UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2...

92
1 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng Jakarta) Oleh MA’MUN NIM. 0032118712 JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA FAKULTAS USULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1428 H/2007 M

Transcript of UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2...

Page 1: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

1

UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng Jakarta)

Oleh

MA’MUN NIM. 0032118712

JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA FAKULTAS USULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1428 H/2007 M

Page 2: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

2

UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng Jakarta)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai

Gelar Sarjana Teologi Islam

Oleh

Ma’mun NIM. 0032118712

Di bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. H. Roswen Dja’far Dra. Hj. Hermawati, M.A NIP. 150 022 782 NIP. 150 227 408

JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA FAKULTAS USULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1428 H/2007 M

Page 3: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

3

KATA PENGANTAR بسم اهللا الرحمن الرحيم

Segala puja dan puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt.

yang telah memberikan kekuatan iman dan Islam, taufiq, hidayah serta inayah-

Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat dan salam

senantiasa tercurahkan kepada Baginda Nabi Besar Muhammad Saw. yang telah

memberikan cahaya dan fatwa kepada seluruh ummatnya hingga akhir zaman. Syukur dengan mengucap al-hamdulillah, dan dengan usaha maksimal

dan tekad yang bulat serta dorongan yang kuat dari saudara-saudaraku tercinta dan

kedua orang tua, akhirnya penulisan skripsi ini dapat penulis selesaikan, walaupun

tentunya hambatan dan rintangan senantiasa menanti silih berganti. Atas izin

Allah Swt. semua kesulitan dan hambatan dapat diatasi, sehingga hasil usaha dan

jerih payah ini dapat disajikan sebagaimana yang ada di hadapan pembaca.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum mencapai ukuran sempurna.

Untuk itu sumbangsih dan pemikiran, kritik dan saran yang konstruktif dari

pembaca sangat penulis harapkan. Disadari sepenuhnya dengan kerendahan hati, bahwa penulisan skripsi ini

tidak terlepas dari berbagai pihak yang turut membantu dengan rela berpartisipasi

dalam membantu proses penulisan skripsi ini dari awal hingga selesai, maka

sudah sepantasnya penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya

dan mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Dr. M. Amin Nurdin, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan

Filsafat beserta staf dan Bapak Drs. H. Roswen Dja’far, sebagai pembimbing I

Page 4: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

4

dan Dra. Hj. Hermawati, M.A sebagai pembimbing II atas kebijaksanaannya

dalam memberikan tugas kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak dan Ibu Dosen di lingkungan fakultas Ushuluddin dan Filsafat jurusan

Perbandingan Agama yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama

kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Pimpinan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ushuluddin

dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta staf yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk memanfaatkan dan meminjam

buku-buku yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini.

4. Bapak Suddhi Citto, selaku Bhante/Bikkhu Vihara Buddha Metta Arama

Menteng, Jakarta yang telah memberikan data dan kontribusinya dalam rangka

penyelesaian skripsi ini.

5. Kakak dan adik-adikku tercinta Hendar & Ali serta teman-teman satu

perjuangan seperti Topan & Bezho yang telah membantu penulis dalam

memberikan semangat dan motivasinya demi terselesaikannya skripsi ini.

6. Ayah dan Ibunda tercinta (Bapak Marhadi dan Umi Sunaiyah) yang senantiasa

berusaha dan berdoa serta mendidik penulis dengan penuh tanggungjawab dan

selalu memberikan bantuan baik moril maupun materil.

7. Sanak famili dan handai taulan serta rekan mahasiswa fakultas Ushuluddin

dan Filsafat, khususnya jurusan Perbandingan Agama angkatan 2000 dan

semua pihak yang telah memberikan bantuan dengan suka rela dalam

penyelesaian skripsi ini.

Page 5: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

5

Walaupun demikian, banyaknya pihak yang telah berjasa dalam

penyelesaian skripsi ini, bukan berarti kepada mereka pertanggungjawaban

dibebankan, akan tetapi penulislah yang bertanggung jawab sepenuhnya, baik

yang menyangkut kekhilafan maupun kekurangan-kekurangannya. Akhirnya hanya kepada Allah Swt. penulis serahkan segalanya, semoga

jasa dan bantuan semua pihak yang diberikan kepada penulis menjadi pemberat

timbangan amal kebaikan di akhirat kelak. Mudah-mudahan usaha kecil penulis

melalui tulisan ini dapat membawa manfaat, baik bagi penulis sendiri maupun

bagi pembaca pada umumnya. Amin ya rabb al-‘alamin.

01 Pebruari 2007 M Jakarta, 13 Muharram 1428 H

Penulis

Page 6: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

6

DAFTAR ISI Halaman Judul

KATA PENGANTAR ...........................................................i DAFTAR ISI .....................................................................iv

BAB I : PENDAHLUAN A. Latar Belakang Masalah ...............................................................1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...........................................5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .................................................6

D. Metodologi Penelitian ..................................................................7

E. Sistematika Penyusunan ...............................................................8

BAB II : RUANG LINGKUP PERAYAAN KATHINA A. Pengertian Kathina .......................................................................10

B. Sejarah Timbulnya Kathina ..........................................................13

C. Manfaat Perayaan Kathina ...........................................................18

D. Persembahan Dana Dalam Kathina ..............................................23

BAB III : VIHARA BUDDHA - METTA ARAMA MENTENG - JAKARTA A. Sejarah Singkat Vihara Buddha Metta Arama .............................29

B. Peran dan Fungsi Vihara Buddha Metta Arama ..........................31

C. Aktivitas Dalam Vihara Buddha Metta Arama ............................35

D. Arti Simbol Dalam Vihara Buddha Metta Arama .......................39

BAB IV : PELAKSANAAN UPACARA KATHINA DI VIHARA

Page 7: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

7

BUDDHA METTA ARAMA MENTENG JAKARTA A. Persiapan Upacara Kathina ..........................................................46

B. Tata Cara Upacara Kathina ..........................................................49

C. Tujuan Upacara Kathina ..............................................................52

D. Kandungan Makna Dalam Upacara Kathina ................................55

E. Analisa Kritis ...............................................................................61

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ..................................................................................67

B. Saran-saran ...................................................................................68

DAFTAR ISTILAH BUDDHA .................................................71 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................72

LAMPIRAN-LAMPIRAN ......................................................74

Page 8: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan manusia, religi merupakan unsur yang teramat penting.

Hal ini disebabkan karena religi telah mengambil tempat yang teramat besar

dalam jiwa manusia. Kurft mengatakan bahwa kepercayaan adalah urusan hati,

menyita seluruh hidup, berakar dalam jiwa manusia sebagai keseluruhan dengan

segala ungkapan yang banyak seginya.1 Dengan kepercayaan yang dimiliki,

manusia menjawab pertanyaan yang timbul sebagai akibat dari berbagai

pengalaman yang tidak dapat dimengerti, pengalaman yang timbul dalam

konfrontasi dengan alam dan dalam kehidupan pribadi dan sekitarnya.

Pertanyaan-pertanyaan yang timbul dan terkadang tidak dapat dijawab misalnya

adalah masalah upacara yang berkaitan erat dengan kepercayaan manusia. Kepercayaan bagi manusia menjadi suatu pegangan dalam meyakini

sebuah upacara yang sifatnya mungkin bisa dikatakan supranatural yang berada di

luar batas pemikirannya. Suparlan mengatakan bahwa kepercayaan merupakan

suatu sistem keyakinan yang dianut dan tindakan-tindakan yang diwujudkan

dalam suatu masyarakat dalam menginterpretasi atau memberi respon terhadap

apa yang dirasakan dan diyakini sebagai sesuatu yang gaib dan suci.2 Pandangan

1A.C. Kruyt, Keluarga Dari Agama Suku Masuk ke Agama Kristen, (Jakarta : BPK

Gunung Mulia, 1976), h. 76 2Ronald Robert (ed), Agama; Dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis, (Jakarta :

Rajawali Press, 1988), h. v - vi

Page 9: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

9

terhadap adanya suatu dunia yang gaib dan suci yang sifatnya supranatural itu

adalah sesuatu yang universal dalam setiap kepercayaan yang dimiliki manusia

yang selanjutnya kepercayaan ini dapat diwujudkan dalam bentuk berbagai

aktivitas upacara. Aktivitas dan tindakan religius tersebut yang diperagakan pada suatu

upacara merupakan usaha manusia untuk berkomunikasi dengan Tuhan, dewa-

dewa dan penghuni-penghuni dunia gaib lainnya. Tindakan-tindakan religius itu

sendiri memang cenderung bersifat simbolis, sehingga dalam upacara itu

dipahami dengan simbol-simbol. Hal tersebut pada dasarnya menguatkan dan

membuat suatu kepercayaan menjadi nyata. Dalam hal ini C. Greetz

mengemukakan pendapatnya sebagai berikut : Agama adalah suatu sistem simbol yang berlaku untuk menetapkan

suasana-suasana hati dan motivasi-motivasi yang kuat dan tahan lama dalam diri manusia, dengan merumuskan konsep-konsep tentang suatu tatanan umum, eksistensi dan membungkus konsep-konsep itu dengan aura faktualitas, sehingga suasana-suasana hati dan motivasi-motivasi itu tampak

nyata.3

Upacara dengan segala perlengkapannya senantiasa mewujudkan emosi

keagamaan yang menjadi perhatian anggota masyarakat. Penyelenggaraan

upacara, selain berfungsi komunikatif juga dapat mensosialisasikan norma-norma

dan nilai-nilai yang diajarkan oleh sistem kepercayaan. Sosialisasi memang dapat

ditempuh dengan berbagai cara, tetapi upacara bersama adalah suatu cara yang

mempercepat terjadinya sosialisasi. Hal ini bukan saja menampilkan materi dan

tahap-tahap upacara, melainkan terkandung di dalamnya ungkapan-ungkapan

3C. Greezt, Kebudayaan dan Agama, (Yogyakarta : Kanisius, 1992), h. 5

Page 10: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

10

emosional yang merangsang terciptanya kekokohan norma dan nilai yang bersifat

kohesif pada anggota masyarakat. Masyarakat Indonesia yang bersifat bhinneka terdiri dari berbagai suku

yang tersebar di seluruh nusantara pada hakekatnya adalah eka atau satu adanya.

Demikian pula agama-agama yang hidup dan berkembang di Indonesia bersifat

bhineka yang terdiri dari agama Islam, Kristen Protestan, Kristen Katholik, Hindu,

Konghuchu dan Buddha serta setiap agama mempunyai kitab suci yang berbeda-

beda. Walaupun agama tersebut tidak mungkin dapat dipersatukan, namun sebagai

bangsa yang besar, seluruh umat beragama dapat dipersatukan di bawah landasan

hukum Pancasila. Salah satu agama yang hidup dan berkembang di Indonesia

serta berada di bawah landasan hukum Pancasila adalah agama Buddha. Agama Buddha merupakan salah satu agama yang hidup dan berkembang

di Indonesia. Agama ini terdiri dari beberapa aliran yang terorganisir dalam

majelis-majelis serta Sangha yang tergabung dalam perwalian umat Buddha

Indonesia (WALUBI). Ada tiga aspek yang menjadi kerangka dasar dari ajaran

agama Buddha yaitu aspek Bakti, Saddha dan Sila. Mengenai aspek bakti, setiap

aliran dalam agama Buddha memiliki perbedaan dalam hal cara pelaksanaan

upacara kebaktian. Akan tetapi ada juga persamaan dan keseragaman pada saat

mereka mengadakan upacara kebaktian tersebut. Aspek bakti ini terbagi ke dalam

dua bagian yaitu :4 Tata kebaktian menurut agama Buddha terdiri atas kebaktian umum yang

dihadiri oleh Bhikkhu Sangha, kebaktian umum yang tidak dihadiri oleh Bhikkhu

4Tim Penyusun Paritta Suci dan Penuntun Kebaktian dan Upacara, (Jakarta :

Departemen Agama RI, 1998), h. 1 - 2

Page 11: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

11

Sangha, kebaktian pembukaan pendidikan agama Buddha dan kebaktian

penutupan pendidikan agama Buddha. Sedangkan upacara menurut agama

Buddha terdiri dari upacara suci waisak, upacara asaddha, upacara magha puja,

upacara perkawinan, upacara kematian dan upacara kathina.5 Tidak dapat dipungkiri bahwa memang setiap agama memiliki perayaan

dan upacara keagamaan. Demikian pula dengan umat Buddha, memiliki berbagai

upacara keagamaan berikut tata caranya yang wajib dilaksanakan untuk memohon

kepada Tuhan agar senantiasa memberikan tuntunan, perlindungan dan

kesejahteraan, baik lahir maupun batin. Oleh sebab itu, dalam rangka mendekatkan diri kepada Tuhan, umat

Buddha melaksanakan upacara kebaktian dan berbagai upacara lainnya dengan

tujuan untuk dapat meningkatkan kehidupannya dalam melaksanakan sembahyang

yang sudah seharusnya dilaksanakan oleh seluruh umat Buddha di manapun

mereka berada. Salah satu upacara yang tidak kalah pentingnya bagi kalangan

umat Buddha adalah upacara kathina. Dari beberapa kebaktian agama Buddha, upacara kathina6 merupakan

salah satu upacara penting dalam agama Buddha. Upacara ini dimaksudkan untuk

menghormati dan merenungi sifat-sifat Sang Buddha. Para umat Buddha

diharapkan dapat saling asih, saling asuh dan saling asah, demi solidaritas dan

kelangsungan agama Buddha – Sasana. Di samping itu, upacara kathina

mendorong seorang Bhikkhu menjadi bhikkhu yang baik dan taat pada Vinaya

5Suwarno T., Buddha Dharma Mahayana, (Jakarta : Majelis Agama Buddha Indonesia,

1999), h. 15 6Upacara kathina merupakan upacara pemberian jubah kepada Sangha. Lihat Warta

Visudha, No. 4, Edisi Oktober 1990, h. 3

Page 12: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

12

serta mendorong umat yang baik serta taat pada sila. Hal ini sesuai dengan sabda

Sang Buddha : “Engkaulah yang harus mengingatkan dan memeriksa dirimu

sendiri. Oh Bhikkhu, bila engkau dapat menjaga dirimu sendiri dan selalu sadar,

maka engkau akan hidup dalam kebahagiaan”.7 Demikian sabda Sang Buddha

yang tentunya sangat berkaitan dengan perayaan kathina. Adapun yang mendorong penulis untuk mengangkat ke permukaan

tentang masalah ini dilandasi oleh beberapa hal yaitu :

1. Perayaan kathina merupakan praktek kehidupan beragama Buddha, yakni

melaksanakan kewajiban umat terhadap Sangha. Para rahib Buddha tidak

mengucilkan diri, namun mengabdikan diri kepada masyarakat luas.

2. Upacara kathina memiliki keunikan tersendiri, bahwa upacara ini tidak dapat

diselenggarakan tanpa kehadiran bhikhu.

3. Sejauh pengamatan penulis, masalah ini belum pernah dibahas oleh

mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Jurusan Perbandingan Agama

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Berangkat dari pola pikir di atas, penulis merasa tertarik untuk

menuangkan sebuah obsesi yang terdapat dalam diri penulis yang kemudian

diwujudkan dalam bentuk skripsi yang diberi judul : “UPACARA KATHINA

DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus pada Vihara Buddha Metta Arama

Menteng-Jakarta)”. Topik ini menarik untuk dikaji, karena implikasinya sangat

7Herman S. Endro, Hari Raya Umat Buddha dan Kalender Budhis 1996 – 2026, (Jakarta

: Yayasan Dhammadiepa Arama, 1997), Cet. ke-1, h. 29

Page 13: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

13

luas sehingga dapat dijadikan gambaran bagi umat lain untuk mengeluarkan dana

dalam melakukan kebajikan/jasa sepanjang hayatnya.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Upacara kathina yang menjadi pembahasan utama dalam karya ilmiah ini

adalah salah satu rangkaian upacara yang dilaksanakan oleh umat Buddha.

Banyak hal yang dapat diangkat dalam persoalan ini seperti ajaran Kitab Suci

Agama Buddha, pengetahuan umat Buddha dan pengaruh agama Buddha terhadap

perayaan upacara kathina. Agar dapat memberikan fokus masalah, maka

pembahasan skripsi ini dibatasi hanya pada upacara kathina dalam agama Buddha

dengan rumusan permasalahannya yaitu : Bagaimana proses pelaksanaan upacara

kathina dalam agama Buddha khususnya di vihara Buddha Metta Arama Jakarta,

dengan batasan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana proses pelaksanaan upacara kathina dalam agama Buddha ?

2. Sarana apa saja yang dapat digunakan dalam upacara kathina pada agama

Buddha ?

3. Maksud dan Tujuan apa yang hendak dicapai dalam upacara kathina ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan

Sejalan dengan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan

masalah serta manfaat penulisan, maka penulisan skripsi ini memiliki tujuan

sebagai berikut : 1. Memperoleh gambaran tentang proses pelaksanaan upacara kathina dalam

agama Buddha pada vihara Metta Arama Menteng Jakarta.

Page 14: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

14

2. Memperoleh gambaran tentang maksud dan tujuan pelaksanaan upacara

kathina dalam agama Buddha pada vihara Metta Arama Menteng Jakarta.

3. Memenuhi sebagian persyaratan akademis untuk mencapai gelar kesarjanaan

di bidang agama Islam pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat jurusan

Perbadingan Agama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Adapun kegunaan dari penulisan skripsi ini dapat digambarkan sebagai

berikut : 1. Manfaat akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi

perkembangan khazanah keilmuan Islam dan dapat memberikan penjelasan

tentang proses pelaksanaan upacara kathina dalam agama Buddha. 2. Manfaat praktis

Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa bahan

bacaan berbentuk karya ilmiah di lingkungan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, khususnya di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat jurusan

Perbandingan Agama.

D. Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis yakni penelitian tentang hubungan

fenomena sosial tertentu dengan menganalisa dan menginterpretasikan melalui

data yang ada.8 Pengumpulan data dalam rangka pembahasan skripsi ini diperoleh

8Penelitian ini memiliki dua tujuan, pertama untuk pengukuran yang cermat terhadap

fenomena sosial tertentu dengan mengembangkan konsep dan menghimpun fakta, tetapi tidak

Page 15: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

15

melalui studi kepustakaan atau library research dan field research atau penelitian

lapangan. Pengumpulan data-data skripsi yang diperoleh melalui studi

kepustakaan, penulis mengambil sumber dari buku-buku, makalah, majalah dan

surat kabar yang berhubungan erat dengan tema skripsi ini. Kemudian untuk memperoleh data lapangan, penulis melakukan

observasi dan wawancara dengan cara mendatangi obyek yang diteliti seperti

gambaran umum lokasi penelitian dan kondisi Vihara Buddha Metta Arama

Menteng Jakarta untuk mendapatkan data serta keterangan-keterangan lain yang

diperlukan dalam penelitian ini. Pada metode ini, penulis menggunakan dua

teknik yaitu : a. Observasi, penulis mengadakan pengamatan langsung ke Vihara Buddha

Metta Arama Menteng Jakarta untuk memperoleh data yang akurat tentang

gejala, peristiwa dan kondisi aktual yang terjadi pada masa sekarang yang

sudah barang tentu berkaitan erat dengan masalah upacara kathina.

b. Wawancara, penulis mengadakan tanya jawab dengan Bhikkhu Vihara

Buddha Metta Arama Menteng Jakarta untuk memperoleh data yang

dibutuhkan dan dianggap akurat.

Sedangkan teknik penulisan skripsi ini berpedoman kepada buku

“Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi IAIN Syarif Hidayatullah

Jakarta” yang diterbitkan oleh PT. Hikmat Syahid Indah Jakarta akan mewarnai

seluruh bentuk penulisan skripsi ini.

melakukan pengujian hipotesa. Kedua, untuk memprediksi fenomena sosial tertentu. Lihat Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi, Metodologi Penelitian Survey, (Jakarta : LP3ES, 1999), Cet. ke-1, h. 4

Page 16: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

16

E. Sistematika Penyusunan

Untuk memudahkan pembahasan skripsi ini secara keseluruhan, maka

diperlukan suatu sistematika penyusunan. Adapun sistematika penyusunan yang

dimaksud adalah seperti yang akan diuraikan di bawah ini. Bab I menguraikan tentang pokok-pokok pikiran yang tertuang dalam

pembahasan skripsi ini yang terdiri atas latar belakang masalah yang tujuannya

untuk memberikan alasan yang jelas tentang pemilihan judul, pembatasan dan

perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penulisan, metodologi penelitian yang

dipergunakan dalam rangka memudahkan penulisan dan sistematika penyusunan

dipergunakan untuk memberikan penjelasan secara garis besar mengenai

pembahasan yang akan diuraikan dalam skripsi ini. Bab II berisikan tentang ruang lingkup perayaan kathina yang

pembahasannya meliputi pengertian kathina, sejarah timbulnya kathina, manfaat

perayaan kathina dan persembahan dana dalam kathina. Bab III menguraikan tentang kondisi Vihara Buddha Metta Arama

Menteng Jakarta yang pembahasannya meliputi sejarah singkat Vihara Buddha

Metta Arama, peran dan fungsi Vihara Buddha Metta Arama, aktivitas dalam

Vihara Buddha Metta Arama serta arti simbol dalam Vihara Buddha Metta

Arama. Bab IV membahas inti persoalan yang diperbincangkan dalam skripsi ini,

yaitu masalah proses pelaksanaan upacara kathina di Vihara Buddha Metta Arama

Menteng Jakarta yang pembahasannya meliputi persiapan upacara kathina, tata

Page 17: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

17

cara upacara kathina, tujuan upacara kathina dan kandungan makna dalam upacara

kathina dan analisa kritis. Bab V merupakan bab penutup dari skripsi ini, di dalamnya memuat

beberapa kesimpulan dan saran-saran yang merupakan kristalisasi dari uraian-

uraian bab-bab terdahulu yang kemudian diakhiri oleh daftar kepustakaan dan

lampiran-lampiran.

Page 18: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

18

BAB II

RUANG LINGKUP PERAYAAN KATHINA

A. Pengertian Kathina

Kathina berasal dari bahasa Pali/Sansekerta. Menurut S. Wojowasito,

kathina merupakan kata sifat yang berarti keras, kuat dan kokoh.9 Sementara itu

Suddhi Citto mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kathina adalah kain katun

untuk bahan jubah, karena pada masa silam, para bhikkhu membuat jubahnya dari

kain-kain bekas jika tidak menerima pemberian dari umat.10 Dengan demikian

kathina adalah upacara keagamaan di lingkungan umat Buddha, merupakan hari

dana yang biasanya dilangsungkan setiap bulan purnama pada bulan Oktober.11

Masa kathina dimulai satu hari setelah hari purnama pada bulan Oktober sampai

dengan hari purnama bulan November. Salah satu hari dalam batas waktu satu

bulan tersebut dapat dipilih untuk penyelenggaraan upacara. Dibalik persembahan jubah, upacara kathina tidak semata-mata

merupakan suatu bentuk peringatan. Perayaan kathina adalah praktek kehidupan

beragama Buddha, yakni melaksanakan kewajiban umat terhadap Sangha. Para

rahib Buddha tidak mengucilkan diri, namun mengabdikan diri kepada

9S. Wojowasito, Kamus Kawi – Indonesia, (Bandung : CV. Pangarang, tth), Cet. ke-1,

h. 131 10Suddhi Citto, Samanera Vihara Buddha Metta Arama Menteng Jakarta, Wawancara

Pribadi, Jakarta 29 Maret 2006 11Save M. Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Lembaga Pengkajian

Kebudayaan Nusantara, 2000), Cet. ke-2, h. 457

Page 19: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

19

masyarakat luas. Umat mempersembahkan dana kepada mereka.12 Tidak ada

upacara kathina tanpa persembahan dana. Istilah Bulan Dana bagi umat Buddha tentu tidak asing lagi, karena di

dalam agama Buddha juga terdapat bulan dana tetapi tidak menggunakan istilah

Bulan Dana umat Buddha atau Bulan Berdana Bagi Umat Buddha atau dengan

istilah yang lainnya. Masa satu bulan yang merupakan bulan dana tersebut dikenal

dengan istilah masa atau bulan kathina.13 Bulan kathina selalu hadir antara bulan Oktober dan bulan November,

yakni setelah berakhirnya masa vassa. Masa ini merupakan yang tepat bagi umat

Buddha memberikan dana kepada para bhikkhu yang telah menjalankan masa

vassa. Sang Buddha memberikan izin kepada para bhikkhu untuk mencari

kain/bahan jubah baru, untuk mengganti jubah yang lama yang telah robek.14 Kalau dibayangkan kehidupan di zaman Sang Buddha, tentu tidak sama

dengan kehidupan di zaman sekarang. Dalam kitab-kitab suci diceritakan

bagaimana kehidupan pada zaman Sang Buddha. Ada orang yang kaya raya, ada

raja yang menjadi sponsor atau menopang kehidupan para bhikkhu, dan masih

banyak lagi yang lainnya. Tentu tidak semua bhikkhu hidup dari bantuan orang

kaya atau raja yang memerintah.15 Para bhikkhu yang hidup di daerah yang makmur, yang didukung oleh

orang kaya atau raja, tidak akan merasakan kesulitan untuk mendapatkan empat

12K. Wijaya Mukti, Berebut Kerja Berebut Surga, (Jakarta: Yayasan Dharma

Pembangunan, 2003), Cet. ke-2, h. 16 13Dhana Putra, “Bulan Dana, Bulan Kathina”, Warta Visudha, No. 4, Edisi Oktober

1990, h. 3 14Dhana Putra, “Bulan Dana, Bulan Kathina” Warta Visudha, Oktober 1990, h. 4 15Dhana Putra, “Bulan Dana, Bulan Kathina” Warta Visudha, Oktober 1990, h. 5

Page 20: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

20

kebutuhan pokok yang berupa jubah, makanan, tempat tinggal dan obat-obatan.

Nampaknya umat Buddha pada zaman Sang Buddha selalu menyediakan empat

kebutuhan pokok dengan baik, tetapi untuk jubah para bhikkhu umumnya

mengumpulkan kain bekas pembungkus mayat yang dikenal dengan nama

amsukula. Kain-kain tersebut dikumpulkan dan dijahit menurut ketentuan yang

ada, menjadi jubah. Pembuatan jubah ini biasanya dilakukan pada masa kathina,

dan untuk mewarnai diperlukan alat berupa bingkai untuk membentangkan jubah

tersebut. Bingkai inilah yang kemudian dikenal dengan istilah kathina.16 Masa kathina merupakan satu kurun yang paling baik bagi umat Buddha

untuk mempraktekkan perbuatan baik, terutama dengan cara berdana. Ladang

yang paling baik untuk berdana adalah Sangha. Dalam Paritta Sanghanussatti

dinyatakan bahwa lapangan untuk menanam jasa, yang tiada taranya di alam

semesta, dan lain sebagainya merupakan tempat yang cukup baik untuk berdana.17

Dalam masa satu bulan tersebut, umat memilih satu hari tertentu untuk

merayakan upacara kathina. Pemilihan hari tersebut tentu sangat bergantung pada

umat itu sendiri, di samping kesediaan para bhikkhu yang akan menghadiri

upacara kathina yang diadakan.18 Dari uraian-uraian tentang definisi kathina, dapat ditarik suatu

kesimpulan bahwa kathina pada dasarnya suatu upacara keagamaan di lingkungan

16Dhana Putra, “Bulan Dana, Bulan Kathina”, Warta Visudha, Oktober 1990, h. 3 17Dhana Putra, ,”Bulan Dana, Bulan Kathina”, Warta Visudha, h. 4 18Dhana Putra, “Bulan Dana, Bulan Kathina”, Warta Visudha, h. 3

Page 21: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

21

umat Buddha dengan cara memberikan dana kepada Sangha dan dilaksanakan

pada setiap bulan purnama yang jatuh pada bulan Oktober.

B. Sejarah Timbulnya Kathina

Hari raya kathina juga bisa disebut hari raya persembahan dana kepada

Arya Sangha, yang terdiri dari para bhikksu dan bhiksuni. Hari raya yang

diperingati dan dirayakan setelah para bhiksu dan bhiksuni berada pada masa

vassa atau istirahat pada musim hujan selama tiga bulan ini memiliki makna yang

dalam, yang wajib direnungkan oleh umat Buddha. Dalam masa vassa tersebut para bhiksu tidak berkelana, tetapi berdiam

di satu tempat untuk membina diri guna meningkatkan kemajuan batin. Masa

vassa ditetapkan Sang Buddha setelah mendengar masukan, yang

mempertanyakan mengapa para siswa Sang Buddha pergi berkelana pada musim

hujan di mana saat itu banyak tunas baru yang tumbuh, sehingga tunas-tunas

tersebut banyak yang terinjak dan mati. Dari laporan ini, akhirnya ditetapkanlah

masa vassa.19 Alasan lain adalah karena ketika para bhiksu ingin menyampaikan

hormat kepada Sang Buddha, beliau melihat pakaian yang mereka kenakan telah

rusak. Oleh karena itu, beliau menganjurkan kepada umat Buddha yang mampu

untuk memberikan persembahan jubah kepada Sangha sekurang-kurangnya sekali

dalam satu tahun, dan waktu yang paling tepat untuk memberikan persembahan

19Warta WALUBI, Edisi November 2003, h. 16

Page 22: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

22

tersebut adalah setelah masa vassa,20 karena setelah melatih diri, para bhiksu

memiliki batin yang lebih tinggi kualitasnya, sehingga dapat diharapkan menjadi

ladang yang subur untuk menanam jasa. Selain merupakan saat yang sangat tepat

dan amat baik untuk berdana, bulan kathina juga merupakan saat yang indah bagi

semua umat Buddha untuk mendengarkan khotbah dharma dari Sangha yang

membina secara intensif, sehingga merupakan berkat rohani yang menyegarkan

batin.21 Umat Buddha biasa memberikan persembahan kepada para bhiksu dan

bhiksuni, baik berupa bahan untuk jubah, obat-obatan, barang-barang keperluan

sehari-hari maupun uang dengan tujuan agar mereka dapat memenuhi kebutuhan-

kebutuhannya. Pemberian semacam ini biasanya mereka lakukan pada hari raya

kathina. Adapun sejarah timbulnya kathina ini mengacu kepada peraturan

kebhikkhuan yang mengharuskan para bhikkhu untuk menetap di suatu tempat

selama musim hujan atau masa vassa. Selama masa itu, mereka tidak berkelana

seperti biasanya. Hal ini dapat dilihat pada masa sejarah timbulnya kathina di

India misalnya.22 Pada masa kehidupan Sang Buddha masyarakat mulai menanam sayur

mayur dan tanaman lainnya, di ladang mereka pada awal musim hujan. Karena

itu, mereka merasa khawatir kalau tanaman mereka yang mulai tumbuh subur itu

akan terinjak-injak oleh kaki para bhikkhu yang berkelana. Mereka lalu meminta

kepada Sang Buddha agar para bhikkhu tidak berkelana selama musim hujan.

20Masa vassa adalah masa istirahat bagi para bhikkhu untuk tidak melakukan

perjalanan. Lihat Warta Walubi, Edisi November 2003 21Warta WALUBI, November 2003, h. 17 22Buddha Cakkha, 1990, h. 32

Page 23: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

23

Permohonan mereka pun dikabulkan oleh Sang Buddha dengan menetapkan

aturan bahwa setiap bhikkhu harus menetap di satu tempat selama musim hujan

atau yang lebih dikenal dengan istilah masa vassa.23 Masa vassa berlangsung

selama tiga bulan terhitung sejak hari pertama setelah purnama Sidhi bulan

Asadha.24 Dalam masa vassa ini para bhikkhu berusaha mendalami ajaran sang

Buddha yang lebih sungguh-sungguh, melatih diri dengan sila dan Samadhi, serta

meminta bimbingan dari bhikkhu-bhikkhu yang lebih senior.25 Akhir dari masa vassa ini ditandai dengan hari pavarana. Hari pavarana

adalah hari uposatha istimewa, karena pada hari uposatha ini para bhikkhu tidak

membacakan peraturan kebhikkhuan sebagaimana biasanya. Pada hari ini, para

bhikkhu saling introspeksi, yang telah melakukan kesalahan, mengakui

kekeliruannya kepada bhikkhu yang lebih senior dan saling maaf memaafkan,

serta saling memberikan nasehat agar kelak menjadi lebih baik lagi.26 Setelah hari pavarana, tibalah masa kathina. Masa kathina ini

berlangsung selama satu bulan. Para bhikkhu boleh mencari kain-kain untuk

bahan jubah, karena pada masa silam para bhikkhu membuat jubahnya dari kain-

kain bekas jika tidak menerima pemberian dari umat. Untuk itulah, pada masa

kathina ini umat Buddha mempersembahkan kain-kain untuk jubah serta berbagai

keperluan pokok lainnya sebelum para bhikkhu mulai berkelana kembali.27

23“Tahukkah Anda Apakah Kathina itu?”, Buddha Cakkha, 1990, h. 31 24Asadha menurut umat Buddha adalah bulan November dan pada bulan ini biasanya

turun hujan. Lihat Herman S. Endro, Hari Raya umat Buddha dan Kalender Buddhis, h. 20 25Herman, Endro, Hari Raya umat Buddha dan Kalender Buddhis, h. 21 26Herman, Endro, Hari Raya umat Buddha dan Kalender Buddhis, h. 22 27Herman, Endro, Hari Raya umat Buddha dan Kalender Buddhis, h. 20

Page 24: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

24

Ada satu hal yang penting dalam masa kathina ini, yaitu persembahan

jubah kathina. Meskipun jubah atau kain bisa dipersembahkan hampir setiap saat

kepada para bhikkhu atau Sangha, namun jubah yang dipersembahkan itu

hanyalah jubah biasa, bukan jubah kathina. Agar bisa disebut sebagai jubah

kathina, maka harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :28 Jubah itu dipersembahkan pada masa kathina. Jubah itu diterima oleh

minimal 5 orang bhikkhu yang menetap bersama-sama di suatu tempat yang sama.

Para bhikkhu tersebut semuanya menjalani masa vassa dengan baik dan lengkap.

Jubah atau kain jubah itu diperoleh dengan cara yang sah, bukan dengan jalan

meminta, meminjam, mengambil milik orang lain, dan lain sebagainya. Kain jubah tersebut dicuci, dipotong, dijahit dan dicelup selama tidak

lebih dari satu hari. Sebelum matahari terbit kembali, jubah tersebut harus sudah

siap pakai, dan Sangha yang menerima persembahan kathina akan melakukan

Sangha Kamma, bermusyawarah untuk menentukan siapa di antara mereka yang

berhak untuk mengenakan jubah kathina tersebut. Semua bhikkhu yang mengikuti upacara persembahan jubah kathina ini

akan memperoleh lima hak istimewa sampai selesai musim dingin atau sampai

empat bulan setelah masa kathina, yaitu : 1. Para bhikkhu boleh meninggalkan vihara tanpa pamit.

2. Para bhikkhu boleh pergi tanpa harus membawa tiga perangkat jubah secara

lengkap.

28Herman, Hari Raya umat Buddha dan Kalender Buddhis, h. 32

Page 25: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

25

3. Para bhikkhu boleh makan secara berkelompok tanpa melakukan pelanggaran

vinaya.

4. Para bhikkhu boleh menyimpan jubah ekstra atau jubah tambahan tanpa batas

waktu.

5. Para bhikkhu bisa memperpanjang masa kathina sampai akhir musim dingin.29

Dengan demikian proses lahirnya kathina ini sangat berkaitan dengan

erat kondisi musim pada suatu negara misalnya India. Selama musim hujan,

biasanya berbagai jenis tanaman akan tumbuh subur. Oleh karena itu masyarakat

mulai menanam beberapa jenis tanaman yang biasa dikonsumsi oleh mereka

setiap hari pada awal musim hujan. Namun terdapat kekhawatiran yang sangat

berlebihan pada diri masyarakat bahwa tanamannya itu akan terinjak-injak oleh

kaki para bhikkhu yang berkelana. Mereka lalu memohon kepada Sang Buddha

agar para bhikkhu tidak berkelana selama musim hujan. Akhirnya permintaan

mereka dikabulkan oleh Sang Buddha dengan cara menetapkan aturan bahwa

setiap bhikkhu harus menetap di satu tempat selama musim hujan yang kemudian

istilah Buddha dikenal sebagai masa vassa.30 Pendapat lain mengatakan bahwa selesai masa vassa yang lamanya tiga

bulan, rombongan para bhikkhu akhirnya meneruskan perjalanan ke Savathi

walaupun hujan terus turun, jalan tergenang air dan para bhikkhu akhirnya tiba di

vihara Jetavana. Kemudian Sang Buddha melihat dan memperhatikan para

bhikkhu jubahnya sudah mulai rusak, lalu Sang Buddha mengizinkan untuk

membuat jubah baru sebagai pengganti jubah lama. Setelah Sang Buddha

29Buddha Cakkha,, 1990, h. 31 30Oka Diputra, Pedoman Penerangan Agama Buddha, (Jakarta: Dharma Nusantara

Bahagia, 1986), h. 20

Page 26: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

26

mengizinkan pembuatan jubah berarti membuat kesempatan bagi umat untuk

berdana kain jubah dan barang kebutuhan sehari-hari para bhikkhu. Sejak

peristiwa itu dimulailah kathina dana. Demikian proses sejarah timbulnya kathina

yang menurut kepercayaan umat Buddha merupakan bulan dan kesempatan yang

amat baik untuk memberikan dana kepada para bhikkhu.31

C. Manfaat Perayaan Kathina

Perayaan kathina merupakan tradisi dari zaman Sang Buddha, di mana

suatu ketika Sang Buddha bersemayam di vihara Jetavana, di kota Savathi, waktu

itu ada para bhikkhu di kota Patheyya yang berjumlah 30 orang bertekad melatih

meditasi untuk menemani Sang Buddha, tetapi di tengah perjalanan sudah mulai

musim hujan. Jadi dengan terpaksa rombongan para bhikkhu tersebut bervassa di

kota Sakeyya yang jaraknya tinggal 6 Yojana dari kota Savathi. Selesai masa

vassa yang lamanya tiga bulan akhirnya meneruskan perjalanan ke Savathi

walaupun hujan terus turun dan jalan tergenang air. Para bhikkhu akhirnya tiba di

vihara Jetavana. Kemudian Sang Buddha melihat dan memperhatikan para

bhikkhu jubahnya sudah mulai rusak, lalu Sang Buddha mengizinkan untuk

membuat jubah baru sebagai pengganti jubah yang lama. Setelah Sang Buddha

mengizinkan pembuatan jubah berarti membuat kesempatan bagi umat untuk

31Oka, Pedoman Penerangan Agama Buddha, h. 21

Page 27: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

27

berdana kain jubah dan barang kebutuhan barang sehari-hari para bhikku. Sejak

peristiwa itu dimulailah kathina dana.32 Berdasarkan pada peristiwa kathina dana inilah, maka kemudian setiap

tahun para bhikkhu diwajibkan untuk melaksanakan vassa di suatu tempat selama

tiga bulan, dan menurut kitab Vinaya Pitaka bagi bhikkhu yang tidak

melaksanakan vassa dianggap telah melanggar vinaya.33 Salah satu tujuan vassa adalah untuk memberi kesempatan kepada para

bhikkhu agar dapat mengkonsentrasikan pikiran mereka pada pengembangan diri

baik dalam hal meditasi maupun dalam dhamma. Hal ini sangat penting, sebab

selain pada masa vassa ini maka sepanjang tahun para bhikkhu sangat sibuk

dengan tugas-tugas rutin, sehingga mereka seringkali tidak mempunyai

kesempatan untuk menambah pengetahuan dan mengembangkan diri masing-

masing.34 Umat yang berdiam di sekitar tempat vassa para bhikkhu juga selain

akan mendapatkan banyak manfaat, juga bisa merayakan hari kathina. Hari

kathina yang oleh umat Buddha dirayakan sekali dalam satu tahun memang bukan

sekedar perayaan biasa. Hari kathina tidak bisa disamakan dengan hari raya

Budhis lainnya. Karena pada hari kathina umat Buddha secara langsung

mengamalkan ajaran Sang Buddha, yaitu berdana. Namun, di samping itu masih

32Herman S. Endro, Hari Raya Umat Buddha dan Kalender Buddhis 1996 – 2026,

(Jakarta : Yayasan Dhammadiepa Arama, 1997), Cet. ke-1, h. 29 33Adi Suhardi Heryanto, “Hari Kathina dan Manfaatnya”, Buddha Cakkhu, Edisi

November 1988, h. 10 34A. S. Heryanto, “Hari Kathina dan Manfaatnya”, Buddha Cakkha, November 1988,

h. 10

Page 28: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

28

banyak manfaat yang dapat diperoleh bagi umat sehubungan dengan perayaan hari

kathina.

Bagi umat Buddha, perayaan kathina memiliki banyak manfaat di

antaranya adalah sebagai berikut :

1. Mendapat banyak kesempatan untuk mendengar khotbah dhamma

Seperti diketahui bahwa saat ini jumlah vihara dan cetiya35 yang ada di

Indonesia cukup banyak, sedangkan jumlah bhikkhu yang ada belum

memadai, sehingga banyak umat pada vihara-vihara dan cetiya-cetiya tertentu

yang jarang mendapat kesempatan untuk mendengar khotbah dari para

bhikkhu, terutama bagi umat di daerah-daerah. Dengan adanya bhikkhu yang

melaksanakan vassa di tempat mereka, berarti banyak umat yang

mendapatkan kesempatan untuk mendengarkan khotbah dhamma.

2. Mendapat peluang untuk berdana

“Bagi vihara atau cetiya yang jarang mendapat kunjungan para bhikkhu

akan sedikit pula mempunyai peluang untuk berdana kepada bhikkhu Sangha.

Jika terdapat bhikkhu yang melaksanakan masa vassanya di sana, maka

selama kurang lebih tiga bulan para umat yang berada di sekitar tempat vassa

mempunyai kesempatan untuk berdana, baik berupa dana makanan, obat-

obatan maupun kebutuhan-kebutuhan lainnya”. 3. Mendapat peluang untuk melatih diri dalam hal Sila dan Bakti

35Cetiya adalah nama lain bagi vihara Buddha.

Page 29: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

29

Dengan adanya bhikkhu yang berdiam di daerahnya selama masa vassa,

maka umat yang ada di sana mendapat banyak kesempatan untuk berlatih diri

dan meminta bimbingan sila dan sekaligus mempraktekkan bakti mereka

kepada bhikkhu Sangha. 4. Mendapat peluang untuk memperoleh bimbingan langsung dari para bhikkhu

Dengan adanya bhikkhu yang melaksanakan masa vassa di suatu vihara

atau cetiya, maka para umat akan mendapatkan bimbingan langsung dari para

bhikkhu, sehingga hal yang tidak diketahui mengenai Buddha Dhamma

ataupun keragu-raguan para umat dapat langsung terjawab. Di samping itu,

para umat juga akan mendapat bimbingan langsung dalam hal Buddha

Dhamma dan latihan meditasi, serta nasehat-nasehat atau saran-saran untuk

mengatasi masalah-masalah yang ada. 5. Mendorong dan memberi semangat kepada para umat untuk lebih giat belajar

dhamma. Dengan adanya bhikkhu di dekat para umat, maka mereka akan

bersemangat dan rajin mengikuti kebaktian dan belajar dhamma.

6. Memberi peluang untuk menumbuhkan suasana religius dalam keluarga

Dengan adanya bhikkhu di sekitar tempat tinggal umat Buddha, maka

para umat dapat menumbuhkan suasana religius dalam keluarga masing-

masing dengan cara mengajak keluarga mengunjungi para bhikkhu, mengajak

keluarga untuk berdana kepada para bhikkhu, mengajak keluarga untuk

mengikuti setiap kebaktian dan kegiatan-kegiatan vihara atau cetiya, dan lain

sebagainya. 7. Mendapat peluang untuk mengembangkan diri

Page 30: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

30

Dengan hadirnya bhikkhu di sekitar umat Buddha selama masa vassa,

maka umat yang akan mendapat peluang untuk melatih dan mengembangkan

diri masing-masing dengan cara mencontoh hal-hal yang baik dari kehidupan

para bhikkhu seperti hidup sederhana, mudah dirawat dan sedikit

kebutuhannya, bersemangat, teguh dalam hal vinaya atau sila, rajin untuk

mengembangkan diri, melatih kesabaran dan hidup penuh dengan cinta kasih

serta sayang kepada semua makhluk. 8. Memupuk karma baik

Dengan melakukan dana kepada bhikkhu Sangha, rajin mengikuti

kebaktian dan secara kontinyu berlatih meditasi, maka berarti umat Buddha

telah memupuk karma baik. 9. Membantu menjaga kelestarian Buddha Dhamma

Dengan memperhatikan dan melengkapi kebutuhan-kebutuhan bhikkhu

Sangha berarti umat Buddha telah membantu menjaga kelestarian Buddha

Dhamma di dunia ini. Setelah masa vassa berakhir, maka para umat yang ada di sekitar tempat

vassa para bhikkhu diberi kesempatan untuk menyatakan rasa terima kasih mereka

atas bimbingan, pengarahan serta bantuan dan pengabdian yang telah diberikan

para bhikkhu dengan cara berdana keperluan-keperluan para bhikkhu seperti

jubah-jubah, obat-obatan, makanan, dan lain sebagainya. Kesadaran umat Buddha untuk berdana selama bulan kathina cukup

besar dan terus meningkat dari tahun ke tahun, namun sayangnya pada hari-hari

biasa setelah lewat hari kathina, banyak umat yang melupakan hal berdana ini,

Page 31: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

31

sehingga pernah terjadi pengurus sebuah vihara terpaksa memesan nasi catering

untuk para bhikkhu karena tidak setiap hari ada umat yang berdana makanan,

padahal cukup banyak umat Buddha yang tinggal di sekitar tempat tersebut.

Dengan demikian, perayaan kathina seharusnya dijadikan momen yang paling

untuk mengintrospeksi diri, jangan sampai kejadian seperti ini terulang kembali. Kenyataan yang ionis ini seharusnya tidak sampai terjadi jika para umat

yang ada dapat menyadari dan mau memperhatikan hal-hal yang tampak kecil

namun cukup penting ini. Untuk mengatasi hal tersebut perlu ditingkatkan

pengarahan dan penerangan yang cukup intensif oleh para tokoh dan Pandita

Buddhis, agar dapat menggerakkan hati dan kesadaran para umat untuk lebih

sering berdana makanan dan mau memperhatikan kebutuhan-kebutuhan para

bhikkhu, demi untuk kelestarian Buddha Sasana di dunia ini.36

D. Persembahan Dana Dalam Kathina

Berdana adalah hal yang banyak dilakukan oleh masyarakat beragama.

Semua agama mengajarkan pada ummatnya untuk berdana. Dalam agama Buddha

pun diajarkan tentang berdana. Sang Buddha sering menjelaskan dana dalam

berbagai kesempatan kepada siswa-siswa dan para bhikkhu serta kepada umat

awam sebagai salah satu dari perbuatan baik. Beliau menjelaskan bahwa dana

adalah suatu pemberian yang ikhlas tanpa mengharapkan imbalan. Dana juga

merupakan pelepasan sebagian miliki umat kepada makhluk lain tanpa ada pamrih

36Adi Suhardi, “Hari Kathina dan Manfaatnya”, Buddha Cakkha, November 1988, h.

11

Page 32: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

32

apapun. Hal ini dijelaskan oleh Sang Buddha guna menangkal berbagai anggapan

dari kelompok lain bahwa ajaran Sang Buddha sama dengan ajaran mereka.37 Kelompok-kelompok lain pada zaman Sang Buddha dahulu juga

mengajarkan tentang dana, tetapi disertai dengan persembahan kepada dewa-dewa agar mereka memberikan keselamatan dan kesejahteraan kepada ummatnya. Inilah contoh dana yang disertai dengan harapan-harapan. Sedangkan dalam ajaran Buddha dana adalah salah satu dari sepuluh perbuatan baik yang merupakan suatu pemberian, derma, atau pelepasan sebagian milik umat itu sendiri kepada makhluk lain tanpa menginginkan imbalan. Bila umat berdana pasti ada pahalanya, karena hal ini sesuai dengan kerja hukum kamma bahwa segala perbuatan pasti ada akibatnya. Sang Buddha juga menjelaskan bahwa jika dana yang diberikan disertai dengan suatu harapan-harapan akan mengurangi buah atau pahala berdana itu

sendiri.38 Dari gambaran di atas tampak bahwa umat Buddha meyakini bahwa

perbuatan baik itu adalah usaha untuk kemandirian manusia itu sendiri, dalam arti

bahwa manusia tidak bergantung kepada dewa-dewa atau Tuhan menurut

keyakinan para umat Buddha. Sang Buddha sebagai guru para dewa dan manusia mengajarkan kepada

para siswa-Nya untuk selalu gemar berdana. Sang Buddha menerangkan bahwa

ketika beliau menjadi bodhisatta, beliau selalu berusaha menyempurnakan dasa

paramita yang salah satunya adalah berdana. Dalam sepuluh paramita, dana

merupakan urutan yang pertama dan sering dilakukan oleh bodhisatta.39 Dalam kesempurnaan paramita, seorang bodhisatta menyempurnakan

dana paramita dalam tiga tingkatan. Pertama dana paramita yaitu kesempurnaan

dari dana biasa (materi), kedua upadana paramita yaitu kesempurnaan-

37“Berdana, Menyempurnakan Paramita”, Buddha Cakkha, No. 03. Vol. XVII, 1995, h.

12 38Adi Suhardi, “Hari Kathina dan Manfaatnya”, Buddha Cakkha, November 1988, h.13 39Adi Suhardi, “Hari Kathina dan Manfaatnya”, Buddha Cakkha, November 1988, h.13

Page 33: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

33

kesempurnaan dekat (memberikan anggota badan), dan ketiga adalah paramatha

dana paramita yaitu kesempurnaan mutlak (memberikan kehidupannya untuk

makhluk lain). Dengan usaha yang gigih dalam menyempurnakan dana

paramatha dan juga paramita yang lain akhirnya beliau mencapai penerangan

kesempurnaan.40 Untuk mencapai tujuan akhir, beliau tidak hanya memberikan materi

atau barang tetapi juga anggota tubuhnya, bahkan mengorbankan kehidupannya

sendiri. Hal ini beliau lakukan untuk mengikis nafsu keserakahan yang

bersemayam dalam batinnya. Sebagai manusia biasa yang diliputi dosa dan

keserakahan, gemar berdana adalah salah satu cara mengikis nafsu di atas.

Walaupun dana yang diberikan sebatas materi dan bentuk dana lainnya.41 Selain dana tersebut, masih ada lagi dana mulia lainnya yaitu kathina

dana. Kathina dana berbeda dengan lainnya. Berdana pada bhikkhu tidak berarti

melakukan kathina dana, tetapi berdana kepada bhikkhu Sangha yang telah

menjalankan vassa merupakan kathina dana.42 Para bhikkhu selama musim vassa sepanjang tiga bulan menetap di

suatu tempat untuk belajar dan praktek dhamma. Mereka mengembangkan

perbuatan baik, melatih sila dan bermeditasi. Ibarat sepetak sawah yang sedang

diolah agar menjadi subur, demikianlah para bhikkhu bervassa. Sangha akhirnya

pun dikenal sebagai ladang subur untuk menanam jasa. Maka ketika tiba hari

40Buddha Cakkha, No. 3, Vol. XVII, 1995, h. 11 41Buddha Cakkha, No. 03. Vol. XVII, 1995, h. 12 42Buddha Cakkha, No. 03. Vol. XVII, 1995, h. 14

Page 34: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

34

kathina, umat Buddha dapat menabur benih di ladang yang subur sehingga dapat

memetik hasil yang melimpah ruah.43 Kathina merupakan kesempatan yang paling baik bagi umat untuk

berdana. Berdana pada Sangha di bulan kathina berarti memberikan sumber

kebahagiaan bagi umat, karena mendapat kesempatan berdana pada Sangha dan

sumber kebahagiaan para bhikkhu, karena mereka dapat memberikan kesempatan

bagi umat untuk berbuat baik. Kedua kamma pahala inilah yang dapat

melestarikan dhamma baik oleh para bhikkhu maupun oleh umat.44 Bertambahnya pengertian umat akan arti pentingnya berdana terutama

kathina dana, telah mendorong mereka untuk melaksanakan perayaan kathina,

sehingga perayaan kathina dilakukan di vihara-vihara atau di cetiya-cetiya di

berbagai daerah. Tidak jarang satu kota yang memiliki beberapa vihara

mengadakan perayaan kathina beberapa kali.45 Adapun dana yang dapat umat berikan berupa empat kebutuhan pokok

yaitu jubah, atau bahan jubah, makanan, tempat tinggal dan obat-obatan. Empat

kebutuhan pokok tersebut merupakan kebutuhan bagi semua orang. Memberikan

kebutuhan berupa tempat tinggal bukan berarti membawa rumah BTN atau rumah

dengan sistem knok down yang kini sedang populer itu. Tempat tinggal yang di

43“Kemanakah Dana Kathina Anda?”, Buddha Cakkha, No. 3, Vol. XVII, 1995, h. 11 44“Kemanakah Dana Kathina Anda?”, Buddha Cakkha, No. 3, Vol. XVII, 1995, h. 11 45Buddha Cakkha, No. 03. Vol. XVII, 1995, h. 12

Page 35: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

35

sini berarti kuti46 yang ada di vihara, yang merupakan sumbangan umat ketika

dalam pembangunannya.47 Di samping itu, umat juga memberikan keperluan yang lainnya seperti

sabun, sikat gigi, handuk, pasta gigi dan benda-benda lainnya. Banyaknya dana

yang diberikan kepada para bhikkhu tergantung kepada pribadi masing-masing,

tergantung kepada kerelaan, dan faktor-faktor lainnya yang ada dalam benak umat

masing-masing.48 Akibat banyaknya umat Buddha yang merayakan kathina, vihara-vihara

yang cukup besar dan terkenal menjadi supermarket. Sabun, pasta gigi, sikat gigi,

handuk, kain putih, dan lain sebagainya sangat banyak. Tentu saja tidak semuanya

digunakan oleh para bhikkhu. Akhirnya dana tersebut disalurkan kembali kepada

umat yang memerlukan di daerah atau diserahkan ke panti asuhan dan dalam

beberapa tahun terakhir ini, umat Buddha lebih senang memberikan uang. Hal ini

disebabkan karena umat tidak tahu apa yang dibutuhkan oleh para bhikkhu dan

dengan uang itu tentu bisa dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan yang ada. Dana

yang akan dipersembahkan pada saat kathina bukan hanya untuk bhikkhu tertentu

saja atau kepada bhikkhu yang disenangi atau kepada bhikkhu yang sering

memberikan khotbah dhamma di vihara. Dana tersebut dipersembahkan kepada

Sangha,49 bukan kepada pribadi bhikkhu yang hadir dalam perayaan tersebut.50

46Kuti adalah tempat tinggal para bhikkhu dan samanera yang berada di sekitar vihara 47Dhana Putra, “Bulan Dana, Bulan Kathina”,Warta Visudhi, Oktober 1990, h. 4 48Dhana Putra, “Bulan Dana, Bulan Kathina”, Warta Visudhi, Oktober 1990, h. 6 49Sangha adalah pemimpin tertinggi yang ada dalam agama Buddha 50Dhana Putra, “Bulan Dana, Bulan Kathina”, Warta Visudhi, Oktober 1990, h. 8

Page 36: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

36

Berdasarkan keterangan diperoleh keterangan bahwa tampak dengan

jelas adanya perubahan pemikiran dalam Budhisme, bukan nilai pahala atau

balasan dari Tuhan, namun kepentingan dan kebutuhan manusia dalam hal ini

para penganut agama Buddha dan para bhikkhunya. Dari perayaan kathina yang dilakukan di berbagai daerah, khususnya di

Indonesia para bhikkhu menerima dana kathina. Persembahan dana itu dapat

berupa empat kebutuhan pokok yaitu sandang, pangan, papan dan obat-obatan.

Selain itu seorang bhikkhu dapat menerima dana materi berupa uang. Dengan

demikian persembahan dana dalam kathina merupakan persembahan umat berupa

bahan jubah atau jubah, di samping dana-dana lainnya yang merupakan empat

kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan dan obat-obatan.

Page 37: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

37

BAB III

VIHARA BUDDHA METTA ARAMA MENTENG JAKARTA

A. Sejarah Singkat Vihara Buddha Metta Arama

Lahirnya vihara Buddha Metta Arama ini dipelopori oleh seorang

pengusaha kaya raya yang memang memiliki kepekaan sosial yang tinggi

terhadap perkembangan agama Buddha di Indonesia. Beliau ini tidak segan-segan

untuk memberikan sebagian hartanya guna mengembangkan agama Buddha di

Indonesia. Pengusaha kaya raya tersebut yang peduli terhadap perkembangan

agama Buddha di Indonesia belakangan ini kerap kali dikenal dengan sebutan

Dra. Sri Hartati Murdaya. Dra. Sri Hartati Murdaya adalah seorang pengusaha terkenal beserta

suaminya memiliki rumah mewah yang beralamat di jalan Lembang Terusan D59

Jakarta dengan luas tanah sekitar 250 m2 bermaksud menghadiahkan rumah

tersebut untuk dijadikan vihara Buddha Metta Arama. Pengambilan nama vihara

ini berawal dari pemikiran beliau tentang adanya vihara di dalam rumah. Oleh

karena letak vihara ini di dalam rumah, maka beliau namakan arama yang kini

resmi dinyatakan dengan sebutan vihara Buddha Metta Arama. Vihara Buddha

Metta Arama ini kemudian diresmikan menjadi tempat ibadah pada tanggal 15

September 1997. 51 Dra. Sri Hartati Murdaya pada awalnya adalah seorang penganut agama

Buddha yang taat, namun karena banyaknya permasalahan yang ia hadapi

51Wawancara Pribadi dengan Suddhi Citto, Jakarta, tanggal 29 Maret 2006.

Page 38: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

38

terutama dalam hal-hal yang berkaitan dengan masalah kehidupan dunia, maka

akhirnya ia mengalami kehampaan spriritual yang mengakibatkan dirinya tidak

lagi berpedoman kepada ajaran Sang Buddha dalam setiap tingkah lakunya dan

cenderung meninggalkan pesan-pesan Buddha yang mengajarkan tentang hidup

sederhana. Mungkin hal inilah yang kemudian ia sebut sebagai kehampaan

spiritual.52 Berlatar belakang dari kehampaan spiritual inilah kemudian ia

menghadihakan rumahnya untuk dijadikan vihara sebagai bentuk kepeduliannya

kepada para bhikkhu dan sekaligus menemukan jalannya sesuai dengan ajaran-

ajaran Buddha yang selama ini ia tinggalkan dan campakkan. Kerelaan Sri Hartati

Murdaya untuk memberikan rumahnya agar dijadikan sebagai vihara ini terbukti

dengan banyaknya fasilitas rumah yang seharusnya ia pergunakan untuk

kepentingan bisnis, kini ia digunakan untuk kebutuhan dan kepentingan vihara. Berkat kemurahan hati beliau dan sebagai penganut agama Buddha yang

taat, maka sekarang ini telah berdiri sebuah vihara di tengah-tengah perumahan

mewah yang diberi nama Vihara Buddha Metta Arama. Vihara ini terletak di jalan

Lembang Terusan D59, Telp. (021) 331961 Jakarta 10310 – Indonesia. Kini Vihara Buddha Metta Arama Menteng Jakarta ini dihuni oleh 5

orang bhikkhu dan 4 orang samanera. Semua kebutuhan pokok bhikkhu dan 4

orang samanera ini seperti sandang, pangan, papan dan obat-obatan ditanggung

oleh seorang pengusaha terkenal bernama Dra. Sri Hartati Murdaya. Dengan

demikian tugas para bhikkhu dan siswanya saat ini hanyalah mengajarkan pesan-

52Wawancara Pribadi dengan Suddhi Citto.

Page 39: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

39

pesan Buddha dan tidak perlu memikirkan tentang hal-hal yang berkaitan dengan

urusan dunia, karena urusan dunia telah ada yang mengaturnya. Untuk menjaga kelestarian agama Buddha ini, diperlukan para bhikkhu

yang memiliki kualitas keilmuan tentang agama Buddha. Sedangkan untuk

menghasilkan para bhikkhu yang berkualitas dibutuhkan dana yang tidak sedikit

dalam memenuhi kebutuhan para bhikkhu. Oleh sebab itu, dibutuhkan donatur-

donatur terutama di kalangan umat Buddha untuk menopang kehidupan para

bhikkhu. Saat ini mungkin umat Buddha sangat mengharapkan donator-donatur

yang memiliki kepekaan terhadap perkembangan agama Buddha seperti sosok

Dra. Sri Hartati Murdaya. Di samping sebagai donatur yang memiliki kepekaan

terhadap perkembangan agama Buddha, beliau juga merupakan salah satu pejabat

dari organisasi WALUBI.

B. Peran dan Fungsi Vihara Buddha Metta Arama

Bagi umat Buddha, vihara memegang peranan yang sangat penting dalam

rangka melanjutkan estafeta ajaran Buddha. Di samping digunakan sebagai sarana

pengajaran agama Buddha, vihara juga merupakan tempat para bhikkhu yang

memang mengabdikan seluruh kehidupannya untuk kepentingan ajaran Buddha. Dahulu sebelum dikenal vihara, tempat tinggal para bhikkhu adalah goa-

goa, di bawah pohon, di kuburan, di atas bukit, di tumpukan jerami dan di tempat

penduduk yang menyediakan tempat untuk menginap. Setelah banyak orang yang

mendengarkan ajaran Sang Buddha dan berlindung kepada Sang Tri Ratna mereka

Page 40: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

40

bermaksud untuk memberikan tempat tinggal bagi para bhikkhu yang layak. Sang

Buddha kemudian memperbolehkan umat berdana vihara.53 Pada mulanya umat Buddha belum memiliki vihara secara khusus.

Gagasan membangun sebuah vihara pertama kali dilakukan oleh raja Bimbisara

dari kerajaan Rajagaha. Suatu ketika setelah raja Bimbisara mendengarkan ajaran

Sang Buddha dan mencapai sottapati atau tingkatan kesucian pertama, maka

beliau memberikan persembahkan kepada Sang Buddha dan para bhikkhu.54 Atas pemberian tersebut, kemudian Sang Buddha memberikan

persyaratan sebagai berikut : 1. Tempat tersebut tidak jauh, dekat dan ada jalan untuk dilalui.

2. Tidak terlalu banyak suara pada siang hari dan malam hari.

3. Tempat tersebut tidak banyak gangguan serangga, angin, terik matahari dan

pohon menjalar.

4. Orang yang tinggal di sekitarnya mudah memperoleh jubah, makanan, tempat

tinggal dan obat-obatan sebagai penyembuhan bagi orang sakit.

5. Di tempat tersebut ada bhikkhu yang lebih senior yang mempunyai

pengetahuan tentang kitab suci.

Dengan semakin banyak penganut ajaran Sang Buddha, maka vihara

bukan hanya sebagai tempat singgah para bhikkhu, tetapi juga digunakan oleh

para upasakha dan upashika untuk belajar dhamma. Pada hari-hari uposhata umat

Buddha datang ke vihara untuk mendengarkan dhamma, menjalankan attha sila

dan melatih meditasi.

53Wawancara Pribadi dengan Suddhi Citto. 54Wawancara Pribadi dengan Suddhi Citto.

Page 41: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

41

Pada saat ini umat Buddha, terutama di Indonesia datang ke vihara untuk

melakukan puja bakti, umat juga mengadakan berbagai kegiatan lain yang sesuai

dengan dhamma di vihara. Dengan demikian vihara adalah sebagai tempat

singgah atau tempat tinggal bagi para bhikkhu dan sebagai sarana ibadah umat

Buddha. Sedangkan bila ditinjau dari fungsinya, vihara memiliki fungsi sebagai

berikut : 1. Tempat tinggal para bhikkhu dan samanera 2. Tempat pendidikan putra dan putri bangsa, agar menjadi warga

masyarakat yang berguna, khususnya penganut Buddhisme. 3. Tempat yang memberikan rasa aman bagi semua umat Buddha. 4. Tempat pendidikan moral, sopan santun dan kebudayaan. 5. Tempat menyebarkan dhamma. 6. Tempat menunjukkan jalan kebebasan. 7. Tempat latihan meditasi dalam usaha merealisasikan cita-cita kehidupan

suci. 8. Tempat kegiatan sosial keagamaan. 55

Bila ditinjau dari aspek fungsi dalam memenuhi kebutuhan batin, maka

pada umumnya vihara dikelompokkan menjadi empat bagian yaitu Brahmana

vihara, Dibba vihara, Dhamma vihara dan Arya vihara. Brahma vihara terdiri dari metta, karuna, mudita dan upekha. Metta

berarti cinta kasih yang tanpa batas atau universal. Mencintai siapa saja tanpa

ingin memiliki atau melekat kepadanya. Mencintai semua makhluk tanpa

memandang latar belakang orang atau makhluk itu. Dengan adanya metta berarti

manusia tidak memiliki perasaan dendam atau benci kepada siapapun.

55Wawancara Pribadi dengan Suddhi Citto.

Page 42: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

42

Sementara itu karuna berarti belas kasihan kepada semua makhluk yang

membutuhkan pertolongan. Sedangkan mudita berarti empati kepada kebahagiaan

atau penderitaan orang lain. Empati adalah perasaan yang merasakan penderitaan

atau kebahagiaan orang lain seperti dialami oleh diri sendiri. Adapun upekha

berarti keseimbangan batin, selaras, bebas dari keresahan dan kegelisahan. Kelompok kedua adalah Dibba vihara. Kelompok vihara ini terdiri atas

hiri dan ottapa. Hiri berarti perasaan malu, yaitu malu untuk melakukan hal-hal

yang tidak baik. Sedangkan ottapa berarti perasaan takut, yaitu takut akan akibat

yang timbul dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik.56 Kelompok ketiga adalah Dhamma vihara. Kelompok ini terdiri dari

subba papassa akaranami, kusalassu pasompada, socitta panyodapanam dan

etam Buddhana Sasanam. Subba papassa akaranami berarti jangan berbuat jahat

kemudian kusalassu pasompada berarti berusaha untuk menambah kebaikan,

selanjutnya sacitta panyodapanam berarti sucikan hati dan pikiran dan etam

Buddhana sananam berarti inilah ajaran para Buddha. Kelompok keempat adalah Arya vihara. Kelompok vihara ini terdiri atas

sila, samadhi dan panna. Sila berarti latihan kedisiplinan untuk melakukan

perbuatan baik yang tidak merugikan orang atau makhluk lain. Adapun samadhi

berarti pengembangan batin untuk mencapai ketenangan dan pandangan terang.

Sedangkan panna berarti kebijaksanaan yang timbul sebagai reaksi dari

pelaksanaan samadhi.57 Sebagai tempat tinggal bhikkhu dan tempat ibadah umat Buddha, maka

biasanya vihara terdiri dari beberapa bangunan, dan setiap bangunan biasanya

56Wawancara Pribadi dengan Suddhi Citto. 57Wawancara Pribadi dengan Suddhi Citto.

Page 43: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

43

memiliki fungsi tersendiri. Banyaknya bangunan sangat bergantung kepada

kemampuan umat Buddha yang mendirikan vihara tersebut. Seperti biasa

pekerjaan membangun vihara ini dilakukan secara gotong royong oleh para umat

yang memiliki keyakinan kepada Sang Triatna.58 Dengan demikian adanya Vihara Buddha Metta Arama ini, diharapkan

selain dapat berfungsi sebagai tempat tinggal para bhikkhu dan tempat ibadah

umat Buddha, juga dapat berfungsi sebagai sarana pendidikan dan latihan umat,

demi lestarinya ajaran Buddha. Secara geografis Vihara Buddha Metta Arama ini

terletak di jalan Lembang Terusan D59 Menteng Kode Pos 10310 Jakarta –

Indonesia.

C. Aktivitas Dalam Vihara Buddha Metta Arama

Secara garis besar kegiatan yang dilaksanakan di Vihara Buddha Metta

Arama dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok yaitu kegiatan keagamaan,

pendidikan keagamaan dan kegiatan sosial keagamaan.59 Aktivitas keagamaan ini terdiri dari kegiatan rutin, kegiatan berkala dan

kegiatan khusus. Kegiatan rutin adalah kegiatan yang dilaksanakan berulang-

ulang dalam jangka panjang. Kegiatan yang dilakukan secara rutin oleh umat

Buddha ialah kebaktian satu minggu sekali. Kebaktian ini dalam bentuk puja bakti

dengan membaca paritta, meditasi, permohonan Pancasila bila dihadiri oleh

bhikkhu dan mendengarkan dhamma. Rangkaian puja bakti ini bisa dilakukan di

seluruh vihara agama Buddha.

58Bhikkhu Subalaratano dan Samanera Uttamo, Bakti atau Puja, (Jakarta : Sangha

Theravada Indonesia, tth), h. 16 - 17 59Wawancara Pribadi dengan Suddhi Citto.

Page 44: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

44

Aktivitas selanjutnya yang termasuk dalam kategori kegiatan keagamaan

adalah kegiatan berkala. Kegiatan berkala adalah kegiatan yang dilakukan

berulang-ulang pada waktu tertentu dan beraturan. Kegiatan yang dilakukan

berulang-ulang seperti memperingati hari raya Tri waisak, asadha, kathina dan

magha puja. Hari raya waisak misalnya dirayakan secara nasional dan besar-

besaran yang bertempat di candi Borobudur. Kemudian aktivitas yang termasuk dalam kategori kegiatan keagamaan

adalah kegiatan khusus. Kegiatan keagamaan yang dilakukan secara khusus yaitu

pabbajja dan upasampada. Pabbajja berarti meninggalkan rumah memasuki

kehidupan yang tidak berumah tangga. Orang yang telah mengikuti pabbajja

disebut sebagai samanera atau calon bhikkhu. Sedangkan orang yang telah sampai

pada tingkat upasampada disebut sebagai bhikkhu.60 Selain kegiatan keagamaan yang dilaksanakan di Vihara Buddha Metta

Arama, juga terdapat kegiatan pendidikan keagamaan. Aktivitas pendidikan

keagamaan ini terdiri atas kelas dhamma, sekolah pada hari minggu dan belajar

kesenian. Dalam ajaran Buddha, pendidikan keagamaan yang pertama dikenal

dalam ajaran ini adalah kelas dhamma.61 Untuk mengetahui ajaran Sang Buddha, umat Buddha tidak cukup hanya

mendengarkan dhamma dasana yang diadakan satu kali dalam satu minggu. Pada

sisi lain untuk mengerti ajaran Sang Buddha adalah dengan cara mengikuti kelas

dhamma. Dalam acara seperti ini siswa dapat menanyakan dhamma yang belum

dimengerti. Hal ini sangat baik bagi siswa pemula yang sedang belajar dhamma,

60Wawancara Pribadi dengan Suddhi Citto. 61Wawancara Pribadi dengan Suddhi Citto.

Page 45: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

45

karena dapat menanyakan secara langsung tentang dhamma yang belum ia

ketahui. Sedikitnya terdapat lima manfaat yang dapat diperoleh ketika seseorang

mendengarkan dhamma yaitu assutim sunati, sutam pariyodapeti, kankham viharti, ditthim ujum karoti dan cittamassa pasidati. Assutim sunati berarti mendengarkan sesuatu yang belum pernah didengar dan belajar mengetahui sesuatu yang belum pernah diketahui. Sementara itu sutam pariyodapeti berarti sesuatu yang pernah didengar dan dilaksanakan dengan tekun untuk mendapatkan kenyataan. Adapun kankham viharti berarti melenyapkan keraguan, segala sesuatu yang ragu dapat dilenyapkan. Kemudian ditthim ujum karoti berarti pandangan yang benar dan cittamassa pasidati berarti

pikirannya bersih.62

Setelah siswa menyadari akan manfaat belajar dhamma, maka banyak

siswa yang semakin tertarik untuk mengikuti dhamma kelas. Hal ini merupakan

aktivitas yang banyak dilakukan oleh vihara Buddha Metta Arama Menteng

Jakarta. Aktivitas pendidikan keagamaan lainnya dapat dilakukan melalui sekolah

minggu. Sekolah pada hari minggu merupakan pendidikan pengenalan Buddha

Dhamma kepada anak. Pada hari minggu vihara mengadakan sekolah minggu

untuk anak-anak. Buddha Dhamma perlu diajarkan kepada anak-anak.63

Pengenalan Buddha Dhamma kepada anak-anak sebaiknya dilakukan sejak dini.

Dengan demikian pribadi anak terbentuk dengan baik karena dhamma merupakan

landasan pembentukan pribadi yang baik. Buddha Dhamma disampaikan kepada

anak dalam bentuk cerita, nyanyian ataupun praktek langsung dalam hal tata cara

kebaktian.

62Pandit Jinaratha Kaharuddin, Kamus Buddha Dharma, (Jakarta : Tri Sattra Budhist

Centre, 1994), h. 71 - 72 63Kaharuddin, Kamus Buddha Dharma, h. 73

Page 46: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

46

Kemudian kegiatan pendidikan keagamaan dapat juga dilakukan melalui

kesenian. Kesenian merupakan curahan hati bagi seseorang yang berjiwa seni

melalui lantunan sebuah lagu misalnya, dan seseorang dapat menuangkan buah

pikirannya. Banyak umat Buddha yang berjiwa seni, mereka akan merasa lebih

mudah menuangkan dhamma lewat karya seninya dari pada harus menuangkan

dhamma dengan metode lainnya. Kesenian tersebut dapat berupa lukisan,

misalnya lukisan kelahiran Pangeran Sidharta sampai Sang Buddha Parinibbana.

Bentuk kesenian lainnya yang dapat digunakan dalam menggambarkan ajaran

Sang Buddha dapat dilakukan dengan cara tarian, nyanyian, drama, dan lain

sebagainya. Orang yang berjiwa seni dapat membantu menanamkan Buddha

Dhamma kepada umat Buddha melalui jalur karya seninya.64 Selanjutnya aktivitas yang biasa dilaksanakan oleh Vihara Buddha Metta

Arama adalah kegiatan sosial keagamaan. Aksi sosial adalah salah satu kegiatan

dalam bentuk dana. Adapun dana yang diberikan dapat berupa uang, makanan,

pakaian, donor darah, dan lain sebagainya. Setelah dana ini terkumpul, kemudian

disalurkan melalui seksi sosial ke tempat-tempat yang membutuhkan. Kegiatan

sosial seperti ini dapat dilaksanakan di setiap vihara, termasuk Vihara Buddha

Metta Arama. Dengan melakukan kegiatan sosial, maka umat Buddha secara tidak

langsung telah melaksanakan salah satu ajaran Sang Buddha. Ada dua macam aksi sosial yang pernah dilaksanakan di Vihara Buddha

Metta Arama yaitu donor darah dan dana materi.65 Aksi sosial pada Vihara

Buddha Metta Arama ini yang utama adalah donor darah. Donor darah

64Wawancara Pribadi dengan Suddhi Citto. 65Wawancara Pribadi dengan Suddhi Citto.

Page 47: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

47

diselenggarakan tiga bulan sekali, tepatnya pada saat menjelang hari raya agama

Buddha. Aksi sosial seperti ini banyak diminati umat, karena acaranya

diselenggarakan di vihara yang berarti umat dapat berpartisipasi secara langsung. Demikian aktivitas-aktivitas dalam Vihara Buddha Metta Arama

Menteng Jakarta. Secara garis besar aktivitas-aktivitas yang diselenggarakan di

Vihara Buddha Metta Arama ini dapat diklasifikikasikan kepada tiga golongan

yaitu kegiatan keagamaan, pendidikan keagamaan dan kegiatan sosial keagamaan

yang kesemuanya itu diselenggarakan dengan salah satu tujuan untuk menjaga

kelestarian ajaran Sang Buddha.

D. Arti Simbol Dalam Vihara Buddha Metta Arama

Simbol-simbol yang terdapat pada Vihara Buddha Metta Arama

dimaksudkan untuk mengingatkan umat Buddha pada ajaran Sang Buddha, umat

Buddha merenungkan Buddha dan ajarannya melalui simbol-simbol yang sesuai.

Adapun simbol yang digunakan pada Vihara Buddha Metta Arama antara lain

rupang, stupa, cakkha dan simbol-simbol yang terdapat pada altar. Arti simbol dalam Vihara Buddha Metta Arama ini akan diuraikan

sebagai berikut :66 1. Rupang

Banyak orang beranggapan bahwa penganut agama Buddha adalah

penyembah berhala. Mereka berpikir bahwa di depan Buddharupang umat

Buddha menyembah Buddharupang dan meminta-minta segala sesuatu yang

66Wawancara Pribadi dengan Suddhi Citto.

Page 48: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

48

dikehendakinya. Hal ini tidaklah sesuai dengan apa yang sesungguhnya

dilakukan oleh umat Buddha di hadapan Buddharupang. Dalam melakukan puja kepada Sang Buddha sesuai dengan ajarannya,

Buddharupang adalah melambangkan kehadiran Sang Buddha. Buddharupang

yang menjadi lambang perwujudan Sang Buddha bukan semata-mata berhala

yang disembah begitu saja, namun umat Buddha menghormatinya karena

Buddharupang memiliki makna filosofi yang dalam bagi mereka.67

Buddharupang sebagai lambang pemujaan tidak hanya dipuja sebagai sosok

kepribadian Sang Buddha yang sangat mulia, melainkan juga karena

perjuangan dan ajaran beliau yang dapat membebaskan manusia dari

penderitaan. Meskipun Buddharupang hanya terbuat dari kayu, batu, perunggu atau

emas, umat Buddha tetap menghormatinya dengan cara merangkapkan kedua

tangan di depan dada atau bersujud di hadapan Buddharupang. Rasa bakti

yang dilakukan di hadapan Buddharupang didasarkan atas rasa terima kasih

kepada guru junjungan yang juga merupakan awal atau pintu dalam

memperoleh kebenaran atau paling tidak melakukan kamma baik. Atas jasa-

jasa beliau manusia dapat bebas dari penderitaan, menuju kebahagiaan dan

kebebasan.68 Di sini tampak bahwa umat Buddha membutuhkan wajah sang Buddha

Gautama di dalam bakti persembahan, bukan wajah Tuhan, kecuali jika Sang

Buddha Gautama dianggap Tuhan.

67Dwiyanti, Fungsi Vihara bagi Umat Buddha, (Jakarta : Sekolah Tinggi Agama

Buddha Nalanda, 1997), h. 19 68Dwiyanti, Fungsi Vihara bagi Umat Buddha, h. 6

Page 49: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

49

Rupang biasanya diletakkan di setiap bangunan vihara. Hal ini berguna

agar umat dapat mengetahui bahwa rupang merupakan simbol yang sering

digunakan dalam agama Buddha. 2. Stupa

Stupa adalah suatu monumen yang didirikan sebagai tempat untuk

penempatan abu jenazah atau benda peninggalan dari orang suci atau raja

sejagat. Stupa sebagai tempat penyimpanan abu jenazah atau benda

peninggalan telah ada sejak pada masa Sang Buddha, dan stupa seperti ini

telah dijadikan sebagai obyek penghormatan.69 Puja bakti maupun penghormatan pada stupa adalah suatu sikap mental

dengan tujuan merenungkan dan selalu ingat akan perbuatan atau prilaku baik

yang telah dilakukan oleh pemilik peninggalan tersebut yang ada dalam stupa,

agar umat Buddha dapat meneladaninya. Inilah makna dari penghormatan

pada stupa tersebut. Adapun stupa yang ada di Vihara Buddha Metta Arama adalah stupa

dalam bentuk kecil dan diletakkan di altar. Arti simbol dari stupa ini adalah

agar umat Buddha dapat menjadi contoh teladan bagi umat Buddha lain

khususnya, dan di luar umat Buddha pada umumnya. 3. Cakkha

Kata cakkha berasal dari baha Pali yang berarti roda. Setelah Sang

Buddha mencapai penerangan sempurna, beliau menerangkan dhamma kepada

lima orang pertapa. Penerangan dhamma yang pertama kali ini disebut

69Coeneles Wowor, Pedoman Agama Buddha, (Jakarta : CV. Pelita Nursatama Lestari,

2003), h. 4 - 5

Page 50: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

50

dhammacakkha pavattana sutta atau pemutaran roda dhamma. Sang Buddha

mengumpamakan dhamma yang telah beliau terangkan sebagai roda. Dengan

berputarnya roda dhamma dimaksudkan agar semua makhluk yang hendak

berbuat dengan dhamma akan bebas dari penderitaan. Dari pemutaran roda dhamma tersebut, maka cakkha menjadi salah satu

dari simbol yang ada dalam agama Buddha. Ada bermacam-macam cakkha

yang digunakan dalam delapan jalan utama adalah dengan delapan jari-jari.

Bagaikan sebuah roda dengan porosnya di tengahnya dari jari-jari saling

terkait antara satu dengan yang lainnya. Demikian juga, jalan mulia berunsur

delapan merupakan salah satu jalan yang tidak dapat dipisahkan dan saling

berkaitan. Selain cakkha dengan delapan jari-jari yang digunakan dalam

agama Buddha juga ada cakkha dengan dua belas jari-jari. Kebua belas jari-

jari ini menunjukkan ciri pengetahuan yang terdapat dalam empat kenyataan

mulia.70 Simbol-simbol lainnya yang berhubungan dengan ajaran Buddha

biasanya diletakkan di altar. Ada lima persembahkan di altar sebagai simbol-

simbol seperti lampu penerangan, dupa, bunga dan air. Pada altar terdapat

beberapa simbol yang dapat dijadikan sarana penghubung bagi ajaran Buddha.

Salah satu simbol tersebut adalah lampu penerangan.71 Dalam melaksanakan puja di depan altar, Sang Buddha sering

menggunakan lampu penerangan. Lampu ini melambangkan cahaya yang

70Dwiyanti, Fungsi Vihara Bagi Umat Buddha, h. 24 -25 71Dwiyanti, Fungsi Vihara Bagi Umat Buddha, h. 25

Page 51: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

51

memerangi kegelapan. Ruang yang semula gelap gulita, dapat menjadi terang

dengan cahaya lampu. Demikian juga dhamma dapat memerangi batin yang

gelap menuju penerangan sempurna. Pada saat ini lampu sering digunakan untuk penerangan. Demi menerangi

kegelapan, lilin rela mengorbankan dirinya habis terbakar. Demikian juga

dengan manusia, hendaknya ia berbuat baik membantu sesamanya tanpa

mengharapkan imbalan. Kemudian simbol lainnya yang ada di altar adalah dupa. Jika memaki

ruangan yang ada dupanya, maka akan mencium bau harum semberbak yang

membuat terpukau untuk tinggal pada ruangan tersebut. Di dalam vihara

biasanya ada bau harum dari dupa yang ditancapkan di tempat khusus di altar.

Demikian dengan Vihara Buddha Metta Arama Menteng Jakarta. Dupa dalam hal ini, melambangkan harumnya kebajikan yang dilakukan

oleh siapa saja. Namun bau harumnya dupa tidak dapat melawan arah angin,

dan bau harumnya kebajikan atau nama baik dapat melawan arah angin.

Demikian seperti disebutkan dalam kitab dhammapada.72 Dengan adanya

dupa ini melambangkan bahwa harum juga nama Sang Buddha, karena beliau

penemu jalan kebenaran. Hal inilah yang patut direnungkan dengan obyek

dupa yang ada. Selanjutnya simbol lain yang tidak kalah pentingnya yang ada di altar

adalah bunga. Bunga adalah lambang kelemahan dan bunga biasanya cepat

layu. Pada saat dipetik dan dipersembahkan di altar Sang Buddha, bunga

72Dhammadipa, Kitab Suci Dhammapada, (Jakarta : Yayasan Dhammadipa), h. 29

Page 52: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

52

tampak segar dan baunya harum membuat altar kelihatan indah dan agung.

Setelah beberapa hari bunga tersebut akan menjadi layu dan berguguran.

Seperti halnya bunga, manusia juga mengalami proses kehidupan yang terus

berubah tanpa henti yaitu lahir, anak, remaja, tua, sakit dan mati. Setelah manusia dilahirkan, ia akan tumbuh menjadi dewasa, kelihatan

cantik atau tampan, namun lama kelamaan ia menjadi tua dan sakit-sakitan

lalu akhirnya mati. Untuk itu, setiap manusia hendaknya berusaha menyadari

bahwa semua yang ada pada dirinya selalu mengalami perubahan. Manusia

selalu cengkram oleh proses yang terus menerus dalam kehidupan ini selama

manusia tersebut masih memiliki kegelapan batin. Demikian seperti

disebutkan dalam kitab Paritta Suci Agama Buddha.73 Proses perubahan seperti inilah yang perlu direnungkan dengan

mengambil obyek bunga sebagai simbolnya. Seperti halnya bunga,

demikianlah perubahan hidup yang terjadi pada manusia tidak akan kekal

selamanya. Simbol selanjutnya yang terdapat di altar adalah air. Air dalam agama

Buddha melambangkan kerendahan hati, karena air memiliki sifat-sifat seperti

dapat membersihkan noda-noda, dapat memberikan tenaga hidup kepada

makhluk-makhluk, dapat menyesuaikan diri dengan semua keadaan, selalu

mencari tempat yang rendah dan air kelihatannya lemah, akan tetapi suatu saat

air akan menjadi tenaga yang sangat besar.74

73Paritta Suci, (Jakarta : Dhammadipa Arama, 1983), h. 37 74Dhammadipa, Kitab Suci Dhammapada, h. 30

Page 53: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

53

Selain itu, air juga melambangkan kesucian. Oleh karena itu, manusia

hendaknya memiliki sifat seperti air. Sifat air yang dapat membersihkan

kotoran dan dapat memberikan arti tersendiri dalam kehidupan manusia.

Bagaikan air, manusia juga dapat membersihkan dirinya sendiri dari segala

kotoran batin dengan cara melaksanakan meditasi menurut ajaran Buddha. Demikian makna dan arti simbol-simbol yang terdapat baik pada

bangunan maupun altar Vihara Buddha Metta Arama Menteng Jakarta. Dengan

simbol-simbol tersebut, umat Buddha diharapkan dapat menjadikan simbol-

simbol tersebut sebagai bahan pemikiran bagi mereka yang hendak mencapai

derajat kesucian melalui ajaran Sang Buddha yang dikenal dengan istilah

meditasi.

Page 54: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

54

BAB IV

PELAKSANAAN UPACARA KATHINA DI VIHARA

BUDDHA METTA ARAMA

A. Persiapan Upacara Kathina

Upacara kathina didasarkan pada kitab suci agama Buddha yang

mengajarkan ummatnya untuk memberikan sebagian hartanya kepada Sangha.

Untuk itu dalam upacara kathina diperlukan persiapan. Persiapan upacara kathina berawal dari rapat Sangha yang diadakan

setiap empat bulan sekali di berbagai vihara di Indonesia termasuk vihara Buddha

Metta Arama Menteng Jakarta. Dua kali rapat pimpinan dan satu kali rapat

persamuan Sangha. Dari rapat pimpinan yang dihadiri oleh ketua Sangha, wakil

dan sekretaris, ditentukan jadwal bhikkhu-bhikkhu yang bervassa di Indonesia.

Selain rapat pimpinan juga menetapkan tanggal perayaan kathina di vihara-vihara

Page 55: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

55

tempat para bhikkhu yang akan hadir dalam perayaan kathina di vihara-vihara

tersebut.75 Vihara atau cetiya manapun dapat dijadikan tempat bervassa bagi para

bhikkhu dan samanera. Tetapi vihara itu harus memenuhi beberapa kriteria, di

antaranya berdasarkan kesediaan atau permintaan para bhikkhu. Selain permintaan

dari bhikkhu dapat juga berdasarkan permintaan umat atau tempat tersebut

membutuhkan pembinaan dari bhikkhu terutama yang menyangkut perayaan

kathina.76 Proses selanjutnya dalam persiapan upacara kathina ialah bahwa umat

harus mempersiapkan dana untuk diberikan kepada para bhikkhu yang dalam

istilah Buddha disebut pindapatra. Pindapatra adalah cara yang dilakukan oleh

para bhikkhu untuk memperoleh dana atau memberikan makanan dari umat

Buddha. Dengan memberikan dana pindapatra ini umat Buddha dapat membantu

anggota Sangha dalam menjalankan sila dan sekaligus mengamalkannya.77 Pemberian makanan ini jangan disalahartikan bahwa bhikkhu meminta

makanan kepada umat, sebab dalam vinaya bhikkhu tidak boleh mengucapkan

kata-kata meminta, tetapi orang yang mengikrarkan diri selaku umat Buddha

secara ikhlas mendanakan makanan demi kelangsungan hidup para bhikkhu, agar

terus membina kemajuan batinnya dan mengabdi bagi kebahagiaan semua

75“Lika-Liku Kathina di Indonesia, Bulan Kathina Masa Panen Para Bhikkhu”, Buddha

Cakkha, No. 3, Vol. XVII, 1995, h. 17 - 18 76Buddha Cakkha, No. 3, Vol. XVII, 1995, h. 17 77“Tradisi Pindapatra Pada Bulan Kathina”, Majalah Budhis Indonesia Edisi Ke-29,

Desember 1994, h. 31

Page 56: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

56

makhluk.78 Pembinaan kemajuan batin ini tidak akan dapat dilaksanakan oleh para

bhikkhu tanpa adanya bantuan dana. Dengan perayaan kathina para bhikkhu memberikan kesempatan kepada

umat untuk menanam kamma baik di ladang subur. Para bhikkhu akan menerima

dana yang diberikan oleh umat, baik berupa uang maupun empat macam

kebutuhan seorang bhikkhu.79 Keempat macam kebutuhan itu adalah civara dana, pemberian berupa

jubah, pindapatra dana yaitu pemberian dana makanan kepada bhikkhu, kemudian

bhesajja dana ialah pemberian obat-obatan kepada bhikkhu, dan terakhir

senasana dana yaitu pemberian tempat tinggal atau kuti kepada bhikkhu. Dengan

istilah lain dapat dikatakan umat dapat berdana sandang, pangan, papan dan obat-

obatan.80 Dari kebutuhan para bhikkhu ini, maka kebutuhan obat-obatanlah yang

menonjol dalam kathina dana di Indonesia. Obat-obatan ini baik berupa odol,

sabun mandi, bahkan kadang obat pembersih kepala, dan bentuk-bentuk yang

lebih mengarah ke modernisasi yang di antaranya adalah jam hitung, kaset, tape,

dan lain-lain yang kesemuanya itu menunjukkan hal yang berlebihan dalam segi

kuantitas. Jelas semua ini tidak akan terkonsumsi oleh para bhikkhu yang

berjumlah kecil.81 Pada setiap perayaan kathina di vihara manapun, dana yang diberikan

oleh umat selalu dikumpulkan oleh pengurus vihara setempat termasuk pada

78Majalah Budhis Indonesia, Edisi ke-29, Desember 1994, h. 32 79Buddha Cakkha, No. 3, Vol. XVII, 1995, h. 18 80Buddha Cakkha, No. 3, Vol. XVII, 1995, h. 19 81Buddha Cakkha, No. 3, Vol. XVII, 1995, h. 19

Page 57: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

57

Vihara Buddha Metta Arama. Dari dana yang diperoleh sebesar 50% akan

diserahkan kepada Sangha dan 50% lainnya akan digunakan sebagai biaya

operasional vihara dan kegiatan sosial lainnya.82 Dengan demikian persiapan yang perlu dilakukan pada upacara kathina

adalah perlengkapan jubah. Dana yang dipersembahkan adalah bahan jubah atau

jubah, di samping dana-dana yang lainnya kepada Sangha. Upacara ini dapat

berlangsung walaupun hanya dihadiri oleh seorang bhikkhu yang mewakili

Sangha.83 Dari uraian di atas akhirnya dapat dipahami bahwa hal-hal yang perlu

dipersiapkan oleh umat pada upacara kathina adalah jubah atau bahan jubah dan

berbagai keperluan bhikkhu yang dikenal dengan istilah empat kebutuhan pokok

bhikkhu yaitu sandang, pangan, papan dan obat-obatan. Tanpa adanya kriteria

seperti yang disebutkan di atas seperti sandang, papan, pangan, obat-obatan dan

terutama jubah atau bahan jubah, maka upacara tersebut tidak dapat dikatakan

sebagai upacara kathina.

B. Tata Upacara Kathina

Upacara-upacara baik yang bersifat keagamaan, kemasyarakatan maupun

kenegaraan pada dasarnya merupakan cetusan hati nurani manusia terhadap suatu

kondisi, zaman, alam, suasana, selera dan cara berpikir pelakunya dalam

menyikapi upacara tersebut. Demikian juga halnya dengan upacara kathina.

82Wawancara Pribadi dengan Suddhi Citto. 83Wawancara Pribadi dengan Suddhi Citto, Jakarta, tanggal 29 Maret 2006

Page 58: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

58

Upacara kathina biasanya dihadiri oleh 4 atau 5 orang bhikkhu yang

mewakili Sangha, dan persembahan yang dapat diberikan adalah berupa jubah

atau bahan jubah. Salah satu dari tiga pilihan tersebut dapat dilakukan pada masa

kathina. Dengan demikian, manusia selaku umat Buddha telah berusaha untuk

melaksanakan perbuatan baik melalui berdana. Walaupun persembahan atau dana

yang diberikan tidak banyak, pikiran yang menyertai persembahan tersebut akan

memberikan pengaruh yang sangat besar pada akibatnya. Persembahan yang

diberikan sebaiknya disertai dengan kehendak yang baik pada saat sebelum

memberi, pada saat memberi dan pada saat sesudah memberi, maka buahnya lebih

besar dari pada mereka yang memberi dengan tujuan atau niat yang kurang baik.84 Upacara kathina yang sebenarnya dalam arti yang sesuai dengan vinaya

adalah upacara persembahan jubah dan pembuatan jubah kathina. Upacara ini

hanya dapat berlangsung jika pada masa vassa berdiam lima orang bhikkhu di satu

vihara. Jika kurang dari lima bhikkhu, maka umat tidak melaksanakan upacara

kathina yang sebenarnya itu.85 Oleh sebab itu agar upacara ini memiliki manfaat yang sebesar-besarnya,

maka upacara kathina harus dilakukan dengan benar dan sungguh-sungguh serta

sesuai dengan tata cara upacara kathina. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan

dalam upacara kathina adalah mengerti akan makna upacara yang sebenarnya,

karena upacara ini semata-mata hanya untuk memupuk sifat-sifat baik masing-

84Dhana Putra, “Bulan Dana, Bulan Kathina”, Warta Visudhi, No. 4, Edisi Oktober

1990, h. 5 85Dhana Putra, “Bulan Dana, Bulan Kathina”, Warta Visudhi, Edisi Oktober 1990, h. 6

Page 59: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

59

masing individu, bukan karena peraturan yang mengikat pada upacara yang

bersangkutan.86 Upacara kathina di suatu vihara baru dapat dilangsungkan secara benar,

bila di vihara tersebut terdapat paling sedikit empat orang bhikkhu, tidak termasuk

samanera, yang telah melakukan tekad bervassa di vihara tersebut selama 90 hari

secara sempurna.87 Dengan demikian upacara yang dilakukan di Vihara Buddha

Metta Arama Menteng Jakarta ini sudah dianggap benar, karena di vihara ini

terdapat empat orang bhikkhu yang telah melakukan tekad untuk bervassa lebih

dari 90 hari secara sempurna.88 Sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih umat kepada para

bhikkhu yang bervassa di Vihara Buddha Metta Arama, maka dipersembahkannya

kepada Sangha, sebuah kain untuk dipotong dan dijahit menjadi jubah, yang

kemudian disebut sebagai jubah kathina.89 Sementara sarana yang digunakan

dalam upacara kathina adalah berupa kain putih, kemudian dicelup dengan warna

kuning lalu dipotong dan dijahit, sehingga dapat menjadi jubah dan siap

dipersembahkan kepada Sangha. Adapun tata cara pelaksanaan upacara kathina seperti disebutkan dalam

vinaya adalah sebagai berikut : 1. Adalah hak Sangha untuk menentukan apakah upacara kathina

dilaksanakan atau tidak. 2. Bila dikehendaki, maka dipilih seorang bhikkhu untuk menerima

persembahan kain untuk dibuat jubah dari umat.

86Wawancara Pribadi dengan Suddhi Citto. 87Herman S. Endro, Hari Raya Umat Buddha dan Kalender Budhis 1996 – 2026,

(Jakarta : Yayasan Dhammadipa Arama, 1997), Cet. ke-1, h. 27 88Wawancara Pribadi dengan Suddhi Citto. 89Herman S. Endro, Hari Raya Umat Buddha dan Kalender Buddhis, h. 28

Page 60: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

60

3. Kain putih persembahan, dalam suatu prosedur formalitas pada hari kathina, oleh Sangha diserahkan pada bhikkhu terpilih untuk diukur, dipotong dan dijahit sesuai vinaya dan menjadi jubah. Proses ini dengan sendirinya dibantu oleh para bhikkhu lainnya. Sesudah selesai, jubah putih tersebut dicuci, dicelup warna kuning dan dikeringkan. Semua prosedur ini harus dilakukan dalam satu hari, dari pagi hingga petang.

4. Jubah-jubah tersebut setelah selesai dikerjakan siap dibagi oleh Sangha, dalam suatu upacara pada seseorang yang berhak menerimanya. Hanya para bhikkhu yang bervassa di vihara tersebut yang berhak atas jubah kathina.

5. Pada malam harinya, bhikkhu terpilih dengan mengenakan jubah kathina menempati dampar dan kemudian berkhotbah serta berterima kasih kepada para umat atas dukungannya pada Sangha.90

Dengan tata cara demikian dan jubah yang diberikan umat lebih

mempunyai arti tersendiri. Perlu diketahui, jubah kathina ini hanya ada satu, dan

keseluruhan proses mulai dari pembuatan sampai upacara perayaan, pembuatan

jubah hanya boleh berlangsung dalam satu hari saja. Lewat dari satu hari, jubah

tersebut batal, dan tidak dapat dipakai sebagai jubah kathina.91 Bila rangkaian upacara kathina sesuai dengan prosedur seperti yang telah

dipaparkan di atas, maka proses upacara kathina dapat dianggap selesai. Dengan

demikian tata upacara kathina yang selama ini dilaksanakan di Vihara Buddha

Metta Arama telah dianggap sah, karena memenuhi persyaratan dan sesuai dengan

vinaya ajaran Buddha.

C. Tujuan Upacara Kathina

Secara umum tujuan upacara dalam agama Buddha senantiasa

dimaksudkan untuk menghormati dan merenungi sifat-sifat luhur Sang Buddha.

90Herman S. Endro, Hari Raya Umat Buddha dan Kalender Buddhis, h. 29 91Herman S. Endro, Hari Raya Umat Buddha dan Kalender Buddhis, h. 30

Page 61: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

61

Sifat-sifat luhur Sang Buddha disebut pula paramitha. Ada enam sifat luhur yang

disebut Sadha paramitha yaitu :92 1. Dana paramitha adalah suatu sifat luhur yang senantiasa mendorong umat

untuk beramal, berkorban untuk kepentingan orang lain terutama orang yang menderita.

2. Sila paramitha adalah suatu sifat luhur yang senantiasa mendorong seseorang untuk berbuat baik.

3. Virya paramitha adalah suatu sifat luhur yang senantiasa mendorong seseorang agar selalu semangat dan aktif berkarya, bekerja dan belajar.

4. Khusanti paramitha adalah suatu sifat luhur yang senantiasa mendorong seseorang agar tenang dan sabar dalam menghadapi segala masalah dan tantangan.

5. Dhayana paramitha adalah suatu sifat luhur yang senantiasa mendorong seseorang untuk mengheningkan cipta dan bermeditasi.

6. Prajna paramitha adalah suatu sifat luhur dari kebijaksanaan sempurna yang memberikan jalan untuk melenyapkan keserakahan.

7. Memperkuat keyakinan yang dalam ajaran Buddha disebut dengan istilah sadha. Sadha disebut juga panca sadha yang terdiri atas keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, keyakinan terhadap para Bodhisattva dan para Buddha, keyakinan terhadap hukum kesunyatan, keyakinan terhadap kitab suci dan keyakinan terhadap Nibbana.93

8. Membina tempat keadaan batin luhur atau istilah lainnya adalah brahmavihara. Brahmavihara ini meliputi metta, karuna, mudita dan upekha.

9. Mengulangi dan merenungkan kembali khotbah-khotbah Sang Buddha. Dengan upacara kathina diharapkan umat Buddha dapat mempraktekkan ajaran yang telah dipaparkan oleh Sang Buddha dalam kehidupan sehari-hari serta mengamalkannya kepada semua makhluk.

10. Melakukan anumodana, yaitu membagi perbuatan baik kepada makhluk lain.94

Jika ditinjau dari fenomena kebudayaan, maka tujuan upacara kathina

merupakan pewarisan nilai-nilai atau norma-norma melalui proses sosialisasi.

Upacara kathina merupakan serangkaian aktivitas-aktivitas yang berorientasi

kepada pemberian dana serta memberikan kesadaran terhadap pendukung upacara

tentang nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian upacara

92Oka, Diputra, Dharma Nidya, (Jakarta : Dharma Nusantara Bahagia, 1986), Jilid I, h.

18 93Oka Diputra, Pedoman Penerangan Agama Buddha, (Jakarta : Dharma Nusantara

Bahagia, 1986), h. 19 94Majelis Pandita Buddha Indonesia, Pedoman Penghayatan dan Pembabaran Agama

Buddha di Indonesia, (Jakarta : Yayasan Dhammadipa Arama, 1979), h. 45

Page 62: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

62

kathina yang diadakan setiap tahun sekali merupakan wadah sosialisasi dan

keagamaan bagi masyarakat pendukung acara tersebut. Nuansa upacara kathina

ini sangat lekat dengan persembahan dana. Upacara kathina merefleksikan adanya

kepedulian sosial, yaitu berupa pemberian dana kepada masyarakat yang kurang

mampu, dan dalam hal ini sifat-sifat luhur Sang Buddha. Selain menghormati dan merenungi sifat-sifat luhur Sang Buddha,

upacara kathina memiliki tujuan yang sangat spesifik yaitu : Pertama, agar umat bisa memperlemah kemelekatan terhadap harta

dunia, sehingga penderitaan umat dapat dikurangi jika seseorang sering berdana,

maka ia dapat mengkondisikan kebahagiaan bagi dirinya sendiri, baik untuk masa

depan maupun untuk kehidupan yang akan datang. Seringnya berdana akan

berdampak positif, orang yang akan terhindar dari kemiskinan yang sangat

menyakitkan.95 Kedua, supaya orang-orang pantas menerima pemberian mendapatkan

apa yang patut mereka terima, begitulah orang-orang yang patut menerima

pertolongan. Orang-orang yang patut menerima pemberian antara lain bhiksu dan

bhiksuni, samanera dan pandita yang memiliki sila yang terpuji. Sedangkan

orang-orang yang patut mendapatkan pertolongan antara lain fakir miskin, yatim

piatu, orang cacat yang tidak mampu bekerja dan orang-orang jompo. Sebagai

95Kathina Hari Bakti Umat Buddha Kepada Sangha, WARTA WALUBI, Edisi November

2003, h. 17

Page 63: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

63

umat Buddha yang baik, orang harus taat pada apa yang diajarkan oleh Sang

Buddha.96 Jika orang tidak terbiasa untuk berdana, memang harus diakui bahwa hal

ini sukar untuk dilakukan. Namun dengan adanya kesadaran untuk memperlemah

sifat kemelekatan dan keakuan, orang dapat memaksa diri untuk berdana.

Memang, pertama kali dan kedua kali memberi dana, ia merasa keberatan. Jika

merasa berat hati, bolehlah orang itu memberi sedikit terlebih dahulu. Asal

perbuatan ini diulang-ulang sambil terus meningkatkan jumlahnya walaupun

sedikit demi sedikit, maka rasa berat hati itu akan terbiasa berdana dalam jumlah

yang lumayan. Jika hal ini menjadi kenyataan, maka hatinya akan merasakan

kelegaan dan kelonggaran. Ia akan semakin jauh dari kecemasan, kegelisahan dan

berbagai siksaan batin yang berhubungan dengan kemelekatan akan materi.97 Seperti dipaparkan di atas bahwa pada hari raya kathina, umat Buddha

selayaknya berdana kepada Arya Sangha. Hal ini perlu disadari sebagai suatu hal

yang wajar, dan jangan sekali-kali menerimanya sebagai suatu beban yang

memberatkan hati. Hal ini disebabkan para bhikkhu dan bhiksuni mengemban

tugas luhur, baik sebagai penyebar Buddha Dharma maupun pembina umat.

Dengan demikian sebagai umat Buddha yang baik, maka seseorang wajib

membalasnya dengan menyokong dan memperhatikan kebutuhan pokok para

96Kathina Hari Bakti Umat Buddha Kepada Sangha, WARTA WALUBI, Edisi November

2003, h. 18 97Wawancara Pribadi dengan Suddhi Citto, Jakarta, tanggal 29 Maret 2006

Page 64: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

64

bhiksu dan bhiksuni, sehingga di antara para bhikkhu dan umat terjalin hubungan

timbal balik yang baik dan selaras dengan dharma.98 Dengan demikian tujuan upacara kathina adalah terjalinnya hubungan

timbal balik antara bhikkhu dan umat dengan cara melepaskan diri dari sifat

kemelekatan. Adapun salah satu cara yang baik untuk mengikis kemelekatan ini

ialah dengan membiasakan diri berdana kathina.

D. Kandungan Makna Dalam Upacara Kathina

Kandungan makna dalam upacara kathina secara simbolik yang

dilakukan oleh umat Buddha biasanya dilambangkan dengan banyaknya berdan

kepada Sangha. Berdana ini jelas memiliki moral yang baik dan dapat menahan

nafsu inderanya serta mempunyai pengendalian diri adalah adalah timbunan harta

yang baik. Harta tersebut dapat diperoleh dengan cara berbuat kebajikan kepada

Cetiya-Cetiya atau kepada Sangha, kepada orang lain atau para tamu, kepada

kedua orang tua atau kepada orang yang lebih tua. Inilah harta yang disimpan

paling sempurna, tidak mungkin hilang, tidak mungkin ditinggalkan walaupun

suatu saat akan meninggal, namun ia tetap akan membawanya. Upacara kathina selalu identik dengan dana yang berbentuk materi.

Dibalik pemberian dana materil itu ada satu makna hakiki yang perlu dipahami,

yaitu pelepasan diri dari sifat kemelekatan. Sang Buddha mengajarkan bahwa

kemelekatan dalam segala bentuknya terutama kepada hal-hal yang bersifat

duniawi mendatangkan penderitaan.

98Wawancara Pribadi dengan Suddhi Citto.

Page 65: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

65

Penderitaan yang timbul sebagai akibat dari kemelekatan itu seringkali

sangat menyakitkan. Oleh sebab itu sebagai makhluk yang mendambakan

kebahagiaan, maka seseorang harus belajar untuk membebaskan diri dari

kemelekatan. Memang harus diakui hal ini sangat sukar untuk dilakukan, apalagi

bagi orang yang hidup pada zaman di mana godaan kesukaran dunia begitu gila

dan bertubi-tubi. Betapa sukarnya orang membebaskan diri dari kemelekatan.

Namun, kenyataan tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk bersikap pesimistis.

Asal orang itu memiliki tekad yang kuat, maka ia bisa memperlemah dan

mengikis sifat kemelekatan yang ada dalam dirinya, tentu saja secara bertahap.

Adapun salah satu metode yang dianggap paling baik untuk mengikis

kemelakatan ini adalah dengan cara membiasakan diri untuk berdana. Sang

Buddha mengajarkan umat untuk berdana, termasuk pula berdana materi.99 Menurut Ir. Fudi Kumaroputra, berdana adalah belajar melepas. Dengan

belajar melepas, kemelekatan terhadap materi menjadi berkurang, sehingga bila

seseorang kehilangan materi, ia tidak menjadi gelisah dan merasa sangat

kehilangan.100 Berdana juga dapat menimbun perbuatan baik, karena menimbun

perbuatan baik dengan berdana merupakan cara yang paling mudah. Perbuatan

baik yang dilakukan dengan berdana pasti membuahkan hasil.101 Dengan

demikian bentuk pelepasan dana dari sifat kemelekatan materi merupakan

kandungan makna dalam upacara kathina.

99Kathina Hari Bakti Umat Buddha Kepada Sangha, WARTA WALUBI, h. 17 100Fuad Kumaroputra, “Jangan Berdana Untuk Mencari Nama”, Buddha Cakkhu, No. 3,

Vol. XVII, 1995, h. 23 101Kumaroputra, “Jangan Berdana Untuk Mencari Nama”, Buddha Cakkhu, h. 24

Page 66: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

66

Pada saat menjelang upacara kathina dana, umat akan mencari dan

mengumpulkan dana berupa kain putih, uang atau kebutuhan pokok para bhikkhu

yang lain. Setelah itu umat akan datang ke salah satu vihara untuk menyampaikan

maksud mereka, yaitu mengadakan kathina dana di vihara tersebut. Pihak vihara

akan menentukan apakah akan menerima upacara tersebut atau tidak. Khusus

vihara yang dilindungi pemerintah tidak menerima dana kathina dari pihak luar,

bila menerima maka tidak disebut kathina, melainkan pamsukula dana.102 Apabila suatu permohonan telah diterima maka akan ditentukan tanggal

dan harinya dan kemudian disiapkan segala sesuatunya. Tepat pada hari yang

telah ditentukan umat bersama-sama mengadakan pawai kathina. Mereka

membawa barang-barang yang ada di daerah tersebut.103 Uniknya, sepanjang perjalanan diiringi suasana kendang, ketipung dan

alat musik lainnya, mereka menari-nari dan menyanyi. Mereka merasa bahagia

atas perbuatan baik yang mereka lakukan. Hal ini menunjukkan bahwa mereka

berdana secara sukarela, dengan melepaskan harta bendanya untuk keperluan

orang lain. Hal ini membuat suasana pawai menjadi semarak dan sangat menarik.

Sepanjang perjalanan orang-orang yang menyaksikan pun turut merasakan

kebahagiaan mereka, sehingga terkadang mereka ikut serta bergabung untuk

berdana. Dengan demikian acara pawai ini sangat bermanfaat untuk menggugah

hati orang-orang yang menyaksikan agar sadar dan mau berdana. Jadi tidak

102Berdana di Thailand, Buddha Cakkhu, No. 3, Vol. XVII, 1995, h. 15 103Berdana di Thailand, Buddha Cakkhu, h. 16

Page 67: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

67

sekedar hura-hura.104 Dengan demikian melepaskan harta benda untuk

kepentingan orang lain merupakan kandungan makna dari upacara kathina. Pada akhir kathina umat akan mengadakan siripada puja secara besar-

besaran. Siripada puja adalah upacara untuk menghormati tapak kaki suci Sang

Buddha. Upacara ini disertai dengan pembacaan Siripada Gatha sambil

memegang bunga teratai dari kertas, lilin dan dupa. Kemudian dilanjutkan dengan

menebarkan teratai berisikan lilin dan dupa tersebut di sungai atau danau.105 Jadi

apapun nama dan bentuk upacara dalam agama Buddha pada akhirnya akan

bermuara pada kekayaan materi, terutama pada upacara kathina yang memang

memiliki kandungan makna agar ummatnya rela melepaskan sebagian

kekayaannya untuk kepentingan orang lain. Kekayaan yang dimiliki tidak dapat dinikmati untuk selama-lamanya,

karena pada suatu saat akan berakhir pula. Hal ini bukan pandangan yang pesimis

atau sumpahan, tetapi suatu kenyataan dari ketidakkekalan.106 Berakhirnya sesuatu hal bukan sepenuhnya disalahkan pada faktor nasib

buruk atau kegagalan manajemen perusahaan misalnya, menurut hukum sebab

dan akibat sebagian besar disebabkan oleh keborosan, tidak menghargai dan tidak

menyayangi serta terlalu menghambur-hamburkan harta. Sang Buddha pernah

bersabda : “kekayaan tidak sepenuhnya dikuasai oleh satu orang, tetapi dimiliki

104Berdana di Thailand, Buddha Cakkhu, h. 17 105Berdana di Thailand, Buddha Cakkhu, h. 19 106Beribu-ribu Orang Memberi, Beribu-ribu Orang Memperoleh Kebajikan, Majalah

Buddhis Indonesia Edisi ke-29, Desember 1994, h. 36

Page 68: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

68

oleh lima faktor keadaan antara lain api, air, perampok, disita pemerintah dan

anak yang tidak berbakti”.107 Walaupun orang itu memiliki kekayaan yang berlimpah ruah apabila

malapetaka melanda kebakaran misalnya, dengan sekejap mata rumah yang indah

dan bagus berubah menjadi puing-puing debu dan bila angin topan datang

melanda barang-barang rusak diterpa angin, begitu pula bila bencana banjir, harta

benda dan rumah-rumah hanyut terbawa bahkan mungkin nyawa pemiliknya juga

bisa terancam dan tidak bisa diselamatkan.108 Demikianlah yang disebut dengan kekayaan yang tidak luput dari

jangkauan lima faktor keadaan. Suatu contoh keadaan di mana seseorang yang

kikir di dalam kehidupannya, ia sangat irit dan sederhana, semua kekayaan yang

terkumpul dari hasil keringat, sedikit demi sedikit kemudian dibelikan emas dan

disimpan di bawah tanah, ketika ketidakkekalan datang melanda ia tidak sempat

menolong hartanya.109 Bagi mereka yang memahami arti kekayaan yang diberikan kepada

keturunannya bukan berupa warisan harta benda, tambang emas, kebun yang luas,

dan lain sebagainya. Tetapi yang diwariskan adalah budi luhur, etika dan moral,

keterampilan serta kepribadian yang baik. Memberikan kesempatan kepada anak-

anaknya untuk memperoleh pendidikan yang baik. Mendidik anaknya menjadi

manusia yang memiliki pandangan serta pendapat yang benar. Cara yang praktis

107Beribu-ribu Orang Memberi, Beribu-ribu Orang Memperoleh Kebajikan, Majalah

Buddhis Indonesia, Desember 1994, h. 37 108Beribu-ribu Orang Memberi, Beribu-ribu Orang Memperoleh Kebajikan, Majalah

Buddhis Indonesia, h. 39 109Beribu-ribu Orang Memberi, Beribu-ribu Orang Memperoleh Kebajikan, Majalah

Buddhis Indonesia, h. 40

Page 69: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

69

mempergunakan keuangan yaitu sewaktu irit harus irit dan pada waktu perlu

digunakan haruslah dipergunakan. Kekayaan tidak dimiliki selama-lamanya.110 Di dalam sutra tercatat, kekayaan yang berlimpah ruah tidak dapat

dibawa mati, hanya karma yang ikut serta. Kebajikan selalu dibalas dengan

kebajikan dan keburukan akan memperoleh buah yang buruk. Oleh sebab itu,

pergunakanlah kekayaan pada hal yang pantas dan benar, berdana pada hal yang

benar, diperoleh dan dikembalikan pula pada masyarakat, misalnya dipergunakan

untuk keperluan bakti sosial.111 Hal ini disebabkan karena salah satu kandung makna dalam upacara

kathina adalah memiliki kepedulian sosial, yaitu dengan cara meringankan beban

penderitaan orang lain, terutama pada saat krisis ekonomi yang melanda

Indonesia. Pada masa krisis ekonomi dan moneter yang sangat menyakitkan seperti

yang terjadi saat ini, banyak umat Buddha yang dililit kemiskinan yang sangat

menyesakkan dada. Sekitar 20% dari saudara-saudara umat Buddha sangat

kekurangan pangan dan sandang, bahkan telah ada beberapa orang dari mereka

yang mati kelaparan. Sebagai umat Buddha yang baik, tentu saja tidak boleh

berdiam saja dan bersikap masa bodoh. Umat Buddha harus memperhatikan nasib

mereka dan memperdulikannya. Jika umat Buddha mampu, maka umat tersebut

wajib memberikan bantuan kepada mereka. Walaupun tidak dapat mengentaskan

mereka dari kemiskinannya, tetapi dengan memberikan bantuan kepada mereka,

110Beribu-ribu Orang Memberi, Beribu-ribu Orang Memperoleh Kebajikan, Majalah

Buddhis Indonesia, h. 37 111Beribu-ribu Orang Memberi, Beribu-ribu Orang Memperoleh Kebajikan, Majalah

Buddhis Indonesia, h. 38

Page 70: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

70

umat Buddha dapat meringankan mereka dari penderitaan yang sedang

dialaminya. Aksi-aksi sosial umat Buddha di berbagai tempat dalam wujud

pemberian sembako dan pakaian layak pakai sungguh patut dihargai dan

dilestarikan, karena dengan pemberian dana tersebut, umat Buddha telah

berpartisipasi dalam rangka meringankan penderitaan saudara-saudaranya.

Dengan melakukan hal itu, mereka telah mempraktekkan ajaran cinta kasih.

Meskipun demikian, janganlah umat Buddha merasa puas dan bangga, karena

mereka harus terus berusaha untuk meningkatkan kualitas metta atau cinta kasih

yang tanpa batas dan karuna atau belas kasihan yang terdapat dapat dalam diri

umat Buddha. Inilah sesungguhnya makna yang terkandung dalam upacara

kathina.

E. Analisa Kritis

Pembahasan tentang analisa kritis ini dapat diklasifikasikan ke dalam dua

golongan yakni secara internal dan eksternal. Secara internal, analisa kritis dalam

pelaksanaan upacara kathina ini dapat memberikan motivasi kepada setiap

individu untuk berdana tanpa mengharapkan imbalan. Sedangkan secara eksternal,

analisa kritis dalam perayaan upacara kathina adalah dapat menimbulkan rasa

kepedulian sosial, yaitu dengan cara meringankan beban penderitaan orang lain

melali pemberian dana. Berdana merupakan hal yang banyak dilakukan oleh masyarakat

beragama. Semua agama mengajarkan kepada ummatnya untuk berdana.

Page 71: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

71

Demikian pula halnya dengan agama Buddha, agama ini mengajarkan tentang

cara-cara berdana. Sang Buddha menjelaskan bahwa dana adalah suatu pemberian

yang ikhlas tanpa mengharapkan imbalan. Dana juga merupakan pelepasan

sebagian milik umat kepada makhluk lain tanpa adanya pamrih. Hal ini perlu

dijelaskan oleh umat Buddha guna menangkal berbagai anggapan dari kelompok

lain bahwa ajaran Buddha sama dengan ajaran agama lainnya. Salah satu tujuan berdana dalam agama Buddha adalah menebarkan kasih

sayang. Dengan melakukan dana kathina, maka mereka telah mempraktekkan

ajaran cinta kasih yang dalam agama Buddha dikenal dengan istilah metta atau

cinta kasih yang tanpa batas dan karuna atau belas kasihan yang terdapat dalam

diri umat Buddha. Oleh sebab itu menurut Buddha, semua agama hendaknya

mengemban misi perdamaian dalam menyebarkan agamanya. Cinta, damai dan

sejahtera bukanlah milik kelompok tertentu, tetapi milik semua orang

merealisasikan agama dalam kehidupan baik itu di lingkungan keluarga maupun

di lingkungan masyarakat, karena agama adalah perekat kemanusiaan. Jika manusia dalam beragama hanya sebatas tradisi, budaya, ritual dan

hanya berhenti pada kepuasan intelektual semata, maka tidak ada perubahan.

Gambaran yang nyata terjadi pada kehidupan sekarang ini, hanya demi ego

banyak orang melakukan tindakan yang tidak berprikemanusiaan. Penyimpangan

moralitas hampir terjadi setiap saat dan mereka sangat bangga dengan apa yang

dilakukannya.112 Tragedi kemanusiaan melanda dunia ini, perang terjadi di mana-

mana, aksi teror dilakukan tanpa berpikir akan ada banyak korban yang tidak

berdosa mati sia-sia.

112Bhikkhu Abhayanando, “Cinta Damai dan Sejahtera”, Majalah Dhammacakka, No. 30, Vol. IX, 2003, h. 13

Page 72: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

72

Tragedi demi tragedi seharusnya dapat menyadarkan manusia sebagai

umat beragama untuk menciptakan cinta, perdamaian dan kesejahteraan. jika hal

ini masih saja terjadi, maka manusia tidak dapat merealisasikan ajaran agama

dalam kehidupan sehari-hari. Agama mengajak penganutnya untuk merubah pola pikir yang menuju ke

arah kebaikan. Agama yang direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari akan

membawa kepada tingkat kualitas batin yang sempurna yang tentunya perjuangan

ke arah itu tidak secara cepat tetapi secara bertahap. Jika manusia sudah memahami ajaran agama secara benar dan

merealisasikan agama dalam kehidupan dan menghilangkan motivasi-motivasi

yang tidak baik dalam beragama, nantinya diharapkan akan sampai pada

pemahaman agama yang benar dan mempunyai kepekaan atas penderitaan umat

manusia. Adanya kepekaan terhadap kemanusiaan sebagai awal perwujudan cinta

kasih. Kemajuan zaman yang tidak diimbangi dengan sumber daya manusia baik

mental maupun spiritual akan membahayakan kehidupan ini. Orang berlomba-

lobam dalam mendapatkan materi, jabatan dan kemewahan duniawi lainnya.113 Manusia melegalkan semua cara dalam pencapaian kebahagiaan dan

kebutuhannya, karena manusia tidak pernah terpuaskan oleh semua yang telah ia

peroleh. Manusia mencari sesuatu yang tidak ada atau menginginkan lebih atas

apa yang ia peroleh sebelumnya. Hal ini menjadikan manusia melakukan

perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari jalur agama seperti meniup, mencuri,

113“Berapakah harga kasih sayang?”, Suara Bodhidharma, Vol. 5, No. 2, Edisi 11 Maret

2002. h. 15

Page 73: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

73

korupsi dan melakukan hal-hal yang tidak bermoral lainnya dapat merugikan

orang lain. Moral mengajarkan seseorang menjadi orang saleh, bertingkah laku

sesuai dengan norma-norma masyarakat, sehingga tidak menimbulkan tekanan-

tekanan pada diri sendiri dan orang lain. Namun sekalipun seseorang sudah

bermoral, ia masih belum bebas dari tekanan-tekanan kekotoran batin. Ajaran

Buddha mendalami lebih jauh akan hal ini, tujuannya langsung untuk

menghentikan atau menghilangkan penderitaan menuju kebahagiaan sejati.114 Kekotoran-kekotoran ini sesungguhnya merupakan penyakit hati

manusia. Penyakit mental ini jauh lebih berbahaya dibanding penyakit fisik.

Lihatlah manusia-manusia yang diktator, mereka adalah orang-orang yang sehat

secara fisik. Penyakit mereka memang kasat mata, oleh karena itu sangat

berbahaya bila bersarang dalam diri manusia atau penguasa yang zalim. Sang

Buddha menganjurkan agar mengalahkan musuh yang bersarang dalam diri

manusia. Dalam hal ini Sang Buddha mengatakan “walaupun seseorang dapat

menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun

sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya

sendiri”.115 Sang Buddha menasehati agar manusia memilih jalan yang agung dalam

menangani keberingasan yaitu dengan cinta kasih, kemurahan hati, penuh maaf

dan berdana. Obat peneduh dalam bentuk cinta kasih dan seringnya memberikan

114Buddha Bhikkhu, “Hakikat Kehidupan”, Majalah Jalan Tengah, 1991, Cet. ke-1, h. 1 115Dhammapada, Buddha Cakkha, h. 103

Page 74: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

74

dana yang diikuti pemberian yang tulus merupakan cara satu-satunya untuk dapat

menenangkan sikap permusuhan terhadap orang lain. Bila dilihat kondisi sekarang ini, sepertinya manusia tidak lagi memiliki

hati nurani. Mereka melakukan perbuatan yang tanpa disadari atau memang

mereka sadari telah menyakiti orang lain demi tercapainya keinginan mereka.

Rasa egoisme dan rasa keangkuhan telah menutupi hati mereka, sehingga mereka

tidak mempunyai sedikit rasa belas kasihan dan enggan mengulurkan tangan

untuk membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan. Memberikan dana kathina yang diajarkan oleh Sang Buddha dapat

menjadikan seseorang memiliki pengertian akan sifat kasih sayang secara

universal, tanpa membedakan kasta, ras atau agama karena hanya dengan

perasaan seperti ini orang dapat menghilangkan sifat egois yang menyebabkan

manusia saling berselisih, meniup, bertengkar dan melakukan hal-hal yang buruk

lainnya. Bila manusia telah memahami bahwa bukan hanya dia saja yang

mengalami kesukaran hidup, orang lain pun mengalami penderitaan yang sama,

maka pandangan seperti ini dapat memperbesar tekad dan kemampuan seseorang

untuk mengatasi kesukaran. Dengan demikian setiap kesukaran baru dapat dilihat

sebagai suatu kesempatan berharga untuk mengembangkan batinnya, sehingga

secara berangsur-angsur dapat memiliki perasaan kasih dan sayang, yang berarti

bahwa ia dapat mengembangkan perasaan simpati yang tulus untuk penderitaan

orang lain.116

116Tenzin Gyatso Dalai Lama XIV, Belas Kasih dan Pribadi, (Jakarta : Yayasan Dian

Dharma, 2000), h. 5

Page 75: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

75

Dunia kini lebih membutuhkan dana sebagai jawaban atas permasalahan

dan kekacauan yang pernah terjadi. Pemberian dana yang diwujudkan melalui

aktivitas keagamaan dapat memberikan solusi bagi kehidupan manusia. Dana

kathina merupakan esensi jiwa dan spirit bagi manusia, karena jiwa yang hidup

adalah jiwa yang saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya. Inilah sisi

manusia yang paling dalam. Tanpa adanya kucuran dana, manusia mungkin akan

mengalami kering kerontang seperti yang dapat dilihat pada orang yang mudah

sekali mengutuk orang lain. Berdana kathina merupakan bentuk kasih sayang

manusia terhadap manusia lainnya. Berdana kathina seperti yang telah diajarkan oleh Buddha adalah cara

berdana yang tidak pandang bulu, tanpa membedakan agama, suku bangsa, dan

kedudukan seseorang, baik atau jahat, teman atau lawan. Karena bagi mereka

memberikan dana kepada seseorang yang tidak ia sukai, itulah kesempatan bagi

dia untuk mempraktekkan ajaran Buddha. Berdana kathina yang diajarkan Buddha adalah mengasihi seseorang atau

apa saja dengan tidak melekat pada seseorang atau benda apa saja. Mengasihi

tanpa keinginan untuk memiliki karena dalam tingkat yang tertinggi tidak ada

pemilik dan yang dimiliki. Berdana merupakan perbuatan yang dapat

meringankan beban orang lain dengan cara memberikan sebagian harta kepada

orang membutuhkannya. Dengan demikian bila semua orang telah memahami dan menerapkan

kembali prinsip-prinsip berdana dalam kehidupan sehari-hari, maka hal ini

merupakan solusi yang paling baik dalam menghadapi penyakit-penyakit rohani,

Page 76: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

76

kegelisahan jiwa yang banyak dialami oleh manusia modern belakangan ini. Hal

seperti ini merupakan kandungan makna dari upacara kathina.

Page 77: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

77

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian, penjelasan dan analisa di atas sebagai hasil dari penelitian yang

berkenaan dengan upacara kathina dalam agama Buddha, maka sebagai upaya

mengakhiri pembahasan skripsi ini, penulis mengambil beberapa kesimpulan sebagai

berikut : 1. Proses pelaksanaan upacara kathina dalam agama Buddha dimulai dari

penyerahan jubah yang dipimpin oleh bhikkhu Sangha. Kain bahan jubah

yang berwarna putih diserahkan kepada bhikkhu Sangha. Setelah menerima

kain jubah, bhikkhu Sangha akan mengadakan pembagian tugas untuk

membuat jubah kathina. Kain jubah tersebut kemudian dipotong-potong

menurut ukuran dalam vinaya. Kemudian dijahit menjadi jubah. Setelah jadi

jubah akan dicelup dalam zat pewarna jubah, dan kemudian dikeringkan.

Sesudah kering, Sangha akan mengadakan upacara pembagian jubah. Seorang

bhikkhu yang akan menerima jubah kathina diumumkan dalam sidang Sangha

setelah melalui kesepakatan bersama. Selanjutnya bhikkhu yang berhak

menerima jubah kathina akan melepaskan jubah lamanya dan memakai jubah

baru, yaitu jubah kathina.

2. Adapun sarana yang digunakan dalam upacara kathina pada agama Buddha

adalah dana. Pada saat menjelang upacara kathina dana, umat akan mencari

Page 78: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

78

dan mengumpulkan dana yang berupa kain putih, uang atau kebutuhan pokok

para bhikkhu yang lain. Setelah itu umat akan datang ke salah satu vihara

untuk menyampaikan maksud mereka mengadakan kathina dana di vihara

tersebut. Pihak vihara akan menentukan apakah akan menerima dana tersebut

atau tidak. Jika suatu permohonan telah diterima, maka akan ditentukan

tanggal berikut harinya dan kemudian disiapkan segala sesuatunya.

3. Sedangkan tujuan yang hendak dicapai dalam upacara kathina yang lebih

spesifik adalah pertama, agar manusia bisa memperlemah kemelekatan

terhadap harta duniawi, sehingga penderitaan akibat terlalu mencintai harta

akan dapat dikurangi dengan cara berdana. Jika ia sering berdana, maka ia

mengkondisikan kebahagiaan bagi dirinya sendiri, baik untuk masa depan

maupun masa yang akan datang. Kedua, supaya orang-orang yang pantas

menerima pembertian mendapatkan apa yang patut mereka terima, begitu pula

orang-orang yang patut menerima pertolongan. Orang-orang yang patut

menerima pemberian antara lain adalah bhikkhu dan bhikkuni, samanera dan

pandita yang memiliki sila terpuji. Sedangkan orang-orang yang patut

mendapatkan pertolongan antara lain adalah fakir miskin, yatim piatu, orang

cacat yang tidak mampu bekerja, dan orang-orang jompo.

B. Saran-saran

Dari hasil studi dan penela’ahan tentang observasi yang tertuang dalam

skripsi ini, kiranya tidak berlebihan jika penulis mengemukakan saran-saran

sebagai berikut :

Page 79: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

79

1. Berdana adalah hal yang banyak dilakukan oleh masyarakat beragama. Semua

agama mengajarkan pada ummatnya untuk berdana. Agar dana yang diberikan

mendapat tempat di sisi Tuhan Yang Maha Esa, hendaknya masyarakat yang

memberikan dana harus dijiwai dengan rasa ikhlas tanpa mengharapkan

imbalan.

2. Upacara kathina yang sebenarnya dalam arti yang sesuai dengan vinaya adalah

upacara persembahan bahan jubah dan pembuatan jubah kathina. Upacara ini

hanya dapat berlangsung jika pada masa vassa berdiam lima orang bhikkhu di

satu vihara. Jika kurang dari lima bhikkhu, maka umat tidak bisa

melaksanakan upacara kathina yang sebenarnya itu. Oleh sebab itu pihak

bhikkhu hendaknya memberikan dispensi kepada umat yang hendak

menjalankan upacara kathina.

3. Salah satu tujuan vassa adalah memberi kesempatan kepada para bhikkhu agar

dapat mengkonsentrasikan pikiran mereka pada pengembangan diri baik

dalam hal meditasi maupun dhamma. Agar pikiran para bhikkhu ini tetap

berkonsentrasi pada pengembangan diri baik dalam hal meditasi maupun

dhamma, maka umat Buddha hendaknya memenuhi kebutuhan pokok mereka

seperti sandang, papan, pangan dan obat-obatan.

4. Hari raya kathina tidak bisa disamakan dengan hari raya Buddhist lainnya,

karena pada hari kathina ini umat secara langsung mengamalkan ajaran Sang

Buddha yaitu dengan cara berdana. Agar dana yang dipersembahkan ini

memiliki manfaat, maka umat Buddha hendaknya menyalurkan dana tersebut

kepada orang-orang yang membutuhkannya demi kelangsungan hidup mereka.

Page 80: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

80

5. Upacara kathina sangat identik dengan pemberian dana material. Dibalik

pemberian dana material itu terdapat satu makna hakiki yang perlu dipahami,

yaitu berupa pelepasan diri dari sifat kemelakatan. Oleh karena itu, umat

Buddha hendaknya mengaplikasikan ajaran pelepasan diri dari sifat

kemelakatan ini dalam kehidupan sehari-hari.

Page 81: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

81

DAFTAR ISTILAH BUDDHA

Arya Sangha : Seorang Sangha yang sudah suci

Bodhisttva : Orang yang melakukan kebaikan Cetiya : Vihara kecil

Dasa Paramitha : Sepuluh perbuatan baik Dhamma : Ajaran

Jasa : Kebajikan Kamma : Sebuah perbuatan, baik negative maupun positif

Kutti : Tempat tinggal para Bhikkhu Paramatha : Mengingat perbuatan masa lalu

Pavarana : Pengakuan terhadap kesalahan Paritta Sanghanusatti : Penghormatan terhadap Sangha

Parinibbana : Seseorang yang suci yang sudah meninggal Sang Buddha : Pembawa penerangan yang sempurna

Saddha : Sebuah keyakinan Samanera : Calon Bhikkhu

Sangha : Sebuah persaudaraan / perkumpulan para Bhikkhu Savathi : Sebuah kota yang ada di India Sasana : Fasilitas yang ada di vihara

Sattopati : Alam kesucian Sila : Peraturan untuk umat

Uposatha : Mengulang kembali sila

Page 82: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

82

Vinaya : Peraturan untuk para Bhikkhu

Page 83: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

83

DAFTAR PUSTAKA

Buddha Cakkha, No. 3, Volume XVII, 1995

Dhammadipa, Kitab Suci Dhammadipa, Jakarta : Yayasan Dhammadipa, tth.

Diputra, Oka, Pedoman Agama Buddha Untuk Umat, Jakarta : Aryasurya Candra, 1997

------------------, Dharma Nidya, Jakarta : Dharma Nusantara Bahagia, 1986, Jilid I

------------------, Pedoman Penerangan Agama Buddha, Jakarta : Dharma

Nusantara Bahagia, 1986

Dwiyanti, Fungsi Vihara Bagi Umat Buddha, Jakarta : Sekolah Tinggi Agama Buddha Nalanda, 1997

Greezt, C., Kebudayaan dan Agama, Yogyakarta : Kanisius, 1992

Jinartha Kaharudin, Pandit, Kamus Buddha Dharma, Jakarta : Tri Sattra Buddhist

Centre, 1994

Kruyt, A.C., Keluarga Dari Agama Suku Masuk Ke Agama Kristen, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1976

M. Dagun, Save, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, Jakarta : Lembaga Pengkajian

Kebudayaan Nusantara, 2000, Cet. ke-2

Majalah Buddhist Indonesia Edisi ke-29, Desember 1994

Majelis Pandita Buddha Indonesia, Pedoman Penghayatan dan Pembabaran Agama Buddha di Indonesia, Jakarta : Yayasan Dhammadipa Arama,

1979

Mukti, K Wijaya, Berebut Kerja Berebut Surga, Jakarta : Yayasan Dharma Pembangunan, 2003, Cet. ke-2

Page 84: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

84

Paritta Suci, Jakarta : Dhammadipa Arama, 1983

Putra, Dana, “Bulan Dana, Bulan Kathina”, Warta Visudha, No. 4, Edisi Oktober 1990

Robert, Ronald, (ed), Agama; Dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis, Jakarta :

Rajawali Press, 1988

S. Endro, Herman, Hari Raya Buddha dan Kalender Buddhist 1996 – 2026, Jakarta : Yayasan Dhammadipa Arama, 1997

, 1999, ES3LP: Jakarta , Metodologi Penelitan Survey, .all.et, Masri, Singarimbun

Cet. ke-1 , Sangha Theravada Indonesia: Yogyakarta , Bakti Atau Puja, .all.et, Subalaranto

tth.

Suhardi Heryanto, Adi, “Hari Kathina dan Manfaatnya”, Buddha Cakkhu, Edisi November 1988

Tim Penyusun Paritta Suci dan Penuntun Kebaktian dan Upacara, Jakarta :

Departeman Agama RI, 1988

WARTA WALUBI, Edisi November 2003

Wawancara Pribadi dengan Suddhi Citto, Jakarta, tanggal 29 Maret 2006

Wojowasito, S., Kamus Kaw–Indonesia, Bandung : CV. Pangarang, tth. Cet. ke-1

Wowor, Coeneles, Pedoman Agama Buddha untuk Kehidupan, Jakarta : CV. Pelita Nursatama Lestari, 2003

Page 85: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

85

HASIL WAWANCARA

TENTANG UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA DI

VIHARA BUDDHA METTA ARAMA MENTENG – JAKARTA

Responden : Suddhi Citto

Jabatan : Bhante Hari/Tanggal : Rabu, 29 Maret 2006

Jam : 14.00 WIB Tempat : Vihara Buddha Metta Arama

Jl. Lembang Terusan D59 Menteng – Jakarta Pusat

Pertanyaan dan Jawaban : Tanya : Mohon bhante jelaskan secara singkat tentang latar belakang

berdirinya Vihara Buddha Metta Arama ini ? Jawab : Vihara Buddha Metta Arama pada awal berdirinya

dilatarbelakangi oleh kehampaan spiritual yang dialami oleh Dra.

Sri Hartati Murdaya, selaku pemilik rumah, padahal beliau ini

adalah seorang penganut Buddha yang taat, namun karena sebagai

manusia biasa beliau menghadapi berbagai tantangan dalam

kehidupan ini, sehingga ia sempat meninggalkan pesan-pesan

Buddha yang mengajarkan tentang hidup sederhana. Berangkat

dari pola pikir seperti inilah kemudian beliau menghadiahkan

rumah berikut isinya untuk dijadikan vihara sebagai bakti beliau

kepada ajaran/dhamma Buddha. Tanya : Sejauh mana pemahaman bhante tentang upacara kathina ? Jawab : Sepanjang pengetahuan saya upacara kathina itu selalu identik

dengan masalah dana, yaitu memberikan dana kepada Sangha.

Dana yang dapat kita persembahkan adalah bahan jubah atau

Page 86: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

86

jubah, di samping dana-dana yang lainnya kepada Sangha.

Upacara ini dapat berlangsung walaupun hanya dihadiri oleh

seorang bhikkhu yang mewakili Sangha. Tanya : Menurut bhante, bagaimana proses pelaksanaan upacara kathina

ini ? Jawab : Pelaksanaan upacara kathina selalu diawali dengan cara

mengumpulkan dana. Pada saat menjelang upacara kathina dana,

umat akan mencari dan mengumpulkan dana berupa kain putih,

uang atau kebutuhan pokok para bhikkhu yang lain. Setelah itu

umat akan datang ke salah satu vihara untuk menyampaikan

maksud mereka, mengadakan kathina dana di vihara tersebut.

Pihak vihara akan menentukan apakah akan menerima dana

tersebut atau tidak. Tanya : Tujuan apa yang hendak dicapai dalam upacara kathina ? Jawab : Secara umum tujuan upacara kathina dalam agama Buddha

senantiasa dimaksudkan untuk menghormati dan merenungi sifat-

sifat luhur Sang Buddha. Adapun tujuan yang hendak dicapai

dalam upacara kathina adalah agar umat bisa memperlemah

kemelekatan terhadap harta dunia, sehingga penderitaan umat

dapat dikurangi jika umat sering berdana, baik untuk masa depan

maupun untuk kehidupan yang akan datang. Tanya : Simbol apa yang dapat digunakan dalam upacara kathina ? Jawab : Pada dasarnya upacara kathina tidak menggunakan simbol, namun

yang dimaksud simbol di sini mungkin dana atau jubah. Dengan

demikian simbol yang digunakan dalam upacara kathina adalah

jubah atau bahan jubah, karena pada saat pelaksanaan upacara

kathina umat memberikan jubah atau bahan jubah kepada para

bhikkhu yang bervassa di vihara tersebut. Tanya : Kapan timbulnya sejarah upacara kathina ? Jawab : Agama Buddha merupakan agama yang berkembang di beberapa

negara termasuk India. Pada masa kehidupan Sang Buddha,

Page 87: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

87

masyarakat India mulai menanam sayur mayur dan tanaman

lainnya di ladang mereka pada awal musim hujan. Karena itu,

mereka merasa khawatir kalau tanaman mereka yang mulai

tumbuh subur itu akan terinjak oleh kaki para bhikkhu yang

berkelana. Mereka lalu meminta kepada Sang Buddha agar para

bhikkhu tidak berkelana selama musim hujan. Permohonan

mereka pun dikabulkan oleh Sang Buddha dengan menetapkan

aturan bahwa setiap bhikkhu harus menetap di suatu tempat

selama musim hujan atau yang lebih dikenal dengan istilah masa

vassa. Demikian sejarah timbulnya upacara kathina. Tanya : Siapakah yang seharusnya menjadi pemimpin dalam upacara

kathina? Jawab : Selain memberikan dana, umat pada upacara kathina juga

memberikan jubah atau bahan jubah. Khusus acara penyerahan

jubah ini dipimpin oleh bhikkhu Sangha. Kain bahan jubah yang

berwarna putih diserahkan kepada bhikkhu Sangha. Setelah

menerima kain jubah, bhikkhu Sangha akan mengadakan

pembagian tugas untuk membuat jubah kathina. Tanya : Mohon bapak jelaskan tentang pengertian kathina ? Jawab : Mungkin dalam pengertian kathina ini saya hanya dapat

memberikan definisinya secara sederhana saja, namun dalam

pengertian yang luas tentang kathina ini harus ditanyakan

langsung kepada para pakarnya. Adapun pengertian kathina secara

sederhana berasal dari kain katun, karena pada zaman dahulu para

bhikkhu membuat jubahnya dari kain-kain bekas jika tidak

menerima pemberian dari umat. Tanya : Bagaimana prinsip vihara Buddha Metta Arama dalam menyikapi

upacara kathina ? Jawab : Hari raya kathina tidak bisa disamakan dengan hari raya Buddhist

lainnya. Karena pada hari raya kathina kita secara langsung

mengamalkan ajaran Sang Buddha yaitu cara berdana. Oleh

Page 88: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

88

karena itu upacara kathina ini harus disikapi dengan penuh hikmah

untuk merenungi sifat-sifat luhur Buddha yang telah rela

mengorbankan dirinya untuk membebaskan penderitaan umat. Tanya : Sarana apa saja yang dapat dipergunakan dalam upacara kathina ? Jawab : Dalam setiap upacara memang selalu membutuhkan sarana. Tanpa

adanya sarana, suatu upacara tidak akan berjalan sebagaimana

mestinya. Adapun sarana yang digunakan dalam upacara kathina

adalah dana dan jubah atau bahan jubah. Tanpa adanya dana dan

jubah, upacara kathina tidak mungkin dapat dilaksanakan, karena

hal yang penting dalam upacara kathina adalah adanya jubah dan

dana yang nantinya akan dipersembahkan kepada para bhikkhu

yang bervassa. Tanya : Makna apa yang terkandung dalam upacara kathina ? Jawab : Salah satu unsur yang dapat kita persembahkan dalam upacara

kathina adalah pemberian dana kepada Sangha. Dibalik pemberian

dana materil itu adalah satu makna hakiki yang perlu kita pahami,

yaitu pelepasan diri dari sifat kemelekatan. Hal ini sesuai dengan

ajaran Sang Buddha yang mengajarkan bahwa kemelekatan dalam

segala bentuknya terutama pada hal-hal yang bersifat duniawi

akan mendatangkan penderitaan. Tanya : Kapan waktu yang paling tepat untuk melaksanakan upacara

kathina ? Jawab : Sesuai dengan petunjuk Sang Buddha bahwa waktu yang paling

tepat untuk melaksanakan upacara kathina adalah bulan Oktober.

Hari kathina juga biasanya bertepatan dengan hari Sangha, yang

diperingati dan dirayakan pada bulan kathina yang biasanya jatuh

pada bulan Oktober. Tanya : Bagaimana konsep persembahkan dana dalam upacara kathina ? Jawab : Berdana adalah hal yang banyak dilakukan oleh masyarakat

beragama. Semua agama mengajarkan ummatnya untuk berdana.

Demikian pula halnya dengan agama Buddha. Konsep

Page 89: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

89

persembahan dana dalam upacara kathina dipahami sebagai upaya

pelestarian dhamma. Pada setiap perayaan kathina di vihara

manapun, dana yang diberikan oleh umat selalu dikumpulkan oleh

pengurus vihara setempat. Dari dana yang diperoleh sebesar 50%

akan disalurkan kepada Sangha dan 50% lainnya akan digunakan

untuk biaya operasional vihara dan kegiatan sosial lainnya. Tanya : Persiapan apa saja yang harus dilakukan dalam upacara kathina ? Jawab : Selain dana, hal yang perlu dipersiapkan dalam upacara kathina

adalah jubah. Kain jubah tersebut akan dipotong-potong menurut

ukuran vinaya. Kemudian dijahit menjadi jubah. Setelah jadi,

jubah akan dicelup dalam zat pewarna jubah, dan kemudian

dikeringkan. Setelah kering, Sangha akan mengadakan upacara

pembagian jubah. Seorang bhikkhu yang akan menerima jubah

kathina diumumkan dalam sidang Sangha setelah melalui

kesepakatan bersama. Selanjutnya bhikkhu yang berhak menerima

jubah kathina akan melepaskan jubah lamanya, dan memakai

jubah yang baru, yaitu jubah kathina. Tanya : Kendala apa saja yang dapat menghambat proses jalannya upacara

kathina ? Jawab : Hampir tidak ada hambatan dalam proses jalannya upacara

kathina. Namun ada satu kendala yang terkadang dapat

menghambat proses jalannya upacara kathina yaitu terbatasnya

jumlah bhikkhu. Terbatasnya jumlah bhikkhu, terutama di

Indonesia menyebabkan upacara kathina yang dilaksanakan oleh

umat Buddha hanya dihadiri oleh satu atau dua orang bhikkhu

saja. Walaupun demikian upacara kathina tetap berlangsung di

vihara-vihara dan para bhikkhu akan tetap berusaha untuk hadir

dalam perayaan tersebut. Akan tetapi satu hal yang perlu diketahui

bahwa upacara kathina yang sebenarnya dalam arti yang sesuai

dengan vinaya adalah upacara persembahan jubah dan pembuatan

jubah kathina. Upacara ini hanya dapat berlangsung jika pada

Page 90: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

90

masa vassa berdiam lima orang bhikkhu di vihara yang

bersangkutan. Jika kurang dari lima bhikkhu, maka umat tidak

bisa melaksanakan upacara kathina yang sebenarnya itu.

Jakarta, 29 Maret 2006

Yang mewawancarai Yang diwawancarai

(Ma’mun) (Suddhi Citto)

Page 91: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

91

Page 92: UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/14711...2 UPACARA KATHINA DALAM AGAMA BUDDHA (Studi Kasus Pada Vihara Buddha Metta Arama Menteng

92