Usulan Pengendalian Kualitas Produksi Panel Prisma Ipm System L Dengan Metode Seven Qc Tools di PT....
-
Upload
rudini-mulya -
Category
Documents
-
view
95 -
download
3
description
Transcript of Usulan Pengendalian Kualitas Produksi Panel Prisma Ipm System L Dengan Metode Seven Qc Tools di PT....
1
USULAN PENGENDALIAN KUALITAS PRODUKSI PANEL
PRISMA IPM SYSTEM L DENGAN METODE SEVEN QC TOOLS DI PT. XYZ
Muhammad Kholil (1)
, Rudini Mulya (2)
Program Studi Teknik Industri
Universitas Mercubuana – Jakarta
Email: 1)
ABSTRAK
PT. XYZ adalah perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur Electrical Switchboard
dan Cable Support System. Sebagai Partner License dari Schneider Electric, PT XYZ dipercaya
untuk melakukan proses perakitan dari panel Prisma iPM. Permasalahan Kualitas Produksi
menjadi perhatian utama karena kualitas adalah hal yang menjadi andalan dari PT XYZ dalam
persaingan dunia industri saat ini. Banyak cacat produksi yang terjadi, terutama koneksi kabel.
Namun cacat ini belum terekam dan teranalisa dengan jelas karena tidak adanya alat bantu
pengendalian kualitas di PT. XYZ.
Metode Seven QC Tools dipilih sebagai metode penelitian karena metode ini dapat
menganalisa akar penyebab masalah dari Kualitas Produksi yang kurang memuaskan. Data
kesalahan produksi panel Prisma iPM di tahun 2012 dikumpulkan dengan checksheet dan setelah
itu diolah dengan histogram, pareto diagram, dan scattergram. Fishbone diagram dan flowchart
menjadi alat bantu untuk menemukan akar penyebab masalah.
Setelah dianalisa menggunakan Seven QC Tools, terdapat 3 jenis cacat yaitu Auxiliary
Wire Section, Labeling, dan Earth Connection yang menyumbang 53,53% dari keseluruhan cacat
produksi. Setelah ditemukan akar penyebab masalahnya, usulan perbaikan yang diperoleh dari
metode 5W 1H akan diajukan sebagai sarana pengembangan perusahaan ke depannya.
Kata kunci : kualitas, Seven QC Tools
ABSTRACT
PT. XYZ is a leading manufacturer of Electrical Switchboard and Cable Support System.
As a Licensed Partner of Schneider Electric, PT TIS was trusted to assembly one of their product
called Prisma iPM. Quality problem is always been a main attention to the company because
quality is the main strength of PT TIS in their business competition today. There were many
defects happened in the production process of Prisma iPM system L. Cable connection was the
main quality issue. But those defects were not recorded and analyzed well because of the lack of
quality tools in PT XYZ.
Seven QC Tools was choosen as the main method because it can analyze the root cause of
bad quality problem in PT XYZ. Checksheet was used to collect data. After that histogram, pareto
diagram, and scattergram were used to process that data. Fishbone diagram and flowchart were
used for root cause analysis.
After analyzing using Seven QC Tools, there were 3 kind of defects that contributed
53,53% of total defects. There were Auxiliary Wire Section, Labeling, and Earth Connection. After
the root cause has been detected, improvement method using 5W 1H would be proposed to the
company as a suggestion for improving the quality of PT XYZ’ product.
Keywords: quality, Seven QC Tools
2
1. PENDAHULUAN
PT. XYZ adalah perusahaan yang bergerak
di bidang manufaktur electrical switchboard
dan cable tray system. Sebagai partner
license dari Schneider Electric, PT XYZ
dipercaya untuk merakit dan
mendistribusikan salah satu produk
berstandar internasional dari Schneider yaitu
Prisma iPM. Kualitas adalah sesuatu yang
menjadi komitmen dari PT. XYZ. Kualitas
berperan penting dalam menjaga kepuasan
dan loyalitas customer.
Masalah yang saat ini dihadapi oleh
PT. XYZ adalah tidak adanya tools yang
menunjang proses pengendalian Kualitas
Produksi panel listrik. Divisi QC sebagai
divisi yang bertanggung jawab penuh atas
kualitas produk masih belum memiliki
standar metode pengetesan produk yang
baku. Faktor SDM masih berperan penting
dalam pengendalian kualitas tanpa adanya
alat bantu yang tepat untuk menjaga Kualitas
Produksi. Produk yang tidak sesuai akan
menyebabkan repair atau bahkan rework
karena panel listrik bukan sesuatu yang bisa
menjadi waste apabila terjadi kesalahan
produksi. Kesalahan yang sering terjadi
adalah kesalahan koneksi kabel. Kesalahan
produksi terjadi dengan frekuensi yang
cukup tinggi.
Banyak produk yang mengalami
repair setelah selesai pengetesan rutin sesuai
standar yang berlaku. Karena banyaknya
kesalahan dan tidak adanya alat bantu dalam
proses pengendalian kualitas membuat
kualitas produk menurun apabila lot
produksi sedang tinggi. Adanya tools
pengendalian kualitas diharapkan dapat
membantu menemukan akar masalah dan
memberikan solusi yang tepat sehingga
Kualitas Produksi meningkat.
Banyak jurnal yang dipublikasikan
sebagai hasil dari penelitian pengendalian
kualitas dengan metode Seven QC Tools.
Hasil penelitian dari Nitin K. Mandavgade
dan Santosh. B. Jaju dari G. H. Raisoni
College of Engineering India menyatakan
bahwa penerapan metode Seven QC Tools
dapat menghemat biaya produksi hingga Rs
1.056,46 per bulan (Mandavgade, Jaju (2009
: 159)). Penelitian lain dari S. Rajalingam
dari Curtin University Malaysia, Awang
Bono dari University Malaysia Sabah, dan
Jumat bin Sulaiman dari University
Malaysia Sabah menghasilkan data yang
menyatakan bahwa implementasi
penggunaan Seven QC Tools dan Statistical
Process Control dapat menurunkan cacat
penyusutan produk pada produksi casing
ponsel menggunakan Injection Moulding
dari 30% menjadi 0% (Rajalingam, Bono,
and Bin Sulaiman (2012)). Berdasarkan hasil
penelitian tersebut, penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian dengan judul
“Usulan Pengendalian Kualitas Produksi
Panel Prisma iPM Type L dengan Metode
Seven QC Tools di PT. XYZ”.
2. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Apa saja jenis cacat produksi panel
Prisma iPM di PT. XYZ?
2. Apa penyebab terjadinya jenis cacat
produksi panel Prisma iPM?
3. Bagaimana menerapkan konsep Seven QC
Tools untuk mengatasi cacat produksi panel
Prisma iPM?
3. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui jenis cacat produksi panel
Prisma iPM
2. Mengetahui penyebab terjadinya cacat
produksi panel Prisma iPM
3. Memberikan usulan perbaikan dan
implementasi metode Seven QC Tools
sebagai alat bantu pengendalian dan
perbaikan kualitas.
4. LANDASAN TEORI
Definisi Kualitas
Sesuai dengan pendapat Ariani
(2004 : 3-4), definisi kualitas menurut
beberapa ahli yang banyak dikenal antara
lain :
1. Juran (1962) “ kualitas adalah
kesesuaian dengan tujuan atau
manfaatnya”
2. Crosby (1979) “kualitas adalah
kesesuaian dengan kebutuhan yang
meliputi availability, delivery,
reliability, maintainability, dan cost
effectiveness“
3
3. Deming (1982) “kualitas harus
bertujuan memenuhi kebutuhan
pelanggan sekarang dan di masa
mendatang”
4. Feigenbaum (1991) “kualitas
merupakan keseluruhan
karakteristik produk dan jasa yang
meliputi marketing, engineering,
manufacture, dan maintenance,
dalam mana produk dan jasa
tersebut dalam pemakaiannya akan
sesuai dengan kebutuhan dan
harapan pelanggan”
5. Scherkenbach (1991) “kualitas
ditentukan oleh pelanggan;
pelanggan menginginkan produk
dan jasa yang sesuai dengan
kebutuhan dan harapannya pada
suatu tingkat harga tertentu yang
menunjukkan nilai produk tersebut”
6. Elliot (1993) “ kualitas adalah
sesuatu yang berbeda untuk orang
yang berbeda dan tergantung pada
waktu dan tempat, atau dikatakan
sesuai dengan tujuan”
7. Goetch dan Davis (1995) “kualitas
adalah suatu kondisi dinamis yang
berkaitan dengan produk,
pelayanan, orang, proses, dan
lingkungan yang memenuhi atau
melebihi apa yang diharapkan.”
Garvin (1987) telah mendefinisikan
delapan dimensi kualitas yang menjadi
acuan pengukuran kualitas. Kedelapan
dimensi tersebut adalah :
a. Performance : kemampuan suatu
produk melakukan suatu fungsi dan
seberapa bagus fungsi tersebut
dijalankan.
b. Reliability : seberapa besar tingkat
kegagalan suatu produk dalam
menjalankan fungsinya
c. Durability : seberapa lama suatu
produk bertahan
d. Serviceability : seberapa mudah
suatu produk dapat diperbaiki
e. Aesthetic : bagaimana suatu produk
terlihat di mata orang lain
f. Features : apa yang bisa dilakukan
oleh suatu produk
g. Perceived Quality : bagaimana
reputasi dari produk atau
pembuatnya
h. Conformity : bagaimana tingkat
kesesuaian produk dengan
rancangannya.
Sedangkan Larry dan Wallace
(2007 : 11) mendefinisikan kualitas secara
statistical. Kualitas adalah tingkat variasi
dari permintaan pelanggan dibandingkan
dengan hasil produksi. Semakin kecil tingkat
variasi dengan permintaan pelanggan,
semakin baik kualitas suatu produk.
Pengendalian Kualitas Proses Statistik
Perbaikan dan peningkatan
kualitas produk dengan harapan
tercapainya tingkat cacat produk
mendekati zero defect membutuhkan biaya
yang tidak sedikit. Perbaikan kualitas dan
perbaikan proses terhadap sistem produksi
secara menyeluruh harus dilakukan jika
perusahaan ingin menghasilkan produk yang
berkualitas baik dalam waktu yang relatif
singkat. Suatu perusahaan dikatakan
berkualitas bila perusahaan tersebut
mempunyai sistem produksi yang baik
dengan proses terkendali. Melalui
pengendalian kualitas (quality control)
diharapkan bahwa perusahaan dapat
meningkatkan efektifitas pengendalian
dalam mencegah terjadinya produk cacat
(defect prevention), sehingga dapat
menekan terjadinya pemborosan dari segi
material maupun tenaga kerja yang
akhirnya dapat meningkatkan produktifitas.
(Muhaemin, 2012)
Pengendalian kualitas proses
statistik (Statistical Process Control / SPC)
merupakan teknik penyelesaian masalah
yang digunakan sebagai pemonitor,
pengendali, penganalisis, pengelola, dan
memperbaiki proses menggunakan metode –
metode statistik (Ariani, 2004). Dengan
menggunakan pengendalian kualitas proses
statistik, penyebab utama ketidaksesuaian
yang terjadi dapat dianalisa dengan lebih
baik lagi sehingga faktor – faktor utama
tersebut dapat ditanggulangi dan dicegah
untuk meningkatkan Kualitas Produksi. Alat
bantu yang sering digunakan dalam
pengendalian kualitas proses statistik adalah
Seven QC Tools.
Seven QC Tools
Berdasarkan jurnal dari Aichouni
dan Benchicou (2009 : 2), alat bantu
pengendalian kualitas yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Seven QC Tools, yang
antara lain terdiri dari :
1. Lembar Pengumpulan Data (Check Sheet)
2. Diagram Alir (Flowchart)
3. Histogram
4
4. Diagram Pareto
5. Diagram Sebab Akibat ( Cause & Effect
Diagram)
6. Diagram Pencar (Scatter Diagram)
7. Grafik dan Bagan Pengendali (Control
Chart)
1. Lembar Pengumpulan Data (Check
Sheet)
Tujuan pembuatan lembar
pengecekan adalah menjamin
bahwa data dikumpulkan secara
teliti dan akurat oleh karyawan
operasional untuk diadakan
pengendalian proses dan
penyelesaian masalah (Ariani, 2004
: 22)
2. Diagram Alir (Flowchart)
Diagram alur merupakan diagram
yang menunjukkan aliran atau
urutan suatu proses atau peristiwa.
Diagram tersebut akan
memudahkan dalam
menggambarkan suatu sistem,
mengidentifikasi masalah, dan
melakukan tindakan pengendalian.
(Ariani, 2004 : 29)
3. Histogram
Grafik yang umum digunakan
untuk menunjukkan distribusi
frekuensi (Aichouni dan
Benchicou, 2009 : 2).
4. Diagram Pareto
Menurut Ariani (2004 : 19)
Diagram Pareto diperkenalkan oleh
seorang ahli yaitu Alfredo Pareto
(1848 – 1923). Diagram Pareto ini
merupakan suatu gambar yang
mengurutkan klasifikasi data dari
kiri ke kanan menurut urutan
rangking tertinggi hingga terendah.
Hal ini dapat membantu
menemukan permasalahan yang
paling penting untuk segera
diselesaikan (rangking tertinggi)
sampai dengan masalah yang tidak
harus segera diselesaikan (rangking
terendah).
5. Diagram Sebab Akibat
Adalah diagram yang menunjukkan
kemungkinan – kemungkinan yang
dapat menyebabkan suatu masalah
terjadi dan mengelompokkannya
menjadi kategori – kategori tertentu
(Aichouni dan Benchicou, 2009 :
2).
6. Diagram Pencar
Adalah grafik yang menunjukkan
hubungan antar variable proses
(Aichouni dan Benchicou, 2009 :
2).
7. Grafik dan Bagan Kendali
5
Adalah grafik yang digunakan
untuk mempelajari bagaimana
perubahan yang terjadi dalam suatu
proses (Aichouni dan Benchicou,
2009 : 2).
Metode Perbaikan Kualitas 5W 1H
Menurut Ferdiansyah (2012),
Metode perbaikan kualitas yang umum
digunakan adalah metode 5W 1H. Strategi
yang bisa digunakan oleh perusahaan
berkaitan dengan perbaikan terus menerus
dalam penyempurnaan proses produksi dan
produk tersebut melalui kaizen. Kaizen
merupakan konsep payung yang mencakup
teori-teori praktis seperti Gugus Kendali
Mutu, JIT, Sistem Saran, Kanban, Total
Quality Management (TQM), Manajemen
visual, dan aktivitas kelompok kecil, yang
kesemuanya ini saling berkaitan.
Salah satu metode yang ada dalam
Kaizen adalah 5W 1H. Pendekatan kaizen
biasanya digunakan untuk menyusun
langkah-langkah perbaikan, apabila sebab-
sebabnya telah diketahui, kemudian memilih
langkah-langkah perbaikan dengan mengacu
pada (what) apa yang harus dicapai, (why)
mengapa rencana perbaikan tersebut
dilakukan, (where) dimana rencana
perbaikan tersebut dilaksanakan, (when)
kapan rencana perbaikan tersebut
dilaksanakan, (who) siapa yang bertanggung
jawab terhadap tindakan tersebut dan (how)
bagaimana melaksanakan rencana perbaikan
tersebut. Metode 5W 1H sendiri memiliki
detail sebagai berikut.
What : Apa yang harus dicapai?
Why : Mengapa rencana
perbaikan dilakukan?
Who : Siapa yang bertanggung
jawab atas perbaikan?
When : Kapan perbaikan
dilaksanakan?
Where : Di mana tempat
pelaksanaan perbaikan?
How : Bagaimana
melaksanakan perbaikan tersebut?
5. METODOLOGI PENELITIAN
Langkah – langkah penelitian ini dibagi
menjadi beberapa tahapan. Tahapan pertama
adalah pengumpulan data hasil produksi
panel Prisma iPM system L pada tahun
2012. Data kemudian akan diproses dengan
metode Seven QC Tools untuk menganalisa
kualitas dan penyebab – penyebab
permasalahan kualitas dari hasil produksi
panel Prisma iPM system L. Setelah itu akan
dilakukan wawancara dengan perwakilan
dari departemen QC, Produksi, dan
Engineering untuk mengetahui beberapa
kemungkinan dan analisa tiap departemen
mengenai penyebab ketidaksesuaian yang
terjadi. Hasil analisa kemudian akan
diusulkan sebagai salah satu metode
pengendalian kualitas yang dapat membantu
menjaga Kualitas Produksi di PT. TIS.
Obyek Penelitian
Obyek penelitiaan adalah hasil
Panel Prisma iPM di PT TIS selama tahun
2012
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan untuk
mendukung penelitian ini terdiri dari dua
jenis data, yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer yang digunakan
antara lain: kemungkinan – kemungkinan
penyebab terjadinya ketidaksesuaian.
Data sekunder yang digunakan
adalah : kuantitas hasil produksi Panel
Prisma iPM system L selama tahun 2012
dan ketidaksesuaian yang terjadi pada hasil
produksi Panel Prisma iPM system L selama
tahun 2012
Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dikumpulkan
dengan cara :
Pengumpulan Dokumen
Data – data mengenai
ketidaksesuaian hasil produksi panel
Prisma iPM system L selama tahun
2012 diperoleh dari dokumen divisi
QC.
6
Wawancara dan diskusi
Metode wawancara adalah
cara pengumpulan data dengan
bertanya atau berkomunikasi
langsung dengan responden. Pihak
yang akan diwawancara untuk
mendapatkan data yang mendukung
penelitian ini adalah bagian produksi
dan QC.
Tinjauan Pustaka
Berbagai jurnal dan buku yang
mendukung penelitian ini juga akan
menjadi referensi bagi penyusun.
Analisa
Dengan berbekal data serta
mengenai kualitas dan kuantitas hasil
produksi panel Prisma iPM system L
di tahun 2012, penyusun akan
melakukan analisa dan penelitian
mengenai faktor – faktor penyebab
terjadinya ketidaksesuaian hasil
produksi dan usulan untuk
peningkatan Kualitas Produksi
dengan implementasi pengendalian
kualitas dengan metode Seven QC
6. PENGOLAHAN DATA
Gambaran Umum Perusahaan
Perusahaan ini didirikan pada tahun 1987
oleh Usman Arifin sebagai pendiri dan kini
beliau menjabat sebagai komisaris di
Perusahaan ini. Dengan hanya dibekali
pengalaman, tekad bulat dan modal sendiri,
Bapak Usman berhasil mendirikan PT. Trias
Indra Saputra. Pada waktu itu, Perusahaan
hanya dilengkapi dengan sarana dan
prasarana yang serba minim dan manual.
Namun kondisi ini tidak pernah
menyurutkan semangatnya untuk terus
berkembang, justru menjadi pemicu untuk
terus melangkah maju. Rangkaian produk
yang diproduksi saat itu adalah rak besi
untuk keperluan perkantoran kemudian
hydrant box. Dengan meningkatnya
permintaan pasar dan melihat adanya
peluang bisnis yang menjanjikan, PT. Trias
Indra Saputra memutuskan untuk
memproduksi Cable Tray, Cable Ladder,
Channel dan Panel yang hingga saat ini
menjadi produk andalan dan core business
Perusahaan
Sejarah Singkat
1987 The Company
was Incorporated by our Chariman
manufacturing metal shelves and
hydrant boxes with very minimum
manufacturing facilities.
1992 The Company
expanded and acquired 1625 Sqm land
for factory facility manufacturing
Cable Support System.
1995 The Company
expanded and rented a land and
building at Cikupa to meet the volume
of the demand for our business. By
then our company workforce has
grown to almost 350 workers.
1997-1998 Indonesia was badly hit by
the Economic Crisis and Political
Crisis marked with change in
Presidency, major riots and closure of
financial institutions. The Company
decided to close the Cikupa Factory
and reduces the workforce from 350 to
less than 100 manpower in order to
survive the ordeal. In Fact those times
is one of the hardest time the company
need to cope up with, but the Company
survived.
2000 The Company
received the ISO 9001: 2000. from
TUV Rheinland. This earmarked the
new commitment of our Company
Management to be Quality Driven and
Focus on Customer Satisfaction in
delivering our products and services
2003 Year 2003 is
particularly significant to the Company
as the Company is going through its
internal management challenges. In
2003, our chairman decided to take
over majority of the stakeholder in the
Company as other shareholders decided
leave the company in its financial
problems. In May 2003, the transaction
concluded the Management Take Over
with our chairman taking over major
shares of the financially troubled
company.
2003 – 2005 These 3 years has been a
great challenge to the company
mangement, however surviving the
ordeal in 1998, these challenges is
somehow a proof of the good
management the company has. With
major restructuring taking place in the
company, from how the company
manages its finances, imrpoving
banking relationship, getting the right
7
people in the right places, the company
manage to grow its business and
brought itself back from red to blue
financially.
2006 The Company
acquired new automated facility in
Bitung Tangerang with Land Area of +
5,000 Sqm and Building Area of +
4,000 Sqm,which started operational in
late 2006. New Cable Ladder and Tray
Factory (Bitung - Tangerang Plant)
2007 The Company
started "Thru University Sponsorship
Program" with major changes in the
Company Vision and Mission. The
Company went through what is known
as Corporate Purpose Discovery and
thru that set itself for greater purpose
for the Company Future in Indonesia.
New Vision is born: "A Blaze For Our
Next Generation"
2009 Cable support
manufacture moved to Bitung
Tangerang Factory. Bitung Tangerang
produces all Cable Tray and Ladder
System. Kapuk plan just produce
Electrical Switchboard.
2010 The Company
received the ISO 9001: 2008. from
TUV Rheinland and Schneider licence
for medium voltage NEX 24.
2012 The Company
received the Schneider licence for low
voltage switchboard Prisma iPM.
Pengumpulan Data
Checksheet
Langkah pertama yang harus dilakukan
adalah membuat tabel jenis produksi dan
cacat produksi yang terjadi sepanjang tahun
2012. Berikut ini adalah contoh form
checksheet yang digunakan.
Cacat produksi yang ada diklasifikasikan
menjadi 20 jenis cacat produksi dan masing
– masing diberi bobot sesuai dengan besar
kecilnya dampak dari cacat produksi
tersebut. Berikut ini adalah klasifikasi dari
20 jenis cacat produksi dan pembobotannya.
Berikut ini adalah hasil dari
pengumpulan data yang dilakukan untuk
cacat produksi untuk Panel Prisma iPM
system L di tahun 2012.
1 Labeling
2 Wire Marking
3 Wiring Aspect
4 Accessibility of equipment
5 Fixation of Apparatus
6 Space for Customer Connection
7 Bad Crimping
8 Auxiliary wire section
9 Auxiliary protection rating
10 IP Degree
11 Earth Connection
12 Phase polarity
13 Electrical Sequence Operation
14 Auxiliary Wire Damage
15 Power wire damage
16 Insulating distance
17 Power cable or busbar cross section
18 Protection device conformity
19 Number and clearance busbar support
20 Interlocking
8
Pengolahan Data
Histogram
Setelah diketahui jenis cacat produksi dan
diklasifikasikan sesuai dengan kategorinya
masing – masing, langkah berikutnya adalah
pengolahan data menggunakan histogram.
Histogram berguna untuk mengetahui
frekuensi dari jenis cacat produksi apa yang
terjadi. Berikut ini adalah histogram dari
tabel di atas.
Diagram Pareto
Diagram Pareto berguna untuk membantu
mengurutkan prioritas penyelesaian masalah
yang harus dilakukan. Berikut ini adalah
tabel dari data cacat produksi yang sudah
diurutkan dari jumlah terbesar sampai
terkecil dan diagram Pareto dari tabel
tersebut.
Diagram Tebar (Scattergram)
Berikut ini adalah diagram tebar dari data di
atas.
Relation Diagram
Berikut ini adalah relation diagram yang
terbentuk.
1 Labeling 73
2 Wire Marking 3
3 Wiring Aspect 4
4 Accessibility of equipment 5
5 Fixation of Apparatus 26
6 Space for Customer Connection 0
7 Bad Crimping 3
8 Auxiliary wire section 75
9 Auxiliary protection rating 12
10 IP Degree 0
11 Earth Connection 72
12 Phase polarity 9
13 Electrical Sequence Operation 9
14 Auxiliary Wire Damage 0
15 Power wire damage 30
16 Insulating distance 30
17 Power cable or busbar cross section 10
18 Protection device conformity 40
19 Number and clearance busbar support 10
20 Interlocking 0
Total 411
Cacat Produksi Jumlah Persentase Kumulatif Persentase Kumulatif
Auxiliary wire section 75 18.25% 75 18.25%
Labeling 73 17.76% 148 36.01%
Earth Connection 72 17.52% 220 53.53%
Protection device conformity 40 9.73% 260 63.26%
Power wire damage 30 7.30% 290 70.56%
Insulating distance 30 7.30% 320 77.86%
Fixation of Apparatus 26 6.33% 346 84.18%
Auxiliary protection rating 12 2.92% 358 87.10%
Power cable or busbar cross section 10 2.43% 368 89.54%
Number and clearance busbar support 10 2.43% 378 91.97%
Phase polarity 9 2.19% 387 94.16%
Electrical Sequence Operation 9 2.19% 396 96.35%
Accessibility of equipment 5 1.22% 401 97.57%
Wiring Aspect 4 0.97% 405 98.54%
Wire Marking 3 0.73% 408 99.27%
Bad Crimping 3 0.73% 411 100.00%
Total 411
9
Man Machine
Material
Method
Auxiliary Wire
Section
Earth
Connection
Labeling
Kurangnya skill
operator
Belum diberikan
training
Alat pendukung
produksi kurang baik
SOP belum jelas
Aliran material tidak
lancar
Fishbone Diagram
Berikut ini adalah fishbone diagram yang
terbentuk dari hasil brainstorming.
7. HASIL DAN ANALISA
Analisa Hasil Pengolahan Data
Analisa Histogram
Apabila dilihat dari hasil
pengolahan data, berdasarkan histogram
yang terbentuk, ada 3 jenis cacat produksi
yang memiliki frekuensi paling tinggi.
Berdasarkan histogram di atas, dapat dilihat
bahwa cacat produksi yang paling sering
terjadi adalah Auxiliary wire section dengan
jumlah cacat produksi yang terjadi berbobot
75 poin. Selain itu, cacat produksi yang juga
harus diperhatikan adalah Labeling dan
Earth Connection. Kesalahan labeling
sendiri berbobot 73 poin dan Earth
Connection berbobot 72 poin.
Analisa Pareto Diagram
Berdasarkan pareto diagram yang
dibuat, 53,53% cacat produksi yang terjadi
disebabkan oleh 3 jenis cacat yaitu Auxiliary
Wire Section, Labeling, dan Earth
Connection. Apabila 3 cacat produksi ini
bisa diminimalisir, bisa dipastikan Kualitas
Produksi akan meningkat karena lebih dari
50% cacat produksi bisa diatasi. Oleh karena
itu, Auxiliary Wire Section, Labeling, dan
Earth Connection menjadi fokus utama
penyelesaian masalah dalam analisa hasil
Pareto Diagram.
Analisa Akar Penyebab Masalah
Analisa Flowchart Proses Produksi
Berikut ini adalah flowchart
dari proses assembly di PT. TIS.
Flowchart tersebut diambil dari
prosedur produksi (TIS - PR - PP – 05).
Apabila dilihat dari hasil pengolahan data,
CekRepair / Rework
Finishing
CekRepair / Rework
Finishing
Cat
CekRepair / Rework
Cat
Setting /
Assembly
CekRepair / Rework
Wiring
Wiring
Ok
Ya
Ya
Ok
Ya
Ok
Ya
Not Ok
Not Ok
Not Ok
Not Ok
Tidak
Tidak
Setting / Assembly
Tidak
Tidak
Ok
A G E
A D E F C
Cek Repair / Rework
Penomoran
Serah Terima
Barang
End
Ok
Not Ok
Pengiriman
ke Customer /
Pengiriman
Ke Subcont
A G E
10
Auxiliary wire section, Labeling, dan Earth
Connection adalah cacat produksi yang
paling sering terjadi. Oleh karena itu, proses
di dalam flowchart yang menjadi fokus
utama dalam analisa akar penyebab masalah
menggunakan flowchart ini adalah proses
Wiring dan Penomoran. Cacat Auxiliary
wire section dan Earth Connection terjadi
saat proses wiring panel tegangan rendah,
sedangkan cacat Labeling terjadi saat proses
wiring dan penomoran panel tegangan
rendah. Hal – hal yang terkait dengan proses
wiring dan penomoran panel tegangan
rendah akan menjadi perhatian dalam analisa
selanjutnya.
Analisa Pareto Diagram
Diagram Pareto ini merupakan
suatu gambar yang mengurutkan klasifikasi
data dari kiri ke kanan menurut urutan
rangking tertinggi hingga terendah.
Berdasarkan diagram Pareto di atas, prioritas
penyelesaian masalah adalah Auxiliary wire
section, Labeling, dan Earth Connection.
Analisa Fishbone Diagram
No Faktor Persentase
1 Man 28.71%
2 Machine 2.92%
3 Material 11.92%
4 Method 9.98%
Total 53.53%
No Cacat Produksi
Kemungkinan Penyebab
Analisa
1 Auxiliary
Wire
Section
Kemampuan
Wiring dan
pemahaman gambar kurang
baik
Banyak
operator yang
baru bekerja kurang dari
setahun. Total
dari 25 orang operator, hanya
5 orang yang
masa kerjanya lebih dari
setahun. Oleh
karena itu, masih banyak
operator yang
kemampuannya belum matang.
(Lampiran 1)
Alat pengupas
kabel kualitasnya
kurang baik
Alat pengupas
kabel yang belum
terstandarisasi
menyebabkan hasil
pengupasan
kabel kurang baik dan
isolator kabel
tertarik sehingga
kelenturannya berkurang.
Beberapa
operator juga belum
menggunakan
alat pengupas
kabel yang
benar (masih
menggunakan tang potong)
2 Labeling Kemampuan
Wiring dan pemahaman
gambar kurang
baik
Banyak cacat
produksi labeling yang
terjadi karena
pemasangan yang tidak
sesuai dengan
gambar. Selain itu, sama
seperti analisa
cacat produksi sebelumnya,
banyak
operator yang
masih relatif
baru. (Lampiran 1)
Stok label
sering tidak
tersedia saat dibutuhkan
Stok label
seringkali
belum tersedia saat harus
dilakukan
pemasangan sehingga
karena deadline
sudah mendesak,
panel harus
masuk ke area QC terlebih
dahulu untuk
dilakukan pengetesan
secara
elektrikal demi mengejar
deadline.
Paralel dengan itu, operator
produksi akan
membuat label setelah stok
sudah tersedia
11
Belum ada
metode kerja yang baku dan
terdokumentasi
Urutan proses
labeling belum standard.
Banyak
operator yang belum
menghapus
marking pensil saat
pemasangan
label. Ada juga operator yang
tidak melakukan
marking
terlebih dahulu sehingga
pemasangan
label tidak rapi
3 Earth Connection
Kemampuan Wiring dan
pemahaman
gambar kurang baik
Sama seperti cacat pada
auxiliary wire
section, kesalahan
pembacaan
gambar dan pengalaman
operator yang
kurang menyebabkan
banyak cacat
produksi di kategori ini.
Stok label sering tidak
tersedia saat
dibutuhkan
Kabel ground berbeda dengan
kabel lainnya.
Seringkali stok
kabel ground
tidak tersedia
di gudang transit
produksi.
Belum ada metode kerja
yang baku dan
terdokumentasi
Urutan proses dalam
pemasangan
ground belum terdokumentasi
sehingga
banyak operator yang
lupa
memeriksa kekencangan
baut.
Usulan Perbaikan
Setelah melihat diagram fishbone
diatas, dapat dilihat faktor-faktor apa saja
yang menjadi penyebab cacat pada produk.
Ada kesalahan dalam kategori yang berbeda
disebabkan karena akar permasalahan yang
sama. Oleh karena itu, dilakukan usulan
untuk perbaikan dengan metode 5W 1H agar
Kualitas Produksi meningkat. Apabila
dianalisa lebih lanjut, penyebab utama dari 3
jenis cacat produksi di atas terdiri dari 4
faktor yaitu :
1. Kemampuan wiring dan pemahaman
gambar yang kurang dari operator
2. Alat pendukung produksi untuk proses
assembly kurang bagus
3. Stok material seringkali tidak ada saat
dibutuhkan
4. Metode kerja baku yang
terdokumentasi belum ada
Berikut adalah rencana perbaikan untuk
terjadinya produk cacat:
No Masalah
What Why Who Where When How
1 Kemampuan wiring dan pemahaman gambar yang kurang dari operator
Operator mampu menguasai teknik pengerjaan dan pembacaan gambar
Belum diadakannya training
Training Centre
Bagian Produksi Wiring
Diusulkan pada bulan Agustus 2013
Bekerjasama dengan QA, Engineering, dan R&D untuk mengadakan training mengenai metode kerja wiring yang baik dan benar
2 Alat pendukung produksi untuk proses assembly tidak digunakan dengan semestinya
Standarisasi penggunaan alat pendukung produksi
Belum diadakannya training
Supervisor Produksi
Bagian Produksi Wiring
Diusulkan pada bulan Agustus 2013
Melakukan training perawatan dan penggunaan alat
3 Stok Material seringkali tidak ada saat dibutuhkan
Aliran material produksi yang lancar
Belum adanya PPIC
HRD, Produksi, Logistik
Bagian Produksi Wiring
Diusulkan pada awal tahun 2014
HRD akan melakukan proses rekrutmen untuk mengisi posisi PPIC
4 Metode kerja baku yang terdokumentasi belum ada
Standarisasi metode kerja yang terdokumentasi
Metode kerja belum standar dan tidak semua orang mengetahui
Supervisor Produksi
Bagian Produksi Wiring
Setelah training operator produksi
Setelah metode standar disosialisasikan dengan training, supervisor produksi akan mendokumentasikan metodenya dan membuat instruksi kerja
8. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Setelah pengumpulan, pengolahan
dan analisa data yang penulis lakukan pada
bab sebelumnya, akhirnya pada bab terakhir
12
ini penulis akan mencoba menyimpulkan
dari apa yang penulis analisa/teliti mengenai
alat pengendalian kualitas pada departemen
Quality Control PT. TIS. Adapun
kesimpulan itu antara lain :
1. Dari analisa dengan metode Seven
QC Tools di atas, diperoleh jenis
cacat produksi yang sering terjadi.
Cacat produksi yang sering terjadi
adalah Auxiliary Wire Section,
Labeling, dan Earth Connection.
Ketiga jenis cacat produksi tersebut
menyumbang 53,53% dari
keseluruhan cacat produksi yang
terjadi.
2. Penyebab utama dari ketiga jenis
cacat produksi tersebut adalah
kemampuan operator yang kurang
baik dan instruksi kerja yang
kurang jelas. Selain itu, penyebab
lain untuk jenis cacat produksi
Auxiliary Wire Section adalah alat
pendukung produksi yang kurang
baik. Ada juga cacat produksi yang
disebabkan karena belum adanya
bagian yang mampu mengurus
ketersediaan material yang
digunakan untuk proses produksi
(dalam hal ini PPIC yang tidak
ada).
3. Dengan metode 5W 1H, solusi
perbaikan yang disarankan adalah
memberikan pelatihan yang
terdokumentasi dan melakukan
perbaikan pada instruksi kerja agar
lebih sesuai dengan kondisi terbaru.
Selain itu bagian HRD mungkin
perlu mempertimbangkan untuk
merekrut seorang PPIC agar proses
aliran material produksi lebih
terjaga. Supervisor produksi juga
dituntut untuk lebih waspada
dengan kondisi peralatan
pendukungnya, Jangan sampai ada
peralatan yang rusak dan tidak
layak pakai karena hal ini akan
mengganggu proses produksi.
Saran
Setelah penulis melakukan
penelitian mengenai Kualitas Produksi panel
tegangan rendah di PT. TIS, ada beberapa
saran yang mungkin dapat berguna untuk
kemajuan dan perkembangan perusahaan.
1. Penerapan metode pengendalian
kualitas dengan Seven QC Tools
dapat membantu manajemen untuk
mengambil tindakan yang
diperlukan agar kualitas produk
meningkat.
2. Pelatihan dan pengembangan
karyawan sebaiknya dilakukan
secara terus – menerus
3. Instruksi kerja yang ada sebaiknya
dilengkapi dengan gambar agar
metode kerja untuk setiap bagian
menjadi lebih jelas.
4. Peralatan yang ada sebaiknya
dibuatkan prosedur perawatan agar
dapat dipakai dalam waktu lama.
DAFTAR PUSTAKA
Aichouni, A. Mohamed, and Benchicou,
Soraya A. 2009. Back to Basics - The
Seven Basic Quality Tools and their
Applications in Manufacturing and
Services. Diakses tanggal 7
Desember 2012 dari
http://ipac.kacst.edu.sa/eDoc/2009/17
2779_1.pdf
Ariani, Dorothea Wahyu. 2004.
Pengendalian Kualitas Statistik
(Pendekatan Kuantitatif dalam
Manajemen Kualitas). Yogyakarta :
Andi.
Dhandapani, D. (2004). Applying the
Fishbone diagram and Pareto
principle to Domino. diakses tanggal
10 Juli 2013 dari
http://www.ibm.com/developerworks
/lotus/library/fishbone/
Ferdiansyah, Herdian. 2012. Usulan
Rencana Perbaikan Kualitas Produk
Penyangga Duduk Jok Sepeda Motor
Dengan Pendekatan Metode Kaizen
(5w+1h) di PT. Ekaprasarana.
Jakarta : Universitas Gunadarma.
Juran, Joseph M., et all. 1999. Juran’s
Quality Handbook – Fifth Edition.
New York : The McGraw-Hill
Companies, Inc.
Mandavgade, Nitin K. and Jaju, Santosh B.
2009. Optimization of Cost using
Seven QC Tools. Diakses tanggal 15
Januari 2013 dari
http://xa.yimg.com/kq/groups/247090
41/72696830/name/pengkual1.pdf.