USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

91
i USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat guna menyelesaikan Program Studi Strata 1 Ilmu Hukum Oleh Nama : Ridho Rinaldo NIM : A.111.16.0130 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEMARANG TAHUN 2020

Transcript of USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

Page 1: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

i

USM

IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG

TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan

memenuhi syarat-syarat guna menyelesaikan

Program Studi Strata 1 Ilmu Hukum

Oleh Nama : Ridho Rinaldo NIM : A.111.16.0130

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEMARANG

TAHUN 2020

Page 2: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...
Page 3: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...
Page 4: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...
Page 5: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

v

DOKUMEN PERPUSTAKAAN

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEMARANG

Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Semarang dengan ini

menerangkan, bahwa skripsi di bawah ini :

Judul : IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG

TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN

Peneliti : Nama : Ridho Rinaldo

NIM : A.111.16.0130

Telah didokumentasikan dengan nomor :

Di Perpustkaan Fakultas Hukum Universitas Semarang untuk dipergunakan

sebagaimana mestinya.

Semarang, 25 Februari 2020

Bagian Administrasi Perpustkaan

Fakultas Hukum Universitas Semarang

.................................................................

Page 6: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

vi

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

berkat rahmat dan anugerahNya Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

baik dan benar dengan judul “Implikasi Pengaturan Sistem Rujukan

Berjenjang Terhadap Pelayanan Kesehatan Perorangan”. dalam rangka

menyelesaikan studi Strata 1 untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada

Fakultas Hukum Universitas Semarang, dan juga dalam penyusunan dan

penulisan skripsi ini penulis juga tidak lupa mengucapkan ucapan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Andy Kridasusila, S.E., M.M. selaku Rektor Universitas

Semarang.

2. Ibu B. Rini Heryanti, S.H., M.H. sebagai Dekan Fakultas Hukum

Universitas Semarang.

3. Ibu Endah Pujiastuti, S.H., M.H., Selaku Dosen Pembimbing I yang

dengan sabar memberikan bimbingan motivasi serta saran dan

nasehat yang bersifat membangun kepada penulis dalam pembuatan

skripsi ini.

4. Bapak Dr. Sukimin, S.H., M.H. sebagai Dosen Pembimbing II yang

dengan sabar memberikan bimbingan motivasi serta saran dan

nasehat yang bersifat membangun kepada penulis dalam pembuatan

skripsi ini.

5. Bapak Agus Saiful Abid, S.H., selaku Dosen Wali yang telah

membimbing dan memberikan arahan kepada penulis dalam

menempuh pendidikan strata satu (S-1) pada Fakultas Hukum

Page 7: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

vii

Universitas Semarang.

6. Kepada kedua Orang Tua tercinta, Bapak Zainuri dan Ibu Zaina

Serta Abang saya yang memberikan dorongan, semangat, dukungan

moral dan material serta doa yang selalu dipanjatkan untukku

sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini dan semoga Allah SWT

selalu memberikan kebahagiaan serta kasih sayang-Nya.

7. Terkhusus kepada Hesminta Riri yang telah memberikan semangat

serta doa hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Kepada teman-teman organisasi Mahasiswa Fakultas Hukum, teman-

teman organisasi Himpunan Islam (HmI).

9. Kepada teman-teman saya yang sudah membantu dalam penulisan

skripsi ini kepada, Immanuel Yogi H, Dendy Novian, Muh. Firda

Ramadani, salsabila, Lia Amalia, Afidatul Budur, Yaumul Kholifah.

10. Penulis hanya dapat mendoakan, agar mereka yang telah membantu

dalam skripsi ini mendapatkan balasan yang setimpal dari Tuhan

Yang Maha Esa. Atas bantuan, bimbingan serta dukungan dari

berbagai pihak, semoga Tuhan Yang Esa memberikan balasan yang

berlipat ganda kepada semuanya. Demi perbaikan selanjutnya, saran

dan kritik yang membangun akan penulis terima dengan senang hati.

Page 8: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

viii

Akhirnya hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa penulis serahkan

segalanya, mudah-mudahan dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan

umumnya bagi kita semua.

Semarang, 25 Februari 2020

Penulis

Page 9: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

ix

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Yakinkan dengan iman usahakan dengan ilmu sampaikan dengan amal

Yakusa (Yakin Usaha Sampai)

Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah

beserama orang-orang yang sabar. (Q.s Al-Baqarah ayat 153)

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh

jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, allah lebih

mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui. (Q.s Al-Baqarah ayat 216 )

PERSEMBAHAN

Kepada ke dua orang tua saya yang saya sayangi.

Kepada Himpunan Mahasiswa Islam cabang Semarang

Page 10: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

x

ABSTRAK

Keberhasilan negara dapat dilihat dari terwujudnya tujuan pembangunan nasional, tolok ukur keberhasilan tersebut adalah tingkat kesejahteraan masyarakat. Permasalahan kesehatan menjadi fokus utama pemerintah dalam memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat yang tercantum di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 34 ayat (3). Kesehatan merupakan kebutuhan primer manusia untuk menjalankan fungsi dan peranannya sehingga mampu memperoleh kesejahteraan. BPJS Kesehatan sebagai sebuah badan hukum pemerintah yang memiliki tugas khusus yaitu menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah pengaturan sistem rujukan berjenjang di indonesia. (2) Bagaimanakah implikasi mengenai pengaturan sistem rujukan berjenjang terhadap pelayanan kesehatan perorangan. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum yuridis-normatif, yaitu menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai hukum positif dikaitkan dengan teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif dalam masyarakat, hasil penelitian menunjukkan: Pertama, Untuk mengatur mekanisme penyelenggaraannya sistem rujukan dalam BPJS, kementrian kesehatan Republik Indonesia kemudian mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan. Kedua, dengan adanya pengaturan sistem rujukan berjenjang ini berdampak kepada pelayanan kesehatan perorangan setiap peserta mempunyai hak mendapat pelayanan kesehatan meliputi pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Pertama, pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Lanjut. Masyarakat mendapat kepastian dalam jaminan kesehatan yang di kelola langsung oleh Pemerintah melalui BPJS, Pemerintah telah menjamin pelayanan kesehatan masyarakat khususnya sistem rujukan berjenjang pada pelayanan BPJS, serta dampak kepada fasilitas kesehatan berdampak pada RSUD yang bertipe B yakni penurunan jumlah pasien rawat jalan, dampak terhadap kebijakan pada keadaan-keadaan sekarang dan keadaan di masa yang akan datang.

Kata Kunci: Sistem Rujukan, BPJS, Perorangan

Page 11: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

xi

ABSTRACT

The success of the country can be seen from the realization of national development goals, the benchmark of success is the level of public welfare. Health issues are the main focus of the government in improving the level of welfare of the people listed in the Constitution of the Republic of Indonesia Article 34 paragraph (3). Health is a primary human need to carry out its functions and roles so as to be able to obtain welfare. BPJS Health as a government legal entity that has a special task is to organize health care guarantees for all Indonesian people. The problems in this study are (1) How is the tiered referral system managed in Indonesia. (2) What are the implications regarding the regulation of the tiered referral system for individual health services. This study uses juridical-normative legal research, which describes the legislation that applies as a positive law associated with legal theory and practice of implementing positive law in the community. The results of the study show: First, to regulate the mechanism for implementing a referral system in BPJS, the ministry of health The Republic of Indonesia then issued Regulation of the Minister of Health of the Republic of Indonesia Number 001 of 2012 concerning Individual Health Service Referral Systems. Second, the existence of a tiered referral system arrangement has an impact on individual health services. Each participant has the right to receive health services including First Level Outpatient health care, Advanced Outpatient health services. The public has certainty in health insurance that is managed directly by the Government through BPJS, the Government has guaranteed public health services, especially the tiered referral system on BPJS services, and the impact on health facilities has an impact on type B hospitals, namely the decrease in the number of outpatients, the impact on policies in the present and in the future. Key words: Referral System, BPJS, individual

Page 12: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i

HALAMAN ORISINALITAS .............................................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iii

HALAMAN LEMBAR DOKUMENTASI PERPUSTAKAAN .......................... v

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ....................................................................... ix

ABSTRAK ............................................................................................................ x

DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

A. Latar Belakang ....................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................. 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................. 7

D. Keaslian Penelitian ................................................................................. 8

E. Sistematika ............................................................................................. 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 13

A. Tinjauan Umum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) .............. 13

B. Tinjauan Umum Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) ...................... 15

C. Tinjauan Umum Rujukan Berjenjang ...................................................... 24

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................ 29

A. Jenis Penelitian ....................................................................................... 29

B. Spesifikasi Penelitian ............................................................................. 30

C. Metode Pengumpulan Data .................................................................... 31

D. Metode Analisis Data ............................................................................. 32

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................... 34

A. Pengaturan Sistem Rujukan Berjenjang di Indonesia ........................... 34

B. Implikasi mengenai pengaturan sistem rujukan berjenjang

terhadap pelayanan kesehatan perorangan ............................................ 47

BAB V PENUTUP ............................................................................................... 60

A. Simpulan ................................................................................................ 60

B. Saran ....................................................................................................... 65

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................xiii

Page 13: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberhasilan suatu negara dapat dilihat dari terwujudnya tujuan

pembangunan nasional, dan salah satu tolok ukur keberhasilan tersebut adalah

tingkat kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan menjadi poin utama karena

berkenaan dengan penghidupan yang layak bagi setiap masyarakat seperti

tersedianya sarana dan prasarana pendidikan hingga yang menyangkut

kebutuhan dasar kesehatan. Keadaan sehat didefenisikan oleh organisasi

kesehatan dunia/ world health organization (WHO) pada 1946 sebagai keadaan

sejahtera dari aspek fisik, metal, dan sosial, dan tidak hanya terbebasnya

seseorang dari penyakit ataupun kecacatan.1

Defenisi ini kemudian menjadi landasan keyakinan bahwa upaya setiap

individu untuk memperoleh kesehatan adalah hak asasi manusia sebagaimana

tertuang dalam salah satu bagian the universal declaration of human right (UNO-

1948). Penyataan setiap individu berhak untuk mendapatkan akses dan pelayanan

kesehatan tersebut kemudian diperkuat dalam the international covenant of

economic, social and cultural rights (ICESCR). Permasalahan kesehatan

menjadi fokus utama pemerintah dalam memperbaiki tingkat kesejahteraan

masyarakat yang tercantum di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 Pasal 34 ayat (3) yaitu “Negara bertanggung jawab atas

penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang

1 Hapsara Habib R, Filsafat, Pemikiran Dasar Pembangunan Kesehatan sebagai

paradigma pembangunan kesehatan, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2014)

Page 14: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

2

layak”. Karena kesehatan merupakan kebutuhan primer manusia untuk

menjalankan fungsi dan peranannya sehingga mampu memperoleh

kesejahteraan, dan menjadi hak bagi setiap warga negara. Namun ketidak

merataan akses pelayanan kesehatan disetiap daerah menyebabkan tidak

banyak masyarakat yang mendapatkan fasilitas pelayanan yang memadai.

Sehingga pada tahun 2000 dikeluarkanlah konsep pengembangan Sistem

Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang kemudian disahkan menjadi Undang-

Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Yang kemudian didalamnya terdapat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

sebagai salah satu dari beberapa program unggulan yang akan dilaksanakan oleh

Pemerintah Indonesia.

Istilah jaminan kesehatan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia

Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan sebagaimana telah beberapa

kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28

Tahun 2016 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Presiden Republik

Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan (disingkat Perpres

Jamkes)2 menjelaskan bahwa dalam pasal 1 angka 1 Perpres Jamkes adalah

jaminan berupa perlindungan kesehatan dan perlindungan kesehatan agar

peserta memeperoleh manfaat pemiliharaan kesehatan dan perlindungan dalam

2 Andika wijaya, Hukum Jaminan Sosial Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2018),

halaman 47.

Page 15: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

3

memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang

telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.3

JKN diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan

prinsip ekuitas, serta bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan

kesehatan yang mencangkup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan

rehabilitative.4 Selain itu melalui program ini, setiap penduduk diharapkan dapat

memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat

mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan karena menderita sakit,

mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, dan memasuki usia lanjut atau

pensiun. Sehingga untuk mendukung pelaksanaan program tersebut pemerintah

membentuk suatu badan penyelenggara sistem jaminan sosial nasional yang

kemudian disahkan pada tanggal 29 oktober 2011 dan dirumuskan kedalam

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Bandan Penyelenggara Jaminan

Sosial (BPJS).

BPJS Kesehatan hadir sebagai sebuah badan hukum pemerintah yang

memiliki tugas khusus yaitu menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan

bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama untuk Pegawai Negeri Sipil, Penerima

Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta

keluarganya dan Badan Usaha lainnya ataupun rakyat biasa. Dan bertujuan untuk

mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan kesehatan yang layak bagi

3 Pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2016 tentang

perubahan ketiga atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.

4 Nugrahen Hermien i, Tri Wiyatini, & Irmanita Wiradona, Kesehatan Masyarakat dalam

Determinan Sosial Budaya (Jogjakarta: Grup penerbit CV Budi Utama 2018), halaman 183.

Page 16: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

4

setiap peserta dan/ atau anggota keluarganya. Badan publik ini terbentuk

berdasarkan hasil transformasi dari PT Askes (Persero) yang pelaksanaannya

mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2014. Untuk mengatur mekanisme

penyelenggaraannya kementrian kesehatan kemudian mengeluarkan Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada

Jaminan Kesehatan Nasional dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun

2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.

Dengan dikeluarkannya peraturan ini, otomatis seluruh fasilitas kesehatan

mulai dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) hingga Fasilitas

Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL), diharapkan memiliki acuan atau

pedoman yang jelas dalam menyelenggarakan pelayanan BPJS kesehatan.

Berbicara tentang jaminan kesehatan, sebagai bentuk prtanggungjawaban negara

terhadap rakyatnya dari masalah kesehatan, melalui BPJS kesehatan negara

mencoba menanggulangi masalah kesehatan yang merupakan hal yang paling

sering dialami oleh setiap lapisan masyarakat. Namun pada penerapannya

terdapat fenomena-fenomena yang dirasa malah tidak sesuai harapan masyarakat,

contohnya adalah pada saat penerimaan klaim masyarakat harus mengalami

begitu banyak proses yang sulit, ditambah lagi pemberian klaim yang dikeluhkan

masyarakat sebab dianggap tidak memuaskan dan kurangnya pemahaman

masyarakat terhadap mekanisme prosedur pelayanan kehesahatan tentang

pengaturan sistem rujukan berjenjang dalam sistem pelayanan BPJS kesehatan

manambah rumit persoalan tentang sistem pelayanan BPJS kesehatan.

Page 17: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

5

Banyaknya keluhan dari masyarakat peserta BPJS tentang pelayanan BPJS

membuat perlu adanya penyelesaian yang tepat tentang permasalahan ini,

pemerintah hendaknya hadir untuk menjamin terpenuhinya jaminan kesehatan

dan pelayanan kesehatan yang layak kepada masyarakat melalui BPJS kesehatan.

Sesuai sebagaimana yang tercantum di dalam Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Pasal 34 ayat (3) yaitu “negara bertanggung jawab atas

penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan yang

layak”. Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan akses pelayanan kesehatan

yang berkualitas, aman, dan juga terjangkau. Pemerintah telah berupaya untuk

meningkatkan akses pelayanan kesehatan masyarakat dengan telah mengadakan

program Jaminan Kesehatan Nasional melalui BPJS yang sudah diselenggarakan

sejak Januari 2014.5

Akibat peningkatan akses pelayanan kesehatan ini terjadi peningkatan

kunjungan pasien difasilitas kesehatan termasuk di rumah sakit. Hal ini

menyebabkan pelayanan kurang optimal, ditunjukkan dengan ketidakpuasan

pasien diera Jaminan Kesehatan Nasional, Padahal pelayanan kesehatan yang

telah diberikan diera Jaminan Kesehatan Nasional dituntut untuk tetap

berkualitas. Pelayanan kesehatan menurut Departemen Kesehatan Republik

Indonesia Tahun 2009 (Departemen Kesehatan RI) yang tertuang dalam Undang-

Undang Kesehatan tentang kesehatan ialah setiap upaya yang diselenggarakan

sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan

5 Ida Hadiyati, Konsep Kualitas Pelayanan Kesehatan berdasar atas Ekspektasi Peserta

Jaminan Kesehatan Nasional (Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung, MKB, Volume 49 No. 2, Juni 2017), (online), http://journal.fk.unpad.ac.id/index.php/mkb/article/view/1054 , di akses 27 desember 2019) 2017.halaman 103.

Page 18: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

6

meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta

memulihkan kesehatan, perorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat.6

Berdasarkan Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Kesehatan, pelayanan kesehatan

secara umum terdiri dari dua bentuk pelayanan kesehatan yaitu:7

a. Pelayanan kesehatan perseorangan (medical service). Pelayanan kesehatan ini

banyak diselenggarakan oleh perorangan secara mandiri (self care), dan

keluarga (family care) atau kelompok anggota masyarakat yang bertujuan

untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan dan

keluarga. Upaya pelayanan perseorangan tersebut dilaksanakan pada institusi

pelayanan kesehatan yang disebut rumah sakit, klinik bersalin, praktik mandiri.

b. Pelayanan kesehatan masyarakat (public health service). Pelayanan kesehatan

masyarakat diselenggarakan oleh kelompok dan masyarakat yang bertujuan

untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang mengacu pada tindakan

promotif dan preventif. Upaya pelayanan masyarakat tersebut dilaksanakan

pada pusat-pusat kesehatan masyarakat tertentu seperti puskesmas.

Di dalam sistem rujukan berjenjang masyarakat yang akan berobat ke rumah

sakit umum pemerintah dengan kartu BPJS harus mendapat rujukan dari dokter

klinik/puskesmas, atau rumah sakit umum daerah. Masyarakat yang datang ke

rumah sakit sekunder, akan dilayani jika sudah mendapatkan rujukan dari

pelayanan kesehatan primer, sesuai dengan Permenkes Nomor 001 Tahun 2012

6 Ratih Anggraeni, Mutu Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas (Jogjakarta: Grup

penerbit CV Budi Utama 2019), halaman 1. 7 Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan

Page 19: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

7

tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan. Aturan ini diterbitkan

agar program JKN dapat berjalan baik.

Pemberlakuan sistem rujukan berjenjang bagi pasien Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

berdampak pada RSUD yang bertipe B yakni penurunan jumlah pasien rawat

jalan. Otomatis, pendapatan RSUD dengan tipe B ikut merosot. Sistem rujukan

berjenjang pasien BPJS Kesehatan dan JKN mengharuskan pasien melewati

pelayanan atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat pertama. Seperti puskesmas

dan rumah sakit tipe D, baru kemudian ke rumah sakit tipe C, B, dan A. Hal ini

tentu akan merugikan berbagai pihak jika dalam pengaturan serta pelaksanaan

sistem pelayanan tidak berjalan dengan baik sebagaimana mestinya, untuk itu

berdasarkan uraian di atas penulis akan meneliti tentang bagaimana pengaturan

sitem rujukan berjenjang dengan judul skripsi ”Implikasi Pengaturan Sistem

Rujukan Berjenjang Terhadap Pelayanan Kesehatan Perorangan”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat diambil dua

permasalahan utama yang akan menjadi pembahasan dalam penelitian ini:

1. Bagaimanakah pengaturan sistem rujukan berjenjang di indonesia ?

2. Bagaimanakah implikasi mengenai pengaturan sistem rujukan berjenjang

terhadap pelayanan kesehatan perorangan ?

Page 20: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, maka tujuan yang akan

dicapai melalui penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis

tinjauan tentang sistem rujukan berjenjang BPJS Kesehatan.

a. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan sistem rujukan

berjenjang di Indonesia.

b. Untuk mengetahui dan menganalisis implikasi mengenai pengaturan

sistem rujukan berjenjang terhadap pelayanan kesehatan perorangan.

2. Manfaat Penelitian

Sementara itu, penelitian ini diharapkan memberikan manfaat.

Berdasarkan Permasalahan yang telah diuraikan, maka manfaat yang

didapat adalah :

a. Manfaat Teoretis

Dari hasil penelitian ini diharakan dapat menjadi bahan masukan bagi

pengembangan ilmu dalam bidang hukum khususnya Hukum

Administrasi Negara, terkait dengan system rujukan berjenjang.

b. Manfaat Praktis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi

bagi mahasiswa mengenai Sistem rujukan berjenjang, selain itu dapat

dijadikan referensi dan pijakan untuk melakukan penafsiran selanjutnya.

Page 21: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

9

D. Keaslian penelitian

Berdasarkan hasil dari penelusuran yang dilakukan oleh penulis, penulis

menemukan judul serupa namun tidak sama yaitu diantaranya tentang:

1. Analisis Pelaksanaan Sistem Rujukan Rawat Jalan Tingkat Pertama Pada

Pasien BPJS Kesehatan, ditulis Lely Nur Hidayah pada tahun 2016 dari

Universitas Airlangga.8 Dalam penelitian ini secara khusus hanya

membahas tentang bagaimana pelaksanaan sistem rujukan rawat jalan

pasien BPJS pada fasilitas kesehatan tingkat pertama yang mana penelitian

dilakukan pada Pukesmas Kota Kediri. Hasil dari penelitian ini

berkesimpulan bahwa semua puskesmas memiliki tenaga kesehatan sesuai

standar dan tingkat pengetahuan dokter dan dokter gigi baik. Tingkat

pengetahuan pasien baik. Mayoritas rujukan karena pasien pernah masuk

rumah sakit dan harus kontrol secara rutin, diagnosa rujukan non spesialistik

terbanyak yaitu essential hypertension, yang menurut sebagian besar pasien

adalah sakit diabetes dan sebagian besar dirujuk ke RSUD Gambiran.

Sedangkan dalam penelitian penulis lebih kepada system pengaturan dalam

peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang prosedur rujukan

berjenjang mulai dari rujukan pada falitisa kesehatan tingkat pertama

sampai pada rujukan pada fasilitas kesehatan tingkat lanjut baik rujukan

secara vertikal maupun secara horizontal.

8 Lely Nur Hidayah skripsi: “Analisis Pelaksanaan Sistem Rujukan Rawat Jalan Tingkat

Pertama Pada Pasien BPJS Kesehatan” http://repository.unair.ac.id/45704/

Page 22: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

10

2. Analisis Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang Bagi Peserta JKN di

Puskesmas Sukoharjo,9 yang ditulis oleh Emi Oktaviani pada tahun 2019

dari Universitas Muhammadiyah Surakarta. Secara umum penelitian ini

bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan sistem rujukan berjenjang bagi

peserta JKN di Puskesmas Sukoharjo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pelaksanaan sistem rujukan berjenjang bagi peserta JKN di Puskesmas

Sukoharjo belum optimal, persentase rujukan melebihi ketentuan BPJS,

yaitu sebesar 17,8%, SDM/ketenagaan yang tidak sebanding dengan jumlah

penduduk dan sarana prasarana yang belum optimal. Sedangkan dalam

penelitian penulis, akan lebih menganalisis kepada prosedur dalam

pengarutan sistem rujukan berjenjang secara khusus berdasarkan perundang-

undangan yang terkait dengan judul skripsi penulis.

Dari kedua penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian

penulis kali ini serupa namun tidak sama dengan kedua judul penelitian di atas,

penulis lebih membahas tentang bagaimanakah pengaturan sistem rujukan di

Indonesia dan bagaimana implikasi mengenai pengaturan sistem rujukan

berjenjang terhadap pelayanan kesehatan perorangan baik yang berdampak

kepada masyarakat secara langsung, kepada pemerintah dan juga dampaknya

kepada fasilitas tingkat pertama dan tingkat lanjut.

9 Emi Oktaviani skripsi: “Analisis Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang Bagi Peserta

JKN di Puskesmas Sukoharjo” (Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2019), (online), http://v2.eprints.ums.ac.id/archive/etd/71403 di akses 29 januari 2020) 2019.

Page 23: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

11

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan penulis dalam penyusunan penulisan

hukum dengan judul implikasi pengaturan sistem rujukan berjenjang terhadap

pelayanan kesehatan perorangan. Sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan

Bagian Pendahuluan berisi tentang latar belakang penelitian,

perumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian, keaslian penelitian

dan sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan Pustaka

Dalam bab ini diuraikan tentang tinjauan umum Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS), tinjauan umum tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional, dan tinjaun umum tentang sistem rujukan berjenjang.

BAB III : Metode Penelitian

Dalam Bab ini berisi jenis/tipe penelitian, spesifikasi penelitian,

metode pengumpulan data dan metode analisis data.

BAB IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab ini diuraikan mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang

menguraikan tentang hasil-hasil penelitian yang meliputi pengaturan

sistem rujukan berjenjang di Indonesia dan implikasi mengenai

pengaturan sistem rujukan berjenjang terhadap pelayanan kesehatan

perorangan.

Page 24: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

12

BAB V : Penutup

Dalam bab ini adalah penutup, berisi uraian mengenai simpulan dan

saran terhadap permasalahan yang telah dibahas.

Page 25: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

1. Pengertian BPJS

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum publik

yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS terdiri

dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.10 Jaminan kesehatan adalah

jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat

pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar

kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau

iurannya dibayar oleh pemerintah.11

Adapun BPJS Ketenagakerjaan adalah badan hukum publik yang

bertanggung jawab kepada Presiden dan berfungsi menyelenggarakan program

jaminan hari tua, jaminan pensiun, jaminan kematian dan jaminan kecelakaan

kerja bagi seluruh pekerja Indonesia termasuk orang asing yang bekerja paling

singkat 6 (enam) bulan di Indonesia. Sedangkan BPJS dalam pengoperasiannya

dilandasi dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004

tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52.

BPJS Kesehatan mulai diberlakukan sejak 1 Januari 2014 sebagai badan

hukum publik yang bertugas menyelenggarakan bantuan jaminan sosial dalam

10 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013. halaman 3. 11

Andika wijaya, Hukum Jaminan Sosial Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2018), halaman 47.

Page 26: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

14

bidang kesehatan. Dari segi struktur perusahaan, BPJS Kesehatan merupakan

bagian dari ASKES, dimana fungsinya adalah melayani bantuan sosial

kesehatan layaknya asuransi kesehatan dari pemerintah.

Berdasarkan Peta Jalan JKN dan Perpres Nomor 12 Tahun 2013 tentang

jaminan kesehatan, BPJS Kesehatan mengklasifikasi penggunanya ke dalam 2

kategori, yaitu:

a. Non Penerima Bantuan Iuran (non-PBI) merupakan golongan masyarakat

mampu yang bisa membayar premi secara mandiri.

b. Penerima Bantuan Iuran (PBI) merupakan golongan masyarakat tidak mampu

yang preminya dibayarkan oleh negara.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang jaminan

kesehatan, jenis iuran atau premi yang wajib dibayar dalam BPJS Kesehatan

terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:

a. Iuran Jaminan Kesehatan untuk penduduk miskin dan tidak mampu yang

didaftarkan oleh Pemerintah daerah dan dibayarkan oleh Pemerintah.

b. Iuran Jaminan Kesehatan untuk Pekerja Penerima Upah (PNS, Anggota TNI

atau POLRI, pejabat negara, serta pegawai pemerintah non pegawai negeri dan

pegawai swasta)

c. Iuran Jaminan Kesehatan untuk Pekerja Bukan Penerima Upah (pekerja di luar

hubungan kerja atau pekerja mandiri) dan Peserta Bukan Pekerja (investor,

perusahaan, penerima pensiun, veteran, perintis kemerdekaan, janda, duda,

anak yatim piatu dari veteran atau perintis kemerdekaan)

Page 27: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

15

2. Landasan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Kesehatan

Pendirian BPJS oleh Pemerintah dengan undang-undang yaitu Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan

Sosial Nasional (SJSN), dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24

Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), yang di

mana pendirian BPJS ini tidak didaftarkan pada notaris dan tidak perlu

pengabsahan dari lembaga pemerintah.12 Kehadiran yang tertuang dalam

Undang-Undang SJSN merupakan instrumen negara untuk mewujudkan

cita-cita bangsa ini guna meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat

Indonesia. BPJS kesehatan adalah badan hukum publik yang ditugaskan

khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan.

B. Tinjauan Umum Tentang Sistem Jaminan Nasional

1. Pengertian SJSN

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah suatu tata cara

penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan

penyelenggara jaminan sosial. Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah

program pemerintah yang bertujuan untuk memberi perlindungan dan

kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini,

setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan hidup dasar yang

layak apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilangnya atau

12 Nasir W Setyanto, “Peningkatan Kualitas Pelayanan Nasabah BPJS Kesehatan, Hukum

Bisnis, Vol. 26, Malang 2012.

Page 28: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

16

berkurangnya pendapatan, karena menderita sakit, mengalami kecelakaan,

kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut, atau pensiun.

Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah instrumen negara yang

dilaksanakan untuk mengalihkan risiko individu secara nasional dengan

dikelola sesuai asas dan prinsip-prinsip dalam undang-undang yang

membahas mengenai Sistem Jaminan Sosial Nasional.

a. Landasan Filosofis SJSN.

Pemikiran mendasar yang melandasi penyusunan SJSN bagi

penyelenggaraan jaminan sosial untuk seluruh warga negara adalah

penyelenggaraan SJSN berlandaskan kepada hak asasi manusia dan hak

konstitusional setiap orang dalam Undang-Undang Dasar Republik

Indonesia 1945 Pasal 28H ayat (3) menetapkan, ”Setiap orang berhak atas

jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh

sebagai manusia yang bermanfaat.” Penyelenggaraan SJSN adalah wujud

tanggung jawab negara dalam pembangunan perekonomian nasional dan

kesejahteraan sosial. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Pasal

34 ayat (2) menetapkan,”negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi

seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak

mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. ”Program jaminan sosial

ditujukan untuk memungkinkan setiap orang mampu mengembangkan

dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat. Undang-Undang

sistem jaminan sosial nasional (SJSN) Pasal 2 menetapkan, “SJSN

diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, asas keadilan

Page 29: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

17

sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang

sistem jaminan sosial nasional (SJSN) menjelaskan bahwa asas

kemanusiaan berkaitan dengan penghargaan terhadap martabat manusia.

SJSN bertujuan untuk terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi

setiap peserta dan anggota keluarganya. Undang-Undang sistem jaminan

sosial nasional (SJSN) Pasal 3 menetapkan, “sistem jaminan sosial nasional

(SJSN) bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar

hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.”

Penjelasan Undang-Undang SJSN Pasal 3 menjelaskan bahwa yang

dimaksud dengan kebutuhan dasar hidup adalah kebutuhan esensial setiap

orang agar dapat hidup layak, demi terwujudnya kesejahteraan sosial bagi

seluruh rakyat Indonesia.13

b. Landasan Yuridis Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

Landasan yuridis penyelenggaraan SJSN adalah Undang-Undang Dasar

Republik Indonesia 1945 Pasal 28H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2). Pasal

28H ayat (3) dinyatakan dalam perubahan Kedua Undang-Undang Dasar

Republik Indonesia 1945 dan Pasal 34 ayat (2) dinyatakan dalam perubahan

keempat Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945. Amanat

konstitusi tersebut kemudian dilaksanakan dengan Undang-Undang sistem

jaminan sosial nasional (SJSN). Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi atas

Perkara Nomor. 007/PUU-III/2005, Pemerintah bersama Dewan Perwakilan

Rakyat (DPR) mengundangkan sebuah peraturan pelaksanaan Undang-

13 Asih Eka Putri, Paham SJSN Sistem Jaminan Sosial Nasional (Jakarta:Friedrich-Ebert-

Stiflung, 2014), halaman 4.

Page 30: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

18

Undang SJSN setingkat undang-undang, yaitu Undang-Undang BPJS.14

Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang SJSN dan Undang-Undang BPJS

terbentang mulai Peraturan Pemerintah hingga Peraturan Lembaga.

Penyelesaian seluruh dasar hukum bagi implementasi SJSN yang

mencakup Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, Undang-

Undang SJSN dan peraturan pelaksanaannya membutuhkan waktu lima

belas tahun (2000–2014). Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945

perubahan kedua (2000) dan perubahan keempat (2002), Pasal 28H ayat (3):

”Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan

pengembangan dirinya secara utuh sebagaimanusia yang bermanfaat.” Pasal

28H ayat (3) meletakkan jaminan sosial sebagai hak asasi manusia. Pasal 34

ayat (2): ”negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat

dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai

dengan martabat kemanusiaan.” Pasal 34 ayat (2) meletakkan jaminan

social sebagai elemen penyelenggaraan perekonomian nasional dan

kesejahteraan nasional.

Undang-Undang SJSN diundangkan pada tanggal 19 Oktober 2004,

sebagai pelaksanaan amanat konstitusi tentang hak konstitusional setiap

orang atasjaminan sosial dengan penyelenggaraan program-program

jaminan sosial yang menyeluruh bagi seluruh warga Negara Indonesia.

Undang-Undang SJSN adalah dasar hukum untuk menyinkronkan

penyelenggaraan berbagai bentuk jaminan sosial yang telah dilaksanakan

14 Jaminan Sosial Indonesia, Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Transformasi,

(online),(http://www.jamsosindonesia.com/sjsn/Transformasi/landasanMartabat www.jamsosindonesia.com, diakses 25 desember 2019) 2019.

Page 31: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

19

oleh beberapa badan penyelenggara agar dapat menjangkaukepesertaan

yang lebih luas serta memberikan manfaat yang lebih besar bagi setiap

peserta.

c. Landasan Sosiologis Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

Paradigma hubungan antara penyelenggara negara dengan warganya

mengalami perubahan sangat mendasar sejak reformasi ketatanegaraan pada

mediotahun 1998. Selama pemerintahan orde baru, hubungan tersebut

berorientasi kepada Negara (state oriented). Kemudian sejak reformasi

hubungan tersebut berubah menjadi atau berorientasi kepada rakyat yang

berdaulat (people oriented). Rakyat tidak dipandang sebagai objek tetapi

subjek yang diberi wewenang untuk turut menentukan kebijakan publik

yang menyangkut kepentingan mereka. Negara tidak lagi menguasai

penyelenggaraan segala urusan pelayanan publik, tetapi mengatur dan

mengarahkannya.

Perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat tersebut direspon oleh

hukum. Salah satu di antaranya adalah hukum jaminan sosial. Pemerintah

membentuk dan mengundangkan Undang-Undang SJSN untuk menyikapi

dinamika masyarakat dan menangkap semangat jamannya, menyerap

aspirasi, dan cita-cita hukum masyarakat. Penyelenggaraan program jaminan

sosial diubah secara mendasar untuk memberi kepastian perlindungan dan

kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Prinsip dana amanat

diberlakukan. Dana dikumpulkan dari iuran peserta sebagai dana titipan

Page 32: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

20

kepada BPJS untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan

dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.

Undang-Undang SJSN ditetapkan dengan pertimbangan utama untuk

memberikan jaminan sosial yang menyeluruh bagi seluruh rakyat

Indonesia. Melalui sistem SJSN setiap orang yang memungkinkan untuk

mengembangkan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.

Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

1945 Pasal 28H ayat (3) yang dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas

jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh

sebagai manusia yang bermartabat.15

2. Jenis Program Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

a. Jaminan Kesehatan

Adalah suatu program Pemerintah dan masyarakat/rakyat dengan tujuan

memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi setiap

rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat hidup sehat, produktif,

dan sejahtera (Naskah Akademik UU SJSN).

b. Jaminan Kecelakaan Kerja

Adalah suatu program pemerintah dan pemberi kerja dengan tujuan

memberikan kepastian jaminan pelayanan dan santunan apabila tenaga

kerja mengalami kecelakaan saat menuju, menunaikan dan selesai

menunaikan tugas pekerjaan dan berbagai penyakit yang berhubungan

dengan pekerjaan (Naskah Akademik UU SJSN).

15

Hadi Setia Tunggal, Memahami Sistem Jaminan Sosial (SJSN) dan Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) di Indonesia, (Jakarta: Harvarindo, 2015), halaman 18.

Page 33: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

21

c. Jaminan Hari Tua

Adalah program jangka panjang yang diberikan secara sekaligus sebelum

peserta memasuki masa pensiun, bisa diterimakan kepada janda/duda,

anak atau ahli waris peserta yang sah apabila peserta meninggal dunia

((Naskah Akademik UU SJSN)

d. Jaminan Pensiun

Adalah pembayaran berkala jangka panjang sebagai substitusi dari

penurunan/hilangnya penghasilan karena peserta mencapai usia tua

(pensiun), mengalami cacat total permanen, atau meninggal dunia.

(Naskah Akademik UU SJSN).

e. Jaminan Kematian

Definisi Jaminan Kematian (JK) tidak dijelaskan secara tegas baik dalam

Undang-Undang SJSN maupun dalam naskah akademik. Di dalam

naskah akademik UU SJSN hanya dijelaskan santunan kematian, dengan

definisi sebagai berikut: Santunan Kematian adalah program jangka

pendek sebagai pelengkap progam jaminan hari tua, dibiayai dari iuran

dan hasil pengelolaan dana santunan kematian, dan manfaat diberikan

kepada keluarga atau ahli waris yang sah pada saat peserta meninggal

dunia. (Naskah Akademik UU SJSN).16

16

Pasal 18 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Page 34: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

22

3. Kepesertaan Sistem Jaminan Sosial Nasional

Berdasarkan ketentuan dalam pasal 20 ayat (1) sampai ayat (3) undang-

undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

yang dimaksud dengan kepesertaan dalam sistem jaminan sosial nasional

adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh

Pemerintah. Anggota keluarga peserta berhak menerima manfaat jaminan

kesehatan. Setiap peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang

lain menjadi tanggungannya dengan penambahan iuran.17

Setiap orang, termasuk orang asing yag bekerja paling singkat 6 (enam)

bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran, meliputi:18

a. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI) : fakir miskin dan

orang tidak mampu, dengan penetapan peserta sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan.

b. Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI) terdiri

dari:

1) Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya:

a) Pegawai Negeri Sipil;

b) Anggota TNI;

c) Anggota Polri;

d) Pejabat Negara;

17

Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

18 Wenny Andita, Skripsi, “Implementasi Kebijakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) Kesehatan di Badan Layanan Umum Daerah (Blud) Rumah Sakit Umum Daerah (Rsud) I Lagaligo Kabupaten Luwu Timur” , Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin, 2016, halaman 22.

Page 35: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

23

e) Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri;

f) Pegawai Swasta; dan

g) Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan f yang

menerima upah. Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia

paling singkat 6 (enam) bulan.

2) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya

a) Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri; dan

b) Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah.

Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6

(enam) bulan.

3) Bukan pekerja dan anggota keluarganya

c) Investor;

d) Pemberi Kerja;

e) Penerima Pensiun, terdiri dari:

1) Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun.

2) Anggota TNI dan anggota Polri yang berhenti dengan

hak pensiun.

3) Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun.

4) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun

yang mendapat hak pensiun.

5) Penerima pensiun lain.

6) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun

lain yang mendapat hak pensiun.

Page 36: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

24

C. Tinjaun Umum Sistem Rujukan Berjenjang

1. Pengertian Sistem Rujukan Berjenjang

Sistem Rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan

kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan

kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal yang wajib

dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial,

dan seluruh fasilitas kesehatan (Kemenkes RI, 2013). Rujukan berjenjang

merupakan upaya pelayanan dalam arti luas sehingga pelayanan kepada

masyarakat dapat ditingkatkan meliputi dan memenuhi konsep yang lebih

menyeluruh. Sistem rujukan memiliki arti penting meliputi alih tanggung

jawab meningkatkan pelayanan ke tempat yang lebih tinggi sehingga

penangannya menjadi lebih adekuat.19

2. Ketentuan Umum Sistem Rujukan Berjenjang

Berdasarkan buku panduan praktis BPJS (2014) ada beberapa ketentuan

umum sistem rujukaan, antara lain sebagai berikut :

a. Pelayanan kesehatan perorangan terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu:

1) Pelayanan kesehatan tingkat pertama;

2) Pelayanan kesehatan tingkat kedua; dan

3) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga.

b. Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan

dasar yang diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama.

19 Ida Bagus Gde Manuaba, Kapita selekta penatalaksanaan rutin obstetri, ginekologi,

dan KB, (Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001), halaman 46.

Page 37: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

25

c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan

spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi

spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan

spesialistik.

d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan

sub spesialistik yang dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi

sub spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan

sub spesialistik.

e. Dalam menjalankan pelayanan kesehatan, fasilitas kesehatan tingkat

pertama dan tingkat lanjutan wajib melakukan sistem rujukan dengan

mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

f. Peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan

sistem rujukan dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak

sesuai dengan prosedur sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS

Kesehatan.

g. Fasilitas Kesehatan yang tidak menerapkan sistem rujukan maka BPJS

Kesehatan akan melakukan recredentialing terhadap kinerja fasilitas

kesehatan tersebut dan dapat berdampak pada kelanjutan kerjasama

h. Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal.

i. Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan

kesehatan dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan

pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan

Page 38: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

26

fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau

menetap.

j. Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan

kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat

pelayanan yang lebih rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau

sebaliknya. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih

rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila:

1) Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau

subspesialistik;

2) Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai

dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/

atau ketenagaan.

k. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke

tingkatan pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila:20

1) Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau

subspesialistik;

2) perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai

dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/

atau ketenagaan.

l. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke

tingkatan pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila :

20 Taufan Bramantoro Pengantar Klasifikasi dan Akreditasi Pelayanan Kesehatan:

Penjelasan Praktis dari undang-undang dan peraturan mentri kesehatan, (Surabaya:Pusat Penebit dan Percetakan UNAIR, 2017), halaman 2.

Page 39: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

27

1) Permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan

pelayanan kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan

kewenangannya;

2) Kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau

kedua lebih baik dalam menangani pasien tersebut;

3) Pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani

oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk

alasan kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang; dan/atau

4) Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai

dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana,

peralatan dan/atau ketenagaan.

3. Tata Cara Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang

a. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang

sesuai kebutuhan medis, yaitu:

1) Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas

kesehatan tingkat pertama.

2) Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien

dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua.

3) Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya

dapat diberikan atas rujukan dari faskes primer.

4) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya

dapat diberikan atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes

primer.

Page 40: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

28

b. kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes

tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan

rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia

di faskes tersier.

c. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam

kondisi :

1) Terjadi keadaan gawat darurat;

Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan yang berlaku;

2) Bencana;

Kreteria bencana alam ditetapkan oleh pemerintah pusat dan atau

Pemerintah Daerah.

3) Kekhususan permasalahan kesehatan fasien;

Untuk kusus yang sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi

tesebut hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan

4) Pertimbangan geografsi;

5) Pertimbangan ketersediaan fasilitas

Page 41: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

29

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis/Tipe Penelitian

Sebagai konsekuensi pemilihan topik permasalahan yang dikaji dalam

penelitian yang objeknya adalah permasalahan hukum (sedangkan hukum

adalah kaidah atau norma yang ada di masyarakat), maka jenis/tipe penelitian

hukum yang akan digunakan penelitian ini adalah yuridis normatif, yakni

adalah penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaedah-kaedah

atau norma-norma hukum positif.21 Tipe ini dipergunakan, mengingat bahwa

objek dalam penelitian ini adalah analisis yuridis mengenai implikasi

pengaturan Sistem Rujukan Berjenjang terhadap pelayanan kesehatan

perorangan. Untuk itu metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah:

1. Pendekatan peraturan perundang-undangan (statute aproach)

Pendekatan perundangan-undangan ini dilakukan untuk menelaah semua

undang-undang dan regulasi yang berkaitan dengan penelitian yang akan

diteliti. Pendekatan perundang-undangan ini akan membuka kesempatan

bagi peneliti untuk mempelajari adakah kosistensi dan kesesuaian.22 Suatu

penelitian normatif tentu harus menggunakan pendekatan perundang-

undangan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang

menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian.

21 Jhony Ibrahim, Teori Dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, Edisi Revisi

(malang : Bayumedia Publishing, 2005), halaman 259. 22

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum. Cet 6, (Jakarta: Kencana, 2010), halaman 93.

Page 42: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

30

2. Pendekatan analitis (analytical approach)

Analisis terhadap bahan hukum adalah mengetahui makna yang dikandung

oleh istilah-istilah yang digunakan dalam aturan perundang-undangan

secara konsepsional, sekaligus mengetahui penerapan dalam praktik dan

putusan-putusan hukum. Hal ini dilakukan melalui dua pemeriksaan.

pertama, peneliti berusaha memperoleh makna baru yang terkandung

dalam aturan hukum yang bersangkutan. Kedua, mengkaji istilah-istilah

hukum tersebut dalam praktek melalui analisis terhadap putusan-putusan

hukum.23

B. Spesifikasi Penelitian

Bertolak dari topik dan permasalahan yang mendasari penelitian ini, maka

Spesifikasi penelitian yang akan dipergunakan adalah deskriptif-analitis, yaitu

menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai hukum

positif dikaitkan dengan teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif

dalam masyarakat.24

Dengan demikian, untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai

pengaturan sistem rujukan berjenjang, Maka dalam penelitian ini akan

diuraikan hasil-hasil penelitian sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang

akan dicapai serta menganalisisnya dari peraturan yang berlaku mengenai

23 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Cet 6, (Malang:

Bayumedia Publishing, 2012), halaman 310. 24

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002), halaman 36.

Page 43: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

31

pengaturan Sistem Rujukan Berjenjang terhadap pelayanan kesehatan

perorangan.

C. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Oleh

karena itu teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah data kepustakaan yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang

bersumber dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen resmi,

publikasi, dan hasil penelitian yang berkaitan dengan masalah atau materi

penelitian yang sering disebut sebagai bahan hukum.25

Data sekunder terdiri dari:

1. Bahan Primer

Yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat berupa peraturan perundang-

undangan. Bahan hukum primer yang digunakan dalalm penelitian ini antara

lain sebagai berikut:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem

Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

d. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2012

tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan.

25Ibid, halaman 156.

Page 44: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

32

e. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013

tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional.

f. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman

Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.

2. Bahan Hukum Sekunder

Yaitu sebagai bahan yang menjelaskan bahan hukum primer, terdiri dari

bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum

primer, yakni berupa aturan-aturan pelaksanaan Perundang-undangan, jurnal-

jurnal hukum, dan literature lainya. Bahan hukum sekunder yang digunakan

dalam penelitian ini adalah hasil karya ilmiah para sarjana dan hasil-hasil

penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini.

3. Bahan Hukum Tersier

Yaitu bahan hukum yang fungsinya ialah melengkapi dari bahan hukum

sekunder dan bahan hukum primer, Bahan hukum tersier yang digunakan

dalam penelitian ini adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia, kamus hukum dan

literatur-literaturlainya yang berkaitan dengan penelitian ini.

D. Metode Analisis Data

Analisis data adalah untuk menyederhanakan data kedalam bentuk yang

lebih mudah untuk dipahami dan dimengerti. Secara sederhana analisis data ini

disebut sebagai kegiatan memebrikan telaah, yang dapat berarti menentang,

mengkritik, mendukung, menambah atau memberi komentar dan kemudian

Page 45: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

33

membuat suatu kesimpuan terhadap hasil penelitian dengan pikiran sendiri dan

bantuan teori yang telah dikuasainya.26

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis

kualitatif. Analisis kualitatif yaitu penelitian yang mengacu pada norma hukum

yang terdapat dalam perundang-undangan dan norma-norma yang hidup dan

berkembang dalam masyarakat.27 Dengan menganasilis implikasi pengaturan

Sistem Rujukan Berjenjang terhadap pelayanan kesehatan perorangan. Data

yang telah diperoleh akan dianalisis isinya dengan menggunakan asas-asas

hukum, teori-teori, pendapat para ahli dan peraturan perundang-undangan yang

ada terkait dengan penelitian ini.

26Ibid, halaman 183 27 Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010) halaman 105.

Page 46: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

33

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pengaturan Sistem Rujukan Berjenjang di Indonesia

Permasalahan kesehatan menjadi fokus utama pemerintah dalam

memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat yang tercantum di dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 34

ayat (3) yaitu “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas

pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”. Karena

kesehatan merupakan kebutuhan primer manusia untuk menjalankan fungsi

dan peranannya sehingga mampu memperoleh kesejahteraan, dan menjadi

hak bagi setiap warga negara. Namun ketidak merataan akses pelayanan

kesehatan di setiap daerah menyebabkan tidak banyak masyarakat yang

mendapatkan fasilitas pelayanan yang memadai. Sehingga pada tahun 2000

dikeluarkanlah konsep pengembangan Sistem Jaminan Sosial Nasional yang

kemudian disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Yang kemudian didalamnya

terdapat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebagai salah satu dari beberapa

program unggulan yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia.

Istilah jaminan kesehatan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia

Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan sebagaimana telah

beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia

Nomor 28 Tahun 2016 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Presiden

Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan

Page 47: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

34

(disingkat Perpres Jamkes)28 menjelaskan bahwa dalam pasal 1 angka 1

Perpres Jamkes adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan dan

perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan

kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau

iurannya dibayar oleh pemerintah.29

Jaminan kesehatan nasional diselenggarakan secara nasional berdasarkan

prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, serta bersifat pelayanan

perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang mencangkup pelayanan

promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.30

Selain itu melalui program ini, setiap penduduk diharapkan dapat

memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang

dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan karena menderita

sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, dan memasuki usia

lanjut atau pensiun. Sehingga untuk mendukung pelaksanaan program

tersebut pemerintah membentuk suatu badan penyelenggara sistem jaminan

sosial nasional yang kemudian disahkan pada tanggal 29 oktober 2011 dan

dirumuskan kedalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun

2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

28 Andika wijaya, Hukum Jaminan Sosial Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2018),

halaman 47. 29 Pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2016 tentang

perubahan ketiga atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.

30 Nugrahen Hermien i, Tri Wiyatini, & Irmanita Wiradona, Kesehatan Masyarakat dalam Determinan Sosial Budaya, (Jogjakarta: Grup penerbit CV Budi Utama 2018), halaman 183.

Page 48: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

35

BPJS Kesehatan hadir sebagai sebuah badan hukum pemerintah yang

memiliki tugas khusus yaitu menyelenggarakan jaminan pemeliharaan

kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama untuk Pegawai Negeri

Sipil, Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis

Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha lainnya ataupun rakyat

biasa. Dan bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian

jaminan kesehatan yang layak bagi setiap peserta dan/ atau anggota

keluarganya. Badan publik ini terbentuk berdasarkan hasil transformasi dari

PT Askes (Persero) yang pelaksanaannya mulai diberlakukan pada tanggal 1

Januari 2014.

Untuk mengatur mekanisme penyelenggaraannya sistem rujukan,

kementrian kesehatan Republik Indonesia kemudian mengeluarkan

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2012

tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan. Kemudian untuk

membantu dalam pelaksanaannya tentang sistem rujukan berjenjang

Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan melalui Menteri Kesehatan

yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan

Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional dan Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program

Jaminan Kesehatan Nasional.

Sistem rujukan berjenjang memiliki arti penting meliputi alih tanggung

jawab meningkatkan pelayanan ke tempat yang lebih tinggi sehingga

Page 49: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

36

penangannya menjadi lebih adekuat.31 Dalam pelaksanaannya sistem rujukan

berjenjang mengatur pelimpahan tugas secara timbal balik vertikal maupun

horizontal, dari fasilitas kesehatan tingkat pertama ke fasilitas kesehatan

tingkat lanjut secara berjenjang. Sistem rujukan berjenjang wajib dilaksanakan

oleh peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial, dan seluruh

fasilitas kesehatan (Kemenkes Republik Iindonesia, 2013). Sistem rujukan

rujukan berjenjang pelayanan kesehatan dalam arti luas merupakan upaya dari

Pemerintah untuk menjamin terlaksananya pelayanan keseahatan yang baik

bagi masyarakat secara berjenjang sehingga pelayanan kesehatan kepada

masyarakat dapat ditingkatkan memenuhi konsep yang lebih menyeluruh dan

tepat sasaran. Sebagaimana telah dijelaskan dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2012 tentang

Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan, pelayanan kesehatan

perorangan terdiri dari 3 tingkatan, yaitu pelayanan kesehatan tingkat

pertama, pelayanan kesehatan tingkat kedua dan pelayanan kesehatan tingkat

ketiga. Dalam pelaksannannya sebagaimana dijelaskan dalam pasal 4 ayat (1)

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2012

tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan, pelayanan sistem

rujukan dilaksanakan secara berjanjeng, sesuai dengan kebutuhan medis

mulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama hingga pelayanan kesehatan

tingkat lanjut.

31 Ida Bagus Gde Manuaba, Kapita selekta penatalaksanaan rutin obstetri, ginekologi,

dan KB, (Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001), halaman 46.

Page 50: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

37

Pada dasarnya, dalam prosedur pelaksanaanya fasilitas pemberi pelayanan

kesehatan pengirim rujukan harus dijelaskan alasan-alasan rujukan sebagai

berikut:

a) Alasan rujukan kepada para pasien atau keluarga;

b) Komunikasi dengan fasilitas kesehatan yang dituju sebelum merujuk;

c) Surat rujukan hasil diagnosis pasien di lampirkan;

d) Pencatatan pada register dan pembuatan laporan rujukan;

e) Stabilisasi keadaan umum pasien, dan dipertahankan selama dalam

perjalanan;

f) Pendampingan pasien oleh tenaga kesehatan;

g) Surat rujukan kepada pihak-pihak yang berwenang di fasilitas pelayanan

kesehatan diserahkan di tempat rujukan;

h) Surat rujukan pertama harus berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan

primer, kecuali dalam keadaan darurat; dan

i) Ketentuan-ketentuan yang terdapat pada Askes, Jamkesmas, Jamkesda,

SKTM dan badan penjamin kesehatan lainnya tetap berlaku.

Adapun prosedur sarana kesehatan penerima rujukan adalah:

a) Untuk menerima rujukan pasien dan membuat tanda terima pasien;

b) Untuk mencatat kasus-kasus rujukan dan membuat laporan penerimaan

rujukan;

c) Untuk mendiagnosis dan melakukan tindakan medis yang diperlukan,

serta melaksanakan perawatan disertai catatan medik sesuai ketentuan;

Page 51: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

38

d) Untuk memberikan informasi medis kepada pihak sarana pelayanan

pengirim rujukan;

e) Untuk membuat surat rujukan kepada sarana pelayanan kesehatan lebih

tinggi dan mengirim tembusannya. kepada sarana kesehatan pengirim

pertama;

f) Untuk membuat rujukan balik kepada fasilitas pelayanan perujuk bila

sudah tidak memerlukan pelayanan medis spesialistik atau subspesialistik

dan setelah kondisi pasien;

Macam-macam rujukan menurut tata hubungannya, sistem rujukan terdiri

dari:

a) Rujukan internal adalah rujukan horizontal yang terjadi antar

unit pelayanan di dalam institusi tersebut. Misalnya dari jejaring

puskesmas (puskesmas pembantu) ke puskesmas induk.

b) Rujukan eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit

dalam jenjang pelayanan kesehatan, baik horizontal (dari puskesmas

rawat jalan ke puskesmas rawat inap) maupun vertikal (dari puskesmas

ke rumah sakit umum daerah).

Menurut lingkup pelayanannya, sistem rujukan terdiri dari :

a) Rujukan medik adalah rujukan pelayanan yang terutama meliputi

upaya penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif). Misalnya,

merujuk

b) Pasien puskesmas dengan penyakit kronis seperti (jantung koroner,

hipertensi, diabetes mellitus) ke rumah sakit umum daerah.

Page 52: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

39

c) Rujukan kesehatan adalah rujukan pelayanan yang umumnya

berkaitan dengan upaya peningkatan promosi kesehatan (promotif) dan

pencegahan (preventif). Contohnya, merujuk pasien dengan masalah

gizi ke klinik konsultasi gizi (pojok gizi puskesmas), atau pasien

dengan masalah kesehatan kerja ke klinik sanitasi puskesmas.

d) Rujukan secara konseptual terdiri atas:

1. Rujukan upaya kesehatan perorangan yang pada dasarnya

menyangkut masalah medik perorangan yang antara lain

meliputi:

a. Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan,

tindakan operasional dan lain-lain.

b. Rujukan bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium

klinik yang lebih lengkap.

c. Rujukan ilmu pengetahuan antara lain dengan mendatangkan

atau mengirim tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk

melakukan tindakan, memberi pelayanan, ahli pengetahuan dan

teknologi dalam meningkatkan kualitas pelayanan.

2. Rujukan upaya kesehatan masyarakat pada dasarnya menyangkut

masalah kesehatan masyarakat yang meluas meliputi:

a) Rujukan sarana berupa antara lain bantuan laboratorium

dan teknologi kesehatan.

b) Rujukan tenaga dalam bentuk antara lain dukungan tenaga ahli

untuk penyidikan sebab dan asal- usul penyakit atau

Page 53: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

40

kejadian luar biasa suatu penyakit serta penanggulangannya

pada bencana alam, gangguan kamtibmas, dan lain-lain.

c) Rujukan operasional berupa antara lain bantuan obat, vaksin,

pangan pada saat terjadi bencana, pemeriksaan bahan

(spesimen) bila terjadi keracunan massal, pemeriksaan air

minum penduduk, dan sebagainya.

d) Dari puskesmas ke instansi lain yang lebih kompeten baik

intrasektoral maupun lintas sektoral.

e) Bila rujukan di tingkat kabupaten atau kota masih belum

mampu menanggulangi, bisa diteruskan ke provinsi atau pusat.

Seperti yang telah diuraikan di atas, dalam pengaturan sistem rujukan

berjenjang di Indonesia terdapat dua pengaturan yang mengatur yaitu secara

khusus tentang sistem rujukan perorangan di atur dalam Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem

Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan dan Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan

Nasional.

Sejak dilaksanakan sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada 2014,

sebagai upaya pemerintah untuk menjamin kesehatan pada masyarakat

Indonesia banyak perubahan yang terjadi dalam sistem pelayanan kesehatan.

Jaminan kesehatan nasional (JKN) telah meningkatkan akses masyarakat

terhadap pelayanan kesehatan. Targetnya adalah semua warga negara

tercangkup ke seluruh sistem pelayanan kesehatan.

Page 54: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

41

Jaminan kesehatan nasional (JKN) menerapkan sistem pelayanan

kesehatan berjenjang.32 Dimana sistem tersebut terdiri dari fasilitas kesehatan

tingkat pertama (FKTP) dan fasilitas kesehatan tingkat lanjutan (FKTL) yang

terdiri dari pelayanan kesehatan tingkat kedua (sekunder) dan pelayanan

kesehatan tingkat ketiga (tersier).33 Pasien yang ingin mendapatkan pelayanan

kesehatan harus menyesuaikan dengan sistem berjenjang tersebut. Pasien

tidak bisa langsung mendapatkan pelayanan di FKTL, namun melewati

proses berjenjang dengan sistem rujukan.34

Dalam pelaksanaanya, berdasarkan buku panduan praktis BPJS (2014)

ada beberapa ketentuan umum sistem rujukaan, antara lain sebagai berikut:

1. Ketentuan Umum Sistem Rujukan Berjenjang

a. Pelayanan kesehatan perorangan terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu:

1) Pelayanan kesehatan tingkat pertama;

2) Pelayanan kesehatan tingkat kedua; dan

3) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga.

b. Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan

dasar yang diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama.

c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan

spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi

32 Thabrany, H, Setiawan, E. Report of the Study on Referral Care. (Jakarta: Universitas

Indonesia 2016). 33 Darmawan, RI, Thabrany, H. Refleksi Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada

Pelayanan Dokter Gigi di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Kota Tangerang Tahun 2017. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Volume 06, Nomor 04, Desember 2017.

34 Dahlan, M, Setyopranoto, I, Trisnantoro, L. Evaluasi Implementasi Program Jaminan Kesehatan Nasional terhadap Pasien Stroke di RSUP Dr. Sardjito. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Voluem 06, Nomor 02, Juni 2017.

Page 55: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

42

spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan

spesialistik.

d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan

subspesialistik yang dilakukan oleh dokter subspesialis atau dokter gigi

subspesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan

subspesialistik.

e. Dalam menjalankan pelayanan kesehatan, fasilitas kesehatan tingkat

pertama dan tingkat lanjutan wajib melakukan sistem rujukan dengan

mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

f. Peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan

sistem rujukan dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang

tidak sesuai dengan prosedur sehingga tidak dapat dibayarkan oleh

BPJS Kesehatan.

g. Fasilitas Kesehatan yang tidak menerapkan sistem rujukan maka

BPJS Kesehatan akan melakukan recredentialing terhadap kinerja

fasilitas kesehatan tersebut dan dapat berdampak pada kelanjutan

kerjasama

h. Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal.

i. Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan

kesehatan dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat

memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien

karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang

sifatnya sementara atau menetap.

Page 56: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

43

j. Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan

kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat

pelayanan yang lebih rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau

sebaliknya.

k. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke

tingkatan pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila:35

1) pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau

subspesialistik;

2) perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai

dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan

dan/ atau ketenagaan.

l. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke

tingkatan pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila :

1) Permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan

pelayanan kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi

dan kewenangannya;

2) Kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau

kedua lebih baik dalam menangani pasien tersebut;

3) Pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani

oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk

alasan kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang;

35Taufan Bramantoro Pengantar Klasifikasi dan Akreditasi Pelayanan Kesehatan:

Penjelasan Praktis dari undang-undang dan peraturan mentri kesehatan, (Surabaya:Pusat Penebit dan Percetakan UNAIR, 2017), halaman 2.

Page 57: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

44

dan/atau Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan

sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana,

prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan.

2. Tata Cara Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang

a. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang

sesuai kebutuhan medis, yaitu:

1) Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas

kesehatan tingkat pertama.

2) Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat

dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua.

3) Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya

dapat diberikan atas rujukan dari faskes primer.

4) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat

diberikan atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer.

b. Kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes

tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan

rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia

di faskes tersier.

Gambar 4.1 sistem rujukan berjenjang

Page 58: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

45

Sistem rujukan berjenjang juga dilakukan sebagai upaya untuk mengendalikan

mutu dan biaya pelayanan dalam sistem JKN.36 Selain itu, sistem rujukan

berjenjang secara tidak langsung dapat memperbaiki fasilitas kesehatan di semua

tingkatan. Selain itu terjadinya pemerataan dalam infrastruktur pelayanan

kesehatan di Indonesia. Tujuannya adalah pelayanan kesehatan di semua FKTP

menjadi lebih baik dan optimal.37

Dalam JKN, FKTP menjadi garda depan dalam sistem pelayanan kesehatan.

Sehingga tuntutan terhadap fasilitas pelayanan prima menjadi penting dilakukan

oleh FKTP. Untuk mendukung pelayanan tersebut, pemerintah mendukung

pembiayaan melalui sistem kapitasi.

Kapitasi merupakan sistem pembiayaan yang dihitung berdasarkan jumlah

kepesertaan JKN pada FKTP. Meski demikian, masih banyak tantangan yang

dihadapi. Dukungan pembiayaan dan kepesertaan masih belum optimal.

Tingginya permintaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan tidak didukung

oleh sistem pembiayaan yang baik. Akibatnya, setiap tahun, pembiayaan untuk

JKN mengalami defisit. Dampaknya adalah pelayanan kesehatan menjadi terganggu. Banyak kasus

dimana fasilitas kesehatan tidak mampu memberikan pelayanan yang baik karena

minimnya infrastruktur pendukung untuk pelayanan. Padahal, permintaan

terhadap pelayanan kesehatan meningkat setiap tahunnya. Sudah lazim terjadi

36 Hardhantyo, M, Armiatin, Utarini, A, Djasri, H. Audit Mutu. “Layanan Rujukan Primer

Guna Mengurangi Jumlah Rujukan ke Layanan Sekunder: Studi Kasus pada Provinsi DKI Jakarta”. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Voluem 05, Nomor 04, Desember 2016, (online), (https://jurnal.ugm.ac.id/jkki/article/download/30526/18410, di akses 27 Januari 2020) 2016.

37 Abidin. “Pengaruh Kualitas Pelayanan BPJS Kesehatan terhadap Kepuasan Pasien di

Puskesmas Cempae Kota Parepare”. Jurnal MKMI, Vol. 12, No. 2, Juni 2016, (online), (http://dx.doi.org/10.30597/mkmi.v12i2, di akses 27 Januari 2020) 2016.

Page 59: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

46

antrian panjang dari pasien yang ingin mendapatkan pelayanan kesehatan. Di

FKTL, kondisinya lebih parah lagi. Seringkali pasien yang sudah mendapatkan

surat rujukan tidak mendapatkan pelayanan kesehatan di FTKL.38 Meski ada yang

mendapatkan pelayanan namun kuotanya dibatasi bagi pasien yang menggunakan

kartu BPJS Kesehatan.

Hal tersebut tentu berdampak terhadap persepsi masyarakat terhadap pelayanan

kesehatan dalam sistem JKN. Munculnya persepsi negatif dari masyarakat sangat

mempengaruhi kinerja sistem JKN. Harapan untuk memperbaiki sistem pelayanan

kesehatan bisa terhambat akibat buruknya pelayanan kesehatan yang diterima

kepada masyarakat.39

B. Implikasi Mengenai Pengaturan Sistem Rujukan Berjenjang Terhadap

Pelayanan Kesehatan Perorangan.

1. Dampak implikasi pengaturan sistem rujukan

Dampak kebijakan adalah keseruluhan efek yang ditimbulkan oleh suatu

kebijakan dalam kondisi kehidupan nyata Dampak dari suau kebijakan

mempunyai beberapa dimensi dan semuanya harus diperhitungkan ketika

membicarakan evaluasi berikut beberapa dimensi dari suatu dampak

kebijakan:40

38 Tirtaningrum, AD, Sriatmi, A, Suryoputro, A. “Analisis Response Time Penatalaksanaan

Rujukan Kegawatdaruratan Obstetri Ibu Hamil”. Jurnal MKMI, Vol. 14 No. 2, Juni 2018, (online), (http://journal.unhas.ac.id/index.php/mkmi/issue/archive, di akses 27 Januari 2020) 2018.

39 Istiqna, N. “Harapan dan Kenyataan Pasien JKN terhadap Pelayanan Rawat Jalan di Rumah Sakit Universitas Hasannudin”. Jurnal Media Kesehatan Masyarakat Indonesia, Desember 2015, (online), (http://dx.doi.org/10.30597/mkmi.v11i4, di akses 27 Januari 2020) 2015.

40Riko Noviantoro, “Analisis Kebijakan Sistem Zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru Tingkat sekolah lanjutan tingkat atas Di Jawa Barat Tahun 2019”, (online). (https://www.academia.edu/39870428/ANALISIS_KEBIJAKAN_SISTEM_ZONASI_PADA_PPDB_TINGKAT_SLTA_DI_JAWA_BARAT_TAHUN_2019, diakses pada tanggal 27 Januari 2020), 2019.

Page 60: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

47

a. Dampak kebijakan terhadap situasi dan kelompok target atau orang-

orang yang terlibat (intended and unintended consequences)

b. Dampak kebijakan terhadap situasi atau kelompok-kelompok di luar

sasaran atau tujuan kebijakan (extrenalities or spillover effects)

c. Dampak kebijakan pada keadaan-keadaan sekarang dan keadaan di

masa yang akan datang (untuk melihat konsekuensi-konsekuensi yang

ditimbulkan oleh adanya kebijakan berdasarkan dimensi waktu, yakni

masa sekarang atau masa yang akan datang)

d. Biaya lansung yang dikeluarkanuntuk membiayai program-program

kebijakan publik,

e. Biaya tidak lansung yang ditanggung oleh masyarakat atau beberpa

anggota masyarakat akibat adanya kebijakan publik.

Sebagaiman telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya di Indonesia

telah diatur lebih lanjut tentang pengaturan sistem rujukan pada Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2012 tentang

Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan. Dalam Pasal 2 (1)

Pelayanan kesehatan perorangan terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu:

a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama;

b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua; dan

c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga.

Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 4 Pelayanan kesehatan dilaksanakan

secara berjenjang, sesuai kebutuhan medis dimulai dari pelayanan kesehatan

tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan

Page 61: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

48

atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan

tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan

tingkat kedua atau tingkat pertama. Bidan dan perawat hanya dapat

melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan

kesehatan tingkat pertama. Sebagaimana di jelaskan dalam Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang

Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional, dengan adanya

sistem rujukan berjenjang pada pelayanan kesehatan perorangan ini setiap

peserta mempunyai hak mendapat pelayanan kesehatan secara lebih

menyeluruh dan tepat sasaran meliputi pelayanan kesehatan Rawat Jalan

Tingkat Pertama (RJTP), pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Lanjut

(RJTL), pelayanan kesehatan gawat darurat dan kekhususan pelayanan

kesehatan lainnya yang ditetapkan oleh peraturan menteri kesehatan Republik

Indonesia. Ketentuan dalam Pasal 4 di atas dapat dikecualikan sebagaimana

telah diatur dalam Pasal 4 ayat 5 yaitu penjelasan dalam ayat (1), ayat (2),

ayat (3), dan ayat (4) Pasal 4 diatas dikecualikan pada keadaan gawat darurat,

bencana, kekhususan permasalahan kesehatan pasien, dan pertimbangan

geografis. Pasien pada fasilitas tingkat pertama dapat langsung dirujuk

kepada fasilitas kesehatan tingkat lanjut sesuai dengan ketentuan prosedur

yang berlaku. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan

dalam kondisi :

a. Terjadi keadaan gawat darurat;

Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan yang berlaku;

Page 62: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

49

b. Bencana;

c. Kreteria bencana alam ditetapkan oleh pemerintah pusat dan atau

Pemerintah Daerah.

d. Kekhususan permasalahan kesehatan fasien;

e. Untuk kasus yang sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi tesebut

hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan

f. Pertimbangan geografsi;

g. Pertimbangan ketersediaan fasilitas.

Dengan adanya pengecualian terhadap 4 ayat (1), (2), (3) Pemerintah

berupaya memaksimalkan pelayanan terhadap pasien BPJS yang dalam

keadaan kekhususan sebagaimana ketentuan diatur dalam Pasal 4 ayat 5

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2012

tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan, pasien yang dalam

keadaan gawat darurat bisa Langsung mendapat penanganan dari Faskes Tingkat

Lanjutan tanpa memerlukan surat rujuk dari fasilitas tingkat pertama terlebih

dahulu. sehingga pasien akan cepat mendapat penanganan kesehatan sesuai

dengan kebutuhan pasien. Untuk Peserta yang mendapat pelayanan di

fasilitas kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan harus segera

dirujuk ke fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan setelah

tertangani dengan baik dengan kondisi pasien yang memungkinkan

untuk dipindahkan. Namun minimnya pengetahuan masyarakat terhadap prosedur

rujukan berjenjang ini mengakibatkan pelayanan yang didapat oleh pasien

kurang optimal. hal ini dikarenakan masih kurangnya sosialisasi dari

Page 63: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

50

pemerintah melalui dinas terkait tentang alur prosedur sistem rujukan

berjenjang membuat masrayakat merasa belum puas terhadap pelayanan

kesehatan sistem rujukan berjenjang BPJS.

Meskipun dalam pengaturan sistem rujukan berjenjang yang diatur dalam

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2012

tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan pemerintah sudah

berupaya untuk memberikan kemudahan kepada setiap peserta BPJS untuk

mendapatkan akses kesehatan sebaik-baiknya, namun pada kenyataannya

pelayanan kesehatan yang didapat oleh masyarakat dinilai masih belum

maksimal. Selain itu lamanya antrean serta penangananan oleh faskes tingkat

pertama maupun ditingkat lanjut menjadi hal yang seringkali dikeluhkan oleh

masyarakat terhadap pelayanan BPJS.

Dalam beberapa kasus salah satunya yang terjadi di Kabupaten

Serang, seorang warga Pontang, Kabupaten Serang, Banten, bernama Kuncung

Sudrajat, meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Dradjat

Prawiranegara Serang. Pasien peserta BPJS Kesehatan itu, diduga meninggal

akibat pelayanan fasilitas kesehatan (Faskes) yang kurang memadai. Pasien

dibawa ke Puskesmas, sebab prosedur BPJS Kesehatan tidak boleh langsung ke

rumah sakit. Pasien terlebih dahulu harus mendapat rujukan dari puskesmas

sebelum mendapat penanganan rumah sakit. Kuncung Sudrajat, kata Imron,

kala itu mengalamai hipertensi dengan kisaran 220 mmHg. “Di puskesmas

mendapat penanganan namun alakadarnya, Keluarga korban juga mendesak

puskesmas untuk segera memberi surat rujukan. Namun sayang, kala itu RSDP

Page 64: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

51

Kota Serang mengaku tidak ada ruangan kosong. “Kami bersama keluarga

coba mendesak kembali mengkomunikasikan dengan dokter sekitar terhubung

kemudian dengann dokter puskesmas Tirtayasa kemudian dipaksa dibawa ke

RSDP, namun sayang nyawa pasien tidak dapat diselamatkan lagi.41 Hal ini

menambah panjang daftar permasalahan sistem rujukan berjenjang pada

pelayanan BPJS kesehatan.

Dengan berlakunya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan

Perorangan menjadi acuan pada pelaksanaan prosedur rujukan dalam sistem

rujukan pelayanan kesehatan perorangan yang diharapkan akan memudahkan

masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal. kurangannya

pemahaman dari masyarakat serta kurangnya infrastruktur dan SDM yang

memadai diberapa ke fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun tingkat lanjut

mengakibatkan sistem rujukan berjenjang pada BPJS kesehatan dianggap

belum dapat berjalan dengan baik dan maksimal.

Kurang maksimalnya pelayanan sistem rujukan berjenjang pada BPJS

tidak hanya berdampak pada masyarakat sebagai pasien BPJS namun juga

berdampak kepada ke fasilitas kesehatan contohnya pihak rumah sakit sebagai

mitra dari BPJS kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Dengan adanya pemberlakuan sistem rujukan berjenjang bagi pasien Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Jaminan Kesehatan

41 Odik keren, “ Diduga Lambat Ditangani, Pasien BPJS Kesehatan Meninggal di RSDP

Serang”, (online). (https://www.redaksi24.com/diduga-lambat-ditangani-pasien-bpjs-kesehatan-meninggal-di-rsdp-serang/, di akses pada tanggal 27 Januari 2020), 2019.

Page 65: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

52

Nasional (JKN) berdampak pada RSUD yang bertipe B yakni penurunan

jumlah pasien rawat jalan. Otomatis, pendapatan RSUD dengan tipe B ikut

merosot. Sistem rujukan berjenjang pasien BPJS Kesehatan dan JKN

mengharuskan pasien melewati pelayanan atau fasilitas kesehatan (faskes)

tingkat pertama. Seperti puskesmas dan rumah sakit tipe D, baru kemudian ke

rumah sakit tipe C, B, dan A. Hal ini tentu akan merugikan berbagai pihak jika

dalam pengaturan serta pelaksanaan sistem pelayanan tidak berjalan dengan

baik sebagaimana mestinya.

Peningkatan akses terhadap pelayanan kesehatan sejak adanya jaminan

kesehatan nasional (JKN) belum dibarengi dengan perbaikan sistem pelayanan,

terutama dalam pelayanan rujukan. Penerapan sistem rujukan berjenjang

sebenarnya bertujuan untuk mengendalikan mutu pelayanan agar lebih

optimal.42 Meski demikian, pelaksanaannya tidak sesuai harapan. Banyak

permasalahan yang muncul mulai dari lamanya pelayanan serta kurang sarana

dan prasaran yang didapat oleh peserta BPJS hingga defisitnya anggaran

pembiayaan BPJS itu sendiri.

Pada sistem rujukan berjenjang, peranan fasilitas kesehatan tingkat

pertama (FKTP) jadi sangat vital. FKTP jadi fasilitas kesehatan pertama yang

melakukan pelayanan, sebelum nanti dirujuk secara berjenjang. Akibatnya,

jumlah pasien menjadi meningkat. Peningkatan itu tidak diimbangi oleh

peningkatan pelayanan di FKTP, karena infrastrukturnya masih terbatas.

42 Hidayati, P, Hakimi, M, Claramita, M. Analisis Pelaksanaan Rujukan Berjenjang

Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Kasus Kegawatdaruratan Maternal Peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial di 3 Puskesmas Perawatan Kota Bengkulu. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Voluem 06, Nomor 02, Juni 2017.

Page 66: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

53

Hambatan yang paling sering dirasakan lebih banyak dari pasien karena waktu

tunggu pasien untuk mendapatkan pelayanan menjadi lama. Puskesmas juga

masih terbatas menyediakan petugas pelayanan kesehatan. Tidak seimbang

antara jumlah petugas dengan jumlah pasien. Banyak pasien untuk

mendapatkan pelayanan rujukan harus menunggu lama. Padahal, mereka

mengalami penyakit berat. Hal itulah yang menyebabkan tingkat kepuasan

pasien terhadap pelayanan rujukan dinilai masih rendah.

Banyaknya masalah yang muncul soal rujukan berjenjang, salah satunya

seperti pasien yang minta rujukan untuk dirujuk ke FKTL padahal FKTP

misalnya Puskesmas masih bisa menangani, pada akhirnya harus ditolak oleh

FKTL karena sesuai aturannya, tidak semua penyakit yang langsung dirujuk

ke FKTL. Namun, banyak pasien yang tidak mengetahui hal tersebut. Selain

itu, pasien yang meminta rujukan harus hadir dan diperiksa dahulu di FKTP.

Tetapi banyak pasien yang tidak datang, hanya diwakili oleh keluarga untuk

mendapatkan surat rujukan tidak membawa pasien yang sakit, hal ini tentu

pihak FKTP tidak bisa memberikan rujukan karena peraturannya harus ada

pemeriksaan dulu kemudian baru setelah itu pasien dapat dirujuk FKTL secara

vertikal ataupun secara horizontal.

Berdasarkan audit mutu pelayanan, tingkat ketepatan dalam pelaksanaan

rujukan yang diukur dari kesesuaian rujukan yang diberikan kepada pasien

dengan prosedur sistem pelayanan rujukan berjenjang sudah terlaksana sesuai

aturan. Meski demikian, audit mutu terhadap kelengkapan surat rujukan masih

bermasalah.

Page 67: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

54

Meskinya surat rujukan diisi semua, namun banyak yang tidak terisi. Ini

mengakibatkan data dan informasi yang diterima di FKTL jadi tidak lengkap.

Padahal, data dan informasi tersebut dibutuhkan oleh petugas kesehatan di

FKTL untuk mengambil tindakan medis dengan tepat dan akurat. Data yang

paling krusial seperti hasil diagnosa, pemeriksaan fisik, anamnesa, dan terapi

yang sudah diberikan merupakan informasi yang seharusnya diisi dalam surat

rujukan. Namun data dan informasi itu yang paling banyak tidak diisi. Tidak

adanya data tersebut menyebabkan petugas kesehatan di FKTL tidak

mendapatkan informasi yang akurat untuk mengambil tindakan kepada pasien.

Harus diakui, pelaksanaan sistem rujukan berjenjang belum berjalan

optimal. Namun berdasar laporan pengelolaan program dan laporan keuangan

jaminan sosial kesehatan pada tahun 2018 menyebutkan tingkat kepuasan

terhadap pelayana BPJS naik sekitar 0,2 % dari tahun 2017 dengan jumlah

tingkat kepuasan peserta di angka 79,7 % dengan cakupan kepesertaan tercapai

208.054.199 jiwa atau bertambah 20.071.250 jiwa dari tahun 2017.43

Bertambahnya kepesertaan BPJS yang setiap tahun meningkat juga

berdampak pada beban pembiaayaan melalui iuran yang di beban kepada

peserta BPJS. Seringkali ditemui permasalahan pada masyarakat peserta BPJS

terkait pembayaran iuran BPJS, masyarakat masih sering menunggak dalam

pembayaran iuran BPSJ hal ini berimplikasi pada beban pembiayaan

oprasional pelayanan BPJS. Tercatat sampai tahun 2019 BPJS di prediksi akan

mengalami defisit anggaran di angaka Rp 28 triliun.

43 laporan pengelolaan program dan laporan keuangan jaminan sosial kesehatan pada tahun

2018

Page 68: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

55

Dikutip dari CNN Indonesia, BPJS Kesehatan memperkirakan defisit

keuangan perusahaan akan membengkak sekitar Rp 500 miliar dari proyeksi

awal pada tahun 2019. Pada proyeksi awal, defisit keuangan BPJS diramal

mencapai Rp 28 triliun. Dengan proyeksi terbaru, defisit diramal bengkak

menjadi Rp28,5 triliun pada 2019. Proyeksi pembengkakan tersebut berasal

dari pengalihan (carry over) defisit tahun lalu ditambah beban pembayaran

tagihan rumah sakit sejak awal tahun kemarin.

Direktur Keuangan BPJS Kesehatan Kemal Imam Santoso mengatakan

perusahaan masih memiliki carry over defisit keuangan sebesar Rp 9,1 triliun

dari tahun lalu. Sementara defisit keuangan pada 2019 diperkirakan mencapai

lebih dari Rp19 triliun.44

Secara prosedur tata laksana, sistem rujukan ini sudah baik. Namun,

pelaksanaannya masih bermasalah. Oleh karena itu, perbaikan perlu dilakukan

di FKTP. Tingginya tingkat kunjungan pasien di FKTP harus diimbangi

dengan perbaikan sumber daya manusia dan infrastruktur pelayanan.

Pemerintah perlu meningkatkan sumber daya manusia dan infrastruktur di

FKTP. Perbaikan tersebut tidak hanya kuantitasnya saja namun juga

kualitasnya. Sehingga pelayanannya bisa lebih baik dan tingkat kepuasan

masyarakat menjadi tinggi.

44 Uli, “Defisit BPJS Kesehatan Diramal Bengkak Jadi Rp28,5 T di 2019”, (online).

(https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190822090846-78-423637/defisit-bpjs-kesehatan-diramal-bengkak-jadi-rp285-t-di-2019, diakses pada tanggal 26 januari 2020), 201

Page 69: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

56

Dari uraian pembahasan di atas setidaknya dengan adanya pengaturan

sistem rujukan berjenjang hal ini berdampak langsung kepada pelayanan

kesehatan perorangan, masyarakat, Pemerintah serta kepada fasilitas kesehatan.

Sebagaimana telah dijelas sebelumnya, dampak positif dengan adanya

sistem rujukan berjenjang pada pelayanan kesehatan perorangan ialah setiap

peserta mempunyai hak mendapat pelayanan kesehatan meliputi pelayanan

kesehatan Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP), pelayanan kesehatan Rawat

Jalan Tingkat Lanjut (RJTL), pelayanan kesehatan gawat darurat dan

kekhususan pelayanan kesehatan lainnya yang ditetapkan oleh peraturan

menteri kesehatan Republik Indonesia. Disisi lain dengan adanya sistem

rujukan berjenjang ini juga mempunya dampak negatif yakni dalam

pelaksanaannya seringkali pasien harus rela menunggu dalam waktu yang lama

untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

Tingginya antusias masyarakat yang berobat melalui BPJS tidak di

imbangi dengan pemenuhan sarana-prasana infrastruktur oleh Pererintah yang

memadai sebagai sarana pendukung dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan

yang baik mulai dari fasilitas kesehatan tingkat pertama hingga fasilitas

kesehatn tingkat lanjut serta sumberdaya manusia yang juga dinilai masih

kurang seimbang dengan jumlah pasien yang ingin berobat.

Dampak terhadap masyarakat secara langsung masyarakat mendapat

kepastian dalam jaminan kesehatan yang dikelola langsung oleh Pemerintah

melalui BPJS, namun dalam pelaksanaan masih belum maksimal. Banyaknya

permasalahan yang dikeluhkan masyakarat terhadap pelayanan kesehatan BPJS

Page 70: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

57

pada sistem rujukan berjenjang membuat sistem rujukan berjenjang ini harus di

evaluasi untuk memperbaikan pelayanannya.

Dampak kepada Pemerintah dengan berlakunya sistem rujukan berjejang,

pemerintah telah berupaya menjamin pelayanan kesehatan masyarakat

khusunya sistem rujukan berjenjang pada pelayanan BPJS sebagai bentuk

tanggung jawab pemerintah sebagaimana yang telah diamanatkan oleh

Undang-Undang Dasar Pasal 34 ayat (3) yaitu “Negara bertanggung jawab

atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum

yang layak”. Namun disi lain implikasinya negatifnya pada Pemerintah iyalah

adanya defisit anggaran pembiayaan BPJS yang bebannya harus di tanggung

oleh Pemerintah yang tidak sedikit jumlahnnya. Kemudian dampak terhadap

fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas tingkat lanjut berdampak pada

RSUD yang bertipe B yakni penurunan jumlah pasien rawat jalan. Otomatis,

pendapatan RSUD dengan tipe B ikut merosot.

Sistem rujukan berjenjang pasien BPJS Kesehatan dan JKN mengharuskan

pasien melewati pelayanan atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat pertama.

Seperti puskesmas dan rumah sakit tipe D, baru kemudian ke rumah sakit tipe

C, B, dan A. Selain itu lamanya pencairan klaim dari BPJS juga menjadi

keluhan fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas tingkat lanjut sehingga

dalam pelayanan pihak fasilitas kesehatan harus menanggung terlebih dahulu

pembiayaan dari peserta BPJS yang sedang berobat. Hal ini berdampak pada

kualitas pelayanan yang di terima oleh peserta BPJS yang di anggap kurang

maksimal.

Page 71: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

58

Sedangkan dampak lainya terhadap kebijakan pada keadaan-keadaan

sekarang dan keadaan di masa yang akan datang, Tidak dapat dipungkiri bahwa

dibentuknya sistem rujukan berjenjang adalah sebagai upaya meningkatan

mutu pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung

jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal

yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau asuransi

kesehatan sosial, dan seluruh fasilitas kesehatan.

Namun seiring dengan itu Pemerintah belum mampu memberikan

perbaikan sarana-prasarana sebagai penunjang dalam pelaksanaan sistem

rujukan berjenjang terutama pada fasilitas kesehatan tingkat pertama baik dari

segi infrastruktur maupun dari sumberdaya manusianya yang memadai. Hal ini

dipandang perlu mendapatperhatian lebih oleh pemerintah disamping

perbaikan terhadap sistem prosedur pelaksnaannya sehingga permasalahan

yang seringkali dikeluhkan oleh para pasien BPJS bisa teratasi. Dengan

demikinan diharapkan dalam pelaksanan pelayanan kesehatannya dapat

berjalan dengan baik dan maksimal. Hal ini berdampak terhadap mutu

pelayanan dan tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan

BPJS kesehatan sebagai bentuk dari tanggung jawab Pemerintah dalam

mejamin kesejahteraan masyakat sesuai dengan yang telah diamanatkan oleh

undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 34 ayat

(3) yaitu “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan

kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”.

Page 72: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

59

BAB V

PENUTUP

A Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai implikasi pengaturan sistem

rujukan berjenjang terhadap pelayanan kesehatan perorangan, maka dapat

diambil simpulan sebagai berikut:

1. Pengaturan Sistem Rujukan Berjenjang di Indonesia

Merujuk kepada amanat Undang-Undang Dasar Pasal 34 ayat (3)

yaitu “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan

kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak” Jaminan Sosial

Nasional yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Yang

kemudian didalamnya terdapat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebagai

salah satu dari beberapa program unggulan yang akan dilaksanakan oleh

Pemerintah Indonesia.

Untuk mendukung pelaksanaan program JKN tersebut pemerintah

membentuk suatu badan penyelenggara sistem jaminan sosial nasional yang

kemudian disahkan pada tanggal 29 oktober 2011 dan dirumuskan kedalam

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Bandan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS) yang mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari

2014.

Untuk mengatur mekanisme penyelenggaraannya sistem rujukan dalam

BPJS, kementrian kesehatan Republik Indonesia kemudian mengeluarkan

Page 73: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

60

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2012

tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan. Kemudian untuk

membantu dalam pelaksanaannya sistem rujukan berjenjang Pemerintah

Indonesia mengeluarkan kebijakan melalui Menteri Kesehatan yaitu

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan

Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional dan Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program

Jaminan Kesehatan Nasional.

Sistem rujukan berjenjang memiliki arti penting meliputi alih tanggung

jawab meningkatkan pelayanan ke tempat yang lebih tinggi sehingga

penangannya menjadi lebih adekuat.45 Dalam pelaksanaannya sistem rujukan

berjenjang mengatur pelimpahan tugas secara timbal balik vertikal maupun

horizontal, dari fasilitas kesehatan tingkat pertama ke fasilitas kesehatan

tingkat lanjut secara berjenjang. Sistem rujukan berjenjang wajib dilaksanakan

oleh peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial, dan seluruh

fasilitas kesehatan (Kemenkes Republik Iindonesia, 2013). Sistem rujukan

rujukan berjenjang pelayanan kesehatan dalam arti luas merupakan upaya

dari Pemerintah untuk menjamin terlaksananya pelayanan keseahatan yang

baik bagi masyarakat secara berjenjang sehingga pelayanan kepada

masyarakat dapat ditingkatkan memenuhi konsep yang lebih menyeluruh.

Sebagaimana telah dijelaskan dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri

45 Ida Bagus Gde Manuaba, Kapita selekta penatalaksanaan rutin obstetri, ginekologi,

dan KB, (Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001), halaman 46.

Page 74: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

61

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem

Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan, pelayanan kesehatan perorangan

terdiri dari 3 tingkatan, yaitu pelayanan kesehatan tingkat pertama,

pelayanan kesehatan tingkat kedua dan pelayanan kesehatan tingkat ketiga.

Dalam pelaksannannya sebagaimana dijelaskan dalam pasal 4 ayat (1)

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2012

tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan, pelayanan sistem

rujukan dilaksanakan secara berjanjeng, sesuai dengan kebutuhan medis

mulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama.

2. Implikasi mengenai pengaturan Sistem Rujukan Berjenjang terhadap

pelayanan kesehatan perorangan.

a. Dari uraian pembahasan di atas setidaknya dengan adanya pengaturan

sistem rujukan berjenjang hal ini berdampak lansung kepada perorangan

,masyarakat, Pemerintah serta kepada fasilitas kesehatan.

b. Dampak terhadap pelayanan kesehatan perorangan

Dampak positif dengan adanya sestem rujukan berjenjang pada pelayanan

kesehatan perorangan ialah setiap peserta mempunyai hak mendapat

pelayanan kesehatan meliputi pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat

Pertama (RJTP), pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Lanjut (RJTL),

pelayanan kesehatan gawat darurat dan kekhususan pelayanan kesehatan

lainnya yang ditetapkan oleh peraturan menteri kesehatan Republik

Indonesia. Pelayanan kesehatan yang secara berjenjang ini mengharuskan

peserta BPJS harus mengikuti prosedur yang berlaku secara berjenjang,

Page 75: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

62

namun ketentuan ini dapat dikecualikan jika dalam keadaan tertentu

sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 4 ayat (5) Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem

Rujukan, dikecualikan pada keadaan gawat darurat, bencana, kekhususan

permasalahan kesehatan pasien, dan pertimbangan geografis. Disisi lain

dengan adanya sistem rujukan berjenjang ini juga mempunyai dampak

negatif yakni dalam pelaksanaannya seringkali pasien harus rela

menunggu dalam waktu yang lama untuk mendapatkan pelayanan

kesehatan. Tingginya antusias masyarakat yang berobat melalui BPJS

tidak di imbangi dengan pemenuhan sarana-prasana infrastruktur oleh

Pererintah yang memadai sebagai sarana pendukung dalam pelaksanaan

pelayanan kesehatan yang baik mulai dari fasilitas kesehatan tingkat

pertama hingga fasilitas kesehatn tingkat lanjut serta sumberdaya manusia

yang juga dinilai masih kurang seimbang dengan jumlah pasien yang ingin

berobat.

c. Dampak terhadap masyarakat

Secara langsung masyarakat mendapat kepastian dalam jaminan kesehatan

yang di kelola langsung oleh Pemerintah melalui BPJS, namun dalam

pelaksanaan masih belum maksimal. Banyaknya permasalahan yang

dikeluhkan masyakarat terhadap pelayanan kesehatan BPJS pada sistem

rujukan berjenjang membuat sistem rujukan berjenjang ini harus

dievaluasi untuk memperbaikan pelayanannya.

Page 76: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

63

d. Dampak kepada Pemerintah

Dengan berlakunya sistem rujukan berjejang, pemerintah telah menjamin

pelayanan kesehatan masyarakat khusunya sistem rujukan berjenjang pada

pelayanan BPJS sebapai sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah sesuai

yang telah di amanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 Pasal 34 ayat (3) yaitu “Negara bertanggung

jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas

pelayanan umum yang layak”. Namun disi lain implikasinya negatifnya

pada Pemerintah iyalah adanya defisit anggaran pembiayaan BPJS yang

bebanya harus di tanggung oleh Pemerintah yang tidak sedikit jumlahnnya.

e. Dampak terhadap fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas tingkat

lanjut.

Hal ini berdampak pada RSUD yang bertipe B yakni penurunan jumlah

pasien rawat jalan. Otomatis, pendapatan RSUD dengan tipe B ikut

merosot. Sistem rujukan berjenjang pasien BPJS Kesehatan dan JKN

mengharuskan pasien melewati pelayanan atau fasilitas kesehatan (faskes)

tingkat pertama. Seperti puskesmas dan rumah sakit tipe D, baru kemudian

ke rumah sakit tipe C, B, dan A. Selain itu lamanya pencairan klaim dari

BPJS juga menjadi keluhan fasilitas kesehatan tingkat pertama dan

fasilitas tingkat lanjut sehingga dalam pelayanan pihak fasilitas kesehatan

harus menanggung terlebih dahulu pembiayaan dari peserta BPJS yang

sedang berobat. Hal ini berdampak pada kualitas pelayanan yang di terima

oleh peserta BPJS yang di anggap kurang maksimal.

Page 77: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

64

f. Dampak terhadap kebijakan pada keadaan-keadaan sekarang dan keadaan

di masa yang akan datang.

Tidak dapat di pungkiri bahwa dibentuknya sistem rujukan berjenjang

adalah sebagai upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang

mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan

secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal yang wajib

dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan

sosial, dan seluruh fasilitas kesehatan. Namun seiring dengan itu

Pemerintah belum mampu memberikan perbaikan sarana-prasarana

sebagai penunjang dalam pelaksanaan sistem rujukan berjenjang terutama

pada fasilitas kesehatan tingkat pertama baik dari segi infrastruktur

maupun dari sumberdaya manusianya yang memadai. Hal ini berdampak

terhadap mutu pelayanan dan kemungkin munculnya permasalahan yang

baru harus segera di selesaikan oleh pemerintah.

B Saran

1. Perlu adanya perbaikan dalam pengaturan sistem rujukan berjenjang baik

dari prosedur pelayanan hingga pada infrastruktur dan sumberdaya

manusia sebagai penunjang dalam pelaksanaan sistem rujukan berjenjang.

2. Sistem rujukan berjenjang dalam BPJS merupakan suatu sistem yang

bersifat kerjasama kolektif secara keseluruhan mulai dari Pemerintah,

Masyarakat, hingga ke pihak fasilitas kesehatan baik dari fasilitas tingkat

pertama dan fasilitas kesehatan tingkat lanjut. Untuk itu di pandang perlu

Page 78: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

65

adanya komunikasi serta kerjasama yang terintegritas dengan baik untuk

memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat.

Disamping itu, kepada pemerintah melalui lembaga terkait harus

memberikan suatu edukasi serta sosialisasi kepada masyarakat tentang

prosedur sistem rujukan berjenjang sehingga masyarakat lebih mengerti

tentang prosedur rujukan berjenjang. Kepada masyarakat hendaknya lebih

memahami hak dan keawijaban mereka sebagai peserta BPJS, terkait dengan

prosedur pelayanan yang pada BPJS Kesehatan.

Page 79: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

xiii

DAFTAR PUSTAKA

a. Buku

Ali, Zainudin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Sinar Grafika, 2010.

Anggraeni, Ratih, Mutu Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas. Jogjakarta: Grup penerbit CV Budi Utama 2019.

Bramantoro, Taufan, Pengantar Klasifikasi dan Akreditasi Pelayanan

Kesehatan: Penjelasan Praktis dari undang-undang dan peraturan mentri kesehatan, Surabaya : Pusat Penebit dan Percetakan UNAIR, 2017.

Eka Putri, Asih, Paham SJSN Sistem Jaminan Sosial Nasional, Jakarta :

Friedrich-Ebert-Stiflung, 2014. Habib R, Hapsara, Filsafat, Pemikiran Dasar Pembangunan Kesehatan

sebagai paradigma pembangunan kesehatan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 2014.

Manuaba, Ida Bagus Gde, Kapita selekta penatalaksanaan rutin obstetri,

ginekologi, dan KB, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001. Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Cet 2, Jakarta: Kencana, 2008. Sulastomo, Sistem Jaminan Sosial Nasional, Jakarta: PT Kompas Media

Nusantara, 2011. Tunggal, Hadi Setia, Memahami Sistem Jaminan Sosial (SJSN) dan Badan

Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) di Indonesia, Jakarta: Harvarindo, 2015.

Hermien, Nugraheni, Tri Wiyatini, & Irmanita Wiradona, Kesehatan

Masyarakat dalam Determinan Sosial Budaya, Jogjakarta: Grup penerbit CV Budi Utama, 2018.

Wijaya, Andika, Hukum Jaminan Sosial Indonesia, Jakart: Sinar Grafika, 2018.

b. Perundang-Undangan

Sekretariat Negara RI. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Jakarta, 2002.

Page 80: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

xiv

Sekretariat Negara RI. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Sekretariat Negara RI. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun

2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Peraturan Menteri Kesehatan RI. Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem

Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan. Peraturan Menteri Kesehatan RI. Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan

Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional. Peraturan Menteri Kesehatan RI. Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman

Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.

Peraturan Presiden Republik Indonesia. Nomor 28 Tahun 2016 tentang perubahan ketiga atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.

c. Jurnal/Website

Abidin. “Pengaruh Kualitas Pelayanan BPJS Kesehatan terhadap Kepuasan

Pasien di Puskesmas Cempae Kota Parepare”. Jurnal Media Kesehatan Masyarakat Indonesia, Volume 12, No. 2, Juni 2016, (online), (http://dx.doi.org/10.30597/mkmi.v12i2, di akses 27 Januari 2020) 2016.

Darmawan, RI, Thabrany, H. Refleksi Implementasi Jaminan Kesehatan

Nasional Pada Pelayanan Dokter Gigi di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Kota Tangerang Tahun 2017. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Volume 06, Nomor 04, Desember 2017.

Dahlan, M, Setyopranoto, I, Trisnantoro, L. Evaluasi Implementasi Program

Jaminan Kesehatan Nasional terhadap Pasien Stroke di RSUP Dr. Sardjito. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Volume 06, Nomor 02, Juni 2017.

Hardhantyo, M, Armiatin, Utarini, A, Djasri, H. Audit Mutu. “Layanan

Rujukan Primer Guna Mengurangi Jumlah Rujukan ke Layanan Sekunder: Studi Kasus pada Provinsi DKI Jakarta”. Jurnal Kebijakan

Kesehatan Indonesia, Voluem 05, Nomor 04, Desember 2016, (online), (https://jurnal.ugm.ac.id/jkki/article/download/30526/18410, di akses 27 Januari 2020) 2016.

Hidayati, P, Hakimi, M, Claramita, M. Analisis Pelaksanaan Rujukan

Berjenjang Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Kasus Ke gawat daruratan Maternal Peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial di 3

Page 81: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

xv

Puskesmas Perawatan Kota Bengkulu. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Voluem 06, Nomor 02, Juni 2017.

Ida Hadiyati, Konsep Kualitas Pelayanan Kesehatan berdasar atas Ekspektasi

Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung, MKB, Volume 49 No. 2, Juni 2017), (online), (http://journal.fk.unpad.ac.id/index.php/mkb/article/view/1054 , diakses 27 desember 2019) 2017.

Istiqna, N. “Harapan dan Kenyataan Pasien Jaminan Kesehatan Nasional

terhadap Pelayanan Rawat Jalan di Rumah Sakit Universitas Hasannudin”. Jurnal Media Kesehatan Masyarakat Indonesia, Desember

2015, (online), (http://dx.doi.org/10.30597/mkmi.v11i4, di akses 27 Januari 2020) 2015.

Jaminan Sosial Indonesia, Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

Transformasi,(http://www.jamsosindonesia.com/sjsn/Transformasi/landasanMartabat%20www.jamsosindonesia.com, diakses 25 desember 2019) 2019.

Setyanto, Nasir W, “Peningkatan Kualitas Pelayanan Nasabah BPJS

Kesehatan, Hukum Bisnis, Vol. 26, Malang 2012. Tirtaningrum, AD, Sriatmi, A, Suryoputro, A. “Analisis Response Time Penata

pelaksanaan Rujukan Ke gawat daruratan Obstetri Ibu Hamil”. Jurnal

Media Kesehatan Masyarakat Indonesia, Volume 14 No. 2, Juni 2018, (online), (http://journal.unhas.ac.id/index.php/mkmi/issue/archive, di akses 27 Januari 2020) 2018.

Uli, “Defisit BPJS Kesehatan Diramal Bengkak Jadi Rp28,5 T di 2019”,

(online). (https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190822090846-78-423637/defisit-bpjs-kesehatan-diramal-bengkak-jadi-rp285-t-di-2019, diakses pada tanggal 26 januari 2020), 2019.

Wenny Andita, skripsi:”Implementasi Kebijakan Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) I Lagaligo Kabupaten Luwu Jawa Timur”(Makasar: Universitas Hasanudin, 2016), (online), http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/19811, diakses 29 januari 2020) 2017.

Page 82: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...
Page 83: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...
Page 84: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...
Page 85: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...
Page 86: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...
Page 87: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...
Page 88: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...
Page 89: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

( )

Mengetahui: Dekan,

URAIAN H TANDA TANGAN t~ ( PEMBIMBING

NO WAKTU KONSULTASI

Judul Skripsi

NIM

Nama Mahasiswa

... BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI

PROGRAM STUDI S1 ILMU HUKUM

fi\Q~ -~-~~0.-.~.t?.~ ············ . . It.' .. '. .l\ .1.: .l_ ~: .. ,O. l ~ J;,1" .

Nama Dosen Pembimbing 1. fi ~~h1/\!J!~ '..,5.J·U~:.I:! . 2. Pr: $.!1 '.~.(r.-:.1. . .5.:.H: .. M.-.tt . . \~f \.iks! .P.~~~-~ ?.!.~.t:J;···· .. ······ ~~ !) ••.•. ~~ D.[ f. . .r.~c ~~-~-----P~rn~·-···

Al1n • .

Page 90: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...
Page 91: USM IMPLIKASI PENGATURAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG ...

bukti kelulusan Strata Satu ,,_. ··-· bitkan dan berakhir sampai

Surat Keterangan ini diterb t.,.--.~- ,J3efftlA}~§P~ (S1) bagi yang bersangkut diterimanya ljasah Asli.

Telah dinyatakan LULUS betdras1m,an Hukum pada tanggal 25 Fe r .. _. ............. ...._

: RIDHO RINALDO · A.111.16.0130 : MUARA E : HUKU Y. : s 1 I UlY.1''1.....1111.:111~

Nam a NIM Tempat, Tgl. Lahir Fakultas Program Studi

Dekan Fakultas Hukum Universitas Semarang Menerangkan bahwa:

Nomor: 181/USM.H4.FH/l/2020

Sekretariat : JI. Soekarno Hatta Tlogosari Semarang 50196 Telp. (024) 6702757 Fax. (024) 6702272 Web site: www.usm.ac.id E-mail: [email protected] USM

YAYASAN ALUMNI UNIVERSITAS DIPONEGORO UNIVERSITAS SEMARANG

FAKULTAS HUKUM