UP ASP.docx

49
 FAKTOR-FAKTOR PENENTU PENGUNGKAPAN INFORMASI LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT DI PROVINSI BANTEN Draft Usulan Peneltan S!r"s i  Da#u!an Ole$ % K$&runnsa '(U )))*+*+*,  'URUSAN AKUNT ANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA SERANG *.+)

Transcript of UP ASP.docx

FAKTOR-FAKTOR PENENTU PENGUNGKAPAN INFORMASI LEMBAGA SWADAYA MASYARAKATDI PROVINSI BANTEN

Draft Usulan Penelitian Skripsi

Diajukan Oleh :Khoirunnisa J.U5552121263

JURUSAN AKUNTANSIFAKULTAS EKONOMIUNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASASERANG2015

vi

vi

DAFTAR ISI

HalamanHALAMAN JUDULDAFTAR ISIiDAFTAR TABELvDAFTAR GAMBARviDAFTAR LAMPIRANviBAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Penelitian11.2 Rumusan Masalah21.3 Tujuan Penelitian31.4 Manfaat Penelitian31.4.1 Manfaat Akademik41.4.2 Manfaat Praktik4BAB II TINJAUAN PUSTAKA2.1 Landasan Teori52.1.1 Teori stake holder52.1.2 Tingkat Keterbukaan Informasi72.1.3 Tata Kelola92.1.4 Tata Kelola Internal102.1.5 Tata Kelola Eksternal102.1.6 Kinerja Keuangan112.1.7 Tipe Organisasi122.1.8 Dewan Pengawas152.2 Penelitian Terdahulu152.3 Pengembangan Hipotesis152.3.1 Pengaruh NPO dengan dewan pembina yang lebih besar terhadap pengungkapan informasi yang lebih baik dibandingkan dengan dewan pembina yang lebih kecil .................................................................................................15

2.3.2 Pengaruh kehadiran lembaga donatur di dewan pengawas terhadap tingkat keterbukaan informasi.162.3.3 Pengaruh pembentukan audit eksternal terhadap tingkat pengungkapan infomasi172.3.4 Pengaruh kinerja keuangan berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan informasi182.3.5 Pengaruh tingkat pengungkapan yang lebih tinggi terhadap NPO19 2.4 Kerangka Konsep Pemikiran20

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian 21 3.2 Populasi dan Sampel 21 3.2.1Populasi21 3.2.2 Sampel213.3 Data Penelitian223.3.1 Jenis dan Sumber Data223.3.2 Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data223.4 Variabel Penelitian dan Operasionalisasi233.4.1 Variabel Dependen233.4.2 Variabel Independen233.5 Metode Analisis Data283.5.1 Statistik Deskriptif283.5.2 Uji Kualitas Data283.5.2.1 Uji Validitas293.5.2.2 Uji Reliabilitas293.6 Alat Pengujian Hipotesis293.6.1 Structural Equation Modelling (SEM) melalui Partial Least Square(PLS)293.6.2 Menilai Outer Model atau Measurement Model313.6.3 Menilai Inner Model atau Structural Model33DAFTAR TABEL

HalamanTabel 2.1 Penelitian Terdahulu15Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel24

DAFTAR GAMBAR

HalamanGambar 2.1 Model Penelitian33

DAFTAR LAMPIRAN

HalamanLampiranKuesioner

ii

iii

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangOrganisasi nirlaba atau organisasi non profit adalah suatu organisasi yang bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal di dalam menarik publik untuk suatu tujuan yang tidak komersial, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba (moneter). organisasi nirlaba meliputi keagamaan, sekolah negeri, derma publik, rumah sakit dan klinik publik, organisasi politis, bantuan masyarakat dalam hal perundang-undangan, organisasi sukarelawan, serikat buruh. Menurut PSAK No.45 bahwa organisasi nirlaba memperoleh sumber daya dari sumbangan para anggota dan para penyumbang lain yang tidak mengharapkan imbalan apapun dari organisasi tersebut. (IAI, 2004: 45.1).Lembaga atau organisasi nirlaba merupakan suatu lembaga atau kumpulan dari beberapa individu yang memiliki tujuan tertentu dan bekerja sama untuk mencapai tujuan tadi, dalam pelaksanaannya kegiatan yang mereka lakukan tidak berorienftasi pada pemupukan laba atau kekayaan semata (Pahala Nainggolan, 2005: 01). Lembaga nirlaba atau organisasi non profit merupakan salah satu komponen dalam masyarakat yang perannya terasa menjadi penting sejak era reformasi, tanpa disadari dalam kehidupan sehari-hari kini semakin banyak keterlibatan lembaga nirlaba.Berdasarkan pengertian di atas dapat dismpulkan bahwa organisasi nirlaba adalah salah satu lembaga yang tidak mengutamakan laba dalam menjalankan usaha atau kegiatannya. Dalam organisasi nirlaba pada umumnya sumber daya atau dana yang digunakan dalam menjalankan segala kegiatan yang dilakukan berasal dari donatur atau sumbangan dari orang-orang yang ingin membantu sesamanya. Tujuan organisasi nirlaba yaitu untuk membantu masyarakat luas yang tidak mampu khususnya dalam hal ekonomi.Organisasi nirlaba pada prinsipnya adalah alat untuk mencapai tujuan (aktualisasi filosofi) dari sekelompok orang yang memilikinya. Karena itu bukan tidak mungkin diantara lembaga yang satu dengan yang lain memiliki filosofi (pandangan hidup) yang berbeda, maka operasionalisasi dari filosofi tersebut kemungkinan juga akan berbeda. Karena filosofi yang dimiliki organisasi nirlaba sangat tergantung dari sejarah yang pernah dilaluinya dan lingkungan poleksosbud (politik, ekonomi, sosial dan budaya) tempat organisasi nirlaba itu berada. Dalam penelitian ini akan membahas mengenai organisasi non profit yang ada di Provinsi Banten yaitu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). LSM merupakan organisasi yang membantu masyarakat dalam memenuhi kebetuhannya, Menjadi lembaga penampungan bagi ribuan para sarjana generasi muda, untuk menyalurkan bakat serta ilmunya secara nyata bagi bangsa dan negara RI, Menjadi lembaga profesional bagi pakar-pakar ilmu Ekonomi, Sosial, Politik dan Hukum, untuk mengembangkan karya-karya besar buat bangsa dan negara RI, Menjadi lembaga mitra negara, yang dapat meringankan beban-bebannya di bidang pengamatan dan penegakan keadilan Ekosospolhuk secara nasional.Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penelitian ini menganalisis tentang Faktor-faktor penentu pengungkapan informasi Lembaga swadaya Masyarakat Di Provinsi Banten.

1.2 Rumusan Masalah1. Apakah NPO dengan dewan pembina yang lebih besar berpengaruh terhadap pengungkapkan informasi yang lebih baik dibandingkan dengan dewan pembina yang lebih kecil?2. Apakah kehadiran lembaga donatur di dewan pengawas berpengaruh positif terhadap tingkat keterbukaan informasi?3. Apakah pembentukan audit eksternal berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan infomasi?4. Apakah kinerja keuangan berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan informasi?5. Apakah tingkat pengungkapan yang lebih tinggi berpengaruh terhadap NPO?

1.3 Tujuan Penelitian1. Untuk mengetahui pengaruh NPO dengan dewan pembina yang lebih besar terhadap pengungkapkan informasi yang lebih baik dibandingkan dengan dewan pembina yang lebih kecil2. Untuk mengetahui kehadiran lembaga donatur di dewan pengawas terhadap tingkat keterbukaan informasi3. Untuk mengetahui pembentukan audit eksternal terhadap tingkat pengungkapan infomasi4. Untuk mengetahui kinerja keuangan terhadap tingkat pengungkapan informasi5. Untuk mengetahui tingkat pengungkapan yang lebih tinggi terhadap NPO

1.4 Manfaat Penelitian1.4.1. Manfaat AkademikPenelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan serta kajian teoritis khususnya mengenai Pengaruh Internal Manajemen Biaya, Integrasi Sistem Informasi dan Daya Serap Pada Manajemen Biaya antar-organisasi Dalam Rantai Pasokan. Serta dapat digunakan sebagai sumber referensi dan bahan masukan bagi penelitian tentang penelitian yang sejenis.1.4.2. Manfaat PraktikHasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi pertimbangan bagi pihak yang terkait dalam proses pelaksanan anggaran Manajemen Biaya antar-Organisasi agar dapat menjadikan perusahaan milik sendiri dengan perusahaan mitra dapat berjalan sesuai tujuan.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori2.1.1 Teori StakeholderDalam pandangan tradisional tentang perusahaan, pemegang saham mayoritas dipandang sebagai pihak yang diakui dalam hukum bisnis di banyak negara, para pemegang saham atau pemegang saham adalah pemilik perusahaan, dan perusahaan memiliki kewajiban fidusia yang mengikat untuk menempatkan mereka kebutuhan pertama, untuk meningkatkan nilai bagi mereka.Teori stakeholder mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri namun harus mampu memberikan manfaat bagi stakeholdernya. Dengan demikian, keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder perusahaan tersebut (Ghozali dan Chariri, 2007). Stakeholder pada dasarnya dapat mengendalikan atau memiliki kemampuan untuk mempengaruhi pemakaian sumber-sumber ekonomi yang digunakan perusahaan. Kemampuan tersebut dapat berupa kemampuan untuk membatasi pemakaian sumber ekonomi yang terbatas (modal dan tenaga kerja), akses terhadap media yang berpengaruh, kemampuan untuk mengatur perusahaan, atau kemampuan untuk mempengaruhi konsumsi atas barang dan jasa yang dihasilkan perusahaan. Oleh karena itu, ketika stakeholder mengendalikan sumber ekonomi yang penting bagi perusahaan, maka perusahaan akan bereaksi dengan cara-cara memuaskan keinginan stakeholder.Filsuf politik Charles Blattberg mengkritik teori pemangku kepentingan untuk membangun asumsi bahwa kepentingan berbagai pihak dapat, di terbaik, terancam atau seimbang satu sama lain. Blattberg berpendapat bahwa ini adalah produk penekanannya pada negosiasi sebagai modus utama dari dialog untuk mengatasi konflik antara kepentingan para pihak. Dia merekomendasikan percakapan bukan dan ini menyebabkan dia untuk membela apa yang disebutnya patriotik konsepsi dari korporasi sebagai alternatif yang berhubungan dengan teori pemangku kepentingan. Disamping iru teori pemangku kepentingan juga didefinisikan oleh Rossouw dkk.sebagai kewajiban etis dalam pengambilan keputusan.Freeman (1984), berpandapat bahwa perusahaan terkemuka telah menerima kenyataan bahwa mereka bukanlah semata-mata pelayan kepentingan pemilik modal, melainkan juga pemangku kepentingan lain yang lebih luas. Pemangku kepentingan ini didefinisikan sebagai pihak-pihak yang dapat terpengaruh dan/atau mempengaruhi kebijakan serta operasi perusahaan. Clarkson (1995) semakin meyakinkan dunia bisnis bahwa hanya dengan memperhatikan semua pemangku kepentinganlah sebuah perusahaan dapat mencapai kinerja sosial yang tinggi (yaitu perolehan social license to operate). Permasalahannya, siapa saja yang dapat dianggap sebagai pemangku kepentingan yang sah terhadap operasi perusahaan? Jawaban pertanyaan ini pertama-tama dikemukakan oleh Mitchell, Agle dan Wood (1997), yang menyatakan bahwa derajat kesahihan pemangku kepentingan ditentukan oleh aspek kekuatan, legitimasi, dan urgensi. Sejak itu ketiga kriteria itu dipergunakan secara luas, sampai kemudian Driscoll dan Starik (2004) mengusulkan kedekatan (proximity) sebagai kriteria lainnya.Teori pemangku kepentingan didasarkan pada pemahaman bahwa melampaui para pemegang saham, terdapat beberapa agen dengan sebuah kepentingan dalam tindakan dan keputusan perusahaan. Mengutip Freeman, seorang penganjur pertama teori ini, yang dimaksud dengan pemangku kepentingan adalah kelompok atau individu yang mendapatkan keuntungan dari atau kerugian oleh, dan yang hak-haknya dilanggar atau dihargai oleh, tindakan korporasi. Yang termasuk pemangku kepentingan adalah para pemegang saham itu sendiri, para kreditor, pekerja atau buruh, para pelanggan, pemasok, dan masyarakat atau komunitas pada umumnya.Teori pemangku kepentingan menekankan bahwa perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial yang menuntut harus mempertimbangkan semua kepentingan pelbagai pihak yang terkena pengaruh dari tindakannya. Acuan pertimbangan para manajer dalam mengambil keputusan dan tindakan bukan semata-mata para pemegang saham, melainkan juga pihak lain mana pun yang terkena pengaruhnya. Dalam pandangan teori pemangku kepentingan melihat persepektif bisnis sebagai kesadaran sosial dimana perusahaan harus sensitive terhadap kerusakan potensial dari tidakannya terhadap berbagai kelompok pemangku kepentingan. Disamping itu bisnis dipandang sebagai aktivitas sosial yang memandang perusahaan harus menggunakan segala sumber dayanya untuk kepentingan publik.

2.1.2 Tingkat Pengungkapan InformasiSarundajang (2005:152) menjelaskan bahwa tata pemerintahan yang baik atau good governance dewasa ini sedang menjadi acuan dalam mencari perbaikan organisasi sesuai dengan tuntutan reformasi. Tata pemerintahan yang baik merupakan sebuah konsep yang akhir-akhir ini dipergunakan secara teratur dalam ilmu politik, terutama ilmu pemerintahan dan administrasi publik. Konsep itu lahir sejalan dengan konsep-konsep dan terminologi demokrasi, masyarakat madani (civil society), partisipasi rakyat, hak asasi manusia dan pembangunan masyarakat secara berkelanjutan. Sarundajang pula merumuskan bahwa istilah governance menunjukkan suatu proses di mana rakyat bisa mengatur ekonominya, institusi dan sumber-sumber sosial dan politiknya tidak hanya dipergunakan untuk pembangunan, tetapi juga untuk menciptakan kohesi, integrasi, dan untuk kesejahteraan rakyatnya.PP No. 101 Tahun 2000 menjelaskan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik, meliputi:1. Profesionalitas, meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggara pemerintahan agar mampu memberi pelayanan yang mudah, cepat, tepat dengan biaya yang terjangkau.2. Akuntabilitas, meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat.3. Transparansi, menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.4. Pelayanan prima, penyelenggaraan pelayanan publik yang mencakup prosedur yang baik, kejelasan tarif, kepastian waktu, kemudahan akses, kelengkapan sarana dan prasarana serta pelayanan yang ramah dan disiplin.5. Demokrasi dan Partisipasi, mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, yang menyangkut kepentingan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung6. Efisiensi dan Efektifitas, menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab.7. Supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat, mewujudkan adanya penegakkan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa pengecualian, menjunjung tinggi HAM dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Menghubungkan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan keterbukaan informasi publik buka merupakan suatu keniscayaan, karena salah satu wujud dari good governance adalah adanya transparansi guna menciptakan rasa saling percaya antara pemerintah dan masyarakat.2.1.3 Tata KelolaTata Kelola adalah distribusi hak dan tanggung jawab di antara dan di dalam berbagai kelompok pemangku kepentingan yang terlibat, termasuk cara di mana mereka bertanggung jawabsatu sama lain. Tata Kelola juga berkaitan dengan kinerja organisasi, dalam hal menetapkan tujuan atau tujuan dan cara mencapai mereka (Hyndman dan McDonnell, 2009, hal. 9). Indikator tata kelola meliputi transparansi dan akuntabilitas sebagai pilar utama. Untuk memulai pengembangan hipotesis diverifikasi pada relasi antara pemerintahan dan pengungkapan organisasi informasi, tata kelola mekanisme dibagi menjadi dua kelompok: tata kelola internal dan eksternal.

2.1.4 Tata kelola InternalMekanisme governance penting yang digunakan untuk memantau dan mengontrol NPO adalah tata kelola internal, yang diwakili oleh dewan pengawas. Secara teoritis, papan yang lebih besar dari wali diperlukan untuk meningkatkan dukungan pendapatan. Pfeffer (1973, p.349) berpendapat bahwa dewan bisa sebagai "salah satu mekanisme yang mungkin menghubungkan organisasi dengan lingkungannya dan ukuran dewan lebih besar karena diperlukan untuk mengikat non-profit untuk para pemangku kepentingan yang lebih luas dan basis pendanaan dalam masyarakat". Provan (1980) didukung argumen ini dan menemukan bahwa pendapatan yang dihasilkan memang terkait dengan ukuran direksi.

2.1.5 Tata kelola EksternalAudit eksternal dianggap sebagai komponen penting dalam tata kelola perusahaan dan pembentukan audit eksternal telah dianjurkan di NPO. Namun, audit eksternal dalam NPO dapat berfungsi berbeda dari sektor korporasi, terutama sesuai dengan persyaratan hukum. Dengan adanya audit eksternal dalam tata kelola ini diharapkan agar dapat meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dari laporan keuangan yang dibuat oleh sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat. Karena dengan adanya akuntabilitas dan transparansi dapat membantu LSM tersebut dalam mendapatkan dana karena biasanya donatur dalam memberikan dana ke LSM sebelumnya harus melihat dulu bagaimana kinerja perusahaan dengan melihat laporan keuangannya, apakah sudah baik dalam mengelola keuangannya atau masih belum baik, untuk sebagai bahan pertimbangan pihak donatur dalam mendonasikan uangnya ke LSM yang dituju.

2.1.6 Kinerja KeuanganKinerja merupakan hal penting di NPO karena mereka tidak hanya dibentuk semata-mata untuk menghasilkan keuntungan, tetapi juga didirikan dengan misi sosial tertentu dan tujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Studi ini mempertimbangkan kinerja keuangan dan non-keuangan. Kinerja keuangan merupakan salah satu unsur utama dalam disiplin akuntansi untuk menganalisis kinerja dan posisi di sektor non-profit. Kinerja keuangan sering mengacu pada kemampuan keuangan organisasi, yang didefinisikan sebagai "kemampuan untuk mengembangkan dan menyebarkan modal" (Hall et al., 2003). Ini berarti bahwa sumber daya keuangan secara keseluruhan (termasuk struktur pendapatan keuangan) sangat penting untuk berkontribusi pada keberlanjutan organisasi. Semakin banyak sumber daya keuangan yang tersedia, uang yang tersedia untuk program organisasi. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa tingkat pendanaan (Trussel dan Parsons, 2008) adalah pendorong utama untuk efektivitas organisasi. Dalam hal struktur pendapatan, NPO yang bergantung pada pendapatan kontribusi, seperti sumbangan, menunjukkan bahwa pengungkapan informasi keuangan dalam laporan keuangan sangat penting karena dapat mempengaruhi keputusan donor potensial untuk menyumbang. Studi sebelumnya memberikan laporan keuangan evidencethat memainkan peran penting dalam keputusan sumbangan (Hyndman, 1990, 1991; Khumawala dan Gordon, 1997; Parsons, 2007). Melalui laporan keuangan dikeluarkan oleh NPO, donatur dapat memperoleh informasi yang diperlukan bagi mereka untuk menilai dan mengevaluasi efisiensi kinerja organisasi.

2.1.7 Tipe OrganisasiOrganisasi memiliki banyak jenis tergantung dengan pembedanya, salah satu pembeda dalam organisasi adalah bentuk atau tipe organisasi. Dalam bentuk/tipe organisasi yang sangat ditekankan adalah struktur dari organisasi tersebut. Struktur organisasi adalah merupakan sebuah konsep abstrak yang menunjukkan bagaimana tugas akan dibagi, siapa yang melakukan tugas tugas yang telah ditentukan dan mekanisme koordinasi formal serta pola interaksi dalam organisasi. Ada 5 jenis organisasi berdasarkan bentuk/tipenya, yaitu :1. Organisasi Lini Organisasi lini adalah salah satu bentuk organisasi yang manajer puncaknya dianggap sebagai sumber semua wewenang. Semua keputusan dan tanggung jawab berada pada satu tangan, dan tiap anggota hnaya mengenal satu pimpinan langsung yang membawahinya ( Saydam, 1993:92). Dari pengertian diatas dapat kita ketahui bahwa tipe organisasi lini adalah tipe organisasi yang sangat menekankankan pada hierarki vertikal. Pada organisasi lini perintah hanya diberikan oleh seorang atasan saja, dan kepada atasan yang bersangkutan karyawan bertanggung jawab.2. Organisasi StafOrganisasi bentuk staf adalah salah satu bentuk organisasi yang tidak mempunyai garis komando ke bawah. Para karyawan hanya berfungsi sebagai pemberi bantuan kepada pimpinan puncak untuk kelancaran tugas. Organisasi bentuk staf merupakan organisasi sederhana. (Saydam, 1993:94) Berbeda dengan struktur organisasi lini yang memiliki ketegasan dalam pemberian perintah, organisasi staf hanya memperlakukan staf sebagai bagian dari struktur organisasi yang memberikan nasihat atau saran pada pimpinan untuk pencapaian tujuan organisasi. Pada organisasi bentuk staf, para karyawan atau pekerja dalam organisasi tersebut dianggap sebagai staf.3. Organisai Lini dan Staf Organisasi Limi dan Staf Disebut organisasi garis dan staf disebabkan karena disamping adanya otoritas garis yang menjadi saluran perintah, ada juga otoritas staf. (Sukarna, 1992:70). Organisasi bentuk lini dan staf merupakan gabungan dari organisasi lini dan staf. Artinya selain adanya garis komando dan struktur lini dalam sebuah organisasi, struktur staf juga ada yang bertujuan untuk memberi bantuan dan nasihat bagi para manajer dalam proses pengambilan keputusan, penggerakan organisasi dan proses pencapaian tujuan organisasi. Hadirnya staf dalam organisasi merupakan wujud dari struktur yang merupakan jabatan politis yang dipilih melalui pemilihan, karena yang terpilih menjadi pemimpin belum tentu seseorangyang cakap dan spesialisasi dalam hal tersebut.

4. Organisasi fungsional Hardjito (2001:35) mengatakan bahwa organisasi fungsional adalah suatu bentuk organisasi yang didalamnya terdapat hubungan yang tidak terlalu menekankan kepada hierarki struktural, akan tetapi lebih banyak didasarkan pada sifat dan jenis pekerjaan yang akan dilakasanakan. Senada dengan itu Hasibuan (2001:156) mengatakan bahwa pada organisasi bentuk fungsional, pembagian kerja merupakan masalah yang mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh, karena didasarkan pada spesialisasi masing-masing orang dalam organisasi.5. Organisasi fungsional Hardjito (2001:35) mengatakan bahwa organisasi fungsional adalah suatu bentuk organisasi yang didalamnya terdapat hubungan yang tidak terlalu menekankan kepada hierarki struktural, akan tetapi lebih banyak didasarkan pada sifat dan jenis pekerjaan yang akan dilakasanakan. Senada dengan itu Hasibuan (2001:156) mengatakan bahwa pada organisasi bentuk fungsional, pembagian kerja merupakan masalah yang mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh, karena didasarkan pada spesialisasi masing-masing orang dalam organisasi.

2.1.8 Dewan PengawasDewan Pengawas bertugas mengawasi keseluruhan kinerja Dewan Pengurus dan Sekretariat dengan memberikan tanggapan secara berkala untuk memastikan bahwa tata kelola organisasi telah sesuai dengan kerangka peraturan yang ada.

2.2 Penelitian TerdahuluBerikut adalah penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini. Penelitian-penelitian terdahulu ini digunakan untuk acuan atau perbandingan dengan penelitian ini.No.Nama PenelitiJudul PenelitianVariabelHasil

1Zainon S, Atan R, and B Wah Y (2012)An empirical study on the determinants of information disclosure of Malaysian non-profit organizations Extent Of Dosclosure NPOS Government, Financial Perpormance, Organizational typeUntuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menentukan pengungkapan informasi di perusahaan non-profit

2.3 Pengembangan Hipotesis2.3.1 Pengaruh NPO dengan dewan pembina yang lebih besar terhadap pengungkapkan informasi yang lebih baik dibandingkan dengan dewan pembina yang lebih kecil.Provan lebih jauh berpendapat bahwa papan yang lebih besar akan memfasilitasi representasi masyarakat luas. Bukti terbaru dari penyelidikan empiris juga tampaknya mendukung bahwa pendapatan adalah positif dan signifikan terkait dengan ukuran papan (Chen, 2009; Olson, 2000; Batu et al., 2001). Penelitian ini mengusulkan bahwa karena lebih banyak anggota yang ditambahkan ke papan, akan ada tingkat yang lebih baik dari pemantauan. Sebuah papan besar pengawas mungkin juga penting karena peningkatan kadar penggalangan dana dan perbaikan kinerja. Namun, bukti yang berlawanan juga ditemukan dalam studi berkaitan kinerja untuk ukuran papan (Andres-Alonso et al, 2006;.. Callen et al, 2003) dan pengungkapan untuk naik ukuran (Gordon et al., 2002). Investigasi empiris lebih lanjut karena itu diperlukan. Mengingat teori yang kuat dalam mendukung hubungan yang positif, kita hipotesis bahwa:H1a. NPO dengan dewan pengawas besar mengungkapkan informasi ke tingkat yang lebih besar dibandingkan dengan dewan kecil pengawas.

2.3.2 Pengaruh kehadiran lembaga donatur di dewan pengawas terhadap tingkat keterbukaan informasiSebuah organisasi non-profit tidak hanya berfungsi sebagai badan organisasi, tetapi juga melakukan fungsi jaringan melalui link dengan berbagai pemangku kepentingan dan lingkungan (Callen et al., 2003). Banyak literatur di organisasi membahas efek direksi sebagai perangkat monitoring. Meskipun kehadiran beberapa orang dalam dengan pengetahuan khusus tentang fungsi organisasi untuk pengambilan keputusan strategis adalah penting, direktur eksternal yang memberikan tingkat tertentu kebebasan untuk memantau aktivitas manajerial (Baysinger dan Hoskisson, 1990). Direktur eksternal, yang baik dipilih atau diangkat pada pertemuan umum tahunan (RUPST), dapat bersifat beragam yang berbeda ras, jenis kelamin, pengalaman dan kualifikasi. Komposisi dewan dari luar dianggap sebagai alat untuk memantau perilaku manajemen, menghasilkan lebih banyak keterbukaan informasi. Dengan demikian, hipotesis yang dibuat:H1b. Kehadiran institusi donatur di dewan pengawas akan berpengaruh positif terkait dengan sejauh mana keterbukaan informasi.

2.3.3 Pengaruh pembentukan audit eksternal terhadap tingkat pengungkapan infomasiAdanya audit eksternal dalam tata kelola diharapkan agar dapat meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dari laporan keuangan yang dibuat oleh sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat. Karena dengan adanya akuntabilitas dan transparansi dapat membantu LSM tersebut dalam mendapatkan dana karena biasanya donatur dalam memberikan dana ke LSM sebelumnya harus melihat dulu bagaimana kinerja perusahaan dengan melihat laporan keuangannya, apakah sudah baik dalam mengelola keuangannya atau masih belum baik, untuk sebagai bahan pertimbangan pihak donatur dalam mendonasikan uangnya ke LSM yang dituju.Mengingat fungsi audit eksternal dalam konteks non-profit, Iyer dan Watkins (2008), dan Yetman (2004) berpendapat bahwa keberadaan audit eksternal dapat meningkatkan pengendalian internal dan dengan demikian dianggap sebagai perangkat monitoring yang efektif untuk meningkatkan kualitas keterbukaan. Dari uraian tersebut dapat dibangun hipotesis:H2. Pembentukan audit eksternal berpengaruh positif terkait dengan sejauh mana pengungkapan informasi

2.3.4 Pengaruh kinerja keuangan berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan informasi.Kinerja keuangan sering mengacu pada kemampuan keuangan organisasi, yang didefinisikan sebagai "kemampuan untuk mengembangkan dan menyebarkan modal" (Hall et al., 2003). Ini berarti bahwa sumber daya keuangan secara keseluruhan (termasuk struktur pendapatan keuangan) sangat penting untuk berkontribusi pada keberlanjutan organisasi. Semakin banyak sumber daya keuangan yang tersedia, uang yang tersedia untuk program organisasi. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa tingkat pendanaan (Trussel dan Parsons, 2008) adalah pendorong utama untuk efektivitas organisasi. Dalam hal struktur pendapatan, NPO yang bergantung pada pendapatan kontribusi, seperti sumbangan, menunjukkan bahwa pengungkapan informasi keuangan dalam laporan keuangan sangat penting karena dapat mempengaruhi keputusan donasi potensial untuk menyumbang. Penelitian sebelumnya memberikan informasi bahwa laporan keuangan memainkan peran penting dalam keputusan sumbangan (Hyndman, 1990, 1991; Khumawala dan Gordon, 1997; Parsons, 2007). Melalui laporan keuangan yang dibuat oleh NPO, donotur dapat memperoleh informasi yang diperlukan bagi mereka untuk menilai dan mengevaluasi efisiensi kinerja organisasi. Oleh karena itu, berdasarkan pada Temuan dari penelitian sebelumnya, dapat disarankan bahwa sumber daya keuangan yang lebih besar akan memberikan kontribusi positif terhadap fungsi pengungkapan keseluruhan NPO. Oleh karena itu, hipotesis yang dibuat sebagai berikut:H3. Kinerja keuangan berhubungan positif dengan tingkat pengungkapan informasi.

2.3.5 Pengaruh tingkat pengungkapan yang lebih tinggi terhadap NPOSecara khusus, temuan Christensen dan Mohr (2003) mengungkapkan bahwa jumlah pengungkapan data keuangan tidak berbeda dengan jenis organisasi kepemilikan (pemerintah dan swasta) sehubungan dengan tingkat pengungkapan keuangan dalam laporan tahunan museum. Dengan peningkatan dana untuk tujuan mendukung pelayanan sosial dengan NPO, pengungkapan informasi dapat ditingkatkan. Hal ini dapat tersirat bahwa ada perbedaan dalam pengungkapan antara organisasi-organisasi yang menerima dana dan mereka yang tidak. Analisis varians (ANOVA) digunakan untuk menentukan perbedaan yang signifikan dalam studi pengungkapan sebelumnya antara perguruan tinggi negeri dan swasta ditemukan signifikan (Posey, 1980). Demikian pula, beberapa penelitian telah melaporkan bahwa perbedaan dalam tingkat pengungkapan ada antara organisasi didanai dan non-didanai (Desai dan Yetman, 2005; Fischer et al, 2010;. Gordon et al., 2002). Mengingat skenario di atas, diusulkan bahwa stabilitas sumber pendapatan yang disediakan melalui dana akan menyebabkan perbedaan yang signifikan dalam tingkat pengungkapan antara didanai dan non-didanai NPO. Dari uraian di atas dapat dibuat hipotesis:H4. Tingkat pengungkapan yang lebih tinggi untuk NPO didanai.

2.4 Tingkat Keterbukaan InformasiKerangka Konsep Pemikiran

Internal

Tata KelolaPemerintahan

Eksternal

Kinerja Keuangan

Didanai/ tidak didanaiTipe Organisasi

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN

3.1 Design PenelitianPenelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Metode pengumpulan data untuk penelitian ini adalah menggunakan kuesioner. Kuesioner berisi tentang Non Profit Organzation mengenai Lembaga Swadaya Masyarakat. Kuesioner tersebut disebar langsung kepada dewan pengawas Lembaga Swadaya Masyarakat yang ada di Provinsi Banten. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan metode analisis PLS (Partial Least Square).

3.2 Populasi dan Sampel3.2.1 Populasi Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh dewan pengawas yang ada pada Lembaga Swadaya Masyarakat yang ada di Provinsi Banten3.2.2 SampelResponden yang menjadi sampel penelitian ini adalah beberapa dewan pengawas Lembaga Swadaya Masyarakat yang ada di Provinsi Banten. Alasan digunakan sampel tersebut pada penelitian ini adalah dewan pembina karena dewan pengawas mengawasi keseluruhan kinerja Dewan Pengurus dan Sekretariat dengan memberikan tanggapan secara berkala untuk memastikan bahwa tata kelola organisasi telah sesuai dengan kerangka peraturan yang ada., sehingga dirasa sesuai untuk menjadi sampel pada penelitian ini. 3.3 Data Penelitian3.3.1 Jenis dan Sumber Data1. Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri dari :Sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil kuesioner yang diberikan kepada dewan pengawas Lembaga Swadaya Masyarakat di Provinsi Banten. Berdasarkan jawaban yang terdapat dalam kuesioner akan diperoleh data yang menggambarkan sikap dan keterlibatan responden selama penyusunan anggaran.2. Sumber dataa. Responden, yaitu orang-orang yang memberikan informasi dengan menjawab kuesioner yang diberikan.b. Informan, yaitu orang-orang yang memberikan gambaran dan informasi tentang suatu keadaan sebenarnya yang terjadi di lapangan.c. Data yang berkaitan dengan penelitian.

3.3.2 Instrumen dan Teknik Pengumpulan DataDalam teknik penyusunan skripsi ini, penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode content analysis (Guthrie et al., 2006). Hal ini dilakukan dengan memberi tanda checklist pada item-item pengungkapan Lembaga Swadaya Masyarakat dan memberi skor untuk setiap item pengungkapan secara dikotomi, dalam hal ini jika suatu item diungkapkan diberi skor 1 dan jika tidak diungkapkan diberi skor 0. Item-item tersebut kemudian dijumlahkan.

3.4 Variabel Penelitian dan Operasionalisasi Variabel

3.4.1 Variabel Independen Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini adalah Tata Kelola Pemerintahan, Tata Kelola pemerintahan adalah distribusi hak dan tanggung jawab di antara dan di dalam berbagai kelompok pemangku kepentingan yang terlibat, termasuk cara di mana mereka bertanggung jawab satu sama lain. Kemudian variabel independennya adalah Kinerja keuangan dan tipe organisasi. Kinerja keuangan adalah kemampuan keuangan organisasi, yang didefinisikan sebagai "kemampuan untuk mengembangkan dan menyebarkan modal" (Hall et al., 2003). Sedangkan tipe organisasi merupakan perbedaan atas struktur organisasi yang diterapkan di dalam organisasi tersebut.

3.4.2 Variabel DependenVariabel dependen (terikat) dalam penelitian ini adalah variabel tingkat keterbukaan informasi. Variabel tingkat keterbukaan informasi adalah memberikan data yang bermanfaat kepada pihak yang memerlukan. Jadi data tersebut harus benar-benar bermanfaat, karena apabila tidak bermanfaat, tujuan dari pengungkapan tersebut tidak akan tercapai.

Tabel 3.1 Operasional VariabelVariabelIndikatorSumber

Informasi latar belakang dasar1. Nama Organisasi2. Alamat organisasi yang terdaftar3. Sifat layanan organisasi4. Daftar nama penanggung jawab kantor5. Nama terkaiti atau Afiliasi masyarakat, asosiasi, serikat buruh, atau setiap orang, dalam korporasi atau di luar korporasi 6. Alamat dari Nama terkaiti atau Afiliasi masyarakat, asosiasi, serikat buruh, atau setiap orang, dalam korporasi atau di luar korporasi7. Pertemuan rapat umum tahunan8. Pembentukan hukum dan pearturan9. Tanggal pendaftaran10. Nomor pendaftaran11. Status bebas pajak12. Tindakan yang mengatur13. Kategori organisasi (contoh : komunitas kesejahteraan, pembangunan sosial)

Informasi Keuangan1. Laporan penerimaan dan pembayaran2. Deskripsi laporan keuangan atau bantuan oleh setiap orang di luar Provinsi banten3. Deskripsi laporan keuangan atau bantuan oleh setiap organisasi di luar Provinsi banten4. Aset tidak lancar5. Aset lancar6. Hutang jangka panjang7. Hutang lancar8. Dana amal (contoh : dana yang diterima dari kampanye atau program)9. Laporan perubahan dana amal10. Surplus atau defisit11. Arus kas dari aktivitas operasi12. Arus kas dari aktivitas investasi13. Arus kas dari aktivitas pembiayaan14. Metode arus kas15. Sumber keuangan16. Pengungkapan kebijakan akuntansi17. Daftar beban (tanpa klasifikasi)18. Klasifikasi fungsional beban ke beban amal19. Klasifikasi fungsional beban ke beban administrasi20. Persentase beban amal dari total beban21. Persentase beban administrasi dari total beban22. Imbalan dalam bentuk natura (dalam moneter)23. Resiko keuangan manajemen24. Total sumber pendapatan (tanpa klasifikasi pendapatan)25. Klasifikasi pendapatan seperti pendapatan donasi26. Klasifikasi pendapatan seperti biaya keanggotaan27. Klasifikasi pendapatan seperti pendapatan penggalangan dana28. Klasifikasi pendapatan seperti pendapatan lain-lain29. Hibah Pemerintah30. Hibah swasta

Informasi Non Keuangan1. Kepuasan klien2. Dikelola dengan baik keluhan klien3. Investasi dalam teknlogi dan sistem komputer4. Program dan layanan baru yang dhasilkan untuk kebutuhan klien baru 5. Program dan layanan baru diluncurkan6. Peningkatan klien setiap tahun7. Program level tinggi dan kualitas layanan8. Penggunaan kriteria kinerja untuk mengevaluasi program dan layanan9. Peningkatan jumlah dalam kursus pelatihan10. Perbaikan dalam skill dan kinerja staff setiap tahun11. Tingkat keberhasilan tinggi yang dikelola setiap tahun12. Program tingkat tinggi penyelesaian program13. Pelatihan staff14. Sumber non keuangan (bentuk natura)15. Pemenang atau partisipan dalam proyek khusus16. Partisipasi dalam acara regional17. Partisipasi dalam acara regional18. Statistik klien19. Daftar kegiatan

Informasi Pemerintahan1. Amanat yang disampaikan2. Pernyataan dari pejabat utama (ketua, presiden, dll)3. Pernyataan dari anggota panitia kunci4. Daftar nama donatur utama5. Sponsorship6. Kalender acara7. Komunitas pelayanan8. Internal audit9. Sertifikasi audit oleh audit independen10. Keterlibatan perusahaan kemitraan11. Pendiri organisasi12. Pemimpin dari organisasi13. Latar belakang anggota komite14. Pengalaman anggota komite15. Keahlian anggota komite16. Ras anggota komite17. Jenis kelamin anggota komite18. Jumlah anggota komite

Informasi Masa Depan1. Informasi anggaran untuk ekspansi masa depan2. Rencana strategis untuk pengembangan organisasi 3. Laporan aktivitas masa depan yang menguntungkan klien4. Pernyata Visi5. Pernyatan Misi6. Pernyataan objektif dalam program spesifik7. Nilai-nilai inti organisasi8. Datang sumbangan masa tagret tahun depan

3.5 Metode Analisis DataAnalisis data merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam menyederhanakan data yang dikumpulkan dari penelitian agar data yang telah dikumpulkan dapat diubah kedalam bentuk yang lebih mudah ditafsirkan.3.5.1 Analisis Statistik DeskriptifStatistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi atau tidak menarik kesimpulan hanya memberikan gambaran secara deskriptif. (Sugiyono, 2011:209).

3.5.2 Uji Kualitas DataUji kualitas data dilakukan meliputi uji reliabilitas dan uji validitas dengan software Partial Least Square (PLS).3.5.2.1 Uji ValiditasUji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan atau pernyataan kuesioner tersebut mampu mengungkapkan suatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Uji validitas dilakukan dengan membandingkan nilai square root of average variance extracted (AVE) setiap konstruk dengan korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya dalam model. Suatu kuesioner dikatakan valid apabila nilai AVE masing-masing knstruk nilainya 0,50 Ghozali (2008: 42).

3.5.2.2 Uji ReliabilitasUji reliabilitas dimaksud untuk mengukur internal consistency suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Pengukuran reliabilitas dilakukan dengan uji Composite Reliability dan Cronbach Alpha 0,70 Ghozali (2008: 43).

3.6 Alat Pengujian Hipotesis3.6.1 Structural Equation Modelling (SEM) melalui Partial Least Square(PLS)Pengumpulan data yang dilakukan dengan pendekatan Structural Equation Model (SEM) dengan menggunakan software Partial Least Square (PLS). PLS adalah model persamaan struktural (SEM) yang berbasis komponen atau varian (variance). Menurut Ghozali (2008:18) PLS merupakan pendekatan alternatif yang bergeser dari pendekatan SEM berbasis kovarian menjadi berbasis varian. Untuk tujuan prediksi pendekatan PLS lebih cocok karena diasumsikan bahwa semua ukuran varian adalah varian yang berguna untuk dijelaskan.PLS merupakan metode analisis yang powerfull (Wold, 1985) dalam Ghozali (2008:18) karena tidak didasarkan pada banyak asumsi. Misalnya, data tidak harus terdistribusi normal, sampel tidak harus besar. Selain dapat digunakan untuk mengkonfirmasi teori, PLS juga dapat digunakan untuk menjelaskan ada tidaknya hubungan antar variabel laten. PLS dapat sekaligus menganilisis konstruk yang dibentuk dengan indikator refleksif dan formatif. Hal ini tidak dapat dilakukan oleh SEM yang berbasis kovarian karena akan menjadi unidentified model. Model persamaan struktural merupakan persamaan teknik analisis multivariate yang memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan antar variabel yang kompleks baik recursive maupun nonrecursive untuk memperoleh gambaran menyeluruh tentang keseluruhan model. Tidak seperti model multivariate biasa (analisis faktor regresi berganda) SEM dapat menguji bersama-sama yaitu :a. Model struktural: hubungan antara konstruk independen dan dependen.b. Model measurement: hubungan (nilai loading) antara indikator dengan konstruk (variabel laten).Digabungkannya pengujian model struktural dengan model pengukuran tersebut memungkinkan untuk :a. Menguji kesalahan pengukuran (measurement error) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari SEM.b. Melakukan analisis faktor bersamaan dengan pengujian hipotesis.Dalam analisis dengan menggunakan PLS ada 2 hal yang dilakukan yaitu:1. Menilai Outer Model atau Measurement Model.2. Menilai Inner Model atau Structural Model.

3.6.2 Menilai Outer Model atau Measurement ModelAda tiga kriteria untuk menilai outer model yaitu Convengent Validity, Diseriminant Validity, dan Composite Reliability. Convergent validity dari model pengukuran dengan refleksif indikator dinilai berdasarkan korelasi antara item score/component score yang dihitung dengan PLS. Ukuran refleksif individual dikatakan tinggi jika berkorelasi lebih dari 0,70 dengan konstruk yang diukur. Namun, menurut Chin (1998) dalam Ghozali (2008: 24), untuk penelitian tahap awal dari pengembangan skala pengukuran nilai loading 0,5 sampai 0,6 dianggap cukup memadai.Discriminant Validity dari model pengukuran dengan refleksif indikator dinilai berdasarkan Cross Loading pengukuran dengan konstruk. Jika korelasi konstruk dengan item pengukuran lebih besar daripada ukuran konstruk lainnya, maka hal tersebut menunjukkan konstruk laten memprediksi ukuran pada blok tersebut lebih baik daripada ukuran blok lainnya. Metode lain untuk menilai Discriminant Validity adalah membandingkan nilai Root Of Average Variance Extracted (AVE) setiap konstruk lebih besar daripada nilai korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya dalam model, maka dikatakan memiliki nilai Discriminant Validity yang baik Fornell dan Larcker (1981) dalam Ghozali (2008:25). Berikut ini rumus untuk menghitung AVE:

Sumber : Ghozali, I (2008).Dimana i adalah component loading ke indikator ke var ( i ) = 1 - i2. Jika semua indikator di standardized, maka uraian ini sama dengan Average Communalities dalam blok. Fornell dan Lacker (1981) dalam Ghozali (2008), menyatakan bahwa pengukuran ini digunakan untuk mengukur reliabilitas component score variabel laten dan hasilnya lebih konservatif dibanding composite reliability. Direkomendasikan nilai AVE harus labih besar dari 0,50. Composite reliability blok indikator yang mengukur suatu konstruk dapat dievaluasi dengan dua macam ukuran yaitu internal consistency yang dikembangkan oleh Wert et. al. (1974) dalam Ghozali (2008:25), dengan menggunakan output yang dihasilkan PLS maka Compositereliability dapat dihitung dengan rumus :

Sumber : Ghozali, I (2008).Dimana i adalah component loading ke indikator dan var ( i ) = 1 - i2. Dibanding dengan Cronbach Alpha, ukuran ini tidak mengasumsikan tau quivalence antar pengukuran dengan asumsi semua indikator diberi bobot sama. Sehingga Cronbach Alpha cenderung lower estimate reliability, sedangkan c merupakan closer approximation dengan asumsi estimate parameter adalah akurat.c sebagai ukuran internal consistence hanya dapat digunakan untuk konstruk reflektif indikator Ghozali (2008:25).

3.6.3 Menilai Inner Model atau Structural ModelPengujian inner model atau model struktural dilakukan untuk melihat hubungan antara konstruk, nilai signifikasi dan R-square dari model penelitian.Model struktural dievaluasi dengan mengggunakan Rsquare untuk konstruk dependen, Stone-Geisser Q-square test untuk predictive relevance dan uji t serta signifikansi dari koefesien parameter jalur struktural Ghozali (2008:26). Dalam menilai model dengan PLS dimulai dengan melihat R-square untuk setiap variabel laten dependen. Perubahan nilai R-square dapat digunakan untuk menilai pengaruh variabel laten independen tertentu terhadap variabel laten dependen apakah mempunyai pengaruh yang substantif. Pengaruh besarnya dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Sumber : Ghozali, I (2008).Dimana R2included dan R2excluded adalah R-square dari variabel laten dependen ketika predictor variabel laten digunakan atau dikeluarkan di dalam persamaan struktural. Disamping melihat R-square, model PLS juga direvaluasi dengna melihat Q-Square predictive relevance untuk model konstruk. Q-Square predictive relevance mengukur seberapa baik nilai observasi dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya. Nilai Q-Squarepredictive relevance lebih besar dari 0 menunjukkan bahwa model mempunyai nilai predictive relevance, sedangkan nilai Q-Square predictiverelevance kurang dari 0 menunjukkan bahwa model kurang memiliki predictive relevance Ghozali (2008:26).

3.6.4 Uji HipotesisUji hipotesis dilakukan untuk melihat pengaruh variabel-variabel independen secara keseluruhan terhadap variabel dependen. Ketentuan penerimaan atau penolakan uji hipotasis (Hipotesis1 Hipotesis7) adalah :Bila T-statistik > T-tabel (1,96) = Hipotesis diterima.Bila T-statistik < T-tabel (1,96) = Hipotesis ditolak.Sedangkan untuk hubungan langsung dan tidak langsung dilakukananalisis jalur (Path Analysis) untuk mengetahui apakah variabel terikat memediasi antara variabel-variabel independen terhadap variabel dependen dengan membandingkan pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung. Ketentuan penerimaan atau penolakannya adalah :Bila pengaruh langsung > pengaruh tidak langsung = Hipotesis ditolak.Bila pengaruh langsung < pengaruh tidak langsung = Hipotesis diterima.

2

1

DAFTAR PUSTAKA

Andres-Alonso, P., Martin-Cruz, N. and Romero-Merino, M.E. (2006), The governance of nonprofit organizations: empirical evidence from nongovernmental development organizations in Spain, Nonprofit and Voluntary Sector Quarterly, Vol. 35 No. 4, pp. 588-604.

Baysinger, R.D. and Hoskisson, R.E. (1990), The composition of boards of directors and strategic control, Academy of Management Review, Vol. 15 No. 1, pp. 72-87.

Callen, J.L., Klein, A. and Tinkelman, D. (2003), Board composition, committees and organizational efficiency: the case of nonprofits, Nonprofit and Voluntary Sector Quarterly, Vol. 32 No. 4,pp. 493-520.

Cathy Driscoll & Mark Starik, (2004), The primordial stakeholder: Advancing the conceptual consideration of stakeholder status for the natural environment, Journal of Business Ethics 49 (1) 55-73.

Chariri, A.,& Ghazali, I. (2007). Teori Akuntansi, Semarang: Badan Penerbit UNDIP

Chen, G. (2009), Does meeting standards affect charitable giving? An empirical study of New York metropolitan area charities, Nonprofit Management and Leadership, Vol. 19 No. 3, pp. 349-365.

Christensen, A. and Mohr, R. (2003), Not-for-profit annual reports: what do museum managers communicate?, Financial Accountability & Management, Vol. 19 No. 2, pp. 139-158.

Desai, M.A. and Yetman, R.J. (2005), Constraining managers without owners: governance of the not-for-profit enterprise, Working Paper Series No. 11140, Harvard Business School and University of California, Davis.

Fischer, M., Gordon, T.P. and Kraut, M.A. (2010), Meeting user information needs: the impact of major changes in FASB and GASB standards on financial reporting by colleges and universities, Journal of Accounting and Public Policy, Vol. 29 No. 4, pp. 374-399.

Freeman, R. E., (1984). Strategic Management: A Stakeholder Approach, , Boston: Pitman Publishing

Gordon, T., Fisher, M., Malone, D. and Tower, G. (2002), A comparative empirical examination of extent of disclosure by private and public colleges and universities in the United States, Journal of Accounting and Public Policy, Vol. 21 No. 3, pp. 235-275.

Hall, M.H., Andrukow, A., Barr, C., Brock, K., de Wit, M. and Embuldeniya, D. (2003), The Capacity to Serve: A Qualitative Study of the Challenges Facing Canadas, Nonprofit and Voluntary Organizations, Canadian Centre for Philanthropy, Toronto.

Hyndman, N. (1990), Charity accounting: an empirical study of the information needs of contributors to UK fundraising charities, Financial Accountability & Management, Vol. 6 No. 4, pp. 295-307.

Hyndman, N. (1991), Contributors to charities a comparison of their information needs and the perceptions of such by the providers of information, Financial Accountability & Management, Vol. 7 No. 2, pp. 69-82.

Hyndman, N. and McDonnell, P. (2009), Governance and charities: an exploration of key themes and the development of a research agenda, Financial Accountability & Management, Vol. 25 No. 1, pp. 5-31.

Iyer, V.M. and Watkins, A.L. (2008), Adoption of Sarbanes-Oxley measures by nonprofit organizations: an empirical study, Accounting Horizons, Vol. 22 No. 3, pp. 255-277. 50

Khumawala, S.B. and Gordon, T.P. (1997), Bridging the credibility of GAAP: individual donors and the new accounting standards for nonprofit organizations, Accounting Horizons, Vol. 11 No. 3, pp. 45-68.

Max B. E. Clarkson, (1995), A Stakeholder Framework for Analyzing and Evaluating Corporate Social Performance The Academy of Management Review, Vol. 20, No. 1 (Jan., 1995), pp. 92-117

Mitchell, Agle dan Wood, (1997) Toward a Theory of Stakeholder Identification and Salience: Defining the Principle of Who and What Really Counts, The Academy of Management Review, Vol. 22, No. 4 (Oct., 1997), pp. 853-886.

Olson, D.E. (2000), Agency theory in the not-for-profit sector: its role at independent colleges, Non profit and Voluntary Sector Quarterly, Vol. 29 No. 2, pp. 280-296.

Parsons, L.M. (2007), The impact of financial information and voluntary disclosure on contributions to not-for-profit organizations, Behavioral Research in Accounting, Vol. 19, pp. 179-196.

Pfeffer, J. (1973), Size, composition and function of hospital boards of directors: the organization and its environment, Administrative Science Quarterly, Vol. 18 No. 3, pp. 349-363.Posey, R.B. (1980), An Investigation of the Differences in Bond Disclosures Made by Public and Private Colleges, Oklahoma State University, Oklahoma.

Provan, K.G. (1980), Board power and organizational effectiveness among human service agencies, Academy of Management Journal, Vol. 23 No. 2, pp. 221-236.

Salamon, L.M. and Anheier, H.K. (1997), Defining the Nonprofit Sector, Manchester Press, New York, NY.

Stone, M.M., Hager, M.A. and Griffin, J.J. (2001), Organizational characteristics and funding environments: a study of a population of United Way-Affiliated nonprofits, Public Administration Review, Vol. 61 No. 3, pp. 276-289.

Trussel, J.M. and Parsons, L.M. (2008), Financial reporting factors affecting donations to charitable organizations, Advances in Accounting, Vol. 23 No. 1, pp. 263-285.

Yetman, R.J. and Yetman, M. (2004), The effects of governance on the financial reporting quality of nonprofit organizations, The University of California at Davis, Davis, CA, available at: http://ssrn.com/abstract590961 (accessed 18 June 2012).