unud-362-1538846759-ni made dewi lestari (0991661007)

99
TESIS PRAKTIK MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN YANG MELANGGAR PERJANJIAN UTANG NI MADE DEWI LESTARI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011

Transcript of unud-362-1538846759-ni made dewi lestari (0991661007)

  • TESIS

    PRAKTIK MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN

    YANG MELANGGAR PERJANJIAN UTANG

    NI MADE DEWI LESTARI

    PROGRAM PASCASARJANA

    UNIVERSITAS UDAYANA

    DENPASAR

    2011

  • i

    TESIS

    PRAKTIK MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN

    YANG MELANGGAR PERJANJIAN UTANG

    NI MADE DEWI LESTARI

    NIM 0991661007

    PROGRAM MAGISTER

    PROGRAM STUDI AKUNTANSI

    PROGRAM PASCASARJANA

    UNIVERSITAS UDAYANA

    DENPASAR

    2011

  • ii

    PRAKTIK MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN

    YANG MELANGGAR PERJANJIAN UTANG

    Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

    pada Program Magister, Program Studi Akuntansi

    Program Pasca Sarjana Universitas Udayana

    NI MADE DEWI LESTARI

    NIM 0991661007

    PROGRAM MAGISTER

    PROGRAM STUDI AKUNTANSI

    PROGRAM PASCASARJANA

    UNIVERSITAS UDAYANA

    DENPASAR

    2011

  • iii

    Lembar Pengesahan

    TESIS INI TELAH DISETUJUI

    TANGGAL 5 AGUSTUS 2011

    Pembimbing Utama,

    Dr. Gerianta Wirawan Yasa, SE.,M.Si

    NIP. 19650123 199393 1 002

    Pembimbing Pendamping

    I Ketut Sujana SE.,M.Si., Ak

    NIP. 19640518 199212 1 004

    Mengetahui,

    Ketua Program Magister Akuntansi

    Program Pasca Sarjana

    Universitas Udayana

    Dr. I Ketut Budhiartha, SE., M.Si., Ak

    NIP. 195591202 198702 1001

    Direktur

    Program Pasca Sarjana

    Universitas Udayana

    Prof. Dr. dr A A Raka Sudewi, Sp.S(K)

    NIP. 19590215 198510 2 001

  • iv

    Tesis Ini Telah Diuji pada

    Tanggal 5 Agustus 2011

    Panitia Penguji tesis Berdasarkan SK Rektor

    Universitas Udayana, No.: 1395/UN14.4/HK/2011., Tanggal 4 Agustus 2011

    Ketua : Dr. Gerianta Wirawan Yasa, SE.,M.Si

    Anggota :

    1. I Ketus Sujana, SE.,M.Si.,Ak

    2. Dr. Drs. I Made Sukartha, M.Si.,Ak

    3. Dr. I Dewa Nyoman Badera, SE.,M.Si

    4. Dr. I Wayan Suartana, SE.,M.Si.,Ak

  • v

    PERNYATAAN

    KEASLIAN KARYA TULIS

    Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya tulis

    yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan

    tinggi dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat

    yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu

    dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

    Apabila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin

    atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiean saya sendiri, berarti

    gelar dan ijasah yang diberikan oleh universitas batal saya terima.

    Denpasar, 5 Agustus 2011

    Yang membuat pernyataan,

    Ni Made Dewi Lestari

  • vi

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke

    hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa atas Asung Kerta

    Wara Nugrahanya, tesis yang berjudul Praktik Manajemen Laba Pada

    Perusahaan Yang Melanggar Perjanjian Utang ini dapat diselesaikan.

    Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih

    yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Gerianta Wirawan Yasa, S.E.,M.Si,

    sebagai Pembimbing I beserta Bapak I Ketus Sujana, S.E.,M.Si.,Ak., sebagai

    Pembimbing II, para penguji tesis ini, yaitu Bapak Dr. Drs. I Made Sukartha,

    M.Si.,Ak., Bapak Dr. I Dewa Nyoman Badera, S.E.,M.Si., dan Bapak Dr. I

    Wayan Suartana, S.E.,M.Si.,Ak., yang dengan penuh perhatian dan kesabaran

    membimbing, member saran dan masukan serta memberikan dorongan semangat

    kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

    Ucapan yang sama juga penulis tujukan kepada Rektor Universitas Udayana,

    Prof. Dr. dr. Made Bakta, Sp.PD (KHOM) atas kesempatan dan fasilitas yang

    diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan

    Program Magister pada Universitas Udayana. Ucapan terima kasih yang sedalam-

    dalamnya juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas

    Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K), atas

    kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program

    Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Pada kesempatan yang

    baik ini, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. I Ketut

    Budhiartha, S.E.,M.Si.,Ak., selaku Ketua Program Studi Magister Akuntansi

    (MAKSI) Universitas Udayana. Ucapan yang sama juga penulis tujukan kepada

    Ketua Jurusan Akuntansi, Bapak Dr. Made Gede Wirakusuma, S.E.,M.Si.

    Kepada rekan-rekan mahasiswa angkatan IV MAKSI Universitas Udayana,

    terima kasih atas dukungan, semangat dan kerjasama rekan-rekan yang telah

    memotivasi penulis, baik dalam perkuliahan maupun dalam penyelesaian tesis ini.

    Penulis menyampaikan terima kasih kepada keluarga tercinta, terutama Bapak I

  • vii

    Wayan Sumandra dan Ibu Ni Kadek Subari, serta adik-adikkku atas doa,

    dorongan dan motivasinya kepada penulis selama penulis menempuh perkuliahan

    dan menyelesaikan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Gede

    Wedantara yang selalu membantu dan mendukung penulis untuk segera

    menyelesaikan studi ini.

    Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat

    penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu proses penyelesaian

    penelitian ini. Penulis meminta maaf kepada semua pihak yang terkait dalam

    penulisan ini atas segala kekurangan dan kekhilafan penulis. Semoga tesis ini

    bermanfaat bagi pengembangan ilmu akuntansi.

    Denpasar, Agustus 2011

    Penulis,

    Ni Made Dewi Lestari

  • viii

    ABSTRAK

    PRAKTIK MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN YANG

    MELANGGAR PERJANJIAN UTANG

    Penelitian ini melakukan pengujian secara empiris manajemen laba pada

    perusahaan yang melanggar kontrak perjanjian utang. Terdapat dua isu utama

    dalam penelitian ini. Pertama, perusahaan pelanggar perjanjian utang melakukan

    manajemen laba yang meningkatkan laba pada perioda sebelum melanggar

    kontrak utang. Kedua, manajemen laba pada perusahaan pelanggar kontrak utang

    lebih besar daripada perusahaan kontrol.

    Discretionary accrual yang menjadi proksi manajemen laba dihitung

    menggunakan model Kang dan Sivaramakrishnan. Selain itu, dilakukan uji

    sensitivitas untuk menguji apakah manajemen laba tetap terdeteksi pada

    perusahaan yang melanggar perjanjian utang jika proksi manajemen laba yang

    digunakan berbeda. Untuk menguji itu dilakukan dengan menggunakan model

    yang berbeda yaitu model Jones (1995) modifikasian. Sampel penelitian adalah

    perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sampel

    penelitian terdiri dari 34 perusahaan pelanggar kontrak utang dan 34 perusahaan

    bukan pelanggar kontrak utang sebagai sampel pembanding. Alat uji yang

    digunakan yaitu Mann Whitney-test, karena residual data tidak berdistribusi

    normal.

    Hasil analisis menunjukkan bahwa perusahaan pelanggar perjanjian utang

    melakukan manajemen laba dengan cara meningkatkan jumlah akrual diskresioner

    sebelum perioda pelanggaran perjanjian utang. Selanjutnya, manajemen laba yang

    dilakukan oleh perusahaan pelanggar perjanjian utang lebih besar dibanding

    perusahaan bukan pelanggar perjanjian utang pada perioda yang sama.

    Kata kunci: manajemen laba, pelanggaran perjanjian utang, debt covenant

    hypothesis, discretionary accrual.

  • ix

    ABSTRACT

    EARNINGS MANAGEMENT PRACTICES ON COMPANY WHO

    VIOLATING DEBT COVENANT

    This research empirically tested earnings management in firms violating

    debt covenant. There are two main issues in this study. First, firms violating debt

    covenant would do earnings management to increase their earnings prior to their

    violation period. Second, earnings management in firms violating debt covenant

    greater offenders than the control firms.

    Discretionary accruals as a proxy of earnings management is calculated

    using the model of Kang and Sivaramakrishnan. In addition, sensitivity test done

    to test whether earnings management still detectable in firms violating debt

    covenant if the proxy of earnings management that used differently. To test was

    done using a different model of The Modified Jones (1995). The sample of this

    research is manufacturing companies listed in the Indonesia Stock Exchange

    (BEI). The sample includes 34 firms violating debt covenant and 34 firms control.

    Method of statistic used is the Mann-Whitney test, because the residuals are not

    normally distributed data.

    The analysis result show that the firms violating debt covenant in which

    management increase earnings prior period debt covenant violations.

    Furthermore, earnings management in firms violating debt covenant greater

    offenders than the the control firms in the same period.

    Keywords: earnings management, debt covenant violation, debt covenant

    hypothesis, discretionary accrual.

  • x

    DAFTAR ISI

    SAMPUL DALAM... i PRASYARAT GELAR. LEMBAR PERSETUJUAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI UCAPAN TERIMA KASIH...

    ii

    iii

    iv

    v

    ABSTRAK viii ABSTRACT. xi DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR.. xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv

    BAB I PENDAHULUAN. 1 1.1 Latar Belakang.. 1 1.2 Rumusan Masalah..... 6 1.3 Tujuan Penelitian.. 6 1.4 Manfaat Penelitian 7

    BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 2.1 Agency Theory. 8 2.2 Teori Signal... 12 2.3 Manajemen Laba... 13 2.4 Kredit 20 2.5 Manajemen Laba dan Perjanjian Utang 21 2.6 Penelitian Sebelumnya.. 24

    BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

    PENELITAN...

    30

    3.1 Kerangka Berpikir. 30 3.2 Konsep Penelitian. 35 3.3 Hipotesis Penelitian.. 36

    BAB IV METODA PENELITIAN 41 4.1 Rancangan Penelitian 41 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 43 4.3 Data Penelitian.. 43 4.3.1 Jenis Data 43 4.3.2 Sumber Data... 44 4.3.3. Metoda Penentuan Sampel. 44

  • xi

    4.4 Definisi Operasional dan Pengukuran

    Variabel.

    46

    4.5 Teknik Pengumpulan Data............................................... 49

    4.6 Prosedur Penelitian........................................................... 49

    4.7 Teknik Analisis Data........................................................ 50

    4.7.1 Pengujian Hipotesis Penelitian... 50 4.7.2 Pengujian Sensitivitas. 52

    BAB V HASIL PENELITIAN... 55 5.1 Sampel Penelitian. 55 5.2 Statistik Deskriptif 56 5.3 Pembahasan Hasil Penelitian 58 5.3.1 Pengujian hipotesis 1.. 58 5.3.2 Pengujian hipotesis 2.. 60 5.4 Hasil Uji Sensitivitas 62

    BAB VI PEMBAHASAN.. 65 6.1 Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Pertama (H1). 65 6.2 Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Kedua (H2)... 66 6.3 Pembahasan Hasil Uji Sensitivitas... 67

    BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 69 7.1 Simpulan Penelitian.. 69 7.2 Saran 69

    DAFTAR PUSTAKA. 71

    LAMPIRAN .. 76

  • xii

    DAFTAR TABEL

    2.1 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya... 27 5.1 Seleksi Sampel. 55 5.2 Statistik Deskriptif Manajemen Laba... 57 5.3 Hasil Uji One Sample Kolmogorov Smirnov Test Akrual

    Diskresioner Unsur Kenaikan Pendapatan dan Kenaikan

    Biaya.......................................................................

    59

    5.4 Hasil Uji Mann Whitney Test Akrual Diskresioner Unsur Kenaikan

    Pendapatan dan Kenaikan Biaya..

    59

    5.5 Hasil Uji One Sample Kolmogorov Smirnov Test Manajemen Laba

    Model Kang dan Sivaramakhrisnan Pada Perusahaan Pelanggar

    Kontrak Utang dan Perusahaan Bukan Pelanggar Kontrak

    Utang.

    60

    5.6 Hasil Uji Mann Whitney Test Manajemen Laba Model Kang dan

    Sivaramakhrisnan Pada Perusahaan Pelanggar Kontrak Utang dan

    Perusahaan Bukan Pelanggar Kontrak

    Utang...

    61

    5.7 Hasil Uji One Sample Kolmogorov Smirnov Test Manajemen Laba

    Model Jones Modifikasi Pada Perusahaan Pelanggar Kontrak Utang

    dan Perusahaan Bukan Pelanggar Kontrak Utang..

    63

    5.8 Hasil Uji Mann Whitney Test Manajemen Laba Model Jones

    Modifikasi Pada Perusahaan Pelanggar Kontrak Utang dan

    Perusahaan Bukan Pelanggar Kontrak Utang..

    64

    6.1 Ringkasan Hasil Uji Mann Whitney Test Manajemen Laba Pada

    Perusahaan Pelanggar Kontrak Utang dan Perusahaan Bukan

    Pelanggar Kontrak Utang.....

    67

  • xiii

    DAFTAR GAMBAR

    3.1 Kerangka Berpikir 34 3.2 Konsep Penelitian 36 4.1 Rancangan Penelitian... 42

  • xiv

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Daftar Perusahaan yang Melanggar Perjanjian Utang Periode

    2003-2010..............................

    76

    Lampiran 2 Daftar Perusahaan Pembanding................. 77 Lampiran 3. Statistik Deskriptif Manajemen Laba................ 78 Lampiran 4. One-sample kolmogorov-smirnov test akrual diskresioner

    unsur pendapatan dan biaya pada perusahaan yang melanggar

    kontrak utang

    79

    Lampiran 5. Mann-Whitney Test akrual diskresioner unsur pendapatan dan

    biaya pada perusahaan yang melanggar kontrak

    utang..

    80

    Lampiran 6. One-sample kolmogorov-smirnov test Manajemen Laba Model

    Kang dan Sivaramakhrisnan pada Perusahaan Pelanggar

    Kontrak Utang dan Perusahaan Bukan Pelanggar Kontrak

    Utang

    81

    Lampiran 7. Mann-Whitney Test Manajemen Laba Model Kang dan

    Sivaramakhrisnan pada Perusahaan Pelanggar Kontrak Utang

    dan Perusahaan Bukan Pelanggar Kontrak

    Utang..

    82

    Lampiran 8. One-sample kolmogorov-smirnov Manajemen Laba Model

    Jones Modifikasi pada Perusahaan Pelanggar Kontrak Utang

    dan Perusahaan Bukan Pelanggar Kontrak

    Utang...

    83

    Lampiran 9. Mann-Whitney Test Manajemen Laba Model Jones Modifikasi

    pada Perusahaan Pelanggar Kontrak Utang dan Perusahaan

    Bukan Pelanggar Kontrak Utang

    84

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Teori keagenan memandang perusahaan sebagai nexus of contracts yaitu

    organisasi yang terikat kontrak dengan beberapa pihak seperti kontrak dengan

    pemegang saham, supplier, karyawan (termasuk manajer) dan pihak-pihak lain

    yang terkait (Scott, 2000). Perusahaan juga memiliki ikatan kontrak dengan

    kreditur jika perusahaan tersebut melibatkan utang sebagai salah satu

    pendanaannya. Sebagian besar perusahaan menggunakan utang sebagai sumber

    pendanaan karena dapat meningkatkan kinerja manajer akibat kekhawatiran

    kehilangan pekerjaan dan jika kinerjanya meningkat, pemegang saham bersedia

    membayar harga saham perusahaan lebih mahal (Jensen dan Meckling, 1976).

    Perusahaan yang memiliki kontrak utang maupun kontrak yang lain pasti

    berkeinginan untuk meminimalkan berbagai kos kontrak yang terkait dengan

    kontrak-kontraknya (contracting theory), seperti kos negosiasi, kos pengawasan

    kinerja kontrak, kemungkinan negosiasi ulang, dan kos perkiraan jika bangkrut

    atau kegagalan lain (Scott, 2000). Oleh karena itu, diperlukan suatu alat untuk

    menilai kinerja perusahaan sebagai upaya untuk melindungi kepentingan kedua

    belah pihak yang terikat kontrak (meminimalkan konflik kepentingan). Alat

    tersebut berupa suatu informasi yang dihasilkan secara internal oleh perusahaan.

    Laporan keuangan disusun berdasarkan akuntansi berbasis akrual (accrual

    accounting). Salah satu ukuran kinerja perusahaan yang sering digunakan sebagai

  • 2

    dasar pengambilan keputusan adalah laba yang dihasilkan perusahaan

    (Subramanyam, 1996). Laba yang dilaporkan dalam laporan keuangan merupakan

    laba yang dihasilkan dengan metoda akrual (IAI, 2009). Menurut Dechow (1994),

    laba akrual dianggap sebagai ukuran yang lebih baik atas kinerja perusahan

    dibandingkan arus kas operasi karena akrual mengurangi masalah waktu dan

    ketidaksepadanan (mismatching) yang terdapat dalam penggunaan arus kas dalam

    jangka pendek.

    Adanya fleksibilitas yang senantiasa terbuka dalam implementasi Prinsip

    Akuntansi yang Berlaku Umum (Generally Accepted Accounting Principles)

    menyebabkan manajemen dapat memilih kebijakan akuntansi dari berbagai

    pilihan kebijakan yang ada, sehingga pada gilirannya fleksibilitas tersebut

    memungkinkan dilakukannya pengelolaan laba (earnings management) oleh

    manajemen perusahaan (Subramanyam, 1996). Informasi laba sebagai bagian dari

    laporan keuangan, sering menjadi target rekayasa melalui tindakan oportunitis

    manajemen untuk memaksimumkan kepuasannya tapi di sisi lain dapat merugikan

    pemegang saham, kreditur dan investor (Nuryaman, 2009). Strategi ini

    dikategorikan menjadi pilihan kebijakan/metoda akuntansi dan discretionary

    accruals (kebijakan pengestimasian akuntansi). Discretionary accruals

    merupakan strategi yang lebih sulit dideteksi sehingga pendeteksiannya

    memerlukan penginvestigasian data dan analisis lebih rinci (Achmad et al.,

    2007).

    Kebijakan utang merupakan salah satu alternatif pendanaan perusahaan

    selain menjual saham di pasar modal. Perusahaan yang memenuhi perjanjian

  • 3

    utangnya akan mendapatkan penilaian kinerja yang baik dari kreditur. Hal ini

    karena perjanjian utang digunakan oleh pemberi pinjaman komersial sebagai

    sistem peringatan awal untuk memberikan sinyal masalah-masalah keuangan

    peminjam (Herawati dan Baridwan, 2007). Kontrak utang sering kali

    memasukkan perjanjian yang bersifat membatasi tindakan peminjam dan

    menentukan pengawasan untuk memastikan bahwa syarat-syarat kontrak utang

    terpenuhi.

    Perjanjian utang dapat dikelompokkan ke dalam dua bentuk, kadang

    mengacu sebagai perjanjian negatif dan positif. Perjanjian negatif umumnya

    menunjukkan aktivitas tertentu yang mengakibatkan substitusi aset atau masalah

    pembayaran kembali. Contoh perjanjian utang negatif mencakup larangan

    terhadap merger, batasan peminjaman tambahan, batasan pembayaran dividen dan

    excess cash sweeps. Perjanjian positif mensyaratkan peminjam melakukan

    tindakan tertentu, seperti menjaminkan aset atau memenuhi benchmark tertentu

    (biasanya rasio-rasio keuangan) yang mengindikasikan kesehatan keuangan.

    Contoh umum perjanjian utang positif mencakup tingkat rasio current, leverage,

    probabilitas dan net worth minimal atau maksimum. Jadi perjanjian utang baik

    bentuk negatif maupun positif dapat digunakan untuk membatasi konflik

    kepentingan yang potensial terjadi antara kreditur dan shareholders perusahaan.

    Ketika suatu perjanjian dilanggar maka sebaliknya, perusahaan akan

    mendapatkan penilaian kinerja yang buruk dari kreditur. Pelanggaran terhadap

    batasan-batasan yang termuat dalam perjanjian utang merupakan hal yang

    menakutkan bagi manajemen. Hal ini dikarenakan pelanggaran perjanjian utang

  • 4

    amat merugikan. Pelanggaran perjanjian cenderung dapat memberikan beban

    yang berat bagi perusahaan. Perusahaan pelanggar perjanjian utang secara

    potensial menghadapi berbagai pinalti keuangan, seperti kemungkinan percepatan

    jatuh tempo utang, peningkatan dalam tingkat bunga, negosiasi ulang masa utang

    (Beneish dan Press, 1995).

    Teori keagenan menyatakan bahwa agen biasanya bersikap oportunis dan

    tidak menyukai risiko (risk averse). Karena itu, perusahaan khususnya manajer

    perusahaan yang mendekati atau telah melanggar perjanjian utang akan berusaha

    untuk mementingkan kepentingannya sendiri dan menghindari risiko yang ada.

    Debt-covenant hypothesis menyatakan jika semua hal lain tetap sama, semakin

    dekat perusahaan dengan pelanggaran perjanjian utang yang berbasis akuntansi,

    lebih mungkin manajer perusahaan untuk memilih prosedur akuntansi yang

    memindahkan laba yang dilaporkan dari perioda masa datang ke perioda saat ini.

    Alasannya bahwa laba bersih yang dilaporkan naik akan mengurangi probabilitas

    kegagalan teknis (Scott, 2000). Jadi, sangat dimungkinkan manajer perusahaan

    mempengaruhi angka-angka akuntansi pada laporan keuangan, khususnya angka

    laba bottom line.

    Berdasarkan hipotesis debt covenant, perusahaan dengan tingkat leverage

    yang tinggi termotivasi untuk melakukan manajemen laba agar terhindar dari

    pelanggaran penjanjian utang. Pada perusahaan yang mempunyai rasio debt to

    equity tinggi, manajer perusahaan cenderung menggunakan metoda akuntansi

    yang dapat meningkatkan pendapatan atau laba. Perusahaan dengan rasio debt to

    equity yang tinggi akan mengalami kesulitan dalam memperoleh dana tambahan

  • 5

    dari pihak kreditur bahkan perusahaan terancam melanggar perjanjian utang.

    Widyaningdyah (2001) menemukan hubungan positif antara leverage dengan

    manajemen laba.

    Sweeney (1994) mengevaluasi perubahan metoda akuntansi dari 130

    perusahaan yang melanggar perjanjian kredit. Perubahan metoda akuntansi yang

    teridentifikasi adalah perubahan depresiasi, perubahan LIFO, FIFO, perubahan

    umur ekonomis aktiva, dan perubahan dalam alokasi biaya overhead. Penelitian

    ini memberikan bukti bahwa manajer perusahaan merespon pemilihan metoda

    akuntansi yang menaikkan laba dalam hal menghindari pelanggaran perjanjian

    utang.

    Temuan-temuan penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pola

    manajemen laba yang dilakukan manajemen perusahaan tergantung pada motivasi

    dilakukannya manajemen laba. Beberapa studi sebelumnya telah menemukan

    indikasi bahwa manajer perusahaan yang mengalami tekanan keuangan,

    khususnya perusahaan dengan pelanggaran perjanjian utang akan menanggapi

    dengan pilihan kebijakan akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan

    yaitu DeFond dan Jiambalvo (1994); Sweeney (1994); Peltier-Rivest (1999);

    Jaggi dan Lee (2001); dan Rosner (2003) untuk menghindari atau menangguhkan

    kos pelanggaran. Beberapa studi lain menyatakan bahwa manajer lebih mungkin

    melakukan manajemen laba yang menurunkan laba untuk menyoroti kesulitan

    keuangan perusahan yaitu DeAngelo et al. (1994); dan Saleh dan Ahmed (2005)

    agar memperoleh jangka waktu yang lebih baik dalam negosiasi ulang kontrak

    utang. Penelitian-penelitian tersebut telah menginvestigasi secara empiris

  • 6

    hipotesis perjanjian utang. Hipotesis dalam penelitian ini didasari pada motivasi

    manajemen berdasarkan the debt covenant hypothesis. Pada perusahaan yang

    melanggar perjanjian utang, sebelum melanggar perjanjian utang manajer

    termotivasi menggunakan metoda akuntansi yang dapat meningkatkan pendapatan

    atau laba untuk menghindari masalah teknis pelanggaran perjanjian utang.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah

    dalam penelitian ini adalah:

    1) Apakah manajemen perusahaan yang melanggar perjanjian utang

    melakukan manajemen laba melalui discretionary accruals yang

    meningkatkan laba?

    2) Apakah manajemen laba perusahaan yang melanggar perjanjian utang

    lebih besar daripada manajemen laba perusahaan yang tidak melanggar

    perjanjian utang?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Berdasarkan uraian masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

    untuk mengetahui secara empiris:

    1) Manajemen perusahaan yang melanggar perjanjian utang melakukan

    manajemen laba melalui discretionary accruals yang meningkatkan laba.

    2) Manajemen laba perusahaan yang melanggar perjanjian utang lebih besar

    daripada manajemen laba perusahaan yang tidak melanggar perjanjian

    utang.

  • 7

    1.4 Manfaat Penelitian

    Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini diharapkan

    memberikan manfaat:

    1) Praktisi

    Penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan mengenai praktik

    manajemen laba perusahaan yang melanggar perjanjian utang pada industri

    manufaktur yang terdaftar di BEI dan dapat menjadi bahan pertimbangan

    para investor dalam melakukan penilaian yang tepat terhadap perusahaan.

    2) Peneliti

    Hasil penelitian ini dapat memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai

    motivasi manajemen melakukan praktik manajemen laba, serta dapat

    dijadikan acuan bagi peneliti selanjutnya.

    3) Regulator

    Hasil penelitian ini dapat menguatkan kebijakan-kebijakan dalam

    meminimalkan praktik manajemen laba melalui evaluasi peraturan-peraturan

    yang telah dikeluarkan dengan menambahkan kewajiban pengungkapan

    akuntansi akrual untuk meningkatkan transparansi laporan keuangan.

  • 8

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Agency Theory

    Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa teori keagenan

    mendeskripsikan pemegang saham sebagai prinsipal dan manajemen sebagai

    agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk

    bekerja demi kepentingan pemegang saham. Untuk itu manajemen diberikan

    sebagian kekuasaan untuk membuat keputusan bagi kepentingan terbaik

    pemegang saham. Oleh karena itu, manajemen wajib mempertanggungjawabkan

    semua upayanya kepada pemegang saham. Karena unit analisis dalam teori

    keagenan adalah kontrak yang melandasi hubungan antara prinsipal dan agen,

    maka fokus dari teori ini adalah pada penentuan kontrak yang paling efisien yang

    mendasari hubungan antara prinsipal dan agen. Untuk memotivasi agen maka

    prinsipal merancang suatu kontrak agar dapat mengakomodasi kepentingan pihak-

    pihak yang terlibat dalam kontrak keagenan. Kontrak yang efisien adalah kontrak

    yang memenuhi dua faktor, yaitu :

    1) Agen dan prinsipal memiliki informasi yang simetris artinya baik agen

    maupun prinsipal memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama

    sehingga tidak terdapat informasi tersembunyi yang dapat digunakan untuk

    keuntungan dirinya sendiri

  • 9

    2) Risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil yang

    berarti agen mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang

    diterimanya.

    Pada kenyataannya informasi simetris itu tidak pernah terjadi, karena manajer

    berada di dalam perusahaan sehingga manajer mempunyai banyak informasi

    mengenai perusahaan, sedangkan prinsipal sangat jarang atau bahkan tidak pernah

    datang ke perusahaan sehingga informasi yang diperoleh sangat sedikit. Hal ini

    menyebabkan kontrak efisien tidak pernah terlaksana sehingga hubungan agen

    dan prinsipal selalu dilandasi oleh asimetri informasi. Agen sebagai pengendali

    perusahaan pasti memiliki informasi yang lebih baik dan lebih banyak

    dibandingkan dengan prinsipal. Di samping itu, karena verifikasi sangat sulit

    dilakukan, maka tindakan agen pun sangat sulit untuk diamati. Dengan demikian,

    membuka peluang agen untuk memaksimalkan kepentingannya sendiri

    (oportunistis) dengan melakukan tindakan yang tidak semestinya atau sering

    disebut dysfunctional behavior. Dapat berupa memanfaatkan aset perusahaan

    untuk kepentingan pribadi, perekayasaan kinerja perusahaan, maupun mangkir

    kerja.

    Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak antara prinsipal dengan

    agen, pada intinya adanya pemisahan antara kepemilikan (investor) dan

    pengelolaan (manajer/agen). Adanya pemisahan kepemilikan oleh prinsipal

    dengan pengendalian oleh agen dalam suatu organisasi cenderung menimbulkan

    konflik keagenan diantara prinsipal dan agen. Jensen dan Meckeling (1976) dan

    Watts dan Zimmerman (1986) menyatakan bahwa laporan keuangan yang dibuat

  • 10

    dengan angka-angka akuntansi diharapkan dapat meminimalkan konflik diantara

    pihak-pihak yang berkepentingan. Laporan keuangan yang dilaporkan oleh agen

    sebagai pertanggungjawaban kinerjanya, digunakan oleh prinsipal untuk menilai,

    mengukur, dan mengawasi sampai sejauh mana agen bekerja untuk meningkatkan

    kesejahteraannya dan sebagai dasar pemberian kompensasi kepada agen. Biaya

    keagenan yang timbul akibat adanya konflik kepentingan ini adalah biaya

    pengawasan (monitoring costs), biaya penjaminan (bonding costs), dan rugi

    residual (residual loss). Untuk mengurangi biaya keagenan dapat ditempuh

    beberapa mekanisme yaitu melalui kepemilikan saham perusahaan bagi manajer,

    penggabungan sumber pendanaan dari pinjaman dan ekuitas, serta pembagian

    dividen (Crutchley dan Hansen, 1989 dalam Yasa, 2010).

    Masalah keagenan dapat timbul antara berbagai pihak di dalam perusahaan

    yaitu: (1) antara manajer dengan pemegang saham, (2) antara pemegang saham

    dan kreditur, dan (3) antara manajer dengan konsumen. Masalah keagenan antara

    manajer dengan pemegang saham timbul karena pemegang saham bertujuan untuk

    memaksimumkan kekayaannya dengan melihat nilai sekarang dari arus kas yang

    dihasilkan oleh investasi perusahaan, sedangkan manajer bertujuan pada

    peningkatan pertumbuhan dan ukuran perusahaan. Mekanisme penggunaan utang

    di dalam struktur modal merupakan salah satu upaya pemegang saham untuk

    mengatasi masalah keagenan yang timbul karena pemisahan antara pengelolaan

    dan kepemilikan perusahaan. Implikasi positif dari penggunaan utang adalah

    dapat meningkatkan kinerja manajer dan tindakan manajer diawasi oleh kreditur

  • 11

    dengan covenant yang disepakati. Konsep yang melandasi penggunaan utang

    sebagai peredam masalah keagenan adalah (Jensen dan Meckeling, 1976):

    1) Penggunaan utang sebagai pembiayaan eksternal akan memperkecil

    penerbitan saham sehingga proporsi saham terhadap utang di dalam struktur

    modal akan semakin kecil

    2) Penggunaan utang akan mencegah manajer untuk menggunakan free cash

    flow secara berlebihan bagi kepentingan pribadinya karena perusahaan harus

    menyediakan arus kas bagi pembayaran bunga pinjaman secara regular dan

    tetap jumlahnya.

    Walaupun utang dapat mengatasi masalah keagenan antara manajer dengan

    pemegang saham, tetapi masalah baru timbul antara manajer-pemegang saham

    dengan kreditur karena (Jensen dan Meckling, 1976): (1) keputusan investasi dan

    operasi tetap pada manajer-pemegang saham. Bisa terjadi dana yang berasal dari

    kreditur bukan digunakan untuk investasi dengan net present value positif tetapi

    digunakan untuk pembayaran dividen sehingga perusahaan default, (2) manajer-

    pemegang saham melakukan investasi pada proyek yang berisiko tinggi karena

    memberikan ekspektasi imbal hasil yang tinggi pula. Jika proyek berhasil maka utang

    secara penuh dibayar dan imbal hasil yang tersisa seluruhnya menjadi milik

    pemegang saham. Tetapi jika gagal maka utang tidak dibayar atau perusahaan default.

    Akhirnya yang menderita kerugian lebih besar adalah kreditur karena jika sukses

    hanya menerima hasil tetap sedangkan jika gagal harus menderita kerugian yang

    sama besar dengan pemegang saham.

    2.2 Teori Signal (Signalling Theory)

  • 12

    Informasi merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis karena

    informasi pada hakekatnya menyajikan keterangan, catatan atau gambaran baik

    untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun keadaan masa yang akan datang bagi

    kelangsungan hidup suatu perusahaan. Informasi yang lengkap, akurat dan tepat

    waktu sangat diperlukan oleh investor dan kreditur sebagai alat analisis untuk

    mengambil keputusan investasi dan kredit. Apabila pengumuman tersebut

    mengandung nilai positif, maka diharapkan pasar akan bereaksi pada waktu

    pengumuman tersebut diterima oleh pasar.

    Reaksi pasar ditunjukkan dengan adanya perubahan harga saham pada

    waktu informasi diumumkan dan semua pelaku pasar sudah menerima informasi

    tersebut, pelaku pasar terlebih dahulu menginterpretasikan dan menganalisis

    informasi tersebut sebagai sinyal baik (good news) atau sinyal buruk (bad news).

    Jika pengumuman informasi tersebut sebagai sinyal baik bagi investor, maka

    terjadi perubahan dalam harga saham, harga saham menjadi naik. Sementara, jika

    pengumuman tersebut merupakan sinyal baik bagi kreditur, perusahaan mampu

    memenuhi persyaratan perjanjian kredit maka manajer perusahaan mendapatkan

    penilaian kinerja yang baik oleh kreditur. Pengumuman informasi akuntansi

    memberikan sinyal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa

    mendatang (good news) sehingga kreditur tertarik untuk melakukan pemberian

    kredit.

    Teori signal menjelaskan alasan perusahaan untuk memberikan informasi

    laporan keuangan pada pihak eksternal terkait dengan adanya asimetri informasi

    antara pihak manajemen perusahaan dengan pihak luar dimana pihak manajemen

  • 13

    perusahaan memiliki lebih banyak informasi serta mengetahui prospek perusahaan

    di masa yang akan datang. Informasi tersebut bisa berupa laporan keuangan,

    informasi kebijakan perusahaan maupun informasi lain yang dilakukan secara

    sukarela oleh manajemen perusahaan. Teori signal mengemukakan tentang

    bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan signal-signal kepada

    pengguna laporan keuangan. Signal ini berupa informasi mengenai apa yang

    sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Signal

    dapat berupa promosi atau informasi lainnya yang menyatakan bahwa perusahaan

    tersebut lebih baik daripada perusahaan lainnya (Machfoedz, 1999 dalam Yasa,

    2010).

    Laporan keuangan seharusnya memberikan informasi yang berguna bagi

    investor dan kreditur karena kelompok ini berada dalam kondisi yang paling besar

    ketidakpastiannya, yang akan digunakan untuk membuat keputusan investasi,

    kredit dan keputusan sejenis. Laporan keuangan dan rasio akuntansi dapat

    menjadi signal kondisi perusahaan dan menggambarkan kemungkinan yang

    terjadi sehubungan dengan utang yang dimiliki perusahaan.

    2.3. Manajemen Laba

    Laporan keuangan yang disusun berdasarkan akuntansi akrual

    memberikan keunggulan karena informasi laba perusahaan dan pengukuran

    komponennya mempunyai indikasi yang lebih baik dibandingkan informasi yang

    dihasilkan dari akuntansi berbasis kas (Financial Accounting Standard Board

    (FASB), 1978). Dalam pelaksanaannya, Standar Akuntansi memperbolehkan

    manajer untuk memilih kebijakan akuntansi dalam pelaporan laba, namun

  • 14

    kebijakan ini menimbulkan peluang bagi manajer untuk mengelola laba (Sari dan

    Bandi, 2010).

    Secara singkat Scott (2003) mendefinisikan bahwa manajemen laba adalah

    tindakan yang dilakukan melalui pilihan kebijakan akuntansi untuk memperoleh

    tujuan tertentu, misalnya untuk memenuhi kepentingan sendiri atau meningkatkan

    nilai pasar perusahaan mereka. Manajemen laba dapat didefinisikan sebagai

    pelaporan keuangan yang tidak netral yang didalamnya manajer secara intensif

    melakukan campur tangan untuk menghasilkan beberapa keuntungan pribadi.

    Manajer dapat melakukan campur tangan dengan memodifikasi tentang

    bagaimana mereka menginterpretasikan berbagai standar akuntansi keuangan dan

    data akuntansi (Healy dan Wahlen, 1999). Manajemen laba merupakan tindakan

    manajer untuk meningkatkan (menurunkan) laba yang dilaporkan saat kini dari suatu

    unit yang menjadi tanggung jawab manajer tanpa mengkaitkan dengan peningkatan

    (penurunan) profitabilitas ekonomi jangka panjang (Fischer dan Rosenzweig, 1995).

    Praktik manajemen laba menyebabkan reliabilitas dari laba tereduksi, karena di

    dalam manajemen laba terdapat pembiasan pengukuran laba sehingga pelaporan

    laba menjadi tidak seperti yang seharusnya dilaporkan.

    Perilaku manajemen laba dapat dijelaskan melalui Positive Accounting

    Theory (PAT) dan Agency Theory. Tiga hipotesis PAT yang dapat dijadikan dasar

    pemahaman tindakan manajemen laba yang dirumuskan oleh Watts dan

    Zimmerman (1986) adalah:

    1) The Bonus Plan Hypothesis

  • 15

    Para manajer yang bekerja pada perusahaan yang menerapkan rencana bonus

    akan berusaha mengatur laba yang dilaporkannya dengan tujuan dapat

    memaksimalkan jumlah bonus yang akan diterimanya. Manajer perusahaan

    akan lebih memilih metoda akuntansi yang dapat menggeser laba dari masa

    depan ke masa kini sehingga dapat menaikkan laba saat ini. Hal ini

    dikarenakan manajer lebih menyukai pemberian upah yang lebih tinggi untuk

    masa kini. Dalam kontrak bonus dikenal dua istilah yaitu bogey (tingkat laba

    terendah untuk mendapatkan bonus) dan cap (tingkat laba tertinggi). Jika laba

    berada di bawah bogey, tidak ada bonus yang diperoleh manajer sedangkan

    jika laba berada di atas cap, manajer tidak akan mendapat bonus tambahan.

    Jika laba bersih berada di bawah bogey, manajer cenderung memperkecil laba

    dengan harapan memperoleh bonus lebih besar pada perioda berikutnya,

    demikian pula jika laba berada di atas cap. Jadi hanya jika laba bersih berada

    di antara bogey dan cap, manajer akan berusaha menaikkan laba bersih

    perusahaan.

    2) The Debt to Equity Hypothesis (Debt Covenant Hypothesis)

    Hipotesis ini menyatakan bahwa semakin dekat suatu perusahaan kepada

    waktu pelanggaran perjanjian utang maka para manajer akan cenderung

    untuk memilih metoda akuntansi yang dapat memindahkan laba perioda

    mendatang ke perioda berjalan dengan harapan dapat mengurangi

    kemungkinan perusahaan mengalami pelanggaran kontrak utang. Pada

    perusahaan yang mempunyai rasio debt to equity tinggi, manajer perusahaan

    cenderung menggunakan metoda akuntansi yang dapat meningkatkan

  • 16

    pendapatan atau laba. Perusahaan dengan rasio debt to equity yang tinggi

    akan mengalami kesulitan dalam memperoleh dana tambahan dari pihak

    kreditur bahkan perusahaan terancam melanggar perjanjian utang.

    3) The Political Cost Hypothesis (Size Hypothesis)

    Hipotesis ini menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan dengan skala besar

    dan industri strategis cenderung untuk menurunkan laba guna mengurangi

    tingkat visibilitasnya terutama saat perioda kemakmuran yang tinggi. Upaya

    ini dilakukan dengan harapan memperoleh kemudahan serta fasilitas dari

    pemerintah. Biaya politik muncul dikarenakan profitabilitas perusahaan yang

    tinggi dapat menarik perhatian media dan konsumen.

    Beberapa penelitian lain juga menjelaskan motivasi dalam melakukan

    manajemen laba diantaranya adalah motivasi pasar modal karena adanya insentif

    bagi manajer untuk memanipulasi laba dengan tujuan mempengaruhi kinerja

    harga saham dalam jangka pendek. Beberapa faktor yang dapat memotivasi

    manajer melakukan manajemen laba (Scott, 2000), yaitu:

    1) Rencana bonus (Bonus scheme)

    Para manajer yang bekerja pada perusahaan yang menerapkan rencana bonus

    akan berusaha mengatur laba yang dilaporkannya dengan tujuan dapat

    memaksimalkan jumlah bonus yang akan diterimanya.

    2) Kontrak utang jangka panjang (Debt covenant).

    Semakin dekat suatu perusahaan kepada waktu pelanggaran perjanjian utang

    maka para manajer akan cenderung untuk memilih metoda akuntansi yang

    dapat memindahkan laba perioda mendatang ke perioda berjalan dengan

  • 17

    harapan dapat mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami pelanggaran

    kontrak utang.

    3) Motivasi politik (Political motivation)

    Perusahaan-perusahaan dengan skala besar dan industri strategis cenderung

    untuk menurunkan laba guna mengurangi tingkat visibilitasnya terutama saat

    perioda kemakmuran yang tinggi. Upaya ini dilakukan dengan harapan

    memperoleh kemudahan serta fasilitas dari pemerintah.

    4) Motivasi perpajakan (Taxation motivation)

    Perpajakan merupakan salah satu motivasi mengapa perusahaan mengurangi

    laba yang dilaporkan. Tujuannya adalah dapat meminimalkan jumlah pajak

    yang harus dibayar.

    5) Pergantian CEO (Chief Executive Officer)

    Biasanya CEO yang akan pensiun atau masa kontraknya menjelang berakhir

    akan melakukan strategi memaksimalkan jumlah pelaporan laba guna

    meningkatkan jumlah bonus yang akan mereka terima. Hal yang sama akan

    dilakukan oleh manajer dengan kinerja yang buruk. Tujuannya adalah

    menghindarkan diri dari pemecatan sehingga mereka cenderung untuk

    menaikkan jumlah laba yang dilaporkan.

    6) Penawaran saham perdana (Initial public offering)

    Menyatakan bahwa pada awal perusahaan menjual sahamnya kepada publik,

    informasi keuangan yang dipublikasikan dalam prospectus merupakan

    sumber informasi yang sangat penting. Informasi ini penting karena dapat

    dimanfaatkan sebagai sinyal kepada investor potensial terkait dengan nilai

  • 18

    perusahaan. Guna mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh para investor

    maka manajer akan berusaha untuk menaikkan jumlah laba yang dilaporkan

    Pola manajemen laba menurut Scott (2003) dapat dilakukan dengan cara:

    1) Taking a bath

    Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan Chief Executive

    Officer (CEO) baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar.

    Tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan laba di masa yang akan datang.

    2) Income minimization

    Income minimization adalah menurunkan jumlah laba yang akan dilaporkan.

    Cara ini dilakukan saat perusahaan memperoleh tingkat profitabilitas yang

    tinggi dengan maksud untuk memperoleh perhatian secara politis. Kebijakan

    yang diambil dapat berupa penghapusan atas barang modal dan aktiva tak

    berwujud, pembebanan pengeluaran iklan, riset dan pengembangan

    dipercepat.

    3) Income maximization

    Income maximization adalah memaksimalkan laba yang dilaporkan agar

    memperoleh bonus yang lebih besar, income maximization dilakukan pada

    saat laba mengalami penurunan. Kecenderungan manajer untuk

    memaksimalkan laba juga dapat dilakukan pada perusahaan yang melakukan

    suatu pelanggaran perjanjian utang.

    4) Income smoothing

  • 19

    Income smoothing dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang

    dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar

    karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.

    Manajemen laba dilakukan melalui pemilihan kebijakan akuntansi atau

    dengan mengendalikan transaksi akrual. Transaksi akrual merupakan transaksi

    yang tidak berpengaruh terhadap aliran kas masuk ataupun kas keluar. Transaksi

    akrual terdiri dari transaksi diskresioner dan non-diskresioner. Akrual diskresioner

    adalah akrual yang masih dapat diubah atau dipengaruhi oleh kebijakan yang

    dibuat manajemen atau manajemen mempunyai beberapa fleksibilitas untuk

    mengendalikan jumlahnya, misalnya penentuan ketetapan kebijakan pemberian

    kredit, kebijakan cadangan kerugian piutang dagang, dan penilaian persediaan.

    Akrual non-diskresioner adalah akrual yang tidak dapat dipengaruhi oleh

    kebijakan yang dibuat manajemen atau manajemen tidak mempunyai fleksibilitas

    untuk mengendalikan jumlahnya, misalnya penggunaan metoda akuntansi dalam

    perusahaan minyak antara full method dan successful effort, dan perubahan akrual

    karena perubahan volume bisnis (Scott, 2000). Manajemen laba yang berusaha

    meninggikan (menurunkan) laba menyebabkan adanya akrual diskresioner positif

    (negatif).

    Teknik manajemen laba (Setiawati dan Naim, 2000) dapat dilakukan dengan

    tiga cara, yaitu:

    1) Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi

  • 20

    Cara manajemen mempengaruhi laba melalui judgement (perkiraan) terhadap

    estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi

    kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud,

    estimasi biaya dan lain-lain.

    2) Mengubah metoda akuntansi

    Perubahan metoda akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi,

    contohnya merubah metoda depresiasi aktiva tetap dari metoda depresiasi

    angka tahun ke metoda depresiasi garis lurus.

    3) Menggeser perioda biaya atau pendapatan

    Beberapa contoh rekayasa perioda biaya atau pendapatan antara lain

    mempercepat atau menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan

    sampai pada perioda akuntansi berikutnya, mempercepat atau menunda

    pengeluaran promosi sampai perioda berikutnya, mempercepat atau menunda

    pengiriman produk ke pelanggan, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang

    sudah tidak dipakai.

    2.4 Kredit (Utang)

    Pengertian kredit menurut UU Perbankan Nomor 10 tahun 1998 adalah

    penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan

    persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain

    yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu

    tertentu dengan pemberian bunga. Kredit adalah pemberian prestasi oleh suatu

    pihak lain yang akan dikembalikan lagi pada suatu masa tertentu disertai dengan

    kontra prestasi berupa bunga dengan kata lain, uang atau yang diterima sekarang

  • 21

    akan dikembalikan pada masa yang akan datang (Rahmadana dan Lumbanraja,

    2002).

    Kreditur adalah pihak (perorangan, organisasi, perusahaan atau

    pemerintah) yang memiliki tagihan kepada pihak lain (pihak kedua) atas properti

    atau layanan jasa yang diberikannya (biasanya dalam bentuk kontrak atau

    perjanjian) dimana diperjanjikan bahwa pihak kedua tersebut akan

    mengembalikan properti atau jasa yang nilainya sama. Pihak kedua ini disebut

    sebagai peminjam atau yang berutang (http://id.wikipedia.org/wiki/kreditur, 20

    April 2011).

    2.5 Manajemen Laba dan Perjanjian Utang

    Kebijakan utang merupakan salah satu alternatif pendanaan perusahaan

    selain menjual saham di pasar modal. Perusahaan yang memenuhi perjanjian

    utangnya akan mendapatkan penilaian kinerja yang baik dari kreditur. Hal ini

    karena perjanjian utang digunakan oleh pemberi pinjaman komersial sebagai

    sistem peringatan awal untuk memberikan sinyal masalah-masalah keuangan

    peminjam (Herawati dan Baridwan, 2007).

    Teori keagenan menyatakan bahwa agen biasanya bersikap oportunis dan

    tidak menyukai risiko (risk averse). Karena itu, perusahaan khususnya manajer

    perusahaan yang mendekati atau telah melanggar perjanjian utang akan berusaha

    untuk mementingkan kepentingannya sendiri dan menghindari risiko yang ada.

    Debt-covenant hypothesis menyatakan jika semua hal lain tetap sama, semakin

    dekat perusahaan dengan pelanggaran perjanjian utang yang berbasis akuntansi,

    lebih mungkin manajer perusahaan untuk memilih prosedur akuntansi yang

  • 22

    memindahkan laba yang dilaporkan dari perioda masa datang ke perioda saat ini.

    Alasannya bahwa laba bersih yang dilaporkan naik akan mengurangi probabilitas

    kegagalan teknis (Scott, 2000). Jadi, sangat dimungkinkan manajer perusahaan

    mempengaruhi angka-angka akuntansi pada laporan keuangan, khususnya angka

    laba bottom line.

    Manajemen laba dilakukan melalui pemilihan kebijakan akuntansi atau

    dengan mengendalikan transaksi akrual. Transaksi akrual merupakan transaksi

    yang tidak berpengaruh terhadap aliran kas masuk ataupun kas keluar. Transaksi

    akrual terdiri dari transaksi diskresioner dan non-diskresioner. Manajemen laba

    dapat didefinisikan sebagai pelaporan keuangan yang tidak netral yang

    didalamnya manajer secara intensif melakukan campur tangan untuk

    menghasilkan beberapa keuntungan pribadi. Manajer dapat melakukan campur

    tangan dengan memodifikasi tentang bagaimana mereka menginterpretasikan

    berbagai standar akuntansi keuangan dan data akuntansi (Healy dan Wahlen,

    1999).

    Studi Defond dan Jiambalvo (1994) dan Sweeney (1994) menunjukkan

    bahwa perusahaan pelanggar perjanjian utang menggunakan akrual untuk

    meningkatkan laba tahun sebelumnya. Temuan tersebut menunjukkan bahwa

    manajer berusaha untuk memperlihatkan bahwa kinerja tahun sebelumnya adalah

    lebih baik. Hasil investigasi Achmad et al. (2007) menunjukkan bahwa

    peningkatan motivasi perjanjian utang (debt covenant) meningkatkan praktik

    manajemen laba. Alasannya bahwa motivasi debt covenant merupakan praktik

    manajemen laba berlaku umum. Ada pandangan bahwa manajemen laba dianggap

  • 23

    sebagai sesuatu yang pantas dilakukan oleh manajer, karena dimotivasi untuk

    mencari pendanaan perusahaan dan terkesan bahwa perusahaan kesulitan menjual

    sahamnya di pasar modal.

    Penelitian Dechow et al. (1995), Jones dan Sharma (2001) dalam Tarjo

    (2009), dan Widyaningdyah (2001) menemukan bahwa leverage berpengaruh

    signifikan terhadap manajemen laba. Temuan tersebut sesuai dengan debt

    covenant hypothesis yang menyatakan bahwa jika semua hal yang lain tetap sama

    dan semakin dekat perusahaan dengan pelanggaran perjanjian utang yang berbasis

    akuntansi, maka lebih mungkin manajer perusahaan untuk memilih prosedur

    akuntansi yang memindahkan laba yang dilaporkan dari perioda mendatang ke

    perioda sekarang. Hal tersebut dilakukan karena laba bersih yang dilaporkan naik

    akan mengurangi kemungkinan kegagalan membayar utang-utangnya pada masa

    mendatang (Scott, 2003:277). Naiknya laba yang dilaporkan bisa menarik

    perhatian bagi kreditur untuk memberikan tambahan pinjaman. Beberapa studi

    lain menyatakan bahwa manajer lebih mungkin melakukan manajemen laba yang

    menurunkan laba untuk menyoroti kesulitan keuangan perusahan yaitu De Angelo

    et al. (1994); dan Saleh dan Ahmed (2005).

    Temuan penelitian-penelitian sebelumnya tersebut menunjukkan bahwa

    pola manajemen laba yang dilakukan manajemen perusahaan bergantung pada

    motivasi dilakukannya manajemen laba. Apabila motivasi manajemen perusahaan

    adalah untuk mempertahankan posisi/pekerjaannya di perusahaan (Peltier-Rivest,

    1999) atau untuk menghindari atau menangguhkan kos pelanggaran (DeFond dan

    Jiambalvo, 1994; Sweeney, 1994; Jaggi dan Lee, 2001; Rosner, 2003; Saleh dan

  • 24

    Ahmed, 2005) maka teori perjanjian utang menyatakan bahwa manajer

    perusahaan akan menggunakan manajemen laba yang meningkatkan laba yang

    dilaporkan. Apabila motivasi manajemen perusahaan adalah untuk menunjukkan

    kesulitannya supaya memperoleh jangka waktu yang lebih baik dalam negosiasi

    ulang kontrak utang (DeAngelo et al., 1994; Saleh dan Ahmed, 2005) atau adanya

    jaminan bahwa kreditur akan memberikan pembebasan tuntutan pelanggaran

    perjanjian utang (Jaggi dan Lee, 2001) maka manajer perusahaan akan

    menggunakan manajemen laba yang menurunkan laba yang dilaporkan.

    2.6 Penelitian Sebelumnya

    Penelitian mengenai manajemen laba dimulai dengan penelitian Healy

    (1985), penelitian ini menurut Scott (2000) diakui sebagai penelitian terbaik untuk

    manajemen laba. Penelitian tersebut menggunakan pendekatan program bonus

    manajer dengan cara memaksimalkan bonus untuk mengatur laba bersih. Jika laba

    bersih rendah (di bawah laba bersih yang ditentukan untuk mendapatkan bonus),

    maka manajer akan terdorong untuk mengecilkan laba serendah mungkin dengan

    memilih kebijakan akuntansi yang dapat mengurangi jumlah laba bersih dengan

    maksud pada tahun berikutnya laba bersih dapat meningkat sehingga mancapai

    laba bersih yang mendatangkan bonus. Hal yang sama juga dilakukan apabila laba

    bersih terlalu tinggi (di atas cap), manajer terdorong untuk memilih kebijakan dan

    prosedur akuntansi yang dapat mengurangi laba bersih, karena manajer akan

    kehilangan bonus permanen atas laba bersih.

    Penelitian Sweeney (1994) serta DeFond dan Jiambalvo (1994) mengenai

    motivasi perjanjian kredit dalam hubungannya dengan praktik earnings

  • 25

    management. Sweeney (1994) menguji debt covenant hypothesis dengan

    menganalisis perubahan metoda akuntansi dari 130 perusahaan yang melanggar

    perjanjian kredit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajer perusahaan yang

    melanggar perjanjian kredit cenderung memilih metoda akuntansi yang

    berdampak pada peningkatan laba. Perubahan metoda akuntansi yang

    teridentifikasi dalam penelitian ini antara lain: perubahan metoda depresiasi,

    adopsi metoda last in first out (LIFO), adopsi metoda first in first out (FIFO),

    perubahan umur ekonomi aktiva dan perubahan dalam alokasi biaya lain-lain.

    Penelitian DeFond dan Jiambalvo (1994) mendeteksi manipulasi accrual

    dari perusahaan yang melakukan kontrak utang. Sampel penelitian adalah 94

    perusahaan yang melakukan pelanggaran kontrak utang antara tahun 1985--1988.

    Hasil penelitian menunjukkan adanya dukungan bahwa kontrak utang

    mempengaruhi pilihan akuntansi perusahaan. Hal ini tampak pada pilihan

    akuntansi perusahaan satu perioda sebelum dan pada perioda pelanggaran

    perjanjian kredit.

    Neill et al. (1995) melakukan pengujian manajemen laba pada 2609

    perusahaan yang melakukan IPO (Initial Public Offering) pada tahun 1975 sampai

    1984. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan memilih

    metoda akuntansi yang dapat mempertinggi pelaporan pendapatan dan nilai aset

    untuk mempengaruhi penerimaan kas dari penawaran perdana dan terdapat

    hubungan positif yang signifikan antara pilihan metoda akuntansi yang digunakan

    perusahaan dengan besarnya pendapatan yang diterima perusahaan saat go public.

  • 26

    Perusahaan yang menggunakan metoda akuntansi konservatif menerima hasil

    pendapatan IPO yang lebih rendah.

    Veronica dan Utama (2005) meneliti mengenai pengaruh struktur

    kepemilikan, ukuran perusahaan, dan praktik Corporate Governance terhadap

    pengelolaan laba. Struktur kepemilikan diproksikan dengan kepemilikan

    institusional dan kepemilikan keluarga bukan konglomerasi, ukuran perusahaan

    diproksikan dengan kapitalisasi pasar, dan Corporate Governance (CG)

    diproksikan dengan audit oleh KAP (Kantor Akuntan Publik) Big 4, proporsi

    dewan komisaris independen dan keberadaan komite audit. Pengelolaan laba

    diproksikan menggunakan discretionary accrual. Hasil penelitian menunjukkan

    bahwa struktur kepemilikan dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap praktik

    pengelolaan laba sedangkan mekanisme CG tidak berpengaruh signifikan

    terhadap praktik pengelolaan laba.

    Herawati dan Baridwan (2007) meneliti manajemen laba pada perusahaan

    yang melanggar perjanjian kredit. Penelitian ini menggunakan 13 perusahaan

    pelanggar perjanjian utang dan 20 perusahaan kontrol. Hasil penelitian

    menunjukkan bahwa rata-rata discretionary accruals perioda sebelum melanggar

    perjanjian utang secara statistis signifikan lebih besar daripada rata-rata akrual

    diskresioner perioda saat perusahaan melanggar perjanjian utang. Namun, rata-

    rata discretionary accruals perioda saat dan perioda setelah melanggar perjanjian

    utang secara statistis tidak signifikan. Hal ini disebabkan karena adanya bias

    dalam penentuan sampel.

  • 27

    Yasa (2010) menguji praktik manajemen laba pada perusahaan yang

    melakukan pemeringkatan obligasi perdana. Penelitian ini mencakup dua isu.

    Pertama menyangkut pengaruh informasi dan rasio keuangan terhadap peringkat

    obligasi. Isu kedua adalah manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan yang

    akan mengeluarkan obligasi untuk pertama kalinya sebelum proses pemberian

    peringkat obligasi. Pengujian hipotesis dengan menggunakan discriminant

    analysis beberapa informasi dan rasio keuangan seperti log natural laba operasi,

    laba yang ditahan, aliran kas operasi, dan likuiditas mampu membedakan antar

    kelompok peringkat obligasi. Perusahaan penerbit obligasi melakukan manajemen

    laba dengan cara menaikkan jumlah akrual diskresioner saat publikasi laporan

    keuangan auditan sebelum perioda penerbitan obligasi.

    Ringkasan mengenai penelitian sebelumnya disajikan pada Tabel 2.1

    berikut.

    Tabel 2.1

    Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya

    No Nama

    Peneliti

    Variabel

    Penelitian

    Teknik

    Analisis Data

    Hasil Penelitian

    1. Healy

    (1985)

    Manajemen

    laba

    diproksikan

    dengan

    discretionary

    accruals

    Independent

    sample t-test

    Jika laba bersih berada

    dibawah cap atau laba bersih

    berada diatas bogey maka

    manajer terdorong untuk

    memilih kebijakan akuntansi

    yang mengecilkan laba. Jika

    laba bersih berada diantara

    cap dan bogey maka manajer

    cenderung menggunakan

    metode akuntansi yang

    meningkatkan laba.

    2 Sweeney

    (1994)

    Manajemen

    laba

    diproksikan

    dengan

    discretionary

    Paired

    Sample t-test

    Manajer perusahaan yang

    melanggar perjanjian kredit

    cenderung memilih metoda

    akuntansi yang berdampak

    pada peningkatan laba.

  • 28

    accruals Perubahan metoda akuntansi

    yang teridentifikasi dalam

    penelitian ini antara lain:

    perubahan metoda depresiasi,

    adopsi metoda last in first out

    (LIFO), adopsi metoda first

    in first out (FIFO), perubahan

    umur ekonomi aktiva dan

    perubahan dalam alokasi

    biaya lain-lain.

    3 DeFond dan

    Jiambalvo

    (1994)

    Manajemen

    laba

    diproksikan

    dengan

    discretionary

    accruals

    Paired

    Sample t-test

    Hasil penelitian menunjukkan

    adanya dukungan bahwa

    kontrak utang mempengaruhi

    pilihan akuntansi perusahaan.

    Hal ini tampak pada pilihan

    akuntansi perusahaan satu

    perioda sebelum dan pada

    perioda pelanggaran

    perjanjian kredit.

    4 Neil et al.

    (1995)

    Manajemen

    laba

    diproksikan

    dengan

    discretionary

    accruals

    Paired

    Sample t-test

    Hasil penelitian menunjukkan

    bahwa sebagian besar

    perusahaan memilih metoda

    akuntansi yang dapat

    mempertinggi pelaporan

    pendapatan dan nilai aset

    untuk mempengaruhi

    penerimaan kas dari

    penawaran perdana dan

    terdapat hubungan positif

    yang signifikan antara pilihan

    metoda akuntansi yang

    digunakan perusahaan

    dengan besarnya pendapatan

    yang diterima perusahaan

    saat go public.

    5 Veronica

    dan Uttama

    (2005)

    Variabel

    dependen:

    manajemen

    laba

    diproksikan

    dengan

    discretionary

    accruals

    Variabel

    independen:

    struktur

    Regresi linear

    berganda

    Hasil penelitian menunjukkan

    bahwa struktur kepemilikan

    dan ukuran perusahaan

    berpengaruh terhadap praktik

    pengelolaan laba sedangkan

    mekanisme CG tidak

    berpengaruh signifikan

    terhadap praktik pengelolaan

    laba.

  • 29

    kepemilikan,

    ukuran

    perusahaan dan

    GC

    6 Herawati

    dan

    Baridwan

    (2007)

    Manajemen

    laba

    diproksikan

    dengan

    discretionary

    accruals

    Paired

    Sample t-test

    Perusahaan yang melanggar

    perjanjian utang melakukan

    manajemen laba yang

    menaikkan laba saat perioda

    t-1 sebelum pelanggaran

    perjanjian utang. Perusahaan

    yang melanggar perjanjian

    utang dan perusahaan control

    sama-sama melakukan

    manajemen laba pada perioda

    sebelum dan saat pelanggaran

    perjanjian utang.

    7 Yasa (2010) Variabel

    dependen:

    manajemen

    laba

    diproksikan

    dengan

    discretionary

    accruals.

    Variabel

    independen

    rasio keuangan

    Discriminant

    analysis

    Independent

    Sample t-test

    Beberapa informasi dan rasio

    keuangan seperti log natural

    laba operasi, laba yang

    ditahan, aliran kas operasi,

    dan likuiditas mampu

    membedakan antar kelompok

    peringkat obligasi.

    Perusahaan penerbit obligasi

    melakukan manajemen laba

    dengan cara menaikkan

    jumlah akrual diskresioner

    saat publikasi laporan

    keuangan auditan sebelum

    perioda penerbitan obligasi.

  • 30

    BAB III

    KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

    3.1 Kerangka Berpikir

    Salah satu syarat kualitas informasi akuntansi menurut SFAC (Statement

    of Financial Accounting Concepts) No. 2 adalah comparability, artinya harus

    dapat saling dibandingkan yaitu memiliki prinsip akuntansi yang sama baik untuk

    satu perusahaan maupun perusahaan lain. Comparability dalam perusahaan yang

    sama dilakukan dengan perioda sebelumnya maupun dengan jangka waktu yang

    berbeda. Prinsip akuntansi yang dipakai dalam laporan keuangan tahunan juga

    digunakan ketika misalnya laporan keuangan bulanan, triwulan, tengah tahunan

    dibuat. Laporan keuangan yang baik adalah laporan keuangan yang dapat

    memberikan informasi yang benar kepada pemakainya. Pemakai laporan

    keuangan akan menggunakan informasi untuk berbagai keputusan; misalnya

    investasi dan pemberian kredit. Sehingga penyajian laporan keuangan tidak boleh

    terjadi manipulasi serta diungkapkan secara penuh.

    Menurut perspektif agency theory, dalam sebuah entitas terdapat dua pihak

    yang melakukan kontrak yaitu pihak internal/manajemen (agen) dan pihak

    eksternal (prinsipal). Agen merupakan manajemen dari perusahaan, tetapi sebagai

    prinsipal dapat berbeda menurut kontrak yang dilakukan, antara lain pemegang

    saham, kreditur, dan pemerintah. Manajemen memiliki keinginan untuk

    meningkatkan laba, mendapatkan kredit, kemudahan dalam memperoleh sumber

    dana eksternal, mendapatkan bonus, menghemat pajak, dan lain-lain. Prinsipal

  • 31

    juga memiliki keinginan untuk mendapatkan pengembalian/timbal balik yang

    layak untuk meningkatkan kekayaan.

    Media komunikasi yang biasanya digunakan untuk menghubungkan antara

    manajemen dengan pihak eksternal (prinsipal) perusahaan adalah laporan

    keuangan yang disajikan oleh manajemen. Pihak eksternal akan lebih

    memperhatikan informasi laba dari sebuah laporan keuangan dengan alasan dapat

    digunakan untuk menaksir risiko dalam investasi dan kredit. Dalam agency theory

    hubungan antara agen dan prinsipal berada dalam kondisi ketidakseimbangan

    informasi (asimetri informasi). Ketidakseimbangan informasi muncul karena

    manajemen (agen) sebagai pengelola perusahaan mempunyai informasi yang lebih

    banyak dibandingkan dengan pihak eksternal (prinsipal) yang tidak mungkin

    mendapatkan seluruh informasi perusahaan. Manajemen yang mendapatkan

    informasi relatif lebih banyak mempunyai fleksibilitas dalam mempengaruhi

    laporan keuangan, khususnya laba, untuk memaksimalkan kepentingannya dan

    nilai pasar perusahaan dengan melakukan earnings management (manajemen

    laba).

    Manajemen laba dapat muncul karena peluang kebijakan akuntansi yang

    fleksibel dalam menghitung laba dengan metoda pencatatan yang berbeda dari

    suatu fakta dan adanya subyektifitas dalam estimasi. Praktik manajemen laba

    dapat membuat bias laporan keuangan sehingga mempengaruhi keputusan

    pemakai laporan keuangan. Perusahaan publik yang merupakan perusahaan

    terbuka, baik dalam laporan keuangan maupun kepemilikan, seharusnya menjadi

    contoh dalam penyajian laporan keuangan yang tidak menyesatkan.

  • 32

    Manajemen laba dilakukan dengan pengelolaan transaksi yang terkait

    dengan akrual yang berada di bawah kebijakan manajemen. Apabila terjadi

    manajemen laba maka earnings akan berubah dan total akrual yang terkandung

    didalamnya juga mengalami perubahan, sehingga discretionary accruals secara

    tidak langsung juga akan berubah. Tidak semua pihak eksternal mempunyai

    keinginan yang sama terhadap angka yang disajikan dalam laporan keuangan.

    Leverage ratio merupakan rasio yang menunjukkan seberapa besar

    perusahaan dibelanjai dengan utang, menjadi perhatian kreditur dan pemegang

    saham. Kreditur menginginkan adanya leverage ratio yang rendah untuk

    menjamin keberadaan utang. Perusahaan yang mempunyai leverage ratio tinggi

    kemungkinan besar akan melakukan manajemen laba. Perusahaan yang tidak

    dapat memenuhi kewajiban pembayaran utang pada waktunya berusaha

    menghindarinya dengan membuat kebijakan yang dapat meningkatkan

    pendapatan atau laba dan diharapkan dapat memperbaiki posisi keuangan dalam

    negosiasi ulang dengan kreditur.

    Perusahaan yang memenuhi perjanjian utangnya akan mendapatkan

    penilaian kinerja yang baik dari kreditur. Hal ini karena perjanjian utang

    digunakan oleh pemberi pinjaman komersial sebagai sistem peringatan awal untuk

    memberikan sinyal masalah-masalah keuangan peminjam. Ketika suatu perjanjian

    dilanggar maka sebaliknya, perusahaan akan mendapatkan penilaian kinerja yang

    buruk dari kreditur.

    Pelanggaran terhadap batasan-batasan yang termuat dalam perjanjian

    utang merupakan hal yang menakutkan bagi manajemen. Hal ini dikarenakan

  • 33

    pelanggaran perjanjian utang amat merugikan (Watts dan Zimmerman, 1986).

    Pelanggaran perjanjian cenderung dapat memberikan beban yang berat bagi

    perusahaan. Hal ini disebabkan perusahaan pelanggar perjanjian utang secara

    potensial menghadapi berbagai pinalti keuangan, seperti kemungkinan percepatan

    jatuh tempo utang, peningkatan dalam tingkat bunga, negosiasi ulang masa utang

    (Beneish dan Press, 1995). Selain itu, pelanggaran awal atas perjanjian utang

    dikaitkan dengan peningkatan signifikan pada risiko sistematis dan non-sistematis

    serta menimbulkan kos pelanggaran yang substantial.

    Teori keagenan menyatakan bahwa agen biasanya bersikap oportunis dan

    tidak menyukai risiko (risk averse). Karena itu, perusahaan khususnya manajer

    perusahaan yang mendekati atau telah melanggar perjanjian utang akan berusaha

    untuk mementingkan kepentingannya sendiri dan menghindari risiko yang ada.

    Debt-covenant hypothesis menyatakan bahwa jika semua hal lain tetap sama,

    semakin dekat perusahaan dengan pelanggaran perjanjian utang yang berbasis

    akuntansi, lebih mungkin manajer perusahaan untuk memilih prosedur akuntansi

    yang memindahkan laba yang dilaporkan dari perioda masa datang ke perioda saat

    ini. Alasannya bahwa kenaikan laba bersih yang dilaporkan akan mengurangi

    probabilitas kegagalan teknis (Scott, 2000). Jadi sangat dimungkinkan manajer

    perusahaan mempengaruhi angka-angka akuntansi pada laporan keuangan,

    khususnya angka laba bottom line.

    Kerangka berpikir dari penelitian ini seperti pada Gambar 3.1 di halaman

    34.

  • 34

    Praktik Manajemen Laba pada Perusahaan yang Melanggar

    Perjanjian Utang

    Kajian Teoritis:

    1. Teori Agensi

    2. Teori Signal

    Hipotesis

    Uji Statistik

    Rumusan Masalah

    Hasil

    Kajian Empiris:

    1. Healy (1985) 2. Sweeney (1994) 3. DeFond dan

    Jiambalvo

    (1994)

    4. Neill et al. (1995)

    5. Veronica dan Utama (2005)

    6. Herawati dan Baridwan 2007)

    7. Yasa (2010)

    Simpulan dan Saran

    Gambar 3.1

    Kerangka Berpikir

  • 35

    3.2 Konsep Penelitian

    Perilaku manajemen laba dapat dijelaskan melalui Positive Accounting

    Theory (PAT). Teori ini dapat memberikan pedoman kepada para pembuat

    keputusan kebijakan akuntansi dalam melakukan perkiraan-perkiraan akan

    konsekuensi-konsekuensi dari keputusan tersebut. Penelitian-penelitian mengenai

    PAT salah satu yang diteliti dan menarik perhatian dalam penelitian ini adalah

    penelitian tentang manajemen laba terkait dengan motivasi debt covenant

    hypothesis.

    Debt-covenant hypothesis menyatakan jika semua hal lain tetap sama,

    semakin dekat perusahaan dengan pelanggaran perjanjian utang yang berbasis

    akuntansi, lebih mungkin manajer perusahaan untuk memilih prosedur akuntansi

    yang memindahkan laba yang dilaporkan dari perioda masa datang ke perioda saat

    ini. Alasannya bahwa laba bersih yang dilaporkan naik akan mengurangi

    probabilitas kegagalan teknis (Scott, 2000). Jadi sangat dimungkinkan manajer

    perusahaan mempengaruhi angka-angka akuntansi pada laporan keuangan,

    khususnya angka laba bottom line.

    Penelitian ini dikembangkan berdasarkan penelitian Sweeney (1994),

    DeFond dan Jiambalvo (1994), Herawati dan Baridwan (2007), dan Achmad et al.

    (2007), yang telah melakukan penelitian tentang debt-covenant hypothesis.

    Penelitian ini menguji apakah perusahaan melakukan manajemen laba yang

    menaikkan laba ketika akan melanggar perjanjian utang. Penelitian ini juga

    melihat apakah terdapat perbedaan manajemen laba bagi perusahaan yang

    melanggar dan tidak melanggar perjanjian utang. Penelitian ini menggunakan

  • 36

    discretionary accrual sebagai ukuran manajemen laba. Discretionary accrual

    diukur berdasarkan model Kang dan Sivaramakrishnan (1995) dan Jones

    Modifikasian (1995). Model ini dikatakan model yang paling baik untuk

    memprediksi usaha akrual (Yasa, 2010).

    Berdasarkan hal tersebut maka dapat digambarkan konsep penelitian yang

    disajikan dalam Gambar 3.2 berikut.

    3.3 Hipotesis Penelitian

    Watts dan Zimmerman (1986) menyatakan bahwa adanya insentif untuk

    melakukan manajemen laba yang timbul karena perjanjian utang, disebut dengan

    hipotesis perjanjian utang (debt covenant hypothesis). Kreditur perusahaan

    menentukan batasan pada pembayaran dividen, pembelian kembali saham, dan

    pengeluaran utang tambahan untuk meyakinkan pembayaran kembali pokok dan

    bunga mereka. Pembatasan ini seringkali dilakukan dalam bentuk angka akuntansi

    PAT

    Debt

    Covenant

    Hypothesis

    Perusahaan

    Pelanggar

    Perjanjian

    Utang

    Perusahaan

    Bukan

    Pelanggar

    Perjanjian

    Utang

    Manajemen laba pada

    perusahaan pelanggar

    perjanjian utang lebih

    besar daripada

    manajemen laba yang

    dilakukan oleh

    perusahaan yang tidak

    melanggar perjanjian

    utang.

    Gambar 3.2

    Konsep Penelitian

  • 37

    dan rasio-rasio, seperti working capital levels, interest coverage, dan net worth.

    Oleh karena itu, hipotesis perjanjian utang menyatakan bahwa manajer

    perusahaan dengan rasio utang terhadap ekuitas tinggi cenderung memilih metoda

    akuntansi dan kebijakan yang meningkatkan laba yang dilaporkan untuk

    menghindari kegagalan teknis perjanjian utang.

    Perusahaan dengan utang yang semakin tinggi berpotensi mengalami

    kebangkrutan yang semakin tinggi pula. Kreditur akan meminta laporan keuangan

    perusahaan yang lebih dapat dipercaya untuk melakukan pengawasan secara ketat

    terhadap kinerja manajer. Wasilah (2005) menyatakan bahwa rata-rata perusahaan

    di Indonesia memiliki utang yang cukup tinggi. Akibatnya para manajer mendapat

    banyak tekanan dari pihak luar perusahaan sehingga kesempatan manajer untuk

    melakukan manajemen laba terbatasi.

    Semakin besar utang maka manajer berusaha keras untuk meningkatkan

    kinerja keuangan perusahaan. Jika kinerja keuangan perusahaan tidak berhasil

    sesuai target yang direncanakan, maka bisa mengurangi kepercayaan kreditur

    terhadap perusahaan. Di samping itu, apabila target yang ditentukan tidak

    terpenuhi bisa mendorong manajer untuk bertindak oportunistik, misalnya

    manajer melaporkan penjualan lebih besar dari yang sesungguhnya, akibatnya

    laba perusahaan yang dilaporkan terlalu tinggi dari seharusnya. Tindakan ini

    dilakukan untuk meyakinkan kreditur agar mau memberi kucuran dana lagi ke

    perusahaan. Padahal sesungguhnya tindakan tersebut hanyalah upaya untuk

    mengelabuhi kreditur. Kalau tindakan manajer tersebut tidak dideteksi oleh

    kreditur dan berlangsung terus-menerus, maka bisa mengakibatkan kebangkrutan

  • 38

    perusahaan. Jadi atas dasar untuk meyakinkan kreditur manajer melakukan

    rekayasa laba perusahaan (Tarjo, 2009). Penelitian Defond dan Jiambalvo (1994)

    dan Sweeney (1994) mengindikasikan bahwa perusahaan pelanggar perjanjian

    utang menggunakan akrual untuk meningkatkan laba tahun sebelumnya.

    H1: manajemen perusahaan yang melanggar perjanjian utang melakukan

    manajemen laba melalui discretionary accruals yang meningkatkan laba.

    Sweeney (1994) menguji debt covenant hypothesis dengan menganalisis

    perubahan metoda akuntansi dari 130 perusahaan yang melanggar perjanjian

    kredit. Sweeney menunjukkan bahwa manajer perusahaan yang mengalami

    kesulitan keuangan dan mengarah ke pelanggaran perjanjian kredit cenderung

    memilih metoda akuntansi yang berdampak pada peningkatan laba untuk

    menghindari pelanggaran perjanjian kredit. Perubahan metoda akuntansi yang

    teridentifikasi dalam penelitian ini antara lain: perubahan metoda depresiasi,

    adopsi metoda last in first out (LIFO), adopsi metoda first in first out (FIFO),

    perubahan umur ekonomi aktiva dan perubahan dalam alokasi biaya lain-lain.

    Sweeney (1994) memberikan bukti empiris bahwa manajer perusahaan pelanggar

    membuat jumlah yang lebih besar dalam keputusan pilihan akuntansi terhadap

    manajer perusahaan kontrol untuk industri, ukuran dan perioda waktu yang sama.

    Surifah (2001) mengkaji kebijakan akuntansi akrual, yang mengarah pada

    indikasi keberadaan manajemen laba dalam pengungkapan laporan keuangan

    tahunan perusahaan publik. Perusahaan sampel dibagi ke dalam dua kelompok,

    yaitu yang mengalami kerugian dan keuntungan berturut-turut selama tahun 1997-

    1999 pada perusahaan manufaktur di Indonesia. Sampel perusahaan yang

  • 39

    digunakan adalah 30 perusahaan yang mengalami kerugian berturut-turut dan 30

    perusahaan yang mendapatkan keuntungan berturut-turut yang diambil dengan

    cara berpasangan. Total akrual digunakan sebagai proksi dari manajemen laba

    dengan hipotesis yang diajukan apakah terdapat perbedaan total akrual antara

    perusahaan yang mengalami kerugian berturut-turut dengan yang mendapat

    keuntungan berturut-turut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat

    perbedaan total akrual antara kedua kelompok perusahaan, serta didapat hasil

    bahwa total akrual perusahaan yang mengalami kerugian secara signifikan lebih

    tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang mendapatkan keuntungan.

    Andriyani (2004) dalam Herawati dan Baridwan (2007) menguji hipotesis

    perjanjian utang yaitu dengan meneliti keberadaan indikasi manajemen laba pada

    perusahaan yang memiliki perjanjian kontrak utang. Mekanisme perjanjian yang

    digunakan adalah penerbitan obligasi. Penelitian Andriyani (2004) memberikan

    bukti empiris tentang adanya manajemen laba lebih besar pada perusahaan yang

    terikat perjanjian daripada yang tidak terikat perjanjian.

    Kondisi-kondisi tersebut di atas menunjukkan bahwa kepentingan

    manajemen terancam seperti penilaian negatif dari pihak investor, kreditur dan

    pemakai laporan keuangan lainnya sehingga dapat berakibat pada ketidakamanan

    posisi manajemen. Dalam rangka untuk mempertahankan posisinya di perusahaan,

    maka manajer perusahaan akan selalu berupaya untuk memperlihatkan kinerja

    perusahaan yang baik. Karena hal itu berarti peningkatan nilai perusahaan.

    Penelitian ini fokus pada kondisi perusahaan yang mengalami pelanggaran

    perjanjian utang berbasis akuntansi.

  • 40

    Penelitian ini menduga bahwa manajemen perusahaan yang melanggar

    perjanjian utang akan lebih berusaha untuk menunjukkan kinerja perusahaan

    yang lebih baik. Hal ini agar tidak berlanjut pada pelanggaran yang lebih berat

    sehingga manajemen perusahaan tersebut kemungkinan besar akan melakukan

    manajemen laba lebih besar daripada perusahaan yang tidak melanggar perjanjian

    utang.

    H2: manajemen laba perusahaan yang melanggar perjanjian utang lebih besar

    daripada manajemen laba perusahaan yang tidak melanggar perjanjian utang.

  • 41

    BAB IV

    METODA PENELITIAN

    4.1 Rancangan Penelitian

    Rancangan penelitian adalah rencana dari struktur riset yang mengarahkan

    proses dan hasil riset sedapat mungkin valid, objektif, efisien dan efektif.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui praktik manajemen laba pada

    perusahaan yang melanggar perjanjian utang pada industri manufaktur yang

    terdaftar di BEI. Dalam penelitian Na'im dan Hartono (1996) yang mengambil

    sampel perusahaan di Amerika, model earnings management hanya signifikan

    pada perusahaan manufaktur. Oleh karena itu, penelitian ini ingin membuktikan

    apakah hal tersebut sama bila diterapkan di Indonesia.

    Manajemen laba diukur dengan model Kang dan Sivaramakrishnan

    (1995). Model ini dikatakan model yang paling baik untuk memprediksi usaha

    akrual (Yasa, 2010). Model Kang dan Sivaramakrishnan (KS) dikatakan dapat

    mengurangi masalah omitted variables dengan menambahkan komponen biaya

    seperti kos penjualan dan biaya-biaya lainnya, serta mengurangi masalah

    simultanitas dan kesalahan dalam variabel karena model KS menggunakan

    instrumental variabel.

    Populasi penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di BEI dan

    sampelnya adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI perioda 2003--

    2010. Setelah penentuan sampel, dilanjutkan dengan pengumpulan data melalui

    metoda observasi non partisipan, yaitu dengan cara membaca, mengamati,

  • 42

    mencatat serta mempelajari uraian buku-buku, jurnal-jurnal akuntansi dan bisnis,

    serta mengakses situs-situs internet yang relevan. Penelitian menggunakan teknik

    analisis uji beda dan dilanjutkan dengan menyimpulkan dan memberikan saran.

    Untuk lebih jelasnya rancangan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut.

    Kajian Teoritis Praktik Manajemen

    Laba Pada

    Perusahaan Yang

    Melanggar Perjanjian

    Utang

    Kajian Empiris

    Discretionary Accrual

    Permasalahan

    Hipotesis

    Pengolahan Data

    Pembahasan Hasil

    Simpulan dan Saran

    Metoda Penelitian:

    1. Jenis Data: data kualitatif dan

    kuantitatif

    Sumber Data: data

    sekunder

    2. Variabel Penelitian: Manajemen Laba

    3. Teknik Penentuan Sampel: Purposive

    Sampling

    4. Teknik Analisis

    Data: Uji Beda

    Gambar 4.1

    Rancangan Penelitian

  • 43

    4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI

    perioda 2003-2010 melalui website www.idx.co.id. Penelitian ini menggunakan

    perusahaan publik dengan pertimbangan bahwa perusahaan publik merupakan

    perusahaan yang terbuka dan informasi yang diberikan berguna bagi seluruh

    pihak, sehingga diharapkan dalam penyajian laporan keuangan memberikan

    informasi yang tidak bias. Informasi yang tidak bias tersebut termasuk informasi

    mengenai laba dalam laporan keuangan. Perusahaan manufaktur dipilih karena

    perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur memiliki kecenderungan yang

    lebih besar untuk melakukan manajemen laba daripada perusahaan yang bergerak

    di bidang lain. Dalam penelitian Na'im dan Hartono (1996) yang mengambil

    sampel perusahaan di Amerika, model earnings management hanya signifikan

    pada perusahaan manufaktur.

    .

    4.3 Data Penelitian

    4.3.1 Jenis Data

    Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

    1) Data kualitatif yaitu data yang tidak dapat dihitung atau diukur dengan

    angka-angka, tetapi mampu memberikan informasi tambahan berupa uraian

    atau keterangan (Sugiyono, 2007:13). Data kualitatif dalam penelitian ini

    adalah informasi berkaitan dengan pelanggaran perjanjian utang yang

    dinyatakan dalam catatan laporan keuangan atau laporan auditor independen.

    2) Data kuantitatif yaitu data yang berupa angka-angka atau jumlah dengan

    satuan ukur yang dapat dihitung secara matematis (Sugiyono, 2007:13). Data

  • 44

    kuantitatif dalam penelitian ini berupa komponen laporan laba, laporan arus

    kas dan komponen laporan neraca.

    4.3.2 Sumber Data

    Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data

    diperoleh dari sumber yang tidak langsung memberikan data pada pengumpul data

    (Sugiyono, 2007:129). Dalam penelitian ini data diperoleh melalui situs resmi

    Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id) berupa anual report perusahaan

    manufaktur.

    4.3.3 Metoda Penentuan Sampel

    Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek

    yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

    untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007:115). Dalam

    penelitian ini populasi adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di BEI.

    Sementara sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

    populasi tersebut.

    Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan nonprobability

    sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang yang

    sama bagi setiap unsur (anggota) untuk dipilih menjadi anggota sampel

    (Sugiyono, 2007:118). Teknik penentuan sampel menggunakan purposive

    sampling, yakni suatu teknik penentuan sampel dengan menggunakan kriteria-

    kriteria tertentu.

    Kriteria-kriteria yang digunakan untuk memilih sampel pada penelitian ini

    adalah sebagai berikut.

  • 45

    1) Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dan menerbitkan laporan

    auditan perioda 1997 sampai dengan perioda 2010.

    2) Perusahaan yang pertama kali melakukan pelanggaran perjanjian utang

    pada perioda 2003--2010 serta menyatakannya di catatan laporan

    keuangan atau laporan auditor independen. Definisi perusahaan yang

    dikategorikan melanggar perjanjian utang mencakup pelanggaran

    terhadap rasio keuangan yang disyaratkan oleh kreditur dalam perjanjian

    utang-jangka pendek maupun jangka panjang-dan/atau pelanggaran

    perjanjian pembayaran pokok utang dan bunga. Perusahaan yang

    melanggar perjanjian pembayaran pokok dan bunga dimasukkan sebagai

    sampel dengan pertimbangan bahwa pelanggaran perjanjian tersebut

    merupakan pelanggaran yang lebih berat daripada pelanggaran terhadap

    rasio keuangan yang disyaratkan oleh kreditur.

    3) Perusahaan yang mengungkapkan perjanjian utang-rasio keuangan, tidak

    menyatakan pelanggaran perjanjian utang dan tidak melakukan event

    penting seperti pergantian CEO (Chief Executive Officer), pemeringkatan

    obligasi dan SEO (Seasoned Equity Offerings) diklasifikasikan sebagai

    perusahaan kontrol. Informasi tersebut dicek melalui catatan laporan

    keuangan dan laporan auditor independen. Perusahaan kontrol ini

    dibentuk berdasarkan jenis industri dan ukuran perusahaan yang setara

    (total aktiva).

  • 46

    4) Perusahaan memiliki data tujuh tahun yaitu lima tahun dari t-2 sampai t-6

    merupakan perioda estimasi sedangkan t-1 dan t merupakan perioda

    kejadian.

    4.4 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

    Penelitian ini menggunakan akrual akuntansi (discretionary accrual)

    sebagai ukuran manajemen laba. Menurut pandangan manajemen, akrual

    akuntansi merupakan instrumen yang lebih disukai untuk mengatur angka yang

    dilaporkan karena biayanya relatif rendah dan sifatnya yang tidak mudah diamati.

    Manajemen laba diukur melalui discretionary accrual (DA) yang dihitung dengan

    cara menghitung selisih total accrual (TA) dan non discretionary accrual (NDA).

    Variabel dalam penelitian ini merupakan variabel mandiri. Variabel

    mandiri digunakan dalam penelitian ini karena dalam penelitian ini tidak membuat

    perbandingan antara variabel terikat/dependen dan variabel bebas/independen

    pada sampel lain atau mencari hubungan variabel tersebut dengan variabel

    lainnya. Variabel dalam penelitian ini adalah manajemen laba, diproksikan

    dengan discretionary accrual yang diukur dengan model Kang dan

    Sivaramakrisnan (1995) dalam Yasa (2010).

    Berdasarkan perspektif manajerial, akrual menunjukkan instrumen-

    instrumen adanya earnings management. Perhitungan akrual yang tidak normal

    diawali dengan perhitungan total akrual. Total akrual sebuah perusahaan i

    dipisahkan menjadi non discretionary accrual (tingkat akrual yang normal) dan

    discretionary accrual (tingkat akrual yang tidak normal). Tingkat akrual yang

  • 47

    tidak normal ini merupakan tingkat akrual hasil rekayasa laba yang dilakukan oleh

    manajer. Selengkapnya perhitungan manajemen laba adalah sebagai berikut.

    Akrual diskresioner yang diukur dari model Kang dan Sivaramakrishnan (1995)

    dalam Yasa (2010) adalah:

    ABit-1 = 0 + 1 [1,i REVit-1] + 2 [2,iEXPit-1] + 3 [3,iGPPEit-1]

    + it-1 . (1)

    Keterangan:

    ABit-1 = accrual balance = CAit-1 - CASHit-1 - CLit-1 DEPit-1

    CAit-1 = aktiva lancar perusahaan i pada tahun t-1

    CASHit-1 = kas perusahaan i pada tahun t-1

    CLit-1 = utang lancar perusahaan i pada tahun t-1

    DEPit-2 = depresiasi dan amortisasi perusahaan i pada tahun t-2

    REVit-1 = pendapatan perusahaan i pada tahun t-1

    EXPit-1 = penjualan neto laba operasi sebelum depresiasi dan

    amortisasi perusahaan i

    GPPEit-1 = aktiva tetap bruto perusahaan i pada tahun t-1

    ARTit-2 = piutang dagang perusahaan i pada tahun t-2

    OCALit-2 = aktiva lancar-kas-piutang usaha-utang lancar perusahaan i

    pada tahun t-2

    it = error term

    1,i =

  • 48

    2,i =

    3,i =

    Selanjutnya akrual non diskresioner (NDA) dihitung sebagai berikut.

    NDAit-1 = 0 + 1 [1,i REVit-1] + 2 [2,iEXPit-1] + 3 [3,iGPPEit-1](2)

    Akrual diskresioner dihitung sebagai berikut.

    DAit-1 = ABit-1 NDAit-1...