UPAYA INDONESIA DALAM MENGAMBILALIH FLIGHT...
Transcript of UPAYA INDONESIA DALAM MENGAMBILALIH FLIGHT...
UPAYA INDONESIA DALAM MENGAMBILALIH FLIGHT
INFORMATION REGION SINGAPURA DI ATAS KEPULAUAN RIAU
DAN NATUNA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Indaha Sakinah
1113113000003
PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
i
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
UPAYA INDONESIA MENGAMBILALIH FLIGHT INFORMATION REGION
SINGAPURA DI ATAS KEPULAUAN RIAU DAN NATUNA
1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 25 Juli 2019
Indaha Sakinah
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Indaha Sakinah
NIM : 1113113000003
Program Studi : Ilmu Hubungan Internasional
Telah menyelesaikan skripsi dengan judul:
UPAYA INDONESIA MENGAMBILALIH FLIGHT INFORMATION REGION
SINGAPURA DI ATAS KEPULAUAN RIAU DAN NATUNA
dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.
Jakarta, 25Juli 2019
Mengetahui,
Ketua Program Studi
Ahmad Alfajri, MA.
NIP.19850702 2011903 1 005
Menyetujui,
Pembimbing
Teguh Santosa, MA.
NIP.
iii
PENGESAHAN PANITIA SKRIPSI
SKRIPSI
UPAYA INDONESIA MENGAMBILALIH FLIGHT INFORMATION
REGION SINGAPURA DI ATAS KEPULAUAN RIAU DAN NATUNA
Oleh:
Indaha Sakinah
1113113000003
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 14
Agustus 2019.Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional.
Ketua,
Ahmad Alfajri, MA.
Penguji I,
Irfan R. Hutagalung, LLM
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 2 September 2019
Ketua Program Studi Hubungan Internasional
FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Ahmad Alfajri, MA.
NIP: 19850702 2011903 1 005
Sekretaris,
Khairunnisa, MA.Pol.
Penguji II,
Febri Dirgantara Hasibuan, MM
iv
ABSTRAK
Skripsi ini menganalisa upaya Indonesia mengambil alih FIR di atas
kedaulatan Kepulauan Riau dan Natuna yang dikendalikan oleh Singapura.Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui langkah-langkah yang diambil Pemerintah
Indonesia dalam berupaya mengambil alih FIR Natuna yang berada di Kepualaun
Riau dan Natuna.Upaya yang dilakukan selain melakukan kesepakatan dengan
Singapura, Pemerintah Indonesia juga mengadakan perundingan dengan Malaysia
yang juga berperan dalam mengelola pelayanan navigasi pada sektor C yakni di
wilayah Kepulauan Natuna.Pendelegasian FIR Natuna kepada Singapura
dimandatkan oleh ICAO yang disepakati oleh negara-negara anggota ICAO pada
tahun 1946, saat itu Indonesia sedang membenahi situasi politik nasional pasca
kemerdekaannya di tahun 1945.Seiring berjalannya waktu, Indonesia
meningkatkan kapabilitas sektor penerbangan dengan memasang teknologi yang
sesuai dengan standar internasional, meningkatkan kapabilitas SDM, serta
melakukan perundingan dengan Singapura dan Malaysia.Kerangka pemikiran
yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah teori neorealisme, konsep
kepentingan nasional dan konsep keamanan.Hasil dari pengamatan menggunakan
kerangka pemikiran tersebut adalah kepentingan yang dimiliki oleh Indonesia,
Singapura dan Malaysia berbeda.Sehingga menimbulkan kesulitan bagi Indonesia
dalam berupaya mengambil alih FIR Natuna untuk menciptakan eksistensi
pelayanan navigasi Indonesia yang lebih maju.
Kata kunci: Neorealisme, Kepentingan Nasional, FIR Natuna, Kepulauan Riau
dan Natuna, Upaya Indonesia, Singapura
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya, penulis dapat meyelesaikan skripsi yang
berjudul “UPAYA INDONESIA MENGAMBILALIH FLIGHT INFORMATION
REGION SINGAPURA DI ATAS KEPULAUAN RIAU DAN NATUNA”Adapun
penulisan skripsi ini dimaksudkan sebagai salah satu persyaratan dalam
memperoleh gelar sarjana Program Strata Satu (S1) Studi Ilmu Hubungan
Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh
pihak yang telah memberikan kontribusi dalam proses penyelesaian skripsi ini,
yaitu:
1. Keluarga tercinta Papa dan Mama yaitu Edi Supriadi, S.Sos. Dan
Junita Herawinata, kakak dan adik kandung penulis yaitu Ahmad
Syahruddin, M. Nur Alimuddin dan Qurrotu A’yuniyyah yang selalu
sabar dan memberi dukungan kepada penulis, kaka ipar yaitu Lilis
Novianti dan Amalia Rizkiani serta keponakan yang selalu menghibur
saat mengerjakan skripsi yaitu Abraham Syahdan Karim seta
dukungan yang tiada hentinya dari semuanya.
2. Bapak Teguh Santosa selaku dosen pembimbing yang bersedia untuk
meluangkan waktunya untuk menuntun dan membimbing penulis
dengan ketulusan dan kesabaran untuk menyelesaikan skripsi ini, serta
memberikan banyak masukan untuk skripsi saya, terima kasih banyak
saya ucapkan Pak Teguh.
3. Bapak Kiki selaku dosen pembimbing akademik, Bapak Ahmad
Alfajri selaku Ketua Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, dosen
jurusan Hubungan Internasional UIN Jakarta yaitu Bapak Nazarudin
Nasution, Bapak Adian Firnas, Bapak Irfan Hutagalung, Bapak Febri
vi
Dirgantara dan segenap dosen, staf pengajar serta TU FISIP UIN
Jakarta yang telah memberikan banyak ilmu, wawasan dan
pengalaman selama perkuliahan.
4. Terkasih kepada M. Haiqal Arifianto, S.Sos. yang selalu sabar dan
tidak berhenti memberi dukungan serta motivasi kepada penulis ketika
menulis skripsi.Saranghaeyo.
5. Zhafirah Yanda Masya dan Alfira Maya Jelita, dua sahabat penyelamat
jiwa yang selalu menemani penulis baik di kala senang maupun sedang
terpuruk. Jajap, Fira, finally we did!.
6. Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Segenap Kakanda dan Ayunda,
7. Teman-teman seperjuangan HMI KOMFISIP HI 2013, Arip, Bimo,
Abah Ghifari, Oji, Cahyo, Sakiinah, Bang Aly, Ina, Shabrina, Lini,
Fenin dan Riri. Terima kasih atas pengalaman dan cerita-cerita yang
tak terlupakan.
8. Keluarga Besar Sing Out Asia, Hatano Sensei, Daisuke Sensei, Yahiro
Sensei, Yoshie-san, Kazue-san, Sayaka, Spicy, Nobue, Tomoya-san,
Daisuke, Emi-chan, Ko, Hien, Kak Okky, Bang Adit, Bang Benny,
Bang Dimas, Bang Adam, Kak Dita, Hilmi, Adnan, Ayu, Ilham,
Cherlinda, Nadya, Shintya dan teman-teman lainnya. Terima kasih
karena sudah memberikan kesempatan dan pengalaman yang tidak
akan pernah terlupakan kepada penulis.
vii
Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan membalas kebaikan mereka
yang telah membantu penyusunan skripsi ini.Penulis menyadari bahwa skripsi ini
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik
dari pembaca untuk dijadikan koreksi di masa yang akan datang. Semoga skripsi
ini bermanfaat dan menambah wawasan pengetahuan bagi para pembaca.
Jakarta, 25 Juli 2019
Indaha Sakinah
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................ iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah .......................................................................... 1
B. Pertanyaan Penelitian ....................................................................... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................... 8
D. Manfaat ............................................................................................. 9
E. Tinjauan Pustaka .............................................................................. 9
F. Kerangka Pemikiran ....................................................................... 11
1. Neorealisme ............................................................................... 11
2. Kepentingan Nasional................................................................ 13
3. Keamanan Nasional. .................................................................. 15
G. Metode Penelitian ........................................................................... 17
H. Sistematika Penelitian .................................................................... 20
BAB II STATUS FLIGHT INFORMATION REGION (FIR)
A. Sejarah Penerbangan dan Perkembangan Udara ............................. 23
B. Ketentuan Flight Information Region.............................................. 29
1. Pengaturan Flight Information Region ...................................... 30
2. Keberadaan Flight Information Region ..................................... 32
3. Flight Information Region Menurut UNCLOS ......................... 35
BAB III KEDUDUKAN FLIGHT INFORMATION REGION NATUNA
DAN KRONOLOGI PENDELEGASIAN FIR NATUNA
KEPADA SINGAPURA OLEH INDONESIA
A. Pendelegasian FIR Indonesia Kepada Singapura ............................ 41
1. Kronologi dan Proses Pendelegasian FIR Indonesia Kepada
Singapura ................................................................................... 43
2. Perjanjian FIR Indonesia dan Singapura 1995 .......................... 46
B. Dasar Hukum Pengambil Alihan FIR Kepulauan Riau dan Natuna
dari Indonesia Kepada Singapura .................................................... 49
C. Kerugian Indonesia dalam Pengelolaan FIR yang Diatur oleh Air
Traffic Control Singapura ................................................................ 52
ix
BAB IV ANALISIS UPAYA INDONESIA DALAM MENGAMBIL ALIH
FLIGHT INFORMATION REGION SINGAPURA DI ATAS
KEPULAUAN RIAU DAN NATUNA
A. Perspektif Militer dan Sipil Terhadap FIR Natuna .......................... 58
1... Persepektif Militer ..................................................................... 59
2... Prspektif Sipil ............................................................................ 62
B. Upaya Pengambil Alihan Pengelolaan FIR ..................................... 66
1. Internal ....................................................................................... 67
2. Eksternal .................................................................................... 74
C. Hambatan yang Dihadapi Indonesia ................................................ 78
BAB V PENUTUP
Kesimpulan dan Saran ........................................................................... 82
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... xii
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1. Pembagian Empat FIR Indonesia ..................................................... 34
Gambar II.2. Pembagian Dua FIR Indonesia ......................................................... 34
Gambar III.3.Peta Wilayah FIR yang Didelegasikan Kepada Singapura .............. 48
xi
DAFTAR SINGKATAN
FIR Flight Information Region
FIS Flight Information Service
ATC Air Traffic Control
ICAO International Civil Aviation Organization
FC Flight Clearance
UNCLOS United Nations Convention on the Law of the Sea
ACI Airport Council International
SDM Sumber Daya Manusia
KNILM Koninklijke Nederlandsch Indische Luchtvaart
Maatschappij
KMB Konferensi Meja Bundar
RIS Republik Indonesia Serikat
SENOPEN Sentra Operasi Keselamatan Penerbangan
ATS Air Traffic Service
AIP Aeronautical Information Publication
Ditjen Hubud Direktorat Jendral Perhubungan Udara
UIR Upper Flight Information Region
ALKI Alur Laut Kepulauan Indonesia
RAN Regional Air Navigation
TMA Terminal Area-Natuna
RANS Routes Air Navigation Service
AirNav Air Navigation
MTA Military Training Area
Kohanudnas Komando Pertahanan Udara Nasional
SOP Standar Operasional Prosedur
IATA The International Air Transportation Association
ADS-B Automatic Dependent Surveillance-Broadcast
GPS Global Positioning System
FMS Flight Management System
JAATSC Jakarta Automated Air Traffic System Center
MAATSC Makassar Automated Air Traffic System Center
ASA Airservices Australia
CNS-ATM Communication Navigation and Surveillance-Air Traffic
Management
BPSDMP Badan Pengembangan SDM Perhubungan
ENAC Ecole Nationale De L’Aviation Civile
MoU Memorendum of Understanding
LoA Letter of Agreement
FAA Federal Aviation Administration
IASA International Aviation Safety Assesment
ICVM ICAO Coordinated Validation Mission
JAATS Jakarta Automated Air Traffic System
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Indonesia memiliki letak geografis yang sangat strategis dan
menguntungkan. Letak Indonesia yang berada di persimpangan jalur lalu lintas
dunia, terlebih lagi Indonesia terletak diantara dua benua dan dua samudera
membuat jalur lalu lintas pelayaran ataupun penerbangan menjadi sangat
strategis. Sebagai Negara kepulauan, Indonesia berbatasan langsung dengan
Negara tetangga di Asia Tenggara, yaitu berbatasan dengan Malaysia, Papua
Nugini, Singapura, Timor Leste, Filipina, Australia, dan wilayah persatuan
Kepulauan Andaman dan Nikobar di India.1
Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas yang memiliki
kedaulatan penuh atas wilayahnya baik daratan, laut, dan udara, karena Negara
tidak dapat dipisahkan dari kedaulatan. Kedaulatan negara merupakan hal yang
paling penting dan harus dipertahankan oleh setiap negara. Negara yang
didefinisikan oleh Hendry C Black sebagai sekumpulan orang yang secara
permanen menempati suatu wilayah yang tetap serta terikat oleh
ketentuan-ketentuan hukum yang ditentukan oleh pemerintahannya serta mampu
menjalankan kedaulatannya yang merdeka, mengawasi masyarakatnya yang
didalamnya terdapat harta bendanya dalam wilayah perbatasannya, dan mampu
1 Dewi Krisna Hardjant, “Sengketa Perbatasan Indonesia-Malaysia: Sebuah Pertaruhan
Kedaulatan NKRI”,Jurnal kajian hukum, 1(2016)
2
mengadakan perang dan damai serta mampu mengadakan hubungan internasional
dengan masyarakat internasional lainnya.2
Adapun peraturan mengenai kedaulatan suatu negara dibahas dalam
konsep hukum internasional yang mencakup tiga aspek utama yakni pertama,
aspek eksternal adalah hak bagi setiap negara untuk secara bebas menentukan
hubungannya dengan berbagai negara atau kelompok-kelompok lain tanpa
tekanan atau pengawasan dari negara lain. Kedua, aspek internal ialah hak atau
wewenang eksklusif suatu negara untuk menentukan bentuk
lembaga-lembaganya, cara kerja lembaga-lembaganya tersebut dan hak untuk
membuat undang-undang yang diinginkannya serta tindakan-tindakan untuk
mematuhi. Ketiga, aspek teritorial berarti kekuasaan penuh dan eksklusif yang
dimiliki oleh negara atas individu-individu dan benda-benda yang terdapat di
wilayah tersebut3. Pada aspek ketiga menjadi penekanan dalam penulisan yang
spesifiknya berkenaan dengan teritorial udara.
Letak Indonesia yang sangat strategis, terutama pada teritorial udara
sebagai dimensi ketiga setelah darat dan laut memberikan nilai yang sangat
penting dan berkompeten dalam aspek politik, ekonomi, dan juga pertahanan
serta keamanan antar negara yang didasari oleh kepentingan internasional
maupun nasional. Perlintasan yang strategis ini selain membawa keuntungan
namun juga memiliki kerentanan tersendiri terhadap kedaulatan Indonesia, karena
menjadi kesempatan bagi negara-negara lain untuk mengambil alih tanpa seizin
2 Huala Adolf,Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional(Jakarta: Rajawali, 1991)
3 Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global
(Bandung: PT Alumni, 2005)
3
Indonesia. Perlunya keamanan yang ketat serta kebijakan yang kuat untuk
meminimalisir atas kewenangan penggunaan perlintasan khususnya di daerah
perbatasan. Maka pentingnya mengkaji Flight Information Region (FIR)
khususnya dalam kasus Indonesia yang memberikan wewenang navigasi
udaranya kepada negara lain.
Seringkali ruang udara suatu negara saling bertumpang tindih dengan
ruang udara negara lainnya. Mengacu pada Konvensi Chicago 1944 yang
mengatakan bahwa kedaulatan ruang udara suatu negara adalah di atas wilayah
daratan dan perairannya.4 Maka dari itu jika kita mengacu pada Konvensi
tersebut, Indonesia memiliki hak penuh penguasaan atas pengelolaan lalu lintas
udara, khususnya ruang udara Indonesia yang dikelola oleh negara lain. Begitu
juga dalam Pasal 5 Undang-undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan,
menyebutkan negara Indonesia berdaulat penuh dan eksklusif atas wilayah udara
Indonesia.5 Ada dalil hukum Romawi yang ungkapannya dikenal “Cujus est
solum, Ejust Ad Coelum Ad Inferos” pengertian yang terkandung dalam
ungkapan tersebut bahwa barang siapa yang memiliki sebidang tanah, maka
berarti pula memiliki segala sesuatu yang berada di atas permukaan tanah6. Hal
tersebut menjadikan ruang udara sebagai salah satu aspek keamanan nasional yang
harus dikelola dengan sebaik-baiknya.
4 Konvensi Chicago 1944 merupakan perjanjian internasional yang ditandatangani di Chicago
bertepatan pada 7 Desember 1944 yang dipandang sebagai sumber hukum udara internasional. Konvensi Chicago melahirkan sebuah badan yang menaungi tentang penerbangan dan angkatan udara yakni International Civil Aviation Organitation (ICAO). 5 Pasal 5, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009, tentang Penerbangan.
6Yehuda Abramovitch, “The Maxim "Cujus Est Solum, Ejust Ad Coelum Ad Inferos" as Appled in
Aviation,”McGill Law Journal 8 (April 1961): 247.
4
Dengan demikian, Indonesia sebagai salah satu negara yang berdaulat
memiliki tanggung jawab yang besar atas kedaulatan negara. Namun ada wilayah
udara kedaulatan Indonesia yang tidak memiliki status kedaulatan yang lengkap
dan ekslusif, yaitu wilayah udara Indonesia yang berada di bawah pengaturan FIR
Singapura di Kepaulauan Riau dan Natuna7
. Ruang udara yang berada di
Kepulauan Riau dan Natuna menjadi problematika bagi Indonesia tersendiri.
Karena Indonesia tidak memiliki kedaulatan yang lengkap dan ekslusif atas ruang
udara yang berada diatas permukaan teritorial darat ataupun laut Indonesia. Dalam
hal ini berarti pesawat yang melintas di atas Kepulauan Riau harus mendapatkan
izin dari pihak Singapura terlebih dahulu8. Sehingga sering kali otoritas pengatur
lalu lintas udara Singapura bertindak secara berlebihan (over acting) dalam
mengatur pesawat Indonesia dengan mengatasnamakan keselamatan penerbangan
yang pada sebenarnya untuk memenuhi kepentingan Singapura sendiri di Changi
Airport9.
FIR dalam pengertian umum adalah suatu ruang udara yang ditetapkan
dimensinya dan di dalamnya terdapat Flight Information Service (FIS) dan juga
Alerting Service. Pengertian dari FIS itu sendiri adalah pelayanan sesuai amanah
UU no.1 tahun 2009 yakni safety, security, service dan compliance10
yang
7 Chappy Hakim, Berdaulat Di Udara Membangun Citra Penerbangan Nasional (Jakarta: Kompas,
2010), 46 8 Chappy Hakim, Untuk Indonesiaku Setumpuk Harapan Kedepan ( Jakarta: Indset, 2006), 81
9 Chappy Hakim, Untuk Indonesiaku, 81
10 Angkasa Pura, “Tingkatkan Efektivitas dan Efisiensi Operasional Serta Layanan, Angkasa Pura
Airports Resmikan Airport Operation Control Center (AOCC) Pertama di Indonesia” 2 Maret 2018 [berita on-line] tersedia di https://ap1.co.id/id/information/news/detail/tingkatkan-efektias-dan -efisiensi-operasional-serta-layanan-angkasa-pura-airports-resmikan-airport-operation-control-center-aocc-pertama-di-indonesia diakses pada 15 Agustus 2019
5
dibentuk dan dipersiapkan untuk memberikan saran dan informasi secara penuh
untuk keselamatan dan efisiensi penerbangan. Sedangkan Alerting Service adalah
pelayanan yang diberikan kepada organisasi yang berkaitan dengan pesawat
udara atau penerbangan yang membutuhkan pertolongan dan membantu
organisasi yang membutuhkan bantuan dan pertolongan11
. Air Traffic Control
(ATC) adalah personel yang bertugas untuk mengoperasikan sistem kontrol lalu
lintas udara dan untuk mengatur serta menjaga keselamatan dan ketertiban arus
lalu lintas udara agar tidak terjadinya tabrakan di udara. Sehingga yang
berwenang untuk mengizinkan arah pesawat terbang serta ketinggiannya adalah
ATC. Instruksi yang diberikan oleh ATC dapat dilihat pada semua bandara12
.
Pengendalian FIR di Kepulauan Riau oleh Singapura sudah berlangsung
puluhan tahun, sejak setahun setelah kemerdekaan Indonesia 1946 hingga saat ini
(2019), pendelegasian inipun diamanatkan dari ICAO (International Civil Aviation
Organization). Namun pengendalian navigasi tersebut sudah tercantum dalam
sebuah perjanjian yakni Agreement between the Government of the Republic of
Indonesia and The Government of the Republic of Singapore on the Realignment of
the Boundary between the Singapore Flight Information Region and the Jakarta
Flight Information Region, perjanjian tersebut telah ditandatangani pada tanggal
21 September 1995 di Singapura yang telah diratifikasi Keputusan Presiden
11
Yuwono Agung Nugroho,Kedaulatan Wilayah Udara Indonesia(Jakarta: Konggres Kedirgantaraan Nasional II, 2003) 12
Wen Ching Kuo dan Shiang Huei Kung, “Study of The Arrival Scheduling Simulation for The
Terminal Control Area at Sung-Shun Airport,”International Journal of Organitational Innovation 5
(Januari 2013): 193
6
Nomor 7 Tahun 1996 pada tanggal 2 Februari 1996, dan akan ditinjau kembali
sesuai perjanjian yakni di akhir tahun ke-5 perjanjian.
Perjanjian tersebut mengatur bahwa semua aktivitas penerbangan yang
berada atau melewati FIR Singapura di atas Kepulauan Riau dan Natuna diatur
oleh Singapura tanpa campur tangan pemerintah Indonesia. Semua jenis
penerbangan yang melewati FIR Singapura harus mendapatkan Flight Clearance
(FC) dari pemerintah Singapura, dan hal tersebut sudah menjadi suatu keharusan
segala macam pesawat asing yang masuk ke dalam wilayah udara lain, termasuk
penerbangan Indonesia yang masuk ke wilayah Kepulauan Riau.13
Jika
penerbangan tidak memiliki Flight Clearance maka disebut dengan Black Flight
atau disebut juga penerbangan tanpa identitas dan merupakan tindakan
pelanggaran wilayah udara negara.14
Ruang udara Kepulauan Riau sudah dikelola oleh Singapura sejak 73
tahun yang lalu, tepatnya satu tahun sejak Indonesia merdeka. Sehingga bisa
dikatakan Singapura menguasai sekitar 100 mil laut wilayah udara Indonesia.
Kuasa Singapura atas langit Indonesia sebenarnya telah ditetapkan dalam
pertemuan ICAO di Dublin, Irlandia. Pertemuan tersebut dilaksanakan pada
Maret 1946. Saat itu tercipta keputusan, bahwa Singapura berwenang atas udara
Indonesia di Kepulauan Riau, mandat ICAO tidak hanya sekedar pengelolaan
13
Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and The Government of the Republic of Singapore on the Realignment of the Boundary between the Singapore Flight Information Region and the Jakarta Flight Information Region. Keppres nomor 7 tahun 1996 14
Danang Risdiarto, “Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Wilayah Udara Yurisdiksi Indonesia oleh Pesawat Terbang Asing Tidak Terjadwal dalam jurnal media pembinaan hukum nasional,”Rechtsvinding 5 (April 2016)
7
tetapi juga Singapura dapat memungut biaya dalam bentuk Dollar AS dari
seluruh maskapai yang melintasi udara Kepualauan Riau.15
Menurut Letnan
Kolonel Penerbang I Ketut Wahyu Wijaya bahwa setiap pesawat yang melintasi
wilayah FIR harus membayar US$6/menit. Sedangkan, untuk satu jalur dapat
mencapai puluhan pesawat dalam 24 jam. Kompensasi yang diberikan kepada
Indonesia hanya sebesar 50 sen. Bahkan pesawat Indonesia yang melewati
Kepulauan Riau dan Natuna harus atas seizin Singapura dan membayar ke
Singapura. Sehingga ini menjadi ancaman tersendiri untuk Indonesia baik sipil
ataupun di bidang militer Angkatan Udara Indonesia.16
Pada akhir tahun 2015 tepatnya awal September, Presiden Indonesia Joko
Widodo memerintahkan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan dan Panglima TNI
Jenderal Gatot Nurmantyo untuk memodernisasi peralatan dan meningkatkan
kemampuan personel agar Indonesia siap mengelola ruang udara Kepulauan Riau
dan Natuna secara mandiri. Presiden Joko Widodo juga menegaskan kepada
Wakil Perdana Menteri yang merangkap Menteri Koordinator Bidang Keamanan
Nasional Republik Singapura Teo Chee Hean bahwa Indonesia akan mengambil
alih kontrol atas ruang udara atau FIR di Kepulauan Riau dan Natuna yang
selama ini dipegang oleh Singapura dengan memandatkan Menteri Luar Negeri
Indonesia Retno Marsudi. Adapun respon yang diberikan oleh Singapura
merupakan respon yang baik tetapi belum menunjukkan untuk memberikan dan
15
Anggi Kusumadewi, Prima Gumilang, Gilang Fauzi, Abraham Utama dan Abi Surwanto, “Luhut: Singapura-Malaysia Dukung RI Kendalikan Ruang Udara,” CNN Indonesia, 5 Oktober 2015tersedia di http://www.cnnindonesia.com/nasional/20151004171137-20-82698/luhut- singapura-malaysia-dukung-ri-kendalikan-ruang-udara/. diakses pada 23 April 2016 16
Anggi Kusumadewi, “Luhut: Singapura”
8
meleburkan perjanjian mengenai pengelolaan navigasi udara antara Singapura
dan Indonesia, hanya mengatakan bahwa yang terpenting bukanlah masalah
kedaulatan tetapi keamanan penerbangan untuk sipil ataupun penerbangan
lainnya.17
B. Pertanyaan Masalah
Kebijakan mengambil alih FIR di atas kepulauan Riau dan Natuna yang di
tekankan kembali oleh Joko Widodo sebagai Presiden Indonesia memunculkan
respon yang masih terbilang belum sepenuhnya disepakati oleh Singapura.
Pentingnya mengambil kembali kedaulatan teritorial udara membuat Pemerintah
Indonesia lebih gigih dalam mengupayakan kebijakan tersebut. Pokok
permasalahan yang diangkat pada penulisan ini Bagaimana upaya Indonesia
dalam mengambil alih Flight Information Region Singapura di atas
Kepulauan Riau dan Natuna?
C. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya Indonesia dalam
pengambil alihan pelayanan navigasi di atas Kepulauan Riau dan Natuna
yangdikelola oleh Singapura mengacu pada kepentingan dalam aspek politik,
ekonomi dan kedaulatan.
17
Resty Armenia, “Jokowi Tegaskan Akan Ambil Alih Ruang Udara RI dari Singapura,” CNN Indonesia, 25 Oktober 2015 tersedia di http://www.cnnindonesia.com/politik/20151124194236 -32-93793/jokowi-tegaskan-akan-ambil-alih-ruang-udara-ri-dari-singapura/ diakses pada 23 April 2016
9
D. Manfaat
Penelitian ini dapat memberikan pehamanan mengenai upaya yang
dilakukan Indonesia dalam mengambil alih lalu lintas udara yang dikelola oleh
negara lain, serta menjaga keamanan dan keselamatan udara Indonesia. Sehingga
hasil dari penelitian ini dapat membantu pemerintah, militer dan juga swasta
untuk membuat kebijakan.
E. Tinjauan Pustaka
Upaya untuk mengambil alih ruang udara Indonesia yang dikendalikan
oleh Singapura menjadi perhatian khusus bagi para peneliti. Topik ini sudah
sering dibahas dalam literatur akademik yang ditulis oleh pemerintah, lembaga
non-pemerintah, pengamat militer, pengamat udara dan peneliti. Adapun
penelitian-penelitian sebelumnya yang menjadi acuan penelitian ini sebagai
berikut:
Pertama, Yayan Mochamad Yani, Ian Montratama dan Ikarardhi Putera
dalam buku yang berjudul “Langit Indonesia Milik Siapa” diterbitkan oleh Elex
Media Komputindo tahun 2017. Buku ini menjelaskan secara gamblang
bagaimana keadaan pengendalian ruang udara di Indonesia khususnya
permasalahan FIR Singapura diatas udara Indonesia. Buku ini juga menyinggung
langkah yang akan dilakukan Indonesia jika FIR masih dikendalikan oleh
Singapura. Pembahasan pada buku ini tidak hanya mengenai bagaimana
kronologi perjanjian antara Indonesia dan Singapura tentang FIR, tetapi juga
membahas kerjasama, pertahanan, dan isu keamanan antara kedua Negara. Pada
10
buku ini hanya terfokus terhadap penerbangan militer bukan sipil dan juga
pertahanan antara Indonesia dan Singapura, juga memberikan gambaran
pertahanan antara kedua negara dengan memberikan data alutsista udara maupun
laut yang dimiliki. Persamaan dengan skripsi ini, konsep yang digunakan adalah
keamanan nasional, membahas titik ruang kendali udara yang dikelola oleh
Singapura diatas kedaulatan wilayah Indonesia.
Kedua, Tinjauan Yuridis Upaya Pengambilalihan Pelayanan Navigasi
Penerbangan Pada Flight Information Region (FIR) Singapura di Atas Wilayah
Udara Indonesia Berdasarkan Perjanjian Antara Indonesia Singapura Tahun 1995
oleh Evi Zuraidah. Tesis ini ditulis pada tahun 2012.Evi Zuraidah adalah
mahasiswi Program Studi Hukum dari Universitas Indonesia. Secara garis besar,
tesis ini membahas hukum yang mendukung upaya Indonesia dalam
mengambilalih FIR Singapura diatas kepualauan Indonesia. Bersandar kepada
perjanjian yang telah diresmikan pada tahun 1995 antara Indonesia dan
Singapura. Persamaan tesis dengan penelitian ini ada pada hukum yang mengacu
dalam upaya Indonesia mengambil alih FIR yang berada di atas Kepulauan Riau
dan Natuna, dan upaya yang dilakukan Indonesia terhadap Singapura berkaitan
FIR Natuna.
Ketiga, tesis yang berjudul Indonesia Air Traffic Services (Ats) Readiness
And Strategic Plans For Taking Over Airspace And Improving The Service oleh
Ade Patra Mangko yang ditulis pada tahun 2013. Ade Patra adalah mahasiswa
Universitas Gadjah Mada jurusan teknik, dalam tesisnya Ade Patra membahas
11
kapabilitas ATS Indonesia yang berkomitmen untuk mengambil alih FIR yang
dikelola oleh Singapura. Tesis ini menjadi acuan peneliti dalam penelitian skripsi.
Persamaan dari tesis ini adalah membahas tiga titik ruang udara yakni ruang A, B
dan C yang dikelola oleh Singapura. Sedangkan perbedaannya terletak pada
fokus penelitian, Ade Patra terfokus kepada kapabilitas Air Traffic Service (ATS)
Indonesia, sumber daya manusia, dan juga kualitas yang dimiliki Indonesia.
Sedangkan penelitian ini terfokus kepada upaya yang akan dan telah dilakukan
pemerintah Indonesia dalam mengambilalih FIR Singapura diatas Kepualauan
Riau dan Natuna.
F. Kerangka Pemikiran
Pada penulisan penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa konsep
untuk mendukung analisa Upaya Indonesia mengambil alih FIR (Flight
Information Region) di Kepulauan Riau dan Natuna era Presiden Joko Widodo
untuk menjawab pertanyaan penelitian yang sudah diajukan sebelumnya yaitu
dengan menggunakan pandangan neorealisme.
1. Neorealisme
Neorealisme merupakan teori hubungan internasional yang melengkapi
sisi dari kekurangan teori realisme klasik. Adapun keduanya sama-sama memiliki
pandangan bahwa manusia bersifat selfish, memiliki kepentingan masing-masing,
jahat dan lain sebagainya. Namun neorealisme berpendapat bahwa manusia
bukanlah faktor utama atas munculnya konflik.
Pandangan neorealisme bahwa suatu negara untuk mendapatkan power
bukan dikarenakan human nature, tetapi sistem internasional. Negara dapat
12
mencapai national interest dan keberlangsungan hidup (survival), karena sistem
interasional dinilai memaksa negara untuk mendapatkan power.
Menurut Kenneth Waltz, bentuk dasar hubungan internasional adalah
struktur anarki yang tersebar di negara-negara. Waltz menilai bahwa sistem
bipolar lebih stabil untuk membentuk perdamaian dan keamanan dibanding
dengan sistem multipolar.18
Waltz menjelaskan dalam bukunya “Theory of International Politics”,
dunia dibagi dalam 3 tingkatan yaitu, the man, the state dan the state system.
Kenneth Waltz menjelaskan struktur politik yang mana struktur politik terdiri dari
dua kata yakni struktur dan politik. Struktur merupakan berarti adanya hubungan
yang mana hubungan ini terbentuk antara unit-unit yang ada di dalamnya. Waltz
memandang bahwa struktur terbentuk atas posisi dimana mereka berdiri bukan
hanya sekedar berinteraksi dalam kata lain hirarki.19
Waltz menjelaskan politik dalam struktur politik itu menjadi dua bagian
yakni, struktur politik domestik dan struktur politik dunia. Keduanya memiliki
pengertian yang berbeda namun memiliki persamaan bahwa keduanya memiliki
struktur politik baik negara maupun internasional merupakan komunitas. Struktur
politik domestik menurut Waltz dalam menyusun struktur politik dapat dilakukan
dengan tiga tahap, yakni pertama, mengurutkan berdasarkan hirarki. Kedua,
mengetahui secara spesifik fungsi-fungsi dari posisi yang ada dalam hirarki.
18
Kenneth N. Waltz, Theory of International Politics (Phillipines: Addison-Wesley Publishing
Company Inc, 1979). 19
Kenneth N. Waltz, Theory of International Politics (Phillipines: Addison-Wesley Publishing
Company Inc, 1979).
13
Ketiga, memperhatikan kemampuan dari setiap anggota yang menduduki posisi
di setiap hirarki.20
Struktur politik dunia menurut Waltz struktur politik membentuk proses
yang ada di dunia ini. Struktur politik dunia membentuk kekuatan dunia menjadi
bipolar dan multipolar. Kekuatan bipolar ini menjelaskan ketika dunia hanya
dikuasai oleh dua negara. Sedangkan multipolar merupakan dimana posisi banyak
negara yang menguasai dunia.21
2. Kepentingan Nasional
Penulis menggunakan konsep kepentingan nasional untuk memahami dan
menganalisa kasus. Kepentingan nasional merupakan bentuk dari kebutuhan
suatu negara. Konsep kepentingan nasional diperlukan untuk menjelaskan
perilaku politik luar negeri suatu negara dan menentukan perilaku suatu negara
yang didasari oleh politik luar negeri untuk memenuhi kepentingan negaranya.
Kepentingan nasional juga menentukan langkah membuat keputusan suatu negara
serta kebutuhan negara seperti pertahanan, keamanan, militer dan kesejahteraan
ekonomi.22
Posisi subjek dalam sistem memengaruhi kepentingan dan juga strategi yang
akan dilakukan. Implikasi dalam struktur anarki merupakan tanggung jawab
setiap aktor dalam sistem internasional. Negara tidak dapat mempercayai negara
20
Kenneth N. Waltz, Theory of International Politics (Phillipines: Addison-Wesley Publishing
Company Inc, 1979). 21
Kenneth N. Waltz, Theory of International Politics (Phillipines: Addison-Wesley Publishing
Company Inc, 1979). 22
Jack C. Plano dan Roy Olton. Kamus Hubungan Internasional (Bandung: CV. Abardin 1999), 17
14
lain sehingga timbul pemikiran self help dalam mencapai kepentingan nasional
maupun meningkatkan keamanan negara.23
Struktur dari sistem internasional memengaruhi persepsi atau sikap negara
dalam membuat keputusan. Sistem internasional sendiri ditandai dengan adanya
anarki, tidak adanya otoritas yang mengatur kekuatan.24
Hal tersebut
menyebabkan kepentingan nasional menjadi pilihan untuk memaksimalkan
kekuatan dalam rangka mencapai kelangsungan hidup negara. Negara dapat
mematuhi aturan internasional jika aturan tersebut memenuhi pencapaian
kepentingan negara, apabila aturan tersebut tidak sesuai maka negara cenderung
untuk melanggar atau mengabaikan aturan tersebut. Ketidak percayaan suatu
negara terhadap negara lain menciptakan lahan untuk menunjukkan siapakah
yang terkuat dan dapat bertahan.25
Neorealisme tidak memandang sikap negara yang ditentukan oleh keadaan
domestik namun ditentukan dari struktur yang terjadi pada lingkup internasional.
Eksekutif negara atau pembuat keputusan akan melihat keadaan sistem
internasional dan menilai serta mencocokkan dengan kepentingan nasional,
sedangkan aktor domestik lain menjalankan kebijakan atas pilihan dari pembuat
keputusan.26
23
John Baylis, James Wirtz, Eliot Cohen dan Colin S.Gray. Strategy in The Contemporary World: an Introduction to Strategic Studies, (New York: Oxford University Press, 2002), 7 24
Andreas Bieler. The Anarchy Problematique and Sovereignty: Neo-Realism and State Power, hlm 2 tersedia di https://andreasbieler.net/wp-content/files/Neo-realism.pdf 25
John T.Rourke. International Politic on The World Stage, edisi kedelapan (United States of America: McGraw-Hill/Dushkin, 2001), 16 26
Steven e. Lobell, Norrin M. Ripsman dan Jeffrey W. Taliaferro, Neoclassical Realism, the State and Foreign Policy, (New York: Cambridge University Press, 2009), 26
15
3. Keamanan Nasional
Keamanan nasional merupakan isu utama di samping isu-isu lainnya,
sehingga seringkali aspek militer dan isu-isu politik yang berkaitan dengan
keamanan nasional mendominasi perpolitikan dunia. Tokoh realis memusatkan
perhatiannya pada potensi konflik yang ada di antara aktor negara untuk menjaga
stabilitas internasional, memperhitungkan manfaat dari tindakan paksaan sebagai
salah satu cara pemecahan terhadap perselisihan dan memberikan perlindungan
terhadap tindakan pelanggaran wilayah perbatasan. Kunci utama bagi para kaum
realis adalah power. Isu-isu strategis serta keamanan militer termasuk
kepentingan utama dalam kategori politik berbobot tinggi (high politics),
sedangkan isu-isu sosial dan ekonomi dipandang sebagai hal yang biasa bagi
kaum realis dan masuk ke dalam kategori politik yang rendah (low politics).27
Menurut Buzan dalam bukunya yang berjudul People, States and Fear:
An Agenda for International Security Studies in the Post-Cold War Era, bahwa
keamanan memiliki keterkaitan dengan keberlangsungan hidup (survival)28
.
Tidak hanya itu menurut Buzan, keamanan tidak hanya sebatas kekuasaan
seamata, tetapi juga membangun kerjasama yang bermanfaat.29
Para pemikir realis memposisikan keamanan nasional sebagai elemen
terpenting. keamanan nasional adalah yang harus diutamakan. Keamanan suatu
negara akan memasuki titik aman ketika negara tersebut dapat melihat dan
27
Azwar Asrudin, “Thomas Khun dan Teori Hubungan Internasional: Realisme sebagai Paradigma,”Indonesian Journal of International Studies 1 (Desember, 2014): 113 28
Barry Buzan, People, State, and Fear: The National Security Problem in International Relations, (Sussex: Wheatsheaf Book, 1993), 93 29
Buzan, People, State, 189
16
memastikan keberlangsungan hidupnya dalam sistem internasional. Bagi realis,
keamanan suatu negara adalah tentang kelangsungan hidup negara.
Negara-negara yang tidak mampu menjamin bagaimana keselamatan negara
mereka dengan militer-militer mereka sendiri, maka dengan mengimbangkan
kekuasaan negara sendiri akan menghadirkan harapan untuk dapat merasa aman
dalam hubungan internasional. Perlindungan bagi setiap negara merupakan hal
yang sangat penting untuk menjaga keamanan. Tidak bergantung kepada negara
lain, karena bagi realis suatu pertahanan haruslah diciptakan oleh negara sendiri
dan tidak berketergantungan kepada pertolongan negara lain30
.
Ruang udara nasional bersifat tertutup, mengingat udara merupakan
media gerak yang sangat rawan ditinjau dalam segi pertahanan dan keamanan
negara. Hal tersebut pada dasarnya dapat diartikan wilayah udara suatu negara
tertutup bagi pesawat-pesawat negara lain.
Menurut Allan Collins, fokus tentang keamanan merupakan fokus suatu
negara:
1. Keamanan diperlukan dalam rivalitas persaingan politik internasional.
2. Negara melakukan konsentrasi utama pada kekuasaan.
3. Negara menjadi titik utama dari loyalitas kebanyakan orang dan sumber
identitas.
30
Jill Steans dan Llyod Pettiford, Hubungan Internasional Perspektif dan Tema (Yogyakarta: Pustaka Pelajar , 2009)
17
4. Negara telah menciptakan komunitas terbesar yang paling kuat dan
paling efektif.31
Pandangan tradisional mengenai keamanan merupakan militer.
Perlindungan negara dari ancaman terhadap kepentingan nasional menjadi dasar
fokus utama.32
Jika mengaitkan dengan keamanan udara diatas langit
Kepulauan Riau dan Natuna, ruang udara berpotensial menjadi datangnya
ancaman asing terhadap keamanan nasional. Oleh karena itu dapat dipahami
mayoritas negara sangat memperhatikan keamanan udaranya. Negara menyadari
bahwa penataan ruang udara sangat penting, tidak hanya untuk keperluan
kesejahteraan tetapi juga dipersiapkan dan ditata bagi kegiatan pertahanan dan
keamanan.33
G. Metode Penelitian
Menurut Sugiyono metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.34
Metode penelitian
secara garis besar terdapat dua jenis penelitian yaitu kualitatif dan kuantitatif.
Penelitian kualitatif menurut Nasution merupakan penelitian yang dilakakukan
dengan tanpa alat-alat pengukur. Selain itu juga penelitian yang dilakukan
bersifat natural dalam artian tidak ada manipulasi di dalamnya, dan dalm
31
Alan Collins, Contemporary Security Studies (New York: Oxford University Press, 2007), 14 32
Nasu, Hitoshi, “The Expanded Conception of Security and International Law: Challenges To The Un Collective Security System,” Amsterdam Law Forum 3, 2011 [jurnal on-line] tersedia di: http://amsterdamlawforum.org/article/viewFile/225/417diunduh pada 19 Mei 2017 pukul 20:03 33
Sefriani,“Pelanggaran Ruang Udara oleh Pesawat Asing Menurut Hukum Internasional dan HUkum Nasional Indonesia,” Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM 22 (Oktober 2015) 34
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2010), 3
18
mencapai hasil penelitian digunakan tes berupa instrumen penelitian. Adapun
instrumen penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri sehingga dapat menggali
masalah uang muncul dalam masyarakat.35
Sedangkan penelitian kuantitatif
menurut Kasiram adalah proses menemukan pengetahan yang menggunakan data
berupa angka sebagai alat menganalisis keterangan yang ingin diketahui.36
Peneliti menggunakan metode kualitatif dalam penelitian yang bersifat
eksplanatori dalam menelaah kasus penelitian. Penelitian eksplanatori digunakan
guna untuk menjabarkan permasalahan yang akan dikaji. Penelitian kualitatif ini
dapat digunakan untuk memahami interaksi sosial.
Penggunaan metode penelitian kualitatif dalam penelitian ini untuk
menjabarkan kasus yang diangkat oleh peneliti dan juga pencapaian dalam
menyelesaikan penelitian ini. Metode penelitian kualitatif membantu peneliti
untuk menjelaskan masalah-masalah dalam kasus yang diangkat, dengan mencari
fakta-fakta yang peneliti kumpulkan.
Format desain penelitian kualitatif terdiri dari tiga model, yaitu format
deskriptif, format verifikasi, dan format grounded research. Pada penelitian ini
digunakan metode kualitatif dengan desain deskriptif, yaitu penelitian yang
35
Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif (Bandung: Tarsito, 2003) 36
Mohammad Kasiram, Metode Penelitian Kuantitatif-Kualitatif (Malang: UIN Malang Press, 2008)
19
memberi gambaran secara cermat mengenai upaya yang dilakukan Indonesia
dalam mengambil alih FIR yang berada di Riau37
.
Melakukan penelitian membutuhkan berbagai macam sumber. Dalam
melakukan penelitian terdapat dua jenis data yang digunakan yaitu data primer
dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari
masyarakat, sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari
kepustakaan38
. Adapun dalam penelitian ini peneliti menggunakan keduanya dari
data primer dan sekunder.
a. Data Primer
Data primer yang digunakan peneliti dalam berbentuk undang-undang
yang ada ikatannya antara Indonesia dengan Singapura. Peneliti juga
mendapatkan data primer dari berbagai sumber yang didapatkan langsung dari
pihak-pihak yang terkait. Peneliti melangsungkan wawancara dengan pengamat
penerbangan dan Manager Hubungan Masyarakar AirNavigation Indonesia.
b. Data Sekunder
Bahan sekunder merupakan bahan yang diperoleh dari hasil penelusuran
buku-buku dan juga artikel-artikel serta dari website terpercaya yang dapat
dijadikan referensi dalam penelitian ini. Bahan sekunder diperlukan dalam
melengkapi penelitian yang terkait.
37
Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: PTGramedia Pustaka Utama, 1993) 38
Sri Mamudji, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005 )
20
Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam mengolah data
adalah deskriptif qualitatif. Penggunaan deskriptif qualitatif berguna untuk
mengeksplorasi dan klarifikasi mengenai sesuatu gejala, dengan
mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dari unit
yang diteliti.39
Metode ini digunakan oleh peneliti untuk memaparkan respon
Singapura atas pengambilalihan FIR Kepulauan Riau oleh Indonesia.
H. Sistemika Penelitian
Menanggapi pokok permasalahan yang akan penulis bawakan untuk
memahami isi penulisan ini. penulis membagi penulisan ke dalam empat bab
yang terdiri dari beberapa sub bab.
Bab pertama, pada bab ini penulis menjelaskan latar belakang dari judul
penelitian sebagai pengatar mengenai upaya Indonesia dalam mengambil alih
FIR (Flight Information Region) di Kepulauan Riau dan Natuna periode Joko
Widodo, tujuan penulisan, kerangka teori dan konsep yang menjadi tolak ukur
penelitian, metode penelitian yang bersifat deskriptif.
Bab kedua, bab ini menjelaskan sejarah perkembangan udara serta aturan
FIR secara umum dan juga FIR Singapura diatas Kepulauan Riau dan Natuna.
Pada bab ini juga akan menjelaskan tentang pendelegasian FIR di atas
Kepualauan Riau dan Natuna yang diberikan otoritasnya kepada Singapura.
Bab ketiga, bab ini merupakan penjelasan mengenai pengaruhnya lintas
FIR Kepulauan Riau dan Natuna dalam pertahanan, ekonomi, dan keamanan
serta menjelaskan perspektif dari kedua negara dalam isu peneltian ini.
39
Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010)
21
Bab keempat, pada bab ini menjelaskan upaya yang dilakukan Indonesia
dalam mengambil alih FIR Kepualaun Riau dan Natuna pada periode Joko
Widodo, baik upaya yang sudah dilakukan ataupun yang akan dilakukan.
Bab kelima, bab penutup. Bab ini merupakan hasil kesimpulan dari
bab-bab sebelumnya.
22
BAB II
STATUS FLIGHTINFORMATION REGION (FIR)
DI KEPULAUAN RIAU DAN NATUNA
Bab ini membahas bagaimana FIR terbentuk dan juga aturan-aturan
mengenai FIR, serta FIR berdasarkan UNCLOS 1982. Menghadapi potensi
ancaman dari Singapura perlu untuk membangun postur pertahanan secara
khusus. Postur pertahanan itu sendiri dapat dilihat dari tiga hal, yakni kekuatan,
kemampuan dan gelar. Kekuatan merupakan kualitas dan kuantitas yang
dimiliki.sedangkan kemampuan diartikan sebagai kemampuan personil
pertahanan dalam mengoperasikan kekuatannya. Gelar adalah kekuatan
pertahanan yang dilengkapi dengan sistem pendukungnya yang ditempatkan
secara geografis.40
Rute udara Jakarta-Singapura menjadi salah satu rute tersibuk di dunia
bahkan melampaui rute udara London-Paris yang dikenal padat.41
kementerian
Perhubungan dalam agenda Diplomatic Reception yang diselenggarakan di
Ruang Mataram, Gedung Karya, Kementerian Perhubungan RI pada tanggal 6
November 2015, menyampaikan tentang potensi-potensi penerbangan Indonesia
salah satunya mencakup Flight Information Region (FIR) Indonesia yang setara
40
Yanyan Mochamad Yani,Ian Montratama, dan Ikardhi Putera, Langit Indonesia Milik Siapa? (Jakarta: elex media komputindo, 2017), 68 41
Ridha Aditya Nugraha, “Menyoal Ribu-Ribut di Langit Kepulauan Riau dan Natuna,” Kompas.com (27 Februari 2018) [berita-online] tersedia di: https://nasional.kompas.com/read/2018/02/27/13422401/menyoal-ribut-ribut-di-langit-kepulauan-riau-dan-natuna?page=alldiakses pada 8 juni 2018
23
dengan 25 FIR negara-negara di Eropa. Selain itu Indonesia juga melakukan
pengendalian terhadap 4 rute regional utama (major regional traffic flows) dari
total 9 rute di dunia, Indonesia menduduki posisi ke 8 dari sisi jumlah penumpang
pesawat udara yang diangkut selama 2011-2015 versi World Bank, Bandar Udara
Internasional Soekarno Hatta menduduki posisi ke 12 sebagai bandar udara
tersibuk di dunia pada tahun 2014 versi Airport Council International (ACI).42
A. Sejarah Penerbangan dan Perkembangan Ruang Udara
Pada masa Wright bersaudara, pesawat diciptakan hanya dapat
mengangkut satu orang penumpang. Kemudian seiring berjalannya waktu
pesawat diusahan dapat mengangkut banyak penumpang dan barang-barang pos,
meskipun pada saat itu pesawat masih dianggap wahana eksperimental.
Perkembangan pesawat sipil dipengaruhi oleh perkembangan balon udara panas
dan zeppelin (balon udara berbentuk cerutu raksasa yang dapat terbang terarah
karena mempunyai mesin dan kemudi). Zeppelin dapat mengangkut penumpang
dan dapat dikendalikan selayaknya pesawat terbang yang pertama kali digunakan
pada tahun 1909 oleh maskapai penerbangan pertama, Deutsche
Luftschiffahrts-AG (DELAG) (Jerman). Namun pada tahun 1937 terjadi
kecelakaan dan menjadi tahun berakhirnya sejarah penerbangan Zeppelin.43
42
Biro komunikasi dan informasi publik, “Diplomatic Receotion dalam rangka Pencalonan Indonesia Menjadi Anggota Dewan ICAO Periode 2016-2019,” Departemen perhubungan (06 November 2015) [artikel-online] tersedia di http://dephub.go.id/post/read/diplomatic- reception-dalam-rangka-pencalonan-indonesia-menjadi-anggota-dewan-icao-periode-2016-2019diakses pada 8 Juni 2018 43
Shabara Wicaksono, “Sejarah Penerbangan Komersial Udara,” *berita-online] tersedia di: https://phinemo.com/sejarah-penerbangan-komersial-dunia/diakses pada 24 Agustus 2018
24
Ruang udara adalah ruang yang terletak di atas ruang daratan dan ruang
lautan suatu wilayah negara dimana negara tersebut memiliki hak yurisdiksi.
Ruang udara, ruang lautan dan ruang daratan merupakan kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan.44
Prof. I.H.Ph Diederiks-Vershoor, dalam bukunya yang
berjudul “Sumilarities with and Differences Between Air and Space Law”:
Primarilary in the Field of Private International Law, menuliskan bahwa
Konferensi Internasional Hukum Udara yang pertama diselenggarakan pada
tahun 1910 setelah beberapa balon udara milik Jerman melewati ruang udara di
atas negara Perancis, hal tersebut dianggap oleh Perancis sebagai suatu ancaman
keamanan. Balon-balon tersebut digunakan sebagai kendaraan untuk melakukan
serangkaian riset. Konferensi tersebut diselenggarakan di Paris yang dihadiri oleh
19 negara. Setelah Perang Dunia I selesai, perusahaan penerbangan pertama
beroperasi antara London dan Paris pada tahun 1919.45
Dunia penerbangan saat ini menjadi salah satu tolak ukur kemajuan suatu
Negara. Indonesia saat ini memiliki fasilitas dan juga teknologi yang semakin
maju dari waktu ke waktu. Tidak hanya mengukur dari seberapa maju teknologi
dan fasilitas, tetapi perlu ditingkatkan juga sumber daya manusia(SDM) yang
memumpuni dalam dunia penerbangan. Pentingnya memperhatikan baik dari
SDM atau pun teknologi karena dunia penerbangan memiliki standar yang telah
diatur oleh International Civil Aviation Organization (ICAO). Standar ini
44
Ditjen Perhubungan Udara, “Ruang Udara,” *artikel-online] tersedia di: http://hubud.dephub.go.id/?id/page/detail/98 diakses pada 10 Juni 2018 45
I.H.Ph.Diederiks-Verschoor, Sumilarities with and Differences Between Air and Space Law: Primarily in the Field of Private International Law, Collected Courses of the Hague Academy of International Law 172 dalam buku Syahmin, Meria Utama, dan Akhmad Idris, “Hukum Udara dan Luar Angkasa,” (Palembang: Unsri Press, 2012)
25
menjadi acuan yang harus ditaati oleh setiap Negara, demi keselamatan dan juga
kenyamanan penerbangan.
ICAO didirikan pada tahun 1944, memiliki markas besar di Montreal,
Kanada. Tujuan ICAO didirikan untuk menjamin keselamatan penerbangan sipil.
ICAO sendiri memiliki 191 negara anggota yang tergabung46
. Indonesia menjadi
negara anggota ICAO pada 27 April 195047
. Indonesia pernah mengemban
amanah menjadi Anggota Dewan ICAO Kategori III pada tahun 1962 sampai
dengan 2001.48
Adapun penerbangan pertama Indonesia terjadi pada tahun 1913, yang
diterbangkan oleh seorang penerbang asal Belanda bernama JWER Hilger
berhasil menerbangkan sebuah pesawat jenis Fokker dalam kegiatan pameran
yang berlangsung di Surabaya. Namun penerbangan pesawat tersebut tidak
berjalan dengan baik karena mengalami kecelakaan dan tidak menimbulkan
korban jiwa. Kemudian pada tanggal 1 Oktober 1924 sebuah pesawat dengan
jenis Fokker F-7 milik maskapai penerbangan Belanda melakukan penerbangan
dari Bandara Schippol, Amsterdam menuju Batavia (sekarang Jakarta).
Penerbangan tersebut membutuhkan 55 hari dengan berhenti di 19 kota yang
kemudian berhasil mendarat di Cililitan, sekarang dikenal sebagai Pangkalan
46
ICAO, “About ICAO,” *artikel-online] tersedia di: https://www.icao.int/about-icao/Pages/default.aspxdiakses pada 8 Juni 2018 47
kementerian luar negeri, “Keanggotaan Indonesia Pada Organisasi Internasional,” [artikel-online] tersedia di http://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/Documents/Keanggotaan_Indonesia_pada_OI.pdfdiakses pada 8 Juni 2018 48
Biro komunikasi dan informasi publik, “Penantian Panjang Indonesia menjadi Anggota Dewan ICAO Diputuskan Pekan Depan,” (Departemen perhubungan, 2016) *artikel-online] tersedia di: http://www.dephub.go.id/post/read/penantian-panjang-indonesia-menjadi-anggota-dewan-icao-diputuskan-pekan-depan diakses pada 8 Juni 2018
26
Angkatan Udara Halim Perdanakusuma. Penerbangan inilah yang kemudian
tercatat sebagai penerbangan pertama sebuah pesawat dari Belanda ke
Indonesia.49
Keberhasilan penerbangan di Indonesia menciptakan kerjasama antara
Deli Maatschappij, Nederlandsch Handel Maatschappij, KLM, Pemerintah
Hindia Belanda (sekarang Indonesia), dan perusahaan- perusahaan dagang
lainnya yang memiliki kepentingan di Indonesia. Hasil kerjasama tersebut
mendirikan perusahaan patungan di Belanda, Koninklijke Nederlandsch Indische
Luchtvaart Maatschappij (KNILM) yang didirikan pada 1 November 1928.
KNILM membuka sebuah rute tetap Batavia-Bandung sekali seminggu dan
kemudian membuka rute Batavia-Surabaya (pp) dengan transit di Semarang
sekali setiap hari dengan pesawat jenis Fokker F-7/3B. Perusahaan tersebut
kemudian berkembang dan mampu menerbangkan pesawat yang lebih besar
seperti Fokker F-12 dan kemudian pesawat DC-3 Dakota, dengan menambahkan
rute Batavia-Palembang-Pekanbary-Medan, bahkan Singapura sekali seminggu.
Kemudian pada tahun 1931, jenis pesawat yang digunakan Fokker F-12 dan
Fokker F-18 yang dilengkapi dengan kursi untuk penumpang.50
Berdasarkan hasil perundingan Konferensi Meja Bundar (KMB), bahwa
KLM Interinsulair Bedrijf akan diserahkan kepada pemerintah Indonesia. Dr.
Konijnenburg sebagai perwakilan KLM yang menghadap kepada Presiden
Soekarno di Yogyakarta untuk meminta presiden memberi nama bagi perusahaan
49
Chappy Hakim, Believe It or Not Dunia Penerbangan Indonesia Terbang Aman dan Nyaman Walau Banyak Masalah, (Jakarta : Kompas Media Nusantara, 2014) 50
Chappy Hakim, Believe It or Not, 5
27
tersebut. Presiden Soekarno menanggapi hal tersebut dengan mengutip sebuah
sajak bahasa Belanda gubahan pujangga terkenal, Raden Mas Noto Soeroto pada
zaman kolonial “Ik ben Garuda, Vishnoe's vogel, die zijn vleugels uitslaat hoog
boven uw eilanden” yang memiliki arti “Aku adalah Garuda, burung milik Wisnu
yang membentangkan sayapnya menjulang tinggi diatas kepulauanmu”. Maka
pada tanggal 29 Desember 1949, penerbangan bersejarah pesawat DC-3 dengan
registrasi PK-DPD milik KLM Interinsulair membawa Presiden Soekarno dari
Yogyakarta ke Kemayoran untuk pelantikan sebagai Presiden Republik Indonesia
Serikat (RIS) dengan Garuda Indonesia Airways dan berlogo baru pemberian
Presiden Soekarno sebagai perusahaan penerbangan pertama.51
Pemerintah membentuk “Djawatan Penerbangan Sipil” yang
bertanggungjawab kepada kementerian Perhubungan Udara pada tahun 1952.
Kemudian nama tersebut diubah menjadi Direktorat Penerbangan Sipil pada
tahun 1963 dengan tugas dan tanggung jawabnya adalah menangani administrasi
pemerintahan, pengusahaan dan pembangunan bidang perhubungan udara. Dalam
rangka meningkatkan perkembangan dunia usaha penerbangan pada
pemerintahan Orde Baru, pada tahun 1969 Direktorat Jenderal Perhubungan
Udara dibentuk untuk menyesuaikan kebutuhan dan pemanfaatannya serta
menyempurnakan dengan struktur organisasi terdiri dari Sekretariat Direktorat
Jenderal, Direktorat Angkutan Udara Sipil, Direktorat Keselamatan Penerbangan
dan Direktorat Fasilitas Penerbangan. Tahun 1978 dikeluarkan Keputusan
51
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, “Penerbangan Indonesia dari masa ke masa,” [artikel-online] tersedia di http://hubud.dephub.go.id/?id/page/detail/91 diunduh pada 8 Juni 2018
28
Menteri Perhubungan nomor KM 50/OT/Phb-78, tentang "Susunan organisasi
dan tata kerja pelabuhan udara dan Sentra Operasi Keselamatan Penerbangan
(SENOPEN)", terbentuk kantor SENOPEN di 7 lokasi yaitu Medan, Pekanbaru,
Palembang, Surabaya, Bali, Ujung Pandang dan Biak". Fungsi unit kerja kantor
SENOPEN adalah pemberian pelayanan navigasi penerbangan.52
Perbatasan darat, kepulauan dan laut akan berkaitandengan kedaulatan
udara suatu Negara, seperti yang tercantum dalam Pasal 1 dan 2 Konvensi
Chicago 1994. Article 1 “The contracting States recognize that every State has
complete and exclusive sovereignty over the airspace above its territory”
Pasal 1 “Negara-negara pihak mengakui bahwa setiap Negara memiliki
kedaulatan yang penuh dan eksklusif atas wilayah udara di atas wilayahnya”
Article 2 “For the porpose of this Convention the territory of a State shall be
deemed to be the land areas and territorial waters adjacent thereto under the
sovereignty, suzerainty, protection or mandate of such State”
Pasal 2 “Untuk kepentingan Konvensi ini, wilayah suatu Negara harus dianggap
sebagai wilayah darat dan perairan teritorial yang berada di bawah kedaulatan,
keamanan, perlindungan atau mandat dari Negara tersebut.”
Pembentukan FIR merupakan hasil dari 11annex yang mengatur
permasalahan Air Traffic Service(ATS). ATS memuat tentang pengadaan dan
pengawasan terhadap lalu lintas udara, informasi penerbangan dan layanan
52
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, “Penerbangan Indonesia daei masa ke masa,” [artikel-online] tersedia di http://hubud.dephub.go.id/?id/page/detail/91 diunduh pada 8 Juni 2018
29
pemberitahuan serta mengenai keadaan bahaya. sebagaimana diatur dalam annex
11 Konvensi Chicago 1944:
“A generic term meaning variously, flight information services, alerting
services, air traffic advisory service, air traffic control service (area control
service, approach control service or aerodrome control service).”
“Secara umum ada berbagai istilah terminologi yang sangat beragam,
tentang pelayanan informasi penerbangan, tentang pelayanan kesiagaan berupa
rambu-rambu atau tanda, tentang pelayanan pemberian masukan atau saran pada
navigasi penerbangan, dan pelayanan pengendalian navigasi penerbangan
terhadap pesawat di dalam lintasannya”53
B. Ketentuan Flight Information Region (FIR)
Transportasi udara menjadi alternatif terbaik untuk menghubungkan satu
negara ke negara lain. Selain dapat memangkas waktu perjalanan, transportasi
udara juga menjadi pilihan terbaik untuk dijadikan transportasi yang terbilang
nyaman. Dengan demikian penerbangan berkaitan antara satu negara dengan
negara lainnya, maka ruang udara yang digunakan oleh pesawat harus memiliki
manajemen keselamatan penerbangan.
Pada tahun 1900-an belum ada peraturan mengenai ruang udara yang jelas.
Kali pertama Prof Ernest Nys berpendapat bahwa perlu diciptakannya peraturan
ruang udara skala internasional dalam hukum udara. Karena pada realitanya
53
Evi Zuraida, Tinjauan Yuridis Upaya Pengambilalihan Pelayanan Navigasi Penerbangan Pada Flight Information Region (FIR) Singapura atas Wilayah IndonesiaBerdasarkan Perjanjian antara Indonesia Singapura Tahun 1995, ( Jakarta: Universitas Indonesia, 2012), 34
30
banyak sekali penerbangan yang berlangsung di atas langit Eropa, tanpa
memperhatikan kedaulatan negara kolong.54
Seiring dengan perkembangan
dalam dunia penerbangan nasional dan internasional. Maka diciptakan peraturan
yang dituang ke dalam konvensi-konvensi, undang-undang dan juga kerjasama
mengenai ruang udara untuk pesawat yang melintasi wilayah negara lain dengan
mengutamakan keselamatan penerbangan khususnya penerbangan internasional.
1. Pengaturan Flight Information Region
Sejak ruang udara menjadi salah satu jalur yang bisa digunakan untuk
transportasi, manusia berupaya untuk menciptakan aturan ruang udara. Dalam
Hukum Romawi yang sangat dikenal prinsip yang berbunyi “Cujus est solum,
Ejus est coelum” yang memiliki arti bahwa barang siapa memiliki sebidang
tanah, ia juga memiliki apa yang berada di dalam tanah dan juga ruang yang
berada ditasnya tanpa batas.55
Adapun peraturan mengenai Flight Information Region (FIR) di Indonesia
telah tertuang didalam UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang penerbangan, Pasal 5
antara lain mengatur mengenai NKRI berdaulat penuh dan ekslusif atas wilayah
udara Republik Indonesia.56
Demikian Undang-Undang ini mengandung makna
bahwa sebagai Negara yang berdaulat, Republik Indonesia memiliki kedaulatan
penuh dan ekslusif di udara.
54
Martono, Usman Melayu, Perjanjian Angkutan Udara Indonesia”, (Bandung: Mandar Maju, 1996) dalam Skripsi Alfaris, Analisis Yuridis Pengawasan dan Pengendalian Wilayah Dirgantara Indonesia Terhadap Lalu Lintas Pesawat Udara Asing Ditinjau dari Hukum Internasional (Makasar: Universitas Hasanuddin, 2014), 28 55
Chappy Hakim, “Tanah Air dan Udaraku Indonesia”, (Jakarta: PT. Harum Biaro Asa, 2009) halaman 11 56
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
31
Konvensi Chicago 1944 tentang Penerbangan Sipil Internasional dan
Konvensi Hukum Laut Internasional Tahun 1982 yang telah diratifikasi dengan
UU Nomor 17 Tahun 1985 Tentang Pengesahan United Nations Convention on
the law of the sea(UNCLOS). Pasal wilayah udara Republik Indonesia, mengacu
pada ketentuan ini hanya menegaskan mengenai tanggung jawab dan
kewenangan Negara Republik Indonesia untuk mengatur penggunaan wilayah
udara yang merupakan bagian dari wilayah Indonesia57
.
Adanya aturan yang berkenaan dangan pembagian wilayah udara
bertujuan untuk menjamin keselamatan dan keamanan penerbangan. Aturan
tersebut telah ditetapkan oleh Negara-negara anggota yang tergabung dalam
ICAO untuk memberikan pelayanan navigasi penerbangan. Navigasi
penerbangan merupakan kegiatan pemanduan pesawat terbang dan juga
helikopter selama beroperasi yang dilengkapi dengan fasilitas navigasi
penerbangan didalam ruang udara yang dikuasai oleh Pemerintah Indonesia untuk
digunakan sebagai kegiatan operasi penerbangan dalam bentuk tatanan ruang
udara nasional. Pelayanan ruang udara memiliki 2 kategori yakni, pertama, ruang
udara yang pelayanan navigasi penerbangannya/FIR merupakan bagian dari
tanggung jawab Pemerintah Indonesia dan kedua, ruang udara dikuasai
berdasarkan perjanjian antar Negara yang berbatasan yang ditetapkan oleh
ICAO58
.
57
Soegiyono. “Kajian Kedaulatan Negara di Ruang Udara Terhadap Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI).”Berita dirgantara vol. 12 no. 2 Juni 2011: 76-82 58
Departemen Perhubungan RI, Cetak Biru Transportasi Udara 2005-2024, Ditjen Perhubungan Udara, Maret 2005, 111-49
32
Secara nasional pembentukan FIR telah ditentukan dalam hukum yang
terdapat pada Pasal 6 UU Penerbangan, yakni “Dalam rangka penyelenggaraan
kedaulatan negara atas wilayah udara Negara Kesatuan Republik Indonesia,
Pemerintah melaksanakan wewenang dan tanggung jawab pengaturan ruang
udara untuk kepentingan penerbangan, perekonomian nasional, pertahanan dan
keamanan negara, sosial budaya, serta lingkungan udara.” Kemudian ketentuan
pelaksanaannya pada PP Keamanan dan Keselamatan Penerbangan yang
tercantum dalam pasal 63, Pasal 64, Pasal 65, Pasal 73, Pasal 74 dan Pasal 75
pemerintah Indonesia diamanatkan untuk menetapkan ruang udara untuk
kepentingan navigasi udara.59
ICAO juga berperan sangat penting dalam pengaturan FIR karena
merupakan organisasi internasional penerbangan. Adapun peraturan dan
pengelolaan FIR telah diatur dan dituangkan ke dalam 18 annex yang tertulis di
Konvensi Chicago 1944.
2. Keberadaan FIR
Pada mulanya Indonesia memiliki empat bagian ruang udara yaitu, Jakarta,
Bali, Ujung Padang dan Biak. FIR Jakarta mencakup Indonesia bagian barat
pulau Kalimantan, bagian barat pulau Jawa hingga Sumatera. FIR Bali mencakup
Kalimantan bagian tengah hingga bagian timur, kemudian Jawa Timur hingga
Nusa Tenggara. FIR Ujung Pandang mancakup pulau Sulawesi, Maluku, sampai
kepulauan Aru. FIR Biak mencakup wilayah perairan Arafuru dan pulau Papua.60
59
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Keamanan dan Keselamatan Penerbangan No.3 Tahun 2001, LN no.9 Tahun 2001, TLN No.4075. 60
Zuraida, Tinjauan Yuridis, 55
33
Kemudian untuk mengefektifkan navigasi udara dan juga meningkatkan
pelayanan penerbangan, diubah menjadi dua bagian berdasarkan Supplement
Aeronautical Information Publication (AIP) dari Direktorat Jendral Perhubungan
Udara (Ditjen Hubud) Nomor 02/05 tanggal 14 April 2005 ruang udara Indonesia
dibagi menjadi FIR Jakarta dan FIR Ujung Pandang berlaku sejak 12 Mei 2005.
FIR Jakarta tetap mencakup pulau Sumatera, bagian barat pulau Kalimantan,
bagian barat Jawa Tengah hingga mengarah ke selatan dan mencakup Pulau
Christmas milik Australia. Sedangkan FIR Ujung Pandang meliputi cakupan
FIRBiak dan FIR Bali serta wilayah udara Timor Leste dan sebagian Papua
Nuigini.61
Berdasarkan pembentukannya FIR dibagi menjadi dua yaitu, FIR bagian
bawah yang disebut dengan FIR dan FIR bagian atas yang disebut dengan Upper
Flight Information Region (UIR).62
terbentuknya FIR dan UIR dilatarbelakangi
oleh kemampuan dan kesanggupan pesawat terbang berbeda-beda baik dalam
segi teknologi dan keadaan alam. FIR pemberian pelayanan navigasi udara di
dalam lapisan 20.000 kaki, sedangkan UIR merupakan pelayanan navigasi udara
dalam lapisan di atas 20.000 kaki sehingga tanggung jawab dalam UIR lebih
besar. Namun belum ada kejelasan dalam pembagian lapisan ruang udara FIR dan
UIR pada prakteknya, sehingga ketentuan UIR sendiri tergantung kepada negara
atau atas kesepakatan negara-negara yang bersangkutan.63
61
Evi Zuraida, “Tinjauan”,55 62
Kresno, “Flight Information Region”, Majalah Forum Hukum, Volume 3 no 2 63
Evi Zuraida, “Tinjauan”,80
34
Pembagian Dua FIR Indonesia
Sumber: AirNavigation Indonesia
Pembagian Empat FIR Indonesia
Sumber: Direktorat Penerbangan Sipil
35
Indonesia memiliki ruang udara yang terbilang sangat strategis, bahkan
masuk ke dalam kategori padat dan sibuk. Dengan demikian maka Indonesia
harus melakukan pengetatan dalam mengontrol ruang udara. Ruang udara
Indonesia secara kesuluruhan diatur oleh AirNav Indonesia, dalam pembagiannya
AirNav Indonesia membagi dua ruang udara Indonesia yakni Jakarta Flight
Information Region dan Ujung Pandang Flight Information Region. Total luas
FIR 2.219.629 Km2
dengan luas wilayah 1.476.049 Km2
dan jumlah lalu lintas
penerbanganlebih dari 10.000 Movement/hari.
3. Flight Information Region Menurut United Nations
Convention on The Law of The Sea (UNCLOS)
Indonesia telah meratifikasi United Nations Convention On The Law Of
The Sea (UNCLOS). Hukum batas horizontal ruang udara telah di tetapkan dalam
Pasal 2 Konvensi Chicago 1944 bahwa:
Article 2 “For the porpose of this Convention the territory of a State shall
be deemed to be the land areas and territorial waters adjacent thereto
under the sovereignty, suzerainty, protection or mandate of such State”
Pasal 2 “Untuk kepentingan Konvensi ini, wilayah suatu Negara harus
dianggap sebagai wilayah darat dan perairan teritorial yang berada di
bawah kedaulatan, keamanan, perlindungan atau mandat dari Negara
tersebut.”
Namun kelemahan dari Konvensi Chicago tidak menyebutkan batas
kedaulatan udara di atas teritorial laut. Sehingga Konvensi Perserikatan
36
Bangsa-Bangsa (PBB) dijadikan acuan untuk menegaskan batas udara di atas
teritorial laut yang termaktub dalam Konvensi PBB tentang hukum laut
1982/UNCLOS 1982.
Penegasan atas kedaulatan ruang udara yang dimiliki oleh Indonesia secara
utuh tercantum dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 Pasal 5 tentang
Penerbangan. Kemudian Indonesia mengatur wilayah negara dengan UU No.43
Tahun 2008 tentang Wilayah Negara. Pada Pasal 1.1 UU tersebut “Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah salah satu unsur negara yang
merupakan satu kesatuan wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan
kepulauan dan laut teritorial beserta dasar laut dan tanah dibawahnya, serta ruang
udara di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung
didalamnya”. Dilanjutkan hal yang sama dalam Pasal 5 UU yang sama
disebutkan bahwa “Batas Wilayah Negara di darat, dasar laut dan tanah di
bawahnya serta ruang udara di atasnya ditetapkam atas dasar perjanjian bilateral
dan/atau mengenai batas darat, batas laut dan batas udara serta berdasarkan
peraturan perundang-undangan dan hukum internasional”.64
Adapun menurut UNCLOS 1982, Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI)
merupakan bagian dari laut teritorial Republik Indonesia. Indonesia telah
meratifikasi UNCLOS 1982 yang kemudian diterapkan dalam UU 17 Tahun 1985
yang di dalamnya menetapkan hak lintas penerbangan, melewati udara di
selat-selat internasional tertentu dan alur laut kepulauan.
Adapun status hukum ruang udara wilayah Indonesia sebagai berikut:
64
Adam Irwansyah Fauzi, Kedaulatan dan Batas Ruang Udara Negara (Bandung: Institut Teknologi Bandung, 2018)
37
1. Ruang Udara di atas wilayah daratan.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang meliputi wilayah
daratan dan perairan serta laut teritorial yang tidak dapat dipisahkan
dimensi horizontalnya. Indonesia memiliki kedaulatan penuh dan
utuh atas ruang di atas daratan dan bersifat mutlak dan tanpa
perkecualian.
2. Ruang udara di atas perairan kepulauan.
Indonesia memiliki hak kedaulatan di atas perairan kepulauan.
Namun Indonesia harus menyediakn lintas alur laut kepulauan
untuk kapal atapun pesawat asing yang syarat-syaratnya telah
ditentukan oleh Konvensi PBB tentang Hukum Laut Tahun 1982
(UNCLOS 1982). Artinya atas diratifikasinya konvensi UNCLOS
1982 maka kedaulatan Indonesia mendapatkan pengecualian yaitu
memberikan hak lintas bagi pesawat udara asing atau disebut juga
hak lintas damai (innocent passage). tetapi Indonesia dapat
menangguhkan sementara waktu hak lintas pesawat asing dari
perairan kepulauan, jika diperlukan untuk menjaga keamanan dan
pertahanan.
38
3. Ruang Udara di Atas Perairan Pedalaman.
Perairan pedalaman (internal waters) atau disebut juga perairan
darat (inland waters) yang meliputi sungai, muara terusan, anak
laut, danau, perairan diantara gugusan pulau-pulau dan perairan
pada sisi dalam garis dasar atau pangkal kepulauan. Dalam
UNCLOS 1982 tidak secara gamblang menentukan status ruang
udara di atasnya, namun dapat ditarik kesimpulan bahwa letak
bagian dari perairan kepulauan apabila bukan bagian dari alur laut
kepulauan maka ruang udara diatas perairan pedalaman sama
dengan perairan kepulauan.
4. Ruang Udara di Atas Laut Teritorial.
Berdasarkan UNCLOS 1982 batas terluat laut teritorial Indonesia
adalah 12 mil ditarik dari garis dasar kepulauan yaitu suatu garis
lurus yang menghubungkan titik-titik terluar dari bagian-bagian
pulau-pulau terluar. Indonesia memiliki kedaulatan atas laut
teritorial dan ruang udara di atasnya, dasar laut dan tanah serta
kekayaan yang ada di dalamnya. Hak lintas damai pada pesawat
asing berlaku di atas laut teritorial Indonesia.
5. Ruang Udara di Atas Selat.
Kapal dan pesawat asing memiliki hak lintas transit (right of transit
passage) dalam selat yang digunakan untuk alur internasional. Selat
Malaka merupakan selat yang digunakan untuk perlintasan
internasional. Penggunaan hak lintas tersebut bertujuan untuk
39
melintas transit dan tidak terputus. Adapaun pesawat udara dalam
transit harus:
a. Mentaati peraturan negara yang telah ditetapkan oleh ICAO
sepanjang berlaku bagi pesawat sipil, pesawat udara negara
mematuhi ketentuan keselamatan penerbangan.
b. Setiap waktu memonitor frekuensi yang ditujukan oleh otoritas
pengawas lalu lintas udara yang berwenang yang sudah ditetapkan
secara internasional atau oleh frekuensi radio darurat intrnasional
yang tepat.
6. Ruang Udara di Atas Alur Laut Kepulauan.
Pesawat asing diperbolehkan untuk melintasi ruang udara alur laut
kepulauan dengan mengacu kepada ketentuan UNCLOS 1982.
Dengan ketentuan kapal dan pesawat udara yang melintasi alur laut
kepulauan tidak boleh menyimpang 25 mil laut kedua sisi garis
sumbu, selanjutnya kapal dan pesawat udara asing tidak
diperbolehkan untuk berlayar dan terbang dengan pantai kurang
dari 10 persen dan jarak antara 10 persen dari jarak antara titik-titik
yang terdekat pada pulau-pulau yang berbatasan dengan alur laut
tersebut. Namun kelemahan Konvensi UNCLOS 1982 dalam
penentuan alur laut pesawat yang melintas (pesawat sipil dan
negara) serta bagaimana pelaksanaan penerbangannya
menimbulkan perbedaan persepsi sehingga menimbulkan konflik
antar negara.
40
7. Ruang Udara di Atas Zona Tambahan dan Ruang Udara di
Atas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE).
Zona tambahan merupakan wilayah laut yang lebarnya tidak
melebihi 24 mil laut diukur dengan garis pangkal dari mana lebar
laut teritorial Indonesia diukur. Sedangkan ZEE merupakan wilayah
laut yang lebarnya tidak melebihi 200 mil laut diukur dari garis
pangkal mana lebar laut teritorial Indonesia diukur. Ruang udara di
atas zona tambahan dan di ZEE, bebas dilintasi oleh pesawat udara
asing dengan syarat penerbangan tersebut tidak melanggar hak-hak
negara Indonesia dan tetap kepada aturan ICAO.65
65
Muhammad Fitrah Zulkarnain.”Flight Information Region (FIR) Singapura dan Dampaknya Terhadap Kedaulatan dan Keamanan Indonesia”. (Makassar: Universitas Hasanuddin, 2018)
41
BAB III
KEDUDUKAN FIR NATUNA DAN KRONOLOGI PENDELEGASIAN FIR
NATUNA KEPADA SINGAPURA OLEH INDONESIA
Pada bab ini, penulis akan memaparkan awal mula pendelegasian FIR
Indonesia diberikan kepada Singapura, perjanjian antara Indonesia dan
Singapura, dan kerugian yang Indonesia dapatkan dari perjanjian pengendalian
ruang udara di Natuna dan Kepulauan Riau antara Indonesia dan Singapura.
Indonesia berusaha dalam berbagai kesempatan untuk bisa mengambil
alih kembali pelayanan navigasi udara di atas Kepualauan Riau dan Natuna.
Namun Indonesia masih belum bisa dikatakan layak utuk melakukan pelayanan
udara, sehingga Indonesia berupaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan
navigasi mengikuti standar internasional. Upaya Indonesia dalam meningkatkan
pelayanan navigasi bukan hal yang mudah, melainkan butuh kerjasama antar
lembaga ataupun kementerian, dan juga kesabaran karena membutuhkan waktu
yang tidak sedikit.
A. Pendelegasian FIR Indonesia kepada Singapura
Ruang udara merupakan hal yang sangat rentan dan salah satu unsur yang
sangat penting bagi negara. Ruang udara negara juga merupakan zona yang harus
dijaga serta mendapatkan control khusus untuk menjaga dan melindungi
keamanan negara. Pentingnya pengendalian ruang udara selain unsur keamanan
juga adanya unsur politik, ekonomi dan juga yang paling terpenting mengenai
keselamatan.
42
Perjanjian internasional bilateral merupakan perjanjian yang melibatkan
dua negara yang membuat kesepakatan suatu hal. Perjanjian bilateral pada
umumnya hanya mengatur persoalan yang khusus menyangkut kedua negara
tersebut. Indonesia dan Singapura memiliki banyak perjanjian-perjanjian
bilateral, salah satunya perjanjian Flight Information Region tahun 1995. Adanya
sifat Treaty of Contract yang terkandung dalam perjanjian bilateral
mengisyaratkan bahwa perjanjian tersebut menjadi sumber hukum yang mengikat
antara pihak yang bersangkutan dalam kontrak pada hukum yang
khusus.66
Perjanjian ruang udara antara Indonesia dan Singapura telah lama
disepakati.
Indonesia menargetkan akan megambil sektor A, B dan C
selambat-lambatnya pada tahun 2021. Saat ini sektor A dan C dikendalikan oleh
Singapura, sedangkan untuk sektor B dikendalikan oleh Malaysia. Demikian
Singapura dan Malaysia dalam mengendalikan ruang udara Indonesia
mendapatkan keuntungan, salah satunya menjadikan ruang udara tersebut sebagai
zona latihan militer udara bagi masing-masing negara. Penggunaan ruang udara
sebagai zona latihan militer udara mereka berdampak kepada
penerbangan-penerbangan yang melewati ruang udara tersebut, termasuk
penerbangan Indonesia.
66
Sefriani, Hukum Internasional Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), 29
43
1. Kronologi dan Proses Pendelegasian FIR Indonesia Kepada
Singapura
Peneliti menghimpun berbagai sumber untuk menjelaskan kronologi dan
proses pendelegasian FIR kepada Singapura oleh Indonesia, khususnya ruang
udara Natuna dan Kepulauan Riau yang dikenal sebagai FIR Natuna. Adapun FIR
Natuna meliputi 3 sektor yaitu, Tanjung Pinang, Riau dan Natuna. Sektor tersebut
dibentuk dan disetujui pada tahun 1946 yang dihadiri oleh negara-negara anggota
ICAO. Sektor tersebut merupakan salah satu jalur udara yang terletak di ASIA
dan Pasifik.67
Pertemuan yang diadakan di Dublin tersebut tidak dapat dihadiri
oleh Indonesia.68
Pada saat itu juga membahas pemandatan ICAO kepada Inggris untuk
mengelola FIR Upper Natuna. Pertemuan tersebut tidak dapat dihadiri oleh
Indonesia, karena Indonesia masih membenahi situasi dalam negeri pasca
kemerdekaan 1945. Sehingga pada saat itu Inggris dianggap mampu untuk
mengelola FIR Natuna dan Kepulauan Riau hingga Indonesia mampu mengambil
alih kembali ruang udara tersebut. Inggris kemudian memberikan mandat
pengelolaan FIR Natuna setelah Singapura merdeka pada tahun 1965.69
ICAO memandatkan Singapura untuk mengelola navigasi udara
Kepulauan Riau dan Natuna pada tahun 1946. Indonesia dianggap belum mampu
67
Zuraida, Tinjauan Yuridis, 60 68
Detik finance , Wilayah Udara RI di Atas Natuna Dikuasai Singapura sejak 1946, [berita - online] https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-2753438/wilayah-udara-ri-di- atas-natuna-dikuasai-singapura-sejak-1946?_ga=2.185186977.905818818.1548647700-2077836079.1538984299 69
Wawancara Manager Hubungan Masyarakat Air Navigation Indonesia, Yohanes Harry Sirait
44
untuk mengelola navigasi udara Kepulauan Riau dan Natuna, karena Indonesia
masih dalam keadaan baru merdeka, sedangkan pada saat itu penerbangan Selat
Malaka meningkat.70
Berdasarkan annex 1,2 dan 28 Konvensi Chicago 1944
serta mandat ICAO, yaitu Annex 1-Personnel Licensing, mengatur tentang izin
serta lisensi personil untuk menjalankan suatu maskapai sesuai standar yang telah
diatur secara spesifik.71
Annex 2-Rules of The Air, mengatur tentang segala yang
berkaitan dengan penerbangan secara visual dan penggunaan instrumen
penerbangan.72
sebagaimana tercantum dalam Konvensi Chicago 1944 pasal 28
Konvensi Chicago 1944 “mengusahakan fasilitas penerbangan yang sesuai
dengan standar internasional semampunya”.73
Penunjukan Inggris untuk mengelola FIR Natuna pada tahun 1946
didukung oleh negara-negara anggota ICAO, karena pada saat itu perairan
Natuna dan Kepulauan Riau masih menjadi laut bebas (high seas) dan dianggap
belum menjadi wilayah bagian Negara Indonesia.74
Demikian negara yang belum
mampu mengelola navigasi dapat memandatkan pelayanan navigasi udaranya
70
Detik finance , Wilayah Udara RI di Atas Natuna Dikuasai Singapura sejak 1946, [berita - online] https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-2753438/wilayah-udara-ri-di-atas-natuna-dikuasai-singapura-sejak-1946?_ga=2.185186977.905818818.1548647700-2077836079.1538984299 71
ICAO. Personnel licensing. Edisi kesepuluh. This edition incorporates all amendments adopted by the Council prior to 11 March 2006 and supersedes, on 23 November 2006, all previous editions of Annex 1.
72 ICAO. Rules of the air. Edisi kesepuluh. This edition incorporates all amendments adopted by
the Council prior to 24 February 2005 and supersedes, on 24 November 2005, all previous editions of Annex 2.
73 Ni Putu Anggaraeni, “Convention on International Civil Aviation,” Indonesia Journal of
International Law 6 (Juli 2009): 568 74
Kresno.”Flight Information Region”Majalah Forum Hukum Vol 3 no 2, 78
45
kepada negara lain. Pelayanan navigasi udara yang saat itu Kepulauan Riau dan
Natuna belum bisa dilayani oleh Indonesia, maka Indonesia dapat memberikan
mandat kepada negara terdekat yakni Singapura untuk melayani navigasi udara di
wilayah tersebut. Namun dalam ketentuan tersebut disebutkan, jika negara yang
memandatkan otoritas udaranya ke negara lain sudah mampu dalam memberi
fasilitas, sumber daya manusia, melayani dan mengawasi otoritas udara (FIR),
maka negara tersebut dapat mengambil alih kembali otoritas udaranya.75
Pada tahun 1973 diadakan pertemuan RAN I (Regional Air Navigation)
yang diselenggarakan di Honolulu. Pertemuan RAN I menegaskan kembali serta
ditetapkan oleh ICAO bahwa FIR Natuna yang meliputi sektor Tanjung Pinang,
Riau dan Natuna masuk ke dalam FIR Singapura. pada tahun 1983, kembali
diadakan pertemuan RAN II yang diselenggarakan di Singapura. Indonesia sudah
berupaya untuk mengambil alih kembali pengelolaan FIR di atas Kepulauan Riau
dan Natuna. Namun pembahasan tersebut ditolak karena Indonesia masih dinilai
belum mampu dalam segi teknologi, organisasi dan SDM (Sumber Daya
Manusia). pertemuan RAN diadakan dalam jangka waktu 10 tahun sekali.
Indonesia mengangkat kembali tema mengenai pengambil alihan FIR di atas
Kepulauan Riau dan Natuna pada pertemuan RAN III yang diselenggarakan di
Bangkok tahun 1993. karena pada tahun 1982 Indonesia telah meratifikasi
UNCLOS, maka zona udara Natuna dan Kepulauan Riau bukan lagi laut bebas.
Kemudian ICAO memutuskan untuk Singapura dan Indonesia bertemu di waktu
75
Marsono, “Upaya Pengelolaan Kembali Wilayah Udara Di Atas Kepulauan Riau dan Natuna,” WIRA 55 (), 16-17 [majalah - online] tersedia di https://www.kemhan.go.id/wp-content/ uploads/2016/03/4.-Wira-Juli-Agustus-2015.pdf
46
khusus untuk membuat kesepakatan antara keduanya mengenai status FIR di atas
Kepulauan Riau dan Natuna. Keputusan tersebut membawa kedua negara
bertemu dan membuat kesepakatan dalam mengelola FIR di atas Kepulauan Riau
dan Natuna.76
Pertemuan yang diadakan antara kedua negara membuahkan hasil dan
ditetapkan secara tertulis di dalam perjanjian “The Realignment of The Boundary
between The Singapore Flight Information Region and The Jakarta Flight
Information Region” yang diselesaikan pada 21 september 1995 di Singapura.
Tetapi perjanjian tersebut ditolak oleh Malaysia, karena pada saat perjanjian
tersebut dibentuk Malaysia tidak terlibat.77
2. Perjanjian FIR Indonesia dan Singapura 1995
Indonesia dan Singapura sudah lama membangun kerjasama, salah
satunya adalah kerjasama mengenai FIR di atas Kepulauan Riau dan Natuna.
Kerjasama tersebut terbentuk dalam perjanjian bilateral antara Indonesia dan
Singapura. dalam terminologi resminya adalah “Agreement between the
Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Republic of
Singapore on the Realignment of the Boundary between the Singapore Flight
Information Region and the Jakarta Flight Information Region”. Perjanjian
tersebut dibuat pada 21 september 1995 di Singapura, yang kemudian diresmikan
oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden RI No. 07 Tahun 1996
76
Wawancara Manager Hubungan Masyarakat Air Navigation Indonesia, Yohanes Harry Sirait 77
Wawancara Manager Hubungan Masyarakat Air Navigation Indonesia, Yohanes Harry Sirait
47
pada tanggal 2 Februari 1996 tentang pengesahan perjanjian FIR antara Indonesia
dan Singapura.78
Perjanjian FIR dibentuk untuk mencapai kesepakatan bersama antara
Indonesia dan Singapura. Perjanjian FIR juga merupakan perjanjian yang
bertujuan untuk menciptakan keselamatan penerbangan. Indonesia
mendelegasikan sebagian ruang udara Indonesia kepada Singapura dalam
kesepakatannya, karena Indonesia belum mampu mengelola seluruh wilayah
udara Indonesia untuk transportasi udara komersil dan non komersil.79
Pembentukan perjanjian FIR antara Indonesia dan Singapura terbentuk
setelah upaya Indonesia belum berhasil pada RAN II untuk mengubah posisi
Indonesia pada kesepakatan RAN I yang menyepakati bahwa Singapura
melakukan pelayanan navigasi atas ruang udara Indonesia di Natuna di atas
20.000 kaki dan Malaysia di bawah 20.000 kaki. Kemudian Indonesia
mengajukan proposal mengenai ambil alih pelayanan navigasi udara di atas
Kepulauan Riau dan Natuna yang dikendalikan oleh Singapura pada pertemuan
RAN III di Bangkok. Pada awalnya merupakan pembentukan TMA (Terminal
Area-Natuna) melalui working paper AIS/FAC/3-WP/55 19/2/93 Agenda Item 5
Airspace Organization and ATS Units including en-route and terminal area Aids:
“RE-ALIGNMENT OF INDONESIA FIR”, atau disebut “Working Paper No.
55”. Indonesia mendapat kesepakatan bahwa Working Paper No. 55 dapat
diterima, namun Singapura memberikan counter paper, sehingga ICAO
memberikan saran agar kedua negara membicarakan secara bilateral antara
78
Yani,Montratama,dan Putera, Langit Indonesia, 38 79
Yani, Montratama,dan Putera, Langit Indonesia, 39
48
Indonesia dan Singapura. Agenda RAN IV akan dilaksanakan pada tahun 2003,
namun belum dilaksanakan hingga saat ini.80
Peta Wilayah FIR yang Didelegasikan Kepada Singapura
Sumber: https://www.airmagz.com/35595/rebut-ruang-udara-indonesia-dari-singapura.html
Pokok bahasan yang tertulis dalam pejanjian tersebut yakni mengenai,
penetapan batas yang disesuaikan dengan UNCLOS 1982, Ruang udara di atas
Kepulauan Riau dan Natuna disebut sektor A, B dan C, Indonesia memberikan
tanggung jawab pelayanan navigasi penerbangan kepada Singapura dari
permukaan laut sampai dengan ketinggian 37.000 kaki di sektor A, Indonesia
memberikan tanggung jawab pelayanan navigasi penerbangan kepada Singapura
dari permukaan laut sampai dengan ketinggian tak terhingga di sektor B, sektor C
tidak diatur dalam perjanjian FIR antara Indonesia dan Singapura tetapi harus
dikoordinasikan antara Indonesia, Singapura dan Malaysia, Singapura mengambil 80
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemhub, Kronologis Pengambilalihan Natuna, Bahan Rapat Pokja Pengambil alhan Ruang Udara diatas Kepulauan Natuna, 9 Oktober 2006, 1.
49
jasa pelayanan navigasi penerbangan atau RANS (Routes Air Navigation Service)
charges dan sebagian dana tersebut diserahkan kepada Indonesia, dan perjanian
FIR antara Indonesia dan Singapura akan diperbaharui dalam jangka waktu 5
tahun sekali.81
B. Dasar Hukum Pengambil Alihan FIR Kepulauan Riau dan Natuna
dari Singapura oleh Indonesia
Upaya dalam mengambil alih kembali FIR di atas Kepulauan Riau dan
Natuna sempat tertunda. Pada tahun 1998, Indonesia mengalami krisis moneter.
Karena pada saat itu, Indonesia kembali kepada persoalan dalam negeri yang
sangat fundamental salah satunya berupaya untuk memulihkan rupiah dan juga
menstabilkan isu dalam negeri yang menyebabkan kerusuhan. Terbitnya
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang penerbangan,
membuat Indonesia terfokus kembali untuk mencapai target sebagaimana yang
termaktub di dalam pasal 458:82
“Wilayah udara Republik Indonesia, yang pelayanan navigasi
penerbangannya didelegasikan kepada negara lain berdasarkan perjanjian sudah
harus dievaluasi dan dilayani oleh lembaga penyelenggara pelayanan navigasi
penerbangan paling lambat 15 (lima belas) tahun sejak Undang-Undang ini
berlaku”
81
Yani, Montratama, danPutera, Langit Indonesia, 41 82
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009
50
Diluncurkannya undang-undang tersebut menggerakkan kembali
elemen-elemen yang bertanggungjawab dalam upaya mengambil alih kembali
FIR Kepulauan Riau dan Natuna, dalam jangka waktu 15 tahun sejak
undang-undang tersebut diberlakukan. Demikian Indonesia membenahi dan
meningkatkan segala kebutuhan yang berkenaan dengan upaya mengambil alih
FIR. Indonesia meningkatkan kelemahan-kelemahan yang telah disebutkan pada
RAN II yakni dengan meningkatkan teknologi, organisasi dan SDM. Salah satu
amanat dari undang-undang tersebut adalah penggabungan pelayanan navigasi
penerbangan. Sebelumnya pelayanan navigasi penerbangan dilayani oleh
bandara. Namun sejak tahun 2012, Pemerintah Indonesia telah membentuk badan
khusus yang menangani pelayanan navigasi yaitu Air Navigation Indonesia
(AirNav Indonesia).83
Indonesia mendelegasikan wilayah udara di atas Kepulauan Riau dan
Natuna kepada Singapura berdasarkan hukum secara internasional dan nasional.
Sebagaimana dalam Annex 11 tentang Air Traffic Service mengenai
pendelegasian FIR. Sedangkan dasar hukum nasional mengenai pendelegasian
FIR kepada negara lain sebagaimana telah dicantum dalam pasal 63:84
1. Menteri menetapkan batas-batas penggunaan ruang udara untuk
kepentingan pelayanan navigasi penerbangan yang menjadi tanggung
jawab Pemerintah Indonesia
83
Wawancara Manager Hubungan Masyarakat AirNav Indonesia, Yohanes Harry Sirait 84
Pasal 63 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan
51
2. Batas-batas penggunaan ruang udara sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) didasarkan pada perjanjian antar negara dalam hal:
a. Negara lain diberikan tanggung jawab atas pelayanan navigasi
penerbangan di dalam wilayah udara Indonesia; atau
b. Indonesia memperoleh tanggung jawab atas pelayanan navigasi
penerbangan di luar wilayah udara Indonesia.
3. Pelaksanaan perjanjian antar negara sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2), dilakukan oleh Menteri setelah mendengar pertimbangan dari
instansi terkait.
Kemudian perjanjian Indonesia dan Singapura harus ditinjau kembali
dalam Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and The
Government of the Republic of Singapore on the Realignment of the Boundary
between the Singapore Flight Information Region and the Jakarta Flight
Information Region. Sebagaimana yang tercantum pada Artikel 7:
“This Agreement will be reviewed at the end of five years and shall be extended by
mutual consent if both parties find it beneficial to do so”
“Perjanjian ini akan ditinjau kembali pada akhir tahun kelima dan akan
diperpanjang dengan persetujuan bersama jika kedua belah pihak merasa
menguntungkan untuk melakukannya”
Maka kesepakatan bilateral antara Indonesia dan Singapura sudah
seharusnya diperbaharui. Selain keadaan yang sudah berubah, masa berlaku dari
52
kesepakatan tersebut mengharuskan kedua negara untuk mengadakan kembali
pertemuan dan meninjau ulang kesepakatan tersebut.
Indonesia juga bisa mengambil ketentuan yang tertera dalam Pasal 1
Konvensi Chicago 1994 yang menyebutkan bahwa:
“The contracting States recognize that every State has complete and
exclusive sovereignty over the airspace above its territory”85
“Negara-negara yang berkontrak mengakui bahwa setiap Negara memiliki
kedaulatan yang lengkap dan eksklusif atas wilayah udara di atas wilayahnya”
Pasal ini membahas tentang kedaulatan negara secara utuh atas ruang di
atas wilayahnya. Maka dengan acuan konvensi ini, Indonesia bisa mengambil alih
FIR diatas Kepualuan Riau dan Natuna yang selama ini dikendalikan oleh
Singapura.
C. Kerugian Indonesia dalam Pengelolaan FIR yang diatur oleh Air
Traffic Control Singapura
Hubungan kerjasama antara Indonesia dengan Singapura sangat erat
karena bukan hanya dalam faktor geografis, melainkan juga factor sejarah. Kedua
negara ini memiliki kedekatan wilayah sehingga penting adanya kerjasama yang
baik satu sama lain untuk menciptakan keamanan dan stabilitas wilayah, untuk
menjamin terlakananya pembangunan di berbagai bidang dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan rakyat kedua negara. Hubungan Indonesia dengan
85
Konvensi Chicago 1994
53
Singapura terjalin sangat baik, terlihat dari beberapa perjanjian yang telah
disepakati maupun yang akan disepakati. Salah satu perjanjian yang mengikat
keduanya adalah perjanjian tentang operasional FIRyang telah ditandatangi
tanggal 21 September 1995. Perjanjian tersebut mengundang kedua negara untuk
mengatur kembali ruang udara yang berada di atas Kepulauan Riau dan Natuna,
khususnya dalam konteks ini Indonesia berkomunikasi dengan Singapura untuk
melakukan penataan kembali FIR dalam mencapai hak ekslusif pengontrolan
kedaulatan wilayah udara nasional86
.
Dampak yang muncul dari pengelolaan FIR Kepualauan Riau dan Natuna
terhadap Indonesia merugikan pemerintah Indonesia di beberapa sektor.
Indonesia menjadi pihak yang dirugikan oleh Singapura karena penguasaan
navigasi udara yang dikelola oleh Singapura, tidak hanya dalam penerbangan
sipil tetapi kesempatan ini juga digunakan untuk melakukan latihan militer udara.
Pengendalian ruang udara di Kepulauan Riau dan Natuna memberikan
dampak negatif terhadap Indonesia. Adapun kerugian tersebut dapat ditinjau
dalam berbagai aspek, seperti aspek ekonomi, aspek pertahanan dan keamanan
dan aspek politik. Pada penelitian ini akan membahas aspek tersebut.
Pertama, aspek ekonomi yang bisa dilihat pada Pasal 6 UU Penerbangan
sangat jelas menyebutkan bahwa “ Dalam rangka penyelenggaraan kedaulatan
negara atas wilayah udara Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah
melaksanakan wewenang dan tanggung jawab pengaturan ruang udara untuk
kepentingan penerbangan, perekonomian nasional, pertahanan dan keamanan
86
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. Buku Putih Pertahanan Indonesia 2015. Cetakan ketiga, November 2015, 75
54
negara, sosial budaya serta lingkungan udara.” Dalam penjelasan Pasal 6 tersebut
disebutkan juga bahwa wilayah udara yang berupa ruang udara di atas perairan
dan daratan Republik Indonesia merupakan kekayaan nasional yang harus
dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat, bangsa dan negara.
Atas nama Indonesia, Singapura mengambil biaya jasa pelayanan
navigasi. Setiap pesawat yang melintasi FIR Natuna harus memberikanfee kepada
Singapura, hal tersebut tetap berlaku untuk Indonesia. Kemudian Singapura
memberikan hasil fee yang dibayarkan oleh pesawat-pesawat yang melewati FIR
Natuna kepada Indonesia. Namun Indonesia tidak diberitahukan secara terperinci
hasil dari pemungutan fee tersebut.87
Pada saat angakatan udara Singapura sedang berlatih di kawasan FIR
Kepualauan Riau dan Natuna, pelayanan navigasi Singapura memberikan jalur
yang lebih jauh atau menunggu hingga latihan tersebut selesai. Sehingga dengan
demikian, Indonesia dirugikan karena dapat menghabiskan bahan bakar lebih dan
juga mengulur waktu penerbangan lebih lama.88
Kedua, aspek pertahanan dan keamanan selama pengendalian navigasi
udara di atas Kepulauan Riau dan Natuna dikendalikan oleh Singapura, Indonesia
tidak bisa melihat pesawat yang melewati langit Indonesia di Kepulauan Riau dan
Natuna secara terperinci. Negara yang secara terperinci melihat pesawat yang
melewati kedaulatan Indonesia adalah Singapura. Maka untuk menjaga keamanan
dan pertahanan Indonesia secara utuh, pemerintah harus bergerak cepat untuk
87
Miftahul Khairiyah Al Istiqomah, Indonesia’s Effort To Take Over Flight Information Region of Riau Islands and Natuna From Singapore (Jember: Universitas Jember, 2016), 43 88
Al Istiqomah, “Indonesia’s Effort”, 44
55
mengambil alih kembali pengendalian ruang udara Kepulauan Riau dan Natuna.
Indonesia berupaya penuh untuk meningkatkan kualitas penerbangan agar
mencapai kepercayaan penerbangan dalam keselamatan, karena hal utama yang
harus dikedepankan bukan hanya kedaulatan semata melainkan keselamatan.89
Perjanjian FIR Singapura - Indonesia membuat pergerakan militer
Indonesia terbatas. Karena untuk militer Indonesia yang akan melakukan
penerbangan di FIR Natuna yang dikendalikan oleh Singapura harus melalui izin
pelayanan navigasi Singapura yang kemudian pengelola pelayanan navigasi
Singapura memberitahukan kepada ICAO. Kententuan tersebut disebutkan pada
Pasal 5:90
“When the Government of the Republic of Indonesia intends carry out
activities such as relief operations and military exercises which would affect
users within the airspace delegated to Singapore, the Directorate General of
Air Communications, Indonesia, shall inform the Civil Aviation Authority of
Singapore of such activities in accordance with ICAO rules. The Civil Aviation
Authority of Singapore shall notify the international civil aviation community
of the activities in accordance with ICAO rules”
“Ketika Pemerintah Republik Indonesia bermaksud melakukan kegiatan
seperti operasi bantuan dan latihan militer yang akan memengaruhi pengguna
di wilayah udara yang didelegasikan ke Singapura, Direktorat Jenderal
89
Sindonews.”Rebut Fir!”. 2015. https://nasional.sindonews.com/read/1043316/16/rebut-fir-1441941622 diakses pada 28 februari 2019 90
Pasal 5 dalam perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Singapura tentangthe Realignment of the Boundary between the Singapore Flight Information Region and the Jakarta Flight Information Region
56
Komunikasi Udara, Indonesia, akan memberi tahu Otoritas Penerbangan Sipil
Singapura tentang kegiatan tersebut sesuai dengan aturan ICAO. Otoritas
Penerbangan Sipil Singapura harus memberi tahu komunitas penerbangan sipil
internasional tentang kegiatan sesuai dengan aturan ICAO”
Ketiga, aspek politik sebagaimana dalam Artikel 1 Konvensi Chicago
1944 tertulis bahwa pengakuan terhadap kedaulatan suatu negara atas ruang
udara di atas wilayah teritorialnya, dan juga Pasal 5 UU Penerbangan tertulis
bahwa Negara Republik Indonesia berdaulat penuh dan utuh atas wilayah
Republik Indonesia. Kewajiban Indonesia mengambil alih pelayanan navigasi
udara Kepulauan Riau dan Natuna pada sektor A, B dan C menjadi kewajiban
sebagaimana tertulis perintahnya pada UU Penerbangan Pasal 458 bahwa
seluruh wilayah udara di wilayah kedaulatan Republik Indonesia yang
pemberian pelayanan navigasi penerbangannya didelegasikan kepada negara
yang sudah harus dilayani oleh lembaga penyelenggara pelayanan navigasi
dalam waktu 15 tahun sejak undang-undang ini diberlakukan yaitu 21 Januari
2009. Kemudian Pasal 460 tertulis bahwa lembaga penyelenggara tersebut
harus terbentuk paling lambat tiga tahun sejak 12 Januari 2009.91
91
Zuraida, Tinjauan Yuridis, 129
57
BAB IV
UPAYA INDONESIA DALAM MENGAMBIL ALIH FLIGHT
INFORMATION REGION SINGAPURA DI ATAS KEPULAUAN RIAU
DAN NATUNA
Pada bab ini, penulis akan membahas upaya yang dilakukan Indonesia
untuk mengambil alih FIR Natuna. Indonesia sejak lama berupaya untuk
mengambil alih kembali pelayanan navigasi ruang udara di atas Kepualauan Riau
dan Natuna. Upaya-upaya tersebut tentunya tidak bisa terwujud hanya dengan
mengandalkan satu lembaga pemerintahan. Pemerintah Indonesia saling bahu
membahu untuk mewujudkan FIR Natuna kembali ke tangan Indonesia dan
menciptakan pelayanan navigasi yang aman untuk menjamin keselamatan
penerbangan. Penulis berasumsi bahwa upaya mengambil alih FIR Natuna dari
Singapura bukan soal kedaulatan semata. Indonesia harus berupaya untuk
menciptakan keselamatan yang disesuaikan dengan standar internasional.
Selain itu bab ini juga akan menjelaskan kemajuan sektor penerbangan
Indonesia di mata dunia internasional, perspektif militer dan sipil dalam melihat
isu FIR Natuna, serta membahas berbagai hambatan yang dihadapi Indonesia
dalam proses mengambil alih FIR Natuna yang hingga saat ini masih
dikendalikan oleh Singapura. Upaya Indonesia meyakinkan dunia internasional
bahwa Indonesia memiliki kemampuan yang memadai dalam sektor
penerbangan. Sehingga mampu mengendalikan FIR Natuna yang sekarang masih
dikendalikan oleh Singapura.
58
A. Perspektif Militer dan Sipil Terhadap FIR Natuna
Mengambil alih FIR bukan persoalan yang mudah, dibutuhkan kerjasama
yang baik antar kementerian/lembaga. Indonesia sudah melakukan upaya
peningkatan kapabilitas sektor penerbangan untuk mengambil alih FIR yang telah
lama dikelola oleh Singapura. Sejak pertemuan RAN II tahun 1983, Indonesia
sudah berupaya untuk mengambil alih FIR Natuna. Meskipun tujuan mengambil
alih FIR Natuna belum tercapai, Indonesia masih terus mengupayakan hingga
saat ini.
Upaya Indonesia dalam mengambil alih FIR Natuna dari Singapura sangat
diapresiasi oleh Penerbangan Sipil Indonesia dan Militer Indonesia khususnya
Angkatan Udara. Indonesia akan mendapatkan nilai lebihdalam sektor
penerbangan jika berhasil mendapatkan FIR Natuna dari Singapura. Begitu juga
keuntungan yang didapatkan akan memengaruhi dunia penerbangan sipil dan
juga militer.
Meskipun tujuan Indonesia disambut baik oleh penerbangan sipil dan
militer, keduanya memiliki perspektif yang berbeda dan kepentingan yang
berbeda. Bagi Militer Indonesia pengambil alihan FIR Natuna sangat penting
dilakukan untuk menjaga keamanan negara. Berbeda dengan perspektif
penerbangan sipil yang menganggap bahwa pengambil alihan FIR Natuna bukan
suatu prioritas utama, karena hal yang terpenting dalam penerbangan adalah
keselamatan. Penulis akan mengkomparasikan perspektif militer dan sipil
Indonesia terhadap FIR Natuna.
59
1. Perspektif Militer Indonesia
Suatu kewajiban bagi negara untuk menjaga keamanan nasional beserta
sumber daya alam didalamnya. Indonesia merupakan negara yang terbentuk
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1945. Mengacu kepada pembukaan
UUD 1945 alinea 3 dan 4, Indonesia telah terbebas dari jajahan bangsa lain dan
membentuk negara. Maka Indonesia harus melindungi segenap bangsa dan
menciptakan keamanan nasional agar terhindar dari ancaman internal dan
eksternal.92
Menjaga keamanan dan mempertahankan stabilitas kedaulatan bangsa
merupakan salah satu tugas utama militer. Sebagaimana dalam ketetapan MPR
No.VII/MPR/2000 pasal 2 ayat 2 yang tertulis:93
“Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan negara bertugas
pokok menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta
melindungi segenap tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan
terhadap keutuhan bangsa dan negara”
Ketetapan tersebut dengan sangat jelas menyebutkan bahwa kedaulatan
dan keutuhan wilayah Negara Republik Indonesia merupakan hal yang harus
dipertahankan. Kedaulatan yang terdiri atas dimensi daratan, lautan dan udara
92
Mayjen TNI Bambang Heru Sukmadi.M.Sc, dkk, Keamanan Nasional Sebuah Konsep dan Sistem Keamanan Bagi Bangsa Indonesia (Jakarta: Sekretariat Jendreal Dewan Keatahanan Nasional, 2010), 50 93
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VII/MPR/2000 Tahun 2000 Tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia
60
sangat dijaga keutuhannya oleh Militer Indonesia. Hal tersebut berkaitan dengan
tujuan Angkatan Udara Indonesia yang menganggap bahwa FIR Natuna
merupakan suatu keharusan untuk Indonesia mengambil alih dari Singapura. FIR
Natuna beberapa kali memunculkan polemik antara Militer Udara Indonesia dan
Militer Udara Singapura.
Menurut Chappy Hakim yang merupakan Marsekal TNI AU mengatakan
dalam bukunya “Tanah Air dan Udaraku Indonesia: Cat Rambut Orang Yahudi”
bahwa ruang udara Indonesia yang sudah lama dikendalikan oleh Singapura
merupakan hal sangat memprihatinkan. Otoritas pengatur lalu lintas udara
Singapura bertindak over acting yang mengatas namakan keselamatan
penerbangan yang jika mendelik lebih dalam merupakan bisnis penerbangan bagi
Singapura. Sudah seharusnya Pemerintah Indonesia didukung dalam mengambil
alih halaman udara sendiri yang selama ini dikelola oleh negara lain. Upaya
tersebut menyangkut harga diri dan kehormatan negara berdaulat.94
Chappy Hakim tidak berhenti menuliskan dan menegaskan bahwa
pengambil alihan FIR Natuna dari Singapura sangat penting, yang kemudian
dituliskan kembali dalam bukunya yang dicetak pada tahun 2014 dengan judul
“Believe or Not: Dunia Penerbangan Indonesia”. Buku tersebut menegaskan
bahwa FIR Natuna bukan hanya sekedar komersial dan komoditas semata, tetapi
menyangkut kehormatan bangsa, nasionalisme, harga diri bangsa, patriotisme dan
untuk mempertahankan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurutnya Indonesia merupakan negara yang strategis bagi jalur penerbangan
94
Chappy Hakim,”Tanah Air”, 13-16
61
komersial di ASEAN dengan wilayah yang terluas dan terbesar, sudah
sepantasnya Indonesia mengelola ruang udara langit kedaulatan sendiri.95
Buku Putih Indonesia tahun 2015 memaparkan persoalan mengenai
wilayah latihan militer udara di FIR Natuna. Hal tersebut sudah tercantum dalam
perjanjian yang disepakati antara militer Indonesia dan militer Singapura.
Perjanjian kedua negara tersebut ditandatangani tanggal 21 September 1995
tentang operasional FIR Natuna, yang kemudian secara paralel disepakati juga
perjanjian tentang Military Training Area (MTA) 1996-2005 yang mana
Singapura diberikan akses untuk melakukan latihan di ruang udara Natuna dan
sekitarnya. Mengenai hal tersebut Indonesia sedang mengomunikasikan dengan
Singpaura untuk menata ulang kembali FIR Natuna untuk memenuhi kedaulatan
nasional secara ekslusif.96
Adapun wilayah yang digunakan sebagai area latihan
militer yang telah disepakati untuk MTA 1 berada di Tanjung Pinang dan MTA 2
berada di Laut Cina Selatan. Indonesia menangguhkan perjanjian tersebut kepada
Singapura pada 2003, karena Singapura melanggar perjanjian dengan membawa
pihak ketiga yakni Amerika Serikat dan Australia untuk latihan bersama di
wilayah udara Indonesia.97
95
Chappy Hakim, “Believe”, 99 96
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, Buku Putih Pertahanan Indonesia 2015 (Jakarta: Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, 2015), 75 97
Jana Milia, Yandry Kurniawan, Wibisono Poespitohadi,”Analysis of defense Cooperation Agreement Between Indonesia and Singapore in 2007-2017 Through Defens Diplomacy Goal Variable,” Jurnal Pertahanan 4 (Agustus 2018): 109
62
2. Perspektif Sipil
Transportasi udara merupakan salah satu transportasi yang banyak
diminati untuk menempuh jarak jauh, karena dapat mengefisienkan waktu
daripada transportasi darat atau laut. Peminat masyarakat Indonesia
menggunakan jasa pesawat udara terbilang banyak. Data Angkutan Lebaran
Kemenhub 2016 menunjukkan jumlah penumpang tahun 2016 mencapai 4,3 juta
dan mengalami lonjakan sebanyak 7,26% atau diperkirakan menjadi 4,6 juta
penumpang.98
Penumpang pesawat kembali meningkat pada tahun 2018 suntuk
penerbangan domestik, terhitung sejak Januari hingga Oktober 2018 tumbuh
sebesar 6,98% menjadi 78,63 juta orang, ini lebih besar dibanding 2017 dengan
periode yang sama. Sedangkan untuk penerbangan internasional 2019 tumbuh
sebesar 7,8% menjadi 14,9 juta sedangkan tahun lalu sebesar 13,84 juta orang.99
Jumlah penumpang yang setiap tahunnya terus meningkat dapat menjadi
petunjuk bahwa kepercayaan masyarakat untuk menggunakan pesawat terbang
semakin tinggi. Tentu saja bertambahnya jumlah tersebut dikarenakan upaya
lembaga pemerintah pada sektor penerbangan yang terus meningkatkan kualitas
pelayanan, maskapai, teknologi serta jaminan keselamatan penerbangan. Namun
Indonesia juga mengalami pasang surut dalam dunia penerbangan. Sedikit
98
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, “Kementerian Perhubungan Republik Indonesia - Menhub: Jumlah Pemudik Angkutan Udara Diprediksi Paling Tinggi Dibanding Moda Lain,” Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, 3 Juli 2016 [berita on-line] tersedia di http://hubud.dephub.go.id/?id/news/detail/2915 99
Anonim,”Penumpang Pesawat Penerbangan Domestik Januari-Oktober 2018 Tumbuh 7%,” Katadata.co.id, 20 Desember 2018 [data on-line ]tersedia di https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/12/20/penumpang-pesawat-penerbangan-domestik-januari-oktober-2018-tumbuh-7 diakses pada 19 Juli 2019
63
banyaknya kejadian kecelakaan yang terjadi, menjadi tolak ukur sektor
penerbangan dalam keamanan dan keselamatannya.
Sejumlah kemajuan sektor penerbangan Indonesia menjadi salah satu
acuan untuk Indonesia dalam mengambil alih FIR Natuna. Pada saat ruang udara
Kepulauan Riau dan Natuna didelegasikan oleh ICAO kepada Singapura,
Indonesia dalam keadaan belum siap untuk melakukan pelayanan navigasi pada
FIR Natuna. Karena hal yang perlu diutamakan dalam penerbangan adalah
keselamatan. Kecelakaan penerbangan akan menimbulkan banyak kerugian
karena dapat kehilangan jiwa dan juga kerugian secara material dalam jumlah
yang sangat besar akibat kecelakaan.
Tidak sedikit kecelakaan pesawat yang terjadi di Indonesia, mulai dari
tergelincirnya pesawat saat pendaratan hingga jatuhnya pesawat. Pada tahun
1967, maskapai Garuda Indonesia mengalami kecelakaan akibat tergelincir di
Bandara Sam Ratulangi Manado, atas kecelakaan tersebut merenggut korban jiwa
22 orang tewas dan 70 orang selamat.100
Kemudian tahun 1997, maskapai
Garuda Indonesia mengalami kecelakaan di Buah Nabar, Sumatera Utara.
Kecelakaan tersebut tercatat sebagai insiden terbesar dalam dunia penerbangan
tanah air yang menewaskan 222 penumpang dan 12 orang awak kabin.101
Jumlah
100
Iman Achdiat,”Pasang Surut Dunia Penerbangan Indonesia,” AirMagz.com, 30 Maret 2017 [berita on-line] tersedia di https://www.airmagz.com/9015/pasang-surut-dunia-penerbangan-indonesia .html diakses pada 19 Juli 2019 101
Luthfia Ayu Azanela, “5 Tragedi Kecelakaan Pesawat di Indonesia yang Timbulkan Banyak Korban,” Kompas.com, 30 Oktober 2018 *berita on-line] tersedia di https://nasional.kompas.com/read/2018/10/30/08210001/5-tragedi-kecelakaan-pesawat-di-indonesia-yang-timbulkan-banyak-korban?page=alldiakses pada 19 Juli 2019
64
kasus kecelakaan pada penerbangan dapat memengaruhi kepercayaan dan juga
penilaian keselamatan. Hal tersebut juga memengaruhi proses Indonesia dalam
mengambil alih pelayanan navigasi FIR Natuna yang dikendalikan oleh
Singapura.
Penulis melakukan wawancara mengenai FIR Kepulauan Riau dan Natuna
yang dikendalikan oleh Singapura, bersama Alvin Lie yang merupakan pengamat
penerbangan Indonesia. Menurut Alvin Lie mengelola FIR tidak ada kaitannya
dengan kedaulatan, karena FIR tersebut berkenaan dengan pelayanan navigasi
udara. Setiap pesawat yang melintasi ruang udara suatu negara harus memiliki
flight approval, jika pesawat tersebut tidak mendapatkan izin dari negara yang
akan dilintasi maka negara yang melayani navigasi tidak akan mengizinkan
pesawat tersebut. Sehingga jika ada pesawat asing yang melintasi ruang udara
Kepulauan Riau dan Natuna tanpa seizin pihak Indonesia, maka ATC Singapura
tidak akan memberikan izin kepada pesawat tersebut. Jika pesawat asing
berkeliaran di ruang udara Indonesia, maka TNI AU dapat menindak lanjuti
dengan mengusir pesawat tersebut karena dianggap telah melanggar aturan
penerbangan dan mengganggu kedaulatan Indonesia.
Menurut Alvin Lie persoalan FIR Natuna tidak bisa dinilai hanya pada
masa sekarang, tetapi harus dilihat kilas balik mengapa FIR Natuna tersebut
diserahkan kepada Singapura oleh ICAO. Saat itu Indonesia belum mampu untuk
mengelola ruang udara Kepulauan Riau dan Natuna, dilihat dari lapangan terbang
dan maskapai yang dimiliki terbilang sedikit dan belum memadai. Seiring
65
berjalannya waktu, Singapura mengandalkan transportasi udara dan mendirikan
Singapore Airlines sebagai aset negara, serta mengusahakan agar diadakannya
penerbangan internasional ke Singapura. Demikian Singapura berinvestasi pada
transportasi udara dengan terus meningkatkan teknologinya. Sedangkan
Indonesia mengembangkan teknologi penerbangan jauh setelah Singapura
meningkatkan teknologi penerbangan, sehingga bukan hal yang mudah untuk
mengambil alih kembali FIR Natuna. Indonesia butuh berdiplomasi kepada
stakeholder terkait untuk meyakinkan bahwa FIR Natuna akan aman
dikendalikan oleh Indonesia.
Perspektif yang muncul antara militer Indonesia dan sipil memiliki sedikit
perbedaan, yakni soal keutamaan dalam memandang FIR Natuna yang
dikendalikan oleh Singapura. Melihat ke dalam sudut pandang militer keharusan
Indonesia mengambil alih FIR Natuna karena kedaulatan Negara Indonesia mulai
terancam dengan keberadaan pesawat asing dan sering kali angkatan bersenjata
udara Singapura yang menggunakan wilayah MTA di kawasan udara Indonesia.
Sedangkan dalam penerbangan sipil, keselamatan penerbangan lebih utama
daripada kedaulatan.
Penulis berpendapat bahwa perbedaan perspektif antara militer dan sipil
terukur dari kebutuhan penerbangan dari masing-masing pihak. Militer Indonesia
membutuhkan keadilan dan kemudahan untuk melakukan pelatihan di FIR
Natuna. Sedangkan dalam penerbangan sipil mengutamakan pelayanan navigasi
66
yang baik untuk menjaga keselamatan penerbangan agar terhindar dari
kecelakaan.
Indonesia perlu meninjau ulang kembali perjanjian-perjanjian yang telah
disepakati mengenai kerjasama dalam mengelola FIR Natuna untuk penerbangan
sipil atau militer.
B. Upaya Pengambilalihan Pengelolaan FIR
Pengambilalihan pengelolaan FIR merupakan hal yang mungkin
Indonesia lakukan. Indonesia membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang
memumpuni, meningkatkan teknologi navigasi dan pengelolaan lalu lintas udara,
serta sumber pembiayaan. Pemerintah Indonesia telah merencanakan
pengambilalihan FIR Singapura yang berada di atas Kepulauan Riau dan Natuna.
Indonesia memfokuskan pada landasan dalam pembuatan kebijakan yang
meliputi penetapan tujuan dan sasaran, penyusunan strategi, pelaksanaan program
dan fokus kegiatan serta langkah-langkah atau implementasi sistem navigasi dan
pengelolaan lalu lintas udara di wilayah FIR Kepulauan Riau dan Natuna.
Kementerian Luar Negeri bertugas untuk melakukan negosiasi kepada
Singapura dan Malaysia, untuk mencapai kesepakatan diambil alihnya FIR
Natuna kepada Indonesia serta kepada antar lembaga nasional. Kementerian
Perhubungan menjadi unsur penting untuk membuat regulasi mengenai kelayakan
dan keamanan lalu lintas udara. AirNav memiliki tugas yang sangat penting
dalam upaya pengambil alihan ruang udara di atas Kepulauan Riau dan Natuna
67
yakni, meningkatkan teknologi yang disesuaikan dengan standar internasional,
adapun teknologi yang dimaksudkan tersebut mencakup peralatan, Standar
Operasional Prosedur (SOP), dan SDM.102
Indonesia melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan keamanan,
keselamatan dan kepercayaan penerbangan secara internal dan eksternal. Adapun
usaha yang sudah dilakukan Indonesia diantaranya:
1. Internal
1. Membentuk LPPNPI/AirNav Indonesia
Langkah awal yang Pemerintah Indonesia lakukan sebagai upaya
memajukan teknologi navigasi Indonesia adalah menyatukan pelayanan navigasi
pada satu lembaga yakni Air Navigation Indonesia (AirNav Indonesia) yang
didirikan pada tahun 2012. AirNav Indonesia memberikan perubahan yang lebih
baik bagi dunia penerbangan Indonesia. Sehingga dengan demikian, pelayanan
navigasi Indonesia di sama ratakan. Sebelumnya pelayanan navigasi penerbangan
dilayani oleh bandara. Pengendalian tersebut dikendalikan oleh pihak BUMN,
perhubungan dan pihak swasta, sehingga tidak mencapai standar dalam
pelayanan. Sehingga dalam undang-undang juga diamanatkan penggabungan
pelayanan navigasi, yang kemudian dibentuk Air Navigation Indonesia (AirNav
Indonesia).103
102
Hasil wawancara Manager Hubungan Masyarakat Air Navigation Indonesia, Yohanes Harry Sirait 103
Wawancara Manager Hubungan Masyarakat Air Navigation Indonesia, Yohanes Harry Sirait
68
Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tepatnya
pada bulan September 2009 menetapkan Rencana Peraturan Pemerintahan (RPP)
menjadi PP 77 Tahun 2012 mengenai Perusahaan Umum (Perum) Lembaga
Penyelenggaraan Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI).
Pelayanan navigasi ang sebelumnya ditugaskan kepada PT Angkasa Pura I dan
PT Angkasa Pura II, terhitung sejak 16 Januari 2013 diserahkan kepada LPPNPI
atau lebih dikenal dengan AirNav Indonesia.104
Pembentukan AirNav Indonesia merupakan salah satu saran dari ICAO
untuk Indonesia mencapai standar internasional dalam pelayanan navigasi
penerbangan. Sebelumnya navigasi udara Indonesia dilayani oleh PT Angkasa
Pura I dan PT Angkasa Pura II, UPT Ditjen Perhubungan, dan bandar udara
khusus sehingga kualitas pelayanan navigasi berbeda dan tidak mencapai standar
internasional. AirNav terbagi menjadi dua ruang udara berdasarkan FIR yakni
FIR Jakarta dan FIR Ujung Pandang.105
Tulisan Direktur Operasi AirNav periode 2018, Wisnu Darjono yang
diterbitkan Kompasiana dalam daringnya menjelaskan tentang tugas dan fungsi
Airnav Indonesia yakni, pertama melakukan pelayanan lalu lintas
penerbanganyang didalamnya terdiri dari pelayanan pemanduan lalu lintas
penerbangan, pelayanan informasi penerbangan, dan pelayanan kesiagaan.
Kedua, pelayanan telekomunikasi penerbangan yang didalamnya terdiri dari
104
AirNav Indonesia, “Sejarah Navigasi Penerbangan” tersedia di https://www.airnavindonesia.co.id/sejarah/navigasi diakses pada 19 Juli 2019 105
AirNav Indonesia, “Sejarah Perum LPPNPI” tersedia di https://www.airnavindonesia.co.id /sejarah-lppnpi diakses pada 19 Juli 2019
69
pelayanan aeronautika tetap, pelayanan aeronautika bergerak, dan pelayanan
radio navigasi aeronautika. Ketiga, pelayanan informasi aeronautika yang
didalamnya terdiri dari pelayanan infromasi aeronautika dan peta penerbangan,
penerbitan dan penyebarluasan Notam, dan pelayanan informasi aeronautika
bandar udara. Keempat, pelayanan informasi meteorologi penerbangan. Kelima,
pelayanan informasi pencarian dan pertolongan.106
Berdirinya AirNav Indonesia sebagai single ATS Provider memberikan
langkah baru bagi Indonesia untuk menunjukkan kepada dunia internasional
bahwa Indonesia sudah mampu melakukan pelayanan navigasi sesuai standar
internasional, yakni dengan memberikan pelayanan navigasi yang efisien untuk
penerbangan nasional dan internasional. Langkah tersebut dapat meyakinkan
pihak yang berkaitan dengan FIR Natuna akan keselamatan penerbangan jika FIR
tersebut dikelola oleh Indonesia. Peran AirNav Indonesia sangat penting bagi
Indonesia dalam mengambil alih FIR Natuna. Karena dengan adanya AirNav
Indonesia keraguan fasilitas pelayanan navigasi yang sebelumnya diragukan oleh
ICAO dapat dipertimbangkan kembali kelayakannya.
2. Meningkatkan Teknologi
Kemajuan suatu negara dilihat bagaimana teknologi negara tersebut
berkembang dan melangkah maju. Dunia penerbangan sangat mengedepankan
teknologi, karena untuk mencapai keamanan dan keselamatan penerbangan
106
Wisnu Darjono, “Tugas Pokok dan Fungsi AirNav Indonesia,” kompasiana, 25 Oktober 2016 tersedia di https://www.kompasiana.com/wdtu/552e034a6ea834221b8b45bf/tugas-pokok -dan-fungsi-airnav-indonesia diakses pada 19 Juli 2019
70
dibutuhkan teknologi yang memumpuni pelayanan navigasi. Terutama
penerbangan yang akan melewati ruang udara merupakan penerbangan sipil yang
dapat membawa ratusan penumpang dalam satu maskapai. Seiring berjalannya
waktu, peminat untuk menggunakan jasa transportasi pesawat semakin
meningkat, sehingga aktivitas di udara mulai lebih padat.
Indonesia merupakan salah satu jalur udara yang sangat padat untuk
penerbangan internasional. AirNav Indonesia melayani navigasi udara terpadat
kelima menurut The International Air Transportation Association (IATA)di
dunia yakni jalur penerbangan di Selat Malaka yang meliputi Sumatera sampai
Kalimantan dan Jawa. AirNav Indonesia mengawasi hampir 2.000 penerbangan
setiap harinya, lalu lintas penerbangan terpadat yakni di Bandara Soekarno Hatta
dengan jumlah aktivitas penerbangan 1.100 hingga 1.200 setiap harinya.107
keseluruhan aktivitas penerbangan di FIR Jakarta dan FIR Makasar mencapai
10.000 pergerakan setiap harinya.108
Banyaknya jumlah pergerakan penerbangan di langit Indonesia
membutuhkan dukungan teknologi yang sepadan untuk menciptakan
penerbangan yang aman. Teknologi ADS-B (Automatic Dependent
Surveillance-Broadcast) adalah teknologi terbaru dalam sektor penerbangan yang
merupakan kombinasi Global Positioning System (GPS). Teknologi tersebut
107
Nidia Zuraya, “AirNav Indonesia Awasi Lalu Lintas Penerbangan Terpadat di Dunia” https://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/16/11/22/oh19af383-airnav-indonesia-awasi-lalu-lintas-penerbangan-terpadat-dunia diakses pada 19 Februari 2019 108
CNN Indonesia, “Dua Faktor Ruang Udara Kepri Harus Direbut dari Singapura” https://www.cnnindonesia.com/nasional/20181211175353-20-352864/dua-faktor-ruang-udara-kepri-harus-direbut-dari-singapura diakses pada 3 Maret 2019
71
dapat melacak posisi pesawat, kecepatan, arah angin dan ketinggian. ADS-B
adalah teknologi pendeteksi pada setiap pesawat yang lewat transponder yang
dimiliki akan memancarkan setiap dua kali dalam tiap detik informasi ketinggian,
posisi, kecepatan, arah dan informasi lainnya ke pesawat dan stasiun darat.
Informasi tersebut didapatkan dari GPS atau backup Flight Management System
(FMS) yang ada di masing-masing pesawat. Alat ini dapat dipasang di pesawat
atau stasiun darat dan lebih unggul daripada radar.109
Adapun kelebihan ADS-B ini adalah kemampuan dalam mendeteksi
pesawat pada area tertentu lebih baik dibandingkan dengan radar, dan biaya
pengadaan peralatan, pemeliharaan dan pengoperasian lebih murah. Indonesia
telah memasang ADS-B di 31 stasiun darat untuk mencakup seluruh ruang udara
Indonesia. ADS-B dipasang di 10 stasiun darat yang terintegrasi oleh Jakarta
Automated Air Traffic System (JATSC) dan 21 stasiun darat yang terintegrasi
oleh MakassarAutomated Air Traffic System (MATSC). Indonesia terus berusaha
untuk meningkatkan kemajuan teknologi navigasi, terutama untuk Bandar Udara
non-radar. Saat ini Indonesia sedang fokus memasang sistem ADS-B di wilayah
timur.110
Pada tahun 2006, Indonesia melakukan kerjasama dengan Airservices
Australia (ASA), SITA dan Thales dalam rangka implementasi program
Communication Navigation and Surveillance-Air Traffic Management
109
Yati Nurhayati dan Susanti,”The Implementation of Automatic Dependent Survellance Broadcast (ADS-B) in Indonesia,”Perhubungan Udara, 40 (September 2014): 147 110
BPPT.”Sistem Pemantau Penerbangan Nir Radar Berbasis radar ADS-B” https://pte.bppt.go.id/berita/91-sistem-pemantau-penerbangan-nir-radar-berbasis-ads-b-automatic-dependent-surveillance-broadcast-2 Diakses pada 3 Maret 2019
72
(CNS-ATM). Kerjasama tersebut untuk melakukan uji coba ADS-B dengan
menginstalasi tiga stasiun darat ADS-B di Bali, Kupang dan Natuna selama satu
tahun. Tujuan uji coba tersebut untuk menaksir tingkat perlengkapan pesawat,
menaksir unjuk kerja dan fungsionalitas, memperkenalkan pengatur lalu lintas
udara Indonesia pada teknologi ADS-B dan pembagian data antar FIR. Indonesia
mendapatkan penghargaan Jane’s ATC Award untuk kategori Enabling
Technology Award pada tahun 2008 atas uji coba ADS-B. diketahui bahwa
Jane’s ATC Award merupakan ajang tahunan tingkat dunia untuk memberikan
apresiasi dan perhatian berbagai kontribusi yang telah diberikan
olehmasing-masing institusi penerbangan seluruh dunia.111
Indonesia telah mengupayakan untuk menciptakan pelayanan navigasi
yang memenuhi standar internasional bagi keselamatan penerbangan nasional dan
internasional. Demikian jika Indonesia telah melengkapi sistem ADS-B di
seluruh bandara besar atau bandara kecil, maka sudah sepantasnya Indonesia
melangkah untuk mengambil alih FIR Natuna yang dikendalikan oleh Singapura.
3. Meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM).
Meningkatkan SDM merupakan unsur pelengkap untuk menjalankan
kemajuan sektor penerbangan Indonesia. Kemajuan teknologi yang sudah
dikembangkan oleh Pemerintah Indonesia harus diimbangi dengan SDM yang
cukup dan memiliki kapabilitas yang baik untuk menjalankan navigasi
penerbangan. Tujuan mengambil alih FIR Natuna bukan tugas yang mudah untuk
111
Yati Nurhayati dan Susanti,”The Implementation”, 156
73
dijalankan. Butuh proses panjang untuk membenahi pelayanan sektor
penerbangan Indonesia agar terciptanya keamanan dan keselamatan penerbangan.
Upaya untuk memenuhi kebutuhan SDM penerbangan Indonesia
dituangkan ke dalam kerjasama-kerjasama dengan lembaga nasional dan juga
internasional. Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) melakukan
kerjasama dengan PT Garuda Indonesia untuk meningkatkan kapabilitas SDM
penerbangan. Adapun bentuk kerjasama tersebut adalah pilot-pilot Garuda dan
Citilink dapat menggunakan simulator pesawat A320 yang dimiliki STPI Curug
dalam rangka meningkatkan rating pilot, dan siswa STPI Curug mendapatkan
pelatihan program Hospitality di Garuda Indonesia Training Center (GITC) guna
meningkatkan sikap seperti keramahtamahan, tata krama, dan sikap pelayanan
yang baik untuk pelayanan transportasi.112
Pada tahun 2016, Badan Pengembangan SDM Perhubungan (BPSDMP)
bekerjasama dengan Ecole Nationale De L’Aviation Civile (ENAC) yang
disepakati dalam Memorendum of Understanding (MoU) dalam kesepahaman
implementasi pengembangan SDM bidang transportasi udara. Adapun kerjasama
yang dilakukan adalah menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan SDM bidang
transportasi udara, kerjasama tersebut berlaku selama 1 tahun sejak MoU
ditandatangani. Pendidikan yang diberikan yaitu Master Degree Programme,
112
Biro Komunikasi dan Informasi Publik,”STPI dan Garuda Indonesia Kerjasama Tingkatkan Kualitas SDM” Kementerian Perhubungan , 30 Januari 2017 tersedia di http://dephub.go.id/post/read/stpi-dan-garuda-indonesia-kerjasama-tingkatkan-kualitas-sdm-penerbangan diakses pada 21 Juli 2019
74
Institutional Strengthless Cooperation Programme, Transfer of Technology yang
dikhususkan untuk dosen penerbangan.113
Pelatihan dan peningkatan SDM yang terus menerus dilakukan oleh
Indonesia menuaikan hasil. Saat ini AirNav Indonesia sudah membangun tower
penerbangan dan menempatkan SDM penerbangan untuk melayani navigasi di
kawasan Natuna yakni di Pontianak, Tanjung Pinang, Pangkal Pinang dan Pekan
Baru di bawah naungan FIR Jakarta. Penempatan tersebut merupakan sinyal
dalam rangka kesiapan Indonesia untuk mengambil alih FIR Natuna. AirNav
Indonesia sudah merampungkan kendala yang sebelumnya menjadi hambatan
Indonesia untuk mengelola ruang udara Kepulauan Riau dan Natuna dan siap
untuk mengelola FIR Natuna, bahkan sudah dilakukan uji coba dengan TNI
AU.114
2. Eksternal
1. Tindak Lanjut Kepada Singapura
Indonesia sudah merundingkan FIR Natuna sejak tahun 1993, pada saat
pertemuan RAN II di Bangkok. Saat itu proposal yang diajukan oleh Indonesia
mendapat penolakan dari Singapura, ICAO sebagai mediator mengusulkan untuk
melakukan pertemuan secara bilateral. Pertemuan tersebut direalisasikan pada
tahun 1995 yang menghasilkan perjanjian atas pendelegasian FIR Natuna kepada
113
Biro Komunikasi dan Informasi Publik kementerian Perhubungan.”Tingkatkan Kualitas SDM Penerbangan, BPSDMP Tandatangani MoU dengan ENAC Prancis”, 16 September 2016 diunduh http://dephub.go.id/post/read/tingkatkan-kualitas-sdm-penerbangan,-bpsdmp-tandatangani-mou-dengan-enac-prancis 114
Wawancara Manager Hubungan Masyarakat AirNav Indonesia, Yohanes Harry Sirait
75
Singapura dengan ketentuan yang disepakati bersama dalam Agreement between
the Government of the Republic of Indonesia and The Government of the Republic
of Singapore on the Realignment of the Boundary between the Singapore Flight
Information Region and the Jakarta Flight Information Region.
Indonesia mendapatkan lampu hijau dari Singapura untuk mengambil alih
FIR Natuna pada pertemuan di Bali 2012, saat itu Singapura menyatakan siap
untuk mengembalikan FIR Natuna kepada Indonesia jika disetujui oleh ICAO. Hal
tersebut dipicu dengan adanya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2009 tentang penerbangan, dalam pasal 5 tertulis bahwa Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdaulat penuh dan eksklusif atas wilayah udara Republik
Indonesia. Kemudian mandat untuk mengambil alih juga ditekankan dalam pasal
458 yang berisi tentang pendelegasian navigasi yang didelegasikan kepada negara
lain sudah harus dilayani kembali dalam kurun waktu 15 tahun sejak
undang-undang diberlakukan.115
Indonesia melalui Menteri Perhubungan Budi
Karya Sumadi telah mengirimkan proposal kepada Singapura pada Juni 2019 dan
berencana akan mengambil alih FIR Natuna pada akhir 2019 sesuai mandat
Presiden Joko Widodo. Kemudian Presiden Joko Widodo bersama Menteri Luar
Negeri Indonesia Retno Marsudi membicarakan kesepakatan FIR Natuna dengan
115
Anggi Kusumadewi, Gilang Fauzi, “RI akan Negosiasi dengan Singapura soal Kendali Ruang
Udara”CNN Indonesia, 27 November 2015 tersedia di
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20151127133757-20-94500/ri-akan-negosiasi-dengan-
singapura-soal-kendali-ruang-udara diakses pada 21 Juli 2019
76
Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakhrisnan dalam kunjungannya di
Istana Bogor.116
2. Tindak Lanjut dengan Malaysia
Letak Kepulauan Natuna sangat strategis untuk menghubungkan Malaysia
Barat dan Timur. Malaysia berusaha untuk mendapatkan peran mengendalikan
ruang udara Kepulauan Natuna, karena dengan mengendalikan dan mengawasi
ruang udara Natuna makan kemanan dan pertahanan Malaysia akan terjaga.117
Indonesia bersama Malaysia meninjau ulang kembali UU nomor 1 Tahun
1983 Tentang: “Pengesahan Perjanjian antara Republik Indonesia dan Malaysia
tentang Rejim Hukum Negara Nusantara dan Hak-Hak Malaysia di Laut
Teritorial dan Perairan Nusantara Serta Ruang Udara diatas Laut Teritorial,
Perairan Nusantara dan Wilayah Republik Indonesia yang Terletak di Antara
Malaysia Timur dan Malaysia Barat” khususnya yang tertulis dalam pasal 11
yang menyatakan bahwa Pelayanan lalu lintas udara dan komunikasi
penerbangan bagi setiap pesawat udara dari Negara maupun di ruang udara di
atas laut teritorial, perairan nusantara dan wilayah Republik Indonesia yang
terletak di antara Malaysia Timur dan Malaysia Barat akan diberikan oleh
Republik Indonesia atau dapat diberikan dengan pelimpahan tanggungjawab
116
Roomy Rosyana,”Indonesia-Simgapura Akan Garap 3 Visi Jokowi”, Beritagar.id, 17 Juli 2019 tersedia di https://beritagar.id/artikel/berita/indonesia-singapura-akan-kerja-sama-garap- 3-visi-jokowi diakses pada 21 Juli 2019 117
Muhamad Miftachun Niam, “Strategi Indonesia dalam Menyelesaikan Sengketa Flight Information Region di Atas Kepulauan Natuna dengan Singapura dan Malaysia” tersedia di https://www.academia.edu/1775269/Strategi_Diplomasi_Indonesia_dalam_Menyelesaikan_Sengketa_Flight_Information_Region_diatas_Kepulauan_Natuna_dengan_Singapura_dan_Malaysia_-_4 diakses pada 21 Juli 2019
77
untuk pemberian pelayanan tersebut sesuai dengan perangkat hukum Organisasi
Penerbangan Sipil Internasional yang bersangkutan.118
Indonesia sudah melakukan berbagai upaya perundingan kepada Malaysia
sejak September 1997 mengadakan Bilateral Meeting di Bandung, namun
Tentara Diraja Udara Malaysia tidak hadir. Pada Oktober 1997 Indonesia kembali
mengupayakan pertemuan dengan Malaysia di Subang Kuala Lumpur, namun
tidak tuntas. Kemudian Indonesia mengusulkan kembali pada Desember 1997,
namun ditolak dan Malaysia meminta agar diadakan kembali pada tahun 1998.
rencana tersebut tidak dapat terealisasi karena kondisi politik Indonesia dan
Malaysia tidak memungkinkan. Pada Januari 1999 Indonesia mengirimkan MoU
yang berisikan tentang pemberian kemudahan bagi Malaysia untuk melintasi
udara dari Malaysia Barat ke Timur dan sebaliknya atau melewati sektor B dan C,
namun Malaysia tidak memberi tanggapan. Pada September 1999, Malaysia
mengundang Indonesia melalui KBRI Indonesia di Malaysia untuk
membicarakan FIR Natuna. Pada pertemuan tersebut Malaysia menekankan
kepada Indonesia bahwa sektor B sudah ada pendelegasiannya dari Singapura
kepada Malaysia dan Indonesia diharapkan untuk mendaftarkan batas-batas
koordinat kedaulatan Indonesia kepada PBB.119
Pada 8 Maret 2018 Indonesia mulai bergerak kembali membicarakan
perbatasan ruang udara Indonesia dan Malaysia. Hal tersebut disebutkan dalam
pertemuan Annual Consultation RI - Malaysia ke-12, membahas tentang
118
Evi Zuraidah, “Yurisdiksi”, 86 119
Evi Zuraida, “Yurisdiksi”, 98
78
implementasi perjanjian 1982 Indonesia - Malaysia terkait koridor udara. Dalam
pertemuan dibahas aspek-aspek kerjasama dan konsultasi teknis yang berkaitan
dengan penggunaan ruang udara di perbatasan Indonesia dan Malaysia.120
Kementerian Luar Negeri perlu melakukan negosiasi lebih lanjut kepada
Singapura dan juga Malaysia. Memerlukan kesabaran untuk melakukan
negosiasi, karena dalam persoalan FIR Natuna ini baik Singapura dan Malaysia
juga memiliki kepentingan masing-masing. Sehingga Indonesia harus berhati-hati
dalam bernegosiasi, agar kerjasama lain dengan Singapura dan Malaysia tidak
terpengaruh.121
C. Hambatan yang Dihadapi Indonesia
Keamanan dan keselamatan udara merupakan perihal penting bagi setiap
negara. Maka untuk meminimalisir kurangnya pengawasan, negara-negara
melakukan kerjasama baik bilateral maupun regional. Negara-negara
internasional membuat kesepakatan untuk pengawasan lalu lintas udara
internasional yang kemudian diatur sesuai dengan kesepakatan.
Kejadian pesawat asing yang memasuki wilayah suatu negara sering
terjadi, dan dapat disebut suatu pelanggaran wilayah udara (Aerial Instrusion)
keadaan dimana pesawat memasuki ruang udara suatu negara tanpa izin. Pesawat
yang memasuki ruang udara tanpa ijin ada yang bertujuan sengaja (black flight)
dan ada yang tidak sengaja atau tersesat (aircraft in distress). Pengawasan lalu
lintas udara nasional Indonesia masih memiliki kekurangan dalam menghadapi
120
Laporan Kinerja Kementerian Luar Negeri Tahun 2018 121
Wawancara Pengamat Penerbangan, Alvin Lie Ling Piao, M.Sc
79
pesawat asing. Kekurangan Indonesia yakni, Skuadron Udara Tempur Sergap
yang jumlahnya terbatas untuk wilayah Indonesia yang sangat luas, radar militer
yang beroperasi masih belum mencukupi, belum adanya satelit yang dapat
mendeteksi pergerakan jarak jauh.122
Peran Indonesia menjadi anggota ICAO juga perlu ditingkatkan. ICAO
merupakan sebuah badan khusus PBB, yang didirikan pada tahun 1944 oleh
negara-negara untuk mengelola administrasi dan tata kelola Konvensi
Penerbangan Sipil Internasional. ICAO didirikan untuk mencapai standar
penerbangan sipil secara internasional dalam mendukung sektor penerbangan
yang aman dan efisien.123
ICAO memiliki negara anggota dewan yang dipilih
setiap empat tahun sekali, dalam pemilihannya terbagi menjadi 3 kategori, yakni
kategori I adalah Negara yang paling penting dalam transportasi udara, Kategori
II adalah Negara-negara yang memberikan kontribusi terbesar dalam penyediaan
fasilitas untuk navigasi udara sipil internasional, dan kategori III adalah
negara-negara yang memastikan keterwakilan secara geografis.124
Indonesia sejak tahun 2001 belum berhasil menjadi Negara Keanggotaan
Dewan ICAO. Indonesia tidak berhenti mencalonkan sebagai Negara
Keanggotaan ICAO yang sebelumnya gagal. Pada tahun 2016, Indonesia kembali
122
Alfaris,”Analisis Yuridis Pengawasan dan Pengendalian Wilayah Dirgantara Indonesia Terhadap Lalu Lintas Pesawat Udara Asing Ditinjau dari Hukum Internasional”,(Makassar: Universitas Hasanuddin, 2014) 62 123
ICAO.”About ICAO” tersedia di https://www.icao.int/about-icao/Pages/default.aspx diakses pada 20 Juli 2019 124
ICAO,”Council States 20016-2019” tersedia di https://www.icao.int/about-icao/Council/Pages/council-states-2016-2019.aspx diakses pada 20 Juli 2019
80
mempersiapkan dan mencalonkan sebagai Negara Keanggotaan Dewan ICAO
Kategori III. Namun Indonesia masih belum berhasil dengan perolehan sebesar
96 suara. Sebelumnya Indonesia pernah terpilih menjadi Negara Keanggotaan
Dewan ICAO Kategori III sebanyak 12 kali, yaitu pada tahun 1962, 1968,
1971,1974, 1980, 1986, 1992, 1995 dan 1998.125
Keanggotaan Singapura sebagai dewan ICAO juga dianggap
memengaruhi kepentingan soal FIR. Pencalonan Singapura untuk keanggotaan
Dewan ICAO pada kategori/bagian II merupakan salah satu upaya Pemerintah
Singapura untuk mempertahankan kepentingan nasionalnya di ICAO. Pencalonan
tersebut diajukan pada Sidang Luar Biasa majelis ICAO, Maret 2003. Mengingat
pembahasan soal FIR dibahas pada sidang-sidang Dewan ICAO di Montreal.
Adapun pencalonan Singapura tersebut merupakan penjelasan terbuka kepada
masyarakat internasional tentang kapasitas, teknologi dan skill Singapura untuk
menjamin keselamatan penerbangan yang jauh lebih baik dari negara-negara
ASEAN lainnya.126
Indonesia harus lebih berhati-hati dalam menjalankan misi ambil alih FIR
yang dikendalikan oleh Singapura. Melihat dari pengalaman sebelumnya
Indonesia pernah terjebak dalam pertemuan RAN III di Bangkok pada tahun
1993. sebelum pertemuan tersebut berlangsung, Singapura memberikan
125
Biro Komunikasi dan Informasi Publik. “Belum Terpilih sebagai Anggota Dewan ICAO, Indonesia Terus Berbenah” Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, 5 Oktober 2016 tersedia di http://dephub.go.id/post/read/belum-terpilih-sebagai-anggota-dewan-icao,-indonesia-terus-berbenah Diakses pada 28 April 2019 126
Evi Zuraida, “Yurisdiksi”, 100
81
tanda-tanda persetujuan sehingga Indonesia merasa akan berhasil dengan
mengirimkan pejabat operasional. Namun yang terjadi tidak sesuai prakiraan
Indonesia, Singapura mengirimkan Dirjen Perhubungan, Ahli Penrbangan hingga
Jaksa Agung sampai akhirnya FIR Kepulauan Riau dan Natuna kembali dikelola
oleh Singapura.127
127
Ramadhita Lestari. “Diplomasi”, 13
82
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan dan Saran
Mengambil alih FIR udara Kepulauan Riau dan Natuna atau lebih dikenal
sebagai FIR Natuna merupakan hal yang sangat mungkin Indonesia lakukan.
Keamanan penerbangan merupakan kunci utama mengapa Indonesia harus
mengambil alih FIR Natuna dari Singapura. Pendelegasian FIR Natuna kepada
Singapura terjadi pada tahun 1946 oleh ICAO, dimana saat itu Indonesia masih
membenahi politik dalam negeri pasca kemerdekaan, disamping itu juga FIR
Natuna merupakan laut bebas sehingga Singapura dianggap mampu melayani
navigasi pada wilayah Kepulauan Riau dan Natuna. Indonesia sebagai negara
yang telah meratifikasi UNCLOS 1982 sepatutnya melayani navigasi yang berada
di bawah kendali Singapura dan Natuna. Sebagaimana dalam Pasal 5
Undang-undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, menyebutkan negara
Indonesia berdaulat penuh dan eksklusif atas wilayah udara Indonesia.
Indonesia telah berupaya untuk mengambil alih FIR Natuna sejak tahun
1993 pada saat pertemuan RAN II di Bangkok namun belum berhasil dan
disarankan untuk melakukan pertemuan secara bilateral dengan Singapura oleh
ICAO. Pada tahun 1995 Indonesia mengadakan kesepakatan bilateral dengan
Singapura yang menghasilkan kesepakatan yang tertulis dalam Agreement
between the Government of the Republic of Indonesia and The Government of the
Republic of Singapore on the Realignment of the Boundary between the Singapore
83
Flight Information Region and the Jakarta Flight Information Region.
Kesepakatan tersebut mengenai pendelegasian FIR Natuna kepada Singapura oleh
Indonesia, yang didalamnya juga menyebutkan ketentuan biaya RANS charge
yang dipungut oleh Singapura akan diberikan sebagiannya kepada Indonesia dan
juga membahas permasalahan area udara latihan militer Indonesia.
Keamanan udara bukan menjadi satu-satunya kunci utama Indonesia dalam
mengambil alih FIR Natuna. Permasalahan FIR memiliki sangkut paut dengan
pelayanan navigasi, yang artinya dibutuhkan fasilitas pelayanan yang baik untuk
mencapai keselamatan. Urgensi FIR Natuna yang dirasakan oleh militer dan sipil
sedikit berbeda, dimana bagi militer keharusan Indonesia mengambil alih FIR
dikarenakan keamanan udara Indonesia mulai terancam, sedangkan dalam sudut
pandang sipil FIR Natuna merupakan isu keselamatan. Kemampuan Indonesia
dalam sektor penerbangan sudah semakin maju sehingga Indonesia sudah siap
untuk melayani navigasi di FIR Natuna dan memenuhi Undang-Undang Nomor 1
tahun 2009 Tentang Penerbangan.
Upaya Indonesia dalam mengambil alih FIR Natuna dilaksanakan oleh
berbagai lembaga pemerintahan, dengan saling bersinergi antar lembaga. Atas
usaha bersama yang telah dilakukan, perkembangan sektor penerbangan Indonesia
saat ini semakin maju, terlihat dari keunggulan yang Indonesia miliki dalam sektor
penerbangan.
Mendirikan AirNav Indonesia merupakan langkah awal yang membawa
perubahan navigasi Indonesia secara signifikan. Navigasi yang sebelumnya
84
dikelola oleh bandar udara, kementerian perhubungan, Angkasa Pura I dan
Angkasa Pura II menjadi satu navigasi dibawah komando AirNav Indonesia.
Indonesia juga memasang teknologi ADS-B yang dinilai sudah modern dan
memenuhi standar internasional. Kebutuhan SDM untuk mengelola navigasi
khususnya pada FIR Natuna sudah dirampungkan oleh AirNav Indonesia. Langkah
Indonesia melakukan negosiasi kepada Singapura dan Malaysia juga terus
dilakukan.
Aktivitas penerbangan di Selat Malaka semakin padat dan
mengkhawatirkan, karena semakin banyaknya pesawat asing tanpa flight
clearance membuat pertahanan Indonesia melemah. Maka dengan mengambil alih
FIR Natuna dari Singapura, TNI AU dapat lebih leluasa melakukan kontrol udara
Kepulauan Riau dan Natuna. Indonesia juga akan mendapatkan RANS charge fee
tanpa ada pemotongan dari Singapura, sehingga dapat meningkatkan
perekonomian Indonesia.
Perlunya meninjau ulang kembali perjanjian yang pernah disepakati oleh
Indonesia dengan Singapura, karena Agreement between the Government of the
Republic of Indonesia and The Government of the Republic of Singapore on the
Realignment of the Boundary between the Singapore Flight Information Region
and the Jakarta Flight Information Region, sudah tidak relevan saat ini dan sudah
seharusnya ditata ulang kembali oleh Indonesia dan Singapura. Perjanjian tersebut
juga dianggap merugikan Indonesia khususnya TNI AU yang sering mendapatkan
Militer Udara Singapura latihan di atas udara Indonesia sedangkan ketika TNI AU
85
berlatih seringkali mendapatkan komplain dari ATC Singapura. Sehingga perlu
juga mengkaji lebih lanjut mengenai MTA untuk mengatasi permasalahan
angkatan udara kedua negara.
xii
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Adolf, Huala. Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional. Jakarta:
Rajawali, 1991
Al Istiqomah, Miftahul Khairiyah. Indonesia’s Effort To Take Over Flight
Information Region of Riau Islands and Natuna From Singapore. Jember:
Universitas Jember, 2016
Alfaris. Analisis Yuridis Pengawasan dan Pengendalian Wilayah Dirgantara
Indonesia Terhadap Lalu Lintas Pesawat Udara Asing Ditinjau dari Hukum
Internasional. Makasar: Universitas Hasanuddin, 2014
Baylis, John, Wirtz James, Cohen Eliot dan Gray Colin S. Strategy in The
Contemporary World: an Introduction to Strategic Studies. New York:
Oxford University Press, 2002
Buzan, Barry. People, State, and Fear: The National Security Problem in
International Relations. Sussex: Wheatsheaf Book, 1993
Collins, Alan. Contemporary Security Studies. New York: Oxford University
Press, 2007
Departemen Perhubungan RI. Cetak Biru Transportasi Udara 2005-2024. Jakarta:
Ditjen Perhubungan Udara, 2005
Faisal, Sanapiah. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2010
Fauzi, Adam Irwansyah. Kedaulatan dan Batas Ruang Udara Negara. Bandung:
Institut Teknologi Bandung, 2018
xiii
Hakim, Chappy. Believe It or Not Dunia Penerbangan Indonesia Terbang Aman
dan Nyaman Walau Banyak Masalah. Jakarta : Kompas Media Nusantara,
2014
Hakim, Chappy. Berdaulat Di Udara Membangun Citra Penerbangan Nasional.
Jakarta: Kompas, 2010
Hakim, Chappy. Tanah Air dan Udaraku Indonesia. Jakarta: PT. Harum Biaro Asa,
2009
Hakim, Chappy. Untuk Indonesiaku Setumpuk Harapan Kedepan. Jakarta: Indset,
2006
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. Buku Putih Pertahanan Indonesia
2015. Cetakan ketiga, Jakarta: Kementerian Pertahanan Republik Indonesia,
2015
Koentjaraningrat. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PTGramedia
Pustaka Utama, 1993
Lobell, Steven E, Ripsman, Norrin M, dan Taliaferro, Jeffrey W. Neoclassical
Realism, the State and Foreign Policy. New York: Cambridge University
Press, 2009
Mamudji, Sri. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2005
Martono, Usman Melayu. Perjanjian Angkutan Udara Indonesia. Bandung:
Mandar Maju, 1996
Mauna, Boer. Hukum Internasional Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era
Dinamika Global. Bandung: PT Alumni, 2005
Mohammad Kasiram. Metode Penelitian Kuantitatif-Kualitatif. Malang: UIN
Malang Press, 2008
Nasution. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito, 2003
xiv
Nugroho, Yuwono Agung. Kedaulatan Wilayah Udara Indonesia. Jakarta:
Konggres Kedirgantaraan Nasional II, 2003
Plano, Jack C, dan Olton Roy. Kamus Hubungan Internasional. Bandung: CV.
Abardin 1999
Rourke, John T. International Politic on The World Stage. edisi kedelapan. United
States of America: McGraw-Hill/Dushkin, 2001
Sefriani. Hukum Internasional Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2010
Steans, Jill, dan Pettiford, Llyod. Hubungan Internasional Perspektif dan Tema.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar , 2009
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan
R&D. Bandung: Alfabeta, 2010
Sukmadi, Bambang Heru, dkk. Keamanan Nasional Sebuah Konsep dan Sistem
Keamanan Bagi Bangsa Indonesia. Jakarta: Sekretariat Jendreal Dewan
Keatahanan Nasional, 2010
Syahmin, Meria Utama, dan Akhmad Idris. Hukum Udara dan Luar Angkasa.
Palembang: Unsri Press, 2012
Waltz, Kenneth Neal. Theory of International Politics. Phillipines:
Addison-Wesley Publishing Company Inc, 1979
Yani, Yanyan Mochamad, Ian Montratama, dan Ikardhi Putera, Langit Indonesia
Milik Siapa? . Jakarta: elex media komputindo, 2017
Zulkarnain, Muhammad Fitrah. Flight Information Region (FIR) Singapura dan
Dampaknya Terhadap Kedaulatan dan Keamanan Indonesia. Makassar:
Universitas Hasanuddin, 2018
Zuraida, Evi. Tinjauan Yuridis Upaya Pengambilalihan Pelayanan Navigasi
Penerbangan Pada Flight Information Region (FIR) Singapura atas Wilayah
xv
Indonesia Berdasarkan Perjanjian antara Indonesia Singapura Tahun 1995.
Jakarta: Universitas Indonesia, 2012
Jurnal:
Abramovitch, Yehuda. “The Maxim "Cujus Est Solum, Ejust Ad Coelum Ad
Inferos as Appled in Aviation.” McGill Law Journal 8 (April 1961): 247
Anggaraeni, Ni Putu. “Convention on International Civil Aviation,” Indonesia
Journal of International Law 6 (Juli 2009)
Asrudin, Azwar. “Thomas Khun dan Teori Hubungan Internasional: Realisme
sebagai Paradigma,” Indonesian Journal of International Studies 1
(Desember, 2014): 113
Hardjant, Dewi Krisna. “Sengketa Perbatasan Indonesia-Malaysia: Sebuah
Pertaruhan Kedaulatan NKRI.” Jurnal kajian hukum 1 (Mei 2016)
Kuo, Wen Ching dan Kung Shiang Huei. “Study of The Arrival Scheduling
Simulation for The Terminal Control Area at Sung-Shun Airport.”
International Journal of Organitational Innovation 5 (Januari 2013): 193
Milia, Jana, Yandry Kurniawan, dan Wibisono Poespitohadi.”Analysis of defense
Cooperation Agreement Between Indonesia and Singapore in 2007-2017
Through Defens Diplomacy Goal Variable.” Jurnal Pertahanan 4 (Agustus
2018): 109
Nurhayati, Yati, dan Susanti. ”The Implementation of Automatic Dependent
Survellance Broadcast (ADS-B) in Indonesia.” Perhubungan Udara, 40
(September 2014): 147
Risdiarto, Danang. “Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Wilayah Udara
Yurisdiksi Indonesia oleh Pesawat Terbang Asing Tidak Terjadwal dalam
jurnal media pembinaan hukum nasional,” Rechtsvinding 5 (April 2016)
xvi
Sefriani. “Pelanggaran Ruang Udara oleh Pesawat Asing Menurut Hukum
Internasional dan HUkum Nasional Indonesia.” Jurnal Hukum IUS QUIA
IUSTUM 22 (Oktober 2015)
Soegiyono. “Kajian Kedaulatan Negara di Ruang Udara Terhadap Alur Laut
Kepulauan Indonesia (ALKI).” Berita dirgantara 12 (Juni 2011)
Berita:
Kusumadewi, Anggi, Gumilang Prima, Fauzi Gilang, Abraham Utama dan Abi
Surwanto, “Luhut: Singapura-Malaysia Dukung RI Kendalikan Ruang
Udara,” CNN Indonesia, 5 Oktober 2015 [berita on-line]; tersedia di
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20151004171137-20-82698/luhut-
singapura-malaysia-dukung-ri-kendalikan-ruang-udara/; Internet; diakses
pada 23 April 2016
Armenia, Resty. “Jokowi Tegaskan Akan Ambil Alih Ruang Udara RI dari
Singapura,” CNN Indonesia, 25 Oktober 2015 [berita on-line]; tersedia di
http://www.cnnindonesia.com/politik/20151124194236-32-93793/jokowi-te
gaskan-akan-ambil-alih-ruang-udara-ri-dari-singapura/; Internet; diakses
pada 23 April 2016
Andreas Bieler. The Anarchy Problematique and Sovereignty: Neo-Realism and
State Power. Review on-line tersedia di
https://andreasbieler.net/wp-content/files/Neo-realism.pdf
Hitoshi, Nasu. “The Expanded Conception of Security and International Law:
Challenges To The Un Collective Security System,” Amsterdam Law
Forum 3, 2011 [jurnal on-line] tersedia di:
http://amsterdamlawforum.org/article/viewFile
/225/417; internet; diunduh pada 19 Mei 2017
xvii
Nugraha, Ridha Aditya. “Menyoal Ribu-Ribut di Langit Kepulauan Riau dan
Natuna,” Kompas.com, 27 Februari 2018 [berita-online;] tersedia di
https://nasional.kompas.com/read/2018/02/27/13422401/menyoal-ribut-ribu
t-
di-langit-kepulauan-riau-dan-natuna?page=all;internet; diakses pada 8 juni
2018
Biro komunikasi dan informasi publik. “Diplomatic Receotion dalam rangka
Pencalonan Indonesia Menjadi Anggota Dewan ICAO Periode 2016-2019.”
Departemen perhubungan, 06 November 2015 [artikel-online] tersedia di
http://dephub.go.id/post/read/diplomatic-reception-dalam-rangka-pencalona
n-indonesia-menjadi-anggota-dewan-icao-periode-2016-2019; internet;
diakses pada 8 Juni 2018
Wicaksono, Shabara. “Sejarah Penerbangan Komersial Udara.” [berita-online]
tersedia di https://phinemo.com/sejarah-penerbangan-komersial-dunia/;
internet; diakses pada 24 Agustus 2018
Ditjen Perhubungan Udara. “Ruang Udara.” [artikel-online] tersedia di:
http://hubud.
dephub.go.id/?id/page/detail/98; internet; diakses pada 10 Juni 2018
ICAO. “About ICAO.” [artikel-online] tersedia di
https://www.icao.int/about-icao/
Pages/default.aspx; internet; diakses pada 8 Juni 2018
Kementerian luar negeri. “Keanggotaan Indonesia Pada Organisasi Internasional.”
[artikel-online] tersedia di
http://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/Documents/
Keanggotaan_Indonesia_pada_OI.pdf; internet; diakses pada 8 Juni 2018
xviii
Biro komunikasi dan informasi publik. “Penantian Panjang Indonesia menjadi
Anggota Dewan ICAO Diputuskan Pekan Depan.” (Departemen
perhubungan, 2016) [artikel-online] tersedia di:
http://www.dephub.go.id/post/read/penantian-
panjang-indonesia-menjadi-anggota-dewan-icao-diputuskan-pekan-depan
diakses pada 8 Juni 2018
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. “Penerbangan Indonesia dari masa ke
masa.” [artikel-online] tersedia di
http://hubud.dephub.go.id/?id/page/detail/91 diunduh pada 8 Juni 2018
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, “Penerbangan Indonesia dari masa ke
masa,” [artikel-online] tersedia di
http://hubud.dephub.go.id/?id/page/detail/91 diunduh pada 8 Juni 2018
Anonim. “Wilayah Udara RI di Atas Natuna Dikuasai Singapura sejak 1946,
Detik finance [berita - online] tersdia di
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-
bisnis/d-2753438/wilayah-udara-ri-di-atas-natuna-dikuasai-singapura-sejak-
1946?_ga=2.185186977.905818818.1548647700-2077836079.1538984299
Marsono, “Upaya Pengelolaan Kembali Wilayah Udara Di Atas Kepulauan Riau
dan Natuna,” WIRA 55, Juli [majalah on-line] tersedia di
https://www.kemhan.
go.id/wp-content/uploads/2016/03/4.-Wira-Juli-Agustus-2015.pdf
Anonim. ”Rebut Fir!”. Sindonews, 2015. https://nasional.sindonews.com/read/
1043316/16/rebut-fir-1441941622 diunduh pada 28 februari 2019
Retaduari, Elza Astari. “Pesawat Asing Nyelonong ke Kepri, Rebut Kembali
Ruang Udara RI!” detikNews dedetikNews, 1 November 2018, tersedia di
xix
https://news.detik.com/berita/d-4283441/pesawat-asing-nyelonong-ke-kepri
-rebut-kembali-ruang-udara-ri diakses pada 20 Juli 2019
Dewi, Anggi Kusuma dan Abraham Utama. “Perang Udara Indonesia-Singapura”
CNN Indonesia, 5 Oktober 2015, tersedia di
https://www.cnnindonesia.com/ diakses pada 20 Juli 2019
nasional/20151004164716-20-82695/perang-udara-indonesia-singapura
diakses pada 20 Juli 2019
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, “Kementerian Perhubungan Republik
Indonesia - Menhub: Jumlah Pemudik Angkutan Udara Diprediksi Paling
Tinggi Dibanding Moda Lain,” Kementerian Perhubungan Republik
Indonesia, 3 Juli 2016 [berita on-line] tersedia di
http://hubud.dephub.go.id/?id/news/
detail/2915
Anonim,”Penumpang Pesawat Penerbangan Domestik Januari-Oktober 2018
Tumbuh 7%,” Katadata.co.id, 20 Desember 2018 [data on-line ]tersedia di
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/12/20/penumpang-pesawat
-penerbangan-domestik-januari-oktober-2018-tumbuh-7 diakses pada 19
Juli 2019
Iman Achdiat,”Pasang Surut Dunia Penerbangan Indonesia,” AirMagz.com, 30
Maret 2017 [berita on-line] tersedia di
https://www.airmagz.com/9015/pasang-surut-dunia-penerbangan-indonesia.
html diakses pada 19 Juli 2019
Luthfia Ayu Azanela, “5 Tragedi Kecelakaan Pesawat di Indonesia yang
Timbulkan Banyak Korban,” Kompas.com, 30 Oktober 2018 [berita on-line]
tersedia di
https://nasional.kompas.com/read/2018/10/30/08210001/5-tragedi-kecelaka
an-pesawat-di-indonesia-yang-timbulkan-banyak-korban?page=all diakses
pada 19 Juli 2019
xx
AirNav Indonesia, “Sejarah Navigasi Penerbangan” tersedia di
https://www.airnavindonesia.co.id/sejarah/navigasi diakses pada 19 Juli
2019
AirNav Indonesia, “Sejarah Perum LPPNPI” tersedia di
https://www.airnavindonesia.co.id/sejarah-lppnpi diakses pada 19 Juli 2019
Wisnu Darjono, “Tugas Pokok dan Fungsi AirNav Indonesia,” kompasiana, 25
Oktober 2016 tersedia di
https://www.kompasiana.com/wdtu/552e034a6ea834221b8b45bf/tugas-pok
ok-dan-fungsi-airnav-indonesia diakses pada 19 Juli 2019
Nidia Zuraya, “AirNav Indonesia Awasi Lalu Lintas Penerbangan Terpadat di
Dunia”
https://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/16/11/22/oh19af383-air
nav-indonesia-awasi-lalu-lintas-penerbangan-terpadat-dunia diakses pada
19 Februari 2019
Anonim, “Dua Faktor Ruang Udara Kepri Harus Direbut dari Singapura” CNN
Indonesia [berita on-line] tersedia
dihttps://www.cnnindonesia.com/nasional/20181211175353-20-352864/dua
-faktor-ruang-udara-kepri-harus-direbut-dari-singapura diakses pada 3
Maret 2019
BPPT.”Sistem Pemantau Penerbangan Nir Radar Berbasis radar ADS-B”
https://pte.bppt.go.id/berita/91-sistem-pemantau-penerbangan-nir-radar-
berbasis-ads-b-automatic-dependent-surveillance-broadcast-2 Diakses
pada 3 Maret 2019
Biro Komunikasi dan Informasi Publik,”STPI dan Garuda Indonesia Kerjasama
Tingkatkan Kualitas SDM” Kementerian Perhubungan, 30 Januari 2017
[artikel on-line] tersedia di
http://dephub.go.id/post/read/stpi-dan-garuda-indonesia-
xxi
kerjasama-tingkatkan-kualitas-sdm-penerbangan diakses pada 21 Juli 2019
Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementrian Perhubungan.”Tingkatkan
Kualitas SDM Penerbangan, BPSDMP Tandatangani MoU dengan ENAC
Prancis”, Kementerian Perhubungan, 16 September 2016 [artikel on-line]
tersedia di http://dephub.go.id/post/read/tingkatkan-kualitas-sdm-
penerbangan,-bpsdmp-tandatangani-mou-dengan-enac-prancis
Anggi Kusumadewi, Gilang Fauzi, “RI akan Negosiasi dengan Singapura soal
Kendali Ruang Udara”CNN Indonesia, 27 November 2015 tersedia di
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20151127133757-20-94500/ri-aka
n-negosiasi-dengan-singapura-soal-kendali-ruang-udara diakses pada 21
Juli 2019
Roomy Rosyana,”Indonesia-Simgapura Akan Garap 3 Visi Jokowi”, Beritagar.id,
17 Juli 2019 tersedia di
https://beritagar.id/artikel/berita/indonesia-singapura-akan-kerja-sama-gara
p-3-visi-jokowi diakses pada 21 Juli 2019
Muhamad Miftachun Niam, “Strategi Indonesia dalam Menyelesaikan Sengketa
Flight Information Region di Atas Kepulauan Natuna dengan Singapura dan
Malaysia” tersedia di
https://www.academia.edu/1775269/Strategi_Diplomasi_Indonesia_dalam_
Menyelesaikan_Sengketa_Flight_Information_Region_diatas_Kepulauan_
Natuna_dengan_Singapura_dan_Malaysia_-_4 diakses pada 21 Juli 2019
ICAO,”Council States 20016-2019” tersedia di
https://www.icao.int/about-icao/Council/Pages/council-states-
2016-2019.aspx diakses pada 20 Juli 2019
Biro Komunikasi dan Informasi Publik. “Belum Terpilih sebagai Anggota Dewan
ICAO, Indonesia Terus Berbenah” Kementerian Perhubungan Republik
Indonesia, 5 Oktober 2016 tersedia di
xxii
http://dephub.go.id/post/read/belum-terpilih-sebagai-anggota-dewan-icao,-
indonesia-terus-berbenah Diakses pada 28 April 2019
Yoga Sukmana.”Cerita di Balik Keberhasilan Indonesia Tembus Kategori 1
Otoritas Penerbangan AS”
https://money.kompas.com/read/2016/08/10/134913726/cerita.di.balik.ke
berhasilan.indonesia.tembus.kategori.1.otoritas.penerbangan.as?page=all
diakses pada 28 April 2019
Kementrian Perhubungan,”Nilai Audit Keselamatan Penerbangan USOAP ICAO
Indonesia di atas Rata-Rata Dunia”
http://hubud.dephub.go.id/?id/news/detail/3285 Diakses pada 28 April
2019
Peraturan:
Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and The
Government of the Republic of Singapore on the Realignment of the
Boundary between the Singapore Flight Information Region and the Jakarta
Flight Information Region
Keppres nomor 7 tahun 1996
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
VII/MPR/2000 Tahun 2000 Tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan
Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia
Konvensi Chicago 1944
Pasal 5, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009, tentang Penerbangan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Keamanan dan Keselamatan
Penerbangan No.3 Tahun 2001, LN no.9 Tahun 2001, TLN No.4075