Urtikari Internet
Transcript of Urtikari Internet
I. Definisi :
Urtikaria adalah penyakit kulit yang sering dijumpai, dapat terjadi secara akut maupun kronik.
Merupakan reaksi vascular di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai dengan
edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan, warnanya pucat dan kemerahan,
meninggi di permukaan kulit, dan sekitarnya dapat dikelilingi halo. Nama lain urtikaria adalahhives,
nettle rash, biduran, dan kaligata.
Penderita biasanya mengeluh merasa gatal, rasa tersengat atau tertusuk. Urtika yang mengenai
lapisan kulit yang lebih dalam daripada dermis disebut angioedema. Angioedema dapat terjadi di
submukosa atau di subkutis, juga dapat mengenai saluran nafas, saluran cerna, dan organ
kardiovaskuler.
II. Epidemiologi :
Urtikaria dijumpai pada semua umur, tapi lebih sering terjadi pada orang dewasa daripada orang
muda. Sheldon (1951), mengatakan bahwa biasanya urtikaria dijumpai rata-rata pada usia 35
tahun, dan jarang dijumpai pada usia <10 tahun atau >60 tahun. Jumlah laki-laki dan wanita yang
menderita urtikaria relatif sama.
Penderita atopi lebih mudah mengalami urtikaria dibandingkan dengan orang normal. Obat yang
sering menimbulkan urtikaria adalah penisilin.
III. Etiologi :
Hampir 80% urtikaria tidak diketahui penyebabnya. Tapi diduga dikarenakan oleh : obat, makanan,
gigitan/sengatan serangga, fotosensitizer, inhalan, kontaktan, trauma fisik, infeksi dan infestasi
parasit, psikis, genetic, dan penyakit sistemik.
Obat
Obat dapat menimbulkan urtikaria baik secara imunologik maupun non-imunologik. Pada
umumnya obat sistemik menimbulkan urtikaria secara imunologik tipe I atau II, contohnya : obat
golongan penisilin, sulfonamide, analgesik, pencahar, hormon, dan diuretik.
Obat yang secara non-imunologik langsung merangsang sel mast untuk melepaskan histamine,
misalnya : codein, opium dan zat kontras. Aspirin menimbulkan urtikaria karena menghambat
sintesis prostaglandin dan asam arakidonat.
Makanan
Makanan lebih berperan menyebabkan urtikaria yang akut, prosesnya melalui reaksi imunologik.
Urtika alergika sering terjadi karena makanan yang berupa protein atau makanan yang
mengandung zat warna, penyedap rasa, dan bahan pengawet. Contoh makanan yang sering
menyebabkan urtikaria adalah : telur, ikan, kacang, udang, coklat, tomat, arbei, babi, keju,
bawang, dan semangka. Dan bahan yang dicampurkan seperti asam nitrat, asam benzoate, ragi,
salisilat, dan obat penisilin. Menurut Champion (1969), ± 2 % urtikaria kronik disebabkan oleh
sensitasi terhadap makanan.
Gigitan/sengatan serangga
Gigitan serangga dapat menimbulkan urtikaria setempat. Proses ini diperantarai oleh IgE (tipe I)
dan tipe selular (tipe IV). Tapi venom dan toksin bakteri biasanya juga dapat mengaktifkan
komplemen.
Nyamuk, kepinding, dan serangga lainnya biasanya menimbulkan urtikaria bentuk papular di
sekitar tempat gigitan. Urtikaria ini biasanya sembuh sendiri setelah beberapa hari, minggu, atau
bulan.
Fotosensitizer
Contoh bahan fotosensitizer adalah griseofulvin, fenotiazin, sulfonamide, bahan kosmetik, dan
sabun gentamicid. Bahan-bahan ini sering menimbulkan urtikaria.
Inhalan
Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, bulu binatang dan aerosol pada
umumnya menimbulkan urtikaria alergik (tipe I). Reaksi ini sering dijumpai pada penderita atopi
dan disertai gangguan nafas.
Kontaktan
Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria adalah kutu binatang, serbuk tekstil, air liur
binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia (misalnya : insect repellent/ penangkis
serangga), dan bahan kosmetik. Bahan-bahan tersebut menembus kulit dan menimbulkan
urtikaria. Trauma fisik
Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin (contohnya : berenang, memegang benda yang
dingin), faktor panas (contohnya : sinar matahari, sinar UV, radiasi dan panas pembakaran), faktor
tekanan (contohnya : goresan, pakaian ketat, ikat pinggang, air yang menetes atau semprotan air,
vibrasi dari tekanan berulang seperti pijatan), keringat, pekerjaan berat, demam, dan emosi dapat
menyebabkan urtikaria fisik. Prosesnya dapat secara imunologi maupun non-imunologi.
Biasanya urtikaria ini terjadi pada tempat yang mudah terkena trauma. Pada orang-orang tertentu,
dapat timbul urtikaria setelah goresan benda tumpul beberapa menit sampai beberapa jam
kemudian. Fenomena ini disebut dermografisme atau fenomena Darier.
Infeksi dan infestasi parasit
Infeksi dapat menimbulkan urtikaria , misalnya infeksi bakteri, virus, jamur, infestasi parasit.
Contoh infeksi bakteri : infeksi tonsil, infeksi gigi, sinusitis. Masih belum diketahui apakah urtikaria
timbul karena toksin bakteri atau oleh sensitasi. Contoh infeksi virus : infeksi virus Coxsackie, virus
hepatitis, mononucleosis. Pada urtikaria yang ididopatik perlu dipikirkan kemungkinan infeksi virus
subklinis. Contoh infeksi jamur : infeksi Candida, dermatofit. Contoh infeksi parasit : cacing pita,
cacing tambang, cacing gelang, Schistosoma atau Echinococcus. Psikis
Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan peningkatan permeabilitas dan
vasodilatasi kapiler. Hampir 11,5% penderita urtikaria menunjukkan gangguan psikis.
Genetik
Faktor genetik juga berperan penting dalam urtikaria, walaupun jarang menunjukkan penurunan
genetik secara autosomal dominan. Contoh urtikaria karena faktor genetik adalahfamilial cold
urticaria, familial localized heat urticaria, heredo-familial syndrome of urticaria deafness and
amyloidosis, dan erythropoetic protoporphyria. Penyakit sistemik
Penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria, reaksinya lebih sering disebabkan
oleh reaksi kompleks antigen-antibodi. Penyakit vesiko-bulosa, misalnya pemfigus dan dermatitis
herpetiformis Duhring sering menimbulkan urtikaria.
Sekitar 7-8% penderita lupus eritematosus sistemik dapat mengalami urtikaria. Penyakit sistemik
lain yang sering disertai urtikaria antara lain : limfoma, hipertiroid, hepatitis, urtikaria pigmentosa,
arthritis pada demam rheumatic, dan arthritis rheumatoid juvenilis.
IV. Klasifikasi :
Berdasarkan lamanya serangan berlangsung :
Urtikaria akut :
Serangan berlangsung kurang dari 6 minggu, atau serangan berlangsung selama 4 minggu
tetapi timbul setiap hari. Lebih sering terjadi pada anak muda, terutama laki-laki.
Penyebabnya mudah diketahui.
Urtikaria kronis :
Bila serangan berlangsung lebih lama dari urtikaria akut.
Lebih sering terjadi pada wanita usia pertengahan.
Penyebabnya sulit diketahui. Tapi ada kecenderungan urtikaria lebih sering diderita oleh
penderita atopik.
Berdasarkan morfologi klinis :
Urtikaria popular : berbentuk papul
Urtikaria gutata : besarnya sebesar tetesan air
Urtikaria girata : bila ukurannya besar-besar.
Urtikaria anular
Urtikaria asinar
Berdasarkan luasnya dan dalamnya jaringan yang terkena :
Urtikaria local
Urtikaria generalisata
Angioedema : urtikaria yang mengenai lapisan kulit yang lebih dalam daripada dermis. Angioedema
dapat di submukosa atau di subkutis, juga dapat mengenai saluran nafas, saluran cerna, dan organ
kardiovaskuler.
Berdasarkan penyebab dan mekanisme terjadinya :
Urtikaria imunologik
Bergantung pada IgE (reaksi alergi tipe I) :
Pada atopi
Antigen spesifik : polen, obat, venom
Ikut sertanya komplemen :
Pada reaksi sitotoksik (reaksi alergi tipe II)
Pada reaksi kompleks imun (reaksi alergi tipe III)
Defisiensi C1 esterase inhibitor (genetik)
Reaksi alergi tipe IV : urtikaria kontak
Urtikaria non-imunologik
Langsung memacu sel mast sehingga terjadi pelepasan mediator, misalnya : obat golongan
opiate dan bahan kontras. Bahan yang menyebabkan perubahan metabolism asam arakidonat, misalnya : aspirin, obat
anti-inflamasi non-steroid, golongan azodyes. Trauma fisik, misalnya : dermografisme, rangsangan dingin, panas atau sinar, dan bahan
kolinergik. Urtikaria idiopatik, yaitu urtikaria yang tidak jelas penyebab dan mekanismenya.
V. Patogenesis :
Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang meningkat, sehingga terjadi
transudasi cairan yang mengakibatkan pengumpulan cairan setempat. Sehingga secara klinis akan
tampak edema setempat disertai kemerahan.
Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat pelepasan mediator-
mediator seperti histamine, kinin, serotonin, slow reacting substance of anaphylaxis (SRSA), dan
prostaglandin oleh sel mast dan atau basofil. Selain itu, ada juga inhibisi proteinase oleh enzim
proteolitik, misalnya kalikrin, tripsin, plasmin, dan hemotripsin di dalam sel mast. Baik faktor
imunologik maupun imunologik dapat merangsang sel mast atau basofil untuk melepaskan
mediator.
Pada proses non-imunologik, siklik AMP (adenosine mono phosphate) memerankan peranan
penting dalam pelepasan mediator. Beberapa bahan kimia seperti golongan amin dan derivate
amidin, obat-obatan seperti morfin, kodein, polimiksin, dan beberapa antibiotil berperan pada
keadaan ini. Bahan kolinergik (misalnya asetilkolin) dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit dan
langsung dapat mempengaruhi sel mast untuk melepaskan mediator.
Faktor fisik (misalnya panas, dingin, trauma tumpul, sinar X, dan pemijatan) dapat secara langsung
merangsang sel mast. Beberapa keadaan seperti demam, panas, emosi, dan alcohol dapat juga
merangsang pembuluh darah kapiler secara langsung, sehingga terjadi vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas.
Faktor imunologik lebih berperan pada urtikaria yang akut daripada urtikaria yang kronik, biasanya
IgE terikat pada permukaan sel mast dan atau sel basofil karena adanya reseptor Fc. Bila ada
antigen yang sesuai berikatan dengan IgE, maka terjadi degranulasi sel dan dilepaskan mediator.
Keadaan ini tampak jelas pada reaksi tipe I (anafilaksis), misalnya alergi obat dan makanan.
Komplemen juga ikut berperan dalam patogenesa urtikaria. Aktivasi komplemen secara klasik
maupun secara alternative dapat menyebabkan pelepasan anafilaktoksin (C3a, C5a) yang mampu
merangsang sel mast dan basofil. Misalnya pada kasus urtikaria akibat venom atau toksin bakteri.
Ikatan dengan komplemen juga terjadi pada urtikaria akibat reaksi sitotoksik dan kompleks imun,
pada keadaan ini juga dilepaskan zat anafilatoksin. Urtikaria akibat kontak dapat juga terjadi,
misalnya setelah pemakaian bahan penangkis serangga, bahan kosmetik, dan sefalosporin.
Kekurangan C1 esterase inhibitor secara genetik menyebabkan edema angioneurotik yang
herediter.
VI. Gejala Klinis :
Biasanya pasien mengeluh gatal, rasa terbakar, atau tertusuk. Secara klinisnya tampak eritema
dan edema setempat berbatas tegas, kadang-kadang bagian tengahnya tampak lebih pucat.
Bentuknya dapat popular seperti pada urtikaria akibat gigitan serangga, besarnya dapat lentikular,
numular, sampai plakat.
Bila urtikaria mengenai jaringan yang lebih dalam sampai ke dermis dan jaringan submukosa atau
subkutan, dan juga beberapa alat dalam misalnya saluran cerna dan saluran nafas, maka
disebut angioedema. Angioedema biasanya terjadi di muka, disertai sesak nafas, serak dan rhinitis.
Pada urtikaria karena goresan benda tumpul, dermografisme berupa edema dan eritema yang
linear di kulit yang terkena goresan akan timbul dalam waktu kurang lebih 30 menit. Pada urtikaria
akibat tekanan, urtika timbul pada tempat yang tertekan, misalnya di sekitar pinggang.
Urtikaria akibat penyinaran biasanya pada gelombang 285-320 nm dan 400-500 nm, timbulnya
setelah 18-72 jam penyinaran. Klinisnya berbentuk urtikaria popular. Kira-kira 7-17% urtikaria
kronik disebabkan oleh faktor fisik, contohnya : dingin, panas, tekanan, dan penyinaran. Umumnya
terjadi pada dewasa muda, episodenya singkat dan biasanya kurang baik responnya terhadap
terapi kortikosteroid.
Urtikaria kolinergik dapat timbul jika suhu tubuh meningkat, pengaruh emosi, makanan yang
merangsang, dan pekerjaan berat. Biasanya sangat gatal. Urtikaria bervariasi dari beberapa mm
sampai numular dan konfluen membentuk plakat. Jika urtikarianya berat, sering disertai dengan
gangguan sistemik seperti nyeri perut, diare, muntah-muntah dan nyeri kepala. Biasanya urtikaria
berat ini dijumpai pada usia 15-25 tahun. Urtikaria yang timbul karena obat atau makanan, pada
umumnya timbul secara akut dan generalisata.
VII. Diagnosis Penunjang :
Diagnosis urtikaria dapat mudah ditegakkan melalui anamnesis yang teliti dan pemeriksaan klinis.
Tapi dapat dilakukan beberapa pemeriksaan untuk membuktikan penyebabnya.
1. Pemeriksaan darah, urine dan faeces rutin : untuk menilai ada tidaknay infeksi yang tersembunyi atau
kelainan pada organ dalam. Cryoglobulin dan cold hemolysin perlu diperiksa pada dugaan urtikaria
dingin.
2. Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tengggorok, serta usapan vagina : untuk menyingkirkan adanya infeksi
fokal.
3. Pemeriksaan kadar IgE, eosinofil dan komplemen.
4. Tes kulit : untuk membantu diagnosis. Uji gores (scratch test), uji tusuk (prick test) dan tes intradermal
dapat digunakan untuk mencari allergen inhalan, maknan, dermatofit dan candida.
5. Tes eliminasi makanan : dengan cara menghentikan semua makanan yang dicurigai untuk beberapa
waktu, lalu mencobanya kembali satu demi satu.
6. Pemeriksaan histopatologik : pemeriksaan ini tidak selalu diperlukan, tapi dapat membantu diagnose.
Biasanya terdapat kelainan berupa pelebaran kapiler di papila dermis, geligi epidermis mendatar dan
serat kolagen membengkak. Pada tingkat permulaan tidak tampak infiltrasi selular, sedangkan pada
tingkat lanjut terdapat infiltrasi leukosit, terutama di sekitar pembuluh darah.
7. Tes foto tempel : dilakukan pada urtikaria fisik akibat sinar.
8. Suntikan mecholyl intradermal : digunakan pada diagnosis urtikaria kolinergik.
9. Tes dengan es (ice tube test).
10. Tes dengan air hangat.
VIII. Diagnosis dan Diagnosis Banding :
Urtikaria kronik harus dibedakan dengan purpura anafilaktoid, pitiriasis rosea berbentuk popular,
dan urtikaria pigmentosa.
IX. Pengobatan :
Pengobatan yang paling ideal adalah mengobati penyebab atau bila mungkin menghindari
penyebab yang dicurigai. Bila tidak mungkin, setidaknya diusahakan mengurangi penyebab
tersebut, diusahakan untuk tidak menggunakan dan tidak berkontak dengan penyebabnya.
Pada penderita urtikaria perlu diberikan antihistamin untuk mengurangi gatal. Cara kerja
antihistamin yaitu dengan menghambat histamin pada reseptor-reseptornya. Antihistamin
dikelompokkan menjadi 2, yaitu : antagonis reseptor H1 (antihistamin 1, AH1) dan reseptor H2(AH2).