Upaya Penyelamatan Apbn 2014 Melalui Koreksi Perencanaan

download Upaya Penyelamatan Apbn 2014 Melalui Koreksi Perencanaan

of 10

description

upaya penyelamatan apbn 2014

Transcript of Upaya Penyelamatan Apbn 2014 Melalui Koreksi Perencanaan

Hasil Pembahasan:

LANGKAH-LANGKAH KONGKRIT PEMERINTAHLangkah-langkah kongkrit yang dilakukan Pemerintah harus mengacu pada indikator APBN yang yang sehat dan berkesinambungan. Ketiga indikator tersebut ialah: defisit harus terkendali menuju seimbang atau surplus, keseimbangan primer terjaga positif, rasio utang yang cenderung menurun.

1. Defisit harus terkendali menuju seimbang atau surplus.Jumlah pengeluaran negara yang lebih besar daripada jumlah penerimaan negara menyebabkan defisit anggaran pada APBN kita. Hal ini dilakukan oleh pemerintah guna menjalankan kebijakan ekonomi ekspansif. Sejak tahun 2013, kondisi perekonomian global tidak dapat dipredeksi akibat isu pengurangan stimulus moneter (tapering off) di Amerika Serikat. Gejolak di pasar keuangan yang terjadi memicu aliran modal asing keluar dari negara berkembang menuju negara maju, terutama Amerika Serikat seiring dengan munculnya ekspektasi akan naiknya suku bunga AS.Alasan lain yang mendukung keluarnya portofolio asing di Indonesia adalah persepsi negatif investor asing terhadap tekanan inflasi yang sempat tinggi pasca kenaikan harga BBM bersubsidi dan defisit transaksi berjalan yang melebar. Keseluruhan hal ini berakibat pada menurunnya surplus transaksi modal dan finansial. Melebarnya defisit transaksi berjalan dan menurunnya surplus transaksi modal dan finansial menyebabkan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mengalami defisit setelah sebelumnya mengalami surplus.Akibat defisit transaksi berjalan yang semakin melebar, mendorong nilai tukar rupiah bergerak dalam tren melemah. Defisit yang semakin melebar ini menimbulkan gejala APBN yang tidak sehat.Selain menyebabkan terdepresiasinya nilai rupiah, pada tahun 2014 sebagai lanjutan isu perekonomian tahun 2013 menyebabkan beban utang luar negeri pemerintah semakin meningkat. Peningkatan nilai utang dalam rupiah turut meningkatkan nilai APBN serta beban belanja mandatory yang harus dipenuhi oleh Pemerintah.Sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28I, perlindungan, pemajuan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. Lebih lanjut dalam pasal 34 disebutkan bahwa:a. Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negarab. Negara mengembangkan sistemn jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaanc. Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasiitas pelayanan kesehatan dan failitas pelayanan umum yang layak.Demi memenuhi kewajiban Pemerintah terhadap rakyatnya dalam hal kesejahteraan sosial, dituangkan dalam pengeluaran-pengeluaran yang bersifat mandatory misalnya pendidikan sebesar 20%, serta transfer ke daerah.Beban belanja mandatory turut menjadi beban APBN yang cukup besar karena besarnya persentase yang mengikat, namun pelaksanaannya tidak menjadi mekanisme yang otomatis meningkatkan perekonomian nasional karena rendahnya kesadaran masyarakat akan nilai-nilai kebangsaan. Sebagai Negara berkembang dengan perekonomian yang bisa dikatakan belum sejahtera, tidak bisa dipungkiri bahwa situasi dan konsdisi perekonomian nasional menjadikan mental masyarakat untuk mencari keuntungan sebesar-besanrnya untuk kepentingan pribadinya.Berangkat dari permasalahan yang terjadi, maka langkah-langkah yang harus dilakukan pemerintah adalah:

Segi Pendapatan1. Untuk menuju APBN yang berimbang atau surplus tersebut, maka sumber-sumber pendapatan Negara, baik pajak maupun penerimaan Negara bukan pajak harus terus ditingkatkan agar dapat memperkuat kapasitas fiskal. 2. Dalam Nota Keuangan 2014, pemerintah telah menetapkan langkah-langkah yang strategis untuk mengamankan sekaligus meningkatkan pendapatan negara. Langkah tersebut telah dijabarkan secara detail untuk masing masing sektor penerimaan. a. Di bidang perpajakan, terkait upaya mencapai target penerimaan perpajakan tahun 2014, Pemerintah akan menerapkan beberapa kebijakan di bidang perpajakan, yaitu : Upaya peningkatan perpajakan dilakukan antara lain dengan melanjutkan reformasi administrasi perpajakan, reformasi peraturan dan perundang-undangan perpajakan, maupun reformasi pengawasan dan penggalian potensi pajak, serta melaksanakan reformasi pengadilan pajak. Penyempurnaan peraturan khususnya untuk bidang usaha pertambangan, panas bumi, bidang usaha berbasis syariah, dan jasa keuangan. penyempurnaan sistem administrasi perpajakan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak, antara lain melalui : (a)penyempurnaan dan perluasan pengguna e-filling untuk pajak dan sistem elektronik persediaan (e-inventory) untuk kepabeanan. Penyempurnaan kebijakan insentif perpajakan untuk mendukung iklim usaha dan investasi, antara lain melalui : penyusunan kebijakan insentif fiskal untuk mendukung pengembangan intermediateindustry; penyusunan kebijakan fiskal untuk mendukung penghiliran pertambangan melalui kebijakan disinsentif fiskal bea keluar untuk ekspor barang tambang mentah, dan insentif fiskal untuk pengembangan (saat ini telah diberlakukan Undang-Undang Minerba yang memberlakukan tarif yang tinggi jika pengusaha mengekspor tambang dalam bentuk bahan mentah). Penguatan penegakan hukum bagi penyelundup pajak (tax evation). Dari lima pokok kebijakan perpajakan tersebut, untuk saat ini Pemerintah akan lebih memprioritaskan kebijakan untuk perluasan basis pajak, mengingat masih besarnya potensi pajak yang ada dalam perekonomian, seperti sektor usaha informal. Namun, usaha untuk memperluas basis pajak memerlukan dukungan dari sisi legal atau peraturan perundang-undangan, teknologi informasi, dan dukungan dari seluruh komponen masyarakat. Selain bertujuan meningkatkan pendapatan negara, kebijakan di bidang perpajakan juga ditujukan untuk mendorong perekonomian melalui pemberian insentif fiskal untuk tujuan meningkatkan investasi dan daya saing. Insentif fiskal ini diberikan dalam bentuk pajak ditanggung Pemerintah (DTP), yang terdiri atas : (a)PPh DTP untuk komoditas panas bumi;(b)PPh DTP atas bunga, imbal hasil, dan penghasilan pihak ketiga atas jasa yang diberikan kepada Pemerintah dalam penerbitan SBN di pasar internasional;(c)bea masuk DTP. Sejak 1 Juli 2013 Pemerintah juga mewajibkan pelaku UMKM yang memiliki peredaran (omzet) di bawah Rp4,8 miliar per tahun untuk membayar pajak penghasilan sebesar 1 (satu) persen. Ketentuan itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan atas Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu (pengusaha/pedagang dengan omzet lebih kecil dari Rp4,8 miliar setahun, kecuali pedagang keliling, pedagang asongan, warung tenda di fasilitas umum, dan sejenisnya). Penerapan pajak terhadap UMKM tersebut bukan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara, melainkan untuk membantu persiapan pelaku usaha UMKM menjadi sektor formal, berupa kemudahan bagi UMKM untuk mendapat akses ke lembaga keuangan sehingga akan mendorong sektor tersebut makin berkembang.b. Untuk penerimaan bukan pajak, pokok-pokok kebijakan PNBP yang ditetapkan Pemerintah di tahun 2014 antara lain: peningkatan PNBP migas dan nonmigas;Salah satu upaya pemerintah yang harus dilakukan untuk meningkatkan PNBN Non migas adalah dengan menaikkan harga BBM pada harga ekonominya. Saat ini, pemerintah memberlakuka pembatasan BBM bersubsidi. kebijakan ini bersifat sementara agar kuota BBM yang telah ditetapkan sebesar 46 juta Kilo Liter dapat mencukupi hingga akhir 2014. Selain itu, langkah-langkah strategis yang dilakukan Pemerintah khususnya agar target lifting minyak bumi dan gas bumi dapat tercapai. meliputi antara lain : optimalisasi produksi pada lapangan existing; percepatan pengembangan lapangan baru; efisiensi cost recovery dengan berpedoman pada peraturan yang berlaku dan mengupayakan penurunan angka rasio cost recovery terhadap gross revenue; menyusun terms and conditions yang lebih menarik untuk wilayah kerja yang berada di remote area; meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam penyelesaian masalah yang berhubungan dengan perizinan dan tumpang tindih lahan;melaksanakan langkah-langkah kebijakan untuk meningkatkan lifting migas seperti diamanatkan dalam Inpres Nomor 2 Tahun 2012 tentang Peningkatan Produksi; memperbaharui harga jual gas. Di samping itu, Pemerintah juga akan melakukan pengawasan dan evaluasi secara lebih intensif dan komprehensif terhadap kinerja SKK Migas.

peningkatan kinerja badan usaha milik negara (BUMN) agar dapat berkontribusi lebih besar dalam dividen BUMN;Untuk mengoptimalkan pendapatan dari bagian laba BUMN, Pemerintah akan menempuh beberapa kebijakan sebagai berikut : optimalisasi terhadap pay out ratio dividen BUMN dengan tetap mempertimbangkan kondisi keuangan masing-masing BUMN; peningkatan return on invesment BUMN seiring dengan peningkatan capital expenditure(capex);right sizing terhadap jumlah BUMN untuk efisiensi dan peningkatan kinerja BUMN; danpeningkatanmarket capitalization untuk BUMN yang sudah go public. Optimalisasi PNBP tersebut juga akan disertai dengan optimalisasi pendapatan badan layanan umum (BLU). Pemerintah mempercepat revisi Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2012 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Kementerian ESDM agar bisa diterapkan mulai awal tahun 2014. Peningkatan Penerimaan dari sektor sumber daya alam:Untuk mengoptimalkan pendapatan pertambangan mineral dan batu bara, Pemerintah akan melakukan beberapa langkah kebijakan. Langkah-langkah tersebut antara lain : menjamin keamanan pasokan energi melalui upaya eksplorasi dan optimasi produksi energi nasional guna mengimbangi permintaan energi di dalam negeri; memastikan bahwa Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral dilaksanakan oleh seluruh pemegang izin usaha pertambangan (IUP) dan kontrak karya (KK) ;mendayagunakan barang dan jasa dalam negeri dalam kegiatan usaha pertambangan;mendorong investasi di dalam negeri dalam rangka menjaga pasokan energi nasional. Kebijakan selanjutnya adalah : menyusun peraturan dalam rangka meningkatkan nilai tambah komoditas mineral dan batubara, usaha jasa pertambangan, dan mendukung peningkatan rasio elektrifikasi melalui percepatan pembangunan pembangkit listrik 10.000 megawatt tahap I dan II; Meningkatkan potensi sumber daya manusia nasional terhadap industri pertambangan. Meningkatkan kerja sama dengan instansi terkait (pemda, BPKP, BPK, Kemendag, Kemenkeu, dan KPK); Melakukan penyempurnaan tarif royalti pertambangan.Langkah optimalisasi juga dilakukan untuk sektor kehutanan, perikanan, panas bumi.

Pencapaian target PNBP lainnya masih menghadapi tantangan yang cukup berat. Hal tersebut terutama disebabkan oleh belum optimalnya mekanisme penagihan, penyetoran, dan pengelolaan PNBP K/L. c. Upaya lain yang dapat dilaksanakan adalah sebagai berikut : Optimalisasi pengawasan pembayaran masa; Penggalian potensi pajak berbasis sektoral nasional dan regional, termasuk Wajib Pajak Bendahara dan Orang Pribadi, dengan mengoptimalkan fungsi ekstensifikasi, penyuluhan, pengawasan dan pemeriksaan:Sektor nasional meliputi sektor Real Estate, termasuk jasa konstruksi dan perhotelan, dan jasa keuangan atau perbankan;Sektor regional berdasarkan potensi ekonomi regional;Penggalian potensi Wajib Pajak Bendahara yang dilakukan melalui upaya-upaya antara lain: pengembangan Sistem Informasi Keuangan Daerah, Rekonsiliasi Nasional antara realisasi belanja pemerintah dengan realisasi setoran pajak, dan registrasi ulang Wajib Pajak Bendahara;Penggalian potensi Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas, dengan memanfaatkan data internal dan eksternal secara lebih optimal;Pengawasan Wajib Pajak Ijin Usaha Pertambangan (IUP) mineral dan batubara, perkebunan sawit dan industri rokok secara lebih optimal, melalui pengaturan kembali tempat terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak tempat menjalankan usaha pokok;Peningkatan kepatuhan Wajib Pajak melalui kegiatan registrasi terpadu Wajib Pajak Badan/ Orang Pribadi dan SPT Prepopulated untuk mendukung E-Filling;Optimalisasi pemanfaatan data hasil Sensus Pajak Nasional;Penataan Tugas dan Fungsi Account Representative dan pemanfaatan fungsional penilai dalam penggalian potensi pajak secara lebih berdaya guna;Penyempurnaa regulasi yang lebih mendukung upaya peningkatan penerimaan pajak.Penyempurnaan Sistem Administrasi Perpajakan Untuk Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak (WP) Ditjen Pajak telah menyempurnakan cara pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan menggunakan internet atau dikenal dengan e-filing. Selain itu, juga akan diimpelmentasikan penggunaan electonic faktur (e-faktur) dalam administrasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Bulan Juli 2014.

Dari uraian diatas bisa kita lihat bahwa langkah-langkah pemerintah sebenarnya sudah sangat kongkrit, namun demikian tetap ada satu hal yang menjadi kunci agar semua langkah tersebut bisa dijalankan dan mengarah pada sasaran yang tepat, yaitu konsistensi. Semua elemen pemerintahan baik pusat maupun daerah hendaknya melaksanakan amanat yang sudah dituangkan dalam APBN demi terciptanya kondisi perekonomian yang stabil dan berkelanjutan.

Segi Belanja

Kualitas belanja Negara harus ditingkatkan agar benar-benar dapat digunakan secara efektif untuk mencapai kemakmuran rakyat melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kualitas pelayanan dasar, dan desentralisasi fiskal dalam rangka otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab. APBN diarahkan untuk mendorong Triple Track Strategy + 1 Kabinet Indonesia Bersatu II, yaitu: Pro Growth, Pro Job, Pro Poor, dan Pro Environment.Isu-isu utama yang menjadi masalah dalam belanja negara yang sampai sat ini belum dapat diselesaikan oleh pemerintah adalah:1. fiscal space APBN masih terbatas. Komposisi belanja negara masih didominasi oleh belanja mengikat yang bersifat wajib. Sekitar 97 % dari Pendapatan Dalam Negeri (Pajak dan PNBP) tahun 2014 digunakan untuk membiayai belanja mengikat yang bersifat wajib, antara lain untuk transfer ke daerah (35%); belanja pegawai dan barang (27%); subsidi (20%); dan bunga Utang (11%). Dana yang tersisa untuk belanja tidak mengikat (Diskresioner), antara lain belanja modal untuk infrastruktur dan bantuan sosial menjadi sangat terbatas.2. mandatory spending semakin membesar. Hal ini terutama karena beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan dan langkah-langkah kebijakan bersifat mengikat dan/atau membatasi ruang fiskal APBN: (1) kewajiban penyediaan anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN/APBD sesuai amanat Amandemen UUD 1945; (2) kewajiban pemenuhan tunjangan untuk guru (fungsional, profesi, maslahat tambahan, dan tunjangan khusus) sesuai UU No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No.14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen; (3) kewajiban penyediaan dana perimbangan sekitar 27 - 30% terhadap belanja negara, yaitu: untuk DAU minimal 26% dari penerimaan dalam negeri neto, dan DBH sesuai ketentuan UU No 33/2004; (4) penyediaan dana otonomi khusus (2% dari DAU Nasional) sesuai dengan Undang-undang otonomi khusus Nangroe Aceh Darussalam dan Papua; dan (5) penyediaan alokasi anggaran kesehatan 5% dari APBN (sesuai UU No 36/2009). Mandatory spending yang semakin meningkat tersebut semakin memperkecil fiscal space.3. penyerapan anggaran belanja negara masih belum optimal. Daya serap anggaran belanja K/L rata-rata hanya sekitar 90-93% dari pagu APBN. Selain itu, realisasi belanja biasanya menumpuk di akhir tahun, sehingga dampaknya pada pertumbuhan ekonomi nasional menjadi kurang maksimal. Hal-hal yang menyebabkan penyerapan anggaran K/L belum optimal, diantaranya adalah: (1) keterlambatan penetapan kuasa pengguna anggaran (KPA), dan pengelola kegiatan di hampir semua Satker Pusat dan Daerah; (2) perencanaan kegiatan yang kurang baik: tidak ada kerangka acuan kerja (TOR dan RAB); (3) masalah pengadaan dan pembebasan lahan; serta (4) fleksibilitas yang terbatas dalam memanfaatkan sisa anggaran.

Dalam rangka meningkatkan kualitas belanja Negara agar dapat berfungsi sebagai instrumen fiskal yang efektif dalam peningkatan kesejahteraan rakyat, Pemerintah dapat melakukan langkah-langkah sebagai berikut:a. Mengurangi Belanja SubsidiJika ditilik kembali ke belakang, potensi pembengkakan defisit APBN bersumber dari semakin besarnya subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Pemerintah telah berupaya menekan defisit APBN dari sektor subsidi BBM dengan cara menaikkan harga BBM sesuai dengan nilai ekonominya.Penurunan subsidi BBM, listrik, gas telah dilakukan oleh pemerintah namun pelaksanaannya belum optimal karena masih adanya beban subsidi yang ditanggung pemerintah yang bersumber dari pinjaman. Hal ini mungkin ditempuh oleh pemerintah guna menekan gejolak dalam masyarakat karena efek dari kenaikan bahan bakar minyak dan listrik akan dirasakan dampaknya secara langsung oleh masyarakat dan berimbas pada seluruh sektor riil.

b. penghematan belanja program yang bersifat teknis namun tidak esensialbelanja yang bersifat rutin namun tidak esensial untuk setiap instansi pemerintah sebaiknya dipangkas tanpa mengurangi kinerja dari instansi yang bersangkutan. Misalnya belanja perjalanan dinas, konsinyering, pengeluaran telpon dan listrik. penghematan Belanja perjalanan dinas telah diambil sebagai langkah oleh pemerintah untuk mengurangi belanja pemerintah sebagaimana tercantum dalam nota keuangan tahun 2014. Anggaran belanja pemerintah pusat diarahkan pada upaya untuk mendukung pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan efisien. Kebijakan pertama ini dilakukan antara lain melalui langkah menjaga pendapatan riil pegawai pemerintah dan pensiunannya, melanjutkan program reformasi birokrasi, serta mengendalikan belanja barang, terutama untuk operasional dan perjalanan dinas.Dalam RAPBN tahun 2014, alokasi anggaran belanja barang direncanakan sebesar Rp203,7 triliun, atau 2,0 persen terhadap PDB. Jika dibandingkan dengan pagu belanja barang yang ditetapkan dalam APBNP tahun 2013 sebesar Rp206,5 triliun (2,2 persen terhadap PDB),maka alokasi anggaran belanja barang dalam RAPBN tahun 2014 tersebut berarti mengalami penurunan sebesar Rp2,9 triliun atau 1,4 persen. Penurunan anggaran tersebut dipengaruhi oleh : (1) penerapan flat policy untuk belanja operasional; (2) pengendalian perjalanan dinas dan konsinyering; dan (3) pengalihan anggaran ke kegiatan yang lebih produktif.Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (R-APBNP) 2014 yang diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat belum lama ini, belanja subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), elpiji dan bahan bakar nabati (BBN) dinaikkan dari Rp 210,7 triliun menjadi Rp 285 triliun. Belanja subsidi listrik juga naik dari Rp 71,4 triliun menjadi Rp 107,1 triliun..Melonjaknya subsidi energi terutama BBM dan menurunnya pendapatan negara memaksa pemerintah untuk mengambil langkah-langkah untuk menekan defisit anggaran. Ada dua cara yang bisa dilakukan untuk menekan defisit anggaran, yakni memotong anggaran dan menghilangkan subsidi BBM dengan cara menaikkan harga BBM bersubsidi. Namun pemerintah memilih opsi pertama yakni menghemat dan memotong anggaran belanja kementerian/lembaga dengan menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2014 tentang Langkah-Langkah Penghematan dan Pemotongan Belanja Kementerian/Lembaga dalam rangka Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2014 yang ditandatangani Presiden SBY tanggal 19 Mei 2014.Poin utama dalam Inpres Nomor 4 Tahun 2014 tersebut adalah kementerian dan lembaga melakukan identifikasi secara mandiri (self blocking) terhadap program/kegiatan di dalam Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga Tahun Anggaran 2014, yang akan dihemat dan memastikan anggarannya tidak dicairkan dan disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari sejak Instruksi Presiden ini ditetapkan. Penghematan dan pemotongan dilakukan utamanya terhadap belanja honorarium, perjalanan dinas, biaya rapat/konsinyering, iklan, pembangunan gedung kantor, pengadaan kendaraan operasional, belanja bantuan sosial, sisa dana lelang atau swakelola, serta anggaran dari kegiatan yang belum terikat kontrak.Dalam Inpres tersebut, anggaran belanja sebanyak 83 kementerian dan lembaga dalam APBN 2014 akan dipangkas sebesar Rp100 triliun dari total belanja Rp637,841 triliun atau penghematannya mencapai 16 %. Bila tiga kementerian dan lembaga yang tidak mengalami pemotongan (Kemendikbud, KPU, dan Badan Pengawas Pemilu) tidak dimasukkan maka persentese penghematan menjadi 19% dari total belanja. Setelah APBN-P disahkan pada 18 Juli 2014, Anggaran Belanja Dipangkas Rp 43 Triliun.

c. Redesign kebijakan subsidiPerancangan ulang (Redesign) kebijakan subsidi: merubah sistem subsidi dari subsidi harga menjadi subsidi yang tepat sasaran (targeted subsidy), membatasi sasaran penerima subsidi melalui sistem seleksi yang ketat dan basis data yang transparan, serta menata ulang sistem penyaluran subsidi yang lebih akuntabel, predictable, dan lebih tepat sasaran.

d. Seleksi Proyek Pembangunan Yang Produktifpengeluaran guna membiayai proyek-proyek besar yang bersifat multiyear maupun annual harus diseleksi sedemikian rupa sehingga pemerintah memprioritaskan proyek-proyek yang bisa digunakan sebagai sapi perah (cash cows) guna membayaran cicilan pokok dan bunga hutang. Sebagai contoh, proyek pembangunan Sarana Olahraga Hambalang yang saat ini tengah menjadi isu hangat di negeri ini. Yang menjadi pertanyaan,apakah output dari proyek Hambalang yang menelan angka triliunan rupiah, dapat membantu pemerintah dalam mendulang pendapatan negara. Jika pendapatan yang diharapkan dari pembangunan tersebut kecil ataupun nihil, untuk apa pemerintah membiayai program-program tersebut. Pemerintah perlu melakukan analisis/ seleksi proyek-proyek pembangunan yang produktif dan diurutkan berdasarkan prioritas. Proyek-proyek yang mebutuhkan biaya besar dan penyelesaiannya dalam jangka waktu lama sudah sepatutnya ditunda dulu mengingat kemampuan pemerintah yang belum optimal menggali potensi pendapatan dalam negeri.

e. Mengurangi Pengeluaran-Pengeluaran Program Yang Tidak ProduktifPengeluaran-pengeluaran yang bersifat tidak produktif yang dimaksud adalah program-program yang tidak mendukung sektor riil, tidak mendukung penerimaan pajak, dan tidak mendukung penerimaan devisa harus dikurangi. pemotongan anggaran untuk program semacam ini harus dilaksanakan secara hati-hati karena pemotongan pengeluaran tanpa memperbaiki produktivitas program, berarti akan ada kecenderungan pada menurunnya kualitas dan kuantitas output. Pemangkasan pada belanja negara pada APBN-P 2014 disepakati menjadi sebesar Rp 1.876,87 triliun, terdiri atas belanja pemerintah pusat Rp 1.280,36 triliun dan transfer ke daerah Rp 596,50 triliun. Belanja modal sebesar Rp 151 triliun, belanja pegawai Rp 263 triliun, dan belanja barang Rp 153 triliun. Sedangkan pemotongan anggaran menjadi Rp 43,25 triliun di APBNP atau lebih rendah 56% dari rencana semula sebesar dari Rp 100 triliun.Adapun alokasi untuk belanja subsidi sendiri mencapai Rp 403,05 triliun. Khusus subsidi energi sebesar Rp 350,30 triliun, yang terdiri atas subsidi bahan bakar minyak (BBM), liquefied petroleum gas (LPG), dan bahan bakar nabati (BBN) sebesar Rp 246,49 triliun serta subsidi listrik Rp 103,81 triliun. Sedangkan subsidi non-energi mencapai Rp 52,7 triliun. Sementara pengurangan tambahan pembiayaan anggaran Rp10 triliun dari yang diusulkan dalam RAPBN-P 2014, menjadi sebesar Rp241,5 triliun dalam APBN-P 2014.

f. mempercepat penyerapan anggaran belanja antara lain dengan: (1) melakukan monitoring dan evaluasi atas kinerja pencairan dan pencapaian sasaran kegiatan, sebagai dasar pemberian reward & punishment; (2) mendorong K/L untuk menempatkan SDM yang kompeten, masing-masing di bidang perencanaan, penganggaran, pelaksanaan kegiatan, dan pengadaan; serta (3) mempercepat pemberian ijin bagi kontrak kegiatan tahun jamak. Sejalan dengan itu, pembiayaan APBN dari utang harus mengedepankan prinsip-prinsip pengelolaan anggaran negara yang sehat dan prudent untuk menjaga kesinambungan fiskal (fiscal sustainability).

2. Keseimbangan Primer terjaga positifYang dimaksud dengan keseimbangan primer adalah total penrimaan dikurangi belanja diluar pembayaran bunga. Selama ini keseimbangan primer selalu berada dalam kondisi surplus. Namun sejak tahun 2012 keseimbangan primer telah menyentuh minus sebesar 50,8 triliun atau mendekati 1% PDB, begitu pula dengan tahun 2013.

Minusnya keseimbangan primer dapat diartikan sebagai tidak mencukupinya total penerimaan negara untuk membiayai belanja negara diluar belanja bunga. Menurut Hidayat Amir, Dengan demikian keseimbangan primer merupakan indikator yang menunjukkan kapasitas fiskal untuk membiayai belanja negara. Ketika keseimbangan primer adalah negatif maka dapat dipastikan bahwa pengeluaran pemerintah akan banyak bergantung kepada utang sehingga tingkat utang negara akan mengalami kenaikan signifikan. Jika kondisi ini terus berlanjut maka kecenderungan yang terjadi adalah semakin meningkatnya defisit di masa yang akan datang, baik untuk pembayaran utang maupun pengeluaran belanja yang semakin meningkat seiring berjalannya waktu.

3. Rasio utang cenderung menurunKebijakan anggaran defisit yang dijalankan oleh pemerintah Indonesia tidak lepas dari unsur politik yang mendasarinya. Sampai tahun 1998/1999 Indonesia menerapkan kebijakan anggaran seimbang, namun tiba-tiba pada tahun selanjutnya Indonesia mengumumkan defisit anggaran yang luar biasa.Pembiayaan defisit anggaran sebagian besar ditutupi oleh utang luar negeri yang terasa sekali menjadi beban dalam apbn kita. Besaran cicilan pokok dan bunga utang sangat bergantung pada kuat atau lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar yang terkadang tidak dapat dikontrol oleh otoritas ekonomi Indonesia.Anehnya, sebagian besar elite ekonomi negara ini bangga dengan meningkatnya hutang luar negeri di Indonesia dengan mengatasnamakan meningkatnya kepercayaan dunia pada kemampuan Indonesia dalam membayar hutang. Padahal, dengan semakin meningkatnya utang luar negeri, jerat asing dalam kedaulatan republik ini semakin besar. dan Indonesia bisa saja menjadi negara boneka jika tidak mampu keluar dari jeratan utang luar negeri.Dari data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan yang dikutip, total utang pemerintah Indonesia hingga Februari 2014 mencapai Rp 2.428,63 triliun dengan rasio 24,7% terhadap PDB. Angka yang cukup fantastis untuk diwariskan kepada anak cucu negeri ini. Warisan yang seharusnya dinikmati, namun malah menggerogoti.Rasio utang yang cenderung menurun mencerminkan kemampuan pemerintah untuk melunasi utang dan bunganya. Namun, jika dilihat dari tabel berikut, tampak rasio utang terhadap pdb semakin meningkat pada apbn-p sejak tahun 2013.

Pada tahun 2013, sebagaimana dijelaskan pada awal analisis ini, kondisi ekonomi dunia sedang tidak stabil sebagai dampak dari isu tapering off the Fed yang diberlakukan di Amerika Serikat. Karena ketidakstabilan ekonomi, memacu investor untuk menasik modalnya dari Indonesia. Hal ini menyebabkan melemahnya rupiah, sehingga beban utang pemerintah dalam denominasi dollar juga ikut meningkat. Pada APBN 2013 persentase defisit terhadap PDB sebesar 1,65%. Sedangkan pada APBN-P meningkat menjadi 2,38%. Hal ini juga terjadi pada tahun 2014. Pada APBN 2014, ditetapkan persentase defisit terhadap PDB sebesar 1,69% dari PDB. Namun, gejolak ekonomi dunia kembali terjadi sehingga asumsi dasar ekonomi makro meleset jauh dari perkiraan. Akibatnya, beban defisit berpotensi melebar hingga 4,69% terhadap PDB jika tidak dilakukan revisi. Oleh karena itu, pemerintah melakukan revisi pada APBN-P 2014 dengan persentase yang ditetapkan sebesar 2,4%PDB.Untuk menahan gejolak fluktuasi nilai utang luar negeri yang tidak dapat diprediksi, langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah:a. utamakan pembiayaan dari perbankan dalam negeriPembiayaan dari saldo rekening pemerintah adalah penerimaan atau pengeluaran pembiayaan yang terkait dengan pemnerimaan dan pengembalian dari rekening-rekenign pemerintah lainnya yang dikelola oelh Menkeu selaku BUN. Saldo rekening pemerintah tersebut bersumber dari penerimaan rekening dana investasi(RDI), Rekening Pemabnguna Daerah (RPD), Rekening Pembanguna Hutan (RPH), Saldo ANggaran Lebih (SAL), dan rekeingin lainnya. Penggunaan saldo rekening pemerintah dalma setiap tahun anggaran dipengaruhi oelh akumulasi uang tunai-saldo yang ada di rekening pemerintah sebagai hasil operasional penerimaan dikurangi pengeluaran apbn dalam apbn tahun2 sebelumnya.b. pembiayaan dari sektor non perbankan dalam negeripenerbitan SUN, ORI, SBSN dari masyarakat. Hal ini juga sama amannya karena utang masih dalam denominasi rupiah sehingga aman dari fluktuasi kurs. Selain itu, utang dalam negeri menyiratkan bahwa Indonesia mampu membiayai sendiri defisit apbn nya tanpa cengkeraman pihak asing.c. pembiayaan dari luar negerijika potensi pendanaan dan pendapatan dalam negeri belum memungkinkan untuk membiayai belanja negara, maka pemerintah tetap harus meminjam kepada pihak asing untuk membaiyai penyelenggaraan negara. Karena terkait dengan kesinambungan fiskal suatu negara, pemerintah harus mampu menyediakan dana untuk membiayai keberlangsungan negara tersebut. Jika masih ada kontroversi perlu atau tidaknya utang, marilah berkaca kembali apakah negara kita bisa ada danhidup tanpa utang. Mungkin bisa, tapi tidak sekarang.