ini tidak masalah bagi pihak WWF selaku pendamping petani

madu APMTN karena pihak Malaysia sudah cukup fair dengan memvideokan

proses pemanenan untuk kepentingan promosi mereka dengan pernyataan madu

berasal dari hutan Tesso Nilo dimana madu hutan melimpah ruah.

Proses pengiriman ke Malaysia dilakukan secara langsung dari kantor

APMTN di Desa Lubuk Kambang Bunga menuju Pelabuhan Dumai Riau,

kemudian menggunakan kapal laut ke Port Klang Malaysia. Pengiriman madu ke

Malaysia mereka istilahkan melalui jalur tikus, karena tanpa menggunakan

dokumen-dokumen resmi untuk ekspor komoditas. Alasan yang lain adalah

karena tidak adanya ekspedisi atau jasa pengiriman yang sanggup untuk

melakukan pengiriman madu hingga ke Malaysia.

Jangkauan pemasaran untuk produk madu hutan Tesso Nilo belum terlalu

luas karena seringkali masih kalah bersaing dengan produk madu Sumbawa yang

membawa brand yang cukup kuat untuk kesehatan pria, juga produk madu Danau

Sentarum yang terkenal karena berasal dari Borneo. Penampilan atau warna

produk madu dari Sumbawa dan Danau Sentarum memang lebih menarik bagi

konsumen karena memiliki warna kekuningan jernih, sedangkan madu hutan

Tesso Nilo adalah madu hitam dengan pasar yang masih terbatas. Berbagai upaya

sudah dilakukan pihak WWF sebagai pendamping petani madu, melalui Jaringan

Madu Hutan Indonesia (JMHI) dimana APMTN juga menjadi anggotanya untuk

semakin memperluas segmen pasar madu hitam, namun belum menampakkan

hasil yang menggembirakan.

PT Dian Niaga yang selama ini menjadi pemasar madu dari para Anggota

JMHI, pernah memesan ± 300 kg madu pada tahun 2011. Namun hingga April

2012 belum ada pesanan kembali, karena menurut pihak PT Dian Niaga suplai

dari Sumbawa masih mencukupi, dan terkendala dengan minat konsumen yang

kurang pada madu yang berwarna gelap. Perlu pembelajaran bagi konsumen

Page 18: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil pencarian dengan masuk ke dalam hutan. Pemilihan pohon yang dapat menjadi tempat lebah

42

untuk mengenali kualitas tinggi madu bukan dari warnanya yang lebih terang,

karena ternyata madu hitam memiliki kandungan antioksidan yang lebih tinggi

dan merupakan hasil nektar berbagai macam jenis tumbuhan. Sangat potensial

sebenarnya untuk menjadi madu yang sangat diminati jika konsumen luas

mengetahui informasi tersebut.

Pihak APMTN juga membuat produk madu kemasan dengan label green

and fair product dari pihak WWF. Produk madu dalam kemasan ini merupakan

madu hutan yang telah dikurangi kadar airnya, dari sebelumnya dengan kadar air

22% - 24% menjadi hanya ± 18% saja. Untuk 1 kilogram madu akan mengalami

penyusutan ± 250ml pada saat telah berkurang kadar airnya.

Waktu yang dibutuhkan untuk mengurangi kadar air ± 24jam. Namun

kendalanya adalah listrik di Desa Lubuk Kambang Bunga yang hanya tersedia di

malam hari, sehingga seringkali membutuhkan waktu hingga 3 hari untuk menjadi

produk yang siap dikemas. Madu kemasan dijual dengan harga Rp35 000,00 per

250ml. Produk terutama disediakan atau dijual untuk kepentingan kunjungan-

kunjungan tamu, atau pameran-pameran dan sedikit dilepas di pasaran dengan

menitipkannya ke apotik dan toko obat. Pada tahun 2011 tercatat 500 kilogram

madu dikurangi kadar airnya dan dikemas. Pembuatan dan pemasaran madu

dalam kemasan ini belum dilakukan dengan profesional dan dimanajemen dengan

baik karena dibuat hanya berdasarkan pesanan, disamping itu dari segi SDM

belum ada upaya pengembangan maupun peningkatan ketrampilan.

Produk sampingan lain dari madu hutan adalah lilin lebah. Belum banyak

permintaan untuk lilin lebah, terakhir pemesanan dari Yogjakarta sebanyak 200

kilogram pada tahun 2011 dan dari Malaysia sebanyak 50 kilogram, dengan harga

Rp15 000,00 per kilogram. Jika tidak ada permintaan lilin ini disimpan saja oleh

para petani. Produk bee pollen juga sudah ada yang berminat, biasanya digunakan

sebagai bahan baku kosmetik, dan dihargai Rp20 000,00 per kilogram kering.

Sayangnya pemanfaatan bee pollen belum populer bagi petani madu Tesso Nilo,

terutama karena pertimbangan harga untuk bee pollen kering yang terlalu rendah

dibandingkan resiko pengambilannya, menjadikan pengambilan produk ini belum

dilakukan untuk kepentingan komersial.

Page 19: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil pencarian dengan masuk ke dalam hutan. Pemilihan pohon yang dapat menjadi tempat lebah

43

5.4. Transfer Pengetahuan dan Perubahan

Transfer pengetahuan tentang pemanfaatan madu hutan dilakukan secara

turun temurun. Pemanjat akan menurunkan ilmunya pada anak, menantu atau

kerabatnya sepersukuan yang bersedia untuk belajar dan bernyali untuk mampu

memanjat pohon sialang. Proses memanjat sialang membutuhkan kemampuan

untuk menumbai, suatu pengetahuan yang bagi masyarakat petalangan merupakan

bagian dari tradisi lisan turun temurun, tunjuk ajar dalam memanfaatkan sumber

daya alam.

Tradisi menumbai merupakan bagian dari tombo/terombo hasil pewarisan

adat istiadat, sehingga memiliki pakem saat digunakan baik itu cara bertutur

maupun isi syair yang disenandungkan yang sudah tetap. Disebut tradisi lisan

karena penyampaiannya memang melalui lisan kepada generasi berikutnya yang

memang mau belajar. Proses pembelajaran akan dilakukan dengan mengikuti

kegiatan yang dilakukan pemanjat saat memanen madu, memperhatikan, dan

mengingat senandung yang dituturkan. Pengalaman-pengalaman dalam

memanfaatkan sumber daya alam turut menyumbangkan kematangan masyarakat

tradisional dalam mengelola alam, akumulasi dari pengalaman akan bermanfaat

untuk pengelolaan sumber daya alam dengan lebih baik.

Pengetahuan tradisional untuk mengatur kehidupan secara umum bagi

masyarakat suku Melayu Petalangan merupakan suatu bentuk sastra lisan yang

saat ini kondisinya sudah sangat memprihatinkan. Proses pewarisannya terhambat

oleh kurang minatnya generasi muda dalam mempelajari budayanya sendiri.

Disamping itu terombo yang berisi asal-usul persukuan, tata batas hak wilayat

menjadi tak berarti saat disenandungkan, pada saat segala apa yang terucap di

dalamnya sudah tidak dapat lagi ditemukan dalam kenyataan. Tradisi lisan disebut

sebagai nyanyi panjang dan orang-orang yang menguasai tombo (pebilang tombo)

yang dilantunkan dalam nyanyi panjang sebagian besar merupakan generasi yang

sudah uzur bahkan banyak sudah wafat. Terkadang juga karena demikian lamanya

nyanyian panjang tidak disenandungkan banyak diantaranya yang sudah lupa isi

dari tombo.

Page 20: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil pencarian dengan masuk ke dalam hutan. Pemilihan pohon yang dapat menjadi tempat lebah

44

Pewarisan nyanyi panjang tombo ke generasi berikutnya memiliki kaidah

yang diatur dalam adat, sebagaimana disarikan dari Effendy (2008) sebagai

berikut :

- Pewaris merupakan anggota persukuan yang dipilih oleh ketua persukuan,

pemangku adat dan orang tua-tua adat, dipilih yang memiliki ingatan kuat,

cerdas, fasih dan bagus suaranya

- Orang-orang terpilih (rata-rata tiga orang, bisa dua laki laki satu perempuan

atau dua perempuan satu laki-laki) kemudian dilatih oleh penutur sebelumnya

- Setelah dilatih dan dianggap mampu melakukan nyanyi panjang maka

diujikan dengan mengundang anggota persukuan untuk menyaksikan mereka

bertutur, jika sudah dianggap baik maka mereka akan ditetapkan sebagai

penutur nyanyi panjang yang akan mewariskan ke generasi berikutnya.

Luruhnya pengetahuan tradisional disebabkan oleh tersingkirnya adat

istiadat masyarakat setempat. Manusia saat ini mulai merasa lebih logis dan

realistis, sehingga ada yang menganggap adat istiadat sebagai keterbelakangan.

Maka tradisi manumbai merupakan tata cara adat turun temurun yang terjaga

karena pemanenan madu hutan masih berlangsung hingga saat ini. Masyarakat

yang masih berpegang teguh pada ajaran tersebut sesuai tuntunan nenek moyang

pun masih dapat ditemukan. Meskipun dari hasil wawancara dengan informan

yang masih muda mereka tidak lagi menganggap monto manumbai sebagai

sesuatu yang terlalu dibesar-besarkan, sebagaimana diungkapkan sebagai berikut :

” saya sangat percaya pada aturan adat dengan membaca mantera, dan

perlunya perlindungan diri, tapi sebagai orang Islam yang terpenting adalah

berdoa dan kondisi fisik bagus dan nyali yang besar untuk mampu memanjat

sialang”(RN 33 tahun, pemanjat)

RN adalah generasi muda pemanjat yang sudah bersedia untuk memanen

siang hari, jika kondisi memaksa atau pemilik pohon menginginkannya.

Sedangkan pemanjat generasi tua sama sekali tidak mau panen siang karena itu

larangan besar dari nenek moyang. Bagi generasi muda, saat ini lebih baik

berpikir praktis dan realistis saja, karena jika terlalu lama menunggu maka hasil

madu sudah banyak berkurang.

Page 21: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil pencarian dengan masuk ke dalam hutan. Pemilihan pohon yang dapat menjadi tempat lebah

45

Pada saat panen memungkinkan dilakukan malam hari, mereka pun lebih

memilih waktu tersebut, dengan tetap melaksanakan prosesi ritual dan

menghitung saat yang tepat. RN pernah membuktikan saat ritual menepuk pohon

dan lebah tidak berdengung meskipun sudah ditepuk hingga tiga kali, maka pada

saat sudah berada di atas pohon kawanan lebah menyerangnya. Panen malam itu

gagal karena tidak mungkin memaksakan diri dengan kondisi lebah yang agresif

sehingga terpaksa harus turun saat itu juga. Panen siang dapat dilakukan kapan

pun selama madu sudah siap panen. UP (28 tahun, komunikasi pribadi) adik dari

RN masih enggan mempelajari mantera manumbai karena menurutnya

merepotkan karena harus menghafal, dan jikapun harus panen malam masih ada

orang yang bisa melakukan ritual, dia bertugas memanjat saja.

Pada masa lalu madu hutan merupakan produk yang sangat jarang

diperjualbelikan lebih banyak menjadi konsumsi keluarga atau masyarakat adat

yang memiliki pohon-pohon sialang (kebutuhan subsisten). Pemanenan yang

hanya dapat dilakukan setahun sekali, menjadikan madu hutan bukan komoditas

yang dapat diharapkan menjadi tumpuan penghidupan. Oleh sebab pemanenan

yang hanya dapat dilakukan setahun sekali maka di masa lalu madu hutan disebut

sebagai madu taon. Rendahnya nilai pasar bagi madu di masa lalu, perjalanan jauh

ke pasar dan kesulitan pengangkutan akibat belum adanya transportasi yang

memadai tidak sebanding dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk

membawanya. Harga yang masih rendah dan berbagai kendala tersebut

menjadikan kurang minatnya masyarakat memasarkan madu hutan pada saat itu.

Sejalan dengan waktu, terjadi pergeseran minat masyarakat luas pada

bahan-bahan herbal dan alami untuk menjaga kesehatan dan pengobatan berbagai

penyakit dengan efek samping yang minimal bagi tubuh, maka makin meningkat

pula permintaan terhadap madu hutan. Permintaan yang semakin meningkat dapat

memacu pengelolaan madu hutan secara lebih intensif dalam upaya memperoleh

hasil lebih cepat, dengan cara survey keberadaan sarang setiap bulan,

membersihkan tumbuhan bawah sekitar sialang agar lebah mau bersarang. Oleh

karena itu kemudian madu hutan dapat dipanen 3-4 kali dalam setahun.

Adanya panen siang merupakan pengaruh yang dibawa oleh masyarakat dari

Sumatera Barat. Bagi generasi tua pemanjat, panen siang inilah yang menjadi

Page 22: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil pencarian dengan masuk ke dalam hutan. Pemilihan pohon yang dapat menjadi tempat lebah

46

penyebab 2 tahun ini lebah madu jarang bersarang ke pohon sialang mereka.

Panen siang menyebabkan banyak lebah mati dan menjadi jera bersarang di sana.

Meskipun mereka tidak melakukan panen siang tapi mendapatkan imbasnya

berupa penurunan kuantitas panenan. Perbedaan siang dan malam menurut petani

madu memberikan rasa yang berbeda, jika madu dipanen siang akan lebih terasa

bau sengatnya dan jumlah yang dapat dipanen lebih sedikit dibanding jika dipanen

malam.

Perlindungan diri untuk panen siang berupa pakaian berlapis-lapis dan berat,

wajah pun dilindungi dengan rapat, untuk menahan serangan lebah. Sedangkan

panen malam tidak perlu baju hingga berlapis-lapis dan cukup memakai tudung

kepala. (komunikasi pribadi: MN, SO, BU). Hal itu berkaitan dengan agresifitas

lebah madu yang dirasakan oleh pemanjat, panen siang akan menyebabkan lebah

menyerang jika terusik sarangnya, sedangkan saat panen malam lebah cenderung

lebih tenang dan terkendali.

Kekhawatirannya adalah pada saat kaum muda sudah kurang memahami

esensi dari pengetahuan tradisionalnya sendiri. Kondisi ini memprihatinkan

karena lambat laun menumbai sebagai salah satu tunjuk ajar adat budaya yang

tersisa akan turut menghilang sebagaimana tombo-tombo persukuan yang lain.

Menyikapi kondisi tersebut pihak Dewan Kesenian Kabupaten Pelalawan melalui

Asosiasi Tradisi Lisan Riau berusaha untuk menggali kembali tradisi menumbai,

menuliskannya, mendokumentasikannya sebagai bentuk pelestarian sebuah

falsafah hidup tentang menjaga dan memelihara kelestarian alam (Komunikasi

pribadi, Tengku Nahar, Sekretaris Dewan Kesenian Kabupaten Pelalawan).

5.5. Komersialisasi dan Adopsi Inovasi Produk

Trend untuk back to nature dan save the planet menjadikan permintaan

konsumen terhadap madu hutan sebagai produk yang lebih bersih dan higienis

juga bersahabat dengan alam dalam pemanfaatannya. Permintaan yang tinggi

terhadap madu hutan didasari oleh daya tarik utama penghasil madu yaitu lebah

hutan liar yang menggambarkan kealamian produk yang dihasilkannya.

Kemudahan akses menuju Desa Lubuk Kambang Bunga maupun Air Hitam juga

mendukung peningkatan kemampuan pasar madu hutan untuk menembus

khalayak yang lebih luas.

Page 23: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil pencarian dengan masuk ke dalam hutan. Pemilihan pohon yang dapat menjadi tempat lebah

47

Penghasil madu hutan Tesso Nilo yaitu lebah A.dorsata merupakan jenis

lebah yang belum mampu dibudidayakan, sehingga ketersediannya sangat

tergantung dari keberadaannya di alam. Faktor perilaku lebah A.dorsata yang

agresif dan penempatan sarangnya yang secara alami berada di lokasi terbuka

menyulitkan untuk dilakukan budidaya. Berbeda dengan jenis A.mellifera dan

A.cerana yang memiliki tipe persarangan alami yang diletakkan pada lubang-

lubang pohon atau tempat tertutup, sehingga memudahkan lebah untuk

beradaptasi saat dibudidayakan dalam kotak-kotak untuk tempat bersarang buatan

(Bradbear 2009). Produk madu dari lebah yang belum bisa dibudidayakan inilah

yang mampu menarik minat konsumen, karena satwa ini akan mencari berbagai

sumber pakan alami dari berbagai macam jenis tumbuhan di alam. Oleh sebab itu

hal yang sangat penting dilakukan adalah dengan tetap mempertahankan

ketersediaan pakan yang cukup bagi keberlangsungan produk dengan cara

menjaga kualitas hutan sebagai lingkungan tempat lebah bersarang.

Pada tahun 2009 pihak TNTN dan WWF-Riau Programme mengadakan

pelatihan singkat tentang pengembangan sistem pengawasan mutu Internal dengan

mentor dari ICS (Internal Control System) dan fasilitator dari Aliansi Organik

Indonesia (AOI). Hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk peningkatan

ketrampilan petani madu dalam memperlakukan produk dan memberikan

informasi tata cara panen yang lebih ramah lingkungan. Kegiatan tersebut

sekaligus menjadi proses pembentukan APMTN. Tabel 9 menyajikan beberapa

perubahan dalam tata cara panen dan pengolahan produk.

Tabel 9 Perubahan tata cara panen dan pengolahan produk

No Pengetahuan Lokal Tata Cara Baru

1.

Teknis Pemanenan

- Pemanenan dilakukan dengan

mengiris semua bagian sarang tanpa

menyisakan anakannya. Hal tersebut

mempunyai pengaruh negatif bagi

kelangsungan populasi lebah (Khan,

1999)

- Peralatan panen masih seadanya,

pisau pengiris terbuat dari besi yang

mudah berkarat

- Pemanenan sarang dilakukan

hanya pada kepala madu dan

meninggalkan anakan lebah.

- Menyisakan sedikit kepala madu

untuk bahan makanan anakan

lebah ±3-4 cm

- Teknik pemotongan kepala madu

dengan irisan miring bukan

vertikal agar sarang mampu

bertahan dari terpaan angin.

Page 24: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil pencarian dengan masuk ke dalam hutan. Pemilihan pohon yang dapat menjadi tempat lebah

48

Tabel 9 Lanjutan

No Pengetahuan Lokal Tata Cara Baru

- Pemanenan dilakukan dengan

menghitung jumlah saranf yang

memenuhi standar minimal untuk

dipanen

- Peralatan untuk mengiris sarang

menggunakan pisau stainlesstell,

atau irisan bambu yang

ditajamkan (sesuai ajaran nenek

moyang, tidak diperkenankan

membawa alat semacam besi-

besi yang tajam), timbo

menggunakan ember yang

bersih

- Pada saat jumlah minimal panen

sarang terpenuhi maka harus

dilihat kepala madu yang

dipanen sudah tebal dan terlihat

menggembung

2. Pengolahan produk dan standarisasi alat

- madu diperas memakai tangan

- sortiran hanya dilakukan diatas

pohon oleh pemanjat, hingga

sesampai di bawah langsung diperas,

tanpa disortir lagi sehingga produk

seringkali tercampur anakan dan bee

pollen yang turut terperas

- belum ada standarisasi untuk

peralatan yang bersih

- wadah penampung memakai tempat

seadanya tanpa pertimbangan

kebersihan

- madu ditiris dengan

menggunakan alat peniris

- kepala madu disortir oleh

pemanjat, kemudian oleh tukang

tiris di bawah, sehingga bersih

dari bee pollen maupun anakan

yang masih tersisa

- penirisan dilakukan selama

maksimum 1,5 jam untuk

menghindari tingginya kadar air.

- penirisan madu menggunakan

alat-alat yang bersih : pisau

stainlessteel agar bebas karat,

sarung tangan dan masker

- jerigen penampung hasil adalah

jerigen baru yang bersih

Aturan tata cara baru untuk menyisakan sarang dan sedikit kepala madu

merupakan upaya untuk kelangsungan panen, dapat dilakukan selama 2 kali

periode panen. Pada periode panen ke-3, biasanya anakan sudah besar dan mampu

terbang maka sarang akan dijatuhkan karena jika tidak dilakukan, sarang yang

tersisa dan kosong akan menyebabkan koloni lebah berikutnya enggan bersarang.

Woyke et al. (2001) menyatakan bahwa pada saat pertama kali membangun

sarang, lebah tidak akan menempati sarang kosong yang masih tersisa mereka

akan menggunakan tempat yang lain meskipun itu sangat berdekatan, sehingga

Page 25: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil pencarian dengan masuk ke dalam hutan. Pemilihan pohon yang dapat menjadi tempat lebah

49

sisa sarang yang tertinggal akan menghalanginya untuk bersarang di tempat yang

sama. Sarang yang telah ditinggalkan suatu koloni biasanya sudah tua, berwarna

kecoklatan gelap, sehingga elastisitasnya sudah berkurang, sehingga tidak dapat

digunakan lagi sebagai tempat berkembang telur-telur lebah.

Pada pemanenan dengan tata cara baru dengan menyisakan sarang, maka

periode panenan berikutnya akan menghasilkan madu yang lebih sedikit, namun

paling tidak pemanenan dapat dilakukan lebih teratur. Cara tersebut tidak dapat

dilakukan untuk setiap sarang yang dipanen, pada saat posisi sarang terlalu dekat

dengan ujung dahan, maka sarang dijatuhkan semua untuk mengurangi berat yang

ditanggung dahan karena adanya pemanjat di atasnya.

Inovasi yang terjadi pada pengolahan produk dengan penirisan awalnya bagi

petani madu dianggap merepotkan dan lama, namun terbukti adanya peningkatan

kualitas disertai harga maka petani madu bersedia merubah cara peras menjadi

tiris. Peningkatan harga madu pada awalnya mengagetkan konsumen. Namun

setelah melihat kondisi madu yang tampak lebih bersih dan jernih peningkatan

harga tidak menjadi masalah. Pengguna madu meliputi juga masyarakat yang

tidak dapat menjangkau harga madu tiris, sehingga untuk segmen ini masih

tersedia madu peras yang lebih murah harganya. Namun khusus petani madu yang

telah tergabung dalam APMTN, madu yang dipanen sudah diproses dengan cara

ditiris, tidak lagi menggunakan cara peras.

Sebelumnya tata cara madu tiris sudah diperkenalkan pada petani madu

sejak tahun 1996. Namun karena harga belum bagus dan masih sama saja dengan

peras maka kecenderungan masih banyak memeras agar proses lebih cepat. Sejak

terdapat APMTN sebagai wadah petani madu berorganisasi dan sepakat mengenai

harga dengan konsekwensi tata cara yang lebih higienis dan ramah lingkungan

maka harga madu terdongkrak menjadi lebih baik. Penghasilan dari madu hutan

ini memberikan hasil yang sangat cukup meskipun tidak dapat menjadi tempat

menggantungkan nafkah karena sifatnya yang tidak kontinu tiap bulan. Gambaran

penghasilan yang diperoleh petani madu dengan cara tiris jika diasumsikan panen

menghasilkan 100 kg hasil madu dengan sialang penguasaan adat dan kelompok

sejumlah 5 orang. Pemanjat akan mendapatkan penghasilan hingga Rp900 000,00

sedangkan pekerja dibawah akan mendapatkan penghasilan hingga Rp500 000,00.

Page 26: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil pencarian dengan masuk ke dalam hutan. Pemilihan pohon yang dapat menjadi tempat lebah

50

Penghasilan tersebut didapatkan dari panen satu malam dan pada satu pohon

sialang, seringkali kelompok pemanjat akan memanen selama beberapa malam

untuk beberapa pohon sialang.

Inovasi merupakan bentuk upaya mengatasi kekurangan dan ketidakpuasan

untuk memperoleh mutu yang lebih baik (Koentjaraningrat 1990), sehingga

berbagai perubahan yang terjadi dalam pengetahuan masyarakat merupakan

sebuah kewajaran. Kearifan lokal sebagai bagaian dari pengetahuan lokal

senantiasa berkembang mengalami penguatan kearah yang lebih baik (Ali

Murtopo 1978 dalam Sartini 2004). Menghadapi berbagai dinamika yang terjadi,

secara alami sebuah budaya memiliki filter berupa local genius yaitu

identitas/kepribadian budaya yang menyebabkan suatu masyarakat mampu

menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri

(Sartini 2004). Efek terjadinya komersialisasi menyebabkan perlunya sebuah

dialog yang menjembatani antara pengetahuan lokal masyarakat terutama generasi

muda yang terus berkembang dengan pemahaman terhadap pengetahuan yang

menjadi identitas kulturalnya. Oleh sebab itu secara khusus banyak pemerhati

budaya Melayu Petalangan yang concern untuk menggali dan mempertahankan

keberadaan tata cara panen yang lestari, ritual manumbai dan panen malam hari

sebagai identitas budaya yang patut dipertahankan.

5.6. Pemanenan Madu Hutan Tesso Nilo dan Implikasinya terhadap

Konservasi Keanekaragaman Hayati

Perlindungan untuk pohon sialang dalam imbo kopungan sialang (rimba

kepungan sialang) secara adat adalah seluas ± 2 hektar, sehingga dalam kisaran

luasan tersebut lingkungan sekitar sialang tidak diperkenankan diganggu (AI 80

tahun, Bathin hitam, komunikasi pribadi). Untuk kepentingan mendesak seperti

pohon harus ditebang maka harus ada upacara adat dengan mengkafani pohon,

karena bagi mereka pohon sialang adalah makhluk bernyawa yang setara dengan

mereka, sehingga penghormatan dilakukan untuk menghargai kematiannya.

Sebagaimana tercermin dalam tunjuk ajar masyarakat petalangan mengenai imbo

kopungan sialang (Turner 1997):

Page 27: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil pencarian dengan masuk ke dalam hutan. Pemilihan pohon yang dapat menjadi tempat lebah

51

Apo tando kopungan sialang

Tompat sialang ampak daan

Tompat lobah melotaan saang

Imbo dijago dan dipeliao

Imbo ta bolei ditobe tobang

Bilo ditobe di makan adat

Bilo ditobang dimakan undang

Apa tanda-tanda hutan sialang

Adalah tempat sialang menjulurkan dahan

Tempat lebah meletakkan sarang

Hutan dijaga dan dipelihara

Rimba tidak boleh dibuka dan ditebang

Bila dibuka di hukum adat

Bila ditebang ada aturannya

Keberadaan tunjuk ajar yang demikian menunjukkan bahwa masyarakat dalam

pengetahuan lokalnya telah memiliki maksud-maksud yang jelas dalam upayanya

melakukan pengaturan terhadap pemanfaatan sumberdaya dalam hutan.

Sebuah penelitian dari Dyer dan Seeley (1991) dalam Zurbuchen et al.

(2010) mengemukakan tentang kemampuan foraging dari lebah madu A.dorsata

yang mencapai 12 km. Hal tersebut mengisyaratkan bahwasanya pengetahuan

tradisional masyarakat dengan adanya aturan rimba kepungan sialang menjadi

sesuatu yang dapat diterima secara ilmiah. Kepungan sialang akan memberikan

ruang bagi lebah untuk leluasa mencari pakan dalam radius yang cukup dan sesuai

dengan kemampuan foragingnya. Keberadaan penelitian-penelitian ilmiah yang

belum berkembang seperti saat ini, maka kemampuan manusia secara alami untuk

belajar dan beradaptasi dengan lingkungan menunjukkan keeratan hubungan

manusia dengan alam sekitarnya. Hal tersebut merupakan hasil ekstraksi dari

kemampuan masyarakat di masa lalu untuk mempelajari alam lewat pertanda-

pertanda yang diberikan.

Keanekaragaman tumbuhan yang tinggi pada wilayah yang berada di

sekeliling sialang menjadikan imbo kepungan sialang dilindungi secara khusus

dan penggunaannya dibatasi. Imbo menjadi sumber plasma nutfah bagi hutan

secara keseluruhan. Sumber daya alam yang berharga bagi masyarakat yaitu madu

dan lilin juga tumbuhan obat bisa didapatkan juga dalam imbo. Pohon sialang

secara fisik merupakan tumbuhan yang menempati tajuk teratas dari komposisi

hutan, memberikan perlindungan bagi banyak kehidupan yang lain. Hal-hal

tersebut yang menjadi ajaran adat dari masyarakat Suku Melayu Petalangan

(Turner 1997).

Page 28: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil pencarian dengan masuk ke dalam hutan. Pemilihan pohon yang dapat menjadi tempat lebah

52

Perlindungan terhadap pohon sialang berarti juga perlindungan bagi

serangga penyerbuk seperti lebah madu A.dorsata. Meskipun A.dorsata bukan

merupakan pollinator terbaik bagi semua tumbuhan, karena sifatnya yang

merupakan pencari nektar, sedangkan beberapa jenis tumbuhan tidak

menghasilkan nektar hanya pollen (Kevan 1999). Pollen tetap dibutuhkan sebagai

penyedia protein bagi lebah namun dicari sesuai kecukupan kebutuhan koloni saja

(Kevan 1999; Minarti 2010). Polen penting bagi perkembangbiakan dan masa

hidup lebah (Minarti 2010), sedangkan nektar berguna untuk penyedia energi

pergerakan lebah, terutama untuk terbang (Kevan 1999).

A.dorsata merupakan pollinator utama bagi beberapa jenis tumbuhan

dataran rendah penting seperti dari famili Dipterocarpaceae, Leguminosae,

Orchidaceae, Meliaceae, Sterculiaceae (Momose et al. 1998). Masa aktif

A.dorsata pada pukul 05 00-06 00 dan hingga malam pukul 18 00-20 00

merupakan jeda waktu dimana serangga sosial lainnya belum aktif atau sudah

mengakhiri aktifitasnya. Bagi tumbuhan dengan pembungaan pada jam 05 00

seperti Dryobalanops spp, Dipterocarpus tempehes, Dillenia exelsa, atau spesies

Dipterocarpus spp yang berbunga pada pukul 18 00 maka A. dorsata yang sangat

berperan (Momose et al. 1998). Untuk itulah peran lebah hutan tidak bisa

dikesampingkan untuk menjaga kelangsungan adanya jenis-jenis tumbuhan

tersebut.

Pada kawasan TNTN, ketersediaan pakan lebah dari dalam kawasan

ditunjang dengan kekayaan jenis dalam ekosistem hutan dataran rendah. Kawasan

hutan Tesso Nilo dikenal memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, dapat

diketemukan + 360 jenis tumbuhan per hektar yang tergolong dalam 165 marga

dan 57 suku, selain itu ditemukan 82 jenis tanaman obat (LIPI 2003). Jenis-jenis

tumbuhan obat biasanya merupakan jenis yang berbunga sepanjang tahun,

sehingga menjadi sumber pakan bagi lebah madu. Itulah penyebab madu hutan

sekaligus berkhasiat obat karena nektar didapatkan dari tumbuhan dengan

beragam manfaat obat. Tumbuhan hasil budidaya dari perkebunan seperti karet,

akasia (Acacia mangium), kelapa sawit (Elaeis guinensis), juga menyediakan

pakan bagi lebah madu, karena kawasan TNTN berbatasan langsung dengan

perkebunan-perkebunan, baik milik masyarakat maupun perusahaan.

Page 29: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil pencarian dengan masuk ke dalam hutan. Pemilihan pohon yang dapat menjadi tempat lebah

53

Pengetahuan tradisional masyarakat Melayu Petalangan yang menjadi

persukuan utama dari masyarakat Desa Lubuk Kambang Bunga dan Desa Air

Hitam tentang penataan hutan dan lahan dalam sejarahnya bukan hanya pada

keberadaan pohon sialang. Wujud dari kedekatan mereka dengan hutan dan

lingkungan tercermin dalam pengetahuan mereka yang secara tradisional

memberikan pengaturan pada penggunaan lahan dan berbagai sumber daya

penting yang dapat dimanfaatkan dari dalam hutan. Beberapa penggunaan lahan

yang pada masa lalu terdapat dalam adat masyarakat Melayu Petalangan yang

merupakan masyarakat asli di kedua desa tersebut adalah : 1) Tanah Kampung

sebagai tempat pemukiman, 2) Tanah Dusun sebagai tempat berkebun dan

cadangan tanah pemukiman, 3) Tanah Peladangan sebagai tempat berladang

secara berpindah-pindah, dan 4) Imbo Laangan, yang terdiri dari imbo kopungan

sialang (terdapat pohon-pohon sialang yang dimiliki secara komunal, dapat

dimanfaatkan bersama-sama hasil madunya) dan Imbo simpanan/imbo dalam

(tempat berbagai jenis pohon beserta hewan-hewan di dalamnya) (Turner 1997;

Shomary 2005; Effendy 2008; LPUIR 2009). Satu bagian lain dari imbo laangan

adalah imbo simpanan yang bagi tunjuk ajar masyarakat ini dirinci sebagai berikut

(Turner 1997) :

Apo tando imbo simpanan

Tompat kayu amuan umah

Tompat kayu lobat bebuah

Tompat kayu banyak gotah

Tompat gau dengan dame

Tompat otan beampaian

Tompat ake bejeloan

Tompat binatang beanak pinak

Tompat sosak dilopean

Tompat sompit dilapangkan

Tompat nasib ditumpangkan

Tompat akuan dibosakan

Tompat menjadi sui teladan

Apa tanda rimba simpanan

Tempat mengambil kayu untuk rumah

Tempat pohon berbuah banyak

Tempat adanya pohon bergetah

Tempat adanya gaharu dan damar

Tempat terdapatnya bermacam rotan

Tempat akar-akar menjalar

Tempat satwa berkembang biak

Tempat melupakan kesedihan

Tempat rasa sesak dilapangkan

Tempat masa depan disandarkan

Tempat akuan berasal

Tempat sumber suri tauladan untuk kehidupan

Kepercayaan yang mereka anut adalah bahwa penggunaan hutan dan lahan

tidak diperkenankan sembarangan karena akan mendatangkan musibah (Shomary

2005). Menebang pohon hanya seperlunya tidak mubazir dan harus melalui

upacara adat. Pohon hutan yang tidak boleh ditebang adalah, pohon yang buahnya

Page 30: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil pencarian dengan masuk ke dalam hutan. Pemilihan pohon yang dapat menjadi tempat lebah

54

bisa di makan, kayu berminyak, kayu induk gaharu, induk kemenyan, induk

damar, juga pohon sialang.

Kemampuan masyarakat ini secara turun temurun untuk mengatur dan

memelihara alam dan sekitarnya merupakan bukti ketinggian ilmu sebagai bagian

dari upaya menjaga kelangsungan kehidupan. Hal tersebut secara hakiki

merupakan perwujudan pengakuan pada hutan dan lahan sebagai pendukung

kehidupan manusia yang harus dihormati untuk memenuhi kebutuhan lahiriah

yaitu secara sosial, ekonomi dan batiniah untuk kepentingan budaya secara

berkelanjutan (Turner 1997).

Pada masa lalu penguasaan atas tanah diatur berdasarkan persukuan dimana

mereka telah turun temurun mendiami kawasan tersebut. Wilayah itu disebut

sebagai Hutan Tanah Wilayat atau Tanah Wilayat. Hak atas tanah tersebut

ditentukan berdasarkan Tombo atau Terombo yang merupakan asal usul hutan

tanah dan persukuan pemiliknya juga mengandung petuah-petuah nilai luhur

budaya masyarakatnya. Kerajaan Pelalawan sebagai tempat bernaung suku-suku

memberikan pengakuan semacam Surat Keterangan Hutan Tanah kepada Kepala

Persukuan berdasarkan tombo masing-masing persukuan (Effendy 2008).

Sayangnya aturan adat yang telah dengan solid memberikan peraturan yang

luhur tentang pengaturan hak milik, dan tata batas atas tanah dan hutan persukuan

harus berakhir seiring berubahnya struktur pemerintahan. Kepala suku yang

dahulu menjadi pemimpin formal menjadi tergeser perannya dengan adanya

Kepala Desa yang dipilih berdasarkan aturan pemerintah Indonesia (Effendy

2008). Tombo yang mereka pegang kemudian seakan-akan tidak berarti dan yang

semakin menyakitkan bagi masyarakat lokal adalah pemindahan pemanfaatan

hutan mereka kepada perusahaan-perusahaan besar yang mengusahakan HPH,

kelapa sawit dan HTI, tanpa mengindahkan keberadaan mereka sebagai

masyarakat setempat.

Kepemilikan yang diatur oleh negara menjadikan peran hutan sebagai

pengemban fungsi ekologi sekaligus pemenuhan kebutuhan bagi manusia menjadi

terbagi-bagi berdasarkan sistem yang diatur oleh pemerintah. Kepemilikan oleh

negara menyebabkan kearifan yang dimiliki masyarakat dalam mengatur hutan

dan lahan dihilangkan sama sekali dan semakin tergerus oleh berbagai

Page 31: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil pencarian dengan masuk ke dalam hutan. Pemilihan pohon yang dapat menjadi tempat lebah

55

kepentingan. Hal tersebut juga terjadi pada masyarakat di Desa Lubuk Kambang

Bunga dan Air Hitam, sebagai contoh banyaknya pohon sialang masyarakat adat

yang ditebang sia-sia untuk pembukaan perkebunanan dan pemberian ijin konsesi

HPH. Kondisi tersebut menjadi pelengkap semakin menghilangnya budaya

pengaturan hutan dan lahan oleh masyarakat setempat.

Adanya pengetahuan lokal masyarakat Melayu Petalangan yang

memanfaatkan madu hutan dengan tata cara tertentu dan terlembaga akan

memberikan sumbangan dalam pemanfaatan sumberdaya alam secara

berkesinambungan. Tata cara pemanenan yang merupakan perwujudan dari sikap

menghargai alam diantaranya terhadap pohon sialang juga lebah-lebah penghasil

madu merupakan bentuk penghormatan bagi penghasil sumberdaya yang

bermanfaat bagi kehidupan mereka, sehingga pemanfaatannya tidak akan

dilakukan dengan semena-mena.

Pemanenan madu hutan dengan menggunakan pengetahuan tradisional

dapat memberikan implikasi yang positif maupun negatif terhadap konservasi

keanekaragaman hayati (Tabel 10).

Tabel 10 Pemanenan madu dan implikasi terhadap konservasi keanekaragaman

hayati

Tahapan Implikasi untuk Konservasi

1) Persiapan Panen

a. Proses Survey

b. Pembagian Tugas

c. Persiapan Panen

- Survey untuk mengetahui kondisi sialang setiap bulan

dilakukan sekaligus mengamati kondisi lingkungan yang

terjadi, juga pada pohon sialang maupun lebah yang

bersarang. Survey merupakan praktek yang umum

dilakukan untuk monitoring penggunaan sumber daya alam

secara tradisional, sekaligus juga pengamatan terhadap perubahan ekosistem (Berkes et al. 2000).(+)

- Berdasarkan hasil survey maka sarang minimal yang dapat

dipanen adalah 10-15 sarang, menurut pemikiran petani

madu adalah agar tenaga dan biaya sesuai dengan

keuntungan yang nanti diterima. Namun ternyata dapat

memberikan kesempatan bagi koloni yang terlebih dahulu

bersarang untuk membesarkan beberapa generasi keturunan

yang ditandai oleh sarang yang berwarna gelap (Woyke et

al. 2001), sehingga dapat memberikan keberlangsungan

produk) (+)

- Penggunaan tali sebagai alat memanjat pohon

menyebabkan pemanenan bisa dilakukan saat jumlah

sarang masih sedikit (5 sarang) hal ini bisa mengganggu

Page 32: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil pencarian dengan masuk ke dalam hutan. Pemilihan pohon yang dapat menjadi tempat lebah

56

Tabel 10 Lanjutan

Tahapan Implikasi untuk Konservasi regenerasi dari lebah madu (-)

- Panen madu dilakukan pada malam hari, suasana gelap

memberikan kondisi tenang pada lebah. Lebah diusir

dengan pelan menggunakan asap tunam sehingga terbang

mengikuti perginya bara api. Suatu pengetahuan tradisional

yang memahami tentang perilaku satwa, memanfaatkan

madu tanpa keinginan mengusik yang merusak. Panen

malam akan dilakukan pada saat bulan gelap dan rembulan

tidak nampak lagi, karena ternyata jika malam bulan

purnama Apis dorsata akan tetap aktif (Warrant 2007) dan

juga menunggu saat yang tepat yaitu diatas pukul 20.00.

Karena ternyata memang lebah Apis dorsata aktif

sepanjang pagi pukul 05.00 hingga pukul 20.00 (Momose,

1998).

- Peningkatan harga mendorong dilakukannya panen siang

yang bukan budaya petani madu di Desa Lubuk Kambang

Bunga dan Air Hitam. Panen siang ternyata memicu

agresifitas lebah madu sebagai satwa diurnal, saat terancam

lebah akan menyengat dan mengakibatkan kematian

baginya, sehingga panen siang lebih beresiko menyebabkan

lebih banyak lebah yang mati dibanding panen malam. (-)

2) Prosesi Panen

a. Menumbai

b. Kaji

c. Tanda alam

- Detail-detail yang sangat mereka perhatikan tersebut

merupakan perlambang dari upaya menangkap pertanda-

pertanda alam. Aktifitas memanfaatkan sumber daya alam

disesuaikan dengan kerelaan alam untuk berbagi. Balutan-

balutan mitos yang dipegang teguh hingga saat ini

merupakan simbolisme kejujuran, ketinggian budi pekerti

dalam upaya berjalan beriringan dengan alam dan

pemahaman pada hakikat asal usul kehidupan (Turner,

1997). (+)

Petani madu menginformasikan bahwa sejak tahun 2008 jumlah panenan

mulai menurun, sangat berbeda dengan panenan yang diperoleh dari tahun-tahun

sebelumnya. Beberapa pohon sialang yang biasanya secara teratur bisa dipanen

madunya, tidak ada lebah yang bersarang hingga sepanjang tahun 2011. Hal

tersebut diakibatkan oleh kejadian kebakaran hutan dan lahan yang juga

menimbulkan kabut asap. Kebakaran sebagaimana menurut Notohadinegoro

(2006) mengakibatkan kerusakan habitat karena dapat mempengaruhi kemampuan

fotosintesis tumbuhan dan kehidupan satwa. Pada saat daur kehidupan tumbuhan

Page 33: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil pencarian dengan masuk ke dalam hutan. Pemilihan pohon yang dapat menjadi tempat lebah

57

sebagai sumber pakan lebah madu terganggu, maka akan berefek buruk pada

kelangsungan hidup lebah madu. Selain karena adanya kebakaran hutan dan

lahan, diyakini juga sebagai akibat adanya panen siang. Lebah sebagai binatang

yang aktif di siang hari akan bereaksi jika terganggu. Sarang yang diambil akan

diikutinya hingga ke bawah, padahal lebah jika terendam dalam madu akan

langsung mati. Hal tersebut juga yang menyebabkan lebih banyak induk lebah

mati pada saat panen siang.

Hedge (1999) menyatakan semakin intensifnya penggunaan pestisida juga

mampu mengancam kelangsungan hidup lebah madu, sebagaimana diketahui

kawasan di sekitar desa dan sekeliling Taman Nasional Tesso Nilo merupakan

perkebunan sawit dan HTI yang membutuhkan pestisida untuk perlindungan

tanamannya. Sebab lain adalah sifat lebah yang secara teratur bermigrasi

(Hadisoesilo dan Kuntadi 2007), sehingga tidak adanya lebah bersarang dapat

disebabkan karena peristiwa tersebut.

Peristiwa migrasi dimana koloni lebah A.dorsata berpindah tempat dari

sarangnya saat ini menuju tempat yang lain merupakan hal yang biasa terjadi.

Migrasi tersebut terjadi tahunan dan mampu mencapai jarak hingga puluhan

kilometer untuk mendekati lokasi dengan kecukupan pakan yang memenuhi

kebutuhan koloninya (Momose et al. 1998; Oldroyd et al 2000; Woyke et al.

2001; Kahono 2002). Migrasi juga dapat diakibatkan karena adanya predasi oleh

manusia (Oldroyd et al. 2000). Namun sebenarnya pada kondisi normal koloni

yang bermigrasi akan digantikan oleh koloni lain yang akan datang bersarang di

lokasi tersebut (Kahono 2002), sehingga kejadian tidak bersarangnya lebah

mungkin disebabkan oleh faktor-faktor yang lain.

5.7. Dampak Pemanfaatan Madu Hutan terhadap Konservasi Kawasan

Taman Nasional Tesso Nilo

Pengelolaan kawasan yang memiliki kekayaan hayati yang tinggi

memerlukan dukungan dari masyarakat yang merupakan pengguna langsung dari

sumber daya alam, pengelolaan tidak bisa hanya berdasarkan informasi tentang

ekologi dan fungsi kawasan saja (Manalu 2010). Taman nasional sebagai

pengelola sumberdaya alam beserta ekosistem di dalamnya dituntut mampu

memberikan pemahaman pada masyarakat sekitar kawasan tentang fungsi dan

Page 34: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil pencarian dengan masuk ke dalam hutan. Pemilihan pohon yang dapat menjadi tempat lebah

58

peranan kawasan berdasarkan mandat dari undang-undang. Pemahaman tersebut

harus dalam bahasa yang dapat diterima masyarakat dan aplikatif dalam

keseharian mereka, sehingga dapat menumbuhkan peran serta aktif yang dapat

menguntungkan bagi pengelolaan kawasan dan juga bagi masyarakat.

Keberadaan pohon sialang yang berada dalam kawasan TNTN merupakan

potensi untuk menarik peran serta masyarakat berkontribusi pada pengelolaan

taman nasional. Sebagaimana yang terjadi pada saat penelitian berlangsung,

kelompok pemanjat yang sedang masuk dalam kawasan taman nasional untuk

mensurvey pohon silang menemukan bahwa perambahan dalam kawasan sudah

mendekati kepungan sialang milik adat dalam jarak ± 500m. Terancamnya pohon

sialang milik persukuan menyebabkan mereka tergerak untuk memberikan

informasi kepada pihak pengelola, sehingga bisa secepatnya ditanggulangi.

Kejadian tersebut memberikan sudut pandang yang jelas bahwa pengelolaan

kawasan konservasi akan lebih berhasil jika masyarakat di sekitar kawasan

memberikan kepeduliannya pada taman nasional. Jika semua pihak bisa

menyikapi penunjukan taman nasional dengan bijak maka penunjukan suatu

kawasan konservasi dengan keberadaan masyarakat tradisionalnya di sekitar

kawasan merupakan upaya memelihara suatu media hubungan tradisional manusia

dengan alamnya (Watson et al. 2003). Pada saat terdapat otoritas pengelola dan

memiliki tupoksi sebagai kawasan perlindungan alam maka memungkinkan aset

masyarakat lokal bisa lebih terjaga beserta segala bentuk pemanfaatan

tradisionalnya dengan aturan yang telah disepakati. Namun demikian kondisi di

lapangan yang terjadi di TNTN adalah begitu kerasnya benturan kepentingan

untuk alih fungsi lahan menjadikan permasalahan semakin kompleks dan sukar

terurai.

Permasalahan perambahan di TNTN dari sisi masyarakat dilatar belakangi

juga oleh pengertian bahwa tanah tersebut adalah tanah milik nenek moyang

mereka. Jika dirunut berdasarkan kepemilikan suku maka dalam kawasan taman

nasional Tesso Nilo terdapat dua persukuan yang dipimpin oleh Bathin Hitam dan

Bathin Muncak Rantau. Pembatasan wilayah berdasarkan pada aliran sungai,

daerah di sekitar Sungai Sawan merupakan wilayah kekuasaan Bathin Hitam

sedangkan daerah sekitar Sungai Nilo merupakan daerah kekuasaan Muncak

Page 35: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil pencarian dengan masuk ke dalam hutan. Pemilihan pohon yang dapat menjadi tempat lebah

59

Rantau. Sistem perbathinan sebagai kepala persukuan yang masih terdapat disana

dimanfaatkan oleh oknum tertentu demi mendapatkan legalitas semu untuk

membuka kawasan dalam taman nasional.

Kepala persukuan yang berada di Desa Lubuk Kambang Bunga yaitu Bathin

Hitam (AI, 80 tahun, komunikasi pribadi) sempat gusar dengan kejadian

pembukaan lahan dalam taman nasional yang terjadi dalam wilayah

kekuasaannya. Bathin hitam tidak pernah sekalipun mengeluarkan ijin untuk

kegiatan tersebut, sehingga memunculkan kekhawatiran dipalsukannya

tandatangan dan stempel bathin dan beliau menjadi terseret dalam kasus. Menurut

beliau kawasan tersebut sebenarnya tidak juga diperkenankan dibuka jika sesuai

peraturan adat karena telah masuk dalam imbo kopungan sialang.

TNTN sebagai Kawasan Pelestarian Alam penunjukannya dilatar belakangi

oleh kejadian konflik berulang antara manusia dengan gajah sumatera. Hal

tersebut dipicu oleh tingginya frekwensi gangguan terhadap lahan yang

diusahakan manusia, sehingga diperlukan suatu habitat yang secara khusus

mengakomodir kebutuhan habitat bagi satwa liar dan meminimalkan kejadian

konflik yang berulang. Namun permasalahan tidak juga selesai karena kebutuhan

lahan yang selalu meningkat, sehingga terjadi kondisi yang berlawanan yaitu

masyarakat setempat dan pendatang yang kemudian menjadi pengganggu habitat

satwa dan melakukan aktifitas illegal logging serta bermukim dalam kawasan

taman nasional. Hal tersebut dilakukan sebagai kegiatan antara untuk menegakkan

klaim lahan dalam kawasan taman nasional.

Kebutuhan manusia yang tidak hanya sekedarnya dalam memenuhi

kebutuhan hidup, menyebabkan konflik penguasaan lahan selalu terjadi dalam

kawasan taman nasional. Menurut Kepala Desa Lubuk Kambang Bunga (Tengku

Effendy, komunikasi pribadi) memenuhi kebutuhan tidak cukup untuk saat ini

saja tapi memikirkan juga nasib anak cucu nantinya, mereka juga butuh lahan

untuk mencukupi hidup. Hal itulah yang mendasari tetap maraknya perambahan

dalam kawasan. Pemilikan terhadap lahan sangat penting bagi mereka karena

mampu meningkatkan status dalam masyarakat dan menjadi simbol kesejahteraan.

Komunikasi yang tidak terjalin dengan baik menyebabkan jarak terentang

jauh antara pihak pengelola taman nasional dengan masyarakat desa sekitar

Page 36: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil pencarian dengan masuk ke dalam hutan. Pemilihan pohon yang dapat menjadi tempat lebah

60

kawasan. Beberapa informan menyatakan bahwasanya mereka mengetahui

tentang Taman Nasional Tesso Nilo, namun karena seringnya terjadi konflik dan

perasaan adanya ketidakadilan melihat kenyataan di depan mata. Pada saat

masyarakat kecil yang membuka lahan untuk urusan perut dikejar-kejar dan

ditangkap, sedangkan oknum yang membuka lahan hingga ribuan hektar dibiarkan

saja. Informan dari Desa Lubuk Kambang Bunga (NZ, 38 tahun) menyatakan:

“perambah itu rata-rata pendatang, kita yang orang sini asli jadi penonton saja,

masyarakat luar seenaknya bisa punya lahan di sini, dan tidak banyak tindakan

untuk mereka”

Mengenai satwa liar seperti gajah, dimata masyarakat mengapa binatang

lebih dipentingkan daripada manusia. Mereka sulit memahami mengapa satwa liar

perlu dilindungi, karena dalam pemikiran mereka tidak ada manfaat dari satwa-

satwa tersebut, hanya merusak dan tidak bisa dikonsumsi. Seringnya kejadian

konflik menjadikan fungsi konservasi yang diemban Taman Nasional Tesso Nilo

dengan tiga pilar utama berupa perlindungan, pemanfaatan dan pengawetan,

dimata masyarakat menjadi sekedar „tukang tangkap-tangkap‟ saja. Hal tersebut

mengkondisikan taman nasional dan masyarakat berada pada sisi saling

berlawanan dan bermusuhan, yang imbasnya kegiatan pengelolaan lebih terfokus

untuk pengamanan yang sebenarnya hanya salah satu bagian saja dari fungsi

keseluruhan kawasan konservasi sebagai pengelola ekosistem beserta segenap

sumberdaya yang ada di dalamnya.

Sisi lain dari banyaknya permasalahan yang terjadi adalah terdapatnya

potensi madu hutan sebagai penunjang penghasilan masyarakat. Hal tersebut

mampu memunculkan kesadaran pada pentingnya keberadaan pohon sialang

sebagai tempat lebah madu bersarang. Peraturan Desa (Perdes) tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Hutan Kepungan Sialang secara Lestari dan

Berkelanjutan telah dibuat oleh Pemerintah Desa Air Hitam pada tahun 2010.

Perdes tersebut mengatur perlindungan terhadap pohon sialang dengan adanya

hutan kepungan sialang sehingga dalam radius 100m2

tidak boleh dirusak ataupun

dibuka untuk dijadikan lahan perkebunan, pertanian maupun pemukiman. Sesuai

Perdes, pihak desa akan turut mendapatkan bagian sebesar 2,5%. dari hasil panen

madu.

Page 37: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · 26 maupun kelompok merupakan pohon-pohon hasil pencarian dengan masuk ke dalam hutan. Pemilihan pohon yang dapat menjadi tempat lebah

61

Desa Lubuk Kambang Bunga belum bersedia untuk membuat Perdes

tentang sialang meskipun pernah pihak WWF menawarkan menginisiasinya.

Menurut Kepala Desa karena kekhawatiran terjadi tumpang tindih dengan aturan

negara, karena posisi sialang yang sebagian juga berada di dalam kawasan taman

nasional yang secara peraturan perundangan memiliki fungsi perlindungan. Bibit-

bibit kesadaran masyarakat tersebut merupakan potensi penting yang dapat

dikembangkan dalam komunikasi pengelola kawasan TNTN dengan masyarakat

sekitar kawasan. Melalui penghargaan terhadap kekayaan budaya berupa

pengetahuan lokal masyarakat tentang pemanenan madu yang juga telah

diimbangi dengan kesadaran masyarakat mengenai pohon sialang dan perlunya

perlindungan bagi ekosistem di sekelilingnya. Kondisi tersebut dapat menciptakan

sinergi yang dapat dikolaborasikan dengan tujuan pengelolaan sebuah kawasan

konservasi yaitu perlindungan sumberdaya alam beserta ekosistemnya.