Upaya pemerintah dalam menanggulangi pkl

27
1 1. Latar Belakang Masalah Pedagang kaki lima di Indonesia merupakan hal yang wajar terjadi, ini disebabkan karena minimnya lapangan pekerjaan yang ada, sehingga orang-orang bekerja dengan berjualan di pinggiran jalan. Tetapi, karena ulah mereka berjualan di pinggiran jalan dapat menyebabkan terjadinya kemacetan yang meresahkan juga bagi pengguna kendaraan. Dalam hal ini pemerintah seharusnya membuat kebijakan yang dimana pedagang kaki lima tersebut dapat direlokasi ke tempat yang layak agar terciptanya situasi yang aman dan nyaman. Penanganan masalah pedagang kaki lima atau yang selanjutnya disingkat PKL menjadi hal yang meresahkan saat ini, terutama bagi pemerintah daerah, baik pemerintah kota maupun pemerintah kabupaten. Penanganan yang sebaiknya dilakukan dengan penanganan yang akan berdampak positif kepada banyak pihak, yaitu pemerintah, PKL itu sendiri dan masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa profesi PKL menjadi suatu mata pencaharian di kala seseorang tidak punya pekerjaan atau tidak dapat ditampung dalam sektor formal. Dengan demikian pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus segera membuat strategi pengembangan PKL sebagai bagian dari pengembangan sektor informal dalam rangka penanggulangan kemiskinan di perkotaan.

Transcript of Upaya pemerintah dalam menanggulangi pkl

Page 1: Upaya pemerintah dalam menanggulangi pkl

1

1. Latar Belakang Masalah

Pedagang kaki lima di Indonesia merupakan hal yang wajar terjadi, ini

disebabkan karena minimnya lapangan pekerjaan yang ada, sehingga orang-orang

bekerja dengan berjualan di pinggiran jalan. Tetapi, karena ulah mereka berjualan di

pinggiran jalan dapat menyebabkan terjadinya kemacetan yang meresahkan juga bagi

pengguna kendaraan. Dalam hal ini pemerintah seharusnya membuat kebijakan yang

dimana pedagang kaki lima tersebut dapat direlokasi ke tempat yang layak agar

terciptanya situasi yang aman dan nyaman.

Penanganan masalah pedagang kaki lima atau yang selanjutnya disingkat PKL

menjadi hal yang meresahkan saat ini, terutama bagi pemerintah daerah, baik

pemerintah kota maupun pemerintah kabupaten. Penanganan yang sebaiknya

dilakukan dengan penanganan yang akan berdampak positif kepada banyak pihak,

yaitu pemerintah, PKL itu sendiri dan masyarakat.

Tidak dapat dipungkiri bahwa profesi PKL menjadi suatu mata pencaharian di

kala seseorang tidak punya pekerjaan atau tidak dapat ditampung dalam sektor formal.

Dengan demikian pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus

segera membuat strategi pengembangan PKL sebagai bagian dari pengembangan

sektor informal dalam rangka penanggulangan kemiskinan di perkotaan.

Beberapa strategi yang dikembangkan adalah penataan PKL sehingga kawasan

kota tetap cantik dalam bentuk pemberdayaan seperti : pemberian izin usaha,

pemberian modal, pemberian bantuan sarana dan prasana, serta pemberian pelatihan.

Terdapat beberapa pendekatan yang digunakan oleh pemerintah Kota

Padangsidimpuan, yaitu : pertama, pendekatan humanistik yang dijalankan oleh Kota

Padangsidimpuan yang memberdayakan PKL menjadi salah satu daya tarik kota dan

sumber pendapatan. Pendekatan kedua, pendekatan relokasi yang dimana

memberdayakan PKL ke tempat yang layak. sebagai lokasi PKL.

Pedagang Kaki adalah istilah untuk menyebut menawarkan dagangan yang

menggunakan gerobak. Saat ini istilah pedagang kaki lima juga digunakan untuk

sekumpulan pedagang yang menjual barang dagangannya di tepi-tepi jalan umum,

trotoar, yang jauh dari kesan rapi dan bersih. Pengertian dari Pedagang kaki lima itu

sendiri adalah orang dengan modal yang relatif kecil berusaha di bidang produksi dan

Page 2: Upaya pemerintah dalam menanggulangi pkl

2

penjualan barang-barang untuk memenuhi kebutuhan, dan dilakukan di tempat-tempat

yang dianggap strategis.

Pada umumnya mayoritas pedagang kaki lima hanya terdiri dari satu tenaga

kerja. Keberadaan pedagang kaki lima merupakan salah satu bentuk usaha sektor

informal, sebagai alternatif lapangan pekerjaan bagi kaum urban. Lapangan pekerjaan

yang semakin sempit ikut mendukung semakin banyaknya masyarakat yang

bermatapencaharian sebagai pedagang kaki lima.

Dilihat dari berbagai profilnya PKL sebagai bagian ekonomi sektor informal

layak untuk dikembangkan sebagai suatu alternatif penanggulangan kemiskinan

dengan berbagai cara pengembangan dan pemberdayaanya di perkotaan, tanpa

melupakan pengembangan perekonomian di sektor lainnya baik di perkotaan dan di

pedesaan.

Menyikapi keberadaan PKL yang semakin hari terasa semakin memerlukan

perhatian dan penanganan yang bijaksana. Bagaimanapun juga, menata apalagi

meniadakan PKL, akan menimbulkan kekacauan yang beragam, karena masalah PKL

menyangkut banyak pihak yang berkepentingan. Keterbatasan sumber-sumber

keuangan memaksa kita harus menentukan prioritas. Prioritas pertama hendaknya

diberikan kepada kawasan-kawasan PKL yang secara langsung telah mengganggu arus

lalu lintas. Penanganan kawasan lainnya perlu disesuaikan dengan kondisi kawasan-

nya, apakah cukup pembinaan, penataan atau sudah diperlukan penertiban.

Permasalahan PKL sebagai sebuah wacana yang dapat dijadikan bahan diskusi

dengan melibatkan berbagai unsur yang terkait seperti, akademisi, lembaga swadaya

masyarakat, tokoh masyarakat, unsur pemerintah dan tidak ketinggalan para PKL nya

itu sendiri. Berbagai persoalan yang ada di kota Padangsidimpuan, misalnya

kemacetan, kebersihan, ketertiban dan keamanan, pengguran dan masih banyak lagi.

Sebenarnya masalah-masalah tersebut mamiliki hubungan dengan penataan pedagang

kaki lima. Misalnya, penjual buah atau makanan di pinggir-pinggir jalan,memang

mereka tidak terlalu berdampak pada kemacetan namum para pembeli yang parkir

kendaraannya di bibir jalan penyebabnya dan ini hampir kita lihat di sepanjang jalan di

Padangsidimpuan. Kemudian masalah kebersihan walaupun hanya berdampak sedikit

namun tidak bisa dipungkiri salah satu penyababnya adalah dari sampah, dan

pedagang kaki lima merupakan penyumbang sampah terbesar.sebaliknya pedagang

Page 3: Upaya pemerintah dalam menanggulangi pkl

3

kaki lima ini memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap pendapatan asli

daerah (PAD) yang dipungur melalui retribusi.

Sedangkan bentuk sarana perdagangan yang digunakan pedagang kaki lima

dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Gerobak/kereta dorong, yang biasanya digunakan oleh pedagang yang

berjualan makanan, minuman, atau rokok.

b. Pikulan/keranjang, bentuk saranan ini digunakan oleh pedagang keliling atau

semi permanen. Bentuk ini dimaksudkan agar barang dagangan mudah dibawa

atau berpindah tempat.

c. Warung semi permanen, yaitu berupa gerobak/kereta dorong yang diatur

sedemikian rupa secara berderet dan dilengkapi dengan meja dan kursi.

d. Kios, bentuk sarana ini menggunakan papan-papan yang diatur sedemikian

rupa sehingga menjadi sebuah bilik, yan mana pedagang tersebut juga tinggal

di dalamnya.

e. Gelaran/alas, pedagang menggunakan alas tikar, kain atau sejenisnya untuk

menjajakan dagangannya.1

Dari semua dampak negatif yang ditimbulkan karena keberadaannya yang tidak

pada tempat semestinya, kenyataannya sebagian besar masyarakat lebih memilih untuk

membeli barang atau makanan pada pedagang kaki lima. Hal ini disebabkan karena

mereka menjual barang dagangan dengan harga yang lebih murah bila dibandingkan

dengan di toko. Semakin hari, bukannya semakin berkurang malah semakin bertambah

banyak. Hal ini karena modal dan biaya yang dibutuhkan kecil, sehingga banyak

pedagang bermodal kecil atau kalangan ekonomi lemah yang akan mendirikan

usahanya, kemudian memulai usahanya dengan menjadi pedagang kaki lima. Dampak

negatifnya adalah sangat sulit untuk melakukan penataan sampai benar-benar rapi.

Tidak hanya sekali dilakukan penataan, namun tetap saja pedagang-pedagang tersebut

tidak berkurang jumlahnya, tetapi semakin menjamur.

Seperti tahapan penataan di atas, sebelum melakukan penggusuran, terlebih

dulu petugas melakukan sosialisasi kepada para pedagang kaki lima. Petugas memberi

penjelasan mengenai peraturan yang mengatur keberadaan pedagang kaki lima, 1 Kartono kartini dkk, 2003.pedagang kaki lima, Universitas Pharayangan, Bandung. Hal.54

Page 4: Upaya pemerintah dalam menanggulangi pkl

4

bagaimana dan dimana seharusnya mereka berjualan agar tidak melanggar aturan.

Serta tindakan apa yang akan pemerintah daerah setempat lakukan kepada pedagang

kaki lima bila menemukan adanaya pelanggaran aturan. Sehingga diharapkan para

pedagang kaki lima dapat mengerti dengan jelas dan mematuhi aturan tersebut yang

telah ditetapkan. Namun kenyataannya meskipun telah dilakukan sosialisasi, mereka

tetap pada pendiriannya untuk berjualan di tempat yang bukan semestinya.

Dilihat dari pemaparan latar belakang diatas, maka dalam penelitian ini,

penulis mengambil judul Upaya Pemerintah Dalam Menanggulangi Pedagang

Kaki Lima Di Kota Padangsidimpuan.

2.Batasan Masalah

Karena keterbatasan penulis, baik dari segi waktu, materi, pikiran, maka penulis

membatasi penelitian ini hanya di Dinas Koperasi, UKM, Perindag dan Pasar Kota

Padangsidimpuan.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang sebagaimana dikemukakan sebelumnya maka

sebagai permasalahan dalam penelitian ini difokuskan pada permasalahan utama

terkait implementasi kebijakan penataan pedagang kaki lima di kota Padangsidimpuan,

yakni:

1. Upaya-upaya apakah yang dilakukan pemerintah dalam menanggulangi

pedagang kaki lima yang ada di Kota Padangsidimpuan ?

2. Apa kendala pemerintah dalam penataan pedagang kaki lima di Kota

Padangsidimpuan ?

4. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahuin upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dalam penataan

pedagang kaki lima yang ada di Kota Padangsidimpuan.

2. Untuk mengetahui Apa kendala pemerintah dalam penataan pedagang kaki lima di

Kota Padangsidimpuan

Page 5: Upaya pemerintah dalam menanggulangi pkl

5

5. Manfaat Penelitian

1. Bagi akademisi memberi sumbangan pemikiran intelektual ke arah pengembangan

ilmu pengetahuan sosial, khususnya dalam bidang kajian pemerintahan.

2. Sebagai bahan informasi atau referensi bagi peneliti selanjutnya yang mempunyai

kesamaan minat terhadap kajian ini.

3. Bagi pemerintah menjadi bahan masukan bagi pemerintah dalam menetapkan

kebijaksanaan yang menyangkut masalah pedagang kaki lima.

4. Bagi masyarakat memberikan wawasan dan masukan kepada masyarakat khususnya

pedagang kaki lima dalam mengatasi masalah pedagang kaki lima.

Page 6: Upaya pemerintah dalam menanggulangi pkl

6

6. Kerangka Teori

6.1 Konsep Pemerintah

Pada hakikatnya, pemerintah dibentuk bertujuan untuk menjaga

ketertiban dan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah diadakan

bukanlah untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakatnya.

Pemerintah memiliki dua fungsi dasar, yaitu fungsi primer atau fungsi pelayanan,

dan fungsi sekunder atau fungsi pemberdayaan. Fungsi primer yaitu fungsi

pemerintah sebagai penyedia jasa-jasa publik yang tidak diprivatisasikan termasuk

jasa Pertahanan Keamanan, layanan sipil dan layanan birokrasi (Ndraha, 2003:75-

76). Fungsi sekunder yaitu sebagai penyedia kebutuhan dan tuntutan yang

diperintahakan barang dan jasa yang mereka tidak mampu penuhi sendiri karena

masih lemah dan tidak berdaya, termasuk penyediaan dan pembangunan sarana dan

prasarana.

Searah ungkapan Rasyid (1997:48), pemerintah mempunyai tiga fungsi hakiki

yaitu: Pelayanan, pemberdayaan dan pembangunan. Pelayanan akan membuahkan

keadilan dalam masyarakat, pemberdayaan akan mendorong kemandirian

masyarakat dan pembangunan akan menciptakan kemakmuran dalam masyarakat.

Pendapat ini memberikan kesan bahwa peran pemerintah tersebut hanya cocok

diterapkan pada masyarakat di Negara berkembang yang tingkat pemberdayaan

masyarakatnya masih rendah sehingga ketergantungannya kepada pemerintah masih

tinggi. Seiring dengan hasil fungsi-fungsi pembangunan dan pemberdayaan yang

dilaksanakan pemerintah, serta keterbatasan yang dimiliki pemerintah, secara

perlahan masyarakat dituntut untuk secara mandiri mencukupi kebutuhannya.

Dengan demikian, fungsi pembangunan dan pemberdayaan itu bersifat sementara.

Paradigma baru pemerintahan sebagaimana yang dikemukakan oleh Osborne

dan P.Plastrik (2009:45) bahwa pemerintah yang dulunya berperan langsung

sebagai penyedia pemberdayaan publik dan terlibat dalam kegiatan yang bersifat

teknis operasional untuk pemenuhan kebutuhan publik, akan bergeser perannya

pada fungsi mengarahkan. Fungsi ini mengharuskan pemerintah untuk dapat lebih

Page 7: Upaya pemerintah dalam menanggulangi pkl

7

memberdayakan masyarakat dengan mendorong tumbuhnya partisipasi dalam

penyediaan pelayanan publik.

Searah dengan peranan pemerintah yang telah dipaparkan tersebut,

sehubungan dengan fenomena sosial Pedagang Kaki Lima yang terjadi di Kota

Padangsidimpuan, dapat ditemukan secara meluas, baik dalam lingkungan

masyarakat miskin dan marginal. Pedagang Kaki Lima yang pada dasarnya

pemerintah yang mengarahkan kondisi yang telah dikemukakan itu, tentunya

dengan latar belakang pengalaman dan kondisi yang relative berbeda akan

mempengaruhi aktivitas pedagang kaki lima (PKL). Jika pelaksanaan ini berproses

dalam tatanan aparat pemerintah di Kota Padangsidimpuan dengan prinsip loyalitas

yang dipahami secara keliru oleh aparat pemerintah yang telah mengarahkan

pedagang kaki lima turut pula memberikan implikasi mengakibatkan rendahnya

kemampuan melakukan tindakan diskres.

Selanjutnya peran pemerintah terhadap aktivitas Pedagang Kaki Lima (PKL)

menjadi amatan lokasi penelitian ini. Searah ungkapan hasil temuan penelitian

Suriyanto, (2009:16) program Pedagang Kaki Lima (PKL) Kota Padangsidimpuan

belum sepenuhnya menunjukkan gambaran keberhasilan dalam upaya aktivitas

PKL. Adapun sejumlah gejala yang menunjukkan masih terdapat masalah dalam

pelaksanaan kegiatan adalah pertama, masih banyak penduduk di Kota

Padangsidimpuan hidupnya miskin dan marginal. Kedua, infrastruktur seperti jalan

sering terjadi kemacetan, keindahan kota, keamanan, kesehatan dan kebersihan di

nikmati masyarakat. Ketiga, masih rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia.

Ingraham dan Romzek (2004:47) menggambarkan adanya realitas perubahan

dikalangan masyarakat yang semakin dinamik dan karenanya semakin tidak

mungkin direspon dengan gagasan atau saran dari pemerintahan yang moniolitis

sebagai upaya reformasi pelayanan publik melalui aktivitas PKL.

Paters (2003:23) mengatakan bahwa pemahaman masa lalu tentang

pemerintah dengan segala label peran pelayanan publik yang disandang saat ini

benar-benar sedang berubah dan sangat dipertanyakan. Sebagian besar peran

pelayanan publik yang selama ini dimainkan oleh organisasi pemerintah daerah

Page 8: Upaya pemerintah dalam menanggulangi pkl

8

akan segera digantikan oleh model organisasi yang participatory, community-based,

dan learning-based. Alasan keterbatasan dan kendala ini semakin mendorong

pemerintah untuk me-reinvent perannya dengan tidak memaksakan public sector

dominance dalam penyediaan dan pengelolaan pelayanan publik, dan menyerahkan

bagian-bagian tertentu kepada pihak swasta dan LSM.

6.2. Pengertian Kebijakan Publik

Menurut Anderson dalam Tachjan (2006:19) menerangkan bahwa kebijakan

publik merupakan serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud atau tujuan

tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok aktor

yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan.

Menurut Nugroho (2003:52) menjelaskan bahwa kebijakan publik

berdasarkan usaha-usaha pencapaian tujuan nasional suatu bangsa dapat dipahami

sebagai aktivitas-aktivitas yang dikerjakan untuk mencapai tujuan nasional dan

keterukurannya dapat disederhanakan dengan mengetahui sejauhmana kemajuan

pencapaian cita-cita telah ditempuh.

6.3 Implementasi Kebijakan

Menurut Meter dan Horn dalam Winarno (2005:102) mendefinisikan

implementasi kebijakan publik sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh

organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah

ditetapkan dalam keputusan-keputusan sebelumnya.Tindakan-tindakan ini

mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-

tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka

melanjutkan usah-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang

ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan.

6.4 Pedagang Kaki Lima

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 41 Tahun 2012 tentang Pedoman

Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima menyebutkan pedagang kaki

Page 9: Upaya pemerintah dalam menanggulangi pkl

9

lima adalah pelaku usaha yang melakukan usaha perdagangan dengan

menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak bergerak, menggunakan

prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan bangunan milik

pemerintah dan/atau swasta yang bersifat sementara/tidak menetap. Menurut

Kartono dalam Kurniadi, (2004:31-35) Pedagang Kaki Lima merupakan pedagang

yang kadang-kadang juga sebagai produsen sekaligus (misalnya pedagang makanan

dan minuman yang dimaksud sendiri).

Menurut Kurniadi (2004:19) bahwa peranan sektor informal sangat

membantu pemerintah dalam usaha menciptakan lapangan pekerjaan, terutama bagi

mereka yang berpendidikan rendah, sehingga dapat mengurangi pengangguran dan

menambah kesejahteraan rumah tangga. Untuk dapat dikatakan sebagai salah satu

usaha yang termasuk dalam usaha sektor informal, usaha tersebut harus memiliki

ciri-ciri sebagai berikut:

1. Kegiatan usahanya tidak terorganisir secara baik karena unit usaha informal

tidak mempergunakan fasilitas seperti yang tersedia bagi sector formal.

2. Pola usahanya tidak teratur, baik lokasi maupun jam kerja serta pada umumnya

tidak memiliki ijin usaha.

3. Tidak terkena langsung kebijaksanaan pemerintah untuk membantu ekonomi

lemah.

4. Mereka bermodal dari tabungan sendiri atau dari lembaga keuangan yang tidak

resmi.

5. Sebagian besar hasil produksi atau jasa dapat dinikmati masyarakat

berpenghasilan randah serta sebagian kecil masyarakat golongan menengah.

6.5 Penanganan PKL

Pendekatan yang digunakan untuk penangangan PKL pada penulisan ini

mengacu pada aspek fisik dan non fisik. Integrasi pendekatan ini dinamakan

pendekatan pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan adalah

pembangunan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa

mengabaikan kebutuhan generasi yang akan datang.

Page 10: Upaya pemerintah dalam menanggulangi pkl

10

6.5.1 Ketegasan dan Konsisten Pemerintah Daerah

Di ruas jalan yang jelas-jelas disebutkan tidak boleh ditempati PKL atau bebas

PKL, sejak dini harus dilakukan pengawasan secara terus-menerus. Sebelum jumlah

PKL yang mangkal di daerah terlarang bertambah banyak, maka aparat disertai

dengan masyarakat dapat segera mengambil langkah-langkah pengawasan dan

penindakan.

Di wilayah di mana jumlah PKL sudah telanjur banyak, biasanya upaya

penindakan yang dilakukan akan jauh lebih sulit dan membutuhkan energi serta

dana yang jauh lebih besar. Sistem deteksi dini ini tentu saja baru dapat berjalan

dengan efektif jika pihak penduduk disekitar lokasi juga diberi dukungan, baik

fasilitas fisik maupun sumber daya manusianya.

Di wilayah perkotaan yang termasuk jalur rawan dijejali PKL dan masih

termasuk jalur utama yang dinyatakan bebas PKL, maka jumlah Satuan Polisi

Pamong Praja (Satpol PP) yang diperbantukan bagi perkotaan harus lebih besar.

Oleh karena itu, yang lebih penting dilakukan adalah bagaimana

mengkolaborasikan antara fungsi pembinaan, pengawasan, dan fungsi preventif,

serta fungsi penindakan itu sendiri untuk situasi khusus. Yang dimaksud fungsi

pembinaan adalah bagaimana upaya yang dikembangkan pemda terhadap kelompok

PKL binaan tidak hanya sekadar memberikan bantuan modal usaha, tetapi juga

difokuskan pada penataan PKL itu sendiri ke lahan-lahan yang tidak mengganggu

kepentingan publik.

Adapun yang dimaksud fungsi pengawasan adalah upaya pemda untuk

terus-menerus mendata dan mengawasi pasang-surut perkembangan PKL serta

bangunan liar di berbagai wilayah kota. Tujuannya, supaya dapat diperoleh data

akurat dan up to date tentang keberadaan PKL.

Sementara yang dimaksud fungsi preventif adalah upaya pemda untuk

mencegah arus urbanisasi agar tidak kelewat batas atau melebihi kemampuan daya

tampung kota.

Beberapa pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah,antara lain :

Page 11: Upaya pemerintah dalam menanggulangi pkl

11

a. Pendekatan vertikal

Guna mengatasi persoalan PKL, upaya penataan yang dapat dilakukan dapat

dilakukan secara vertikal. Secara vertikal antara lain menyangkut perbaikan dari

segi perijinan, pembinaan, dan pemberian bantuan kepada para PKL. Perijinan bagi

aktivitas Pedagang kaki lima dalam melakukan usahanya didasari atas

pertimbangan agar memudahkan dalam pengaturan, pengawasan dan pembatasan

jumlah; membantu dalam penarikan retribusi.

b. Daya dukung lingkungan

Betapa pun harus disadari bahwa terjadinya urbanisasi berlebih (over

urbanization) di suatu kota adalah imbas dari persoalan yang muncul di desa asal

migran. Akibatnya, sepanjang persoalan di daerah asal itu tidak ditangani dengan

baik, maka kebijakan "pintu tertutup" yang dikembangkan kota besar di mana pun

tidak akan pernah mampu mengurangi arus migrasi.

Bagi PKL yang berada di kawasan tertentu yang masih memungkinkan

untuk ditoleransi, kebijakan penataan yang realistis adalah dengan program

rombongisasi atau tendanisasi. Meskipun program ini bukan jalan keluar yang

terbaik bagi ketertiban kota, program ini paling realistis karena dapat

mengompromikan kepentingan PKL agar tetap diperbolehkan berdagang di

kawasan ramai. Sementara pada saat yang sama keindahan kawasan itu tetap terjaga

karena para PKL bersedia diatur sedemikian rupa.

Keberadaan PKL dirasakan perlu dengan syarat tidak mengganggu ruang publik

yakni fungsi bahu jalan untuk pejalan kaki dan fungsi jalan bagi kendaraan

bermotor. Karena itu perlu dihitung berapa daya dukung bahu jalan bagi PKL agar

PKL tetap dapat berdagang dan masyarakat tidak diganggu hak publiknya.

c. Aspiratif

Dalam perencanaan tata kota, relokasi PKL seharusnya melibatkan PKL mulai

dari tahap penentuan lokasi hingga kapan harus menempati. Rekomendasi

kebijakannya adalah penciptaan forum stakeholder pembangunan perkotaan untuk

meningkatkan partisipasi dan akses ke proses pengambilan keputusan. Pemerintah

mestinya serius untuk mendengarkan aspirasi para PKL melalui paguyuban-

Page 12: Upaya pemerintah dalam menanggulangi pkl

12

paguyuban PKL di lokasi masing-masing sehingga program-program penataan yang

diluncurkan tidak menjadi sia-sia belaka.

d. Pemberdayaan Ekonomi

Arus uang illegal dari PKL ke preman, oknum PP, polisi atau tentara seharunya

ditiadakan. Arus uang illegal tersebut dapat digantikan oleh tabungan

pemberdayaan ekonomi PKL. Tabungan tersebut bertujuan agar PKL dapat

memiliki lahan sendiri untuk berdagang kedepannya sehingga tidak terus menerus

sampai tua dikejar-kejar aparat karena berdagang di tempat yang ilegal.

Formulasinya adalah setiap PKL yang berdagang di lokasi tertentu di kutip uang Rp

10.000 setiap hari. Misalnya terdapat 5000 PKL di lokasi tsb, maka setahun (asumsi

330 hari berdagang efektif) terdapat tabung PKL sebesar Rp 16,5 M. Akumulasi

dari uang tersebut dapat digunakan untuk membeli asset daerah atau swasta yang

strategis namun pemanfaatannya kurang. Pungutan tersebut hendaknya dilakukan

oleh lembaga yang dipercaya PKL namun harus dikuatkan oleh peraturan dari

Pemda agar lebih transparan, akuntabel dan adil.

e. Pembinaan Mental

Mengelola PKL bukan hanya mengelola tempat tetapi juga mengelola orang.

Salah satu keengganan orang untuk berbelanja di pasar adalah kesadaran

lingkungan yang rendah dan ketidakjujuran. Kesadaran lingkungan yang rendah

terhadap sampah dan aroma yang menyengat hidung juga menyebabkan kalah

populernya PKL dibanding pusat perbelanjaan modern. Dan ketidakjujuran sangat

mengganggu proses jual beli di PKL. Untuk mencegah dan mengurangi hal tersebut

salah satu cara dengan social value system atau nilai-nilai yang mengikat di

masyarakat. Upaya pembinaan mental terhadap PKL perlu dilakukan agar PKL

menjadi lebih jujur dan sadar lingkungan.

Pembinaan mental dapat dilakukan dengan mengadakan kajian keagamaan yang

berkenaan dengan masalah muamalah atau himbauan yang dikemas dalam nuansa

religius baik melalui media tatap langsung, selebaran, dsbnya.

Page 13: Upaya pemerintah dalam menanggulangi pkl

13

7.Metode Penelitian

7.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Dinas Koperasi, UKM, Perindag dan Pasar Kota

Padangsidimpuan, Jl. Letjend. Rizal Nurdin KM.7, Padangaidimpuan.

7.2 Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan

model pendekatan analisis deskriptif kualitatif, yaitu menggambarkan kenyataan

yang penulis teliti sebagai rangkaian kegiatan atau proses menjalankan informasi

sewajarnya dalam kehidupan suatu objek, yang dihubungkan dengan pemecahan

masalah baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis.

7.3. Informan Penelitian

Penelitian kualitatif tidak dimaksud untuk membuat generalisasi dari

penelitiannya. Oleh karena itu, pada penelitian kualitatif tidak dikenal adanya

populasi dan sampel (Suyanto, 2005: 171). Subjek penelitian yang tercermin dalam

fokus penelitian ditentukan secara sengaja. Subjek penelitian ini menjadi informan

yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses

penelitian. Informan penelitian meliputi beberapa macam, yakni informan kunci,

informan utama, dan informan tambahan.

Dalam penelitian ini menggunakan subjek penelitian:

1. Informan Kunci (key Informan), yaitu mereka yang mengetahui dan

memiliki berbagai formasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Sebagai

informan kunci terdiri dari :

Kepala Dinas Koperasi, UKM, Perindag dan Pasar Kota Padangsidimpuan.2. Informan Utama, yaitu mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial

yang diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi informan utama adalah para

pedagang kaki lima di Kota padangsidimpuan.

3. Informan Tambahan, yaitu masyarakat atau pengunjung lokasi dagang

Pedagang Kaki Lima di Kota Padangsidimpuan.

Page 14: Upaya pemerintah dalam menanggulangi pkl

14

7.4 Defenisi Konsep

Definisi konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang

dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik, kejadian, keadaan,

kelompok atau individu tertentu (Singarimbun, 2003:34). Untuk lebih memberikan

pengertian yang jelas mengenai konsep- konsep yang digunakan maka peneliti

memberi konsep yang digunakan sebagai berikut :

1. Implemntasi Kebijakan

Implementasi Kebijakan adalah tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh

individu-individu atau pejabat-pejabat terhadap suatu objek/sasaran yang diarahkan

untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam hal ini

adalah implementasi kebijakan penataan Pedagang Kaki Lima (PKL).

2. Pedagang Kaki Lima

Pedagang kaki lima adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang

menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan karena jumlah kaki

pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang.

7.5  Defenisi Operasional

Setelah berbagai konsep di uraikan dalam hal yang berhubungan dengan

kegiatan ini, maka untuk memepermudah dalam mencapai tujuan penelitian perlu

disususn defenisi operasional yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam penelitian

ini antara lain :

1. Pedagang Kaki Lima atau biasa di singkat pkl adalah pelaku usaha yang

melakukan usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak

maupun tidak bergerak, menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas

umum, lahan dan bangunan milik pemerintah dan/atau swasta yang bersifat

sementara/tidak menetap. Dalam hal ini pedagang kaki lima yang ada di Kota

Padangsidimpuan.

2. Penataan pedagang kaki lima adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah

daerah melalui penetapan lokasi binaan untuk melakukan penetapan,

Page 15: Upaya pemerintah dalam menanggulangi pkl

15

pemindahan, penertiban dan penghapusan lokasi PKL dengan memperhatikan

kepentingan umum, sosial, estetika, kesehatan, ekonomi, keamanan, ketertiban,

kebersihan lingkungan dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

3. Pemberdayaan pedagang kaki lima adalah upaya yang dilakukan oleh

pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat secara sinergis

dalam bentuk penumbuhan iklim usaha dan pengembangan usaha terhadap

pedagang kaki lima sehingga mampu tumbuh dan berkembang baik kualitas

maupun kuantitas usahanya.

4. Karakteristik pemerintah kota adalah mereka yang terkait langsung dengan tugas

pokok dan fungsinya dalam penataan wilayah yang berkaitan dengan pedagang

kaki lima, seperti dinas-dinas terkait.

5. Dampak yang ditimbulkan dari keberadaan pedagang kaki lima tersebut,

diantaranya:

a. Kesemrautan adalah kondisi dimana lingkungan berada pada situasi dimana

bercampurnya antar pedagang, pejalan kaki, dan penggunan atau pemakai

kendaraan;

b. Penyempitan jalan umum yang disebabkan keberadaan pedagang kaki lima;

c. Perubahan fungsi lahan perkotaan;

d. Kerawanan sosial, timbulnya preman pasar;

e. Pencamaran lingkungan akibat dari tumpukan sampah.

7.6 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan atau yang diinginkan dalam penelitian

ini penulis menggunakan beberapa teknik yaitu:

1. Penelitian kepustakaan (library research) yaitu penulis menggunakan

perpustakaan sebagai sarana pengumpulan data sekunder dengan mempelajari

buku-buku, dokumen yang ada hubungannya dengan penelitian sebagai dasar

teori dan konsep dalam hal penyusunan skripsi.

Page 16: Upaya pemerintah dalam menanggulangi pkl

16

2. Penelitian lapangan (field work research) yaitu kegiatan penelitian yang penulis

lakukan dengan jalan berhadapan langsung dengan objek yang diteliti di

lapangan meliputi:

a. Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung di lapangan

mengenai keadaan dan kondisi objek penelitian untuk mendapatkan data yang

diperlukan untuk menyusun skripsi ini.

b. Wawancara yaitu mengadakan tanya jawab dengan responden guna

mendapatkan keterangan secara langsung.

c. Penelitian dokumen yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui

pengumpulan data dari dokumen, arsip yang berkaitan dengan penanganan

PKL oleh Dinas Koperasi, UKM, Perindag dan Pasar Kota Padangsidimpuan.

7.7 Teknik Analisa Data

Dalam penelitian kualitatif, teknik ananlisis data lebih banyak dilakukan

bersamaan dengan pengumpulan data. Tahapan dalam penelitian kualitatif adalah

tahap memasuki lapangan dengan grand tour dan minitour question, analisis

datanya dengan analisis domain. Tahap ke dua adalah mementukan fokus, teknik

pengumpulan data dengan minitour question, analisis data dilakukan dengan

analisis taksonomi. Selanjutnya pada tahap selection, pertanyaan yang digunakan

adalah pertanyaan struktural, analisis data dengan analisis komponensial. Setelah

analisis komponensial dilanjutkan analisis tema.

Analisis data kualitatif menurut “Miles and Huberman dilakukan secara

interaktif melalui proses data reduction, data display, dan verification. Sedangkan

menurut spradley dilakukan secara berurutan, melalui proses analisis domain,

taksonomi, komponensial, dan tema budaya”.2

Analisis data kualitatif adalh bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan

data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis. Berdasarkan

hipotesis yang dirumuskan berdasarkan data tersebut, selanjutnya dicarikan data

lagi secara berulang ulang sehingga selanjutnya dapat disimpulkan apakah hipotesis

tersebut diterima atau ditolakberdasarkan data yang terkumpul. Bilaberdasarkan 2 Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), Alpabeta, Bandung, 2011, hal. 383

Page 17: Upaya pemerintah dalam menanggulangi pkl

17

data yang dapat dikumpulkan secara berulang ulang dengan teknik treangulasi,

ternyata hipotesis diterima, maka hipotesis tersebut berkembang menjadi teori.

Page 18: Upaya pemerintah dalam menanggulangi pkl

18

DAFTAR PUSTAKA

Bagong, Suyanto, 2005. Pedagang Kaki Lima:Karakteristik Pedagang Kaki Lima.

Prenada Media, Jakarta.

Handoko, T. Hani, 2000. Cara Mudah Memahami Otonomi Daerah. Lapera Pustaka,

Yogyakarta

Kartono Kartini dkk, 2003. Pedagang Kaki Lima, Universitas Pharayangan, Bandung.

Kurniadi, Tri dan Hessel Nogi S. Tangkilisan. 2004. Ketertiban Umum dan Pedagang

Kaki Lima di DKI Jakarta. YPAPI. Yogyakarta.

Miles, Matthew B. dan, A. Michael, Huberman 2007. Analisis Data Kualitatif.

Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta.

Muhammadi, 2001. Kebijakan Publik Konsep dan Strategi. PT. Gramedia, Jakarta.

Nugroho, Riant D. 2004. Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi dan Evaluasi.

PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, 2004. Metode Penelitian Survei, LP3S,

Jakarta.

Sugiyono. 2010. Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Alfabeta,

Bandung.

Sugiono. (2011), Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods),Alfabeta.cv,

Bandung.

Tachjan. 2006. Implementasi Kebijakan Publik. AIPI Puslit KP2W Lemlit Unpad,

Bandung.

Tohar M. 2001,  Membuka Usaha Kecil, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Winarno, Budi. 2005. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Media Pressindo,

Yogyakarta.