Uu_no_20_2001 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana...

download Uu_no_20_2001 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

of 28

Transcript of Uu_no_20_2001 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana...

  • 7/24/2019 Uu_no_20_2001 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana K

    1/28

    www.hukumonline.comUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2001TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK

    PIDANA KORUPSI

    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

    Menimbang:

    a.bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangannegara, tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakatsecara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatanyangpemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa;

    b.bahwa untuk lebih menjamin kepastian hukum, menghindari keragaman penafsiran hukum danmemberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, serta perlakuan secara adildalam memberantas tindak pidana korupsi, perlu diadakan perubahan atas Undang-undang Nomor 31Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;c.bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentukUndang-undang tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

    Tindak Pidana Korupsi.Mengingat:

    1.Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (2) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945;2.Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);3.Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bebas dari Korupsi, Kolusi,dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan

    LembaranNegara Nomor 3851);4.Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3874).Dengan Persetujuan Bersama:DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIADAN

  • 7/24/2019 Uu_no_20_2001 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana K

    2/28

    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

    MEMUTUSKAN:

    1 / 15

  • 7/24/2019 Uu_no_20_2001 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana K

    3/28

    www.hukumonline.comMenetapkan:

    UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANGPEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

    Pasal I

    Beberapa ketentuan dan penjelasan pasal dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999tentangPemberantasan Tindak Pidana Korupsi diubah sebagai berikut:

    1.Pasal 2 ayat (2) substansi tetap, penjelasan pasal diubah sehingga rumusannya sebagaimana tercantumdalam penjelasan Pasal Demi Pasal angka 1 Undang-undang ini.2.Ketentuan Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12, rumusannyadiubah dengan tidak mengacu pasal-pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana tetapi langsungmenyebutkan unsur-unsur yang terdapat dalam masing-masing pasal Kitab Undang-undang Hukum

    Pidana yang diacu, sehingga berbunyi sebagai berikut:Pasal 5

    (1)Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun danatau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:a.memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negaradengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat a

    tautidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; ataub.memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atauberhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidakdilakukan dalam jabatannya.(2)Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janjisebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidanayang sama

    sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).Pasal 6

    (1)Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15(lima belas) tahundan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan palingbanyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:

  • 7/24/2019 Uu_no_20_2001 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana K

    4/28

    a.memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhiputusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; ataub.memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturanperundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilandengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubungdengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.(2)Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf aatau advokat yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) huruf b,dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).2 / 15

  • 7/24/2019 Uu_no_20_2001 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana K

    5/28

    www.hukumonline.comPasal 7

    (1)Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun danatau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah):a.pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahanbangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curangyang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalamkeadaan perang;b.setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan,sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a;c.setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesiadan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang da

    patmembahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang; ataud.setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara NasionalIndonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkanperbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c.(2)Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima penyerahanbarang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara RepublikIndonesia dan

    membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf c,dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).Pasal 8

    Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15(lima belas) tahun danpidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau orang selain pegawai negeriyang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu,

    dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, ataumembiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh oranglain, atau membantudalam melakukan perbuatan tersebut.

    Pasal 9

    Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana

  • 7/24/2019 Uu_no_20_2001 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana K

    6/28

    denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyakRp 250.000.000,00 (duaratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugasmenjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu,dengan sengajamemalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi.

    Pasal 10

    Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidanadenda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tigaratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugasmenjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu,dengan sengaja:

    a.menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta,surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka peja

    bat yang3 / 15

  • 7/24/2019 Uu_no_20_2001 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana K

    7/28

    www.hukumonline.comberwenang, yang dikuasai karena jabatannya; atau

    b.membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapatdipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut; atauc.membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidakdapatdipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut.Pasal 11

    Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan ataupidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan palingbanyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yangmenerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebutdiberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut

    pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

    Pasal 12

    Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4(empat) tahun danpaling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus jutarupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):

    a.pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padaha

    l diketahuiatau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkanagar melakukanatau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;b.pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahuiatau patutdiduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukanatau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;c.

    hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwahadiah ataujanji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untukdiadili;d.seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadiadvokatuntuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut

  • 7/24/2019 Uu_no_20_2001 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana K

    8/28

    diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapatyang akandiberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili;e.pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atauorang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksaseseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atauuntuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;f.pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta,menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yanglain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negarayang lain ataukas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukanmerupakan utang;g.pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, memi

    nta ataumenerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya,padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;h.pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telahmenggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuaidenganperaturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwaperbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; ataui.

    pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja4 / 15

  • 7/24/2019 Uu_no_20_2001 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana K

    9/28

    www.hukumonline.comturut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan,untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.

    3.Di antara Pasal 12 dan Pasal 13 disisipkan 3 (tiga) pasal baru yakni Pasal 12 A,Pasal 12 B, dan Pasal 12C, yang berbunyi sebagai berikut:Pasal 12A

    (1)Ketentuan mengenai pidana penjara dan pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5,Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 12 tidak berlaku bagi tindakpidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).(2)Bagi pelaku tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah)sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3(tiga) tahundan pidana denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

    Pasal 12B

    (1)Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap,apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atautugasnya,dengan ketentuan sebagai berikut:a.yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwagratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;b.

    yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwagratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.(2)Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalamayat (1)adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)tahun dan palinglama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus jutarupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).Pasal 12C

    (1)Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B ayat (1) tidak berlaku, jika penerimamelaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(2)Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerimagratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut

  • 7/24/2019 Uu_no_20_2001 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana K

    10/28

    diterima.(3)Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerjasejak tanggal menerima laporan wajib menetapkan gratifikasi dapat menjadi milikpenerima ataumilik negara.(4)Ketentuan mengenai tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat(2) danpenentuan status gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dalam Undang-undangtentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.4.Di antara Pasal 26 dan Pasal 27 disisipkan 1 (satu) pasal baru menjadi Pasal 26A yang berbunyi sebagaiberikut:Pasal 26A

    5 / 15

  • 7/24/2019 Uu_no_20_2001 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana K

    11/28

    www.hukumonline.comAlat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) UndangundangNomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, khusus untuk tindak pidana korupsi jugadapat diperoleh dari:

    a.alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secaraelektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; danb.dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengaryang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas,benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan,suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna.5.Pasal 37 dipecah menjadi 2 (dua) pasal yakni menjadi Pasal 37 dan Pasal 37 A dengan ketentuan

    sebagai berikut:a.Pasal 37 dengan substansi yang berasal dari ayat (1) dan ayat (2) dengan penyempurnaan padaayat (2) frase yang berbunyi "keterangan tersebut dipergunakan sebagai hal yangmenguntungkanbaginya" diubah menjadi "pembuktian tersebut digunakan oleh pengadilan sebagai dasar untukmenyatakan bahwa dakwaan tidak terbukti", sehingga bunyi keseluruhan Pasal 37 adalah sebagaiberikut:Pasal 37

    (1)Terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidanakorupsi.(2)Dalam hal terdakwa dapat membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi, makapembuktian tersebut dipergunakan oleh pengadilan sebagai dasar untuk menyatakanbahwadakwaan tidak terbukti.b.Pasal 37 A dengan substansi yang berasal dari ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) denganpenyempurnaan kata "dapat" pada ayat (4) dihapus dan penunjukan ayat (1) dan aya

    t (2) pada ayat(5) dihapus, serta ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) masing-masing berubah menjadi ayat (1), ayat (2),dan ayat (3), sehingga bunyi keseluruhan Pasal 37 A adalah sebagai berikut:Pasal 37A

    (1)Terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atausuami, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai h

  • 7/24/2019 Uu_no_20_2001 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana K

    12/28

    ubungandengan perkara yang didakwakan.(2)Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan tentang kekayaan yang tidak seimbangdenganpenghasilannya atau sumber penambahan kekayaannya, maka keterangan sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) digunakan untuk memperkuat alat bukti yang sudah ada bahwa terdakwatelah melakukan tindak pidana korupsi.(3)Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) merupakan tindak pidana atauperkara pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 13, Pasal 14, Pasal15, dan Pasal 16 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan TindakPidanaKorupsi dan Pasal 5 sampai dengan Pasal 12 Undang-undang ini, sehingga penuntutumum tetapberkewajiban untuk membuktikan dakwaannya.6.Di antara Pasal 38 dan Pasal 39 ditambahkan 3 (tiga) pasal baru yakni Pasal 38 A, Pasal 38 B, dan Pasal6 / 15

  • 7/24/2019 Uu_no_20_2001 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana K

    13/28

    www.hukumonline.com38 C yang seluruhnya berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 38A

    Pembuktian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B ayat (1) dilakukan pada saat pemeriksaan disidang pengadilan.

    Pasal 38B

    (1)Setiap orang yang didakwa melakukan salah satu tindak pidana korupsi sebagaimanadimaksuddalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 Undang-undangNomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 5 sampai denganPasal 12 Undang-undang ini, wajib membuktikan sebaliknya terhadap harta benda miliknya yangbelum didakwakan, tetapi juga diduga berasal dari tindak pidana korupsi.(2)Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan bahwa harta benda sebagaimana dimaksu

    d dalamayat (1) diperoleh bukan karena tindak pidana korupsi, harta benda tersebut dianggap diperolehjuga dari tindak pidana korupsi dan hakim berwenang memutuskan seluruh atau sebagian hartabenda tersebut dirampas untuk negara.(3)Tuntutan perampasan harta benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diajukan oleh penuntutumum pada saat membacakan tuntutannya pada perkara pokok.(4)Pembuktian bahwa harta benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bukan berasal dari tindak

    pidana korupsi diajukan oleh terdakwa pada saat membacakan pembelaannya dalam perkarapokok dan dapat diulangi pada memori banding dan memori kasasi.(5)Hakim wajib membuka persidangan yang khusus untuk memeriksa pembuktian yang diajukanterdakwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (4).(6)Apabila terdakwa dibebaskan atau dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum dari perkarapokok, maka tuntutan perampasan harta benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)dan ayat (2)harus ditolak oleh hakim.

    Pasal 38C

    Apabila setelah putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, diketahui masih terdapatharta benda milik terpidana yang diduga atau patut diduga juga berasal dari tindak pidana korupsi yangbelum dikenakan perampasan untuk negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 B ayat (2), makanegara dapat melakukan gugatan perdata terhadap terpidana dan atau ahli warisnya.

  • 7/24/2019 Uu_no_20_2001 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana K

    14/28

    7.Di antara Bab VI dan Bab VII ditambah bab baru yakni Bab VI A mengenai KetentuanPeralihan yangberisi 1 (satu) pasal, yakni Pasal 43 A yang diletakkan di antara Pasal 43 dan Pasal 44 sehinggakeseluruhannya berbunyi sebagai berikut:BAB VIA

    KETENTUAN PERALIHAN

    Pasal 43A

    (1)Tindak pidana korupsi yang terjadi sebelum Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentangPemberantasan Tindak Pidana Korupsi diundangkan, diperiksa dan diputus berdasarkan ketentuanUndang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan7 / 15

  • 7/24/2019 Uu_no_20_2001 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana K

    15/28

    www.hukumonline.comketentuan maksimum pidana penjara yang menguntungkan bagi terdakwa diberlakukanketentuandalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10 Undang-undang ini dan Pasal 13Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

    (2)Ketentuan minimum pidana penjara dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal9, dan Pasal10 Undang-undang ini dan Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentangPemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak berlaku bagi tindak pidana korupsi yang terjadisebelum berlakunya Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak PidanaKorupsi.(3)Tindak pidana korupsi yang terjadi sebelum Undang-undang ini diundangkan, diperiksa dan diputusberdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan TindakPidana Korupsi, dengan ketentuan mengenai maksimum pidana penjara bagi tindak pidana korupsi

    yang nilainya kurang dari Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) berlaku ketentuan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 12 A ayat (2) Undang-undang ini.8.Dalam BAB VII sebelum Pasal 44 ditambah 1 (satu) pasal baru yakni Pasal 43 B yang berbunyi sebagaiberikut:Pasal 43B

    Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, Pasal 209, Pasal 210, Pasal 387, Pasal 388, Pasal 415,Pasal 416, Pasal 417, Pasal 418, Pasal 419, Pasal 420, Pasal 423, Pasal 425, danPasal 435 Kitab

    Undang-undang Hukum Pidana jis. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan HukumPidana (Berita Republik Indonesia II Nomor 9), Undang-undang Nomor 73 Tahun 1958tentangMenyatakan Berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana untukSeluruh Wilayah Republik Indonesia dan Mengubah Kitab Undang-undang Hukum Pidana(LembaranNegara Tahun 1958 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1660) sebagaimana telah beberapakali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang PerubahanKitab UndangundangHukum Pidana Yang Berkaitan Dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara, dinyataka

    n tidakberlaku.

    Pasal II

    Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannyadalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

  • 7/24/2019 Uu_no_20_2001 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana K

    16/28

    Disahkan Di Jakarta,

    Pada Tanggal 21 November 2001

    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

    Ttd.

    MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

    Diundangkan Di Jakarta,

    Pada Tanggal 21 November 2001

    8 / 15

  • 7/24/2019 Uu_no_20_2001 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana K

    17/28

    www.hukumonline.comSEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,Ttd.BAMBANG KESOWO

    LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2001 NOMOR 134

    9 / 15

  • 7/24/2019 Uu_no_20_2001 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana K

    18/28

    PENJELASAN

    UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

    NOMOR 20 TAHUN 2001

    TENTANG

    PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAKPIDANA KORUPSI

    I. UMUMSejak Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 3874) diundangkan, terdapat berbagai interpretasi atau penafsiran yang berkembang dimasyarakat khususnya mengenai penerapan Undang-undang tersebut terhadap tindak pidana korupsiyang terjadi sebelum Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 diundangkan. Hal ini disebabkan Pasal 44

    Undang-undang tersebut menyatakan bahwa Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentangPemberantasan Tindak Pidana Korupsi dinyatakan tidak berlaku sejak Undang-undangNomor 31 Tahun1999 diundangkan, sehingga timbul suatu anggapan adanya kekosongan hukum untuk memproses tindakpidana korupsi yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999.

    Di samping hal tersebut, mengingat korupsi di Indonesia terjadi secara sistematik dan meluas sehinggatidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi

    masyarakat secara luas, maka pemberantasan korupsi perlu dilakukan dengan cara luar biasa. Dengandemikian, pemberantasan tindak pidana korupsi harus dilakukan dengan cara yang khusus, antara lainpenerapan sistem pembuktian terbalik yakni pembuktian yang dibebankan kepada terdakwa.

    Untuk mencapai kepastian hukum, menghilangkan keragaman penafsiran, dan perlakuan adil dalammemberantas tindak pidana korupsi, perlu diadakan perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

    Ketentuan perluasan mengenai sumber perolehan alat bukti yang sah yang berupa petunjuk, dirumuskanbahwa mengenai "petunjuk" selain diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa, jugadiperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpansecara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu tetapi tidak terbatas pada datapenghubung elektronik (electronic data interchange), surat elektronik (e-mail),telegram, teleks, dan

  • 7/24/2019 Uu_no_20_2001 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana K

    19/28

    faksimili, dan dari dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapatdilihat, dibaca dan ataudidengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di ataskertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik,yang berupa tulisan,suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna.

    Ketentuan mengenai "pembuktian terbalik" perlu ditambahkan dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai ketentuan yang bersifat"premiumremidium" dan sekaligus mengandung sifat prevensi khusus terhadap pegawai negerisebagaimanadimaksud dalam Pasal 1 angka 2 atau terhadap penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalamPasal 2 Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebasdari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, untuk tidak melakukan tindak pidana korupsi.

    Pembuktian terbalik ini diberlakukan pada tindak pidana baru tentang gratifikasidan terhadap tuntutan

    perampasan harta benda terdakwa yang diduga berasal dari salah satu tindak pidana sebagaimanadimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 Undang-undangNomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 5 sampai dengan Pasal12 Undang-undang ini.

    Dalam Undang-undang ini diatur pula hak negara untuk mengajukan gugatan perdataterhadap harta

    10 / 15

  • 7/24/2019 Uu_no_20_2001 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana K

    20/28

    benda terpidana yang disembunyikan atau tersembunyi dan baru diketahui setelah putusan pengadilanmemperoleh kekuatan hukum tetap. Harta benda yang disembunyikan atau tersembunyitersebut didugaatau patut diduga berasal dari tindak pidana korupsi. Gugatan perdata dilakukanterhadap terpidana danatau ahli warisnya. Untuk melakukan gugatan tersebut, negara dapat menunjuk kuasanya untuk mewakilinegara.

    Selanjutnya dalam Undang-undang ini juga diatur ketentuan baru mengenai maksimumpidana penjaradan pidana denda bagi tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp. 5.000.000,00 (lima jutarupiah). Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghilangkan rasa kekurangadilan bagipelaku tindak pidanakorupsi, dalam hal nilai yang dikorup relatif kecil.

    Di samping itu, dalam Undang-undang ini dicantumkan Ketentuan Peralihan. Substansi dalam KetentuanPeralihan ini pada dasarnya sesuai dengan asas umum hukum pidana sebagaimana dimaksud dalamPasal 1 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

    II. PASAL DEMI PASALPasal I

    Angka 1

    Pasal 2

    ayat (2)

    Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" dalam ketentuan ini adalah keadaan yangdapatdijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabi

    la tindak pidanatersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaanbahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas,penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.

    Angka 2

    Pasal 5

    Ayat (1)

    Cukup jelas.

    Ayat (2)

    Yang dimaksud dengan "penyelenggara negara" dalam Pasal ini adalah penyelenggaranegarasebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentangPenyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.Pengertian

  • 7/24/2019 Uu_no_20_2001 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana K

    21/28

    "penyelenggara negara" tersebut berlaku pula untuk pasal-pasal berikutnya dalamUndang-undangini.

    Pasal 6

    Cukup jelas.

    Pasal 7

    11 / 15

  • 7/24/2019 Uu_no_20_2001 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana K

    22/28

    Cukup jelas.

    Pasal 8

    Cukup jelas.

    Pasal 9

    Cukup jelas.

    Pasal 10

    Cukup jelas.

    Pasal 11

    Cukup jelas.

    Pasal 12

    Huruf aCukup jelas.

    Huruf bCukup jelas.Huruf cCukup jelas.Huruf dYang dimaksud dengan "advokat" adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum baik di dalammaupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundanganyang berlakuHuruf eCukup jelas.Huruf f

    Cukup jelas.Huruf gCukup jelas.Huruf hCukup jelas.Huruf iCukup jelas.

    12 / 15

  • 7/24/2019 Uu_no_20_2001 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana K

    23/28

    Angka 3

    Pasal 12A

    Cukup jelas.

    Pasal 12B

    Ayat (1)

    Yang dimaksud dengan "gratifikasi" dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputipemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitaspenginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baikyang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan saranaelektronik atau tanpa sarana elektronik.

    Ayat (2)

    Cukup jelas.

    Pasal 12C

    Cukup jelas.

    Angka 4

    Pasal 26A

    Huruf a

    Yang dimaksud dengan "disimpan secara elektronik" misalnya data yang disimpan dalam mikro film,

    Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once Read Many (WORM).Yang dimaksud dengan "alat optik atau yang serupa dengan itu" dalam ayat ini tidak terbatas pada data

    penghubung elektronik (electronic data interchange), surat elektronik (e-mail),telegram, teleks, danfaksimili.

    Huruf bCukup jelas.

    Angka 5

    Pasal 37

    Ayat (1)

    Pasal ini sebagai konsekuensi berimbang atas penerapan pembuktian terbalik terhadap terdakwa.Terdakwa tetap memerlukan perlindungan hukum yang berimbang atas pelanggaran hak-hak yang

  • 7/24/2019 Uu_no_20_2001 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana K

    24/28

    mendasar yang berkaitan dengan asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) danmenyalahkan diri sendiri (non self-incrimination).

    Ayat (2)

    Ketentuan ini tidak menganut sistem pembuktian secara negatif menurut undang-undang (negatief

    13 / 15

  • 7/24/2019 Uu_no_20_2001 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana K

    25/28

    wettelijk).

    Pasal 37A

    Cukup jelas.

    Angka 6

    Pasal 38A

    Cukup jelas.

    Pasal 38B

    Ketentuan dalam Pasal ini merupakan pembuktian terbalik yang dikhususkan pada perampasan harta bendayang diduga keras juga berasal dari tindak pidana korupsi berdasarkan salah satudakwaan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 Undang-undang Nomor31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 5 sampai dengan Pasal 12 Undangundang

    ini sebagai tindak pidana pokok.

    Pertimbangan apakah seluruh atau sebagian harta benda tersebut dirampas untuk negara diserahkan kepadahakim dengan pertimbangan prikemanusiaan dan jaminan hidup bagi terdakwa.

    Dasar pemikiran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) ialah alasan logika hukum karenadibebaskannya atau dilepaskannya terdakwa dari segala tuntutan hukum dari perkara pokok, berarti terdakwabukan pelaku tindak pidana korupsi dalam kasus tersebut.

    Pasal 38C

    Dasar pemikiran ketentuan dalam Pasal ini adalah untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat terhadap pelakutindak pidana korupsi yang menyembunyikan harta benda yang diduga atau patut diduga berasal dari tindakpidana korupsi.

    Harta benda tersebut diketahui setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Dalam haltersebut, negara memiliki hak untuk melakukan gugatan perdata kepada terpidana dan atau ahli warisnyaterhadap harta benda yang diperoleh sebelum putusan pengadilan memperoleh kekuatan tetap, baik putusan

    tersebut didasarkan pada Undang-undang sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 31Tahun 1999 tentangPemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau setelah berlakunya Undang-undang tersebut.

    Untuk melakukan gugatan tersebut negara dapat menunjuk kuasanya untuk mewakili negara.

    Angka 7

  • 7/24/2019 Uu_no_20_2001 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana K

    26/28

    Cukup jelas

    Angka 8

    Cukup jelas.

    Pasal II

    Cukup jelas.

    14 / 15

  • 7/24/2019 Uu_no_20_2001 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana K

    27/28

    TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4150

    15 / 15

  • 7/24/2019 Uu_no_20_2001 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana K

    28/28