UU 38 tahun2014

30
1 UNDANG-UNDANG NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG KEPERAWATAN Oleh : RIZKY 110.110.110.143 Bima Rizki Nurahman 110.110.110.266 Trian Christiawan 110.110.110.278 Dosen : Dr. H. Muhammad Zain, S.H., M.H. FAKULTAS HUKUM

description

UU Keperawatn

Transcript of UU 38 tahun2014

21

UNDANG-UNDANG NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG KEPERAWATAN

Oleh :RIZKY110.110.110.143

Bima Rizki Nurahman110.110.110.266

Trian Christiawan110.110.110.278

Dosen :Dr. H. Muhammad Zain, S.H., M.H.

FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS GAJAH MADAMEDAN2015

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang MasalahPerawatan merupakan salah satu profesi tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan langsung baik kepada individu, keluarga dan masyarakat. Sebagai salah satu tenaga profesional, keperawatan menjalankan dan melaksanakan kegiatan praktek keperawatan dengan mengunakan ilmu pengetahuan dan teori keperawatan yang dapat dipertanggung jawabkan. Dimana ciri sebagai profesi adalah mempunyai body of knowledge yang dapat diuji kebenarannya serta ilmunya dapat diimplementasikan kepada masyarakat langsung.[footnoteRef:1] [1: Amir & Hanafiah, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, edisi ketiga: Jakarta: EGC, 1999, hlm.15.]

Pelayanan kesehatan dan keperawatan yang dimaksud adalah bentuk implementasi praktek keperawatan yang ditujukan kepada pasien/klien baik kepada individu, keluarga dan masyarakat dengan tujuan upaya peningkatan kesehatan dan kesejahteraan guna mempertahankan dan memelihara kesehatan serta menyembuhkan dari sakit, dengan kata lain upaya praktek keperawatan berupa promotif, preventif, kuratif dan rehabilitasi.[footnoteRef:2] [2: Craven & Hirnle, Fundamentals Of Nursing. Philadelphia. Lippincott, 2000.]

Dalam melakukan praktek keperawatan, perawat secara langsung berhubungan dan berinteraksi kepada penerima jasa pelayanan, dan pada saat interaksi inilah sering timbul beberapa hal yang tidak diinginkan baik disengaja maupun tidak disengaja, kondisi demikian inilah sering menimbulkan konflik baik pada diri pelaku dan penerima praktek keperawatan.[footnoteRef:3] Oleh karena itu profesi keperawatan harus mempunyai standar profesi dan aturan lainnya yang didasarioleh ilmu pengetahuan yang dimilikinya, guna memberi perlindungan kepada masyarakat. Dengan adanya standar praktek profesi keperawatan inilah dapat dilihat apakah seorang perawat melakukan malpraktek, kelalaian ataupun bentuk pelanggaran praktek keperawatan lainnya. [3: Ibid]

Hampir dua dekade profesi perawat Indonesia mengkampayekanperubahan paradigma. Pekerjaan perawat yang semula vokasionaldigeser menjadi pekerjaan profesional.Perawatyangdulunyaberfungsisebagaiperpanjangantangan dokter, kini berupaya menjadi mitra sejajar dokter sebagaimana para perawat di negaramaju.Wacanatentangperubahanparadigmakeperawatan bermula dari Lokakarya Nasional KeperawatanITahun1983,dalampertemuan itu disepakati bahwa keperawatan adalah pelayanan profesional.[footnoteRef:4] [4: Prihadjo, Praktik Keperawatan Profesional Konsep Dasar dan Hukum, Jakarta : EGC, 1995, hlm.18.]

Dewasa ini, perkembangan keperawatan dunia menjadi acuan bagi perawat untuk melakukan perubahan mendasar dalam kegiatan profesinya. Perawat yangdulu membantu pelaksanaan tugas dokter, menjadi bagian dari upaya mencapai tujuan pelayanan klinis, kini mereka menginginkan pelayanan keperawatanmandiri sebagai upaya mencapai tujuan asuhan keperawatan. Pelayanankeperawatan di berbagai rumah sakit belum mencerminkan praktik pelayananprofesional.Metodepemberianasuhankeperawatanyangdilaksanakanbelumsepenuhnya berorientasi pada upaya pemenuhan kebutuhan pasien, melainkanlebih berorientasi pada pelaksanaan tugas rutin seorang perawat.[footnoteRef:5] [5: Indonesia Nutrition Network, Model Praktik Perawatan Profesional. [01/12/2014]]

Paradigma terhadap tuntutan perubahan tentunya mengubah sebagianbesarbentukhubunganperawatdenganmanajemenorganisasi.Jika praktik keperawatan dilihat sebagai praktik profesional maka harus ada otoritas ataukewenangan, ada kejelasan batasan, siapa melakukan apa. Karena diberikewenangan maka perawat juga dapat digugat, perawat harus bertanggung jawabterhadap setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.Keluarnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatanyang kemudian diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2001 tentangTenaga Kesehatan, Keputusan Menteri kesehatan RI Nomor 1239 tahun 2001tentang Registrasi dan Praktik Perawat, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor148 Tahun 2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat, serta Peraturan Menteri KesehatanRI Nomor1796Tahun 2011 tentangRegistrasi Tenaga Kesehatan, lebih mengukuhkan perawat sebagai suatu profesi di Indonesia. Dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 148 Tahun 2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat serta Undang-Undang Terbaru No. 38 tahun 2014 tentang Keperawatan tersebut lebih menjelaskanlagibatasankewenanganprofesiperawat.sehinggaperawat mempunyailegitimasi dalam menjalankan praktik profesinya. [footnoteRef:6] [6: Cecep Tribowo, 2010, Hukum Keperawatan, Pandan Hukum dan Etika bagi Perawat, Pustaka Book Publisher, Yogyakarta hal. 56]

Semakin meningkatnya pendidikan dan kesadaran masyarakat sebagaipenerima jasapelayanan keperawatanmemberian kepastianhukum pada perawat,pasien dansarana kesehatan. Kepastianhukum berlaku untuk pasiendan perawat,sesuai denganhak dankewajiban masing-masing,dimana hakdan kewajibanperawat harus dilaksanakan secara seimbang.[footnoteRef:7] Meskipun pada tahun 2010 telah dikeluarkan Permenkes Nomor 148 Tahun 2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat, namun proses registrasi perawat daitur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1239 Tahun 2001, dimana kewajiban registrasi perawat dimulai ketika perawat baru lulus dari proses pendidikan. Kewajiban proses registrasi perawat sesuai dengan Kepmenkes Nomor 1239 Tahun 2001 adalah lisensi Surat Izin Perawat (SIP), Surat Izin Kerja (SIK) dan Surat Izin Praktik Perawat (SIPP). Sementara pengaturan tentang SIPP diatur secara terpisah sejak dikeluarkannya Permenkes RI Nomor 148 Tahun 2010 tentang izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat. Namun sejak keluarnya Permenkes RI Nomor 161 Tahun 2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan, acuan dalam Kepmenkes RI Nomor 1239 tersebut dicabut, yang mana perawat sudah tidak lagi mengunakan SIP lagi melainkan diganti dengan Surat Tanda Registrasi (STR). Namun dalam pelaksanaannya banyak kasus yang terjadi dalam hal pemenuhan hak dan kewajiban perawat ini tidak berjalan dengan baik. [7: Petunjuk Pelaksanaan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1239 Tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat]

B. Identifikasi Masalah1. Apakah dasar dibentuknya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan ?2. Apakah akibat hukum bagi Perawat dalam menjalankan profesinya setelah Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan disahkan?

BAB IIPEMBAHASANA. Definisi dan Tujuan Praktik KeperawatanKeperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baiksehatmaupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.[footnoteRef:8] [8: Huston, C.J, Leadership Roles and Management Functions in Nursing;Theory and Aplication; third edition: Philadelphia: Lippincott, 2000.]

Praktek keperawatan adalah tindakan mandiri perawat melalui kolaborasi dengan system klien dantenaga kesehatanlain dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk praktik keperawatan individual dan berkelompok .[footnoteRef:9] [9: Kozier,Fundamentals of Nursing: concept theory and practices.Philadelphia. Addison Wesley, 2000.]

Pengaturan penyelenggaraan praktik keperawatan bertujuan untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima dan pemberi jasa pelayanan keperawatan.[footnoteRef:10] Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang diberikan oleh perawat. [10: Kepmenkes RI Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001, Tetang Resgistrasi Praktik Perawat.]

B. Pentingnya Undang-Undang Praktik KeperawatanAda beberapa alasan mengapa Undang-Undang Praktik Keperawatan dibutuhkan, antara lain :Pertama, alasan filosofi. Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan derajat kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi objek hukum.[footnoteRef:11] Perawat juga memiliki kompetensi keilmuan, sikap rasional, etis dan profesional, semangat pengabdian yang tinggi, berdisiplin, kreatif, terampil, berbudi luhur dan dapat memegang teguh etika profesi. Disamping itu, Undang-Undang ini memiliki tujuan, lingkup profesi yang jelas, kemutlakan profesi, kepentingan bersama berbagai pihak (masyarakat, profesi, pemerintah dan pihak terkait lainnya), keterwakilan yang seimbang, optimalisasi profesi, fleksibilitas, efisiensi dan keselarasan, universal, keadilan, serta kesetaraan dan kesesuaian interprofesional.[footnoteRef:12] [11: Leah curtin & M. Josephine Flaherty.Nursing Ethics; Theories and Pragmatics:Maryland: Robert J.Brady CO, 1992.] [12: Ibid]

Kedua, alasan yuridis. UU Nomor 36 tahun 2009, Pasal 63 ayat (4), secara eksplisit menyebutkan bahwa pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan, hanya dapat dilaksanakan olehtenaga kesehatanyang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Sedang pasal 27 ayat (1), menyebutkan bahwatenaga kesehatanberhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. Ditambah lagi, pasal 24 bahwaTenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional. Disisi lain secara teknis telah berlaku KeputusanMenteri Kesehatan No.1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat.Ketiga, alasan sosiologis. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan semakin meningkat. Hal ini karena adanya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan, dari model medikal yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan, ke paradigmasehatyang lebih holistik yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan.[footnoteRef:13] Disamping itu, masyarakat membutuhkan pelayanan keperawatan yang mudah dijangkau, pelayanan keperawatan yang bermutu sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, dan memperoleh kepastian hukum kepada pemberian dan penyelenggaraan pelayanan keperawatan. [13: Ibid]

Keperawatan merupakan salah satu profesi dalam dunia kesehatan . Sebagai profesi, tentunya pelayanan yang diberikan harus professional, sehingga perawat/nersharus memiliki kompetensi dan memenuhi standar praktik keperawatan, serta memperhatikan kode etik dan moral profesi agar masyarakat menerima pelayanan dan asuhan keperwatan yang bemutu. Tetapi bila kita lihat realita yang ada, dunia keprawatan di Indonesia sangat memprihatinkan .Fenomene gray area pada berbagai jenis dan jenjang keperawatan yang ada maupun dengan profesi kesehatan lainnya masih sulit dihindari.Berdasarkan hasil kajian (Depkes & UI, 2005) menunujukkan bahwa terdapat perawat yang menetapkan diagnosis penyakit (92,6%), membuat resep obat (93,1%), melakukan tindakan pengobatan didalam maupun diluar gedungpuskesmas(97,1%), melakukan pemeriksaan kehamilan (70,1%), melakukan pertolongan persalinan(57,7%), melaksanakan tugas petugas kebersihan (78,8%), dan melakukan tugas administrasi seperti bendahara,dll (63,6%).[footnoteRef:14] [14: Depkes & UI, 2005]

Pada keadaan darurat seperti ini yang disebut dengan gray area sering sulit dihindari. Sehingga perawat yang tugasnya berada disamping klien selama 24 jam sering mengalami kedaruratan klien sedangkan tidak adadokteryang bertugas. Hal ini membuat perawat terpaksa melakukan tindakan medis yang bukan merupakan wewenangnya demi keselamatan klien.[footnoteRef:15] Tindakan yang dilakukan tanpa ada delegasi dan petunjuk daridokter, terutama dipuskesmasyang hanya memiliki satudokteryang berfungsi sebagai pengelolapuskesmas, sering menimbulkan situasi yang mengharuskan perawat melakukan tindakan pengobatan. Fenomena ini tentunya sudah sering kita jumpai di berbagaipuskesmasterutama di daerah-daerah tepencil. Dengan pengalihan fungsi ini, maka dapat dipastikan fungsi perawat akan terbengkalai. Dan tentu saja ini tidak mendapat perlindungan hukum karena tidak dipertanggungjawabkan secara professional. [15: Ibid]

Fenomena melemahkan kepercayaan masyarakat dan maraknya tuntunan hukum terhadap praktiktenaga kesehatantermasuk keperawatan, sering diidentikkan dengan kegagalan upaya pelayanan kesehatan. Hanya perawat yang memeuhi persyaratan yang mendapat izin melakukan praktik keperawatan. Saat ini desakan dari seluruh elemen keperawatan akan perlunya UU Keperawatan semakin tinggi . Uraian diatas cukup menggambarkan betapa pentingnya UU Keperawatan tidak hanya bagi perawat sendiri, melainkan juga bagi masyarakat selaku penerima asuhan keperawatan.[footnoteRef:16] Sejak dilaksanakan Lokakarya Nasional Keperawatan tahun 1983 yang menetapkan bahwa keperawatan merupakan profesi danpendidikan keperawatanberada pada pendidikan tinggi, berbagai cara telah dilakukan dalam memajukan profesi Keperawatan. [16: Priharjo, R (1995).Pengantar etika keperawatan; Yogyakarta: Kanisius.]

Pada tahun 1989,PPNIsebagai organisasi perawat di Indonesia mulai memperjuangkan terbentuknya UU Keperawatan. Berbagai peristiwa penting terjadi dalam usaha mensukseskan UU Keperawatan ini. Pada tahun 1992 disahkanlah UU Kesehatan yang didalamnya mengakui bahwa keperawatan merupakan profesi ( UU Kesehatan No.23, 1992). Peristiwa ini penting artinya, karena sebelumnya pengakuan bahwa keperawatan merupakan profesi hanya tertuang dalam peraturan pemerintah (PP No.32, 1996). Dan usulan UU Keperawatan baru disahkan menjadiRUU Keperawatanpada tahun 2004.[footnoteRef:17] [17: Ibid]

Perlu kita ketahui bahwa untuk membuat suatu undang-undang dapat ditempuh dengan 2 cara yakni melalui pemerintah (UUD 1945 Pasal 5 ayat 1) dan melalui DPR (Badan Legislatif Negara). Selama hampir 20 tahun iniPPNImemperjuangkan RUU Keperawtan melalui pemerintah, dalam hal ini Depkes RI. Dana yang dikeluarkan pun tidak sedikit. Tapi kenyataannya hingga saat iniRUU Keperawatanberada pada urutan 250-an pada program Legislasi Nasional (Prolegnas), yang ada pada tahun 2007 berada pada urutan 160.Tentunya pengetahuan masyarakat akan pentingnya UU Keperawatan mutlak diperlukan. Hal ini terkait status DPR yang merupakan Lembaga Perwakilan Rakyat, sehingga pembahasan-pembahasan yang dilakukan merupakan masalah yang sedang terjadi di masyarakat.[footnoteRef:18] Oleh karena itu, pencerdasan kepada masyarakat akan pentingnya UU Keperawatan pun masuk dalam agendaDPR RI. [18: Redjeki, S, Etika keperawatan ditinjau dari segi hukum. Materi seminar tidak diterbitkan. 2002.]

Dalam UU Tentang praktik Keperawatan pada bab 1 pasal 1 yang ke-3 berbunyi:Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan baik langsung atau tidak langsung diberikan kepada sistem klien disarana dan tatanan kesehatan lainnya, dengan menggunakan pendekatan ilmiah Keperawatan berdasarkan kode etik dan standar pratik keperawatan.

Dan pasal 2 berbunyi:

Praktik keperawatan dilaksanakan berdasarkan pancasila dan berdasarkan pada nilai ilmiah, etika dan etiket, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan dan perlindungan serta keselamatan penerima dan pemberi pelayanan Keperawatan.C. Liabilitas dalam praktek keperawatanLiabilitas adalah tanggungan yang dimiliki oleh seseorang terhadap setiap tindakan atau kegagalan melakukan tindakan. Perawat profesional, seperti halnya tenaga kesehatan lain mempunyai tanggung jawab terhadap setiap bahaya yang timbulkan dari kesalahan tindakannya. Tanggungan yang dibebankan perawat dapat berasal dari kesalahan yang dilakukan oleh perawat baik berupa tindakan kriminalkecerobohan dan kelalaian.[footnoteRef:19] [19: Supriadi, Hukum Kedokteran, Bandung: CV Mandar Maju, 2001, hlm.16.]

Seperti telah didefinisikan diatas bahwa kelalaian merupakan kegagalan melakukan sesuatu yang oleh orang lain dengan klasifikasi yang sama, seharusnya dapat dilakukan dalam situasi yang sama, hal ini merupakan masalah hukum yang paling lazim terjadi dalam keperawatan.[footnoteRef:20] Terjadi akibat kegagalan menerapkan pengetahuan dalam praktek antara lain disebabkan kurang pengetahuan. Dan dampak kelalaian ini dapat merugikan pasien. [20: Sampurno, B, Malpraktek dalam pelayanan kedokteran, Materi seminar tidak diterbitkan. 2005.]

Sedangkan akuntabilitas adalah konsep yang sangat penting dalam praktik keperawatan. Akuntabilitas mengandung arti dapat mempertaggung jawabkan suatu tindakan yang dilakukan dan dapat menerima konsekuensi dari tindakan tersebut.[footnoteRef:21] [21: Soenarto Soerodibroto, KUHP & KUHAP dilengkapi yurisprodensi Mahkamah Agung dan Hoge Road,Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada. 2001.]

D. Dasar hukum perundang-undangan praktek keperawatan.Beberapa perundang-undangan yang melindungibagi pelaku dan penerima praktek keperawatan yang ada di Indonesia, adalah sebagai berikut: Undang undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, bagian kesembilan pasal 32 (penyembuhan penyakit dan pemulihan) Undang undang No.8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen Peraturan menteri kesehatan No.159b/Men.Kes/II/1998 tentang Rumah Sakit Peraturan Menkes No.660/MenKes/SK/IX/1987 yang dilengkapi surat ederan Direktur Jendral Pelayanan Medik No.105/Yan.Med/RS.Umdik/Raw/I/88 tentang penerapan standard praktek keperawatan bagi perawat kesehatan di Rumah Sakit. Kepmenkes No.647/SK/IV/2000 tentang registrasi dan praktik perawat dan direvisi dengan SK Kepmenkes No.1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang registrasi dan praktik perawat. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan.Perlindungan hukum baik bagi pelaku dan penerima praktek keperawatan memiliki akontabilitas terhadap keputusan dan tindakannya. Dalam menjalankan tugas sehari-hari tidak menutup kemungkinan perawat berbuat kesalahan baik sengaja maupun tidak sengaja. Oleh karena itu dalam menjalankan prakteknya secara hukum perawat harus memperhatikan baik aspek moral atau etik keperawatan dan juga aspek hukum yang berlaku di Indonesia.[footnoteRef:22] Fry (1990) menyatakan bahwa akuntabilitas mengandung dua komponen utama, yakni tanggung jawab dan tanggung gugat. Hal ini berarti tindakan yang dilakukan perawat dilihat dari praktik keperawatan, kode etik dan undang-undang dapat dibenarkan atau absah. [22: Staunton, P and Whyburn, B,Nursing and the law.4thed.Sydney: Harcourt. 1997.]

E. Tanggung jawab profesi perawatPerawat adalah salah satu pekerjaan yang memiliki ciri atau sifat yang sesuai dengan ciri-ciri profesi. Saat ini Indonesia sudah memiliki pendidikan profesi keperawatan yang sesuai dengan undang-undang sisdiknas, yaitu pendidikan keprofesian yang diberikan pada orang yang telah memiliki jenjang S1 di bidang keperawatan, bahkan sudah ada pendidikan spesialis keperawatan. Organisasi profesi keperawatan telah memiliki standar profesi walaupun secara luas sosialisasi masih berjalan lamban. Karena Tanggung jawab dapat dipandang dalam suatu kerangka sistem hirarki, dimulai dati tingkat individu, tingkat institusi/profesional dan tingkat sosial.[footnoteRef:23] [23: Tonia, Aiken, Legal, Ethical & Political Issues in Nursing, 2ndEd. Philadelphia. FA Davis. 1994.]

Profesi perawat telah juga memiliki aturan tentang kewenangan profesi, yang memiliki dua aspek, yaitu kewenangan material dan kewenangan formil. Kewenagan material diperoleh sejak seseorang memperoleh kompetensi dan kemudian ter-registrasi, yang disebut sebagai Surat ijin perawat (SIP) dalam kepmenkes 1239. sedangkan kewenangan formil adalah ijin yang memberikan kewenangan kepada perawat (penerimanya) untuk melakukan praktek profesi perawat, yaitu Surat Ijin Kerja (SIK) bila bekerja didalam suatu institusi dan Surat Ijin Praktik Perawat (SIPP) bila bekerja secara perorangan atau kelompok.[footnoteRef:24] [24: Ibid]

Kewenangan profesi haruslah berkaitan dengan kompetensi profesi, tidak boleh keluar dari kompetensi profesi. Kewenangan perawat melakukan tindakan diluar kewenangan sebagaimana disebutkan dalam pasal 20 Kepmenkes 1239 adalah bagian dari good samaritan law yang memang diakui diseluruh dunia. Otonomi kerja perawat dimanifestasikan ke dalam adanya organisasi profesi, etika profesi dan standar pelayanan profesi.[footnoteRef:25] Oragnisasi profesiatau representatif dari masyrakat profesi harus mampu melaksanakan self-regulating, self-goverming dan self-disciplining, dalam rangka memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa perawat berpraktek adalah perawat yang telah kmpeten dan memenuhi standar. [25: Ibid]

Etika profesi dibuat oleh organisasi profesi/masyrakat profesi, untuk mengatur sikap dan tingkah laku para anggotanya, terutama berkaitan dengan moralitas.[footnoteRef:26]Etika profesi perawat mendasarkan ketentuan-ketentuan didalamnya kepada etika umum dan sifat-sifat khusus moralitas profesi perawat, seperti autonomy, beneficence, nonmalefience, justice, truth telling, privacy, confidentiality, loyality, dan lalin-lain. Etika profesi bertujuan mempertahankan keluhuran profesi umumnya dituliskan dalam bentuk kode etik dan pelaksanaannya diawasi oleh sebuah majelis atau dewan kehormatan etik.[footnoteRef:27] [26: Leah curtin & M. Josephine Flaherty (1992).Nursing Ethics; Theories and Pragmatics:Maryland: Robert J.Brady CO.] [27: Supriadi,Hukum Kedokteran: Bandung: CV Mandar Maju, 2001.]

Tanggung jawab hukum pidana profesi perawat jelas merupakan tanggung jawab perorangan atas perbuatan pelanggaran hukum pidana yang dilakukannya. Jenis pidana yang mungkin dituntutkan kepada perawat adalah pidana kelalaian yang mengakibatkan luka (pasal 360 KUHP), atau luka berat atau mati (pasal 359 KUHP),[footnoteRef:28] yang dikualifikasikan dengan pemberatan ancaman pidananya bila dilakukan dalam rangka melakukan pekerjaannya (pasal 361 KUHP). Sedangkan pidana lain yang bukan kelalaian yang mungkin dituntutkan adalah pembuatan keterangan palsu (pasal 267-268 KUHP). [28: Ibid]

Unsur kelalaian dapat dituntutkan kepada profesi perawat karena kelalaian dalam melakukan asuhan keperawatan maupun kelalaian dalam melakukan tindakan medis sebagai pelaksana delegasi tindakan medis. Kelalaian dapat berupa kelalaian dalam mencegah kecelakaan di Rumah Sakit (jatuh), kelalaian dalam mencegah terjadinya decubitus atau pencegahan infeksi, kelalaian dalam melakukan pemantauan keadaan pasien, kelalaian dalam merespon suatu kedaruratan, dan bentuk kelalaian lainnya yang juga dapat terjadi pada pelayanan profesi perorangan.[footnoteRef:29] [29: Staunton, P and Whyburn, B. Nursing and the law.4thed.Sydney: Harcourt. 1997.]

F. Hal-hal dalam Undang-Undang No. 38 Tahun 2014 Pengaturan Keperawatan ini bertujuan untuk:Pasal 3Pengaturan Keperawatan bertujuan: a. meningkatkan mutu Perawat; b. meningkatkan mutu Pelayanan Keperawatan; c. memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada Perawat dan Klien; dan d. meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Mengenai Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi Keperawatan diatur dalam pasal 11 undang-undang ini:Pasal 11(1) Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi Keperawatan harus memenuhi Standar Nasional Pendidikan Keperawatan. (2) Standar Nasional Pendidikan Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi. (3) Standar Nasional Pendidikan Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun secara bersama oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan, asosiasi institusi pendidikan, dan Organisasi Profesi Perawat. (4) Standar Nasional Pendidikan Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan.

Mengenai Perizinan Praktik Keperawatan harus memenuhi :Pasal 19(1) Perawat yang menjalankan Praktik Keperawatan wajib memiliki izin. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk SIPP. (3) SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota atas rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat Perawat menjalankan praktiknya. (4) Untuk mendapatkan SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), Perawat harus melampirkan: a. salinan STR yang masih berlaku; b. rekomendasi dari Organisasi Profesi Perawat; dan c. surat pernyataan memiliki tempat praktik atau surat keterangan dari pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan. (5) SIPP masih berlaku apabila: a. STR masih berlaku; dan b. Perawat berpraktik di tempat sebagaimana tercantum dalam SIPP. Mengenai Praktik Keperawatan diatur dalam pasal 28-35 Mengenai Hak dan Kewajiban Perawat Pasal 36Perawat dalam melaksanakan Praktik Keperawatan berhak: a. memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; b. memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur dari Klien dan/atau keluarganya. c. menerima imbalan jasa atas Pelayanan Keperawatan yang telah diberikan; d. menolak keinginan Klien atau pihak lain yang bertentangan dengan kode etik, standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional, atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan e. memperoleh fasilitas kerja sesuai dengan standar.

Pasal 37Perawat dalam melaksanakan Praktik Keperawatan berkewajiban: a. melengkapi sarana dan prasarana Pelayanan Keperawatan sesuai dengan standar Pelayanan Keperawatan dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; b. memberikan Pelayanan Keperawatan sesuai dengan kode etik, standar Pelayanan Keperawatan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; c. merujuk Klien yang tidak dapat ditangani kepada Perawat atau tenaga kesehatan lain yang lebih tepat sesuai dengan lingkup dan tingkat kompetensinya; d. mendokumentasikan Asuhan Keperawatan sesuai dengan standar; e. memberikan informasi yang lengkap, jujur, benar, jelas, dan mudah dimengerti mengenai tindakan Keperawatan kepada Klien dan/atau keluarganya sesuai dengan batas kewenangannya; f. melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga kesehatan lain yang sesuai dengan kompetensi Perawat; dan g. melaksanakan penugasan khusus yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Sementara itu hak dan kewajiban Klien:Pasal 38Dalam Praktik Keperawatan, Klien berhak: a. mendapatkan informasi secara, benar, jelas, dan jujur tentang tindakan Keperawatan yang akan dilakukan; b. meminta pendapat Perawat lain dan/atau tenaga kesehatan lainnya; c. mendapatkan Pelayanan Keperawatan sesuai dengan kode etik, standar Pelayanan Keperawatan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; d. memberi persetujuan atau penolakan tindakan Keperawatan yang akan diterimanya; dan e. memperoleh keterjagaan kerahasiaan kondisi kesehatannya.

Pasal 39(1) Pengungkapan rahasia kesehatan Klien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf e dilakukan atas dasar: a. kepentingan kesehatan Klien; b. pemenuhan permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum; c. persetujuan Klien sendiri; d. kepentingan pendidikan dan penelitian; dan e. ketentuan Peraturan Perundang-undangan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kesehatan Klien diatur dalam Peraturan Menteri.

Pasal 40Dalam Praktik Keperawatan, Klien berkewajiban: a. memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur tentang masalah kesehatannya; b. mematuhi nasihat dan petunjuk Perawat; c. mematuhi ketentuan yang berlaku di Fasilitas Pelayanan Kesehatan; dan d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

Mengenai Sanksi diatur dalam:Pasal 58(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 18 ayat (1), Pasal 21, Pasal 24 ayat (1), dan Pasal 27 ayat (1) dikenai sanksi administratif. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. teguran lisan; b. peringatan tertulis; c. denda administratif; dan/atau d. pencabutan izin. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IIIPENUTUP

A. Simpulan Ada beberapa alasan mengapa Undang-Undang Praktik Keperawatan dibutuhkan.Pertama, alasan filosofi. Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan derajat kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi objek hukum. Kedua, alasan yuridis. UU Nomor 36 tahun 2009, Pasal 63 ayat (4), secara eksplisit menyebutkan bahwa pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan, hanya dapat dilaksanakan olehtenaga kesehatanyang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Sedang pasal 27 ayat (1), menyebutkan bahwatenaga kesehatanberhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. Ketiga, alasan sosiologis. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan semakin meningkat. Akibat hukum bagi Perawat dalam menjalankan profesinya setelah Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan disahkan antara lain :a. Adanya pelindungan dan kepastian hukum kepada Perawat dan Klien;b. Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi Keperawatan harus memenuhi Standar Nasional Pendidikan Keperawatan;c. Perawat yang menjalankan Praktik Keperawatan wajib memiliki izin;d. Timbul hak dan kewajiban berdasarkan yang diatur oleh Undang-Undang, sehingga menimbulkan sanksi;e. Mengenai Sanksi, Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: teguran lisan; peringatan tertulis; denda administratif; dan/atau pencabutan izin.

DAFTAR PUSTAKA

Brotowasisto. 1992. Ketentuan-ketentuan dalam UU kesehatan No.23/92 ;Tentang kesehatan yang terkait dengan pelayanan medik.Jakarta : Dirjen Pelayanan Medik Depkes RI.Depkes RI.1998.StandarPraktik keperawatan bagi perawat kesehatan; Jakarta : Departemen kesehatanDPP PPNI. 1996.Standar Praktik keperawatan. Jakarta : DPP PPNIGillies. 1989.Nursing Managemen. System Approacher Edisi 2. Philadephia : W.B Sauders CoNursalam. 2002. Manajemen Keperawatan :Penerapan dalam Praktik Keperawatan Profesional.Jakarta : Salemba MedikaNursalam. 2007. Manajemen Keperawatan :Penerapan dalam Praktik Keperawatan Profesioanal.Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika