Urt Ikaria

26
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR Oleh: ST. HUZAIFAH 10542 0318 11 RIZKA AULIYAH 10542 0326 11 PEMBIMBING : dr. H. A. Amal Alamsyah Makmur, M.Si, Sp.KK DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITRAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR URTIKARIA REFERAT 2016

description

urtikaria

Transcript of Urt Ikaria

Page 1: Urt Ikaria

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

Oleh:

ST. HUZAIFAH 10542 0318 11

RIZKA AULIYAH 10542 0326 11

PEMBIMBING :

dr. H. A. Amal Alamsyah Makmur, M.Si, Sp.KK

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITRAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2016

URTIKARIA

REFERAT2016

Page 2: Urt Ikaria

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : St. Huzaifah 10542 0318 11

Rizka Auliyah 10542 0326 11

Judul Referat : Urtikaria

Telah menyelesaikan tugas Laporan Kasus dalam rangka Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, April 2016

Pembimbing

dr. H. A. Amal Alamsyah Makmur, M.Si, Sp.KK

Page 3: Urt Ikaria

A. PENDAHULUAN

Dalam sejarahnya, urtikaria dikenal pertama kali oleh para pengamat dibidang

medis seperti Hippocrates, Pliny dan Celsus. Terminologi urtikaria pertama kali

dipergunakan secara luas pada abad 18 Masehi. Urtikaria dikenal juga sebagai penyakit

kulit dengan bintul-bintul kemerahan sebagai akibat proses alergi. Bentuk kelainan

klinisnya bervariasi dengan ukuran beberapa milimeter hingga berdiameter beberapa

sentimeter. Lesi ini bisa bersifat terlokalisir seperti pada urtikaria fisik, meluas atau

menggabung menjadi satu membentuk giant urticaria. Serangan urtikaria bisa terus

menerus atau munculnya kadang-kadang saja. Biasanya berlangsung sekitar 30 menit

hingga beberapa hari. Secara umum keluhan pasien urtika hanya merasa gatal, tetapi

pada episode serangan urtikaria yang berat dapat mengeluhkan badan terasa lelah,

gangguan pencernaan, dan menggigil.1

Secara imunologik, dari data yang dikumpukan sejak tahun 1987. Urtikaria dapat

terjadi pada semua jenis kelamin dan berbagai kelompok umur, pada umumnya sering

terjadi pada usia dewasa muda. Dikenal ada dua macam bentuk klinik urtikaria, yaitu

bentuk akut dan kronik.2

B. DEFENISI

.Urtikaria adalah reaksi vaskuler pada kulit, ditandai dengan adanya edema

setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat atau

kemerahan, umumnya dikelilingi halo kemerahan (flare) dan disertai rasa gatal yang

berat, rasa tersengat atau tertusuk. Angioedema ialah urtikaria yang mengenai lapisan

kulit yang lebih dalam daripada dermis, dapat di submukosa atau subkutis, juga dapat

mengenai saluran napas, saluran cerna dan organ kardiovaskular. Urtikaria dikenal juga

dengan istilah Hives, nettle rash, biduran, kaligata.3

Page 4: Urt Ikaria

Urtikaria merupakan reaksi kulit yang bersifat episodik dan sembuh sendiri yang

ditandai dengan bilur-bilur setempat pada kulit yang dikelilingi daerah eritema.

angioedema merupakan erupsi dermal dan subkutan yang menimbulkan bilur-bilur yang

lebih dalam dan lebih lebar (biasanya pada tangan, kaki, bibir, alat genital, dan kelopak

mata) dan dapat terjadi pembengkakan yang lebih difus pada jaringan subkutan yang

longgar.4

Urtikaria dan angiodema merupakan edema non-pitting yang dapat terjadi secara`

tersendiri dan bersamaan. Episode urtikaria/angiodema yang berlangsung kurang dari 6

minggu disebut urtikaria/angiodema akut. Dan bila bila proses tersebut menetap lebih

dari 6 minggu disebut urtikaria/angiodema kronik.1

C. EPIDEMIOLOGI

Urtikaria dan angiodema sering di jumpai pada semua umur, orang dewasa lebih

banyak mengalami urtikaria dibandingkan dengan usia muda. SHELDON (1951),

menyatakan bahwa umur rata-rata penderita urtikaria ialah 35 tahun, jarang dijumpai

pada umur kurang dari 10 tahun atau lebih dari 60 tahun.3

Urtikaria dan angiodema merupakan reaksi alergi yang sering dijumpai dan

terjadi pada 20 % populasi umum.4

Ditemukan 40% bentuk urtikaria saja, 49% urtikaria bersama-sama dengan

angiodema, dan 11% angioedema saja. Lama serangan berlangsung bervariasi, ada yang

lebih dari 1 tahun, bahkan ada yang lebih dari 20 tahun. Penderita atopi lebih mudah

mengalami urtikaria dibandingkan dengan orang normal. Tidak ada perbedaan jenis

kelamin, baik laki-laki maupun wanita. Umur, ras, jabatan atau pekerjaan, letak geografis

Page 5: Urt Ikaria

dan perubahan musim dapat mempengaruhi hipersensitivitas yang diperankan oleh IgE.

Penisilin tercatat sebagai obat yang lebih sering menimbulkan urtikaria.3

D. ETIOLOGI

Pada penyelidikan ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya. Diduga

penyebab urtikaria bermacam-macam, yaitu : 3

1. Obat

Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara

imunologik maupun nonimunologik. Contohnya ialah obat-obat golongan penisilin,

sulfoniamid, analgesik, pencahar, hormon, dan diuretik. Adapula obat yang secara

nonimunologik langsung merangsang sel mast untuk melepaskan histamin, misalnya

kodein, opium, dan zat kontras. Aspirin menimbulkan urtikaria karena menghambat

sintesis prostaglandin dari asam arakidonat.

2. Makanan

Makanan berperan penting pada urtikaria akut akibat reaksi imunologik.

Makanan menyebabkan urtikaria alergika. Contoh makanan yang sering

menimbulkan urtikaria ialah telur, ikan, kacang, udang, coklat, tomat, arbei, babi,

keju, bawang, dan semangka; bahan yang dicampurkan seperti asam nitrat, asam

benzoat, ragi, salisilat, dan penisilin. CHAMPION 1969 melaporkan ± 2% urtikaria

kronik disebabkan sensitisasi terhadap makanan.

3. Gigitan atau sengatan serangga

Gigitan/sengatan serangga dapat menimbulkan urtikaria setempat, agaknya

hal ini lebih banyak diperantarai oleh ige (tipe I) dan tipe seluler (tipe IV). Tetapi

venom dan toksin bakteri, biasanya dapat pula mengaktifkan komplemen. Nyamuk,

kepinding, dan serangga lainnya, menimbulkan urtika bentuk popular di sekitar

Page 6: Urt Ikaria

tempat gigitan, biasanya sembuh dengan sendirinya setelah beberapa hari, minggu,

atau bulan.

4. Bahan fotosensitizer

Bahan semacam ini, misalnya griseofulvin, fenotiazin, sulfonamid, bahan

kosmetik, dan sabun germisid sering menimbulkan urtikaria.

5. Inhalan

Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, bulu binatang,

dan aerosol, umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik (tipe I). Reaksi

ini sering dijumpai pada penderita atopi dan disertai gangguan napas.

6. Kontaktan

Kutu binatang, serbuk tekstil, air liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-

buahan, bahan kimia, adalah kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria.

7. Trauma fisik

Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, yakni berenang atau memegang

benda dingin; faktor panas, misalnya sinar matahari, sinar U.V., radiasi dan panas

pembakaran; faktor tekanan, yaitu goresan, pakaian ketat, ikat pinggang, air yang

menetes atau semprotan air, dan juga tekanan yang berulang-ulang.

8. Infeksi dan infestasi

Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi

bakteri, virus, jamur, maupun infestasi parasit.

9. Psikis

Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan

peningkatan permeabilitas dan vasodilatasi kapiler. Ternyata hampir 11,5%

penderita urtikaria menunjukkan gangguan psikis. Penyelidikan memperlihatkan

Page 7: Urt Ikaria

bahwa hypnosis dapat menghambat eritema dan urtikaria. Pada percobaan induksi

psiskis, ternyata suhu kulit dan ambang rangsang eritema meningkat.

10. Genetik

Faktor genetik ternyata berperan penting pada urtikaria dan angioedema,

walaupun jarang menunjukkan penurunan autosomal dominan. Di antaranya ialah

angioneurotik edema herediter, familial cold urticaria, familia localized heat

urticaria, vibratory angioedema, heredo-familial syndrome of urticaria deafness and

amyloidosis, dan erythropoietic protoporphyria.

11. Penyakit sistemik

Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria,

reaksi lebih sering disebabkan reaksi kompleks antigen-antibodi. Penyakit vesiko-

bullosa, misalnya pemfigus dan dermatitis herpetiformis atau Duhring’s disease,

sering menimbulkan urtikaria. Sejumlah 7-9% penderita lupus eritematosus sistemik

dapat mengalami urtikaria. Beberapa penyakit sistemik yang sering disertai urtikaria

antara lain limfoma, hipertiroid, hepatitis, urtikaria pigmentosa, artritis pada demam

reumatik, dan artritis reumatoid juvenilis.

E. KLASIFIKASI

Terdapat bermacam-macam penggolongan urtikaria, berdasarkan lamanya

serangan berlangsung dibedakan urtikaria akut dan kronik. Disebut akut bila serangan

berlangsung kurang dari 6 minggu, atau berlangsung selama 4 minggu tetapi timbul

setiap hari; bila melebihi waktu tersebut digolongkan sebagai urtikaria kronik. Urtikaria

akut lebih sering terjadi pada anak muda, umumny laki-laki lebih sering daripada

perempuan. Urtikaria kronik lebih sering pada wanita usia pertengahan, penyebab

urtikaria akut lebih mudah diketahui, sedangkan urtikaria kronik lebih mudah

ditemukan.3

Page 8: Urt Ikaria

Berdasarkan durasi penyakit, urtikaria dikelompokkan menjadi urtikaria akut dan

urtikaria kronik. Urtikaria disebut akut bila serangan berlangsung kurang dari enam

minggu dan dikatakan kronik bila serangan berlangsung hampir tiap hari atau paling

sedikit dua kali dalam seminggu, dan berlangsung selama enam minggu atau

lebih .Penyebab urtikaria akut secara umum diketahui, sedangkan 70-80% penyebab

urtikaria kronik (UK) belum diketahui, sehingga digolongkan sebagai urtikaria kronik

idiopatik (UKI).. Sejak 20 tahun terakhir ternyata pada 35-50% kasus yang selama ini

disebut UKI, dalam tubuh pasien ditemukan autoantibodi, sehingga disebut urtikaria

autoimun (UA) dan sebagian lainnya tidak ditemukan autoantibodi sehingga masih tetap

idiopatik. Urtikaria kronik idiopatik ditandai urtika bersifat sementara yang timbul

hampir tiap hari selama enam minggu atau lebih. Lesi timbul mendadak, menghilang

dalam waktu dua sampai empat jam, Pada sebagian besar pasien, urtika berlangsung

tidak lebih dari 24 jam. Penyakit ini berlangsung kronik dan berulang, kisaran 20%

masih tetap diderita pasien sampai durasi 10 tahun. Secara umum lesi urtika sulit

dijadikan kriteria pembeda berbagai jenis urtikaria, namun onset dan durasi tiap urtika

dapat digunakan sebagai dasar membantu mengarahkan diagnosis awal. Tingkat

keparahan penyakit dapat dinilai berdasarkan intensitas gatal, luas lesi urtika, distribusi,

keluhan sistemik yang menyertai, dan angioedem. Urtikaria kronik idiopatik ialah UK

yang tidak disertai urtikaria vaskulitis, angioedem, dan urtikaria fisik dominan.5

Berdasarkan penyebab urtikaria dan mekanisme terjadinya, maka dikenal

urtikaria imunologik, nonimunologik dan idiopatik:3

1. Urtikaria atas dasar reaksi imunologik

a. Bergantung pada IgE (reaksi alergik tipe I)

1) Pada atopi

2) Antigen spesifik (polen, obat, venom)

Page 9: Urt Ikaria

b. Ikut sertanya komplemen

1) Pada reaksi sitotoksik (reaksi alergi tipe II)

2) Pada reaksi kompleks imun (reaksi alergi tipe III)

3) Defisiensi C1 esterase inhibitor (genetik)

c. Reaksi alergi tipe IV (urtikaria kontak)

2. Urtikaria atas dasar reaksi nonimunologik

a. Langsung memacu sel mast, sehingga terjadi pelepasan mediator (misalnya obat

golongan opiate dan bahan kontras).

b. Bahan yang menyebabkan perubahan metabolisme asam arakidonat (misalnya

aspirin, obat anti-inflamasi non-steroid, golongan azodyes)

c. Trauma fisik, misalnya demografisme, rangsangan dingin, panas atau sinar, dan

bahan kolinergik.

3. Urtikaria yang tidak jelas penyebab dan mekanismenya, digolongkan idiopatik.

Berdasarkan morfologi klinis, urtikaria dibedakan menurut bentuknya, yaitu

urtikaria papular bila terbentuk papul, gutata bila besarnya sebesar tetasan air, dan

girata bila ukurannya besar-besar. Terdapat pula yang anular dan arsinar. Menurut

luasnya dan dalamnya jaringan yang terkena, dibedakan urtikaria lokal, generalisata

dan angioedema.3

F. PATOMEKANISME

Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabel kapiler yang meningkat,

sehigga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan pengumpulan cairan setempat.

Sehingga secara klinis tampak edema setempat disertai kemerahan. Vasodilatsi dan

peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat pelepasan mediator-mediator,

misalnya histamin, kinin, serotonin, slow reacting substance of anaphylaxis (SRSA), dan

Page 10: Urt Ikaria

prostaglandin oleh sel mast dan atau basofil. Selain itu terjadi pula inhibisi proteinase

oleh enzim proteolitik, misalnya kalikrin, tripsin, plasmin, dan hemotripsin di dalam sel

mast. Baik faktor imunologik maupun nonimunologik mampu merangsang sel mast atau

basofil untuk melepaskan mediator tersebut.3

1. Faktor non imunologik

Pada yang nonimunologik mungkin sekali siklik AMP (adenosine mono

phosphate) memegang peranan penting pada pelepasan mediator. Beberapa bahan

kimia seperti golongan amin dan derivat amidin, obat-obatan seperti morfin, kodein,

polimiksin, dan beberapa antibiotik berperan pada keadaan ini. Bahan kolinergik,

misalnya asetilkolin, dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit secara tidak diketahui

mekanismenya, langsung dapat mempengaruhi sel mast untuk melepaskan mediator.

Faktor fisik misalnya panas, dingin, tauma tumpul, sinar X, dan pemijat, dapat

secara langsung merangsang sel mast. Beberapa keadaan, misalnya demam, panas,

emosi, dan alkohol, dapat merangsang langsung pada pembuluh darah kapiler

sehingga terjadi vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas. 3

2. Faktor Imunologik

Urtikaria imunologik diperantarai IgE,, IgE terikat pada permukaan sel mast

atau sel basofil karena adanya reseptor Fc, bila ada antigen berikatan dengan

antibodi IgE spesifik sehingga terjadi degranulasi sel sehingga mampu melepaskan

mediator. (hipersensitifitas tipe I anafilaksis).3

Komplemen mediasi dengan cara mengaktifkan komplemen kompleks imun

dan pelepasan anafilaksis yang menginduksi degranulasi sel mast. Untuk

pemeriksaan serum diambil whole blood, Imunoglobulin. Akut. Autoimun biasanya

kronik. Auto antibodi terhadap fcεrn dan/atau IgE. Positif autologus skin tes. Klinis

Page 11: Urt Ikaria

pasien dengan autoantibodi (mencapai 40% pada pasien urtikaria kronik) tidak bisa

dibedakan satu dengan lainnya. Auto antibodi ini dapat menggambarkan terjadinya

plasma phereses, immunoglobulin intravena dan siklosporin yang menginduksi

transmisi dari aktifnya penyakit ini pada pasien. Imunologik kontak urtikaria.

Biasanya pada anak-anak dengan riwayat atopi yang sensitif terhadap alergen yang

ada pada lingkungan (rumput, hewan) atau orang yang sensitif terhadap pemakaian

sarung tangan yang berbahan latex; dapat disertai reaksi anafilaksis.6

G. GEJALA KLINIS

Keluhan subjektif biasanya gatal, rasa terbakar, atau tertusuk. Klinis tampak

eritema dan edema setempat berbatas tegas, kadang-kadang bagian tengah tampak lebih

pucat. Bentuknya dapat papular seperti pada urtikaria akibat sengatan serangga,

besarnya dapat lentikular, numular, sampai plakat. Bila mengenai jaringan yang lebih

dalam sampai dermis dan jariangan submukosa atau subkutan, juga beberapa alat dalam

misalnya saluran cerna dan napas, disebut angioedema. Pada keadaan ini jaringan yang

paling sering terkena ialah wajah, disertai sesak nafas, serak dan rinitis.3

Urtikaria biasa generalisata, simetris dan terdiri dari urtikaria yang gatal dan

merah. Ukuran dan bentuknya bermacam-macam dan setiap lesi hanya bertahan

beberapa jam, umumnya tidak melebihi 24 jam.11 Dermografisme, berupa edema dan

eritema yang linear di kulit yang terkena goresan benda tumpul, timbul dalam waktu

lebih kurang 30 menit. Pada urtikaria karna tekanan, urtikaria timbul pada empat

tempat yang tertekan, misalnya disekitar pinggang, pada penderita ini dermografisme

jelas terlihat. Urtikaria akibat penyinaran biasanya pada gelombang 285-320 nm dan

400-500 nm, timbul setelah 18-72 jam penyinaran, dan klinis berbentuk urtikaria

papular. Hal ini dibuktikan dengan tes foto tempel. Sejumlah 7-17 % urtikaria kronik

Page 12: Urt Ikaria

disebabkan oleh faktor fisik. Umumya pada dewasa muda, terjadi pada episode singkat,

dan biasanya umum kortikosteroid sistemik kurang bermanfaat.3

Urtikaria kolinergik dapat timbul pada peningkatan suhu tubuh, emosi, makanan

yang merangsang, dan pekerjaan berat. Biasanya sangat gatal, urtika bervariasi dari

beberapa mili meter sampai numular dan konfluens membentuk plakat. Serangan berat

sering disertai gangguan sistemik seperti nyeri perut, diare, muntah-muntah, dan nyeri

kepala; dijumpai pada umur 15-25 tahun. Urtikaria akibat obat atau makanan umumnya

timbul secara akut dan generalisata.3

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang pada urtikaria terutama ditujukan untuk mencari

penyebab atau pemicu urtikaria. Adapun pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah :8,1,12

1. Pemeriksaan darah, urin dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi yang

tersembunyi, infestasi, atau kelainan alat dalam.

2. Pemeriksaan kadar IgE total eosinofil untuk mencari kemungkinan kaitannya

dengan faktor atopi

3. Pemeriksaan gigi, THT dan usapan genetalia interna wanita untuk mencari fokus

infeksi.

4. Uji tusuk kulit terhadap berbagai makanan dan inhalan. Pada prinsip tes ini hanya

memberikan informasi adanya reaksi hipersinsitivitas tipe I. Tes ini tidak dapat

menunjang diagnosis urtikaria vaskulitis yang merupakan reaksi imun kompleks

atau sitotoksik, sebagaimana terjadi akibat obat-obatan atau transfusi darah.

5. Tes provokasi sangat membantu diagnosis urtikaria fisik, bila tes-tes alergik

memberi hasil yang meragukan atau negatif.

Page 13: Urt Ikaria

6. Uji serum autolog dilakukan pada pasien urtikaria kronis untuk membuktikan

adanya urtikaria autoimun.

7. Uji demografisme dan uji dengan es batu “ice cube test” untuk mencari penyebab

fisik.

8. Pemeriksaan histologi kulit perlu dilakukan bila terdapat kemungkinan urtikaria

sebagai gejala vaskulitis atau mastositosis. Punch Biopsy dengan ukuran 4 mm,

urtikaria memberikan gambaran:

Pada awalnya terdapat infiltrasi neutrofil dan eosinofil perivaskular.

Kemudian terdapat lifsit perivaskular, netrofil dan eusinofil interstitial.

Jarang didapatkan infiltrat limfosit perivaskular dan pada lesi akhir tampak

eosinofil.

I. DIAGNOSIS BANDING

Dengan anamnesis yang teliti dan pemeriksan klinis yang cermat, umumnya

diagnosis urtikaria dan angiodema dapat ditegakkan dengan mudah. Pemeriksaan

penunjang dibutuhkan untuk menyokong diagnosis dan mencari penyebab. Perlu pula

dipertimbangkan beberapa penyakit sebagai diagnosis banding karena memiliki gejala

urtika atau mirip urtika dengan perjalanan penyakitnya, yaitu vaskulitis, mastositosis,

pemfigo bullosa, pitiriasis rosea tipe papular, lupus eritematosus kutan, anafilaktoid

purpura (henoch-schonlein purpura), dan morbus hansen. Untuk menyingkirkan

diagnosis banding ini, perlu dilakukan pemeriksaan histoptologis kulit.8

J. PENATALAKSANAAN

Pengobatan yang ideal ialah mencari dan menghilangkan penyebab atau bila

mungkin setiap pemicu yang nyata harus dihindar. Penanganan bertujuan mencegah atau

membatasi kontak dengan faktor pemicu atau bila mungkin, mendestinasi pasien agar

Page 14: Urt Ikaria

tidak peka terhadap faktor pemicu tersebut. Pengobatan simtomatis bertujuan untuk

menghilangkan keluhan misalnya gatal-gatal yang diderita pasien diberikan

antihistamin.2,3,8,9

Pengobatan dengan antihistamin pada urtikaria sangat bermanfaat. Cara kerja

antihistamin telah diketahui dengan jelas, yaitu menghambat histamin pada reseptor-

reseptornya. Berdasarkan reseptor yang dihambat, antihistamin dibagi menjadi dua

kelompok besar, yaitu antagonis reseptor H1 (antihistamin 1, AH1) dan reseptor H2

(AH2). Bila pengobatan dengan satu jenis antihistamin gagal hendaknya dipergunakan

antihistamin grup yang lain. Pemberian kortikosteroid sistemik diperlukan pada urtikaria

yang akut dan berat, tetapi tidak banyak manfaat pada urtikaria kronik.3,5

Pengobatan dengan beta adrenergik ternyata efektif untuk urtikaria kronik. Pada

tahun-tahun terakhir dikembangkan pengobatan yang baru, hasil pengamatan

membuktikan bahwa dinding pembuluh darah manusia juga mempunyai reseptor H2. Hal

ini dapat menerangkan, mengapa antihistamin H1 tidak selalu berhasil mengatasi

urtikaria. Kombinasi antihistamin H1 dan H2 masih dalam penelitian lebih lanjut. Tetapi

pada dermografisme yang kronik pengobatan kombinasi ternyata lebih efektif daripada

antihistamin H1 saja. Mempertimbangkan pengobatan empiris dengan antibiotik bisa

dilakukan pada urtikaria kronik.3

Pengobatan dengan cara desentisasi, misalnya dilakukan pada urtikaria dingin

dengan melakukan sensitasi air pada suhu 10◦C (1-2 menit) 2 kali sehari selama 2-3

minggu. Pada alergi debu, serbuk sari bunga dan jamur, desensitasi mula-mula dengan

alergen dosis kecil 1 minggu 2x; dosis dinaikkan dan dijarangkan perlahan-lahan sampai

batas yang dapat ditoleransi oleh penderita. Eliminasi diet dicobakan pada yang sensitif

Page 15: Urt Ikaria

terhadap makanan. Vitamin, laxative, antasida, pasta gigi, rokok, kosmetik, alat

pembersih rumah tangga, aerosol, buah-buahan, juga perlu diperhatikan.3

K. PROGNOSIS

Prognosis urtikaria akut baik, karena penyebabnya dapat diketahui dengan

mudah, untuk selanjutnya dihindari. Urtikaria kronis memerlukan penanganan yang

komprehensif untuk mencari penyebab dan untuk mencari penyebab dan menentukan

jenis pengobatannya. Walaupun umumnya tidak mengancam jiwa, namun dampaknya

terhadap kualitas hidup pasien sangat besar. Urtikaria yang luas atau disertai dengan

angioedema merupakan kedaruratan dalam ilmu kesehatan kulit dan kelamin, sehingga

membutuhkan penanganan yag tepat.8

Page 16: Urt Ikaria

DAFTAR PUSTAKA

1. Baskoro A, Soegiarto G, Effendi L, Khonten PG. Urtikaria dan Angioedema dalam

Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiahati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Jilid 1. VI th ed. Jakarta;Internal Publishing. 2014. Hal; 495-7.

2. Adi S. Urtikaria. Ilmu Penyakit Kulit dalam Harahap M, Adi S. Jakarta; Hipokrates.

2004. Hal; 200-6.

3. Aisah S. Urtikaria dalam Djunda A, Hamzah M, Aisah S (eds). Ilmu penyakit Kulit dan

Kelamin. 6th ed. Jakarta; FK UI. 2015. Hal : 169-8.

4. Kowalak JP, Welsh W, Mayer B. Sistem Imun dalam Komala S, Tmpubolon AO, Ester M

(eds). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta; EGC. 2012. Hal; 474-32.

5. Nopriyati1, M. Athuf Thaha1. Suryadi Tjekyan.. Hubungan Autologous Serum Skin Test/Asst

Dengan Keparahan Klinis Urtikaria Kronik Idiopatik Di Rsup Dr. Moh Hoesin Palembang..

Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya, Bagian/SMF

Ilmu Kesehatan Masyarakat/Ilmu Kesehatan Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran, Universitas

Sriwijaya/RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang. MAKARA, Kesehatan, Vol. 12, No. 1, Juni 2008:

27-35. Availabel from URL: http://repository.ui.ac.id. Accessed April 19, 2016.

6. Wolff K, Johnson RA. The Skin in Immune, Autoimmune, and Rheumatic Disorder in

Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of clinical Dermatlogy. The Mcgraw-hill

companies; America. 2009. PP; 354-65.

7. Efendi, Evita Halim. 2015. “Urtikaria dan Angioedema dalam Menaldi SL, Bramono K,

Indritmi W (eds). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7th ed. Jakarta; Fk UI. 2015. Hal ;

311-4.

8. Soedarto. Urtikaria Pigmentosa dalam Alergi dan Penyakit Sistem Imun. Jakarta; Sagung

Seto. 2011. Hal: 221-2.

Page 17: Urt Ikaria

9. Allen P, Kaplan. Inflamatory Disease Based on Abnormal Humoral Reactivity and Other

Inflammatory Disease in Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,

Leffell DJ (eds). Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th ed. Mcgraw-hill

companies; America. 2009. PP; 319-54.

10. Gratan, C. E. H dan Black KA. Urticaria and Mastocytosis in Burn T, Brethnch S, Cox

N, Griffiths C (eds). Rook’s TeksBook of Dermatology. Wiley-Blackwell; UK. 2010.

Hal: 221-36.

11. Boer A. Urticaria in Jene, M, Grant-kels. (eds). Color Atlas of Dermatopathology.

Dermatologikum Hanburg; Germany. 2007. Hal : 5-17.

12. Thomas, P, Md, Habif. Urticaria and Angioedema-Clinical Dermatology in Habif (ed). A

Color Guide to Diagnosis and Therapy. Mosby; London . 2004. Hal; 129-32.