Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

84
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis adalah suatu penyakit inflamasi kulit bersifat kronis residif, dapat mengenai semua umur yang ditandai dengan plak kemerahan yang ditutupi oleh sisik yang tebal berwarna putih keperakan dan berbatas tegas. Umumnya lesi psoriasis berdistribusi secara simetris dengan predileksi terutama di daerah siku dan lutut, kulit kepala, lumbosakral, bokong dan genitalia (Schon dkk. 2005; Simmon 2007; Gudjonsson dkk. 2012). Prevalensi psoriasis sangat bervarisi di beberapa negara, diprakirakan prevalensi di dunia berkisar antara 1% sampai dengan 3% jumlah penduduk. Insiden di Amerika Serikat sebesar 2-2,6%, di Eropa Tengah sekitar 1,5% (Gudjonsson dan Elder, 2008). Selama periode 2000 sampai 2002 ditemukan 338 penderita psoriasis (2,39%) di Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta (Wiryadi, 2004). Dari total penderita psoriasis tersebut ditemukan 28% derajat berat, 14% derajat sedang, dan 58% derajat ringan. Psoriasis vulgaris atau tipe plak merupakan tipe yang paling sering dijumpai, meliputi 80% dari total kasus (Wiryadi, 2004).Penyakit ini biasanya dimulai pada usia 1030 tahun dan risiko yang sama untuk laki-laki dan wanita. Jika awalnya timbul pada usia kurang dari 15 tahun, biasanya terdapat riwayat psoriasis dalam keluarga. Penyakit ini mengenai seluruh tubuh relatif lebih berat, namun memberikan respon yang baik terhadap pengobatan. Berdasarkan data kunjungan pasien di Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah 1

Transcript of Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

Page 1: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Psoriasis adalah suatu penyakit inflamasi kulit bersifat kronis residif, dapat

mengenai semua umur yang ditandai dengan plak kemerahan yang ditutupi oleh

sisik yang tebal berwarna putih keperakan dan berbatas tegas. Umumnya lesi

psoriasis berdistribusi secara simetris dengan predileksi terutama di daerah siku

dan lutut, kulit kepala, lumbosakral, bokong dan genitalia (Schon dkk. 2005;

Simmon 2007; Gudjonsson dkk. 2012).

Prevalensi psoriasis sangat bervarisi di beberapa negara, diprakirakan

prevalensi di dunia berkisar antara 1% sampai dengan 3% jumlah penduduk.

Insiden di Amerika Serikat sebesar 2-2,6%, di Eropa Tengah sekitar 1,5%

(Gudjonsson dan Elder, 2008). Selama periode 2000 sampai 2002 ditemukan 338

penderita psoriasis (2,39%) di Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit

dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta (Wiryadi, 2004). Dari total penderita

psoriasis tersebut ditemukan 28% derajat berat, 14% derajat sedang, dan 58%

derajat ringan. Psoriasis vulgaris atau tipe plak merupakan tipe yang paling sering

dijumpai, meliputi 80% dari total kasus (Wiryadi, 2004).Penyakit ini biasanya

dimulai pada usia 10–30 tahun dan risiko yang sama untuk laki-laki dan wanita.

Jika awalnya timbul pada usia kurang dari 15 tahun, biasanya terdapat riwayat

psoriasis dalam keluarga. Penyakit ini mengenai seluruh tubuh relatif lebih berat,

namun memberikan respon yang baik terhadap pengobatan. Berdasarkan data

kunjungan pasien di Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah

1

Page 2: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

2

Denpasar pada Januari sampai Desember 2009 tercatat 156 kasus baru psoriasis

dari 10.856 kunjungan (1,4%) dan belum dilakukan penelitian(Wiryadi 2004;

Michael et al 2005; Schon et al 2005; Simmon 2007; Gudjonsson dkk., 2012).

Psoriasis dikatakan sebagai penyakit multifaktorial dan multi sistem,

karena melibatkan banyak sistem dan organ, semua faktor tersebut saling terkait.

Pada kulit normal, sel basal di stratum basalis membelah diri, bergerak keatas

secara teratur sampai menjadi stratum korneum sekitar 28 hari, kemudian lapisan

keratin dipermukaan kulit dilepaskan serta digantikan yang baru. Namunpada

psoriasis, proses tersebut hanya berlangsung beberapa hari sehingga terbentuk

skuama tebal, berlapis-lapis serta berwarna keperakan. Penyebab yang pasti

psoriasis belum diketahui dengan pasti, namun, banyak faktor predisposisi yang

memegang peran penting seperti predisposisi genetik dan kelainan imunologis.

Walaupun etiopatogenesis psoriasis tidak diketahui dengan pasti, namun banyak

faktor yang diduga sebagai pemicu timbulnya psoriasis seperti: infeksi bakterial,

trauma fisik, stress psikologis dan gangguan metabolisme. Bahkan beberapa ahli

mengatakan bahwa psoriasis merupakan tanda adanya sindroma metabolik

banyak penelitian yang menyatakan adanya hubungan antara psoriasis dengan

sindroma metabolik (Mallbris et al 2006; Nestle et al 2009; Sanchez 2010).

Secara patologis, psoriasis terjadinya diferensiasis dan proliferasi

keratinosit yang disertai proses inflamasi pada epidermis maupun epidermis.

Peranan faktor imunologi dalam patogenesis psoriasis ditunjukkan dengan adanya

peningkatan aktifitas sel presentasi antigen (antigene presenting cell/APC), yang

disertai peningkatan aktivitas sel Limfosit T helper 1 dengan mensistesis sitokin

Page 3: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

3

proinflamasi seperti; IL-1, IL-6, IL-10, Interferon-gamma dan tumor necrosis

factor. Sitokin proinflamasi ini akan mediasi aktivitas faktor-faktor pertumbuhan

seperti; epidermal growth factor, nerve growth faktor, endothelian vascular

growth factor, ICAM dan VCAM, yang pada akhirnya akan terjadi proliferasi

keratinosit disertai proses peradangan(Joshi 2004; Chanet dkk. 2006; Ghoreschi

dkk. 2007; Brezinski dkk.,2013)

Peran sistem imun dalam patogenesis psoriasis telah banyak penelitian

yang dipublikasikan. Dua dekade terakhir ini peneliti menyatakan bahwa

keterlibatan gangguan metabolisme lipid terhadap kejadian psoriasis. Beberapa

penelitian menyatakan bahwa psoriasis sangat berhubungan dengan sindroma

metabolik dan metabolisme lemak yang mengakibatkan adanya perubahan pada

profil lipid misalnya Low Density Lipoprotein (LDL) , High Density Lipoprotein

(HDL) dan trigliserida (Zaidi dkk. 2007; Gupta dkk. 2011). Penelitian Cohenet

dkk.(2008) di Israel menunjukkan peningkatan total kolesterol, trigliserida dan

penurunan HDL pada pasien psoriasis dibandingkan dengan kontrol. Demikian

juga Penelitian Tekin dkk.(2007) menunjukkan peningkatan kadar kolesterol total,

trigliserida, LDL dan penurunan kadar HDL pada pasien psoriasis yang berusia 40

tahun dibandingkan dengan kontrol. Namun beberapa hasil penelitian yang masih

kontroversi, seperti hasil yang ditemukan oleh Bath 2012, Javidi 2007 dan

Akhyani 2007, ternyata kedua profil lipid tersebut tidak ada perbedaan yang

bermakna antara pasien psoriasis dan subjek normal.

Hal ini dijelaskan bahwa dislipidemia terjadi pada psoriasis karena

terjadinya perubahan metabolisme dan mekanisme imun yang melibatkan IL-6,

Page 4: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

4

TNF α dan C reaktif protein. Menurut Zari dkk. (2007) disimpulkan bahwa LDL

dan trigliserida meningkat secara bermakna pada pasien psoriasis sehingga

psoriasis dikatakan sebagai parameter adanya gangguan metabolisme lemak dan

berhubungan dengan penyakit obstruksi vaskuler. Gupta dkk. (2011) mendapatkan

total kolesterol, trigliserida, VLDL, dan LDL meningkat secara bermakna pada

psoriasis, sedangkan HDL lebih rendah secara bermakna pada psoriasis. Jyothi

dkk. (2011) menemukan trigliserida meningkat secara bermakna pada psoriasis,

sedangkan HDL lebih rendah secara bermakna (Bajaj dkk., 2009; Brauchii dkk.,

2008).

Dari uraian di atas tampak bahwa peranan lipid sangat besar dalam

patogenesis psoriasis, dalam hal ini keseimbangan antara trigliserida dan HDL.

HDL selain sebagai mediator antiinflamasi juga sebagai antioksidan, sangat

berperan dalam menekan sintesis IL-6, IL-8, TNF, dan IFN-gamma. Sitokin

proinflamasi ini akan meningkatkan peran epidermal growth factos, nerve growth

factors, ICAM-1 dan VCAM yang pada akhirnya akan meningkatkan diferensisi

dan proliferasi keratinosit. Secara umum kebanyakan pasien psoriasis dengan

kadar HDL yang rendah. Trigliserida merupakan lipoprotein yang bersifat

proinflamasi, hal ini menyatakan bahwa salah satu faktor risiko kejadian psoriasis

adalah gangguan profil lipid terutama tingginya trigliserida dan rendahnya HDL

sebagai salah satu faktor risiko, walaupun masih ada beberapa peneliti yang

menemukan hal yang berbeda peran trigliserida dan HDL pada psoriasis vulgaris.

Kedua lipid tersebut berperan dalam patogenesis psoriasis secara tidak

langsung, melalui stimulasi sel T helper dengan meningkatkan produksi sitokin

Page 5: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

5

inflamasi seperti IL-1, IL-17, IL-6, TNF-α dan IFN-gamma. Semua sitokin di atas

memegang peran yang dominan dalam proliferasi sel keratinosit dan peradangan

kronis, sebagai gambaran klinis tampak sebagai psoriasis, melalui stimulasi

epidermal growth factor, nerve growth factor dan endothelial growth factor.

Namun peran ke dua lipid tersebut masih kontroversi karena ada yang mengatakan

bermakna dan ada pula yang mengatakan tidak ada perbedaan yang bermakna.

Dari perbedaan hasil itulah peneliti ingin membuktikan bahwa kadar HDL yang

rendah dan kadar trigliserida yang tinggi sebagai salah satu faktor risiko psoriasis

vulgaris.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah kadar HDL yang rendah merupakan faktor risiko pada

psoriasis vulgaris?

1.2.2 Apakah kadar trigliserida yang tinggi merupakan faktor risiko pada

psoriasis vulgaris?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum:

Untuk mengetahui peran HDL dan Trigliserida sebagai faktor risiko

terjadinya psoriasis vulgaris.

1.3.2 Tujuan Khusus:

a. Untuk mengetahui kadar Trigliserida yang tinggi sebagai faktor risiko

psoriasis vulgaris.

b. Untuk mengtahui kadar HDL yang rendah sebagai faktor risiko

psoriasis vulgaris.

Page 6: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

6

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis:

Untuk menambah wawasan pengetahuan tentang peran HDL dan

trigliserida sebagai faktor risiko psoriasis vulgaris.

1.4.2 Manfaat Klinis:

Dengan terbuktinya kadar HDL yang rendah dan kadar trigliserida yang

tinggi sebagai faktor risiko psoriasis vulgaris, maka dalam penanganan

pasien psoriasis perlu mengendalikan kadar HDL yang rendah dan kadar

trigliserida yang tinggi.

Page 7: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Psoriasis

Psoriasis merupakan penyakit golongan eritroskuamosa dengan lesi kulit yang

khas berbentuk plakat eritroskuamosa, sirkumskripta dan ditutupi oleh skuama

putih perak. Psoriasis menyebabkan morbiditas fisik dan psikologis serta menjadi

beban ekonomi karena biaya pengobatan dan frekuensi kunjungan ke dokter.

2.1.1 Definisi

Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronik dengan karakteristik

berupa plak eritematosa berbatas tegas, skuama kasar, berlapis, dan berwarna

putih keperakan terutama pada siku, lutut, scalp, punggung, umbilikus dan lumbal

(Gudjonsson dan Elder, 2012).

2.1.2 Epidemiologi

Psoriasis dijumpai di seluruh dunia dengan prevalensi yang berbeda-beda

dipengaruhi oleh ras, geografis, dan lingkungan. Di Amerika Serikat terjadi pada

2% dari populasi atau sekitar 150.000 kasus baru per tahun. Insiden tertinggi di

Denmark (2,9%) sedangkan rerata di Eropa Utara sekitar 2% (Gudjonsson dan

Elder, 2012). Insiden psoriasis pada laki- laki dan perempuan hampir sama,

namun Shbeeb dkk. (2000) melaporkan insiden lebih sering pada perempuan

dibandingkan laki-laki dan meningkat sesuai usia. Distribusi usia pasien psoriasis

menunjukkan peningkatan sesuai dengan kronisitas penyakit, namun terjadi

7

Page 8: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

8

penurunan setelah usia 75 tahun seiring berkurangnya usia harapan hidup pada

pasien psoriasis akibat hubungan psoriasis dengan diabetes atau aterosklerosis.

2.1.3 Gambaran Klinis

Keluhan utama pasien psoriasis adalah lesi yang terlihat, rendahnya

kepercayaan diri, gatal dan nyeri terutama jika mengenai telapak tangan, telapak

kaki dan daerah intertriginosa. Selain itu psoriasis dapat mengganggu aktivitas

sehari-hari bukan hanya oleh karena keterlibatan kulit, tetapi juga menimbulkan

arthritis psoriasis. Gambaran klinis psoriasis adalah plak eritematosa sirkumskrip

dengan skuama putih keperakan diatasnya dan tanda Auspitz. Warna plak dapat

bervariasi dari kemerahan dengan skuama minimal, plak putih dengan skuama

tebal hingga putih keabuan tergantung pada ketebalan skuama. Pada umumnya

lesi psoriasis adalah simetris (Gudjonsson dan Elder, 2012). Beberapa pola dan

lokasi Psoriasis antara lain:

2.1.3.1 Psoriasis Vulgaris

Merupakan bentuk yang paling umum dari psoriasis dan sering ditemukan

(80%). Psoriasis ini tampak berupa plak yang berbentuk sirkumskrip. Jumlah lesi

pada psoriasis vulgaris dapat bervariasi dari satu hingga beberapa dengan ukuran

mulai 0,5 cm hingga 30 cm atau lebih. Lokasi psoriasis vulgaris yang paling

sering dijumpai adalah ekstensor siku, lutut, sakrum dan scalp. Selain lokasi

tersebut diatas, psoriasis ini dapat juga timbul di lokasi lain.

2.1.3.2 Psoriasis Gutata

Tampak sebagai papul eritematosa multipel yang sering ditemukan

terutama pada badan dan kemudian meluas hingga ekstremitas, wajah dan scalp.

Page 9: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

9

Lesi psoriasis ini menetap selama 2-3 bulan dan akhirnya akan mengalami

resolusi spontan. Pada umumnya terjadi pada anak-anak dan remaja yang

seringkali diawali dengan radang tenggorokan.

2.1.3.3 Psoriasis Pustulosa Generalisata (Von Zumbusch)

Psoriasis jenis ini tampak sebagai erupsi generalisata dengan eritema dan

pustul. Pada umumnya diawali oleh psoriasis tipe lainnya dan dicetuskan oleh

penghentian steroid sistemik, hipokalsemia, infeksi dan iritasi lokal.

2.1.3.4 Psoriasis Pustulosa Lokalisata

Kadang disebut juga dengan pustulosis palmoplantar persisten. Psoriasis

ini ditandai dengan eritema, skuama dan pustul pada telapak tangan dan kaki

biasanya berbentuk simetris bilateral.

(a) (b) (c)

Gambar 2.1 Gambaran klinis Psoriasis vulgaris : (a) Tipe Plak ,(b) Tipe Gutatta dan (c)

Tipe Eritrodermi

Page 10: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

10

2.1.4 Diagnosis

Diagnosis psoriasis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan

pemeriksaan histopatologi. Apabila ditemukan fenomena bercak lilin, fenomena

Auzpitz dan fenomena Koebner dapat memberikan diagnosis yang tepat (Schon

dan Boehncke, 2005; Gudjonsson dan Elder, 2012).

2.1.5 Gambaran Histopatologis Psoriasis

Menurut Gudjonsson dan Elder (2012) beberapa perubahan patologis pada

psoriasis yang dapat terjadi pada epidermis maupun dermis adalah sebagai

berikut:

1. Hiperkeratosis adalah penebalan lapisan korneum.

2. Parakeratosis adalah terdapatnya inti stratum korneum sampai hilangnya

stratum granulosum.

3. Akanthosis adalah penebalan lapisan stratum spinosum dengan elongasi rete

ridge epidermis.

4. Granulosit neutrofilik bermigrasi melewati epidermis membentuk mikro abses

munro di bawah stratum korneum.

5. Peningkatan mitosis pada stratum basalis.

6. Edema pada dermis disertai infiltrasi sel-sel polimorfonuklear, limfosit,

monosit dan neutrofil.

7. Pemanjangan dan pembesaran papila dermis.

Page 11: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

11

Gambar 2.2 Gambaran Histopatologi Psoriasis vulgaris hiperkeratosis, akantosis

serta peradangan di daerah dermis.( Gudjonsson dan Elder,2012)

2.1.6 Derajat Keparahan Psoriasis

Banyak cara yang digunakan untuk mengukur tingkat keparahan psoriasis,

namun yang sering digunakan adalah metode Fredriksson T, Pettersson U (1987)

yang telah banyak dimodifikasi oleh peneliti lain. Psoriasis Area and Severity

Index (PASI) adalah metode yang digunakan untuk mengukur intensitas

kuantitatif penderita berdasarkan gambaran klinis dan luas area yang terkena, cara

ini digunakan ntuk mengevaluasi perbaikan klinis setelah pengobatan

(Gudjonsson dan Elder, 2012). PASI merupakan baku emas pengukuran tingkat

keparahan psoriasis. Beberapa elemen yang diukur oleh PASI adalah eritema,

skuama dan ketebalan lesi dari setiap lokasi di permukaan tubuh seperti kepala,

badan, lengan dan tungkai. Bagian permukaan tubuh dibagi menjadi 4 bagian

antara lain: kepala (10%), abdomen, dada dan punggung (20%), lengan (30%) dan

tungkai termasuk bokong (40%). Luasnya area yang tampak pada masing-masing

Page 12: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

12

area tersebut diberi skor 0 sampai dengan 6, seperti terlihat dalam tabel dibawah

ini:

Karakteritis klinis yang dinilai adalah; eritema (E), skuama (S), dan ketebalan

lesi/indurasi (T). Karakteristik klinis tersebut diberi skor sebagai berikut; tidak ada

lesi =0, ringan=1, sedang=2, berat=3 dan sangat berat=4. Nilai derajat keparahan

diatas dikalikan dengan weighting factor sesuai dengan area permukaan tubuh;

kepala = 0,1, tangan/lengan = 0,2, badan = 0,3, tungkai/kaki = 0,4. Total nilai

PASI diperoleh dengan cara menjumlahkan keempat nilai yang diperoleh dari

keempat bagian tubuh. Total nilai PASI kurang dari 10 dikatakan sebagai

psoriasis ringan, nilai PASI antara 10-30 dikatakan sebagai psoriasis sedang, dan

nilai PASI lebih dari 30 dikatakan sebagai psoriasis berat (De Rie dkk, 2004;

Feldman dan Krueger, 2005).

Page 13: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

13

Tabel 2.1 Lembar Psoriasis and severity index (PASI)

Karakteristik Plak Score

Bagian Tubuh dan Nilainya

Kepala Ekstremitas

Atas Badan

Ekstremita

s Bawah

Eritema (E)

Tidak Ada = 0

Tebal lesi (T) Minimal = 1

Sedang =2

Skuama (S) Parah = 3

Sangat Parah = 4

Totals

Nilainya x 0.1 x 0.2 x 0.3 x 0.4

A.Total Permukaan Area

Tidak Ada = 0

Persentasi Daerah

Tubuh yang Terkena

(Nilai antara 0 sampai

6)

<10% = 1

10-29% = 2

30-49% = 3

50-69% = 4

70-89% = 5

90-100% = 6

B.Total Permukaan Area x %

Daerah yang Terkena

Nilai Total (total A + total B) = Nilai PASI

2.1.7 Penatalaksanaan

Psoriasis sebagai penyakit yang multifaktorial dengan penyebab belum

diketahui dengan pasti, sehingga penanganannya juga sangat bervariasi dan setiap

pusat pendidikan mempunyai acuan yang berbeda. Ashcroft dkk., 2000

mengemukakan bahwa terdapat berbagai variasi terapi psoriasis, mulai dari

topikal untuk psoriasis ringan hingga fototerapi dan terapi sistemik untuk psoriasis

berat.Edukasi kepada pasien tentang faktor-faktor pencetusnya perlu disampaikan

Page 14: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

14

kepada pasien maupun keluarganya (Dvorakova dkk, 2013). Beberapa regimen

terapi yang sering digunakan topikal maupun sistemik sebagai berikut:

A. Topikal

Preparat Tar

Obat topikal yang biasa digunakan adalah preparat tar, yang efeknya adalah anti

radang. Preparat tar berguna pada keadaan-keadaan: Bila psoriasis telah resisten

terhadap steroid topikal sejak awal atau pemakaian pada lesi luas. Lesi yang

melibatkan area yang luas sehingga pemakaian steroid topikal kurang tepat. Bila

obat-obat oral merupakan kontra indikasi oleh karena terdapat penyakit sistemik.

Menurut asalnya preparat tar dibagi menjadi 3, yakni yang berasal dari : Fosil,

misalnya iktiol. Kayu, misalnya oleum kadini dan oleum ruski dan Batubara,

misalnya liantral dan likuor karbonis detergens. Cara kerja obat ini sebagai

antiinflamasi ringan.

Kortikosteroid

Kerja steroid topikal pada psoriasis diketahui melalui beberapa cara , yaitu:

1. Vasokonstriksi untuk mengurangi eritema.

2. Sebagai antimitotik sehingga dapat memperlambat proliferasi seluler.

3. Efek anti inflamasi, diketahui bahwa pada psoriasis terjadi peradangan kronis

akibat aktivasi sel T. Bila terjadi lesi plak yang tebal dipilih kortikosteroid dengan

potensi kuat seperti: Fluorinate, triamcinolone 0,1% dan flucinolone topikal

efektif untuk kebanyakan kasus psoriasis pada anak. Preparat hidrokortison 1%-

2,5% digunakan bila lesi sudah menipis.

Page 15: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

15

Ditranol (antralin)

Hampir sama dengan tar memiliki efek antiinflamasi ringan, sebab dapat mengikat

asam nukleat, menghambat sintesis DNA dan menggabungkan uridin ke dalam

RNA nukleus.

Vitamin D analog (Calcipotriol)

Calcipotriol ialah sintetik vit D yang bekerja dengan menghambat proliferasi sel

dan diferensiasi keratinosit, meningkatkan diferensiasi terminal keratinosit.

Preparatnya berupa salep atau krim 50 mg/g, efek sampingnya berupa iritasi,

seperti rasa terbakar dan menyengat.

Tazaroten

Merupakan molekul retinoid asetilinik topikal, efeknya menghambat proliferasi

dan normalisasi petanda differensiasi keratinosit dan menghambat petanda

proinflamasi pada sel radang yang menginfiltrasi kulit. Tersedia dalam bentuk gel,

dankrim dengan konsentrasi 0,05 % dan 0,1 %. Bila dikombinasikan dengan

steroid topikal potensi sedang dan kuat akan mempercepat penyembuhan dan

mengurangi iritasi. Efek sampingnya ialah iritasi berupa gatal, rasa terbakar, dan

eritema pada 30 % kasus, juga bersifat fotosensitif.

Humektan dan Emolien

Efek emolien ialah melembutkan permukaan kulit dan mengurangi hidrasi kulit

sehingga kulit tidak terlalu kering. Pada batang tubuh (selain lipatan), ekstremitas

atas dan bawah biasanya digunakan salep dengan bahan dasar vaselin 1-2

kali/hari, fungsinya juga sebagai emolien dengan akibat meninggikan daya

penetrasi bahan aktif. Jadi emolien sendiri tidak mempunyai efek antipsoriasis.

Page 16: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

16

Fototerapi

Narrowband UVB untuk saat ini merupakan pilihan untuk psoriasis yang

rekalsitran dan eritroderma. Sinar ultraviolet masih menjadi pilihan di beberapa

klinik. Sinar ultraviolet B (UVA) mempunyai efek menghambat mitosis, sehingga

dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis. Cara yang terbaik adalah dengan

penyinaran secara alamiah, tetapi tidak dapat diukur dan jika berlebihan maka

akan memperparah psoriasis. Karena itu, digunakan sinar ulraviolet artifisial,

diantaranya sinar A yang dikenal sebagai UVA. Sinar tersebut dapat digunakan

secara tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen (8-metoksipsoralen,

metoksalen) dan disebut PUVA, atau bersama-sama dengan preparat ter yang

dikenal sebagai pengobatan cara Goeckerman. PUVA efektif pada 85 % kasus,

ketika psoriasis tidak berespon terhadap terapi yang lain.

B. Sistemik

Kortikosteroid

Pemberian kortikosteroid sistemik masih kontroversial kecuali yang bentuk

eritrodermi, psoriasis artritis dan psoriasis pustulosa Tipe Zumbusch. Dimulai

dengan prednison dosis rendah 30-60 mg (1-2 mg/kgBB/hari), atau steroid lain

dengan dosis ekivalen. Setelah membaik, dosis diturunkan perlahan-lahan,

kemudian diberi dosis pemeliharaan. Penghentian obat secara mendadak akan

menyebabkan kekambuhan dan dapat terjadi Psoriasis Pustulosa Generalisata.

Sitostatik

Bila keadaan berat dan terjadi eritrodermi serta kelainan sendi dapat sitostatik

yang biasa digunakan ialah metotreksat (MTX). Obat ini sering digunakan

Page 17: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

17

Psoriasis Artritis dengan lesi kulit, dan Psoriasis Eritroderma yang sukar

terkontrol. Bila lesi membaik dosis diturunkan secara perlahan. Kerja metotreksat

adalah menghambat sintesis DNA dengan cara menghambat dihidrofolat

reduktase dan juga hepatotoksik maka perlu dimonitor fungsi hatinya. Karena

bersifat menekan mitosis secara umum, hati-hati juga terhadap efek supresi

terhadap sumsum tulang.

Etretinat (tegison, tigason)

Etretinat merupakan retinoid aromatik, derivat vitamin A digunakan bagi psoriasis

yang sukar disembuhkan dengan obat-obat lain mengingat efek sampingnya.

Etretinat efektif untuk Psoriasis Pustular dan dapat pula digunakan untuk psoriasis

eritroderma. Kerja retinoid yaitu mengatur pertumbuhan dan diferensiasi terminal

keratinosit yang pada akhirnya dapat menetralkan stadium hiperproliferasi.

Efek samping dapat terjadi kulit menipis dan kering, selaput lendir pada

mulut, mata, dan hidung kering, kerontokan rambut, cheilitis, pruritus, nyeri

tulang dan persendian, peninggian lipid darah, gangguan fungsi hepar

(peningkatan enzim hati).

Siklosporin A

Digunakan bila tidak berespon dengan pengobatan konvensional. Efeknya ialah

imunosupresif. Dosisnya 1-4mg/kgbb/hari. Bersifat nefrotoksik dan hepatotoksik,

gastrointestinal, flu like symptoms, hipertrikosis, hipertrofi gingiva,serta

hipertensi. Hasil pengobatan untuk psoriasis baik, hanya setelah obat dihentikan

dapat terjadi kekambuhan. (Gudjonsson and Elder,2012)

Page 18: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

18

TNF-antagonis

Tumor Necrosis Factor (TNF) alpha merupakan sitokin proinflamasi yang

memegang peran penting dalam patogenesis psoriasis. Saat ini sedang

dikembangkan sebagai terapi yang memberi haparan baru. Sediaannya antara lain

Adalimumab, Infliximab, etanercept, alefacept dan efalizumab.

2.2 Etiologi dan Faktor Pencetus

Penyebab penyakit psoriasis belum diketahui meskipun telah dilakukan penelitian

dasar dan klinis secara intensif. Diduga merupakan interaksi antara faktor genetik,

sistem imunitas, dan lingkungan. Sedangkan tiga komponen patogenesis dari

psoriasis adalah infiltrasi sel-sel radang pada dermis, hiperplasia epidermis, dan

diferensiasi keratinosit yang abnormal (Schon dan Boehncke, 2005).

2.2.1 Faktor Genetik

Sekitar 1/3 orang yang terkena psoriasis melaporkan riwayat penyakit

keluarga yang juga menderita psoriasis. Pada kembar monozigot resiko menderita

psoriasis adalah sebesar 70% bila salah seorang menderita psoriasis. Bila orangtua

tidak menderita psoriasis maka risiko mendapat psoriasis sebesar 12%, sedangkan

bila salah satu orang tua menderita psoriasis maka risiko terkena psoriasis

meningkat menjadi 34-39%. Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe yaitu:

a. Psoriasis tipe I dengan awitan dini dan bersifat familial.

b. Psoriasis tipe II dengan awitan lambat dan bersifat nonfamilial.

Hal lain yang menyokong adanya faktor genetik adalah bahwa psoriasis berkaitan

dengan HLA. Psoriasis tipe I berhubungan dengan HLA-B13, B17, Bw57 dan

Cw6. Psoriasis tipe II berkaitan dengan HLA-B27 dan Cw2, sedangkan psoriasis

Page 19: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

19

pustulosa berkaitan dengan HLA-B27 (Nickoloff & Nestle, 2004). Pada analisa

Human Leukocyte Antigen (HLA) yang spesifik dalam suatu populasi, didapatkan

bahwa suseptibilitas terhadap psoriasis berhubungan dengan Major

Histocompatibility Complex (MHC) klas I dan II pada atau dekat dengan

kromosom 6 dan lainnya berada di kromosom 17. Lokus Psoriasis Susceptibilitas

1 (PSORS1) dianggap lokus yang terpenting untuk suseptibilitas psoriasis. Hal ini

disebabkan PSORS1 berkaitan lebih dari 50% kasus psoriasis. Lokus

suseptibilitas lainnya berada pada kromosom 17q25 (PSORS2), 4q43 (PSORS3),

1q (PSORS4), 3q21 (PSORS5), 19p13 (PSORS6) dan 1p (PSORS7). Pada onset

awal yang merupakan psoriasis tipe I diperoleh hubungan dengan HLA-Cw6,

HLA-B57, dan HLA-DR7. Sedangkan pada onset lanjutan yang merupakan tipe 2

didapatkan gambaran HLA-Cw2 menonjol. Individu yang memiliki HLA-B17 dan

HLA-B13 memiliki kemungkinan untuk menderita psoriasis 5 kali lebih banyak

dari individu normal ( Barker, 2001; Schon dan Boehncke, 2005).

2.2.2 Faktor Imunologik

Defek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari ketiga

jenis sel yaitu limfosit T, sel penyaji antigen (dermal) atau keratinosit. Keratinosit

psoriasis membutuhkan stimuli untuk aktivasinya. Lesi psoriasis umumnya

ditemukan limfosit T di dermis yang terutama terdiri atas limfosit T CD4 dengan

sedikit limfositik dalam epidermis. Sedangkan pada lesi baru pada umumnya lebih

didominasis oleh sel limfosit T CD8. Pada lesi psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin

yang produksinya bertambah. Sel Langerhans juga berperan dalam

imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis dimulai dengan

Page 20: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

20

adanya pergerakan antigen baik endogen maupun eksogen oleh sel langerhans.

Pada psoriasis pembentukan epidermis lebih cepat, hanya 3-4 hari, sedangkan

pada kulit normal lamanya 27 hari. (Gaspari; 2006)

Nickoloff (1998) berkesimpulan bahwa psoriasis merupakan penyakit

autoimun. Lebih 90% dapat mengalami remisi setelah diobati dengan

imunosupresif. Berbagai faktor pencetus pada psoriasis yang disebutkan dalam

kepustakaan diantaranya adalah stress psikis, infeksi fokal, trauma (Fenomenan

Kobner), endokrin, gangguan metabolik, obat, alkohol dan merokok. Stress psikis

merupakan faktor pencetus utama. Infeksi fokal mempunyai hubungan yang erat

dengan salah satu jenis psoriasis yaitu psoriasis gutata, sedangkan hubungannya

dengan psoriasis vulgaris tidak jelas. Pernah dilaporkan kesembuhan psoriasis

gutata setelah dilakukan tonsilektomi. Umumnya infeksi disebabkan oleh

Streptococcus. Faktor endokrin umumnya berpengaruh pada perjalanan penyakit.

Insiden psoriasis terutama pada masa pubertas dan menopause. Pada waktu

kehamilan umumnya membaik sedangkan pada masa postpartum umumnya

memburuk. Gangguan metabolisme seperti dialisis dan hipokalsemia dilaporkan

menjadi salah satu faktor pencetus. Obat yang umumnya dapat menyebabkan

residif ialah beta adrenergik blocking agents, litium, anti malaria dan penghentian

mendadak steroid sistemik.

2.2.3 Faktor Pencetus

Penyebab dan patogenesis psoriasis vulgaris belum diketahui dengan pasti,

secara patologis terjadi proliferasi yang berlebihan pada keratinosit dan

peradangan kronis, sehingga penyakit ini bersifat kronik-residif. Banyak teori

Page 21: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

21

tentang patogenesis yang berhubungan dengan psoriasis, seperti sebagai kelainan

autoimun, trauma mekanik, infeksi staphylococcus, stress psikologis, radiasi sinar

ultraviolet, infeksi HIV, peran obat, alkohol, perubahan hormonal dan profil lipid

dalam darah. Semua di atas dikatakan merupakan faktor pencetus dari psoriasis.

Faktor pencetus ini dapat dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor lokal dan sistemik

(William dkk., 2006; Gudjonsson dan Elder, 2012).

Faktor pencetus lokal terjadinya psoriasis antara lain trauma, paparan

sinar ultraviolet, dan lokasi atau posisi anatomis. Berbagai trauma baik fisik,

kimiawi, bedah, infeksi dan peradangan dapat memperberat atau mencetuskan lesi

psoriasis. Lesi psoriasis yang berbentuk plakat dan terjadi pada tempat trauma

disebut dengan Fenomena Koebner. Fenomena Koebner adalah paparan sinar

matahari juga mengakibatkan eksaserbasi melalui reaksi Koebner. Beberapa

penelitian menyatakan terjadinya peningkatan keparahan penyakit seiring dengan

meningkatnya paparan sinar matahari (De Rie dkk, 2004; Schon dan Boehncke,

2005; Gudjonsson dan Elder, 2012).

Sedangkan faktor pencetus sistemik antara lain: infeksi, obat,

konsumsi alkohol, stres, endokrin, dan infeksi Human Immunodeficiency Virus

(HIV). Infeksi bakteri, virus, atau jamur dapat mencetuskan terjadinya psoriasis

vulgaris. Bakteri dapat menghasilkan endotoksin yang berfungsi sebagai

superantigen yang dikemudian hari akan meningkatkan aktivasi sel limfosit T,

makrofag, sel Langerhans, dan keratinosis. Infeksi tenggorokan yang disebabkan

oleh spesies Streptococcus β-hemoliticus juga sering dikaitkan dengan eksaserbasi

psoriasis. Beberapa obat yang dapat mencetuskan perkembangan lesi psoriasis

Page 22: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

22

antara lain: NSAID, lithium, ACE inhibitor, gemfribosil, dan β-blocker (Ashcroft

dkk, 2000). Mekanisme eksaserbasi psoriasis akibat obat-obatan lainnya belum

diketahui. Konsumsi alkohol juga dilaporkan dapat mencetuskan psoriasis

walaupun mekanismenya belum diketahui. Hubungan antara stres dan eksaserbasi

psoriasis belum terlalu jelas namun diduga karena mekanisme neuroimunologis.

Psoriasis dilaporkan akan bertambah buruk dengan timbulnya stres yaitu pada 30-

40% kasus. Pada saat periode premenstruasi, lesi psoriasis dikatakan sering

kambuh. Angka kejadian psoriasis meningkat pada waktu pubertas dan

menopause dan diduga peranan dari faktor endokrin. Psoriasis pada penderita HIV

lebih berat karena terjadi defisiensi sistem imun (Gudjonsson dan Thorarinsson,

2003).

Faktor pencetus yang belum banyak diungkapkan dan masih

kontroversial adalah profil lipid terutama trigliserida dan HDL, hal ini banyak

dihubungkan dengan gangguan metabolisme lipid, dislipidemia, sindroma

metabolik, diabetes melitus dan penyakit jantung koroner. Mengenai gangguan

metabolisme lipid terutama trigliserida dan HDL akan dibicarakan lebih dalam

dalam uraian berikutnya.

2.3 Imunopatogenesis Psoriasis

Seperti telah diketahui bahwa penyebab dan patogenesis psoriasis belum

diketahui dengan pasti, banyak sistem dalam tubuh berperan dalam patogenesis

psoriasis, banyak komponen, elemen mediator yang terlibat terhadap terjadinya

atau kekambuhan psoriasis (Joshi, 2004; Nestle dkk 2009 ). Namun ada tiga hal

yang perlu diperhatikan oleh para peneliti, diantaranya gangguan diferensiasi

Page 23: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

23

keratinosit, hiperproliferasi keratinosit dan imunologis. Hal tersebut menjadi dasar

patologis terjadinya psoriasis yang multifaktor tersebut, namun ketiganya tidak

bekerja sendiri-sendiri namun saling berkaitan.

2.3.1 Gangguan Diferensiasi Keratinosit

Secara patologis, psoriasis ditandai dengan adanya hiperproliferasi dan

diferensiasi abnormal dari keratinosit epidermis, infiltrasi limfosit yang terutama

terdiri dari limfosit T dan berbagai perubahan vaskular endotel di lapisan dermis,

seperti angiogenesis dan dilatasi pembuluh darah. Lapisan epidermis

berdiferensiasi berlebihan yang berbeda dengan sel normal, keratinosit pada

psoriasis membentuk amplop cornified (CE) yang mudah terjadi pengelupasan,

pembentukan lapisan korneum yang berlebihan mengakibatkan epidermis

menebal. Pada fase akhir, kapilarisasi dermal yang luas menyebabkan infiltrasi sel

radang pada ikatan dermal-epidermal yang tampak sebagai papilomatosis,

merupakan gambaran khas pada psoriasis. Beberapa mediator sebagai penanda

diferensiasi keratinosit yang abnormal pada psoriasis; transglutaminase I (TGase

K), skin-derived antileukoproteinase (SKALP), migration inhibitory factor-

related protein-8 (MRP-8), Involucrin, Filaggrin.

TGase K yang mengawali mengkatalisis untuk terbentuknya CE, yang

penting pada lesi psoriasis. SKALP yang hanya ditemukan pada lesi psoriasis,

mediator ini merupakan polipeptida inhibitor elastase dominan, yang disekresikan

oleh keratinosit epidermal. Elastase adalah lysosomal serin proteinase yang

spesifik untuk degradasi elastin, protein yang ditemukan dalam jaringan yang

membutuhkan elastisitas kulit. MRP-8, merupakan Ca2+

-binding protein,

Page 24: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

24

walaupun fungsi biokimia tidak sepenuhnya dipahami, namun ditemukan pada

psoriasis dan penyakit inflamasi lainnya, tidak pada kulit normal. Peran MRP-8

dalam reorganisasi sitoskeleton selama patogenesis psoriasis. Involucrin,

merupakan prekursor protein yang membantu untuk menstabilisasikan CE. Pada

kulit normal, protein ini merupakan konstituen utama dari CE pada tahap awal

pembentukan epidermis, involucrin tetap konstituen utama dari CE selama proses

maturasi. Filaggrin yang biasanya ditemukan pada stratum granular epidermis,

tidak ada dalam lesi psoriasis. Hilangnya stratum granular kulit stratum korneum

dalam psoriasis kemungkinan besar petanda ketidakhadiran filaggrin tersebut

(Grove dkk, 2001; Sanchez, 2010).

2.3.2 Hiperproliferasi Keratinosit

Hiperproliferasi keratinosit adalah kategori kedua gejala psoriasis vulgaris.

Beberapa penyebab biokimiawi yang mungkin menyebabkan produksi keratinosit

berlebihan telah ditemukan pada lesi psoriasis: Epidermal Growth Factor (EGF),

Bone Morphogenetic Protein-6 (BMP-6), Transforming Growth Factor-alpha

(TGF-α), Activating Protein (AP-1) dan Mitogen-activated protein kinase

(MAPK).

Epidermal Growth Factor yang menstimuli pertumbuhan dan diferensiasi

lapisan epidermis, merupakan mediasi respon seluler dengan mengikat reseptor

spesifik. Ikatan EFG terhadap sel imun dua kali lipat pada lapisan atas epidermis.

Peningkatan kekuatan mengikat dapat menyebabkan stimuli yang berlebihan

pertumbuhan keratinosit sehingga menyebabkan hiperproliferasi (Bernard, 2012).

BMP-6 merupakan faktor pertumbuhan ini sudah dapat dijumpai pada bayi baru

Page 25: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

25

lahir, tapi biasanya menghilang setelah dewasa, kecuali pada pasien psoriasis, hal

ini menyebabkan ditemukan TGF-α dibagian atas lesi psoriasis, tetapi tidak dalam

kulit normal. Vasoactive Intestinal Polipeptide (VIP), merupakan neuropeptida

dengan berat molekul besar, menginduksi produksi TGF-α in vivo, sebelumnya

diduga bahwa efek hiperproliferasi dari VIP dimediasi oleh peningkatan level

dari cyclic adenosine monophosphate (cAMP) yang disebabkan oleh aktivitas

activated adenylate cyclase, namun penelitian lain menunjukkan bahwa VIP

menstimuli pertumbuhan keratinosit melalui TGF-α bukan.Activating protein

(AP-1), sebuah kompleks dari oncoproteins, menstimulasi ekspresi banyak gen

yang penting dalam proliferasi sel dan inflamasi. Faktor-faktor ini terbukti

memiliki pola ekspresi yang bereda-beda pada lesi psoriasis sehingga mediator

tersebut terlibat dalam patogenesis psoriasis. Mediator terakhir, MAPK,

membantu mengatur proliferasi sel. Banyak growth factor dan sitokin memodulasi

aktivitas MAPK, yang lebih banyak pada fibroblas psoriasis. (Grove dkk, 2001;

Sanchez, 2010; Bernard, 2012).

2.3.3 Imunologis dan Inflamasi

Mengawali peran imunitas pada psoriasis melalui antigen precenting cell

(APC) akan memproses dan mempresentasikan antigen pada sel T. Antigen

precenting cell ini mengekspresikan MHC klas I dan II pada permukaannya.

Lapisan epidermis pada penderita psoriasis akan terjadi peningkatan jumlah

denritic cell (DC) walaupun tidak spesifik untuk penyakit ini. DC di dermis

menjadi tipe APC yang berperan pada psoriasis dan terletak pada papilla dermis.

Pada pasien psoriasis, jumlah DC plasmasitoid meningkat baik pada bagian kulit

Page 26: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

26

yang terlibat atau tidak, tetapi hanya aktif pada kulit yang terlibat. Proses antigen

diakhiri dengan timbulnya peptida antigen di permukaan APC oleh MHC.

Komplek peptide-protein ini akan dikenali secara spesifik oleh reseptor sel T

(TCR). APC yang telah aktif akan berjalan menuju limfonoid untuk mengaktifkan

sel T. Interaksi sel T dan APC di limfonoid akan menstimulasi sel T. Proses ini

terdiri dari dua sinyal. Sinyal pertama dihasilkan oleh komplek antigen yaitu

MHC dan TCR sedangkan sinyal yang kedua berperan sebagai konstimulasi.

Konstimulasi ini diperankan oleh reseptor dengan ligand pada sel T. Kemudian

sinyal 1 dan 2 akan mengaktivasi sel T (Krueger et al, 2005;Verghese,2011,

Perez,2013).

Salah satu sel dendritik yang berpengaruh dalam patogenesis psoriasis adalah sel

Sel Langerhans yang mengenali dan menangkap antigen, bermigrasi ke

kelenjar getah bening lokal, dan mempresentasikannya ke sel T. Aktivasi limfosit

T akan menghasilkan sitokin pro-inflamasi seperti TNF-α yang menyebabkan

proliferasi keratinosit. Hiperproliferasi ini menyebabkan menurunnya waktu

transit epidermis (perkiraan waktu yang diperlukan oleh sel kulit untuk maturasi

secara normal) dari 28 hari menjadi 2-4 hari dan memproduksi sisik kemerahan

yang tipikal pada psoriasis. IFN-γ juga menghambat apoptosis keratinosit dengan

menstimulasi protein anti-apoptosis, demikian juga IL-6 lebih tinggi secara

bermakna antara psoriasis (61,26+57,40) dengan kontrol (2,38 +1,94)

(Verghese,2011).

Page 27: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

27

Gambar 2.3Skema singkat hubungan antara Psoriasis dan penyakit autoimun terkait. Sitokin memiliki peran

penting dalam patogenesis Psoriasis (Ps), psoriasis arthritis (PSA), rheumatoid arthritis (RA) dan penyakit

Crohn..Skema tersebut menggambarkan interaksi antara APC, sel T dan sel lain seperti fibroblast. Interaksi ini

difasilitasi oleh sitokin yang diproduksi oleh sel-sel imu lainnya. Sitokin yang menstimuli () dan

menghambat (--I). Tumor necrosis factor (TNF)-α, Interleukin (IL-6),Interleukin (IL)-22,dan Interferon (IFN)-γ

merupakan adalah mediator yang berperanan dalam target akhir untuk diferensiasi, proliferasi dan inflamasi

pada psoriasis. (Perez, 2013)

Awalnya terjadi hiperproliferasi keratinosit akibat adanya aktivasi oleh faktor

pertumbuhan seperti epidermal growth factor, nerve growth factor, endothelial

growth factor dengan target sel dendritik imatur di epidermis menstimulasi sel T

dari kelenjar getah bening sebagai respons terhadap stimulasi unidentified antigen.

Aktivasi sel T, TNF-α, dan sel-sel dendritik adalah faktor patogenik yang

distimulasi dalam respon terhadap faktor pencetus, seperti trauma fisik, inflamasi

bakteri, virus, atau withdrawal kortikosteroid. Infiltrat limfosit pada psoriasis

kebanyakan adalah sel T CD4 dan CD8. Setelah sel T menerima stimulasi

pertamanya dan teraktivasi, menyebabkan terjadinya sintesis IL-6. Peningkatan

Page 28: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

28

IL-6 dari sel T yang teraktivasi dan IL-12 dari sel Langerhans menstimulasi IFN-

γ, TNF-α, dan IL-6, yang bertanggung jawab dalam diferensiasi, maturasi, dan

proliferasi sel T menjadi sel memori efektor. Kemudain sel T bermigrasi ke kulit,

dimana mereka berkumpul di sekitar pembuluh darah dermis. Ini merupakan

perubahan imunologik pertama yang menyebabkan diferensiasi dan proliferasi

keratinosit pada psoriasis akut (El-Dorouti, 2010).

Perez (2013). telah mendemonstrasikan defisiensi aktivitas sel T regulator

(T reg) pada pembuluh darah perifer dan di kulit pasien dengan psoriasis.

Meskipun jumlah absolut sel T reg yang bersirkulasi pada pasien psoriasis adalah

normal dibandingkan pasien yang sehat, ternyata terdapat defisiensi relatif dalam

kemampuan mereka untuk menekan proliferasi sel T CD4. Angiogenesis bukan

kejadian awal dari patogenesis psoriasis, namun memahami mekanisme yang

menyebabkan angio-proliferasi dapat membantu menemukan obat anti-psoriasis

yang tepat. Angiogenesis dan hiperpermeabilitas vaskular disebabkan oleh

meningkatnya produksi vascular endothelial growth factor (VEGF) oleh

keratonosit yang telah terstimulasi oleh TGF-α yang dihasilkan oleh sel T dan

keratinosit. TNF-α juga meningkatkan angiogenesis. Pizzorno dan Murray

berpendapat “unidentified antigen” yang disebutkan di atas merupakan hasil dari

pencernaan protein yang tidak sempurna, meningkatnya permeabilitas usus, dan

alergi makanan; toksemia usus; gangguan detoksifikasi hati; defisiensi garam

empedu; konsumsi alkohol; defisiensi nutrisi (vitamin A dan E, seng, selenium);

dan stress psikologis.

Page 29: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

29

Data terbaru menyatakan bahwa selain TNF-α, IL-20 dan IL-17 juga

sangat berperan di dalam patogenesis psoriasis. IL-17 yang disekresikan oleh sel

Th17 juga dapat mengaktifasi inflamasi di berbagai sistem organ. Seperti

misalnya, IL-17 juga meningkat pada serum pasien dengan penyakit arteri koroner

(Piskin dkk., 2003; Mallbris dkk., 2006).

Sel T yang teraktivasi ini akan memasuki sistem sirkulasi menuju jaringan

perifer. Sel T akan berikatan dengan endotel dimana leucocyte function-

associated antigen-1 (LFA-1) pada sel T dan intercellular adhesion molecule-1

(ICAM-1) pada sel endotel akan berinteraksi. Setelah interaksi tersebut,

diapedesis akan terjadi. Diapedesis adalah migrasi dari sel T melalui dinding

pembuluh darah yang akan menuju ke dermis dan epidermis. Setelah sel T

mencapai kulit, maka terjadi aktivasi kembali sel T. Sel T yang teraktivasi

tersebut akan memproduksi sitokin yang dapat menyebabkan terjadinya inflamasi.

Baik CD4+ dan CD8+ sama-sama memproduksi sitokinin Th1. Ekspresi yang

berlebihan dari sitokin tipe-1 seperti IL-2, IL-6, IL-8, IL-12, IFNγ dan TNFα

menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel netrofil. Sinyal utama dari Th1 adalah

IL-12 yang merangsang produksi IFNγ intraseluler. Pada psoriasis, sel Th

langsung mengatur sel B untuk menghasilkan autoantibodi, dan yang menjadi

target antigen adalah sel-sel kulit itu sendiri. Sedangkan pada psoriasis arthritis,

targetnya adalah sel-sel pada sendi. Apabila produksi sitokin terlalu berlebihan

akan menimbulkan kerusakan pada kulit yang berlebihan juga. Dari penelitian

terbaru menyimpulkan bahwa mayoritas sel T CD4+ pada lesi kulit psoriasis

adalah sel T yang memproduksi IL-22 dan IL-17. Sumber utama IL-22 pada lesi

Page 30: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

30

psoriasis adalah sel Th17 dan Th1. Adanya single-nucleotide polymorphisms

(SNP) pada gen reseptor IL-23 yang berhubungan dengan psoriasis akan

mendukung peran sel Th17 didalam imunopatogenesis psoriasis (Krueger dan

Ellis, 2005; Gaspari, 2006; Huerta dkk, 2007).

IL-15 adalah faktor pencetus keterlibatan sel-sel inflamasi,

angiogenesis dan menghasilkan IFN-γ, TNF-α, dan IL-17 yang semuanya

mengatur plak psoriasis. IL-2 berfungsi untuk menstimulasi pertumbuhan sel T

sedangkan IFN-γ dapat menghambat apoptosis keratinosit yaitu dengan cara

menstimulasi ekspresi protein anti apoptosis B cell lymphoma-x (Bcl-x) yang

memungkinkan terjadinya hiperploriferasi keratinosit. Target spesifik untuk terapi

adalah dengan melibatkan TNF-α, ikatan leucocyte function-associated antigen-1

(LFA-1)/interceluler adhesion molecule-1 (ICAM-1) dan ikatan LFA-3/CD2.

IFNγ dan TNFα menginduksi keratinosit untuk memproduksi IL-7, IL-8, IL-12,

IL-15, dan TNFα. IL-17 dan IL-15 berperan dalam poliferasi dan keseimbangan

homeostatik sel CD8+. IL-17 dan IFNγ meningkatkan produksi sitokin

proinflamasi dan kemokin oleh keratinosit. TNF-α. menginduksi ICAM-1 pada

permukaan keratinosit yang menyebabkan sel T akan terikat langsung pada

keratinosit melalui molekul LFA-1. Selain itu, TNFα juga meningkatkan molekul

adhesi sel endotel pembuluh darah (Schon dan Boehncke, 2005; Chan dkk, 2006).

Keratinosit dapat diaktivasi terutama oleh sitokin Th1 (IFN-γ dan IL-

22). Namun setelah beberapa waktu tertentu peran tersebut akan digantikan oleh

sitokin Th17 (IL-6, IL-17, dan IL-22), dan akhirnya dimainkan oleh sitokin yang

diproduksi oleh makrofag dan sel dendritik (TNF-α, IL-6, IL-18, IL-19, dan IL-

Page 31: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

31

20) dan sitokin yang diproduksi sendiri oleh keratinosit seperti TGF-α, IL-19 dan

IL-20. Akan tetapi, sampai saat ini belum dapat ditentukan sitokin mana yang

bertanggung jawab dalam peningkatan poliferasi keratinosit (Numerof dan

Asadullah, 2006).

Imunosit dan keratinosit pada lesi psoriasis memproduksi faktor

angiogenik, yaitu VEG-F, yang meningkatkan proses angiogenesis dan aktivasi

sel endotel. Nilai VEG-F meningkat dalam keadaan hiperinsulinemik seperti

sindrom metabolik dimana adiposit adalah sumber primernya (Cargil dkk., 2007)

Faktor genetik juga berperan penting dalam suseptibilitas psoriasis dan

gangguan metabolik, termasuk dislipidemia. Lebih dari 20 lokus genetik yang

mengandung berbagai macam jumlah gen telah dikaitkan dengan suseptibilitas

psoriasis. Dari gen-gen ini, beberapa juga dihubungkan dengan gangguan

metabolik. Lokus suseptibilitas psoriasis PSORS2, PSORS3, dan PSORS 4 juga

terhubung dengan lokus suseptibilitas untuk gangguan metabolik, diabetes tipe 2,

dislipidemia dan penyakit kardiovaskular (Azfar dan Gelfan, 2008).

2.4 Jenis Kolesterol dalam Tubuh

Kolesterol diproduksi oleh hati dalam bentuk partikel lembut menyerupai

lapisan lilin yang beredar di dalam darah. Fungsi kolesterol sebenarnya adalah

sebagai unsur utama membran sel, membantu pencernaan lemak di dalam

empedu, pembentukan vitamin D dan hormon steroid. Hati sebenarnya sudah

menghasilkan sebagian besar kolesterol yang dibutuhkan oleh tubuh, akan tetapi

karena adanya asupan makanan yang mengandung lemak maka jumlah kolesterol

akhirnya menjadi berlebihan dan ini tentunya akan mengakibatkan terjadinya

Page 32: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

32

berbagai penyakit yang berhubungan dengan metabolisme lemak (kolesterol).

Peranan gangguan metabolisme lipid berhubungan dengan penyakit sindroma metabolik seperti

diabetes melitus, penyakit kardiovaskuler, hipertensi, obesitas dan sebagainya telah banyak

diteliti. Namun penelitian peran metabolisme lipid pada psoriasis belum banyak dilakukan,

walaupun beberapa penelitian yang berhubungan dengan psoriasis, namun hasilnya masih

berbeda-beda. Ada banyak jenis lipid, namun yang berhubungan dengan psoriasis adalah jenis

trigliserida dan kolesterol high density lipoprotein (HDL)

Semua sel menggunakan lemak, kolesterol sebagai blok bangunan untuk

membuat membran ganda yang digunakan sel untuk kedua kadar air pengendalian

internal, elemen air internal larut dan untuk mengatur struktur internal dan sistem

protein enzimatik. Partikel-partikel lipoprotein memiliki kelompok hidrofilik

fosfolipid, kolesterol dan apoproteindiarahkan ke luar. Karakteristik seperti

membuat mereka larut dalam air garam berbasis darah. Trigliserida-lemak dan

ester kolesterol dilakukan secara internal, terlindung dari air dengan monolayer

fosfolipid dan apoprotein.Interaksi protein membentuk permukaan partikel dengan

(a) enzim dalam darah, (b) dengan satu sama lain dan (c) dengan protein spesifik

pada permukaan sel menentukan apakah trigliserida dan kolesterol akan

ditambahkan atau dikeluarkan dari transportasi partikel lipoprotein tersebut.

Mengenai pengembangan ateroma dan kemajuan sebagai lawan regresi, masalah

utama selalu pola transportasi kolesterol, bukan konsentrasi kolesterol itu sendiri.

Didalam tubuh manusia, sumber energi yang diperlukan berasal dari

oksidasi karbohidrat dan lipid. Lipid yang tersimpan di dalam sel pada seluruh

tubuh disebut dengan jaringan adiposa atau depot lipid. Sel-sel jaringan adiposa

Page 33: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

33

mengandung trigliserida yang mengisi hampir 90% dari volume sel. Sedangkan

lipid pada darah harus berikatan dengan protein agar dapat larut dalam air dan

ikatan ini disebut lipoprotein. (Javidi dkk,2007). Di dalam peredaran darah,

lipoprotein merupakan suatu komplek yang biasa disebut lipoprotein partikel yang

terdiri dari 2 bagian yaitu bagian dalam (inti) yang tidak larut terdiri dari

trigliserida dan ester kolesterol, dan bagian luar yang larut terdiri dari kolesterol

bebas, fosfolipid dan apoprotein (Jellinger, 2000; Khovidhunkit dkk., 2004). Ada

beberapa tipe dari lipoprotein dalam darah antara lain:Kilomikron, dibentuk di

dinding usus dari trigliserida dan kolesterol berasal dari makanan. Trigliserida

(TG) mengalami hidrolisa oleh lipoprotein lipase dan sisanya diekskresi oleh hati.

Kilomikron ini memiliki nilai perbandingan lemak dan protein yang tertinggi

(lebih banyak lemaknya daripada protein), dan tugasnya adalah membawa energi

dalam bentuk lemak ke otot. Very Low Density Lipoprotein (VLDL), molekul

VLDL diproduksi di hepar dan mengandung trigliserol dan kolesterol yang tidak

diperlukan oleh hepar dalam sintesis asam empedu. VLDL merupakan karier

utama dari trigliserida. VLDL akan mengalami degradasi menjadi LDL (Jellinger,

2000; Khovidhunkit dkk., 2004). Low Density Lipoprotein (LDL), adalah karier

utama kolesterol dalam darah dan masing-masing molekul mengandung sekitar

1.500 molekul kolesterol ester. Bila jumlah kolesterol dalam darah berlebih,

reseptor LDL akan dihambat sehingga molekul LDL tidak akan diambil.

Sebaliknya, reseptor LDL akan lebih banyak dihasilkan bila di dalam sel

kekurangan kolesterol. Bila regulasi sistem ini terganggu, banyak molekul LDL

muncul di darah tanpa reseptor sehingga akan teroksidasi dan ditangkap oleh

Page 34: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

34

makrofag membentuk foam cell. Sel-sel ini terperangkap dalam dinding pembuluh

darah yang akan membentuk plak atherosklerotik. (Uyanik dkk., 2002; Tekin

dkk., 2007; Jellinger, 2000; Khovidhunkitet dkk, 2004). High Density

Lipoprotein (HDL), molekul HDL akan menghantarkan kolesterol kembali ke

hepar untuk diekskresikan atau dihantarkan ke jaringan lainnya untuk sintesis

hormon yang disebut dengan proses reverse cholesterol trigliseride (RCT). Kadar

molekul HDL yang tinggi berhubungan dengan status kesehatan yang lebih baik.

HDL menunjukkan kondisi sistem metabolik yang sehat dari individu. Nilai

normal HDL 35-85 mg/dL (Jellinger, 2000; Khovidhunkit dkk.,

2004).Trigliserida (TG), adalah komponen utama dari VLDL dan kilomikron.

TG merupakan komponen lemak yang tidak larut dalam air dan tersimpan pada

jaringan lemak. Kadar normal TG adalah kurang dari 150 mg/dL. Borderline bila

150-199 mg/dL, 200-499 mg/dL dikatakan tinggi, dan lebih dari 500 mg/dL

adalah sangat tinggi, dikatakan bahwa TG yang tinggi berhubungan dengan

penyakit-penyakit lain seperti aterosklerosis, diabetes melitus, lupus eritematosus

dan psoriasis (Jellinger, 2000; Khovidhunkitet al, 2004).

Dari banyak lipid dalam tubuh, keseimbangan antara HDL dan trigliserida

memegang peran penting dalam beberapa penyakit metabolisme, termasuk pada

psoriasis. Peran lipid ini saat ini mulai banyak diteliti tentang hubungannya

dengan sistem imunitas tubuh. Bahkan banyak peneliti menyatakan bahwa

psoriasis merupakan petanda penyakit sistemik serta sangat erat dengan

patogenesis terjadinya plak pada aterosklerosis (Kaji 2003; Khovidhunkit 2004;

Kourosh 2008).

Page 35: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

35

2.5 Peranan Trigliserida dan HDL dalam Imunopatogenesis

Psoriasis

Etiologi terjadinya peningkatan lipid darah pada psoriasis masih

kontroversial, meskipun beberapa studi sudah dilakukan untuk membuktikannya.

Beberapa pendapat mengatakan adanya predisposisi genetik untuk perkembangan

psoriasis dan beberapa kondisi yang mencetuskan peningkatan aktivitas penyakit

seperti misalnya infeksi, trauma kulit, sinar matahari, agen oksidan, dan stres

(Takeda dkk., 2001;Rocha, 2001; Tekin dkk., 2007). Seringkali psoriasis

dihubungkan dengan beberapa penyakit yaitu kardiovaskular, diabetes mellitus,

dan rematoid arthritis. Peran dari keadaan patologis tersebut adalah etiologi

psoriasis yang masih belum jelas (Gelfan dkk, 2007; Azfar dan Gelfan, 2008).

Psoriasis adalah penyakit inflamasi Th1 yang ditandai dengan ekspansi

dan aktivasi sel Th1, APC, dan sitokin Th1. Inflamasi Th1 yang kronis sangat

berperan dalam patofisiologi, sindrom metabolik, diabetes, atherosklerosis dan

infark miokardium. Sebagai contoh, sitokin Th1, molekul adhesi (ICAM-1, E-

selectin), dan faktor angiogenik (VEGF) meningkat pada psoriasis, dan penyakit

arteri koroner. Mediator-mediator inflamasi ini memiliki efek pleiotropik pada

beberapa proses, seperti misalnya angiogenesis, insulin signaling, adipogenesis,

dan metabolisme lipid, trafficking sel imun, dan proliferasi epidermis (Creamer,

2002). Pada tabel 2.2 di bawah ini adalah tabel beberapa peneliti peran trigliserida

dan HDL yang berhubungan dengan psoriasis.

Inflamasi kronis dapat menyebabkan disfungsi pada beberapa sistem organ.

Sitokin Th1 seperti tumor necrosis factor-α (TNF-α) meningkat pada kulit dan

Page 36: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

36

darah pasien psoriasis dan merekrut lebih banyak sel T ke kulit dan persendian,

meningkatkan proses angiogenesis dan hiperproliferasi epidermal (Goiris dkk,

2006). Selain itu TNF-α juga disekresikan pada jaringan adiposa dan merupakan

gambaran yang penting dalam obesitas kronik. TNF-α dapat menyebabkan

resistensi insulin melalui berbagai jalan seperti misalnya mengganggu insulin

signaling dengan menghambat aktivitas tirosine kinase dari reseptor insulin

melalui aktivasi peroxisome proliferator–activated reseptor (PPAR)δ yang

meningkatkan proliferase epidermal, modulasi adipogenesis dan metabolisme

glukosa, dan melalui supresi adiponectin yang merupakan molekul anti inflamasi

yang penting dalam regulasi sensitivitas insulin (Reynoso dkk, 2003). Selain itu,

inflamasi kronis psoriasis akan meningkatkan insulin-like growth factor-II (IGF-

II) di kulit dan darah pasien psoriasis, dimana IGF-II dapat meningkatkan

proliferasi epidermis, modulasi massa lemak tubuh dan metabolisme lemak. Hal

ini berkaitan dengan hiperlipidemia atau ketidakseimbangan kadar HDL dan

trigliserida baik pada hewan coba maupun pada manusia (Cohen dkk., 2007;

Zuliani,2007; Kaji H, 2013).

Tabel 2.2 Hasil beberapa peneliti tentang hubungan kadar Trigliserida dan HDL

dengan Psoriasis

Peneliti Metode Mean+ SD

Dsouza dkk,

2013

Case-control,

Population

TG Case

Control

116+37

99 +2,4

P>0.05

NS

HDL Case

Control

47,2+8,0

47,11+11,1

NS

Bhat dkk ,

2012

Case-control TG

Case

Control

94,55+40,87

174,1+81,54

P<0,001

HDL Case

Control

42.65+10,54

42,55+14,16

NS

Bajaj dkk,

2009

Case-control TG

Case

Control

175,91+46,55

147,12+9,72

P<0,001

Page 37: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

37

HDL Case

Control

37,81+10,78

41,41+9,72

P<0,001

Dreiher dkk,

2008

Case-control TG Case

Control

>200 (15,9 %)

<200 (13,5 %)

OR=1,21

P<0,001

HDL Case

Control

>40 (24,9 %)

<40 (21 %)

OR=1,18

P<0,001

Akhyani

dkk, 2007

Cross-

sectional

TG Case

Control

140,30+55,24

115,84+47,28

P<0.001

HDL Case

Cantrol

39,64+7,91

41,32+7,73

NS

Javidi, 2007 Cross-

sectional

TG Case

Control

265,7+114,3

174,5+81,2

P<0,05

HDL Case

Control

38,3+3,6

44,4+6,4

NS

Carneiro

dkk, 2006

Cross-

sectional

TG Case

Control

>150 (36,2 %)

<150 (13,8 %)

P<0,001

HDL Case

Low (61,0 %)

Normal (19,2 %)

P<0,001

NS – Non significant

Dari berbagai penelitian tersebut diatas, masih banyak perbedaan hasil dengan

metode yang berbeda-beda.

Banyak peran HDL sebagai antiinflamasi sebagai berikut; menghambat

sitokin yang menstimuli ekspresi molekul adesi terhadap sel endotel seperti :

Vascular cell adhesion molecule-1, Intercellular adhesion molecule-1 dan E-

selectin.Menghambat sitokin TNF-α yang mensintesis IL-6, sitokin ini sebagai

sitokin proinflamasi (Zuliani,2007; Das dkk.;2012; Kaji; 2013).

Pada gambar 2.4 dibawah ini tampak jelas peran antiinflamasi dari HDL, terutama

terhadap ICAM-1 dan VCAM-1.

Page 38: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

38

Gambar 2.4Efek Antiinflamasi dari HDL. High density lipoprotein (HDL) memiliki efek anti-

inflamasi, terutama terhadap efek pada pada sel endotel telah banyak buktinya. Penelitian In vitro

telah menunjukkan bahwa HDL lipoprotein dari manusia dengan komponen utamanya adalah

apolipoprotein AI (apoA-I), dapat menghambat ekspresi VCAM 1 dan ICAM-1 pada sel endotel

dan mengurangi pengikatan monosit ke permukaan endotel, hal ini menyebabkan terhambatnya

migrasi sel-sel radang dari pembuluh darah (Barter, 2004)

Perubahan vaskuler terjadi pada lapisan dermis lesi psoriasis yaitu berupa

dilatasi kapiler dan angiogenesis. Peningkatan dari vaskuler endothelial growth

factor (VEGF/VPF) oleh keratinosit yang distimulasi oleh TGF-α (yang

diproduksi sel T dan keratinosit) akan menyebabkan angiogenesis dan

hipermeabilitas vaskuler. TNFα juga merupakan promotor terjadinya angiogenesis

dan peradangan pada endotel dermis, hal ini yang menyebabkan lesi psoriasis

yang eritematous (De Rie dkk, 2004; Schon dan Boehncke, 2005; Gudjonsson dan

Elder, 2008).

Peningkatan kadar trigliserida dapat memprovokasi akumulasi lipid pada

dinding arteri, memicu respon inflamasi awal di endotel vaskularyang

mengekspresikan molekul adhesi. Lipoprotein lipase (LPL) memainkan peran

penting dalam metabolisme lipid dengan hidrolisis trigliserida hal ini terjadi

Page 39: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

39

stimulasi endothelial vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM1) melalui

sintesis synthetic peroxisome proliferator-activated receptor (PPAR), demikian

juga halnya dengan ICAM-1 yang ke duanya dapat memobilisasi sitokin

proinflamasi seperti IL-6, IFN-gamma dan TNF-alpha. Sebagai hasil akhir

terjadinya diferensiasi dan proliferasi dari keratinosit (Ziouzenkova,2003; Wang,

2011). Penelitian yang dilakukan oleh Svenungsson dkk, 2003 menunjukkan

bahwa tingginya kadar trigliserida dan rendahnya kadar HDL merupakan petanda

aktivitas penyakit lupus eritematosus sistemik melalui peningkatan regulasi dari

TNF-alpha dan TNF-Receptor system.Kesimpulan ini mendukung konsep bahwa

setiap perubahan dalam plasmalipoprotein berhubungan dengan kadar plasma

trigliserida berkontribusi pada peningkatan risiko penyakit inflamasi seperti

kardiovaskuler, psoriasis, lupus eritematosus (Savoju dkk., 2008; Feinggold dkk.,

2012).

Banyak fakta mengatakan bahwa, selain gangguan keratinosit, psoriasis

juga terjadi disfungsi endotel pada dermis psoriasis, demikian juga hal yang sama

terjadi pada penyakit kardiovaskuler. Kelainan endotel dimediasi oleh trigliserida

melalui faktor-faktor pertumbuhan lainnya (Norata dkk., 2006; Mallbris dkk.,

2008; Simone dkk., 2011; Brezinki dkk., 2013)

2.6 Metabolisme lipid dan Psoriasis

Banyak fakta menunjukkan bahwa antara plak psoriasis dengan plak

aterosklerosis memiliki hubungan patogenesis yang mirip, dengan kata lain

gangguan metabolisme lipid yang dikenal sebagai metabolik sindrom dalam hal

ini kadar HDL yang rendah dan kadar trigliserida yang tinggi memegang peran

Page 40: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

40

penting. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa dasar patologis psoriasis adalah

proliferasi keratinosit juga akibat gangguan imunologis. Peran trigliserida dan

HDL memegang peran sentral dalam proses patologi psoriasis (Ghasibadeh dkk

2010; Padhi dkk 2013).

Gambar 2.5 Skema singkat proses perkembangan proses radang yang terjadi antara

psoriasis dan aterosklerosis. Dalam kelenjar getah bening, sel penyaji antigen (APC)

mengaktifkan naif sel T untuk meningkatkan ekspresi leukocyte-function-associated

antigen-1 (LFA-1). Sel T yang aktif akan bermigrasi (ekstravasasi) ke pembuluh darah

dan terikat pada endotel. Selain itu intercellular adhesion molecule-1(ICAM-1) akan

berinteraksi dengan sel dendritik, makrofag dan keratinosit pada lesi Pada akhirnya

makrofag mensekresi kemokin dan sitokin yang berperan dalam proses inflamasi,

sehingga terjadi pembentukan plak psoriasis atau plak aterosklerosis(Ghasibadeh dkk

2010).

Page 41: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

41

Dari uraian di atas tampak bahwa peranan lipid sangat besar dalam

patogenesis psoriasis, dalam hal ini keseimbangan antara trigliserida dan HDL.

HDL selain sebagai mediator antiinflamasi juga sebagai antioksidan, sangat

berperan dalam menekan sintesis IL-6, IL-8, TNF, dan IFN-gamma. Sitokin

proinflamasi ini akan meningkatkan peran epidermal growth factos, nerve growth

factors, ICAM-1 dan VCAM yang pada akhirnya akan meningkatkan diferensiasi

dan proliferasi keratinosit. Trigliserida merupakan lipoprotein yang bersifat

proinflamasi menyatakan bahwa salah satu faktor risiko kejadian psoriasis adalah

gangguan profil lipid terutama kadar trigliserida yang tinggi dan kadar HDL yang

rendah sebagai salah satu faktor risiko, walaupun masih ada beberapa peneliti

yang menemukan hal yang berbeda peran HDL dan trigliserida pada psoriasis.

Kedua lipid tersebut berperan dalam patogenesis psoriasis secara tidak langsung,

tetapi melalui stimulasi sel T helper dengan meningkatkan produksi sitokin

inflamasi seperti IL-1, IL-6, IFN-gamma dan sitokin proinflamasi lainnya. IL-6

memegang peran yang dominan dalam proliferasi sel keratinosit dan peradangan

kronis, sebagai gambaran klinis tampak sebagai psoriasis, melalui stimulasi

epidermal growth factor, nerve growth factor dan endothelial growth factor, yang

pada akhirnya menyebabkan proliferasi keratinosit dan peradangan pada lesi

psoriasis. Namun peran kadar HDL yang rendah dan kadar trigliserida yang tinggi

pada psoriasis belum ada kesepakatan, selain itu apakah ke dua profil lipid

tersebut dapat sebagai faktor risiko terjadinya psoriasis, kiranya perlu dilakukan

penelitian case-control untuk mengetahui rasio Odds dari profil lipid tersebut.

Page 42: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

42

BAB III

KERANGKA PIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Pikir

Dari uraian di atas tampak bahwa keseimbangan antara trigliserida dan

HDL berperan dalam patogenesis psoriasis. HDL selain sebagai mediator

antiinflamasi juga sebagai antioksidan, sangat berperan dalam menekan sintesis

IL-6, IL-8, TNF-alpha dan IFN-gamma. Sitokin proinflamasi ini akan

meningkatkan peran epidermal growth factos, nerve growth factors, ICAM-1 dan

VCAM yang pada akhirnya akan meningkatkan diferensiasi dan proliferasi

keratinosit. Trigliserida sebagai kolesterol proinflamasi yang dapat menstimuli

Th1 dan sel penyaji antigen untuk memproduksi sitokin-sitokin proinflamasi.

Kebanyakan penelitian menyatakan bahwa kadar HDL yang rendah dan kadar

trigliserida yang tinggi pada psoriasis bermakna dibandingkan subjek yang tidak

menderita psoriasis, namun hasil ini masih kontroversi dan di Indonesia belum

banyak penelitian yang menilai tingginya trigliserida dan rendahnya HDL sebagai

faktor risiko terhadap psoriasis. Oleh karena itu kiranya perlu dilakukan penelitian

case-control untuk mengetahui rasio Odds dari profil lipid tersebut.

42

Page 43: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

43

3.2 Kerangka Konsep

Keterangan :

Diteliti

T Tidak diteliti

3.3 Hipotesis Penelitian:

3.3.1 Kadar HDL yang rendah merupakan faktor risiko pada psoriasis vulgaris.

3.3.2 Kadar trigliserida yang tinggi merupakan faktor risiko pada psoriasis

vulgaris.

Psoriasis

Trigliserida dan

HDL

Proliferasi keratinosit

Peradangan kronis

IL-6

IL-17

IFN-gamma

TNF-alpha

Pola diet

Faktor Genetik

Kortikosteroid sistemik

Infeksi Streptococcus

Stress psikologis

Page 44: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

44

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Untuk mengetahui kadar HDL yang rendah dan kadar trigliserida yang tinggi

terhadap kejadian psoriasis vulgaris maka dilakukan penelitian observasional

analitik dengan menggunakan rancangan case-control study.

KASUS

(PSORIASIS)

HDL

Trigliserida

HDL N

Trigliserida N

KONTROL

NON PSORIASIS

HDL

Trigliserida

HDL N

Trigliserida N

Tidak berpasangan

(unmatching)

44

Page 45: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

45

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Poli Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah,

Denpasar

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Nopember 2012- Januari 2013

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi target adalah pasien psoriasis vulgaris, orang Indonesia yang

didiagnosis secara klinis dan histopatologi.

2. Populasi terjangkau adalah pasien psoriasis vulgaris, orang Indonesia yang

berobat di RSUP Sanglah, Denpasar periode Nopember 2012 – Januari

2013

4.3.1 Kriteria Inklusi

1. Pasien dengan diagnosis Psoriasis Vulgaris dan berusia 15 tahun–60 tahun

sebagai kasus.

2. Pasien dengan non Psoriasis Vulgaris dan berusia 15 tahun - 60 tahun

sebagai kontrol.

3. Bersedia mengikuti prosedur penelitian dengan menandatangani surat

persetujuan penelitian setelah diberi penjelasan ( informed consent )

4. Riwayat dislipidemia

4.3.2 Kriteria Eksklusi

1. Mendapatkan terapi sistemik kortikosteroid dalam 1 bulan terakhir atau

siklosporin

2. Obesitas ( Indeks massa tubuh > 30)

3. Hipertensi ( tensi darah > 140/90)

Page 46: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

46

4. Diabetes Melitus dan riwayat penggunaan obat anti diabetik.

4.4 Besa03r Sampel Penelitian

Perhitungan besar sampel berdasarkan rumus Lwanga dan Lemeshow (1991):

n 1= n2 = Zα √p.q + Zβ √{ p1q1 + p0q0} ²

( p1 – p0 )²

n = 28,68 dibulatkan menjadi 30

Pada penelitian ini digunakan 30 case dan 30 kontrol.

Keterangan :

n = Besar sampel

Zα = Kesalahan tipe I (ditetapkan, 1.96)

p = ½ p1+p0

p 1 = proporsi case

p 0 = proporsi kontrol

q = 1-p

Zβ = Kesalahan tipe II (ditetapkan , 0.84)

q 0 = 1-p0

q 1 = 1- p1

4.5 Cara Pemilihan Sampel

Dengan menggunakan consecutive sampling random dari pasien pengunjung poli

kulit dan kelamin RSUP Sanglah, Denpasar yang memenuhi kriteria sampel.

Setiap pasien yang didiagnosis sebagai Psoriasis Vulgaris dipakai sebagai case.

Setiap case akan dipilihkan satu pasien non Psoriasis sebagai control secara

random pada hari yang sama.

Page 47: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

47

4.6 Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas : HDL dan Trigliserida

2. Variabel Tergantung : Psoriasis vulgaris

3. Variabel Perancu : Diabetes melitus, Obesitas,Stres Psikologi,Infeksi.

4.7 Definisi Operasional

1. Usia ditentukan berdasarkan tanggal lahir dan dinyatakan dalam satuan tahun

2. Psoriasis Vulgaris, diagnosis berdasarkan Gudjonsson, in Fitzpatrick ’s

Dermatology 2012.

3. HDL kolesterol dan Trigliserida akan ditentukan dengan metode CHOD PAP

(Flier 2008) dikategorikan menjadi:

HDL-kolesterol < 35mg/ dl.

Trigliserida darah > 150mg/dl.

4. Derajat keparahan Psoriasis berdasarkan Feldman dan Krueger,2005 bila:

Nilai PASI < 10 disebut Psoriasis derajat ringan.

Nilai PASI 10 – 30 disebut Psoriasis derajat sedang.

Nilai PASI > 30 disebut Psoriasis derajat berat.

4.8 Prosedur Penelitian

4.8.1 Tahap Seleksi Pasien

Pemilihan Subyek Penelitian dilakukan secara klinis untuk mendapatkan

pasien psoriasis vulgaris yang memenuhi kriteria penerimaan dan

penolakan. Peneliti kemudian memberikan keterangan mengenai penyakit,

tujuan dan cara penelitian kepada calon Subyek Penelitian. Bila calon

Subyek Penelitian setuju untuk mengikuti penelitian ini maka calon

Subyek Penelitian harus mengisi dan menandatangani formulir persetujuan

Page 48: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

48

(informed consent). Langkah penelitian selanjutnya akan dijalankan

setelah pasien memberikan persetujuan tertulis.

4.8.2 Pencatatan Data Dasar

Pencatatan meliputi identitas Subyek Penelitian, anamnesis, pemeriksaan

fisik, pengukuran tekanan darah, berat badan dan tinggi badan.

4.8.3 Pemeriksaan kadar HDL dan Trigliserida

Pemeriksaan dilakukan di Laboratorium Klinik RSUP Sanglah,

Jl.Kesehatan, Denpasar. Sebelum dilakukan pemeriksaan, SP harus puasa

selama 12 jam.

Langkah pemeriksaan:

1. Pengambilan darah Subyek Penelitian sebanyak 3 cc dengan

menggunakan spuit 3 cc lalu dipindahkan ke dalam tabung yang

mengandung EDTA dan disimpan pada suhu 2-8⁰ C.

2. Darah disentrifugasi 3.000 rpm selama 15 menit, kemudian serum

diambil secukupnya dan dimasukan ke dalam tabung.

3. Tabung diletakan pada rak sampel pengukuran konsentrasi kadar

HDLdan kadar Trigliserida.

4. Pencatatan hasil pemeriksaan kadar HDL dan kadar Trigliserida.

Page 49: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

49

4.9 Alur Penelitian

Pasien Psoriasis Vulgaris, orang Indonesia

yang datang ke Poliklinik Kulit & Kelamin

RSUP Sanglah dari bulan November 2012

sampai Januari 2013

Penapisan Sampel

-Kriteria Inklusi

-Kriteria Eksklusi

-

Kontrol

Non Psoriasis Vulgaris

Eligible sampel

Informed concern

Kasus

Psoriasis Vulgaris

Pengambilan darah:

Pemeriksaan kadar HDL, kadar Trigliserida

Analisis Data

Simpulan

Populasi target adalah

Pasien Psoriasis Vulgaris

orang Indonesia

-

Tidak

Berpasangan

Page 50: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

50

4.10 Analisis Data

Data dianalisis dengan menggunakan bantuan program Statistical Package for

Social Sciences (SPSS 18) dilakukan di pusat statistik Unud..

1. Uji karakteristik secara deskriptif

2. Uji normalitas distribusi serum lipid darah psoriasis vulgaris dan non

psoriasis dengan metode Kolmogorow – Smirnov

3. Uji homogenitas distribusi serum lipid darah antara psoriasis vulgaris dan non

psoriasis menggunakan uji varians dengan Lavene’s Test.

4. Untuk analisis perbedaan rerata kadar TG dan HDL anara kelompok kasus dan

kontrol dilakukan uji t-student

5. Analisis perbedaan proporsi dilakukan dengan Chi-square dan untuk

mengetahui rasio Odds dilakukan analisis multiple regression logistic.

Page 51: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

51

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Karakteristik Subjek

Penelitian dilakukan terhadap 60 orang pasien yang terdiri dari 30 orang

pasien psoriasis vulgaris dan 30 orang pasien non psoriasis yang memenuhi

kriteria inklusi sebagai subjek penelitian, mulai bulan Nopember 2012 sampai

dengan bulan Januari 2013 di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP

Sanglah, Denpasar, yang meliputi umur (tahun), jenis kelamin, pendidikan, derajat

keparahan dan lama sakit. Hasil analisis disajikan pada Tabel 5.1 berikut.

Tabel 5.1

Distribusi Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik

Kasus (n= 30)

Psoriasis

Kontrol (n=30)

Non Psoriasis

P

Umur (tahun)

15-24

25-44

>45

2

24

4

6

17

7

0,134

Jenis Kelamin

Laki

Perempuan

8

22

15

15

0,063

Pendidikan

Rendah

Menengah

Tinggi

4

20

6

2

25

3

0,329

Derajat keparahan

Normal

Ringan

Sedang

Berat

Lama sakit

Tidak sakit

< 5 tahun

5 – 15 tahun

>15 tahun

0

18

7

5

0

11

13

6

30

-

-

-

30

-

-

-

0,001

0,001

51

Page 52: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

52

Tabel 5.1 di atas menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

karakteristik subjek penelitian antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol

(p>0,05), kecuali derajat keparahan dan lama menderita sakit terdapat perbedaan

secara bermakna (p<0,05).

5.2 Analisis Normalitas Data

Sebelum dilakukan analisis dengan uji t-independent, data hasil penelitian

berupa kadar HDL dan trigliserida pada sampel diuji dengan Kolmogoronov-

Smirnov untuk mengetahui normalitas data. Berdasarkan hasil analisis didapatkan

bahwa data kadar HDL berdistribusi normal (K-S = 0,939; p = 0,341), demikian

juga data kadar trigliserida berdistribusi normal (K-S = 1,068; p = 0,204).

(a) (b)

Gambar 5.2. Histogram normal: (a) HDL; (b) Trigliserida

5.3 Perbedaan Kadar HDL dan Trigliserida antara Kelompok Kasus

denganKelompok Kontrol

Perbedaan rerata kadar HDLdan trigliserida antara kelompok kasus dengan

kelompok kontroldianalisis dengan uji t-independent. Hasil analisis disajikan pada

Tabel 5.2.

Page 53: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

53

Tabel 5.2

Perbedaan Kadar HDLdan Trigliserida antara Kelompok Kasus dengan

Kelompok Kontrol

Variabel

Kelompok

T P Kasus

Psoriasis

Kontrol

Non Psoriasis

HDL (mg/dl) 34,73±4,42 39,90±7,41 2,13 0,002

Trigliserida(mg/dl) 159,23±26,43 145,07±25,17 3,28 0,038

Pada Tabel 5.2 ditunjukkan bahwa rerata kadar HDL kelompok

kasusadalah 34,73±4,42mg/dldan rerata kadar HDL kelompok kontrol adalah

39,90±7,41 mg/dl. Rerata kadar trigliserida kelompok kasus adalah 159,23±26,43

mg/dldan rerata kadar trigliserida kelompok kontrol adalah 145,07±25,17

mg/dldengan nilai kemaknaan masing-masing adalah p = 0,002 dan p = 0,038. Hal

ini berarti bahwa terdapat perbedaan kadar HDL dan kadar trigliserida antara

kelompok kasus dengan kelompok kontrol secara bermakna (p<0,05).

5.4 Kadar HDL Yang Rendah merupakan Faktor Risiko Terjadinya

Psoriasis

Untuk mengetahui peranan kadar HDL terhadap Psoriasisdipakai uji Chi-

Square yang dapat dilihat pada Tabel 5.3

Tabel 5.3

Kadar HDL Pada Psoriasis

Kelompok Rasio

Odd IK 95% P Kasus

Psoriasis

Kontrol

Non Psoriasis

HDL

Rendah 18 7

4,93 1,61-15,07 0,004

Normal 12 23

Page 54: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

54

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa kadar HDLyang rendah merupakan faktor

risiko terjadinya Psoriasis sebesar 5 kali (RO = 4,93, IK 95% = 1,61-15,07;

p = 0,004).

5.5 Kadar Trigliserida Yang Tinggi merupakan Faktor Risiko Terjadinya

Psoriasis

Untuk mengetahui peranan kadar trigliserida terhadap Psoriasis dipakai uji

Chi-Square yang dapat dilihat pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4

Kadar Trigliserida pada Psoriasis

Kelompok Rasio

Odd IK 95% P Kasus

Psoriasis

Kontrol

Non Psoriasis

Trigliserida

Tinggi 24 12

6,00 1,89-19,04 0,002

Normal 6 18

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa kadar trigliserida tinggi merupakan faktor

risiko terjadinya Psoriasis sebesar 6 kali (RO = 6,00, IK 95% = 1,89-19,04,

p=0,002).

Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa kadar HDL pada psoriasis lebih rendah

secara bermakna dibandingkan subjek yang tidak menderita psoriasis. Kadar

trigliserida pada psoriasis lebih tinggi secara bermakna dibandingkan subjek yang

tidak menderita psoriasis. Demikian juga rasio Odds rendahnya HDL sebesar 4,93

(IK95 % =1,61-15,07, dengan p< 0,05), dan tingginya trigliserida dengan rasio

Odds 6,00 (IK 95 %= 1,89-19,04, dengan p< 0,05).

Page 55: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

55

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1. Karakteristik Subjek

Untuk mengetahui kadar HDL yang rendah dan kadar trigliserida yang

tinggi sebagai faktor risiko terjadinya psoriasis, maka dilakukan penelitian pada

pasien yang diperiksa di Poli Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah, Denpasar.Setiap

pasien yang didiagnosis sebagai Psoriasis Vulgaris dipakai sebagai kasus. Setiap

kasus akan dipilihkan satu pasien non Psoriasis sebagai kontrol secara random

pada hari yang sama.

Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa subjek penelitian dengan usia

termuda adalah 17 tahun dan usia tertua adalah 60 tahun. Persentase terbanyak

menurut kelompok umur yaitu kelompok umur 25 - 44 tahun dengan nilai p 0.134.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Gisondi dkk.(2007) pada 338 pasien

psoriasis vulgaris didapatkan distribusi rerata umur penderita 42.1, dan penelitian

oleh Ahmed dkk. (2009) terjadi pada segala usia dan puncaknya pada usia 26

tahun. Hal ini diduga karena faktor hormonal yang mempengaruhi proses

inflamasi pada pasien psoriasis.

Subjek penelitian terdiri dari laki-laki sebanyak 23 orang (38.3%) dan

perempuan 37 orang (61.7%). Pada penelitian Prodanovich dkk.(2009) disebutkan

bahwa wanita memiliki risiko yang sama untuk menderita psoriasis.

Persentase terbanyak menurut jenjang pendidikan yaitu pendidikan

menengah sejumlah 45 (75%), diikuti oleh pendidikan tinggi sebanyak 9 (15%)

dan pendidikan rendah sebanyak 6 (10%). Hal ini kemungkinan terkait dengan

55

Page 56: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

56

faktor stres baik fisik maupun psikologis yang berhubungan dengan aktivitas.

Penelitian oleh Gudjonsson dan Thorarinsson (2003) menyatakan stres pada

pasien psoriasis vulgaris meningkat 30- 40%.

Derajat keparahan kelompok kasus dibedakan menjadi derajat ringan,

sedang dan berat. Penderita terbanyak yaitu dengan derajat keparahan ringan yaitu

sebanyak 18 orang penderita (26,7%), derajat sedang sebanyak 7 orang penderita

(16,7%) dan derajat berat sebanyak 5 orang penderita (6,6%). Penelitian yang

dilakukan oleh Huerta dkk. (2007) mendapatkan hasil 45% dari 388 pasien

psoriasis vulgaris derajat ringan. Hal ini disebabkan karena derajat keparahan

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: faktor genetik, lokal dan sistemik.

Berdasarkan lama menderita sakit, kelompok kasus dengan persentase

terbanyak adalah 5 – 15 tahun sejumlah 13 (23,3%), diikuti oleh di bawah 5

tahun sebanyak 11 (18,3%), dan di atas 15 tahun sebanyak 6 (8,3%). Penelitian

yang dilakukan oleh Wiryadi (2004) di RSCM, Jakarta mendapatkan rerata lama

sakit pasien psoriasis adalah 6,8 tahun. Hal tersebut disebabkan karena psoriasis

vulgaris adalah suatu penyakit peradangan kulit yang bersifat kronik residif dan

lama sakit sangat bervariasi yaitu antara 2-50 tahun.

6.2 Perbedaan Kadar HDLdan Kadar Trigliserida antara Kelompok Kasus

dengan Kelompok Kontrol

Hasil penelitian dan analisis data pada kelompok kasus dan kontrol

menunjukkan bahwa uji normalitas (Kolmogorov-Smirnov) dan homogenitas

(Levene test) untuk data HDL dan trigeliserida berdistribusi normal (p > 0,05) dan

homogen (p>0,05), sehingga uji perbedaan rerata kadar HDL dan kadar

Page 57: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

57

trigliserida antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol menggunakan uji t-

independent. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa rerata kadar HDL

kelompok kasusadalah 34,73±4,42 mg/dl dan rerata kadar HDL kelompok kontrol

adalah 39,90±7,41 mg/dl. Rerata kadar trigliserida kelompok kasus adalah

159,23±26,43 mg/dl dan rerata kadar trigliserida kelompok kontrol adalah

145,07±25,17 mg/dldengan nilai kemaknaan masing-masing adalah p = 0,002 dan

p = 0,038 (p<0,05).

Hal ini menunjukan terdapat perbedaan kadar HDL dan kadar trigliserida

antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol secara bermakna (p<0,05).

Penelitian Cohen dkk.(2007) menyatakaninflamasi yang terjadi pada psoriasis

menyebabkan terjadinya peningkatan produksi sitokin atau mediator inflamasi

antara lain TNF-α, IGF-II, IL-17, IL-20, dan VEG-F. Mediator-mediator inflamasi

ini memiliki efek pleiotropik pada beberapa proses, salah satunya adalah

adipogenesis dan metabolisme lipid.Sitokin Th1 seperti TNF-α meningkat pada

kulit dan darah penderita psoriasis dan TNF-α juga diekskresikan di jaringan

adiposa dan merupakan gambaran yang penting dalam penyakit kronik. Melalui

aktivasi peroxisome proliferatoractivated receptor (PPAR)δ yang meningkatkan

proliferasi epidermal, modulasi adipogenesis dan metabolisme glukosa melalui

supresi adiponectin yang merupakan molekul anti inflamasi penting dalam

regulasi sensitivitas insulin. IGF-II di kulit dan darah pasien psoriasis dapat

meningkatkan modulasi massa lemak tubuh dan metabolisme lemak.

Page 58: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

58

Penelitian Mallbris dkk. (2006) menyatakan bahwa selain TNF-α, IL-20

dan IL-17 juga sangat berperan di dalam patogenesis psoriasis. IL-17 yang

disekresikan oleh sel Th 17 juga mengaktivasi inflamasi di berbagai sistem organ,

seperti IL-17 meningkat pada serum penderita penyakit arteri koroner. Mediator-

mediator inflamasi kronis tersebut akan menyebabkan perubahan pola jaringan

lemak yang mengakibatkan terjadinya perubahan lipoprotein darah yaitu

meningkatnya kadar HDL.

6.3 Kadar HDL Yang Rendah dan Kadar Trigliserida Yang Tinggi

merupakan Faktor Risiko Terjadinya Psoriasis

Pada penelitian ini, batas normal kadar HDL adalah 35mg/dl, sedangkan

trigliserida darah adalah 150mg/dl. Untuk mengetahui peranan kadar HDL

terhadap risiko terjadinya Psoriasis dipakai uji Chi-Square.

Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa penurunan kadar

HDLmerupakan faktor risiko terjadinya psoriasis sebesar 5 kali dibandingkan

dengan kadar HDL pada kontrol (RO = 4,93,IK 95%= 1.61-15.07, p =0,004).

Demikian juga didapatkan bahwa peningkatan kadar trigliserida merupakan

faktor risiko terjadinya psoriasis sebesar 6 kali dibandingkan dengan kadar

trigliserida pada kontrol (RO = 6,00, IK 95%= 1.89 – 19.04, p=0,002).

Hal ini kemungkinan terjadi karena psoriasis adalah suatu penyakit

inflamasi Th1 yang ditandai dengan ekspansi dan aktivasi sel Th1, APC, dan

sitokin Th1. Inflamasi Th1 yang kronis sangat berperan dalam patofisiologi

obesitas, sindrom metabolik, diabetes, atherosklerosis dan infark miokardium.

Sitokin Th1, molekul adhesi ( ICAM-1, E-selectin) , dan faktor angiogenik yaitu

VEGF meningkat pada psoriasis, obesitas, dan penyakit arteri koroner. Mediator-

Page 59: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

59

mediator inflamasi ini memiliki efek pleiotropik pada beberapa proses, salah

satunya adalah pada metabolisme lipid (Creamer, 2002).

Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Neimann dkk (2006),

yang menyatakan bahwa kadar HDL yang rendah dan kadar trigliserida yang

tinggi berisiko 1,31 kali menyebabkan psoriasis vulgaris dibandingkan orang

sehat. Penelitian di Israel melaporkan dari 10.669 pasien psoriasis yang

didiagnosis dislipidemia sebesar 57.1% (Cohen dkk., 2008) Di samping itu,

Prodanovich dkk (2009) dari Florida, Amerika Serikat melaporkan angka kejadian

atherosklerosis pada penderita psoriasis sebesar 2,18 kali dibandingkan orang

sehat.

Faktor imunologi dan genetik kemungkinan berperan dalam proses

timbulnya psoriasis. Peranan faktor imunologi dalam hal ini adalah adanya

peningkatan presentasi antigen, peningkatan aktivitas sel Limfosit T pada kulit

dan peningkatan regulasi sitokin dari sel T helper 1 (Th1). Peradangan kronik

Th1 ini yang menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme (Bajaj dkk., 2009;

Brauchii dkk., 2008).

Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian Cohen dkk. (2008)

yang melakukan penelitian potong lintang di Israel, dan menyatakan bahwa

terjadi peningkatan total kolesterol dan trigliserida, penurunan kadar HDL pada

pasien psoriasis dibandingkan dengan kontrol. Penelitian oleh Solak Tekin (2007)

di Turki juga menunjukkan kadar kolesterol total, trigliserida, LDL tinggi dan

kadar HDL rendah pada pasien psoriasis yang berusia 40 tahun dibandingkan

dengan kontrol. Menurut Zari (2007) disimpulkan bahwa profil lipid meningkat

Page 60: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

60

secara bermakna pada pasien psoriasis sehingga psoriasis dikatakan sebagai

parameter adanya gangguan metabolisme lemak dan berhubungan dengan

penyakit obstruksi vaskuler.

Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Malezkzad dkk. (2011)

yang menyatakan bahwa tekanan darah sistol dan kadar trigliserida sebagai faktor

risiko yang bermakna, sedangkan HDL, insulin dan oral glukosa tolerance test

(OGTT) tidak bermakna. Gisondi dkk. (2007) menyatakan bahwa trigliserida

berbeda secara bermakna pada psoriasis dibandingkan kontrol. Gupta dkk (2011)

mendapatkan total kolesterol, trigliserida, VLDL dan LDL meningkat secara

bermakna pada psoriasis, sedangkan HDL lebih rendah secara bermakna pada

psoriasis. Jyothi dkk (2011) menemukan trigliserida, dan LDL meningkat secara

bermakna pada psoriasis, sedangkan HDL lebih rendah secara bermakna.

Penelitian ini hanya melakukan dua parameter yang diukur yaitu kadar

trigeliserida dan HDL dan terbukti bahwa rendahnya kadar HDL dan tingginya

kadar trigeliserida merupakan faktor risiko terhadap kejadian psoriasis.

Page 61: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

61

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan simpulan sebagai berikut:

1. Kadar HDL yang rendah merupakan faktor risiko terjadinya psoriasis.

(RO = 4,93,IK 95%; 1.61-15.07, p =0,004)

2. Kadar Trigliserida yang tinggi merupakan faktor risiko terjadinya

psoriasis. (RO = 6,00, IK 95%; 1.89 – 19.04, p=0,002)

7.2 Saran

Sebagai saran dalam penelitian ini adalah:

1. Perlu melakukan penelitian lebih lanjut pada pasien psoriasis vulgaris

untuk mengetahui patogenesis terjadinya psoriasis terkait kadar

trigeliserida yang tinggi dan kadar HDL yang rendah dengan sampel yang

lebih banyak.

2. Untuk klinis, perlu dilakukan penelitian eksperimental dengan melakukan

terapi terhadap kadar HDL yang rendah dan kadar trigeliserida yang

tinggi pada pasien psoriasis vulgaris.

61

Page 62: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

62

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed EF., Seliem MK., El-Kamel MF., Abdelgawad MM. and Shady I. 2009.

Prevalence of Metabolic syndrome in Egyptian patients with Psoriasis.

Egyp.J. Androl. 29(2). 91-100.

Akhyani M., Robati RM. And Robati AM. 2007. The Lipid Profile in Psoriasis : a

controlled study. JEADV;21: 1330-1332.

Ashcroft DM., Li WP., Griffiths CM. 2000. Therapeutic Strategis for Psoriasis. J

of Clin Pharm and Ther; 25: 1-10

Azfar RS.and Gelfand JM. 2008. Psoriasis and Metabolic Disease: Epidemiology

and Pathophysiology. Curr Opin Rheumatol; 20(4):416-422.

Bajaj RD., Mahesar MS., Devrajani BR. and Iqbal MP. 2009. Lipid Profile in

Patients with Psoriasis Presenting at Liaquat University Hospital

Hyderabad, J Pak Med Assoc.;59: 512-515.

Barker JN. 2001. Genetic Aspect of psoriasis. Clin and Exp Dermatol; 26: 321-

325.

Barter PJ., Nicholls S., Rye KA., Anantharamaiah GM., Navab M. and Fogelman

AM. Antiinflammatory Properties of HDL. Cisc Res; 95:764-772.

Bhat RM and Pinto HP. 2012. Lipid Profile in Psoriasis Patients. Psoriasis:

Target and Therapy;2: 77-80

Bernard FX., Morel F., Camus M., Pedretti N., Barrault C., Garnier J. and Lecron

JC. 2012. Keratinocytes under Fire of Proinflammatory Cytokenes:Bona

Fide Innate Cells Involved in the Physiopathology of Chronic Atopic

Dermatitis and Psoriasis. Journal of Allergy. Vol.2012:1-10

Brauchii YB., Jick SS. and Meier CR., 2008. Psoriasis and the Risk of Incident

Diabetes Mellitus: a population-based study. British Journal

ofDermatology; 159: 1331 – 1337.

Brezinski EA., Follansbee MR., Armstrong EJ. and Armstrong AW. 2013. Endothelial Dysfunction and the Effects of TNF Inhibitors on the Endothelium in Psoriasis and Psoriatic Arthritis: A Systematic Review. Curr Pharm: 2: 8-12

62

Page 63: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

63

Cargill M., Schrodi S.J., and Chang M., 2007. A Large Scale Genetic Association

Study Confirm IL12B and Leads to the Identification of IL23R as Psoriasis-

Risk Genes. Am J. Hum Genet; 80: 273-290.

Carneiro SC.,Pereira FMS., Brollo M., Verardino G. and Silva MR. 2009. Lipid

Profile in patients with psoriasis at a brazilian university hospital. JAAD ;

60(3) Supplement 1. Avaiable at http://www.dermato.med.br/ufrj2009/P3329.pdf on Augst, 2013

Chan J.R., Blumenschein W., and Murphy E., 2006. IL23 Stimulated Epidermal

Hyperplasia via TNF and IL-20R2-dependent Mechanism with Implications

for Psoriasis Pathogenesis. J. Exp Med; 203: 2577 – 2587.

Cohen A.D., Gilutz H., and Henkin Y. 2007. Psoriasis and the Metabolic

Syndrome. Acta Dermatol Venereol; 87: 506–509.

Cohen A.D., Sherf M., Vidasky L., Vardy D.A., Shapiro J. and Mayerovitch J.

2008. Association Between Psoriasis and The Metabolic Syndrome.

Dermatology; 216: 152-155.

Creamer D., 2002. Mediation of Systemic Vascular Hyperpermeability in Severe

Psoriasis by Circulating Vascular Endothelial Growth Factor.

ArchDermatol; 138: 791-796.

Das B. and Mirsha T. 2012. Role of HDL-C in Health and Disease. JIACM; 13(3):

218-221.

De Rie M.A., Goedkoop A.Y., Bos J.D., 2004. Overview of Psoriasis.

DermatolTher; 17: 341-349.

De Simone C., Di Giorgio A., Sisto T., Carbone A., Ghitti F., Tondi P. and Santoliquido A. 2011. Endothelial dysfunction in psoriasis patients: cross-sectional case-control study. Eur J Dermatol;21(4):510-514.

Dreiher J., Weitzman D., Davidovici B., Shapiro J. and Cohen AD. 2008.

Psoriasis and Dyslipidemia: A Population Study. Acta Derm Venereol;

88:561-565.

Dsouza PH and Kuruville M. 2013. Dyslipidemia in Psoriasis: as arisk for

cardiovascular disease.Intl J Res Med Sci;1(2): 53-57.

Dvaroka V, and Markham T. 2013. Psoriasis: current treatment option and recent

advances. Drug Review; 4:13-18

Page 64: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

64

El-Darouti M and Hay RA. 2010. Psoriasis: Higlights on Pathogenesis, Adjuvant

Therapy and Treatment of Resistant Problematic Case. J Egypt Women

Dermatol Soc; 7: 64-70

Feingold FL., Shigenaga JK., Kazemi MR., McDonald CM., Patzek SM., Cross

AS.and Grunfeld B. 2012. Mechanisms of triglyceride accumulation in

activated macrophages.J Leukoc Biol; 92(4):829-39

Feldman SR. and Krueger GG. 2005. Psoriasis Assessment Tools in Clinical

Trials. Ann Rheum Dis; 64: ii65 – ii68.

Gaspari AA. 2006. Innate and Adaptive Immunity and the Patophysiology of

Psoriasis. J. Am Acad Dermatol; 53: 94-100.

Gelfand JM., Troxel A.and Lewis JD. 2007. The Risk of Mortality in Patients

with Psoriasis: Result from A Population-Based Study. Arch Dermatol;

143: 1493-1498.

Ghazizadeh R., Shimizu H., Tosa M. and Ghazizadeh M. 2010. Pathogenic

Mechanisms Shared between Psoriasis and Cardiovascular Disease. Int. J.

Med. Sci; 7(5): 284-289.

Ghoreschi K., Weigert C.and Röcken M. 2007. Immunopathogenesis and role of

T cells in psoriasis. Clinics in Dermatology ;25: 574–580.

Gisondi P., Tessari G., Conti A., Piaserico S., Schianci S.and Peserico A. 2007.

Prevalence of Metabolic Syndrome in Patient with Psoriasis: A Hospital-

Based Case Control Study. British Journal of Dermatology; 157: 68-73

Goiriz R., Dauden E., Gala S.P., Guhl G., and Diez A.G., 2006. Flare and Change

of Psoriasis Morphology during the Course of Treatment with Tumor

Necrosis Factor Blockers. Clin Dermatol; 32: 176-179

Grve T. and Mulfinger L.2001. The Pathogenesis of Psoriasis:Biochemical

Aspect. Biological & Biomedical Sciences: June Issue 1: 1-4.

Gudjonsson J. dan Elder J. 2012. Psoriasis Vulgaris. In: Wolff K., Goldsmith L.,

Katz S., Gilchrest B., Paller A., Leffell D. editors Fitzpatrick’s Dermatology

in General Medicine8th

ed. New York: McGraw-Hill: 169–193.

Gudjonsson JE. and Thorarinsson AM., 2003. Streptococcal Throat Infections and

Excerbation of Chronic Plaque Psoriasis: a prospective study. Br. J of

Derm; 149:530-4.

Gupta M., Chari S. and Borkar M.2011. Dyslipidemia and oxidative stress in

patients of psoriasis. Biomedical Research 2011; 22 (2):221-224.

Page 65: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

65

Huerta C., Rivero E. and Luis AG. 2007. Incidence and Risk Factors for Psoriasis

in the General Population. Arc Dermatol;143(12):1559-1565.

Javidi Z., Meibodi N.Y. and Nahidi Y. 2007. Serum Lipid Abnormalities and

Psoriasis. Indian J. Dermatol 2007; 52 (2): 89 – 92.

Joshi R. 2004. Immunopathogenesis of Psoriasis. Indian J Dematol Venereol

Leprol; 70(1): 10-2

Jyothi RS., Govindswamy KS. and Gurupa D. 2011. Psoriasis: An Oxidative

Stress Condition. Journal of Clinical and Diagnosis Research5; 2 : 252-

253

Kaji H.2003. High-Density Lipoproteins and the Immune System. Journal of

Lipid; 20(13):1-8

Khovidhunkit W. 2004. Effect of Infection and Inflammation on Lipid and

Lipoprotein Metabolism: Mechanisms and Consequences to the Host. J. of

Lipid Res 2(45): 1169 -1186.

Kourosh AS., MinerA. and Menter A. 2008. Psoriasis as the Marker of

Underliying Systemic Disease. Skin Therapy Letter; 13 (1) 1-5.

Krueger G. and Ellis CN. 2005. Psoriasis Recent Advances in Understanding its

Pathogenesis and Treatment. J. Am Acad Dermatol; 53: 94-100.

Malekzad F., Robati R. and Abaei H. 2011. Insulin Resistance in psoriasis: a case

control study. Iran J Dermatol;14:136-139.

Mallbris L., Granath F., and Hamsten. A., 2006. Psoriasis is Associated with Lipid

Abnormalities at the Onset of Skin Disease. J. Am Acad; 54: 614-621.

Mallbris L., PernowbL. and Ståhlea M. 2008. Endothelial Function and

Inflammatory Activity in Patients with Recent Onset of Severe Plaque

Psoriasis. The Open Dermatology Journal; 2: 64-68

Michael P., Schön MD. Henning W. and Boehncke M.2005. Psoriasis.

N .Engl .J .Med; 353:848-850.

Michael, RL. and Alan, JC. 2006. Immunopathogenesis of psoriasis.Australian J.

Dermatol; 47:151-159.

Neimann LA., Gelfand MJ., Shin BD., Wang X., Margolis DJ. and Troxel B.A.,

2006. Risk of Myocardial Infarction in Patients with Psoriasis, JAMA;

1735-1741

Page 66: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

66

Nestle FO., Kaplan DH. and Barker J. 2009. Mechanisme of Disease Psoriasis. N

Engl J Med;361(5): 496-509.

Nickoloff BJ. and Nestle FO. 2004. Recent insights into the immunopathogenesis

ofpsoriasis provide new therapeutic opportunities. The Journal of Clinical

Investigation:113(12): 1664-1675

Norata GD., Grigore L., Raselli S., Seccomandi PM., Hamsten A., Maggi FM., Eriksson P. and Catapano AL. 2006. Triglyceride-rich lipoproteins from hypertriglyceridemic subjects induce a pro-inflammatory response in the endothelium: Molecular mechanisms and gene expression studies. J Mol Cell Cardiol;40(4):484-494.

Numerof RP. and Asadullah K. 2006. Cytokine and Anti Cytokine Therapies for

Psoriasis and Atopic Dermatitis. Bio drugs; 20: 93-103.

Padhi T and Garima. 2013. Metabolic Syndrome and Skin: Psoriasis and Beyond.

Indian J Dermatol; 58(4): 299-305.

Perez RP., Cabaleiro T., Dauden E and Santos FA. 2013. Gene polymorphisms

that can predict response to anti-TNF therapy in patients with psoriasis and

related autoimmune diseases. The Pharmacogenomics Journal; 13: 297–

305

Piskin S., Gurkok F., Ekuklu G, and Senol M., 2003. Serum Lipid Levels in

Psoriasis.Yonsei Med J; 44: 24-26.

Prodanovich S., Kirsner RS., Kravetz JD., Ma F., Martinez L. and Federman DG.,

2009. Association of Psoriasis with Coronary Artery, Cerebrovascular, and

Peripheral Vascular Diseases and Mortality. Arch. Dermatol; 145: 700-03.

SabatR., PhilippS., FlichC., KreutzerS., WallaceE., AsadullahK.. VolkH., Sterry

W.and Wolk K. 2007Immunopathogenesis of psoriasis.J. Exp. Dermatol;

16: 779–798.

Sanchez APG. 2010. Immunopathogenesis of Psoriasis. An Bras Dermatol:85(5):

747-9.

Saraceno R., Ruzzetti M., De Martino M.U., Di Renzo L., Cianci R., De Lorenzo

A. and Chimenti S. 2008. Does Metabolic Syndrome Influence Psoriasis?

Eur Rev Med Pharmaco Sci; 12: 339-341.

Savoiu G., Noveanu L., Miladenecu OL., Gorun C.,Dragan S., Mirica S.,

Mladinecu CF. and Mihalas G. 2008. The Antioxidant Factor Reduce the

Impairment of Endothelial-Dependent Vasodilatation in Isolated Human

Arteries Preincubated with Triglyceride-Rich Lipoproteins. Romanian J

Biophys; 18(20): 171-177.

Page 67: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

67

Schon MP. and Boehncke WH. 2005. Psoriasis N. Eng. J. Med; 352(18): 1899-

1909.

Simmons A., 2007. Psoriasis. Am Ost Col of Dermatol; 41: 15-20

Svenungsson E., Gunnarsson I., Fei GZ., Lundberg IE.,Klareskog L, and

Frostegard J. 2003. Elevated Triglycerides and Low Levels ofHigh-Density

Lipoprotein as Markers of Disease Activity inAssociation With Up-

Regulation of theTumor Necrosis Factor-alpha/Tumor Necrosis

FactorReceptor System in Systemic Lupus Erythematosus. Arthritis &

Rheumatism; 48(9): 2533–2540.

Tanaka T and Kishimoto T. 2012. Targeting Interleukin-6: All the Way to Treat

Autoimmune and InflammatoryDiseases. International Journal of

Biological Sciences; 8(9):1227-1236.

Tekin NS., Barut F., and Sipahi EY., 2007. Accumulation of Oxidized Low-

Density Lipoprotein in Psoriatic Skin and Changes of Plasma Lipid levels in

Psoriatic Patients. Mediators Inflam; 5: 1-5.

Verghese B.,Bhatnagar S., Tanwar R. and Bhattacharjee J. 2011. Serum Cytikene

Profile in Psoriasis – A Case-Control Study in a Tertiary Care Hospital

from Northern India. Ind J Clin Biochem; 26(4): 373-77

Wang YI., Schulze J., Raymond N., Tomita T, Tam K., Simon SI. and Passerini

GA. 2011. Endothelial inflammation correlates with subject triglycerides

and waist sizeafter a high-fat meal. Am J Physiol Heart Circ;300: 784-791.

Wiryadi BE. 2004, Epidemiologic data of psoriatic patient in Dr. Cipto

Mangunkusumo General Hospital (year 2000-2001). Psoriasis CLEAR

Study Group inaugural meeting May 7, 2004, Singapore.

Zari J., Naser TM. and Yalda N., 2007. Serum Lipid Abnormalitas and Psoriasis.

Ind. J. Dermatol; 52: 2;89-92.

Ziouzenkova O., Perrey S., AsatryanL., Hwang L., MacNaul KL., Moller

DE.,Rader DJ., Sevanian A., Zechner R., HoeflerG., and PlutzkyP.2003.

Lipolysis of triglyceride-rich lipoproteins generatesPPAR ligands:

Evidence for an antiinflammatoryrole for lipoprotein lipase. PNAS; 100(5):

2730-2735

Page 68: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

68

Lampiran 1

Page 69: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

69

Lampiran 2

Page 70: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

70

Lampiran 3

INFORMASI PASIEN YANG AKAN MENJALANI PEMERIKSAAN

KADAR PROFIL LIPID

Bpk/Ibu/Sdr/i. Yth,

Psoriasis merupakan kelainan kulit yang banyak dijumpai, dan tampak sebagai

bercak-bercak kemerahan disertai sisik kasar dan tebal. Selain kelainan kulit, pada

psoriasis juga dapat terjadi gangguan metabolisme lemak yang merupakan salah

satu faktor resiko terjadinya penyakit jantung.

Saat ini kami sedang melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan psoriasis

dengan kadar profil lipid serum yang merupakan salah satu faktor resiko penting

dalam memprediksi terjadinya penyakit jantung di masa depan. Hasil penelitian

ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan

deteksi dini penyakit jantung pasien psoriasis. Pada penelitian ini memerlukan 30

pasien Psoriasis sebagai case dan 30 pasien non Psoriasis sebagai kontrol.

Dalam penelitian ini, saya akan mengambil darah Bpk/Ibu/Sdr/i. sebanyak 3 ml

(kira-kira ½ sendok makan) pada lengan atas dengan menggunakan jarum suntik

steril. Pengambilan darah terkadang menimbulkan rasa nyeri ringan, bengkak,

atau warna kebiruan yang akan hilang dengan sendirinya dalam beberapa hari.

Bila terjadi keluhan-keluhan tersebut dalam pengambilan darah pada penelitian

ini, Bpk/Ibu/Sdr/i. akan diberi pertolongan atau pengobatan secara gratis. Darah

yang telah diambil akan dikirim ke Laboratorium Klinik RSUP Sanglah,

jl.Kesehatan, Denpasar untuk pengukuran kadar profil lipid. Hasil pemeriksaan

dapat diambil satu minggu kemudian, disertai penjelasan dari saya. Semua

pemeriksaan ini tidak dikenakan biaya. Seluruh data dasar dan hasil penelitian ini

merupakan data rahasia yang tidak untuk disebarluaskan/dipublikasikan. Publikasi

dilakukan terhadap hasil penelitian yang merupakan hasil pengolahan data secara

keseluruhan. Saya tidak akan menuliskan nama Bpk/Ibu/Sdr/i. (identitas diganti

dengan nomor urut penelitian).

Keikutsertaan dalam penelitian ini harus dengan kesadaaran sendiri dan sukarela.

Bila tidak bersedia, Bpk/Ibu/Sdr/i. berhak menolak ikut serta dalam penelitian ini

dan tetap mendapatkan pelayanan dan pengobatan sebagaimana mestinya. Bila

telah mengerti dan menyetujui prosedur pemeriksaan pada penelitian ini,

Bapak/Ibu/Sdr/i. diharap menandatangani formulir di bawah ini sebagai tanda

persetujuan. Bila keberatan, Bpk/Ibu/Sdr/i. dapat menarik diri setiap saat dari

penelitian ini tanpa mendapat sanksi apapun, dan tetap mendapatkan pelayanan

dan pengobatan sebagaimana mestinya.

Apabila Bpk/Ibu/Sdr/i. membutuhkan penjelasan, dapat menghubungi saya dr.

Cindy Ariani FK Unud, RSUP Sanglah, Denpasar, telepon 0361- 2071380 HP

081524948747

Page 71: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

71

Lampiran 4

PERSETUJUAN IKUT DALAM PENELITIAN

Setelah mendapat penjelasan, saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : …………………………………………………………

Umur : …………………………………………………………

Alamat : …………………………………………………………

…………………………………………………………

Menyatakan setuju untuk mengikuti penelitian sesuai prosedur yang telah

ditentukan.

Saya mengerti bahwa saya dapat mengundurkan diri dari penelitian dengan

memberitahu terlebih dahulu kepada dokter pemeriksa.

Demikianlah surat persetujuan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tanpa paksaan.

Denpasar, ……………………….

Dokter Pemeriksa

(dr. Cindy Ariani)

Bapak/Ibu/Sdr/i.

(………………………….)

Saksi

(………………………)

Page 72: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

72

Lampiran 5

STATUS PENELITIAN

PENYARINGAN SUBJEK PENELITIAN

Kriterian penerimaan subjek penelitian

(Beri tanda √)

Ya Tidak

( )

( )

( )

( )

( )

( )

Psoriasis Vulgaris

Usia ≥ 15 tahun

Bersedia menjadi subyek penelitian dan disetujui oleh

pasien dengan menandatangani surat persetujuan

penelitian setelah diberi penjelasan (informed consent)

( ) ( ) Riwayat dislipidemia

Jika ada jawaban “tidak” pada pertanyaan ke-3 maka pasien tidak memenuhi

kriteria untuk mengikuti penelitian

Kriteria penolakan subyek penelitian

(Beri tanda √)

Ya Tidak

( )

( )

( )

( )

( )

( )

( )

( )

Terapi sistemik kortikosteroid dalam 1 bulan terakhir

Obesitas (IMT > 30)

Diabetes Melitus

Hipertensi

Jika jawaban “ya”, maka pasien tidak memenuhi kriteria untuk mengikuti

penelitian

Kesimpulan

( )

( )

Pasien memenuhi kriteria sebagai subyek penelitian

Pasien memenuhi kriteria sebagai subyek penelitian

Page 73: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

73

STATUS PENELITIAN

Tanggal pemeriksaan :

Nomor urut penelitian :

Nomor rekam medik :

I. Identitas:

Nama

Jenis kelamin

Tanggal lahir/umur

Status perkawinan

Agama

Pendidikan

Pekerjaan

Alamat

Telepon

:

: laki-laki

Perempuan

:

: belum menikah/ menikah/ cerai

: Islam/Kristen/Katolik/Hindu/Budha

: 1. Tidak tamat sekolah dasar

2. Tamat sekolah dasar

3. Tamat Sekolah Menengah Pertama

4. Tamat Sekolah Menengah Umum

5. Akademi/diploma

6. Strata 1

7. Strata 2

8. Strata 3

:

:

:

(1)

(2)

(1)

(1)

(1)

(2)

(2)

(3)

(3)

(3)

Page 74: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

74

II. Anamnesis:

1. Awitan ………..

minggu/bulan/tahun

Lama sakit : < 5 tahun (1)

5-15 tahun (2)

> 15 tahun (3)

2. Riwayat penyakit diabetes mellitus

3. Riwayat hipertensi

4. Riwayat dislipidemia

: Ya

Tidak

: Ya

Tidak

: Ya

Tidak

(1)

(2)

(1)

(2)

(1)

(2)

Page 75: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

75

II.Pemeriksaan Klinis dan Laboratorium

1. Berat badan :

Tinggi badan :

IMT :

Tidak obese (≤ 30)

Obese (> 30)

(1)

(2)

2. Psoriasais Area and Severity Index (PASI)

(halaman berikut)

3. Derajat keparahan psoriasis :

5. Kadar HDL = mg/dL

6.Kadar trigliserida= mg/dL

Ringan (< 10)

Sedang (10-30)

Berat (> 30)

Meningkat

Tidak meningkat

Meningkat

Tidak meningkat

(1)

(2)

(3)

(1)

(2)

(1)

(2)

Page 76: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

76

Lampiran 6

Data Subjek Penelitian

NO NAMA UMUR JENIS GROUP TG HDL

1 H 43 M 1 107 36

2 K 44 F 1 77 37

3 J 20 F 1 93 38

4 A 27 F 1 150 40

5 D 29 F 1 164 49

6 N 28 M 1 182 35

7 G 37 M 1 153 32

8 Y 40 M 1 172 37

9 Ha 30 F 1 166 28

10 B 40 M 1 194 33

11 C 38 F 1 159 51

12 De 36 F 1 169 37

13 T 36 F 1 174 31

14 L 58 M 1 183 40

15 M 60 F 1 154 38

16 Na 45 F 1 199 32

17 R 30 F 1 157 29

18 T 39 F 1 161 39

19 W 30 F 1 186 41

20 S 35 F 1 177 37

21 Ka 38 F 1 143 29

22 Je 23 F 1 160 34

23 W 30 F 1 173 38

24 Ti 28 F 1 187 41

25 Ko 40 M 1 163 28

26 Go 38 F 1 193 29

27 Jo 32 F 1 145 31

28 Md 48 F 1 151 42

29 Sa 38 M 1 182 36

30 De 30 F 1 153 39

31 Ln 49 M 2 129 45

32 Hr 48 F 2 144 56

33 IB 54 M 2 103 50

34 Km 50 F 2 257 37

35 Ng 52 M 2 198 67

36 Wu 45 F 2 95 45

37 Dap 53 M 2 82 28

38 Pe 31 F 2 64 39

Page 77: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

77

39 Sk 18 F 2 65 38

40 Sd 17 M 2 66 41

41 Su 45 M 2 128 48

42 Fx 22 M 2 60 71

43 Br 51 M 2 166 39

44 Mu 29 F 2 151 35

45 Ds 25 M 2 187 32

46 Wh 19 F 2 154 40

47 Ca 48 F 2 177 28

48 Wi 25 F 2 163 33

49 Ra 48 M 2 148 38

50 No 18 F 2 188 46

51 So 31 F 2 196 29

52 Tu 37 M 2 153 34

53 Yu 28 M 2 167 36

54 Pt 32 F 2 158 35

55 Ky 38 F 2 181 32

56 Ud 40 M 2 149 41

57 Hj 30 F 2 195 29

58 Em 24 M 2 176 45

59 Ma 28 F 2 157 35

60 Ri 34 M 2 132 40

Page 78: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

78

Lampiran 7

Uji Normalitas data

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Umur Trigeliserida HDL

N 60 60 60

Normal Parametersa Mean 35.98 152.15 37.32

Std. Deviation 10.568 26.565 6.583

Most Extreme Differences Absolute .098 .138 .121

Positive .098 .078 .121

Negative -.072 -.138 -.079

Kolmogorov-Smirnov Z .759 1.068 .939

Asymp. Sig. (2-tailed) .611 .204 .341

a. Test distribution is Normal.

Page 79: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

79

Lampiran 8

Uji Chi-Square Karakteristik Subjek

Kat_umur * Kelompok Crosstabulation

Count

Kelompok

Total Kasus Kontrol

Kat_umur 15- 24 2 6 8

25 - 44 24 17 41

>45 4 7 11

Total 30 30 60

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 4.013a 2 .134

Likelihood Ratio 4.123 2 .127

Linear-by-Linear Association .052 1 .819

N of Valid Cases 60

a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.00.

Crosstab

Count

Kelompok

Total Kasus Kontrol

Jenis_kelamin Laki-laki 8 15 23

Perempuan 22 15 37

Total 30 30 60

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 3.455a 1 .063

Continuity Correctionb 2.538 1 .111

Likelihood Ratio 3.497 1 .061

Fisher's Exact Test .110 .055

Linear-by-Linear

Association 3.397 1 .065

N of Valid Casesb 60

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.50.

Page 80: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

80

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 3.455a 1 .063

Continuity Correctionb 2.538 1 .111

Likelihood Ratio 3.497 1 .061

Fisher's Exact Test .110 .055

Linear-by-Linear

Association 3.397 1 .065

N of Valid Casesb 60

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.50.

b. Computed only for a 2x2 table

Crosstab

Count

Kelompok

Total Kasus Kontrol

Pendidikan Rendah 4 2 6

Sedang 20 25 45

Tinggi 6 3 9

Total 30 30 60

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 2.222a 2 .329

Likelihood Ratio 2.256 2 .324

Linear-by-Linear Association .066 1 .797

N of Valid Cases 60

a. 4 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.00.

Page 81: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

81

Crosstab

Count

Kelompok

Total Kasus Kontrol

Derajat_keparahan Normal 0 30 30

Ringan 18 0 18

Sedang 7 0 7

Berat 5 0 5

Total 30 30 60

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 60.000a 3 .000

Likelihood Ratio 83.178 3 .000

Linear-by-Linear Association 40.090 1 .000

N of Valid Cases 60

a. 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.50.

Crosstab

Count

Kelompok

Total Kasus Kontrol

Lama_sakit Tidak Sakit 0 30 30

< 5 tahun 11 0 11

5 – 15 tahun 13 0 13

>15 tahun 6 0 6

Total 30 30 60

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Pearson Chi-Square 60.000a 3 .000

Likelihood Ratio 83.178 3 .000

Linear-by-Linear Association 44.675 1 .000

N of Valid Cases 60

a. 2 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is

3.00.

Page 82: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

82

Lampiran 9

Uji t-independent Kadar HDL dan Trigeliserida antara Kelompok Kasus

dengan Kelompok Kontrol

Group Statistics

Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Trigeliserida Kasus 30 159.23 26.430 4.825

Kontrol 30 145.07 25.168 4.595

HDL Kasus 30 34.73 4.417 .806

Kontrol 30 39.90 7.406 1.352

Independent Samples Test

Levene's Test

for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. T df

Sig. (2-

tailed)

Mean

Differe

nce

Std.

Error

Differe

nce

95% Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Trig

elise

rida

Equal variances

assumed .128 .722 2.126 58 .038 14.167 6.663 .829 27.505

Equal variances

not assumed

2.126 57.862 .038 14.167 6.663 .828 27.505

HD

L

Equal variances

assumed 4.502 .038 -3.282 58 .002 -5.167 1.574 -8.318 -2.015

Equal variances

not assumed

-3.282 47.315 .002 -5.167 1.574 -8.333 -2.000

Page 83: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

83

Lampiran 10

Uji Chi-Square Kadar HDL Berdasarkan Tabel Silang 2 x 2

Crosstab

Count

Kelompok

Total Kasus Kontrol

Kat_HDL Rendah 18 7 25

Normal 12 23 35

Total 30 30 60

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 8.297a 1 .004

Continuity Correctionb 6.857 1 .009

Likelihood Ratio 8.526 1 .004

Fisher's Exact Test .008 .004

Linear-by-Linear

Association 8.159 1 .004

N of Valid Casesb 60

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.50.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Kat_HDL (Rendah /

Normal) 4.929 1.612 15.071

For cohort Kelompok = Kasus 2.100 1.249 3.531

For cohort Kelompok = Kontrol .426 .217 .835

N of Valid Cases 60

Page 84: Unud-841-998656407-2.Tesis Cindy Revisi Wa Bab i

84

Lampiran 11

Uji Chi-Square Kadar Trigeliserida Berdasarkan Tabel Silang 2 x 2

Crosstab

Count

Kelompok

Total

Kasus Kontrol

Kat_Trigeliserida Tinggi 24 12 36

Normal 6 18 24

Total 30 30 60

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 10.000a 1 .002

Continuity Correctionb 8.403 1 .004

Likelihood Ratio 10.357 1 .001

Fisher's Exact Test .003 .002

Linear-by-Linear

Association 9.833 1 .002

N of Valid Casesb 60

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.00.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Kat_Trigeliserida (Tinggi

/ Normal) 6.000 1.890 19.043

For cohort Kelompok = Kasus 2.667 1.285 5.536

For cohort Kelompok = Kontrol .444 .265 .745

N of Valid Cases 60