USLÛB AL-QUR’ÂN DALAM PENGUNGKAPAN KIAMAT: Kajian …
Transcript of USLÛB AL-QUR’ÂN DALAM PENGUNGKAPAN KIAMAT: Kajian …
USLÛB AL-QUR’ÂN DALAM PENGUNGKAPAN
KIAMAT: Kajian Hadzf al-Fâʻil pada Ayat-ayat Kiamat di dalam Al-Qur’ân
Tesis
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister
Agama (M. Ag )
Dalam Bidang Ilmu Agama Islam
Oleh:
Muhammad Sapil
NIM: 214410573
PROGRAM STUDI ILMU AGAMA ISLAM
KONSENTRASI ULUM AL-QUR’AN DAN ULUM AL-HADIST
PASCA SARJANA MAGISTER (S2)
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
1439 H/2018 M
USLÛB AL-QUR’ÂN DALAM PENGUNGKAPAN
KIAMAT: Kajian Hadzf al-Fâʻil pada Ayat-ayat Kiamat di dalam Al-Qur’ân
Tesis
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister
Agama (M. Ag )
Dalam Bidang Ilmu Agama Islam
Oleh:
Muhammad Sapil
NIM: 214410573
Pembimbing:
Prof. Dr. H. D. Hidayat. MA
Dr. H. Hasanuddin, M. Ag
PROGRAM STUDI ILMU AGAMA ISLAM
KONSENTRASI ULUM AL-QUR’AN DAN ULUM AL-HADIST
PASCA SARJANA MAGISTER (S2)
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
1439 H/2018 M
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Tesis dengan judul “Uslûb Al-Qur’ân Dalam Pengungkapan Kiamat:
Kajian Hadzf al-Fâʻil pada Ayat-Ayat Kiamat di dalam Al-Qur’ân” yang
disusun oleh Muhammad Sapil dengan nomor induk Mahasiswa 214410573
telah melalui proses bimbingan dengan baik dan dinilai oleh pembimbing
telah memenuhi syarat ilmiah untuk diujikan disidang munâqasyah.
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. Dr. H. D. Hidayat, MA Dr. H. Hasanudin, M. Ag
Tanggal: 18/07/2018 Tanggal: 26/07/2018
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Tesis dengan judul “Uslûb Al-Qur‟ân Dalam Pengungkapan Kiamat: Kajian
Hadzf al-Fâʻil pada Ayat-Ayat Kiamat di dalam Al-Qur‟ân” yang ditulis oleh
Muhammad Sapil dengan Nomor Induk Mahasiswa 214410573 telah diujikan
di sidang munaqasyah pada tanggal 15 Agustus 2018 dan dinyatakan LULUS
dengan yudisium/predikat AMAT BAIK. Tesis ini telah disahkan sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar Magister Agama ( M. Ag ) pada program
pasca sarjana Magister Studi Agama Islam konsentrasi Ulumul Qur‟an dan
Ulumul Hadist.
Direktur Program
( Dr. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA )
Panitia Ujian
Keterangan Tanda Tangan Tanggal
Dr. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA ____________ _______
Ketua Sidang
Dr. H. Muhammad Azizan Fitriana, MA ____________ _______
Sekretaris Sidang
H. Edward Maofur, MA, Ph. D ____________ _______
Penguji I
Dr. H. Ahmad Syukron, MA ____________ _______
Penguji II
Prof. Dr. H. D. Hidayat, MA ____________ _______
Pembimbing I
Dr. H. Hasanudin, MA ____________ _______
Pembimbing II
iii
PERNYATAAN PENULIS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Muhammad Sapil
NIM : 214410573
Tempat / Tanggal Lahir : Mesanggok, 27 November 1986
Menyatakan bahwa tesis dengan judul “Uslûb Al-Qur’ân Dalam
Pengungkapan Kiamat: Kajian Hadzf al-Fâʻil pada Ayat-Ayat Kiamat di
dalam Al-Qur’ân” adalah benar asli karya saya kecuali kutipan-kutipan yang
telah disebutkan sumbernya. Kesalahan dan kekurangan dalam karya saya ini
sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.
Jakarta, 30 Juli 2018
Muhammad Sapil
iv
بسم الله الرحمن الرحيم
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puja dan puji syukur hanya kepada Allah s.w.t
atas segala nikmat yang telah dikaruniakan-Nya terutama nikmat iman dan
Islam. Shalawat dan salam untuk baginda Nabi Muhammad s.a.w, keluarga,
dan seluruh sahabatnya yang dengan perantara merekalah nikmat iman dan
Islam tersebar ke berbagai pelosok bumi.
Pemilihan judul tesis “Uslûb Al-Qur’ân Dalam Pengungkapan
Kiamat: Kajian Hadzf al-Fâʻil pada Ayat-Ayat Kiamat di dalam Al-Qur’ân”
dilatar belakangi oleh ketertarikan penulis terhadap kajian Al-Qur‟ân dengan
pendekatan gaya bahasa, yang masih jarang dibahas dalam tingkatan
akademik di Indonesia. Pengetahuan tentang ilmu gaya bahasa Al-Qur‟ân
sudah penulis ketahui tapi baru memahami fungsi dan urgennya ilmu gaya
bahasa dalam memaknai makna-makna ayat-ayat Al-Qur‟ân tersurat ataupun
tersirat setelah kuliah di IIQ Jakarta berkat bimbingan guru Prof. Dr. H. D.
Hidayat, MA dan para dosen lainnya.
Berkat rahmat Allah s.w.t, penulisan tesis ini bisa diselesaikan dengan
bantuan dan dukungan pembimbing, para dosen, kawan-kawan mahasiswa,
keluarga dan kerabat, serta pihak-pihak lainnya. Karena itu, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Seluruh civitas akademika IIQ Jakarta terutama Rektor IIQ Jakarta
Prof. Dr. Hj, Huzaemah T. Yanggo, MA dan Direktur Pascasarjana
IIQ Jakarta Dr. K.H Ahmad Munif Suratmaputra, MA yang telah
memudahkan proses penulisan tesis ini.
2. Prof. Dr. H. D. Hidayat, MA dan Dr. H. Hasanudin, M. Ag yang telah
berkenan meluangkan waktu dan tenaga membimbing penulisan tesis
ini hingga selesai.
3. Staff TU Pascasarjana IIQ Jakarta terutama Ibu Sofie yang telah
memudahkan seluruh administrasi dalam rangka penulisan tesis ini.
Tidak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada staf-staf lainnya
yang dengan bantuan informasinya penulis bisa menuntaskan tesis ini
4. Pimpinan dan staff perpustakaan IIQ Jakarta, perpustakaan Bait Al-
Qur‟an Jakarta, perpustakaan Darul Qur‟ân Mulia Bogor yang telah
membantu penulis mengakses berbagai macam referensi dan data.
Dan semua muhsinin yang menyediakan perangkat rujukan digital
berupa maktabah ʻilmiyyah sehingga memudahkan penulis dalam
mencari rujukan yang relevan, semoga Allah s.w.t membalas segala
amal kebaikannya.
5. Ayahanda H. Sueb yang terus mendoakan dan mendukung penulis,
Ibunda Halilah yang telah mendidik anak-anaknya hingga dewasa,
v
semoga Allah s.w.t melapangkan kuburnya. Tidak lupa pula pada
saudara-saudara penulis yang selalu memberikan semangat dalam
menuntasan pendidikan. Semoga tulisan ini menjadi amal jariah bagi
penulis, kedua orang tua, istri dan saudara-saudara penulis, kelak di
hari penghisaban
6. Istri tercinta Yanti Sumarti dan nanda Raghib Zakiyya yang selalu
memberikan semangat, keceriaan setiap hari, memberikan refreshing
sehingga memudahkan penulis menyelesaikan tesis ini.
7. Guru kami KH. Abdul Hasib Hasan Lc, Dr. Abdul Ghoni, M. Hum,
stakeholder di lingkup yayasan Darul Qur‟an Mulia terutama bidang
SDM dan Litbang yang tidak bisa disebutkan satu persatu, semua
sahabat-sahabat guru di lingkungan pesantren Darul Qur‟ân Mulian,
para dosen di STIU AL-HIKMAH serta seluruh teman-teman
mahasiswa pascasarjana IIQ Jakarta terutama angkatan 2014 yang
telah banyak memberikan dukungan dan wawasan kepada penulis
melalui diskusi-diskusi formal maupun non formal. Untuk semua
pihak yang membantu selesainya penulisan ini baik yang telah penulis
sebutkan maupun tidak, penulis tidak dapat membalas kebaikan
tersebut kecuali memohon kepada Allah s.w.t semoga kebaikan-
kebaikan tersebut dibalas dengan kebaikan di dunia dan akhirat. Akhir
kata, penulis mengakui bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan
dan jauh dari sempurna karena keterbatasan yang ada pada diri
penulis. Karena itu, kritik dan masukan sangat penulis harapkan agar
tulisan ini bisa menjadi lebih baik lagi ke depannya. Penulis
memohon kepada Allah s.w.t agar tulisan ini bisa memberikan
manfaat yang luas bagi kalangan akademisi, kaum muslimin, dan
pembaca secara umum.
Bogor, 16 juli 2018
Ttd
Penulis
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN
Pedoman transliterasi ini mengacu kepada sistem transliterasi dalam
buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi IIQ Jakarta.
A. Konsonan
Huruf Transliterasi Huruf Transliterasi
Th ط a ا
Zh ظ b ب
ʻ ع t ت
Gh غ ts ث
F ؼ j ج
Q ؽ h ح
K ؾ kh خ
L ؿ d د
M ـ dz ذ
N ن r ر
W و Z ز
H ه S س
vii
„ ء Sy ش
Y ي Sh ص
Dh ض
B. Vokal
Vocal Tunggal Vokal Panjang Vokal Rangkap
Fathah A ا â م Ai
Kasrah I م î ك Au
Dhammah U ك û
C. Kata Sandang
Alif Lâm (ال) Syiddah Ta Marbûthah
Qamariyah Syamsiyah Waqaf Washal
البقرة
al-Baqarah
الرجل
ar-Rajul
نماإ
Innamâ
فئدةأ
Af‟idah
فئدةأ
Af‟idatun
viii
ABSTRAK
Penelitian dengan judul “Uslûb Al-Qur’ân Dalam Pengungkapan
Kiamat: Kajian Hadzf al-Fâʻil pada Ayat-Ayat Kiamat di dalam Al-Qur’ân”
dilatar belakangi oleh keajegan ayat-ayat Al-Qur‟ân saat pertama diturunkan
di Makkah. Ayat-ayat makiyyah lebih puitis, berirama, singkat, dan bersaja‟
dibanding madaniyyah. Konten ayat makiyyah banyak menceritakan bukti
kekuasaan Allah dari alam semesta dan menjelaskan hal-hal yang sangat
menakutkan seperti gambaran kehancuran alam semesta saat kiamat tiba.
Tentu, karakteristik ayat-ayat seperti ini dilatarbelakangi oleh bangsa Arab
Makkah yang umumnya pakar bahasa Arab tidak percaya dengan hari
kiamat. Karenanya ayat-ayat kiamat sangat cocok dijadikan sebuah kajian
lebih detail lagi seperti penelitian tentang penyebab ayat-ayat tersebut
berstruktur singkat dengan pola yang sama yaitu pola singkat menggunakan
gaya elipsis (îjâz al-hadzf).
Tesis ini adalah penelitian tentang uslûb bahasa Al-Qur‟ân pada ayat-
ayat yang khusus menjelaskan peristiwa kiamat atau ayat-ayat tentang
kehancuran alam semesta. Pokok permasalahannya adalah study elipsis unsur
subjek (hadzf al-fâʻil) pada kata kerja yang terdapat dalam ayat-ayat tersebut.
Masalah ini diteliti dengan pendekatan linguistik, pendekatan ilmu retorik
(balagah), teori nuzûl Al-Qur‟ân (ilmu makiyyah wa madaniyyah) serta
dibahas dengan metode kualitatif menggunakan analisis deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ayat-ayat yang membahas
peristiwa kiamat menggunakan tiga macam konsep gaya hadzf al-fâʻil.
Pertama penjelasan faktor utama kehancuran alam semesta dimulai dengan
kehancuran matahari seperti pada ayat makiyah pertama dari surat at-Takwîr
menggunakan gaya hadzf al-fâʻil berpola majhûl untuk tujuan (إذا الشمس كورت)
menarik perhatian terhadap peristiwa tanpa harus mengetahui pelaku
sesungguhnya. Ayat ini seakan menarik perhatian lawan tutur bahwa
peristiwa tersebut adalah peristiwa maha dahsyat yang sangat menakutkan,
yang akan menjadi penyebab utama kehancuran benda-denda angkasa
lainnya. Kedua berpola muthâwaʻah seperti ayat kedua (كإذا النجوـ انكدرت) untuk
menjelaskan dampak dari faktor utama seperti penjelasan ayat pertama dan
menjelaskan peristiwa terjadi secara mekanik oleh sebab hukum alam atau
faktor alam lainnya, sehingga sejalan dengan pola gaya yang pertama. Sebab
itu ayat kedua ini tidak berbentuk majhûl (كإذا النجوـ كدرت) seperti ayat pertama.
Terakhir, yang ketiga menggunakan pola majâz al-ʻaqli seperti yang terdapat
pada potongan ayat ( Majaz ini berfungsi untuk memberikan .(ففذا بىرؽى البى ىري
makna predikatif yang nyata sebagai penegasan sebuah peristiwa, bahwa
kiamat itu benar-benar akan terjadi. Sehingga memberikan keyakinan pada
kaum musyrikin yang ingkar terhadap kebenaran peristiwa kiamat.
ix
ملخص البحث ذه الرسىالىةي ىي جىماليةي أيسلوب لفيةي ىى يات القيرآف الكىريم المينػىزلىة بمىكةى فى آخى
ىـ قبل الهجرىة مىرحىلىة الأيكلىاؿ ، كىقىافيىةه ةه ميخت ىرةه أما مىكيةي ميعظمي آياتهىا قى ير. كيةيسىمي تػفىاقية كىذلكى كىكىافى كيجيودي القىافيىة فيهىا في تىشكيل الميوسيقية . عه كسس من خلاىؿ ال
ذه الظاىرىة .تىشتملي ىلىى الأحواؿ الميخيفىةى كى ىىوىاؿ القيىامىة كإىلاؾ العىالىم . اللفظية كيل ىىا ت تىالأيسليوبية اف نػيزيكلهىا كىخطىابهى ؿ اىىوآيات أكىمنى الوىاقع أف ميعظىمى آياتها ؾ. حىسبى مىكى
يػزىةي القيىامىة لىهىا الألفاظي الخىاصة يوـ لى كجو أيسليوب الإيجاز ؾ كالأساليبي الميتىمى .إيجىاز حىذؼ الفىا ل الخي يوص
ا البىحثي حىوؿى أسليوب القيرآف الكىريم المينػىزؿ بمىكةى، كىىيوى بنىاءنا ىلىى ذىلك، فػىهىذىهىسى . القيىامىة يو ـحىذؼ الفىا ل فى تى وير إىلاؾ العىالىمى ك إحداث ا نػىهىسى البىاحثي منػ لذى
هىس التىحليليو ني كىمىنػ . لم الل ىة كىالبىلالاىة كىمىعرفىة مىكي كىمىدىا البىاحثي أف آيات القيىامىة تىديؿ ىلىى ؼى النتيجىةي الرئيسىةي التى حى ىلى ىلىيهى
إف كىافى كيلل من ختىلفي تى الثلا ىة ذه قى إستعماؿ ىلا ىة أنواعو من أسلوب حىذؼ الفىا ل كى، كىىي كالتالى الأىكؿي حىذؼي الفىا ل فى البنىاء للمىجهيوؿ يىكيوفي لتػىركيز : السبىبى كال ىرضى
اـ ىلىى ال ى ىتمى إذا ) كىصىرؼ النظىر ىن ميحد و كاليىة الأكلى من سيورىة التكوير ةدىثااليـ إ ا ىوكى ىف تػىركيزن (الشمسي كيورىت ا ىظيمىةه تىكيوفي ميسىببنا حاد ىةه المخاطب ىلىى أنها ىتمى
ىلاىؾ الكىوىاكب الأيخرىل فى العىالىمى تم بهىا تالبنىاء للميطاك ىة للطوىا يىة التى فى الثانى . لإهىا (كإذا النجيويـ انكىدىرىت ) كىىي كىمىا تىجدي فى اليىة الثانيىة ةن تلقائي ةي دثاال ى كى ىف ييفيدي منػر نىحوى سينة الكىوف ت قىد كىقىعى ةي دىثاال ى ا الأيسلوبي مينىاسبه . بنػىفسو أك بسىبىبو آخى كىىىذى
ا لى تى كىمىا فى اليىةى (كإذا النجيوهـ كيدرىت ) المىجهيوؿ صي ة اليىةي الثانيىةي ب أتىبالأىكؿ لذى يػيعطى م كىيوى المىجىازي العقل.(ففذا بىرؽى البى ىري ) كالية الثالثي بفسنادو مىجىازمي . الأكلى
دثه كىاقعيل الذم لى رىيبى فيو كىمىا شىك كىانكىرى اكىيىكيوفي بو حى . الميسنىدى إلىيو فا ليةن ميحىققىةن .بو
x
ABSTRACT
The research entitled "Uslûb Al-Qur'ân In the Doomsday Disclosure:
The Study of Hadzf al-Fâ'il on the verses of Resurrection in the Qur'ân"
against the background of the versatility of the Qur'anic verses when it was
first revealed in Mecca. The Qur'ân descended in two periods known as the
period of Mecca and Period of Medina. The Mecca period is the verses
revealed in Mecca and its surroundings which are called makkiyyah, while
the verses revealed in Madinah are called madaniyyah. Makiyyah is more
poetic, rhythmic, brief, and homely than madaniyyah. The contents of
makiyyah verses tell the proof of the power of Allah from the universe,they
also explain scary things like the picture of the destruction of the universe
when Doomsday arrived. Of course, these are characteristics of makiyyah
verses , because they are addressed to the polytheists people of Mecca which
is generally an expert on Arabic and they do not believe of doomsday . Of
course verses of doomsday are appropriate to be researched deeply such as
research why the verses has short pattern and form using ellipse style (îjâz al-
hadzf).
This thesis is a study of uslûb, the language style of the Qur'ân on
verses that explain specifically the occurrence of the Doomsday or verses
about the destruction of the universe. The subject matter of the research is
ellipsis study (hadzf al-fâ'il) on the verbs in the verses. This problem is
researched by linguistic approach, rhetorical approach (balagah), the theory
of nuzûl Al-Qur'ân (science of makiyyah and madaniyyah) and it is
discussed by qualitative method using descriptive analysis as well.
The results show that the verses which are discussing the Doomsday
use three of four kinds of hadzf al-fâ'il concept, with different explanations
and motives. At first they explain main factors of the destruction of the
universe begins with the destruction of the sun as in the first verse of the
Surah at-takwîr ( They uses uslûb hadzf al-fâ'il with majhûl .(إذا الشمسي كيورىت
pattern to draw attention to events without knowing the doer. This verse
seems to attract the attention of the opponent speech that the event is a
terrible frightening event, which will be the main cause of the destruction of
other objects on space. Second, they pattern muthâwa'ah as the second
verse ( which clarifies the impact of the main factors. As the (كإذا النجيوىـ انكىدىرىت
explanation of the first verse,it describes events occurring mechanically by
natural law or other natural factors, thus it is in line with the first uslûb.
Therefore the second verse is not in the form of majhûl ( كيدرىت كإذا النجيوهـ ) as the
first verse. Finally, third uses the style of majāz al-'aqli ( ففذا بىرؽى البى ىري) pattern to
give a real predicative meaning as an affirmation of an event, that the
doomsday is really going to happen. Thus the event gives the belief to the
idolatrous polytheists against the truth of the events Of Doomsday.
xi
.
vi
DAFTAR ISI
Persetujuan Pembimbing ................................................................................. i
Lembar Pengesahan ........................................................................................ ii
Pernyataan Penulis..........................................................................................iii
Kata Pengantar ............................................................................................... iv
Daftar Isi......................................................................................................... vi
Pedoman Transliterasi.................................................................................... ix
Abstrak........................................................................................................... xi
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................1
B. Permasalahan......................................................................................19
1. Identifikasi Masalah.....................................................................19
2. Pembatasan Masalah.....................................................................20
3. Rumusan Masalah.........................................................................20
C. Penelitian Terdahulu yang relevan.....................................................21
D. Tujuan dan Urgensi Penelitian...........................................................22
E. Metodologi Penelitian.........................................................................22
F. Sistematika Penulisan.........................................................................26
BAB II: USLÛB ALQUR’AN DAN KIAMAT
A. Pengertian Uslûb.................................................................................27
B. Uslūb dalam Konteks Budaya Arab...................................................30
1. Budaya Uslûb Masyrakat Arab Jahiliyah Pra Islam.....................31
2. Fenomena Uslūbiyah Masyrakat Arab Priode Islam....................36
C. Posisi Kajian Uslûb dalam Ilmu Balaghah dan Linguistik.................42
1. Uslûb dan Balaghah......................................................................43
2. Uslûb dan Linguistik....................................................................45
D. Ruang Lingkup Kajian Uslûb.............................................................46
1. Uslûb al-Maʻâni............................................................................46
2. Uslûb al-Bayân.............................................................................52
3. Uslûb al-Badîʻ...............................................................................56
E. Karakteristik Uslûb Al-Qur’ân dan Kiamat........................................61
1. Definisi Uslûb Al-Qur’ân.............................................................61
2. Karateristik Uslûb Al-Qur’ân.......................................................62
3. Karakteristik Uslûb Ayat-Ayat Kiamat........................................65
BAB III: BALAGAH AL-QURʻÂN............................................................67
A. Kandungan Balagah Al-Qur’ân....................................................70
1. Struktur Lafazh Al-Qur’ân.....................................................70
2. Susunan Ayat Al-Qur’ân........................................................75
vii
3. Surah-Surah Al-Qur’ân...........................................................86
B. Al-Hadzf ............ .........................................................................91
1. Definisi...................................................................................91
2. Sebab dan Tujuan al-Hadzf....................................................92
3. Macam-macam al-Hadzf........................................................96
C. Hadzf al-Fâʻil..............................................................................100
1. Pemahaman Hadzf al-Fâʻil...................................................100
2. Macam-macam Hadzf al-Fâʻil dan tujuannya......................102
3. Konsep Kajian Hadzf al-Fâʻil...............................................106
BAB IV: KAJIAN HADZF AL-FÂʻIL PADA AYAT-AYAT KIAMAT
DALAM AL-QUR’ÂN
A. Penjelasan Singkat Surat Ayat-Ayat Kiamat....................................116
1. Surat at-Takwîr...........................................................................116
2. Surat al-Fajr................................................................................117
3. Surat al-Qiyâmah........................................................................118
4. Surat al-Mursalât........................................................................118
5. Surat al-Qamar...........................................................................118
6. Surat al-Wâqiʻah.........................................................................119
7. Surat ad-Dukhân........................................................................ 119
8. Surat an-Nabâ’............................................................................132
9. Surat al-Infithâr...........................................................................133
10. Surat al-Insyiqâq.........................................................................121
11. Surat al-Zalzalah.........................................................................121
12. Surat ar-Rahmân.........................................................................134
B. Kajian Hadzf al-Fâʻil........................................................................135
1. Hadzf al-Fâʻil pada Verba Majhûl..............................................123
2. Hadzf al-Fâʻil pada Verba Muthâwaʻah.....................................142
3. Hadzf al-Fâʻil pada Majâz ʻAqli.................................................150
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................153
B. Saran dan Rekomendasi....................................................................155
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................156
LAMPIRAN................................................................................................162
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa sebagai media komunikasi sangat berperan dalam kehidupan
bermasyarakat. Untuk menyampaikan pesan dengan baik kepada teman tutur
atau lawan interaksi maka dibutuhkan sebuah style1, gaya bahasa tertentu,
disebut juga sebagai uslûb. Al-Qur‟ân merupakan salah satu mu‟jizat yang
berisi pesan-pesan Tuhan dengan menggunakan gaya bahasa indah sebagai
mediator utama dalam menyampaikan pesan tersurat maupun tersirat. Al-
Qur‟ân dalam satu sudut pandang adalah sebuah teks bahasa2. Sebagai teks
bahasa, Al-Qur‟an dapat disebut sebagai teks sentral dalam sejarah peradaban
Arab. Hal ini tidak dalam maksud bahwa peradaban Arab-Islam adalah
“peradaban teks”. Tetapi yang dimaksud adalah bahwa dasar-dasar ilmu dan
budaya Arab-Islam tumbuh dan berdiri tegak di atas landasan teks sebagai
pusatnya tidak dapat diabaikan.3 Kajian terhadap suatu bahasa berarti kajian
terhadap teks-teks tersebut yang melibatkan peran serta suatu budaya dan
kultur saat itu. Mukjizat nabi Muhammad berupa sekumpulan teks-teks inilah
yang mampu memposisikan Al-Qur‟ân sebagai kitab i‟jāz dari segi bahasa (
ditengah kaum berbudaya teks). Al-Qur‟ân memiliki gaya bahasa yang indah,
menakjubkan bagi orang yang membaca dan mendengarnya, membuat
mereka tertunduk, menyentuh lubuk hati mereka dengan nilai kesusatraannya
yang indah, untaian kalimatnya tersusun rapi. Seakan para pujangga mereka
tidak bernilai apapun di hadapannya, para khutaba‟ tidak lagi berucap dan
berkata-kata, sastra mereka menjadi kering tak bermakna apa-apa di hadapan
keindahan bahasa Al-Qur‟ân meskipun ia diturunkan dalam bahasa mereka4”.
Daya tarik Al-Qur‟ân hakikatnya, sebagaimana diulas di atas,
bertumpu pada teks-teks yang tersusun menjadi kata dan kalimat,
mengandung sebuah makna yang mempersentasikan tentang pesan-pesan
Tuhan. Sejarah mencatat kisah tentang masuknya Umar lbn al-Khathâb ke
1 Geoffrey Leech mengatakan bahwa style masuk dalam kajian stilistika, yaitu
bagaimana penggunaaan pariasi bahasa dalam konteks saat itu, pada suatu periode. Lihat
Geoffrey Leech, Language in Literature, (New York, Routledge 2013), hal. 54. 2 Masa awal turunnya ayat belum ada pentasyriatan melainkan lebih kepada muatan
gaya bahasa (teks) yang menjadi pusat perhatian orang-orang Arab kala itu. 3 Nasr Hamid Abu Zaid, Tektualitas , (Lkis,tt),hal. 1. Lihat juga, Aminuddin, Drs.
M.Pd., Semantik Pengantar Studi Tentang Makna, Sinar Bari al-Gesindo, Bandung, 2003. 4 Abdul Karim Khatib, I‟jāz al-Qur‟ān Baina as-Sabiqain Dirāsah Kasyifah, ( Dar
Fikr Araby, cet I, 1974), hal.162
2
dalam Islam serta cerita bersyahadatnya al-Walid lbn al-Mughirah5 adalah
dua contoh tentang riwayat keimanan dan keberpalingan keduanya
diakibatkan dan tanggapan mereka terhadap Al-Qur‟ân. Kedua cerita tersebut
sama-sama menerangkan, kira-kira pengaruh daya tarik bahasa Al-Qur‟ân.
Baik mereka yang beriman dan yang kafir, sama-sama memiliki peran dalam
mengakui daya tarik Al-Qur‟ân .6
Menurut Sayyid Quthb bahwa daya tarik yang menyita perhatian
bangsa Arab sejak mula turunnya bukan terletak pada syari'ah yang diemban
dan dimuat di dalam ayat-ayat Al-Qur‟ân. Tapi keindahan bahasanyalah yang
menjadi daya tariknya karena bagaimanapun saat itu Al-Qur‟ân diturunkan
secara bertahap7. Berdasarkan penjelasan ini seharusnya sumber daya tarik
(gaya bahasa Al-Qur‟ân) terlebih dahulu dibahas sebelum membahas syari'ah
atau berita-berita ghaib. Juga sebelum bahasan ilmu pengetahuan, atau
konten-konten lainya dalam Al-Qur‟ân. Karena ayat-ayat Al-Qur‟ân yang
diturunkan pada periode dakwah pertama belum berisikan hal-hal tersebut.
Sehingga saat-saat itu orang-orang Arab merasakan betul keindahan bahasa
Al-Qur‟ân, dan berkata,”Sesungguhnya ini adalah sihir yang nyata".8
Untuk mendapatkan rahasia sebuah makna yang tersusun dibalik
fenomena uslûb bahasa Al-Qur‟ân9, kalam tuhan yang menggunakan bahasa
Manusia (lisânu al-ʻArab)10
sebagai media komunikasi11
tentu diperlukan
sebuah persepektif tentang bagaimana mengungkapkan kandungan makna
teks. Maka penggunaan analisa uslûbiyah bahasa sangat tepat. Tidak
dipungkiri lagi bahwa kajian terhadap teks adalah termasuk kajian terhadap
uslûb. Dalam bahasa Indonesia dikenal dengan kajian linguistik. Karena teks
5 Di antara pujangga Arab yang terkagum dengan kekhasan style al-Quran adalah al-
Walid bin al-Mugirah lihat syihabudin, “ilm uslub, hal. 4.. 6 Lihat Habib, „Gaya Bahasa : Daya Tarik Al-Qur‟ân dari sisi Bahasa,” dalam
jurnal Adabiyyat,Vol..I No.2 Maret 2003: 61-74 hal. 1 7 Sayyid Qutub, at-Tashwir al-Fanni fi Al-Qur‟ân , (Cairo, Dar Syurq 1968) hal. 18
8Lihat Sayyid Qutub, at-Tashwir al-Fanni, hal. 17-18. “dan tatkala telah datang
kepada mereka kebenaran[tanda kekuasaan Allah] dari sisi Kami, mereka berkata:
"Sesungguhnya ini adalah sihir yang nyata".(Yunus: 76) 9 Style juga disebut dalam bahasa Arab dengan uslub, yaitu metode penyampaian
kepada lawan tutur. Kajian-kajian tentang uslub disebut stilistika. Lihat Muhammad Abul
Adzim Az-Zarqani, Manahil urfan fi Ulum , (Cairo, tt), Hal. 303 10
“ Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab,
agar kamu memahaminya” (Yusuf: 02). “dan Demikianlah Kami menurunkan Al Quran
dalam bahasa Arab, dan Kami telah menerangkan dengan berulang kali, di dalamnya
sebahagian dari ancaman, agar mereka bertakwa atau (agar) Al Quran itu menimbulkan
pengajaran bagi mereka”.(Thâha: 113). Dan banyak lagi ayat yang menjelaskan eksitensi
bahasa Arab sebagai mediator komunikasi . 11
Proses enkulturasi sebagai usaha masuk dalam suatu budaya, meresapi
kebudayaan saat itu. konteks islam menyebutnya sebagai proses penanaman nilai-nilai islam.
Lihat, A.Sunarja SJ, enkulturasi (Yogyakarta, 1977),Hal. 8 lihat Juga,Ali sodiq, antropologi .
model dialektika wahyu dan budaya,(Yogyakarta, Arus media,2008),hal.182
3
merupakan satuan bahasa serta bagian dari produk budaya. Proses dialektis
bahasa Al-Qur‟ân meresap di tengah-tengah kebanggaan akan keindahan
bahasa (uslūb) dalam mendiskripsikan makna-makna yang ingin diutarakan
kepada lawan tutur. Dalam konteks sistem budaya hal ini sebagai suatu usaha
teks-teks Al-Qur‟ân memasukkan point of reference wahyu Tuhan ke dalam
point of reference sistem kebudayaan masyrakat.12
Gaya bahasa yang sangat unik dan memesona ini, mendorong para
tokoh-tokoh Qur‟an13
(Sarjana Qur‟an) untuk menelaah lebih terperinci lagi
tentang komponen-komponen Uslūb bahasa Al-Qur‟ân. Jauh sebelum
Cendikiawan Barat meletakkan pondasi tentang kajian style bahasa atau
dikenal dengan istilah stilistic14
, para sarjana Islam sudah memulainya
berabad-abad silam, yang mereka sebut dengan kajian Uslûbiyyah. Dalam
kesarjanaan Islam bahwa gaya bahasa yang disebut uslûb masuk dalam ranah
kajian balagah yang merupakan salah satu bidang kajian retorika dalam
bahasa Arab. Seperti kitab Majâzu Al-Qur‟ân karya Abu Ubaidah Muʻammar
bin al-Mutsanna (w.209 H/213 H) adalah yang pertama kali secara khusus
mengkaji balagah.15
Dan datang di antaranya al-Jâhizh (w.255), ia paling banyak
mengkaji uslûb bahasa Al-Qur‟an. Ia menulis kitab tentang kajian bahasa
seperti al-Bayân wa at-Tabyîn, Masâil min Al-Qur‟ân, dan Nazhm Al-
Qur‟ân. Ia memfokuskan pada aspek semantik, terutama kata-kata dalam
konteks tertentu yang mengandung makna tertentu pula, lalu memfokuskan
juga pada al-Iʻjâz dan al-Hazdf (ellipsis). Menurutnya, Al-Qur‟ân adalah teks
bahasa yang penuh dengan kekhasannya. Berdasarkan temuan-temuannya itu,
ia terapkan dalam menyusun teori-teori balagah dan nazhm.16
Pada paruh
abad ke 4 muncul al-Baqillâni menurutnya, tuturan pada uslûb
menggambarkan apa yang dimaksud penutur. Tetapi tujuan penuturan hanya
dapat difahami melalui tuturan-tuturan tersebut. Oleh sebab itu style, uslûb
berfungsi sebagai pengungkap maksud al-Mutakallim. Pendapat ini sesuai
12
Ali sodiq, Antropologi Al-Qur‟ān . Model Dialektika Wahyu dan
Budaya,(Yogyakarta, Arus media,2008),hal.182 13
Tokoh adalah mereka yang memfokuskan diri dalam kajian –kajian Al-Qur‟ān
selanjutnya akan ditulis Sarjana 14
Ilmu ini tumbuh subur dalam dua tradisi, yaitu tradisi Barat dan Arab. Dalam
tradisi Barat kajian stilistika dipelopori Charless Bally (1865-1947) dengan teoristilistika
descriptive ekspresive-nya. Ia adalah murid Ferdinand de Saussure (1857-1913) yang dikenal
sebagai peletak linguistik modern, sedangkan Chaless Bally sendiri dikenal sebagai peletak
stilistika modern dan di antara pujangga Arab yang terkagum dengan kekhasan style al-
Quran adalah al-Walid bin al-Mugirah. Lihat Kontribusi „ilm uslub, hal. 4 15
D. Hidayat, al-Balagah li al-jamiʻ wa as-Syawâhid min Kalâmi al-Badîʻ,
(Semarang: Toha Putra 2002), h.4 16
Syihabudin Qalyubi, kontribusi „ilm Uslūb dalam pemahaman komunikasi politik,
(Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2010),Hal.5
4
dengan pemahaman sarjana Barat seperti diungkapkan style adalah orangnya
itu sendiri.17
Dari pandangan-pandangan para pakar di atas dapat disimpulkan
bahwa kajian terhadap fenomena ragam bahasa dalam Al-Qur‟ân adalah
bentuk kajian uslûb itu sendiri. Sementara balagah mengkaji tentang uslûb.
Sehingga dapat dikatakan uslûb menjadi sub-bab dalam kajian ilmu balagah.
Hal ini bisa dicermati pada kajian bahasa Al-Qur‟ân yang terus
berkembang terutama kajian melalui kritik sastra dan balagahnya. Sehingga
banyak terbit kitab tentang iʻjâz Al-Qur‟ân yang tidak lain sebagai
representasi terhadap ketinggian uslûb bahasa Al-Qur‟ân.18
Seperti yang
terlihat pada karya-karya sarjana Qur‟ân yaitu kitab as-Sinâʻatain karya Abu
Hilal al-ʻAskari (w.395 H) muncul sekitar abad ke- 4, kemudian pada abad ke
-5 ada kitab Dalâilu al-Iʻjâz karya Abdul Qâhir al-Jurjâni (w.471 H). Kitab
Sirru al-Fashâhah li Khafâji, al-Mitslu as-Sâir li Dhiyâu ad-Dîn bin Atsîr,
dan pada abad ke 8 hijriah ada kitab at-Thurâz li Yahya bin Hamzah.
Pada fase ini disebut sebagai puncak pembahasan iʻjâz Al-Qur‟ân.
Abdul Qâhir disebut sebagai peletak dasar ilmu bahasa yaitu mulai
menganalisa teks-teks Al-Qur‟ân dengan pendekatan an-Nazhm, teori
struktural. Menurutnya, dalam kajian i‟jâz bahasa Al-Qur‟ân ada dua
kelompok pembahasan yaitu pertama disebut al-Maʻâni dan kedua disebut
al-Bayân. Kemudian ada lagi setelahnya yaitu kajian al-Badî yang digagas
oleh Ibnu Muʻtaz.19
Dapat disimpulkan sebagaimana sudah diulas di atas, bahwa uslûb
adalah bagian dari kajian balagah. Balagah sendiri adalah padanan dari
linguistik dalam kajian bahasa. Sehingga uslûb dalam ilmu bahasa Indonesia
disebut sebagai stilistika, masuk dalam salah satu cabang kajian linguistik.
Meskipun masing-masing memiliki disiplin pembahasan dan lingkup kajian.
Sementara jika dilihat dari sudut definisi masing-masing istilah di atas
dapat difahami bahwa kata al-uslûb memiliki arti leksikal garisan di pelepah
kurma, jalan yang terbentang, aliran pendapat dan seni. Adapun secara
terminologi al-uslūb berarti cara penuturan yang ditempuh penutur dalam
menyusun kalimat dan memilih kosa katanya.20
Dalam istilah lain disebut dengan istilah Stilistika yang merupakan
cabang linguistik yang mempelajari karakteristik penggunaan bahasa yang
secara situsional berbeda, secara khusus merujuk pada bahasa sastra, dan
berusaha dapat menjelaskan pemilihan-pemilihan khas oleh individu-individu
17
Syihabudin Qalyubi, kontribusi „ilm Uslūb. H.6 18
Muhammad Zaglûl Salâm, Tsalâts Rasâil fi Iʻjâz Al-Qur‟ân, (Cairo: Dâr al-
Maʻârif, 2012), cet.6, h.7 19
D. Hidayat, al-Balagah li al-jamiʻ wa as-Syawâhid min Kalâmi al-Badîʻ, h.5 20
Az-Zarqani, Manāhil al-Irfan fi Ulum al-Qur‟ān, juz II. (Beirut: dar al-kitab al-
Arbay 1995) ,hlm.239
5
manusia atau kelompok kelompok masyarakat dalam menggunakan
bahasanya21
.
Dengan ungkapan yang berbeda, al-Jurjani22
menyebut uslūb harus
mencapai dua aspek. Pertama metode berfikir. dan kedua metode
penyampaian lafal struktur (nazhm) yang nampak dalam bentuk ekspresi.23
Uslūb juga bisa diartikan sebagai metodologi penyampaian yang deskriptif.24
Pendapat ini tidak jauh beda dengan pengertian Geofferry leech,” Style as the
„dress of thought”.25
Dari pengertian-pengertian di atas nampak jelas bahwa ada dua aspek
yang menonjol dalam kajian uslûb. Aspek pertama sifatnya hissy
(kebahasaan), kedua sifatnya maknawy (estetik/seni). Dari sudut pandang
sarjana Barat, uslûb sebagai padanan dari style, seperti pandangan De
Saussure26
, ahli bahasa kenamaan Swedia. Menurutnya, istilah style bisa
dilihat dengan cara membedakan antara langue dan parole. Langue adalah
kode atau sistem kaedah-kaedah bahasa yang biasa digunakan oleh para
penutur bahasa. Sedang parole adalah penggunaan atau pemilihan sistem
tersebut secara khas oleh penutur bahasa atau penulis dalam situasi tertentu.
Makna uslub 1ebih dekat ke makna parole27
. “Flaubert mengatakan tentang
style: „It is like body and soul”.28
Jadi, style diibaratkan seperti jasad dan jiwa
yang tak mungkin terpisah seperti analogi lainnya antara buku dan isinya.
Selaras dengan apa yang telah dikatakan al-Jurjâni di atas, uslûb
memiliki dua aspek penting. Sisi struktur kalimat sebagai covernya.
Kemudian sisi makna sebagai isi bukunya. Dalam ilmu balaghah disebut
sebagai mahassinât lafzhiyah wa maʻnawiyyah yaitu keindahan bunyi dan
makna.
Sehingga sangat jelas bahwa setiap bahasa dan tuturan adalah bagian
dari uslûb yang merefresentasikan maksud penutur pada lawan tutur. Apalagi
bahasa Al-Qur‟ân yang sudah jelas memakai bahasa Arab dalam
menerjemahkan pesan Tuhan kepada manusia melalui bangsa Arab.
Penyampaian pesan lewat wahyu menggambarkan terjadi dialog antara dua
21 Syihabudin Qalyubi, Kontribusi „ilm Uslūb.5
22. Lihat Abdul Qahir al-Jurzani, 2004, Kitab Dalâ'il al-I'jaz, (Cairo: Maktabah al-
Khanji), hlm.82- 87. Bandingkan , Syihabudin Qalyubi, Kontribusi „Ilm Uslub...hal.8 23
Abdul Qahir al-Jurjani, Dalail al-l'jaz , h.338-339 24
Abdul Qahir al-Jurjani, Dalail al-l'jaz , hal. 468 25
Geoferry leech, style in fiction, (Great Britain, Pearson 2007),hal. 13. 26
Ferdinand de Saussure (lahir di Jenewa, 26 November 1857 – meninggal di
Vufflens-le-Château, 22 Februari 1913 pada umur 55 tahun) adalah linguis Swedia yang
dipandang sebagai salah satu Bapak Linguistik Modern dan semiotika. Karya
utamanya,Cours de linguistique générale diterbitkan pada tahun 1916, tiga tahun setelah
kematiannya, oleh dua orang mantan muridnya, Besarlah Bally and Albert Sechehaye. 27
Geoferry leech, style in fiction, (Great Britain, Pearson 2007), hal. 9. Lihat juga
Habib, Uslub : Daya Tarik,,,hal.63 28
Geoferry Leech, style in fiction, hal.13.
6
dimensi, alam dunia dan alam gaib. Sebab itu tidak dipungkiri sampai dengan
saat ini Al-Qur‟ân masih layak dikaji dengan berbagai macam ragam ilmu,
terutama pendekatan ilmu bahasa.
Adapun teori-teori al-Jurjani tentang uslûb dalam kontek analisa iʻjâz
bahasa Al-Qur‟ân yang cemerlang adalah tentang nazhm yang ia kemukakan
dalam Kitab Dalâ'il al-I'jâz .
Adapun teori tersebut dapat diintisarikan sebagai berikut ini: a).
Nazm adalah saling keterkaitannya antara unsur-unsur kalimat,
salah satu unsur dicantumkan atas unsur lainnya, dan salah satu
unsur ada disebabkan ada unsur lainnya. b). Kata dalam nazm
mengikuti makna, dan kalimat itu tersusun dalam ujaran karena
maknanya sudah tersusun terlebih dahulu dalam jiwa. c). Kata
harus diletakkan sesuai dengan kaidah gramatikanya sehingga
semua unsur diketahui fungsi yang seharusnya dalam kalimat.
d). Huruf-huruf yang menyatu dengan makna, dalam keadaan
terpisah, memiliki karateristik tersendiri sehingga semuanya
diletakkan sesuai dengan kekhasan maknanya, misalnya huruf ما
/ ma diletakkan untuk makna negasi dalam konteks sekarang,
huruf لا / la diletakkan untuk makna negasi dalam konteks
future. e). Kata bisa berubah dalam bentuk ma'rifah, nakirah,
pengedepanan, pengakhiran, حذف /ellipsis, dan repetisi. Semua
diperlakukan pada porsinya dan dipergunakan sesuai dengan
yang seharusnya. f). Keistimewaan kata bukan dalam banyak
sedikitnya makna tetapi dalam peletakannya sesuai dengan
makna dan tujuan yang dikehendaki kalimat.29
Jadi pada hakikatnya apa yang dijelaskan al-Jurjâni tentang gaya
adalah apa yang dikelompokkan dalam kitab-kitabnya sebagai al-bayân dan
al-maʻâni, bagian dari ilmu balagah itu sendiri seperti yang sudah lewat
pembahasannya. Oleh sebab itu, dikatakan bahwa balagah dengan ketiga
bidang kajiannya, al-Maʻâni, al- Bayân, dan al-Badîʻ meskipun memiliki
kajian tersendiri tapi tetap mempunyai hubungan tak terpisahkan dengan
kajian al-uslûb. Karena sama-sama membahas gaya bahasa.30
29 Syihabudin Qalyubi, kontribusi „ilm Uslūb.7
30 D. Hidayat, al-Balagah li al-Jamiʻ wa as-Syawâhid min Kalâmi al-Badîʻ, h.64
7
Balagah sendiri memiliki definisi seperti berikut: تأدية المعنى الجليل واضحا بعبارة صحيحة فصيحة لها فى الن فس "
أث ر خلب، مع ملءمة كل كلم للموطن الذي ي قال فيه والشخاص الذين ."يخاطب ون
"Balagah adalah menyampaikan makna luhur secara jelas dengan
menggunakan ungkapan bahasa yang benar serta fasih, memiliki pengaruh
yang menarik dalam jiwa, serta kesesuaian setiap ujaran dengan situasi
tempat dan kondisi lawan tutur".31
Dari penjelasan definisi di atas, meskipun berbeda dengan kata uslûb
tapi sama-sama mengakaji bahasa. Bahkan, secara langsung dari definisi-
definisi dapat diartika bahwa dalam balagah dituntut ujaran sesuai situasi dan
kondisi yang disebut dengan muqtadha al-hâl. Maka, syarat seperti ini dalam
konsep uslûb disebut al-mauqif. Sehinga dapat pula didefinisikan bahwa
uslûb Al-Qur‟ân adalah cara atau metode khas Al-Qur'an dalam menyusun
kalamnya dan memilih lafazh-lafazhnya yang sesuai dengan al-mauqif. Jelas
bahwa memiliki cara atau metode khusus yang mencirikan dirinya untuk
berbeda dengan uslub-uslub lainnya.
Dalam setiap kalam itu memiliki ciri khas yang tidak dimiliki kalam
lainnya bahkan dalam satu tema tertentu dapat memunculkan berbagai
macam bentuk uslûb sekalipun kaedah dan jenis bahasanya sama. Hal itu
karena adanya perbedaan kepribadian si penutur ataupun si penulis.32
Dari perbedaan yang ada, dalam penelitian ini, penulis lebih memilih
sisi persamaannya. Yaitu uslûb adalah bagian dari kajian ilmu balagah.
Sehingga maksud dari tema besar dalam kajian tesis ini lebih jelas dan
terarah. Kalau diartikan tema besar, uslûb Al-Qur‟ an dalam pengungkapan
kiamat, adalah gaya bahasa Al-Qur‟ân dalam menggambarkan kiamat.
Kajian-kajian tentang uslûb, gaya bahasa banyak ragamnya, dalam
disiplin ilmu retorika Arab kata style berpusat dalam dua kajian. Pertama
kajian struktur kalimat atau dirâsah tarkibiyyah dan kedua kajian makna
disebut juga dirâsah ad-dalâlah. Seperti dalam balagah dipetakan menjadi
tiga unsur yang mengkaji tentang uslûb. Pertama uslûb al-maʻâni yang
membahas uslûb berdasarkan struktur kalimat, kedua uslûb al-bayân
31
Ali al-Jârim dan Musthafa Amîn, al-Balâgah al-Wâdhihah, (Cairo: Dâr al-
Maʻârif tt), h.8 32
Az-Zarqani, Manahil al-Irfan fi Ulum al-Quran, juz II. (Beirut, dar al-kitab al-
Arbay 1995) ,hlm.239
8
membahas uslûb dari sisi makna penyandangan atau metafor, dan ketiga
uslûb al-badîʻ adalah mengkaji gaya keserasian antara bunyi dan makna33
.
Sementara uslûb dalam disiplin ilmu bahasa indonesia atau kesarjanaan Barat
lebih dikenal dengan istilah stilistika. Beberapa pakar sastra telah mengurai
ruang lingkup stilistika. Pradopo misalnya, menjelaskan ruang lingkup
stilistika meliputi intonasi, bunyi, kata dan kalimat sehingga lahirlah gaya
intonasi, gaya bunyi, gaya kata dan gaya kalimat.34
Az- Zarqāni menyebutkan
bahwa karakteristik uslub paling tidak mencakup cin-ciri sebagai benkut: {a)
keindahan dan keunikan nada dan lagamnya (struktur lafaz dan bahasa), (b)
singkat dan padat, (c) memuaskan para pernikir dan orang banyak sekaligus,
(d) memuaskan akal dan jiwa, (e) keindahan dan ketepatan makna yang tepat,
(f) keanekaragaman dalam penyampaian khitâb.35
Dalam kitab uslûb Al-Qur‟ân disebutkan secara garis besar ada lima
macam style yang mengandung nilai kesusastraan tinggi yaitu uslub al-hiwâr
wa al-jidâl ( style komunikasi dan debat), metafor , qasm, novel, al-qishshah,
sastra,36
dan lainnya seperti istifhâm. Lingkup-lingkup kajian uslûb di atas
sangat menarik perhatian para linguis Islam ataupun Barat. Dan akan menarik
lagi sebagai bahan analisa akademik pada aspek karakteristik gaya bahasa
yang digunakan Al-Qur‟ân. Tanpa dipungkiri bahwa Al-Qur‟ân kaya akan
gaya bahasa. Meskipun menggunakan bahasa kaum Arab namun ketinggian
nila seni dan sastranya tak mampu ditandingi oleh mereka.
Tiga unsur kajian gaya bahasa dalam retorika Arab yang telah disebut
adalah representasi unsur-unsur gaya bahasa Al-Qur‟ân secara umum. Seperti
yang telah disinggung, ada al-maʻâni meliputi gaya al-îjâz (ringkas padat
makna), al-hadzf (elipsis), al-qashr (penegasan), at-takrâr (repetisi), dzikru al-
khâs baʻda al-ʻâm ( unsur umum ke khusus), al-iʻtirâdh (sisipan), al-fash
baina al-jumlataini (kalimat penjelas), dan al-iltifât(pengalihan). Dan ada al-
bayân, gaya bahasa yang lebih ke makna ungkapan, metafor, atau majaz.
Uslûb ini mengkaji tentang at-tasybîh (perumpamaan), al-istiʻârah
(metafora), al-majâz ( kiasan,majaz), dan kinâyah ( metonimi,sindiran).
Unsur ketiga adalah al-badîʻ mencakup dua kajian yaitu al-muhassinât al-
lafzhiyah wa al-maʻna ( keindaha bunyi kata dan makna).37
Semua gaya bahasa retorik di atas berangkat dari fenomena bahasa
dalam Al-Qurʻân selain dari gaya bahasa bangsa Arab sendiri. Beragam jenis
uslûb yang ditampilkan tidak terlepas dari situasi dan kondisi sebagaimana
33
D. Hidayat, al-Balagah li al-jamiʻ wa as-Syawâhid min Kalâmi al-Badîʻ, h.144 34
Lihat Syihabudin,,,hal.10 35
Az-Zarqani, Manahil al-Irfan fi Ulum al-Quran, hal. 243 36
Umar Muhammad, Uslûb Al-Qur‟ân al-Karim: Baina al-Hidayah wa al-I‟jaz al-
bayani, (Beirut: Dār al-Makmun, 1994/1414H), hal. 167. 37
D. Hidayat, al-Balagah li al-Jamiʻ wa as-Syawâhid min Kalâmi al-Badîʻ,
h.72,110,145
9
hal ini didapati dalam uslûb sebagai istilah al-mauqif dan balagah sebagai
istilah muqtadha al-hâl. Artinya dalam ragam gaya tutur terdapat juga
macam makna yang hendak disampaikan penutur kepada lawan tutur sesuai
situasi saat bertutur. Dan di setiap penutur memiliki ciri khas gaya tersendiri.
Maka, tentu beragam uslûb Al-Qur‟ân menandakan beragmanya makna
dan tujuan tertentu yang hendak disampaikan al-mutakallim kepada al-
mukhâthab.
Perlu diketahui bahwa jiwa manusia sebagai lawan tutur memiliki dua
daya (al-ʻaql) daya pikir dan daya rasa. Masing-masing daya itu memiliki
keinginan dan penalaran yang berbeda satu sama lainnya. Daya pikir
mendorongnya untuk memberikan argumentasi-argumentasi guna
mendukung pandangannya, sedangkan daya rasa menghantarkannya untuk
mengekspresikan keindahan dan mengembangkan imajinasi. Dalam
berbahasa orang sulit sekali memuaskan keduanya dalam saat yang sama.
Namun Al-Qur‟ān sendiri dengan uslûbnya memiliki kemampuan
menggabungkan kedua hal tersebut, sebab at-taʻbîr dalam Al-Qur‟ân tidak
hanya menekankan aspek rasio saja akan tetapi aspek rasa (emosi)
sekaligus38
. Gejala ekpresi seperti ini banyak didapati dalam Al-Qur‟ān
dengan bentuk verb pasif dalam ilmu nahwu sharaf disebut majhûl dan
muthâwaʻah, terutama dalam ayat-ayat yang membicarakan tentang adegan
kiamat, kejadian-kejadian masa lalu, peristiwa novelis, metafor sebuah cerita,
gambaran surga dan neraka.39
Kalimat- kalimat seperti ini sangat menarik
untuk dianalisa karena bagian deskripsi kengerian dan kedahsyatan kiamat,
bagaimana pun padanan verb pasif memberi efek kesadaran mendalam
kepada lawan tutur sehingga menyentuh jiwa-jiwa terdalam. Seperti kata
verba majhûl pada surah al-Baqarah ayat 183 berikut:
يأي ها ٱلذين ءامنوا كتب عليكم ٱلصيام كما كتب على ٱلذين من قبلكم ت ت قون لعلكم
Kata kerja kutiba (diwajibkan), menggunakan lafazh majhûl (pasif bukan
dengan kata kataba). Tujuan ayat ini tampaknya ingin menjelaskan bahwa
manusia sendirilah yang akan mewajibkan puasa atas dirinya, saat ia
menyadari betapa penting dan bermanfaatnya puasa. Di samping memberikan
kesadaran bahwa kewajiban berpuasa itu bukanlah sesuatu yang baru dan
khusus untuk mereka, puasa yang dituntut tidak berlangsung lama tetapi
hanya beberapa hari yang telah ditentukan. itupun kalau kuat, kalau sakit atau
38
Sayyid Qutub, at-Tashwir al-Fanni fi Al-Qur‟ân,,,hal. 241 39
Sayyid Qutub, at-Tashwir al-Fanni fi Al-Qur‟ân,,,hal. 241
10
dalam perjalanan maka tidak harus berpuasa, asal menggantinya sebanyak
hari tidak berpuasa.40
Kalimat-kalimat seperti ini disebut juga sebagai fenomena kalimat-
kalimat yang tidak disebutkan langsung pelakunya, turut menghiasi struktur
ungkapan yang berkaitan dengan kiamat dalam Al-Qur‟ân, tentu lebih
menarik lagi untuk ditelaah karena uslûb akan menggambarkan tujuan
penutur sesuai kontek tuturannya. Maka keajegan, ciri khas seperti ini jauh
lebih menarik untuk dikaji karena berkaitan langsung dengan tema kiamat,
dari pada kalimat-kalimat pasif yang tersebar pada tema-tema biasa.
Keajegan style ini sangat mengusik penulis untuk menganalisa lebih
jauh lagi, bagaimana makna yang ditimbulkan oleh kalimat berpola majhûl
dan pola muthâwaʻah dalam ayat-ayat tentang kiamat. Hal ini juga menjadi
bahan perdebatan akademik di kalangan sarjana Qur‟an, sastra, atau pakar
ilmu Balaghah.
Uslūb pola seperti ini, dalam bahasa Indonesia dikategorikan sebagai
kalimat pasif yang memiliki makna ter dan di meskipun secara struktur
berbeda. Dalam kalimat bahasa Indonesia kalimat pasif, imbuhan di masih
memungkinkan ditampilkan pelakunya. Seperti kalimat, „ibu dipukul oleh
bapak‟. Beda jika pola ini berbentuk bahasa Arab, „ ت أمضرب „ ( dhuribat
ummun), maka pelaku tidak bisa ditampilkan dalam kalimat tersebut. Tapi
secara struktur tetap ada yaitu objek yang menggantikan fungsi subjek,
disandangkan kata kerja padanya sebagai pelaku. Oleh sebab itu disebut nâib
al-fâʻil, sebagai pengganti posisi pelaku secara struktur kalimat, juga berarti
bahwa kata kerja majhûl adalah kata kerja yang berasal dari fi‟il mutaʻaddi
kata kerja yang membutuhkan objek. Sehingga verba majhûl dapat dikaji dari
dua sisi yaitu sisi sintaksis (nahwu, sharaf) dan aspek makna verba
penyandangnya.
Kata kerja yang pelakunya tidak ditampilkan, dalam uslûb al-maʻâni
disebut sebagai uslûb al-hazf, gaya ellipsis. Secara leksikal al-hadzf berarti
pengguguran. Maka bisa didefinisikan sebagai gaya ellipsis, menghilangkan
salah satu atau beberapa unsur dalam sebuah kalimat lengkap.41
Dalam penerapannya bisa diketahui bagian kalimat yang dihilangkan
dengan penalaran yaitu memerhatikan kontek situasi seperti kalimat dalam
bahasa Indonesi berikut:
“ ibu ke pasar membeli ikan”
“ bapak ke sawah menanam padi‟
Pada kalimat di atas jelas sekali ada unsur yang terbuang, yaitu kata
„pergi, sehingga kalau dimasukkan dalam kalimat menjadi, “ibu pergi ke
pasar membeli ikan”. Adapun contoh dari bahasa Arab atau Al-Qur‟ân
40 Habib , Gaya Bahasa Al-Qur‟ân..hal.71
41 D. Hidayat, al-Balagah li al-Jamiʻ wa as-Syawâhid min Kalâmi al-Badîʻ, h.76
11
banyak sekali padanannya. Maka perlu diketahui terlebih dahulu bentuk-
bentuk kalimat atau kata terjadinya ellipsis, karena menurut para ahli
balagah, al-hadzf atau pembuangan unsur kalimat tidak diperbolehkan selama
tidak ada bukti pada konteks kalimat bahwa unsur yang dimaksud terbuang.42
Hadzf dalam bahasa Arab memiliki ragam bentuk, secara gelobal
yaitu 1) ellipsis al-musnad dan musnad ilaih yaitu pembuangan pada bagian
kalimat baik bentuk jumlah kalimat fiʻliyyah kata kerja dan kata benda atau
bentuk ismiyyah, kata benda dan ism fâʻil. 2) ellipsis unsur huruf seperti
huruf istifhâm, nidâ, la nâfiyah. 3) ellipsis susunan kalimat syarat. 4) ellipsis
pada kalimat penyempurna seperti kata sifat, kata penghubung (wau
maʻthûf), yang disifati.43
Tentu fenomena ellipsis ini hampir terjadi pada semua bahasa
manusia meskipun memiliki tingkatan dan bentuk yang berbeda tapi ada
maksud dan tujuan yang tersimpan tak terkecuali dalam bahasa Arab.
Sebagaimana diulas bahwa fenomena ellipsis bukan suatu kesengajaan tapi
lebih kepada keindahan makna yang ingin disampaikan atau sebuah gaya
dalam bertutur sesuai kontek situasi. Sehingga lawan tutur terpacu dalam
mendiskripsikan maksud dan tujuan tersebut. Sebagai gambaran bahwa
situasi sangat genting, kritis , keadaan bahaya, menakjubkan atau sebaliknya
mengerikan, maka dalam semua kondisi seperti ini tidak memungkinkan
seseorang menggunakan kalimat secara lengkap.44
Karena terkadang tidak
menyebutkan bagian kalimat atau membuangnya lebih baik dari
menyebutkan. Terlebih dalam bahasa Al-Qur‟ân, hadzf bukan lagi sebagai
style saja tapi lebih dari itu yaitu sebagai bagian dari iʻjâz Al-Qur‟ân
sebagaimana dikatakan al-Jurjâni dalam ulasan pertamanya bahwa hadzf
adalah perkara yang sangat luar biasa.
شبيه ، عجيب المر ، لطيف المأخذ ،هو باب دقيق المسلك " والصمت عن الفادة ، فإنك ترى به ت رك الذكر افصح من الذكر ،بالسحر
وأتم ماتكون ب يانا إذا لم ، وتجدك أنطق ماتكون إذا لم ت نطق ،أزيد للفادة ".ت ب ين
Bab ini merupakan metode yang sangat tajam, sebuah cara
penanganan yang halus, sebuah hal yang luar biasa dan mirip
magis; di dalamnya Anda melihat bahwa tidak menyebutkan
42
Fathullah Ahmad Sulaiman, al-uslûbiyah; madkhal wa dirâsah tathbiqiyyah,
(Cairo: al-Adab, 2004), h.138 43
Fathullah Ahmad Sulaiman, al-uslûbiyah; madkhal wa dirâsah tathbiqiyyah, h.
139 44
D. Hidayat, al-Balagah li al-Jamiʻ wa as-Syawâhid min Kalâmi al-Badîʻ, h.76
12
sesuatu merupakan hal yang dianggap fasih ketimbang
menyebutkannya, menahan untuk mengungkapkan dianggap
lebih informatif ketimbang mengungkapnya, dan Anda
menemukan diri Anda lebih fasih tentang sesuatu jika Anda
tidak membicarakannya, dan Anda menemukan penjelasan
yang lebih lengkap jika Anda tidak menjelaskannya. 45
Sebagai contoh ellipsis dalam Al-Qur‟ân :
إذا ب لغت ٱلت راقي كل Sekali-kali jangan apabila (…) telah sampai ke kerongkongan (Qs. al-
Qiyâmah [75]: 26)
تنظرون حينئذوأنتم . إذا ب لغت ٱلحلقوم ف لوMaka mengapa ketika (…) sampai di kerongkongan padahal kamu ketika itu
melihat. ( Qs. al-Wâqiʻah [56]: 83-84)
Dua contoh di atas adalah hadzf unsur subjek, yaitu pembuangan
pelaku pada kata kerja (بلغت). Menurut para ahli tafsir bahwa pelaku yang
dibuang pada kata kerja tersebut adalah „nyawa‟ ( Karena .( الروح،النفس
sangat jelas dari kontek kalimat yang membahas tentang suasana kritis pada
saat nyawa akan dicabut, dengan kondisi tersebut sehingga pelaku tidak
begitu penting untuk disebut.46
Dengan gaya ellipsis ini pendengar, lawan
tutur diajak untuk mendeskripsikan keadaan yang sangat sakit ketika nyawa
akan dicabut, karena gambaran seperti ini tidak bisa dideskripkan dalam
bentuk kata-kata. Sehingga apa yang dikatakan al-Jurjani di atas bahwa
terkadang tidak menyebutkannya lebih fasih dari menyebutnya. Lebih
informatif dari menjelaskannya.
Macam-macam hadzf yang telah disebutkan juga terdapat dalam ayat-
ayat Al-Qur‟ân. Dari fenomena-fenomena gaya hadzf ini penulis sangat
tertarik untuk mengkaji lebih lanjut. Terutama dalam masalah tidak
ditampilkan pelaku dalam kalimat baik secara langsung atau secara tidak
langsung. Terlebih hadzf seperti ini banyak terdapat dalam ayat-ayat Al-
Qurʻân tentang kiamat dengan berbagai berbentuk susunan atau padanannya.
Seperti yang paling banyak ditemukan adalah dibuangnya pelaku secara tidak
langsung pada kata kerja majhûl. Beda pada contoh di atas yang hanya
terdapat pada beberapa kata kerja saja.
45
Abdul Qâhir al-Jurjâni, Dalâil al-Iʻjâz,taʻlîq Muhammad Syâkir, (Cairo: maktab
al-Khânji, 2004), h.146 46
D. Hidayat, al-Balagah li al-jamiʻ wa as-Syawâhid min Kalâmi al-Badîʻ, h.79
13
Dalam bahasa Indonesia pola ini disebut verb imbuhan yang memiliki
makna di. Seperti kata, ( ضرب زيد عمرا), Zaid telah memukul Amr, jika
dibuang fâʻilnya menjadi thuriba ʻamrun ( .Amr telah dipukul ,(ضرب عمر
Ada juga pembuangan secara tidak langsung dengan cara penyandangan
dalam bentuk afiksasi pada kata kerja stulâtsi mazîd, yaitu kata kerja
muthâwaʻah yang bermakna ter. Dapat pula disebut sebagai penyandangan
kata kerja dengan cara metafor, isnâd majâzi. Yaitu penyandangan kata kerja
pada bukan pelakunya berimplikasi pada perubahan verba dari bentuk
mutaʻaddi menjadi maʻlûm.47
Dikatakan secara tidak langsung karena secara
struktur kalimat tetap sempurna. Hanya saja pekerjaan disandangkan pada
bukan pelakunya dengan cara perubahan kata kerja, dari mutaʻaddi menjadi
lâzim yang menyebabkan posisi objek berubah menjadi posisi subjek.
Fenomena hadzf fâʻil pada kata kerja adalah gejala stilistik yang
banyak ditemukan dalam ayat-ayat kiamat terutama pada kata kerja majhûl.
Sehingga hal ini cukup mengundang perhatian dikalangan sarjana Qur‟ân
seperti bintu Syâthi‟ dan lainnya. Tapi belum banyak dibahas dan disinggung
pada tataran tafsir balagi. Karena konteks situasi sangat jelas sekali yaitu
bagaimana ayat-ayat kiamat yang akan dikaji pada tesis ini hampir semuanya
turun pada priode awal atau disebut surah makiyah. Makiyyah merupakan
ayat-ayat yang turun di Makkah pada saat kondisi islam sebagai agama baru,
keadaan masyrakat kala itu sangat jauh dari keimanan. Sehingga dalam
sejarah mereka disebut orang kafir Qurays. Kondisi seperti ini ikut tergambar
dalam uslûb hadzf ayat-ayat kiamat dalam surah makiyyah, seakan-akan
uslûb dalam ayat-ayat ini langsung mengkhitâb kondisi mereka saat itu.
Sebagaimana yang telah disinggung, bahwa sesuatu yang menakjubkan,
keindahan atau sebaliknya seperti kondisi kritis, bahaya, dan hal-hal yang
mengerikan tidak memungkinkan orang menggunakan kalimat lengkap.
Sehingga beberapa unsur kalimat dibuang dan tidak ditampilkan itulah yang
disebut dengan uslûb hadzf. Seperti yang tergambar dalam ayat-ayat
makiyyah yang menceritakan gambaran kengerian hari kiamat, adzab neraka
juga memberitakan keindahan surga dengan kalimat singkat sebagai bentuk
khitâb pada situasi yang terjadi.
Misalnya hadzf fâ‟il pada kata kerja majhûl dalam ayat kiamat yang
berkaitan dengan kehancuran dunia sebagai gambaran situasi kiamat48
:
47
„Aisyah Abdurahman Bintu as-Syathi‟, al-„Ijâz al-Bayâni li Al-Qurʻân ,,,Cet. III
(Cairo: Dār Maarif, tt), hal. 240. 48
Ayat-ayat kiamat tentang situasi kehancuran dunia diambil berdasarkan kitab
tafsir serta kitab-kitab yang membahas tentang hari kiamat atau yang berkaitan dengannya,
dan surah-surah dirunut berdasarkan waktu turunnya. Lihat kitab Mâhir Ahmad as-Shaufi,
al-Mausuʻah al-Kauniyyah al-Kubra, Ayâtullahi fi al-Maut wa Nihâyat al-Kaunial wa
14
وإذا . وإذا ٱلجبال سي رت.وإذا ٱلنجوم ٱنكدرت . إذا ٱلشمس كورتوإذا ٱلن فوس . وإذا ٱلبحار سجرت.وإذا ٱلوحوش حشرت .ٱلعشار عطلت
وإذا . وإذا ٱلصحف نشرت. قتلتبأي ذنب .دة سئلتۥء وإذا ٱلمو. زوجت ما نفسعلمت. وإذا ٱلجنة أزلفت. وإذا ٱلجحيم سعرت .ء كشطتٱلسما
.أحضرتApabila matahari digulung. Dan apabila bintang-bintang berjatuhan.
Dan apabila gunung-gunung dihancurkan. Dan apabila unta-unta yang
bunting ditinggalkan (tidak diperdulikan. Dan apabila binatang-binatang
liar dikumpulkan. Dan apabila lautan dijadikan melua. Dan apabila ruh-ruh
dipertemukan (dengan tubuh. Dan apabila bayi-bayi perempuan yang
dikubur hidup-hidup ditanya. Karena dosa apakah dia dibunuh. Dan apabila
catatan-catatan (amal perbuatan manusia) dibuka. Dan apabila langit
dilenyapkan. Dan apabila neraka Jahim dinyalakan. Dan apabila surga
didekatkan. Maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah
dikerjakannya. (Q.S. al-Takwiîr [81]:1-14)
وجايء يومئذ . وجاء ربك وٱلملك صفا صفا.إذا دكت ٱلرض دكا دكا كل ن وأنى له ٱلذكرى .بجهنم يومئذي تذكر ٱلنس
Jangan (berbuat demikian). Apabila bumi digoncangkan berturut-
turut. Dan datanglah Tuhanmu, sedang malaikat berbaris-baris. Dan pada
hari itu diperlihatkan neraka Jahannam; dan pada hari itu ingatlah manusia,
akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya. (Q.S. al-Fajr [89]: 21-
23)
ن .وجمع ٱلشمس وٱلقمر .وخسف ٱلقمر .فإذا بر ٱلبصر ي قول ٱلنس .يومئذ أين ٱلمفر
Maka apabila mata terbelalak (ketakutan). Dan apabila bulan telah
hilang cahayanya. Dan matahari dan bulan dikumpulkan. Pada hari itu
manusia berkata: "Ke mana tempat berlari?. (Q.S. al-Qiyâmah [75]: 7-10)
Qiyâmi as-Sâʻah…,( Beirut: al-Matabah al-ʻAshriyyah 2007), cet.I. Bandingkan juga dengan
kitab Sayyid Qutb, Masyâhid al-Qiyâmah fi Al-Qur‟ân, yang menampil ayat-ayat berkenaan
dengan kiamat. Lihat juga kitab ʻAisyah Abdurrahmân bintu as-Syâthi‟, Iʻjâz al-Bayâni li
Al-Qur‟ân,,,h.241
15
وإذا ٱلرسل . وإذا ٱلجبال نسفت. ء فرجتوإذا ٱلسما. فإذا ٱلنجوم طمست ويل .م ٱلفصل رىك ما يو أدوما . م ٱلفصل ليو. م أجلتلي يو .أق تتبين مئذيو . للمكذ
Maka apabila bintang-bintang telah dihapuskan. Dan apabila langit
telah dibelah. Dan apabila gunung-gunung telah dihancurkan menjadi debu.
Dan apabila rasul-rasul telah ditetapkan waktu (mereka). (Niscaya
dikatakan kepada mereka:) "Sampai hari apakah ditangguhkan (mengazab
orang-orang kafir itu)?. Sampai hari keputusan. Dan tahukah kamu apakah
hari keputusan itu. Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-
orang yang mendustakan. (al-Mursalât [77]: 8-15)
Kemudian situasi kiamat juga disinggung baik dalam bentuk kata
kerja majhûl atau muthâwaʻah di surah lain seperti:
Surah al-Qomar, surah makiyyah ke-36:
ٱقت ربت ٱلساعة وٱنشق ٱلقمر
Telah dekat datangnya saat itu dan telah terbelah bulan. (Q.S.
al-Qamar [54]: 1
Surat al-Wâqiʻah. Surah makiyyah ke-46:
وبست ٱلجبال بسا إذا رجت ٱلرض رجا Apabil bumi digoncangkan sedahsyat-dahsyatnya. Dan gunung-
gunung dihancur luluhkan seluluh-luluhnya. (Q.S. al-Wâqiʻah [56]: 4-5)
Surat ad-Dukhân, surah makiyyah ke-64:
مبينء بدخانتي ٱلسمام تأ يوتقبفٱرMaka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang
nyata. (Q.S ad-Dukhân [44]: 10)
Surat an-Naba‟, surah makiyyah ke-80:
16
تا إن يو وفتحت تون أفواجا م ينفخ في ٱلصور ف تأيو م ٱلفصل كان ميق سرابا وسي رت ٱلجبال فكانت أبوبا ء فكانتٱلسما
Sesungguhnya Hari Keputusan adalah suatu waktu yang
ditetapkan. Yaitu hari (yang pada waktu itu) ditiup sangkakala lalu
kamu datang berkelompok-kelompok. Dan dibukalah langit, maka
terdapatlah beberapa pintu. Dan dijalankanlah gunung-gunung maka
menjadi fatamorganalah ia. (Q.S an-Naba‟[78]: 17-20)
Surat al-Infithâr, surah makiyyah ke-82:
وإذا ٱلبحار فجرت وإذا ٱلكواكب ٱنتث رت ء ٱنفطرتإذا ٱلسماApabila langit terbelah. Dan apabila bintang-bintang jatuh
berserakan. Dan apabila lautan menjadikan meluap.(Q.S al-Infithâr
[82]:1-3
Surat al-Insyiqâq, surah makiyyah ke-83:
ما وألقت ض مدتوإذا ٱلر لرب ها وحقتوأذنت ء ٱنشقتإذا ٱلسما فيها وتخلت
Apabila langit terbelah. Dan patuh kepada Tuhannya, dan
sudah semestinya langit itu patuh. Dan apabila bumi diratakan. Dan
dilemparkan apa yang ada di dalamnya dan menjadi kosong. (Q.S al-
Insyiqâq [84]: 1-4)
Surat al-Zalzalah, surah makiyyah ke-93:
ن ما لها ض أثقالها وأخرجت ٱلر ض زلزالها إذا زلزلت ٱلر وقال ٱلنس تحدث أخبارها مئذيو
Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat). dan
bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya. Dan
manusia bertanya: "Mengapa bumi (menjadi begini)?". Pada hari itu bumi
menceritakan beritanya. (Q.S al-Zalzalah [99]: 1-4)
17
Surat ar-Rahmân, surah makiyyah ke-97:
هان فإذا ٱنشقت ٱلسماء فكانت وردة كٱلدMaka apabila langit telah terbelah dan menjadi merah mawar seperti
(kilapan) minyak. (Q.S ar-Rahmân [55]: 37).
Sehingga, pembahasan ayat-ayat kiamat yang dimaksudkan dalam
tesis ini dibatasi dalam satu tema dari beberapa tema kiamat yaitu
pembahasan situasi kiamat tentang kehancuran dunia serta yang berkaitan
dengannya. Tema ini tersebar dalam 12 surah dari 114 surah Al-Qurʻan
sebagaiman yang telah diuraikan di atas.
Realitas gambaran pristiwa kiamat ini diperlihatkan oleh Al-Qur‟ān
dalam bentuk nyata di tengah kehidupan Manusia. Berbagai macam adegan
ditunjukkan sebagai ajang tontonan yang tersirat dalam susunan kalimat
bernilai seni tinggi dan indah, memuaskan setiap jiwa, terbuai dalam daya
imajinasi nyata49
. Seakan- akan adegan-adegan itu hadir di tengah-tengah
hiruk pikuk kehidupan manusia sebagai bentuk pengalihan perhatian.
Karaktristik style Al-Qur‟ān dalam menyampaikan sebuah makna
sangatlah menarik untuk ditelaah lebih jauh lagi secara mendetail (termasuk
„kalimat tak disebutkan pelakunya‟50
), yang menjadi keunikannya adalah
struktur formal dalam pemilihan kata-kata indah di luar kemampuan orang
Arab sendiri (meskipun menggunakan bahasa mereka).51
Ekpresi bahasa Al-
Qur‟ān dengan kata-kata singkat bermakna luas, pemilihan lafazh sesuai
makna kekinian, kondisi dan situasi dengan tingkat akurasi susunan kalimat
luar biasa52
. Bentuk makna yang tersimpan dalam kata mampu difahami oleh
semua kalangan dengan berbagai macam latar belakang manusia dan
zamannnya ataupun asalnya.53
Dan terakhir fenomena gaya pengulangan kata
atau makna54
yang berfungsi sebagai penegasan dan penguatan untuk
memberikan efek tekanan dalam jiwa lawan tutur, memberi implikasi efek
nyata dalam imajinasi dan psikologi al-mukhâthab.
Pemilihan kata dan harakat sangat berpengaruh terhadap redaksi dan
pemaknaan suatu kalimat pada tema yang dibahas. Sebagai contoh dalam
tema hari Kiamat, misal dalam masalah an-na‟îm, kenikmatan.
49
Sayyid Qutub, masyahid al-Qiyamah fi , hal. 43 50
Kalimat tak bersubjek sendiri mendapat sorotan khusus sebagai fenomena stilistik
, lihat Bintu As-Syathi, al-i‟jaz al-bayani li , hal. 239 51
Mahmud sayid Syaikhun, al-I‟jaz fi Nazm (Cairo, Maktabah kuliyaat Azhariyah,
cet I, 1398 H/1978M), hal, 66. 52
Mahmud sayid Syaikhun, al-I‟jaz fi Nazm , hal. 68 53
Mahmud sayid Syaikhun, al-I‟jaz fi Nazm , hal. 70 54
Mahmud sayid Syaikhun, al-I‟jaz fi Nazm , hal. 73
18
Kalimat yunzifûn dalam surah al-Waqi‟ah:
“mereka tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk”.
Berpola bina li al-maʻlūm, fi‟il mudhāriʻ maʻlūm, kata kerja dengan
subjek sudah pasti. Bandingkan dengan kalimat yunzafūn pada surah As-
Shāffāt ayat 47:
“Tidak ada dalam khamar itu alkohol dan mereka tiada mabuk karenanya”.
Berpola bina li al-majhūl, fʻiil mudhāri‟ yang pelakunya terbuang
atau disebut kata kerja bermakna pasif. Dari dua kalimat sama yang berbeda
dalam harakat, sama-sama menggambarkan peristiwa kiamat tentang
kenikmatan namun dari sisi substansi kata kerja ma‟lūm digunakan untuk
orang-orang yang jauh lebih istimewa sehingga dalam konteks ini pemakaian
lafazh atau kata lebih banyak digunakan sebagai bentuk penjelasan yang
detail dibanding kata kerja majhūl. Sementara penggunaan kata kerja majhul
dalam surah as-Shāffāt berimplikasi pada penggunaan kalimat yang ringkas,
tidak sesempurna pada kalimat aktif.55
Keringkasan kata pada kalimat pasif
ini sangat berefek pada lawan tuturnya jika hal-hal yang digambarkan
bernuansa siksaan atau adegan kehancuran dunia, sebagaimana sudah
disinggung di atas, seolah menjadi teka-teki dan pertanyaan besar terhadap
peristiwa tersebut, menarik jiwa para pendengarnya, berimajinasi serta
berusaha menyingkap makna secara deskriptif.
Tentu, pembahasan tentang kiamat dalam Al-Qur‟ân adalah
pembahasan yang sangat luas. Maka diperlukan pembatasan masalah atau
objek yang akan dikaji dalam tesis ini.
55
Lihat Fadhlul Sholeh As-Samira‟i, Balaghatu al-Kalimati fi Al-Qur‟ân (Baghdad,
Maktabah an-Nahdhah, cet II. 1427 H/2006M), hal. 72
19
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Dalam ayat-ayat Al-Qur‟an terdapat banyak uslûb. Baik berbentuk
kata dan huruf seperti kata tanya dan konjungsi, wa athaf. Atau frasa dan
kalimat Seperti gaya metafora, kiasan, makna konotasi, dan denotasi.
Adapun ayat-ayat yang membahas tema kiamat memiliki beragam uslûb.
Salah satunya yang paling banyak dijumpai adalah hadzf. Gaya pembuangan
unsur huruf, kata, dan kalimat pada kalimat sempurna. Bahwa fenomena
hadzf pada ayat-ayat kiamat ini banyak ditemukan berbentuk pembuangan
unsur fail, pembuangan unsur pelaku pada kata kerja majhûl. Hadzf fâʻil ini
banyak dijumpai dalam bentuk kata kerja majhûl, dan ditemukan juga dengan
pola penyandangan kata kerja secara majazi, metafora. Yaitu penyandang
suatu pekerjaan bukan pada pelaku aslinya sehingga pelaku utama tidak
dibutuhkan. Karenanya, diperlukan sebuah kajian linguistik56
mendalam
tentang gejala style seperti ini guna mendiskripsikan makna yang terkandung
padanya.
Tema yang akan dibahas di sini merupakan pembahasan permasalahan
luas, ada beberapa permasalahan serta objek kajian yang terdapat pada tema
tersebut seperti berikut:
a. Ayat-ayat yang berkaitan dengan kiamat memiliki banyak tema yang
tersebar dalam Al-Qurʻan dengan beragam uslûb.
b. Kiamat dalam Al-Qur‟ân memiliki banyak tema seperti ayat-ayat
tentang kahancuran dunia, hari kebangkitan, hari perhitungan amal
baik dan buruk, pembalasan surga dan neraka.
c. Unsur gaya bahasa dalam ayat-ayat kiamat sangat beragam tapi secara
gelobal bisa diklasifikasikan menjadi tiga bagian, pertama uslûb
maʻâni seperti gaya elipsis, uslûb al-bayân seperti majaz dan
metafora, dan terakhir uslûb al-badîʻ seperti sajaʻ dan majaz
hiperbola.
d. Penelitian tentang hadzf memiliki banyak padanan dan jenis; ada jenis
hadzf huruf, hadzf al-fâʻil, hadzf mubtada‟ subjek, hazdf objek atau
mafʻûl bih.
e. Hadzf al-fâ‟il disebutkan juga tidak ditampilkan subjek pada sebuah
kata atau kalimat seperti hadzf al-fâʻil li al-majhûl, hadzf al-fâʻil pada
kata kerja sanjungan, hadzf al-fâʻil pada isim fiʻil haihât (هيهات), dan
terdapat dalam bentuk kata kerja tambahan yang bermakna
56
Linguistik adalah kajian tentang bahasa, mengkaji sisi bentuk struktur, bunyi, dan
sudut pemaknaan kata pada suatu bahasa. Lihat abdullah Chaer, linguistik umum.
20
muthâwa‟ah begitu juga pada isnâd majâzi tidak ditampilkan pelaku
asli pada kata kerja kiasannya57
.
f. Penelitian tentang fenomena tidak ditampilkan pelaku sesungguhnya
pada kata kerja banyak terdapat dalam ayat-ayat kiamat yang
menjelaskan gambaran kehancuran dunia.58
Oleh karenanya, perlu ada pembatasan masalah pembahasan yang akan
dikaji dalam tesis ini.
2. Pembatasan masalah
Mengkaji ayat-ayat tentang hari kiamat dalam Al-Qur‟ān adalah
kajian yang sangat luas. Tentunya, Membutuhkan usaha maksimal dalam
membahasnya. Dari uraian identifikasi permasalahan di atas, maka kajian ini
dibatasi pada kajian hadzf dalam ayat-ayat kiamat yang berkaitan tentang
situasi kiamat atau gambaran kehancuran dunia.
Sehingga bisa dimaksudkan pada judul tesis, “ uslûb Al-Qur‟ân dalam
pengungkapan kiamat: kajian hadzf al-fâʻil dalam ayat-ayat kiamat,” adalah
pembahasan hadzf al-fâ‟il, yaitu penelitian tentang pelaku sesungguhnya
yang tidak ditampilkan pada kata kerja yang terdapat dalam ayat-ayat kiamat
tentang gambaran kehancuran alam semesta.
3. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas maka penulis perlu merumuskan secara khusus
permasalah yang akan dikaji pada tesis ini dalam bentuk pertanyaan berikut:
a. Bagaiman jenis-jenis hadzf al-fâʻil dalam ayat-ayat kiamat tentang
kehancuran dunia?
b. Apa tujuan hadzf al-fâʻil dalam ayat-ayat kiamat tentang
kehancuran dunia?
57
Bintu as-Syâthi‟ mengkategorikan sebagai al-istignâ‟ ʻani al-fâʻil, gejala tidak
ditampilkan pelaku. Berbeda istilah dengan al-hadzf sendiri namun memiliki kesamaan pada
tingkatan tidak disebutkan pelaku atau penyandangan sebuah kata kerja pada selain
pelakunya. 58
Al-Khâlidi,“Hadzfu al-Fâʻil,”https://platform.almanhal.com/Reader/Article/65033
di akses 04 maret 2018
21
C. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Dari penulusuran penulis dan penelaahan literasi yang ada belum ada
tema kajian seperti judul tesis ini. Adapun kajian-kajian terdahulu yang
sepadan dan berkaitan dengan judul tesis ini yaitu di antaranya:
1. Masyâhid al-Qiyâmah fi al-Qurân karya Sayid Quthub
2. al-Hadzf al-Balagi fi Al-Qur‟ân Al-Karîm karya Abdul as-Salâm
3. Penggunaaan Gaya Bahasa Perbandingan dalam ayat-ayat tentang
hari Kiamat. Karya Hanik Mahliatussikah. Hanik Mahliatussikah
adalah Dosen Jurusan Sastra Arab, Fakultas Sastra, Universitas
Negeri Malang.
4. al-Af‟al al-Mabniyah lilmajhul fi Surah al-maidah : Dirasah
Tahliliyah Sharfiyah, karya Mega Maya, Tesis Fakultas Dirasah
Islamiyah UIN Syarif Hidayatullah.59
5. al-Hadzf fi al-Qishashi Al-Qur‟âni; Qisshatu Mûsa ʻAlaihi as-Salâm,
karya Nûrah Thabasyi, Tesis Universitas Kasdi Al-Jazair.
Penulis sendiri membahas uslûb Al-Qur‟ân dalam pengungkapan
Kiamat yang berkaitan dengan situasi kehancuran dunia. Sayyid Qutub
sendiri dalam bukunya menjelaskan secara umum bagaimana adegan-adegan
Kiamat dalam Al-Qur‟ān, dengan menganalisa gaya kalimat-kalimat yang
dipakai dalam menggambarkan makna refrensial peristiwa kiamat dan
kedahsyatannya, disebut juga dengan tashwir al-haul60
. Kemudian Abdul as-
Salam hanya menyinggung fenomena al-hadzf secara umum yang terdapat
dalam Al-Qur‟ân. Pembeda dengan penelitian Syihabudin dan Hanik
Mahliatussikah adalah fokus penilitian. Syihabudin Qalyubi lebih kepada
pemaknaan gaya bahasa pada kisah-kisah dalam Al-Qur‟ān yaitu kisah nabi
Ibrahim as. Sedangkan Hanik Mahliatussikah lebih fokus pada gaya bahasa
perbandingan dalam ayat-ayat tentang hari kiamat, Mega sendiri hanya
menyinggung kalimat tak bersubjek dalam bentuk mabni li al-majhūl
(kalimat pasif) saja pada lingkup surah al-Baqarah, dan Nûrah membahas
jenis al-hadzf secara umum dalam kisah nabi Musa. Sementara penulis
memfokuskan pada analisa unsur gaya bahasa, uslub pada bentuk hadzf al-
fâʻil yaitu tidak disebutkan aktor sesungguhnya dari sebuah pekerjaan atau
perbuatan yang terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur‟ân tentang pristiwa kiamat.
59
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/11126 60
Tashwir dan tamsil memiliki arti berbeda. Tashwir lebih kepada gambaran nyata,
konkrit. Seperti gambaran manusia dalam bentuk patung. Adapun tamstil adalah sebuah
ilustrasi atau perumpaman suatu peristiwa dalam bentuk lukisan, contoh gambaran peristiwa
yang dituangkan dalam bentuk gambar. Lihat Kitab at-Ta‟rifat
22
D. Tujuan dan Urgensi Penelitian
Urgensi kajian dalam tesis ini adalah ikut memberikan kontribusi
dalam khazanah perkembangan kajian ilmu Al-Qur‟ān. Terutama dalam
kajian style kalimat tak disebutkan dalam ayat-ayat kiamat. Tentu
memberikan sudut pandang baru dalam disiplin ilmu studi Al-Qur;ān.
Penelitian ini juga memiliki beberapa tujuan yang dibagi menjadi dua yaitu
tujuan dan kegunaannya akan di uraikan berikut:
a. Tujuan Penelitian:
1. Untuk menemukan ayat-ayat kiamat tentang gambaran
kehancuran dunia yang mengandung unsur hadzf.
2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk atau macam-macam hazdf al-
fâʻil dalam ayat-ayat kiamat yang membahas masalah kehancuran
dunia.
3. Untuk menjelaskan makna, tujuan, dan sebab terjadinya hadzf
dalam ayat-ayat kiamat tentang kehancuran dunia.
b. Kegunaan Penelitian:
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sudut pandang
baru dalam penafsiran ayat-ayat kiamat dan berguna bagi
pengembangan pengetahuan ilmiah pada bidang ilmu-ilmu Al-
Qur‟ân.
2. Diharapkan dapat menjadi refrensi dan sumber skunder untuk
penelitian yang sejenis pada masa-masa mendatang.
3. Diharapkan mampu memberikan sudut pandang baru dalam
kajian teori al-hadzf.
E. Metodologi Penelitian
1. Metode, Pendekatan, dan Jenis Penelitian
Penelitian dalam tesis ini dilakukan dengan menggunakan metode
deskriptif untuk menjelaskan dan menggambarkan objek yang diteliti yaitu
fenomena kebahasaan dalam ayat-ayat kiamat. Dengan metode ini penulis
dapat menfokuskan pada penjelasan dan gambaran uslûb yang digunakan
dalam ayat-ayat tersebut. Metode ini merupakan salah satu bentuk terapan
dari penelitian kualitatif. Oleh karenanya dalam tesis ini pendekatan yang
digunakan adalah deskriftik analitik.
Adapun jenis penelitian ini adalah kualitatif. Penelitian yang pada
dasarnya menggunakan pendekatan deduktif dan induktif artinya pendekatan
berangkat dari suatu kerangka teori, gagasan para ahli, maupun pemahaman
peneliti berdasarkan pengalamannya, kemudian dikembangkan menjadi
permasalahan beserta pemecahan yang diajukan untuk memperoleh
23
pembenaran dalam bentuk dukungan data empiris di lapangan61
. Penelitian
kualitatif memiliki beberapa karakteristik yaitu berlangsung dalam latar yang
alamiah, peneliti sendiri merupakan instrumen atau alat pengumpul data yang
utama, analisis datanya dilakukan secara induktif62
.
Penelitian ini juga termasuk dari jenis penelitian pustaka (library
reseacrh), studi pustaka juga termasuk dari salah satu jenis terapan penelitian
kualitatif. Karena pembahasan dalam tesis ini berfokus pada analisis teks,
sementara data-data pustaka sangat dibutuhkan sebagai sumber sekunder
dalam penulisan ini. Oleh sebab itu aktivitas literasi dilakukan hanya pada
analisis isi dalam dokumen-dokumen pendukung berupa buku, journal,
artikel, dan lainnya yang berkaitan dengan tema penelitian. Begitu juga,
dengan studi kepustakaan ini penulis bisa mencari menjawab atas pertanyaan
pada rumusan masalah karena tidak mungkin mencari jawaban dari studi
lapangan. Adapun ciri-ciri penelitian pustaka adalah63
:
a. Bahwa peneliti berhadapan langsung dengan teks (nash) atau data
angka dan bukan dengan pengetahuan langsung dari lapangan atau
saksi mata berupa kejadia, orang atau benda-benda lainnya.
b. Data pustaka bersifat siap pakai artinya peneliti tidak pergi kemana-
mana kecuali hanya berhadapan langsung dengan bahan sumber yang
sudah tersedia di perpustakaan.
c. Bahwa data pustaka umumnya adalah sumber skunder, artinya bahwa
peneliti memperoleh bahan dari tangan kedua dan bukan data orisinil
dari tangan pertama di lapangan.
d. Bahwa kondisi data pustaka tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.
2. Sumber Data dan Tehnik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini penulis merujuk pada dua sumber data. Pertama
sumber data primer sebagai objek penelitian. Adapun sumber data primer
terdiri dari kumpulan teks berupa ayat-ayat kiamat dalam Al-Qur‟ân yang
membahas tentang kehancuran semesta alam. Sehingga data yang
ditampilkan adalah data yang sesuai dengan variabel pembahasan dalam
tesis ini bukan data sampel. Dan kedua bahan sekunder adalah bahan
pendukung berupa buku-buku, artikel, journal ilmiah, majalah, dan
internet yang berkaitan dengan pembahasan.
Beberapa cara dalam pengumpulan data yang dilakukan, sebagaimana
yang telah disinggung pada langkah penelitian pustaka bahwa intrumen
dan pelaku central dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri.
61
Ahmad Tanzeh, Pengantar Metode Penelitian, (Yogyakarta: Teras, 2009), 66. 62
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1996), 140. 63
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, ( Jakarta, Obor Indonesia, 2004),
h. 4
24
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan,
mengklasifikasi, dan menganalisa ayat-ayat yang relevan dengan tema
kemudian dikomparasikan serta disesuaikan dengan pendapat para ahli
tafsir, bahasa, dan buku-buku yang berkaitan dengan objek yang diteliti.
Sebab itu penulis melakukan langkah-langkah pengumpulan data untuk
validasi data objek dengan langkah seperti berikut:
a. Studi Pustaka
Semua jenis penelitian memerlukan studi pustaka khususnya
jenis penelitian historis yang semua data-data sebagian besar
diperoleh melalui kajian pustaka. Namun kajian pustaka tentu saja
tidak hanya sekedar urusan membaca dan mencatat literatur atau
buku-buku sebagaimana yang sering dipahami banyak orang. Apa
yang disebut dengan riset perpustakaan atau sering juga disebut studi
pustaka, ialah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode
pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah
bahan penelitian.64
b. Teknik Dokumentasi
Dalam setiap pengumpulan data dibutuhkan cara
mendokumentasikan. Teknik dokumentasi ini merupakan salah satu
cara pengumpulan data dalam penelitian kualitatif. Maka di sini
penulis melakukan literasi dalam rangka mendapatkan dan
mengumpulkan data-data yang relevan. Dengan dokumentasi ini
penulis langsung sebagai intrumen peneliti melakukan penelusuran
data-data terkait kemudian dicatat dan disesuaikan dengan tema
pembahasan sebagai proses pembuktian yang didasarkan atas semua
jenis sumber terpercaya seperti buku-buku tafsir, ulum Al-Qur‟ân,
buku bahasa yang relevan, journal ilmiah, dan lainnya.
3. Teknik Analisis Data
Setelah data penelitian terkumpul maka berikutnya adalah
bagaimana cara mengolah data. Analisis data merupakan kegiatan
yang paling sulit disebut demikian karena aktivitas ilmiah ini
memerlukan kerja keras, daya kreatif serta kemampuan intelektual
yang tinggi.65
Rumit karena tujuannya adalah mendapatkan informasi
yang sejelas-jelasnya tentang sesuatu hal, menemuakan solusi suatu
masalah, memperoleh pengertian juga pemahaman yang tepat atas
suatu pokok perkara dan mengemukakan penjabaran yang tepat dari
64
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, h. 16 65
Nasution, Metode Naturalistik Kualitatif (Bandung: Tarsito, 1988), dikutip dalam
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif (Cet. I; Bandung: Alfabeta, 2005), 88
25
kajian-kajian yang diadakan. Lebih lanjut Nasution mengatakan
bahwa tidak ada cara tertentu yang dapat diikuti untuk mengadakan
analisis, sehingga setiap peneliti harus mencari sendiri metode yang
dirasakan cocok dengan sifat penelitiannya. Bahan yang sama bisa
diklasifikasikan lain oleh peneliti yang berbeda.
Pandangan yang dikemukakan para ahli termasuk yang disebutkan
sebelumnya sekaligus mengisyaratkan urgensi analisis dokumen
dalam sebuah penelitian, demikian halnya dalam penelitian yang
menggunakan metode studi kepustakaan. Selain buku, dokumen
seperti otobiografi, memoar, catatan harian, surat pribadi, berita koran
dan artikel majalah dan buletin66
, merupakan referensi yang dapat
digunakan dalam metode penelitian ini.
Sebagaimana yang telah diulas bahwa dalam penelitian kualitatif
terdapat jenis penelitian kepustakaan dengan maksud mendiskripsikan
fenomena atau gejala yang diteliti. Salah satu cara analisa data dalam
penelitian kualitatif atau jenis library research adalah analisa
kebahasaan, karena yang akan diteliti adalam dokumen berupa teks.
Maka dalam penelitian ini penulis menggunakan alat analisis
linguistik atau ilmu balagah untuk bisa menggambarkan unsur,
bentuk, dan fenomena kebahasaan dalam ayat-ayat yang akan diteliti.
Berikut beberapa langkah analisis data dalam penelitian kepustakaan:
a. Mengklasifikasi, menulis, menelaah, sekaligus memahami
ayat-ayat yang membahasa kehancuran semesta alam. Seperti
gambaran hancurnya bumi, bintang berjatuhan, planet-planet
bertabrakan, dan istilah lainnya.
b. Mendaftar semua variable dan istilah yang perlu diteliti dalam
hal ini gaya elipsis dalam pengungkapan kiamat yang terdapat
pada ayat-ayat kiamat.
c. Mengidentifikasi macam uslûb elipsis dalam ayat-ayat kiamat
yang sudah dihimpun.
d. Mencari setiap variable tersebut berikut definisi setiap
variabel yang ada.
e. Deskripsi bahan-bahan yang diperlukan dari sumber-sumber
yang tersedia yang ada kaitannya dengan judul seperti buku-
buku tafsir, buku kebahasaan seperti balaghah, uslûb, dan
lainnya.
f. Mengecek semua bahan pustaka lalu kemudian melakukan
proses analisis.
66 Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Cet. VII; Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2010) 195
26
F. Sistematika Penulisan
Penelitian ini terdiri dari lima bab:
Bab kesatu menjelaskan tentang latar belakang masalah,
permasalahan, penelitian terdahulu yang relevan, tujuan, urgensi penelitian,
metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. Semua poin-poin di atas
berfungsi sebagai fondasi awal untuk memahami kajian dan penelitian yang
akan dibicarakan selanjutnya, pendahuluan dalam bab pertama tidak memuat
semua isi yang akan diuraikan namun sebagai pendahuluan67
. Karena sifatnya
sebagai pendahuluan maka patut diletakan diawal bab.
Bab kedua menjelaskan pengertian uslūb dan kiamat sebagai tema
besar kajian ini. Seperti definisi uslūb, uslūb dalam konteks budaya Arab,
keterkaitan uslūb sebagai fenomena linguistik, ruang lingkup kajian uslūb,
dan ditutup dengan karakteristik uslūb Al-Qur‟ān yang membahas kiamat.
Dalam bab ini penulis berusaha menggambarkan bahwa uslūb sebagai
fenoma bahasa manusia di jazirah Arab yang menjadi bahasa Al-Qur‟an
kemudian mencocokkan dengan disiplin ilmu linguistik atau balagah untuk
menganalisa bentuk uslub ayat-ayat kiamat. Sehingga analisa selanjutnya
sejalan dalam bab ini.
Bab ketiga membahas tentang objek penelitian dalam tesis ini yaitu
hazdf yang terdapat dalam ayat-ayat kiamat. Pada bab ini penulis
memaparkan dengan rinci kerangka teori yang akan menjadi objek penelitian
pada ayat-ayat kiamat yang menjelaskan tentang kehancuran semesta alam.
Bab kekempat adalah bab inti kajian yaitu hasil kajian hadzf al-fâʻil
dalam ayat-ayat kiamat tentang kehancuran dunia dengan pendekatan
desktiftif analitik menggunakan alat analisa linguistik dan ilmu balagah. Pada
bab ini penulis akan membahas bentuk-bentuk uslûb hadzf pada ayat-yat
kiamat sesuai dengan kerangka teori yang terbangun pada bab III. Kemudian
menganalisa verba yang terdapat hadzf guna mengetahui tujuan dan makna
yang timbul oleh pola hadzf ini berdasarkan pendapat-pendapat para ahli
dibidangnya.
Bab kelima adalah bab penutup yang berisi kritik, saran, rekomendasi,
dan kesimpulan untuk memudahkan dalam penyempurnaan, pemahaman dan
pengembangan kajian selanjutnya. Sehingga bab ini sangat cocok diletakkan
pada bab terakhir.
67
Lihat Lexy J Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, 2.
27
153
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan kajian pada bab-bab terdahulu, maka dapat diambil
beberapa kesimpulan sesuai dengan rumusan masalah yang sudah
ditentukan penulis, akan dijelaskan seperti berikut:
1. Ayat-ayat peristiwa kiamat yang tersebar dalam 12 surat dalam Al-
Qur‟ân terdiri dari 11 surat turun di Makkah dan sisanya termasuk
ayat madaniyyah. Hasil dari analisa ayat-ayat tersebut didapatkan tiga
jenis hadzf al-fâʻil yaitu yang pertama digunakan adalah hadzf pola
majhûl yang berjumlah 20 kata kerja dalam surat-surat tersebut
dengan rincian 7 ayat dalam surat at-takwîr, 1 ayat dalam surat al-fajr,
1 ayat dalam surat al-qamar, 3 ayat dalam surat al-mursalât, 2 ayat
dalam surat al-wâqiʻah, 3 ayat dalam surat an-naba‟, 1 ayat dalam
surat al-infithâr, 1 ayat dalam surat al-insyiqâq, dan 1 ayat dalam
surat al-zalzalah. Kedua pola muthâwaʻah yang kedua digunakan
dalam ayat-ayat peristiwa kiamat berjumlah 7 verba dalam surat-surat
tersebut dengan rincian 1 ayat dalam surat at-takwîr dan al-qamar, 2
ayat dalam surat al-infithâr, satu ayat dalam surat al-insyiqâq dan al-
zalzalah. Ketiga uslûb majâz al-ʻaqli uslûb yang terakhir digunakan
berjumlah 3 kalimat dalam ayat-ayat tersebut yaitu 1 ayat dalam surat
al-fajr, 1 ayat dalam surat al-qiyâmah, dan 1 ayat dalam surat al-
zalzalah. Jadi, ayat-ayat peristiwa kiamat dalam Al-Qur‟ân
menggunakan tiga macam uslûb hadzf al-fâʻil dari empat jenis.
2. Hasil kajian hadzf dalam ayat-ayat peristiwa kiamat menunjukkan
beberapa faedah yang menggambarkan struktur dan makna ayat
tersebut berikut akan dijelaskan:
a. Aspek struktur kalimat
Penggunaan uslûb hadzf pada ayat-ayat peristiwa kiamat
berimplikasi pada bentuk ayat menjadi ringkas, padat, berirama,
bersaja‟. Salah satu faktornya adalah pola tidak ditampilkan
pelaku sebenarnya dalam kalimat karena beberapa sebab dan
alasan. Yaitu sebagian besar disebabkan karena pelaku sudah
diketahui ( maʻlûm ), sehingga tidak perlu ditampilkan karena
tidak laik kata Allah dinisbatkan langsung kepadaNya dengan
perbuatan yang bersifat merusak meskipun Ia kuasa atas segala
sesuatu. Tanpa penyebutan langsung akan memberikan kesan
makna bahwa Allah swt maha kuasa. Kemudian berfungsi untuk
menjaga ritme saja‟ dalam ayat-ayat tersebut seperti dua akhiran
154
kata yang memiliki bunyi sama contoh kuwwirat, fujjirat, suyyirat
dan seterusnya. Dan ada juga yang disebabkan oleh ketiadaan
hubungan target dengan sasarannya sehingga pelaku tidak ada
kepentingan untuk ditampilkan dalam kalimat.
b. Aspek makna
Setelah dianalisa ayat-ayat peristiwa kiamat membuktikan bahwa
hadzf al-fâ‟il yang digunakan ayat-ayat tersebut memiliki
pengaruh terhadap penjelasan maksud ayat. Ayat pertama yaitu
penjelasan faktor utama kehancuran alam semesta yang akan
dimulai dengan kehancuran matahari terlebih dahulu seperti pada
ayat ( menggunakan uslûb hadzf al-fâʻil berpola (إذا الشمس كورت
majhûl untuk tujuan menarik perhatian terhadap peristiwa tanpa
harus mengetahui siapa pelakunya. Ayat ini seakan hendak
menarik perhatian lawan tutur bahwa peristiwa yang akan terjadi
adalah peristiwa maha dahsyat yang sangat menakutkan, yang
akan menjadi penyebab utama kehancuran benda-denda angkasa
lainnya. Begitu juga dengan ayat-ayat lain yang berpola seperti ini
seolah memberikan penjelasan yang utuh dan nyata sehingga
menarik perhatian lawan tutur. Kemudia pada ayat kedua berpola
muthâwaʻah seperti ayat ( (وإذا النجوم انكدرت tujuan pola uslûb ini
untuk menjelasan dampak dari faktor utama seperti penjelasan
ayat pertama, serta menjelaskan peristiwa tersebut terjadi secara
mekanik oleh sebab hukum alam atau faktor alam lainnya,
sehingga sejalan dengan uslûb yang pertama. Sebab itu ayat kedua
ini tidak berbentuk majhûl ( seperti pola ayat (وإذا النجوم كدرت
pertama. Hanya untuk menjelaskan dampak dari redupnya
matahari. Pola ini memberikan pemaknaan mekanik, peristiwa
tersebut terjadi secara tiba-tiba. Tapi ada juga yang bermakna
mubâlagah meskipun menggunakan pola muthâwaʻah. Terakhir,
yang ketiga menggunakan gaya pola majâz al-ʻaqli, pola pada
ayat tersebut untuk memberikan makna predikatif yang nyata
sebagai penegasan sebuah peristiwa, bahwa kiamat itu benar-
benar akan terjadi. Sehingga memberikan keyakinan pada kaum
musyrikin yang ingkar terhadap kebenaran peristiwa kiamat.
Bahwa kelak apa yang mereka ragukan, mereka ingkari akan
benar-benar terjadi. Maka, pola ini menjadikan konten ayat
tersebut selaras dengan khitâbnya. Begitulah tujuan uslûb
digunakan harus sesuai al-mauqif. Jadi fenomena uslûb-uslûb
dengan pola di atas dalam ayat-ayat peristiwa kiamat tersebut
memiliki makna sebagai pemusatan perhatian lawan tutur, sebagai
penjelasan peristiwa kiamat terjadi secara mekanik sesuai hukum
155
alam, dan sebagai penegasan terhadap lawan tutur yang
mengingkari serta meragukan kedatangan kiamat.
B. Saran dan Rekomendasi
1. Kajian ayat-ayat Al-Qur‟ân dengan konsep uslûb hadzf adalah
kajian yang masih jarang dilakukan, mungkin masih sebatas
kajian fenomena struktur bahasa tanpa menyentuh inti dari tujuan
gaya bahasa sendiri, yaitu makna. Karenanya bagi mereka yang
bergelut dibidang ilmu bahasa Arab dan mumpuni dapat
mengkajinya lebih detail dan lebih luas lagi.
2. Hasil penelitian ini tentu jauh dari kata sempurna, maka sangat
membutuhkan bimbingan, masukan, dan koreksi lanjutan untuk
kesempurnaan penelitiaan ini.
156
DAFTAR PUSTAKA
ad-Dimasyq, ʻImaduddin Abi al-Fidâ‟ Ismâʻil ibn Katsîr, Tafsîr Ibnu Katsir:
Tafsîr Al-Qur’ân al-Âdzîm, Tahqîq Musthafa as-Sayyid Muhammad
dkk, Muassasah Qurtubah.
al-Âdawi, Abi Abdillah Mushthâfa ibn, at-Tashîl li Ta’wîl at-Tanzîl: Tafsîr
Juz ʻAmma, tt.p : Maktabah ʻIlmiyyah, tt.
al-Ānī, Sāmi Makky, Silsilah kutub At-Tsaqofah lil ādāb wa Al-Ma’rifah; Al-
Islām wa As-Syi’ri, Kuwait: Majlis Wathaniyah, tt.
al-Hasyimi, Sayyid Ahmad, Jawahir Al-Adab, Beirut: Muassasah Al-
Ma‟arif. tt.
al-Husain, Abu Abdillah, Syarhu Al- Mu’allaqāt al As-Sab’i, Dār Alamiyah
Wa An-Nasyr, 1993.
al-Jāhizh, Abi Utsmān Amr bin Bahr, Al-Bayān wa Al-Tabyīn -Tahqīq
Abdussalam Muhammad Harun- Cairo: Maktabah Khanji, 1998.
al-Jârim, Ali dan Musthafa Amîn, al-Balâgah al-Wâdhihah, Cairo: Dâr al-
Maʻârif tt.
al-Jurjâni, Abdul Qâhir, Dalâil al-Iʻjâz,taʻlîq Muhammad Syâkir, Cairo:
maktab al-Khânji, 2004.
_______, Kitāb At-Ta’rifāt; As-Syi’ru, Beirut: Maktabah Lubnān,tt.
al-Kawwaz, Muhammad Karim, Kalām Allah, al-Janib asy-syafāhi min az-
zhāhirah Al-Qur’āniyah, London: Dar as-Saqi, 2002.
al-Khâlidi,“Hadzfu al-Fâʻil,”
https://platform.almanhal.com/Reader/Article/65033
Al-Qur‟ân al-Karîm, terj. Al-Qur‟ân in Word.
Amal, Taufik Adnan, Rekontruksi Sejarah Al-Qur’ān, Jakarta: Divisi Muslim
Demokrat, 2011.
Aminuddin, Drs. M.Pd., Semantik Pengantar Studi Tentang Makna, Sinar
Bari al-Gesindo, Bandung, 2003.
157
Anang Santoso, “ Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis dan Analisis
Wacana Kritis, dalam jurnal BAHASA DAN SENI, Tahun 36, Nomor 1,
Februari 2008.
Ansusa, D.I, Sajak Al-Qur’ān, Jakarta: GP Press, cet.I 2011.
ar-Rāfi‟i, Mushthofa Shādiq, tārikh ādab al-Arab, Beirut: Dār al-Kutub al-
„ilmiyyah, cet.I, 2000.
As-Samira‟i, Fadhlul Sholeh, Balaghatu al-Kalimati fi Al-Qur’ân, Baghdad:
Maktabah an-Nahdhah, cet II. 1427 H/2006M.
as-Shâbûni, Muhammad ʻAli, Safwatu at-Tafâsîr, Beirut: Dâr Al-Qur‟ân al-
Karîm.
as-Shufi, Mâhir Ahmad, al-Mausuʻah al-Kauniyyah al-Kubra, Ayâtullahi fi
al-Maut wa Nihâyat al-Kaunial wa Qiyâmi as-Sâʻah, Beirut: al-
Matabah al-ʻAshriyyah 2007.
as-Suyūthi, Jalāluddin „Abdu ar-Rahmān bin Abī Bakr, al-Itqān fī ‘Ulūm Al-
Qur’ān, Tahqīq Markazu ad-Dirāsāt Al-Qur’āniyah, juz I , (KSA:
Wizarāt as-Syu‟ūn al-Islāmiyah, t.t.
As-Syanqithy, Ahmad Amiīn, Al-Mu’allaqāt al-Asyr wa Akhbāru
syu’arāihā: Tarājum As-Syu’ārā, Dār An-Nashr li At-Thibā‟ah wa An-
Nasyar, tt.
as-Syaʻrawi , Muhammad Mutawalli, tafsîr as-Syaʻrawi, tt.p: Maktabah
ʻIlmiyyah,tt.
as-Syathi‟, „Aisyah Abdurahman Bintu, al-‘ijâz al-Bayâni li Al-Qurʻân ,
Cairo: Dār Maʻârif, tt.
at-Tsaʻâlabi, Abu Mansûr, al-Iʻjâz wa al-Îjâz, Mesir: tp. 1897.
az-Zamakhsyâri , Abi al-Qasim Mahmûd ʻUmar, al-Kassyâf an Haqâiqi
Gawamidhi at-Tanzîl wa ʻUyuni al-Aqâwîl, tahqîq ʻAdil Ahmad
Riyadh: Maktab al-Abikan, 1998.
az-Zarqany, Abdul „Adzim, Manāhil Al-Irfān fiī ulum Al-Qur’ān, Beirut: Dar
Al Kitab Al-Araby 1995.
158
Boullata, Issa J, Al-Qur’ân yang Menakjubkan, Ciputat: lentera Hati 2008.
Chaer, Abdul, linguistik umum, lihat juga liliana muliastuti,
PBIN4101/MODUl 1, bahasa dan linguistik.
Dhoyf, Syaqi, Tārīkh al-Adāb al-Araby; al-‘Ashru al-Jāhili, Cairo: Dār al-
Ma‟ārif, 2003.
Habib , “Gaya Bahasa Al-Qur‟ân: Daya tarik Al-Qur‟ân dari Aspek Bahasa,”
dalam Jurnal bahasa dan Sastra Arab, Vol. I No.2 Maret 2003, h.71
Hafni Nâshif dkk, Durûsu al-Balâgah, Pakistan: Makatabah al-Madînah,
2007.
Hanik Mahliatussikah, “ Penggunaan Gaya Bahasa Perbandingan dalam
Ayat-Ayat Al-Qur‟ân tentang Kiamat,” dalam Bahasa dan Seni, Tahun
32, No. 2 Agustus 2004.
Hassân ,Tammân, al-Ushûl, dirâsah efistimologia li al-fikr al-lughawi ʻinda
al-ʻArab, Beirut: Alam al-Kutub, 2000.
Hidayat, Prof. Dr. H.D., al-Balâgah li al-Jamîʻ, balagah untuk semua,
Semarang: Toha Putra, tt.
Hitti, Phillip K., History of The Arabs, terj. Cecep Lukman dan Dedi Slamet
Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2010.
http://kbbi.kata.web.id/stilistika/ .
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/11126
https://kbbi.web.id/kiamat diakses tanggal 15 mei 2018
https://kbbi.web.id/simile diakses 05 mei 2018
Ibu Manzhûr, Lisânu al-ʻArab tahqîq ‘Amir Ahmad Haidar, ( Beirut: Dâr al-
Kutub al-„Ilmiyyah, 2003.
Iʻrâb Al-Qur’ân al-Karîm, Beirut: Dâr an-Nafâis,tt.
159
Ismâʻil , Thâlib Muhammad, Hadzf al-Fâʻil baina al-Miʻyâriyah wa at-
Tathbîq fi Al-Qur’ân al-Karîm, Amman: Dâr Kunûz al-Maʻrifah al-
ʻIlmiyyah 2010.
Iyadh , Syukri Muhammad, madkhal ila ‘ilmi al-Uslūb, Giza Publik Library
1992.
Jārim, „Ali dan Musthfa Amīn, Syarah Al-Balaghah Al-Wādhihah, Dār Al-
Ma‟ārif, 1999.
Keraf, Gorys, Diksi dan gaya Bahasa, Jakarta: gramedia 2001
Khaironi , A. Shohib, Audhahu al-Manâhij fi Muʻjami Qawâʻidi al-Lugah al-
Arâbiyyah, Indonesia: WCM Press, 2008.
Khatib, Abdul Karim, I’jāz al-Qur’ān baina al-sabiqain dirāsah kasyifah,
tt.p: Dar Fikr Araby, cet I, 1974.
Leech, Geoferry, style in fiction, Great Britain: Pearson 2007.
____________, Language in Literature, New York: Routledge 2013
Manzhur, Ibnu, lisanu al-arab- kalimat salaba- , Cairo: Darul Ma‟arif, tt.
Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1996.
Mu‟jam al-Wasîth, Mesir: Maktabah Syurûq Dauliya, 2004
Muhammad , Umar, Uslûb Al-Qur’ân al-karîm: baina al-hidayah wa al-I’jaz
al-bayani, Beirut: Dār al-Makmun, 1994/1414H..
Muhammad, Abdullah bin, “Atsaru Al-Islām fi Maudū’āti As-Syi’ri Al-
Amawī”, Tesis, Jāmi‟ah Ummul Quro Saudi 1985.
Mulyana, Deddy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2010.
Muthollib , Muhammad Abdul, Al-balāgah wa Al-Uslūbiyah, Beirut:
Maktabah libanon, 1994.
Nasution, Metode Naturalistik Kualitatif , Bandung: Tarsito, 1988.
160
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif,Bandung: Alfabeta, 2005
Pasha, Ahmad Fuad, Dimensi Sains Al-Qur’ân: Menggali kandungan Ilmu
Pengetahuan dari Al-Qur’ân Terj. Muhammad Arifin, Solo: Tiga
Serangkai 2004.
Qolyubi, Syihabudin, Stilistika Al-Qur’ān: Makna dibalik Kisah Ibrahim,
Yogyakarta: Lkis 2009.
Quthb, Sayyid , at-Tashwȋir al-Fanni fi al-Qur’ān, Cairo: Dār Syurq 1968.
____________, fi zhilâli Al-Qur’ân di bawah naungan Al-Qur’ân terj. Asʻad
Yasin dan Abdul ʻAzis Basyarahil, Jakarta: Gema Insani Press, 2001
____________, at-Tashwir al-Fanni fi Al-Qur’ān, Cairo: Dar Syurq 1968.
Salām, Muhammad Zaghlu, al-adab fi ‘Ashri Fāthimi Asy-Syi’ru wa As-
Syu’arā, Iskandariah: Mansya al-Ma‟ārifah, t.t.
Salâm, Muhammad Zaglûl, Tsalâts Rasâil fi Iʻjâz Al-Qur’ân, Cairo: Dâr al-
Maʻârif, 2012.
Saqar, Sayyid Ahmad, Ta’wȋl Musykili Al-Qur’ān li ibni Qutaibah-ta‟liq
watahq Sayyid Ahmad Saqir-, Kairo: Dār At-Turost, 1873.
Sodiq, Ali, antropologi . model dialektika wahyu dan budaya, Yogyakarta:
Arus media,2008.
Sulaimân , Umar, al-Yaumu al-Akhir, al-Qiyâmah al-Kubra, Oman: Dâr an-
Nafâis, 1999
Sulaiman, Fathullah Ahmad, al-uslûbiyah; madkhal wa dirâsah
tathbiqiyyah, Cairo: al-Adab, 2004.
Syâhir, Musthafa, Uslûb al-Hadzf fi Al-Qur’ân al-Karîm, Ammân: Dâr al-
Fikr 2009
Syaikhun, Mahmud sayid, al-I’jaz fi Nazm Al-Qur’ân, Cairo: Maktabah
kuliyaat Azhariyah, cet I, 1398 H/1978M.
161
Syihabudin Qalyubi, kontribusi ‘ilm Uslūb dalam pemahaman komunikasi
politik, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2010
Tanzeh, Ahmad, Pengantar Metode Penelitian, Yogyakarta: Teras, 2009
Thâhir Sulaimân: Zhâhiratu al-Hadzf fi ad-Darsi al-Lughawi, Iskandariyah:
al-Dâr al-Jâmiʻiyyah, 1998.
Tim Lintas Media, Kamus Arab-Indonesia, Jombang: Lintas Media, tt.
Tim Tafsir Ilmiah ITB, Tafsir Salman: Tafsir Ilmiah Juz ʻAmma, Bandung:
Mizan Pustaka 2014.
https://sains.kompas.com/skenario.kehancuran.bumi.menurut.sains,
www.eramuslim.com/quransunnah/misteri kematian matahari di akses 26
juni 2018.
Wicaksono, Andri, Catatan Ringkas Stilistika, tt.p : Garudhawaca 2015.
www.kbbi.id/metonimia diakses tanggal 10 mei 2018
Zaid, Nasr Hamid Abu, tektualitas , tt.p: Lkis,tt.
Zaidān , Jurjī, Tārīkh at-Tamadu al-Islāmī, Lebanon: Dār Maktabah al-
Hikmah, t.t.
_________ , Tārikh ādab Al-Lughah al-Arabiyah, Cairo: Dār Al-Hilal, cet. I,
tt.
Zakariya , Husain Ahmad bin Fâris bin, Maqâyîs al-Lugah tahqîq
Abdussalâm Muhammad Hârûn, tt.p: Dâr al-Fikr, tt.
Zed, Mestika, Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta, Obor Indonesia, 2004
162
LAMPIRAN
Lampiran I: Tabel surat dan jumlah ayat-ayat tentang kiamat dalam buku
Masyâhid al-Qiyâmah karya Sayyid Quthb.
No Surah Surat Ayat Status Nuzul Jumlah
Ayat
1
al-Qolâm 42-43 makiyah 2 2
2
al-Muzammil 9- 19 ayat Makiyah 3 10
3
al-Mudasstir 8—51 Makiyah 4 44
4
al-Masad 1-5 Makiyah 6 5
5
at-Takwîr 1-14 Makiyah 7 14
6
al-Aʻla 1-15 Makiyah 8 5
7
al-Fajr 21-30 Makiyah 10 10
8
al-'Adiyât 1-11 Makiyah 14 11
9
ʻAbasa 33-42 Makiyah 24 10
10
al-Burûj 10-11 Makiyah 27 2
11
al-Qâriah 1-11 Makiyah 30 11
12
al-Qiyâmah 7-33 Makiyah 31 23
13
al-Humazah 1-9 Makiyah 32 9
14
al-Mursalât 1-50 Makiyah 33 50
15
Qof 19-35 Makiyah 34 15
16
at-Thâriq 1-14 Makiyah 36 14
17
al-Qamar 4-8, 45-50,54-
55 Makiyah
12
18
Shad 49-64 Makiyah 38 16
19
al-A'râf 1-31 Makiyah 39 17
20
Yasîn 48-67 Makiyah 41 20
21
al-Furqân 11-19, 21-29,
34 Makiyah 42 19
22
al-Fâthir 33-37 makiyah 43 5
23
Maryam 61-63, 68-72,
85-87, 96 Makiyah 44 12
24
Thâha 74-76 Makiyah 45 18
25
al-Wâqi'ah 1-56, 83-94 Makiyah 46 67
26
as-Syu'arâ‟ 90-102 Makiyah 47 13
163
27
an-Naml
82-
85,86,87,88,89-
90
makiyah 48 9
28
al-Qashash 41-42, 62-
66,74-75,83 Makiyah 49 10
29
al-Isrâ‟ 8,13-14,52,71-
72,97 Makiyah 50 7
30
Yânus 9-10,26-27,28-
30,45,54 Makiyah 51 10
31
Hâd 18,96-99,102-
108 Makiyah 52 12
32
al-Hijr 42-44,45-48 Makiyah 54 7
33
al-An'âm
15-16,22-
24,27-29,30-
31,128-130
Makiyah 55 13
34
as-Shâffât
Makiyah 56 8
35
Luqmân
Makiyah 57 2
36
Saba‟
Makiyah 58 11
37
Ghâfir
Makiyah 60 14
38
az-Zumâr
Makiyah 59 15
39
Fusshilat
Makiyah 61 15
40
as-Syura
Makiyah 62 5
41
az-Zukhruf
Makiyah 63 16
42
ad-Dukhân
Makiyah 64 19
43
al-Jâstiah
Makiyah 65 9
44
al-Ahqâf
makiyah 66 2
45
adz-Zâriyaat
Makiyah 67 10
46
al-Ghâsyaih
Makiyah 68 16
47
al-Kahfi
Makiyah 69 8
48
an-Nahl
Makiyah 70 13
49
Ibrâhim
Makiyah 72 11
50
al-Anbiyâ‟
Makiyah 73 11
51
al-Mukminûn
Makiyah 74 17
52
as-Sajdah
Makiyah 75 3
53
at-Thûr
Makiyah 76 28
54
al-Mulk
Makiyah 77 10
55
al-Hâqoh
Makiyah 78 37
56
al-Ma'ârij
Makiyah 79 21
164
24
an-Nabâ‟
Makiyah 80 24
58
an-Nâziʻât
makiyah 81 27
59
al-Infithâr
Makiyah 82 19
60
al-Insyiqâq
Makiyah 83 15
61
Arrûm
Makiyah 84 8
62
al-Ankabût
Makiyah 85 3
63
al-Muthaffifin
Makiyah 86 30
64
al-Baqarah
Madaniyah 87 6
65
Ali Imrân
Madaniyah 89 7
66
al-Ahzâb
madaniyah 90 3
67
an-Nisâ‟
Madaniyah 92 6
68
al-Zalzalah
Madaniyah 93 8
69
al-Hadîd
Madaniyah 94 5
70
Muhammad
Madaniyah 95 1
71
ar-Ra'du
Madaniyah 96 4
72
ar-Rahmân
madniyah 97 42
73
al-Insân
Madniyah 98 21
74
an-Nûr
Madnaiyah 102 3
75
al-Haj
Madaniyah 103 8
76
al-Mujâdalah
Madniyah 105 1
77
at-Tahrîm
Madaniyah 107 3
78
at-Taghâbun
Madaniyah 108 2
79
al-Mâidah
madaniyah 112 7
80
at-Taubah
Madaniyah 113 2
165
Lampiran II: Tabel surat dan jumlah ayat-ayat tentang kahancuran jagad
raya (peristiwa kiamat).
No Surah Surat Ayat Status Jumlah
Ayat
1 81 at-Takwîr 1-14 Makiyyah 14
2 89 al-Fajr 21-23 Makiyyah 3
3 75 al-Qiyâmah 7-10 Makiyyah 4
4 77 al-Mursalât 8-15 Makiyyah 8
5 54 al-Qamar 1 Makiyyah 1
6 56 al-Wâqiʻah 4-5 Makiyyah 2
7 44 ad-Dukhân 10 Makiyyah 1
8 78 an-Nab‟ 17-20 Makiyyah 4
9 82 al-Infithâr 1-3 Makiyyah 3
10 84 al-Insyiqâq 1-4 Makiyyah 4
11 99 al-Zalzalah 1-4 Madaniyyah 4
12 55 ar-Rahmân 37 Makiyyah 1
166
Lampiran III: Tabel uslûb hadzf al-fâʻil pada ayat-ayat peristiwa kiamat.
No Surat
Uslûb Hadzf al-Fâʻil
Majhûl Muthâwaʻah Majaz al-
ʻAqli
Dalâlah al-
Maqâm
1 at-Takwîr
إذا ٱلشمس - كورت
وإذا ٱلجبال - سي رت
وإذا ٱلعشار - عطلت
وإذا ٱلوحوش - حشرت
وإذا ٱلبحار - سجرت
وإذا ٱلن فوس - زوجت
ء وإذا ٱلسما- كشطت
وإذا ٱلنجوم - ٱنكدرت
2 al-Fajr
إذا دكت ك - ٱلأرض دكا دكا
وجاء ربك - وٱلملك صفا صفا
3 al-
Qiyâmah
وجمع - ٱلشمس وٱللمر
فإذا برق - ٱلب ر
167
4 al-Mursalât
فإذا ٱلنجوم - طمست
ء وإذا ٱلسما- فرجت
وإذا ٱلجبال - نسفت
5 al-Qamar
ٱقت ربت - ٱلساعة
وٱنش ٱللمر -
6 al-Wâqiʻah
إذا رجت - ٱلأرض رجا
وبست - ٱلجبال بسا
7 ad-Dukhân
8 an-Nab‟
م ينفخ في يو-تون ٱل ور ف تأ أفواجا
وفتحت - ء فكانتٱلسما أبوبا
وسي رت - ٱلجبال فكانت
سرابا
168
9 al-Infithâr
وإذا ٱلبحار - فجرت
ء إذا ٱلسما- ٱنفطرت
وإذا ٱلكواكب - ٱنتث رت
10 al-Insyiqâq ض وإذا ٱلأر-
مدت
ء إذا ٱلسما- ٱنشلت
11 al-Zalzalah
إذا زلزلت - ض زلزال ٱلأر
وأخرجت - ض أثلالها ٱلأر
مئذيو-تحدث أخبارها
12 ar-Rahmân