UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA HURUF …/Upaya... · UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA...
Transcript of UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA HURUF …/Upaya... · UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA...
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA HURUF JAWA
BERBASIS QUANTUM LEARNING
SD N 1 SUKORAME MUSUK BOYOLALI
TAHUN AJARAN 2009/2010
Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana
Pendidikan Program
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
i
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA HURUF JAWA
QUANTUM LEARNING PADA SISWA KELAS IV
SUKORAME MUSUK BOYOLALI
TAHUN AJARAN 2009/2010
SKRIPSI
Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana
Pendidikan Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Disusun Oleh:
SRI MULYANI NIM: K 7106040
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA HURUF JAWA
PADA SISWA KELAS IV
Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana
ii
PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul :
Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum
Learning pada Siswa Kelas IV Semester II di SD Negeri I Sukorame, Musuk,
Boyolali.
Oleh :
Nama : Sri Mulyani
NIM : K7106040
Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pada Hari :
Tanggal :
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I
A. Dakir, M.Pd
NIP. 19491106197603001
Pembimbing II
Tri Budiharto, M.Pd
NIP.19591221198803001
iii
PENGESAHAN
Skripsi dengan judul :
Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Huruf Jawa Berbasis
Quantum Learning pada Siswa Kelas IV Semester II di SD Negeri I Sukorame,
Musuk, Boyolali.
Oleh :
Nama : Sri Mulyani
NIM : K7106040
Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk
memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada Hari : Kamis
Tanggal : 17 Juni 2010
Tim Penguji : Nama Terang :
Ketua : Drs. Kartono, M.Pd
Sekretaris : Drs. Hasan Mahfud, M.Pd
Anggota I : Drs. A. Dakir, M.Pd
Anggota II : Drs. Tri Budiharto, M.Pd
Tanda Tangan
…………………
…………………
…………………
…………………
Disahkan Oleh : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan
Prof. Dr. HM. Furqon Hidayatullah, M.Pd NIP : 196007271987021001
iv
ABSTRAK
Sri Mulyani. UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA HURUF JAWA BERBASIS QUANTUM LEARNING. Penelitian Tindakan kelas pada siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri I Sukorame Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2009/2010. Skripsi Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, Mei 2010.
Tujuan penelitian ini adalah: Untuk meningkatkan kemampuan membaca huruf Jawa pada siswa kelas IV SD Negeri I Sukorame berbasis quantum learning.
Variabel yang menjadi sasaran perubahan dalam penelitian ini adalah kemampuan membaca huruf Jawa, sedangkan variabel tindakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan quantum learning.
Bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas sebanyak 2 siklus. Tiap siklus terdiri dari 4 tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Sebagai teknik sampling adalah siswa kelas IV SD Negeri I Sukorame Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali yang berjumlah 25 siswa. Teknik pengumpulan data di gunakan adalah observasi, tes dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah model analisis interaktif yang mempunyai tiga buah komponen yaitu reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan kemampuan membaca huruf Jawa setelah diadakan tindakan kelas dengan menggunakan pendekatan quantum learning. Hal itu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya kemampuan siswa dari sebelum dan sesudah tindakan. Pada siklus I ada peningkatan untuk materi membaca huruf Jawa nglegena dari rata-rata 62,2 menjadi 76, pada siklus II ada peningkatan untuk materi membaca huruf Jawa dengan sandhangan sederhana dari rata-rata 62 menjadi 71,2 dan materi membaca huruf Jawa dengan sandhangan dan pasangan sederhana dari rata-rata 60,2 menjadi 71. Dengan demikian dapat diajukan suatu rekomendasi bahwa pembelajaran Bahasa Jawa berbasis quantum learning dapat meningkatkan kemampuan membaca huruf Jawa pada siswa kelas IV SD Negeri I Sukorame, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2009/2010.
v
ABSTRACT Sri Mulyani, THE EFFORT TO IMPROVE THE READING CAPABILITY OF JAVANESESE SYLLABARY BASED ON QUANTUM LEARNING MODEL. The Class Action Reseach to the Fourth Grade Students of SD N I Sukorame, Musuk, Boyolali on Academic Year 2009/2010, Minithesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty, Sebelas Maret University, May 2010.
The purpose of this research is to improve the reading capability of Javanese syllabary to the fourth grade student of SDN I Sukorame, Musuk, Boyolali based on Quantum Learning Model.
The variable that be a changing goal in this research is reading capability, while the action variable that be used in this research is Quantum Learning Model.
The writer has applied two cycle in doing this classroom action research each cycle consists of four steps, they are planning, action, observation and reflection. The research subject used by the writer is the fourth grade students SD N I Sukorame, Musuk, Boyolali consisting of 25 students. The data collecting technique used is observation, testing, and documentation. The data analysis technique applied is interactive Analysis Model having three components, i. e data reduction, data presentation and drawing conclusion or verification.
Based on the research, it can be concluded that there is a capability improvement in reading Javanese Syllabary, after implementing the classroom action research with quantum learning model. It could be shown through the increasing of the students ability whether it was pre or post action. In the first cycle there is a capability improvement in reading the voweless Javanese syllabary, subject, that is from 62,2 to be 67 average. In the second cycle there is a capability improvement in reading the Javanese syllabary with simple vowel, it is from 62 to be 71,2 on the average, and the improvement in reading the digraph Javanese syllabary with simple vowel, that is from 60,2 to be 71 on the average. There by it can recommended that learning Javanese syllabary with quantum learning model could improve the capability in reading Javanese syllabary for the fourth grade students of SD N I Sukorame, Musuk, Boyolali on academic year 2009/2010.
vi
MOTTO
Ambilah waktu untuk berfikir, itu adalah
sumber kekuatan
Ambilah waktu untuk berdoa, itu adalah
sumber ketenangan
Ambilah waktu untuk belajar, itu adalah
sumber kebijaksanaan
Ambilah waktu untuk mencintai dan dicintai
Itu adalah hak istimewa dari Tuhan
Ambilah waktu untuk tertawa
Itu adalah musik yang menggetarkan hati
Ambilah waktu untuk memberi
Itu adalah membuat hidup semakin berarti
Ambilah waktu untuk bekerja, itu adalah
nilai keberhasilan
Ambilah waktu untuk beramal, itu adalah
kunci menuju surga
(Ir. Andi Muzaki, SH, MT)
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kupersembahkan skripsi ini untuk:
- Ayah dan Ibu tercinta yang telah memberikan motivasi, bimbingan
dan kasih sayang dengan tulus ikhlas serta mendukung dan
mendo’akan aku dalam setiap langkahku. Semoga Allah SWT
senantiasa mengabulkan doa-doamu
- Kakak-kakakku dan keponakan-keponakanku tersayang
yang membuat hidupku semakin berwarna.
- Bapak dan ibu kos Asyifa yang telah memberikan bimbingan
kepadaku untuk menjadi orang yang lebih baik, terimakasih atas
nasihat-nasihatnya semoga Allah senantiasa memberikan
rahmatNya
- Sahabat-sahabat seperjuanganku, keep spirit dan LANJUTKAN!!
- Teman-teman SI PGSD angkatan 2006 dan adik-adik tingkatku
di PGSD FKIP UNS
bersama kalian sungguh hari-hariku semakin berarti, langkahku
semakin bermakna dan perubahan besar terjadi dalam hidupku
- FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta almamaterku tercinta
tempatku menimba ilmu untuk masa depan bangsa yang lebih baik
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari banyak hambatan yang
menimbulkan kesulitan dalam menyelesaikan skripsi ini, namun berkat rahmat
Nya, akhirnya skripsi ini dapat selesai untuk memenuhi sebagian persyaratan
mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi telah melibatkan berbagai
pihak. Maka dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima
kasih dan penghargaan setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuannya. Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada yang
terhormat:
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surkarta
2. Drs. R. Indianto, M.Pd selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Drs. Kartono, M.Pd selaku Ketua Program Studi PGSD Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Drs. Hasan Mahfud, M.Pd selaku Sekretaris Program Studi PGSD Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5. Drs. A. Dakir, M.Pd selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan
dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
6. Drs. Tri Budiharto, M.Pd selaku Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
7. Mujiono, S.Pd selaku Kepala Sekolah Dasar Negeri I Sukorame yang telah
memberikan izin tempat penelitian.
8. Guru-guru SD Negeri I Sukorame yang telah memberi motivasi dan bantuan
dalam melaksanakan penelitian ini.
9. Teman-temanku se-almamater yang telah memberikan semangat dan
kerjasamanya.
ix
10. Teman-teman tercinta yang ada di Asyifa kost yang selalu memberikan
bantuan dan dukungan kepadaku.
11. Berbagai pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini.
Dalam menyusun skripsi ini penulis menyadari masih ada kekurangan dan
kelemahan, karena keterbatasan pengetahuan yang ada dan tentu hasilnya masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat diharapkan.
Semoga kebaikan Bapak, Ibu dan semua pihak mendapat limpahan rahmat
dari Tuhan Yang Maha Esa dan menjadi amal kebaikan yang tiada putus-
putusnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihan yang
berkepentingan dan dunia pendidikan pada umumnya.
Surakarta, Juni 2010
Sri Mulyani
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... iii
HALAMAN ABSTRAK ........................................................................... iv
HALAMAN ABSTRAK .......................................................................... v
HALAMAN MOTTO ................................................................................ vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................ vii
KATA PENGANTAR ............................................................................... viii
DAFTAR ISI .............................................................................................. x
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................... 1
B. Perumusan Masalah ........................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ............................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ............................................................. 5
BAB II LANDASAN TEORI
A. Landasan Teori................................................................... 7
1. Hakikat Kemampuan Membaca Huruf Jawa ............... 7
2. Hakikat Model Quantum Learning .............................. 33
B. Penelitian Yang Relevan .................................................... 48
C. Kerangka Berpikir ............................................................. 49
D. Hipotesis Tindakan……………………………………… 50
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................ 51
B. Bentuk dan Strategi Penelitian ........................................... 53
C. Subjek Penelitian ............................................................... 53
xi
D. Sumber Data....................................................................... 53
E. Teknik Pengumpulan Data ................................................. 54
F. Validitas Data..................................................................... 54
G. Teknik Analisis Data.......................................................... 55
H. Indikator Kinerja ................................................................ 57
I. Prosedur Penelitian ............................................................ 57
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Latar Penelitian ................................................. 61
B. Deskripsi Permasalahan Penelitian .................................... 65
C. Temuan dan Pembahasan Hasil Penelitian ........................ 107
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan ............................................................................ 116
B. Implikasi ............................................................................ 116
C. Saran .................................................................................. 117
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 118
LAMPIRAN ............................................................................................... 122
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Perbandingan Hasil Prestasi Belajar Bahasa Jawa dengan Mata
Pelajaran Lain ................................................................................... 2
Tabel 2. Aspek penilaian membaca ................................................................. 22
Tabel 3. Aksara Jawa (carakan) ....................................................................... 27
Tabel 4. Pasangan huruf Jawa .......................................................................... 28
Tabel 5. Aksara Murda dan pasangannya ........................................................ 29
Tabel 6. Aksara Swara ..................................................................................... 39
Tabel 7. Aksara Rekan dan Pasangannya ........................................................ 30
Tabel 8. Tanda Baca Huruf Jawa ..................................................................... 33
Tabel 9. Jadwal Kegiatan Penelitian ................................................................ 52
Tabel 10. Daftar guru dan karyawan SD Negeri 1 Sukorame ......................... 62
Tabel 11. Fasilitas penunjang yang ada di SD Negeri 1 Sukorame ................. 64
Tabel 12. Pengamatan terhadap Siswa Selama Mengikuti Membelajaran
Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Pertemuan
I Siklus I .......................................................................................... 75
Tabel 13. Pengamatan Terhadap Guru dalam Pembelajaran Membaca
Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Pertemuan I siklus I 76
Tabel 14. Pengamatan terhadap Siswa Selama Mengikuti Pembelajaran
Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Pertemuan
II siklus I .......................................................................................... 78
Tabel 15. Pengamatan terhadap Guru dalam Pembelajaran Membaca
Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Pertemuan II siklus I 79
Tabel 16. Pengamatan terhadap Siswa selama Mengikuti Pembelajaran
Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Pertemuan
III Siklus I ........................................................................................ 81
Tabel 17. Pengamatan terhadap Guru dalam Pembelajaran Membaca
Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Pertemuan III
Siklus I ............................................................................................. 82
xiii
Tabel 18. Data Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Nglegena Siswa
pada Pertemuan I Siklus I ................................................................ 83
Tabel 19. Data Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa dengan
Sandhangan Sederhana Siswa pada Pertemuan II Siklus I ............. 85
Tabel 20. Data Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa dengan Sandhangan
dan Pasangan Sederhana Siswa pada Pertemuan III Siklus I .......... 87
Tabel 21. Pengamatan terhadap Siswa selama Mengikuti Pembelajaran
Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada
Pertemuan I siklus II ........................................................................ 98
Tabel 22. Pengamatan terhadap Guru dalam Pembelajaran Membaca
Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Pertemuan I
Siklus II ........................................................................................... 99
Tabel 23. Pengamatan terhadap Siswa selama Mengikuti Pembelajaran
Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Pertemuan
II Siklus II ........................................................................................ 101
Tabel 24. Pengamatan terhadap Guru dalam Membaca Huruf Jawa Berbasis
Quantum Learning pada Pertemuan II siklus II .............................. 102
Tabel 25. Data Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa dengan Sandhangan
Sederhana Siswa pada Pertemuan I Silkus II ................................ 103
Tabel 26. Data Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa dengan Sandhangan
dan Pasangan Sederhana pada Siswa pada Pertemuan II siklus II . 106
Tabel 27. Data Frekuensi Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Siswa
Kelas IV SD Negeri I Sukorame sebelum Tindakan (Pra Siklus) ... 107
Tabel 28. Data Frekuensi Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Siswa
Kelas IV SD Negeri I Sukorame pada Siklus I ............................... 109
Tabel 29. Data Frekuensi Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Kelas
IV SD Negeri I Sukorame Siklus II. ................................................ 110
Tabel 30. Rekapitulasi Nilai Rata-Rata Kemampuan Membaca Huruf Jawa
Siswa Kelas IV SD Negeri I Sukorame sebelum (pra siklus)
dan sesudah Tindakan siklus I ......................................................... 112
xiv
Tabel 31. Prosentase Siswa yang Memperoleh Nilai Kemampuan Membaca
Huruf Jawa ≥63 siswa kelas IV SD Negeri I Sukorame sebelum
(pra siklus) dan sesudah Tindakan Siklus I ..................................... 112
Tabel 32. Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Rata-rata Kelas sebelum
(siklus I) dan sesudah Tindakan Siklus II ....................................... 113
Tabel 33. Prosentase Siswa yang Memperoleh Nilai Kemampuan Membaca
huruf Jawa ≥63 sebelum (siklus I) dan sesudah Tindakan Siklus II 114
Tabel 34. Perbandingan Ketuntasan Belajar Siswa pada Pra Siklus,
Siklus I dan Siklus II ....................................................................... 115
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka Berpikir .......................................................................... 50
Gambar 2. Model Analisis Interaktif ............................................................... 56
Gambar 3. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas .............................................. 60
Gambar 4. Slide macro mediaflash I................................................................ 68
Gambar 5. Slide macro mediaflash II .............................................................. 69
Gambar 6. Slide macro mediaflash III ............................................................. 69
Gambar 7. Slide macro mediaflash IV ............................................................. 71
Gambar 8. Power point pasangan huruf Jawa .................................................. 73
Gambar 9. Grafik nilai kemampuan membaca huruf Jawa nglegena
siswa pada pertemuan I siklus I ..................................................... 84
Gambar 10. Grafik nilai kemampuan membaca huruf Jawa dengan sandhangan
sederhana siswa pada pertemuan II siklus I ................................. 86
Gambar 11. Grafik nilai kemampuan membaca huruf Jawa dengan sandhangan
dan pasangan sederhana siswa pada pertemuan III siklus I ......... 88
Gambar 12. Slide macro mediaflash V ............................................................ 93
Gambar 13. Power point pasangan huruf Jawa II ............................................ 95
Gambar 14. Grafik nilai kemampuan membaca huruf Jawa dengan
sandhangan sederhana siswa pada pertemuan I siklus II ............. 103
Gambar 15. Grafik nilai kemampuan membaca huruf Jawa dengan
sandhangan dan pasangan sederhana siswa pada pertemuan II
siklus II ......................................................................................... 105
Gambar 16 Grafik nilai kemampuan membaca huruf Jawa siswa Kelas IV
SD Negeri I Sukorame sebelum tindakan (pra siklus). ................ 108
Gambar 17. Grafik nilai kemampuan membaca huruf Jawa Kelas IV
SD Negeri I Sukorame Siklus I .................................................... 110
Gambar 18. Grafik nilai kemampuan membaca huruf Jawa Kelas IV
SD Negeri I Sukorame Siklus II ................................................... 111
Gambar 19. Grafik Perbandingan ketuntasan belajar siswa pada pra siklus,
siklus I dan siklus II ...................................................................... 115
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Indikator Ketercapaian Tujuan ............................................................ 122
Lampiran 2. Lembar Pengamatan Proses Pembelajaran Oleh Guru
dalam Pembelajaran Membaca Huruf Jawa Kelas IV
Menggunakan Model Quantum Learning di
SD Negeri I Sukorame .......................................................................... 123
Lampiran 3. Lembar Pengamatan Proses Pembelajaran Oleh Siswa
dalam Pembelajaran Membaca Huruf Jawa Kelas IV
Menggunakan Model Quantum Learning di
SD Negeri I Sukorame .......................................................................... 128
Lampiran 4. Hasil Pengamatan Terhadap Siswa selama Mengikuti Pembelajaran
Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Siklus I ....... 131
Lampiran 5. Hasil Pengamatan Terhadap Siswa selama Mengikuti Pembelajaran
Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Siklus II ...... 132
Lampiran 6. Hasil Pengamatan Terhadap Guru Pembelajaran Membaca Huruf
Jawa Berbasis Quantum Learning pada Siklus I .................................. 133
Lampiran 7. Hasil Pengamatan Terhadap Guru dalam Pembelajaran Membaca
Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Siklus II ...................... 134
Lampiran 8. Format Analisis Pengamatan Terhadap Siswa dan Guru dalam
Pembelajaran Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning
pada Siklus I dan Siklus II .................................................................... 135
Lampiran 9. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I.............................. 137
Lampiran 10. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II .......................... 148
Lampiran 11. Soal Pra Siklus..................................................................................... 157
Lampiran 12. Format Penilaian Kemampuan Membaca Huruf Jawa ........................ 159
Lampiran 13. Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Nglegena
pada Pra Siklus ...................................................................................... 161
Lampiran 14. Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa dengan
Sandhangan pada Pra Siklus ................................................................. 163
xvii
Lampiran 15. Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa dengan Sandhangan
dan Pasangan Sederhana pada Pra Siklus ............................................. 165
Lampiran 16. Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Nglegena pada
Pertemuan I Siklus I ............................................................................. 167
Lampiran 17. Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa dengan
Sandhangan pada Pertemuan II Siklus I .............................................. 169
Lampiran 18. Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Dengan Sandhangan
dan Pasangan Sederhana pada Pertemuan III Siklus I .......................... 171
Lampiran 19. Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa dengan Sandhangan pada
Pertemuan I Siklus II ........................................................................... 173
Lampiran 20. Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa dengan Sandhangan
dan Pasangan Sederhana pada Pertemuan II Siklus II ......................... 175
Lampiran 21. Rekapitulasi Perolehan Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa
pada Pra Siklus ...................................................................................... 177
Lampiran 22. Rekapitulasi Perolehan Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa
pada Siklus I .......................................................................................... 178
Lampiran 23. Rekapitulasi Perolehan Nilai Membaca Huruf Jawa Siklus II ............ 179
Lampiran 24. Foto Penelitian ..................................................................................... 183
Lampiran 25. Surat Ijin Penelitian .............................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peningkatan mutu pendidikan merupakan tanggung jawab pemerintah dan
masyarakat. Suatu negara yang tertinggal mutu pendidikannya, maka
pembangunan di negara tersebut akan terhambat pula. Hal ini dapat dimengerti,
karena pendidikan berkaitan erat dengan sumber daya manusia yang dibutuhkan
dalam pembangunan.
Pendidikan di Indonesia dapat diperoleh melalui jalur formal, informal dan
nonformal. Pendidikan formal di Indonesia berlangsung sejak pendidikan dasar
hingga perguruan tinggi. Peningkatan mutu pendidikan harus dimulai sejak
pendidikan dasar, sebab pendidikan dasar merupakan fondasi untuk kelanjutan
pendidikan berikutnya. Di Indonesia, pendidikan dasar dilaksanakan selama 9
tahun terdiri atas Sekolah Dasar atau yang sederajat (6 tahun) dan Sekolah
Menengah Pertama atau yang sederajat (3 tahun).
Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas proses belajar dan hasil
belajar yang lebih baik adalah penggunaan model pembelajaran yang tepat
kedalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran akan lebih efektif dan efisien
apabila ditunjang dengan penggunaan model pembelajaran yang tepat.
Penggunaan model pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran sangat
dibutuhkan karena dapat mengarah pada tercapainya hasil belajar yang optimal.
Membaca sebagai salah satu kemampuan dasar perlu mendapat perhatian
khusus dari semua pihak baik sekolah sebagai penyelenggara pendidikan,
masyarakat, maupun pemerintah. Hal ini disebabkan karena membaca merupakan
kunci untuk memperoleh informasi lengkap dan menyeluruh. Membaca adalah
kunci segudang ilmu. Ilmu yang tersimpan dalam buku harus digali dan dicari
melalui kegiatan membaca. Kemampuan membaca menentukan hasil penggalian
ilmu itu. Kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai
bidang studi. Jika anak tidak memiliki kemampuan membaca, maka ia akan
mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang. Mengingat
2
pentingnya membaca, maka anak harus belajar membaca dan kesulitan membaca
harus diatasi secepat mungkin.
Bahasa Jawa sebagai salah satu mata pelajaran muatan lokal yang
dilaksanakan di daerah Jawa Tengah di dalamnya mencakup lima kompetensi
dasar yaitu: mencakup aspek mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan
sastra. Pada kompetensi membaca dalam mata pelajaran bahasa jawa, siswa harus
mampu menguasai dua kemampuan yaitu membaca bacaan berbahasa Jawa
berhuruf latin, dan membaca bacaan berbahasa Jawa dengan huruf Jawa.
Di SD Negeri I Sukorame, dua tahun terakhir ini nilai rata-rata bahasa
Jawa selalu berada di bawah nilai rata-rata mata pelajaran lain. Rendahnya nilai
bahasa jawa tersebut dapat kita lihat pada tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan Hasil Prestasi Belajar Bahasa Jawa dengan Mata Pelajaran Lain
Tahun Ajaran Mata Pelajaran
Bahasa Jawa Bahasa
Indonesia IPA PKn
2007/2008 6.30 6.45 6.63 6.97 2008/2009 6.39 7.29 7.28 6.98
Sumber : Administrasi Kurikulum SD Negeri I Sukorame
Kuswantiningsih, guru kelas IV mengatakan bahwa salah satu penyebab
rendahnya nilai bahasa jawa dibandingkan dengan mata pelajaran lain adalah
banyaknya siswa yang mengalami kesulitan dalam membaca huruf Jawa. Bahkan
bukan hanya siswa saja yang mengalami kesulitan membaca, akan tetapi hampir
semua orang Jawa mengalami kesulitan membaca huruf Jawa. Akibatnya
berkembang rumor yang menyatakan orang Jawa sendiri tidak dapat membaca
huruf Jawa, apalagi orang lain. Samidi (2010: 7), mengatakan “ Ana panemu jare
maca Basa Jawa iku angel, apa meneh wacan iku mau nganggo tulisan aksara
Jawa”. Ada pendapat bahwa membaca bahasa Jawa itu sulit, apalagi membaca
sebuah wacana yang menggunakan aksara Jawa.
Salah satu penyebab sulitnya membaca huruf Jawa adalah pembelajaran di
sekolah yang kurang efektif dari guru, sebab guru dalam memberikan pelajaran
selalu menggunakan metode yang monoton dan tidak menggunakan model
3
pembelajaran yang inovatif. Sebagai alasan mereka memberikan pelajaran Bahasa
Jawa secara cepat dan menggunakan model yang konvensional adalah sedikitnya
alokasi waktu yang tersedia. Setiap minggu hanya dua jam pelajaran, padahal
materi yang termuat sangat padat. Apabila dibandingkan dengan mata pelajaran
lain seperti bahasa Indonesia misalnya, alokasi waktu untuk mata pelajaran bahasa
Jawa sangat tidak seimbang. Akibatnya guru mengajarkan dengan cepat agar
target dalam program semester terpenuhi. Kondisi ini menyebabkan nilai bahasa
Jawa lebih rendah dibandingkan mata pelajaran lainnya.
Selain itu pembelajaran muatan lokal bahasa Jawa memang masih
dianggap remeh oleh guru. Bahkan sering dijumpai beberapa guru tidak
mengajarkan membaca huruf Jawa pada murid-muridnya dikarenakan dari pihak
guru sendiri tidak mempunyai kompetensi atau tidak mampu membaca huruf
Jawa. Sebagian besar guru hanya menganggap penting mata pelajaran tertentu,
sedangkan Bahasa Jawa kurang diperhatikan. Hal ini menyebabkan siswa
kesulitan dalam membaca huruf Jawa, yang mempengaruhi pula terhadap
rendahnya prestasi belajar siswa. Mereka mengaku pembelajaran yang diberikan
oleh guru membosankan dan tidak menyenangkan sehingga mereka kurang
termotivasi untuk belajar membaca huruf Jawa dengan sungguh-sungguh.
Selain dalam pendidikan formal, dalam pendidikan keluarga (informal)
pun bahasa Jawa kurang dibiasakan dalam pergaulan sehari-hari apalagi huruf
Jawa. Sejak anak-anak masih kecil, orangtua lebih membiasakan bahasa Indonesia
kepada anak-anaknya daripada bahasa Jawa, sehingga anak-anak lebih terbiasa
dengan bahasa Indonesia daripada bahasa Jawa. Akibatnya ketika anak-anak
beranjak dewasa ia tidak dapat membaca huruf Jawa dan berbahasa Jawa dengan
baik dan benar. Bahkan ada pula orangtua yang rela putra putrinya ikut kursus
bahasa Inggris dengan harapan setelah mengikuti kursus tersebut putra-putrinya
dapat berbahasa Inggris dengan baik dan lancar. Sehingga mereka lebih pandai
membaca tulisan Inggris daripada membaca tulisan berhuruf Jawa.
Dalam pendidikan non formal yaitu dalam masyarakat, kebiasaan
menggunakan huruf jawa pun dirasakan sangat kurang. Dalam pergaulan
bermasyarakat, orang-orang lebih banyak menggunakan huruf latin dan bahasa
4
Indonesia. Walaupun menggunakan bahasa Jawa, itu tidak sesering dalam
menggunakan bahasa Indonesia. Huruf Jawa merupakan salah satu ciri khas
budaya Jawa yang harus dilestarikan. Untuk itu kemampuan membaca huruf Jawa
harus ditingkatkan mulai dari pendidikan dasar. Apabila kemampuan membaca
huruf Jawa tidak ditingkatkan, tidak ada generasi penerus yang bisa membaca
huruf Jawa sehingga kebudayaan Jawa pun semakin lama semakin terancam
punah.
Suatu model yang menarik siswa dan dapat digunakan untuk pembelajaran
huruf Jawa adalah dengan menggunakan model Quantum Learning. Model
Quantum Learning adalah suatu model yang terbukti efektif di sekolah untuk
semua tipe orang dan segala usia (Bobbi DePorter, 2005:14) dan diharapkan dapat
membantu meningkatkan kemampuan membaca huruf Jawa pada siswa. Melalui
konsep TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi dan
Rayakan) yang melandasi Quantum Learning dapat membawa siswa menjadi
lebih tertarik dan berminat untuk belajar membaca huruf Jawa.
Peneliti merasa perlu mengadakan penelitian tentang Upaya Meningkatkan
Kemampuan Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada siswa kelas
IV semester II di SD Negeri I Sukorame, Musuk, Boyolali. Materi yang diberikan
hanya pada huruf Jawa nglegena, sandhangan dan pasangan huruf Jawa. Alasan
peneliti mengambil judul ini adalah:
1. Kebanyakan siswa sekarang mengalami kesulitan dalam membaca huruf Jawa.
2. Nilai membaca huruf Jawa siswa SD Negeri I Sukorame, Musuk, Boyolali
masih sangat rendah.
3. Banyak orang Jawa yang tidak bisa membaca huruf Jawa.
4. Pembelajaran membaca huruf Jawa dianggap remeh oleh kebanyakan guru
5. Guru masih menggunakan metode konvensional dalam pembelajaran
membaca huruf Jawa sehingga siswa cepat merasa bosan.
6. Kemampuan membaca huruf Jawa harus ditingkatkan untuk menjaga
kelestarian kebudayaan Jawa.
7. Pembelajaran dengan model Quantum Learning terbukti dapat meningkatkan
kemampuan membaca, menciptakan lingkungan belajar yang efektif,
5
memudahkan proses belajar, meningkatkan partisipasi siswa, meningkatkan
minat dan motivasi siswa belajar, serta melatih daya ingat dan daya serap
siswa dalam pembelajaran (DePorter, 2005:4), sehingga peneliti memilih
model Quantum Learning untuk meningkatkan kemampuan membaca huruf
Jawa.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan dikaji dapat
dirumuskan sebagai berikut :
”Apakah penggunaan model Quantum Learning dapat meningkatkan kemampuan
membaca huruf Jawa pada siswa kelas IV SD Negeri I Sukorame, Musuk,
Boyolali?”
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk
meningkatkan kemampuan membaca huruf Jawa dengan menggunakan model
Quantum Learning pada siswa kelas IV SD Negeri I Sukorame, Musuk, Boyolali.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoretis penelitian ini adalah: a) menambah khasanah
pengetahuan membaca bacaan berhuruf Jawa, dan b) diharapkan dapat menambah
wawasan baru pengembangan teori membaca huruf Jawa dengan model Quantum
Learning.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi siswa
1) Meningkatnya kualitas pembelajaran membaca huruf Jawa siswa.
2) Meningkatnya kemampuan membaca huruf Jawa siswa sehingga prestasi
dan hasil belajar meningkat.
b. Bagi guru
1) Meningkatnya kemampuan guru dalam mengajar membaca huruf Jawa.
6
2) Dapat dijadikan sebagai acuan dalam penerapan model pembelajaran
yang tepat dan sesuai dalam mengatasi kesulitan pembelajaran membaca
huruf Jawa.
c. Bagi sekolah
1) Meningkatnya kualitas pembelajaran membaca huruf Jawa.
2) Mendapatkan siswa yang berkualitas dan berprestasi dalam pelaksanaan
pembelajaran sehingga meningkatnya mutu siswa dan sekolah sesuai
dengan tuntunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
d. Bagi Peneliti
1) Dapat menambah pengetahuan tentang pembelajaran membaca huruf
Jawa.
2) Memperoleh pengetahuan bahwa penggunaan model Quantum Learning
dalam pembelajaran membaca huruf Jawa dapat meningkatkan
kemampuan membaca huruf Jawa siswa.
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Hakikat Kemampuan Membaca Huruf Jawa
a. Pengertian Kemampuan
Menurut Chaplin (1997) dalam (http://digib.petra.ac.id diakses
tanggal 20 Oktober 2009) “ability (kemampuan, kecakapan, ketangkasan,
bakat, kesanggupan) merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan
suatu perbuatan”. Sedangkan menurut Robbins (2000) dalam
(http://digib.petra.ac.id diakses tanggal 20 Oktober 2009), “Kemampuan
bisa merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil
latihan atau praktek”.
Berdasarkan pengertian di atas dapat dartikan bahwa kemampuan
(ability) adalah kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam menguasai
suatu keahlian yang merupakan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil
latihan atau praktek dan digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang
ditunjukkan melalui tindakannya.
Lebih lanjut Robbins (2000) dalam (http://digib.petra.ac.id diakses
tanggal 20 Oktober 2009), menyatakan bahwa kemampuan terdiri dari dua
faktor, yaitu 1) Kemampuan intelektual (intelectual ability), merupakan
kemampuan melakukan aktivitas secara mental, 2) Kemampuan fisik
(physical intellectual), merupakan kemampuan melakukan aktivitas
berdasarkan stamina, kekuatan, dan karakteristik fisik.
Definisi kemampuan menurut Keith Davis dalam Mangkunegara
(2000) dalam (http://digib.petra.ac.id diakses tanggal 20 Oktober 2009)
kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan
reality (knowledge + skill). Artinya bahwa seseorang yang mempunyai IQ
diatas rata-rata dan dengan pendidikan yang memadai serta terampil dalam
8
mengerjakan pekerjaanya sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai
kinerja maksimal.
Kemampuan seseorang membaca menurut Y.B. Sudarmanto
(1993:38) dalam Martinis Yamin (2007: 119) sangat ditentukan oleh
bahan yang dibaca. Semakin berat bahan bacaan, semakin sedikit jumlah
kata yang berhasil dibaca, demikian sebaliknya semakin ringan bahan
bacaan semakin banyak jumlah kata yang berhasil dibaca.
Solchan T. W, dkk (2008: 6.6) mengungkapkan bahwa hal pertama
yang diajarkan kepada anak pada awal-awal masa persekolahan adalah
kemampuan membaca dan menulis. Kedua kemampuan ini akan menjadi
landasan dasar bagi pemerolehan bidang-bidang ilmu lainnya di sekolah.
Kemampuan membaca permulaan lebih diorientasikan pada kemampuan
membaca tingkat dasar, yakni kemampuan melek huruf. Maksudnya,
bahwa anak-anak dapat mengubah dan melafalkan lambang-lambang
tertulis menjadi bunyi- bunyi bermakna. Pada tahap ini sangat
dimungkinkan anak-anak dapat melafalkan lambang-lambang huruf yang
dibacanya tanpa diikuti pemahaman terhadap lambang bunyi tersebut.
Kemampuan melek huruf ini selanjutnya dibina dan ditingkatkan menuju
kemampuan membaca tingkat lanjut, yakni melek wacana. Yang dimaksud
dengan melek wacana adalah kemampuan membaca yang sesungguhnya,
yakni kemampuan mengubah lambang-lambang tulis menjadi bunyi-bunyi
bermakna disertai pemahaman akan lambang-lambang tersebut. Dengan
bekal kemampuan melek wacana inilah, kemudian anak dihadapkan pada
berbagai informasi dan pengetahuan dari berbagai media cetak yang dapat
diakses sendiri.
Menurut Solchan T.W (2008: 1.33), kemampuan membaca adalah
kemampuan untuk memahami dan menafsirkan pesan yang disampaikan
secara tertulis oleh pihak lain. Kemampuan ini tidak hanya berkaitan
dengan pemahaman simbol-simbol tertulis, tetapi juga memahami pesan
atau makna yang disampaikan oleh penulis.
9
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan
adalah kesanggupan seseorang dalam melakukan sesuatu, yang bisa
dimiliki sejak awal atau setelah melalui beberapa proses. Sedangkan
kemampuan membaca yaitu suatu kesanggupan siswa/pembaca untuk
dapat mengucapkan, menafsirkan makna suatu bahasa yang disertai
dengan pemahaman isi bacaan.
b. Pengertian Membaca
Menurut Suwaryono (1989:1) membaca merupakan satu
kemampuan yang berkaitan erat dengan kemampuan dasar terpenting yang
dimiliki manusia, yaitu berbahasa. Manusia dapat berkomunikasi terhadap
sesamanya dengan bahasa, dengan bahasa yang benar, maka akan
terciptalah komunikasi yang jelas, sehingga terhindar dari salah paham dan
antara satu dengan yang lainnya. Banyak ahli yang memberikan definisi
tentang membaca. Di bawah ini diterangkan berbagai pendapat mereka
mengenai kegiatan membaca.
1) Membaca adalah proses mendapatkan arti dari kata-kata
tertulis.(Heilman)
2) Membaca adalah proses berpikir, yang termasuk di dalamnya
mengartikan, menafsirkan arti, dan menerapkan ide-ide dari
lambang.(Carter)
3) Membaca adalah proses psikologis untuk menentukan arti kata-kata
tertulis. Membaca melibatkan penglihatan, gerak mata, pembicaraan
batin, ingatan, pengetahuan mengenai kata yang dapat dipahami, dan
pengalaman membacanya. (Cole)
4) Membaca adalah proses membentuk arti dari teks-teks
tertulis.(Anderson, Richard C)
5) Membaca ialah pengucapan kata-kata dan perolehan arti dari barang
cetakan. Kegiatan ini melibatkan analisis dan pengorganisasian
berbagai kemampuan yang kompleks. Termasuk di dalamnya
10
pelajaran, pemikiran, pertimbangan, perpaduan, pemecahan masalah,
yang berarti menimbulkan kejelasan informasi (bagi pembaca).
Menurut Anderson dalam Henri Guntur Tarigan (1994: 7), dari
segi linguistik, membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan
pembacaan sandi ( a recording and decoding process ), berlainan dengan
berbicara dan menulis justru melibatkan penyandian (encoding). Sebuah
aspek pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan kata-kata tulis
dengan makna bahasa lisan yang mencakup pengubahan tulisan menjadi
bunyi yang bermakna.
Menurut Henri Guntur Tarigan (1994: 8), membaca pun dapat
diartikan sebagai suatu metode yang kita pergunakan untuk berkomunikasi
dengan diri kita sendiri dan kadang-kadang dengan orang lain yaitu
mengkomunikasikan makna yang terkandung atau tersirat pada lambang-
lambang tertulis. Membaca dapat pula dianggap sebagai suatu proses
untuk memahami yang tersirat dalam yang tersurat, melihat pikiran yang
terkandung di dalam kata-kata tertulis. Secara singkat dapat dikatakan
bahwa “reading” adalah “bringing meaning to and getting meaning from
printed or written material”, memetik dan memahami arti atau makna
yang terkandung di dalam bahan tertulis.
Soedarso (1983: 4) dalam Mulyono Abdurrahman (2003: 200)
mengemukakan bahwa membaca merupakan aktivitas kompleks yang
memerlukan sejumlah besar tindakan terpisah-pisah, mencakup
penggunaan pengertian, khayalan, pengamatan, dan ingatan. Manusia
tidak mungkin dapat membaca tanpa menggerakkan mata dan
menggunakan pikiran.
Menurut Crawley dan Mountain (1995) dalam Farida Rahim
(2008: 2) mengemukakan:
“Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekadar menghafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguisik, dan metakognitif. Sebagai proses visual membaca merupakan proses menerjemahkan simbol tulis (huruf) ke dalam kata-kata lisan.
11
Sebagai suatu proses berpikir, membaca mencakup aktivitas pengenalan kata, pemahaman literal, interpretasi, membaca kritis, dan pemahaman kreatif. Pengenalan kata bisa berupa aktivitas membaca kata-kata dengan menggunakan kamus.”
Pengertian membaca menurut Bond (1975) dalam Mulyono
Abdurrahman (2003: 200) adalah pengenalan simbol-simbol bahasa tulis
yang merupakan stimulus yang membantu proses mengingat tentang apa
yang dibaca, untuk membangun suatu pengertian melalui pengalaman
yang telah dimiliki. Berdasarkan arti membaca tersebut, pengertian
membaca mencakup dua hal. Pengertian yang pertama yaitu membaca
teks-teks yang terurai dari huruf demi huruf kemudian membentuk kata
lalu terangkai dalam kalimat dan padu dalam paragraf. Yang kedua yaitu
membaca fenomena-fenomena yang terjadi di alam semesta.
Membaca adalah sebuah proses berpikir, yang termasuk di
dalamnya mengartikan, menafsirkan arti, dan menerapkan ide-ide dari
lambang (Carter dalam Suwaryono Wiryodijoyo, 1989: 1). Membaca
dapat pula diartikan sebagai suatu proses untuk memahami yang tersirat
dalam yang tersurat, melihat pikiran yang terkandung di dalam kata-kata
yang tertulis. tingkatan hubungan antara makna yang hendak dikemukakan
oleh penulis dan penafsiran atau interpretasi pembaca turut menentukan
ketepatan membaca. Makna bacaan tidak terletak pada halaman tertulis
tetapi terletak pada pikiran membaca. Demikianlah makna itu akan
berubah, karena setiap pembaca memiliki pengalaman yang berbeda-beda
yang dipergunakan sebagai alat untuk menginterpretasikan kata-kata
tersebut (Anderson, 1972: 211 dalam Henry Guntur Tarigan, 1994: 8).
Eddie Williams (1996) dalam Henry Guntur Tarigan (1994: 9)
berpendapat bahwa: “A simple (and provisional) definition of reading is
that it is a process where by one looks at and understands what has been
written. Pengertian sederhana dari membaca adalah suatu proses
memahami sesuatu yang tertulis. Sedangkan Klein, dkk dalam Farida
Rahim (2008: 3) menjelaskan bahwa definisi membaca mencakup : (1)
membaca merupakan suatu proses, (2) membaca adalah strategis, (3)
12
membaca adalah interaktif. Membaca merupakan suatu proses
dimaksudkan informasi dari teks dan pengetahuan yang dimilki oleh
pembaca mempunyai peranan yang utama dalam membentuk makna.
Membaca juga merupakan strategis karena pembaca yang efektif
menggunakan berbagai strategi membaca yang sesuai dengan teks dan
kontekss dalam rangka mengkonstruk makna ketika membaca. Membaca
adalah interaktif. Keterlibatan pembaca dengan teks tergantung pada
konteks. Orang yang senang membaca suatu teks yang bermanfaat akan
menemui beberapa tujuan yang ingin dicapainya, teks yang dibaca
seseorang harus mudah dipahami sehingga terjadi interaksi antara
pembaca dengan teks.
Menurut Henry Guntur Tarigan (1994: 7) dalam Slamet (2007:
66), membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh
pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis
melalui media kata-kata/bahasa tulis.
Menurut Martinis Yamin (2007:106), membaca adalah suatu cara
untuk mendapatkan informasi yang disampaikan secara verbal dan
merupakan hasil ramuan pendapat, gagasan, teori-teori, hasil penelitian
para ahli untuk diketahui dan menjadi pengetahuan bagi siswa.
Selanjutnya pengetahuan itu dalam diterapkan dalam berpikir,
menganalisis, bertindak, dan dalam pengambilan keputusan.
Sedangkan Jazir Burhan (1971: 90) dalam Slamet (2007: 67),
mengemukakan bahwa membaca merupakan perbuatan yang dilakukan
berdasarkan kerja sama beberapa kemampuan, yakni mengamati,
memahami dan memikirkan. Menurut Lado (1976) dalam Henry Guntur
Tarigan (1994: 9), membaca adalah memahami pola-pola bahasa dari
gambaran tertulisnya.
Samidi (2010: 7) mengungkapkan bahwa “Maca yaiku nangkep
basa tulis, dena basa tulis iku mujudake gegambarane basa asli yaiku
basa lisan”. Samidi mengungkapkan bahwa membaca yaitu menangkap
13
bahasa tulis, sedangkan bahasa tulis itu merupakan wujud gambaran dari
bahasa asli yaitu bahasa lisan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa membaca adalah
suatu proses mengartikan kata-kata dan mengkomunikasikan makna yang
terkandung dalam lambang tertulis tersebut.
c. Tujuan Membaca
Menurut Syafi’ie (1999) dalam Hairuddin (2007: 3-23) melalui
pembelajaran membaca diharapkan siswa dapat: (1) memperoleh
informasi dan tanggapan yang tepat atas berbagai hal; (2) mencari sumber,
menyimpulkan, menyaring dan menyerap informasi dari bacaan; (3)
mampu mendalami, menghayati, menikmati, dan menarik manfaat dari
bacaan.
Menurut Henri Guntur Tarigan (1994: 9), tujuan utama dalam
membaca adalah untuk mencari serta untuk memperoleh informasi,
mencakup isi, memahami makna bacaan. Makna, arti (meaning) erat sekali
berhubungan dengan maksud tujuan, atau intensif kita dalam membaca.
Menurut Henri Guntur Tarigan (1994: 9) berikut ini dikemukakan
beberapa tujuan membaca:
1) Membaca untuk menemukan atau mengetahui penemuan-penemuan
yang telah dibuat oleh sang tokoh; apa yang telah terjadi pada tokoh
khusus, atau untuk memecahkan masalah-masalah yang dibuat oleh
sang tokoh. Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh
perincian-perincian fakta (reading for details or facts)
2) Membaca untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topik yang
baik dan menarik, masalah yang terdapat dalam cerita, apa-apa yang
dipelajari atau yang dialami sang tokoh, dan merangkum hal-hal yang
dilakukan oleh sang tokoh. Membaca seperti itu disebut membaca
untuk memperoleh ide-ide utama (reading for main ideas)
3) Membaca untuk menemukan serta mengetahui mengapa para tokoh
merasakan seperti cara mereka itu, apa yang hendak diperlihatkan oleh
14
sang pengarang kepada para pembaca, mengapa para tokoh berubah,
kualitas-kualitas yang dimiliki para tokoh yang membuat mereka
berhasil atau gagal. Ini disebut membaca untuk menyimpulkan,
membaca inferensi (reading for inference)
4) Membaca untuk mengetahui hal-hal yang tidak biasa, tidak wajar
mengenai seorang tokoh, apa yang lucu dalam cerita, atau apakah
cerita itu benar atau tidak benar. Itu disebut membaca untuk
mengelompokkan, membaca untuk mengklasifikasikan (reading for
classify)
5) Membaca untuk menemukan apakah sang tokoh berhasil atau hidup
dengan ukuran-ukuran tertentu, apakah kita ingin berbuat seperti yang
sang tokoh perbuat, atau bekerja seperti cara sang tokoh bekerja dalam
cerita itu. Ini disebut membaca menilai, membaca mengevaluasi
(reading to evaluate)
6) Membaca untuk menemukan bagaimana caranya sang tokoh berubah,
bagaimana hidupnya berbeda dari kehidupan yang kita kenal,
bagaimana dua cerita mempunyai kesamaan, bagaimana sang tokoh
menyerupai pembaca. Ini disebut membaca untuk memperbandingkan
atau mempertentangkan (reading to compare or contrast)
d. Aspek-Aspek Membaca
Menurut H.G. Tarigan (1994: 11) secara garis besar terdapat dua
aspek penting dalam membaca yaitu:
1) Kemampuan yang bersifat mekanis (mechanical skills) yang dapat
dianggap berada pada urutan yang lebih rendah (lower order). Aspek
ini meliputi:
a) Pengenalan bentuk huruf
b) Pengenalan unsur-unsur linguistic (fenome/grafem, kata, frase,pola
klause, kalimat, dan lain-lain)
c) Pengenalan hubungan/korespondensi pola ejaan dan bunyi
(kemampuan menyuarakan bahan tertulis atau ”to bark at print”)
15
d) Kecepatan membaca bertaraf lambat
2) Kemampuan yang bersifat pemahaman (comprehensive skills) yang
dapat dianggap berada pada urutan yang lebih tinggi (higher order).
Aspek ini mencakup:
a) Memahami pengertian sederhana (leksikal, gramatikal, retorikal)
b) Memahami signifikansi atau makna (maksud, tujuan pengarang,
keadaan budaya, reaksi pembaca)
c) Evaluasi dan penilaian (isi, bentuk)
d) Kecepatan membaca yang fleksibel, yang mudah disesuaikan
dengan keadaan.
e. Manfaat Membaca
Menurut Slamet (2007: 69) manfaat membaca adalah sebagai
berikut:
1) Memperoleh banyak pengetahuan
2) Mengetahui berbagai peristiwa besar dalam peradaban dan kebudayaan
suatu bangsa.
3) Memperoleh pengetahuan umum dan berbagai informasi tertentu yang
sangat berguna bagi kehidupan
4) Dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
mutakhir di dunia.
5) Dapat mengayakan batin, memperluas cakrawala pandang dan pikir,
meningkatkan taraf hidup dan budaya keluarga, masyarakat, nusa dan
bangsa.
6) Dapat memecahkan berbagai masalah kehidupan, dapat mengantarkan
seseorang menjadi cerdik, pandai.
7) Dapat memperkaya perbendaharaan kata, ungkapan istilah dan lain-
lain yang dapat menunjang kemampuan menyimak, berbicara, dan
menulis.
8) Mempertinggi potensialitas setiap pribadi dan mempermantap
eksistensi dan lain-lain.
16
f. Fungsi Membaca
Menurut St. Y Slamet (2007: 68) kegiatan membaca mempunyai
beberapa fungsi sebagai berikut:
1) Fungsi intelektual
Dengan banyak membaca kita dapat meningkatkan kadar
intelektualitas, dan membina daya nalar. Contoh: membaca laporan
penelitian, jurnal, atau karya ilmiah lain.
2) Fungsi pemacu kreativitas
Hasil membaca kita dapat mendorong, menggerakkan diri kita
untuk berkarya, didukung oleh keluasan wawasan dan pemilihan kosa
kata.
3) Fungsi praktis
Kegiatan membaca dilaksanakan untuk memperoleh
pengetahuan praktis dalam kehidupan, misalnya: teknik memelihara
lele, resep membuat makanan dan minuman, cara membuat rumah dan
lain-lain.
4) Fungsi rekreatif
Membaca digunakan sebagai upaya menghibur hati,
mengadakan tamasya yang mengasyikkan. Contoh: bacaan-bacaan
ringan, novel-novel pop, cerita humor, fabel, karya sastra, dan lain-
lain
5) Fungsi informatif
Dengan banyak membaca informatif seperti surat kabar, majalah
dan lain-lain dapat memperoleh berbagai informasi yang kita perlukan
dalam kehidupan.
6) Fungsi religius
Membaca dapat digunakan untuk membina dan meningkatkan
keimanan, memperluas budi, dan memdekatkan diri kepada Tuhan
7) Fungsi sosial
Kegiatan membaca mempunyai fungsi sosial yang tinggi
manakala dilaksanakan secara lisan atau nyaring. Dengan demikian,
17
kegiatan membaca tersebut langsung dapat dimamfaatkan oleh orang
lain mengarahkan sikap berucap, berbuat dan berpikir. Contoh:
pembacaan berita, karya sastra, pengumuman dan lain-lain
8) Fungsi pembunuh sepi
Kegiatan membaca dapat juga dilakukan untuk sekedar mengisi
waktu luang.
g. Jenis-jenis membaca
Menurut St. Y Slamet (2007: 86), jenis-jenis membaca adalah
sebagai berikut:
1) Membaca intensif
Membaca dianggap sebagai salah satu kunci pemerolehan ilmu
pengetahuan karena penekanannya adalah soal pemahaman yang
mendalam,pemahaman ide-ide naskah dari ide pokok sampai ke ide-
ide penjelas, dari hal-hal yang rinci sampai ke relung-relungnya.
Membaca ini dilakukan secara lambat dan boleh dilakukan secara
berulang-ulang agar pesan tertulisnya lebih merasuk ke otak dan hati.
Objek yang menjadi kajian adalah karya-karya ilmiah seperti buku
pelajaran dan perkuliahan, makalah esai, karya-karya analisis, dan
seterusnya. Ia harus dilakukan manakala kita akan menempuh
bermacam tes dan ujian di sekolah dan perguruan tinggi.
2) Membaca kritis
Menbaca kritis merupakan tahapan lebih jauh daripada
membaca intensif, dan dianggap sebagai kegiatan membaca yang
bertataran lebih tinggi. Hal ini karena ide-ide buku yang telah
dipahami secara baik dan mendetail, perlu ditanggapi atau direspon,
bahkan dianalisis. Membaca kritis mensyaratkan pembacanya
bersikap cermat, teliti, korektif, bisa menemukan kesalahan dan
kejanggalan dalam teks, baik dilihat dari sudut isi maupun bahasanya.
Disamping itu pembaca harus pula membetulkan kesalahan-kesalahan
itu.
18
3) Membaca cepat
Kemampuan membaca cepat ini penting kita kuasai berkenaan
dengan perolehan informasi-informasi keseharain, seperti berita dan
reportase (laporan utama media massa, surat kabar dan majalah).
Membaca cepat dilaksanakan secara zig-zag atau vertikal, punya
prinsip melaju terus. Ia hanya mementingkan kata-kata kunci atau hal-
hal yang penting saja, ditempuh dengan jalan melompati kata-kata dan
ide-ide penjelas.
4) Membaca apresiatif dan estetis
Dua kegiatan membaca ini agak bersifat khusus karena lebih
berhubungan dengan nilai-nilai afektif dan faktor intuisi (perasaan).
Objek kajiannya terutama karya sastra serta bacaan-bacaan lain yang
ditulis dengan bahasa yang indah. Tujuannya adalah pembinaan sikap
apresiatif, suatu penghayatan dan penghargaan terhadap nilai-nilai
keindahan dan nilai-nilai kejiwaan. Meskipun demikian faktor
pemahaman makna teks juga tidak boleh diabaikan, sebab hakikat
membaca memanglah memahami maksud yang terkandung dalam
naskah. Khusus membaca estetis, ia perlu disuarakan dengan pelafalan
yang jelas dan fasih, serta berirama tertentu. Yang penting, naskah
atau karya sastra yang dibaca itu terasa lebih hidup serta mampu
menyentuh batin dan rasa pembaca.
5) Membaca teknik
Membaca teknik perlui dilafalkan, hanya pelafalannya bersifat
formal. Membaca jenis ini mementingkan kebenaran pembacaan serta
ketepatan intonasi dan jeda. Namun, ini bukan berarti membaca estetis
mengabaikan soal-soal tersebut. Dengan mengacu pada pelafalan yang
standar, kegiatan membaca teknik secara langsung memasuki kegiatan
pembacaan berita, pengumuman, materi pelajaran, penataran,
ceramah, naskah pidato, khotbah, dan lain-lain. Wacana yang sering
digunakan sebagai objek kegiatan membaca teknik adalah karya-karya
ilmiah dan wacana-wacana teknik. Lewat kegiatan membaca teknik
19
ini pula, dikembangkan upaya pembinaan bahasa Indonesia, baik
diteropong dari sudut pelafalan maupun penulisannya. Hal itu terjadi
karena objek kajiannya yang berupa karya ilmiah dan wacan teknis
seharusnya ditulis dalam bahasa Indonesia standar.
h. Cara Membaca yang Baik
Menurut St. Y Slamet (2007: 90), cara membaca yang baik adalah
sebagai berikut:
1) Sikap mental dan sikap nalar yang baik. Perwujudan ketentuan ini
adalah membaca dengan; penuh konsentrasi dan kesungguhan, pikiran
aktif mencerna, perasaan aktif menghayati, perasaan senang hati,
memotivasi yang kuat, menemukan nilai-nilai kehidupan, sabar, dan
membaca secara terpola.
2) Sikap fisik yang baik, yaitu dengan jarak mata lebih dari 30 cm,
membentuk sudut 30 sampai 45 derajat arah ke bawah, didukung oleh
teknik tertentu yang praktis (misalnya mencari kata dalam kamus,
tidak perlu membalik-balik halaman dari depan, menandai hal-hal
tertentu yang kita anggap penting, bila naskahnya panjang dan
pembacaan perlu dilanjutkan waktu lain, kita tandai dimana terakhir
kita membaca, memperhatikan daftar isi, dan lain-lain)
3) Bahan yang baik, yakni bahan yang memberi makna kepada
kehidupan, misalnya, menyebabkan kita tambah ilmu dan kepandaian,
menambah pengetahuan dan pengalaman hidup kita, menyebabkan
keluasan kosa kata dan kedalaman pengalaman estetik.
4) Bahan yang banyak dan beraneka ragam, ini berarti disamping kita
melakukan membaca intensif yang menitiktekankan pada pemahaman
yang mendalam dan rinci suatu naskah yang jumlahnya relatif sedikit
karena pembacanya agak lambat dan berulang-ulang, kita perlu sekali
membaca ekstensif.
20
5) Jenis yang sesuai dengan tujuan dan kepentingan pembacaan, misalnya
membaca intensif untuk pendalaman ilmu pengetahuan, membaca
cepat untuk memperoleh hal-hal yang bersifat informatif, membaca
kritis untuk persiapan menganalisis persoalan dan menulis resensi
buku, membaca teknik untuk mengkomunikasikan gagasan dan
pekabaran pada audiens, dan membaca estetis dan apresiatif untuk
pembinaan apresiasi sastra baik terhadap diri sendiri maupun orang
lain.
i. Ciri-ciri Pembaca yang Baik
Menurut St. Y. Slamet (2007: 91), ciri-ciri pembaca yang baik
adalah:
1) Bisa bersikap selektif, artinya ia bisa memilih bahan-bahan yang penuh
nilai guna baginya.
2) Bisa mencerna manakah naskah yang baik atau memahami secara tepat
dengan pemahaman ide-ide naskah sampai ke relung-relungnya.
3) Bersikap kritis dan terbuka, tidak asal mengiyakan ide-ide naskah,
cukup punya wawasan yang luas.
4) Punya daya interaktif dan asosiatif, punya kemampuan mengabstraksi.
5) Punya atensi yang tinggi terhadap dunia keilmuan pada umumnya juga
kebudayaan dalam arti luas dan agama.
6) Punya sikap apresiatif dan kecintaan terhadap nilai-nilai kehidupan,
baik ilmiah maupun literis, baik yang berdimensi humanistik maupun
religius.
7) Punya kemampuan merespon/ mengomentari dan menganalisis naskah.
8) Punya kepekaan yang baik terhadap nilai-nilai moral dan sosial
9) Punya semangat baca yang menggebu-gebu, tidak pembosan, bisa
memanfaatkan setiap waktu untuk kegiatan membaca disamping
kegiatan lain.
21
10) Punya kreatifitas dan daya mengolahkembangkan apa-apa yang
dibacanya dalam ekspresi lisan dan tulis. Jadi, tidak semata konsumtif
dan reproduktif.
j. Kendala-kendala dalam Membaca
St. Y Slamet (2007: 92) mengatakan bahwa, kegiatan membaca
tidak dengan sendirinya selalu berjalan dengan lancar namun ada kendala-
kendala yang merintangi. Kendala-kendala yang sering terjadi dan
melanda itu meliputi:
1) Sikap mental yang menganggap bahwa banyak membaca tidak ada
bedanya dengan sedikit membaca, tidak ada pengaruhnya dalam
berbagai kegiatan hidup.
2) Sikap asing orang-orang tertentu terhadap mereka yang rajin membaca
dengan menyebut mereka sebagai kutu buku, sebagai kelompok orang-
orang bermental priyayi yang kurang mempunyai etos kerja.
3) Langkanya buku-buku, mahalnya buku-buku sehingga tidak terjangkau
oleh kalangan menengah ke bawah, ketidaklengkapan buku-buku di
perpustakaan, prosedur peminjaman yang rumit, pelayanan
perpustakaan yang kurang simpatik.
4) Rendahnya kompetensi bahasa dan tingkat pemahaman membaca.
5) Budaya santai dan mental menerabas, orang berambisi cepat sukses
tanpa mau bersusah-payah. Akibatnya jalan yang ditempuh bukanlah
ketekunan belajar dan bekerja keras melainkan politik Machiavelli
(menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan)
k. Evaluasi Pembelajaran Membaca
Menurut Suharsimi Arikunto (1999: 3) evaluasi (evaluation)
mempunyai arti menilai, tetapi dilakukan dengan cara mengukur terlebih
dahulu. Sedangkan menurut St. Y Slamet (2008: 107), evaluasi juga
22
disebut dengan penilaian, yaitu suatu alat atau kegiatan untuk mengukur
tingkat keberhasilan pencapaian tujuan. Dalam pembelajaran bahasa,
evaluasi dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu dengan tes dan non tes.
Kedua cara ini dapat digunakan untuk mendapatkan informasi atau data
tentang anak yang dinilai. Penentuan tentang tes atau nontes berkaitan
dengan tujuan penilaian dan informasi yang hendak dicari. Teknik tes
biasanya digunakan untuk menjaring data yang berkaitan dengan
kemampuan kognitif anak. Sedangkan teknik nontes digunakan untuk
menjaring data tentang kemampuan psikomotorik, afektif dan lain-lain
yang tidak secara langsung berkaitan dengan kemampuan kognitif anak.
Tujuan pembelajaran membaca di Sekolah Dasar terutama
ditekankan pada kemampuan membaca teknik yang masih terbatas pada
kewajaran lafal dan intonasi. Melalui pembelajaran membaca, diharapkan
anak dapat menyuarakan tulisan dengan lafal dan intonasi yang wajar.
Yang perlu diperhatikan dalam mengevaluasi pembelajaran membaca
ialah sebagai berikut:
1) Ketepatan menyuarakan tulisan,
2) Kewajaran lafal
3) Kewajaran intonasi
4) Kelancaran
Untuk memudahkan guru dalam penilaian membaca, bisa dibuat
form yang berbentuk kolom seperti pada tabel 2.
Tabel 2. Aspek penilaian membaca
Nama
Siswa
Aspek Penilaian Siswa
Jumlah Lafal Intonasi Ketepatan Kelancaran
23
Tiap-tiap butir di atas diukur dengan rentangan nilai yang ditentukan
misalnya;
1) Pelafalan : 1 – 3
2) Intonasi : 1 – 3
3) Kelancaran : 1 – 2
4) Ketepatan : 1 - 2
Nilai tertinggi yang dapat dicapai anak adalah 10, dan nilai yang terendah
yaitu 4.
l. Pembelajaran Membaca Huruf Jawa
Menurut Puji Santosa (2008: 3.19), pembelajaran membaca di SD
diselenggarakan dalam rangka pengembangan kemampuan membaca yang
mutlak harus dimiliki oleh setiap warga negara agar dapat
mengembangkan diri secara berkelanjutan. Melalui pembelajaran di SD,
siswa diharapkan memperoleh dasar-dasar kemampuan membaca
disamping kemampuan menulis dan membaca, serta kemampuan esensial
lainnya. Dengan dasar kemampuan itu, siswa dapat menyerap berbagai
pengetahuan yang sebagian besar disampaikan melalui tulisan.
Mata pelajaran yang diberikan pada siswa kelas IV Sekolah Dasar
sangat beragam, salah satunya adalah mata pelajaran bahasa Jawa. Bahasa
Jawa termasuk dalam mata pelajaran muatan lokal karena termasuk dalam
pelajaran bahasa daerah dimana tiap-tiap daerah itu memiliki bahasa yang
berbeda-beda. Materi bahasa Jawa di kelas IV SD meliputi wacana (cerita
berbahasa Jawa), geguritan, wayang, tembang macapat dan Aksara Jawa
(Huruf Jawa). Dari sekian banyak materi tersebut, peneliti hanya
mengambil huruf Jawa sebagai bahan penelitian. Huruf Jawa itu hingga
kini tetap digunakan untuk pelajaran di sekolah-sekolah. Dalam
pembelajaran menulis huruf Jawa dikenal ada Aksara Jawa, Pasangan dan
Sandhangan. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :
24
1) Legenda Hanacaraka
Abjad Jawa dikaitkan dengan Hanacaraka, sebuah lagenda
mengenai dua orang pahlawan bernama Dora dan Sambada yang
bertarung. Keduanya adalah hamba Raja Aji Saka yang menurut kisah
berasal dari India dan membawa kebudayaan ke Jawa. Berikut ini
adalah legenda huruf Jawa:
Pada jaman dahulu, di Pulau Majethi hidup seorang satria
tampan bernama Ajisaka. Selain tampan, Ajisaka juga berilmu tinggi
dan sakti mandraguna. Sang Satria mempunyai dua orang punggawa,
Dora dan Sembada namanya. Kedua punggawa itu sangat setia kepada
pemimpinnya, sama sekali tidak pernah mengabaikan perintahnya.
Pada suatu hari, Ajisaka berkeinginan pergi berkelana meninggalkan
Pulau Majethi. Kepergiannya ditemani oleh punggawanya yang
bernama Dora, sementara Sembada tetap tinggal di Pulau Pulo
Majethi, diperintahkan menjaga pusaka andalannya. Ajisaka berpesan
bahwa Sembada tidak boleh menyerahkan pusaka tersebut kepada
siapapun kecuali kepada Ajisaka sendiri. Sembada menyanggupi akan
melaksanakan perintahnya.
Pada masa itu di tanah Jawa terdapat negara yang terkenal
makmur, tertib, aman dan damai, yang bernama Medhangkamulan.
Rajanya bernama Prabu Dewatacengkar, seorang raja yang luhur
budinya serta bijaksana. Pada suatu hari, juru masak kerajaan
mengalami kecelakaan, jarinya terbabat pisau hingga terlepas. Ki Juru
Masak tidak menyadari bahwa potongan jarinya tercebur ke dalam
hidangan yang akan disuguhkan kepada Sang Prabu. Ketika tanpa
sengaja memakan potongan jari tersebut, Sang Prabu serasa menyantap
daging yang sangat enak, sehingga ia mengutus Sang Patih untuk
menanyai Ki Juru Masak. Setelah mengetahui bahwa yang disantap
tadi adalah daging manusia, sang Prabu lalu memerintahkan Sang
25
Patih agar setiap hari menghaturkan seorang dari rakyatnya untuk
santapannya. Sejak saat itu Prabu Dewatacengkar mempunyai
kegemaran yang menyeramkan, yaitu menyantap daging manusia.
Wataknya berbalik seratus delapan puluh derajat, berubah menjadi
bengis dan senang menganiaya. Negara Medhangkamulan berubah
menjadi wilayah yang angker dan sepi karena rakyatnya satu persatu
dimangsa oleh rajanya, sisanya lari menyelamatkan diri. Sang Patih
pusing memikirkan keadaan, karena sudah tidak ada lagi rakyat yang
bisa dihaturkan kepada rajanya.
Pada saat itulah Ajisaka bersama Dora tiba di
Medhangkamulan. Heranlah Sang Satria melihat keadaan yang sunyi
dan menyeramkan itu, lalu ia mencari tahu penyebabnya. Setelah
mendapat keterangan mengenai apa yang sedang terjadi di
Medhangkamulan, Ajisaka lalu menghadap Rekyana Patih,
menyatakan kesanggupannya untuk menjadi santapan Prabu
Dewatacengkar. Pada awalnya Sang Patih tidak mengizinkan karena
merasa sayang bila Ajisaka yang tampan dan masih muda harus
disantap Sang Prabu, namun Ajisaka sudah bulat tekadnya, sehingga
akhirnya ia pun dibawa menghadap Sang Prabu. Sang Prabu tak habis
pikir, mengapa orang yang sedemikian tampan dan masih muda mau
menyerahkan jiwa raganya untuk menjadi santapannya. Ajisaka
mengatakan bahwa ia rela dijadikan santapan sang Prabu asalkan ia
dihadiahi tanah seluas ikat kepala yang dikenakannya. Di samping itu,
harus Sang Prabu sendiri yang mengukur wilayah yang akan
dihadiahkan tersebut. Sang Prabu menyanggupi permintaannya.
Ajisaka kemudian mempersilakan Sang Prabu menarik ujung ikat
kepalanya. Sungguh ajaib, ikat kepala itu seakan tak ada habisnya.
Sang Prabu Dewatacengkar terpaksa semakin mundur dan semakin
mundur, sehingga akhirnya tiba ditepi Laut Selatan. Ikat kepala
26
tersebut kemudian dikibaskan oleh Ajisaka sehingga Sang Prabu
terlempar jatuh ke laut. Seketika wujudnya berubah menjadi buaya
putih. Ajisaka kemudian menjadi raja di Medhangkamulan.
Setelah dinobatkan menjadi raja Medhangkamulan, Ajisaka
mengutus Dora pergi kembali ke Pulo Majethi menggambil pusaka
yang dijaga oleh Sembada. Setibanya di Pulau Majethi, Dora
menemui Sembada dan menjelaskan bahwa ia diperintahkan untuk
mengambil pusaka Ajisaka. Sembada tidak mau memberikan pusaka
tersebut karena ia berpegang pada perintah Ajisaka ketika
meninggalkan Majethi. Sembada yang juga melaksanakan perintah
Sang Prabu memaksa meminta agar pusaka tersebut diberikan
kepadanya. Akhirnya kedua punggawa itu bertempur. Karena
keduanya sama-sama sakti, peperangan berlangsung seru, saling
menyerang dan diserang, sampai keduanya sama-sama tewas.
Kabar mengenai tewasnya Dora dan Sembada terdengar oleh
Sang Prabu Ajisaka. Ia sangat menyesal mengingat kesetiaan kedua
punggawa kesayangannya itu. Kesedihannya mendorongnya untuk
menciptakan aksara untuk mengabadikan kedua orang yang
dikasihinya itu, yang bunyinya adalah sebagai berikut:
Ha Na Ca Ra Ka
ada utusan
Da Ta Sa Wa La
saling berselisih pendapat
Pa Dha Ja Ya Nya
sama-sama sakti
Ma Ga Ba Tha Nga
sama-sama menjadi mayat
Legenda ini diceritakan pada anak-anak yang baru belajar abjad
Jawa untuk hiburan dan memudahkan ingatan.
(http://wapedia.mobi/ms/Tulisan_Sunda)
27
2) Abjad
a) Huruf
Menurut Gorys Keraf (1984: 46), “huruf adalah lambang
atau gambaran dari bunyi.” Tulisan Jawa merupakan abjad suku
kata, bermakna bahwa setiap unit terkecil (huruf) adalah suku kata
(terdiri dari satu bunyi konsonan dan satu bunyi vokal iringan).
Suku kata ini boleh diubah sesuai dengan tanda-tanda yang
dinamakan oleh orang Jawa sebagai sandhangan.
(http://wapedia.mobi/ms/Tulisan_Sunda)
R.T Suryadipura (2008: 10) mengatakan bahwa huruf jawa
nglegena berarti huruf Jawa yang telanjang, maksudnya yang
belum diberi/mendapat tambahan sandhangan.
Istilah lain huruf Jawa nglegena ialah aksara carakan.
Darusuprapta at al (1996: 5) mengemukakan bahwa carakan yang
digunakan di dalam ejaan bahasa Jawa pada dasarnya terdiri atas
20 aksara pokok yang bersifat silabik (kesukukataan). Huruf
tersebut tertera pada tabel 3.
Tabel 3. Aksara Jawa (carakan)
28
b) Pasangan
Pasangan membolehkan penggabungan beberapa konsonan
untuk membentuk suku kata baru. Contohnya, na dan pasangan da
boleh digabungkan untuk membentuk suku kata nda. Setiap huruf
asas Jawa mempunyai pasangannya yang ditulis di bawah atau
sejajar dengan huruf berikutnya.
(http://wapedia.mobi/ms/Tulisan_Sunda)
R.T Suryadipura (2008: 29) mengatakan bahwa aksara
pasangan ialah huruf Jawa seperti halnya carakan, yang jumlahnya
juga 20 buah, tetapi bentuk dan fungsinya berbeda. Pasangan dapat
diartikan sebagai “setelan”, karena setiap huruf Jawa mempunyai
pasangan sendiri-sendiri. Fungsi huruf pasangan ada 2 yaitu; untuk
menghilangkan tanda pangkon sekaligus untuk sedikit menghemat
tempat, dan untuk mematikan (menjadikan konsonan) huruf di
depan atau di atasnya.
Pasangan huruf Jawa tertera pada tabel 4.
Tabel 4. Pasangan Huruf Jawa
c) Aksara murda
Setengah huruf dalam abjad Jawa mempunyai bentuk khas
yang disebut aksara murda. Aksara murda digunakan sebagai
tanda kesantunan, contohnya dalam nama gelaran, nama orang,
nama tempat, dan nama pemerintah. Darusuprapta at al (1996: 13)
29
mengemukakan bahwa aksara murda jumlahnya terbatas, tidak
semua aksara yang terdaftar dalam carakan ada aksara murdanya.
Oleh karena itu pemakaian aksara murda tidak identik dengan
pemakaian huruf kapital di dalam ejaan latin. Aksara murda,
berserta pasangannya tertera pada tabel 5.
Tabel 5. Aksara Murda dan Pasangannya
d) Aksara swara
Aksara swara (huruf vokal) ialah huruf khas yang
berfungsi sebagai huruf vokal yang menjadi suku kata. Aksara
suara berjumlah lima buah. Ia biasanya digunakan pada kata asing
untuk mempertegas pelafalannya. Aksara swara tidak mempunyai
pasangan. Aksara suara dapat diberi sandhangan wighyan, layar
dan cecak (Darusuprapta at al, 1996: 13). Aksara swara tertera
pada tabel 6.
Tabel 6. Aksara Swara
e) Aksara rékan
Aksara rékan (huruf rekaan) ialah huruf-huruf yang
ditambah untuk menampung penyerapan kata-kata Arab. Huruf-
huruf ini dicipta dengan menambah
huruf-huruf yang sedia ada. Terdapat tujuh
masing mempunyai pasangan terter
Tabel 7. Aksara Rekan
f) Huruf-huruf
Antara huruf
ialah:
Pa cerek
/rǝ/
nga lelet
3) Sandhangan
Darusuprapta at al (1996: 5)
sandhangan ialah tanda yang
dalam tulisan Jawa. Di dalam tulisan Jawa, aksara yang tidak
mendapat sandhangan
dan vokal. Istilah
(http://wapedia.mobi/ms/Tulisan_Sunda
bunyi suku kata. Terdapat bermacam
tulisan Jawa. Sandhangan
30
huruf ini dicipta dengan menambah cecak telu (tiga titik) pada
huruf yang sedia ada. Terdapat tujuh aksara rékan, m
masing mempunyai pasangan tertera pada tabel 7.
Aksara Rekan dan Pasangannya
huruf Lain
Antara huruf-huruf lain yang terdapat dalam abjad Jawa
Pa cerek - untuk bunyi re
nga lelet - untuk bunyi le /lǝ/
Darusuprapta at al (1996: 5) mengemukakan bahwa
ialah tanda yang dipakai sebagai pengubah bunyi di
dalam tulisan Jawa. Di dalam tulisan Jawa, aksara yang tidak
sandhangan diucapkan sebagai gabungan antara konsonan
dan vokal. Istilah sandhangan
http://wapedia.mobi/ms/Tulisan_Sunda) ialah tanda yang mengubah
bunyi suku kata. Terdapat bermacam-macam jenis sandhangan
Sandhangan terbagi kepada tiga kategori:
(tiga titik) pada
, masing-
huruf lain yang terdapat dalam abjad Jawa
mengemukakan bahwa
dipakai sebagai pengubah bunyi di
dalam tulisan Jawa. Di dalam tulisan Jawa, aksara yang tidak
diucapkan sebagai gabungan antara konsonan
dalam
ialah tanda yang mengubah
sandhangan dalam
1. sandhangan swara
2. sandhangan panyigeging wanda
3. sandhangan wyanjana
a) Sandhangan swara
Sandhangan swara
kepada suku kata. Ia digunakan untuk membatalkan bunyi asal /a/
dalam suku kata dan menggantikannya dengan vokal lain,
umpamanya
wulu -
suku -
pepet -
taling
taling tarung
Contohnya,
b) Sandhangan panyigeging wanda
Sandhangan panyigeging wanda
kata dengan bunyi konsonan.
layar -
wignyan
cecak
patèn
huruf lainnya.
Contohnya,
kemudian ha
ha dengan cecek
31
sandhangan swara
sandhangan panyigeging wanda
sandhangan wyanjana
Sandhangan swara
Sandhangan swara ialah tanda yang bertindak sebagai "baris"
kepada suku kata. Ia digunakan untuk membatalkan bunyi asal /a/
dalam suku kata dan menggantikannya dengan vokal lain,
umpamanya /i/ dan /u/. Terdapat lima jenis sandhangan swara
- untuk bunyi /i/
untuk bunyi /u/
- untuk bunyi /ǝ/
- untuk bunyi /e/
taling tarung - untuk bunyi /o/
Contohnya, ha dengan wulu menghasilkan suku kata /hi/.
Sandhangan panyigeging wanda
Sandhangan panyigeging wanda digunakan untuk mengakhiri suku
kata dengan bunyi konsonan.
- untuk bunyi /r/
wignyan - untuk bunyi /h/
- untuk bunyi ng /ŋ/
atau pangkon - untuk 'membunuh' bunyi pada sebuah huruf
huruf lainnya.
Contohnya, ha dengan layar menghasilkan suku kata /har/,
ha dengan wignyan menghasilkan suku kata /hah/, lalu
cecek menghasilkan suku kata /hang/. Lalu ha
ialah tanda yang bertindak sebagai "baris"
kepada suku kata. Ia digunakan untuk membatalkan bunyi asal /a/
dalam suku kata dan menggantikannya dengan vokal lain,
sandhangan swara:
digunakan untuk mengakhiri suku
untuk 'membunuh' bunyi pada sebuah huruf-
menghasilkan suku kata /har/,
dengan wignyan menghasilkan suku kata /hah/, lalu
ha dan na
dengan patèn
dan nga tidak boleh diikuti dengan patèn.
c) Sandhangan wyanjana
Sandhangan wyanjana
konsonan.
cakra
cakra keret
dan pepet
péngkal
Contohnya,
Beberapa
digabungkan sekali untuk menghasilkan suku kata yang lebih
rumit. Contohnya,
untuk menghasilkan suku kata /kri
32
patèn menghasilkan suku kata /han/. Sementara itu
tidak boleh diikuti dengan patèn.
Sandhangan wyanjana
Sandhangan wyanjana digunakan untuk menggabungkan bunyi
- untuk bunyi /r/
cakra keret - untuk bunyi /re/, sebagai pengganti gabungan
pepet
péngkal - untuk bunyi /y/
Contohnya, ka dengan cakra menghasilkan suku kata kra.
Beberapa sandhangan dari kategori yang berbeda boleh
digabungkan sekali untuk menghasilkan suku kata yang lebih
rumit. Contohnya, ka, wulu, cakra dan cecak boleh digabungkan
untuk menghasilkan suku kata /kriŋ/ ("kring").
nghasilkan suku kata /han/. Sementara itu ha, ra
an bunyi
untuk bunyi /re/, sebagai pengganti gabungan cakra
a boleh
digabungkan sekali untuk menghasilkan suku kata yang lebih
boleh digabungkan
33
4) Tanda baca
Tanda baca huruf Jawa tertera pada tabel 8.
Tabel 8. Tanda Baca Huruf Jawa
(http://id.wikipedia.org/wiki/Hanacaraka)
2. Hakikat Model Quantum Learning
a. Latar Belakang Quantum Learning Learning
Menurut Sugianto (2008:63) tokoh utama di balik Quantum
Learning adalah Bobbi DePorter, seorang ibu rumah tangga yang
kemudian terjun dibidang bisnis properti dan keuangan, dan setelah semua
bisnisnya bangkrut akhirnya menggeluti bidang pembelajaran. Dialah
perintis, pencetus, dan pengembang utama Quantum Learning. Semenjak
34
tahun 1982, DePorter mematangkan dan mengembangkan Quantum
Learning di SuperCamp, sebuah lembaga pembelajaran yang terletak di
California. DePorter secara terprogram dan terencana mengujicobakan
gagasan-gagasan Quantum Learning kepada para remaja di SuperCamp
selama tahun-tahun awal dasawarsa 1980-an.
Pada tahap awal perkembangkannya, Quantum Learning terutama
dimaksudkan untuk membantu meningkatkan keberhasilan hidup dan
karier para remaja di rumah, tidak dimaksudkan sebagai metode dan
strategi pembelajaran untuk mencapai keberhasilan lebih tinggi di sekolah.
Lambat laun, orang tua para remaja juga meminta pada DePorter untuk
mengadakan program-program Quantum Learning bagi mereka. “Mereka
telah melihat hal yang telah dilakukan Quantum Learning pada anak-anak
mereka, dan mereka ingin belajar dan menerapkan teknik dan prinsip yang
sama dalam hidup dan karier mereka sendiri”. Hal ini menunjukkan bahwa
sebenarnya Quantum Learning merupakan falsafah dan metodologi
pembelajaran yang bersifat umum, tidak secara khusus diperuntukkan bagi
pengajaran di sekolah.(Sugianto, 2008: 63)
Menurut Martin Meheut (2004) dalam
http://pdfcontact.com/ebook/jurnal-quantum-learning.html mengatakan
sebagai berikut:
Quantum Learning is a comprehensive model that covers both educational theory and immediate classroom implementation. It integrates research-based best practices in education into a unified whole, making content more meaningful and relevant to students' lives. Quantum Learning is about bringing joy to teaching and learning with ever-increasing 'Aha' moments of discovery. It helps teachers to present their content a way that engages and energizes students. This model also integrates learning and life skills, resulting in students who become effective lifelong learners – responsible for their own education. Menurut Martin Meheut di atas dijelaskan bahwa Quantum
Learning adalah sebuah model kesatuan yang meliputi teori pembelajaran
dan implementasi ruang kelas saat ini. Quantum Learning memadukan
penelitian berdasarkan praktek mengajar terbaik dalam pendidikan
35
termasuk kesatuan yang menyeluruh, membuat isi pelajaran lebih
bermakna dan sesuai dengan kehidupan siswa. Quantum Learning
membuat belajar mengajar menjadi menyenangkan. Hal ini membuat
siswa sangat bersemangat dalam belajar. Model ini juga memadukan
pembelajaran dan kemampuan serta menghasilkan siswa yang aktif dalam
belajar.
Menurut DePorter (2006: 15) Quantum Learning adalah
seperangkat metode dan falsafah belajar yang terbukti efektif di sekolah
dan bisnis untuk semua tipe orang dan segala usia. Quantum Learning
pertama kali digunakan di Supercamp. Di Supercamp ini menggabungkan
rasa percaya diri, kemampuan belajar, dan kemampuan berkomunikasi
dalam lingkungan yang menyenangkan. Quantum Learning didefinisikan
sebagai interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Semua
kehidupan adalah energi. Rumus yang terkenal dalam fisika kuantum
adalah massa kali kecepatan cahaya kuadrat sama dengan energi. Atau
sudah biasa dikenal dengan E=mc². Tubuh kita secara materi di ibaratkan
sebagai materi, sebagai pelajar tujuan kita adalah meraih sebanyak
mungkin cahaya; interaksi, hubungan, inspirasi agar menghasilkan energi
cahaya.
Quantum Learning berakar dari upaya Lozanov, seorang pendidik
yang berkebangasaan Bulgaria yang bereksperimen dengan apa yang
disebut sebagai “Suggestology” atau “Suggestopedia”. Prinsipnya adalah
bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan
setiap detail apa pun memberikan sugesti positif ataupun negatif, ada
beberapa teknik yang dapat digunakan untuk memberikan sugesti positif
yaitu mendudukan murid secara nyaman, memasang musik latar di dalam
kelas, meningkatkan partisipasi individu, menggunakan media
pembelajaran untuk memberikan kesan besar sambil menonjolkan
informasi, dan menyediakan guru-guru yang terlatih (DePorter 2006: 14).
Menurut De Porter (2006: 16) Quantum Learning menggabungkan
sugestologi, teknik pemercepatan belajar, dan NLP (Program
36
neurolinguistik) dengan teori, keyakinan dan metode kami sendiri.
Termasuk diantaranya konsep-konsep kunci dari berbagai teori dan
strategi belajar yang lain seperti:
1) Teori otak kanan atau kiri.
2) Teori otak 3 in 1.
3) Pilihan modalitas (visual, auditorial dan kinetik).
4) Teori kecerdasan ganda.
5) Pendidikan holistic (menyeluruh).
6) Belajar berdasarkan pengalaman.
7) Belajar dengan simbol (Metaphoric Learning).
8) Simulasi atau permainan.
Suatu proses pembelajaran akan menjadi efektif dan bermakna
apabila ada interaksi antara siswa dan sumber belajar dengan materi,
kondisi ruangan, fasilitas, penciptaan suasana dan kegiatan belajar yang
tidak monoton diantaranya melalui penggunaan musik pengiring. Interaksi
ini berupa keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar. Menurut De
Porter (2006: 12) dengan belajar menggunakan Quantum Learning akan
didapatkan berbagai manfaat yaitu:
1) Bersikap positif.
2) Meningkatkan motivasi.
3) Kemampuan belajar seumur hidup.
4) Kepercayaan diri.
5) Sukses atau hasil belajar yang meningkat.
Menurut DePorter dalam http://www.learningforum.com, menyatakan
bahwa:
The perpetual question facing our education system is how to improve students' academic performance on standardized tests, enhance teachers' instructional techniques and increase student achievement overall. What's working and by what evidence?
A recent study, Quantum Learning's Impact on Achievement in Multiple Settings, was completed by William Benn. Benn, an External Evaluator for Program Improvement Schools, approved
37
by the California Department of Education, studied the impact of the Quantum Learning model on 18 schools in four states.
The schools were chosen for their degree of commitment to Quantum Learning. All had implemented Quantum Learning over a number of years with a majority of their staff participating. High implementation and 'buy-in' from staff is a key component that correlates to the success of any method.
In all 18 schools, Benn's study found that the Quantum Learning model demonstrated a consistent pattern of positive impact on student achievement. These outstanding results ranged from statistically and educationally significant gains in reading, mathematics, writing to more comprehensive measures of core academic achievement. Students whom attend schools that use the Quantum Learning model show a pattern of greater achievement than comparison sample students that have not been taught these strategies. (http://www.learningforum.com)
Menurut DePorter dalam http://www.learningforum.com di atas
dijelaskan bahwa pertanyaan tiada henti tentang sistem pendidikan kita
adalah bagaimana meningkatlkan prestasi akademik siswa pada tes yang
berstandar, bagaimana teknik intruksionalnya dan bagaimana
meningkatkan prestasi siswa secara keseluruhan, apa yang perlu
dikerjakan dan dengan bukti apa. Seorang peneliti yang bernama William
Benn dalam studi atau penelitiannya tentang “Quantum Learning’s Impact
on Achievement in Multiple setting”, telah meneliti dan mempelajari
dampak dari Quantum Learning pada18 sekolah di 4 negara bagian.
Hasilnya dari 18 sekolah tersebut, menunjukkan bahwa model
Quantum Learning memberlakukan pola pengaruh positif yang konsisten
terhadap prestasi yang konsisten terhadap prestasi siswa. Hasil yang
memuaskan bergerak dari perolehan yang dicapai secara statistik dan
signifikan dalam bidang membaca, matematika, menulis dan lain-lain.
Siswa-siswa yang datang ke sekolah yang menerapkan model Quantum
Learning, menunjukkan pola prestasi yang lebih besar dibandingkan
dengan siswa yang tidak belajar dengan model pembelajaran tersebut.
Suyatno (2009:40), telah mengeksplorasi dan mengolaborasi antara
model Quantum Learning dalam pendidikan melalui QLC (Quantum
38
Learning Camp) di Surabaya selama enam kali. Hasilnya 86% peserta
menyatakan bahwa dalam dirinya terdapat perubahan terdapat perubahan
kesadaran diri dalam pemercepatan belajar. Mereka rata-rata menganggap
bahwa dirinya terlibat penuh dalam pelatihan sehingga dapat menemukan
sesuatu secara tidak sadar. Mereka termotivasi secara kuat sehingga
mampu memberikan gagasan yang maksimal.
Menurut Sarah Singer dari hasil penelitiannya dalam
http://scholar.google.co.id/scholar?q=international+journal+of+quantum+l
earning&hl=id&as_sdt=0&as_vis=1&oi=scholart ( diakses 14 April 2010),
mengatakan bahwa:
2047 student population (37% low income, 46% African-American, 13% Caucasian, 4% other) 452 faculty. Approximately 60 teachers and 600 students were involved in the Quantum Learning Pilot Program. intervention data indicated increased student learning, attendance, and improved attitude toward school. Students also showed increased math and reading skills, both on standardized tests and class grades. Post intervention data also revealed improved teachers effectiveness and satisfaction.
Dari penelitian Sarah Singer tersebut diatas, dijelaskan bahwa, dari
populasi siswa yang berjumlah 2047 (37% dari keluarga berpenghasilan
rendah, 83% bangsa Afrika, Amerika, 13 % bangsa atau Suku Kaukasia,
4% dari yang lainnya) yang terdiri dari 452 fakultas. Kira-kira 60 tenaga
pengajar dan 600 siswa terlbat dalam program percontohan Quantum
Learning, data yang ada menunjukkan adanya peningkatan pembelajaran
pada siswa, kehadiran, dan peningkatan perilaku siswa terhadap sekolah.
Pada murid juga menunjukkan peningkatan minat terhadap keterampilan
di bidang matematika dan membaca, baik itu dalam tes yang dilakukan
maupun dalam tingkat kelas. Data terakhir juga menyatakan adanya
peningkatan keefektifan dan kepuasan guru.
39
b. Dasar Teori Quantum Learning Learning
Menurut DePorter (2006:16) Quantum Learning sesungguhnya
merupakan ramuan atau rakitan dari berbagai teori atau pandangan
psikologi kognitif dan pemprograman neurologi/neurolinguistik yang jauh
sebelumnya sudah ada. Di samping itu ditambah dengan pandangan-
pandangan pribadi dan temuan-temuan empiris yang diperoleh DePorter
ketika mengembangkan konstruk awal Quantum Learning. Hal ini diakui
sendiri oleh DePorter. Selanjutnya DePorter menyatakan Quantum
Learning menggabungkan sugestologi, teknik pemercepatan belajar, dan
Program Neurolinguistik (NLP) dengan teori, keyakinan, dan metode kami
sendiri. Termasuk diantaranya konsep-konsep kunci dari berbagai teori
dan strategi belajar yang lain, seperti: 1) Teori otak kanan/kiri, 2) Teori
otak triune (3 in 1), 3) Pilihan modalitas (visual,auditorial, dan kinestetik),
4) Teori kecerdasan ganda, 5) Pendidikan holistik (menyeluruh), 6)
Belajar berdasarkan pengalaman, 7) Belajar dengan symbol, 8)
Simulasi/permainan (DePorter, 2006:16)
Ada bermacam-macam dasar pandangan dan pikiran yang menjadi
landasan Quantum Learning. Berbagai akar pandangan dan pikiran itu
diramu, bahkan disatukan dalam sebuah model teoritis yang padu dan utuh
hingga tidak tampak lagi asalnya dan pada gilirannya model teoritis
tersebut diujicobakan secara sistematis sampai ditemukan bukti-bukti
empirisnya (Sugianto, 2008:69)
Di antara berbagai pandangan dan pikiran yang menjadi landasan
Quantum Learning yang dikemukakan DePorter di atas, tidak dapat
dipungkiri bahwa pandangan-pandangan teori sugestologi atau
pembelajaran akseleratif Lozanov, teori kecerdasan ganda Gardner, teori
pemrograman Neurolinguistik (NLP) Grinder dan Bandler, dan
pembelajaran eksperensial (berdasakan pengalaman) Hahn, serta temuan-
temuan mutakhir neurolinguistik mengenai peranan dan fungsi otak kanan
mendominasi atau mewarnai secara kuat sosok (profil) Quantum Learning.
Teori kecerdasan ganda, teori pemrogaman neurolinguistik, dan temuan-
40
temuan mutakhir neurolinguistik sangat berpengaruh terhadap pandangan
dasar Quantum Learning mengenai kemampuan manusia selaku
pembelajar, khususnya kemampuan otak dan pikiran pembelajar.
c. Karakteristik Umum Quantum Learning Learning
Menurut Sugianto (2008: 69), Quantum Learning memiliki
karakteristik umum yang dapat memantapkan dan menguatkan sosoknya.
Beberapa karakteristik umum yang tampak membentuk sosok Quantum
Learning adalah sebagai berikut:
a) Quantum Learning berpangkal pada psikologi kognitif, bukan
fisika quantum meskipun serba sedikit istilah dan konsep quantum
dipakai. Oleh karena itu pandangan tentang pembelajaran, belajar
dan pembelajar diturunkan, ditranformasikan, dan dikembangkan
dari berbagai teori psikologi kognitif, bukan teori fisika kuantum.
b) Quantum Learning lebih bersifat humanistis, bukan positivistis-
empiris, hewan-istis, dan atau nativistis. Manusia selaku
pembelajar menjadi pusat perhatiannya. Potensi diri, kemampuan
pikiran, daya motivasi, dan sebagainya dari pembelajar diyakini
dapat berkembang secara maksimal. Hadiah dan hukuman
dipandang tidak ada karena semua usaha yang dilakukan manusia
patut dihargai. Kesalahan dipandang sebagai gejala manusiawi. Ini
semua menunjukkan bahwa keseluruhan yang ada pada manusia
dilihat dalam perspektif humanistis.
c) Quantum Learning lebih bersifat konstruktivis. Quantum Learning
menekankan pentingnya peranan lingkungan dalam mewujudkan
pembelajaran yang efektif dan optimal dan memudahkan
keberhasilan tujuan pembelajaran. Quantum Learning berupaya
menyinergikan dan mengolaborasikan faktor potensi diri manusia
selaku pembelajar dengan lingkungan.
d) Quantum Learning memusatkan perhatian pada interaksi yang
bermutu dan bermakna, bukan sekedar transaksi makna. Dapat
41
dikatakan bahwa interaksi telah menjadi kata kunci dan konsep
sentral dalam Quantum Learning. Karena itu pembelajran quantum
menekankan pada pentingnya interaksi, frekuensi dan akumulasi
interaksi yang bermutu dan bermakna.
e) Quantum Learning sangat menekankan pada pemercepatan
pembelajaran dengan taraf keberhasilan yang tinggi. Segala sesuatu
yang menghalangi pemercepatan pembelajaranan harus
dihilangkan pada satu sisi dan pada sisi lain segala sesuatu yang
mendukung pemercepatan pembelajaran harus diciptakan dan
dikelola dengan baik.
f) Quantum Learning sangat menekankan kealamiahan dan
kewajaran proses pembelajaran, bukan keartifisialan atau keadaan
yang dibuat-buat. Kealamiahan dan kewajaran menimbulkan
suasana nyaman, segar, sehat, rileks, santai dan menyenangkan,
sedang keartifisialan dan kepura-puraan menimbulkan suasana
tegang, kaku, dan membosankan.
g) Quantum Learning sangat menekankan kebermaknaan dan
kebermutuan proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang tidak
bermakna dan tidak bermutu membuahkan kegagalan, dalam arti
tujuan pembelajaran tidak tercapai.
h) Quantum Learning memiliki model yang memadukan konteks dan
isi pembelajaran. Konteks pembelajaran meliputi suasana yang
memberdayakan, landasan yang kukuh, lingkungan yang
menggairahkan atau mendukung, dan rancangan yang dinamis. Isi
pembelajaran meliputi penyajian yang prima, pemfasilitasan yang
lentur, kemampuan belajar untuk belajar dan kemampuan hidup.
Konteks dan isi ini tidak dapat dipisahkan dan saling mendukung
bagaikan bagaikan sebuah orkestra yang memainkan simfoni.
i) Quantum Learning memusatkan perhatian pada pembentukan
kemampuan akademis, kemampuan hidup, dan prestasi fisikal atau
material. Ketiganya harus diperhatikan dan dikelola secara
seimbang dan relatif sama dalam pembelajaran.
42
j) Quantum Learning menempatkan nilai dan keyakinan sebagai
bagian penting dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran
hendaknya menanamkan nilai dan keyakinan positif dalam diri
pembelajar.
k) Quantum Learning mengutamakan keberagaman dan kebebasan,
bukan keseragaman dan ketertiban. Karena itu dalam Quantum
Learning berkenbang ucapan “Selamat datang keberagaman dan
kebebasan, selamat tinggal keseragaman”.
l) Quantum Learning mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran
dalam proses pembelajaran. Aktivitas total antara tubuh dan
pikiran membuat pembelajaran bisa berlangsung lebih nyaman dan
hasilnya lebih optimal.
d. Prinsip Utama Quantum Learning
Prinsip dapat berarti aturan aksi atau perbuatan yang diterima atau
dikenal dan dapat pula sebagai aksioma, hukum atau doktrin fundamental.
Menurut Sugianto (2008:74) Prinsip utama Quantum Learning adalah
sebagai berikut:
a) Prinsip utama Quantum Learning berbunyi “ bawalah dunia
mereka (pembelajar) kedalam dunia kita (pengajar), dan antarkan
dunia kita (pengajar) ke dalam dunia mereka (pembelajar). Prinsip
tersebut menuntut pengajar untuk memasuki dunia pembelajar
sebagai langkah pertama pembelajaran selain juga mengharuskan
pengajar untuk membangun jembatan otentik untuk memasuki
kehidupan pembelajar. Untuk itu, pengajar dapat memanfaatkan
pengalaman-pengalaman yang dimiliki pembelajar sebagai titik
tolaknya. Dengan jalan ini pengajar akan mudah membelajarkan
pembelajar baik dalam bentuk memimpin, mendampingi dan
memudahkan pembelajar menuju kesadaran dan ilmu yang lebih
luas. Ini berarti dunia kita menjadi dunia bersama pengajar dan
pembelajar.
43
b) Menurut DePorter (2006:20-40) dalam Quantum Learning juga
berlaku prinsip bahwa proses pembelajaran merupakan permainan
orkestra simfoni yang mempunyai struktur dasar kord. Struktur
dasar kord ini sebagai prinsip-prinsip dasar Quantum Learning,
yaitu:
(1) Ketahuilah bahwa segalanya berbicara
Dalam Quantum Learning, segala sesuatu mulai lingkungan
pembelajaran sampai dengan bahasa tubuh pengajar, penataan
ruang sampai sikap guru semuanya mengirim pesan tentang
pembelajaran.
(2) Ketahuilah bahwa segalanya bertujuan
Semuanya yang terjadi dalam proses pengubahan energi
menjadi cahaya mempunyai tujuan. Tidak ada kejadian yang
tidak mempunyai tujuan. Baik pembelajar maupun pengajar
harus menyadari bahwa kejadian yang dibuatnya selalu
bertujuan.
(3) Sadarilah bahwa pengalaman mendahului penamaan
Proses pembelajaran yang baik terjadi ketika pembelajar telah
mengalami informasi sebelum mereka memperoleh makna
untuk apa yang mereka pelajari.
(4) Akuilah setiap usaha yang dilakukan dalam pembelajaran
Pada waktu melakukan setiap usaha, mereka patut memperoleh
pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka.
Bahkan sekalipun mereka berbuat salah, perlu diberi
pengakuan atas usaha yang mereka lakukan.
(5) Sadarilah bahwa sesuatu yang layak dipelajari layak pula
dirayakan. Perayaan atas apa yang telah dipelajari dapat
memberikan balikan mengenai kemajuan dan meningkatkan
asosiasi emosi positif dengan pembelajaran. Selain perayaan
juga harus ada penguatan. Menurut Muh. Uzer Usman (1995:
81) penguatan mempunyai pengaruh yang berupa sikap positif
terhadap proses belajar siswa dan bertujuan untuk
meningkatkan perhatian siswa terhadap pembelajaran,
merangsang dan meningkatkan motivasi belajar, dan
44
meningkatkan kegiatan belajar dan membina tingkah laku
siswa yang produktif.
(6) Dalam Quantum Learning juga berlaku prinsip bahwa
pembelajaran harus berdampak bagi terbentuknya keunggulan.
Keunggulan bahkan dipandang sebagai fondasi quantum. Ada 8
ciri keunggulan dalam pembelajaraan quantum, yaitu:
(a) Terapkanlah hidup dalam integritas
(b) Akuilah kegagalan dapat membawa kesuksesan
(c) Berbicaralah dengan niat baik
(d) Tegaskanlah komitmen
(e) Jadilah pemilik
(f) Tetaplah lentur
(g) Pertahankanlah keseimbangan
e. Penerapan Quantum Learning dalam Pembelajaran
Adapun langkah-langkah yang dapat diterapkan dalam
pembelajaran melalui konsep Quantum Learning dengan cara:
1) Kekuatan Ambak
Ambak adalah motivasi yang didapat dari pemilihan secara mental
antara manfaat dan akibat-akibat suatu keputusan (De Potter, 2006:
49). Motivasi sangat diperlukan dalam belajar karena dengan
adanya motivasi maka keinginan untuk belajar akan selalu ada.
Pada langkah ini siswa akan diberi motivasi oleh guru dengan
memberi penjelasan tentang manfaat apa saja setelah mempelajari
suatu materi. Sesuai dengan istilah “ing madya mangun karsa”,
bahwa guru peranan guru sebagai motivator sangat penting artinya
dalam rangka meningkatkan kegairahan dan pengembangan dan
kegiatan belajar siswa (Sardiman, 2009: 145)
2) Penataan lingkungan belajar
Dalam proses belajar dan mengajar diperlukan penataan
lingkungan yang dapat membuat siswa merasa betah dalam
45
belajarnya, dengan penataan lingkungan belajar yang tepat juga
dapat mencegah kebosanan dalam diri siswa.
3) Memupuk sikap juara
Memupuk sikap juara perlu dilakukan untuk lebih memacu
dalambelajar siswa, seorang guru hendaknya jangan segan-segan
untuk memberikan pujian pada siswa yang telah berhasil dalam
belajarnya, tetapi jangan pula mencemooh siswa yang belum
mampu menguasai materi. Dengan memupuk sikap juara ini siswa
akan lebih dihargai.
4) Bebaskan gaya belajarnya
Ada berbagai macam gaya belajar yang dipunyai oleh siswa, gaya
belajar tersebut yaitu: visual, auditorial dan kinestetik. Dalam
Quantum Learning guru hendaknya memberikan kebebasan dalam
belajar pada siswanya dan janganlah terpaku pada satu gaya belajar
saja. Kebebasan bukan berarti siswa bebas melakukan apa saja di
dalam kelas, tetapi juga perlu adanya kontrak belajar yang disusun
dalam suatu susunan suatu format kesepakatan siswa dan guru.
Cara ini dapat menumbuhkan tanggung jawab personal dan
mengembangkan kebiasaan belajar mandiri (Oemar Hamalik, 2009:
105).
5) Membiasakan mencatat
Belajar akan benar-benar dipahami sebagai aktivitas kreasi ketika
sang siswa tidak hanya bisa menerima, melainkan bisa
mengungkapkan kembali apa yang didapatkan menggunakan
bahasa hidup dengan cara dan ungkapan sesuai gaya belajar siswa
itu sendiri. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memberikan
simbol-simbol atau gambar yang mudah dimengerti oleh siswa itu
sendiri, simbol-simbol tersebut dapat berupa tulisan. Menurut Tony
Buzan (2002:167), sebuah catatan untuk mengingat perlu dibuat
yang yang menarik sesuai dengan prinsip ingatan, yaitu perlu
46
dibuat peta pikiran yang dibuat oleh masing-masing individu yang
bersangkutan.
6) Membiasakan membaca
Salah satu aktivitas yang cukup penting adalah membaca. Karena
dengan membaca akan menambah perbendaharaan kata,
pemahaman, menambah wawasan dan daya ingat akan bertambah.
Seorang guru hendaknya membiasakan siswa untuk membaca, baik
buku pelajaran maupun buku-buku yang lain.
7) Jadikan anak lebih kreatif
Siswa yang kreatif adalah siswa yang ingin tahu, suka mencoba dan
senang bermain. Dengan adanya sikap kreatif yang baik siswa akan
mampu menghasilkan ide-ide yang segar dalam belajarnya.
8) Melatih kekuatan memori anak
Menurut Mark K. Smith, dkk (2009: 15), memori menjadi salah
satu konsep paling penting dalam pembelajaran, jika segala hal
tidak bisa diingat, maka tidak akan ada pembelajaran yang bisa
berlangsung. Kekuatan memori sangat diperlukan dalam belajar
anak, sehingga anak perlu dilatih untuk mendapatkan kekuatan
memori yang baik.
f. TANDUR sebagai Kerangka Perencanaan Model Quantum Learning
Menurut DePorter (2005:10), untuk memudahkan mengingatnya
dan untuk keperluan konstruksional Quantum Learning dikenal dengan
konsep TANDUR yang merupakan akronim dari Tumbuhkan, Alami,
Namai, Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan. Unsur-unsur ini
membentuk basis struktur yang melandasi model Quantum Learning.
Kerangka TANDUR dapat membawa siswa menjadi tertarik dan berminat
pada setiap pelajaran apapun mata pelajaran, tingkat kelas dengan beragam
budayanya, jika pada guru betul-betul menggunakan prinsip-prinsip atau
nilai-nilai pembelajaran model Quantum Learning. Kerangka ini juga
memastikan bahwa mereka mengalami pembelajaran, berlatih dan
47
menjadikan isi pelajaran nyata bagi mereka sendiri, dan akhirnya dapat
mencapai kesuksesan belajar.
Kerangka pembelajaran TANDUR adalah sebagai berikut:
1) Tumbuhkan : Sertakan diri mereka, pikat mereka, puaskan
keingintahuan mereka, buatlah mereka tertarik atau penasaran tentang
materi yang akan kita ajarkan.
2) Alami : Berikan mereka pengalaman belajar, tumbuhkan kebutuhan
untuk mengetahui
3) Namai : Berikan data tepat saat minat memuncak mengenalkan
konsep-konsep pokok dan materi pelajaran.
4) Demonstrasikan : Berikan kesempatan bagi mereka untuk mengaitkan
pengalaman dengan data baru, sehingga mereka menghayati dan
membuatnya sebagai pengalaman pribadi
5) Ulangi : Rekatkan gambaran keseluruhannya. Ini dapat dilakukan
melalui pertanyaan post tes, ataupun penugasan, atau membuat ikhtisar
hasil belajar. Menurut Abin Syamsuddin (2004: 342) untuk anak yang
berkesulitan belajar dapat dilakukan model pengajaran remedial
(remedial teaching) dan dengan bimbingan dan konseling ( guidance
and counseling)
6) Rayakan: Ingat, jika layak dipelajari maka layak pula dirayakan.
Perayaan menambah belajar dengan asosiasi positif
g. Penerapan TANDUR dalam Pembelajaran Membaca Huruf Jawa
1. Tumbuhkan : Sertakan diri mereka, pikat mereka, puaskan keingintahuan
mereka, buatlah mereka tertarik atau penasaran tentang materi yang akan
kita ajarkan. Ajak siswa menyanyikan lagu “Ayo Maca Jawa”, kemudian
guru bisa mendongengkan legenda huruf Jawa. Dan guru juga bisa
menayangkan macro mediaflash pembelajaran huruf Jawa.
2. Alami : Berikan mereka pengalaman belajar, tumbuhkan kebutuhan untuk
mengetahui. Guru memberi pertanyaan pada siswa tentang tulisan-tulisan
Jawa yang dipasang pada instansi-instansi tertentu.
48
3. Namai : Berikan data tepat saat minat memuncak mengenalkan konsep-
konsep pokok dan materi pelajaran. Menyuruh siswa untuk menulis huruf
Jawa di bukunya masing-masing. Guru bisa menggunakan poster huruf
Jawa yang dipasang di papan tulis untuk membantu siswa.
4. Demonstrasikan : Berikan kesempatan bagi mereka untuk mengaitkan
pengalaman dengan data baru, sehingga mereka menghayati dan
membuatnya sebagai pengalaman pribadi. Guru menyuruh siswa
berkelompok dan berdiskusi kemudian mempresentasikan hasilnya ke
depan kelas untuk membaca huruf jawa yang telah didiskusikan
sebelumnya.
5. Ulangi : Rekatkan gambaran keseluruhannya. Ini dapat dilakukan melalui
pertanyaan post tes, ataupun penugasan, atau membuat ikhtisar hasil
belajar. Siswa secara berkelompok mengerjakan tugas yang diberikan oleh
guru. Guru juga bisa memberikan semacam kuis atau cerdas cermat untuk
mengetahui kemampuan siswa membaca huruf jawa.
6. Rayakan: Ingat, jika layak dipelajari maka layak pula dirayakan. Perayaan
menambah belajar dengan asosiasi positif. Guru bisa memberikan pujian
atau tepuk tangan atau memberikan hadiah pada siswa yang mampu
membaca huruf jawa dengan baik.
B. Penelitian yang Relevan
1) Hermawan Widyastantyo (2007) melakukan penelitian yang berjudul
Penerapan Metode Quantum Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Mata Pelajaran IPA (SAINS) Bagi Siswa Kelas V SD Negeri Kebonsari
Kabupaten Temanggung. Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa penerapan
metode Quantum Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata
pelajaran IPA (SAINS). Peningkatan ini ditunjukkan oleh perbandingan rata-
rata hasil belajar yang dicapai antara siklus I (53,97), siklus II (65,74)
peningkatan prosentase 11,77% dan siklus III (73,24) peningkatan prosentase
7,5%. Pembelajaran dengan menerapkan metode Quantum Learning
49
mengalami peningkatan hasil belajar yang sangat baik sesuai dengan indikator
keberhasilan.
2) Mardiyati (2003) melakukan penelitian yang berjudul Peningkatan
Kemampuan Siswa dalam Membaca Huruf Jawa dengan Metode Pemberian
Tugas Latihan dan Resitasi. Dari hasil penelitian ini dapat terlihat bahwa
kemampuan membaca huruf jawa siswa mengalami peningkatan setelah
menggunakan metode pemberian tugas latihan dan resitasi. Hal tersebut dapat
terbukti dari hasil perbandingan nilai rata-rata kelas siklus I dan siklus II
meningkat 0.31 atau sebesar 4,22%. Peningkatan kemampuan siswa dalam
membaca bacaan berhuruf Jawa ternyata dapat merubah tingkah laku siswa
terhadap pembelajaran membaca bacaan berhuruf Jawa, siswa menjadi aktif
dan senang menerima pembelajaran membaca huruf Jawa.
C. Kerangka Berpikir
Pada kondisi awal siswa mengalami kesulitan dalam membaca huruf Jawa,
terbukti pada tes awal terdapat 68% siswa yang mempunyai nilai di bawah KKM,
sehingga kemampuan membaca huruf Jawa siswa masih rendah. Hal ini terjadi
karena guru masih menggunakan metode yang konvensional dan kurang inovatif
dalam pembelajaran membaca huruf Jawa. Siswa lebih cepat merasa bosan dalam
pembelajaran.
Oleh karena itu diperlukan adanya suatu model pembelajaran yang dapat
meningkatkan kemampuan membaca huruf Jawa siswa. Diantara berbagai model
dalam pembelajaran, model Quantum Learning adalah suatu model yang
diharapkan dapat membantu meningkatkan kemampuan membaca huruf Jawa
pada siswa. Melalui konsep TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai,
Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan) yang melandasi Quantum Learning dapat
membawa siswa menjadi lebih tertarik dan berminat untuk belajar membaca huruf
Jawa. Pembelajaran dengan model Quantum Learning terbukti dapat
meningkatkan kemampuan membaca, menciptakan lingkungan belajar yang
efektif, memudahkan proses belajar, meningkatkan partisipasi siswa,
50
meningkatkan minat dan motivasi siswa belajar, serta melatih daya ingat dan
daya serap siswa dalam pembelajaran (DePorter, 2005:4)
Melalui konsep ini dapat dipastikan bahwa siswa akan mengalami
pembelajaran, berlatih dan menjadikan isi pelajaran nyata bagi mereka sendiri,
dan akhirnya kemampuan membaca huruf Jawa pun akan meningkat.
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini divisualisasikan pada gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Berpikir
D. Hipotesis
Dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut : “Penggunaan
model Quantum Learning dapat meningkatkan kemampuan membaca huruf Jawa
pada siswa kelas IV SD Negeri I Sukorame, Musuk, Boyolali.
Kondisi awal
Tindakan
Kondisi akhir
· Guru masih menggunakan
metode pembelajaran yang konvensional
· Guru kurang inovatif dalam pembelajaran
Dalam pembelajaran guru menggunakan model Quantum Learning dengan konsep
TANDUR (Tmbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, Rayakan)
Melalui model Quantum Learning dapat meningkatkan kemampuan
membaca huruf Jawa
· Kemampuan membaca huruf Jawa siswa rendah
· 68 % siswa mempunyai nilai di bawah KKM
Siklus I Indikator ketercapaian
kinerja sebesar 70 %
Siklus II Indikator ketercapaian kinerja
sebesar 75 %
51
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini bertempat di Sekolah Dasar Negeri I Sukorame, Musuk,
Boyolali. Tempat tersebut dipilih dengan beberapa pertimbangan. Diantaranya
waktu, biaya dan keberadaan sampel untuk memudahkan peneliti memperoleh
data. Disamping itu tempat lokasinya mudah terjangkau oleh peneliti.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran
2009/2010 selama 6 bulan, yakni mulai bulan Januari 2010 sampai dengan Juni
2010. Tahap persiapan dilaksanakan pada Januari 2010, tahap pelaksanaan
dimulai bulan April-Mei dan penyusunan laporan pada Juni 2010. Waktu
penelitian tersebut ditunjukkan pada tabel di bawah ini:
52
Tabel 9. Jadwal Kegiatan Penelitian
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
NO
JENIS KEGIATAN
BULAN
Januari Februari
Maret April Mei Juni
A. Tahap Persiapan
1. Penyusunan Proposal
XXXX
2. Perbaikan Proposal XXX
3. Menyusun Instrumen
a. RPP XX
b. Lembar Observasi X X
c. Soal-soal X X
4. Perijinan, Koordinasi dengan Guru, dan Menyiapkan Peralatan
XXX
B. Aplikasi Tindakan
1. Siklus I XX
2. Siklus II XX
C. Pasca Tindakan
1. Analisis Data XX
XX
2. Menyusun Laporan XX
3. Pengajuan Laporan XX
XX
4. Seminar untuk Validasi Hasil
X
5. Perbaikan laporan XX
6. Penggandaan, Penjilidan dan Pengiriman Laporan
X
53
1. Bentuk Penelitian
Karena data yang akan diperoleh/dikumpulkan berupa data yang langsung
tercatat dari kegiatan di lapangan maka bentuk model yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah diskriptif kualitatif dan jenis penelitiannya adalah Penelitian
Tindakan Kelas (PTK)
2. Strategi Penelitian
Pada strategi penelitian ini langkah-langkah yang diambil adalah strategi
tindakan kelas model siklus karena objek penelitian yang diteliti hanya satu
sekolah. Adapun rancangan penelitiannya sebagai berikut:
a. Perencanaan
b. Tindakan
c. Pengamatan
d. Refleksi
C. Subjek Penelitian
Yang menjadi subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri I
Sukorame Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali tahu ajaran 2009/2010 semester
genap sebanyak 25 siswa, terdiri dari 15 siswa laki-laki dan 10 siswa perempuan.
D. Sumber Data
Data atau informasi yang paling penting untuk dikumpulkan dan dikaji
dalam penelitian ini diperoleh dari data kualitatif. Informasi data ini akan digali
dari berbagai macam sumber data. Adapun sumber data yang akan dimanfaatkan
dalam penelitian ini antara lain:
1. Informasi data dari nara sumber yang terdiri siswa kelas IV dan guru kelas IV
SD Negeri I Sukorame, Musuk, Boyolali.
2. Arsip nilai ulangan harian
3. Hasil pengamatan pelaksanaan pembelajaran dengan model Quantum
Learning di kelas IV SD Negeri I Sukorame, Musuk, Boyolali
4. Informasi lain tentang kondisi sekolah serta sejarah singkatnya.
E. Teknik Pengumpulan Data
54
Dalam pengumpulan data yang dipergunakan adalah:
1. Teknik obsevasi langsung
Observasi dilakukan untuk memantau proses dan dampak pembelajaran
yang diperlukan untuk menata langkah-langkah perbaikan agar lebih efektif
dan efisien pada pembelajaran berikutnya. Observasi dipusatkan pada kegiatan
siswa dan kegiatan guru kelas IV SD Negeri I Sukorame, Musuk, Boyolali
selama pembelajaran membaca huruf Jawa dengan menggunakan model
Quantum Learning.
2. Metode Dokumentasi
Digunakan untuk memperoleh data berupa nama responden penelitian,
sejarah perkembangan SD Negeri I Sukorame, Musuk, Boyolali dan saat
proses pembelajaran berlangsung dilakukan pendokumentasian berupa foto.
3. Metode Tes
Tes merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengukur sesuatu,
berwujud pernyataan atau tugas yang harus diselesaikan oleh siswa, sehingga
akan diketahui kuantitas dan kualitas sesuatu setelah dibandingkan dengan
standar yang telah ditetapkan.
F. Validitas Data
Menurut Suharsimi Arikunto (2008:12) di dalam penelitian diperlukan
adanya validitas data, maksudnya adalah semua data yang dikumpulkan
hendaknya mencerminkan apa yang sebenarnya diukur atau diteliti. Di dalam
penelitian ini untuk menguji kesahihan data digunakan triangulasi data dan
triangulasi metode.
Adapun yang dimaksud kedua hal tersebut adalah:
1. Triangulasi data adalah data atau informasi yang diperoleh selalu
dikomparasikan dan diuji dengan data dan informasi lain, baik dari segi
koheren sumber yang sama atau sumber yang berbeda. Untuk menggali data
yang sejenis bisa diperoleh dari nara sumber (manusia), dari kondisi lokasi,
dari aktivitas yang menggambarkan perilaku warga masyarakat atau dari
sumber yang berupa catatan / arsip yang memuat catatan yang berkaitan
55
dengan data yang dimaksud. Pada penelitian ini peneliti mendapatkan data
perbandingan nilai mata pelajaran Bahasa Jawa dengan mata pelajaran lain
pada kurun waktu dua tahun terakhir dari Kepala Sekolah. Peneliti juga
mendapatkan data nilai ulangan harian membaca huruf Jawa siswa kelas IV,
selain itu juga beberapa informasi dari orang tua wali siswa kelas IV tentang
kemampuan membaca huruf Jawa anak-anaknya. Dengan cara ini data sejenis
bisa teruji kemantapan dan kebenarannya dari sumber data yang berbeda-beda.
2. Triangulasi metode yaitu seorang peneliti dengan mengumpulkan data sejenis
dengan menggunakan metode pengumpulan data yang berbeda. Peneliti bisa
menggunakan metode pengumpulan data yang berupa observasi kemudian
dilakukan wawancara yang mendalam dari informan yang sama dan hasilnya
diuji dengan pengumpulan data sejenis dengan menggunakan teknik
dokumentasi pada pelaku kegiatan. Dari data yang diperoleh dari yang
diperoleh lewat beberapa teknik pengumpulan data yang berbeda tersebut
hasilnya dibandingkan dan dapat ditarik kesimpulan data yang lebih kuat
validitasnya.
G. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penilitian ini adalah
model analisis interaktif (interactive model analysis). Analisis ini terdiri dari tiga
komponen utama, yaitu (1) reduksi data, (2) penyajian data (display data), (3)
penarikan simpulan (verifikasi) dan refleksi (H.B. Sutopo, 2002: 91).
1. Reduksi Data
H.B. Sutopo (2002: 91) menjelaskan reduksi data merupakan proses
seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data dari fieldnote. Dalam
reduksi data yang diperoleh dari hasil observasi yang ditulis dalam bentuk data,
dikumpulkan, dirangkum, dan dipilih hal-hal yang pokok, kemudian dicari
polanya. Jadi, data sebagai bahan data mentah singkat disusun lebih sistematis,
ditonjolkan pokok-pokok yang penting sehingga lebih tajam hasil pengamatan
dalan penelitian ini, juga mempermudah peneliti untuk mencatat kembali data
yang diperoleh bila diperlukan.
56
2. Penyajian Data (Display Data)
Menurut H.B. Sutopo (2002: 92), sajian data merupakan suatu rakitan
organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan
simpulan penelitian dapat dilakukan. Pada tahap ini data yang telah direduksi dan
dikelompokkan dalam berbagai pola dideskripsikan dalam bentuk kata-kata yang
berguna untuk melihat gambaran keseluruhan atau bagian tertentu. Penyajian data
ini ditulis dalam paparan data.
3. Penarikan Simpulan (Verifikasi), dan Refleksi
Kegiatan ini dilakukan untuk memantapkan simpulan dari tampilan data
agar benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Seluruh hasil analisis yang
terdapat dalam reduksi data maupun penyajian data diambil suatu simpulan.
Penarikan simpulan tentang peningkatan yang terjadi dilaksanakan secara
bertahap mulai dari simpulan sementara, simpulan yang ditarik pada akhir siklus
I, dan simpulan terakhir yaitu pada akhir siklus II. Simpulan yang pertama sampai
dengan yang terakhir harus terkait. Hasil simpulan akhir dilakukan refleksi untuk
menentukan atau menyusun rencana tindakan berikutnya.
Menurut H.B. Sutopo (2002: 96) proses analisis tersebut dapat
divisualisasikan seperti pada gambar 2.
Gambar 2. Model Analisis Interaktif
H. Indikator Kinerja
pengumpulan data
sajian data reduksi data
penarikan simpulan/verifikasii
i
57
Menurut Sarwiji Suwandi (2008:70), indikator kinerja merupakan rumusan
kinerja yang akan dijadikan acuan atau tolak ukur dalam menentukan keberhasilan
atau keefektifan penelitian. Indikator kinerja yang ingin dicapai dalam penelitian
ini adalah Meningkatnya kemampuan membaca huruf Jawa pada siswa kelas IV
SDN I Sukorame berbasis Quantum Learning. Indikator penelitian ini bersumber
dari kurikulum dan silabus KTSP Bahasa Jawa kelas IV serta Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) yaitu 63.
Pada siklus I pembelajaran dikatakan berhasil apabila kemampuan
membaca huruf Jawa siswa mencapai rata-rata kelas 63 dan siswa yang
memperoleh nilai ≥ 63 mencapai 70 % .
Pada siklus II pembelajaran dikatakan berhasil apabila kemampuan
membaca huruf Jawa siswa mencapai rata-rata kelas 63 dan siswa yang
memperoleh nilai ≥ mencapai 75 %
I. Prosedur Penelitian
Dalam pelaksanaan PTK ini, mekanisme kerjanya diwujudkan dalam
bentuk siklus yang tercakup empat kegiatan, yaitu perencanaan, tindakan,
observasi, dan refleksi.
1. Rancangan Siklus I
a. Tahap Perencanaan Tindakan
Adapun langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah:
1) Menentukan pokok bahasan
2) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan model
Quantum Learning.
3) Mengembangkan skenario pembelajaran
4) Menyusun Lembar Kerja Siswa (LKS)
5) Menyiapkan fasilitas dan sarana pendukung
6) Mengembangkan format evaluasi pembelajaran
b. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Kegiatan Awal
1) Mengucapkan salam
58
2) Berdoa
3) Mengabsen siswa
4) Memeriksa kesiapan siswa belajar
5) Apersepsi:
Guru menyampaikan tujuan pembelajara, kemudian guru bercerita asal
mula adanya huruf Jawa ( dongeng legenda Ajisaka)
Guru mengadakan tanya jawab kepada siswa tentang huruf Jawa
Kegiatan Inti
1) Guru menayangkan slide Macromediaflash tentang pengenalan huruf
Jawa nglegena
2) Dengan bimbingan guru, siswa bersama-sama mengucapkan huruf
Jawa nglegena dengan benar
3) Dengan arahan guru, siswa disuruh menuliskan huruf Jawa nglegena
diudara
4) Guru menyuruh siswa menuliskannnya di buku
5) Guru membagi siswa menjadi 5 kelompok
6) Setiap kelompok diberi 1 set huruf Jawa nglegena.
7) Siswa mendiskusikan bagaimana membaca huruf Jawa tersebut
8) Siswa mengkocok kartu tersebut kemudian mempresentasikan hasil
diskusinya
9) Hasil kerja kelompok dibahas bersama-sama
10) Guru mengadakan evaluasi individu
Kegiatan Akhir
1) Menarik kesimpulan pembelajaran
2) Memberikan nasihat-nasihat
3) Pembelajaran dibubarkan dengan mengucapkan yel-yel “aku bisa!”
bersama-sama
c. Tahap Observasi
Tahap observasi dilakukan dengan mengamati proses pembelajaran
(aktivitas guru dan siswa). Observasi diarahkan pada poin-poin dalam
59
pedoman yang telah disiapkan peneliti. Selain itu, untuk memperoleh data
yang akurat, peneliti juga melakukan wawancara dengan para siswa
mengenai poin-poin tertentu yang dirasa perlu ditanyakan pada siswa
untuk mendapatkan data yang lebih lengkap.
d. Tahap Refleksi
Mengadakan refleksi dan evaluasi dari kegiatan pelaksanaan tindakan.
2. Rancangan Siklus II
a. Tahap Perencanaan Tindakan
1) Identifikasi masalah pada siklus I dan penetapan alternatif pemecahan
masalah
2) Menentukan pokok bahasan
3) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan model
Quantum Learning.
4) Mengembangkan skenario pembelajaran
5) Menyusun Lembar Kerja Siswa (LKS)
6) Menyiapkan sumber belajar
7) Mengembangkan format evaluasi
8) Mengembangkan format evaluasi pembelajaran
b. Tahap pelaksanaan Tindakan
1) Memperbaiki tindakan sesuai dengan skenario pembelajaran yang
telah disempurnakan berdasarkan hasil refleksi pada siklus I
2) Guru menerapkan pembelajaran dengan model Quantum Learning
3) Siswa belajar dalam situasi pembelajaran dengan model Quantum
Learning
4) Memantau perkembangan kemampuan membaca huruf Jawa pada
anak
c. Tahap Observasi
Tahap observasi dilakukan dengan mengamati proses pembelajaran
(aktivitas guru dan siswa). Observasi diarahkan pada poin-poin dalam
60
pedoman yang telah disiapkan peneliti. Selain itu, untuk memperoleh data
yang akurat, peneliti juga melakukan wawancara dengan para siswa
mengenai poin-poin tertentu yang dirasa perlu ditanyakan pada siswa
untuk mendapatkan data yang lebih lengkap.
d. Tahap Refleksi
Hasil analisis data dari siklus II ini digunakan sebagai acuan untuk
menentukan tingkat ketercapaian tujuan yang dilakukan guru dalam
meningkatkan kemampuan membaca huruf Jawa dengan model Quantum
Learning pada siswa kelas IV.
Skema Penelitian Tindakan Kelas ini tertera pada gambar 3:
Gambar 3. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas (Suharsimi Arikunto, 2008: 16)
Perencanaan
Refleksi Pelaksanaan SIKLUS I
Pengamatan
Refleksi Pelaksanaan
Pengamatan
SIKLUS II
Perencanaan
159
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Latar
Secara geografis SD Negeri 1 Sukorame terletak di Dukuh Karangrejo Desa
Sukorame Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali. Sekolah ini berdiri tahun 1951
atas usaha Desa (SDUD). Letaknya sangat strategis, yaitu di pinggir jalan raya
Musuk-Boyolali, kurang lebih tiga kilometer dari pusat kota kabupaten, sehingga
transportasinya sangat mudah. Letak sekolah yang strategis ini mendukung
tercapainya informasi yang lebih cepat dan akurat.
SD Negeri 1 Sukorame merupakan sekolah penyelenggara pendidikan
inklusi. Hal ini yang menjadi strategi untuk mengembangkan SD Sukorame menjadi
sekolah yang unggul dan cukup menonjol di kabupaten Boyolali. Rintisan sebagai
sekolah inklusi sejak Tahun Pelajaran 2004/2005.
Kelebihan-kelebihan SD Negeri 1 Sukorame yang mungkin tidak terdapat di
sekolah lain yaitu gedung yang megah dan representatif, mendapatkan rehab DAK
(Dana Alokasi Khusus) Tahun 2008/2009, kelas sebanyak 6 kelas, ruang
perpustakaan, laboratorium komputer. Ruang Kelas Khusus (RKK) bagi anak
berkebutuhan khusus dan Mushola masih dalam tahap pembangunan juga ruang
perpustakaan yang baru yang lebih lengkap dan lebih memenuhi syarat sedang
dibangun. Selain itu terdapat beberapa kegiatan ekstra kurikuler dilaksanakan di
sekolah ini diantaranya ekstra pramuka, komputer, drum band, rebana, dan Seni
BTQ.
Proses pembelajaran selain menggunakan ruang kelas juga dengan
memanfaatkan teknologi layar LCD multimedia, dengan CD pembelajaran yang
lengkap. Meskipun belum setiap ruang kelas memiliki fasilitas ini, tetapi terdapat satu
160
ruangan khusus (laboratorium) yang dipergunakan sebagai ruang multimedia
(komputer, VCD, televisi, LCD, OHP). Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah
penyampaian materi juga mengakrabkan anak dengan teknologi informasi yang terus
berkembang.
1. Kurikulum
SD Negeri 1 Sukorame menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Sedangkan untuk anak berkebutuhan khusus selain
menggunakan kurikulum reguler (KTSP) juga menggunakan KTSP yang
dimodifikasi dan Program Pembelajaran Individual.
2. Ketenagaan
SD Negeri 1 Sukorame dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang
memiliki kualifikasi pendidikan S-1 dan sudah memiliki sertifikat pendidik, Guru
berjumlah delapan orang, 4 (empat) orang pendidikan S-1 ( satu diantaranya
sedang menempuh pendidikan S-2) dan 4 (empat) orang pendidikan D-2 PGSD,
dua diantaranya sedang menempuh pendidikan S-1. satu diantara delapan orang
gurunya sudah memiliki sertifikat pendidik, hal ini menjadi strategi kekuatan
untuk mengembangkan sekolah dari komponen ketenagaan
Jumlah guru kelas hanya 5 orang sehingga guru Pendidikan Agama Islam
masih merangkap menjadi guru Kelas II. Di sekolah ini juga tidak terdapat
tenaga admininstrasi/tata usaha atau tenaga perpustakaan, sehingga pekerjaan ini
dirangkap oleh guru kelas IV dan VI. Sedangkan guru kelas V merangkap
sebagai guru pembimbing khusus (GPK) sekaligus sebagai Manajer Inklusi. Hal
ini sesuai dengan kualifikasi pendidikannya yaitu sarjana Pendidikan Luar Biasa
(PLB). Daftar guru dan karyawan SD Negeri I Sukorame seperti tertera pada
table 10.
Tabel 10. Daftar Guru dan Karyawan SD Negeri 1 Sukorame
161
No Nama NIP Jabatan Tugas
tambahan
1. Mujiono, S.Pd. 196005041980121007 Kepala Sekolah
2. Sukiyadi, A.Ma.Pd 19530606 197701008 Guru Kelas I 3. Waidhi, A.Ma. 19521010 1978021008 Guru Kelas
II,GAI
4. Susilo Setyastuti, S.Pd 19591223 198012 2 002
Guru Kelas V
Manajer Inklusi
5. Rum Handayani, A.Ma.Pd 19600610 198201 2 010
Guru Kelas III
6. Kuswantiningsih,A.Ma.Pd
19650125 198405 2 001
Guru Kelas IV
Bendahara BOS
7. Th. Nurani Istiprijanti,S.Pd
19730516 199803 2 005
Guru Kelas VI
Perpustakaan
8. Sunardi 19580311 198908 1 001
Penjaga Sekolah
9. Ninuk Ruriawati, S.Pd - Guru Bhs. Inggris
Pramuka
10. Widiyanti, S.Pd.Jas - Guru Penjasorkes
Pramuka
3. Kesiswaan
SD Negeri 1 Sukorame pada Tahun Pelajaran 2008/2009 mempunyai 155
siswa, 12 siswa tercatat sebagai Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dengan jenis
gangguan kesulitan belajar dan lamban belajar.
Alasan yang mendasari animo masyarakat mengirimkan anak-anak mereka
belajar di SD Negeri 1 Sukorame diantaranya karena SD Negeri 1 Sukorame
terletak di pinggir jalan raya, gedungnya megah dengan fasilitas laboratorium
yang lengkap.
162
4. Prestasi
Prestasi yang pernah diraih SD Negeri 1 Sukorame sejak tahun 2005
sampai dengan 2009 antara lain di tingkat kecamatan Juara III Senam Kesegaran
Jasmani, Juara III MAPSI Putra, Juara II Mengarang Gizi Seimbang, Juara
Harapan I Perkemahan Pramuka, Juara 1 MAPSI Putra dan Juara I MAPSI (Seni
Rebana) sedangkan di tingkat kabupaten Juara II Seni Rebana, sebagai sekolah
inklusi, Juara I Harapan I Pentas Seni ABK Sekolah Inklusi se- Solo Raya oleh
PLB-FKIP UNS 2009.
5. Sarana Prasarana / Fasilitas
Untuk menunjang tercapainya tujuan sangat dibutuhkan adanya fasilitas
penunjang. Karena disadari bahwa keberhasilan suatu pendidikan berkorelasi
dengan ketersediaan fasilitas penunjang pelayanan pendidikan, meskipun faktor
lain seperti manajemen dan SDM memiliki andil yang tidak kalah pentingnya.
Menyadari hal itu maka SD Negeri 1 Sukorame berusaha secara bertahap
melengkapi fasilitas penunjang pelayanan pendidikan. Fasilitas penunjang yang
ada di SD Negeri 1 Sukorame ditunjukkan pada table 11.
Tabel 11. Fasilitas Penunjang yang Ada di SD Negeri 1 Sukorame.
No Ruang/fasilitas Jumlah Kondisi
1. Ruang Kelas 6 Baik
2. Lab. Komputer 1 Baik
3. Ruang UKS Siswa 1 Baik
4. Perpustakaan 1 Baik
5. Dapur 1 Baik
6. Gudang 1 Baik
7. Kamar Mandi Siswa 4 Baik
8. Kamar Mandi Guru dan Karyawan 2 Baik
163
9. Ruang Parkir Guru dan Karyawan 1 Baik
10. Ruang Guru dan Karyawan 1 Baik
a. Ruang Kelas
Kelas tempat belajar bagi siswa SD Negeri 1 Sukorame relatif baik.
SD Negeri 1 Sukorame memiliki 6 ruang kelas dengan ukuran 7 m x 7 m
dengan ventilasi dan penerangan yang cukup dan diisi rata-rata 26 siswa.
Masing-masing kelas dikelola oleh seorang guru wali kelas. Pada
Tahun Pelajaran 2008/2009 di setiap kelas terdapat 2 orang siswa dengan
berkebutuhan khusus.
b. Laboratorium Komputer
Ruang Komputer berguna untuk media pembelajaran agar lebih
efektif dan tidak monoton di kelas saja. Ruangan ini berisi 8 (delapan) unit
komputer dan perlengkapannya, TV, DVD Player, OHP, Sound system dan
perlengkapannya. Dengan adanya fasilitas ini diharapkan siswa bisa
mengenal dan mengikuti perkembangan teknologi. Selain ruangan ini
digunakan untuk memutar CD pembelajaran, ruangan ini juga sering
digunakan untuk presentasi siswa saat melakukan diskusi kelompok. Hal ini
diharapkan siswa-siswa memiliki kepercayaan yang tinggi saat mereka
menyampaikan hasil karyanya, dan ini merupakan salah satu modal kelak
mereka terjun dalam masyarakat.
164
B. Diskrisi Permasalahan Peneitian
1. Tindakan Siklus I
Tindakan siklus I dilaksanakan selama 3 kali petemuan (6 × 35 menit) selama 3
minggu dimulai 10 April 2010. Adapun tahapan-tahapan yang di lakukan pada siklus
I adalah sebagai berikut :
a. Perencanaan
Pada tahapan ini dilakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran
Bahasa Jawa yang dilaksanakan di kelas IV untuk mengetahui model
pembelajaran yang dilakukan guru, serta keakifan siswa dalam mengikuti
pelajaran yang di laksanakan. Di samping itu untuk mencatat hasil belajar siswa
berupa nilai formatif mata pelajaran Bahasa Jawa.
Berdasarkan pengamatan dan pencatatan terhadap pembelajaran dan hasil
belajar tersebut diperoleh informasi sebagai data awal bahwa siswa kelas IV SD
Negeri I Sukorame sebanyak 25 siswa terdapat 17 anak atau 68% yang belum
mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 63. Setelah dilakukan
pemeriksaan, ternyata sebagian besar siswa belum hafal huruf-huruf Jawa dan
belum dapat memahami konsep membaca huruf Jawa dengan benar. Bertolak dari
kenyataan tersebut diadakan konsultasi dengan Kepala Sekolah mengenai
alternatif peningkatan kemampuan membaca huruf Jawa berbasis Quantum
Learning.
Adapun perencanaan penelitian tindakan kelas pada siklus I meliputi
kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1) Menentukan pokok bahasan atau memilih Kompetensi Dasar atau indikator
yang sesuai dengan menbaca huruf Jawa di kelas IV. Alasan memilih
Kompetensi Dasar atau indikator tersebut adalah:
165
a) Kompetensi dasar atau indikator tentang membaca huruf Jawa sangat
sulit dikuasai oleh siswa. Siswa banyak mengalami kesulitan pada
indikator tersebut.
b) Kompetensi Dasar atau indikator membaca huruf Jawa tersebut nantinya
dapat dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari siswa.
c) Pemilihan Kompetensi Dasar atau indikator membaca huruf Jawa
didasarkan pada kurikulum yang berlaku dan harapan masyarakat
terhadap hasil belajar siswa.
2) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan pembelajaran disusun 3 × petemuan. Masing-
masing pertemuan 70 menit. Pada siklus pertama dilaksanakan selama 3
minggu. Perencanaan RPP mencakup penentuan: Standar Kompetensi,
Kompetensi Dasar, indikator, langkah-langkah/ sekenario pembelajaran,
media, metode dan sumber pembelajaran serta sistem penilaian. Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) terlampir.
3) Mempersiapkan Fasilitas dan Sarana Pendukung
Fasilitas dan sarana pendukung yang perlu disiapkan untuk pelaksanaan
pembelajaran adalah:
a) Ruang belajar
Ruang belajar yang digunakan adalah ruang belajar yang biasa
digunakan setiap hari. Kursi diatur sedemikian rupa, bisa per individu
atau bisa dibuat kelompok, sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman.
b) LCD
LCD digunakan untuk menayangkan materi yang sudah disiapkan di
dalam laptop. Sehingga materi yang ditayangkan dapat terlihat dengan
jelas dan menarik.
c) Speaker
166
Speaker digunakan untuk mengeraskan suara dari program macro media
flash yang disajikan dan mengeraskan musik untuk menarik perhatian
siswa.
d) Laptop
Laptop digunakan untuk membuat materi-materi yang akan disajikan.
Materi disusun semenarik mungkin, sehingga siswa bisa termotivasi
untuk belajar membaca huruf Jawa.
e) Poster huruf Jawa
Poster huruf Jawa di tempel di depan kelas untuk memudahkan siswa
mengenal huruf-huruf Jawa.
f) Buku pelajaran
Buku pelajaran Bahasa Jawa digunakan sebagai buku acuan belajar.
g) Kartu huruf Jawa
Kartu huruf Jawa digunakan pada saat permainan dan kerja kelompok.
b. Pelaksanaan Tindakan
Dalam tahapan ini guru melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan
model Quantum Learning dengan konsep TANDUR (Tumbuhkan, Alami,
Namai, Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan) dengan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran yang telah disusun. Siklus I dilaksanakan selama 3 kali pertemuan.
1) Pertemuan I
Pada pertemuan I materi yang diajarkan adalah membaca huruf Jawa
nglegena yaitu huruf Jawa tanpa sandangan dan pasangan. Siklus I
dilaksanakan 2x35 menit dalam satu kali pertemuan. Pembelajaran
dilaksanakan dengan menerapkan model Quantum Learning. Media
penunjang yang digunakan pembelajaran ini adalah menggunakan LCD untuk
menayangkan program macromediaflash tentang huruf Jawa dan siswa
melakukan diskusi kecil dengan membentuk kelompok-kelompok kecil.
167
Pembelajaran dilaksanakan dengan menerapkan model Quantum Learning
dengan konsep TANDUR, yang meliputi: Tumbuhkan, Alami, Namai,
Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan. Kegiatan diawali dengan berdo’a
bersama-sama kemudian mengabsen siswa. Setelah itu guru memeriksa
kesiapan siswa belajar dengan bernyanyi dan tepuk kemudian
mengkondisikan siswa sebaik mungkin sebelum masuk ke materi. Sesuai
dengan konsep T ( Tumbuhkan) pada Quantum Learning untuk apersepsi,
guru menyampaikan tujuan pembelajaran, kemudian guru mendongeng
tentang asal mula huruf Jawa (dongeng Ajisaka) dengan diiringi musik
supaya dongeng lebih menarik untuk didengarkan. Berdasarkan dongeng
Ajisaka tadi, guru membawa siswa ke pengenalan huruf Jawa. Dilanjutkan
guru mengadakan tanya jawab tentang huruf Jawa. Misalnya guru menuliskan
beberapa huruf Jawa kemudian siswa ditanya itu huruf apa. Bagi siswa yang
bisa menjawab perlu mendapat pujian atau reward. Untuk lebih menarik
perhatian siswa lagi, guru menayangkan slide macromedia flash yang isinya
berupa animasi huruf Jawa nglegena disertai musik yang menyenangkan.
Tayangan slide macro media flash tersebut seperti pada gambar 4.
Gambar 4. Slide Macro Mediaflash I
168
Program ini sangat mudah dipahami oleh siswa karena ditampilkan
dengan sajian yang menarik. Pada tampilan menu ada pengenalan, contoh,
kuis dan keluar. Ketika menu pengenalan diklik akan muncul tampilan
aksara carakan, sandhangan, aksara suara dan wilangan. Pada pertemuan I
ini yang dibahas adalah aksara carakan atau huruf Jawa nglegena, maka
diklik pada aksara carakan. Slide macromediaflash tersebut ditunjukkan
pada gambar 5 dan 6.
Setelah diklik aksara carakan akan muncul tampilan huruf Jawa nglegena
seperti gambar di bawah ini
Gambar 5. Slide Macro Mediaflash II
169
Gambar 6. Slide Macro Mediaflash III Setiap huruf pada tampilan tersebut jika diklik otomatis akan akan
berbunyi sesuai huruf yang diklik, misal huruf yang diklik “ha” maka akan
berbunyi “ha”. Dengan ini siswa dapat menirukan ucapan huruf Jawa yang
benar.
Langkah selanjutnya A (Alami) yaitu guru menyuruh siswa menuliskan
huruf Jawa nglegena di udara, hal ini bisa membantu daya ingat siswa
terhadap bentuk-bentuk huruf Jawa. Disini guru juga menunjukkan tentang
pengucapan huruf yang benar. Perlu ditekankan membedakan pengucapan
huruf “ta” dengan “tha”, huruf “da” dengan “dha” dan lain-lain. Kemudian
N (Namai) saat minat belajar siswa memuuncak, siswa disuruh menamai
huruf-huruf Jawa itu dan menuliskannya dibuku tulis masing-masing. Konsep
Quantum Learning yang selanjutnya yaitu D (Demonstrasikan), pada tahap
ini mula-mula siswa dibagi menjadi 5 kelompok. Setiap kelompok diberi satu
set kartu huruf Jawa. Setiap kelompok disuruh mendiskusikan kartu-kartu
tersebut kemudian membacakan hasil diskusinya. Selanjutnya U (Ulangi),
yaitu guru melakukan evaluasi yang dilakukan dengan jalan memanggil
setiap siswa maju, setiap siswa diberi kartu kalimat huruf Jawa, kemudian
guru menilai hasil membaca siswa yang meliputi pelafalan, intonasi,
kejelasan, dan kelancarannya. Dan yang terakhir perlu R (Rayakan), yaitu
memberikan reward atau pujian terhadap siswa yang paling aktif dan yang
mendapat nilai bagus. Setelah itu sebagai penutupan di pertemuan pertama
guru menarik kesimpulan dari pembelajaran, memberikan tugas dan nasihat-
nasihat kepada siswa sebagai refleksi. Pembelajaran dibubarkan dengan
menyanyikan lagu “sayonara” bersama-sama.
170
2) Pertemuan II
Pada pertemuan II materi yang diajarkan adalah membaca huruf Jawa
dengan menggunakan sandhangan sederhana. Pertemuan II dilaksanakan
2x35 menit dalam satu kali pertemuan. Pembelajaran dilaksanakan dengan
menerapkan model Quantum Learning. Media penunjang yang digunakan
pembelajaran ini adalah menggunakan LCD untuk menayangkan program
macromediaflash tentang huruf Jawa dan siswa melakukan diskusi kecil
dengan membentuk kelompok-kelompok kecil. Pembelajaran dilaksanakan
dengan menerapkan model Quantum Learning dengan konsep TANDUR,
yang meliputi: Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi dan
Rayakan. Kegiatan diawali dengan berdo’a bersama-sama kemudian
mengabsen siswa. Setelah itu guru memeriksa kesiapan siswa belajar dengan
bernyanyi dan tepuk kemudian mengkondisikan siswa sebaik mungkin
sebelum masuk ke materi. Sesuai dengan konsep T ( Tumbuhkan) pada
Quantum Learning untuk apersepsi, guru mengajak siswa bernyanyi “Ayo
Maca Jawa” untuk menumbuhkan semangat belajar siswa. Selanjutnya tanya
jawab dengan siswa tentang pelajaran yang telah lalu dan menyampaikan
tujuan pembelajaran. Mulai masuk ke materi guru menayangkan slide
macromedia flash tentang sandhangan huruf Jawa. Slide program ini dibuat
menarik dengan animasi dan musik yang menyenangkan, ditunjukkan pada
gambar 7.
171
Gambar 7. Slide Macro Mediaflash IV Langkah selanjutnya A (Alami) yaitu guru menyuruh siswa menuliskan
sandhangan huruf Jawa di udara, hal ini bisa membantu daya ingat siswa
terhadap bentuk-bentuk dan pengucapan sandhangan huruf Jawa. N
(Namai), tepat saat minat belajar siswa memuncak guru menjelaskan
bagaimana penggunaan sandhangan itu apabila digabungkan dengan huruf
Jawa nglegena, kemudian siswa disuruh menuliskan sandhangan huruf Jawa
tersebut dibuku tulis masing-masing. D (Demonstrasikan), pada tahap ini
mula-mula siswa dibagi menjadi 5 kelompok. Semua kelompok disuruh maju
di depan papan tulis yang sudah diatur pembagian tempatnya oleh guru.
Setiap kelompok diberi beberapa kartu soal huruf Jawa. Semua kelompok
berlomba-lomba menyelesaikan soal-soal yang diberikan guru dan menulis
jawaban tersebut di papan tulis dan membacanya. Hasil kerja kelompok
dibahas bersama-sama. Selanjutnya U (Ulangi), yaitu guru mengevaluasi
siswa. Evaluasi dilakukan dengan jalan memanggil setiap siswa maju, setiap
siswa diberi kartu kalimat huruf Jawa, kemudian guru menilai hasil membaca
siswa yang meliputi pelafalan. intonasi, kejelasan, dan kelancarannya. Dan
yang terakhir perlu R (Rayakan), yaitu memberikan reward kepada
kelompok yang mendapat nilai bagus. Setelah itu sebagai penutupan
dipertemuan kedua guru menarik kesimpulan dari pembelajaran, memberikan
tugas dan nasihat-nasihat kepada siswa sebagai refleksi. Pembelajaran
dibubarkan dengan menyanyikan lagu “Sayonara” bersama-sama.
3) Pertemuan III
172
Pada pertemuan III materi yang diajarkan adalah membaca huruf Jawa
dengan menggunakan sandhangan dan pasangan sederhana. Pertemuan III
dilaksanakan 2x35 menit dalam satu kali pertemuan. Pembelajaran
dilaksanakan dengan menerapkan model Quantum Learning. Media
penunjang yang digunakan pembelajaran ini adalah menggunakan LCD untuk
menayangkan program macromediaflash tentang pasangan huruf Jawa dan
siswa melakukan diskusi kecil dengan membentuk kelompok-kelompok
kecil. Pembelajaran dilaksanakan dengan menerapkan model Quantum
Learning dengan konsep TANDUR, yang meliputi: Tumbuhkan, Alami,
Namai, Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan. Kegiatan diawali dengan
berdo’a bersama-sama kemudian mengabsen siswa. Setelah itu guru
memeriksa kesiapan siswa belajar dengan bernyanyi dan tepuk kemudian
mengkondisikan siswa sebaik mungkin sebelum masuk ke materi. Sesuai
dengan konsep T ( Tumbuhkan) pada Quantum Learning untuk apersepsi,
guru mengajak siswa bernyanyi “Ayo Maca Jawa” untuk menumbuhkan
semangat belajar siswa, menyampaikan tujuan pembelajaran, selanjutnya
tanya jawab dengan siswa tentang pelajaran yang telah lalu dan
menyampaikan tujuan pembelajaran. Mulai masuk ke materi guru
menayangkan slide power point tentang pasangan huruf Jawa. Slide program
ini dibuat menarik supaya menumbuhkan semangat belajar siswa,
ditunjukkan pada gambar 8.
173
Gambar 8. Power Point Pasangan Huruf Jawa I
Langkah selanjutnya A (Alami) yaitu guru menyuruh siswa menuliskan
pasangan huruf Jawa di udara, hal ini bisa membantu daya ingat siswa
terhadap bentuk-bentuk pasangan huruf Jawa. N (Namai), tepat pada saat
minat siswa memuncak siswa disuruh menuliskan pasangan tersebut di buku
tulis masing-masing, kemudian guru menjelaskan bagaimana penggunaan
pasangan itu apabila digabungkan dengan huruf Jawa nglegena, selanjutnya
guru memberi contoh beberapa kalimat huruf Jawa dengan pasangannya dan
guru mengajarkan bagaimana membacanya.
D (Demonstrasikan), pada tahap ini guru mengadakan permainan.
Caranya, guru memutarkan lagu sambil siswa memutarkan balok kayu secara
urut dari depan. Ketika lagunya berhenti dan balok kayu jatuh tepat pada
salah satu siswa, siswa tersebut yang berkewajiban mengambil kartu soal dari
guru yang berisi kalimat dengan huruf Jawa dan siswa disuruh membacanya.
Hasil kerjanya dibahas bersama-sama. Selanjutnya U (Ulangi), yaitu guru
mengadakan evaluasi secara individu. Dan yang terakhir perlu R (Rayakan),
yaitu memberikan reward kepada kelompok yang mendapat nilai bagus.
Setelah itu sebagai penutupan di pertemuan kedua guru menarik kesimpulan
dari pembelajaran, memberikan tugas dan nasihat-nasihat kepada siswa
174
sebagai refleksi. Pembelajaran dibubarkan dengan menyanyikan lagu
“Sayonara” bersama-sama.
c. Observasi
Dalam tahap ini dilaksanakan pemantauan terhadap pelaksanaan
pembelajaran dengan menggunakan model Quantum Learning, yang dilaksanakan
dengan menggunakan alat bantu berupa lembar observasi dan perekaman dengan
kamera foto. Observasi ini dilakukan untuk memperoleh data mengenai
kesesuaian pelaksanaan pembelajaran berbasis Quantum Learning dengan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun serta untuk
mengetahui seberapa besar pembelajaran dengan model Quantum Learning yang
dilaksanakan menghasilkan perubahan pada kemampuan membaca huruf Jawa
pada siswa kelas IV. Oleh karena itu pengamatan tidak hanya ditujukan pada
aktivitas atau partisipasi dalam proses pembelajaran, namun juga pada aspek
tindakan guru dalam melaksanakan pembelajaran termasuk suasana kelas pada
setiap pertemuan.
Uraian observasi tiap pertemuan pada siklus I sebagai berikut :
Pertemuan : I (satu)
Indikator : Membaca huruf Jawa nglegena/tanpa sandhangan dan
pasangan
Hasil Observasi :
1) Kegiatan Siswa (lampiran 4)
a) Kedisiplinan siswa dalam pembelajaran masih dalam kriteria cukup, b)
Kesiapan siswa dalam menerima pelajaran dalam kriteria cukup, c) Keaktifan
siswa dalam pembelajaran dalam kriteria cukup, d) kemampuan siswa dalam
melakukan diskusi dalam kriteria cukup, e) kemampuan siswa dalam
menjawab pertanyaan dalam kriteria baik, f) keadaan siswa dengan
175
lingkungan belajarnya dalam kriteria baik, g) kemampuan siswa dalam
mengerjakan tes dalam kriteria baik.
2) Kegiatan Guru (lampiran 6)
a) Persiapan guru dalam memulai pembelajaran dalam kriteria cukup, b)
kemampuan guru mengelola kelas dalam kriteria baik, c) kemampuan guru
mengelola waktu pelajaran dalam kriteria cukup, d) kemampuan guru
memberikan apersepsi dalam kriteria cukup, e) kemampuan menyampaikan
materi dalam kriteria cukup, f) kemampuan guru dalam memberikan
pertanyaan dalam kriteria baik, g) kemampuan guru dalam membimbing
diskusi dan melakukan penjelasan konsep dalam kriteria baik, h) perhatian
guru terhadap siswa dalam kriteria baik, i) kemampuan guru dalam
mengembangkan aplikasi dalam kriteria cukup, j) kemampuan guru dalam
menutup pelajaran dalam kriteria sangat baik.
Hasil pengamatan terhadap siswa selama mengikuti pembelajaran membaca
huruf Jawa berbasis Quantum Learning pada pertemuan I siklus I ditunjukkan
pada tabel 12.
Tabel 12. Pengamatan Terhadap Siswa selama Mengikuti Pembelajaran Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Pertemuan I Siklus I
No Variabel Skor Prosentase
(%) Kategori Kriteria
1. Kedisiplinan siswa 2 50 C Cukup
2. Kesiapan siswa menerima Pelajaran
2 50 C Cukup
3. Keaktifan siswa 2 50 C Cukup
176
4. Kemampuan siswa melakukan diskusi
2 50 C Cukup
5. Kemampuan siswa menjawab pertanyaan
3 75 B Baik
6. Keadaan siswa dengan lingkungan belajar
3 75 B Baik
7. Kemampuan siswa mengerjakan tes
3 75 B Baik
Jumlah rata-rata 20 60,7 C Cukup
Berdasarkan tabel 12 di atas menunjukkan bahwa rata-rata prosentase
penilaian total dari hasil pengamatan terhadap siswa pada pertemuan I siklus I
adalah 60,7% dalam kriteria cukup.
Sedangkan hasil Pengamatan terhadap guru dalam pembelajaran membaca
huruf Jawa berbasis Quantum Learning pada pertemuan I siklus I ditunjukkan
pada table 13.
Tabel 13. Pengamatan terhadap Guru dalam Pembelajaran Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Pertemuan I Siklus I
No Variabel Skor Prosentase
(%) Kategori Kriteria
1. Persiapan guru memulai kegiatan pembelajaran
2 50 C Cukup
2. Kemampuan guru mengelola kelas
3 75 B Baik
3. Kemampuan mengelola waktu pembelajaran
2 50 C Cukup
4. Memberikan apersepsi 2 50 C Cukup
5. Menyampaikan materi (eksplorasi)
2 50 C Cukup
6. Kemampuan guru memberikan pertanyaan
3 75 B Baik
177
7. Diskusi dan penjelasan Konsep
3 75 B Baik
8. Perhatian guru terhadap Siswa
3 75 B Baik
9. Pengembangan aplikasi 2 50 C Cukup
10. Kemampuan menutup Pelajaran
4 100 A Sangat baik
Jumlah rata-rata 26 65 C Cukup
Berdasarkan tabel 13 di atas menunjukkan bahwa rata-rata prosentase
penilaian total dari hasil pengamatan terhadap guru pada pertemuan I siklus I
mencapai rata-rata 65% dengan kriteria cukup.
Pertemuan : II (dua)
Indikator : Membaca huruf Jawa dengan menggunakan sandhangan
sederhana
Hasil Observasi :
1) Kegiatan Siswa (lampiran 4)
a) Kedisiplinan siswa dalam pembelajaran masih dalam kriteria cukup, b)
Kesiapan siswa dalam menerima pelajaran dalam kriteria baik, c) Keaktifan
siswa dalam pembelajaran dalam kriteria baik, d) kemampuan siswa dalam
melakukan diskusi dalam kriteria baik, e) kemampuan siswa dalam menjawab
pertanyaan dalam kriteria cukup, f) keadaan siswa dengan lingkungan
belajarnya dalam kriteria baik, g) kemampuan siswa dalam mengerjakan tes
dalam kriteria cukup.
2) Kegiatan Guru (lampiran 6)
178
a) Persiapan guru dalam memulai pembelajaran dalam kriteria baik, b)
kemampuan guru mengelola kelas dalam kriteria baik, c) kemampuan guru
mengelola waktu pelajaran dalam kriteria baik, d) kemampuan guru
memberikan apersepsi dalam kriteria sangat baik, e) kemampuan
menyampaikan materi dalam kriteria sangat baik, f) kemampuan guru dalam
memberikan pertanyaan dalam kriteria baik, g) kemampuan guru dalam
membimbing diskusi dan melakukan penjelasan konsep dalam kriteria baik, h)
perhatian guru terhadap siswa baik, i) kemampuan guru dalam
mengembangkan aplikas dalam kriteria baik, j) kemampuan guru dalam
menutup pelajaran dalam kriteria sangat baik.
Hasil pengamatan terhadap siswa selama mengikuti pembelajaran membaca
huruf Jawa berbasis Quantum Learning pada pertemuan II siklus I ditunjukkan
pada tabel 14.
Tabel 14. Pengamatan terhadap Siswa selama Mengikuti Pembelajaran Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Pertemuan II Siklus I
No Variabel Skor Prosentase
(%) Kategori Kriteria
1. Kedisiplinan siswa 2 50 C Cukup
2. Kesiapan siswa menerima 3 75 B Baik
179
Pelajaran
3. Keaktifan siswa 3 75 B Baik
4. Kemampuan siswa
melakukan diskusi
3 75 B Baik
5. Kemampuan siswa
menjawab pertanyaan
2 50 C Cukup
6. Keadaan siswa dengan
lingkungan belajar
3 75 B Baik
7. Kemampuan siswa
mengerjakan tes
2 50 C Cukup
Jumlah rata-rata 18 64,28 C Cukup
Berdasarkan tabel 14 di atas menunjukkan bahwa rata-rata prosentase
penilaian total dari hasil pengamatan terhadap siswa pada pertemuan II siklus I
adalah 64,28% dalam kriteria cukup.
Hasil Pengamatan terhadap guru dalam pembelajaran membaca huruf Jawa
berbasis Quantum Learning pada pertemuan II siklus I ditunjukkan pada table 15.
Tabel 15. Pengamatan terhadap Guru dalam Pembelajaran Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Pertemuan II Siklus I
No Variabel Skor Prosentase
(%) Kategori Kriteria
1. Persiapan guru memulai
kegiatan pembelajaran
3 75 B Baik
2. Kemampuan guru
mengelola kelas
3 75 B Baik
180
3. Kemampuan mengelola
waktu pembelajaran
3 75 B Baik
4. Memberikan apersepsi 4 100 A Sangat
baik
5. Menyampaikan materi
(eksplorasi)
4 100 A Sangat
baik
6. Kemampuan guru
memberikan pertanyaan
3 75 B Baik
7. Diskusi dan penjelasan
Konsep
3 75 B Baik
8. Perhatian guru terhadap
Siswa
3 75 B Baik
9. Pengembangan aplikasi 3 75 B Baik
10. Kemampuan menutup
Pelajaran
4 100 A Sangat
baik
Jumlah rata-rata 33 82,5 B Baik
Berdasarkan tabel 15 di atas menunjukkan bahwa rata-rata prosentase
penilaian total dari hasil pengamatan terhadap guru pada pertemuan II siklus I
mencapai rata-rata 82,5% dengan kriteria baik.
Pertemuan : III (tiga)
Indikator : Membaca huruf Jawa dengan menggunakan sandhangan dan
pasangan sederhana
Hasil Observasi :
181
1) Kegiatan Siswa (lampiran 4)
a) Kedisiplinan siswa dalam pembelajaran masih dalam kriteria baik, b)
Kesiapan siswa dalam menerima pelajaran dalam kriteria baik, c) Keaktifan
siswa dalam pembelajaran dalam kriteria baik, d) kemampuan siswa dalam
melakukan diskusi dalam kriteria baik, e) kemampuan siswa dalam menjawab
pertanyaan dalam kriteria cukup, f) keadaan siswa dengan lingkungan
belajarnya dalam kriteria baik, g) kemampuan siswa dalam mengerjakan tes
dalam kriteria cukup.
2) Kegiatan Guru (lampiran 6)
a) Persiapan guru dalam memulai pembelajaran dalam kriteria baik, b)
kemampuan guru mengelola kelas dalam kriteria baik, c) kemampuan guru
mengelola waktu pelajaran dalam kriteria baik, d) kemampuan guru
memberikan apersepsi dalam kriteria sangat baik, e) kemampuan
menyampaikan materi dalam kriteria sangat baik, f) kemampuan guru dalam
memberikan pertanyaan dalam kriteria sangat baik, g) kemampuan guru dalam
membimbing diskusi dan melakukan penjelasan konsep dalam kriteria baik, h)
perhatian guru terhadap siswa dalam kriteria sangat baik, i) kemampuan guru
dalam mengembangkan aplikasi dalam kriteria baik, j) kemampuan guru
dalam menutup pelajaran dalam kriteria sangat baik.
Hasil pengamatan terhadap siswa selama mengikuti pembelajaran membaca
huruf Jawa berbasis Quantum Learning pada pertemuan III siklus I ditunjukkan
pada tabel 16.
Tabel 16. Pengamatan terhadap Siswa selama Mengikuti Pembelajaran Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Pertemuan III Siklus I
182
No Variabel Skor Prosentase
(%) Kategori Kriteria
1. Kedisiplinan siswa 3 75 B Baik
2. Kesiapan siswa
menerima pelajaran
3 75 B Baik
3. Keaktifan siswa 3 75 B Baik
4. Kemampuan siswa
melakukan diskusi
3 75 B Baik
5. Kemampuan siswa
menjawab pertanyaan
dalam diskusi
2 50 C Cukup
6. Keadaan siswa dengan
lingkungan belajar
3 75 B Baik
7. Kemampuan siswa
mengerjakan tes
2 50 C Cukup
Jumlah rata-rata 20 67,86 C Cukup
Berdasarkan tabel 16 di atas menunjukkan bahwa rata-rata prosentase
penilaian total dari hasil pengamatan terhadap siswa pada pertemuan III siklus I
adalah 67,86% dalam kriteria cukup.
Sedangkan hasil pengamatan terhadap guru dalam pembelajaran membaca
huruf Jawa berbasis Quantum Learning pada pertemuan III siklus I ditunjukkan
pada tabel 17.
183
Tabel 17. Pengamatan terhadap Guru dalam Pembelajaran Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Pertemuan III Siklus I
No Variabel Skor Prosentase
(%) Kategori Kriteria
1. Persiapan guru memulai kegiatan pembelajaran
3 75 B Baik
2. Kemampuan guru mengelola kelas
3 75 B Baik
3. Kemampuan mengelola waktu pembelajaran
3 75 B Baik
4. Memberikan apersepsi 4 100 A Sangat baik
5. Menyampaikan materi (eksplorasi)
4 100 A Sangat baik
6. Kemampuan guru memberikan pertanyaan
4 100 A Sangat baik
7. Diskusi dan penjelasan Konsep
3 75 B Baik
8. Perhatian guru terhadap Siswa
4 100 A Sangat baik
9. Pengembangan aplikasi 3 75 B Baik
10. Kemampuan menutup Pelajaran
4 100 A Sangat baik
Jumlah rata-rata 35 87,5 B Baik
Berdasarkan tabel 17 di atas menunjukkan bahwa rata-rata prosentase
penilaian total dari hasil pengamatan terhadap guru pada pertemuan III siklus I
mencapai rata-rata 87,5% dengan kriteria baik.
d. Refleksi
184
Data-data yang diperoleh melalui observasi dikumpulkan untuk dianalisis.
Berdasarkan hasil observasi yang dilaksanakan selama proses pelaksanaan
tindakan baru pada indikator membaca huruf Jawa nglegena yang telah
menunjukkan perubahan, baik pada aktivitas siswa maupun pada pencapaian hasil
belajar. Sedangkan untuk indikator membaca huruf Jawa dengan sandhangan
sederhana, membaca huruf Jawa dengan sandhangan dan pasangan sederhana,
belum menunjukkan perubahan yang berarti.
Hasil analisis pembelajaran membaca huruf Jawa pada siklus I dapat diuraikan
sebagai berikut:
Pertemuan : I (satu)
Indikator : Membaca huruf Jawa nglegena (tanpa sandhangan dan
pasangan)
Berikut ini data nilai kemampuan membaca huruf Jawa Nglegena pada
pertemuan I Siklus I (lampiran 16) apabila disajikan dalam bentuk tabel 18.
Tabel 18. Data Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Nglegena Siswa pada Pertemuan I Siklus I
No Nilai Frekuensi Prosentase(%)
1 50-55 3 12
2 56-61 3 12
3 62-67 9 36
4 68-73 4 16
5 74-79 3 12
6 80-85 3 12
Jumlah 25 100
Tabel kemampuan membaca huruf Jawa nglegena pada pertemuan I di
atas disajikan pada gambar 9.
Gambar 9. Grafik Nilai Kemampuan Membaca Pertemuan I
Berdasarkan tabel 18 dan gambar 9
melaksanakan siklus 1, siswa memperoleh nilai 50 dan 55 sebanyak 3
siswa atau 312%, siswa memperoleh nilai
siswa mendapat nilai
nilai 70 sebanyak 4
siswa atau 12%, siswa mendapat 80 dan 85 sebanyak 4 siswa atau 12
Hasil refleksi:
Berdasarkan hasil pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung,
siswa cukup aktif memperhatikan panjelasan guru dan menjawab pertanyaan
guru, siswa melakukan diskusi dengan kelompoknya dengan baik, siswa
mengerjakan soal evaluasi dengan baik. Siswa sudah bisa membaca huruf Jawa
nglegena (tanpa sandhangan dan pasangan) sehingga nilai ke
huruf Jawa nglegena siswa pada pertemuan ke 1 sudah menunjukkan perubahan
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
50-55
12%Frek
uens
i
185
Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Nglegenaertemuan I Siklus I
tabel 18 dan gambar 9 dapat dilihat bahwa setelah
lus 1, siswa memperoleh nilai 50 dan 55 sebanyak 3
%, siswa memperoleh nilai 60 sebanyak 3 siswa atau
siswa mendapat nilai 65 sebanyak 9 siswa atau 36%, siswa mendapat
siswa atau 16%, siswa mendapat nilai 75 sebanyak 4
siswa mendapat 80 dan 85 sebanyak 4 siswa atau 12%.
Berdasarkan hasil pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung,
memperhatikan panjelasan guru dan menjawab pertanyaan
guru, siswa melakukan diskusi dengan kelompoknya dengan baik, siswa
mengerjakan soal evaluasi dengan baik. Siswa sudah bisa membaca huruf Jawa
(tanpa sandhangan dan pasangan) sehingga nilai kemampuan membaca
huruf Jawa nglegena siswa pada pertemuan ke 1 sudah menunjukkan perubahan
56-61 62-67 68-73 74-79 80-85
12%
36%
16%
12% 12%
Interval Nilai
Nglegena Siswa pada
dapat dilihat bahwa setelah
lus 1, siswa memperoleh nilai 50 dan 55 sebanyak 3
siswa atau 12%,
siswa mendapat
75 sebanyak 4
%.
Berdasarkan hasil pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung,
memperhatikan panjelasan guru dan menjawab pertanyaan
guru, siswa melakukan diskusi dengan kelompoknya dengan baik, siswa
mengerjakan soal evaluasi dengan baik. Siswa sudah bisa membaca huruf Jawa
mampuan membaca
huruf Jawa nglegena siswa pada pertemuan ke 1 sudah menunjukkan perubahan
186
yang berarti, karena nilai rata-rata kelas mencapai 6,7 dari 25 siswa yang
memperoleh nilai ≥63 sebanyak 19 siswa atau 76% .
Pembelajaran dikatakan berhasil apabila kemampuan membaca huruf
Jawa siswa mencapai nilai rata-rata kelas 63 dan siswa yang memperoleh nilai
≥63 mencapai 70%. Dengan demikian nilai rata-rata kelas yang mencapai 67 dan
siswa yang memperoleh nilai ≥ 63 sebanyak 19 siswa atau 76% dari 25 siswa
menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model Quantum
Learning sudah berhasil dan pada materi ini tidak perlu diulangi pada siklus II.
Pertemuan : II (dua)
Indikator : Membaca huruf Jawa dengan menggunakan sandhangan
sederhana
Berikut ini data nilai kemampuan membaca huruf Jawa Nglegena pada
pertemuan II Siklus I (lampiran 17) apabila disajikan dalam bentuk tabel 19.
Tabel 19. Data Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa dengan Sandhangan Sederhana Siswa pada Pertemuan II Siklus I
No Nilai Frekuensi Prosentase(%)
1 50-55 11 44
2 56-61 5 20
3 62-67 3 12
4 68-73 1 4
5 74-79 3 12
6 80-85 1 4
7 86-90 1 4
Jumlah 25 100
Tabel kemampuan membaca huruf Jawa dengan sandhangan sederhana
pada pertemuan II di atas disajikan pada gambar 10.
Gambar 10. Grafik Nilai KemamSederhana Siswa pada P
Berdasarkan tabel 21 dan gambar 10
melaksanakan pertemuan II
55 sebanyak 11 siswa atau
siswa atau 20%, siswa mendapat nilai
siswa mendapat nilai 70
75 sebanyak 3 siswa atau
siswa atau 4%, dan siswa yang mendapat nilai 90 sebanyak 1 siswa atau
4%.
Hasil refleksi:
Berdasarkan hasil pengamatan selama
siswa cukup aktif memperhatikan panjelasan guru dan menjawab pertanyaan guru
tetapi rasa ingin tahunya masih kurang, hal ini terbukti dari sikap siswa yang
belum jelas tentang materi pelajaran, lebih banyak diam dari pada bertanya pada
guru. Kebanyakan siswa masih kesulitan menghafal bentuk
0
2
4
6
8
10
12
50-55 56-61
44%
20%
Frek
uens
i Nila
i
187
Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa dengan SandhanganSederhana Siswa pada Pertemuan II Siklus I
tabel 21 dan gambar 10 dapat dilihat bahwa setelah
pertemuan II siklus 1, siswa yang memperoleh nilai 50 dan
wa atau 44%, siswa memperoleh nilai 60 sebanyak 5
%, siswa mendapat nilai 65 sebanyak 3 siswa atau
siswa mendapat nilai 70 sebanyak 1 siswa atau 4%, siswa mendapat nilai
siswa atau 12%, siswa mendapat 80 dan 85 sebanyak 1
, dan siswa yang mendapat nilai 90 sebanyak 1 siswa atau
Berdasarkan hasil pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung
siswa cukup aktif memperhatikan panjelasan guru dan menjawab pertanyaan guru
tetapi rasa ingin tahunya masih kurang, hal ini terbukti dari sikap siswa yang
belum jelas tentang materi pelajaran, lebih banyak diam dari pada bertanya pada
iswa masih kesulitan menghafal bentuk- bentuk
61 62-67 68-73 74-79 80-85 86-90
20%
12%
4%
12%
4% 4%
Interval Nilai
Sandhangan
dapat dilihat bahwa setelah
lus 1, siswa yang memperoleh nilai 50 dan
60 sebanyak 5
siswa atau 12%,
%, siswa mendapat nilai
siswa mendapat 80 dan 85 sebanyak 1
, dan siswa yang mendapat nilai 90 sebanyak 1 siswa atau
proses pembelajaran berlangsung,
siswa cukup aktif memperhatikan panjelasan guru dan menjawab pertanyaan guru
tetapi rasa ingin tahunya masih kurang, hal ini terbukti dari sikap siswa yang
belum jelas tentang materi pelajaran, lebih banyak diam dari pada bertanya pada
bentuk sandhangan
90
188
huruf Jawa, sehingga dalam membaca huruf jawa pun mereka masih mengalami
kesulitan, selain itu mereka masih kesulitan dalam membedakan sandhangan “i”
dan “e”. Kekurangan guru pada pertemuan II ini yaitu guru kurang menekankan
pada siswa bagaimana ciri-ciri bentuk sandhangan huruf Jawa supaya mudah
dihafalkan oleh anak. Guru hanya menyangkan slide bentuk sandhangan
kemudian menerangkan cara penggunaan dan cara membacanya. Guru sudah
memberikan informasi secara tepat, memberikan motivasi baik secara individu
maupun kelompok dan sudah melaksanakan penilaian proses. Namun demikian
kemampuan membaca huruf Jawa dengan sandhangan siswa belum sesuai
dengan yang diharapkan. Nilai rata-rata kelas mencapai 62 dan siswa yang
memperoleh nilai ≥ 63 sebanyak 9 siswa atau 36% dari 25 siswa.
Pembelajaran dikatakan berhasil apabila kemampuan membaca huruf
Jawa siswa mencapai nilai rata-rata kelas 63 dan siswa yang memperoleh nilai ≥
63 mencapai 70%. Dengan demikian nilai rata-rata kelas yang mencapai 62 dan
siswa yang memperoleh nilai ≥ 63 sebanyak 9 siswa atau 36% dari 25 siswa, hal
ini menunjukan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model Quantum
Learning yang dilakukan belum berhasil.
Pertemuan : III (tiga)
Indikator : Membaca huruf Jawa dengan menggunakan sandhangan dan
pasangan sederhana
Berikut ini data nilai kemampuan membaca huruf Jawa Nglegena pada
pertemuan III Siklus I (lampiran 18) apabila disajikan dalam bentuk tabel 20.
Tabel 20. Data Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa dengan Sandhangan dan Pasangan Sederhana Siswa pada Pertemuan III Siklus I
No Nilai Frekuensi Prosentase(%)
1 50-55 13 52
2 56-61
3 62-67
4 68-73
5 74-79
6 80-85
Jumlah
Tabel kemampuan membaca huruf Jawa dengan
pasangan sederhana pada pertemuan III di atas disajikan pada gambar 11.
Gambar 11. Grafik Nilai Kemamdan Pasangan Sederhana Siswa pada P
Berdasarkan tabel 20 dan gambar 11
setelah melaksanakan
nilai 50 dan 55 sebanyak 13
sebanyak 3 siswa atau
0
2
4
6
8
10
12
14
50-55
52%
Frek
uens
i Nia
i
189
3 12
3 12
4 16
1 4
1 4
25 100
Tabel kemampuan membaca huruf Jawa dengan sandhangan
pasangan sederhana pada pertemuan III di atas disajikan pada gambar 11.
Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa dengan Sandhangandan Pasangan Sederhana Siswa pada Pertemuan III Siklus
tabel 20 dan gambar 11 tersebut dapat dilihat bahwa
setelah melaksanakan pertemuan III siklus 1, siswa yang memperoleh
nilai 50 dan 55 sebanyak 13 siswa atau 52%, siswa memperoleh nilai
siswa atau 12%, siswa mendapat nilai 65 sebanyak
56-61 62-67 68-73 74-79 80-85
12% 12%16%
4% 4%
Interval Nilai
sandhangan dan
pasangan sederhana pada pertemuan III di atas disajikan pada gambar 11.
Sandhangan iklus I
tersebut dapat dilihat bahwa
lus 1, siswa yang memperoleh
%, siswa memperoleh nilai 60
sebanyak 3 siswa
190
atau 12%, siswa mendapat nilai 70 sebanyak 4 siswa atau 16%, siswa
mendapat nilai 75 sebanyak 1 siswa atau 4%, siswa mendapat 80 dan 85
sebanyak 1 siswa atau 4%.
Hasil refleksi:
Berdasarkan hasil pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung,
siswa cukup aktif memperhatikan panjelasan guru tetapi rasa ingin tahunya masih
kurang, hal ini terbukti dari sikap siswa yang belum jelas tentang materi
pelajaran, lebih banyak diam dari pada bertanya pada guru. Dijumpai beberapa
siswa yang masih suka bergurau dan ngobrol dengan temannya. Kebanyakan
siswa masih kesulitan menghafalkan bentuk pasangan huruf Jawa, jika siswa
melihat bentuk-bentuk pasangan huruf Jawa tersebut dalam buku, siswa bisa
menjawab pertanyaan-pertanyan dari guru, tetapi jika siswa tidak diperbolehkan
open book, siswa tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyan dari guru. Selain itu
siswa juga masih kesulitan dalam hal peletakan pasangan, ada yang disamping
huruf Jawa nglegena, namun juga ada yang di bawahnya. Guru sudah
memberikan informasi secara tepat, memberikan motivasi baik secara individu
maupun kelompok dan sudah melaksanakan penilaian proses. Namun demikian
kemampuan membaca huruf Jawa dengan pasangan siswa belum sesuai dengan
yang diharapkan. Nilai rata-rata kelas baru mencapai 60,2 dan siswa yang
memperoleh nilai ≥ 63 sebanyak 16 siswa atau 64% dari 25 siswa.
Pembelajaran dikatakan berhasil apabila kemampuan membaca huruf
Jawa siswa mencapai nilai rata-rata kelas 63 dan siswa yang memperoleh nilai ≥6
3 mencapai 75%. Dengan demikian nilai rata-rata kelas yang mencapai 60,8 dan
siswa yang memperoleh nilai ≥63 sebanyak 16 siswa atau 64% dari 25 siswa,hal
ini menunjukan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model Quantum
Learning yang dilakukan belum berhasil dan perlu dilanjutkan pada siklus II.
191
Berdasarkan nilai kemampuan membaca huruf Jawa yang dicapai siswa
pada siklus I dapat diketahui bahwa baru pada pertemuan I atau pada materi
membaca huruf Jawa nglegena yang berhasil. Dengan catatan untuk siswa yang
memperoleh nilai kurang dari rata-rata kelas diberikan perbaikan dengan
menambah waktu belajar dan latihan-latihan serupa supaya kemampuan
belajarnya meningkat. Sedangkan pertemuan II dan III belum menunjukkan
perubahan yang signifikan, sehingga pembelajaran dilanjutkan pada Siklus II
pada meteri membaca huruf Jawa dengan sandhangan dan pasangan sederhana.
Setelah dianalisis dapat disimpulkan bahwa pada saat proses pembelajaran
siklus I terjadi hambatan antara lain:
1) ada beberapa siswa yang nilainya rendah, tertinggal dengan temannya,
disebabkan karena kurang memahami materi/konsep membaca huruf Jawa
pada saat guru sedang memberikan pelajaran di kelas, seperti beberapa siswa
ada yang bergurau sendiri, ada pula siswa yang mengantuk dikelas.
2) pada saat diskusi terlihat ada siswa yang pasif dan diam, disebabkan karena
takut pada temannya yang lebih pandai, mungkin diri siswa tersebut merasa
kurang pandai daripada temannya tersebut.
3) suasana kelas sedikit ramai bila ada waktu luang, karena siswa lebih banyak
suka bergurau daripada belajar sendiri dikelas walau ada waktu luang yang
diberikan oleh guru kelas pada waktu guru sedang meninggalkan kelas.
4) kemampuan guru mengelola waktu masih kurang, disebabkan karena guru
harus menyiapkan segala peralatan untuk mengajar.
Dengan munculnya hambatan pada saat penelitian, maka perlu adanya
perbaikan yang dilanjutkan pada penelitian dalam siklus II.
2. Tindakan Siklus II
192
Tindakan siklus II dilaksanakan selama 2 kali petemuan selama 2 minggu
dimulai pada tanggal 1 Mei 2010. Adapun tahapan-tahapan yang di lakukan pada
siklus II adalah sebagai berikut :
a. Perencanaan
Perencanaan penelitian tindakan kelas pada siklus II meliputi kegiatan-kegiatan
sebagai berikut:
1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Berdasarkan hasil refleksi dan evaluasi pelaksanaan tindakan pada Siklus I
diketahui bahwa belum menunjukkan adanya peningkatan kemampuan belajar
yang cukup signifikan. Karena dari tiga indikator yang ditetapkan baru
indikator nomor 2 yang berhasil, sedangkan indikator-indikator yang lain
belum menunjukkan hasil seperti yang diharapkan. Oleh karena itu peneliti
dengan pengarahan dari Kepala Sekolah dan masukan dari guru-guru yang
lain, kembali menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan
lebih cermat dan teliti untuk mengulang pembelajaran Bahasa Jawa dengan
indikator: Membaca huruf Jawa dengan sandhangan sederhana dan membaca
huruf Jawa dengan sandhangan dan pasangan sederhana.
Adapun penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP ) seperti
pada Siklus II yaitu: 1) Memilih atau menentukan kompetensi dasar, hasil
belajar dan indikator yang hendak dicapai, 2) Mempersiapkan alat-alat atau
media yang akan digunakan, 3) Menyusun Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran ( RPP ) II .
Mengingat analisis terhadap pekerjaan siswa pada Siklus I menunjukkan
bahwa sebagian besar siswa masih mengalami kesulitan dalam membaca
huruf Jawa dengan sandhangan dan pasangan, maka rancangan kegiatan
belajar mengajar menekankan pada pemahaman konsep yang diikuti kegiatan
penjelasan dengan menggunakan model Quantum Learning. Jadi segala
193
kegiatan ditujukan untuk memantapkan pemahaman konsep terhadap siswa,
tentang materi membaca huruf Jawa dengan sandhangan dan pasangan, hal ini
juga merupakan pengulangan dari kegiatan pada pertemuan ke 2 dan ke 3
pada Siklus I. Langkah-langkah pembelajaran pada siklus II terlampir.
2) Mempersiapkan Fasilitas dan Sarana Pendukung
Fasilitas dan sarana pendukung yang perlu disiapkan untuk pelaksanaan
pembelajaran adalah:
a) Ruang belajar
Ruang belajar yang digunakan adalah ruang belajar yang biasa digunakan
setiap hari. Kursi diatur sedemikian rupa, bisa per individu ayau bisa
dibuat kelompok, sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman.
b) LCD
LCD digunakan untuk menayangkan materi yang sudah disiapkan di
dalam laptope. Sehingga materi yang ditayangkan dapat terlihat dengan
jelas dan menarik.
c) Speaker
Speaker digunakan untuk mengeraskan suara dari program macro media
flash yang disajikan dan mengeraskan musik untuk menarik perhatian
siswa.
d) Laptop
Laptop digunakan untuk membuat materi-materi yang akan disajikan.
Materi disusun semenarik mungkin, sehingga siswa bisa termotivasi
untuk belajar membaca huruf Jawa.
e) Poster huruf Jawa
Poster huruf Jawa di tempel di depan kelas untuk memudahkan siswa
mengenal huruf-huruf Jawa.
f) Buku pelajaran
194
Buku pelajaran Bahasa Jawa digunakan sebagai buku acuan belajar.
g) Kartu huruf Jawa
Kartu huruf Jawa digunakan pada saat permainan dan kerja kelompok.
b. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan pada Siklus II dengan menggunakan model Quantum
Learning dengan konsep TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai,
Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan) dilaksanakan dua kali pertemuan.
Pertemuan I
Mengingat analisis terhadap pekerjaan siswa pada Siklus I menunjukan
bahwa sebagian besar siswa masih mengalami kesulitan dalam membaca huruf
Jawa dengan sandhangan dan pasangan, maka kegiatan belajar mengajar
ditekankan pada pemahaman konsep yang diikuti kegiatan penjelasan dengan
menggunakan model Quantum Learning. Pada pertemuan I materi yang diajarkan
adalah membaca huruf Jawa membaca huruf Jawa dengan menggunakan
sandhangan sederhana. Pertemuan I dilaksanakan 2x35 menit dalam satu kali
pertemuan. Pembelajaran dilaksanakan dengan menerapkan model Quantum
Learning. Media penunjang yang digunakan pembelajaran ini adalah
menggunakan LCD untuk menayangkan program macromediaflash tentang huruf
Jawa dan siswa melakukan diskusi kecil dengan membentuk kelompok-kelompok
kecil. Peralatan dan media pembelajaran yang digunakan lebih disiapkan sebaik
mungkin. Pembelajaran dilaksanakan dengan menerapkan model Quantum
Learning dengan konsep TANDUR, yang meliputi: Tumbuhkan, Alami, Namai,
Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan. Kegiatan diawali dengan berdo’a bersama-
sama kemudian mengabsen siswa. Setelah itu guru memeriksa kesiapan siswa
belajar dengan bernyanyi dan tepuk kemudian mengkondisikan siswa sebaik
mungkin sebelum masuk ke materi. Karena pada siklus I guru kurang berhasil
195
dalam mengelola kelas, sehingga masih banyak murid yang masih bergurau
sendiri dan tidak memperhatikan penjelasan guru, maka sebelum masuk ke materi
guru dan siswa mengadakan kontrak pembelajaran yang isinya peraturan-
peraturan yang harus ditaati selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
Meskipun kegiatan pembelajaran ditekankan pada kegiatan yang menyenangkan
tetapi siswa juga harus berdisiplin. Sesuai dengan konsep T ( Tumbuhkan) pada
Quantum Learning untuk apersepsi, guru mengajak siswa bernyanyi “Ayo Maca
Jawa” untuk menumbuhkan semangat belajar siswa. Selanjutnya tanya jawab
dengan siswa tentang pelajaran yang telah lalu dan menyampaikan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai. Mulai masuk ke materi guru menayangkan slide
macromedia flash tentang sandhangan huruf Jawa. Slide program ini dibuat
menarik dengan animasi dan musik yang menyenangkan, ditunjukkan pada
gambar 12.
Gambar 12. Slide Macro Mediaflash V
Langkah selanjutnya A (Alami) yaitu guru menyuruh siswa menuliskan
sandhangan huruf Jawa di udara, hal ini bisa membantu daya ingat siswa
terhadap bentuk-bentuk dan pengucapan sandhangan huruf Jawa. N (Namai),
saat minat belajar memuncak, guru menjelaskan bagaimana penggunaan
sandhangan itu apabila digabungkan dengan huruf Jawa nglegena. Siswa
196
berlatih membacanya kemudian disuruh menuliskan sandhangan huruf Jawa
tersebut dibuku tulis masing-masing. Guru mengungkapkan ciri-ciri bentuk
sandhangan supaya lebih mudah dihafalkan siswa, misal kalau pepet itu bulat
besar, tapi kalau wulu itu bulat kecil, dan sebagainya. D (Demonstrasikan),
pada tahap ini mula-mula siswa dibagi menjadi 5 kelompok. Semua kelompok
disuruh maju di depan papan tulis yang sudah diatur pembagian tempatnya oleh
guru. Setiap kelompok diberi beberapa kartu soal huruf Jawa. Semua kelompok
berlomba-lomba menyelesaikan soal-soal yang diberikan guru dan menulis
jawaban tersebut di papan tulis kemudian disuruh membacanya. Hasil kerja
kelompok dibahas bersama-sama. Selanjutnya U (Ulangi), yaitu setiap siswa
dinilai hasil membaca huruf Jawanya dengan cara maju ke depan satu persatu.
Dan yang terakhir perlu R (Rayakan), yaitu memberikan reward kepada siswa
yang mendapat nilai bagus. Setelah itu sebagai penutupan dipertemuan kedua
guru menarik kesimpulan dari pembelajaran, memberikan tugas dan nasihat-
nasihat kepada siswa sebagai refleksi. Pembelajaran dibubarkan dengan
menyanyikan lagu “Sayonara” bersama-sama.
Pertemuan II
Pada pertemuan II materi yang diajarkan adalah membaca huruf Jawa
membaca huruf Jawa dengan menggunakan sandhangan dan pasangan
sederhana. Pertemuan II dilaksanakan 2x35 menit dalam satu kali pertemuan.
Pembelajaran dilaksanakan dengan menerapkan model Quantum Learning.
Media penunjang yang digunakan pembelajaran ini adalah menggunakan LCD
untuk menayangkan program macromediaflash tentang pasangan huruf Jawa
dan siswa melakukan diskusi kecil dengan membentuk kelompok-kelompok
kecil. Pembelajaran dilaksanakan dengan menerapkan model Quantum
Learning dengan konsep TANDUR, yang meliputi: Tumbuhkan, Alami,
197
Namai, Demonstrasikan, Ulangi dan Rayakan. Kegiatan diawali dengan berdo’a
bersama-sama kemudian mengabsen siswa. Setelah itu guru memeriksa
kesiapan siswa belajar dengan bernyanyi dan tepuk kemudian mengkondisikan
siswa sebaik mungkin sebelum masuk ke materi. Kontrak belajar masih tetap
digunakan supaya siswa juga berdisiplin. Sesuai dengan konsep T (
Tumbuhkan) pada Quantum Learning untuk apersepsi, guru mengajak siswa
bernyanyi “Ayo Maca Jawa” untuk menumbuhkan semangat belajar siswa.
Selanjutnya tanya jawab tentang pelajaran yang telah lalu dan menyampaikan
tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Mulai masuk ke materi guru
menayangkan slide macromediaflash tentang pasangan huruf Jawa. Slide
program ini dibuat menarik dan menyenangkan, ditunjukkan pada gambar 13.
Gambar 13. Power Point Pasangan Huruf Jawa II
Langkah selanjutnya A (Alami) yaitu guru menyuruh siswa menuliskan
pasangan huruf Jawa di udara, hal ini bisa membantu daya ingat siswa terhadap
bentuk-bentuk pasangan huruf Jawa. Kemudian guru menjelaskan bagaimana
penggunaan pasangan itu apabila digabungkan dengan huruf Jawa nglegena. N
(Namai), saat minat belajar memuncak, guru memberi contoh beberapa kalimat
huruf Jawa dengan pasangannya dan guru menanyakan bagaimana
198
membacanya. Perlu ditekankan pada peletakan pasangan, dibawah atau
disamping huruf Jawa nglegena Siswa dengan bimbingan guru berlatih
membaca huruf Jawa dengan sandhangan dan pasangan yang berada dalam
buku.
D (Demonstrasikan), pada tahap ini mula-mula siswa dibagi menjadi 5
kelompok. Setiap kelompok diberi beberapa kalimat huruf Jawa dengan
bantuan gambar. Setiap kelompok mendiskusikan bagaimana membaca kalimat
tersebut tersebut. Untuk mempresentasikannya dibuat permainan dengan tepuk
“konsentrasi”. Selanjutnya U (Ulangi), yaitu guru mengadakan evaluasi. Dan
yang terakhir perlu R (Rayakan), yaitu memberikan reward kepada kelompok
yang mendapat nilai bagus. Setelah itu sebagai penutupan dipertemuan kedua
guru menarik kesimpulan dari pembelajaran, memberikan tugas dan nasihat-
nasihat kepada siswa sebagai refleksi. Pembelajaran dibubarkan dengan
mengucapkan yel-yel ”Aku Bisa” bersama-sama.
c. Observasi
Dalam tahap ini dilaksanakan pemantauan terhadap pelaksanaan
pembelajaran dengan menggunakan model Quantum Learning, yang
dilaksanakan dengan menggunakan alat bantu berupa lembar observasi dan
perekaman dengan kamera foto. Observasi ini dilakukan untuk memperoleh
data mengenai kesesuaian pelaksanaan pembelajaran berbasis Quantum
Learning dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun
serta untuk mengetahui seberapa besar pembelajaran dengan model Quantum
Learning yang dilaksanakan menghasilkan perubahan pada kemampuan
membaca huruf Jawa pada siswa kelas IV. Oleh karena itu pengamatan tidak
hanya ditujukan pada aktivitas atau partisipasi dalam proses pembelajaran,
199
namun juga pada aspek tindakan guru dalam melaksanakan pembelajaran
termasuk suasana kelas pada setiap pertemuan.
Uraian observasi tiap pertemuan pada Siklus II sebagai berikut :
Pertemuan : I (satu)
Indikator : Membaca huruf Jawa menggunakan sandhangan sederhana
Hasil Observasi :
1) Kegiatan Siswa (lampiran 5)
a) Kedisiplinan siswa dalam pembelajaran dalam kriteria sangat baik.
b) Kesiapan siswa dalam menerima pelajaran dalam kriteria baik .
c) Keaktifan siswa dalam pembelajaran dalam kriteria sangat baik.
d) Kemampuan siswa dalam melakukan diskusi dalam kriteria baik.
e) Kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan dalam kriteria baik.
f) Keadaan siswa dengan lingkungan belajarnya dalam kriteria sangat baik.
g) Kemampuan siswa dalam mengerjakan tes dalam kriteria baik.
2) Kegiatan Guru (lampiran 7)
a) Persiapan guru dalam memulai pembelajaran dalam kriteria sangat baik,
b) kemampuan guru mengelola kelas dalam kriteria sangat baik, c)
kemampuan guru mengelola waktu pelajaran dalam kriteria sangat baik, d)
kemampuan guru memberikan apersepsi dalam kriteria sangat baik, e)
kemampuan menyampaikan materi dalam kriteria sangat baik, f)
kemampuan guru dalam memberikan pertanyaan dalam kriteria sangat baik,
g) kemampuan guru dalam membimbing diskusi dan melakukan penjelasan
konsep dalam kriteria sangat baik, h) perhatian guru terhadap siswa sangat
baik, i)kemampuan guru dalam mengembangkan aplikasi dalam kriteria
baik, j) kemampuan guru dalam menutup pelajaran dalam kriteria sangat
baik.
200
Hasil pengamatan terhadap siswa selama mengikuti pembelajaran membaca
huruf Jawa berbasis Quantum Learning pada pertemuan I siklus II ditunjukkan
pada tabel 21.
Tabel 21. Pengamatan terhadap Siswa selama Mengikuti Pembelajaran Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Pertemuan I Siklus II
No Variabel Skor Prosentase
(%) Kategori Kriteria
1. Kedisiplinan siswa 4 100 A Sangat
baik
2. Kesiapan siswa
menerima pelajaran
3 75 A Baik
3. Keaktifan siswa 4 100 A Sangat
baik
4. Kemampuan siswa
melakukan diskusi
3 75 B Baik
5. Kemampuan siswa
menjawab pertanyaan
3 75 B Baik
6. Keadaan siswa dengan
lingkungan belajar
4 100 A Sangat
baik
7. Kemampuan siswa
mengerjakan tes
3 75 B Baik
Jumlah rata-rata 26 85,7 B Baik
201
Berdasarkan tabel 21 di atas menunjukkan bahwa rata-rata prosentase
penilaian total dari hasil pengamatan terhadap siswa pada pertemuan I siklus II
adalah 85,7% dalam kriteria baik.
Sedangkan hasil pengamatan terhadap guru dalam pembelajaran membaca
huruf Jawa berbasis Quantum Learning pada pertemuan I siklus II ditunjukkan
pada tabel 22.
Tabel 22. Pengamatan terhadap Guru dalam Pembelajaran Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Pertemuan I Siklus II
No Variabel Skor Prosentase
(%) Kategori Kriteria
1. Persiapan guru memulai
kegiatan pembelajaran 4 100 A Sangat baik
2. Kemampuan guru
mengelola kelas 4 100 A Sangat baik
3. Kemampuan mengelola
waktu pembelajaran 4 100 A Sangat baik
4. Memberikan apersepsi 4 100 A Sangat baik
5. Menyampaikan materi
(eksplorasi) 4 100 A Sangat baik
6. Kemampuan guru
memberikan pertanyaan 4 100 A Sangat baik
7. Diskusi dan penjelasan 4 100 A Sangat baik
202
Konsep
8. Perhatian guru terhadap
Siswa 4 100 A Sangat baik
9. Pengembangan aplikasi 3 75 B Baik
10. Kemampuan menutup
Pelajaran 4 100 A Sangat baik
Jumlah rata-rata 39 97,5 A Sangat Baik
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata prosentase
penilaian total dari hasil pengamatan terhadap guru pada siklus I mencapai rata-
rata 97,5% dengan kriteria sangat baik.
Pertemuan : II (dua)
Indikator : Membaca huruf Jawa dengan menggunakan sandhangan dan
pasangan sederhana
Hasil Observasi :
1) Kegiatan Siswa (lampiran 5)
a) Kedisiplinan siswa dalam pembelajaran dalam kriteria sangat baik, b)
Kesiapan siswa dalam menerima pelajaran dalam kriteria sangat baik, c)
Keaktifan siswa dalam pembelajaran dalam kriteria sangat baik,
d) kemampuan siswa dalam melakukan diskusi dalam kriteria sangat baik, e)
kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan dalam kriteria baik, f)
keadaan siswa dengan lingkungan belajarnya dalam kriteria sangat baik, g)
kemampuan siswa dalam mengerjakan tes dalam kriteria baik.
2) Kegiatan Guru (lampiran 7)
203
a) Persiapan guru dalam memulai pembelajaran dalam kriteria sangat baik,
b) kemampuan guru mengelola kelas dalam kriteria sangat baik, c)
kemampuan guru mengelola waktu pelajaran dalam kriteria sangat baik, d)
kemampuan guru memberikan apersepsi dalam kriteria sangat baik, e)
kemampuan menyampaikan materi dalam kriteria sangat baik, f)
kemampuan guru dalam memberikan pertanyaan dalam kriteria sangat baik,
g) kemampuan guru dalam membimbing diskusi dan melakukan penjelasan
konsep dalam kriteria sangat baik, h) perhatian guru terhadap siswa dalam
kriteria sangat baik, i) kemampuan guru dalam mengembangkan aplikasi
dalam kriteria sangat baik, j) kemampuan guru dalam menutup pelajaran
dalam kriteria sangat baik.
Hasil pengamatan terhadap siswa selama mengikuti pembelajaran membaca
huruf Jawa berbasis Quantum Learning pada pertemuan II siklus II ditunjukkan
pada tabel 23.
Tabel 23. Pengamatan terhadap Siswa selama Mengikuti Pembelajaran Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Pertemuan II Siklus II
No Variabel Skor Prosentase
(%) Kategori Kriteria
1. Kedisiplinan siswa 4 100 A Sangat baik
2. Kesiapan siswa
menerima pelajaran
4 100 A Sangat baik
3. Keaktifan siswa 4 100 A Sangat baik
4. Kemampuan siswa
melakukan diskusi
4 100 A Sangat baik
204
5. Kemampuan siswa
menjawab pertanyaan
3 75 B Baik
6. Keadaan siswa dengan
lingkungan belajar
4 100 A Sangat baik
7. Kemampuan siswa
mengerjakan tes
3 75 B Baik
Jumlah rata-rata 26 92,8 A Sangat Baik
Berdasarkan tabel 23 menunjukkan bahwa rata-rata prosentase penilaian
total dari hasil pengamatan terhadap siswa pada siklus I adalah 92,8% dalam
kriteria baik.
Sedangkan hasil pengamatan terhadap guru dalam pembelajaran membaca
huruf Jawa berbasis Quantum Learning pada pertemuan II siklus II ditunjukkan
pada tabel 24.
Tabel 24. Pengamatan terhadap Guru dalam Membaca Huruf Jawa Berbasis Quantum Learning pada Pertemuan II Siklus II
No Variabel Skor Prosentase
(%) Kategori Kriteria
1. Persiapan guru memulai kegiatan pembelajaran
4 100 A Sangat baik
2. Kemampuan guru mengelola kelas
4 100 A Sangat baik
205
3. Kemampuan mengelola waktu pembelajaran
4 100 A Sangat baik
4. Memberikan apersepsi 4 100 A Sangat baik
5. Menyampaikan materi (eksplorasi)
4 100 A Sangat baik
6. Kemampuan guru memberikan pertanyaan
4 100 A Sangat baik
7. Diskusi dan penjelasan Konsep
4 100 A Sangat baik
8. Perhatian guru terhadap Siswa
4 100 A Sangat baik
9. Pengembangan aplikasi 4 100 A Sangat baik
10. Kemampuan menutup Pelajaran
4 100 A Sangat baik
Jumlah rata-rata 40 100 A Sangat baik
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata prosentase
penilaian total dari hasil pengamatan terhadap guru pada siklus I mencapai rata-
rata 100% dengan kriteria sangat baik.
d. Refleksi
Hasil analisis data terhadap pelaksanaan pembelajaran membaca huruf
Jawa berbasis Quantum Learning pada siklus II dapat diuraikan sebagai berikut:
Pertemuan : I (dua)
Indikator : Membaca huruf Jawa dengan menggunakan sandhangan
sederhana
Berikut ini data nilai kemampuan membaca huruf Jawa Nglegena pada
pertemuan II Siklus I (lampiran 19) apabila disajikan dalam bentuk tabel 25.
Tabel 25. Data Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa dengan Sandhangan Sederhana Siswa pada Pertemuan I Siklus II
No Nilai Frekuensi Prosentase(%)
1 50-55
2 56-61
3 62-67
4 68-73
5 74-79
6 80-85
7 86-90
8 91-96
Jumlah
Tabel kemampuan membaca huruf Jawa dengan
pada pertemuan I di atas disajikan pada gambar 14.
Gambar 14. Grafik Nilai KemamSederhana Siswa pada P
Berdasarkan tabel 25 dan gambar 14
setelah melaksanakan
0
1
2
3
4
5
6
7
50-55 56-
12%
8%
Frek
uens
i Nila
i
206
3 12
2 8
5 20
7 28
2 8
4 16
1 4
1 4
25 100
Tabel kemampuan membaca huruf Jawa dengan sandhangan
pada pertemuan I di atas disajikan pada gambar 14.
Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa dengan SandhanganSederhana Siswa pada Pertemuan I Siklus II
tabel 25 dan gambar 14 tersebut dapat dilihat bahwa
setelah melaksanakan pertemuan II siklus 1, siswa yang memperoleh nilai
-61 62-67 68-73 74-79 80-85 86-90 91-
8%
20%
28%
8%
16%
4% 4%
Interval Nilai
sandhangan sederhana
Sandhangan
tersebut dapat dilihat bahwa
lus 1, siswa yang memperoleh nilai
-96
4%
207
50 dan 55 sebanyak 3 siswa atau 12%, siswa memperoleh nilai 60
sebanyak 4 siswa atau 16%, siswa mendapat nilai 65 sebanyak 5 siswa
atau 20%, siswa mendapat nilai 70 sebanyak 7 siswa atau 28%, siswa
mendapat nilai 75 sebanyak 2 siswa atau 8%, siswa mendapat 80 dan 85
sebanyak 4 siswa atau 16%, siswa yang mendapat nilai 90 sebanyak 1
siswa atau 4%, dan siswa yang mendapat nilai 95 sebanyak 1 siswa atau
4%.
Hasil Refleksi :
Siswa cukup aktif memperhatikan penjelasan guru dan menjawab
pertanyaan guru. Guru memberikan informasi secara tepat, memberi motivasi dan
melaksanakan penilaian proses dengan hasil rata-rata kelas mencapai 71,2 dan
siswa yang memperoleh nilai ≥ 63 sebanyak 20 siswa atau 80% dari 25 siswa.
Pembelajaran dikatakan berhasil apabila kemampuan membaca huruf Jawa siswa
mencapai rata-rata kelas 63 dan siswa yang memperoleh nilai ≥ 63 mencapai
75%. Dengan demikian nilai rata-rata kelas mencapai 71,2 dan siswa yang
memperoleh nilai ≥ 63 sebanyak 20 siswa atau 80% dari 25 siswa menunjukkan
bahwa pembelajaran dengan menggunakan model Quantum Learning yang
dilakukan sudah berhasil.
Pertemuan : II (dua)
Indikator : Membaca huruf Jawa dengan menggunakan sandhangan dan
pasangan sederhana
Data nilai kemampuan membaca huruf Jawa Nglegena pada pertemuan II
Siklus I (lampiran 20) apabila disajikan dalam bentuk tabel 26.
Tabel 26. Data Nilai KemamPasangan Sederhana Siswa pada P
No Nilai
1 50-55
2 56-61
3 62-67
4 68-73
5 74-79
6 80-85
7 86-90
8 91-96
Jumlah
Tabel kemampuan membaca huruf Jawa dengan
pasangan sederhana pada pertemuan II di atas disajikan dalam pada gambar 15.
0123456789
50-55 56-61
12%
4%
Frek
uens
i Nila
i
208
. Data Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa dengan SandhanganPasangan Sederhana Siswa pada Pertemuan II Siklus II
Frekuensi Prosentase(%)
3 12
1 4
9 35
7 28
2 8
1 4
1 4
1 4
25 100
Tabel kemampuan membaca huruf Jawa dengan sandhangan
pasangan sederhana pada pertemuan II di atas disajikan dalam pada gambar 15.
-61 62-67 68-73 74-79 80-85 86-90 91-96
4%
35%
28%
8%4% 4% 4%
Interval Nilai
Sandhangan dan
sandhangan dan
pasangan sederhana pada pertemuan II di atas disajikan dalam pada gambar 15.
209
Gambar 15.Grafik Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa dengan Sandhangan dan Pasangan Sederhana Siswa pada Pertemuan II Siklus II
Berdasarkan tabel 26 dan gambar 15 tersebut dapat dilihat bahwa
setelah melaksanakan pertemuan II siklus 1, siswa yang memperoleh nilai
50 dan 55 sebanyak 3 siswa atau 12%, siswa memperoleh nilai 60
sebanyak 1 siswa atau 4%, siswa mendapat nilai 65 sebanyak 9 siswa
atau 35%, siswa mendapat nilai 70 sebanyak 7 siswa atau 28%, siswa
mendapat nilai 75 sebanyak 2 siswa atau 8%, siswa mendapat 80 dan 85
sebanyak 1 siswa atau 4%, siswa yang mendapat nilai 90 sebanyak 1
siswa atau 4% dan siswa yang mendapat nilai 95 sebanyak 1 siswa atau
4%.
Hasil Refleksi :
Siswa cukup aktif memperhatikan penjelasan guru dan menjawab
pertanyaan guru. Guru memberikan informasi secara tepat, memberi motivasi dan
melaksanakan penilaian proses dengan hasil rata-rata kelas mencapai 71 dan
siswa yang memperoleh nilai ≥63 sebanyak 21 siswa atau 84% dari 25 siswa.
Pembelajaran dikatakan berhasil apabila kemampuan membaca siswa mencapai
rata-rata kelas 63 dan siswa yang memperoleh nilai ≥63 mencapai 80%. Dengan
demikian nilai rata-rata kelas mencapai 71 dan siswa yang memperoleh nilai ≥63
sebanyak 21 siswa atau 84% dari 25 siswa menunjukkan bahwa pembelajaran
dengan menggunakan model Quantum Learning yang dilakukan sudah berhasil.
Hasil analisis data terhadap pelaksanaan pembelajaran pada Siklus II,
secara umum telah menunjukkan perubahan yang signifikan. Guru dalam
melaksanakan pembelajaran semakin mantap dan luwes dengan kekurangan-
kekurangan kecil di antaranya kurang kontrol waktu. Prosentase aktivitas atau
partisipasi siswa dalam pembelajaran meningkat. Partisipasi aktif siswa dalam
pembelajaran semakin meningkat, suasana kelas menjadi lebuh hidup dan
210
menyenangkan, pada akhirnya diharapkan kemampuan membaca huruf Jawa
siswa kelas IV SD Negeri I Sukorame, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali
meningkat. Berdasarkan peningkatan kemampuan yang telah dicapai siswa, maka
pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas ( PTK ) dianggap cukup dan diakhiri pada
Siklus II.
C. Temuan dan Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data yang ada, dapat dilihat adanya
peningkatan kegiatan siswa dalam pembelajaran, serta perkembangan kemampuan
membaca huruf Jawa siswa kelas IV SD Negeri I Sukorame, Kecamatan Musuk,
Kabupaten Boyolali. Peningkatan kegiatan siswa dalam pembelajaran antara lain:
a. Siwa lebih disiplin dalam mengikuti pembelajaran.
b. Kesiapan siswa dalam menerima pelajaran lebih tinggi.
c. Siswa lebih aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
d. Kemampuan berdiskusi lebih meningkat.
e. Siswa lebih aktif menjawab pertanyaan guru.
f. Keadaan siswa dengan lingkungan belajar semakin baik.
g. Kemampuan siswa dalam mengerjakan tes lebih meningkat.
Sedangkan perkembangan kemampuan membaca huruf Jawa siswa yang
memperoleh nilai diatas 63 seperti yang tercantum dalam tabel frekuensi nilai
kemampuan membaca huruf Jawa kelas IV SD Negeri I Sukorame sebelum tindakan,
sesudah tindakan Siklus I dan sesudah tindakan Siklus II .
Tabel 27. Data Frekuensi Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Siswa Kelas IV SD Negeri I Sukorame sebelum Tindakan (Pra Siklus)
No Interval nilai Frekuensi Prosentase(%) Kategori
1. 41-50 1 4 Kurang sekali
2. 51-60 16 64 Kurang
211
3 61-70 4 16 Cukup
4. 71-80 3 12 Lebih dari cukup
5. 81-90 1 4 Baik
6. 91-100 0 0 Baik sekali
Jumlah 25 100
Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat sebelum dilaksanakan tindakan ada
siswa yang memperoleh nilai dengan kategori kurang sekali sebanyak 1 siswa atau
4%. Siswa yang memperoleh nilai dengan kategori kurang sebanyak 16 siswa atau
64%, siswa yang memperoleh nilai dengan kategori cukup sebanyak 4 siswa atau
16%, siswa yang memperoleh nilai dengan kategori lebih dari cukup sebanyak 3
siswa atau 12%. siswa yang memperoleh nilai dengan kategori baik sebanyak 1 siswa
atau 4% dan tidak ada siswa yang memperoleh nilai dengan kategori baik sekali atau
0%. Jumlah keseluruhan siswa yang memperoleh nilai ≥63 sebanyak 8 siswa atau
32%. Rata-rata nilai hasil tes sebelum tindakan adalah sebesar 60,5.
Bila ditunjukkan dalam bentuk grafik akan terlihat seperti pada grafik di
bawah ini:
Gambar 16. Grafik Nilai Kemampuan Membaca Huruf JawNegeri I Sukorame sebelum Tindakan
Setelah dilaksanakan tindakan pada Siklus I dengan menerapkan
pembelajaran dengan model
Jawa diperoleh data hasil penilaian kemampuan mem
SD Negeri I Sukorame seperti terlihat pada tabel 28.
Tabel 28. Data Frekuensi Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Siswa Kelas IV SD Negeri I Sukorame pada Siklus I
No Interval nilai
1. 41-50
2. 51-60
3 61-70
0
2
4
6
8
10
12
14
16
41-50 51-
4%
64%
Frek
uens
i
212
. Grafik Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Siswa Kelas IV SD Negeri I Sukorame sebelum Tindakan (pra siklus).
Setelah dilaksanakan tindakan pada Siklus I dengan menerapkan
model Quantum Learning pada pembelajaran membaca huruf
Jawa diperoleh data hasil penilaian kemampuan membaca huruf Jawa siswa Kelas IV
me seperti terlihat pada tabel 28.
Data Frekuensi Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Siswa Kelas IV SD Negeri I Sukorame pada Siklus I
Frekuensi Prosentase (%) Kategori
0 0 Kurang sekali
11 44 Kurang
8 32 Cukup
-60 61-70 71-80 81-90 91-100
64%
16%12%
4%0%
Interval NIlai
a Siswa Kelas IV SD
Setelah dilaksanakan tindakan pada Siklus I dengan menerapkan
pada pembelajaran membaca huruf
baca huruf Jawa siswa Kelas IV
Data Frekuensi Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Siswa Kelas IV
Kurang sekali
213
4. 71-80 4 16 Lebih dari cukup
5. 81-90 1 4 Baik
6. 91-100 1 4 Baik sekali
Jumlah 25 100
Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa setelah dilaksanakan tindakan
pada Siklus I tidak ada siswa yang memperoleh nilai dengan kategori kurang sekali
atau 0%. Siswa yang memperoleh nilai dengan kategori kurang sebanyak 11 siswa
atau 44%, siswa yang memperoleh nilai dengan kategori cukup sebanyak 8 siswa atau
32%. Siswa yang memperoleh nilai dengan kategori lebih dari cukup sebanyak 4 atau
16% siswa yang memperoleh nilai dengan kategori baik sebanyak 1 siswa atau 4%,
dan siswa yang memperoleh nilai dengan kategori baik sekali sebanyak 1 siswa atau
4%. Jumlah keseluruhan siswa yang memperoleh nilai ≥63 sebanyak 10 siswa atau
40% . Rata-rata nilai hasil tes siklus I adalah sebesar 63
Data frekuensi nilai kemampuan membaca huruf Jawa siswa kelas IV SD
Negeri I Sukorame pada siklus I dapat ditunjukkan pada gambar 17.
Gambar 17. Grafik Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Kelas IV SD Negeri I Sukorame Siklus I.
Untuk data nilai kemampuan membaca huruf Jawa Kelas IV SD Negeri I
Sukorame pada siklus II dapat dilihat
Tabel 29. Data Frekuensi Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Kelas IV SD Negeri I Sukorame Siklus II.
No Interval nilai
1. 41-50
2. 51-60
3 61-70
4. 71-80
5. 81-90
6. 91-100
0
2
4
6
8
10
12
41-50 51
0%
44%
Frek
uens
i
214
. Grafik Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Kelas IV SD Negeri I Sukorame Siklus I.
Untuk data nilai kemampuan membaca huruf Jawa Kelas IV SD Negeri I
us II dapat dilihat pada tabel 29.
Data Frekuensi Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Kelas IV SD Negeri I Sukorame Siklus II.
Frekuensi Prosentase
(%)
Kategori
0 0 Kurang sekali
3 12 Kurang
11 44 Cukup
6 24 Lebih dari cukup
3 12 Baik
2 8 Baik sekali
51-60 61-70 71-80 81-90 91-100
44%
32%
16%
4% 4%
Interval Nilai
. Grafik Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Kelas IV SD Negeri I
Untuk data nilai kemampuan membaca huruf Jawa Kelas IV SD Negeri I
Data Frekuensi Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Kelas IV SD
Lebih dari cukup
Jumlah
Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa setelah dilaksanakan tindakan
pada Siklus I tidak ada siswa yang memperoleh nilai dengan kategori kurang sekali
atau 0%. Siswa yang memperoleh nilai dengan kategori kurang sebanyak 3 siswa atau
12%, siswa yang memperoleh
44%. Siswa yang memperoleh nilai dengan kate
24% siswa yang memperoleh nilai dengan kategori baik seb
dan siswa yang memperoleh nilai dengan kat
8%. Jumlah keseluruhan siswa yang memperoleh nilai
80% . Rata-rata nilai hasil tes siklus II adalah sebesar 71,1.
Berdasarkan tabel tersebut da
pada Siklus II jumlah keseluruhan
siswa atau 80% dan tinggal 5 siswa
Data tersebut dapat digambarkan da
ini:
0
2
4
6
8
10
12
41-50 51
0%
12%
Frek
uens
i
215
25 100
tabel tersebut dapat dilihat bahwa setelah dilaksanakan tindakan
pada Siklus I tidak ada siswa yang memperoleh nilai dengan kategori kurang sekali
atau 0%. Siswa yang memperoleh nilai dengan kategori kurang sebanyak 3 siswa atau
12%, siswa yang memperoleh nilai dengan kategori cukup sebanyak 11 siswa atau
44%. Siswa yang memperoleh nilai dengan kategori lebih dari cukup sebanyak 6 atau
% siswa yang memperoleh nilai dengan kategori baik sebanyak 3 siswa atau 12
siswa yang memperoleh nilai dengan kategori baik sekali sebanyak 2 siswa atau
siswa yang memperoleh nilai ≥63 sebanyak 20 siswa atau
rata nilai hasil tes siklus II adalah sebesar 71,1.
tabel tersebut dapat dilihat bahwa setelah dilaksanakan tindaka
pada Siklus II jumlah keseluruhan siswa yang memperoleh nilai ≥63 sebanyak 20
siswa atau 80% dan tinggal 5 siswa yang belum memperoleh nilai ≥63.
Data tersebut dapat digambarkan dalam bentuk grafik pada gambar berikut
51-60 61-70 71-80 81-90 91-100
12%
44%
24%
12%8%
Interval Nilai
tabel tersebut dapat dilihat bahwa setelah dilaksanakan tindakan
pada Siklus I tidak ada siswa yang memperoleh nilai dengan kategori kurang sekali
atau 0%. Siswa yang memperoleh nilai dengan kategori kurang sebanyak 3 siswa atau
nilai dengan kategori cukup sebanyak 11 siswa atau
gori lebih dari cukup sebanyak 6 atau
anyak 3 siswa atau 12%,
anyak 2 siswa atau
sebanyak 20 siswa atau
dilaksanakan tindakan
sebanyak 20
lam bentuk grafik pada gambar berikut
216
Gambar 18. Grafik Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Kelas IV SD Negeri I Sukorame Siklus II.
Secara lebih rinci perkembangan kemampuan membaca huruf Jawa Kelas IV
SD Negeri I Sukorame dalam penelitian ini dapat disajikan pada tabel 30.
Tabel 30. Rekapitulasi Nilai Rata-rata Kemampuan Membaca Huruf Jawa Siswa Kelas IV SD Negeri I Sukorame sebelum (pra siklus) dan sesudah Tindakan Siklus I
No Materi pembelajaran
Rata-rata nilai tes
hasil belajar Keterangan
Sebelum Sesudah
1 Huruf Jawa nglegena 62,2 67 Berhasil
2 Huruf Jawa dengan
sandhangan
60,4 62 Belum berhasil
3 Huruf Jawa dengan
sandhangan dan
pasangan
58 60,8 Belum berhasil
Rata-rata 60,5 63
Tabel 31. Prosentase Siswa yang Memperoleh Nilai Kemampuan Membaca Huruf
Jawa ≥63 Siswa Kelas IV SD Negeri I Sukorame sebelum (pra Siklus) dan sesudah Tindakan Siklus I
No Materi Pembelajaran
Jumlah Siswa yang Memperoleh nilai
≥63
Prosentase (%) Keterangan
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
1 Huruf Jawa
nglegena 11 19 44 76 Meningkat
2 Huruf Jawa dengan 8 9 32 36 Meningkat
217
Berdasarkan tabel 30 dan 31 menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model
Quantum Learning yang dilaksanakan pada Siklus I pada materi membaca huruf
Jawa nglegena sudah memperlihatkan hasil peningkatan kemampuan membaca huruf
Jawa siswa kelas IV SD Negeri I Sukorame, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali,
karena secara umum nilai rata-rata kelas maupun prosentase siswa yang mendapat
nilai ≥63 sudah mengalami peningkatan namun untuk materi membaca huruf Jawa
dengan sandhangan dan membaca huruf Jawa dengan sandhangan dan pasangan
secara klasikal belum memperlihatkan adanya peningkatan kemampuan membaca
huruf Jawa pada siswa Kelas IV SD Negeri I Sukorame, Kecamatan Musuk,
Kabupaten Boyolali sesuai yang diinginkan. Dengan demikian penelitian dilanjutkan
pada Siklus II untuk materi membaca huruf Jawa dengan sandhangan dan membaca
huruf Jawa dengan sandhangan dan pasangan.
Setelah dilaksanakan tindakan untuk materi membaca huruf Jawa dengan
sandhangan dan membaca huruf Jawa dengan sandhangan dan pasangan pada Siklus
II terlihat adanya peningkatan kemampuan membaca antara sebelum dan sesudah
diadakan tindakan Siklus II. Adapun hasilnya dapat dilihat pada tabel 37.
Tabel 32. Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa Rata-rata Kelas Sebelum (siklus I) dan Sesudah Tindakan Siklus II
No Materi Pembelajaran Rata-rata Nilai Membaca
Keterangan Sebelum Sesudah
sandhangan
3
Huruf Jawa dengan
sandhangan dan
pasangan
7 9 28 36 Meningkat
Rata-rata 8,6 12 34,6 49,3 Meningkat
218
1 Huruf Jawa dengan
sandhangan 62 71,2 Berhasil
2
Huruf Jawa dengan
sandhangan dan
pasangan
60,8 71 Berhasil
Rata-rata 61,1 71,1 Berhasil
Selanjutnya dari perhitungan jumlah siswa yang memperoleh nilai di atas rata-
rata pada Siklus II dapat dipaparkan pada tabel 33.
Tabel 33. Prosentase Siswa yang Memperoleh Nilai Kemampuan Membaca Huruf Jawa ≥63 sebelum (Siklus I) dan sesudah Tindakan Siklus II
No Materi
Pembelajaran
Jumlah siswa yang
memperoleh nilai≥63
Prosentase
(%) Keterangan
sebelum sesudah Sebelum sesudah
1 Huruf Jawa
dengan
sandhangan
9 20 36 80 Meningkat
2 Huruf Jawa
dengan
sandhangan
dan pasangan
9 21 36 84 Meningkat
Rata-rata 9 21,5 36 86 Meningkat
219
Berdasarkan tabel 32 dan 33 pembelajaran pada Siklus II menunjukkan
peningkatan rata-rata kelas dan peningkatan jumlah siswa yang memperoleh nilai ≥63
baik pada materi pembelajaran membaca huruf Jawa dengan sandhangan maupun
pada materi pembelajaran membaca huruf Jawa dengan sandhangan dan pasangan
sederhana, sehingga pembelajaran pada siklus II sudah berhasil.
Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan selama II Siklus dapat disimpulkan
bahwa peningkatan kemampuan membaca huruf Jawa pada siswa kelas IV SD Negeri
I Sukorame, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali dapat dilakukan dengan
mengunakan model Quantum Learning. Hal ini tampak jelas dengan adanya
peningkatan-peningkatan nilai yang diperoleh siswa baik perorangan maupun klasikal
pada setiap siklus sebagaimana terlihat pada tabel 30, 31, 32 dan 33. Secara garis
besar perbandingan antara hasil tes pra siklus, siklus I dan siklus II ditunjukkan pada
tabel 34.
Tabel 34. Perbandingan Ketuntasan Belajar Siswa pada pra Siklus, Siklus I dan Siklus II
No Ketuntasan Pra Siklus Siklus I Siklus II
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
1. Tuntas 8 32 10 40 20 80
2. Tidak Tuntas 17 68 15 60 5 20
Disajikan dalam bentuk grafik pada gambar 19.
220
Gambar 19. Perbandingan Ketuntasan Belajar Siswa pada pra Siklus, Siklus I dan Siklus II
Dengan demikian dapat diajukan suatu rekomendasi bahwa model Quantum
Learning efektif untuk meningkatkan kemampuan membaca huruf Jawa pada materi
membaca huruf Jawa nglegena, membaca huruf Jawa dengan sandhangan sederhana
dan membaca huruf Jawa dengan sandhangan dan pasangan sederhana, pada siswa
kelas IV SD Negeri I Sukorame, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali khususnya
dan siswa kelas IV Sekolah Dasar lain pada umumnya.
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan
32%40%
80%
68%60%
20%
0
5
10
15
20
25
Jum
lah
sisw
a
pra siklus siklus I siklus II
Tuntas
Tidak Tuntas
221
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan dalam
dua siklus dapat ditarik simpulan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model
Quantum Learning dapat meningkatkan kemampuan membaca huruf Jawa pada
siswa kelas IV SD Negeri I Sukorame, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali.
Peningkatan kemampuan membaca huruf Jawa tersebut dapat dibuktikan dengan
meningkatnya nilai kemampuan membaca huruf Jawa pada setiap siklusnya yaitu:
Sebelum tindakan nilai rata- rata kemampuan membaca huruf jawa siswa 60,5 ,siklus
I nilai rata-rata kemampuan membaca huruf Jawa siswa 63 dan siklus II nilai rata-rata
kemampuan membaca huruf jawa siswa 71,1. Tingkat ketuntasan belajar siswa pada
siklus I sebanyak 8 siswa atau 36%. Sedangkan pada siklus II sebanyak 20 siswa atau
80%. Hal ini menunjukkan peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar 44%.
Sedangkan peningkatan ketuntasan dari pra siklus sampai siklus II sebesar 48%.
Dengan demikian secara klasikal, pembelajaran telah mencapai ketuntasan belajar.
B. Implikasi
Berdasarkan simpulan penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
diketahui bahwa penggunaan model Quantum Learning efektif untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam membaca huruf Jawa nglegena, membaca huruf Jawa
dengan sandhangan dan membaca huruf Jawa dengan menggunakan sandhangan dan
pasangan sederhana pada siswa kelas IV Sekolah Dasar.
Dengan demikian, implikasi penelitian tindakan kelas ini adalah:
2. Pemanfaatan dan penggunaan model Quantum Learning diteruskan dan
dibiasakan pada setiap guru yang mengajarkan materi membaca huruf Jawa
222
nglegena, membaca huruf Jawa dengan sandhangan dan membaca huruf Jawa
dengan menggunakan pasangan sederhana pada siswa kelas IV Sekolah Dasar.
3. Adanya pembelajaran dengan model Quantum Learning harus dilaksanakan
dengan sebaik mungkin supaya siswa merasa senang dalam mengikuti
pembelajaran sehingga kemampuan membaca huruf Jawa siswa meningkat.
4. Guru harus terampil mengatasi kendala yang ada.
C. Saran
Sesuai dengan simpulan dan implikasi hasil penelitian, serta dalam rangka
ikut menyumbangkan pemikiran bagi guru dalam meningkatkan kemampuan
membaca huruf Jawa pada mata pelajaran Bahasa Jawa, maka dapat disampaikan
saran-saran:
1. Bagi sekolah
Sebagai bahan masukan bagi sekolah dalam melaksanakan pembelajaran
khususnya pembelajaran Bahasa Jawa untuk menerapkan model Quantum
Learning sehingga pembelajaran menjadi lebih optimal dan hasil belajar menjadi
meningkat lebih baik..
2. Bagi Guru
Guru dalam mengajar hendaknya harus melibatkan siswa secara aktif
dengan menggunakan model Quantum Learning agar siswa merasa lebih dihargai
dan diperhatikan sehingga akan meningkatkan perilaku belajar yang baik. Dalam
kegiatan pembelajaran hendaknya siswa dimotivasi untuk mampu
mengungkapkan pengalamannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga siswa
akan mampu mengkonstruksikan pengalamannya ke dalam konsep pelajaran yang
sedang dipelajarinya. Guru dalam mengajar hendaknya berperan sebagai
fasilitator dan motivator yang mampu menyediakan pengalaman belajar yang
memungkinkan siswa bertanggungjawab dalam melakukan proses belajar.
223
3. Bagi Siswa
Siswa hendaknya ikut berperan aktif dalam proses pembelajaran, selalu
mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru dan meningkatkan usaha belajar
sehingga dapat memperoleh hasil belajar yang optimal.
4. Bagi Orang Tua
Peran serta dan perhatian orang tua sangat menentukan keberhasilan
pendidikan anak, sebab bersama orang tualah anak lebih lama tinggal dari pada di
sekolah.
Tanpa bantuan orang tua, apapun usaha guru tidak akan berhasil secara
maksimal. Oleh karena itu bimbingan orang tua di rumah, masukan, informasi
tentang kemajuan dan kekurangan anak tersebut, sangatlah diperlukan guru guna
menunjang keberhasilan pendidikan anak. Untuk itu kerjasama dan jalinan
kekeluargaan antara orang tua dan sekolah harus selalu dibina.
224
DAFTAR PUSTAKA
Abin Syamsudin Makmun. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Rosda Karya
Ahmad Rofi’udin & Darmiyati Zuchdi. 2002. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi. Malang: UNM Press
Amir. 2007. Dasar-dasar Penulisan Karya Ilmiah. Surakarta: UPT dan UNS Press
Budiasih & Darmiyati Zuhdi. 2001. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah. Yogyakarta: PAS
Buzan, Tony. 2002. Use Your Perfect Memory. Yogyakarta: Ikon Teralitera
Darusaprapta, dkk, 1996. Pedoman Penulisan Aksara Jawa. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara
De Porter, Mark Reardon & Sarah Singer. 2005. Quantum Theaching. Bandung: Kaifa
. , 2006. Quantum Learning. Bandung: Kaifa
Farida Rahim, 2008. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara
Hadi Prayitno, 1999. Panuntun Basa Jawa. Surakarta: Nrimakarya
Hairuddin, dkk. 2007. Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Hari Wijaya & Triton. 2008. Pedoman Penulisan Ilmiah Proposal dan Skripsi.Yogyakarta: Oryza
Henry Guntur Tarigan, 1994. Membaca sebagai suatu Kemampuan Berbahasa. Bandung: Angkasa
Heribertus B. Sutopo, 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Depdikbud Surakarta: UNS
Hermawan Widyastanto. 2007. Penerapan Metode Quantum Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA (SAINS) bagi Siswa Kelas V SD Negeri Kebonsari Kabupaten Temanggung. Semarang: UNNES
Iskandar. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan Kualitatif). Jakarta: GP Press
Keraf, Gorys. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Flores: Nusa Indah
225
Mardiyati. 2003. Peningkatan Kemampuan Siswa dalam Membaca Huruf Jawa dengan Metode Pemberian Tugas Latihan dan Resitasi. Semarang: UNNES
Martinis Yamin, 2007. Kiat Membelajarkan Siswa. Jakarta: Gaung Persada Press
Meheut, Martin. 2004. Teaching Learning Sequence: Aim and tools for science Education Research. France: Universite Paris 7 (http://pdfcontact.com/ebook/jurnal-quantum-learning.html, diakses 20 April 2010)
Moh. Uzer Usman. 1995. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Universitas Terbuka
Mulyono Abdurrahman. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta
Nar Herrhyanto & H.M. Akib Hamid, 2007. Statistika Dasar. Jakarta: Universitas Terbuka
Nur Indah Lestari. 2007. Peningkatan Kemampuan Membaca Pemahaman Bacaan Berhuruf Jawa dengan Media Kartu pada Siswa Kelas VIII-F SMP Negeri I Pulokulon Kabupaten Grobogan Tahun Ajaran 2006/2007. Semarang: UNNES
Oemar Hamalik. 2009. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara
Prana Dwija & Ahmad. 1996. Kebahasaan dan Membaca dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Dirjen Dikti
Puji Santosa. 2008. Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta: Universitas Terbuka
Samidi. 2010. Basa lan Kebudayaan Jawi. Surakarta: LPP UNS dan UNS Press
Samidi & Slamet, 2004. Bahasa Daerah Bahan Ajar PGSD UNS. Surakarta: UNS
Sardiman. 2009. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Sarwiji Suwandi, 2008. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan Penulisan Karya Ilmiah. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13
Singer, Sarah. 1998. Results of implementing Quantum Learning in the Thornton Township High School District, South Holland,IL. Chicago : Saint Xavier University (http://scholar.google.co.id/scholar?q=international+journal+of+quantum+learning&hl=id&as_sdt=0&as_vis=1&oi=scholart, diakses 14 April 2010)
Smith, Mark K, dkk, 2009. Teori Pembelajaran dan Pengajaran. Yogyakarta: Mirza Media Pustaka
226
Solchan T.W, dkk, 2008. Pendidikan Bahasa Indonesia di SD. Jakarta: Universitas Terbuka
St. Y. Slamet, 2007. Dasar-Dasar Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah Dasar. Surakarta: LLP UNS dan UNS Press
2007. Dasar-dasar Kemampuan Berbahasa Indonesia. Surakarta: LLP UNS dan UNS Press
Sudi Yatmana, 2007. Aku Seneng Basa Jawa 4. Jakarta: Yudistira
Sugianto, 2008. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13
Suharsimi Arikunto, 1999. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Suharsimi Arikunto, Suharjono & Supardi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas.Jakarta: PT Bumi Aksara
Suryadipura & Betta Setyowati. 2008. Cara Belajar Membaca dan Menulis Huruf Jawa. Bandung: Yrama Widya
Suwaryono wiryodijyo. 1989. Membaca: Strategi Pengantar dan tekniknya. Jakarta: Dirjen Dikti
Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka
http://wapedia.mobi/ms/Tulisan_Sunda (diakses 25 November 2009)
http://www.newhorizons.org (diakses 13 Desember 2009)
http://www.learningforum.com (diakses 20 Desember 2009)
http://id.wikipedia.org/wiki/Hanacaraka (diakses 15 April 2010)
http://digib.petra.ac.id (diakses 20 Oktober 2009)
http://pdfcontact.com/ebook/jurnal-quantum-learning.html (diakses 20 April 2010)
http://scholar.google.co.id/scholar?q=international+journal+of+quantum+learning&hl=id&as_sdt=0&as_vis=1&oi=scholart ( diakses 14 April 2010)