UPAYA HUKUM YANG DILAKUKAN BANK APABILA TERJAMIN ... · pertama Prosedur pemberian bank garansi di...
-
Upload
truongquynh -
Category
Documents
-
view
215 -
download
0
Transcript of UPAYA HUKUM YANG DILAKUKAN BANK APABILA TERJAMIN ... · pertama Prosedur pemberian bank garansi di...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
UPAYA HUKUM YANG DILAKUKAN BANK APABILA TERJAMIN
WANPRESTASI TERHADAP PERJANJIAN BANK GARANSI (STUDI DI
PT. BANK NEGARA INDONESIA CABANG UTAMA SURAKARTA)
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1
Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh
Pratiwi Damarjati
NIM. E0007180
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum ( Skripsi )
UPAYA HUKUM YANG DILAKUKAN BANK APABILA TERJAMIN WANPRESTASI TERHADAP PERJANJIAN BANK GARANSI (STUDI DI
PT BANK NEGARA INDONESIA CABANG UTAMA SURAKARTA)
Oleh
Pratiwi Damarjati
NIM. E0007180
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum
(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, 15 Juli 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum ( Skripsi )
UPAYA HUKUM YANG DILAKUKAN BANK APABILA TERJAMIN
WANPRESTASI TERHADAP PERJANJIAN BANK GARANSI (STUDI DI
PT BANK NEGARA INDONESIA CABANG UTAMA SURAKARTA)
Oleh
Pratiwi Damarjati
NIM. E0007180
Telah diterima dan dipertahankan di hadapan
Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada:
Hari : Rabu
Tanggal : 27 Juli 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Pratiwi Damarjati
NIM : E0007180
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul:
UPAYA HUKUM YANG DILAKUKAN BANK APABILA TERJAMIN
WANPRESTASI TERHADAP PERJANJIAN BANK GARANSI (STUDI DI
PT BANK NEGARA INDONESIA CABANG UTAMA SURAKARTA)
adalah betul – betul karya sendiri. Hal – hal yang bukan karya saya dalam
penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar
pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum
(skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, Juli 2011
yang membuat pernyataan
Pratiwi Damarjati
NIM. E0007180
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO
Kegagalan Dapat Dibagi Menjadi Dua Sebab, Yakni Orang Yang Berfikir Tapi Tindak Pernah Bertindak Dan Orang Yang Bertindak Tapi Tidak Pernah
Berfikir (Sebuah Perenungan)
Tak seorangpun dapat kembali dan mengubah masa lalu, namun hari ini semua orang bisa memulai sesuatu dan
menghasilkan akhir yang berbeda nantinya (Anonymous)
A journey of a thousand miles begins with a single step (Confucius)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Karya ini penulis persembahkan kepada :
♥ Tuhan yang Maha Kasih
♥ Keluargaku tercinta (Ayahanda Drs.Agus
Sutanto dan Ibunda Dra.Dwi Satyarini)
terima kasih atas doa, dukungan serta kasih
sayang yang senantiasa diberikan kepada
penulis
♥ Mas Aditya Eka Dera P, tanpa doa dan
dukunganmu karya ini tidak akan
terwujud. Terima kasih mas...
♥ Sahabat-sahabatku (Nares, Devi, Lita,
Winda, Yessi, David, Sayfudin)
♥Semua insan yang rindu dan terus
mengusung tegaknya supremasi hukum di
Indonesia serta selalu menjunjung tinggi
nilai – nilai kebenaran dan keadilan…viva
jusiticia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
ABSTRAK
Pratiwi Damarjati, E0007180. 2011. UPAYA HUKUM YANG DILAKUKAN BANK APABILA TERJAMIN WANPRESTASI TERHADAP PERJANJIAN BANK GARANSI (STUDI DI PT BANK NEGARA INDONESIA CABANG UTAMA SURAKARTA). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prosedur pemberian bank garansi yang dilakukan oleh PT. Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta serta upaya hukum yang dilakukan PT. Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta apabila pihak terjamin melakukan wanprestasi terhadap perjanjian bank garansi. Penelitian hukum (skripsi) ini merupakan jenis penelitian hukum empiris bersifat deskriptif. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Sumber data sekuder yang digunakan mencakup data primer, data sekunder, dan data tertier. Teknik pengumpulan data mengunakan wawancara dan studi kepustakaan. Teknik analisis data menggunakan menggunakan model analisis interaktif (interactive model of analysis), yaitu data yang dikumpulkan akan dianalisa melalui 3 (tiga) tahap, yaitu mereduksi data, menyajikan data, dan menarik kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan, pertama Prosedur pemberian bank garansi di PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu pemberian bank garansi dengan jaminan full cover dan pemberian bank garansi dengan jaminan tidak full cover. Bank garansi dengan jaminan full cover berarti jaminan berupa rekening. Sedangkan bank garansi dengan jaminan tidak full cover berarti dijamin dengan rekening dan aset nasabah sesuai yang disebutkan dalam Perjanjian Penerbitan Bank Garansi (PPGB). Penerbitan bank garansi oleh PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta yang diatur dalam Pedoman dan Kebijakan Kredit Retail Market telah sesuai dengan syarat – syarat penerbitan bank garansi yang terdapat dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 11/110/Kep./Dir/UPPB tentang Pemberian Jaminan oleh Bank dan Pemberian Jaminan oleh Lembaga Keuangan NonBank serta Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: SE 11/11 Perihal Pemberian Jaminan oleh Bank dan Pemberian Jaminan oleh Lembaga Keuangan NonBank. Kedua, upaya hukum yang dilakukan PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta apabila terjamin wanprestasi dalam perjanjian bank garansi meliputi penggantian, pengubahan perjanjian bank garansi menjadi perjanjian kredit, dan eksekusi barang jaminan. Kata kunci : bank garansi, prosedur, upaya hukum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
ABSTRACT
Pratiwi Damarjati, E0007180. 2011. THE LEGAL ACTION THE BANK CARRIES OUT WHEN THE INSURED VIOLATES THE GUARANTEE BANK AGREEMENT (A STUDY IN THE SURAKARTA MAIN BRANCH OF PT BANK NEGARA INDONESIA). Faculty of Law of Sebelas Maret University.
This research aims to find out the procedure of giving bank the guarantee carried out by the Surakarta main branch of PT Bank Negara Indonesia as well as the legal action carried out by the Surakarta main branch of PT Bank Negara Indonesia when the insured violates the guarantee bank agreement.
This writing belongs to an empirical law research that is descriptive in nature. The data type employed was primary and secondary data. The secondary data source included primary, secondary and tertiary data. Techniques of collecting data used were interview and library study. Technique of analyzing data used was an interactive model of analysis, in which the data collected would be then analyzed using 3 (three) stages: data reduction, data display and conclusion drawing.
Considering the result of research and discussion, it can be concluded that firstly, the Procedure of giving bank guarantee in the Surakarta main branch of PT Bank Negara Indonesia can be divided into 2 (two) types: bank guarantee giving with full cover collateral and bank guarantee giving with non-full cover collateral. Guarantee bank with full cover collateral means that the collateral is in the form of account. Meanwhile the guarantee bank with non-full cover guarantee means it is guaranteed with the customer’s account and asset as included in the Guarantee Bank Publication Agreement (PPGB). The guarantee bank publication by the Surakarta main branch of PT Bank Negara Indonesia governed in the Guidelines and Policy of Retail Market Credit has been consistent with the conditions of guarantee bank publication included in the Decree of Indonesian Bank Director Board Number 11/110/Kep./Dir/UPBB about the Collateral Giving by Bank and Collateral Giving by the Non-Bank financial institution as well as Bank of Indonesia’s Circular Number: SE 11/11 concerning the Collateral Giving by Bank and Collateral Giving by Non-Bank Financial Institution. Secondly, the legal action the Surakarta main branch of PT Bank Negara Indonesia takes when the insured violates the guarantee bank agreement including replacing, changing the guarantee bank agreement into credit agreement, and collateral object execution.
Keywords: guarantee bank, procedure, legal action
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kasih, atas
pertolongan dan perlindungan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Penulisan Hukum (Skripsi), dengan judul “ Upaya Hukum yang Dilakukan Bank
apabila Terjamin Wanprestasi terhadap Perjanjian Bank Garansi (Studi di PT.
Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta)”.
Skripsi ini menjelaskan tentang prosedur pemberian bank garansi yang
dilakukan oleh PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta serta upaya
hukum yang dilakukan PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta
apabila terjamin wanprestasi terhadap perjanjian bank garansi.
Penulis banyak mendapatkan masukan, bantuan dan dorongan dari
berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian
Penulisan Hukum(skripsi) ini. Untuk itu, pada kesempatan yang baik ini penulis
menyampaikan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H.,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
UNS Surakarta.
2. Bapak Mohammad Adnan, S.H.,M.H., selaku Pembimbing Akademik
penulis yang telah memberikan bimbingan, motivasi dan arahan selama
penulis belajar di kampus Fakultas Hukum UNS.
3. Bapak Pujiyono, S.H.,M.H selaku Pembimbing Skripsi yang telah
memberikan segala ilmu dan dengan penuh kesabaran membimbing serta
mengarahkan penulis dalam menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) ini
dengan baik.
4. Seluruh Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah mencurahkan ilmunya pada
penulis dengan penuh kesabaran.
5. Bapak Drs.Azwir Sanur, M.M., selaku Pimpinan PT Bank Negara Indonesia
Cabang Utama Surakarta atas kesempatan yang diberikan kepada penulis
untuk melakukan penelitian tentang bank garansi di PT Bank Negara
Indonesia Cabang Utama Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
6. Bapak Beni Indrawan, selaku pengganti sementara Penyelia unit Dalam
Negeri dan Kliring PT BNI Cabang Utama Surakarta. Terima kasih atas
segala bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.
7. Ayah dan Ibu tercinta (Bapak Drs. Agus Sutanto dan Ibu Dra. Dwi Satyarini)
dan adikku tersayang Gloria Febriola Marlen. Terima kasih atas kasih sayang
tidak terhingga yang telah diberikan kepada penulis.
8. Aditya Eka Dera P yang telah dengan sabar dan setia memberikan dukungan
kepada penulis.
9. Sahabat – sahabat setiaku yang selalu setia menemani dan memberi
dukungan (Yessi, Nares, Devi, Lita, Winda, David, Sayfudin) bersama
kalian, keluh kesah dan resah menjadi semangat dan cita untuk meraih
sukses.
10. Teman – teman seperjuang di Fakultas Hukum UNS angkatan 2007 yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih banyak dukungan dan
bantuannya selama ini kawan.
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa penulisan
hukum (skripsi) ini belum sempurna. Saran dan kritik yang membangun sangat
penulis harapkan demi perbaikan dan kemajuan di masa yang akan datang.
Semoga penulisan hukum (skripsi) yang sederhana ini bermanfaat bagi penulis
dan semua pembaca yang budiman.
Surakarta, Juli 2011
Pratiwi Damarjati
E 0007180
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL………………………………………………………….......i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………….…………ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI…………………………….………….iii
HALAMAN PERNYATAAN…………………………………………………...iv
HALAMAN MOTTO…………………………………………………………… v
HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………………vi
ABSTRAK……………………………………………………………………….vii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………...ix
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..xi
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………xiii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………xiv
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………...………....1
A. Latar Belakang Masalah………………………………………...…......1
B. Rumusan Masalah……………………………………………...…..…5
C. Tujuan Penelitian……………………………………………......……5
D. Manfaat Penelitian…………………………………………...………..6
E. Metode Penelitian……………………………………………………...6
F. Sistematika Penulisan Hukum………………………...……………...11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………...13
A. Kerangka Teori…………………………………...…………………..13
1.Tinjauan tentang Bank.......................................................………..13
a. Pengertian Bank.....................…………………...………….....13
b. Kegiatan – Kegiatan bank…………………….....……...……..14
2. Tinjauan tentang Upaya Hukum.....................................................16
3. Tinjauan tentang Perjanjian.............................................................17
a. Pengertian Perjanjian..................................................................17
b. Syarat Sah Perjanjian.................................................................18
c. Asas – asas dalam Perjanjian......................................................20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
d. Hapusnya Perjanjian...................................................................23
4. Tinjauan tentang Wanprestasi.........................................................24
a. Pengertian Prestasi.....................................................................24
b. Pengertian Wanprestasi..............................................................25
c. Akibat Wanprestasi....................................................................26
d. Tuntutan atas Dasar Wanprestasi...............................................26
5. Tinjauan tentang Jaminan................................................................26
a. Pengertian Jaminan.....................................................................26
b. Jenis Jaminan............................................................................27
6. Tinjauan tentang Bank Garansi.......................................................31
a. Pengertian Bank Garansi............................................................31
b. Tujuan Bank Garansi.................................................................32
c. Dasar Hukum Bank Garansi......................................................33
d. Penggolongan Bank Garansi.....................................................34
e. Bentuk dan Isi Perjanjian Bank Garansi....................................37
f. Sifat Perjanjian Bank Garansi....................................................38
g. Berakhirnya Bank Garansi........................................................38
B. Kerangka Pemikiran………………………………………............40
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………………….....42
A. Gambaran Lokasi Penelitian...........................................................42
B. Prosedur Pemberian Bank Garansi di PT Bank Negara Indonesia
Cabang Utama Surakarta................................................................47
C. Upaya Hukum yang Dilakukan PT Bank Negara Indonesia Cabang
Utama Surakarta apabila Terjamin Wanprestasi terhadap Perjanjian
BankGaransi...................................................................................64
BAB IV PENUTUP………………………………………...……………………87
A. Simpulan………………………………...………………………..87
B. Saran…………………………………...…………………………88
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………...…………….89
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Model Analisis Interaktif.............……………………………………11
Gambar 2. Skematik Kegiatan Bank................................………………………..15
Gambar 3. Skematik Kerangka Pemikiran................…………………………….40
Gambar 4. Struktur Organisasi PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama
Surakarta..............................................................................................46
Gambar 5. Skematik Prosedur Pemberian Bank Garansi di PT Bank Negara
Indonesia Cabang Utama Surakarta.....................................................47
Gambar 6. Skematik Prosedur Pengajuan dan Pembayaran Klaim di PT Bank
Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta........................................64
Gambar 7. Skematik Upaya Hukum yang Dilakukan PT Bank Negara Indonesia
Cabang Utama Surakarta apabila Terjamin Wanprestasi terhadap
Perjanjian Bank Garansi.......................................................................69
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Ijin Penelitian
Lampiran 2 : Surat Keterangan Melakukan Penelitian
Lampiran 3 : Perjanjian Bank Garansi
Lampiran 4 : Perjanjian Penerbitan Bank Garansi
Lampiran 5 : Perjanjian Kredit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan
makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Pembangunan Nasional
merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi
seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas
mewujudkan tujuan nasional, sebagaimana termaktub dalam pembukaan Undang
– Undang Dasar Tahun 1945 yaitu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasar kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial (alinea IV Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945).
Pelaksanaan pembangunan harus senantiasa memperhatikan keserasian,
keselarasan, dan keseimbangan berbagai unsur pembangunan, termasuk di bidang
ekonomi dan keuangan. Pertumbuhan ekonomi nasional dewasa ini menunjukkan
arah yang semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional.
Sementara itu, perkembangan perekonomian nasioanal senantiasa bergerak cepat
dengan tantangan yang semakin kompleks. Oleh karena itu, perlu berbagai
penyesuaian kebijakan di bidang ekonomi termasuk sektor perbankan sehingga
dapat diharapkan dapat memperbaiki dan memperkokoh perekonomian nasional
(Penjelasan Umum tentang Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan).
Sektor perbankan yang memiliki posisi strategis sebagai lembaga
intermediasi dan penunjang sistem perbankan merupakan faktor yang sangat
menentukan dalam proses penyesuaian yang dimaksud. Peranan perbankan
nasional perlu ditingkatkan sesuai dengan fungsinya dalam menghimpun dana dan
menyalurkan dana masyarakat dengan lebih memperhatikan pembiayaan kegiatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
sektor perekonomian nasional dengan prioritas kepada koperasi, pengusaha kecil
dan menengah, serta berbagai lapisan masyarakat tanpa diskriminasi sehingga
akan memperkuat struktur perekonomian nasional.
Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank,
mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya. Sedangkan pengertian bank terdapat pada Pasal
1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang mendefinisikan bank
sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Berdasarkan pengertian tersebut, bank merupakan lembaga keuangan yang
kegiatannya meliputi :
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, maksudnya dalam
hal ini bank sebagai tempat menyimpan uang atau berinvestasi bagi
masyarakat. Secara umum jenis simpanan yang ada di bank terdiri dari
simpanan giro (demand deposit), simpanan tabungan (saving deposit), dan
simpanan deposito (time deposit);
2. Menyalurkan dana kepada masyarakat, maksudnya adalah bank memberikan
pinjaman (kredit) kepada masyarakat yang mengajukan permohonan. Jenis
kredit yang biasa diberikan oleh hampir semua bank misalnya kredit investasi,
kredit modal kerja, dan kredit perdagangan;
3. Memberikan jasa-jasa bank lainnya, jasa-jasa bank lainnya ini merupakan jasa
pendukung dari kegiatan pokok bank yaitu menghimpun dan menyalurkan
dana. Contoh jasa yang diberikan bank antara lain pengiriman uang (transfer),
letter of credit (L/C), dan bank garansi (Kasmir, 2003:3-4).
Di Indonesia terdapat berbagai jenis bank. Berdasarkan kepemilikannya
bank dapat digolongkan menjadi bank milik pemerintah, bank milik swasta
nasional, bank milik koperasi, bank milik asing, dan bank campuran. Bank milik
pemerintah merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang keseluruhan
atau sebagian besar modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Salah satu bank yang merupakan milik pemerintah adalah PT Bank Negara
Indonesia (BNI). Berdasarkan daftar BUMN yang tercatat di Bursa Efek Jakarta
(BEJ) tahun 2007, jumlah saham PT BNI yang dimiliki oleh pemerintah adalah
sebesar 99,11% (I Nyoman Tjager, 2007: 7).
Berdiri sejak 1946, Bank Negara Indonesia, merupakan bank pertama yang
didirikan dan dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. Tahun 1992, status hukum dan
nama BNI berubah menjadi PT Bank Negara Indonesia (Persero), sementara
keputusan untuk menjadi perusahaan publik diwujudkan melalui penawaran
saham perdana di pasar modal pada tahun 1996 (http://www.bni.co.id). PT Bank
Negara Indonesia (Persero) memiliki kantor cabang di seluruh wilayah Indonesia,
salah satu kantor cabang PT Bank Negara Indonesia (Persero) berada di Surakarta.
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Cabang Utama Surakarta sesuai
dengan fungsi bank menjalankan kegiatan untuk menghimpun dana dari
masyarakat, meenyalurkan dana masyarakat, serta memberikan jasa-jasa
perbankan lainnya. Salah satu jenis produk jasa yang dikeluarkan oleh PT Bank
Negara Indonesia (Persero) Cabang Utama Surakarta adalah bank garansi.
Bank garansi adalah jaminan pembayaran yang diberikan oleh bank
kepada suatu pihak, baik perorangan, perusahaan atau badan / lembaga lainnya
dalam bentuk surat jaminan. Pemberian jaminan dengan maksud bank menjamin
akan memenuhi (membayar) kewajiban-kewajiban dari pihak yang dijamin
kepada pihak yang menerima jaminan apabila yang dijamin kemudian hari
ternyata tidak memenuhi kewajiban kepada pihak lain sesuai dengan yang
diperjanjikan atau cedera janji (Kasmir, 2002: 157).
Bank garansi merupakan salah satu bentuk jaminan perorangan yang
termasuk perjanjian penanggungan hutang (Borghtocht, Guarantee). Mengenai
jaminan perorangan atau penanggungan hutang diatur dalam Pasal 1820 sampai
dengan Pasal 1850 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal 1820 KUH
Peerdata menyebutkan bahwa “penanggungan adalah suatu perjanjian dengan
mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri
untuk memenuhi perikatannya si berutang, manakala orang itu sendiri tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
memenuhinya”. Pihak bank dalam penerbitan bank garansi mengambil alih
kewajiban terjamin bila si terjamin melakukan wanprestasi terhadap penerima
jaminan. Jadi bank garansi merupakan bentuk perikatan bersyarat, yang syaratnya
adalah suatu keadaan dimana si berutang dinyatakan telah lalai atau wanprestasi.
Bank garansi sangat diperlukan bagi seorang pengusaha dalam
menjalankan suatu usaha. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa modal dalam
bentuk uang walaupun bukan segala-galanya, adalah mutlak diperlukan untuk
berbagai tahap kegiatan. Modal dalam bentuk uang dapat diberikan dalam bentuk
uang tunai atau semacam jaminan dalam surat-surat berharga. Bank Garansi
merupakan salah satu bentuk jaminan yang diberikan oleh bank untuk menjamin
nasabah apabila akan mengerjakan suatu proyek tertentu atau untuk mengikuti
tender diinstansi tertentu (Kasmir, 2003:194). Terkadang bank garansi menjadi
syarat yang diwajibkan oleh suatu instansi bagi para pihak yang akan mengikuti
tender. Karena pentingnya keberadaan bank garansi bagi suatu pekerjaan atau
proyek, maka perlu diketahui bagaimana pihak bank melakukan proses atau cara
untuk memberikan bank garansi, dalam hal ini bank yang dimaksud adalah
PT.Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta.
Pemberian bank garansi memungkinkan terjadinya risiko. Risiko yang
mungkin dialami oleh bank antara lain bank kehilangan dana karena pihak
terjamin melakukan wanprestasi terhadap perjanjian bank garansi yang telah
disepakati. Wanprestasi menimbulkan kerugian bagi pihak bank, maka perlu
dilakukan upaya-upaya untuk menyelesaikan hal tersebut. Upaya yang digunakan
bank untuk menyelesaikan wanprestasi yang dilakukan oleh terjamin (nasabah)
antara lain dengan ketentuan – ketentuan yang terdapat dalam perjanjian. Upaya
tersebut diperlukan untuk membuat terjamin bertanggung jawab atas tindakan
wanprestasi yang telah dilakukan. Upaya hukum sangat diperlukan untuk
mengembalikan dana bank yang digunakan un tuk membayar klaim kepada
penerima jaminan pada saat terjamin melakukan wanprestasi. Oleh karena itu
perlu diteliti tentang upaya hukum yang dilakukan oleh PT. Bank Negara
Indonesia Cabang Utama Surakarta apabila pihak terjamin melakukan
wanprestasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Berdasarkan latar belakang di atas perlu untuk mengetahui prosedur
pemberian bank garansi serta upaya-upaya hukum yang dilakukan oleh bank
apabila pihak terjamin malakukan wanprestasi, maka penulis memilih judul :
UPAYA HUKUM YANG DILAKUKAN BANK APABILA TERJAMIN
WANPRESTASI TERHADAP PERJANJIAN BANK GARANSI (STUDI DI PT.
BANK NEGARA INDONESIA CABANG UTAMA SURAKARTA)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka
penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah prosedur pemberian bank garansi yang dilakukan oleh PT.
Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta?
2. Apakah upaya hukum yang dilakukan oleh PT. Bank Negara Indonesia
Cabang Utama Surakarta apabila pihak terjamin melakukan wanprestasi
terhadap perjanjian bank garansi?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian pada dasarnya memiliki suatu tujuan tertentu yang hendak
dicapai. Tujuan penelitian harus jelas sehingga dapat memberikan arah dalam
pelaksanaan penelitian tersebut. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui prosedur pemberian bank garansi yang dilakukan oleh
PT. Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta.
b. Untuk mengetahui upaya hukum yang dilakukan PT. Bank Negara
Indonesia Cabang Utama Surakarta apabila pihak terjamin melakukan
wanprestasi terhadap perjanjian bank garansi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
2. Tujuan Subyektif
a. Memberikan data dan informasi yang lengkap dan jelas sebagai bahan
dalam penyusunan penulisan hukum (skripsi), sebagai persyaratan dalam
mencapai gelar kesarjanaan tingkat Strata I di bidang ilmu hukum Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Menambah, memperdalam pengetahuan serta pemahaman aspek hukum
dalam teori dan praktek bagi penulis.
D. Manfaat Penelitian
Penulis berharap bahwa penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis
maupun masyarakat. Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan hukum ini
adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai referensi di bidang karya ilmiah yang dapat mengembangkan ilmu
pengetahuan terutama dibidang hukum pada umumnya dan bidang hukum
perdata pada khususnya.
b. Menambah literatur atau bahan-bahan informasi ilmiah yang dapat
digunakan untuk melakukan kajian dan penulisan hukum selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan informasi tentang prosedur pemberian bank garansi yang
dilakukan oleh PT. Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta.
b. Mengetahui upaya hukum yang dilakukan oleh PT. Bank Negara Indonesia
Cabang Utama Surakarta apabila pihak terjamin dalam perjanjian bank
garansi melakukan wanprestasi.
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah berdasarkan pada
metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari
satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya (Soerjono
Soekanto , 2006: 43). Metodologi menurut Robert Bogdan dan Steven J Taylor
dalam Soerjono Soekanto adalah “the process, principles, and procedures by
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
which we approach problems and seek answer. In the social sciences the term
applies to how one conducts research”. Metodologi diartikan sebagai suatu
proses, dan cara yang digunakan dalam penelitian untuk mencari jawaban atas
masalah yang dirumuskan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah jenis penelitian hukum
empiris. Penelitian hukum empiris merupakan penelitian yang dilakukan
dengan cara meneliti langsung ke lapangan atau masyarakat. Pada penelitian
hukum empiris yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder, kemudian
dilanjutkan pada data primer di lapangan, atau terhadap masyarakat (Soerjono
Soekanto, 2007:52). Jenis penelitian empiris yang digunakan oleh penulis
adalah dengan meneliti secara langsung di PT Bank Negara Indonesia Cabang
Utama Surakarta.
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Menurut Soerjono
Soekanto, penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk
memberikan data seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-
gejala lainnya. Maksud dari penelitian deskriptif adalah terutama untuk
mempertegas hipotesa - hipotesa agar dapat membantu dalam memperkuat
teori-teori baru (Soerjono Soekanto, 2007:10).
Berdasarkan pengertian diatas, penulis berusaha memberikan
gambaran mengenai pemberian bank garansi di PT Bank Negara Indonesia
Cabang Utama Surakarta serta upaya hukum yang dilakukan oleh PT Bank
Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta apabila terjadi wanprestasi .
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di PT. Bank Negara Indonesia
Cabang Utama Surakarta.
4. Jenis Data
Secara umum, di dalam penelitian biasanya dibedakan antara data
yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dan dari bahan-bahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
pustaka. Data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dinamakan
data primer, sedangkan yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka lazimnya
dinamakan data sekunder (Soerjono Soekanto, 2007:51). Jenis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Data Primer
Data primer merupakan keterangan atau fakta yang diperoleh
secara langsung melalui penelitian lapangan atau lokasi penelitian. Data
primer merupakan data yang dikumpulkan dari sejumlah fakta atau
keterangan yang diperoleh secara langsung melalui penelitian lapangan.
Data primer dalam penelitian ini berupa hasil wawancara.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang tidak diperoleh secara lansung
dari lapangan, atau keterangan-keterangan yang secara tidak langsung
diperoleh tetapi cara memperolehnya melalui studi pustaka, buku-buku
literature, surat kabar, dokumen-dokumen, peraturan-peraturan perundang-
undangan, dan sumber-sumber tertulis lainnya yang berkaitan dengan
penelitian hukum ini.
5. Sumber Data
Sumber data adalah tempat dimana penelitian ini diperoleh.
Berdasarkan jenis data, maka dapat ditentukan sumber data yang digunakan
untuk penelitian, sehingga memperoleh data dan informasi yang berkaitan
dengan arah penelitian ini. Sumber data yang penulis gunakan adalah :
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer merupakan sumber data yang terkait langsung
dengan permasalahan yang diteliti. Sumber data primer dalam penelitian
ini adalah hasil wawancara langsung yang diperoleh dari Penyelia unit
Dalam Negeri dan Kliring di PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama
Surakarta.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder merupakan sumber data yang secara tidak
langsung memberikan keterangan dan bersifat melengkapi sumber data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
primer. Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini dapat
digolongkan menjadi 3 (tiga), yaitu :
1) Data primer
Data primer adalah data yang bersifat mengikat (Soerjono Soekanto dan
Sri Mamudji, 2001:13). Dalam penelitian ini adalah Undang-Undang
Dasar 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Surat Keputusan Direksi
Bank Indonesia Nomor 11/110/Kep./Dir/UPPB tentang Pemberian
Jaminan oleh Bank dan Pemberian Jaminan oleh Lembaga Keuangan
NonBank, serta SEBI Nomor 11/11 tentang tentang Pemberian Jaminan
oleh Bank dan Pemberian Jaminan oleh Lembaga Keuangan NonBank.
2) Data sekunder
Data sekunder adalah data yang memberikan penjelasan mengenai data
primer (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001:13). Data sekunder
ini meliputi jurnal hukum nasional dan jurnal hukum internasional.
3) Data tertier
Data tertier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap data primer dan data sekunder (Soerjono Soekanto
dan Sri Mamudji, 2001:13). Data tertier yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia.
6. Teknik Pengumpulan Data
Dalam upaya memperoleh data yang diperlukan, penulis
menggunakan teknik pengumbulan data sebagai berikut :
a. Interview (Wawancara)
Wawancara adalah situasi peran antar pribadi bertatap muka, ketika
seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan
masalah penelitian kepada seorang responden (Amiruddin, 2006:82). Jenis
wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara bebas terpimpin, yaitu
dengan menggunakan catatan-catatan dan kerangka pertanyaan yang telah
ditentukan pokok permasalahannya namun masih dimungkinkan adanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
variasi pengujian dan kebebasan dalam memberikan pertanyaan dengan
mendasarkan pada situasi yang ada sehingga dapat digali secara mendalam
mengenai suatu masalah yang peneliti lakukan.
b. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data sekunder, yaitu
dengan mempelajari buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan,
dokumen-dokumen resmi, hasil penelitian terdahulu, dan bahan
kepustakaan lain yang berkaitan dengan masalah yang penulis teliti.
7. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah suatu cara-cara analisis, yaitu dengan
kegiatan mengumpulkan data kemudian diadakan pengeditan terlebih dahulu,
untuk selanjutnya dimanfaatkan sebagai bahan analisis yang sifatnya
kualitatif.
Penulis menggunakan model analisis interaktif (interactive model of
analysis), yaitu data yang dikumpulkan akan dianalisa melalui 3 (tiga) tahap,
yaitu mereduksi data, menyajikan data, dan menarik kesimpulan. Dalam
model ini dilakukan suatu proses siklus antar tahap-tahap, sehingga data yang
terkumpul akan berhubungan dengan satu sama lain dan benar-benar data
yang mendukung penyusunan laporan penelitian (HB Soetopo, 2002:35-37).
Tahap-tahap analisa tersebut meliputi :
a. Reduksi data
Kegiatan yang bertujuan untuk mempertegas, memperpendek,
membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting yang muncul dari
catatan dan pengumpulan data. Proses ini berlangsung terus menerus
sampai laporan penelitian selesai.
b. Penyajian data
Sekumpulan informasi yang memunginkan kesimpulan riset dapat
dilaksanakan yang meliputi berbagai jenis matrik, gambar, tabel, dan
sebagainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
c. Menarik Kesimpulan
Upaya menarik kesimpulan dari semua hal yang terdapat dalam
reduksi data dan sajian data.
Analisa data kualitatif model interaktif dapat digambarkan dengan
skema sebagai berikut (HB Soetopo, 2002:96) :
Gambar 1. Model analisis interaktif
F. Sistematika Penulisan Hukum (Skripsi)
Penulis menyiapkan sistematika penulisan hukum (skripsi) untuk
memberikan gambaran menyeluruh mengenai sistematika penulisan karya ilmiah
yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan karya ilmiah. Sistematika
penulisan hukun bagi penulis akan memberikan gambaran yang jelas sehingga
akan memudahkan pembaca untuk mengetahui isi dan maksud penelitian ini.
Adapun sistematika dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan kerangka-kerangka teori mengenai tinjauan tentang
bank, upaya hukum, perjanjian, wanprestasi, jaminan, bank garansi.
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Sajian Data
Penarikan Kesimpulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis menjelaskan sekaligus menjawab rumusan masalah
yang telah ditentukan sebelumnya. Pertama mengenai prosedur
pemberian bank garansi yang dilakukan oleh PT.Bank Negara
Indonesia Cabang Utama Surakarta. Kedua mengenai upaya hukum
yang dilakukan PT.Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta
apabila terjamin wanprestasi terhadap perjanjian bank garansi.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini berisi simpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan tentang Bank
a. Pengertian Bank
Bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya
menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Bank juga dikenal
sebagai tempat untuk meminjam uang (kredit) bagi masyarakat yang
membutuhkannya. Disamping itu bank juga dikenal sebagai tempat untuk
menukar uang, memindahkan uang atau menerima segala macam bentuk
pembayaran dan setoran seperti pembayaran listrik, telepon, air, pajak,
uang kuliah, dan pembayaran lainnya (Kasmir, 2002: 23).
Bank adalah lembaga keuangan berarti bank adalah badan usaha
yang kekayaannya terutama dalam bentuk aset keuangan (financial
assets) serta bermotifkan profit dan juga sosial, jadi bukan hanya mencari
keuntungan saja (Malayu S.P Hasibuan, 2001: 2)
Prof. G.M. Verryn Stuart dalam Malayu S.P Hasibuan
memberikan definisi “Bank is a company who satisfied other people by
giving a credit with the money they accept as a gamble to the other,
eventhough they should supply the new money.” (Bank adalah badan
usaha yang wujudnya memuaskan keperluan orang lain, dengan
memberikan kredit berupa uang yang diterimanya dari orang lain
sekalipun dengan jalan mengeluarkan uang baru kertas atau logam).
Menurut Undang-Undang Nomor 14 tahun 1967 tentang Pokok-
Pokok Perbankan, bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya
memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan
peredaran uang. Sedangkan pengertian lembaga keuangan adalah semua
badan yang melalui kegiatan kegiatannya di bidang keuangan, menarik
uang dari dan menyalurkannya ke dalam masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Berdasarkan pengertian tersebut Kasmir menyimpulkan bahwa
bank adalah badan usaha yang beraktivitas pertama adalah menghimpun
dana dari masyarakat luas yang dikenal dengan kegiatan funding dalam
dunia perbankan. Dana dari masyarakat setelah diperoleh bank dalam
bentuk simpanan, maka dana tersebut diputar kembali atau dijual kembali
kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman atau lebih dikenal dengan
istilah kredit (lending).
b. Kegiatan-Kegiatan Bank
Berdasarkan definisi bank yang terdapat dalam Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998, maka kegiatan perbankan dapat dibedakan
menjadi 3 (tiga), yaitu :
1) Menghimpun dana dari masyarakat (funding) dalam bentuk :
a) Simpanan giro (demand deposit)
Simpanan giro merupakan simpanan pada bank yang
penarikannya dapat dilakukan dengan menggunakan cek atau
bilyet giro.
b) Simpanan tabungan (saving deposit)
Merupakan simpanan pada bank yang penarikannya sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan oleh bank.
c) Simpanan deposito (time deposit)
Deposito merupakan simpanan yang memiliki jangka waktu
tertentu, penarikannya dilakukan sesuai jangka waktu tersebut.
2) Menyalurkan dana (lending) antara lain meliputi :
a) Kredit Investasi
Kredit investasi merupakan kredit yang diberikan kepada
pengusaha yang melakukan investasi atau penanaman modal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
b) Kredit modal kerja
Kredit modal kerja merupakan kredit yang digunakan sebagai
modal kerja. Kredit ini berjangka waktu pendek yaitu tidak lebih
dari 1 (satu) tahun.
c) Kredit perdagangan
Kredit perdagangan merupakan kredit yang diberikan kepada
para pedagang dalam rangka memperlancar atau memperluas
kegiatan perdagangannya.
3) Memberikan jasa-jasa bank lainnya (services) antara lain :
a) Kiriman Uang (transfer)
Transfer merupakan pengiriman uang lewat bank, yang
dilakukan pada bank yang sama atau berlainan bank.
b) Letter of Credit (L/C)
Letter of Credit (L/C) merupakan surat kredit yang diberikan
kepada para eksportir dan importir yang digunakan untuk
melakukan pembayaran atas transaksi ekspor impor yang
mereka lakukan.
c) Bank garansi
Bank garansi merupakan jaminan bank yang diberikan kepada
nasabah dalam rangka membiayai suatu usaha.
Secara ringkas kegiatan bank sebagi lembaga keuangan
dapat dilihat dalam gambar berikut ini (Kasmir, 2003:4) :
Gambar 2. Skematik Kegiatan Bank
Bank
Menghimpun Dana
Menyalurkan Dana
Jasa-jasa lainnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
2. Tinjauan tentang Upaya Hukum
a. Pengertian Upaya Hukum
Pengertian upaya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata
adalah usaha; ikhtiar (untuk mencapai suatu maksud, memecahkan
persoalan, mencari jalan keluar, dan sebagainya
(http://www.KamusBahasaIndonesia.org).
Pengertian hukum menurut Mochtar Kusuma Atmadja dalam Titik
Triwulan Tutik adalah keseluruhan kaidah – kaidah serta asas – asas yang
mengatur pergaulan hidup manusia dalam masyarakat yang bertujuan
memelihara ketertiban juga meliputi lembaga – lembaga dan proses guna
mewujudkan berlakunya kaidah sebagai kenyataan dalam masyarakat.
Sedangkan Soerjono Soekanto mengartikan hukum sebagai suatu gejala
sosial budaya yang berfungsi menerapkan kaidah – kaidah dan pola – pola
perilaku tertentu terhadap individu – individu dalam masyarakat.
Pengertian hukum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang
dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah; undang-undang, peraturan,
dsb untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat; patokan (kaidah,
ketentuan) mengenai peristiwa (alam dan sebagainya) yang tertentu;
keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan oleh hakim (dalam
pengadilan); vonis (http://www.KamusBahasaIndonesia.org/).
Upaya hukum berarti usaha yang dilakukan menggunakan
peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang
dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah; undang-undang, peraturan,
dsb untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat; patokan (kaidah,
ketentuan) mengenai peristiwa (alam dan sebagainya) yang tertentu;
keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan oleh hakim (dalam
pengadilan); vonis untuk memecahkan suatu masalah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
3. Tinjauan tentang Perjanjian
a. Pengertian Perjanjian
Perjanjian dalam Bahasa Belanda disebut dengan kata
overeenkomst. Secara umum ketentuan yang mengatur tentang perjanjian
terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
buku III tentang Perikatan. Pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313
KUH Perdata. Pasal tersebut berbunyi perjanjian adalah suatu perbutan
dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang atau lebih”.
Pengertian perjanjian tersebut mempunyai beberapa kelemahan,
yaitu :
1) Tidak jelas karena setiap perbuatan dapat disebut perjanjian (Salim,
2008:7). Perbuatan dapat dibedakan menjadi perbuatan manusia
menurut hukum dan perbuatan manusia melawan hukum. Tidak
semua perbuatan hukum dapat disebut sebagai perjanjian, contohnya
adalah perkawinan tidak dapat disebut sebagai suatu perjanjian.
2) Hanya mengikat satu pihak saja, padahal seharusnya suatu perjanjian
mengikat dua pihak karena ada consensus (persetujuan) dari dua pihak
yang mengadakan perjanjian.
3) Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus. Dalam pengertian
“perbuatan” termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa
(zaakwaarneming), tindakan melawan hukum (onrechmatig daad)
yang tidak mengandung suatu konsensus. Seharusnya dipakai kata
”persetujuan.’’
4) Pengertian perjanjian terlalu luas, karena mencakup juga
perlangsungan perkawinan, janji kawin yang diatur dalam lapangan
hukum keluarga. Padahal yang dimaksud adalah hubungan antara
debitur dan kreditur dalam lapangan kekayaan saja. Perjanjian yang
dikehendaki oleh buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
sebenarnya hanyalah perjanjian yang bersifat kebendaan bukan
perjanjian yang bersifat personal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
5) Tanpa menyebut tujuan, dalam suatu perjanjian seharusnya
menyebutkan tujuan pengadaan penjanjian.
Berdasarkan alasan tersebut di atas Abdulkadir Muhammad
memberikan definisi bahwa perjanjian adalah suatu persetujuan dua orang
atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai
harta kekayaan, sedangkan Salim mendefinisikan perjanjian sebagai
hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum
yang lain dalam bidang harta kekayaan dimana subjek hukum yang satu
berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban
untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya.
Unsur-unsur yang tercantum dalam definisi perjanjian tersebut
adalah:
1) Adanya hubungan hukum
Hubungan hukum merupakan hubungan yang menimbulkan akibat
hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban.
2) Adanya subjek hukum
Subyek hukum, yaitu pendukung hak dan kewajiban.
3) Adanya prestasi
Prestasi terdiri atas melakukan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak
berbuat sesuatu.
4) Di bidang harta kekayaan (Salim dkk, 2008: 9).
b. Syarat Sah Perjanjian
Syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata
yang menyebutkan bahwa perjanjian sah apabila memenuhi 4 (empat)
unsur, yaitu :
1) Adanya kesepakatan kedua belah pihak
Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan
kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Ada 5
(lima) cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak yaitu dengan :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
a) bahasa yang sempurna dan tertulis
b) bahasa yang sempurna secara lisan
c) bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan
d) bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawan
e) diam atau membisu asal dapat dipahami atau diterima pihak
lawan
Pada dasarnya cara yang paling banyak digunakan oleh para pihak
adalah dengan bahasa yang sempurna secara lisan dan secara tertulis
karena akan memberikan kepastian hukum bagi para pihak dan
sebagai alat bukti yang sempurna (Salim dkk, 2008: 9-10).
2) Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum
Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat
hukum. Para pihak yang akan mengadakan perjanjian harus sudah
cakap hukum dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan
hukum. Orang yang cakap dan berwenang melakukan perbuatan
hukum adalah orang yang sudah dewasa menurut hukum. Ukuran
kedewasaan adalah sudah berumur 21 tahun dan atau sudah kawin.
Dalam Pasal 1330, yang termasuk tak cakap untuk membuat
perjanjian-perjanjian adalah :
a) Orang-orang yang belum dewasa.
b) Mereka yang di bawah pengampuan.
c) Orang-orang perempuan yang bersuami (orang-orang perempuan
dinyatakan cakap untuk melakukan perbuatan hukum, yaitu dengan
adanya Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974).
3) Suatu hal tertentu
Yang dimaksud hal tertentu adalah adanya obyek perjanjian. Obyek
perjanjian adalah prestasi. Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban
debitur dan apa yang menjadi hak kreditur. Prestasi terdiri dari :
a) memberikan sesuatu;
b) berbuat sesuatu;
c) tidak berbuat sesuatu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
4) Suatu sebab yang halal
Yang dimaksud dengan sebab yang halal adalah yang tidak
bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban
umum.
Dilihat dari syarat-syarat tersebut, maka syarat sahnya perjanjian
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1) Syarat Subyektif
Adalah suatu syarat yang menyangkut pada subyek-subyek perjanjian
itu atau dengan perkataan lain syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh
mereka yang membuat perjanjian dimana hal ini meliputi kesepakatan
mereka mengikatkan dirinya dan kecakapan pihak yang membuat
perjanjian. Apabila syarat subyektif ini tidak dipenuhi maka perjanjian
dapat dibatalkan
2) Syarat Obyektif
Adalah syarat yang menyangkut pada obyek perjanjian tersebut, yaitu
meliputi suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Apabila syarat
obyektif ini tidak dipenuhi maka perjanjian ini batal demi hukum atau
batal dengan sendirinya artinya sejak semula tidak pernah dilahirkan
suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan (Subekti, 2000:
20).
Perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun tertulis, namun
beberapa perjanjian harus dibuat dibuat dengan memenuhi ketentuan
formal yang tertulis. Untuk kebutuhan pembuktian di kemudian hari,
perjanjian perlu dibuat secara tertulis (Jonker Sihombing, 2008: 34).
c. Asas-asas dalam Perjanjian
Dalam perjanjian atau kontrak dikenal berbagai macam asas yang
harus dipenuhi oleh pihak-pihak. Asas-asas tersebut antara lain kebebasan
berkontrak (freedom of contract), asas konsensualisme (concsensualism),
asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas itikad baik (good faith)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
dan asas kepribadian (personality). Secara rici asas-asas tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1) Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)
Asas kebebasan berkontrak terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1)
KUHPerdata, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara
sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Asas ini mengandung arti bahwa dalam membuat kontrak para pihak
bebas membuat dalam bentuk dan cara apapun asal tidak bertentangan
dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan undang-undang. Asas ini
merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak
untuk :
a) Membuat atau tidak membuat perjanjian
b) Mengadakan perjanjian dengan siapa pun
c) Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratannya
d) Menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan
(Salim HS, 2003: 9)
2) Asas Konsensualisme (concensualism)
Asas konsensualisme dinyatakan dalam Pasal 1320 ayat (1)
KUHPerdata. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat
sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah
pihak. Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian
pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak
lainnya.
3) Asas Kepastian Hukum (pacta sunt servanda)
Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt
servanda. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal
1338 ayat (1) KUHPerdata yang berbunyi “Semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang.” Asas ini
berhubungan dengan akibat hukum yang timbul karena terjadinya
suatu kontrak. Asas ini mengandung arti bahwa perjanjian yang dibuat
oleh para pihak secara sah mengikat atau berlaku sebagai undang-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
undang bagi mereka dan memberi kepastian hukum bagi para pihak
yang membuatnya. Menurut Salim, asas pacta sunt servanda
merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati
substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak; sebagaimana
layaknya sebuah undang-undang.
4) Asas Itikad Baik (good faith)
Asas itikad baik terdapat dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang
berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini
merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur
harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau
keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas
itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi dan
itikad baik mutlak. Pada itikad baik nisbi, seseorang memperhatikan
sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad baik
mutlak, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat
ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak
memihak) menurut norma-norma yang objektif (Salim HS, 2003: 11).
Asas itikad baik dilihat dari pelaksanaan perjanjian.
5) Asas Kepribadian (personality)
Menurut Salim, asas kepribadian merupakan asas yang menentukan
bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak
hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Asas kepribadian terdapat
dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH Perdata. Pasal 1315 KUH
Perdata menyatakan bahwa: “Pada umumnya seseorang tidak dapat
mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.”
Pasal 1340 KUH Perdata berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku antara
pihak yang membuatnya.”Asas kepribadian merupakan asas yang
menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau
membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Inti
ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian,
orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri. Hal ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak
hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Pengecualian terhadap
ketentuan ini terdapat dalam Pasal 1317 KUH Perdata yang
menyatakan: “Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan
pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau
suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat
semacam itu.” Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUH Perdata, tidak
hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk
kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh
hak daripadanya. Jika dibandingkan kedua pasal itu maka Pasal 1317
KUH Perdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga,
sedangkan dalam Pasal 1318 KUH Perdata untuk kepentingan dirinya
sendiri, ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari
yang membuatnya. Dengan demikian, Pasal 1317 KUH Perdata
mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUH
Perdata memiliki ruang lingkup yang luas.
d. Hapusnya Perjanjian
Menurut Salim, berakhirnya perikatan karena undang-undang
adalah konsignasi, musnahnya barang yang terutang, dan daluarsa.
Sedangkan berakhirnya perikatan karena perjanjian yaitu dengan
pembayaran, pembaruan utang, kebatalan atau pembatalan, serta
berlakunya suatu syarat batal. Di samping cara-cara tersebut, dalam
praktek dikenal pula caraberakhirnya perjanjian, yaitu :
1) Jangka waktu berakhir;
2) Dilaksanakan obyek perjanjian;
3) Kesepakatan kedua belah pihak;
4) Pemutusan secara sepihak oleh salah satu pihak;
5) Adanya putusan pengadilan (Salim HS, 2004: 165).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
4. Tinjauan tentang Wanprestasi
a. Pengertian Prestasi
Wanprestasi timbul setelah adanya prestasi yang tidak dipenuhi.
Prestasi adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh debitur dalam setiap
perikatan. Menurut ketentuan Pasal 1234 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata, prestasi dapat berupa :
1) Memberikan sesuatu
Memberikan sesuatu adalah menyerahkan kekuasaan benda dari
debitur kepada kreditur (Abdulkadir Muhammad, 2000:202). Wujud
prestasinya adalah untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu.
2) Berbuat sesuatu
Wujud prestasinya adalah untuk melakukan sesuatu yang telah
disepakati bersama dalam perjanjian.
3) Tidak berbuat sesuatu
Wujud prestasinya adalah untuk tidak melaksanakan sesuatu
perbuatan yang disepakati bersama.
Abdulkadir Muhammad menyebutkan bahwa prestasi memiliki
sifat-sifat sebagi berikut :
1) Harus sudah tertentu atau dapat ditentukan. Hal ini memungkinkan
debitur memenuhi perikatan. Jika prestasi itu tidak tertentu atau tidak
dapat ditentukan mengakibatkan perikatan batal (nietig).
2) Harus mungkin, artinya prestasi itu dapat dipenuhi oleh debitur
secara wajar dengan segala usahanya. Jika tidak demikian perikatan
batal (nietig).
3) Harus diperbolehkan, artinya tidak dilarang oleh undang-undang,
tidak bertentangan dengan kesusilaan, tidak bertentangan dengan
ketertiban umum. Jika prestasi itu tidak halal, perikatan batal
(nietig).
4) Harus ada manfaat bagi kreditur, artinya kreditur dapat
menggunakan, menikmati, dan mengambil hasilnya. Jika tidak
demikian, perikatan dapat dibatalkan (vernietigbaar).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
5) Terdiri dari satu perbuatan atau serentetan perbuatan. Jika prestasi itu
berupa satu kali perbuatan dilakukan lebih dari satu kali dapat
mengakibatkan pembatalan perikatan (vernietigbaar).
b. Pengertian Wanprestasi
Wanprestasi adalah prestasi yang buruk, artinya tidak memenuhi
kewajiban yang telah diwajibkan dalam perjanjian. Tidak dipenuhinya
kewajiban debitur disebabkan oleh 2 (dua) alasan, yaitu:
1) Karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja tidak dipenuhi
kewajiban maupun karena kelalaian.
2) Karena keadaan memaksa (overmacht), force majeure, jadi di luar
kemampuan debitur. Debitur tidak bersalah (Abdulkadir
Muhammad, 2000:203).
Wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seorang debitur dapat
dibedakan menjadi empat macam, yaitu :
1) Debitur tidak memenuhi sama sekali.
2) Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak sebagaimana yang
dijanjikannya.
3) Debitur memenuhi prestasi tapi terlambat.
4) Debitur melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh
dilakukannya. (Subekti, 2001:45).
c. Akibat Wanprestasi
Ada 4 (empat) akibat adanya wanprestasi, yaitu sebagai berikut:
1) Perikatan tetap ada. Kreditur masih dapat menuntut kepada debitur
pelaksanaan prestasi, apabila ia terlambat memenuhi prestasi. Di
samping itu, kreditur berhak menuntut ganti rugi akibat
keterlambatan melaksanakan prestasinya. Hal ini disebabkan kreditur
akan mendapat keuntungan apabila debitur melaksanakan prestasi
tepat pada waktunya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
2) Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur (Pasal 1243
KUH Perdata).
3) Beban resiko beralih untuk kerugian debitur, jika halangan itu timbul
setelah debitur wanprestasi, kecuali bila ada kesengajaan atau
kesalahan besar pihak kreditur. Oleh karena itu, debitur tidak
dibenarkan untuk berpegang pada keadaan memaksa.
4) Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat
membebaskan diri dari kewajibannya memberikan norma prestasi
dengan menggunakan Pasal 1266 KUH Perdata yang memuat
ketentuan bahwa wanprestasi dari salah satu pihak memberikan hak
kepada pihak lainnya untuk membatalkan perjanjian lewat hakim.
d. Tuntutan atas dasar wanprestasi
Kreditur dapat menuntut seorang debitur yang telah wanprestasi
hal-hal sebagai berikut :
1) Kreditur dapat meminta pemenuhan prestasi saja dari debitur;
2) Kreditur dapat menuntut prestasi disertai ganti rugi kepada debitur
(Pasal 1267 KUH Perdata);
3) Kreditur dapat menuntut dan menerima ganti rugi, hanya mungkin
kerugian karena keterlambatan;
4) Kredit dapat menuntut pembatalan perjanjian;
5) Kreditur dapat menuntut pembatalan disertai ganti rugi kepada
debitur. Ganti rugi itu berupa pembayaran uang denda (Salim, 2003:
99).
5. Tinjauan tentang Jaminan
a. Pengertian Jaminan
Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu
zekerheid atau cautie. Zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-
cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, di samping
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
pertanggungan jawab umum debitur terhadap barang-barangnya (Salim,
2002: 21).
Hartono Hadisoeprapto dalam Salim HS berpendapat bahwa
jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk
menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang
dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan, sedangkan M.
Bahsan memberikan mendefinisikan jaminan adalah segala sesuatu yang
diterima kreditur dan diserahkan debitur untuk menjamin suatu utang
piutang dalam masyarakat.
Jaminan adalah tanggungan yang diberikan oleh debitur kepada
kreditur karena pihak kreditur mempunyai suatu kepentingan, yaitu bahwa
debitur harus memenuhi kewajibannya dalam suatu perikatan (Budi
Untung, 2000: 56).
b. Jenis Jaminan
Jaminan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu :
1) Jaminan materiil atau dapat disebut jaminan kebendaan
Jaminan kebendan mempunyai ciri-ciri kebendan dalam arti
memberikan hak mendahului di atas bend-benda tertentu dan
mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda yang bersangkutan.
Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan dalam Salim HS, jaminan
materiil (kebendaan) adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas
suatu benda, yang mempunyai ciri-ciri mempunyai hubungan
langsung atas benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapa pun,
selalu mengikuti bendanya dan dapat dialihkan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikemukakan unsur-unsur
jaminan materiil sebagai berikut :
a) Hak mutlak atas suatu benda;
b) Mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu;
c) Dapat dipertahankan terhadap siapapun;
d) Selalu mengikuti bendanya; dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
e) Dapat dialihkan kepada pihak lainnya.
Jaminan materiil (kebendaan)dapat digolongkan menjadi 5 (lima)
macam, yaitu :
a) Gadai (pand),yang diatur di dalam Bab 20 Buku II Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata (KUH Perdata);
b) Hipotek, yang diatur dalam Bab 21 Buku II KUH Perdata;
c) Credietverband, yang diatur dalam Stb. 1908 Nomor 542
sebagaimana telah diubah dengan Stb. 1937 Nomor 190;
d) hak tanggungan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 4Tahun 1996;
e) jaminan fidusia, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 1999.
Pembebanan hak atas tanah yang menggunakan lembaga hipotek dan
credietverband sudah tidak berlaku lagi karena telah dicabut dengan
Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan,
sedangkan pembebanan jaminan atas kapal laut dan pesawat udara
masih tetap menggunakan lembaga hipotek.
2) Jaminan imateriil atau jaminan perorangan
Istilah jaminan perorangan berasal dari kata borgtocht. Jaminan
perorangan merupakan jaminan yang tidak memberikan hak
mendahului di atas benda-benda tertentu, tetapi hanya dijamin oleh
harta kekayaan seseorang lewat orang yang menjamin pemenuhan
perikatan yang bersangkutan. Soebekti mengartikan jaminan
perorangan adalah suatu perjanjian antara seorang (kreditur) dengan
seorang ketiga, yang menjamin dipenuhinya kewajiban si berhutang
(debitur). Ia bahkan dapat diadakan di luar (tanpa) si berhutang
tersebut (Soebekti 1996: 17). Soebekti mengkaji jaminan perorangan
dari dimensi kontraktual antara kreditur dengan pihak ketiga.
Selanjutnya ia mengemukakan bahwa maksud adanya jaminan ini
adalah untuk pemenuhan kewajiban si berhutang, yang dijamin
pemenuhan seluruhnya atau sampai suatu bagian tertentu, harta benda
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
si penanggung (penjamin) dapat disita dan dilelang menurut ketentuan
perihal pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan.
Berdasarkan definisi tersebutdi atas, maka dapat dikemukakan unsur
jaminan perorangan sebagai berikut :
a) Mempunyai hubungan langsung terhadap orang tertentu;
b) Hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu; dan
c) Terhadap harta kekayaan debitur umumnya.
Jaminan perorangan dapat dibagi menjadi 4 (empat) macam, yaitu :
a) Penanggung (borg), adalah orang lain yang dapat ditagih;
b) Tanggung-menanggung yang serupa dengan tanggung renteng;
c) Akibat hak dari tanggung renteng pasif, meliputi : Hubungan hak
bersifat ekstern, yaitu hubungan hak antara para debitur dengan
pihak lain (kreditur) dan hubungan hak bersifat intern, yaitu
hubungan hak antara sesama debitur itu satu dengan yang lainnya;
d) Perjanjian garansi (Pasal 1316 KUH Perdata), yaitu bertanggung
jawab guna kepentingan pihak ketiga (Salim, 2004: 218).
Menurut Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, jaminan dapat
dibedakan menurut :
1) Cara terjadinya :
a) Lahir karena Undang – Undang
Jaminan yang lahir karena undang- undang merupakan jaminan
yang keberadaannya ditunjuk undang – undang, tanpa adanya
perjanjian para pihak, yaitu yang diatur dalam Pasal 1131 KUH
Perdata yang menyatakan bahwa segala kebendaan milik debitur,
baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian
hari, akan menjadi tanggungan untuk segala perikatannya.
Dengan demikian berarti seluruh benda debitur menjadi jaminan
bagi semua kreditur. Dalam hal debitur tidak dapat memenuhi
kewajiban hutangnya kepada kreditur, maka kebendaan milik
debitur tersebut akan dijual kepada umum, dan hasil penjualan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
tersebut dibagi para kreditur seimbang dengan besar piutang
masing-masing (Pasal 1132 KUH Perdata).
b) Lahir karena diperjanjikan
Selain jaminan yang ditunjuk oleh undang – undang, sebagai
bagian dari asas konsensualitas dalam hukum perjanjian, undang-
undang memungkinkan para pihak untuk melakukan perjanjian
penjaminan yang ditujukan untuk menjamin pelunasan atau
pelaksanaan kewajiban debitur kepada kreditur. Perjanjian
penjaminan ini merupakan perjanjian accessoir yang melekat
pada perjanjian dasar atau perjanjian pokok yang menerbitkan
hutang piutang diantara debitur dengan kreditur. Contoh : hipotik,
hak tanggungan, fidusia, gadai, perjanjian penanggungan
(borghtocht), perjanjian garansi, perhutangan, tanggung –
menanggung, (tanggung renteng).
2) Obyeknya
a) Obyek berupa benda bergerak;
b) Obyek berupa benda tidak bergerak / benda tetap;
3) Sifatnya
a) Termasuk jaminan umum
Menurut sifatnya, ada jaminan yang bersifat umum, yaitu jaminan
yang diberikan bagi kepentingan semua kreditur dan menyangkut
semua harta debitur, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1131
KUH Perdata.
b) Termasuk jaminan khusus
Jaminan yang bersifat khusus yang merupakan jaminan dalam
bentuk penunjukkan atau “ penyerahan “ benda tertentu secara
khusus, sebagai jaminan atas pelunasan kewajiban atau hutang
debitur kepada kreditur tertentu, yang hanya berlaku untuk
kreditur tertentu tersebut, baik secara kebendaan maupun
perorangan. Timbulnya jaminan khusus ini karena adanya
perjanjian yang khusus diadakan antara debitur dan kreditur yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
dapat berupa jaminan yang bersifat kebendaan dan jaminan yang
bersifat perorangan.
c) Bersifat kebendaan
Jaminan yang bersifat kebendaan yaitu adanya benda tertentu
yang dijadikan jaminan (zakelijk).
d) Bersifat perorangan
Jaminan perorangan (personlijk), yaitu adanya orang tertentu
yang sanggup membayar atau memenuhi prestasi jika debitur
cidera janji. Jaminan perorangan ini tunduk pada ketentuan
hukum perjanjian yang diatur dalam Buku III KUHPerdata.
4) Kewenangan menguasai benda jaminannya
a) Menguasai benda jaminannya
Contoh : gadai dan hak retensi. Bagi kreditur, penguasaan benda
ini akan lebih aman, terutama untuk benda bergerak yang mudah
dipindah-tangankan dan berubah nilainya.
b) Tanpa menguasai benda jaminannya
Untuk jaminan yang tidak menguasai bendanya missal adalah
hipotik dan creditverband. Hal ini menguntungkan debitur karena
tetap dapat memanfaatkan benda jaminan.
6. Tinjauan tentang Bank Garansi
a. Pengertian Bank Garansi
Istilah bank garansi berasal dari terjemahan bahasa Belanda yaitu
bank garantie. Pengertian bank garansi terdapat dalam Pasal 1 Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor: 11/110/Kep./Dir/UPPB
tentang Pemberian Jaminan oleh Bank dan Pemberian Jaminan oleh
Lembaga Keuangan NonBank. Bank garansi adalah “ jaminan dalam
bentuk warkat yang diterbitkan oleh bank atau oleh lembaga keuangan non
bank yang mengakibatkan kewajiban membayar terhadap pihak yang
menerima jaminan apabila pihak yang menerima jaminan cedera janji.”
Warkat bank adalah surat yang diterbitkan oleh bank untuk menjamin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
pembayaran kepada pihak ketiga, apabila pihak yang menerima jaminan
wanprestasi (Salim, 2002: 222).
Bank guarantee it is not a guarantee in a traditional sense, where
one party acts as a surety for another’s obligation, although there are
similarities. Rather, it is in the nature of a bearer cheque made out to cash
that most closely encapsulates the essence of the bank guarantee. They are
also known by other names – performance bonds, insurance bonds and
stand-by letters of credit – but they all have one thing in common. They
oblige the issuing institution to pay cash over to the party presenting the
bond when called upon to do so, hence the analogy (Mark Williams,
2008:16)
Bank garansi yaitu jaminan pembayaran yang diberikan oleh bank
kepada suatu pihak, baik perorangan, perusahaan atau badan / lembaga
lainnya dalam bentuk surat jaminan. Pemberian jaminan dengan maksud
bank menjamin akan memenuhi (membayar) kewajiban-kewajiban dari
pihak yang dijamin kepada pihak yang menerima jaminan apabila yang
dijamin kemudia hari ternyata tidak memenuhi kewajiban kepada pihak
lain sesuai dengan yang diperjanjikan atau cedera janji (Kasmir, 2002:
157).
Huyasro dan Achmad Anwari dalam Salim HS mengartikan
garansi bank adalah garansi atau jaminan yang diberikan oleh bank.
Maksudnya bank menjamin untuk memenuhi suatu kewajiban apabila
yang dijamin di kemudian hari ternyata tidak memenuhi kewajiban kepada
pihak lain sebagaimana yang dijanjikan. Definisi tersebut difokuskan pada
penjaminan yang diberikan oleh bank kepada pihak yang dijamin, untuk
kepentingan pihak ketiga.
b. Tujuan Bank Garansi
Menurut Salim, tujuan bank garansi adalah sebagai berikut :
1) Mendorong bank-bank dan lembaga keuangan bukan bank untuk
melakukan usaha sesuai dengan fungsinya masing-masing;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
2) Menunjang pengembangan pasar modal dan pasar uang; dan
3) Meningkatkan kelancaran lalu lintas perdagangan atau kegiatan usaha.
Tujuan pemberian bank garansi oleh pihak bank kepada penerima
jaminan atau yang dijamin adalah sebagai berikut:
1) Memberikan bantuan fasilitas dan kemudahan dalam memperlancar
transaksi nasabah;
2) Bagi pemegang jaminan bank garansi adalah untuk memberikan
keyakinan bahwa pemegang jaminan tidak akan menderita kerugian
bila pihak yang dijaminkan melalaikan kewajibannya, karena
pemegang akan mendapat ganti rugi dari pihak perbankan;
3) Menumbuhkan rasa saling percaya antara pemberi jaminan yang
dijaminkan dan yang menerima jaminan;
4) Menumbuhkan rasa aman dan ketentraman dalam berusaha baik bagi
bank maupunbagi pihak lainnya;
5) Bagi bank akan memperoleh keuntungan dari biaya-biaya yang harus
dibayar nasabah serta jaminan lawan yang diberikan (Kasmir, 2002:
158-159).
c. Dasar Hukum Bank Garansi
Salim menyebutkan peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang bank garansi adalah sebagai berikut:
1) Pasal 1820 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1850 KUH Perdata.
Ketentuan yang tercantum dalam KUH Perdata ini merupakan
ketentuan umum yang mengatur tentang jaminan penanggungan pada
umumnya. Apabila dalam ketentuan khusus tidak diatur secara
lengkap, maka dapat diacu ketentuan yang bersifat umum (lex
generale);
2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perbankan;
3) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
11/110/Kep./Dir/UPPB tentang Pemberian Jaminan oleh Bank dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Pemberian Jaminan oleh Lembaga Keuangan NonBank. Ketentuan ini
terdiri atas 12 pasal. Hal-hal yang diatur dalam Surat keputusan ini
meliputi:
a) pengertian jaminan (Pasal 1);
b) isi garansi bank (Pasal 2);
c) aval dan endosemen (Pasal 3);
d) jaminan dalam bentuk lainnya (Pasal 4);
e) besarnya jaminan yang diberikan (Pasal 5 sampai Pasal 6);
f) larangan bagi bank dan lembaga keuangan nonbank (Pasal 7
sampai Pasal 8);
g) kewajiban bank dan lembaga keuangan nonbank untuk
menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia mengenai jaminan
yang telah diberikan (Pasal 9);
h) sanksi denda (Pasal 10);
i) berlakunya surat keputusan (Pasal 11); dan
j) tidak berlakunya berbagai surat keputusan lainnya yang berkaitan
dengan garansi bank (Pasal 12).
4) Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: SE 11/11 kepada Bank-bank
umum, Bank-bank Pembangunan dan Lembaga Keuangan Bukan
Bank di Indonesia Perihal Pemberian Jaminan oleh Bank dan
Pemberian Jaminan oleh Lembaga Keuangan NonBank.
d. Penggolongan Garansi Bank
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
11/110/Kep./Dir/UPPB tentang Pemberian Jaminan oleh Bank dan
Pemberian Jaminan oleh Lembaga Keuangan NonBank mengatur
penggolongan jaminan yang diberikan oleh bank kepada pihak lainnya.
Jaminan yang diberikan oleh bank dapat dibedakan menjadi 3 (tiga)
macam, yaitu :
1) Jaminan dalam bentuk warkat yang diterbitkan oleh bank atau
lembaga keuangan bukan bank yang mengakibatkan kewajiban
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
membayar terhadap pihak yang menerima jaminan apabila pihak yang
dijamin cedera janji (wanprestasi);
2) Jaminan dalam bentuk tanda tangan kedua dan seterusnya atas surat-
surat berharga seperti aval dan endosemen yang dapatmenimbulkan
kewajiban membayar bagi bank atau lembaga keuangan bukan bank
apabila pihak yang dijamin melakukan cedera janji (wanprestasi);
3) Jaminan lainnya yang terjadi karena perjanjian bersyarat sehingga
dapat menimbulkan finansial bagi bank atau lembaga keuangan bukan
bank.
Bedasarkan ketiga jaminan tersebut, maka yang disebut sebagai garansi
bank adalah ketentuan pada angka 1.
Huyasro dan Achmad Anwari dalam Salim HS menyebutkan
bahwa garansi bank dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu : 1)
garansi bank dari aspek tujuan penggunaannya; 2) mata uang yang
digunakan; dan 3) aspek provisi. Ketiga jenis penggolongan garansi bank
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Garansi bank dari aspek tujuan penggunaannya
Garansi bank dari aspek penggunaannya merupakan garansi bank
yang diberikan kepada pihak lain dari maksud pemanfaatan dari
garansi bank tersebut. Pembagian ini dapat dibagi menjadi 7 (tujuh)
macam, yaitu:
a) Garansi bank untuk penyerahan barang-barang, baik barang-barang
yang dibiayai dengan kredit bank maupun yang tidak dibiayai
dengan kredit bank;
b) Garansi bank untuk mendapatkan keterangan pemasukan pabean
(KPP) atas barang-barang yang L/Cnya telah dibayar penuh
importir;
c) Garansi bank untuk pengeluaran barang-barang yang L/Cnya
belum dibayar penuh oleh importir;
d) Garansi bank untuk mengikuti pembangunan proyek yang dikenal
sebagai tender bond atau bid bond. Garansi bank ini erat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
hubungnnya dengan kesediaan terjamin sebagai peserta tender
untuk melaksanakan pembangunan proyek apabila dapat
memenangkan tender;
e) Garansi bank untuk melaksanakan pembangunan proyek sesuai
dengn ketentuan-ketentuan yang telah dijanjikan antara terjamin
sebagai pemborong pekerjaan pembangunan proyek dan pemberi
pekerjaan borongan yang dikenal sebagai performance bond atau
contract bond. Bagi pemberi pekerjaan borongan, garansi bank ini
dimaksudkan untuk menutup risiko apabila sebelum pekerjaan
borongan itu selesai, ternyata pemborong pekerjaan cedera janji;
f) Garansi bank untuk melindungi atau memberikan ganti rugi karena
pelaksanaan kewajiban dalam suatu kedudukan tertentu yang
dikenal idemnity bond;
g) Garansi bank untuk keperluan membayar uang muka sehubungan
dengan suatu kegiatan tertentu yang dikenal sebagai advance
payment guarante. Advance Payment Guarantee Supports an
obligation to account for an advance payment made by the
Beneficiary to the Principal/Applicant (www.seb.com).
2) Garansi bank dari aspek uang yang digunakan
Garansi bank dari aspek uang yang digunakan dibagi menjadi 2 (dua)
macam, yaitu:
a) Garansi bank dalam mata uang rupiah sehubungan dengan
transaksi yang terjadi di dalm negeri yang mempunyai kewajiban
untuk melakukan pembayaran kembali dalam mata uang rupiah;
b) Garansi bank dalam valuta asing atau garansi bank dalam mata
uang rupiah yang mempunyai kewajiban untuk melakukan
pembayaran kembali terhadap luar negeri (Salim, 2005:227).
3) Garansi bank dari aspek provisi yang dikenakan
Garansi bank dari aspek provisi yang dikenakan dibededakan menjadi
2 (dua) macam, yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
a) Garansi bank mata uang rupiah dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu
dikenakan provisi dan tidak dikenakan provisi tetapi dikenakan
biaya administrasi. Biaya provisi adalah sejumlah uang yang
wajib dibayar oleh terjamin kepada bank sebagai balas jasa untuk
pemberian garansi bank. Besarnya provisi ditetapkan berdasarkan
tujuan penggunaan garansi bank dan ditetapkan berdasarkan
presentase. Pemerintah melalui Bank Indonesia menetapkan
besarnya provisi bank garansi secara umum tanpa membedakan
tujuan penggunaan garansi bank. Sedangkan biaya administrasi
merupakan biaya yang lazim dipungut berhubungan untuk
pelaksanaan administrasi. Jumlah yang dikenakan tergantung
bank masing-masing (Kasmir, 2002: 160-161).
b) Garansi bank dalam valuta asing dikeluarkan oleh bank yang
bersangkutan dan yang dikeluarkan dengan perantaraan bank-
bank lain sebagai bank koresponden (Salim, 2004: 227).
e. Bentuk dan Isi Perjanjian Bank Garansi
Bentuk bank garansi yang dibuat oleh bank adalah bentuk tertulis.
Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan para pihak baik penjamin
maupun pihak yang menerima jaminan. Hal-hal yang dimuat dalam bank
garansi adalah sebagai berikut:
1) Judul garansi bank atau bank garansi;
2) Nama dan alamat bank pemberi garansi;
3) Nama dan alamat terjamin;
4) Nama dan alamat penerima jaminan;
5) Macam transaksi antara terjamin dan penerima jaminan;
6) Tanggal penerbitan bank garansi;
7) Jumlah uang yang dijaminkan oleh bank;
8) Batas waktu untuk mengajukan klaim kepada bank;
9) Pernyataan bahwa penjamin (bank) akan memenuhi pembayaran
hingga suatu jumlah tertentu dengan terlebih dahulu menyita dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
menjual lebih dulu benda-benda milik terjamin yang dijadikan
jaminan lawan;
10) Jangka waktu pembayaran oleh bank kepada penerima jaminan
terhitung saat bank menerima tuntutan;
11) Tanda tangan pihak bank pemberi garansi (Salim, 2005:231-232).
Syarat-syarat yang tidak diperkenankan untuk dimasukkan dalam
bank garansi adalah:
1) Syarat-syarat yang terlebih dahulu harus dipenuhi untuk berlakunya
bank garansi, misalnya bank garansi baru berlaku setelah pihak yang
dijamin menyetor sejumlah uang;
2) Ketentuan bahwa garansi bank dapat diubah atau dibatalkan secara
sepihak, misalnya oleh bank atau pihak yang dijamin.
f. Sifat Perjanjian Bank Garansi
Bank garansi merupakan perjanjian yang bersifat tambahan
(accesoir). Adanya garansi bank karena adanya perjanjian pokok.
Perjanjian pokoknya merupakan perjanjian yang dibuat antara pihak yang
dijamin dengan pihak lainnya. Misalnya, dalam pelaksanaan kontrak
konstruksi.
Bank garansi hanya berlaku untuk 1 (satu) kali transaksi yaitu
sampai dengan tanggal berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan sesuai
dengan klausa yang tercantum dalam surat bank garansi yang
bersangkutan. Bank garansi tidak dapat diperpanjang tetapi dapat diajukan
permohonan oleh nasabah untuk diperbaharui atas persetujuan tertulisdari
pemegang surat bank garansi (Salim, 2005:234-235).
g. Berakhirnya Bank Garansi
Di dalam Surat Edaran Bank Indonesia N0. SE 11 / 11, tanggal 28
Maret 1979 kepada Bank- Bank Umum, Bank-Bank Pembangunan dan
Lembaga Keuangan Bukan Bank Indonesia, pemberian jaminan oleh
lembaga keuangan non bank telah ditentukan berakhirnya garansi bank.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Dalam surat edaran tersebut ditentukan 2 cara berakhirnya garansi bank,
yaitu berakhirnya perjanjian pokok dan berakhirnya garansi bank
sebagaimana yang ditetapkan dalam garansi bank yang bersangkutan.
Garansi bank telah ditentukan oleh bank, yaitu mulai berlakunya garansi
dan berakhirnya garansi. Misalnya mulai garansi dari tanggal 20
November 2003 sampai dengan 30 Desember 2003. Dengan berakhirnya
jangka waktu tersebut, maka berakhirlah garansi bank yang dibuat oleh
bank penjamin (Salim, 2004:236).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 3. Skematik Kerangka Pemikiran
Bank Garansi
Pihak Ketiga Bank Terjamin
Hubungan Hukum
Lancar Tidak lancar / bermasalah
Sebab lain Wanprestasi
Perlu penyelesaian
Upaya hukum yang dilakukan oleh PT. Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta apabila terjamin
melakukan wanprestasi
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 11/110/Kep./Dir/UPPB
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Keterangan : Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
11/110/Kep./Dir/UPPB tentang Pemberian Jaminan oleh Bank dan Pemberian
Jaminan oleh Lembaga Keuangan NonBank mengatur tentang garansi bank.
Perjanjian Bank Garansi merupakan perjanjian penanggungan utang yang
melibatkan 3 (tiga) pihak, yaitu :
1. Pihak pertama, yaitu pihak yang memberikan garansi kepada pihak kedua.
Dalam hal ini adalah bank, yang untuk selanjutnya disebut sebagai pihak
penjamin atau pihak penanggung.
2. Pihak kedua, yaitu pihak yang harus melakukan sesuatu untuk pihak ketiga.
Pihak kedua ini adalah pihak yang dijamin oleh bank, yang untuk selanjutnya
disebut sebagai pihak terjamin.
3. Pihak ketiga, yaitu pihak yang memberi perintah kepada pihak kedua, yang
untuk selanjutnya disebut sebagai pihak penerima jaminan.
Pihak-pihak dalam bank garansi mempunyai hubungan hukum satu sama
lain. Hubungan hukum antara bank dengan terjamin dalam perjanjian bank
garansi dapat berjalan lancar artinya seluruh ketentuan yang disepakati dalam
perjanjian bank garansi benar-benar dilaksanakan. Akan tetapi, terdapat
kemungkinan bahwa hubungan hukum antara bank dengan terjamin bermasalah
atau tidak lancar yang dipengaruhi oleh berbagai sebab, yaitu karena wanprestasi
atau karena sebab lain misalnya jaminan yang diberikan tidak mencukupi untuk
mengembalikan dana bank. Hubungan hukum yang tidak lancar mengakibatkan
kerugian bagi bank. Wanprestasi yang dilakukan terjamin terhadap perjanjian
bank garansi perlu dilakukan penyelesaian supaya bank terhindar dari risiko
bahwa dana yang digunakan untuk membayar klaim tidak kembali. Oleh karena
itu, itu perlu dikaji tentang upaya hukum yang dilakukan oleh PT. Bank Negara
Indonesia Cabang Utama Surakarta apabila terjamin melakukan wanprestasi
terhadap perjanjian bank garansi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Lokasi Penelitian
1. Sekilas tentang PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta
a. Gambaran Lokasi PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta
PT Bank Negara Indonesia (BNI) Cabang Utama Surakarta berdiri
pada tanggal 5 Juli 1963. BNI Cabang Utama Surakarta terletak di Jalan
Arifin Nomor 02 Surakarta. BNI Cabang Utama Surakarta memiliki 8
(delapan) kantor cabang pembatu yang sekarang disebut sebagai kantor
layanan. Kedelapan kantor layanan tersebut adalah sebagai berikut :
1) Kantor Layanan Karanganyar
2) Kantor Layanan Nusukan
3) Kantor Layanan Sebelas Maret
4) Kantor Layanan Sragen
5) Kantor Layanan Kartasura
6) Kantor Layanan Boyolali
7) Kantor Layanan Universitas Sebelas Maret
8) Kantor Kas Bandara
BNI Cabang Utama Surakarta saat ini dipimpin oleh Drs.Azwir
Sanur, MM sebagai pemimpin cabang. Dalam struktur organisasi BNI
Cabang Utama Surakarta, pimpinan cabang merupakan kedudukan tertinggi,
di bawah pimpinan cabang ada 3 (tiga) unit, yaitu Pemimpin Bidang
pelayanan Nasabah (PBN), pemimpin bidang kantor layanan (PBY), dan
Pemimpin Bidang Operasional (PBO). Masing – masing unit tersebut masih
dibagi menjadi unit – unit yang lebih kecil. Unit – unit tersebut secara
lengkap dapat dilihat dalam bagan struktur organisasi BNI Cabang Utama
Surakarta.
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Beni Indrawan, selaku
pengganti sementara Penyelia unit Dalam Negeri dan Kliring, hari Kamis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
tanggal 23 Juni 2011, pukul 09.45 WIB, diperoleh hasil bahwa unit yang
menangani pemberian bank garansi di BNI Cabang Utama Surakarta adalah
unit Dalam Negeri dan Kliring. Pada awalnya unit yang menangani
pemberian bank garansi adalah unit Administrasi Kredit, tetapi dengan
alasan keefektifan sekarang unit Administrasi Kredit digabung dengan unit
Dalam Negeri dan Kliring. Dalam struktur organisasi BNI Cabang Utama
Surakarta unit Dalam Negeri dan Kliring merupakan unit yang terletak di
bawah unit Pelayanan Bidang Operasional. Tugas utama unit Dalam Negeri
dan Kliring adalah pembukaan rekening dan maintenance rekening. Dalam
permohonan bank garansi, unit ini bertugas untuk menerima permohonan
bank garansi yang diajukan oleh nasabah. Kemudian permohonan tersebut
dianalisis apakah telah sesuai dengan syarat – syarat pemberian bank
garansi di BNI Cabang Utama Surakarta. Apabila telah sesuai maka
permohonan bank garansi tersebut diajukan kepada pimpinan cabang untuk
dilakukan verifikasi ulang sekaligus untuk menentukan apakah permohonan
tersebut dapat dikabulkan atau tidak.
b. Visi dan misi PT Bank Negara Indonesia
1) Visi
Menjadi Bank kebanggaan nasional yang Unggul, Terkemuka dan
Terdepan dalam Layanan dan Kinerja.
Pernyataan Visi :
Menjadi Bank kebanggaan nasional, yang menawarkan layanan terbaik
dengan harga kompetitif kepada segmen pasar korporasi, komersial dan
konsumer.
2) Misi
a) Memberikan layanan prima dan solusi yang bernilai tambah kepada
seluruh nasabah, dan selaku mitra pillihan utama (the bank choice).
b) Meningkatkan nilai investasi yang unggul bagi investor.
c) Menciptakan kondisi terbaik sebagai tempat kebanggaan untuk
berkarya dan berprestasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
d) Meningkatkan kepedulian dan tanggung jawab terhadap lingkungan
sosial.
e) Menjadi acuan pelaksanaan kepatuhan dan tata kelola perusahaan
yang baik.
c. Jenis – jenis bank garansi yang ditawarkan oleh PT Bank Negara Indonesia
Cabang Utama Surakarta
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Beni Indrawan selaku
pengganti sementara Penyelia Dalam Negeri dan Kliring di PT Bank Negara
Indonesia Cabang Utama Surakarta, hari Rabu tanggal 8 Juni 2011 pukul
09.30 WIB, diperoleh keterangan bahwa jenis-jenis bank garansi yang
diberikan oleh PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta
meliputi:
1) Bank garansi untuk perdagangan
2) Bank garansi untuk End-User
3) Bank garansi untuk perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA)
4) Bank garansi sebagai pengganti konosemen dalam transaksi Surat
Kredit Berdokumen dalam Negeri (SKBDN)
5) Bank garansi untuk penangguhan bea masuk
6) Bank garansi untuk pita cukai
7) Bank garansi untuk kontraktor
8) Bank garansi untuk SPBU
Jenis bank garansi yang paling sering diberikan oleh PT Bank
Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta adalah bank garansi untuk
kontraktor. Oleh karena itu, dalam skripsi ini penulis meneliti tentang jenis
bank garansi yang diberikan BNI Cabang Utama Surakarta kepada
kontraktor. Bank garansi untuk kontraktor dibedakan menjadi 4 (empat)
jenis, yaitu :
1) Bank garansi untuk keperluan tender
Bank garansi untuk keperluan tender merupakan garansi bank yang
diberikan untuk mengikuti pembangunan proyek. Garansi bank ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
berhubungan dengan kesediaan pembangunan proyek apabila terjamin
dapat memenangkan tender.
2) Bank garansi untuk keperluan penerimaan uang muka
Bank garansi untuk keperluan penerimaan uang muka merupakan bank
garansi yang berhubungan dengan pembayaran uang muka atas suatu
pekerjaan tertentu.
3) Bank garansi untuk melaksanakan pekerjaan
Bank garansi untuk melaksanakan pekerjaaan merupakan bank garansi
yang diberikan untuk menjamin bahwa pelaksanaan pembangunan
suatu proyek sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang disepakati antara
pihak terjamin sebagai pemborong pekerjaan dan pihak pemberi
pekerjaan.
4) Bank garansi untuk pemeliharaan
Bank garansi untuk pemeliharaan merupakan bank garansi yang
diberikan dengan tujuan untuk menjamin pemeliharaan terhadap hasil
pembangunan proyek.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
B. Prosedur Pemberian Bank Garansi
di PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta
1. Prosedur pemberian bank garansi di PT Bank Negara Indonesia Cabang
Utama Surakarta
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Beni Indrawan selaku
pengganti sementara Penyelia Dalam Negeri dan Kliring di PT Bank Negara
Indonesia Cabang Utama Surakarta, hari Rabu tanggal 8 Juni 2011 pukul 10.15
WIB, diperoleh hasil bahwa sebelum permohonan bank garansi diajukan,
terlebih dahulu antara pihak terjamin dengan pihak penerima jaminan
mengadakan perjanjian kerja. Pemberian bank garansi di PT Bank Negara
Indonesia Cabang Utama Surakarta didasarkan pada jaminan yang digunakan
pemohon untuk menjamin bank garansi. Prosedur pemberian bank garansi di
PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta dapat dilihat pada gambar
di bawah ini :
Gambar 5. Skematik Prosedur Pemberian Bank Garansi oleh PT Bank
Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta
PT BNI Cabang Utama Surakarta
Terjamin Penerima jaminan
Permohonan Bank Garansi
Perjanjian Kerja
Full Cover Tidak Full Cover
Perjanjian Bank Garansi
Perjanjian Penerbitan
Bank Garansi
Perjanjian Bank Garansi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Terdapat 2 (dua) cara atau prosedur pemberian bank garansi di PT Bank
Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta, yaitu berdasarkan jaminan full
cover (dijamin seluruhnya dengan rekening) dan berdasarkan jaminan yang
tidak full cover (dijamin menggunakan rekening serta menggunakan aset
nasabah yang disepakati berdasarkan plafond). Kedua prosedur pemberian
bank garansi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Prosedur pemberian bank garansi dengan jaminan full cover
Prosedur pemberian bank garansi dengan jaminan full cover adalah
sebagai berikut :
1) Nasabah (terjamin) mengajukan permohonan penerbitan bank garansi
kepada PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta.
2) Nasabah yang belum mempunyai rekening di BNI harus terlebih
dahulu membuka rekening di BNI. Nasabah yang sudah mempunyai
rekening di BNI dapat langsung menjadikan rekening tersebut sebagai
jaminan dalam bank garansi.
3) Nasabah menyetor dana berupa uang minimal senilai nominal bank
garansi yang diminta.
4) Unit administrasi kredit melakukan pengecekan atau verifikasi
formulir permohonan bank garansi beserta Surat Perjanjian Kerja
(SPK).
5) Pimpinan cabang melakukan verifikasi ulang. Pimpinan cabang
berwenang untuk menyetujui atau menolak pemohonan bank garansi.
6) Apabila telah sesuai antara formulir permohonan bank garansi dengan
surat perjanjian kerja, serta memenuhi syarat- syarat penerbitan bank
garansi, maka disiapkan perjanjian bank garansi.
7) Nasabah membayar biaya administrasi, provisi, serta biaya lain yang
diperlukan dalam penerbitan bank garansi.
8) Mencetak bank garansi
9) Bank garansi ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dalam hal
ini adalah kepala cabang PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama
Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
b. Prosedur pemberian bank garansi dengan jaminan tidak full cover
Prosedur pemberian bank garansi dengan jaminan tidak full cover
adalah sebagai berikut :
1) Nasabah (terjamin) mengajukan permohonan penerbitan bank garansi
kepada PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta.
2) Nasabah yang belum mempunyai rekening di BNI harus terlebih
dahulu membuka rekening di BNI. Nasabah yang sudah mempunyai
rekening di BNI dapat langsung menjadikan rekening tersebut sebagai
jaminan dalam bank garansi.
3) Nasabah dan bank membuat Perjanjian Penerbitan Garansi Bank
(PPGB).
4) Nasabah menyerahkan jaminan tambahan berupa aset sesuai plafond
kepada unit kredit. Hal ini dilakukan karena dana yang terdapat dalam
rekening nasabah tidak mencukupi atau lebih kecil dari nominal
garansi bank yang diminta.
5) Analis kredit melakukan penilaian terhadap kelayakan permohonan
bank garansi, antara lain dengan menilai apakah jaminan yang
diberikan mencukupi nominal permohonan bank garansi.
6) Apabila jaminan tambahan yang diajukan setelah dinilai oleh analis
kredit dapat mengcover nominal bank garansi yang diminta tahap
selanjutnya adalah unit administrasi kredit melakukan pengecekan atau
verifikasi formulir permohonan bank garansi beserta Surat Perjanjian
Kerja (SPK).
7) Pimpinan cabang melakukan verifikasi ulang. Pimpinan cabang
berwenang untuk menyetujui atau menolak pemohonan bank garansi.
8) Apabila telah sesuai antara formulir permohonan bank garansi dengan
surat perjanjian kerja serta telah memenuhi syarat – syarat penerbitan
bank garansi, maka disiapkan perjanjian bank garansi.
9) Nasabah membayar biaya administrasi, provisi, serta biaya lain yang
diperlukan dalam penerbitan bank garansi.
10) Mencetak bank garansi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
11) Bank garansi ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dalam hal
ini adalah kepala cabang PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama
Surakarta.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Beni Indrawan selaku
pengganti sementara Penyelia Dalam Negeri dan Kliring di PT Bank
Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta, hari Rabu tanggal 8 Juni 2011
pukul 10.20 WIB, diperoleh hasil bahwa permohonan bank garansi
biasanya diajukan bersama – sama dengan permohonan kredit modal kerja.
Bank garansi yang diterbitkan oleh PT Bank Negara Indonesia
Cabang Utama Surakarta terdiri dari 3 (tiga lembar). Lembar asli diberikan
kepada penerima bank garansi (pihak ketiga). Lembar kedua berupa
fotokopi lembar asli diberikan kepada terjamin (nasabah) yang
mengajukan permohonan bank garansi. Sedangkan lembar ketiga berupa
fotokopi lembar asli disimpan oleh pihak bank dalam hal ini adalah PT
Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta.
2. Syarat penerbitan bank garansi di PT Bank Negara Indonesia Cabang
Utama Surakarta
a. Syarat umum penerbitan bank garansi di PT Bank Negara Indonesia Cabang
Utama Surakarta
Bank garansi merupakan perjanjian ikutan (acessoir), yaitu
perjanjian yang timbul setelah ada perjanjian pokok yang dibuat terlebih
dahulu antara nasabah atau terjamin dengan pihak penerima jaminan.
Perjanjian pokok yang mendasari lahirnya perjanjian bank garansi adalah
perjanjian kerja.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Beni Indrawan selaku
pengganti sementara Penyelia Dalam Negeri dan Kliring di PT Bank Negara
Indonesia Cabang Utama Surakarta, hari Rabu tanggal 8 Juni 2011 pukul
10.00 WIB diperoleh hasil bahwa bank garansi merupakan bentuk kredit
tidak langsung. Hal ini karena apabila terjadi wanprestasi dari terjamin
kepada pihak yang menerima jaminan, maka bank dalam hal ini PT Bank
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta wajib membayar klaim kepada
pihak penerima jaminan sesuai dengan nilai yang tercantum dalam
perjanjian bank garansi.
Sifat bank garansi yang merupakan jenis kredit yang tidak langsung
membuat pedoman tentang pemberian bank garansi di PT Bank Negara
Indonesia Cabang Utama Surakarta diatur bersama-sama dengan pemberian
kredit yaitu dalam Pedoman dan Kebijakan Pemberian Kredit Retail Market
Buku III A Nomor IN/0047/PMR tanggal 19 April 2001.
Syarat umum yang harus dicantumkan dalam perjanjian bank garansi
di PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta yang terdapat dalam
Pedoman dan Kebijakan Pemberian Kredit Retail Market Buku III A Nomor
IN/0047/PMR tanggal 19 April 2001, meliputi :
1) Judul Garansi Bank
2) Tanggal penerbitan garansi bank
3) Nama dan alamat bank pemberi garansi
4) Nama dan alamat pihak yang meminta garansi
5) Nama dan alamat penerima bank garansi
6) Transaksi antara pihak terjamin dengan penerima bank garansi harus
memuat secara jelas tentang tujuan penggunaan bank garansi
7) Jumlah uang atau nominal yang dijamin
8) Tanggal mulai atau berakhirnya (jatuh tempo) bank garansi
9) Penegasan batas waktu pengajuan klaim
10) Pembuatan atau pengisian formulir bank garansi harus jelas, tidak boleh
ada coretan serta penggantian
11) Nama para pihak dalam perjanjian bank garansi harus lengkap dan tidak
boleh disingkat.
Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
11/110/Kep./Dir/UPPB penerbitan bank garansi harus memuat hal-hal
sebagi berikut :
1) Judul garansi bank atau bank garansi;
2) Nama dan alamat bank pemberi garansi;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
3) Nama dan alamat terjamin;
4) Nama dan alamat penerima jaminan;
5) Macam transaksi antara terjamin dan penerima jaminan;
6) Tanggal penerbitan bank garansi;
7) Jumlah uang yang dijaminkan oleh bank;
8) Batas waktu untuk mengajukan klaim kepada bank;
9) Pernyataan bahwa penjamin (bank) akan memenuhi pembayaran hingga
suatu jumlah tertentu dengan terlebih dahulu menyita dan menjual lebih
dulu benda-benda milik terjamin yang dijadikan jaminan lawan;
10) Jangka waktu pembayaran oleh bank kepada penerima jaminan
terhitung saat bank menerima tuntutan;
11) Tanda tangan pihak bank pemberi garansi.
Syarat penerbitan bank garansi PT Bank Negara Indonesia Cabang
Utama Surakarta yang dimuat dalam Pedoman dan Kebijakan Pemberian
Kredit Retail Market Buku III A Nomor IN/0047/PMR telah sesuai apabila
dibandingkan dengan ketentuan penerbitan bank garansi yang diatur dalam
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 11/110/Kep./Dir/UPPB
tentang Pemberian Jaminan oleh Bank dan Pemberian Jaminan oleh
Lembaga Keuangan NonBank. Hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Penerbitan bank garansi di PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama
Surakarta harus memuat judul Garansi Bank, tanggal penerbitan garansi
bank, nama dan alamat bank pemberi garansi, nama dan alamat pihak
yang meminta garansi, nama dan alamat penerima bank garansi,
transaksi antara pihak terjamin dengan penerima bank garansi, jumlah
uang atau nominal yang dijamin, tanggal mulai atau berakhirnya (jatuh
tempo) bank garansi, penegasan batas waktu pengajuan klaim. Hal
tersebut telah sesuai dengan syarat penerbitan bank garansi yang diatur
dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
11/110/Kep./Dir/UPPB.
2) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 11/110/Kep./Dir/UPPB
mensyaratkan pernyataan bahwa penjamin (bank) akan memenuhi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
pembayaran hingga suatu jumlah tertentu dengan terlebih dahulu
menyita dan menjual lebih dulu benda-benda milik terjamin yang
dijadikan jaminan lawan dalam penerbitan bank garansi. Syarat ini tidak
diatur secara langsung dalam syarat penerbitan bank garansi di PT Bank
Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta yang terdapat pada Pedoman
dan Kebijakan Pemberian Kredit Retail Market Buku III A Nomor
IN/0047/PMR, tetapi dalam format perjanjian bank garansi yang
diterbitkan oleh PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta
terdapat ketentuan yang memuat tentang syarat tersebut.
3) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 11/110/Kep./Dir/UPPB
mensyaratkan jangka waktu pembayaran oleh bank kepada penerima
jaminan terhitung saat bank menerima tuntutan dimuat dalam penerbitan
bank garansi. Hal ini tidak diatur secara langsung dalam syarat
penerbitan bank garansi di PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama
Surakarta yang terdapat pada Pedoman dan Kebijakan Pemberian Kredit
Retail Market Buku III A Nomor IN/0047/PMR, tetapi dalam format
perjanjian bank garansi yang diterbitkan oleh PT Bank Negara Indonesia
Cabang Utama Surakarta terdapat ketentuan yang memuat tentang syarat
tersebut.
4) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 11/110/Kep./Dir/UPPB
mensyaratkan tanda tangan pihak bank pemberi garansi. Syarat ini ini
tidak diatur secara langsung dalam syarat penerbitan bank garansi di PT
Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta yang terdapat pada
Pedoman dan Kebijakan Pemberian Kredit Retail Market Buku III A
Nomor IN/0047/PMR, tetapi perjanjian bank garansi yang diterbitkan
oleh PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta
ditandatangani oleh pihak pemberi garansi (bank) yang dalam hal ini
diwakili oleh kepala cabang.
Berdasarkan analisis tersebut diatas diperoleh kesimpulan bahwa
syarat penerbitan bank garansi PT bank Negara Indonesia Cabang Utama
Surakarta yang diatur dalam Pedoman dan Kebijakan Pemberian Kredit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Retail Market Buku III A Nomor IN/0047/PMR telah sesuai dengan syarat
penerbitan bank garansi yang diatur Bank Indonesia dalam Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia Nomor 11/110/Kep./Dir/UPPB tentang Pemberian
Jaminan oleh Bank dan Pemberian Jaminan oleh Lembaga Keuangan
NonBank.
Syarat-syarat yang tidak diperkenankan untuk dimasukkan dalam
bank garansi adalah:
3) Syarat-syarat yang terlebih dahulu harus dipenuhi untuk berlakunya
bank garansi, misalnya bank garansi baru berlaku setelah pihak yang
dijamin menyetor sejumlah uang;
4) Ketentuan bahwa garansi bank dapat diubah atau dibatalkan secara
sepihak, misalnya oleh bank atau pihak yang dijamin.
b. Syarat khusus penerbitan bank garansi di PT Bank Negara Indonesia
Cabang Utama Surakarta
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Beni Indrawan selaku
pengganti sementara Penyelia Dalam Negeri dan Kliring di PT Bank Negara
Indonesia Cabang Utama Surakarta, hari Rabu tanggal 8 Juni 2011 pukul
09.50 WIB, diperoleh hasil bahwa syarat wajib yang harus dipenuhi oleh
nasabah atau terjamin dalam perjanjian bank garansi adalah sebagai berikut:
1) Nasabah yang akan mengajukan bank garansi tersebut merupakan
nasabah PT Bank Negara Indonesia
2) Menyetor dana minimal sejumlah nilai bank garansi. Dalam hal dana
yang disetor lebih kecil dari nilai bank garansi, maka nasabah wajib
menyediakan jaminan tambahan.
3) Fotokopi SPK (Surat Perjanjian Kerja)
Surat Perjanjian Kerja (SPK) penting untuk dilampirkan dalam
permohon bank garansi karena dari SPK diketahui peminta bank
garansi, penerima bank garansi, alamat peminta bank garansi, alamat
penerima bank garansi, tujuan penggunaan bank garansi, serta nilai
bank garansi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Ketiga syarat tersebut di atas merupakan syarat wajib yang harus
dipenuhi oleh nasabah yang akan mengajukan permohonan bank garansi di
PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta.
c. Larangan penerbitan bank garansi di PT Bank Negara Indonesia Cabang
Utama Surakarta
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Beni Indrawan selaku
pengganti sementara Penyelia Dalam Negeri dan Kliring, hari Kamis
tanggal 23 Juni 2011 pukul 09.30, diperoleh hasil bahwa terdapat larangan-
larangan dalam penerbitan bank garansi di PT Bank Negara Indonesia
Cabang Utama Surakarta. Larangan tersebut meliputi :
1) Permohonan bank garansi yang diajukan bertujuan untuk digunakan
dalam transaksi yang bersifat illegal.
2) Bank garansi yang berlaku surut. Misalnya permohonan diajukan
tanggal 23 Juni 2011 akan tetapi nasabah meminta tanggal penerbitan
sebelum tanggal tersebut.
3) Bank garansi yang bertujuan untuk menjamin emisi efek.
4) Bank garansi atas permintaan bukan penduduk. Pengecualian terhadap
ketentuan ini adalah apabila pemohon memiliki kontra garansi yang
cukup, bank yang mengajukan bukan merupakan cabang bank penerima
permohonan, serta setoran bank garansi harus 100% (full cover).
3. Analisis Pemberian Bank Garansi di PT Bank Negara Indonesia Cabang
Utama Surakarta
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Beni Indrawan selaku pengganti
sementara Penyelia Dalam Negeri dan Kliring, hari Kamis tanggal 23 Juni
2011 pukul 09.35, diperoleh hasil bahwa diperoleh hasil bahwa bank garansi
merupakan jenis kredit tidak langsung. Oleh karena itu, analisis permohonan
bank garansi hampir sama dengan permohonan kredit. Analisis yang dilakukan
terkait dengan pemberian bank garansi yaitu berdasarkan prinsip 5C
(Character, Capacity, Capital, Condition of Economic, dan Collateral), prinsip
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
7P (Personality, Party, Purpose, Prospect, Payment, Profitability, dan
Protection), serta prinsip 3R (Returns, Repayment, dan Risk Bearing Ability).
Prinsip-prinsip tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Prinsip 5C
Prinsip 5C dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Character (watak)
Pemohon bank garansi di PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama
Surakarta harus diteliti terlebih dahulu terkait dengan kelayakan untuk
mengajukan bank garansi, salah satunya dapat dilihat dari karakter
pemohon bank garansi. Penting untuk mengetahui karakter pemohon,
karena dapat diketahui apakah pemohon memiliki karakter yang baik
atau yang buruk. Karakter baik apabila ada keinginan untuk membayar
kewajibannya. Jika karakter pemohon bank garansi baik maka bank
garansi dapat diberikan, tetapi apabila karakter nasabah pemohon bank
garansi buruk atau tidak baik maka prmohonan tersebut tidak
dikabulkan.
2) Capacity (kemampuan)
Nasabah pemohon bank garansi perlu dianalisis terkait dengan
kemampuannya dalam memimpin perusahaan atau usaha yang
dijalankan. Apabila nasabah mampu memimpin perusahaan dengan
baik, maka permohonan bank garansi dapat dikabulkan, tatapi apabila
sebaliknya maka permohonan dapat ditolak.
3) Capital (modal)
Nasabah pemohon bank garansi harus dianalisis mengenai besarnya
modal yang dimiliki.
4) Condotion of Economic (kondisi perekonomian)
Pemberian bank garansi dilihat dari kondisi perekonomian pada
umumnya dan bidang usaha pemohon bank garansi pada khususnya.
Jika memiliki prospek yang baik maka permohonan bank garansi dapat
dikabulkan, tetapi apabila prospek buruk maka permohonan bank
garansi dapat ditolak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
5) Collateral (agunan)
Menurut ketentuan Bank Indonesia bahwa setiap kredit yang
disalurkan harus mempunyai agunan yang cukup. Oleh karena itu,
perlu dianalisis agunan yang digunakan nasabah pemohon bank
garansi di PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta.
Agunan yang digunakan sebagai jaminan dalam permohonan bank
garansi di PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta bias
berupa uang tuanai atau berupa asset yang dimiliki oleh nasabah.
Apabila agunan yang diberikan nasabah dapat senilai dengan jumlah
garansi bank yang diberikan maka permohonan tersebut dikabulkan,
tetapi apabila tidak mencukupi maka permohonan tersebut ditolak.
Pemberian bank garansi oleh bank untuk kepentingan pihak terjamin
memungkinkan terjadinya risiko bagi pihak bank yang bersangkutan.
Risiko tersebut antara lain bahwa terjamin tidak mampu mengganti
dana yang sudah dikeluarkan bank untuk memenuhi kewajiban pihak
terjamin kepada pihak yang menerima jaminan.
Untuk mengatasi risiko atas pengeluaran bank garansi, bank meminta
lebih dulu kepada pihak yang dijamin untuk memberikan ‘jaminan
lawan’ (counter guarante/kontra garansi) yang nilai tunainya
sekurang-kurangnya sama dengan jumlah uang yang ditetapkan
sebagai jaminan dan tercantum di dalam bank garansi. Jaminan lawan
itu dapat berupa uang tunai seratus persen (100%), pemblokiran
deposito, giro, dan tabungan pemohon yang bersangkutan, selain itu
bisa juga berwujud benda bergerak atau tidak bergerak.
Menurut Malayu SP Hasibuan jaminan atau agunan yang digunakan
harus memenuhi syarat – syarat ekonomis, yaitu:
a) Mempunyai nilai ekonomis pasar.
b) Nilai agunan atau jaminan harus lebih besar dari plafond kredit.
c) Marketability, yaitu agunan harus mempunyai pasaran yang cukup
luas atau mudah dijual.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
d) Ascertainability of value, yaitu agunan kredit yang diajukan oleh
debitor harus mempunyai standar harga tertentu (harga pasar).
e) Transferable, yaitu agunan kredit yang diajukan debitor harus
mudah dipindahtangankan baik secara fisik maupun secara hukum.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Beni Indrawan selaku
pengganti sementara Penyelia Dalam Negeri dan Kliring di PT Bank
Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta, hari Rabu tanggal 8 Juni
2011 pukul 10.10 WIB, diperoleh hasil bahwa jaminan atau kontra
garansi yang diberikan nasabah dalam perjanjian bank terdiri dari 2
(dua) jenis, yaitu :
a) Rekening
Jenis rekening yang digunakan untuk menjamin pemberian bank
garansi meliputi giro, tabungan, dan deposito. Giro adalah
simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran
lainnya, atau dengan pemindahbukuan (Pasal 1 angka 6 Undang-
Undang Nomor 10 tahun 1998). Tabungan adalah simpanan yang
penarikannya hanya dilakukan menurut syarat tertentu yang
disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro,
dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu (Pasal 1 angka
9 Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998). Deposito adalah
simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu
tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank
(Pasal 1 angka 7 Undang – Undang Nomor 10 tahun 1998).
Saldo rekening yang digunakan untuk menjamin pemberian bank
garansi minimal harus senilai dengan jumlah bank garansi yang
dijamin oleh bank. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir
terjadinya resiko. Rekening yang dijadikan jaminan kemudian
akan diblokir oleh bank dan akan diaktifkan kembali setelah
jangka waktu perjanjian bank garansi telah selesai. Penggunaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
rekening nasabah untuk menjamin seluruh nilai bank garansi
disebut bank garansi full cover.
b) Aset nasabah
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Beni Indrawan,selaku
pengganti sementara Penyelia Unit Dalam Negeri dan Kliring, hari
Kamis tanggal 23 Juni 2011, pukul 10.00 WIB diperoleh hasil
bahwa jaminan permohonan bank garansi tidak boleh hanya
berupa aset nasabah. Jaminan dalam bentuk aset yang dimiliki
oleh nasabah (terjamin) diperlukan dalam hal saldo rekening
nasabah tidak mencukupi nilai bank garansi yang dijamin oleh
bank. Jadi, nasabah yang mengajukan permohonan bank garansi
tetap harus mempunyai rekening yang menjadi jaminan walaupun
nilainya tidak mengcover seluruh nominal bank garansi yang
diberikan.
Aset nasabah yang digunakan sebagai jaminan berdasarkan pada
plafond yang diberikan oleh bank. Aset yang dapat dijadikan
jaminan dalam pemberian bank garansi adalah sebagai berikut :
(1) Benda bergerak, misalnya mobil dan perhiasan.
(2) Benda tidak bergerak, misalnya tanah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Beni Indrawan, hari
Kamis tanggal 23 Juni 2011, pukul 09.20 diperoleh keterangan
bahwa permohonan bank garansi di PT Bank Negara Indonesia
Cabang Utama Surakarta menggunakan jaminan barang tidak
bergerak berupa tanah atau bangunan. Hal ini dikarenakan nilai
bank garansi yang diminta biasanya relatif besar. Oleh karena itu,
diperlukan nilai barang jaminan yang besar untuk mengcover
jumlah atau nominal bank garansi yang diminta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
b. Prinsip 7P
1) Personality (kepribadian)
Kepribadian adalah sifat dan perilaku yang dimiliki calon debitor yang
mengajukan permohonan bank garansi.
2) Party
Party adalah mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi-
klasifikasi tertentu.
3) Purpose (tujuan)
Permohonan bank garansi yang diajukan oleh nasbah harus dilihat
tujuan penggunaanya. Tujuan penggunaan ini dapat dilihat pada
perjanjian kerja antara nasabah dengan pihak ketiga. Tujuan
permohonan bank garansi harus jelas sehingga dapat dipertimbangkan
permohonan dapat dikabulkan atau tidak.
4) Prospect (prospek)
Prospek berarti dalam pemberian bank garansi harus dilihat prospek
perusahaan di masa yang akan datang. Apabila prospek perusahaan
tersebut baik, maka permohonan bank garansi disetujui, tetapi apabila
tidak baik maka bank dapat menolak permohonan bank garansi
tersebut.
5) Payment (pembayaran)
Payment berarti mengetahui bagaimana cara pembayaran kembali yang
dilakukan oleh nasabah terhadap bank garansi yang diberikan. Analisis
terkait hal ini dilakukan oleh analis kredit dengan memperhitungkan
kelancaran pendapatan nasabah. Asas payment harus dipertimbangkan
agar pengembalian dana berjalan lancar.
6) Profitability (laba)
Prifitability merupakan prinsip yang terkait dengan kemampuan
nasabah mendapatkan laba
7) Protection (perlindungan)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Perlindungan yang dimaksud dalam pemberian bank garansi adalah
jaminan berupa barang, yaitu dapat berupa rekening (uang tunai) atau
aset nasabah (tanah, bangunan, dan lain-lain).
c. Prinsip 3R
Prinsip 3R dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Returns
Returns merupakan penilaian hasil yang dapat dicapai perusahaan
nasabah setelah memperoleh kreditdari bank.
2) Repayment
Menurut Malayu S.P. Hasibuan repayment adalah memperhitungkan
besarnya kemampuan, jadwal, dan jangka waktu pembayaran kredit
oleh calon debitor, tetapi perusahaannya tetap berjalan.
3) Risk bearing ability
Risk bearing ability merupakan perhitungan besarnya kemampuan
perusahaan nasabah untuk menghadapi resiko.
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Beni Indrawan selaku
pengganti sementara Penyelia Unit Dalam Negeri dan Kliring, pada hari
Rabu tanggal 8 Juni 2011 pukul 09.00 WIB diperoleh hasil bahwa selain
analisis tersebut diatas PT Bank Negara Indonesia berdasarkan Pedoman
dan Kebijakan Pemberian Kredit Retail Market Buku III A Nomor
IN/0047/PMR melakukan analisis tambahan terhadap permohonan bank
garansi yang diajukan oleh nasabah sebelum plafond diberikan. Analisis
tersebut meliputi :
a. Penelitian bonafiditas dan reputasi terjamin (nasabah).
b. Penelitian apakah sifat dan nilai transaksi atau kewajiban debitur
(nasabah) kepada pihak ketiga.
c. Penilaian jumlah bank garansi yang dilakukan apakah sesuai dengan
kemampuan bank.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
d. Penilainan kemampuan debitur untuk membayar kembali kepada bank
dalam hal bank garansi tersebut terpaksa dicairkan oleh pihak ketiga
atau pemegang bank garansi.
e. Penilaian mengenai kemampuan debitur untuk memberikan kontra
garansi sesuai dengan terterjadinya resiko.
Berdasarkan prudential banking (prinsip kehati – hatian bank),
pemberian bank garansi harus dilakukan secara teliti dengan melakukan
penilaian kelayakan pemohon bank garansi (nasabah). Surat Edaran Bank
Indonesia (SEBI) No. 11 / 11 UPPB perihal Pemberian Jaminan oleh Bank
dan Pemberian Jaminan oleh Lembaga Keuangan Non Bank, mengharuskan
bank untuk :
a. Meneliti bonafiditas pihak yang dijamin
b. Meneliti sifat dan menilai transaksi yang akan dijamin, sehingga dapat
diberikan jaminan yang sesuai
c. Menilai jumlah jaminan yang akan diberikan bank
d. Menilai kemampuan pihak yang akan dijamin untuk memberikan
kontra jaminan yang cukup sesuai dengan kemungkinan terjadinya
resiko.
Ketentuan pemberian bank garansi di PT Bank Negara Indonesia
Cabang Utama Surakarta yang dimuat dalam Pedoman dan Kebijakan
Pemberian Kredit Retail Market Buku III A Nomor IN/0047/PMR apabila
dibandingkan dengan ketentuan yang terdapat dalam Surat Edaran Bank
Indonesia (SEBI) No. 11 / 11 UPPB perihal Pemberian Jaminan oleh Bank
dan Pemberian Jaminan oleh Lembaga Keuangan Non Bank, maka
diperoleh hasil bahwa analisis yang dilakukan BNI Cabang Utama Surakarta
telah sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh Bank Indonesia.
4. Perjanjian Bank Garansi di PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama
Surakarta
Penerbitan bank garansi dilakukan setelah pemohon bank garansi
memenuhi syarat – syarat yang diajukan oleh bank. Sebelum perjanjian bank
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
garansi diterbitkan antara pemohon dengan bank harus membuat kesepakatan
mengenai Perjanjian Penerbitan Bank Garansi (PPGB). Perjanjian bank garansi
yang diterbitkan oleh PT Bank Negara Indonesia memuat tentang identitas dan
alamat bank (penjamin), identitas dan alamat pemegang jaminan atau
penerima jaminan, identitas dan alamat yang dijamin atau terjamin. Dalam
perjanjian tersebut disebutkan tujuan penggunaan bank garansi, besarnya bank
garansi yang diminta, masa berlakunya bank garansi, batas waktu pengajuan
klaim, tanggal penerbitan bank garansi, serta tanda tangan pejabat bank yang
berwenang.
Berdasarkan analisis terhadap perjanjian bank garansi yang diterbitkan
oleh PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta, ketentuan-ketentuan
dalam perjanjian bank garansi yang melindungi bank adalah sebagai berikut :
a. Ketentuan yang memuat tentang jangka waktu wanprestasi yang dilakukan
oleh terjamin dibatasi tidak melebihi batas waktu berlakunya bank garansi.
Hal ini bertujuan, supaya bank terhindar dari kemungkinan penuntutan
klaim yang dilakukan oleh penerima jaminan apabila terjamin melakukan
wanprestasi setelah jangka waktu bank garansi telah berkahir.
b. Ketentuan mengenai tujuan penggunaan bank garansi. Hal ini diatur
supaya jelas peruntukan bank garansi yang diminta, sehingga apabila
terjadi wanprestasi diluar tujuan penggunaan bank garansi, maka pihak
bank dapat menolak klaim yang diajukan oleh penerima jaminan.
c. Ketentuan mengenai bank garansi tidak mengikat lagi kepada penjamin
(bank) apabila pengajuan klaim dilakukan melebihi jangka waktu
berlakunya bank garansi dan melebihi tenggang waktu 14 (empat belas)
hari setelah bank garansi jatuh tempo. Ketentuan ini menguntungkan pihak
bank karena wanprestasi yang dilakukan setelah tanggal batas waktu
pengajuan klaim berakhir maka bank dapat menolak pengajuan tersebut.
d. Ketentuan tentang tanggal penerbitan bank garansi. Ketentuan ini
melindungi bank dari wanprestasi yang dilakukan oleh terjamin sebelum
tanggal penerbitan bank garansi. Apabila hal tersebut terjadi, maka bank
dapat menolak klaim yang diajukan oleh penerima jaminan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
C. Upaya Hukum yang Dilakukan oleh PT Bank Negara Indonesia
Cabang Utama Surakarta apabila Terjamin Wanprestasi
terhadap Perjanjian Bank Garansi
1. Prosedur pengajuan klaim serta pembayaran klaim oleh PT Bank Negara
Indonesia Cabang Utama Surakarta apabila terjamin wanprestasi dalam
perjanjian bank garansi
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Beni Indrawan selaku pengganti
sementara Penyelia Dalam Negeri dan Kliring, hari Rabu tanggal 8 Juni 2011,
pukul 09.30 WIB, diperoleh hasil bahwa pengajuan klaim oleh penerima
jaminan serta pembayaran klaim oleh PT Bank Negara Indonesia Cabang
Utama Surakarta dapat dilihat dalam gambar berikut :
4 3 2
1
Gambar 6. Skematik Prosedur Pengajuan dan Pembayaran Klaim
Keterangan : 1. Terjamin melakukan wanprestasi.
2. Penerima jaminan mengajukan klaim kepada PT BNI Cabang
Utama Surakarta.
3. PT BNI Cabang Utama Surakarta membayar penuh klaim
yang diajukan oleh penerima jaminan.
4. PT BNI Cabang Utama Surakarta memberitahu terjamin.
PT BNI Cabang Utama Surakarta
Terjamin Penerima Jaminan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
a. Prosedur pengajuan klaim oleh penerima jaminan kepada PT Bank Negara
Indonesia Cabang Utama Surakarta
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Beni Indrawan selaku
pengganti sementara Penyelia Dalam Negeri dan Kliring, hari Rabu tanggal
8 Juni 2011, pukul 09.35 WIB, diperoleh hasil bahwa wanprestasi yang
sering dilakukan adalah terjamin melakukan hal yang tidak sesuai seperti
yang telah disepakati dalam perjanjian kerja antara terjamin dengan pihak
yang menerima jaminan. Misalnya, perusahaan percetakan mendapat proyek
pencetakan buku dari dinas pendidikan. Dalam perjanjian pokok disepakati
mengenai jenis kertas yang digunakan untuk mencetak, tetapi perusahaan
percetakan tidak menggunakan jenis kertas tersebut dalam mengerjakan
proyek. Dalam hal ini, perusahaan percetakan dapat dinyatakan wanprestasi.
Penerima jaminan tidak selalu mengajukan klaim untuk
menyelesaikan wanprestasi yang dilakukan oleh terjamin. Apabila
wanprestasi yang dilakukan oleh terjamin masih dapat diterima oleh
penerima jaminan, maka penerima jaminan hanya akan menambahkan
adendum dalam perjanjian pokok antara terjamin dengan penerima jaminan.
Akan tetapi, apabila penerima jaminan tidak dapat menerima wanprestasi
yang dilakukan oleh terjamin, maka pihak penerima jaminan dalam
perjanjian bank garansi dapat mengajukan klaim atau tuntutan kepada PT
Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta.
Isi perjanjian bank garansi yang dikeluarkan oleh PT Bank Negara
Indonesia memuat ketentuan bahwa tuntutan atau klaim harus diajukan
segera setelah timbulnya wanprestasi atau kelalaian yang dilakukan oleh
pihak yang dijamin (terjamin) dengan menyerahkan bank garansi asli dalam
batas waktu pengajuan klaim selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari
setelah berakhirnya bank garansi. Apabila dalam atau sampai habisnya
jangka waktu pengajuan tuntutan atau klaim tersebut, penerima jaminan
tidak mengajukan kalim atau tuntutan, maka bank garansi tidak mengikat
lagi terhadap penjamin (PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama
Surakarta).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka pengajuan klaim atas
terjadinya wanprestasi terhadap perjanjian bank garansi dapat dilakukan
sebelum jangka waktu bank garansi berakhir (jatuh tempo) atau paling
lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal bank garansi berakhir
(jatuh tempo). Setelah tenggang waktu pengajuan klaim tersebut berakhir,
maka penerima jaminan wajib menyerahkan bank garansi asli kepada PT
Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta.
Klaim atau tuntutan diajukan oleh penerima jaminan kepada bank
berdasarkan adanya wanprestasi. Dalam hal ini wanprestasi yang dimaksud
adalah apabila terjamin tidak melakukan tujuan permohonan bank garansi
seperti yang tercantum dalam perjanjian bank garansi serta perjanjian kerja.
Wanprestasi yang dilakukan dapat berupa tidak memenuhi prestasi sama
sekali, memenuhi prestasi tetapi tidak seperti yang disepakati dalam
perjanjian, memenuhi prestasi tetapi terlambat, atau melakukan sesuatu
yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Apabila terjadi hal-hal tersebut di atas dalam suatu perjanjian, maka
dapat disebut banwa nasabah (terjamin) melakukan wanprestasi. Dalam hal
terjadi wanprestasi terhadap perjanjian kerja yang telah disepakati oleh
penerima jaminan dengan pihak terjamin, maka penerima jaminan harus
segera menyampaikan hal tersebut kepada bank selaku penjamin dalam
bank garansi.
Berdasarkan wawancara dengan bapak Beni Indrawan, hari Kamis
tanggal 23 Juni 2011 pukul 09.30 WIB diperoleh hasil bahwa prosedur
pengajuan klaim atau tuntutan yang dilakukan oleh penerima jaminan
terkait adanya wanprestasi terjamin adalah sebagai berikut :
1) Penerima jaminan (pemegang bank garansi) mengajukan surat kepada
bank dalam hal ini PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta
yang menyatakan bahwa terjamin (nasabah) melakukan wanprestasi
disertai penyebab-penyebabnya. Surat yang diajukan tersebut harus
memuat alasan yang jelas perihal alasan mengapa terjamin dapat
dikatakan melakukan wanprestasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
2) Bank menerima surat tersebut, kemudian meneliti apakah benar
terjamin melakukan wanprestasi.
3) Apabila benar terjamin telah melakukan wanprestasi, maka bank akan
membayar klaim yang diajukan penerima jaminan sesuai dengan
nominal bank garansi.
Klaim dibayarkan secara penuh sesuai dengan nominal bank garansi
baik yang dijamin dengan full cover maupun tidak full cover ( menggunakan
plafond).
b. Prosedur pembayaran klaim PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama
Surakarta kepada penerima jaminan dalam bank garansi
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Beni Indrawan, selaku
pengganti sementara Penyelia Dalam Negeri dan Kliring, hari Kamis
tanggal 23 Juni 2011 pukul 09.50 WIB, diperoleh hasil bahwa prosedur
pembayaran klaim yang dilakukan oleh PT Bank Negara Indonesia Cabang
Utama Surakarta kepada pemegang bank garansi (penerima jaminan) dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) cara, yaitu pembayaran klaim dengan jaminan
full cover dan pembayaran klaim dengan jaminan tidak full cover
(berdasarkan plafond).
Kedua prosedur pembayaran klaim tersebut diuraikan sebagai
berikut :
1) Pembayaran klaim dengan jaminan full cover
Prosedur pembayaran klaim dengan jaminan full cover yang dilakukan
oleh PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta adalah
sebagai berikut :
a) Pada hari dilakukan pembayaran kepada penerima jaminan, pihak
bank dalam hal ini PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama
Surakarta mengirimkan surat pemberitahuan kepada terjamin
(nasabah) yang memuat :
(1) Sebab dilakukan pembayaran
(2) Jumlah pembayaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
b) Bank mencairkan rekening terjamin yang digunakan sebagai
jaminan dalam bank garansi.
c) Dana yang dicairkan tersebut selanjutnya dikirim kepada penerima
jaminan sebagai pembayaran atas klaim yang diajukan.
2) Pembayaran klaim dengan jaminan tidak full cover
Prosedur pembayaran klaim dengan jaminan tidak full cover yang
dilakukan oleh PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta
adalah sebagai berikut :
a) Pada hari dilakukan pembayaran kepada penerima jaminan, pihak
bank dalam hal ini PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama
Surakarta mengirimkan surat pemberitahuan kepada terjamin
(nasabah) yang memuat :
(1) Sebab dilakukan pembayaran
(2) Jumlah pembayaran
(3) Ketentuan-ketentuan menurut pasal-pasal Perjanjian Penerbitan
Garansi Bank (PPGB).
b) Bank mencairkan rekening yang digunakan terjamin sebagai
jaminan dalam perjanjian bank garansi. Karena jaminan tersebut
tidak full cover, maka bank menggunakan dana yang dimiliki oleh
bank untuk menutup seluruh jumlah dana sesuai dengan nominal
garansi bank.
c) Dana yang dicairkan tersebut selanjutnya dikirim kepada penerima
jaminan sebagai pembayaran atas klaim yang diajukan.
2. Upaya hukum yang dilakukan PT Bank Negara Indonesia apabila
terjamin wanprestasi terhadap perjanjian bank garansi
Pemberian bank garansi diatur dalam SEBI Nomor
11/110/Kep.Dir/UUPB tentang Pemberian Jaminan oleh Bank dan Lembaga
Keuangan Non Bank. Peraturan tersebut diterapkan BNI Cabang Utama
Surakarta dengan menerbitkan perjanjian bank garansi. Pemberian bank
garansi mempunyai risiko yaitu pada saat terjamin melakukan wanprestasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Oleh karena itu, sebelum perjanjian bank garansi dibuat pihak bank
mengharuskan terjamin terlebih dahulu membuat Perjanjian Penerbitan Garansi
Bank (PPGB) yang ditandatangani oleh bank dan terjamin.
Perjanjian Penerbitan Bank Garansi (PPGB) mengatur tentang
ketentuan – ketentuan yang harus dilakukan oleh terjamin terkait dengan
penerbitan bank garansi. Dalam PPGB diatur mengenai upaya hukum yang
dapat dilakukan oleh bank apabila terjamin melakukan wanprestasi terhadap
perjanjian bank garansi. Berikut adalah gambar yang menjelaskan tentang
upaya hukum menurut PPGB yang dilakukan PT BNI Cabang Utama Surakarta
apabila terjamin melakukan wanprestasi.
Gambar 7. Skematik Upaya Hukum yang Dilakukan PT BNI Cabang Utama
Surakarta apabila Terjamin Wanprestasi terhadap Perjanjian Bank Garansi
Upaya hukum
Pasal 5 dan Pasal 8
Pasal Tambahan ayat (1)
Penggantian Perjanjian Kredit
PPGB
Nasabah Menolak
Pasal 9 ayat (1)
Eksekusi barang jaminan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Upaya hukum menurut perjanjian penerbitan bank garansi apabila
terjamin melakukan wanprestasi adalah sebagai berikut :
a. Penggantian
Yang dimaksud penggantian adalah bank mencairkan rekening yang
digunakan sebagai jaminan. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan Pasal 5
PPGB yang menyatakan bahwa pemohon (terjamin) harus menyerahkan
jaminan yang digunakan untuk mengganti apabila melakukan wanprestasi.
Ketentuan dalam pasal ini memberi arti bahwa barang yang digunakan
sebagai jaminan dalam perjanjian bank garansi digunakan sebagai pengganti
dana yang telah dikeluarkan oleh bank apabila terjamin melakukan
wanprestasi. Selain Pasal 5 PPGB, bank diberi kuasa untuk mengambil
penggantian dengan mencairkan rekening terjamin hal ini dapat dilihat
dalam ketentuan Pasal 8 PPGB yang menyatakan bahwa bank diberi kuasa
oleh pemohon bank garansi untuk sewaktu – waktu mendebet rekening
pemohon garansi bank apabila bank tidak memenuhi kewajibannya untuk
membayar hutang.
Selain ketentuan tersebut, perlindungan terhadap bank yang
tercantun dalam PPGB terdapat dalam :
1) Ketentuan Pasal 6 PPGB yang menyatakan bahwa apabila terjadi
perselisihan antara pemohon garansi (terjamin) dan pemegang garansi
(penerima jaminan) mengenai wanprestasi, maka bank tetap dapat
melakukan pembayaran klaim pencairan bank garansi dan bank
dibebaskan dari segala tuntutan hukum yang timbul karena pencairan
bank garansi. Ketentuan dalam pasal ini melindungi bank, karena
apabila bank telah menjalankan kewajibannya membayar klaim yang
diajukan oleh penerima jaminan, maka bank tidak dapat dituntut oleh
terjamin dengan alasan pencairan yang dilakukan tanpa ijin.
2) Ketentuan Pasal 7 ayat (1) PPGB yang menyatakan bahwa apabila
terjamin melakukan wanprestasi kepada penerima jaminan dan
karenanya bank garansi harus dicairkan, maka bank dikuasakan untuk
mencairkan marginal deposit dalam rekening terjamin guna memenuhi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
seluruh atau sebagian dari jumlah yang harus dibayarkan kepada
penerima bank garansi. Berdasarkan ketentuan ini pihak bank dapat
mencairkan langsung rekening yang digunakan sebagai jaminan tanpa
persetujuan dari terjamin. Hal ini melindungi bank dari tuntutan yang
dilakukan oleh terjamin yang tidak memberikan ijin pencairan rekening
yang digunakan untuk menjamin bank garansi tersebut.
3) Ketentuan Pasal 7 ayat (2) PPGB yang menyatakan bahwa terjamin
harus segera melunasi jumlah uang yang dibayarkan oleh bank kepada
penerima garansi setelah diperhitungkan dengan marginal deposit dalam
rekening terjamin, selambat – lambatnya 15 (lima belas) hari sejak
tanggal pencairan bank garansi. Ketentuan ini memberi perlindungan
kepada bank yang bertujuan supaya dana bank dapat dikembalikan
secepatnya, sehingga bank tidak menanggung risiko dananya tidak
kembali. Apabila terjamin tetap tidak mentaati ketentuan ini, maka
terjamin dapat digolongkan wanprestasi terhadap PPGB sehingga dapat
dilakukan upaya penggantian sesuai dengan yang ditetapkan dalam
PPGB.
4) Ketentuan Pasal 8 PPGB yang menyatakan bahwa apabila terjamin tidak
memenuhi kewajiban yang ditentukan dalam Pasal 7 ayat (2) PPGB,
maka untuk pelunasan kewajiban tersebut bank diberi kuasa oleh
terjamin untuk mendebet rekening giro dan atau rekening pinjaman
terjamin yang ada di bank. Kuasa tersebut tidak berakhir karena sebab-
sebab yang ditentukan oleh Pasal 1813 KUH Perdata yang menyatakan
bahwa pemberian kuasa tidak berakhir dengan ditariknya kembali
kuasanya si kuasa, dengan pemberitahuan penghentian kuasa oleh si
kuasa, dengan meninggalnya, pengampuannya, atau pailitnya si pemberi
kuasa, dengan perkawinan perempuan yang memberikan atau menerima
kuasa. Ketentuan ini memberikan kuasa penuh kepada pihak bank untuk
menarik dana dari rekening terjamin guna mengganti pembayaran klaim
yang dikakukan bank kepada penerima bank garansi. Ketentuan ini
memperkuat landasan hukum pihak bank untuk menarik dana dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
rekening terjamin, karena berdasarkan ketentuan tersebut terjamin
memberikan kuasa kepada pihak bank yang tidak bisa berakhir karena
sebab-sebab yang ditentukan dalam Pasal 1813 KUH Perdata atau
dengan kata lain kuasa tersebut tidak bisa dibatalkan oleh salah satu
pihak.
5) Ketentuan Pasal 9 ayat (1) PPGB yang menyatakan bahwa jika sampai
batas waktu 15 (lima belas) hari terjamin belum melunasi kewajibannya
kepada bank, sedangkan dana yang terdapat dalam rekening terjamin
tidak mencukupi, maka terjamin dinyatakan lalai sehingga karenanya
tidak diperlukan adanya juru sita dan surat pemberitahuan lain yang
bersifat demikian, bank dapat segera melaksanakan hak-haknya untuk
mengeksekusi barang – barang jaminan. Ketentuan pasal ini
memberikan kemudahan bagi pihak bank dalam hal terjamin lalai
memenuhi kewajibannya. Kemudahan tersebut adalah bank dapat
mengeksekusi barang – barang jaminan tanpa adanya juru sita dan surat
pemberitahuan.
6) Ketentuan Pasal 10 PPGB yang mengatur tentang jangka waktu
berlakunya penerbitan bank garansi. Hal ini memberikan perlindungan
bagi pihak bank dari terjadinya wanprestasi yang dilakukan setelah
jangka waktu tersebut berakhir bukan merupakan tanggung jawab yang
harus diselesaikan oleh pihak bank.
7) Ketentuan Pasal Tambahan ayat (2) yang menyatakan bahwa apabila
jaminan untuk bank garansi ditarik, maka fasilitas bank garansi harus
lunas dan biaya yang timbul menjadi beban penerima kredit. Hal ini
untuk menghindari penerima kredit menarik jaminan yang diberikan
sebelum dana bank kembali. Ketentuan ini memberikan perlindungan
terhadap bank karena jaminan tidak dapat ditarik sebelum penerima
kredit membayar lunas hutangnya.
Penggantian dapat dilakukan terhadap jenis bank garansi yang
diberikan dengan jaminan full cover maupun dengan jaminan yang tidak full
cover. Yang membedakan adalah apabila bank garansi menggunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
jaminan full cover maka bank mendapat penggantian penuh dari rekening
terjamin, sedangkan pada bank garansi yang tidak full cover penggantian
yang diterima bank hanya sebagian dari jumlah klaimyang dibayar bank
kepada penerima klaim. Oleh karena itu, diperlukan upaya lain untuk
supaya dana bank dapat kembali.
b. Mengubah perjanjian bank garansi menjadi perjanjian kredit
Pengubahan perjanjian bank garansi menjadi perjanjian kredit
dilakukan apabila terjamin (nasabah) bersedia melakukan hal tersebut.
Ketentuan ini dilakukan apabila jenis jaminan yang digunakan dalam bank
garansi tidak full cover. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Beni
Indrawan selaku pengganti sementara penyelia Unit Dalam Negeri dan
Kliring, tanggal 23 Juni 2011 pukul 09.40 WIB, diperoleh keterangan
bahwa biasanya jenis kredit yang diajukan bersama dengan permohonan
bank garansi adalah kredit modal kerja. Permohonan penerbitan bank
garansi yang diajukan bersama dengan permohonan kredit modal kerja
biasanya memiliki jaminan atau agunan yang digunakan untuk mengcover
jumlah kredit.
Pasal dalam PPGB yang memberikan dasar kepada bank untuk
mengubah perjanjian bank garansi menjadi perjanjian kredit terdapat dalam
Pasal Tambahan ayat (1) yang menyatakan bahwa perjanjian penerbitan
bank garansi merupakan perpanjangan dan penggabungan dari kredit dan
berjalan bersama – sama dengan fasilitas Kredit Modal Kerja yang
didudukkan dalam perjanjian kredit.
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Beni Indrawan selaku
pengganti sementara penyelia Unit Dalam Negeri dan Kliring, tanggal 23
Juni 2011, pukul 09.50 WIB diperoleh keterangan bahwa untuk mengatasi
wanprestasi yang dilakukan oleh terjamin upaya yang dilakukan bank
adalah jumlah yang dibayarkan tersebut didudukkan dalam perjanjian kredit
secara langsung dengan ketentuan antara lain :
1) Maksimum kredit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Maksimum kredit yang ditarik besarnya asalah jumlah yang dibayarkan
dikurangi setoran tunai yang dibayarkan dalam bank garansi. Misalnya
klaim yang dibayar besarnya Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah),
besarnya rekening yang digunakan sebai jaminan adalah Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah),maka dana yang dikeluarkan bank
untuk membayar kekurangan klaim adalah Rp 300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah). Berdasarkan kasus tersebut, maka maksimum kredit yang
ditarik oleh bank adalah sebesar Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah).
2) Materai dan provisi
Biaya materai dan provisi dipungut dalam perjanjian kredit.
3) Jangka waktu
Jangka waktu ditentukan paling lama 3 (tiga) bulan.
4) Bunga
Besarnya bunga yang digunakan berdasarkan tarif bunga tertinggi.
5) Jaminan
Jaminan yang digunakan berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Prosedur pengubahan perjanjian bank garansi menjadi perjanjian
kredit adalah sebagai berikut :
1) Bank memberitahu terjamin bahwa telah terjadi pembayaran klaim
kepada penerima jaminan.
2) Bank memberitahu jumlah hutang terjamin atas pembayaran klaim dan
atas hutang tersebut terjamin diminta datang ke bank untuk membuat
kesepakatan mengenai perjanjian kredit.
3) Bank dan terjamin membuat perjanjian kredit.
Perjanjian kredit dibuat antara terjamin dengan pihak bank karena
terjamin memiliki hutang kepada bank yang digunakan pada saat
pembayaran klaim kepada penerima jaminan dalam perjanjian bank garansi.
Dalam perjanjian kredit pihak terjamin dalam bank garansi disebut sebagai
penerima kredit. Perjanjian kredit yang dibuat tersebut menerapkan
ketentuan-ketentuan yang melindungi bank dari terjadinya risiko dana bank
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
tidak kembali. Berdasarkan analisis terhadap perjanjian kredit yang dibuat
oleh PT BNI Cabang Utama Surakarta, dapat dijelaskan bahwa ketentuan -
ketentuan yang melindungi bank adalah sebagai berikut :
1) Ketentuan Pasal 15 perjanjian kredit yang menyatakan bahwa penerima
kredit memberikan kuasa kepada bank untuk sewaktu-waktu tanpa
persetujuan terlebih dahulu dari penerima kredit, membebani rekening
giro dan atau rekening pinjaman dan atau rekening lain penerima kredit
yang ada pada bank, untuk pembayaran baki debet, bunga kredit, bunga
tunggakan, denda kelebihan penarikan, premi asuransi, biaya-biaya
pengikatan agunan dan biaya lainnya yang timbul karena dan untuk
pelaksanaan perjanjian kredit. Dalam Pasal 15 perjanjian kredit
dinyatakan bahwa kuasa tersebut tidak dapat berakhir karena sebab –
sebab yang ditentukan oleh Pasal 1813, Pasal 1814, dan Pasal 1816
KUH Perdata. Pasal 1813 KUH Perdata menyatakan bahwa “pemberian
kuasa tidak berakhir dengan ditariknya kembali kuasanya si kuasa,
dengan pemberitahuan penghentian kuasa oleh si kuasa, dengan
meninggalnya, pengampuannya, atau pailitnya si pemberi kuasa, dengan
perkawinan perempuan yang memberikan atau menerima kuasa”. Pasal
1814 KUH Perdata menyatakan bahwa “pemberi kuasa dapat menarik
kembali kuasanya manakala itu dikehendakinya, dan jika ada alasan
untuk itu, memaksa si kuasa untuk mengembalikan kuasa yang
dipegangnya”. Pasal 1916 KUH Perdata menyatakan bahwa
“pengangkatan seorang kuasa baru, untuk menjalankan suatu urusan
yang sama, menyebabkan ditariknya kembali kuasa yang pertama,
terhitung mulai hari diberitahukannya kepada orang yang belakangan ini
tentang pengangkatan tersebut”. Ketentuan Pasal 15 ini berarti bank
boleh mengambil dana dari rekening penerima kredit untuk membayar
biaya-biaya yang telah disebutkan dalam pasal tersebut dan kuasa
tersebut tidak dapat dibatalkan secara sepihak oleh penerima kredit.
2) Ketentuan Pasal 16 ayat (1) perjanjian kredit yang menyatakan bahwa
segala harta kekayaan penerima kredit, baik yang bergerak maupun yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada kemudian
hari, menjadi jaminan bagi pelunasan seluruh hutang penerima kredit.
Contoh barang bergerak adalah mobil, sepeda motor, perhiasan. Contoh
barang tidak bergerak yang dapat dijadikan jaminan adalah tanah dan
bangunan. Ketentuan ini memberikan jaminan bahwa kredit yang
diberikan bank kepada penerima kredit dapat dikembalikan walaupun
penerima kredit melakukan wanprestasi karena terdapat agunan yang
diberikan penerima kredit.
3) Ketentuan Pasal 16 ayat (2) perjanjian kredit yang menyatakan bahwa
jika menurut bank agunan telah menurun sedemikian rupa jika
dibandingkan dengan nilai dan harga yang dipakai dalam taksasi semula,
maka atas pemberitahuan bank, penerima kredit wajib menambah
barang yang diagunkan. Hal ini melindungi bank dari terjadinya
kerugian akibat nilai agunan yang tidak sesuai dengan nilai taksiran
semula.
4) Ketentuan Pasal 16 ayat (4) yang menyatakan bahwa bukti-bukti
pemilikan agunan harus disserahkan dan akta – akta pengikatan agunan
yang berkaitan dengan agunan tersebut harus sudah ditandatangani
pemegang hak dan bank serta diterima bank sebelum dilakukan
penarikan kredit, kecuali ditentukan lain oleh bank. Ketentuan ini
memberikan jaminan kepada bank bahwa pemegang hak atas agunan
yang digunakan telah menyetujui bahwa benda tersebut dijadikan
agunan terhadap permohonan kredit yang diajukan penerima kredit. Hal
ini berfungsi apabila agunan yang digunakan bukan merupakan milik
penerima kredit. Ketentuan Pasal 16 ayat (4) melindungi bank dari
adanya tuntutan pemilik benda yang dijadikan agunan, karena pada saat
benda tersebut dijadikan agunan maka harus ada persetujuan dari
pemegang hak.
5) Ketentuan Pasal 16 ayat (6) perjanjian kredit yang menyatakan bahwa
selama masih menjadi jaminan kredit, penerima kredit akan
menanggung ongkos – ongkos pemeliharaan dan perawatan agunan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
tersebut. Ketentuan ini menghindarkan bank dari biaya – biaya yang
diperlukan untuk memelihara dan merawat agunan yang diberikan
penerima kredit.
6) Ketentuan Pasal 17 ayat (1) yang menyatakan bahwa selama kredit
berjalan barang – barang yang dapat diasuransikan, wajib diasuransikan
oleh penerima kredit kepada perusahaan asuransi yang ditunjuk dan
disetujui oleh bank terhadap risiko kerugian yang macam resiko, nilai
dan jangka waktunya ditentukan oleh bank. di dalam perjanjian asuransi
(polis) harus dicantumkan klausula sedemikian rupa, sehingga jika ada
pembayaran ganti rugi dari pihak perusahaan asuransi, maka bank
berhak untuk memperhitungkan hasil pembayaran klaim tersebut dengan
seluruh kewajiban penerima kredit kepada bank. Ketentuan Pasal 17
ayat (1) perjanjian kredit tersebut melindungi terhadap terjadinya risiko
atas barang jaminan atau agunan yang diberikan penerima kredit kepada
bank. rumusan pasal tersebut juga menjamin bahwa bank akan mendapat
pembayaran kredit karena sudah dijamin dengan asuransi.
7) Ketentuan Pasal 17 ayat (2) perjanjian kredit yang menyatakan bahwa
premi asuransi atas barang – barang agunan harus dibayar lunas oleh
penerima kredit. Hal ini menjaga supaya kewajiban membayar premi
asuransi dilakukan oleh penerima kredit, sehingga bank tidak perlu
mengeluakan dana untuk membayar premi asuransi atas agunan yang
diberikan penerima kredit.
8) Ketentuan Pasal 20 ayat (1) yang menyatakan bahwa dalam waktu yang
sudah ditentukan oleh bank, penerima kredit harus segera
mamberitahukan kepada bank mengenai :
a) Adanya perkara yang terjadi antara penerima kredit dengan pihak
lain.
b) Adanya perkara antara pengurus dengan pemegang saham,
pemegang saham dengan pemegang saham, atau antara pengurus
dengan pengurus.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
c) Adanya kerusakan, kerugian, atau kemusnahan atas harta kekayaan
penerima kredit serta agunan.
d) Adanya pengurus perusahaan penerima kredit yang melanggar
anggaran dasar perusahaan penerima kredit.
e) Adanya perubahan material atas keadaan keuangan dan prospek
usaha penerima kredit.
f) Adanya hal – hal lain yang dapat mempengaruhi jalannya usaha dan
kemampuan penerima kredit untukmelunasi hutangnya.
Pasal 20 ayat (1) tersebut harus dilakukan oleh penerima kredit karena
berdasarkan ketentuan pasal tersebut, bank dapat menngetahui
kemungkinan terkait dengan kemampuan penerima kredit untuk
membayar hutangnya. Apabila hal tersebut tidak dilakukan, maka
penerima kredit dikatakan melakukan wanprestasi terhadap bank
sehingga bank dapat melakukan upaya – upaya penyelesaian yang sudah
diatur dalam perjanjian kredit.
9) Ketentuan Pasal 20 ayat (2) yang menyatakan bahwa penerima kredit
harus menyampaikan kepada bank dalam bentuk dan dengan perincian
yang dapat diterima oleh bank yaitu :
a) Neraca dan perhitungan rugi laba (homestatement) periodik setiap
3 (tiga) bulan berikut penjelasannya yang telah disahkan Direksi
perusahaan penerima kredit dengan secepat mungkin, tetapi tidak
lebih lambat dari 30 (tiga puluh) hari sejak akhir masanya.
b) Neraca dan perhitungan rugi laba dari perusahaan penerima kredit
yang telah diaudit oleh akuntan publik terdaftar yang disetujui oleh
bank, secepat mungkin, akan tetapi tidak lebih lama dari hari sejak
penutupan tahun buku dari perusahaan penerima kredit.
Keterlambatan penerima kredit menyerahkan neraca dan
perhitungan audit rugi laba tersebut dikenakan denda.
c) Laporan bulanan aktivitas usaha, piutang dan hutang dagang,
stock/persediaan, pembelian dan penjualan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Ketentuan Pasal 20 ayat (2) tersebut bertujuan supaya bank dapat
melakukan analisis tentang kemungkinan penerima kredit masih mampu
untuk mengembalikan hutangnya atau tidak.
10) Ketentuan Pasal 20 ayat (4) perjanjian kredit yang menyatakan bahwa
atas persetujuan bank, penerima kredit wajib menunjuk perusahaan
penilai (Apraisal Company) yang disetujui bank, untuk menentukan
nilai agunan atas beban biaya penerima kredit. Suatu perusahaan penilai
(apraisal company) hanya dapat ditunjuk secara berturut. Disamping itu,
atas permintaan bank, penerima kredit wajib melakukan tindakan-
tindakan yang dianggap perlu oleh bank dalam hubungannya dengan
agunan yang diberikan oleh penerima kredit. Ketentuan pasal ini
memungkinkan bank untuk mengetahui nilai agunan yang diserahkan
penerima kredit kepada bank, sehingga bank dapat menentukan dapat
atau tidaknya agunan yang diberikan tersebut mengcover jumlah hutang
penerima kredit. Selain hal tersebut, ketentuan pasal ini sekaligus
memberikan hak kepada bank untuk memilih perusahaan penilai
(apraisal company) yang bersifat netral artinya tidak memihak kepada
kepentingan penerima kredit.
11) Ketentuan Pasal 20 ayat (5) perjanjian kredit yang menyatakan bahwa
penerima kredit wajib membayar dan menyelesaikan seluruh kewajiban
pajak, retribusi dan biaya-biaya lain yang dikenakan pemerintah. Pasal
tersebut memberikan perlindungan apabila suatu saat agunan yang
diberikan penerima jaminan diambil alih atau dilakukan lelang. Agunan
tersebut tidak bermasalah atau tidak menunggak biaya – biaya yang
tersebut dalam Pasal 20 ayat (5) perjanjian kredit.
12) Ketentuan Pasal 21 perjanjian kredit yang menyatakan bahwa tanpa
persetujuan tertulis dahulu dari bank, penerima kredit tidak
diperkenankan untuk :
a) Mengadakan penggabungan usaha (merger), atau konsolidasi
dengan perusahaan lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
b) Melakukan investasi, penyertaan modal atau pengambilalihan
saham perusahaan lain.
c) Mengijinkan pihak lain menggunakan perusahaan untuk kegiatan
usaha pihak lain.
d) Merubah bentuk atau status hukum perusahaan, merubah Anggaran
Dasar Perusahaan, memindahtangankan resipis atau saham
perusahaan baik antara pemegang saham maupun kepada pihak
lain.
e) Membayar hutang perusahaan kepada pemegang saham.
f) Membagikan deviden atau keuntungan usaha (laba) dalam bentuk
apapun juga kepada pemegang saham.
g) Memberikan pinjaman kepada siapapun juga, termasuk kepada para
pemegang saham, kecuali jika pinjaman tersebut diberikan dalam
rangka transaksi dagang yang berkaitan langsung dengan
usahanya.
h) Menerima pinjaman dari pihak lain, kecuali jika pinjaman tersebut
diterima dalam rangka transaksi dagang yang berkaitan dengan
usahanya.
i) Melakukan lease dari perusahaan leasing.
j) Melakukan akuisisi/ pengambilalihan asset milik pihak ketiga.
k) Membuka Kantor Cabang atau Perwakilan Baru, atau membuka
usaha baru selain usaha yang telah ada.
l) Mengikatkan diri sebagai Penjamin (borg), menjaminkan harta
kekayaan dalam bentuk dan maksud apapun kepada pihak lain.
m) Membubarkan perusahaan atau minta dinyatakan pailit.
n) Merubah susunan pengurus, direksi dan komisaris perusahaan.
Ketentuan dalam pasal ini memberikan batasan terhadap tindakan
penerima kredit supaya dalam hal – hal yang terkait dengan ketentuan
pasal tersebut penerima kredit harus mndapapatkan ijin terlebih dahulu
dari pihak bank. ketentuan ini memberikan perlindungan terhadar bank
dari tindakan yang dilakukan oleh penerima kredit yang sifatnya dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
mempengaruhi kemampuan penerima kredit untuk mengembalikan
hutangnya.
Ketentuan Pasal 22 ayat (2) yang menyatakan bahwa penerima kredit
menyetujui bahwa apabila terjadi kejadian cidera janji atau wanprestasi
maka bank secara sepihak dapat :
a) Melakukan penyelamatan dan penyelesaian kredit sebagaimana
dimaksud dalam Perjanjian Kredit.
b) Menolak penarikan kredit dan/atau mengakhiri jangka waktu kredit
sebagaiman dimaksud dalam Perjanjian Kredit.
Ketentuan pasal ini memberikan hak kepada bank untuk melakukan
penyelesaian kredit sesuai dengan yang ditetapkan dalam perjanjian
kredit. Hal ini dilakukan oleh bank untuk menghindari risiko dana bank
tidak dikembalikan oleh penerima kredit.
13) Ketentuan Pasal 23 perjanjian kredit yang menyatakan bahwa bank
secara otomatis dapat membatalkan dan menolak penarikan sisa saldo
maksimum kredit apabila kondisi penerima kredit menurun menjadi
Kurang Lancar, Diragukan, atau Macet. Hal ini dilakukan untuk
melindungi bank dari kemungkinan kredit yang diberikan tidak
dikembalikan oleh penerima kredit sehingga kredit tersebut menjadi
kredit macet.
14) Ketentuan Pasal 24 ayat (1) perjanjian kredit yang menyatakan bahwa
menyimpang dari jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian
kredit, bank dapat mengakhiri jangka waktu kredit dengan
mengesampingkan ketentuan Pasal 1266 dan 1267 KUH Perdata,
sehingga penerima kredit wajib membayar lunas seketika dan sekaligus
seluruh Hutangnya dalam tenggang waktu yang ditetapkan oleh bank
kepada penerima kredit, apabila penerima kredit dinyatakan cidera janji
(wanprestasi). Pasal 1266 KUH Perdata mengatur mengenai syarat batal
yang dianggap selalu dicantumkan apabila salah satu pihak melakukan
wanprestasi, pembatalan harus dimintakan pada hakim. Pasal 1267 KUH
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Perdata menyatakan bahwa pihak terhadap siapa perikatan tidak
dipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan,
akan memaksa pihak yang kain untuk memenuhi perjanjian, ataukah ia
akan menuntut pembatalan perjanjian, disertai penggantian biaya
kerugian dan bunga. Pasal 24 ayat (1) perjanjian kredit tersebut
memberikan hak kepada bank untuk mengakhiri jangka waktu kredit dan
memerintahkan kepada penerima kredit untuk segera melunasi
hutangnya sampai batas waktu yang telah ditentukan. Hal ini dilakukan
untuk menjamin penerima kredit segera membayar hutangnya kepada
bank.
15) Ketentuan Pasal 24 ayat (2) perjanjian kredit yang menyatakan bahwa
apabila setelah berakhirnya jangka waktu kredit karena sebab apapun
juga dan menurut pertimbangan bank, penerima kredit tidak melunasi
hutangnya berdasarkan perjanjian kredit, bank berhak mengambil
tindakan hukum dengan cara apapun dan melaksanakan haknya
berdasarkan perjanjian kredit dan atau dokumen jaminan yang
merupakan satu kesatuan dan bagian yang tak terpisahkan dengan
Perjanjian Kredit. Ketentuan pasal ini melindungi bank dari risiko
bahwa setelah perjanjian kredit jatuh tempo penerima kredit tidak
membayar hutangnya, maka bank dapat mengambil tindakan hukum
untuk menuntut pemenuhan kewajiban penerima kredit.
16) Ketentuan Pasal 25 ayat (1) perjanjian kredit yang menyatakan bahwa
dalam rangka pengawasan, bank berwenang melakukan hal-hal sebagai
berikut :
a) Melakukan pengawasan, dan atau pemeriksaan secara berkala
terhadap penggunaan kredit oleh penerima kredit
b) Meminta keterangan tentang perusahaan penerima kredit baik
secara langsung maupun melalui pihak lain.
c) Memeriksa pembukuan penerima kredit.
d) Memeriksa perusahaan dan obyek-obyek usaha penerima kredit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
e) Menugaskan suatu konsultan atau pihak lain untuk melakukan
pengawasan dan memberikan nasehat berkaitan dengan
pengelolaan perusahaan penerima kredit.
Ketentuan pasal ini memberikan hak kepada bank untuk melakukan hal
– hal tersebut di atas selama perjanjian kredit berlangsung. Hal
bertujuan untuk mengetahui keadaan penerima kredit sehingga bank
menanalisis kemampuan penerima jaminan untuk membayar hutangnya.
Ketentuan Pasal 25 ayat (2) perjanjian kredit yang menyatakan bahwa
dalam rangka penyelamatan dan penyelesaian kredit, bank berwenang
melakukan hal-hal sebagai berikut:
a) Melakukan tindakan-tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
Pasal 25.
b) Menempatkan petugas bank pada perusahaan penerima kredit.
c) Menugaskan suatu konsultan atau pihak lain untuk melakukan
pengelolaan perusahaan penerima kredit, bila menurut
pertimbangan bank, penerima kredit sudah diragukan
kemampuannya untuk menyelesaikan kredit.
d) Sewaktu-waktu bank dapat mengambil alih manajemen perusahaan
penerima kredit dan atau tindakan-tindakan lain bilamana menurut
pertimbangan bank, penerima kredit sudah diragukan
kemampuannya untuk menyelesaikan kredit.
e) Melakukan penyertaan modal sementara pada perusahaan penerima
kredit dengan mengkonversikan jumlah Hutang denganketentuan
dan syarat-syarat yang akan ditetapkan kemudian.
f) Menggunakan jasa pihak ketiga untuk melakukan penagihan
pelunasan Hutang, apabila dianggap perlu oleh bank.
g) Mengeksekusi dan melaksanakan hak-hak bank atas agunan
sebagaimana dimaksud Pasal 16 Perjanjian Kredit ini, termasuk
akan tetapi tidak terbatas untuk mengumumkan nama penerima
kredit berikut agunannya, apabila menurut penilaian bank,
penerima kredit tidak dapat melaksanakan pembayaran hutangnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
h) Melakukan tindakan-tindakan dan upaya-upaya hukum lainnya
yang dianggap perlu oleh bank sebagai upaya penyelamatan dan
penyelesaian Kredit, baik yang dilakukan sendiri oleh bank maupun
oleh pihak ketiga yang ditunjuk bank.
Ketentuan tersebut diatas dilakukan bank apabila penerima kredit telah
melakukan wanprestasi terhadap perjanjian kredit yang dibuat. Bank
kemudian melakukan upaya penyelamatan dan penyelesaian kredit
dalam pasal tersebut dengan tujuan untuk menjamin dana bank kembali.
Ketentuan Pasal 26 ayat (1) perjanjian kredit yang menyatakan bahwa
bank setiap saat berdasarkan pertimbangannya sendiri dan tanpa perlu
mendapat persetujuan terlebih dahulu dari penerima kredit, berhak untuk
mengalihkan tagihan/ piutang bank kepada penerima kredit yang timbul
berdasarkan perjanjian kredit ini kepada pihak lain yang ditetapkan oleh
bank, dan untuk keperluan tersebut penerima kredit dengan ini
menyetujui dan memberikan kewenangan bank untuk memberikan
setiap informasi berkenaan dengan penerima kredit yang dibutuhkan
dalam rangka pengalihan tersebut, kepada pihak yang berminat.
Ketentuan ini sangat menguntungkan bagi bank, kerena bank
mempunyai kuasa untuk mengalihkan kredit dan dari hasil pengalihan
kredit kepada pihak lain maka hutang penerima kredit dibayar lunas oleh
pihak yang mengambil alih hutang tersebut.
Berdasarkan analisis terhadap pasal – pasal yang terdapat dalam
perjanjian kredit tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kepentingan
pihak bank dalam hal ini PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama
Surakarta sangat dilindungi. Hal ini dilakukan dengan tujuan supaya bank
terhindar dari risiko yaitu dana bank tidak dikembalikan oleh penerima
kredit.
c. Eksekusi barang jaminan
Eksekusi barang jaminan dilakukan dalam hal terjamin (nasabah) tidak
bersedia mengubah perjanjian bank garansi menjadi perjanjian kredit. Hal ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
berdasarkan ketentuan Pasal 9 PPGB yang menyatakan bahwa jika sampai
batas waktu 15 (lima belas) hari terjamin belum melunasi kewajibannya kepada
bank, sedangkan dana yang terdapat dalam rekening terjamin tidak mencukupi,
maka terjamin dinyatakan lalai sehingga karenanya tidak diperlukan adanya
juru sita dan surat pemberitahuan lain yang bersifat demikian, bank dapat
segera melaksanakan hak-haknya untuk mengeksekusi barang – barang
jaminan.
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Beni Indrawan selaku pengganti
sementara Penyelia unit Dalam Negeri dan Kliring, hari Senin tanggal 11 Juli
2011 pukul 10.00 WIB, diperoleh keterangan bahwa pelaksanaan eksekusi
barang jaminan tidak dapat dilakukan sendiri oleh PT Bank Negara Indonesia
Cabang Utama Surakarta. Pihak bank harus mengajukan permohonan eksekusi
kepada Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN). Hasil eksekusi
barang jaminan digunakan untuk membayar hutang nasabah beserta bunganya
kepada bank. Apabila terdapat sisa hasil penjualan barang jaminan, maka sisa
tersebut diserahkan kepada nasabah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Beni Indrawan selaku
pengganti sementara Penyelia unit Dalam Negeri dan Kliring PT BNI Cabang
Utama Surakarta, hari Senin tanggal 11 Juli 2011 pukul 10.10 WIB, diperoleh
hasil bahwa BNI Cabang Utama Surakarta tidak menangani prosedur
permohonan eksekusi barang jaminan. Prosedur permohonan eksekusi barang
jaminan dilakukan oleh PT BNI Cabang Sebelas Maret. PT BNI Cabang Utama
Surakarta melakukan kegiatan sebatas terkait dengan Administrasi Kredit,
dalam hal ini salah satunya adalah menerbitkan bank garansi. Sedangkan PT
BNI Cabang Sebelas Maret merupakan Sentra Kredit Kecil yang salah satu
kegiatannya adalah mengajukan permohonan eksekusi barang jaminan kepada
Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN).
Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh dari Bapak Beni Indrawan
selaku pengganti sementara Penyelia unit Dalam Negeri dan Kliring dapat
disimpulkan bahwa upaya hukum yang dilakukan PT Bank Negara Indonesia
Cabang Utama Surakarta apabila terjamin wanprestasi terhadap perjanjian bank
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
garansi adalah sebagi berikut. Upaya yang pertama adalah penggantian. Hal ini
dilakukan dengan cara mencairkan rekening terjamin yang digunakan sebagai
jaminan. Upaya kedua adalah pengubahan perjanjian bank garansi menjadi
perjanjian kredit. Hal ini dilakukan apabila terjamin setuju untuk membuat
perjanjian kredit dengan pihak bank. Upaya yang ketiga adalah dengan
mengeksekusi barang jaminan. Hal ini dilakukan apabila terjamin tidak
bersedia untuk mengubah perjanjian bank garansi menjadi perjanjian kredit.
Permohonan eksekusi barang jaminan bukan menjadi tugas PT Bank Negara
Indonesia Cabang Utama Surakarta, melainkan dilakukan oleh PT Bank
Negara Indonesia Cabang Sebelas Maret.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai upaya hukum
yang dilakukan bank apabila terjamin wanprestasi dalam perjanjian bank garansi
di PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta, dapat diambil simpulan
sebagai beriukut :
1. Prosedur pemberian bank garansi di PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama
Surakarta dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu pemberian bank garansi
dengan jaminan full cover dan pemberian bank garansi dengan jaminan tidak
full cover. Bank garansi dengan jaminan full cover berarti jaminan berupa
rekening mempunyai nominal yang sama atau lebih dari jumlah bank garansi
yang diminta. Sedangkan bank garansi dengan jaminan tidak full cover berarti
nominal rekening nasabah tidak cukup untuk mengcover jumlah bank garansi
yang diminta sehingga diperlukan jaminan tambahan berupa aset nasabah
sesuai yang disebutkan dalam Perjanjian Penerbitan Bank Garansi (PPGB).
Dalam pemberian bank garansi dengan jaminan full cover diperlukan analisis
dari analis kredit untuk menilai jaminan yang diberikan nasabah. Penerbitan
bank garansi oleh PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama Surakarta yang
diatur dalam Pedoman dan Kebijakan Kredit Retail Market telah sesuai dengan
syarat – syarat penerbitan bank garansi yang terdapat dalam Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia Nomor 11/110/Kep./Dir/UPPB tentang Pemberian
Jaminan oleh Bank dan Pemberian Jaminan oleh Lembaga Keuangan NonBank
serta Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: SE 11/11 Perihal Pemberian
Jaminan oleh Bank dan Pemberian Jaminan oleh Lembaga Keuangan
NonBank.
2. Upaya hukum yang dilakukan PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama
Surakarta apabila terjamin wanprestasi dalam perjanjian bank garansi meliputi
penggantian, pengubahan perjanjian bank garansi menjadi perjanjian kredit,
dan eksekusi barang jaminan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
B. Saran
1. Pemberian bank garansi di PT Bank Negara Indonesia Cabang Utama
Surakarta sebaiknya diarahkan untuk dijamin dengan jaminan full cover. Hal
ini untuk mengantisipasi apabila terjamin melakukan wanprestasi terhadap
perjanjian bank garansi, maka bank secara langsung dapat mencairkan rekening
untuk memperoleh penggantian dana senilai dengan yang digunakan pada saat
membayar klaim kepada penerima jaminan.
2. Perlu lebih ditekankan dalam Perjanjian Penerbitan Bank Garansi (PPGB) yang
memuat tentang persetujuan terjamin untuk mengubah perjanjian bank garansi
menjadi perjanjian kredit apabila terjamin melakukan wanprestasi. Hal ini
bertujuan untuk menghindari eksekusi barang jaminan yang akan menambah
biaya yang dikeluarkan oleh pihak bank karena bank tidak dapat melakukan
eksekusi sendiri melainkan harus mengajukan permohonan eksekusi kepada
Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN).