Upaya Hukum

13
UPAYA-UPAYA HUKUM Upaya hukum adalah upaya yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atau badan hukum untuk dalam hal tertentu melawan putusan Hakim. Upaya hukum merupakan suatu tahapan dalam proses beracara di Pengadilan untuk memperbaiki putusan, yaitu langkah-langkah apa yang dapat dilakukan oleh para pihak manakala ia tidak puas terhadap putusan pengadilan. Dalam hukum perdata dikenal dua macam upaya hukum yaitu upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Perbedaan antara keduanya antara lain bahwa pada azasnya upaya hukum biasa mengangguhkan eksekusi, sedangkan upaya hukum luar biasa tidak menangguhkan eksekusi. Upaya hukum biasa antara lain : 1. Verzet (Perlawanan terhadap putusan verstek) 2. Banding 3. Kasasi 4. Prorogasi Sedangkan upaya hukum luar biasa adalah : 1. Peninjauan Kembali 2. Denderverzet (Perlawanan pihak ketiga terhadap sita eksekutorial) Upaya Hukum Biasa

Transcript of Upaya Hukum

Page 1: Upaya Hukum

UPAYA-UPAYA HUKUM

Upaya hukum adalah upaya yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atau

badan hukum untuk dalam hal tertentu melawan putusan Hakim. Upaya hukum merupakan suatu

tahapan dalam proses beracara di Pengadilan untuk memperbaiki putusan, yaitu langkah-langkah

apa yang dapat dilakukan oleh para pihak manakala ia tidak puas terhadap putusan pengadilan.

Dalam hukum perdata dikenal dua macam upaya hukum yaitu upaya hukum biasa dan upaya

hukum luar biasa. Perbedaan antara keduanya antara lain bahwa pada azasnya upaya hukum

biasa mengangguhkan eksekusi, sedangkan upaya hukum luar biasa tidak menangguhkan

eksekusi.

Upaya hukum biasa antara lain :

1. Verzet (Perlawanan terhadap putusan verstek)

2. Banding

3. Kasasi

4. Prorogasi

Sedangkan upaya hukum luar biasa adalah :

1. Peninjauan Kembali

2. Denderverzet (Perlawanan pihak ketiga terhadap sita eksekutorial)

Upaya Hukum Biasa

1. Verzet

Adalah upaya hukum terhadap putusan verstek, yaitu putusan yang dijatuhkan

dalam kasus tidak hadirnya tergugat di persidangan walau sudah dipanggil secara patut.

Perlawanan (verzet) terhadap putusan verstek mengandung arti bahwa tergugat berusaha

melawan putusan verstek / tergugat mengajukan perlawanan terhadap putusan verstek.

Tujuannya, agar terhadap putusan itu di lakukan pemeriksaan ulang secara menyeluruh

Page 2: Upaya Hukum

sesuai dengan proses pemeriksaan kontradiktor dengan permohonan agar

putusan verstek di batalkan, sekaligus supaya gugatan penggugat ditolak.

Dalam proses pemeriksaan perlawanan atau verzet, terdapat beberapa landasan

hukum yang harus dipenuhi, antara lain : Perlawanan (verzet) harus diajukan kepada

Pengadilan Negeri yang menjatuhkan putusan verstek; Diajukan oleh tergugat sendiri

atau kuasanya; Disampaikan kepada PN yang menjatuhkan putusan verstek dalam

dengan batas tenggang waktu yang ditentukan pasal 129 ayat (2) HIR; Ditujukan kepada

putusan verstek tanpa menarik pihak lain, selain daripada penggugat semula.

2. Banding

Banding merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah

satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan

Negeri. Para pihak mengajukan banding bila merasa tidak puas dengan isi putusan

Pengadilan Negeri kepada Pengadilan Tinggi melalui Pengadilan Negeri dimana

putusan tersebut dijatuhkan.

Pada dasarnya, terhadap setiap putusan akhir pengadilan Negeri dapat dimintakan

banding kecuali UU menentukan lain. Akan tetapi, ada juga putusan pengadilan

negeri yang tidak bisa di banding, yaitu berupa :

Putusan sela

Putusan perdamaian

Penetapan

Urutan banding menurut pasal 21 UU No 4/2004 jo. pasal 9 UU No 20/1947

mencabut ketentuan pasal 188-194 HIR, yaitu:

ada pernyataan ingin banding

panitera membuat akta banding

dicatat dalam register induk perkara

pernyataan banding harus sudah diterima oleh terbanding paling lama 14

hari sesudah pernyataan banding tersebut dibuat.

Page 3: Upaya Hukum

 pembanding dapat membuat memori banding, terbanding dapat

mengajukan kontra memori banding.

Dalam tingkat banding, pihak yang mengajukan banding boleh membuat memori

banding, namun memori banding tersebut tidak merupakan suatu kewajiban. Memori

banding diperlukan untuk menentukan kasus bagi hakim. Selanjutnya, dalam tingkat

banding, hakim tidak boleh mengabulkan lebih dari yang dituntut. Berarti hakim

harus membiarkan putusan hakim tingkat pertama sepanjang tidak dibantah dalam

tingkat banding.

Permohonan banding dapat diajukan dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah

putusan diucapkan, atau setelah diberitahukan, dalam hal putusan tersebut diucapkan

diluar hadir. Terhadap permohonan banding yang diajukan melampaui tenggang

waktu tersebut diatas, tetap dapat diterima dan dicatat dengan membuat surat

keterangan Panitera, bahwa permohonan banding telah lampau.

Pernyataan banding dapat diterima, apabila panjar biaya perkara banding yang

ditentukan dalam SKUM oleh Pengadilan tingkat Pertama, telah dibayar lunas.

Apabila panjar biaya banding yang telah dibayar lunas, maka Pengadilan wajib

membuat akta pernyataan banding, dan mencatat permohonan banding tersebut dalam

Register Induk Perkara Perdata dan Register Banding.

Permohonan banding dalam waktu 7 (tujuh) hari harus telah disampaikan kepada

lawannya. Tanggal penerimaan memori dan kontra memori banding harus dicatat, dan

salinannya disampaikan kepada masing-masing lawannya, dengan membuat relas

pemberitahuan/ penyerahannya.

Sebelum berkas perkara dikirim ke pengadilan tinggi harus diberikan kesempatan

kepada kedua belah untuk mempelajari/memeriksa berkas perkara (inzage)

dan  dituangkan dalam Relaas. Dan dalam waktu 30 hari sejak permohonan banding

diajukan, berkas banding berupa berkas A dan B harus sudah dikirim ke Pengadilan

Tinggi.

Page 4: Upaya Hukum

Pencabutan permohonan banding diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang

ditandatangani oleh pembanding (harus diketahui oleh prinsipal apabila permohonan

banding diajukan oleh kuasanya) dengan menyertakan akta panitera. Pencabutan

permohonan banding harus segera dikirim oleh Panitera ke Pengadilan Tinggi disertai

akta pencabutan yang ditandatangani oleh Panitera.

3. Kasasi

Kasasi merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah

satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan

Tinggi. Para pihak dapat mengajukan kasasi bila merasa tidak puas dengan isi

putusan Pengadilan Tinggi kepada Mahkamah Agung.

Kasasi berasal dari perkataan “casser” yang berarti memecahkan atau

membatalkan, sehingga bila suatu permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan

dibawahnya  diterima oleh Mahkamah Agung, maka berarti putusan tersebut

dibatalkan oleh Mahkamah Agung karena dianggap mengandung kesalahan dalam

penerapan hukumnya.

Pemeriksaan kasasi hanya meliputi seluruh putusan hakim yang mengenai hukum,

jadi tidak dilakukan pemeriksaan ulang mengenai duduk perkaranya sehingga

pemeriksaaan tingkat kasasi tidak boleh/dapat dianggap sebagai pemeriksaan tinggak

ketiga.

Alasan mengajukan kasasi menurut pasal 30 UU No. 14/1985 antara lain :

Tidak berwenang atau melampaui batas kewewenang

Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.

Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan

perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya

putusan yang bersangkutan.

Permohonan kasasi harus sedah disampaikan dalam jangka waktu 14 hari setelah

putusan atau penetepan pengadilan yang dimaksud diberitahukan kepada Pemohon

(pasal 46 ayat(1) UU No. 14/1985), bila tidak terpenuhi maka permohonan kasasi

tidak dapat diterima.

Page 5: Upaya Hukum

Prosedur dalam mengajukan kasasi sendiri yaitu permohonan kasasi disampaikan

oleh pihak yang berhak baik secara tertulis atau lisan kepada Panitera Pengadilan

Negeri yang memutus perkara tersebut dengan melunasi biaya kasasi. Pengadilan

Negeri akan mencatat permohonan kasasi dalam buku daftar, dan hari itu juga

membuat akta permohonan kasasi yang dilampirkan pada berkas paling lambat 7 hari

setelah permohonan kasasi didaftarkan panitera Pengadilan Negeri memberitahukan

secara tertulis kepada pihak lawan. Dalam tenggang waktu 14 hari setelah

permohonan kasasi dicatat dalam buku daftar pemohon kasasi wajib membuat

memori kasasi yang berisi alasan-alasan permohonan kasasi. Panitera Pengadilan

Negeri menyampaikan salinan memori kasasi pada lawan paling lambat 30 hari.

Pihak lawan berhak mengajukan kontra memori kasais dalam tenggang waktu 14 hari

sejak tanggal diterimanya salinan memori kasasi. Setelah menerima memori dan

kontra memori kasasi dalam jangka waktu 30 hari Panitera Pengadilan Negeri harus

mengirimkan semua berkas kepada Mahkamah Agung.

4. Prorogasi

Adalah upaya hukum berdasarkan suatu persetujuan bersama antara kedua belah

pihak dengan menggunakan suatu akta, untuk mengajukan perkara tersebut kepada

pengadilan yang sesungguhnya tidak berwenang memeriksa perkara tersebut, yaitu

kepada pengadilan tingkat banding atau pengadilan tinggi. Dalam hal prorogasi,

pengadilan tinggi bertindak sebagai badan peradilan pada tingkat pertama. Oleh

karena itu pengadilan tinggi yang memeriksa dalam prorogasi itu memeriksa dan

memutus dalam tingkat pertama dan terakhir, sehingga putusannya hanya dapat

dimintakan kasasi.  Pengaturan mengenai prorogasi terdapat dalam pasal 324 – pasal

326 Rv.

Page 6: Upaya Hukum

Upaya Hukum Luar Biasa

1. Peninjauan Kembali

Peninjauan Kembali, dahulu dikenal dengan istilah herziening, adalah Upaya

Hukum Istimewa., yang bermaksud hendak merubah putusan yang tidak dapat

dirubah lagi. Disinilah letak ke-istimewaaannya dimana upaya peninjauan kembali

bermaksud merubah isi suatu putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.

Karena melalui lembaga PK terhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum,

terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan Permintaan Peninjauan Kembali

kepada Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Negeri yang memutus dalam

tingkat pertama. Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan secara lisan maupun

tulisan. Kemudian, Pengadilan Negeri yang bersangkutan akan memberitahukan

secepatnya dengan memberikan atau mengirimkan salinan permohonan peninjauan

kembali  tersebut kepada pihak lawan dari pemohon. Permohonan Peninjauan

Kembali dalam perkara perdata diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 1

Tahun 1982 yang merupakan penyempurnaan dari Peraturan Mahkamah Agung No. 1

Tahun 1980.

Permohonan PK hanya dapat dilakukan berdasarkan alasan-alasan :

Apabila putusan didasarkan kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan

yang diketahui setelah perkara diputus, atau didasarkan pada bukti-bukti

yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu

Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat

menentukan, yang pada waktu perkara diperiksa tidak ditemukan (novum),

Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut /lebih daripada

yang dituntut

Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputuskan tanpa

dipertimbangkan sebab-sebabnya

Page 7: Upaya Hukum

Apabila terhadap perkara yang mana telah diberikan putusan yang

bertentangan satu sama lain

Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilapan hakim/suatu

kekeliruan yang nyata.

Akibat hukum yang timbul sehubungan dengan putusan MA dalam perkara PK:

Dalam hal MA mengabulkan permohonan PK, maka putusan yang

dimohonkan PK dibatalkan, selanjutnya MA memeriksa dan memutus sendiri

perkara itu,

MA akan menolak permohonan PK jika permohonan itu tidak beralasan

2. Denderverzet (Perlawanan pihak ketiga terhadap sita eksekutorial)

Pada dasarnya suatu putusan itu hanyalah mengikat para pihak yang berperkara

dan tidak mengikat pihak ketiga (pasal 1917 BW). Namun apabila pihak ketiga

merasa hak-hak nya dirugikan oleh suatu putusan, maka ia dapat mengajukann

perlawanan terhadap putusan tersebut. Perlawanan ini diajukan kepada hakim yang

menjatuhkan putusan dan dilakukan dengan menggugat para pihak yang bersangkutan

secara biasa. Perlawanan pihak ketiga ini dapat dilakukan terhadap :

Sita jaminan, ketika proses persidangan masih berlangsung

Sita eksekutorial, terhadap putusan yang telah berkekuatan tetap.

Di dalam pasal 195 (6), (7) dan pasal 207-208 HIR, mengatur tentang

perlawanan/bantahan terhadap sita eksekutorial. Sedangkan perlawanan/bantahan

terhadap sita jaminan tidak diatur dalam HIR.

Pihak ketiga dapat mengajukan perlawanan secara lisan maupun tertulis.

Perlawanan tidak menangguhkan eksekusi oleh karena itu perlawanan tidak boleh

diajukan terlambat, bila terlambat akan tidak berhasil dan dinyatakan tidak dapat

Page 8: Upaya Hukum

diterima. Eksekusi terhadap upaya hukum luar biasa tidak dapat ditangguhkan tetapi

bisa diminta untuk dihentikan dengan permohonan.

Pihak ketiga yang akan melakukan perlawanan terhadap suatu putusan tidaklah

cukup hanya mempunyai kepentingan saja, tetapi harus benar-benar telah dirugikan

hak-haknya. . Selain itu, harus juaga dibuktikan mengenai adanya permohonan dari

pihak ketiga tersebut.

Page 9: Upaya Hukum

RESUME MENGENAI UPAYA-UPAYA HUKUM

Hukum Acara Perdata

Tommy Andryan

NPM : 110110120087

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2014