Upaya Kesehatan Sapi Potong

download Upaya Kesehatan Sapi Potong

of 40

description

kesehatan

Transcript of Upaya Kesehatan Sapi Potong

  • STUDI EKSPLORATIF UPAYA KESEHATAN SAPI POTONG

    PERANAKAN ONGOLE (PO) OLEH PETERNAK DI

    KECAMATAN HALONGONAN KABUPATEN PADANG

    LAWAS UTARA SUMATERA UTARA

    YUNITA DEWI AFIATI NAINGGOLAN

    FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

    2013

  • PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

    SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

    Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Eksploratif

    Upaya Kesehatan Sapi Potong (PO) oleh Peternak di Kecamatan Halongonan

    Kabupaten Padang Lawas Utara Provinsi Sumatera Utara adalah benar karya saya

    denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun

    kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

    dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

    disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

    skripsi ini.

    Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

    Pertanian Bogor.

    Bogor, Juli 2013

    Yunita Dewi Afiati Nainggolan

    NIM B04070030

  • ABSTRAK

    YUNITA DEWI A NAINGGOLAN. Studi Eksploratif Upaya Kesehatan Sapi

    Potong Peranakan Ongole (PO) oleh Peternak di Kecamatan Halongonan

    Kabupaten Padang Lawas Utara Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh AGUS

    WIJAYA dan RP AGUS LELANA.

    Kecamatan Halongonan merupakan daerah potensi pengembangan ternak

    sapi potong peranakan yang ditunjukkan dengan adanya peternak, sumberdaya

    lahan, dan hijauan pakan yang memadai. Studi eksploratif ini bertujuan untuk

    mendapatkan informasi tentang upaya peternak dalam menjaga kesehatan

    ternaknya. Data diperoleh dengan wawancara 30 peternak, pengamatan lapangan,

    dan pemeriksaan ternak dengan sampel 60 ekor.Hasil wawancara menunjukkan

    tingkat pendidikan peternak SLTA 33%, SLTP 33%, SD 7%, dan tidak sekolah

    27%; 80% berpengalaman lebih dari 5 tahun; kepemilikan 1-5 ekor 67%, 5-10

    ekor 13% dan lebih dari 10 ekor 20%. Kesadaran terhadap pentingnya kesehatan

    hewan dapat dilihat dari keanggotaan sebagai kelompok ternak (100%), vaksinasi

    (100%), dan keaktifan melaporkan kepetugas kesehatan hewan jika hewan sakit.

    Kesadaran akan pentingnya inseminasi buatan masih rendah. Hasil pengamatan

    lapangan menunjukkan adanya dua sistem pemeliharaan, yaitu di dalam kandang

    semi permanen dan di naungan kebun kelapa sawit.

    Pakan ternak yang diberikan hanya rumput lapang (100%) yang terdapat

    dilahan penggembalaan di sekitar perkebunan kelapa sawit. Seluruh peternak

    hanya menggunakan cara kawin alam (100%) dalam proses pengawinan ternak

    yang mereka miliki. Berdasarkan pemeriksaan fisik sapi PO masih mengalami

    masalah pada gizi. Upaya dalam pengendalian penyakit terhadap sapi PO seperti

    vaksinasi, pemberian vitamin dan deworming telah dilakukan peternak (100%)

    secara rutin dengan cara melaporkan kepada paramedis secara berkala. Kesadaran

    dan pengetahuan peternak akan pentingnya manajemen sistem pemeliharaan

    dalam upaya kesehatan peternakan masih kurang, seperti perkandangan dan pakan.

    Upaya peningkatan kesehatan peternakan dilakukan dengan cara pemberian

    penyuluhan oleh Dinas Peternakan terhadap sistem pemeliharaan sapi PO.

    Kata kunci : Menejemen Pemeliharaan, Sapi PO, Upaya Kesehatan Sapi

    ABSTRACT

    YUNITA DEWI A NAINGGOLAN. Explorative Study Farmer Efforts on PO

    Beef Cattle at Halongonan Sub-District, North Padang Lawas, North

    Sumatera.Supervised by AGUS WIJAYA andRP AGUS LELANA.

    Halongonan sub-district is an area that has a potency for the development of

    beef cattle. It is not only due to farmers support and adequate land resources, but also the availability of green fodder. This exploratory study aimed to obtain

  • information concerning farmers effort in animal health care by farmers.Data

    obtained by interviewing 30 farmers, field observations and examination of the

    sample of 60 head of cattle. The result of interview showed that the level of

    farmer education are high school education 33%, 33% junior high school,

    elementary school 7% and no education 27%. 80% experienced more than 5

    years; 67% ownership of the tail 1-5, 5-10 tail 13% and more than 10 tails 20%.

    Awareness to the animal health care could be seen from the membership in a

    farmer group (100%), vaccination (100%), and the reportation activity to animal

    health officer concerning sign of animal disease. Awareness to the importance of

    artificial insemination was low. Field observations indicated the existence of two

    system of maintenance, which is semi-permanent in the house cages and in the

    shade of palm oil plantations. The fooder was only grassy fields (100%) located in

    the grazing area around an oil palm plantation. To breed their livestock, most

    farmers only used natural mating process (100%). A physical inspection showed

    that derived Ongole Beef (OB) cattle still had a problem with nutrition. Attempts

    to control the diseases against OP cattle such as vaccination, provision of vitamins

    and deworming have been done (100%) by farmers periodically by reporting to

    the paramedics. Awareness and knowledge of the farmers on the importance of

    raising management system in livestock health efforts was still lacking, such as

    housing and feed. Efforts to improve cattle health were carried out by providing

    counseling conducted by the Animal Husbandry Agency concerning PO cattle

    rearing system.

    Keywords: Halongonan Sub-district, Health Efforts, OB Cattle.

  • Hak Cipts Milik IPB, Tahun 2013

    Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

    Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

    atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

    penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

    tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

    IPB

    Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

    dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

  • Skripsi

    sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Sarjana Kedokteran Hewan pada

    Fakultas Kedokteran Hewan

    STUDI EKSPLORATIF UPAYA KESEHATAN SAPI POTONG

    PERANAKAN ONGOLE (PO) OLEH PETERNAK DI

    KECAMATAN HALONGONAN KABUPATEN PADANG

    LAWAS UTARA SUMATERA UTARA

    FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

    2013

    YUNITA DEWI AFIATI NAINGGOLAN

  • Judul Skripsi :Studi Eksploratif Upaya Kesehatan Sapi Potong Peranakan

    Ongole (PO) oleh Peternak di Kecamatan Halongonan Kabupaten

    Padang Lawas Utara Sumatera Utara

    Nama :Yunita Dewi Afiati Nainggolan

    NIM :B04070030

    Disetujui oleh

    Diketahui oleh

    drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet.

    Wakil Dekan

    Tanggal Lulus:

    drh. Agus Wijaya, M.Sc, Ph.D

    Pembimbing I

    Dr.drh. RP Agus Lelana, SpMP, MSi

    Pembimbing II

  • PRAKATA

    Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa taala atas

    segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

    dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan bulan Juli 2012 ini ialah Upaya

    Kesehatan Sapi Potong (PO) oleh Peternak di Kecamatan Halongonan Kabupaten

    Padang Lawas Utara Sumatera Utara.

    Terima kasih penulis ucapkan kepada drh Agus Wijaya, M.Sc, Ph.D dan

    drdrhRP Agus Lelana, SpMP, MSi. selaku pembimbing atas kesediaan, kesabaran

    dalam memberikan bimbingan dan arahan selama membimbing penulis dalam

    masa penyelesaian karya ilmiah ini. Selain itu penulis juga berterimakasih kepada

    Prof. dr. Dra. Iis Arifiantini, M.Sc selaku dosen Pembimbing Akademik atas

    perhatian dan kasih sayangnya yang tidak pernah bosan memberikan motivasi

    kepada penulis.

    Ungkapan terimakasih tak terhingga penulis sampaikan kepada Papa H.

    Khairullah Naingggolan, Mama Hj. Sutiem, adik-adik, serta seluruh keluarga

    besar, atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya. Ucapan terimakasih juga

    penulis ucapkan kepada Parubahan Harahap, SP atas segala doa, motivasi dan

    semangatnya kepada penulis. Selain itu terimakasih juga penulis ucapkan kepada

    sahabat-sahabat penulis: SiGi (Nur Astri, Ardha, Nurul, Aiu, vully), Ririn, Dani

    atas doa dan dukungan selama ini, kepada teman-teman seperjuangan: Ricco,

    Mechris, Arif, Veki atas bantuan dan kerjasamanya serta member semangat yang

    tak henti-hentinya, OMDA IMATAPSEL, Gianuzzi dan kebersamaannya, serta

    semua pihak yang tak bisa penulis sampaikan satu persatu-satu, terimakasih atas

    segala dukungan dan doa dalam membantu menyelesaikan karya ilmiah ini.

    Akhir kata penulis memohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan

    penulis dalam kerya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

    Bogor, September 2013

    Yunita Dewi Afiati Nainggolan

  • DAFTAR ISI

    DAFTAR TABEL x

    DAFTAR GAMBAR x

    PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Maksud dan Tujuan Studi 1 Manfaat Studi 1

    TINJAUAN PUSTAKA 2

    Karakteristik Bangsa Sapi Potong 2

    Sapi Peranakan Ongole (PO) 3

    Status Kesehatan Sapi 3

    Kebersihan Kulit dan Rambut 3

    Status Gizi 4

    Suhu Tubuh 4

    Frekuensi Denyut Jantung dan Pulsus 4

    Frekuensi Pernafasan 5

    Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong (PO) 5

    Sistem Pemeliharaan Sapi Potong 5

    Perkandangan 5

    Pakan 6

    Manajemen Reproduksi 6

    Perkawinan 6

    Manajemen Kesehatan 6

    METODE 7 Lokasi dan Waktu Studi 7 Cara Penyusunan Model Evaluasi Usaha Kesehatan Hewan 7

    HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Kondisi Umum Wilayah 8 Profil Peternak Sapi Potong 8 Profil Manajemen Pemeliharaan Ternak 9

    Sistem Perkandangan 9

    Pola Manajemen Pakan 11

    Profil Manajemen Reproduksi Ternak 12

    Profil Manajemen Kesehatan Ternak 13

    Profil Kesehatan Fisik Ternak 14

    Evaluasi Usaha Kesehatan Hewan oleh Peternak 15

    SIMPULAN DAN SARAN 16 Simpulan 16 Saran 16

    DAFTAR PUSTAKA 16 RIWAYAT HIDUP 19

    LAMPIRAN 20

  • DAFTAR TABEL

    1 Profil Peternak Sapi Potong PO di Kecamatan Halongonan 9

    2 Gambaran Sistem Perkandangan Sapi Potong POdi Kecamatan Halongonan 10

    3 Gambaran Sistem Perkawinan Sapi Potong POdi Kecamatan Halongonan 13

    4 Gambaran Upaya Kesehatan Sapi Potong PO oleh Peternak di Kecamatan Halongonan 14

    DAFTAR GAMBAR

    1 Sapi potong Peranakan Ongole (PO) di salah satu peternakan rakyat

    Kecamatan Halongonan 2

    2 Kontruksi Kandang Keadaan Kandang Sapi PO (kandang tanpa atap

    dan kandang dengan atap) 11

    3 Lahan Penggembalaan Sapi Potong PO di Kecamatan Halongonan 12

    DAFTAR LAMPIRAN

    1

    2

  • 1

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan

    Hewan, menyatakan bahwa penyelenggaraan kesehatan hewan sebagai prasyarat

    terselenggaranya peternakan sangat esensial dalam mewujudkan peternakan yang

    maju, berdaya saing dan berkelanjutan. Kesuksesan penyelenggaraan kesehatan

    hewan, selain ditentukan oleh kemampuan petugas kesehatan hewan seperti

    dokter hewan dan paramedis veteriner juga ditentukan oleh kesadaran dan upaya

    kesehatan yang dilakukan peternak.

    Selama ini evaluasi terhadap upaya kesehatan hewan yang dilakukan oleh

    peternak sapi potong belum dilakukan secara sistematis, padahal upaya ini dapat

    dijadikan tolak ukur keberhasilan dalam program swasembada daging sapi

    nasional. Tolak ukur tersebut dapat dikaitkan dengan bertambahnya jumlah

    penduduk, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta semakin

    tingginya tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya protein hewani.

    Penyusunan suatu bentuk evaluasi terhadap upaya kesehatan hewan yang

    dilakukan oleh peternak dan sekaligus untuk memperoleh profil kesehatan ternak

    sapi potong dipilih Kecamatan Halongonan, Kabupaten Padang Lawas Utara,

    Provinsi Sumatera Utara. Daerah ini merupakan wilayah yang berpotensi untuk

    pengembangan usaha peternakan sapi potong, seperti peternak, sumberdaya lahan

    yang memadai, dan tersedianya hijauan pakan ternak.

    Tersusunnya model evaluasi ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah

    satu bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah dan Dinas Peternakan setempat

    untuk melakukan pembenahan terhadap sistem pemeliharaan dan kesehatan sapi

    potong di daerah tersebut.

    Tujuan

    Tujuan dari studi ini adalah mendapatkan informasi dari peternak tentang

    usaha kesehatan hewan yang dilakukan. Informasi ini dikonfirmasi dengan

    meninjau langsung kondisi perkandangan, manajemen pakan, dan manajemen

    reproduksi pada peternakan rakyat tersebut maupun dengan memeriksa status

    kesehatan hewan berdasarkan pengukuran pulsus, frekuensi nafas, temperatur

    rektal, habitus, dan status gizi.

    Manfaat

    Hasil studi eksploratif ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada

    Pemerintah Daerah dan Dinas Peternakan setempat dalam penyusunan program

    peningkatan status kesehatan sapi potong PO pada peternak, melalui manajemen

    sistem pemeliharaan sapi potong yang baik.

  • 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    Karakteristik Bangsa Sapi Potong

    Bangsa (breed) sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik

    tertentu yang sama. Berdasarkan karakteristk tersebut, dapat dibedakan dari ternak

    lainnya meskipun masih dalam spesies yang sama. Karakteristik yang dimiliki

    dapat diturunkan ke generasi berikutnya (Tanari 2001). Menurut Blakely dan

    Bade (1992), bangsa sapi mempunyai klasifikasi taksonomi yaitu :

    Masing-masing jenis ternak terdiri atas berbagai bangsa, yaitu sekelompok

    ternak yang memiliki kesamaan sifat yang dapat diturunkan. Beberapa contoh

    bangsa sapi yang termasuk Bos taurus adalah Friesien holstein (FH), Jersey,

    Shorthorn, dan Angus, sedangkan bangsa sapi yang termasuk Bos indicus adalah

    sapi Ongole, Brahman, Angkole, dan Boran. Bos sondaicus yang terkenal adalah

    Banteng dan sapi bali. Bangsa-bangsa sapi yang sudah lama di Indonesia dan

    dianggap sebagai sapi lokal adalah sapi bali termasuk Bos sondasicus, serta

    Peranakan Ongole (PO), sapi Madura, sapi Jawa, sapi Sumatera (sapi pesisir), dan

    sapi Aceh (Natasasmita dan Mudikdjo 1985). Diantara bangsa sapi yang besar

    populasinya adalah sapi Bali, sapi Ongole, Peranakan Ongole (PO), dan sapi

    Madura.

    Filum : Chordata

    Subfilum : Vertebrata

    Kelas : Mamalia

    Sub kelas : Theria

    Ordo : Artiodactyla

    Famili : Bovidae

    Genus : Bos

    Spesies : B. indicus

    B. taurus

    B. sondaicus

    Gambar 1 Sapi potong Peranakan Ongole (PO) peternakan

    rakyat di Kecamatan. Halongonan

  • 3

    Sapi Peranakan Ongole (PO)

    Sapi PO merupakan salah satu sapi potong lokal Indonesia. Sapi PO adalah

    sapi hasil persilangan antara sapi Ongole dengan sapi lokal di pulau Jawa secara

    grading up. Sapi tersebut memiliki ciri-ciri yang khas, yaitu berpunuk besar,

    bergelambir longgar dan berleher pendek. Kulit di sekeliling mata, bulu mata,

    moncong, kuku, dan bulu cambuk pada ujung ekor berwarna hitam. Mata besar

    dengan sorot yang tenang. Tanduk pada sapi betina berukuran lebih panjang dan

    menggantung dibandingkan tanduk sapi Jantan. Sapi Ongole Jantan dewasa

    memiliki bobot maksimal 600 kg dan sapi Betina 400 kg (Sarwono dan Arianto

    2003).

    Menurut Natasasmita dan Mudikdjo (1985), ciri-ciri sapi PO diantaranya

    bertubuh besar, bergumba besar dan leher bergelambir, bobot badan sapi Jantan

    dewasa 350-450, Betina dewasa 300-400 kg; kebanyakan warna rambutnya putih

    abu-abu dengan campuran rambut hitam dan merah, sedangkan waktu lahir

    berwarna kecoklatan; panjang badan pada sapi Jantan 133 cm dan Betina 132 cm,

    lingkar dada pada sapi Jantan 172 cm dan Betina 163 cm, dan produksi karkas

    45% pada sapi Jantan dan Betina.

    Status Kesehatan Sapi

    Keadaan sapi yang baik dan sehat dapat terlihat dari keadaan fisik, emosi,

    dan fisiologi. Mengetahui penyakit yang menyerang sapi sedini mungkin

    sangatlah baik, sehingga nantinya penyakit tersebut tidak menjadi lebih serius.

    Pemeriksaan fisik merupakan suatu tindakan memeriksa keadaan hewan untuk

    menemukan tanda-tanda klinis suatu penyakit. Hasil pemeriksaan ini akan dicatat

    dalam catatan medis (rekam medis) yang akan membantu dalam penegakan

    diagnosa dan perencanaan perawatan. Umumnya, pemeriksaan fisik yang

    dilakukan meliputi tindakan pemeriksaan status kesehatan umum seperti

    penghitungan frekuensi nadi dan pulsus, penghitungan frekuensi nafas,

    pengukuran suhu tubuh, pengamatan terhadap mukosa, turgor kulit, dan keadaan

    penting lainnya (Kelly 1984; Anonimus 2007). Selain itu perlu penunjang dengan

    pemeriksaan Laboratorium.

    Kebersihan Kulit dan Rambut

    Kebersihan kulit, kebersihan rambut, ekor dankebersihan tubuh secara

    keseluruhan merupakan titik acuan dalam pemeriksaan kebersihan tubuh.

    Kebersihan rambut merefleksikan kondisi dari kulit dan kesehatan seekor sapi.

    Dalam keadan normal, sapi seharusnya memiliki bulu yang kering, datar dan

    berkilau. Bulu yang kusut menandakan sapi sedang dalam keadaan tidak sehat.

    Status Gizi

    Kondisi ragawi yang menunjukkan status gizi sapi pada pemeriksaan fisik

    secara umum dapat dilihat secara inspeksi. Status gizi hewan ditentukan oleh fisik

    yang gemuk, kurus atau ideal. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan inspeksi

    dibeberapa tempat dari tubuh hewan yaitu inspeksi bagian costae, prosesus

    spinosus, scapula, dan pelvis serta pangkal ekor. Penilaian keadaan status gizi

  • 4

    pada hewan disebut dengan Body Condition Scoring (BCS). Body Condition

    Scores adalah angka yang dipergunakan untuk mengukur kegemukan sapi (Glaze

    2009).

    Suhu Tubuh

    Suhu tubuh hewan dapat diukur dengan menggunakan termometer. Hasil

    yang diperoleh tidak menunjukkan jumlah total panas yang diproduksi tubuh

    tetapi menunjukkan keseimbangan antara produksi panas dan pengeluaran panas

    tubuh. Secarafisiologis, suhu tubuh akan meningkat hingga 1.5C pada saat

    setelah makan, saat partus, terpapar suhu lingkungan yang tinggi, dan ketika

    hewan banyak beraktifitas fisik maupun psikis (Kelly 1984; Rosenberger 1979).

    Frekuensi Pulsus

    Denyut nadi adalah denyut yang dihasilkan dari proses lewatnya darah pada

    pembuluh darah arteri yang dipompakan oleh denyut jantung. Denyut nadi dapat

    digunakan untuk mengetahui keadaan fisiologis denyut jantung dan organ tubuh

    yang lain. Menurut Cunningham (2002), frekuensi denyut jantung adalah

    banyaknya denyut jantung dalam satu menit. Pulsus hewan dapat dirasakan

    dengan menempelkan tangan pada pembuluh darah arteri coccygeal di bawah ekor

    bagian tengah sekitar 10 cm dari anus (Kelly 1984).

    Frekuensi Pernafasan

    Menurut Jackson dan Cockroft (2002), penghitungan frekuensi nafas pada

    sapi dilakukan dengan cara menghitung gerakan flank dan tulang rusuk yang

    bergerak simetris pada saat inspirasi dan ekspirasi selama 1 menit. Frekuensi

    pernafasan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah ukuran tubuh,

    umur, aktifitas fisik, kegelisahan, suhu lingkungan, kebuntingan, adanya

    gangguan padasaluran pencernaan, kondisi kesehatan hewan, dan posisi hewan

    (Kelly 1984). Tipe pernafasan pada sapi adalah kosto-abdominal yang didominasi

    oleh gerakan pernafasan abdominal, sehingga dikelompokkan dalam tipe

    pernafasan abdominal.

    Diagnosa Laboratorium sebagai Diagnosa Penunjang

    Pemeriksaan laboratorium dapat dikelompokkan sebagai pemeriksaan

    penapisan (screening) dan pemeriksaan diagnostik. Pemeriksaan penapisan

    dimaksudkan untuk mendeteksi adanya suatu penyakit sedini mungkin agar

    intervensi dapat dilakukan lebih efektif. Umumnya pemeriksaan penapisan relatif

    sederhana dan mempunyai kepekaan tinggi. Pemeriksaan diagnostik dilakukan

    pada pasien yang memiliki gejala, tanda klinik, riwayat penyakit atau nilai

    pemeriksaan penapisan yang abnormal. Pemeriksaan diagnostik ini cenderung

    lebih rumit dan spesifi k untuk pasien secara individual. Pemeriksaan

    laboratorium seperti hematologi, urinalisis, kimia darah perlu dilakukan untuk

    menunjang diagnosa suatu penyakit pada hewan ternak (KEMENKES 2011).

  • 5

    Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong PO

    Sistem Pemeliharaan Sapi Potong

    Salah satu upaya untuk meningkatkan populasi dan mempercepat

    penyebaran ternak besar oleh peternak adalah dengan cara pemeliharaan ternak

    yang baik dan benar. Pemeliharaan ternak yang baik sangat mempengaruhi

    perkembangbiakan serta terjaminnya kesehatan ternak (Hernowo 2006).

    Keberhasilan tahap pemeliharaan sebelumnya merupakan pangkal pemeliharaan

    berikutnya sehingga usaha pemeliharaan pada umumnya selalu disesuaikan

    dengan fase hidup sapi yang bersangkutan, mulai dari pedet, sapi muda, dan sapi

    dewasa.

    Menurut Hernowo (2006), sistem pemeliharaan sapi potong dikategorikan

    dalam tiga cara yaitu sistem pemeliharaan intensif yaitu ternak dikandangkan,

    sistem pemeliharaan semi intensif yaitu ternak dikandangkan pada malam hari dan

    dilepas di ladang penggembalaan pada pagi hari dan sistem pemeliharaan

    ekstensif yaitu ternak dilepas di padang penggembalaan.

    Sistem Perkandangan

    Kandang merupakan tempat berlindung ternak dari hujan, terik matahari,

    pengamanan ternak terhadap binatang buas, pencuri, dan sarana untuk menjaga

    kesehatan Kandang memiliki beberapa fungsi penting dalam suatu usaha sapi

    potong yaitu (1) melindungi sapi potong dari gangguan cuaca, (2) tempat sapi

    beristirahat dengan nyaman, (3) mengontrol sapi agar tidak merusak tanaman di

    sekitar lokasi peternakan, (4) tempat pengumpulan kotoran sapi, (5) melindungi

    sapi dari hewan pengganggu, (6) memudahkan pemeliharaan, terutama dalam

    pemberian pakan, minum dan mempermudah pengawasan kesehatan (Abidin

    2002). Menurut Abidin (2002), kandang harus memiliki syarat-syarat teknis yaitu

    luas kandang harus dibuat sesuai dengan jumlah sapi, kandang terbuat dari bahan-

    bahan berkualitas sehingga tahan lama, sistem ventilasi kandang harus baik.

    Kandang yang akan dibangun harus kuat, memenuhi syarat kesehatan,

    mudah dibersihkan, mempunyai drainase yang baik, sikulasi udara yang bebas

    dan dilengkapi tempat makan dan minum sapi serta bak desinfektan (Direktorat

    Jenderal Peternakan, 2000). Secara umum terdapat dua tipe kandang yaitu

    kandang individual dan kandang koloni. Kandang individu digunakan bagi satu

    ekor sapi dengan ukuran 2,5x1,5m (Rasyid dan Hartati, 2007). Dibandingkan

    dengan tipe kandang individual, pertumbuhan sapi di kandang koloni relatif lebih

    lambat karena ada energi yang terbuang akibat gerakan sapi yang lebih leluasa.

    Kebersihan kandang juga harus diperhatikan karena kotoran dan urin sapi akan

    segera terinjak-injak oleh sapi (Abidin, 2002). Limbah peternakan yang berupa

    kotoran dan sisa pakan dapat menurunkan mutu lingkungan dan dapat

    mengganggu kesehatan. Kotoran ternak yang tercecer akan terbawa oleh aliran

    air hujan ke daerah-daerah yang lebih rendah dan selanjutnya akan menyebabkan

    penyakit (Setiawan 1996).

  • 6

    Pola Manajemen Pakan

    Kebutuhan pakan sapi tropis berbeda dengan sapi subtropis. Sapi tropis

    yang adaptasinya terhadap lingkungan cukup bagus membutuhkan pakan relatif

    lebih sedikit daripada sapi subtropis. Menurut Natasasmita dan Mudikdjo (1979),

    bahan pakan dikelompokkan menjadi dua yaitu menurut asalnya pakan terdiri dari

    hijauan alami (rumput lapangan); hijauan tanaman (rumput gajah); hasil limbah

    pertanian (jerami); hasil limbah industri (bungkil); hasil pengawetan (silase, selai)

    Menurut kandungan zat makanan dan fungsinya dalam memenuhi kebutuhan

    ternak terdiri dari hijauan kering; hijauan segar; silase; sumber energi; sumber

    protein; sumber mineral; sumber vitamin, dan makanan tambahan.

    Pengelolaan pakan akan sangat menentukan tingkat keberhasilan

    pemeliharaan sapi. Ketersediaan padang penggembalaan pada pemeliharaan

    ternak sapi diperlukan sekali sebagai sumber pakan hijauan. Pemberian pakannya

    dapat dilakukan dengan pemotongan rumput tersebut, kemudian diberikan pada

    ternak sapi yang ada di dalam kandang. Pemberian pakan seperti ini disebut cut

    and carry. Selain itu, rumput juga dapat dikonsumsi langsung oleh sapi di areal

    padang penggembalaan berdasarkan pada stocking rate (daya tampung) padang

    penggembalaan tersebut untuk mencukupi kebutuhan penggembalaan setiap UT

    atau Unit Ternak (Santosa 2005). Program penggemukan sapi potong yang

    berorientasi pada keuntungan financial perlu dipertimbangkan penggunaan pakan

    berupa konsentrat (Abidin 2002).

    Pakan ternak sapi potong merupakan salah satu unsur yang sangat penting

    untuk menunjang kesehatan, pertumbuhan, dan reproduksi ternak. Bahan pakan

    ternak dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu hijauan dan konsentrat.

    Hijauan ditandai dengan jumlah serat kasar yang relatif banyak daripada berat

    keringnya, yaitu lebih besar dari 18%. Konsentrat mengandung serat kasar lebih

    sedikit daripada hijauan yaitu kurang dari 18% dan mengandung karbohidrat,

    protein, dan lemak yang relatif banyak namun jumlahnya bervariasi dengan

    jumlah air yang relatif sedikit (Williamson dan Payne 1993). Tingkat konsumsi

    ransum sapi berbeda-beda bergantung pada status fisiologinya. Sapi dewasa dapat

    mengkonsumsi bahan kering minimal 1,4% bobot badan/hari, sedangkan sapi

    kebiri umur 1 tahun dengan hijauan berkualitas baik dapat mengkonsumsi 3% dari

    bobot badan (Parakkasi 1999).

    Manajemen Reproduksi

    Reproduksi merupakan proses perkembangbiakan suatu makhluk hidup

    dimulai dengan bersatunya sel telur betina dengan sel sperma jantan menjadi zigot

    yang disusul oleh kebuntingan kemudian diakhiri dengan kelahiran. Proses ini

    pada ternak dimulai setelah ternak jantan dan betina mengalami pubertas atau

    dewasa kelamin (Hardjopranjoto 1995). Menurut Toelihere (1994), reproduksi

    adalah suatu kemewahan fungsi tubuh yang secara fisiologis tidak vital bagi

    kehidupan suatu individu tapi sangat penting bagi kelanjutan keturunan suatu jenis

    atau bangsa hewan. Proses reproduksi ini baru dapat berlangsung setelah hewan

    mencapai masa pubertas (dewasa kelamin), dimana kejadian ini diatur oleh sistem

    endokrin (Cole dan Cupps 1977).

  • 7

    Sistem Perkawinan

    Sapi dapat dikembangbiakan dengan dua metode, yaitu metode alamiah dan

    metode Inseminasi Buatan (IB). Metode alamiah adalah sapi jantan pemacek

    dikawinkan dengan sapi betina yang sedang birahi. Sperma sapi jantan pemacek

    untuk perkawinan alamiah hanya mampu melayani 120 ekor sapi betina/tahun,

    Metode IB, lebih dikenal dengan kawin suntik. Perkawinan dilakukan dengan

    bantuan peralatan khusus dan manusia (inseminator). Seekor sapi jantan pemacek

    sebagai sumber sperma dapat dipergunakan untuk mengawini sapi betina sampai

    20.000 ekor per tahun (Hernowo 2006).

    Menurut Santosa (2005), keterampilan dalam melihat tanda-tanda berahi

    ternak sapi betina sangat menentukan keberhasilan perkawinan ternak sapi.

    Tanda-tanda yang lazim nampak pada ternak adalah sapi betina tidak tenang

    (gelisah), nafsu makan berkurang, sering melenguh, mendekati pejantan, sering

    menaiki sapi lain dan jika dinaiki akan diam. Selain itu Santosa (2005),

    menyatakan tanda khusus dari vulva adalah keadaannya yang tampak memerah,

    membengkak dan keluar lendir bening. Bila sudah terlihat tanda-tanda berahi,

    secepatnya sapi betina tersebut dikawinkan. Perkawinan akan berhasil apabila

    dilakukan terutama pada 15-18 jam setelah tanda-tanda berahi mulai tampak.

    Apabila perkawinan dilakukan sebelum mencapai 6 jam setelah tanda berahi

    tampak maka perkawinan kurang berhasil. Namun apabila perkawinan dilakukan

    setelah 28 jam setelah tanda-tanda berahi tampak maka perkawinan akan

    mengalami kegagalan.

    Manajemen Kesehatan

    Kesehatan hewan adalah suatu kondisi tubuh hewan dengan seluruh sel

    yang menyusun dan cairan tubuh yang dikandungnya secara fisiologis berfungsi

    secara normal (Akoso 1996). Kerusakan sel mungkin saja terjadi secara normal

    sebagai akibat proses pertumbuhan yang dinamis demi kelangsungan hidup,

    sehingga terjadi pergantian sel tubuh yang rusak atau mati bagi hewan yang sehat.

    Bagi negara yang beriklim tropis seperti Indonesia, keadaan cuaca yang panas,

    sangat kering atau lembab akan mempengaruhi status kesehatan hewan.

    Pemberantasan penyakit secara tuntas di suatu kawasan tertentu mungkin

    sulit dilaksanakan walaupun upaya telah berlangsung bertahun-tahun. Hal ini

    karena dapat terjadi karena sifat ilmiah agen penyakit yang berkemampuan tetap

    hidup diluar induk semangnya, keterbatasan ilmu pengetahuan dan teknologi

    dalam menciptakan vaksin yang handal, atau ketidakmungkinan mengatasi atau

    mengendalikan semua macam pembawa sifat bagi jasad renik yang ada (Akoso

    1996).

    Penanganan masalah kesehatan ternak merupakan mata rantai kegiatan yang

    menjamin keberhasilan perkembangbiakan dan peningkatan produksi ternak.

    Untuk menunjang program kesehatan sapi potong diberikan pakan yang cukup,

    baik kualitas maupun kuantitas. Vaksinasi dan deworming adalah pelayanan

    kesehatan yang harus dilakukan secara teratur kepada sapi potong. Kegiatan

    deworming atau pengobatan cacing juga harus dilakukan secara teratur untuk

    membunuh cacing yang berada di tubuh sapi. Kejadian kecacingan pada seekor

    sapi potong akan menyebabkan penurunan terhadap kondisi gizi sapi potong.

  • 8

    Banyak ternak di negara tropis mengidap berbagai penyakit secara sub-klinis yang

    tidak cukup kuat memberikan dampak yang dapat diamati, tetapi cukup dapat

    menghambat pertumbuhan dan menurunkan kemampuan berproduksi serta

    reproduksi secara optimal.

    METODE

    Lokasi dan Waktu Studi

    Studi eksploratif ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2012. Kegiatan ini

    dilaksanakan pada lokasi peternakan rakyat di perkebunan kelapa sawit dansekitar

    perkampungan masyarakat di Kecamantan Halongonan, Kabupaten Padang Lawas

    Utara, Sumatera Utara.

    Cara Penyusunan Model Evaluasi Usaha Kesehatan Hewan

    Penyusunan model evaluasi usaha kesehatan hewan oleh peternak ini

    dlakukan dengan pendekatan studi eksploratif. Studi ini dilakukan dengan

    mewawancarai 30 peternak, memeriksa status kesehatan 60 ekor sapi potong PO,

    dan tinjauan sistem pemeliharaan di lapangan.

    Alat dan bahan yang digunakan diantaranya thermometer, alat tulis, kamera

    digital, stopwatch, dan tali tambang.

    Topik wawancara diarahkan untuk menggali informasi tentang metode

    pemeliharaan ternak ditinjau dari aspek pakan (jenis pakan yang diberikan dan

    cara pemberian pakan pada ternak), aspek perkawinan (metode perkawinan dan

    identifikasi ternak birahi) dan ditinjau dari aspek kesehatannya (program

    vaksinasi, pemberian obat cacing dan pemberian obat-obatan terhadap ternak jika

    ternak sakit. Data yang diperoleh disajikan dalam dalam bentuk tabeldan gambar,

    kemudian dianalisis secara deskriptif.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Kondisi Umum Wilayah

    Kabupaten Padang Lawas Utara merupakan wilayah dari Provinsi Sumatera

    Utara. Kabupaten Padang Lawas Utara yang dimekarkan dari Kabupaten Tapanuli

    Selatan pada tanggal 17 Juli 2007. Kabupaten Padang Lawas Utara mempunyai

    luas wilayah 3918, 05 km2.(DISNAKKAN 2011).Secara administratif

    Kabupaten Padang Lawas Utara memiliki batas-batas wilayah yaitu :

    1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Pekanbaru 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Padang Lawas 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan

    Lahan penggembalaan ternak di Kabupaten Padang Lawas Utara terdapat

    seluas 1 263 Ha, selain digembalakan pada lahan kosong, juga digembalakan pada

    areal perkebunan kelapa sawit yang dilakukan secara integrasi antara tanaman dan

    ternak dengan luas 133 608 Ha. Luas tanaman perkebunan yang dapat

  • 9

    dimanfaatakan sebagai lahan penggembalaan ternak di Kabupaten Padang Lawas

    Utara yaitu perkebunan rakyat (32 059 Ha, perkebunan besar (101 121 Ha, dan

    perkebunan milik kkoperasi (428 Ha). Kecamatan Halongonan memiliki lahan

    penggembalaan ternak areal perkebunan seluas 9 565 Ha, perkebunan besar 9 306

    Ha (DISNAKKAN 2011).

    Profil Peternak Sapi Potong

    Berdasarkan data kuisioner diperoleh bahwa peternak memiliki keragaman

    usia mulai dari 25 tahun hingga 50 tahun yaitu 73.3% peternak (22 peternak)

    berusia dibawah 50 tahun dan 8 peternak (26.7 %) yang berusia diatas 50 tahun.

    Pendidikan formal para petermak beragam yaitu pendidikan SD sebanyak 3.3 %,

    SMP sebanyak 60% dan SMA sebanyak 36.7%.

    Para peternak memiliki pengalaman beternak yang beragam yaitu 24

    peternak memiliki pengalaman berternak diatas 5 tahun dan 6 peternak kurang

    dari lima tahun (peternak pemula). Bekal pengetahuan mengenai cara beternak

    umumnya diperoleh secara turun temurun atau lebih dikenal dengan peternakan

    secara tradisional. Usaha peternakan dilakukan oleh peternak untuk menambah

    pendapatan (33.3 %) dan sebagai tabungan (66.7 %) dari hasil penjualan sapi

    potong.Sebagian besar peternak tergabung dalam Kelompok Tani BINA

    TERNAK.Jumlah ternak yang dimiliki relatif beragam, sebagian besar (66.7%)

    peternak memiliki sapi 2 hingga 5 ekor. Untuk lebih jelasnya data tersebut dapat

    dilihat pada Tabel 1.

    Tabel.1 Profil Peternak Sapi Potong PO di Kecamatan Halongonan

    No Karakteristik Peternak (orang) Presentase (%)

    1. Umur

    a. 50

    22

    8

    73.3

    26.7

    2. Pendidikan formal

    a. SD b. SMP c. SMA d. Tidak Sekolah

    2

    10

    10

    8

    6.7

    33.3

    33.3

    26.7

    3. Pengalaman beternak

    a. > 5 tahun b. < 5 tahun

    24

    6

    80

    20

    4. Jenis kelamin peternak

    a. Laki-laki b. Perempuan

    30

    0

    100

    0

    5. Tergabung dalam kelompok tani

    a. Ya b. Tidak

    30

    0

    100

    0

    6. Alasan beternak

    a. Menambah pendapatan b. Tabungan

    10

    20

    33.3

    66.7

    7. Jumlah ternak yang dimiliki

    a. 1- 5 ekor b. 5-10 ekor c. >10 ekor

    20

    4

    6

    66.7

    13.3

    20

  • 10

    Profil Manajemen Pemeliharaan Ternak

    Hasil studi eksploratif menunjukkan bahwa jenis sapi potong yang

    dipelihara oleh peternak hanya sapi PO. Alasan peternak memelihara sapi PO

    karena sangat mudah pemeliharaaan dan perawatannya. Lokasi pengamatan

    memiliki iklim yang panas pada musim kemarau. Menurut Basuki (1991), sapi PO

    memiliki keunggulan, diantaranya kuat, tahan panas, tahan lapar, dan haus, serta

    dapat menyesuaikan dengan pakan yang sederhana. Hasil studi eksploratif ini

    menunjukkan bahwa 100% peternak menerapkan sistem pemeliharaan secara semi

    intensif, yaitu pada siang hari hingga sore hari dilepas dipadang penggembalaan,

    sedangkan pada malam harinya ternak dikandangkan.

    Sistem Perkandangan

    Ukuran kandang beragam tergantung jumlah sapi yang dimiliki. Ukuran

    kandang sapi yg dimiliki peternak pada umumnya belum memenuhi standar dan

    kandang ternak yang terdapat dipemukiman hanya diikat dibelakang rumah.

    Hanya sekedar ternak mereka aman dan tidak lepas atau lari dari kandang.

    Terdapat pula kandang berbentuk kandang koloni, dimana sapi ditempatkan pada

    satu kandang saja secara berkelompok. Luas kandang individu disesuaikan dengan

    ukuran tubuh sapi yaitu 1.5x2.5 meter (Rasyid dan Hartati 2007). Luas kandang

    ternak yang dimiliki peternak diantaranya 5-10 m2 (28 peternak) dan 10 m2 (2

    peternak).

    Berdasarkan tabel 2, sebanyak 80% (24 peternak) memiliki kandang yang

    berjarak lebih dari 10 meter dari tempat tinggal mereka dan 13.3% (4 peternak)

    Tabel 2. Gambaran Sistem Perkandangan Sapi Potong PO di Kecamatan

    Halongonan

    No Uraian

    Jumlah

    Peternak

    (orang) %

    1 Lokasi kandang

    a. Terpisah dari rumah dengan jarak

  • 11

    memiliki kandang yang berjarak kurang dari 10 meter dari pemukiman. Hal ini

    masih belum baik karena jarak kandang dan perumahan sebaiknya minimal 10

    meter (Rasyid dan Hartati 2007). Hal ini dimaksudkan agar memudahkan

    peternak dalam memelihara dan melakukan pengawasan terhadap ternaknya.

    Kelemahan dari pembangunan kandang yang dekat dengan rumah adalah bau

    kotoran yang dapat mengganggu dan dapat mengundang lalat disekitar rumah,

    yang dapat menjadi vektor penyebab penyakit pada masyarakat setempat. Data

    tentang sistem perkandangan dapat dilihat pada Tabel 2.

    Peternak juga menerapkan sistem integrasi kebun kelapa sawit, namun

    hanya 6.7% (2 peternak) dari 30 peternak. Jarak kandang sapi ini sekitar 3 km dari

    pemukiman. Sistem ini saling menguntungkan bagi sapi dan kebun kelapa sawit,

    selain sapi mendapatkan pakan rumput dari sekitar kebun kelapa sawit, kotoran

    sapi juga dapat membantu menyuburkan kelapa sawit sebagai pengganti pupuk

    atau lebih dikenal dengan pupuk kandang.

    Keadaan kandang yang terdapat di sekitar kebun kelapa sawit kurang baik.

    Berdasarkan Tabel 2, terdapat 6.7% (2 peternak) memiliki kandang terbuka yaitu

    kandang hanya berpagar kayu dan kawat duri, tanpa ada atap yang dapat

    melindungi sapi potong dari hujan. Hal ini dikhawatirkan sapi akan dengan mudah

    terserang penyakit dan gangguan yang dapat membahayakan ternak itu sendiri.

    Dalam hal kebersihan, sebanyak 66.7% (20 peternak) memiliki kandang yang

    kebersihannya masih kurang diperhatikan. Hanya 26.7% dari total peternak yang

    memiliki kesadaran dan rutin dalam membersihkan kandang ternaknya. Bangunan

    kandang yang terdapat di Kecamatan Halongonan secara umum memiliki

    bangunan yang non permanen.

    Gambar.2. Kontruksi Kandang sapi PO dengan atap (a) dan (b), kandang

    tanpa atap (c) dan (d).

  • 12

    Pola Manajemen Pakan

    Hasil wawancara diperoleh peternak menerapkan sistemsistem manajemen

    pakan tradisional, yaitu hanya diberi pakan hijauan saja berupa rumput

    lapang.Sistem ini merupakan sistem turun temurun yang telah lama mereka jalani,

    halini dapat dilihat dari performa tubuh ternak yang masih kurang baik dan

    terlihat kurus.

    Ketersediaan pakan hijauan sifatnya musiman, seluruh peternak (30

    peternak) mengatakan bahwa hijauan pakan ternak tidak mencukupi sepanjang

    tahun. Pada musim hujan, hijauan pakan ternak berlimpah sedangkan pada musim

    kemarau hijauan pakan ternak terbatas,hal ini yang menyebabkan pertumbuhan

    sapi kurang optimal. Peternak hanya mengenal sistem manajemen pakan

    tradisional, peternak belum pernah menggunakan pakan tambahan seperti limbah

    pertanian atau tambahan konsentrat sebagai alternatif pengganti pakan hijauan.

    Kurangnya kesadaran peternak dalam memanfaatkan lahan pertanian untuk

    menanam rumput budidaya menyebabkan kurang optimalnya pertumbuhan sapi

    potong PO di daerah ini. Selain itu, kurangnya pengetahuan peternak dalam

    pengelolaan pakan ternak juga menjadi alasan yang kuat. Dampak yang menonjol

    dari defisiensi pakan yaitu terhentinya aktivitas siklus reproduksi, adanya birahi

    tenang, kelainan ovulasi, kegagalan konsepsi, dan kematian embrio.Sapi dara

    paling sensitif terhadap kekurangan nutrisi pada tingkat akhir kebuntingan jika

    belum mencapai kematangan fisik. Hal ini diperlihatkan dengan keterlambatan

    birahi post partus dan angka konsepsi pada proses kebuntingan pertama (Arthur et

    al. 1989).

    Setiap hewan ternak memerlukan pakan yang memenuhi syarat meliputi

    protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, dan air. Unsur-unsur tersebut di

    tubuh hewan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup, produksi, dan

    reproduksi. Nutrisi ternak dalam jumlah dan kualitas yang cukup akan menjamin

    kelangsungan fungsi-fungsi dalam tubuh ternak termasuk fungsi reproduksi.

    Kebutuhan reproduksi tidak akan terganggu bila kebutuhan nutrisi minimal untuk

    hidup sudah terpenuhi (Toelihere 1981).

    Profil Manajemen Reproduksi Ternak

    Program perkawinan dilakukan untuk menghasilkan keturunan dan mutu

    genetik yang baik. Sistem perkawinan ternak sapi potong dipeternakan saat ini

    Gambar 3 Lahan Penggembalaan Sapi Potong PO di Kecamatan Halongonan

  • 13

    pada umumnya yaitu perkawinan alami dan IB. Namun seluruh peternak (100%)

    menggunakan sistem kawin secara alami karena telah dilakukan oleh peternak

    secara turun temurun. Peternak hanya mengandalkan sistem tersebut sebagai

    sistem reproduksi secara tradisional. Sistem teknologi reproduksi IB belum

    dilakukan, hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran dan pengetahuan dari

    peternak akan keuntungan sistem ini. Selain itu, sapi yang dipelihara oleh

    peternak umumnya liar sehingga susah untuk ditanganidan tingkat

    keberhasilannya masih diragukan oleh peternak. Sistem IB mulai dicoba disalah

    satu peternak namun belum diketahui tingkat keberhasilannya, karena tenaga ahli

    belum terlalu mahir dan perlu dilakukan berulang kali untuk menghasilkan tingkat

    keberhasilan yang tinggi.

    Tingkat keberhasilan perkawinan hewan ternak secara alami di Kecamatan

    Halongonan cukup tinggi. Pengenalan tanda birahi yang umum diketahui oleh

    peternak yaitu hewan gelisah dan menguak-nguak (40%) dari tingkah laku ternak

    dan sebagian besar (60%) peternak tidak tahu dan dibiarkan. Peternak

    mengawinkan sapi yang birahi dengan jantan pemacek. Waktu antara timbulnya

    tanda birahi sampai dengan dikawinkan memerlukan saat yang tepat untuk

    mendapatkan fertilitas yang tinggi. Pada waktu sapi berada diluar kandang hingga

    siang hari, diikat di bawah pohon atau digembalakan di lahan kebun kelapa sawit,

    kemudian peternak melakukan kegiatan lain sehingga tanda birahi sering

    terlewatkan dan tidak termonitor dengan baik. Data tentang gambaran sistem

    manajemen reproduksi ternak sapi potong PO dapat dilihat pada Tabel 3.

    Profil Manajemen Kesehatan Ternak

    Keberhasilan suatu usaha peternakan sapi potong sangat ditentukan oleh

    kesehatan ternak itu sendiri. Ternak harus bebas dari penyakit sehingga dapat

    tumbuh, berproduksi/bereproduksi secara optimal, dapat dijual dan

    dikembangbiakan lebih cepat, sehingga dapat memberikan manfaat yang optimal

    bagi pemeliharanya. Beberapa tindakan seperti pemeliharaan kesehatan ternak dan

    pencegahan penyakit merupakan bagian penting dalam pengelolaan suatu usaha

    peternakan. Pengendalian penyakit dimaksudkan untuk menjauhkan dan

    membebaskan ternak dari penyakit. Terdapat dua sarana produksi peternakan

    Tabel 3. Gambaran Sistem Manajemen Reproduksi Ternak Sapi Potong PO

    oleh Peternak di Kecamatan Halongonan

    No Variabel Jumlah

    Presentase (%) Peternak (orang)

    1. Metode Perkawinan

    a. Kawin Alam b. Inseminasi Buatan

    30

    0

    100

    0

    2. Identifikasi ternak birahi

    a. Melihat bagian vulva b. Tingkah laku sapi c. Tidak tahu (dibiarkan)

    0

    12

    18

    40

    60

    3. Program Inseminasi Buatan

    a. Ada b. Tidak ada

    0

    30

    0

    100

  • 14

    yang biasa digunakan di daerah ini diantaranya vaksin dan obat-obatan. Beberapa

    tindakan yang telah dilakukan seperti pemberian antibiotik dan obat cacing oleh

    paramedis veteriner.

    Hasil wawancara menunjukan beberapa penyakit yang pernah menyerang

    daerah ini yang menyebabkan kematian dan kerugian sangat tinggi, diantaranya

    Septichaemia Epizootica, Surra ,Timpani (kembung), Bovine Ephemeral Fever

    (demam tiga hari), Pink Eye (mata merah). Namun masalah penyakit yang hingga

    kini masih menyerang ternak adalah timpan, demam tiga hari, dan Surra dengan

    tingkat kematian yang relatif jauh lebih rendah dibanding tahun sebelumnya

    (DISNAKKAN 2011). Hal ini menyebabkan petugas kesehatan dari Dinas

    Peternakan memberikan penyuluhan ke peternak agar melakukan vaksinasi sedini

    mungkin. Hasil wawancara terhadap 30 peternak bahwa seluruh peternak

    melakukan vaksinasi terhadap hewan ternak. Pemberian vaksin Septichaemia

    Epizootica (SE) dilakukan sejak umur pedet 6 hingga 12 bulan, kemudian vaksin

    ulang diberikan 6 bulan kemudian. Hal ini telah dilakukan terhadap seluruh ternak

    di daerah ini karena peternak tidak ingin lagi ternak mereka mati akibat serangan

    panyakit. Pengendalian penyakit terhadap sapi yang terserang demam tiga hari

    belom ada vaksin untuk penyakit ini hanya di beri antibiotik atau pengobatan

    dengan memberikan obat simtomatik (Akoso 1996).

    Beberapa agen penyakit dapat menular melalui kontak langsung dengan

    hewan yang sakit, oral, dan aerogen (Pribadi 1991). Selain pemberian vaksin,

    pemberian obat cacing (deworming) juga dilakukan oleh paramedis secara

    berkala. Pemberian obat cacing dilakukan sejak sapi berumur 1-2 bulan kemudian

    berulang 6 bulan kemudian dan sekaligus diberi vitamin. Pemberian vitamin juga

    dilakukan oleh paramedis antara lain Vitamin A, D,E dan B complex (B12). Data

    tentang pola manajemen kesehatan sapi potong PO dapat dilihat di Tabel 4.

    Tabel 4. Gambaran Sistem Manajemen Kesehatan Sapi Potong PO di

    Kecamatan Halongonan

    No Variabel Jumlah

    Peternak (orang) Presentase (%)

    1. Vaksinasi

    a. Ada b. Tidak ada

    30

    0

    100

    0

    2. Usaha penanggulangan terhadap sapi yang

    sakit

    a. Melaporkan pada petugas b. Dibiarkan c. Langsung di jual atau di sembelih

    30

    0

    0

    100

    0

    0

    3. Penggunaan obat-abatan

    a. Ada b. Tidak ada

    30

    0

    100

    0

    4. Deworming

    a. Ada b. Tidak ada

    30

    0

    100

    0

    5. Jenis obat cacing yang digunakan

    a. Obat komersial /paten b. Obat racikan / tradisional

    30

    0

    100

    0

  • 15

    Profil Kesehatan Fisik Ternak

    Keberhasilan usaha kesehatan hewan diukur dengan mengukur langsung

    kesehatan fisik ternak. Secara umum keadaan fisik kesehatan sapi potong di

    daerah ini tergolong cukup baik, hal ini dibuktikan dari segi pemeriksaan fisik

    hewan yang dilakukan secara langsung pada ternak. Secara umum tingkah laku

    sapi normal, karena gerakan sapi yang aktif, sikap sapi potong PO sigap ketika

    didekati, sadar dan tanggap terhadap perubahan situasi sekitar yang

    mencurigakan. Kondisi tubuh sapi dapat dikatakan masih kurang gizi karena

    terlihat kurus. Pada saat sapi berjalan, gerakan kakinya dilakukan dengan wajar

    dan tidak ada yang pincang. Sewaktu sapi berdiri berada pada keadaan seimbang

    dan bertumpu pada keempat kakinya dengan posisi yang santai. Kulit dan bulu

    secara umum tampak halus dan mengkilat, namun ada sebagian tampak yang

    kotor dan tidak mengkilat, hal ini dapat dipengaruhi oleh konsumsi pakan yang

    kurang baik.

    Frekuensi nafas sapi potong bervariasi, tergantung dari jenis dan umur sapi

    tersebut. Frekuensi nafas sapi PO pada umur pedet didapatkan dengan rata-rata 47

    kali per menit, sapi muda didapatkan dengan rata-rata 38-39 kali per menit dan

    sapi dewasa berada pada rata-rata 19-20 kali per menit. Angka ini terbilang tinggi,

    penyebabnya sapi ini liar, bergerak sangat aktif dan lincah. Menurut Akoso

    (1996), frekuensi nafas sapi pedet adalah 30-37 kali per menit. Tinggi rendahnya

    frekuensi nafas dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran tubuh, umur

    hewan, aktifitas fisik, kegelisahan, suhu lingkungan, kebuntingan dan kondisi

    kesehatan hewan (Kelly 1984).

    Hasil pengukuran pulsus terhadap sapi potong PO pada umur pedet

    diperoleh dengan rata-rata 91 kali per menit, pada sapi umur muda frekuensi

    pulsus 85 kali per menit dan frekuensi pulsus sapi dewasa rata-rata 55 kali per

    menit. Frekuensi normal pulsus pada pedet dapat mencapai 100-200 kali per menit

    dan sapi dewasa mencapai 55-80 kali per menit (Kelly 1984). Tingginya pulsus

    pada pedet dapat disebabkan oleh aktifitas fisik sapi, umur dan keadaan fisiologis

    sapi serta jenis kelamin.

    Suhu rektal sangat penting sebagai parameter sapi dapat dikatakan sehat

    atau sakit. Dari hasil pengukuran langsung, sapi umur pedet didapatkan suhu

    rektal rata-rata adalah 39.2 C, pada sapi umur muda 38.3 C, dan dewasa 38.1 C.

    Aktifitas tubuh hewan seperti banyak bergerak atau setelah makan dapat

    meningkatkan suhu tubuh akibat metabolisme yang meningkat. Fungsi dan status

    reproduksi hewan seperti estrus, kebuntingan dan partus juga mempengaruhi suhu

    tubuh hewan. Suhu dan kondisi lingkungan juga mempengaruhi suhu tubuh,

    dimana suhu lingkungan yang meningkat pada siang hari dapat meningkatkan

    suhu tubuh (Rosenberger 1979).

    Evaluasi Usaha Pemeliharaan Kesehatan Hewan oleh Peternak

    Perbedaan kesehatan sapi potong antara sapi yang dipelihara di kandang

    sekitar perkampungan dengan sapi yang dikandangkan di sekitar kebun kelapa

    sawit tidak terlalu jauh berbeda. Perbedaan dapat dilihat dari performa fisik sapi

    potong yang dipelihara di kandang beratap dengan kandang tanpa atap di kebun

  • 16

    kebun kelapa sawit. Performa fisik itu termasuk performa dari kebersihan kulit

    dan rambut serta performa gizi ternak. Kebersihan kulit dan rambut pada ternak

    yang dikandangkan di sekitar perkampungan lebih bersih dibandingkan dengan

    sapi yang dikandangkan di sekitar kebun kelapa sawit, hal ini dikarenakan kotoran

    sapi dilantai kandang sering dibersihkan. Berbeda dengan sapi yang dipelihara

    dikebun kelapa sawit, lantai kandang masih jarang dibersihkan.

    Performa fisik tubuh sapi yang sehat dilihat berdasarkan status gizi pada

    tubuh hewan ternak. Ternak yang dikandangkan di kebun kelapa sawit lebih

    memiliki performa lebih baik dibandingkan dengan sapi yang dikandangkan

    dipemukiman. Hal ini karena tercukupinya pakan rumput yang lebih berlimpah di

    sekitar kebun kelapa sawit.

    Pengetahuan peternak secara medis cukup untuk memberikan informasi

    hewan sakit atau sehat. Informasi ini didapat melalui penyuluhan yang diberikan

    oleh Dinas Peternakan. Berdasarkan hasil pengamatan, tindakan pencegahan dan

    pengobatan sudah dilakukan dengan baik. Hasil wawancara diperoleh bahwa

    seluruh peternak melaporkan apabila ada ternaknya yang sakit kepetugas

    kesehatan atau paramedis veteriner setempat, paramedis memberikan pengobatan

    secepatnya sebelum ternak semakin parah dan mati.

    SIMPULAN DAN SARAN

    Simpulan

    Sistem pemeliharaan peternakan di Kecamatan Halongonan adalah semi

    intensif.Kandang yang digunakan masih bersifat non-permanen dan masih kurang

    layak sebagai tempat aktivitas ternak.Pakan ternak yang diberikan hanya rumput

    lapang yang terdapat dilahan penggembalaan di sekitar perkebunan kelapa sawit.

    Mayoritas peternak hanya menggunakan cara kawin alam dalam proses

    pengawinan ternak yang mereka miliki. Upaya kesehatan terhadap pengendalian

    penyakit terhadap sapi PO seperti vaksinasi, pemberian vitamin dan deworming

    telah dilakukan dengan baik oleh peternak secara rutin dengan cara melaporkan

    kepada paramedis secara berkala.

    Saran

    Perlu ditingkatkan kerjasama antara peternak dengan Dinas Peternakan.

    Kerjasama tersebut dapat berupa penyuluhan teknik pemeliharaan ternak,

    pelatihan pengelolaan peternakan seperti pengolahan pakan tambahan, dan

    penggunaan IB.

  • 17

    DAFTAR PUSTAKA

    Abidin Z. 2002. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis Penggemukan Sapi

    Potong. Jakarta (ID) : Agromedia Pustaka.

    Anonimus. 2007. Physical Examination. [Diunduh 2007 November 3]. Tersedia

    pada : http://id.wikipedia.org/wiki/physical-examination.

    Akoso BT. 1996. Kesehatan Sapi. Yogyakarta (ID) : Kanisius

    Arthur GH, Noakes DE, Pearson H. 1989. Veterinary Reproduction and

    Obstetrics (Theriogenology). London (UK) : Bailliere Tindall.

    Basuki P. 1998. Dasar ilmu Ternak Potong dan Kerja. Yogyakarta (ID): Gadjah

    Mada University Pr.

    Blakely J, Bade DH. 1991. Ilmu Peternakan. Edisi Keempat. Terjemahan :

    Bambang Srigandono. Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada University Pr.

    Cole HH, Cupps PT. 1977. Reproduction in Domestic Animal 2nd

    Ed. New York

    and London : Academic Pr.

    Cunningham JG. 2002. Veterinary Physiology. Philadeplhia London: Saunders

    Company

    Direktorat Jenderal Peternakan. 2000. Pedoman Budidaya Sapi Potong yang Baik

    (Good Farming Practices). Jakarta (ID).

    [DISNAKKAN] Dinas Peternakan dan Perikanan. 2011. Data Base Profil

    Pembangunan Peternakan dan Perikanan Kabupaten Padang Lawas Utara.

    PALUTA : Dinas Paternakan dan Perikanan.

    Glaze JB. 2009. Body Condition Scoring(BCS) in Beef Cattle. [Diunduh 2013

    Februari 20]. Tersedia pada : http://osufacts.okstate.edu/ bcs_pres_carl.pdf.

    Hardjopranjoto HS. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Surabaya (ID) :

    Airlangga University Pr.

    Hernowo B. 2006.Prospek Pengembangan Usaha Pengembangan Sapi Potong di

    Kecamatan Surade Kabupaten Sukabumi.[Skripsi] : Program Studi Sosial

    Ekonomi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor (ID).

    [KEMENKES] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Interpretasi

    Data Laboratorium. Jakarta (ID).

    Kelly WR. 1984. Veterinary Clinical Diagnosis 3th

    Ed. London (UK): Bailliere

    Tindall

    Natasasmita A, Mudikdjo K. 1985. Beternak Sapi Daging. Bogor : Fakultas

    Peternakan. Institut Pertanian Bogor (ID).

    Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi Ternak Sapi. Jakarta(ID) : PT Gramedia Pustaka

    Utama.

    Pribadi ES. 1991. Manajemen Kesehatan Ternak. Peternakan Indonesia Vol. 71.

  • 18

    Rasyid A, Hartati. 2007. Petunjuk Teknis Perkandangan Sapi Pedaging. Badan

    Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.: Dinas Pertanian.

    Rosenberger G. 1979. Clinical Examination of Cattle. Berlin & Hamburg: Verlag

    Paul Parley.

    Setiawan AI. 1996. Memanfaatkan Limbah Ternak. Yogyakarta (ID) : Penebar

    Swadaya.

    Santosa U. 2005. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Jakarta (ID) : Penebar

    Swadaya.

    Suharto. 1999. Integrasi Ternak pada Usaha Pertanian dan Peternakan. Seminar

    Nasional dalam Rangka Lustrum Fakultas Peternakan. Yogyakarta (ID):

    Gadjah Mada University Pr.

    Tanari M. 2001. Usaha pengembangan sapi bali sebagai ternak lokal dalam

    menunjang pemenuhan kebutuhan protein asal hewani di Indonesia. [Diunduh

    2013Maret 11]. Tersedia pada :http://rudyct.250x.com/sem1_012/m_tanari.htm.

    Toelihere MR. 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Bandung (ID) : Angkasa.

    Vandeplassche M. 1982. Reproductive Efficiency in Cattle: A Guideline for

    Projects in Developing Countries. Food and Agriculture Organization of the

    United Nation. Rome.

  • 19

    RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 17 Juni 1989 dari pasangan H.

    Khairullah Nainggolan dan Hj. Sutiem. Penulis merupakan anak pertama dari

    sepuluh bersaudara.

    Penulis dibesarkan di Desa Hutaimbaru I, Sumatera Utara dan menempuh

    pendidikan di SDN 142763 Hutaimbaru hingga lulus tahun 2001. Penulis

    melanjutkan pendidikan di SMPN 3 Padang Bolak dan lulus tahun 2004. Penulis

    lulus dari SMA N 8 Medan pada tahun 2007 dan diterima di IPB melalui jalur

    USMI.

    Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai organisasi

    kemahasiswaan seperti anggota Himpunan Minat dan Profesi Ruminansia dan

    aktif dalam Organisasi Mahasiswa Daerah IMATAPSEL (OMDA).

  • 20

    LAMPIRAN

  • 26

    Form Data Base Peternakan Tahun 2011

    Kab/kota : Padang Lawas Utara

    Jenis ternak : Sapi Potong

    Tabel 1. Luas lahan penggembalaan Ternak Areal Perkebunan per Kecamatan di

    Kabupaten padang Lawas Utara (Ha) Tahun 2011

    No Kecamatan Lahan

    Kosong

    Sawit

    Rakyat

    Perkebunan

    Besar

    Koperasi

    1 Batang Onang 31 860 1500 69

    2 Padang Bolak julu 460 450 0 0

    3 Portibi 98 1 815 2 855 0

    4 Padang Bolak 295 7 630 4 310 0

    5 Simangambat 75 9 387 82 400 0

    6 Halongonan - 9 565 9 306 359

    7 Dolok 74 983 300 0

    8 Dolok Sigompulon 200 1 369 450 0

    9 Hulu Sihapas 30 - 0

    Jumlah 1 263 32 059 101 121 428

    Tabel 2. Data Penyakit Hewan Ternak yang Sering Berjangkit di Kabupaten

    Padang Lawas Utara Tahun 2011

    No Kecamatan Nama Penyakit Ternak

    sakit

    (ekor)

    Penanggulangan

    Halongonan New Castle Disease (ND) 400 Vaksinasi

    Bovine Ephe,eral Fever

    (Demam Tiga Hari)

    95 Antibiotik

    Scabies 140 Ivomec

    Timpani 75 Antibiotik

    Pink Eye (Mata Merah) 68 Antibiotik

    Rabies 30 Vaksinasi

    Surra 20 Antibiotik

  • 24

  • 25

    25

  • 21

    KUESIONER PENELITIAN Studi Eksploratif Upaya Kesehatan Sapi Potong Peranakan Ongole (PO)

    Peternakan Rakyat Tradisional Di Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang

    Lawas Utara Sumatera Utara

    IDENTITAS PEMILIK SAPI POTONG (PO)

    1. Nama Peternak : 2. Alama Peternak : 3. Umur : 4. Pekerjaan : 5. Pendidikan terakhir : 6. Jenis Kelamin : 7. Tergabung dalam kelompok tani : Ya/Tidak 8. Tanggal wawancara : 9. Waktu wawancara :

    Kepemilikan ternak

    1. Berapa jumlah ternak sapi yang Bapak/Ibu/Sdr miliki sekarang?

    Jenis Ternak Sapi Jumlah Jenis (Breed)

    Sapi Dewasa

    Sapi Muda

    Sapi Pedet

    2. Dari mana sapi potong yang Bapak/Ibu/Sdr pelihara tersebut berasal? .

    3. Bagaimana status riwayat kepemilikan sapi yang Bapak/Ibu/Sdr milik? a. Ternak Milik Sendiri d. Warisan b. Bantuan Pemerintah e. Kerjasama dengan Pihak Swasta c. Sistem Bagi Hasil

    4. Pengalaman Berternak Bapak/Ibu/Saudara ?

    Perkandangan

    5. Berapa luas kandang yang Bapak/Ibu/Sdr bangun untuk ternak sapi potong? .(m2)

    6. Berapa jarak kandang dari rumah Bapak/Ibu/Sdr ? ................................................. (m)

    7. Bahan apa yang Bapak/Ibu/Sdr gunakan dalam membangun kandang? a. Kayu b. Bambu c. Semen

    Pakan

  • 22

    8. Apakah ketersediaan pakan cukup? a. Ya b. Tidak

    9. Apakah jenis pakan yang diberikan kepada ternak sapi anda? ..

    10. Apakah ada jenis pakan lain yang Bapak/Ibu/Sdr berikan? .

    11. Ternak Bapak/Ibu/Sdr dipelihara secara ? a. Dilepas berkeliaran sepanjang hari b. Dilepas di pagi hari dan dikandangkan pada malam hari c. Dikandangkan sepanjang hari

    12. Bagaimana sistem pemberian pakan yang Bapak/Ibu/Sdr lakukan? a. Menggembalakan di padang penggembalaan b. Menggembalakan di lahan pertanian atau perkebunan c. Diberikan rumput potongan d. Kombinasi (digembalakan dan diberikan rumput potongan)

    13. Jika pemberian pakan dengan penggembalaan di lahan penggembalaan, pada jam berapa Bapak/Ibu/Sdr menggembalakan serta berapa lama?

    (jam/hari)

    14. Dalam menggembalakan sapi apakah Bapak/Ibu/Sdr lakukan sendiri atau membayar orang untuk menggembalakan sapi tersebut? Jika Ya, berapa biaya yang Bapak/Ibu/Sdr keluarkan untuk membayar orang

    dalam menggembalakan sapi ? .(Rp/bulan)

    15. Bagaimana sistem pemberian minum yang Bapak/Ibu/Sdr lakukan? a. Ad-libitum b. terbatas

    16. Apakah air yang digunakan tersedia sepanjang tahun dalam jumlah yang mencukupi ?

    17. Apakah sumber air mudah dicapai atau mudah disediakan? a. Ya b. tidak

    18. Sumber air yang digunakan berasal dari mana? a. Sungai b. kolam c. sumur

    Perkawinan

    19. Dalam pengembangbiakan ternak, metode perkawiinan ternak apa yang Bapak/Ibu/Sdr terapkan pada ternak sapi ?

    a. Metode alamiah b. Menggunakan teknologi Inseminasi Buatan c. Menggunakan teknologi Transfer Embrio

    20. Bagaimana Bapak/Ibu/Sdr mengidentifikasi ternak yang sedang berahi ? a. Melihat bagian pada vulva

  • 23

    b. Tingkah laku c. Tidak tahu (dibiarkan)

    21. Apakah ada program Inseminasi Buatan (IB) di wilayah Bapak/Ibu/Sdr dalam beternak?

    ..

    Pelayanan Kesehatan Hewan

    22. Bagaimana sistem pengelolaan kesehatan di peternakan ini?

    23. Apakah pernah terdapat penyakit menular di peternakan ini? a. Ada (jenis penyakit .) b. Tidak

    24. Apakah ternak yang Bapak/Ibu/Sdr pelihara pernah terjangkit penyakit ? a. Ya b. Tidak Jika Ya, jenis penyakit apa yang pernah menjangkit ternak Bapak/Ibu/Sdr ?

    25. Bagaimana cara Bapak/Ibu/Sdr menanggulangi penyakit tersebut ? a. Menanggulangi sendiri dengan pengobatan tradisional b. Pemanggilan Mantri Hewan c. Tidak dilakukan pengobatan d. Ternak yang sakit langsung di sembelih atau di jual

    26. Bagaimana frekuensi pemeriksaan kesehatan sapi miliki Bapak/Ibu/Sdr ? a. Hanya saat ternak sakit b. Seminggu sekali c. Sebulan sekali d. Rutin setiap hari

    27. Apakah Bapak/Ibu/Sdr pernah melakukan pengobatan terhadap penyakit kecacingan (deworming) ?

    a. Ya b. Tidak 28. Seberapa sering Bapak/Ibu/Sdr melakukan pengobatan terhadap penyakit

    kecacingan (doworming) ?

    a. Saat ada pelayanan gratis saja b. 3 bulan sekali c. 6 bulan sekali d. 1 tahun sekali

    29. Bagaimana penjadwalan pemberian vaksin di peternakan Bapak/Ibu/Sdr ? a. Dilakukan b. Tidak dilakukan

    Jika dilakukan, berapa kali setahun ? .. 30. Vaksin apa saja yang diberikan pada ternak Bapak/Ibu/Sdr ?

    .. 31. Adakah penjadwalan khusus mengenai kesehatan ternak kepada Dinas

    setempat?

    a. Ada (jadwal :.) b. Tidak

  • 24

    LEMBAR PHYSICAL EXAMINATION SAPI POTONG PERANAKAN

    ONGOLE (PO)

    Studi Eksploratif Upaya Kesehatan Sapi Potong Peranakan Ongole (PO)

    Peternakan Rakyat Tradisional Di Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang

    Lawas Utara Sumatera Utara

    Signalement hewan Status Present

    Keadaan Umum

    Nama :

    Ras/Breed :

    Warna Bulu, kulit :

    Jenis Kelamin :

    Jantan/Betina :

    Umur : thn/bln

    Tinggi :

    Berat Badan :

    Tanda-tanda :

    khusus

    Bekas Luka :

    Perawatan :

    Tingkah laku/temperament :

    Sikap berdiri :

    Habitus/kebiasaan :

    Body Condition Scoring :

    Keadaan kulit :

    Keadaan bulu :

    Kebersihan kulit dan bulu :

    Ada alergi kulit : ya/tidak

    Sikap berdiri :

    Frekuensi nadi :

    Frekuensi nafas :

    Suhu tubuh :

  • LEMBAR PHYSICAL EXAMINATION SAPI POTONG PERANAKAN ONGOLE (PO)

    Studi Eksploratif Upaya Kesehatan Sapi Potong Peranakan Ongole (PO) Peternakan Rakyat Tradisional Di Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara

    Sumatera Utara

    Signalement hewan Anamnesis Status Present

    Keadaan Umum

    Nama :

    Ras/Breed :

    Warna Bulu, kulit :

    Jenis Kelamin : jantan/betina

    Umur : thn/bln

    Tinggi :

    Berat Badan :

    Tanda-tanda :

    khusus

    Bekas Luka :

    Perawatan :

    Tingkah laku/temperament :

    Sikap berdiri :

    Habitus/kebiasaan :

    Body Condition Scoring :

    Keadaan kulit :

    Keadaan bulu :

    Kebersihan kulit dan bulu :

    Ada alergi kulit : ya/tidak

    Sikap berdiri :

    Frekuensi nadi :

    Frekuensi nafas :

    Suhu tubuh :