USULAN PENELTIAN Habibi

download USULAN PENELTIAN Habibi

of 30

description

Budidaya Sargassum duplicatum

Transcript of USULAN PENELTIAN Habibi

USULAN PENELITIAN

PERTUMBUHAN Sargassum duplicatum YANG DIBUDIDAYA DENGAN SISTEM JARING DAN BOBOT AWAL BERBEDA DI PANTAI NUSAKAMBANGAN TIMUR CILACAP

OlehSAEFULLAH HABIBI Z.AB1J008010

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO2014

PERTUMBUHAN Sargassum duplicatum YANG DIBUDIDAYA DENGAN SISTEM JARING DAN BOBOT AWAL BERBEDA DI PANTAI NUSAKAMBANGAN TIMUR CILACAP

Oleh:SAEFULLAH HABIBI Z.AB1J008010

Diajukan Sebagai Pedoman Pelaksanaan Penelitian Studi Akhir Pada Fakultas Biologi Universitas Jenderal SoedirmanPurwokerto

Disetujui dan Disahkan

Pada tanggal................

Pembimbing IPembimbing II

Drs. H. A. Ilalqinsy Insan, MS. Dra. Dwi Sunu Widyartini, MSi NIP. 19551214 198503 1 001 NIP. 19640523 198903 2 001

MengetahuiPembantu Dekan I

Drs. Agus Hery Susanto, MSNIP. 19590814 198603 1 004

PRAKATA

Usulan penelitian ini disusun sebagai pedoman kerja penelitian diberi judul Pertumbuhan Sargassum duplicatum Yang Dibudidaya Dengan Sistem Jaring dan Bobot Awal Berbeda Di Pantai Nusakambangan Timur Cilacap ini termasuk dalam lingkup Fikologi. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam penelitian ini penulis dibimbing oleh Drs. H. A. Ilalqisny Insan, MS. dan Dra. Dwi Sunu Widyartini, MSi. Adapun informasi ilmiah yang dihimpun dari sejumlah pustaka rujukan dan referensi lainnya meliputi hal-hal yang berkaitan dengan biologi rumput laut Sargassum duplicatum, metode budidaya rumput laut dan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan rumput laut.Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Pembimbing, Tim Komisi Tugas Akhir dan Pembantu Dekan I Fakultas Biologi Unsoed Purwokerto yang telah memberi kemudahan dan ijin dalam penyusunan Usul Penelitian ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Usulan Penelitian ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan demi penyempurnaannya dalam usulan penelitian ini. Semoga usulan penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoma pelaksanaan penelitian . Purwokerto, Desember 2013

Penulis

DAFTAR ISIiii

HalamanPRAKATA .... iiiDAFTAR LAMPIRAN vINTISARI ..... viI. PENDAHULUAN ..1II. MATERI DAN METODE PENELITIAN . 8A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 8B. Metode Penelitian . 9C. Metode Analisis .... 15III. JADWAL PENELITIAN .. 16DAFTAR REFERENSI .... 17LAMPIRAN 19

iv

DAFTAR LAMPIRAN Halaman1. Tabulasi Data Hasil Pengamatan Bobot S.duplicatum Pada Berbagai Umur .................. 192. Tabulasi Analisis Ragam Pertumbuhan Rumput Laut S. duplicatum Pada Umur 7 hst, 14 hst, 21 hst, dan 28 hst.......... 203. Tabulasi Data Hasil Pengukuran Kualitas Air .......... 21

v

INTISARI

Sargassum duplicatum merupakan rumput laut yang nilai ekonomis tinggi tetapi belum dibudidayakan secara intensif. Pertumbuhan rumput laut yang dibudidaya dipengaruhi oleh bibit dan teknik budidaya. Penerapan metode budidaya dan sistem penanaman disesuaikan dengan lahan yang digunakan sehingga pertumbuhan dapat optimal. Pemakaian bobot awal yang efisien diharapkan juga lebih meningkatkan pertumbuhan. Penanaman rumput laut menggunakan sistem jaring dapat dimodifikasi menjadi jaring tabung dan jaring tubuler. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh sistem jaring dan bobot awal berbeda terhadap pertumbuhan Sargassum duplicatum sehingga menghasilkan pertumbuhan optimal di Pantai Nusakambangan Timur. Penelitian akan menggunakan metode eksperimental dengan rancangan dasar Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola Faktorial dengan ulangan sebanyak tiga kali. Perlakuan-perlakuan yang dicobakan adalah sistem budidaya sebagai Faktor A yang terdiri dari sistem jaring tabung, sistem jaring tubuler dan sisitem tali tunggal, sedangkan Faktor B adalah bobot talus berbeda yaitu bobot 80 g, 100 g dan 120 g. Variabel yang diamati adalah bobot. Parameter penujang yang diukur antara lain salinitas air, suhu air, pH, serta kecerahan air. Data pertumbuhan dianalisis dengan menggunakan Uji F dengan taraf kepercayaan 95% dan 99%, untuk mengetahui pengaruh faktor yang dicobakan. Apabila hasilnya menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilanjut Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan yang dicobakan.

Kata Kunci: Sargassum duplicatum, Sistem Budidaya, Pertumbuhan, Bobot

vi

I. PENDAHULUAN

Sargassum merupakan rumput laut yang bernilai ekonomis tinggi. Rumput laut ini memiliki manfaat yaitu sebagai sumber penghasil alginat yang digunakan sebagai bahan pembuat cangkang kapsul, emulsifier dan stabilizer, yang berguna untuk kosmetik, kandungan koloid alginatnya digunakan sebagai bahan pembuat sabun, shampo dan cat rambut (Kadi, 2005). Rumput laut ini perlu dibudidayakan karena pemanfaatannya masih mengandalkan wild crop sehingga keberadaannya di alam semakin berkurang.Sargassum duplicatum memiliki bentuk talus gepeng, banyak percabangan yang hampir meyerupai pepohonan di daratan, bangun daun melebar lonjong seperti pedang, memiliki gelembung udara yang soliter, dan holdfast berbentuk cakram. S. duplicatum tumbuh berumpun dengan untai cabang-cabang, memiliki panjang thalli utama mencapai 3 meter, panjang talus bentuk daun 1,3 4,2 cm dan tiap percabangan terdapat gelembung udara yang di sebut vesikel yang berukuran kecil, bulat, berdiameter antara 1,5 2 mm, setiap jenis rumput laut Sargassum memiliki jumlah berbeda disetiap percabangannya dan berguna untuk menopang cabang-cabang thalli terapung ke arah permukaan untuk mendapatkan intesitas cahaya matahri yang cukup dalam proses fotosintesis (Kadi, 2005). Pertumbuhan talus rumput laut sangat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang berpengaruh antara lain jenis, galur, talus (bibit) dan umur, sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh antara lain lingkungan atau oseanografi, bobot bibit, jarak tanam dan teknik penanaman. Keberhasilan budidaya dipengaruhi oleh metode budidaya yang digunakan. Sebaiknya metode disesuaikan dengan kondisi fisik serta perairan yang diguna kan sebagai lahan budidaya. Berdasarkan posisi penanamannya, metode budidaya dibagi menjadi tiga yaitu metode dasar (bottom method), metode lepas dasar (off bottom method) dan metode apung (floating method). Metode apung pada prinsipnya metode apung ini mirip dengan metode dasar tetapi posisi rumput laut berada pada permukaan air. Keuntungan yang diperoleh dari metode apung antara lain : pertumbuhan rumput laut menjadi lebih baik karena proses fotosintesis dapat berlangsung dengan baik sehingga produksinya akan lebih tinggi apabila dibandingkan dengan metode yang lain, dapat digunakan pada semua jenis perairan. (Afrianto dan Liviawaty, 1989).

Sistem penanaman pada metode apung dapat dilakukan secara tali tunggal apung (Floating monoline) dan jaring apung (Floating net). Sistem tali tunggal, dapat diterapkan di perairan yang dalam maupun dangkal. Budidaya dengan sistem tali tunggal memiliki kekurangan apabila pertumbuhannya sudah besar (2-3 minggu setelah tanam) biasanya talus rumput laut tersebut mudah patah dan hanyut terkena ombak maupun arus serta mudah rusak akibat adanya predator. Sistem jaring pada perkembangannya cocok untuk dasar berkarang, pergerakan airnya didominasi oleh ombak. Sistem jaring dapat dimodifikasi menjadi bentuk tabung (dengan rangka yang terbuat besi atau kawat) dan jaring tubuler (tanpa rangka). Jaring tabung adalah sistem jaring yang ditempelkan pada rangka besi atau kawat hingga membentuk silindris. Sistem jaring tubuler mirip dengan sistem jaring tabung tetapi jaring tubuler tidak memakai rangka besi. Keuntungan dari sistem jaring pertumbuhan rumput laut lebih baik, bebas dari serangan bulu babi dan bibit tidak mudah hilang. Kekurangan dari sistem jaring memerlukan banyak waktu untuk pembuatan jaring serta biaya yang tinggi (Widyartini dan Insan, 2007). 2

Keberhasilan budidaya selain dipengaruhi oleh sistem budidaya juga dapat dipengaruhi oleh penggunaan bibit. Bobot awal bibit yang digunakan dalam budidaya rumput laut akan mempengaruhi pertumbuhannya. Hal tersebut berkaitan dengan perbedaan jumlah nutrisi yang didapat berdasarkan sedikit banyaknya jumlah rumpun. Penggunaan bobot bibit rumput laut secara tepat akan menghasilkan produksi maksimal, sedangkan penanaman rumput laut dengan bobot awal yang terlalu besar merupakan suatu pemborosan (Hamid, 2009). Secara umum bobot yang sering digunakan untuk budidaya pada rumput laut berkisar antara 50 gram sampai 100 gram. Bibit yang dipilih harus berusia muda karena pertumbuhannya lebih cepat dari pada bibit yang berusia tua, sel-sel talus rumput laut yang berusia muda masih berfungsi secara optimal pada lingkungan yang sesuai (Aslan, 2006).

3

Faktor lingkungan yang mempengaruhi budidaya rumput laut antara lain faktor fisika, kimia, dan biotik. Beberapa faktor fisika adalah suhu, intensitas cahaya, kedalaman dan arus. Faktor kimia meliputi salinitas, pH, dan nutrien. Sedangkan faktor biotik meliputi ikan pemangsa maupun herbivor lainnya serta persaingan antar talus dalam mendapatkan. Suhu dan salinitas termasuk faktor pembatas kehidupan organisme akuatik secara umum. Salinitas adalah kadar garam yang terlarut dalam air. Kadar garam dapat mempengaruhi permeabilitas membran sel dan penyerapan zat hara maka akan mempengaruhi jenis tumbuhan yang toleran dan tidak toleran. Selain itu, suhu juga merupakan salah satu faktor penting untuk pertumbuhan dan perkembangan rumput laut. Suhu mempunyai pengaruh terhadap kecepatan fotosintesis. Fotosintesis akan meningkat dengan meningkatnya temperatur hingga pada kisaran tertentu dan terhenti ketika suhu melebihi ambang batas toleransi (Fitler dan Hay, 1992). Salah satu nutrien yang mempengaruhi pertumbuhan rumput laut adalah nitrat dan fosfat. Nitrogen selalu tersedia di ekosistem perairan dan melimpah dalam bentuk kombinasi dari amonia, nitrat, nitrit, urea, dan senyawa organik terlarut dalam jumlah yang sedikit. Nitrat adalah bentuk nitrogen utama yang dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan rumput laut. Pertumbuhan rumput laut yang baik membutuhkan kisaran nitrat sebesar 0,9 3,50 ppm, kebutuhan nitrat oleh setiap rumput laut sangat beragam. Nitrat akan menjadi faktor pembatas atau bersifat toksik apabila kadar nitrat dibawah 0,1 atau diatas 45 mg/l (Wantasen dan Tamrin, 2012).4

Fosfor (P) berperan penting dalam pembentukan protein dan metabolisme, serta sebagai nutrien pembatas dalam perairan. Sumber P di badan perairan berasal dari pelapukan mineral kalsium fosfat, antropogenik, dekomposisi, ekskresi hewan, presipitasi dan aliran tanah. Kebutuhan fosfat untuk pertumbuhan optimum bagi rumput laut dipengaruhi oleh senyawa nitrogen. Batas tertinggi konsentrasi fosfat akan lebih rendah jika nitrogen berada dalam bentuk garam amonium. Sebaliknya jika nitrogen dalam bentuk nitrat, konsentrasi tertinggi fosfat yang diperlukan akan lebih tinggi. Batas terendah konsentrasi untuk pertumbuhan optimum rumput laut berkisar antara 0,018-0,090 ppm P-PO4 apabila nitrogen dalam bentuk nitrat, sedangkan bila nitrogen dalam bentuk amonium batas tertinggi berkisar pada 1,78 ppm P-PO4 (Ambas, 2006).Lingkungan yang sesuai untuk budidaya rumput laut S. duplicatum adalah dasar perairan yang paling baik untuk pertumbuhan yang stabil terdiri dari patahan karang mati (pecahan karang) dan pasir kasar serta bebas dari lumpur, dengan gerakan air (arus) yang cukup 20-40 cm/detik. Suhu perairan 27,25 - 29,30 0C dan salinitas 32-33,5 o/o. Kedalaman air yang baik untuk pertumbuhan S. duplicatum adalah antara 2-15 m pada saat surut terendah nutrien (Anggadiredja, 2008). Pantai Cilacap mempunyai pontensi untuk perkembang biakan rumput laut. Panjang pantainya kurang lebih 105 km. Salah satunya Pantai Nusakambangan Timur Kabupaten Cilacap, sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal. Keadaan perairan pantai yang mempunyai gelombang tidak terlalu besar, kedalaman air saat pasang mencapai 210 cm sedangkan saat surut 100 cm dapat untuk budidaya rumput laut, salinitas air laut berkisar antara 27 o/o- 35 o/o dengan pH berkisar 7-8 dan substrat dasar perairan berupa pasir dan pecahan karang sangat mendukung pertumbuhan rumput laut. Perairan budidaya S. duplicatum dipilih perairan yang secara alami ditumbuhi oleh komonitas dari berbagai makroalga seperti Ulva, Caulerpa, Padina, Hypnea dan lain-lain, dimana hal ini merupakan salah satu indikator bahwa perairan tersebut cocok untuk budidaya S. duplicatum dan diusahakan jauh dari gangguan hewan air yang bersifat hama terhadap S. duplicatum (Masyahoro dan Mappiratu, 2010).5

4

Pertumbuhan menunjukkan suatu pertambahan dengan menghubungkan konsep-konsep yang menyangkut perubahan kualitas, seperti pengertian mencapai ukuran penuh (full size) atau kedewasaan (maturity). Pertumbuhan dapat diukur melalui parameter seperti pertambahan panjang, lebar atau luas, tetapi dapat pula diukur berdasarkan pertumbuhan volume, massa atau berat kering (Taiz dan Zeiger, 1998). Pertumbuhan rumput laut dapat dilihat dari pertambahan berat basahnya (Aslan, 2006). Menurut Winarno (1996) pertumbuhan rumput laut juga sangat tergantung pada teknologi atau metode penanamannya. Metode yang dipilih hendaknya dapat memberikan pertumbuhan yang menguntungkan, mudah pelaksanaannya dan dilakukan dengan bahan-bahan yang murah dan mudah didapat. Selain itu, metode yang digunakan sebaiknya disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan spesies rumput laut yang akan dikembangkan.Penelitian ini akan dilakukan dengan mengukur bobot talus yang dibudidayakan dengan sistem jaring. Hal ini penting karena bobot, sistem dan juga metode budidaya ada hubungannya terhadap pertumbuhan S. duplicatum. Menurut Zailanie et al., (2001), penghasil alginat tertinggi terdapat pada talus bentuk batang karena pada talus bentuk batang mempunyai fungsi sebagai penyimpan zat-zat cadangan makanan.6

Berdasarkan uraian di atas maka muncul permasalahan :

1. Bagaimana sistem jaring dan bobot yang berbeda mempengaruhi pertumbuhan talus Sargassum duplicatum di Pantai Nusakambangan Timur.

2. Sistem jaring apa dan bobot berapa yang mampu memberikan pertumbuhan talus Sargassum duplicatum terbaik di Pantai Nusakambangan Timur.Berdasarkan permasalahan tersebut muncul tujuan untuk :1. Mengetahui pertumbuhan talus Sargassum duplicatum yang dibudidaya dengan sistem jaring dan bobot berbeda di Pantai Nusakambangan Timur.2. Menentukan sistem jaring dan bobot yang dapat menghasilkan pertumbuhan talus Sargassum duplicatum terbaik di Nusakambangan Timur.Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pengaruh sistem jaring dan bobot yang berbeda terhadap pertumbuhan S. duplicatum yang dapat menghasilkan pertumbuhan talus terbaik di Perairan Nusa Kambangan Timur, Cilacap. Hasil penelitian Kurniawati (2003), pada budidaya rumput laut Gracilaria verrucosa yang ditanam dengan sistem jaring tabung menghasilkan laju pertumbuhan sebesar 0,514 kg/m2, dengan sistem apung jaring menghasilkan laju pertumbuhan sebesar 0,449 kg/m2, sedangkan dengan sistem tali tunggal menghasilkan laju pertumbuhan terkecil sebesar 0,415 kg/m2. Purwanto (2008) menambahkan bahwa pengamatan terhadap hasil produksi menunjukkan bahwa produksi basah tertinggi Eucheuma cottonii diperoleh dari perlakuan jaring tabung dengan metode apung sebesar 261,33 g/m2, sedangkan produksi terendah diperoleh dari perlakuan jaring tubuler metode dasar sebesar 122 g/m2. Berdasarkan data hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa budidaya rumput laut dengan sistem jaring tabung dapat menghasilkan laju pertumbuhan yang lebih baik. Hasil penelitian Mansyur, dkk (1993) juga diperoleh bahwa metode budidaya apung menghasilkan pertumbuhan rumput laut jenis G. verrucosa yang lebih baik dibandingkan dengan metode yang lain. Menurut hasil penelitian Hak dan Tazwir (2004), diperoleh bahwa rendemen pada Sargassum filipendula yang dibudidayakan menggunakan rakit dengan metode apung menghasilkan rendemen lebih baik. 7

Penelitian ini akan dilakukan di pantai Nusakambangan Timur menggunakan sistem jaring yang dimodifikasi menjadi jaring tabung, jaring tubuler dan juga menggunakan sistem tali tunggal, dengan bobot awal adalah 80 g, 100 g dan 120 g. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :1. Penggunaan bobot dan sistem budidaya yang berbeda akan menghasilkan pertumbuhan talus Sargassum duplicatum berbeda yang ditanam di Pantai Nusakambangan Timur.

2. Sistem jaring tabung dan bobot 100 g dapat menghasilkan pertumbuhan terbaik pada Sargassum duplicatum yang ditanam di Pantai Nusakambangan Timur.

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN

A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian1. MateriBahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rumput laut Sargassum duplicatum, sampel air laut, kertas Whatman no.1, HCL 1N, Phenolpthaelin, NaOH dan reagen campuran. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : jaring tubuler, jaring tabung, tali nilon, bambu, pelampung, gunting, timbangan analitik, meteran, tali rafia, kantung plastik, salt hand refraktometer, spektrofotometer, botol erlenmeyer, pH digital, termometer, keping Secchi, kamera, dan alat tulis.

2. Lokasi dan Waktu PenelitianPenelitian ini dilakukan di Pantai Nusakambangan Timur, Cilacap pada bulan Desember 2013 sampai dengan bulan Januari 2014.

Gambar 2.1 Peta Lokasi Penelitia (X, lokasi penelitian). Sumber: LAPAN Deputi Bidang Penginderaan Jauh, 2013B. Metode Penelitian9

1. Rancangan PercobaanPenelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan rancangan dasar Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial, berdasarkan titik tumbuh dengan tiga kali ulangan. Adapun perlakuan-perlakuan yang dicobakan adalah sebagai berikut :a. Faktor A adalah sistem budidaya terdiri dari :A1 = Jaring TabungA2 = Jaring TubulerA3 = Tali tunggalb. Faktor B adalah bobot talus terdiri dari :B1 = Bobot 80 grB2 = Bobot 100 grB3 = Bobot 120 grkombinasi perlakuan yang dicobakan berturut-turut sebagai berikut:A1B1, A1B2, A1B3, A2B1, A2B2, A2B3, A3B1, A3B2, A3B3.

1.1. Variabel Utama

Pengamatan dan pengambilan data pertambahan bobot talus bentuk batang Sargassum duplicatum dilakukan pada 7 hst, 14 hst, 21 hst, 28 hst (hari setelah tanam). Diambil sebanyak 3 kali, ditimbang bobotnya untuk mengetahui pertumbuhannya.1.2. Parameter PendukungPengukuran dilakukan pada 0 hari setelah tanam (hst), 7 hst, 14 hst, 21 hst, 28 hst yang mana pengukuran dilakukan 3 kali dalam sehari yaitu pada pukul 09.00, pukul 13.00 dan pukul 17.00 (Lampiran 3).

10

Gambar 2.2 Rakit Jaring Tabung

Gambar 2.3 Rakit Jaring Tubuler

11

Gambar 2.4 Rakit Tali Tunggal

2. Cara Kerja

2.1. Persiapan Lahan untuk budidaya terletak di Pantai Nusakambangan Timur, Cilacap. Bibit rumput laut S. duplicatum diambil dari Pantai Goa, Cilacap. Rumput laut diambil yang segar dan dicuci dengan air laut, bibit kemudian diukur dengan bobot 80 g, 100 g dan 120 g. Jaring tabung dibuat dengan jaring yang diberi rangka besi, jaring tubuler yang digunakan dibuat tanpa rangka besi, sedangkan tali tunggal terbuat dari tambang. Rakit ukuran 200 x 300 cm sebanyak 6 buah untuk menempatkan jaring tabung, jaring tubuler maupun tali tunggal, digunakan dengan metode apung.2.2. Penanaman2.2.1. Jaring Tabung (Gambar 2.2 )1. Rakit dengan ukuran 200 x 300 m sebanyak 3 buah dan Jaring tabung sebanyak 45 buah disiapkan2. Talus rumput laut ditimbang dengan bobot 60 g, 80 g dan 100 g, masing-masing sebanyak 15 buah. 12

3. Tiap jaring tabung kemudian diisi satu ikat rumput laut S. duplicatum (satu titik tanam), 15 jaring tabung untuk perlakuan A2B1, 15 jaring tabung untuk perlakuan A2B1, 15 jaring tabung untuk perlakuan A3B3.4. Jaring tabung diikatkan pada rakit dengan jarak anatar jaring tabung dan jaring tabung lainnya 50 cm.

2.2.2. Jaring Tubuler (Gambar 2.3)1. Rakit dengan ukuran 200 x 300 cm sebanyak 3 buah dan jaring tubuler sebanyak 45 buah disiapkan 2. Talus rumput laut ditimbang dengan bobot 60 g, 80 g dan 100 g, masing-masing sebanyak 15 buah.3. Tiap jaring tubuler kemudian diisi satu ikat rumput laut S. duplicatum (satu titik tanam), 15 jaring tubuler untuk perlakuan A1B2, 15 jaring tubuler untuk perlakuan A2B2, 15 jaring tubuler untuk perlakuan A2B3.4. Jaring tubuler diikatkan pada rakit dengan jarak antar jaring tubuler dengan jaring tubuler lainnya yaitu 50 cm.2.2.3. Tali Tunggal (Gambar 2.4)1. Rakit dengan ukuran 200 x 300 m sebanyak 3 buah dan tali tamabang sebanyak 9 buah sepanjang 3 m disiapkan 2. Talus rumput laut ditimbang dengan bobot 60 g, 80 g dan 100 g, masing-masing sebanyak 15 buah.3. Tiap 1 tali tambang kemudian diikat beberapa rumput laut S. duplicatum dengan jarak 50 cm antar titik tanam, 3 tali tunggal untuk perlakuan A3B1, 3 tali tunggal untuk perlakuan A3B2, 3 tali tungga untuk perlakuan A3B3.4. Tali tunggal diikatkan pada rakit dengan jarak antar tali 50 cm.13

2.3. PemeliharaanDilakukan penyiangan terhadap rumput laut dari tanaman lain atau kotoran yang menempel pada rumput laut. Pemeliharaan dilakukan dengan secara berkala setiap tujuh hari sekali.

2.4. Pengukuran PertumbuhanPertumbuhan diamati dengan mengukur bobot S. duplicatum. Caranya sampel tanaman diambil untuk masing-masing perlakuan dan kemudian ditimbang. Pengambilan sampel ini diulang sebanyak 3 kali. Data penimbangan (Lampiran 1) dimasukkan ke dalam rumus sebagai berikut:

a) Rumus Bobot Talus

keterangan :G = Pertumbuhan (g/hari)Wt1 = Berat rumput laut umur t1 (g)Wt2 = Berat rumput laut umur t2 ( g)t 1= Waktu pengambilan sampel ke-1t2=Waktu pengambilan sampel ke-2

(Sumber: Widyartini dan Insan, 2007)2.5. Pengukuran suhu air Suhu diukur dengan cara memasukkan termometer ke dalam air laut selama 5 menit, kemudian suhu yang teramati dicatat.

2.6. Pengukuran salinitas Pengukuran salinitas dilakukan dengan menggunakan salt hand refraktometer, dengan cara meneteskan air laut pada kaca salt hand refraktometer, kemudian dilihat skala salinitasnya dan dicatat.

2.7. Pengukuran derajat keasaman (pH)14

Pengukuran derajat keasaman (pH) dilakukan dengan menggunakan pH digital, dengan cara masukan batang pH digital ke dalam air, ditunggu sesaat, ketika sudah muncul angkat yang stabil kemudian dicatat.

2.8. Pengukuran kecerahan

Pengukuran kecerahan dilakukan dengan menggunakan keping Sechi yang dicelupkan ke dalam air sampai tepat Keping Secchi tidak terlihat lagi, jarak tersebut dicatat sebagai x meter. Kemudian Keping Secchi ditenggelamkan sehingga tidak kelihatan kemudian diangkat samapai tepat kelihatan, jarak tersebut dicatat sebagai y meter, kemudian dihitung dengan rumus

Keterangan :P = Kecerahan (cm)x = Jarak secchi disk masih terlihat (cm)y = Jarak secchi disk tidak terlihat (cm)

2.9. Pengukuran nitratPengukuran kandungan nitrat-nitrogen dilakukan dengan menggunakan metode spektofotometri yaitu sampel air sebanyak 50 ml disaring menggunakan kertas Whatman No. 1. Setelah disaring dimasukkan ke dalam erlenmeyer 50 ml. Sampel air 50 ml ditambahkan 1 ml HCl 1 N kemudian di goyang-goyangkan hingga homogen. Kandungan nitrat air sampel diukur menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 220 nm, kemudian hasil yang diperoleh dicatat.2.10. Pengukuran fosfatPengukuran fosfat dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri yaitu sampel air sebanyak 50 ml disaring menggunakan kertas Whatman No. 1. Setelah disaring dimasukkan ke dalam erlenmeyer 50 ml. Setelah dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 50 ml lalu ditambahkan 1 tetes indikator Phenolpthaelin dan tetes NaOH sampai berwarna merah muda kemudian ditambahkan 8 ml reagen campuran, tunggu 5 menit. Kandungan fosfat air sampel diukur menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 880 nm, kemudian hasil yang diperoleh dicatat.C. Metode Analisis15

Data hasil pengamatan dianalisis dengan mengunakan uji F dengan taraf kepercayaan 95% dan 99% untuk mengetahui pengaruh faktor yang dicobakan. Apabila hasilnya menunjukkan pengaruh yang nyata, dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. H0 ditolak jika F hit > F table, H0 diterima jika F hit F table, dimana H0 : x2 = 0; tidak ada pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan S. duplicatum atau H1 : x2 0; terdapat pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan S. duplicatum.

III. JADWAL PENELITIAN

Penelitian ini akan dilaksanakan selama 6 bulan. Berikut ini adalah rincian rencana jadwal penelitian mulai dari penyusunan proposal hingga seminar hasil penelitian.NoKegiatanBulan

910111212

1Penyusunan Proposal

2Seminar Proposal

3Persiapan penelitian

4Penelitian

5Analisis dan Pengolahan data

6Penyusunan laporan

7Seminar Hasil

DAFTAR REFERENSI

Afrianto, E. dan E. Liviawaty. 1989. Budaidaya Rumput Laut dan Cara Pengolahannya. Bathara, Jakarta.

Ambas, I. 2006. Budidaya Rumput Laut. Pelatihan Budidaya Laut Coremap Tahap II Kabupaten Selayar. Yayasan Mattirotasi, Makasar.

Anggadiredja. 2008. Rumput Laut (Pembudidayaan, Pengolahan dan Pemasaran Yang Potensial). Penebar Swadaya, Jakarta.

Aslan, L. M. 2006. Budidaya rumput laut. Kanisius, Yogyakarta

Boney, A. D. 1965. Aspect of the biology of the seaweeds of economic importance. Mar. Bot. (3):205-253.

Fitler, A. H. dan R. K. M. Hay. 1992. Fisiologi Lingkungan Tanaman. UGM Press, Yogyakarta.

Hak, N. dan Tazwir . 2004. Pengaruh Umur Panen Rumput Laut Coklat (Sargassum filipendula) Terhadap Mutu Fisiko-Kimia Natrium Alginta Yang Dihasilkan. Buletin Teknologi Hasil Perikanan, 7 (1): 80-95.

Hamid, A. 2009. Pengaruh Berat Bibit Awal dengan Metode Apung (Floating Method) Terhadap Persentase Pertumbuhan Harian Rumput Laut (Eucheuma cottonii). Skripsi. Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Maulana Malik Ibrahim. Malang.Kadi, A. 2005. Beberapa Catatan Kehadiran Marga Sargassum Diperairan Indonesia. Oseana, 30 (4) : 19 29

Kurniawati, S. 2003. Pertumbuhan dan Produksi Rumput Laut Grailaria gigas Harv. Pada Berbagai Metode Budidaya di Perairan Tambak Polikultur Gombong. Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Mansyur, A., Utojo dan Muharijadi, A. 1993. Pengaruh Perbedaan Metode Penanaman Terhadap Pertumbuhan Rumput Laut G. verrucosa di Tambak Percobaan Marana, Maros, Sulawesi Selatan. Balai Penelitian Perikanan dan Budidaya Pantai, Maros.

Masyahoro dan Mappiratu. 2010. Respon Pertumbuhan Pada berbagai Kedalaman Bibit dan Umur Panen Rumput Laut Eucheuma cottonii Di Perairan Teluk Palu.Media Litbang Sulteng, 3 (2) : 104 111.

Poncomulyo, T, . 2006. Budi Daya Dan Pengolahan Rumput Laut. PT Agro Media Pustaka. Jakarta.

Purwanto, G. 2008. Pertumbuhan dan Produksi Eucheuma cottonii Doty yang Ditanam Dengan Sistem Jaring dan Kedalaman yang Berbeda di Perairan Selok Cilacap. Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Taiz, L. and E. Zeiger. 1998. Plant Physiology. Sinauer Associates Inc., New YorkWantasen, A. S. J. dan Tamrin. 2012. Analisis Kelayakan Lokasi Budidaya Rumput Laut di Perairan Teluk Dodinga Kabupaten Halmahera Barat. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis, 8 (1): 23-17.. Widyartini, D. S. dan Insan, A. I. 2007. Meningkatkan Produksi Rumput Laut Gracilaria gigas Melalui Modifikasi Sisitem Jaring (Studi Kasus : Di Perairan Nusakambangan, Cilacap). Oseana, 32 (4) : 13- 20

Winarno, F. G. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Zailanie, K., Susanto, T., dan Simon B.W. 2001. Ekstraksi Dan Pemurnian Alginat Dari Sargassum filipendula Kajian Dari Bagian Tanaman, Lama Ekstraksi Dan Konsentrasi Isopropanol. Jurnal Teknologi Pertanian, 2 (1): 10-27.

Lampiran 1. Tabulasi Data Pengamatan Bobot Sargassum duplicatum Pada Berbagai Umur.

Umur (hst)Kombinasi PerlakuanPertumbuhan (g/hari)

SistemBobot AwalUlanganTotalRataan

123

7A1B1

B2

B3

A2B1

B2

B3

A3B1

B2

B3

14A1B1

B2

B3

A2B1

B2

B3

A3B1

B2

B3

21A1B1

B2

B3

A2B1

B2

B3

A3B1

B2

B3

28A1B1

B2

B3

A2B1

B2

B3

A3B1

B2

B3

Keterangan:A1 : Sistem Jaring TabungB1 : Bobot 80 grA2 : Sistem Jaring TubulerB2: Bobot 100 grA3: Sistem Tali TunggalB3: Bobot 120 gr

Lapiran 2. Tabulasi Analisis Ragam Pertumbuhan Rumput Laut Sargassum duplicatum Pada Umur 7 hst, 14 hst, 21 hst, dan 28 hstWaktuSumber ragamDerajat Bebas (DB)Jumlah Kuadrat (JK)Kuadrat Tengah (KT)F hitungF Tabel

0,050,01

7HstKelompok2

A2

B2

Interaksi AxB4

Galat16

Total26

14 HstKelompok2

A2

B2

Interaksi AxB4

Galat16

Total26

21 HstKelompok2

A2

B2

Interaksi AxB4

Galat16

Total26

28 Hst

Kelompok2

A2

B2

Interaksi AxB4

Galat16

Total26

Lampiran 3. Tabulasi Data Kualitas Air Pantai Nusakambangan Timur, CilacapUmur rumput lautVariabel pendukungUlangan

123Rataan

7 hstSuhu (oC)

Salinitas (o/oo)

pH

Kecerahan (cm)

Nitrat

Fosfat

14 hstSuhu (oC)

Salinitas (o/oo)

pH

Kecerahan (cm)

Nitrat

Fosfat

21 hstSuhu (oC)

Salinitas (o/oo)

pH

Kecerahan (cm)

Nitrat

Fosfat

28 hstSuhu (oC)

Salinitas (o/oo)

pH

Kecerahan (cm)

Nitrat

Fosfat

Lampiran 5. Estimasi Penanaman Sistem Jaring Tabung

50 cm Rakit bambu ukuran 2 x 3 m

Rumput laut

30cm

20 cm

3 m

35 cm

2 m

Lampiran 6. Estimasi Penanaman Sistem Jaring Tubuler

50 cm Rakit bambu ukuran 2 x 3 m

30 cmRumput laut

20 cm

3 m

35 cm

2 m

Lampiran 7. Estimasi Penanaman Sistem Tali Tunggal

50 cm Rakit bambu ukuran 2 x 3 m

Rumput laut50 cm

300 cm3 m

2 m