URAIAN

download URAIAN

of 33

description

makalah kurpem

Transcript of URAIAN

BAB IPENDAHULUAN A. Latar BelakangPesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa merupakan hal-hal yang perlu ditanggapi dan diantisipasi. Sebuah kurikulum harus dapat bergerak seirama dengan pesatnya perkembangan dan perubahan yang terjadi. Kurikulum dimana salah satu fungsinya harus dapat mengarahkan siswa memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan merupakan salah satu aspek penting yang harus dipertimbangkan. Kondisi masa sekarang dan kecenderungan yang akan terjadi pada masa yang akan datang memerlukan persiapan dari siswa sebagai generasi penerus dan peserta didik yang memiliki kompetensi multidimensional. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan yang terjadi, memicu juga adanya pengembangan-pengembangan kurikulum yang diharapkan dapat mengantisipasi segala persoalan yang dihadapi masa sekarang dan masa yang akan datang. Kurikulum merupakan gabungan inspirasi, ide dan penyesuaian yang dianggap penting dimana dalam penyusunannya mempertimbangkan suatu landasan. Sebagai calon pendidik yang juga harus memiliki kemampuan untuk dapat ikut andil dalam melakukan pengembangan, dasarnya calon pendidik harus memiliki wawasan dan pemahaman yang luas tentang landasan-landasan pengembangan kurikulum itu sendiri. Sehingga dalam praktiknya calon pendidik dapat mengetahui landasan apa saja yang dijadikan acuan untuk mengembangkan kurikulum dan akhirnya mampu mengembangkan isi dan melaksanakan proses pembelajaran guna tercapainya tujuan pendidikan yang optimal. Dengan permasalahan yang tampak dan tujuan yang ingin dicapai, maka solusi yang dapat dilakukan terlebih dahulu adalah mengetahui lebih dan memahami esensi dari landasan-landasan pengembangan kurikulum. Esensinya didapat dari materi berupa uraian yang akan dibahas dan dikaji dari berbagai referensi dan literatur yang relevan guna memberi informasi yang optimum. Uraian yang dibahas dimulai dari materi yang paling mendasar, pengertian kurikulum, pengembangan dan apa yang mendasarinya sampai materi yang kompleks yaitu landasan yang dapat dijadikan acuan untuk mengembangkan kurikulum itu sendiri.B. Batasan MasalahPada makalah ini, kami hanya membahas landasan-landasan pengembangan kurikulum yang meliputi landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosiologis dan landasan teknologis.C. Rumusan MasalahDari uraian latar belakang di atas maka dapat ditarik suatu rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apa yang dimaksud dengan landasan pengembangan kurikulum?2. Apa saja landasan-landasan dalam pengembangan kurikulum?3. Bagaimana implikasi landasan pengembangan kurikulum terhadap proses pembelajaran ?D. TujuanBerdasarkan rumusan masalah yang sudah dijelaskan maka makalah ini bertujuan untuk: 1. Memiliki wawasan/pemahaman yang luas tentang landasan pengembangan kurikulum.2. Mengidentifikasi beberapa landasan kurikulum yang harus dijadikan dasar pijakan dalam mengembangkan kurikulum oleh berbagai pihak terkait, seperti para pembuat kebijakan pendidikan, baik di tingkat pusat maupun daerah dalam melakukan program perencanaan pendidikan maupun dalam melakukan pembinaan.3. Memiliki sikap yang positif bahwa setiap landasan pengembangan kurikulum harus dijadikan dasar pertimbangan oleh para praktisi dan pengelola pendidikan, terutama dalam mengembangkan isi maupun dalam melaksanakan proses pembelajaran, sehingga program pendidikan/kurikulum yang diterapkan memiliki nilai manfaat yang optimal bagi siswa, masyarakat, bangsa, dan negara.E. Manfaat1. TeoritisMenambah ilmu pengetahuan dan wawasan mengenai landasan-landasan pengembangan kurikulum.2. Praktisa. Bagi pemerintah (para praktisi dan pengelola pendidikan) khususnya yang memilki kewenangan dalam pembuatan kurikulum hendaknya berlandaskan pada landasan-landasan pengembangan kurikulum.b. Bagi mahasiswa khususnya dalam prodi pendidikan sebagai calon guru yang seharusnya paham terhadap perkembangan kurikulum.

BAB IILANDASAN-LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUMA. Kurikulum, Pengembangan dan Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum 1. Definisi dan Konsep KurikulumIstilah kurikulum berasal dari kata curir (pelari) dan curere (tempat berpacu), yang berarti jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari mulai dari start sampai finish untuk memperoleh penghargaan. Seiring dengan perkembangan jaman istilah kurikulum dipakai dalam dunia kependidikan, dimana mengandung arti yaitu sejumlah mata pelajaran (subject) yang harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal sampai akhir program pembelajaran untuk memperoleh penghargaan dalam bentuk ijazah. (Hernawan; 2011:2).Kurikulum memiliki pengertian yang cukup kompleks, dan sudah banyak didefinisikan oleh para pakar. Esensinya, kurikulum membicarakan proses penyelenggaraan pendidikan sekolah, berupa acuan, rencana, norma-norma yang dapat dipakai sebagai pegangan. Dalam arti sempit kurikulum ditafsirkan sebagai mata pelajaran dan terdapat pembatasan ruang lingkup seperti sekolah, sedangkan menurut pengertian yang luas, kurikulum dikatakan sebagai keseluruhan program lembaga pendidikan yang ruang lingkupnya tidak terbatas, artinya proses pemberian pengalaman dapat dilakukan, diberikan dan diterima dimana saja.Spesifiknya dalam pendidikan, kurikulum adalah rencana tertulis tentang kemampuan yang harus dimiliki berdasarkan standar nasional, materi yang perlu dipelajari dan pengalaman belajar yang harus dijalani untuk mencapai kemampuan tersebut, dan evaluasi yang perlu dilakukan untuk menentukan tingkat pencapaian kemampuan peserta didik, serta seperangkat peraturan yang berkenaan dengan pengalaman belajar peserta didik dalam mengembangkan potensi dirinya pada satuan pendidikan tertentu.Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan. (Hamalik; _:91-92). 2. Definisi PengembanganMenurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengembangan adalah suatu proses, cara, perbuatan mengembangkan: ... pembangunan secara bertahap dan teratur yang menjurus ke sasaran yang dikehendaki.3. Pengembangan Kurikulum dan Dasar-dasarnyaAudrey Nicholls & S.Howard Nicholls (Hamalik; _:96) mengemukakan bahwa pengembangan kurikulum adalah The planning of learning opportunities intended to bring about certain desered in pupils, and assesment of the extent to wich these changes haven take plece (Perencanaan kesempatan-kesempatan belajar yang dimaksudkan untuk membawa siswa ke arah perubahan-perubahan yang diinginkan dan menilai hingga mana perubahan-perubahan itu terjadi pada diri siswa). Dasar-dasar pengembangan kurikulum:a. Kurikulum disusun untuk mewujudkan sistem pendidikan nasional.b. Kurikulum pada semua jenjang pendidikan dikembangkan dengan pendekatan kemampuan.c. Kurikulum harus sesuai dengan ciri khas satuan pendidikan pada masing-masing jenjang pendidikan.d. Kurikulum pendidikan dasar, menengah dan tinggi dikembangkan atas dasar standar nasional pendidikan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan.e. Kurikulum pada semua jenjang pendidikan dikembangkan secara berdiversifikasi, sesuai dengan kebutuhan potensi, dan minat peserta didik dan tuntutan pihak-pihak yang memerlukan dan berkepentingan.f. Kurikulum dikembangkan dengan memerhatikan tuntutan pembangunan daerah dan nasional, keanekaragaman potensi daerah dan lingkungan serta kebutuhan pengembangan iptek dan seni.g. Kurikulum pada semua jenjang pendidikan dikembangkan secara berdiversifikasi, sesuai dengan tuntutan lingkungan dan budaya setempat.h. Kurikulum pada semua jenjang pendidikan mencakup aspek spiritual keagamaan, intelektualitas, watak konsep diri, keterampilan belajar, kewirausahaan, keterampilan hidup yang berharkat dan bermartabat, pola hidup sehat, estetika, dan rasa kebangsaan. (Hamalik; _:98-99).B. Landasan Pengembangan Kurikulum1. Pengertian LandasanDefinisi landasan yang dideskripsikan oleh Merriam-Websters Unabriged Dictionary (Merriam-Webster Incorporated), bahwa genus dari landasan dapat dikatakan principle, yang dalam bahasa indonesianya adalah prinsip. Pengertian prinsip diantaranya sebagai berikut:a. Suatu kebenaran umum atau fundamental (asumsi) yang menjadi dasar dari prinsip-prinsip lainnya.b. Komitmen pada apa yang baik dan berharga.c. Sesuatu yang menjadi asal atau sumber dari suatu hal.Di dalam KBBI (1995), bahwa kata landasan berarti alas dan tumpuan. (Kesuma; 2012:2).Hornby (Sukirman; 2011:16) mengemukakan definisi landasan sebagai berikut: Foundation...that on which an idea or belief rest; an underlying principles as the foundations of religious belief; the basis or starting point... (Landasan adalah suatu gagasan atau kepercayaan yang menjadi sandaran, sesuatu prinsip yang mendasari). Dari ketiga artian diatas dapat disimpulkan bahwa landasan merupakan dasar, prinsip atau titik tolak. 2. Pengertian dan Klasifikasi Landasan Pengembangan KurikulumLandasan pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai suatu gagasan, suatu asumsi, atau prinsip yang menjadi sandaran atau titik tolak dalam mengembangkan kurikulum. (Sukirman; 2012:2).Kurikulum sebagai suatu sistem terdiri atas empat komponen, yaitu: komponen tujuan (aims,goals,objectives), isi/materi (contents), proses pembelajaran (learning activities), dan komponen evaluasi (evaluations). Setiap komponen bisa menjalankan fungsinya secara tepat dan bersinergi , jika ditopang oleh sejumlah landasan (foundations), yaitu landasan filosofis sebagai landasan utama, masyarakat dan kebudayaan, individu (peserta didik), dan teori-teori belajar. Robert S. Zais, 1976 (Sukirman; 2012:2) mengemukakan empat landasan pengembangan kurikulum, yaitu: Philosophy and the nature of knowledge, society and culture, the individual dan learning theory. Tyler, 1988 (Sukirman; 2012:3) mengemukakan pandangan yang erat kaitannya dengan beberapa aspek yang melandasi suatu kurikulum (school purpose), yaitu : Use of phylosophy, studies of learners, suggestions from subject specialist, studies of contemporary life, and use of psychology of learning.Dari pendapat dua ahli diatas, Sukirman dan Asra mengklasifikasikan landasan-landasan pokok dalam pengembangan kurikulum:a. Landasan filosofisb. Landasan psikologisc. Landasan sosiologisd. Landasan ilmu pengetahuan dan teknologi.3. Landasan Pengembangan Kurikuluma. Landasan Filosofis Pengembangan Kurikulum1) Pengertian FilsafatIstilah filsafat adalah terjemahan dari bahasa Inggris phylosophy yang berasal dari perpaduan dua kata Yunani Purba philien yang berarti cinta (love), dan sophia (wisdom) yang berarti kebijaksanaan. Jadi secara etimologi filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau love of wisdom (Redja Mudyahardjo, 2001:83). Secara operasional filsafat mengandung dua pengertian, yakni sebagai proses (berfilsafat) dan sebagai hasil berfilsafat (sistem teori atau pemikiran). Dua dari lima definisi filsafat yang dikemukakan Titus menunjukkan pengertian di atas: Phylosophy is a method of reflective thinking and reasoned inquiry; philosophy is a group of theories or system of thought (Kurniasih dan Tatang Syaripudin, 2007:73). Dalam kaitannya dengan definisi filsafat sebagai proses, Socrates mengemukakan bahwa filsafat adalah cara berpikir secara radikal, menyeluruh, dan mendalam atau cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya.2) Landasan Filosofis Pengembangan KurikulumBidang telaah filsafat awalnya mempersoalkan siapa manusia itu? Kajian terhadap persoalan ini berupaya untuk menelusuri hakikat manusia, sehingga muncul beberapa asumsi misalnya manusia adalah makhluk religius, makhluk sosial, makhluk yang berbudaya, dan lain sebagainya. Dari beberapa telaahan tersebut filsafat menelaah tiga pokok persoalan, yaitu hakikat benar-salah (logika), hakikat baik-buruk (etika), dan hakikat indah-jelek (estetika). Pada dasarnya pandangan hidup manusia mencakup ketiga permasahan tersebut, yaitu logika, etika dan estertika. Oleh karenanya ketiga pandangan tersebut sangat dibutuhkan dalam pendidikan, terutama dalam mengembangkan kurikulum khususnya untuk menentukan arah atau tujuan pendidikan, isu atau materi pendidikan, metodologi atau proses pendidikan dan sistem evaluasi untuk mengetahui tingkat pencapaian pendidikan. Filsafat akan menentukan arah ke mana peserta didik akan dibawa, filsafat merupakan perangkat nilai-nilai yang melandasi dan membimbing ke arah pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu, filsafat yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu termasuk yang dianut oleh perorangan sekalipun akan sangat mempengaruhi terhadap pendidikan yang ingin direalisasikan.a) Filsafat PendidikanLandasan filosofis dalam pengembangan kurikulum ialah pentingnya rumusan yang didapatkan dari hasil berpikir secara mendalam, analisis, logis, sistematis dalam merencanakan, melaksanakan, membina dan mengembangkan kurikulum baik dalam bentuk kurikulum sebagai rencana (tertulis), terlebih kurikulum dalam bentuk pelaksanaan di sekolah.(1) Aliran-aliran Filsafat Pendidikan Filsafat memegang peranan penting dalam penyusunan & pengembangan kurikulum. Sama halnya dalam Filsafat Pendidikan, dikenal ada beberapa aliran filsafat, diantaranya perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme.(a) PerenialismePerenial berarti abadi , aliran ini beranggapan bahwa beberapa gagasan telah bertahan selama berabad abad dan masih relevan saat ini seperti pada saat gagasan tersebut baru ditemukan.Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut, kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.(b) EssensialismeAliran filsafat essensialisme adalah suatu paham yang menginginkan agar manusia kembali kepada kebudayaan yang lama , merujuk kepada pendidikan bersifat tradisional atau back to basics aliran ini dinamakan demikian karena filsafat ini berupaya menanamkan pada anak didik hal hal essensial dari pengetahuan akademik dan perkembangan karakterEssensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains, dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.(c) EksistensialismeEksistensialisme merupakan paham yang berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas/kreatif , seseorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran itu bersifat relative, dan karenanya itu masing masing individu bebas menetukan mana yang benar atau salah . Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan: Bagaimana saya hidup di dunia? Apa pengalaman itu?(d) ProgresivismeProgresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.(e) RekonstruktivismeRekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses. (Hamalik,Oemar,2007:60-64)Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembanganModel Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembanganModel Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan Model Kurikulum Interaksional.b) Filsafat dan Tujuan Pendidikan Pandangan-pandangan filsafat sangat dibutuhkan dalam pendidikan, terutama dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan. Filsafat akan menentukan arah ke mana peserta didik akan dibawa. Untuk itu harus ada kejelasan tentang pandangan hidup manusia atau tentang hidup dan eksistensinya. Filsafat atau pandangan hidup yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu atau bahkan yang dianut oleh perorangan akan sangat mempengaruhi tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Sedangkan tujuan pendidikan sendiri pada dasarnya merupakan rumusan yang komprehensif mengenai apa yang seharusnya dicapai. Tujuan pendidikan memuat pernyataan-pernyataan mengenai berbagai kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki oleh peserta didik selaras dengan sistem nilai dan falsafah yang dianutnya. Dengan demikian, sistem nilai atau filsafat yang dianut oleh suatu komunitas akan memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan rumusan tujuan pendidikan yang dihasilkannya. Dengan kata lain, filsafat suatu negara tidak bisa dipungkiri akan mempengaruhi tujuan pendidikan di negara tersebut. Oleh karena itu, tujuan pendidikan di suatu negara akan berbeda dengan tujuan pendidikan di negara lainnya, sebagai implikasi dari adanya perbedaan filsafat yang dianutnya.Berkaitan dengan tujuan pendidikan, terdapat beberapa pendapat yang bisa dijadikan kaji banding sebagai sumber dalam merumuskan tujuan pendidikan. Herbert Spencer (Nasution, 1982) mengungkapkan lima kajian sebagai sumber dalam merumuskan tujuan pendidikan, yaitu:(1) Self-Preservation, yaitu individu harus dapat menjaga kelangsungan hidupnya dengan sehat, mencegah penyakit, dan hidup secara teratur.(2) Securing the necessities of life, yaitu individu harus sanggup mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan hidup dengan melakukan suatu pekerjaan.(3) Rearing of family, yaitu individu harus mampu menjadi ibu atau bapak yang sanggup bertanggung jawab atas pendidikan anaknya dan kesejahteraan keluarganya.(4) Maintaining proper social and political relationships, artinya setiap individu adalah makhluk sosial yang hidup dalam lingkungan masyarakat dan negara.(5) Enjoying leisure time, yaitu individu harus sanggup memanfaatkan waktu senggangnya dengan memilih kegiatan-kegiatan yang menyenangkan dan menambah kenikmatan dan kegairahan hidup.The United States Office of Education (1918) telah mencanangkan tujuan pendidikan melalui Seven Cardinal Principles, yaitu:(1) Health, yaitu sekolah diwajibkan mempertinggi taraf kesehatan murid-murid.(2) Command of fundamental processes, yaitu penguasaan kecakapan pokok-pokok yang fundamental seperti: menulis, membaca, dan berhitung.(3) Worthy home membership, yaitu mendidik anak-anak menjadi anggota keluarga yang berharga, sehingga berguna bagi masyarakat.(4) Vocational efficiency, yaitu efisiensi dalam pekerjaan sehingga dalam waktu yang singkat dapat mencapai hasil yang banyak dan memuaskan.(5) Citizenship, yaitu usaha mengembangkan bangsa menjadi warga yang baik.(6) Worthy use of leisure, yaitu memanfaatkan waktu senggang dengan baik yang senantiasa bertambah panjang berhubung dengan industrialisasi yang lebih sempurna.(7) Satisfaction of religious needs, yaitu pemuasan kehidupan keagamaan.Tujuan Pendidikan Nasional Indonesia bersumber pada pandangan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yaitu Pancasila. Ini berarti bahwa pendidikan di Indonesia harus membawa peserta didik agar menjadi manusia yang ber-Pancasila. Dengan kata lain, landasan dan arah yang ingin diwujudkan oleh pendidikan di Indonesia adalah yang sesuai dengan kandungan falsafah Pancasila itu sendiri. Nilai-nilai filsafat Pancasila yang dianut bangsa Indonesia dicerminkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional seperti tertuang dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu: Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 2 dan 3). Dalam rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut, tersurat dan tersirat nilai-nilai yang terkandung dalam rumusan Pancasila.Rumusan tujuan tersebut merupakan keinginan luhur yang harus menjadi inspirasi dan sumber bagi para guru, kepala sekolah, para pengawas pendidikan, dan para pembuat kebijakan pendidikan agar dalam merencanakan, melaksanakan, membina dan mengembangkan kurikulum senantiasa konsekuen dan konsisten merefleksikan nilai-nilai yang terkandung dalam rumusan tujuan pendidikan nasional. Melalui rumusan tujuan pendidikan nasional di atas, jelaslah bahwa peserta didik yang ingin dihasilkan oleh sistem pendidikan kita, antara lain untuk melahirkan manusia yang beriman, bertaqwa, berilmu, dan beramal dalam kondisi yang serasi, selaras, dan seimbang. Di sinilah pentingnya filsafat sebagai pandangan hidup manusia dalam hubungannya dengan pendidikan dan pembelajaran.Dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan. Saat ini, pada beberapa negara dan khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjadi pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan pada filsafat rekonstruktivisme.Pengembangan kurikulum membutuhkan filsafat sebagai acuan atau landasan berpikir. Kajian-kajian filosofis tentang kurikulum akan berupaya menjawab permasalahan-permasalahan sekitar: (1) bagaimana seharusnya tujuan pendididikan itu dirumuskan, (2) isi atau materi pendidikan yang bagaimana yang seharusnya disajikan kepada siswa, (3) metode pendidikan apa yang seharusnya digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan, dan (4) bagaimana peranan yang seharusnya dilakukan pendidik dan peserta didik. Jawaban atas permasalahan tersebut akan sangat bergantung pada landasan filsafat mana yang digunakan sebagai asumsi atau sebagai titik tolak pengembangan kurikulum. Landasan filsafat tertentu beserta konsep-konsepnya yang meliputi konsep metafisika, epistemologi, logika dan aksiologi berimplikasi terhadap konsep-konsep pendidikan yang meliputi rumusan tujuan pendidikan, isi pendidikan, metode pendidikan, peranan pendidik dan peserta didik. Konsep metafisika berimplikasi terhadap perumusan tujuan pendidikan terutama tujuan umum pendidikan yang rumusannya ideal dan umum; konsep hakikat manusia berimplikasi khususnya terhadap peranan pendidik dan peserta didik; konsep tentang hakikat pengetahuan berimplikasi terhadap isi dan metode pendidikan; dan konsep aksiologi berimplikasi terutama terhadap perumusan tujuan umum pendidikan.Menurut Redja Mudyahardjo (1989) terdapat tiga sistem pemikiran filsafat yang sangat besar pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada umumnya, dan pendidikan di Indonesia pada khususnya, yaitu: Idealisme, Realisme, dan Pragmatisme yang dijelaskan dalam tabel di bawah ini.KonsepIdealismeRealismePragmatisme

MetafisikaRealitas yang bersifat spiritual atau rohaniah

Realitas yang bersifat fisik atau materi

Kenyataan tidak mungkin dan tidak perlu

Humanologi (hakikat manusia)

Kemampuan berfikir menyebabkan adanya kemampuan memilih

Hakikat manusia terletak pada apa yang dapat dikerjakannya Manusia adalah hasil evolusi biologis, psikologis dan sosial

Epistemologi (hakikat pengetahuan)

Pengetahuan diperoleh melalui intuisi dan pengingatan kembali melalui berfikir

Pengetahuan diperoleh melalui pengindraan dengan menggunakan pikiran

Pengetahuan bersifat relatif dan terus berkembang

Aksiologi (hakikat nilai)

Kehidupan diatur oleh kewajiban moralTingkah laku manusia diatur oleh hukum alam yang diperoleh melalui ilmu atau adat istiadat

Tingkah laku ditentukan secara eksperimental dalam pengalaman- pengalaman hidup

Konsep-konsep pendidikanIdealismeRealismePragmatisme

Tujuan PendidikanPembentukan karakter, pengembangan bakat dan kebajikan sosialDapat menyesuaikan diri secara tepat dalam hidup dan dapat melaksanakan tanggung jawab sosialmemperoleh pengalaman yang berguna untuk memecahkan masalah baru dalam kehidupan

Isi PendidikanPengembangan kemampuan berfikir melalui pendidikan liberal atau pendidikan umumKurikulum komprehensif yang berisi semua pengetahuan yang berguna bagi penyusunan diri dalam hidup dan tanggungjawab sosialkurikulum berisi pengalaman-pengalaman yang teruji secara minat dan kebutuhan anak

Metoda PendidikanMetode dialetik atau dialogikPengalaman langsung atau tidak langsung, metode hendaknya bersifat logis dan berurutanBerfikir reflektif atau pemecahan masalah

Peranan peserta didik dan pendidikPeserta didik bebas mengembangkan bakat dan kepribadiannyaPendidik menciptakan lingkungan yang memungkinkan peserta didik dapat belajar secara efektif dan efisienPeserta didik menguasai pengetahuan yang dapat berubah-ubah Pendidik menguasai pengetahuan, terampil dan teknik mendidik dan memilih kewenangan untuk mencapai hasil pendidikan yang dibebankan kepadanya Peserta didik adalah organisme yang rumit yang mampu tumbuhPendidik mengawasi dan membimbing pengalaman belajar tanpa terlampau banyak mencampuri urusan minat dan kebutuhan peserta didik

(Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran, 2009:22-25) c) Manfaat Filsafat PendidikanFilsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dari pemikiran-pemikiran filsafat untuk memecahkan permasalahan pendidikan. Dengan demikian filsafat memiliki manfaat dan memberikan kontribusi yang besar terutama dalam memberikan kajian sistematis berkenaan dengan kepentingan pendidikan. Nasution (1982) mengidentifikasi beberapa manfaat filsafat pendidikan, yaitu: (1) Filsafat pendidikan dapat menentukan arah akan dibawa ke mana anak-anak melalui pendidikan di sekolah? Sekolah ialah suatu lembaga yang didirikan untuk mendidik anak-anak ke arah yang dicita-citakan oleh masyarakat, bangsa, dan negara. (2) Dengan adanya tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang dianut, kita mendapat gambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai. Manusia yang bagaimanakah yang harus diwujudkan melalui usaha-usaha pendidikan itu? (3) Filsafat dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada segala usaha pendidikan. (4) Tujuan pendidikan memungkinkan si pendidik menilai usahanya, hingga manakah tujuan itu tercapai. (5) Tujuan pendidikan memberikan motivasi atau dorongan bagi kegiatan-kegiatan pendidikan.

d) Kurikulum dan Filsafat PendidikanKurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan, karena tujuan pendidikan sangat dipengaruhi oleh filsafat atau pandnagan hidup suatu bangsa, maka tentu saja kurikulum yang dikembangkan juga akan mencerminkan falsafah/ pandangan hidup yang dianut oleh bangsa tersebut. Oleh karena itu terdapat hubungan yang sangat erat antara kurikulum pendidikan di suatu negara dengan filsafat negara yang dianutnya. Sebagai contoh, Indonesia pada masa penjajahan Belanda, kurikulum yang dianut pada masa itu sangat berorientasi pada kepentingan politik Belanda. Demikian pula pada saat negara kita dijajah Jepang, maka orientasi kurikulum berpindah yaitu disesuaikan dengan kepentingan dan sistem nilai yang dianut oleh negara Matahari Terbit itu. Setelah Indonesia mencapai kemerdekaannnya, dan secara bulat dan utuh menggunakan pancasila sebagai dasar dasar dan falsafah dalam berbangsa dan bernegara, maka kurikulum pendidikan pun disesuaikan dengan nilai-nilai pancasila itu sendiri. Perkembangan kurikulum walaupu pada tahap awal sangat diwarnai oleh filsafat dan ideologi negara, namun tidak berarti bahwa kurikulum bersifat statis, melainkan senantiasa mmerlukan pengembangan, pembaharuan dan penyempurnaan disesuaikan dengan kebutuhan, tuntutan dan perkembangan zaman yang senantiasa berubah dengan cepat.b. Landasan Psikologis Pengembangan Kurikulum1) Pengertian PsikologiBeberapa macam definisi psikologi :1. psikologi adalah ilmu mengenai kehidupan mental (the science of mental life);2. psikologi adalah ilmu mengenai pikiran (the science of mind);3. psikologi adalah ilmu mengenai tingkah laku (the science of behavior); Pada asasnya, psikologi menyentuh banyak bidang kehidupan diri organisme baik manusia maupun hewan. (Shancyu;2010)

2) Landasan Psikologis Pengembangan KurikulumPendidikan sering dikaitkan dengan kepribadian dan perilaku seseorang. Pendidikan juga merupakan sebuah wadah bagi seseorang untuk mengembangkan dan memperbaiki perilakunya, yang diharapkan hasil berupa perilaku yang lebih baik dan manusiawi. Suyitno (2012:91) mengemukakan bahwa dalam pendidikan terdapat suatu proses/kegiatan yang menyangkut interaksi kejiwaan antara pendidik dan peserta didik dalam suasana nilai-nilai budaya suatu masyarakat (sebagai lingkungan pendidikan) yang didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan. Ini artinya bahwa psikologi yang esensinya mempelajari ilmu kejiwaan tidak dapat dijadikan hal yang sepele dalam dunia pendidikan. Pendidikan dituntut agar dapat merubah perilaku manusia menjadi lebih baik, oleh sebab itu terjadi banyak perubahan dalam pendidikan baik dari segi proses ataupun materinya tanpa mengabaikan psikologi peserta didiknya. Dalam hal ini kurikulum yang dipandang dapat dijadikan suatu alat untuk dapat mencapai tujuan pendidikan harus mampu menyesuaikan diri guna mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik menjadi kemampuan aktualnya serta kemampuan-kemampuan baru yang dapat dijadikan modal untuk mempersiapkan masa yang akan datang. Menurut Sukirman dan Asra (2012: 26) pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh asumsi-asumsi yang berasal dari psikologi yang meliputi kajian tentang apa dan bagaimana perkembangan peserta didik, serta bagaimana peserta didik belajar. Pemahaman tentang peserta didik sangat penting dalam pengembangan kurikulum, sehingga Sukirman dan Asra membagi dua cabang psikologi yang sangat penting untuk diperhatikan dalam pengembangan kurikulum: Psikologi perkembanganJ.P Chaplin, 1979 (Sukirman; 2012:26) mengemukakan bahwa psikologi perkembangan merupakan cabang psikologi yang mempelajari proses perkembangan individu, baik sebelum maupun setelah kelahiran berikut kematangan perilaku. Jadi psikologi perkembangan mempelajari proses dan karakteristik perkembangan peserta didik sebagai subjek pendidikan. Psikologi belajarPsikologi belajar mempelajari tingkah laku peserta didik dalam situasi belajar.a) Perkembangan Peserta Didik dan KurikulumPerkembangan dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan dalam diri individu atau organisme, baik fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah) menuju tingkat kedewasaan atau kematangan yang berlangsung secara sistematis, progresif dan berkesinambungan. (Yusuf; 2011: 1-2).Setiap individu akan melalui fase-fase perkembangan dalam kehidupannya, dimana perubahannya akan sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan pembelajaran yang akan terus-menerus berlangsung dalam kehidupannya. Kurikulum sebagai alur yang disusun untuk fasilitas pemberian pengalaman hendaknya dapat disesuaikan dengan perkembangan yang di setiap tahapnya memiliki karakteristik tersendiri. Cattel, dkk (Yusuf; 2011:22) mengemukakan bahwa kemampuan belajar dan penyesuaian diri individu dibatasi oleh sifat-sifat yang inheren dalam organisme individu itu sendiri. Jadi sebagai calon pendidik sangat penting untuk memahami perkembangan peserta didik dimana setiap peserta didik memiliki kompetensi dan kepribadian yang berbeda. Sehingga dengan pemahaman akan perkembangan peserta didik dapat dijadikan acuan bagaimana kurikulum itu seharusnya ada. Beberapa ahli mengemukakan fase-fase yang berbeda untuk menggambarkan perkembangan individu, dimana dalam hubungannya dengan proses belajar, Yusuf (Sukirman; 2011: 27), menegaskan bahwa penahapan perkembangan yang digunakan sebaiknya bersifat elektif, artinya tidak terpaku pada suatu pendapat saja, tetapi bersifat luas untuk meramu dari berbagai pendapat yang mempunyai hubungan yang erat. Setiap tahap perkembangan memiliki karakteristik tersendiri, karena ada dimensi-dimensi perkembangan tertentu yang lebih dominan dibandingkan dengan tahap perkembangan lainnya. Atas dasar itu kita dapat memahami karakteristik profil pada setiap perkembangannya, sehingga pendidikan yang akan dilaksanakan dapat berkembang secara optimal. Yusuf (Sukirman; 2011:27-29) menguraikan karakteristik tahap-tahap perkembangan individu yang digambarkan sebagi berikut: (1) Masa Usia Prasekolah; dimana dalam masa ini terdapat dua masa utama, yaitu masa vital dan masa estetik.Masa vital adalah masa dimana individu mulai menggunakana fungsi-fungsi biologis untuk merespons berbagai hal yang terdapat di lingkungannya. Sedangkan masa estetik adalah masa dimana berkembangnya rasa keindahan dan masa peka bagi anak untuk memperoleh rangsangan melalui seluruh indranya. Masa ini disebut the golden age karena pada masa ini dianggap masa yang paling tepat untuk seorang individu dapat mengembangkan seluruh aspek-aspek pengembangannya. (2) Masa Usia Sekolah Dasar; tahap ini disebut dengan periode intelektual karena pada masa ini individu mulai menunjukkan perhatian yang besar terhadap dunia ilmu pengetahuan.(3) Masa Usia Sekolah Menengah; masa ini bertepatan dengan masa remaja dimana masa ini individu mulai banyak menarik perhatian karena sifatnya dan membentuk peranan yang dapat menentukan individu dalam masyarakat. Pemahaman tentang perkembangan peserta didik sebagaimana diuraikan akan berimplikasi terhadap pengembangan kurikulum, diantaranya yang diuraikan oleh Sukirman dan Asra sebagai berikut:(1) Setiap peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat dan kebutuhannya.(2) Disamping disediakannya pelajaran yang sifatnya umum dan wajib dipelajari oleh setiap anak di sekolah, perlu disediakan pelajaran pilihan yang sesuai dengan minat anak.(3) Lembaga pendidikan hendaknya menyediakan bahan ajar baik yang bersifat kejuruan maupun akademik. Bagi anak yang berbakat di bidang akademik diberi kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya.(4) Kurikulum memuat tujuan-tujuan yang mengandung aspek pengetahuan, nilai/sikap, dan keterampilan yang menggambarkan pribadi yang utuh melanjutkan lahir dan batin.

b) Psikologi Belajar dan KurikulumPsikologi belajar merupakan suatu studi tentang bagaimana individu belajar. Pembahasan tentang psikologi belajar erat kaitannya dengan teori belajar. Pemahaman tentang teori-teori belajar berdasarkan pendekatan psikologis adalah upaya mengenali kondisi objektif terhadap individu anak yang sedang mengalami proses belajar dalam rangka pertumbuhan dan perkembangan menuju kedewasaannya. Pemahaman yang luas dan komprehensif tentang berbagai teori belajar akan memberikan konstribusi yang dangat berharga bagi pengembang kurikulum untuk merumuskan model kurikulum yang diharapkan. (Sukirman; 2011:29-30).Ada tiga jenis teori belajar yang berkembang dan memiliki pengaruh terhadap pengembangan kurikulum:(1) Teori Psikologi Kognitif (Kognitvisme)Menurut aliran yang bersumber dari Psikologi Gestalt Field, belajar adalah proses proses mengembangkan insight (pemahaman baru) atau dengan kata lain mengubah pemahaman lama. Hal ini dapat terjadi apabila individu menemukan cara baru dalam menggunakan unsur-unsur yang ada di lingkungannya. Pemahaman merupajan citra dari atau perasaan tentang pola-pola atau hubungan dimana belajar dipandang sebagai perbuatan yang bertujuan, eksplorasi, imajinatif, dan kreatif. Perkembangan teori belajar goal insight dimulai dari psikologi configuratiolism dimana individu yang bertujuan diarahkan kepada pembentukan hubungan dengan lingkungan. Dimana terdapat belajar dengan pemahaman tingkat tinggi yang memungkinkan seseorang bertindak cerdas, berwawasan luas, dan mampu memecahkan berbagai masalah. Teori belajar kognitif bermulai dari psikologi lapangan Kurt Lewin dimana menurutnya individu selalu berada dalam life space. Dalam hal ini selalu ada tujuan yang ingin dicapai dan selalu ada hambatan-hambatan yang harus diatasi. Perbuatan individu merupakan purposive dimana ketika telah berhasil mencapai suatu tujuan maka timbul tujuan lain yang ingin dicapai dan berada dalam life space baru. Aspek dalam teori belajar cognitive field ini berkenaan dengan bagaimana individu memahami dirinya dan lingkungannya, serta bagaimana individu menggunakan pengetahuan dan pengenalannya serta apa yang harus diperbuat terhadap lingkungannya. Teori belajar ini menyataka bahwa satu unsur penting dalam proses belajar adalah apa yang dibawa individu ke dalam situasi belajar dimana segala sesuatu yang telah diketahui sangat menentukan keluasan pengetahuan dan informasi yang akan dipelajari. Sehingga teori ini memandang manusia adalah pelajar aktif yang memprakasai pengalaman, mencari, dan mengolah informasi untuk memecahkan masalah, mengorganisasi apa-apa yang telah diketahui untuk mencapai suatu pemahaman baru. Kemampuan kognitif seseorang mengalami tahapan perkembangan dimana setiap tahapnya menggambarkan kemampuan seseorang sesuai dengan usianya. Oleh karenanya, kurikulum yang disusun harus disesuaikan dengan tahapan yang menjadi objeknya. Karena teori perkembangan kognitif piaget diimplikasikan bahwa seorang pendidik harus memerhatikan tahapan perkembangan kognisi anak. (2) Teori Psikologi Behavioristik (Stimulus-Respon Theory)Teori belajar yang mencakup tiga teori ini (S-R Bond, Conditioning, Reinforcement) menganggap bahwa perkembangan ditentukan oleh faktor-faktor yang berasal dari lingkungannya, individu tidak memiliki potensi apapun dari kelahirannya. Belajar dianggap merupakan sebuah hasil dimana terjadi perubahan tingkah laku yang dapat diamati, disebabkan faktor eksternal pada diri individu. Teori S-R Bond yang merupakan salah satu bagian dari teori ini berasal dari psikologi koneksivisme (teori asosiasi) yang menganggap kehidupan merupakan hukum stimulus-respons, dan belajar merupakan sebuah usaha membentuk hubungan stimulus-respons sebanyak-banyaknya. Sukirman (2011:34) ada tiga hukum belajar yang dikemukakan oleh salah satu tokoh dari teori ini, Edward L.Thorndike: (a) Hukum kesiapan (law of readiness); menurutnya stimulus dan respon akan mudah terbentuk apabila ada kesiapan sistem saraf dari individunya.(b) Hukum latihan (law of exercise); hubungan stimulus dan respons akan terbentuk apabila sering dilatih atau diulang-ulang.(c) Hukum akibat (law of effect); hubungan stimulus dan respons akan terjadi apabila ada akibat yang menyenangkan. Teori conditioning yang merupakan teori kedua dari behaviorisme dipelopori oleh John B. Watson menganggap bahwa hubugan antara stimulus dan respon perlu dibantu dengan kondisi tertentu. Teori terakhir dari behaviorisme adalah teori reinforcement yang diawali oleh C.L.Hull dimana pengkondisian diberikan di respons berupa penghargaan dan pujian. (3) Teori Psikologi Humanistik (Self Theory)Abraham H. Maslow dan Carl R. Roger menganggap bahwa perilaku manusia itu ditentukan oleh dirinya sendiri (faktor internal) bukan oleh faktor lingkungan. Dimana manusia dianggap dapat mampu mengaktualisasikan dirinya, mampu mengembangkan potensi dan merasa utuh, memiliki makna, dan fungsi. Teori ini memandang belajar adalah proses yang melibatkan faktor intelektual dan emosional dimana hal ini tidak menentukan keberhasilan individu, dan mempercayai dorongan untuk belajar timbul dari diri sendiri. Roger (Sukirman; 2011: 35-36) mengemukakan mengenai prinsip-prinsip belajar berdasarkan teori humanistik:(a) Manusia mempunyai dorongan untuk belajar, dorongan ingin tahu, melakukan eksplorasi dan mengasimilasi pengalaman baru.(b) Belajar akan bermakna, apabila yang dipelajari itu relevan dengan kebutuhan anak.(c) Belajar diperkuat dengan jalan mengurangi ancaman eksternal seperti hukuman, sikap merendahkan murid, mencemoohkan, dan sebagainya.(d) Belajar dengan inisiatif sendiri akan melibatkan keseluruhan pribadi, baik intelektual maupun perasaan.(e) Sikap berdiri sendiri, kreativitas dan percaya diri diperkuat dengan penilaian diri sendiri. Penilaian dari luar merupakan hal yang sekunder. Teori ini lebih menekankan peranan guru sebagai fasilitator dan pembimbing yang memberikan kemudahan siswa dalam belajar. Melalui kajian tentang perkembangan peserta didik, diharapkan upaya pendidikan yang dilakukan sesuai dengan karakteristik peserta didik, baik penyesuaian dari segi kemampuan yang harus dicapai, materi atau bahan yang harus disampaikan, proses penyampaian atau pembelajarannya, dan penyesuaian dari segi evaluasi pembelajaran. (Psikologis)a. Mengacu pada teori psikologi kognitif, guru memiliki peran untuk menyesuaikan keluasan dan kedalaman program belajar, menggunakan strategi pembelajaran, memilih media dan sumber belajar dengan tingkat perkembangan kognisi anak. b. Mengacu pada teori psikologi behavioristik, guru harus tahu bagaimana diia bertindak dan berperilaku terhadapa siswa, baik dari segi mengapresiasi segala bentuk keaktifan siswa maupun membentuk pola-pola perilaku. c. Mengacu pada teori psikologi humanistik, guru harus mampu menerima siswa sebagai seorang yang memiliki potensi, minatm kebutuhan, harapan, dan mampu mengembangkan dirinya secara utuh dan bermakna.3. Landasan Sosiologis Pengembangan Kurikulum Pendidikan adalah proses sosialisasi melalui interaksi insani menuju manusia yang berbudaya. Dalam konteks inilah anak didik dihadapkan dengan budaya manusia, dibina dan dikembangkan sesuai dengan nilai budayanya, serta dipupuk kemampuan dirinya menjadi manusia yang berbudaya. Disisi lain bahwa pendidikan merupakan usaha menyiapkan subjek didik (siswa) menghadapi kehidupan yang selalu mengalami perubahan dengan pesat dan bahkan sulit untuk ditebak. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi perannya di masa yang akan datang. Teknologi adalah aplikasi dari ilmu pengetahuan ilmiah dan ilmu-ilmu lainnya untuk memecahkan masalah-masalah praktis. Ilmu dan teknologi tidak dapat dipisahkan. Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat seiring lajunya perkembangan masyarakat.Dengan kedua alasan tersebut di atas, maka agar kurikulum sebagai program pendidikan maupun kurikulum sebagai pengalaman yang diterapkan dalam proses pembelajaran di setiap satuan pendidikan, selain menggunakan kedua landasan yang telah dibahas sebelumnya yaitu landasan filosofis dan psikologis, juga harus menggunakan asumsi-asumsi atau landasan lainnya yaitu landasan sosiologis dan landasan teknologis atau yang dikenal dengan IPTEK.1) Pengertian SosiologisSosiologi adalah ilmu yang mempelajari unsur-unsur pokok dalam masyarakat, proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial dan masalah sosial. (Tim Mitra Guru;2006:3)2) Landasan Sosiologis Pengembangan KurikulumLandasan sosiologis pengembangan kurikulum adalah asumsi-asumsi yang berasal dari sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum. Dipandang dari sosiologi, pendidikan adalah proses mempersiapkan individu agar menjadi masyarakat yang diharapkan, pendidikan adalah proses sosialisasi, dan berdasarkan pandangan antrofologi, pendidikan adalah enkulturasi atau pembudayaan. Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia-manusia yang lain dan asing terhadap masyarakatnya, tetapi manusia yang lebih bermutu, mengerti, dan mampu membangun masyarakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi, karakteristik kekayaan, dan perkembangan masyarakat tersebut (Nana Syaodih Sukmadinata, 1997:58). Untuk menjadikan peserta didik agar menjadi warga masyarakat yang diharapkan maka pendidikan memiliki peranan penting, karena itu kurikulum harus mampu memfasilitasi peserta didik agar mereka mampu bekerja sama, berinteraksi, menyesuaikan diri dengan kehidupan di masyarakat dan mampu meningkatkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk yang berbudaya.Pendidikan adalah proses sosialisasi melalui interkasi insani menuju manusia yang berbudaya. Dalam konteks inilah anak didik dihadapkan dengan budaya manusia, dibina dan dikembangkan sesuai dengan nilai budayanya, serta dipupuk kemampuan dirinya menjadi manusia. (Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran, 2009:35)

a. Masyarakat dan Kurikulum Masyarakat adalah suatu kelompok individu yang terorganisir yang berpikir tentang dirinya sebagai suatu yang berbeda dengan kelompok atau masyarakat lainnya. Tiap masyarakat mempunyai kebudayaan sendiri-sendiri. Dengan demikian, yang membedakan masyarakat satu dengan masyarakat yang lainnya adalah kebudayaan. Hal ini mempunyai implikasi bahwa apa yang menjadi keyakinan pemikiran seseorang, dan reaksi seseorang terhadap lingkungannya sangat tergantung kepada kebudayaan dimana ia hidup.Menurut Daud Yusuf (1982), terdapat tiga sumber nilai yang ada dalam masyarakat untuk dikembangkan melalui proses pendidikan, yaitu: logika, estetika, dan etika. Logika adalah aspek pengetahuan dan penalaran, estetika berkaitan dengan aspek emosi dan perasaan, dan etika berkaitan dengan aspek nilai. Ilmu pengetahuan dan kebudayaan adalah nilai-nilai yang bersumber pada logika (pikiran). Sebagai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pada hakikatnya adalah hasil kebudayaan manusia, maka kehidupan manusia semakin luas, semakin meningkat sehingga tuntutan hidup pun semakin tinggi.Pendidikan harus mengantisipasi tuntutan hidup ini sehingga dapat mempersiapkan anak didik untuk hidup wajar sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat. Dalam konteks inilah kurikulum sebagai program pendidikan harus dapat menjawab tantangan dan tuntutan masyarakat. Untuk dapat menjawab tuntutan tersebut bukan hanya pemenuhan dari segi isi kurikulumnya saja, melainkan juga dari segi pendekatan dan strategi pelaksanaannya. Oleh karena itu guru sebagai pembina dan pelaksana kurikulum dituntut lebih peka mengantisipasi perkembangan masyarakat, agar apa yang diberikan kepada siswa relevan dan berguna bagi kehidupan siswa di masyarakat.Penerapan teori, prinsip, hukum, dan konsep-konsep yang terdapat dalam semua ilmu pengetahuan yang ada dalam kurikulum, harus disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat, sehingga hasil belajar yang dicapai oleh siswa lebih bermakna dalam hidupnya. Pengambangan kurikulum hendaknya memperhatikan kebutuhan masyarakat dan perkembangan masyarakat. Tyler (1946), Taba (1963), Tanner dan Tanner (1984) menyatakan bahwa tuntutan masyarakat adalah salah satu dasar dalam pengembangan kuikulum. Perubahan sosial budaya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam suatu masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung akan mengubah kebutuhan masyarakat. Kebutuhan masyarakat juga dipengaruhi oleh kondisi masyarakat itu sendiri. Masyarakat kota berbeda dengan masyarakat desa, masyarakat tradisional berbeda dengan masyarakat modern.Adanya perbedaan antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya sebagian besar disebabkan oleh kualitas individu-individu yang menjadi anggota masyarakat tersebut. Di sisi lain, kebutuhan masyarakat pada umumnya juga berpengaruh terhadap individu-individu sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu pengembangan kurikulum yang hanya berdasarkan pada keterampilan dasar saja tidak akan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat modern yang bersifat teknologis dan mengglobal. Akan tetapi pengembangan kurikulum juga harus ditekankan pada pengembangan individu dan keterkaitannya dengan lingkungan sosial setempat.Berdasarkan uraian di atas, sangatlah penting memperhatikan faktor karakteristik masyarakat dalam pengembangan kurikulum. Salah satu ciri masyarakat adalah selalu berkembang. Perkembangan masyarakat dipengaruhi oleh falsafah hidup, nilai-nilai, IPTEK, dan kebutuhan yang ada dalam masyarakat. Perkembangan masyarakat menuntut tersedianya proses pendidikan yang relevan. Untuk terciptanya proses pendidikan yang sesuai dengan perkembangan masyarakat diperlukan kurikulum yang landasan pengembangannya memperhatikan faktor perkembangan masyarakat.

b. Kebudayaan dan KurikulumKebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan ide atau gagasan, cita-cita, pengetahuan, kepercayaan, cara berpikir, kesenian, dan nilai yang telah disepakati oleh masyarakat.Ciri khas manusia adalah kemampuannya dalam mendidik dan dididik melalui aktivitas pendidikan. Dalam masyarakat, unsur pendidikan dan kebudayaan merupakan dua hal yang tidak terpisahkan dan saling berkaitan. Pendidikan adalah aktivitas dari kebudayaan dan merupakan aktivitas pembudayaan, di sisi lain kebudayaan menjelmakan aktivitas, sistem, dan struktur pendidikan. Oleh karena itu, baik masyarakat tradisional maupun modern selalu mengandung unsur pendidikan yang berusaha memperkenalkan dan membawa masyarakat ke arah kebudayaannya. Pendidikan menjadi suatu instrumen untuk menstranmisikan kebudayaan pada masyarakat dan generasi baru. Selain itu, pendidikan juga bersifat mengawetkan kebudayaan, sehingga dapat membuat anak-anak menjadi manusia yang berbudaya.Itu sebabnya, hasil pendidikan merupakan pola-pola kelakuan masyarakat yang menggambarkan kebudayaan masyarakat itu sendiri. Di balik itu, sistem pendidikan harus didasarkan atas kebudayaan masyarakat. Seperti telah ditegaskan dalam Tap MPRS 1966 Pasal 13, bahwa kebudayaan nasional harus menjadi sumber dan landasan bagi pendidikan dan pengajaran di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, dan bahwa pendidikan itu didasarkan atas kebudayaan nasional. Pengalihan pola tingkah laku yang mengandung unsur kebudayaan itu dilandaskan oleh pendidikan melalui proses pendidikan dalam institusi pendidikan. Di negara kita, proses pendidikan pembudayaan itu diselenggarakan dalam bentuk pendidikan formal yang disebut sekolah, dan melalui pendidikan nonformal yang berlangsung di luar sekolah. (Hamalik, 2009:88-89)Faktor kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan kurikulum dengan pertimbangan:1) Individu lahir tidak berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan, keterampilan, dan sebagainya. Semua itu dapat diperoleh individu melalui interaksi dengan lingkungan budaya, keluarga, masyarakat sekitar, dan sekolah/lembaga pendidikan. Oleh karena itu, sekolah/lembaga pendidikan mempunyai tugas khusus untuk memberikan pengalaman kepada para peserta didik dengan salah satu alat yang disebut kurikulum.2) Kurikulum pada dasarnya harus mengakomodasi aspek-aspek sosial dan budaya. Aspek sosiologis adalah yang berkenaan dengan kondisi sosial masyarakat yang sangat beragam, seperti masyarakat industri, pertanian, nelayan, dan sebagainya. Pendidikan di sekolah pada dasarnya bertujuan mendidik anggota masyarakat agar dapat hidup berintegrasi, berinteraksi dan beradaptasi dengan anggota masyarakat lainnya serta meningkatkan kualitas hidupnya sebagai makhluk berbudaya. Hal ini membawa implikasi bahwa kurikulum sebagai salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan harus bermuatan kebudayaan yang bersifat umum seperti: nilai-nilai, sikap-sikap, pengetahuan, dan kecakapan.(Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran, 2009:35-38) 4. Landasan Teknologis Pengembangan Kurikulum1) Pengertian TeknologisKata teknologi bermakna pengembangan dan penerapan berbagai peralatan atau sistem untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Teknologi merupakan hasil olah pikir manusia untuk mengembangkan tata cara atau sistem tertentu dan menggunakannya untuk menyelesaikan persoalan dalam hidupnya. (Maryono;2007:3)2) Landasan Teknologis Pengembangan KurikulumIlmu pengetahuan adalah seperangkat pengetahuan yang disusun secara sistematis yang dihasilkan melaui riset atau penelitian. Sedangkan teknologi adalah aplikasi dari ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis dalam kehidupan. Ilmu dan teknologi tidak dapat dipisahkan. Sejak abad pertengahan ilmu pengetahuan telah berkembang dengan pesat. Perkembangan ilmu pengetahuan pada saat kini banyak didasari oleh penemuan dan hasil pemikiran para filsuf purba seperti Plato, Socrates, Aristoteles, John Dewey, Archimedes, dan lain-lain.Seiring dengan perkembangan manusia, dewasa ini banyak dihasilkan temuan-temuan baru dalam berbagai bidang kehidupan manusia seperti kehidupan sosial, ekonomi, budaya, politik, dan kehidupan lainnya. Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) bukan menjadi monopoli suatu bangsa atau kelompok tertentu. Baik secara langsung maupun tidak langsung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut berpengaruh pula terhadap pendidikan. Perkembangan teknologi industri mempunyai hubungan timbal balik dengan pendidikan. Industri dengan teknologi maju memproduksi berbagai macam alat-alat dan bahan yang secara langsung atau tidak langsung dibutuhkan dalam pendidikan dan sekaligus menuntut sumber daya manusia yang handal untuk mengaplikasikannya.Kegiatan pendidikan membutuhkan dukungan dari penggunaan alat-alat hasil industri seperti televisi, radio, video, komputer, dan peralatan lainnya. Penggunaan alat-alat yang dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan program pendidikan, apalagi disaat perkembangan produk teknologi komunikasi yang semakin canggih, menuntut pengetahuan dan keterampilan serta kecakapan yang memadai dari para guru dan pelaksana program pendidikan lainnya. Mengingat pendidikan merupakan upaya menyiapkan siswa menghadapi masa depan dan perubahan masyarakat yang semakin pesat termasuk di dalamnya perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka pengembangan kurikulum haruslah berlandaskan pada pengetahuan dan teknologi.Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung berimplikasi terhadap pengembangan kurikulum yang di dalamnya mencakup pengembangan isi/materi pendidikan, penggunaan strategi dan media pembelajaran, serta penggunaan sistem evaluasi. Secara tidak langsung menuntut dunia pendidikan untuk dapat membekali peserta didik agar memiliki kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi sebagai pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan. (Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran, 2009:40-41)

C. Implementasi Landasan-Landasan Pengembangan Kurikulum

Tujuan PEND.Isi PEND.Proses PEND.EvaluasiFILOSOFISPSIKOLOGISSosial BudayaIPTEK

BAB IIIKESIMPULANA. KesimpulanDalam pengembangan kurikulum ternyata harus berpedoman pada empat landasan pokok yang dijadikan dasar dalam pengembangan kurikulum, yaitu:1. Landasan filosofis pengembangan kurikulum ialah pentingnya rumusan yang didapatkan dari hasil berpikir secara mendalam, analisis, logis, sistematis dalam merencanakan, melaksanakan, membina dan mengembangkan kurikulum baik dalam bentuk kurikulum sebagai rencana (tertulis), terlebih kurikulum dalam bentuk pelaksanaan di sekolah.2. Landasan psikologis adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari psikologi yang dijadikan titik tolak dalam mengembangkan kurikulum.3. Landasan sosiologis adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari sosiologi dan antrofologi yang dijadikan dalam titik tolak dalam mengembangkan kurikulum.4. Landasan teknologis adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari hasil-hasil riset atau penelitian dan aplikasi dari ilmu pengetahuan yang menjadi titik tolak dalam mengembangkan kurikulum.

DAFTAR PUSTAKAHamalik, Umar. (2009). Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hamalik, Oemar. (). Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Rosdakarya.Hernawan, A. Herry & Cynthia, Riche (Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran). (2012). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Press.Kesuma, Dharma & Somarya, Dede (Sub Koordinator MKDP Landasan Pendidikan). (2012). Landasan Pendidikan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.Kurniasih dan Syaripudin, Tatang. ( 2007). Landasan Filosofis Pendidikan dan landasan Pendidikan. Bandung: Sub Koordinator MKDP Landasan Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.Maryono & Istiana, Padmi. (2007). Teknologi & Informasi 1. Penerbit Quadra.Mudyahardo, Redja. (2001). Landasan-Landasan Filosofis Pendidikan. Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan UPI.Shancyu. (2010). Psikologi 1. [Online]. Tersedia: www.slideshare.net. Diakses pada tanggal 18 Februari 2014. Sukirman, Dadang & Asra (Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran). (2012). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Press.Suyitno, Y (Sub Koordinator MKDP Landasan Pendidikan). (2012). Landasan Pendidikan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.Tim Mitra Guru. (2006). Ilmu Pengetahuan Sosial: Sosiologi untuk SMP dan MTs Kelas VII. Penerbit Esis.Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. (2009). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kurtekpen UPI.Yusuf, Syamsu L.N & Sugandhi, Nani.M. (2011). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 35